pancasila paduan norma hukum dan...

160
1 PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agama

Upload: others

Post on 26-Nov-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

1PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Page 2: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

PANCASILApanduan norma hukum dan agama

Penulis :Ahmadi Hasanuddin Dardiri M.H

Ali Geno BerutuCholida Hanum, S.H.I., M.HFahmy Asyhari, S.H., M.HFarkhani, S.HI., S.H., M.H

Luthfiana ZahrianiMuhammad Chairul Huda

Editor :Farkhani, S.HI., S.H., M.H

Layout :IVORIE

ISBN :978-602-52161-9-0

Diterbitkan oleh:Penerbit TaujihJl. Merak 51 Gonilan Kartosuro 57162Email : [email protected] I, Januari 2019

Dicetak oleh :Percetakan IVORIE, Soloisi di luar tanggungjawab percetakan.

Page 3: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, buku kolaborasi dengan tema besar Pancasila Perpaduan Norma Agama dan Norma Hukum berhasil dirampungkan. Buku ini dapat menjadi khazanah tambahan bagi pencinta kajian Pancasila dan hukum negara dari berbagai sudut pandang dan tema tentang ketatanegaraan. Para penulisnya adalah para pengajar di lingkungan Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing.

Tulisan pertama oleh Farkhani, berbicara tentang pembacaan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara dari masa ke masa mendapat pembacaan yang berbeda-beda. Pada masa Orde Baru dan Orde Lama, Pancasila ditempatkan pada posisi yang sakral dan dipergunakan sebagai alat legitimasi penguasa. Era reformasi lebih terbuka untuk melakukan pembacaan dan tafsiran terhadap Pancasila, namun harus tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterbukaannya itu melahirkan model pembacaan yang beragama, diantaranya pembacaan ilmu hukum non sistematik dan hukum profetik. Pembacaan ilmu hukum non sistematik menempatkan semua sila dalam derajat yang sama, tidak ada sistematis-hirarkis. Kaitannya dengan hukum mengenai relasi norma-norma hukum yang tidak bersifat sistematis-hirarkis, melainkan pluralistik dan chaotik. Sedangkan pembacaan paradigma profetik, sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai core value yang mengilhami empat sila lainnya. Memposisikan sila pertama di atas empat sila lainnya kerena nilai ketuhanan yang mutlak sementara empat sila lainnya dalam derajat yang sama. Kaitannya dengan

Page 4: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

hukum, pembacaan hukum profetik akan melahirkan hukum yang berketuhanan yang maha esa.

Tulisan kedua oleh Ali Geno Berutu, mengupas tentang perdebatan konseptual antara negara dan agama, apalagi dalam negara yang penduduknya dipadati oleh salah satu agama tertentu. Agama dalam suatu negara tidak selamanya tampil sebagai faktor independen, akan tetapi agama sering tampil sebagai dependen terhadap negara, bahkan agama terkadang menjadi alat legitimasi para penguasa. Persoalan akan menjadi lebih rumit jika persepsi negara yang dianut oleh suatu bangsa mengikuti pola George Wilhelm Fredrich Hegel (1776-1831) yang menganggap negara sebagai penjelmaan jiwa mutlak dan dalam mencapai tujuannya tidak peduli harus mengorbankan masalah-masalah pribadi, negara beserta kedaulatan di dalamnya diamanatkan oleh tuhan untuk diterapkan oleh kepala negara atas nama Tuhan. Reformasi yang terjadi di Indonesia saat ini memperlihatkan suatu keadaan yang kebablasan, artinya setiap individu masyarakat melaksanakan reformasi itu dengan tindakan kekerasan. Hal ini kita lihat dari berbagai mass media cetak maupun elektronik yang menggambarkan suatu kebrutalan dan justru seolah-olah tidak ada lagi penegakan hukum.

Tulisan ketiga oleh Ahmadi H. Dardiri yang berbicara tentang hak angket DPR. Hak angket DPR hampir selalu dijadikan sebagai alat legitimasi politik oleh para oposan khususnya guna mempertanyakan tidakan atau kebijakan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah. Pengauan hak ini hampir selalu menjadi ajang “pertepuran” antara koalisi pemerintah di DPR dan koalisi oposisi. Dalam tulisan ini secara khusus berbicara tentang hak angket KPK dari sisi ketatanegaraan.

Page 5: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

Tulisan keempat Fahmy Asyhari, memperbincangkan tentang konsep deskresi dalam ranah penegakan hukum. Timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegak hukum adalah merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap wibawa pemerintah. Dikaitkan dengan wibawa pemerintah, karena pemerintah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Hukum dan kebijakan publik (diskresi) yang identik merupakan kebijakan pemerintah yang saling terkait satu dengan yang lain. Penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat.

Tulisan kelima oleh Muhammad Chairul Huda, tulisannya mengupas tentang kontribusi nilai hukum Islam dalam pembentukan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai nilai-nilai keseimbangan hukum, yaitu nilai Ketuhanan (bermoral religius), nilai kemanusiaan (humanistik), dan nilai kemasyarakatan (nasionalistik, demokratik dan keadilan sosial), semua nilai-nilai itu terkandung jelas dalam sistem ajaran agama Islam. Maka Pancasila dan nilai- nilai Islam tidak perlu lagi diperdebatkan dalam posisi destruksi, tapi konstruksi.

Tulisan keenam ditulis oleh Cholida Hanum, berbicara tentang Perda Syari’ah dalam bingkai ketatanegaraan. Perda Syari’ah menempati posisi terendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya, implementasinya harus mewujudkan tujuan dasar negara ini yaitu perlindungan terhadap hak-hak warga negara serta dalam konsepsi siyasah dusturiyyah pun demikian diatur bahwa peraturan haruslah menjamin kemaslahatan bagi masyarakat sebagai tujuan utama dalam nomokrasi Islam.

Page 6: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

Tulisan ketujuh oleh Luthfiana Zahriani, mengenai lembaga Ombudsman dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Negara diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Sebab terlalu banyaknya apa yang harus dilakukan negara dan terkadang keteledoran muncul dalam ranah aplikasi di lapangan maka peran lembaga Ombudsman untuk mengawasi agar pelayan kepada publik tetap terjaga kualitasnya dan non diskriminatif terhadap warga negara.

Tujuh tulisan tersebut mudah-mudahan bermanfaat dan memberikan sumbangsih pengembangan pengetahuan bagi khalayak.

Atas terselesaikan buku ini, penulis menghaturkan kepada Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang mendorong dan memberikan semangat untuk terselesaikannya karya kolaborasi ini.

Salatiga, Januari 2019

Penulis

Page 7: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

DAFTAR ISI

Model Pembacaan Pancasila; Dari Paradigma Hukum Non Sistematik Menuju Paradigma Hukum ProfetikFarkhani ........................................................................................................... 9-30

Hubungan Antara Negara Dan Agama Serta Relevansinya Dengan PancasilaAli Geno Berutu ............................................................................................32-54

Problematika Hukum Pro-Kontra Hak Angket Dpr Terhadap Kpk Perspektif KetatanegaraanAhmadi H. Dardiri ........................................................................................58-68

Eksistensi Konsep Diskresi Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat Dalam Penegakan Supremasi HukumFahmy Asyhari ..............................................................................................70-91

Kontribusi Nilai-Nilai Hukum Islam Dalam Pembentukan Dasar Negara PancasilaMuhammad Chairul Huda M.H. ............................................................ 92-110

Kontekstualitas Perda Syariah Dalam Bingkai Ketatanegaraan Indonesia Dan Siyasah DusturiyyahCholida Hanum .......................................................................................112-127

Eksistensi Lembaga Ombudsman Dan Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Di IndonesiaLuthfiana Zahriani ..................................................................................129-155

Page 8: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum
Page 9: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

9PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

MODEL PEMBACAAN PANCASILA; DARI PARADIGMA HUKUM NON SISTEMATIK

MENUJU PARADIGMA HUKUM PROFETIK

FarkhaniEmail: [email protected]

Pendahuluan

Tanggal 1 Juni 2016 telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai hari kelahiran Pancasila. Penetapan ini sekaligus menjadikan tanggal 1 (satu) Juni sebagai tanggal merah, yang berarti hari yang diliburkan untuk menghormati hari tersebut. Penetapan tersebut, dikritisi oleh Yusril Ihza Mahendra sebagai satu hal yang ahistoris. Karena sejatinya Pancasila baru disahkan pada sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 19451.

Di luar konteks perdebatan tersebut, nyata bahwa Pancasila adalah dasar negara2, norma dasar3, way of life bangsa Indonesia, falsafah negara, kepribadian bangsa dan sumber hukum dari segala sumber hukum di Indonesia dan sebutan-sebutan lain yang disematkan kepada Pancasila sebagai manifestasi penghormatan anak bangsa terhadap Pancasila.1 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum, diakses tanggal 8 Juni 2016.2 Istilah dasar negara disebutkan sendiri oleh Soekarno ketika berpidato pada tanggal 1

Juni 1945 pada sidang BPUPKI, sebelumnya Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 telah lebih dahulu menawarkan konsep itu dengan susunan sila yang berbeda dan bahasa yang sedikit berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh Soekarno.

3 Bernard L Tanya menyebutkan sebagai norma dasar bagi hukum di Indonesia dengan merujuk pada teori yang dikemukan oleh Hans Kelsen dan mengatkannya sebagai premis awal pada term yang dikemukakan oleh Wolgang Friedmann, Lihat Bernard dkk, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015. hal. 13.

Page 10: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

10 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Kini Pancasila kembali diperbincangkan lagi dengan hangat dalam kontek pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Perbincangan ini tidak lain karena melihat realitas hukum dan penegakan hukum model Nartesian-Newtonian yang menghegemoni dalam wujud positivisme ilmu dan positivisme hukum. Awal munculnya paradigma ini dikenalkan Henry Saint-Simon (1760-1825) dalam buku Memoire sur La Science de I’homm dan buku karangan lain yang berjudul Travail sur La Gravitation Universelle, kemudian muncul August Comte yang berbeda pandangan dengan Henry, selanjutnya Comte-lah memperkenalkannya pada dunia dengan memperkenalkan tahapan pemikiran hukum dari mulai tahap teologi/fiktif, tahap metafisika/abstrak dan tahap positif/riil.

Positivisme hukum ini berkembang pesat pada abad 18 dan mendunia serta mendapatkan legitimasi dari para ilmuan zaman modern seperti Jhon Austin, L.A. Hart dan Hans Kelsen.

Legitimasi Jhon Austin misalnya, ia mempertegas pandangan hukum positivisme bahwa hukum tidak boleh mempertimbangkan sudut pandang teoritis hukum dan perihal metafisis. Titik tekan Austin pada kebijaksanaan hakim dalam mencetuskan putusan-putusannya dalam perkara (jurisprudence). Oleh karena pandangan yang seperti itu, pahamnya kemudian dikenal dengan istilah analitical jurisprudence atau disebut juga positivisme yuridis4. Adapun L.A. Hart memberikan legitimasi dengan cara memberikan penjelasan secara rinci apa yang dimaksud dengan positivisme hukum;

“a) that laws are commands of human being, b) that there is no necessary connection between law and moral, c) that the analysis of legal concepts is

4 Lihat pada Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1982. hal. 128 dan Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006. hal. 93. Lihat juga pada buku karangan W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritsi atas Teori-Teori Hukum trjh. Muhammad Arifin, Jakarta: Rajawali Press, 1990. hal. 149-151.

Page 11: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

11PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

(i) worth pursuing, (ii) distinct from (thought not hostile to) sosiological and historical enquiries and critical evaluation, d) that a legal system is a “closed logical system” in which correct decesions may be deducated from predetermined legal rules by logical means alone, e) that moral judgements can not be established, evidence or proof (this known as ‘non cognitivism in ethics)5”

Sedangkan peneguhan Hans Kelsen dengan mencetuskan teori “the pure theory of law” yang jelas-jelas bermuara pada positivisme hukum. Kecenderungannya pada paradigma ini diperkuat dengan munculnya stufen theory (hirarki perundang-undangan)6.

Telah diketahui bersama bahwa pada masa kejayaan perkembangan positivisme hukum, Indonesia menjadi negara koloni dari beberapa negara Eropa yang mayoritas mengusung paradigma positivisme dalam sistem hukumnya. Maka sudah barang tentu pengaruh sistem itu jelas sangat ada, apalagi dengan kebijakan konkordansi Pemerintah Belanda untuk memberlakukan sistem hukumnya pada negara jajahan, Hindia Belanda, yang walaupun pada mulanya hanya diberlakukan bagi warga negaranya sendiri yang hidup di Hindia Belanda (Indonesia).

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, dengan alasan untuk menghindari facum of power peraturan perundangan yang pernah berlaku pada masa kolonialisme ditetapkan masih berlaku. Ironinya sampai sekian puluh tahun kemerdekaan, nadi hukum Indonesia masih berdarah kolonialisme.

5 L.A Hart dalam E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, Jakarta: Kompas, 2007. hal. 77. Lihat pula dalam W. Fiedmann, ibid, hal. 147-148.

6 Baca lebih lanjut pada Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Berkeley and Los Angeles California Cambrridge: University of California Press, 1967.

Page 12: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

12 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pengaruh positivisme hukum yang telah mendalam tentunya mempengaruhi pula dalam cara pembacaan terhadap groundnorm(Pancasila) dalam tata hukum Indonesia. Sementara ilmu terus berkembang dan paradigma atau cara pandang orang terhadap sesuatu juga berubah. Ilmu (hukum) yang pada mulanya lebih bercorak positivisme, mulai bergerak menuju postpositivisme (dari modernisme menuju post modernisme).

Dan paradigma yang terbaru yang berkembang (dikembangkan) dalam ranah ilmu hukum pada akhir-akhir ini adalah paradigma nonsistematik yang dikenalkan oleh Anton F. Susanto, seorang ilmuan hukum dari Universitas Pasundan dan paradigma profetik yang digadang-gadang oleh ilmuan-ilmuan hukum di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Makalah ini mencoba untuk melihat bagaimana pembacaan-pembacaan terhadap grundnorm Pancasila dengan menitikberatkan pada kritisme atas pembacaan kontekstualitas paradigma non sistemik menuju pembacaan Pancasila dalam perspektif paradigma hukum profetik.

Model Pembacaan Pancasila Dari Masa Ke Masa

Meminjam istilah Carl von Safigny, Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah volkgeist (jiwa, semangat) seluruh rakyat Indonesia7. Dalam pandangan Bernard L Tanya, volkgiest lebih dari sekedar grundnorm dalam konsepnya Hans Kelsen, bahkan melampaui finalitas keadilannya Radbruch serta melampaui ajaran hukum

7 Penyebutan Pancasila sebagai volkgiest atau jiwa semangat rakyat Indonesi memiliki sandarannya, yaitu pada pidato Soekarno pada saat penganugerahan gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada pada tangga 19 Septeber 1951; “Pancasila yang Tuanku Promotor sebutkan sebagai jasa saya itu, bukanlah jasa saya, oleh karena saya, dalam hal Pancasila itu, sekedarlah menjadi perumus daripada perasaan-perasaan yang telah lama terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, sekedar menjadi pengutara daripada keinginan-keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun....Pancasila itu telah lama tergurat pada jiwa bangsa Indonesia. Saya menganggap Pancasila itu corak karakternya bangsa Indonesia.” dalam Bernard L. Tanya, ibid. hal. 30.

Page 13: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

13PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

kodrat klasik versi Aquinas maupun ajaran hukum kodrat modern versi Grotius. Keunggulannya ada pada sifat Pancasila yang menjadi cerminan jiwa bangsa8. Sedangkan Kaelan menyebut Pancasila sebagai nilai, yaitu nilai yang memiliki sifat sebagai realitas abstrak yang berguna, berharga bagi kehidupan bangsa9.

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara dan ideologi nasional, Pancasila dapat dipandang dalam tiga aspek; filosofis, yuridis dan politik10. Dari aspek filosofis, Pancasila menjadi pijakan bagi penyelenggaraan bernegara yang dikristalisasikan dari nilai-nilainya. Dari aspek yuridis, Pancasila menjadi cita hukum (rechtside) yang harus dijadikan dasar dan tujuan dari setiap hukum di Indonesia11. Dari aspek politik, Pancasila dapat dijadikan pijakan etik dalam menjalankan negara.

Secara kesejarahan, Pancasila karena ia adalah jiwa bangsa, konon telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara, sedangkan dalam zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia, secara serius pengkonsepan dan perdebatan tentang Pancasila dapat dikatakan pada sekitar bulan Mei 1945 sampai pada lahirnya Jakarta Carter belum ada perdebatan berarti sampai pada akan penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang melibatkan kubu nasionalis dan Islamis.

Dalam perjalanan sejarah bangsa, sampai pada penggantian dan perubahan konstitusi negara, Pancasila tidak tersentuh walau 8 Bernard L. Tanya, ibid. hal. 30.9 Kaelan, Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2002.10 Lihat Mahfud MD, “Penuangan Pancasila di dalam Peraturan Perundang-Undangan”,

makalah dalam seminar nasional Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-Undangan di Indonesia, diselenggarakan Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada tanggal 30-31 Mei 2007 dan Kaelan “Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara dan Ideologi” dalam Mintareja, Abbas Hamami dkk (editor), Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Lima, 2007. hal. 12.

11 Winarno, “Implementasi Pancasila Melalui Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)”, makalah disampaikan pada seminar di Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) dengan tema Pengalaman Indonesia dan Malaysia dalam hal Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik pada tanggal 13 April 2010.

Page 14: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

14 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

pada perubahan yang minimalis. Para politisi republik ini begitu menghargai dan menghormati upaya para pendiri negara (founding fathers) yang telah berupaya keras mengkristalkan jiwa bangsa dalam sila yang lima tersebut. Memang secara teks tak ada perubahan sama sekali sejak 1945 pada Pancasila sebagai dasar negara dan sebutan sakral lainnya, namun pembacaan ataupun tafsir dari orde ke orde ada nuansa atau dinamika yang perlu diperbincangkan.

1. Model pembacaan Pancasila masa Orde Lama dan Orde Baru

Rezim Orde Lama dan Orde Baru melakukan sakralisasi terhadap Pancasila dan menjadikannya sebagai sarana legitimasi atas kekuasaannya walaupun dengan gaya yang berbeda. Kedua rezim ini memberikan tuntutan keras untuk tunduk pada Pancasila dan melaksanakan nilai-nilai dalam sila-silanya dengan penuh loyalitas dan konsekuen. Keduanya menuntut pula kesetiaan yang tinggi pada setiap elemen masyarakat. Sampai pada titik tafsir politik atas rezim itu untuk menilai ketidaksetiaan seorang warga terhadap Pancasila diarahkan pada perbuatan makar atau penentangan terhadap negara. Pada tahapan ini, Pancasila dalam implementasi tidak lagi bisa dikatakan sebagai volkgiest, tetapi berubah menjadi mitos yang dikelilingi dengan jaring-jaring ketabuan yang berdasarkan pada pemikiran dan syahwat kekuasan penguasa. Penguasa memposisikannya sebagai pembaca dan penafsir tunggal yang paling otoritatif dan paling konsekuen dalam menjalankan Pancasila.

Zaman Orde Lama, oleh Soekarno Pancasila dimanifestasikan dalam Nasakom (nasionalis, agama, komunis) dan Manipol Usdek (Manifesto Politik, Undang-

Page 15: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

15PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Gerakan-gerakan dan pemikiran dari anak bangsa yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dengan model pembacaan Demokrasi Terpimpinnya Soekarno disingkirkan. Manifesto politiknya menjadikan Soekarno sebagai rezim yang otoriter dengan bemper dan tamengnya Pancasila.

Pancasila dan UUD 1945 pada saat itu telah sungguh-sungguh menjadi alat legitimasi rezim penguasa untuk melanggengkan kekuasaan, dengan salah satu bukti menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Masa Orde Baru, awal momentum besar pengejawantahan Pancasila dalam rentang sejarah Indonesia terjadi tahun 1978 ketika MPR mengeluarkan Ketetapan No. II/MPR/1978. Ketetapan tersebut berisi mengenai bagaimana Pancasila diterjemahkan dengan membuahkan 36 butir yang harus diamalkan setiap warga negara, yang dikenal dengan “Eka Prasetia Panca Karsa”. Butir-butir pengamalan tersebut dijadikan patokan dasar pelaksanaan pembangunan, pendidikan, dan praktik beragama12.

Pemosisian Pancasila pada Orde Baru tidak berbeda dengan rezim sebelumnya, yang membedakannya adalah pada cara yang lebih tersistematisir, masif dan menggunakan militer sebagai “penjaga ronda” penyemaian ideologi Pancasila. Dunia pendidikan, birokrasi dan militer menjadi tumpuan bagi rezim untuk melanggengkan kekuasaannya. Dalam dunia pendidikanmenurut Sasaki

12 Ahmad Naufal dkk, Pancasila, Globalisasi dan Budaya Virtual, Purwokerto: Obsesi Press, 2014. hal. 9.

Page 16: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

16 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Shiraishi, pola yang dikembangkan adalah bagaimana pemerintah melalui agen-agennya berupaya memposisi warga negara sebagai anak dan pemerintah sebagai bapak. Dalam bahasa Sasaki peserta didik dibentuk dengan ideologi ke-bapak-an melalui pengenalan gagasan keluarga dalam bernegara. Peserta didik diposisikan sebagai anak yang harus menurut kepada bapaknya, dalam hal ini Soeharto. Selain itu, saya melihat peserta didik pada masa ini dibentuk sebagai agen pembangunan yang dengan watak “tidak membangkang13.

Kepatuhan warga negara yang dikembangkan adalah kepatuhan mutlak, penuh loyalitas dan konsekuen. Untuk mengembangkan pola yang diinginkan pemerintah terhadap rakyatnya dikembangkanlah program penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) disemua jenjang pendidikan dan birokrasi pemerintah, dari yang berdurasi pendek sampai durasi panjang sekitar 200 jam. Adapun materi yang diberikan adalah apa yang tertuang dalam doktrin ‘eka prasetya panca karsa’ sebagai penafsir tunggalnya pemerintah dengan ornamen kepentingan pembangunan.

Ketidakpatuhan ataupun penafsiran yang berbeda dengan pemerintah akan dianggap sebagai makar, rongrongan terhadap Pancasila, tuduhan subversif yang akan berujung pada tindakan represif tanpa proses hukum, dimarginalkan atau tidak mendapatkan perlakuan yang sama dalam pembagian kue pembangunan.

Pada zaman regim Orde Baru, Pancasila benar-benar menjadi “corpus suci tertutup”, diamana non agen

13 lihat Sasaki Shiraishi, Pahlawan-Pahlawan Belia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001.

Page 17: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

17PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

pemerintah dilarang memberikan tafsir yang berbeda dari butir-butir Pancasila. Titik kulminasinya dari sakralisasinya adalah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal atas segala kehidupan warga negara baik untuk individu maupun (terutama) kelompok.

2. Pembacaan Pancasila pada Orde Reformasi

Tumbangnya Orde Baru merubah pola manajemen pengelolaan negara, dari sentralisasi menuju desentralisasi, dari konsentrasi menjadi dekonsentrasi. Pada sisi pembacaan dan pemahaman terhadap Pancasila, dari sakralisasi dan menjadikannya “corpus suci tertutup” menjadi lebih terbuka dan tidak menjadikannya sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan penguasa.

Di era ini, Pancasila diartikulasikan untuk menanggapi problem multukultralisme dan keber-agama-an di Indonesia. Berbagai pembicaraan mengenai Pancasila diangkat melalui kegelisahan-kegelisahan maraknya kekerasan etnik dan agama. Hal ini memunculkan wacana otonomi daerah sebagai sistem pemerintahan baru karena keberagaman etnis telah didistorsi oleh Orde Baru. Sehingga, banyak kalangan mencoba mendefinisikan ulang kewarganegaan berdasarkan nilai-nilai kultural setempat atau yang dikenal dengan “kearifan lokal” (local wisdom)14. Kemudian memunculkan politik identitas, yang berdasarkan ideologi, etnis dan ragam ikatan emosional lainnya.

Keterbukaan dan kebebasan dalam membaca, memperbincangkan dan menafsirkan serta menkontekstualisasikan Pancasila diberi ruang seluasnya,

14 Ahmad Naufal dkk, Op.Cit. hal. 12.

Page 18: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

18 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

batasannya hanya tetap dalam bingkai NKRI yang ditetapkan sebagai harga mati bentuk negara Indonesia. Maka tidak heran kemudian muncul model pembacaan dan kontekstualiasi Pancasila yang baru sebagai sebuah tawaran untuk menuju Pancasila yang benar-benar muncul dari volkgeist rakyat Indonesia. Diantara pembacaan dan kontekstualisasi yang tergolong baru adalah kontektualisasi dan pembacaan ala ilmu hukum non sistematik Anton F. Susanto yang tertuang dalam disertasi doktornya.

Kontektualisasi dan Pembacaan Pancasila ala Anton F. Susanto

Anton F. Susanto adalah seorang ilmuan hukum yang cukup progresif dalam menuangkan pemikiran hukumnya. Kegelisahannya terhadap sistem hukum Indonesia yang terlalu terhegemonik oleh ilmu hukum yang positivistik. Anton jelas mengerti benar bahwa titik nadi hukum Indonesia adalah hasil tranplantasi hukum dari penjajah yang nota bene nilai-nilai atau norma-norma yang terkandung didalamnya tidak tumbuh dari nilai atau norma yang ada dan mengintegral dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Positivisme hukum ini telah mengurat akar dalam memberi warna sistem hukum Indonesia, diajarkan secara sistematis dan massif dalam bangku perkuliahan hukum yang mau tidak mau melahirkan para pemikir hukum dan pejabat di bidang hukum yang positivisme sentris. Karena memang itulah yang dipelajari dan itu pula yang hadir dalam diktum-diktum hukum positif yang berlaku di negeri ini.

Positivisme hukum sampai saat ini memahamkan kepada para pembelajarnya bahwa hukum sebagai kehendak, yaitu perintah dari

Page 19: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

19PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

penguasa yang ditujukan pada semua warga negara15. Perintah berarti menuntut ketaatan, ketidaktaatan atas perintah konsekuensinya adalah penerimaan sanksi dari penguasa yang memerintah.

John Austin sebagai saah satu tokoh utama dari aliran ini juga menegaskan bahwa yang dimaksud hukum adalah peraturan yang diadakan untuk memberikan bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berkuasa atasnya. Austin juga berpendapat bahwa hukum itu sebagai satu sistem yang tertutup, tetap dan logis. Autin juga tidak mau menyangkut pautkan hukum dengan kebaikan-kebaikan atau keburukan-keburukan hukum, karena menurutnya persoalan itu bukan bagian (persoalan) dari hukum. Intinya hukum adalah peraturan dari penguasa yang berdaulat.16 Menurut positivisme hukum dalam pandangan Joel Feinberg dan Hyman Gross, satu-satunya hukum yang dapat diketahui dan dianalisa adalah hukum positif, hukum negara (penguasa) yang telah memiliki bentuk formal baik statuta yang tertulis atau kebiasaan yang telah diterima masyarakat secara umum dan berlaku dengan maksud mencapai suatu tata sosial khusus17. Dengan penjelasan tersebut, positivisme hukum tidak akan menerima hukum ilahi dan norma lainnya diluar norma hukum positif yang berlaku.

Dalam kajian Anton F. Susanto, positivisme hukum baik yang yuridis maupun sosiologis melahirkan;

1. Dualisme, positivisme hukum selalu melihat segala sesuatu (hukum) dalam posisi yang berlawanan (biner), dua kutub yang berseberangan, salah-benar, hitam-putih dan seterusnya.

2. Reduksionis, dalam positivisme hukum, bangunan hukum dapat dipilah-pilah dan dipreteli menjadi bagian-bagian

15 E. Sumaryono, Etika Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Jakarta: Kanisius, 2002. hal. 186.

16 Lihat Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Bandung: Refika Aditama, 2012. hal. 66.

17 Ibid.

Page 20: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

20 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

tertentu. Hukum direduksi hanya pada teks yang dipositifkan atau sebagai sebuah perintah yang dibuat oleh orang yang berkuasa yang memiliki otoritas dan superioritas tertentu.

3. Mekanistis, dalam positivisme hukum, hukum dikait-kaitkan satu sama lainnya dengan benang mekanik seperti memberikan tata urut peraturan perundangan dalam hierarki yang rigid. Hukum bergerak dalam prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya dalam disiplin yang ketat, persis seperti mesin yang bergerak, sangat mekanistik.

4. Tertutup, asumsi filosofik positivisme hukum menolak pandangan luar dari tatanan yang sudah ada dan sudah jadi sebagaimana teori-teori yang disampaiakn oleh Austin dan Kelsen.

5. Aturan dan logika (rule and logic), konsep yang dipegangteguhi positivisme hukum adalah subsumsi, derogasi dan non kontradiksi18.

Menurut Anton dari lima ciri positivisme tersebut, pangaruh yang paling mendasar dualisme terhadap segala sesuatu. Ia merupakan cara pandang yang memisahkan subyek dengan obyek, manusia dengan alam, penafsir dengan teks, dan parahnya menempatkan kata pertama lebih superior dari kata sesudahnya19, sehingga tercipta relasi yang timpang atau berat sebelah20.

Lima ciri ini menunjukan bahwa hukum yang tercipta dari paradigma positivisme sebagai hukum yang sistematik; teratur, rapi dan terorganisir secara ketat dalam prosedur-prosedur hukum yang dibuatnya sendiri.

Dalam kesempatan ini, penulis berkeyakinan bahwa kritik Anton F. Susanto terhadap paradigma positivisme yang sistemik itu 18 Anton F. Susanto, Ilmu Hukum Non Sistemetik, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010. hal.

