paper public relations untuk lembaga dakwah kampus (komunikasi administrasi))
TRANSCRIPT
Public Relations Untuk Lembaga Dakwah Kampus
Paper
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas semester genap Mata Kuliah Komunikasi Administrasi
Disusun Oleh :
Nama : Verdico Arief
NPM : 170110070078
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga paper ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulisan paper tentang Public Relations Untuk Lembaga Dakwah Kampus
bertujuan untuk memberikan informasi dan fakta serta untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Komunikasi Administrasi.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan data ini, itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan
dari Ibu dan Bapak dosen mata kuliah Komunikasi Administrasi, dan rekan-rekan dari
jurusan administrasi negara hingga akhirnya pembuatan laporan ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan paper ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan
datang.
Jatinangor, Mei 2008
Penulis
Public Relations Untuk Lembaga Dakwah Kampus
Akhir-akhir ini banyak praktek public relations yang menjurus
pada konsep yang negatif dan cenderung mengaburkan konsep awal
yang dilansir oleh para pendiri PR. Bagaimana tidak? Coba saja kita
cermati kiprah para praktisi public relations di Indonesia sekarang ini,
jika mereka tidak hanya diberi pekerjaan dalam hal publisitas atau
bagaimana caranya mendapatkan pemberitaan gratis di media massa,
mereka hanya menjadi bagian yang mendukung kegiatan pemasaran,
bahkan ada yang menggunakan istilah public relations sebagai posisi
yang sekedar menjual tampang, senyum atau menemani tamu.
Sungguh ironis!
Pada awalnya, istilah public relations memiliki konsep yang sama
pentingnya dengan konsep-konsep lainnya seperti pemasaran,
produksi, keuangan, dll. Coba saja kita lihat definisi tentang public
relations (PR), dari sekian banyak definisi tentang PR, salah satu
diantaranya seperti diungkapkan oleh British Institute of Public
Relations (IPR) menyatakan bahwa “PR is about reputation (the result
of what you do, what you say & what others say about you). PR
Practice is the discipline which looks after reputation with the aim of
earning understanding & support, & influencing opinion & behavior”.
Menurut IPR, PR terkait dengan reputasi, meskipun tampaknya mudah
namun pengertian tugas dan kewajiban yang harus dilakukan oleh
seorang PR sangatlah berat, karena reputasi positif tidaklah terbentuk
begitu saja. Reputasi positif hanya dapat diperoleh dengan perjuangan
dan kerja keras yang harus dilakukan organisasi. Perjuangan dan kerja
keras ini meliputi apa yang dilakukan organisasi, apa yang dikatakan
oleh organisasi, dan apa yang dikatakan publik tentang organisasi.
Bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Menurut Charle s Fombrun, seorang professor di Stren School of
Businees, New York University yang juga seorang kepala editor jurnal
Corporate Reputation Review, menyatakan “reputation as the sum of
the images the various constituencies have of an organization”
(Fombrun, 1996), dari sini dapat dilihat bahwa reputasi te rbentuk dari
sejumlah citra yang diberikan kepada organisasi oleh publiknya.
Sementara citra memiliki penge rtian sebagai refleksi dari realitas
suatu organisasi, sebuah realitas yang dilihat dari sudut pandang
publik organisasi (Argenti, 2007, p.66). Beragam citra sebuah
organisasi akan te rbentuk tergantung pada siapa publik yang terlibat.
Citra dibentuk dari identitas organisasi atau korporasi (corporate
identity). Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citra
yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis,
seragam, dan benda-benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat
oleh organisasi untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya
khalayak akan mempersepsi citra sebuah organisasi berdasarkan pada
pesan yang dikirimkan organisasi dalam bentuk identitas organisasi
yang terlihat tersebut (Argenti, 2007, p.79). Jika identitas ini benar-
benar merupakan bayangan nyata organisasi, maka program identitas
ini bisa dinyatakan sukses. Dan jika persepsi khalayak ternyata
berbeda dengan realitas yang ingin ditampilkan organisasi, maka bisa
dikatakan strateginya tidak efektif atau pemahaman organisasi akan
dirinya sendiri perlu untuk dimodifikasi.
Dari sini dapat dilihat ke terkaitan antara budaya organisasi,
identitas organisasi, citra, dan reputasi. Budaya organisasi seringkali
dikatakan sebagai sesuatu yang tidak be rwujud (intangible), oleh
karena itu untuk mengukur bagaimana implementasi budaya
organisasi akan dimanife stasikan secara visual melalui identitas
organisasi yang wujudnya dapat dilihat pada nama, merek, simbol, dan
penampilan organisasi. Kenyataan yang tampak pada nama, merek,
simbol, dan penampilan organisasi inilah yang akan
menimbulkan citra pada publik organisasi. Publik selanjutnya akan
menerima realitas dari organisasi te rsebut melalui identitas yang
ditampilkan. Kumpulan citra organisasi yang dibe rikan oleh publik
inilah yang kemudian menjadi reputasi organisasi. Apakah positif atau
negatif tergantung pada bagaimana organisasi tersebut menampilkan
realitasnya kepada publik.
Definisi lain tentang PR adalah menurut International Public
Relations Association (IPRA), yang merupakan wadah PR Internasional,
menyatakan bahwa PR merupakan fungsi manajemen yang
direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh
organisasi, lembaga umum maupun pribadi untuk memperoleh dan
membina saling pengertian, simpati dan dukungan publik dengan cara
menilai opini publik, yang bertujuan untuk menghubungkan
kebijaksanaan dan prosedur, guna mencapai kerja sama yang lebih
produktif dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih
efisien, dengan kegiatan komunikasi yang terencana dan tersebar luas.
