panduan rjp.docx

28
LAMPIRAN 2 PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN NOMOR : /PER/DIR//2014 TANGGAL : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tanggung jawab dari seorang ahli anestesi adalah menjaga sistem fungsi organ vital selama operasi. Diantaranya menjamin respirasi yang adekuat bagi pasien dengan memantau jalan nafas. Oleh karena itu, tidak heran ahli anestesi mempunyai peranan penting dalam perkembangan teknik resusitasi paru jantung (RJP) atau Cardiopulmonary Resusitation (CPR) diluar ataupun selama didalam ruang operasi. Tindakan RJP ini tidak hanya berlaku dalam ruangan operasi, tapi dapat juga diluar jika terdapat suatu kejadian dimana ada seorang pasien atau korban dalam usaha mempertahankan hidupnya dalam keadaan mengancam jiwa. Hal ini dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS). Sedangkan bantuan yang dilakukan dirumah sakit sebagai lanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup Lanjut/ Advance Cardiac Life Support (ACLS). Bantuan hidup dasar atau basic life support adalah pendekatan sistemik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat dan juga inisiasi CPR atau RJP. RJP yang efektif adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesehatan.

Upload: luthfi-pmi

Post on 08-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAMPIRAN 2PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASINNOMOR: /PER/DIR//2014TANGGAL:

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGSalah satu tanggung jawab dari seorang ahli anestesi adalah menjaga sistem fungsi organ vital selama operasi. Diantaranya menjamin respirasi yang adekuat bagi pasien dengan memantau jalan nafas. Oleh karena itu, tidak heran ahli anestesi mempunyai peranan penting dalam perkembangan teknik resusitasi paru jantung (RJP) atau Cardiopulmonary Resusitation (CPR) diluar ataupun selama didalam ruang operasi. Tindakan RJP ini tidak hanya berlaku dalam ruangan operasi, tapi dapat juga diluar jika terdapat suatu kejadian dimana ada seorang pasien atau korban dalam usaha mempertahankan hidupnya dalam keadaan mengancam jiwa. Hal ini dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS). Sedangkan bantuan yang dilakukan dirumah sakit sebagai lanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup Lanjut/ Advance Cardiac Life Support (ACLS).Bantuan hidup dasar atau basic life support adalah pendekatan sistemik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat dan juga inisiasi CPR atau RJP. RJP yang efektif adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesehatan. Keadaan yang perlu perhatian dan dapat menyebabkan Systemic Cardiopulmonary Arrest (SCA) adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan respiratori, sudden infant death syndrome dan banyak lagi yang dilakukan saat pertama kali menemukan pasien atau korban adalah melakukan penilaian dini. Jika dalam penilaian ditemukan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas, dan tidak ada nadi maka lakukan tindakan BHD segera.Menurut American Heart Association (AHA), rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan resusitasi jantung paru, karena penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang besar untuk dapat hidup kembali. RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari AHA yaitu 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular care. Ini merupakan adaptasi daripada buku ABC of resuscitation yang ditulis oleh Peter Safar pertama kali pada tahun 1957.Terdapat beberapa pembaharuan pada pedoman pada tahun 2010 dan yang dahulu yaitu pada tahun 2005. Pada tahun 2010, terdapat pembaharuan yang besar di mana kompresi didahului sebelum ventilasi.

B. DEFINISI1. Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal. Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) termasuk mengenali jika terjadinya serangan jantung, aktivasi respon sistem gawat darurat, dan defibrilasi dengan menggunakan defibrillator;2. Do-Not-Resuscitate atau DNR adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti.

BAB IIRUANG LINGKUP

Panduan RJP merupakan salah satu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien, karena menjadi hak pasien untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya. Panduan RJP mengatur tata cara dan urutan untuk melakukan Resusitasi Jantung Paru yang dimulai dari mengenalihenti jantung itu dariunresponsivenessdan tidak adanya pernafasan normal mengaktifkansistem respons gawat darurat dan memulaiRJPdengan kompresi dada, mengacu pada standar dari American Heart Association. Pelaksana Panduan RJP di Lingkungan Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin yaitu seluruh tenaga kesehatan (medis, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya) yang bekerja di ruang lingkup Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin. RJP di Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin dilakukan di berbagai instalasi, yakni instalasi IGD, rawat jalan, rawat inap, OK/VK, dan perawatan intensif.

BAB IIITATA LAKSANA

A. INDIKASI1. Henti NapasHenti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung.2. Henti JantungHenti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung.Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang.Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali. B. FASE RJPResusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya:1. FASE I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.Terdiri dari circulation, airway, breathing.a) C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru;b) A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka;c) B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.

2. FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support) yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan D, E, dan F.a) D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan;b) E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai PJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes;c) F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.

3. FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).a) G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya;b) H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen;c) H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30-32C;d) H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan;e) I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.

C. PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2010Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2010, berbanding dengan 2005. Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut:1. Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan pernafasan. (ie korban tidak bernafas);2. Look,listen and feel tidak digunakan dalam algortima BLS;3. Hands-only chest compression CPR digalakkan pada sesiapa yang tidak terlatih;4. Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression sebelum breathing;5. Health care providers memberi chest compression yang efektif sehingga terdapat sirkulasi spontan;6. Lebih terfokus kepada kualiti CPR;7. Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care providers;8. Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan;9. Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali chest compression, airway management,rescue breathing, rhythm detection dan shock.Untuk mengenali terjadinya SCA (sudden cardiac arrest) adalah hal yang tidak mudah. Jika terjadi kekeliruan dan keterlambatan untuk bertindak dan memulakan CPR, ini akan mengurangi survival rate korban tersebut. Chest compression merupakan antara tindakan yang sangat penting dalam CPR kerana perfusi tergantung kepada kompresi. Oleh kerana itu, chest compression merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang mempunyai SCA. a. Prinsip utama dalam resusitasi: memperkuat rantai harapan hidup (chain of survival).Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi jalurchain of survival.Jalur ini meliputi:1) Pengenalansegera akan henti jantung dan aktivasi sistem respons darurat (emergency response system);2) RJP dini dengan penekanan pada kompresi dada;3) Defibrilasicepat;4) Advance life support yang efektif;5) Post-cardiac arrest care(perawatan pasca henti jantung) yang terintegrasi.Sistem gawat darurat yang secara efektif menerapkan jalur ini dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan henti jantung VF (ventricle fibrillation) hingga 50%. Pada sebagian besar sistem gawat darurat angkanya masih lebih rendah, menandakan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dengan evaluasi ulang dari jalur ini.Penyelamat dapat memiliki berbagai pengalaman, pelatihan dan kemampuan. Begitu pula dengan status korban dan keadaan sekitar kejadian. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan RJP yang lebih dini dan lebih efektif bagi setiap korban.

b. Chain of survival

Kerangka kerja RJP: interaksi antara penyelamat dan korbanRJP secara tradisional menggabungkan antara kompresi dada dan nafas buatan dengan tujuan untuk meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penyelamat dan korban dapat mempengaruhi penerapannya.1) PenyelamatSetiap orang dapat menjadi penyelamat bagi korban henti jantung. Kemampuan RJP dan penerapannya tergantung dari hasil pelatihan, pengalaman dan kepercayaan diri si penyelamat.Kompresi dada adalah dasar RJP.Setiap penyelamat, tanpa memandang hasil pelatihan, harus melakukan kompresi dada pada semua korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan RJP yang pertama kali dilakukan terhadap semua korban tanpa memandang usianya. Penyelamat yang memiliki kemampuan sebaiknya juga melakukan ventilasi. Beberapa penyelamat yang sangat terlatih harus saling berkoordinasi dan melakukan kompresi dada serta nafas buatan secara tim.Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolong sesuai dengan keadaannya, yaitu: untuk penolong non petugas kesehatan yang tidak terlatih, mereka dapat melakukan strategi Hands only CPR (hanya kompresi dada). Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, mereka dapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2.

2) KorbanSebagian besar henti jantung dialami orang dewasa secara tiba-tiba setelah suatu sebab primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi dada menjadi yang terpenting. Sebaliknya, henti jantung pada anak-anak sebagian besar karena asfiksia yang memerlukan baik ventilasi dan kompresi untuk hasil yang optimal. Karenanya, bantuan nafas lebih penting bagi anak-anak dibandingkan orang dewasa.

D. TATA LAKSANA rjpSeorang korban henti jantung biasanya tidak bereaksi. Tidak bernafas atau bernafas tetapi tidak normal. Deteksi nadi saja biasanya tidak dapat diandalkan, walaupun dilakukan oleh penolong yang terlatih, dan membutuhkan waktu tambahan. Karenanya, penolong harus memulai RJP segera setelah mendapati bahwa korban tidak bereaksi dan tidak bernafas atau bernafas secara tidak normal (terengah-engah). Petunjuk look, listen and feel for breathingtidak lagi direkomendasikan. Petugas evakuasi harus membantu assessment dan memulai RJP.

