oleh= mundayat yogyakarta · tindakan yang ada, dan secara aktual hadir dalam jaring ln relasi...
TRANSCRIPT
! I i
. I
. I , ~
.. . .,. .
. · . J:
. ' . ·-.... .,
'~\ .
DINAMIKA . . '~--.:- j
. ~
. i
SOSIAL EKONOMI POLITIK DI SEBUAH PEDUKUHAN
JAWA
Oleh= Aris Arif Mundayat
YOgyakarta -.. . .. Agustus 1989
···~· '·i . ~
.L .r ! .........._~-! 1
i ·,
'1
BAB I . Pendahuluan s a I I • I I I I I I I I I I I I .. I I I ' ' • • I ' • • ' • I ' I I • ' I I
BAB II. Gambaran Umum Dukuh Parakan ...................... .
BAB III . Sejar~ Sosial Dukuh Parakan • • • • • • • I' • • • • • • • • • • ' • t
1. Masa Kolonial Belanda dan . : Jepang (1914-194.5) ········~········•··········
2. Sejarah Pendidikan dan Transportasi (1930-1980)
I I I I I I I I I I I I t I t t t I t t t ''
'
3. Sejarah Sosial K~~pemimpinan
1
11 \
25
(1914-1986) ............................ ;.' .. ~ .. 29
4. Sejarah Keorgani::;asian Desa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
BAB IV Sistem Sosial Dukuh Parakan . . . . . . . . . . . . ' . . . . . . . . . . 39
1. Sistem Sosial Ekonomi Pedesaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
2. Sistem Politik Pedesaan .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. 47
BAB V . Kesimpulan t t I I t t t t I t I t t t I I t t t t I t t t t I I t t t I I t t t I t t t I t fi3
Cat a tan t t I I t t t a t I t I t t t t t t t t t I t t t t t t t .._ t I t I t t ~ t t t t I t I t t t I ' t t I
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
5
BABI
F'ENDAHUL.UAN
., Tulisan ini merupakan suatu diskripsi interpretatif mengena~,,
~istem sosial ekonomi-politik di sebuah desa di Jawa. Pendekatan
yang digw1akan dalam hal ini menggunakan cara-cara yang lazim
'Hlakukan oleh penulis sE?jarah, narriun bukc:.m ber·iarti menjadi
historic sentris, karena aspek kultural dalam kajian antropologi
sangat dominan. Pendekatan historis ini dilakukan bukanlah untuk
~embangkitkan situasi lama, namun hanya untuk menunjukkan bahwa
·sistem sosial yang ada banyak dipengaruhi oleh faktor kontinuitas I
I
yang bersifat historis. Atau dalam kata lain untuk m•nunjukkan
adanya suatu din~mika menuju sistem sosial yang ada sek.rang ini.
Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui, bah~a 'selama
ini kajian mengmnai sistem sc~ial ekonomi-politik leb~h banyak
dibicarakan oleh ahli-ahli ilmu politik dan sejara~an. Oleh
karena itu tulisan ini berusaha untuk menunjukkan aspek kultural
'yang termanifestasikan dalam sistem gagasan serta ni ai-nilai. I
Jika kita beranjak pada batasan yang diajukan oleh Clifford
· iGeer·tz, make:\ "culture is the fabric o·f meaning .in term$ of ~hich
human beings interpret their experience and their
, ~ction; •••• " CGeertz, 1973; 145>. Oleh karena itu kebud+yaan akan I
~apat dipahami bentuk-bentuk perubahannya Jika kita fmemandang
bahwa gejala sosial yang ada disekitar kita merupa~an suatu I .
,Jalinan makna yang kurang lebih terbentuk karena faktor historis.
:Jalinan makna yang ada merupakan hasil interpretasi man 1sia yang
iterl ibat atau terpintal di dalam jalinan dalam
segala pengalaman yang dihadapinya. S "•mua itu
1
··~
!mengantarkan manusia sebagai pendukung dan pelaku ::ebudayaan
~alam membentuk perilaku.
Geertz stn.t~~tur
Dia meljhat bahwa struktur sosial merupakan bertuk dari
tindakan yang ada, dan secara aktual hadir dalam jaring ln relasi
sosial 1973: 145). Gambaran mengenai strukt sosial
: dal am tul i s<an i ni juga ti dak ber·beda df.:mgan apa yiang di katakan
jadi pada dasarnya struktur sosial yang terlihat
~erupakan suatu gambaran sinkronis yang bersifat a ·tual dan
berlandaskan pada tataran budaya.
Interaksi yang hadir dalam kehidupan manusia mer-up kan suatu
lnteraksi fungsional, dimana mereka terJalin dan ter intal di
dalanmya. Realitas seperti itu merupakan suatu suatu strategi
untuk menjaga suatu kelangsungan hidup bersama dan untu~ mencapai
~uatu tujuan yang kurang lebih sama. Mereka bergerak d
ke waktu dan segala perubahan terjadi di dalamnya menur ~
wahtu
irama
perubahan lingkungan alam, sosial-politik yang ada dis kitarnya.
Palam hal ini ada suatu seni tersendiri yang merupak bagian
dari permainan hidup, yaitu the art of survival.
manusia yang ada di dalamnya berperan sebagai aktor SUc?.tU
pertunJukkan theatre~ dimana aktor yang satu akan digan ikan oleh
•ktor yang lain, per-an yang satu berganti dengan per-an lain
~ada suatu panggung yang sama tetapi pada adegan yang b rbeda.
Adegan yang satu tampaknya tak bisa dipisahkan de~ an adedan
yang lain, karena merup~kan suatu kesinan~ungan yang bersifat
, ~istoris. Selain itu setiap unsur yang ada dalam ti p adegan
~erupakan suatu kesatuan •istem yang saling berkaitan •atu sama
2
~ainnya. Walaupun dalam sistem tersebut terdapat banyac sekali
~nsur namun pada dasarnya ada unsur inti yang sangat pentin9.
steward melihat unsur-unsur inti tersebut meliputi
jdeology~ socio-poli~ical organization, dan technoeconom ·c. Unsur l
~nti
c~l eh unsur-unsur peripheral serta lingkungan yang ada di
$istem tersebut. Oleh karena itulah tulisan ini 1 ebi ·1 banya~::
4erbicara tentang sistem sosial ekonomi-politik, karena 1erupak~n
~nsur inti dari suatu kebudayaan. Unsur-unsur tersebJt mampu
.t~engger.::-\kkan segal a tatanan si stf:m yang t.e1···kai t d<::mgannya, sesuai
!~engan perubahan jaman.
Perubahan sosial yang muncul merupakan suatu implikasi legis
~ari terjadinya modifikasi hubungan antar individu atau kelompok.
1 Hodifikasi yang ada di dalam relasi sosial sebuah desa di Jawa
<khususnya
keh.tatan "supr· a
merupakan msrupakan pro uk
masyarakat" mempent;.~.::~r·uhi
dari
melalui
kecenderungan kebijaksanaan ekonomi-politik pemerintah kolonial
Belanda sampai sekarang ini. Kecenderungan yang ada ·ada masa
~olonial --beserta struktur pemerintahan kraton yang te libat di
~alamnya-- turut membuahkan kerumitan dalam relasi sosi~l. Semua
ktu merupakan reaksi balik dalam mengiterpretasikan seg la macam
bentuk kebijaksanaan yang dihadirkan cleh kekuata1
~asyarakat" dalam bentuk negara.
"supra
l<erumi tan-·kerum'i tan dal am i nter·aksi scsi al tampakr ya ti dak
Berta merta hilang begitu saja oleh kehadiran negara Indonesia
~erdeka. Situasi yang terjadi sesungguhnya hanyalah merupak•n
~engulangan pola-pola lama yang diakulturasikan dengan pola-pola
Tampaknya segala sesuatu yang tao~ak dalam re litas di
3
tlngkat desa merupakan refleksi dari keberadaan suatu negara.
N~gar-ca tno(j(;?rn In(:Jone~i a tampak menqhacJi d::an si tuasi yanf kurang
~t=bih hampir E:>ama deng.:u1 situa~;;i pade:\ maE:>a kolonial, sehingga
~-rumitan sosial selalu tersosialisasikan dan berkecendrungan
~htuk mengikuti pola-pola baru. Akibat dari situasi sep·rti ini
~~~lah tidak Jelasnya perubahan sosial yang terjadi sehingga I
t•mpak kabur. Walaupun demikian benang meraH perubahar sosial
v•ng terjadi di Dukuh Parakan masih bisa diamati wala pun ada
a~biguitas di dalamnya.
