partisipasi masyarakat dalam program arisan...
TRANSCRIPT
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM ARISAN
JAMBAN DI DESA KERTARAHARJA KECAMATAN
SOBANG KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh:
Ina Fitriana
NIM 11140520000005
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
i
Abstrak Ina Fitriana, 11140520000005, Partisipasi Masyarakat dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, di bawah
Bimbingan Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si.
Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses identifikasi masalah dan potensi dalam masyarakat, pemilihan
dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani
masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses evaluasi perubahan.
Rendahnya kepemilikan jamban membuat masyarakat di Desa
Kertaraharja sulit mengubah perilaku untuk tidak buang air besar ke
kebun dan rorah. Oleh karena itu, penyuluh agama melakukan kegiatan
penyuluhan agar masyarakat melakukan perilaku hidup bersih dan
sehat. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan
kualitatif deskriptif dengan model analisis interaktif Milles dan
Huberman.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan: 1) partisipasi masyarakat
dalam bentuk partisipasi tenaga dan partisipasi materi/uang.
Kertelibatan dimulai dari tahap inisiasi, perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan program. Partisipasi masyarakat dalam kelompok arisan
jamban dipengaruhi oleh faktor internal yaitu: pengetahuan, usia,
pekerjaan dan kebutuhan. Dan faktor eksternal yaitu: adanya dukungan
keluarga, penghargaan, kebermanfaatan program dan dukungan
stakeholder. 2) Stakeholder yang terlibat dalam kegiatan penyuluhan
agama adalah LAZ HARFA melalui pendamping desanya, tokoh
agama dan aparatur pemerintah tingkat desa. Interaksi dan hubungan
antar anggota dan stakeholder yang terlibat dalam program arisan
jamban menunjukan adanya modal sosial. Strategi penguatan
kelembagaan penyuluhan agama dilakukan dengan meningkatkan
kemandirian dan sumberdaya manusia. 3) Penyuluhan agama dalam
pengelolaan arisan jamban melibatkan stakeholder lain sebagai sumber
informasi. Metode yang digunakan adalah metode ceramah dan tanya
jawab. Materi pokok yang disampaikan penyuluh kepada sasaran
adalah terkait thaharah dan pentingnya menjaga perilaku hidup bersih
dan sehat. Penyuluhan agama dalam program arisan jamban
menghasilkan perubahan dari segi kognitif, afektif dan psikomotor.
Output/outcome penyuluhan agama dalam kelompok arisan jamban
dapat dilihat dari perubahan perilaku masyarakat, peningkatan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat, kondisi lahan dan kebun lebih
produktif, mudahnya akses masyarakat, masyarakat lebih sejahtera
serta keamananannya lebih terjamin.
Kata kunci: Partisipasi, Kelembagaan, Penyuluhan Agama, Program
Arisan Jamban.
ii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بســــــــــــــــــم الل الرAssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan kekuatan yang
diberikan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesesaikan skripsi dengan
judul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Arisan Jamban di
Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten.”
Shalawat teriring salam semoga tercurakan kepada suri
tauladan kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wa sallam, kepada
keluarga, sahabat dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama pengerjaan skripsi ini peneliti dihadapkan dengan berbagai
cobaan, kesulitan, rintangan dan penuh perjuangan kesabaran yang
telah memberi banyak pelajaran hidup yang berarti bagi peneliti.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada kedua orangtua
yaitu Bapak (Sayadi) dan Ibu (Saiyah) atas doa, semangat, kasih
sayang, pengorbanan dan ketulusan dalam mendoakan penulis. Tidak
lupa kepada Kakak-kakak (Iwan Ridwanullah, Ati Nuriyawati dan Dini
Fazriani) yang selalu membantu, mendukung dan memberikan
semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Serta kepada keponakan
penulis (Dian Natasyha Fadillah) yang selalu memberikan semangat
iii
dan keceriaan dalam hari-hari penulis menyelesaikan skripsi ini.
Kemudian, kepada Rudi Mulyadi, S.H. yang senantiasa membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selain itu, tentu
penulis juga sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penelitian ini, diantaranya kepada:
1. Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Siti
Napsiyah, S.Ag. BSW, MSW. selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Dr. Sihabudin Noor, M.A. selaku Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, dan Cecep Castrawijaya, M.A.
selaku Wakil Dekan Bidang kemahasiswaan, Alumni dan
Kerjasama.
2. Ir. Noor Bekti Negoro, S.E., M. Si. dan Artiarini Puspita Arwan,
M.Psi, Psi. selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si. selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh
kesabaran tanpa lelah untuk memberikan masukan dan arahan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku dosen penasihat akademik
yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama penulis
menjalankan perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada bapak dan ibu dosen Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam dan dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi juga seluruh civitas akademika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iv
6. Seluruh staf dan relawan khususnya kepada manajer program
LAZ HARFA Provinsi Banten Bapak M. Mukri S.Pd.I, dan
pendamping desa LAZ HARFA Pak Yadi Supriadi yang telah
mempermudah penulis dalam penelitian di lapangan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan kerja-
samanya.
7. Seluruh jajaran aparatur pemerintah Desa Kertaraharja, para
tokoh, pemimpin, pengurus kelompok arisan jamban dan
masyarakat Kampung Bahbul, Desa Kertaraharja yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan BPI 2014 yang selalu memberikan
semangat, saran dan masukan kepada penulis. Terima kasih
untuk kebersamaannya selama ini.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
penelitian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, tanpa mengurangi rasa hormat penulis ucapkan terima-
kasih.
Penulis berharap semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa
memberikan kemudahan, kelancaran dan kesuksesan pada semua
pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya
kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih banyak
keterbatasan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi segenap
keluarga besar Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 21 November 2019
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................. viii
DAFTAR BAGAN............................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Batasan Masalah................................................................ 6
C. Rumusan Masalah............................................................. 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................... 7
1. Tujuan Penelitian....................................................... 7
2. Manfaat penelitian...................................................... 8
E. Tinjauan Kajian Terdahulu............................................... 9
F. Metode Penelitian.............................................................. 13
1. Pendekatan Penelitian................................................ 13
2. Jenis Penelitian........................................................... 14
3. Subjek Penelitian........................................................ 14
4. Objek Penelitian......................................................... 14
5. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................... 15
6. Penentuan Sumber Data............................................. 16
7. Teknik Pengumpulan Data......................................... 17
8. Teknik Pemilihan Informan....................................... 20
9. Fokus Analisis............................................................ 22
10. Asumsi Peneliti.......................................................... 23
11. Teknik Analisis Data.................................................. 23
12. Standar Validitas dan Reliabilitas Penelitian............. 26
G. Teknik Penulisan Skripsi................................................... 26
H. Sistematika Penulisan........................................................ 26
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Partisipasi Masyarakat...................................................... 29
1. Pengertian Partisipasi Masyarakat............................. 29
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat................................... 33
3. Tahapan partisipasi Masyarakat................................. 36
4. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat.. 40
vi
B. Pemberdayaan Masyarakat................................................ 45
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat...................... 45
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat............................ 48
3. Tahapan pemberdayaan Masyarakat.......................... 52
4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat........................... 54
5. Pendampingan dalam Pemberdayaan Masyarakat..... 56
6. Advokasi dalam Pemberdayaan Masyarakat………. 60
C. Kelembagaan..................................................................... 63
1. Pengertian Kelembagaan........................................... 63
2. Tipe Kelembagaan..................................................... 64
3. Modal Sosial.............................................................. 65
4. Strategi Penguatan Kelembagaan............................... 69
D. Penyuluhan Agama........................................................... 73
1. Pengertian Penyuluhan Agama.................................. 73
2. Sasaran Penyuluhan Agama....................................... 75
3. Metode Penyuluhan Agama....................................... 76
4. Materi Penyuluhan Agama......................................... 79
E. Kerangka Berpikir Penelitian............................................ 80
BAB III GAMBARAN UMUM DAN PETA SOSIAL DESA
KERTARAHARJA
A. Gambaran Umum Desa kertaraharja............................... 84
B. Gambaran dan Analisis Kependudukan.......................... 87
C. Gambaran dan Analisis Ekonomi Masyarakat................ 90
D. Analisis Struktur Komunitas........................................... 91
E. Lembaga Formal............................................................. 92
F. Lembaga Informal........................................................... 93
G. Sumber Daya Lokal........................................................ 96
H. Keterkaitan Hasil Pemetaan Sosial dengan Partisipasi
Masyarakat dalam Kelembagaan Penyuluhan Agama....
98
I. Ikhtisar Pemetaan Sosial dan Profil Kelompok Arisan
Jamban LAZ HARFA.....................................................
101
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan......................................................... 104
B. Profil Program Pemberdayaan masyarakat dan
Kelompok Arisan Jamban di Desa Kertaraharja.............
108
1. Tujuan dan Sasaran Kelompok Arisan Jamban...... 109
vii
2. Struktur Kelompok Arisan Jamban......................... 110
C. Cikal Bakal Penyuluhan di Desa Kertaraharja............... 111
D. Ikhtisar Program Pemberdayaan LAZ HARFA dan
Cikal Bakal Penyuluhan di Desa Kertaraharja...............
118
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek....................................................... 120
B. Partisipasi Masyarakat dalam Penyuluhan Agama pada
Program Arisan Jamban Di Desa Kertaraharja...............
121
1. Bentuk Partisipasi Masyarakat………………........ 121
2. Tahapan Partisipasi Masyarakat.............................. 130
3. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat………………………………………..
149
C. Kelembagaan pada Program Arisan Jamban di Desa
Kertaraharja……………………………………………
167
1. Aturan Kelompok.................................................... 167
2. Pola Hubungan......................................................... 170
3. Strategi Penguatan Kelembagaan………………… 181
D. Input, Proses dan Output/Outcome Penyuluhan Agama
dalam Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja.....
187
1. Input Penyuluhan Agama dalam Program Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja...................................
187
2. Proses Penyuluhan Agama dalam Program Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja...................................
199
3. Output/Outcome Penyuluhan Agama dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja.........
207
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan......................................................................... 213
B. Implikasi......................................................................... 215
C. Saran............................................................................... 216
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
218
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tinjauan Pustaka................................................. 10
Tabel 2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data.... 20
Tabel 3. Setting dan Tipe Advokasi Sosial……………... 62
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa
Kertaraharja…………………………………….
81
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis
Mata Pencaharian/Pekerjaan…………………..
90
Tabel 6. Lembaga Formal di Desa Kertaraharja………... 92
Tabel 7. Lembaga Informal di Desa Kertaraharja………. 95
Tabel 8. Subjek Telaahan Pemetaan Sosial di Desa
Kertaraharja…………………………………….
101
Tabel 9. Identitas Subjek………………..………………. 121
Tabel 10. Bentuk Partisipasi Masyarakat pada Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja…………...
128
Tabel 11. Tahapan Partisipasi Masyarakat pada Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja…………...
144
Tabel 12. Faktor Internal yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat pada Program Arisan Jamban di
Desa Kertaraharja………………………………
155
Tabel 13. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat pada Program Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja…………………….
161
Tabel 14. Pola Hubungan dalam Kelembagaan Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja………………….
176
Tabel 15. Input Penyuluhan Agama dalam Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja…………
194
Tabel 16 Proses Penyuluhan Agama dalam Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja…………...
204
Tabel 17. Output/Outcome Penyuluhan Agama dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja…
210
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Intervensi untuk Meningkatkan Kemandirian…… 71
Bagan 2. Kerangka Berpikir Penelitian.................................... 81
Bagan 3. Struktur Kelompok Arisan Jamban........................... 111
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Komunitas di Desa Kertaraharja............. 91
Gambar 2. Cikal Bakal Penyuluhan di Desa Kertaraharja...... 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan kemiskinan dipandang sebagai bagian dari
masalah dalam pembangunan yang keberadaannya ditandai dengan
adanya keterbelakangan dalam perilaku. Maka, pembahasan
kemiskinan mendapat tempat yang cukup penting.1 Dewasa ini,
kemiskinan masih menjadi beban dunia. Nampaknya, kemiskinan
akan terus menjadi fenomena yang tetap ada dan akan menjadi
kenyataan abadi. Dunia meresponnya dengan menyepakati suatu
pertemuan yang disebut SDGs (Sustainable development goals).
Rendahnya kualitas sanitasi dirumuskan dalam isu ke-6 dalam
agenda SDGs (Sustainable development goals) yaitu menjamin
ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua
orang. Demi mewujudkan kondisi lingkungan yang optimal didukung
dengan upaya-upaya yang dapat memberikan dampak positif bagi
penyehatan lingkungan. Upaya ini disebut dengan sanitasi dasar.
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat
kesehatan, meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran
manusia (jamban/wc), pembuangan air limbah dan pengelolaan
sampah (tempat sampah). 2
1 Eliyati, Upaya PNPM Mandiri dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat di Desa Kebuyutan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, (Jakarta:
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 1. 2 Rusni, Hubungan sanitasi dasar dengan insiden penyakit berbasis
Lingkungan di Perumaha ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat, (Meulaboh: Universitas Teuku Umar, 2013), h. 2
2
Pencapaian sanitasi di Indonesia menunjukan peningkatan
namun jumlahnya masih sangat besar. Pemutakhiran data global
pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa 63 juta penduduk Indonesia
masih buang air besar sembarangan (BABS) di sungai, kali, danau,
laut atau di daratan. Mayoritas pelaku praktik buang air besar
sembarangan tinggal di desa-desa. Hanya 38,4% dari penduduk
pedesaan yang memiliki akses pada sanitasi yang layak. Akses
sanitasi di pedesaan tidak bertambah secara berarti pada 30 tahun
terakhir. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sangat sedikit rumah
tangga di pedesaan yang benar-benar mempunyai akses ke jamban
sehat. 3
Kekurangan akses terhadap jamban yang dialami kelompok
miskin mencerminkan buruknya pelayanan sanitasi di Indonesia.4
Berdasarkan data Susenas Badan Pusat Statistik 2010-2014, di
Provinsi Banten memiliki akses sanitasi layak pada tahun 2014
mencapai 68,4%. Ini menujukan bahwa masih ada 31,6% lainnya
yang memiliki akses sanitasi yang tidak layak. Di Kabupaten
Pandeglang, indikator fasilitas rumah yang memiliki jamban/MCK
yaitu 54,48%. Sebanyak 45,52% tidak memiliki fasilitas
jamban/MCK. Ini dikarenakan faktor ekonomi yang rendah yang
dimiliki masyarakat.5 Penduduk miskin di Kabupaten pandeglang
berjumlah 115.900 jiwa atau 9,67 % dari total jumlah penduduk
sebesar 1.200.512 jiwa pada tahun 2016. Tingkat ekonomi sangat
mempengaruhi dalam kepemilikan jamban sehat karena masyarakat
3 Farah Nur Amalina, Nurjanah dan Massudi Suwandi, Perilaku BAB di Sungai
pada Warga di Kelurahan Sekayu Semarang Tahun 2014, (Semarang: Universitas Dian
Nuswantoro, 2014), h. 2-3. 4 Eri Trinurini Adhi, Pelayanan Sanitasi Buruk: Akar dari kemiskinan, Jurnal
Analisis Sosial, Vol 14, No 2, September 2009, h. 78-79. 5 Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Profil Kesehatan Provinsi Banten: Jadikan
desa Kita desa siaga aktif, (Banten: Dinas Kesehatan, 2011), h. 11.
3
dengan tingkat ekonomi yang lebih baik cenderung untuk memiliki
jamban sehat dibandingkan dengan tingkat ekonomi rendah.6
Selain itu, fasilitas/kepemilikan jamban juga merupakan hal
yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan laporan dan profil Puskesmas Kecamatan Sobang Tahun
2015 peneliti menemukan data bahwa sebelum program arisan
jamban yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa
berjalan yaitu 2014 fasilitas rumah di Desa Kertaraharja yang tidak
memiliki Jamban/WC yaitu 24,5%, dan tidak memiliki fasilitas air
bersih yaitu 7.4% (PDAM) dan 45.1% (Sumur gali/bor). Oleh karena
itu, perlu adanya fasilitas yang mencukupi sebagai usaha perubahan
perilaku masyarakat.
Dalam pandangan Islam, buang air besar sembarangan
merupakan sebuah perilaku yang dilarang, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
اتقوا اللاعنين قالوا: وما اللاعنان؟ قال: »الذي يتخلى في طريق الناس أو في ظل هم«
رواه مسلم
Artinya, “Jauhilah dua hal yang dapat memancing keluarnya
kalian laknat! Sahabat bertanya: “Apakah dua hal itu?” Beliau
menjawab: “Buang air besar di tempat orang-orang berlalu lalang
dan di tempat mereka berteduh.” (HR Muslim)
Dalam upaya mengubah perilaku masyarakat, diperlukan
adanya program pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditujukan untuk
6 Gandha Sunaryo Putra dan Selviana, Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan Kepemilikan Jamban Sehat di Desa Empakan Kecamatan Kayan Hulu, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa, Vol.4, No.3, Agustus tahun 2017, h. 241.
4
memberikan alternatif solusi bagi masyarakat yang terbiasa
melakukan BABS agar memiliki fasilitas jamban dan akhirnya dapat
berubah sikap dan perilakunya kearah yang lebih baik.
Penyuluh agama sebagai agent of change merupakan tokoh
yang dapat membantu dalam memberikan intervensi dalam upaya
perubahan perilaku masyarakat dengan metode dan materi yang
dinamis serta disesuaikan dengan kebutuhan sasaran. Oleh karena itu,
dalam ruang lingkup pengaplikasian thaharah dan pentingnya
memiliki jamban perlu adanya pendekatan penyuluhan agama untuk
dapat memberikan solusi kepada sasaran agar sasaran dapat
menolong dirinya sehingga mau melakukan perubahan perilaku.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Qur’an
Surat Ar-Ra’d Ayat 11:
ل يغي ر ما بقوم حتى أمر له معق بات من بين يديه ومن خلفه يحفظونه من إن الل يغي روا ما الل
بقوم سوءا فلا مرد له وما لهم من دون ه من وال بأنفسهم وإذا أراد الل
﴾۱۱﴿الرعد :
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S. Ar-
Ra’d:11)
Pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan partisipatif
merupakan metode yang cukup efektif untuk membantu mengatasi
5
masalah-masalah yang terjadi atau mencegah permasalahan yang
lebih besar terjadi pada masyarakat dengan cara melibatkan
masyarakat secara langsung sebagai pelaku pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk mendorong
terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk
secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan
kebutuhan masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan
persoalan di masa yang akan datang. 7
Konsep pemberdayaan merupakan program pelibatan dan
peningkatan partisipasi masyarakat yang berpangkal dan berbasis
masyarakat karena sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka.8
Partispasi masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya
meningkatkan proses belajar masyarakat. Saat ini pembangunan
berbasis masyarakat banyak dilakukan oleh pemerintah, hal ini
dikarenakan pengaruh masyarakat yang cukup besar dalam
mensukseskan program-program tersebut.9
Partisipasi masyarakat merupakan tolak ukur suatu
pemberdayaan dapat berjalan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat
menjadi sangat penting untuk ditinjau dalam sebuah kegiatan atau
program. Penelitian mengenai partisipasi ditujukan untuk
mengukur/menilai suatu program/proyek yang dimaksudkan untuk
menunjukkan dimana letak partisipasi masyarakat pada suatu
7 Oman Sukmana, Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Komunitas Berbasis Potensi Lokal (Studi di desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota Batu
Jawa Timur, Jurnal Humanity, Vol.6, No.1, September tahun 2010, h. 60. 8 Zuhrina Aidha, Analisis Implementasi Pemberdayaan Masyarakat dalam
Strategi Promosi Kesehatan dan Pengaruhnya terhadap Partisipasi Masyarakat dalam
Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kecamatan Helvetia Medan, Jurnal Jumantik,
Vol. 2, No. 2, Tahun 2017, h. 37. 9 Reny Cahyani dan Dian Rahmawati, Peningkatan Partispasi Masyarakat
dalam Perbaikan Sanitasi Pemukiman Kelurahan Putat Jaya Kota Surabaya, Jurnal
Teknik ITS, Vol. 4, No.2, Tahun 2015, h. 144.
6
program atau proyek partisipasi masyarakat berada. Dengan
demikian, hal ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi untuk
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat pada proyek/program
tersebut. 10
Berdasarkan temuan-temuan di atas, peneliti merasakan
pentingnya mengangkat tema partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban, karena dengan mengetahui penyelesaian dari masalah
ini akan membawa dampak besar bagi para penyuluh sosial
keagaamaan dalam hal merencanakan strategi dan program
penyuluhan dengan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu,
peneliti mengambil judul “Partisipasi Masyarakat dalam Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.”
B. Batasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka peneliti
membatasi penelitian skripsi pada batasan berikut ini:
1. Partisipasi Masyarakat dilihat dari bentuk partisipasi tenaga,
tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dan faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat.
2. Program arisan jamban yang dimaksud peneliti adalah
kelembagaan pada kelompok arisan jamban yang diinisiasi oleh
Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa di Desa Kertaraharja.
10 Winny Astuti dan Ana Hardiana, Perencanaan Partisipatif pada Tingkat
Kelurahan sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan pada Pemukiman Kumuh
Perkotaan, Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, Vol. 20, No. 2, Agustus Tahun 2009,
h.152.
7
Amatan dibatasi pada pada pola hubungan dan strategi penguatan
kelembagaan.
3. Pelaksanaan penyuluhan agama diamati pada input, proses dan
output/outcome penyuluhan agama pada program arisan jamban
yang dilaksanakan pada tahun 2017-2018.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. Bagaimana partisipasi masyarakat pada program arisan jamban
di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten?
2. Bagaimana pola hubungan dan strategi penguatan kelembagaan
pada program arisan jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten?
3. Bagaimana input, proses dan output/outcome penyuluhan agama
dalam kelembagaan penyuluhan agama pada program arisan
jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana partisipasi
masyarakat dalam penyuluhan agama pada program arisan
jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pola hubungan dan
strategi penguatan kelembagaan pada program arisan jamban
8
di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis input, proses dan
output/outcome penyuluhan agama dalam program arisan
jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis/ Pengembangan Pendidikan
1. Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi khazanah ilmu
pengetahuan sebagai partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten agar masalah-
masalah sosial dapat berkurang dan dihilangkan. Dan dapat
memberikan kontribusi akademis berupa pengembangan
teori-teori mata kuliah Program Studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam khususnya Metode dan Teknik
Penyuluhan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memicu para akademisi
UIN Jakarta, khususnya Bimbingan dan Penyuluhan Islam
akan pentingnya mengkaji dan berperan aktif dalam
menanggulangi permasalahan sosial dengan pendekatan
partisipatif.
3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pemicu bagi
masyarakat Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, untuk
meningkatkan kesadaran dan berpartisipasi secara aktif
dalam program-program pemberdayaan masyarakat.
9
b. Manfaat Kelembagaan
Penelitian ini diharapkan mampu memicu stakeholder
dari berbagai pihak/lembaga untuk turut berperan dalam
membantu mengurangi permasalahan yang ada dalam
masyarakat.
c. Manfaat Praktis
Peneliti dapat memahami dan mendalami ilmu
pengetahuan di bidang Ilmu dakwah dan Komunikasi
khususnya dalam hal Bimbingan dan Penyuluhan Islam
mengenai partisipasi masyarakat dan kelembagaan
penyuluhan agama.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam menyusun penelitian ini, penulis telah mengadakan
tinjauan kepustakaan terhadap beberapa karya ilmiah seperti skripsi,
tesis dan jurnal penelitian yang memiliki kemiripan judul tentang
partisipasi masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
bentuk plagiat.
Tinjauan kajian terdahulu dapat dilihat pada tabel 1 di bawah
ini
10
Tabel 1. Tinjauan Pustaka
No
Nama Peneliti
dan Judul
Penelitian
Indentitas
Tulisan
(Skripsi
Jurusan/
Fakultas/
Jurnal Vol,
No, Tahun)
Metode dan Hasil Penelitian
1 2 3 4
1 Hosea
Ocbrianto,
“Partisipasi
Masyarakat
terhadap
Posyandu dalam
Upaya Pelayanan
Kesehatan
Balita:Studi
Kasus pada
Posyandu Nusa
Indah II RW.11
Kelurahan
Meruyung
Kecamatan
Limo,Depok
Skripsi/201
2/Program
Studi
Ilmu
Kesejah-
teraan
Sosial/
Fakultas
Ilmu Sosial
dan Ilmu
Politik
Universitas
Indonesia
Penelitian ini menggunakan Metode penelitian
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh para ibu
dapat dibagi ke dalam beberapa bagian seperti berikut
ini: (1) partisipasi tenaga, (2) partisipasi uang/ materi,
dan (3) partisipasi pelaksanaan program. Bentuk-
bentuk partisipasi yang dilakukan oleh para ibu tersebut
dipengaruhi oelh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat terbagi menjadi dua, pertama dilihat dari faktor
internal dan yang kedua adalah faktor eksternal. Faktor
internal : pengetahuan, lama tinggal, usia, pekerjaan,
kebiasaan dan kebutuhan faktor eksternal: keluarga,
letak posyandu, pengalaman berorganisasi,
penghargaan, kebermanfaatan program dan dukungan
struktural.
2 Muhammad
Zaky Baridwan
“Peran
Pendampingan
dalam
Mendorong
Perkembangan
Usaha Anggota
BMT (Studi
pada KSU-BMT
UMJ)”
Skripsi/
2016/
Program
Studi
Muamalat
Fakultas
Syariah dan
Hukum/
UIN Jakarta
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Menurut Aslihan Burhan, ada 4 macam pola
pendampingan, diantaranya (1) motivasi, (2) pendidikan
dan pelatihan, (3) bimbingan dan konsultasi, dan (4)
monitoring dan evaluasi. Pendampingan adalah suatu
strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana hubungan
antara pendamping dengan yang didampingi adalah
hubungan diagonalis (saling mengisi) diantara dua
subjek. Peranan yang dilakukan oleh KSU-BMT UMJ
mempunyai peranan penting dalam mendorong
perkembangan usaha anggotanya.
3 Winny Astuti
dan Ana
Hardiana
“Perencanaan
Partisipatif pada
Tingkat
Kelurahan
sebagai Upaya
Pengentasan
Kemiskinan pada
Pemukiman
Kumuh
Perkotaan”
Jurnal
Perencanan
Wilayah dan
Kota, vol.
20, no. 2,
Agustus
tahun 2009,
h.146-154
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
tindak partisipatif (Participatory Action Research)
dengan menempatkan peneliti sebagai bagian dari yang
diteliti. Hasil penelitian ini adalah:
Community capacity (kapasitas masyarakat) akan
mennjadi tolak ukur yang menentukan kualitas
perencanaan pada level kelurahan. Untuk itu, diperlukan
pemberdayaan masyarakat pada tingkat kelurahan
terkait dukungan kepala kelurahan dan tokoh
masyarakat sangat diperlukan. Kegiatan-kegiatan yang
dapat digolongkan sebagai partisipasi masyarakat
adalah: mengajukan usul, bermusyawarah,
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan keputusan.
11
1 2 3 4
4 Fikra Sutan
Purnama
“Partisipasi
Masyarakat
Kelurahan
Perigi Baru
Kecamatan
Pondok Aren
Kota
Tangerang
Selatan
terhadap
Program
Pemberdayaan
Kota Tanpa
Kumuh”
Skripsi/ 2017/
Program
Studi
Kesejah-
teraan Sosial
Fakultas Ilmu
Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi/
UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan
program, indikatornya dapat dilihat pada keikutsertaan
anggota masyarakat dalam musyawarah, penentuan
program, identifikasi, dan masalah. Partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan program KOTAKU mempunyai bentuk
partisipasi fungsional. Partisipasi masyarakat dalam
pelembagaan yaitu masyarakat memiliki pengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan partisipasi masyarakat
(kelompok masyarakat miskin/rentan Partispasi masyarakat
dalam Evaluasi dan Monitoring yaitu masyarakat ikut serta
mengawasi pelaksanaan program. Pada tahap evalausi dan
monitoring ini masyarakat masyarakat memiliki peran untuk
mengontrol dan mengawasi pelaksanaan keputusan-
keputusan.
5 Sri Yuniati,
Djoko Susilo
dan Fuat
Albayumi
“Penguatan
Kelembagaan
dalam Upaya
Meningkatkan
Kesejahteraan
Petani Tebu”
Prosiding
Seminar
Nasional dan
Call For
Paper
Ekonomi dan
Bisnis
(SNAPER-
EBIS 2017)
ISBN:978-
602-5617-01-
0,h. 498-505
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan
dianalisis dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini
adalah:
Strategi penguatan kelembagaan tersebut meliputi: (a)
Penataan kapasitas kelembagaan. (b) Peningkatan kapasitas
sumberdaya kelembagaan Sumberdaya manusia memegang
peranan penting dalam pengembangan kelembagaan. Dalam
rangka meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia maka
dapat dilakukan melalui pelatihan, misalnya pelatihan
tentang manajemen dan teknologi informasi. (c)
Peningkatan kapasitas pelayanan. Langkah yang diperlukan
dalam meningkatkan kapasitas pelayanan diantaranya
melakukan inovasi pelayanan. (d) Memperluas jaringan
kerjasama atau kemitraan. Dalam upaya memperluas
jaringan kerjasama atau kemitraan dilakukan dengan
membangun kerjasama dengan lembaga atau institusi lain.
6 Indiah
Hudiyani
“Kelembagaan
Penyuluhan
Partisipatif
dalam
Pengelolaan
Hutan Rakyat
(Studi Kasus
Komunitas
Petani
Sertifikasi
percaban
Dusun
pegersengon,
Kelurahan
Selopuro,
Batuwarno,
Wonogiri,
JawaTengah)”
Tesis/2010/
Program
Studi
Penyuluhan
Pembangun-
an Sekolah
Pascasarja-
na/Institut
Pertanian
Bogor
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan metode analisis kualitatif dan kuantitatif
dengan logika induktif. Hasil penelitian ini adalah:
Kelembagaan penyuluhan hutan rakyat di KPS
Percaban menggambarkan kuatnya pengaruh pemimpin
kelompok Stakeholder yang terlibat dalam kegiatan
penyuluhan hutan rakyat di KPS Percaban adalah pemimpin
kelompok, Perum perhutani, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan melalui PKL-nya, LSM Persepsi, dan WWF.
Penyuluhan partisipatif dalam pengelolaan huutan rakyat
melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga
evaluasi. Penyuluhan juga melibatkan pihak terkait.
Pelibatan masyarakat sebagai sasaran menyebabkan output
dari kegiatan penyuluhan sesuai target. Masyarakat yang
semula terllilit kemiskinan sekarang sudah mampu
meningkatkan kesejahteraannya, yang ditunjukan dengan
tercukupinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
12
1 2 3 4
7 Endang
Widayati
“Partisipasi
Perempuan
dalam
Kelembagaan
Desa (Studi
Kasus pada
BKM Desa
Umbulmartani
dan Jogotirto)
Seminar
Nasional
Universitas
PGRI
Yogyakarta,
STIE
Pariwisata
Api
Yogyakarta,
No ISBN:
978-602-
73690-3-0, h.
566-578
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Dari profil aktivitas rerata partisipasi perempuan BKM Bina
Sejahtera 42%, BKM Umbul sejahtera 62%. Lebih besar dari target
yang ditetapkan yakni 30%. Kesadaran terhadap peran sebagai
wakil warga, cukup tinggi hal ini tercermin dari tingkat kehadiran
dan keterlibatan dalam penyusunan rencana, pelaksanaan kegiatan
maupun dalam monitoring. Lingkungan keluarga memiliki
pengaruh yang cukup besar bagi perempuan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan di ranah publik. Selain dukungan lingkungan
keluarga, dukungan dari lingkungan luar pada umumnya juga
sebagai faktor pendukung peran perempuan dalam kelembagaan
desa (BKM).
8 Denok
Kurniasih,
Paulus Israan
Setyoko dan M.
Imron
“Kinerja
Kelembagaan
Program
Sanitasi
Lingkungan
Berbasis
Masyarakat
(SLBM)”
Jurnal
Masyarakat,
Kebudayaan
dan Politik,
vol. 29, no.1,
tahun 2016,
h.14-21
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Implementasi program SLBM memberi gambaran tentang
sistem kelembagaan yang menghubungkan berbagai aktor yang
terlibat. Hal ini kemudian menjadi kendala manakala masyarakat
belum memiliki kemampuan untuk membangun konsensus, baik
dengan sesama masyarakat, pemerintah dan pihak lain yang terlibat
dalam implementasi program.
Berdasarkan beberapa temuan lapangan, menunjukkan bahwa
terjadi kecenderungan minimnya tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain organisasi yang mewadahi KSM dan
pemerintah belum memiliki strategi dan pendekatan yang efektif
untuk mendorong perubahan kesadaran masyarakat. Kemudian,
tidak efektifnya proses sosialisasi dan kampanye terhadap
masyarakat juga menjadi aspek lain yang menyebabkan minimnya
partisipasi masyarakat. Hal ini menyebabkan pemahaman akan
tujuan dan capaian program tidak sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat.
9 Sapja Ananta-
nyu
“Kelembagaan
petani: Peran
dan Strategi
Pengembanga
n
Kapasitasnya”
Jurnal
SEPA,
Vol. 7,
No.2,
Februari
Tahun 2011,
h. 102-109
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah:
Kelembagaan merupakan konsep yang berpadu dengan
struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang
lahir dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia,
tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya.
Pengembangan kapasitas kelembagaan merupakan suatu
proses perubahan sosial berencana yang dimaksud sebagai
sarana pendorong proses perubahan dan inovasi.
Peningkatan kapasitas kelembagaan petani dilakukan sejalan
dengan kegiatan penyuluhan pertanian dengan memotivasi
petani untuk berpartisipasi dalam kelembagaan petani
Penyuluhan perlu dirancang dengan memberikan muatan
(content area) pada penguatan kapasitas individu petani
sekaligus penguatan kapasitas kelembagaan petani. Upaya
yang sebaiknya dilakukan oleh pihak-pihak pemangku
kepentingan, terutama pemerintah adalah: meningkatkan
kapasitas para penyuluh lapangan, menggunakan pendekatan
partisipatif, dan (c) Memperkuat kelembagaan penyuluhan.
13
Dari semua kajian pustaka dalam tabel 1 di atas, penulis menyatakan
bahwa penelitian yang penulis laksanakan sangat berbeda dengan hasil
penelitian sebelumnya yakni sebagai berikut:
a. Sasaran penelitian yaitu masyarakat yang tergabung dalam kelompok
arisan jamban di desa binaan Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa
Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Dalam kajian pustaka yang peneliti gunakan di atas
belum ada yang meneliti tentang partisipasi masyarakat dalam
program pemberdayaan masyarakat pada kelompok arisan jamban.
b. Lokasi penelitian skripsi ini yaitu di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Lokasi penelitian
ini berbeda dengan kajian pustaka di atas.
c. Masalah penelitian dalam penulisan skripsi ini mengenai partisipasi
masyarakat dalam kelembagaan penyuluhan agama dalam program
arisan jamban Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa di Desa
Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba
memahami fenomena dalam setting dan konteks naturalnya,
dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena
yang diamati.11 Tentang metode kualitatif, Creswell (dalam J. R.
Raco) mendefinisikannya sebagai suatu pendekatan atau
11 Samiaji Sarosa, Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Indeks,
2012), h. 7.
14
penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala
sentral.12
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
kualitatif karena penelitian kualitatif merupakan sebuah metode
yang digunakan untuk menganalisis realitas sosial secara
mendalam. Selain itu, pada penelitian kualitatif peneliti dapat
lebih leluasa dalam menyusun dan menganalisis hasil temuan di
lapangan dan dapat mempelajari fenomena yang terjadi.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif ini
dimaksudkan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai partisipasi masyarakat dalam program arisan
jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah stakeholder
yang terlibat dalam program arisan jamban dan masyarakat Desa
Kertaraharja yang tergabung dalam kelompok arisan jamban.
4. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah partisipasi masyarakat
pada kelembagaam penyuluhan agama dalam program arisan
jamban, dengan melihat bagaimana bentuk partisipasi
masyarakat, tahapan partisipasi masyarakat, faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat, pola hubungan dalam
program arisan jamban, strategi penguatan kelembagaan, input,
proses dan output/outcome penyuluhan agama dalam program
arisan jamban.
12 J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya, (Jakarta:Grasindo,2010), h.7.
15
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi
Masyarakat dalam Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja,
Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten”
bertempat di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Desa Kertaraharja merupakan desa
di sebelah selatan Kabupaten Pandeglang yang lahir pada tanggal
17 Juli 2007 yang merupakan bagian dari Kecamatan Sobang.
Dengan usia yang tergolong muda ini, Desa Kertaraharja
masih sangat membutuhkan bantuan dalam berbagai hal,
diantaranya fasilitas sanitasi atau jamban. Dan pada Tahun 2017
ini Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa melaksanakan program
pemberdayaan dalam bidang peningkatan kualitas sanitasi yaitu
arisan jamban. Ini merupakan program yang sangat dinantikan
masyarakat Desa Kertaraharja yang selama ini tingkat kesadaran
dan memiliki ekonomi yang lemah berdampak pada kepemilikan
sanitasi yang tidak memadai. Oleh karena itu, peneliti memilih
lokasi Desa Kertaraharja ini sebagai lokasi penelitian.
Adapun pemilihan titik lokasi binaan sudah melalui proses
identifikasi meliputi:
1. Penduduk dengan kepemilikan jamban paling sedikit.
2. Paling rentan akan perilaku buang air besar sembarangan
(BABS) karena lokasi perbatasan antara bukit dan
persawahan.
Setelah mengidentifikasi lokasi binaan tersebut, program
arisan jamban terfokus pada satu kampung/wilayah yaitu
Kampung Bahbul. Karena kampung ini merupakan kampung
yang sangat rentan dalam hal perilaku buang air besar
16
sembarangan dan tingkat kepemilikan jambannya sangat sedikit
dibandingkan kampung yang lain. Penelitian ini dilaksanakan
dalam jangka waktu kurang lebih 5 bulan terhitung dari bulan Juli
2018 sampai dengan bulan Desember 2018.
6. Penentuan Sumber Data
Pelaksanaan penelitian ini mengambil tempat di Desa
Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang
khususnya di Kampung Bahbul, dimana di desa tersebut telah dan
sedang dilaksanakan program arisan jamban. Pemilihan sumber
dilakukan dengan kriteria sumber yang terlibat langsung dan
memiliki informasi terkait program arisan jamban.
Sumber tersebut terdiri dari dua sumber yaitu sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang dimaksud
adalah berupa observasi dan wawancara dengan informan. Data
primer ini diantaranya:
1. Stakeholders yang berperan dalam program pemberdayaan
masyarakat di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
2. Masyarakat Desa Kertaraharja yang terlibat langsung dengan
program arisan jamban.
Sedangkan sumber sekunder merupakan dokumen-
dokumen lain yang terkait dan bersentuhan dengan tema
penelitian yang dimaksud, yaitu berupa:
1. Data Puskesmas Kecamatan Sobang tentang perolehan
sanitasi di Desa Kertaraharja.
2. Data evaluasi program LAZ HARFA selama menjalankan
program arisan jamban.
17
3. Data kependudukan Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten pandeglang, Provinsi Banten.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Studi literatur atau studi kepustakaan dilakukan dengan
mengumpulkan, menelaah berbagai tulisan, jurnal, buku,
artikel penelitian dan laporan kegiatan yang berkaitan dengan
partisipasi masyarakat dalam program arisan jamban.
2. Studi lapangan, yaitu mengumpulkan, menyeleksi dan
meneliti data yang diperoleh dilokasi penelitian dengan
teknik-teknik sebagai berikut:
a. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan akan manusia
pada habitatnya, dalam hal ini adalah tempat kerja,
lingkungan tempat tinggal, atau lokasi lain dimana para
partisipan berada, hidup, berinteraksi dan beraktifitas.13
Burhan Bungin menegaskan bahwa observasi atau
pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu
utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga,
penciuman, mulut dan kulit. Metode observasi adalah
metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menhimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan. 14 Dalam observasi, peneliti melakukan
13 Samiaji Sarosa, Op. Cit., h. 56. 14 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2007), h. 118.
18
kunjungan langsung kepada masyarakat Desa Kertaraharja
yang terlibat dalam program arisan jamban.
b. Wawancara (interview)
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara
dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan
wawancara peneliti dapat memperoleh banyak data yang
berguna bagi penelitiannya.15 Wawancara yang peneliti
lakukan yakni dengan stakeholder dalam program arisan
jamban dan dan masyarakat yang terlibat dalam progam
arisan jamban di Desa Kertaraharja.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam
bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia. Dokumen yang
dimaskud adalah segala catatan baik berbentuk catatan
dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).
Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan
harian, undang-undang, notulen, blog, halaman web dan
foto.16 Burhan Bungin mengungkapkan bahwa metode
dokumenter atau dokumentasi adalah suatu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi
penelitian sosial. Pada intinya, metode dokumenter adalah
metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.17
Dokumentasi peneliti dapatkan dari data Puskesmas
Kecamatan Sobang tentang perolehan sanitasi di Desa
Kertaraharja, data evaluasi program LAZ Harapan Dhuafa
15 Samiaji Sarosa, Op. Cit., h. 45. 16 Samiaji Sarosa, Op. Cit., h. 61 17 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Op. Cit., h. 124.
19
selama menjalankan program arisan jamban dan data
kependudukan Desa Kertaraharja.
Tahapan pengumpulan data primer dilakukan dengan
beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Berkoordinasi dengan manajer program LAZ HARFA
untuk menjelaskan maksud penelitian dan menggali
informasi tentang program LAZ HARFA terkait arisan
jamban.
2. Bertemu dengan pendamping desa LAZ HARFA untuk
menjelaskan maksud penelitian dan teknis pelaksanaan
penelitian.
3. Melakukan wawancara dengan informan sambil melakukan
observasi.
Jenis data dalam penelitian diperoleh dari triangulasi
beberapa sumber data yang terdiri dari sumber data primer yaitu
informan penelitian dan sumber data sekunder yaitu dokumentasi
yang diperoleh dari dokumen lembaga yang terkait dengan
program pemberdayaan masyarakat di Desa Kertaraharja. Jenis
data dan teknik pengumpulan data disajikan pada tabel 2 di
bawah ini.
20
Tabel 2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan
Data 1 Kondisi umum
wilayah
Masyarakat dan data
sekunder
Wawancara, observasi, dan
dokumentasi
2 Struktur
komunitas
Masyarakat dan data
sekunder
Wawancara dan observasi
3 Sejarah arisan
jamban
Pendamping desa dan
tokoh agama
Wawancara
4 Kondisi sanitasi Masyarakat dan
pendamping desa
Wawancara, observasi, dan
dokumentasi
5 Kelembagaan
arisan jamban
Pendampingdesa,penguru
s dan anggota arisan
jamban
Wawancara
6 Identifikasi
stakeholder
dalam program
arisan jamban
Pendamping desa,
pengurus dan anggota
arisan jamban
Wawancara
7 Partisipasi
stakeholder
dalam program
arisan jamban
Pendamping desa,
pengurus dan anggota
arisan jamban, aparatur
pemerintah desa dantokoh
agama
Wawancara
8 Kelembagaan
dalam kelompok
arisan jamban
Pendamping desa,
pengurus/anggota arisan
jamban, aparatur
pemerintah desa dan
tokoh agama
Wawancara dan observasi
9 Input, proses dan
output
penyuluhan
agama dalam
program arisan
jamban
Pendamping desa,
pengurus dan anggota
arisan jamban, tokoh
agama dan data sekunder
Wawancara, observasi dan
dokumentasi
Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi
kepustakaan atau dokumentasi yang bersumber dari institusi-
institusi terkait yaitu Kantor Desa Kertaraharja, Kantor LAZ
HARFA Cabang Kabupaten Pandeglang dan Puskesmas
Kecamatan Sobang.
8. Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dilakukan dengan prosedur purposif
atau biasa dikenal dengan purposive sampling. Burhan Bungin
mengungkapkan bahwa prosedur purposif adalah salah satu
21
strategi menentukan informan yang paling umum di dalam
penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang
menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan
dengan masalah penelitian.18 Kriteria dalam penelitian ini yaitu
sumber yang terlibat langsung dalam kelompok arisan jamban,
memiliki informasi terkait program arisan jamban dan bersedia
memberikan informasi terkait permasalahan penelitian.
Singarimbun dan Effendi (dalam Ferdian, dkk) memaknai
purposive sampling yaitu metode yang dilakukan dengan
menentukan siapa yang termasuk anggota sampel penelitiannya
dan peneliti harus benar-benar mengetahui bahwa responden yang
dipilihnya dapat memberikan informasi yang diinginkan sesuai
dengan permasalahan penelitian.19
Subjek dalam penelitian ini adalah stakeholder yang
terlibat dalam program arisan jamban dan masyarakat yang
tergabung dalam kelompok arisan jamban. Subjek secara khusus
terpilih menjadi informan melalui purposive sampling dengan
beberapa kriteria pemilihan yaitu sebagai berikut:
1. Subjek Stakeholder
a. Memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat di Desa
Kertaraharja.
b. Memiliki informasi terkait program pemberdayaan
masyarakat dari awal berdiri sampai sekarang.
18 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Op. Ciit., h. 107. 19 Fajar Ferdian, Ine Maulina dan Rosidah, Analisis Perminatan Ikan Lele
Dumbo (Clarias Gariepinus) Konsumsi di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu,
Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 3, No.4, Desember Tahun 2012, h. 93-98.
