panca prasetya federasi serikat pekerja rokok … filetuntunan zaman. untuk tercapainya cita-cita...

29
PANCA PRASETYA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA 1. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA, ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA. 2. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA, ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA KEPADA PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 3. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA, ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA DAN TAAT KEPADA ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA. 4. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA, ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG PROFESIONAL, BERINTEGRITAS, DEMOKRATIS, DAN BERTANGGUNG JAWAB. 5. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA, ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SIAP MELAKSANAKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS, DAN BERKEADILAN.

Upload: lamhuong

Post on 10-Apr-2019

255 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PANCA PRASETYA

FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN

SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

1. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU

MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,

ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG

MAHA ESA.

2. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU

MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,

ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA KEPADA PANCASILA DAN

UNDANG-UNDANG DASAR 1945.

3. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU

MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,

ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA DAN TAAT KEPADA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI

SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN – SERIKAT

PEKERJA SELURUH INDONESIA.

4. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU

MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,

ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG PROFESIONAL, BERINTEGRITAS,

DEMOKRATIS, DAN BERTANGGUNG JAWAB.

5. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU

MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,

ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SIAP MELAKSANAKAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS, DAN BERKEADILAN.

FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

ANGGARAN DASAR

PEMBUKAAN

Pembangunan Nasional yang dilakukan bangsa dan rakyat Indonesia dewasa ini merupakan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan rakyat menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera lahir dan batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tenaga kerja Indonesia sebagai aset nasional adalah sumberdaya manusia

yang selalu meningkatkan kualitasnya dan mampu menjadi tulang punggung

pembangunan bangsa. Karena itu diperlukan upaya peningkatan tanggungjawab,

disiplin, etos kerja dengan memiliki ketrampilan dan profesional sesuai dengan

tuntunan zaman. Untuk tercapainya cita-cita sebagaimana tersebut di atas, kaum

pekerja Indonesia bersepakat dan meneguhkan tekad untuk terus berikhtiar

meningkatkan kualitas, kemampuan, dan keahlian serta keterampilan sesuai dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu memperjuangkan

kepentingan pekerja dan masyarakat Indonesia umumnya.

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna secara optimal, tenaga kerja

Indonesia memerlukan wahana dan sarana untuk berpartisipasi dan berprestasi

berupa organisasi pekerja yang tangguh, kuat, dan berwibawa yang dibangun oleh,

dari, dan untuk pekerja secara bebas dan demokratis dengan berpegang teguh pada

semangat deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973.

Atas dasar pandangan dan pemikiran jauh ke depan dan rasa tanggung jawab

yang tinggi sebagai bangsa dan pekerja Indonesia, maka disusunlah organisasi ini

secara nasional berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri barang dan jasa

yang berkaitan dengan rokok, tembakau, makanan, dan minuman baik ke hulu

maupun ke hilir dan sektor industri lain yang secara sukarela mau bergabung dan

bersedia menerima dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman. Dengan

Anggaran Dasar sebagai berikut:

BAB I

NAMA, WAKTU, RUANG LINGKUP, DAN KEDUDUKAN

Pasal 1

NAMA

Organisasi ini bernama Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan

Minuman–Serikat Pekerja Seluruh Indonesia disingkat FSP RTMM-SPSI.

Pasal 2

WAKTU

FSP RTMM-SPSI merupakan kelanjutan Serikat Pekerja RTMM yang didirikan pada

tanggal 31 Mei 1993 di Jakarta, sesuai SK I DPP FSP RTMM–SPSI yang

ditandatangani Imam Sudarwo–Bomer Pasaribu, untuk jangka waktu yang tidak

ditentukan.

Pasal 3

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup industri yang diorganisir ke dalam FSP RTMM-SPSI meliputi:

1. Sub sektor pengolahan tembakau (manufacturing); 2. Sub sektor industri cerutu, rokok kretek, rokok kelembak menyan, rokok klobot

dan rokok putih; 3. Sub sektor industri makanan/minuman; 4. Sub sektor bahan baku makanan/minuman; 5. Sub sektor cold storage; 6. Sub sektor industri makanan ternak serta lainnya yang digolongkan industri

makanan dan minuman umumnya; 7. Sub sektor pergudangan/industri/distributor pendukung dari butir a, b, c, d, e, f. 8. Sub sektor industri lainnya yang secara sukarela menggabungkan diri dan

bersedia menerima dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Organisasi FSP RTMM-SPSI.

Pasal 4

KEDUDUKAN

Organisasi ini berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

Pimpinan Pusat organisasi berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia.

BAB II

BENTUK, SIFAT, DAN ASAS

Pasal 5

BENTUK

Organisasi berbentuk Federasi berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri

barang dan jasa sesuai dengan Pasal 3.

Pasal 6

SIFAT

Organisasi bersifat demokratis, independen, profesional, dan bertanggung jawab.

Pasal 7

AZAS

Organisasi berazaskan Pancasila.

BAB III

KEDAULATAN DAN AFILIASI ORGANISASI

Pasal 8

KEDAULATAN

Kedaulatan organisasi ada di tangan Anggota dan dilaksanakan sepenuhnya sesuai

dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.

Pasal 9

AFILIASI ORGANISASI

(1) Organisasi ini berafiliasi kepada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

(2) Organisasi ini dapat berafiliasi pada organisasi sejenis di tingkat Internasional sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan dan politik bebas aktif Negara Republik Indonesia.

BAB IV

FUNGSI, TUJUAN, DAN TUGAS POKOK

Pasal 10

FUNGSI

Organisasi berfungsi:

(1) Sebagai wadah dan wahana pembinaan pekerja Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional melalui peningkatan kualitas disiplin, etos kerja serta produktivitas kerja;

(2) Pelindung, pembela hak-hak dan kepentingan pekerja; (3) Sebagai wahana meningkatkan kesejahteraan pekerjadan keluarganya lahir dan

batin; (4) Sebagai pendorong dan penggerak anggota untuk ikut serta menyukseskan

program pembangunan nasional, khususnya sektor ekonomi dan sosial budaya; (5) Sebagai wahana untuk ikut serta secara aktif dalam pengambilan keputusan

dan kebijaksanaan sosial ekonomi dan ketenagakerjaan, khususnya pada sektor Rokok Tembakau Makanan Minuman.

