panduan apd rsbb 2014.pdf

Upload: anon840773559

Post on 08-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • PANDUAN

    ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

    RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014

    RS BAPTIS BATU

    JL RAYA TLEKUNG NO 1

    JUNREJO - BATU

  • ii

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ........................................................................................................... i

    Daftar Isi .................................................................................................................... ii

    Lembar Pengesahan ................................................................................................... iii

    I. LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1

    II. PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI ................................................ 1

    III. APA PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI ITU ? ..................................... 2

    IV. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI ....................................................... 3

    1. Alat Pelindung kepala ............................................................................. 3

    2. Alat Pelindung Telinga ........................................................................... 3

    3. Sarung tangan ......................................................................................... 4

    4. Masker .................................................................................................... 8

    5. Alat Pelindung mata ............................................................................... 11

    6. Alat Pelindung Pernafasan ...................................................................... 11

    7. Topi ......................................................................................................... 12

    8. Gaun Pelindung ...................................................................................... 12

    9. Apron ...................................................................................................... 13

    10. Pelindung Kaki ....................................................................................... 13

    Lampiran 1 ................................................................................................................ 14

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU

    NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

    Kurnia Puji Astuti,A.Md.Kep.

    Pembuat Dokumen

    Dr. Imanuel Eka Tantaputra

    Authorized Person

    Dr. Arhwinda PA,Sp.KFR.,MARS.

    Direktur RS. Baptis Batu

  • 1

    I. LATAR BELAKANG

    Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat

    untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko

    pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak

    dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap

    patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan

    kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar

    bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi

    daripada bagian bagian lainnya (Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang

    tinggi ini, panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan

    untuk melindungi staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu

    cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara

    konsisten menggunakan tindakan tindakan ini akan membantu melindungi pasien

    pasiennya juga.

    Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan

    bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak

    merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak

    secara teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau

    paraktik praktik lain ( cuci tangan ) yang disediakan untuk mereka.

    II. PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI

    Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai Perlengkapan

    Perlindungan Diri ( PPD ), telah digunakan bertahun tahun lamanya untuk

    melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja

    pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir akhir ini, dengan timbulnya AIDS

    dan HCV dan munculnya kembali Tuberkulosis di banyak Negara, penggunaan

    PPD manjadi sangat penting untuk melindungi petugas.

    PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat

    penting dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya ( seperti pakaian,

    topi, dan sepatu tertutup ) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang

    efektivitasnya ( Larson dkk 1995 ). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa,

    seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus memakai

  • 2

    masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan sangat

    minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ).

    Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat.

    Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah

    infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang

    mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian

    dapat mengkontaminasi luka bedah.

    Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan

    kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang

    khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat

    digunakan secara efektif dan efisien.

    III. APA PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI ITU ?

    Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

    melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga

    kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (

    engineering ) dari cara kerja yang aman.

    Kelemahan penggunaan APD :

    ( a ) Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna

    ( b ) Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman

    Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker / respirator,

    pelindung mata ( perisai muka, kacamata ), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di

    banyak Negara kap, masker, gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan

    yang sangat efektif, terbuat dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang dapat

    menahan air atau caran lain ( darah atau duh tubuh ) untuk menembusnya. Bahan

    bahan tahan cairan ini, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak Negara,

    kain katun yang enteng ( dengan hitungan benang 140 / inci ) adalah bahan yang

    sering dipakai untuk pakaian bedah ( masker, kap dan gaun ) dan duk. Sayangnya,

    katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena basah dapat

    menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan

    kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap ( tidak dapat

    disterilkan ), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau

  • 3

    dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat

    terlihat.

    Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena

    tidak ada cara untuk membersihkannya. Kalau Anda tidak dapat mencucinya,

    jangan dipakai ulang !

    IV. JENIS - JENIS ALAT PELINDUNG DIRI

    1. ALAT PELINDUNG KEPALA

    Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian :

    Topi pengaman ( Safety Helmet )

    Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda benda.

    Topi / tudung

    Untuk melindungi kepala dari api, uap uap korosif, debu, kondisi iklim

    yang buruk.

    Tutup kepala

    Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut

    dari mesin.

    Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lain,

    yaitu:

    Kaca Mata ( gogles )

    Penutup muka

    Penutup telinga

    Respirator, dll

    2. ALAT PELINDUNG TELINGA

    Alat pelindung telinga ada 2 jenis :

    Sumbatan telinga ( ear plug )

    Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi tertentu saja. Sedangkan

    frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu.

    Tutup telinga (ear muff )

    Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya

    pelindung ( Attenuasi ) berkisar antara 25 30 DB. Untuk keadaan khusus

  • 4

    dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga

    dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar.

    3. SARUNG TANGAN

    Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien

    dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik

    terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap

    kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi

    silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani

    darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan

    yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.

    INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci

    tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

    Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci

    dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu

    lingkungan bebas infeksi ( Garner dan Favero 1986 ). Selain itu, pemahaman

    mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan

    dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar

    dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.

