para entrepreneur terpilih kamis, 31 maret 2005 oleh ... entrepreneur terpilih (swa 31... ·...
TRANSCRIPT
Para Entrepreneur TerpilihKamis, 31 Maret 2005
Oleh : Yuyun Manopol
Ajang E-50 tahun ini menampilkan wajah-wajah segar entrepreneur pemenang dengan ragam bisnis yang unik dan inovatif. Mereka pun umumnya cukup kreatif
membidik konsumen dan memanfaatkan teknologi mutakhir. Siapa saja dan apa lagi kehebatan mereka?
Saat ini, menurut Peter Drucker, management guru kelas dunia, adalah zamannya ekonomi berbasis kewirausahaan (entrepreneurship). Bagi Indonesia, jelas
pernyataan sang pakar manajemen itu amat relevan. Dulu menjadi pengusaha di level SME (UKM), bukan kebanggaan. Namun setelah krisis, banyak
perusahaan besar yang bertumbangan dan meninggalkan segudang persoalan. Sebaliknya, kalangan UKM mampu bertahan, bahkan beberapa bisa berjaya. Yanglebih mengesankan, belakangan banyak anak muda – di antaranya lulusan sekolah luar negeri dan berpenampilan necis – lebih suka memiliki usaha sendiri
meskipun kecil ketimbang menjadi profesional di perusahaan orang lain.
Fenomena bermunculannya para wirausaha (entrepreneur) baru jelas memberikan hal positif bagi perekonomian nasional. Salah satunya, membuka lapangan
kerja untuk masyarakat. Dengan kondisi tingkat pengangguran yang tinggi saat ini, kehadiran para wirausaha baru seolah-olah oase di tengah kegersangan
padang pasir. Nah, untuk ikut menyuburkan perkembangan dunia kewirausahaan di Tanah Air, SWA bersama PT UKM Indonesia (yang dipimpin Eva RiyantiHutapea) tahun ini kembali menyelenggarakan ajang Enterprise 50 (E-50), yang memberikan apresiasi bagi para wirausaha berprestasi. Bagi SWA, E-50 kali
ini merupakan ajang yang keempat setelah sebelumnya (dalam tiga ajang E-50 terdahulu) menjalin kerja sama dengan Accenture.
Pada ajang E-50 tahun ini, lebih dari 100 perusahaan mendaftarkan diri turut berpartisipasi. Sebagian peserta yang tidak memenuhi syarat terpaksa dieliminasi
di tahap awal. Sebelumnya, panitia memilih 60 perusahaan yang dinominasikan. Kemudian, 10 peserta yang nilainya terkecil digugurkan, hingga diperoleh 50
perusahaan yang layak dimasukkan dalam E-50 tahun ini.
Untuk sampai pada tahap ini, tim peliput dan periset yang terjun ke lapangan harus mempresentasikan hasil temuannya di depan panel juri E-50 yang terdiri
dari Eva Riyanti Hutapea (Dirut PT UKM Indonesia), Suwartono P.R.M. (Kepala Divisi Bisnis Ritel Bank BRI), Vincentius Winarto (dosen Entrepreneurship IBII), Nia
Sarinastiti (Communication Officer IFC Pensa), dan Sujatmaka (Redaktur Eksekutif SWA). Di sini perdebatan dan evaluasi tajam sulit dihindari. Karenanya, rapat
yang dilakukan pada siang hari baru bisa diselesaikan malam hari.
Untunglah, panitia berhasil memperoleh 50 peserta yang dinilai terbaik. Ke-50 perusahaan ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama,
perusahaan yang beromset di bawah Rp 10 miliar, sedangkan kelompok kedua adalah perusahaan yang beromset di atas Rp 10 miliar (lihat Tabel). Selanjutnya,
dari ke-50 perusahaan tadi, Tim Panelis mencari 10 perusahaan terbaik di dua kategori tersebut. Yang menarik, UKM-UKM pilihan ini tidak hanya berasal dari
Jakarta, tapi juga Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Bandung.
Jika mau jujur, tidak mudah menentukan siapa yang terbaik. Kendala utamanya keterbatasan informasi. Toh, dari dua kali rapat yang dilakukan Tim Panelis(dewan juri) dan tim peliput/periset SWA di kantor UKM Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta, akhirnya berhasil ditentukan siapa saja jawara E-50 tahun ini.
