optimasi dan validasi metode analisis n-asetilglukosamin

19
Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri Good Will, Baitha Palanggatan Maggadani, dan Harmita Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida derivat glukosa yang banyak terdapat di alam. Senyawa GlcNAc telah dimanfaatkan secara luas dalam bidang farmasi, pangan serta kosmetik, oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode analisis optimum sebagai acuan untuk menganalisis GlcNAc. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang valid untuk analisis GlcNAc pada sampel suplemen secara KLT-Densitometri. Hasil optimasi menunjukkan kondisi optimum untuk analisis GlcNAc menggunakan n-propanol-air-NH 4 OH (70:30:1) sebagai fase gerak dan reagen anilin-difenilamin sebagai penampak noda. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm. Metode analisis memenuhi semua persyaratan parameter validasi metode analisis dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,99845, LOD 1191.38 µg/mL dan LOQ 3971.27 µg/mL. Kadar sampel yang diperoleh adalah sebesar 100.07% - 102.47%. Optimization and Validation Analysis Method of N-Acetylglucosamine with Thin Layer Chromatography-Densitometry Abstract N-Acetylglucosamine (GlcNAc) is a monosaccharides glucose derivatives that is widely available in nature. GlcNAc have been used in a pharmaceutical product , food and cosmetics. This study aimed to obtain valid method for analysis GlcNAc in supplement product sample using TLC-Densitometry. The optimum condition for analysis was using n-propanol-water-NH 4 OH (70:30:1) as a mobile phase and sprayed with aniline- diphenylamine reagent. The maximum wavelength was 302 nm. This method fulfiled all the criteria of validation with r value of 0.99845, LOD 1191.38 µg / mL and the LOQ 3971.27 µg / mL. Conformity with the label provides the results of 100.07% - 102.47%. Keywords : Assay; N-acetylglucosamine (GlcNAc); Optimization,; Thin Layer Chromatography; Validation Method Pendahuluan N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida yang berpolimerasi linear melalui ikatan β-(1,4) . GlcNAc adalah unit monomer dari suatu polimer kitin (Chen, Shen, Liu 2010). GlcNAc atau glukosamin diperoleh melalui proses hidrolisis dari kitin atau kitosan. Kitin merupakan suatu karbohidrat yang menempati urutan terbesar kedua setelah selulosa dan banyak ditemukan pada berbagai organisme seperti bakteri, seranggga, cendawan, tanaman dan hewan. Kitin terdapat sebagai komponen penyusun tubuh udang, Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri

Good Will, Baitha Palanggatan Maggadani, dan Harmita

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida derivat glukosa yang banyak terdapat di alam. Senyawa GlcNAc telah dimanfaatkan secara luas dalam bidang farmasi, pangan serta kosmetik, oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode analisis optimum sebagai acuan untuk menganalisis GlcNAc. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang valid untuk analisis GlcNAc pada sampel suplemen secara KLT-Densitometri. Hasil optimasi menunjukkan kondisi optimum untuk analisis GlcNAc menggunakan n-propanol-air-NH4OH (70:30:1) sebagai fase gerak dan reagen anilin-difenilamin sebagai penampak noda. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm. Metode analisis memenuhi semua persyaratan parameter validasi metode analisis dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,99845, LOD 1191.38 µg/mL dan LOQ 3971.27 µg/mL. Kadar sampel yang diperoleh adalah sebesar 100.07% - 102.47%. Optimization and Validation Analysis Method of N-Acetylglucosamine with

Thin Layer Chromatography-Densitometry

Abstract N-Acetylglucosamine (GlcNAc) is a monosaccharides glucose derivatives that is widely available in nature. GlcNAc have been used in a pharmaceutical product , food and cosmetics. This study aimed to obtain valid method for analysis GlcNAc in supplement product sample using TLC-Densitometry. The optimum condition for analysis was using n-propanol-water-NH4OH (70:30:1) as a mobile phase and sprayed with aniline-diphenylamine reagent. The maximum wavelength was 302 nm. This method fulfiled all the criteria of validation with r value of 0.99845, LOD 1191.38 µg / mL and the LOQ 3971.27 µg / mL. Conformity with the label provides the results of 100.07% - 102.47%. Keywords : Assay; N-acetylglucosamine (GlcNAc); Optimization,; Thin Layer Chromatography; Validation

Method Pendahuluan

N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida yang berpolimerasi

linear melalui ikatan β-(1,4) . GlcNAc adalah unit monomer dari suatu polimer kitin (Chen,

Shen, Liu 2010). GlcNAc atau glukosamin diperoleh melalui proses hidrolisis dari kitin atau

kitosan. Kitin merupakan suatu karbohidrat yang menempati urutan terbesar kedua setelah

selulosa dan banyak ditemukan pada berbagai organisme seperti bakteri, seranggga,

cendawan, tanaman dan hewan. Kitin terdapat sebagai komponen penyusun tubuh udang,

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 2: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

kepiting, serangga, kerang, cumi-cumi, hewan artropoda lainnya, dan merupakan komponen

dinding sel dari banyak fungi dan alga (Haliza dan Suhartono, 2012).