4
BI.:.B I I
G(.~MBARAN UtlUM DUI<UH PARAt<AN
Parakan adalah nama dari s~buah desa kecil, di Des a
Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Pro o •
. tersebut merupakan bagian dari Desa Sidomulyo yang diselut denga~
~dukuh. Luas dukuh Parakan sekitar 82,4590 ha, dan letaknya
1 terbelah oleh sebuah Sungai Parakan <nama sungai ini ergantung
: dari nama desa yang dilewatinya>. Tanah seluas itu han a dihuni
I oleh 51 kepala ~'eluarga nao' atau Sl?~dtar· 3~j(l or.:mg.
Jika k1ta berjalan d~ri bawah menuju Desa yo, maka
sa wah ~
an yang terlihat adalah pemandangan yang indah.
disebelah kiri jalan beraspal yang bergelomb.ng dan tid k lic:in,
I sementara itu di sebelah kanan tanaman tebu yang tumbuh.
Tinggi tanaman tebu yang mengingatkan kita pada masa ~~ol ani al
Belanda itu sekitar satu meter. Persis pada lokasi i 1i adalah
wilayah pedukuhan Pendem, letaknya kira-kira 0,5 kn sebelum
Ketika melewati ~amRaran sawah, terlihat para peta1i sedang
menanam padi, dan tampak sakali bahwa Jumlah perem uan yang
menanam jauh lebih besar dari pada la~{i-la~{i. Selain
yang sedang menanam ada pula sebagian sawah yan sedang
dikerJakan oleh para petan~. Batu petak sawah yang
lebih 2.000 3.000 m2 dikerJakan oleh lima sampai orang
laki-laki. Mereka terus bekerJa, menyalurkan tenaga mel .lui otot-
otot yang kekar dan tubuh yang coklat berkilau diterpa panasnya
'sinar matahar·i. !
Setelah melewati h;:unparan yang di Jadi ~,:an
6
1matapenc:ahari an, mal< a mul ai di temu~(an beberapa rumah d pinggir
· :Jalan. Dan langkah kakipun tarasa semakin berat , kar jalan
1menanjal< dengan tiba-tiba. Jaral< antara rumah yang u dengan
erjauh.an. ' ,yang lainnya ada yang rengqang dan ada pula yang I
Rumah-rumah tr·adi si onal yang ber·bentuk 1 i masan ti dak menghadap
. ]pada ruas Jalan, tetapi menghadap arah Sel~tan. tara i tu
' bangunan-bangunan baru yang terbuat dari tembok ok mul ai
1 menghadap ruas jalan. Ada pula rumah yang terbuat dari anyaman
· bambu yang menghadapl<e pinggir jalan, dan bisa dipastikan bahwa
.umur rumah tersebut masih muda. Akan tetapi jika
, dengan keadaan ekologis maka kemungkinan terbesar arah
hadap-- adalah sebagai strategi adaptasi terhadap lingkungan. Hal
ini terjadi ka~ena angin yang cukup besar berasal dari atas
:bukit Menorah. Oleh karena itu menghadap ke Selatan gar angin
tidal< masuk ke dalam rumah b~gitu saja.
Setelah kita menyusur~ Jalan yang berkelok-kelok dan agak
menanjak maka kita temukan Dukuh Parakan yang
perbukitan Menorah. Kondisi tanahnya agak berkapur ~~urang
begitu subur~ Oleh karena itu areal persawahan hanya di
1 sebelah kiri dan kanan SunQai Parakan. Itulah lumbung adi sumber
karbohidrat yang mendukung kehi~upan warga Dukuh Par kan. Akan
tetapi besarnya sawah tidak begitu besar, yaitu hanya 14
sampai 15 ha, maka hasil panenan juga tidak begitu bes r pula.
Oleh karen a jumlah padi dirasakan kurang mendukung
perekonomian lokal, maka warga desa me:mggunakan strategi
di ven;;i f i kal:>i tanamap, seperti ketela pohon, Jag 1ng, a tau
palawija lainnya. Tanaman janis ini di tanam di are l teg~lan
7
yang berada di lereng-lereng bukit. Areal ini luasnya jauh lebih
·besar dari pada persawahan, yaitu sekitar 50 ha lebih.
' Difersifikasi kerja tersebut merupakan the art of survival untuk
tidak bel~ad.:."' dalam ~'eadaan miskin sekali,' atau selc.~lu dalal1)
keadaan optimum secara subsisten.
Jika kawasan Dukuh Parakan kita lihat
:berada
hanya
lebih
di sebel ah. Timur Sungai, tampakl.:;h .:n··eal
menghiasi kiri dan kanan sungai. Pet~k yang
jelas di mata daripada petak yang kecil,
lu
yang
ung padi
terasa
i justn.l
petak yang luaslah yang dapat dihitung. Ketika itu sed ng musim
tanam, dan tampa~( 1 i ma sampai t.ujuh Clrang. membungku~,--bu gkuk dan
berJalan mundur menanam benih padi. Gemercik air di s1ngai dan
,desir angin yang mengalir dari atas bukit melewati sela-sela
bukit yang meng~pit sungai dan sawah. Bagai irama nusik nan
lembut yang menghib4~ para petani yang hidup dalam kemi ·kinan dan
kepasrahan Jawanya.
Dari ata• bukit itu pula tampak beberapa orang ng telah
selesai bekerja di sawah mencucui badannya yang kotor ngan air
sungai yang bening dan dingin. Setelah itu mereka berja an dengan
memanggul cangkul dipundaknya yang kekar,menyebar n menuju
tanah tegalan masing-masing. Mereka tampak makin dekat , karena
memang tegalan itu berada di lereng-lereng bukit yang berteras.
Tampa~' pula segerompol an orang yang me!nc:.::mgkul bE~rsama- ·ama p~\da
petak tegalan yang sama. Ini yang disebut oleh merek sebagai
arisan · macul. Suatu bentuk kerja sama tradisional yalg muncul
dari konsep atau paham tentang harmoni sosial. Ajaran yang
menekankan konsep keselarasan antara Jagad gede dan
Ajaran ini merupakan etika sosial yang diajarkan
6
cilik.
moral
kekratonan ketika generasi kerajaan Jawa berkuasa di daer~h
· kejawen.
Kurang lebih jam 13.00 para petani terlihat persatu
mnyusuri jalan setapak di sela-sela pohon Jati yang ba tumbuh
di perbukitan berkapur. Ternyata mereka berjalan me rumah
masing-masing untuk istirahat dan makan siang be anak
istrinya, atau bapaknya di .rumah . Bagi mereka makar siang itu
merupakan kenikmatan luar biasa setelah bekerja me otot
untuk membalik tanah di tegalan dan membungkuk-bungkuk sawah.
Dengan lauk-pauk berupa sayur-sayuran yang ber dari
pekarangannya mereka melahap dengan tangan-tangan kasar
karena terbiasa memegang cangkul yang cukup berat. yang ia
makan juga hasil dari sawahnya, dan sarapan pagi yang kadang-
i kadang berupa rebusan ketela pohon Juga dari tegala~ sendiii. i I
I Semuanya serba subsisten.
Rumah-rumah mereka yang dijadikan tempat istirahat tampak
.terpencar-pencar di kaki-kaki perbukitan yang tak
.pernah sama. Jarak rata-rata yang paling dekat antara yang
satu dengan yang lainnya sekitar 500 sampai 1000 m, amun ada
pula rumah yang mengelompok, tiap kelompok terdiri ari tiga
sampai lima rumah. Dari atas bukit tampak jelas sekali umah yang
ada di pinggir jalan aspal h~nya satu, yait11 rumah kep.la dukuh
yang terbuat dari tembok, da11 dibangun oleh anaknya ya g pernah
1 pergi ke luar negeri. Jalan yang berkelok-kelok dan m~nanjak
tampak menghiasi sela-sela bukit yang rimbun dengan pepohonan
jati yang tegar. Di antara pepohonan itulah tampak atap-atap
:rumah dari genting yang telah coklat diselimuti oleh k rak-kerak
9
1 lumut yang tersiram hujan dan panas. Jika dihitung satL persatu,
maka Jumlah rumah yang ada di Dukuh Parakan sekitar 40 an, dan di
dalam rumah-rumah tersebut berisi satu sampai tiga rum tangga.
