panduan teknis pemantauan tinggi muka air · metode transfer ilmu dan teknologi, 3 ... curah hujan...
TRANSCRIPT
PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN
TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT
SISTEM TELEMETRI
Badan Restorasi GambutRepublik Indonesia
Juli 2017
“Pulihkan gambut, pulihkan kemanusiaan”
www.brg.go.id
Badan Restorasi Gambut
BRG_Indonesia
BRG_Indonesia
Badan Restorasi Gambut-BRG
Badan Restorasi Gambut-BRG
ISBN 978-602-61026-1-4
9 786026 102614
ISBN: 978-602-61026-1-4
Badan Restorasi GambutRepublik Indonesia
PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN
TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT
SISTEM TELEMETRI
Editor:Dr. Haris Gunawan
Dr. Bambang SetiadiAbdul Karim Mukharomah, S.E. ME
Penulis:Dr. Albertus Sulaiman
Dr. Eli Nur Nirmala SariDr. Asmadi Saad
ISBN: 978-602-61026-1-4
PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN
TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT
SISTEM TELEMETRI
Diterbitkan oleh:Badan Restorasi Gambut
Republik IndonesiaGedung Sekretariat Negara Lantai 2,
Jl Teuku Umar 10, Jakarta Pusat, DKI Jakarta IndonesiaTel. : 021 319 012608 | Email : [email protected]
KATA PENGANTAR
Restorasi kesatuan hidrologis gambut membutuhkan berbagai pengetahuan dan teknologi, karena gambut adalah suatu ekosistem yang terdiri dari komponen gambut, air dan tumbuhan. Pendekatan pengetahuan dan teknologi meliputi tiga aspek utama yaitu pembasahan gambut, penanaman dan peningkatan mata pencaharian masyarakat. Apapun sistem yang digunakan, tujuannya adalah sama, yakni membuat lahan gambut tidak menjadi rawan terbakar dan dibakar, sekaligus mengurangi resiko kerusakan gambut lebih lanjut yang berakibat pada hilang atau punahnya ekosistem rawa gambut. Dalam pemantauan lahan gambut, diperlukan informasi mengenai kondisi lahan gambut secara waktu nyata (real time) sehingga lahan gambut dapat terpantau secara berkala dan dalam waktu nyata. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dipermudah dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, yakni dengan menggunakan alat pemantau tinggi muka air (TMA) sistem telemetri.
Badan Restorasi Gambut telah menggunakan alat pemantau TMA sistem telemetri ini di beberapa wilayah yang menjadi target restorasi. Untuk dapat menerapkan sistem ini ke wilayah yang lebih luas, maka perlu dilakukan pelatihan bagi para pemangku kepentingan dan pihak swasta yang berkompeten terhadap kegiatan pengelolaan pada lahan gambut. Untuk itu, BRG menyusun Buku Panduan Teknis ini, dengan harapan agar dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan alat pemantau TMA sistem telemetri
Diterbitkan oleh:Badan Restorasi Gambut
Republik IndonesiaGedung Sekretariat Negara Lantai 2,
Jl Teuku Umar 10, Jakarta Pusat, DKI Jakarta IndonesiaTel. : 021 319 012608 | Email : [email protected]
KATA PENGANTAR
iiiPANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
pada lahan gambut oleh berbagai pemangku kepentingan, terutama sebagai upaya membangun sistem peringatan dini terhadap resiko terjadinya kebakaran serta memantau dampak restorasi gambut terhadap parameter tinggi muka airnya.
Namun demikian, Buku Panduan Teknis ini akan terus diperbaiki disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan dinamika yang terjadi di lapangan. Semoga Buku Panduan Teknis ini dapat bermanfaat sebagaimana diharapkan.
Jakarta, 6 Juli 2017
Tim Penulis
iv PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR, iii
DAFTAR ISI, v
DAFTAR GAMBAR, vii
BAB 1. PENDAHULUAN, 1Tujuan dan Manfaat, 3Kelompok Sasaran, 3Metode Transfer Ilmu dan Teknologi, 3
BAB 2. TINGGI MUKA AIR (TMA) LAHAN GAMBUT, 4
BAB 3. INSTRUMENTASI TINGGI MUKA AIR (TMA), 7
BAB 4. METODE PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI, 15
BAB 5. TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DATA TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI, 20
1. Teknik Pemantauan Lapangan Tinggi Muka Air (TMA), 212. Pengolahan Data Tinggi Muka Air (TMA), 233. Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri, 254. Ekstrapolasi Analisis TMA Hasil Pengukuran Lapangan
dengan Telemetri, 27
vPANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
BAB 6. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA TELEMETRI, 1. Akuisisi Data, 292. Mengunduh Data dari Server, 293. Mengecek Kualitas dan Koreksi Data, 304. Pengolahan Data, 305. Analisis Data, 31
BAB 7. PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT, 38
DAFTAR PUSTAKA, 45
vi PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 1. Keterkaitan TMA dengan ekosistem rawa gambut, 5
Gambar 2. Pengamatan hubungan antara permukaan air dan curah hujan di Laboratorium Alam Hutan Gambut Tropika, Palangka Raya sejak tahun 1983, 6
Gambar 3. Pengukuran TMA dengan menggunakan sensor tekanan, 9
Gambar 4. Kondisi suatu pengukuran, 14
Gambar 5. Sistem pengukuran TMA lahan gambut secara telemetri, 16
Gambar 6. Lokasi pemantauan lapangan 21
Gambar 7. Pengukuran kedalaman tinggi muka air 22
Gambar 8. Perubahan TMA Hutan Lindung Gambut Sei. Buluh, 23
Gambar 9. Perubahan TMA kebun kelapa sawit, 24
Gambar 10. Perubahan TMA HTI Acasia, 24
Gambar 11. Hasil TMA Lokasi Jambi, 25
Gambar 12. Hasil TMA Lokasi Jambi, 25
DAFTAR GAMBAR
viiPANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 13. Hasil TMA Lokasi Jambi, 26
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA, 26
Gambar 15. Perbandingan data SESAME dan pipa pantau, 27
Gambar 16. Plot data tinggi muka air dalam deret waktu, 32
Gambar 17. Analisis spektrum dari data tinggi muka air, 33
Gambar 18. Konsep aplikasi filter Kalman untuk estimasi tinggi muka air, 34
Gambar 19. Hasil prediksi TMA dengan Filter Kalman, 38
Gambar 20. Citra kelembaban tanah yang diperoleh dari pengolahan citra SAR untuk wilayah kabupaten Siak, Provinsi Riau, 43
Gambar 21. Croping suatu daerah dengan kondisi tutupan lahan seragam, 43
Gambar 22. TMA estimasi hasil model Tsuji, 44
viii PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
PENDAHULUANBAB 1.
Sekitar 50% lahan gambut tropis di seluruh dunia berada di Indonesia, yakni memiliki luas sekitar 15 juta hektar. Lahan gambut terdiri dari bahan organik yang terakumulasi dalam
keadaan jenuh air sehingga lahan gambut merupakan penyimpan karbon yang sangat besar. Keseluruhan gambut dan mineral yang dibentuk diantara dua sungai sering dinamakan kesatuan hidrologi gambut (KHG) berfungsi sebagai kawasan penampung dan pengatur tata air, penyimpan karbon serta daerah tempat tumbuhnya keanakeragaman hayati. Komponen penyusun utama gambut adalah air sehingga tata kelola air merupakan syarat mutlak dalam mengelola baik untuk manfaat ekonomi maupun mempertahankan jasa lingkungan di lahan gambut.
Salah satu parameter kunci dalam pengelolaan lahan gambut adalah air, yang dinyatakan dalam besaran tinggi muka air (TMA) lahan gambut. Naik turunnya TMA dari suatu lahan gambut berkaitan erat dengan dekomposisi material penyusun gambut, kondisi tutupan dan hidrologisnya. Selain itu faktor eksternal seperti dinamika curah hujan dan intensitas sinar matahari. Pada saat TMA turun, maka dekomposisi gambut meningkat dan akan melepaskan karbon ke atmosfer. Disamping itu, keadaan gambut akan menjadi kering dan berperan sebagai ‘bahan yang siap dibakar ataupun terbakar’ sehingga daerah tersebut menjadi rawan kebakaran. Pemerintah Indonesia, telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah No 57 tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, terutama kewajiban mempertahankan TMA pada tingkat 40 cm.
2 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari disusunnya Buku Panduan Teknis ini adalah untuk membangun pemahaman mengenai pentingnya melakukan pemantauan terhadap TMA, menjaga TMA agar tetap pada tingkat aman terhadap lahan gambut, dan transfer pengetahuan serta teknologi pengukuran TMA, pengolahan data dan analisisnya. Manfaat yang diharapkan dari buku panduan ini adalah semakin siapnya para pihak dalam pemantauan lahan gambut menggunakan sistem telemetri dan citra landsat dimasa akan datang.
KELOMPOK SASARAN
Buku Panduan Teknis ini ditujukan kepada para pemangku kepentingan yang berkompeten terhadap kegiatan pemantauan TMA sistem telemetri.
METODE TRANSFER ILMU DAN TEKNOLOGI
Buku Panduan Teknis ini berisikan pengenalan karakteristik gambut dan lahan gambut, pengenalan alat pengukuran TMA sistem telemetri, pengolahan dan analisis data TMA serta pemantauan TMA dengan teknologi satelit. Dalam Buku Panduan Teknis ini, pelaksanaan transfer ilmu dan teknologi dilakukan melalui pelatihan dalam bentuk pemaparan materi diskusi dan praktek langsung dilapangan.
***
3PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
TINGGI MUKA AIR (TMA) LAHAN GAMBUT
BAB 2.
TINGGI MUKA AIR (TMA) LAHAN GAMBUT
emantauan tinggi muka air (TMA) lahan gambut harus dilakukan dalam suatu kerangka untuk melaksanakan restorasi gambut (Gambar 1). Pemantauan TMA pada
lahan gambut sangat penting untuk dilakukan karena sasaran utama kegiatan restorasi lahan gambut pada dasarnya adalah menjaga gambut agar tetap basah. Oleh karena itu, kebasahan gambut harus dipantau sepanjang tahun secara terus menerus. Interelasi Gambut Tropika
CadanganKarbon
Air
Gambut Tanaman
Gambar 1. Keterkaitan TMA dengan ekosistem rawa gambut
(Sumber: Gunawan, 2016)
Buku panduan teknis ini difokuskan untuk mengetahui interelasi gambut tropika, dengan fokus utama utama sebagai berikut.
Air
a. Permukaan lahan gambut.
b. Di dalam gambut.
c. Volume curah hujan di lahan gambut.
P
Gambar 1. Keterkaitan TMA dengan ekosistem rawa gambut(Sumber: Gunawan; 2016)
TINGGI MUKA AIR (TMA) LAHAN GAMBUT
emantauan tinggi muka air (TMA) lahan gambut harus dilakukan dalam suatu kerangka untuk melaksanakan restorasi gambut (Gambar 1). Pemantauan TMA pada
lahan gambut sangat penting untuk dilakukan karena sasaran utama kegiatan restorasi lahan gambut pada dasarnya adalah menjaga gambut agar tetap basah. Oleh karena itu, kebasahan gambut harus dipantau sepanjang tahun secara terus menerus. Interelasi Gambut Tropika
CadanganKarbon
Air
Gambut Tanaman
Gambar 1. Keterkaitan TMA dengan ekosistem rawa gambut
(Sumber: Gunawan, 2016)
Buku panduan teknis ini difokuskan untuk mengetahui interelasi gambut tropika, dengan fokus utama utama sebagai berikut.
Air
a. Permukaan lahan gambut.
b. Di dalam gambut.
c. Volume curah hujan di lahan gambut.