Yang jelas, para pemenang ajang E-50 tahun ini haruslah memiliki kelebihan dan kekuatan yang menonjol dalam 6 aspek, yakni: visi dan misi perusahaan, tata
kelola perusahaan, transparansi, pengelolaan SDM, pemanfaatan TI dan kewirausahaan. Untuk dua aspek terakhir, panitia malah memberikan penghargaan
khusus Best IT Implementation (untuk tiga perusahaan) dan Best Start-Up Enterprise (lima perusahaan), tapi tanpa urutan (ranking) pemenang. Mengapa perlu
ada apresiasi khusus? Alasannya – ambil contoh TI – untuk mengimplementasi bukan hanya butuh perhatian besar, tapi juga dana yang lumayan besar. Jadi,penghargaan khusus memang diberikan untuk mengakomodasi peserta yang memiliki keunggulan menarik.
Untuk mengetahui hal itu ada sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada peserta yang berkenaan dengan 6 aspek tersebut. Pertanyaan tak hanya diajukan
kepada pemilik atau manajemen perusahaan, tapi juga sejumlah karyawan yang dipilih secara acak dan mendadak. Tujuannya, menjaga objektivitas.
Hanya saja, harus diakui masih ada kelemahan dalam pemilihan kali ini. Yakni, penentuan pemenang E-50 dilakukan tanpa wawancara langsung Tim Panelisdengan para peserta E-50, melainkan berdasarkan presentasi hasil temuan para peliput/periset di lapangan. Artinya, dengan cara seperti ini, bisa saja ada
beberapa pertanyaan yang mestinya ditanyakan langsung oleh juri kepada pemilik atau manajemen perusahaan, terpaksa disimpan kembali.
Lalu, siapa saja pemenang E-50 kali ini? Pada kelompok pertama, yaitu perusahaan yang memiliki omset di bawah Rp 10 miliar, posisi nomor satu diraih oleh
Pelopor Avonturir Campindo (PAC). Perusahaan yang membidangi adventure training ini didirikan pada 1993 oleh sekelompok anak muda pehobi kegiatanpecinta alam. PAC juga memenangi penghargaan Best IT Implementation. Posisi kedua sampai 10 berturut-turut diduduki: Wong Hang Tailor (perusahaan tailor
kelas atas), Odiseus Fitness & Spa, Bintang Advis Megamedia (Cek & Ricek), Mahkota Dewa (obat tradisional), PD Hikmah (perkebunan kentang), Intimedia
(konsultan dan implementor TI), Asto Daya Giri (produsen perlengkapan outdoor), Indopurel (pelatihan SDM) dan Widayanto Citra Tembikarindo.
Uniknya, pada kelompok pertama ini, penghargaan Best Start-Up Enterprise dan Best IT Implementation diraih oleh Yes Rajawali Perkasa (YRP), perusahaanperiklanan dengan media mobil khusus iklan. YRP di kelompok pertama ini hanya di posisi buntut, tepatnya di nomor 24 dari 25 nama yang ada. Beberapa nama
lainnya seperti My Salon, Red Crispy, dan Godong Ijo, meskipun tak meraih posisi bagus dalam urutan perusahaan UKM terbaik, juga meraih penghargaan Best
Start-Up Enterprise.
Hal tersebut bisa terjadi karena – seperti dinilai oleh Tim Panelis – ada beberapa perusahaan yang sangat menonjol di bidang implementasi TI ataupun spirit
kewirausahaannya, walaupun secara keseluruhan masih banyak kekurangan.
Bagaimana dengan peta di kelompok kedua, yakni kelompok perusahaan yang beromset di atas Rp 10 miliar? Di sini pemenang utamanyaadalah Multiplus, perusahaan yang membidangi penyediaan solusi business centre. Di kategori ini pemenang penghargaan Best Start-UpEnterprise diraih Socialite, butik kelas atas yang didirikan dua ibu muda cantik. Padahal di kelompok ini Socialite hanya meraih posisi ke-22 dari25 nama yang ada. Adapun penghargaan Best IT Implementation diraih Melodia Musik, perusahaan ritel alat musik, dan Dyandra Promosindo, perusahaan event organizer.
