pandangan dunia ws rendra dalam naskah drama perjuangan suku naga -.pdf

41
1 Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga Oleh Amran Halim Latar Belakang Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa- peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Singkatnya, sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai kehidupannya. Karena karya sastra adalah bagian dari pengalaman manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya atau sebagai cerminan pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptanya, mengekspresikan pengalaman batinya ke dalam karya sastra. Ditinjau dari segi penciptanya (pengarang dalam sastra tulis dan pawang atau pelipur lara dalam sastra lisan), karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi budaya tertentu. Dikatakan oleh Abrams (dalam Pradopo 1995: 254) bahwa karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya. Begitu pula dengan membaca kembali karya dan pemikiran Rendra (1935-2009), sastrawan dan dramawan penting itu tidak melulu hanya menjadi sebuah nama dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Wafatnya "Si Burung Merak" menyimpan semacam bayangan, betapa karya dan pemikiran seorang seniman sesungguhnya tak pernah mati. Ia selalu menemukan relevansinya dengan konteks dan fenomena kekinian. Senada dengan pernyataan Sutardji ketika Rendra meninggal, ia merasa kehilangan sosok orang yang tingkah polahnya bisa menjadi teladan. ‖Tetapi saya tidak bersedih atas meninggalnya Rendra karena ia sebenarnya tidak pernah pergi. Seniman besar tak pernah pergi. Karyanya selalu besar. Inilah orang besar di antara kita,‖ kata Sutardji (KOMPAS, Sabtu 8 Agustus 2009). Pilihan pada lakon "Kisah Perjuangan Suku Naga" tak bisa dipisahkan dari keinginan memaknai jejak karya dan pemikiran Rendra yang masih tetap aktual hingga hari ini. Lakon yang ditulis tahun 1975 ini banyak memaktubkan kritik tajam Rendra ihwal tabiat politik pembangunan yang didukung oleh nafsu kapitalisme, dan hak-hak masyarakat adat yang teraniaya pada masa rezim Orde Baru. Bengkel Teater Rendra pertama kali mementaskannya pada 1975 di Yogyakarta sebagai protes terhadap beberapa kebijakan pemerintah Orde Baru, diantaranya kasus tanah, perburuhan, pendekatan keamanan, dan hak azasi manusia. Meski ditulis puluhan tahun lalu, lakon ini masih atau bahkan kian menemukan aktualitasnya

Upload: amran-halim

Post on 18-Dec-2014

758 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

sebuah penelitian struktural genetik terhadap naskah drama "Perjuangan Suku Naga" karya WS. Rendra. Semoga dapat memperkaya khasanah penelitian karya sastra Indonesia.

TRANSCRIPT

Page 1: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

1

Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga

Oleh Amran Halim

Latar Belakang

Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-

peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh

cerita. Singkatnya, sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai kehidupannya. Karena

karya sastra adalah bagian dari pengalaman manusia, baik dari aspek manusia yang

memanfaatkannya atau sebagai cerminan pengalaman hidupnya, maupun dari aspek

penciptanya, mengekspresikan pengalaman batinya ke dalam karya sastra. Ditinjau dari segi

penciptanya (pengarang dalam sastra tulis dan pawang atau pelipur lara dalam sastra lisan),

karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam

kurun waktu dan situasi budaya tertentu. Dikatakan oleh Abrams (dalam Pradopo 1995: 254)

bahwa karya sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan

dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya.

Begitu pula dengan membaca kembali karya dan pemikiran Rendra (1935-2009),

sastrawan dan dramawan penting itu tidak melulu hanya menjadi sebuah nama dalam sejarah

kebudayaan Indonesia. Wafatnya "Si Burung Merak" menyimpan semacam bayangan, betapa

karya dan pemikiran seorang seniman sesungguhnya tak pernah mati. Ia selalu menemukan

relevansinya dengan konteks dan fenomena kekinian. Senada dengan pernyataan Sutardji

ketika Rendra meninggal, ia merasa kehilangan sosok orang yang tingkah polahnya bisa

menjadi teladan. ‖Tetapi saya tidak bersedih atas meninggalnya Rendra karena ia sebenarnya

tidak pernah pergi. Seniman besar tak pernah pergi. Karyanya selalu besar. Inilah orang besar

di antara kita,‖ kata Sutardji (KOMPAS, Sabtu 8 Agustus 2009).

Pilihan pada lakon "Kisah Perjuangan Suku Naga" tak bisa dipisahkan dari keinginan

memaknai jejak karya dan pemikiran Rendra yang masih tetap aktual hingga hari ini. Lakon

yang ditulis tahun 1975 ini banyak memaktubkan kritik tajam Rendra ihwal tabiat politik

pembangunan yang didukung oleh nafsu kapitalisme, dan hak-hak masyarakat adat yang

teraniaya pada masa rezim Orde Baru. Bengkel Teater Rendra pertama kali mementaskannya

pada 1975 di Yogyakarta sebagai protes terhadap beberapa kebijakan pemerintah Orde

Baru, diantaranya kasus tanah, perburuhan, pendekatan keamanan, dan hak azasi manusia.

Meski ditulis puluhan tahun lalu, lakon ini masih atau bahkan kian menemukan aktualitasnya

Page 2: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

2

di tengah realitas nasib hak-hak masyarakat adat di tengah gempuran neoliberalisme seperti

hari ini.

Naskah drama ―Kisah Perjuangan Suku Naga‖ digarap mengambil ruh teater rakyat

(teater tradisional) yaitu mengambil idiom-idiom dari wayang, longser, lenong, ludruk,

ketropak dsb. Dengan konsep demikian tentunya pagelaran tidak lantas akan menjadi seperti

teater tradisi pada umumnya. Pertunjukan tetap menjadi pertunjukan modern. Tokoh- tokoh

yang terdapat dalam lakon ini yakni Dalang, Koor Mesin, Koor duta Besar, Abivasam

(Kepala Suku Naga), Abivara (Putra Abivasam), Carlos (Wartawan dari Tanah Seberang),

Paman, Supaka (Bibi), Ratu Astinam, Perdana Menteri Astinam, Kolonel Srenggi, Menteri

Keamanan Astinam, Ketua Parlemen, Mr. Joe (Duta Besardari tanah seberang), Menteri

Pertambangan Astinam, Setyawati (Pacar Abivara), Insinyur, The Big Bos. (Rendra, 1975:2)

Naskah drama yang berisikan 18 babak ini bercerita tentang perjuangan masyarakat

adat yang mempertahankan tanah dan budaya lokalnya di tengah gempuran ―pembangunan‖

ala pemerintahan Astinam. Dikisahkanlah Abivara, putra kepala suku naga, yang baru pulang

dari Luar Negeri bersama kawannya, Carlos menghadang rencana pembangunan proyek

pertambangan di bukit Saloka. Proyek tersebut otomatis akan menggusur penduduk suku

naga, karena tidak hanya eksplorasi barang tambang melaionkan akan dibangun juga

pemukiman buruh tambang dengan segala fasilitas kesehariannya; sekolah, rumah sakit, pasar

dll. Selain desakan dan teror yang dilakukan oleh pemerintahan Astinam, Abivara pun harus

menghadapi pemahaman ―modern‖ yang didambakan oleh kekasih dan bibinya sendiri.

Pemahaman modern yang digembargemborkan pemerintah dan diserap oleh kekasih dan

bibinya sama sekali bertentangan dengan paham atau keyakinan penduduk suku naga; bahwa

alam dan manusia harus saling bertukar karya serta saling menjaga. ―Petani yang maju, cepat

mengenal tanaman baru dan cara yang baru untuk menjaga alamnya‖ (Rendra, 1975:16).

Sosok WS Rendra bagi kita bukanlah sekadar seorang dramawan, penyair, prosais atau

lebih umumnya seniman. Lebih dari itu, lewat bengkel teaternya ia adalah sosok seorang

guru, dengan karya dan pentas-pentas seninya ia menjadi sosok oposisi bagi Orde Baru,

inspirator, teladan, dan pemicu semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Pantaslah jika ia

banyak mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri, sanjungan, dan perlakuan tidak

menyenangkan dari Rezim Orde Baru. Namun sungguh disayangkan—sampai hari ini, dari

sekian banyak muridnya yang telah menjadi sastrawan besar—belum ada yang mampu

menuliskan buku biografi atau riwayat hidup WS Rendra.

Page 3: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

3

Karena belum ditemukannya penelitian tentang Kisah Perjuanagn Suku Naga dari segi

sosiologi khususnya menggunakan teori Strukturalisme Genetik. Naskah drama Kisah

Perjuangan Suku Naga sangat menarik dan perlu dikaji, karena naskah drama Kisah

Perjuangan Suku Naga mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat drama tersebut

diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang bahkan memiliki aktualisasi hingga hari ini.

Oleh karena itu dari pengkajian naskah drama Kisah Perjuangan Suku Naga ini dapat diketahui

pandangan dunia WS Rendra sebagai pengarang.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1 Bagaimana struktur drama Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra?

2 Bagaimana lingkungan sosial WS Rendra?

3 Bagaimana lingkungan sosial drama Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra?

4 Bagaimana pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam drama Kisah Perjuangan

Suku Naga karya WS Rendra?

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap:

1. Struktur naskah drama Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra.

2. Lingkungan sosial WS Rendra.

3. Lingkungan sosial naskah drama Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra.

4. Pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam naskah drama Kisah Perjuangan

Suku Naga karya WS Rendra.

1.3 Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu sastra, khususnya

dalam bidang karya sastra yang berbentuk naskah drama, lebih-lebih dalam penerapan

teori sastra. Selain itu penelitian naskah drama Kisah Perjuangan Suku Naga dengan

menggunakan teori Strukturalisme Genetik belum pernah dilakukan, maka secara praktis

penelitian ini bermanfaat untuk membantu pembaca dalam memahami Kisah Perjuangan

Suku Naga.

Page 4: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

4

BAB II

LANDASAN TEORETIS

2.1 Sosiologi Sastra

Secara bahasa, Ratna Nyoman K (2003:1) menguraikan istilah sosiologi sastra sebagai

berikut: ‖Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar

kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos

berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan

makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi,

sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu

pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam

masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta)

berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran -tra berarti alat,

sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku

pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk

menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik.‖

Sosiologi sastra merupakan ilmu yang dapat digunakan untuk menganalisis karya

sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya. Paradigma sosiologi

sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya

sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat.

Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sosiologi sastra dianggap baru lahir pada

abad ke-18, ditandai dengan tulisan Mademe de Stael yang berjudul De la litterature

cinsideree dans ses rapports avec les institutions sociales (1800). Meskipun demikian, buku

teks pertama baru terbit tahun 1970, dengan judul The Sociology of Art and Literature: a

Reader, yang dihimpun oleh Milton C. Alberch, dkk. Teori ini berkembang dengan pesat sejak

penelitian-penelitian dengan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi,

bahkan dianggap sebagai involusi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi

masyarakat yang justru merupakan asal-usul dari pengarang dan karyanya. Maka, pengarang

yang selama hampir setengah abad, sejak dominasi strukturalisme dihilangkan dan dianggap

―telah mati‖, dalam analisis sosiologi dipertimbangkan kembali sebagai subjek, yaitu subjek

kolektif (Ratna, 2007: 331-333).

Menurut Ian Watt, yang dijelaskan oleh Damono (2004:3), telaah suatu karya sastra akan

mencakup tiga hal hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat, yakni:

Page 5: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

5

konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra. Lebih

jelasnya, bahwa yang dimaksud; 1. Konteks sosial pengarang adalah hubungan antara posisi

sosial sastrawan dalam masyarakat dengan masyarakat pembaca. Termasuk faktor-faktor

sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan selain mempengaruhi karya

sastra. 2) Sastra sebagai cermin masyarakat, dapat dipahami untuk mengetahui sampai sejauh

mana karya sastra dapat mencerminkan keadan masyarakat ketika karya sastra itu ditulis,

sejauh mana gambaran pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat atau fakta

sosial yang ingin disampaikan, dan sejauh mana karya sastra yang digunakan pengarang

dapat dianggap mewakili masyarakat. 3) Fungsi sosial sastra, adalah untuk mengetahui

sampai berapa jauh karya sastra berfungsi sebagai perombak, sejauh mana karya sastra

berhasil sebagai penghibur dan sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial.