Pasal 11

TUJUAN

Organisasi bertujuan:

(1) Turut serta secara aktif dalam mengisi dan mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, khususnya amanah yang tertuang dalam pasal 27, 28, dan 33 UUD 1945 bagi kaum pekerja dan rakyat Indonesia pada umumnya;

(2) Mengamalkan Pancasila serta terlaksananya UUD 1945 di dalam seluruh kehidupan bangsa dan negara menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual;

(3) Menghimpun dan menyatukan kaum pekerja dalam sektor industri barang dan jasa atau lapangan pekerjaan sejenis atau dipersamakan dengan itu serta mewujudkan rasa setia kawan dan solidaritas diantara sesama pekerja;

(4) Terciptanya kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia yang layak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan cara melindungi, membela dan mempertahankan kepentingan dan hak-hak pekerja;

(5) Tercapai dan terjaminnya kesejahteraan kaum pekerja dan keluarganya serta memperjuangkan perbaikan nasib, syarat-syarat dan kondisi kerja;

(6) Meningkatkan produktivitas pekerja dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional;

(7) Memantapkan Hubungan Industrial guna terwujudnya ketenangan kerja dan ketenangan usaha demi meningkatkan produktivitas nasional menuju tercapainya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat umumnya dan pekerja serta keluarga pada khususnya.

Pasal 12

TUGAS POKOK

Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, tugas pokok

organisasi adalah:

(1) Meningkatkan partisipasi, prestasi serta peranan kaum pekerja dalam pembangunan nasional untuk mengisi cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;

(2) Memperjuangkan terwujudnya perundang-undangan dan Peraturan Ketenagakerjaan serta peraturan pelaksanaannya sesuai kepentingan nasional dan kaum pekerja;

(3) Mengadakan peningkatan usaha-usaha untuk menjamin terciptanya syarat-syarat dan kondisi kerja yang layak dan mencermikan keadilan maupun tanggung jawab sosial;

(4) Mengusahakan peningkatan kualitas anggota terutama dengan cara mempertinggi mutu pengetahuan dan keterampilan kerja serta profesionalisme dan kemampuan berorganisasi;

(5) Bekerjasama dengan badan-badan pemerintah dan swasta serta organisasi lain di dalam maupun di luar negeri untuk melaksanakan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan organisasi;

(6) Mengadakan dan mengembangkan usaha-usaha koperasi bagi anggota untuk melayani dan memenuhi kebutuhannya sendiri, serta usaha-usaha lain yang sah dan bermanfaat serta tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan AnggaranRumah Tangga.

BAB V

KEANGGOTAAN

Pasal 13

ANGGOTA

(1) Anggota FSP RTMM-SPSI adalah pekerja-pekerja di bidang industri barang dan jasa sebagaimana disebut dalam Pasal 3 dan yang tergabung dalam Pimpinan Unit Kerja SP RTMM-SPSI di seluruh Indonesia.

(2) Setiap orang yang mempunyai aspirasi yang menyetujui dan menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan-ketentuan organisasi lainnya yang bersedia bergabung pada tingkatan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI.

(3) Keanggotaan dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dikeluarkan secara resmi oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 14

HAK ANGGOTA

(1) Setiap anggota mempunyai hak: a. Bicara dan memberikan suara; b. Memilih dan dipilih; c. Membela diri; d. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan organisasi; e. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas hak-haknya sebagai anggota; f. Mendapat bimbingan, perlindungan, dan pembelaan dari organisasi.

(2) Pengaturan lebih lanjut tentang hak anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15

KEWAJIBAN ANGGOTA

(1) Setiap anggota berkewajiban untuk: a. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi; b. Memegang teguh dan melaksanakan AD dan ART serta peraturan-peraturan

organisasi; c. Membayar uang pangkal, iuran, dan uang konsolidasi; d. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan dan kebijakan serta program

organisasi. (2) Pengaturan lebih lanjut tentang kewajiban anggota sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) butir c diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI

STRUKTUR ORGANISASI SERTA WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN

Pasal 16

STRUKTUR ORGANISASI

(1) Struktur organisasi disusun sebagai berikut: a. Tingkat Nasional meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia; b. Tingkat Daerah meliputi seluruh wilayah Provinsi; c. Tingkat Cabang meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota; d. Tingkat Perusahaan.

(2) Struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berturut-turut dipimpin oleh: a. Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan,

Minuman disingkat PP FSP RTMM-SPSI serta Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO);

b. Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman disingkat PD FSP RTMM-SPSI;

c. Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman disingkat PC FSP RTMM-SPSI;

d. Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman disingkat PUK SP RTMM-SPSI.

Pasal 17

WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN PUSAT

(1) Pimpinan Pusat adalah pelaksana tertinggi organisasi yang bersifat kolektif di tingkat nasional.

(2) Pimpinan Pusat berwenang: a. Menentukan kebijakan tingkat nasional sesuai dengan Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa dan Rapat Pimpinan Nasional serta Peraturan Organisasi;

b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah; c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Daerah; d. Memberikan penghargaan dan sanksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga. e. Membuat kebijakan strategis untuk menyelamatkan organisasi karena kondisi

yang amat mendesak dan belum diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Organisasi serta harus dilaporkan dalam rapat resmi organisasi berikutnya.

(3) Pimpinan Pusat berkewajiban: a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah, dan Rapat Tingkat Nasional serta Peraturan Organisasi;

b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar Biasa.

(4) Masa jabatan Pimpinan Pusat adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 18

WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN DAERAH

(1) Pimpinan Daerah adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat provinsi.

(2) Pimpinan Daerah berwenang: a. Menentukan kebijakan tingkat Daerah sesuai dengan Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi;

b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Cabang; c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang.