    JENIS SARUNG TANGAN

    Ada 3 jenis sarung tangan :

    1. Sarung tangan bedah

    Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan

    2. Sarung tangan pemeriksaan

    Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan

    atau pekerjaan rutin

    3. Sarung tangan rumah tangga

    Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan bahan

    terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi

  • 5

    Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive

    dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena

    meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang

    disebut nitril yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.

    Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan

    pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah

    daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek.

    Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal,

    kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai

    pelindung pembatas.

    KAPAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN DIPERLUKAN

    Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari

    petugas kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al. 2001 ) tetapi

    pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci

    tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun,

    mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin

    robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung

    tangan ( Bagg. Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001 )

    INGATLAH UNTUK : Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang

    digosokkan di tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung

    tangan.

    Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan

    oleh semua petugas ketika :

    Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran

    mukosa atau kulit yang terlepas

    Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu

    ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus

    Menangani bahan bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau

    menyentuh permukaan yang tercemar

    Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak ( yang

    diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui

  • 6

    atau dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung

    tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas

    kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan

    pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis

    alkohol.

    Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya

    menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan

    yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari

    satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh

    yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan

    praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam

    jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan

    masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah

    dari satu pasien ke pasien lainnya.

    HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PERSEDIAAN SARUNG TANGAN

    TERBATAS

    Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai, sarung

    tangan bedah sekali pakai ( disposable ) yang sudah digunakan dapat diproses ulang

    dengan cara :

    Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit

    Dicuci dan bilas, serta dikeringkan

    Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi ( dengan di

    kukus )

    Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat

    tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa

    mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah dilakukan dan sama sama

    efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat

    tinggi sarung tangan bedah.

    Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau memiliki

    lubang atau robekan yang dapat terdeteksi ( Bagg, Jenkins dan Barker 1990 )

  • 7

    Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan

    periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan

    yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang

    menangani dan membuang limbah medis.

    HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG

    TANGAN

    Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan

    bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu

    keterampilan dan mudah robek.

    Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek.

    Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi

    pergelangan tangan.

    Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk

    mencegah kulit tangan kering / berkerut.

    Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung

    tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.

    Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat

    menyebabkan iritasi pada kulit.

    Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau

    terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC,

    cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan

    sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

    REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN

    Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai

    petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan

    dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan

    lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi ( reaksi alergi

    terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang ). Selain itu, pemakaian sarung tangan

    bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan

    reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel leteks ke

  • 8

    udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di

    bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun

    demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa

    mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ).

    Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada

    kulit, hidung berair dan gatal gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin

    parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap

    lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru

    terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun

    ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau

    desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu satunya pilihan adalah menghindari

    kontak.

    4. MASKER

    Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,

    dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang

    keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin

    serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung

    atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,

    maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

    Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,

    kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di

    buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau

    efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan

    perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 m ) yang tersebar melalui

    batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).

    Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar benar

    menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah

    kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara

    efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat

    direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

  • 9

    Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker

    merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan

    Smith 2003 )

    Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit

    menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah

    partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.

    MASKER DENGAN EFISIENSI TINGGI

    Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang

    direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada

    perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau

    SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel

    dengan ukuran 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari

    banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah

    tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan

    dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95

    perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya.

    Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita

    penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung

    atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi.

    Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National

    Institute for Occupational Safety dan Health ( NIOSH ), disetujui oleh European

    CE, atau standard nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari

    Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi

    lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95,

    harus di uji pengepasannya ( fit test ) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas

    dengan benar pada wajah pemakainya.

  • 10

    PEMAKAIAN MASKER EFISIENSI TINGGI

    Petugas Kesehatan harus :

    Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah

    lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang

    masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau

    terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan.

    Memeriksa tali tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali

    harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.

    Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada ) berada pada

    tempatnya dan berfungsi dengan baik.

    Fit test untuk masker efisiensi tinggi

    Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat

    secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :

    Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah

    atau adanya gagang kacamata.

    Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan

    bagian wajah masker.

    Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan

    kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang masker,

    menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas

    masker.

    Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker

    efisiensi tinggi.

    KEWASPADAAN

    Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu

    yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan

    mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.

  • 11

    5. ALAT PELINDUNG MATA

    Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara

    melindungi

    Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata

    pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan

    lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada

    bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung

    mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya

    percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung

    wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata

    biasa serta masker.

    Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :

    1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )

    Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung

    samping.

    Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.

    2. Gogles

    Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat

    kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.

    6. ALAT PELINDUNG PERNAFASAN.

    Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan :

    Respirator yang sifatnya memurnikan udara

    Respirator yang mengandung bahan kimia

    - Topeng gas dengan kamister

    - Respirator dengan cartridge

    Respirator dengan filter mekanik

    - Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi

    udara berupa saringan / filter

    - Biasanya di gunakan pada pencegahan debu

    Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia

  • 12

    Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Supply

    udara berasal dari :

    Saluran udara bersih atau kompresor

    Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )

    Biasanya berupa tabung gas yang berisi :

    - Udara yang dimampatkan

    - Oksigen yang dimampatkan

    - Oksigen yang dicairkan

    Respirator dengan supply oksigen

    Biasanya berupa Self .. Breathing . Yang harus

    diperhatikan pada respirator jenis tersebut di atas :

    - Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya

    - Pemakaian yang tepat

    - Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit

    7. TOPI.

    Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan

    rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar

    untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah

    perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi

    pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

    8. GAUN PELINDUNG.

    Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau

    seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita

    penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama

    adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.

    Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular

    tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki

    ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot

    darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi

    ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.

  • 13

    Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian

    yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya

    organisme.

    Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus

    untuk pekerjaan dengan sumber sumber bahaya tertentu seperti :

    Terhadap Radiasi Panas

    Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa

    merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan bahan

    pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000 C, katun,

    asbes ( kalau sampai 500 C ).

    Terhadap Radiasi Mengion

    Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron.

    Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi.

    Terhadap cairan dan bahan bahan kimia.

    Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet

    9. APRON

    Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk

    sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan

    apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,

    membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,

    cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron

    akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

    10. PELINDUNG KAKI

    Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam

    atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,

    sandal. sandal jepit aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh

    dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak

    perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau

    tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu

    yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah

    penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan

  • 14

    kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali

    digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan

    sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992)

    PERANAN DUK

    Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai

    ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,

    membungkus instrumen dan barang barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di

    ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager

    1990a\). Jenis utama duk ialah :

    DUK KECIL / LAP

    Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi empat ( untuk

    ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit.

    Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang

    menjadikannya lebih tahan air.

    DUK SEPRAI

    Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun

    untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan

    hanya memberikan sedikit perlindungan.

    DUK BOLONG

    Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan

    operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur prosedur

    bedah minor ( sayatan kecil ).

    DUK PEMBUNGKUS

    Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk

    penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di

    buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.

  • 15

    PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH

    Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan

    bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk

    menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut medan steril ,

    sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain

    membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke

    dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik

    tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi ) maupun

    instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang barang lainnya hanya

    menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain tidak efektif

    sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril

    tidak tersedia.

    Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis

    tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk

    menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :

    Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan

    dipreparasi secara luas.

    Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi

    harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati hati jangan sampai

    menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan )

    Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali sekali digosok atau

    dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk

    itu kalau jatuh ke bawah.

    PROSEDUR BEDAH MINOR ( INSERSI IMPLAN NORPLANT ATAU

    PENGANGKATANNYA ATAU LAPAROTOMI MINI )

    Pakailah duk bolong sehingga sekurang kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di

    sekeliling sayatan. ( Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan

    kering dapat dipakai )

    Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan

    pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit.

  • 16

    Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah

    menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.

    PROSEDUR BEDAH MAYOR ( LAPAROTOMI ATAU SEKSIO SESAREA )

    Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk

    membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat

    insisi ( Belkin 1992 ). Tapi harus bersih dan kering.

    Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk

    mempersegikan tempat insisi ( biarkan sekurang kurangnya 5 cm dari kulit terbuka

    di sekeliling sayatan ).

    Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi

    kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh

    kulit abdomen kira kira 5 cm di luar tempat sayatan. Perlahan lahan letakkan sisa

    duk pada abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali kali

    memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh, kalau ditarik menjauhi insisi.

    Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat.

    Pakai duk klip untuk menguatkan sudut sudut duk kecil

    SEWAKTU MELAKUKAN PROSEDUR

    Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan

    instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas

    duk, sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di atas

    duk, akan sukar ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi

    kalau pasien bergerak. Kalau meja instrumen ( Mayo ) tidak ada, baki plastik atau metal

    yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi

    pasien dan digunakan untuk menempatkan instrumen selama prosedur / tindakan.

    Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur / tindakan, harus ditutup dengan duk

    yang baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini tidak

    terbukti efektif untuk menciptakan pembatas ( OR Manager 1990b )

    Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti yang

    memiliki benang yang rapat.

  • 17

    MEMBUAT TEMPAT KERJA LEBIH AMAN

    Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan kepada

    perubahan perilaku petugas pelayanan kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya,

    perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa depan. Untuk

    lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus diarahkan

    kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter dan perawat.

    Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas ruang operasi, petugas rumah tangga

    mengalami perlukaan tusukan jarum paling tinggi, disebabkan kesalahan membuang

    jarum bekas ke tempat sampah.

    Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat

    ditingkatkan kalau :

    Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha usaha

    keamanan yang dianjurkan ( umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera

    diperbaiki, praktik praktik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas

    secara aktif didorong untuk mencari solusi solusi yang mudah dan murah.

    Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku

    yang tepat ( umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien )

    Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas lainnya, secara

    aktif mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh / model

    perilaku yang tepat. ( Lipscomb dan Rosenstock 1997 ).

    Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau

    akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih

    baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan merupakan profesi yang penting dan

    berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawatan kesehatan untuk

    membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para pekerjanya.