Gambar 1. Algoritma RJP khusus

Prinsip dasar langkah-langkah algoritma tetap sama dengan yang sederhana.1. Pengenalan diniJika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Korban yang tidak responsif serta tidak ada nafas atau hanya terengah-engah maka petugas kesehatan dapat mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.2. Aktivasi sistem daruratPetugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, contohnya menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait.Hal yang perlu diperhatikan adalah pada AHA 2010 ini ada dua hal yang tidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak responsif yaitu :a. Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan look, feel, listen. Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan look, feel, listen dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai tidak ada pernafasan;b. Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP.Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP.a. Resusitasi Jantung Paru DiniSeperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma C-A-B . Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah :1) Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit;2) Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm);3) Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehingga dan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu);4) Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi;5) Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi;6) Menghindari ventilasi berlebihan.Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.

b. Airway dan BreathingKriteria penting pada Airway dan Breathing adalah :1) AirwayKorban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.2) Breathing Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :1) Pastikan hidung korban terpencet rapat2) Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)3) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin4) Berikan satu ventilasi tiap satu detik5) Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6-8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

c. Alat defibrilasi otomatisPenggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

d. Posisi mantap Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban tidak responsive yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik. Tidak ada posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang stabil dan hampir lateral menjadi prinsip ditambah menaruh tangan yang berada lebih bawah ke kepala sembari mengarahkan kepala menuju tangan dan menekuk kedua kaki menunjukan banyak manfaat.

E. RINGKASAN KOMPONEN BLS (BASIC LIFE SUPPORT) BAGI DEWASA, ANAK-ANAK DAN BAYI

KomponenDewasaAnak-AnakBayi

PengenalanTidak responsif, tidak bernafas atau tersedak (gasping)Tidak responsif, tidak bernafas atau tersedak (gasping)Tidak responsif, tidak bernafas atau tersedak (gasping)

Nadi tidak teraba dalam 10 detikNadi tidak teraba dalam 10 detikNadi tidak teraba dalam 10 detik

Urutan RJPCABCABCAB

Kecepatan kompresi100/menit100/menit100/menit

Kedalaman kompresi2 inchi (5cm)1/3 AP, sekitar 2 inchi (5cm)1/3 AP, sekitar 1,5 inchi (4 cm)

Interupsi kompresiMinimalisir interupsi hingga < 10 detikMinimalisir interupsi hingga < 10 detikMinimalisir interupsi hingga < 10 detik

Jalan nafasHead tilt-chin lift-jaw thrustHead tilt-chin lift-jaw thrustHead tilt-chin lift-jaw thrust

Rasion kompresi:ventilasi30:2 (1 atau 2 penyelamat)30:2 (satu), 15:2 (2 penyelamat)30:2 (satu), 15:2 (dua penyelamat)

Jika penyelamat tidak terlatihKompresi sajaKompresi sajaKompresi saja

Ventilasi jika mungkin1 nafas setiap 6-8 detik, tanpa menyesuaikan dengan kompresi, 1 detik setiap nafas, hingga dada mengembang1 nafas setiap 6-8 detik, tanpa menyesuaikan dengan kompresi, 1 detik setiap nafas, hingga dada mengembang1 nafas setiap 6-8 detik, tanpa menyesuaikan dengan kompresi, 1 detik setiap nafas, hingga dada mengembang

DefibrilasiGunakan AED sesegera mungkin, minimalisir interupsi kompresi, lanjutkan kompresi setelah setiap kejutanGunakan AED sesegera mungkin, minimalisir interupsi kompresi, lanjutkan kompresi setelah setiap kejutanGunakan AED sesegera mungkin, minimalisir interupsi kompresi, lanjutkan kompresi setelah setiap kejutan

BAB IVPENOLAKAN RESUSITASI(DO NOT RESUSCITATION/DNR)

CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock, insersi tube untuk membuka jalan napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah toraks).Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan, atau untuk pasien di rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.

A. MENGHORMATI KEINGINAN PASIEN DAN KELUARGANYA1. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan tindakan resusitasi;2. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya;3. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan).

B. KRITERIA DNR1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decision-makerI;2. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi perihal DNR dengan pasien/walinya:a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya menunda proses kematian yang alami;b. Pasien tidak sadar secara permanen;c. Pasien berada pada kondisi terminal;d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan.