(3) Pimpinan Daerah berkewajiban: a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi;

b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa

(4) Masa jabatan Pimpinan Daerah adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 19

WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN CABANG

(1) Pimpinan Cabang adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat kabupaten/kota.

(2) Pimpinan Cabang berwenang: a. Menentukan kebijakan tingkat Cabang sesuai dengan Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;

b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Unit Kerja; c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Unit Kerja.

(3) Pimpinan Cabang berkewajiban: a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;

b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa.

(4) Masa jabatan Pimpinan Cabang adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 20

WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN UNIT KERJA

(1) Pimpinan Unit Kerja adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat Perusahaan.

(2) Pimpinan Unit Kerja berwenang menentukan kebijakan tingkat Unit Kerja sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah, Cabang maupun Unit Kerja serta Peraturan Organisasi.

(3) Pimpinan Unit Kerja berkewajiban: a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah, Cabang, maupun Unit Kerja serta Peraturan Organisasi;

b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Unit Kerja/ Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa.

(4) Masa jabatan Pimpinan Un it Kerja adalah 3 (tiga) tahun.

BAB VII

BADAN DAN LEMBAGA SERTA DEWAN PENASEHAT

Pasal 21

BADAN DAN LEMBAGA

(1) Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang dapat membentuk Badan dan Lembaga untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Badan dan Lembaga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 22

MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI (MPO)

(1) Organisasi memiliki Majelis Pertimbangan Organisasi yang berfungsi memberi saran dan nasehat kepada Pimpinan Pusat, baik diminta ataupun tidak diminta.

(2) Majelis Pertimbangan Organisasi berwenang untuk menghadiri rapat-rapat organisasi sebagai peserta dan memberikan pertimbangan kepada Pimpinan Pusat.

(3) Majelis Pertimbangan Organisasi memberi pertimbangan atas kebijakan internal dan eksternal yang bersifat strategis, yang akan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

(4) Saran, nasehat dan pertimbangan yang disampaikan Majelis Pertimbangan Organisasi sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh Pimpinan Pusat.

(5) Majelis Pertimbangan Organsisasi ditetapkan oleh Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis Pertimbangan Organsisasi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII

MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT

Bagian Kesatu

MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT NASIONAL

Pasal 23

(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Nasional terdiri atas: a. Musyawarah Nasional (MUNAS); b. Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB); c. Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS); d. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS); e. Rapat Konsultasi Nasional (RAKONAS).

(2) Musyawarah Nasional (MUNAS): a. Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang

diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun. b. Musyawarah Nasional berwenang:

i. Menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi;

ii. Menetapkan Program Umum Organisasi; iii. Menilai Pertanggungjawaban Pimpinan Pusat;

iv. Memilih dan menetapkan Ketua Umum; v. Menetapkan Pimpinan Pusat; vi. Menetapkan Majelis Pertimbangan Organsisasi; vii. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu; viii. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3) Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB): a. Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang

diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Daerah, disebabkan oleh: i. Organisasi dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal

kegentingan yang memaksa; ii. Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,

atau Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Nasional sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.

b. Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat, kecuali jika Musyawarah Nasional tersebut diselenggarakan karena ayat (3) butir a. ii, maka penyelenggaranya adalah Pimpinan Daerah–Pimpinan Daerah yang meminta dilakukannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.

c. Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional;

d. Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.

(4) Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS): a. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di

bawah Musyawarah Nasional; b. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam

setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat. (5) Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS):

a. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional;

b. Rapat Kerja Nasional dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.

(6) Rapat Konsultasi Nasional (RAKONAS) adalah rapat yang diadakan oleh Pimpinan Pusat untuk membahas masalah-masalah aktual dan sosialisasi kebijakan Organisasi.

Bagian Kedua

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT DAERAH

Pasal 24

(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Daerah terdiri atas: a. Musyawarah Daerah (MUSDA); b. Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB); c. Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA); d. Rapat Kerja Daerah (RAKERDA).

(2) Musyawarah Daerah (MUSDA): a. Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat

provinsi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;

b. Musyawarah Daerah berwenang: i. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Daerah ; ii. Menetapkan Program Kerja Daerah; iii. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Daerah; iv. Menetapkan Pimpinan Daerah; v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu; vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.

(3) Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB) a. Musyawarah Daerah Luar Biasa adalah Musyawarah Daerah yang

diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Cabang dan diketahui oleh Pimpinan Pusat, disebabkan oleh: i. Kepemimpinan Pimpinan Daerah dalam keadaan terancam atau

menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa. ii. Pimpinan Daerah melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga, atau Pimpinan Daerah tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.

b. Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat; c. Musyawarah Daerah Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang

sama dengan Musyawarah Daerah; d. Pimpinan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya

Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut. (4) Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA):

a. Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Daerah;

b. Rapat Pimpinan Daerah berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Daerah

c. Rapat Pimpinan Daerah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah.

(5) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA): a. Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan

mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah; b. Rapat Kerja Daerah dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode

kepengurusan.

Bagian Ketiga

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT CABANG

Pasal 25

(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Cabang terdiri atas : a. Musyawarah Cabang (MUSCAB); b. Musyawarah Cabang Luar Biasa9MUSCABLUB); c. Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB); d. Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB).

(2) Musyawarah Cabang (MUSCAB): a. Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat

kabupaten/kota yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun; b. Musyawarah Cabang berwenang:

i. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;

ii. Menetapkan Program Kerja Cabang; iii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang; iv. Menetapkan Pimpinan Cabang; v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu; vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.

(3) Musyawarah Cabang Luar Biasa (MUSCABLUB): a. Musyawarah Cabang Luar Biasa adalah Musyawarah Cabang yang

diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Unit Kerja dan diketahui oleh Pimpinan Daerah, disebabkan oleh: i. Kepemimpinan Pimpinan Cabang dalam keadaan terancam atau

menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa; ii. Pimpinan Cabang melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga, atau Pimpinan Cabang tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Cabang sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.

b. Musyawarah Cabang Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah; c. Musyawarah Cabang Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang

sama dengan Musyawarah Cabang; d. Pimpinan Cabang wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya

Musyawarah Cabang Luar Biasa tersebut. (4) Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB):

a. Rapat Pimpinan Cabang adalah rapat pengambilan keputusan dibawah Musyawarah Cabang;

b. Rapat Pimpinan Cabang berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang;

c. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang.

