pai di lembaga pendidikan umum asal usul dan perkembangannya 8
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung lama bersamaan dengan
masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan
Islam mensinyalir bahwa Islam masuk dan disebar ke Indonesia melalui
pedagang-pedagang yang beragama Islam baik dari Asia maupun Timur Tengah.
Semula pendidikan Islam terlaksana secara informal antara pedagang dan atau
mubaligh dengan masyarakat sekitar. Kegiatan pendidikan berlangsung di mesjid
ataupun di surau/langgar. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pendidikan
Islam berada dibawah pengawasan dan tanggungjawab kerajaan. Penyelenggaraan
pendidikan Islam tidak hanya di mesjid dan langgar tetapi juga berkembang ke
tempat khusus untuk belajar ilmu agama Islam secara lebih mendalam, teratur dan
tertib dalam penyampaian pesan-pesan ajaran Islam tersebut. Tempat menuntut
ilmu Islam ini dikenal masyarakat sebagai pesantren.
Masuknya penjajah (khususnya penjajah Barat) di Indonesia membawa
banyak perubahan mendasar dalam dinamika pengajaran dan pendidikan agama
Islam di Indonesia. Penjajahan yang memiliki ciri ingin melanggengkan
kekuasaan di negeri jajahannya itu sedikit banyak telah berhasil menanamkan
paradigma di masyarakat tentang perbedaaan antara pendidikan Islam dan
pendidikan Barat. Sehingga memunculkan pandangan bahwa pendidikan Islam di
Pesantren lebih pada masalah keakheratan, sedangkan pendidikan Barat (ilmu-
ilmu umum) lebih bertumpu pada persoalan keduniawian belaka. Paradigma ini
terus berlanjut hingga kini.
Seperti dikemukakan diatas bahwa sesungguhnya pendidikan Islam itu telah
berlangsung sejak lama. bahkan jauh sebelum pendidikan umum diselenggarakan
oleh penjajah Belanda di bumi Nusantara ini. Disisi lain, seperti telah disinggung
dimuka bahwa sumbangan pemikir dan tokoh Islam dalam pengembangan ilmu
pengetahuan (sebagian mengenalnya sebagai ilmu pengetahuan Barat) tidak
1
diragukan lagi. Ide, gagasan atau pandangan yang digali dari wahyu Ilahi berupa
ayat-ayat qauliyah serta hasil-hasil penelitian sebagai fenomena kauniyah
merupakan landasan berpijak para cendikiawan Muslim tatkala mengembangkan
suatu ilmu .
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang semula berangkat dari
kemandirian, bebas pengaruh otoritas kebijakan, sedikit banyak mulai
terpengaruh. Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan Islam cukup
dinamis dalam menanggapi kondisi kekinian masyarakat. Pada awalnya
kurikulum Madrasah menitikberatkan pada pendidikan agama dari pada ilmu-
ilmu umum, tapi kini berbalik yakni: 70 persen ilmu umum dan 30 persen agama.
Dengan demikian, berdasakan problematika di atas, maka dalam makalah ini
akan mengupas tentang pendidikan islam di Indonesia yang ada pada sekolah
umum dan agama serta menindak lanjuti solusinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum?
3. Bgaimana Pendidikan Agama setelah kemerdekaan?
4. Bagaimna Pengertian Pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengembangan Pendidikan Islam
2. Mengetahui Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
3. Mengetahui Pendidikan Agama setelah kemerdekaan
4. Mengetahui Pengertian Pendidikan Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menurut Zarkowi Soejoeti sebagaimana yang dituturkan
oleh M.Ali Hasan dan Mukti Ali, terbagi dalam tiga pengertian. Pertama
“Pendidikan Islam” adalah jenis pendidikan yang pendirian dan
penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk
mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama
lembaganya, maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Di sini kata
Islam ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh
kegiatan pendidikan. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan perhatian
sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang
diselenggarakan. Di sini kata Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai
ilmu, dan diperlakukan sebagai ilmu yang lain. Ketiga, jenis pendidikan yang
mencakup kedua pengertian di atas. Di sini kata Islam ditempatkan sebagai
sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang ditawarkan melalui program
studi yang diselenggarakan.1 Ciri khas pendidikan Islam itu ada dua macam :
a. Tujuannya : Membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut
ukuran Allah.