Mengacu pada definisi di atas dapat dilihat bahwa pada intinya
seorang PR harus memahami 5 hal utama yaitu (1) paham bahwa PR
merupakan fungsi manajemen, (2) semua kegiatannya dilakukan
sebagai upaya untuk memperoleh dan membina saling penge rtian,
simpati dan dukungan publik, (3) dengan cara menilai opini publik, (4)
untuk mencapai kerja sama dan kepentingan bersama, (5) melalui
kegiatan komunikasi yang terencana dan tersebar luas.
Sekarang coba kita cermati satu per satu, (1) PR merupakan
fungsi manajemen, oleh karena itu manajemen di semua organisasi
harus memerhatikan PR dan dalam upaya menjalankan fungsi
manajemen ini,seorang PR harus mendasarkan kegiatannya pada
perumusan masalah (fact finding), perencanaan, aksi dan komunikasi,
serta evaluasi atau yang dipe rkenalkan oleh Cutlip dan Center dengan
istilah Proses PR. Proses PR selalu diawali dan diakhiri dengan
penelitian karena didalamnya mencakup perumusan masalah dan
evaluasi yang semuanya hanya dapat dijawab melalui penelitian. Dari
hasil penelitian ini kemudian seorang PR sudah menemukan penyebab
timbulnya masalah dan sudah siap dengan langkah-langkah
pemecahan atau pencegahan. Langkah-langkah tersebut dirumuskan
dalam bentuk rencana dan program. Seringkali kegiatan perencanaan
lupa dilakukan oleh seorang PR dan langsung masuk ke tahap
selanjutnya. Meskipun tidak jarang tindakan ini membawa hasil yang
tidak buruk, namun langsung masuk ke tahap aksi tidak disarankan
untuk dilakukan karena terlalu tinggi risikonya bagi reputasi
perusahaan. Dari perencanaan, kemudian melangkah ke tahap aksi
dan komunikasi yang berusaha untuk menjawab pertanyaan “how do
we do it and say it”. Dan tahapan yang terakhir adalah evaluasi
dimana pada tahap ini PR perlu melakukan evaluasi atas langkah-
langkah yang telah diambil. Tahap ini melibatkan pengukuran atas
hasil tindakan di masa lalu.
Proses PR yang juga te rkait dengan fungsi manajemen ini
dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh dan membina saling
pengertian, simpati dan dukungan publik. Mengapa saling penge rtian,
simpati, dan dukungan publik penting bagi sebuah organisasi? Jika
mengacu pada definisi menurut British Institute of Public Relations, PR
te rkait dengan reputasi. Bagaimana reputasi yang baik akan
terbentuk jika tidak ada saling pengertian, tidak ada simpati, dan tidak
ada dukungan publik terhadap sebuah organisasi. Disinilah PR
berperan untuk membentuk opini publik yang positif sehingga reputasi
positif pun akan terbentuk dengan adanya kesamaan pengertian,
munculnya simpati, dan adanya dukungan publik terhadap apa yang
dilakukan serta dikatakan oleh organisasi.
Seringkali PR juga dikaitkan dengan opini publik, dan ini penting
dikelola oleh seorang PR. Opini publik memang merupakan hal yang
mendasar bagi pekerjaan seorang praktisi PR. Bahkan hubungan yang
dilakukan oleh organisasi mana pun di dunia tidak lepas dari
munculnya opini di dalam masyarakat. Mengapa opini ini kemudian
menjadi suatu hal yang penting, tentu dapat dilihat dari sifat
komunikasi yang dilakukan manusia dalam kedudukannya sebagai
individu maupun sebagai bagian dari masyarakat secara luas. Kedua
peran ini tentu menyebabkan perlu dilakukannya pengelolaan opini
publik agar tetap tercipta saling pengertian, simpati, dan dukungan
publik.
Tulisan ini adalah kajian singkat seputar Public Relation. Tulisan ini hendak
menfokuskan diri kepada public relation bagi sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Tapi tidak tertutup kemungkinan untuk bisa diterapkan di bentuk lembaga lainnya.
Karena pada dasarnya public relation adalah kebutuhan umum bagi sebuah organisasi.
Bahkan sebuah negara pun membutuhkan fungsi Public Relation ini di dalam struktur
kenegaraannya, untuk berkomunikasi dengan warganya sendiri dan entitas lain di luar
negeri.
Public Relation (PR) atau kadang disebut dengan istilah Hubungan Masyarakat
(humas) memiliki posisi yang sangat penting dalam sebuah organisasi, terutama bila
organisasi tersebut sering berinteraksi dengan masyarakat luas. PR sangat menentukan
perwajahan organisasi tersebut di mata masyarakat luas. Hal tersebut disebabkan karena
PR-lah yang merupakan salah satu front liner penting dalam berkomunikasi dengan
masyarakat. PR menentukan kesan positif sebuah organisasi di mata masyarakat. Dan
hubungan dengan masyarakat akan menentukan bagaimana organisasi tersebut
bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, PR juga berperan dalam
membangun hubungan, khususnya hubungan komunikasi, antara organisasi dengan
masyarakat luas. Untuk itu, di dalam sebuah PR sangat penting untuk bisa mengelola
manajemen komunikasi.
