partisipasi masyarakat dalam pengelolaan...
TRANSCRIPT
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
230
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DI BANK SAMPAH PITOE JAMBANGAN
KOTA SURABAYA
Fransiska Tanuwijaya
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
AbstractThis research aims to discover the community participation and factors that affect the community participation on waste
management in Bank Sampah PITOE Jambangan. The reason behind the emergence of this research is waste problem in Surabaya.
To resolve this problem, Surabaya Government with private sector through Green and Clean program, involving community
participation on waste management, among others by the establishment of waste banks. One kampung in Surabaya that got many
rewards for good waste management is RW III, Kelurahan Jambangan, where up to 2015 won ten awards. One of the best waste
banks on this region is Bank Sampah PITOE Jambangan. The results of this research shows from participation’s shapes, community
participate in decision making, implementation, and the utilization of waste management activities in Bank Sampah PITOE
Jambangan. However, community did not participate in the evaluation process. While from degree of participation, shows
community participation is on interactive degree related to decision making, is on self-mobilization degree related to implementation
and enjoy the results, and is on consultative degree related to evaluation process. The results of this research also shows the factors
that affect community participation, i.e., economic motive, social motive for creating harmony, pscyhology motive for achievement of
residence and self-satisfaction as the environment becomes clean, motivation and support from local government, motivation and
support from the staff of Bank Sampah PITOE Jambangan, motivation and support from environmental cadres, the communication
with community that going smoothly, and citizen forum is routinely performed.
Keywords: Community Participation, Waste Management, Waste Bank.
Pendahuluan
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat
tidak hanya menjadi salah satu faktor penyebab
permasalahan – permasalahan seperti persaingan
diantara masyarakat semakin ketat ataupun urbanisasi
dari desa ke kota semakin tinggi saja, tetapi juga
menjadi penyebab limbah buangan yang disebut
sebagai sampah semakin bertambah jumlahnya. Salah
satu negara di dunia yang mengalami permasalahan ini
sebagai dampak dari bertambahnya jumlah penduduk
adalah negara Indonesia.
Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yang
cukup padat dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbesar ke
– 4 didunia pada tahun 2010 setelah China (1,341
milyar), India (1,225 milyar), dan Amerika Serikat
(310 juta) (dalam Widjajanti, et al. 2014:2). Data
mengenai perkembangan jumlah penduduk di
Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2010 – 2015
tertera pada tabel berikut:
Tabel 1.
Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Provinsi
Tahun 2010 – 2015
Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2015 oleh BPS,
Proyeksi Penduduk Indonesia Umur Tertentu dan
Umur Satu Tahunan 2010 – 2025 oleh BPS, Suara
KPU Desember 2012, Rekapitulasi Data
Kependudukan Per Provinsi (Edisi 31 Desember 2013)
oleh Kemendagri, Penduduk Indonesia Hasil Survey
Penduduk Antar Sensus 2015 oleh BPS, diolah.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
231
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup padat
dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 1.
menunjukkan bahwa di tahun 2010, jumlah penduduk
Indonesia hanya sebesar 237.641.300 jiwa. Namun di
tahun 2011 hingga 2013, jumlah penduduk di
Indonesia mengalami peningkatan, sehingga jumlah
penduduk Indonesia berturut – turut menjadi
241.990.700 jiwa di tahun 2011, 251.857.940 jiwa di
tahun 2012, dan 253.602.810 jiwa ditahun 2013. Di
tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia mengalami
penurunan sebesar 1.438.010 jiwa, sehingga menjadi
252.164.800 jiwa. Kenaikan jumlah penduduk di
Indonesia kembali terjadi di tahun 2015, sehingga
menjadi 255.182.140 jiwa. Hal ini kemudian yang
menjadi salah satu penyebab jumlah sampah yang ada
di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun.
Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun di
Indonesia menyebabkan jumlah sampah yang ada di
Indonesia semakin hari semakin bertambah. Data
mengenai volume sampah yang terangkut per hari
menurut kota di Indonesia tahun 2010 – 2014 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.
Volume Sampah yang Terangkut per Hari Menurut
Kota di Indonesia
Tahun 2010 – 2014
Sumber: Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2012,
2013, 2015 oleh BPS, diolah.
Tabel 2. menunjukkan bahwa volume sampah yang
terangkut per hari menurut kota di Indonesia pada
tahun 2010 hingga 2014 semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2010, volume sampah yang
terangkut per hari hanya sebesar 59.769,85 m3.
Sedangkan di tahun 2011 hingga 2013, volume sampah
yang terangkut secara berturut – turut semakin
meningkat, sehingga menjadi 61.398,5 m3 di tahun
2011, 67.582,14 m3 di tahun 2012, dan 1.361.604,58
m3 di tahun 2013. Pada tahun 2014, volume sampah
yang terangkut per hari mengalami penurunan
535.160,33 m3, sehingga menjadi 826.444,25 m
3. Tabel
2. juga menunjukkan bahwa Kota Surabaya menjadi
salah satu kota dengan volume sampah terbesar di
Indonesia.
Pertambahan jumlah penduduk di Kota Surabaya
menyebabkan sampah di Kota Surabaya semakin
bertambah hingga menjadi salah satu kota di Indonesia
dengan volume sampah terbesar. Kondisi ini kemudian
semakin di perparah dengan masih diterapkannya
penggunaan paradigma lama pengelolaan sampah oleh
sebagian besar masyarakat Kota Surabaya. Selama ini
sebagian besar masyarakat Kota Surabaya masih
memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak
berguna, tidak berharga, menjijikkan, bahkan sampah
dilihat sebagai sumber daya yang tidak perlu
dimanfaatkan dan tidak memiliki nilai ekonomis.
Masyarakat dalam mengelola sampah selama ini masih
bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe), yaitu
sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat
pemrosesan akhir sampah begitu saja. Data mengenai
cara pembuangan sampah rumah tangga Kota Surabaya
tahun 2011 – 2012 tertera pada tabel berikut:
Tabel 3.
Cara Pembuangan Sampah Rumah Tangga Kota
Surabaya
Tahun 2011 – 2012
Sumber: Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Kota Surabaya Tahun 2011 dan 2012, diolah.
Tabel 3. menunjukkan bahwa di tahun 2011 hingga
2012, masyarakat Kota Surabaya masih menggunakan
paradigma lama dalam pengelolaan sampah. Data
menunjukkan bahwa dari 806.794 rumah tangga yang
ada di Kota Surabaya pada tahun 2011, semua rumah
tangga Kota Surabaya membuang sampahnya yang
berjumlah 3.942 M3 dengan menggunakan paradigma
lama, dimana sampah dikumpulkan, diangkut, dan
dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah begitu
saja. Begitu pula di tahun 2012, sampah yang
berjumlah 3.565 M3 dikumpulkan, diangkut, dan
dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah begitu
saja oleh 888.206 rumah tangga yang ada di Kota
Surabaya. Oleh karenanya, paradigma pengelolaan
sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir tersebut
sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan
paradigma baru pengelolaan sampah.
