dinamika dan faktor pendorong keberlanjutan konflik antara...

21
1143 Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012) Gabriela Natalia Primi Bagas Gati 071012060 Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga A BST RACT This theses begin with the existing phenomenon of continous conflict in Mali since 1962 until 2012, that separate in four violence conflict periods between Tuareg society and Malian government, there are 1962-1964, 1990-1996, 2006-2008 and 2010-2012. The efforts by Malian government and external actors in conflict resolution (Tamanrasset agreement, National Pact, Algiers agreement, Flemme De La Paix agreement) with Tuareg society could not stop the Tuareg resistance. By Galtung conflict triangle and Randall Collins solidarity group theory, this thesis try to explain completely about the dynamic in every conflict phase. Then the writer also used Protracted Social Conflict theory by Edward Azar to find out the triggers of protracted conflict. Keywords : Protracted conflict dy namic, Protracted Social Conflict, Tuareg’s societal belief, weak state, intervention Tulisan ini berawal dari adanya fenomena konflik berkelanjutan di Mali sejak tahun 1962 hingga 2012, yang terbagi dalam empat periode konflik kekerasan antara masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali, yaitu tahun 1962-1964, 1990-1996, 2006-2008 dan 2010-2012. Upaya-upaya pemerintah Mali dan pihak eksternal dalam resolusi konflik (Perjanjian Tamanrasset, Pakta Nasional, Perjanjian Algiers, Perjanjian Flemme De la Paix) de ngan masyarakat Tuareg juga tidak dapat menghentikan perlawanan Tuareg. Dengan teori Segitiga konflik Galtung dan teori kelompok solidaritas Randall Collins, tulisan ini berusaha menjelaskan secara detail mengenai dinamika dalam setiap fase konflik. Kemudian penulis juga menggunakan teori Protracted Social Conflict (PSC) Edward Azar untuk mencari faktor pendorong keberlanjutan konflik. Kata Kunci : dinamika keberlanjutan konflik, Protracted Social Conflict, keyakinan masyarakat Tuareg, negara lemah, intervensi

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

1143

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat Tuareg

dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati – 071012060

Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga

ABST RACT

This theses begin with the existing phenomenon of continous conflict in Mali since 1962 until 2012, that separate in four violence conflict periods between Tuareg society and Malian government, there are 1962 -1964, 1990-1996, 2006-2008 and 2010-2012. The efforts by Malian government and external actors in conflict resolution (Tamanrasset agreement, National Pact, Algiers agreement, Flemme De La Paix agreement) with Tuareg society could not stop the Tuareg resistance. By Galtung conflict triangle and Randall Collins

solidarity group theory, this thesis try to explain completely about the dynamic in every conflict phase. Then the writer also used Protracted Social Conflict theory by Edward Azar to find out the triggers of protracted conflict. Key words : Protracted conflict dynamic, Protracted Social Conflict, Tuareg’s societal belief, weak state, intervention

Tulisan ini berawal dari adanya fenomena konflik berkelanjutan di Mali sejak tahun 1962 hingga 2012, yang terbagi dalam empat periode konflik kekerasan antara masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali, yaitu tahun 1962-1964, 1990-1996, 2006-2008 dan 2010-2012. Upaya-upaya pemerintah Mali dan pihak eksternal dalam resolusi konflik (Perjanjian Tamanrasset,

Pakta Nasional, Perjanjian Algiers, Perjanjian Flemme De la Paix) de ngan masyarakat Tuareg juga tidak dapat menghentikan perlawanan Tuareg. Dengan teori Segitiga konflik Galtung dan teori kelompok solidaritas Randall Collins, tulisan ini berusaha menjelaskan secara detail mengenai dinamika dalam setiap fase konflik. Kemudian penulis juga menggunakan teori Protracted Social Conflict (PSC) Edward Azar untuk mencari faktor pendorong keberlanjutan konflik.

Kata Kunci : dinamika keberlanjutan konflik, Protracted Social Conflict, keyakinan masyarakat Tuareg, negara lemah, inte rvensi

Page 2: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1144 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

Latar Belakang

Pasca perang dunia II, konflik dalam negara semakin meningkat jumlahnya dan bertahan lebih lama daripada sebelum perang dunia II.1 Upaya resolusi konflik dilakukan negara dengan melibatkan dialog antar pihak yang berkonflik maupun dengan melibatkan pihak ketiga (eksternal). Meskipun konflik telah diresolusi, namun konflik tersebut dapat muncul kembali, maka munculah konflik menjadi berkelanjutan (Protracted Social Conflict). Empat periode konflik kekerasan antara Tuareg dan pemerintahan Mali berlangsung secara berkelanjutan dan mengalami peningkatan dari segi korban jiwa dan aliansinya, padahal pemerintah Mali sudah melakukan upaya resolusi konflik dalam bentuk perjanjian Tamanrasset, Pakta Nasional, perjanjian Flemme De La Paix dan perjanjian Algiers, namun perjanjian-perjanjian tersebut selalu gagal dan memunculkan periode konflik baru. Puncaknya pada periode konflik keempat (2010-2013), pemerintahan Mali sudah tidak mampu lagi untuk mengatasi penyerangan masyarakat Tuareg dan aliansinya yang telah merebut wilayah Mali Utara dari pemerintahan Mali. Pemerintah Mali akhirnya mengandalkan bantuan PBB untuk mengembalikan stabilitas Mali. Dari latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih detail mengenai dinamika konflik antara Tuareg dengan pemerintah Mali yang berlangsung sejak tahun 1962 hingga tahun 2012 dalam empat periode konflik kekerasan. Selain itu juga untuk mengetahui faktor pendorong keberlanjutan konflik antara Tuareg dan pemerintah Mali. Faktor pendorong tersebut di lihat dari dua sisi, yaitu internal dan eksternal dari masing-masing pihak yang berkonflik, yaitu masyarakat Tuareg dengan pemerintah Mali. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori segitiga konflik dari Galtung. Johan Galtung merumuskan konflik dalam satu segitiga, yang disebut ABC Triangle. ABC dalam segitiga konflik Galtung merupakan urutan terbentuknya konflik yang terdiri atas Attitudes (A), Behaviour (B) dan Contradiction (C). Attitude mencakup asumsi, kognisi dan emosi yang dimiliki satu pihak terhadap pihak lain.2 Attitude dalam konflik juga berarti adanya penolakan terhadap superioritas pihak lain. Asumsi yang dibangun bisa bersifat positif dan negatif, akan tetapi dalam konflik kekerasan kecenderungan yang muncul adalah menciptakan asumsi negatif terhadap pihak musuh, sebagai akibat dari

1 Ann Hironaka, Neverending wars : The International Community, Weak States and The Perpetuation of Civil War, (London: Harvard Univ ersity Press, 2005), 53 www.bookfi.org (Diakses pada 26 April 2014) 2 Anna, “Applying The ABC”, 6