Pada mamalia, GlcNAc adalah komponen dari glikoprotein, proteoglikan, glikosaminoglikan

(GAG) dan blok jaringan ikat lainnya. Meskipun sebuah blok makromolekul, N-

Asetilglukosamin jarang ada dalam bentuk bebas, kecuali dalam susu manusia (Chen, Shen,

Liu 2010).

Glukosamin yang beredar di pasaran ada 3 jenis yaitu glukosamin hidroklorida,

glukosamin fosfat, dan N-Asetilglukosamin. Penggunaan glukosamin hidroklorida dan

glukosamin fosfat untuk sediaan oral kurang sesuai dikarenakan tidak stabil terhadap

pemanasan dan juga rasanya yang pahit. Sedangkan GlcNAc mempunyai rasa yang manis dan

stabil terhadap pemanasan (Sashiwa et al., 2002).

Senyawa GlcNAc semakin menarik perhatian karena aplikasinya yang luas di bidang

farmasi, pangan maupun kosmetika. Dalam bidang farmasi, GlcNAc dan derivatnya telah

dimanfaatkan sebagai suplemen makanan, pengobatan penyakit osteoarthritis, gastritis,

divertikulitis, dan sebagai prebiotik serta untuk pengembangan terapi. Pada uji toksisitas,

GlcNAc juga telah dibuktikan memberikan hasil yang positif nontoksik, sehingga dapat

dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi yang signifikan. Selain itu GlcNAc juga

direkomendasikan untuk pengobatan autoimmune disease. Pada industri pangan, pemanfaatan

GlcNAc dapat diaplikasikan pada produk susu, susu fermentasi, minuman teh, sari buah dan

sebagainya. Jika dibandingkan dengan glukosamin, GlcNAc lebih disukai karena

kestabilannya terhadap panas dan mempunyai rasa yang manis. Untuk penggunaan sebagai

kosmetik, GlcNAc dapat membantu mengurangi hilangnya hiperpigmentasi. (Widhyastuti,

2010; Chen, Shen, Liu 2010).

Dalam bidang farmasi, GlcNAc telah dimanfaatkan begitu luas baik untuk sediaan

obat maupun penggunaan untuk kosmetik. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode analisis

untuk GlcNAc. Dari penelitian yang sudah ada sebelumnya, metode analisis GlcNAc biasanya

dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pada

penelitian ini, peneliti melakukan analisis dengan secara Kromatografi Lapis Tipis –

Densitometri. Metode ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan

dengan metode sebelumnya, seperti spesifisitas yang tinggi, hasilnya dapat diandalkan, waktu

analisis yang cepat dan mudah, biaya yang relatif murah, serta penggunaan pelarut atau eluen

yang sedikit (Rohman, 2009 ;Wulandari, 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu kondisi optimum untuk analisis N-

Asetilglukosamin secara kromatografi lapis tipis dan densitometri. Suatu metode analisis akan

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 3: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

dapat memberikan data yang valid apabila telah dilakukan validasi sebelumnya. Parameter

validasi tersebut meliputi linearitas, selektivitas, batas deteksi dan batas kuantitasi,

kecermatan serta keseksamaan. Parameter tersebut perlu dievaluasi agar data yang diperoleh

mendekati harga yang sebenarnya dan memenuhi persyaratan validasi metode analisis serta

apabila diulang akan memberikan hasil yang sama atau tidak ada perbedaan yang berarti.

Apabila semua faktor sudah sesuai dengan persyaratan, maka hasil yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan dan terbukti valid. Hasil validasi metode analisis tersebut kemudian

dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan misalnya penetapan kadar N-Asetilglukosamin

dari sediaan farmasi yang ada dipasaran.

Tinjauan Teoritis N-Asetilglukosamin

N-asetilglukosamin (GlcNAc), atau nama lainnya adalah 2-asetamino-2-deoksi-β-d-

glukosa atau 2-(asetilamino)-2-deoksi-d-glukosa, mempunyai rumus molekul C8H15NO6,

berat molekul 221,21 dengan pemerian berbentuk serbuk putih, sedikit manis, meleleh pada

suhu 221° C serta kelarutan 25% dalam air, dan 1% larutan tidak berwarna yang merupakan

turunan monosakarida glukosa dan didistribusikan secara luas di seluruh dunia (Chen, Shen,

Liu., 2010).

Gambar 2.1 Struktur N-Asetilglukosamin

Senyawa GlcNAc banyak digunakan untuk terapi berbagai penyakit seperti

osteoarthritis, gastritis, alergi makanan, divertikulitis, IBD (inflammatory bowel disease) dan

digunakan sebagai prebiotik. Di Jepang, GlcNAc telah diaplikasikan dalam industri

pangan/minuman (Aiba, 2009). NAG pada industri farmasi khususnya kosmetik juga terbukti

dapat mencegah hiperpigmentasi, kulit mengkerut dan penuaan (Bisset et al., 2007). Kromatografi Lapis Tipis

Teori dasar

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan campuran dengan

menggunakan suatu plat yang diatasnya tersebar secara merata suatu fase diam diatas

permukaannya. Fase diam akan dielusi pada suatu fase gerak yang bergerak sepanjang fase

O

NHCCH3

OHO

HO CH2OH

OH

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 4: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

diam karena pengaruh gaya kapiler pada teknik pengembangan menaik (ascending) atau

karena pengaruh gaya gravitasi pada teknik pengembangan secara menurun (descending)

(Gandjar, & Rohman, 2007).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan jika:

a. Senyawa yang akan dianalisis bersifat nonvolatil atau semivolatil

b. Senyawa yang akan dianalisis memiliki kepolaran tinggi, sedang, maupun rendah atau

ionik.

c. sampel yang akan dianalisis harus berkelanjutan.

d. Sampel yang akan dianalisis dapat merusak kolom pada sistem kromatografi cair maupun

kromatografi gas (Deinstrop, 2007).

