panca sila

23
BAB I LATAR BELAKANG Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia . Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno . Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 . Lahirnya rde baru tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa G 30 S/PKI 1965. Gerakan 30 S/PKi 1965 yang telah mengakibatkan terjadinya kekacauan terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dianggap sebagai penyimpangan terhadap UUD ’45 dan Pancasila. Oleh karena itu, munculah keinginan untuk menempatkan UUD ’45 dan Pancasila sebagai landasan kehidupan berbanga dan bernegara secara murni dan konsekuen. Keinginan tersebut Nampak dari maraknya demo-demo dari kesatuan aksi dari maraknya demo-demo dari kesatuan-kesatuan aksi seperti KAPI, KAPPI, dan juga KASI.kesatuan-kesatuan aksi tersebut kemudian menggabungkan diri dalam front pancasila yang nantinya kita kenal dengan angkatan 66. Dan salah satu aksinya yaitu pada tanggal 12 januari 1966 yang mngeluarkan tritura yang isinya: a) Pembubaran PKI beserta massanya b) Pembersihan cabinet dwikora c) Penurunan harga-harga barang. Aksidemo semakin kuat setelah tangga 24 februari 1966 para mahasiswa menentang pelantikan cabinet 100 menteri yang melibatkan orang-orang PKI, dalam aksinya para demonstar dihadang oleh pasukan keamanan yang kemudian menyebabkan terjadinya bentrokan. Dalam insiden tersebut seorang mahasiswa yaitu haris rahman hakim tewas, insiden inilah yang mengakibatkan aksi-aksi mereka. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja program pemerintahan pada masa soeharto?

Upload: depindobravomaithing

Post on 18-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

LATAR BELAKANG Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Lahirnya rde baru tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa G 30 S/PKI 1965. Gerakan 30 S/PKi 1965 yang telah mengakibatkan terjadinya kekacauan terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dianggap sebagai penyimpangan terhadap UUD 45 dan Pancasila. Oleh karena itu, munculah keinginan untuk menempatkan UUD 45 dan Pancasila sebagai landasan kehidupan berbanga dan bernegara secara murni dan konsekuen.Keinginan tersebut Nampak dari maraknya demo-demo dari kesatuan aksi dari maraknya demo-demo dari kesatuan-kesatuan aksi seperti KAPI, KAPPI, dan juga KASI.kesatuan-kesatuan aksi tersebut kemudian menggabungkan diri dalam front pancasila yang nantinya kita kenal dengan angkatan 66. Dan salah satu aksinya yaitu pada tanggal 12 januari 1966 yang mngeluarkan tritura yang isinya:a) Pembubaran PKI beserta massanyab) Pembersihan cabinet dwikora c) Penurunan harga-harga barang.Aksidemo semakin kuat setelah tangga 24 februari 1966 para mahasiswa menentang pelantikan cabinet 100 menteri yang melibatkan orang-orang PKI, dalam aksinya para demonstar dihadang oleh pasukan keamanan yang kemudian menyebabkan terjadinya bentrokan. Dalam insiden tersebut seorang mahasiswa yaitu haris rahman hakim tewas, insiden inilah yang mengakibatkan aksi-aksi mereka.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja program pemerintahan pada masa soeharto?2. Jelaskan tentang lembaga Negara yang ada pada jaman orde baru dan kaitkan dengan teori trias politka dari Montesque!3. Jelaskan jalannya demokrasi dan pemilu pada masa orde baru4. Apakah pada masa orde baru terjadi penguatan atau pelemahan pancasila?

TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah utuk mengetahui lebih dalam tentang peristiwa yang mengawali masa orde baru,program yang dijalankan,lembaga Negara yang berperan dan penilaian tentang njilai-nilai pancasila pada orde baru.MANFAAT PENULISAN Mahasiswa dapat mengetahui tentang peristiwa orde baru.BAB IIPEMBAHASAN PROGRAM PEMERINTAHAN SOEHARTO