Page 3: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1145

kemarahan dan ketidakamanan. Kemudian Behaviour adalah mental, ekspresi verbal atau fisik yang timbul dalam konflik.3 Tindak kekerasan, penghinaan, sikap tidak hormat, kejahatan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia adalah bentuk-bentuk Behaviour dalam konflik. Sehingga Behaviour adalah bentuk aksi nyata yang ada dalam konflik. Sedangkan Contradiction merupakan bagian penting dalam konflik yang menunjukkan adanya perbedaan ataupun kontradiksi tujuan antar pihak yang berkonflik.4 Contradiction menjadi bagian yang penting karena hal ini menyebabkan tindak kekerasan dan perilaku. Dalam konflik, kelompok solidaritas juga memiliki peran penting (lihat Gambar 2). Konflik bisa menciptakan kelompok solidaritas dan bisa juga sebaliknya.5 Kelompok solidaritas memiliki kemampuan untuk melakukan mobilisasi dan pertarungan, dan apabila kelompok solidaritas memiliki kebersamaan yang kuat maka kelompok tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap hal-hal (otoritas pemerintah, kelompok migrasi dari luar) yang mengancam wilayahnya.6 Dalam konflik yang terjadi di Mali, Tuareg berperan sebagai kelompok solidaritas yang melawan otoritas pemerintah Mali di wilayah tempat tinggalnya, yaitu wilayah Mali utara. Galtung menilai bahwa konflik adalah proses yang dinamis, karena struktur, sikap dan perilaku dapat berubah dan saling mempengaruhi satu sama lain.7 Kemunculan konflik mengarah pada perubahan sosial dan pada proses kekerasan maupun tanpa kekerasan. Perubahan yang terjadi mentransformasi konflik dan menyebabkan perubahan yang lebih jauh lagi dalam lingkungan sosial. Menurut Azar, terdapat empat variabel yang diidentifikasi menjadi syarat transformasi konflik menuju intensitas yang lebih tinggi. Pertama, Communal Content yaitu kelompok identitas berdasarkan latar belakang yang sama, yaitu ras, religi, etnis dan budaya. Azar menekankan hubungan antar kelompok identitas dengan negara yang menjadi pokok permasalahan. Kelompok identitas tersebut mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan setiap individu. Terbentuknya dua kubu yaitu negara dan kelompok identitas juga merupakan warisan kolonialisme Eropa.8 Bangsa Eropa menjajah

3 Anna, “Applying The ABC”, 6 4 Ramsbotham, Miall & Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, 19 5 Randall Collins, “C-Escalation and D-Escalation : A Theory of the Time-Dynamics of Conflict”, American Sociological Review , (2011), 2, http://www.asanet.org/images/journals/docs/pdf/asr /Feb12ASRFeature.pdf (Diakses pada 15 April 2014) 6 Collins, “C-Escalation and D-Escalation”, 2 7 Collins, “C-Escalation and D-Escalation”, 20 8 Ramsbotham, Miall & Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, 100

Page 4: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1146 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

dengan menerapkan peraturan dan pemecahan antar kelompok, sehingga ketika negara mendapatkan kemerdekaannya pemerintahan didominasi oleh satu kelompok identitas ataupun beberapa kelompok yang tidak peduli dengan kebutuhan dari kelompok lain.9 Syarat kedua dalam PSC yaitu adanya perampasan kebutuhan manusia yang menjadi sumber utama dari PSC.1 0 Kebutuhan bersifat ontologis dan tidak dapat dinegosiasi. Tiga kebutuhan utama menurut Azar adalah kebutuhan akan keamanan, kebutuhan pembangunan, kebutuhan akses politik dan kebutuhan identitas. Syarat ketiga yaitu pemerintahan dan peran negara yang tidak menjalankan otoritasnya untuk memerintah dan menggunakan kekuatan militer jika dibutuhkan untuk mengatur masyarakat, melindungi masyarakat dan menyediakan kebutuhan masyarakat. Menurut Azar negara yang mengalami PSC cenderung tidak kompeten, paroki, rapuh dan pemerintahnya tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar manusia.1 1 Syarat terakhir adalah peran jaringan internasional dalam hubungan ekonomi politik. Negara-negara modern dan terutama negara lemah dipengaruhi oleh jaringan sistem internasional dalam membentuk sosial domestik dan institusi politiknya. Ann Hironaka dalam bukunya yang berjudul Neverending Wars : The International Community, Weak States and The Perpetuation of Civil War menekankan dua faktor yang menentukan lamanya suatu konflik sipil. Pertama yaitu proses yang menyangkut terbentuknya negara lemah (Weak States) adalah negara yang kapasitasnya lemah dalam memerintah teritori dan rakyatnya. Negara lemah mendapatkan pengakuan internasional dan bantuan dari komunitas internasional. Negara-negara di Afrika terlebih, mendapatkan kemerdekaannya karena adanya kampanye global dekolonisasi, namun sebenarnya mereka belum siap untuk memerintah negaranya.1 2 Negara-negara lemah tersebut sejak awal berdirinya lemah dalam integrasi nasional dengan masyarakat, lemah dalam menjalankan institusi politik dan membangun identitas nasional, lemah dalam hal sumber daya nasional sehingga tidak mampu memperkuat otonomi domestik.1 3 Hironaka juga menjelaskan bahwa masyarakat di negara lemah (weak states) melakukan mobilisasi hanya berdasarkan etnisitas dan rawan konflik, sedangkan instrumen militer pemerintahan tidak mampu mengintimidasi mereka. Faktor kedua yang mempengaruhi lamanya

9 Azar dalam Ramsbotham, Miall & Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, 100 10 Azar dalam Ramsbotham, Miall & Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, 100 11 Azar dalam Ramsbotham, Miall & Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, 101 12 Hir onaka dalam Dudem Buhari Gulmez, “World Society and Conflict”, Journal of Critical Globalisation Studies, Issue 2 (2010), 166, http://www.criticalglobalisation.com/Issue2/164_168_WORLD_SOCIETY_JCGS2.pdf (Diakses 24 April 2014) 13 Hir onaka dalam Gulmez, “World Society”, 166

Page 5: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1147

perang adalah intervensi antar negara. Intervensi antar negara saat ini lebih bersifat dual-sided (intensitas rendah), sehingga kedua belah pihak dalam konflik mendapatkan bantuan dari pihak luar (external). Bantuan yang didapatkan dapat berupa persenjataan dan keuangan yang dapat memperlama jalannya konflik.1 4 Hipotesis penelitian berdasarkan dinamika konflik antara Tuareg dan pemerintah Mali sejak tahun 1962 hingga tahun 2012 yang mencakup perubahan dalam hal aktor yang terlibat, bentuk perlawanan Tuareg, jumlah korban jiwa dan pengungsi, serta upaya resolusi pemerintah Mali, terdapat faktor-faktor pendorong keberlanjutan konflik antara Tuareg dan pemerintah Mali. Pertama adalah kondisi internal Tuareg yang memiliki ideologi dan identitas kelompok yang kuat, sehingga mampu memobilisasi kelompok etnisnya untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Mali dalam empat periode. Kemudian internal pemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan legitimasi dari Tuareg. Faktor lain adalah peran aktor eksternal yang mendukung eksistensi Tuareg. Aktor eksternal yang mendukung eksistensi Tuareg mencakup negara-negara tetangga, yaitu Libya, Burkina Faso dan Mauritania, yang memberikan bantuan persenjataan, keuangan, pengetahuan dan teknologi kepada Tuareg yang mengungsi di wilayahnya. Bantuan yang didapat oleh masyarakat Tuareg mendorong terjadinya Protracted Social Conflict.