Dengan demikian, sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter

sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret

fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling

kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena

itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis,

interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

2.2 Analisis Struktural Model A.J. Greimas

Sejalan dengan upaya mengetahui pandangan dunia pengaran dengan menggunakan

teori strukturalisme genetik, terlebih dahulu peneliti akan mengkaji struktur intrinsiknya.

Abrams (Fransiska, 2010) berpendapat bahwa telaah karya sastra akan lebih dipahami secara

tepat, jelas, dan utuh apabila tidak melepaskan struktur intrinsiknya.

Naratologi Algirdas Julien Greimas (Selden, 1986: 59-60; Culler, 1997: 77-87; Ratna:

2007: 137-140) merupakan kombinasi antara model paradigmatis Levi-Strauss dengan model

sintagmatis Propp. Namun objek penelitian Greimas tidak terbatas pada genre dongeng, tetapi

diperluas pada mitos. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang hampir sama, Greimas

memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam, dengan tujuan yang

lebih umum, yaitu tata bahasa naratif univesal. Dengan menolak aturan, dikotomi yang kaku,

Greimas pada gilirannya lebih mementingkan aksi dibandingkan dengan pelaku. Tidak ada

subjek di balik wacana, yang ada hanyalah subjek, manusia semu yang dibentuk oleh

Page 6: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

6

tindakan, yang disebut actans dan acteurs. Aktan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi

tiga pasangan oposisi biner, yaitu: subjek dengan objek, pengirim dengan penerima, penolong

dengan penentang.

Skema aktansial yang digunakan akan menurunkan struktur sebuah cerita didasari oleh

adanya oposisi-oposisi biner yaitu; subjek (S) yang menginginkan suatu objek (O). Objek ini

pada gilirannya, merupakan objek yang dikomunikasikan antara pengirim (sender/P1) dan

penerima (receiver/P2). Bersamaan dengan itu, keinginan S didukung oleh penolong

(helper/P3) dan dihambat oleh penghalang (opponent/P4). Secara lebbih ringkas, akan nada

tiga pasang oposisi biner: (1) subjek-objek, (2) pengirim-penerima, dan (3) penolong-

penghalang.

1. Subjek – objek

Menurut Ratna (2007: 139), di antara ketiga pasangan oposisi biner aktan-aktan ini,

yang terpenting adalah pasangan subjek-objek. Hal ini disebabkan karena tidak akan ada

objek jika tidak ada subjek, begitu pula sebaliknya. Subjek ditugasi oleh pengirim untuk

mendapatkan objek. Objek bisa berupa hal yang konkrit, seperti ―manusia‖ atau ―sesuatu‖;

akan tetapi bisa berupa hal yang abstrak, seperti ―pengetahuan‖, ―cinta‖, dan ―kekuasaan‖.

2. Pengirim – penerima

Pengirim adalah pelaku atau seseorang (dapat pula sebuah ide) yang memotivasi suatu

tindakan, atau yang mengakibatkan sesuatu terjadi (Amiruddin, 2002: 34; dalam Fansiska,

2010: 23). Dengan kata lain, pengirim memprovokasi subjek untuk melakukan sesuatu demi

mendapatkan objek, sedangkan penerima merupakan sesuatu atau seseorang yang menerima

objek yang diusahakan oleh subjek.

3. Pendukung – penghalang

Pendukung merupakan sesuatu atau seseorang yang membantu atau mempermudah

usaha subjek untuk mendapatkan objek, sedangkan penghalang merupakan sesuatu atau

seseorang yang menghalangi usaha subjek dalam mencapai objek.

Page 7: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

7

Adapun skema aktansialnya adalah sebagai berikut:

SKEMA AKTAN

Selain menunjukkan bagan aktan, (Sumiyadi, 2010: 59) Greimas juga mengemukakan

model cerita yang tetap sebagai alur. Model itu dibangun oleh berbagai tindakan yang disebut

fungsi. Model yang kemudian disebut model fungsional itu memiliki cara kerja yang tetap

karena memang sebuah cerita selalu bergerak dari situasi awal ke situasi akhir.

Adapun model fungsional yang dimaksud adalah sebagai berikut.

MODEL FUNGSIONAL

SITUASI

AWAL

TRANSFORMASI SITUASI

AKHIR TAHAP UJI

KECAKAPAN

TAHAP

UTAMA

TAHAP

KEBERHASILAN

(1) Dalam situasi awal ditampilkan keadaan sebelum terjadi suatu peristiwa yang

mengganggu keselarasan atau keseimbangan. Biasanya cerita diawali dengan munculnya

pernyataan adanya keinginan untuk mendapatkan sesuatu sehingga muncul tindakan

pemanggilan perintah, atau persetujuan.

(2) Dalam transformasi terdapat tiga tahap, yaitu tahap uji kecakapan (adanya usaha

subjek, munculnya penentang dan penolong, dan jika subjek/ pahlawan tidak mampu

mengatasi tantangan akan didiskualifikasi sebagai pahlawan), tahap utama (adanya pergeseran

ruang dan waktu, dalam arti pahlawan telah mengatasi tantangan dan melakukan perjalanan

kembali), dan tahap kegemilangan atau keberhasilan (kedatangan pahlawan, eksisnya

pahlawan asli, terbongkarnya tabir pahlawan palsu, hukuman bagi pahlawan palsu, dan jasa

bagi pahlawan sejati).

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghalang

Page 8: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

8

(3) Dalam situasi akhir subjek berhasil mendapatkan objek, objek telah diterima oleh

penerima, keseimbangan telah terjadi, dan berakhirlah suatu keinginan terhadap sesuatu.

Namun, situasi dapat terjadi sebaliknya, yaitu subjek gagal mendapatkan objek.

Dengan skema aktan dan model fungsional yang diajukan oleh Greimas memiliki

hubungan kausalitas: hubungan antaraktan ditentukan oleh fungsi-fungsi dalam membangun

struktur cerita.

2.3 Strukturalisme Genetik

Strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis

strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik. Ratna (2007: 121-127)

memaparkan bahwa strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf

dan sosiolog Rumania-Prancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The

Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Prenses of Pascal and the Tragedies of Racine,

dalam bahasa Perancis terbit pertama kali tahun 1956.

Secara definitif, strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan

perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas strukturalisme genetik berarti memerhatikan

analisis intrinsik dan ekstrinsik. Meskipun sebagai teori yang telah teruji validitasnya,

strukturalisme genetik masih ditopang oleh beberpa konsep canggih yang tidak dimiliki oleh

teori sosial lain, yakni: simetri atau homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan

pandangan dunia.

2.3.1 Simetri atau Homologi

Homologi dipinjam dari istilah biologi, dengan asumsi persamaan struktur sebab

diturunkan melalui organisme primitif yang sama. Homologi memiliki implikasi dengan

hubungan bermakna antara struktur literer dengan struktur sosial. Dalam proses penelitian

identifikasi terhadapnya memerlukan penelitian yang seksama, kualitasnya ditentukan oleh

karya itu sendiri, bukan struktur sosial. Homologi bukan reduksi dan imitasi,

interdependensinya adalah struktural, bukan hubungan isi secara langsung.

Adanya penanda ―suku naga‖ dalam drama karya WS Rendra, tidak bisa dikaitkan

secara langsung dengan ―Kampung Naga‖ di daerah perbatasan Tasik-Garut, Jawa Barat.

Sebagai petanda, secara homolog dan struktural, di satu pihak ―suku naga‖ sejajar dengan

Page 9: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

9

masyarakat adat, kearifan lokal, budaya primitif dan sebagainya.

2.3.2 Kelas-kelas sosial

Dalam pengertian strukturalisme genetik, kelas-kelas sosial tidak perlu didefinisikan ke

dalam pertentangan dan eksploitasi, seperti halnya pemahaman kelas dalam Marxisme. Maka

yang dimaksud kelas-kelas sosial adalah kolektivitas yang menciptakan gaya hidup tertentu

dengan struktur yang ketat dan koheren. Kelas dengan demikian berpengaruh terhadap bentuk,

fungsi, makna, dan gaya suatu karya seni. Pada dasarnya, menurut visi strukturalisme genetik,

kelas yang dimaksudkan identik dengan kelas sosial pengarang.

Secara sosiologi, menurut Hauser (1985: 139; dalam Ratna, 2007: 124) seniman pun

pada dasarnya ditentukan oleh kelas sosialnya. Perlu dijelaskan bahwa keterlibatan pengarang

lebih bersifat afinitas, sebagai bentuk ketertarikan terhadap suatu masalah dibandingkan

dengan komitmen. Atas dasar akar sosial yang sama maka terjadilah simpati terbagi, imajinasi

terbagi, kesadaran sosial yang dianggap sebagai genesis kreativitas.

Dikaitkan dengan seniman sebagai pencipta, lanjut Ratna (2007: 125), latar belakang

dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) latar belakang karena afiliasi, dan b) latar

belakang karena kelahiran.

Pencipta yang berlatar belakang karena afiliasi memiliki sisi menarik karena

kelahirannya yang kedua. Sebagai bentuk dualisme antara aktivitas kreatif di satu pihak dengan

penjelajahan sumber-sumber ilmu pengetahuan di pihak yang lain. Bentuk afiliasi bermacam-

macam, sesuai dengan kompleksitas struktur sosial, seperti: keluarga, profesi, intelektual,

religi, ekonomi, hukum, dan sebagainya. Sisi menarik lainnya tentang pengarang berlatar

belakang afiliasi adalah kemampuannya melepaskan diri dari kelompok asal, kemudian

meleburkan diri dan terlibat dalam kelompok yang baru.

2.3.3 Transindividual

Sejajar dengan masalah kelas-kelas sosial di atas, Goldmann juga mengintroduksi

konsep transindividual, intersubjektif menurut pemahaman lain. Menurut Goldmann (1976:

89-95; dalam Ratna, 2007: 125) transindividual menampilkan pikiran-pikiran individu tetapi

dengan struktur mental kelompok. Dalam strukturalisme genetik subjek transindividual

merupakan energi untuk membangun pandangan dunia.

2.3.4 Pandangan dunia

Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturalisme genetik. Homologi,

Page 10: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

10

kelas-kelas sosial, etruktur bermakna, dan subjek transindividual diarahkan pada totalitas

pemahaman yang dianggap sebagai kesimpulan suatu penelitian. Karena pandangan dunialah

yang memicu subjek untuk mengarang, identifikasi pandangan dunia juga dianggap sebagai

salah satu ciri keberhasilan suatu karya.

Secara definitif Goldmann (Ratna, 2007: 126) menjelaskan pandangan dunia sebagai

ekspresi psike melalui hubungan dialektis kolektivitas tertentu dengan lingkungan sosial dan

fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Konsep-konsep yang mendasari

pandangan dunia harus digali melalui dan di dalam kesadaran kelompok yang bersangkutan

dengan melibatkan indikator sistem kepercayaan, sejarah intelektual, dan sejarah kebudayaan

secara keseluruhan. Maka pelacakan fakta-fakta sejarah perlu dilakukan bagi penelitian

primordial dan berbagai kecenderungan masa lampau yang masih dominan di Indonesia.

Melalui kualitas pandangan dunia inilah karya sastra menunjukkan nilai-nilainya sekaligus

memperoleh artinya bagi masyarakat.