1. Penataan Kehidupan PolitikDalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan antara lain : Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan social politik itu adalah: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo Golongan Karya (Golkar)A. Penyederhanaan Partai PolitikPenyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.B. PemiluSelama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemil.Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51% dengan perolehan 325 kursi di DPR dan PPP memperoleh 5,43% dengan perolehan 27 kursi.Sedangkan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP. Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR.C. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRIDi masa Orde Baru, ABRI menjadi institusi paling penting di Indonesia. Selain menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik, menjadikannya organisasi politik terbesar di negara. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator. Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S/PKI, yang melahirkankan Orde Baru.Sistem ini memancing kontroversi di tubuh ABRI sendiri.[16] Banyak perwira, khususnya mereka yang berusia muda, menganggap bahwa sistem ini mengurangi profesionalitas ABRI.Masuknya pendidikan sosial dan politik dalam akademi militer mengakibatkan waktu mempelajari strategi militer berkurang.Secara kekuatan, ABRI juga menjadi lemah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Saat itu, hanya ada 533.000 prajurit ABRI, termasuk Polisi yang kala itu masih menjadi bagian dari ABRI.Angka ini, yang hanya mencakup 0,15 persen dari total populasi, sangat kecil dibanding Singapura (2,06%), Thailand (0,46%), dan Malaysia (0,68%).Pendanaan yang didapatkan ABRI pun tak kalah kecil, hanya sekitar 1,96% dari total PDB, sementara angkatan bersenjata Singapura mendapatkan 5,48% dan Thailand 3,26% Selain itu, peralatan dan perlengkapan yang dimiliki juga sedikit; ABRI hanya memiliki 100 tank besar dan 160 tank ringan.D. Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.Sehingga sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

2. Terciptanya Pembangunan NasionalSetelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan3. Pemerataan pembagian pendapatan.4. Pemerataan kesempatan kerja5. Pemerataan kesempatan berusaha6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu: Pelita IPelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Pelita IIPelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%. Pelita IIIPelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan. Pelita IVPelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus. Pelita VPelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya. Pelita VIPelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.3. Ikut Berperan Aktif dalam Politik Luar NegriPada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan. MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingan nasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.Peran aktif Indonesia dalam menjalani politik luar negri diantarannya:A. Kembali menjadi anggota PBBPada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.B. Pembekuan Hubungan dengan RRTPada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Keputusan tersebut dilakukan karena RRT telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30 S/PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Besar di Peking.RRT juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S/PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya kembali PKI. Melalui media massanya RRT telah melakukan kampanye menyerang Orde Baru.

Lembaga Terkait dengan Trias Politica Trias Politika menurut Montesque aalah pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda,yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang, Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang, dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang Pada masa orde baru,Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana kedudukan dua lembaga ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua lembaga ini adalah merupakan lembaga tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan judikatif. Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan terjadinya hal ini. Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan yang menyatakan bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif. Dominasi/supremasi kekuasaan eksekutif mendapat legitimasi konstitusionalnya, karena dalam Penjelasan Umum UUD 1945 pada bagian Sistem Pemerintahan Negara Kunci Pokok IV sendiri dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di bawah Majelis. Dalam sistem UUD 1945 (sebelum diamandemen), Presiden memiliki beberapa bidang kekuasaan. Selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1), Presiden memiliki kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 5 ayat 1). Demikian juga Presiden memiliki kekuasaan diplomatik yang sangat besar, yaitu kekuasaan membuat berbagai macam perjanjian internasional dan mengangkat serta menerima duta dari negara lain (pasal 11 dan pasal 13). Sama halnya dalam bidang hukum (kekuasaan di bidang justisial) yang kemudian diwujudkan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi (pasal 14). Dominasi kekuasaan eksekutif semakin mendapat ruang geraknya ketika penguasa melakukan monopoli penafsiran terhadap pasal 7. Penafsiran ini menimbulkan implikasi yang sangat luas karena menyebabkan Presiden dapat dipilih kembali untuk masa yang tidak terbatas. Presiden juga memiliki kewenangan untuk menentukan keanggotaan MPR (pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU No.2 Tahun 1985). Suatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan logika demokrasi. Sistem kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI yang lebih sebagai alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang dikuasai partai mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap pemerintah. Hal ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah (Eksekutif) yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi tidak efektif.