22
2. Subjek Masyarakat
a. Berasal dari wilayah Desa Kertaraharja khususnya lokasi
pemberdayaan masyarakat di Kampung Bahbul.
b. Masyarakat yang terlibat secara langsung dalam program
pemberdayaan masyarakat.
c. Memiliki informasi terkait program pemberdayaan
masyarakat dari awal berdiri sampai dengan sekarang.
Dengan demikian, berdasarkan teknik pemilihan informan
di atas, peneliti melakukan penelitian dan penggalian informasi
pertama pada Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa khususnya
pada pendamping desa yang bertugas menjadi fasilitator di Desa
Kertaraharja, aparatur pemerintah desa dan tokoh agama.
Kemudian, peneliti menganalisis dan mengembangkan informasi
atas data yang diberikan oleh stakeholders tersebut. Selanjutnya,
peneliti menggali informasi kepada subjek sasaran yang akan
diteliti yaitu masyarakat Desa Kertaraharja yang tergabung dalam
kelompok arisan jamban.
Peneliti melakukan penggalian data tersebut dengan
melakukan observasi dan wawancara secara langsung. Kemudian
dikumpulkan lalu dianalisis sampai informasi yang didapat di
lapangan dianggap cukup dan dapat ditarik kesimpulan terhadap
kajian yang diteliti yaitu partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban.
9. Fokus Analisis
Pada penelitian ini, peneliti melakukan fokus analisis
pada:
1. Bentuk, tahapan dan faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam program arisan jamban.
23
2. Pola hubungan dan strategi penguatan kelembagaan dalam
program arisan jamban.
3. Input, proses dan output/outcome penyuluhan agama pada
program arisan jamban
10. Asumsi Peneliti
Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa merupakan
inisiator dan agent of change dalam program pemberdayaan
masyarakat yang pertama kali melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat di Desa Kertaraharja guna untuk
mengubah perilaku dan kebiasaan buang air besar sembarangan.
Dengan dilaksanakannya program Arisan Jamban tersebut,
peneliti menduga akan adanya peningkatan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat untuk tidak lagi buang air besar
sembarangan dan akhirnya dapat melakukan perubahan perilaku
ke arah yang lebih baik.
Pendamping desa berperan sangat aktif dalam program
penyuluhan agama dalam hal pendampingan kepada masyarakat.
Sehingga program ini dapat terlaksana dengan baik. Output
penyuluhan agama dalam program arisan jamban ini memberikan
manfaat yang besar sehingga masyarakat yang memiliki
keterbatasan fasilitas dan pengetahuan dapat berdaya dan mampu
menolong dirinya sendiri.
11. Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman langkah-langkah dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai
tuntas. 20 Tahap-tahap analisis interaktif menurut Miles dan
20 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2010), h.
218
24
Huberman, yaitu: Collection data, reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification. Tahap-tahap analsis data dalam
penelitian dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 21
1. Data Collection ialah peneliti mengumpulkan data dari
sumber sebanyak mungkin mengenai partisipasi masyarakat
dalam program arisan jamban di Desa Kertaraharja,
Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
2. Data Reduction (Reduksi Data) yaitu setelah data koleksi
terkumpul dan dipaparkan apa adanya, sedangkan data yang
tidak relevan maka dianggap tidak pantas atau kurang valid
akan dihilangkan atau tidak dimasukkan ke dalam
pembahasan, data Reduction juga mempunyai arti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Sehingga data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas.
3. Data Display atau penyajian data, yaitu data yang didapat dari
penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dipaparkan secara
ilmiah oleh peneliti dengan tidak menutup-nutupi
kekurangannya, dan digunakan penyajian data berupa teks
deskriptif. Penyajian data ini akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
4. Conclusions Drawing/Verifying atau penarikan kesimpulan
dan verifikasi adalah melakukan dengan melihat kembali pada
21 Fajar Ferdian, Ine Maulina dan Rosidah, Op. Cit., h. 95.
25
reduksi data (pengurangan data) sehingga kesimpulan sebagai
jawaban rumusan masalah dengan melihat kembali gambaran
keseluruhan dari tema partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban
Dalam tahapan ini, analisis data kualitatif merupakan
upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi
menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai
rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. 22
Dalam penelitian kualitatif dikenal ada dua strategi
analisis data yang sering digunakan yaitu analisis deskriptif
kualitatif dan analisis verifikatif kualitatif.23 Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang merupakan
analisa data dengan menghimpun berbagai data dari suatu
penelitian sehingga mnejadi kesimpulan yang di klasifikasikan
lebih terperinci.
Menurut Burhan Bungin, penggunaan strategi deskriptif
kualitatif dimulai dari analisis data yang terhimpun dari suatu
penelitian, kemudian bergerak ke arah pembentukan kesimpulan
kategoris atau ciri-ciri umum tertentu. 24 Artinya, penelitian yang
menggunakan startegi deskriptif kualitatif harus mengecilkan
data-data yang didapat berdasarkan klasifikasi persamaan atau
22 Mattew B Milles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber tentang Metode-Metode Baru, Jakarta: UI Press, 1992), h. 20. 23 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), h. 83. 24 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-format
Kuantitatif dan kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik, Komunikasi,
Manajemen dan Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 280.
26
perbedaaannya. Setelah diklasifikasi maka selanjutnya data dapat
dijadikan kesimpulan.
12. Standar Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Sebagaimana penelitian kuantitatif, sebagai suatu
disciplined inquiry, penelitian kualitatif memiliki kriteria atau
standar validitas dan reliabilitas 25 Adapun standar validitas dan
reliabilitas dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan
triangulasi, baik triangulasi metode (menggunakan lintas metode
pengumpulan data), dan triangulasi sumber data (memilih
berbagai sumber data yang sesuai).
Triangulasi metode dan sumber data terdiri dari proses
observasi, wawancara dan dokumentasi dari berbagai sumber data
yaitu informan stakeholders dan masyarakat juga data sekunder
dari beberapa lembaga terkait.
G. Teknik Penulisan Skripsi
Pedoman dalam penulisan penelitian ini mengacu pada
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Thesis, Disertasi) yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta yang disusun dalam
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor 507
Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Thesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi diperlukan sistematika penulisan
yang baik dan benar melalui aturan atau tata cara penulisan. Untuk
25 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke arah Penguasaan Model Aplikasi, Loc. Cit., 59
27
dijadikan sebagai bahan acuan, maka peneliti memasukan sistematika
penulisan ke dalam bahasan. Adapun sistematika penulisan dalam
penelitian Partisipasi Masyarakat dalam program Arisan Jamban di
Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten terbagi dalam enam bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu,
metode penelitian, teknik penulisan skripsi serta
sistematika penulisan
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas mengenai landasan teoritis
dan kerangka berpikir penelitian
BAB III
:GAMBARAN UMUM DAN PETA SOSIAL
DESA KERTARAHARJA
Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum
Desa Kertaraharja, gambaran dan analisis
kependudukan, gambaran dan analisis ekonomi
masyarakat, analisis struktur komunitas, lembaga
formal, lembaga informal dan sumber daya lokal
yang ada di Desa Kertaraharja.
BAB IV
: DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini akan membahas data dan temuan penelitian
mengenai partisipasi masyarakat dalam program
arisan jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang yang terdiri dari deskripsi informan, profil
program pemberdayaan masyarakat dan kelompok
arisan jamban di Desa Kertararja serta cikal bakal
penyuluhan di Desa Kertaraharja
28
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian hasil penelitian dan analisis
mengenai “Partisipasi Masyarakat dalam Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.”
BAB VI
: SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang ditarik
dari batasan dan rumusan masalah penelitian,
implikasi penelitian, serta saran yang dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
29
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Partisipasi Masyarakat
1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Secara etimologi arti kata partisipasi berasal dari bahasa
latin yaitu pars yang berarti bagian dan capare yang berarti
mengambil bagian atau dapat juga disebut peran serta atau
keikutsertaan. Partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan
secara sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri (Supriadi dalam Wibowo). 26 Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, partisipasi merupakan kata lain
dari peran serta yang diartikan sebagai keterlibatan, keikutsertaan
dan/atau kebersamaan warga masyarakat dalam suatu kegiatan
tertentu. 27
Partisipasi diartikan sebagai “turut berperan serta dalam
suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta.” 28 Partisipasi
diartikan pula sebagai suatu proses yang dinamis dan multi
dimensional dalam bentuk yang beragam serta mengalami
perubahan selama masa siklus proyek dan sesudahnya, menurut
kepentingan dan kebutuhan. 29 Secara luas, partisipasi dimaknai
26 Rudi Wibowo, Pendekatan Partisipatif Masyarakat terhadap Implementasi
Kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol. 8, No.2, Januari Tahun 2011, h. 4. 27 Isti Andini, Keputusan Siapa? Partisipasi Komunal pada Pelaksanaan
Program Sanimas di Kelurahan Kadipiro, Kota Surakarta, Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota, Vol. 25, No.2, Agustus 2014, h. 129. 28 Achmad Arief Budiman, Inovasi dan Partisipasi Pemberdayaan Zakat
(Studi atas Pemberdayaan Zakat di Badan Urusan Zakat Amwal Muhammadiyah
Weleri), Jurnal Hukum Ekonomi Islam, Vol. 1, No.1, Mei Tahun 2017, h. 52. 29 Winny Astuti dan Ana Hardiana, Perencanaan Partisipatif pada Tingkat
Kelurahan sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan pada Pemukiman Kumuh
30
sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara
aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya
(intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam
keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi
masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat,
pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi
untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi
masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi
perubahan yang terjadi. 30
Menurut Keith Davis yang dikutip oleh Widayati
menegaskan dalam bukunya “Human Relational Work”
mengatakan bahwa “participation is defined as mental and
emotional involment of a person in a group situation which
ecourages him to contribute to group goals and share
resposibility in them” (partisipasi dapat didefinisikan sebagai
keterlibatan mental dan emosi seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan
kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut
bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan). 31
Partisipasi dari berbagai pihak merupakan salah satu kunci
keberhasilan suatu kegiatan atau program. Sumardjo yang dikutip
Perkotaan, Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota, Vol. 20, No. 2, Agustus Tahun 2009,
h.152. 30 Eti Dewi Nopembereni, Model Partisipasi Masyarakat Pinggir Sungai
dalam Program Pengelolaan Lingkungan Pemukiman Berbasis Komunitas di
Kelurahan Pahandut Seberang Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah, Jurnal Ilmu
Pertanian: Agric, Vol. 29, No.1, Juli Tahun 2017, h. 45. 31 Endang Widayati, Partisipasi Perempuan dalam Kelembagaan Desa (Studi
Kasus pada BKM Desa Umbulmartani dan Jogotirto), (Yogyakarta : Seminar Nasional
Universitas PGRI Yogyakarta STIE Pariwisata Api Yogyakarta, 2015), h.569
31
oleh Fatimah menjelaskan bahwa terdapat beberapa makna
penting dari partisipasi, salah satunya adalah keikutsertaan
masyarakat dalam suatu kegiatan atau porgram yang meliputi
pengambilan keputusan, pelaksanaan, penilaian dan pemanfaatan
hasil. Partisipasi masyarakat tersebut merupakan hal yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya partisipasi masyarakat adalah persepsi
masyarakat terhadap suatu kegiatan.32
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu proses
pembangunan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam
prosesnya. Partispasi masyarakat memiliki peranan penting dalam
upaya meningkatkan proses belajar masyarakat. Saat ini
pembangunan berbasis masyarakat banyak dilakukan oleh
pemerintah, hal ini dikarenakan pengaruh masyarakat yang cukup
besar dalam mensukseskan program-program tersebut.33
Partisipasi masyarakat merupakan proses dimana seluruh
pihak masyarakat dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh
inisiatif pembangunan. Partisipasi masyarakat merupakan suatu
keterlibatan masyarakat disemua tahapan proses perkembangan
yang ada di dalam suatu kelompok masyarakat, mulai dari
menganalisa situasi, membuat perencanaan, melaksanakan dan
mengelola, memonitor dan mengevaluasi, sampai menentukan
32 Winar Nur Aisyah Fatimah, Karanganyar Hijau sebagai Program
Pemberdayaan Masyarakat di Desa Karanganyar, Jurnal Resolusi Konflik, CSR dan
Pemberdayaan (CARE), Vol.1, No.1, Juni 2016, h. 58. 33 Reny Cahyani dan Dian Rahmawati, Peningkatan Partispasi Masyarakat
dalam Perbaikan Sanitasi Pemukiman Kelurahan Putat Jaya Kota Surabaya, Jurnal
Teknik ITS, Vol. 4, No.2, Tahun 2015, h. 144.
32
pendistribusian manfaat dari pengembangan yang dilakukan
supaya ada kesetaraan. (Karianga dalam Haqqie) 34
Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan
anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan
dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi)
program/proyek pembangunan yang di kerjakan di dalam
masyarakat lokal. Berdasar pada pendapat ahli maka dapat
disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu
keterlibatan kelompok atau masyarakat dalam suatu program
untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan mulai dari
perencanaan,pelaksanaan,evaluasi hingga menikmati hasil yang
diperoleh. (Adisasmita dalam Haqqie) 35
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam suatu program
pembangunan dikarenakan anggota masyarakatlah yang
mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan
kepentingannya atau kebutuhan mereka seperti: (1) mereka
memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial
ekonomi masyarakatnya, (2) mereka mampu menganalisis sebab
akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam masyarakat, (3)
mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi
permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat, (4) mereka
mampu memanfaatkan sumber daya pembangunan (SDA, SDM,
dana, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi
dan produktifitas dalam rangka untuk meningkatkan
34 Shahnaz Natasya Yaumil Haqqie, Partisipasi Masyarakat dalam Program
Pemberdayaan (Studi Kasus Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik di Desa Blagug,
Boyolali), (Semarang: Pendidikan Non Formal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang, 2016), h. 8. 35 Ibid., h. 8-9.
33
pembangunan masyarakat, (5) anggota masyarakat dengan upaya
meningkatkan kemauan dan kemampuan SDM-nya sehingga
dengan berlandaskan pada kepercayaan diri dan keswadayaan
yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan
terhadap pihak luar. (Adisasmita dalam Haqqie) 36
Dari definisi mengenai partisipasi di atas, secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah sebuah proses
dalam pemberdayaan masyarakat yang ditandai dengan
keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi sebuah kegiatan/program. Partisipasi merupakan bagian
yang sangat penting dalam proses pemberdayaan, karena dengan
partisipasi masyarakat yang tinggi artinya program pemberdayaan
dapat dikatakan sukses/berhasil.
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah hal yang penting dalam
proses pemberdayaan masyarakat. Partisipasi masyarakat
diperlukan terutama untuk mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat sehingga hasil penataan bisa tepat sasaran dan
berdampak positif. 37 Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif
diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara
berfikir mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses
(lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan
kontrol secara efektif. Menurut Purnama partisipasi dapat
dikategorikan ke dalam dua bentuk: pertama, warga dilibatkan
36 Ibid.,h. 9 37 Noegi Noegroho, Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Pemukiman
Kumuh di Kawasan Perkotaan: Study Kasus Kegiatan PLP2K-BK di Kota Medan dan
Kota Payakumbuh, Jurnal ComTech, Vol. 3, No.1, Juni Tahun 2012, h.24.
34
dalam tindakan yang telah dipikirkan dan direncanakan oleh
orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi
pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri.
38
Hamidjoyo yang dikutip dalam Sastropoetro membedakan
bentuk partisipasi dan membaginya ke dalam lima bentuk yaitu:
39
1. Partisipasi buah pikiran.
2. Partisipasi keterampilan.
3. Partisipasi tenaga.
4. Partisipasi harta benda.
5. Partisipasi uang.
Dalam hasil penelitian Hosea Ocbrianto mengenai
“Partisipasi Masyarakat terhadap Posyandu dalam Upaya
Pelayanan Kesehatan Balita (Studi Kasus pada Posyandu Nusa
Indah II RW. 11 Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo,
Depok)” ditemukan bahwa bentuk partisipasi yang dilakukan oleh
para ibu dapat dibagi ke dalam beberapa bagian seperti berikut
ini: 40
1. Partisipasi tenaga. Partisipasi jenis ini diberikan dalam bentuk
tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
38 Fikra Sutan Purnama, Partisipasi Masyarakat Kelurahan Perigi Baru
Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan terhadap Program Pemberdayaan
Kota Tanpa Kumuh, (Jakarta: Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, 2017), h.52-53. 39 Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangunan Nasional, (Bandung:Alumni, 1986), h. 32. 40 Hosea Ocbrianto, Partisipasi Masyarakat terhadap Posyandu dalam Upaya
Pelayanan Kesehatan Balita (Studi Kasus pada Posyandu Nusa Indah II RW 11
Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Depok), (Depok: Program Studi Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
2012), h.65-67.
35
keberhasilan dari suatu kegiatan. Dari temuan penelitiannya,
dapat disimpulkan bahwa partisipasi tenaga memang
dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan.
2. Partisipasi uang/materi. Sastroputro menuliskan bahwa
partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-usaha bagi
pencapaian kebutuhan amsyarakat. Dari hasil temuan
lapangan, dapat diketahui terdapat seorang ibu yang rutin
memberikan materi/uangnya ke Posyandu .
3. Partisipasi buah pikiran. Partisipasi ini diwujudkan dengam
memberikan pengalaman dan pengetahuan guna
mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
4. Partisipasi keterampilan. Jenis keterampilan ini adalah
memberikan dorongan melalui keterampiilan yang
dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang
membutuhkannya.
5. Partisipasi pelaksanaan program. Partisipasi pelaksanaan yaitu
keterlibatan informan dalam pelaksanaan program.
Daryono (dalam Sastropoetro) juga membagi bentuk-
bentuk partisipasi dalam tiga bentuk yaitu: 41
1. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan/atau
proses perencanaan.
2. Partisipasi dalam proses pelaksanaan program.
3. Partisipasi dalam proses monitoring dan evaluasi terhadap
program.
41 Santoso Sastropoetro, Op.Cit, h. 21
36
3. Tahapan Partisipasi Masyarakat
Cohen dan Uphoff yang dikutip dalam Nasdian
mengungkapkan bahwa partisipasi/keterlibatan masyarakat
dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan,
penikmat hasil, dan evaluasi. 42 Terdapat empat tahapan dalam
partisipasi, yaitu tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pelembagaan, dan monitoring dan evaluasi program. Dari
keempat tahapan tersebut saling berurutan dan harus beraturan,
karena dalam tahapan masing-masing memiliki fungsi yang
berbeda.
1. Tahapan perencanaan. Partisipasi masyarakat dalam tahap ini,
indikatornya dapat dilihat pada keikutsertaan anggota
masyarakat dalam musyawarah penentuan program,
identifikasi dan masalah ataupun pembuatan formula kegiatan
atau program kemasyarakatan tersebut.
2. Tahapan pelaksanaan. Partisipasi pada tahap ini, anggota
masyarakat adalah ikut serta dalam pelaksanaan program yang
telah direncanakan. Rangkaian kegiatan dalam
pelaksanaannya diikuti secara seksama dan cermat. Warga
masyarakat aktif sebagai pelaksana maupun pemanfaat
program.
3. Tahapan pelembagaan. Partisipasi dalam tahap ini, anggota
masyarakat ikut serta merumuskan keberlanjutan atau
pelembagaan program. Langkah partisipasinya yaitu
masyarakat ikut serta dalam merumuskan dan membuat
model-model pendanaan program, pembuat lembaga-lembaga
42 Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Obor, 2015),
h. 91
37
pengelola program dan melakukan pengkaderan anggota
masyarakat sebagai pengatur SDM bagi program tersebut.
Partisipasi pada tahap ini memiliki makna penting karena
masyarakat yang akan melanjutkan program ini perlu
dipersiapkan agar mereka dapat berbuat, berkarya dan bekerja
bagi kesinambungan program tersebut. Dengan demikian,
masyarakat dapat terbiasa dan sudah memiliki kapasitas dan
jaringan dalam melakukan operasionalnya.
4. Tahapan monitoring dan evaluasi. Pada tahap ini, masyarakat
ikut serta mengawasi pelaksanaan program. Pengawasan ini
menjadi penting agar program tersebut dapat memiliki kinerja
administrasi, artinya tata pelaksanaan dapat
dipertanggungjawabkan dengan dokumen pelaporan yang
semestinya berlaku atau sesuai dengan perundang-undangan.
43
Sebagai suatu program, partisipasi dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat memiliki beberapa tahapan-tahapan
kegiatan mulai dari proses persiapan, identifikasi permasalahan
dan potensi yang dimiliki oleh warga sasaran, perumusan rencana
intervensi, implementasi monitoring dan evaluasi sampai dengan
terminasi. Dalam tahap persiapan, petugas yakni tenaga
community worker yang akan bertugas di wilayah sasaran untuk
memastikan mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan
yang memadai untuk melakukan program pemberdayaan
masyarakat di lapangan. Selain persiapan petugas juga dilakukan
43 Fikra Sutan Purnama, Partisipasi Masyarakat Kelurahan Perigi Baru
Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan terhadapa Program Pemberdayaan
Kota Tanpa Kumuh, (Jakarta: Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, 2017), h. 22-23.
38
persiapan lapangan, yakni melakukan studi kelayakan terhadap
wilayah yang akan dijadikan sasaran. Selanjutnya, petugas
berusaha untuk mendapatkan perizinan dari pihak terkait dan
pada tahap yang sama menjalin kontak dengan tokoh-tokoh
informal dan warga sasaran. Komunikasi yang baik pada tahap
awal akan mempengaruhi keterlibatan warga pada fase berikutnya
dimana pada fase ini dikenal dengan fase engangement dalam
suatu proses pemberdayaan masyarakat. untuk menjaga dan
mengembangkan kontak ini, petugas lapangan juga menawarkan
bentuk kegiatan yang dapat dirasakan masyarakat secara nyata. 44
Pada tahap berikutnya yakni tahap assesement, Adi yang
dikutip dalam Julius menyebutkan bahwa pada tahap ini
dilakukan proses identifikasi masalah baik kebutuhan yang
dirasakan (felt need) maupun kebutuhan yang diekspresikan
(expressed need). Pengkajian ini dapat dilakukan secara
individual maupun dalam kelompok. Pada tahap ini, petugas
selaku pelaku perubahan berusaha mengidentifikasi masalah dan
juga sumber daya yang dimiliki oleh warga sasaran. Dalam poin
assesement ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar
mereka dapat merasakan bahwa permasalahan yang sedang di
bicarakan benar-benar permasalahan yang keluar dari pandangan
mereka sendiri. Di samping itu, pada tahap ini petugas lapangan
juga memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari
44 Hendi Julius, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan: Studi Deskriptif
Program Pengembangan Wilayah (Area Development Program – ADP) Wahana Visi
Indonesia di Kelurahan Cilincing Jakarta Utara, (Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Program Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas
Indonesia,2012), h. 33-34
39
permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya
yakni tahap perencanaan. 45
Selanjutnya pada tahap perencanaan, Adi yang dikutip
dalam Julius menyebutkan bahwa dalam tahap ini pelaku
perubahan secara partisipatif akan meminta warga untuk
memikirkan tentang masalah yang sedang mereka hadapi serta
bagaimana cara mengatasinya dengan mengidentifikasi beberapa
alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan.
Tahap berikutnya adalah tahap pemformulasian rencana aksi
dimana petugas lapangan akan membantu masing-masing
kelompok sasaran untuk merumuskan dan menentukan program
dan kegiatan yang akan mereka lakukan guna mengatasi
permasalahan yang ada. Dalam tahap pemformulasian rencana
aksi ini, diharapkan petugas lapangan dan masyarakat sudah
dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek dari
apa yang mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan
tersebut. 46
Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan program dan
kegiatan, dimana segala sesuatu yang sudah direncanakan akan
diimplementasikan di lapangan. Tahap ini merupakan tahap yang
penting dalam proses pemberdayaan masyarakat karena segala
sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik dapat melenceng
dari pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerjasama antar
pelaku perubahan yakni petugas lapangan dengan warga
masyarakat atau kerja sama antar warga. Proses pelaksanaan di
lapangan perlu diawasi baik oleh petugas lapangan maupun warga
45 Ibid., h. 34 46 Ibid., h. 34-35
40
sasaran yang disebut sebagai tahap evaluasi. Evaluasi ini perlu
dilakukan bersama-sama dengan warga sehingga dapat
membentuk sistem dalam komunitas untuk melakukan
pengawasan secara internal sehingga dalam jangka panjang
diharapkan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat
yang lebih mandiri. 47
Sementara tahap terakhir adalah tahap terminasi dimana
sudah selesainya hubungan secara formal dengan komunitas
sasaran. Terminasi dapat terjadi karena proyek sudah memenuhi
jangka waktu yang ditetapkan ataupun anggaran yang tersedia
sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang bersedia
melanjutkan. 48
4. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Bentuk-bentuk partisipasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Slamet yang dikutip dalam Ocbrianto menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi sebagai berikut:49
a. Jenis kelamin
Jenis kelamin mepengaruhi seseorang dalam
berpartisipasi. Partisipasi yang dilakukan oleh seorang laki-
laki akan berbeda dengan partisipasi yang dilakukan oleh
seorang perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya sistem
pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat yang
membedakan kedudukan dan derajat laki-laki dan perempuan,
sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan
47 Ibid., h. 35. 48 Ibid., h. 35. 49 Hosea Ocbrianto Op.Cit., h. 22-24.
41
kewajiban. Pada umumnya, kaum laki-laki akan lebih sering
berpartisipasi dibandingkan dengan perempuan.
b. Tingkat pendidikan
Faktor pendidikan mempengaruhi dalam berpartisipasi
karena dengan latar belakang pendidikan yang diperoleh,
seseorang akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar
dan cepat tanggap untuk berinovasi dan mempunyai pikiran
yang kreatif. Hal ini juga terkait dengan seberapa besar
pengetahuan yang dimiliki seseorang dari latar belakang
pendidikan yang dimiliki.
c. Tingkat penghasilan
Tingkat penghasilan seseorang di dalam masyarakat
biasanya akan mempengaruhi dirinya dalam berpartisipasi.
Jika penghasilan seseorang di dalam masyarakat itu besar,
maka kemungkinan orang tersebut aktif berpartisipasi akan
semakin besar pula. Tingkat pendapatan ini mempengaruhi
kemampuan untuk melakukan investasi, sehingga bila tingkat
penghasilan seseorang dalam masyarakat tersebut rendah,
maka akan turut mempengaruhi peran sertanya dalam suatu
kegiatan, atau dengan kata lain tingkat partisipasinya akan
cenderung kecil.
d. Mata pencaharian/pekerjaan
Tingkat penghasilan seseorang tentunya berkaitan erat
dengan jenis pekerjaan orang tersebut. Jenis pekerjaan
seseorang akan berpengaruh terhadap banyaknya waktu luang
yang dimilikinya dalam turut serta dalam berbagai kegiatan di
dalam masyarakat.
42
e. Usia
Usia juga mempengaruhi seseorang dalam
berpartisipasi, hal ini terkait dengan perbedaan kedudukan
dan derajat atas dasar senioritas dalam masyarakat, sehingga
memunculkan golongan tua dan golongan muda yang
berbeda-beda dalam hal tertentu, misalnya menyalurkan
pendapat dan mengambil keputusan. Kecenderungannya
golongan usia yang lebih tua lebih banyak berpartisipasi
dibandingkan dengan golongan usia yang lebih muda.
f. Lama tinggal
Faktor lama tinggal juga dianggap mempengaruhi
seseorang dalam berpartisipasi, dimana seseorang yang lebih
lama tinggal dalam suatu masyarakat akan memiliki perasaaan
yang lebih besar daripada yang tinggal untuk sementara waktu
saja dalam lingkungan masyarakat tersebut.
Ife (dalam Ocbrianto) mengungkapkan faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi antara lain:50
a. Penghargaan
Berbagai bentuk partisipasi harus diakui serta dihargai.
Ini akan semakin membuat masyarakat terdorong dalam
berpartisipasi.
b. Dukungan struktur masyarakat
Dalam proses partisipasi, struktur masyarakat di
lingkungan tersebut tidak mengucilkan setiap orang yang turut
berpartisipasi. Lingkungan masyarakat tersebut harus
mendukung kelemahan yang mungkin ada di dalam diri setiap
50 Hosea Ocbrianto, Op.Cit., h. 24
43
warganya, seperti ketidakpercayaan diri atau lemah dalam
berfikir atau berkata-kata.
c. Dukungan sarana
Seseorang dalam berpartisipasi harus juga didukung
dalam berpartisipasinya, seperti ada sarana transportasi.
Kemudian kemudahan untuk mengakses lokasi atau tempat
kegiatan harus diperhitungkan, begitu pula dengan waktu
pelaksanaan kegiatan.
d. Kebutuhan Masyarakat
Orang-orang akan berpartisipasi apabila mereka
merasakan isu atau aktifitas-aktifitas yang dilakukan
merupakan hal yang penting. Masyarakat akan merasa isu
tersebut penting ketika sesuai dengan kebutuhan yang
dirasakannya.
Faktor lain yang mempengaruhi partisipasi
diantaranya sebagai berikut: 51
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu unsur penting
dalam partisipasi. Dari pengetahuan yang dimiliki, maka akan
menumbuhkan kesadaran dan pada akhirnya akan terwujud
dalam perubahan sikap dan tingkah laku (Sastropoetro dalam
Ocbrianto)
b. Kebiasaan
Setiap individu pada umumnya akan bereaksi sesuai
dengan kebiasaannya. Kebiasaan merupakan salah satu hal
yang dapat mempengaruhi sikap. Dalam hal ini, kebiasaan
dapat menjadi penghambat partispasi maupun pendorong
51 Hosea Ocbrianto, Op.Cit., h. 25-26
44
partisipasi. Oleh karena itu, dalam melibatkan partisipasi
masyarakat, faktor kebiasaan mereka harus diperhatikan (Adi
dalam Ocbrianto)
c. Penerimaan orang luar
Terdapat sifat umum manusia, misalnya curiga
maupun terganggu dengan orang asing. Padahal seringkali
yang memberikan program pemberdayaan yaitu orang luar
sehingga tidak jarang masyarakat para pelaku perubahan
sebagai orang asing. Oleh karena itu, seringkali penolakan
terhadap orang luar (rejection of outsider) menjadi
penghambat partisipasi.
d. Keberadaan lembaga penyelenggara program
Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang sudah
dikenal oleh masyarakat akan mempengaruhi partisipasi
masyarakat, dimana jika lembaga tersebut telah dikenal oleh
masyarakat, masyarakat terdorong untuk berpartisipasi
(Ndraha dalam Ocbrianto).
e. Kemampuan berorganisasi masyarakat
Kemampuan masyarakat dalam berorganisasi akan
mempengaruhi tingkat partisipasi. Warga masyarakat yang
tidak mempunyai kecakapan serta pengalaman dalam
berorganisasi umumnya tingkat partisipasinya rendah
(Gaventa dalam Ocbrianto).
f. Kebermanfaatan program
Semakin banyak manfaat program yang akan
diperoleh oleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan
tertentu, maka keterlibatan mereka dalam kegiatan tersebut
45
juga semakin besar (Balu dalam Ndraha yang dikutip oleh
Ocbrianto).
g. Keluarga
Terkait dengan partisipasi perempuan dalam program,
keluarga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
partisipasi perempuan. Seperti yang dikemukakan oleh
Muniarti (dalam Ocbrianto) bahwa dalam keluarga kedudukan
seorang istri bergantung pada suami, kedudukan anak
perempuan tergantung pada ayah. Tidak mengherankan bila
keikutsertaan perempuan dalam suatu kegiatan harus
mendapatkan izin terlebih dahulu dari keluarganya, sehingga
keluarga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi
perempuan dalam suatu program.
B. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Mennurut Kebal dan Lele dalam Mulyono mendefinisikan
pemberdayaan secara etimologis yaitu pemberdayaan berasal
pada kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan.
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat
dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk
memperoleh daya/ kekuatan/kemampuan, dan atau proses
pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki
daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. 52
Pemberdayaan merupakan istilah yang dilahirkan dari bahasa
inggris yaitu empowerment yang mempunyai arti pemberdayaan,
52 Sungkono Edy Mulyono, Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2017), h. 38.
46
dimana daya bermakna kekuatan (power). 53 Disamping itu,
pemberdayaan kerap pula disebut dengan istilah
“memberdayakan” (empower). Pemberdayaan menunjukan pada
kemampuan orang, khususya kelompok lemah, sehingga mereka
memiliki kemampuan atau keberdayaan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dan menjangkau sumber-sumber produktif. 54
Proses memberikan daya adalah sebuah proses membuat
orang lain berkembang dalam hal kemampuan dan kemandirian.
Menurut Sunartiningsih (dalam Sukmana), pemberdayaan
masyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat
dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan
mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan
secara mandiri.55 Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat
ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan
lembaga masyarakat untuk secara mandiri mampu mengelola
dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri,
serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang akan
datang.
Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat yang dikutip oleh
Widjajanti menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat ditandai
adanya kemandirian dan dapat dicapai melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat dapat
53 I Wayan Edi Arsawan, Ni Made Kariati dan I Wayan Sukarta,
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Community Develompment (Studi Eksploratif di
Kawasan Wisata Sangeh), Jurnal Sosial dan Humaniora (Soshum), Vol. 6, No.3,
November Tahun 2016, h. 245. 54 Siti Afiyah, Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Desa,
Jurnal Humanis, Vol. 3, No. 1, Januari Tahun 2011, h.74. 55 Oman Sukmana, Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal (Studi di desa Wisata Bunga
Sidomulyo, Kota Batu Jawa Timur, Jurnal Humanity, Vol.6, No.1, September Tahun
2010, h. 60.
47
diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi
dengan adanya pelaku pemberdayaan.56 Menurut Parson,
pemberdayaan adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan
berbagai kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mana
mempengaruhi kehidupannya, pemberdayaan menekankan orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiaanya. 57
Peningkatan pengetahuan, kemampuan dan kemandirian
adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat lemah. Maka,
pemberdayaan dibutuhkan untuk menjadi motor penggerak bagi
terciptanya pembangunan pada kelompok lemah. Untuk
menggerakkan kembali kemandirian masyarakat dalam
pembangunan di komunitasnya, maka diperlukan dorongan-
dorongan atau gagasan awal untuk menyadarkan kembali peran
dan posisinya dalam kerangka untuk membangun masyarakat
madani. Proses penyadaran masyarakat tersebut dilakukan
melalui konsep-konsep pembangunan kapasitas. Pengembangan
kapasitas masyarakat pada hakikatnya merupakan usaha
meningkatkan kemampuan masyarakat itu sendiri. Apabila
masyarakat sebagai pihak yang paling berkepentingan belum
memahami secara betul makna dari pengembangan kapasitas itu
sendiri dan tidak memberikan tanggapan secara positif terhadap
upaya-upaya pengembangan kapasitas yang dilaksanakan maka
56 Kesi Widjajanti, Model Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Vol.12, No.1, Juni Tahun 2011, h.16. 57 Franklin, Pemberdayaan Masyarakat Perbatasan Desa Nawang Baru oleh
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) di Kabupaten Malinau, E-jurnal Ilmu
Pemerintahan, Vol. 3, No.2, Tahun 2015, h. 1326.
48
bisa dipastikan upaya tersebut tidak akan berdaya guna dan
berhasil sesuai tujuan yang ingin dicapai. 58
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Merujuk
pada pendapat Shardlow yang diacu oleh Damara, menegaskan
bahwa sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. 59
Kemandirian dalam tujuan pemberdayaan masyarakat
dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemandirian secara sosial dan
kemandirian secara ekonomi. Damara dalam penelitian berjudul
“Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kota Bandar Lampung”
menegaskan bahwa tujuan akhir dari proses pemberdayaan
58 Bambang Sugeng Dwiyanto dan Jemadi, Pemberdayaan Masyarakat dan
Pengembangan Kapasitas dalam Penanggulangan Kemiskinan melalui PNPM Mandiri
Perkotaan, Jurnal Maksipreneur, Vol.3, No.1, Desember Tahun 2013, h. 37. 59 Cherrya Damara, Dewangga Nikmatullah dan Indah Nurmayasari, Strategi
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(PPMK) di Kota Bandar Lampung, Jurnal JIIA, Vol. 3, No.3, Juni Tahun 2015, h. 315-
316.
49
masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar
dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan
sumber daya yang dimilikinya. Secara sosial, masyarakat sekitar
kawasan hutan lindung sampai saat ini tetap teridentifikasi
sebagai masyarakat marginal dan tidak memiliki daya, kekuatan,
dan kemampuan yang dapat diandalkan, serta secara ekonomi,
masyarakat tidak memiliki modal yang memadai untuk bersaing
dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat pengusaha yang
secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan, dan
kemampuan yang memadai. Ketidakberdayaan masyarakat secara
sosial dan ekonomi menjadi salah satu ganjalan bagi masyarakat
untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan sesama
saudaranya yang telah berhasil. 60
Kelemahan dalam bidang sosial dan ekonomi ini
menuntut peran pemberdaya untuk meningkatkan pula
kompetensi masyarakat. Sejalan dengan hal itu, Ife yang dikutip
dalam Julius menyatakan bahwa pemberdayaan bertujuan untuk
meningkatkan daya dari kelompok atau individu yang kurang
beruntung sehingga menolong mereka untuk dapat berkompetisi
dengan pihak lainnya secara lebih efektif. 61
Menurut pendapat beberapa ahli, secara umum dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan memiliki tujuan, diantaranya:
1. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang
dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata
60 Kesi Widjajanti , Op. Cit., h. 16. 61 Hendi Julius, Op. Cit., h.30.
50
lain, memberdayakan adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat. (Kartasasmita dalam Franklin) 62
2. Membangun masyarakat diarahkan pada pembangunan fisik
dan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat
kesejahteraan tersebut dapat dilihat dari tiga aspek yang
merupakan tolak ukur untuk melihat keberhasilan
pembangunan. Ketiga aspek tersebut adalah apek kesehatan,
pendidikan dan perumahan. 63
3. Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait
dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan
pribadi dan sosial. (Payne dalam Mustangin, dkk) 64
4. Proses pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mengenali
potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan
pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk
memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan
berkelanjutan sehingga tercapai kemandirian sekaligus
membuka kesempatan untuk meningkatkan pendapatan bagi
keluarga/kelompok secara berkesinambungan. 65
62 Franklin, Op. Cit., h. 1324-1325 63 Bhram Christanto, Pengaruh Keberhasilan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Terhadap Tingkat Kesejahteraan di
Desa Gundi Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan, Jurnal Ilmiah UNTAG
Semarang, Vol.4, No.3, Tahun 2015, h. 118. 64 Mustangin, Desy Kusniawati, Nufa Pramina Islami, Baruna Setyaningrum
dan Eni Prasetyawati, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Lokal Melalui
Program Desa Wisata di Desa Bumiaji, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi,
Vol.2, No.1, Desember 2017, h. 63. 65 Novira Kusrini, Rini Sulistiawati, Imelda dan Yeni Hurriyani,
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber daya Lokal di desa Jeruju
Besar Kecamatan Sungai Kakap, Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, Vol.2, No.2, Tahun
2017, h. 141.
51
5. Pemberdayaan bertujuan menekan perasaan ketidak-
berdayaan masyarakat miskin bila berhadapan dengan struktur
sosial-politis. Pemberdayaan masyarakat miskin berdasarkan
konsep-konsep pemberdayaan intinya pemberdayaan
masyarakat bermakna peningkatan aset dan kapasitas manusia
dalam arti luas sehingga masyarakat berkemampuan
menentukan pilihan dan bertindak sesuai dengan pilihan
mereka dalam rangka memecahkan masalah hidupnya.
(Dewanta dalam Ahmadi) 66
6. Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kelompok
tertentu di suatu daerah dan mewujudkan masyarakat yang
mandiri, mampu menggali dan memanfaatkan potensi-potensi
yang ada di daerahnya, dan membantu masyarakat untuk
terbebas dari keterbelakangan atau kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah, karena yang menjadi subjek dari
pemberdayaan adalah masyarakat desa itu sendiri, sedangkan
pemerintah hanya sebagai fasilitator. 67
7. Pemberdayaan masyarakat merupakan cara yang dipakai
manusia untuk meningkatkan harga diri manusia terutama
mereka yang berada dalam lilitan kemiskinan dan ketidak
berdayaan. Jika seseorang berdaya berati dia telah berhasil
memandirikan dirinya. 68
66 Rulam Ahmadi, Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Pendekatan Modal
Manusia, Jurnal Administrasi Publik, Vol. 10, No.2, Desember Tahun 2012, h.18-19. 67 Damara, Op. Cit., h. 316. 68 Rosnida Sari, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Usaha
Pariwisata (Meneropong Usaha Penginapan Masyarakat Lokal dan Mancanegara di
52
3. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses belajar
(learning process) yang akan berlangsung secara bertahap
melalui:
1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku
sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan
kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan
pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan
dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat
mengambil peran di dalam pembangunan.
3. Tahap peningkatan kemampuan/kapasitas intelektual dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.69
Selanjutnya, konsep tahapan pemberdayaan menurut
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto menjelaskan bahwa tahapan
pemberdayaan dimulai dari proses penyadaran, pengkapasitasan,
dan pengembangan kekuatan. Dijelaskan masing-masing secara
rinci sebagai berikut:
1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju
perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan
kapasitas diri. Pada tahap ini, masyarakat dibuat mengerti
bahwa proses pemberdayaan itu harus berasal dari diri mereka
sendiri. Diupayakan pula agar komunitas ini mendapat cukup
informasi. Melalui informasi aktual dan akurat terjadi proses
Desa Mon Ikeun Lhoknga), Jurnal Al-Bayan, Vol. 22, No. 34, Juli-Desember Tahun
2016, h.56. 69 Sungkono Edy Mulyono, Op. Cit, h. 44.
53
penyadaran secara alamiah. Proses ini dapat dipercepat dan
dirasionalkan hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan.
2. Tahap pengkapasitasan yaitu transformasi kemampuan berupa
wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka
wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat
mengambil peran di dalam pembangunan. Tahap ini
dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan, lokakarya
dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk meningkatkan life
skil.
3. Tahap pengembangan kemampuan intelektual, kecakapan
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan
inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. 70
Peningkatan kapasitas yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat miskin, sehingga mereka
memiliki keterampilan untuk mengelola peluang yang akan
diberikan. Tahap ini dilakukan dengan memberikan pelatihan-
pelatihan, lokakarya dan kegiatan sejenis yang bertujuan untuk
meningkatkan life skill dari masyarakat miskin. Pada tahap ini
diperkenalkan dan dibukakan akses terhadap sumber daya kunci
yang berada di luar komunitasnya sebagai jalan mewujudkan
harapan dan eksistensi dirinya. Selain meningkatkan kemampuan
masyarakat miskin baik secara individu maupun kelompok,
proses ini juga menyangkut organisasi dengan sistem nilai.
Peningkatan kapasitas organisasi melalui restrukturisasi
organisasi pelaksana sedangkan peningkatan kapasitas sistem
nilai terkait dengan aturan main yang akan digunakan dalam
70 Ilmi Usrotin Choiriyah , Op. Cit., h. 68-69.
54
mengelola peluang. 71 Sedangkan Wilson menjelaskan empat
tahapan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu tahap
penyadaran, tahap pemahaman, tahap pemanfaatan dan tahap
pembiasaan.72
4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Kertasasmita menyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat harus dilakukan melalui tiga strategi, yakni melalui:
enabling, empowering dan protection.
1. Enabling, yaitu menciptakan iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang.
2. Empowering, yaitu penguatan potensi dan daya yang dimiliki
oleh masyarakat.
3. Protection, yaitu pemberdayaan bermakna melindungi dan
keberpihakan terutama terhadap kelompok masyarakat miskin
atau yang kurang berdaya bagaimana pun juga sebagai
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan
hanya terbatas dan langka, melainkan ada problem struktural
dalam bentuk ketimpangan, dominasi, hegemoni yang
menimbulkan pembagian sumber daya secara tidak merata. 73
71 Martua Hasiholan Bancin, Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (Studi
Kasus: Bandung Barat), Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22, No.3,
Desember Tahun 2011, h.182. 72 Bambang Sugeng Dwiyanto dan Jemadi, Pemberdayaan Masyarakat dan
Pengembangan Kapasitas dalam Penanggulangan Kemiskinan melalui PNPM Mandiri
Perkotaan, Jurnal Maksipreneur, Vol.3, No.1, Desember Tahun 2013, h. 37. 73 Siti Afiyah, Op. Cit., h. 76.
55
Proses dalam strategi pemberdayaan masyarakat tersebut
kemudian diaplikasikan dalam sebuah aktivitas pemberdayaan.
Aktivitas-aktivitas tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok, artinya masyarakat miskin atau
lemah diberi kebebasan untuk membentuk dan beraktivitas
dalam kelompok yang diinginkan.
2. Pendampingan, fungsi pendampingan sangat krusial dalam
membina aktivitas kelompok. Pendamping bertugas menyertai
proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok sebagai
fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung), ataupun
dinamisator (penggerak).
3. Perencanaan kegiatan, tahap perencanaan kegiatan
melengkapi tahap-tahap sebelumnya yang mementingkan
peran aktif anggota kelompok untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya melalui kemampuannya. 74
Selain mengembangkan teknik pemberdayaan yang
bersifat inovatif dan praktis, pemberdayaan masyarakat juga
diharapkan mampu menanggulangi kemiskinan. Penanggulangan
kemsikinan dalam pengembangan potensi masyarakat tersebut
memerlukan suatu strategi, yaitu:
1. Penciptaaan kesempatan berkaitan dengan sasaran pemulihan
ekonomi makro, perwujudan pemerintahan yang baik, dan
peningkatan pelayanan umum.