Secara metodologis, dalam strukturalisme genetik Goldmann menyarankan untuk

menganalisis karya sastra yang besar, bahkan suprakarya. Karena dalam karya besarlah

terkandung berbagai aspek kehidupan yang problematis. Sejalan dengan itu Kisah Perjuangan

Suku Naga karya WS Rendra, adalah salah satu karya besar dari seorang sastrawan besar. Di

dalamnya terdapat aspek problematik kehidupan antara manusia dengan alam dan kearifan

lokal dengan modernitas yang mendapati aktualisasinya dalam kehidupan sosial masyarakat

Indonesia sejak tahun penulisan karya hingga hari ini.

Page 11: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

11

BAB III

STRUKTUR DRAMA, LINGKUNGAN SOSIAL PENGARANG, LINGKUNGAN

SOSIAL DRAMA, DAN PANDANGAN DUNIA PENGARANG YANG TEREFLEKSI

DALAM KISAH PERJUANGAN SUKU NAGA KARYA WS RENDRA

4.1 Struktur Drama Kisah Perjuangan Suku Naga

4.1.1 Sinopsis naskah drama “Kisah Perjuangan Suku Naga” karya Rendra.

Alkisah, kebudayaan manusia telah berbeda jauh atara negeri industri dan negeri

pertanian. Negeri industri, kaya akan uang modal dan mesin-mesin yang menghasilkan barang

dagangan. Mesin-mesin telah bergemuruh dan bekerja tanpa henti. Bahan-bahan mentah

dicari terus menerus. Barang-barang hasil produksi kian berjubel tak tertampung di gudang.

Negeri pertanian, kaya akan hasil bumi dan barang tambang. Dan terhadap negeri

pertanianlah, persoalan dari negeri industri akan dilimpahkan. Duta Besar dipekerjakan untuk

negosiasi demi perputaran sirkulasi uang modal. Agar tidak membeku. Agar proses produksi

di negeri industri terus berjalan dan memperkaya Big Boss.

Berbedaan ini sangat nampak dan berdampak pada sebuah negeri pertanian, Astinam.

Dan para Petinggi Pemerintah Astinam sedang meracau-racau kata ‗Pembangunan‘.

Keuntungan pribadi menjadi kepentingan paling pokok dari kata ‗Pembangunan‘ yang mereka

agung-agungkan. Meski dengan mengorbankan rakyatnya sendiri.

Sementara di dalam wilayah negeri Astinam, terdapat Suku Naga yang menempati

lembah bukit Saloka. Mereka memegang teguh keyakinan dan keselarasan hidup dengan

alam. Suku Naga adalah petani. Peraturan adat mereka menyatakan, bahwa tanah tidak bisa

diperjualbelikan. Jika tidak mampu menggarap harus diserahkan kembali pada desa. Karena

tanah adalah ruh bagi petani. Jual beli tanah adalah proses awal penghisapan kota terhadap

desa. Tanpa kepemilikan tanah, petani tak ubahnya seperti kerbau. Bahkan di mata tuan tanah,

kerbau lebih menghasilkan uang dibanding buruh tani.

Suku Naga dikepalai oleh Abisavam, kebijakannya sangat bijak pada alam dan

masyarakat Suku Naga. Senantiasa membimbing dan mendamping. Ia punya seorang anak

laki-laki yang baru menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Bernama Abivara. Meski

Abivara sekolah di negeri maju, keteguhannya pada kebudayaan dan adat keyakinan Suku

Naga tidak luntur sedikit pun. Malahan dengan pemahamanya tentang kemajuan, ia makin

bijak pada keselarasan alam.

Page 12: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

12

Abivara pulang bersama kawannya Carlos. Ia teman karib Abivara. Seorang wartawan

media ternama di negeri maju tempat Abivara sekolah. Carlos adalah orang yang sangat

tertarik untuk mempelajari budaya dan adat Suku Naga.

Namun keselarasan hidup Suku Naga dengan alam diganggu oleh Mr. Joe, Duta Besar

dari negeri seberang. Ia adalah orang suruhan Big Boss yang mengincar bahan tambang yang

terdapat di dalam bukit Saloka. Mr. Joe dengan sangat mudah membujuk petinggi Astinam

untuk mendukung keinginan Big Boss.

Maka dipekerjakanlah petinggi-petinggi negara oleh Ratu Astinam untuk mulai

menyusun rencana dan pembakuan peraturan untuk kelancaran rencana, mengusir Suku Naga

dari lembah Bukit Saloka untuk dijadikan perumahan berikut segala sarana hiburan bagi para

pekerja tambang bukit Saloka.

Rencana tersebut mendapat perlawanan dari Suku Naga yang dipimpin Abisavam.

Carlos, sahabat karib Abivara menuliskan berita pada medianya di negeri sebrang, bahwa

pemerintah Astinam hendak mengusir Suku Naga yang telah turun temurun menjaga

keselarasan alam hanya karena projeck perusahaan Big Boss untuk pengerjaan penggalian

tambang tembaga di bukit saloka yang jelas-jelas akan memusnahkan sebuah kebudayaan dan

kelestarian alam.

Ratu dan para Petinggi negeri Astinam gerah dengan pemberitaan yang dituliskan

Carlos di media no satu di negeri seberang tersebut yang dibaca dan menjadi bahan

pergunjingan di antara orang-orang di Unesco.

Mereka berpikir keras untuk membujuk Suku Naga agar tak jadi pemberitaan buruk di

media. Karena mereka lebuh takut pada teguran PBB dengan Unesco-nya dari pada rakyatnya

sendiri. Mula-mula Menteri Pertambangan datang menemui Abisavam. Karena ditolak

kemudian datang ketua parlemen bersama tentara bersenjata dengan maksud menggertak

Suku Naga. Upaya mereka kembali kandas karena keteguhan Suku Naga pada keyakinan

leluhurnya yang kini terancam dipunahkan pemerintah dan meski mereka perjuangkan. Dan

Carlos tak hentinya memberitakan semua upaya pemerintah Astinam untuk mengusir Suku

Naga pada dunia.

Karena ketakutan yang sama antara pemerintah Astinam dan Mr. Joe, yakni terhadap

teguran masyarakat dunia lewat Unesco, akhirnya Mr. Joe membujuk Big Boss agar

mengurungkan niatnya untuk sementara dan menjadikan usaha spiritual dan tourismenya

Page 13: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

13

sebagai tempat pelatihan mata-mata negara Astinam. Agar mampu menyingkirkan suku-suku

adat di negeri Astinam seperi Suku Naga dengan tuduhan aliran sesat dan lainnya.

Hingga pada akhirnya, atas rencana baru yang sedang dilancarkan, ijin Carlos untuk

tinggal di Astinam dicabut secara sepihak oleh pemerintah. Namun dengan perginya Carlos

dari Suku Naga, tak menjadi ujung perjuangan Suku Naga. Masih ada Abisavam, Abivara dan

seluruh penduduk Suku Naga yang berpegang teguh pada perjuangan mempertahankan adat

dan keyakinan budaya Suku Naga.

4.1.2 Skema Aktan

4.1.2.1 Skema aktansial dan model fungsional 1

SKEMA AKTAN 1

a) Kalimat inti aktansial

Ketika semua pejabat negara Astinam berkumpul dan sedang membicarakan kondisi

kesehatan mereka masing-masing, datanglah Mr Joe (S) merespon permohonan pinjaman

dana luarnegeri yang disampaikan duta besar Astinam, dan tawaran kerjasama pertambangan

yang diajukan oleh Mentri Pertambangan. Setelah berbasa-basi Mr Joe pun mulai

mengungkapkan tujuan utamanya; yakni maksud dari Big Boss (P2) untuk berbisnis

pertambangan (P1) dengan membuka pertambangan di Bukit Seloka Suku Naga, dan meminta

perijinan penambangan (O) dari pemerintahan Astinam. Atas dorongan Mentri Pertambangan

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghalang

Bisnis barang tambang

Mr Joe

Ijin

Penambangan

Big Boss

- M Pertambangan

- Ratu

- Per mentri

- Ket Parlemen

- Kol Srenggi

_

Page 14: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

14

dalam meyakinkan Ratu, Per Mentri, dan pejabat lainnya (P3), akhirnya tujuan Mr Joe pun

berjalan tampa hambatan.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Mr Joe menawarkan kerjasama pertambangan antara Big Boss

dan negara Astinam dan meminta ijin penambangan di Bukit Seloka Suku Naga. Mr Joe

berupaya meyakinkan Ratu dengan mempresentasikan semua bisnis Big Boss.

Mr Joe : Inilah yang sungguh utama. Ada satu perusahaan dari negara saya

yang ingin bertanam modal yang besar di sini di dalam bidang

pertambangan. Tentu saya akan memakai saluran resmi. Sebab ia selalu

menghargai saluran resmi...

Ratu : Asal orang penuh pengertian kami pasti menghargainya. (Rendra,

1975: 36)

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: Mr Joe langsung memberi kepastian, bahwa Big Boss adalah

orang yang penuh pengertian. Mentri Pertambangan memberi dukungan pada Mr Joe

menyampaikan dan meyakinkan Ratu bahwa Big Bos telah menyiapkan Intan sebagai bentuk

pengertian awal pada Ratu.

Mr Joe : Wah, pengertian beliau sungguh besar.

M Pertambangan : maaf, Sri Ratu, saya memberanikan diri untuk menambah dukungan

terhadap beliau ini. pengertiannya benar-benar besar. Untuk

membuktikan bahwa ia benar-benar ahli dalam bidang pertambangan, ia

telah memilih sebutir dari hasil tambang mulia, untuk dipersembahkan

pada Sri Ratu. Ialah intan ini!

Ratu : Intan? (Rendra, 1975: 36)

II. Tahap Utama: Sri Ratu sangat senang dengan hadiah intan yang diberikan Big

Bos lewat Mentri Pertambangannya. Dan ia berterima kasih.

Ratu : Terima kasih. Aku senang sekali.

Ini sungguh-sungguh art! (Rendra, 1975: 36)

III. Tahap Kegemilangan: melihat pertanda baik, Mentri pertambang langsung

menyampaikan lokasi pertambangan yang dimaksud Big Boss adalah Bukit Saloka di wilayah

Page 15: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

15

kaum suku naga. Dan penjelasan M Pertanian pun mendapat sambutan hangat dari pejabat

Astinam lainnya.

M Pertambangan : Sri, The Big Boss, begitu biasa kami panggil teman kami itu, sangat

kagum dan terpikat kepada alam kita. Terdorong oleh kekagumannya

itu ia telah lama membuat survey hasil-hasil tambang kita. Sehingga

tahulah ia bahwa di bukit Saloka di wilayah kaum Suku Naga ada

sebuah tambang tembaga yang cukup kaya...

Per Mentri : Saya kira ini perlu dengan sungguh-sunggu dipertimbangkan.

Koor Parlemen : tambang mentah di dalam bumi

Tak ada harganya

Daripada tidak diolah

Ada baiknay diolah mkereka

Lalu kita semua akan sibuk

Da di dalam kesibukan

Ada tambahan penghasilan (Rendra, 1975: 36-37)

(3) Situasi Akhir: Atas dorongan dari Perdana mentri dan semua fraksi Parlemen,

maka Ratu pun langsung merespon ajuan dan maksud dari kedatangan Mr Joe.