(5) Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB): a. Rapat Kerja Cabang adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan

mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Cabang; b. Rapat Kerja Cabang dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode

kepengurusan.

Bagian Keempat

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT UNIT KERJA

Pasal 26

(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Unit Kerja terdiri atas: a. Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK); b. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (MUSNIKLUB); c. Rapat Pimpinan Unit Kerja (RAPIMNIK); d. Rapat Kerja Unit Kerja (RAKERNIK).

(2) Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK): a. Musyawarah Unit Kerja adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat

perusahaan yang diadakan sekali dalam 3 (tiga) tahun; b. Musyawarah Unit Kerja berwenang:

i. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Unit Kerja; ii. Menetapkan Program Kerja Unit Kerja; iii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan;

iv. Menetapkan Pimpinan Unit Kerja; v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu; vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.

(3) Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (MUSNIKLUB): a. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa adalah Musyawarah Unit Kerja yang

diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Unit Kerja dan diketahui oleh Pimpinan Cabang, disebabkan karena: i. Kepemimpinan Pimpinan Unit Kerja dalam keadaan terancam atau

menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa; ii. Pimpinan Unit Kerja melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga, atau Pimpinan Unit Kerja tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Unit Kerja sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;

iii. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang;

iv. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Unit Kerja;

v. Pimpinan Unit Kerja wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa tersebut.

(4) Rapat Pimpinan Unit Kerja (RAPIMNIK): a. Rapat Pimpinan Unit Kerja adalah rapat pengambilan keputusan dibawah

Musyawarah Unit Kerja; b. Rapat Pimpinan Unit Kerja berwenang mengambil keputusan-keputusan

selain yang menjadi wewenang Musyawarah Unit Kerja; c. Rapat Pimpinan Unit Kerja diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam

setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Unit Kerja. (5) Rapat Kerja Unit Kerja (RAKERNIK):

a. Rapat Kerja Unit Kerja adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Unit Kerja;

b. Rapat Kerja Unit Kerja dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.

Pasal 27

Peserta Musyawarah dan Rapat Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah

Tangga.

BAB IX

KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 28

(1) Musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 adalah sah apabila dihadiri oleh lebih setengah jumlah peserta.

(2) Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila tidak tercapai musyawarah untuk mufakat maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(3) Dalam hal musyawarah mengambil keputusan tentang pemilihan Pimpinan, sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih dari setengah jumlah peserta yang hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Khusus tentang perubahan Anggaran Dasar sah apabila: a. Dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta

musyawarah yang hadir; b. Disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta

musyawarah yang hadir.

BAB X

KEUANGAN

Pasal 29

(1) Keuangan diperoleh dari: a. Uang pangkal dan iuran anggota; b. Uang konsolidasi; c. Sumbangan yang tidak mengikat; d. Usaha-usaha lain yang sah.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XI

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM

Pasal 30

(1) FSP RTMM-SPSI sebagai badan hukum diwakili oleh Pimpinan Pusat di dalam dan di luar pengadilan.

(2) Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) kepada Pimpinan Daerah sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

(3) Memberikan advokasi kepada fungsionaris anggota FSP RTMM–SPSI. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelesaian Perselisihan Hukum diatur dalam

Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.

BAB XII

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 31

(1) Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan di dalam suatu Musyawarah Nasional yang khusus diadakan untuk itu.

(2) Dalam hal pengambilan keputusan tentang pembubaran organisasi, Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh seluruh peserta dan keputusan musyawarah dinyatakan sah apabila disetujui secara aklamasi oleh peserta yang hadir.

(3) Dalam hal organisasi dibubarkan maka kekayaannya diserahkan kepada badan-badan/lembaga-lembaga sosial di Indonesia.

BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 32

(1) Apabila Anggaran Dasar ini mendesak untuk dilaksanakan perubahan karena tuntutan keadaan dan perkembangan perundang-undangan, maka dapat dilakukan Perubahan Anggaran Dasar sebelum MUNAS melalui RAPIMNAS dan selanjutnya dipertanggung jawabkan dalam MUNAS berikutnya.

(2) Bagi daerah-daerah khusus, maka PP FSP RTMM-SPSI dapat menetapkan kebijakan tentang struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 dalam Anggaran Dasar ini.

BAB XIV

PERATURAN PERALIHAN

Pasal 33

Peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan dan

tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

BAB XV

PENUTUP

Pasal 34

(1) Hal-hal yang belum dan/atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar, ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi.

(2) Peraturan Dasar pertama kali disahkan oleh MUNAS I SP RTMM-SPSI, tanggal 4 Agustus 1995 di Jakarta dan kemudian dirubah menjadi Anggaran Dasar pada MUNAS II SP RTMM-SPSI, tanggal 21 Juli 2000 di Bandung. Dirubah kembali dan ditetapkan oleh MUNAS III FSP RTMM-SPSI pada tanggal 29 Juli 2005, di Kudus Jawa Tengah. Dirubah kembali dan ditetapkan oleh MUNAS IV FSP RTMM–SPSI pada tanggal 27 Januari 2010, di Hotel Grand Cempaka Jakarta. Kemudian diubah dan ditetapkan oleh MUNAS V FSP RTMM-SPSI pada tanggal 29 Mei 2015, di Hotel Aston Denpasar, Bali.

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I KEANGGOTAAN

Pasal 1

CARA MENJADI ANGGOTA (1) Setiap orang yang mempunyai aspirasi pada Industri RTMM atau lainnya yang

sebagaimana disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar yang secara sadar ingin menjadi anggota FSP RTMM-SPSI yang tergabung dalam PC, PD, dan PP harus mengisi fomulir pendaftran menjadi anggota;

(2) PUK SP RTMM-SPSI atau Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja sebagaimana disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar yang mempunyai aspirasi dan ingin menjadi anggota Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) harus mengisi fomulir pendaftran menjadi anggota;

(3) Formulir pendaftaran rangkap 2 (dua), masing-masing disertai pas photo ukuran 3 x 4 diserahkan kepada PUK SP RTMM-SPSI atau langsung ke PC, PD atau PP bagi yang bukan pekerja.