4.PANCASILA PADA MASA ORDE BARU Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto. Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia.Adapun dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4. Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah orde baru menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di tangan negara.Pengkultusan Pancasila juga tercermin dari penetapan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai peringatan atas kegagalan G 30 S/PKI dalam upayanya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis. Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa Indonesia yang sangat plural kemudian diseragamkan.Uniformitasmenjadi hasil konkrit dari kebijakan politik pembangunan yang unilateral. Gagasan mengenai pluralisme tidak mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai pucaknya,pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas tunggal dan setiap warga negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai penghianat atau penghasut.Dengan demikian,jelaslah bahwa Orde Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal atau subversif. Sosialisasi Pancasila melalui Penataran P4 Pada era Orde Baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap Pancasila, pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah dan di masyarakat. Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan lembaga-lembaga negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4.Tujuan dari penataran P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.Selain sosialisasi nilai Pancasila dan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran juga disampaikan pemahaman terhadap Undang- Undang Dasar 1945 dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran P4 sendiri menjadi tanggung jawab dariBadan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Akan tetapicara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam penataran P4, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yangbenar. Setiap hari para pemimpin berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD1945, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin.Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang menunjukkan kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARANA.KESIMPULAN Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Pemerintah Orde Baru yang di pimpin oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun , ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekan awal munculnya Orde Baru. Tekad awal Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan maka muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status QUO. Hal ini menimbulkan akses akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dilakukan, penyimpangan dari nilai nilai pancasila & ketentuan ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Pelaksanaan pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yanga di nyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekusaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah ( eksekutif ). Sejak munculnya Gerakan Reformasi yang di motori oleh kalangan mahasiswa masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukan masalah masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum hendaknya di percepat untuk di lakukan, karena merupakan suatu tuntutan agar siap menyongsong era ketertiban ekonomi dan globalisasi. Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut denganperfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah negara yang merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian melakukan usaha-usaha sistematis agar kebenaran yang dipahami negara itu dapat diberlakukan dalam masyarakatnya. Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa. Mahasiswa sebagai moral force telah memerankan diri dalam kehidupan bangsa dan negara sesuai kurun waktunya. Peran mahasiswa dalam reformasi telah ditunjukkan sebagai pelopor untuk melakukan perubahan dan pembaharuan dalam konteks sistem ketatanegaraan Indonesia. Keberhasilan mahasiswa dalam mencetuskan reformasi seyogyanya tidak menjadikan mahasiswa tinggi hati. Reformasi pada hakekatnya belum sepenuhnya mencapai harapan, karena masih banyak yang memerlukan pelurusan, perbaikan, dan akselerasi. Oleh karena itu, peran mahasiswa masih diharapkan sebagai pengawal dan pengontrol reformasi. Di samping itu, diperlukan partisipasi aktif dan proaktif mahasiswa dalam berbagai peran sosial untuk mengatasi persoalan bangsa dengan memanfaatkan kemampuan intelektualnya dan semangat kepemudaannya yang diiringi dengan kekuatan moral. Semangat kebangsaan para generasi muda calon penerus kepemimpinan bangsa harus selalu dipupuk dan ditumbuh kembangkan. B. SARAN Gerakan reformasi diIndonesiayang terjadi pada tahun 1998 telah membawa berbagai dampak bagi bangsaIndonesia. Walaupun sudah terjadi dua belas tahun silam, dampak tersebut masih kita rasakan sampai saat ini, baik dampak positif maupun dampak negatifnya. Dibawah ini akan diulas sedikit tentang dampak-dampak tersebut. Ada berbagai dampak negatif dari reformasi 1998. Pertama, iklim politik yang semrawut karena banyak yang menyalah artikan makna dari demokrasi. Kedua, kebebasan dalam menyampaikan pendapat semakin tidak beretika. Ketiga, banyak demonnstrasi yang harusnya sebagai sarana menyampaikan aspirasi, justru malah mengganggu kenyamanan masyarakat. Keempat , meningkatnya kerusuhan di masyarakat. Itu semua karena pemerintahan pasca reformasi masih belum mampu melaksanakan undang-undang sebagai mestinya sehingga belum dapat mengangkat kehidupan bangsa dalam berbagai aspek. Namun reformasi juga berdampak positif bagi bangsa Indonesia. Pertama, masyarakat yang sebelum era reformasi dikekang kebebasannya dalam menyampaikan aspirasi, apalagi mengkritik pemerintahan, kini dapat menyampaikan aspirasi dan kritiknya tersebut dengan bebas. Kedua, derajat bangsa Indonesia di mata dunia semakin terangkat, karena berhasil melepaskan diri dari pemerintahan yang kurang demokratis dan membentuk pemerintahan yang lebih demokratis. Ketiga, Indonesia menjadi lebih terbuka terhadap dunia internasional, sehingga mobilitas terhadap berbagai bidang semakin berkembang. Reformasi memang telah membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Dampak utama dari reformasi adalah kebebasan kita dalam menyampaikan aspirasi tidak lagi dikekang seperti yang terjadi pada masa orde baru. Kita bebas menyalurkan aspirasi kita bagi pemerintahan, baik berupa pendapat maupun kritik. Namun perlu diingat, bahwa kebebasan dalam beraspirasi tersebut harus tetap mengikuti norma-norma yang berlaku. Aspirasi yang kita sampaikan harus dapat berguna bagi kemajuan bangsa, jangan sampai malah memecah belah persatuan bangsa. Intinya, reformasi harus bisa menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih demokratis, sebagaimana cita-cita dari reformasi itu sendiri.