p web viewpenelitian dalam bidang hubungan antar kelompok memperlihatkan rentangan yang luas dari...
TRANSCRIPT
Rangkuman disusun dalam rangka memenuhi sebagian
tugas mata kuliah TEORI MORAL
Oleh :
1. FAISAL RIZKI I.R (124254030)
2. PUTRI KARTIKA S. (124254052)
3. MUSTIKA DAMARESTI (124254220)
4. DODIK DWI C. (124254225)
Angkatan 2012 kelas B
PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN MORAL PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
Moralitas, Makna Sosial, dan Retorika: Konteks Sosial dari Penalaran
Moral
A. RANGKUMAN
Bab ini hendak menguji berbagai asumsi yang beraneka perkembangan
model penalaran moral seperti yang di ajukkan teori Kohlberg serta pendekatan
secara psikologi social dan secara sosiologi terhadap penalaran moral dan social
serta hendak menyingkap sejauh mana berbagai pendekatan itu dapat
dipertemukan. Adapun asumsi yang digunakan dalam bab ini :
1. Menguji berbagai asumsi “perkembangan modal penalaran moral” karya
KOHLBERG
a. Penalaran moral serta perilaku dan cara kerja dalam
memepertimbangkan moral yang dilakukan seorang individu
tergantung dari teori social yang secara implicit didapat dan
dianutnya.
b. Sebagian besar penalaran tentang masalah-masalah moral, social,
dan politik bersifat retorik.
Pada umumnya kita hanya sewaktu-waktu saja merasakan kebutuhan dan
upaya aktual untuk mengambil keputusan mengenai tindakan akan keputusan
moral yang praktis itu, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita selalu terlibat
dengan mempertimbangkan tingkah orang lain, mengenakan sanksi terhadap
sesama kita dan rekan sepergaulan, serta memberikan pula berbagai respon
terhadap aneka peristiwa kemasyarakatan dengan cara menghargai ataupun
mencelanya.
2. Pendekatan secara psikologis social dan pendekatan secara sosiologis
melihat penalaran moral dan social.
a. Hanya memuaskan hendaknya mengintegrasikan berbagai factor social
dan individual, baik dalam teorinya maupun dalam penelitian, yaitu
pada bentuk-bentuk ekspresif, evaluative, dan linguistic dari perilaku
1
moral. Ada dua cara yang secara substansial berbeda untuk
menjelaskan yaitu : Sebagai individu kita memberi komentar secara
deskriptif maupun secara preskriptif mengenai perilaku kita ataupun
orang lain.
b. Pendekatan diatas menjelaskan bahwa tindakakn moral serta ekspresi
seorang individu itu merupakan suatu respons yang pertama-tama
ditentukan oleh tuntutan situasi social.
3. Kemudian sejauh mana berbagai pendekatan itu dapat dipertemukan.
a. Arena pangkal serta pengoperasionalan permasalahan pemaknaan
moral itu menjadi tiga persoalan, yaitu :
System pemaknaan sosiokultural
System pemaknaan interpersonal
System pemaknaan intrapersonal
b. Arena makna intrapersonal lah yang akhir-akhir ini dijadikan fokus
dari pendekatan kognitif-developmental.
c. Meneliti ide retorika itu dalam tiga cara:
Bidang penalaran moral
Setiap kesimpulan moral atau perbuatan penalaran moral
Berbagai pengetahuan serta teori yang dijumpai dalam
khazanah kebudayaa.
ARENA KRITIK
Inti dari perdebatan antara pendekatan “individual ”dengan “sosial” . ada tiga
pokok utama yang menjadi penolakan “sosial” tersebut antara lain :
1. Metode penelitiannya merupakan suatu situasi social
2
2. Seluruh kegiatan latihan itu, secara cultural, bersifat praduga (bias)
3. Metode dan teori tersebut tidak memperhatikan karya psikologi-sosial
mengenai peranan interaksi dalam kelompok kecil.
