panduan pelaksanaan bridging course smp

30
iii KATA PENGANTAR Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara merupakan indikasi yang sangat nyata upaya Pemerintah Indonesia dalam peningkatan mutu sumberdaya manusia agar mampu bersaing dalam era keterbukaan dan globalisasi. Di lingkungan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen, Kementerian Pendidikan Nasional, diantara dampak realisasi dari peraturan-peraturan perundangan tersebut dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat pada akhir tahun 2009 mencapai 98,11%. Angka ini melebihi target yang diharapkan dapat dicapai akhir tahun 2008, yaitu 95.0%. Dengan telah tercapainya target APK di atas, maka orientasi pembinaan pendidikan pada jenjang SMP lebih ditekankan pada peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut, Direktorat Pembinaan SMP telah menyusun berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dengan kebijakan dan program tersebut, diharapkan misi 5 K Kementerian Pendidikan Nasional terkait dengan Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan Kepastian juga diharapkan dapat terpenuhi. Agar program dan/atau kegiatan tersebut dapat mencapai target yang telah ditetapkan, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada, Direktorat Pembinaan SMP menerbitkan berbagai Buku Panduan Pelaksanaan untuk masing-masing program dan/atau kegiatan, baik yang pengelolaannya di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun yang dilaksanakan langsung oleh sekolah. Dengan buku panduan ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan program di semua tingkatan dapat memahami dan melaksanakan dengan amanah, efektif dan efisien seluruh proses kegiatan mulai dari penyiapan rencana, pelaksanaan, sampai dengan monitoring, evaluasi dan pelaporannya. Akhirnya, kami mengharapkan agar semua pihak terkait mempelajari dengan seksama dan menjadikannya sebagai pedoman serta acuan dalam pelaksanaan seluruh program atau kegiatan pembangunan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama tahun anggaran 2010. Jakarta, Januari 2010 Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Didik Suhardi, SH., M.Si NIP. 196312031983031004

Upload: tonzchid

Post on 04-Jul-2015

3.423 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Panduan pelaksanaan bridging course smp

iii

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang

Wajib Belajar, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

Pemberantasan Buta Aksara merupakan indikasi yang sangat nyata upaya

Pemerintah Indonesia dalam peningkatan mutu sumberdaya manusia agar mampu

bersaing dalam era keterbukaan dan globalisasi.

Di lingkungan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen, Kementerian

Pendidikan Nasional, diantara dampak realisasi dari peraturan-peraturan

perundangan tersebut dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK)

SMP/MTs/Sederajat pada akhir tahun 2009 mencapai 98,11%. Angka ini melebihi

target yang diharapkan dapat dicapai akhir tahun 2008, yaitu 95.0%. Dengan telah

tercapainya target APK di atas, maka orientasi pembinaan pendidikan pada jenjang

SMP lebih ditekankan pada peningkatan mutu pendidikan.

Dalam rangka peningkatan mutu tersebut, Direktorat Pembinaan SMP telah

menyusun berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk

program dan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dengan

kebijakan dan program tersebut, diharapkan misi 5 K Kementerian Pendidikan

Nasional terkait dengan Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan

Kepastian juga diharapkan dapat terpenuhi.

Agar program dan/atau kegiatan tersebut dapat mencapai target yang telah

ditetapkan, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada, Direktorat Pembinaan

SMP menerbitkan berbagai Buku Panduan Pelaksanaan untuk masing-masing

program dan/atau kegiatan, baik yang pengelolaannya di tingkat pusat, provinsi,

kabupaten/kota, maupun yang dilaksanakan langsung oleh sekolah.

Dengan buku panduan ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan

program di semua tingkatan dapat memahami dan melaksanakan dengan amanah,

efektif dan efisien seluruh proses kegiatan mulai dari penyiapan rencana,

pelaksanaan, sampai dengan monitoring, evaluasi dan pelaporannya.

Akhirnya, kami mengharapkan agar semua pihak terkait mempelajari dengan

seksama dan menjadikannya sebagai pedoman serta acuan dalam pelaksanaan

seluruh program atau kegiatan pembangunan pendidikan pada jenjang Sekolah

Menengah Pertama tahun anggaran 2010.

Jakarta, Januari 2010

Direktur Pembinaan

Sekolah Menengah Pertama,

Didik Suhardi, SH., M.Si

NIP. 196312031983031004

Page 2: Panduan pelaksanaan bridging course smp
Page 3: Panduan pelaksanaan bridging course smp

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Tujuan ........................................................................................................ 3

BAB II KONSEP PEMBELAJARAN PADA BRIDGING COURSE..................... 5

A. Konsep Bridging Course ............................................................................ 5 B. Pola Pembelajaran Pada Program Bridging Course ................................... 9

BAB III POLA PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM

BRIDGING COURSE DI SEKOLAH ................................................................... 13

A. Pengaturan Program Bridging Course di Sekolah.................................... 13 B. Desain Pelaksanaan Bridging Course di Sekolah..................................... 14 C. Tahap Pelaksanaan Perluasan Pelaksanaan Bridging Course................... 16 D. Unsur-Unsur Derkait dengan Perluasan Pelaksanaan Program

Bridging Course................................................................................................. 20

BAB IV PENUTUP................................................................................................ 21

Lampiran: Contoh program pelatihan/pembekalan bridging course....................... 20

Page 4: Panduan pelaksanaan bridging course smp
Page 5: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah tingkat

kesiapan lulusan SD ketika memasuki jenjang SMP. Keragaman dan

rendahnya mutu pendidikan di SD menyebabkan lulusan SD tidak siap

mengikuti pendidikan di SMP. Pola pendidikan yang saat ini

berlangsung memberi kemungkinan lulusan SD, walaupun dengan

dengan tingkat penguasaan “terbatas” dapat lulus dan berhak

melanjutkan ke SMP. Kondisi seperti itu kemudian menjadi masalah

bagi guru di SMP, yakni kesulitan memulai pelajaran karena bekal

awal yang dimiliki oleh siswa (lulusan SD) tidak memadai untuk

mengikuti pelajaran di SMP.

