pai di lembaga pendidikan umum asal usul dan perkembangannya 8

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung lama bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan Islam mensinyalir bahwa Islam masuk dan disebar ke Indonesia melalui pedagang-pedagang yang beragama Islam baik dari Asia maupun Timur Tengah. Semula pendidikan Islam terlaksana secara informal antara pedagang dan atau mubaligh dengan masyarakat sekitar. Kegiatan pendidikan berlangsung di mesjid ataupun di surau/langgar. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pendidikan Islam berada dibawah pengawasan dan tanggungjawab kerajaan. Penyelenggaraan pendidikan Islam tidak hanya di mesjid dan langgar tetapi juga berkembang ke tempat khusus untuk belajar ilmu agama Islam secara lebih mendalam, teratur dan tertib dalam penyampaian pesan-pesan ajaran Islam tersebut. Tempat menuntut ilmu Islam ini dikenal masyarakat sebagai pesantren. Masuknya penjajah (khususnya penjajah Barat) di Indonesia membawa banyak perubahan mendasar dalam dinamika pengajaran dan pendidikan agama Islam di 1

Upload: dahlia-tambajong

Post on 03-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung lama bersamaan dengan

masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan

Islam mensinyalir bahwa Islam masuk dan disebar ke Indonesia melalui

pedagang-pedagang yang beragama Islam baik dari Asia maupun Timur Tengah.

Semula pendidikan Islam terlaksana secara informal antara pedagang dan atau

mubaligh dengan masyarakat sekitar. Kegiatan pendidikan berlangsung di mesjid

ataupun di surau/langgar. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pendidikan

Islam berada dibawah pengawasan dan tanggungjawab kerajaan. Penyelenggaraan

pendidikan Islam tidak hanya di mesjid dan langgar tetapi juga berkembang ke

tempat khusus untuk belajar ilmu agama Islam secara lebih mendalam, teratur dan

tertib dalam penyampaian pesan-pesan ajaran Islam tersebut. Tempat menuntut

ilmu Islam ini dikenal masyarakat sebagai pesantren.

Masuknya penjajah (khususnya penjajah Barat) di Indonesia membawa

banyak perubahan mendasar dalam dinamika pengajaran dan pendidikan agama

Islam di Indonesia. Penjajahan yang memiliki ciri ingin melanggengkan

kekuasaan di negeri jajahannya itu sedikit banyak telah berhasil menanamkan

paradigma di masyarakat tentang perbedaaan antara pendidikan Islam dan

pendidikan Barat. Sehingga memunculkan pandangan bahwa pendidikan Islam di

Pesantren lebih pada masalah keakheratan, sedangkan pendidikan Barat (ilmu-

ilmu umum) lebih bertumpu pada persoalan keduniawian belaka. Paradigma ini

terus berlanjut hingga kini.

Seperti dikemukakan diatas bahwa sesungguhnya pendidikan Islam itu telah

berlangsung sejak lama. bahkan jauh sebelum pendidikan umum diselenggarakan

oleh penjajah Belanda di bumi Nusantara ini. Disisi lain, seperti telah disinggung

dimuka bahwa sumbangan pemikir dan tokoh Islam dalam pengembangan ilmu

pengetahuan (sebagian mengenalnya sebagai ilmu pengetahuan Barat) tidak

1

diragukan lagi. Ide, gagasan atau pandangan yang digali dari wahyu Ilahi berupa

ayat-ayat qauliyah serta hasil-hasil penelitian sebagai fenomena kauniyah

merupakan landasan berpijak para cendikiawan Muslim tatkala mengembangkan

suatu ilmu .

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang semula berangkat dari

kemandirian, bebas pengaruh otoritas kebijakan, sedikit banyak mulai

terpengaruh. Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan Islam cukup

dinamis dalam menanggapi kondisi kekinian masyarakat. Pada awalnya

kurikulum Madrasah menitikberatkan pada pendidikan agama dari pada ilmu-

ilmu umum, tapi kini berbalik yakni: 70 persen ilmu umum dan 30 persen agama.

