pajak penghasilan.docx

25
Pajak Penghasilan PAJAK PENGHASILAN A. SUBYEK DAN OBYEK PAJAK DAN PENGECUALIANNYA 1. Subyek Pajak dan Pengecualian Subyek Pajak Subyek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang merupakan subyek pajak adalah: a. Orang pribadi, (2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan betuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya. c. Bentuk Usaha Tetap Subyek pajak dapat dibedakan menjadi: 1. Subyek pajak dalam negeri yang terdiri dari: 1. Subyek pajak orang pribadi, yaitu: Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

Upload: suci-fikriani-apandoo

Post on 25-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

xssss

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Penghasilan.docx

Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN

A.    SUBYEK DAN OBYEK PAJAK DAN PENGECUALIANNYA

1.      Subyek Pajak dan Pengecualian Subyek Pajak

Subyek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh

penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh.

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang merupakan subyek

pajak adalah:

a.       Orang pribadi, (2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

b.      Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan betuk

apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk

badan lainnya.

c.       Bentuk Usaha Tetap

Subyek pajak dapat dibedakan menjadi:

1.      Subyek pajak dalam negeri yang terdiri dari:

1.      Subyek pajak orang pribadi, yaitu:

         Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

atau

         Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat

bertempat tinggal di Indonesia.

2.      Subyek pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3.      Subyek pajak warisan, yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan

yang berhak.

2.      Subyek pajak luar negeri yang terdiri dari:

a.       Subyek pajak orang pribadi, yaitu orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia

atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan yang:

         menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Page 2: Pajak Penghasilan.docx

         dapat diterima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

3.      Subyek pajak badan, yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang:

         menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

         dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri

terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:

a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau

diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar

negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di

Indonesia;

b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif

umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan

bruto dengan tarif pajak sepadan; dan

c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun

pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi

melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak

Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008, dimana

dalam pasal tersebut dikemukakan bahwa yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah:

a.       Kantor Perwakilan Negara Asing ;

b.      Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara

asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat

tinggal bersama mereka, dengan syarat :

         Bukan Warga Negara Indonesia

         Tidak menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya

         Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik).

Page 3: Pajak Penghasilan.docx

c.       Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

(terakhir dengan Kep. MK 601/KMK.03/2005, dengan syarat:

1.      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

2.      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia,

selain dari pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para

anggota.

d.      Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan (sebagaimana dimaksud huruf c), dengan syarat bukan WNI, dan di

Indonesia tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia.

Penjelasan Pasal 3 huruf (a) dan (b) tersebut diatas, menerangkan bahwa sesuai

dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan perwakilan negara asing

beserta pejabat-pejabatnya, serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka

dengan syarat bukan WNI, tidak melakukan ke giatan lain, serta negara asing tersebut

memberikan perlakauan yang sama (azas timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak.

Pengecualian tersebut tidak berlaku, apabila mereka memperoleh penghasilan lain di

Indonesia, diluar jabatannya atau mereka adalah WNI.

Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing, memperoleh

penghasilan lain diluar jabatannya, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan

pajak atas penghasilan tesebut. Namun apabila negara asal pejabat tersebut memberikan

pembebasan pajak kepada perwakilan Indonesia, atas penghasilan lain diluar tugas dan

jabatannya, maka kembali lagi berlaku azas timbal balik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 3 huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut dalam

KMK seperti disebut diatas. Yang dimaksud dengan organisasi Internasional adalah

organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar pemerintah atau non

pemerintah ygbertujuan untuk meningkatkan kerjasama Internasional dan dibentuk dengan

aturan tertentu atau kesepakatan bersama, sedangkan yang dimaksud dengan pejabat

perwakilan organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat langsung oleh induk

organisasi Internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan dalam

organisasi tersebut di Indonesia.