88-89.19 Ibid. hal. 145.20 Ibid. hal. 222.

Page 21: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

21PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

adalah karena ia melihat kegagalan-kegagalan hukum positif dalam menyelesaikan problem hukum yang sangat variatif yang tidak semuanya dapat disorot dan diselesaikan dengan memposisikan problem hukum yang ada pada posisi biner dan dalam frame dualisme itu. Dengan bahasa yang lain positivisme (di Indonesia) telah gagal meresepsi dan memperbaiki kelemahan-kelemahannya, tapi ia malah sibuk mempertahankan diri dengan berbagai formalisme, netralisme hukum dan segala hal yang menjadi ciri khas lainnya21 sebagaimana tersebut di atas.

Berdasarkan pada problem itu, Anton F. Susanto memberanikan diri menawarkan model atau cara pandang baru atau paradigma baru dalam diskursus ilmu hukum yang ia sebut sebagai paradigma hukum non sistematik22.

Anton sendiri menjelaskan dengan cukup ditail tentang paradigma hukum non sistematiknya, mulai dari konsepsi awal, cara kerja sampai pada implementasinya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum atau ontologi, epistimologi dan aksiologi dari paradigma hukum non sistematik telah ada. Adapun Absori dan kawan-kawan pada buku yang dimaksudkan untuk mengkritik paradigma hukum non sitematik ini menyebutkan secara ringkat bahwa paradigma non sistematik mencoba melakukan kajian secara kritis teoritis terhadap keberadaan madzhab filsafat hukum positivistik di Indonesia, mendasarkan kritiknya terhadap madzhab filsafat hukum positivistik berdasarkan teori chaos-nya Charles Sampford dan metode hermeneutika-dekontruksi dari Derrida, serta mencoba menawarkan alternatif, yaitu ilmu hukum non sistematis dengan mendasarkan pada konsep consilience dari Edward O. Wilson, 21 Absori dkk, Hukum Profetik Kritik Terhadap Paradigma Hukum Non-Sistematik, Yogyakarta:

Genta Publishing, 2015. hal. 161.22 Silahkan baca lebh jelas dalam bukunya Anton F. Susanto dalam Ilmu Hukum Non

Sistematik terutama pada bab yang memperbincangkan positivisme hukum dan kritik terhadap positivisme hukum sampai pada ilmu hukum non sistematik fondasi pengembangan filsafat hukum Indonesia.

Page 22: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

22 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

model relasi gradasi dari terowongan postmodernisme dan gerak trans-substansial Mulla Sadra. Teori ini pada akhirnya ditujukan untuk melawan hegemoni dan dominasi paradigma Cartesian-Newtonian (positivisme ilmu- positivisme hukum), mengusulkannya dipergunakan ilmu hukum non sitematik sebagai fondasi filsafat dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia23.

Paradigma non sistematik yang telah dijelaskan oleh Anton pada awal-awal bukunya, digunakan juga sebagai instrumen untuk pembacaan dan kontekstualisasi Pancasila. Pembacaan demikian dapat diajukan karena zaman telah berubah, keterbukaan lebih dijunjung dan tidak ada tangan besi penguasa yang akan membelenggunya dalam jeruji besi jika salah atau tak sesuai dengan pembacaan penguasa.

Model pembacaan Pancasila yang ditawarkan oleh ilmu hukum non sistematik adalah dengan menggunakan kacamata dekontruksi ala Ali Harb. Anton menggarasi bahwa model pembacaan yang diajukannya lebih terbuka dan dapat diterima serta akan merubah jati diri dan identitas warga negara dan bukan sebagai upaya tipu-tipu yang akan mengaburkan makna dan identitas Pancasila24.

Adapun teknik pembacaan yang dilakukan adalah dengan cara mendekontruksi Pancasila secara habis-habisan kemudian melakukan pembacaan konteks untuk mengungkap dan menjelaskan makna yang tersembunyi di dasar dan tersurat. Pembacaannya tidak bersifat monosemi dan meletakan pembaca sepadan dengan teks. Instrumen yang digunakannya adalah pluralitas dan keragaman, keutamaan dan keunggulan, perbedaan dan kontradiksi, urutan dan komposisi serta akumulasi dan pengendapan. Hasil pembacaannya akan plural, signifikansinya berbeda-beda, penjelasannya bertentangan satu

23 Absori dkk, Op. Cit. Hal. 162.24 Anton F. Susasnto, Op.Cit. hal. 301.

Page 23: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

23PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sama lain, levelnya tersusun dan melingkar serta sangat mungkin meninggalkan ruang kosong dan diliputi oleh retakan dan celah25.

Lebih konkrit, model pembacaan ilmu hukum non sistematik mengarah pada upaya penciptaan relasi gradasi antara sila-sila dalam Pancasila dan tidak menjadikannya bersifat sistematis hirarkis. Relasi gradasi menempatkan masing-masing sila sebagai bagian yang sederajat. Tidak ada yang lebih tinggi dari sila-sila yang lain dan tidak ada logika oposisi biner dalam memahami sila-sila dalam Pancasila26. Tidak ada hegemoni satu sila atas sila lainnya. Pancasila dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh dan beragam27.

Kaitanya Pancasila dengan hukum, dengan sangat yakin Anton mengatakan;

“memungkinkan dikembangkan penjelasan-penjelasan mengenai relasi norma-norma hukum yang tidak bersifat sistematis-hirarkis, melainkan pluralistik dan chaotik. Norma-norma hukum akan ditentukan oleh proses pembacaan dan relasi teks yang intertektualitas, dengan demikian norma hukum akan bergerak secara chaos sesuai dengan proses pemaknaan yang terjadi. Satu norma akan berkaitan dengan norma-norma lainnya dan akan terus memproduksi makna-makna baru. Disini terjadi retakan atau perobekan terhadap sistem relasi mekanisyang dikembangkan oleh kaum positivistik dalam memahami norma yang satu dengan yang lain”28.

25 Ibid. hal. 302.26 Ibid. hal. 307.27 Ibid.28 Ibid. hal. 308-309.

Page 24: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

24 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pembacaan Pancasila Perspektif Ilmu Hukum Profetik Sebagai Model Pembacaan Umat Beragama

Sebagaimana telah disampaikan di muka bahwa Orde Reformasi memberikan peluang yang cukup terbuka untuk melakukan pembacaan, tafsiran terhadap Pancasila, pembatasannya untuk sementara ini hanya dibatasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pembacaan model ilmu hukum non sistematik adalah salah satu tawaran terbaru dan menarik untuk dikembangkan ke depan, walaupun menurut hemat dan kapasitas penulis ada hal akan sulit untuk melihat model mana yang lebih berjiwa keindonesiaan karena semua pembacaan yang pluralistik dianggap boleh dan terbaik pada posisinya. Itu yang pertama. Kedua, pembacaan model ini terlihat ahistoris. Karena menempatkan sila-sila dalam posisi yang sama, tidak dalam posisi sistemik-hirarkis, sementara secara historis, Pancasila yang telah dijadikan dasar negara yang dianggap final (paling tidak) untuk sampai sekarang ini berbeda dari segi tata urutnya dan redaksionalnya. Tata urut dan redaksional yang berbeda dengan tawaran konsep awalnya menunjukkan bahwa ada perbincangan mengenai dua hal tersebut. Maksudnya ada perbincangan konsep redaksi yang tepat dan perioritas tata urut dari satu sila dengan sila lainnya. Ketiga, dalam kaitannya dengan hukum, model pembacaan ilmu hukum non sistematik, hukum yang sangat pluralistik akan kesulitan dalam upaya implementasi sementara sistem hukumnya tidak diubah.

Teridentifikasinya kelemahan model pembacaan Pancasila ala ilmu hukum non sistematik tersebut, penulis memberanikan diri mengajukan model pembacaan ala ilmu hukum profetik terhadap Pancasila. Alasan penulis; pertama, untuk memperkaya diskusi wacana (ilmu) hukum profetik yang sedang dikembangkan oleh akademisi hukum di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kedua,

Page 25: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

25PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

mengajukan pembacaan dengan pendekatan profetik dengan alasan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama dan dikenal taat dalam menjalankan agamanya.

Menurut Kelik Wardiono, akar tunggang dari konsep profetik yang dipolulerkan oleh Kuntowijoyo adalah teologi transformatif yang dirumuskan oleh Moeslim Abdurrahman. Kontowijoyo mengembangkannya dengan nama ilmu sosial transformatif sebelum akhirnya mengenalkan istilah ilmu sosial profetik. Pergantian istilah tersebut dengan alasan agar terjadi penerimaan secara luas pengembangan gagasan teologi transformatif29.Kuntowijoyo mendasarkan konsep pada ayat qauliyah, ayat nafsiyah dan ayat kauniyah.

Paradigma profetik yang dikembangkan di UMS akhirnya berujung pula pada program tansformasi, kembali pada apa yang dikenalkan oleh Moeslim Abdurrahman sebelumnya lewat teologi transformatif. Hal ini diakui sendiri oleh Absori, ia menulis bahwa paradigma profetik pada akhirnya menawarkan program transformasi, yang meliputi transformasi fundamental dengan jalan integralisasi dan obyektifikasi ilmu dan agama, transformasi individu dan sosial dan transformasi struktural30.

Menurut hemat penulis, yang dimaksud dengan paradigma profetik mendasarkan pada pembebasan (liberasi), peneguhan identitas dan transformasi yang didasarkan pada tuntunan wahyu dan praktik Nabi dalam mendakwahkan Islam dan menjalankan misi kenabiannya.

لا ة ٱلوثقا كا بٱلعروا د ٱستامسا قا فا يؤمن بٱلله غوت وا ن ياكفر بٱلطه ما فاليم ميع عا سا ا واٱلله اها اما ل ٱنفصا

29 Lihat Kelik Wardiono, Paradigma Profetik Pembaruan Basis Epistimologi Ilmu Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2016. hal. 93-94.

30 Absori, bahan kuliah Filsafat Hukum pada Program Doktor Ilmu Hukum UMS, 2016.

Page 26: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

26 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui (QS. al-Baqarah: 256).

ن عا ونا تانها وا عروف بٱلما مرونا تاأ للنهاس ت خرجا

أ ة مه

أ يا خا كنتم

ههم منهم ا ل ي نا خا ب لاكا هل ٱلكتاانا أ او ءااما ل وا تؤمنونا بٱلله ر وا

ٱلمنكاسقونا هم ٱلفا كثا

اأ ٱلمؤمنونا وا

kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. Ali Imran: 110).

Ditambah dengan rentetan hadits yang mengatakan bahwa tidak beriman seseorang pada Allah dan Rasulnya bila; tidak menyambung persaudaraan, tidak berkata yang baik, tidak mengormati tetangga dan tamu. Selanjutnya Piagam Madinah menjadi cermin berikutnya bagaimana transformasi dari ilahiah-nubuwah ke dalam kemanusiaan secara umum (humanisme). Bila kita memaksan bahwa inilah yang disebut dengan landasan paradigam profetik, maka orang akan mudah menghadapkan telunjuknya bahwa ini adalah profetisme Islam.

Karena Indonesia menganut sistem keragaman agama, dimana dapat dipastikan dalam setiap agama yang diakui di Indonesia memiliki pembawa risalah yang dikultuskan sebaga manusia suci (nabi) dan nabi adalah tangan panjang Tuhan di bumi (utusan Tuhan), maka paradigma profetik mestinya bersifat humanisme-transendental.

Page 27: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

27PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam hal pembacaan Pancasila menurut paradima profetik yang perlu diperhatikan adalah; pertama, bahwa Pancasila merupakan volkgiest bangsa Indonesia, kedua, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama, ketiga, para konseptor Pancasila dan orang-orang yang terlibat dalam BPUPKI adalah para founding fathers negara yang memiliki pemahaman keagamaan yang baik dan keempat, bahwa perdebatan dalam perumusan Pancasila terjadi pada sila yang berkenaan dengan keagamaan.

Berdasarkan argumentasi tersebut, pembacaan Pancasila perspektif paradigma profetik menurut penulis bahwa Pancasila merupakan volkgiest, lahir dari jiwa bangsa Indonesia yang beragama dan sarat dengan nilai dan norma agama termasuk didalamnya kearifan lokal yang biasanya bersifat magis-metafisis. Oleh karena dalam Pancasila tertuang nilai humanisme-transendental, dengan nilai transendental mengungguli nilai humanisme.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang berbeda dengan tawaran awal konsep dan tata urutnya merupakan hasil repleksi keberagamaan masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi norma agama sebagai konsekuensi umat yang beragama.Ketuhanan Yang Maha Esa dalam pandangan penulis adalah konvergensi konsep ketuhanan pada masing-masing agama. Nilai transendental dijunjung setinggi tingginya dalam kesamaan yang damai.

له ناعبدا إله ابايناكم أ بايناناا وا اء وا ة سا ما كا اوا إلا ال ب تاعا هلا ٱلكتا

اأ قل يا

رباابا من دون ٱللهاتهخذا باعضناا باعضا أ لا يا ا وا ي لا نشكا بهۦ شا ا وا ٱلله

نها مسلموناادوا بأ قولوا ٱشها هوا فا ل فاإن تاوا

Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu,

Page 28: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

28 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)" (QS. Ali Imran: 64).

Walaupun ada penyatuan konsep tetapi pembacaan profetik tidak mutlak menjadi satu, ia tetap memberikan peluang pluralitas positif, kebebasan, demokrasi budaya, negara obyektif dan nasionalisme sosiologis31.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijunjung tinggi dan menjadi core value bagi sila-sila yang lainnya. Ada hirarki pada sila pertama dengan empat sila lainnya dalam posisi yang sama. Mengapa demikian? Karena profetik atau kenabian bersumber pada Tuhan yang mutlak, sementara sila lainnya dapat saja ditafsirkan beragam tapi tetap dalam panduan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sumber profetik adalah wahyu dan wahyu bersifat sakral, mutlak dan abadi32.

Adapun yang berkaitan dengan hukum, hemat penulis, kembali saja menengok Pancasila sebagai norma dasar negara, perhatikan dengan sungguh-sungguh, dipelajari akar sejarah dan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya kemudian lakukan penjabaran-penjabaran untuk membentuk hukum Indonesia. Semua sila yang terkandung didalamnya dapat dilakukan pengkajian. Tapi perlu diingat bahwa dasar negara itu di awali dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila pertamanya. Ini dapat dimaknai bahwa 31 Penulis lebih suka menggunakan istilah pluralitas dibanding pluralisme, kerena

pluralitas memandang perbedaan sebagai keniscayaan sedangkan pluralisme mengarah pada paham dan masuk menjadi sebuah sistem ideologi yang cenderung mencari lawan. Pembacaan profetik terhadap Pancasila dapat dilihan di Absori dkk, Hukum Profetik Kritik Terhadap Paradigma Hukum Non Sistemik, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015. hal. 398.

32 Penempatan wahyu yang sakral ini berbeda pandangan Kelik Wardiono pada saat ujian promosi doktor di Universitas Muhammadiya Surakarta, dimana ia menurunkan posisi wahyu dari posisi sakral ke posisi profan. Karena dalam pandangan Kelik wahyu ia maksudkan dalam disertasinya adalah nilai-nilai ilahiyah yang telah mengintegral dalam jiwa pikiran manusia.

Page 29: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

29PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sila pertama itu adalah core value, penginspirasi sila-sila berikutnya, norma yang paling dasar, paling tinggi dan paling adi luhung.

Bila itu diyakini bersama, maka konsekuensinya, hukum negara yang Pancasilais adalah hukum yang memperhatikan, mempertimbangkan, yang terilhami, atau pada persoalan tertentu dapat saja berupa transplantasi hukum yang ada pada agama-agama yang berlaku di Indonesia. Melalui kesepakatan bersama, prosedur yang dilakukan sesuai dengan aturan yang ada, norma-norma agama yang abstrak diwujudkan dalam peraturan perundangan yang konkrit yang diberlakukan untuk seluruh warga negara. Singkatnya paradigma hukum profetik dalam membaca Pancasila berkaitan dengan hukum, melahirkan hukum yang berketuhanan yang maha esa.

Penutup

Pancasila sebagai dasar negara dari masa ke masa mendapat pembacaan yang berbeda-beda. Pada masa Orde Baru dan Orde Lama, Pancasila ditempatkan pada posisi yang sakral dan dipergunakan sebagai alat legitimasi penguasa. Pada masa Orde Lama melahirkan Nasakom dan Manipol Usdek, sedangkan pada era Orde Baru melahirkan asas tunggal. Era roformasi lebih terbuka untuk melakukan pembacaan dan tafsiran terhadap Pancasila, namun harus tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebab keterbukaannya itu melahirkan model pembacaan yang beragama, diantaranya pembacaan ilmu hukum non sistematik dan hukum profetik. Pembacaan ilmu hukum non sistematik menempatkan semua sila dalam derajat yang sama, tidak ada sistematis-hirarkis. Kaitannya dengan hukum mengenai relasi norma-norma hukum yang tidak bersifat sistematis-hirarkis, melainkan pluralistik dan chaotik.

Page 30: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

30 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Sedangkan pembacaan paradigma profetik, sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai core value yang mengilhami empat sila lainnya. Memposisikan sila pertama di atas empat sila lainnya kerena nilai ketuhanan yang mutlak sementara empat sila lainnya dalam derajat yang sama. Kaitannya dengan hukum, pembacaan hukum profetik akan melahirkan hukum yang berketuhanan yang maha esa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.

Absori dkk, Hukum Profetik Kritik Terhadap Paradigma Hukum Non-Sistematik, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015.

Absori, Bahan kuliah Filsafat Hukum pada Program Doktor Ilmu Hukum UMS, 2016.

Ahmad Naufal dkk, Pancasila, Globalisasi dan Budaya Virtual, Purwokerto: Obsesi Press, 2014.

Anton F. Susanto, Ilmu Hukum Non Sistemetik, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010.

Bernard L Tanya dkk, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015.

E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, Jakarta: Kompas, 2007.

E. Sumaryono, Etika Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Jakarta: Kanisius, 2002Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Berkeley and Los Angeles California Cambrridge: University of California Press, 1967.

Page 31: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

31PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Kaelan, Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2002.

Kaelan, “Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara dan Ideologi” dalam Mintareja, Abbas Hamami dkk (editor), Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Lima, 2007.

Kelik Wardiono, Paradigma Profetik Pembaruan Basis Epistimologi Ilmu Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2016.

Mahfud MD, “Penuangan Pancasila di dalam Peraturan Perundang-Undangan”, makalah dalam seminar nasional Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-Undangan di Indonesia, diselenggarakan Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada tanggal 30-31 Mei 2007.

Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Bandung: Refika Aditama, 2012.

Sasaki Shiraishi, Pahlawan-Pahlawan Belia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001.

W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritsi atas Teori-Teori Hukum trjh. Muhammad Arifin, Jakarta: Rajawali Press, 1990.

Winarno, “Implementasi Pancasila Melalui Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)”, makalah disampaikan pada seminar di Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) dengan tema Pengalaman Indonesia dan Malaysia dalam hal Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik pada tanggal 13 April 2010.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1982.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum, diakses tanggal 8 Juni 2016.

Page 32: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

32 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

HUBUNGAN ANTARA NEGARA DAN AGAMA SERTA RELEVANSINYA DENGAN PANCASILA

Ali Geno BerutuEmail: [email protected]

Pendahuluan

Reformasi telah bergulir di Indonesia sejak tahun 1998, salah satu akibat dari reformasi adalah tumbangnnya rezim Orde Baru (1965-1998) dan telah menjadi salah satu penguat1 dalam momentum penegakan syariah di Indonesia.2 Kalangan Islam politik3 beranggapan bahwa hukum warisan kolonial Belanda telah terbukti gagal dan tidak bisa menghadapi perkembangan zaman dan ketertiban dimasyarakat dan Islam dianggap sebagai satu-satunya alternatif.4 Tuntutan penerapan syariat Islam menjadi gejala umum di Indonesia sejak tahun 1999-2009,5 otonomi daerah yang merupakan buah dari reformasi6 sagat mempengaruhi tuntutan formalisasi syariat Islam di Indonesia.7 dengan alasan inilah seolah 1 Mark E. Cammack And R. Michael Feener, “The Islamic Legal System In Indonesia” , Pacific

Rim Law & Policy Journal Vol. 21 No. 1, 17.2 Wasisto Raharjo Jati, “Permasalahan Implementasi Perda Syariah Dalam Otonomi

Daerah” , al-Manahij, Vol. VII No. 2, Juli 2013, 305-318.3 Ma. Theresa R. Milallos, “Muslim veil as Politics: Political Autonomy, Women and Syariah

Islam in Aceh” http://link.springer.com /article/10.1007/s11562-007-0028-5/fulltext.html (diakses pada tanggal 28 Feb 2017).

4 Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya, Yogyakarta: Kanisius, 2007. hal. 36. 5 Marzuki Wahid, Agama dan Kontestasi Ruang Publik: Islamisme, Konflik dan Demokrasi,

Jakarta: The Wahid Institute, 2011. hal. iii. 6 Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam: Dari Indonesia

Hingga Nigeria, Ciputat: Pustaka Alvabet, 2004. hal. 59.7 Sukran Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan

Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim, Jakarta: SSRC UIN Jakarta, 2007. hal. 108.

Page 33: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

33PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

daerah berlomba-lomba untuk menjadikan Islam sebagai dasar hukum dalam kehidupan bermasyarakat di daerahnya. Seperti adanya larangan, penertiban dan penjualan minuman keras di Bulu Kumba, Sulawesi Selatan melalui Perda No.3/2002. Perda No. 10 tahun 2003 di Gorontalo tentang Pencegahan Maksiat, di Indramayu Jawa Tengah ada Perda No. 7 tahun 1999 tentang Prostitusi, di Tangerang ada Perda No. 8 tahun 2005 tentang pemberantasan maksiat8 dan masih banyak lagi daerah yang menjadikan Islam sebagai aturan moral dan etika masyarakatnya.

Pada era reformasi telah membuka jalan bagi kelompok Islam yang lebih beragam untuk memperjuangkan aspirasi Islam mereka yang sebulumnya mengendap. Seperti Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ), Forum Komunikasi Ahlus–Sunnah wal Jama’ah (FKAWJ), Majelis Mujahdin Indonesia dan lain-lain.9 Gerakan ini mencoba memperjuangkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang lebih Islami dengan mengkampanyekan gerakan “amar ma’ruf nahyi munkar” . Dari kalangan partai politik juga ikut mengupayakan formalisasi syariat Islam di Indonesia,10 seperti partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam sidang tahunan MPR 2002 untuk mengamandemen pasal 29 UUD 1945 dengan memasukkan tujuh kata dalam piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”11 dengan alasan agar formalisasi syariat Islam mempunyai landasan konstitusi yang jelas di Indonesia.12 Walaupun pada akhirnya usaha tersebut kandas dalam percaturan politik ditanah air, hal ini 8 Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya,.. . 38-42.9 Sukron Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan

Sipil, ... .108-109.10 Muh. Mahfud MD, Jiwa Syariat Dalam Konstitusi Kita, dalam Masdar Farid Mas’udi, Syarah

Konstitusi UU 1945 dalam Perspektif Islam, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011. hal. xv.11 Asma Uddin, "Religious Freedom Implications of Sharia Implementation in Aceh,

Indonesia," University of St. Thomas Law Journal: Vol. 7: Iss. 3 (2010), Article Available at: http://ir.stthomas.edu/ustlj/vol7/iss3/8 (diakses pada tanggal 27 Feb 2017).

12 Yusnadi, ”Formalisasi Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Al-Mawarid, edisi XVI tahun 2006, hal. 192.

Page 34: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

34 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

disebabkan karena pengusung resmi partai-partai di DPR/MPR-RI sangatlah kecil, artinya gagasan tersebut tidak mendapat dukungan mayoritas muslim diparlemen.

Sebenarnya isu penerapan syariat Islam bukanlah isu baru dalam dunia politik ditanah air, tercatat pada awal kemerdekaan telah terjadi perdebatan yang alot dan serius mengenai dasar dan falsafah negara.13 Gagasan mengenai negara Islam dengan implikasi pemberlakuan syariat Islam sangat jelas diperjuangkan oleh sebagian anggota BPUPKI14 (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan pembentukan negara sekuler dikelompok yang lainnya. Akhir dari perdebatan tersebut dicapailah kesepakatan yang tertuang dalam Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 194515 yaitu dengan adanya tambahan tujuh kata dalam mukaddimah UUD 1945 yakni “ Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.16 Walaupun pada akhirnya usaha ini kandas pada sidang BPUPKI pada tanggal 18 Aagustus 1945 dan 7 kata dalam Piagam Jakarata dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.17

Tulisan ini mencoba mengkaji secara intens seputar perdebatan mengenai kedudukan negara dalam agama dan begitupula sebaliknya, sehingga dapat kita pahami bagaimana kedudukan agama dala negara dan bagaimana pendapat para tokoh baik dari kalangan islamis maupun sekuler. Tulisan ini setidaknya 13 Asma Uddin, "Religious Freedom Implications of Sharia Implementation in Aceh,

Indonesia," ..., 606.14 Tokoh-tokoh Islam yang memperjuangkan 7 kata dalam Piagam Jakarta adalah: Muhammad

Yamin, Ki Bagus Hadikoesoemo, KH Wahid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, Mr, Teuku Muhammad Hasan. Lihat, Jan S Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004. hal. 254. Lihat juga , Javier Gil Pérez, “Lessons of peace in Aceh: administrative decentralization and political freedom as a strategy of pacification in Aceh”, Icip Working Papers: International Catalan Institute, 2009. hal. 14.

15 Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam...., hal. 60.16 Javier Gil Pérez, “Lessons of peace in Aceh: administrative decentralization and political

freedom as a strategy of pacification in Aceh”, International Catalan Institute, 2009. hal. 18.17 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Pada Abad 20, (Jakarta: GIP, 2006.

hal. 37.

Page 35: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

35PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

memiliki dua pertanyaan penelitian, yang pertama adalah bagaiman relasi antara negara dengan agama? Kedua dimanakah kedudukan Pancasila dalam ketentuan Syariat Islam?

Relasi Agama dan Negara

Negara ditinjau dari gambaran umum adalah organisasi dalam suatu wilayah yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.18 Sedangkan Syariah adalah jalan menuju mata air (jalan yang harus di ikuti) dan kode moral dalam hukum Islam (Qanun Islami).19 Dalam pendefinisian negara Islam, pakar politik negara Islam menyebutkan bahwa istilah negara Islam bukanlah suatu penetapan dari para ulama yang tidak bisa di kritik maupun dianalisan. Muhammad Abu zahrah mengatakan bahwa pembagian negara Islam kepada Darul Islam dan Darul Harb tidaklah berdasarkan hadist, tetapi sebaliknnya merupakan hasil penalaran dan ijtihad para ulama. Menurut Fazlur Rahman negara Isam adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat muslim dalam rangka memenuhi keinginan mereka dan tidak kepentingan lain20. Sedangkan Imam as-Sarakshi menyebut nengara Islam adalah panggilan atau nama untuk suatu kawasan yang dikuasi oleh ummat Islam dan sebagai bukti kekuasaan mereka memperoleh keamanan disana.21

Untuk melaksanakan penegakan hukum tentunya memerlukan kekuasaan, maka diperlukan terbentuknya negara sebagai organisasi kekuasaan (machts organisatie) yang akan melaksankan dan

18 Yusuf al-Qardhawi, Fiqih al-Daulah Fi al- Islam, Mesir: Dar al-Syuruk, 1997. hal. 13-18.19 R.M. Ritter (editor) New Oxford Dictionary for Writers and Editors – The Essential A-Z Guide

to the Written Word, Oxford: Oxford University Press, 2005. hal. 349.20 Fazlur Rahman, ”Implemtation Of The Concep Of State In The Pakistan Millieu”, Journal

Of Islamic Studies No.6 Sep.1967. hal. 209. 21 Munawar A. Jalil, “Pemikiran Politik Islam Tentang Negara”, Islamic Politic Idealisme In Aceh,

Banda Aceh: LKAS, 2010. hal. 117-119.

Page 36: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

36 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

menegakkan hukum, dasar hukum negara atau berdaulat menurut para pakar politik Islam adalah firman Allah S.W.T :

بايا متم كا حا وإذاا ا هلهااأ إلا ت نا ما

اٱل وا د تؤا ن

اأ مركم

ياأ ا ٱلله إنه

نا كا ا ٱلله إنه بهۦ ياعظكم ا نعمه ا ٱلله إنه دل بٱلعا كموا تا ن اأ ٱلنهاس

ا باصيا ميعا سا“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (QS. An-Nisa’ [4]:58).

مر منكم اول ٱل

أ طيعوا ٱلرهسولا وا

اأ ا وا طيعوا ٱلله

انوا أ ينا ءااما ا ٱله ها ي

اأ يا

واٱلرهسول إن كنتم تؤمنونا بٱلله وه إلا ٱلله ء فارد زاعتم ف شا فاإن تاناويل

ن تاأ حسا

اأ ي وا لكا خا واٱلاوم ٱلأخر ذا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa’ [4]:59).

Hasan al-Bana menjelaskan bahwa pengakuan “bahwa tiada tuhan selain Allah” berarti ummat Islam wajib bergantung pada hukum Allah dalam setiap aspek kehidupannya, sedangkan dalam politik Bana berpendapat bahwa mendirikan pemerintahan Tuhan

Page 37: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

37PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dimuka bumi adalah suatu keharusan.22 Menurut Munawir Sjadzali23, mengandung unsur proses hubungan yang komunikatif dan harmonis antara pemimpin dan yang dipimpin (rakyat) dalam rangka mencapai tujuan yang saling memberi manfaat bagi kedua belah pihak. Pemimpin sebagai pemegang amanah berlaku adil terhadap mar’us (yang dipimpin).