  • 18

    PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN : BAGAIMANA

    MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD

    FAKTOR FAKTOR PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA

    PEMAKAIAN APD

    Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki

    ruangan

    Gunakan dengan hati hati jangan menyebarkan kontaminasi

    Lepas dan buang secara hati hati ke tempat sampah infeksius yang telah

    disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan

    Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah higiene tangan

    MENGENAKAN APD

    Urutan mengenakan APD :

    1. Pelindung kaki

    2. Apron, gaun pelindung dan topi

    3. Masker

    4. Kacamata atau pelindung wajah

    5. Sarung tangan

    GAUN PELINDUNG

    Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan

    tangan dan selubungkan ke belakang punggung.

    Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

    MASKER

    Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher

    Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung

    Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan

    baik

    Periksa ulang pengepasan masker

  • 19

    KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH

    Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas

    SARUNG TANGAN

    Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

    CARA MELEPAS APD

    Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan

    setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.

    URUTAN MELEPASKAN APD

    1. Sarung tangan

    2. Kacamata atau pelindung wajah

    3. Apron, gaun pelindung dan topi

    4. Masker

    5. Pelindung kaki

    SARUNG TANGAN

    Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi

    Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan

    Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang

    masih memakai sarung tangan

    Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung

    tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan

    Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama

    Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius

    KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH

    Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah terkontaminasi

    Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata

    Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat

    sampah infeksius

  • 20

    GAUN PELINDUNG

    Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi

    Lepas tali

    Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja

    Balik gaun pelindung

    Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan

    untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius

    MASKER

    Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi JANGAN SENTUH !

    Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas

    Buang ke tempat sampah infeksius

    Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap

    memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor faktor yang

    berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur

    yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan

    perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan.

    Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat alat itu kemungkinan besok akan

    di pakai dan di simpan baik baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan

    dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap

    baik.

    Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik, tetap

    bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah

    kerusakan dan hilang.

    Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara

    maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau

    menyebabkan kecelakaan kerja.

    Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar semua

    pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor faktor

    yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja.

    Untuk mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan

    dengan baik sesuai dengan ketentuan.

  • 21

    Lampiran 1 :

    MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

    ALAT PELINDUNG DIRI

    (APD) TERHADAP PASIEN TERHADAP PETUGAS KESEHATAN

    JAS DAN CELEMEK

    PLASTIK

    Mencegah kontak mikroorganisme dari tangan, tubuh

    dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien.

    Mencegah badan/kulit petugas kesehatan kontak

    dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.

    SEPATU PELINDUNG

    Mengurangi kemungkinan terbawanya

    mikroorganisme dari ruang lain atau luar ruangan

    Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang

    terkontami

    nasi atau terjepit benda berat (misalnya mencegah luka

    karena menginjak benda tajam atau kejatuhan alat

    kesehatan) dan mencegah kontak dengan darah atau

    cairan tubuh lainnya.

    SARUNG TANGAN

    Mencegah kontak mikroorganisme pada tangan

    petugas kesehatan kepada pasien

    Mencegah kontak tangan petugas dengan darah dan

    cairan tubuh penderita lainnya, selaput lendir, kulit

    yang tidak utuh atau alat kesehatan dan permukaan

    yang telah terkontaminasi.

    KACA MATA PELINDUNG Mencegah membran mukosa petugas kesehatan kontak

    dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.

    MASKER

    Mencegah kontak droplet dari mulut dan hidung

    petugas Kesehatan yang mengandung

    mikroorganisme dan terpercik saat bernapas, bicara

    atau batuk kepada pasien.

    Mencegah membran mukosa petugas kesehatan

    (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah atau

    cairan tubuh penderita.

  • 22

    BAB II

    A. PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

    I. DEFINISI

    Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai efek

    samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus dibedakan dengan kolonisasi, dimana

    adanya organisme pada kulit, dalam jaringan tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek

    samping klinik, dan peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau

    rangsangan oleh agen noninfeksius.

    Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada masa inkubasi

    ketika masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial

    Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah

    1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya sebaiknya

    merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-tes lainnya

    a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari

    sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien

    b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau visualisasi

    mikroskopik

    c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X

    d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan dewasa,

    diberlakukan kriteria khusus.

    2. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat dari observasi

    langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga

    dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang

    tidak mendukung.

    3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.

    II. JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL

    Berikut ini adalah infeksi-infeksi nosokomial yang dimonitor oleh tim pengendalian infeksi dengan cara

    surveylance.

  • 23

    1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) a. Infeksi saluran kemih simptomatik

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Saluran kemih simptomatik

    UTI-SUTI

    ISK simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria

    berikut ini

    Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-

    gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

    - Demam (>38C) - Nikuria (anyang-anyangan) - Polakisuria - Disuria - Atau nyeri suprapubik - Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 105 kuman

    per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.

    Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-

    gejala berikut tanpa adanya penyebab lain :

    Salah satu dari hal-hal berikut:

    - supra pubik demam (>38C) - nikuria (anyang-anyangan) - polakuria - disuria - atau nyeri supra pubik

    dan

    salah satu dari hal-hal sebagai berikut:

    1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit

    2) Piuria (terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3 leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing

    3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak dipusing

    4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram negatif atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.

    5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai

    6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat 7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai

    oleh dokter yang merawat.

