osteomielitis

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar 1

Upload: amna

Post on 17-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

BAB I

29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Infeksi dapat mencapaitulangdengan melakukan perjalananmelalui aliran darah atau menyebar darijaringan di dekatnya. Osteomielitisjuga dapat terjadi langsung pada tulangitu sendiri jika terjadicedera yang mengekspostulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut. Pada dasarnya, semua jenisorganisme (termasuk virus, parasit,jamur dan bakteri) dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkanoleh bakteripiogeniktertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichiacoli, Pseudomonas,dan Klebsiella (Robbins, 2007).

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. (Yuliani 2010). Tingkat mortalitas osteomielitis adalahrendah,kecualijika sudah terdapat sepsisatau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat dibuat dari tanda-tanda yang tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer seperti efusi sendi dan nyeri pada metafisis yang terlokalisir, dengan atau tanpa pembengkakan, membuat diagnosis relatif mudah. Namun pada panggul, pinggul, tulang belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan diagnosis terjadinya infeksi sulit untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang, dalam hal ini, pencitraan dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis. Pemeriksaan pencitraan radiografi yang dapat dilakukan ialah foto polos, Computed Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radionuklir

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang

Alat gerak pada vertebrata meliputi alat gerak pasif berupa tulang dan alat gerak aktif berupa otot. Gerak adalah hasil interaksi antara tulang, otot, dan persendian tulang. Tulang dalam tubuh setiap makhluk memiliki bentuk yang beranekaragam termasuk tulang manusia. Tulang pada tubuh manusia terdiri dari beberapa macam yaitu (Helmi, 2011) :1. Tulang Pipa atau Tulang Panjang (Long Bone)

Sesuai dengan namanya tulang pipa memiliki bentuk seperti pipa atau tabung dan biasanya berongga. Diujung tulang pipa terjadi perluasan yang berfungsi untuk berhubungan dengan tulang lain. Tulang pipa terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian tengah disebut diafisis, kedua ujung disebut epifisis dan diantara epifisis dan diafisis disebut cakra epifisis. Beberapa contoh tulang pipa adalah pada tulang tangan diantaranya tulang hasta (ulna), tulang pengumpil (radius) serta tulang kaki diantaranya tulang paha (femur), dan tulang kering (tibia).

2. Tulang Pipih (Flat Bone)

Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung atau memperkuat. Contohnya adalah tulang rusuk (costa), tulang belikat (scapula), tulang dada (sternum), dan tulang tengkorak.

3. Tulang Pendek (Short Bone)

Dinamakan tulang pendek karena ukurannya yang pendek dan berbentuk kubus umumnya dapat kita temukan pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.

4. Tulang tak berbentuk (Irregular Bone)

Tulang tak berbentuk memiliki bentuk yang tak termasuk ke dalam tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek. Tulang ini terdapat di bagian wajah dan tulang belakang. Gambar tulang wajah (bagian mandibula) di samping termasuk tulang irregulerBerdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya tulang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Helmi, 2011) :1. Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan adalah tulang yang tidak mengandung pembuluh darah dan saraf kecuali lapisan luarnya (perikondrium). Tulang rawan memiliki sifat lentur karena tulang rawan tersusun atas zat interseluler yang berbentuk jelly yaitu condroithin sulfat yang didalamnya terdapat serabut kolagen dan elastin. Maka dari itu tulang rawan bersifat lentur dan lebih kuat dibandingkan dengan jaringan ikat biasa. Pada zat interseluler tersebut juga terdapat rongga-rongga yang disebut lacuna yang berisi sel tulang rawan yaitu chondrosit. Tulang rawan terdiri dari tiga tipe yaitu :

a. Tulang rawan hialin : tulang yang berwarna putih sedikit kebiru-biruan, mengandung serat-serat kolagen dan chondrosit. Tulang rawan hialin dapat kita temukan pada laring, trakea, bronkus, ujung-ujung tulang panjang, tulang rusuk bagian depan, cuping hidung dan rangka janin.