Seorang ahli kajian agama-agama dan penulis buku terkenal Karen Amstrong pada tahun 1996 telah mengatakan bahwa pada akhir abad ke-20 agama menjadi sesuatu yang patut dipertimbangkan. Hal yang dianggap mustahil oleh banyak orang pada tahun 1950 dan 60-an, yang dimana kaum sekuler mempunyai anggapan bahwa agama hanyalah takhayul dan bualan primitif yang ditumbuhkembangkan oleh manusia rasional dan beradab.24

Apa yang menjadi prediksi kaum sekuler justru malah terjadi sebaliknya, prediksi tersebut benar–benar meleset, dipenghujung abat ke-20 manusia kembali melirik agama sebagai pelabuhan menjanjikan akan kebahagiaan hidup. Nilai-nilai yang telah diabaikan oleh hingar– bingar modernisme dirindukan kembali, agama telah mendapatkan momentumnya kembali. Secara umum para sosiologi teritis politik Islam telah merumuskan teori-teori tentang hubungan anata agama dan negara lalu membedakannya menjadi tiga paradigma, petama paradigma Integralistik, kedua paradigma Simbiotik dan ketiga, Paradigma sekularistik.

22 Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Partai Politik di Indonesia Pasaca Orde Baru, Jakarta: Gramedia, 2007. hal. 59.

23 Muhammad Alim, Asas-asas Negara Hukum Moderen dalam Islam, Yogyakarta: LkiS, 2010. hal. 16-17.

24 Ridwan, Islam dan Negara: Telaah Kritis Terhadap Artikulasi Politik Islam dalam Negara, Banda Aceh: LKAS, 2011. hal. 91.

Page 38: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

38 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

1. Paradigma Integralistik

Paradigma ini adalah konsep penyatuan agama dengan negara (integrated) keduanya tidak dapat dipisahkan, wilayah agama juga meliputi politik atau negara. Karena agama dan negara menyatu25 maka menurut paradigma ini negara merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus pemrintahan negara diselenggarakan atas dasar unsur ilahi26. Mereka beranggapan bahwa kedaulatan itu berasal dan berada ditangan tuhan dan kepala negara adalah penjelmaan dari tuhan yang meniscayakan ketundukan mutlak tanpa ada alternatif yang lain.27

Paradigama penyatuana agama dan negara juga dianut oleh kalangan Fundamentalisme Islam, dimana kelompok ini cenderung berorientasi pada nilai-nilai Islam yang dianggap mendasar dan prinsipil. Al-Maududi merupakan salah satu ulama yang menganut faham ini, Maududi berpendapat bahwa negara Islam harus didasarkan pada pada empat28 prinsip dasar yaitu: (1) Mengakui kedaulatan tuhan, (2) menerima otoritas Nabi Muhammad s.a.w, (3) memiliki status wakil tuhan, (4) dan menerapkan musyawarah. Menurut Maududi syariat Islam tidak mengenal pemisahan anatara dan politik atau agama dan negara, syariat Islam adalah suatu sistem yang sempurna, meliputi seluruh aspek kehidupan dan tatanan kemasyarakatan. Sementara itu Ibnu Taimiyyah menjelaskan dalam bukunya Al-Syasah al-Syar’iyyah fi aslah al-Ra’i wa al-

25 Yuni Roslaili, “Formalisasi Hukum Pidana Islam di Indonesia: Analisi Kasus Penerapan Hukum Pidana Islam di Nangroe Aceh Darussalam”, Disertasi SPS UIN Jakarta, 2009. hal. 50.

26 Imron Rosyadi, “Pemikiran Munawir Sdajali Tentang Pancasila Sebagai Dasar Negara RI”, Ishraqi Vol IV No. 2, Juli – Desember 2008. hal. 180.

27 Ridwan, Islam dan Negara.. . ., 9.28 Abul A’la al-Maududi, Polical Theory Of Islam, dalam Khusrshid Ahmad (ed), Islamic Law and

Contitution, Lahore: tp, 1967. hal. 243.

Page 39: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

39PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ri’ayah bahwa syariah adalah prinsip agama yang lengkap, baginya syariah itu harus menjadi konstitusi negara, Islam adalah agama sekaligus negara (din wa daulah)29, dan tokoh-tokoh lainnya seperti Sayyid Quthb, Rasyid Ridho dan Hasan al-Banna.

Di Indonesia Muhammad Natsir (1973) merupakan salah satu tokoh yang menganut paradigma integralistik ini, dimana menurut pandangannya bahwa urusan kenegaraan merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari Islam (integreerend deel) menurutnya negara bukanlah tujuan tapi alat, dan pada prinsipnya negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam itu sendiri.30 Menurut Natsir, dasar negara, yang disebut juga sebagai state philosophy atau falsafah negara haruslah merupakan seperangkat nilai, ide atau norma yang diyakini sebagai suatu kebenaran yang sangggup memberi bimbingan lahir dan batin kepada rakyat supaya menjadi bangsa yang berakhlak dan bermoral. Sekaligus dijadikan sebagai sumber aturan-aturan pokok yang dituangkan dalam konstitusi (UUD) untuk dipedomani dan dipegang teguh oleh suatu bangsa dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan negara guna mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bersama, dan dasar seperti ini hanya ada dalam agama Islam.

2. Paradigma Simbiotik

Paradigma ini adalah agama dan negara berhubungan secara simbiotik, yakni berhubungan secara timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan negara, karena dengan agama negara dapat berkembang dan begitu

29 Ibnu Taimiyyah, al-Syasah al-Syar’iyyah, Beirut: Dar al-Kitab al-A’rabiyyah, 1966. hal. 1-12. 30 Javier Gil Pérez, “Lessons of peace in Aceh: administrative decentralization and political

freedom as a strategy of pacification in Aceh”, International Catalan Institute, 2009. hal. 16.

Page 40: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

40 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

juga dengan sebaliknya dimana negara memerlukan agama karena dengan agama, negara dapat berkembang dalam bimbingan moral dan etika.31

Paradigma Simbiosis antara agama dan negara dapat dilacak pada pemikiran al-Mawardi, ia memaparkan bahwa kepemimpinan negara merupakan instrumen untuk meneruskan ilusi kenabian guna untuk memelihara negara dan mengatur dunia32. Dalam konsepsi al-Mawardi, pemeriliharaan agama dan mengatur dunia (negara) merupakan dua jenis aktivitas yang berbeda, keduanya merupakan dimensi dari misi kenabian. Oleh karena itu dalam pandangan al-Mawardi disimpulkan bahwa, agama (syariat) mempunyai posisi sentral sebagai sumber legitimasi terhadap realitas politik, disisi ain sebenarnya Mawardi berusaha menjelaskan/mengenalkan sebuah pendekatan pragmatik dengan menyelesaikan persoalan politik kalau dihadapkan dengan prinsip – prinsip agama.33

3. Pradigma Sekularistik

Paradigma Sekularistik adalah paradigam penenolakan terhadap integralistik maupun simbiotik, paradigma ini menghendaki adanya pemisahan antara kekuasaan agama dan kekuasaan negara, dalam artian paradigma ini menolak adanya pendasaran negara terhadap Islam. Hukum negara harus disandarkan pada prinsip-prinsip sekuler bukan pada hukum Islam.34 Pandangan ini dapat kita lacak pada pemikiran

31 Noname, Relasi Islam dan Negara Menurut Muhammad Ad-Said Al- Asymawi , http://www.academia.edu/4242962/RELASI_ISLAM_DAN_NEGARA_MENURUT_MUHAMMAD_SAID_AL-ASYMAWI, diakses 27/01/2017.

32 Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-walayat al Diniyyah, Iskandariyah: Dar Ibn Khaldun, ttp. hal. 7.

33 Ridwan, Islam dan Negara,.. . .97.34 Syafaul Mudawam, “Syariah-Fiqih-Hukum Islam: Studi Tentang Kontruksi Hukum

Moderen”, Asy-Syari’ah Vol. 46, No. Ll, Juli-Desember 2012. hal. 432.

Page 41: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

41PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ali Abdurraziq, Ali menegaskan bahwa, Islam tidak menetapkan terhadap suatu rezim tertentu dan tidak pula mendek kepada kaum muslimin suatu sistem pemerintahan tertentu. Tetapi Islam justru memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk mengorganisasikan negara sesuai dengan intlektual, soial dan tuntutan zaman. Ali Abdurrazaq berpendapat bahwa tidak ada petunjuk yang jelas, baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah tentang ketentuan suatu bentuk sistem pemerintahan dalam Islam, hal ini senada dengan pendpat Muhammad Abu Zahra yang mengatakan bahwa pembagian negara kedalm Darul Islam dan Darul Harb tidaklah berdasarkan kepada as-Sunnah tetapi menurapak hasil analisis dan ijtihad para ulama.35

Diskusi tentang apakah Islam mempunyai hubungan dengan konsep negara atau tidak masih menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan dikalangan ilmuan Islam termasuk di Indonesia. Menurut Munawir Sjadzali ada tiga golongan pendapat para pakar Islam mengenai konsep negara dalam Islam. Pendapat pertama mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dalam segala aspek kehidupan manusia termasuk didalamnya politik dan negara. Kelompok ini berpandangan bahwa dalam bernegara ummat Islam tidak perlu mengikuti sistem negara barat tetapi, hendaknya kembali kepada sistem negara Islam yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w dan al-Khulafa al-Rasyidin pada awal perkembangan Islam36. Pendapat kedua

35 Muhammad Abu Zahrah, al-‘Alaqat al-Dauliyyah fi al-Islam, Kaherah: Dar al-Fikr al-Arabi, tt. hal. 53.

36 Sebagai perbandingan, lihat pendapat Dr. Ija Suntana yang mengatakan bahwa ada 4 pemaknaan ketatanegaraan yang berkembang dalam Islam (1) sesuatu yang diyakini ummat Islam tentang negara (kekuasaan politik dan sistem ketatanegaraan), (2) sesuatu yang ditafsirkan ummat Islam tentang negara dari sumber ajaran mereka (al-Qur’an dan al-Hadist), (3) sesuatu yang dipraktikkan ummat Islam dalam bernegara (dimensi sejarah dan tradisi politik ummat Islam) dan (4) sesuatu yang dikonsepkan ummat Islam tentang negara (analisis tokoh tentang politik seperti Ibnu Khaldun dll). Ija Suntana, Pemikiran Ketatanegaraan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010. hal. 13-14.

Page 42: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

42 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

menyatakan bahwa, Islam adalah suatu agama yang sama sekali tidak berhubungan dengan negara maupun politik. Menurut pendapat yang kedua ini Nabi Muhammad s.a.w hanyalah seorang rasul biasa seperti rasul–rasul sebelumnya yang memiliki tugas hanya untuk mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang berakhlak mulia. Menurut golongan ini Nabi Muhammad tidak pernah bertugas untuk membangun dan memimpin suatu negara37, dan golongan ketiga adalah golongan yang mengatakan Islam adalah sebagai falsafah dan ideologi negara yang lengkap. Golongan ini juga tidak sempendapat dengan aliran yang mengatakan bahwa Islam sama sekali tidak ada hubungannya degan negara dan politik, menurut kelompok ini Islam adalah ajaran yang menyeluruh, walupun didalam Islam tidak terdapat sistem negara dalam arti teori yang lengkap, namun di dalam Islam terdapat petunjuk bagi kehidupan bernegara.38

Muhammad Mahfud MD berpendapat bahwa di dalam sumber utama ajaran Islam (al-Qur’an dan as-Sunnah) memang tidak ada ajaran tentang mengenai sistem politik dan ketatanegaraan. Artiya, tidak ada ajaran tertentu yang harus di ikuti dan dilaksanakan sebagai sistem politik dan ketatanegaraan dalam Islam.39 Di dalam Islam sejarah bukan dalam Islam wahyu, sistem politik dan ketatatnegaran sangat bermacam–macam, banyak negara yang mengaku “negara Islam”, tetapi sistem poliitik dan sistem hukumnya bermacam–macam, hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada sistem politik dan ketatanegaraan dalam Islam, sebab kalau ada

37 Munawir Sdajali, Islam dan Tatanegara: Sejarah dan Pemikiran, Jakarat: UI Perss, 1992. hal. 1-2.

38 Munawar A. Djalil, “Pemikiran Politik Islam Tentang Negara”, Islamic Politik Idealism In Aceh. 123.

39 Moh. Mahfud MD, ”Bernegara dan Berhukum dalam Islam” Pada Asas-Asas Negara Hukum Moderen Dalam Islam: Kajian Komprehensif Islam dan Ketatanegaraan, ed. Muhammad Alim, Yogyakarta: Lkis, 2010. hal. xi.

Page 43: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

43PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sistem tertentu yang harus di anut, maka dengan sendirinya semua negara Islam, sistemnya harusnya sama. Menurut Mahfud Islam memang tidak menggariskan sistem politik dan ketatanegaraan tertentu, tetapi Islam bisa menerima berbagai sistem dan bentuk sesuai dengan tuntutan tempat, waktu dan tardisi (masingg–masing negara). Karena itu negara–negara Islam ada berbentuk monariki, republik, bersistem presidensil dan parlementer. Tegasnya Islam menerima sistem atau bentuk apapun yang ditetapkan oleh manusia sesuai dengan kebutuhan dan penerimaan masing–masing negara.40

Pertarungan pemikiran terutama menyangkut politik hukum negara terus bergulir tak terkecuali di Indonesia. Sebagian pemikir dan penggiat politik berpendapat bahwa Islam telah mengajarkan secara lengkap tentang hukum–hukum yang harus diberlakukan dalam kehidupan bernegara, sehingga harus di ikuti sepenuhnya sesuai dengan teks ajaran–ajarannya.

Abdullah Ahmad An-Na’im berpendapat bahwa penerapan syariat Islam di indonesia justru malah merendahkan syariah itu sendiri, menurut Nai’im penerapan syariat Islam di Indonesia hanya sebatas kulitnya saja dan belum menyentuh subtansinya. Menurutnya, penerapan syariat Islam tidak pernah menitik beratkan pada inti syariat itu sendiri seperti, keadilan sosial, pemeberantasan korupsi sampai kepada akar-akarnya.41

Nurcholish Madjid berpendapat bahwa fundamentalisme lebih berbahaya dari narkotika, ia melontarkan pemikiran tentang bahanya «organizet religion“danfundamentalisme agama. Bagi Nurcholis fundamentalisme adalah musuh yang

40 Moh. Mahfud MD, ”Bernegara dan Berhukum dalam Islam” ....hal. xi – xii . 41 Nawiruddin, “ Islam dan Pancasila: Studi Hubungan Ideal dalam Konstruk Negara Nasional

”, Disertasi Sps UIN Jakarta, 2008. hal., 203.

Page 44: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

44 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

harus diwaspadai. Fundamentalisme dalam satu agama tertentu menurutnya, menyebabkan gagasan-gagasan palsu dan bersifat menipu. Di masa sekarang fundamentalisme telah menjadi sumber kekacauan dan penyakit mental baru di masyarakat. Akaibat-akibat yang ditimbulkannya, jauh lebih buruk dibandingkan dengan masalah-masalah sosial yang sudah ada, seperti kecanduan minuman keras dan penyalahgunaan narkoba.42 Sedangkan Masdar berpendapat bahwa pelaksanaan syariat Islam yang diatur oleh Negara akan menimbulkan bahaya hipokrisi, karena ketaatan pada syariat yang disebabkan oleh paksaan negara hanyalah merupakan ketaatan yang semu belaka. Agama pada intinya harus menjadi wilayah yang otonom dari negara.43

Penggunaan masa lampau membuat kaum Islam formalis tidak mampu memperepsi realitas dengan obyektif, realitas kekinian dilihat ddengan kaca mata masa lalu, sehingga persepsinya mengalami distorsi dan anakronistik, kaum Islam formalis disebutnya hanya melihat Islam dari aspek ritual yang wajib dilaksanakan, dipertahankan dan bahkan diperjuangkan sapai titik darah penghabisan, sehingga seluruh yang berlabel Islam harus menjadi prioritas. Konsekuensi logis dari sikap itu adalah Islam menjadi gerakan komunal, sectarian dan feodalistik yang kehilangan elan vitalnya. KH. Abdurrahman Wahid secara tegas mengarahkan kekutannya pada dimensi itu, menurutnya feodalisme agama dapat menciptakan keresahan antar ummat beragama, oleh karena itu ia menentang formalisasi atau menjadikan Islam sebagai hokum negara.44

42 Adian Husaini, Rajam dalam Arus Budaya Syahwat: Penerapan Hukum Rajam di Indonesia dalam Tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2001. hal. 166.

43 AdianHusaini, RajamDalamArusBudayaSyahwat, .. 168.44 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2008. hal. 240.

Page 45: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

45PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ajaran Islam sudah mencakup berbagai bidang hukum seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum internasional, yang semuanya siap dioperasionalkan sebagai paket yang given yang harus di ikuti oleh setiap pemeluk Islam45. Pendapat seperti ini di anut oleh paham Islam Politik, Islam Formal atau Islam Eksklusif dengan dalil sebagai dasar argumennya adalah:

“.......Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS al-Madah [5]: 44).

Di sisi lain ada penggiat politik muslim yang menganut paham yang lebih moderat dan akomodatif terhadap realitas perbedaan dan pluralitas masyarakat. Paham ini sering disebut sebagai penganut gerakan Islam Kultural, Islam Substantif, Islam Inklusif atau Islam Kosmopolit. Mereka berpendapat bahwa hukum Islam yang harus diperjuangkan pemberlakuannya dalam hidup bernegara it bukan norma-norma tekstual atau fikihnya, melainkan makna – maknanya subtantif atau asas-asasnya. Menurut pendapat ini “barang siapa yang tidak berhukm dengan prinsip hukum (yakni keadilan) seperti yang diperintahkan Allah, maka orang itu kafir”. Dengan demikian norm-norma hukum Islam, terlebih dalam bentuk fikih tidak ada yang mutlak sehingga tidak harus di ikuti seperti apa adanya, sebab yang terpenting adalah prinsip keadilan.46

Reformasi membuka jalan bagi demokrasi dan sekaligus Islamisasi di Indonesia. Salah satu produk dari demokrasi tersebut adalah otonomi daerah yang dimana sangat memperngaruhi proses Islamisasi di Indonesia. Pada era reformasi ini telah membuka jalan bagi kelompok Islam

45 Moh. Mahfud MD, ”Bernegara dan Berhukum dalam Islam” ....,xii.46 Moh. Mahfud MD, ”Bernegara dan Berhukum dalam Islam”......,xiii.

Page 46: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

46 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yang lebih beragam untuk memperjuangkan aspirasi Islam mereka yang sebulumnya mengendap. Seperti Forn Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ), Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal-Jama’ah (FKAWJ), Majelis Mujahdin Indonesia dan lain-lain.47 Gerakan ini mencoba memperjuangkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang lebih Islami dengan mengkampanyekan gerakan “amar ma’ruf nahyi munkar” . Dari kalangan partai politik juga ikut mengupayakan formalisasi syariat Islam di Indonesia, seperti partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dalam sidang tahunan MPR 2002 untuk mengamandemen pasal 29 UUD 1945 dengan memasukkan tujuh kata dalam piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan alasan agar formalisasi syariat Islam mempunyai landasan konstitusi yang jelas di Indonesia.48

Pancasila dan Syariat Islam

Pada awal kemerdekaan Indonesia terjadi tarik–menarik kepentingan antara banyak ideologi perihal kedudukan agama dalam negara, perdebatan klasik sejak Indonesia merdeka adalah bagaimana hubungan antara negara dan agama? Sampai sekarang perdebatan itu tidak pernah berhenti, padahal pangkal masalahnya adalah ketidaksesuaian persepsi dalam memandang hubungan antara negara dengan agama.49 Walaupun umat Islam di Indonesia adalah penduduk mayoritas, tapi hal ini bukan berarti penetapan

47 Sukron Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim, Ciputat: CSRS UIN Jakarta, 2007. hal. 108-109.

48 Yusnadi, ”Formalisasi Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Al-Mawarid, edisi XVI tahun 2006. hal. 192.

49 As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2009. hal. 153.

Page 47: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

47PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Islam sebagai dasar negara menjadi sesuatu yang mudah dilakukan, hal ini disebabkan karena umat Islam Indonesia tidak semuanya sepakat tentang apa yang seharusnya dilakukan pemeluk Islam di Indonesia, setidaknya inilah alasan yang dikemukakan oleh Fred Von Den Mehden.50

Proses awal pembentukan negara Indonesia dihadapkan pada persoalan yang krusial, yakni kesepakatan mengenai dasar negara.51 Dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) permasalahan pokok yang di bicarakan adalah mengenai bentuk dan dasar filsafat negara yang bertalian dengan pembuatan konstitusi,52 pertarungan ideologi yang melibatkan kelompok nasionalis–Islam dan nasionalis–sekuler dalam Piagam Jakarta, perdebatanpun terjadi mengenai konsep dasar negara–bangsa dan dasar negara Islam.53 Dasar negara kebangsaan diusung oleh tokoh-tokoh seprti, Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Soepomo, sedangkan untuk kalangan yang mendukung Islam sebagai dasar negara direpresentasikan oleh tokoh-tokoh seperti, KH. Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Kahar Muzakkir.54

Dalam perdebatan mengenai dasar negara, anggota sidang BPUPKI mengajukan tiga hal yang berkenaan dengan dasar negara, pertama, apakah Indonesia akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara federal (bondstaat) atau negara perserikatan (statenbond). Kedua, masalah hubungan agama dan negara, dan yang ketiga,

50 Fred von den Mehden, Religion and Modernization in South East Asia, Syracuse: Syracause University Press, 1986. hal. 184.

51 Saifuddin Anshari, “The Jakarta Charter of June 1945: A History of the Gentleman's Agreement between the Islamic and the Secular Nationalists in Modern Indonesia”, Tesis: Institute of Islamic Studies, McGill University, 1976. hal. 2.

52 Yuni Roslaili, formalisasi Hukum Pidana Islam di Indonesia .... hal. 71.53 Widy Rossani Rahayu, “Perdebatan Tentang Dasar Negara Pada Sidang Badan Persiapan

Usaha-usaha Penyelidikan Kemerdekaan (BPUPK): 29 Mei-17 Juli 1945”, Skripsi Fak. Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2008. hal. 95.

54 Muhamad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Yayasan Prapanca, 1959. hal. 60-61.

Page 48: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

48 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan.55 Pada saat itu KH. A. Wahid Hasyim seorang wakil Islam dari NU mengatakan bahwa, terdapat tiga kelompok yang mendominasi perpolitikan di awal Indonesia merdeka yakni golongan Islam, golongan nasionalis dan golongan sosialis.56

Sidang pertama BPUPKI dilakukan dengan rentang waktu 29 Mei – 1 Juni 1945. Pada sidang ini terjadi perdebatan yang sengit, dimana kelompok nasionalis – islamis menghendaki agar Islam dijadikan sebagai dasar negara, sedangkan kelompok nasionalis–sekuler tidak setuju dengan gagasan tersebut dan lebih berpandangan pada pemisahan agama dan negara. Perdebatan yang panas dan tajam mengenai dasar negara pada akhirnya menghasilkan sebuah kompromi pada tanggal 22 Juni dalam bentuk rumusan yang dikenal dengan “Piagam Jakarta”.57 Piagam Jakarta tesebut merupakan hasil kerja tim yang diketuai oleh Soekarno dengan anggota tim yakni Muhammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakkir, Agus Salim, Ahmad Subarjo, Wachid Hasjim dan Muhammad Yamin. Pada rumusan Piagam Jakarta telah disepakati bahwa Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama yaitu ketuhan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tujuh kata dalam Piagam Jakarta tesebut juga disepakati masuk ke dalam rumusan naskah konstitusi dasar Negara Republik Indonesia yang akan diproklamasikan.

Piagam Jakarta tersebut sebenarnya adalah sebuah preambule bagi konstitusi yang diajukan dalam sidang BPUPKI, di dalamnya Pancasila sebagai dasar negara telah disepakati tetapi sila pertama,

55 Choirun Niswah, KH.A. Wahid Hasyim dan Pancasila; Studi Atas Pemikirannya Tentang Dasar Negara (1945-1953), Laporan Penelitian, IAIN Raden Fatah Palembang, 1999/2000. hal. 51.

56 KH. A. Wahid Hasyim, “Umat Islam Indonesia dalam Menghadapi Perimbangan Kekuatan Politik dari Partai-Partai dan Golongan-Golongan”, dalam Buntaran Sanusi (ed.), Mengapa Memilih NU, Konsepsi tentang Agama, Pendidikan dan Politik, Jakarta: PT Inti Sarana Aksara, 1985. hal. 130.

57 Haidar Nassir, Islam Syariat Reproduksi Salafiyah Idiologis di Indonesia.. . . . hal. 240.

Page 49: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

49PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yaitu sila Ketuhanan yang diikuti oleh anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Anak kalimat yang dinilai strategis ini bagi umat Islam menjadi sangat penting, sebab dengan itu pelaksanaan syariat Islam secara konstitusional terbuka pada waktu yang akan datang. Inilah salah satu alasan mengapa wakil umat Islam dalam BPUPKI dapat berkompromi dengan kelompok nasionalis. Pada akhirnya rumusan konstitusi ini dapat diterima dengan aklamasi pada tangal 16 Juli 1945 oleh anggota sidang BPUPKI, yaitu sebuah mukadimah yang memuat Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara dan Batang Tubuh UUD 1945 yang memuat dua ketentuan penting perjuangan golongan Islam, yakni: pertama, negara berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan kedua, Presiden adalah orang Indonesia asli yang beragama Islam.

Persetujuan tersebut tidaklah benar-benar terselesaikan, hasil kompromi politik mengalami perubahan setelah proklamasi kemerdekaan, anak kalimat dalam pembukaan UUD 1945 “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, ternyata masih mengganjal dan dipandang sebagai keputusan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.58 Oleh karena itu, dari golongan Protestan dan Katolik menghendaki penghapusan anak kalimat tersebut serta kalimat Islami lainnya dan atau lebih memilih berdiri di luar Republik Indonesia apabila anak kalimat dalam pembukaan UUD tersebut masih tetap difungsikan.59Kelompok minoritas yang berasal dari Indonesia Timur60 seperti Bali, Maluku, Plores dan Sulawesi mengancam tidak akan mau bergabung dengan

58 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional . . . . hal. 50.

59 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional .... hal. 50-51.

60 Khairullah Zikri, “The Jakarta Charter and the Construction of Indonesian Identity”, En Arche, Indonesian Journal of Inter-Religious Studies, Vol. 1, No. 2 (2012). hal. 109.

Page 50: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

50 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Indonesia jika tujuh kata dalam Piagam Jakarta tetap dimasukkan ke dalam Preambule UUD 1945.61

Menyikapi hal tersebut, setelah melewati saat-saat yang cukup kritis, maka pada tanggal 18 Agustus 1945, wakil-wakil umat Islam dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akhirnya menyetujui penghapusan anak kalimat tersebut dari Pancasila dan batang tubuh UUD 1945, tapi silapertama, yaitu sila ketuhanan mendapat atribut yang sangat kunci, dan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.62 Modifikasi silapertama ini dipandang sangat berarti, sebab dengan jalan demikian wakil-wakil umat Islam tidak keberatan dengan formula baru Pancasila tersebut, meskipun dalam kenyataan, ada kekecewaan dari wakil golongan Islam yang pernah menjadi anggota di BPUPKI.

Reformasi telah membuka jalan bagi demokrasi dan sekaligus islamisasi di Indonesia, salah satu produk dari demokrasi tersebut adalah otonomi daerah yang dimana sangat memperngaruhi proses islamisasi di Indonesia. Pada era reformasi ini telah membuka jalan bagi kelompok Islam yang lebih beragam untuk memperjuangkan aspirasi Islam mereka yang sebulumnya mengendap, seperti Fron Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ), Forum Komunikasi Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (FKAWJ), Majelis Mujahdin Indonesia dan lain-lain.63 Gerakan ini mencoba memperjuangkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang lebih islami dengan mengkampanyekan gerakan “amar ma’ruf nahyi munkar”. Dari kalangan partai politik juga ikut mengupayakan formalisasi syariat Islam di Indonesia, seperti partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam sidang tahunan MPR tahun 2002 untuk mengamandemen64 Pasal 29 UUD 1945 dengan memasukkan tujuh kata dalam Piagam

61 Saifuddin Anshari, “The Jakarta Charter of June 1945: ..... . hal. 66.62 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional . . . hal.

208.63 Sukron Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil,

Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim, Ciputat: CSRS UIN Jakarta, 2007. hal. 108-109.64 Khairullah Zikri, “The Jakarta Charter and the Construction of Indonesian Identity .... hal. 111.

Page 51: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

51PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Jakarta “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan alasan agar formalisasi syariat Islam mempunyai landasan konstitusiyang jelas di Indonesia.65 Tapi pada akhirnya usaha ini juga kandas karena tidak mendapat dukungan mayoritas diparlemen66.