Ratu : Kalau begitu kita harus benar-benar pertimbangkan (Rendra, 1975:37)

4.1.2.2 Skema aktansial dan model fungsional 2

SKEMA AKTAN 2

a) Kalimat inti aktansial

Setelah beberapa hari kepulangan Abivara ke kampung halamannya, ia bertemu

dengan Setyawati, kekasihnya. Abivara (S) memulai percakapannya dengan menanyakan

ihwal lamarannya (P1) yang disampaikan ibunya (P3) terhadap Setyawati (O). Sebagai tanda

bahwa tidak lama lagi mereka akan dinikahkan. Namun ternyata, Setyawati memiliki

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghalang

Melamar Setyawati

Abivara

Setyawati Abivara

- Ibu Abivara

- Pemahaman

Abivara tentang

kemajuan jaman

Keinginan

Setyawati

hidup di kota

Page 16: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

16

keinginan untuk hidup di kota (P4) setelah pernikahannya. Untunglah Abivara mampu

mengungkap pemahamannya tentang modernitas dan kemajuan jaman dengan teguh pada

Setyawati. Dengan ketegasannya, Abivara meminta Setyawati untuk memikirkan ulang

tentang keinginannya hidup di kota, terkait cita-cita Abivara untuk membangun desanya serta

lamaran dari Abivara.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Abivara bertanya pada Setyawati soal lamaran dari Ibunya.

Setyawati menerimanya dengan bahagia. Mereka sebentar lagi akan menikah

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: namun ternyata, di luar sepengetahuan Abivara, Setyawati

memiliki keinginan untuk hidup di kota. Hidup bersama kemajuan jaman dan modernitas.

―Setyawati: Sesudah menikah apakah kita akan pindah ke kota?‖ (Rendra, 1975: 39)

II. Tahap Utama: dengan pemahaman Abivara tentang kehidupan di kota, Abivara

mampu menyangkal semua pemahaman Setyawati yang salah kaprah tentang kehidupan

perkotaan yang dianggapnya lebih maju, lebih tinggi pergaulan, dan lebih baik dari pada

pedesaan.

Abivara : Film hanya hiburan bukan alat kemajuan

Setyawati : Yah, tetapi di desa kurang pergaulan.

Abivara : Benarkah di kota lebih terdapat pergaulan? Astaga! Nama tetangga sendiri

jarang mereka mengenalnya. ...

Setyawati : ... Aku tidak ingin anak-anak kita nanti ketinggalan mode

Abivara : ... Mode tidak memajukan dan membebaskan orang. Mode malah mengikat

orang. (Rendra, 1975: 39)

III. Tahap Kegemilangan: abivara mampu menyangkal semua sangkaan Setyawwati

terhadap kehidupan di perkotaan. Satyawati tidak bisa mendebatnya dengan sengit. Ia

kemudian kesal karena keinginannya hidup di kota jauh dari kemungkinan diwujudkan oleh

Abivara setelah pernikahan.

Setyawati : Aku kesel! Aku tidak ingi anak-anaku nanti merasa minder.

Abivara : kenapa mesti minder?

Setyawati : kamu tahu bagaimana pandangan orang kota terhadap orang desa?

Abivara : itulah pendapat yang kurang terpelajar.

Seharusnya mereka tahu bahwa orang desa lebih produktip dari pada orang

kota. Orang desa memprodusir hasil bumi. Tetapi orang kota memprodusir

Page 17: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

17

apa? Mereka hanya mampu mengimpor. Ekonomi mereka hanya ekonomi

tukang kelontong. Atau mereka hanya mampu menciptakan birokrasi. Dan

birokrasi adalah penghambat kemajuan. (Rendra, 1975: 39)

(3) Situasi Akhir: karena mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, Setyawati

kemudian kebingungan dan menangis. Abivara bersikap tegas dalam mendidik. Membuktikan

rasa sayangnya dengan tidak memanjakan kekasihnya. Menganjurkan Setyawati untuk

mencerna perbicaraan mereka barusan.

Abivara : renungkanlah dulu barang dua tiga hari

Setyawati : Abivara! (Menangis)

Abivara : aku tidak akan menghiburmu. Aku percaya kamu akan bisa mencerna semua

ini. ... (Rendra, 1975: 41)

4.1.2.3 Skema aktansial dan model fungsional 3

SKEMA AKTAN 3

a) Kalimat inti aktansial

Supaka (S) mengutarakan keinginannya untuk menjual sawah (P1) bagian almarhum

suaminya pada Abisavam. Dengan ketegasan dan keteguhan Abisavam dalam memegang

aturan adat Suku Naga (P4), akhirnya keinginan Supaka ditolaknya mentah-mentah.

Meskipun supaka telah menjadi janda dan ia merasa berhak atas sawah bagian suaminya, serta

ketidakmampuannya bertani akan menjadikan uang hasil penjualan sawahnya sebagai modal

untuk berjualan di kota sebagai profesi hariannya (P3), dan meski Supaka adalah janda dari

adiknya namun Abisavam tetap menolaknya. Hingga supaka benar-benar gagal untuk bisa

menjual sawahnya tersebut.

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Penghalang

Keinginan menjual sawah

Subjek

Supaka

Sawah bagian

suaminya

Supaka

- Suaminya

meninggal

- Ketidakmampuan

bertani

Ketegasan

Abisavam

pada adat

Page 18: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

18

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Supaka mengutarakan keinginannya untuk menjual sawahnya

Supaka : Aku akan menjual sawahku.

Abisavam : tidak bisa. Tidak bisa kamu jual pada orang luar desa karena itu berarti

permulaan bagi tumbuhnya tuan tanah di desa ini. tidak mungkin pula kamu

jual pada orang desa kita sendiri, karena masing-masing petani sudah mendapat

tanah yang sesuai dengan kemampuan kerjanya, dan juga desa harus

mengontrol harga tanah. (Rendra, 1975: 42)

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: Supaka mempertanyakan sahnya kepemilikan sawah suaminya

dan status jandanya sebagai penerima ahli waris suaminya. Dengan beralasan

ketidakmampuannya bertani maka sawah tersebut hendak ia jual.

Supaka : bukankah suamiku almarhum mendapatkan sawah itu dengan syah?

Abisavam : Syah

Supaka : dan sekarang aku janda.

Abisavam : ya. Janda muda.

Supaka : aku kurang paham bertani

Abisavam : kamu kurang pendidikan.

Supaka : aku bukan petani

Abisavam : kalau begitu jangan tinggal di desa. (Rendra, 1975: 42-43)

II. Tahap Utama: Supaka tetap bersikukuh bahwa keahliannya bukan bertani tapi

berdagang.

Abisavam : seharusnya suamimu almarhum tercinta itu mengajar kamu bertani.

Supaka : tetapi aku selalu sibuk berdagang, hilir mudik ke kota. Berdagang adalah

bakatku. (Rendra, 1975: 43)

III. Tahap Kegemilangan: dalam bayangan Supaka, hasil dari penjualan sawah

tersebut akan dijadikannya modal tambahan. Namun Abisavam kian tegas memegang

peraturan adat dan menjelaskan pada Supaka bahwa sawah benar-benar tidak bisa dijual

dengan alasan apa pun karena bisa mengganggu stabilitas kehipuan di pedesaan.

Supaka : Jadi wajarlah kalau aku jual sawah hak suamiku yang syah itu untuk

menambah modal dagang.

Abisavam : O, itu tidak boleh. Begitu menurut tradisi kami, sebab itu artinya kamu akan

memindahkan kekayaan desa ini ke kota. Ini namanya permulaan dari

penghisapan kota atas desa. (Rendra, 1975: 43)

Page 19: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

19

(3) Situasi Akhir: karena mendapatkan tentangan yang tidak memuaskan, Supaka

kemudian mengeluarkan senjata utamanya. Menangis. Sementara Abisavam tetap memegang

teguh peraturan adat. Sebagai tetua adat di suku naga, keteguhan inilah yang menjadi teladan

bagi seluruh warga suku naga.

Abisavam : kamu akan memakai senjatamu yang terakhir.

Supaka : (menangis) kamu kejam.

Abisavam : Nah, apa kubilang. (Rendra, 1975: 43)

4.1.2.4 Skema aktansial dan model fungsional 4

SKEMA AKTAN 4

a) Kalimat inti aktansial

Suatau hari, seorang Insinyur (S) asing datang mengukur bukit Saloka (P1). Namun, ia

mendapat halangan dari warga suku naga, terutama kelapa desa; Abisavam beserta Abivara,

Carlos, Supaka dan Paman (P3). Di situ terjadi percekcokan antara Insinyur yang bekerja atas

nama join venture (P3) menjalankan printah Sri Ratu (P2) dengan warga suku naga yang

hendak mempertahankan tanah adatnya.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: ketika insinyur sedang mengukur, datanglah para tetua adat

suku naga. Ia ditegur oleh Paman dan di sanalah mulai percekcokan.

Paman : ... Apa yang kamu kerjakan?

Insinyur : Mengukur, menggambar dan merancang.

Abisavam : untuk apa?

Insinyur : Desa ini akan dijadikan kota pertambangan.

Pengirim Objek Penerima

Mengukur bukit Saloka

Subjek

Insinyur

Bukit Saloka Sri Ratu

Pendukung

Proyek Joint

venture

Penghalang

Abisavam,

Abivara, Carlos,

Supaka, Paman

Page 20: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

20

Abisavam : Siapa yang mau bikin?

Insinyur : Join venture

...

Insinyur : ini proyek Sri Ratu

Abisava : ... Lantas orang-orang desa ini bagaimana?

Insinyur : ... dipindah ke suatu tempat.

...

Abivara : O, lihat dulu nanti.

Insinyur : Kamu punya pikiran lain? (Rendra, 1975: 47)

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: Abisavam balik menanyakan pendapat pada insinyur tentang

tempat yang sedang ia ukur. Kemudian Abisavam memberi penjelasan, bahwa bukit Saloka

lebih dari sekadar tempat tinggal yang penduduknya bisa diungsikan begitu saja. Namun

insinyur itu tetap keukeuh dan berpendapat bahwa kebudayaan ―lokal‖ sudah ketinggalan

jaman.

Abisavam : ... Apa pendapatmu tentang desa dan lembah ini?

Insinyur : Resep

Abisavam : Resep! Itu tepat. Leluhur kami, leluhur para suku naga, telah memilih tempat

ini dengan teliti. Berabad-abad sudah kami tinggal di sini. Lihat itu! Itulah

pekuburan leluhur kami. ...dan di sana, dataran batu di bawah pohon itu adalah

tempat upacara kami untuk mengenangkan daya kesuburan. ...Dan telaga itu,

bagi keramat, karena di situlah kamii pergi mandi mensucikan diri sebelum

kami berpuasa 40 hari dalam setahun. ...Kamu lihat, semua ini bukan sekadar

―suatu tempat‖ melainkan suatu bagian dari keutuhan hidup kami. Ini adalah

suatu kebudayaan. Ini tidak bisa begitu saja didatarkan menjadi sebuah kota.

Insinyur : sekarang sudah jaman maju. Hal-hal semacam itu seharusnya tidak mengikat

kita lagi.

Abisavam : Kenapa?

Insinyur : Tidak Effisien

Abisavam : Semua harus effisien ya?

Yang tidak effisien tidak berguna ya? Menakjubkan!

Apakah kamu juga jatuh cinta dengan effisien?

Apakah beragama harus effisien?. (Rendra, 1975: 48)

II. Tahap Utama: melihat percekcokan kian sengit karena pendapat insinyur yang

mengecilkan adat dan budaya suku naga, Carlos, Abivara, dan Supaka pun turut bicara. Dan

Abisavam lebih menekankan tugas dan kewajiabnnya sebagai ketua adat untuk menjaga dan

melestarikan budaya leluhurnya.

Carlos : Kenapa tidak memilih tempat sebelah bukit yang di sana, kenapa mesti yang

sebelah sini?

Page 21: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

21

Abisavam : Ya, kenapa tidak?

Carlos : Demi effisien? Supaya tidak usah bikin jalan yang melingkar. Untuk

menghemat beberapa dollar sebuah kebudayaan mau dilenyapkan?

Abivara : Ya, Ayah, seharusnya mereka mendirikan pabrik, perumahan dsb, itu di

seberang sananya bukit Saloka.