b. Isi pendidikannya : ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al
Qur’an yang pelaksanaannya dalam praktek hidup sehari-hari dicontohkan
oleh Muhammad Rasulullah SAW.2
Teori-teori pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia secara umum
mendefinisikan pendidikan Islam dalam dua tataran : idealis dan pragmatis. Pada
tataran idealis, pendidikan Islam diandaikan sebagai suatu sistem yang
1 M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 45.2 Ibid.
3
independen (eksklusif) dengan sejumlah kriterianya yang serba Islam. Definisi ini
secara kuat dipengaruhi oleh literatur Arab yang masuk ke Indonesia baik dalam
bentuk teks asli, terjemahan, maupun sadurannya. Sedangkan pada tataran
pragmatis, pendidikan Islam ditempatkan sebagai identitas (ciri khusus) yang
tetap berada dalam konteks pendidikan nasional. Perkembangan-perkembangan
aktual di Indonesia khususnya selama tiga dekade terakhir sangat mempengaruhi
munculnya definisi pragmatis ini.3
Penulis-penulis Indonesia kontemporer berusaha menjelaskan definisi
pendidikan Islam dengan melihat tiga kemungkinan hubungan antara konsep
pendidikan dan konsep Islam. Dilihat dari sudut pandang kita tentang Islam yang
berbeda-beda, istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami sebagai :
a. Pendidikan (menurut) Islam,
b. Pendidikan (dalam) Islam,
c. Pendidikan (agama) Islam.
Dalam hubungan yang pertama, pendidikan Islam bersifat normatif, sedang
dalam hubungan yang kedua, pendidikan Islam lebih bersifat sosio-historis.
Adapun dalam hubungan yang ketiga, pendidikan Islam lebih bersifat proses-
operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam. Dalam kerangka
akademik, pengertian yang pertama merupakan lahan filsafat pendidikan Islam,
dan pengertian yang ketiga merupakan kawasan ilmu pendidikan Islam teoritis.
B. Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
Pendidikan agama islam di sekolah umum merupakan suatu gebrakan dalam
pembaharuan dalam pendidikan. Pada masa penjajahan agama tidak mendapat
tempat di sekolah umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh
keluarga, bukan di sekolah. Kolonial Belanda sangat gencar menghambat
perkembangan pendidikan agama di sekolah umum karena selain menjajah
territorial, Belanda juga membawa misi kristenisasi di Indonesia.
3 Ibid., 46.
4
Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah
umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-
undang no. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh
pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan
untuk berpartisifasi menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan
informal.
C. Pendidikan Agama setelah kemerdekaan
Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan
sejarah menunjukkan hal itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno
yang kemudian menjadi presiden pertama RI mengatakan bahwa pentingnya
bangsa Indonesia bertuhan, dan mengajak segenap bangsa Indonesia untuk
mengamalkan agama yang menjadi kepercayaannya.
Pasca kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, maka selanjutnya pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditetaplah sebuah asas yang menempatkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila, sebagai
manifestasi dari sikap hidup yang religius tersebut. Selain itu pada pasal 29
UUD 1945 yang menjelaskan tentang: Ayat 1 : Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa,Ayat 2 :Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu.
Maka untuk merealisasikan sikap hidup yang agamis dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka pada tanggal 3 Januari 1946 pemerintah RI
membentuk Departemen Agama. Tugas utama departemen ini adalah
mengurus soal-soal yang berkenaan dengan kehidupan beragama bagi seluruh
5
rakyat Indonesia. Salah satu di antaranya adalah berkenaan dengan pendidikan
agama. Ruang lingkup pendidikan agama yang dikelola oleh Departemen
Agama tidak hanya terbatas pada sekolah-sekolah agama saja, pesantren dan
madrasah, tetapi juga menyangkut pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan ketentuan sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1 dan 2 sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakarpada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Dari rumusan di atas, dalam rangka mengembangkan potensi manusia
Indonesia seutuhnya, dalam arti utuh jasmani dan rohani sesuai dengan
amanah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
diperlukan adanya pelaksanaan pendidikan agama sebagai mata pelajaran
wajib di sekolah pada semua jalur jenis dan jenjang pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum sesuai dengan ketentuan
undang-undang dapat dilihat pada beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa : Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan
budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan
lokal.