Dinamika Keberlanjutan Konflik antara Masyarakat Tuareg

dengan Pemerintahan Mali (1962-2012) Penyebab konflik antara masyarakat Tuareg dengan pemerintahan Mali adalah adanya tindakan diskriminatif dari pemerintah Mali terhadap wilayah Mali utara yang didominasi oleh masyarakat Tuareg. Tindakan diskriminatif tersebut terlihat dari adanya perbedaan perlakuan yang didapat oleh masyarakat di wilayah Mali Utara dan Mali Selatan. Wilayah Mali Selatan mendapatkan akses yang besar dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan masyarakat Mali Utara tidak mendapatkan akses serupa secara layak. Visi yang diusung dari periode konflik pertama dan kedua yaitu menginginkan adanya Azawad, negara merdeka bagi masyarakat Tuareg sendiri. Pemberontakan pertama pasca kemerdekaan dipicu oleh Keita yang menerapkan kebijakan anti-nomad,1 5 yaitu sedenterisasi bagi

14 Hir onaka dalam Gulmez, Gulmez, “World Society”, 166 15 Benjaminsen dalam Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 38

Page 6: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1148 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

kelompok nomaden (Tuareg).1 6 Kebijakan tersebut mendorong masyarakat Tuareg di wilayah utara Mali untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Mali dan menginginkan otoritas yang terpisah dari Mali dengan visi membentuk negara independen, yaitu Azawad yang terdiri atas masyarakat Tuareg.1 7 Pada saat itu, Tuareg memiliki jumlah pasukan sekitar 200 orang dan tidak memiliki persiapan senjata yang kuat.1 8 Para Ifulagen (pasukan pemberontak) mengendarai unta dengan seragam hijau tentara.1 9 Akan tetapi persenjataan yang dimiliki Ifulagen sudah usang.20 Pemberontakan dilakukan dengan menyergap goumiers dan pasukan Mali.21 Sedangkan Pasukan Mali pada saat itu mendapatkan bantuan persenjataan dari Uni Soviet.22 Pada periode konflik pertama, masyarakat Tuareg yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Mali didominasi oleh suku Kel Adagh dan Ifoghas. Tujuan dari pemberontakan pertama adalah mendapatkan kemerdekaan dari pemerintahan Mali. Jumlah kombatan dan persenjataan Tuareg tidak mampu menandingi jumlah pasukan dan persenjataan pemerintahan Mali. Selain itu, gerakan pemberontakan Tuareg yang pertama belum terorganisir dengan baik. Modibo Keita yang baru menjadi presiden Mali selama dua tahun pada tahun 1962, merasa khawatir dan akhirnya menggunakan upaya penyelesaian dengan pembunuhan masal etnis Tuareg. Korban jiwa banyak diderita oleh masyarakat Tuareg dan hal itu menjadi pemicu bagi masyarakat Tuareg untuk melakukan pembalasan selanjutnya. Sejak tahun 1980, pemuda Arab dan Tuareg Mali mulai melakukan persiapan untuk pemberontakan selanjutnya terhadap pemerintahan Mali selanjutnya. Persiapan dipimpin oleh Iyad Ag Ghali.23 Pada 27 Juni 1990, perlawanan kedua Tuareg dimulai. Penyerangan Ag Ghali dilakukan dari Kidal menuju batalion pasukan Mali di Menaka.24

16 Shivit Bakrania, “Conflict Driv ers, International Responses, and the Outlook for Peace in Mali: A Literature Rev iew”, Governance and Social Development Resource Centre, (31 Januari 2013), 9, http://www.gsdrc.org/docs/open/IP14.pdf (Diakses pada 7 Mei 2014) 17 “Tuareg – Mali – 1962-1964”, Global Security, http://www.globalsecurity.org/military /world/war/tuareg-mali-1962.htm (Diakses pada 13 April 2014) 18 Ba z Lecocq, “Northern Mali : A long and Complicated Conflict”, ZiF-Mitteilungen 3, (2013): 23, https://www.uni-bielefeld.de/ZIF/Publikationen/Mitteilungen/Aufsaetze/2013 -3-Lecocq.pdf (Diakses pada 14 April 2014) 19 Lecocq, “That Desert”, 137 20 Lecocq, “That Desert”, 137 21 Thurston, “ “ Islamic Republic of Mali?” ”, 37 : 21 22 Raymond Miller, “The Role of Ideology in Neg otiation and Conflict During the Tuareg Rebellions”, (2013), http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/the-role-of-ideology -in-negotiation-and-conflict-resolution-during-the-tuareg-rebellions (Diakses pada 13 April 2014) 23 Thurston, “ “ Islamic Republic of Mali?” ”, 37 : 22 24 Thurston, “ “ Islamic Republic of Mali?” ”, 37 : 22

Page 7: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1149

Gerakan perlawanan kedua masih mengusung visi yang sama yaitu mendirikan Azawad, juga didukung kebencian oleh tindakan pembunuhan masal pada masa pemerintahan Keita dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan otoriter militer Traore pada masa itu.25 Kelompok Tuareg yang mengungsi pasca pemberontakan pertama, bersatu kembali dan melakukan pemberontakan lebih besar dari sebelumnya, karena kelompok Tuareg kali ini memiliki persenjataan dan transportasi yang kuat. 26 Bantuan persenjataan tersebut didapatkan oleh pemuda Tuareg yang ketika melakukan migrasi di Libya bergabung dalam latihan militer Libya,27 kemudian dikirim dalam operasi militer di Palestina, Lebanon dan Chad lalu kembali ke Mali dengan kondisi bersenjata.28 Periode konflik kedua terjadi dalam waktu yang cukup panjang dibandingkan konflik pertama. Masyarakat Tuareg masih mengusung visi yang sama yaitu membentuk Azawad. Namun pada pemberontakan kedua, masyarakat Tuareg memiliki kelompok yang lebih terorganisir dan memiliki lebih banyak anggota. Keanggotaan tersebut didapat akibat nasionalisme Tuareg yang disebarkan oleh pemuda Tuareg yang melakukan eksodus ke negara-negara tetangga dan bergabung dengan masyarakat Tuareg di negara lain. Dalam periode konflik kedua, Masyarakat Tuareg menerima serangan dari dua kelompok yaitu dari pemerintahan Mali dan masyarakat sedenter di Mali Utara (Songhay). Periode konflik kedua juga memiliki tiga titik klimaks perang yaitu pada akhir tahun 1990, Maret 1992 dan 1994. Korban jiwa yang disebabkan perang pada periode II mencapai lebih dari 8000 orang, jauh lebih besar dari pemberontakan Tuareg yang pertama. Upaya resolusi pada periode konflik kedua lebih mengutamakan cara dialog hasilnya berupa perjanjian Tamanrasset, pakta Nasional dan perjanjian Flemme de La Paix. Namun cara diplomasi tidak memuaskan masyarakat Tuareg secara keseluruhan. Sehingga konflik periode kedua berlangsung lebih lama dibandingkan pada periode pertama. Setelah kesepakatan antara masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali terjalin pada periode konflik kedua muncul kembali penyerangan dari masyarakat Tuareg, tetapi pada periode konflik ketiga, masyarakat

25 Dev on DB, “The Crisis in Mali : A Historical Perspectiv e on the Tuareg People”, Global Research Centre for Research on Globalization, (2013) http://www.globalresearch.ca/the-crisis-in-mali-a-historical-perspectiv e-on-the-tuareg-people/5321407 (Diakses pada 13 April 2014) 26 Miller, “The Role of Ideology ” 27 Minorities Rights Group International dalam Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 39 28 Benjaminsen dalam Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 39