Dengan demikian, berdasakan problematika di atas, maka dalam makalah ini

akan mengupas tentang pendidikan islam di Indonesia yang ada pada sekolah

umum dan agama serta menindak lanjuti solusinya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengembangan Pendidikan Islam?

2. Bagaimana Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum?

3. Bgaimana Pendidikan Agama setelah kemerdekaan?

4. Bagaimna Pengertian Pendidikan Islam?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengembangan Pendidikan Islam

2. Mengetahui Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum

3. Mengetahui Pendidikan Agama setelah kemerdekaan

4. Mengetahui Pengertian Pendidikan Islam

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam menurut Zarkowi Soejoeti sebagaimana yang dituturkan

oleh M.Ali Hasan dan Mukti Ali, terbagi dalam tiga pengertian. Pertama

“Pendidikan Islam” adalah jenis pendidikan yang pendirian dan

penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk

mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama

lembaganya, maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Di sini kata

Islam ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh

kegiatan pendidikan. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan perhatian

sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang

diselenggarakan. Di sini kata Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai

ilmu, dan diperlakukan sebagai ilmu yang lain. Ketiga, jenis pendidikan yang

mencakup kedua pengertian di atas. Di sini kata Islam ditempatkan sebagai

sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang ditawarkan melalui program

studi yang diselenggarakan.1 Ciri khas pendidikan Islam itu ada dua macam :

a. Tujuannya : Membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut

ukuran Allah.

b. Isi pendidikannya : ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al

Qur’an yang pelaksanaannya dalam praktek hidup sehari-hari dicontohkan

oleh Muhammad Rasulullah SAW.2

Teori-teori pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia secara umum

mendefinisikan pendidikan Islam dalam dua tataran : idealis dan pragmatis. Pada

tataran idealis, pendidikan Islam diandaikan sebagai suatu sistem yang

1 M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 45.2 Ibid.

3

independen (eksklusif) dengan sejumlah kriterianya yang serba Islam. Definisi ini

secara kuat dipengaruhi oleh literatur Arab yang masuk ke Indonesia baik dalam

bentuk teks asli, terjemahan, maupun sadurannya. Sedangkan pada tataran

pragmatis, pendidikan Islam ditempatkan sebagai identitas (ciri khusus) yang

tetap berada dalam konteks pendidikan nasional. Perkembangan-perkembangan

aktual di Indonesia khususnya selama tiga dekade terakhir sangat mempengaruhi

munculnya definisi pragmatis ini.3

Penulis-penulis Indonesia kontemporer berusaha menjelaskan definisi

pendidikan Islam dengan melihat tiga kemungkinan hubungan antara konsep

pendidikan dan konsep Islam. Dilihat dari sudut pandang kita tentang Islam yang

berbeda-beda, istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami sebagai :

a. Pendidikan (menurut) Islam,

b. Pendidikan (dalam) Islam,

c. Pendidikan (agama) Islam.

Dalam hubungan yang pertama, pendidikan Islam bersifat normatif, sedang

dalam hubungan yang kedua, pendidikan Islam lebih bersifat sosio-historis.

Adapun dalam hubungan yang ketiga, pendidikan Islam lebih bersifat proses-

operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam. Dalam kerangka

akademik, pengertian yang pertama merupakan lahan filsafat pendidikan Islam,

dan pengertian yang ketiga merupakan kawasan ilmu pendidikan Islam teoritis.

B. Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum

Pendidikan agama islam di sekolah umum merupakan suatu gebrakan dalam

pembaharuan dalam pendidikan. Pada masa penjajahan agama tidak mendapat

tempat di sekolah umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh

keluarga, bukan di sekolah. Kolonial Belanda sangat gencar menghambat

perkembangan pendidikan agama di sekolah umum karena selain menjajah

territorial, Belanda juga membawa misi kristenisasi di Indonesia.

