palinologi
DESCRIPTION
dsaewTRANSCRIPT
Palinologi Forensik, membawa bukti dari alam
Tweet Rock It!
Dalam serial Bones, terdapat salah satu ilmuwan forensik yang diceritakan memiliki 3 keahlian dalam bidang forensik, yaitu sebagai entimologi forensik, mineralogi forensik, dan palinologi forensik. Dalam artikel ini akan sedikit pengetahuan yang bisa diketahui tentang palinologi forensik.
Palinologi forensik adalah ilmu yang menggunakan serbuk sari tumbuhan dan spora paku – pakuan, lumut, dan jamur dalam mengungkap kejahatan atau perselisihan hukum. Ilmu ini menjadi dasar bagi para palinologi forensik dalam membuat kesimpulan tentang masalah yang dihadapi. Pertanyaan yang sering timbul dari para palinologi forensik adalah “Tumbuhan apa yang tumbuh di tempat tersebut? Apakah di tempat tersebut terdapat sungai, gunung, atau laut?”. Tujuan dari palinologi forensik adalah menggunakan informasi ini untuk merekaulang urutan kejadian manusia yang mungkin membantu mengungkap suatu kejahatan.
Palinologiwan forensik, merupakan ilmuwan yang menyidik bukti berupa serbuk sari dan spora dalam kasus hukum menggunakan bukti ini untuk berbagai penerapan. Umumnya serbuk sari dan spora membantu menghubungkan seorang tersangka den gan suatu objek atau orang di TKP atau pada TKP itu sendiri. Ada contoh kasus yang dapat dijadikan contoh, dalam kasus perdagangan gelap narkoba, serbuk sari dapat menghubungkan beberapa pedagang gelap dengan pasokan obat yang sama dan menentukan sumber obat. Serbuk sari juga dapat membantu menunjukkan asal mula barang curian atau makanan terkontaminasi.
Palinologiwan forensik meneliti serbuk sari dan spora di dalam tanah, debu, dan lumpur; pada rmabut manusia atau hewan; bahan – bahan kemasan, makanan atau narkoba atau dari mobil, bangunan, penyarig udara untuk merekaulang kejadian – kejadian yang terjadi dan memberikan informasi kepada petugas dan penegak hukum.
Palinologiwan forensik dengan cermat mengambil serbuk sari dari contoh tanah menggunakan berbagai proses kimia yang memberinya hasil akhir berupa butiran – butiran serbuk sari. Dari contoh sebuk sari yang di dapat, dapat dicirikan tumbuhan asal dari serbuk sari itu sehingga ia dapat merekaulang wilayah geografi tempat terjadinya perkara. Dan tempat tersangka kemungkinan besar berada pada waktu kejadian.
Serbuk sari ada disekitar kita. Di dalam makanan yang kita makan, di dalam udara yang kita hirup, di tanah bangunan, di rambut dan pakaian kita, dan sebagainya. Angin, air, dan hewan membawa atau menyebarkan serbuk sari ke semua tempat tersebut. Secara umum, lingkungan dan uji laboratorium tidak merusak contoh serbu sari. Butiran – butiran serbuk sari memiliki bentuk ukuran dan permukaan yang beraneka ragam tergantung pada tumbuhan yang menyebarkannya pada wilayah geografi. Meskipun partikel – partikel kecil ini dapat membantu para ilmuwan dan penegak hukum dalam memperoleh informasi penting, hanya sebagian kecil Negara yang menggunakan palinologi forensik dalam kasus pidana atau perdata. Tidak semua badan penegak hukum mengenal palinologi forensik dan kelebihannya.
Dunia alam penuh dengan denyutan dan dengungan kehidupan dalam berbagai skala. Sekilas didaun terlihat ulat yang sedang menikmati makan siangnya yang segar yang berwarna hijau; lebih dekat lagi daun yang sama mengungkap butiran serbuk sari berwarna kuning yang lepas tertiup angin. Makhluk – makhluk kecil berperan besar dalam mengungkap kejahatan, dan mungkin yang paling menark mereka berada disekitar kita, yang dengan diam – diam dan cepat meninggalkan jejaknya. Serangga dan serbuk sari menjadi penyambung lidah bagi mereka yang tidak dapat berbicara sendiri dan ilmu forensik terus membawa keadilan atas bantuan bukti dari alam.
Palinologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang fosil spora dan pollen.
Spora dan pollen sendiri termasuk dalam golongan mikrofosil bersama-sama dengan
mikrofosil lainnya seperti foraminifera bentonik maupun planktonik, nannoplankton,
Radiolaria maupun Diatomea. Spora merupakan alat reproduksi yang berasal dari
tanaman tingkat rendah (non-biji), sedangkan pollen merupakan alat reproduksi yang
berasal dari tanaman tingkat tinggi (berbiji).
Sumber : http://www.teara.govt.nzSpora dapat berasal dari tanaman Pteridophyta (paku-pakuan dan juga lumut).