Page 8: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1150 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

Tuareg melakukan pemberontakan dikarenakan ketidakkonsistenan pemerintah Mali dalam menjalankan pakta Nasional. Pemerintahan Mali pada masa Konare dan Traore tidak melaksanakan janjinya untuk memperlakukan pasukan nasional Mali dari masyarakat Tuareg secara setara. Pasukan dari masyarakat Tuareg tidak mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi dari pemerintahan Mali. Periode konflik keempat, muncul kembali niat masyarakat Tuareg untuk membentuk Azawad karena masyarakat Tuareg mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok Islamis yaitu Ansar Dine, MUJAO dan AQIM. Intervensi dalam konflik antara pemerintahan Mali dengan masyarakat Tuareg telah hadir sejak periode konflik pertama. Pada periode pertama Uni Soviet terlibat sebagai pemasok persenjataan pemerintah Mali. Pada periode kedua melibatkan Muammar Qadhafi memberikan bantuan pelatihan, finansial dan persenjataan kepada Tuareg selama mengungsi di Libya. kemudian Aljazair juga turut berperan dalam upaya resolusi konflik antara masyarakat Tuareg dengan pemerintah Mali. Masyarakat Songhay juga berperan dalam memperpanjang durasi konflik pada periode II tersebut. Konflik periode ketiga hanya melibatkan Aljazair sebagai mediator dan pengawas dalam operasi pemberantasan gerakan terorisme yang melibatkan kerjasama antara pemerintah Mali dan masyarakat Tuareg di akhir periode konflik ketiga. Periode konflik keempat melibatkan berbagai kelompok dan kepentingan. Masyarakat Tuareg berhasil melakukan Aliansi dengan kelompok-kelompok Islamis. PBB juga turut berperan dalam upaya stabilisasi pada periode keempat pasca lumpuhnya pemerintahan Mali tahun 2012. Korban jiwa dan pengungsi dari periode pertama hingga keempat juga semakin meningkat. korban jiwa dan pengungsi yang paling besar yaitu pada periode konflik kedua dan keempat. Pada periode kedua korban jiwa banyak berjatuhan karena selain selain adanya konflik antara masyarakat Tuareg dengan pemerintahan Mali, konflik interkomunal juga muncul. Pada periode keempat korban jiwa dan pengungsi jauh lebih besar lagi dikarenakan aliansi yang dilakukan oleh masyarakat Tuareg, selain itu juga didukung oleh kudeta Amadou Toumani Toure sehingga berhasil menguasai wilayah Mali utara dan melumpuhkan pemerintahan Mali. Dari dinamika konflik periode I hingga IV terlihat bahwa konflik antara masyarakat Tuareg dengan pemerintahan Mali dinamis. Periode terakhir konflik menimbulkan kerugian dari segi korban jiwa dan pengungsi, perekonomian, politik dan infrastruktur yang lebih besar dibandingkan periode konflik pertama, kedua dan ketiga. Hal tersebut menandakan pemberontakan masyarakat Tuareg semakin kuat dibandingkan periode konflik pertama, kedua dan ketiga. Keempat periode konflik yang telah dideskripsikan penulis melihat terdapat

Page 9: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1151

perubahan-perubahan dari setiap periode. Perubahan yang terlihat yaitu dari segi aktor yang terlibat, kondisi pemerintahan dan jumlah korban di setiap periode.

Faktor Internal Pendorong Keberlanjutan Konflik : Mali Sebagai Negara Lemah

Dua faktor internal yang menjadi pendorong keberlanjutan konflik yaitu status Mali sebagai weak state dan kuatnya societal belief masyarakat Tuareg di Mali. Negara lemah (Weak State) merupakan negara yang kapasitasnya lemah dalam memelihara lingkungan yang kondusif secara berkelanjutan dan mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak merata; tidak mampu mengelola legitimasi, tidak transparan dan tidak memiliki insitusi politik yang akuntabel, tidak mampu memberikan rasa aman terhadap warga negaranya dari konflik kekerasan dan mengontrol teritorinya dan tidak mampu memenuhi kebutuhan utama penduduknya.29 Mali termasuk salah satu negara yang tergolong negara lemah (weak state) dari 141 negara berkembang yang diteliti oleh Rice dan Patrick. Sebagai negara yang baru merdeka, Mali mewarisi berbagai permasalahan dari kolonialisme Perancis dan terutama konflik dengan masyarakat Tuareg. Pemerintahan Mali yang belum siap, menyebabkan Mali diklasifikasikan sebagai negara lemah. Lemah atau kuatnya suatu negara ditunjukkan dari kapasitasnya dalam menjalankan fungsi negara. Dari empat indikator yaitu ekonomi, politik, keamanan dan kesejahteraan sosial Mali dapat dianalisis kapasitas Mali sebagai negara. Mali tidak mampu mengontrol dan mengawasi teritorinya. Terbukti dari ketidakmampuan pemerintah Mali dalam mengontrol wilayah utara yang dikuasai oleh kelompok-kelompok Islamis pada tahun 2008 hingga 2013. Wilayah utara Mali menjadi sarang bagi kelompok Islamis untuk melakukan pemberontakkan dan upaya pembentukkan negara baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah Mali tidak mampu mencegah separatisme di wilayah Mali utara. Pemerintah Mali juga tidak mampu menunjukkan fungsinya dalam menyediakan keamanan bagi penduduknya secara merata. Wilayah selatan merupakan wilayah yang menjadi fokus utama pemerintah, sedangkan wilayah utara yang didominasi oleh masyarakat Tuareg tidak

29 Susan E. Rice & Stewart Patrick, “Index of State Weakness In The Dev eloping World”, The Brookings Institution, (2008) : 8, http://www.brookings.edu/~/media/research/files/reports/2008/2/weak%20states%20index/02_weak_states_index.pdf (Diakses pada 2 Juni 2014)

Page 10: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1152 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

mendapatkan perhatian yang sama dengan masyarakat di wilayah selatan. Pemerintahan Mali juga rentan terhadap kudeta dan konflik. Sejak kemerdekaannya, dari empat rezim yang memerintah Mali, tiga di antaranya lengser dikarenakan kudeta. Kemudian pemberontakkan yang dilakukan masyarakat Tuareg pada periode keempat juga menimbulkan teror dan ketakutan bagi seluruh masyarakat Mali hingg menyebabkan pengungsian mencapai ratusan ribu jiwa. Pemerintahan Mali juga akhirnya menyerahkan permasalahan internalnya kepada PBB karena sudah tidak sanggup mengatasi konflik dengan Tuareg dan kelompok Islamis lainnya.