P
TINGGI MUKA AIR (TMA) LAHAN GAMBUT
emantauan tinggi muka air (TMA) lahan gambut harus dilakukan dalam suatu kerangka untuk melaksanakan restorasi gambut (Gambar 1). Pemantauan TMA pada
lahan gambut sangat penting untuk dilakukan karena sasaran utama kegiatan restorasi lahan gambut pada dasarnya adalah menjaga gambut agar tetap basah. Oleh karena itu, kebasahan gambut harus dipantau sepanjang tahun secara terus menerus. Interelasi Gambut Tropika
CadanganKarbon
Air
Gambut Tanaman
Gambar 1. Keterkaitan TMA dengan ekosistem rawa gambut
(Sumber: Gunawan, 2016)
Buku panduan teknis ini difokuskan untuk mengetahui interelasi gambut tropika, dengan fokus utama utama sebagai berikut.
Air
a. Permukaan lahan gambut.
b. Di dalam gambut.
c. Volume curah hujan di lahan gambut.
P
Tumbuhan
5PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Tanaman
a. Tanaman pada kawasan hutan.
b. Tanaman perkebunan.
c. Tanaman sisa terbakar.
Gambut
a. Kubah. b. Non kubah.
Sebagai salah satu contoh kegiatan pemantauan TMA lahan gambut yang pernah dilakukan di Indonesia, untuk melakukan pemantauan kebasahan lahan gambut maka dilakukan pengukuran parameter utama, yaitu pengukuran dinamika air pada lahan gambut sebagai fungsi dari curah hujan. Pemantauan ini dilakukan di kawasan Laboratorium Alam Hutan Gambut di Sungai Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pengukuran ini telah dilakukan sejak tahun 1993. Dari hasil pengamatan tersebut, hubungan antara TMA pada lahan gambut dan dinamika curah hujan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Pengamatan hubungan antara permukaan air dan curah hujan di Laboratorium Alam Hutan Gambut Tropika, Palangka Raya
sejak tahun 1983 (Sumber: Takahashi, 2016)
Tanaman
a. Tanaman pada kawasan hutan.
b. Tanaman perkebunan.
c. Tanaman sisa terbakar.
Gambut
a. Kubah. b. Non kubah.
Sebagai salah satu contoh kegiatan pemantauan TMA lahan gambut yang pernah dilakukan di Indonesia, untuk melakukan pemantauan kebasahan lahan gambut maka dilakukan pengukuran parameter utama, yaitu pengukuran dinamika air pada lahan gambut sebagai fungsi dari curah hujan. Pemantauan ini dilakukan di kawasan Laboratorium Alam Hutan Gambut di Sungai Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pengukuran ini telah dilakukan sejak tahun 1993. Dari hasil pengamatan tersebut, hubungan antara TMA pada lahan gambut dan dinamika curah hujan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Pengamatan hubungan antara permukaan air dan curah hujan di Laboratorium Alam Hutan Gambut Tropika, Palangka Raya
sejak tahun 1983 (Sumber: Takahashi, 2016) Gambar 2. Pengamatan hubungan antara permukaan air dan curah hujan di Laboratorium Alam Hutan Gambut Tropika, Palangka Raya sejak tahun 1983
(Sumber: Takahashi; 2016)
***
6 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
INSTRUMENTASI TINGGI MUKA AIR (TMA)
BAB 3.
INSTRUMENTASI TINGGI MUKA AIR (TMA) eknologi pengukuran TMA secara telemetri bentuknya adalah sederhana, yakni menggunakan sumber energi matahari dan ‘data logger dan transmitter’ yang
dikemas dalam suatu kotak yang kedap air. Kabel-‐kabel disimpan dalam tabung yang proses instalasinya sederhana dan cepat. Data dikirimkan dari alat pemantau melalui sistem komunikasi, baik GSM, USSD, atau lainnya ke pusat data yang disebut server. Data ditampilkan dalam bentuk web GIS sehingga dapat digunakan secara langsung dan mudah oleh pengguna.
Sensor Alat ini diwajibkan agar memiliki sensor untuk mengukur:
� Tinggi muka air (TMA). � Kelembapan tanah gambut. � Curah hujan. � Suhu dan kelembapan udara. � Arah dan kecepatan angin.
a. Tinggi Muka Air Pada dasarnya pengukuran tinggi muka air adalah pengukuran posisi permukaan tebal air terhadap suatu acuan (permukaan tanah). Pengukuran dilakukan dalam satuan cm. Penggambaran akuisisi data TMA dinyatakan dalam gambar berikut ini.
T
Sensor
8 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 3. Pengukuran TMA dengan menggunakan sensor tekanan
Spesifikasi sensor tekanan, yaitu sebagai berikut.
� Dapat beroperasi pada suhu 0–60o C. � Rank pengukuran minimal 0–3 m (0-‐30 KPa)
dengan akurasi ±0,05% FS. � Fluktuasi tekanan harus <10cm.
b. Kelembapan Gambut Kelembapan gambut diukur oleh sensor kelembapan yaitu suatu sensor untuk mendeteksi kandungan atau intensitas air di dalam gambut. Pada umumnya sensor ini terdiri atas tiga paku konduktor berbahan logam yang sensitif terhadap muatan listrik. Ketiganya mempunyai fungsi untuk input tegangan,
Gambar 3. Pengukuran TMA dengan menggunakan sensor tekanan
Gambar 3. Pengukuran TMA dengan menggunakan sensor tekanan
Spesifikasi sensor tekanan, yaitu sebagai berikut.
� Dapat beroperasi pada suhu 0–60o C. � Rank pengukuran minimal 0–3 m (0-‐30 KPa)
dengan akurasi ±0,05% FS. � Fluktuasi tekanan harus <10cm.
b. Kelembapan Gambut Kelembapan gambut diukur oleh sensor kelembapan yaitu suatu sensor untuk mendeteksi kandungan atau intensitas air di dalam gambut. Pada umumnya sensor ini terdiri atas tiga paku konduktor berbahan logam yang sensitif terhadap muatan listrik. Ketiganya mempunyai fungsi untuk input tegangan,
9PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
data, dan ground. Tegangan ini akan diubah dalam bentuk kandungan air gambut. Spesifikasi sensor kelembapan, yaitu sebagai berikut.
� Akurasi ±3%. � Rangke 0–100%. � Salinity error ± 5%. � Temperatur operasi 0–60o C.
c. Curah Hujan Parameter penting yang harus diukur adalah curah hujan karena terkait dengan sumber air di lahan gambut. Curah hujan diukur dengan rain gauge. Rain gauge terdiri atas beberapa tipe. Spesifikasi rain gauge, yaitu sebagai berikut.
� Sensitivitas 0,2 mm atau 0,1 mm per tip. � Rangke operasi 0–2.000 mm/jam (0,5 mm tip). � Akurasi 98% pada 20 mm/jam.
d. Parameter Cuaca Selain curah hujan maka instrumen juga harus dilengkapi dengan parameter cuaca, yaitu arah dan kecepatan angin, suhu, dan kelembapan udara. Ketiganya ini biasanya merupakan bagian dari automatic weather station (AWS) system. Spesifikasi sensor tersebut adalah sebagai berikut. Temperatur
� Prinsip NTC. � Rang pengukuran -‐10–60o C. � Akurasi ±0,2 oC.
Kelembapan Udara
10 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
� Prinsip Kapasitansi. � Rang pengukuran 0–100% RH. � Akurasi ±2% RH.
Arah dan Kecepatan angin � Prinsip Ultrasonic. � Rang arah angin 0–359,9o. � Rang kecepatan angin 0–60 m/s. � Akurasi arah angin ±3o. � Akurasi kecepatan angin ±0,3 m/s.
Sistem Telemetri Proses pengambilan sampling oleh sensor mempunyai interval perekaman 10 menit dengan pengiriman setiap 1 jam. Data harus dapat dikirimkan secara terus menerus, dan data aktual tersebut secara otomatis disimpan pada media penyimpanan yang terpasang pada data logger atau data dikirimkan secara otomatis menuju server. Pada bagian konfigurasi perangkat data logger terdapat dua pilihan mode pengiriman data menuju server, yaitu pengiriman dengan menggunakan SMS (Short Messaging Service) atau GPRS (General Packet Radio Service). Jika pengiriman data menggunakan protokol SMS maka data per satu jam akan dikumpulkan terlebih dahulu dan baru akan dikirimkan menuju server setiap hari. Cara ini dilakukan untuk menghemat biaya pengiriman data melalui layanan SMS. Sementara itu, jika pengiriman data melalui GPRS, data tersebut akan langsung dikirimkan menuju server. Untuk daerah yang tidak tercakup sinyal GSM dapat menggunakan modul gelombang mikro (WiFi) atau gelombang radio.
data, dan ground. Tegangan ini akan diubah dalam bentuk kandungan air gambut. Spesifikasi sensor kelembapan, yaitu sebagai berikut.
� Akurasi ±3%. � Rangke 0–100%. � Salinity error ± 5%. � Temperatur operasi 0–60o C.
c. Curah Hujan Parameter penting yang harus diukur adalah curah hujan karena terkait dengan sumber air di lahan gambut. Curah hujan diukur dengan rain gauge. Rain gauge terdiri atas beberapa tipe. Spesifikasi rain gauge, yaitu sebagai berikut.
� Sensitivitas 0,2 mm atau 0,1 mm per tip. � Rangke operasi 0–2.000 mm/jam (0,5 mm tip). � Akurasi 98% pada 20 mm/jam.
d. Parameter Cuaca Selain curah hujan maka instrumen juga harus dilengkapi dengan parameter cuaca, yaitu arah dan kecepatan angin, suhu, dan kelembapan udara. Ketiganya ini biasanya merupakan bagian dari automatic weather station (AWS) system. Spesifikasi sensor tersebut adalah sebagai berikut. Temperatur
� Prinsip NTC. � Rang pengukuran -‐10–60o C. � Akurasi ±0,2 oC.
Kelembapan Udara � Prinsip Kapasitansi. � Rang pengukuran 0–100% RH. � Akurasi ±2% RH.
Arah dan Kecepatan angin � Prinsip Ultrasonic. � Rang arah angin 0–359,9o. � Rang kecepatan angin 0–60 m/s. � Akurasi arah angin ±3o. � Akurasi kecepatan angin ±0,3 m/s.
Sistem Telemetri Proses pengambilan sampling oleh sensor mempunyai interval perekaman 10 menit dengan pengiriman setiap 1 jam. Data harus dapat dikirimkan secara terus menerus, dan data aktual tersebut secara otomatis disimpan pada media penyimpanan yang terpasang pada data logger atau data dikirimkan secara otomatis menuju server. Pada bagian konfigurasi perangkat data logger terdapat dua pilihan mode pengiriman data menuju server, yaitu pengiriman dengan menggunakan SMS (Short Messaging Service) atau GPRS (General Packet Radio Service). Jika pengiriman data menggunakan protokol SMS maka data per satu jam akan dikumpulkan terlebih dahulu dan baru akan dikirimkan menuju server setiap hari. Cara ini dilakukan untuk menghemat biaya pengiriman data melalui layanan SMS. Sementara itu, jika pengiriman data melalui GPRS, data tersebut akan langsung dikirimkan menuju server. Untuk daerah yang tidak tercakup sinyal GSM dapat menggunakan modul gelombang mikro (WiFi) atau gelombang radio.
Sistem Telemetri
11PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Format Data Data harus dapat disimpan dalam format csv dengan interval pengambilan data tiap 1 jam.
Standar Penempatan Instrumen TMA Pilih lokasi di lapangan yang sudah ditetapkan untuk pengukuran dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Memastikan bahwa lokasi harus dapat diakses secara fisik dan secara hukum diperbolehkan untuk dilakukan instalasi sistem alat pemantau TMA dan pemeliharaannya.
b. Memastikan agar cakupan jaringan/GPRS/Q-‐CDMA GSM tersedia (karena sistem ini mentransmisikan data dengan jaringan selular). Jika tidak ada jaringan ini, maka akan digunakan sistem jaringan radio.
c. Apabila jangkauan jaringan tidak tersedia di permukaan tanah, maka antena dapat dipasang untuk menangkap sinyal.
d. Menetapkan lokasi yang mewakili berbagai jenis kondisi lahan gambut yang telah ditentukan oleh BRG.
e. Memastikan bahwa lokasi pemasangan tersebut aman dari potensi pencurian alat.