Kriteria suatu zat agar dapat dianalisis menggunakan KLT, yaitu (Sherma et al, 1996) :

a. Dapat dilarutkan dan dielusi dengan fase gerak

b. Tidak mudah menguap selama proses elusi dan pengeringan lempeng KLT.

c. Stabil selama proses elusi, baik dari cahaya, udara maupun pelarut yang digunakan.

Prinsip pemisahan komponen kimia pada KLT adalah berdasarkan prinsip adsorbsi dan

partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia

bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-

komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan

yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya

pemisahan.Sistem KLT dapat diatur dengan mengubah sifat fase diam atau kepolaran fase

geraknya. Fase diam KLT umumnya menggunakan bahan silika gel dan alumina. Pada

umumnya, silika gel lebih sering digunakan.

Fase gerak merupakan suatu bagian penting pada teknik pemisahan, pemilihan fase

gerak berdasarkan polaritasnya terhadap senyawa yang akan dianalisis. Pemilihan fase gerak

sangat penting, sehingga perlu dilakukan pencarian terhadap komposisi dan jenis fase gerak

yang akan digunakan sehingga menghasilkan pemisahan yang paling baik. Fase gerak yang

digunakan dapat berupa senyawa tunggal maupun campuran dengan komposisi tertentu. Fase

gerak tersebut diperoleh dari studi pustaka mengenai senyawa yang akan dianalisis kemudian

di optimasi komposisinya (Stahl, 1985). Fase gerak yang paling optimum didasarkan pada

parameter efisiensi kromatogram yang meliputi nilai area yang paling besar dan nilai Rf

(retardation factor) antara 0,2-0,8 (Wulandari, 2011) dan menghasilkan kromatogram dengan

suatu puncak yang simetris.

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 5: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Fase diam pada sistem KLT yang sering digunakan adalah silika gel. Silika gel yang

akan digunakan diberi pengikat agar memberikan kekuatan pada lapisan. Silika gel ini

biasanya telah ditambahkan oleh industri sehingga tidak perlu ditambahkan sendiri, dan diberi

nama dengan logo gel G (Sastrohamidjojo, 2005).

Pemisahan yang optimum pada KLT diperoleh dengan cara menotolkan sampel

dengan ukuran bercak yang kecil dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan terlalu

banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan dapat dilakukan dengan cara manual

maupun secara otomatis dengan instrumen tertentu (Gandjar & Rohman, 2007. Penotolan

sampel juga mempengaruhi hasil elusi. Penotolan yang tidak tepat akan menyebabkan

kromatogram memiliki puncak ganda dan menyebabkan bercak menyebar. Jika volume

penotolan lebih besar, maka penotolan dilakukan secara bertahap dan dilakukan pengeringan

terlebih dahulu sebelum dielusi (Gandjar & Rohman, 2007).

Sampel yang telah ditotolkan pada plat KLT kemudian dikembangkan dalam bejana

kromatografi (chamber) yang dijenuhkan terlebih dahulu dengan fase gerak, penjenuhan

bejana dilakukan dengan cara melapisi dinding bejana dengan kertas saring. Jumlah fase

gerak yang dimasukkan ke dalam bejana harus dibawah titik awal penotolan sampel pada plat

KLT. Bejana harus tertutup rapat saat proses elusi dilakukan (Gandjar, & Rohman, 2007).

Analisis Kualitatif dan kuantitatif

Metode KLT dilakukan dengan uji identifikasi suatu senyawa dalam sampel.

Parameter uji yang dinilai adalah Rf (retardation factor) . Suatu senyawa dikatakan identik

apabila memberikan nilai Rf yang sama yang diukur pada kondisi analisis KLT yang sama.

Setelah proses elusi selesai akan diperoleh nilai Rf yang menggambarkan migrasi relatif

komponen senyawa terhadap perlarut dan berhubungan dengan koefisien distribusi

komponen. Nilai Rf dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Pada analisis kuantitatif, nilai Rf diharapkan berada antara 0,2 - 0,8.

Analisis kuantitaif dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan mengukur bercak

pada lempeng secara langsung dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik

densitometri. Cara lain adalah dengan mengkerok bercak pade lempeng yang kemudian

ditetapkan kadarnya dengan metode analisis lain, seperti metode analisis spektrofotometri.

Akan tetapi teknik analisis yang kedua memiliki kelemahan karena dapat terjadinya kesalahan

Rf =Jarak  titik  tengah  suatu  bercak  dari  titik  awal  penotolan

Jarak  elusi  dari  titik  awal  penotolan

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 6: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

dalam pemindaian bercak sehingga kadar yang diukur bukanlah kadar yang sebenarnya

(Gandjar, & Rohman, 2009).

Densitometri

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi

radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada Kromatografi Lapis Tipis.