Sementara itu, peringkat dua sampai 10 terbaik di kelompok ini berturut-turut: Melodia Musik, Le Monde (produsen perlengkapan bayi), Magetan Putra (eksportir
furnitur), Supra Primatama Nusantara (Biznet/perusahaan penyedia layanan akses komunikasi), Tiga Saudara Group (properti/developer), Cipaganti Cipta Graha
(rental mobil), Putra Jaya Raya (properti), Indovisual Presentama (perdagangan alat presentasi), dan Koperasi Wanita Setia Bhakti Surabaya (koperasi
simpan-pinjam).
Jika dicermati, pada ajang E-50 kali ini perusahaan-perusahaan yang masuk dalam 50 besar memiliki latar belakang usaha yang amat beragam. Ada yang
bergerak di industri pabrikasi furnitur, menyewakan fasilitas business centre, developer properti, penyedia jasa TI, perusahaan pelatihan adventurir, produsen
obat tradisional sampai perusahaan iklan alternatif. Kalau pun ada yang sama, setelah dihitung ternyata hanya ada tiga jenis usaha serupa yang ditemukan
pada 6 perusahaan, yaitu: event organizer, properti/developer dan produsen obat herbal/tradisional. Selebihnya, berbeda sama sekali.
Vincentius Winarto, Direktur Program MM IBII, salah satu anggota Tim Panelis melihat ada pelajaran berharga dari para pemenang ini. Yakni, ketekunanmereka untuk menjadi istimewa di bidang usahanya. Keistimewaan itu, menurut Winarto, tampak dalam bentuk kedekatan mereka dengan komunitas konsumen
yang menjadi target pasar, serta teknologi mutakhir untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi konsumen.
Winarto juga mengamati penggunaan website untuk komunikasi keluar merupakan pilihan yang banyak diambil para pemenang. Ia menambahkan ada
kecenderungan para pemenang memutakhirkan pola komunikasi internal. Tujuannya agar komunikasi lebih efektif dan efisien. Contohnya, dengan teknologi ini
mereka bisa memberikan konsultasi kepada konsumen yang biasanya tak sadar dengan kebutuhannya sendiri.
Tak heran untuk mewujudkan dua hal tersebut para pemenang memberikan perhatian dan alokasi dana yang besar. “Ini sesuatu yang menonjol dari para
pemenang,” ujar Winarto.
Toh, ada satu hal yang menurut Winarto cukup mengkhawatirkan, yakni kentalnya ketergantungan pada superstaralias sang pendiri/pemilik. “Sebagaiorganisasi yang diharapkan dapat berjalan terus, ketergantungan seperti ini berbahaya. Seharusnya yang dikembangkan adalah superteam. Karenanya,
ketergantungan pada seseorang ini harus dikurangi,” katanya menganalisis.
Penilaian Eva Riyanti Hutapea, mantan CEO Indofood, segendang sepenarian. “Kebanyakan mereka one man show atau menggunakan manajemen perorangan.
Pemiliknya amat berperan, dan tak ada profesionalisme,” ujarnya blak-blakan. Namun, ia mengaku tak menutup mata, bisa saja perusahaan berkembang lebih
pesat lantaran pemiliknya terlibat penuh.
Eva juga mengungkapkan, umumnya para peserta ini tidak mau menempatkan financial statement sebagai benchmarking. Dalam proses kerjanya pun tidak ada
pembagian tugas. Sebenarnya, lanjut Eva, perusahaan-perusahaan ini membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Persoalannya, Eva melihat mereka tak punya
keberanian melakukan pengembangan lebih lanjut.
Dijelaskan Eva, sebenarnya dalam berbisnis ada prinsip yang mestinya dipegang, yakni jika ada kesempatan, harus bisa memanfaatkannya. “Jadi, harus
memiliki keberanian,” ia menegaskan. Hal kedua, lanjut Eva, harus memiliki konsep, yaitu melaksanakan pekerjaan melalui orang lain. “Karena jika dikerjakan
sendiri pasti terbatas,” ujarnya. Sebaliknya, jika ada pendelegasian pekerjaan, banyak hal yang bisa dilakukan si pemilik usaha dalam rangka mengembangkan
bisnisnya. Lagi pula, “Kalau bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak, why not?” tandasnya.