Paradigma baru pengelolaan sampah memandang
sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai
ekonomi dan dapat dimanfaatkan. Paradigma baru
dalam pengelolaan sampah ini juga memandang
perlunya peran serta / keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan sampah. Masyarakat dipandang sebagai
salah satu faktor utama keberhasilan pengelolaan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
232
sampah melalui paradigma ini karena pada dasarnya
masyarakat dan segala aktivitas – aktivitas yang
dilakukannya – lah yang menjadi salah satu penyebab
sampah yang ada saat ini bertambah jumlahnya dan
semakin beragam jenisnya.
Salah satu kampung yang terdapat di Kota Surabaya
dengan tingkat partisipasi masyarakat yang baik dalam
pengelolaan sampah adalah Kampung Jambangan.
Partisipasi masyarakat yang baik di Kampung
Jambangan ini pada kenyataannya berhasil mengubah
Kampung Jambangan yang dulunya kumuh, bau, penuh
kotoran, bahkan tradisi buang hajat di sungai yang
melekat pada masyarakat Jambangan dengan
banyaknya WC – WC terapung yang dikenal dengan
sebutan "Helikopter", yang dulu menghias di sepanjang
sungai yang membelah kampung itu
(http://www.suarasurabaya.net/fokus/145/2014/131312
-Jambangan,-Surganya-Surabaya, akses: 20 Februari
2016), sekarang menjadi sebuah kampung yang dikenal
sebagai Kampung Wisata Lingkungan. Keberhasilan
Jambangan mengubah perilaku masyarakat untuk lebih
peduli akan lingkungan juga berhasil menghantarkan
Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan
mendapatkan penghargaan Kalpataru dengan kategori
perintis lingkungan yang diberikan oleh Presiden
Republik Indonesia kepada Ibu Sriyatun
(http://www.menlh.go.id/penghargaan-kalpataru/,
akses: 20 Februari 2016). Salah satu RW (Rukun
Warga) yang terdapat di Kelurahan Jambangan dengan
tingkat partisipasi masyarakat yang baik dalam
pengelolaan sampah adalah RW III.
RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan
menjadi salah satu RW teladan di Kota Surabaya
karena keberhasilannya mengubah sampah – sampah
yang ada, yang semula tidak berharga, menjadi suatu
komoditas yang memiliki nilai ekonomis dan dapat
digunakan kembali. Hal ini kemudian yang membuat
RW III Kelurahan Jambangan berhasil mendapat
berbagai prestasi dan penghargaan baik pada tingkat
regional maupun nasional, yaitu diantaranya:
Tabel 4.
Prestasi dan Penghargaan RW III Kelurahan
Jambangan, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya
Sumber: RW III Kelurahan Jambangan, Kecamatan
Jambangan, diolah.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
233
Salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan
sampah di wilayah RW III Kelurahan Jambangan
adalah melalui adanya bank sampah. Dari 180 unit
bank sampah yang ada di Kota Surabaya pada tahun
2013(http://waste.ccacknowledge.net/sites/default/files/
files/events_documents/Surabaya%20City%20Indonesi
a.pdf, akses: 18 Februari 2016), terdapat 9 unit bank
sampah terbaik dengan jumlah nasabah terbanyak dan
omzet pendapatan per bulan terbesar sebagai
indikatornya, dimana salah satunya terdapat di wilayah
RW III Kelurahan Jambangan. Data mengenai 9 bank
sampah terbaik di Kota Surabaya pada tahun 2013
tertera pada tabel berikut:
Tabel 5.
Sembilan Unit Bank Sampah Terbaik di Kota Surabaya
Tahun 2013
Sumber: Yustisia. Materi Presentasi dari Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Surabaya. Didapat dari:
http://waste.ccac-
knowledge.net/sites/default/files/files/events_documents/Sur
abaya%20City%20Indonesia.pdf (Akses: 18 Februari 2016),
diolah.
Tabel 5. menunjukkan bahwa dari 180 unit bank
sampah yang ada di Kota Surabaya, terdapat 9 unit
bank sampah terbaik dengan jumlah nasabah terbanyak
dan omzet pendapatan per bulan terbesar sebagai
indikatornya. Bank Sampah PITOE RW III Jambangan
masuk dalam 3 besar bank sampah terbaik di Kota
Surabaya, dimana hingga tahun 2013 Bank Sampah
PITOE RW III Jambangan ini memiliki jumlah
nasabah ± 85 orang dan omzet pendapatan perbulan
hingga ± Rp. 10.500.000,-. Keberhasilan Bank Sampah
PITOE RW III Jambangan menjadi salah satu bank
sampah terbaik di Kota Surabaya ini tentunya tidak
dapat terlepas dari partisipasi masyarakat didalamnya.
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor
keberhasilan Bank Sampah PITOE RW III Jambangan
menjadi salah satu bank sampah terbaik di Kota
Surabaya. Hal ini terbukti dengan sejarah berdirinya
Bank Sampah PITOE Jambangan yang pada awalnya
merupakan bank sampah yang didirikan atas inisiatif
masyarakat setempat. Tidak hanya itu, partisipasi
masyarakat yang baik dalam pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan juga membuat
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Prof.
Dr. Balthasar Kambuaya, MBA., tertarik untuk
mengunjungi dan meresmikan Bank Sampah PITOE
Jambangan secara langsung pada tanggal 8 Maret
2013.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan, Kota Surabaya?
2. Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota
Surabaya?
Dan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan
di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan, Kota Surabaya.
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi
tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan, Kota
Surabaya.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini adalah:
1. Manfaat akademis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
memperkaya dan menambah wawasan pengetahuan
bagi kalangan akademisi terkait dengan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah di bank
sampah. Tidak hanya itu, penelitian ini juga
diharapkan mampu digunakan sebagai bahan
perbandingan bagi peneliti selanjutnya dalam
rangka penelitian dan pengembangan lebih lanjut
dalam penerapan ilmu, khususnya partisipasi
masyarakat.
2. Manfaat praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan, baik bagi Kecamatan dan
Kelurahan yang ada di Kota Surabaya maupun
Pemerintah Kota Surabaya untuk lebih melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui
pendirian bank sampah di setiap kampung –
kampung yang ada di Kota Surabaya. Disisi lain,
dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
memotivasi masyarakat agar mau melibatkan diri
dalam pengelolaan lingkungan, khususnya dalam
pengelolaan sampah serta diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menjaga kelestarian lingkungannya sendiri dengan
ikut meminimalkan jumlah timbulan sampah
misalnya.
Tinjauan Pustaka
Sampah
Istilah sampah sendiri memiliki banyak pengertian.
Berikut ini beberapa pengertian sampah dari berbagai
sudut pandang:
1. Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah dalam pasal 1 ayat 1
menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan
sehari – hari manusia dan / atau alam yang
berbentuk padat.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
234
2. Menurut Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum (2007) (dalam Hermawati, et al. 2015:1)
sampah diartikan sebagai suatu buangan atau
produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat
kegiatan manusia yang dapat dianggap sudah tidak
bermanfaat lagi, untuk itu harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
3. Menurut Ecolink (1996) (dalam Samal, ed. 2010:2)
memberikan pengertian sampah sebagai bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
baik yang dilakukan oleh manusia maupun alam
yang belum memiliki nilai ekonomis.