Densitometri dimaksudkan untuk analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil, yang sebelumnya

dilakukan pemisahan dengan KLT (Rohman, 2009). Dasar dari densitometri adalah berkas radiasi

elektromagnetik dari panjang gelombang tertentu (biasanya UV 190nm-800 nm yang bergerak

mendeteksi bercak analit pada fase diam. Kromatogram yang diperoleh pada densitometri mirip

dengan yang diperoleh pada metode KCKT, biasanya menampilkan serangkaian puncak dengan

baseline (Sastrohamidjojo, 2005).

Sumber cahaya merupakan bagian penting pada instrumen densitometer, perbedaan sumber

cahaya akan menyebabkan karakteristik spektrum yang berbeda pula. Lampu yang digunakan

adalah lampu deuterium (D2), lampu tungsten (W) yang merupakan lampu yang sering digunakan

sebagai sumber cahaya. Lampu D2 digunakan untuk analisa pada panjang gelombang 190-400

nm, sedangkan lampu W pada panjang gelombang 350-800 nm. Untuk pengukuran fluoresensi,

biasanya menggunakan lampu merkuri (Hg) atau xenon (Xe) pada panjang gelombang 254-578

nm (Gritter, 1991).

Densitometri dapat mendeteksi lokasi puncak secara otomatis, mengoptimasi kondisi

pengukuran luas bawah kurva, scanning seluruh totolan pada plat KLT secara langsung, merekam

spektra analit, scanning panjang geombang maksimum analit, kompensasi baseline otomatis

untuk menghilangkan sinyal palsu yang disebabkan oleh interfensi pada plat KLT, kalibrasi,

pelaporan data, dan penyimpanan data untuk perhitungan kembali (Sherma, 1996).

Validasi metode analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter

tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter yang dilihat pada validasi metode

analisis yaitu kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas (spesifisitas), linearitas

dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (ruggedness), dan

kekuatan (robustness) (Harmita, 2006).

Metode Penelitian

Alat

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 7: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Timbangan analitik Radwag,

Densitometer (Camag TLC Scanner 3), Komputer yang dihubungkan dengan Scanner 3 dan

dilengkapi aplikasi “Wincats”, chamber kromatografi, Lempeng kromatografi, Oven, Pipet

volume, Pipa kapiler, balon karet, pipet eppenderf,erlenmeyer, corong pisah, gelas piala, labu

ukur, penyaring Whatman.

Bahan

N-Asetilglukosamin baku (Sigma), Plat Silica gel 60F254, HCL pekat (Merck), n-

Propanol p.a (Merck), NH4OH 28% p.a (Merck), Aquadest, Anilin (Sigma), Difenilamin

(Sigma), Asam Phospat (Merck), n-butanol (Merck), Aseton p.a (Merck),Metanol (Merck),

Asam Asetat (Merck), Asam sulfat (Merck), kloroform (Merck), p-dimetilamin

benzaldehid(sigma), dan Ninhidrin (sigma).

Cara kerja

Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan yaitu n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1) dan n-

butanol-as.asetat-air (4:1:5). Pembuatan 50 mL fase gerak n-propanol-air-NH4OH 28%

(70:30:1) dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 35 mL larutan n-propanol dengan 15

mL air lalu ditambahkan NH4OH 25% sebanyak 560 µL. Untuk membuat 50 mL fase gerak

n-butanol-as.asetat-air (4:1:5) dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 20 mL larutan n-

butanol dengan 25 mL air lalu ditambahkan as. asetat glacial sebanyak 5 mL dalam corong

pisah. Dari hasil pemisahan dengan corong pisah, digunakan fase atas untuk optimasi fase

gerak.

Pembuatan Larutan Standar

Larutan GlcNAc dibuat dengan cara melarutkan 50 mg standar dalam labu ukur 10

mL kemudian diencerkan menggunakan air sebagai pelarut hingga batas labu, sehingga

diperoleh konsentrasi 5000 µg/mL sebagai larutan induk . Larutan tersebut kemudian

diencerkan hingga memperoleh 100 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mL , 3000

µg/mL.

Pembuatan Reagen Penampak Noda

Reagen penampak noda yang digunakan adalah reagen anilin-difenilamin, reagen

ninhidrin 1 % dan reagen ninhidrin (ninhidrin+H2SO4+n-butanol). Prosedur pembuatan

reagen penampak noda anilin-difenilamin adalah dengan cara mencampurkan 4 mL anilin

dengan 4 g difenilamin dan dilarutkan dalam 200 mL Aseton. Setelah larut, ditambahkan 30

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 8: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

mL asam Fosfat dan diaduk samapi larut. reagen penampak noda Ninhidrin 1% dengan cara

melarutkan 0.1 gr ninhidrin dengan 100 mL air. Dan pembuatan reagen penampak noda

ninhidrin-H2SO4-n-butanol dengan menimbang 0,3 gr ninhidrin kemudian dilarukan dalam

100 mL n-butanol. Setelah itu ditambahkan H2SO4 sebanyak 3 mL.

Optimasi

Optimasi Konsentrasi Uji

Optimasi konsentrasi uji dilakukan dari hasil pengenceran yang telah dipersiapkan

sebelumnya yaitu dengan konsentrasi 100 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, dan

3000 µg/mL . Larutan standar kemudian ditotolkan sebanyak 2 µL. Konsentrasi uji terpilih

adalah yang memberikan puncak tunggal GlcNAc dengan Rf 0.2-0.8 dan menunjukkan

intensitas yang seragam serta diameter bercak yang simetris.