3 Ibid., 46.

4

Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah

umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun

mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-

undang no. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh

pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan

untuk berpartisifasi menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan

informal.

C. Pendidikan Agama setelah kemerdekaan

Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah

bangsa yang religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan

sejarah menunjukkan hal itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno

yang kemudian menjadi presiden pertama RI mengatakan bahwa pentingnya

bangsa Indonesia bertuhan, dan mengajak segenap bangsa Indonesia untuk

mengamalkan agama yang menjadi kepercayaannya.

Pasca kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, maka selanjutnya pada

tanggal 18 Agustus 1945 ditetaplah sebuah asas yang menempatkan

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila, sebagai

manifestasi dari sikap hidup yang religius tersebut. Selain itu pada pasal 29

UUD 1945 yang menjelaskan tentang: Ayat 1 : Negara berdasarkan atas

Ketuhanan Yang Maha Esa,Ayat 2 :Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut

agama dan kepercayaannya itu.

Maka untuk merealisasikan sikap hidup yang agamis dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, maka pada tanggal 3 Januari 1946 pemerintah RI

membentuk Departemen Agama. Tugas utama departemen ini adalah

mengurus soal-soal yang berkenaan dengan kehidupan beragama bagi seluruh

5

rakyat Indonesia. Salah satu di antaranya adalah berkenaan dengan pendidikan

agama. Ruang lingkup pendidikan agama yang dikelola oleh Departemen

Agama tidak hanya terbatas pada sekolah-sekolah agama saja, pesantren dan

madrasah, tetapi juga menyangkut pendidikan agama di sekolah-sekolah

umum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan ketentuan sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 1 dan 2 sebagai berikut :

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

berakarpada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan

tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Dari rumusan di atas, dalam rangka mengembangkan potensi manusia

Indonesia seutuhnya, dalam arti utuh jasmani dan rohani sesuai dengan

amanah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,

diperlukan adanya pelaksanaan pendidikan agama sebagai mata pelajaran

wajib di sekolah pada semua jalur jenis dan jenjang pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum sesuai dengan ketentuan

undang-undang dapat dilihat pada beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun

2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa : Kurikulum

pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan

kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan

budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan

lokal.

6

Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) tersebut di atas ditegaskan

bahwa : Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa

serta berakhlak manusia. Bab V tentang peserta didik, Pasal 12 ayat (1) (1)

Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :

a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya

dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuan.

Bab X tentang kurikulum pada Pasal 36 ayat (3) juga dinyatakan : (3)

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia dengan memerhatikan :

a. Peningkatan iman dan takwa

b. Peningkatan akhlak mulia

c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.

d. Keraguan potensi daerah dan lingkungan

e. Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan

f. Dinamika perkembangan global

Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum diatur

dalam undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana

pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen-

komponen pendidikan lainnya.

Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa dalam rangka membangun manusia

seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, maka pendidikan agama

berfungsi sebagai berikut:

1. Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang

beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, dan berakhlak mulia.

2. Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk hal-

hal sebagai berikut :

7

a. Melestarikan asa pembangunan nasional, khususnya asa

perikehidupaan dalam keseimbangan.

b. Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal

rohaniah dan mental berupa keimanan, ketaqwaan terhadap Tuhan

Yang Mahaesa, dan akhlak mulia.

c. Membimbing warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik

sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya.

Hal ini sesuai dengan rumusan UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 Bab II

Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu : Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Dari kutipan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas,

dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional,

pendidikan agama menempati tempat yang strategis secara operasional, yaitu

pendidikan agama mempunyai relevansi dengan pendidikan kehidupan bangsa

dan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya sesuai amanat Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Upaya pendidikan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya, memberikan makna perlunya pengembangan seluruh dimensi

aspek kepribadian seluruh makna perlunya pengembangan seluruh dimensi

aspek kepribadian seluruhnya secara seimbang dan selaras. Konsep manusia

seutuhnya harus dipandang memiliki unsur jasad, akal, dan kalbu serta aspek

kehidupannya sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan agama.