Abisavam : kewajiban sayalah untuk melindungi keutuhan budaya kita. Aku suka

perkembangan-perkembangan baru. Tetapi perkembangan baru toh tidak harus

berarti penumpasan bagi yang lain. Sebab itu nanti namanya penindasan, bukan

pergaulan.

Carlos : Saya akan menulis barita mengenai hal ini. saya akan memberikan gambaran

yang sedalam-dalamnya. Di negeri perusahaan orang-orang ini berada suara

rakyat sangat diperhatikan. Parlemen mereka adalah parlemen betul-betulan.

Jadi melewati surat kabar mereka saya akan memberi laporan apa yang

dikerjakan oleh salah satu perusahaan raksasa negeri mereka di Astinam ini. ...

Supaka : Abisavam, desa ini harus dipertahankan. Kuburan suamiku dan kuburan

leluhurnya berada di sini. Jangan sampai kuburan itu mereka ubah menjadi

casino, statsiun atau hotel.

Abisavam : Baik, Supaka. Saya tidak menduga bahwa kamu akan juga bangkit

kesadarannya. (Rendra, 1975: 49)

III. Tahap Kegemilangan: pada tahap ini, Paman, Supaka, Carlos, Abivara dan

Abisavam menyatakan tekad dan mengajak pada seluruh kaum suku naga untuk berjuang

sekuat tenaga mempertahankan tanah adat leluhur suku naga.

Paman : Saya akan bertahan sekuat-kuatnya,

Supaka : Jangan seorang pun diantara kamu mau mereka paksa untuk menjual

tanahmu.

Abivara : di desa suku Kariaman, dengan cara kasar maupun halus, mereka akhirnya

berhasil membeli tanah-tanah subur di situ.

Abisavam : Hal itu terjadi karena mereka berjuang sendiri-sendiri. Kita harus berjuang

bersama-sama, baru bisa berhasil. Aku merasa kuat memimpin kamu semua

Malam ini kita akan melakukan tirakatan

Carlos : Perjuangan saudara-saudara nanti akan tepat sesuai dengan peradaban.

Dunia luar akan membantu perjuangan semacam ini. cara-cara mereka

praktekan di sini di negara mereka sendiri sanagat ditentang oleh rakyat

mereka. Sekarang mereka berpikir, bahwa pemerintah dari negara yang

sedang berkembang bisa diperbodoh begitu saja. (kepada Insinyur) jangan

kamu pura-pura tidak tahu hal ini. (Rendra, 1975: 43)

(3) Situasi Akhir: karena mendapatkan tentangan yang keras dari kaum suku naga

dan pernyataan perlawanan dari para tetua suku naga, akhirnya Insinyur pun pergi dan sedikit

mengancam Carlos dengan menanyakan identitas Carlos.

Insinyur : Who are you?

Carlos : I am Carlos. And I am their friend.

Insinyur : I‘ll remember you.

Carlos : You better do.

Page 22: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

22

Insinyur : Good bye

Carlos : Good bye.

Abisavam : Ya, Good bye-lah. (Rendra, 1975: 49-51)

4.1.2.5 Skema aktansial dan model fungsional 5

SKEMA AKTAN 5

a) Kalimat inti aktansial

Suatau hari, seorang mentri Pertambangan (S) datang dalam upaya membujuk suku

naga (P1). Kedatangannya itu semata-mata karena kemarahan Sri Ratu (P2) saat membaca

koran-korang luar negeri yang memuat permasalahan suku naga dengan Astinam. Namun, ia

mendapat halangan dari warga suku naga, terutama kelapa desa; Abisavam beserta Abivara,

dan Carlos (P4). Di situ terjadi percekcokan antara Mentri Pertambangan yang menawarkan

konsep pemaduan budaya suku naga dengan pariwisata (P3) dengan warga suku naga yang

menolak komersialisasi adat dan budaya dan bersikeras mempertahankan tanah adatnya.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Mentri Pertambangan datang ke perkampungan suku naga. Dan

mendapatkan sambutan yang tidak menyenangkan dari Abisavam dan yang lainnya.

M Pertambangan : Bapak kepala Suku Naga, para ibu, para wali suku, dan saudara-

saudaraku semua. Salam Sejahtera!

Saya senang berada di tengah-tengah saudara semua.

Abisavam : Apa yang saudara senangi pada kami?

M Pertambangan : Saya senang tarian-tarian saudara, saya senang bentuk rumah-rumah

saudara, saya senang kebudayaan dan kepribadian Suku Naga.

Abisavam : Itu semua akan lenyap kalau desa ini dijadikan kota pertambangan.

(Rendra, 1975: 49-51)

Pengirim Objek Penerima

Membujuk Suku naga

Suku Naga Sri Ratu

Penghalang

Abisavam,

Abivara, Carlos.

Subjek

Mentri

Pertambangan

Pendukung

Pemahaman

memadukan

budaya dan

pariwisata

Page 23: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

23

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: mendapat sambutan yang tidak menyenangkan dari abisavam, M

Pertambangan pun mencoba menyangkal bahwa kebudayaan Suku Naga tidak hendak

dimusnahkan. Malah akan turut dilestarikan oleh pemerintah dengan menjadikannya daerah

pariwisata budaya sebagai bentuk penghargaannya terhadap budaya.

M Pertambangan : tidak perlu lenyap! Waduh, jangan sampai lenyap. Semua itu bisa

diselamatkan. Bayangkan! Di tengah sebuah kota pertambangan yang

penuh gedung-gedung modern akan terdapat kuburan-kuburan kuno,

rumah adat lengkap dengan peragaan peralatan upacara dan lain

sebagainya. Tempat-tempat ibadah, telaga keramat, pohon keramat,

semua akan di-up-grade, sehingga bisa dinikmati oleh banyak orang.

Abisavam : Di-up-grade artinya dijadikan objek tourisme, begitu?

M Pertambangan : Tourisme itu menambah penghasilan negara. (Rendra, 1975: 56)

II. Tahap Utama: Abisavam memiliki pengetahuan yang luas tentang praktik

pariwisata budaya, maka tidak tidak mudah dibohongi, dan bersikeras menolak penawaran

konsep pariwisata budaya dari Mentri Pertambangan.

Abisavam : Saya tahu apa itu tourisme. Berdoa sambil ditonton orang, begitu

kan? Kalau perlu upacaranya dipersingkat dan di pop-kan, begitu

bukan? Kebaktian agama diperdagangkan, begitu maksud saudara,

bukan?

M Pertambangan : O, keasliannya bisa tetap dipertahankan.

Abisavam : Omong kosong. Kemurnian upacara semacam itu sudah tidak ada lagi.

Yang menonjol hanya unsur dramanya saja semata-mata. Saudara tidak

benar-benar senang pada kebudayaan kami. Saudara mau memasukkan

kebudayaan kami ke dalam musium.

M Pertambangan : Lho, itu justru karena saya menghargai kebudayaan saudara.

Abisavam : kalau begitu biarkan kebudayaan kami tumbuh. Jangan kami orang-

orang dipindahkan, dan sisa-sisa kebudayaan kami dimasukkan ke

dalam kotak yang bernama musium. (Rendra, 1975: 56-57)

III. Tahap Kegemilangan: pada tahap ini, Abisavam mampu menyudutkan M

Pertambangan, sehingga pembicaraan M Pertambangan kemudian melnceng dan mengarah

pada tekanan bahwa Suku Naga harus patuh pada kepentingan nasional. Mendapat tekanan

dari M Pertambangan, Abisavam malah memberi pandangan tentang bagaimana seharusnya

peran dan fungsi antara rakyat dan pemerintah dalam hidup bernegara.

M Pertambangan : Janganlah kita lalai untuk mengabdi pada kepentingan nasional

Page 24: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

24

Abisavam : Membina kebudayaan daerah termasuk juga kepentingan nasional.

Kepentingan nasional tidak semata-mata berarti mencari keuntungan

saja.

M Pertambangan : Kita semua harus berpartisipasi di dalam program pembangunan

pemerintah.

Abisavam : Ikut berpartisipasi artinya ikut berpendapat, ikut menilai dan ikut

mengontrol jalannya pembangunan. Jadi tidak asal setuju saja (Rendra,

1975: 57)

(3) Situasi Akhir: karena mendapatkan tentangan yang tegas dari Abisavam dan

kaum Suku Naga dan pernyataan yang terkesan ―menggurui‖, akhirnya Insinyur pun pergi dan

akan melaporkan hasil dialognya pada atasan.

M Pertambangan : Semuanya ini akan saya laporkan pada atasan.

Abisavam : Bagus sekali. Tetapi jangan lupa : hendaknya saudara laporkan juga

kepada rakyat.

Abivara : Saya akan melaporkan pada kawan-kawan.

Carlos : dan aku akan melaporkannya kepada koran-koran di luar negeri.

(Rendra, 1975: 57-58)

4.1.2.6 Skema aktansial dan model fungsional 6

SKEMA AKTAN 6

a) Kalimat inti aktansial

Suatau hari lainnya, datanglah bertruk-truk tentara lengkap dengan senjatanya, beserta

tank dan jeep. Seluruh warga Suku Naga menjadi gempar dan menegangkan. Ternyata,

pasukan tentara (P3) tersebut mengantar Ketua Parlemen (S) untuk melakukan peninjauan

(P1) pada lokasi sengketa. Semata-mata kedatangannya tiada lain adalah untuk menekan Suku

Naga agar mau menerima rancana pembukaan lokasi tambang di atas tanah kaum Suku Naga.

Pengirim Objek Penerima

Meninjau Suku naga

Suku Naga Sri Ratu

Penghalang

Abisavam, dan

Abivara.

Subjek

Ketua Parlemen

Pendukung

Pasukan tentara

lengkap dengan

senjata

Page 25: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

25

Tindakannya ini sebagai bentuk kemarahan Sri Ratu (P2) karena upaya pembredelan koran

masih tidak berhasil membungkam Carlos. Namun, lagi-lagi Abisavam beserta Abivara (P4)

menghadapinya dengan tenang dan penuh ketegasan.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Datanglah ketua parlemen beserta pasukan tentara ke wilayah

kaum Suku Naga. Warga suku naga menjadi gemapar dan tegang. Abisavam telah paham

bahwa kedatangannya dengan congkak dan maksud menggertak.

K Parlemen : Saudara-saudara, saya adalah Ketua Parlemen, barangkali saudara-

saudara sudah tahu, karena sudah melihat potret saya di koran-koran.

Abivara : Mau apa datang kemari?

K Parlemen : Apakah kamu kepala desanya?

....

K Parlemen : ... saya ingin ketemu dengan kepala desa saudara.

Abivara : ... ayah, ada orang ingin bertemu dengan ayah. Ia adalah Ketua

Parlemen

Abisavam : Ketua Parlemen, jadi ia wakil rakyat. Kita ini rakyat. Jadi itu wakil

kita, bukan?

Abivara : Ya, ayah

Abivasam : O Ya? Saya tidak senang kepada saudara

K Parlemen : Saudara jujur sekali.

Abivasam : Terima kasih, saya tidak senang kepada cara saudara datang dan

menegur sapa. Saudara seperti orang mau menggertak. (Rendra, 1975:

62-63)

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: lagi-lagi terjadi percekcokan, Abisavam tak habis-habisnya

mengingatkan Ketua Parlemen bahwa ia adalah wakil rakyat. Harus mewakili suara rakyat

dan patuh pada arahan rakyat. Namun dengan penuh ancaman, Ketua Parlemen pun terus

mengeritik kejujuran Abisavam dan mengingatkan tentang pentingnya pengarahan dari

pemerintah. Ketua Parlemen pun dengan sangat jelas memperingatkan Abisavam untuk

berhati-hati dalam berbicara.

K Parlemen : di samping jujur, orang juga harus berhati-hati di dalam bicaranya.