74 Satrya Wulan Darmayanti, Studi Deskripsi tentang Strategi Pemberdayaan
oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya dalam Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Sasaran Penerima Program Urban Farming Budidaya Lele di Kelurahan Pakis, Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik, Vol. 3, No. 1, Januari-April 2015, h. 3.
56
2. Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan penyediaan akses
masyarakat miskin ke sumber daya ekonomi dan keterlibatan
mereka dalam mengambil keputusan.
3. Peningkatan kemampuan berkaitan dengan sasaran
peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, pangan,
perumahan agar masyarakat memiliki produktivitas.
4. Perlindungan sosial berkaitan dengan sasaran pemberian
jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami cacat
fisik, fakir miskin, dan kehilangan pekerjaan sehingga
berpotensi menjadi miskin.75
Terdapat dua komponen penting pemberdayaan yaitu
sebagai berikut:
1. Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan kemandirian
memperkuat posisi (bergaining position) terhadap setiap
keputusan atau kebijakan pemerintah.
2. Sebagai proses memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh
akses terhadap sumber daya, memberi ruang gerak dan
memberi dorongan untuk tumbuh dan berkembangnya kreasi,
partisipasi dalam menghadapi masalah yang dihadapi. 76
5. Pendampingan dalam Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian Pendampingan
Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk
mencapai tujuan) dimana hubungan antara pendamping
dengan yang didampingi adalah hubungan diagonalis (saling
75 Cherrya Damara, Dewangga Nikmatullah dan Indah Nurmayasari, Op. Cit.,
h. 315-316 76 Siti Afiyah, Op. Cit., h. 74-75.
57
mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami
realitas masyarakat dan memperbaharui kualitas realitas ke
arah yang lebih baik. Berdasarkan pengertian tersebut,
Bambang (dalam Baridwan, 2016) mengatakan bahwa
pendamping adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan
kelompok swadaya masyarakat yang sukses dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan
anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha
produktif anggota. 77
b. Prinsip dan Fungsi Pendampingan
Tanggungjawab seorang pendamping sangat
dipengaruhi oleh pengetahuannya terhadap tujuan dan fungsi
pendampingan, adapun fungsi pendampingan ialah tergantung
kepada tujuan yang ingin dicapai. Wiryasaputra merumuskan
fungsi pendampingan sebagai berikut:
1. Fungsi healing (penyembuhan), fungsi ini dipakai
pendamping ketika melihat keadaan yang perlu
dikembalikan ke keadaan semula atau mendekati keadaan
semula. Fungsi ini biasa untuk membantu orang yang
didampingi menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku
yang disfungsional dan dapat berfungsi kembali secara
normal sama seperti sebelum menghadapi krisis.
2. Fungsi membimbing (guiding), fungsi membimbing ini
dilakukan pada waktu orang harus mengambil keputusan
tertentu tentang masa depannya.
77 Muhammad Zaky Baridwan, Peran Pendampingan dalam Mendorong
Perkembangan Usaha Anggota BMT (Studi pada KSU-BMT UMJ), (Jakarta:
Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 63.
58
3. Fungsi menopang (sustaining), fungsi ini dilakukan bila
klien tidak mungkin kembali ke keadaan semula.
4. Fungsi memperbaiki hubungan (reconciling), fungsi ini
dipakai untuk membantu klien bila mengalami konflik
batin dengan pihak lain yang mengakibatkan putus dan
rusaknya hubungan relasi.
5. Fungsi membebaskan (liberating, empowering, capacity
building), fungsi ini dapat pula disebut membebaskan
(liberating) atau memampukan (empowering), dan
memperkuat (capacity building).78
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, secara
umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip
dasar pendampingan masyarakat sebagai berikut:
1. Belajar dari masyarakat. Prinsip yang paling mendasar
adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini
berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan
nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat
serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-
masalah sendiri.
2. Pendamping sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai
pelaku. Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya
pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan
bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu, perlu sikap
rendah hati serta kesediaan belajar dari masyarakat dan
menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber
78 Ibid., h. 17-19
59
utama dalam memahami keadaan masyarakat itu sendiri.
Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan
mendominasi kegiatan.
3. Saling belajar dan saling berbagi pengalaman. 79
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan dan
penguatan, namun untuk lebih spesifik dipecah ke dalam
beberapa bagian, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan
masalah dan mencontohkannya.
2. Menghubungkan orang dengan sistem yang menyediakan
mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan
kesempatan-kesempatan.
3. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan
dari sistem tersebut.
4. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan
sosial dan memperbaiki kebijakan sosial. 80
c. Peran Pendampingan
Peran pendampingan dikemukakan oleh ife (dalam
Modana), yaitu sebagai berikut :
1. Peran-peran fasilitatif, yaitu peran-peran yang diarahkan
pada mengupayakan dan mendukung pengembangan
masyarakat, diantaranya: mediasi dan negosiasi, pemberi
79 Ravik Karsidi, Pemberdayaan Masyarakat untuk Usaha Kecil dan Mikro
(Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta Jawa Tengah), Jurnal Penyuluhan, Vol. 3,
No. 2, September Tahun 2007, h. 137-138. 80 Muhammad Zaky Baridwan, Op. Cit., h. 63.
60
dukungan, fasilitasi kelompok pemanfaatan sumber daya,
keterampilan, dan mengorganisir.
2. Peran edukasional, yaitu peran yang sejalan dengan ide
bahwa community development sebagai “on-going process
of learning” yang memberikan keterampilan baru, cara
berfikir yang baru, cara pandang dan cara berinteraksi yang
baru, diantaranya dapat dilakukan dengan cara
membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan
informasi dan pelatihan.
3. Berperan sebagai evaluator. program pelayanan sosial, juga
harus siap untuk memberikan dasar pemikiran untuk
pendekatan yang dipilih di dalam program. 81
Sehubungan dengan peran yang menjadi kewajiban dan
tanggungjawab setiap penyuluh/fasilitator, Levin yang dikutip
dalam Mardikanto mengenalkan adanya tiga macam peran
penyuluh yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: 82
a) Pencairan diri dengan masyarakat sasaran.
b) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan.
c) Pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran.
6. Advokasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pendekatan advokasi menekankan pada pendamping dan
kelompok masyarakat dan membantu mereka untuk membuka
81 Rahadian Riza Modana, Santoso Tri Raharjo dan Nandang Mulyana, 23
Evaluasi Program Penguatan Kelompok (KUMM) Kelompok Usaha Mandiri
Masyarakat “Lancar Jaya” oleh Divisi Ekonomi Lembaga Kemanusiaan Nasional
PKPU di Kampung Pedurenan Kelurahan Jatiluhur Kecamatan Jatiasih Bekasi, Jurnal
Prosiding KS: Riset & PKM, Vol. 3, No.2, (Tahun Tidak Ada), h.172. 82 Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat
dalam Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 140.
61
akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya. Membantu
mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi
sumberdaya yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi
tawar (bargaining position) dari kelompok masyarakat tersebut. 83
Notoadmodjo yang dikutip dalam Zulyadi mengemukakan
definisi advokasi yaitu sebagai upaya pendekatan (approaches)
terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. 84
Makinuddin dan Sasonko dalam Zulyadi menulis
advokasi sebagai proses litigasi dan alat untuk melakukan
perubahan kebijakan, beberapa kalangan juga menggunakan dan
mengartikan advokasi sebagai pemihakan, pengorganisasian,
pendidikan, pendampingan, pemberdayaan, penguatan,
penyadaran, pencerahan, dan sebagainya. 85
Sheafor dan Horejsi, DuBois dan Miley dalam Edi
Suharto yang dikutip dalam Zulyadi mengelompokkan advokasi
ke dalam dua jenis, yaitu: advokasi kasus (case advocacy) dan
advokasi kelas (class advocacy).
1. Advokasi kasus adalah kegiatan yang dilakukan seorang
untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber
atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Alasannya: terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang
dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok
profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu
merespon situasi tersebut dengan baik.
83 Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Op. Cit., h. 164 84 Teuku Zulyadi, Advokasi Sosial, Jurnal Al-Bayyan, Vol. 21, No. 30, Juli –
Desember Tahun 2014, h. 64. 85 Ibid., h.65
62
2. Advokasi kelas menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas nama
kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh
kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah
mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan
hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun
nasional. 86
Strategi advokasi terbagi dalam tiga setting yaitu mikro,
mezzo dan makro sebagaimana digambarkan dalam tabel 3 di
bawah ini.
Tabel 3. Setting dan Tipe Advokasi Sosial
ASPEK SETTING
MIKRO MEZZO MAKRO
Tipe
advokasi
Advokasi
kasus
Advokasi
kelas
Advokasi
kelas
Legislatif
advokasi
Sasaran/
Klien
Individu &
keluarga
Advokasi
kelas
kelompok
formal &
organisasi
Advokasi
kelas
masyarakat
lokal &
nasional
Anggota
legislatif
Peran Broker Mediator Aktivis dan
analis
kebijakan
Aktivis &
analis
kebijakan
Teknik
Utama
Manajemen
kasus (case
management
)
Jejaring
(networking)
Aksi sosial
dan analisis
kebijakan
Aktivis &
analis
kebijakan
Sumber: dikembangkan dari DuBois dan Miley dalam Edi
Suharto (2009) dalam Zulyadi (2014)
Melakukan advokasi berarti bertindak sebagai seorang
perantara, penengah, atau pembela yang akan bertindak sebagai
penghubung antara masyarakat dengan berbagai lembaga dan
pihak-pihak yang terkait. Hal ini dilakukan untuk membantu
86 Teuku Zulyadi, Op. Cit., h. 66-67.
63
pemecahan masalah ataupun pemenuhan berbagai kebutuhan
dasarn masyarakat, dengan melakukan kontak dan berbagai
pendekatan dengan berbagai instansi pemerintah di semua
tindakan. 87
C. Kelembagaan
1. Pengertian Kelembagaan
Kelembagaan merupakan sebuah istilah yang
menggambarkan praktik untuk mengelola interaksi sosial. Dalam
arti yang lebih luas kelembagaan bisa merupakan kegiatan, nilai,
norma, struktur sosial dan sistem peran yang ada dalam
masyarakat (John W. Mohr & Harrison C. White dalam Kurniasih
dkk). Asumsi yang dibangun dari pendapat tersebut adalah bahwa
kelembagaan sosial tidak hanya merupakan sub aspek organisasi
berupa struktur, tetapi juga mencakup sistem nilai, norma dan
peran. Sub aspek dalam kelembagaan saling terhubung satu
dengan lainnya, termasuk para aktor yang terhubung bersama-
sama membentuk hubungan dan sistem aturan. 88
Kelembagaan merupakan bentuk hubungan antara dua
orang atau lebih, dua kelompok orang (masyarakat) atau
hubungan orang dengan kelompok masyarakat dalam penggunaan
sumber daya yang langka (mempunyai ciri khusus) dan distribusi
(adanya unsur pelayanan). Kelembagaan dalam arti institusi
mengandung empat unsur pokok yaitu: aturan main, pengaturan
hak dan kewajiban, batasan ikatan dan adanya sanksi (hukuman).
87 Teuku Zulyadi, Op. Cit., h. 68 88 Denok Kurniasih, Paulus Israwan Setyoko dan M. Imron, Kinerja
Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan Berbasi asyarakat SLBM), Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Vol. 29, No.1, Tahun 2016, h.16.
64
Sedangkan kelembagaan dalam pengertian organisasi di samping
adanya empat unsur di atas juga dicirikan dengan adanya struktur
(pengurus kelompok), tujuan yang jelas, mempunyai partisipan,
teknologi dan sumber daya. 89
Kelembagaan merupakan keseluruhan pola-pola ideal,
organisasi, dan aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan
dasar. Kelembagaan merupakan konsep yang berpadu dengan
struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir
dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga
pola organisasi untuk melaksanakannya.90
2. Tipe Kelembagaan
Gilin dan Gilin dalam Sukanto yang dikutip oleh Rianto
dalam Hudiyani mengklasifikasikan lembaga kemasyarakatan
dari berbagai sudut pandang sebagai berikut: 91
a. Dari sudut perkembangannya terdapat: a) crescive instituton,
yaitu kelembagaan yang tidak sengaja tumbuh dari adat-
istiadat masyarakat, dan b) enacted institution, kelembagaan
yang dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan
tertentu.
b. Dari sudut penerimaan masyarakat, terdiri dari: a) approved
atau social sanctioned institution, yaitu kelembagaan yang
89 Murjani, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penguatan Kelembagaan
dalam mewujudkan Pmebangunan Perikanan (Studi Kasus Desa Kambitin dan ambitin
Raya Kecamatan Tanjung), E-Jurnal Administrasi Publik dan Administrasi Bisnis, Vol.
2, No.1, Maret Tahun 2017, h. 84. 90 Sapja Anantanyu, Kelembagaan petani: Peran dan Strategi Pengembangan
Kapasitasnya, Jurnal SEPA, Vol. 7, No.2, Februari Tahun 2011, h. 103-104. 91 Indiah Hudiyani, Kelembagaan Penyuluhan Partisipatif dalam Pengelolaan
Hutan Rakyat (Studi Kasus Komunitas Petani Sertifikasi Percaban Dusun pegersengon
Keluruahan Sukopuro Kecamatan Batuwarno Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa
Tengah), (Bogor: Sekolah pascasarjana Intitut Pertanian Bogor, 2010), h. 15.
65
diterima oleh masyarakat, dan b) unsanctioned institution,
yaitu kelembagaan yang ditolak oleh masyarakat, walau
terkadang masyarakat tidak berhasil memberantasnya.
3. Modal Sosial
Suharto mendefinisikan modal sosial sebagai sumber
(resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang
dalam suatu komunitas. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai
produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim
dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan
kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. 92
Dalam berbagai referensi dapat ditemukan definisi tentang
modal sosial, salah satunya dikemukakan oleh Uphoff (dalam
Dasgupita dan Serageldin) yang dikutip dalam Soetomo. Menurut
pendapatnya, modal sosial dapat dibedakan dalam dua kategori
yaitu fenomena kognitif dan struktural. Dalam fenomena kognitif,
modal sosial tumbuh dari proses mental dan hasil pemikiran yang
diperkuat oleh budaya termasuk nilai dan norma. Pada tingkat
yang abstrak perwujudannya dapat berbentuk gagasan (ideas).
Apabila gagasan tersebut diterima oleh kalangan luas masyarakat,
misalnya karena disadari manfaatnya, maka kemudian akan
menjadi acuan dalam pola pikir dan pola tindak masyarakatnya
termasuk dalam merespon masalah sosial. Dalam bentuk yang
lebih operasional ideas ini dapat diturunkan dalam bentuk ideal
yang merupakan harapan dan kepentingan bersama dalam
masyarakat. Bentuk modal sosial ini dapat mendorong tindakan
92 Edi Suharto, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung:
Alfabeta, 2013), h. 97-98.
66
bersama masyarakat dan kepedulian sosial bagi sesama warga
masyarakat. 93
Dimensi struktural fenomena modal sosial terkait dengan
organisasi sosial dan institusi sosial yang di dalamnya terkandung
peranan, aturan dan prosedur yang dapat membentuk jaringan
yang luas dalam mendorong kerja sama. Dalam banyak hal,
modal sosial yang berbentuk fenomena stuktural ini dapat
berfungsi memfasilitasi ideas dan ideal agar dapat teraktualisasi
melalui berbagai bentuk tindakan bersama warga masyarakat. 94
Merujuk pada Ridell dalam Suharto, ada tiga parameter
modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms)
dan jaringan-jaringan (networks). Parameter modal sosial tersebut
dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: 95
a. Kepercayaan
Sebagaimana dijelaskan Fukuyama, kepercayaan
adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat
yang ditunjukan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan
kerjasama, berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.
Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap
pemahaman ini. Cox kemudian mencatat bahwa dalam
masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-
aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan
juga bersifat kerjasama. Menurutnya, ‘We expect others to
manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend
to work cooperatively, to collaborate with others in collegial
93 Soetomo, Masalah Sosial dan upaya Pemecahannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008) h. 268. 94 Ibid., h. 268-269. 95 Edi Suharto, Op. Cit., h. 98-99.
67
relationships. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan
produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial
yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang
kokoh.
b. Norma
Putnam dalam Fuyukama yang dikutip dalam Suharto
mengungkapkan bahwa norma terdiri dari pemahaman-
pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan
yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral,
maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik
profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang
berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan
untuk mendukung iklim kerjasama.
c. Jaringan
Putnam mengungkapkan bahwa infrastruktur dinamis
dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerja sama antar
manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya
kepercayaan dan memperkuat kerja sama. Masyarakat yang
sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang
kokoh. Jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat
perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat
dari partisipasinya itu.
Menurut Colletta dan Cullen, modal sosial didefinisikan
sebagai suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi
sosial atau ekonomi, seperti pandangan umum (world-view),
68
kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity),
pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic
exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and
informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-
modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan
terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan. 96
Woolcock dalam Colleta dan Cullen yang dikutip dalam
Hudiyani menggolongkan modal sosial menjadi empat tipe
utama, yaitu: 97
1. Tipe ikatan solidaritas (bounded solidarity), dimana modal
sosial menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam
situasi yang merugikan kelompok.
2. Tipe pertukaran timbal-balik (reciprocity transaction), yaitu
pranata yang melahirkan pertukaran antar para pelaku
3. Tipe nilai luhur (value interjection), yakni gagasan dan nilai,
moral yang luhur, dan komitmen melalui hubungan-hubungan
kontraktual dan menyampaikan tujuan –tujuan individu
dibalik tujuan-tujuan instrumental, dan
4. Tipe membina kepercayaan (enforceable trust), bahwa
institusi formal dan kelompok-kelompok partikelir
menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan berdasarkan kesepakatan terdahulu
dengan menggunakan mekanisme rasional.
Nasdian membagi modal sosial menjadi empat dimensi.
Pertama, adalah integrasi (integration), yaitu ikatan yang kuat
96 Fredian Tonny Nasdian, Op. Cit., h. 211. 97 Indiah Hudiyani, Op. Cit., h. 15-16.
69
antar anggota keluaga, dan keluarga dengan tetangga sekitar.
Contohnya, ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan
agama. Kedua, pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas
lain di luar komunitas asal. Contohnya, jejaring (network) dan
asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic associations), yang
menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. Ketiga,
integritas organisasional (organizational integrity), yaitu
keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan
fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan
menegakkan peraturan. Keempat, sinergi (synergy), yaitu relasi
antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas
(state-community relations). Fokus perhatian dalam sinergi ini
adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak
bagi partisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada
pada tingkat horizontal, sedangkan dmensi ketiga dan keempat,
ditambah dnegan pasar (market), berada pada tingkat vertikal. 98
4. Strategi Penguatan Kelembagaan
Strategi penguatan kelembagaan dapat dilakukan dengan
melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek kelembagaan.
Penguatan kelembagaan juga membutuhkan dukungan dari
institusi lain agar kelembagaan mampu berperan dalam
mendorong masyarakat mencapai kemandirian dan keberdayaan.
Anantanyu menuliskan bahwa kemandirian berasal dari
kata self-reliant (adj): not dependent on others: having
confidence in and excercising one’s own powers or judgement
98 Fredian Tonny Nasdian, Op.Cit., h. 211-212.
70
(tidak tergantung pada orang lain: mempunyai kepercayaan dan
pengambilan kekuasaan dan keputusan sendiri) atau self-reliance
(noun): reliance upon one’s own efforts, judgement or abiity
(mandiri pada usaha-usaha, pertimbangan atau kemampuan
sendiri). 99
Verhagen dalam Anantanyu mengemukakan bahwa
kemandirian (self-reliance) adalah suatu suasana atau kondisi
tertentu yang membuat seorang individu atau sekelompok
manusia yang telah mencapai kondisi itu tidak lagi tergantung
pada bantuan atau kedermawanan pihak ketiga untuk
mengamankan kepentingan individu atau kelompok. 100
Berkenaan dengan masalah lembaga sosial yang
diharapkan dapat menjalankan fungsi kemandirian ini secara garis
besar tersedia dua alternatif. Memilih jenis lembaga lokal yang
sudah ada dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan baru
atau menanam cangkokan lembaga baru yang dibina sampai
berakar dalam masyarakat dan dapat terus hidup atas kekuatan
sendiri. 101
Berikut merupakan gambaran pola intervensi untuk
meningkatkan kemandirian masyarakat yang dikembangkan oleh
Honadle and vant Sant, 1985 (dalam Soetomo, 1995).
99 Sapja Anantanyu , Op. Cit., h. 104. 100 Sapja Anantanyu , Op. Cit., h. 104. 101 Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
1995), h. 185-186.
71
Bagan 1. Intervensi untuk Meningkatkan Kemandirian
--- --- ---
Keterangan :
--------------- : Garis Intervensi
: Garis Siklus Kemandirian
Dari bagan tersebut tampak bahwa tujuan akhir dari
intervensi yang dilakukan baik dalam bentuk pelayanan, maupun
bantuan materiil adalah tumbuhnya aktivitas masyarakat yang
mandiri. Untuk mencapai maksud tersebut dalam masyarakat
dibutuhkan lembaga kemasyarakatan yang mencerminkan pola
perilaku yang mandiri. Apabila lembaga-lembaga
kemasyarakatan tersebut dapat menjalankan fungsi kemandirian,
maka akan dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
kelanjutan pembangunan. Hal ini disebabkan karena dengan
fungsi kemandirian tersebut berarti kompetensi masyarakat telah
tumbuh, sehingga ada atau tidak ada instruksi atau program dari
luar, proses pembangunan dari masyarakat dapat terus
berlangsung. 102
102 Ibid., h. 186-187.
Kombinasi
sumber daya
internal dan
eksternal
Hasil materiil
dan pelayanan
baru
Bantuan materi
dan pelayanan
Aktivitas
lokal
Pengembang-
an sumber
daya manusia
material dan
organisasi
72
Dengan demikian, perlu dirumuskan strategi penguatan
kelembagaan. Strategi penguatan kelembagaan tersebut meliputi:
103
a. Penataan kapasitas kelembagaan. Langkah yang diperlukan
terkait penataan kapasitas kelembagaan adalah perbaikan
manajemen kelembagaan diantaranya struktur kelembagaan,
pola kepemimpinan, dan transparansi. Kelembagaan
umumnya dijalankan atas dasar kesepakatan antar
anggotanya. Padahal kelembagaan atau organisasi selayaknya
dijalankan dengan mendasarkan pada fungsi manajemen yaitu
planning, organizing, actuating, dan controlling. Pola
kepemimpinan dalam kelembagaan dari yang semula bersifat
top down menjadi model bottom up dalam membangun pola
komunikasi dan aspirasi di dalam kelembagaan. Model
bottom up akan mengurangi dominasi sekaligus
memaksimalkan berbagai modal sosial yang ada di wilayah
pedesaan. Langkah lainnya terkait dengan penataan kapasitas
kelembagaan adalah penerapan teknologi komunikasi dan
informasi untuk membangun transparansi pengelolaan
kelembagaan.
b. Peningkatan kapasitas sumberdaya kelembagaan. Sumberdaya
manusia memegang peranan penting dalam pengembangan
kelembagaan. Dalam rangka meningkatkan kapabilitas
sumberdaya manusia maka dapat dilakukan melalui pelatihan,
misalnya pelatihan tentang manajemen dan teknologi
103Sri Yuniati, Djoko Susilo, Fuat Albayumi, Penguatan Kelembagaan dalam
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Tebu, (Prosiding Seminar Nasional dan
Call For Paper Ekonomi dan Bisnis (SNAPER- EBIS 2017) Jember, 27-28 Oktober
2017 ), h. 503.
73
informasi. Pelatihan harus didukung dengan pendampingan
dan pembinaan dengan melibatkan pemerintah maupun
lembaga pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilakukan secara
berkelanjutan untuk menjamin kompetensi dan kapabilitas
sumberdaya yang terlibat dalam kelembagaan.
c. Peningkatan kapasitas pelayanan. Langkah yang diperlukan
dalam meningkatkan kapasitas pelayanan diantaranya
melakukan inovasi pelayanan. Untuk meningkatkan kapasitas
pelayanan lembaga diperlukan kreativitas pengelola untuk
menciptakan inovasi baru terkait pelayanan.
d. Memperluas jaringan kerja sama atau kemitraan. Dalam
upaya memperluas jaringan kerja sama atau kemitraan
dilakukan dengan membangun kerja sama dengan lembaga
atau institusi lain baik lembaga finansial maupun non
finansial.
D. Penyuluhan Agama
1. Pengertian Penyuluhan Agama
Mubarok dalam Arifin memberikan definisi penyuluhan
secara umum, yaitu kegiatan pemberian keterangan pada
masyarakat, baik oleh lembaga pemerintah maupun oleh lembaga
non-pemerintah. Istilah ini diambil dari kata dasar suluh yang
searti dengan obor dan berfungsi sebagai penerangan. Arti
penyuluhan secara khusus adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada individu atau kelompok dengan menggunakan metode-
metode psikologis agar yang bersangkutan dapat keluar dari
74
masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat preventif,
kuratif korektif maupun development. 104
Menurut Van Den Ban dan Hawkins yang dikutip dalam
Febriana mendefinisikan penyuluhan sebagai keterlibatan
seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar
dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat
sehingga bisa membuat keputusan yang benar. 105 Febriana juga
mengemukakan definisi mengenai penyuluhan yaitu proses
mempengaruhi seseorang dalam memecahkan berbagai masalah
kehidupan dengan membagi ilmu pengetahuan yang diharapkan
terjadinya proses perubahan tingkah laku yang merupakan
perwujudan dari pengetahuan yang didapat. 106
Menurut Hudiyani penyuluhan merupakan sistem
pendidikan orang dewasa di luar sekolah untuk sasaran dan
keluarganya dengan tujuan mengubah perilaku (pengetahuan,
sikap dan keterampilan) sehingga usahanya menjadi lebih baik
dengan falsafah “help people to help them self” (membantu orang
agar orang tersebut dapat menolong dirinya sendiri). 107
Fadli mendefinisikan penyuluhan agama islam yaitu
serangkaian kegiatan dakwah dalam rangka membantu sesama
untuk kembali pada ketentuan Allah SWT dan sunah Rasulullah
Saw supaya mendapat pengetahuan, selamat dan menjadi insan
104 Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam: Pengembangan Dakwah
melalui Psikoterapi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo persada, 2009), h. 49-50. 105 Anyda Dyah Surya Febriana, Penyusunan Desain program Penyuluhan
Anti Narkoba dan Zat Adiktif lainnya di Sekolah Menengah Se – Kota Yogyakarta
(Studi di Badan Narkotika Yogyakarta), (Yogyakarta: Program Studi pendidikan Luar
Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), h. 18. 106 Ibid., h. 19 107 Indiah Hudiyani, Op. Cit., h. 20
75
yang bertaqwa. 108 Selain itu, berdasarkan petunjuk teknis jabatan
fungsional penyuluh agama islam penyuluh agama adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan
pembangunan melalui bahasa agama. 109
M. Arifin yang dikutip dalam Amin mendefinisikan
penyuluhan agama sebagai yang dilakukan oleh seseorang dalam
rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami
kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar
orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul
kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya
harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa depannya.
110
2. Sasaran Penyuluhan Agama
Sasaran dalam kegiatan penyuluhan adalah orang dewasa,
yaitu orang yang mampu mengambil keputusan, mampu memikul
tanggung jawab, dan sadar terhadap tugas serta perannya. Ciri-ciri
orang dewasa adalah sebagai berikut: secara biologis umurnya
sudah mencukupi, secara pskologis memiliki banyak pengalaman,
secara sosial sudah mempunyai kepribadian/konsep diri, dan
108 Ma’luf Fadli, Metode Penyuluhan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak
Narapidana di LP Wanita Klas II A Semarang, (Semarang: Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, 2015) h. 29. 109 Syamsuddin, Petunjuk Teknik Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam,
(Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam Bagian Proyek Peningkatan tenaga Keagamaan Penyuluh Agama, 2002),
h.2. 110 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), h. 19.
76
secara fungsional memiliki kemandirian kebutuhan, sipa untuk
belajar, mampu mengambil keputusan, dan mampu mengambil
keputusan, dan mampu melakukan perbaikan kualitas diri.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka orang dewasa adalah adalah
seseorang yang dari segi umur mencukupi, dan memiliki
pengalaman yang membentuk konsep diri, sehingga mandiri dan
mampu mengambil keputusan dari beberapa alternatif yang ada
dalam upaya peningkatan kualitas diri. 111
3. Metode Penyuluhan Agama
Metode komunikasi penyuluhan agama yang digunakan
yaitu: 112
a. Konseling Komunikasi Langsung (Direct Counseling)
1. Individu
- Bentuk aktivitas: konseling individu, home visit, dan lain-
lain.
- Profesional pelaksana: konselor atau yang memiliki life
skill konselor (volunteer), guru, dokter, psikiater,
psikolog.
2. Kelompok Kecil atau Besar (Terbatas)
- Bentuk aktivitas: studium general (ceramah), diskusi
kelompok, group teaching, sosio/psikodrama, dan
karyawisata.
- Pelaksana dan disiplin keilmuan sama seperti di atas,
kecuali untuk ceramah perlu ilmu retorika, baik ceramah
langsung maupun dengan media elektronik.
111 Indiah Hudiyani, Op. Cit., h. 21. 112 Isep Zainal Arifin, Op. Cit., h. 50-51.
77
b. Konseling Komunikasi Tidak Langsung (Non Direct
Counseling)
1. Individu
- Bentuk aktivitas: percakapan pribadi tidak langsung
dalam bentuk surat, telepon, menjawab pertanyaan
individu dalam kolom khusus surat kabar/majalah,
interaktif media elektronik.
2. Kelompok Kecil atau Besar (Tidak Terbatas)
- Biasanya melibatkan media massa : cetak dan elektronik;
- Cetak: brosur, surat kabar, majalah, komik, pamflet,
papan penyuluhan, dan lain lain;
- Elektonik: radio, film, internet, dan lain-lain.
Notoatmodjo dalam Febriana juga mengemukakan beberapa
metde penyuluhan, yaitu: 113
a. Metode penyuluhan perorangan (individual)
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru yaitu
seseorang yang telah mulai tertarik pada perubahan / inovasi.
Dasar digunakan pendekatan individual karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Bentuk pendekatan ini antara lain:
1) Bimbingan dan penyuluhan, dengan cara kontak antara
klien dengan penyuluh lebih intensif. Setiap masalah
yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu
penyelesaiannya.
113 Anyda Dyah Surya Febriana, Op. Cit., h. 19-23.
78
2) Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Wawancara antara penyuluh dengan klien
untuk menggali informasi mengapa ia belum menerima
perubahan, ia tertarik atau belum pada perubahan, untuk
mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran
yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang
lebih mendalam lagi.
b. Metode penyuluhan kelompok
Metode penyuluhan kelompok mempertimbangkan
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal
pada sasaran. Kelompok besar metodenya akan berbeda
dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan
tergantung pada besarnya sasaran penyuluhan. Bentuk metode
kelompok berdasarkan jumlah sasaran yaitu sebagai berikut:
1) Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih
dari 15 orang. Metode yang baik digunakan adalah
ceramah dan seminar.
2) Kelompok kecil yaitu apabila peserta penyuluhan
kurangd ari 15 orang. Metode yang baik digunakan dalam
kelompok kecil adalah diskusi kelompok, curah pendapat,
bola salju, memainkan peran, permainan simulasi.
c. Metode penyuluhan massa
Penyampaian informasi dalam penggunaan metode ini
ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik,
karena sasaran bersifat umum. Maksudnya tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi,
tingkat pendidikan dan sebagainya. Maka pesan yang
79
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
ditangkap oleh peserta penyuluhan tersebut. Pada umumnya
bentuk pendekatan massa ini tidak langsung, biasanya
menggunakan media massa. Contoh dari metode ini yaitu
ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog
antar penyuluh dan peserta penyuluhan, tulisan di media
cetak, spanduk, poster, tayangan di televise dan lain
sebagainya.
4. Materi Penyuluhan Agama
Menurut Fadli, materi penyuluhan adalah segala sesuatu
yang disampaikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan baik
menyangkut ilmu maupun yang lainnya. Adapun materi yang
baik dalam penyuluhan adalah yang sesuai dengan kebutuhan
sasaran. Kartasapurta yang dikutip dalam Fadli mengemukakan
materi penyuluhan supaya dapat diterima, dimanfaatkan dan
diaplikasikan oleh sasaran penyuluhan dengan baik, antara lain
harus: 114
a) Sesuai tingkat kemampuan sasaran penyuluhan.
b) Tidak bertentangan atau sesuai/selaras dengan adat atau
kepercayaan yang berkembang di daerah setempat.
c) Mampu mendatangkan keuntungan.
d) Bersifat praktis, mudah dipahami dan diaplikasikan sesuai
tingkat pengetahuan.
e) Mengesankan dan dapat dimanfaatkan dengan hasil nyata dan
segera dapat dinikmati.
114 Ma’luf Fadli, Op. Cit., h. 37.
80
E. Kerangka Berpikir Penelitian
Berdasarkan hasil observasi, Desa Kertaraharja memiliki
fasilitas sanitasi yang kurang memadai, hal tersebut dapat dilihat
dalam persentase kepemilikan jamban yang rendah. Oleh karena itu,
diperlukan adanya program pemberdayaan yang dapat membantu
masyarakat untuk dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri
sesuai dengan prinsip ‘membantu orang lain agar orang tersebut
dapat menolong dirinya sendiri.’
Program pemberdayaan yang ada di Desa Kertaraharja ialah
program arisan jamban yang diinisiasi oleh Lembaga Amil Zakat
Harapan Dhuafa melalui pendamping desanya. Program arisan
jamban bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat.
Salah satu faktor penting bagi program arisan jamban adalah
partisipasi masyarakat pada kelembagaan penyuluhan agama dalam
program tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang
partisipasi masyarakat pada kelembagaan penyuluhan agama dalam
program arisan jamban.
Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa
Kertaraharja dilatarbelakangi oleh tidak adanya program pemerintah
maupun swasta yang fokus dalam menangani permasalahan di Desa
Kertaraharja. Program ini dibuat dengan tujuan membantu
masyarakat keluar dari kondisi yang belum/tidak berdaya menjadi
memiliki kemampuan dan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Aspek yang ingin dicapai oleh penyuluh dalam program ini
adalah tumbuhnya kemandirian dan perubahan perilaku dalam
masyarakat. Sebagaimana definisi penyuluhan yang diungkapkan
oleh Mubarak (2000) yang dikutip dalam Arifin (2009) bahwa
penyuluhan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu
81
atau kelompok dengan menggunakan metode-metode psikologis agar
yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan
sendiri, baik bersifat preventif, kuratif korektif maupun development.
Secara singkat kerangka berpikir penelitian akan digambarkan
pada bagan 2 di bawah ini.
Bagan 2. Kerangka Berpikir Penelitian
• Kondisi Desa Kertaraharja:
• Kepemilikan Jamban
rendah
• Tidak ada program
pemberdayaan
masyarakat terkait
sanitasi/jamban
Aspek yang ingin dicapai:
- Kemandirian
- Perubahan perilaku
Masalah yang muncul:
• Masyarakat terbiasa
BABS ke kebun dan
rorah
• Kesadaran dan
pengamalan thaharah
rendah
• Perilaku masyarakat sulit
diubah
•
Pemberdayaan Masyarakat
(Program Arisan Jamban)
Partisipasi Masyarakat Kelembagaan Penyuluhan Agama
➢ Bentuk partisipasi
masyarakat
➢ Tahapan partisipasi
masyarakat
➢ Faktor yang
mempengaruhi
partisipasi
masyarakat
➢ Pola hubungan
➢ Strategi
penguatan
kelembagaan
➢ Input
➢ Proses
➢ Output/Outcome
Tujuan Pemberdayaan
Masyarakat:
Membantu masyarakat keluar
dari masalah yang dihadapi
82
Perubahan perilaku dan kemandirian merupakan tujuan
penyuluhan agama yang diharapkan oleh penyuluh dalam
menjalankan program. Hudiyani (2010) memberikan definisi
mengenai penyuluhan yang merupakan sistem pendidikan orang
dewasa di luar sekolah untuk sasaran dan keluarganya dengan tujuan
mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) sehingga
usahanya menjadi lebih baik dengan falsafah “help people to help
them self” (membantu orang agar orang tersebut dapat menolong
dirinya sendiri).
Nasdian (2015) mengungkapkan bahwa partisipasi dapat
mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah
yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat
dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Oleh karenanya, partisipasi
dipandang sebagai aspek penting dalam program pemberdayaan
masyarakat yang keberadaannya dapat menentukan keberhasilan
sebuah program. Hal ini disebabkan karena anggota masyarakatlah
yang sepenuhnya mengetahui permasalahan dan kepentingan atau
kebutuhan mereka.
Dengan demikian, melalui partisipasi yang dilakukan
masyarakat, penyuluh akan lebih efektif dan mudah mengidentifikasi
kebutuhan terkait input berupa metode dan teknik penyuluhan bagi
masyarakat dan proses penyuluhan yang akan dilakukan karena
program penyuluhan yang dijalankan melibatkan masyarakat secara
langsung mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Dalam
proses perencanaan sampai dengan evaluasi program penyuluhan
tidak hanya melibatkan satu pihak saja, namun juga melibatkan
beberapa stakeholder yang turut berperan dan membantu jalannya
penyuluhan agama di Desa Kertaraharja. Keberadaan stakeholder ini
83
membuat interaksi dan hubungan antar lembaga masyarakat menjadi
lebih luas. Stakeholder yang terlibat dalam program penyuluhan
agama di Desa Kertaraharja berasal dari pemimpin, baik pemimpin
formal maupun informal serta lembaga sosial yang berfokus pada
pemberdayaan masyarakat. Stakeholder tersebut yaitu LAZ HARFA
melalui pendamping desanya, aparatur pemerintah desa, tokoh agama
dan masyarakat yang merupakan inti dari program penyuluhan.
Keterlibatan banyak pihak membuat kelembagaan dalam
program arisan jamban memiliki kekuatan dalam mengembangkan
kelompok ke arah yang lebih baik karena masyarakat menerima
informasi dan pengalaman dari berbagai sumber yang berbeda.
Dengan demikian, strategi penguatan kelembagaan arisan jamban
akan terus berkembang dan kemandirian serta perubahan perilaku
akan tercapai dengan baik. Strategi penguatan kelembagaan dapat
dilakukan dengan melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek
kelembagaan. Penguatan kelembagaan juga membutuhkan dukungan
dari institusi lain agar kelembagaan mampu berperan dalam
mendorong masyarakat mencapai kemandirian dan keberdayaan.
Pada bagian akhir penelitian, hasil dan dampak program
penyuluhan agama menjadi sebuah acuan yang perlu diketahui
sebagai gambaran dan ukuran keberhasilan program yang telah
dilaksanakan di Desa Kertaraharja. Hasil ini dibedakan dalam hasil
jangka pendek berupa perubahan kognitif dan afektif serta perubahan
perilaku jangka panjang yang merupakan perubahan psikomotorik
yang diwujudkan dengan penerimaan masyarakat dengan
mengaplikasikan inovasi dari penyuluh dalam kehidupan sehari-hari
yang diharapkan akan terus berkenjutan secara mandiri tanpa
dampingan dan intervensi dari pihak lain.
84
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN PETA SOSIAL DESA
KERTARAHARJA
A. Gambaran Umum Desa Kertarharja
Desa Kertaraharja merupakan sebuah desa yang berada di
Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara,
Kabupaten Lebak di Timur, Serta Samudera Indonesia di barat dan
selatan. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah Barat,
dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil
di Samudera Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil.
Semenanjung ujung kulon merupakan ujung paling barat Pulau Jawa,
di mana terdapat suaka margasatwa tempat perlindungan hewan
badak bercula satu yang kini hampir punah.
Desa Kertaraharja dapat diakses melalui jalur darat sekitar 4-5
jam dari ibukota Kabupaten Pandeglang dengan menggunakan
kendaraan roda dua ataupun roda empat. Desa Kertaraharja dapat
dijangkau menggunakan minibus dengan tarif sekitar Rp. 40.000,00,-
hingga pertigaan jalan raya sobang. Setelah sampai di wilayah
Sobang, tidak ada kendaraan umum yang melewati Desa
Kertaraharja, perjalanan harus dilanjutkan dengan menggunakan ojek
hingga Desa Kertaraharja dengan tarif sekitar Rp. 50.000,00.
Perjalanan menuju Kecamatan Sobang tidak mengalami
kendala yang berarti, karena jalan dalam kondisi baik dan kendaraan
mudah melewatinya. Namun, akses menuju Desa Kertaraharja cukup
melelahkan karena kondisi jalan menuju lokasi penelitian di
Kampung Bahbul ini masih tanah berbatu dan belum diaspal
85
sehingga pengemudi harus sangat berhati-hati ketika berkendara.
Sepanjang perjalanan dari Kecamatan Sobang menuju Desa
Kertaraharja tampak pemandangan sawah terbentang dan udara yang
masih sangat asri. Menandakan bahwa mayoritas masyarakat Desa
Kertaraharja bekerja pada sektor pertanian.
Secara geologi, wilayah Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang termasuk ke dalam zona bogor yang merupakan jalur
perbukitan. Sedangkan jika dilihat dari topografi Desa Kertaraharja
memiliki ketinggian 245 m di atas permukaan laut dengan bentuk
topografi daratan dengan batas wilayah sebagai berikut.
Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Bojen Wetan
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Perhutani Kecamatan
Sobang
Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Padaherang dan
Pada Mulya Kecamatan Angsana
Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Kutamekar
Luas wilayah Desa Kertarahraja yaitu 9,87 km2. Desa
Kertaraharja secara administratif terbagi menjadi 18 rukun tetangga
dan 9 rukun warga.115 Desa Kertaraharja memiliki 9
kampung/wilayah, diantaranya: Depok I, Depok II, Bahbul, Sumur
Waru, Cilongkrang, Pancal, Cipeuti, Pamatang Nangka dan Angkat.
116
Desa Kertaraharja memiliki tanah bengkok seluas 0.27 ha
yang terdiri dari kantor dan fasilitas desa seluas 10 x 8 m2, sawah
seluas 2.500 m2 dan embung seluas 15 x 9 m2. Embung Desa
115 Tjahjo Purnomo, dkk, Statistik Daerah Kecamatan Sobang,
(Pandeglang:Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang, 2016), h.11 116 Hasil Wawancara peneliti dengan Pak Endang Ma’mun selaku pihak Desa
bagian Pengawasan pada Rabu, 25 Juli 2018 pukul 11.00 – 12.30 WIB di Kantor Desa
kertaraharja Kecamatan Sobang
86
Kertaraharja memiliki kondisi yang kurang baik dengan tidak adanya
air yang muncul setelah dibor. Sumber daya lahan di Desa
Kertaraharja dari segi penguasaannya dibagi menjadi tiga, yaitu
hutan Perhutani yang dikelola oleh Perum Perhutani Kecamatan
Sobang, tanah milik rakyat yang dikembangkan dan dikuasai oleh
masyarakat yang digunakan untuk pemukiman, perkebunan dan
sawah pribadi, dan tanah bengkok yang terdiri dari fasilitas
desa/kantor desa, sawah dan embung desa.
Lahan pemukiman warga digunakan untuk sarana umum,
rumah warga, sumber air (pompa), rorah, sawah, dan kebun. Luas
sawah tadah hujan di Kecamatan Sobang adalah 3.510 ha. Luasan
lahan pertanian bukan sawah di Kecamatan Sobang digunakan untuk
ladang, huma, tegal dan kebun seluas 5.615 ha, perkebunan seluas
520 ha, pekarangan, lahan bangunan dan halaman seluas 1.950 ha,
hutan rakyat 28 ha dan rawa, tambak, kolom dan empang seluas 521
ha.
Desa Kertaraharja merupakan wilayah yang dikelilingi oleh
kebun dan sawah yang terdapat pula aliran air yang disebut rorah
(selokan kecil untuk pembuangan air dan limbah rumah tangga).
Rorah sebelumnya juga kerap digunakan oleh masyarakat untuk
buang air besar. Hal ini dilakukan karena di Desa Kertaraharja
khususnya Kampung Bahbul memiliki fasilitas jamban yang kurang.
Selain di rorah masyarakat juga membuang hajatnya ke kebun yang
seharusnya digunakan untuk bercocok tanam.
Pada tahun 2017 masyarakat yang memiliki jamban hanya
sekitar 30% yaitu dengan rincian 44 WC permanen dan 61 cubluk.
Hal ini membuat masyarakat yang tidak memiliki jamban terbiasa
buang air besar sembarangan ke kebun atau rorah karena tidak
87
adanya fasilitas jamban pribadi ataupun bersama serta tidak ada
penyadaran dari pihak terkait ataupun pemberdayaan di Desa
Kertaraharja.
B. Gambaran dan Analisis Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Kertaraharja pada tahun 2018 yaitu
2,963 jiwa yang merupakan jumlah penduduk paling sedikit
dibanding desa lainnya. Jumlah penduduk Kecamatan Sobang dari 8
desa yaitu Desa Sobang, Kutamekar, Bojen, Pangkalan, Teluklada,
Cimanis, Bojen Wetan dan Kertaraharja adalah sebesar 35,229 jiwa.
117
Jumlah rumah tangga di Desa Kertaraharja sebanyak 1.076
KK. Dengan total Kepala Keluarga Perempuan sebanyak 120 orang.
