pajak

5
Pajak Barang Premium Kamis, 29 Januari 2015 10:25 WIB Ilustrasi Siap-siap, konsumen barang mewah atau kelas premium akan menanggung pajak lebih tinggi. Saat ini pemerintah sedang menyusun perubahan aturan pajak untuk barang mewah yakni pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 yang akan diperluas untuk produk kelas atas meliputi tas, sepatu arloji, hingga properti. Sebagai langkah awal, pajak tersebut dibebankan kepada produsen dan distributor. Namun, tidak menutup kemungkinan pajak barang mewah itu juga dibebankan kepada konsumen. Pemerintah menilai konsumen pembeli produk kelas atas jelas mampu menanggung pajaknya. Seara garisbesar, !irektorat "enderal Pajak sudah merilis sejumlah barang kelas premium yang dibidik. #ulai dari kendaraan bermotor roda empat kapasitas kurang dari $% orang. &walnya, harga jual lebih dari 'p miliar dengan kapasitas silinder di atas .%%% menjadi harga jual lebih dari 'p$ miliar dengan kapasitas silinder di atas .%%% . Selanjutnya kendaraan roda dua atau tiga, semula tidak dipungut pajak menjadi harga jual 'p* juta atau kapasitas silinder di atas 2 % . &dapun perhiasan yang terdiri atas berlian, emas, intan, dan batu permata semula tidak dipungut pajak menjadi harga jual lebih dari 'p$%% juta dan jam tangan dengan harga jual lebih dari 'p % juta. +as dan sepatu yang awalnya tidak dikenai pajak menjadi harga jual lebih dari 'p$ juta dan 'p juta. Sementara itu, rumah beserta tanah yang semula harga jual atau pengalihan lebih dari 'p$% miliar dan luas bangunan lebih dari %% meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari 'p2 miliar dan luas bangunan lebih dari %% meter persegi. Sedang apartemen, kondominium, dan sejenisnya yang awalnya harga jual atau pengalihan lebih dari 'p$% miliar dan luas bangunan lebih dari %% meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari 'p2 miliar atau luas bangunan lebih dari $ % meter persegi. Pemerintah mengklaim total potensi pajak bisa diraup kalau aturan tersebut dapat diberlakukan menapai 'p2*,% triliun. husus di bidang properti, pemerintah sepertinya mulai kehilangan kesabaran untuk segera menerapkan pajak yang tinggi. !i mata #enteri euangan (#enkeu) /ambang PS /rodjonegoro banyak pengembang yang nakal dengan memanipulasi pajak. #odusnya berbagai maam di antaranya memanipulasi luas apartemen atau kondominium dari unit-unit yang dijual demi menghindari pajak penghasilan. #enkeu mengakui tidak sedikit potensi pemasukan pajak yang terbuang sehingga pemerintah mengubah aturan pengenaan pajak. Selain mere0isi PPh Pasal 22, pemerintah juga berenana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pengguna listrik rumah tangga di atas 2.2%% watt hingga . %% watt sebesar $%1. Pemerintah mengintip potensi di balik pengenaan PPN $%1 untuk pelanggan listrik rumah tangga di atas 2.2%% watt hingga . %% watt menapai 'p2 triliun. arena itu, pemerintah bertekad segera menyelesaikan peraturan tersebut untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari berbagai lini. #enyikapi renana pemerintah mere0isi PPh Pasal 22, pelaku bisnis properti yang tergabung dalam asosiasi pengembang properti kontan memberi penolakan keras.

Upload: arifa

Post on 06-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pajak

TRANSCRIPT

Pajak Barang Premium

Kamis, 29 Januari 2015 10:25 WIB

IlustrasiSiap-siap, konsumen barang mewah atau kelas premium akan menanggung pajak lebih tinggi.