Beberapa karakteristik yang menarik perhatian untuk mengumpulkan data
mengenai penalaran moral :
1. Situasi sosial
2. Hipotesis
3. Reaksi responden
Kelompok- kelompok Penolakkan dari kritik-kritik social terhadap masalah
peranan dari factor social dan factor budaya dalam merumuskan tentang apa yang
dimakusd dengan respons yang “memadai menurut ukuran moral”, yaitu :
1. Penalaran dan pelaksanaannya ditentukan secara situasional
2. Berpandangan bahwa model tersebut mengandung praduga(bias) cultural.
3. Mennyangkut persoalan peranan kelompok kecil, interaksi antara dua
pihak yang berpasangan dan interaksi antar sebaya dalam rangka
perkembangan moralitas.
BERBAGAI MODEL MAKNA DAN RETORIKA
Asumsi yang dipegang bersama adalahI system makna itu mengandung
berbagai teori mengenai hakikat dan fungsi moralitas, serta peranannya dalam
system social maupun kehidupan individual.sistem makna social dapat dipandang
sebagai perbendaharaan makna yang memungkinkan orang memberikan
penjelasan mengenai dunia social dan dunia fisik.dimuka bumi ada tiga wilayah
asl mula serta cara beroperasinnya system makna tersebut yaitu:
3
1. Bersifat sosiokultural
2. Bersifat interpersonal, dan
3. Bersifat intapersonal
Menurut Durkheim dan Mauss (1963) mengidentifikasi dua fungsi sitem
kepercayaan yaitu :
1. Fungsi spekulatif
2. Fungsi penjelasan atau eksplanasi
Unsure-unsur system kepercayaan yang bersifat deskriptif, mauun bersifat
preskriptif,fakta dan nilai, yaitu:
1. Asertoris
2. Komukasi beraneka.nikasi
Dalam bahasan di muka itu ada dua dimensi yang terpisah yang telah saya
coba ketengahkan : pertama, berkenaan dengan variasi dari system makna yang
tercangkup dalam retorika serta system makna yang dijadikan pegangan suatu
teori system makna yang terdapat dalam suatu buaday tertentu; dan kedua,
berkenaan dengan cara yang dapat digunakan retorika atau teori yang manapun
dalam berbagai tahapan kompleksitas. Contoh-contoh yang saya ajukan diatas itu
yang menggambarkan betapa berbagai institusi dan individu secar intuitif
menyesuaikan diri, baik dengan kontennya, maupun dengan struktur dari pesan
yang ingin disampaikannya itu, dengan baik dan maksud agar komunikasi yang
bersangkutan dapat berlangsung seefektif-efektifnya.
WILAYAH PERMAKNAAN : PERTAUTAN ANTARA INDIVIDU DENGAN
MASYARAKAT
Berbagai cara yang mungkin digunakan konsep retorika dalam menciptakan
pertautan antara berbagai system makna sosiakultural dan antar pribadi. Dalam
contoh mengenai perekrutan calon angkatan bersenjata seperti di pembahasan.
4
1. Hubungan sosiokultural, system permaknaan sosiokultural mengajukan suatu
rentangan kemungkinan teori, penjelasan atau bahasa yang digunakan.
Kevektivan retorika dari setiap bentuk teori, penjelasan atau bahasa yang
digunakan dalam suatu komunikasi itu tergantung dari seberapa jauhkah
semua itu dianut bersama, baik oleh komunikasi maupun komunikatornya.
Yang dimaksud dengan “dianut bersama” itu ialah derajat kemampuan kedua
pihak saling memahami
2. hubungan antarpribadi , karakteristik :
a. tahapan kompleksitas seorang individu akan menyerdehanakan
penafsiran makna sosiokulturalnya.
Dalam suatu studi yang kami adakan baru-baru ini, kami meminta
beberapa orang pemuda untuk memberikan penjelasan tentang landasan tatanan
social; di bawah ini diajukan 3 buah contoh yang berlainan dari jawaban mereka
itu, yang mencerminkan adanya perbedaan tahapan kompleksitas penalaran
mereka (tanda-tanda yang diterangkan dalam kalimat sisipan mengacuh pada
tahapan penalaran moral seperti yang digunakan secara umum untuk menandai
para respoden yang diikut sertakan dalam pengukuran ala Kohlberg mengenai
pertimbangan moral), (Weinreich Haste, Duff, dan Cotgrove, catatan 1 )
b. Pengalamn pribadi seorang individu akan menyebabkan yang
berbeda pada berbagai teori dan retorika yang beraneka.