Bila sebuah organisasi tidak memiliki PR, sebenarnya bukan tidak mungkin
organisasi tersebut bisa menjalin hubungan komunikasi dengan masyarakat. Namun tanpa
keberadaan PR, biasanya fungsi-fungsi hubungan masyarakat akan tidak terurus dengan
baik, karena agenda-agenda organisasi begitu banyak. Akhirnya hal tersebut kadang kala
menyebabkan terjadinya hubungan komunikasi yang kurang baik, bahkan bisa
menyebabkan miscommunication dengan masyarakat. Oleh karena itulah keberadaan PR
sangat dibutuhkan dalam hal spesialisasi mengurus hubungan dengan masyarakat luas.
selain itu, kebutuhan akan keberadaan PR menjadi sangat penting di era informasi
ini. Di zaman sekarang, masyarakat luas sudah sangat mudah dalam mengakses
informasi, baik itu dari televisi, koran, majalah, internet, radio, dan sebagainya. Namun
informasi-informasi yang mereka dapatkan, tidak selalu merupakan informasi yang
benar. Adakalanya masyarakat akan mendapatkan informasi yang keliru. Kalau dikaitkan
dengan sebuah organisasi, maka informasi yang keliru itu bisa ditimbulkan karena
organisasi tersebut tidak memiliki fungsi PR di dalamnya. Informasi yang keliru tersebut
bisa timbul dari opini masyarakat ataupun dari pemberitaan media massa. Di sinilah
sebuah organisasi sangat membutuhkan PR untuk mengcounter informasi-informasi
keliru yang barangkali perlu diluruskan. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah, bahwa
bentuk informasi yang diterima masyarakat itu akan membentuk penyikapan masyarakat
kepada organisasi kita. Bila informasi yang mereka terima adalah informasi yang keliru,
maka mereka akan menyikapi organisasi kita dengan sikap yang tidak kita inginkan.
Bagi sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK), niscaya akan sangat
membutuhkan fungsi PR ini di dalam tubuh organisasinya. Terutama bila sebuah LDK
sudah memasuki fase/tahapan dimana LDK tersebut sudah mulai merambah untuk lebih
intens berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya masyarakat kampus. Ruang lingkup
aktivitas LDK juga menuntut keberadaan PR, misalnya pada ruang lingkup amal da'awi
(pembinaan dan syi'ar), amal khidami (pelayanan), amal ilamy (penerbitan), amal siyasi
(perpolitikan), dan seterusnya. Tanpa keberadaan LDK, aktivitas LDK bisa jadi tidak
banyak yang mengetahuinya. Jika demikian, maka tidak heran ada beberapa LDK yang
dicap sebagai organisasi eksklusif.
Bagi sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK), niscaya akan sangat
membutuhkan fungsi PR ini di dalam tubuh organisasinya. Terutama bila sebuah LDK
sudah memasuki fase/tahapan dimana LDK tersebut sudah mulai merambah untuk lebih
intens berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya masyarakat kampus. Ruang lingkup
aktivitas LDK juga menuntut keberadaan PR, misalnya pada ruang lingkup amal da'awi
(pembinaan dan syi'ar), amal khidami (pelayanan), amal ilamy (penerbitan), amal siyasi
(perpolitikan), dan seterusnya. Tanpa keberadaan LDK, aktivitas LDK bisa jadi tidak
banyak yang mengetahuinya. Jika demikian, maka tidak heran ada beberapa LDK yang
dicap sebagai organisasi eksklusif.
Dan masih banyak lagi manfaat yang bisa didapatkan dari fungsi PR ini. Saking
pentingnya PR, sudah banyak perusahaan bisnis yang membuat sistem informasi untuk
mengelola kehumasan dengan para customernya. Sistem informasi yang berkaitan dengan
ini biasanya disebut dengan CRM (Customer Relationship Management). Dan Untuk
sebuah organisasi non-profit, kehumasan bisa juga dimanfaatkan untuk fund-raising,
menjalin kerjasama, rekrutmen, dan sebagainya.
Lalu seperti apakah bentuk PR bagi sebuah LDK? Tulisan ini hendak memberikan
gambaran sederhana tentang apa dan bagaimana PR untuk sebuah LDK. Untuk itu, mari
kita telaah dahulu apa saja yang sebenarnya perlu disampaikan dari LDK kita kepada
masyarakat luas, khususnya masyarakat kampus kita sendiri.
Beberapa entitas yang perlu disampaikan kepada masyarakat luas itu antara lain
adalah; Sikap resmi, dalam menyikapi beberapa peristiwa, baik itu di dalam kampus
maupun di luar kampus, LDK pasti punya sikap resmi. Agar sikap tersebut diketahui
secara luas, maka perlu disampaikan kepada masyarakat. Misalnya, bagaimana sikap
LDK terhadap kenaikan biaya SPP, terhadap penjajah sebuah negara terhadap negara
lainnya, terhadap korupsi, dan sebagainya. Kemudian Informasi atau undangan agenda
kegiatan, pada umumnya, LDK mempunyai kegiatan yang ditujukan untuk umum,
misalnya tabligh akbar, pesantren kilat, seminar, training, dan sebagainya. Kegiatan-
kegiatan seperti itu perlu disampaikan kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang
menjadi sasaran peserta. Juga untuk menunjukkan eksistensi LDK, bahwa LDK sangat
aktif berperan di masyarakat. Yang selanjutnya ialah wacana pemikiran, ini adalah salah
satu pekerjaan inti dari sebuah LDK, yaitu menyebarkan wacana pemikiran, tentunya
pemikiran fikrah Islamiyah. Dan ini sangat perlu untuk disampaikan kepada masyarakat.
Selain itu Berita-berita dari internal LDK juga perlu disampaikan kepada masyarakat.
Misalnya, LDK baru saja mengadakan bakti sosial di daerah tertentu, atau LDK baru saja
mengadakan training dengan harapan tertentu, ucapan terima kasih, dan sebagainya.
Entitas yang disampaikan dari LDK bisa berupa, teks atau naskah, foto atau grafik, audio
visual, media online atau website.