Optimasi Fase Gerak

Optimasi fase gerak dilakukan dengan cara menjenuhkan chamber dengan fase gerak

yang telah dibuat yaitu n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1) pada bejana kromatografi

selama lebih kurang 1 jam. Setelah chamber dijenuhkan dengan uap fase gerak, kemudian

dimasukkan plat KLT yang sebelumnya telah dilakukan penotolan larutan standar pada plat

KLT tersebut. Elusi dilakukan sepanjang 7.5 cm. Setelah mencapai batas, plat diangkat

kemudian dikeringkan menggunakan hair dryerdan ditambahkan reagen penampak noda lalu

dioven pada suhu 120º C selama ± 5 menit kemudain diamati bercak yang muncul pada plat

KLT. Selanjutnya dilakukan prosedur serupa menggunakan fase gerak n-butanol-as. asetat-air

(4:1:5).

Fase gerak terpilih adalah yang memberikan puncak tunggal GlcNAc dengan Rf 0.2 –

0.8. Optimasi fase gerak dilakukan dengan menotolkan larutan standar GlcNAc 3000 µg/mL

sebanyak 2 µL pda plat KLT.

Optimasi Penampak Noda

Optimasi penampak noda dilakukan dengan menggunakan 3 macam reagen penampak

noda yaitu reagen anilin-difenilamin, reagen ninhidrin 1%, dan reagen ninhidrin

(ninhidrin+H2SO4+n-butanol). Pada plat KLT yang telah dielusi dan dikeringkan sebelumnya

ditambahkan reagen penampak noda dengan metode penyemprotan (spray) dan pencelupan

(dipping), dan penyemprotan pada daerah bercak.

Hasil optimasi penampak noda terpilih adalah yang memberikan intensitas warna yang

baik dan bercak yang muncul dapat terlihat dengan jelas pada plat KLT yang telah dielusi

sebelumnya.

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 9: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Optimasi Panjang Gelombang

Optimasi panjang gelombang dilakukan dengan scanning noda analit pada Camag

TLC Scanner (Densitometer) dan software program winCATS (CAMAG, 2012). Prosedur

penentuan panjang gelombang maksimum adalah dengan cara menjalankan alat Densitometer

dan program winCATS. Plat KLT diletakkan diatur posisinya pada alat densitometer

kemudian dianalisis dengan menggunakan applikasi winCATS . Panjang gelombang

maksimum diperoleh dari scan pada alat dengan memasukkan rentang panjang gelombang

200 nm – 780 nm menggunakan sumber cahaya deuterium (D2) dan Tungsten (W) pada

menu “Spectral-Scanner 3” Penilaian panjang gelombang optimum dengan melihat spektrum

analit yang terbaca pada panjang gelombang maksimum pada area panjang gelombang UV-

Vis.

Validasi metode

Uji linearitas, perhitungan limit deteksi (LOD), dan limit kuantitasi LOQ)

Ditimbang kurang lebih 200.38 mg standar GlcNAc dan dimasukkan kedalam labu

ukur 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 20038 µg/mL sebagai larutan induk. Dari larutan

induk ini kemudian dilakukan pengenceran hingga diperoleh konsentrasi 3004.5µg/mL,

4007.5µg/mL, 5009.5 µg/mL, 6011.5 µg/mL, 8015 µg/mL, dan 10019 µg/mL, 12023 µg/mL,

16030 µg/mL, dan 20038 µg/mL. Larutan selanjutnya ditotolkan sesuai dengan hasil optimasi

konsentrasi uji pada lempeng KLT dan dianalisis dengan menggunakan TLC Scanner Camag

dengan aplikasi software winCATS dengan kondisi analisis terpilih. Luas puncak yang

diperoleh dicatat dan dibuat kurva perbandingan antar luas puncak dengan konsentrasi

larutan. Catat luas puncak, hitung persamaan regresi linier dan koefisien korelasinya. Dari

kurva kalibrasi tersebut dihitung batas deteksi dan batas kuantitasinya.

Uji Akurasi dan Uji Presisi

Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali analit yang ditambahkan.

Metode yang digunakan adalah perolehan kembali dengan metode adisi, yaitu dengan

menambahkan sejumlah baku pembanding yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam zat

uji. Sampel yang diperoleh ditotolkan sebanyak 2 µl pada lempeng KLT dan dianalisis.

Hitung konsentrasi sampel menggunakan persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi.

Setelah diketahui konsentrasi sampel, tambahkan baku pembanding N-Asetilglukosamin

sebanyak 80%, 100%, dan 120% dari konsentrasi sampel yang didapatkan. Kemudian

masing-masing larutan ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 2 µl, ulangi sebanyak 6x

kemudian lakukan analisis pada masing-masing larutan adisi dengan mendata luas puncak

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 10: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

(area). Hitung perolehan kembali (UPK) untuk uji akurasi. Hitung simpangan baku (SD) dan

simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) untuk uji presisi. Larutan uji dikatakan

memenuhi uji akurasi apabila persentase uji perolehan kembali (% UPK) dalam rentang 98–

102% dan memenuhi uji presisi apabila KV tidak lebih dari 2,0%.