b. Tulang rawan elastis; tulang yang mengandung serabut-serabut elastis. Tulang rawan elastis dapat kita temukan pada daun telinga, tuba eustachii (pada telinga) dan laring.

c. Tulang rawan fibrosa; tulang yang mengandung banyak sekali bundel-bundel serat kolagen sehingga tulang rawan fibrosa sangat kuat dan lebih kaku. Tulang ini dapat kita temukan pada discus diantara tulang vertebrae dan pada simfisis pubis diantara 2 tulang pubis. Pada orang dewasa tulang rawan jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan anak-anak. Pada orang dewasa tulang rawan hanya ditemukan beberapa tempat, yaitu cuping hidung, cuping telinga, antar tulang rusuk (costal cartilage) dan tulang dada, sendi-sendi tulang, antarruas tulang belakang dan pada cakra epifisis.

2. Tulang Keras (Osteon)

Tulang keras atau yang sering kita sebut sebagai tulang berfungsi menyusun berbagai sistem rangka. Bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka. Pembentukan tulang keras berawal dari kartilago (berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi oleh osteoblas (sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras. Osteon tersusun dari bagian bagian sebagai berikut:

1. Ostreoprogenator, merupakan sel khusus yaitu derivate mesenkima yang memiliki potensi mitosis yang mampu berdiferensiasi menjadi osteoblas terdapat dibagian luar membrane ( periosteum)

2. Osteoblas merupakan sel tulang muda yang akan membentuk osteosit.

3. Osteosit merupakan sel sel tulang dewasa.

4. Osteoklas merupakan sel yang berkembang dari monosit dan terdapat disekitar permukaan tulang. fungsi osteoklas untuk perkembangan, pemeliharaan , perawatan dan perbaikan tulang.Lapisan tulang dari luar kedalam dapat tersusun seperti (Helmi, 2011) :

1. PeriosteumPeriosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas, jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak.

2. Tulang Kompak Tulang ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.

3. Tulang Spongiosa

Sesuai dengan namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

4. Sumsum Tulang (Bone Marrow)

Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.2.2Osteomielitis

Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang, myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana berarti infeksi tulang atau sumsum tulang. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum (Dorland, 2010). Etiologi dan Faktor PredisposisiPada dasarnya, semua jenisorganisme,termasuk virus, parasit,jamur, dan bakteri,dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkanoleh bakteripiogeniktertentu dan mikobakteri. Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan Haemophilus influenza adalah yang paling umum menyebabkan osteomielitis hematogen pada anak-anak. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichiacoli, Pseudomonas,dan Klebsiella (King, 2004 ; Robbins, 2007).

Status penyakit yang diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap osteomyelitis meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS, penyalahgunaan obat-obatan, alkoholik, penggunaan steroid jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh, dan penyakit sendi kronik. Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat merupakan faktor resiko terjadinya osteomyelitis pada pembedahan ortopedik atau fraktur terbuka (King, 2004).

EpidemiologiPrevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Tingkat mortalitasrendah,kecuali yang berhubungan dengansepsis atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011).

Priamemiliki resikorelatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-kanak, memuncakpada masa remaja dan jatuh ke rasio rendahpada orang dewasa. Secara umum,osteomielitismemiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut hematogenousmerupakan suatu penyakit primer pada anak.Trauma langsungdan fokus osteomielitis berdekatanlebih sering terjadi padaorang dewasa dan remajadaripada anak.Osteomielitisvertebral lebih seringpada orang tuadari 45 tahun. (Randall, 2011).PatofisiologiInfeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma (Carek P.J., Dickerson L.M., Sack J.L., 2001 )

Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak. Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus aureus (Kisworo, 1995).

Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat osteomyelitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomyelitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tak lazim (Sjamsuhidayat, 2010)Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang (Samiaji, 2003).Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum (Kisworo, 1995).Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi; (1) penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2) penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4) penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. Penetrasi ke epifisis jarang terjadi (Mansjoer, 2000).

Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain. Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga akan menggangu aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi didaerah subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel (Samiaji, 2003).

Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi tulang kedalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril (Samiaji, 2003).Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum. Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis melintasi gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif, disamping sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi yang luas menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius di kemudian hari (Samiaji, 2003).Klasifikasi Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan prosthesa dan sebagainya. Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum. (David,1987).

Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum. Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial, stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan kortikal difus (Skinner, 2006).1. Osteomielitis Akut Hematogen

Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi. (Adam,2004)

Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).

Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi. (Sjamsuhidajat, 2004).

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. . (Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).

Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium.(Sjamsuhidajat, 2004).2. Osteomielitis Subakut.Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)

Brodie Abses, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun jarang terlokalisir.(Adam, 2004)

3. Osteomielitis Kronik.Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru. (Hidiyaningsih, 2012).Manifestasi KlinikPerjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dal;am daerah infeksi biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, anemia ringan sampai sedang dan peningkatan laju endap darah. Karena tanda-tanda radiografi osteomielitis tidak terbukti sekitar 10 hari, maka diagnosis dibuat atas dasar klinis saja dalam kasus akut (Sjamsuhidayat, 2010).Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Pada saat ini diagnosis harus ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan pengobatan yang adekuat. Diagnosis menjadi lebih jelas bila didapatkan sellulitis subkutis (Kisworo, 1995).

Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan yang dianjurkan bagi penderita ostiomielitis adalah (Randall, 2011) :

1. Pemeriksaan darah lengkapJumlahleukositmungkintinggi,tetapiseringnormal. Adanya pergeseran ke kiribiasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dannonspesifik; penelitian ini mungkin lebihberguna daripadalajuendapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat(90%), namun,temuan inisecara klinis tidak spesifik. CRP dan LEDmemiliki peranterbatasdalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.

2. Radiografi

Pada osteomielitis gambaran foto polos radiologi yang dapat ditemukan adalah hilangnya gambaran fasia, gambaran litik pada tulang (radiolusen), sequester dan involucrum. Namun gambaran-gambaran tersebut terhantung dari perjalanan penyakitnya. Perubahan paling awal pada tulang adalah bukti adanya lesi litik destruktif, biasanya dalam waktu 7 sampai 10 hari setelah terjadinya infeksi. Edemajaringan lunakterlihat pada3-5hari setelah terinfeksi. Perubahan tulangtidak terlihatuntuk14-21 haridan pada awalnyabermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh lucencieskortikalataumeduler.Dengan28 hari, 90% pasien menunjukkan beberapakelainan. Sekitar40-50%kehilangan fokus tulang yang menyebabkanterdeteksinya lucency pada film biasa.3. MRI

MRI menunjukan osteomielitis seawal seperti pemeriksaan scan radioisotope, dan jika ada, merupakan pilihan utama dalam mendiagnosis infeksi musculoskeletal. Dengan menggunakan weightings, atau penguatan paramagnetic, perubahan yang terjadi pada tulang dan edema jaringan lunak dapat diketahui sejak awal, seperti terjadinya iskemia dan kerusakan dari kortex. Perluasan jaringan lunak dari pus dan abses paraosseus dapat terlihat. Nekrosis sentral dalam abses dapat diketahui. Gambaran dapat didapat dari berbagai sudut.

4. Radionuklidascanningtulang

Scintigraphy skeletal pada orang yang diduga memiliki infeksi tulang harus didahului oleh pemeriksaan foto polos. Pada pemeriksaan terhadap foto polos tidak dapat terlihat sampai 10-14 hari infeksi, namun pada infeksi TBC perubahan dapat muncul pada presentasi pertama. Menggunakan scintigraphy, diagnosis dapat ditegakan pada 48 jam setelah onset penyakit, bahkan jika tanda-tanda klinis penyakit samar-samar. Pengobatan awal yang agresif dapat mencegah kerusakan tulang yang berat.

Teknik standar menggunakan technetium 99m-labelled phosphate dan phosphate. Tambahan dari radionuclide pada tulang berhubungan dengan aliran darah pergantin tulang yang local. Hal ini membuat gambaran dua jenis yang terpisah yang didapatkan pada osteomielitis, yaitu:

1. Gambaran kelompok darah dari daerah yang nyeri segera setelah penyuntikan. Hal ini menunjukkan peningkatan radioaktif local, jika positif, pada daerah yang mengandung banyak darah.