(4) PUK SP RTMM-SPSI atau Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja sebagaimana disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar harus melaporkan pendaftaran ke tingkat PC FSP RTMM-SPSI atau PD FSP RTMM-SPSI apabila tingkat PC tidak ada;

(5) Permintaan menjadi anggota disertai uang pangkal sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Rumah Tangga ini.

(6) Setiap tingkatan organisasi FSP RTMM-SPSI yang baru terbentuk wajib mencatatkan lembaganya masing-masing kepada instansi pemerintah terkait, sedangkan untuk yang sudah tercatat tetapi ada perubahan susunan kepengurusan wajib memberitahukan kepada instansi pemerintah terkait.

Pasal 2

PENDAFTARAN ANGGOTA (1) Setiap Serikat Pekerja yang telah mengajukan pendaftaran menjadi anggota

sesuai ketentuan pasal 1 ayat (1) dinyatakan sebagai Calon Anggota; (2) Setiap calon anggota diteliti kesetiaannya kepada organisasi sekurang-

kurangnya 3 (tiga) bulan sejak didaftarkan, jika setelah 3 (tiga) bulan tidak ada penolakan dari PUK atau PC atau PD atau PP serta terbukti kesetiaannya selama menjadi calon anggota, maka dinyatakan sah sebagai anggota;

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 3 HAK-HAK ANGGOTA

Setiap Anggota berhak: 1. Memperoleh perlakuan yang sama; 2. Mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan; 3. Memilih dan dipilih; 4. Memperoleh perlindungan dan pembelaan; 5. Memperoleh pendidikan dan pelatihan; 6. Memperoleh penghargaan dan kesempatan mengembangkan diri.

Pasal 4 KEWAJIBAN ANGGOTA

Setiap anggota berkewajiban: (1) Mematuhi dan melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam Anggaran

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Organisasi; (2) Mematuhi dan melaksanakan keputusan Musyawarah Nasional dan ketentuan

organisasi lainnya; (3) Mengamankan dan memperjuangkan kebijakan organisasi; (4) Membela kepentingan organisasi dari setiap usaha dan tindakan yang

merugikan organisasi; (5) Menghadiri musyawarah, rapat-rapat, dan kegiatan organisasi; (6) Berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program organisasi; (7) Membayar iuran anggota.

Pasal 5 BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN

Keanggotaan FSP RTMM-SPSI berakhir apabila: (1) Meninggal dunia; (2) Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; (3) Diberhentikan oleh organisasi; (4) Serikat Pekerja bubar.

BAB III

TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN/PENGURUS

Pasal 6 TINDAKAN DISIPLIN

Tindakan disiplin dikenakan kepada anggota/pengurus organisasi dapat berupa: (1) Teguran lisan; (2) Peringatan tertulis setelah teguran lisan; (3) Skorsing setelah peringatan tertulis; (4) Pemberhentian setelah tindakan skorsing; (5) Penuntutan secara hukum.

Pasal 7 PERINGATAN

(1) Tindakan peringatan diambil terhadap anggota/pengurus atau pimpinan yang merugikan kepentingan organisasi atas dasar pertimbangan hasil rapat pimpinan pada masing-masing tingkatan;

(2) Tindakan peringatan sebagaimana disebut pada pasal 7 ayat (1) dilakukan atas rekomendasi dan keputusan rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah pengurus.

Pasal 8

SKORSING (1) Tindakan skorsing dikenakan terhadap anggota/pengurus atau pimpinan karena:

a. Merugikan organisasi baik moril maupun materil; b. Menyalahgunakan kedudukannya sebagai anggota/pengurus/pimpinan

untuk kepentingan pribadi; c. Menyalahgunakan hak milik organisasi untuk kepentingan pribadi.

(2) Tindakan skorsing dilakukan oleh Pimpinan Organisasi Serikat Pekerja RTMM-SPSI pada tingkatan masing-masing atas rekomendasi dan keputusan rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah pengurus.

Pasal 9

PEMBERHENTIAN (1) Tindakan pemberhentian terhadap anggota/pengurus atau pimpinan dilakukan

setelah: a. Dikenakan skorsing namun masih melakukan tindakan kesalahan

sebagaimana disebut pada pasal 8 ayat (1); b. Tindakan indisipliner yang sangat merugikan organisasi.

(2) Tindakan pemberhentian terhadap anggota/pengurus atau pimpinan diatur sebagai berikut: a. Anggota oleh PC atau PD jika tidak ada PC atas usul PUK; a. PUK oleh PD atas usul PC; b. PC oleh PP atas usul PD; c. PD oleh PP atas keputusan rapat PD yang memenuhi quorum 50% + 1.

(3) Tindakan pemberhentian terhadap fungsionaris PP FSP RTMM-SPSI dilakukan oleh keputusan RAPIMNAS.

Pasal 10

PENUNTUTAN SECARA HUKUM (1) Anggota atau pimpinan yang merugikan organisasi secara material/finansial

dapat dikenakan tuntutan hukum; (2) Tuntutan hukum sebagaimana disebut dalam ayat 1 (satu) dilakukan Pimpinan

organisasi pada tingkatan masing-masing atas rekomendasi dan keputusan rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah pengurus.

Pasal 11

PEMBELAAN DIRI Pembelaan diri akibat skorsing dan pemberhentian anggota/pengurus atau pimpinan dapat dilakukan dalam rapat pimpinan di tingkatan masing-masing (RAPIMNAS, RAPIMDA, RAPIMCAB, atau RAPIMNIK).

Pasal 12

Tindakan disiplin sebagaimana diatur pada Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 dapat dikenakan tidak berdasarkan urutan, melainkan besar kecilnya pelanggaran, kerugian, dan pengaruh yang ditimbulkannya.