INTERPERSONAL DAN INTRAPERSONAL
Situasi-situasi imajiner dapat dipandang sebagai contoh dari hubungan
anatara wilayah makna interpersonal (antarpribadi) dan intrapersonal.ada dua cara
hubungan antara interpersonal serta intrapersonal yaitu: andanya interaksi yang
konstan anatara individu dengan penataan makna secara social,anatar organisasi
kognitif antar pribadi (interpersonal) dari individu dengan penjabaran makna dan
kerangka kerja serta negosiasi dari kelompok , dan penafsiran makna kelompok
oleh individu tersebut.
5
SOSIOKULTURAL dan INTERPERSONAL
Kelompok yang berada dalam suatu lingkungan kebudayaan tertentu, yang
mengadakan kategorisasi dalam permaknaan; setiap kelompok dihalangi dan
dibatasi oleh hal-hal tertentu yang dimungkinkan oleh kebudayaan yang
bersangkutan. Penelitian dalam bidang hubungan antar kelompok memperlihatkan
rentangan yang luas dari retorika yang mungkin didapatoleh berbagai kelompok
dalam suatu kebudayaan, yang masing-masing dapat digunakan untuk
memantapkan status “kelompok dalam”dan “kelompok luar” dari masing
individu-individu.
6
B. PEMBAHASAN
Menguji berbagai asumsi “perkembangan modal penalaran moral” karya
KOHLBERG Penalaran moral serta perilaku dan cara kerja dalam
memepertimbangkan moral yang dilakukan seorang individu tergantung dari teori
social yang secara implicit didapat dan dianutnya. Yang dimaksud adalah bahwa
kesadaran akal loyalitas pada tugas tanggung jawab yang berasal dari dalam
kepribadian individu-individu. Sebagian besar penalaran tentang masalah-masalah
moral, social, dan politik bersifat retorik. Yang artinya semuanya sebenarnya lebih
merupakan suatu tindakan atau tanggung jawab komunikatif persuasive yang
diterapkan sebagai sebuah prinsip yang kemudian diterapkan diantar teori social.
Pendekatan secara psikologis social dan pendekatan secara sosiologis
melihat penalaran moral dan social. Hanya memuaskan hendaknya
mengintegrasikan berbagai factor social dan individual, baik dalam teorinya
maupun dalam penelitian, yaitu pada bentuk-bentuk ekspresif, evaluative, dan
linguistic dari perilaku moral. Ada dua cara yang secara substansial berbeda untuk
menjelaskan yaitu : Sebagai individu kita memberi komentar secara deskriptif
maupun secara preskriptif mengenai perilaku kita ataupun orang lain.
Kadang kita hanya sewaktu-waktu saja merasakan kebutuhan dan upaya
nyata untuk mengambil keputusan tentang tindakan dan keputusan moral yang
serba cepat tanpa tau akan konsekwensi yang nantinya ada dibalik perilaku moral
tersebut, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita juga terlibat dalam menilai dan
memperhatikan tingkah laku orang lain yang berada disekitar kita, kita juga
memebrikan sangksi, respon terhadap kejadian yang terjadi di dalam masyarakat
dengan cara memuji atau malah mengkritik(celaan). Dalam melakukan tindakan
moral kita selalu mencerminkan keyakinan apa yang menentukan tindakan yang
kita sukai, hal ini mencerminkan teori yang kita anut dalam berinteraksi dan
menerapkan nilai-nilai, kaidah serta pendapat-pendapat budaya dari masyarakat
atau daerah kita berasal baik secara individual maupun social.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa tindakakn moral serta ekspresi seorang
individu itu merupakan suatu respons yang pertama-tama ditentukan oleh tuntutan
7
situasi social. Orientasi utama dari pendekatan ini adalah situasi social sebagai
suatu kancah yang mengandung berbagai makna yang bersifat khas dan terpau
pada sekarang.yang kedua, situasi social tersebut menyiratkan ekspresi pandangan
moral serta kesimpulan moral yang dianut seorang individu mencerminkan system
social dan ideology cultural yang dominan pada saat ini. Dimana jika ada minat
pada proses social tersebut maka kita kan mencurahkan perhatian baik dalam
bentuk bahasa, lambing, dalam generasi berikutnya dalam pemaknaan social dan
menggunakan perannya.