Analisis sampel

Sampel yang dianalisis adalah suplemen makanan dalam bentuk sediaan kapsul. Serbuk

kapsul yang telah dikeluarkan dari cangkangnya ditimbang seksama setara dengan ±500.47

mg GlcNAc lalu digerus. Serbuk yang telah digerus tersebut kemudian di masukkan ke dalam

labu ukur 25 mL dan diekstraksi dengan air kemudian di saring menggunakan filter whatman

sehingga diperoleh konsentrasi sampel 20018.8 µg/mL. Perhitungan konsentrasi sampel

dilakukan menggunakan data kurva kalibrasi.

Hasil dan Pembahasan

Optimasi Fase Gerak

Optimasi fase gerak dilakukan dengan cara mengelusi analit GlcNAc yang telah

ditotolkan pada plat KLT dengan 2 jenis fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu n-

butanol-as.asetat-air (4:1:5 v/v/v) dan n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v). Sebelum proses

elusi, chamber dijenuhkan dengan uap fase gerak selama kurang lebih 1 jam. Penambahan

reagen penampak noda digunakan agar bercak lebih terlihat sehingga dapat terdeteksi dengan

baik pada alat densitometer. Penampak noda ditambahkan dengan berbagai 3 macam metode

yaitu dengan metode penyemprotan (spray), pencelupan (dipping) dan metode penyemprotan

pada daerah yang kemungkinan ditemukan bercak.

Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-butanol-as. asetat-air (4:1:5 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC

Gambar 4.1 Hasil elusi GlcNAc menggunakan fase gerak n-butanol-as. asetat-air (4:1:5 v/v/v)

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 11: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-propanol-air NH4OH 28%

(70:30:1 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC Gambar 4.2 Hasil elusi GlcNAcmenggunakan fase gerak n-propanol-air NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v)

Dari hasil optimasi yang dilakukan, hasil elusi yang paling bagus menggunakan fase

gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v) karena hasil elusi yang diperoleh selalu

konsisten jika dibandingkan fase gerak n-butanol-as. asetat- air (4:1:5). Bentuk bercak yang

dihasilkan pada elusi menggunakan fase gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v) juga

relatif lebih seragam diameternya serta difusi bercak yang konsisten.

Optimasi Konsentrasi Uji

Optimasi konsentrasi uji dilakukan untuk mendeteksi konsentrsi optimum yang dapat

terdeteksi dengan baik pada plat KLT. Optimasi konsentrasi uji dilakukan penotolan larutan

standar N-Asetil glukosamin dalam beberapa konsentrasi. Prosedur optimasi konsentrasi uji

adalah dengan melarutkan analit hingga diperoleh konsentrasi 100 µg/mL, 500 µg/mL, 1000

µg/mL, 2000 µg/mL, dan 3000 µg/mL. Analit kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan

menggunakan pipa kapiler 1 µL, dan 2 µL.

Hasil optimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi yang optimum adalah

pada konsentrasi 3000 ppm dengan volume penotolan 2 µL. Pada kondisi ini 3000 ppm hasil

analisis yang lebih terlihat intensitas dari bercak yang ditimbulkan apabila dibandingkan

dengan konsentrasi yang lainnya. Pada konsentrasi ini, peak dari larutan N-Asetil glukosamin

yang dianalisis dengan alat densitometer lebih terlihat dengan jelas dibandingkan dengan

konsentrasi yang lainnya dimana pada kromatogramnya banyak diperoleh peak-peak pengotor

sehingga lebih sukar untuk menentukan peak murni dari zat tersebut.

Larutan ditotolkan sebanyak 2 µl pada plat KLT, volume penotolan ini lebih efisien

dibandingkan volume 1 µl. Semakin kecil volume penotolan, maka hasil yang diperoleh akan

semakin bagus, akan tetapi pada volume penotolan 1 µl kurang efektif karena masalah

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 12: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

keterlarutan zat analit dengan pelarut yang mengakibatkan bercak analisis tidak terlalu bagus.

Volume terbaik yang volume penotolan ini bercak yang diperoleh lebih terlihat sehingga lebih

mudah dalam melakukan analisis.

Optimasi Penampak Noda

Optimasi penampak noda dilakukan untuk memperoleh penampak noda yang baik

yang digunakan untuk menganalisis analit pada alat densitometer. Pada penelitian sebelumnya

diketahui bahwa GlcNAc memiliki nilai panjang gelombang maksimum 205 nm. Penambahan

penampak noda bertujuan untuk menaikkan panjang gelombang maksimum dari analit karena

pada panjang gelombang maskimum 205 nm tersebut dikhawatirkan terlalu banyak zat-zat

pengotor yang teranalisis pada alat densitometer sehingga perlu dinaikkan panjang gelombang

maksimumnya agar bercak terlihat dengan jelas dan kromatogram yang dihasilkan dari zat-zat

pengotor dapat diminimalisir. Optimasi penampak noda dilakukan dengan metode

penyemprotan (spray), pencelupan (dipping) dan penyemprotan pada daerah yang

kemungkinan ditemukan bercak. Optimasi penampak noda dilakukan menggunakan 3 macam

reagen penampak noda yaitu: reagen anilin-difenilamin, reagen ninhidrin 1%, dan ninhidrin

(ninhidrin + H2SO4 + n-butanol).