Metode Perhitungan Penentuan Akurasi Pengukuran Peralatan atau instrumen pengukuran TMA harus diuji dahulu akurasi dari data yang dihasilkan, hal ini diperlukan supaya data yang diterima dapat dipertanggung jawabkan. Akurasi atau ketepatan dari suatu pengukuran adalah kedekatan dari nilai yang dihasilkan dari suatu pengukuran
Format Data
Standar Penempatan Instrumen TMA
Metode Perhitungan Penentuan Akurasi Pengukuran
12 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
dengan nilai yang sebenarnya. Nilai akurasi biasanya dinyatakan dalam persentase sebagai berikut. …………………………(1) Catatan: tanda dua garis lurus menyatakan nilai mutlak.
Nilai akurasi yang dinyatakan dalam persamaan-‐1 adalah
menghitung akurasi berdasarkan nilai yang terukur di lapangan. Biasaya dalam sebuah instrumen akan mengklaim suatu tingkat akurasi yang dinyatakan dalam persentase lebar rentang skala penuh. Misalnya, suatu alat ukur tekanan tertulis akurasi ±500 Pa.
Di samping akurasi maka instrumen TMA juga harus presisi, yaitu kemampuan suatu alat ukur untuk mampu memberikan pembacaan yang sama ketika pengukuran dilakukan secara berulang-‐ulang beberapa kali dengan kondisi yang sama. Jadi secara sederhana presisi menggambarkan seberapa dekat nilai-‐nilai hasil pengukuran antara satu dengan yang lain dalam suatu pengukuran yang berulang. Arti lainnya presisi yaitu menggambarkan tingkat ketelitian suatu instrumen. Angka ini juga sering disebut sebagai ketidakpastian. Ketidakpastian alat ukur menyatakan tingkat presisi atau ‘stabilitas’ suatu alat yang dinyatakan dalam ±0,001 dan sebagainya.
Kondisi pengukuran yang presisi dan akurat diberikan sebagai berikut.
%100yaSesungguhn Nilai
Terukur Nilai -ya Sesungguhn Nilai Akurasi ×=
dengan nilai yang sebenarnya. Nilai akurasi biasanya dinyatakan dalam persentase sebagai berikut. …………………………(1) Catatan: tanda dua garis lurus menyatakan nilai mutlak.
Nilai akurasi yang dinyatakan dalam persamaan-‐1 adalah
menghitung akurasi berdasarkan nilai yang terukur di lapangan. Biasaya dalam sebuah instrumen akan mengklaim suatu tingkat akurasi yang dinyatakan dalam persentase lebar rentang skala penuh. Misalnya, suatu alat ukur tekanan tertulis akurasi ±500 Pa.
Di samping akurasi maka instrumen TMA juga harus presisi, yaitu kemampuan suatu alat ukur untuk mampu memberikan pembacaan yang sama ketika pengukuran dilakukan secara berulang-‐ulang beberapa kali dengan kondisi yang sama. Jadi secara sederhana presisi menggambarkan seberapa dekat nilai-‐nilai hasil pengukuran antara satu dengan yang lain dalam suatu pengukuran yang berulang. Arti lainnya presisi yaitu menggambarkan tingkat ketelitian suatu instrumen. Angka ini juga sering disebut sebagai ketidakpastian. Ketidakpastian alat ukur menyatakan tingkat presisi atau ‘stabilitas’ suatu alat yang dinyatakan dalam ±0,001 dan sebagainya.
Kondisi pengukuran yang presisi dan akurat diberikan sebagai berikut.
%100yaSesungguhn Nilai
Terukur Nilai -ya Sesungguhn Nilai Akurasi ×=
Catatan: tanda dua garis lurus menyatakan nilai mutlak.
dengan nilai yang sebenarnya. Nilai akurasi biasanya dinyatakan dalam persentase sebagai berikut. …………………………(1) Catatan: tanda dua garis lurus menyatakan nilai mutlak.
Nilai akurasi yang dinyatakan dalam persamaan-‐1 adalah
menghitung akurasi berdasarkan nilai yang terukur di lapangan. Biasaya dalam sebuah instrumen akan mengklaim suatu tingkat akurasi yang dinyatakan dalam persentase lebar rentang skala penuh. Misalnya, suatu alat ukur tekanan tertulis akurasi ±500 Pa.
Di samping akurasi maka instrumen TMA juga harus presisi, yaitu kemampuan suatu alat ukur untuk mampu memberikan pembacaan yang sama ketika pengukuran dilakukan secara berulang-‐ulang beberapa kali dengan kondisi yang sama. Jadi secara sederhana presisi menggambarkan seberapa dekat nilai-‐nilai hasil pengukuran antara satu dengan yang lain dalam suatu pengukuran yang berulang. Arti lainnya presisi yaitu menggambarkan tingkat ketelitian suatu instrumen. Angka ini juga sering disebut sebagai ketidakpastian. Ketidakpastian alat ukur menyatakan tingkat presisi atau ‘stabilitas’ suatu alat yang dinyatakan dalam ±0,001 dan sebagainya.
Kondisi pengukuran yang presisi dan akurat diberikan sebagai berikut.
%100yaSesungguhn Nilai
Terukur Nilai -ya Sesungguhn Nilai Akurasi ×=
13PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
tidak presisi, tidak akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
tidak presisi, akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
presisi, tidak akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
presisi, akurat
Gambar 4. Kondisi suatu pengukuran
Tingkat presisi suatu alat ukur dapat diuji dengan cara
pengukuran secara berulang dan alat ukur yang tidak presisi pada umumnya berasal dari cara pengukuran yang keliru. Sementara itu, akurasi diuji dengan pengukuran berbagai metode dan yang tidak akurasi umumnya berasal dari kesalahan prosedur pembuatan alat atau kerusakan alat. Prioritas utama yang harus dicapai dalam pengukuran adalah menghasilkan suatu pengukuran yang tepat (akurat) karena ketelitian (precision) tanpa ketepatan (accuracy) hanya akan menyesatkan (misleading) (Wildian, 2010).
Gambar 4. Kondisi suatu pengukuran
***
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
tidak presisi, tidak akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
tidak presisi, akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
presisi, tidak akurat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 104
6
8
10
12
14
16
waktu
Amp
presisi, akurat
Gambar 4. Kondisi suatu pengukuran
Tingkat presisi suatu alat ukur dapat diuji dengan cara
pengukuran secara berulang dan alat ukur yang tidak presisi pada umumnya berasal dari cara pengukuran yang keliru. Sementara itu, akurasi diuji dengan pengukuran berbagai metode dan yang tidak akurasi umumnya berasal dari kesalahan prosedur pembuatan alat atau kerusakan alat. Prioritas utama yang harus dicapai dalam pengukuran adalah menghasilkan suatu pengukuran yang tepat (akurat) karena ketelitian (precision) tanpa ketepatan (accuracy) hanya akan menyesatkan (misleading) (Wildian, 2010).
14 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
METODE PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR (TMA)
SISTEM TELEMETRI
BAB 4.
METODE PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
eknologi pengukuran TMA secara telemetri bentuknya sederhana, yakni menggunakan sumber energi matahari serta ‘data logger dan transmitter’ yang
dikemas dalam suatu kotak kedap air. Kabel-‐kabel disimpan dalam tabung, yang proses instalasinya adalah sederhana dan cepat. Data dikirimkan dari alat pemantau melalui sistem komunikasi, baik GSM, USSD, atau lainnya ke pusat data yang disebut server. Data ditampilkan dalam bentuk web GIS sehingga dapat digunakan secara langsung dan mudah oleh pengguna. Sistem tersebut dijelaskan pada Gambar 5.
T
Gambar 5. Sistem pengukuran TMA lahan gambut secara telemetri
METODE PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
eknologi pengukuran TMA secara telemetri bentuknya sederhana, yakni menggunakan sumber energi matahari serta ‘data logger dan transmitter’ yang
dikemas dalam suatu kotak kedap air. Kabel-‐kabel disimpan dalam tabung, yang proses instalasinya adalah sederhana dan cepat. Data dikirimkan dari alat pemantau melalui sistem komunikasi, baik GSM, USSD, atau lainnya ke pusat data yang disebut server. Data ditampilkan dalam bentuk web GIS sehingga dapat digunakan secara langsung dan mudah oleh pengguna. Sistem tersebut dijelaskan pada Gambar 5.
T
Gambar 5. Sistem pengukuran TMA lahan gambut secara telemetri Gambar 5. Sistem pengukuran TMA lahan gambut secara telemetri
16 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Alat pemantau TMA dapat dibuat secara mandiri oleh swasta ataupun unit kecil mandiri (UKM) dengan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh BRG. Alat ini diwajibkan memiliki sensor untuk mengukur:
� Tinggi muka air (TMA).
� Kelembapan tanah gambut (dipasang 10 cm di bawah permukaan lahan gambut).
� Curah hujan.
� Suhu dan kelembapan udara.
TMA diukur melalui langkah-‐langkah sebagai berikut.
Langkah 1. Siapkan peralatan untuk pengukuran lapangan
1. Daftar minimal peralatan yang diperlukan untuk bidang pengukuran TMA.
2. TMA harus disesuaikan berdasarkan kondisi lapangan.
3. Peralatan alat pemantau TMA (water logger) sistem telemetri.
4. Kartu SIM untuk jaringan seluler.
5. Komputer laptop dengan modem internet.
6. Pipa besi. 7. Pipa PVC. 8. ‘Eijkelkamp auger’ gambut untuk membuat lubang PVC.
9. GPS. 10. Kompas.
11. Pita pengukur.
17PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Langkah 2. Pilih lokasi untuk pengukuran lapangan
Pilih lokasi di lapangan yang sudah ditetapkan untuk pengukuran dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Memastikan bahwa lokasi harus dapat diakses secara fisik dan secara hukum diperbolehkan untuk dilakukan instalasi sistem alat pemantau TMA dan pemeliharaannya.
2. Memastikan agar cakupan jaringan/GPRS/Q-‐CDMA GSM tersedia (karena sistem ini mentransmisikan data dengan jaringan selular). Jika tidak ada jaringan ini, maka akan digunakan sistem jaringan radio.
3. Apabila jangkauan jaringan tidak tersedia di permukaan tanah, maka antena dapat dipasang untuk menangkap sinyal.
4. Menetapkan lokasi yang mewakili berbagai jenis kondisi lahan gambut yang telah ditentukan oleh BRG, dan dengan pertimbangan tertentu BRG dapat berkoordinasi dengan lembaga lainnya.
5. Memastikan bahwa lokasi pemasangan tersebut aman dari potensi pencurian alat.
Langkah 3. Pasang sistem water logger di lokasi yang dipilih
1. Mengukur kedalaman gambut di lokasi yang dipilih untuk instalasi alat pemantau TMA sistem telemetri.
2. Memasang besi ke tanah mineral di bawah lapisan gambut sehingga pipa tetap stabil.
3. Membuat platform logam atau PVC untuk menghindari alat sensor terkena hujan. Platform logam harus ditempatkan cukup tinggi sehingga bebas dari potensi kerusakan banjir.
4. Membuat lubang dengan diameter 0,5 cm di pipa PVC.
18 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Pipa berfungsi sebagai pengukur air.
5. Memasang alat pemantau pada pipa besi atau PVC. Panel surya yang terdapat pada kotak harus diarahkan ke sinar matahari.