(Rendra, 1975: 63)

II. Tahap Utama: mendapan jawaban Abisavam yang terkesan ngeyel, tekanan dari

Ketua Parlemen terhadap Abisavam ditambahi ancaman. Bahwa dalam masalah sosial-politik,

orang juga harus berhati-hati agar tidak dianggap anti pemerintah.

Page 26: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

26

Abisavam : Betul. Saya selalu berhati-hati agar saya tidak berhianat kepada naluri

saya, tidak pula menyalahi agama saya.

K Parlemen : Di dalam masalah sosial-politik, saudara harus pula berhati-hati.

Abisavam : ya, berhati-hati agar saya tidak pernah menghianati kepentingan rakyat

miskin dan hanya menjilat golongan kecil yang kaya dan berkuasa.

K Parlemen : Sangat sayang kalau orang seperti saudara dianggap anti pemerintah.

(Rendra, 1975: 65)

III. Tahap Kegemilangan: Ketua Parlemen kehabisan cara dan pembicaraan dalam

menghadapi Abisavam yang selalu membenturkan tugas Ketua Parlemen terhadap rakyat

dengan maksud kedatangannya ke wilayah Suku Naga atas perintah Sri Ratu.

Abisavam : Tadi saudara sebut saya orang jujur, tiba-tiba sekarang dikuatirkan

anti pemerintah. Orang jujur seharusnya kan malah dianggap berguna

bagi pemerintah! Saya ingin keadilan. Saya tidak ingin pergantian

pemerintah.

K Parlemen : Sungguh sulit berdebat dengan saudara.

Abisavam : Lho, saudara kan sebagai wakil rakyat harus pandai berdebat. Sayang

kalau hanya bisa bilang setuju saja. (Rendra, 1975: 65)

(3) Situasi Akhir: karena pembicaraannya selalu tersudutkan, K Parlemen

bermaksud pamit, namun abisavam menahannya dan mencairkan suasana dengan meminjam

penyulut rokok. Kemudian K Parlemen pun melunak dan kalah kewibawaannya oleh

Abisavam.

4.1.3 Sekema aktan utama

Dari ke enam aktan di atas, maka bisa dijadikan dalam satu aktan utama yang membalut ke

enam aktan tersebut dan menjadi satu struktur cerita yang utuh.

SKEMA AKTAN UTAMA

Pengirim Objek Penerima

Kekayaan barang tambang tembaga

di bukit Saloka

Barang

Tambang

Tembaga

Big Boss

Subjek

Big Boss

Pendukung

Mr. Joe, Ratu Astinam, dan petinggi

Astinam

Penghalang

Abisavam, Abivara,

Carlos, Kaum Suku

Naga, Koran-koran,

Unicef

Page 27: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

27

a) Kalimat inti aktansial

Karena kekayaan barang tambang di bukit Saloka (P1), melaui Mr Joe dan di setujui

oleh seluruh petinggi Astinam (P3) maka Big Boss (S) akan membuka areal pertambangan

lengkap dengan perumahan, hotel, casino dll demi mendapatkan barang tambang (O) yang dia

inginkan. Namun, rencananya tersebut tidak berjalan dengan mulus karena keberadaan kaum

Suku Naga di sekitar bukit Saloka tersebut. Karena keteguhan, ketegasan dan tekad

perjuangan Abisavam, Abivara, Kaum Suku Naga, dalam mempertahankan tanah adat Suku

Naga dan atas bantuan catatan jurnalistik Carlos maka upaya penggusuran oleh perusahaan

Big Boss pun mendapat kecaman dari Unicef (P4). Melihat segala upaya pemerintah Astinam

dalam membujuk secara halus atau pun kasar gagal, dan kecaman-kecaman dari luar negeri

santer terhadapnya, maka Big Boss pun mengurungkan niat eksplorasi tambang di bukit

Saloka dan mengalihkan bisnisnya pada komoditi lainnya.

b). Skema Fungsional:

(1) Situasi Awal: Para petinggi Astinam sedang berkumpul membicarakan

penyakait, dan program pembangunan. Mereka sedang keranjingan dengan kata

pembangunan, kemajuan teknologi dan perkembangan sarana kesehatan moderen untuk

menyelesaikan masalah-masalah kesehatnnya. Bukan masalah rakyat. Mereka bahkan

menyiapkan kata ―Subversif‖ bagi siapa pun yang tidak sepakat terhadap rencana

pembangunan versi mereka.

Ratu : negara kita di dalam program pembangunannya tidak akan melupakan

program kesehatan. Banyak sudak modal asing yang bersimpati kepada

program kita ini. mereka akan menanamkan modal berjuta-juta dolla

untuk mendirikan pabrik-pabrik tonikum dan pil-pil Vitamin. Lain dari

iut: proyek kita Rumah Sakit Wijaya Kusuma! Rumah sakit terbesar

dan ter modern di seluruh Asia Tenggara.

Kol Serenggi : Wah ini akan mengangkat nama bangsa

Ratu : Sayang tidak semua orang berfikir seperti kita.

Per Mentri : Banyak pikiran yang menentang kemajuan

Ratu : Dan mengganggu jalannya kemajuan.

...

Kol Serenggi : Sebagai Mentri Keamanan saya akan segera mengumumkan

pernyataan bahwa mengkritik pembangunan adalah sabotase, oleh

karena itu subversif.

Ratu : Dengan begitu tidak ada lagi oposisi

Kol serenggi : Oposisi adalah musuh

Ratu : Bagus! Lalu kita bisa bebas membangun dengan lancar. (Rendra,

1975: 25-26)

Page 28: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

28

(2) Tahap Transformasi:

I. Tahap kecakapan: Ketika di ketahui oleh Big Boss, bahwa bukit Saloka

mengandung barang tambang tembaga di dalamnya, Big Boss berniat menggali barang

tambang tersebut dan mengutus Mr. Joe, Duta Besar, untuk mendapat ijin eksplorasi

pertambangan dari Petinggi Pemerintahan Astinam. Pada situasi awal tidak mendapat

halangan sedikit pun

Mr Joe : Inilah yang sungguh utama. Ada satu perusahaan dari negara saya

yang ingin bertanam modal yang besar di sini di dalam bidang

pertambangan. Tentu saya akan memakai saluran resmi. Sebab ia selalu

menghargai saluran resmi...

Ratu : Asal orang penuh pengertian kami pasti menghargainya. (Rendra,

1975: 36)

II. Tahap Utama: ketika terjadi pengukuran oleh insinyur, Suku Naga kian siaga dan

tetap bersikukuh untuk mempertahankan keyakinan dan keselarasan alam. menolak upaya

pertambangan bukit Saloka. Bersama kepala suku Abisavam, anaknya yang terpelajar

Abivara, serta Carlos mereka menyatakan akan memperjuangkan tanah leluhur Suku naga.

Paman : Saya akan bertahan sekuat-kuatnya,

Supaka : Jangan seorang pun diantara kamu mau mereka paksa untuk menjual

tanahmu.

Abivara : di desa suku Kariaman, dengan cara kasar maupun halus, mereka akhirnya

berhasil membeli tanah-tanah subur di situ.

Abisavam : Hal itu terjadi karena mereka berjuang sendiri-sendiri. Kita harus berjuang

bersama-sama, baru bisa berhasil. Aku merasa kuat memimpin kamu semua

Malam ini kita akan melakukan tirakatan

Carlos : Perjuangan saudara-saudara nanti akan tepat sesuai dengan peradaban.

Dunia luar akan membantu perjuangan semacam ini. cara-cara mereka

praktekan di sini di negara mereka sendiri sanagat ditentang oleh rakyat

mereka. Sekarang mereka berpikir, bahwa pemerintah dari negara yang

sedang berkembang bisa diperbodoh begitu saja. (kepada Insinyur) jangan

kamu pura-pura tidak tahu hal ini. (Rendra, 1975: 43)

III. Tahap Kegemilangan: Segala upaya negosiasi pemerintah ditolak mentah mentah

kepala Suku Naga dan kemudian ditulis sebagai berita untuk media ternama di masyarakat

dunia oleh Carlos, bahwa Big Bos bersama Pemerintahan Astinam berupaya mengusir Suku

Naga dan merusak alam. Pemberitaan ini direspon oleh masyarakat dunia dan UNESCO

Page 29: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

29

Ratu : ... ini koran-koran luar negeri yang paling top. Sedang orang-orang

Unesco sudah mulai menyindir-nyindir program pembangunan kita!

(Rendra, 1975: 53)

(3) Situasi Akhir: Karena ketakutan akan teguran dari UNESCO, Big Boss mengagalkan

penambangan di bukit Saloka dan membuat industri musik, sarana yoga dan pelatihan

inteljen. Kemudian mencabut injin tinggal Carlos dari Astinam demi kelancaran rencana

selanjutnya. Berikut pembicaraan antara Big Boss dengan Mr Joe:

Mr Joe : sebenarnya saluran di dalam negeri Astinam sudah cukup licin.

Pemerintahnya sudah bisa saya desak untuk lebih .... ya, istilahnya di

sini menciptakan kerapian demi pembangunan. Boleh dikatakan semua

opsisi sudah berhasil di bungkam. Cuma tinggal Suku Naga saja

(Rendra, 1975: 67)

Boss : desaklah ratu Astinam untuk mengusir wartawan-wartawan seperti

Carlos itu. (Rendra, 1975: 68)

Mr Joe : saya sudah berusaha keras, Boss. ...ini adalah persoalan di negara-

negara mana pun. ... saya suka berusaha. Tetapi batas memang ada.

Suku Naga jangan di sentuh-sentuh. Unesco bisa ribut.

Boss : Mundur terang bukan sifatku. Tetapi tak apa untuk pindah usaha.

Dewasa ini industri yoga dan agama lebih menguntungkan dari pada

pertambangan. Yah, naga-naganya harus aku produsir nabi-nabi baru.

Mr Joe : musik-musik pop bisa kita industrikan sebagai agama, dan para

bintangnya bisa dibikin jadi nabi.

4.2 Lingkungan Sosial WS Rendra

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935;

umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia

mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di

Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu

Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada

sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah

penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota

kelahirannya itu. Dengan riwayat pendidikan: TK Marsudirini, Yayasan Kanisius. SD s/d SMU

Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955. Kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas

Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat. Kemudian

mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).

Page 30: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

30

Sebagai sastrawan, bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku

SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita

pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga

piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai

pembaca puisi yang sangat berbakat.

Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui

majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah

pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut

seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an

dan tahun 70-an.

"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan ―Orang-

Orang di Tikungan Jalan‖ adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah

pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat

itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya.

Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa

dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu

angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari

karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa

Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam

International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New

Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the

Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989),

World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di

Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika

kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel

Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam

kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis

bagi kegiatan keseniannya.

Page 31: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

31

Sebagai bentuk apresiasi, ada beberapa Penelitian tentang karya Rendra diantaranya

oleh Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya

terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian

puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul ―A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920

to 1974‖. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama

Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen

(1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag

von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Selain itu, bentuk apresiasi dalam bentuk penghargaan yang didapatkan oleh WS

Rendra adalah: Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954). Hadiah Sastra Nasional BMKN

(1956). Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970). Hadiah Akademi Jakarta

(1975). Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976).

Penghargaan Adam Malik (1989). The S.E.A. Write Award (1996). Penghargaan Achmad

Bakri (2006).

Berikut ini adalah beberapa karya WS Rendra;

Naskah Drama: Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Bip Bop Rambaterata (Teater

Mini Kata), SEKDA (1977), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor

(1972), Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama),

Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama), Oedipus

Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex"), Lisistrata

(terjemahan), Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles),

Antigone (terjemahan dari karya Sophokles), Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan

Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de

Troie n'aura pas lieu"), Panembahan Reso (1986), Kisah Perjuangan Suku Naga (1975).

