panca sila
TRANSCRIPT
BAB ISEJARAH PENDIDIKAN PANCASILA
A. Pemahaman Umum Tentang Pancasila
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang
secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita
Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh
UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar
filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam
interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa
demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi
ideology negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam kedudukan yang
seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat
itu.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi
berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan
melalui Ketetapan siding Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998
disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila
sebagai satu-satunya asa bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut
sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden
atas kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan
asa tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan
oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia
pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan
pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu
memahami Pancasila secara ilmiah dan objektif.1
Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil
reformasi yang telah berjalan selama ini, belum menampakkan hasil yang
dapat dinikmati oleh rakyat, nasionalime bangsa rapuh, sehingga martabat
bangsa Indonesia dipandang rendah di masyarakat internasional.
Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut di atas maka
sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga Negara untuk
mengembangkan serta mengkaji Pancasila sebagai suatu hasil karya
besar bangsa kita yang setingkat dengan paham atau isme-isme besar
dunia dewasa ini seperti Liberalisme, Sosialisme, Komunisme. Upaya
untuk mempelajari serta mengkaji Pancasila tersebut terutama dalam
kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalikan
tatanan Negara kita yang porak poranda dewasa ini. Reformasi ke arah
terwujudnya masyarakat dan bangsa yang sejahtera tidak cukup hanya
dengan mengembangkan dan membesarkan kebencian, mengorbankan
sikap dan kondisi konflik anta relit politik, melainkan dengan segala
kemampuan intelektual serta sikap moral yang arif demi perdamain dan
kesejahteraan bangsa dan Negara sebagaimana yang telah diteladankan
oleh para pendiri Negara kita dahulu.
Oleh karena itu kiranya merupakan tugas yang berat kalangan
intelektual untuk mengembalikan persepsi rakyat yang keliru tersebut ke
arah cita-cita bersama bagi bangsa Indonesia dalam hidup bernegara.
B. Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Mjapahit sampai datangnya bangsa
lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus
tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
1 Kaelan, Prof. Dr. M. H, 2010, pendidikan pancasila, Paradigma : Yogyakarta.
menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri
serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta
filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang
di dalamnya tersimpul cirri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa lain, yang oleh pendiri Negara kita dirumuskan dalam
suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima
prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi secara histories bahw anilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar
Negara Indonesia secara objektif histories telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain
adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa
Indonesia sebagai kuasa materialis Pancasila. Oleh karena itu
berdasarkan fakta objektif secara histories kehidupan bangsa Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian
dan alas an histories inilah maka sangat penting bagi para generasi
penerus bangsa terutama kalangan intelektual untuk mengkaji,
memahami, dan mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah, yang
pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran wawasan kebangsaan
yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri.
2. Landasan Kultural
setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup agar
tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat
Internasional. Setiap bangsa memiliki cirri khas serta pandangan hidup
yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalisme
meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideology tertentu.
Berbeda dengan bangsa yang lain, Bangsa Indonesia mendasrkan
pandangan hidupnya dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara pada
suatu asas cultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual
seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa
Indonesia itu sendiri, yang diangkat dan nilai-nilai cultural yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia itu sendiri melalui proses refleksi filosofis para
pendiri Negara.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis perkuliahan pendidikan Pancasila di pendidikan
tinggi tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan Nasional. Pasal 1 dan 2 disebutkan bahwa sistem pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa
secara material Pancasila merupakan sumber hokum pendidikan nasional.
4. Landasan Filosofis
Secara filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang
dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa
Indonesia sebelum mendirikan Negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara
adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini
berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan
yang Maha Esa.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional
dan juga termuat dalm SK Dirjen Dikti. No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan
bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu pendidikan
kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalm
kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa
terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas
berbagai golongan agama, kebudayaan dan beraneka ragam
kepentingan, memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh
rasa tanggung jawab dan bermoral
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik
yang berperilaku, memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, memiliki kemampuan
untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara
pemecahannya, mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta memiliki kemampuan untuk
memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk
menggalang persatuan Indonesia.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila termasuk filsafat Pancasila, sebagai suatu
kajian ilmiah, harus memenuhi syarat-syarat ilmiah sebagai dikemukakan
olen I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘tahu dan pengetahuan’ yang
merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
1. Berobjek
Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang
didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu objek
forma, dan objek material.