Lalu dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat luas, tentu membutuhkan
sarana dan cara penyampaian. Setiap sarana dan cara penyampaian, harus disesuaikan
dengan siapa yang dituju, dan apa isi yang akan disampaikan. Berikut ini adalah beberapa
sarana dan cara penyampaian dalam hal kehumasan.
Yang pertama adalah konferensi pers, konferensi pers adalah suatu bentuk acara
formal yang mengundang wartawan maupun pihak-pihak lain. Biasanya untuk
menyampaikan sikap atau pernyataan resmi yang sangat penting untuk diketahui oleh
umum. Untuk mengadakan Konferensi pers, LDK harus mengundang wartawan atau
media secara resmi, bisa melalui surat, email, telp, maupun fax. Setelah penyampaian
sikap, biasanya ada sesi tanya jawab atau wawancara. kemudian dengan cara Press
Release, ini merupakan sebuah pernyataan resmi, umumnya dalam bentuk surat
pernyataan. Press release ini dikirim kepada redaksi-redaksi media, bisa melalui fax,
email, surat, dan sebagainya. Press release juga bisa sebagai alternatif bisa sulit
mengadakan konferensi pers. Press release juga bisa disampaikan misalnya ketika LDK
mengadakan aksi demonstrasi, aksi sosial, dan sebagainya, langsung dibagikan kepada
masyarakat melalui lembaran-lembaran, dan sebagainya. Selanjutnya siaran radio, bila
LDK mempunyai hubungan yang baik dengan stasiun TV atau radio, LDK bisa saja
memanfaatkannya untuk menyampaikan segala sikapnya. LDK juga bisa memanfaatkan
acara-acara di TV/Radio yang dikhususkan untuk kekampusan, misalnya acara Metro
Kampus di MetroTV, dan sebagainya. Cara lainnya adalah dengan surat undangan,
misalnya untuk mengundang UKM-UKM lain untuk turut serta dalam kegiatan LDK
yang terbuka. Atau mengundang buka puasa bersama, undangan seminar, mengundang
mengirimkan perwakilan dalam pesantren kilat, dan sebagainya. Surat undangan ini
kadangkala sering dilupakan oleh LDK. Padahal dengan sebuah surat undangan yang rapi
dan formal, yang diundang akan merasa dihormati. Bentuk undangan juga menentukan
penampilan LDK di mata lembaga lainnya. Kemudian dengan cara advertising, Misalnya
bila di kampus ada media penerbitan/jurnalistik, bisa saja LDK memasang iklan di media
tersebut, dengan catatan biayanya terjangkau oleh LDK. Iklan bisa berupa iklan layanan
masyarakat, iklan kegiatan, iklan tentang media yang dimiliki LDK, iklan tentang bisnis
yang dimiliki oleh LDK, dan sebagainya.
Pihak-pihak yang menjadi sasaran untuk dijalin hubungan dengan (kehumasan)
LDK, tentu sangat banyak sekali. PR harus bisa mendata mereka (entitas luar), terutama
mereka yang sangat berkepentingan dengan LDK. Entitas luar bisa berupa personal
(individu), organisasi (kelembagaan), ataupun masyarakat secara umum. Berikut ini
beberapa klasifikasi entitias luar yang harus menjadi perhatian bagi PR LDK, yaitu:
Masyarakat secara luas (baik masyarakat kampus maupun luar kampus). Tokoh-tokoh
masyarakat (baik yang di kampus maupun di luar kampus). UKM-UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) lainnya, Ormawa (BEM, Kepresidenan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa,
dan yang sejenisnya). lembaga penyelenggara pendidikan (Yayasan, Rektorat, Fakultas,
Jurusan, dan sebagainya). Lembaga-lembaga mahasiswa ekstra/antar kampus, media pers
(baik yang internal kampus maupun pers lokal/nasional/internasional), yang cetak, radio,
televisi, internet dn lainnya. Lembaga pemerintahan (Kepresidenan, MPR, DPR, dan
sebagainya). LDK-LDK lainnya yang ada di universitas lain. LSM-LSM / NGO, Partai
Politik, atapun ormas-ormas. Serta lembaga penelitian dan profesi.
Kita sudah melihat bahwa entitas luar itu sangat banyak. Maka, sebuah PR harus
bisa membuat databasenya, skala prioritas sesuai dengan momen/kejadian, database
kontak person, pengetahuan terhadap karakteristik setiap entitas, dan sebagainya. PR juga
harus mengetahui protokoler resmi, terutama bila berhadapan dengan lembaga resmi
seperti lembaga pemerintahan. Isu-isu sosial serta etika umum di masyarakat juga harus
menjadi perhatian bagi PR.
Dan ada satu hal lagi yang harus menjadi perhatian. PR juga harus menyediakan
'channel' untuk menerima feedback dari dunia luar. Hal ini untuk membentuk komunikasi
dua arah antara organisasi dengan dunia luar. Channel yang dimaksud bisa berupa alamat
sekretariat (alamat surat), nomor telepon, HP, fax, email, situs web yang interaktif, dan
sebagainya. Mengenai channel mana yang dipilih untuk digunakan oleh LDK, itu
tergantung kebutuhan dan kemampuan LDK. Pada umumnya, alamat surat dan telepon
merupakan standar yang harus sudah ada. Dan jangan lupa, 'channel' tersebut harus
dicantumkan di setiap sarana-sarana kehumasan. Misalnya, ketika membuat press release,
jangan lupa cantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan seterusnya.