6
Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) tersebut di atas ditegaskan
bahwa : Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa
serta berakhlak manusia. Bab V tentang peserta didik, Pasal 12 ayat (1) (1)
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuan.
Bab X tentang kurikulum pada Pasal 36 ayat (3) juga dinyatakan : (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memerhatikan :
a. Peningkatan iman dan takwa
b. Peningkatan akhlak mulia
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.
d. Keraguan potensi daerah dan lingkungan
e. Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan
f. Dinamika perkembangan global
Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum diatur
dalam undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana
pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen-
komponen pendidikan lainnya.
Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa dalam rangka membangun manusia
seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, maka pendidikan agama
berfungsi sebagai berikut:
1. Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang
beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, dan berakhlak mulia.
2. Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk hal-
hal sebagai berikut :
7
a. Melestarikan asa pembangunan nasional, khususnya asa
perikehidupaan dalam keseimbangan.
b. Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal
rohaniah dan mental berupa keimanan, ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Mahaesa, dan akhlak mulia.
c. Membimbing warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik
sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya.
Hal ini sesuai dengan rumusan UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 Bab II
Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu : Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dari kutipan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas,
dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
pendidikan agama menempati tempat yang strategis secara operasional, yaitu
pendidikan agama mempunyai relevansi dengan pendidikan kehidupan bangsa
dan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya sesuai amanat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Upaya pendidikan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, memberikan makna perlunya pengembangan seluruh dimensi
aspek kepribadian seluruh makna perlunya pengembangan seluruh dimensi
aspek kepribadian seluruhnya secara seimbang dan selaras. Konsep manusia
seutuhnya harus dipandang memiliki unsur jasad, akal, dan kalbu serta aspek
kehidupannya sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan agama.
Kesemuanya harus berada dalam kesatuan integrlistik yang bulat. Pendidikan
agama perlu diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani, budi
8
pekerti serta aspek kecerdasan dan keterampilan sehingga terwujud
keseimbangan. Dengan demikian, pendidikan agama secara langsung akan
mampu memberikan kontribusi terhadap seluruh dimensi perkembangan
manusia Indonesia seutuhnya seperti tercermin dari semua unsur yang
terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang
dimaksudkan.4
Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang
objeknya adalah pribadi anak yang sedang berkembang, maka adanya
hubungan timbal balik antara penanggung jawab pendidikan, yaitu yang di
dalamnya terdiri dari kepala sekolah, para guru, staf ketatausahaan, orang tua
dan anggota keluarga lainnya mutlak diperlukan. Hal ini bukan hanya karena
peserta didik masih memerlukan perlindungan dan bimbingan sekolah dan
keluarga tersebut, tetapi juga pengaruh pendidikan dan perkembangan
kejiwaan yang diterima peserta didik dari kedua lingkungan tersebut tidak
boleh menimbulkan pecahnya kepribadian anak. Pengaruh komplikasi
psikologis tersebut selain bisa mengakibatkan frustasi pada diri anak, juga
dapat menghambat perkembangan jiwa anak didik.
Dengan kata lain, suatu kerjasama antara penanggung jawab pendidikan
tersebut perlu diintensifkan, baik melalui usaha guru-guru di sekolah maupun
orang-orang tua murid. Pertemuan antara kedua pendidik (guru dan orang tua)
perlu diadakan secara periodik, kunjungan guru ke rumah orang tua murid
yang diatur secara periodik untuk saling mengadakan pertukaran pikiran dan
pendapat tentang anak didiknya adalah merupakan kegiatan padagogis yang
sangat penting artinya bagi usaha menyukseskan pendidikan agama. Guru
perlu mengetahui sedikit tentang suasana rumah, tempat anak itu hidup,
sehingga guru mengetahui suasana hidup keagamaannya dan bagaimana
4 Depdiknas, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliya, (Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), hlm. 17.
9
pandangannya terhadap perlunya pendidikan agama bagi putra-putrinya.Guru
memerlukan keterangan-keterangan dari orang tua murid mengenai anaknya
masing-masing. Melalui cara demikian, guru akan memperoleh petunjuk-
petunjuk yang berharga yang dapat digunakan guna pendidikan anak di
sekolah.
Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh pada pendidikan anak
di sekolah. Terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah,
sekolah dan masyarakat mempunyai hubungan timbal balik, yaitu sekolah
menerima pengaruh masyarakat dan masyarakatnya juga dipengaruhi oleh
hasil pendidikan sekolah. Menjadi tugas sekolah untuk mengenal anak agar
mereka belajar hidup di masyarakat dan belajar memahaminya dan mengenal
baik buruknya. Dengan demikian, dengan cara tersebut diharapkan agar anak
memahami dan menghargai suasana masyarakatnya. Salah satu dari tujuan
sekolah adalah mengantar anak dari dalam kehidupannya di dalam
masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama yang berlangsung dan
diselenggarakan masyarakat harus menjadi penunjang dan pelengkap yang
mampu untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan keagamaan anak.
Demikian pula hendaknya yang terjadi di lingkungan keluarga, pendidikan
agama harus menjadi pendorong yang saling menguatkan, sehingga melalui
program keterpaduan dapat dikembangkan program pendidikan agama yang
berkelanjutan, yang saling mengisi dan menguatkan. Program pendidikan
agama pada ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus diusahakan agar
tidak tumpang tindih, tidak saling melemahkan dan tidak jadi bertentangan
satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, prinsip keterpaduan pendidikan
agama Islam akan tercapai dengan baik. Selanjutnya, perlu ditegaskan
kembali di sini bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta
berakhlak mulia dan mampu menjaga kerukunan hubungan antarumat
beragama.
10
Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati
dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama
harus memerhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum
pendidikan agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta
didik.
2. Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan
ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama
sebagai landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
3. Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif,
inovatif, dan dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan,
dan rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama
lain.
5. Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana
keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan,
seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.
Dengan demikian, setiap satuan pendidikan wajib menyelenggarakan
pendidikan agama, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan
pendidikan agama.
b. Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat
menyelenggarakan pendidikan agama dapat bekerja sama dengan satuan
pendidikan yang setingkat atau penyelenggaraan pendidikan agama di
masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta
didik.
11
c. Satuan pendidikan seharusnya menyediakan tempat dan kesempatan
kepada peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan
persyaratan agama yang dianut oleh peserta didik.
d. Tempat melaksanakan ibadah agama dapat berupa ruangan di dalam atau
di sekitar lingkungan satuan pendidikan yang dapat digunakan peserta
didik menjalankan ibadahnya.
e. Satuan pendidikan yang bercirikan khas agama tertentu tidak
berkewajiban membangun tempat ibadah agama lain selain yang sesuai
dengan ciri khas agama satuan pendidikan yang bersangkutan.
Adapun kualifikasi minimum pendidik pendidikan agama tingkat SD,
SMP, dan SMA/SMK, atau bentuk lain yang sederajat adalah sarjana agama,
ditambah sertifikat profesi pendidik pendidikan agama dari perguruan tinggi
yang terakreditasi. Pendidik pendidikan agama adalah guru mata pelajaran
pendidikan agama harus memiliki latar belakang agama sesuai dengan agama
yang dianut peserta didik dan mata pelajaran pendidikan agama yang
diajarkan bagi pendidik yang tidak memenuhi kualifikasi minimum
sebagaimana tersebut, tetapi memiliki di bidang agama setelah melalui uji
kelayakan dan kesetaraan.
Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan disediakan oleh
satuan pendidikan yang bersangkutan atau disediakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah. Mengenai pengawasan pendidikan agama dilakukan oleh
pengawas pendidikan agama terhadap penyelenggaraan pendidikan agama,
yang meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut
hasil pengawasan. Laporan sebagaimana dimaksud di atas berisi evaluasi
terhadap pelaksanaan teknis pendidikan agama dan ditujukan kepada Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah Departemen
Agama.5
5 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 15-23.