Saat ini pemerintah sedang menyusun perubahan aturan pajak untuk barang mewah yakni pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 yang akan diperluas untuk produk kelas atas meliputi tas, sepatu arloji, hingga properti. Sebagai langkah awal, pajak tersebut dibebankan kepada produsen dan distributor. Namun, tidak menutup kemungkinan pajak barang mewah itu juga dibebankan kepada konsumen.

Pemerintah menilai konsumen pembeli produk kelas atas jelas mampu menanggung pajaknya. Secara garisbesar, Direktorat Jenderal Pajak sudah merilis sejumlah barang kelas premium yang dibidik. Mulai dari kendaraan bermotor roda empat kapasitas kurang dari 10 orang. Awalnya, harga jual lebih dari Rp5 miliar dengan kapasitas silinder di atas 3.000 cc menjadi harga jual lebih dari Rp1 miliar dengan kapasitas silinder di atas 3.000 cc.

Selanjutnya kendaraan roda dua atau tiga, semula tidak dipungut pajak menjadi harga jual Rp75 juta atau kapasitas silinder di atas 250 cc. Adapun perhiasan yang terdiri atas berlian, emas, intan, dan batu permata semula tidak dipungut pajak menjadi harga jual lebih dari Rp100 juta dan jam tangan dengan harga jual lebih dari Rp50 juta. Tas dan sepatu yang awalnya tidak dikenai pajak menjadi harga jual lebih dari Rp15 juta dan Rp5 juta.

Sementara itu, rumah beserta tanah yang semula harga jual atau pengalihan lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari Rp2 miliar dan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi. Sedang apartemen, kondominium, dan sejenisnya yang awalnya harga jual atau pengalihan lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi menjadi harga jual atau pengalihan lebih dari Rp2 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi.

Pemerintah mengklaim total potensi pajak bisa diraup kalau aturan tersebut dapat diberlakukan mencapai Rp27,06 triliun. Khusus di bidang properti, pemerintah sepertinya mulai kehilangan kesabaran untuk segera menerapkan pajak yang tinggi. Di mata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro banyak pengembang yang nakal dengan memanipulasi pajak.

Modusnya berbagai macam di antaranya memanipulasi luas apartemen atau kondominium dari unit-unit yang dijual demi menghindari pajak penghasilan. Menkeu mengakui tidak sedikit potensi pemasukan pajak yang terbuang sehingga pemerintah mengubah aturan pengenaan pajak. Selain merevisi PPh Pasal 22, pemerintah juga berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pengguna listrik rumah tangga di atas 2.200 watt hingga 6.600 watt sebesar 10%.

Pemerintah mengintip potensi di balik pengenaan PPN 10% untuk pelanggan listrik rumah tangga di atas 2.200 watt hingga 6.600 watt mencapai Rp2 triliun. Karena itu, pemerintah bertekad segera menyelesaikan peraturan tersebut untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari berbagai lini. Menyikapi rencana pemerintah merevisi PPh Pasal 22, pelaku bisnis properti yang tergabung dalam asosiasi pengembang properti kontan memberi penolakan keras.

Reaksi serupa juga dilontarkan Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI) yang langsung melayangkan surat keberatan kepada pemerintah. Kalangan pengembang properti khawatir, kalau aturan pajak baru tersebut diberlakukan, bakalberdampakpada penjualanproperti.

Pengembang akan menanggung beban pajak yang lebih tinggi. Saat ini sektor properti sudah terbebani berbagai macam pajak mulai dari PPN 10%, PPh 5%, PPnBM 20%, pajak sangat mewah 5%, dan BPHTB sekitar 5%. Akankah suara protes dari kalangan pengusaha properti dan permata bakal didengarkan pemerintah? Sepertinya hanya sebuah keajaiban yang bisa mengubah pendirian pemerintah untuk tidak merevisi PPh Pasal 22.