Siswa baru SMP yang kurang siap mengikuti pelajaran baru, dan

terutama ketidakmerataan kesiapan juga terjadi di sebagian besar

sekolah. Ketidakmerataan mutu SD dan rendahnya mutu di sebagian

SD menjadi penyebab pokok. Dengan adanya program Wajib Belajar

sekolah tidak dapat menolak lulusan SD yang memiliki bekal awal

yang tidak memadai, sehingga akhirnya mereka tidak siap mengikuti

pelajaran baru di SMP.

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dicari jalan keluar agar siswa

baru di SMP siap untuk mengikuti pelajaran ketika tahun pelajaran

dimulai. Mengingat mutu lulusan SD belum optimal, maka perlu

dilakukan program bridging course (BC) di awal tahun pelajaran SMP

supaya siswa baru siap untuk mengikuti pelajaran di SMP dengan

baik. Program BC ini adalah semacam program matrikulasi untuk

meningkatkan kemampuan awal siswa di tingkat SMP. Pelaksanaan

BC dapat diintegrasikan dengan masa orientasi siswa (MOS) bagi

siswa baru atau dapat pula dilaksanakan secara terpisah dari kegiatan

MOS.

Pada tahun 2003 telah diujicobakan program BC di 4 (empat) sekolah,

yaitu SMPN 1 Cisarua, SMPN 1 Parung, SMPN 1 Taktakan Serang

dan SMPN 16 Bekasi. Hasil uji coba tersebut sangat

menggembirakan. Tes sebelum dan sesudah mengikuti BC

menunjukkan hasil yang signifikan pada seluruh mata pelajaran,

walaupun dari nilai nominalnya masih belum cukup mencolok. Dari

isian kuesioner siswa justru memberikan gambaran yang memberikan

Page 6: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP - QEC24711” 2

harapan. Sebagian besar siswa menyatakan senang mengikuti program

BC dan merasa yakin dapat mengikuti pelajaran dengan baik di SMP,

serta tidak merasa takut terhadap mata pelajaran yang selama ini

dianggap sulit, yaitu Matematika dan Fisika.

Para guru dan kepala sekolah juga menyatakan bahwa siswa menjadi

lebih yakin, karena materi BC lebih mirip dengan mengulang

pelajaran SD secara singkat dan kemudian disambungkan dengan

pelajaran awal di SMP. Pola pembelajaran juga menyenangkan,

sehingga siswa merasa nyaman terhadap mata pelajaran.

Pada tahun 2004 telah dilaksanakan perluasan pelaksanaan BC pada

25 SMP yang tersebar di 13 provinsi, yaitu Bangka Belitung,

Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Walaupun tidak dilakukan

monitoring pada awalnya, laporan tertulis yang disusun oleh pihak

sekolah menunjukkan bahwa program BC memberikan dampak

signifikan terhadap kesiapan siswa baru untuk mengikuti pelajaran di

kelas VII. Sekolah juga melaporkan bahwa MOS menjadi menarik,

karena ada kegiatan yang terkait langsung dengan persiapan pelajaran.

Pada tahun 2006, pelaksanaan program BC diperluas lagi menjadi 246

SMP yang tersebar di 30 provinsi. Hasil analisis terhadap monitoring

dan evaluasi yang dilakukan pada tahun 2006 dan laporan yang

dikirimkan oleh beberapa sekolah menunjukkan bahwa program BC

memberi manfaat yang sangat baik. Namun demikian, terdapat catatan

bahwa sekolah mengalami kesulitan keuangan dalam menggandakan

bahan tercetak satu set untuk setiap siswa baru, sehingga proses

pembelajaran ketika program BC dilaksanakan belum dapat berjalan

secara ideal. Perkembangan program BC cukup menggembirakan.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang, lebih banyak sekolah yang

mengimplementasikan program BC. Pola dan materi BC yang

diterapkan di sekolah juga berkembang sesuai dengan kebutuhan

siswa dan potensi sekolah.

Kekurangsiapan siswa untuk mengikuti pelajaran baru juga terjadi

pada saat pembelajaran MIPA bilingual dilaksanakan, terutama di

SMP RSBI. Dalam Kurikulum SD tidak ada mata pelajaran Bahasa

Inggris, meskipun terdapat SD yang memberikannya dalam bentuk

muatan lokal. Akibatnya bekal awal bahasa Inggris siswa kurang

memadai untuk mengikuti pelajaran MIPA dengan pengantar bahasa

Inggris, dan yang lebih menyulitkan adalah bekal awal tersebut sangat

Page 7: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 3

berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu,

program BC juga penting dilakukan untuk siswa baru yang mengikuti

program bilingual.

B. Tujuan

Tujuan utama dilaksanakannya program BC adalah menyiapkan siswa

baru di SMP, sehingga memiliki kesiapan memadai dalam mengikuti

pelajaran. Tujuan ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Meningkatkan bekal awal siswa baru SMP dengan cara

membahas materi-materi esensial (misalnya materi di SD) yang

sangat penting untuk persiapan mengikuti pelajaran di SMP.

2. Menyamakan bekal awal siswa baru SMP, agar antara satu siswa

dengan siswa lainnya tidak jauh berbeda, sehingga guru lebih

mudah dalam memulai pelajaran.

Page 8: Panduan pelaksanaan bridging course smp
Page 9: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 5

BAB II

KONSEP PEMBELAJARAN PADA BRIDGING COURSE

A. Konsep Bridging Course

Program BC merupakan program pembelajaran pada beberapa mata

pelajaran yang dilaksanakan untuk meningkatkan bekal kemampuan

awal siswa baru SMP, sehingga pada saat pembelajaran, siswa dapat

mengikuti pelajaran dengan baik, lancar, dan mampu menguasai

materi pelajaran secara optimal.

Bekal awal sangat penting bagi siswa dalam proses pembelajaran.

Bekal awal tersebut akan berfungsi sebagai “modal” dalam memahami

informasi yang dipelajari. Proses pemahaman pada dasarnya

merupakan interaksi secara asimilasi atau akomodasi informasi yang

baru diterima dengan bekal awal yang telah dimiliki sebelumnya.

Sebagai contoh, ketika siswa SD belajar perkalian, maka mereka akan

menggunakan kemampuan penjumlahan berulang sebagai bekal awal.

Jika siswa belum menguasai penjumlahan, maka mereka akan sangat

sulit mempelajari perkalian. Oleh karena itu, banyak ahli menyebut

penjumlahan sebagai prasyarat belajar perkalian. Pola tersebut juga

terjadi pada topik-topik pada mata pelajaran Matematika dan mata

pelajaran lainnya.