Sajak/Puisi: Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Bersatulah Pelacur-

Pelacur Kota Jakarta, Blues untuk Bonnie, Empat Kumpulan Sajak, Jangan Takut Ibu, Mencari

Bapak, Nyanyian Angsa, Pamphleten van een Dichter, Perjuangan Suku Naga, Pesan Pencopet

kepada Pacarnya, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Rendra: Ballads and Blues Poem

(terjemahan), Rick dari Corona, Rumpun Alang-alang, Sajak Potret Keluarga, Sajak Rajawali,

Sajak Seonggok Jagung, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, State of Emergency,

Surat Cinta,

Page 32: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

32

4.3 Lingkungan Sosial Drama Kisah Perjuangan Suku Naga

Drama Kisah Perjuangan Suku Naga merupakan penggambaran kehidupan

masyarakat saat naskah tersebut diciptakan. Drama Kisah Perjuangan Suku Naga

merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat Indonesia yang berada di bawah kekuasaan

rezim Orde Baru, yang saat penulisan terjadi pada tahun 1970-an. Pemerintah pada waktu itu

di bawah kekuasaan Soeharto. Pada tahun 70-an begitu banyak konflik baru yang

memanifestasikan dalam bentuk demonstrasi mahasiswa yang memprotes beberapa kebijakan

pemerintah Orde Baru, diantaranya: kasus tanah, kemunduran ekonomi, pelanggaran

HAM, penolakan investasi besar-besaran dari jepang, yang puncaknya pada tahun 1974

kita kenal sebagai tragedi Malari.

Namun, seperti yang diutarakan Ratna (2007: 121-127) bahwa dalam proses penelitian

identifikasi, terhadapnya memerlukan penelitian yang seksama, kualitasnya ditentukan oleh

karya itu sendiri, bukan struktur sosial. Serta dalam konsep Strukturalisme Genetik, Homologi

bukan berarti reduksi dan imitasi, interdependensinya adalah struktural, bukan hubungan isi

secara langsung.

Adanya penanda ―Suku Naga‖ dalam drama karya WS Rendra, tidak bisa dikaitkan

secara langsung dengan ―Kampung Naga‖ di daerah Tasik, Jawa Barat. Sebagai petanda,

secara homolog dan struktural, di satu pihak ―suku naga‖ sejajar dengan masyarakat adat,

kearifan lokal, budaya primitif dan sebagainya. Bahkan secara tegas, Rendra (1975: 3)

menjelaskan lewat tokoh Dalang, bahwa ―Ceritaku ini, sekali lagi : tidak terjadi di Indonesia‖.

Maka mari kita bedah lingkungan sosial Kisah Perjuangan Suku Naga secara intrinsiknya saja.

Drama Kisah Perjuangan Suku Naga, secara umum mengisahkan suatu kondisi

masyarakat adat ditengah gempuran pemahaman terhadap kata ―Kemajuan Jaman‖. Secara

otomatis, kesalahan pemahaman terhadap kata ―kemajuan jaman‖ yang diartikan pembangunan

sarana-sarana modern, berbenturan keras dengan pemahaman pelestarian budaya adat kampung

Suku Naga.

Pemerintah Astinam, saat itu sedang menjalankan proyek pembangunan besar-besaran.

Bantuan modal dan hutang luar negeri melimpah ruah, juga terhadap program pengentasan

masalah kesehatan. Pelaksanaan program pembangunan sama sekali tidak mau terganggu, tidak

boleh ada kritik apa lagi penolakan. Siapa pun yang menghalangi akan disebut subversif.

Seperti kutipan dibawah ini.

Page 33: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

33

Ratu : negara kita di dalam program pembangunannya tidak akan melupakan

program kesehatan. Banyak sudak modal asing yang bersimpati kepada

program kita ini. mereka akan menanamkan modal berjuta-juta dolla untuk

mendirikan pabrik-pabrik tonikum dan pil-pil Vitamin. Lain dari iut: proyek

kita Rumah Sakit Wijaya Kusuma! Rumah sakit terbesar dan ter modern di

seluruh Asia Tenggara.

Kol Serenggi : Wah ini akan mengangkat nama bangsa

Ratu : Sayang tidak semua orang berfikir seperti kita.

Per Mentri : Banyak pikiran yang menentang kemajuan

Ratu : Dan mengganggu jalannya kemajuan.

...

Kol Serenggi : Sebagai Mentri Keamanan saya akan segera mengumumkan pernyataan

bahwa mengkritik pembangunan adalah sabotase, oleh karena itu subversif.

Ratu : Dengan begitu tidak ada lagi oposisi

Kol serenggi : Oposisi adalah musuh

Ratu : Bagus! Lalu kita bisa bebas membangun dengan lancar. (Rendra, 1975: 25-

26)

Sementara bagi kaum Suku Naga, kehidupan itu harus menjaga keseimbangan antara

manusia dan alamnya. Harus saling bertukar karya, dari segala jenis tumbuhan ada yang

menjadi buah, sayur, kayu, dan keteduhan, maka manusia harus mampu menanam dan

merawatnya. Dan kesuburan adalah hasil keselarasan antara keyakinan dan kerja keras.

Pernyataan di atas bisa dilihat dari kutipan dibawah ini:

Abisavam : Kemarin dan esok adalah hari ini.

Bencana dan keberuntungan sama saja

Langit di luar

Langit di badan

Bersatu dalam jiwa. (Rendra, 1975: 19)

Koor : Pohon buah-buahan

Pohon kayu-kayuan

Segala macam pepohonan

Adalah saudara kita.

Yang satu memberi makan,

Yang satu memberi bahan peralatan

Yang lain memberi keteduhan,

Dan kita harus melindungi mereka.

Inilah hubungan alam

Menurut karma. (Rendra, 1975: 19)

Koor : Dan di kali kaum wanita mencuci.

Belut dan siput di selokan

Burung tekukur menyanyi di kuburan.

Sedang di langit bersama surya

Arwah leluhur memukul gamelan.

Ayo! Ayo!

Page 34: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

34

Seluruh alam bertukar karya

Saling bekerja sama.

Kaum Suku Naga pun memiliki atauran dalam pembagian lahan garapan yang adil dan

sesuai kemampuan. Suku Naga tidak memperbolehkan praktik jual beli tanah, karena dari

situlah tuan tanah lahir.

Abisavam : ... Kalian sudah tahu dasar pandangan yang kita pegang: setiap petani harus

punya tanah. Jadi di dalam pembagian ini yang diutamakan adalah mereka

yang belum punya tanah: petani-petani remaja yang perlu tanah untuk

bekerja.

Orang yang sudah punya banyak tanah, seperti saya ini akan diperhatikan

belakangan.

Sekali lagi ditekankan, tanah yang didapat harus dikerjakan sendiri. Tanah di

desa ini tidak boleh diperjual belikan dengan orang luar desa.

Orang harus menjadi penduduk desa ini dan tinggal di sini ...

Orang yang tidak membuka ladang tak akan mendapat tanahnya, biar pun ia

punya uang untuk membelinya

Koor : Setuju, Abisavam.

Memang begitulah abad kita

Petani harus melindungi tanahnya

Tanpa tanah petani Cuma alat tuan tanah

Seperti kerbau atau lembu

Bahkan bagi, bagi si tuan tanah: petani dibanding lembu

Si lembu, lebih ada uangnya.

Bahkan ketika, Supaka, adik ipar Abisavam merengek minta ijin menjual tanahnya

untuk menambah modal berdagang. Karena ia telah janda dan tak bisa bertani maka ia berpikir

bisa menjual tanah bagian almarhum suaminya. Namun ternyata Abisavam tetap memegang

teguh adat leluhurnya dan tidak mengijinkan Supaka menjual tanahnya.

Benturan pemahaman antara kemajuan jaman dan kearifan lokal, atau antara Pemerintah

Astinam dengan Kaum Suku Naga, di awali oleh adanya ajuan eksplorasi barang tambang di

bukit Saloka, wilayah kaum Suku Naga. Dari konflik tersebut, keteguhan mereka untuk

mempertahankan tanah adatnya diuji. Mulai dari pemahaman hingga represi mereka dapatkan.

Namun Abisavam memang memiliki pemahaman yang maju. Ia menolak mentah-mentah

konsep pariwisata budaya, ia memahami peran dan fungsi semestinya pemerintah, sehingga

Suku Naga tetap terjaga dan tidak tergoyahkan.

Ditambah putra Abisavam yang bernama Abivara, telah menyelesaikan sekolahnya di

luar negeri. Namun pemahaman dan cita-citanya untuk memajuakan kampung halamannya

tidak terkikis sedikit pun, malah bertambah. Sikap dan pandangan hidupnya tercermin dalam

dialognya bersama Setyawati.

Page 35: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

35

Dalam pandangan kaum Suku Naga, kemajuan jaman tidak selalu sejajar dengan

pembangunan sarana dan fasilitas yang serba modern. Pembangunan dipahami sebagai upaya

untuk mempermudah dan memecahkan masalah yang ada seperti pembangunan irigasi dan

jalan. Pebangunan jangan sampai menjadi alasan penggusuran, karena itu melahirkan

penindasan. Bagi Kaum Suku Naga, pemujaan terhadap dewi kesuburan dan sikap

mengkramatkan sungai atau pepohonan adalah bentuk penghargaan, upaya untuk mengingat

kesuburan, dan rasa trima kasih pada alam. Bukan semata-mata animisme dan ketertinggalan

jaman karena serba ketidaktahuan seperti penilaian yang diberikan orang-orang kota terhadap

keberadaan mereka.

4.4 Pandangan Dunia Pengarang dalam Kisah Perjuangan Suku Naga

Tokoh problematik dalam drama Kisah Perjuangan Suku Naga adalah tokoh yang

bernama Abisavam. Abisavam ditentukan sebagai tokoh problematik karena Abisavan

merupakan tokoh yang mempunyai masalah paling banyak dalam cerita dibandingkan dengan

tokoh-tokoh lainnya. Melalui masalah-masalah inilah pengarang memberikan solusi

atas permasalahan yang sedang dihadapinya.

Masalah seolah sering menghadapi Abisavam ia adalah seorang kepaladesa atau

kepala suku dan ia bertekad kuat untuk menjaga budaya leluhurnya dan merasa kuat untuk

memimpin kaum Suku Naga dalam menghadapi segala persoalan. Untuk menghadapi

persoalan yang besar (konflik dengan Astinam), pengarang menghadirkan tokoh Carlos,

teman Abivara dari luar negeri.

Kemunculan Carlos memang sebelum konflik tersebut dimulai, carlos datang bersama

Abivara yang baru pulang dari masa sekolahnya di Luar negeri. Turut sertanya Carlos beserta

Abivara didasari satu alasan, ketetarikannya untuk melakukan liputan Suku Naga yang selalu

diceritakan Abivara selama belajar di luar negeri.

Lewat tokoh Abivara dan Carlos lah, kita bisa melihat pandangan Rendra terhadap

konflik yang terjadi dalam Kisah Perjuangan Suku Naga. WS Rendra, yang berlatar belakang

kelas menegah ke atas, berafiliasi dan lahir kembali dengan pengetahuan dan pandangan kelas

kaum Suku Naga.

Keberadaan tokoh Abivara, memang tidak begitu dominan. Namun, sosok nya adalah

simbol kejauan cara berpiki kaum Suku Naga. Seolah menegaskan bahwa kaum Suku Naga pun

Page 36: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

36

berpendidikan tinggi, berwawasan luas, namun tidak gelap mata pada modernitas yang

menjajah masyarakat kota. Di bawah ini kritikan terhadap kehidupan di perkotaan.

Abivara : itulah pendapat yang kurang terpelajar.