! Rumah-rumah tersebut mendiami blok-blok tertentu, dan Parakan
terdapat lima blok.Padahal jumlah kepala keluarga yan mendiami
Dukuh parakan berJumlah 51 orang, jadi sekitar 5 sampa·
rumah yang berisi dari dua sampai tiga rumah
mereka adalah anak-anak dari kepala rumah tangga. Dal
jika anak wanita kawin dengan seorang laki-laki,
kecenderungan setelah kawin untuk tinggal di pih
<uxorilokal r,cidence>. Walaupun begitu ada
kejadian yang sebaliknya <Virilocal recidence>.
jarang sekali terjadi, setelah kawin membuat
<neolocal rescidence>, oleh karena itu Jumlah kepal
sembilan
Biasanya
hal ini
maka ada
wanita
beber~pa
itu
sendiri
keluarga
cenderung tidak bertambah, demikian pula dengan jumlah rumah.
Di sebelah Utara dukuh Parakan tampak dukuh lain yaitu
Kutogiri. Dari atas bukit yang tampak hanya ujung perbatasan
antara dukuh tersebut dengan Parakan. Di Sebelah Utaranya lagi
yang ti~a-tiba tanahnya membukit dan berwarna hijau serta kada~g
kadang berkabut jika menjelan~ hujan, tampak sebuah bernama
Kemaras, diatasnya lagi secang dan kemudian
Sementara itu di sebelah Selatan tampak sekilas areal ersawahan
milik warga desa Sendangsari yang berada tepat sebelum memasuki
Desa Sidomulyo. Oi sisi sebelah Barat laut Dukuh Paraka1 terdapat
.sebuah Dukuh be~nama Watu belah, dan di sebelah Barat aya juga
ada sebuah dukuh lagi bernama Gondangan. Sedangkan di sebelah
Timur hanya ada sebuah dukuh yaitu Dukuh Banaran, yang letaknya
di atas bukit.
10
BAB III. 6EJARAH SOSIAL DUKUH PARAKAN
1. Masa l<olonial Belanda dan Jepang (1914 - 1945>
,, Pada masa kolonial Belanda dan Jepang di
banyak terjadi perombakan pada struktur politik desa. Perubahan
tersebut tentunya mempengaruhi berbagai sektor
dengannya --walaupun pemerintah kolonial tidak sampai d1 Dukuh
Parakan. Sebelum tahun 1947, Dukuh Parakan ibu~mta
Kelurahan Kutogiri dan kantor kelurahan tarletak di ru
dukuh sekarang ini. Pada masa itu Kelurahan tersebut t rdiri dari
tujuh pedukuhan; 1. Secang, 2. Tanggul Angin, 3. 4.
Watubel ah ., c::· OJ. Talunombo, 6. Gondangan, 7. mas a
kolonialisme desa tersebut tidak tersentuh secara
langsun~. Pada masa penjajahan Jepang hanya sampai sekitar
• Celereng, Kelurahan Sendangsa~i <sebelah Selatan Desa 'idomulyo>.
Pihak ·penjajah tidak samp.:.d cJilokasi tersebL mungldn
disebabkan oleh tidak adanya Jalan menuju kedesa Siod~ulyo. Desa
itu berada dikawasan hutan jati yang sulit dijangkau, endudukhya
jarang sehingga kurang bisa dimanfaatkan sebagai
Daerahnya berkapur dan berbatu sehingga kurang subur u areal
perkebunan.
Kebijaksanaan politik kolonial yang berpengaruh di Dukuh
1. Para~~an (dahulu J<el urahan Kutogiri) berlangsun melalui
perpanjangan tangan pemerintah kolonial, yaitu elite k pemimpinan
desa. Hal itu ditunjukkan oleh adanya bekel yang bertLgas untuk
memungut paja~ --keadaan ini tentunya juga mempengaruhi kehidupan
ekonomi lokal, walaupun tidak esensi-- yang kemudian diserahkan
kepada bupati. Pajak yang diberikan melalui bekel itu sering
11
dis~but de~gan isti1ah paos, dan diberikan da1am bentuk uang atau
hasil bumi. Setelah pajak terkumpul dirumah bupat· <dahulu
1 eta~::nya di kantor Kecamatan Pengasih sekar·ang> ~~emudi an
diserahkan kepada raja di Keraton Ngayogjokarto Hadini grat dan
pemerintah ko1onia1~ Sistem pajak berupa uang
di 1 aku~·:an pada masa Rafless1 , setidak-tidaknya
kebutuhan akan uang kontan meningkat. Di samping itu ada masa
Van Den ':)
Bosch 4 --yang tidak member1akukan pajak uang,
tetapi hanya memerintahkan seperlima lahan harus ditana i tanaman
perkebunan-- kebijaksanaannya tidak menyentuh daerah Parakan,
oleh karena itu kebijaksanaan yang berlaku adalah keb'jaksanaan
pajak berupa hasil bumi atau uang. Jadi kebutuhan kan uang
kontan tetap berlangsung sampai sekarang.
Sebelum tahun 1914 tanah di desa Parakan dan ·+.~ki tarnya
menjadi milik kesultanan. Dalam hal ini bekel sebagai penguasa
daerah yang menguasai tanah, sedangkan warganya hanya d'beri hak
untuk menggarap saja dan berkewajiban memberikan pals kepada
Sl.tltan. pajak tergantung dari luas yang
digarapnya, sehin<Jga setiap :individu tidaklah se:11lli:.i.
Bekel sel aku penguasa tanah di c:lesa ·······dcm sekal i gu mendapat
gaji dari kesultanan berupa tanah pelungguh-- mendapat
bagian dari hasil panen tanah yang digarap warganya. Ha ini bisa
selain tanah garapan-- penggarap tanah yang i nya. Di
i pedesaan Jawa lainnya pekerja tersebut disebut kuli an tanah
yang digarap disebut pekulen 3 • Para kuli yang ap tanah
pekulen itu memberikan separuh hasil panen kepada beke· --unt.u~~
12
tanah sawah marQ d~n untuk tegalan mertelu. Jadi se rang kuli
harus memberikan pajak kepada pemerintah dan selain itu juga
memberikan kepada bekel. Di desa Parakan --Desa Sidomulyo
umumnya-- tidak ada kuli, karena wilayah tersebut tida~ dijadi~an
areal perkebunan kolonial, jadi yang ada buruh tani •t u istilah
lokalnya disebut dengan berah dan tanah yang digarapny berahan
Paos dalam hal ini merupakan ungkapan terima kasit dan rasa
hormat kepada raja yang telah merelakan tanahnya untu!
Penghormatan dalam bentuk lain adalah ngabekten,
dilakukan oleh bekel dan perangkatnya kepada bup~t·.
nga.bekten i tu dilakukan pada waktu hari raya Idhul
· di 1 a~'sahakan setelah bupati · nga.bekti atau
sultan. Hal ini dilakukan dengan anggapan bahwa bupati
sungkem pada raja telah memiliki cahaya raja sehingga
digarap.
dan ini
Upaq1ra
dan
kepada
telah
yang
n ga.bekt i kepada bupati dianggap
ngabektikepada sultan. Setelah ngabekten kepada
dengan
i sel esai
maka diadakan acara yang kurang lebih sama ditingkat d sa, yaitu
maaf-memafkan antara warga desa dengan b~kel dan dian ara warga
des a senc:l i r i •
Dilihat dari luasnya penguasaan tanah dan acara pada hari ·
· raya Idhul Fitri terlihat bahwa bekel memiliki keku yang
I. besar. Menurut informasi yang ada, seorang bekel
memerintahhan orang menurut kemauannya. Sewaktu-w
saja
warga
desa bi~a diperintahkan untuk menggarap tanah di ~edu~uhan lain
yang jauh letaknya dari tempat ia tinggal tanpa harus embantah.