Secara teoretik, orang belajar pada dasarnya merupakan proses

pengembangan skema berpikir yang bertolak dari skema yang telah

ada sebelumnya. Makin dekat antara skema berpikir yang telah

dimiliki dengan skema yang dipelajari akan semakin mudah orang

belajar. Proses belajar pada dasarnya merupakan proses asimilasi dari

skema yang telah ada, yaitu perluasan “skema” lama akibat adanya

penambahan informasi baru. Misalnya kita telah memahami tentang

peta jalan raya di kota Jakarta. Setelah itu, kita mempelajari peta jalan

kereta api sehingga kita dapat menggabungkan kedua peta tersebut

dan dapat mengetahui cara naik kereta api dari stasiun jatinegara turun

di stasiun kota dan akan ke ancol naik angkutan kota.

Proses belajar dapat juga merupakan proses akomodasi, yaitu jika

informasi baru mengubah atau mengoreksi skema lama menjadi

skema baru. Misalnya semula kita telah belajar dan menyimpulkan

bahwa ikan paus berkembang biak dengan cara bertelur karena

termasuk jenis ikan. Kemudian belajar tentang ikan secara lebih

mendalam dan menjumpai informasi bahwa ikan paus berkembang

Page 10: Panduan pelaksanaan bridging course smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

“Direktorat PSMP - QEC24711” 6

biak dengan beranak karena termasuk mamalia. Dengan demikian,

terjadi perubahan skema berpikir dari ikan paus termasuk jenis ikan

menjadi ikan paus termasuk jenis mamalia. Jika terjadi perubahan

pemahaman secara utuh, yaitu bahwa ikan paus termasuk mamalia,

walaupun bentuk ikan, tetapi berkembang biak dengan cara beranak,

seperti pada ciri mamalia. Berarti telah terjadi proses akomodasi pada

skema berpikir siswa.

Baik proses asimilasi maupun akomodasi memerlukan skema lama

yang secara sederhana disebut bekal awal atau prasyarat. Kelemahan

atau kekurangan bekal awal akan menyulitkan siswa belajar karena

yang bersangkutan tidak memiliki skema berpikir yang dapat

dikaitkan dengan apa yang dipelajari. Jika dipaksakan, informasi akan

dihafal tanpa pemahaman dan dalam waktu cepat akan mudah

dilupakan. Pola pembelajaran seperti itu akan menyebabkan

pendidikan tidak bermakna (meaningless), karena siswa tidak

memahami apa yang sedang dipelajari. Di samping itu, pembelajaran

menjadi penumpukan informasi tanpa disertai pemaknaan dan

perangkaian antara berbagai fakta, konsep, dan teori. Akibatnya siswa

akan menjadi sangat terbebani ketika belajar.

Seperti dinyatakan oleh Ausuble, pembelajaran haruslah berlangsung

secara bermakna (meaningful) bagi anak, agar yang bersangkutan

merasakan manfaat dari apa yang dipelajari, sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar mereka. Belajar bermakna dapat

terjadi jika anak memahami apa yang dipelajari atau mengerti kaitan

antara satu konsep dengan konsep lainnya sehingga menjadi suatu

rangkaian konsep yang komprehensif.

Proses pembelajaran sebenarnya merupakan proses pengolahan

informasi, yaitu siswa yang sedang belajar mengolah informasi yang

diperoleh dari bacaan, penjelasan guru, dan fenomena yang diamati

dari lingkungan. Proses pengolahan informasi tersebut dapat dilihat

pada bagan berikut.

Page 11: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 7

Pada gambar tersebut tampak bahwa informasi yang di terima berupa

stimulus akan disaring oleh sebuah penyaring untuk menguji apakah

menarik perhatian atau tidak. Jika tidak mampu menarik perhatian

seseorang, informasi akan segera hilang (terabaikan). Sebagai contoh,

ketika penjual mi goreng lewat di depan rumah sambil menawarkan,

tetapi kita tidak menaruh perhatian karena baru makan. Ini berarti

bahwa informasi adanya mi goreng tidak mampu menarik perhatian

kita.

Ketertarikan seseorang terhadap stimulus informasi, biasanya terkait

dengan dua hal, yaitu (1) sesuai dengan kebutuhan saat itu, dan (2)

sesuai dengan hobinya. Pada contoh di atas, kita tidak memberikan

perhatian ketika ada penjual mi goreng yang lewat, karena sedang

kenyang. Sebaliknya jika kita sedang lapar, maka kita akan segera

tertarik jika ada penjual makanan yang lewat. Jika motor kita sedang

rusak dan kita kebingungan memperbaiki, kemudian di TV ada

penjelasan cara mereparasi motor, maka kita akan tertarik. Sebab,

informasi itu sedang kita perlukan, seperti halnya adanya penjual mi

goreng pada saat kita sedang lapar.

STIMULUS YA YA

SARIN

GAN I:

SESUAI DG HOBI?

ATAU KEBUTUHAN?

MEMORI

JANGKA

PENDEK

SARIN

GAN II:

DAPAT DIPAHAMI

MEMORI

JANGKA

PANJANG

TIDAK

TIDAK ADA PERHATIAN TERLUPAKAN

TIDAK

Bagan 1: Proses Pengolahan Informasi

Page 12: Panduan pelaksanaan bridging course smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

“Direktorat PSMP - QEC24711” 8

Seseorang yang mempunyai hobi bermain catur akan segera tertarik

ketika TV menayangkan pertandingan catur. Sebaliknya bagi orang

yang tidak mempunyai hobi catur, tayangan pertandingan catur tidak

akan menarik perhatiannya. Seorang anak kecil yang hobi main

layang-layang akan segera tertarik, jika diajak membuat layang-

layang. Sebaliknya, bagi anak yang tidak mempunyai hobi bermain

layang-layang akan kurang tertarik ketika diajak membuat layang-

layang.

Jika mampu menarik perhatian seseorang, maka informasi tersebut

akan masuk memori jangka pendek (short-term memory). Artinya

informasi tersebut sudah masuk ke ingatan kita, walaupun memori

jangka pendek sangat mudah terlupakan. Selanjutnya informasi akan

masuk ke saringan berikutnya dan diuji apakah dapat dipahami oleh

yang bersangkutan atau tidak.