C. PENTINGNYA DNRCPR bila berhasil, akan mengembalikan denyut jantung dan pernapasan sekaligus kehidupan pasien. Kesuksesan suatu CPR bergantung pada keadaan keseluruhan pasien. Umur sendiri tidak menentukan apakah CPR akan berhasil, meskipun penyakit dan kecacatan pasien yang umumnya sudah tua biasanya membuat CPR kurang berhasil.Ketika pasien sakit berat atau berada pada kondisi terminal, CPR bisa tidak berhasil atau hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan kerusakan otak atau pada kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum jantungnya berhenti. Pada kasus-kasus ini, beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai kematian mereka terjadi secara natural.Apakah hak pasien untuk meminta atau menerima pengobatan lainnya dipengaruhi oleh DNR? Tidak. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan usaha pengobatan lainnya.Apakah DNR secara etik dapat diterima? DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara, dan lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu. Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada keuntungan, dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu sendiri.Apakah DNR membutuhkan consent atau persetujuan pasien? Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan), kecuali dokter yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien tersebut justru akan menimbulkan dampak negatif terhadap pasien itu. Dalam kasus emergensi di mana tidak diketahui apa keputusan pasien mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa semua pasien memberikan persetujuan untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak berlaku bila seorang dokter memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil.Bagaimana pasien memberitahukan keinginannya mengenai DNR? Seorang pasien dewasa dapat memberikan consent atau persetujuan untuk DNR secara oral atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir dua saksi. Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan bahwa keinginan pasien sepenuhnya diketahui. Bila seorang pasien meminta DNR, apakah dokter harus menghargainya? Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat:1. Mentransfer pasien ke dokter lain;2. Memulai proses untuk menyelesaikan argumentasi atau perdebatan jika pasien berada di rumah sakit atau rumah perawatan;3. Jika argumentasi atau perdebatan dalam kurun waktu 72 jam, dokter harus mentransfer pasien ke dokter lain;4. Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, siapa yang akan memutuskannya? Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR bagi dirinya harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan hasilnya kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang CPR dan tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR dapat ditulis dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota keluarga (pasangan hidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman terdekat atau orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum. Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:1. Advance Directive:ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan pasien sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini dapat berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan pasien dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney for health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di masa lalu dan pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus di mana pasien berubah pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika mereka benar-benar menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat ditinjau kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman terdekat, atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan pasien.2. Surrogate decision maker:dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien atau yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktiknya, semua anggota keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan, secara hukum dikenal hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wali atas pasien:a. Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis;b. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien;c. Pasangan hidup pasien;d. Anak pasien yang sudah dewasa;e. Orang tua pasien;f. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa.Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:1. Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter;2. Menuliskan keinginan sendiri;3. Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah;4. Memanggil pengacara;5. Menggunakan software komputer khusus untuk dokumen legal (tergantung hukum masing-masing negara).Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa hukum untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien yang tulis dimengerti sebagaimana mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya selesai, sebaiknya melakukan notarisasi jika memungkinkan dan dikopi untuk diserahkan pada keluarga dan dokter.Dalam keadaan apa seorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat mengambil keputusan tentang DNR? Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam keadaan:1. Pasien dalam kondisi sakit terminal2. Pasien yang tidak sadar secara permanen3. CPR tidak akan berhasil (medical futility)4. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih burukAda beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya pada kondisi klinis di bawah ini:1. Persistent vegetative state;2. Syok septik;3. Stroke akut;4. Kanker metastasis (stadium 4);5. Pneumonia berat.Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusannya pada keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada kepentingan pasien.Bagaimana bila ada anggota keluarga yang tidak setuju? Dalam rumah sakit atau rumah perawatan, keluarga pasien dapat meminta untuk memediasi ketidaksetujuan. Dokter dan meminta mediasi bila ia menemukan adanya ketidaksetujuan atau kesepakatan di antara anggota keluarga pasien.Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya? Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu dengan dokternya dari awal.Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada anak? Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup umurnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas consent anak yang bersangkutan.Bagaimana bila pasien berubah keputusan setelah DNR ditulis? Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter atau perawat atau siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan tersebut, pasien dalam keadaan kompeten yang berarti mampu berpikir rasional dan memberitahukan keinginannya dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan secara hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga.Bagaimana bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain? DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan untuk pasien untuk mendapatkan persetujuan.Di beberapa negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien mengenakan gelang tentang keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.

D. PROSEDUR YANG DIREKOMENDASIKAN1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya;2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver;3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar, atau kulkas;4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau kaki (jika memungkinkan);5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan;6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini:a. Diagnosis;b. Alasan DNR;c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan; d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa.7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan mengikuti prosedur berikut:1. Hubungi kontrol medik;2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada;3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal : kanker).;4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, pemayaran EKG);5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya;6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR;7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil menghubungi kontrol medik;8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin potensial sebagai donor organ atau jaringan;9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopi pada laporan.

BAB VDOKUMENTASI

Pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting. Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan profesional yang bersifat obyektif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada diri klien. Manfaat dari pendokumentasian diantaranya sebagai alat komunikasi antar anggota tim kesehatan lainnya, sebagai dokumen resmi dalam sistem pelayanan kesehatan, sebagai alat pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Penetapan Pelaksanaan RJP yang dilaksanakan di Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin didokumentasikan dalam rekam medis.

DAFTAR PUSTAKAJohn M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S640-S656.Sayre MR. et al. Highlights of the 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. 7272 Greenville Avenue. Dallas, Texas 75231-4596.. 90-1043.Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. 2007Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705.Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.