2. Gambaran scintigraphy skeletal tertunda setelah 3-4 jam.

Saat ini radionuclide telah diabsorbsi menjadi kristal-kristal tulang. Hal ini memberikan gambaran skeletal dengan penekanan lokal pada daerah peningkatan aliran darah dan pergantian tulang. Hal ini juga yang membedakan antara osteomielitis dan selulitis.

5. CT scan

CT scandapat menggambarkankalsifikasiabnormal, pengerasan, dan kelainanintracortical. Hal ini tidakdirekomendasikan untuk penggunaan rutin untuk mendiagnosisosteomyelitistetapisering menjadi pilihan pencitraan ketika MRItidak tersedia. Gambaran CT dari osteomielitis tergantung stage-nya, yaitu akut, subakut atau kronis. Pada osteomielitis akut, edema sumsum tulang adalah kelainan yang ditemukan pertama kali pada pencitraan. Selanjutnya, peningkatan periosteal dapat terjadi, yang kasusnya lebih sering pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa, dengan bagian akhir yaitu pembentukan tulang subperiosteal yang baru. Abses subperiosteal juga dapat terjadi. 6. Ultrasonografi

Teknik sederhanadan murahtelah menjanjikan, terutamapada anak denganosteomielitisakut. Ultrasonografidapatmenunjukkan perubahan sejak 1-2hari setelahtimbulnya gejala. Kelainan termasukabsesjaringan lunakatau kumpulancairan danelevasiperiosteal. Ultrasonografimemungkinkan untuk petunjuk ultrasoundaspirasi. Tidak memungkinkanuntuk evaluasi korteks tulang.Diagnosis Banding

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari. (Adam, 2004).

Penatalaksanaan

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. (Skinner, 2003)

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit.Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :

1. Adanaya sequester.

2. Adanya abses.

3. Rasa sakit yang hebat.

4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):

1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya

2. Dosis yang tidak adekuat

3. Lama pemberian tidak cukup

4. Timbulnya resistensi

5. Kesalahan hasil biakan

6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

7. Kesalahan diagnostik

8. Pada pasien yang imunokempremaiseKomplikasiKomplikasi dari osteomielitis antara lain (Hidiyaningsih, 2012)

1. Kematian tulang (osteonekrosis)

Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi.

2. Arthritis septic

Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tulang bisa menyebar ke dalam sendi di dekatnya.

3. Gangguan pertumbuhan

Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.

4. Kanker kulit

Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma sel skuamosa.

Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat menimbulkan komplikasi berikut ini (Hidiyaningsih, 2012) :

1. Abses tulang

2. Bakteremia

3. Fraktur4. Selulitis

BAB 3KESIMPULANOstemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.

Pada dasarnya, semua jenisorganisme,termasuk virus, parasit,jamur, dan bakteri,dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkanoleh bakteripiogeniktertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichiacoli, Pseudomonas,dan Klebsiella. Infeksi dapat mencapaitulangdengan melakukan perjalananmelalui aliran darah atau menyebar darijaringan di dekatnya. Osteomielitisjuga dapat terjadi langsung pada tulangitu sendiri jika terjadicedera yang mengekspostulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalahrendah,kecualijika sudah terdapat sepsisatau kondisi medis berat yang mendasari.

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang

DAFTAR PUSTAKACarek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2001, Diagnosis and Management of Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians. www.googlebooks.com. Diakses tanggal 25 Januari 2015

Helmi, ZN 2011, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta, Salemba Medika Hidyaningsih, Referat Osteomielitis. Jakarta : 2012. h : 10-24.Kisworo B., 1995, Ostiomielitis. Artikel Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 45, No. 5.Mansjoer S., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta.Randall W King, MD, FACEP. Osteomyelitis in Emergency Medicine. http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall. Diakses tanggal 25 Januari 2015Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Artikel. Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.Sjamsuhidajat, R, Jong, W 2011, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC.

28