Pengelolaan Sampah
Paradigma Pengelolaan Sampah
Dari berbagai literatur yang ada, setidaknya terdapat
dua paradigma pengelolaan sampah yang selama ini
digunakan (Penjelasan Undang – Undang Nomor 18
Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah), yaitu
paradigma lama dan paradigma baru.
1. Dalam paradigma lama, sampah dipandang sebagai
material yang tidak berguna sehingga cukup
ditangani dengan cara pendekatan akhir (end of
pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan
dibuang atau disingkirkan begitu saja.
2. Paradigma baru memandang sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan
dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi,
kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan Sampah Secara Terpadu (Terintegrasi)
Tchobanoglous, et al. (1993) (dalam Hermawati, et al.,
2015:87) mendefinisikan pengelolaan sampah sebagai
suatu disiplin kegiatan yang terkait dengan
pengendalian timbulan sampah hingga pembuangannya
dengan cara yang sesuai dengan prinsip – prinsip
kesehatan masyarakat, ekonomi, rekayasa, konservasi,
estetika, dan lingkungan. Menurut Tchobanoglous, et
al. (1993), aktivitas pengelolaan sampah dari titik
timbulan sampah sampai ke pembuangan akhir
meliputi enam elemen fungsional yaitu timbulan
sampah; penanganan, pemisahan, penyimpanan, dan
pemrosesan akhir di sumber; pengumpulan sampah;
pemisahan, pemrosesan, dan transformasi sampah;
transfer dan pengangkutan sampah; dan pembuangan
akhir sampah. Hubungan antar elemen dalam sistem
pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1.
Skema Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Sumber: Tchobanoglous, et al. (1993) dalam
Hermawati, et al. (2015:9).
Aktivitas pengelolaan sampah tidak terbatas pada
aspek teknis semata, tetapi juga aspek – aspek lainnya
seperti yang dikemukakan oleh Sucipto (2012:32),
diantaranya: (1) aspek teknologi, (2) aspek partisipasi
masyarakat (sosial), (3) aspek ekonomi dan finansial,
(4) aspek hukum dan peraturan, (5) aspek organisasi
dan manajemen, (6) aspek operasional, dimana masing
– masing aspek ini saling berkaitan satu sama lain yang
tidak dapat dipisahkan. Namun, diantara semua aspek
yang ada, Dhokhikah, et al. (2015:153) berpendapat
bahwa partisipasi masyarakat menjadi suatu faktor
kunci keberhasilan pengelolaan sampah terpadu.
Partisipasi masyarakat memiliki peran penting dalam
mencapai pengelolaan sampah secara terpadu.
Bank Sampah
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle
Melalui Bank Sampah dalam pasal 1 ayat 1
mendefinisikan bank sampah sebagai tempat
pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur
ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai
ekonomi.
Sedangkan Dhokhikah, et al. (2015:154) memandang
bank sampah sebagai bank yang didirikan oleh
komunitas masyarakat. Bank sampah menerima
sampah daur ulang dari komunitas (yang disebut
sebagai nasabah / klient dari bank sampah). Bank
sampah menerima sampah daur ulang, seperti botol
plastik, gelas bekas air kemasan, koran, majalah, buku,
kertas bekas, kertas bekas pemakaian di kantor –
kantor, kabel – kabel bekas, kaleng bekas, kaleng
bensin, besi tua, dan sepatu bekas, dan lain sebagainya
dari nasabah. Harga sampah per kilogram bergantung
pada jenis sampahnya. Setiap jenis sampah ditimbang
yang kemudian dicatat dalam buku tabungan sampah.
Masing – masing nasabah memiliki buku tabungan,
yang didalamnya berisi jenis sampah yang
dikumpulkan, berat sampah yang dikumpulkan dan
telah ditimbang, harga per kilogram, dan jumlah total
saldo nominal uang dari sampah yang telah
dikumpulkan. Bank sampah sangat berguna untuk
meminimalkan jumlah sampah dari sumber sebelum
diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS).
Partisipasi Masyarakat
Pengertian Partisipasi Masyarakat
Seorang ahli ekonomi kerakyatan, Mubyarto (1997)
(dalam Huraerah 2008:96) mengatakan, pengertian
partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat
dalam suatu proses pembangunan dimana masyarakat
ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program,
perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan,
dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Sulaiman
(1985) (dalam Huraerah 2008:96), mengungkapkan
partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga
masyarakat secara perorangan, kelompok, atau dalam
kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan
program serta usaha pelayanan dan pembangunan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
235
kesejahteraan sosial di dalam dan atau di luar
lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran
tanggung jawab sosialnya.
Pada dasarnya partisipasi masyarakat menjadi hal yang
penting dalam penyelenggaraan negara, khususnya
dalam pembangunan. Tjokrowinoto (1987) (dalam
Mardiyanta 2013:228 – 229) berpendapat bahwa
argumentasi pentingnya konsep dan praktek partisipasi
masyarakat dalam pembangunan meliputi:
1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir
pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis
dari dalil tersebut;
2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan
kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam
keputusan penting yang menyangkut masyarakat;
3. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan
balik arus informasi tentang sikap, aspirasi,
kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa
keberadaannya akan tidak terungkap. Arus
informasi ini tidak dapat dihindari untuk
berhasilnya pembangunan;
4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan
dimulai dari di mana rakyat berada dan dari apa
yang mereka miliki;
5. Partisipasi memperluas zone (kawasan) penerimaan
proyek pembangunan;
6. Ia akan memperluas jangkauan pelayanan
pemerintah kepada seluruh masyarakat;
7. Partisipasi menopang pembangunan;
8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif
baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun
pertumbuhan manusia;
9. Partisipasi merupakan cara yang efektif
membangun kemampuan masyarakat untuk
pengelolaan program pembangunan guna
memenuhi kebutuhan khas daerah;
10. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak
demokratis individu untuk dilibatkan dalam
pembangunan mereka sendiri.
Bentuk – Bentuk Partisipasi Masyarakat
Kaho (2007:127) menarik kesimpulan bahwa bentuk
partisipasi yang dapat diberikan oleh masyarakat,
yaitu:
1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
Setiap proses penyelenggaraan, terutama dalam
kehidupan bersama masyarakat, pasti melewati
tahap penentuan kebijaksanaan. Dalam hal ini
Moebyarto menegaskan, “... dalam keadaan yang
paling ideal keikutsertaan masyarakat untuk
membuat „putusan politik‟ yang menyangkut nasib
mereka, adalah ukuran tingkat partisipasi rakyat.
Semakin besar kemampuan untuk menentukan
nasib sendiri, semakin besar partisipasi
masyarakat.” Dalam hal ini, bentuk partisipasi yang
dapat diberikan oleh masyarakat adalah dengan
terlibat dalam pembuatan keputusan karena
keputusan yang dibuat pada dasarnya menyangkut
nasib masyarakat itu sendiri.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
Partisipasi ini menjadi tahap lanjutan dari tahap
pertama. Terkait dengan hal ini, Uphoff
berpendapat bahwa masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan dapat memberikan kontribusinya
guna menunjang pelaksanaan pembangunan berupa
tenaga, uang, barang, material, ataupun informasi
yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan.