Yang menarik dalam hal ini adalah dua organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tidak mendukung dilakukan perubahan terhadap Pasal 29 UUD 1945, hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya perdebatan dan perselihan diantara masyarakat Indonesia. Sebagaimana di ungkapkan oleh Hasim Muzadi dari kalangan NU bahwa perjuangan untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia tidak realistis, dia mendesak supaya mengedepankan nilai-nilai universal demi kemakmuran rakyat dan bukan mendorong gagasan syariat Islam untuk diterapkan di Indonesia. Senada dengan Hasim, Syafi’i Ma’arif dari kalangan Muhammadiyah mengatakan bahwa kita harus berkomitmen untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh pendiri bangsa ini.67 Anis Baswedan menjelaskan bahwa fokus umat Islam sekarang ini bukanlah menjadikan Islam sebagai dasar negara Indonesia, tetapi bagaimana membawa warna Islam itu sendiri kedalam kebijakan yang dihasilkan oleh parlemen, inilah menurutnya yang menjadi pendekatan syariah yang dilakukan oleh kedua ormas tersebut (NU – Muhammadiyah).

Muhammad Mahfud MD dalam pengantar buku Syarah Konstitusi Dalam Perspektif Islam karangan Masdar Farid Mas’udi 65 Yusnadi, “Formalisasi Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Al-Mawarid,

edisi XVI tahun 2006. hal. 192. 66 Nadirsyah Hosen, “Religion and the Indonesian Constitution: A Recent Debate”, Journal

of Southeast Asian Studies, pp 419–440 October 2005, 427. http://journals.cambridge.org/abstract_S0022463405000238 (diakses pada tanggal 9 Feb 2017). Lihat juga Arskal Salim & Azyumardi Azra, Introduction: the State and Shari'a in the perspective of Indonesian Legal Politics," Shari'a and Politics in Modem Indonesia, ed. Arskal Salim & Azyumardi Azra, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2003. hal. 1.

67 Nadirsyah Hosen, “Religion and the Indonesian Constitution .... hal. 426.

Page 52: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

52 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

menjelaskan bahwa, Indonesia dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 merupakan suatu negara yang Islami, tetapi bukan negara Islam. Negara islami yang dimaksud Mahfud adalah negara yang secara resmi tidak menggunakan nama dan simbol-simbol Islam akan tetapi subtansinya mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Seperi kepemimpinan yang adil, amanah, domokratis, menghormati hak asasi manusia dan lain sebagainya.68 Pemilihan dengan cara pemuatan nilai subtantif ajaran Islam dalam konteks Indonesia sekurang-kurangnya mempunyai dua argumen sebagai berikut:

Pertama, dalam sumber primer ajaran Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ada keharusan bagi umat Islam untuk membentuk negara Islam, yang terpenting adalah adanya negara yang melindungi dan menjamin kebebasan untuk menjalakan ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam.69Kedua, tokoh-tokoh Islam Indonesia pada masa lalu telah berjuang melalui jalur konstitusi yang demokratis, dan menawarkan Islam sebagai dasar negara,70 tetapi hasil kesepakatan yang di peroleh melaui proses politik yang demokratis pula, yakni menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.71 Maka kesepakatan itu harus diterima sebagai mitsaqan ghalidza (kesepakatan luhur) yang harus dijaga dan dilaksanakan secara konsekuen.

68 Muh. Mahfud MD, Jiwa Syariat Dalam Konstitusi Kita, dalam Masdar Farid Mas’udi, Syarah Konstitusi UU 1945 Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011. hal. XVII.

69 Lihat Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 tentang kebebasn untuk memiliki atau memeluk agama yang mereka anut atau percayai dan kewajiban memiliki agama yang di anut dan juga beribadah sesuai agama yang mereka percayai. Hal ini berrarti tidak ada tempat untuk ateisme seperi halnya kebebasan beragama Amerika dan negara-negara Uni Soviet.

70 Martin van Bruinessen, “Islamic state or state Islam? Fifty years of state-Islam relations in Indonesia”, Ingrid Wessel (ed.), Indonesien am Ende des 20. Jahrhunderts, Hamburg: Abera-Verlag, pp. 19-34, 4.

71 Arif Hidayat, “Formalization Of Sharia Law In Indonesia (A Constitusion Perspective)”, Proceeding - Kuala Lumpur International Business, Economics And Law Conference Vol. 3. December 2 - 3, 2013, 78.

Page 53: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

53PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Penutup

Indonesia mederen sekarang ini bila kita tinjau dari persektif relegio-politik, syariat Islam dan negara merupakan dua sisi yang tak dapat dipisahkan dalam sejarah panjang Indonesia. Syariat Islam dan negara selalu menjadi perdebatan yang menegangkan dalam memposisikan syariat Islam dalam negara antara kelompok islamis dan sekuler.

Pengaruh agama dalam merumuskan kaidah hukum nasional suatu negara akan selalu terasa dinegara manapun di dunia ini, kecuali negaranya benar-benar sekuler. Konsititusi India tegas-tegas menyatakan bahwa India adalah negara sekular, tetapi siapa yang mengatakan hukum Hindu tidak mempengaruhi hukum India modern. Ada beberapa studi yang menelaah pengaruh Buddhisme terhadap hukum nasional Thailand dan Myanmar. Hukum Perkawinan Pilipina, juga melarang perceraian. Siapa yang mengatakan ini bukan pengaruh dari agama Katolik yang begitu besar pengaruhnya di negara tersebut.

Indonesia yang merupakan negara yang penduduknya mayoritas Muslim juga telah mempraktekkan hal serupa, walaupun Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan kepada Islam (integral), tetapi kebiajakan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang dibuat sedikit banyaknya telah mewarnai wajah hukum di negeri ini, seperti UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 7 Tahun 1989 Tetang Peradilan Agama, Impres No. 1 Tahun 1991 Tentan KHI, UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan masih banyak yang lainnya.

Page 54: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

54 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

DAFTAR PUSTAKA

A. Wahid Hasyim, “Umat Islam Indonesia dalam Menghadapi perimbangan kekuatan Politik dari Partai-Partai dan Golongan-Golongan”, dalam Buntaran Sanusi (ed.), Mengapa Memilih NU, Konsepsi tentang Agama, Pendidikan dan Politik, Jakarta: PT Inti Sarana Aksara, 1985. Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-walayat al Diniyyah, Iskandariyah: Dar Ibn Khaldun, ttp.

Abul A’la al-Maududi, Polical Theory Of Islam, dalam Khusrshid Ahmad (ed), Islamic Law and Contitution, Lahore: tp, 1967.

Arif Hidayat, “Formalization Of Sharia Law In Indonesia (A Constitusion Perspective)”, Proceeding - Kuala Lumpur International Business, Economics And Law Conference Vol. 3. December 2 - 3, 2013.

Arskal Salim & Azyumardi Azra, Introduction: the State and Shari›a in the Perspective of Indonesian Legal Politics,« Shari›a and Politics in Modem Indonesia, ed. Arskal Salim & Azyumardi Azra. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2003.

Asma Uddin, «Religious Freedom Implications of Sharia Implementation in Aceh, Indonesia,» University of St. Thomas Law Journal: Vol. 7: Iss. 3 (2010), Article Available at: http://ir.stthomas.edu/ustlj/vol7/iss3/8.

As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2009.

Choirun Niswah, KH. A Wahid Hasyim dan Pancasila; Studi atas Pemikirannya Tentang Dasar Negara (1945-1953), Laporan Penelitian, IAIN Raden Fatah Palembang, 1999/2000.

Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Fazlur Rahman, “Implemtation Of The Concep Of State In The Pakistan Millieu”, Journal Of Islamic Studies No. 6 Sep.1967.

Page 55: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

55PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Fred von den Mehden, Religion and Modernization in South East Asia. Syracuse: Syracause University Press, 1986.

Ibnu Taimiyyah. al-Syasah al-Syar’iyyah. Beirut: Dar al-Kitab al-A’rabiyyah, 1966.

Ija Suntana, Pemikiran Ketatanegaraan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Imron Rosyadi, “Pemikiran Munawir Sdajali Tentang Pancasila sebagai Dasar Negara RI”, Ishraqi Vol IV No. 2, juli – Desember 2008.

Jan S Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Javier Gil Pérez, “Lessons of peace in Aceh: administrative decentralization and political freedom as a strategy of pacification in Aceh”, Icip Working Papers: International Catalan Institute, 2009.

Khairullah Zikri, “The Jakarta Charter and the Construction of Indonesian Identity”, En Arche, Indonesian Journal of Inter-Religious Studies, Vol. 1, No. 2, 2012.

Ma. Theresa R. Milallos, “Muslim veil as Politics: Political Autonomy, Women and Syariah Islam in Aceh” http://link.springer.com /article/10.1007/s11562-007-0028-5/fulltext.html.

Mark E Cammack and R. Michael Feener. “The Islamic Legal System In Indonesia” , Pacific Rim Law & Policy Journal Vol. 21 No. 1.

Martin van Bruinessen, “Islamic state or state Islam? Fifty years of state-Islam relations in Indonesia”, Ingrid Wessel (ed.), Indonesien am Ende des 20. Jahrhunderts, Hamburg: Abera-Verlag, pp. 19-34.

Marzuki Wahid, Agama dan Kontestasi Ruang Publik: Islamisme, Konflik dan Demokrasi, Jakarta: The Wahid Institute, 2011.

Page 56: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

56 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Moh. Mahfud MD, ”Bernegara dan Berhukum dalam Islam” Pada Asas-Asas Negara Hukum Moderen dalam Islam: Kajian Komprehensif Islam dan Ketatanegaraan, ed. Muhammad Alim, Yogyakarta: Lkis, 2010.

Moh. Mahfud MD, Jiwa Syariat Dalam Konstitusi Kita, dalam Masdar Farid Mas’udi, Syarah Konstitusi UU 1945 Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011.

Muhammad Abu Zahrah, al-‘Alaqat al-Dauliyyah fi al-Islam, Kaherah: Dar al-Fikr al-Arabi, tt.

Muhammad Alim, Asas-asas Negara Hukum Moderen dalam Islam, Yogyakarta: LkiS, 2010.

Muhamad Yamin, Naskah Persiapan Undang-UndangDasar 1945. Jakarta: Yayasan Prapanca, 1959.

Munawar A Jalil, Pemikiran Politik Islam Tentang Negara, Islamic Politic Idealisme In Aceh, Banda Aceh: LKAS, 2010.

Munawir Sadjali, Islam dan Tatanegara: sejarah dan Pemikiran, Jakarat: UI Perss, 199.

Nadirsyah Hosen, “Religion and the Indonesian Constitution: A Recent Debate”, Journal of Southeast Asian Studies, pp 419–440 October 2005, 427.http://journals.cambridge .org/abstract _S0022463405000238.

Nawiruddin, “Islam dan Pancasila: Studi Hubungan Ideal dalam Konstruk Negara Nasional ”, Disertasi Sps UIN Jakarta, 2008.

Ridwan. Islam dan Negara: Telaah Kritis Terhadap Artikulasi Politik Islam dalam Negara, Banda Aceh: LKAS, 2011.

R.M. Ritter (editor) New Oxford Dictionary for Writers and Editors – The Essential A-Z Guide to the Written Word. Oxford: Oxford University Press, 2005.

Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Partai Politik di Indonesia Pasaca Orde Baru, Jakarta: Gramedia, 2007.

Page 57: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

57PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Syafaul Mudawam, “Syariah-Fiqih-Hukum Islam: Studi Tentang Kontruksi Hukum Moderen”, Asy-Syari’ah Vol. 46, No. Ll, Juli-Desember 2012.

Saifuddin Anshari, “The Jakarta Charter of June 1945: A History of the Gentleman›s Agreement between the Islamic and the Secular Nationalists in Modern Indonesia”, Tesis: Institute of Islamic Studies, McGill University, 1976.

Sukran Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim, Jakarta: SSRC UIN Jakarta, 2007.

Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam: Dari Indonesia Hingga Nigeria, Ciputat: Pustaka Alvabet, 2004.

Wasisto Raharjo Jati, “Permasalahan Implementasi Perda Syariah Dalam Otonomi Daerah”, al-Manahij, Vol. VII No. 2, Juli 2013.

Yuni Roslaili, “Formalisasi Hukum Pidana Islam di Indonesia: Analisi Kasus Penerapan Hukum Pidana Islam di Nangroe Aceh Darussalam” . Disertasi SPS UIN Jakarta, 2009.

Yusnadi, “Formalisasi Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia” Al-Mawarid, edisi XVI tahun 2006.

Yusuf al-Qardhawi, Fiqih al-Daulah Fi al- Islam, Mesir: Dar al-Syuruk, 1997.

Page 58: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

58 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

PROBLEMATIKA HUKUM PRO-KONTRA HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK PERSPEKTIF KETATANEGARAAN

Ahmadi H. DardiriEmail: [email protected]

PENDAHULUAN

Panitia khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi telah resmi disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna pada 30 Mei 2017. Keberadaan pansus angket ini menuai berbagai kritik dari berbagai kalangan masyarakat karena latar belakang kemunculannya dikaitkan dengan adanya upaya anggota DPR yang mendesak KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani, salah satu anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi E-KTP.1

KPK merupakan sebuah lembaga yang didirikan pasca reformasi untuk melakukan tindakan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. KPK dalam melaksanakan tugasnya telah melakukan beberapa kesalahan dalam tata kelola anggaran dan dokumentasi. Pada tata kelola anggaran terdapat tujuh kesalahan yang dipaparkan oleh Taufiqul Hadi2, anggota DPR Fraksi Nasdem 1 Yopy Perdana Kusuma, Propaganda Hak Angket DPR terhadap KPK, Lontar, Volume 5, No 1,

Juni 2017. hlm: 41-42.2 Permasalahan kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas

pelaksanaan tugas belajar; belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai dan tak sesuai mata anggarannya;pembayaran belanja perjalanan dinas, belanja sewa, belanja jasa profesi pada biro hukum; kegiatan perjalanan dinas kedeputian penindakan yang tak didukung surat perintah; standar biaya pembayaran atas, honorarium kedeputian penindakan; realisasi belanja perjalanan dinas biasa tak sesuai dengan ketentuan minimal; dan perencanaan gedung KPK tak cermat sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran.

Page 59: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

59PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dalam risalah sidang DPR, sementara dalam kesalahan tata kelola dokumentasi, pernah terjadi kebocoran sprindik (Surat Perintah Penyidikan) terhadap Anas Urbaningrum yang tersebar ke media massa. Padahal sebagaimana diketahui bahwa dokumen tersebut bersifat rahasia, sementara kita tahu perbuatan pembocoran sprindik atau dokumen negara yang bersifat rahasia ini dapat digolongkan sebagai tindak pidana dan diancam dengan KUHP karena telah diatur dalam pasal 112-116 dan 230 KUHP.3 Fakta ini menujukkan bahwa KPK sebagai sebuah lembaga yang memiliki kekuasaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi memerlukan perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya.

UUD NRI 1945 menentukan bahwa DPR memiliki hak sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa DPR dalam menjalankan fungsinya memiliki hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Perumusan pengertian hak angket ini juga terdapat dalam UUD MD3 Pasal 79 ayat 3 bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan terhadap suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.4

Kemunculan Hak Angket terhadap KPK ini merupakan wujud interpretasi DPR atas posisi KPK sebagai lembaga eksekutif sehingga DPR memiliki kekuasaan dalam memberikan kontrol melalui kewenangan yang diberikan secara sah oleh Peraturan perundang-undangan. Permasalahan Hak angket ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat yang kemudian penulis ingin

3 Risalah sidang Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (Laporan Pelaksanaan Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPR RI pada Sidang Tahunan MPR RI) Tahun Kelima 2003-2004.

4 A. M. Fatwa, Potret Konstitui Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kompas, 2009, hal. 112.

Page 60: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

60 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

membahas mengenai pro-kontra hak angket KPK dengan perspektif hukum agar pembaca dapat melihat secara jernih permasalahan yang terjadi terkait dengan hak angket KPK.

Argumentasi Pro Hak Angket KPK

Montesquieu dalam konsep Trias Politica membagi kekuasaan negara dalam tiga bagian yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Lembaga legislatif merupakan lembaga pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang, sedangakan lembaga eksekutif sebagai lembaga pemegang kekuasaan menjalankan undang-undang dan lembaga yudikatif merupakan lembaga pemegang kekuasaan peradilan atau kehakiman.

Trias politica yang digagas oleh Montesquieu ini menawarkan suatu konsep mengenai kehidupan bernegara dengan melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan dapat saling lepas dan dalam tingkat yang sama. Hal ini berarti bahwa lembaga-lembaga negara yang dipisahkan dapat saling mengawasi dan saling mengontrol satu sama lain.5 Pemisahan kekuasaan ini juga diharapkan akan dapat mengurangi kemungkinan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Lord Action “Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely”.

DPR sebagai bagian dalam kekuasaan legislatif merupakan bagian cabang kekuasaan yang mencerminkan kedaulatan rakyat. Salah satu fungsi yang diberikan kepada lembaga ini adalah fungsi pengawasan dengan diberikan tiga hak dalam menjalankan fungsinya yaitu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.6 5 Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.

Hal. 736 Lihat Pasal 20A UUD 1945.

Page 61: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

61PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Jimly menguraikan bahwa berkaitan dengan fungsi pengawasan ini terdapat enam rincian, dua diantaranya merupakan pengawasan terhadap lembaga eksekutif yaitu pengawasan kinerja pemerintahan dan pelaksanaan kebijakan. Proses pelaksanaan ketiga hak diatas dijalankan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.7

KPK adalah lembaga negara yang baru dibentuk pasca reformasi. Komisi ini dibentuk dengan harapan besar untuk memberantas korupsi di Indonesia secara efektif dan efisien. KPK disebut sebuah lembaga superbody yang kewenangannya diberikan oleh UU karena diberikan kewenangan penanganan kasus korupsi mulai penyelidikan hingga penuntutan,8 selain itu KPK juga dapat menetapkan sistem pelaporan, meminta informasi kegiatan, melaksanakan dengar pendapat dengan instansi dan meminta laporan berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada sebuah instansi.9

Kegiatan penyelidikan, penyidiakan dan penuntutan pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilaksanakan kepolisian dan kejaksaan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).10 Kepolisian dan kejaksaan secara kelembagaan termasuk dalam kekuasaan pemerintah/eksekutif yang berada di bawah presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.11 Hal ini menjelaskan bahwa letak KPK dalam konsepsi pembagian kekuasaan negara dapat dikategorikan sebagai kekuasaan eksekutif karena tugas dan kewenangannya masuk dalam ranah eksekutif.

7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2011. Hal. 301-302.

8 Sirajuddin dan Winardi, Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia, Malang: Setara Pres, 2015. Hal. 207.

9 Lihat Pasal 7 UU no 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.10 Lihat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 1 angka 1-5.11 Dio Ashar Wicaksana, Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara Indonesia,

Jurnal Fiat Justicia, Volume 1, no.1, Maret 2013. hlm: 8.

Page 62: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

62 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR terhadap kekuasaan eksekutif yang difasilitasi dengan tiga hak, yang salah satunya adalah hak angket, ini apabila kemudian dijalankan dengan cara melakukan hak angket terhadap KPK ini tentunya telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Keabsahan ini juga didukung oleh Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK merupakan salah satu objek kewenangan Hak Angket DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pemerintahan.

Mahkamah Konstitusi dalam putusan No 36 Tahun 2017 menyatakan dalam pertimbangannya bahwa Pelaksanaan tugas KPK dalam hal penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang merupakan wilayah kekuasaan eksekutif ini membuat KPK dikategorisasikan sebagai kekuasaan eksekutif sehingga termasuk dalam objek hak angket DPR.12 Hal ini menunjukkan bahwa hak angket yang dilakukan oleh DPR ini sama sekali tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Kewenangan Hak Angket ini, menurut Mahkamah Konstitusi, juga merupakan bagian dari paradigma check and balances yang dilakukan oleh DPR terhadap sebuah lembaga negara sehingga tidak terdapat masalah konstitutional dalam hak angket ini.13 Kekuasaan yang sangat besar yang dimiliki oleh KPK ini tentunya harus diawasi oleh pengawas eksternal agar tidak dapat disalahgunakan sebagaimana dalam paradigma check and balances, sehingga perlu kiranya DPR sebagai manifestasi dari kedaulatan rakyat ini memberikan pengawasan melalui hak yang mereka miliki.

Uraian di atas menjelaskan bahwa hak angket yang dilakukan oleh DPR merupakan tindakan yang sah secara konstitutional dan sesuai dengan paradigma check and balances dalam sebuah kekuasaan untuk menutup celah kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Hak Angket ini juga menghasilkan sesuatu yang positif 12 Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017. hal. 109-110.13 Ibid, hal. 112.

Page 63: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

63PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dalam perkembangannya karena hasil dari hak angket tersebut adalah perbaikan-perbaikan berkaitan dengan kelembagaan dan kinerja KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Argumentasi Kontra

Bruce Ackerman menyatakan bahwa pemisahan kekuasaan pada sistem ketatanegaraan yang dianut oleh Amerika Serikat saat ini terdiri dari lima cabang kekuasaan yaitu House of Representatives, Senate, President, Supreme Court, and Independent Agencies (komisi negara independen). Pemisahan ini merupakan akibat dari kom-pleksitas permasalahan kekuasaan negara dan kemunculan lem-baga-lembaga baru dalam sebuah negara. 14 Trias Politica yang di-munculkan oleh Montesquieu sudah tidak mampu untuk mengikuti perkembangan zaman di era modern ini.

Amerika Serikat sebagai negara adikuasa di dunia saat ini telah mengadaptasi konsep teoritik dalam bernegara dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Kemunculan lembaga independen dalam cabang kekuasaan tersendiri merupakan fakta yang tidak dapat dihindari oleh berbagai negara di Indonesia, tidak terkecuali dengan Indonesia.

Konsorsium Reformasi Hukum Nasional mencatat setidaknya terdapat sepuluh lembaga negara independen yang perintah pembentukan dan kewenangannya diberikan oleh UU yaitu: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiran Indonesia (KPI), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),

14 Gunawan A. Tauda, Kedudukan Komisi Negara dalam Struktur Ketatanegaraan RI, Jurnal Pranata Hukum, Volume 6, 2011. Hal. 175-176.

Page 64: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

64 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Komisi Perlindungan Anak, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers dan Dewan Pendidikan.15 Ni’matul Huda berpendapat bahwa Kemunculan lembaga independen ini diperlukan karena lembaga negara yang ada kinerjanya tidak memuaskan, terindikasi dalam jaring Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) serta tidak mampu bersikap independen dari pengaruh kekuasaan lainnya.16

Pendapat diatas sesuai dengan sebuah kenyataan dalam kemunculan KPK sebagai sebuah lembaga negara. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam jangka waktu paling lambat dua tahun dan komisi ini memliki tugas dan kewenangan dalam melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk dalam melakukan upaya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan UU yang berlaku.17 Pada tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk melalui UU no 30 tahun 2002. Pembentukan KPK ini dimaksudkan mengatasi “kemacetan” hukum dalam kasus korupsi karena tugas kepolisian dan kejaksaan dianggap tidak efektif.18

KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.19 Pasal ini jelas membuktikan bahwa KPK merupakan sebuah lembaga independen yang seharusnya berada dalam kekuasaan negara independen sebagaimana diungkapkan oleh Bruce Ackerman dan tidak masuk dalam kategori kekuasaan eksekutif, meskipun tugas

15 Sirajuddin dan Winardi, Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia, Malang: Setara Pres, 2015. hal. 182.

16 Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, Yogyakarta: UII Press, 2007. Hal. 165-167.

17 Lihat Pasal 43 UU No.31 Tahun 1999.18 Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Jakarta:

Kerjasama antara Transparancy Internasional Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia, 2003. hal. 177.

19 Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Page 65: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

65PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dan kewenangannya merupakan tugas yang sama dalam kekuasaan eksekutif. Ketidakefektifan kepolisian dan kejaksaan dalam wilayah kekuasaan eksekutif ini seharusnya dibantu oleh lembaga independen yang berada di luar kekuasaan eksekutif agar tidak terkooptasi dengan pola kerja lama yang bermasalah.

Kewenangan Hak angket yang dimiliki DPR20 dalam dalam UU nomor 17 tahun 2014 menyatakan bahwa objek dari hak angket ini merupakan pelaksanaan suatu undang-undang dan/ kebijakan pemerintah. Frasa pemerintah ini diartikan sebagai kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang dalam konsep pembagian kekuasaan. KPK sebagai sebuah lembaga modern dan tentu dengan teori pembagian kekuasaan modern seharusnya tidak lagi diklasifikasikan dalam kekuasaan eksekutif, namun harus dimasukkan dalam kekuasaan independen yang tidak terikat dengan kekuasaan manapun.

Proses simplifikasi mengkategori lembaga independen dalam kekuasaan eksekutif ini merupakan salah satu bentuk kegagalan para akademisi dalam merespon fakta sosial bahwa konsep Trias Politica yang seharusnya tidak lagi digunakan untuk melihat kenyataan keberadaan lembaga independen dewasa ini. Pengawasan lembaga independen ini harus diberikan rumusan baru pada tataran hukum yang baru dan tidak memaksakan interprtasi hukum yang sebenarnya sudah keluar dari original intens sebuah produk hukum.

Permasalahan hak angket lainnya, selain permasalahan yuridis sebagaimana disebutkan diatas, terletak pada permasalahan hubungan antar kedua institusi tersebut. KPK sebagai sebuah lembaga yang menangani kasus korupsi telah banyak melakukan 20 Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 79

ayat (3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Page 66: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

66 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

penangkapan terhadap anggota DPR dan membuat citra DPR buruk dimata rakyat, terutama dalam hal kasus E-KTP. Yopy Perdana Kusuma Melakukan analisa bahwa kemunculan hak angket ini merupakan propaganda DPR dalam menjatuhkan KPK dan jalan untuk mengangkat marwah dan kinerja lembaga DPR di masyarakat.21 Hal ini dapat dilihat secara kontekstual bahwa kemunculan hak angket KPK ini pasca KPK menolak membuka rekaman investigasi salah satu anggota DPR.

Indikasi lain adanya faktor politis dalam kemunculan hak angket KPK ini adalah adanya beberapa partai yang menolak dan melakukan walkout dalam rapat paripurna dan kesulitan konsolidasi anggota DPR dalam mencapai kesepakatan berkaitan dengan hak angket. Tim pansus yang kemudian menggali fakta dari para terdakwa di lembaga permasyarakatan juga merupakan indikasi kuat atas adanya upaya pelemahan KPK sebagaimana yang selalu dikritik oleh para akademisi. Meskipun hasil angket kemudian memang menyatakan bahwa rekomendasi DPR adalah hanya berupa saran dalam meperbaiki kinerja KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi namun keabsahannya tetap perlu dipermaslahkan.

Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa KPK merupakan objek dari hak angket juga menimbulkan kontroversi dikalangan akademisi. Mahfud MD menyatakan bahwa putusan ini bertentangan dengan empat putusan MK sebelumnya yaitu putusan atas perkara nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, 19/PUU-V/2007, 37-39/PUU-VIII/2010, dan Nomor 5/PUU-IX/2011.22 Putusan ini juga mendapatkan dissenting opinion

21 Yopy Perdana Kusuma, Propaganda Hak Angket DPR terhadap KPK, Lontar, Volume 5, No 1, Juni 2017. Hal..53.

22 Mahfud MD menyatakan saat diwawancarai kompas pada 9 februari 2018, http://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/09004431/mahfud-md-putusan-mk-soal-angket-kpk-bertentangan-dengan-4-putusan diakses pada tanggal 26 februari 2018.

Page 67: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

67PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dari empat Hakim Mahkamah Konstitsi yaitu Maria Farida, Saldi Izra, I Gede Dewa Palguna dan Suhartoyo.23

Keempat Putusan yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi ini, menurut penulis, memang tidak secara langsung bertentangan permasalahan hak angket DPR terhadap KPK. Pertentangan tersebut terdapat dalam semangat pemberantasan korupsi yang diwujudkan dalam putusan-putusan tersebut. Pada salah satu pertimbangannya, MK menyatakan secara eksplisit bahwa putusan yang diambil oleh MK jangan sampai menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan dalam penanganan kasus korupsi. Selain itu MK juga mengaskan bahwa putusan juga tidak boleh menimbulkan implikasi melemahnya semangat pemberantasan korupsi yang telah menjadi musuh bersama masyarakat Indonesia.24

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat tentunya berbeda dengan pembuatan UU terkait kedudukannya sebagai sebuah hukum. Jika UU atau hasil legislasi maupun keputusan dapat diperbaharui, maka putusan atau yurisprudensi merupakan produk sumber hukum yang tidak dapat diperbaharui berkaiatan dengan kasus yang telah diputuskan oleh kekuasaan kehakiman. Oleh karena itu, spirit keempat putusan yang kemudian dicantumkan oleh hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan berkaitan dengan kinerja pemberantasan korupsi ini tetap menjadi sebuah hukum yang berdiri sendiri dan sah sebagai sumber hukum meskipun spiritnya bertentangan dengan putusan MK berkaitan dengan hak angket yang terindikasi ada upaya pelemahan dalam kinerja KPK.

23 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017. hal. 112.24 Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/ 2006. Hal. 286.

Page 68: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

68 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

PENUTUP

Pro-Kontra Hak Angket KPK merupakan problematika hukum yang kompleks. Permasalahan ini tidak hanya terdapat pada sisi yuridis normatif saja, melainkan juga memuat unsur teoritik akademik dan politis. Pada tataran yuridis normatif, perdebatan terjadi dalam ranah interpretasi teks UU baik yang mengatur mengenai angket tentang pemerintah atau eksekutif maupun independen dalam UU KPK. Sedangkan kajian teoritik akademik, kita akan dihadirkan dalam perdebatan teori pembagian kekuasaan negara dan cita-cita pemberantasan korupsi di Indonesia dalam ranah politik. Tulisan ini hanya sebagai sarana dalam mencermati problem hukum yang muncul dimasyarakat dan harapannya bisa menambah perspektif bagi setiap orang yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA

A. M. Fatwa, Potret Konstitui Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kompas, 2009.

Dio Ashar Wicaksana, Kedudukan Kejaksaan RI dalam Sistem Hukum Tata Negara Indonesia, Jurnal Fiat Justicia, Volume 1, no.1, Maret 2013.