Keterangan : larutan N-Asetil glukosamin ditotolkan pada lempeng KLT dengan konsenntrasi dengan fase gerak n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v) yang sama kemudian dilakukan optimasi penampak noda dengan

berbagai kondisi Gambar 4.3 Optimasi reagen penampak noda

Uji optimasi penambahan penampak noda memberikan hasil yang paling baik dengan

menggunakan reagen Anilin-difenilamin. Pada penambahan penampak noda Anilin-

difenilamin bercak yang ditimbulkan pada plat KLT terlihat dengan jelas dibandingkan

dengan reagen penampak noda yang lain. Pada penambahan penampak noda ninhidrin, spot

yang dihasilkan berwarna putih kekuningan sehingga bercak yang dihasilkan tidak terlihat

dengan jelas.

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 13: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Optimasi Panjang Gelombang

Plat KLT yang telah dielusi dan diberi penampak noda dianalisis menggunakan alat

Camag TLC Scanner (Densitometer) dan software program winCATS. Cara menentukan

panjang gelombang maksimum adalah dengan menjalankan program winCATS dengan

memasukkan rentang panjang gelombang 200 nm–780 nm menggunakan lampu deuterium

(D2) dan tungsten (W) pada menu “Spectral – Scanner 3” yeng terdapat di sebelah kiri layar.

Nilai panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm.

(A)

(B)

Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC

(A) Spektum serapan yang diperoleh dari alat adalah 302 nm (B) Kromatogram GlcNAc dengan pereaksi anilin-difenilamin konsentrasi 5009.5 µg/mL

Gambar 4.4 Data panjang gelombang maksimum dan densitogram KLT GlcNAc

Uji Kesesuaian Sistem

Pada metode analisis terpilih, dilakukan uji kesesuaian sistem sebanyak 6 kali

penotolan larutan N-Asetil glukosamin dengan konsentrasi 8000µg/mL. Uji kesesuaian sistem

ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem analisis yang digunakan sudah efektif.

Pada uji kesesuaian sistem ini diperoleh nilai KV sebesar 0,57% dan nilai Rf 0,51. Hal

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 14: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

tersebut sudah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV dimana nilai KV kurang

dari 2%.

Tabel 1. Uji Kesesuaian Sistem

Validasi Metode Analisis

Uji selektivitas

Pada penelitian ini, uji selektivitas dilakukan dengan melihat kromatogram dan

retardation factor (Rf) yang diperoleh dari analisis sejumlah larutan standar yang telah dielusi

secara kromatografi lapis tipis.

Pada penelitian ini, nilai Rf yang diperoleh yaitu sebesar 0.51. Hasil ini sesuai dengan

persyaratan nilai Rf yaitu dengan nilai Rf 0.2–0.8.

Uji linearitas

Pada uji linearitas dilakukan dengan membuat kurva dengan 9 konsentrasi berbeda. Larutan

standar dibuat dengan konsentrasi 3004,5 µg/mL , 4007,5 µg/mL, 5009,5 µg/mL, 60011,4

µg/mL, 8015 µg/mL, 10019 µg/mL, 12022,8 µg/mL, 16030 µg/mL, dan 20038 µg/mL. Dari

hasil kurva kalibrasi pembandingan antar area, diperoleh nilai persamaan regresi linear y =

0.4978x + 3279.7 dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,99845.. Hasil tersebut dapat

dinyatakan valid karena memenuhi kriteria linearitas dengan menghasilkan koefisien kolerasi

yang mendekati 1 atau r > 0,9990.

Gambar 4.5 Kurva kalibrasi standar N-Asetilglukosamin

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 15: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

Berdasarkan hasil uji linearitas N-Asetilglukosamin memberikan nilai batas deteksi

sebesar 1191.38 µg/mL. Sedangkan untuk nilai batas kuantitasi memberikan hasil 3971.27

µg/mL.

Tabel 2. Data uji linearitas N-Asetilglukosamin

Gambar 4.6 Kromatogram beberapa konsentrasi standar N-Asetilglukosamin

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 16: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Uji akurasi dan presisi

Uji akurasi dilakukan dengan metode adisi yaitu dengan menambahkan standar kedalam zat

yang diadisi yang telah diketahui. Uji kecermatan dilakukan pada larutan baku dengan

konsentrasi 80%, 100%, dan120%. Area adisi yang diperoleh adalah sebesar 1150.23. Hasil

uji perolehan kembali didapatkan dengan cara mengurangkan nilai area yang diperoleh pada

kromatogram dengan area zat adisi, setelah itu baru di hitung dan diolah data area yang

diperoleh ke dalam persamaan regresi linear.

Hasil perolehan uji kecermatan N-Asetilglukosamin memberikan nilai rata-rata

96,24% - 101,65% dengan nilai standar deviasi sebesar 1,33% – 1,70%. koefisien variasi

(KV) N-Asetilglukosamin sebesar 1,36% - 1,71%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode

analisis N-Asetilglukosamin memenuhi persyaratan cermat dan seksama.