Tampaknya disini terjadi tekanan-tekanan struktural ya g akhirnya
di ti mpakHn l'epada wargi\ bias~, dan dari hal i ni muncu berpagai
macam strategi adaptasi untuk mengatasi tekanan ters but. Pada
13
masa kebekelan warga desa tampaknya tidak merasa terte~an, karena
mereka merasa diber' perlindungan oleh bekei 4 , dan itu
i falsafah Jawa yang mengkultuskan harmoni sosial mam mere dam ' .., konflik~. Di lain pihak memang warga desa membutuhk n seorang
pemimpin sehingga kepatuhan yang muncul merupakan harapan akan
.ada yang mengayomi warganya.
Berdasarkan informasi, setiap kebekelan terdapat
:jaJar, bekel dan bekel sepuh. Setiap bekel tersebut menguasai
beberapa cac ah y.:mg masi ng-ma~i ng ber .. beda, beke .l .:.::epuh mengua~ai
cacah teJ'"besar dan di baw.:.1hnya ban.t beke I · dan bekel
JaJar. Bekel sepuh selaku penguasa tertinggi di menerima
ipaos dari bekel-bekel dibawahnya dan setelah itu iserahkan
' ~~epada bupati.
Setiap bekel memiliki beberapa orang staf yang membantu,
yaitu kamituo selaku peli..'\ksana pemerintah.:.w des.a, kebay n selaJ'u
pengurus pembangunan, kepetengan selaku bagian keamanan, ulu-ulu
selaku bagian pengairan, modin dan kaum selaku bidan~ ceagamaan.
'Biasanya jumlah perangkat itu rangkap --sekitar dua sam.ai tiga--
:'dan hal i ni tergantung dari besarnya wi 1 ayah kebekel an Dilihat
idari kedudukannya maka jabatan staf kebekelan yang tertinggi
kamituo. Pamong ini bertugas sebagai
~emerintahan yang bertugas untuk menggerakk~n warga de a serta
mengkoordinasi staf yang lainnya. Di lihat dari istilatnya maka
',ia adalah orang yang dianggap sebagai sesepuh desa yang mengemban
~ugas dari beke}.
14
Gb. 1
Struktur Pemerintahan Masa Kebekelan
Bekel
l<ami tuo
Kepetengan Ulu-ulu Modi
F'ada tahun 1914 kebekelan dil;}anti menjadi kt::lurah n, dan hal
ini tentunya juga terjadi percmbakan struktur pemerin desa •
. Biasanya yang manjadi lurah adalah beke! sepuh dan yang
lainnya dihapus dan kemudian berhak untuk mencalonk n menjadi
: · perangkat desa. Dalam hal .ini luas wilayah kekua 1 ur·ah ' .
biasanya bertambah, karena daerahnya yang baru merupak n gabungan
1 dari beberapa kebekelan. Walaupun daerah kekuasaannya bertambah
• luas, namun Persamaan dengan itu Ctahun 1914) diadakan
raj an gar, :z.:i t i atau land reform, dan hal ini merupaJ~an
kebijaksanaan kesultanan dan sekaligus p•merintah ~wl oni al.
Penguasaan pimpinan desa atas tanah berkurang, ka tanah
menjadi hak milik perorangan. Di samping itu usat-pue.at
kekuasaan mu1ai beralih pada tiap individu · pemilik tanah
•meskipun warga desa masih tetap mengagungkan pimpinan
pada saat inilah sinar kekratonan memudar.
15
Gb.2
Struktur Pemerintahan Desa Masa Kelurahan
Lurah
Carik
--------- --------- ------------ --------- -------Kamituo Kebayan Kepetengan Ulu-ulu Kau /modin
--------- --------- ------------ --·------- ----·-------
: i i
Dukuh-·dL&kuh --- .. -··-·-------- ...... __ .. _
Sebelum tahun 1914 --atau sebelum kebekelan digan menjadi
lurah-- penguasa terakhir wilayah kebekelan di F'arakan
' adalah dari dinasti Ronogati CRonogati I, II, dan III>. Dari sini
terlihat bahwa kebekelan sifatnya turun-temurun, dan
sifatnya dipilih oleh rakyat --seperti yang diJel oleh
Raffles dalam bukunya History of Java, bahwa yang demokratis
hanya di pedesaa~6-- maka rakyat cenderung memilih
keturunan. Hal ini disebabkan oleh adanya pemikiran bahwa . ~~eturunan seorang bekel memiliki "naluri asli" untLk menjadi
.bekel. Selain itu juga warga desa enggan dengan keric &han yang
.biasanya muncul apabila terjadi penggantian
.desa lebih menyukai adany~ stabilitas sosial yang . Seorang bekel'biasanya selalu laki-laki dan pertama.
Apabila anak J~ki~laki pertama tidak mau, merantau ke aerah
lain atau meninggal ma~~ digantikan oleh adik lak'-lakinya.
16
.Biasanya seorang bekel itu akan berusaha Lantuk melahi kan anak
laki-laki. Apabila istri tidak bisa melahirkan anak laki-laki
maka ia bisa kawin lagi agar mnedapat anak laki-laki. Hal ini
:bisa terjadi karena kedudukan seorang bekel menyangku masalah
penguasaan sumber daya sehingga ia akan agar
iketurunannya yang bisa menguasai lagi.
Bekel sebagai penguasa wilayah dan sekaligus sum er daya,
~tentunya memiliki kekuasaan yang besar dan hal ters but akan
terus dilestarikan --termasuk melalui keturunannya. Dal m hal ini
1 ~eorang bekel selalu berusaha agar keluarganya menjad lapisan
i•lit desa. Secara struktural warga desa blasa cend~ru1g selalu
~erada di kelas subordinate, sehingga mobilitas vertika sifatnya
~amban bahkan cenderung tidak terjadi. Hal ini Juga isebabkan
~leh pandangan warga biasa itu sendiri, yaitu mengang ap bahwa
kelasnya kurang pantas untuk menjadi lapisan elit • Mereka
~enganggap bahwa untuk mengurusi kehidupan sendiri s ja masih
~ulit apalagi mengurus seluruh warga desa.
Setelah tahun 1914, atau tepatnya pada saat erjadinya
raJangan siti atau land reform --yang dilakukan oleh sultan dan
juga atas desakan pemerintah kolonial-- kekuasaan b at as
•umber daya mulai berkurang. Kcndisi ini terjadi kar warga
~iasa telah menguasai hak milik atas tanah secara p rorangan.
' ~rogram raJangan siti tersebut berakhir tahun 1918 semua
~arga telah mendapatkan haknya masing-masing. Kebijaks naan ini
.• ecara jelas membawa konsekuensi legis, yaitu beberapa. perubah~n
•osial. Setelah berlakunya pemilikan tanah maka massa d sa t~lah
~emiliki po~er yang memb~rinya ruang gerak. Mereka memiliki
17
~k~sempatan untuk melakukan .mobilitas vertikal atau mobilitas
kelas. Selain itu adanya pendidikan, juga telah
~'esemp~tan pada massa det:>a yang tel C:'\h memi l·i ki
emberikan
ah untuk
:membiayai generasi usia sekolah. Akibat dari keadaan in' tentunya
' mun c: ul kesempat~n untuk bisa menembus sektor great tra ition
<pusat pertumbuh~n kebudayaan) walaupun harus menemui
dan harus kembali lagi ke alam litle tradition.
'esulitan,
Pembagian tanah tersebut didasarkan atas juml h kepala
keluarga yang ada, sehingga setiap keluarga ~endapatkan hak yang
be~'el sama atas tanah. Dalam hal ini tidak mustahil
': tentunya ak.:1n mengambi 1 ~~esempatan agar· penguasaan s sumber
daya tetap terbesar. Ternyata memang demikian, menurut 'nformasi,
bekel tersebut dengan segera mengawinkan anaknya yang c:ukup
. :umur agar· mendapat bagi an tanah. Sel ai n i tu i a j 1ga tel ah
mengakui atas seJumlah tanah untuk diberikan anggo~a
keluarganya. Hal demikian ini juga terjadi pada perangkat
kebekelannya. Alhasil warga desa tetap sebagai
penguasaan tanahnya lebih kec:il dari elite desa
demikian bukan berarti pihak warga biasa
situasi yang menguntungkan tersebut.
Selain itu bekel dan perangkatnya
tidak
gan yang
-walaupun
anipulasi
pe 1 un gguh dari sultan sebagai gaj i , dan yang pensi.un
: ,mendapat hak pen garem-arem ---hal i ni sudah c:\da jaman
kerajaan Hindu di Jawa masih Hidup-- dengan demikian posisinya
itetap berada di lapisan atas terus. Sampai sekarang hak tersdebut
!masih dilakukan, dan tampaknya gaji berupa tanah it 1lah yang
:sampai sekarang menjadi perebutan dalam suatu suksesi.