  • 24

    Kriteria 3 :

    Kriteria 4 :

    Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu

    dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab

    lainnya :

    - demam (>38 C) - hipotermia (< 37 C) - apnea - bradikardia < 100 X/menit - letargi - muntah-muntah

    dan

    hasil biakan urin 105 kuman/ ml urin dengan tidak lebih dari

    dua jenis kuman.

    Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu

    dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab

    lainnya :

    - demam (>38 C) - hipotermia (< 37 C) - apnea - bradikardia < 100 X/menit - letargi - muntah-muntah

    dan

    paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini :

    1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit

    2) Piuria (terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3 leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing

    3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak dipusing

    4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram negatif atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.

    5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai

    6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat 7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang

    sesuai oleh dokter yang merawat.

  • 25

    Catatan :

    Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima untuk ISK

    Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean cath atau kateterisasi.

    Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau aspirasi suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik

    b. Infeksi saluran kemih/bakteriuria asimptomatik

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Saluran kemih asimptomatik

    UTI-ASB (Urinary Track Infection Asymptomatic Bacteriuria)

    ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria

    berikut ini

    Pasien pernah memakai kanteter urin dalam waktu 7 hari

    sebelum biakan urin

    Dan

    ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan

    jenis kuman maksimal 2 spesies

    dan

    tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu

    (>38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan

    nyeri suprapubik

    Pasien tanpa kateter urin menetap dalam 7 hari sebelum

    biakan pertama positif.

    dan

    biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2

    jenis kuman yamg sama dengan jumlah 38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan

  • 26

    nyeri suprapubik

    Catatan :

    Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima untuk ISK

    Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean catch atau kateterisasi

    c. ISK lain

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Kriteria 3 :

    ISK lain (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar

    retro- retro-peritoneal atau rongga perinefrik)

    UTI-OUTI (UTI- Other infections of the Urinary Tract)

    ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria

    berikut ini

    Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin

    atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi

    Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik

    secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau

    melalui pemeriksaan histopatologis.

    Terdapat dua dari tanda berikut : demam (>38C), nyeri local,

    nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi

    dan

    Paling sedikit satu dari berikut ini :

    1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi

    2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai

    3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI, radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.

    4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat

  • 27

    Kriteria 4 :

    5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai.

    Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit satu

    dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab

    lainnya :

    - demam (>38 C) - hipotermia (< 37 C) - apnea - bradikardia < 100 X/menit - letargi - muntah-muntah

    dan

    paling sedikit satu dari berikut :

    1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi

    2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai

    3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI, radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.

    4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat 5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan

    antimikroba yang sesuai.

  • 28

    2. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) a. Superficial incisional

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Infeksi luka operasi superfisial

    SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site

    Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit

    satu kriteria berikut ini :

    Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari

    paska bedah

    dan

    hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia

    dan

    terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

    1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia

    2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik

    3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)

    4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

  • 29

    b. Operasi profunda/ Deep incisional

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria :

    Infeksi luka operasi profunda

    SSI-(ST)

    SSI-ST (soft tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS berikut,

    CBGB (Coronary artery bypass graft termasuk irisan dada dan

    kaki)

    Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit

    satu kriteria berikut ini :

    Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari

    paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila ada

    implant berupa non human derived implant yang dipasang

    permanen)

    dan

    meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan otot)

    dari insisi

    dan

    terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

    1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal dari komponen organ/rongga dari daerah pembedahan.

    2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38C) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif.

    3) Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis

    4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

  • 30

    c. Organ / rongga

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria :

    Infeksi luka operasi organ/rongga

    SSI- (Letak spesifik pada organ/rongga)

    Infeksi luka operasi organ/rongga mengenai bagian badan

    manapun kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot,

    yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat-

    tempat spesifik dinyatakan pada ILO organ/rongga untuk

    menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada daftar dibawah

    terdapat tempat-tempat spesifik yang harus digunakan untuk

    membedakan ILO organ/rongga.

    Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses

    subdiafragmatika, yang harus dilaporkan sebagai organ ILO

    organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen (SSI-IAB)

    Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling kriteria berikut

    ini :

    Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur

    pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam waktu

    satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada

    hubungannya dengan prosedur pembedahan.

    dan

    infeksi mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,

    fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi

    selama prosedur pembedahan

    dan

    terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

    5) Drainage Purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga

    6) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan

    7) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.

    8) Dokter menyatakan sebagai ILO organ/rongga.

  • 31

    3. PNEUMONIA Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB)

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    pneumonia

    PNEU-PNEU

    Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini

    :

    Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak

    (dullness) pada perkusi,

    dan

    salah satu diantara keadaan berikut :

    1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

    2) Isolasi kuman positif pada biakan darah 3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

    Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas,

    efusi pleura baru atau progresif.

    dan

    salah satu diantara keadaan berikut:

    1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

    2) Isolasi kuman positif pada biakan darah 3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas, 5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali

    pemeriksaan 6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologis

    Pasien berumur 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan

    berikut :

    - apnea - takipnea - bradikardaia - mengi (wheezing) - ronkhi basah - atau batuk

  • 32

    Kriteria 3 :

    Kriteria 4 :

    dan

    paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

    1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau

    terjadi perubahan sifat sputum 3) Isolasi kuman positif pada biakan darah 4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas 6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologis

    Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur 1 tahun

    menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi

    atau efusi pleura,

    dan

    paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

    1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi

    perubahan sifat sputum 3) Isolasi kuman positif pada biakan darah 4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas 6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologis

    Catatan :

    Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas antimikrobial.

    Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada pemeriksaan tunggal.

  • 33

    4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed

    Bloodstream Infection (LCBI)

    BSI LCBI

    Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul

    tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber

    infeksi.

    Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih

    biakan darah

    dan

    biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di

    tempat lain.

    Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain

    :

    - demam - menggigil - hipotensi

    dan

    paling sedikit satu dari berikut :

    1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda

    2) Kontaminan kulit biasa (mis. DiptheroidsBacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.

    3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S. Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)

    dan

    tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif

    yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.

    Pasien berumur 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda

  • 34

    Kriteria 3 :

    dan gejala-gejala sebagai berikut :

    - demam (> 38 C) - hipotermi (< 37 C) - apnea - atau bradicardi

    dan

    1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda

    2) Kontaminan kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.

    3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S. Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)

    dan

    tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif

    tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.

  • 35

    5. SEPSIS KLINIS (CLINICAL SEPSIS)

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Sepsis klinis

    BSI-CSEP

    Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria

    berikut :

    Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain

    :

    - Suhu > 38 C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemeberian antipiretika

    - Hipotensi (sistolik 90 mmHg) - Oliguri dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau <

    0,5 cc/kgBB/jam)

    dan

    semua gejala/tanda yang disebutkan dibawah ini :

    1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau antigen dalam darah.

    2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain 3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

    Ditemukan pada pasien berumur 1 tahun paling sedikit satu

    gejala/tanda berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain:

    - demam (>38 C) - Hipotermia (

  • 36

    6. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Kriteria 3 :

    Arterial atau venous

    CVS-VASC

    Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu

    kriteria berikut:

    Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang

    diambil pada waktu pembedahan

    dan

    biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari

    biakan darah.

    Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu

    pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.

    Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-

    gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

    - demam (>38 C) - nyeri - eritema - atau hangat pada daerah yang terkena

    dan

    lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula

    intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan

    semikuantitatif

    dan

    biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari

    biakan darah.

    Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler yang

    terkena

    dan

    biakan darah tidak dilakukan atau didapatkan kuman dari biakan

    darah.

  • 37

    Kriteria 4 :

    Kriteria 5 :

    Pasien berumur 1 tahun menderita paling sedikit satu dari

    tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab

    lainnya :

    - demam (>38 C) - Hipotermia (

  • 38

    7. GASTROENTRITIS

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Gastroentritis

    GI-GE

    Gastroentritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria

    berikut :

    Pasien mendapat serangan akut diare (berak cair selama lebih

    dari 12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38 C) dan

    tampaknya penyebab bukan noninfeksius (mis. Tes diagnostik,

    regimen terapeutik, eksaserbasi akut dari keadaan kronis, atau

    stres psikologis).

    Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

    berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :

    - nausea (mual) - muntah - nyeri perut - atau sakit kepala

    dan

    paling sedikit satu dari berikut :

    1) Terdapat kuman patogenik enterik pada biakan kotoran (stool) atau hapusan rektum

    2) Kuman patogen enterik diketemukan pada mikroskop rutin atau elektron

    3) Kuman patogen enterik dideteksi dengan nassay antigen atau antibodi dari darah atau feses.

    4) Terdapat bukti adanya kuman enterik patogen yang dideteksi dari perubahan sitopatik pada biakan jaringan (toxin assay)

    5) Kenaikan titer diagnostik single antibody (IgM0 sebanyak empat kali pada paired sera (IgG) untuk kuman patogen

    Untuk neonatus

    Dikatakan menderita gastroentritis apabila :

    1) Hipertermi suhu > 38 C, rektal atau hipotermi suhu < 37 , rektal

    2) Kembung 3) Bising usus meningkat atau menurun 4) Muntah 5) Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5 perlapang

    pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang besar.

  • 39

    8. EPISIOTOMI

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Episiotomi

    REPR-EPIS

    Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria

    berikut :

    Pasien paska partus per vaginam mengalami drainase purulen

    dari episiotomi

    Pasien paska partus per vaginam mengalami abses pada

    episiotomi

    9. VAGINAL CUFF

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Kriteria 3 :

    Vaginal cuff

    REPR-VCUF

    Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari

    kriteria berikut :

    Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari

    vaginal cuff

    Pasien paska histerektomi mengalami abses pada episiotomi

    Ditemukan kuman patogen pada biakan yang diambil dari cairan

    atau jaringan dari vaginal cuff

  • 40

    10. ULCUS DECUBITUS

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria :

    Decubitus ulcer, termasuk superfisial dan profunda (dalam)