6. Memasang sensor curah hujan dan sensor lain yang dianggap perlu pada platform.
7. Memasang sensor logger air ke dalam pipa PVC.
8. Memasang pipa besi hingga ke tanah mineral melalui lapisan gambut.
Setelah alat terpasang, maka alat diuji dengan seperangkat laptop untuk menguji transmisi data dan lain sebagainya. Interval pengukuran dapat dipilih sesuai peruntukan. Biasanya untuk keperluan pengelolaan lahan, maka interval pengukuran selang satu hari sudah dianggap memadai. Akan tetapi, untuk keperluan early warning system (EWS) kerentanan terhadap bahaya kebakaran, maka dianjurkan agar menggunakan interval pengukuran selang waktu sepuluh menit.
Langkah 2. Pilih lokasi untuk pengukuran lapangan
Pilih lokasi di lapangan yang sudah ditetapkan untuk pengukuran dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Memastikan bahwa lokasi harus dapat diakses secara fisik dan secara hukum diperbolehkan untuk dilakukan instalasi sistem alat pemantau TMA dan pemeliharaannya.
2. Memastikan agar cakupan jaringan/GPRS/Q-‐CDMA GSM tersedia (karena sistem ini mentransmisikan data dengan jaringan selular). Jika tidak ada jaringan ini, maka akan digunakan sistem jaringan radio.
3. Apabila jangkauan jaringan tidak tersedia di permukaan tanah, maka antena dapat dipasang untuk menangkap sinyal.
4. Menetapkan lokasi yang mewakili berbagai jenis kondisi lahan gambut yang telah ditentukan oleh BRG, dan dengan pertimbangan tertentu BRG dapat berkoordinasi dengan lembaga lainnya.
5. Memastikan bahwa lokasi pemasangan tersebut aman dari potensi pencurian alat.
Langkah 3. Pasang sistem water logger di lokasi yang dipilih
1. Mengukur kedalaman gambut di lokasi yang dipilih untuk instalasi alat pemantau TMA sistem telemetri.
2. Memasang besi ke tanah mineral di bawah lapisan gambut sehingga pipa tetap stabil.
3. Membuat platform logam atau PVC untuk menghindari alat sensor terkena hujan. Platform logam harus ditempatkan cukup tinggi sehingga bebas dari potensi kerusakan banjir.
4. Membuat lubang dengan diameter 0,5 cm di pipa PVC.
***
19PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DATA
TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
BAB 5.
TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DATA TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
1. Teknik Pemantauan Lapangan Tinggi Muka Air (TMA)
Alat yang digunakan adalah pipa (sumur pantau), rambu ukur, meteran, tongkat ukur, alat tulis, serta peralatan lain yang dibutuhkan di lapangan. Penentuan plot harus mempertimbangkan penggunaan lahan (areal lindung, hutan sekunder, HTI, perkebunan, dan pertanian), sistem kanal, dan bloking kanal. Lokasi pemantauan harus terkoreksi dengan peta kerja penentuan titik pengamatan (suatu KHG atau sub KHG atau suatu sistem pengelolaan air).
Pengukuran Kedalaman Tinggi Muka Air Pada masing-‐masing titik pengamatan di lokasi terpilih dilakukan pemasangan sumur pantau dari pipa paralon
Gambar 6. Lokasi pemantauan lapangan Gambar 6. Lokasi pemantauan lapangan
berdiameter 2 inci dengan panjang sesuai dengan kedalaman gambut pada titik tersebut dan dilebihkan 50 cm. Pada kedua ujung pipa diberikan penutup dan pada batangan pipa diberikan lubang kecil. Untuk memudahkan pemasangan pipa dilakukan pengeboran dengan menggunakan bor gambut, lalu pipa paralon dibenamkan secara vertikal hingga pipa paralon tinggal 50 cm di atas permukaan gambut. Pada pipa yang telah terpasang, terlebih dahulu diberikan pengaman berupa kawat kasa. Pengukuran tinggi muka air tanah dilakukan pada tiap-‐tiap titik pengamatan yang telah dipasang pipa dengan cara memasukan tongkat ukur ke dalam pipa hingga mencapai batas permukaan air (ditandai dengan tongkat ukur yang basah). Kemudian bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa diberikan tanda. Kedalaman muka air tanah ditentukan dengan cara mengukur panjang bagian tongkat yang kering di atas bagian yang basah sampai bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa dan dikurangi 50 cm. Pipa dipasang pada titik pengamatan yang terletak di masing masing tutupan lahan dan sistem kanal yang berbeda.
Untuk memperoleh gambaran dinamika elevasi muka air tanah pada saluran dilakukan dengan menggunakan data dari SESAME (MAT, CH, T) atau water level logger. Water level logger dapat diatur untuk merekam elevasi muka air dengan interval jam atau harian. Pengamatan pada pipa dapat dilakukan satu minggu sekali atau sesuai kebutuhan.
Pipa terpasang Pipa pemantau TMA SESAME/Telemetri
Gambar 7. Pengukuran kedalaman tinggi muka air
TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DATA TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
1. Teknik Pemantauan Lapangan Tinggi Muka Air (TMA)
Alat yang digunakan adalah pipa (sumur pantau), rambu ukur, meteran, tongkat ukur, alat tulis, serta peralatan lain yang dibutuhkan di lapangan. Penentuan plot harus mempertimbangkan penggunaan lahan (areal lindung, hutan sekunder, HTI, perkebunan, dan pertanian), sistem kanal, dan bloking kanal. Lokasi pemantauan harus terkoreksi dengan peta kerja penentuan titik pengamatan (suatu KHG atau sub KHG atau suatu sistem pengelolaan air).
Pengukuran Kedalaman Tinggi Muka Air Pada masing-‐masing titik pengamatan di lokasi terpilih dilakukan pemasangan sumur pantau dari pipa paralon
Gambar 6. Lokasi pemantauan lapangan
TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DATA TINGGI MUKA AIR (TMA) SISTEM TELEMETRI
1. Teknik Pemantauan Lapangan Tinggi Muka Air (TMA)
Alat yang digunakan adalah pipa (sumur pantau), rambu ukur, meteran, tongkat ukur, alat tulis, serta peralatan lain yang dibutuhkan di lapangan. Penentuan plot harus mempertimbangkan penggunaan lahan (areal lindung, hutan sekunder, HTI, perkebunan, dan pertanian), sistem kanal, dan bloking kanal. Lokasi pemantauan harus terkoreksi dengan peta kerja penentuan titik pengamatan (suatu KHG atau sub KHG atau suatu sistem pengelolaan air).
Pengukuran Kedalaman Tinggi Muka Air Pada masing-‐masing titik pengamatan di lokasi terpilih dilakukan pemasangan sumur pantau dari pipa paralon
Gambar 6. Lokasi pemantauan lapangan
1. TEKNIK PEMANTAUAN LAPANGAN TINGGI MUKA AIR (TMA)
Pengukuran Kedalaman Tinggi Muka Air
21PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
berdiameter 2 inci dengan panjang sesuai dengan kedalaman gambut pada titik tersebut dan dilebihkan 50 cm. Pada kedua ujung pipa diberikan penutup dan pada batangan pipa diberikan lubang kecil. Untuk memudahkan pemasangan pipa dilakukan pengeboran dengan menggunakan bor gambut, lalu pipa paralon dibenamkan secara vertikal hingga pipa paralon tinggal 50 cm di atas permukaan gambut. Pada pipa yang telah terpasang, terlebih dahulu diberikan pengaman berupa kawat kasa. Pengukuran tinggi muka air tanah dilakukan pada tiap-‐tiap titik pengamatan yang telah dipasang pipa dengan cara memasukan tongkat ukur ke dalam pipa hingga mencapai batas permukaan air (ditandai dengan tongkat ukur yang basah). Kemudian bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa diberikan tanda. Kedalaman muka air tanah ditentukan dengan cara mengukur panjang bagian tongkat yang kering di atas bagian yang basah sampai bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa dan dikurangi 50 cm. Pipa dipasang pada titik pengamatan yang terletak di masing masing tutupan lahan dan sistem kanal yang berbeda.
Untuk memperoleh gambaran dinamika elevasi muka air tanah pada saluran dilakukan dengan menggunakan data dari SESAME (MAT, CH, T) atau water level logger. Water level logger dapat diatur untuk merekam elevasi muka air dengan interval jam atau harian. Pengamatan pada pipa dapat dilakukan satu minggu sekali atau sesuai kebutuhan.
Pipa terpasang Pipa pemantau TMA SESAME/Telemetri
Gambar 7. Pengukuran kedalaman tinggi muka air
berdiameter 2 inci dengan panjang sesuai dengan kedalaman gambut pada titik tersebut dan dilebihkan 50 cm. Pada kedua ujung pipa diberikan penutup dan pada batangan pipa diberikan lubang kecil. Untuk memudahkan pemasangan pipa dilakukan pengeboran dengan menggunakan bor gambut, lalu pipa paralon dibenamkan secara vertikal hingga pipa paralon tinggal 50 cm di atas permukaan gambut. Pada pipa yang telah terpasang, terlebih dahulu diberikan pengaman berupa kawat kasa. Pengukuran tinggi muka air tanah dilakukan pada tiap-‐tiap titik pengamatan yang telah dipasang pipa dengan cara memasukan tongkat ukur ke dalam pipa hingga mencapai batas permukaan air (ditandai dengan tongkat ukur yang basah). Kemudian bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa diberikan tanda. Kedalaman muka air tanah ditentukan dengan cara mengukur panjang bagian tongkat yang kering di atas bagian yang basah sampai bagian tongkat yang sejajar dengan permukaan pipa dan dikurangi 50 cm. Pipa dipasang pada titik pengamatan yang terletak di masing masing tutupan lahan dan sistem kanal yang berbeda.
Untuk memperoleh gambaran dinamika elevasi muka air tanah pada saluran dilakukan dengan menggunakan data dari SESAME (MAT, CH, T) atau water level logger. Water level logger dapat diatur untuk merekam elevasi muka air dengan interval jam atau harian. Pengamatan pada pipa dapat dilakukan satu minggu sekali atau sesuai kebutuhan.
Pipa terpasang Pipa pemantau TMA SESAME/Telemetri
Gambar 7. Pengukuran kedalaman tinggi muka air Gambar 7. Pengukuran kedalaman tinggi muka air
22 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
2. Pengolahan Data Tinggi Muka Air (TMA)
Analisis TMA Hasil Pengukuran di Lapangan Dari data pengukuran tinggi muka air tanah dan tinggi muka air saluran yang diperoleh dari pengukuran lapangan dilakukan analisis fluktuasi kedalaman muka air tanah. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan antara besarnya kedalaman muka air tanah dengan muka air pada saluran serta curah hujan yang turun. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel.
Gambar 8. Perubahan TMA Hutan Lindung Gambut Sei. Buluh
2. Pengolahan Data Tinggi Muka Air (TMA)
Analisis TMA Hasil Pengukuran di Lapangan Dari data pengukuran tinggi muka air tanah dan tinggi muka air saluran yang diperoleh dari pengukuran lapangan dilakukan analisis fluktuasi kedalaman muka air tanah. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan antara besarnya kedalaman muka air tanah dengan muka air pada saluran serta curah hujan yang turun. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel.
Gambar 8. Perubahan TMA Hutan Lindung Gambut Sei. Buluh Gambar 8. Perubahan TMA Hutan Lindung Gambut Sei. Buluh
2. PENGOLAHAN DATA TINGGI MUKA AIR (TMA)
Analisis TMA Hasil Pengukuran di Lapangan
23PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 10. Perubahan TMA HTI Acasia
Gambar 9. Perubahan TMA kebun kelapa sawit
Gambar 10. Perubahan TMA HTI Acasia
Gambar 10. Perubahan TMA HTI Acasia
Gambar 9. Perubahan TMA kebun kelapa sawit Gambar 9. Perubahan TMA kebun kelapa sawit
24 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi Gambar 12. Hasil TMA Lokasi Jambi
Gambar 11. Hasil TMA Lokasi Jambi
TMA hasil pengukuran lapang seperti pada gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan tinggi muka air tanah berdasarkan penggunaan lahan. Pada penggunaan lahan hutan lindung lebih dekat ke permukaan tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan kepala sawit dan diikuti oleh akasia. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit dan akasia memiliki kanal dan acasia memiliki kanal lebih besar serta lebih panjang tanpa sekat kanal. Pada penggunaan lahan kelapa sawit terdapat perbedaan yang kelapa sawit masyarakat lebih dekat permukaan air tanahnya.