BAB IV STRUKTUR DAN KEPENGURUSAN

Pasal 13

SUSUNAN PIMPINAN PUSAT (1) Susunan Pengurus Pimpinan Pusat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan

sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang, terdiri dari: a. Seorang Ketua Umum; b. Seorang Wakil Ketua Umum; c. Beberapa orang Ketua; d. Seorang Sekretaris Umum;

e. Beberapa orang Sekretaris; f. Seorang Bendahara Umum; g. Seorang Bendahara.

(2) Pimpinan Pusat organisasi dapat dilengkapi dengan beberapa anggota yang mewakili daerah dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Pusat.

Pasal 14

SUSUNAN PIMPINAN DAERAH (1) Susunan Pengurus Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan

sebanyak-banyaknya 9 (sembilan)) orang, terdiri dari: a. Seorang Ketua; b. Beberapa orang Wakil Ketua; c. Seorang Sekretaris; d. Beberapa orang Wakil Sekretaris; e. Seorang Bendahara; f. Seorang Wakil Bendahara.

(2) Pimpinan Daerah dapat dilengkapi dengan beberapa anggota mewakili cabang dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Daerah.

Pasal 15

SUSUNAN PIMPINAN CABANG (1) Susunan Pengurus Pimpinan Cabang sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan

sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, terdiri dari: a. Seorang Ketua; b. Beberapa orang Wakil Ketua; c. Seorang Sekretaris; d. Beberapa orang Wakil Sekretaris; e. Seorang Bendahara; f. Seorang Wakil Bendahara.

(2) Pimpinan Cabang dapat dilengkapi dengan beberapa anggota yang mewakili PUK dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Cabang.

Pasal 16

SUSUNAN PIMPINAN UNIT KERJA (1) Susunan Pengurus Pimpinan Unit Kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan

sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang, terdiri dari: a. Seorang Ketua; b. Beberapa orang Wakil Ketua; c. Seorang Sekretaris; d. Beberapa orang Wakil Sekretaris; e. Seorang Bendahara; f. Seorang Wakil Bendahara.

(2) Pimpinan Unit Kerja dapat dilengkapi dengan beberapa anggota mewakili bagian atau departemen di tempat kerja dan disebut Komisariat Pimpinan Unit Kerja yang dipilih langsung oleh anggota di bagian atau departemen tersebut baik berdasarkan musyawarah mufakat ataupun suara terbanyak yang dinyatakan secara tertulis.

BAB V SYARAT- SYARAT UNTUK MENJADI PIMPINAN

Pasal 17 (1) Syarat-syarat untuk menjadi Pimpinan Organisasi baik di tingkat Pimpinan

Pusat, Pimpinan Daerah, ataupun Pimpinan Cabang adalah: a. Telah menjadi anggota selama 5 (lima) tahun; b. Menguasai dan memahami masalah organisasi; c. Menandatangani pernyataan kesediaan dan bersedia aktif menjadi pimpinan.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Pimpinan Unit Kerja adalah: a. Pekerja pada perusahaan industri barang dan jasa sektor Rokok, Tembakau,

Makanan, Minuman dan sejenisnya serta subsektor industri lainnya sebagaimana disebut dalam Anggaran Dasar Pasal 3;

b. Telah menjadi anggota sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, kecuali untuk pembentukan PUK baru;

c. Menandatangani pernyataan kesediaan untuk menjadi pimpinan organisasi.

BAB VI PERANGKAPAN JABATAN DAN PENGGANTIAN PIMPINAN ANTAR WAKTU

Pasal 18

PERANGKAPAN JABATAN (1) Setiap pimpinan organisasi disemua tingkatan dibenarkan merangkap 1 (satu)

jabatan dalam organisasi secara vertikal ke atas atau ke bawah. (2) Setiap pengurus organisasi dibenarkan merangkap jabatan secara horizontal

dengan Konfederasi pada tingkatan masing-masing.

Pasal 19 MASA JABATAN DAN BERAKHIRNYA JABATAN KEPEMIMPINAN

(1) Masa jabatan Ketua Umum PP dan Ketua PD, PC, PUK SP RTMM-SPSI maksimal selama dua periode secara berturut-turut;

(2) Masa jabatan kepemimpinan berakhir apabila: a. Berakhirnya masa jabatan; b. Meninggal dunia; c. Mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri; d. Diberhentikan oleh organisasi.

Pasal 20

PENGGANTIAN PIMPINAN ANTAR WAKTU (1) Penggantian Pimpinan Antar Waktu adalah penggantian satu atau lebih anggota

pimpinan karena: a. Meninggal dunia; b. Mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri; c. Diberhentikan oleh organisasi.

(2) Penggantian Pimpinan Antar Waktu dilakukan dengan melalui keputusan rapat organisasi pada tingkatan masing-masing.

BAB VII KEDUDUKAN DAN TUGAS BADAN DAN LEMBAGA

Pasal 21 (1) Badan dan/atau Lembaga dapat dibentuk di setiap tingkatan organisasi sesuai

dengan kebutuhan dan berfungsi sebagai sarana penunjang pelaksanaan program organisasi, terdiri dari: a. Lembaga Bantuan Hukum RTMM (LBH-RTMM); b. Lembaga Pekerja Wanita dan Anak RTMM (LPWA-RTMM; c. Lembaga Satuan Tugas Khusus RTMM (SATGASSUS-RTMM).

(2) Komposisi dan personalia kepengurusan Badan dan/atau Lembaga diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Pusat.

(3) Badan dan/atau Lembaga yang berada di semua tingkatan tidak berdiri sendiri tetapi merupakan kepanjangan dari Badan dan/atau Lembaga Pusat yang atas rekomendasi dari semua tingkatan organisasi sesuai kebutuhannya.

(4) Badan dan/atau Lembaga dapat melakukan koordinasi dengan Badan dan/atau Lembaga yang berada satu tingkat di bawahnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan dan atau Lembaga diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB VIII

KEDUDUKAN, SUSUNAN DAN PERSONALIA MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI

(MPO) Pasal 22

(1) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) merupakan badan yang bersifat kolektif.