Tahap ini sangat kritis, karena seringkali informasi yang diminati

tidak dapat dipahami. Misalnya kita tertarik dengan informasi tentang

reparasi sepeda motor di TV, tetapi ternyata informasinya begitu rumit

sehingga kita tidak paham. Akhirnya kita akan meninggalkan

tayangan tersebut dan informasinya segera terlupakan. Sebaliknya,

jika tayangan tentang reparasi sepeda motor tersebut dapat kita

pahami, kita akan tertarik mengikuti terus dan akhirnya menjadi

“pengetahuan baru” bagi kita. Pengetahuan baru seperti itu akan

tersimpan dalam memori jangka panjang yang dapat diungkap

kembali jika diperlukan. Misalnya jika suatu saat motor kita rusak

lagi, kita akan mencoba mengingat kembali penjelasan di TV atau

bahkan pengalaman kita membetulkan sepeda motor pada masa lalu.

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar informasi itu dapat mudah

dipahami oleh seseorang? Nah, di sinilah pentingnya bekal awal

sebagaimana disinggung pada bagian terdahulu. Intinya untuk

mempelajari sesuatu, siswa memerlukan bekal awal yang cukup,

berupa pengetahuan lain yang terkait dan menjadi dasar apa yang saat

ini dipelajari. Dalam istilah pendidikan seringkali bekal awal tersebut

disebut sebagai prasyarat, yaitu pengetahuan yang menjadi prasyarat

untuk mempelajari sesuatu. Pada contoh di atas, penjumlahan

berulang merupakan prasyarat untuk belajar perkalian.

Terkait dengan prinsip di atas, penting diingat bahwa menurut Piaget,

perkembangan berpikir siswa SMP kelas VII pada umumnya masih

pada taraf operasi konkrit. Bahkan menurut hasil-hasil penelitian di

Indonesia, banyak siswa SMP masih dalam taraf berfikir konkrit.

Page 13: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 9

Artinya siswa sudah mampu melakukan operasi atau manipulasi tetapi

berdasarkan obyek fisik yang konkrit. Dengan demikian, setiap

penjelasan yang diberikan harus bertitik tolak dari fenomena fisik

yang sudah diketahui atau dipahami siswa.

Di samping prasyarat pengetahuan sebagai bekal awal, keberhasilan

siswa ketika belajar juga dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya

keyakinan dia mampu menguasai apa yang sedang dipelajari dan

kesungguhan dalam belajar. Jika pada saat belajar, siswa sudah

merasa tidak akan mampu menguasai apa yang dipelajari, maka akan

terjadi apa yang sering disebut “kalah sebelum bertanding”. Artinya,

siswa sudah takut atau menyerah sebelum berusaha.

Ketakutan seperti itu seringkali disebabkan oleh pengalaman yang

lalu. Misalnya pada waktu lalu, seseorang selalu kesulitan belajar

matematika, maka dia seakan sudah merasa akan mengalami kesulitan

juga ketika akan belajar topik Matematika berikutnya. Akibatnya, dia

seakan menyerah sebelum mulai belajar dan pada akhirnya tidak

berusaha secara maksimal.

Kesungguhan dalam belajar terkait dengan kadar intensitas saat

belajar. Siswa yang sungguh-sungguh dalam belajar, akan belajar

dengan intensitas tinggi. Oleh karena itu, walaupun dia duduk belajar

dalam waktu yang sama dengan teman lainnya (misalnya 120 menit),

sesungguhnya dia belajar dalam waktu yang lebih banyak, karena

selama 120 menit tersebut dia bersungguh-sungguh. Siswa yang tidak

sungguh-sungguh, seringkali “mencuri” waktu belajar untuk

memikirkan hal lain. Misalnya ketika sedang mengerjakan soal

Matematika, dia memikirkan bermain bola.

Kesungguhan belajar antara lain disebabkan keyakinan apakah yang

dipelajari bermanfaat bagi dirinya. Jika siswa merasa apa yang

dipelajari memberi manfaat tinggi, dia akan belajar dengan sungguh-

sungguh, sebaliknya jika tidak memberi manfaat akan malas dalam

belajar.

B. Pola Pembelajaran pada Program Bridging Course

Cara melaksanakan pembelajaran dalam program BC terkait erat

dengan upaya agar siswa belajar dengan mudah, penuh keyakinan

akan mampu menguasai apa yang dipelajari dan sungguh-sungguh

dalam belajar. Prinsip pembelajaran yang dapat memunculkan tiga hal

di atas, antara lain: (1) pembelajaran kontekstual, (2) pembelajaran

Page 14: Panduan pelaksanaan bridging course smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

“Direktorat PSMP - QEC24711” 10

yang menyenangkan (joyful learning), dan (3) pembelajaran

berdasarkan masalah. Tentu masih banyak pola pembelajaran lain

yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik anak didik dan

kondisi sekolah serta lingkungannya.

Pembelajaran kontekstual artinya pembelajaran yang dikaitkan

dengan konteks kehidupan siswa dan konteks apa yang sudah

diketahui oleh siswa. Misalnya ketika guru IPS menerangkan hukum

permintaan dan penawaran dalam ekonomi, dalam mengajar guru

memulai dengan meminta siswa membandingkan harga buah-buahan

pada saat musim panen dan pada saat tidak musim panen. Tentu siswa

paham bahwa pada saat musim panen harga buah lebih murah

dibanding pada saat tidak panen. Hal serupa juga terjadi pada harga

barang-barang lainnya. Fenomena yang sudah diketahui sebelumnya

itu dapat digunakan sebagai awalan dan konteks untuk menjelaskan

hukum permintaan dan penawaran.

Bahkan pada tahap tertentu pola pembelajaran kontekstual dapat

diteruskan dengan mendorong siswa menarik kesimpulan sendiri,

sehingga seakan-akan mereka menemukan “teori” atau “hukum” baru.

Misalnya ketika siswa menyebutkan “ya saat panen produksi buah

mangga banyak sehingga harganya turun”. Setelah itu siswa dapat

dipancing dan didorong untuk membandingkan jumlah penawaran dan

permintaan, sehingga dapat menyimpulkan “ketika jumlah penawaran

melebihi permintaan harga akan turun, sementara jika penawaran

lebih sedikit dibanding permintaan harga akan naik.” Ketika itu guru

dapat menyebutkan “itulah hukum penawaran dan permintaan dan

kalian telah menemukan sendiri”. Tentu mereka akan bangga, karena

merasa mampu menemukan hukum itu tanpa diajari oleh orang lain.