Kemudian sejauh mana berbagai pendekatan itu dapat dipertemukan.
1. Arena pangkal serta pengoperasionalan permasalahan pemaknaan moral
itu menjadi tiga persoalan, yaitu :
a. System pemaknaan sosiokultural, merujuk pada kepada
pembatasan mengenai apa yang dapat diketahui individu
dan apa yang harus ia gunakan dalam rangka menyatakan
atau berkomunikasi terhadap orang lain tentang
pengetahuannya kepercayaan yang dia miliki.
b. System pemaknaan interpersonal, ialah bersifat dua arah
dan yang berbentuk interaksi dalam kelompok kecil. Yang
merupakan situasi pengalaman komunikasi yang paling
sederhana.
c. System pemaknaan intrapersonal, Arena makna
intrapersonal lah yang akhir-akhir ini dijadikan focus dari
pendekatan kognitif-developmental. Karena merupakan
wilayah keorganisasi kognisi individual dan melahirkan
suatu teori kepribadian yang koheren dan bermakna yang
diambil dari pengetahuan dan pengalaman.
2. Meneliti ide retorika itu dalam tiga cara:
a. Bidang penalaran moral dimana terjadi pembauran antara fakta nilai
atau kenyataan yang tidak bisa dihindari lagi.
8
b. Setiap kesimpulan moral atau perbuatan penalaran moral, walaupun
bersifat pribadi masih tetap memiliki nilai didaktis dan komunikatif.
Contohnya: saya suka akan jurnalistik setiap ada seminar dan
sebagainnya yang berhubungan dengan hal tersebut selalu saya ikuti,
kemudian timbulah dalam diri saya untuk mengajak teman-teman yang
lain dalam jurnalistik tersebut.
c. Berbagai pengetahuan serta teori yang dijumpai dalam khazanah
kebudayaan tidak pernah bersifat netral karena ortodiksi kultur dari
masyarakat umum pun membaurkan antara fakta dan nilai.dimana
tidak muncul persaingan tapi memunculkan pada tiap individu
pemebelaan, kebenaran dan sifatnya yang universal.
ARENA KRITIK
Inti dari perdebatan antara pendekatan “individual ”dengan “sosial” . ada tiga
pokok utama yang menjadi penolakan “sosial” tersebut antara lain :
1. Metode penelitiannya merupakan suatu situasi social, karena telah
menuntut karakteristik tertentu yang menyulitkan penalaran dan
penafsiran individu.
2. Seluruh kegiatan latihan itu, secara cultural, bersifat praduga (bias),
karena mengikuti suatu konsep yang menurut kritik itu pada dasarnya
merupakan konsep orang-orang barat.
3. Metode dan teori tersebut tidak memperhatikan karya psikologi-
sosial mengenai peranan interaksi dalam kelompok kecil. Karena hanya
membicarakan mengenai makna dan peranan bahasa serta berbagai
bentuk ekspresi yang membuat individu yang bersangkutan tetap
bertahan
Beberapa karakteristik yang menarik perhatian untuk mengumpulkan data
mengenai penalaran moral :
9
a. Situasi social, merupakan suatu interaksi antara peneliti dengan si
perespon.
b. Hipotesis merupakanapa yang terjadi itu buka laporan tentang suatu
kegiatan, bukan pula merupakan perkiraan mengenai suatu perbuatan.
c. Reaksi responden.
Kelompok- kelompok Penolakkan dari kritik-kritik social terhadap
masalah peranan dari factor social dan factor budaya dalam merumuskan tentang
apa yang dimakusd dengan respons yang “memadai menurut ukuran moral”, yaitu
:
1. Penalaran dan pelaksanaannya ditentukan secara situasional menyebabkan
munculnya versi menegnai penolakkan, yaitu bersifat positivistic dan
bersiafat perspektif pascastrukturalis.