Untuk lebih jelas mengenai jumlah penduduk di Desa Kertaraharja
dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kertaraharja
No Nama Kampung/Wilayah
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Persentase
(%)
1 Depok 1 297 10
2 Depok 2 318 11
3 Bahbul 350 12
4 Sumur Waru 310 10
5 Cilongkrang 372 13
6 Pancal 186 6
7 Cipeuti 293 10
8 Pamatang Nangka 266 9
9 Angkat 143 5
Desa Kertaraharja 2.963 100
Sumber: Data LAZ Harapan Dhuafa Kabupaten Pandeglang
Tahun 2018
117 Laporan Statistik Desa kertaraharja Kecamatan sobang Kabupaten
Pandeglang tahun 2017, h.1
88
Tabel di atas menunnjukan bahwa jumlah penduduk di Desa
Kertaraharja berjumlah 2.963 jiwa. Kampung/wilayah yang memiliki
jumlah penduduk paling banyak yaitu Kampung Cilongkrang
sebanyak 372 jiwa, sedangkan kampung yang memiliki jumlah
penduduk paling sedikit adalah Kampung Angkat yaitu sebanyak 143
jiwa. Jumlah penduduk Desa Kertaraharja berdasarkan jenis kelamin
yaitu laki-laki berjumlah 1.455 jiwa dan perempuan sebanyak 1.508
jiwa. Jumlah total penduduk Desa Kertaraharja adalah 2.963 jiwa.
Penduduk wilayah Desa Kertaraharja lebih banyak perempuan
dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 1.508 jiwa (4,31%).
Sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.455 jiwa (4,11%).
Desa Kertaraharja merupakan desa dengan jumlah penduduk paling
sedikit yaitu sebanyak 2.963 jiwa (8.42%) dengan sex ratio 100,2%.
Ini berarti bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 102
orang penduduk laki-laki atau jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan hampir sama.
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi perilaku dan usaha
dalam memperoleh pekerjaan. Data yang diperoleh dari pemetaan
sosial menunjukan bahwa sebanyak 538 orang atau 18.5% tamat
SD, sebanyak 132 orang atau 4.45% tamat SLTP dan sebanyak 671
orang atau 22.64% tamat SLTA. Untuk tingkat pendidikan umumnya
berpendidikan rendah yaitu tamat Sekolah Dasar (SD) sampai
Sekolah Menengah Pertama (SLTP), sedangkan pendidikan tertinggi
yaitu SLTA (SMA/MA). Hal ini sangat berpengaruh pada jenis mata
pencaharian masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki
masyarakat menyebabkan sebagian besar masyarakat Desa
Kertaraharja bekerja sebagai petani.
89
Sebagian masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan
formal dan hanya tamat sekolah dasar merupakan penduduk generasi
tua sedangkan penduduk generasi muda dapat dikatakan semuanya
mengikuti jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi, bahkan ada
diantaranya yang masuk ke jenjang perguruan tinggi. Hal ini
disebabkan perbedaan pandangan antara orangtua zaman dulu dengan
orangtua zaman sekarang, orangtua zaman dulu berpandangan bahwa
sekolah itu tidak diperlukan karena akhirnya juga tidak akan menjadi
apa-apa. Namun lain halnya dengan pandangan orang tua zaman
sekarang yang berkeinginan agar anaknya tidak menjadi seperti
orangtuanya yang hanya menjadi seorang petani. Hal ini mendorong
masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang
lebih tinggi dan akhirnya mendapat pekerjaan yang lebih baik dari
kedua orangtuanya.
Masyarakat Desa Kertaraharja merupakan masyarakat yang
relatif homogen karena di Desa Kertaraharja penduduk setempat
memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang relatif sama.
Adapun perbedaan bahasa tidak menjadi sebuah hambatan dalam
bermasyarakat. Bahasa jawa menjadi bahasa yang dominan di Desa
Kertaraharja dan digunakan menjadi bahasa sehari-hari. Kerukunan
antar kultur dan bahasa antara sunda dan jawa ini tidak menjadi
perbedaan dan konflik diantara masyarakat. Keduanya hidup rukun
berdampingan dan saling menghormati satu sama lain.
Terdapat budaya dan adat istiadat yang masih dilaksanakan
secara turun temurun oleh masyarakat Desa Kertaraharja yaitu
sedekah bumi/hajat bumi. Sedekah bumi atau hajat bumi merupakan
sebuah tradisi berkumpul di sawah-sawah dengan membawa berbagai
macam makanan dan dilakukan doa bersama agar turun hujan
90
sehingga masyarakat dapat kembali bercocok tanam di sawahnya
masing-masing. Tradisi ini dilakukan pada saat sebelum musim
tanam tiba atau saat kemarau berkepanjangan. Secara dominan,
masyarakat Desa Kertaraharja menganut agama islam dengan tradisi
keagamaan nahdlatul ulama (NU) dan masih membudayakan yasinan
malam jum’at, maulidan, ruwahan, tujuh harian dan haul apabila ada
yang meninggal dunia.
C. Gambaran dan Analisis Ekonomi Masyarakat
Sebagian besar penduduk Desa Kertaraharja bekerja pada
sektor pertanian yaitu petani sawah dan palawija. Pekerjaan ini setiap
hari dilakukan dari pagi sampai sore hari dan menjadi pekerjaan
utama masyarakat. Hasil pertanian merupakan prioritas utama
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Pada
masyarakat Desa Kertaraharja beras juga masih dipakai sebagai alat
tukar pada saat pembelian. Untuk lebih jelas mengenai jumlah dan
persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian/pekerjaan di
Desa Kertaraharja dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Mata
Pencaharian/Pekerjaan
No Mata Pencaharian Jumlah
(orang) Persentase (%)
1 Pertanian, peternakan, perikanan 1.925 65
2 Tambang dan penggalian 148 5
3 Industri dan kerajinan 148 5
4 Perdagangan, hotel dan restoran 148 5
5 Transportasi dan komunikasi 237 8
6 Jasa 207 7
7 Lainnya 89 3
Jumlah 2.963 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang (Kecamatan Sobang
dalam Angka) tahun 2018
91
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar
penduduk Desa Kertaraharja hidup dari bidang pertanian, peternakan
dan perikanan yaitu sebanyak 65% atau 1.926 orang. Sedangkan 35%
atau 1.037 orang lainnya bekerja pada sektor tambang, industri,
transportasi, jasa dan lainnya.
D. Analisis Struktur Komunitas
Kehidupan bermasyarakat di Desa Kertaraharja memiliki
beberapa lapisan, pemimpin memegang peranan tertinggi dan
menjadi lapisan paling atas dalam masyarakat. Pemimpin tersebut
yaitu pemimpin formal (kepala desa, kepala RT/RW) dan pemimpin
informal (tokoh agama dan tokoh masyarakat). Lapisan selanjutnya
ditempati oleh masyarakat yang aktif dalam kegiatan desa. Lapisan
berikutnya ditempati oleh masyarakat yang berasal dari golongan
kaya dan berperan sebagai bos, baik sebagai pengepul beras, kacang
dan hasil panen lainnya. Lapisan paling bawah ditempati oleh
masyarakat masyarakat pada umumnya. Di samping itu, masyarakat
di Desa Kertaraharja membudayakan budaya pahendep-hendep,
artinya bahwa masyarakat yang memiliki harta berlebih tidak
menyombongkan diri dan merasa sama dengan golongan lainnya.
Gambar 1. Struktur Komunitas di Desa Kertaraharja
Sumber: Hasil wawancara dengan informan pada tahun 2018
Pemimpin
Aktivis desa
Golongan kaya/bos
Masyarakat biasa
92
Tokoh yang paling disegani di Desa Kertaraharja adalah
pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal. Pemimpin
formal di Desa Kertaraharja yaitu kepala desa, kepala RT, RW.
Adapun pemimpin informal yaitu tokoh agama. Kerjasama antar
pemimpin formal dan informal di Desa Kertaraharja berjalan dengan
baik. Satu sama lain saling mendukung dan memberi masukan untuk
kesejahteraan di Desa Kertaraharja seperti sapu lidi yang hanya bisa
bekerja secara maksimal apabila bersama-sama dan saling kerja sama
satu dengan lainnya. Kerja sama yang baik ditunjukan dengan adanya
pasrtisipasi masyarakat dalam mengubah perilaku dari buang air
besar sembarangan (BABS) menjadi berpindah ke jamban sehat.
E. Lembaga Formal
Lembaga formal merupakan kumpulan dua orang atau lebih
yang memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan
bersama dan memiliki struktur yang jelas. Lembaga formal yang
berkembang di Desa Kertaraharja digambarkan dalam tabel 6 di
bawah ini.
Tabel 6. Lembaga Formal di Desa Kertaraharja
No Nama Lembaga Jadwal
Pertemuan Tujuan
1 Lembaga
Pemberdayaan
Masyarakat(LPM)
Bulanan Membahas mengenai pembangunan
di Desa Kertaraharja
2 Karang Taruna Triwulan Membahas mengenai program
kepemudaan
3 Badan
Permusyawaratan
Desa (BPD)
Bulanan Membahas mengenai aspirasi
masyarakat untuk selanjutnya
dibahas kepada instansi pemerintah
desa
4 Pemberdayaan
dan Kesejahteraan
Keluarga (PKK)
Triwulan Membahas program PKK di tingkat
desa ataupun kecamatan
Sumber: Hasil observasi dan wawancara dengan aparatur pemerintah
desa di kantor Desa Kertaraharja pada tahun 2018
93
Lembaga formal yang ada di wilayah Desa Kertaraharja
diantaranya sebagai berikut:
1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yaitu lembaga yang
membahas mengenai pembangunan di Desa Kertaraharja.
2. Karang Taruna merupakan wadah atau perkumpulan untuk
pemuda yang membahas mengenai masalah kepemudaan.
3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan wadah yang
berperan dalam menggali aspirasi masyarakat.
4. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yaitu wadah
yang bertujuan untuk memberdayaan wanita.
F. Lembaga Informal
North (1990) dalam Hidayat (2007) yang dikutip dalam Azis,
dkk (2011) mengungkapkan bahwa kelembagaan informal adalah
kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak
tertulis. Kelembagaan informal yang terdapat dalam masyarakat
berawal dari kebutuhan setiap individu yang mulai diatur dalam suatu
norma kemasyarakatan.
Lembaga informal yang paling berperan dalam pengelolaan
sanitasi di Desa Kertaraharja adalah kelompok arisan jamban yang
diinisiasi oleh Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa (LAZ HARFA).
Kelompok arisan jamban ini beranggotakan 72 orang yang aktif
sampai dengan sekarang. Pengurus dan anggota kelompok arisan
jamban ini berkumpul setiap bulan untuk melakukan pengocokan
arisan dan pendamping desa memberikan penyuluhan mengenai
pentingnya memiliki jamban dan materi lainnya. Di Desa
94
Kertaraharja terdapat dua kelompok arisan jamban yaitu di Kampung
Bahbul dan Kampung Depok 2.
Lembaga informal lain yang berkembang di Desa
Kertaraharja adalah:
1. Kelompok Arisan Jamban merupakan sebuah kelompok
pengelolaan sanitasi dan pembangunan jamban di Desa
Kertaraharja. Kelompok ini diinisiasi oleh LAZ HARFA dengan
melalukan musyawarah dan kesepakatan bersama masyarakat
dalam setiap pelaksanaan programnya.
2. Kelompok Keuangan Mikro (KKM) Sejahtera yang merupakan
koperasi masyarakat sebagai wadah untuk menabung dan
berwirausaha. Kelompok ini diinisiasi oleh LAZ HARFA dan
terdapat beberapa kesepakatan di dalam KKM yaitu simpanan
wajib, pokok, sukarela, pinjaman pada saat mendesak dan adanya
pertemuan rutin setiap bulan untuk membahas mengenai koperasi.
3. Kelompok Ternak Domba yang merupakan program peningkatan
ekonomi kaum dhuafa. Kelompok ini diinisiasi oleh LAZ
HARFA dengan memberikan 22 ekor domba kepada 15 orang
masyarakat yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 7 orang wanita
yang berasal dari masyarakat miskin di Desa Kertaraharja.
4. Kelompok Pemanfaatan Lahan Pekarangan yaitu kelompok yang
diinisiasi oleh LAZ HARFA dalam rangka memanfaatkan lahan
pekarangan agar lebih produktif. Tanaman yang ditanam
diantaranya cabai, tomat, kangkung, dan terong. Lokasi program
Kelompok Pemanfaatan Lahan Pekarangan ini yaitu di Kampung
Pamatang nangka dan Kampung Bahbul Desa Kertaraharja.
95
Lembaga informal yang berkembang di wilayah Desa
Kertaraharja, Kecamatan Sobang digambarkan dalam tabel 7 di
bawah ini.
Tabel 7. Lembaga Informal di Desa Kertaraharja
No Nama
Lembaga
Jadwal
Pertemuan Tujuan
1 Kelompok
Arisan Jamban
Bulanan Melakukan pengocokan arisan dan
membahas pengelolaan sanitasi di Desa
Kertaraharja
2 Kelompok
Keuangan
Mikro (KKM)
Sejahtera
Bulanan Membahas mengenai program koperasi
3 Kelompok
Ternak Domba
Temporer Membahas mengenai perkembangan
hewan ternak dan pemanfaatan kotoran
domba untuk digunakan pupuk
tanaman
4 Kelompok
Pemanfaatan
Lahan
Pekarangan
Temporer Membahas mengenai cara pengelolaan
tanaman dan pembuatan kompos
(pupuk organik padat) dan pupuk
organik cair (MOL/mikro organisme
lokal)
5. Gorol (Gotong
Royong)
2 mingguan Kerja bakti membersihkan jalan atau
membangun rumah
Sumber: hasil wawancara dan dokumentasi pada tahun 2018
Lembaga informal yang juga memegang peranan penting
dalam membangun solidaritas dan kekompakan masyarakat Desa
Kertaraharja adalah gorol (gotong royong atau kerja bakti). Gorol
merupakan sebuah kegiatan yang mempertemukan masyarakat satu
sama lain yang bertujuan untuk membersihkan jalan atau
membangun rumah. Gorol dilaksanakan setiap dua minggu sekali
atau sesuai kebutuhan. Gorol merupakan lembaga informal yang
wajib dilaksanakan masyarakat dan dijadikan wadah untuk saling
bersilaturahmi satu sama lain. Pekerjaan pun tidak menjadi hambatan
untuk masyarakat datang pada kegiatan gorol ini dan masyarakat
tetap menyempatkan waktu untuk datang dan melakukan gotong
96
royong. Selain itu, dalam kegiatan gorol ini masyarakat sendiri yang
menyediakan makanan dan saling berbagi satu sama lain.
G. Sumber Daya Lokal
Masyarakat Desa Kertaraharja masih memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap alam. Hal ini ditunjukan dengan
banyaknya masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian. Musim
tanam di Desa Kertaraharja terdapat tiga musim yaitu rendeng,
nyadon dan palawijo. Rendeng adalah musim tanam utama saat
curah hujan tinggi atau musim penghujan. Nyadon adalah musim
tanam kedua saat peralihan dari musim penghujan menuju musim
kemarau. Palawijo adalah musim tanam saat curah hujan sangat
sedikit bahkan tidak ada atau saat musim kemarau. Masyarakat Desa
Kertaraharja biasa menanam kacang hijau, kacang kedelai, jagung,
cabai, timun dan semangka.
Kondisi lahan yang subur sangat mendukung masyarakat
untuk mendapatkan hasil yang bagus pada saat musim panen tiba.
Pada 1 hektar sawah yang ditanami, padi yang dihasilkan bisa
mencapai 50 karung atau lebih ketika musim penghujan. Sedangkan
pada saat musim kemarau padi yang dihasilkan sekitar 30 karung
beras. Lahan yang tergolong subur di Desa Kertaraharja juga
membuat pohon-pohon tumbuh dan menjadi sumber daya yang bisa
bermanfaat untuk masyarakat. Pohon yang banyak tumbuh di Desa
Kertaraharja yaitu pohon kelapa, mahoni, dan jati. Pohon ini dipanen
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih besar seperti untuk bahan
baku pembuatan rumah atau dijual untuk kebutuhan yang
membutuhkan biaya besar seperti hajatan atau acara lainnya.
97
Sumberdaya air di Desa Kertaraharja berasal dari sumur
pompa dan sumur bor. Sektor pertanian pun hanya mengandalkan
tadah hujan saja karena tidak ada aliran air dari pegunungan atau
sumber lainnya. Kurangnya sumber air di Desa Kertaraharja
membuat masyarakat berharap betul terhadap bantuan pihak terkait
agar ada sumber air yang mengalir ke setiap rumah-rumah warga. Air
yang berasal dari sumur pompa atau bor ini digunakan masyarakat
untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan minum.
Sedangkan untuk kebutuhan buang air besar, masyarakat yang tidak
memiliki jamban terbiasa buang air besar ke kebun atau rorah.
Sarana dan prasarana jamban bersama juga sangat minim di Desa
Kertaraharja. Hal ini sangat mempengaruhi perilaku masyarakat
untuk buang air besar sembarangan (BABS).
Sumber daya manusia di Desa Kertaraharja mengalami
peningkatan. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya generasi muda
yang melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Orang tua
di Desa Kertaraharja selalu berusaha untuk memprioritaskan
pendidikan anaknya sampai ke tingkat yang lebih tinggi dan tidak
mau tertinggal dalam hal pendidikan karena tidak ingin anak-anaknya
menjadi seperti orang tuanya dan ingin menjadi lebih baik.
Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Kertaraharja juga
sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Kondisi jalan
yang belum dibangun dan masih dalam kondisi tanah merah yang
berbatu membuat akses masyarakat menjadi sulit. Ditambah tidak
adanya angkutan desa yang melewati Desa Kertaraharja membuat
masyarakat kesulitan menjangkau kecamatan, Puskesmas dan pasar
tradisional di Kecamatan Sobang dan hanya dapat diakses dengan
kendaraan pribadi atau ojek. Dengan kondisi jalan yang sulit
98
ditempuh, harga beras pun memiliki harga jual yang sangat rendah.
Di Desa Kertaraharja satu liter beras dihargai Rp. 5.000,00 - Rp.
6.000,00. Selain itu, sulitnya aksesibiltas jalan membuat masyarakat
kesulitan dalam membeli kebutuhan pokok untuk makan sehari-hari
seperti lauk-pauk, karena pedagang yang berjualan keliling hanya
sedikit. Masyarakat berharap adanya perbaikan terhadap fasilitas
jalan agar kehidupan ekonomi masyarakat menjadi lebih baik.
H. Keterkaitan Hasil Pemetaan Sosial dengan Partisipasi
Masyarakat dalam Kelembagaan Penyuluhan Agama
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kertaraharja tergolong
rendah dan terjadi pada generasi tua. Rendahnya tingkat pendidikan
menyebabkan masyarakat Desa Kertaraharja sebagian besar bekerja
sebagai petani. Kondisi alam di Desa Kertaraharja yang subur
membuat hasil panen cukup banyak ketika musim penghujan, akan
tetapi harga jual masih sangat rendah karena kondisi jalan yang sulit
ditempuh yaitu tanah dan berbatu. Kondisi jalan yang belum diaspal
dan sulit dilalui ketika hujan tidak menghalangi masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Orangtua di
Desa Kertaraharja bertekad untuk menjadikan kehidupan anak-
anaknya kelak lebih baik dari keadaan mereka saat ini dan meningkat
kualitas hidupnya. Namun demikian, disamping memiliki lahan
subur, Desa Kertaraharja memiliki kualitas jamban yang kurang dan
masyarakat terbiasa buang air besar sembarangan ke kebun dan rorah
(aliran pembuangan air).
Hal ini membuat LAZ HARFA ingin mengubah perilaku
masyarakat ke arah yang lebih baik. Setelah dilakukan peninjauan
dan sosialisasi maka dibentuklah kelompok arisan jamban sebagai
99
alternatif agar masyarakat memiliki fasilitas jamban di rumahnya
masing-masing. Masyarakat menyambut baik program ini dan
akhirnya memiliki kesadaran akan pentingnya memiliki jamban dan
berperilaku hidup bersih dan sehat. Dan pada tahun 2018 di Desa
Kertaraharja sudah mendeklarasikan ODF (Open Defecation Free)
yaitu deklarasi bahwa Desa Kertaraharja khususnya Kampung
Bahbul sudah terbebas dari perilaku buang air besar sembarangan.
Struktur komunitas di Desa Kertaraharja menempatkan
pemimpin sebagai orang yang paling dihormati. Pemimpin
merupakan orang paling berperan dan berpengaruh di masyarakat.
Pemimpin adalah orang yang didengarkan dan menjadi panutan bagi
masyarakat. Pemimpin adalah orang yang biasa memberikan nasihat
dan mengingatkan masyarakat terhadap kegiatan dan memberi solusi
apabila terjadi permasalahan di tengah masyarakat. Pemimpin pula
yang menjadi jembatan bagi LAZ HARFA untuk menginisiasi
kegiatan arisan jamban. Salah satu faktor yang mendorong partisipasi
masyarakat dalam mengubah perilaku buang air besar sembarangan
dengan membuat kelompok arisan jamban adalah ajakan dari
pemimpin yang disertai dengan pemberian teladan oleh pemimpin
tersebut.
Kelompok arisan jamban merupakan wadah yang digunakan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan jamban di Desa
Kertaraharja dan menghasilkan perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Melalui kelompok arisan jamban masyarakat berkumpul
dan diberikan penyuluhan mengenai pentingnya memiliki jamban dan
mengubah perilaku untuk tidak buang air besar sembarangan
(BABS). Ketua kelompok dipilih melalui musyawarah dan
kesepakatan bersama. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok
100
arian jamban diwajibkan membayar uang sebesar Rp. 20.000,00,-
setiap bulan kepada pengurus dan pada jum’at ke empat setiap
bulannya seluruh anggota berkumpul untuk melakukan pengocokan
dan membahas mengenai pengelolaan jamban di Desa Kertaraharja.
Kelompok arisan jamban diinisiasi oleh Lembaga Amil Zakat
Harapan Dhuafa (LAZ HARFA). LAZ HARFA menempatkan
pendamping desa di Desa Kertaraharja yang bertugas mendampingi
dan memberdayakan masyarakat. Pendamping desa LAZ HARFA
inilah yang menginisiasi dan menampung aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas jamban di Desa Kertaraharja. Keberadaan
pendamping desa LAZ HARFA mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dan mau mengubah perilaku Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Melalui arisan jamban diharapkan masyarakat
tidak lagi buang air besar sembarangan dan berhasil mengubah
perilakunya.
Gorol (gotong royong/kerja bakti) merupakan lembaga
informal yang berkembang di Desa Kertaraharja. Melalui gorol ini
masyarakat bertemu dan saling bersilaturahmi satu sama lain. Gorol
membuat masyarakat terlibat aktif dan berpartisipasi pada setiap
pertemuan yang dilaksanakan minimal dua minggu sekali. Gotong
royong setiap dua minggu sekali ini digunakan masyarakat untuk
membersihkan jalan dan membangun rumah. Solidaritas dan
kepercayaan masyarakat satu sama lain sangat tinggi, hal ini terlihat
dari antusiasnya warga mengikuti gotong royong walaupun
berbenturan dengan aktifitas pekerjaan seperti bertani ke sawah. Hal
ini tidak menjadi hambatan untuk masyarakat Desa Kertraraharja
mengikuti gotong royong.
101
Sarana dan prasarana seperti jalan dan jamban bersama yang
dimiliki Desa Kertaraharja juga sangat berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat. Jalan yang masih tanah dan berbatu membuat
aksesibilitas masyarakat rendah dan membuat masyarakat kesulitan
menjangkau kota serta perputaran informasi menjadi sulit. Sarana
jamban bersama yang tidak tersedia di wilayah Kampung Bahbul,
Desa Kertaraharja membuat perilaku buang air besar sembarangan
tidak terelakan. Hal ini membuat masyarakat ingin meningkatkan
kualitas jamban di Desa Kertaraharja dengan adanya kelompok arisan
jamban.
I. Ikhtisar Pemetaan Sosial
Hasil pemetaan sosial menjadi gambaran akan kondisi Desa
Kertaraharja secara administratif maupun secara kelembagaan. Hasil
pemetaan sosial tersebut dapat disimpulkan sebagaimana tabel 8 di
bawah ini.
Tabel 8. Subjek Telaahan Pemetaan Sosial di Desa Kertaraharja
No Subjek yang ditelaah Keterangan
1 Lokasi Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
2 Penduduk Heterogen dari bahasa, homogen dari segi
mata pencaharian dan tingkat pendidikan.
3 Perekonomian Sebagian besar bekerja pada sektor
pertanian padi dan palawija.
4 Lembaga Formal:, LPM, Karang Taruna, BPD, PKK
Informal: kelompok arisan jamban, KKM
sejahtera, kelompok ternak domba,
kelompok pemanfaatan lahan pekarangan
dan gorol (gotong royong)
5 Sumber daya lokal Lahan subur dan sesuai untuk tanaman
pertanian dengan sawah tadah hujan,
sumber air dari sumur bor, sarana jalan
yang masih tanah berbatu, sumber daya
manusia mulai meningkat.
Sumber: Hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat dan
aparatur pemerintah Desa Kertaraharja pada tahun 2018
102
Hasil pemetaan sosial menunjukan bahwa masyarakat Desa
Kertaraharja dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah
menyebabkan tingkat perekonomian juga rendah. Kondisi alam yang
subur membuat sektor pertanian sangat cocok di daerah ini. Hanya
saja kondisi jalan rusak membuat harga jual panen menjadi sangat
murah. Kurangnya fasilitas jamban di Desa Kertaraharja membuat
perilaku buang air besar sembarangan menjadi kebiasaan masyarakat
Desa Kertaraharja. Kebiasaan buang air besar sembarangan yang
terus dilakukan bertahun-tahun membuat kesadaran untuk mengubah
perilaku menjadi rendah. Pendamping desa LAZ HARFA melihat
bahwa perlu dilakukan perubahan perilaku masyarakat agar tidak lagi
buang air besar sembarangan ke kebun dan rorah. Dengan melakukan
pendekatan dan advokasi bersama pemimpin di Desa Kertaraharja
maka dibentuklah kelompok arisan jamban yang bertujuan untuk
meningatkan kualitas jamban di Desa Kertaraharja.
Berbagai lembaga formal maupun informal dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk bertemu dan bersilaturahmi dan membahas
persoalan yang ada dalam masyarakat khususnya dalam peningkatan
kualitas jamban di Desa Kertaraharja. Melalui lembaga-lembaga ini
masyarakat mencari solusi terhadap peningkatan kualitas jamban di
Desa Kertaraharja. Selain memberikan solusi, lembaga-lembaga ini
berperan dalam peningkatan dan pengembangan kelompok di Desa
Kertaraharja. Pemimpin formal dan informal memegang peranan
penting dalam memberikan teladan serta mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam peningkatan kualitas jamban di Desa
Kertaraharja. Masyarakat sangat menghormati pemimpin sehingga
struktur sosial tertinggi ditempati oleh pemimpin.
103
Partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas jamban
di Desa Kertaraharja cukup tinggi karena masyarakat merasa bahwa
dengan adanya pemberdayaan dan peningkatan kualitas jamban
memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan fasilitas
jamban sehingga kesadaran masyarakat pun turut meningkat dan
tidak melakukan buang air besar sembarangan (BABS) dan beralih ke
jamban sehat. Selain peningkatan fasilitas dan perubahan perilaku
masyarakat dari buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang
air besar di jamban sehat, manfaat lain yang tak kalah penting dan
dirasakan masyarakat adalah perbaikan lingkungan. Masyarakat
dapat memanfaatkan lahan kebunnya dengan maksimal karena tidak
ada lagi kotoran yang berserakan di kebun milik masyarakat. Selain
itu tercipta pula lingkungan yang bersih dan sehat serta terhindar dari
berbagai penyakit dan terhindar dari berbagai bahaya seperti dipatuk
ular dan gangguan asusila.
104
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Informan
Sebelum membahas mengenai partisipasi masyarakat dalam
program arisan jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang,
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, terlebih dahulu akan
dijelaskan mengenai informan yang terbagi menjadi dua sumber.
Pertama yaitu informan yang merupakan stakeholder dalam program
arisan jamban dan informan yang merupakan masyarakat yang
tergabung dalam kelompok arisan jamban.
1. Stakeholder Program Pemberdayaan Masyarakat
a. Pendamping Desa LAZ HARFA
Pak Yadi Supriadi atau akrab disapa masyarakat
dengan panggilan Pak Yadi. Beliau berusia 25 tahun yang
merupakan seorang mahasiswa jurusan manajemen di
Universitas Mathla’ul Anwar Banten dan saat ini menginjak
di semester 7. Pak Yadi menjabat sebagai pendamping desa
LAZ HARFA di Desa Kertaraharja sejak tahun 2017. Sebagai
pendamping desa, Pak Yadi sangat aktif memberikan
penyuluhan dan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Pak
Yadi mulai menjadi pendamping desa di Kertaraharja sejak
tahun 2017. Saat ini Pak Yadi bertempat tinggal di rumah
salah satu tokoh agama di Desa Kertaraharja tepatnya di
Kampung Bahbul. Kampung Bahbul adalah salah satu
wilayah yang menjadi lokasi pemberdayaan masyarakat yang
diinisiasi LAZ HARFA. Ketertarikannya dalam bidang
kerelawanan sejak lama membuat Pak Yadi aktif dan
105
menggeluti bidang ini sampai dengan sekarang. Pak Yadi
menekuni bidang ini karena dengan menjadi relawan ia dapat
memberikan sedikit kontribusi yang ia miliki kepada
masyarakat. Selain itu, ia dapat berbagi tentang kebaikan,
melakukan hal positif serta belajar bersama dengan
masyarakat, karena prinsip Pak Yadi adalah “sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.” Pak
Yadi dikenal masyarakat sebagai orang yang sangat ramah,
mudah bergaul dan beradaptasi dengan masyarakat sekitar
yang notabene usianya jauh lebih tua di atas Pak Yadi. Tidak
heran masyarakat menjadi antusias dan mau berpartisipasi
dalam program arisan jamban, salah satunya dikarenakan
peran pendamping desa yang melakukan pendampingan dan
pendekatan dengan sungguh-sungguh kepada masyarakat.
b. Tokoh Agama
Pak Ustadz Wirna atau yang biasa disapa dengan abah
Wir adalah salah seorang ustadz sekaligus menjadi tokoh
masyarakat di Desa Kertaraharja. Beliau saat ini berusia 73
tahun. Abah Wir adalah sosok yang bersahaja, bijaksana dan
sangat ramah terhadap pengunjung/orang asing. Di kediaman
Abah Wir lah pendamping desa tinggal. Banyak pendatang
lain seperi stakeholder yayasan yang memberikan bantuan
sosial kepada masyarakat pun singgah di kediaman abah Wir.
Beliau sangat terbuka dan memperlakukan tamu dengan
sangat baik. Perannya di masyarakat dalam bidang agama
juga memberikan dampak bagi partisipasi masyarakat
terhadap program pemberdayaan. Abah Wir memberikan
motivasi dan nasihat-nasihat kepada masyarakat untuk
106
mengaplikasikan ajaran islam tidak hanya sebatas teori,
namun dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Aparatur Pemerintah Desa
Pak Asep Ginanjar atau yang akrab disapa Pak Asep
merupakan salah satu stakeholder yang juga terlibat dalam
program pemberdayaan masyarakat di Desa Kertaraharja.
Beliau saat ini berusia 27 tahun dan menjabat sebagai
sekretais Desa Kertaraharja. Beliau tinggal di Kampung
Depok yang merupakan salah satu wilayah Desa Kertaraharja.
Pihak desa sendiri sebetulnya memiliki program
pemberdayaan masyarakat yang secara mandiri dilaksanakan
dan dimotori oleh pemerintah desa yaitu program produk
unggulan. Program ini merupakan salah satu kegiatan yang
bertujuan meningkatkan profuktifitas masyarakat Desa
Kertaraharja. Selian itu, peran aparatur pemerintahan tingkat
desa dalam program arisan jamban di Desa Kertaraharja
adalah dalam bentuk koordinasi dengan pihak LAZ HARFA.
Selama ini, pihak desa selalu mendukung baik secara moril
dan materiil demi kemajuan Desa Kertaraharja.
2. Masyarakat (Pengurus/Anggota Kelompok Arisan Jamban)
a. Ketua Kelompok Arisan Jamban
Ibu Eti adalah salah satu masyarakat yang
berpartisipasi dalam kelompok arisan jamban. Ia merupakan
seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai
petani. Usianya saat ini adalah 51 tahun. Selain beraktifitas
sebagai ibu rumah tangga dan bertani, Ibu Eti juga menjabat
sebagai ketua kelompok arisan jamban dan salah satu kader
posyandu di Desa Kertaraharja. Di usianya yang memasuki
107
setengah abad ini, peran serta Ibu Eti masih sangat besar
dalam program pemberdayaan masyarakat. Keinginan yang
kuat untuk belajar dan aktif dalam berbagai kegiatan membuat
masyarakat mempercayakan amanah sebagai ketua kelompok
arisan jamban kepada Ibu Eti. Ibu Eti dikenal oleh masyarakat
sebagai sosok yang sederhana dan apa adanya. Meskipun
memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, hal itu tidak
mengikiskan semangat beliau untuk memajukan desa sesuai
dengan kemampuannya. Setelah dua tahun menjabat sebagai
ketua arisan jamban, Ibu Eti menyimpan harapan yang besar
agar masyarakat dapat terus berpartisipasi dalam berbagai
program pemberdayaan masyarakat di Desa Kertaraharja.
b. Anggota Kelompok Arisan Jamban
Ibu Yayat adalah informan terakhir yang berasal dari
unsur masyarakat khususnya sebagai anggota kelompok
arisan jamban. Ibu Yayat merupakan seorang ibu rumah
tangga dan juga seorang petani. Saat ini usianya 40 tahun dan
memiliki tiga orang anak. Semangat Ibu Yayat untuk
menyekolahkan anak-anaknya sangat tinggi. Saat ini, anak-
anak Ibu Yayat masih duduk dibangku SLTP dan SLTA.
Sebagai anggota arisan jamban yang mengikuti program dari
awal pemberdayaan LAZ HARFA dimulai di Desa
Kertaraharja, Ibu Yayat sangat terkesan dan merasakan
manfaat yang besar dar program arisan jamban dan program
pemberdayaan lainnya. Oleh karena itu, Ibu Yayat selalu
mengikuti program apapun yang diadakan selama kegiatan
tersebut adalah untuk kemajuan bersama.
108
B. Profil Program Pemberdayaan LAZ HARFA dan Kelompok
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa (LAZ HARFA) adalah
lembaga amil zakat skala provinsi yang menghimpun zakat, infaq,
sodaqoh, wakaf dan fidyah (ZISWAF) serta dana hibah dan CSR dari
muzaki atau donatur baik perorangan, komunitas maupun perusahaan
yang dikelola untuk pemberdayaan kaum dhuafa. LAZ HARFA
merupakan lembaga resmi yang terdaftar dengan SK Dirjen Bimas
Kemenag RI DJ III/651 Tahun 2016 sebagai Lembaga Amil Zakat
resmi tingkat provinsi.
Semua program LAZ HARFA diarahkan untuk mendorong
kemandirian masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Untuk mencapai tujuan ini, LAZ HARFA memiliki tiga
pilar program, yaitu edukasi, advokasi, rehabilitasi dan recovery.
Sejalan dengan tiga pilar program tersebut, LAZ HARFA
menjalankan beberapa program-program pemberdayaan seperti aksi
peduli cerdas yang mencakup Tahfidz Qur’an, HARFA Skill Center
(HSC), beasiswa prestasi yatim dan Khadijah Islamic School (KIS),
program aksi peduli ekonomi yang mencakup pemberdayaan
kelompok tani, pedagang kerupuk, peternak itik telur, peternak
domba, peternak ayam, pedagang dagangan kecil dan NGABACA
(ngaji bareng abang becak).
Selain itu, terdapat pula program aksi peduli kemanusiaan
yaitu program tanggap darurat bencana, program aksi peduli sehat
yang mencakup sekolah hijau sehat untuk mewujudkan sekolah yang
sehat dan asri, Community Lead Total Sanitation (CLTS) yang fokus
dengan pembuatan jamban tanpa subsidi, cuci tangan pakai sabun,
promosi kesehatan (PROMKES), bantuan sarana air bersih dan
109
kesehatan lingkungan. Program aksi peduli sosial yang mencakup
tebar hewan qurban dan aqiqah, dan program Environmental Services
Program (ESP) yaitu program pelayanan lingkungan.
1. Tujuan dan Sasaran Kelompok Arisan Jamban
LAZ HARFA memulai kegiatan pemberdayaan
masyarakat di wilayah Desa Kertaraharja sejak tahun 2015
dengan nama program Community Lead Total Sanitation (CLTS)
yang memiliki fokus pada pembuatan jamban tanpa subsidi.
Program ini diwujudkan melalui pembentukan kelompok arisan
jamban oleh masyarakat Desa Kertaraharja yang didampingi oleh
pendamping desa LAZ HARFA yang berperan sebagai fasilitator.
Kelompok arisan jamban dibentuk dan mulai berjalan pada 22
November 2017 dengan Pak Yadi sebagai pendamping desa.
Sejak tahun 2015, Desa Kertaraharja sudah memiliki 3
orang pendamping desa dan program arisan jamban ini bukan
merupakan program pertama yang dilaksanakan di Desa
Kertaraharja. Kegiatan pemberdayaan berlangsung sekitar 3 tahun
sampai desa binaan tersebut dapat mandiri dan bisa memiliki
kemampuan tanpa harus didampingi oleh pendamping desa.
Upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
pendamping desa melalui kelompok arisan jamban memiliki
tujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dan
menimbulkan kesadaran untuk tidak lagi buang air besar
sembarangan di kebun dan rorah, serta terjadinya peningkatan
kepemilikan jamban sehat di Desa Kertaraharja. Tujuan ini
dicapai melalui upaya penyadaran secara terus menerus oleh
110
pendamping desa dengan bekerja sama dengan tokoh masyarakat,
RT, RW dan pihak terkait.
Yang menjadi sasaran utama pada arisan jamban adalah
masyarakat Kampung Bahbul yang merupakan wilayah/kampung
yang memiliki fasilitas jamban paling rendah/sedikit
dibandingkan dengan wilayah/kampung yang lain. Anggota
kelompok arisan jamban ini dispesifikasikan dengan ibu-ibu atau
orang dewasa yang berusia 25 tahun ke atas yang menjadi
perwakilan dari setiap kepala keluarga.
Mengingat tujuan utama kegiatan arisan jamban adalah
mendorong perubahan perilaku masyarakat dan menimbulkan
kesadaran untuk tidak lagi buang air besar sembarangan, serta
terjadinya peningkatan kepemilikan jamban sehat di Desa
Kertaraharja, maka dalam pelaksanaan kegiatannya pendamping
desa bekerja sama erat dengan berbagai pemangku kepentingan
seperti aparat pemerintah setempat baik dari tingkat RT, RW,
tokoh agama dan tokoh masyarakat.
2. Struktur Kelompok Arisan Jamban
Sebagai lembaga informal yang dibentuk dengan
musyawarah dan kesepakatan bersama, kelompok arisan jamban
masih memliki sturktur yang sangat sederhana. Namun demikian,
struktur ini dapat mewakili tugas pokok dan fungsi kelompok
arisan jamban yang berfokus pada pengelolaan sanitasi dan
peningkatan kepemilikan jamban di Desa Kertaraharja. Struktur
kelompok arisan jamban dapat dilihat pada bagan 3 di bawah ini.
111
Bagan 3. Struktur Kelompok Arisan Jamban
Sumber: Hasil wawancara dengan informan pada tahun 2018
Struktur kelompok arisan jamban terdiri dari ketua
kelompok, sekretaris dan bendahara. Ketua kelompok arisan
jamban adalah ibu Eti, sedangkan sekretarisnya adalah Ibu Rina
dan bendahara adalah Ibu Pinah. Pemilihan pengurus didasarkan
pada hasil kesepakatan dan musyawarah kelompok pada saat
pertemuan bersama masyarakat. Ketiga pengurus dipilih
berdasarkan perwakilan dari blok bawah, tengah dan atas di
wilayah Desa Kertaraharja khususnya Kampung Bahbul.
C. Cikal Bakal Penyuluhan di Desa Kertaraharja
Sebelum tahun 2015 pada saat LAZ HARFA belum
mengadakan program peningkatan kepemilikan jamban, kondisi Desa
Kertaraharja cukup memprihatinkan. Lahan kebun yang seharusnya
dipakai untuk menanam pohon dan rorah/selokan air yang
seharusnya digunakan untuk pembuangan malah digunakan oleh
warga untuk buang air besar. Kondisi ini menyebabkan lahan kebun
tidak bisa berfungsi secara maksimal, munculnya penyakit diare,
serta banyaknya kotoran yang berserakan di rorah dan kebun dan
KetuaEti
AnggotaMasyarakat Desa Kertaraharja
SekretarisRina
BendaharaPinah
112
Masyarakat memiliki fasilitas jamban yang
kurang memadai
Rendahnya kesadaran masyarakat
LAZ HARFA merasa perlu adanya peningkatan
sanitasi/jamban di Desa Kertaraharja
Pendamping desa dan stakeholder mengajak
masyarakat untuk mengubah perilaku ke arah yang lebih baik
Dilakukan home visit, penyadaran, pendekatan, sosialisasi dan pemicuan
kepada masyarakat
Bersepakat untuk membentuk arisan jamban
di Desa Kertaraharja
Masyarakat merasakan manfaat dari program
Masyarakat sadar dan terjadi
perubahan perilaku
menimbulkan bau tidak sedap. Selain itu, perilaku buang air besar
sembarangan ini dilakukan masyarakat bertahun-tahun sampai
menjadi kebiasaan yang sulit diubah.
Masyarakat tidak menyadari akan bahayanya apabila aktivitas
ini dibiarkan berlarut-larut. Potensi bahaya tersebut dapat berupa
gigitan ular atau binatang buas ketika buang air besar di rorah/kebun
yang tak mengenal waktu baik siang maupun malam hari, keamanan
menjadi terganggu karena khawatir terlihat oleh orang lain dan dapat
menyebabkan pelecehan seksual, serta mental masyarakat dapat
terganggu karena merasa malu bila terlihat oleh orang lain.
Secara ringkas cikal bakal penyuluhan dalam program arisan
jamban di Desa Kertaraharja disajikan pada gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Cikal Bakal Penyuluhan melalui Program Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja
Sumber: Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, diolah
dan diinterpretasikan oleh peneliti
Kondisi ini mendorong LAZ HARFA untuk mencari alternatif
guna mengubah perilaku dan meningkatkan kesadaran masyarakat
113
untuk tidak lagi buang air besar sembarangan (BABS). Karena dalam
ajaran islam buang air besar sembarangan merupakan perbuatan yang
buruk, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda
yang artinya, “Jauhilah dua hal yang dapat memancing keluarnya
kalian laknat! Sahabat bertanya: “Apakah dua hal itu?” Beliau
menjawab: “Buang air besar di tempat orang-orang berlalu lalang
dan di tempat mereka berteduh.” (HR Muslim). Dalam hadits lain
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “jangan buang
air di lubang binatang, di jalan tempat orang lewat, di tempat
berteduh, di sumber air, di tempat pemandian, di bawah pohon yang
berbuah, atau di air mengalir kea rah orang-orang yang sedang
mandi atau mencuci.” (H.R. Muslim, Tirmidzi).
Melalui pengamatan yang panjang, LAZ HARFA melihat
bahwa masyarakat dapat berubah apabila ada pihak yang fokus dalam
memberikan intervensi pada masyarakat terkait jamban, dan pihak
tersebut dekat secara emosional dengan masyarakat. Melalui home
visit dan pembicaraan-pembicaraan dengan tokoh agama, tokoh
masyarakat dan aparatur pemerintah desa tingkat RT, RW sampai
kepala desa, LAZ HARFA mengajak masyarakat untuk mau berubah
dan sadar bahwa memiliki jamban pribadi adalah hal yang penting.
Dalam proses pengajakan ini LAZ HARFA menggandeng tokoh
agama dan stakeholder lainnya agar masyarakat semakin yakin
terhadap program yang dicanangkan sehingga pada akhirnya
masyarakat sadar dan mau mengubah perilakunya. Ajakan ini
disambut antusias oleh masyarakat Desa Kertaraharja dan tidak ada
penolakan. Bahkan pada awal program dilaksanakan, masyarakat
berbondong-bondong membuat cubluk di rumahnya masing-masing
114
selama menunggu mendapatkan arisan dan membangun jamban/WC
permanen.
Kelompok arisan jamban muncul karena masyarakat
mengeluhkan tidak adanya biaya untuk membangun jamban. Oleh
karena itu, kelompok arisan jamban dibentuk untuk meringankan
beban biaya dan masyarakat dapat bersama-sama dalam membangun
jamban. Masyarakat mampu merasakan manfaat dari arisan jamban
ini dengan cepat dengan membayar uang arisan sejumlah Rp. 20.000
per bulan. Karena setiap bulan pada saat pengocokan, terdapat dua
orang yang mendapatkan arisan. Uang arisan tersebut dibelanjakan
oleh masyarakat/pendamping desa lalu kemudian dibagi dua kepada
pemenang arisan untuk pembangunan jamban.