Moebyarto menambahkan bahwa hal yang penting
dan perlu diperhatikan dalam hal ini adalah
kesediaan masyarakat untuk membantu agar
program yang dijalankan dapat berhasil harus
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
setiap orang dan tanpa mengorbankan kepentingan
diri sendiri ini sudah dikategorikan sebagai
partisipasi.
3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil
Dalam hal ini, masyarakat mempunyai hak untuk
berpartisipasi dalam menikmati setiap usaha
bersama yang ada secara adil. Adil dalam
pengertian ini adalah setiap orang mendapatkan
bagiannya sesuai dengan pengorbanannya dan
menurut norma – norma yang berlaku. Uphoff, et
al., berpendapat bahwa partisipasi dalam menikmati
hasil dapat dilihat dari tiga segi, yaitu dari aspek
manfaat materialnya (material benefit), manfaat
sosialnya (social benefit), dan manfaat pribadi
(personal benefit).
4. Partisipasi dalam evaluasi
Sudah umum disepakati bahwa setiap
penyelenggaraan apa pun dalam kehidupan
bersama, hanya dapat dinilai berhasil apabila dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk
mengetahui hal ini, sudah sepantasnya masyarakat
diberi kesempatan untuk menilai hasil yang telah
dicapai. Masyarakat dapat dijadikan sebagai
„hakim‟ yang adil dan jujur dalam menilai hasil
yang ada.
Derajat Partisipasi Masyarakat
Prety, J. (1995) (dalam Sugandi 2011:184 – 185)
berpendapat bahwa ada tujuh karakteristik tipologi
partisipasi, yang berturut – turut semakin dekat dengan
bentuk ideal, yaitu:
1. Partisipasi pasif atau manipulatif, dimana dalam
partisipasi ini masyarakat hanya dijadikan sebagai
penerima pemberitahuan dari apa yang sedang dan
telah terjadi. Pengumuman sepihak yang dilakukan
oleh pelaksana proyek ini tidak memperhatikan
tanggapan masyarakat sebagai sasaran program.
Informasi yang dipertukarkan terbatas pada
kalangan profesional saja, diluar kelompok sasaran.
Partisipasi bentuk ini merupakan partisipasi yang
paling lemah.
2. Partisipasi informatif, dimana dalam hal ini
masyarakat hanya menjawab pertanyaan –
pertanyaan untuk proyek, namun tidak memiliki
kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi
proses keputusan. Akurasi hasil studi juga tidak
dibahas bersama masyarakat.
3. Partisipasi konsultatif, dimana dalam hal ini
masyarakat berpartisipasi dengan cara
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
236
berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan,
serta menganalisis masalah dan pemecahannya.
Masyarakat juga belum memiliki peluang untuk
membuat keputusan bersama. Para profesional
tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan
masyarakat (sebagai masukan) untuk
ditindaklanjuti.
4. Partisipasi insentif, dimana dalam hal ini
masyarakat memberikan pengorbanan barang dan
jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa
upah, walau tidak dilibatkan dalam proses
pembelajaran atau eksperimen – eksperimen yang
dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk
melanjutkan kegiatan – kegiatan setelah insentif
dihentikan.
5. Partisipasi fungsional, masyarakat membentuk
kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada
keputusan – keputusan utama yang disepakati. Pada
tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak
luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan
kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif, dimana dalam hal ini
masyarakat berperan dalam proses analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukan atau
penguatan kelembagaan, pola ini cenderung
melibatkan metode interdisipliner yang mencari
keragaman perspektif dalam proses belajar yang
terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki
peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan
– keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegiatan.
7. Mandiri (self mobilization), dimana dalam hal ini
masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas
(tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah
sistem atau nilai – nilai yang mereka junjung.
Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga –
lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan
dukungan teknis serta sumberdaya yang diperlukan,
yang terpenting masyarakat juga memegang kendali
atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau
digunakan (Syahyuti, 2006).
Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat
Billah (dalam Huraerah 2008:105 – 107)
mengungkapkan bahwa setidak – tidaknya ada 5 motif
masyarakat berpartisipasi, yaitu:
1. Motif psikologi
Kepuasan pribadi, pencapaian prestasi, atau rasa
telah mencapai sesuatu (achievement) dapat
merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang
untuk melakukan kegiatan, termasuk juga untuk
berpartisipasi meskipun kegiatan atau
partisipasinya itu tidak akan menghasilkan
keuntungan (baik berupa uang ataupun materi).
2. Motif sosial
Terdapat dua sisi motif sosial, yaitu untuk
memperoleh status sosial dan untuk menghindarkan
dari terkena pengendalian sosial (social control).
Orang akan dengan suka hati berpartisipasi dalam
suatu kegiatan (pembangunan) manakala
keikutsertaannya itu akan membawa dampak
meningkatnya status sosialnya. Pada sisi negatif,
orang akan „terpaksa‟ berpartisipasi dalam satu
kegiatan (pembangunan) karena „takut‟ terkena
sanksi sosial (tersisih atau dikucilkan oleh
masyarakat). Motif semacam ini dikendalikan oleh
norma – norma sosial yang masih kuat di dalam
masyarakat, terutama yang masih bersifat
keguyuban.
3. Motif keagamaan
Motif keagaamaan didasarkan pada kepercayaan
kepada kekuatan yang ada di luar manusia (Tuhan,
sesuatu yang gaib, supernatural). Agama sebagai
ideologi sosial yang mempunyai berbagai macam
fungsi bagi pemeluknya, yaitu fungsi – fungsi:
inspiratif, normatif, integratif, identifikatif, dan
operatif / motivatif. Melalui aktualisasi fungsi –
fungsi itu agama dapat meningkatkan peranannya
di dalam proses pembangunan, dan lebih dari itu
agama dapat meningkatkan peran para pemeluknya
dalam proses pembangunan.
4. Motif ekonomi
Laba (profit) adalah motif ekonomi yang dapat dan
bahkan seringkali efektif mendorong orang
mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi
didalam kegiatan (pembangunan). Dengan
menggunakan tata nalar ekonomi orang akan
memutuskan berpartisipasi (dalam suatu kegiatan)
manakala kegiatan – kegiatan itu dapat
menghasilkan manfaat / keuntungan bagi dirinya
atau bagi perusahaan / kelompoknya, atau setidak –
tidaknya ia akan ikut berpartisipasi jika tidak akan
memperoleh kerugian atau paling tidak kerugian
yang diperoleh dari partisipasinya lebih kecil
daripada kerugian yang dapat di derita karena tidak
ikut berpartisipasi.
5. Motif politik
Dasar utama motif politik ini adalah kekuasaan.
Oleh karenanya, partisipasi seseorang atau
golongan akan ditentukan oleh besar – kecilnya
kekuasaan yang dapat diperoleh dari partisipasinya
di dalam berbagai kegiatan (pembangunan). Makin
besar kekuasaan yang mungkin di peroleh dari
keterlibatannya di dalam kegiatan (pembangunan),
maka makin kuat pula kemungkinan untuk ikut
berpartisipasi.
Sedangkan, Najib (2005) (dalam Huraerah 2008:108)
memandang keberhasilan partisipasi masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Siapa penggagas partisipasi: apakah pemerintah
pusat, pemerintah daerah atau LSM. Non –
government stakeholders berpeluang untuk lebih
lanjut.