Pada tahun 1960 program land reform --yang membatasi
18
pemilikan tanah agar tidak lebih dari 2 ha-- juga dila~ukan oleh
:peme,~intcah Hepublik Indonesia. Ternyata dalam hal i ni juga
; t.er·jc\di manipulasi, yaitu t-1arga desa dan pamcmg,d dengan
'segera mendaftarkan tanahnya yang luas atas nama anakn a sehingga
tanah yang dirancanakan untuk membantu golongan miskin kurang
berhasi 1.
Program raJangan siti yang dilakukan pada tahun 1 14 - 191S
tampaknya membawa perubahan yang sangat besar
peti.11ni. Mereka mulai memiliki NpowerN secara
bukan berati mereka tidak tunduk pada kekuasaan
Dalam hal ini kekuasaan elite desa masih kuat,
,pengagungan elite de&a masih berlangsung.
Perkembangan selanjutnya dari tahun ke tahun
bagi
namun
an · desa.
tradisi
tentunya
pemi 1 i kan tanah i tu berubah. Hal i ni di sebabkan ol •h adanya
· per·tambahan pendudul~ sehingga 1 ahan per·tani a-. harL.IS
terfragmentasi. Adanya pemecahan tanah menjadi serpiha -serpihan
tersebut menjadikan banyak warg~ biasa semakin
·Oleh karena itu golongan ini menjadi tergantung
tanah.
pemi 1 i ~'
tanah. Setelah tanah terfragmentasi sedemikian hebat paJa abad ke
20 ternyata golongan elite desa masih bertahan sebaga pemilik
tanah yang ter 1 uas. H<al i ni membu~'ti kan bahwa pad a masa al unya i a
memang sebagai penguasa tanah. Kondisi tersebut sec ra jelas
melesta~ikan kedudukan elitu desa sebagai superordi ate d~ri
warga biasa.
Keadaan di atas menunJukkan bahwa1 proses pemisk nan kaum
tani non elite t.erjadi lebih ~epat dari pada elite desa Hal ini
menjadikan massa tani mencari alternatif lain, yaitu b kerja di
19
tetangganya yany masih memiliki lahan yang luas. dengan
mengandalkan faham harmoni sosial --yang melatarbelaka1 gi sistem
ide manusia Jawa-- mereka meminta tolong pada tetangga ya.
Fase-fase tersebut menurut Geertz menjadikan terjadinya
involusi pertanian.Geertz menjelaskan bahwa massa tani tidak bisa
melemparkan dirinya pada sektor di luar desanya, karen terbentur
pada batas areal perkebunan 7 • Oleh karena itulah enjlimet~n
sosial terjadi pada sektor sosial seperti sewa-meny
gotong royong, dan pengerahan tenaga kerja
~anah,
menjadi
berlebih. Memang benar apa yang dikatakan oleh Geertz, assa tani
Desa Parakan tidak bisa mengembangkan sayapnya untuk membentuk
saw.:.~h baru.
Seben~rnya jika dikaitkan dengan kultus .harmon· --yang
melatar belakangi sistem gagasan manusia Jawa-- m ka akan
terlihat sisi lain, dan faktor yang dinyatakan Geertz merupakan
faktor yang mendasarkan perkembangan jaman --karena mem~ng metoda
penelitiannya dilakukan secara diakronis dan sinkroni •. Selain
; i tu pandangan Geertz --dalam bukunya involusi
.. cenderung menggambarkan bahwa involusi itu merupak n produk
perubahan ekosistem yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk,
perubahan dari sawah ke perkebunan dan fragmentasi laha1 --karena
memang ia berangkat dari sudut pandang antropologi kologi--,
11armcmi. faktor kultus harmoni sebenarnya Juga merupak~n
faktor yang sangat besar pengaruhnya dalam terjadinya involusi.
Pada masa pra kolonial kultus harmoni sosial telah m mbelenggu
dan mem.:a~mai J~ehi dupan sosi al di ped~?saan. vJar·ga yang
bermula dari suatu keluarga kecil tentu~ya telah m nempatkan
20
harmonmi scsial pada peringkat. teratas dala~ kehidup n sosial.
i Hal ini penting karana pada fase berburu dan meramu diperlukan
koordinasi yang harmonis agar mampu bertahan hid Pad a
perkembangan selanjutnya --setelah menjadi multi fami y group--
~wl tus har·moni itu telah tet-1 estar i kan proses
sosialisasi. Di ~amping itu massa tani pada masa seb lum tahun
1912, mas~a tani yang ada di pedesaan tidak memiliki t nah. Oleh
karena itu ketergantungan kepada sang penguasa <ra a> sangat
kuat. Keadaan ini sekaligus merupakan proses procreation --jika
bisa disebut demikian-- dalam pembentukan sikap harm
penguasa dan ka~ula alit atau antafa golongan kaya dan miskin.
Proses sosialisasi yang akhirnya menjadi sist gagas>an
kolektif itulah yang sebenarnya menjai faktor terpen ing dalam
terjadinya pr·oses invo~usi~ •:~onsep ~~eselarasan antara a~1ad gE;de
dan Jagad cil.;k9 menjadi senjata untuk melakukan adaptasi
terhadap ekosistem yang --seperti digambarkan oleh Geertz-- telah
berubah. Massa tani yang dahulu~ya tidak memiliki t·nah --dan
membentuk suatu struktur kekomunalan yang khas-- kemudian menjadi
pemilik tanah dan akhirnya terfragmentasi 1 lalu terjadi labour of
intensivication, menjadi terguncang karena desakan penduduk.
Berdasarkan sistem gagasan yang tel~h melatarbela~angi peta
kognitifnya mereka kembali ke bentuk lampau, yaitu ke ~ekomunalan
yang telah terjadi pada masa ketika pemilikan tanah belum ada
atau masih dikuasai oleh raja. Berdas~rkan bentuk itulah mereka
menjadi mapan, walaupun harus mengalami involusi seper i yang di
gambarkan Geertz.
Massa tani di De~a Parakan dengan e;endir·inya
21
· memp~rboleh~:an sawahnya untuk dikerjakan oleh orang 1 --yang
akhirnya menjadikan tenaga kerja di sebidang sawah san ban yak-
- sebab jika tidak maka keharmonisan sosial akan terga
,yang tidak membantu orang lain --dalam kasus pengolah n tanah--
secara pasti akan dikucilkan secara sosial dan orang tersebut
bisa tidak survive, selain itu bisa saja massa tani lai~nya akan
merusak sawah miliknya.
Seorang petani tidak mungkin akan menggarap tanahn a secara
individual dan untuk kepentingan pribadi belaka.
dalam masyarakat it~ ada berbagai lapisan sosial maka ia harus
membagi-bagikan rejekinya ( shared poverty> pada orang ain. Hal
ini secara Jelas memang tidak menimbulkan akumulasi m dal pa~a
:tiap individu, tetapi yang terjadi adalah akumulasi ke armonisan
sosial. Kasus ini menjadi cocok dengan konsep limi ·ed goods
premise, karena orang yang kaya dan tidak mau emberikan
bagiannya kepada orang lain akan dianggap sebagai orang yang
merebut hak orang lain. Jika anggapan ini sampai menimpa
seseorang maka situasi disharmonis akan terjadi, dan ini tidak
dikehendaki oleh warga desa.
Apa· yang dilakukan oleh warga desa dalam enghadapi
perubahan ekosistem secara jelas bisa dikatakan telah mencapai
titik yang optimal --walaupun tidak terjadi akumulasi kapital
~ehingga kehidupannya termasuk minimal. Apabila warga de-a tidak
melakukan penjli1oetan sosial maka segala tindakan yang sifatnya
individual akan hancur karena ia berada pada titik yang minimum
--walaupun bisa turjadi akumulasi modal.