(2) Susunan dan Personalia MPO ditetapkan oleh formatur dalam MUNAS. (3) Mekanisme dan tata kerja MPO ditetapkan oleh MPO setelah berkoordinasi

dengan PP FSP RTMM-SPSI. (4) Jumlah anggota MPO sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan sebanyak-

banyaknya 9 (sembilan) orang.

BAB IX MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT

Bagian Kesatu

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT NASIONAL Pasal 23

(1) Musyawarah Nasional dihadiri oleh: a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Pimpinan Pusat; b. Majelis Pertimbangan Organisasi; c. Pimpinan Daerah; d. Pimpinan Cabang; e. Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau adalah: a. Unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat b. Unsur PUK, PC, atau PD diluar dari peserta yang dianggap perlu.

(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat (5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat. (6) Pimpinan Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh Peserta. (7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Nasional terpilih, Pimpinan Sementara adalah

Pimpinan Pusat.

Pasal 24 Ketentuan mengenai Musyawarah Nasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Nasional Luar Biasa.

Pasal 25 (1) Rapat Pimpinan Nasional dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Pimpinan Pusat; b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi; c. Unsur Pimpinan Daerah; d. Unsur Pimpinan Cabang; e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat. (4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat. (5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Nasional ditetapkan

oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 26 (1) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Pimpinan Pusat; b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi; c. Unsur Pimpinan Daerah; d. Unsur Pimpinan Cabang; e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat. (4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat (5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Nasional ditetapkan oleh

Pimpinan Pusat.

Pasal 27 (1) Rapat Konsultasi Nasional dihadiri peserta dari:

a. Pimpinan Pusat; b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi; c. Unsur Pimpinan Daerah; d. Unsur Pimpinan Cabang; e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(2) Pimpinan Pusat dapat mengundang pihak lain sebagai narasumber.

Bagian Kedua MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT DAERAH

Pasal 28 (1) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Pusat; b. Pimpinan Daerah; c. Unsur Pimpinan Cabang; d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah. (4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah. (5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Daerah. (6) Pimpinan Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh Peserta. (7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Daerah terpilih, Pimpinan Sementara adalah

Pimpinan Daerah.

Pasal 29 Ketentuan mengenai Musyawarah Daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Daerah Luar Biasa.

Pasal 30 (1) Rapat Pimpinan Daerah dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Pusat; b. Pimpinan Daerah; c. Unsur Pimpinan Cabang; d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah. (4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah. (5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Daerah ditetapkan

oleh Pimpinan Daerah.

Pasal 31 (1) Rapat Kerja Daerah dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas : a. Unsur Pimpinan Pusat; b. Pimpinan Daerah; c. Unsur Pimpinan Cabang. d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah.

(4) Undangan terdiri atas: a. Perwakilan Institusi; b. Perorangan.

(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.

Bagian Ketiga

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT CABANG Pasal 32

(1) Musyawarah Cabang dihadiri oleh: a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Daerah; b. Pimpinan Cabang; c. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang. (4) Undangan terdiri atas:

a. Perwakilan Institusi; b. Perorangan.

(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Cabang. (6) Pimpinan Musyawarah Cabang dipilih dari dan oleh peserta. (7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Cabang terpilih, Pimpinan Sementara adalah

Pimpinan Cabang.

Pasal 33 Ketentuan mengenai Musyawarah Cabang sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Cabang Luar Biasa.

Pasal 34 (1) Rapat Kerja Cabang dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Daerah; b. Pimpinan Cabang; c. Unsur Pimpinan Unit Kerja.

(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang. (4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Cabang ditetapkan

oleh Pimpinan Cabang.

Pasal 35 (1) Rapat Pimpinan Cabang dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Daerah; b. Pimpinan Cabang;

c. Unsur Pimpinan Unit Kerja. (3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang. (4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Cabang ditetapkan oleh

Pimpinan Cabang.

Bagian Keempat MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT UNIT KERJA

Pasal 36 (1) Musyawarah Unit Kerja dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Cabang; b. Pimpinan Unit Kerja; c. Komisariat Pimpinan Unit Kerja; d. Anggota atau perwakilan anggota.

(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja. (4) Undangan terdiri dari:

a. Perwaklilan institusi; b. Perorangan.

(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Unit Kerja. (6) Pimpinan Musyawarah Unit Kerja dipilih dari dan oleh peserta. (7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Unit Kerja terpilih, Pimpinan Sementara adalah

Pimpinan Unit Kerja.

Pasal 37 Ketentuan mengenai Musyawarah Unit Kerja sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa.

Pasal 38 (1) Rapat Kerja Unit Kerja dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Cabang; b. Pimpinan Unit Kerja; c. Komisariat; d. Anggota atau perwakilan anggota.

(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja. (4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Unit Kerja ditetapkan

oleh Pimpinan Unit Kerja.

Pasal 39 (1) Rapat Pimpinan Unit Kerja dihadiri oleh:

a. Peserta; b. Peninjau; c. Undangan.

(2) Peserta terdiri atas: a. Unsur Pimpinan Cabang; b. Pimpinan Unit Kerja; c. Komisariat.

(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja. (4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Unit Kerja ditetapkan oleh

Pimpinan Unit Kerja.

BAB X HAK BICARA DAN HAK SUARA

Pasal 40

(1) Hak suara adalah hak untuk memilih dan dipilih dalam musyawarah dan rapat organisasi.

(2) Hak bicara adalah hak untuk menyampaikan usul, saran, dan masukan dalam musyawarah dan rapat organisasi.

(3) Peserta memiliki hak suara dan bicara, sedangkan peninjau hanya memiliki hak bicara.

Bagian Pertama

HAK SUARA MUSYAWARAH NASIONAL Pasal 41

(1) Pengaturan hak suara diatur berdasarkan jumlah anggota yang sah dan telah memenuhi kewajiban sebagai anggota;

(2) Hak suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut: a. Sampai dengan 500 (lima ratus) anggota mempunyai 1 (satu) suara; b. Lebih dari 500 (lima ratus) anggota, setiap 500 (lima ratus) anggota

kelebihannya mendapat tambahan 1 (satu) suara, sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) suara.