Faktor Internal Pendorong Keberlanjutan Konflik : Societal Belief Masyarakat Tuareg yang Kuat

Faktor internal kedua yaitu kuatnya keyakinan masyarakat Tuareg. Masyarakat Tuareg merupakan kelompok nomaden yang tidak menyukai adanya otonomi dan lebih menyukai kebebasan untuk berpindah antar batas negara.30 Masyarakat Tuareg hidup dalam kelompok-kelompok sehingga rasa memiliki terhadap kelompok lebih kuat dibandingkan kepada satu negara. Seperti yang diungkapkan oleh Andy Morgan dalam Cramer31 : “Difference and disharmony is exacerbated by their vast desert habitat and dispersed nomadic lifestyle, both of which tend to foster an allegiance to blood and tribe that is stronger than their attachment to nation or ideology, and militate against collective thought or action” Meskipun Tuareg terbagi dalam kelompok-kelompok etnis dan klan, namun mereka memiliki bahasa yang sama yaitu bahasa Tamasheq dan mengakui satu etnis.32 Seperti yang diungkapkan oleh Gellner dalam Cramer bahwa masyarakat Tuareg memiliki budaya yang sama antar kelompok dan saling mengakui satu sama lain.33 Kesamaan budaya tersebut dikarenakan tempat tinggal masyarakat Tuareg di kawasan Sahel dan Sahara sejak abad ke 18,34 namun setelah kolonialisme berakhir tempat tinggal masyarakat Tuareg terpecah menjadi lima negara berbeda yaitu Mali, Niger, Aljazair, Libia dan Burkina Faso.35 Kepercayaan yang menjadi nasionalisme dan pemersatu masyarakat Tuareg di Mali dengan masyarakat Tuareg di negara-negara lain melalui

30 Bourgeot dalam Cramer, “From Nomads”, 1 31 Morgan dalam Cramer, “From Nomads”, 1 32 Keita, “Conflict Resolution”, 7 33 Gellner dalam Cramer, “From Nomads”, 2 34 Technology Integration Div ision, “ Mali in Perspectiv e”, 17 35 Lecocq, “Northern Mali”, 21

Page 11: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1153

proses yang panjang. Berawal dari pemberontakkan pada masa kolonialisme yang melahirkan rasa kebersamaan masyarakat Tuareg yang pertama. Kemudian marginalisasi dan represi yang dilakukan oleh pemerintahan Mali pada masa awal kemerdekaan. Marginalisasi dan represi yang dirasakan masyarakat Tuareg menguatkan asumsi negatif masyarakat Tuareg terhadap pemerintahan dan masyarakat sedenter. Diskriminasi yang mereka rasakan menyebabkan kebencian dan trauma hingga demokratisasi Mali. sehingga dialog-dialog perdamaian yang diupayakan pemerintah Mali tidak berhasil berjalan dikarenakan rasa tidak percaya kepada pemerintahan Mali. Puncak pemersatu masyarakat Tuareg adalah pengungsian. Pengungsian menimbulkan rasa senasib dan kesatuan yang kuat. Pemuda Tuareg berhasil menyebarkan nasionalisme yang kepada masyarakat Tuareg di negara-negara tempat mereka mengungsi yaitu Libya, Aljazair, Mauritania dan Burkina Faso. Setelah Mali mendapatkan kemerdekaannya, masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali memiliki stereotype negatif satu sama lain. Baz Lecocq dalam menyatakan memberikan penilaian mengenai Tuareg dalam Cramer “The Tuareg were thought of as white, feudal, racist, pro-slavery, bellicose, and lazy savage nomads, who were used as the vanguard of French neo-colonialist and neo-imperialist projects in the mineral-rich Sahara”. Kemudian Baz Lecocq juga menjelaskan pemikiran Tuareg terhadap pemimpin baru di negara-negara Sahel sebagai “an overwhelming mass of religiously ignorant and uncivilized blacks, with whom they had nothing in common and…. Whom they had previously dominated.”36 Dari stereotype yang disimpulkan oleh Baz Lecocq tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Tuareg sejak awal tidak mengakui legitimasi negara-negara bentukan poskolonialisme, karena mereka merasa berbeda dengan masyarakat Afrika kulit hitam dan tidak memiliki persamaan sejarah maupun budaya dengan Tuareg. Akibat pemaksaan perubahan gaya hidup sedenter yang dilakukan oleh pemerintahan Keita, menyebabkan masyarakat Tuareg melakukan penyerangan terhadap pemerintah Mali mulai tahun 1962 hingga 1964. Pembunuhan masal yang dilakukan oleh Keita untuk menghentikan konflik tersebut dan untuk mencegah penyerangan serupa oleh masyarakat Tuareg menimbulkan trauma.37 Masyarakat Tuareg kehilangan sanak saudaranya dalam konflik tersebut dan harus mengungsi hingga ke negara lain. Pada masa pemerintahan Traore, masyarakat Tuareg semakin termarginalkan karena masyarakat Tuareg tidak memiliki pengaruh

36 Cramer, “From Nomads”, 6 37 Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 36

Page 12: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1154 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

terhadap perpolitikan lokal dan nasional Mali, maka dari itu Benjaminsen menyebutnya sebagai periode okupasi militer. 38Ketika kekeringan panjang melanda Mali dimulai tahun 1968 hingga 1974, masyarakat Tuareg semakin merasa diasingkan karena masyarakat Tuareg yang hidup berpindah di wilayah utara Mali tidak mendapatkan bantuan kemanusiaan dari pemerintah.39 Usaha bertahan hidup dilakukan masyarakat Tuareg mulai berusaha hidup menetap dengan masyarakat sedenter dan ada pula yang mengungsi ke negara lain untuk mendapatkan bantuan.40 Marginalisasi yang dialami oleh masyarakat Tuareg selama dua rezim awal Mali menyebabkan semakin kuatnya rasa kebersamaan masyarakat Tuareg. Masyarakat Tuareg di Mali sejak awal sudah memiliki pandangan negatif terhadap pemerintahan pasca kemerdekaan Mali, ketika mereka mendapatkan perlakuan yang bertentangan dengan cara hidup mereka, maka terjadi kontradiksi antara masyarakat Tuareg dengan pemerintahan Mali. Sehingga muncullah konflik yang merupakan akumulasi dari asumsi negatif Tuareg dan perlakuan negatif pemerintahan Mali. Pengungsian juga berperan dalam memperkuat identitas masyarakat Tuareg. Eksodus masyarakat Tuareg terjadi pasca konflik periode pertama terhadap pemerintahan Modibo Keita, pada masa kekeringan panjang tahun 1968-1974 dan pasca pemberontakkan era Moussa Traore. Masyarakat Tuareg mengungsi ke negara-negara tetangga yaitu Aljazair, Libya, Burkina Faso dan Mauritania. Masyarakat Tuareg yang mengungsi sebagian besar adalah para pemuda Tuareg yang disebut Ishumar.41 Cramer menyatakan bahwa pengungsian menyediakan lingkunga yang baik untuk membangun kesatuan nasional Tuareg. Ada dua alasan yang mendorong pernyataan tersebut. Pertama, masyarakat dan pemerintahan di Aljazair dan Libya memperlakukan masyarakat Tuareg dari Mali tanpa diskriminasi. Kedua, terjadi perubahan sosial antar kelompok dalam masyarakat Tuareg. Pernikahan terjadi antar kelompok sehingga hubungan kekerabatan menjadi lebih luas. Selain itu, dalam pengungsian terdapat interaksi positif antar masyarakat Tuareg dari wilayah dan latar belakang sosial yang berbeda hingga mereka berkooperasi.42

38 Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 38 39 Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 38 40 Randall dalam Bondershot & Gy ldenholm, “Conflict in North Mali”, 38 41 Cramer, “From Nomads”, 8 42 Cramer, “From Nomads”, 8