Seperti yang terJadi pada tahun 1942 atau tepatnya ada masa
~endudukan Jepang. Warga desa Parakan banyak yang dip~kerjakan I
22
di luar daerah. Saat itu yang memobilisasi massa adal h lurah,
dan semua orang takut atas perintah pimpinan desa. 01 h karena
kekur·angan tm1aga ker ja ma~(a si tuasi sosi al l]gu, dan
sebagai pemecahannya warga desa membantu keluarga ang kaum
laki-lakinya dipekerjakan oleh Jepang. Kaum tani terseb 1t bekerja
.secara krubutan <seperti gotong-royong) berdas.:lr .. kan er-mi ntaan .,
keluarga yang kaum laki-lakinya terlibat dalam kerja pacsa. Dalam
hal ini jelas perilaku krubutan merupakan stratagi adap asi yang
dilandasi oleh sistem gagasan tentang harmonisme. Apabi a mere~a
,tidak melakukan cara tersebut maka kelaparan akan mel nda Desa
'Parakan.
Menguatnya ikatan sosial berdasarkan kultus har 1oni juga
terjadi pada tahun 1918 an --pada periode 1830 - 1940 konsumsi
karbohidrat di Pulau Jawa berkurang akibat menurunya penanaman
. 1 (I pad1 -- warga desa Parakan mengkQnsumsi nasi dicampu · kacang,
jagung atau ketela pohon. Sebagai upaya untuk mengata i mereka
membentuk suatu perkumpulan dusun yang tujuannya untuk mengatasi
musibah seperti yang sedang terjadi. Dalam perkumpuan i u mereka
.memberlkan iuran yang tujuannya untuk membantu kelu rga yang
kek1.1rangan. Uang atau padi yang terkumpul bisa dipi jam oleh
warga yang memerlukan, dan tentunya juga dikenakan b 1nga yang
.sangat keringan. Apabila ada sisa uang dalam kas aka uang
tersabut digunakan untuk membeli peralatan dapur. Tujuannya
,adalah agar warga desa.tidak membeli peralatan ters but jika
:hendak mengadakan haJat, cukup dengan meminjam ke perku 1pulan.
Pengaruh lain dari pemerintah kolonial lainnya --selain
pembagian tanah yang memb~wa perubahan b~sar-- adalah masuknya
23
uang ke pedesaan. Monetisasi intern segera terjadi sehingga
mentransformasikan sistem ekonomi timbal-balik menj di tukar
menukar. Menurut Karl Polanyi saat inilah kapitalisme sederhana
mulai merambah desa dan memberikan reaksi perubahan 11 . Di desa
· Parakan monetisasi tersebut menghadirkan aktifitas ek nomi off
farm.
Pada awal abad 20 an ada sebuah pasar --namanya Pon,---
di Desa Pendem Cdahulu kelurahan tersendiridan letaknya sekitar 1
'km dari dukuh Parakan, tetapi aekarang menjadi pedukJhan dari
desa Sidcmulyo> yang menampung kegiatan ekonomi off-far 1 penduduk
disekitarnya. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa siste 1 ekonomi
tukar-menukar berdasarkan uang telah merambah ekonomi ·ubsisten.
Sistem ini sebenarnya merupakan dampak dari kolonial·sme yang
mengenalkan ekonomi Barat yang mengarah ke sektor ekspo·t --yang
menurut Boeke menghasilkan dualisme ekonomi di Indonesi •
Pada masa itu --ketika pasar Pon masih hidup-- mertua
wanita seorang informan harue melakukan kegiat4n off-f rm untuk
memenuhi kebutuhan hidup senari-hari. Dia harus berjal n menuju
pasar Pendem setiap hari patiaranPon Ketika itu belum ~cia Jalan
beraspal seperti sek~rang ini, dia harus menembus hut n --yang
sebenarnya tidak begitu lebat-- dan harus membenankan k kinya ke
dalam lumpur di setiap jalan yang ia lampaui. Sesam ainya di
:pasar ia membeli kain tenun produksi masyarakat desa sekitar.
:Kegiatan itu dilakukan sebagai kulakan. Ketik~ hari pas ran jatuh
pada pahing, maka ia harus menelusuri lereng-lereng erbukitan
Menoreh yang terjal, menyeberangi sungai dan menembus h tan untuk
menc:apai f•asar Nangguran Cdi wi 1 ayah Kec:amatan Nanc;:~gul ar > • Wa~'tu
yang diperlukan adalah dua sampai tiga jam untuk mendaki
24
perbukitkan yang cukup melelahkan. Sepulang dari pasar Nanggulan
ia telah membawa s~jumlah benang untuk dijual kemb ~~epada
tetang~tetangganya untuk ditenun.
Pada tahun 1942 --atau tepatnya ketika Jepang m nggantikan
I kedudukan Ecelanda di Indonesia-- pasaran benang
Nanggulan habis dan tentu saja memberikan dampak pada
farm di pedesaan Parakan dan sekitarnya. Akibat yang p
adalah hancurnya pasar Pon dan sekaligus hancurnya pro
pasar
besar
tenun
lokal. Pada masa ini secara jelas sistmm perokonomian mereka
terguncang, dan kasus ini merupakan peristiwa kedLa kalinya
setal ah hc:mcurnya pasar •o i won di DE.H::..a Bat.l.lr· < sebel C:\h l i mur de1sa
Para~~an>.
Sebagai Alternatif untuk mempertahankan kehidup n ekonomi
mereka harus barjualan di tnmpat yang lebih jauh, y pasar
Cel ereng c:li D£;)!;.:·, Send.-angs.ad.. ,J.::\rak yan<;;l han .. 1s di ten puh untuk
mencapai pasar tersebut sekitar 3 ~ampai 4 km. Pasar tersebut
telah didirikan pada tahun 1915 an oleh Noto Pradanto, an sampai
sekarang masih menopang kehidupan off-farm warga desa P·rakan dan
sekitarnya.
2. Sejarah Pendidikan dan Transportasi (1930 -1980)
Sejarah sosial lainnya yang. sangat panting arti ya dalam
perubahan scsial adalah sejarah pendidikan dan transpor·asi. Pada
tahun 1917 an wa~ga desa Pa~akan telah banyak yang ekolah 12 •
I Mereka adalah yang berasal dari keluarga elite desa.
mereka menyekolahkan anaknya dengan tujuan agar kacek <berbeda)
dengan warga desa biascii\ • .Selain itu juc;:Ja agar bisa 1eneruskan
25
kedudukan orang·tuanya sebagai elite des~. Rata-rata usia sekolah
yang masuk ke tingkat dasar adalah umur 8 - 9 tahun.
Warg~ desa Parakan harus bersekolah di Pengasih --jaraknya
kurang lebih 7 km-- yaitu sekolah ongko loro <angka dua>. Sekolah
1ini hanya mendidik murid selama lima tahun, yaitu dari celas satu
sampai lima. Anak-anak kaum elite desa yang sekolah di Pengasih
harus berangkat pagi sekali dengan membawa obor dan pul ng sore
hari. Keadaan ini berlangsung terus ~amapi mereka lulus sekolah.
Pada umunnya setelah lulus sekolah mereka .kembali desanya
untuk menjadi pe~ani dan sekaligus menjadi el-ite desa - dalam hal
ini menjadi pamong desa.
Pada tahun 1930 di Desa Kutogiri Csekarang dukuh Parakan>
dibangun sebuah sekclahan untuk tingkat dasar, namany sekolah
Kawulo Kasultanan. Sekolah ini hanya sampai kelas tiga dan jika
rakan meneruskan harus ke sekolah ongko loro di pengas h. Letak
sekolahan ini persis di muka kelurahan Kutogiri d hulu dan
.bentuknya Joglo. Jumlah murid yang ikut sekolah berkis r antara
30 sampai 40 orang. Untuk bisa sekolah di tempat tersebut
~tidaklah harus anak seorang elite desa -·-seperti pad sekolah
1 ongko loro-- tetapi warga biasa pun bisa ikut men'kmatinya.
Pembangunan sekolahan ini adalah atas prakarsa pihak ~esultanan
yang ingin memajukan rakyatnya.
Guru yang mengajar di sekolah Kawulo Kasultanan tanya dua
orang dan menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantarnya. Dua orang
guru tersebut berasal dari Nanggulan, dan yang masih ad di Desa
Parakan sekarang ini adalah Mangun Dinoto Csekarang pensiunan
kepala sekolah SD>. Dua orang guru tersebut berjuang dalam bidang
pendidikan dengan kesederah~naan prasarana yang ada, yaitu hanya
26
dengan satu ruangan saja. Murid-murid dari kelas satu ampai t~ga
berada dalam kelas yang sama dan mereka diberi teri yang
berbeda dalam saat dan ruang yang sama.