Desa Kertaraharja sebagai wilayah yang dikelilingi kebun dan
sawah saat ini jauh berbeda dengan kondisi sebelum adanya
pemberdayaan. Saat ini sudah tidak ditemukan lagi masyarakat yang
buang air besar sembarangan ke rorah atau kebun, karena masyarakat
yang tidak memiliki jamban sudah menumpang ke tetangga atau
saudaranya yang memiliki jamban. Kondisi lahan kebun dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanam pohon. Serta
keamanan dan kesejahteraan masyarakat lebih meningkat dengan
adanya program arisan jamban yang diinisiasi oleh LAZ HARFA.
Penyuluhan merupakan ilmu sosial yang mempelajari sistem
dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat
terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.
Prinsip penyuluhan adalah pengembangan perilaku masyarakat
melalui pendekatan pendidikan non formal untuk membantu
menyediakan pilihan-pilihan agar mereka dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi secara mandiri. Penyuluhan diartikan pula
115
sebagai program pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk
memberdayakan sasaran dan meningkatkan kejehateraan sasaran
secara mandiri.
Perubahan perilaku ini diharapkan dapat berkelanjutan dan
dapat menguntungkan masyarakat. Demikian pula yang terjadi di
Desa Kertaraharja. Desa Kertaraharja yang sudah berhasil dalam
mengubah perilaku untuk tidak lagi buang air besar sembarangan
(BABS) telah melalui proses panjang sampai dapat seperti sekarang
ini.
Upaya yang dilakukan LAZ HARFA dan stakeholder yang
terlibat dalam meningkatan kesadaran dalam pembangunan jamban di
Desa Kertaraharja merupakan suatu kegiatan penyuluhan, karena
merupakan sebuah sistem pendidikan di luar sekolah yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada awal program
arisan jamban akan dimulai, pendamping desa memberikan
penyuluhan dengan melakukan home visit sembari memberikan
pemicuan bahwa memiliki jamban adalah hal yang penting.
Prayitno (dalam Kusnawan, 2011) menjelaskan bahwa
penyuluhan agama islam adalah suatu aktifitas memberikan pelajaran
dan pedoman kepada pikirannya, kejiwannya, keimanan dan
keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan
kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri dan berpegang
teguh kepada al-qur’an dan sunnah rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Demikian halnya dengan program arisan jamban di Desa
Kertaraharja juga merupakan bentuk penyuluhan agama islam, karena
pendamping desa memberikan pelajaran dan pedoman kepada
masyarakat dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat
secara mandiri sehingga permasalahan jamban dapat teratasi.
116
Pendamping desa yang telah melakukan pengamatan dan
observasi langsung kepada masyarakat merasakan bahwa kebutuhan
akan fasilitas jamban merupakan hal paling dasar yang dibutuhkan
masyarakat apabila ingin terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Akan tetapi, masyarakat terkendala dalam biaya
pembangunan jamban itu sendiri. Oleh karenanya, pendamping desa
melihat bahwa perlu adanya sebuah kelompok yang dapat bekerja
sama dan saling membantu agar permasalahan biaya dapat teratasi
dan jamban dapat dibangun oleh masyarakat. Hal ini lah yang
melatarbelakangi terbentuknya kelompok arisan jamban di Desa
Kertaraharja.
Setelah mengenali wilayah dan kultur masyarakat Desa
Kertaraharja melalui pengamatan, physical dan sosial mapping,
program arisan jamban dimulai dengan melakukan pendekatan
kepada stakeholder yaitu aparatur pemerintah desa dari tingkat RT,
RW dan tokoh agama serta tokoh masyarakat Desa Kertaraharja.
Pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari pihak
terkait agar dapat memberikan motivasi kepada masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam program arisan jamban.
Setelah berhasil menggandeng tokoh agama dan stakeholder
lainnya, pendamping desa membuat sebuah agenda sosialisasi terkait
program. Sosialisasi dilakukan secara bertahap. Sosialisasi pertama
dihadiri oleh kepala keluarga dan sosialisasi kedua dihadiri oleh ibu-
ibu. Hal ini dimaksudkan agar program ini dapat diterima dan
didukung oleh kepala keluarga terlebih dahulu untuk dijelaskan
bahwa nantinya akan ada program arisan jamban dan setiap keluarga
diwajibkan membayar arisan. Sosialisasi kepada kepala keluarga
dilakukan sebagai transparansi pengeluaran selama program
117
berlangsung dan pada akhirnya meminta persetujuan kepala keluarga
terkait arisan jamban tersebut.
Dalam sosialisasi kedua, masyarakat yang notabene berasal
dari golongan ibu-ibu diberikan pemicuan mengenai pentingnya
memiliki jamban dan sebagai muslim dianjurkan untuk
mengaplikasikan thaharah (bersuci) dan tidak buang air besar
sembarangan. Karena hal itu memunculkan potensi bahaya seperti
gigitan binatang, terpeleset ketika hujan, khawatir aurat terlihat non-
mahrom dan kemanaan menjadi terganggu.
Setelah pertemuan tersebut, pendamping desa bersama
masyarakat menyepakati dibentuknya kelompok arisan jamban di
Desa Kertaraharja. Kelompok arisan jamban ini digunakan
masyarakat sebagai wadah untuk berkumpul dan membicarakan
persoalan jamban di Desa Kertaraharja. Pada setiap kesempatan
berkumpul dengan masyarakat, baik dalam pertemuan kelompok
arisan jamban ataupun pertemuan lainnya, pendamping desa selalu
memberikan penyadaran dan pendekatan kepada masyarakat.
Penyadaran dilakukan dengan tanpa paksaan dan secara terus-
menerus mendampingi masyarakat. Pendamping desa selalu
menanyakan bagaimana progres pembangunan jamban dan terus
dipicu agar masyarakat mau berubah ke arah yang lebih baik.
Proses penyadaran yang dilakukan pendamping desa dan
stakeholder yang terlibat dalam program arisan jamban membuahkan
hasil yang baik. Hal ini tampak dari penerimaan masyarakat dan
langsung ikut mendaftarkan diri dalam program arisan jamban tanpa
penolakan serta antusiasnya masyarakat membangun cubluk sehingga
tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar ke rorah atau kebun.
Masyarakat yang awalnya belum membangun cubluk semakin
118
termotivasi karena melihat masyarakat yang lain antusias dan
bersama-sama membangun cubluk sebelum mendapatkan arisan
untuk pembangunan jamban permanen.
D. Ikhtisar Program Pemberdayaan LAZ HARFA dan Cikal Bakal
Penyuluhan di Desa Kertaraharja
LAZ HARFA merupakan lembaga zakat yang bergerak di
bidang sosial kemanusiaan yang mulai berdiri pada tahun 2004 di
provinsi Banten. Program yang dilaksanakan di Desa Kertaraharja
yang dimulai pada tahun 2015 adalah Community Lead Total
Sanitation (CLTS) yang memiliki fokus pada pembuatan jamban
tanpa subsidi. Program ini diwujudkan melalui pembentukan
kelompok arisan jamban pada tahun 2017. Tujuan dari program ini
adalah untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dan
menimbulkan kesadaran untuk tidak lagi buang air besar
sembarangan (BABS). Sasaran utama program ini adalah masyarakat
Kampung Bahbul yang merupakan satu wilayah di Desa Kertaraharja
yang memiliki fasilitas jamban paling sedikit dari wilayah lain di
Desa Kertaraharja. Sampai dengan tahun 2018 program ini berjalan,
kelompok arisan jamban sudah memiliki 72 orang anggota aktif yang
terdiri dari tiga orang pengurus inti dan 69 anggota.
Desa Kertaraharja merupakan wilayah yang dikelilingi oleh
sawah dan kebun. Sumber air yang digunakan masyarakat untuk
kebutuhan mandi dan mencuci berasal dari air pompa atau bor. Tidak
ada sumber mata air yang mengalir dari pegunungan di Desa
Kertaraharja. Sawah pun hanya mengandalkan tadah hujan saja
dalam pengairannya. Pemenuhan kebutuhan buang air besar di Desa
Kertaraharja khususnya Kampung Bahbul pun masih terbiasa buang
119
air besar ke rorah (selokan pembuangan) dan kebun. Hal ini terjadi
karena masih kurangnya fasilitas jamban yang dimiliki masyarakat.
Perilaku ini dilakukan bertahun-tahun dan menjadi perilaku
yang sudah biasa bagi masyarakat. Kondisi ini mendorong LAZ
HARFA untuk mencari jalan keluar atas permasalahan rendahnya
kesadaran masyarakat dan minimnya fasilitas jamban di Desa
Kertaraharja. Untuk itu, LAZ HARFA segera mengirimkan
pendamping desa untuk mendampingi dan memfasilitasi masyarakat
agar muncul kesadaran dan perubahan perilaku serta meningkatnya
kepemilikan jamban di Desa Kertaraharja.
Setelah melakukan pengamatan, physical dan social mapping
serta beradaptasi langsung kepada masyarakat, pendamping desa
mulai menyusun agenda sosialisai dan pemicuan sebagai langkah
awal program. Dalam sosialisai ini pendamping desa bekerja sama
dengan tokoh agama dan stakeholder lainnya demi mendapat
dukungan dan membantu mengajak dan memberikan teladan kepada
masyarakat untuk mau mengubah perilakunya ke arah yang lebih
baik. Sosialisasi yang dilakukan pendamping desa dan stakeholder
disambut antusias oleh masyarakat Desa Kertaraharja dan terjadilah
kesepakatan untuk dibentuknya kelompok arisan jamban yang dapat
membantu masyarakat berkumpul dan bersama-sama membangun
jamban melalui system arisan. Kelompok arisan jamban mulai
berjalan pada November 2017 sampai dengan sekarang. Program
arisan jamban ini sangat bermanfaat untuk masyarakat dan
diharapkan terjadi perubahan perilaku dan tidak ada lagi masyarakat
yang buang air besar ke kebun dan rorah.
120
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah stakeholder yang
terlibat dalam program arisan jamban dan masyarakat yang
tergabung dalam kelompok arisan jamban. Subjek secara khusus
terpilih menjadi informan melalui prosedur purposif atau
purposive sampling dengan beberapa kriteria pemilihan sebagai
berikut.
1. Subjek Stakeholder
a. Memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat di Desa
Kertaraharja.
b. Memiliki informasi terkait program pemberdayaan
masyarakat dari awal berdiri sampai sekarang.
2. Subjek Masyarakat
a. Berasal dari wilayah Desa Kertaraharja khususnya lokasi
pemberdayaan masyarakat di Kampung Bahbul.
b. Masyarakat yang terlibat secara langsung dengan program
pemberdayaan masyarakat.
c. Memiliki informasi terkait program pemberdayaan
masyarakat dari awal berdiri sampai sekarang.
Tabel mengenai gambaran umum mengenai informan
akan dijelaskan dalam tabel 9 di bawah ini.
121
Tabel 9. Identitas Subjek
Kode Nama Inisial Usia Keterangan
YS.A Yadi
Supriadi
Y 25 tahun Pendamping desa LAZ
HARFA
WS.B Wirna W 73 tahun Tokoh Agama
AS.C Asep A 27 tahun Aparatur pemerintah desa
EM.A Eti E
51 tahun Ketua kelompok arisan
jamban
YM.B Yayat Y 40 tahun Anggota kelompok arisan
jamban
Keterangan :
YS.A = Kode untuk subjek (Yadi stakeholder ke 1)
WS.B = Kode untuk subjek (Wirna stakeholder ke 2)
AS.C = Kode untuk subjek (Asep stakeholder ke 3)
EM.A = Kode untuk subjek (Eti masyarakat ke 1)
YM.B = Kode untuk subjek (Yayat masyarakat ke 2)
Dari beberapa kriteria pemilihan informan, subjek dalam
tabel di atas terpilih sebagai subjek penelitian dikarenakan
memiliki representasi dalam partisipasi masyarakat dalam
program arisan jamban LAZ HARFA di Desa Kertaraharja,
Kecamatan Sobang, Kabupaten pandeglang, Provinsi Banten.
B. Partisipasi Masyarakat dalam Penyuluhan Agama pada
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
1. Bentuk Partisipasi Masyarakat
a) Partisipasi Tenaga
Bentuk partisipasi masyarakat yang ditunjukan
oleh masyarakat dalam program arisan jamban di Desa
Kertaraharja cukup beragam. Menurut narasumber,
122
partisipasi masyarakat sangat ditentukan oleh sikap
pendamping desa dalam mendampingi dan mengajak
masyarakat, apabila pendamping desa bersikap pasif maka
respon masyarakat pun akan enggan mengikuti kegiatan.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang diutarakan oleh
Pak Yadi berikut:
“Tergantung FF (Field Facilitator) nya sendiri.
Kalo kita nya diem, masyarakat juga enggan.
Sejauh ini bagus dan banyak yang mau sih
alhamdulillah.” (YS.A) 118
Narasumber menunjukan partisipasi tenaga dengan
bergotong royong membangun cubluk bersama sebagai
bentuk dukungan terhadap program pemberdayaan
masyarakat. Secara dominan, seluruh narasumber
menyatakan bahwa mereka senang dan mendukung
program tanpa keraguan sedikitpun.
“Kan sebulan (pertama) itu kompak membuat
cubluk. Kompak itu suruh bikin cubluk. Ya
sebenarnya masyarakat disini mah Bu kalau
masalah kekompakan selalu kompak, apalagi
untuk kebaikan. Katanya kan selama itu untuk
kemajuan desa, untuk kemajuan kampung itu pasti
didukung. Apalagi ada yang ngajak gini.” (EM.A) 119
118 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 119 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
123
“Iya banyak yang senang (dengan program ini).
Langsung banyak yang ikut.”(EM.A) 120
“Sejauh ini gaada keraguan sih. Karena jelas gitu
tuh. Ini uang teh jelas dimana di simpennya siapa
ketuanya bendaharanya jadi jelas gaada
keraguan. Buat apa nanti kalo menang. Jelas. Jadi
bukan buat kami atau segala macem.”(YS.A) 121
Selain para anggota dan pengurus aktif dan
antusias dalam mengelola kelompok dan hadir dalam
pertemuan, bentuk partisipasi tenaga juga ditunjukan
dengan adanya anggota yang turut aktif memberitahu dan
mengajak masyarakat yang lain untuk berkumpul apabila
ada pertemuan rutin meskipun beliau bukan pengurus inti.
Beliau adalah Ibu Y. Ibu Y adalah anggota kelompok
arisan jamban yang mulai bergabung saat pertama kali
kelompok arisan jamban dibentuk pada tahun 2017.
Narasumber mengungkapkan bahwa beliau sangat
semangat apabila ada pertemuan di masyarakat dan rajin
memberitahu masyarakat yang lain untuk hadir dalam
pertemuan sebagai bentuk dukungan sehingga program
dapat berjalan dengan baik dan berjalan sampai
seterusnya. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Kertaraharja dapat dikategorikan sebagai
partisipasi tenaga. Bentuk partisipasi ini jelas terlihat dari
masyarakat yang menjadi anggota dan pengurus arisan
120 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 121 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
124
jamban seperti ibu Eti dan Ibu Yayat yang sudah menjadi
anggota dan pengurus aktif mulai dari awal dibentuknya
kelompok arisan jamban pada November 2017 sampai
dengan sekarang. Partisipasi tenaga yang ditunjukan
masyarakat yaitu dengan melibatkan diri mereka sebagai
anggota aktif dalam mengelola kelompok dan selalu hadir
dalam setiap pertemuan dengan antusias dan semangat
yang tinggi.
“Iya mendukung kalo ada program-program gitu.
Iya semangat, kalau katanya, “Bapak-bapak
kumpul di masjid, Ibu-ibu di RT atau RK, kompak
saling memberitahu, sms nelpon gitu yah, “bener
ga katanya kita kumpul di sana di Pak RT di Pak
Ustad Wirna? Kata masyarakat sebelah sana, kata
Bu Eti di pak Ustadz Wirna gitu yah, iya datang
kesana gitu Bu, musim hujan musim apa aja tetep
datang aja. Biarin gitu kita sepertinya cuma punya
air putih, yang penting datang, gak melihat kesana
gitu. Jadi iya mendukung aja. Syukur-syukur gitu
bisa seterusnya gitu doain aja.”(YM.B) 122
“Kompak gitu. Saling mendukung gitu, jadi saling
membantu kalau kata orangmah. Kita mau jatuh,
sudah jatuh sepertinya, gimana caranya pengen
bangkit? Dibangkitkan sama kita, alhamdulillah
itu iya alhamdulillah.”(YM.B) 123
“Kalau sebetulnya yang lebih besar
keterlibatannya itu ibu-ibunya sendiri sih
sebetulnya. Yang lebih berperan ya ibu-ibunya
sendiri. Kelompok arisan jambannya.” (YS.A) 124
122 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 123 Ibid., 124 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
125
b) Partisipasi Uang
Program arisan jamban LAZ HARFA merupakan
program swadaya masyarakat yang tidak menggunakan
dana/anggaran LAZ HARFA. Adapun dana yang
dikeluarkan LAZ HARFA tidak digunakan untuk program
arisan jamban secara langsung namun untuk program
pemberdayaan masyarakat yang lainnya seperti
penyediaan bibit dalam program pemanfaatan lahan
pekarangan. Hal ini mendorong partisipasi masyarakat
untuk berpartisipasi dengan memberikan iuran setiap
bulannya untuk keberlanjutan program pembangunan
jamban. Bahkan ketika dana arisan jamban ternyata
kurang, masyarakatlah yang menambahkan dana tersebut
untuk pembangunan jamban.
“Masyarakat berkontribusi, kalo kurangkan dari
mereka. Kan itumah bukan kontribusi-kontribusi
lagi. Full dari mereka semuanya. Swadaya kan
itumah. Toh kita mah nggak menggunakan uang
HARFA seribu rupiah pun. Serupiah pun enggak,
sangat antusias warga itu.” (YS.A)125
Partisipasi berbentuk materi/uang adalah hal yang
yang jelas terlihat dari masyarakat yang menjadi anggota
kelompok arisan jamban. Berdasarkan hasil wawancara,
dapat diketahui bahwa masyarakat secara rutin
memberikan iuran arisan setiap bulannya dan
menambahkan dana pembangunan jamban untuk
125 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
126
kelancaran program pemberdayaan masyarakat di Desa
Kertaraharja.
“…...Trus kan kalau segitu itu tidak cukup itu
Nanti kalau sudah punya bata, punya pasir nanti
abisnya semuanya 1.215.000 kira-kira. Paling
juga ditambahin atau ditunda gitu…..Tapi iya
Alhamdulillah karena adanya Pak Yadi ngajak
tadinya kan kebanyakan disini mah buang air nya
ke rorah. Alhamdulillah sekarangmah yang
gapunya WC membuat cubluk jadi deket
gitu.”(EM.A) 126
c) Partisipasi Materi
Kelompok arisan jamban merupakan salah satu
bentuk lembaga yang diselenggarakan dari, oleh dan
untuk masyarakat yang dibentuk dengan dukungan
stakeholder yaitu LAZ HARFA, tokoh agama dan
aparatur pemerintah tingkat desa. Kelompok arisan
jamban adalah kelompok dengan struktur sederhana yang
dibentuk dengan tujuan memberdayakan anggota yang
lemah dalam hal ini lemah dalam kepemilikan jamban
yang sangat minim dan memiliki kesadaran yang rendah
terhadap pentingnya kepemilikan jamban sehingga
diharapkan mendapat kemampuan dan kemandirian
menyelesaikan masalahnya secara mandiri.
Kelompok arisan jamban merupakan lembaga
nonformal yang berhubungan secara langsung dengan
masyarakat, oleh karena itu kelompok arisan jamban
diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi
126 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
127
masyarakat untuk turut serta dan berpartisipasi aktif dalam
mengelola jamban di Desa Kertaraharja. Apabila
kelompok arisan jamban dikelola dengan maksimal, maka
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, sebagai suatu lembaga yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan, partisipasi masyarakat
sangat diperlukan. Bentuk partisipasi yang ditunjukan
oleh masyarakat salah satunya adalah pada bentuk
pemberian materi berupa makanan yang dimilikinya.
Masyarakat mendukung kegiatan penyuluhan
dengan membawa makanan untuk dihidangkan dalam
kegiatan. Sebagaimana pernyataan narasumber bahwa
dalam pertemuan narasumber ada yang membawa
rengginang, bobongko dan makanan lainnya yang
dihidangkan dalam kegiatan pertemuan rutin. Penyataan
narasumber tersebut adalah sebagai berikut.
“Alhamdulillah gitu, ada yang punya ranginang
(makanan dari beras yang dikeringkan kemudian
dogoreng), ada yang punya apa dibawa gitu, yang
mau bikin bobongko (makanan ringan berupa
kukusan pisang atau lainnya) yang mau apa bawa
kita, iya tidak menolak gitu. Saling mendukung,
jadi saling menolong gitu kata orang
mah.”(YM.B) 127
Secara singkat, bentuk partisipasi masyarakat
dapat dilihat dalam tabel 10 di bawah ini.
127 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
128
Tabel 10. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Penyuluhan
Agama pada Program Arisan Jamban
di Desa Kertaraharja
No
Jenis
Partisi-
pasi
Bentuk Keterangan
1 Tenaga Gotong
royong
Bentuk tindakan konkret secara fisik yang
dilakukan oleh masyarakat adalah dengan
membangun cubluk/ jamban bersama-sama
yang dilaksanakan setiap bulan setelah
pengocokan arisan jamban.
Saling
mengajak
Tindakan mempengaruhi warga untuk
bertindak melalui komunikasi persuasif
dilakukan agar banyak masyarakat
menghadiri pertemuan.
Saling
menghu-
bungi
Tindakan mengingatkan warga lain tentang
komitmen untuk berpartisipasi dalam
program yang semula disetujui masyarakat
merupakan bentuk partisipasi.
2 Uang Masyara-
kat secara
rutin
memberi-
kan iuran
wajib
Bentuk tindakan konkret secara materiil
yang dilakukan oleh masyarakat juga
merupakan bentuk kepatuhan kepada
peraturan dan komitmen awal untuk
membayar iuran wajib arisan setiap
bulannya
Masyara-
kat rutin
memberi-
kan iuran
kas
Bentuk sumbangan materiil yang dilakukan
masyarakat setiap bulannya dilakukan
dengan sukarela oleh anggota kelompok
arisan jamban. Kas digunakan untuk
kepentingan kelompok
Menam-
bahkan
dana
pemba-
ngunan
jamban
Bentuk sumbangan sukarela secara materiil
diberikan masyarakat untuk pembangunan
jamban menjadi salah satu bentuk
partisipasi yang ditunjukan oleh masyarakat
dalam kelompok arisan jamban
3 Materi Membawa
makanan
untuk
kegiatan
penyuluh-
an
Bentuk sumbangan makanan diberikan
masyarakat secara sukarela untuk
mendukung program yang dilaksanakan
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan dan
diinterpretasikan oleh peneliti
Partisipasi tenaga menjadi bentuk partisipasi yang
dominan terlihat dalam program arisan jamban di Desa
Kertaraharja. Beberapa bentuk partisipasi tenaga ini
ditunjukan dengan gotong royong, saling mengajak dan
129
saling memberitahu satu sama lain ketika ada pertemuan.
Pembuatan cubluk/jamban secara gotong royong oleh
masyarakat merupakan bentuk tindakan konkret secara
fisik yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kertaraharja,
saling mengajak merupakan tindakan mempengaruhi
warga lain untuk bertindak melalui komunikasi persuasif
serta saling memberitahu merupakan tindakan
mengingatkan tentang komitmen untuk berpartisipasi
dalam program yang semula disetujui masyarakat dan
akhirnya banyak masyarakat yang terlibat dalam program
arisan jamban. Pernyataan narasumber ini menunjukan
bahwa dengan tenaga yang diberikan diharapkan dapat
memberikan kemajuan bagi Desa Kertaraharja yang lebih
baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ocbrianto
(2012) bahwa partisipasi tenaga adalah salah satu hal yang
dapat menunjang keberhasilan program. Oleh karena itu,
partisipasi tenaga sangat dibutuhkan untuk keberhasilan
program arisan jamban di Desa Kertaraharja.
Uang/materi merupakan bentuk kontribusi secara
materiil bagi keberlangsungan pengelolaan jamban. Dan
bahkan ketika dana pembangunan jamban kurang dan
tidak mencukupi untuk membeli alat pembangunan
jamban, maka masyarakat sendiri lah yang menambahkan
dana tersebut. Selain itu, dalam kegiatan penyuluhan,
masyarakat juga membawa makanan untuk dihidangkan
dalam kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat
selalu berupaya berpartisipasi dalam bentuk uang ataupun
materi yang dimilikinya demi terwujudnya tujuan
130
kelompok arisan jamban. Pernyataan narasumber ini
sesuai dengan pendapat Hamidjoyo, dalam Sastropoetro
(1986) bahwa partisipasi uang/materi adalah untuk
memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan
masyarakat. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan
pendapat Surbakti (dalam Astuti dan Hardiana, 2009)
yang mengatakan bahwa kegiatan yang dapat digolongkan
sebagai partisipasi adalah ikut serta dalam memberikan
iuran atau sumbangan materiil. Hal yang dilakukan oleh
masyarakat dengan memberikan iuran arisan wajib dan
iuran kas serta menambahkan dana arisan tersebut ketika
kurang adalah bentuk partisipasi dalam bentuk bentuk
uang/materi serta menyumbangkan makanan untuk
dihidangkan dalam kegiatan penyuluhan.
2. Tahapan Partisipasi Masyarakat
Program arisan jamban yang berlangsung dalam waktu
satu tahun ini terbagi menjadi beberapa tahap yaitu: tahap
persiapan inisiasi program, tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan dan tahap evaluasi Tahapan partisipasi
masyarakat tersebut dapat digambarkan dalam uraian berikut.
a) Tahap Inisiasi Program
Pada tahap awal program pemberdayaan
masyarakat, pendamping desa LAZ HARFA melakukan
perizinan kepada pihak terkait yaitu kepala Desa
Kertaraharja. Pada pertemuan tersebut, pendamping desa
memberikan penjelasan mengenai gambaran program dan
intervensi yang akan dilaksanakan selama melakukan
131
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Setelah perizinan
dilakukan dilanjutkan dengan proses physical mapping
dan social mapping (pemetaan fisik dan sosial) pada bulan
Agustus 2017. Hasil pemetaan fisik dan sosial tersebut
menjadi rujukan dalam proses pengkajian masalah dan
potensi yang ada di Desa Kertaraharja. Setelah melakukan
physical dan social mapping dan melihat langsung kondisi
masyarakat, akhirnya ditentukan beberapa wilayah di
Desa Kertaraharja yang akan menjadi lokasi
pemberdayaan masyarakat. Wilayah yang menjadi fokus
pemberdayaan terkait peningkatan kepemilikan jamban
adalah wilayah Kampung Bahbul.
“Ada izin ke desa. Ke kepala desa. Ada jelas
itumah, kita ada namanya Lintas Sektoral Tingkat
Desa (LINSEKDES). Entah itu siapa dan
tujuannya apa. HARFA masuk pasti izin dulu ke
desa. Dan nanti mereka juga nanti tahu emang
apa aja dijelasin. Gini-gini-gini.”(YS.A) 128
Dalam program pemberdayaan ini, pendamping
desa juga melakukan advokasi dengan tokoh masyarakat,
tokoh agama, ketua RT, RW setempat yang diharapkan
dapat membangun jaringan dalam mendukung dan
bekerjasama dalam program pemberdayaan masyarakat.
Setelah mendapatkan dukungan dari beberapa pihak,
pendamping desa melakukan penyadaran dan sosialisasi
kepada masyarakat. Penyadaran dilakukan dengan proses
128 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
132
home visit yaitu mendatangi rumah-rumah warga untuk
berdiskusi dan mengajak untuk berpartisipasi dalam
program pemberdayaan yang akan dilaksanakan.
“Awal prosesnya home visit dulu kunjungan
rumah, yah kitakan silaturahim dulu ngetok-
ngetok dulu. Ya kalo pertama datang ya udah jelas
pasti yang dicari pertama siapa tokohnya, RT RW
nya, siapa tokoh yang berpengaruh disini, nanyain
terkait dengan ustadz disini, disitu kan kita terus
home visit ke rumah-rumah warga gitu tuh
nanyain tokohnya juga sama. Intinya
memperkenalkan kita itu siapa disini. Kita kan
disini belajar dari masyarakat tidak menggurui
sedikitpun tapi bareng-bareng. Intinya mah dari
home visit, dari keuntungan kedekatan kita dengan
masyarakat gitu.”(YS.A) 129
Narasumber mengatakan bahwa dalam satu hari
pendamping desa harus melakukan home visit sebanyak
10 rumah. Dengan rutinnya kegiatan home visit,
masyarakat semakin mengenal program yang akan
dilaksanakan dan semakin dekat dengan pendamping
desa. Kemudian, setelah masyarakat mengetahui
gambaran program melalui kegiatan home visit, pada
tahap selanjutnya dilaksanakan penyuluhan agama secara
kelompok.
“Proses penyadaran dilakukan dengan home visit
dengan terus mendatangi rumah warga untuk
dilakukan penyadaran secara terus menerus.
Home visit dilakukan dengan cara mendatangi
129 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
133
rumah-rumah warga secara langsung, kalo ada
ibu-ibu tiga orang didatengin, misalkan ibu-ibu
lagi ngumpul lagi ngobrol didatengin, diajakin
ngobrol gitu.” (YS.A) 130
“Kalo kita kan kalo ngedatanginnya sih beberapa
kali sebetulnya karena kita diwajibkan satu hari
itu 10 rumah yang harus didatangi. Di awal itu
home visit dulu aja terus gitu sambil
memperkenalkan diri dan mengajak masyarakat
sambil diajak ngobrol gitu.” (YS.A)131
b) Tahap Perencanaan Program
Langkah pertama yang dilakukan oleh
pendamping desa pada tahap perencanaan adalah
melakukan sosialisasi dan pemicuan kepada masyarakat.
Kegiatan sosialisasi dan pemicuan ini dilaksanakan oleh
LAZ HARFA untuk memberikan gambaran mengenai
program pengelolaan jamban di Desa Kertaraharja. Dalam
proses sosialisasi, pendamping desa menjelaskan
mengenai pentingnya memiliki jamban dan terus memicu
masyarakat untuk sadar bahwa ketika usia semakin tua
akan mendapat kesulitan jika terus menerus buang air
besar ke kebun atau rorah.
“Pertama dikumpulkan dulu kemudian di
sosialisasikan, mengumpulkan masyarakat
memicu gitu ya ke masyarakat, tentang pentingnya
memiliki sanitasi trus ya kalau misalkan tentang
kesehatan itu penting. Ya kalau udah tua kan
susah (BAB ke rorah/kebun), kalau masih muda
130 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 131 Ibid.,
134
mah masih bisa ke kebun lah, kalo udah tua kan
udha gabisa jalan.” (YS.A)132
Sosialisasi dan pemicuan dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan. Sosialisasi dan pemicuan pertama dihadiri
oleh kepala keluarga, ketua RT dan RW di wilayah Desa
Kertaraharja. Pertemuan ini bertujuan untuk
menggambarkan program pemberdayaan dan menggalang
dukungan masyarakat demi terwujudnya program
pemberdayaan di Desa Kertaraharja. Sosialisasi dan
pemicuan pertama mendapatkan respon positif dari para
kepala keluarga serta ketua RT dan RW setempat. Seluruh
masyarakat pada saat itu kompak membuat cubluk di
rumahnya masing-masing sebagai bentuk partisipasi aktif
dalam menyambut program arisan jamban.
Sosialisasi dan pemicuan pertama menghasilkan
respon positif dari masyarakat. seluruh kepala keluarga
yang digerakan oleh ketua RT dan RW membangun
cubluk secara serentak. Hal ini merupakan bentuk
kekompakan masyarakat demi kemajuan Desa
Kertaraharja.
“Kan sebulan (pertama) itu kompak membuat
cubluk. Kompak itu suruh bikin cubluk. Ya
sebenarnya masyarakat disini mah Bu kalau
masalah kekompakan selalu kompak, apalagi
untuk kebaikan. Katanya kan selama itu untuk
kemajuan desa, untuk kemajuan kampung itu pasti
132 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
135
didukung. Apalagi ada yang ngajak gini).”(EM.A) 133
Kemudian dalam sosialisasi kedua dihadiri oleh
ibu-ibu yang menjadi sasaran program. Pembagian waktu
sosialisasasi menjadi dua ini dimaksudkan untuk
menggalang dukungan dari kepala keluarga, RT dan RW
terlebih dahulu agar memudahkan perizinan arisan jamban
yang mengharuskan anggota kelompok mengeluarkan
uang Rp. 20.000,00,- setiap bulannya.
“Waktu itu ada ibu-ibu, ibu-ibu posyandu, ibu-ibu
majlis ta’lim, kader-kader, masyarakat disini aja.
Dan sebelumnya juga dilakukan sosialisasi ke
Bapak-bapaknya dulu “gimana nih kalau misalkan
ana ngadain arisan jamban, bapak-bapak
keberatan tidak ibunya dikasih uang 20ribu
perbulan?”. Jadi FF masuk ke semua lini sih, ke
bapak-bapak juga harus masuk, takutnya khawatir
uang untuk apa jadi kalau misalkan udah ada
bahasa biasanya ibu-ibu tuh “gimana suami aja
pak yang nyari uang kan suami saya”, tapi ketika
kita udah ke bapak-bapaknya kan enak, “udah ibu
gausah mikirin lagi Bapakmah udah ngizinin”,
jadi kitanya lebih enak.” (YS.A)
Kegiatan sosialisasi dan pemicuan kedua ini
dilaksanakan oleh LAZ HARFA untuk memberikan
gambaran dan tindak lanjut mengenai perencanaan
program pengelolaan jamban di Desa Kertaraharja. Dalam
proses sosialisasi, pendamping desa dan masyarakat yang
hadir berdiskusi dan saling memberikan ide dan gagasan
133 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
136
terkait program yang akan dilaksanakan. Dari hasil
wawancara, ditemukan bahwa dalam proses sosialisasi
dan musyawarah, masyarakat turut merumuskan visi misi
dan tujuan bersama melalui musyawarah mufakat. Visi
misi dan tujuan bersama dirumuskan dan disepakati tanpa
ada paksaan dari pendamping desa. Pendamping desa
senantiasa memberikan pilihan-pilihan dan
mengembalikan keputusan kepada masyarakat sebagai
pelaku pemberdayaan.
“Ya kalau tujuan pembuatannya masyarakat
bersama. Jadi kan mereka juga udah sadar ‘oh ini
penting sanitasi, ayo kita buat aja bareng-bareng.’
Kan gak mungkin kalo misalkan saya maksa ‘Bu,
mau dibuat engga?’ Jadi kita balikkan lagi ke
mereka gitu kita gabisa, ’Bu, udah kita buat aja
ayo,’ gak bisa maksa kaya gitu. Jadi inimah udah
kerja sama sama mereka ayo buat aja bareng-
bareng.” (YS.A) 134
Narasumber mengungkapkan bahwa pada awal
pembentukan arisan jamban, gagasan/ide berasal dari
pendamping desa LAZ HARFA setelah mengamati dan
mendengar keluhan masyarakat terkait fasilitas jamban
yang sangat kurang namun terkendala oleh biaya
pembangunan, kemudian setelah pendamping desa dan
masyarakat bermusyawarah terkait pembentukan
kelompok arisan jamban masyarakat pun menyetujui dan
134 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
137
merasa bahwa program arisan jamban merupakan solusi
terbaik bagi kebaikan masyarakat ke depannya.
“Prosesnya itu ngajuin. Kan disini tidak ada WC
awalnya ya, jarang gitu yang tidak mampu mah.
Ya kalau mau membuat WC itung-itung saling
membantu gitu ngadain arisan jamban soalnya
tidak ada biayanya gitu.”(EM.A)135
“Bareng-bareng gitu. Awalnya Pak Yadi ngajak ke
masyarakat ‘Ayo, gitu’, trus sama masyarakat
‘Ayo, gitu’, masyarakat kan ayo aja selama
terbaik gitu. Kalau masyarakat kan selama mampu
ya ayo gitu.”(EM.A)136
Hasil sosialisasi dan pemicuan kedua ini
menghasilkan kesepakatan pembentukan kelompok arisan
jamban. Masyarakat yang hadir saat itu tanpa keraguan
sedikitpun bersemangat mendaftarkan diri untuk
bergabung ke dalam kelompok arisan jamban. Sosialisasi
dan pemicuan kedua yang dihadiri ibu-ibu kader
posyandu, majlis ta’lim dan masyarakat sekitar
mendapatkan respon yang luar biasa. Masyarakat tidak
merasa ragu terhadap program yang akan dilaksanakan
dan langsung bersedia ikut dan berpartisipasi dalam
program arisan jamban.
“Langsung ikut gitu. Kalau koperasi iya mungkin
mikir-mikir kan kendalanya kata saya juga
uangnya yang susah. Kalau koperasi iya yang
135 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 136 Ibid.,
138
ikutnya sedikit gitu. Kalau jamban mah langsung
masyarakat itu langsung aja semangat gitu mau.
Kan sebulan sekali 20.000 mikirnya terjangkau,
tapi kalau koperasi kan agak besar ya tidak
terjangkau, kan kalau mikirnya bayar koperasi,
bayar jamban, untuk jajan anak, gimana katanya,
nanti ditunda dulu gitu kebanyakan.” (EM.A)137
c) Tahap Pelaksanaan Program
Pertemuan rutin adalah agenda bulanan yang
dilaksanakan oleh kelompok arisan jamban. Pertemuan
rutin ini dilaksanakan pada setiap jum’at ke empat.
Agenda kegiatan ini diisi dengan pengocokan arisan dan
penyuluhan dengan tema yang berbeda-beda sesuai
kebutuhan masyarakat. berdasarakan hasil wawancara,
pertemuan rutin ini juga dijadikan sebagai wadah untuk
berkumpul dan bertukar informasi serta pengalaman
antara anggota, pengurus dan pendamping desa LAZ
HARFA.
“Sebetulnya pertemuan setiap hari jum’at. Kalo
misalkan udah empat jum’at. Empat minggu
sekali ngocok gitu tuh. Tanggal bisa kerubah tapi
biasanya hari tetep jum’at itu pastinya.” (YS.A)138
“Iya setiap empat jum’at kumpul semua.”
(EM.A)139
137 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 138 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 139 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
139
Selain sebagai wadah untuk bersilaturahmi dan
melaksanakan rutinitas arisan seperti pengocokan,
pertemuan ini juga diisi dengan kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat dengan materi sesuai kebutuhan
masyarakat. Narasumber mengutarakan bahwa materi
yang disampaikan oleh pendamping desa adalah seputar
thaharah, cara mendidik anak dan menjaga kebersihan.
Materi yang disampaikan oleh pendamping desa dikemas
dalam konsep pengajian. Didalamnya berisi pembukaan,
tadarus, isi dan penutup. Pendamping desa berpendapat
bahwa dalam program pemberdayaan yang dilaksanakan
LAZ HARFA harus diimbangi dengan pendekatan
keagamaan agar lebih menyentuh emosional dan perasaan
masyarakat. Dalam pelaksanaan pengajian ini, masyarakat
terlibat menjadi pembawa acara, qori’ah dan pembaca
doa. Keterlibatan ini menjadi bentuk partisipasi aktif
masyarakat dan wujud kemandirian masyarakat untuk
tidak selalu tergantung kepada pendamping desa.
“Suka ada pengajian gitu. Kadang kumpulnya
sore gitu atau kadang abis isya gitu. Ada yang
pembukaannya, ada yang ngajinya. Membahasnya
ya tentang anak, menjaga anak, menjaga
kebersihan, thaharah gitu.” (EM.A)140
“Kita sebelum itu juga ada tadarrus biasa, jadi
intinya itu lebih ke emosionalnya udah dapet ya
itu tadi ya keagamaannya juga itu ga kosong,
diseimbangi. Biasanya pembukaan trus
140 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
140
penutupnya juga istighfar. Minimal mereka udah
tau gitu.” (YS.A) 141
Selain itu, dalam pertemuan juga diisi dengan
kegiatan olah raga seperti senam bersama. Tujuan senam
bersama ini adalah untuk menambah keakraban antar
pengurus, anggota dan pendamping desa LAZ HARFA.
Masyarakat yang didominasi oleh ibu-ibu pun mengikuti
kegiatan olahraga ini dengan semangat dan antusias.
“Tapi ini sebab ada Pak Mukri ada lurah baru
alhamdulillah ditambah ada Pak Yadi sepertinya
ada kegiatan ibu-ibu. Kegiatan olah raga.
Sebelum Pak Yadi pulang senam gitu Bu
sepertinya.”(YM.B) 142
Hal serupa juga diutarakan Ibu E bahwa ada
kegiatan olahraga yaitu senam bersama dan dilanjutkan
dengan berkumpul untuk membahas hal yang perlu di
musyawarahkan.
“Iya kadang kalau ibu-ibu nya ga sibuk ada
kegiatan senam gitu. Kadang ada kumpul-kumpul
kalau ada yang mau dimusyawarahkan gitu
kumpul sama Pak Yadi.” (EM.A)143
Pada tahap pelaksanaan program, masyarakat yang
tergabung dalam anggota dan pengurus arisan jamban
141 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 142 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 143 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
141
diberikan wewenang untuk mengelola kelompok sehingga
muncul kemandirian dalam pengelolaan program.
“Awalnya Cuma ide arisan jamban dari ana
langsung. Pas pembentukan ini ‘Bu arisannya kita
buat jamban full’ jadi gaboleh dipake buat yang
lain selain untuk membangun jamban. Jadi
masyarakat juga menyambut ide ini dan
masyarakat ikut merencanakan gimana ke
depannya. Dan tetep dibalikin lagi ke masyarakat.
Ibu-ibu siap atau tidak, ibu-ibu mampu atau tidak.
Kalau misalkan ‘pak, saya mampu Pak,’ jadi
langsung dilakukan kesepakatan saat itu.” (YS.A) 144
“Pak Yadi yang memberikan usulan awalnya. Trus
kata masyarakat ‘ayo gitu’. Masyarakat kan ayo
aja selama terbaik gitu. Kalau masyarakat selama
mampu ya ayo gitu.”(EM.A) 145
Dalam pengelolaan kelompok arisan jamban,
masyarakat diberikan wewenang dalam menjalankan
tugas dan fungsi kelompok secara mandiri seperti rencana
pembangunan jamban, jadwal pertemuan, dan laporan
keuangan. Hal ini diharapkan agar masyarakat mampu
menjalankan kelembagaan arisan jamban secara mandiri
tanpa perlu didampingi oleh pendamping desa.
Masyarakat yang membentuk kelompok arisan jamban
sudah mulai menunjukan kesadaran tentang pentingnya
berpartisipasi dalam permberdayaan masyarakat. Hal ini
144 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 145 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
142
dibuktikan dengan pengaruh masyarakat yang tinggi
dalam pengelolaan jamban di Desa Kertaraharja dalam hal
pelaksanaan tugas dan fungsi kelompok.
“Iya masyarakat antusias. Pembukuan itu dari
mereka semua, uang apapun itu pokoknya gak
megang. Paling ketemuan pak hayu kapan kesini
hayu. Jadi mulai mereka yang meminta ‘Pak ini
kumpulan nih mau ngocok arisan jamban,’ paling
saya ngehadirin untuk pengocokan,
mendampingi.” (YS.A) 146
d) Tahap Pengawasan Program
Proses pengawasan dalam program arisan jamban
dilakukan secara berkala oleh pendamping desa kepada
pengurus arisan jamban setiap bulannya. Selain itu, setiap
pertemuan bendahara selalu mengumumkan laporan
keuangan kepada seluruh anggota yang hadir pada
pertemuan rutin.
“Paling ke pengurusnya kalo ana monev-nya.
Kalo misalkan bulan juli siapa aja yang udah
bayar. Centang atau ceklis. Kalo udah dikocok
brati udah kan. Misalkan agustus centang lagi.
Masyarakatmah ikut aja karena udah percaya aja
gak mungkin ilang. Biasanya di akhir suka
diceritain, diumumin sama keuangan, ‘Bu uang
kas kita segini misalkan.’ Jadi pengawasan itu
berjalan setiap akhir bulan pas
pengocokan.”(YS.A) 147
146 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 147 Ibid.,
143
“Pembukuan itu dari mereka semua, uang apapun
itu ga megang.”(YS.A) 148
“Kalau soal laporan pembukuan mah yang sudah
bayar belum nya nanti diketahui oleh semuanya
kalau sudah berkumpul. Kalau sudah mau
berkumpul kan nanti diumumkan kalau dari saya
yang bayar ke saya sekian orang yang bayar, ke
Ibu Pinah sekian orang. Kan dikumpulin gitu nanti
dicatat lagi ke buku besar, terus nanti itu brati
tinggal segini lagi misalkan ada yang nunggak, oh
tingal seginni lagi yang belum bayar gitu. Itumah
tau semuanya pokoknya anggota yang hadir
pengocokan.”(EM.A) 149
Selain itu, pengawasan program diwujudkan dalam
bentuk laporan semesteran pada setiap semester (per enam
bulan) dalam program pemberdayaan masyarakat,
pendamping desa membuat laporan semesteran yang
dilaporkan kepada pihak LAZ HARFA sebagai acuan dan
evaluasi untuk proses pemberdayaan masyarakat
selanjutnya. Laporan semesteran tersebut berisi capaian
dalam setiap program pemberdayaan masyarakat yang
telah dilaksanakan. Secara singkat, tahapan partisipasi
masyarakat dirangkum dalam tabel 11 dibawah ini:
148 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 149 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
144
Tabel 11. Tahapan Partisipasi Masyarakat pada
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
No Tahapan
Partisi-
pasi Bentuk Tujuan
1 2 3 4
1 Inisiasi
Program
Perizinan Perizinan dilakukan sebagai pembuka jalan
dalam mengembangkan kontak dengan pihak
terkait yang diharapkan dapat berperan
dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Physical
dan social
mapping
Sebagai bentuk persiapan program, physical
dan social mapping dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menggali potensi dari
berbagai sumberdaya yang ada pada
masyarakat dan sangat berpengaruh bagi
proses pemilihan metode dan pendekatan
dalam program
Advokasi Kegiatan advokasi dilakukan kepada
pemimpin formal maupun informal
merupakan upaya pendekatan terhadap tokoh
yang dianggap dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat.