Page 13: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1155

Dalam pengungsian tersebutlah Ishumar berperan penting dalam penyebaran nasionalisme Tuareg. Ishumar menyebarkan nasionalisme Tuareg melalui puisi dan lagu dalam bahasa dan simbol tradisional yang sarat dengan nilai-nilai kesatuan, perasaan sebagai korban, kekuatan untuk bertahan dari tekanan, pandangan ideal terhadap tanah air dan kejayaan Tuareg di masa lampau.43 Sehingga keyakinan sosial masyarakat Tuareg dapat menyebar hingga ke berbagai kelompok masyarakat Tuareg di negara-negara wilayah Sahel dan membentuk kesatuan. “Indeed, when groups are pushed out of their territories, they often develop feelings of unity surrounding a common perception of victimization and desire to return to an idealized homeland.” Pernyataan Cramer tersebut jelas memperlihatkan bagaimana eksodus masyarakat Tuareg yang menyebabkan terbentuknya kesatuan seluruh masyarakat Tuareg di wilayah Sahel.44

Faktor Eksternal Pendorong Keberlanjutan Konflik : Intervensi

Setelah perang dunia II, terjadi perubahan tipe dan frekuensi dari intervensi. Sebelum perang dunia kedua, intervensi dilakukan oleh negara adidaya, baik secara bersamaan maupun sepihak,45 intervensi yang dilakukan oleh negara adidaya sifatnya kuat dan mutlak, melibatkan pasukan militer yang memihak pada satu sisi dalam perang sipil dan menghasilkan resolusi konflik yang cepat, sehingga intervensi sebelum perang dunia II mampu memperpendek durasi perang sipil. 46 Sedangkan setelah perang dunia II, intervensi semakin sering dilakukan. Intervensi dilakukan oleh negara bekas penjajah, kekuatan regional dan negara-negara tetangga. Intervensi pasca perang dunia II juga bersifat lebih ringan seperti dengan menyediakan suplai senjata, bantuan, nasehat dan pangkalan. Kemudian intervensi tersebut hanya menyediakan sumber daya yang cukup untuk melanjutkan perang.47 Intervensi pasca perang dunia II bersifat dual-sided. Intervensi dual-sided berarti bahwa intervensi berupa dukungan didapatkan kepada dua belah pihak yang berkonflik dalam perang sipil, maka dari itu kedua belah pihak memiliki sumber daya yang cukup untuk saling menyerang, sehingga perang sipil berlangsung dalam waktu yang lama dan berkelanjutan.

43 Bourgeot dalam Cramer, “From Nomads”, 9 44 Cramer, “From Nomads”, 8 45 Hir onaka, Neverending Wars, 131 46 Hir onaka, Neverending Wars, 131 47 Hir onaka, Neverending Wars, 131

Page 14: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1156 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

Dalam konflik antara pemerintah Mali dan Tuareg, terdapat aktor-aktor eksternal yang turut berperan. Pemerintah Mali dan Tuareg mendapatkan bantuan dari beberapa pihak dalam konflik tersebut. Selama konflik antara pemerintah Mali dan masyarakat Tuareg berlangsung, intervensi selalu hadir. Setiap intervensi memberikan pengaruh terhadap durasi perang dan kerugian yang diderita. Intervensi yang memberikan dampak signifikan terhadap keberlanjutan konflik adalah pada masa determinan pasca periode konflik I, yaitu ketika Libya menjadi peran kunci dalam memotivasi dan memfasilitasi pengungsi Tuareg Mali yang berada di Libya. Muammar Qadhafi mampu membangkitkan nasionalisme pemuda Tuareg yang mengungsi untuk menyerang pemerintahan Mali, meskipun pemerintahan Mali sudah mengalami perubahan sistem pemerintahan menjadi demokrasi. Pasca WoT dan kematian Muammar Qadhafi, masyarakat Tuareg semakin banyak berpindah ke Mali. MNLA yang diusung oleh pemuda Tuareg dari Libya merupakan titik balik bagi masyarakat Tuareg untuk melakukan pemberontakan pada periode ke empat. MoU antara MNLA dan Ansar Dine memperkuat kedua organisasi tersebut untuk menggulingkan pemerintahan Mali. Intervensi - intervensi yang diterima oleh kedua belah pihak, pemerintahan Mali dan masyarakat Tuareg sejak awal kemerdekaan tersebut menyebabkan konflik antara keduanya berkelanjutan. Intervensi yang diterima oleh pemerintahan Mali dapat diterima, karena pemerintahan Mali telah mendapatkan pengakuan sebagai negara berdaulat, sehingga pemerintahan Mali memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga kedaulatan negaranya. Sedangkan intervensi berupa bantuan baik persenjataan maupun keuangan yang diterima oleh masyarakat Tuareg menjadi penghambat bagi pemerintahan Mali untuk menjaga perdamaian di wilayah teritorialnya.

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah konflik antara masyarakat Tuareg dengan pemerintah Mali sejak tahun 1960 hingga 2012 merupakan konflik yang dinamis. Dinamika konflik berupa eskalasi dari segi jumlah korban jiwa dan pengungsi, jumlah kombatan dari sisi masyarakat Tuareg dan aktor eksternal yang terlibat dari periode pertama hingga periode keempat. Berlanjutnya konflik antara masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu Mali sebagai negara lemah dan kuatnya keyakinan masyarakat Tuareg sedangkan faktor internal yaitu adanya intervensi

Page 15: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1157

dalam konflik yang menguntungkan dua pihak, masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali. Faktor internal pertama yaitu Mali sebagai negara lemah. Penilaian Mali sebagai negara lemah terbukti dengan ketidakmampuan pemerintah Mali dalam mengontrol dan mengawasi teritorinya terutama wilayah utara Mali. Wilayah utara Mali telah berhasil direbut oleh masyarakat Tuareg dan aliansinya dalam konflik periode keempat pada tahun 2011 dan pemerintahan Mali tidak mampu lagi menjalankan pemerintahannya. Kemudian pemerintah Mali juga tidak mampu menunjukkan fungsinya dalam menyediakan keamanan bagi penduduknya. Hal tersebut terbukti dari intensitas konflik yang terjadi di Mali yang makin meningkat dan melumpuhkan perekonomian serta menimbulkan korban jiwa dan pengungsi hingga ratusan ribu. Mali sebagai negara lemah juga tidak mampu menunjukkan fungsinya sebagai negara secara merata. Fungsi yang ditunjukkan oleh pemerintah Mali terbatas di wilayah selatan saja sedangkan wilayah utara Mali mendapatkan sedikit perhatian dari pemerintah. Lemahnya Mali sebagai negara berdaulat menyebabkan konflik antara pemerintah Mali dengan Masyarakat Tuareg berkelanjutan. Faktor internal kedua adalah kuatnya keyakinan dari masyarakat Tuareg. Meskipun masyarakat Tuareg hidup dalam kelompok-kelompok kecil, namun dalam empat periode konflik di Mali masyarakat Tuareg mampu melahirkan nasionalisme Tuareg dan memobilisasi solidaritas masyarakat Tuareg dari berbagai negara di sekitar Mali. Solidaritas dan keyakinan dari masyarakat Tuareg tersebut muncul dan menguat melalui proses yang panjang. Berawal dari tindakan marginalisasi yang dialami oleh masyarakat Tuareg di Mali hingga dukungan dari pemerintah di negara-negara tujuan pengungsian dari masyarakat Tuareg terutama di Libya. Kuatnya keyakinan dari masyarakat Tuareg menjadi faktor pendorong keberlanjutan konflik dengan pemerintahan Mali. Faktor keberlanjutan konflik yang kedua adalah faktor eksternal berupa intervensi dari pihak asing. Sejak awal konflik periode pertama hingga keempat antara pemerintah Mali dengan masyarakat Tuareg terdapat intervensi dari pihak asing. Pihak asing tersebut merupakan negara-negara maupun organisasi yang memberikan bantuan dengan berbagai tujuan. Tujuannya yaitu memberikan sumber daya berupa persenjataan maupun keuangan bagi pemerintah Mali dan masyarakat Tuareg, menjadi mediator dalam upaya penyelesaian konflik antara masyarakat Tuareg serta mengembalikan stabilitas politik di Mali. Intervensi menjadi faktor eksternal pendorong keberlanjutan konflik, karena intervensi tersebut diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu masyarakat Tuareg dan pemerintahan Mali, sehingga keduanya

Page 16: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1158 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

memiliki kekuatan dan sumber daya untuk terus melakukan konflik kekerasan.