2.      Obyek Pajak dan Pengecualian Obyek Pajak

Page 4: Pajak Penghasilan.docx

Pihak yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Dilihat dari mengalirnya

tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan

menjadi:

a.       Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,

honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan

sebagainya.

b.      Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

c.       Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, dividen, royalty, sewa,

keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha, dan sebagainya.

d.      Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian,

keuntungan karena selisih kurs valuta asing, keuntungan dari selisih lebih penilaian kembali

aktiva, dan sebagainya.

Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut Objek Pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat

(1) UU PPh adalah sebagai berikut:

a.       Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang

pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

b.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c.       Laba usaha.

d.      Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.

e.       Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f.       Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang.

g.      Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (termasuk dividen dari perusahaan asuransi

kepada pemegang polis) dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h.      Royalti.

i.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j.        Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k.      Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l.        Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m.    Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n.      Premi asuransi.

Page 5: Pajak Penghasilan.docx

o.      Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas Wajib

Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p.      Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Dikecualikan dari PPh menurut ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2000 adalah:

a.       Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga

amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang

berhak. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau

pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak

ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak

yang bersangkutan.

b.      Warisan.

c.       Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

d.      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah.

e.       Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

f.       Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib

Pajak Dalam Negeri, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dari

penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia dengan

syarat:

1.      Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2.      Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang

menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah

25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan

saham tersebut.

g.      Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri

Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

h.      Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension, dalam bidang-bidang tertentu

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

i.        Bagian laba yang diperoleh atau diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya

tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.

Page 6: Pajak Penghasilan.docx

j.        Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

k.      Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari

badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,

dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1.      Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-

sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2.      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

B.     BENTUK USAHA TETAP

1.      Pengertian Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kagiatan

di Indonesia.

2.      Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Yang menjadi objek pajak BUT , yaitu:

a.       Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki

atau dikuasai,

b.      Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di

Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap

di Indonesia,

c.     Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,

sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan

yang memberikan penghasilan dimaksud.

3.      Penghitungan Pajak Terhutang Bentuk Usaha Tetap

Penghitungan pajak terutang BUT dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000,00. Jumlah Penghasilan

Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang adalah:

Penghasilan Kena Pajak Rp 4.000.000.000,00

PPh Terutang:

28% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.120.000.000,00

Page 7: Pajak Penghasilan.docx

C.    BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DAN PENGECUALIANNYA

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan

besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan

dengan kegiatan usaha, penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 tahun, iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan

Menteri Keuangan, kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan, kerugian selisih kurs mata uang asing, biaya penelitian dan

pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia, biaya beasiswa, magang, dan

pelatihan, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat yang diatur

dalam undang-undang, sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional,

sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya

pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam

rangka pembinaan olah raga.

Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto antara

lain pembagian laba, biaya untuk kepentingan pribadi, pembentukan dana cadangan yang

ketentuannya diatur dalam undang-undang, premi asuransi yang dibayar oleh WP orang

pribadi, penggantian sehubungan dengan pekerjaan dalam bentuk natura dengan pengecualian

yang diatur dalam PMK, jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar kepada pemegang

saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa, hibah, bantuan atau sumbangan kecuali

yang disebut di atas, warisan, pajak penghasilan, gaji untuk anggota persekutuan, firma, atau

CV, serta sanksi administrasi.

D.    KOMPENSASI KERUGIAN

Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat

(1) UU Pajak Penghasilan seperti tersebut di atas setelah dikurangkan dari penghasilan bruto

didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba

fiskal selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya

kerugian tersebut.

Contoh Perhitungan kompensasi kerugian:

Page 8: Pajak Penghasilan.docx

PT. Tridewo dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5

(lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. Tridewo sebagai berikut :

Tahun laba rugi

1996 Rp200.000.000 1997 (Rp300.000.000

) 1998 NIHIL 1999 Rp100.000.000 2000 Rp800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut: Rugi fiskal 1995 (Rp1.200.000.000)

Laba fiskal 1996 Rp200.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Rugi fiskal 1997 (Rp300.000.000)

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Laba fiskal 1998 NIHIL

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Laba fiskal 1999 Rp100.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp900.000.000)