Gunawan A. Tauda, Kedudukan Komisi Negara dalam Struktur Ketatanegaraan RI, Jurnal Pranata Hukum, Volume 6, 2011.

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.

Page 69: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

69PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, Yogyakarta: UII Press, 2007.

Risalah sidang Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (Laporan Pelaksanaan Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPR RI pada Sidang Tahunan MPR RI) Tahun Kelima 2003-2004.

Sirajuddin dan Winardi, Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia, Malang: Setara Pres, 2015.

Yopy Perdana Kusuma, Propaganda Hak Angket DPR terhadap KPK, Lontar, Volume 5, No 1, Juni 2017.

Peraturan PerUndang-undangan

UUD 1945.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

UU no 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU No.31 Tahun 1999.

Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/ 2006.

Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017.

Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017.

Page 70: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

70 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

EKSISTENSI KONSEP DISKRESI SEBAGAI SARANA PEMBAHARUAN MASYARAKAT

DALAM PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

Fahmy AsyhariEmail : [email protected]

PENDAHULUAN

Negara Indonesia sebagai negara hukum modern dalam arti materiil menganut paham negara kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan dalam pengertian yang luas adalah negara yang bukan hanya menjaga keamanan semata-mata namun juga aktif dalam mencampuri urusan kemasyarakatan lainnya demi kesejahteraan rakyat. Negara kesejahteraan (walfare state) itu negara hukum yang dinamis. Suatu konsekuensi logis dari adanya negara yang bertipe welfare state ini ada campur tangan yang cukup besar dari pihak pemerintah terhadap aspek-aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Aspek kehidupan masyarakat seperti aspek sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya tidak terlepas dari campur tangan pemerintah. Di Indonesia hal ini jelas tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat tentang tujuan negara Indonesia yang menyatakan :

“… untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

Page 71: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

71PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”1

Di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat itu jelas dinyatakan tujuan Negara Indonesia ialah salah satunya kesejahteraan umum atau kesejahteraan sosial dimana ini sesuai dengan tipe Negara hukum yang bertujuan untuk kesejahteraan. Tentunya dalam mencapai itu merupakan tugas pemerintah Negara Indonesia yang menyelenggarakan negara yang akan mewujudkan kemakmuran bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Sehingga pemerintah diberi kekuasaan didalam UUD Tahun 1945 untuk menguasai kekayaan dan segala hal yang bermanfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Kemudian hal itu dituangkan di dalam pasal-pasal UUD Tahun 1945 yang salah satunya terdapat didalam Pasal 33 dan Pasal 34 tentang perekonomian dan kesejahteran sosial yang berbunyi :

Pasal 33 ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam serta yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 34 ayat (1) : Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Ayat (2) : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat (3) Negara bertanggung jawab

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945.

Page 72: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

72 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Di atas sudah jelas bahwa pemerintah negara Indonesia memiliki tugas yang cukup berat dan luas. Pemerintah dituntut untuk melindungi dan menguasai kekuasaan negara demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi rakyat dan memberikan pelayanan pada rakyat. Maka dari itu pemerintah mempunyai kekuasaan freies ermessen atau diskresi, atau kewenangan untuk turut campur dalam berbagai bidang kegiatan hukum tata pemerintahan.

Pemilihan Indonesia sebagai negara kesejahteraan, negara hukum yang dinamis dengan freies ermessen/diskresi, menurut E. Utrecht mengundang konsekuensi sendiri dalam bidang perundang-undangan, yakni diberikannya kewenangan bagi pemerintahan membuat peraturan perundangan baik atas inisiatif sendiri maupun atas delegasi yang diterima dari UUD Tahun 1945 serta menafsirkannya sendiri.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Orde Baru menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegak hukum itu sendiri, hal ini mengakibatkan sekelompok masyarakat merasa dirinya mempunyai wewenang mengadili sendiri penjahat yang tertangkap tangan, hal ini menggambarkan seolah-olah hukum dan penegak hukum tidak ada, atau setidak-tidaknya tidak mampu menegakkan supremasi hukum. Gejolak sosial tersebut sampai saat ini masih terlihat dalam kehidupan masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah, khususnya penegak hukum.

Keadaan ini menimbulkan suatu dilema apakah ketidaktertiban masyarakat tersebut, diakibatkan karena tidak memadainya sistem

Page 73: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

73PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

hukum yang ada, atau karena hukum itu sendiri dibuat atau diciptakan tidak sesuai dengan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat atau fungsi lembaga hukum itu sendiri, yang tidak tertib serta apakah kemampuan dan kewibawaan penegak hukum yang tidak ada, sehingga masyarakat tidak tunduk pada hukum. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa kondisi saat ini masih diwarnai oleh pengalaman masa lalu, tentang adanya kondisi yang berkaitan dengan penegakan hukum yaitu :

a. Pengabaian hukum (disregarding law);b. Ketidakhormatan atas hukum (disrespecting law);c. Ketidakpercayaan terhadap hukum (distrusting law);d. Ketidaktaatan pada hukum (disobedience law).

Terjadinya perkembangan zaman disertai tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, peran negara menjadi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan warganya. Peranan negara yang semakin besar dan luas memasuki hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat serta beranekaragamnya tantangan yang dihadapi, yang berkembang dengan cepat dan menuntut segera penyelesaian, untuk itu pemerintah memerlukan Freis Ermessen atau discretionaire.2

Freis Ermessen adalah wewenang yang diberikan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan guna menyelesaikan suatu masalah penting yang mendesak, yang datang secara tiba-tiba dimana belum ada peraturannya. Kebijaksanaan itu diambil tanpa dilandasi peraturan umum, yang memberi kewenangan kepada administrasi negara untuk membuat kebijaksanaan. Yang dalam praktek sering dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti: surat edaran, pedoman, pengumuman, surat keputusan yang bersifat

2 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997, hal. 12.

Page 74: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

74 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

abstrak dan umum, serta bahkan dalam bentuk peraturan yang disebut pseudo-wet geving (peraturan-undangan semu).

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas hukum, lembaga freis ermessen atau dicretionaire menimbulkan berbagai dilema dan persoalan. Bagi suatu negara yang didasarkan atas hukum, mengharuskan agar setiap kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah didasarkan atas wewenang undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan asas legalitas.3

Di beberapa negara yang menganut asas oportunitas, telah berkembang pengertian penyampingan perkara tidak hanya berdasar alasan kepentingan umum, namun atas pertimbangan yang bervariasi dalam rangka diskresi penuntutan. RM Surachman dengan mengutip Wilcox, menyatakan bahwa pedoman diskresi penuntutan itu harus seimbang dengan kedudukan Jaksa yang dominan. Akan tetapi kalau pedoman yang dalam penjabarannya terlalu kaku, diskresi akan berkurang artinya mengingat bahwa adalah “diskresi itu adalah kebebasan menerobos aturan” dan dilakukan dengan tidak keluar dari ‘ aturan bernalar dan aturan keadilan”.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat dewasa ini sudah cukup memperlihatkan bahwa hukum itu sendiri, dianggap non eksisten oleh masyarakat, misalnya dengan tingginya “peradilan rakyat” terhadap pelaku kejahatan kelas teri dan juga oleh penegak hukum sendiri misalnya polisi yang membiarkan pelanggaran tanpa ditindak, jaksa yang tidak melakukan penuntutan dengan adil, dan hakim yang lebih berorientasi pada hukum belaka dengan mengabaikan konsep “keadilan yang hidup di tengah masyarakat”.

3 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1993, hal. 152.

Page 75: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

75PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Mengacu kepada hukum sebagai pendasaran kekuasaan diskresi yang menuntut penundukan pada cita hukum keadilan adalah sekaligus pembatasan terhadap kekuasaan diskresi. Penggunaan kekuasaan diskresi yang mengabaikan pembatasan ini jatuh pada penilaian tindakan sewenang-wenang dan sekaligus penyalahgunaan kekuasaan diskresi. Oleh karena itu, penyesuaian keadaan supaya kekuasaan diskresi dapat memiliki makna yang objektif dan juga diinginkan atau dikehendaki adalah isu utama karena banyaknya problematik yang juga berhubungan erat, seperti keterpercayaan pemegang kekuasaan. Meluasnya praktik atau tindakan koruptif seringkali menjadikan kekuasaan diskresi sebagai sasaran untuk dipersalahkan. Pada kasus Indonesia saat ini fenomena itu dapat dibatasi sebagai tahap dimana kekuasaan diskresi mengalami krisis sangat serius.4

Secara sumir kekuasaan diskresi dapat dimaknai bahwa pemegang kekuasaan dapat bertindak menyimpangi dari undang-undang atau bertindak manakala undang-undang tidak memberikan preskripsi secara khusus bagi tindakan itu. Banyak yang mendalilkan bahwa kekuasaan diskresi adalah kekuasaan hukum karena sesuai asas negara hukum, tindakan subjek hukum harus sesuai dengan hukum.

Dalam hukum tata pemerintahan penggunaan asas diskresi atau freies ermessen sering dilakukan oleh aparat pemerintah karena beberapa faktor-faktor yang mendukung dilakukannya diskresi. Contohnya ialah peraturan Gubernur Jawa Timur yang melarang Kerapan Sapi di Madura dengan kekerasan atau alat yang membahayakan sapi tersebut. Kemudian keputusan Walikota Solo yang menolak dibangunnya pasar modern di kawasan budaya. Penggunaan asas diskresi dalam praktet-praktek tata pemerintahan

4 Dr. Krishna Djaya Darumurti, SH, MH, Diskresi Kajian Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2016, Hlm 16-17.

Page 76: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

76 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

tidak bisa sembarangan diterapkan karena juga harus berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Atas dasar itulah maka pembahasan yang penulis ambil dalam jurnal ini adalah pertama, pembahasan tentang konsep diskresi dalam batasan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Kedua, pembahasan tentang penerapan konsep kekuasaan diskresi pemerintah dalam kerangka tujuan penegakan supremasi hukum.

Konsep Diskresi dalam Batasan Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat

Menurut Kamus Hukum, Diskresi berarti kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri. Sedangkan menurut Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan draft bulan Juli 2008 di dalam pasal 6 mengartikan diskresi sebagai wewenang badan atau pejabat pemerintahan dan atau badan hukum lainnya yang memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam mengambil tindakan hukum dan atau tindakan faktual dalam administrasi pemerintahan.5

Menurut Prajudi Admosudirjo, diskresi adalah suatu kebebasan bertindak atau mengambil keputusan menurut pendapat sendiri, dan Nata Saputra memaknai freies Ermessen, adalah suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum. Gayus T. Lumbuun mendefinisikan diskresi sebagai berikut: “diskresi adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang 5 E Utrecht, 1986. Pengantar Hukum Adminitrasi Negara Indonesia. Surabaya: Pustaka Tinta

Mas, hal. 30.

Page 77: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

77PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”6

Kekuasaan diskresi pemerintah merupakan konsep hukum, sehingga kekuasaan diskresi pemerintah selalu berada di bawah kontrol atau batasan hukum. Hukum memberikan imunitas kepada badan atau pejabat pemerintah yang melakukan tindakan diskresi, tetapi imunitas tersebut bersyarat, yaitu keterpenuhan kriteria hukum. Dalam perspektif asas negara hukum (the Rule of Law), tindakan diskresi pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.7

Penggunaan asas diskresi dalam pemerintahan di Indonesia terlihat di dalam membuat keputusan tata usaha negara, menurut Muchsan landasan yang dapat digunakan oleh aparat pemerintahan ada dua yaitu :

1. Wet matig (menggunakan landasan peraturan perundang-undangan)

Dalam landasan wet matig ini yang menjadi dasar atau batu pijakan ialah peraturan perundang-undangan baik dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ketetapan MPR yang masih berlaku, Undang-Undang/Perpu, Peraturam pemerintah, peraturan daerah provinsi dan kota. Wet matig ini merupakan landasan yang ideal.

2. Doel matig (menggunakan landasan kebijakan)

Dalam landasan doel matig ini yang menjadi dasar atau batu pijakan ialah kebijakan. Dalam hal ini produk hukum sudah ada, tetapi dikesampingkan. Hal ini diperbolehkan, dikarenakan

6 E Utrecht, Op.cit. hal. 35.7 Adrian Bedner, “An Elementary Approach to The Rule of Law”, Hague Journal on the Rule of

Law, Vol.2, 2010, hal.50.

Page 78: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

78 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

di dalam hukum tata pemerintahan dikenal adanya asas diskresi/freies ermessen (asas kebebasan bertindak). Hal ini bukan berarti dikesampingkannya sama sekali asas legalitas, karena sikap tindak adminsitrasi negara harus dapat diuji berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi ataupun berdasarkan ketentuan hukum yang tidak tertulis seperi asas-asas umum pemerintahan yang baik.8

Dalam hal ini tetap dipergunakan asas legalitas, hanya saja dalam pengertian yang lebih luas dan fleksibel yang tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang tertulis, tetapi juga berdasarkan pada ketentuan hukum yang tidak tertulis, seperti algemene beginselen van behoorlijk bestuur. Jika kita melihat asas diskresi, jika dilaksanakan administrasi negara terkesan bertindak sewenang-wenang, tetapi jika tidak dilaksanakan maka tujuan pembangunan nasional akan terhambat. Untuk menghindari kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan pemerintah (eksekutif) dalam menggunakan asas diskresi/freies ermessen maka perlu diatur pembatasan penggunaan asas diskresi.

Kebijakan diperbolehkan sebab dalam hukum tata pemerintahan terdapat teori diskresi. Namun menurut Muchsan asas diskresi ini menimbulkan dilema. Contohnya :

a. Di satu pihak apabila diskresi selalu digunakan, akan terjadi perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang.

b. Tetapi sebaliknya jika pemerintah takut melakukan diskresi, maka tujuan pembangunan nasional yang mulia, adil dan makmur sulit terwujud.

c. Kalau dilakukan dengan negatif oleh pemerintah maka timbul semena-mena atau sembarangan atau penyalahgunaan wewenang.

8 Muchsan. Beberapa Catatan Penting Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1981. hal. 85.

Page 79: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

79PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

d. Kalau tidak dilakukan atau digunakan tidak berwujud seuatu yang bermanfaat.9

Di Indonesia penggunaan asas diskresi harus dibatasi, yakni pemerintah boleh menggunakan tapi ada batasannya supaya tidak berlebihan dan sewenang-wenang.

Menurut Muchsan ada 4 (empat) pembatasan terhadap penggunaan asas diskresi yaitu :

1. Apabila terjadi kekosongan hukum (recht vacum)

Dimana realitas yang terjadi gerak kehidupan masyarakat ternyata lebih cepat, daripada peraturan yang ada, sehingga membutuhkan hukum yang cepat pula. Contohnya kasus seorang wanita yang hamil duluan sebelum pernikahan resmi, hal itu membutuhkan hukum yang mengatur mengingat dimana hukum positif kita tidak mengatur hal tersebut.

2. Apabila ada kebebasan penafsiran (interpretasi)

Hal ini dikarenakan didalam produk hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada menimbulkan makna yang ambiguitas dan multitafsir, sehingga adanya diskresi dikarenakan kebebasan penafsiran (interpretasi) yang dilakukan aparat pemerintah. Contohnya ialah keputusan Ali Sadikin (mantan Gubernur Jakarta) mengenai penghasilan asli daerah, retribusi atau pajak daerah sehingga terjadi pelegalan judi dan tempat prostitusi di Jakarta untuk menunjung pembangunan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia.

3. Apabila ada delegasi undang-undang

Dengan adanya pendelegasian undang-undang para aparat pemerintah dapat melakukan diskresi contohnya : (HO) hinder ordonantie di dalam HO disebutkan “pemberian ijin oleh

9 Muchsan. Op.cit, hal.35.

Page 80: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

80 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

kepala daerah asal tidak berbahaya”. Di dalam HO tidak disebutkan unsur-unsur bahaya. Ini artinya, undang-undang (HO) memberikan delegasi kepada masing-masing daerah untuk membuat sendiri unsur-unsur bahaya.

4. Demi pemenuhan kepentingan umum (public interest)

Machiavelli mengatakan: “demi kepentingan umum halalkan segala cara.” Kepentingan umum yang ideal seharusnya (sollen) dibuat dalam bentuk undang-undang, karena kepentingan umum menyangkut kehendak rakyat yang dalam hal ini di wakili oleh DPR, dimana produk hukum yang dihasilkan oleh DPR adalah undang-undang. Selama ini, peraturan mengenai kepentingan umum dibuat dalam bentuk: Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri yang merupakan kewenangan pemerintah (eksekutif), dikhawatirkan hal tersebut akan disalahgunakan oleh pemerintah (eksekutif) dengan alasan demi kepentingan umum.10

Sementara menurut Sjachran Basah, secara tersirat berpendapat bahwa pelaksanaan freies ermessen atau asas diskresi tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan “secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama”.

Penggunaan asas diskresi di atas merupakan sarana bagi aparat pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan serta pemecahan-pemecahan masalah yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan belum ada aturan yang mengatur tentang hal tersebut. Namun dalam melakukan diskresi aparat pemerintah juga harus memiliki kewenangan yang didelegasikan undang-undang dan dilakukan semata-mata demi kepentingan umum.

10 Muchsan. Op.cit, hal. 36.

Page 81: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

81PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Penggunaan asas diskresi dalam hukum tata pemerintahan Indonesia sangat signifikan karena asas diskresi yang diberikan pada aparat pemerintahan di Indonesia tidak sembarangan melainkan ada batasan-batasan yang harus diketahui serta asas-asas umum pemerintahan yang baik yang menjadi pedoman untuk melakukan diskresi. Dengan adanya asas diskresi yang bertanggung jawab aparat pemerintah dapat melaksanakan dan mewujudkan tujuan negara yang mensejahterakan bangsa Indonesia dan diskresi yang digunakan tidak asal-asal melainkan dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada dengan tetap berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Peranan asas diskresi dalam penggunaannya oleh aparat pemerintah harus dilakukan dengan cermat karena aktivitas-aktivitas dalam penyelenggaran negara sangatlah padat, dinamis dan bergerak terus mengikuti tantangan dan perkembangan jaman. Aparat pemerintahan yang menggunakan tentunya sudah mengerti bahwa apa yang dilakukannya harus dipertanggungjawabkan pada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan adaya asas diskresi ini banyak sekali kepala daerah yang ada diprovinsi-provinsi di Indonesia dalam melaksanakan tugas pemerintahan dapat menjadi bantuan yang signifikan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan di daerahnya yang pastinya setiap daerah memiliki tingkat perbedaan antara satu dengan yang lain. Sehingga dapat dikatakan peranan asas diskresi dalam hukum tata pemerintahan meringankan tugas para aparat pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yakni melindungi segenap tumpah darah Indonesia, kesejahteraan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berpartisipasi pada perdamian dunia serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 82: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

82 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan kekuasaan diskresi oleh badan atau pejabat pemerintah. Pertama, kebijakan pemerintah yang bersifat darurat (emergency) terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih dapat dibantah (debatable) secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan pengaturan hukum sama sekali. Kedua, badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum, dalam arti tidak ada kekosongan pengaturan hukum bagi setiap kebijakan publik (public policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas. Ketiga, sifat dan roda pemerintahan menjadi semakin luwes sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi tidak statis seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.11

Namun demikian, dengan berbagai segi positif yang ada, kekuasaan diskresi bukan cek kosong yang dapat diisi secara bebas oleh badan atau pejabat pemerintah. Manakala tindakan diskresi badan atau pejabat pemerintah tidak dapat dikontrol (uncheckable) atau tidak dapat dinilai/diuji (unreviewable) maka akan terjadi tirani. Pemerintah seolah paling benar dan paling tahu apa yang benar. Situasi demikian sama artinya dengan mendudukkan pemerintah sebagai pihak dan hakim sekaligus. Konsekuensi merugikan yang dapat terjadi adalah potensi bias dalam mempertimbangkan diambilnya diskresi itu sendiri. James Madison dalam the Federalist No.10 mengingatkan bahwa: “No man is allowed to be a jugde in his own cause because his interest would certainly bias his judgment, and, not improbably, corrupt his integrity. With equal, nay with greater reason, a body of men are unfit to be both judges and parties, at the same time.12

11 Thomas M. Franck, Political Questions/Judicial Answers : Does The Rule of Law Apply to Foreign Affairs, New Jersey: Princeton University Press,1992, hal. 156.

12 Thomas M. Frank. Op. Cit. hal 158.

Page 83: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

83PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Ini artinya, yang tidak disepakati bukan tentang legitimasi kekuasaan diskresi itu sendiri dari sudut pandang asas negara hukum (the rule of law), tetapi pemerintah, pembuat tindakan diskresi, sebagai pemberi kata final tentang apa yang dipandang sebagai kepentingan terbaik bagi bangsa, yang tidak bertindak sebagai pihak maupun hakim sekaligus.

Konsep diskresi sebagai sarana pembaharuan masyarakat dapat diilhami dalam pembentukan hukum peraturan-peraturan zaman orde baru dalam rangka pembinaan hukum nasional. Hal yang sangat mendesak dilakukan Pemerintah saat itu adalah karena pandangan atau konsepsi bahwa diskresi merupakan salah satu sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat sangatlah penting dilakukan mengingat bahwa hukum diciptakan untuk kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat, namun disisi lain, apabila semua sendi kehidupan harus diatur oleh hukum (perundang-undangan) maka justru hal itu akan membawa ketidaknyamanan masyarakat.13

Bila menyimak konsepsi diskresi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang juga dipengaruhi oleh ajaran pemikiran Roscoe Pound, yang menganut Sociological Jurisprudence yang intinya hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering), pemikiran ini bertentangan dengan aliran mazhab sejarah yang mengetengahkan bahwa hukum itu timbul dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat, sehingga hukum bergerak karena kebiasaan sedangkan menurut aliran Sociological Jurisprudence justru hukum itu diciptakan menjadi instrumen untuk mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang diinginkan, bahkan kalau perlu merubah atau menghilangkan kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif sehingga terjadi

13 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Bandung : Binacipta, 1976, hal. 1.

Page 84: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

84 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

pembaharuan hidup masyarakat dari kehidupan lama ke kehidupan baru.

Konsep diskresi harus dilandasi pokok pikiran bahwa kehidupan yang tertib hukum dan keteraturan dalam usaha pembangunan masyarakat merupakan hal yang diperlukan, dengan demikian hukum dalam arti kaidah diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu, sehingga diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang tertulis, yang sesuai masyarakat Indonesia karena hukum yang diciptakan diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti masyarakat untuk kesejahteraan hidupnya.

Konsep hukum diskresi sebagai sarana pembaharuan masyarakat, juga perlu diterapkan terhadap lembaga penegak hukum dan penegak hukum, sehingga ketentuan undang-undang (hukum) sesuai dengan kehidupan masyarakat, dan rasa keadilan masyarakat, yang tertib hukum dan masyarakat yang patuh akan hukum yang diciptakan penegak hukum. Wibawa penegak hukum akan lebih tinggi bila menjalankan ketentuan hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat, oleh karena itu dalam menciptakan hukum (perundang-undangan) haruslah terlebih dahulu dilakukan penelitian hukum secara mendalam dalam kehidupan masyarakat, sebelum pembentukan perundang-undangan. Peranan akademisi dalam hal ini memegang peranan penting dalam menguji kesahihan ketentuan perundang-undangan yang akan diciptakan, karena tanpa adanya penelitian yang jelas, tidak akan pernah diketahui pasti seperti apa “living law” yang ada dan bagaimana perencanaannya harus dibuat secara akurat.

Dalam menerapkan konsep diskresi sebagai sarana pembaharuan masyarakat ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

Page 85: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

85PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

a. Bahwa harus disadari, pengembangan satu bidang hukum diskresi (yang dikatakan netral sekalipun) juga akan berpengaruh terhadap bidang hukum lain yang belum dapat disebut sebagai bidang yang netral.

b. Bahwa penerapan tujuan pembentukan konsep diskresi tidak terlalu jauh dari kenyataan sosial dalam arti perlu diperhatikan apakah masyarakat itu sudah siap untuk mengikuti dan mematuhi instrumen hukum yang baru itu.

c. Bahwa konsep diskresi ini tidak hanya dalam ruang lingkup pembentukan hukum tertulis, yang mengalami keterbatasan, namun penerapan konsep/teori diskresi ini haruslah memerlukan peranan penegak hukum yang profesional untuk memberikan kehidupan/jiwa kalimat yang tertulis dalam perundang-undangan tersebut, sehingga aparat hukum dapat menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.14

Hubungan Diskresi dan Kekuasaan

Peranan kekuasaan dalam penerapan diskresi merupakan fungsi sentral terhadap pembentukan peraturan hukum, sehingga kekuasaan memerlukan legitimasi yuridis (pembenaran hukum) agar menjadikan pelaksanaan kekuasaan/wewenang tersebut sah, oleh karena hukum merupakan pembatas kekuasaan. Pelaksanaan kekuasaan harus sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri sehingga baik buruknya kekuasaan bergantung dari parameter bagaimana kekuasaan itu dilaksanakan untuk mencapai tujuan dalam rangka pembaharuan masyarakat menuju masyarakat yang tertib hukum.

Apabila dalam masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat tertib hukum, maka penggunaan kekuasaan dalam diskresi juga semakin kurang peranannya, karena tingkat kesadaran 14 Krishna Djaya Darumurti, Op. Cit, hal. 45.

Page 86: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

86 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

hukum dalam masyarakat itu sudah tinggi. Hubungan erat antara penerapan hukum diskresi dan kekuasaan terlihat dari konsep sanksi dan konsep penegakan konstitusi sehingga penegakan sanksi dan penegakan konstitusi diperlukan kekuatan yang sah yang melahirkan kekuasaan untuk melaksanakan penegakan hukum tersebut.

Dalam lingkungan masyarakat yang rentan perbedaan budaya, maka pendekatan pelaksanaan kekuasaan menerapkan konsep diskresi dalam menegakkan supremasi hukum juga harus disesuaikan dengan norma yang hidup dalam masyarakat, dengan tidak mengenyampingkan wibawa penegak hukum, keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana tugas penegakan hukum bahwa semua orang sama haknya dalam hukum, maka dengan demikian penegakan hukum dalam masyarakat ditentukan tingkat enforcement dari para aparat penegak hukum tanpa penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang, dan selalu memperhatikan hak asasi manusia.

Penggunaan kekuasaan yang dibatasi dikresi sangat diperlukan untuk menjunjung supremasi hukum karena dalam satu bangsa yang beradab hukum harus dikedepankan dan dijunjung tinggi sehingga kehidupan manusia dapat dijamin oleh hukum.

Penerapan Konsep Kekuasaan Diskresi Pemerintah dalam Kerangkan Tujuan Penegakan Sipremasi Hukum

Supremasi hukum berarti hukum merupakan superior atau di atas segala sesuatu yang mengatur tingkah laku dan perbuatan masyarakat. Dalam konteks negara berdasarkan hukum maka kehidupan masyarakat, baik dalam hubungan privat dan kepentingan publik diatur dengan hukum (ketentuan perundang-undangan). Hukum ditempatkan sebagai superior berarti masyarakat harus tunduk dan mentaatinya.

Page 87: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

87PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam suasana masyarakat Indonesia saat ini, timbul suatu pemikiran bahwa krisis ekonomi yang lalu juga membawa dampak terhadap krisis kepercayaan kepada pemerintah yang sekaligus terjadinya krisis kepercayaan kepada hukum dan lembaga hukum serta aparat penegak hukum, karena penegakan hukum hanya dapat terlaksana bila pemerintah yang berkuasa terlegitimasi dalam kehidupan masyarakat. Disini pemerintah yang berkuasa bisa mengambil langkah diskresi dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan dan kesemuanya itu hanya dapat tercipta apabila pemerintah membuat perundang-undangan sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat “living law” dan juga dijalankan aparat penegak hukum yang profesional dan berwibawa serta mempunyai sikap integritas yang tinggi sehingga setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat haruslah melihat akar permasalahannya secara jernih.

Dalam konteks keberadaan hukum di Indonesia saat ini tidak dapat dipungkiri jelas sudah sangat kritis karena telah terjadi krisis kepercayaan kepada semua lembaga hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan termasuk kepada aparat penegak hukumnya, yang melahirkan krisis kepercayaan terhadap law enforcement yang pada akhirnya bila hal ini tidak diperbaiki segera, dikhawatirkan masyarakat Indonesia tidak sekedar termasuk “bad trust society” tetapi akan sampai pada kualifikasi “worst trust society”.