Kesadaran warga desa ternadap pendid~kan semakin ·inggi dan
bersamaan dengan itu semakin meningkat pula prest se sosial
berdasarkan tin~kat pendidikan. Hal ini bisa dili dengan
banyakhya murid yang mendaftarkan di sekolah tersebu --setiap
tahun yang masuk berkisar antara 30 - 40 an anak per k las. Dalam
hal ini terlihat jelas bahwa orang tua mendambakan se dari
sekolah tersebut, bisa jadi dalam bentuk mobilitas ver ikal atau
bahkan orientasi ke kota juga semakin tinggi. Keadaan ini semakin
1 meningkat ketika sekolah Kawulo Kasultanan diganti menjadi
Sekolah Rakyat yang kemudian menjadi Sekolah Dasar Csa pai kelas
sekolah Kawulo Kasultanan menjadi petani lagi karena t"dak bis~
menembus sektor great tradition 13 •
Kebutuhan akan sekolah memang betul-betul tinggi, dan hal
ini terlihat ketika pada tahun 1949 gedung sekolah yang berbentuk
joglo dijual --oleh anak lurah Kutogiri periode 1918 1930.
Pendidikan itu tidak hancur begitu saja, tetapi mereka . berpindah
ke rumah Joyo Widagdo ~ana~ lurah Kutogiri periode 1931- 1934).
Di tempat yang baru lni sekolahan tersebut bertahan sam ai tahun
1980, dan setelah itu mere~a pindah untuk menempati ge ung baru
di belakang rumah kepala dukuh Parakan. Gedung Baru ini dibang~n
lbersamaanh denQan pembuatan jalan yang masuk ke dukuh Parakan. '
Sa at itu pemborong tiangunan SD Kutogiri kesulit n untuk
mengangkut material bangunan, sehingga ia harus membancun Jalan
27
.terlebih dahulu. Pemborong tersebut membangun jalan d ri batas
• dukuh Parakan <Sawahaking> sampai ke depan SD Kutogiri, s~d~~Qkan
jalan yang masuk ke Desa Sidcmulyo sampai ke Sawak"ng telah
berlangsung sejak tahun 1975 --pembangunan jalan Wat~s
Sampai Sawahaking.
Adanya sarana transportasi dan pendidikan yang kin baik
.tentunya juga membawa perubahan yang cukup besar di dal m segala
bidang. Setidak-tidaknya crientasi warga desa terhajap great
tradition semakin tinggi sehingga banyak warga yang melakukan
mobilitas fisik ke luar daerah. Oleh karena mereka semacin mobil
maka dalam mengkonsumsi kesan yang didapat di luar daer hnya juga
semakin banyak. Hal inilah yang setidak-tidaknya turut berperan
:dalam perubahan sosial di Desa Parakan, khususnya perub han dalam
isistem gagasan mereka. !
Perubahan ekonomi tentunya juga terjadi karen
baiknya sarana transportasi, hal ini juga sangat memban u sektor
' pekerjaan Off-farm. Adanya transportasi yang mudah berarti
,mempersingkat waktu yang harua ditempuh untuk men pasar
Celereng. Apabila dahulu mereka harus berjalan selama - 3 Jam
maka sekarang hanya beberapa menit saja dengan kendar umum.
Selain itu semakin banyak pula pedagang dari luar yang
mengambil komoditi dari Desa Parakan, sehingga petani y ng hendak
menjual hasil pan~~nya tidak harus meninggaslkan desa Akan
tetapi hal it4 bukan berarti tidak ada petani yan . menjual
secara langsung ke Pasar C~lereng. Hal ini bisa karen a
selain menjua~ h~sil komoditi mereka juga membeli bar ng-barang
:kebutuhan hidup.
28
3. Sejarah Sukse!ii Kepemimpinun < 1914 - 1986)
Sejarah suksesi di Desa Pa~akan Cdahulu Kelurahan Kutogiri>
erat kaitannya dengan sejarah suksesi Desa Sidomulyo --karen a
pada tahun 1947 terjadi penggabungan antara Kelurahar Kutogiri
dan Kelurahan Pendem-- sekarang ini. Selain itu erat pula
kaitannya dengan sistem kekerabatan yang mel.tarbelaka
itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena kelompok elit desa pada
masa sebelum tahun 1914 telah mensosialisasikan k turunannya
untuk melestarikan sistem kekerabatan sebagai
pendukung. Jadi pada dasarnya sistem kekerabatan
struktur birokr~si pedesaan --yang bisa dikataka
politik
endomi nc\Si
modern-
tradi si cmC~l-~- ye:·u'lg ber 1 atarbel a~'.:mg kebuclayaan C\l;}r·ar i .
Pada tahun 1914 Kelurahan Kutogiri dipimpin ole
III, dia adalah bekas bekel di Parakan yang menjab
tahun 1914. Setelah tahun tersebut ada pergantian dari
menjadi keluraban. Fungsi lurah dan bekel pada
kurang lebih sama ~-yaitu pengumpul p•Jak-- yang berb
Ronogati
sebelum
~'ebe.,el an
kol onj. al
adalah
luas daerah yang dikuasai. Lurah daerah kekuasaanya lebih luas
daripada bekel, karena wilayah kelurahan merupakan gabLngan d~ri
1 beberapa kebekelan.
Sebagai pembantu kelurahan dalam bidang pemerirtahan dan
administrasi, lurah dibantu oleh seorang ca~ik, pada masa itu
yang memegang adali~ Kardi. Dia adalah anak Ronogati III yang ke
empat. Kemudian sebagai kamituo adalah Cokrowirono, yang juga
anak Ronogati Ill, yaitu yang tertua. Selain itL
memberikan posisi untuk anaknya yang ke enam sebagai kebayan.
Pada ma~a itu jabatan seperti kamituo, keoayan, kepetergan, kaum
29
dan ulu-ulu jumlahnya bis~ lebih dari satu. Dal m hal ini
keluarga Ronog~ti III menempati tiga posisi yang sangat penting
di dalam des.:.-\.
Jabatan s£bagai carik, kamituo, kebayan merupak n Jabatan
vital karena mereka ada1ah penggerak pemarintahan memegang
1 urusan administrasi pedesaan <carik untuk penggerak i tingkat
pusat ke1urahan dan kamituo sebagai penggerak di tingk t dusun>,
selain itu juga menangani masa1ah pembanguan desa <kebayan>.
1 Di1ihat dari kasus ini tampak bahwa ada semacam manipulasi
kekuasaan, yang menjadikan dinasti Ronogati semaKin
1 api san· e1 i te desa. Wa1 aupun ada beberapa perangkat
tidak terjalin dalam hubungan keluarga bukanlah berar I
mengurangi kekuasaan dinasti Ronogati. Orang-orang
apan pada
yang
itu
bukan
ke1uarga biasanya se1alu diganti pada periode pe i1ihan
biasanya ada pemilihan·sete1ah lurah meningga1-- berikLtnya.
Mas a kepemimpinan Ronogat.i III sebagai 1 ur·ah hanya
ber l angsung sel ama empat tahun, yai tu d.:tr i t.::~hun sampai
1918. Akan teta~i sebelumnya ia telah menjabat
J adi ~~epemi mpi nan ··~~esel uruhannya cukup 1 ama, dan diganti
karena meninggal dunia p~da usia tua. Setelah ia
yang menggantikan adalah anak pertamanya. ian ini
, ber1angsung melalui pemilihan~ .tetapi kerena situas pol it i ~~
• telah dimanipu}asi sedemikian rupa oleh dinasti Rono~~ti, maka
yang terpilih Cokrowirono.
Pemerintahan Cokrowirono berlangsung dari tahun 19 8 sampai
1930. Pada masa kepemimpinannya sistem kekarabatan Juga mer~mbah
struktur peme•ri nt.:'atlan desa. abatan kami tuo sal ah satuny di pegang
30
6leh anak laki-laki pertama Cokrowirono, Joyoharjo. S lain itu
ada pula kerabat lainnya, yaitu anak Ronogati III yang ke enam,
,Sutod i me j o. Sel ai n i tu sebenar·nya me:\si h ada bt'?ber·.:~pa o ang yang
'masi h ter jal :in dal am rangkai an keker·abatar,, tet.api
,t. ida~~ jel as.
in cwmasi nya
1::.'.:1da a~d·d r tahun 1930, Cokr·owi rclf1C) merli nc;;Jgal ~ de:m i ganti kan
lagi oleh anak pertamanya, yang menjabat kamituo y~itu oyoharjo.