Kesemuanya harus berada dalam kesatuan integrlistik yang bulat. Pendidikan

agama perlu diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani, budi

8

pekerti serta aspek kecerdasan dan keterampilan sehingga terwujud

keseimbangan. Dengan demikian, pendidikan agama secara langsung akan

mampu memberikan kontribusi terhadap seluruh dimensi perkembangan

manusia Indonesia seutuhnya seperti tercermin dari semua unsur yang

terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang

dimaksudkan.4

Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang

objeknya adalah pribadi anak yang sedang berkembang, maka adanya

hubungan timbal balik antara penanggung jawab pendidikan, yaitu yang di

dalamnya terdiri dari kepala sekolah, para guru, staf ketatausahaan, orang tua

dan anggota keluarga lainnya mutlak diperlukan. Hal ini bukan hanya karena

peserta didik masih memerlukan perlindungan dan bimbingan sekolah dan

keluarga tersebut, tetapi juga pengaruh pendidikan dan perkembangan

kejiwaan yang diterima peserta didik dari kedua lingkungan tersebut tidak

boleh menimbulkan pecahnya kepribadian anak. Pengaruh komplikasi

psikologis tersebut selain bisa mengakibatkan frustasi pada diri anak, juga

dapat menghambat perkembangan jiwa anak didik.

Dengan kata lain, suatu kerjasama antara penanggung jawab pendidikan

tersebut perlu diintensifkan, baik melalui usaha guru-guru di sekolah maupun

orang-orang tua murid. Pertemuan antara kedua pendidik (guru dan orang tua)

perlu diadakan secara periodik, kunjungan guru ke rumah orang tua murid

yang diatur secara periodik untuk saling mengadakan pertukaran pikiran dan

pendapat tentang anak didiknya adalah merupakan kegiatan padagogis yang

sangat penting artinya bagi usaha menyukseskan pendidikan agama. Guru

perlu mengetahui sedikit tentang suasana rumah, tempat anak itu hidup,

sehingga guru mengetahui suasana hidup keagamaannya dan bagaimana

4 Depdiknas, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliya, (Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), hlm. 17.

9

pandangannya terhadap perlunya pendidikan agama bagi putra-putrinya.Guru

memerlukan keterangan-keterangan dari orang tua murid mengenai anaknya

masing-masing. Melalui cara demikian, guru akan memperoleh petunjuk-

petunjuk yang berharga yang dapat digunakan guna pendidikan anak di

sekolah.

Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh pada pendidikan anak

di sekolah. Terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah,

sekolah dan masyarakat mempunyai hubungan timbal balik, yaitu sekolah

menerima pengaruh masyarakat dan masyarakatnya juga dipengaruhi oleh

hasil pendidikan sekolah. Menjadi tugas sekolah untuk mengenal anak agar

mereka belajar hidup di masyarakat dan belajar memahaminya dan mengenal

baik buruknya. Dengan demikian, dengan cara tersebut diharapkan agar anak

memahami dan menghargai suasana masyarakatnya. Salah satu dari tujuan

sekolah adalah mengantar anak dari dalam kehidupannya di dalam

masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama yang berlangsung dan

diselenggarakan masyarakat harus menjadi penunjang dan pelengkap yang

mampu untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan keagamaan anak.

Demikian pula hendaknya yang terjadi di lingkungan keluarga, pendidikan

agama harus menjadi pendorong yang saling menguatkan, sehingga melalui

program keterpaduan dapat dikembangkan program pendidikan agama yang

berkelanjutan, yang saling mengisi dan menguatkan. Program pendidikan

agama pada ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus diusahakan agar

tidak tumpang tindih, tidak saling melemahkan dan tidak jadi bertentangan

satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, prinsip keterpaduan pendidikan

agama Islam akan tercapai dengan baik. Selanjutnya, perlu ditegaskan

kembali di sini bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia

Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta

berakhlak mulia dan mampu menjaga kerukunan hubungan antarumat

beragama.