Setidaknya ada dua contoh yang menarik untuk menggambarkan pentingnya proses penegakan hukum di dalam situasi yang tidak menentu dan tidak pasti. Dalam situasi tersebut dukungan dan partisipasi publik untuk secara bersama mengatasi ketidakpastian itu menjadi penting untuk dilakukan. Sekitar tahun 1930-an, Amerika mengalami suatu keadaan dimana situasi itu dikenal sebagai “the great depression”, karena baik sistem sosial,

Page 88: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

88 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

ekonomi dalam keadaan berantakan. Franklin D. Roosevelt selaku pimpinan pemerintahan Amerika saat itu membuat suatu program konkrit yang disebut sebagai “the new deal” dengan konsepsi utama berupa penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Ketidaktertiban sebagai dampak dari situasi yang dipenuhi ketidakpastian hanya bisa diatasi dengan penegakan hukum. Disisi lain, pasca turunnya kekuasaan pemerintahan Marcos pada tahun 1986 digunakan sebagai momen untuk mendesak pembaruan hukum yang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat yang terpinggirkan. Asumsi dasar yang diletakkannya adalah karena kelompok masyarakat tersebut menjadi korban ketidakadilan. Program “access to justice” harus diterapkan dengan melibatkan partisipasi dari masyarakat dengan penyadaran hukum kelompok masyarakat itu sendiri.15

Kedua contoh di atas secara tegas menjelaskan bahwa penegakan hukum harus secara tegas dan konsisten dilaksanakan. Perlu dirumuskan konsepsi pembaruan dan konsepsi untuk mewujudkan proses penegakan hukum itu dilakukan dengan cara menggerakan proses partisipasi publik secara sistematis dan komprehensif. Dalam konteks ini, masyarakat menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk bisa mendorong dan menciptakan proses perubahan dan pembaruan pada lembaga penegakan hukum agar konsistensi penegakan hukum bisa dilakukan secara “tegak lurus”.

Melihat keterpurukan hukum saat ini, maka sebaiknya Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan keputusan pemerintah didahului membaca aspirasi dan “living law” dari masyarakat, dengan melakukan penelitian secara akademis yang kemudian pembentukan perundang-undangan harus didahului dengan drafting akademis yang menggodok konsepsi hukum dan prinsip-15 The Ford Foundation, 2000, Many Roads to Justice, Participatory Justice in The Philippines,

The Ford Foundation, hal. 197-231.

Page 89: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

89PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

prinsip hukum dalam jiwa masyarakat guna menentukan tujuan filosofis dibentuknya peraturan perundang-undangan tersebut dan diundangkan seharusnya dilakukan “uji sahih” kepada masyarakat guna menetukan apakah peraturan perundang-undangan tersebut diterima masyarakat atau apakah masyarakat sudah siap menerima ketentuan itu. Karena pada kenyataannya produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu mengcover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragama di daerah tertentu. Untuk itu, pemerintah yang mempunyai kekuasaan mengeluarkan kebijakan publik untuk mengarahkan masyarakat. Akan tetapi sebuah implementasi kebijakan publik tidak dapat berjalan dengan baik bila di dalam penyelenggaraannya tidak dilandasi dasar-dasar hukum yang kuat.

Dalam konteks tersebut sudah saatnya dicari konsepsi hukum yang mendasarkan pemikiran dari pemerintah atau penguasa dalam menciptakan atau mengeluarkan kebijakan publik yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga masyarakat akan mentaati hukum itu sendiri, atas kesadaran hukumnya yang didasarkan atas kedaulatan hukum karena hukum diciptakan sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

Penutup

Bahwa kebijakan biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum, seharusnya kebijakan dalam bentuk hukum yang positif dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu. Penciptaan atau pembentukan perundang-undangan tidak sesuai dengan perasaan hukum yang hidup

Page 90: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

90 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

di tengah-tengah masyarakat, karena pembentukannya tidak didasarkan pada penelitian, drafting akademisi dan tidak melalui “uji sahih” dari masyarakat, dengan demikian masyarakat belum siap untuk menerimanya dan cenderung tidak mematuhinya karena menganggap hukum itu sendiri tidak lagi berdaulat.

Penggunaaa asas diskresi merupakan sarana bagi aparat pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan serta pemecahan-pemecahan masalah yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan belum ada aturan yang mengatur. Peranan asas diskresi dalam hukum tata pemerintahan meringankan tugas para aparat pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yakni melindungi segenap tumpah darah Indonesia, kesejahteraan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berpartisipasi pada perdamian dunia serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsep diskresi sebagai sarana pembaharuan masyarakat masih eksis dipakai dalam melepaskan negara kita dari keterpurukan hukum dewasa ini, dengan memperhatikan peningkatan kinerja aparat penegak hukum. Bahwa kekuasaan diskresi adalah kekuasaan yang mengandung tujuan tertentu yang berfungsi mengontrol, membatasi dan mengawasi tindakan diskresi yang secara absah membolehkan pemerintah bertindak menyimpang dari asas legalitas yang harus tetap diletakkan dalam koridor negara hukum.

Page 91: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

91PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Bedner, “An Elementary Approach to The Rule of Law, “Hague Journal on the Rule of Law, Vol.2, 2010.

E Utrecht, Pengantar Hukum Adminitrasi Negara Indonesia. Pustaka Tinta Mas. Surabaya. 1986.

Krishna Djaya Darumurti, Diskresi Kajian Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2016.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Bandung: Binacipta, 1976.

Muchsan, Beberapa Catatan Penting Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1981.

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1993.

S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997.

The Ford Foundation, Many Roads to Justice, Participatory Justice in The Philippines, The Ford Foundation, 2000.

Thomas M. Franck, Political Questions/Judicial Answers : Does The Rule of Law Apply to Foreign Affairs, Princeton University Press, New Jersey, 1992.

Page 92: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

92 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

KONTRIBUSI NILAI-NILAI HUKUM ISLAM DALAM PEMBENTUKAN DASAR NEGARA

PANCASILA

Muhammad Chairul Huda M.H.Email: -

Pendahuluan

Negara yang didirikan oleh manusia berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga dari negara, sebagai persekutuan hidup. Berkududukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Abdullah). Pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab. Demi terwujudnya suatu negara organisasi hidup manusia maka harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa.

Terwujudnya persatuan dalam suatu negara akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. Sehingga dalam hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka merupakan suatu keharusan bahwa negara harus bersifat demokratis. Hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik secara individual maupun secara bersama. Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warganya, sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan

Page 93: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

93PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yang timbul dalam kehidupan bersama -kehidupan sosial-. Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.

Kemerdekaan dan kebebasan yang ingin di capai bangsa Indonesia setelah terbebas dari kolonialisme adalah kebebasan dalam keteraturan, atau kebebasan dalam tertib/tatanan hukum. Dengan tertib/tatanan hukum inilah cita-cita bangsa ini untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.1

Diskursus tentang relasi hukum Islam dan hukum negara (hukum positif) senantiasa aktual dan faktual untuk diperbincangkan seiring dengan berlakunya konsepsi ajaran agama Islam yang multi interpretasi. Oleh karena itu, meskipun sudah banyak uraian tentang konsepsi relasi hukum agama dan hukum negara, upaya untuk mencari format yang memungkinkan akan selalu menarik untuk diperbincangkan dan diperdebatkan. Sebab, meskipun Islam menekankan keselarasan kehidupan di dunia dan akhirat, namun landasan teks keagamaan untuk membentuk sebuah negara masih bisa diperdebatkan. Sehingga bermunculan kelompok-kelompok umat Islam dalam menafsirkan ajaran agamanya berkaitan dengan sistem hukum negara. Hari ini banyak pihak yang mulai mempertanyakan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Ideologi Pancasila, bahkan ada pihak yang menyebut bahwa NKRI dan Pancasila adalah negara kafir, thoghut serta ingin menggantinya dengan model khilafah. Berangkat dari keprihatinan tersebut, penulis berusaha untuk menyajikan beberapa aspek di dalam makalah ini, yakni tentang; relasi nilai-nilai Hukum Islam dan Hukum Negara Indonesia, kontribusi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam pembentukan 1 Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007. hal.11.

Page 94: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

94 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dasar negara Pancasila, serta penegasan bahwa konsepsi Pancasila tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

Relasi Nilai-Nilai Hukum Islam dan Hukum Negara Indonesia

Dalam pembentukan hukum oleh negara, tentunya hukum mempunyai sasaran yang ingin dicapai, tidak ada satupun peraturan perundangan dibuat tanpa adanya tujuan, ada tujuan yang ingin dicapai oleh hukum. Dari kacamata teori Barat, tujuan hukum dimulai pada teori etis yang mengatakan tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan (justice), teori utilitis yang dianut oleh Jeremy Bentham, menurutnya tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kemanfaatan (Utility),2 dan teori legalistik tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum (legal certainty). Dalam perkembangannya lahir pula teori prioritas baku yang menggabungkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian sebagai tujuan hukum, serta coba dilengkapi oleh teori prioritas kasuistik yang menambahkan dengan urutan prioritas, secara proposional, sesuai dengan kasus yang dihadapi dan ingin dipecahkan.

Di dalam Tap MPR RI No.IV/MPR RI/1999 Bab IV Arah Kebijakan Hukum butir 2 dinyatakan:

“Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi”.

2 Bentham, Jeremy, The collected works of Jeremy Bentham: An introduction to the principles of morals and legislation, Clarendon Press, 1996. p.16-17.

Page 95: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

95PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dari Tap MPR tersebut sangat jelas bahwa arah kebijakan hukum nasional di Indonesia bersumber dari hukum agama dan hukum adat. Pencarian format relasi hukum agama dan hukum negara, pada dasarnya mengandung dua maksud. Pertama, untuk menemukan idealitas Islam tentang negara (menekankan aspek teoritis dan formal), yaitu dengan menjawab pertanyaan, “bagaimana bentuk negara dalam Islam?”. Pendekatan ini bertolak pada suatu asumsi bahwa Islam memiliki konsep tertentu tentang negara. Kedua, untuk melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap proses penyelenggaraan negara (menekankan aspek praktis dan substansial), yakni mencoba menjawab pertanyaan, “Bagaimana isi negara menurut Islam?”.3

Dalam lingkup khazanah keilmuan Islam, konsep negara selalu mendapatkan tempat yang istimewa. Salah satu pemikir berpengaruh di dunia Islam, Ibnu Khaldun,4 membagi proses pembentukan kekuasaan (siyâsah) atau pemerintahan menjadi tiga jenis. Pertama, pemerintahan yang proses pembentukannya didasarkan atas naluri politik manusia untuk bermasyarakat dan membentuk kekuasaan. Kedua, pemerintahan yang proses pembentukannya didasarkan atas pertimbangan akal semata dengan tanpa berusaha mencari petunjuk dari cahaya ilahi. Ketiga, pemerintahan yang proses pembentukannya dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah agama yang telah digariskan oleh shari’ah (hukum Islam). Pemerintahan ini didasarkan atas keyakinan bahwa Tuhan sebagai pembuat shari’ah adalah yang paling tahu maslahat yang diperlukan manusia agar mereka hidup bahagia di dunia dan akhirat. Ibnu Khaldun menyebut jenis yang pertama dengan sebutan al-mulk al-thabi’iy. yang kedua dengan 3 Rijal Mumazziq, “Konsep Kenegaraan Dalam Islam Perdebatan Relasional yang tak

Kunjung Tuntas”, Jurnal Falasifa. Vol. 1 No. 2, 2010. hal. 111.4 Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun

al-Hadrami, lahir 27 Mei 1332 meninggal 19 Maret 1406 pada umur 73 tahun. Adalah seorang sejarawan Muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).

Page 96: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

96 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sebutan al-siyâsah al- madaniyah dan yang ketiga dengan sebutan syar’iyyah.5

Pada perkembangan berikutnya, kajian-kajian tentang negara dan kaitannya dengan agama, selalu mendapat porsi lebih khusus. Inilah yang menyebabkan munculnya kesepakatan para ulama yang mewajibkan adanya pemerintahan, meskipun kajian klasik dan kontemporer punya pendapat yang beragam mengenai bentuk pemerintahan itu. Kewajiban ini didasarkan pada : a). Ijma’ sahabat, b). Menolak bencana yang ditimbulkan oleh keadaan yang kacau balau akibat tidak adanya pemerintahan, c). Melaksanakan tugas-tugas keagamaan, d). Mewujudkan keadilan yang sempurna.6

Mengenai relasi hukum agama dan hukum negara, Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana konsep dan bentuk negara yang dikehendaki.7 Dalam konsep Islam, dengan mengacu pada al-Quran dan al-Hadis, tidak ditemukan rumusan secara eksplisit, hanya di dalam kedua sumber hukum Islam itu terdapat prinsip-prinsip dasar hukum dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, di antaranya:

1. Keadilan; (Q.S. Al-Maidah:8)

لا وا بٱلقسط اءا دا شها لله ميا قاوه كونوا نوا ءااما ينا ٱله ا ها ياأ يا

ى قراب للتهقواا ٱعدلوا هوا أ له تاعدلوا

ا أ ا ان قاوم عا نا ا نهكم شا رما يا

. لونا ا تاعما بي بما ا خا إنه ٱلله ا واٱتهقوا ٱلله5 Ibn Khaldun, Muqaddimah, teks dalam Bahasa Arab berbunyi al-mulk manshibun hab’iyyun

li alinsân li annâ qad bayyannâ anna al-basyar la yumkinu hayâtuhum wa wujûduhum illa bi ijtimâ’ihim wa ta’âwunihim…wa ihtâjû min ajli dzâlika ila al-wâzi’ wa huwa al-hâkim ‘alaihim, hal. 187.

6 Hasby Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991. hal. 50-57.

7 Abd. Salam Arif, “Relasi Agama dan Negara dalam Perspektif Islam”, Jurnal Hermenia, 2003. hal.. 279.

Page 97: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

97PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

2. Musyawarah (QS. As-Shura:38);

بايناهم ى شورا مرهم اأ وا لاوةا ٱلصه قااموا

اأ وا بهم لرا ابوا ٱستاجا ينا واٱله

. هم ينفقونا زاقنا ا را ممه وا“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

3. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. Ali Imron:110);

ن ونا عا تانها عروف وا مرونا بٱلمات للنهاس تاأ خرجا

ة أ مه

يا أ كنتم خا

ههم ا ل ي نا خا ب لاكا هل ٱلكتاانا أ او ءااما ل وا تؤمنونا بٱلله ر وا

ٱلمنكا. سقونا هم ٱلفا كثا

اأ منهم ٱلمؤمنونا وا

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

4. Perdamaian dan persaudaraan (QS. Al Hujurat:10);

Page 98: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

98 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

ا ٱلله واٱتهقوا يكم وا خااأ بايا صلحوا

افاأ إخواة ٱلمؤمنونا ا إنهما

. ونا لهكم ترحا لاعا“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

5. Keamanan (QS. Al-Baqarah:126);

ت را هلاهۥ منا ٱلثهمااا ءاامنا واٱرزق أ ا بالا ذا ل ها ه م راب ٱجعا وإذ قاالا إبرا

تعهۥ قاليل ثمه مارا فاأ فا ن كا واٱلاوم ٱلأخر قاالا واما نا منهم بٱلله ن ءااما ما

صي . بئسا ٱلما اب ٱلنهار وا ذا عا ۥ إلا ه ر ضطااأ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.

6. Persamaan (QS. Ghafir: 40)

ر لحا من ذاكا ملا صا ن عا ا واما ى إله مثلاها يئاة فالا يزا ملا سا ن عا ماي ا بغا ئكا يادخلونا ٱلانهةا يرزاقونا فيها ولا

واهوا مؤمن فاأ نثا

و أ

اأ

اب. حسا“Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.”

Page 99: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

99PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pada masa Rasulullah Muhammad Saw dan Al-Khulafaur al-Rasyidin tidak ditemukan konsepsi hukum negara yang baku. Piagam Madinah yang oleh banyak pakar politik Islam didakwakan sebagai konstitusi Negara Islam yang pertama, juga tidak menyebutkan agama negara di dalamnnya.8 Piagam Madinah adalah landasan kehidupan hukum bernegara untuk masyarakat Madinah yang majemuk, mengandung nilai-nilai toleransi, serta menjunjung hak asasi masyarakatnya dalam bingkai persatuan. Substansi dasar Piagam Madinah memuat:

1) Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas.

2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas dengan komunitas lain didasarkan atas prinsip:a. Bertetangga baikb. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersamac. Membela yang teraniayad. Saling menasehatie. Menghormati kebebasan beragama.9

Dari sinilah muncul penafsiran terhadap doktrin Islam yang berkaitan dengan relasinya dengan hukum negara. Agama Islam hanya meletakkan beberapa prinsip dasar hukum yang bersifat umum tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, dan memungkinkan dibangunnya suatu hukum untuk kesejahteraan rakyat.10 Agama adalah landasan bagi kehidupan manusia dan kekuasaan hukum negara adalah penjaganya.11 Spirit Hukum Islam dalam hukum negara dapat dideduksi dari karya-karya para ulama. Prinsip umum

8 Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, Yogyakarta: UI-Press, 1990. hal. 30.9 Ibid, hal..16. 10 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. hal. 58.11 Ibid. hal. 198-199.

Page 100: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

100 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yang harus dilaksanakan dalam sebuah negara yaitu: As-Shuro (permusyawaratan), Al-‘Adl (Keadilan), Al-Hurriyah (Kemerdekaan, kebebesan), dan Al-Musowah (egaliter).12

Kontribusi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Pembentukan Dasar Negara Pancasila.

Para pendiri negara kita yang di dalamnya juga terdapat ulama-ulama Islam dengan sangat bijak dan jenius mampu menyepakati pilihan yang pas tentang dasar negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat original, menjadi sebuah negara modern yang berkarakter religius, tidak sebagai negara sekuler juga tidak sebagai negara agama.

Konsepsi Pancasila diorientaskan dan sesuai karakter bangsa. Mereka bukan hanya mampu menyingkirkan pengaruh gagasan negara patrimonial (warisan) yang mawarnai sepanjang sejarah nusantara prakolonial, namun juga mampu meramu berbagai pemikiran politik yang berkembang saat itu secara kreatif sesuai kebutuhan masa depan modern anak bangsa.

Banyak intelektual ataupun negarawan yang memuji prestasi monumental pendiri Republik Indonesia. Salah seorang intelektual dan pejabat tinggi Arab Saudi yang pernah memuji Pancasila ialah Dr. Izzat Mufti. Ketika berkunjung ke Indonesia pada tahun 1980-an, setelah mendengarkan penjelasan tentang Pancasila di Museum Satria Mandala, beliau menyampaikan pandangan menarik:

“Arab Saudi menjadikan al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan bernegara karena seluruh warganya adalah muslim. Indonesia yang multiagama menjadikan

12 Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari, Surabaya: Khalista, 2010. hal. 59-61.

Page 101: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

101PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pancasila sebagai dasar negara di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu keputusan yang benar dan tidak bertentangan dengan Islam. Pancasila telah menjadi bingkai persatuan bangsa Indonesia”.13

Menurut Mohammad Hatta, sila pertama dalam Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prinsip pembimbing bagi cita-cita kenegaraan Indonesia. Prinsip spiritual dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Sejelan dengan prinsip dasar ini, sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, adalah kelanjutan sila pertama dalam praktek. Begitu juga sila ketiga dan keempat. Sedangkan sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, menjadi tujuan akhir (ghoyah) dari ideologi Pancasila.14 Dengan berpegang teguh pada filsafat ini, pemerintah negara Indonesia jangan sampai menyimpang dari jalan lurus bagi keselamatan negara dan masyarakat, ketertiban dunia dan persaudaraan antar bangsa. Dengan menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, negara memperoleh landasan moral yang kukuh.15 Inilah inti pendapat Hatta tentang Pancasila.

Beberapa tahun sebelum meninggal dunia, Mohammad Hatta mengingatkan: “Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila hanya diamalkan di bibir saja. Tidak banyak manusia Indonesia yang menanamkan Pancasila itu sebagai keyakinan yang berakar dalam hatinya. Orang lupa, bahwa kelima sila itu berangkaian, tidak berdiri sendiri-sendiri. Di bawah bimbingan sila yang pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kelima sila itu ikat-mengikat.”16

Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai

13 As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, Jakarta: LP3ES, 2009. hal. 5.14 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Panji Masyarakat, 1960. Hal .7. 15 Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, Jakarta: Idyu Press, 1977. hal. 17-18. 16 Ibid, hal. 20.

Page 102: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

102 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Oleh Karena merupakan suatu sistem filsafat, maka kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi makna yang utuh.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan dalam hidup manusia (legal society) atau masyarakat hukum.

Pancasila merupakan sebuah kesepakatan/konsesus untuk membangun suatu negara, tanpa mempersoalkan perbedaan latar belakang yang ada, baik agama, ras, suku, budaya, bahasa dan lainnya. Sebagai dasar negara Pancasila menjadi rechtsidee (cita-cita hukum) yang harus dituangkan di dalam setiap pembuatan dan penegakkan hukum. Pancasila menjadi cita hukum karena kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental negara (staatsfundamentalnorm) yang mempunyai kekuatan sebagai grundnorm,17 grundwerten (nilai-nilai dasar) atau law in minds nya bangsa Indonesa.18 Sebagai cita hukum, Pancasila menjadi pemandu seluruh produk hukum nasional, dalam artian semua produk hokum ditujukan untuk mencapai ide-ide yang terkandung dalam Pancasila.

17 Prof. Jimly Asshiddiqie danM. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press, 2012. hal. 155.

18 Lihat Barda Nawawi Arif, Ilmu Hukum Pidana Integralistik (Pemikiran Integratif dalam Hukum Pidana), Semarang: Penertbit Pustaka Magister, 2017. hal. 26.

Page 103: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

103PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pancasila adalah landasan fundamental hukum Indonesia yang baik dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.19 Sebagai dasar falsafah, Pancasila memperoleh sumber nilai dalam konteks perjalanan dinamis sejarah kebudayaan bangsa. Pembentukan sumber nilai yang tercakup kedalam sistem falsafah kebangsaan, berjalan dalam sejarah yang panjang, yang melibatkan bukan saja kaum cendikia, melainkan juga masyarakat.20 Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang memancarkan nilai keunggulannya. Sebagai sistem filsafat theisme-religious. Pembuktiannya secara rasional meliputi:

1) Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis; misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah metafisik/filosofis.

2) Secara praktis-fungsional, dalam tata budaya masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup yang dipraktekkan.

3) Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila adalah dasar negara (filsafat negara) Republik Indonesia.

4) Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi sistem filsafat dalam budayanya. Jadi Pancasila adalah filsafat yang diwarisi dalam budaya Indonesia.

5) Secara Potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika budaya; Filsafat Pancasila akan berkembang secara

19 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010. hal. 53.

20 Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Andi, 2006, hal..97.

Page 104: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

104 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

konsepsional, kaya konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam kepustakaan dan peradaban modern.21

Pada prinsipnya, Indonesia menerima segala sesuatu yang tidak merugikan bangsa dan negara. Hal itu mengacu pada kaidah fikih bahwa pada asalnya segala sesuatu diperbolehkan sampai ada dalil yang mengharamkannya (Al ashlu fi al asya’i al ibahah hatta yadulla ad dalilu at tahrimi).22

Konsepsi Pancasila tidak bertentangan dengan Hukum Islam

Hari ini banyak pihak yang mulai mempertanyakan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Ideologi Pancasila, bahkan ada pihak yang menyebut bahwa NKRI dan Pancasila itu thoghut serta ingin menggantinya dengan model pemerintahan khilafah. Berangkat dari keprihatinan tersebut, berikut penulis sajikan landasan teologis dasar konsepsi Pancasila tidak bertentangan dengan Hukum Islam;

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sila pertama ini merujuk pada Al-Qur’an, Surah Al-Ikhlas, ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut:

د . حاا أ قل هوا ٱلله

Artinya; “Katakanlah (Muhammad): Dialah Allah, Yang Maha Esa.”

Dari Ayat ini secara eksplisit dinyatakan bahwa inti ajaran Islam yakni tauhid (iman kepada Tuhan). Sila pertama mengakui dan menjamin negara melindungi keyakinan bahwa

21 Teguh Prasetyo, Op.cit, , hal..2322 Syamsul Ma’arif, Kaidah-Kaidah Fiqih, Jakarta: Pustaka Ramadhan, 2011. hal..19.

Page 105: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

105PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Allah itu Esa. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan memiliki keyakinan agama. Indonesia bukan negara sekuler juga bukan negara berfaham atheis. Indonesia adalah negara yang mengharuskan seluruh warga negaranya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Warga negara Indonesia tidak diperbolehkan tidak memiliki keyakinan agama.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Sila kedua ini merujuk pada Al-Qur’an, Surah An-Nisa, ayat 135 yang berbunyi:

ا او عا ل وا اءا لله دا ميا بٱلقسط شها نوا كونوا قاوه ينا ءااما ا ٱله ها ياأ ۞يا

و فاقيا فاٱللهانيا أ إن ياكن غا بيا قرا

اين واٱل لا و ٱلوا

انفسكم أ

اأ

و تعرضوا فاإنه اا أ ۥ وإن تالو ن تاعدلوا

اى أ وا ا فالا تاتهبعوا ٱلها بهما ولا

اأ

بيا . لونا خا ا تاعما نا بما ا كا ٱللهArtinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

Dari ayat tersebut menekankan perlakuan adil terhadap sesama manusia tanpa pandang bulu (equality before the law). Islam tidak mengenal diskriminasi dalam keadilan karena setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah apapun latar

Page 106: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

106 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

belakangnya. Manusia dipandang setara tanpa memandang etnis, ras, agama dan golongan. Kehormatan sebagai manusia dijunjung tinggi.

3. Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia merujuk pada Surah al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

كم شعوبا لنا عا واجا نثاأ ر وا كم من ذاكا لاقنا ا ٱلنهاس إنها خا ها ي

اأ يا

ا ٱلله إنه ىكم تقااأ ٱلله عندا كم كراما

اأ إنه فوا ارا لاعا باائلا واقا

بي . ليم خا عاArtinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Secara sunnatullah manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai perbedaan. Tidak ada satu makhluk di dunia ini yang diciptakan oleh Allah SWT “sama persis”, identik baik dari ukuran, bentuk, genetika yang benar-benar sama. Pasti setiap manusia memiliki perbedaan, termasuk mereka yang lahir kembar identik sekalipun pasti memiliki perbedaan. Begitupun suku, agama, budaya, tradisi, di Indonesia juga memiliki perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu, dari perbedaan-perbedaan tersebut mengandung hikmah besar dan harus dipersatukan dalam bingkai kehidupan Negara Indonesia.

Page 107: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

107PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.

Sila keempat ini merujuk pada Surah Asy-Shura ayat 38;

بايناهم ى شورا مرهم اأ وا لاوةا ٱلصه قااموا

اأ وا بهم لرا ابوا ٱستاجا ينا واٱله

هم ينفقونا . زاقنا ا را ممه واArtinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Di dalam Surah Ash-Shura atat 38 ini jelas menekankan agar para pemimpin melaksanakan musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Secara tersiratayat ini juga melarang penggunaan cara-cara yang memaksakan kehendak kepada orang lain, dan lebih menekankan musyawarah atau dialog yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meskipun dalam pelaksanaannya melalui perwakilan.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima ini merujuk pada Surah An-Nahlayat 90;

ن عا يانها وا ن وإيتااي ذي ٱلقربا دل واٱلحسا مر بٱلعاا ياأ إنه ٱلله

رونا . كه لهكم تاذا ياعظكم لاعا ر واٱلاغ اء واٱلمنكا حشا ٱلفاArtinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang

Page 108: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

108 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Sila kelima ini sejalan dengan sistem sosial ekonomi Islam bahwa hak-hak individu diakui dan dihormati. Namun demikian setiap individu memiliki kewajiban sosial yang harus dilaksanakan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur bersama. Sila ke-lima Pancasila ini merupakan tujuan utama (ghoyyah) bangsa Indonesia, menyelenggarakan negara demi kesejahteraan masyarakatnya.

Penutup

Pancasila sebagai dasar negara mempunyai nilai-nilai keseimbangan hukum, yaitu nilai Ketuhanan (bermoral religius), nilai kemanusiaan (humanistik), dan nilai kemasyarakatan (nasionalistik, demokratik dan keadilan sosial).23

1. Nilai Ketuhanan (Moral Religius).

Konsep ketuhanan ini tidaklah mengarah atau memihak kepada salah satu agama saja. Konsep ketuhanan ini dimaksudkan yaitu arah politik hukum harus mengandung nilai-nilai universalitas yang bersifat keyakinan (aqidah) atas sifat-sifat Ilahiyah yaitu; nilai-nilai keadilan (al-adl), persamaan (al-musowah), kemerdekaan (al-hurriyah), kebenaran (al-haqq), kasih sayang (ar-rahmah), perlindungan, kebersamaan, kejujuran, kepercayaan, tanggungjawab, keterbukaan, keseimbangan, perdamaian dan lain-lainnya dari beberapa nilai permanen di dalamnya.

2. Nilai Kemanusiaan (Humanistik).23 Barda Nawawi Arif , disampaikan dalam perkuliahan Program Doktor Ilmu Hukum,

Universitas Diponegoro, Kamis, 20 September 2018.

Page 109: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

109PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Konsep kemanusiaan ini dimaksudkan yaitu arah politik hukum harus dapat memposisikan manusia tetap sebagai makhluk yang memiliki hak-hak dasar yang melekat. Peran hukum bagi kemanusiaan yaitu; menjaga agama (hifdzud dien), menjaga jiwa (hifdzun nafs), menjaga akal (hifdzul aql), menjaga harta kepemilikan (hifdzul maal), menjaga hak berkeluarga dan berketurunan (hifdzun nasb).

3. Nilai Kemasyarakatan (nasionalistik, demokratik dan keadilan sosial).

Nilai kemasyarakatan ini merupakan sebuah keniscayaan adanya peran negara di dalam segala proses kehidupan berbangsa dan bernegara khusunya hukum. Akan tetapi peran negara dan hukum tersebut bukanlah untuk negara, namun diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat yang didasarkan atas prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Pancasila menjadi grundwerten negara serta landasan hukum Indonesia yang universal dan komperhensif, yang memuat relasi hablumminallah, hablumminannas, dan hablum minal alam untuk mencapai tujuan rahmatan lil alamiin.

Page 110: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

110 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Salam Arif, “Relasi Agama dan Negara dalam Perspektif Islam”, Jurnal Hermenia, 2003.

Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari, Surabaya: Khalista, 2010.

Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, Jakarta: LP3ES, 2009.

Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007.

Barda Nawawi Arif, Ilmu Hukum Pidana Integralistik (Pemikiran Integratif dalam Hukum Pidana), Semarang: Penertbit Pustaka Magister, 2017.

Barda Nawawi Arif, disampaikan dalam perkuliahan Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Kamis, 20 September 2018.

Hasby Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Ibn Khaldun, Muqaddimah,

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press, 2012.

Jeremy Bentham, The collected works of Jeremy Bentham: An introduction to the principles of morals and legislation, Clarendon Press, 1996.

Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Jakarta: Panji Masyarakat, 1960.

Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, Jakarta: Idy Press, 1977.

Page 111: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

111PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, Yogyakarta: UI-Press, 1990.

Rijal Mumazziq, “Konsep Kenegaraan Dalam Islam Perdebatan Relasional yang tak Kunjung Tuntas”, Jurnal Falasifa. Vol. 1 No. 2. 2010.

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.

Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Andi, 2006.

Syamsul Ma’arif, Kaidah-Kaidah Fiqih, Jakarta: Pustaka Ramadhan, 2011.

Page 112: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

112 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

KONTEKSTUALITAS PERDA SYARIAH DALAM BINGKAI KETATANEGARAAN

INDONESIA DAN SIYASAH DUSTURIYYAH

Cholida HanumEmail: [email protected]

Pendahuluan

Semenjak tahun 1999 dengan bergulirnya reformasi sebagai pengejawantahan sistem demokrasi di indonesia, telah memberikan dorongan yang sangat kuat bagi daerah untuk mengurus daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah. Dengan adanya otonomi daerah, kemudian daerah berlomba-lomba untuk mengatur segala urusan yang berkaitan dengan daerahnya ke dalam Peraturan Daerah. Secara substansial, otonomi daerah memang merupakan konsensus politik antara pusat dan daerah yang memberikan peluang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Bahkan negara telah mengakomodir hadirnya daerah-daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945.

Namun berbagai polemik muncul atas pemberlakuan peraturan daerah tersebut di berbagai daerah karena dinilai melanggar amanat konstitusi dan ideologi negara, yaitu Pancasila sebagai dasar fundamental negara Indonesia. Yang paling signifikan di Era Reformasi ini bahwa mayoritas warga negara Indonesia yang beragama islam memiliki pengaruh kuat di daerah, hal tersebut ditandai dengan munculnya fenomena produk hukum Peraturan

Page 113: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

113PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Daerah berperspektif Syariah Islam. Berbagai polemik muncul atas pemberlakuan peraturan daerah tersebut di berbagai daerah karena dinilai melanggar amanat konstitusi dan ideologi negara, yaitu Pancasila sebagai dasar fundamental negara Indonesia.

Selain itu, Peraturan Daerah berperspektif Syariat Islam juga juga diindikasikan berpotensi melahirkan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan perpecahan bangsa. Misalnya pada Peraturan daerah di aceh atau yang sering disebut sebagai yang dalam kenyataannya syarat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Berdasarkan urian tersebut, maka tulisan ini akan membahas terkait Perda Syariah dengan beragam problematikanya dan sekaligus merespon adanya perda-perda syariah yang tidak kunjung tuntas. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan menjawab berbagai permasalahan dalam tulisan ini yakni: bagaimana konsepsi munculnya Perda Syariah di Indonesia dan bagaimanakah keberadaan Perda Syariah dalam konsteks Ketatanegaraan Indonesia dan Siyasah Dusturiyyah.

Perda Syariah di Indonesia

Peraturan Daerah (Perda) Syariah merupakan peraturan yang bermuatan nilai-nilai dan atau norma-norma Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits yang mana peraturan ini berlaku di suatu daerah.1 Dalam hierarki peraturan perundang-undangan, Perda merupakan urutan terandah tata hukum di Indonesia. Sejalan dengan prinsip dalam konstitusi negara Indonesia sebagai sebuah negara hukum. Sangatlah penting untuk melihat ke dalam dinamika posisi Syariah Islam dalam konstelasi konstitusi hukum negara apalagi jika dikontekskan dengan otonomi daerah. Meskipun otonomi dimaknai

1 Ija Suntana, Politik Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014. hal. 389.

Page 114: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

114 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

secara harfiah sebagai bentuk independensi, namun harus dijalankan secara bertanggungjawab kepada pusat.

Apalagi agama termasuk dalam enam urusan yang menjadi tugas pemerintah pusat dan bukanlah domain daerah sehingga sangatlah menarik untuk melihat dinamika syariah dalam hukum nasional dan juga hukum lokal. Namun menjadi sebuah permasalahan apabila, syariah justru menjadi alat penguasa lokal yang tentunya sudah menjadi sebuah distorsi dalam implementasi syariah.2 Mengenai Peraturan Daerah yang bertujuan untuk mengakomodir seluruh kondisi yang secara khusus dimiliki masing-masing daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.3 Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan bahwa termasuk dalam peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota adalah qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan perdasus serta perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Sedangkan pengertian dari otonomi daerah secara jelas diartikan di dalam Undang-Undang tentang pemerintahan daerah yakni hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.4 Dalam bentuk implementasi dari otonomi daerah itu, terdapat pula satuan-satuan pemerintahan daerah yang mana bersifat khusus dan istimewa.

2 Wasisto Raharjo Jati, “Permasalahan Implementasi Perda Syariah dalam Otonomi Daerah”, Jurnal Al Manahij. Vol. VII No. 2 Juli 2013, hal. 6.

3 Pasal 14 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 4 Undang-Undang No. 23 tahun 2014 sebagaimana di ubah melalui Perpu No. 2 tahun

2014 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang dengan UU No. 2 tahun 2015 dan dirubah kembali melalui Undang-Undang No. 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 115: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

115PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Salah satu bentuk daripada satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah Pemerintahan Aceh yang kekhususannya telah diatur dalam TAP No. IV/MPR/1999 yang kemudian dikuti dengan pembentukan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-Undang ini pada dasarnya mengatur kewenangan yang bersifat khusus kepada Pemerintah Aceh yang berbeda dari kewenangan Pemerintah daerah-daerah lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 itu kemudian dicabut dan diubah dengan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). UUPA merupakan hasil kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) pada tanggal 15 Agustus tahun 2005, guna menyelesaikan konflik secara damai, berkelanjutan, menyeluruh, dan bermartabat dalam bingkai NKRI. Nota Kesepahaman tersebut merupakan sebuah bentuk rekonsiliasi secara bermartabat untuk menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan.5

Pada dasarnya pengaturan mengenai pemerintahan yang bersifat istimewa/khusus telah terakomodir pula dalam konstitusi yaitu tepatnya pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam implementasinya dibeberapa daerah di Indonesia khususnya di Aceh telah pula mendapatkan pengakuan secara yuridis sebagaimana yang diamanatkan dalam TAP No. IV/MPR/1999 dan kemudian dikuti dengan pembentukan UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian diubah melalui Undang-Undang No. 11 tahun 2006

5 https://regafelix.wordpress.com/2011/12/15/eksistensi-perda-syariah-dalam-sistem-hukum-nasional/diakses pada tanggal 21 Agustus 2018.

Page 116: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

116 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

tentang Pemerintahan Aceh. Salah satu produk hukum yang dilahirkan Pemerintahan Daerah Aceh adalah berupa Qanun yang kemudian keberadaannya dipersamakan dengan Peraturan Daerah secara umum, karena dibentuk pula oleh DPR yang bernama DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) bersama dengan Gubernur.6

Problematika Perda Syariah

Formalisasi Syariah Islam di beberapa produk hukum daerah di Indonesia menyisakan fenomena yang unik untuk dikaji misalnya di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Bima, Nusa Tenggara Barat; di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan; Indramayu, Tasikmalaya,dan Cianjur, Jawa Barat; Banten, Kota Tangerang, dan beberapa daerah lain. Sebagian muatan-muatan dari perda-perda syariah di Indonesia7 tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan hak asasi manusia. Selain itu Peraturan Daerah bernuansa Syariah Islam juga kerap telah melanggar hak-hak perempuan dan hak-hak kebebasan sipil, contohnya dimana cara berpakaian sangat dibatasi, serta ruang dan waktu gerak dari perempuan di ranah publik sangat dibatasi dan dibelenggu.8 Data yang dikemukakan Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 46 kasus pelanggaran terhadap perempuan hingga tahun 2005 atas pemberlakuan ini.9

6 Pasal 23 huruf a UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 7 Sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikenal dengan nama: Qanun, yang artinya

adalah: undang-undang, peraturan, kitab undang-undang, ( Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 442. Hukum dan kaidah, adapun pengertian menurut kamus Bahasa Arab adalah: undang-undang, kebiasaan atau adat. (Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989. hal. 357.

8 International Crisis Group: “Islamic Law and Criminal Justice in Aceh” Asia Report Number 117 31 July 2006. Hal 8-10. Dalam Alfitri, “Konflik Hukum antara Ketentuan Pidana Islam dengan Hak-Hak Sipil (Telaah Konsep HAM dan Implementasi Ratifikasi ICCPR dan CAT di Indonesia)”, Jurnal Konstitusi Vol.7 April 2010, Jakarta: Konstitusi Press. 2010.

9 Kekerasan Terhadap Perempuan 2005 : KDRT dan Pembatasan Atas Nama Kesusilaan, Komnas Perempuan dalam http : //www. komnasperempuan .or.id/public/naskah_final_catahun2006.rtf diakses tanggal 21 Agustus 2018.

Page 117: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

117PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Perda bernuansa Syariah Islam ini juga telah diindikasikan berpotensi menimbulkan bentuk-bentuk diskriminasi bagi masyarakat di daerah. Seperti contohnya adanya diskriminasi bagi pemeluk agama yang lain, di bulukumba, Sulawesi yang terdapat Perda yang mewajibkan setiap orang untuk belajar membaca al quran dan diberbagai daerah lainnya yang sama-sama demikian. Hal demikian tentu sangat beretentangan dengan konsepi hak asasi manusia sehingga menjadi sorotan komunitas Hak Asasi Manusia Internasional. Fenomena ini bisa dilihat dari lahirnya peraturan daerah yang berperspektif Syariah Islam, artinya memuat syariat Islam sebagai isi muatan peraturan daerah, baik pada tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Formalisasi Syariah Islam dalam materi muatan Perda sangat beragam dari kadar Syariah Islamnya yang paling rendah yang hanya mengatur masalah ibadah seperti minuman keras, pelacuran, pemberdayaan ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah), mengenai persoalan Jum’at khusyuk, dan keharusan bisa baca tulis al-Qur’an, serta keharusan berbusana Muslim. Sampai pada kadar Syariah Islam tertinggi yaitu hukum pidana Islam yang hanya terjadi di Aceh, seperti penerapan hukum cambuk bagi penjudi dan pelaku mesum/khalwat (wanita dan laki-laki dewasa berduaduaan di tempat sepi, ada juga di daerah lai yakni di Kota Tangerang dengan Perda Pelarangan Wanita Keluar Malam.10

Formalisasi Syariah Islam ke dalam muatan Perda bukan hanya tidak sesuai dengan prinsip ketatanegaraan Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, namun juga dianggap tidak sesuai dengan ketentuan Hak Asasi Manusia, karena bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia. Materi muatan yang bersumber dari Syariah Islam hanyalah mengacu pada sudut pandang salah satu agama saja yakni Islam, hal ini sangatlah bertentangan dengan

10 Sukron Kamil,eat all, Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non Muslim, Jakarta: CSRC UIN Jakarta dan KAS, 2007.

Page 118: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

118 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

prinsip non diskriminasi dan prinsip kesetaraan. Dalam konsep hak asasi manusia telah dicantumkan bahwa dalam suatu peraturan perundang-undangan tertulis, tidak terkecuali peraturan daerah dilarang mencantumkan salah satu materi muatan yang bersudut pandang agama dalam hal ini Syariah Islam yang bersumber dari Agama Islam. Materi muatan yang bersudut pandang Syariah Islam telah mengandung unsur-unsur pembedaan less favourable bagi seseorang baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan dampak secara langsung disini ialah dampak yang dirasakan langsung oleh diri seseorang tersebuut dari sebuah ketentuan hukum. Sedangkan dampak secara tidak langsung adalah muncul ketika dampak hukum atau dalam tataran implementasi merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi.

Konteks Ketatanegaraan Indonesia

Sejak bermunculan Perda-Perda Syariah, dalam implementasinya banyak ditemukan sejumlah Perda yang materi muatannya bersinggungan dengan materi muatan Hak Asasi Manusia yang dimuat dalam konstitusi. Sebagian kalangan memandang bahwa Perda-Perda ini bertentangan dengan dengan hak-hak asasi manusia yang telah secara tegas dimuat dalam UUD NRI 1945. Hak asasi yang yang dimaksud dalam UUD NRI 1945 adalah:

1. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya (Pasal 28 A)

2. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat (1))

Page 119: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

119PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

3. Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat (3))

4. Hak atas kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut keyakinan agamanya (Pasal 28E ayat (1))

5. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat (2)

6. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G)

7. Hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap- perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I ayat (2)

Selain melanggar ketentuan Hak Asasi Manusa dalam konstitusi, Perda Syariah ini juga bertentangan dengan asas materi muatan peraturan daerah yang ketentuannya telah di atur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sebut saja Perda Kota Malang No 8 Tahun 2005 Tentang Larangan Pelacuran. Materi-materi dalam Perda ini sangat bertentangan dengan asas-asas Pembentukan dan asas-asas materi muatan Peraturan Daerah yakni Asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi puatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional, namun dengan diterapkannya Perda ini, sisi perlindungan dan penghormatan HAM telah tercederai. Alih-alih melindungi dan mengayomi, justru Perda ini telah berbuat sewenang-wenang dengan menuduh perempuan

Page 120: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

120 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sebagai pelacur tanpa adanya bukti yang jelas, karena Perda ini telah menginstruksikan untuk melakukan penangkapan atas dasar kecurigaan dan tidaklah mencerminkan asas presumption of innocent (praduga tak bersalah).

Perda Syariah sesungguhnya sulit untuk dilakukan uji materil, karena batu ujinya adalah UUD NRI 1945. Mahkamah Agung yang merupakan lembaga negara yang hanya memiliki kewenangan untuk peraturan di bawah Undang-undang, tidak memungkinkan untuk mengujinya. Kalaupun dipaksakan untuk mengujinya, Mahkamah Agung hanya dapat menggunakan batu uji Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Sedangkan Mahkamah Konstitusi juga tidak memungkinkan untuk kemudian mengujinya meskipun materi muatan peraturan daerah bersinggungan dengan materi muatan Konstitusi, karena posisi Peraturan daerah berada di bawah Undang-Undang.11

Perspektif Siyasah Dusturiyyah

Secara etimologis kata siyasah berasal dari akar kata yang artinya ساس-سیاسة mengatur, mengurus, mengendalikan atau membuat keputusan. Dalam Kamus al-Munjid, kata siyasah diartikan sebagai pengambilan keputusan, pemerintahan, pembuat kebijakan, pengawasan, pengurusan, atau perekayasaan. Selanjutnya al-siyasah terkadang diartikan sebagai memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan dan menjauhkannya dari kemudharatan. Sedangkan pengertian siyasah secara istilah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta

11 Ni'matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara: Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan, Yogyakarta: FH UII Press, 2014. hal. 709.

Page 121: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

121PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar istiqomah dan keadilan.12

Siyasah atau dapat juga dimaknai sebagai politik hukum Islam merupakan pembahasan yang mengatur urusan umum dalam pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Pengaturan tersebut dengan menciptakan kemaslahatan dan menolak atau mencegah kemudharatan. Kemudian yang dimaknai dengan urusan umum dalam pemerintahan yang bernafaskan Islam merupakan segala sesuatu tuntutan zaman, sistem dan kehidupan sosial, baik yang berupa hukum, undang-undang, keuangan, peradilan dan lembaga eksekutif dan juga urusan undang-undang hubungan luar negeri dan dalam negeri atau maka untuk mengatur semua urusan ini, teori dan prinsip dasarnya serta membuat peraturan-peraturannya yang sesuai dengan dasar hukum adalah politik hukum Islam.13

Dustŭrī adalah prinsip pokok bagi pemerintahan negara manapun seperti halnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan adat istiadatnya. Abu A’la al-Maududi mengartikan kata dustur dengan : Suatu dokumen yang memuat prinsip-prinsip pokok yang menjadi landasan pengaturan suatu negara. Sehingga dari dua istilah ini dapat disimpulkan bahwa kata dustur sama dengan constitution dalam bahasa inggris, atau Undang-Undang Dasar dalam bahasa Indonesia, kata-kata “dasar” dalam bahasa Indonesia tersebut tidaklah mustahil bila berasal dari kata dustur tersebut di atas.14

Terdapat istilah fiqh dustŭrī dalam kurikulum beberapa Fakultas Syari’ah, yang dimaksud dustŭrī adalah:15

12 Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Cet. Ke-4. hal. 22-23.

13 Abdul Wahhab Khalaf, Politik Hukum Islam, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1994. hal. 7.14 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta : Gaya Media

Pratama, 2007. hal. 154.15 Muhammad Syafieq Ghorbal, Al-Mansu’ah al-Arobiyah al-Muyassarah, Kairo: Darul Qalam

Qahiroh, 1965,. hal. 794.

Page 122: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

122 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

الدستور ھو القواعد الأساسیة للحكم فى أیة دولة كما تدل علیھا قوانینھا

Dengan demikian, siyasah dusturiyyah adalah bagian dari Fikih Siyasah yang membahas masalah perundang-undangan negara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at. Artinya, undang-undang itu mengacu terhadap konstitusinya yang tercermin dalam prinsip-prinsip Islam dalam hukum-hukum syari’at yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan siyasah dusturiyyah membahas peraturan dan perundang-undangan yang bertujuan demi kemaslahatan manusia dan terpenuhinya kebutuhan manusia. Persoalan mengenai siyasah dusturiyyah tidak dapat dilepaskan dari dalil-dalil kully, yakni baik al-Qur’an, Hadist, maqāṣid al-syari’ah serta semangat Islam dalam mengatur masyarakat.16

Suatu kebijakan dari pemerintah berupa keputusan, peraturan perundang-undangan atau hukum yang ditetapkan pada satu waktu tertentu dapat diganti atau dirubah. Perubahan itu perlu apabila ia tidak lagi relevan dengan kenyataan politik yang ada sebab perubahan zaman, tempat, situasi, kondisi sosial masyarakat yang ada pada saat itu. Akan tetapi perubahan tersebut tetap berorientasi pada nilai-nilai dan jati diri manusia serta kemanusiaan. Muatannya tidak bertentangan secara substansial dengan nash-nash syariat yang bersifat universal di setiap zaman dan tempat (ṣāliḫ likulli zamān wa makān). Perubahan itu haruslah menjawab permasalahan yang ada dan mampu menampung aspirasi serta konsdisi sosial masyarakat yang ada semata-mata demi mewujudkan kemaslahatan rakyat.

16 A. Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah, Jakarta: Kencana., 2007. hal. 52.

Page 123: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

123PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Para ulama mengkategorikan ajaran Islam menjadi 2 bagian yakni ajaran dasar dan ajaran non dasar. Ajaran dasar Islam termuat dalam al-Qur’an dan Hadist mutawatir, di dalamnya tercantum teks-teks yang bersifat mutlak, absolut dan tidak dapat diubah. Sedangkan ajaran non dasar termuat dalam berbagai ijtihad para ulama zaman dahulu sampai sekarang, sifat dari ijtihad sendiri adalah relatif maka kebenarannya bukan absolut dan bisa berubah secara konstekstual dan inilah yang kemudian dinamakan fikih.17

Ajaran islam menempatkan manusia sejajar kedudukannya dengan manusia yang lain. Dalam hal perbedaan antar individu islam mendasarkan pada keimanan dan ketaqwaan. Islam sebagai suatu sistem telah menempatkan manusia pada posisi yang tinggi sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Dengan demikian, perlindungan dan penghormatan menusia merupakan suatu keharusan dari ajaran Islam itu sendiri yang harus dilaksananakan oleh umatnya terhadap sesama manusia di dunia tanpa terkecuali. Dalam prinsip nomokrasi Islam hak asasi manusia diakui dan dilindungi secara penuh. Oleh karena itu ada dua prinsip utama yakni pengakuan hak asasi manusia serta perlindungan hak asasi manusia.18 Prinsip-prinsip tersebut telah ditegaskan secara gamblang dalam al-Qur’an:

يباات زاقنااهم منا الطه را الاحر وا وا النااهم ف البا مناا بان آداما واحا ره د كا لاقا والاقناا تافضيل ن خا ثي ممه كا ا لنااهم عا فاضه وا

Prinsip hak-hak asasi manusia dalam hukum Islam berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, Muhammad Tahir Azhary merumuskannya sebagai berikut:19

17 Musdah Mulia, Islam Dan Hak Asasi Manusia, hal. 7.18 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari

Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,Jakarta: Kencana, 2010 . hal. 130.

19 Ibid., hal. 132-134.

Page 124: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

124 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Tabel 1Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam berdasarkan al-Qur’an

dan as-Sunnah

KEMULIAAN HAK-HAKPRIBADI

KEBEBASAN

Pribadi Persamaan BeragamaMasyarakat Martabat BerpikirPolitik Kebebasan Menyatakan pendapat

Berbeda pendapat

Memiliki harta benda

Berusaha

Memilih Pekerjaan

Memilih Tempat Kediaman

Apabila diamati dari tipologi masyarakat Islam Indonesia mengenai pemberlakuan hukum Islam di Indonesia, sedikitnya terdapat dua kelompok, yakni:20 (1) Kelompok yang menekankan pada pendekatan normatif (formalisme), dan (2) Kelompok yang menekankan pada pendekatan kultural (budaya). Menurut pendapat kelompok yang setuju dengan formalisasi, hukum Islam harus diterapkan kepada mereka yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat atau sudah masuk Islam. Dengan dianutnya ajaran agama Islam, kelompok ini memandang wajib adanya menjalankan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu proses kehidupan politik, termasuk partai politik adalah sebagai alat untuk menerapkan Islam secara normatif dan formal. Konsekuensinya, pelaksanaan Piagam Jakarta menjadi persoalan yang sangat besar dan serius, yang harus terus diperjuangkan. Oleh karena itu karena

20 A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2002. hal. 94.

Page 125: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

125PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

merupakan satu-satunya cara untuk penerapan hukum Islam secara formal.21

Tipologi kelompok masyarakat Indonesia yang kedua adalah pendekatan kultural. Menurut pendapat kelompok ini bahwa yang terpenting bukanlah formalisasi penerapan hukum Islam atau pendekatan normatif ideologis. Yang lebih penting dari itu semua adalah penyerapan nilai-nilai hukum Islam ke dalam masyarakat (pendekatan substansial).22 Dengan heterogenitas masyarakat Indonesia telah menciptakan pluralisme dan dualisme hukum menjadi ganjalan bagi reformasi hukum. Kuatnya tingkat ketergantungan pada produk hukum warisan Hindia Belanda dilihat dari bebrapa aturan perundang-undangan yang merupakan warisan dari penjajahan kolonila Belanda. Hal ini menimbulkan sebuah konsekuensi logis yakni terjadinya pengelompokan hukum: (1) kelompok pembela hukum adat, (2) kelompok pembela hukum Islam, dan (3) kelompok pembela hukum Belanda.23

Menurut Jimly Asshiddiqie, Syariat Islam haruslah dan wajib untuk diberlakukan, dan pada dasarnya syari'at Islam berlaku sampai kapanpun bagi kalangan umat Islam. Akan tetapi kedudukan Syariat Islam tidak perlu untuk diperjuangkan secara politik, karena sejatinya Syariat Islam itu melekat dengan sendirinya seiring dianutnya ajaran agama Islam oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Syariat Islam merupakan jalan hidup dan berlaku bagi seluruh umat Islam terlepas dari ada atau tidaknya negara. Syariat Islam menyangkut hukum tertinggi, yakni keyakinan manusia atas Kedaualatan Allah SWT atas dirinya, sedangkan urusan kenegaraan merupakan sebagian kecil saja dari urusan manusia.24

21 Ni'matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara. . ., hal. 316.22 M. Syafei Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian tentang Cendekiawan

Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995. hal. 144.23 Ibid., hal. 155.24 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstiusi, 2008. hal. 708-709.

Page 126: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

126 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Penutup

Terpenting dalam hal ini bukanlah formalisasi penerapan hukum Islam atau pendekatan normatif ideologis. Yang lebih penting dari itu semua adalah penyerapan nilai-nilai hukum Islam ke dalam masyarakat. Ada atau tidaknya Perda Syariah bukanlah sesuatu yang sangat urgen. Jauh dari itu, Syariat Islam tetap akan tegak dan tumbuh bersemi dengan subur karena sampai kapanpun bagi umat Islam, Syariat Islam merupakan jalan hidup dan berlaku bagi seluruh umat Islam terlepas dari ada atau tidaknya negara. Harus terus dilakukan sosialisasi bahwa Syariat Islam bukan hanya sebatas pada penampakan simbol-simbol agama di area publik seperti pemakaian jilbab atau memakai busana muslim. Namun sebenarnya harus mencakup aturan tentang antikorupsi, kesejahteraan masyarakat, pelestarian lingkungan, perlindungan HAM, serta masalah-masalah yang lebih konkrit dan realistis dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hendaknya pemberlakuan Syariat Islam di daerah-daerah harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Bahwa era desentralisasi/otonomi daerah telah menjamin dan mengakui adanya pluralisme hukum nasional, sehingga sangat mungkin tradisi-tradisi hukum yang selama ini hidup dan berkembang bisa diangkat menjadi materi-materi dalam berbagai peraturan daerah, namun harus tetap mengacu kepada peraturan-peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian terhindar dari adanya konflik sehingga dapat berlaku secara efektif dan efisien.

Page 127: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

127PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

DAFTAR PUSTAKA

A. Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2007.

A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Abdul Wahhab Khalaf, Politik Hukum Islam, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1994.

Ija Suntana, Politik Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.

International Crisis Group: “Islamic Law and Criminal Justice in Aceh” Asia Report Number 117 31 July 2006. p. 8-10. Dalam Alfitri, Konflik Hukum antara Ketentuan Pidana Islam dengan Hak-Hak Sipil (Telaah Konsep HAM dan Implementasi Ratifikasi ICCPR dan CAT di Indonesia).

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstiusi, 2008.

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta: Kencana, 2010.

Muhammad Syafieq Ghorbal, Al-Mansu’ah al-Arobiyah al-Muyassarah, Kairo: Darul Qalam Qahiroh, 1965.

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

M. Syafei Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995.

Nimatul Huda, Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005.

Page 128: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

128 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Sukron Kamil at. all, Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non Muslim, Jakarta: CSRC UIN Jakarta dan KAS, 2007.

Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Wasisto Raharjo Jati. “Permasalahan Implementasi Perda Syariah Dalam Otonomi Daerah”, Jurnal Al Manahij. Vol. VII No. 2 Juli 2013.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Perda Kota Malang No 8 Tahun 2005 Tentang Larangan Pelacuran.

Page 129: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

129PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

EKSISTENSI LEMBAGA OMBUDSMAN DAN UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Luthfiana ZahrianiEmail: [email protected]

A. Pendahuluan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak konsitusi setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanana dministratif.

Pemerintah dalam hal ini merupakan satuan dari pengendali proses kehidupan bernegara. Salah satu fungsi dan peran pemerintah adalah memberikan layanannya terhadap hak dan kewajiban publik, baik secara kolektif maupun individu. Saat ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Fakta yang terjadi

Page 130: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

130 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

selama ini, dalam pelayanan publik ternyata banyak diwarnai oleh berbagai bentuk praktek maladministrasi sehingga sangat merugikan masyarakat. Contoh yang paling sering kita dengar yaitu pengurusan KTP, ijin-ijin yang berhubungan dengan pelayanan publik dari pemerintah seperti Ijin Mendirikan Bangunan yang membutuhkan waktu relatif panjang untuk mengurus dan pembiayaan yang kadang masih memberatkan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan sebagainya yang masih banyak keluhan dan keprihatinan masyarakat dalam pelayanan publik dengan melihat perilaku secara sadar ataupun tidak sangat mempengaruhi kinerja birokrat sebagai pelayan masyarakat.

Dengan latar belakang permasalahan tersebut pemerintah membentuk suatu lembaga negara yang independen yang bertugas mengawasi jalannya penyelenggaraan pelayanan publik. Lembaga tersebut adalah Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, melalui peran lembaga ini diharapkan dapat tercipta pelayanan publik yang berkualitas dan dapat mengurangi serta mencegah berbagai praktek maladministrasi yang sering terjadi.

B. Pelayanan Publik

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Menurut Sampara Lukman berpendapat bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan1.

1 Liyan Poltak Sinambela dkk., 2008, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal. 17.

Page 131: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

131PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Sedangkan menurut Kemenpan No 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pelayanan publik merupakan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Menurut Widodo, pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh institusi penyelenggara negara, korporasi, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelayanan publik juga diartikan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang tekah ditetapakan2. Dari beberapa pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa pelayanan publik adalah semua bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilakukan oleh pemerintah pusat, di daerah dan badan usaha milik negara atau daerah dalam melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan aturan dan tata cara yang berlaku.