Khalayak PR
Publik, siapa sebenarnya publik PR? The term public (active audiences)
encompasses any group of people tied together, however loosely, by some common bond
of interest or concern and who have conseq uences on an organization (Newsome ,
2003, p.90). Pengertian publik dalam PR bukanlah mengacu pada
publik secara luas (general public), te tapi publik di sini adalah khalayak
aktif dari sekumpulan orang yang terikat bersama oleh adanya
kesamaan perhatian dan kebutuhan serta adanya saling
ketergantungan antara sekumpulan orang tersebut dengan organisasi.
Jadi sekali lagi di sini publik, bukanlah publik umum, karena antara
organisasi dengan publiknya selaluada ke tergantungan satu sama
lain.
Dalam PR dikenal adanya 2 publik yaitu publik eksternal yang berada di luar
organisasi dan publik internal yaitu publik yang saling berbagi identitas organisasi.
Karena keluasan publik PR ini sehingga terkadang tidak semua publik dapat dikelola
dengan baik, maka sebagai seorang PR dia harus dapat menentukan prioritas publik yang
paling penting bagi organisasi karena merekalah yang paling berpotensi memberikan
pengaruh pada organisasi. Publik ini menjadi prioritas bukan hanya karena organisasi
mengatakan demikian te tapi karena publik ini berpengaruh terhadap kesuksesan atau ke
gagalan ide yang dicetuskan oleh organisasi, berpengaruh terhadap kebijakannya,
kegiatan, keputusan bahkan berpengaruh terhadap produk organisasi.
Dengan pengelolaan publik yang baik diharapkan akan tercapai kerja sama yang
lebih produktif demi memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien dengan kegiatan
komunikasi yang terencana dan tersebar luas. Sekali lagi, publik praktisi PR adalah
mereka yang memiliki keterikatan dengan organisasi, jadi antara publik dengan
organisasi memiliki saling ketergantungan. Oleh karena itu dengan adanya PR, yang
melakukan kegiatan komunikasi yang terencana dan tersebar luas, diharapkan dapat
tercipta kerja sama yang saling menguntungkan antara publik dengan organisasi sehingga
kepentingan bersama yang lebih efisien dapat tercipta. Dalam melakukan kegiatan
komunikasi, seorang praktisi PR pun wajib mengetahui karakteristik publik yang dituju
dalam kegiatan komunikasi tersebut sehingga tujuan pelaksanaan kegiatan komunikasi
PR tersebut dapat tercapai.
Prinsip Dasar Fungsi dan Peran PR
Organisasi memang harus menampilkan sebuah realitas kepada publik dan publik
selanjutnya akan mempersepsi organisasi tersebut berdasarkan realitas yang mereka
terima. Oleh karena itu, berdasarkan definisi PR tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa PR sebuah organisasi akan menjalankan peran untuk mengelola manajemen
komunikasi, manajemen reputasi, dan manajemen hubungan antara publik dengan
organisasi dasar yang harus dilakukan dan dimiliki praktisi PR dalam menjalankan fungsi
dan perannya adalah sbb.
1. PR bekerja dengan realitas (fakta), dan bukan fiksi.
2. PR bekerja dengan publik (khalayak aktif) dan tidak didasarkan pada hubungan secara
pribadi. Seorang praktisi PR memang harus pandai membangun personal relations
tetapi orientasi layanan yang diberikan didasarkan pada kepentingan publik dan bukan
perseorangan.
3. Kepentingan publik harus menjadi acuan utama penyelenggaraan sebuah program atau
kebijakan, oleh karena itu seorang PR harus bisa mengatakan ”tidak” pada program
dan kebijakan yang hanya menguntungkan orangorang tertentu saja.
4. Karena PR berkewajiban untuk dapat mencapai beragam publik maka digunakan
media massa, oleh sebab itu integritas media massa te rsebut harus dapat
dipertanggung jawabkan.
5. Karena PR menjembatani hubungan antara organisasi dengan publiknya, maka
praktisi PR harusnya seorang komunikator yang handal hingga penge rtian antara
organisasi dan publiknya dapat tercapai.
6. PR harus bisa menggunakan riset opini publik yang dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan, dalam upaya mencapai komunikasi dua arah dan menjalankan
tanggung jawabnya sebagai seorang komunikator.
7. Seorang PR juga harus mampu menggunakan pendekatan keilmuan te rutama ilmu
sosial seperti psikologi, sosiologi, psikologi sosial, opini publik, komunikasi, dan
semantik, untuk dapat memahami publik organisasi.
8. Bidang kerja PR membutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu, oleh karena itu praktisi
PR wajib menguasai beragam disiplin ilmu.
9. Seorang praktisi PR juga harus waspada te rhadap masalah yang te rjadi sehingga
masalah te rsebut tidak akan berubah menjadi krisis.
10. Praktisi PR harus bisa dinilai berdasarkan ethical performancenya.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pekerjaan public relations tergolong dua golongan besar
yaitu:
A. Komunikasi Internal (personil/anggota institusi)
1. Memberikan informasi sebanyak dan sejelas mungkin mengenai institusi.
2. Menciptakan kesadaran personil mengenai peran institusi dalam masyarakat.
3. Menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari anggotanya.
B. Komunikasi Eksternal (masyarakat)
1. Informasi yang benar dan wajar mengenai institusi.
2. Kesadaran mengenai peran institusi dalam tata kehidupan umumnya dan pendidikan
khususnya.
3. Motivasi untuk menyampaikan umpan balik.
Maksud dan tujuan yang terpenting dari PR adalah mencapai saling pengertian sebagai
obyektif utama. Pujian citra yang baik dan opini yang mendukung bukan kita yang
menentukan tetapi feed back yang kita harapkan. Obyektif atau tujuan PR yaitu
"Pengertian". "The object of PR is not the achievement of a favourable image, a
favourable climate of opinion, or favourable by the media". PR is about achieving an
UNDERSTANDING.