Kebanggaan seperti itu menumbuhkan kepercayaan diri dan motivasi

belajar.

Pembelajaran yang menyenangkan artinya pembelajaran yang

dapat membuat siswa senang dan bukan merasa terpaksa ikut

pelajaran. Agar siswa senang dalam belajar, maka prinsip pemrosesan

informasi patut diperhatikan. Siswa akan menyenangi situasi belajar

jika apa yang dipelajari sesuai dengan apa yang diperlukan atau sesuai

dengan hobinya, paling tidak terkait dengan apa yang dibutuhkan atau

hobinya. Di samping itu, siswa akan senang belajar jika situasinya

menyenangkan. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk

mengkaitkan pembelajaran dengan apa yang pada umumnya disenangi

oleh siswa dan menyelipkan humor yang dapat menarik perhatian

siswa.

Page 15: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 11

Siswa SMP kelas VII pada umumnya masih dalam taraf berpikir

operasional konkrit sehingga pembelajaran yang pada umumnya

disenangi adalah yang terkait atau paling tidak dapat dikaitkan atau

mengambil contoh kehidupan remaja sehari-hari. Adapun pokok

bahasan yang sedang dipelajari akan menjadi menarik bagi siswa jika

dikaitkan kehidupan mereka sehari-hari.

Interaksi antar teman juga merupakan aktivitas yang disenangi oleh

remaja seusia siswa SMP. Oleh karena itu, aktivitas kelompok

merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka. Jika proses

pembelajaran dapat diwujudkan dalam kerja kelompok atau paling

tidak siswa dapat mendiskusikan dengan teman akan membuat situasi

pembelajaran lebih menyenangkan.

Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran

didasarkan pada problema sehari-hari dan dalam pembelajaran siswa

diajak untuk memecahkannya. Melalui pembelajaran semacam itu

siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya

akan muncul berbagai gagasan dan siswa akan saling memberikan

alasan dari gagasan yang diajukan. Dalam proses pembahasan gagasan

itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang pada akhirnya

mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang

karena merasa mampu memecahkan masalah yang diberikan.

Contoh pembelajaran berdasarkan masalah adalah kegiatan belajar

tentang cara mengatur kebersihan di sekolah. Mata pelajaran PKn

dapat menggunakan masalah kebersihan sekolah sebagai tema untuk

membahas topik tanggung jawab sosial. Tema kebersihan juga dapat

digunakan sebagai tema Matematika dalam topik yang sesuai.

Kegiatan yang paling pokok dalam pembelajaran berdasarkan masalah

adalah dicari masalah sehari-hari yang dihadapi siswa, kemudian

masalah itu dipecahkan dengan topik yang akan diajarkan.

Karena bekal awal siswa baru SMP pada umumnya sangat beragam,

maka pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sangat cocok

untuk diterapkan. Pada pola ini siswa dikelompokkan dalam

kelompok setara, tetapi anggota masing-masing kelompok terdiri dari

individu yang heterogen dilihat dari bekal awalnya. Sederhananya,

dalam setiap kelompok terdapat siswa yang pandai, sedang dan

kurang. Selama pembelajaran, setiap kelompok dirancang untuk

bekerjasama dan didorong agar semua anggota kelompok memahami

apa yang dipelajari. Penilaian bukan hanya berdasarkan atas

pemahaman masing-masing anggota kelompok, tetapi juga

Page 16: Panduan pelaksanaan bridging course smp

“Belajar Untuk Masa Depanku”

“Direktorat PSMP - QEC24711” 12

pemahaman kelompok. Artinya nilai kelompok akan berpengaruh

terhadap penilaian individu yang menjadi anggotanya. Jadi siswa yang

pandai akan terimbas oleh nilai siswa yang kurang pandai, jika siswa

tersebut tetap tidak paham materi yang dipelajari pada saat penilaian.

Page 17: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 13

BAB III

POLA PENGATURAN DAN PELAKSANAAN

PROGRAM BRIDGING COURSE DI SEKOLAH

A. Pengaturan Program Bridging Course di Sekolah

Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, program BC dilaksanakan

dengan tujuan untuk meningkatkan bekal awal siswa SMP, sehingga

pada saat pembelajaran untuk kurikulum SMP, siswa dapat mengikuti

kegiatan dengan baik. Oleh karena itu, seharusnya program BC

dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Selain itu, BC

dapat juga dilaksanakan untuk penyiapan program tertentu. Misalnya

BC bahasa Inggris untuk mempersiapkan siswa-siswa yang akan

mengikuti program pembelajaran dalam bahasa Inggris.

Pada awal tahun pelajaran, sekolah sudah memiliki program Masa

Orientasi Siswa (MOS) yang bertujuan untuk mengenalkan siswa

yang baru lulus SD kepada situasi kehidupan dan pembelajaran di

SMP. Dengan demikian, antara MOS dan BC memiliki kaitan yang

erat. MOS lebih berfokus pada kehidupan secara umum di sekolah,

sementara BC berfokus pada peningkatan bekal awal siswa. Oleh

karena itu keduanya dapat dan sebaiknya diintegrasikan menjadi

kegiatan penyiapan siswa baru agar lebih siap mengikuti kegiatan

pembelajaran baik yang menyangkut materi ajar (lewat BC) maupun

kehidupan sosial di sekolah (lewat MOS). Namun demikian, sekolah

dapat mengalokasikan waktu yang lebih lama dari waktu yang

diperuntukkan pada program MOS. Untuk keperluan tersebut, sekolah

dapat melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota setempat untuk keperluan pembinaan.

Mekanisme pengintegrasian program BC dengan MOS di sekolah,

sangat tergantung pada program yang direncanakan oleh sekolah.

Sekolah dapat mengatur sesuai dengan kondisi sekolah dan

karakteristik siswa baru. Sebagai contoh, BC dapat dijadikan topik

yang dibahas, sedangkan cara pembahasan dalam kehidupan sehari-

hari di sekolah menerapkan prinsip MOS. Tentu saja ada beberapa

substansi MOS yang juga perlu untuk diangkat menjadi topik,

misalnya topik mengenal diri yang berasal dari MOS dipadukan

dengan topik PKn atau bahkan Matematika. di SD yang dianggap

sukar oleh siswa.