Laba fiskal 2000 Rp800.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp100.000.000)

Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 1997 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan taun 2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002

E.     PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI AKTIVA

      Penyusutan

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat, dan tarif penyusutan harta berwujud

ditetapkan sebagai berikut:

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif PenyusutanGaris Lurus Saldo Menurun

I.    Bukan BangunanKelompok 1 4 tahun 25 % 50 %

Page 9: Pajak Penghasilan.docx

Kelompok 2Kelompok 3Kelompok 4

II. BangunanPermanenTidak Permanen

8 tahun16 tahun20 tahun

20 tahun10 tahun

12,5 %6,25 %

5 %

5 %10 %

25 %12,5 %10 %

Saat penyusutan dapat dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, pada bulan harta

berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau

pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan (dengan izin dari Dirjen Pajak). Sedangkan

untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan

harta tersebut selesai.

      Amortisasi

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran

lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan

goodwill yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dihitung dengan cara

menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir

masa manfaat diamortisasi. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,

kecuali untuk bidang usaha tertentu.

Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai

berikut:

Kelompok HartaTak Berwujud

Masa Manfaat

Tarif AmortisasiGaris Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1Kelompok 2Kelompok 3Kelompok 4

4 tahun8 tahun16 tahun20 tahun

25 %12,5 %6,25 %

5 %

50 %25 %

12,5 %10 %

Kelompok, metode, dan tarif amortisasi di atas berlaku juga pada pengeluaran untuk

biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan, dan pengeluaran yang

dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

      Revaluasi Aktiva

Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang

serasinya perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai

intrinsik perusahaan. Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada WP perlu diberikan

kesempatan untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang dapat dilakukan oleh WP

Page 10: Pajak Penghasilan.docx

Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa

pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud

dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk

dialihkan atau dijual yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali dihitung

berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku.

F.     PENENTUAN HARGA PEROLEHAN

Pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah

harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang

sesungguhnya diterima. Biaya yang dikeluarkan sepeti bea masuk, biaya pengangkutan, dan

biaya pemasangan termasuk kedalam harga perolehan. Sedangkan apabila terdapat hubungan

istimewa, harga perolehan adalah jumlah yang seharusnya diterima atau dikeluarkan.

Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah

jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Nilai perolehan

atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya

dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri

Keuangan. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai

berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan

persediaan yang diperoleh pertama.

G.    PAJAK FINAL

Ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau

pemungutan pajak yang bersifat final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau

pemungutan PPh yang bersifat final, tetap dilaporkan dalam Surat Pemberutahuan (SPT),

hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah

dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak. Beberapa penghasilan yang dikenai

pajak yang bersifat final antara lain bunga deposito, hadiah undian, penghasilan dari transaksi

saham, transaksi pengalihan harta berupa tanah/bangunan, usaha jasa konstruksi, dan

penghasilan tertentu lainnya.

H.    NORMA PENGHITUNGAN

Page 11: Pajak Penghasilan.docx

Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto.

Penggunaan norma penghitungan dilakukan karena tidak terdapat dasar perhitungan yang

lebih baik, atau pembukuan diselenggarakan secara tidak benar. Orang Pribadi yang boleh

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto sebesar Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah)

atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.

2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah)

dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang

bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.

3. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih

untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau

pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Sesuai dengan UU PPh yang baru yaitu UU Nomor 36 tahun 2008 maka  sejak 1 Jan

2009 batasan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang

boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan berubah dengan peredaran bruto di

bawah Rp. 1.800.000.000,00 menjadi Rp 4.800.000.000.

I.       HUBUNGAN ISTIMEWA

Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau

keterikatan satu dengan yang lain. Hubungan istimewa dianggap ada apabila:

1.    Wajib Pajak mempunyai hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25 %

atau lebih secara langsung atau tidak langsung;

2.    Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih WP berada dibawah

penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;

3.    Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus

dan/atau ke samping satu derajat.

Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa

         Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak tidak boleh dikurangkan jumlah yang

melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki

hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (Pasal 9

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000).

Page 12: Pajak Penghasilan.docx

         Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan Surat Keputusan mengenai besarnya

perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak

berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

         Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam

negeri pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa

efek, sepanjang:

-          Besarnya penyertaan modal tersebut sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham yang

disetor ; atau

-          Secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal

sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang disetor.

         Wajib pajak dalam negeri wajib menghitung dividen yang menjadi haknya terhadap laba

setelah pajak sebanding dengan penyertaannya (equity method) pada Badan Usaha di luar

negeri yang bersangkutan.

-          Pada bulan ke-4 setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT PPh Badan

Usaha di luar negeri.

-          Pada bulan ke-7 setelah tahun pajak berakhir, dalam hal di negara yang bersangkutan tidak

terdapat kewajiban penyampaian SPT PPh atau tidak ada batas waktu penyampaian SPT PPh.

-          Apabila kemudian di bagi dividen yang melebihi jumlah yang dihitung berdasarkan equity

method di atas, kelebihannya harus dilaporkan dalam SPT PPh pada tahun dibagikannya

dividen tersebut.

-          PPh atas dividen yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 24

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 pada tahun pajak dilakukannya

pembayaran/pemotongan pajak di luar negeri tersebut.

-          Apabila sebelum batas waktu yang ditentukan di atas dilakukan pembagian dividen yang

menjadi hak wajib pajak, maka penghitungan sesuai dengan ketentuan di atas tidak perlu

dilakukan.

         Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (biaya)

serta besarnya utang dan modal dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak bagi wajib

pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan

kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

         Dirjen Pajak berwenang mengadakan perjanjian dengan wajib pajak atau bekerjasama

dengan otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi yang dipengaruhi

hubungan istimewa selama periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan

renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.

Page 13: Pajak Penghasilan.docx

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, (2008), Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Resmi, Siti, (2007), Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Ketiga, Penerbit Salemba Empat: Yogyakarta.

http://pajaktaxes.blogspot.com/2009/01/bukan-subjek-pajak.html

http://belajarpajak.com/2009/02/21/subjek-pajak-penghasilan

http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-subjek-pajak.html

http://www.klinik-pajak.com/2008/norma-penghitungan-penghasilan-neto.html

http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=360

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Label: Perpajakan

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Powered by Translate

Translete this page

Page 14: Pajak Penghasilan.docx

by : BTF

CategoryAkuntansi Internasional Akuntansi Manajemen Akuntansi Perhotelan Akuntansi Sektor PUblik Analisis Laporan Keuangan Auditing Bisnis Internasional Bisnis Pariwisata Download Etika Bisnis Just Fun Knowledge Koperasi dan UMKM Manajemen Biaya Metodologi Penelitian Other Pasar Modal Pengauditan I Pengauditan II Pengauditan PDE Perekonomian Indonesia Perpajakan Perpajakan I Private Sistem Informasi Sistem Informasi Akuntansi Sistem Informasi Manajemen Sistem Pengendalian Manajemen Skripsi Sosiologi Politik Techno and Gatget Teori Akuntansi

Blog Archive

Kalender Bali

Oktober 2013, Çaka 1935Minggu 29 6 13 20 27 3

Senin 30 7 14 21 28 4

Selasa 1 8 15 ( 22 ) 29 5

Rabu 2 9 16 ( 23 ) 30 6

Kamis 3 10 17 ( 24 ) 31 7

Jumat 4 11 18 25 1 8

Sabtu 5 1219

26 2 9

Hari Raya Galungan (Buda Keliwon Dunggulan)

LINK PENTING

tambah video tambah rating tambah shoutbox tambah mp3 tambah foto pribadi tambah info cuaca tambah kalender tambah jam ganti template

Page 16: Pajak Penghasilan.docx

Lee Yo Won gallery photo's

Kasus: CRM Using Data Warehousing At First American Corporation

Profil Lee Yo Won (이요원)