Daftar Pustaka

Buku Bungin, Burhan. H. M. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial. (Jakarta : Kencana Prenama Media Group, 2009)

Dickovick, Tyler J. The World Today Series 2013 : Africa. 48th Ed. (Lanham : Stryker-Post Publication, 2013), http://books.google.co.id/books?id=ZfSXAAAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=true (Diakses pada 14 April 2014)

Gulo, W. Metodologi Penelitian (Jakarta : Grasindo, 2000). http://books.google.co.id/books?id=lFJfR5jf-osC&pg=PA19&dq=tipe+penelitian+deskriptif&hl=en&sa=X&ei=rnZeU9aIDcGkrQfS84H4DA&redir_esc=y#v=onepage&q=tipe%20penelitian%20deskriptif&f=true (Diakses pada 28 April 2014)

Hironaka, Ann. Neverending wars : The International Community, Weak States and The Perpetuation of Civil War. (London: Harvard University Press, 2005) www.bookfi.org (Diakses pada 26 April 2014)

Lahneman, William J. Military Intervention : Twenty-First Century. (Lanham : Rowman & Littlefield Publisher, 2004)

Ramsbotham, Oliver, hugh Miall & Tom Woodhouse. Contemporary Conflict Resolution : The Prevention, Management and Transformation of Deadly Conflicts, 3rd Ed. Polity Press. http://books.google.co.id/books?id=-IbuQE02-KkC&printsec=frontcover&dq=Conflict+ramsbotham&hl=en&sa=X&ei=AdGrU8i5IcqiugSK1oH4AQ&ved=0CBkQ6AEwAA#v=onepage&q=Conflict%20ramsbotham&f=false (Diakses pada 14 September 2012)

Seybolt, Taylor B. Humanitarian Military Intervention The Condisitons for Success and Failures. (Oxford : Oxford University Press, 2007)

Suyanto, Bagong & Sutinah, Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta : Prenada Media Group, 2005)

Williams, Paul D. War and Conflict in Africa.( Polity, 2011) Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia, 2008) Jurnal, Artikel dan Laporan Anna, Magdalena Czyz. “Applying the ABC Conflict Triangle to The

Protection of Children’s Human Rights and The Fulfillment of Their Basic Needs : A Case Study Approach” (Thesis to the European University Centre for Peace Studies, 2006) : 1-88.

Page 17: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1159

http://epu.ac.at/fileadmin/downloads/research/Czyz.pdf (Diakses pada 19 April 2014)

Bakrania, Shivit, “Conflict Drivers, International Responses, and the Outlook for Peace in Mali: A Literature Review”, Governance and Social Development Resource Centre, (31 Januari 2013): 1-24, http://www.gsdrc.org/docs/open/IP14.pdf, (Diakses pada 7 Mei 2014)

Bar-Tal, Daniel, “Societal Beliefs in Times of Intractable Conflict : The Israeli Case”, International Journal of Conflict Management, (1998, 9): 22-50, http://www.tau.ac.il/~daniel/pdf/29.DOC (Diakses pada 3 Juni 2014)

Beaudoin, Melissa MC. “Protracted Social Conflict : A Theoritical Reconceptualization and Case Analysis” (Thesis and Dissertations University of South Carolina, 2013) : 1-376, http://scholarcommons.sc.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2773&context=etd&sei-redir=1&referer=http%3A%2F%2Fwww.google.com%2Furl%3Fsa%3Dt%26rct%3Dj%26q%3Dprotracted%2520social%2520conflict-%2520a%2520theoretical%2520reconceptualization%2520and%26source%3Dweb%26cd%3D1%26ved%3D0CCoQFjAA%26url%3Dhttp%253A%252F%252Fscholarcommons.sc.edu%252Fcgi%252Fviewcontent.cgi%253Farticle%253D2773%2526context%253Detd%26ei%3DfwVqU6vcDoW2uASkn4HoBg%26usg%3DAFQjCNGtTAUfDK6O0vIF4oAbXKYXUGRsZQ%26bvm%3Dbv.66111022%2Cd.c2E#search=%22protracted%20social%20conflict-%20theoretical%20reconceptualization%22 (Diakses pada 7 Mei 2014)

Bergamaschi, Isaline. “MINUSMA : Initial Steps, Achievements and Challenges” Noref Norwegian Peacebuilding Resource Centre (2013):1-4. http://www.peacebuilding.no/var/ezflow/_site/storage/original/application/89da563832be4b62d09bc99edc0cf080.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Bloddy-Evans, Alistair, “African History : Modibo Keita”, About.com, http://africanhistory.about.com/od/mali/a/Modibo-Keita-Biography.htm (Diakses pada 22 Juni 2014)

Bondersholt, Signe F & Gyldenholm, Kia CK, “Conflict in North Mali : Tuareg Livelihood”, International Development Studies, Roskilde University, (5th Semester, Spring 2012) : 1-67, http://rudar.ruc.dk/bitstream/1800/8067/3/zConflict%20in%20North%20Mali%20-%20Tuareg%20Livelihood.pdf (Diakses pada 22 Juni 2014)

Briscoe, Ivan. “Crime After Jihad : Armed Groups, The State and Illicit Business in Post Confict Mali” Clingendael Netherlands Institute of International Relations (Mei 2014) : 1-65 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c

Page 18: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1160 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

d=2&ved=0CCQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.clingendael.nl%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2FCrime%2520after%2520Jihad.pdf&ei=USanU-2GDpOyuASa5YCgCg&usg=AFQjCNGfUZ27RTZNbKRpSFY_MGVMf1C2fA&sig2=9zGPmqSLdNBTx4ubxphULQ&bvm=bv.69411363,d.c2E (Diakses pada 23 Juni 2014)

Collins, Randall, “C-Escalation and D-Escalation : A Theory of the Time-Dynamics of Conflict” American Sociological Review, (2011): 1-20, http://www.asanet.org/images/journals/docs/pdf/asr/Feb12ASRFeature.pdf (Diakses pada 15 April 2014)

Cramer, Marissa. “From Nomads to Nationalists : Explaining Tuareg Separatism in Northern Mali”

DB, Devon, “The Crisis in Mali : A Historical Perspective on the Tuareg People”, Global Research Centre for Research on Globalization, (2013), http://www.globalresearch.ca/the-crisis-in-mali-a-historical-perspective-on-the-tuareg-people/5321407 (Diakses pada 13 April 2014)