Analisis TMA Hasil Pengukuran Telemetri
Gambar 11. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 12. Hasil TMA lokasi Jambi
3. ANALISIS TMA HASIL PENGUKURAN TELEMETRI
25PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 13. Hasil TMA Lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
Gambar 13. Hasil TMA lokasi Jambi
Gambar 14. Peringatan kondisi TMA
26 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Ekstrapolasi Analisis TMA Hasil Pengukuran Lapangan dengan Telemetri
Pemantauan MAT secara luas dalam suatu Sub KHG atau KHG dapat dilakukan dengan menggabungkan teknik pemantau lapang dengan cara telemetri. Sebagai faktor koreksinya dapat dilakukan dengan membuat suatu hubungan antara data lapang dengan data MAT dari penguran TELEMETRI.
Gambar 15. Perbandingan data SESAME dan pipa pantau
Gambar 15. Perbandingan data SESAME dan pipa pantau
Ekstrapolasi Analisis TMA Hasil Pengukuran Lapangan dengan Telemetri Pemantauan MAT secara luas dalam suatu Sub KHG atau KHG dapat dilakukan dengan menggabungkan teknik pemantau lapang dengan cara telemetri. Sebagai faktor koreksinya dapat dilakukan dengan membuat suatu hubungan antara data lapang dengan data MAT dari penguran TELEMETRI.
Gambar 15. Perbandingan data SESAME dan pipa pantau
4. EKSTRAPOLASI ANALISIS TMA HASIL PENGUKURAN LAPANGAN DENGAN TELEMETRI
***
27PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 6.
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA TELEMETRI
1. Akuisisi Data Data yang diperoleh dari instrumen pengukuran tinggi muka air adalah sebuah data deret waktu. Data yang direkam oleh sensor adalah suhu, curah hujan, tinggi muka air atau groundwater level, dan ground surface level. Namun, data-‐data tersebut tersimpan di sistem server. Data observasi dapat diperoleh dari sistem telemetri melalui tiga langkah, yaitu: 1) Mengunduh (download) data dari server, 2) Mengecek, dan 3) Mengoreksi data.
2. Mengunduh Data dari Server Langkah 1. Mengunduh data
Untuk mengunduh data dari server, dilakukan melalui perangkat lunak yang disediakan. Biasanya administrator akan memberikan kata sandi untuk membuka link data. Pada umumnya data akan diperoleh dalam format csv dimana format ini dapat dibuka melalui perangkat lunak Microsoft Office Excel.
Langkah 2. Melakukan pengaturan
Pengaturan dilakukan terhadap suatu perangkat lunak yang telah dibuka dan data dari water logger yang akan diunduh ke dalam perangkat lunak. Mengunduh data dilakukan dengan memilih “acquisition data file list” pada jendela perangkat lunak, lalu pilih “all” untuk menampilkan seluruh data. Data tersebut secara otomatis akan muncul pada daftar. Lakukan langkah tersebut untuk mendapatkan parameter lainnya. 3. Mengecek Kualitas dan Koreksi Data Sebuah data akuisisi akan banyak gangguan sehingga pengecekan kualitas data sangat perlu untuk dilakukan. Sebagai contoh untuk perangkat lunak pada umumnya, pengecekan data dilakukan dengan memlilih suatu menu yaitu “autochek” pada jendela ini sehingga setiap pengguna tidak perlu memeriksa kembali hasil grafiknya. Perangkat lunak ini akan memberikan langkah yang diperlukan untuk memeriksa kualitas datanya.
Kadang kala data hasil unduhan dari perangkat lunak tidak selalu berurutan waktunya (hari, jam, atau menit). Hal ini karena pengiriman data dari water logger ke server sangat tergantung kepada sinyal. Pada umumnya data-‐data tersebut mempunyai interval setiap 10 menit, tetapi pada hasil unduhan, kadang kala terdapat data yang kurang atau hilang (missing data) sehingga data tersebut harus diperiksa dan diperbaiki. Langkah-‐langkah perbaikan data dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel karena data-‐data mentah dapat dibuka dengan program ini.
4. Pengolahan Data Pada dasarnya data yang dikirimkan ke server dapat diperoleh dari suatu situs di internet yang dinyatakan dalam web GIS. Pada umumnya, aplikasi ini mudah untuk digunakan sehingga Anda dapat menjelajah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.
1. AKUISISI DATA
2. MENGUNDUH DATA DARI SERvERLangkah 1. Mengunduh data
Langkah 2. Melakukan pengaturan
29PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
daftar. Lakukan langkah tersebut untuk mendapatkan parameter lainnya. 3. Mengecek Kualitas dan Koreksi Data Sebuah data akuisisi akan banyak gangguan sehingga pengecekan kualitas data sangat perlu untuk dilakukan. Sebagai contoh untuk perangkat lunak pada umumnya, pengecekan data dilakukan dengan memlilih suatu menu yaitu “autochek” pada jendela ini sehingga setiap pengguna tidak perlu memeriksa kembali hasil grafiknya. Perangkat lunak ini akan memberikan langkah yang diperlukan untuk memeriksa kualitas datanya.
Kadang kala data hasil unduhan dari perangkat lunak tidak selalu berurutan waktunya (hari, jam, atau menit). Hal ini karena pengiriman data dari water logger ke server sangat tergantung kepada sinyal. Pada umumnya data-‐data tersebut mempunyai interval setiap 10 menit, tetapi pada hasil unduhan, kadang kala terdapat data yang kurang atau hilang (missing data) sehingga data tersebut harus diperiksa dan diperbaiki. Langkah-‐langkah perbaikan data dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel karena data-‐data mentah dapat dibuka dengan program ini.
4. Pengolahan Data Pada dasarnya data yang dikirimkan ke server dapat diperoleh dari suatu situs di internet yang dinyatakan dalam web GIS. Pada umumnya, aplikasi ini mudah untuk digunakan sehingga Anda dapat menjelajah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.
3. MENGECEK KUALITAS DAN KOREKSI DATA
4. PENGOLAHAN DATA
30 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
5. Analisis Data Data dari pengukuran dinyatakan dalam bentuk deret waktu atau disebut sinyal. Sinyal tersebut sudah pasti mengandung banyak informasi yang tidak diperlukan. Untuk menghilangkan beberapa informasi yang tidak diperlukan biasanya dilakukan langkah statistik dasar. Beberapa langkah yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Membuang offset
Langkah ini dilakukan karena kita biasanya hanya ingin melihat tinggi muka air terhadap suatu ketinggian rata-‐rata. Pada langkah ini maka data dikurangi dengan nilai rata-‐ratanya. Algoritma sebagai berikut.
Data = data – mean (data)
2. Membuang baseline
Langkah ini diperlukan untuk menghilangkan efek noise akibat proses rata-‐rata. Algoritma proses ini sebagai berikut.
Basel = find (t<=0); Data = data – mean (data(basel))
3. Jika kita ingin melihat kondisi data yang halus maka dilakukan filtering. Ada banyak jenis filter tergantung dari kebutuhan, misalnya lowpass filter, highpass filter, dan sebagainya.
Suatu data dalam deret waktu akan diolah menggunakan perangkat standar yang dinamakan analisis spectral. Analisis spectral ini didasarkan pada kepercayaan bahwa segala macam fenomena (yang dinyatakan dalam bentuk sinyal) yang ada di dunia ini merupakan kumpulan atau lebih tepatnya kombinasi linier dari sinyal-‐sinyal yang periodik atau berulang. Jadi pada dasarnya semua fenomena berulang. Misalnya, tinggi muka air akan naik dan turun secara
5. ANALISIS DATA
31PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
berulang. Teknik matematika untuk mengolah data yang mempunyai sifat seperti di atas dinamakan analisis Fourier. Metode ini mempunyai aplikasi luas yang berguna untuk analisis sinyal digital.
Berdasarkan deret Fourier maka dapat digunakan untuk merubah suatu deret waktu dalam domain waktu menjadi domain frekuensi dengan nama Transform Fourier. Transform Fourier pada dasarnya adalah merubah domain suatu fungsi ke domain yang lain. Pada umumnya secara alamiah Transform Fourier menghasilkan fungsi berharga kompleks. Harga absolut dari hasil Transform Fourier sering disebut power spectrum/spectral density yang merepresentasikan “energi total” dari suatu sistem yang kita tinjau. Dalam Matlab telah dikembangkan algoritma untuk menghitung Transform Fourier yang disebut fast fourier transform (fft). Pada prinsipnya metode ini memecah Transform Fourier diskrit ke dalam bentuk fungsi ganjil dan fungsi genap sehingga komputasinya lebih mudah. Sebagai contoh, suatu deret waktu TMA selama lebih dari 20 tahun dinyatakan dalam Gambar 16 berikut ini.
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
Time (days)
gwl a
nom
aly (c
m)
Gambar 16. Plot data tinggi muka air dalam deret waktu
berulang. Teknik matematika untuk mengolah data yang mempunyai sifat seperti di atas dinamakan analisis Fourier. Metode ini mempunyai aplikasi luas yang berguna untuk analisis sinyal digital.
Berdasarkan deret Fourier maka dapat digunakan untuk merubah suatu deret waktu dalam domain waktu menjadi domain frekuensi dengan nama Transform Fourier. Transform Fourier pada dasarnya adalah merubah domain suatu fungsi ke domain yang lain. Pada umumnya secara alamiah Transform Fourier menghasilkan fungsi berharga kompleks. Harga absolut dari hasil Transform Fourier sering disebut power spectrum/spectral density yang merepresentasikan “energi total” dari suatu sistem yang kita tinjau. Dalam Matlab telah dikembangkan algoritma untuk menghitung Transform Fourier yang disebut fast fourier transform (fft). Pada prinsipnya metode ini memecah Transform Fourier diskrit ke dalam bentuk fungsi ganjil dan fungsi genap sehingga komputasinya lebih mudah. Sebagai contoh, suatu deret waktu TMA selama lebih dari 20 tahun dinyatakan dalam Gambar 16 berikut ini.
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
Time (days)
gwl a
nom
aly (c
m)
Gambar 16. Plot data tinggi muka air dalam deret waktu
Gambar 16. Plot data tinggi muka air dalam deret waktu
32 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Dengan menerapkan fast fourier transform maka akan diperoleh spektrum atau energi dari fenomena yang melatarbelakangi terjadinya variabilitas TMA di daerah tersebut. Hasil tersebut dinyatakan dalam Gambar 17 berikut.
500 1000 1500 2000 25000
0.2
0.4
0.6
0.8
1
days
φ/φ
0
Period = 357.9048
Gambar 17. Analisis spektrum dari data tinggi muka air
Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenomena dominan di daerah tersebut mempunyai periode ulang sekitar 358 hari yang dikenal dengan nama monsonal. Fenomena yang kedua adalah sekitar 600 harian yang menyatakan fenomena extra seasonal atau El Nino.
Tinggi muka air adalah parameter yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menentukan emisi karbon dari suatu lahan gambut. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama lebih dari 10 tahun dengan menggunakan flux tower atau instrumen eddy covariance yang dipasang di tiga jenis hutan gambut maka diperoleh relasi yang menghubungkan emisi karbon dengan perubahan tingi muka air. Relasi antara NEE dengan TMA dinyatakan dalam rumus Hirano sebagai berikut.