2. Bermetode
Metode dalam pemabahasan Pancasila tergantung pada
karakteristik objek forma maupun objek material Pancasila. Salah satu
metode dalam pembahasan Pancasila adalah metodr analitico syntetic
yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintetis.
3. Bersistem
Pembahasan Pancasil secara ilmiah dengan sendirinya sebagai
suatu system dalm dirinya sendiri yaitu pada Pancasila itu sendiri sebagai
objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren (runtut), tanpa
adanya suatu pertentangan di dalamnya, sehingga sila-sila Pancasila itu
sendiri adlah suatu kesatuan yang sistematik.
4. Bersifat Universal
Kajian Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adlah
bersifat Universal, atau dengan lain perkataan inti sari, esensi atau makna
yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat
Universal.
D. Beberapa Pengertian Pancasila
1. Pancasila Secara Etimologis
Asal kata dan istilah “Pancasila” beserta makna yang terkandung di
dalmnya. Secara Etimologis istilah “Pancasila” berasal dari sansekerta
dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah
bahasa Prakerta. Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia
terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan
moralitas. Oleh karena itu secara etimologis yang dimaksudkan adalah
berbatu sendi lima.
2. Pancasila Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam siding BPUPKI
pertama dr. Radjiman Widyodiningrat. Mengajukan suatu masalah,
khususnya akan dibahas pada siding tersebut. Masalah tersebut adalah
tentang suatu calon rumusan dasar Negara Indonesia yang dibentuk.
Kemudian tampilah pada siding tersebut tiga orang pembicara yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Pada tanggal 17 agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Kemudian keesokan harinya disahkanlah Undang-
Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana dalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar Negara yang diberi
nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi bahasa
Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV
pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila” namun yang
dimaksudkan Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila.
Demikianlah riwayat singkat Pancasila baik dari segi istilah maupun
proses perumusannya, sampai menjadi dasar Negara yang sah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
3. Pancasila Secara Terminologis
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah melahirkan Negara
Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan Negara
sebagaimana lazimnya Negara-negara yang merdeka. Maka PPKI segera
mengadakan siding. Dalam sidangnya telah berhasil mengesahkan UUD
Negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945.
BAB II
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)
Sebagaimana disebutkan bahwa pengertian hokum dasar meliputi
dua macam yaitu, hukum dasar tertulis dan hokum dasar tidak tertulis.
Oleh karena sifatnya yang tertulis, maka Undang-Undang dasar itu
rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Undang-Undang Dasar
menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan
kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu
Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap system
pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang
memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai
suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat
dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan tersebut.
Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-
pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan satu sama lain.
Undang-Undang Dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam
suatu Negara 1
Dalam penjelasan Undang-Undang dasar 1945 disebutkan bahwa
Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel. Undang-Undang Dasar
1945 hanya memuat 37 pasal, adapun pasal-pasal lain hanya memuat
aturan peralihan dan aturang tambahan.
Sifat-Sifat Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
1 Budiarjo, 1981 :95,96.
1) Sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum
positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara Negara,
maupun mengikat bagi setiap warga Negara.
2) Bersifat singkat dan supel, menurut aturan-aturan yaitu memuat
aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai
dengan perkembangan zaman, serta memuat HAM.
3) Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan
yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional
4) Peraturan hokum positif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat
control terhadap norma-norma hokum positif yang lebih rendah
dalam hirarki tertib hokum Indonesia.
B. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis
Aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis.
Sifat-sifat nya sebagai berikut :
1) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam
praktek penyelenggara Negara.
2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan
sejajar.
3) Diterima oleh seluruh rakyat.
4) Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai
aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-Undang
dasar.
Jadi konvensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suaut
ketetapan MPR.
C. Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata bahasa Inggris “constitution”.
Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar. Dan hal
ini memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang
dalam percakapan sehari-hari memakai kata “grondwet”(grond=dasar,
wet= Undang-Undang) yang kedua-duanya menunjukkan naskah tertulis.
Pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya
dapat mempunyai arti :
1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, atau
2. sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar.
Dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia pengertian konstitusi
adalah sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti
dengan disebutnya istilah konstitusi Republik Indonesia serikat bagi
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat.1
D. Isi Pokok Batang Tubuh UUD 1945 Hasil Amandemen 2002
1. Bentuk dan Kedaulatan (Bab I)
Dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara
adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dari ketentuan pasal
ini jelaslah bahwa bentuk Negara Repuklik Indonesia ialah Negara
kesatuan, dan bentuk pemerintahannya adalah Republik, dengan presiden
sebagai kepala Negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu
jangka waktu tertentu.
Kemudian pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan
demikian Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat diseluruh
12Totopandoyo, 1981:25,26.
Negara, dan kekuasaan tertinggi itu dijalankan sepenuhnya oleh rakyat
menurut Undang-Undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (Bab II)
Dalam pasal 2 disebutkan bahwa MPR terdiri atas anggota-anggota
dewan perwakilan rakyat (DPR), dan anggota DPD. KEanggotaan MPR
menurut UUD 1945 menunjukkan bahwa seluruh anggota MPR,
sepenuhnya merupakan hasil dari pemilihan umum. Adapun menurut UUD
1945 sebelum diamandemen anggota MPR ditambah dengan utusan
golongan dan utusan daerah. Adapun kewenangan MPR yaitu : MPR
mengubah dan menetapkan UUD, MPR melantik presiden dan wakil
presiden, MPR dapat memberhentikan presiden/ wakil presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD, yang menurut istilah hukum tata Negara
disebut sebagai impeachment.
3. Kekuasaan Pemerintahan Negara (Bab III)
Dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945.
Presiden dalam melaksanakan kewajibannya dibantu oleh satu orang
wakil presiden pasal 4 ayat (2). Dalam melaksanakan tugasnya presiden
dapat mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR, pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah dalam
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
4. Kementerian Negara (Bab V)
Dalam pasal 17 ditegaskan bahwa presiden dibantu oleh Menteri-
menteri ayat (1) dan menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
presiden ayat (2), menteri-menteri itu membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan ayat (3).
Berdasarkan pasal ini terlihat jelas bahwa menteri Negara adalah
pembantu presiden. Mereka tidak bertanggung jawab kepada DPR,
melainkan kepada presiden. Oleh karena itu kedudukan menteri-menteri
Negara tidaklah tergantung kepada DPR. Dalam pengertian ini system
UUD 1945 menganut system cabinet Presidensial.
5. Pemerintahan Daerah (Bab VI)
Disebutkan dalam pasal 18 mengatur tentang pemerintahan
daerah. Ayat (1) menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal ini mengatur tentang pemerintahan daerah dan Negara
kesatuan Republik Indonesia, Republik Indonesia tidak mengenal adanya
Negara dalam Negara, karena memang bukan Negara federal (serikat).
6. Dewan Perwakilan Rakyat (Bab VII)
DPR diatur dalam pasal 19 sampai pasal 22. Susunan DPR
ditetapkan dalam UU dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalm setahun.
Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR, maka
kedudukan dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat
dibubarkan oleh presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
pemerintahan Negara.
7. Dewan Perwakilan Daerah (Bab VIIA)
DPD dipilih melalui pemilihan umum pasal 22c ayat (1). Anggota
DPD dari setiap provinsi, jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota
anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun, serta susunan dan kedudukan
DPD diatur dengan Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 22 tahun
2003.
8. Pemilihan Umum (Bab VIIB)
Pemilihan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur,dan adil setiap lima tahun sekali, pasal 22E ayat (1) pemilu
diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil
presiden, dan DPRD, pasal 22E ayat (2) peserta pemilu untuk memilih
anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik pasal 22E ayat (3).
Peserta pemilu untuk memilih DPRD adalah perseorangan, pasal 22E
ayat (4). Serta pelaksanaan pemilu dilaksanakan oleh suatu komisi
pemilihan umum, pasal 22E ayat (5) pelaksanaan pemilu secara rinci
diatur dalam suatu Undang-Undang.