10

Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya

kemampuan peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati

dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama

harus memerhatikan prinsip dasar sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum

pendidikan agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta

didik.

2. Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan

ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama

sebagai landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.

3. Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif,

inovatif, dan dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk

menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan,

dan rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama

lain.

5. Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana

keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan,

seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.

Dengan demikian, setiap satuan pendidikan wajib menyelenggarakan

pendidikan agama, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan

pendidikan agama.

b. Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat

menyelenggarakan pendidikan agama dapat bekerja sama dengan satuan

pendidikan yang setingkat atau penyelenggaraan pendidikan agama di

masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta

didik.

11

c. Satuan pendidikan seharusnya menyediakan tempat dan kesempatan

kepada peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan

persyaratan agama yang dianut oleh peserta didik.

d. Tempat melaksanakan ibadah agama dapat berupa ruangan di dalam atau

di sekitar lingkungan satuan pendidikan yang dapat digunakan peserta

didik menjalankan ibadahnya.

e. Satuan pendidikan yang bercirikan khas agama tertentu tidak

berkewajiban membangun tempat ibadah agama lain selain yang sesuai

dengan ciri khas agama satuan pendidikan yang bersangkutan.

Adapun kualifikasi minimum pendidik pendidikan agama tingkat SD,

SMP, dan SMA/SMK, atau bentuk lain yang sederajat adalah sarjana agama,

ditambah sertifikat profesi pendidik pendidikan agama dari perguruan tinggi

yang terakreditasi. Pendidik pendidikan agama adalah guru mata pelajaran

pendidikan agama harus memiliki latar belakang agama sesuai dengan agama

yang dianut peserta didik dan mata pelajaran pendidikan agama yang

diajarkan bagi pendidik yang tidak memenuhi kualifikasi minimum

sebagaimana tersebut, tetapi memiliki di bidang agama setelah melalui uji

kelayakan dan kesetaraan.

Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan disediakan oleh

satuan pendidikan yang bersangkutan atau disediakan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah. Mengenai pengawasan pendidikan agama dilakukan oleh

pengawas pendidikan agama terhadap penyelenggaraan pendidikan agama,

yang meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut

hasil pengawasan. Laporan sebagaimana dimaksud di atas berisi evaluasi

terhadap pelaksanaan teknis pendidikan agama dan ditujukan kepada Kantor

Departemen Agama Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah Departemen

Agama.5

5 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 15-23.

12

D. Pengembangan Pendidikan Islam

Kajian-kajian historis menunjukkan bahwa sampai abad ke-19, pendidikan

Islam, dalam bentuk masjid dan pesantren, masih menjadi lembaga pendidikan

yang dominan bagi masyarakat Indonesia. Pergeseran mulai terjadi pada masa

penjajahan. Alasan-alasan tidak dipakainya sistem pendidikan Islam oleh

pemerintah Hindia-Belanda itu semata-mata karena pertimbangan aspek didaktis-

metodiknya yang tidak baik, menurut Karel A. Steenbrink sebagaimana yang

ditulis M. Ali Hasan-Mukti Ali.6

Terlepas dari alasan itu, sangat boleh jadi penyebab utama diasingkannya

sistem pendidikan Islam karena kemungkinan konsekuensinya tidak

menguntungkan kepentingan politik Hindia-Belanda, karena dalam prakteknya

pendidikan Islam lebih menekankan kepada aspek keimanan dan keyakinan dalam

beragama. Praktek pendidikan seperti ini memberi rangsangan dan motivasi untuk

melawan penjajah dan pemerintahan kafir.