Soalnya, pemerintah sudah bertekad memaksimalkan semua sumber penerimaan pajak yang selama ini belum tersentuh di antaranya pajak barang kelas premium tersebut. Apalagi Menkeu Bambang PS Brodjonegoro sudah memproklamirkan untuk menaikkan rasio pendapatan perpajakan (tax ratio ) terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 15% hingga 16% dari sekitar 12% yang terus stagnan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Lawan Kita yang SesungguhnyaSabtu, 24 Januari 2015 | 10:34:51Bukannyapersoalan ekonomi dan bukannya persoalan bencana, tantangan besar kita di awal tahun ini ternyata adalah masalah hukum dan politik yang campur baur menjadi satu. Di saat kita ingin hidup lebih baik sebagaimana pernah disematkan kepada Presiden Jokowi oleh majalah Time sebagai sebuah harapan baru (A New Hope) kepada bangsa Indonesia, jalan yang terjal ternyata harus dihadapi.

Hanya dalam waktu dua hari, dua peristiwa penting dan menarik seolah menyedot perhatian kita bersama. Di hari pertama Plt Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan kepada media bahwa Ketua KPK Abraham Samad pernah secara aktif terlibat dalam upaya mencalonkan dirinya sebagai calon wakil presiden. Tak habis keheranan kita mendengar kisah tersebut, di hari kedua, pagi-pagi kita sudah dikejutkan kisah penangkapan Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK. Ia dituding terlibat dalam kasus kesaksian palsu dalam Pilkada satu kabupaten di Kalimantan Tengah beberapa tahun lalu.

Rasanya kita malu menyaksikan peristiwa-peristiwa di atas. Kita justru sibuk pada urusan-urusan yang sifatnya personal. Bayangkan beban yang harus ditanggung oleh pemerintah. Puluhan dermaga harus dibenahi. Puluhan pelabuhan udara harus dibangun. Jalan tol ribuan kilometer harus dibangun. Swasembada pangan harus dikebut. Jaminan kesehatan dan pendidikan harus dikejar. Semuanya adalah proyek besar yang membutuhkan kerjasama dan konsentrasi penuh.

Belum lagi menghela utang negara yang jumlahnya sudah semakin besar. Ada lagi masalah kemiskinan dan pengangguran yang belum bisa diatasi. Harga-harga juga belum terkendali karena para pengusaha masih belum ikhlas menurunkan harga komoditi meski harga BBM sudah diturunkan oleh pemerintah. Jangan silap, narkoba juga sudah semakin dalam merusak negeri ini.

Semuanya adalah masalah besar. Tetapi kini kita menyaksikan masalah individu bisa menyeret bangsa ini ke dalam persoalan serius. Kasus-kasus individu dalam tubuh Polri dan KPK telah menyeret lembaga tersebut ke dalam gesekan yang disaksikan dunia luar. Apa kata mereka? Kantor berita Reuters bahkan menulis bahwa kejadian penangkapan Wakil Ketua KPK tidak bisa dilepaskan dari konflik antar lembaga penegakan hukum di Indonesia.

Miris menyaksikan betapa rapuhnya kita. Jika dulu para pejuang bertempur habis-habisan di dalam menegakkan martabat bangsa, hari-hari ini kita menyaksikan bagaimana masing-masing pihak di negeri ini justru mempermalukan diri sendiri. Kalau dulu para pejuang melawan pihak luar dan asing yang ingin menjajah kita, saat ini kita justru saling serang dan saling sikat serta sikut.

Polri dengan masing-masing personil yang seharusnya menjaga kewibawaannya justru menyeret lembaga tersebut dalam kondisi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Idem dito, KPK juga dengan kondisi yang selama ini begitu dipuji, justru terkesan terseret dalam kepentingan politik.

Di sinilah kepemimpinan Presiden Jokowi diuji. Masalah bangsa ini ternyata begitu rumit dan ruwet. Tidak mudah memimpinnya. Karena itu dibutuhkan ketenangan dan keyakinan bahwa masih banyak yang mendukung presiden berbuat yang lebih baik bagi negeri ini. Pernyataan presiden supaya kedua institusi mengedepankan etika perlu dipegang teguh sebagai petunjuk.