Tujuan utama penciptaan pengertian adalah mengubah hal negatif yang
diproyeksikan masyarakat menjadi hal yang positif. Biasanya dari hal-hal yang negatif
terpancar: hostility, prejudice, apathy, ignorance. Sedangkan melalui pengertian kita
berusaha merubahnya menjadi: sympathy, acceptance, interest dan knowledge.
Penelitian yang diadakan oleh International Public Relations Association (IPRA)
pada tahun 1981 menyimpulkan bahwa pada umumnya fungsi PR/humas masa kini
meliputi 15 pokok yaitu.
1. Memberi konseling yang didasari pemahaman masalah prilaku manusia.
2. Membuat analisis "trend" masa depan dan ramalan akan akibat-akibatnya bagi
institusi.
3. Melakukan riset pendapat, sikap dan harapan masyarakat terhadap institusi serta
memberi saran tindakan-tindakan yang diperlukan institusi untuk mengatasinya.
4. Menciptakan dan membina komunikasi dua-arah berlandaskan kebenaran dan
informasi yang utuh.
5· Mencegah konflik dan salah pengertian.
6· Meningkatkan rasa saling hormat dan rasa tanggung jawab sosial.
7· Melakukan penyerasian kepentingan institusi terhadap kepentingan umum.
8· Meningkatkan itikat baik institusi terhadap anggota, pemasok dan konsumen.
9· Memperbaiki hubungan industrial.
10· Menarik calon tenaga yang baik agar menjadi anggota serta mengurangi keinginan
anggota untuk keluar dari institusi.
11· Memasyarakatkan produk atau layanan.
12· Mengusahakan perolehan laba yang maksimal.
13· Menciptakan jadi diri institusi.
14· Memupuk minat mengenai masalah-masalah nasional maupun internasional.
15· Meningkatkan pengertian mengenai demokrasi.
Dalam mengemban fungsi tersebut maka jenis-jenis pekerjaan PR adalah sebagai berkut :
1· Menulis (artikel, pamflet, press release)
2· Produksi Cetakan/distribusi/promosi (stiker, buletin, poster)
3· Produksi film atau audiovisual
4· Produksi display/ perkenalan
5· Iklan
6· Hubungan komunikasi dengan media, radio, TV
7· Konfrensi dan Pertemuan Publik
8· Hubungan Parlementer
9· Hubungan dengan pemerintah
10· Hubungan dengan kelompok interest tertentu
11· Hubungan dengan industri dan komersial
12· Hubungan komunitas
13· Hubungan internasional
14· Hubungan dengan pekerja
15· Hubungan dengan donatur
16· Survey atau penelitian ummat
17· Komunikasi dari publik ke kinerja organisasi
18· Merencanakan, menganggar and mengatur program kerja PR
19· Formulasi kebijakan PR
20· Yang paling modern yaitu Teknologi Informasi seperti internet, intranet, e-mail,
homepage (berandawarta), FTP, IRC, DLL.
Aktivitas PR
Kesalah pahaman yang lain yang saat ini marak dimengerti masyarakat adalah
sebagian orang mengacaukan PR dengan aktivitas dan bagian-bagiannya. Sebagai contoh
misalnya publisitas atau lobbying yang seringkali dikatakan sebagai nama lain dari PR.
Padahal sebenarnya publisitas atau kegiatan lobbying hanyalah salah satu aktivitas PR
dari sekian banyak strategi dan taktik yang dilakukan PR.
Aktivitas yang merupakan kegiatan praktisi PR berlandaskan pada 10 prinsip
dasar PR adalah kegiatan press agentry, aktivitas ini merupakan kegiatan untuk menarik
perhatian publik dan terkait dengan publisitas. Publisitas adalah strategi utamanya, karena
dengan banyaknya liputan media massa akan menentukan persepsi publik terhadap
organisasi. Cara menarik perhatian ini dilakukan melalui praktik press agentry dengan
penciptaan berita dan peristiwa yang memiliki nilai berita untuk menarik perhatian media
massa dan mendapatkan perhatian publik.
Publisitas sendiri diartikan sebagai informasi yang disediakan oleh sumber luar
yang digunakan oleh media karena informasi tersebut memiliki nilai berita. Metode
penempatan pesan di media ini adalah metode yang tidak dapat dikontrol sebab sumber
informasi tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut.
Aktivitas yang ketiga adalah promosi. Promosi merupakan salah satu aktivitas PR
dan bukan nama lain dari PR. Promosi menggunakan praktik press agentry sebagai upaya
membentuk opini. Kegiatan promosi adalah usaha untuk memperoleh dukungan bagi
perseorangan, produk, organisasi, atau ide.
Jika publisitas merupakan aktivitas PR yang menempatkan pesan di media dan
tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut, maka
periklanan berbeda. Periklanan dapat mengontrol isi, penempatan, dan timing dengan
membayar media untuk mendapatkan waktu dan ruang penempatan iklannya. Periklanan
adalah metode terkontrol dalam menempatkan pesan di media massa dan ini merupakan
aktivitas PR yang keempat.
Public affair juga merupakan salah satu kegiatan PR, public affair adalah kegiatan
PR yang menangani kebijakan publik dan publik yang mempengaruhi kebijakan tersebut.