Page 18: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 14

Apakah semua mata pelajaran perlu diikutkan dalam program BC atau

hanya mata pelajaran tertentu? Sekolah yang harus menentukan hal

ini. Prinsipnya program BC ingin membantu siswa baru SMP agar

memiliki bekal awal cukup baik sehingga dapat mengikuti proses

pembelajaran di SMP dengan baik. Pada mata pelajaran juga dipilih

pokok bahasan atau topik yang pada umumnya sulit bagi siswa dan

pokok bahasan yang merupakan prasyarat bagi pembahasan pokok

bahasan lainnya. Namun harus dipahami bahwa waktu pelaksanaan

BC tidak terlalu banyak. Pada ujicoba di Kabupaten Bogor, Serang

dan Kota Bekasi, waktu yang digunakan bervariasi antara 1–2 minggu

yang sudah diintegrasikan dengan program MOS. Namun demikian,

sekolah dapat menentukan sendiri lama waktu yang diperlukan sesuai

dengan kebutuhan sekolah tersebut.

Dengan demikian, jadwal atau struktur program BC tidak harus

seragam antara sekolah satu dengan lainnya, termasuk materi yang

akan digunakan dalam program BC. Setiap sekolah dapat mengatur

sesuai dengan karakteristik siswa baru dan kondisi sekolah sehingga

siswa dapat mengikuti program dengan senang seperti yang

diharapkan agar siswa dapat lebih siap untuk mengikuti program-

program berikutnya di sekolah.

B. Desain Pelaksanaan Bridging Course di Sekolah

Pelaksanaan BC di sekolah perlu dirancang sedemikian rupa, yang

dapat digunakan sebagai dasar pedoman sekolah dalam

penyelenggaraannya. Perancangan yang baik akan menghasilkan dan

mencapai tujuan BC seperti yang diinginkan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelaksanaan BC menjadi

satu dengan kegiatan masa orientasi siswa (MOS), meskipun tidak

menutup kemungkinan dilaksanaan pada kegiatan-kegiatan lain selain

pada saat MOS dengan tujuan yang juga berbeda. Misalnya pada saat

waktu luang setelah kenaikan kelas, yang bertujuan untuk

memberikan bekal umum kepada siswa untuk mempersiapkan materi

di jenjang berikutnya. Oleh karena itu, untuk menjamin

terselenggaranya BC dengan baik dan lancar perlu dibuat suatu desain

atau rancangan yang memadukan antara kedua kegiatan tersebut.

Sebagai suatu gambaran dalam perencanaan pelaksanaan BC di

sekolah, perlu disusun komponen kegiatan pokok sebagai berikut:

Page 19: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 15

1. Melaksanakan sosialisasi dan penjelasan tentang konsep dan

penyelenggaraan BC kepada warga sekolah dan stakeholder

dengan melibatkan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;

2. Membentuk kepanitiaan untuk penyelenggaraan BC;

3. Melaksanakan pre-test kepada siswa baru untuk mengetahui

kompetensi atau kemampuan awal siswa;

4. Melaksanakan pembelajaran kepada siswa sasaran dengan

menggunakan materi (modul) yang telah disediakan sebelumnya,

dengan rambu-rambu komponen dan kegiatan yang ada antara

lain meliputi:

a. Terdapat pembagian tugas antara pelaksanaan BC dengan

MOS, jika program BC disubstitusikan dengan kegiatan

MOS;

b. Penyiapan atau pembekalan terhadp fasilitator atau guru yang

akan melaksanakan program BC untuk mata pelajaran

tertentu (sesuai dengan yang sudah diputuskan oleh sekolah);

c. Terdapat penjadwalan yang menjamin terjadinya

pembelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan,

tidak monoton;

d. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan relevan;

e. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan relevan;

f. Penggunaan sistem evaluasi yang tepat dan relevan;

g. Penambahan sumber-sumber belajar yang relevan;

h. Dan lain-lain komponen / kegiatan yang diperlukan.

5. Melaksanakan post-test untuk mengetahui hasil pelaksanaan

pembelajaran atau kompetensi/kemampuan siswa atau tanggapan

siswa terhadap pelaksanaan program yang bertujuan untuk

mengetahui kondisi peserta didik antara sebelum dan sesudah

pelaksanaan BC;

6. Melaksanakan monitoring dan evaluasi mulai dari persiapan,

pelaksanaan, dan akhir kegiatan (purna BC);

7. Membuat laporan yang berisi tentang: hasil-hasil BC dan

penyelenggaraan BC, dengan dilampiri berbagai dokumen yang

relevan termasuk beberapa rekomendasi untuk keperluan

pelaksanaan program sejenis di masa yang akan datang. Laporan

ini dibuat rangkap sesuai dengan kebutuhan yang diperuntukkan

pada unsur-unsur dan dinas terkait, misalnya untuk: komite

Page 20: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 16

sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan

Propinsi, dan arsip sekolah.

Penyelenggaraan program BC diharapkan dapat dibiayai sendiri oleh

sekolah atau lembaga penyelenggara program. Besarnya dana yang

diperlukan untuk menyelenggarakan program BC di sekolah

tergantung kepada lama berlangsungnya program dan jumlah sasaran

murid yang mengikuti program BC. Dana peruntukan dengan

keperluan sebagai berikut: (1) biaya operasional persiapan program

(misalnya: rapat), dan (2) biaya operasional pelaksanaan (misalnya:

honor guru, transportasi, konsumsi, penggandaan materi, media, dan

ATK).

C. Tahap Pelaksanaan Perluasan Pelaksanaan Bridging Course

Tahap Persiapan

Pada tahap ini beberapa yang perlu dilaksanakan di antaranya adalah:

a. Kegiatan rapat-rapat persiapan sekolah termasuk melakukan

koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pada tahap persiapan ini

juga dilakukan penetapan mekanisme pelaksanaan program

secara menyeluruh oleh sekolah berdasarkan hasil evaluasi

terhadap program BC yang sudah dilakukan sebelumnya jika

sekolah sudah pernah melakukan program ini.

b. Penentuan materi yang akan disampaikan pada saat BC.