12
D. Pengembangan Pendidikan Islam
Kajian-kajian historis menunjukkan bahwa sampai abad ke-19, pendidikan
Islam, dalam bentuk masjid dan pesantren, masih menjadi lembaga pendidikan
yang dominan bagi masyarakat Indonesia. Pergeseran mulai terjadi pada masa
penjajahan. Alasan-alasan tidak dipakainya sistem pendidikan Islam oleh
pemerintah Hindia-Belanda itu semata-mata karena pertimbangan aspek didaktis-
metodiknya yang tidak baik, menurut Karel A. Steenbrink sebagaimana yang
ditulis M. Ali Hasan-Mukti Ali.6
Terlepas dari alasan itu, sangat boleh jadi penyebab utama diasingkannya
sistem pendidikan Islam karena kemungkinan konsekuensinya tidak
menguntungkan kepentingan politik Hindia-Belanda, karena dalam prakteknya
pendidikan Islam lebih menekankan kepada aspek keimanan dan keyakinan dalam
beragama. Praktek pendidikan seperti ini memberi rangsangan dan motivasi untuk
melawan penjajah dan pemerintahan kafir.
Pemberlakuan pendidikan pribumi oleh pemerintah Hindia-Belanda dapat
dianggap awal dari dualisme sistem pendidikan bagi masyarakat Indonesia.
Pendidikan Islam tetap berjalan sesuai dengan karakternya dan secara tradisional
menjadi andalan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin. Sementara
sistem pendidikan pribumi ala Belanda terus berkembang dan menjadi pusat
pengajaran dan pelatihan bagi kaum elit pribumi yang mempunyai hubungan
dengan pemerintah Hindia-Belanda. Dan dalam perkembangannya, dualisme
pendidikan ini membawa orientasi wawasan masyarakat Indonesia yang terbelah
sesuai dengan karakter masing-masing pendidikan yang ditempuhnya. Namun
demikian, orientasi kaum terpelajar yang berlatar pendidikan ala Belanda secara
politis lebih siap menangani masalah-masalah kenegaraaan, karena pola
6 Ibid., 48.
13
pendidikannya sejak awal mempersiapkan mereka untuk menjadi tenaga-tenaga
pemerintah.
Kesadaran perlunya mengembangkan orientasi pendidikan Islam yang
menyangkut masalah-masalah sosial politik dan ekonomi (keduniawian) akhirnya
muncul di kalangan kaum muslimin. Hal ini kemudian mendorong dilakukan
penyesuaian pendidikan Islam, kurikulum, kelembagaan dan sistem
pengajarannya.
Upaya penyesuaian pendidikan Islam tersebut terbukti dengan kemunculannya
di Minangkabau, tahun 1906-1930, di Yogyakarta seperti Muhammadiyah, di
Jakarta seperti Jam’iat Khair.
BAB III
PENUTUP
14
A. Kesimpulan
Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan sejarah
menunjukkan hal itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno yang kemudian menjadi
presiden pertama RI mengatakan bahwa pentingnya bangsa Indonesia bertuhan,
dan mengajak segenap bangsa Indonesia untuk mengamalkan agama yang
menjadi kepercayaannya.
Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah
umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-
undang no. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh
pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan
untuk berpartisifasi menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan
informal.
B. Saran
Segala puji bagi Allah SWT,yang karena karunianya,akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami.semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatnya
kepada kami untuk membuat karya yang lebih baik untuk waktu-waktu yang akan
datang. Kami berharap sekali-kritik dan saran dari para pembanca sangat kami
harapkan.semoga dapat menjadi khazana baru buat kami untuk karya kami
berikutnya
KATA PENGANTAR
15
Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan
salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap
keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari
para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Bengkulu, Mei 2013
Penulis
MAKALAHKAPITA SELEKTA PENDIDIKAN
16
i
“PAI Di Lembaga Pendidikan Umum Asal Usul Dan Perkembangannya”
Di susun oleh :
Beti Susanti
2123020273
Dosen pembimbing:
Dr. Hery Noer Aly, M. A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU (IAIN)
2013
DAFTAR ISI
17
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...........................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan islam ..................................................... 3
B. Pendidikan agama islam pada sekolah umum .......................... 4
C. Pendidikan agama setelah kemerdekaan .................................. 5
D. Pengembangan pendidikan islam .............................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................15
B. Saran.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
18
ii
Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
I. Djumhur & Danusaputra. 1979. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.
Shaleh, Abdul Rachman. 2006. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sutedjo, Muwardi. dkk. 1992. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam dan UT.
Yunus, Mahmud. 1985. Seajarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
Zuhairini & Ghofur, Abdul. 2004. Metodelogi Pembelajaran PAI. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hasan, M. Ali dan Ali, Mukti, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2003.
Depag RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003.
19
iii