Public affair adalah bagian khusus dari PR yang membangun dan mempertahankan
hubungan pemerintah dan komunitas lokal dalam rangka mempengaruhi kebijakan
publik. Selanjutnya adalah aktivitas riset, karena proses PR selalu diawali dan diakhiri
dengan riset maka praktisi PR harus menguasai riset. Riset adalah landasan bagi
pengelolaan strategi PR yang baik. Disamping riset, praktisi PR juga wajib mengelola
graphics sebagai upaya menjalin hubungan yang baik antara organisasi dengan
publiknya.
Karena visualisasi pesan yang menarik merupakan taktik strategi
dalam mengupayakan komunikasi yang efektif. Selain itu PR juga perlu
mengelola merchandising, kegiatan ini memfokuskan pada
pengemasan sebuah produk, ide, atau bahkan seorang kandidat
politik. Kegiatan pengemasan ini mencakup kegiatan dalam graphics,
warna, respon, dan reaksi emosional atas tampilan fisik produk, ide
atau seseorang.
Dari beragam aktivitas yang dilakukan oleh praktisi PR di
atasdapat disimpulkan bahwa jika PR hanya menjalankan salah satu
diantara sekian banyak aktivitasnya, bisa dikatakan bahwa itu bukan
PR. Sebagai contoh misalnya, kebanyakan PR hotel berada di bawah
divisi pemasaran dan hanya merupakan bagian yang mendukung
usaha pemasaran, oleh karena itu peran, fungsi serta aktivitasnya
tidak lepas dari kegiatan publisitas atau promosi, dan divisi yang
hanya menjalankan kegiatan promosi atau publisitas tersebut
dikatakan sebagai sebuah divisi PR. Padahal merekahanya diberi
tanggung jawab untuk menjalankan sebagian kecil aktivitas PR.
Bisakah divisi te rsebut dikatakan divisi PR? Atau dengan analogi lain,
bisakah jari te lunjuk dikatakan tangan? Atau hanya jari?
PR Untuk Pemasaran Dakwah
Selain pengertian, aktivitas, dan pemahaman akan khalayak PR
yang sering disalahartikan, banyak orang secara keliru sering
menyamakan PR dengan fungsi manajemen lainnya seperti kegiatan
pemasaran. Lowongan pekerjaan yang ditemukan di berbagai surat
kabar nasional sering kali ditemukan posisi PR yang ternyata
pekerjaanya tidak lain adalah posisi sales melalui te epon. Bahkan di
beberapa organisasi besar masih ditemukan adanya penyamaan fungsi
PR dan pemasaran. Karena kerancuan ini, beberapa orang secara
keliru mengatakan bahwa kedua bidang tersebut tidak ada bedanya.
Kerancuan PR dengan pemasaran semakin diperuncing dengan
seringnya pihak manajemen organisasi mengubah nama Departemen
PR menjadi Departemen Komunikasi Pemasaran dan menganggap
bahwa hal tersebut bukan masalah. Praktisi PR juga seringkali
menambah kerancuan ini dengan mencantumkan keterangan pada
kartu nama bahwa dia menduduki posisi sebagai komunikasi
pemasaran terpadu.
Pada intinya pemasaran dakwah adalah fungsi manajemen yang
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan manusia, menawarkan
sistem dan jasa untuk memuaskan permintaan, dan menyebabkan
terjadinya transaksi di mana pemberian produk atau jasa itu akan
ditukar dengan sesuatu yang berharga bagi si penyedia. Contoh
pemasaran dakwah yang menggunakan PR adalah ESQ, Jadi disini
pemasaran adalah mengelola dan memberiran ilmu tentang agama
kepada konsumen organisasi atau individu. Hal ini dipertajam oleh
Newsome (2004) yang mengatakan bahwa marketing dan integrated
marketing communications adalah salah satu bagian dari aktivitas-
aktivitas yang dilakukan PR, terutama ketika PR tersebut harus
mengelola hubungan dengan konsumen dakwah.
Meskipun tidak selalu didefinisikan secara jelas dalam
praktiknya, pemasaran dakwah dan PR dapat dibedakan secara
konseptual dan hubungannya dapat dijelaskan. Pertama, keinginan
dan kebutuhan orang adalah aspek fundamental bagi konsep
pemasaran. Apa yang orang inginkan atau butuhkan akan
diterjemahkan sebagai permintaan konsumen. Pemasar menawarkan
jasa untuk memuaskan permintaan tersebut. Konsumen memilih jasa
yang memberikan kegunaan nilai, dan kepuasan paling besar. Dan
pemasar pada akhirnya akan menyerahkan jasa kepada konsumen
untuk ditukar dengan sesuatu yang bernilai. Philip Kotler sendiri
menegaskan bahwa pertukaran yang merupakan inti dari konsep
pemasaran, adalah proses mendapatkan produk yang diinginkan
seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalannya.
Transaksi inilah yang membedakan fungsi pemasaran dakwah dengan
PR karena pada pemasaran kedua pihak saling menukar sesuatu yang
bernilai.
Hubungan antara PR dan pemasaran diwarnai adanya kontribusi
efektif yang diberikan PR pada upaya pemasaran dengan menjaga
lingkungan sekitar korporasi atau organisasi agar tetap ramah
sehingga memungkinkan bagi organisasi tetap eksis di lingkungan
tersebut. Masingmasing bidang memberikan kontribusi unik tetapi
saling melengkapi untuk membangun dan mempertahankan
hubungan-hubungan yang penting bagi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup organisasi. Mengabaikan satu bidang akan
membahayakan bidang lainnya.