Kebijakan legislasi pemerintah berupa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pelayanan Publik disahkan pada tanggal 18 Juli 2009 untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara agar supaya sejalan dengan tuntutan dan harapan seluruh warga negara, selain itu sebagai

2 Joko Widodo, 2001, Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik, Malang: CV Citra, hal. 69.

Page 132: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

132 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

upaya mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara serta terwujudnya tanggung jawab penyelenggara negara dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Dalam rangka pelayanan publik yang maksimal maka dalam ketentuan Pasal 4 mengatur asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik yaitu meliputi: kepentingan umum; kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Diharapkan dengan pelaksanaan asas-asas tersebut dapat memperbaiki tingkat pelayanan publik, sehingga dengan pelayanan publik yang diberikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mengenai ruang lingkup pelayanan publik meliputi barang publik dan jasa publik serta pelayanan administrasi yang diatur dalam perundang- undangan seperti pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata dan sektor strategi lainnya. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara bangsa Indonesi penyelenggarana mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan publik3.

3 Surjadi, 2012, Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 17

Page 133: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

133PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

2. Kebijakan Pelayanan Publik

Kebijakan pemeritah untuk mengatur pelayanan berupa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pelayanan Publik disahkan pada tanggal 18 Juli 2009 untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara agar supaya sejalan dengan tuntutan dan harapan seluruh warga negara, selain itu sebagai upaya mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara serta terwujudnya tanggung jawab penyelenggara negara dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Undang-undang pelayanan publik ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, serta memberikan jaminan dan perlindungan bagi setiap warga negara dari penyalahgunaan wewenang didalam penyelenggaraan pemerintahan terutama yang menyangkut bidang pelayanan publik. Di dalam undang undang ini diatur dengan tegas tentang hak dan kewajiban para penyelenggara pelayanan publik dan para pengguna pelayanan publik.

Undang-Undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik dan terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga tercapai pelayanan yang prima. Menurut Brata bahwa pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk menfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar

Page 134: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

134 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

mereka selalu loyal kepada organisasi dalam hal ini negara atau pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik4.

Dalam ketentuan Pasal 4 mengatur asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik yaitu meliputi: kepentingan umum; kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Diharapkan dengan pelaksanaan asas-asas tersebut dapat memperbaiki tingkat pelayanan publik, sehingga dengan pelayanan publik yang diberikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Undang-undang pelayanan publik ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, serta memberikan jaminan dan perlindungan bagi setiap warga negara dari penyalahgunaan wewenang didalam penyelenggaraan pemerintahan terutama yang menyangkut bidang pelayanan publik. Di dalam undang undang ini diatur dengan tegas tentang hak dan kewajiban para penyelenggara pelayanan publik dan para pengguna pelayanan publik.

Para penyelenggara pelayanan publik mempunyai hak, antara lain : memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya, melakukan kerja sama, mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik, melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan menolak permintaan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

4 Brata Atep Adya, 2003, Dasar-Dasar Pelayanan Prima, Jakarta: Gramedia, hal. 27.

Page 135: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

135PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam pasal 15 menyebutkan bahwa penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan, menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan, menempatkan pelaksana yang kompeten, menyediakan sarana, prasarana, dan / atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai, memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan, berpartisipasi aktif, dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan, membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya, memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawabnya atas posisi atau jabatan, memenuhi panggilan atau mewakili/organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut pasal 16 menyebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik berkewajiban melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan kepadanya, memberikan pertanggungjawaban atas pelaksnaan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah atau suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang dan sah sesuai dengan peraturan perundang-

Page 136: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

136 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

undangan, memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggungjawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada penyelenggara secara berkala.

Undang-undang pelayanan publik juga mengatur tentang larangan bagi pelaksana pelayanan publik antara lain, merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; menambah pelaksana tanpa persetujuan Penyelenggara; membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara; dan melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.

Selain itu tidak ketinggalan dalam undang–undang pelayanan publik menyebutkan tentang hak dan kewajiban masyarakat yaitu dalam pasal 18 yang isinya sebagai berikut mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan; mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan; memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar Pelayanan; memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan; mengadukan pelaksana yang melakukan Penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara

Page 137: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

137PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dan Ombudsman; mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan, serta menindaklanjuti pengelolaan pengaduan dan mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.

Dalam perundangan-undangan tentang pelayanan publik penyelenggara pelayanan publik juga wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya. Dalam hal pengaduan keberatan dipertemukan dengan pihak teradu karena alasan tertentu yang dapat mengancam atau merugikan kepentingan pengadu, dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah. Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, pihak pengadu menguraikan kerugian yang ditimbulkan akibat pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan materi aduan, penyelenggara pelayanan publik wajib menjaga kerahasiaan. Kewajiban menjaga kerahasiaan tidak gugur setelah pimpinan penyelenggara berhenti atau diberhentikan dari jabatan. Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap dan wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.

Pelaksana pelayanan publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus berperilaku adil dan tidak dikriminatif,

Page 138: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

138 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

cermat, santun dan ramah, tegar, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut, professional, tidak mempersulit, patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar, menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara, tidak membacakan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan, tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik, tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan atau kewenangan yang dimiliki, sesuai dengan kepantasan dantidak menyimpang dari prosedur.

Masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau pelaksana melalui peradilan tata usaha negara apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara. Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraanpelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan.

Berdasarkan Pasal 54, penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi teguran tertulis, apabila tidak melaksanakan ketentuan dimaksud, dapat dikenai sanksi dibebaskan dari jabatan. Sanksi menurunkan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun, sanksi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,

Page 139: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

139PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, dan sanksi pembekuan misi dan /atau ijin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah.

C. Fungsi dan Kewenangan Lembaga Ombudsman dalam Mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Keberadaan Ombudsman Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menurut konsep pembagian kekuasaan pada prinsipnya berperan sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara. Ombudsman Republik Indonesia ditinjau menurut fungsi kelembagaan merupakan lembaga penunjang dalam ranah kekuasaan legislatif dan yudikatif. Ombudsman Republik Indonesia menjadi lembaga penunjang dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik. Ombudsman Republik Indonesia ditinjau menurut hirarki kelembagaan, Ombudsman Republik Indonesia pada saat dibentuk

Page 140: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

140 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional, secara hirarki Ombudsman Republik Indonesia termasuk ke dalam kategori organ lapis dua kelompok ketiga. Setelah dasar hukum Ombudsman Republik Indonesia diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, kedudukan Ombudsman Republik Indonesia lebih kuat.

Peran Ombudsman Republik Indonesia adalah melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dan fungsinya tidak bergantung pada lembaga lain serta dapat memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat. Antonius Sujata berpendapat bahwa Ombudsman pada umumnya berperan sebagai berikut menciptakan asas-asas umum pemerintahan yang baik, menegakkan demokrasi dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, melindungi HAM dan memberantas korupsi5.

Dari dasar hukum berupa undang-undang ini, maka Ombudsman Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai organ lapis dua atau disebut sebagai lembaga negara kelompok kedua. Fungsi Ombudsman Republik Indonesia sebagai pengawas pelayanan publik merupakan salah satu upaya perwujudan good governance melalui tiga unsur pokok yang menjadi sari dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) yaitu akuntabilitas publik, kepastian hukum dan transparansi publik6.

5 Antonius Sujata dkk., 2002, Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, hal. 69-72.

6 http://nefifitriana.blogspot.co.id/2016/07/makalah-ombudsman-dalam ketatanegaraan.html

Page 141: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

141PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Fungsi Komisi Ombudsman berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik secara optimal untuk penyelesaian persoalan.

3. Memberdayakan pengawasan oleh masyarakat merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur negara dapat diminimalisasi.

4. Dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

5. Lembaga Ombudsman merupakan suatu komisi pengawasan yang bersifat mandiri dan berdiri sendiri lepas dari campur tangan lembaga kenegaraan lainnya. Pasal 2 Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Indonesia.

Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan

Page 142: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

142 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

yang demokratis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keadilan, dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek Maladministrasi antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur Penyelenggara Negara dan pemerintahan dan penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik. Untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan upaya meningkatkan pelayanan publik dan penegakan hukum diperlukan keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara efektif mampu mengontrol tugas Penyelenggara Negara dan pemerintahan. Pada sistem pengawasan Ombudsman partisipasi adalah prasyarat penting dan menjadi faktor utama.Untuk mencapai tujuannya yaitu mewujudkan good governance, Ombudsman di Indonesia bertugas antara lain mengupayakan partisipasi masyarakat dengan menciptakan keadaan yang kondusif bagi terwujudnya birokrasi sederhana yang bersih, pelayanan umum yang baik, penyelenggaraan peradilan yang efisien dan professional termasuk proses peradilan yang independen dan fair sehingga dapat dijamin tidak aka nada keberpihakan7.

7 Antonius Sujata Surahman, 2002, Ombudsman Indonesia di Tengah Ombudsman Internasional, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, hal. 88.

Page 143: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

143PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Pengawasan internal yang dilakukan oleh pemerintah sendiri dalam implementasinya ternyata tidak memenuhi harapan masyarakat, baik dari sisi obyektifitas maupun akuntabilitasnya. Dari kondisi di atas, pada Tahun 2000, Presiden berupaya untuk mewujudkan reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan dengan membentuk Komisi Ombudsman Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Komisi Ombudsman Nasional bertujuan membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme serta meningkatkan perlindungan hak masyarakat agar memperoleh pelayanan publik, keadilan, dan kesejahteraan.Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan undang-undang.

Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penanganannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyelesaikan pengaduan pelayan publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga

Page 144: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

144 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

tersendiri yakni Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Ombudsman Republik Indonesia tersebut merupakan lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Dalam Undang-Undang ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang dilakukan oleh swasta atau perseorangan tersebut, antara lain pekerjaan yang dilakukan oleh swasta atau perseorangan berdasarkan kontrak yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Setiap warga negara Indonesia atau penduduk berhak menyampaikan Laporan kepada Ombudsman. Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa pun. Laporan tersebut harus memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam Pasal 24 UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman meliputi :

Page 145: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

145PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

a. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat lengkap pelapor;

b. memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; dan

c. sudah menyampaikan laporan secara langsung kepada pihak terlapor atau atasannya, tetapi laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.

Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pelapor dapat dirahasiakan.

Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.Dalam keadaan tertentu, penyampaian laporan dapat dikuasakan kepada pihak lain.

Ombudsman memeriksa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud terdapat kekurangan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi laporan. Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas laporan. Dalam hal laporan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana dimaksud, pelapor dianggap mencabut laporannya.

Dalam hal berkas laporan sebagaimana dimaksud dinyatakan lengkap, Ombudsman segera melakukan pemeriksaan substantif. Berdasarkan hasil pemeriksaan substantive Ombudsman dapat menetapkan bahwa Ombudsman: tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan atau berwenang melanjutkan pemeriksaan. Dalam hal Ombudsman

Page 146: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

146 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dapat memuat saran kepada Pelapor untuk menyampaikan laporannya kepada instansi lain yang berwenang.

Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat:

a. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;

b. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau

c. melakukan pemeriksaan lapangan.

Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dapat melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Dalam memeriksa laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya. Selain melaksanakan prinsip tersebut, Ombudsman wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah pelapor dalam menyampaikan penjelasannya.

Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan, kecuali demi kepentingan umum. Kewajiban menjaga kerahasiaan tidak gugur setelah Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.

Page 147: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

147PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam hal terlapor dan saksi telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa. Ombudsman dapat memerintahkan kepada saksi, ahli, dan penerjemah mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan kesaksian dan/atau menjalankan tugasnya.

Dalam hal Ombudsman meminta penjelasan secara tertulis kepada terlapor sebagaimana dimaksud, terlapor harus memberikan penjelasan secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan penjelasan. Apabila dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terlapor tidak memberi penjelasan secara tertulis, Ombudsman untuk kedua kalinya meminta penjelasan secara tertulis kepada terlapor. Apabila permintaan penjelasan secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari tidak dipenuhi, terlapor dianggap tidak menggunakan hak untuk menjawab.

Dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan, ketertiban, dan kesusilaan. Hasil pemeriksaan Ombudsman dapat berupa menolak laporan atau menerima laporan dan memberikan rekomendasi. Ombudsman menolak laporan dalam hal:

a. Pelapor belum pernah menyampaikan keberatan tersebut baik secara lisan maupun secara tertulis kepada pihak yang dilaporkan;

Page 148: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

148 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

b. substansi laporan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan;

c. Laporan tersebut sedang dalam proses penyelesaian oleh instansi yang dilaporkan dan menurut Ombudsman proses penyelesaiannya masih dalam tenggang waktu yang patut;

d. Pelapor telah memperoleh penyelesaian dari instansi yang dilaporkan;

e. substansi yang dilaporkan ternyata bukan wewenang Ombudsman;

f. substansi yang dilaporkan telah diselesaikan dengan cara mediasi dan konsiliasi oleh Ombudsman berdasarkan kesepakatan para pihak; atau

g. tidak ditemukan terjadinya Maladministrasi.

Penolakan sebagaimana dimaksud diberitahukan secara tertulis kepada pelapor dan terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

Ombudsman menerima laporan dan memberikan rekomendasi dalam hal ditemukan maladministrasi. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:

a. uraian tentang laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

b. uraian tentang hasil pemeriksaan;c. bentuk maladministrasi yang telah terjadi; dand. kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-

hal yang perlu dilaksanakan terlapor dan atasan terlapor.

Page 149: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

149PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Rekomendasi tersebut disampaikan kepada pelapor, terlapor, dan atasan terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

Terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Atasan terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi. Ombudsman dapat meminta keterangan terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan rekomendasi. Dalam hal terlapor dan atasan terlapor tidak melaksanakan rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. terlapor dan atasan terlapor yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ombudsman menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Laporan berkala disampaikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan laporan tahunan disampaikan pada bulan pertama tahun berikutnya. Ombudsman dapat menyampaikan laporan khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden selain laporan berkala dan laporan tahunan. Laporan tahunan tersebut dipublikasikan setelah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden oleh Ombudsman. Laporan tahunan sekurang-kurangnya memuat mengenai:

Page 150: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

150 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

a. jumlah dan macam laporan yang diterima dan ditangani selama 1 (satu) tahun;

b. pejabat atau instansi yang tidak bersedia memenuhi permintaan dan/atau melaksanakan rekomendasi;

c. pejabat atau instansi yang tidak bersedia atau lalai melakukan pemeriksaan terhadap pejabat yang dilaporkan, tidak mengambil tindakan administratif, atau tindakan hukum terhadap pejabat yang terbukti bersalah;

d. pembelaan atau sanggahan dari atasan pejabat yang mendapat laporan atau dari pejabat yang mendapat laporan itu sendiri;

e. jumlah dan macam laporan yang ditolak untuk diperiksa karena tidak memenuhi persyaratan;

f. laporan keuangan; dang. kegiatan yang sudah atau yang belum terlaksana dan

hal-hal lain yang dianggap perlu.

Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Perwakilan Ombudsman sebagaimana dimaksud mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Kepala perwakilan dibantu oleh asisten Ombudsman. Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman.

Dalam Undang-Undang tentang Ombudsman ditentukan mengenai pedoman Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dengan mendasarkan beberapa asas yakni kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan.

Page 151: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

151PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai tugas Ombudsman, antara lain memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Dalam pelaksanaan tugas memeriksa laporan,Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi,tidak memihak, dan tidak memungut biaya serta wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak dan mempermudah pelapor. Dengan demikian Ombudsman dalam memeriksa laporan tidak hanya mengutamakan kewenangan yang bersifat memaksa,misalnya pemanggilan, namun Ombudsman dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar penyelenggara negara dan pemerintahan mempunyai kesadaran sendiri dapat menyelesaikan laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan menggunakan pendekatan ini berarti tidak semua laporan harus diselesaikan melalui mekanisme rekomendasi. Hal ini yang membedakan Ombudsman dengan lembaga penegak hukum atau pengadilan dalam menyelesaikan laporan.

Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan yang diterimanya, Ombudsman dapat memanggil terlapor dan saksi untuk dimintai keterangannya. Apabila terlapor dan saksi telah

Page 152: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

152 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa (subpoena power).

Dalam undang-undang ini ditentukan pula bahwa Ombudsman menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan, atau dapat menyampaikan laporan khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden yang dapat dijadikan bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden untuk mengambil kebijakan dalam membangun pelayanan publik yang lebih baik. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman di daerah, jika dipandang perlu Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota yang mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan.

Untuk menegakkan undang-undang ini diatur mengenai pemberian sanksi administratif dan pidana. Sanksi administrastif diberlakukan bagi terlapor dan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman, sedangkan sanksi pidana diberlakukan bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan.

Salah satu kewajiban utama pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat atau publik yang baik sebagai hak dari masyarakat. Hal tersebut sudah dibahas sebelumnya dalam undang-undang pelayanan publik yang menjamin hak masyarakat atas pelayanan publik yang baik. Namun kenyataan yang terjadi selama ini, dalam pelayanan ternyata banyak diwarnai oleh berbagai bentuk praktek maladministrasi sehingga dapat merugikan masyarakat.

Page 153: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

153PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dengan latar belakang permasalahan tersebut pemerintah membentuk suatu lembaga negara yang independen yang bertugas mengawasi jalannya penyelenggaraan pelayanan publik. Lembaga tersebut adalah Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, melalui peran lembaga ini diharapkan dapat tercipta pelayanan publik yang berkualitas dan dapat mengurangi serta mencegah berbagai praktek maladministrasi yang sering terjadi. Dalam UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Keberadaan lembaga Ombudsman sangat membantu masyarakat, masyarakat sekarang mempunyai wadah untuk mengadukan setiap praktek maladminstrasi dan ketidakadilan yang diterimanya dalam hal pelayanan publik serta mendapatkan perlindungan hukum. Pengawasan serta respon lembaga ombudsman atas praktek maladministrasi cukup membuat para penyelenggara/instansi/pelaksana pelayanan publik untuk berhati-hati dalam melayani masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran pelayanan publik, dikarenakan lembaga Ombudsman memiliki dasar hukum yang kuat berupa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Lembaga Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Page 154: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

154 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya ombudsman berasaskan pada kepatutan, keadilan, non diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia menyatakan Ombudsman berwenang menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak. Di sisi lain, pasal 50 ayat(5) Undang-undang Pelayanan Publik menyatakan dalam hal penyelesaian ganti rugi Ombudsman dapat melakukan mediasi, konsiliasi dan ajudikasi khusus. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antara para pihak yang diputus oleh Ombudsman.

Undang-Undang Pelayanan Publik juga menyatakan secara khusus mengenai jenis sanksi administrasi termasuk sanksi pembekuan misi dan/atau ijin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, serta pencabutan ijin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Dengan kewenangan yang begitu kuat diharapkan Ombudsman menjadi salah satu lembaga negara yang mempunyai fungsi strategis dalam mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih.

Page 155: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

155PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atep Adya, Brata. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

Widodo, Joko. 2001. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. Malang: CV Citra.

Sinambela, Liyan Poltak, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sujata, Antonius, dkk. 2002. Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan

Masa Mendatang. Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional.

Sujata, Antonius Surahman. 2000. Ombudsman Indonesia di Tengah Ombudsman Internasional. Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional.

Surjadi. 2012. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT Refika Aditama.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Page 156: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

156 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Biografi Penulis

Ahmadi Hasanuddin Dardiri M.H, Lahir di Solo,17 Agustus 1989. Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. Pendidikan formalnya selalu ditempuh di madrasah dan pondok pesantren diantaranya Ponpes kanak-kanak Yanbu’ul Qur’an Kudus, Ponpes Ali Maksum Krapyak Jogjakarta, dan Ponpes Universitas Islam Indonesia, Selain itu juga merupakan Alumni MAPK MAN 1 Surakarta. Pengalaman menggeluti dunia hukum dilakukan sejak menempuh pendidikan tinggi di Universitas Islam Indonesia (UII) sejak 2009 dan sekarang masih terdaftar sebagai mahasiswa program doktor ilmu hukum UII

Ali Geno Berutu di lahirkan di Desa Kuta Tengah, pada tanggal 17 Februari 1987, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam, Aceh. Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jontor Kota Subulussalam tahun 2000. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) PP. Al-Ikhlas, Penanggalan, Kota Subulussalam pada tahun 2003 (sekaligus nyantri). Setelah itu melanjutkan pendidikan tingkat atas pada Madrsah Aliyah Negeri (MAN) Serpong Tangerang Selatan Banten dan diselesaikan di MAN 9 Jakarta Pondok Kopi pada tahun 2007. Pada jenjang perguruan tinggi penulis melanjutkan ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) dengan Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum selesai pada tahun 2011. Pendidikan magister ditempuh di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 dan selesai pada tahun 2016 dengan mengambil konsentrasi syariah. Sedangkan Pendidikan Doktor dengan konsentrasi syariah ditempuh di almamater yang sama sejak tahun 2016 samapai sekarang. Beberapa tulisan yang

Page 157: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

157PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

pernah diterbitkan baik buku maupun jurnal diantaranya: Qanun Aceh dan Penerapannya di Kota Subulussalam, (Transwacana Press 2016), Impelementasi Qanun Maisir Terhadap Suku Pak-pak, (Jurnal Aristo Univ. Muh. Ponorogo, 2016), Penerapan Syariat Islam Aceh dalam Lintas Sejarah, (Istimbath Jurnal Hukum IAIN Metro Lampung), Qanun Aceh No. 14 Tahun 2003 dalam Pandangan Fiqih dan KUHP, (Jurnal Muslim Heritage IAIN Porogo, 2017), Pengaturan Tindak Pidana dalam Qanun Aceh: Komparasi Antara Qanun No. 12, 13 dan 14 tahun 2003 dengan Qanun No. 6 Tahun 2016, (Jurnal Mazahib IAIN Samarinda, 2017), Penerapan Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum) (Studi Kasus Penerapan Syariat Islam di Kota Subulussalam), (Jurnal Hukum Islam IAIN Ponorogo, 2017) dan Faktor Penghambat dalam Pengakan Qanun Jinayat Di Aceh, (Istimbath Jurnal Hukum IAIN Metro Lampung 2017).

Cholida Hanum, S.H.I., M.H, lahir di Semarang, 20 April 1992. Pendidikan dasar diselesaikan di kota kelahirannya yakni di SDN 03 Wonosari (2004), sedangkan pendidikan menengah pertama ditempuh di luar kota tepatnya di Kabupaten Kendal yaitu MTs Darul amanah sekaligus nyantri di Pondok Darul Amanah (2007), kemudian kembali ke kota halamannya untuk menyelesaikan sekolah menengah atas yakni di MAN 1 Semarang dan mondok di PP Al-Hikmah Pedurungan (2010). Pendidikan tingginya ditempuh di Kota Pelajar pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus nyantri di Ponpes Wahid Hasyim (2014). Gelar magister hukum diraihnya pada Universitas Diponegoro (2016). Aktivitas yang dijalani sekarang sebagai dosen Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan anggota Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Jawa Tengah. Selain itu penulis juga fokus dalam bidang gender dan tergabung dalam anggota Pusat Studi Gender dan Anak IAIN Salatiga. Beberapa tulisannya telah dimuat di berbagai jurnal yakni pada Jurnal Ijtihad (Fakultas Syariah

Page 158: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

158 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

UNIDA Gontor), Jurnal In Right: Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia (Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga) dan Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Fahmy Asyhari, S.H., M.H, lahir di Salatiga 20 Mei 1987. Pendidikan dasar dan menengahnya diselesaikan pada daerah kelahirannya. Gelar Sarjana Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Sed-belas Maret Surakarta (UNS), pendidikan magisternya di selesaikan pada program pasca sarjana Ilmu Hukum Universitas Muhamadiyah Surakarta dan sekarang sedang menyelesaikan disertasi pada Unik-versitas Jayabaya Jakarta. Pernah menjadi Wakil Ketua DPD PAN Kota Salatiga (periode 2009 – 2014), dosen Universitas Boyolali (2014-2015), dosen Universitas Pamulang Jakarta (2015-2016), dosen Unio-versitas Jagakarsa Jakarta (2015-2016) dan sekarang menjadi dosen IAIN Salatiga 2014-Sekarang. Akti mengisi forum ilmiah dan dan menulis beberapa karay yang terbit pada majalah lokal Salatiga.

Farkhani, S.HI., S.H., M.H, lahir di Indramayu, 24 Mei 1976. Pendidikan dasar dan menengahnya diselesaikan di kota kelahirannya (SD, SMP, SMU Muhammadiyah), pernah nyantri di Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Sukoharjo. Pendidikan tingginya di tempuh di kota Surakarta pada Universita Muhammadiyah Surkarta Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah dan Fakultas Hukum (2003), pada waktu yang sama nyantri di Pondok Hajjah Nuriyah Shabran-UMS (2002). Gelar S2 diraih pada universitas yang sama di bidang Ilmu Hukum (2009), kini sedang menyelesaikan S3 di universitas yang sama. Aktivitas yang dijalani sekarang sebagai dosen Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga, Anggota Majlis Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Jawa Tengah, Anggota AFHI (Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia) dan Anggota Timsel KPU 2018. Beberapa karya yang pernah diterbitkan adalah; Essensi Ajaran Islam 2 (kontributor,LPID-UMS, Surakarta, 2007,

Page 159: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

159PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Catatan Pinggir Seorang Guru (editor, STAIN Salatiga Press:, 2007), Pengantar Manajemen Pendidikan (editor, Fairuz Media, Sukoharjo, 2009), Pengantar Ilmu Hukum(STAIN Salatiga Press, 2010), Madrasah dan Pelestarian Lingkungan Sumbangan Konseptual dan Strategi Aksi (kontributor, STAIN Salatiga Press, 2011), Hukum Pemerintahan Daerah Eksperimentasi Demokratisasi Pasca Refromasi (STAIN Salatiga Press, 2011), Hukum Tata Negara Pergantian Kepala Negara Perspektif Siyasah Islamiyah dan Konstitusi Negara Republik Indonesia (Pustaka Iltizam, 2016), Hukum dan Wajah Hakim dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan (Pustaka Iltizam, 2016), Filsafat Hukum Paradigma Modernisme Menuju Post Modernisme 2018 (Kafilah Publishing, 2018) dan menjadi kontributor beberapa buku yang lain. Editor beberpa buku, diantaranya Hukum Perjanjian (editor, STAIN Salatiga Press, 2012), Konsep Jihad dan Mujahid Damai (editor, Diktis Kemenag RI, 2012), Studi Keislaman di Pergruan Tinggi (STAIN Salatiga Press, 2013), Pengantar Hukum Adat (editor, Pustaka Iltizam, 2016) dan Hukum Waris Adat (editor, Pustaka Iltizam, 2016) dan beberapa editor buku yang lain. Beberapa tulisannya juga telah dimuat di Jurnal Ijtihad (akreditasi B), Attarbiyah, dan Inferensi (akreditasi B) (STAIN Salatiga), Ishraqi (FAI-UMS) dan Profetika (Pasca Sarjana-UMS, terakreditasi A), Al-Manahij (IAIN Purwokerto, terkareditasi B), IJIMS (Pasca Sarjana IAIN Salatiga, terindeks Scopus dan Scimago)

Luthfiana Zahriani, lahir di Gorontali 27 Agustus 1976. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di Kota Solo lulus tahun 1989, SMPN 1 Solo lulus tahun 1992, SMAN 4 Solo lulus tahun 1995. Gelar Sarjana Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tahun 1999 dan gelar Magister Hukum diperoleh dari almamter yang sama dengan konsentrasi Hukum Kebijakan Publik pada tahun 2007. Sekarang sebagai dosen pada Fakultas Syari’ah Institut Agama

Page 160: PANCASILA Paduan Norma Hukum dan Agamae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6885/2/Pancasila.baru.pdf · PANCASILA 1 Paduan Norma Hukum dan Agama. PA N CAS I LA panduan norma hukum

160 PANCASILAPaduan Norma Hukum dan Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan anggota tim Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam IAIN Salatiga.

Muhammad Chairul Huda, lahir di Kab. Semarang, 29 Mei 1983. Saat ini menjadi staf pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga. Pendidikan formalnya di tempuh di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma’arif Karangtengah, Kec. Tuntang, Kab. Semarang Lulus tahun 1995, kemudian pendidikan menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Salatiga (1998), pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tengaran, Kab. Semarang (2001), pendidikan Strata 1 pada Jurusan Syariah STAIN Salatiga (2007), pendidikan Magister S2 di Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang Lulus 2016 dan saat ini sedang menempuh pendidikan pada Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro. Pendidikan non formalnya di Madrasah Diniyah Imaduddin Karangtengah, Kab. Semarang tahun 1995 – 1996, Ponpes An-Nida Kota Salatiga pada 1996 – 1997, Ponpes Al-Hijrah Kota Salatiga 2001 – 2003 dan Ponpes Edi Mancoro Kab. Semarang 2003 - 2006. Pengalama organisasinya pernah menjadi Ketua Umum Remaja Masjid Karangtengah, Kec. Tuntang 1998 – 2001, Ketua HMJ Syariah STAIN Salatiga 2003 – 2004, Presiden BEM STAIN Salatiga 2005 – 2006, Ketua Umum PMII Cab. Salatiga 2006 – 2007, Co-Founder Komunitas “Rumpun Bambu” Lintas Iman Mahasiswa Salatiga dan sekitarnya 2007, Pengurus Badan Amil Zakat Kota Salatiga 2007 – 2012, Div. Hukum dan Advokasi MUI Kota Salatiga 2013 – Sekarang, Anggota Forum Agamawan Muda Lintas Iman Jawa Tengah 2016 – Sekarang, Anggota Kader Bangsa Fellowship Program Jakarta 2017 – Sekarang, Dewan Kehormatan DPD. Generasi Muda Buddhis Indonesia (DPD.GEMABUDHI) Jawa Tengah 2018 – Sekarang.