2. Untuk kepentingan siapa partisipasi itu
dilaksanakan: apakah untuk kepentingan
pemerintah atau untuk masyarakat. Jika untuk
kepentingan warga maka program kemiskinan
dengan pendekatan partisipasi akan lebih berlanjut.
3. Siapa yang memegang kendali: apakah pemerintah
pusat, pemerintah daerah, atau lembaga donor. Jika
pemerintah daerah atau LSM yang memegang
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
237
kendali cenderung lebih berhasil, karena
pemerintah daerah atau LSM cenderung lebih
mengetahui permasalahan, kondisi, dan kebutuhan
daerah atau masyarakatnya dibanding pihak luar.
4. Hubungan pemerintah dengan masyarakat: apakah
ada kepercayaan dari masyarakat terhadap
pemerintahannya, jika hubungan ini baik,
partisipasi akan lebih mudah dilaksanakan.
5. Kultural: daerah yang masyarakatnya memiliki
tradisi dalam berpartisipasi (proses pengambilan
keputusan melalui musyawarah) cenderung lebih
mudah dan berlanjut.
6. Politik: kepemerintahan yang stabil serta menganut
sistem yang transparan, meghargai keberagaman
dan demokratis.
7. Legalitas: tersedianya (diupayakan) regulasi yang
menjamin partisipasi warga dalam pengelolaan
pembangunan (terintegrasi dalam sistem
keperintahan di daerah).
8. Ekonomi: adanya mekanisme yang menyediakan
akses bagi warga miskin untuk terlibat atau
memastikan bahwa mereka akan memperoleh
“manfaat” (langsung maupun tidak langsung)
setelah berpartisipasi.
9. Kepemimpinan: adanya kepemimpinan yang
disegani dan memiliki komitmen untuk
mendorong serta melaksanakan partisipasi, dapat
dari kalangan pemerintah, LSM, masyarakat itu
sendiri atau tokoh masyarakat.
10. Waktu: penerapan partisipasi tidak hanya sesaat,
tetapi ditempatkan pada kurun waktu yang cukup
lama.
11. Tersedianya jaringan yang menghubungkan
antara warga masyarakat dan pemerintah (forum
warga).
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian
kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (1987) (dalam
Moleong 2013:5) merupakan penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian
adalah Kota Surabaya, dimana objek yang diteliti
adalah Bank Sampah PITOE Jambangan. Pemilihan
informan dilakukan secara purposive sampling untuk
informan kunci dan snowball sampling untuk informan
lanjutan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah
peneliti sendiri. Data diperoleh melalui proses
wawancara mendalam dengan para informan untuk
pengumpulan data primer, sedangkan untuk
pengumpulan data sekunder dilakukan melalui
observasi, dokumentasi, dan penelusuran data online.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis data model Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono 2011:246), dimana dilakukan melalui 3
aktivitas, yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik pemeriksaan
keabsahan data menggunakan teknik triangulasi.
Hasil dan Pembahasan
1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
di Bank Sampah PITOE Jambangan
a. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan
Di Bank Sampah PITOE Jambangan,
masyarakat dilibatkan dalam proses pembuatan
keputusan melalui musyawarah yang diadakan
oleh pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan. Keputusan yang diambil pertama –
tama dilakukan didalam internal pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan melalui rapat
internal. Didalam rapat internal tersebut,
pengurus membuat suatu konsep atau pilihan
alternatif – alternatif keputusan. Setelah konsep
atau alternatif – alternatif keputusan dipilih dan
ditetapkan oleh pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan, masyarakat kemudian dilibatkan
untuk memilih dan menetapkan salah satu
diantara alternatif – alternatif keputusan tersebut
melalui voting, sehingga keputusan yang
diambil merupakan suatu kesepakatan antara
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
dengan masyarakat. Pembuatan keputusan
bersama dengan masyarakat dilakukan secara
intens dan rutin setiap bulan pada tanggal 7 di
pertemuan PKK. Antusiasme masyarakat dalam
proses ini ditunjukkan melalui dua hal. Pertama,
kehadiran masyarakat pada saat pertemuan
PKK. Kedua, masyarakat secara aktif
memberikan usulan dan masukan kepada pihak
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
selama pertemuan berlangsung, apabila
diperlukan.
Gambar 2.
Musyawarah antara Pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan dengan Masyarakat dalam Pertemuan PKK
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 12 Juni
2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan
Jambangan Kecamatan Jambangan, Kota
Surabaya.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
238
Gambar 3.
Salah Seorang Masyarakat Yang Memberikan Usulan
Pada Saat Pertemuan PKK
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 12 Juni
2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan
Jambangan Kecamatan Jambangan, Kota
Surabaya.
Dari hasil temuan peneliti selama berada
dilapangan dan teori mengenai partisipasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan
sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat
disimpulkan bahwa masyarakat dilibatkan
dalam proses pembuatan keputusan di Bank
Sampah PITOE Jambangan. Masyarakat
memiliki kesempatan untuk menentukan nasib
mereka sendiri dan juga nasib operasional Bank
Sampah PITOE Jambangan, meskipun
pembuatan keputusan telah dilakukan oleh
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
dalam rapat internal sebelumnya. Antusiasme
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan
terbukti dengan kehadiran masyarakat dalam
setiap pertemuan dan keaktifan masyarakat
dalam memberikan usulan pada saat pertemuan.
b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan
Dalam proses kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan, masyarakat
secara aktif terlibat didalamnya. Sama halnya
dengan yang dikemukakan oleh Dhokhikah,
et.al, dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan
sampah, pertama – tama masyarakat memilah
dan memisahkan sampah dari rumahnya masing
– masing menjadi dua, yaitu sampah basah dan
sampah kering. Sampah basah seperti sisa
sayuran dikumpulkan, dipotong – potong, dan
dimasukkan kedalam komposter. Sedangkan
untuk sampah kering seperti sampah plastik
bekas, botol kemasan air mineral bekas, gelas
kemasan air mineral bekas, dan sebagainya
dikumpulkan, dipilah berdasarkan jenisnya, dan
dibersihkan, yang kemudian dibawa oleh
masyarakat ke Bank Sampah PITOE
Jambangan. Sampah yang dibawa oleh para
masyarakat Bank Sampah PITOE Jambangan,
lalu ditimbang sesuai dengan jenisnya satu per
satu. Setelah ditimbang kemudian dicatat dalam
buku catatan seperti layaknya sebuah bank pada
umumnya oleh pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan. Sampah – sampah masyarakat yang
telah ditimbang dan dicatat ini kemudian dipilah
oleh pengurus bank sampah, dibersihkan bila
diperlukan, dirapikan, dan dimasukkan kedalam
gudang bank sampah, yang selanjutnya siap
untuk diambil oleh pengepul. Selain dijual ke
pengepul, sampah – sampah yang ada di Bank
Sampah PITOE juga dijual ke pengrajin daur
ulang.
Gambar 4.