Gambar 17. Analisis spektrum dari data tinggi muka air
Dengan menerapkan fast fourier transform maka akan diperoleh spektrum atau energi dari fenomena yang melatarbelakangi terjadinya variabilitas TMA di daerah tersebut. Hasil tersebut dinyatakan dalam Gambar 17 berikut.
500 1000 1500 2000 25000
0.2
0.4
0.6
0.8
1
days
φ/φ
0
Period = 357.9048
Gambar 17. Analisis spektrum dari data tinggi muka air
Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenomena dominan di daerah tersebut mempunyai periode ulang sekitar 358 hari yang dikenal dengan nama monsonal. Fenomena yang kedua adalah sekitar 600 harian yang menyatakan fenomena extra seasonal atau El Nino.
Tinggi muka air adalah parameter yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menentukan emisi karbon dari suatu lahan gambut. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama lebih dari 10 tahun dengan menggunakan flux tower atau instrumen eddy covariance yang dipasang di tiga jenis hutan gambut maka diperoleh relasi yang menghubungkan emisi karbon dengan perubahan tingi muka air. Relasi antara NEE dengan TMA dinyatakan dalam rumus Hirano sebagai berikut.
Dengan menerapkan fast fourier transform maka akan diperoleh spektrum atau energi dari fenomena yang melatarbelakangi terjadinya variabilitas TMA di daerah tersebut. Hasil tersebut dinyatakan dalam Gambar 17 berikut.
500 1000 1500 2000 25000
0.2
0.4
0.6
0.8
1
days
φ/φ
0
Period = 357.9048
Gambar 17. Analisis spektrum dari data tinggi muka air
Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenomena dominan di daerah tersebut mempunyai periode ulang sekitar 358 hari yang dikenal dengan nama monsonal. Fenomena yang kedua adalah sekitar 600 harian yang menyatakan fenomena extra seasonal atau El Nino.
Tinggi muka air adalah parameter yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menentukan emisi karbon dari suatu lahan gambut. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama lebih dari 10 tahun dengan menggunakan flux tower atau instrumen eddy covariance yang dipasang di tiga jenis hutan gambut maka diperoleh relasi yang menghubungkan emisi karbon dengan perubahan tingi muka air. Relasi antara NEE dengan TMA dinyatakan dalam rumus Hirano sebagai berikut. 33PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
(1) (2) Keterangan:
UF (Un-‐drained Peat); DF (Drained Peat); dan BC (Burned Peat). Rumus ini dapat digunakan untuk menghitung emisi karbon dari suatu kawasan gambut.
Salah satu hal penting dalam analisis data tinggi muka air (TMA) adalah memperkirakan berapa tinggi muka air gambut untuk beberapa hari ke depan jika kita sudah mendapatkan hasil pengukuran TMA. Salah satu cara pendugaan atau perkiraan ini adalah dengan menggunakan teknik filter Kalman (Gambar 18). Metode Filter Kalman yang juga dikenal dengan nama estimasi kuadrat linier (linear quadratic estimation) pada dasarnya adalah sebuah algoritma yang menggunakan deret pengukuran (time series) termasuk di dalamnya kondisi noise dan ketidakpastian lainnya untuk menentukan variabel atau parameter di masa yang akan datang.
Gambar 18. Konsep aplikasi filter Kalman untuk estimasi tinggi
muka air
74.6800.665/ −−= xDFUFψ
46.39756.420 +−= xBCψ
(1) (2) Keterangan:
UF (Un-‐drained Peat); DF (Drained Peat); dan BC (Burned Peat). Rumus ini dapat digunakan untuk menghitung emisi karbon dari suatu kawasan gambut.
Salah satu hal penting dalam analisis data tinggi muka air (TMA) adalah memperkirakan berapa tinggi muka air gambut untuk beberapa hari ke depan jika kita sudah mendapatkan hasil pengukuran TMA. Salah satu cara pendugaan atau perkiraan ini adalah dengan menggunakan teknik filter Kalman (Gambar 18). Metode Filter Kalman yang juga dikenal dengan nama estimasi kuadrat linier (linear quadratic estimation) pada dasarnya adalah sebuah algoritma yang menggunakan deret pengukuran (time series) termasuk di dalamnya kondisi noise dan ketidakpastian lainnya untuk menentukan variabel atau parameter di masa yang akan datang.
Gambar 18. Konsep aplikasi filter Kalman untuk estimasi tinggi
muka air
74.6800.665/ −−= xDFUFψ
46.39756.420 +−= xBCψ
(1) (2) Keterangan:
UF (Un-‐drained Peat); DF (Drained Peat); dan BC (Burned Peat). Rumus ini dapat digunakan untuk menghitung emisi karbon dari suatu kawasan gambut.
Salah satu hal penting dalam analisis data tinggi muka air (TMA) adalah memperkirakan berapa tinggi muka air gambut untuk beberapa hari ke depan jika kita sudah mendapatkan hasil pengukuran TMA. Salah satu cara pendugaan atau perkiraan ini adalah dengan menggunakan teknik filter Kalman (Gambar 18). Metode Filter Kalman yang juga dikenal dengan nama estimasi kuadrat linier (linear quadratic estimation) pada dasarnya adalah sebuah algoritma yang menggunakan deret pengukuran (time series) termasuk di dalamnya kondisi noise dan ketidakpastian lainnya untuk menentukan variabel atau parameter di masa yang akan datang.
Gambar 18. Konsep aplikasi filter Kalman untuk estimasi tinggi
muka air
74.6800.665/ −−= xDFUFψ
46.39756.420 +−= xBCψ
Gambar 18. Konsep aplikasi filter Kalman untuk estimasi tinggi muka air
34 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Untuk melakukan prediksi, filter Kalman mengandalkan suatu model dinamik (hukum fisika) sehingga pada hakikatnya Filter Kalman tidak memerlukan data pada masa lampau, hanya data pada masa kini. Artinya, perilaku ke depan hanya ditentukan oleh masa kini dan hukum yang mengatur sistem yang bersangkutan. Sistem dinamik atau hukum fisika di filter Kalman harus dinyatakan dalam bentuk diskrit dalam domain waktu. Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam bentuk vektor dari suatu bilangan real (waktu). Sistem yang akan diprediksi dibangkitkan (generated) oleh keadaan sekarang melalui operator linier dan diganggu oleh noise.
Jika suatu keadaan sistem (misalnya tinggi muka air) dinyatakan oleh huruf x dan waktu dinyatakan dalam huruf k. Maka keadaan suatu sistem dalam waktu ke-‐k dinyatakan oleh xk akan dinyatakan oleh suatu persamaan linier yang dinamakan persamaan diferebsial stokastik linier sebagai berikut. (1)
Persamaan tersebut dapat dihasilkan jika kita mempunyai suatu ukuran (measurement) (y) yang dinyatakan oleh persamaan linier.
(2) dimana wk adalah noise yang timbul dari proses dan νk adalah noise yang timbul dari ukuran. Koefisien A, B, dan L tergantung dari model yang kita berikan. Untuk model tinggi muka air telah dikembangkan model yang cukup bagus untuk peramalan yang dinamakan model Tsuji dimana dia mengambil A=1 dan B=0 sehingga kedua persamaan tadi dituliskan menjadi sebagai berikut.
kkkk wBuAxx ++=+1
kkk Lxy ν+=
Untuk melakukan prediksi, filter Kalman mengandalkan suatu model dinamik (hukum fisika) sehingga pada hakikatnya Filter Kalman tidak memerlukan data pada masa lampau, hanya data pada masa kini. Artinya, perilaku ke depan hanya ditentukan oleh masa kini dan hukum yang mengatur sistem yang bersangkutan. Sistem dinamik atau hukum fisika di filter Kalman harus dinyatakan dalam bentuk diskrit dalam domain waktu. Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam bentuk vektor dari suatu bilangan real (waktu). Sistem yang akan diprediksi dibangkitkan (generated) oleh keadaan sekarang melalui operator linier dan diganggu oleh noise.
Jika suatu keadaan sistem (misalnya tinggi muka air) dinyatakan oleh huruf x dan waktu dinyatakan dalam huruf k. Maka keadaan suatu sistem dalam waktu ke-‐k dinyatakan oleh xk akan dinyatakan oleh suatu persamaan linier yang dinamakan persamaan diferebsial stokastik linier sebagai berikut. (1)
Persamaan tersebut dapat dihasilkan jika kita mempunyai suatu ukuran (measurement) (y) yang dinyatakan oleh persamaan linier.
(2) dimana wk adalah noise yang timbul dari proses dan νk adalah noise yang timbul dari ukuran. Koefisien A, B, dan L tergantung dari model yang kita berikan. Untuk model tinggi muka air telah dikembangkan model yang cukup bagus untuk peramalan yang dinamakan model Tsuji dimana dia mengambil A=1 dan B=0 sehingga kedua persamaan tadi dituliskan menjadi sebagai berikut.
kkkk wBuAxx ++=+1
kkk Lxy ν+=
Untuk melakukan prediksi, filter Kalman mengandalkan suatu model dinamik (hukum fisika) sehingga pada hakikatnya Filter Kalman tidak memerlukan data pada masa lampau, hanya data pada masa kini. Artinya, perilaku ke depan hanya ditentukan oleh masa kini dan hukum yang mengatur sistem yang bersangkutan. Sistem dinamik atau hukum fisika di filter Kalman harus dinyatakan dalam bentuk diskrit dalam domain waktu. Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam bentuk vektor dari suatu bilangan real (waktu). Sistem yang akan diprediksi dibangkitkan (generated) oleh keadaan sekarang melalui operator linier dan diganggu oleh noise.
Jika suatu keadaan sistem (misalnya tinggi muka air) dinyatakan oleh huruf x dan waktu dinyatakan dalam huruf k. Maka keadaan suatu sistem dalam waktu ke-‐k dinyatakan oleh xk akan dinyatakan oleh suatu persamaan linier yang dinamakan persamaan diferebsial stokastik linier sebagai berikut. (1)
Persamaan tersebut dapat dihasilkan jika kita mempunyai suatu ukuran (measurement) (y) yang dinyatakan oleh persamaan linier.
(2) dimana wk adalah noise yang timbul dari proses dan νk adalah noise yang timbul dari ukuran. Koefisien A, B, dan L tergantung dari model yang kita berikan. Untuk model tinggi muka air telah dikembangkan model yang cukup bagus untuk peramalan yang dinamakan model Tsuji dimana dia mengambil A=1 dan B=0 sehingga kedua persamaan tadi dituliskan menjadi sebagai berikut.
kkkk wBuAxx ++=+1
kkk Lxy ν+=
Untuk melakukan prediksi, filter Kalman mengandalkan suatu model dinamik (hukum fisika) sehingga pada hakikatnya Filter Kalman tidak memerlukan data pada masa lampau, hanya data pada masa kini. Artinya, perilaku ke depan hanya ditentukan oleh masa kini dan hukum yang mengatur sistem yang bersangkutan. Sistem dinamik atau hukum fisika di filter Kalman harus dinyatakan dalam bentuk diskrit dalam domain waktu. Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam bentuk vektor dari suatu bilangan real (waktu). Sistem yang akan diprediksi dibangkitkan (generated) oleh keadaan sekarang melalui operator linier dan diganggu oleh noise.
Jika suatu keadaan sistem (misalnya tinggi muka air) dinyatakan oleh huruf x dan waktu dinyatakan dalam huruf k. Maka keadaan suatu sistem dalam waktu ke-‐k dinyatakan oleh xk akan dinyatakan oleh suatu persamaan linier yang dinamakan persamaan diferebsial stokastik linier sebagai berikut. (1)
Persamaan tersebut dapat dihasilkan jika kita mempunyai suatu ukuran (measurement) (y) yang dinyatakan oleh persamaan linier.