Dowd, C and Raleigh, C, “Sahel State Political Violence in Comparative Perspective”, Stability: International Journal of Security and Development 2(2), (2013):25, DOI: http://dx.doi.org/10.5334/sta.bl

Federal Research Division, “Country Profile : Mali”, Library of Congress, (Januari 2005) : 1-20, http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/profiles/Mali.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Gulmez, Dudem Buhari, “World Society and Conflict”, Journal of Critical Globalisation Studies, Issue 2 (2010) : 164-68, http://www.criticalglobalisation.com/Issue2/164_168_WORLD_SOCIETY_JCGS2.pdf (Diakses 24 April 2014)

Hanlon, Querine, “Adapting America’s Security Paradigm and Security Agenda : State Actors in the 21st Century Security Environment,” National Strategy Information Center, (2011) : 1-17, http://www.strategycenter.org/wp-content/uploads/2011/07/State-Actors-21st-Century.pdf (Diakses pada 2 Juni 2014)

Hershkowitz, Ann, “The Tuareg in Mali and Niger : The Role of Disertification in Violent Conflict”, ICE Case Study Number 151, (Agustus 2005), http://www1.american.edu/ted/ice/tuareg.htm (Diakses pada 23 Juni 2014)

Humphreys, Macartan & Habaye ag Mohamed. “Senegal and Mali” Columbia University (2003) : 1-80. http://www.columbia.edu/~mh2245/papers1/sen_mali.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Keita, Kalifa. “Conflict and Conflict Resolution in The Sahel : The Tuareg Insurgency in Mali”, Strategic Studies Institute (1998) : 1-48 http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub200.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Page 19: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1161

Lecocq, Baz. “Northern Mali : A long and Complicated Conflict” ZiF-Mitteilungen 3, (2013): 1-6. https://www.uni-bielefeld.de/ZIF/Publikationen/Mitteilungen/Aufsaetze/2013-3-Lecocq.pdf (Diakses pada 14 April 2014)

Lecocq, J.S. “That Desert is Our Country : Tuareg Rebellions and Competing Nationalisms in Contemporary Mali (1946-1996)” UvA-DARE The Institutional Repository of the University of Amsterdam (UvA) (2002) : http://dare.uva.nl/document/65901 (Diakses pada 26 Juni 2014)

Lecocq, Mann, Whitehouse, Badi, Pelekmans, Belalimat, Hall, Lacher. “One Hippopotamus and Eight Blind Analysts: A Multivocal Analysis of the 2012 Political Crisis in the Divided Republic Editors Cut”, (2012): 1-16. http://media.leidenuniv.nl/legacy/lecocq-mann-et-al---one-hippo-8-blind-analysts-editors-cut.pdf (Diakses pada 22 Juni 2014)

Mariko, Moctar & Florent Geel. “War Crime in Mali”. Laporan AMDH-FIDH Perancis. (2013) : 1-28. http://www.fidh.org/IMG/pdf/mali592ang.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Miller, Raymond. “The Role of Ideology in Negotiation and Conflict During the Tuareg Rebellions”. (2013). http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/the-role-of-ideology-in-negotiation-and-conflict-resolution-during-the-tuareg-rebellions (Diakses pada 13 April 2014)

Mullner, Birgit Kirsten, “Conflict Barometer : Disputes Non-Violent Crises Violent Crises Limited Wars”, Heidelberg Institute for International Conflict Research, (2012):1-130, http://hiik.de/en/konfliktbarometer/pdf/ConflictBarometer_2012.pdf (Diakses pada 22 Juni 2014)

PBB. Dewan Keamanan. Resolution 2100, 25 April 2013, http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/minusma/documents/mali%20_2100_E_.pdf (Diakses pada 26 Juni 2014)

Schultz, Jakob. “Conflict Barometer : Disputes Non-Violent Crises Violent Crises Limited Wars Wars” Heidelberg Institute for International Conflict Research (2012) : http://hiik.de/en/konfliktbarometer/pdf/ConflictBarometer_2012.pdf (Diakses pada 22 Juni 2014)

Susan E. Rice dan Stewart Patrick. “Index of State Weakness In The Developing World”, The Brookings Institution (2008) : 1-47 , http://www.brookings.edu/~/media/research/files/reports/2008/2/weak%20states%20index/02_weak_states_index.pdf (Diakses pada 2 Juni 2014)

Tamboura, Abdoulaye. “Tuareg Crisis in Niger and Mali” (IFRI Sub-Saharan Africa Program Seminar, 2008) : 1-9, http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0CHcQFjAH&url=http%3A%2F%2Fww

Page 20: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Gabriela Natalia Primi Bagas Gati

1162 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 3

w.ifri.org%2Fdownloads%2FSem_Tuaregcrises_EN.pdf&ei=jX5LU5TqHsb_rQfd44C4Cw&usg=AFQjCNGqa_jtaHL-3VwYK6k2z-E0u03lig&sig2=GQsaovDz-LQmBZBq6b7ffg&bvm=bv.64542518,d.bmk (Diakses pada 14 April 2014)

Technology Integration Division. “Mali in Perspective : An Orientation Guide” Defeense Language Institute Foreign Language Center (2011) : 1-68. http://famdliflc.lingnet.org/products/cip/mali/mali.pdf (Diakses pada 6 April 2014)

Thurston, Alex, “Towards an “Islamic Republic of Mali?” ”, The Flethcer Forum of World Affairs, Vol. 37:2, (Summer 2013) : 45-66 http://www.fletcherforum.org/wp-content/uploads/2013/05/Thurston-37-2.pdf (Diakses pada 26 Juni 2014)

Website “Chronology of Key Events in Mali, 1891 - Present”. Stockholm

International Peace Research Institute : The Independent Resource on Global Security. http://www.sipri.org/research/security/Mali/chronology (Diakses pada 21 Juni 2014)

“Mali President Seeks French Help Against Militant Advance “. VOA. http://www.voanews.com/content/un-security-council-emergency-session-mali/1581614.html (Diakses pada 15 Januari 2014)

“Northern Mali at a glance”, OECD Sahel and West Africa Club, http://www.oecd.org/swac/northernmaliataglance.htm (Diakses pada 22 Juni 2014)

“Republic of Mali : Country Programme Evaluation.” IFAD : Investing in Rural People. http://www.ifad.org/evaluation/public_html/eksyst/doc/country/pa/mali/mali-2013.htm (Diakses pada 21 Juni 2014)

“Tuareg – Mali – 1962-1964.” Global Security. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/tuareg-mali-1962.htm (Diakses pada 13 April 2014)

“Tuareg – Mali.” Global Security. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/tuareg-mali.htm (Diakses pada 15 April 2014)

BBC News, 2013, “Sri Lanka Profile” http://www.bbc.com/news/world-south-asia-11999611 (Diakses pada 29 juni 2014)

BBC News, 2014, “Democratic Republic of Congo Profile”, http://www.bbc.com/news/world-africa-13283212 (Diakses pada 9 Juni 2014)

Jayakumar, Kirthi. “Peace and Conflict Resolution from the Democratiic Republic of Congo,” http://www.transconflict.com/2014/02/peace-

Page 21: Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibb32eeb902full.pdfpemerintahan Mali yang lemah sehingga tidak mendapatkan

Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik Antara Masyarakat

Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012)

Jurnal Analisis HI, September 2014 1163

conflict-resolution-democratic-republic-congo-202/ (Diakses pada 6 April 2014)