Meskipun banyak pakar yang memperdebatkan kerancuan istilah
PR dan pemasaran dakwah dan tidak menyetujui penggabungan
penggunakan keduanya, namun fakta di lapangan banyak ditemui
posisi atau peran pada organisasi yang melakukan penggabungan
antara keduanya. Belajar dari definisi, peran, fungsi, aktivitas, dan hal-
hal lain terkait dengan PR sebaiknya sebelum menggunakan istilah PR
pada sebuah departemen, divisi atau bagian lain, perlu
dipertimbangkan apa yang menjadi harapan supaya dihasilkan oleh
departemen tersebut dan siapa yang menjadi prioritas publik dari
departemen tersebut. Karena jika tidak dilakukan upaya evaluasi
terhadapnya, tentunya ini akan berpengaruh terhadap reputasi
organisasi tersebut. Karena kesalahan penyebutan ini menandakan
ketidaktahuan mereka yang membuat departemen tersebut terhadap
konsep sesungguhnya dari PR.
Marilah kita belajar untuk mengevaluasi diri dan lebih
menajamkan apa yang menjadi tujuan dari adanya departemen
tersebut, apakah nantinya hanya mengelola hubungan dengan
konsumen saja, ataukah departemen tersebut harus mengelola
hubungan dengan semua pemangku kepentingan (stakeholders) pada
organisasi te rsebut?
Thomas L. Harris (1991) melalui bukunya yang The Marketer’s
Guide to Public Relations menawarkan sebuah solusi pemecahan dari
kerancuan ini, meskipun beliau juga menyatakan bahwa munculnya
istilah marketing public relations pada awalnya hanya digunakan untuk
menggambarkan bagaimana praktisi PR bisa mengaplikasikan
pengetahuan dan keahlian mereka untuk membantu pemasaran. Guru
besar Journalism pada Kellog School of Journalism ini kemudian
mengembangkan konsep yang se lanjutnya dikenal dengan marketing
public relations. Dengan melihat praktik PR pada kegiatan pemasaran,
Harris menyarankan agar praktisi PR memisahkan kegiatan yang
menjadi bagian dari pemasaran menjadi marketing public relations
(MPR) dan kegiatan yang menjadi bagian dari tingkat korporat menjadi
corporate public relations (CPR).
Untuk menghindari kerancuan berpikir dan berdasarkan pada
konsep Harris ini maka MPR merupakan bagian dari kegiatan
pemasaran, penanggung jawab tertingginya adalah manajer
pemasaran dan objective dari kegiatan MPR adalah mendukung
objective di bidang pemasaran. Untuk menjalankan kegiatannya,
orang-orang pemasaran bisa meminta bantuan CPR yang memang
murni di bidang PR. CPR adalah staf khsus yang berada di bawah CEO
atau direktur utama atau presiden perusahaan. Levelnya adalah level
korporat, maka di sini hubungan antara MPR dengan CPR dinyatakan
dalam garis putus-putus ke arah CPR (ke atas). Dengan menggunakan
konsep pemikiran Harris, maka tugas seorang CPR akan menjadi lebih
ringan karena sebagian pekerjaannya yang menyangkut
consumerconfidence and trust telah didelegasikan kepada bagian
pemasaran.
Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public Relations
mengungkapkan terdapat 20 ruang lingkup pekerjaan MPR yaitu
memposisikan perusahaan sebagai leader atau expert, membangun
kepercayaan konsumen, memperkenalkan produk baru, menghapus,
meluncurkan kembali produk yang sudah dewasa, mengkomunikasikan
keuntungan-keuntungan produk lama, mempromosikan cara-cara
pemakaian bagu atas produk yang sudah dikenal. Melibatkan atau
menggerakkan masyarakat terhadap produk organisasi, menjangkau
secondary markets, menekan pasar yang lemah, memperluas
jangkauan iklan, menyebarkan berita sebelum beriklan, membuat iklan
lebih ”berbunyi”, menjelaskan produt story, memperoleh publisitas
atas produk-produk yang tidak boleh diiklankan, memperoleh
pemberitaan televisi atas produk-produk yang tabu diiklankan di TV,
mengetes konsep pemasaran, mengidentifikasikan produk dengan
nama perusahaan, mendapatkan dukungan konsumen dengan
menjelaskan misi perusahaan, mendorong motivasi tenaga-tenaga
penjual, dan memperoleh dukungan dari para penyalur.
Kesimpulan
Jika demikian, apakah PR akan mati dan bermunculan istilah-
istilah baru yang hampir semuanya terkait dengan kegiatan
pemasaran dakwah? Saya rasa tidak! PR akan tetap menjadi sebuah
pendekatan utama untuk melihat bagaimana PR menjadi sebuah
wadah untuk berdakwah dikampus ataupun diluar kampus, mengelola
hubungan antara perusahaan atau departemen dengan semua
pemangku kepentingan, pengelolaan hubungan dengan beragam
publik yang memiliki keterikatan dengan organisasi. Sementara istilah-
istilah yang muncul belakangan, kebanyakan hanya menitikberatkan
aktivitas pada salah satu atau beberapa publik PR saja. Ataupun jika
muncul istilah corporate communication tetaplah pendekatan istilah
baru ini didasarkan pada konsep PR, karena corporate communication
yang dilakukan organisasi tetaplah difokuskan pada pengelolaan
hubungan dengan stakeholder melalui kegiatan komunikasi.
Demikianlah uraian singkat mengenai PR bagi sebuah lembaga dakwah kampus
atau LDK. Sebenarnya, tentang kehumasan ini ada ilmunya tersendiri. Untuk itu, tidak
ada salahnya jika LDK mengadakan pelatihan khusus tentang kehumasan/PR bagi
anggota-anggotanya. Tapi mudah-mudahan, artikel singkat ini bisa memberikan inspirasi
kepada LDK agar bisa mengatur (manajemen) dan intens dalam menjalin hubungan
komunikasi dengan berbagai pihak di luar sana. Wassalam....’’