Seharusnya mereka tahu bahwa orang desa lebih produktip dari pada orang

kota. Orang desa memprodusir hasil bumi. Tetapi orang kota memprodusir

apa? Mereka hanya mampu mengimpor. Ekonomi mereka hanya ekonomi

tukang kelontong. Atau mereka hanya mampu menciptakan birokrasi. Dan

birokrasi adalah penghambat kemajuan. (Rendra, 1975: 39)

Dari pernyataan Abivara di atas, kita bisa menilai seperti apa pandangan WS Rendra, ia

lebih menghargai kehidupan di pedesaan dari pada kehidupan di perkotaan. Dan lewat tokoh

Abivara, ia seolah menyatakan bahwa sekolah di luar negeri bukan berarti tercerabut dari akar

budaya tempat kelahirannya.

Dalam riwayat pendidikannya, WS Rendra pernah mendapatkan beasiswa kuliah di

American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967). Sepulannya ia dari Amerika, kemudian

ia lebih memilih mendirikan Bengkel Teater dengan konsep ―manjing ingkahanan‖-nya.

Pilihan pada jalan seni yang terlibat itu sebenarnya telah disadari Rendra ketika dilatih dan

diajar ilmu kebatinan oleh pembantu rumah tangganya, Janadi. Menurut bahasa Rendra

sendiri, prinsip ini diterjemahkan sebagai semangat untuk hadir dan mengalir. ‖Hadir itu

berada di tengah masyarakat, mengalir mengikuti perkembangan. Hidup itu adalah universitas

kehidupan bagi Rendra,‖ kata Budayawan dan anggota awal Bengkel Teater Rendra saat

bermarkas di Yogyakarta, Bakdi Soemanto. Satu hal yang sebenarnya dirindukan Rendra

adalah keseimbangan, adil, merdeka, punya banyak pilihan, membela kehidupan dan memiliki

banyak harapan, serta tak ada penindasan. Pekerjaan besar yang ‖diwariskan‖ Rendra kepada

kita adalah penyadaran harga diri bangsa, keberpihakan kepada hidup, keberanian, dan

menolak menjadi koma (KOMPAS, Sabtu 8 Agustus 2009).

Pernyataan bakdi di atas, mendapatkan pencerminannya dalam dialog Abivara saat di

tuding melawan pemerintah oleh Ketua Parlemen. Juga dalam pernyataan Carlos saat

menghadapi Insinyur.

Abisavam : Tadi saudara sebut saya orang jujur, tiba-tiba sekarang dikuatirkan anti

pemerintah. Orang jujur seharusnya kan malah dianggap berguna bagi

pemerintah! Saya ingin keadilan. Saya tidak ingin pergantian pemerintah.

Carlos : Saya akan menulis barita mengenai hal ini. saya akan memberikan gambaran

yang sedalam-dalamnya. Di negeri perusahaan orang-orang ini berada suara

rakyat sangat diperhatikan. Parlemen mereka adalah parlemen betul-betulan.

Page 37: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

37

Jadi melewati surat kabar mereka saya akan memberi laporan apa yang

dikerjakan oleh salah satu perusahaan raksasa negeri mereka di Astinam ini. ...

Carlos : Perjuangan saudara-saudara nanti akan tepat sesuai dengan peradaban.

Dunia luar akan membantu perjuangan semacam ini. cara-cara mereka

praktekan di sini di negara mereka sendiri sanagat ditentang oleh rakyat

mereka. Sekarang mereka berpikir, bahwa pemerintah dari negara yang

sedang berkembang bisa diperbodoh begitu saja. (kepada Insinyur) jangan

kamu pura-pura tidak tahu hal ini. (Rendra, 1975: 43)

Maka nyatalah bahwa sikap politik Rendra bukanlah sebagai oposisi sebuah rezim.

Sejalan dengan kesaksian Sapardi bahwa Rendra sesungguhnya bukan sekadar penyair atau

dramawan. Ia memperjuangkan hakikat manusia ‖bebas‖, yang senantiasa berpikir mandiri,

tanpa mau ditekan atau dipengaruhi oleh kekuasaan. Itulah yang bisa menjelaskan mengapa

pada tahun 1975 sepulang dari bersekolah di American Academy of Dramatic Art, New York,

Amerika Serikat, ia menggelar Perkemahan Kaum Urakan di Parangtritis, Yogyakarta.

Peristiwa itu selalu dikenang Rendra sebagai gerakan penyadaran kebudayaan. Ia selalu

mengatakan, ‖Posisi seorang budayawan yang ideal itu tidak berpihak pada apa pun atau siapa

pun, akan tetapi pada kebenaran.‖ Bisa pula dimengerti mengapa ia selalu menuliskan dan

mementaskan drama-dramanya yang sarat akan kritik terhadap kesewenang-wenangan

penguasa (KOMPAS, Jumat 7 Agustus 2009).

Keperdulian dan keberpihakan Rendra yang tercermin dalam Kisah Perjuangan Suku

Naga, tidak semata-mata hadir begitu saja dalam jiwa seorang Rendra. Berikut adalah kutipan

langsung wartawan Kompas, saat liputan pemakaman Wahyu Sulaiman Rendra yang

menggali proses kreatif WS Rendra dari keluarganya,

‖Secara ringkas, disiplin dan cara olah kreatif itu dirumuskan dalam kalimat

Manjing ing kahanan, nggayuh karsaning Hyang Widhi, yang dalam bahasa

Indonesia kontemporer berarti 'Masuk ke dalam kontekstualitas, meraih

kehendak Allah'.‖ Masuk ke dalam kontekstualitas itu, menurut Rendra,

bekalnya adalah rewes dan sih katresnan. Rewes adalah kepedulian. Sih

katresnan adalah cinta kasih (karisma).

‖Maka seorang yang kreatif harus selalu berusaha agar ia selalu mempunyai

kepedulian terhadap lingkungan yang mengelilingi dirinya, dari saat ke saat.

Mulai dari lingkungan yang terdekat: baju-bajunya, meja tulisnya, lemarinya,

negaranya, segenap flora dan faunanya, tetangganya, bangsanya, bumi, langit,

Page 38: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

38

samudra, alam semesta raya,‖ kata Rendra.

...

‖Latihan kepedulian dan kecermatan kepedulian ini harus menjadi usaha

sehari-hari sehingga bisa menghasilkan banyak pengetahuan akan detail, dan

juga bisa memperdalam dan memperluas wawasan kesadaran jiwa dan

pikiran,‖ kata Rendra.

‖Disiplin kepedulian ini harus dilanjutkan dengan langkah ngerangkul,

artinya merangkul, yaitu keikhlasan untuk terlibat. Latihan keterlibatan ini

harus mulai dari keterlibatan kepada lingkungan terkecil sampai ke lingkungan

yang jauh melebar,‖

(Kompas, Jumat, 7 Agustus 2009)

Page 39: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

39

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Dari analisis Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra di atas dapat

disimpulkan sebagai berikut.

1. Stuktur Drama Kisah Perjuangan Suku Naga karya WS Rendra ini terdiri atas tokoh

dan penokohan yakni dengan tokoh utama Abisavam. Abisavam digambarkan sebagai tokoh

yang berwibawa, berpendirian tegus, memiliki pemahaman kearifan budaya yang sangat

dalam, bijak, dan tenang dalam menghadapi masalah. Alur dalam Drama Kisah Perjuangan

Suku Naga karya WS Rendra dibagi menjadi dua yaitu alur utama dan alur bawahan. Alur

utama yaitu alur yang merujuk pada penceritaan tokoh Abisavam, sedangkan alur bawahan

yaitu alur yang merujuk pada penceritaan tokoh Sri Ratu, Abivara, Carlos. Latar cerita pada

Drama Kisah Perjuangan Suku Naga terjadi di Lingkungan Pemerintahan Astinam,

wilayah kaum Suku Naga, dan ruang kerja Mr. Zoe. Adapun tema dalam Drama Kisah

Perjuangan Suku Naga adalah pentingnya mempertahankan tanah adat guna kelestarian

budaya leluhur yang mengedepankan keselarasan hidup bersama alam.

2. Dilihat dari lingkungan sosial pengarangnya, WS Rendra merupakan

budayawan, dramawan, prosais dan penyair besar yang memiliki tingkat pendidikan tinggi

dengan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap adat dan budaya yang bijak terhadap alam.

Rendra bukan aktivis, apalagi politikus (meski di akhir hayatnya pernah merapat pada

pasangan Mega dan Prabowo), ia hanya inginkan keadilan, membenci penindasan, dan

memimpikan perwujuan UUD 1945 dan aplikasi dari Pancasila sepenuhnya.

3. Dilihat dari lingkungan sosialnya, Kisah Perjuangan Suku Naga merupakan

penggambaran kehidupan masyarakat adat di Indonesia di bawah kekuasaan rezim Orde

Baru yang terjadi pada tahun 1970-an. Ketika itu, pemerintah sedang gandrung dengan kata

pembangunan yang menggusur tanah-tanah rakyat dan ulayat, menyedot pinjaman dan

investasi luar negeri, banayk terjadi pelanggaran HAM, dan puncaknya pada 1954 kita kenal

sebagai tragedi Malari.

Kaum Suku Naga hanay menginginkan keselarasan hidup dengan alam. Penolakannya

terhadap pariwisata budaya, pembangunan, dan ―kemajuan‖ versi pemerintah, bukan berarti

melawan pemerintah dan berkeinginan menggulingkan sebuah rezim. Suku Naga hanya ingin

Page 40: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

40

keadailan, pembanguanan tanpa penggusuran, dan perlindungan serta pelestarian budaya adat

secara alamiah.

4. Pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam Kisah Perjuangan Suku

Naga terlihat dari solusi yang diberikan oleh pengarang dari permasalahan yang dihadapi

oleh tokoh problematik. Tokoh problematik dalam Kisah Perjuangan Suku Naga yaitu

tokoh yang bernama Abisavam. Berdasarkan Solusi yang diberikan oleh pengarang pada

tokoh problematik ini dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang yaitu

pengarang mempunyai rasa simpati pada nasib yang dialami oleh penduduk adat dan

pengarang berusaha untuk menolak pandangan bahwa kemajuan jaman bukan berarti

meninggalkan kearifan budaya leluhur dan merusak kestabilan hidup antara manusia dengan

alamnya. Lebih dari itu, pengarang ingin menyatakan bahwa keberadaan, peran, dan fungsi

pedesaan sangat penting bagi negara agraris yang mandiri. Hal ini terlihat dari pemberian

solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi

tersebut sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.

Page 41: Pandangan Dunia WS Rendra dalam Naskah Drama Perjuangan SUku Naga -.pdf

41

Daftar Pustaka

Damono, D.S. 2004. ―Teori dan Aplikasi Sosiologi Sastra‖. Makalah Pelatihan

teori dan Kritik Sastra, 27-30 Mei.

Kompas, Jumat 7 Agustus 2009. "Burung Merak" Itu Pun Terbang Dimakamkan Setelah

Shalat Jumat di Citayam

Kompas, Jumat 7 Agustus 2009. Hidup Bukanlah untuk Mengeluh dan Mengaduh

Kompas, Sabtu 8 Agustus 2009, Rendra Memilih Jalan Seni yang Terlibat...

Kompas, Sabtu 8 Agustus 2009, Rendra: Saya Sangat Bahagia, Ribuan Orang Antar

Kepergian Budayawan WS Rendra

Pradopo, R. D. 1995. Beberapa Teori sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pujiyanti, Fariska, 2010. “Dekonstruksi Dominasi Laki-laki dalam Novel The da Vinci Code

Karya Dan Brown”. Tesis. Semarang: Undip.

Ratna, Nyoman Kuntha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari

Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. (Edisi Revisi).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rendra WS, 1975. Kisah Perjuangan Suku Naga. Yogya: Bengkel Teater

Sumiyadi. 2010. Model Pengkajian dan Pengajaran Sastra Indonesia Berbasis Sastra

Bandingan. Desertasi Pogram Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pasca Sarjana,

UPI Bandung.

Yuniati LP, 2005. Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Saman Karya Ayu Utami.

Skripsi. Semarang: UNES