2. Berpandangan bahwa model tersebut mengandung praduga(bias) cultural.
Bahw apenolakkan ditunjukkan pada definisi keadilan dari Kohlberg,
yang dianggap sebagai inti dari persoalan perkembangan moralitas.
3. Menyangkut persoalan peranan kelompok kecil, interaksi antara dua pihak
yang berpasangan dan interaksi antar sebaya dalam rangka perkembangan
moralitas. Dimana terdapat penggalian makna serta penafsiran individu
tentang peristiwa social.
BERBAGAI MODEL MAKNADAN RETORIKA
Asumsi yang dipegang bersama adalahI system makna itu mengandung
berbagai teori mengenai hakikat dan fungsi moralitas, serta peranannya dalam
system social maupun kehidupan individual.sistem makna social dapat dipandang
sebagai perbendaharaan makna yang memungkinkan orang memberikan
penjelasan mengenai dunia social dan dunia fisik.dimuka bumi ada tiga wilayah
asl mula serta cara beroperasinnya system makna tersebut yaitu:
10
1. Bersifat sosiokultural
2. Bersifat interpersonal, dan
3. Bersifat intrapersonal
Menurut Durkheim dan Mauss (1963) mengidentifikasi dua fungsi sitem
kepercayaan yaitu :
1. Fungsi spekulatif yaitu usaha untuk mengupayakan agar agar
permaslahn dapt dipahami.
2. Fungsi penjelasan atau eksplanasi yaitu fungsi moral dengan maksud
untuk mengatur perilaku manusia, atau suatu system kepercayaan yang
mengandung baik Unsure-unsur system kepercayaan yang bersifat
deskriptif, mauun bersifat preskriptif,fakta dan nilai, yaitu:
3. Asertoris yaitu berlakunya predikat pada subjek yang bersangkutan
hanya dipandang sebagai kenyataan belakang, contoh: X harus benar,
ini berarti bahwa Y juga harus benar”
4. Komukasi yaitu interaksi antara individu-individu, individu-
kelompok dan kelompok-kelompok yang memiliki atau tidak kontak
social baik secara langsung atau tidak langsung.
Asumsi yang di pegang bersama adalah sistem makna itu mengandung
berbagai teori mengenai hakikat dan fungsi moralitas, serta peranannya dalam
sistem sosial maupun kehidupan individual. Yang dimaksud dengan sistem makna
ini ialah konteks simbol yang memungkinkan lahirnya perilaku yang ekspresif,
tindakan kominikatif dan penafsiran perilaku orang lain. Sistem makna itu
mencerminkan pula penjelasan mengenai tatanan budaya, bahkan juga tatanan
alam semesta (kosmologis). Adapun mengenai asal mula sistem makna serta
cara sistem makna itu beroperasi dalam konteks sosial, kedua orientasi yang telah
dikemukakan mempunyai asumsi yang berbeda dengan mengajukan rujukan
kepada konsep retorika, salah satu alasan saya bahwa dalam sebagian besar
penalaran mengenai persoalan moral, sosial dan politis, orang sering membaurkan
11
antara fakta dengan nilai, antara “apa adanya” dengan “apa seharusnya”, antara
yang bersifat deskriptif dengan yang bersifat preskriptif.
Durkheim dan Mauss (1963) mengidentifikasikan dua fungsi sistem
kepercayaan. Yang pertama ialah fungsi spekulatif, yaitu usaha untuk
mengupayakan agar permasalahan dapat di pahami. Dan fungsi kedua ialah fungsi
penjelasan atau eksplanasi. Fungsi yang kedua ini merupakan fungsi moral
dengan maksud untuk mengatur perilaku manusia. Dengan kata lain, suatu sistem
kepercayaan mengandung baik unsur-unsur yang bersifat deskriptif, maupun
unsur-unsur yang bersifat preskriptif, fakta dan nilai. Durkheim dan Mauss secara
khusus mencurahkan perhatiannya pada sistem kepercayaan yang bersifat religius-
semu, akan tetapi mungkin pula dengan maksud untuk mengadakan suatu
generalisasi da menyadari, seberapa jauhkah sistem makna itu, secara tidak
terelakan lagi merupakan campuran dari penjelasan atau eksplanasi dengan
preskripsi.