9. Hal Keuangan (bab VIII)
Dalam pasal 23 ditegaskan bahwa Anggaran belanja dan anggaran
pendapatan Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat ayat (1). Ketentuan ini adalah mengenai hak DPR
untuk mengadakan pengawasan terhadap pemerintah di bidang
keuangan. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara
diadakan suatu badan pemeriksa keuangan (BPK) dan hasil pemeriksaan
itu harus diberitahukan kepada DPR (Undang-Undang No. 5 1973)
10. Badan Pemeriksa Keuangan (Bab VIIIA)
Badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri pasal 23E
ayat (1). Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR,
DPRD dan DPD, sesuai dengan kewenangannya pasal 23E ayat (2). Hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan sesuai
dengan Undang-Undang pasal 23E ayat (3). Dalam proses reformasi
fungsi BPK menjadi sangat penting karena salah satu agenda utama
dalam reformasi adalah memberantas KKN.
11. Kekuasaan Kehakiman (Bab IX)
Menurut pasal 24 bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan keadilan guna menegakkan
hukum dan keadilan, ayat (1). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha Negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, ayat (2).
12. Wilayah Negara (Bab IXA)
Pasal 25A memuat ketentuan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-
Undang.
13. Warga Negara dan Penduduk (Bab X)
Dalam pasal 26 bahwa orang yang menjadi warganegara Negara ia
orang-orang bangsa Indonesia asli orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan Undang-Undang sebagai warganegara, ayat (1). Hal ini
berarti bahwa yang dapat menjadi warga Negara Indonesia adalah juga
orang-orang dari keturunan bangsa lain. Kemudian pengertian penduduk
menurut pasal ini adalah warga Negara Indonesia dan warga Negara
asing yang bertempat tinggal di Indonesia, ayat (2).
14. Agama (Bab XI)
Dalam pasal 29 diatur perihal keyakinan warganegara dalam
kehidupan keagamaan sebagai berikut :
Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa (pasal 29
ayat 1)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
masing-masing dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2).
15. Pertahanan dan Keamanan Negara (Bab XII)
Pasal 30 menegaskan bahwa tiap-tiap warganegara berhak dan
wajib ikut serta dalam usah pembelaan Negara, ayat (1).Usaha
pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan kepolisian
Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai
kekuatan pendukungnya, ayat (2). TNI terdiri atas TNI AD, AL, AU,
sebagai alat Negara bertugas mempertahankan, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan Negara, ayat (3). Adapun kepolisian Negara
republik Indonesia, sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, melayani masyarakat serta
menegakkan hokum, ayat (4).
16. Pendidikan dan Kebudayaan (Bab XIII)
Tiap-tiap warganegara berhak mendapat pendidikan,pasal 31 ayat
(1). Dan setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya, ayat (2).
17. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan sosial (Bab XIV)
Dalam pasal 33 dinyatakan sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh pemerintah.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan asas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi
keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
Undang-Undang.
18. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan
(Bab XV)
Pasal 35 menegaskan bahwa Bendera bangsa Indonesia ialah
Sang Merah Putih.
Pasal 36 menyatakan bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia.
Pasal 36A menyatakan Lambang Negara Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 36B menyatakan Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal 36C ketentuan lebih lanjut tentang Bendera, Bahasa,
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan Undang-
Undang.
19. Perubahan Undang-Undang Dasar (Bab XVI)
Ketentuan tentang perubahan Undang-Undang Dasar, sebagai
berikut :
1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat
diagendakan dalam siding MPR, apabila diajukan oleh sekurang-
kurangya 1/3 anggota MPR.
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan
untuk diubah beserta alasannya.
3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, siding MPR
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR.
5) Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.
BAB IV
WAWASAN NUSANTARA
A. Pemahaman Umum Tentang Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara berhubungan erat dengan wawasan
kebangsaan. Oleh karena itu, sebagai istilah popular perlu dipahami
terlebih dahulu apakah yang dimaksud wawasan nusantara.
Bagi bangsa Indonesia untuk dapat mencapai tujuan nasional yang
harus didahului dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang mantap
diperlukan Wawasan Nusantara.