Home visit Pendekatan secara individu atau kelompok
kecil dapat membangun hubungan yang lebih
dekat antara stakeholder pendamping desa
dengan masyarakat sebagai sasaran program.
2 Perenca-
naan
Program
Sosialisasi
Pemicuan
& musya-
warah
Kegiatan ini merupakan bentuk assesement
dan komunikasi yang dibangun oleh
stakeholder kepada masyarakat yang
ditujukan agar masyarakat dapat merasakan
bahwa permasalahan yang sedang di
bicarakan benar-benar permasalahan yang
keluar dari pandangan mereka
Merumus-
kan visi,
misi dan
tujuan
Masyarakat terlibat dalam menyumbangkan
ide/gagasan dalam perencanaan secara
langsung bersama stakeholder
3 Pelak-
sanaan
Program
Penyuluh-
an agama
Pelaksanaan penyuluhan agama diberikan
sebagai sarana untuk memberikan
pengetahuan bagi masyarakat mengenai
materi-materi yang diberikan oleh penyuluh.
Pengelola-
an jamban
Masyarakat difasilitasi agar memiiliki
kapasitas dalam mengelola program secara
mandiri yang diwujudkan dengan pemberian
wewenang dalam mengatur jadwal
pertemuan dan melaksanakan pembangunan
jamban
145
1 2 3 4
4 Penga-
wasan
Program
Laporan
keuangan
kelompok
arisan
jamban
Masyarakat ikut serta mengawasi dan mengontrol
pelaksanaan program. Selain itu, pengurus
bertanggung jawab melaporakan laporan keuangan
dan laporan kegiatan arisan jamban kepada
pendamping desa dan anggota kelompok setiap
bulannya.
Laporan
semester-
an per-
enam
bulan
Laporan berkala merupakan bentuk pengawasan
pihak LAZ HARFA atas program pemberdayaan
yang dilaksanakan pendamping desa. Laporan ini
memuat hasil dan output yang berhasil
dilaksanakan selama program berlangsung selama
6 bulan.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan
informan dan diinterpretasikan oleh peneliti
LAZ HARFA mengawali programnya ketika
mendapatkan izin dari kepala Desa Kertaraharja. setelah
proses perizinan selesai, persiapan program dilanjutkan
dengan melakukan physical dan social mapping (pemetaan
fisik dan sosial) untuk mengidentifikasi dan menggali potensi
sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Physical dan social
mapping sangat penting dilakukan untuk mengetahui latar
belakang pendidikan, perekonomian, mata pencaharian,
lembaga dan data-data lapangan yang dibutuhkan sebagai
acuan dalam menentukan pendekatan yang tepat digunakan
pada proses pemberdayaan masyarakat.
Dalam kegiatan physical dan social mapping,
pendamping desa menjalin hubungan dengan para pemimpin
formal maupun informal seperti kepala desa, tokoh agama,
tokoh masyarakat, ketua RT dan RW. Advokasi yang
dilakukan pendamping desa sebagai perantara masyarakat
kepada pemimpin setempat ini merupakan bentuk upaya
pendekatan (approaches) terhadap tokoh yang dianggap dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat di Desa Kertaraharja.
146
Pendekatan yang dilakukan pendamping desa kepada
masyarakat pada tahap inisiasi program dilakukan mulai dari
pendekatan individu sampai dengan kelompok. Setelah
mendapatkan dukungan dari beberapa pihak terkait,
pendamping desa melakukan pendekatan individu melalui
kegiatan home visit. Kegiatan home visit dilakukan pada awal
program sebagai sarana untuk memperkenalkan diri dan
memberikan gambaran terkait program yang akan
dilaksanakan serta mengajak masyarakat untuk turut
berpartisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan sosialisasi, pemicuan dan musyawarah
merupakan bentuk assesement yang dilakukan pendamping
desa kepada masyarakat. Assesement dilakukan secara
kelompok yang bertujuan mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat. Adi (2008) yang
dikutip dalam Julius (2012) menyebutkan bahwa pada tahap
ini petugas selaku pelaku perubahan berusaha
mengidentifikasi masalah dan juga sumberdaya yang dimiliki
oleh warga sasaran. Dalam proses ini masyarakat dilibatkan
dalam diskusi dan pembicaraan agar pembicaraan yang
muncul merupakan hal yang memang dirasakan oleh
masyarakat. Narasumber menyebutkan bahwa pada tahap
assesement masyarakat mengungkapkan keluhan akan
terbatasnya fasilitas jamban namun terkendala masalah biaya
pembangunannya. Oleh karena itu, dibentuklah kelompok
arisan jamban sebagai wadah untuk menningkatkan
kepemilikan jamban di Desa Kertaraharja.
147
Partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
memiliki beberapa indikator, yaitu keikutsertaan masyarakat
dalam musyawarah penentuan program, identifikasi dan
masalah ataupun pembuatan formula kegiatan. Dari segi
keikutsertaan dalam musyawarah penentuan program,
masyarakat secara aktif mengikuti dan turut merumuskan visi
misi dan tujuan bersama dalam program pemberdayaan
masyarakat secara musyawarah mufakat. Narasumber
menyatakan bahwa tujuan pembentukan arisan jamban ini
dibuat bersama masyarakat tanpa paksaan sedikitpun.
Perencanaan dilakukan setelah masyarakat menyadari bahwa
memiliki jamban merupakan hal yang sangat penting dan
perlu kerja sama antar individu untuk mewujudkannya. Dalam
tahap perencanaan ini, pendamping desa juga memberikan
wewenang kepada masyarakat untuk menentukan program
yang disepakati bersama.
Selain itu, masyarakat juga turut mengajukan gagasan
terkait terbatasnya fasilitas sanitasi di Desa Kertaraharja
namun terkendala masalah biaya pembangunan. Oleh
karenanya, pendamping desa dan masyarakat bersepakat
untuk bersama-sama membentuk kelompok arisan jamban
sebagai solusi bagi permasalahan di Desa Kertaraharja dan
sebagai sarana untuk saling membantu satu sama lain. Hal ini
merupakan bentuk keikutsertaan masyarakat dalam
perencanaan program dan sesuai dengan pendapat Nasdian
(dalam Purnama, 2017) yang menyatakan bahwa kategori
partisipasi adalah warga komunitas dilibatkan dalam tindakan
yang telah dipikirkan atau direncanakan oleh orang lain dan
148
dikontrol oleh orang lain dan partisipasi merupakan
pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka
sendiri.
Terdapat aspek penting dalam partisipasi pada tahap
pelaksanaan yaitu keaktifan masyarakat sebagai pelaksana
dan pengambil manfaat dari program pemberdayaan. Program
arisan jamban di Desa Kertaraharja dalam pelaksanaan
program arisan jamban dirasa sudah mampu menerapkan
aspek tersebut dalam pelaksanaannya, dan hal tersebut sesuai
dengan pendapat Hermansyah (dalam Purnama, 2017) yang
menyatakan bahwa partisipasi pada tahap pelaksanaan yaitu
masyarakat ikut serta dalam pelaksanaan program sebagai
pelaksana maupun pemanfaat program. Hal ini dibuktikan
dengan masyarakat mendapat manfaat-manfaat positif dari
program-program arisan jamban yaitu menambah
pengetahuan dan kapasitas dalam mengelola kelompok,
difasilitasi agar memiiliki kapasitas dalam mengelola program
secara mandiri dengan pemberian wewenang dalam mengatur
jadwal pertemuan, rencana pembangunan jamban dan
melaksanakan pembangunan jamban secara mandiri dan
terjalinnya keakraban dan solidaritas kelompok.
Tahap pengawasan adalah hal yang penting dalam
proses pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya
pengawasan, program pemberdayaan masyarakat dapat
memiliki kinerja administrasi sehingga dapat
dipertanggungjawabkan dengan dokumen-dokumen pelaporan
yang semestinya berlaku sesuai dengan perundang-undangan.
Pada tahap pengawasan, anggota kelompok arisan jamban
149
memiliki peran untuk mengontrol dan mengawasi pelaporan
keuangan kelompok arisan jamban yaitu laporan uang kas dan
iuran wajib arisan jamban. Pendamping desa juga mengontrol
dan menerima laporan keuangan dari pengurus arisan jamban.
Seperti yang dikatakan narasumber bahwa setiap pertemuan
rutin bendahara selalu mengumumkan laporan keuangan
arisan jamban baik uang kas anggota maupun iuran wajib
arisan. Hal ini dimaksudkan untuk transparansi keuangan dan
bentuk tanggung jawab pengurus kepada anggota arisan
jamban dan pendamping desa LAZ HARFA.
Selain itu, bentuk evaluasi program arisan jamban
adalah dalam bentuk laporan semesteran. Laporan ini berisi
perkembangan dan hasil pemberdayaan yang dilaksanakan,
dampak program bagi masyarakat Desa Kertaraharja, kendala
selama menjalankan program dan respon masyarakat setelah
menerima program arisan jamban. Laporan semesteran ini
ditujukan kepada pihak LAZ HARFA. Dengan demikian,
masyarakat Desa Kertaraharja pada tahap monitoring dan
evaluasi memiliki peran yang cukup besar dalam mengontrol
dan mengawasi program yang mereka bina dengan
mengetahui laporan keuangan dan mengevaluasi program
secara berkala melalui laporan semesteran per enam bulan
yang ditujukan kepada pihak LAZ HARFA.
3. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
150
a. Faktor Internal
1. Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat mengenai thaharah dan
pentingnya menjaga kebersihan serta larangan buang air
besar sembarangan memiliki jawaban yang berbeda namun
intinya tetap sama yaitu thaharah adalah hal yang penting
dan perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat juga mendefinisikan thaharah dengan
senantiasa menjaga kebersihan dan tidak hanya secara
teori, namun harus dipraktikan dengan cara menjaga
kebersihan diri yang dilaksanakan dengan memiliki jamban
dan air bersih. Di sisi lain, meskipun masyarakat
mengetahui definisi dan pengetahuan mengenai thaharah
namun karena keadaan dan fasilitas yang tidak memadai
mereka terbiasa buang air besar ke kebun/rorah.
“Iya tahu gitu hidup bersih sehat itu penting
thaharah itu harus menjaga kebersihan dan
kesehatan jangan BAB ke rorah atau kebun gitu.
Tapi karena keadaannya gini.”(EM.A)150
“Cuma mengetahui thaharah-thaharah aja kan,
kan pelaksanaannya dalam suatu thaharah itu
selemah-lemahnya iman, terus kita bersih kata
orang mah membuat WC, membuat ini apa buat air
bersih.”(WS.B)151
150 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang,
25 Oktober 2018 151 Wawancara pribadi dengan Pak Wirna di Desa Kertaraharja, Pandeglang,
25 Oktober 2018
151
2. Usia
Faktor internal selanjutnya yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat adalah usia. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa usia tidak menjadi penghalang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi pada berbagai program
arisan jamban. Disamping itu, masyarakat juga sangat
menghargai pendamping desa yang telah mengadakan
program pemberdayaan di Desa Kertaraharja meskipun
secara usia jauh lebih muda daripada usia masyarakat yang
menjadi sasaran program.
“Kenapa ikutnya? Karena mendukung, karena
menghargai ke Pak yadi gitu karena menghargai
kan, bukan karena apa-apa gitu tua muda juga
yang pentingmah kita menghargai gitu, kata Pak
Yadi jadi semangat karena gitu juga, kan jadi
seneng, jadi seneng sepertinya tamu juga. Itu juga
kata Yayat biarin itu ikut ikut kaya gitu.”(YM.B) 152
“Iya katanya malu ibu-ibu mah katanya udah tua-
tua padahalmah gitu, tapi karena mau banget kita
ikut.” (YM.B)153
3. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, selama program
arisan jamban berjalan sampai dengan sekarang,
masyarakat yang berprofesi sebagai petani, pedagang, guru
dan ibu rumah tangga mengaku tidak merasa waktu dan
aktifitas pekerjaan mereka terganggu karena adanya
program. Narasumber mengutarakan bahwa mereka dapat
152 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 153 Ibid.,
152
menyempatkan waktu apabila ada kesibukan pekerjaan
yang harus dijalani dan tetap hadir dalam pelaksanaan
program arisan jamban. Selain itu, narasumber juga
mengungkapkan bahwa selama program arisan jamban
tidak mengganggu agenda/kegiatan yang lain, maka
masyarakat akan berpartisipasi dalam program. Hal ini
menunjukan bahwa masyarakat Desa Kertaraharja
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap program
pemberdayaan di Desa kertaraharja dan tetap
menyempatkan untuk hadir disela waktu kesibukan
menjalani aktifitasnya sebagai petani, pedagang, guru
ataupun ibu rumah tangga. .
“Luar biasa kompak. Kesibukan ga menghalangi
dan bisa meninggalkan seumpama ke pertanian
sibuk, pasti menyempatkan waktu.”(AS.C) 154
Hal berbeda diungkapkan narasumber lain bahwa
pertemuan dalam arisan jamban menyesuaikan waktu
senggang masyarakat asal tidak mengganggu kegiatan
pengajian.
“Kalau tidak salah hari Rabu itu ada
pengumuman mau kumpulan. Setujunya kapan
ibu-ibu hari apa kumpulnya? Kata Pak Yadi hari
Minggu. Kata saya gini, ‘Pak kalau mau kumpul-
kumpul arisan kata saya maaf tolong jangan
sampai mengganggu ke kegiatan pengajian,
154 Wawancara pribadi dengan Pak Asep di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
153
pengajian hari minggu gitu. Undur aja kalau gitu’,
Oh katanya ‘kapan?’ Jum’at aja gitu.”(EM.A)155
4. Kebutuhan
Seseorang akan berpartisipasi dalam sebuah
program apabila ia merasa hal tersebut merupakan
sebuah kebutuhan baginya. Berdasarkan hasil
wawancara, faktor yang mendorong partisipasi
masyarakat dalam program arisan jamban adalah
karena masyarakat sangat membutuhkan fasilitas
jamban namun terkendala oleh biaya pembangunannya.
Oleh karena itu, masyarakat berpartisipasi agar dapat
saling membantu dalam meringankan biaya pembuatan
jamban satu sama lain dengan sistem arisan.
“Mereka sangat butuh ya karena kurang
fasilitas dan itu tadi agar bisa bareng-bareng
gitu bangun jamban. Karena yang jadi masalah
mereka itu gak ada biaya. Coba kita liat kalau
udah dikumpulin, kali sekian orang mereka
langsung mikir, oh iya saya bisa bangun
jamban.”(YS.A) 156
“….Kan disini tidak ada WC awalnya ya, sama
sekali, bukan sama sekali, jaranglah, yang
tidak mampu mah. Ya kalau mau membuat WC
itung-itung saling membantu jadi mengadakan
arisna jamban. karena tidak ada biayanya gitu.
155 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 156 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
154
Kalau waktu Pak Yadi tidak ada, disini mah
tidak ada yang punya, jarang gitu.” (EM.A) 157
Selain itu, narasumber lain mengungkapkan
bahwa kebutuhan dasar (jamban) adalah hal yang
sangat penting baginya. Dan khawatir jika setiap hari
harus ke kebun atau rorah karena berbahaya jika hujan
atau malam hari karena dikhawatirkan ada ular atau
binatang buas lainnya. Sebagaimana pernyataan
narasumber berikut ini.
“Gimana kalau kita lagi pengen BAB, kalau
hujan bawa-bawa payung, bawa senter Bu.
Namanya juga ibaratnya kebutuhan gitu, jadi,
jangankan 200 ribu biarin 500 ribu juga Bu
kalau untuk kebutuhan mah Bu. Kebutuhan
kebutuhan seumur hidup kan Bu itu kita
sepertinya kalau adamah kitanya (uangnya).
Gak hujan gak angina mau gimana lagi kita,
siang malem. Mikirinnya kalau malem doang
takut ada ular takut ada apa. Sekarang gimana
caranya katanya kata Pak Mukri?, ‘Ayo kita
niat aja Pak’, mau aja gitu kapan kapan juga.
Alhamdulillah sekarang ini pelan-pelan
bertahap semuanya dari jamban. Pak Yadi
sama Pak Mukri itu jangan dipakai untuk apa-
apa maunya buat jamban aja. Jadi kalau
dipake untuk jamban (arisan) gak kepake gitu
(uangnya). “(YM.B) 158
Ringkasan mengenai faktor internal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dapat dilihat
dalam tabel 12 di bawah ini.
157 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 158 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
155
Tabel 12. Faktor Internal yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat pada Program Arisan Jamban di Desa
Kertaraharja
No Sub
Faktor Bentuk Implikasi
1 Pengeta-
huan
Masyarakat
mendefinisikan
thaharah dengan
senantiasa
menjaga
kebersihan tidak
hanya secara teori
namun juga secara
praktik
Pengetahuan yang baik
mengenai thaharah dan
larangan BABS kemudian
adanya kesadaran dapat
mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam program
arisan jamban.
2 Usia Terdapat
perbedaan usia
yang cukup
beragam dalam
kelompok arisna
jamban
Dalam perbedaan usia yang
beragam, kecenderungan yang
muncul adalah perasaan
saling mengahargai dan
menghormati satu sama lain.
3 Pekerjaan Masyarakat yang
berprofesi sebagai
petani, pedagang,
guru dan ibu
rumah tangga
Jenis pekerjaan seseorang
akan berpengaruh terhadap
banyaknya waktu luang yang
dimilikinya dalam turut serta
dalam berbagai kegiatan di
dalam masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan selalu mengikuti
dan menyesuaikan waktu
yang dimiliki masyarakat.
4 Kebutuh-
an
Masyarakat
sangat
membutuhkan
fasilitas jamban
namun terkendala
masalah biaya
pembangunannya
Kebutuhan masyarakat akan
jamban merupakan hal yang
sangat mempengaruhi
keterlibatan masyarakat
dalam program arisan jamban.
Oleh karena itu, program
arisan jamban mendapat
banyak dukungan dari
masyarakat karena dinilai
sangat dibutuhkan
masyarakat.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan
informan dan diinterpretasikan oleh peneliti
Tabel di atas menggambarkan bahwa secara garis
besar faktor internal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat pada program arisan jamban di Desa Kertaraharja
dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, usia, pekerjaan, dan
kebutuhan.
156
b. Faktor eksternal
1. Keluarga
Tak bisa dipungkiri bahwa mayoritas anggota dan
pengurus yang tergabung dalam program arisan jamban
adalah perempuan. Terkait partisipasi perempuan, keluarga
memegang peranan penting dan berpengaruh terhadap
partisipasi perempuan dalam program pemberdayaan
masyarakat. Hal ini membuat pendamping desa sebagai
penggerak program melakukan sosialisasi dan menggalang
dukungan para kepala keluarga/suami untuk mengizinkan
istrinya untuk berpartisipasi dalam program arisan jamban.
“..…dilakukan sosialisasi ke bapak-bapaknya dulu
‘gimana nih kalau misalkan ana ngadain arisan
jamban, bapak-bapak keberatan tidak ibunya
dikasih uang 20ribu perbulan?.’ Jadi FF masuk ke
semua lini sih, ke bapak-bapak juga harus masuk,
takutnya khawatir uang untuk apa jadi kalau
misalkan udah ada bahasa biasanya ibu-ibu tuh
‘gimana suami aja pak yang nyari uang kan suami
saya.’ tapi ketika kita udah ke bapak-bapaknya kan
enak, ‘udah ibu gausah mikirin lagi Bapakmah
udah ngizinin,’ jadi kitanya lebih enak.” (YS.A) 159
Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa seluruh
kepala keluarga mendukung dan mengizinkan istrinya
untuk bergabung dalam program arisan jamban. Seperti
diungkapkan narasumber bahwa suaminya mengizinkan
beliau untuk mengikuti program arisan jamban setelah
mendapatkan sosialisasi dari pendamping desa.
159 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
157
Kemudian, bentuk dukungan penuh dari para
suami atau kepala keluarga adalah dengan bersama-sama
membuat cubluk di rumahnya masing-masing pada saat
awal program arisan jamban dimulai. Hal ini dikarenakan
dengan menggunakan cubluk kebersihannya lebih terjaga
dan tidak menimbulkan bau tidak sedap karena bisa
ditutup, lain halnya dengan rorah yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap ketika musim kemarau.
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam program arisan jamban.
“Iya itu dibilangin ke ibu-ibu. Trus kan mungkin
bisa dirasakan mungkin sama masyarakat ya
gimana kebersihannya kan biasa nya kalau di
rorah kalau tidak ada hujan kan bau, kalau pakai
cubluk kan bisa ditutup. Iya abis gitu bapak-bapak
nya itu yang bikin itu bukan ibu-
ibunya.”(EM.A)160
“Iya saling mendukung gitu. Sampai-sampai
bapak-bapaknya juga turun tangan membangun
cubluk gitu.”(EM.A)161
2. Penghargaan
Bentuk penghargaan dalam program
pemberdayaan masyarakat dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat. Narasumber mengakui bahwa
mereka merasa semangat dalam mengikuti program arisan
jamban di Desa Kertaraharja karena pendamping desa
160 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 161 Ibid.,
158
LAZ HARFA mengapresiasi hasil pembangunan jamban
masyarakat dengan memberikan sertifikat jamban terbaik
dan mengadakan lomba cubluk terbaik.
Penghargaan/apresiasi tersebut diberikan dalam bentuk
hadiah seperti alat kebutuhan rumah tangga. Hal ini
membuat masyarakat merasa dihargai dan menambah
semangat dalam mengikuti program arisan jamban.
“Ada jamban terbaik. Ibu Pinah, Ibu Rina itu dari
arisan jamban sama Bu Eti. Kalau Bu Eti karena
emang belum dapet dia. Kalau yang dua itu udah.
Bu Eti pernah dapet dari ketua sih sebagai ketua
dapet sertifikat gitu. Ketua Bendahara dan
sekretaris.” (YS.A) 162
“..…Tapi kan memberi semangat nya gini tahun
kemarin juga, ‘Bapak-bapak lomba yang paling
bagus membuat cubluk, nanti dikasih hadiah.’ Iya
hadiahnya alakadarnya kaya sabun, tapi semangat
masyarakat dikasih sabun doang juga. Suka ada
hadiahnya jadi pada semangat.”(EM.A) 163
3. Kebermanfaatan program
Manfaat yang dirasakan dengan adanya program
arisan jamban satunya adalah masyarakat sudah menyadari
pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan, lahan
menjadi lebih bersih dan lingkungan menjadi lebih sehat
karena tidak lagi ada lagi bau kotoran manusia yang
menyebar.
162 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 163 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
159
Selain itu, masyarakat lebih mudah untuk buang air
besar dan tidak lagi harus ke kebun atau rorah karena
sudah memiliki jamban sendiri di rumahnya. Dari
pernyataan para narasumber, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat mau berpartisipasi dalam program arisan
jamban salah satunya dikarenakan telah merasakan
langsung manfaat dari program pemberdayaan masyarakat.
“Kalau gak ada HARFA mah atuh siapa lagi yang
membantu. Alhamdulillah lebih baik sekarangmah
ada perubahan. Lahannya sekarangmah bersih
bisa dipakai menanam apa aja…..Atuh banyak
manfaatnya itu, kata saya juga sekarangmah tidak
menyebarkan bau, tidak menyebarkan penyakit,
tidak susah kalau mau ke jamban gitu, jadi
terbantu iya sama adanya arisan jamban.”(EM.A) 164
“Sekarang mah tidak ada, sudah 100% di Bahbul
mah tidak ada (BABS). Yang tidak punya WC juga
kan punya cubluk.”(EM.A) 165
“Untuk HARFA pribadi saya mengakui saya
sering ngobrol sama pak lurah, saya salut gitu ya
sama HARFA. Karena melihat kondisi masyarakat
juga ada peningkatannya gitu.” (AS.C) 166
“Ya kondisinya lebih enak gitu kita mau ke kebun
juga gak ada bau, gak ada ranjau lagi gitu
khawatir keinjek. Trus bisa dipake buat nanem-
nanem. Jadi bisa lebih produktif lah intinya. Jadi
164 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 165 Ibid., 166 Wawancara pribadi dengan Pak Asep di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
160
yang ngambil kelapapun gak khawatir kelapanya
jatuh ke kotoran.” (YS.A)167
“Keadaannya lebih baik. Banyak yang tadinya, ‘Bu
mau kemana? ke belakang (rorah).’ Tapi
sekarangmah udah ada WC gitu ya. Udah ada
paralon sepiteng di belakang alhamdulillah.”
(YS.A) 168
4. Dukungan Stakeholders
Dukungan stakeholders yang berada di lingkungan
Desa Kertaraharja menjadi salah satu faktor eksternal
yang juga mempengaruhi partisipasi masyarakat.
Stakeholders yang mendukung progam pemberdayaan di
Desa Kertaraharja ini adalah LAZ HARFA, aparatur
pemerintah tingkat desa, dan tokoh agama. Narasumber
menjelaskan bahwa dengan dukungan ini masyarakat
mendapatkan wewenang yang besar dalam mengelola
program pemberdayaan sehingga yang tadinya bukan
siapa-siapa dapat berkembang kemampuannya dalam
mengelola kelompok.
“Kalau stakeholder nya sih menurut ana sendiri
dari masyarakatnya sendiri. Jadi yang awalnya
tidak jadi ketua, jadi ketua gitu tuh. Yang awalnya
tidak megang uang, jadi memegang uang.
Awalnya kan mereka tidak ikut, tidak pernah
melakukan itu. Kalo dari stakeholder lain kaya
aparatur desa kepala desa, mereka berperan kalo
167 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 168 Ibid.,
161
RT RW, tokoh agama gitu kaya abah, semuanya
mendukung.”(YS.A) 169
Narasumber juga menyampaikan bahwa dukungan
moril selalu diberikan oleh aparatur pemerintah Desa
terhadap kegiatan arisan jamban dan pemberdayaan
masyarakat di Desa Kertaraharja.
“Kalo untuk dukungan moril, fasilitas, perizinan,
dukungan kegiatan selalu didukung. Kalo
koordinasi komunikasi dari pak Yadi luar biasa
Pak Yadi sering komunikasi. Waktu itu ada
pengeboran di Bahbul juga koordinasi ke kita.”
(AS.C) 170
Ringkasan mengenai faktor eksternal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam
tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat pada Program Arisan Jamban
di Desa Kertaraharja
No Sub
Faktor Bentuk Implikasi
1 2 3 4 1 Keluarga Dukungan
para kepala
keluarga
Kepala keluarga mengizinkan istrinya
terlibat dan bergabung dalam program
arisan jamban.
2 Penghar-
gaan
Sertifikat
jamban
terbaik/ lomba
cubluk terbaik
Adanya penghargaan seperti jamban
dan cubluk terbaik membuat
masyarakat merasa senang dan lebih
terdorong dalam berpartisipasi dalam
program arisan jamban
3 Keber-
manfaatan
program
Kondisi lahan
yang lebih
bersih dan
produktif
Manfaat arisan jamban dilihat dari dari
kebermanfaatannya terhadap
lingkungan yang lebih baik.
169 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 170 Wawancara pribadi dengan Pak Asep di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
162
1 2 3 4
Tidak ada lagi
masyarakat
yang BABS
Manfaat program arisan jamban juga
dirasakan dalam bentuk perilaku yang
mulai berubah yang awalnya BABS
menjadi BAB di jamban sehat.
4 Dukungan
stake-
holder
LAZ HARFA
melalui
pendamping
desa
Dukungan pendamping desa sebagai
fasilitator program membuat
masyarakat terlibat secara langsung
dalam perencanaan sampai evaluasi.
Aparatur
pemerintah
desa
Masyarakat mendapatkan wewenang
dan ruang yang besar dalam mengelola
program
Tokoh agama Tokoh agama memberikan motivasi
yang membuat masyarakat lebih
semangat dan aktif dalam mengelola
program arisan jamban.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan
dan diinterpretasikan oleh peneliti
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat adalah pengetahuan. Narasumber
memiliki pengetahuan yang baik mengenai thaharah dan
larangan buang air besar sembarangan. Berbekal pengetahuan
awal tersebut, kemudian adanya kesadaran bahwa perilaku
yang dilakukannya merupakan kebiasaan yang buruk dapat
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program
arisan jamban. Hal ini sesuai dengan pendapat Sasroputro
(dalam Ocbrianto, 2012) yang mengatakan bahwa
pengetahuan merupakan satu unsur penting dalam partisipasi
dari pengetahuan yang dimiliki, maka akan menumbuhkan
kesadaran dan pada akhirnya akan terwujud dalam perubahan
sikap dan tingkah laku. Dalam hal ini terlihat dari masyarakat
yang sadar bahwa perilaku buang air besar sembaranagn
adalah salah.
163
Faktor internal kedua yang juga mempengaruhi
partisipasi masyarakat adalah usia. Perbedaan kedudukan
antar golongan tua dan muda tidak dibedakan dalam
kelompok arisan jamban. Kecenderungan yang muncul adalah
perasaan saling mengahargai dan menghormati satu sama lain.
Narasumber menyatakan bahwa usia tidak menjadi
penghalang bagi mereka untuk menjalin hubungan antar
anggota kelompok. Dengan usia sekarang ini, narasumber
tetap semangat dan antusias mengikuti berbagai kegiatan
pemberdayaan khususnya arisan jamban. Seperti halnya Ibu E
yang saat ini berusia 51 tahun yang masih aktif dan menjadi
ketua kelompok arisan jamban. Narasumber lainnya seperti
ibu Y yang berusia 40 tahun tetap berpartisipasi dan saling
menghargai satu sama lain yang berbeda usia. Selain itu,
perbedaan usia dengan pendamping desa juga tidak menjadi
penghalang bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Masyarakat
menghargai pendamping desa meskipun memiliki perbedaan
usia yang cukup jauh.
Disamping itu, keterlibatan masyarakat golongan usia
produktif lebih besar dibandingkan dengan usia lanjut. Hal ini
ditunjukan dengan kehadiran masyarakat pada kegiatan
pertemuan lebih didominasi pada usia ≤ 55 tahun.
Jenis pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap
banyaknya waktu luang yang dimilikinya dalam turut serta
dalam berbagai kegiatan di dalam masyarakat. Dalam hal ini,
pelaksanaan kegiatan penyuluhan di Desa Kertaraharja selalu
mengikuti dan menyesuaikan waktu yang dimiliki
masyarakat. Hal ini membuat keterlibatan masyarakat lebih
164
besar karena waktu yang dipilih dalam pertemuan merupakan
waktu senggang masyarakat seperti sore atau malam hari.
Faktor kebutuhan adalah salah satu faktor penting
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa
Kertaraharja. Secara dominan, narasumber mengungkapkan
bahwa kebutuhan akan fasilitas jamban adalah hal yang
melatarbelakangi narasumber dalam berpartisipasi aktif dalam
program arisan jamban. Narasumber mengungkapkan bahwa
masyarakat sangat membutuhkan fasilitas jamban namun
terkendala masalah biaya pembangunannya. Oleh karena itu,
masyarakat berpartisipasi agar dapat saling membantu
memenuhi kebutuhan dan dapat saling meringankan biaya
pembuatan jamban satu sama lain dengan sistem arisan. Hal
ini sejalan dengan pendapat Ife (dalam Ocbrianto, 2012) yang
menegaskan bahwa seseorang akan berpartisipasi apabila
mereka merasakan isu atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan
merupakan hal yang penting dan masyarakat akan merasa isu
tersebut penting ketika sesuai dengan kebutuhan yang
dirasakannya.
Faktor ekternal juga menjadi hal yang harus
diperhatikan dalam pembahasan mengenai faktor yang
mempengaruhi partisipasi. Faktor eksternal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah keluarga. Faktor
keluarga menjadi salah satu faktor eksternal karena mayoritas
anggota kelompok arisan jamban berasal dari golongan ibu-
ibu atau para istri yang merupakan bagian penting dalam
keluarganya.
165
Muniarti (dalam Ocbrianto, 2012) mengungkapkan
bahwa dalam keluarga, kedudukan istri bergantung pada
suami, kedudukan anak perempuan tergantung pada ayah.
Tidak mengherankan bahwa keikutsertaan perempuan dalam
suatu kegiatan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari
keluarganya, sehingga keluarga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi partisipasi perempuan dalam suatu program.
Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keluarga para
narasumber seluruhnya selalu mendukung para istri untuk
berpartisipasi dalam program arisan jamban dan turut
membantu dalam proses pembangunan jamban sebagai bentuk
dukungan terhadap program
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
adalah adanya bentuk penghargaan dalam program
pemberdayaan masyarakat. Apresiasi pendamping desa LAZ
HARFA berupa pemberian sertifikat jamban dan pengadaan
lomba cubluk terbaik kepada masyarakat yang berpartisipasi
merupakan hal yang dapat mendorong tingginya partisipasi
masyarakat dalam program. Dengan demikian,
penghargaan/apresiasi menjadi hal yang cukup penting dalam
mempengaruhi partisipasi masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Ife (dalam Ocbrianto, 2012) yang menyatakan
bahwa berbagai bentuk partisipasi harus diakui serta dihargai.
Ini akan membuat masyarakat terdorong dalam berpartisipasi.
Kemudian, faktor kebermanfaatan program arisan
jamban menjadi hal yang penting bagi pelaku pemberdayaan
masyarakat. Karena semakin banyak manfaat yang dirasakan,
semakin besar pula partisipasi masyarakat terhadap program
166
pemberdayaan masyarakat. manfaat program arisan jamban
dirasakan langsung oleh masyarakat Desa Kertaraharja.
Manfaat program dirasakan dalam beberapa jenis
kebermanfaatan yaitu manfaat terhadap perubahan
lingkungan, perubahan perilaku dan kebermanfaatan fasilitas
jamban yang memudahkan akses masyarakat.
Narasumber mengutarakan bahwa kondisi Desa
Kertaraharja jauh berbeda dengan sebelum adanya program
pemberdayaan dari LAZ HARFA. Perubahan terjadi pada
kondisi lahan yang lebih bersih dan bisa digunakan untuk
menanam tanaman. Selain itu, sudah tidak ada lagi
masyarakat yang buang air besar sembarangan ke
kebun/rorah serta masyarakat dimudakan dengan adanya
fasilitas jamban di rumahnya masing-masing.
Dalam proses partisipasi, dukungan stakeholder
merupakan salah satu hal penting dalam mendorong
partisipasi masyarakat. Struktur masyarakat yang mendukung
warganya akan mendorong partisipasi yang dilakukan
masyarakat. Dalam penelitian ini, masyarakat Desa
Kertaraharja diberikan motivasi dan ruang serta wewenang
seluas-luasnya oleh stakeholder dalam mengelola program
pemberdayaan sehingga yang tadinya bukan siapa-siapa dapat
berkembang kemampuannya dalam mengelola kelompok.
Sebagaimana pendapat Ife bahwa lingkungan/struktur
masyarakat tersebut harus mendukung kelemahan yang
mungkin ada di dalam diri setiap warganya. Dengan demikian
akan menjadikan masyarakat terdorong untuk terus
berpartisipasi.
167
C. Kelembagaan pada Program Arisan Jamban di Desa
Kertaraharja
1. Aturan Kelompok
Jumlah anggota kelompok arisan jamban saat ini
adalah 72 orang yang mencakup 90% KK yang berada di
lingkungan Kampung Bahbul, Desa Kertaraharja. Semua
anggota kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama
dan harus dipatuhi oleh setiap anggota. Masyarakat yang
menjadi anggota kelompok arisan jamban adalah ibu-ibu, baik
yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, petani, pedagang
dan guru. Pengurus kelompok arisan jamban merupakan
orang-orang yang dipilih anggota melalui musyawarah dan
kesepakatan kelompok. Para pengurus dipilih karena
merupakan orang yang paling dipercaya oleh masyarakat.
“Itu karena percaya aja kalau Bu Eti jadi
ketuanya.”(YM.B) 171
Mulai kelompok dibentuk sampai dengan saat ini, baru
terjadi satu kali pemilihan ketua kelompok dan belum ada
pergantian sampai dengan sekarang. Saat ini, kelompok arisan
jamban dipimpin oleh Ibu Eti. Struktur kelompok terdiri dari
ketua, sekretaris dan bendahara. Tugas ketua dalam kelompok
arisan jamban adalah mengkoordinir anggota dan
berkoordinasi dengan pendamping desa, sekretaris dan
bendahara. Sekretaris memiliki tugas dalam pembukuan
arisan.
171 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
168
Selain menjalankan tugas dalam pembukuan,
sekretaris juga berkoordinasi dengan pendamping desa
mewakili ketua arisan jamban. Dan tugas bendahara adalah
mengurus keuangan arisan dan melakukan penagihan kepada
anggota kelompok. Tugas penagihan ini juga dibantu oleh
ketua dan sekretaris. Hal ini dilakukan agar proses
pengumpulan uang lebih cepat dan memudahkan tugas
bendahara.
Kelompok arisan jamban sebagai wadah yang
menaungi 72 orang anggota memiliki aturan yang telah
disepakati bersama. Dari hasil wawancara diketahui bahwa
aturan kelompok yang merupakan hasil dari musyawarah ini
dilaksanakan pada saat pembentukan pengurus arisan jamban.
Aturan ini dilaksanakan dan dipatuhi oleh seluruh anggota
meskipun aturan tersebut tidak tertuang dalam tulisan.
“Peraturan ini tidak tertulis dan sesuai kesepakatan
saja. Kesepakatn ini disepakati berbarengan saat
pembentukan ketua, sekretaris dan bendahara.
Sekalian kita sepakati peraturannya. Pokoknya di
masyarakatmah semua atas unsur kesepakatan
musyawarah mufakat gitu.” (YS.A) 172
Aturan yang mengikat seluruh kelompok arisan
jamban meliputi:
a) Setiap masyarakat yang mendapatkan arisan wajib
menggunakan uangnya untuk membangun jamban,
172 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
169
apabila sudah memiliki jamban, uang dapat digunakan
untuk kebutuhan pokok lainnya.
b) Setelah mendapatkan arisan dan uang diterima anggota
kelompok harus langsung membelanjakan uang tersebut
untuk kebutuhan pembangunan jamban.
Berdasarkan hasil penelitian, selama kelompok
arisan jamban berjalan sampai dengan saat ini masyarakat
dominan menaati aturan dalam kelompok. Adapun
pelanggaran yang pernah terjadi tidak menjadi hambatan
dan dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah.
“Selama ini berjalan sesuai kesepakatan saja dari
awal sampai dengan sekarang. Kalau pelanggaran
sih paling ada yang telat bayar, ada laporan seperti
itu tapi sekarangmah udah bayar lagi. Kalo
sekarangmah udah gak ada sih. Ada juga kadang
disuruh bikin jamban tapi tidak dibikin jamban.
Karena itu tadi mungkin ada masalah keluarga. Ada
yang kaya gitu kalo di masyarakatmah. Kalo FF
sendiri menyikapi yang kaya gitu tidak ada sanksi,
tinggal kita paling musyawarahkan, oh silahkan ibu
kalau misalnya emang tidak bisa buat jamban tapi
nanti setelah kebutuhannya itu terpenuhi mungkin
bisa dibuat jamban di akhir. Ya tetep mereka juga
bikin kesepakatan untuk ngomong.” (YS.A) 173
Pemilihan pengurus dilakukan dengan cara
musyawarah dan bakal calon pengurus diajukan langsung
oleh masyarakat. Setelah nama sudah ada, maka dilakukan
voting untuk menentukan siapa ketua, sekretaris dan
bendahara kelompok arisan jamban.
173 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
170
“Sebetulnya kita juga voting ya. siapa yang mau
jadi ketuanya. Jadi ada voting juga Diajukan dulu
sebelumnya. Kan masyarakat juga lebih tau. Tanya
aja langsung. Terus abis itu disepakati hasil
votingnya”(YS.A) 174
Secara umum, seluruh anggota arisan jamban merasa
puas dan percaya terhadap kinerja pengurus arisan
jamban. Hal tersebut dikarenakan pengurus arisan jamban
juga mewakili blok masing-masing wilayah sehingga
memudahkan anggota ketika berkoordinasi dengan
pengurus arisan jamban.
2. Pola Hubungan
Kelompok arisan jamban dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya tidak terlepas dari hubungan dengan lingkungan
hidupnya. Pola hubungan kelompok arisan jamban yang
terjalin di dalam kelompok secara internal dan dengan
stakeholder dapat dilihat dalam uraian berikut.
a) Hubungan di dalam kelompok
Kelompok arisan jamban adalah kelompok yang
memiliki struktur sederhana. Hubungan antar anggota dan
pengurus pun sudah seperti keluarga. Koordinasi yang
dilakukan juga sangat mudah dan tidak ada jarak antara
pengurus dengan anggota begitupun dengan pendamping desa
LAZ HARFA. Anggota dan pengurus saling membantu dan
bekerja sama satu sama lain demi mencapai tujuan bersama.
Pertemuan rutin dan kegiatan kelompok seperti gorol (gotong
174 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
171
royong), senam bersama dan pengocokan arisan yang
dilakukan anggota dan pengurus semakin meningkatkan
kedekatan diantara pengurus dan anggota arisan jamban.
“Hubungannya baik. Jadi itu bareng-bareng aja. Jadi
kalau kita ada kegiatan apa, ada kegiatan gorol
(gotong royong), bareng gitu ke sebelah mana dulu,
kalaupun sunda atau jawa sama aja bareng bareng
aja.”(YM.B) 175
“Sangat dekat udah kaya keluarga aja gitu. Kalau ada
salah satu anggota tidak hadir ditanyain terus kalo ada
kabar sakit dijenguk gitu. “(YS.A)176
“Bukan hanya kelompok lagi itumah semuanya aja.
Yang deket yang jauh biasanya sekampung Bu. apalagi
kalau pas hujan kendaraan susah, kalau tidak bisa
pakai motor biasanya digotong kesana. Alhamdulillah
sama sekampung yang tahu mah.”(EM.A) 177
“Hubungannya sangat akrab. Lebih ke kekeluargaan
sih. Jadi ana berhadapan langsung dengan anggota
dan anggota juga bisa langsung koordinasi gitu. Terus
kalo ketemu sosialisasi gitu. Tapi sekarangmah udah
akrab udah tahu. Tiap rumah juga udah pada tahu.
Jadi hubungannya sangat dekat udah kaya keluarga
aja gitu. Kalau ada satu anggota tidak hadir ditanyain,
terus kalau ada kabar sakit dijenguk gitu.” (YS.A) 178
Tingkat kepercayaan di dalam kelompok arisan jamban
juga terjalin dengan baik karena sudah mengenal satu sama
175 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 176 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 177 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 178 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
172
lalin. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan masyarakat
dalam pengelolaan dana/uang dalam kelompok arisan jamban.
“Masyarakatmah ikut aja karena udah percaya aja gak
mungkin hilang.”(YS.A)179
“Tidak Ibu-ibu mah percaya aja. Namanya juga
sekampung ini sudah kenal semuanya.”(EM.A)180
b) Hubungan Horisontal
Program pengelolaan jamban yang diwujudkan
melalui kelompok arisan jamban terdapat di tiga wilayah di
Desa Kertaraharja yaitu di Kampung Bahbul, Kampung
Depok 1 dan Kampung Depok 2. Ketiga kelompok ini
menjalankan visi dan misi yang sama yaitu meningkatkan
kepemilikan jamban di wilayahnya masing-masing
sehingga dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat
ke arah yang lebih baik. Namun demikian, ketiga
kelompok arisan jamban ini tidak memiliki jalur koordinasi
dan hanya sekedar mengetahui bahwa di wilayah tersebut
juga dibentuk arisan jamban. Tidak pernah ada pertemuan
antar kelompok sehingga tidak terjalin pertukaran
informasi dan pengalaman antar kelompok arisan jamban
yang diinisiasi oleh lembaga yang sama yaitu LAZ
HARFA.
179 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 180 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
173
c) Hubungan Vertikal
Kelompok arisan jamban menjalin hubungan
dengan pendamping desa LAZ HARFA. Pendamping desa
merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
terwujudnya program pemberdayaan masyarakat di Desa
Kertaraharja. Saat ini hubungan kelompok arisan jamban
dengan pendamping desa LAZ HARFA sangat harmonis.
Kelompok arisan jamban mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dari pendamping desa LAZ HARFA dalam
mengelola jamban di Desa Kertaraharja. Pendamping desa
juga berperan sebagai fasilitator yang membantu dan
mendampingi masyarakat untuk berperan aktif dalam
kelembagaan pengelolaan jamban di Desa Kertaraharja.
“Paling HARFA ke masyarakat langsung biar
lebih berperan aktif di arisan jamban ini. Ana ikut
kalo ada pertemuan sama kelompok arisan
jamban pas pengocokan trus ngasih sosialisasi
gitu. Ana juga koordinasi sama
pengurusnya…....yang dapet arisan langsung saya
belanjakan ke matrial saya kasih notanya, bonnya
ke mereka jadi barang langsung dikirim.”