(2) dimana wk adalah noise yang timbul dari proses dan νk adalah noise yang timbul dari ukuran. Koefisien A, B, dan L tergantung dari model yang kita berikan. Untuk model tinggi muka air telah dikembangkan model yang cukup bagus untuk peramalan yang dinamakan model Tsuji dimana dia mengambil A=1 dan B=0 sehingga kedua persamaan tadi dituliskan menjadi sebagai berikut.
kkkk wBuAxx ++=+1
kkk Lxy ν+=
35PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
(3)
(4)
Keterangan: yk atau ukuran adalah data observasi dari tinggi muka air.
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
Untuk melakukan prediksi tersebut maka diperlukan langkah-‐langkah sebagai berikut.
1. Misalkan kita punya data pengukuran katakanlah l (k) sebanyak n data.
2. Lakukan moving average dengan rata-‐rata harian yang kita tentukan. Misalkan, kita ingin merata-‐ratakan dalam rentang N hari maka moving average didefinisikan sebagai berikut.
Misal kita pilih N = 1 n (dirata-‐ratakan tiap 3 harian) maka dalam excel akan tampak perintah sebagai berikut.
= (B3+B4+B5)/3 3. Menghitung x(k), untuk menghitung ini diperlukan L.
Kita asumsikan L=6. Maka x(k) didefinisikan sebagai berikut.
karena L=6 maka perhitungan x(k) harus mulai dari hari ke-‐8. Jadi ketik perintah = (C10-C4)/6
kkk wxx +=+1
kkk Lxy ν+=
(3)
(4)
Keterangan: yk atau ukuran adalah data observasi dari tinggi muka air.
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
Untuk melakukan prediksi tersebut maka diperlukan langkah-‐langkah sebagai berikut.
1. Misalkan kita punya data pengukuran katakanlah l (k) sebanyak n data.
2. Lakukan moving average dengan rata-‐rata harian yang kita tentukan. Misalkan, kita ingin merata-‐ratakan dalam rentang N hari maka moving average didefinisikan sebagai berikut.
Misal kita pilih N = 1 n (dirata-‐ratakan tiap 3 harian) maka dalam excel akan tampak perintah sebagai berikut.
= (B3+B4+B5)/3 3. Menghitung x(k), untuk menghitung ini diperlukan L.
Kita asumsikan L=6. Maka x(k) didefinisikan sebagai berikut.
karena L=6 maka perhitungan x(k) harus mulai dari hari ke-‐8. Jadi ketik perintah = (C10-C4)/6
kkk wxx +=+1
kkk Lxy ν+=
(3)
(4)
Keterangan: yk atau ukuran adalah data observasi dari tinggi muka air.
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
Untuk melakukan prediksi tersebut maka diperlukan langkah-‐langkah sebagai berikut.
1. Misalkan kita punya data pengukuran katakanlah l (k) sebanyak n data.
2. Lakukan moving average dengan rata-‐rata harian yang kita tentukan. Misalkan, kita ingin merata-‐ratakan dalam rentang N hari maka moving average didefinisikan sebagai berikut.
Misal kita pilih N = 1 n (dirata-‐ratakan tiap 3 harian) maka dalam excel akan tampak perintah sebagai berikut.
= (B3+B4+B5)/3 3. Menghitung x(k), untuk menghitung ini diperlukan L.
Kita asumsikan L=6. Maka x(k) didefinisikan sebagai berikut.
karena L=6 maka perhitungan x(k) harus mulai dari hari ke-‐8. Jadi ketik perintah = (C10-C4)/6
kkk wxx +=+1
kkk Lxy ν+=
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
(3)
(4)
Keterangan: yk atau ukuran adalah data observasi dari tinggi muka air.
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
Untuk melakukan prediksi tersebut maka diperlukan langkah-‐langkah sebagai berikut.
1. Misalkan kita punya data pengukuran katakanlah l (k) sebanyak n data.
2. Lakukan moving average dengan rata-‐rata harian yang kita tentukan. Misalkan, kita ingin merata-‐ratakan dalam rentang N hari maka moving average didefinisikan sebagai berikut.
Misal kita pilih N = 1 n (dirata-‐ratakan tiap 3 harian) maka dalam excel akan tampak perintah sebagai berikut.
= (B3+B4+B5)/3 3. Menghitung x(k), untuk menghitung ini diperlukan L.
Kita asumsikan L=6. Maka x(k) didefinisikan sebagai berikut.
karena L=6 maka perhitungan x(k) harus mulai dari hari ke-‐8. Jadi ketik perintah = (C10-C4)/6
kkk wxx +=+1
kkk Lxy ν+= (3)
(4)
Keterangan: yk atau ukuran adalah data observasi dari tinggi muka air.
Langkah Pendugaan TMA dengan metode filter Kalmani
Untuk melakukan prediksi tersebut maka diperlukan langkah-‐langkah sebagai berikut.
1. Misalkan kita punya data pengukuran katakanlah l (k) sebanyak n data.
2. Lakukan moving average dengan rata-‐rata harian yang kita tentukan. Misalkan, kita ingin merata-‐ratakan dalam rentang N hari maka moving average didefinisikan sebagai berikut.
Misal kita pilih N = 1 n (dirata-‐ratakan tiap 3 harian) maka dalam excel akan tampak perintah sebagai berikut.
= (B3+B4+B5)/3 3. Menghitung x(k), untuk menghitung ini diperlukan L.
Kita asumsikan L=6. Maka x(k) didefinisikan sebagai berikut.
karena L=6 maka perhitungan x(k) harus mulai dari hari ke-‐8. Jadi ketik perintah = (C10-C4)/6
kkk wxx +=+1
kkk Lxy ν+=
36 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
4. Hitung w(k) dengan rumus x(k)-x(k-1). 5. Langkah selanjutnya menghitung noise berdasarkan
moving average yaitu v(k) = x(k)-z(k). Perintah = B4-C4.
6. Langkah selanjutnya adalah menghitung y(k)=l(k)-z(k-L), jadi kita harus mulai dari hari ke-‐8 sehingga perintah adalah = B10-C4 (kopi ke bawah).
7. Tuliskan kolom lainnya.
8. Langkah selanjutnya menghitung x(k+1|k), ini adalah iterasi sehingga diperlukan nilai awal. Asumsikan nilai awal adalah data pada hari terakhir yaitu hari ke-‐19 (karena kita rata-‐ratakan 3 harian) maka nilai ini sama dengan data hari ke-‐19 yaitu = D21.
9. Selanjutnya nilai C(k+1|k) diberikan nilai 100. 10. Langkah selanjutnya hitung varian dari w(k) dan v(k)
dengan perintah = VAR(E10:E21) di M21 dan =VAR(F4:F21) di N21.
11. Langkah selanjutnya menghitung gain K, karena ini prediksi mulai dari satu hari ke depan maka kita akan meletakkan kursor di hari ke-‐20. Rumus Gain adalah =6*L21/(36*L21+N21).
12. Selanjutnya menghitung x(k|k) dengan rumus =J21+H22*(G21-6*J21) dan x(k+1|k)=x(k|k) sehingga dengan perintah =I22.
13. Langkah selanjutnya hitung C(k|k) dengan rumus, =L21-6*H22*L21.
14. Hitung c(K+1|k) dengan rumus =K22+M21. 15. Maka kita peroleh nilai GWL estimasi, yaitu z(k)
dengan rumus =C22+6*I22.
37PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
16. Salin kembali semua langkah untuk membandingkan dengan data GWL hasil observasi dan yang sudah kita hitung diberi warna.
17. Karena L=6 artinya kita melakukan prediksi 6 hari ke depan, untuk itu kita bandingkan dengan data GWL 6 hari ke depan. Oleh karena itu, salin kembali data pada hari ke-‐26.
18. Selanjutnya kita blok shellday, z dan GWL dan insert scatter, pilih line maka diperoleh grafik sebagai berikut.
Gambar 19. Hasil prediksi TMA dengan filter Kalman
16. Salin kembali semua langkah untuk membandingkan dengan data GWL hasil observasi dan yang sudah kita hitung diberi warna.
17. Karena L=6 artinya kita melakukan prediksi 6 hari ke depan, untuk itu kita bandingkan dengan data GWL 6 hari ke depan. Oleh karena itu, salin kembali data pada hari ke-‐26.
18. Selanjutnya kita blok shellday, z dan GWL dan insert scatter, pilih line maka diperoleh grafik sebagai berikut.
Gambar 19. Hasil prediksi TMA dengan filter Kalman
Gambar 19. Hasil prediksi TMA dengan Filter Kalman
PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR (TMA) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
***
38 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR (TMA) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
BAB 7.
PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
engukuran TMA dengan alat water logger adalah mengukur TMA di suatu titik sehingga secara spasial hal ini mempunyai kekurangan. Masih menjadi suatu
perdebatan berapa banyak jumlah titik observasi untuk suatu kawasan gambut. Untuk menutupi kekurangan ini, maka teknologi penginderaan jauh satelit adalah jawabannya. Dalam teknologi ini terdapat dua jenis citra, yaitu citra dari sensor pasir atau dikenal dengan sensor optik dan citra dari sensor aktif atau dikenal dengan sensor radar. Citra dari optik terkendala dengan banyaknya awan yang selalu menutupi wilayah Indonesia karena sensor optik tidak dapat menembus awan. Kendala ini diatasi dengan sensor radar. Akan tetapi, citra radar juga mempunyai kekurangan, yaitu citra ini tidak menampilkan bentuk gambar asli dari muka bumi, tetapi penampang hamburan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sensor. Kondisi ini mengakibatkan pengolahan citra radar menjadi lebih rumit dan memerlukan banyak verifikasi lapangan. Citra radar yang digunakan untk menduga TMA adalah citra radar polarimetri yaitu radar dengan sistem polarisasi linier.
Polarymetic Synthetic Aperture Radar (PolSAR) terdiri atas empat jenis polarisasi, yaitu horizontal-‐horizontal (HH), vertikal-‐horizontal (VH), horizontal-‐vertikal (HV), dan vertikal-‐vertikal (VV). Polarisasi vertikal sensitif terhadap struktur vertikal hamburan sehingga digunakan untuk menentukan struktur kanopi di daerah area hutan gambut. Polarisasi ini untuk menentukan tutupan lahan berdasarkan umur pohon atau jenis pohon. Polarisasi horizontal digunakan untuk melihat struktur tanah karena mampu menembus kanopi.
P
Sementara itu, kombinasi polarisasi digunakan untuk menentukan struktur dari kanopi. Dengan menggunakan model hamburan elektromagnetik, maka dapat ditentukan kedalaman GWL suatu kawasan perkebunan yang berada di lahan gambut, baik secara spasial maupun temporal.
Pengolahan citra radar memerlukan keahlian khusus sehingga disini hanya akan dipaparkan hasilnya saja. Sebagai contoh, sebuah citra radar untuk daerah Siak. Data satelit diperoleh dari ALOS-‐PALSAR Full Polarimetric tanggal 27 Mei 2016 dengan area pengamatan di Siak, Provinsi Riau. Pengamatan lahan gambut menggunakan SAR sangat menguntungkan karena data yang dikumpulkan dapat dilakukan pada saat cuaca berawan atau hujan, yang sering terjadi di daerah tropis. Mekanisme hamburan radar untuk lahan gambut yang diamati adalah estimasi kelembapan, karena telah diketahui bahwa ada kaitan erat antara kebakaran yang terjadi dengan volumetrik kadar air tanah. Kebakaran akan terjadi apabila volumetrik kadar air tanah rendah.
Aplikasi data satelit L-‐band SAR, seperti PALSAR, yang menggunakan panjang gelombang moderat dan memiliki mode full-‐polarimetric dengan resolusi 30 m digunakan untuk estimasi volumetrik kadar air tanah. Refleksi radar dari tanah digambarkan oleh tiga parameter, yaitu konstanta dielektrik (ε), root mean square (RMS) ketinggian permukaan tanah (s), dan panjang korelasi (l). Untuk s dan l biasanya dinormalisasi dengan jumlah gelombang, k = (2π / λ), dan diwakili oleh ks dan kl. Kelembapan tanah (Mv) dihitung dari persamaan empiris dikembangkan oleh Rao et al. (2013) sebagai berikut.