    DECU

    Infeksi decubitus harus memenuhi harus memenuhi kriteria

    berikut :

    Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

    berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :

    - kemerahan - nyeri tekan - atau bengkak pada pinggir luka dekubitus

    dan

    paling sedikit satu dari berikut :

    1) Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara benar (lihat bawah)

    2) Kuman dari biakan darah

    11. LUKA BAKAR

    Letak infeksi :

    Kode :

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Luka bakar (burn)

    SST-BURN

    Infeksi luka bakar harus memenuhi harus memenuhi paling

    sedikit satu dari kriteria berikut :

    Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,

    seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat

    gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang

    hebat atau edema pada perbatasan luka

    dan

    pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan invasi

    kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat

  • 41

    Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,

    seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat

    gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang

    hebat atau edema pada perbatasan luka

    dan

    paling sedikit satu dari berikut ini :

    1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi lain.

    2) Dapat diisolasi virus herples simplex, identifikasi histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi cahaya (light microscopy) atau tempat partikel-partikel virus dengan mikroskop elektron dari biopsi kerokan lesi.

    Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

    berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya:

    - demam (>38 C) - Hipotermia (

  • 42

    B. SURVEILANS

    I. PENDAHULUAN

    Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program

    pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam membuat

    perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian infeksi

    nosokomial.

    Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial

    untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk mengurangi

    angka insiden tersebut jika memungkinkan.

    Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah ditunjuk

    untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada periode-periode

    tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah

    1. Infeksi Luka Operasi

    2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis

    3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine

    4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator

    5. Pola Kuman

    II. TUJUAN

    1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial

    2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)

    3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat dipakai

    sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan

    4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial

    III. DEFINISI OPERASIONAL

    1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk operasi

    bersih

  • 43

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu

    kriteria berikut ini :

    Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska

    bedah

    dan

    hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia

    dan

    terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

    5) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia

    6) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik

    7) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)

    8) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

    2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis

    Kolonisasi pada kateter intra venous:

    Ditemukan 15 koloni (semikuantitatif kultur) atau 10.000 (kuantitatif kultur) dari proximal atau distal kateter, dengan tidak ditemukan gejala-gejala klinik.

    Infeksi tempat penusukan infus:

    Eritema, bengkak, keras, atau pus diantara 2 cm dari lokasi penusukan.

    Infeksi berkantong :

    Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen

    dari subkutan.

    Infeksi tunnel :

    Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan

    3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria

    berikut ini

    Pasien pernah memakai kateter urin dalam waktu 7 hari sebelum

    biakan urin

    Dan

    Ditemukan bakteri dari pemeriksaan Urine Lengkap (Sebelum bisa

  • 44

    dilakukan kultur)

    ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan jenis

    kuman maksimal 2 spesies

    Dan

    tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu (>38C),

    nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri

    suprapubik

    4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator

    Definisi :

    Kriteria 1 :

    Kriteria 2 :

    Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :

    Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak (dullness)

    pada perkusi,

    dan

    salah satu diantara keadaan berikut :

    4) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

    5) Isolasi kuman positif pada biakan darah 6) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

    Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas,

    efusi pleura baru atau progresif. dan

    salah satu diantara keadaan berikut:

    1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

    2) Isolasi kuman positif pada biakan darah 3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas, 5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali

    pemeriksaan 6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologis (Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan

    perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

    Pasien berumur 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut

    :

    - apnea - takipnea - bradikardaia - mengi (wheezing) - ronkhi basah

  • 45

    Kriteria 3 :

    Kriteria 4 :

    - atau batuk dan

    paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

    7) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 8) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi

    perubahan sifat sputum 9) Isolasi kuman positif pada biakan darah 10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 11) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas 12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologis

    Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur 1 tahun

    menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau

    efusi pleura,

    dan

    paling sedikit satu diantara keadaan berikut :

    7) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 8) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi

    perubahan sifat sputum 9) Isolasi kuman positif pada biakan darah 10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,

    sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 11) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam

    sekresi saluran nafas 12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan

    histopatologi (Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan

    perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

    5. Pola kuman & resistensinya dan Antibiotik

    6. Rekapitulasi pemeriksaan hasil kultur positif dari laboratorium

    IV. METODE

    Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial periodic

    dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka Infus atau

    phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan Pneumonia akibat

    pemasangan ventilator merupakan surveilans terbatas & periodic sedangkan surveilans

  • 46

    pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans

    periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun

    V. PROSEDUR PELAKSANAAN SURVEILANS

    1. Surveilans terbatas dan periodic

    1) Menentukan perawat yang akan melakukan surveilans berdasarkan kesepakatan

    bersama

    2) Melatih perawat yang akan melakukan surveilans jika perawat tersebut belum

    mendapatkan pelatihan

    3) Perawat yang telah dilatih melakukan surveilans di setiap unit IRNA selama empat

    minggu

    4) IPCN memasukkan data-data, mengolah data dan menganalisa data yang telah

    terkumpul dengan lengkap

    5) IPCN membuat laporan hasil surveilans yang akan diberikan kepada ketua Komite

    PPI dan unit yang terkait

    2. Surveilans komprehensif

    1) Analis bagian mikrobiologi membuat laporan rekapitulasi pola kuman dan

    resistensinya setiap 6 bulan sekali

    2) Ketua Tim Dalin mengolah data dan menganalisa tentang pola kuman dan

    penggunaan antibiotik setiap akhir tahun

    3) Ketua Tim Dalin membuat laporan tentang Peta Pola kuman yang akan diberikan

    kepada Direktur

    Referensi :

    DepKes RI DirJen Pelayanan Medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.