(YS.A)181
“Ya untuk di Kampung Bahbul ini sendiri
sebetulnya lembaga swadaya masyarakat ya,
harapan dhuafa (HARFA) gitu, trus yang
didiukung juga oleh tetep ya dari desa juga sama
kaya mereka hanya mendukung aja kalau full
sosialisasinya itu dari HARFA. Struktur
pemerintah desa yang mendukung paling RT RW
paling yang kaya gitu. Kita juga sebetulnya kerja
181 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
174
sama sama Tokoh agama juga termasuk ustadz-
ustadz itu.”(YS.A) 182
Pertemuan rutin satu bulan sekali yang
dilaksanakan kelompok arisan jamban dengan
Pendamping Desa LAZ HARFA dimanfaatkan untuk
bertukar informasi dan pengalaman dan belajar bersama
tentang suatu topik baik membahas pentingnya
kepemilikan jamban atau hal lain yang dibutuhkan
masyarakat. Pendamping desa memberikan penyuluhan
dan informasi yang tidak bersifat menggurui, namun
bersama-sama saling belajar dan berbagi dalam
pengelolaan jamban.
“..….Dan kita itu ya intinya belajar bareng-
bareng. Gak ada yang beda. Saya bukan jadi guru
buat mereka tapi bareng-bareng gitu….....Kita kan
disini belajar dari masyarakat tidak menggurui
sedikitpun tapi bareng-bareng.” (YS.A)183
Hubungan vertikal lain yang dilakukan oleh
Kelompok Arisan Jamban adalah dengan aparatur
pemerintah desa yaitu kepala Desa Kertaraharja.
kelompok arisan jamban melakukan koordinasi dengan
dengan kepala desa terkait perizinan dan laporan adanya
182 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 183 Ibid.,
175
program pemberdayaan di Desa Kertaraharja terkait
pengelolaan jamban yang diinisiasi oleh LAZ HARFA.
“Ada izin ke kepala desa. Ada jelas itumah. Kita
ada namanya Lintas Sektoral Tingkat Desa
(Linsekdes). Entah itu siapa dan tujuannya apa
pasti izin dulu ke desa. Dan nanti mereka tau
kegiatannya apa aja di jelasin gini gini gini Jadi
kita laporan ke desa.”(YS.A) 184
“Kalau untuk dukungan moril, fasilitas, perizinan,
dukungan kegiatan selalu didukung. Kalo
koordinasi komunikasi dari Pak Yadi luar biasa
Pak Yadi sering komunikasi. Waktu itu ada
pengeboran di Bahbul juga koordinasi ke kita.”
(AS.C) 185
Kelompok arisan jamban juga menjalin hubungan
dengan tokoh agama di Desa Kertaraharja. Tokoh agama
berperan memberikan teladan dan semangat kepada
masyarakat untuk mengubah perilakunya. Tokoh agama
menilai bahwa adanya program pengelolaan jamban di
Desa Kertaraharja yang diinisiasi oleh LAZ HARFA
dapat menunjang dan membantu tokoh agama dalam
memberikan penjelasakan kepada masyarakat. Tokoh
agama dan LAZ HARFA dapat saling bekerja sama dan
saling mendukung untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di Desa Kertaraharja.
184 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 185 Wawancara pribadi dengan Pak Asep di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
176
“Karena adanya HARFA disini alhamdulillah
saling menunjang. Terus karena keadaannya
begitu karena datangnya HARFA disini jadi
menambah jalan bagi tokoh agama untuk
memberikan penjelasan kepada masyarakat, itu
sebenarnya saling menguntungkan karena kita
sebagai tokoh awalnya memberikan
penjelasan………Itu sebagai sarana menunjang
masyarakat sekarang (untuk mengaplikasikan bab
thaharah).”(WS.B) 186
Secara singkat, pola hubungan dalam kelembagaan
arisan jamban dirangkum dalam tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Pola Hubungan dalam Kelembagaan Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja
No Pola
Hubungan Bentuk Keterangan
1 Hubungan
di dalam
kelompok
Koordi-
nasi
Koordinasi dilakukan dengan asas kekeluargaan
dan terjalin sangat akrab. Anggota dan pengurus
saling membantu dan bekerja sama satu sama lain
Akomo-
dasi
Hubungan yang terjadi dalam kelompok berjalan
berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam
kelompok seperti gotong royong dan musyawarah mufakat
2 Hubungan
di luar kelompok
Koordi-
nasi
Kelompok arisan jamban menjalin hubungan
dengan aparatur pemerintah desa yaitu kepala desa Kertaraharja. Kelompok Arisan Jamban
melalui fasilitator melakukan koordinasi dengan
kepala desa terkait perizinan dan laporan program pemberdayaan masyarakat
Kerja-
sama
Pendamping desa juga berperan sebagai
fasilitator kelembagaan pengelolaan jamban.
Selain itu, kelompok arisan jamban juga berhubungan dengan tokoh agama yang berperan
memberikan teladan dan semangat kepada
masyarakat keduanya saling bekerja sama dalam
program.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan
dan diinterpretasikan oleh peneliti
Interaksi antar anggota dan pengurus kelompok
arisan jamban terjalin sangat dekat dan akrab satu sama
lain. Kegiatan-kegiatan kelompok arisan jamban yang
186 Wawancara pribadi dengan Pak Wirna di Desa Kertaraharja, Pandeglang,
25 Oktober 2018
177
rutin dilaksanakan seperti penyuluhan, senam bersama
dan pengocokan arisan jamban menambah keakraban dan
solidaritas antar pengurus dan anggota arisan jamban.
Hubungan dalam kelembagaan kelompok arisan jamban di
Desa Kertaraharja menggambarkan adanya modal sosial.
Modal sosial merupakan cerminan sejauh mana
masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang
bersifat unik mampu mengembangkan hubungan interaksi
dan transaksi sosial sehingga terwujud struktur sosial.
Adanya modal sosial dalam kelompok arisan jamban
dibuktikan dengan adanya ikatan solidaritas yang tinggi.
Narasumber mengutarakan bahwa hubungan didalam
kelompok arisan jamban sudah seperti keluarga. Apabila
ada salah satu anggota/pengurus sakit, maka anggota
kelompok yang lain akan memberikan bantuan dengan
mengantarnya ke rumah sakit/puskesmas terdekat. Di
dalam kelompok juga terdapat uang kas setiap bulannya
yang digunakan untuk menjenguk anggota kelompok yang
sakit dan untuk membeli makanan untuk disediakan pada
saat pertemuan rutin.
Adanya solidaritas dalam kelompok arisan jamban
merupakan bentuk modal sosial yang sesuai dengan
pendapat Woolcock (1998) dalam Colleta dan Cullen
(2000) dalam Hudiyani (2010) bahwa modal sosial
memiliki tipe ikatan solidaritas (bounded solidarity) yaitu
menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi
yang merugikan kelompok. Hal ini dapat dilihat dari
solidaritas yang tinggi dalam kelompok arisan jamban
178
dengan memberikan bantuan dana dan tenaga untuk
mengantarkan anggota kelompok yang sakit.
Tipe modal sosial selanjutnya yang digambarkan
dalam kelompok arisan jamban adalah adanya nilai luhur
(value introjection). Nilai luhur (value interjection) yaitu
gagasan dan nilai, moral yang luhur dan komitmen
melalui hubungan-hubungan kontraktual dan
menyampaikan tujuan-tujuan individu di balik tujuan-
tujuan instrumental.
Nilai luhur yang dikembangkan dalam kelompok
arisan jamban adalah kebersamaan, gotong royong dan
musyawarah mufakat. Kebersamaan yang ada pada
kelompok arisan jamban tergambar dalam kesamaan hak
dan kewajiban dalam kelompok. Narasumber mengatakan
bahwa dalam kegiatan arisan jamban masyarakat selalu
bersama-sama dan tidak membeda-bedakan satu sama lain
meskipun terdapat dua suku dan bahasa yang berbeda
yaitu sunda dan jawa. Hal ini tidak menjadi perbedaan dan
hambatan bagi kelompok, semuanya tetap bersama-sama
untuk mewujudkan tujuan kelompok. Kebersamaan dalam
kelompok ini mengajarkan bahwa semua memiliki derajat
yang sama satu sama lain.
Gotong royong adalah nilai yang sangat
bermanfaat bagi pengelolaan kelompok arisan jamban.
Dengan prinsip gotong royong kelompok arisan jamban
mengelola kelompok bersama-sama dan saling membantu
satu sama lain. Gotong royong mengajarkan untuk saling
membantu dan ikut merasakan peran yang sama dengan
179
yang lainnya. Dalam kelompok arisan jamban prinsip ini
sangat penting untuk dilaksanakan karena apabila dalam
kelompok tidak saling membantu dan gotong royong,
maka akan menjadi kendala bagi keberlangsungan
program arisan jamban. Musyawarah mufakat adalah nilai
luhur yang juga penting bagi kelompok arisan jamban
karena setiap permasalahan, gagasan, kesepakatan atau
keputusan lainnya selalu dibicarakan dengan kelompok
melalui musyawarah.
Membina kepercayaan (enforceable trust) adalah
bentuk adanya modal sosial dalam kelompok arisan
jamban. Dalam aktifitasnya, kelompok arisan jamban
berhubungan dan menjalin koordinasi dan kerjasama
dengan stakeholder yang berperan dalam pengelolaan
program pemberdayaan masyarakat. Stakeholder
pendamping desa memegang peranan dalam mengelola
pengadaan alat pembangunan jamban dengan
membelanjakan uang arisan milik masyarakat. Hal ini
merupakan bentuk kepercayaan masyarakat kepada
pendamping desa untuk membantu proses pembangunan
jamban masyarakat. Selain itu, dalam internal kelompok
arisan jamban juga berkembang kepercayaan yang tinggi
dalam pengelolaan dana arisan. Narasumber mengatakan
bahwa karena sudah saling mengenal satu sama lain
akhirnya mereka sudah percaya kepada pengelolaan dana
arisan dan tidak mungkin hilang.
Pada tingkat hubungan vertikal, kelompok arisan
jamban menjalin hubungan dengan beberapa stakeholder
180
yang berperan penting dalam pembentukan kelompok
arisan jamban. Dimensi modal sosial yang digambarkan
dalam kelompok arisan jamban dalam hubungan vertikal
adalah adanya integritas organisasional (organizational
integrity) dan sinergi (synergy). Berdasarkan hasil
penelitian, LAZ HARFA dan tokoh agama Desa
Kertaraharja mampu secara efektif menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai pihak yang mendorong perubahan
perilaku masyarakat dalam kelompok arisan jamban.
Hal ini dibuktikan dengan peran-peran penting
yang dijalankan pendamping desa LAZ HARFA dan
tokoh agama yaitu dengan memberikan informasi dan
pengalaman yang dibutuhkan anggota dan pengurus arisan
jamban terkait thaharah dan pentingnya menjaga
kebersihan dan kesehatan serta menjalankan peran sebagai
pendamping masyarakat.
Sehubungan dengan peran yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab pendamping desa. Dalam
menjalankan perannya, pendamping desa melaksanakan
kegiatan home visit yang bertujuan untuk
memperkenalkan diri dan beradaptasi dengan masyarakat
dan sebagai wadah untuk mengenalkan program LAZ
HARFA. Selanjutnya pendamping desa mengadakan
sosialisasi dan pemicuan yang ditujukan untuk mengajak
masyarakat untuk mengubah perilaku ke arah yang lebih
baik. Kemudian, pendamping desa menggalang dukungan
dari berbagai stakeholder untuk terlibat dalam
kelembagaan kelompok arisan jamban di Desa
181
Kertaraharja. Stakeholder tersebut adalah aparatur
pemerintah tingkat desa dan tokoh agama Desa
Kertaraharja.
Peran-peran pendamping desa tersebut sesuai
dengan pendapat Levin (1943) yang dikutip dalam buku
“Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan
Publik” karya Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato
(2013) yang mengenalkan adanya tiga peran penyuluh
yang terdiri atas kegiatan-kegiatan pencairan diri dengan
masyarakat sasaran, menggerakan masyarakat untuk
melakukan perubahan dan pemantapan hubungan dengan
masyarakat sasaran.
Pada tingkat hubungan vertikal, relasi antara para
stakeholder yang terlibat dalam program dengan
kelompok arisan jamban terjalin dengan harmonis.
Stakeholder aparatur pemerintah tingkat desa juga selalu
memberikan dukungan dan ruang bagi masyarakat Desa
Kertaraharja dalam berpartisipasi pada program
pemberdayaan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
pihak desa selalu mendukung baik secara moril dan
fasilitas serta memberikan izin kepada pihak LAZ
HARFA menjalankan program arisan jamban di Desa
Kertaraharja.
3. Strategi Penguatan Kelembagaan
Strategi penguatan kelembagaan arisan jamban yang
dilaksanakan di Desa Kertaraharja diantaranya:
182
a. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui
kelembagaan arisan jamban
Anantanyu (2011) menuliskan bahwa kemandirian
berasal dari kata self-reliant (adj): not dependent on others:
having confidence in and excercising one’s own powers or
judgement (tidak tergantung pada orang lain: mempunyai
kepercayaan dan pengambilan kekuasaan dan keputusan
sendiri) atau self-reliance (noun): reliance upon one’s own
efforts, judgement or abiity (mandiri pada usaha-usaha,
pertimbangan atau kemampuan sendiri).
Dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, perlu
adanya pembagian peran dan wewenang yang lebih besar
pada lembaga untuk memutuskan dan menjalankan
kelembagaan berdasarkan keputusan kelompok. Berdasarkan
hasil penelitian, kemandirian yang dijadikan strategi
penguatan kelembagaan arisan jamban adalah dengan
melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan
jamban, sehingga dapat memberikan ruang dan wewenang
yang lebih luas bagi kelompok untuk mandiri dan sekalipun
sudah tidak lagi didampingi oleh pendamping desa kelompok
arisan jamban tetap berjalan.
Melibatkan masyarakat secara langsung dalam
pengelolaan jamban akan memberikan posisi yang lebih luas
bagi masyarakat untuk berdaya. Program penyuluhan dapat
dikatakan berhasil apabila masyarakat sudah mampu mandiri
dalam menjalankan program tanpa didampingi oleh
pendamping desa. Oleh karena itu, dalam menjalankan
program ini pendamping desa memberikan ruang dan
183
wewenang yang lebih besar kepada masyararakat untuk ikut
mengelola program jamban di Desa Kertaraharja. Hal ini
sangat penting dilakukan agar dapat terbangun kerja sama
yang baik antar masyarakat yang berada dalam kelompok
arisan jamban.
“Jadi, ya proses pemberdayaan di HARFA sendiri
maksudnya teh segala sesuatu itu sukses jika mereka
sendiri yang melakukan, sekalipun kita udah
tinggalkan arisannya tetep ada kan tetep
jalan...…masyarakat juga antusias. Jadi mulai mereka
semua yang meminta dan mengusulkan ada kegiatan.
Memberikan informasi kapan kumpulan, mau ngocok
arisan, paling saya mah ngehadirindan ngedampingin
gitu.” (YS.A) 187
Selain itu, penguatan kelompok secara internal juga
dilakukan dengan saling membantu dalam menjalankan tugas
secara sukarela. Dalam hasil penelitian, pelaksanaan tugas
bendahara yaitu penagihan uang arisan, dibantu oleh ketiga
orang pengurus (ketua, sekretaris dan bendahara). Hal ini
dapat meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dalam
kelembagaan arisan jamban dan juga dapat memicu
kekompakan dan keharmonisan antar pengurus arisan jamban.
“Bersama-sama aja itumah. Kan wilayah sini ke saya
mengumpulkan uang (arisan) nya. Kalau ada kegiatan
apa-apa harus kumpul-kumpul, saya yang
memberitahu masyarakat sebelah sini. Blok tengah,
blok bawah lain lagi gitu. Bagi-bagi tugas aja aja
saling (membantu) gitu semuanya.”(EM.A) 188
187 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 188 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
184
Penyataan dari Ibu E menunjukan bahwa masyarakat
memiliki peran yang besar dalam pengelolaan arisan jamban
di Desa kertaraharja. Hal ini menunjukan bahwa kemandirian
terbangun dengan baik dan tidak lagi tergantung pada
fasilitator/pendamping desa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Verhagen (1996) yang dikutip dalam Anantanyu (2011)
mengungkapkan bahwa kemandirian (self-reliance) adalah
suatu suasana atau kondisi tertentu yang membuat seorang
individu atau sekelompok manusia yang telah mencapai
kondisi itu tidak lagi tergantung pada pada bantuan atau
kedermawanan pihak ketiga untuk mengamankan kepentingan
individu atau kelompok.
Dijelaskan oleh Verhagen (1996) yang dikutip dalam
Anantanyu (2011) sarana untuk mencapai kemandirian adalah
adanya keswadayaan. Swadaya adalah setiap tindakan
sukarela yang dilakukan oleh seorang individu atau kelompok
manusia yang bertujuan untuk pemuasan kebutuhan-
kebutuhan atau aspirasi-aspirasi individual atau kolektif.
b. Meningkatkan sumberdaya manusia pada kelembagaan
arisan jamban
Dalam proses meningkatkan kapasitas sumberdaya
manusia, pemberian pemahaman dilakukan dengan
penyuluhan agama. Penyuluhan ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
akan pentingnya memiliki sanitasi (jamban). Disamping itu,
stakeholder juga menyediakan sumber-sumber belajar
termasuk informasi yang diperlukan oleh masyarakat.
185
“Iya kalo dari buang air besar sembarangan itu kan
udah jelas ya bab thaharahnya tidak boleh gitu. Kita
juga kan kaya sebenernya tujuan HARFA sendiri tuh
dakwah sebetulnya. Jadi, kalo misalkan orang ini
membuat jamban itukan udah suatu kebaikan, ngerasa
nyaman gitu dengan adanya jamban, itu udah jadi
ladang pahala untuk kita. Jadi, ditegasin juga ke
mereka, kalo misalkan ibu menerapkan ini, tetangga
ibu juga dikasih tau sama ibu, sampai menerapkannya
itu tuh udah kebaikan. Sedangkan, tetangga ibu itu
ngasih tau lagi, itu udah berapa kebaikan. Jadi terus
mengenalkan mereka.” (YS.A) 189
“Kalo lagi pertemuan atau kumpul dikasih tau cara
bangun jambannya juga. Masyarakat sebenernya mah
sudah tau kalo pembangunan jamban kaya gimana
yah. Paling dikasih tau harus dua meter dari sumber
air. Dan ini dijelasin ketika dapet arisan dibelanjain
barang kemudian dijelasin ke masyarakat.” (YS.A)190
Peningkatan kapasitas sumberdaya kelembagaan
merupakan hal yang penting dilakukan bagi pengembangan
kelembagaan. Kelembagaan arisan jamban masih memiliki
kapasitas sumberdaya yang terbatas pada informasi dan tata
kelola lembaga. Oleh karena itu, sumber belajar dan informasi
sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya
manusia. Berdasarkan hasil penelitian, stakeholder LAZ
HARFA dan tokoh agama menyediakan sumber-sumber
belajar termasuk informasi yang diperlukan oleh masyarakat
terkait pemahaman terkait thaharah, pentingnya sanitasi dan
teknik pembuatan jamban.
189 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 190 Ibid.,
186
Strategi lain yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan kapasitas kelembagaan yaitu dengan cara
memperluas jaringan kemitraan dengan stakeholder lain.
Upaya ini dapat dilaksanakan dengan membangun hubungan
dengan kelembagaan arisan jamban pada tingkat horizontal
yaitu dengan kelompok arisan jamban Kampung Depok. Hal
ini dilakukan sebagai sarana meningkatkan kapasitas
kelembagaan dengan berbagi informasi dan pengalaman
dengan kelompok arisan jamban yang memiliki visi dan
tujuan yang sama. Selain itu, pada tingkat vertikal dapat
diperluas dengan membangun jaringan dengan aparatur
pemerintah tingkat Kecamatan Sobang. Hubungan dengan
aparatur pemerintah tingkat kecamatan dapat membuka akses
lebih luas pada kelompok arisan jamban untuk berkembang
dan menjadi salah satu program unggulan di Kecamatan
Sobang.
Dalam strategi penguatan kelembagaan di atas, aspek
yang ingin dicapai adalah aspek sosial. Aspek sosial disini
merupakan keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam
keseluruhan proses pemberdayaan. Dengan besarnya peran
yang dimiliki masyarakat dalam program, akan memicu
perkembangan dan potensi yang ada pada masyarakat. Potensi
tersebut ditunjukan dengan tumbuhnya kompetensi dan
kemandirian masyarakat sehingga tidak lagi bergantung pada
program-program pemerintah dan hanya menunggu instruksi.
Soetomo (1987) mengemukakan dalam penelitian
mengenai kompetisi desa sebagai sarana menggerakkan
partisipasi masyarakat, menunjukan bahwa apabila kompetisi
187
desa dapat menumbuhkan kompetensi masyarakat terhadap
proses pembangunan, maka dapat mempertahankan partisipasi
masyarakat pada pasca evaluasi. Sebaliknya, apabila tidak
dapat menumbuhkan kompetensi masyarakat, maka
partisipasi hanya akan muncul pada saat kompetisi
berlangsung, dan menjadi surut secara perlahan pada periode
pasca evaluasi.
Oleh karena itu, pada kondisi ini dibutuhkan lembaga
dan stakeholder yang dapat memberikan dampak positif bagi
kemandirian masyarakat dan tumbuhnya kompetensi
masyarakat di Desa Kertaraharja, sehingga program
pemberdayaan dapat terus berlangsung secara berkelanjutan
tanpa bergantung pada fasilitator atau stakeholder yang
terlibat dalam program.
D. Input, Proses dan Output/Outcome Penyuluhan Agama dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
1. Input Penyuluhan Agama dalam Program Arisan Jamban
di Desa Kertaraharja
Penyuluhan agama yang dilaksanakan oleh LAZ
HARFA sejak bulan November tahun 2017 memberikan
manfaat untuk masyarakat Desa Kertaraharja. Kegiatan yang
dilaksanakan berupa sosialisasi dan pemicuan serta
pendampingan oleh pendamping desa pada masyarakat yang
tergabung dalam kelompok arisan jamban di Kampung
Bahbul Desa Kertaraharja. Berdasarkan hasil penelitian,
penyuluhan agama di Desa Kertaraharja memunculkan
kesadaran masyarakat tentang pelaksanaan thaharah dan
188
pentingnya memiliki jamban. Kegiatan penyuluhan agama
yang dilaksanakan LAZ HARFA sejak tahun 2017 bertujuan
untuk memberikan penyadaran dan mengubah perilaku
masyarakat agar mengetahui pentingnya mengaplikasikan
thaharah dengan memiliki jamban sehat dirumahnya. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaannya LAZ HARFA memiliki
sasaran, metode, materi, saran dan prasarana yang dijadikan
acuan dalam melaksanakan penyuluhan agama. Sasaran pada
kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan di Desa Kertaraharja
adalah masyarakat Kampung Bahbul yang tergabung dalam
kelompok arisan jamban.
“Dari ibu-ibu…...unsur petani, pedagang, PNS juga.
Jadi dari warga sini aja. Cakupannya yang terdekat
dengan FF di bahbul.”(YS.A) 191
Komponen input yang pertama adalah melihat sasaran
dalam penyuluhan agama. Berdasarkan hasil penelitian,
sasaran dalam kegiatan penyuluhan agama adalah masyarakat
Desa Kertaraharja khususnya Kampung Bahbul yang
tergabung dalam kelompok arisan jamban. Berdasarkan hasil
wawancara, sasaran dalam kegiatan penyuluhan terdiri dari
unsur petani, pedagang, PNS dan ibu rumah tangga.
Dalam melaksanakan penyuluhan agama, penyuluh
membutuhkan persiapan materi. Persiapan ini dilakukan agar
memudahkan penyuluh dalam menyampaikan maksud
penyuluhan yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian,
191 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
189
materi penyuluhan yang disampaikan beragam yaitu
mengenai thaharah, pentingnya menjaga perilaku hidup
bersih dan sehat serta tidak buang air besar sembarangan.
Selain itu pendamping desa juga menyampaikan mengenai
ajakan untuk menabung, memanfaatkan lahan pekarangan,
cara bersyukur, gender, pola asuh dan perlindungan anak.
“Sebetulnya pertemuan setiap jum’at. Kalau misalkan
udah empat jum’at kumpul gitu, ngocok. Tanggal bisa
keubah tapi kalo hari tetep hari jum’at…...Kalo
materi dari BAB sendiri itu kan udah jelas ya bab
thaharah nya gitu (yang disampaikan).” (YS.A) 192
“Jadi ke masyarakat tetep memicu masyarakat untuk
mengajak untuk menabung, memanfaatkan lahan
pekarangan, tetep ada target yang harus disampaikan
terkait jamban, bahas gender, pokonya terkait SDGs.
Banyak sebetulnya program HARFA itu kalo
disekaligusin nanti mereka mental.” (YS.A) 193
“.…..Membahas tentang itu aja tentang anak,
menjaga anak, menjaga kebersihan, thaharah
gitu.…....Paling cara kita bersyukur, thaharah,
maksudnya teh disini kan banyak masyarakat yang
ngeluh, jadi merendahkan diri gitu tuh. Jadi kaya
merasa gak ikhhlas hidup di dunia teh. Jadi intinya
lebih diingetin ke hla-hal nikmat sehat itu lebih besar
dari apapun. Ketika kita bersyukur semuanya selesai.
Jadi lebih ke bab-bab yang memang menguatkan
mereka lah intinya, kepada mereka sebetulnya
menguatkan kepada diri kita juga. Itu sih dua tema
yang sering ana angkat. Sama tujuan
hidupnya.“(EM.A, YS.A) 194
192 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 193 Ibid., 194 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti dan Pak Yadi di Desa Kertaraharja,
Pandeglang, 24 dan 25 Oktober 2018
190
Tujuan dari disampaikannya materi penyuluhan oleh
pendamping desa diharapkan masyarakat benar-benar
menyadari bahwa thaharah itu penting dan pengetahuan
masyarakat meningkat setelah adanya materi thaharah
sehingga akhirnya mereka mau berubah dari BABS ke
jamban.
“Ya kalo yang diharapkan itu mereka benar-benar
menyadari bahwa ya bersuci itu memang penting, dan
ketika kita mau bertemu dengan Allah itu kan ya
maksudnya harus kitanya suci gutu posisinya. Jadi
pengetahuannya meningkat lah setelah adanya materi
thaharah ini dan sikapnya terhadap BABS juga
berubah, jadi segan, yang tadinya dosa-dosa kecilnya
itu dikit nih, dikit-dikit jadi banyak. Dan mereka mau
berubah dari BABS ke minimal cubluk dari yang
tadinya kebun kan. “(YS.A) 195
Dalam menyampaikan materi, pendamping desa
sebelumnya diberikan pelatihan kerelawanan sebagai acuan
dalam mendampingi dan melaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat. Selanjutnya pendamping desa mengungkapkan
bahwa materi yang telah diberikan dalam penyuluhan disusun
dan disampaikan kepada masyarakat.
“Ditentukan materinya sama FF. Materi yang
maksudnya mau disampaikan pasti ditentukan dari
kita jelas. Disusun aja sih materinya karena kita kan
juga udah pelatihan yah. Jadi tinggal susun aja apa
yang emang mau disampein ada soft copy-nya. Kita
bawa pemicunya…..Pokoknya yg disusun aja itumah
195 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
191
bekal dari pelatihan relawan dan harus
menyampaikan itu.”(YS.A) 196
Tenaga penyuluh dalam kegiatan penyuluhan agama
adalah pendamping desa LAZ HARFA dan tokoh agama Desa
Kertaraharja. Pendamping desa mulai melaksanakan program
di Desa Kertaraharja pada tahun 2017 sampai dengan
sekarang. Narasumber mengungkapkan bahwa dalam
melaksanakan program, pendamping desa diberikan
kebebasan untuk berkreasi dalam melakukan intervensi
kepada masyarakat dengan diberikan pelatihan kerelawanan
sebelumnya. Selain itu, tenaga penyuluh yang juga
menyampaikan materi penyuluhan adalah tokoh agama Desa
Kertaraharja. Selain menyampaikan materi, tokoh agama juga
berperan memberikan motivasi dan semangat kepada
masyarakat untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih
baik.
“Dari HARFA sendiri. Mulai pemberdayaan pada
tahun 2017 bulan November. Jadi FF (Field
Facilitator) masuk kesini itu ya tergantung orangnya.
Kita tetep emang dulu itu itu seperti apa success story
nya gitu ya. jadi itumah FF masuk kesini sok
berkreasi sebaik mungkin tapi mereka juga dilatih
kapasitasnya.” (YS.A)197
Selain itu, ada stakehoder lainnya yang mendukung
kegiatan penyuluhan yaitu tokoh agama di Desa Kertaraharja.
Tokoh agama sebagai sumber informasi bagi masyarakat
menjadi salah satu stakeholder yang penting dalam mencapai
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
196 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 197 Ibid.,
192
“Itu kalau di masyarakat biasa mengingatkan gitu,
kalau kata kitamah, ‘Ibu-ibu harus ikut pengajian ke
ustadz, ibu-ibu harus begini-begitu’…..Jadi memberi
jalan (solusi) ke kehidupan kita gitu.” (YM.B)198
Berdasarkan hasil penelitian, penyuluh menyampaikan
pesan dengan metode ceramah kepada sasaran dengan
susunan pembukaan, isi dan penutup. Metode tanya jawab
juga digunakan untuk lebih memperjelas mengenai materi-
materi yang disampaikan oleh penyuluh kepada masyarakat.
Durasi yang digunakan adalah maksimal 1 jam. Selain itu,
penyampaian materi diselingi dengan game santai yang
ditujukan untuk mencairkan suasana dan menanyakan kabar
sasaran penyuluhan. Sebagaimana pernyataan narasumber
berikut ini.
“Nonformal sih itu mah fleksibel waktunya.
Tempatnya juga tentatif Kalo jadwal sama
masyarakat tergantung ana sih ya datangnya. Kalo
jum’at jum’at kalo senin senin. Ada Rabu rabu.
Waktunya paling 30 menit sampai 1 jam. Ada
pengajian masuk.”(YS.A)199
“Setiap pertemuan sih sebetulnya. Ya sebetulnya
religiusnya itu sendiri sebenernya kita itu yang
nyiptain bukan mereka. Kalo mereka mah toh kalo
misalkan gak ini juga bisa, cuman kan plus
pemberdayaan itu kan MC nya, mulai tadarusnya
bukan dari ana ya, biar mereka yang pegang. Seperti
itu. Ya itu tadi tujuannya, dakwah.”(YS.A)200
198 Wawancara pribadi dengan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 199 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 200 Ibid.,
193
“Biasa aja pake game santai tanya gimana
kabarnya?…....Jadi kita picu mereka biar intinya
sadar dalam artian mau gitu bangun jamban.”(YS.A) 201
Tempat dan waktu juga disesuaikan dengan jadwal
dan waktu luang masyarakat. Penyuluhan agama dilaksanakan
di rumah ketua RW Kampung Bahbul. Tempat ini dipilih
karena lokasinya strategis yaitu berada di tengah kampung
sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Waktu
juga disesuaikan dengan waktu luang masyarakat dan
penyuluh.
“Kita sih sebenernya ikut waktu masyarakat…..
mereka abis maghrib free nya. Kosong abis isya. Ya
kalo untuk tempatmah dimana aja.” (YS.A)202
“Tempat kumpulnya itu dirumah pak RW dideket
gardu. Jadi sengaja ditempat ini karena yang atas
deket yang bawah juga deket gitu tengah-
tengah…..Dekat Bu Pinah di tengah ya. darimana-
mana deket mudah kan jadi RW sekalian lah kumpul
masyarakat disana.” (YS.A dan EM.A) 203
Dalam hal sumber dana, LAZ HARFA tidak
memperuntukan dana secara langsung kepada program arisan
jamban, namun digunakan untuk program pemberdayaan
masyarakat yang lainnya seperti pemanfaatan lahan
pekarangan. Dana LAZ HARFA tersebut digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan pupuk dan lain-lain. Sumber dana yang
digunakan dalam pemenuhan kebutuhan penyuluhan agama
201 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 202 Ibid., 203 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi dan Ibu Eti di Desa Kertaraharja,
Pandeglang, 24 dan 25 Oktober 2018
194
adalah murni swadaya masyarakat. Dalam pemenuhan
kebutuhan kegiatan penyuluhan agama, masyarakat
menggunakan uang kas bulanan yang dapat digunakan untuk
membeli makanan yang disajikan dalam pertemuan rutin
setiap bulannya.
“…....Kalo kurang kan mereka. Kan itumah
sebetulnya bukan kontribusi-kontribusi lagi. Full dari
mereka semuanya. Swadaya kan itumah. Toh kita mah
nggak menggunakan uang HARFA seribu rupiah
pun......Ada yang bawa makanan ranginang, ada yang
punya apa dibawa gitu, yang mau bawa makanan
bobongko. Yang mau apa, bawa kita. Iya sih tidak
menolak, saling mendukung gitu, saling menolong
kalau kata orangmah. “(YS.A dan YM.B)204
Secara singkat, ringkasan mengenai input penyuluhan
agama dalam program arisan jamban di Desa Kertaraharja
dapat dilihat dalam tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Input Penyuluhan Agama Dalam Program Arisan
Jamban Di Desa Kertaraharja
No Unsur
Input Bentuk Keterangan
1 2 3 4
1 Sasaran Masyarakat
Kampung
Bahbul yang
tergabung
dalam
kelompok arisan
jamban
Sasaran dalam penyuluhan agama
merupakan sebuah kelompok besar
dengan usia produktif, yaitu orang yang
mampu mengambil keputusan, mampu
bertanggung jawab, dan sadar akan tugas
serta perannya
2 Materi Materi pokok Materi pokok yang bertema agama adalah
terkait tharahah Dan materi pokok
lainnya adalah terkait PHBS
Materi
pendukung
Materi yang disampaikan adalah materi
terkait gender dan perlindungan anak,
ajakan menabung, pola asuh,
pemanfaatan lahan dan syukur nikmat.
204 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi dan Ibu Yayat di Desa Kertaraharja,
Pandeglang, 24 dan 25 Oktober 2018
195
1 2 3 4
3 Tenaga / Penyuluh
Pendamping
desa LAZ
HARFA
Pendamping desa memberikan materi
paling dominan dengan menyampaikan
materi pokok dan materi pendukung
Tokoh agama
Tokoh agama berperan sebagai sumber
informasi bagi masyarakat terkait
thaharah dan PHBS.
4 Metode Ceramah Metode ini dipilih untuk membuat
kegiatan penyuluhan menjadi lebih
efisien karena dapat memperhemat waktu
serta menjangkau kelompok dalam
jumlah yang banyak.
Tanya jawab Metode ini digunakan untuk mendorong
partisipasi dan keaktifan masyarakat serta
sebagai salah satu acuan apakah
masyarakat mengerti dan mendengarkan
materi yang telah disampaikan
5 Sumber
dana
LAZ HARFA Dana yang digunakan LAZ HARFA
diperuntukan bukan untuk program
jamban secara langsung namun untuk
kegiatan pemberdayaan masyarakat
lainnya
Swadaya
masyarakat
Masyarakat memiliki kas yang digunakan
untuk membeli makanan yang disajikan
dalam pertemuan.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan
dan diinterpretasikan oleh peneliti
Sasaran penyuluhan adalah orang dewasa, yaitu orang
yang mampu mengambil keputusan, mampu memikul
tanggung jawab, dan sadar terhadap tugas serta perannya.
Dalam penelitian ini, sasaran yang menjadi subjek dalam
penyuluhan agama yang dilaksanakan di Desa Kertaraharja
merupakan sebuah kelompok besar (terbatas) yang merupakan
anggota kelompok arisan jamban dan berasal dari berbagai
profesi seperti petani, pedagang, guru dan ibu rumah tangga.
Sasaran penyuluhan terdiri dari usia produktif yaitu antara
usia ≥ 30 tahun sampai ≤ 70 tahun. Hudiyani (2010)
mengungkapkan bahwa sasaran penyuluhan adalah orang
dewasa, yaitu orang yang mampu mengambil keputusan,
196
mampu memikul tanggung jawab, dan sadar terhadap tugas
serta perannya. Hal ini menunjukan bahwa pemilihan sasaran
penyuluhan menentukan proses penerimaan pesan yang
diberikan oleh penyuluh. Sebagai orang dewasa yang cukup
secara umur dan pengalaman akan mampu mengambil
keputusan secara mandiri dari beberapa alternatif yang
diberikan oleh penyuluh.
Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang
disampaikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan baik
menyangkut ilmu maupun yang lainnya. Adapun materi yang
baik dalam penyuluhan adalah yang sesuai dengan kebutuhan
sasaran. Materi yang disampaikan dalam penyuluhan agama
merupakan materi yang didapat dari pelatihan kerelawanan
yang dilaksanakan oleh LAZ HARFA untuk para relawan
yang akan mendampingi dan berhadapan langsung dengan
masyarakat. Materi ini disusun dan disampaikan secara
bertahap kepada masyarakat.
Materi yang disampaikan penyuluh diantaranya: (1)
Thaharah, (2) pentingnya menjaga perilaku hidup bersih dan
sehat (tidak buang air besar sembarangan), (3) ajakan untuk
menabung, (4) pemanfaatan lahan pekarangan, (5) syukur
nikmat, (6) gender, (7) pola asuh, dan (8) perlindungan anak.
Materi pokok yang menjadi bahasan utama dalam penyuluhan
agama yaitu mengenai thaharah dan PHBS, sedangkan enam
materi lainnya (menabung, pemanfaatan lahan pekarangan,
syukur nikmat, gender, pola asuh dan perlindungan anak)
merupakan materi pendukung yang disampaikan sesuai
kebutuhan masyarakat.
197
Materi pokok disampaikan pada awal-awal program
arisan jamban berjalan sebagai sebagai bentuk penyadaran
kepada masyarakat terkait permasalahan jamban di Desa
Kertaraharja. Materi disampaikan sampai masyarakat dirasa
cukup baik dalam segi kognitif dan afektif dalam memahami
materi yang diberikan oleh penyuluh.
Tenaga/penyuluh yang terlibat dalam proses
penyuluhan agama yaitu pendamping desa LAZ HARFA dan
tokoh agama Desa Kertaraharja. Pendamping desa berperan
memberikan materi penyuluhan serta mendampingi program
arisan jamban dari awal pembentukan sampai dengan
sekarang. Tokoh agama berperan memberikan motivasi
kepada masyarakat untuk mencapai perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik dan juga sebagai sumber informasi bagi
masyarakat terkait thaharah dan PHBS. Penyuluh yang
memberikan materi paling dominan adalah pendamping desa
LAZ HARFA karena menyampaikan seluruh materi pokok
dan pendukung kepada masyarakat sesuai kebutuhannya.
Metode adalah unsur penting dalam kegiatan
penyuluhan agama. Metode adalah cara menyampaikan materi
(isi pesan) kepada sasaran agar mereka tahu, mau dan mampu
mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
penyuluhan dikenal dengan cara menyampaikan materi (isi
pesan) kepada sasaran. Dalam penelitian ini, metode ceramah
dan tanya jawab dipilih penyuluh sebagai metode dalam
menyampaikan materi penyuluhan. Metode ceramah
merupakan metode yang baik digunakan pada kelompok besar
(terbatas).
198
Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan
lebih dari 15 orang. Metode ini dipilih untuk membuat
kegiatan penyuluhan menjadi lebih efisien karena dapat
memperhemat waktu dan menjangkau kelompok dengan
jumlah yang banyak. Selain itu, metode tanya jawab
digunakan agar masyarakat termotivasi untuk aktif dalam
kegiatan penyuluhan dengan bertanya atau menjawab
pertanyaan dari penyuluh serta dapat digunakan sebagaia cuan
apakah masyarakat memahami apa yang dibicarakan dalam
kegiatan penyuluhan.
Sumber dana yang digunakan dalam proses
penyuluhan agama berasal dari LAZ HARFA dan swadaya
masyarakat. Penyuluhan agama yang dilakukan di Desa
Kertaraharja tidak memerlukan dana yang besar karena
konsep kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan masih sangat
sederhana yaitu kegiatan nonformal, masyarakat dan penyuluh
duduk bersama atau dengan bentuk lingkaran kemudian
berdiskusi membahas tema yang telah ditentukan oleh
penyuluh sebelumnya. Pemenuhan kebutuhan penyuluhan
agama seperti makanan yang disajikan dalam penyuluhan
berasal dari uang kas bulanan kelompok arisan jamban.
Adapun dana LAZ HARFA tidak diperuntukan untuk
kegiatan arisan jamban secara langsung, namun digunakan
untuk program pemberdayaan masyaarakat yang lainnya
seperti program pemanfaatan lahan pekarangan yang
memerlukan pupuk dan lain-lain.
199
2. Proses Penyuluhan Agama dalam Program Arisan
Jamban di Desa Kertaraharja
Proses adalah urutan pelaksanaan yang menentukan
output dari penyuluhan. Proses penyuluhan agama dikatakan
berhasil apabila sesuai dengan perencanaan. Proses
penyuluhan agama dilaksanakan dengan urutan pembukaan,
isi dan penutup dengan durasi maksimal 1 jam. Dalam
pembukaan dilakukan tadarrus bersama, kemudian proses
yang kedua yaitu penyampaian isi/materi penyuluhan oleh
pendamping desa atau tokoh masyarakat. Dan terakhir
diakhiri dengan membaca istighfar bersama. Tadarrus dan
istighfar dilaksanakan dalam proses penyuluhan agama agar
menciptakan suasana agamis pada masyarakat dengan tujuan
dakwah.
“Iya jelas. Kita sebelum itu juga ada tadarrus biasa,
jadi intinya itu lebih emosionalnya udah dapet ya itu
tadi ya keagamaannya juga itu ga begitu kosong
diseimbangi. Biasanya pembukaan itu kan penutup
nya juga istigfar. Berapa kali gitu sebanyak-
banyaknya. Seperti itu sih masuknya. Dan akhirnya
menghasilkan perubahan perilaku pada masyarakat.
Minimal mereka udah tahu gitu.”(YS.A) 205
“Ya sebetulnya religiusnya itu sendiri sebenernya kita
itu yang nyiptain bukan mereka. Kalo mereka mah toh
kalo misalkan gak gini juga bisa. Cuman kan plus
pemberdayaan itu kan semua dari masyarakat, MC
nya, mulai tadarusnya bukan dari ana ya, biar mereka
yang pegang, seperti itu. Ya itu tadi tujuannya
dakwah.” (YS.A)206
205 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 206 Ibid.,
200
Hal serupa juga disampaikan narasumber bahwa dalam
kegiatan penyuluhan ada proses pembukaan, tadarrus dan
penyampaian materi terkait thaharah, menjaga kebersihan,
dan tentang menjaga anak/pola asuh. Pernyataan narasumber
yaitu sebagai berikut.
“Suka ada gitu pengajian iya, ngebahasnya pak Yadi
aja itumah. Ada yang pembukaannya, ada yang
ngajinya. Ngebahasnya inimah Bu tentang anak,
menjaga anak, menjaga kebersihan, thaharah
gitu.”(EM.A) 207
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan dengan jadwal
yang sangat fleksibel dan mengikuti waktu luang masyarakat.
Pendamping desa pun sudah mengetahui kapan waktu luang
masyarakat untuk bisa diajak berkumpul bersama.
Pelaksanaan penyuluhan bisa dilakukan dimana saja sesuai
kesepakatan masyarakat.
“Kita sih sebenernya ikut waktu masyarakat. Tidak
memaksakan “Bu jam sekian!” gabisa kaya gitu.
Kecuali kalo memang mereka free kan mereka abis
maghrib free nya. kosong abis isya misalkan. Kalau
tempat mah dimana aja mangga. Kalau kitamah
dimana pun jadi. Nonformal sih itumah fleksibel
waktunya. Tempatnya juga dimana aja.” (YS.A)208
Kemudian, pendamping desa mengutarakan bahwa
biasanya penyuluhan dilaksanakan 30 menit sampai dengan 1
jam.
207 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 208 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
201
“Kalo jadwal sama masyarakat tergantung ya.
Waktunya paling 30 menit sampai satu jam.”(YS.A)209
Dalam proses penyuluhan tentu membutuhkan strategi
agar proses lebih menyenangkan dan masyarakat merasa
senang dengan adanya penyuluhan. Strategi yang digunakan
penyuluh dalam proses penyuluhan agama adalah dengan
membuat game sederhana dan menanyakan kabar agar
terjalin kedekatan emosional antara penyuluh dan masyarakat.
Selain itu, narasumber mengungkapkan bahwa dalam proses
penyuluhan, penyuluh tidak menempatkan diri sebagai guru
bagi masyarakat, namun antara penyuluh dan masyarakat
dapat saling bertukar informasi dan pengalaman satu sama
lain. Hal ini membuat kedekatan antara penyuluh dan
masyarakat semakin terjalin dan suasana penyuluhan menjadi
menyenangkan.
“Intinya memperkenalkan kita itu siapa disini. Kita
kan disini belajar dari masyarakat tidak menggurui
sedikitpun tapi bareng-bareng.”(YS.A) 210
“Jadi kita itu bukan guru kita itu murid. Jadi mereka
itu tidak akan digurui, emang berat sih sebenernya
mereka udah dari lahir biasa ke rorah kita ubah biar
ga ke rorah, memang berat, ya itu tadi yah kalau kita
nya intens datang lagi dating lagi insyaallah. Dan
pendekatan emosional tadi yang paling penting yang
bisa buat mereka berubah. Kenapa bisa berubah
karena pendekatan agamanya juga”(YS.A) 211
Selain itu, kedekatan emosional juga menjadi hal
penting dalam proses penyuluhan di Desa Kertaraharja.