40 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Sementara itu, kombinasi polarisasi digunakan untuk menentukan struktur dari kanopi. Dengan menggunakan model hamburan elektromagnetik, maka dapat ditentukan kedalaman GWL suatu kawasan perkebunan yang berada di lahan gambut, baik secara spasial maupun temporal.
Pengolahan citra radar memerlukan keahlian khusus sehingga disini hanya akan dipaparkan hasilnya saja. Sebagai contoh, sebuah citra radar untuk daerah Siak. Data satelit diperoleh dari ALOS-‐PALSAR Full Polarimetric tanggal 27 Mei 2016 dengan area pengamatan di Siak, Provinsi Riau. Pengamatan lahan gambut menggunakan SAR sangat menguntungkan karena data yang dikumpulkan dapat dilakukan pada saat cuaca berawan atau hujan, yang sering terjadi di daerah tropis. Mekanisme hamburan radar untuk lahan gambut yang diamati adalah estimasi kelembapan, karena telah diketahui bahwa ada kaitan erat antara kebakaran yang terjadi dengan volumetrik kadar air tanah. Kebakaran akan terjadi apabila volumetrik kadar air tanah rendah.
Aplikasi data satelit L-‐band SAR, seperti PALSAR, yang menggunakan panjang gelombang moderat dan memiliki mode full-‐polarimetric dengan resolusi 30 m digunakan untuk estimasi volumetrik kadar air tanah. Refleksi radar dari tanah digambarkan oleh tiga parameter, yaitu konstanta dielektrik (ε), root mean square (RMS) ketinggian permukaan tanah (s), dan panjang korelasi (l). Untuk s dan l biasanya dinormalisasi dengan jumlah gelombang, k = (2π / λ), dan diwakili oleh ks dan kl. Kelembapan tanah (Mv) dihitung dari persamaan empiris dikembangkan oleh Rao et al. (2013) sebagai berikut.
Sementara itu, kombinasi polarisasi digunakan untuk menentukan struktur dari kanopi. Dengan menggunakan model hamburan elektromagnetik, maka dapat ditentukan kedalaman GWL suatu kawasan perkebunan yang berada di lahan gambut, baik secara spasial maupun temporal.
Pengolahan citra radar memerlukan keahlian khusus sehingga disini hanya akan dipaparkan hasilnya saja. Sebagai contoh, sebuah citra radar untuk daerah Siak. Data satelit diperoleh dari ALOS-‐PALSAR Full Polarimetric tanggal 27 Mei 2016 dengan area pengamatan di Siak, Provinsi Riau. Pengamatan lahan gambut menggunakan SAR sangat menguntungkan karena data yang dikumpulkan dapat dilakukan pada saat cuaca berawan atau hujan, yang sering terjadi di daerah tropis. Mekanisme hamburan radar untuk lahan gambut yang diamati adalah estimasi kelembapan, karena telah diketahui bahwa ada kaitan erat antara kebakaran yang terjadi dengan volumetrik kadar air tanah. Kebakaran akan terjadi apabila volumetrik kadar air tanah rendah.
Aplikasi data satelit L-‐band SAR, seperti PALSAR, yang menggunakan panjang gelombang moderat dan memiliki mode full-‐polarimetric dengan resolusi 30 m digunakan untuk estimasi volumetrik kadar air tanah. Refleksi radar dari tanah digambarkan oleh tiga parameter, yaitu konstanta dielektrik (ε), root mean square (RMS) ketinggian permukaan tanah (s), dan panjang korelasi (l). Untuk s dan l biasanya dinormalisasi dengan jumlah gelombang, k = (2π / λ), dan diwakili oleh ks dan kl. Kelembapan tanah (Mv) dihitung dari persamaan empiris dikembangkan oleh Rao et al. (2013) sebagai berikut.
41PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Untuk mengaplikasikan relasi di atas maka diperlukam relasi antara backscatter dengan konstanta dieletrik, karena gelombang elektromagnetik tidak dapat mengukur kelembapan, tetapi mengukur konstanta dielektrik. Konstanta dielektrik dihitung berdasarkan data backscatter sebagai berikut (Prakash, et al., 2012). Keterangan: σHH adalah backscatter untuk polarisasi HH σVV adalah backscatter untuk polarisasi VV.
Berdasarkan model Tsuji menunjukkan bahwa terdapat korelasi linier antara kelembapan tanah dengan TMA. Alasannya karena daerah yang kita tinjau adalah daerah dengan tutupan lahan berupa hutan, maka dengan menerapkan model Tsuji untuk kawasan hutan dapat diperoleh informasi TMA (Hamada, et al., 2014). Perlu digaris bawahi bahwa akurasi hasil yang diperoleh tergantung dari data kelembapan tanah yang diperoleh dari citra SAR dan model empirik Tsuji, yaitu harus tersedianya data TMA dan kelembapan tanah di tempat yang sama. Dengan pengetahuan TMA maka NEE yang terjadi dapat dihitung dengan model Hirano. Dalam penerapan model Hirano maka kita tidak bisa menghitung NEE hanya dengan satu citra, tetapi barisan citra selama satu tahun. Oleh karena itu, NEE dihitung berdasarkan kondisi rata-‐rata bulanan GWL terendah dalam satu tahun.
Untuk mengaplikasikan relasi di atas maka diperlukam relasi antara backscatter dengan konstanta dieletrik, karena gelombang elektromagnetik tidak dapat mengukur kelembapan, tetapi mengukur konstanta dielektrik. Konstanta dielektrik dihitung berdasarkan data backscatter sebagai berikut (Prakash, et al., 2012). Keterangan: σHH adalah backscatter untuk polarisasi HH σVV adalah backscatter untuk polarisasi VV.
Berdasarkan model Tsuji menunjukkan bahwa terdapat korelasi linier antara kelembapan tanah dengan TMA. Alasannya karena daerah yang kita tinjau adalah daerah dengan tutupan lahan berupa hutan, maka dengan menerapkan model Tsuji untuk kawasan hutan dapat diperoleh informasi TMA (Hamada, et al., 2014). Perlu digaris bawahi bahwa akurasi hasil yang diperoleh tergantung dari data kelembapan tanah yang diperoleh dari citra SAR dan model empirik Tsuji, yaitu harus tersedianya data TMA dan kelembapan tanah di tempat yang sama. Dengan pengetahuan TMA maka NEE yang terjadi dapat dihitung dengan model Hirano. Dalam penerapan model Hirano maka kita tidak bisa menghitung NEE hanya dengan satu citra, tetapi barisan citra selama satu tahun. Oleh karena itu, NEE dihitung berdasarkan kondisi rata-‐rata bulanan GWL terendah dalam satu tahun.
Untuk mengaplikasikan relasi di atas maka diperlukam relasi antara backscatter dengan konstanta dieletrik, karena gelombang elektromagnetik tidak dapat mengukur kelembapan, tetapi mengukur konstanta dielektrik. Konstanta dielektrik dihitung berdasarkan data backscatter sebagai berikut (Prakash, et al., 2012). Keterangan: σHH adalah backscatter untuk polarisasi HH σVV adalah backscatter untuk polarisasi VV.
Berdasarkan model Tsuji menunjukkan bahwa terdapat korelasi linier antara kelembapan tanah dengan TMA. Alasannya karena daerah yang kita tinjau adalah daerah dengan tutupan lahan berupa hutan, maka dengan menerapkan model Tsuji untuk kawasan hutan dapat diperoleh informasi TMA (Hamada, et al., 2014). Perlu digaris bawahi bahwa akurasi hasil yang diperoleh tergantung dari data kelembapan tanah yang diperoleh dari citra SAR dan model empirik Tsuji, yaitu harus tersedianya data TMA dan kelembapan tanah di tempat yang sama. Dengan pengetahuan TMA maka NEE yang terjadi dapat dihitung dengan model Hirano. Dalam penerapan model Hirano maka kita tidak bisa menghitung NEE hanya dengan satu citra, tetapi barisan citra selama satu tahun. Oleh karena itu, NEE dihitung berdasarkan kondisi rata-‐rata bulanan GWL terendah dalam satu tahun.
42 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Gambar 20. Citra kelembapan tanah yang diperoleh dari
pengolahan citra SAR untuk wilayah kabupaten Siak, Provinsi Riau
Untuk menerapkan model Tsuji, maka kita harus mencuplik suatu daerah tertentu dengan tutupan lahan yang seragam. Jika kita ambil contoh daerah pencuplikan sebagai berikut.
Gambar 21. Croping suatu daerah dengan kondisi tutupan lahan
seragam
Gambar 20. Citra kelembapan tanah yang diperoleh dari
pengolahan citra SAR untuk wilayah kabupaten Siak, Provinsi Riau
Untuk menerapkan model Tsuji, maka kita harus mencuplik suatu daerah tertentu dengan tutupan lahan yang seragam. Jika kita ambil contoh daerah pencuplikan sebagai berikut.
Gambar 21. Croping suatu daerah dengan kondisi tutupan lahan
seragam
Gambar 20. Citra kelembapan tanah yang diperoleh dari
pengolahan citra SAR untuk wilayah kabupaten Siak, Provinsi Riau
Untuk menerapkan model Tsuji, maka kita harus mencuplik suatu daerah tertentu dengan tutupan lahan yang seragam. Jika kita ambil contoh daerah pencuplikan sebagai berikut.
Gambar 21. Croping suatu daerah dengan kondisi tutupan lahan
seragam
Gambar 20. Citra kelembaban tanah yang diperoleh dari pengolahan citra SAR untuk wilayah kabupaten Siak, Provinsi Riau
Gambar 21. Croping suatu daerah dengan kondisi tutupan lahan seragam
43PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
Maka TMA estimasi berdasarkan model Tsuji adalah sebagai berikut.
Gambar 22. TMA estimasi hasil model Tsuji
Maka TMA estimasi berdasarkan model Tsuji adalah sebagai berikut.
Gambar 22. TMA estimasi hasil model Tsuji
Gambar 22. TMA estimasi hasil model Tsuji
44 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka Hamada, Y., Tsuji, N., Kojima, Y., Qirom, M.A., Sulaiman, A.,
Firmanto, Jagau, Y., Irawan, D., Naito, R., Nirmala Sari, E.N., 2016. Guidebook for Estimating carbon Emmision From Tropical Peatland in Indonesia, IJREDD+ Project, 2016.
Prakash, R., Singh, D., and Pathak, N.P., 2012. A Fusion Approach to Retrieve Soil Moisture with SAR and Optical Data. IEEE, Journal of Selected Topic in Applied Earth Observation and Remote Sensing , Vol 5, No. 1, 196-‐201, 2012.
Rao, K.S., Raju, S., and Wang, J.R., 1993. Estimation of Soil Moisture and Surface Roughness Parameters from Backscattering Coefficient. IEEE Transaction on Geosience and Remote Sensing, Vol 31 No. 5, 1094-‐1099, 1993.
Wildian, Sistem Sensor, Lecture Note Jurusan Fisika Universitas Andalas (2010).
46 PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT SISTEM TELEMETRI
PANDUAN TEKNIS PEMANTAUAN
TINGGI MUKA AIR LAHAN GAMBUT
SISTEM TELEMETRI
Badan Restorasi GambutRepublik Indonesia
Juli 2017
“Pulihkan gambut, pulihkan kemanusiaan”
www.brg.go.id
Badan Restorasi Gambut
BRG_Indonesia
BRG_Indonesia
Badan Restorasi Gambut-BRG
Badan Restorasi Gambut-BRG
ISBN 978-602-61026-1-4
9 786026 102614
ISBN: 978-602-61026-1-4