Selamatkan Polri dan selamatkan KPK. Kita butuh dua institusi tersebut. Jangan sampai perbuatan individu mempermalukan negeri ini. Dunia menonton perilaku kita.(***)

Tak Gamang Menghadapi MEASelasa, 6 Januari 2015 | 10:33:022Fajar-menyingsing di tahun 2015 tak sadar telah membawa kita dalam sebuah dunia yang terbuka. Dunia terbuka milik bersama sesama anggota ASEAN itu bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mulai tahun 2015, sesama anggota ASEAN terikat kontrak untuk saling bebas berinteraksi dan meningkatkan kemampuan ekonomi tanpa lagi ada sekat negara masing-masing.

MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional yang bernilai tinggi dan mahal seperti halnya dokter, pengacara, akuntan dan lainnya. Dengan adanya MEA, pasar tenaga kerja menjadi meningkat sehingga mencapai 600 juta jiwa orang yang hidup di Asia Tenggara. Ini jelas merupakan sebuah pasar yang sangat masif. Karena itu tidak heran jika ILO memprediksi jika permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.

Presiden Jokowi sudah meminta Indonesia bersiap menghadapi MEA. Pada KTT ke-24 ASEAN di Myanmar November tahun lalu, presiden menyampaikan pikirannya bahwa MEA adalah sebuah keniscayaan jika secara bersama-sama, terjadi percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas di negara ASEAN, antar negara ASEAN, dan dengan negara mitra. Berikutnya, presiden mengharapkan kerjasama investasi, industri, dan manufaktur, yang lebih erat di antara negara-negara anggota ASEAN. Dan yang paling penting adalah meningkatkan perdagangan intra negara ASEAN yang saat ini masih rendah, baru mencapai 24,2 persen. Maka jika ASEAN ingin maju seperti Masyarakat Ekonomi Eropa, PDB ASEAN harus ditingkatkan dari USD 2,2 triliun menjadi USD 4,4 triliun dan memangkas separuh persentase kemiskinan di kawasan ASEAN dari 18,6% menjadi 9,3%.

Dalam konteks itulah maka sudah saatnya kita menggunakan kesempatan pasar yang terbuka lebar dan kesempatan yang saling menguntungkan sesama negara ASEAN tersebut sebagai kesempatan melakukan penetrasi pasar. Dalam istilah perang, pertahanan terbaik adalah melakukan penyerangan. Penyerbuan ke pasar-pasar ASEAN adalah mutlak dan kata kunci jika kita tidak ingin hanya menjadi penonton. Secara demografis, di dalam MEA, kita adalah negara dengan penduduk terbesar dan itu bisa menjadi kesempatan sekaligus kelemahan.

Sampai saat ini, Indonesia sudah meratifikasi ratusan perjanjian mengenai MEA di antara sesama negara ASEAN. Pada saat yang sama, dengan konsep pembangunan yang bertumpu pada infrastruktur, Indonesia akan mampu mendorong peningkatan produksi barang terutama produk kelautan dan perikanan.

Untuk mengintegrasikan koneksi antar produk dalam negeri, pemerintah mendorong bertumbuhnya sentra ekonomi yang lebih merata.

Semuanya harus diletakkan dalam upaya menggenjot komitmen nasional bahwa dalam MEA kita adalah pelaku. Kita harus menunjukkan bahwa kita bisa mendorong produksi dalam negeri untuk lebih berkualitas dan menjadi penentu. Maka sudah sewajarnya juga jika kualitas sumber daya manusia kita harus lebih tinggi. Kualitas SDM kita harus jauh dari sekedar tenaga kerja murahan di sektor informal, melainkan tenaga kerja profesional dan bermutu dan dibayar mahal. Inilah yang coba dijawab dengan mendirikan sentra pendidikan yang berkualitas, pelatihan yang baik dan pendidikan berkelanjutan.Kita tidak boleh gamang bersaing. Terbukanya pasar adalah kesempatan besar kita. Selamat datang MEA(***)