209 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 210 Ibid., 211 Ibid.,
202
Pendamping desa mengungkapkan bahwa dalam
melaksanakan penyuluhan tidak hanya untuk menggugurkan
kewajiban saja, namun lebih dari itu harus menggunakan hati
dan serius dalam menjalankan peran sebagai pendamping
desa sehingga masyarakat dapat yakin dan mau bersama-sama
mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik.
“Jadi karena kedekatan emosional sebetulnya gabisa
diganggu gugat. Jadi harus deket dulu dengan
masyarakat biar bisa kita intervensi. Gabisa kita kalo
misalkan nyuruh ‘Bu kumpul, ayo.’ Cuma sekedar kita
menggugurkan kewajiban. Pemberdayaan menurut
ana gabisa. Jadi bener-bener kita itu harus pakai hati
kalau sama mereka. Jadi kalo bener-bener kita, kalo
misalkan kita ‘ah yang pentingmah kerja’ gak bakalan
mau mereka gabakal mau nurut. Kalo misalkan
merekanya dan nurut disini bukan artian kesini,
kesini, bukan kaya gitu, cuman kita advokasi lagi
sama mereka ini ya baik tidak? kalo misalkan tidak ya
gausah ikut. Toh tidak ada pemaksaan disini.”(YS.A) 212
Selain itu, pola penyadaran yang dilakukan oleh
pendmaping desa adalah dengan sering berinteraksi dengan
masyarakat. Interaksi yang dilakukan akan membuat
hubungan antara stakeholder dan masyrakat semakin dekat.
Selain itu, pendekatan keagamaan juga dilakukan agar proses
penyuluhan menjadi seimbang dan akhirnya terjadi perubahan
perilaku.
“Jadi, pola penyadarannya lebih ke pendekatan
emosional dan sering berinteraksi juga didatengin
terus ke masyarakat. Jadi masyarakat sampai mau
212 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
203
mengubah perilaku berati orang yang sudah dipecaya
dan orang yang dekat dengan masyarakat.”(YS.A) 213
“Jadi intinya itu lebih emosionalnya udah dapet ya itu
tadi ya keagamaannya juga itu ga begitu kosong
diseimbangi. Dan akhirnya menghasilkan perubahan
perilaku pada masyarakat.”(YS.A)214
Narasumber lain juga mengungkapkan bahwa
pendamping desa sungguh-sungguh dalam mendampingi
masyarakat dan memiliki kepribadian yang ramah kepada
masyarakat.
“Kalau HARFA ada aja sebelumnya juga tapi tidak
seperti Pak Yadi pendekatan ke masyarakatnya. Harus
pokoknya Pak Yadi mah. Tapi tidak dipaksa gitu. Tapi
kan memberi semangat.”(EM.A) 215
“Kalau Pak Yadi mah sudah terbilang akrab sama
orang sini mah orang bahbul depok mah mungkin.
Sudah kaya orang sini aja. Ramah ga malu-malu,
tidak menjauh gitu biasa.”(EM.A)216
Secara singkat, proses penyuluhan agama dalam
program arisan jamban di Desa Kertaraharja dirangkum dalam
tabel 16 di bawah ini.
213 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 214 Ibid., 215 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018 216 Ibid.,
204
Tabel 16. Proses Penyuluhan Agama dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
No Unsur
Proses Bentuk Tujuan Keterangan
1
Susun-
an
kegiat-
an
Pembu-
kaan
Tadarrus
dilaksanakan agar
prosespenyuluhan
agama memiliki
muatan dakwah dan
dapat diterima oleh
masyarakat.
Proses pembukaan
memiliki suasana
keagaamaan yang kental
&melekat pada
masyarakat dengan
pelaksanaan tadarrus
bersama. Isi Pesan disampaikan
dengan bahasa yang
digunakan masyarakat
agar lebih mudah
dimengerti
masyarakat
Penyuluh yang memberikan
materi penyuluhan agama
yaitu pendamping desa dan
tokoh agama. Materi yang
disampaikan merupakan
materi pokok dan
pendukung.
Penutup Doa dan istighfar
dilakukan agar pesan
yang disampaikan
dapat direnungkan
dan diaplikasikan
dalam kehidupan.
Sebagai bentuk refleksi diri,
penutupan penyuluhan
dilakukan sesi istighfar dan
doa bersama.
2 Durasi ± 1 jam
(60
menit)
Durasi yang singkat
bertujuan agar materi
mudah diingat oleh
masyarakat yang
berusia dewasa
sampai dengan lansia.
Dengan penyampaian
materi yabg tidak terlalu
lama membuat pesan yang
disampaikan lebih padat
dan pokok pembahasan
dapat dipahami oleh
masyarakat
3 Tempat
dan
waktu
kegiatan
Rumah
ketua RW (waktu:
Novem-
ber
2017-
Novem-
ber
2018)
Tempat ini dipilih
karena memiliki
lokasi yang strategis
dan mudah dijangkau
oleh masyarakat
sekitar.
Waktu disesuaikan dengan
waktu luang masyarakat.
Biasanya penyuluhan
dilaksanakan setiap hari
jum’at ke empat setiap
bulannya yang dilaksanakan
setelah shalat isya/ sore
hari.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan dan
diinterpretasikan oleh peneliti
Proses penyuluhan agama diawali dengan pembukaan
oleh pembawa acara. Dalam sesi pembukan, masyarakat
melaksanakan tadarrus bersama untuk menciptakan suasana
keagamaan yang biasa dilakukan masyarakat dalam kegiatan
205
pengajian. Hal ini dutujukan agar proses penyuluhan agama
memiliki muatan dakwah dan dapat diterima oleh masyarakat.
Dilanjutkan dengan kegiatan tadarrus bersama. Kemudian
dilanjutkan dengan acara inti yaitu penyampaian materi oleh
penyuluh (pendamping desa/tokoh agama). Proses
penyampaian pesan dilakukan dengan bahasa yang digunakan
masyarakat sehari-hari agar lebih mudah dimengerti dan
masyarakat memahami apa yang disampaikan oleh penyuluh
agama.
Penyuluh yang memberikan materi penyuluhan agama
yaitu stakeholder pendamping desa dan tokoh agama.
Pendamping desa memberikan materi pokok dan pendukung
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. materi pokok yang
disampaikan oleh pendamping desa adalah thaharah dan
PHBS. Materi pendukung yang disampaikan oleh pendamping
desa yaitu terkait isu-isu dalam SDGs yaitu gender dan
perlindungan anak serta materi lainnya yaitu ajakan untuk
menabung, pemanfaatan lahan pekarangan, syukur nikmat dan
pola asuh. Selain pendamping desa, tokoh agama juga
menjadi sumber informasi bagi masyarakat dalam
menyampaikan materi pokok yaitu thaharah kepada
masyarakat.
Proses penyuluhan agama diakhiri dengan membaca
istighfar dan pembacaan doa. Dalam proses penyuluhan
agama, masyarakat diberikan wewenang untuk menjalankan
dan mengatur jalannya kegiatan penyuluhan. Hal ini
dilakukan sebagai sarana belajar menyusun dan menjalankan
sebuah kegiatan penyuluhan agama secara mandiri.
206
Durasi yang digunakan tidak memakan waktu yang
terlalu lama yaitu sekitar 1 jam sebagai bentuk penyesuaian
waktu yang dimiliki masyarakat dan mengingat kesibukan
masyarakat yang mayoritas mengurus rumah tangga. Selain
itu, durasi yang cukup singkat dapat membuat pesan yang
disampaikan lebih padat materi dan mudah diingat oleh
masyarakat yang berusia dewasa sampai dengan lansia.
Penyuluhan agama dilaksanakan mulai pada bulan
November 2017 sampai dengan bulan November 2018 pada
setiap hari jum’at ke empat setiap bulannya. Kegiatan ini
dilaksanakan di rumah ketua RW yaitu Pak Narja. Pemilihan
tempat penyuluhan berdasarkan kesepakatan masyarakat.
rumah ketua RW dipilih karena memiliki lokasi yang strategis
dan berada di tengah wilayah Desa Kertaraharja khususnya
Kampung Bahbul sehingga aksesnya mudah dijangkau dan
tidak terlalu jauh. Waktu penyuluhan disesuaikan dengan
waktu luang masyarakat. Pada setiap bulannya waktu
penyuluhan agama bisa berubah menyesuaikan waktu dan
kondisi yang dimiliki masyarakat. Biasanya penyuluhan
dilaksanakan setiap hari senin, rabu atau jum’at setelah shalat
isya atau sore hari.
Selain itu, narasumber mengungkapkan bahwa
kedekatan emosional adalah kunci keberhasilan penyuluhan
agama di Desa Kertaraharja. Penyuluhan tidak dapat berjalan
maksimal apabila penyuluh hanya sekedar menggugurkan
kewajiban dan tidak sungguh-sungguh dalam melakukan
pendekatan kepada masyarakat. Kemudian, narasumber juga
mengungkapkan bahwa kedekatan emosional ini dapat
207
muncul dengan adanya interaksi yang rutin antara penyuluh
dan masyarakat. Semakin banyak interaksi yang dilakukan
maka masyarakat akan lebih yakin dan mau menjalankan
inovasi yang disampaikan oleh penyuluh.
3. Output/Outcome Penyuluhan Agama dalam Program
Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
Output merupakan hasil jangka pendek dari
pelaksanaan program penyuluhan. Sedangkan outcome adalah
dampak, manfaat, dan harapan perubahan yang terjadi setelah
adanya penyuluhan agama. Dampak dari kegiatan penyuluhan
agama dalam program arisan jamban di Desa Kertaraharja
salah satunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
keamanan masyarakat lebih terjamin.
“Jelas lebih sejahtera. Karena ketika hujan mereka
kan gaharus ke kebun lagi, khawatir ular gitu kan dan
lain sebagainya. Trus udah memutus mata rantai
kemiskinan meraka.. Karena itu tadi udah punya
jamban itu mennurut saya itu kalo pandangan ana
gitu ya maksudnya baik. Kalo kesejahteraan sih itu
berat harus dispesifikasikan dulu kesejahteraan dalam
segi apa. Kalo misalkan dari kesehatan mah udah
jelas sejahtera mereka. Gausah lagi bangunin
suaminya lagi tidur.”(YS.A) 217
Dampak dari penyuluhan yang dilaksanakan di Desa
Kertaraharja membuahkan hasil yang positif. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan perilaku masyarakat yang sudah sadar
akan pentingnya kepemilikan jamban dan mau melaksanakan
217 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018
208
program arisan jamban. narasumber mengungkapkan bahwa
tujuan dari adanya arisan adalah pembangunan jamban, ketika
masayrakat mau melaksanakan dan berhasil membangun
jamban artinya program tersebut berhasil dengan baik.
“Kalo menurut ana sih berhasil. Karena mereka udah
mau bikin jambannya. Kita arisan jamban untuk bikin
jamban kan maksudnya enggak ada yang lain. Dan
mereka mau gitu tuh. Itu udah sangat luar biasa. Dan
yang tadinya berserakan sampai sekarang udah
deklarasi ODF (Open Defecation Free) udah
Alhamdulillah menurut saya. “(YS.A) 218
“Udah efektif dan menghasilkan dan gak ada kendala
berarti sih karena pas pengocokan pertama itu
langsung yang kebetulan belum punya. Yang ke 1, 2,
3, 4 itu belum punya semuanya yang dapet. Jadi
langsung dibelanjain langsung terbentuknya jamban.
Jadi, arisan jamban, langsung gitu jamban itu
langsung jadi. Gitu ya mennurut saya tidak ada
hambatan dan itupun menurut saya itu sukses.” (YS.A) 219
Penyuluhan yang dilaksanakan di Desa Kertaraharja
juga menghasilkan perubahan perilaku dengan tidak adanya
lagi masyarakat yang buang air besar sembarangan ke kebun
atau rorah. Masyarakat yang belum memiliki jamban pun
sudah otomatis diarahkan untuk menumpang ke rumah
saudara yang sudah memiliki jamban.
“Kalo misalkan sampai saat ini sih gak ada. Yang
belum punya jamban paling numpang ke anaknya atau
218 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 219 Ibid.,
209
yang sudah punya. Kalo sekarang kan udah otomatis
kalau tidak ada numpang ke sodaranya. Atau
kalaupun gaada dibelakang masih ada cubluk gitu
tuh. Jadi udah dibilangin kalau sekarang udah harus
terbebas BABS kalau mau BAB ya kalau gak punya
numpang ke tetangga.” (YS.A) 220
Kondisi lahan di kebun yang biasa digunakan
masyarakat untuk buang air besar juga akhirnya dapat
dimanfaatkan untuk menanam tanaman dan bisa lebih
produktif.
“Ya kondisinya lebih enak gitu kalo kita mau ke kebun
juga gak ada ranjau (kotoran) lagi gitu khawatir
keinjek. Trus bisa dipake buat nanem-nanem. Jadi
bisa lebih produktif lah intinya. Jadi yang ngambil
kelapa pun ga khawatir kelapanya jatoh ke
kotoran.”(YS.A) 221
“Ada sih perubahan lebih baik alhamdulillah iya ini
mah lahannya sekarangmah bersih, dipake menanam
apa-apa gitu.” (EM.A)222
Hal serupa juga disampaikan Ibu E bahwa manfaat
adanya program adalah tidak lagi menyebarkan bau dan
penyakit, dan masyarakat terbantu dan akses menuju jamban
lebih mudah karena sudah memiliki di rumahnya masing-
masing.
220 Wawancara pribadi dengan Pak Yadi di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 24
Oktober 2018 221 Ibid., 222 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
210
“Banyak manfaatnya kata saya juga sekarangmah
tidak menyebarkan bau, tidak menyebarkan penyakit,
tidak susah kalau mau ke jamban gitu. Jadi kebantu
sama adanya arisan jamban.” (EM.A) 223
Secara singkat, output/outcome penyuluhan agama
dalam program arisan jamban di Desa Kertaraharja dapat
dilihat dalam tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17. Output/Outcome Penyuluhan Agama Dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja
No Unsur Bentuk Keterangan
1 Output Masyarakat memiliki
pengetahuan terkait
thaharah dan PHBS
Penyuluhan agama berdampak dari
segi kognitif yaitu peningkatan
pengetahuan masyarakat.
Menumbuhkan kesadaran
bahwa perilaku BABS harus
diubah.
Penyuluhan agama dapat membuat
sikap (afeksi) masyarakat terhadap
perilaku BABS dapat berubah
2
Outco-
me
Tidak ada lagi masyarakat
yang buang air besar
sembarangan dengan
terlaksananya deklarasi ODF
(Open Defecation Free)
Perubahan perilaku ada pada tahap
psikomotorik, artinya masyarakat
dapat mengaplikasikan dan
mengubah perilaku ke arah yang
lebih baik.
Kondisi lahan kebun lebih
produktif dan dapat
dimanfaatkan untuk
menanam tanaman
Perubahan lingkungan yang
didapatkan dari program arisan
jamban dirasakan secara langsung
oleh masyarakat sehingga lahan dapat
digunakan lebih produktif
Masyarakat dimudahkan
dengan adanya fasiilitas
jamban dirumahnya.
Kepemilikan jamban membuat akses
masyarakat tidak terlalu jauh dan
lebih mudah dalam pemenuhan
kebutuhan membuang hajat.
Meningkatkan kesejahteraan
dan keamanan masyarakat
Dampak secara mental juga dirasakan
dengan melindungi mental diri dan
keluarganya dari rasa malu serta
keselamatannya terjaga karena
terhindar dari bahaya terjatuh dan
gigitan/terkaman binatang buas pada
malam hari.
Sumber: hasil wawancara dan observasi dengan informan
dan diinterpretasikan oleh peneliti
223 Wawancara pribadi dengan Ibu Eti di Desa Kertaraharja, Pandeglang, 25
Oktober 2018
211
Hasil dari penyuluhan agama yang dilaksanakan di
Desa Kertaraharja yaitu masyarakat memiliki pengetahuan
terkait thaharah, pentingnya menjaga perilaku hidup bersih
dan sehat serta tidak buang air besar sembarangan. Setelah
pengetahuan masyarakat bertambah, diharapkan tumbuh
kesadaran bahwa perilaku buang air besar sembarangan
adalah perilaku yang harus diubah.
Dengan demikian, output dari penyuluhan agama
berada pada tahap kognitif dan afektif yaitu agar masyarakat
mengetahui dan memahami apa yang disampaikan oleh
penyuluh dan sikap terhadap perilaku buang air besar
sembarangan dapat berubah dan menyadari perilaku tersebut
dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Dampak penyuluhan agama salah satunya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu masyarakat
dimudahkan dalam akses menuju jamban karena tidak harus
ke kebun/rorah karena khawatir binatang buas dan bahaya
lainnya sehingga keamanannya lebih terjamin.
Selain itu, dampak dari penyuluhan agama yang
dilaksanakan di Desa Kertaraharja yaitu masyarakat mampu
mengaplikasikan inovasi yang diberikan oleh penyuluh
dengan membangun jamban dengan sistem arisan dan saling
membantu satu sama lain. Dampak ini merupakan tahap
psikomotorik dari adanya penyuluhan agama di Desa
Kertaraharja.
212
Secara singkat dampak yang muncul setelah adanya
penyuluhan agama yaitu:
a. Tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar
sembarangan dan terlaksananya deklarasi ODF (Open
Defecation Free), yaitu deklarasi yang menyatakan
bahwa Desa Kertaraharja khususnya Kampung Bahbul
telah terbebas dari perilaku buang air besar sembarangan.
b. Kondisi lahan kebun lebih produktif dan dapat
dimanfaatkan untuk menanam tanaman.
c. Masyarakat dimudahkan dengan adanya fasiilitas jamban
dirumahnya.
d. Meningkatkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat
karena tidak harus ke kebun/rorah karena khawatir
binatang buas dan bahaya lainnya.
213
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang penulis
teliti tentang partisipasi masyarakat pada kelembagaan
penyuluhan agama dalam program arisan jamban di Desa
Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat pada kelompok arisan jamban
diwujudkan dalam bentuk partisipasi tenaga yang ditunjukan
dengan saling membantu serta bergotong royong dalam
pembangunan jamban, saling memberi tahu dan mengajak
satu sama lain dalam setiap kegiatan arisan jamban, partisipasi
materi/uang ditunjukan oleh masyarakat dengan secara rutin
memberikan iuran arisan setiap bulannya serta
menyumbangkan makanan dalam kegiatan pertemuan rutin.
Kertelibatan tersebut mulai dari tahap inisiasi, perencanaan,
pelaksaaan dan pengawasan program. Partisipasi masyarakat
dalam kelompok arisan jamban juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang terbagi menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat yaitu pengetahuan, usia, pekerjaan dan kebutuhan.
Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat yaitu adanya dukungan keluarga,
penghargaan/apresiasi, kebermanfaatan program dan
dukungan stakeholder.
214
2. Kelembagaan pada kelompok arisan jamban menggambarkan
adanya pengaruh yang besar dari stakeholder yang terlibat
dalam tumbuh dan berkembangnya kelompok arisan jamban
di Desa Kertaraharja. Stakeholder yang terlibat dalam
kegiatan penyuluhan agama dalam kelompok arisan jamban
adalah LAZ HARFA melalui pendamping desanya, tokoh
agama dan aparatur pemerintah tingkat desa. Interaksi dan
hubungan antar anggota dan stakeholder yang terlibat dalam
kegiatan penyuluhan agama dalam kelompok arisan jamban
menunjukan adanya modal sosial yaitu dengan adanya ikatan
solidaritas (bounded solidarity), nilai luhur (value
interjection), dan adanya kepercayaan (trust). Strategi
penguatan kelembagaan penyuluhan agama dalam program
arisan jamban dilakukan dengan meningkatkan kemandirian
dan sumberdaya manusia.
3. Penyuluhan agama dalam pengelolaan arisan jamban
melibatkan stakeholder lain sebagai sumber informasi. Selain
LAZ HARFA melalui pendamping desanya, tokoh agama
juga menjadi sumber informasi bagi masyarakat. Dengan
memperhatikan jumlah sasaran penyuluhan yang terdiri dari
kelompok besar dalam masyarakat, metode yang digunakan
dalam kegiatan penyuluhan agama adalah metode ceramah
dan tanya jawab. Urutan pelaksanaannya terdiri dari
pembukaan, isi dan penutup. Materi pokok yang disampaikan
penyuluh kepada sasaran adalah terkait dengan thaharah,
pentingnya menjaga perilaku hidup bersih dan sehat. Selain
itu, pendamping desa juga menyampaikan materi pendukung
mengenai ajakan untuk menabung, memanfaatkan lahan
215
pekarangan, cara bersyukur, gender dan perlindungan anak.
Dalam hal sumber dana, dalam kegiatan penyuluhan agama
ini adalah murni swadaya masyarakat. Proses pelaksanaan
penyuluhan disesuaikan dengan waktu luang sasaran
penyuluhan. Dengan demikian, tempat dan waktu penyuluhan
pun dapat dilaksanakan secara fleksibel. Penyuluhan agama
dalam program arisan jamban menghasilkan perubahan dari
segi kognitif, afektif dan psikomotor. Masyarakat yang
semula terbiasa dengan buang air besar sembarangan, setelah
diberikan penyuluhan agama, pengetahuannya semakin
meningkat dan sikap terhadap perilaku buang air besar
sembarangan menjadi berubah dan akhirnya mampu
mengaplikasikan inovasi yang diberikan oleh penyuluh
dengan membangun jamban dengan sistem arisan dan saling
membantu satu sama lain. Output/outcome penyuluhan agama
dalam kelompok arisan jamban dapat dilihat dari perubahan
perilaku masyarakat yang tidak lagi buang air besar
smebarangan, kondisi lingkungan yang lebih produktif,
masyarakat dimudahkan dengan adanya fasiilitas jamban
dirumahnya, dan masyarakat lebih sejahtera dan kemananan
lebih terjamin dengan adanya fasilitas jamban dirumahnya.
B. Implikasi
Implikasi dari penelitian tentang partisipasi masyarakat
pada kelembagaan penyuluhan agama dalam program arisan
jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten adalah:
216
1. Penelitian ini menemukan bahwa penyuluhan agama dengan
melibatkan masyarakat dalam kelembagaan sosial akan
mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu perubahan perilaku
pada sasaran penyuluhan. Oleh karena itu, dalam bidang
penyuluhan penelitian ini dapat digunakan para penyuluh
dalam memilih metode dan pendekatan partisipastif dalam
kegiatan penyuluhan.
2. Pelibatan stakeholders dalam kegiatan penyuluhan agama
merupakan salah satu bagian penting yang ditemukan dalam
penelitian ini. Dengan banyaknya stakeholder yang terlibat
dalam kegiatan penyuluhan agama, maka sumber informasi
tidak akan terbatas pada satu pihak tertentu.
C. Saran
Dari hasil penelitian terkait “Partisipasi Masyarakat dalam
Program Arisan Jamban di Desa Kertaraharja, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten,” penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk stakeholders agar lebih mengembangkan program pada
tingkat dan cakupan yang lebih besar agar manfaat dapat
dirasakan oleh banyak sasaran penyuluhan di tempat lain.
2. Untuk Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan
juga Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, agar hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
tentang pentingnya mengembangkan partisipasi dengan
kelembagaan penyuluhan agama sebagai instrumen penelitian
dalam memadukan antara ilmu sosial dengan ilmu agama,
sehingga penyuluh dapat memberikan inovasi-inovasi yang
217
dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses
inisiasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
penyuluhan.
3. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan kontribusi dan referensi mengenai partisipasi
masyarakat pada kelembagaan penyuluhan agama dalam
program pemberdayaan masyarakat. Penulis menyarankan
agar peneliti selanjutnya mengkaji kembali mengenai
kelembagaan penyuluhan agama serta faktor pendorong dan
penghambat kelembagaan yang mempengaruhinya sehingga
penyuluh dapat mengenali potensi, kekuatan serta kelemahan
sasaran sebagai dasar pembuatan strategi penyuluhan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
218
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Laporan dan Dokumen Lembaga:
Amin, Samsul Munir. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta: Amzah.
Arifin, Isep Zainal. 2009. Bimbingan Penyuluhan Islam:
Pengembangan Dakwah melalui Psikoterapi Islam. Jakarta:
RajaGrafindo persada.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pandeglang
dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2011.
Pandeglang: Bappeda dan BPS Kabupaten Pandeglang.
Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif:
Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke arah Penguasaan
Model Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
_______________. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
_______________. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi:
Format-format Kuantitatif dan kualitatif untuk Studi Sosiologi,
Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran,
Jakarta: Kencana.
219
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. 2011. Profil Kesehatan Provinsi
Banten: Jadikan Jadikan Desa Kita Desa Siaga Aktif. Serang:
Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Divisi Humas Puskesmas Sobang. 2016. Profil Puskesmas Sobang Tahun
2015. Sobang: Divisi Humas Puskesmas Sobang.
Nasdian, Fredian Tonny. 2015. Pengembangan Masyarakat, Jakarta:
Obor.
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2013. Pemberdayaan
Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung:
Alfabeta.
Milles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta:
UI Press.
Mulyono, Sungkono Edy. 2017. Kemiskinan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Purnomo, Tjahjo., dkk. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Sobang,
Pandeglang:Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang.
Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya, Jakarta:Grasindo.
220
Sarosa, Samiaji. 2012. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
Indeks.
Sastropoetro, Santoso. 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan
Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni.
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya
________. 2008. Masalah Sosial dan upaya Pemecahannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Syamsuddin. 2002. Petunjuk Teknik Jabatan Fungsional Penyuluh
Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Bagian Proyek
Peningkatan tenaga Keagamaan Penyuluh Agama.
221
Jurnal, Artikel, Skripsi dan Tesis:
Adhi, Eri Trinurini. 2009. Pelayanan Sanitasi Buruk: Akar dari
kemiskinan. Jurnal Analisis Sosial. Vol.14.No 02. H. 78 -79
Afdloluddin. 2015. Analisis Pendistribusian Dana Zakat Bagi
Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Lembaga Amil Zakat
Dompet Dhuafa Cabang Jawa Tengah), (Skripsi), Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang.
Afiyah, Siti. 2011. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pembangunan Desa. Jurnal Humanis. Vol.3. No.1. H.71-79.
Ahmadi, Rulam. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Pendekatan
Modal Manusia. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 10. No.2.
h.16-31.
Aidha, Zuhrina. 2017. Analisis Implementasi Pemberdayaan Masyarakat
dalam Strategi Promosi Kesehatan dan Pengaruhnya terhadap
Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada
Balita di Kecamatan Helvetia Medan, Jurnal Jumantik. Vol.2,
No.2. H. 31-41.
Amalina, Farah Nur., Nurjanah dan Massudi Suwandi. 2014. Perilaku
BAB di Sungai pada Warga di Kelurahan Sekayu Semarang
Tahun 2014. (Artikel Ilmiah). Universitas Dian Nuswantoro
Semarang.
222
Anantanyu, Sapja. 2011. Kelembagaan petani: Peran dan Strategi
Pengembangan Kapasitasnya. Jurnal SEPA. Vol. 7. No.2. H.
102-109.
Andini, Isti. 2014. Keputusan Siapa? Partisipasi Komunal pada
Pelaksanaan Program Sanimas di Kelurahan Kadipiro, Kota
Surakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol. 25.
No.2. H. 126-136.
Arsawan, I Wayan Edi., Ni Made Kariati dan I Wayan Sukarta. 2016.
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Community Develompment
(Studi Eksploratif di Kawasan Wisata Sangeh). Jurnal Sosial
dan Humaniora (Soshum). Vol.6. No.3.H. 238-248.
Astuti, Winny., dan Ana Hardiana. 2009. Perencanaan Partisipatif pada
Tingkat Kelurahan Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan
pada Pemukiman Kumuh Perkotaan, Jurnal Perencanan
Wilayah dan Kota. Vol.20. No.2. H.146-154.
Bancin, Martua Hasiholan. 2011. Peningkatan Partisipasi Masyarakat
dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Pedesaan (Studi Kasus: Bandung Barat). Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol. 22. No.3. H.179-194.
223
Baridwan, Muhammad Zaky. 2016. Peran Pendampingan dalam
Mendorong Perkembangan Usaha Anggota BMT (Studi pada
KSU-BMT UMJ). (Skripsi). Konsentrasi Perbankan Syariah
Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.
Budiman, Achmad Arief. 2017. Inovasi dan Partisipasi Pemberdayaan
Zakat (Studi atas Pemberdayaan Zakat di Badan Urusan Zakat
Amwal Muhammadiyah Weleri). Jurnal Hukum Ekonomi Islam.
Vol.1. No.1. H. 45-81.
Cahyani, Reny., dan Dian Rahmawati. 2015. Peningkatan Partispasi
Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Pemukiman Kelurahan
Putat Jaya Kota Surabaya. Jurnal Teknik ITS. Vol.4. No.2. H.
144-149.
Christanto, Bhram. 2015. Pengaruh Keberhasilan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Terhadap
Tingkat Kesejahteraan di Desa Gundi Kecamatan Godong
Kabupaten Grobogan. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang. Vol.4.
No.3. H. 118-134.
Damara, Cherrya., Dewangga Nikmatullah dan Indah Nurmayasari.
2015. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota
Bandar Lampung. Jurnal JIIA. Vol.3. No.3. H.315-321.
224
Darmayanti, Satrya Wulan. 2015. Studi Deskripsi tentang Strategi
Pemberdayaan oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya dalam
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Sasaran Penerima
Program Urban Farming Budidaya Lele di Kelurahan Pakis.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. Vol. 3. No. 1. H. 1-8.
Dwiyanto, Bambang Sugeng., dan Jemadi. 2013. Pemberdayaan
Masyarakat dan Pengembangan Kapasitas dalam
Penanggulangan Kemiskinan melalui PNPM Mandiri
Perkotaan. Jurnal Maksipreneur. Vol.3. No.1. H. 36-61.
Eliyati. 2012. Upaya PNPM Mandiri dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat di Desa Kebuyutan Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang. (Skripsi). Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatulloh Jakarta.
Fadli, Ma’luf. 2015. Metode Penyuluhan Agama Islam dalam Pembinaan
Akhlak Narapidana di LP Wanita Klas II A Semarang.
(Skripsi). Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang.
Fatimah, Winar Nur Aisyah. 2016. Karanganyar Hijau sebagai Program
Pemberdayaan Masyarakat di Desa Karanganyar. Jurnal
Resolusi Konflik, CSR dan Pemberdayaan (CARE). Vol.1.
No.1. H. 57-67.
225
Febriana, Anyda Dyah Surya. 2014. Penyusunan Desain program
Penyuluhan Anti Narkoba dan Zat Adiktif lainnya di Sekolah
Menengah Se – Kota Yogyakarta (Studi di Badan Narkotika
Yogyakarta). (Skripsi). Program Studi pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Ferdian, Fajar., Ine Maulina dan Rosidah. 2012. Analisis Perminatan
Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Konsumsi di Kecamatan
Losarang Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Vol. 3. No.4. H. 93-98.
Franklin. 2015. Pemberdayaan Masyarakat Perbatasan Desa Nawang
Baru oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) di
Kabupaten Malinau. E-jurnal Ilmu Pemerintahan.Vol.3. No.2.
H. 1324-1338.
Halimah, Lely. 2008. Pemberdayaan Lingkungan sebagai sumber
belajar dalam upaya Meningkatkan kompetensi Berbahasa
Indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru.
Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. Tidak ada, No.10. H. 1-7.
Hudiyani, Indiah. 2010. Kelembagaan Penyuluhan Partisipatif dalam
Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus Komunitas Petani
Sertifikasi Percaban Dusun persengon Keluruahan Sukopuro
Kecamatan Batuwarno Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa
Tengah). (Tesis). Sekolah pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.
226
Julius, Hendi. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan: Studi
Deskriptif Program Pengembangan Wilayah (Area
Development Program – ADP) Wahana Visi Indonesia di
Kelurahan Cilincing Jakarta Utara. (Tesis). Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Program Pascasarjana Ilmu
Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia.
Karsidi, Ravik. 2001. Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Mediator. Vol. 2, No.1.
H.115-125.
Kurniasih, Denok., Paulus Israwan Setyoko dan M. Imron. 2016. Kinerja
Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM). Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik. Vol. 29. No.1. H.14 - 21.
Kusrini, Novira., Rini Sulistiawati, Imelda dan Yeni Hurriyani. 2017.
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber daya
Lokal di Desa Jeruju Besar Kecamatan Sungai Kakap. Jurnal
Pemberdayaan Masyarakat. Vol. 2. No.2. H. 139-150.
Modana, Rahadian Riza., Santoso Tri Raharjo dan Nandang Mulyana.
(Tidak Ada Tahun). 23 Evaluasi Program Penguatan Kelompok
(KUMM) Kelompok Usaha Mandiri Masyarakat “Lancar
Jaya”oleh Divisi Ekonomi Lembaga Kemanusiaan Nasional
PKPU di Kampung Pedurenan Kelurahan Jatiluhur Kecamatan
Jatiasih Bekasi. Jurnal Prosiding KS: Riset & PKM. Vol. 3.
No.2. H.115-291.
227
Murjani. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penguatan
Kelembagaan dalam mewujudkan Pembangunan Perikanan
(Studi Kasus Desa Kambitin dan ambitin Raya Kecamatan
Tanjung). Jurnal Administrasi Publik dan Administrasi Bisnis.
Vol. 2. No.1. H. 80-90.
Mustangin., dkk. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi
Lokal Melalui Program Desa Wisata di Desa Bumiaji. Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Sosiologi. Vol. 2. No.1. H. 59-72.
Noegroho, Noegi. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Penataan
Pemukiman Kumuh di Kawasan Perkotaan: Studi Kasus
Kegiatan PLP2K-BK di Kota Medan dan Kota Payakumbuh.
Jurnal ComTech. Vol. 3. No.1. H.23-33.
Nopembereni, Eti Dewi. 2017. Model Partisipasi Masyarakat Pinggir
Sungai Dalam Program Pengelolaan Lingkungan Pemukiman
Berbasis Komunitas di Kelurahan Pahandut Seberang Kota
Palangkaraya Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Pertanian:Agric.
Vol. 29. No.1. H. 43-54.
Ocbrianto, Hosea. 2012. Partisipasi Masyarakat terhadap Posyandu
dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Balita (Studi Kasus pada
Posyandu Nusa Indah II RW 11 Kelurahan Meruyung,
Kecamatan Limo, Depok). (Skripsi). Program Studi Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia.
228
Purnama, Fikra Sutan. 2017. Partisipasi Masyarakat Kelurahan Perigi
Baru Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan
terhadapa Program Pemberdayaan Kota Tanpa Kumuh.
(Skripsi). Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.
Putra, Gandha Sunaryo., dan Selviana. 2017. Faktor-Faktor yang
berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Sehat di Desa
Empakan Kecamatan Kayan Hulu. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Khatulistiwa. Vol. 4. No.3. H. 238 – 243
Rohman, Abdul., Alizar Isna P. Israwan Setyoko dan Pawrtha Dharma.
2004. Studi tentang Pemberdayaan Masyarakat Petani Miskin
di Desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas.
Jurnal Pembangunan Pedesaan. Vol.4. No.2. H.144-155.
Rusni. 2013. Hubungan sanitasi dasar dengan insiden penyakit berbasis
lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. (Skripsi).
Universitas Teuku Umar.
Sari, Rosnida. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Usaha Pariwisata (Meneropong Usaha Penginapan Masyarakat
Lokal dan Mancanegara di Desa Mon Ikeun Lhoknga). Jurnal
Al-Bayan. Vol. 22. No. 34. H.53-64.
229
Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal (Studi di
desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota Batu Jawa Timur. Jurnal
Humanity. Vol.6. No.1. H. 59-64.
Wibowo, Rudi. 2011. Pendekatan Partisipatif Masyarkata terhadap
Implementasi Kebijakan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.
8. No.2. H.1-8.
Widayati, Endang. 2015. Partisipasi Perempuan dalam Kelembagaan
Desa (Studi Kasus Pada BKM Desa Umbulmartani dan
Jogotirto). (Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta).
STIE Pariwisata Api Yogyakarta.
Widjajanti, Kesi. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
Ekonomi Pembangunan.Vol.12. No.1. H.15-27.
Yuniati, Sri., Djoko Susilo, Fuat Albayumi. 2017. Penguatan
Kelembagaan dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Petani Tebu. (Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper
Ekonomi dan Bisnis (SNAPER- EBIS 2017) Jember, 27-28
Oktober 2017). Universitas Jember. H. 498 - 505.
Zulyadi, Teuku. 2014. Advokasi Sosial. Jurnal Al-Bayyan. Vol. 21. No.
30. H. 63-76.
LAMPIRAN
Dokumentasi
Wawancara dengan pendamping desa LAZ HARFA Wawancara dengan tokoh agama
Wawancara dengan aparatur pemerintah desa Wawancara dengan ketua kelompok arisan jamban
Wawancara dengan anggota kelompok arisan
jamban
Foto bersama kelompok arisan jamban
Daftar Pertanyaan Penelitian Skripsi
Sub Bab Indikator Pertanyaan
1 2 3
Partisipasi
Masyarakat
pada program
Arisan Jamban
Bentuk, tahapan
dan faktor yang
mempengaruhi
partisipasi
masyarakat
- Bagaimana tahapan terwujudnya program pemberdayaan
masyarakat?
- Apakah masyarakat ikut serta dalam memberikan ide/gagasan
dalam perencanaan program?
- Siapa pencetus ide pembuatan kelompok arisan jamban?
- Bagaimana mewujudkan misi bersama masyarakat?
- Apakah masyarakat antusias dalam mengelola kelompok arisan
jamban?
- Kapan saja pertemuan rutin dalam kelompok dilaksanakan?
- Apa saja yang dibahas dalam kegiatan pertemuan tersebut?
- Bagaimana pelaksanaan proses sosialisasi tentang program
pemberdayaan masyarakat melalui program arisan jamban?
- Siapa saja yang mengikuti sosialisasi?
- Apakah ada kendala/hambatan dalam pelaksanaan program
arisan jamban?
- Apakah setiap keputusan selalu dimusyawarahkan dengan
kelompok arisan jamban?
- Apakah masyarakat berperan dalam pengawasan program?
Seperti apa peran serta masyarakat dalam pengawasan?
- Apakah masyarakat mengetahui pentingnya thaharah dan
menjaga kebersihan/kesehatan?
- Adakah penghargaan terhadap pengurus/anggota kelompok
arisan jamban?
- Apakah para suami mengizinkan untuk mengikuti program?
- apakah masyarakat sangat membutuhkan program ini?
- Apakah masyarakat ikut berkontribusi dalam peningkatan
kualitas jamban di Desa Kertaraharja?
- Apakah pernah ada bantuan terkait sanitasi di Desa
Kertaraharja? dan bagaimana dukungan pemerintah desa dalam
program pemberdayaan masyarakat?
- Apakah masyarakat antusias untuk menyambut program ini?
- Apakah warga langsung mau ikut saat itu atau masih setengah-
setengah?
- Bagaimana bentuk dukungan keluarga terhadap program arisan
jamban?
Kelembagaan
Penyuluhan
Agama dalam
Program Arisan
jamban
Anggota dan
pengurus
- Kapan kelompok arisan jamban mulai dibentuk dan siapa
inisiatornya?
- Apa yang melatarbelakangi pembentukan kelompok arisan
jamban?
- Berapa jumlah anggota arisan jamban dari awal pembentukan?
- Siapa saja dan dari unsur apa saja anggota kelompok?
- Siapa pengurusnya? Bagaimana kriteria pengurus?
- Bagaimana pemilihan ketua atau pengurus?
- Apa saja struktur dan bagaimana TUPOKSI pengurus arisan
jamban?
- Siapakah orang paling berpengaruh terhadap anggota lainnya?
1 2 3
Aturan
Kelompok
- Apakah ada aturan dalam kelompok?
- Apakah aturan tersebut tertulis atau tidak tertulis?
- Adakah pernah ada pelanggaran terhadap aturan?
- Adakah sanksi bagi yang pernah melakukan pelanggaran?
- Apakah aturan ini mampu mengontrol kelompok arisan
jamban?
- Bagaimana tingkat kepuasan anggota kepada pengurus?
- Apakah kelompok ini menjadi kelompok unggulan di Desa
Kertaraharja?
Pola Hubungan - Lembaga apa saja yang berperan dalam program arisan
jamban?
- Bagaimana hubungan antar anggota dan stakeholders?
- Apakah ada jarak antar anggota?
- Apakah anggota saling membantu satu sama lain?
- Bagaimana kedekatan antar anggota dalam kelompok?
- Apakah antar anggota sangat dekat dan sangat akrab?
- Apakah ada sumbangan apabila ada anggota yang sakit atau
terkena musibah?
- Apakah pernah terjadi konflik antar anggota?
- Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana
program arisan jamban?
- Apakah anggota arisan jamban ini solid antar sesama?
- Bagaimana penerimaan masyarakat terhadap orang luar?
- Apakah anggota saling mempercayai satu sama lain?
- Bagaimana peran lembaga-lembaga dan bagaimana
hubungannya?
- Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam program
pemberdayaan masyarakat?
- Apakah ada perizinan dari stakeholder lain dalam
penyelenggaraan program?
- Sejak kapan stakeholder tersebut terlibat dalam program?
- Bagaimana peran stakeholder terhadap program pemberdayaan
masyarakat?
- Bagaimana bentuk dukungan stakeholder terhadap program?
Input, Proses
dan Output
Penyuluhan
agama pada
kelembagaan
penyuluhan
agama dalam
program arisan
jamban
Proses
terwujudnya
program,
pendekatan,
penentuan
tujuan, sasaran,
metode dan
materi, dampak
dan capaian
penyuluhan
agama dalam
program arisan
jamban
- Bagaimana cikal bakal adanya program arisan jamban di Desa
Kertaraharja?
- Apa masalah yg pertama kali ditemukan saat dimulainya
program?
- Bagaimana proses penyuluhan dilaksanakan?
- Bagaimana keadaan sanitasi di Desa Kertaraharja sebelum
program berjalan?
- Kemana warga biasanya buang air besar?
- Bagaimana akses menuju tempat BABS?
- Apakah ada penyakit yang terjangkit saat sebelum adanya
program arisan jamban?
- Dengan kondisi sanitasi yang kurang memadai, siapa yang
berinisiatif untuk meningkatkan sanitasi di Desa Kertaraharja?
1 2 3
- Apa yang membuat masyarakat ingin berubah?
- Apakah ada penolakan saat inisiatif untuk meningkatkan
sanitasi muncul?
- Bagaimana kondisi arisan jamban pertama kali dimulai?
- Apakah saat pertama kali dimulai arisan jamban ini berjalan
efektif dan menghasilkan?
- Berapa anggota saat arisan jamban ini dimulai?
- Siapa orang yang pertama kali bergabung?
- Setelah terbentuk kelompok arisan jamban, berapa lama
jamban mulai dibangun?
- Apakah setelah banyak pembangunan jamban banyak warga
lainnya ikut bergabung?
- Adakah keraguan saat diawal pertama kali ikut bergabung
dalam program?
- Bagaiman arisan jamban ini tumbuh dan berjalan sampai
dengan sekarang?
- Apakah arisan jamban ini membuat masyarakat sejahtera?
- Masih adakah yang ragu setelah berjalan kegiatan penyuluhan?
- Apakah dampak arisan jamban bagi keluarga?
- Apa yang dirasakan inisiator saat melihat kondisi Desa
Kertaraharja sebelum adanya program ini?
- Bagaimana penyadaran dilakukan kepada masyarakat?
- Bagaimana pola penyadaran dan cara meyakinkan masyarakat?
- Apakah ada paksaan saat melakukan penyuluhan?
- Kapan penyadaran dilakukan kepada masyarakat?
- Apakah penyadaran dilakukan secara bertahap?
- Apakah pendamping desa adalah orang berpengaruh di Desa
Kertaraharja?
- Apa saja yang dibahas dalam kegiatan penyuluhan?
- Bagaimana proses kegiatan penyuluhan agama?
- Apakah pendamping desa menjelaskan cara membangun
jamban?
- Apakah kesadaran masyarakat semakin meningkat setelah
adanya program ini?
- Bagaimana pendekatan dilakukan kepada masyarakat?
- Bagaimana peran pendamping desa?
- Apakah materi penyuluhan ditentukan sebelumnya?
- Materi apa saja yang disampaikan kepada masyarakat?
- Apakah masyarakat dilibatkan dalam menentukan materi?
- Apakah masyarakat diberi pilihan memilih materi?
- Apakah masyarakat menyumbangkan ide untuk materi yang
akan dibahas?
- Kapan penyuluhan dilaksanakan? Apakah waktunya sudah
disesuaika atau sesuai kebutuhan dan waktu masyarakat?
- Apakah penyuluhan dilaksanakan dengan bahasa agama?
- Apakah penyadaran tersebut menghasilkan perubahan
perilaku?
1 2 3
- Apakah pemberian penyuluhan agama dilakukan saat awal
sosialisasi, di tengah (proses pemberdayaan), atau diakhir?
- Masalah agama seperti apa yang sering diangkat dalam materi
penyuluhan agama?
- Dan apakah tujuan yang diharapkan tercapai dalam materi
tersebut?
- Berhasilkan program arisan jamban di Desa Kertaraharja ?
- Apakah manfaat program arisan jamban bagi masyarakat?
- Adakah kendala selama kegiatan penyuluhan dan bagaimana
solusi penyelesaiannya?
- Masih adakah masyarakat yang melakukan buang air besar
sembarangan (BABS)?
- Bagaimana kondisi tanah atau pekarangan masyarakat setelah
tidak ada lagi BABS?