    Jakarta.

    C. CUCI TANGAN

    Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi

    nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Baptis Batu wajib mencuci tangan sesuai

    dengan kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk

    mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas

    .

    I. PERHATIAN

    1) Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan unit kerja dan

    tugas-tugas yang dilakukan.

    2) Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk cuci tangan

    biasa.

    3) Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive, ketika

    tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.

  • 47

    4) Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan

    5) Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.

    6) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat digunakan sebagai

    pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml) Alcohol hand gel atau alcohol

    hand rub dan gosokkan merata keseluruh bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub

    tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.

    7) Dispenser sabun cair yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan sabun cair

    kedalamnya tanpa dicuci bersih dispenser tersebut.

    8) Kutek dan kuku imitasi tidak diijinkan untuk dipergunakan.

    II. JENIS-JENIS CUCI TANGAN

    1) CUCI TANGAN BIASA (15 DETIK )

    a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba

    dengan kosentrasi sangat rendah.

    b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh,

    sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar bacillus anthracis (suspect

    maupun confirm)

    c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.

    2) CUCI TANGAN ANTISEPTIK

    Sabun antiseptik atau alcohol hand rub dapat digunakan untuk mencuci tangan pada kondisi

    kondisi dibawah ini :

    a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien

    b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril untuk melakukan pemasangan CVC (Central Venus

    Catheter)

    c. Sebelum melakukan pemasangan kateter urine, kanulasi intravena (pasang infus), atau

    tindakan invasive lainnya yang tidak memerlukan tindakan bedah.

    d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh seperti mengukur tekanan darah, nadi, suhu,

    membantu pasien mobilisasi, membantu memiringkan pasien.

    e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit tak utuh (luka),

    perawatan luka.

    f. Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih.

    g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien.

    h. Setelah melepas sarung tangan.

    i. Sebelum makan dan setelah dari toilet

  • 48

    3) CUCI TANGAN BEDAH (2-6 menit)

    a. Menggunakan sabun antiseptik

    b. Jika menggunakan alcohol based surgical hand scrub dengan produk persistent activity maka

    harus mengikuti petunjuk pabrik. Sebelum menggunakannya harus cuci tangan dengan sabun

    non antiseptik dan air .

    Referensi :

    CDC- MMWR, October 25th 2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care Setting. Washington DC.

  • 49

    D. PENCEGAHAN INFEKSI

    PADA INTRAVENA KATETER PERIFER

    I. LATAR BELAKANG

    Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat dipisahkan

    dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan Intensive Care Unit

    (ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasien-

    pasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun

    sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya barier atau pertahanan tubuh akibat

    pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk

    kedalam tubuh.

    Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/hari

    menggunakan kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang

    kateter IV Perifer.

    II. PENCEGAHAN

    1) Petugas

    Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak pertahanan

    tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu masuknya

    kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap petugas

    kesehatan yang akan memasang infus mempunyai tanggung jawab melaksanakan

    kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus

    terlatih/sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter.

    2) Survey

    1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan

    form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.

    2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus

    didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :

    a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian Pemakian

    Intravena Kateter Perifer

    b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi, menginformasikan

    ke dokter, melakukan treatment.

    3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.

    4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab pasien yang

    bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien tiap shift

    5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin

    6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi

    memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari infeksi

    ini

  • 50

    3) Cuci tangan

    Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan,

    memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.

    4) Teknik aseptik

    1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus

    2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi

    3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti

    balutan atau penutup insersi.

    5) Lokasi penusukan

    Antiseptik kulit

    1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution

    10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan dilakukan jika alcohol sudah

    mengering dengan sendirinya

    2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit

    Penutup/fiksasi kateter intravena

    1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble

    2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat

    dipergunakan sebelum penutup transparan.

    3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka

    penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun transparan tip.

    4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada

    daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik.

    5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin

    bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan.

    Penggantian dan pemilihan lokasi

    1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas

    bawah merupakan pilihan yang terakhir

    2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.

    3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic

    memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ).

    4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui

    Central lines.

    5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.

    6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil.

    7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS 2.

    8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-anak

    setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit &

    terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu

    dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score 2 harus dicabut

    segera.

  • 51

    9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan dengan

    baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil

    dan tidak lebih dari 48 jam.

    10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien

    dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari kanul.

    6) Infus set dan cairan parenteral

    1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari

    sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.

    2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan asam

    amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.

    3. Usahakan pemberian lipid (parenteral nutrisi) maksimal habis dalam 24

    jam/plabot/botol

    4. Us