Tabel 3 Data uji akurasi dan presisi

Analisis Sampel

Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan metode yang sudah tervalidasi. Pada

penelitian ini, digunakan sampel suplemen GlcNAc yang mengandung 700 mg untuk tiap

kapsul sampel. Sampel ditimbang sebanyak 500,47 mg kemudian sampel tersebut dianalisis

pada plat KLT, analisis sampel dilakukan sebanyak 3 kali (triplo). Kadar sampel yang tertera

pada etiket adalah 100%.

Hasil penetapan kadar sampel N-Asetil glukosamin, menunjukkan bahwa sampel

memiliki kadar N-Asetil glukosamin terhadap label sebesar 100.07 %-102.47%.

Tabel 4 Hasil analisis sampel

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 17: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Gambar 4.7 Kromatogram sampel

Kesimpulan

Pada penelitian kali ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi optimum analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis–

Densitometri adalah dengan menggunakan fase gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1

v/v/v) dengan konsentrasi optimum 3000 ppm dengan menggunakan pipa kapiler 2 µL,

menggunakan penampak noda Anilin-difenilamin dan dioven pada suhu 120ºC selama ± 5

menit. Plat KLT di analisis menggunakan alat TLC-Scanner pada panjang gelombang 302

nm.

2. Hasil validasi menunjukkan bahwa metode analisis memenuhi syarat dimana pada hasil

perolehan kembali pada uji presisi 96,24%-101,65%, Koefisien variasi N-Asetil

glukosamin sebesar 1,36%-1,71%, nilai batas deteksi 1191.38 µg/mL dan batas

kuantifikasi 3971.27µg/mL. Metode analisis juga linear pada 3004,5–20038 µg/mL

dengan nilai persamaan regresi linear y = 3279.7 + 0.4978xdan nilai koefisien korelasi (r)

= 0,99845.

3. Pada Penetapan kadar yang dilakukan menggunakan metoda ini memberikan hasil

kesesuaian kadar terhadap label sebesar 100.07%-102.47%.

Saran

Karena kurang sensitifnya bercak yang terbentuk, maka perlu dilakukan hidrolisis

terlebih dahulu terhadap N-Asetilglukosamin menjadi Glukosamin yang memiliki gugus amin

primer sehingga dapat bereaksi dengan penampak noda ninhidrin yang spesifik untuk asam

amino.

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 18: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Daftar Acuan

Aiba, S. Sashiwa H., Yamano N., & Ishikawa K. (2009). “Production of N-acetyi-D-

glucosamine from chitin using crude enzyme derived from Trichoderma viride and

Aeromyces hydrophila H-2330”. Jepang: AIST

Bisset, D., Robinson, L.R., Releigh, P.S., Miyamoto, K., Hakozaki, T., Li, J., & Klem, G.R.

(2007). “Reduction in the Appearence of Facial Hyperpigmentation by Topical N-

Acetyl glucosamine”. J. Cosmet. Dermatol. 6,20-26

Chen, J.K., Shen, C.R., & Liu, C.L. (2010). “N-acetilglucosamine : Production and

application”.Journal of Marine Drugs. 8,2493-2516

Deinstrop, E. H., 2007, Applied Thin-Layer Chromatography: Best Practice and Acoidance of

Mistakes, 2nd edition WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, pp. 2.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gritter, R. (1991). Pengantar kromatografi, edisi 2. Terjemahan dari introsuction

cromatography, 2nd ed, oleh padwinata. Bandung. Itb 1991: 1-18, 82-92, 107-132

Haliza, W., & Suhartono, M.T. (2012). “Karakteristik kitinase dari mikroba”. Buletin

Teknologi Pascapanen Pertanian Vol 8 (1), Bogor.

Harmita. (2006). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Depok :

Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

Kuk, J.H., Jung. W.J., Jo, G.H., Ahn, J.S., Kim, K.Y., & Park, R.D. (2004). Selective

preparation of N-acetyl-D-glucosamine and N,N’-diacetylchitobiose from chitin using

a crude enzym preparation from Aeromonas sp. Biotechnology letters, 27, 7-11.

Maggadani, B.P. (2012). Optimasi Produksi N-Asetilglukosamin dari Kitin Menggunakan

Kitinase Hasil Isolasi Bakteri. Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia,

Depok.

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017

Page 19: Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin

Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis. Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal.

217.

Sashiwa, H., Fujishima, S., Yamano, N., Kawasaki N., Nakayama, A., Muraki. E., Hiraga, K.,

Oda, K., & Aiba, S. (2002). Production of N-Acetyl-D-glucosamine from α-Chitin by

Crude Enzymes from Aeromonas hydrophila H2330. Carbohydr. Res. 337, 761-763.

Sastrohamidjojo, H., 2005, Kromatografi, Edisi ke-2, Liberty, Yogyakarta, pp. 26-35.

Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Penerbit ITB, Bandung,

pp. 7

Sherma, J., & Fried, B. (1996). Hand Of Thin Layer Chromatography 2nd edition. New York:

Marcel Decker, inc 1996 : 206-212. 1032-1036

Widhyastuti, N. (2010). Purifikasi N-asetil-D-glukosamina Hasil Sintesa Secara Enzimatis

Untuk Bahan Obat Dan Pangan Fungsional. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Wulandari, L. (2006). Evaluation of Re-Used HPTLC Plate for Qualitative and Quantitative

Analysis, Indonesian Journal of Chemistry, Vol. 6 No.3

Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017