Masyarakat Membawa Sampah Yang Sudah Dipilah
Ke Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti Tanggal 22 Mei
2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Antusiasme masyarakat dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan dapat dikatakan tinggi. Hal
ini ditunjukkan dengan setiap minggunya ada
saja masyarakat yang menyetorkan sampahnya,
sehingga menyebabkan tidak jarang kapasitas
gudang Bank Sampah PITOE Jambangan tidak
mencukupi untuk menampung sampah –
sampah tersebut. Keaktifan dan kemauan
masyarakat untuk membantu pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan juga menjadi bukti
antusiasme masyarakat yang tinggi. Masyarakat
tidak segan – segan untuk membantu pengurus
Bank Sampah PITOE jika masyarakat tidak
sedang sibuk. Peran serta yang biasanya
diberikan oleh masyarakat adalah membantu
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
dalam memilah dan membersihkan sampah –
sampah setelah kegiatan penimbangan selesai
dilakukan. Selain itu, partisipasi lainnya yang
diberikan oleh masyarakat adalah dengan ikut
menjaga sarana dan prasarana yang ada di Bank
Sampah PITOE, sehingga sarana dan
prasarananya tidak hilang atau rusak.
Masyarakat juga ikut mempromosikan Bank
Sampah PITOE Jambangan kepada orang lain
yang belum mengetahui adanya Bank Sampah
PITOE Jambangan. Disisi lain, peran serta
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
239
masyarakat dalam proses kegiatan pengelolaan
sampah juga terletak pada dukungan mereka
kepada pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan dengan memberikan makanan
ringan, snack, kue, roti, ataupun minuman.
Gambar 5.
Masyarakat Membantu Pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
Sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei
2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Gambar 6.
Seorang Masyarakat membawa Permen untuk
Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei
2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Dari hasil temuan peneliti selama berada
dilapangan dan teori mengenai partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan sebagaimana
dikemukakan oleh Uphoff dan Moebyarto dapat
disimpulkan bahwa masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan memberikan
kontribusinya untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan di Bank Sampah PITOE Jambangan,
baik berupa tenaga, uang, barang, maupun
material. Seperti yang dikemukakan oleh
Mubyarto, masyarakat bersedia untuk
membantu dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan, jika tanggungjawabnya sebagai ibu
rumah tangga sudah selesai dilakukan.
c. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan
Hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan yang dapat
dinikmati oleh masyarakat setidaknya dapat
dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek pendapatan
(ekonomi), aspek lingkungan, dan aspek sosial.
Pertama dalam aspek pendapatan (ekonomi),
dimana masyarakat dapat menikmati hasil dari
proses pelaksanaan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan berupa uang
dari hasil penjualan sampah. Melalui
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan ini, sampah yang dulunya terbuang
begitu saja, ternyata dapat menjadi tambahan
penghasilan yang cukup lumayan bagi
masyarakat melalui adanya Bank Sampah
PITOE Jambangan ini. Hasil uang atau
tabungan dari masyarakat memang tidak terlalu
besar, sehingga tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidup primer sehari – hari. Namun,
uang atau tabungan yang diperoleh oleh
masyarakat ini biasanya digunakan oleh
masyarakat sebagai tambahan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder, misalnya untuk membeli
tak‟jil, membeli kue – kue kering untuk lebaran,
ataupun untuk tambahan membayar uang
sekolah anak.
Manfaat kedua adalah terkait pada kebersihan
lingkungan sekitarnya. Masyarakat merasa
bahwa dengan adanya pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan ini jumlah
tumpukkan sampah yang ada dirumah menjadi
semakin berkurang dan membuat lingkungan di
wilayah Jambangan Tama menjadi bersih dari
sampah. Disisi lain, keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan sedikit banyaknya
membantu Pemerintah Kota Surabaya dalam
menangani permasalahan sampah yang semakin
menumpuk dan menggunung di TPA Benowo.
Selain itu, keberadaan Bank Sampah PITOE
Jambangan juga membuat masyarakat semakin
sadar untuk menggunakan dan menerapkan
salah satu konsep 3R, yaitu reuse
(menggunakan kembali). Melalui adanya Bank
Sampah PITOE Jambangan, masyarakat tidak
malu dan tidak segan untuk membeli dan
mempergunakan kembali barang yang dianggap
sebagai sampah oleh pemilik sebelumnya.
Gambar 7.
Lingkungan Jalan Jambangan Tama yang Bersih dan
Hijau
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12
Juni 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
240
Manfaat ketiga yang diperoleh masyarakat
adalah terletak pada aspek sosial. Masyarakat
merasa bahwa dengan adanya kegiatan
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan setiap hari Minggu semakin
meningkatkan keguyuban antar masyarakat di
wilayah Jambangan Tama. Masyarakat yang
setiap hari jarang untuk bersosialisasi dan keluar
rumah karena kesibukan dan padatnya aktivitas
yang harus dilakukan, menjadi dapat
bersosialisasi satu sama lain melalui adanya
kegiatan di Bank Sampah PITOE Jambangan
ini.
Gambar 8.
Pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan yang
sedang Berbincang – Bincang dengan Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 22 Mei
2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
Dari hasil temuan peneliti selama berada
dilapangan dan teori mengenai partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan hasil
sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat
disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali hasil
yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan, dimana setidaknya dapat
dilihat dari tiga aspek manfaat, yaitu dari aspek
ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek sosial.
Masyarakat dapat menikmati setiap hasil dari
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan secara adil dan sesuai
dengan pengorbanan serta norma yang berlaku.
Tabungan sampah yang dimiliki oleh masing –
masing masyarakat menjadi bukti bahwa hasil
tabungan yang didapat sesuai dengan
pengorbanan masyarakat dalam kegiatan
penyetoran sampahnya.
d. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti diketahui bahwa masyarakat tidak
dilibatkan dalam proses evaluasi di Bank
Sampah PITOE Jambangan. Proses evaluasi
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan dilakukan dengan dua cara.
Pertama, dilakukan dalam rapat internal
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan
untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada
masyarakat atau pilihan yang kedua adalah
dengan menampung seluruh usulan dan
masukan yang disampaikan oleh masyarakat
untuk kemudian dibawa dalam rapat internal
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan.
Namun, bukan berarti usul dan masukan yang
disampaikan oleh masyarakat ini dapat langsung
disetujui dan dilaksanakan oleh pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan. Hal ini bergantung
pada apakah pengurus sanggup untuk
melaksanakan usul dan masukan yang diberikan
tersebut. Proses evaluasi dilakukan secara rutin
minimal satu kali dalam setahun. Laporan
keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan
dalam satu tahun menjadi bentuk evaluasi yang
dilakukan oleh pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan. Secara terbuka pengurus
memberikan lembaran fotocopy laporan
keuangan selama satu tahun kepada masyarakat.
Gambar 9.
Rapat Internal Pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan Setelah Evaluasi yang diadakan dalam
Pertemuan PKK
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12
Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan
Jambangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Gambar 10.
Ibu Yulia selaku Direktur Bank Sampah PITOE Saat
Menyampaikan Laporan Keuangan Kepada
Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12
Juni 2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan
Jambangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
241
Gambar 11.
Pembagian Tabungan Kepada Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 12 Juni
2016 di Balai RT 7 RW III Kelurahan Jambangan,
Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Dari hasil temuan peneliti selama berada
dilapangan dan teori mengenai partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan hasil
sebagaimana dikemukakan oleh Kaho dapat
disimpulkan bahwa masyarakat tidak dilibatkan
dalam proses evaluasi kegiatan di Bank Sampah
PITOE Jambangan secara bersama. Evaluasi
kegiatan dilakukan dalam rapat internal
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan.