(3) Hak suara Pimpinan Cabang (PC) diatur sebagai berikut: a. Sampai dengan 1000 (seribu) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara; b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya

mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) suara.

(4) Hak suara Pimpinan Daerah (PD) diatur sebagai berikut: a. Sampai dengan 1000 (seribu) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara; b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya

mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) hak suara.

(5) Tiap Pengurus Pimpinan Pusat yang demisioner mempunyai hak 1 (satu) suara. (6) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) mempunyai hak 5 (lima) suara.

Bagian Kedua HAK SUARA MUSYAWARAH DAERAH

Pasal 42 (1) Pengaturan hak suara diatur berdasarkan jumlah anggota yang sah dan telah

memenuhi kewajiban sebagai anggota; (2) Hak Suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut:

a. Sampai dengan 250 (dua ratus lima puluh) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;

b. Lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) anggota, setiap 250 (dua ratus lima puluh) anggota kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) hak suara.

(3) Hak Suara Pimpinan Cabang (PC) diatur sebagai berikut: a. Sampai dengan anggota 1000 (seribu) orang, mempunyai hak 1 (satu)

suara; b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya

mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) hak suara;

(4) Tiap Pengurus Pimpinan Daerah yang demisioner mempunyai hak 1 (satu) suara.

Bagian Ketiga

HAK SUARA MUSYAWARAH CABANG Pasal 43

(1) Pada dasarnya perhitungan dan pengaturan hak suara diatur berdasarkan jumlah anggota yang sah dan telah memenuhi kewajiban sebagai anggota;

(2) Hak Suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut: a. Sampai dengan 200 (dua ratus) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara; b. Lebih dari 200 (dua ratus) anggota, setiap 200 (dua ratus) anggota

kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) hak suara.

(3) Tiap Pengurus Pimpinan Cabang yang demisioner mempunyai hak 1 (satu) suara.

Bagian Keempat

HAK SUARA MUSYAWARAH UNIT KERJA Pasal 44

(1) Setiap anggota yang sah dan telah memenuhi kewajiban sebagai anggota mempunyai hak 1 (satu) suara;

(2) Dalam hal menggunakan perwakilan, maka setiap wakil yang diberi mandat atau ditunjuk anggota di bagian atau departemennya maksimal hanya boleh mewakili 50 (lima puluh) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;

(3) Lebih dari 50 (lima puluh) orang anggota, setiap 50 (lima puluh) anggota kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara.

BAB XI

PEMILIHAN PIMPINAN ORGANISASI Pasal 45

(1) Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, dan Ketua Pimpinan Unit Kerja dilaksanakan secara langsung oleh Peserta Musyawarah;

(2) Pemilihan dilaksanakan melalui tahapan Pencalonan dan Pemilihan; (3) Ketua Umum atau Ketua Terpilih ditetapkan sebagai Ketua Formatur; (4) Penyusunan Pengurus Pimpinan Organisasi dilakukan oleh Ketua Formatur

dibantu beberapa orang Anggota Formatur. (5) Tata Cara Pemilihan Pimpinan Organisasi sebagaimana tercantum pada ayat (1)

sampai dengan ayat (4) dalam Pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XII KEUANGAN

Pasal 46 (1) Sumber-sumber keuangan organisasi terdiri atas:

a. Uang pangkal tiap anggota sebanyak 2% dari upah bruto/bulan pada waktu pendaftaran;

b. Iuran wajib tiap anggota sebanyak 1% dari upah bruto/bulan dipungut setiap bulan;

c. Sumbangan sukarela yang tidak mengikat; d. Uang Konsolidasi; e. Usaha-usaha lain yang sah; f. Bantuan dari Anggaran Negara/Daerah.

(2) Semua pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi dipertanggungjawabkan oleh Pimpinan organisasi pada musyawarah sesuai tingkatannya dan dilaporkan kepada instansi yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan juncto BAB VII UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan dan mekanisme pertanggungjawaban keuangan organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIII

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM Pasal 47

(1) Jenis perselisihan hukum: a. Sengketa Organisasi; b. Sengketa Perdata.

(2) Penyelesaian perselisihan hukum: a. Musyawarah; b. Arbitrase; c. Peradilan.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelesaian perselisihan hukum diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIV

ATRIBUT ORGANISASI Pasal 48

(1) FSP RTMM-SPSI mempunyai atribut yang terdiri dari: a. Logo; b. Bendera; c. Hymne; d. Mars Pekerja.

(2) Logo sebagaimana tercantum pada ayat (1) butir a, terdaftar secara resmi di Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.

(3) Logo sebagaimana tercantum pada ayat (1) butir a, mempunyai arti dan makna sebagai berikut: a. Lingkaran dengan 20 gerigi warna hitam, lambang semangat dan persatuan

pekerja sebagai kelanjutan SBLP yang lahir pada 20 Februari 1973; b. Dasar logo warna biru laut, bermakna dinamika (laut) dan etos kerja;

c. Padi dan tangkai warna kuning terikat erat dengan kapas warna putih, bermakna bersatu padu bekerja keras meningkatkan produktivitas untuk kesejahteraan pekerja dan bangsa Indonesia;

d. Tangkai Kapas warna hijau, lambang kesuburan Tanah Air dan lingkungan hidup yang harus secara terus menerus dipelihara, dimanfaatkan, dan dikembangkan untuk kemakmuran masyarakat;

e. Segi lima warna merah dan dasar putih, lambang semangat kebangsaan yang berdasar Pancasila dan UUD 1945;

f. Tulisan FSP RTMM-SPSI warna merah, bermakna FSP RTMM-SPSI sebagai wahana yang dinamis untuk mencapai cita-cita.

(4) Ketentuan tentang atribut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XV PENUTUP Pasal 49

(1) Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi dan keputusan-keputusan lainnya.

(2) Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.