Pollen dapat berasal dari tanaman yang berbunga seperti Angiospermae maupun
Gymnospermae. Spora dari tanaman yang terpreservasi bisa jantan maupun betina,
sedangkan pollen selalu jantan, karena pada tanaman berbiji alat
perkembangbiakan/reproduksi betina adalah berupa putik yang tentunya sangat
berbeda dengan spora maupun pollen, dimana pollen sendiri sebenarnya adalah serbuk
sari/sperma yang dapat terpreservasi dengan baik hingga menjadi mikrofosil. Jadi,
sebenrnya tujuan mempelajari spora dan pollen adalah untuk mengetahui atau
menentukan jenis tanaman secara tidak langsung melalui spora dan pollen sehingga
akan didapat kisaran umur relatif kapan sedimen yang mengandungnya terendapkan.
Dimana fosil spora dan pollen ditemukan??
Jika kita menilik sedikit teman-teman spora dan pollen (mikrofosil yang lain)
maka akan kita dapatkan bahwa lingkungan pengendapan spora dan pollen memiliki
lingkungan pengendapan yang berbeda dengan mikrofosil yang lain. Misalnya saja,
Foraminifera Bentonik atau Planktonik biasa terendapkan di lingkungan shelf, batial,
abisal dan transisi (jumlahnya relatif sedikit). Yang paling dominan menjadi penciri
lingkungan pengendapan terutama adalah foraminifera bentonik karena hidupnya yang
menambat di bawah permukaan air, sedangkan foraminifera planktonik hidupnya
mengambang atau melayang di perairan sehingga sulit untuk menjadi penciri
lingkungan pengendapan, lebih cocok menjadi penentu umur kapan sedimen
diendapkan. Sedangkan hubungan antara perbandingan jumlah foraminifera planktonik
dan bentonik adalah, semakin besar nilai perbandingan foraminifera planktonik
berbanding bentonik maka lingkungan pengendapannya akan semakin dalam (marine
yang lebih dalam). Jumlah kehidupan foraminifera di laut atau marine sangat
dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang masuk, okesigen maupun kandungan
nutrisi di laut.
Selanjutnya Nannoplankton biasanya terendapkan di lingkungan marine dimana
dia hidup tidak menambat dengan ukurannya yang sangat kecil. Radiolaria biasa
terendapkan di lingkungan batial hingga abisal dan hidup menambatkan diri di bawah
permukaan air. Kemudian Diatomea yang berasal dari tanaman diatomea banyak
terendapkan di lingkungan transisi hingga marine. Nah, spora dan pollen sendiri
merupakan mikrofosil penciri lingkungan darat hingga transisi. Oleh karena itu jika kita
menemukan batuan yang berasal dari lingkungan darat jangan pernah bilang kalo
batuan itu tidak mengandung fosil, buktinya ada fosil spora dan pollen, yang pada
umumnya terendapkan pada sedimen berbutir halus.
Sumber : http://www.devoniantimes.org/who/pages/ferns.htmlBagaimana spora dan pollen terpreservasi dengan baik??
Lingkungan darat sendiri tidak semua dapat mempreservasi spora dan pollen
secara baik hingga menjadi fosil. Dalam hal ini si spora dan pollen harus terbebas dari
disintegrasi (kehancuran), evaporasi dimana hilangnya satu atau lebih unsure
penyusun spora dan pollen (C,H,O,N), dehidrasi atau kehilangan kandungan air karena
penguapan, hidrolisis atau unsure-unsurnya mengalami pemecahan dan juga
teroksidasi. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan spora dan pollen gagal memfosil.
Spora dan pollen akan terpreservasi dengan baik di lingkungan darat seperti endapan
sungai yang berbutir halus (lanau-lempung), oxbow lake atau danau, flood plain,
endapan delta di bagian lower delta plain (interdistributary channel), mangrove belt
(swamp belt) yang kesemuanya memiliki ukuran butir sedimen halus yaitu kisaran
lanau hingga lempung. Lanau dan lempung dapat mempreservasi dengan baik karena
porositas batuannya yang kecil, ukuran di atasnya misalnya batupasir tidak akan
mempreservasi dengan baik karena porositasnya yang jauh lebih besar dari ukuran
spora dan pollen itu sendiri.
Lalu, bagaimana kita mengetahui bahwa fosil yang kita temukan adalah spora
atau pollen. Dalam menganalisa atau mengenal spesies, maka yang kita gunakan adalah
ciri morfologinya baik itu spora dan pollen maupun mikrofosil yang lain, semuanya
berdasarkan ciri morfologi. Jika ingin mendapatkan data-data dari spora dan pollen
maka sampel yang dapat kita ambil adalah dari hasil core/side wall core, sampel cutting
dari pemboran maupun bisa juga dari surface stratigraphy.
-M. Anzja C. Ista’la