Masyarakat hanya sebatas memberikan usulan
dan masukan kepada pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan, dimana hal ini tidak berarti
bahwa usul yang diberikan dapat 100% diterima
dan dilaksanakan oleh pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan. Dalam proses evaluasi,
masyarakat hanya menerima lembaran laporan
keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan
selama satu tahun.
2. Derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan
a. Derajat partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
derajat partisipasi masyarakat dalam proses
pembuatan keputusan di Bank Sampah PITOE
Jambangan berada dalam derajat partisipasi
yang disebut sebagai interaktif. Dalam derajat
ini, masyarakat dan pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan saling berinteraksi dalam
memutuskan dan memecahkan permasalahan
yang ada. Masyarakat memiliki kesempatan
untuk berperan dalam proses analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukan atau
penguatan kelembagaan melalui usulan dan
masukan yang secara aktif diberikan.
Masyarakat juga memiliki peran untuk
mengontrol jalannya pelaksanaan keputusan,
sehingga apabila terjadi penyimpangan ataupun
dirasa jalannya keputusan kurang begitu baik,
maka masyarakat kembali memberikan usulan
dan masukan kepada pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan.
b. Derajat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
derajat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan berada pada
tahap yang disebut sebagai mandiri (self
mobilization). Masyarakat secara mandiri dan
tanpa dipengaruhi pihak luar membawa
sampahnya ke Bank Sampah PITOE
Jambangan. Selain itu, masyarakat memberikan
bantuan – bantuan maupun dukungan –
dukungan kepada pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan atas inisiatif dan
kemauannya sendiri, tanpa paksaan maupun
pengaruh dari pihak lain.
c. Derajat partisipasi masyarakat dalam
pemanfaatan hasil kegiatan pengelolaan sampah
di Bank Sampah PITOE Jambangan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
derajat partisipasi masyarakat dalam menikmati
hasil kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan berada pada tahap
yang disebut sebagai mandiri (self
mobilization). Dalam tahap ini, masyarakat
sendiri yang mengendalikan pemanfaatan hasil
tabungan sampah.
d. Derajat partisipasi masyarakat dalam evaluasi
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui
bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam
evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan berada pada tahap
yang disebut sebagai konsultatif. Pada tahap ini,
masyarakat belum memiliki kesempatan untuk
dilibatkan dalam proses evaluasi bersama.
Proses evaluasi hanya sebatas pada pelaporan
keuangan atau kinerja dari pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan kepada masyarakat.
Usulan dan masukan dari masyarakat
didengarkan dan ditampung, namun belum tentu
menjadi masukan yang ditindaklanjuti.
3. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan
1. Motif ekonomi
Dalam motif ini, masyarakat terdorong untuk
memberikan peran sertanya dalam setiap
kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan karena ingin mendapatkan
uang dari hasil tabungan sampah. Sampah yang
sebelumnya hanya dibuang begitu saja, ternyata
dapat memberikan penghasilan tambahan bagi
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
242
masyarakat melalui adanya Bank Sampah
PITOE Jambangan.
2. Motif sosial
a. Motivasi untuk menciptakan keguyuban
Dalam motif ini, masyarakat terdorong
untuk memberikan peran sertanya dalam
setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan karena ingin
menciptakan keguyuban dengan masyarakat
lain. Ditengah kesibukannya, masyarakat
ingin melakukan sosialisasi dan komunikasi
dengan masyarakat lainnya melalui adanya
kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan.
3. Motif psikologi
a. Motivasi untuk Pencapaian Prestasi Tempat
Tinggalnya
Dalam motif ini, masyarakat terdorong
untuk memberikan peran sertanya dalam
setiap kegiatan pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan karena
masyarakat ingin agar tempat tinggalnya
memenangkan banyak kompetisi, baik yang
diadakan oleh Pemerintah maupun pihak –
pihak lainnya. Semangat kompetitif yang
tinggi disertai dengan keinginan yang tinggi
untuk memenangkan kompetisi membuat
tingkat kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan semakin meningkat.
b. Kepuasan Diri karena Lingkungan menjadi
Bersih
Dalam motif ini, faktor yang mendorong
masyarakat untuk memberikan peran
sertanya dalam setiap kegiatan pengelolaan
sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan
adalah karena ingin melihat lingkungan
sekitarnya menjadi bersih. Ada suatu
kepuasan tersendiri dalam diri masyarakat
ketika melihat tumpukkan sampah didalam
rumah menjadi berkurang, lingkungan
sekitar menjadi lebih bersih dan bebas dari
sampah, serta dapat membantu Pemerintah
Kota Surabaya untuk mengurangi jumlah
sampah yang menggunung di TPA Benowo.
4. Motivasi dan Dukungan dari Pemerintah
Dalam motif ini, faktor yang mendorong
masyarakat untuk memberikan peran sertanya
dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena
adanya motivasi dan dukungan dari pihak
pemerintah, baik Pemerintah Kota Surabaya,
Camat Jambangan, Lurah Jambangan, Ketua
RW maupun Ketua RT yang ada diwilayah
Jambangan. Dukungan – dukungan seperti dana
hingga dukungan moril lainnya membuat
masyarakat semakin terpacu untuk memberikan
peran sertanya. Pemimpin dalam hal ini menjadi
figur contoh bagi masyarakat.
Gambar 12.
Lurah Jambangan dan Ketua RW III Kelurahan
Jambangan saat Mengantarkan Tamu dari Banjarmasin
Barat ke Bank Sampah PITOE Jambangan
Sumber: Dokumentasi Peneliti pada tanggal 29
Mei 2016 di Bank Sampah PITOE Jambangan.
5. Motivasi dan Dukungan Pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan
Dalam motif ini, faktor yang mendorong
masyarakat untuk memberikan peran sertanya
dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena
adanya motivasi dari pihak pengurus Bank
Sampah PITOE Jambangan, yang mana sering
mengingatkan warga untuk tetap menjaga
kebersihan lingkungan. Para pengurus Bank
Sampah PITOE yang selalu terbuka dan siap
untuk menerima masukan dan saran juga
membuat masyarakat menjadi termotivasi untuk
semakin memberikan peran sertanya di Bank
Sampah PITOE Jambangan. Disisi lain,
pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan juga
sangat welcome terhadap siapapun juga serta
tidak pernah membeda – bedakan orang
membuat tidak adanya gap atau jarak antara
masyarakat dan pihak pengurus.
6. Motivasi dan Dukungan Kader Lingkungan
Dalam motif ini, kader lingkungan juga
memegang peran penting dan menjadi faktor
yang mendorong masyarakat untuk memberikan
peran sertanya dalam setiap kegiatan
pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan. Kader lingkungan diposisikan
sebagai agent of change dalam merubah
perilaku masyarakat yang dulunya masyarakat
Jambangan ini memiliki kebiasaan membuang
sampah dan hajat dikali menjadi masyarakat
yang memiliki budaya hidup bersih dan sehat.