Penentuan materi ini sangat penting mengingat perlu disadari

bahwa pola penyampaian materi dalam program BC ini berbeda

dengan pola penyampaian materi pada pembelajaran yang biasa

dilakukan. Oleh karena itu penentuan dan pengembangan materi

harus dilakukan secara berhati-hati dengan mempertimbangkan

tujuan program BC dilakukan. Materi yang telah dikembangkan

kemudian digandakan oleh panitia pelaksana. Pada tahap ini juga

akan dilaksanakan persiapan-persiapan yang bersifat

administratif.

Sosialisasi Program

Sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah dilakukan dalam bentuk rapat

yang melibatkan warga sekolah termasuk Komite Sekolah dan unsur

dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Sedangkan sosialisasi di

tingkat pusat dilakukan melalui rapat koordinasi tingkat pusat yang

diikuti oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kepala Dinas

Page 21: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 17

Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk sosialisasi tingkat provinsi

dilaksanakan melalui rapat koordinasi tingkat provinsi yang diikuti

oleh Ketua TTK, Subdin Program, dan Konsultan Kab/Kota.

Sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat kerja yang

diikuti oleh Kepala Sekolah SMP, Ketua Komite Sekolah, dan Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota. Program ini sejak tahun 2007 sudah

tidak disediakan dana dari pusat. Oleh karena itu mulai tahun 2007

pelaksanaan program ini diserahkan ke sekolah secara mandiri,

dengan pengawasan dan koordinasi Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota setempat.

Tahap Verifikasi dan Penentuan Sekolah Pelaksana Program

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat menentukan sekolah yang

harus melaksanakan program ini. Namun demikian, sekolah dapat

melakukan program ini secara mandiri asal daya dukung yang dimiliki

oleh sekolah tersebut memungkinkan. Dalam penentuan sekolah yang

harus melaksanakan program BC, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

dapat menempuh mekanisme tertentu melalui tahapan verifikasi.

Verifikasi dapat diawali dengan menentukan kriteria. Berdasarkan

kriteria tersebut Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan seleksi

terhadap SMP yang mengajukan proposal program BC, yakni dengan

langkah berikut: (1) mengumpulkan proposal program penggalangan

partisipasi masyarakat di bidang pendidikan dari berbagai lembaga,

dan (2) berdasarkan proposal yang masuk, TTK melakukan seleksi

proposal sesuai dengan ketentuan: (a) menilai proposal yang diajukan

oleh lembaga, (b) melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan

verifikasi data dan program-program yang diusulkan oleh lembaga

penyusun proposal, serta (c) berdasarkan hasil penilaian proposal dan

verifikasi lapangan, tim membuat rangking lembaga calon pelaksana

program. Selanjutnya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota berdasarkan

hasil seleksi tersebut menentukan sekolah-sekolah yang mampu atau

selayaknya melaksanakan program BC.

Tahap Pelatihan bagi Pelaksana Program

Sekolah-sekolah yang baru memulai program BC, perlu mendapatkan

pelatihan. Pelatihan bagi pelaksana program BC yang baru ini

merupakan kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan program

ini. Dalam hal ini guru-guru, kepala sekolah, dan salah satu anggota

Page 22: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 18

komite sekolah dari sekolah yang menjadi sasaran perluasan

pelaksanaan BC adalah pihak pelaksana program yang perlu

mengikuti pelatihan. Guru yang diikutsertakan untuk mengikuti

pelatihan ini adalah guru yang akan memberikan BC kepada para

siswa. Misalnya untuk program BC yang disubstitusikan dengan

kegiatan MOS, dapat dilibatkan guru yang terdiri atas 5 (lima) mata

pelajaran, yaitu: matematika, IPA (fisika, biologi), PKN, IPS

(geografi, sejarah, ekonomi), dan bahasa Indonesia.

Mengingat mulai tahun 2007, Direktorat Pembinaan SMP tidak lagi

mengadakan pelatihan secara terpusat untuk sekolah-sekolah yang

akan melaksanakan program ini, maka Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota dapat melaksanakan kegiatan pelatihan dengan

melibatkan sumber daya manusia yang berasal dari sekolah-sekolah

yang sebelumnya sudah melaksanakan program BC. Untuk keperluan

tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat memodifikasi

struktur program yang selama ini diterapkan oleh Direktorat

Pembinaan SMP (terlampir).

Materi pelatihan lebih menekankan pada memberi pembekalam

kepada sekolah (dalam hal ini kepala sekolah) dan guru dalam

melaksanakan program BC. Untuk peserta kepala sekolah dan komite,

materi lebih menitikberatkan pada perencanaan pelaksanaan BC

dengan produk akhir adalah dihasilkannya proposal kegiatan BC

termasuk mekanisme pelaksanaan BC di sekolah dan bagaimana

mengevaluasi keterlaksanaan program ini di sekolah. Untuk guru mata

pelajaran, lebih menitikberatkan pada memberikan pembekalan

kepada mereka bagaimana penyampaian materi pembelajaran dalam

program BC dengan konsep-konsep yang melandasinya.

Instruktur dalam pelatihan ini dapat melibatkan para guru yang

sebelumnya sudah melaksanakan program BC di sekolah atau para

guru yang sudah mengembangkan materi untuk keperluan

implementasi program BC di sekolah. Di samping itu, akan lebih baik

jika pelatihan ini juga melibatkan instruktur dari perguruan tinggi

yang memahami atau berkompeten dalam bidangnya. Pelatihan akan

dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, dan kerja

kelompok. Metode ceramah digunakan untuk materi tentang konsep

BC. Melalui kegiatan diskusi diharapkan para peserta tidak akan

merasa digurui. Melalui kerja kelompok, para peserta dikelompokkan

sesuai dengan mata pelajaran yang diampu masing-masing. Di

samping itu, para peserta dari kelompok mata pelajaran Biologi dan

Fisika disatukan untuk memperoleh materi hakikat IPA dan IPA

Page 23: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 19

terpadu, dan para peserta dari kelompok mata pelajaran Sejarah,

Geografi, dan Ekonomi disatukan untuk memperoleh materi hakikat

dan IPS terpadu. Kegiatan lain yang dilakukan adalah diskusi

kelompok yang diikuti oleh kepala sekolah, dan komite sekolah.