Pemberlakuan pendidikan pribumi oleh pemerintah Hindia-Belanda dapat

dianggap awal dari dualisme sistem pendidikan bagi masyarakat Indonesia.

Pendidikan Islam tetap berjalan sesuai dengan karakternya dan secara tradisional

menjadi andalan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin. Sementara

sistem pendidikan pribumi ala Belanda terus berkembang dan menjadi pusat

pengajaran dan pelatihan bagi kaum elit pribumi yang mempunyai hubungan

dengan pemerintah Hindia-Belanda. Dan dalam perkembangannya, dualisme

pendidikan ini membawa orientasi wawasan masyarakat Indonesia yang terbelah

sesuai dengan karakter masing-masing pendidikan yang ditempuhnya. Namun

demikian, orientasi kaum terpelajar yang berlatar pendidikan ala Belanda secara

politis lebih siap menangani masalah-masalah kenegaraaan, karena pola

6 Ibid., 48.

13

pendidikannya sejak awal mempersiapkan mereka untuk menjadi tenaga-tenaga

pemerintah.

Kesadaran perlunya mengembangkan orientasi pendidikan Islam yang

menyangkut masalah-masalah sosial politik dan ekonomi (keduniawian) akhirnya

muncul di kalangan kaum muslimin. Hal ini kemudian mendorong dilakukan

penyesuaian pendidikan Islam, kurikulum, kelembagaan dan sistem

pengajarannya.

Upaya penyesuaian pendidikan Islam tersebut terbukti dengan kemunculannya

di Minangkabau, tahun 1906-1930, di Yogyakarta seperti Muhammadiyah, di

Jakarta seperti Jam’iat Khair.

BAB III

PENUTUP

14

A. Kesimpulan

Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa

yang religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan sejarah

menunjukkan hal itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan Penyelidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno yang kemudian menjadi

presiden pertama RI mengatakan bahwa pentingnya bangsa Indonesia bertuhan,

dan mengajak segenap bangsa Indonesia untuk mengamalkan agama yang

menjadi kepercayaannya.

Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah

umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun

mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-

undang no. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh

pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan

untuk berpartisifasi menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan

informal.

B. Saran

Segala puji bagi Allah SWT,yang karena karunianya,akhirnya kami dapat

menyelesaikan makalah kami.semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatnya

kepada kami untuk membuat karya yang lebih baik untuk waktu-waktu yang akan

datang. Kami berharap sekali-kritik dan saran dari para pembanca sangat kami

harapkan.semoga dapat menjadi khazana baru buat kami untuk karya kami

berikutnya

KATA PENGANTAR

15

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik

dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan

salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap

keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami

menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari

para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Bengkulu, Mei 2013

Penulis

MAKALAHKAPITA SELEKTA PENDIDIKAN

16

i

“PAI Di Lembaga Pendidikan Umum Asal Usul Dan Perkembangannya”

Di susun oleh :

Beti Susanti

2123020273

Dosen pembimbing:

Dr. Hery Noer Aly, M. A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU (IAIN)

2013

DAFTAR ISI

17

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................... 2

C. Tujuan........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan islam ..................................................... 3

B. Pendidikan agama islam pada sekolah umum .......................... 4

C. Pendidikan agama setelah kemerdekaan .................................. 5

D. Pengembangan pendidikan islam .............................................. 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................15

B. Saran.......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

18

ii

Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

I. Djumhur & Danusaputra. 1979. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.

Shaleh, Abdul Rachman. 2006. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sutedjo, Muwardi. dkk. 1992. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam dan UT.

Yunus, Mahmud. 1985. Seajarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.

Zuhairini & Ghofur, Abdul. 2004. Metodelogi Pembelajaran PAI. Malang: Universitas Negeri Malang.

Hasan, M. Ali dan Ali, Mukti, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2003.

Depag RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003.

19

iii