Kader lingkungan ini yang kemudian menjadi
ujung tombak dalam pembentukan perilaku dan
meningkatkan partisipasi masyarakat.
7. Komunikasi dengan Masyarakat yang Lancar
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
243
Dalam motif ini, faktor yang mendorong
masyarakat untuk memberikan peran sertanya
dalam setiap kegiatan pengelolaan sampah di
Bank Sampah PITOE Jambangan adalah karena
adanya komunikasi yang baik dan lancar antara
pihak pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan dengan pihak masyarakat.
Komunikasi yang lancar ini kemudian juga
membuat tidak adanya gap atau jarak antara
masyarakat dengan pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan. Masyarakat dapat
mengungkapkan isi hatinya kepada pengurus
Bank Sampah PITOE Jambangan tanpa harus
selalu melalui pertemuan – pertemuan formal.
8. Forum Warga yang Rutin Dilakukan
Forum / pertemuan – pertemuan dengan
masyarakat yang sering dan rutin dilakukan juga
menjadi faktor pendorong masyarakat untuk
memberikan peran sertanya. Setidaknya dalam
satu bulan terdapat tiga pertemuan yang secara
rutin diadakan, yaitu pertemuan PKK,
pertemuan dasawisma, dan pengajian.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari
bentuk partisipasinya, masyarakat berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, pelaksanaan, dan pemanfaatan
hasil pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE
Jambangan. Namun, masyarakat tidak berpartisipasi
dalam proses evaluasi. Sedangkan dari derajat
partisipasi ternyata partisipasi masyarakat berada
dalam derajat interaktif terkait dengan pembuatan
keputusan, derajat mandiri (self mobilization) terkait
dengan pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan hasil,
dan derajat konsultatif terkait dengan proses evaluasi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata
faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan, antara lain motif ekonomi,
motif sosial untuk menciptakan keguyuban, motif
psikologi untuk pencapaian prestasi tempat tinggal dan
kepuasan diri karena lingkungan menjadi bersih,
motivasi dan dukungan dari Pemerintah, motivasi dan
dukungan pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan,
motivasi dan dukungan kader lingkungan, komunikasi
dengan masyarakat yang lancar, dan forum warga yang
rutin dilakukan.
Saran
Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh oleh peneliti
pada saat berada dilapangan, maka beberapa saran
yang diberikan oleh peneliti, diantaranya:
1. Peneliti memberikan saran kepada pihak pengurus
Bank Sampah PITOE Jambangan untuk melibatkan
masyarakat secara penuh dalam proses pembuatan
keputusan dan evaluasi yang ada di Bank Sampah
PITOE Jambangan. Pengurus Bank Sampah PITOE
Jambangan juga sebaiknya melakukan inovasi –
inovasi kegiatan untuk mencegah masyarakat
menjadi jenuh. Selain itu, pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan juga sebaiknya memberikan
edukasi kepada masyarakat yang menjadi nasabah
misalnya dengan memberikan pelatihan daur ulang.
2. Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Surabaya
disarankan dapat memberikan sosialisasi dan
pengetahuan kepada masyarakat mengenai
pengelolaan sampah, sehingga masyarakat semakin
tertarik dan termotivasi untuk memberikan peran
sertanya.
3. Sebagai bentuk pengembangan dari penelitian ini,
peneliti memberikan saran kepada peneliti
selanjutnya agar melakukan pengkajian dan
penelitian yang terkait dengan faktor – faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pengelolaan sampah di
wilayah Jambangan.
Daftar Pustaka
Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Status
Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota
Surabaya Tahun 2011.
______, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Kota Surabaya Tahun 2012.
Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia Hasil
Survey Penduduk Antar Sensus 2015.
______, Proyeksi Penduduk Indonesia Umur Tertentu
dan Umur Satu Tahunan 2010 – 2025.
______, Statistik Indonesia Tahun 2015.
______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun
2012.
______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun
2013.
______, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun
2015.
Dhokhikah, Yeny, Yulinah Trihadiningrum, dan Sony
Sunaryo (2015). Community Participation in
Household Waste Reduction in Surabaya,
Indonesia. Journal Resources, Conservation,
and Recycling, 102: 153 – 162.
Hermawati, Wati, et al. (2015). Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sampah di Perkotaan.
Yogyakarta: Plantaxia.
Huraerah, Abu (2008). Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat; Model dan
Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan.
Bandung: Humaniora.
Kaho, Josef Riwu (2007). Prospek Otonomi Daerah di
Negara Republik Indonesia (Identifikasi Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan
Otonomi Daerah). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Penghargaan Kalpataru (berita online). Didapat
dari: http://www.menlh.go.id/penghargaan-
kalpataru/ (Akses: 20 Februari 2016).
Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Rekapitulasi Data Kependudukan Per Provinsi
(Edisi 31 Desember 2013). Didapat dari:
http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/re
kapitulasi-data-kependudukan-per-provinsi-
edisi-31-desember-2013 (Akses: 14 Juli 2016).
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 4, Nomor 2, Mei-Agustus 2016
244
Mardiyanta, Antun (2013). State of the Art: Konsep
Partisipasi dalam Ilmu Administrasi Publik.
Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik,
Vol. 26, No. 4, hlm. 227 – 242. Didapat dari:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
mkpca4c173b68full.pdf (Akses: 18 Juli 2016).
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sahruni, Eddy Purwanto (ed.) “KPU Terima DAK2
Dan Data WNI Di Luar Negeri.” Suara KPU,
Desember 2012, hlm. 4 – 5. Didapat dari:
http://kpu.go.id/dmdocuments/Suara%20KPU%
20Desember%202012.pdf (Akses: 15 Juli
2016).
Samal, Zakiyah (ed.) (2010). Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sampah. Maluku: PTD Provinsi
Maluku.
Sucipto, Cecep Dani (2012). Teknologi Pengolahan
Daur Ulang Sampah. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Sugandi, Yogi Suprayogi (2011). Administrasi Publik:
Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Taufik, Fatkhurohman. Jambangan Surganya
Surabaya (berita online). Didapat dari:
http://www.suarasurabaya.net/fokus/145/2014/1
31312-Jambangan,-Surganya-Surabaya (Akses:
20 Februari 2016).
Widjajanti, Darwina, Stien J Matakupan, Robert J
Didham (2014). Pengantar Pemahaman
Pendidikan Konsumsi Berkelanjutan di
Indonesia (Rekomendasi Nasional dan Panduan
Bagi Pengambil Kebijakan dan Pendidik) (buku
online). Jakarta: Yayasan Pembangunan
Berkelanjutan dalam Kemitraan dengan United
Nations of Environment Programme (UNEP).
Didapat dari:
http://www.unep.org/resourceefficiency/Portals/
24147/Consumption/ESC%20Indonesia%20-
%20National%20Recommendations%20&%20
Guidelines%20-%20Indonesian%20-
%20%2002May2014.pdf (Akses: 25 Mei 2016).
Yustisia. Materi Presentasi dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Surabaya. Didapat dari:
http://waste.ccac-
knowledge.net/sites/default/files/files/events_do
cuments/Surabaya%20City%20Indonesia.pdf
(Akses: 18 Februari 2016).
Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
______, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse,
dan Recycle Melalui Bank Sampah.