Eksekutif wanita berpenampilan kalem ini juga menyarankan, untuk mengembangkan bisnis lebih lanjut perusahaan UKM harus membangun aliansi, memiliki
customer focus, menerapkan best operating practise, menjaga kualitas, terus belajar, dan memelihara komunikasi secara baik.
BOKS:
Buah Manis dari Ajang E-50
Buat para alumni ajang E-50, partisipasi mereka ternyata tak sia-sia. Sejumlah manfaat sudah mereka rasakan. Antara lain, mereka bisa mengukur
sejauh mana perusahaan telah berjalan sesuai dengan arah yang benar dan kalau berprestasi, mereka semakin dihargai masyarakat.
Contohnya, Kiki Widjaja, VP Senior Operasional PT Indocare Citra Pacific (ICP), alumni 10 besar E-50 tahun lalu, mengakui dengan mengikuti E-50, citra
perusahaannya ikut terdongkrak. Sekadar diketahui, perusahaan yang dirikan pada 1988 ini bergerak di bidang pemasaran produk kesehatan dan
sabun transparan. Memang, setelah mengikuti E-50 dan terpilih dalam 10 besar, ICP menempelkan logo E-50 di tiap kop surat dan kartu nama
mereka. Dari sini, banyak mitra dan rekan bisnis yang menanyakan arti logo itu.
Selain itu, menurut Kiki, keikutsertaan ICP di ajang E-50, sebenarnya dalam rangka memperbaiki dan mempersiapkan perusahaan untuk menghadapipersaingan global. Ini semacam langkah benchmarking dengan perusahaan lain. “Dan pengakuan ini kami peroleh dengan mengikuti E-50,” ujarnya
bangga.
Tak cuma Kiki yang mengaku merasakan manfaat mengikuti ajang pemilihan E-50. Salah satu peserta E-50 tahun lalu dan ikut kembali di tahun ini
adalah Cipaganti Rental (CR), perusahaan penyewaan mobil. “Kami bicara fair saja. Manfaatnya adalah dari sisi pemasaran dan pengakuan pihak luar,
baik konsumen maupun perbankan,” ujar Andianto Setiabudi, Presdir CR.
Andianto bahkan menambahkan dengan penghargaan ini kepercayaan masyarakat meningkat. Pasalnya, klaim bahwa CR bagus bukan lagi klaim
perusahaan, tapi penilaian pihak luar. “Ini bisa menjadi promosi yang efektif,” ujarnya jujur.
Secara internal, menurut Andianto, keikutsertaan di ajang tahun lalu telah memacu CR terus berusaha lebih baik. Saat ini CR telah berekspansi hingga
ke Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Kinerja CR pun makin membaik. Ia mengklaim, pada 2002, omset CR untuk sewa mobil dan alat berat mencapai
Rp 25 miliar. Pada 2003 omsetnya naik menjadi Rp 35 miliar, dan pada 2004 meningkat dua kali lipat menjadi Rp 70 miliar.
Sementara itu, Jackie Ambadar, Direktur Pengelola Le Monde yang baru mengikuti ajang E-50 tahun ini, melihat dengan adanya pengakuan dan
legitimasi dari ajang ini berarti kinerja manajemen sudah sesuai dengan arah dan tujuannya. Agak berbeda dari Andianto, Jackie berharap kemenangan
perusahaannya di E-50 memberi inspirasi bagi banyak orang untuk menjadi pengusaha. “Karena sampai detik ini kurang dari 1% saja masyarakat yang
mau terjun menjadi pengusaha,” katanya. “Seandainya, persentase itu bisa ditingkatkan, masalah pengangguran akan banyak teratasi.”
Adapun di mata Eva Riyanti Hutapea, Direktur Utama UKM Indonesia, keikutsertaan dalam ajang E-50 memberi banyak manfaat bagi peserta. Terutama
sekali, “Memberi rasa percaya diri dan memotivasi mereka untuk maju lagi.”
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=2428
Print | Tutup Window