Diskusi dimaksudkan untuk membuat rancangan pelaksanaan program

BC di masing-masing sekolah.

Tahap Pelaksanaan Program

Tahap ini merupakan tahap yang terpenting dalam pelaksanaan

program BC. Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan BC sebagaimana

telah dirancang oleh masing-masing sekolah pelaksana program atas

persetujuan dan koordinasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Dalam tahap ini di masing-masing sekolah akan berlangsung beberapa

kegiatan berikut: (a) konsolidasi program sekolah, (b) sosialisasi bagi

warga sekolah, (c) proses pelaksanaan BC, serta (d) kegiatan-kegiatan

lain yang mendukung kelancaran kegiatan BC.

Tahap Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan

Tahap ini digunakan untuk melihat apakah program yang telah

direncanakan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Evaluasi

semacam ini perlu dimasukkan ke dalam laporan akhir sehingga

pihak-pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan serupa dapat

mengambil manfaat dari hasil evaluasi ini.

Laporan setidak-tidaknya memuat:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan program, sasaran, dan

hasil yang diharapkan.

Bab II Pelaksanaan, berisi persiapan kegiatan, proses pelaksanaan

kegiatan, dan hasil yang dicapai.

Bab III Pembahasan, berisi tentang hasil pelaksanaan kegiatan dan

hambatan-hambatan yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan, dan

upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan-

hambatan yang terjadi.

Bab IV Penutup, berisi kesimpulan dan rekomendasi.

Page 24: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 20

C. Unsur-Unsur terkait dengan Perluasan Pelaksanaan

Program Bridging Course

Pelaksana program ini adalah sekolah melalui persetujuan dan

koordinasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Pelaksana di Kabupaten/Kota adalah Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota dalam hal ini. Tim Teknis Kabupaten/Kota (TTK),

dengan tugas pokok berikut.

1. Menetapkan pedoman program.

2. Melakukan pemetaan terhadap SMP yang siswa barunya

mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran di sekolah

tersebut.

3. Mensosialisasikan program kepada masyarakat di wilayahnya.

4. Melakukan seleksi lembaga calon pelaksana program dengan

langkah-langkah sebagai berikut: (a) menilai proposal yang

diajukan oleh lembaga, (b) melakukan kunjungan lapangan untuk

memverifikasi data dan program-program yang diusulkan oleh

lembaga penyusun proposal, serta (c) berdasarkan hasil penilaian

proposal dan verifikasi lapangan, tim membuat peringkat lembaga

calon pelaksana program.

5. Memberi masukan kepada lembaga yang mengajukan proposal

program untuk merevisi proposalnya.

6. Menerima proposal yang telah direvisi dari lembaga.

7. Mengesahkan proposal program dengan melakukan

penandatanganan berita acara pengesahan proposal.

8. Memantau dan mengevaluasi penyaluran dana dan penggunaan

dana program di wilayahnya masing-masing.

9. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program di wilayahnya.

10. Memberikan pembinaan kepada lembaga pelaksana program

terkait dengan pengembangan, pelaksanaan, dan penggunaan dana

program.

Pelaksana pada tingkat sekolah adalah panitia yang dibentuk oleh

sekolah untuk melaksanakan program BC. Panitia tersebut memiliki

tugas pokok sebagai berikut:

1. Melakukan sosialisasi program ke berbagai pihak, terutama

kepada orangtua siswa baru.

Page 25: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 21

2. Menyusun rencana program.

3. Menyerahkan proposal kepada TTK.

4. Mengikuti perkembangan proses dan hasil seleksi proposal.

5. Merevisi proposal program berdasarkan masukan dari TTK.

6. Menyerahkan proposal yang telah direvisi kepada TTK.

7. Memanfaatkan dana program untuk merealisasikan program

seperti tertuang dalam proposal program yang telah disetujui oleh

TTK.

8. Membukukan semua jenis pemasukan dan pengeluaran dana

program.

9. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program.

Page 26: Panduan pelaksanaan bridging course smp
Page 27: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 21

BAB IV

PENUTUP

Pelaksanaan program BC yang diintegrasikan dengan kegiatan MOS ini

merupakan program yang dapat digunakan untuk menginisiasi agar proses

belajar mengajar selanjutnya di SMP dapat berlangsung lebih baik dengan

kesiapan awal siswa yang lebih baik dan relatif lebih seragam. Dengan

demikian, pola pengorganisasian dan pengelolaan kelas akan lebih mudah

sehingga prestasi belajar siswa dapat dicapai, termasuk mengurangi angka

drop out. Namun demikian pola pembinaan dari Dinas Pendidikan provinsi

dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sangat diperlukan terkait dengan

pola pengaturan waktu antara MOS dan BC mengingat banyaknya masukan

dari lapangan bahwa program MOS di beberapa Kabupaten/Kota tidak

boleh diintegrasikan dengan program BC.

Page 28: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 20

Lampiran:

Contoh program pelatihan/pembekalan bridging course

Jadwal Pelaksanaan Pelatihan/Pembekalan Bridging Course

Hari/Tanggal Waktu Kegiatan Pemateri Keterangan

14.00 - Check in

19.00-19.30 Pembukaan

H-1

19.30 –

21.00

Konsep Bridging

Course

1 nara sumber Pleno:

Kepala

Sekolah,

Komite

Sekolah, Guru

Mapel

07.30 –

08.30

Desain

Pelaksanaan

Bridging Course

di Sekolah

1 nara sumber Pleno: Kepala

Sekolah,

Komite

Sekolah, Guru

Mapel

08.30 –

09.30

Diskusi

Kelompok

Perancangan

Bridging Course

di tiap Kabupaten

/ Kota

1 nara sumber Kelompok per

sekolah

09.30 –

10.00

ISTIMIN

10.00 –

12.00

Melanjutkan

Diskusi

Kelompok

Perancangan

Bridging Course

di tiap Kabupaten

/ Kota

1 nara sumber Kelompok per

sekolah

12.00 –

13.30

ISHOMA

H-2

13.30

Catatan : peserta

masuk ke kelas

mapel

Page 29: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Bridging Course SMP 21

Jadwal Pelatihan Bridging Course : Diskusi Kelompok Guru Mapel

Page 30: Panduan pelaksanaan bridging course smp

Belajar Untuk Masa Depanku

Direktorat PSMP 22