WILAYAH PERMAKNAAN : PERTAUTAN ANTARA INDIVIDU DENGAN
MASYARAKAT
1. Hubungan sosiokultural menentukan suatu jumlah tertentu yang mungkin
digunakan bagi pemaknaan intrapersonal dan juga suatu jumlah tertentu
bagi pemaknaan interpersonal.
2. hubungan antarpribadi , karakteristik :
a. tahapan kompleksitas seorang individu akan menyerdehanakan
penafsiran makna sosiokulturalnya.
b. Pengalamn pribadi seorang individu akan menyebabkan yang
berbeda pada berbagai teori dan retorika yang
INTERPERSONAL DAN INTRAPERSONAL
Situasi-situasi imajiner dapat dipandang sebagai contoh dari hubungan
anatara wilayah makna interpersonal (antarpribadi) dan intrapersonal.ada dua cara
hubungan antara interpersonal serta intrapersonal yaitu: andanya interaksi yang
12
konstan anatara individu dengan penataan makna secara social,anatar organisasi
kognitif antar pribadi (interpersonal) dari individu dengan penjabaran makna dan
kerangka kerja serta negosiasi dari kelompok , dan penafsiran makna kelompok
oleh individu tersebut. Akan tetapi ada berbagai hal dari teori moral dan retorika
moral yang sama-sama dapat diterima kultur.
SOSIOKULTURAL dan INTERPERSONAL
Kelompok yang berada dalam suatu lingkungan kebudayaan tertentu, yang
mengadakan kategorisasi dalam permaknaan; setiap kelompok dihalangi dan
dibatasi oleh hal-hal tertentu yang dimungkinkan oleh kebudayaan yang
bersangkutan. Penelitian dalam bidang hubungan antar kelompok memperlihatkan
rentangan yang luas dari retorika yang mungkin didapatoleh berbagai kelompok
dalam suatu kebudayaan, yang masing-masing dapat digunakan untuk
memantapkan status “kelompok dalam”dan “kelompok luar” dari masing
individu-individu. Hubungan sosiokultural menentukan suatu jumlah tertentu
yang mungkin digunakan bagi pemaknaan intrapersonal dan juga suatu jumlah
tertentu bagi pemaknaan interpersonal. Kelompok-kelompok yang berkuasa ,
tidaklah bisa menurunkan retorika(penjelasan dan definisi yang baru) yang
mungkin termasuk dalam system makna cultural yan g lebih luas, pembahasan
interpersonal berkenaan dengan persoalan seksisme, sebagian bahasan tersebut
dilaksanakan dalam bentuh mengguah kesadaran kelompok.
13
C. KESIMPULAN
Secara dikotomis mengenai strukturalisme individual, yang memusatkan
perhatian kita pada proses kontruksi atau pembangunan individu serta
perkembangan pengertian masing-masing individu, dan pada strukturalisme
social, yang memandang makna individu itu semata-mata sebagai pencerminan
fungsional dari bahasa masyarakat secara umum, sebagai tolak ukur budaya atau
sebuah perwujudan diri dari bagian masyarakat di sekitar kita, dan penalaran
moral dan penjelasan tersusun melalui berbagai proses interaksi social yang telah
mengkomunikasihkannya kepada pihak lainnya.situasi yang nyata dan biasa dapat
mudah diperoleh oleh tiap individu karena melalui pengalaman budaya dan
pengalaman antarpribadi (interpersonal). Proses memperbincangkan penentuan
diri seseorang mengenai dirinya sendiri serta mengenai duniannya berlangsung
dalam kelompok-kelompok kecil dan hubungan berpasangan, dimana kita dapat
belajar untuk berunding tentang berbagai makna dengan orang lainnya dan untuk
kepentingan pribadi: kedua proses itupun berkaitan secara integrasi. Masing-
masing tidak dapat berada tanpa disertai yang lainnya.
14