Kepemimpinan Joyoharjo ini berlangsung dari t.ahun 1930 1944.
F'ada ma!sa kepemi mpi nannya i a juga mel i bat~~an keni:\bat ya untu~'
duduk dalam struktur pemerintahan. Antara lain jo, anak
Cokrowirono ke sembilan atau adik lurah itu sendir sebagai
kamituo, kemudian <lura yaitu
Joyowidagdo,juga
lurah Joyoharjo
sebagai
pertama Joyoharjo
kamituo, dan juga adik kan ung dari
yang ber·nama Cokr·opawi ro menjabat
·kebayart.
menempati
memiliki
Tampaknya massa desa cenderung memilih
posisi penting. Tentunya dengan hal
harapan-harapann tertentu, yang
perlindungan atau kemudahan lainnya.
kera at
ini
mungki1
sebagai
untuk
Setelah Joyoharjo meninggal dunia maka emimpinan
sementara diteruskan oleh carik yang bernama Sastrodih rjo. Dia
sama sekali tidak memiliki Jaringan kerabat yang bisa mendukung
untuk membe~ikan posisi lurah dalam periode yang cukup lama. Oleh
karena itu ia hanya sempat memimpin selama dua tahun s Ja, yaitu
dari tahun 1944 samp~i awal 1947. Pada masa ini kelu·rga dari
dinasti Ronogati masih menempati beberapa pos yang ting dan
si ap untuk menggeser·· ~~edudukan Sastn::>cH har jcl yang bukan kerabat.
17 J am.lat· i 1947 ada penggabunga
kelurahan ·Kutogiri dengan kelurahan Pendem, sehingJa
31
ant.:tra
hart.ls
terjadi pergantian pimpinan desa. Oleh karena daerah kekuasaan
lurah menjadi semakin luas maka tentunya suksesi untuc wilayah
,yang baru menjadi lahan yang diperebutkan.
Kelurahan baru yang merupakan gabungan itu memi iki nama
Bidcmulyc, dan meliputi 14 pedukuhan, yaitu gabungan tujuh
dukuh dari bekas kelurahan Kutogiri, dan enam dukuh ri bekas
kelurahan pend~m. Oleh karena merupakan gabungan maka koh-tokoh
lama dari dua bekas kelurahan mempersiapkan gi untuk
memperebutkan kekuasaan. Calon yang diaJukan cukup banyak, yaitu
R.M. Mangkuatmojo Cbekas lurah Pendem>, Sukarjo, Jo owidagdo,
Selodimejo, Adnan, Dalhar, dan Pringgosuharjo. Semua :alon ini
adalah yang telah memenuhi syarat untuk dipilih.
Pr6ses pemilihan yang terjadi pada tahun 1947 ciri
demokratisnya, walaupun dibalik semua itu jaringan k•ker~batan
memainkan peranan yang sanga~ penting. Pada tanggal
1947 --atau satu hari setlah dua kelurahan disatukan-- diadakan
'pemilihan lurah. Rakyat yang hadir dikumpulkan an rumah
penduduk yang cukup luas, untuk memilih calon yang d andalkan.
Rakyat yang hadir itu merupakan wakil dari seluruh wa ga desa,
mereka mengirimkan satu orang untuk setiap sepuluh ruma
Setiap wakil berhak untuk m~ngaJukan calon, dan dalam
tangga.
hal ini
bisa jadi beberapa wakil mengajukan calon"yang sama. W kil yang
hadir pada saat itu sekitar 115 orang, selain itu juga dihadiri
oleh panitia dari kecamatan.
Persyaratan untuk diangg~p syah suaranya apabila 1 •bih dari
separuh suara yang mendukung~ jika kurang dari separuh aka yang
dicalonkan gagal dipilih. Sumua calon dikumpulkan, dan kemudian
32
maju se:\t.U pew·satu. Pi hc.~k pani ti a J'emudi an menanyakr;~.n ap kah cal on
yang maju kedepan itu disetujui, setelah pemilih m nunjuld~an
jari, maka panitia menghitung. Jika lebih dari separuh aka c:alon
berhak untuk menduduki jabatan lurah. Demikian seterusn a sampai
sejumlah c:alon lurah terkumpul.
Setelah c:alon lurah itu disetujui oleh wakil rakya , maka ia
dipersilahkan untuk duduk di kursi yang disediakan. Di belakang
kursi ada sebuah bumbung atau tabung dari bambu, yang digunakan
untuk menampung suara pemilih. Setelah itu para wakil pemilih
maju satu persatu •dan memasukkan lidi ke dalam yang
tersedia tanpa diketahui oleh c:alon. Apabila semua
memasukkan lidi, maka lidi yang ada disetiap bum ung itu
~ihitung, dan yang terbanyak yang menjadi lurah. Setelah ftu
~asih ada pemili~an lagi untuk perangkat desa dibawah lurah. Sisa
c:alon yang tidak terpilih menj~di lurah berhak untuk me,calonkan
1 agi sampai struktLtr' organi sasi pemeri ntahan desa terpen lhi.
Dri pemilihan tersebut R.M. Mangkuatmojo tidak berhasil sama
EH~kali tida~~ bisa mt?ndudu~'i jc.~batan pamong desa. A~::h· rnya ia
meninggalkan desanya dan pergi ke Yogyakarta untuk be~erja di
kepatihari <Pemda>. Sementara itu yang berhasil menja i lurah
adalah Sukarjo. Dia adalah c:uc:L dari Cokrowirono, ibunya bernama
Bunder, dan kawin dengan ~nak lurah Nabin --sebe um ada
penggabungan dengan kelurahan Pendem. Suaminya menjadi k bayan di
F'endem pc.~da per·iod&.'! 1950 ..... j.S'70, dan meninggc:\1 sewak .u masih
menjabat. Oleh karena itu Sukarjo mendapat pendukung < ari dua
tempat,
Kutogiri.
yait4 bekas kelurah~n Pendem dan bekas
Sement•ra · itu saingannya yang berasal dari bekas
33
·elurahan
el urahan
Kutogiri (dukuh Parakan sekarang>, Joyowidagdc anak d ri
lurah Joyoharjo kalah bersaing. Secara terus menerus ia
bekas
gaga!
menduduki posisi-posisi panting. Posisi yang pernah diincarnya
adalah lurah, carik, kepala bagian , <kabag> sosial, kabag
kemakmLwan, dan a~~hi rnya berhasi 1 menj adi · kabag ::eamanan.
Kegagalan tersebut menimbulkan kompensasi, yaitu ia berj tang agar
c.maknyc;; bi sa mel ebi hi keduc::tuf~an 1 urah. Memang benar akhi ·nya dua
orang anaknya berhasil menJadi sarjana, dan yang s tu lagi
mud a dan ada pula yang hanya SMP~ Unt ~~~ b iS,:\
menyekolahkan anaknya sampai sarjana, ia harus makan n si sato
hari satu kali, dan yang dua kali makan ketela pohon. Be·as hasil
panen sawahnya digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya,
~an setelah semuanya berhasil ia makan nasi sehari t'ga kali
l agi.
kembali kepada kepemimpinan Sukarjo, yang memimpin
selama 39 tahun yaitu d~ri tahun 1947 sampai ia mening
tahun 1986. Setelah Sukarjo maninggal perangkat desa
sama sekali tidak diganti, yang diganti hany~lah kepala
saja. P~ngganti Sukarjo adalah anaknya sendiri, dan
desanya adalah karabat dari ganerasi yang lebih tua
des~nya
pad a
ad.i~
des<l:lnya
r en:mgkat
dan bisa
di sebut deng.::m mi')ah. Anak sul,ar jo y.::mg ber·nama Agun masih
memi mpi n pad a t.ahun i ni., dan ~~eadaan i ni menun jukka, bahwc:1
dinasti Ronogati salalu tetap menjadi elite desa.
4. Sejarah Keorgani sasi an D.f!sa
Keorganimasian yang ada di dukuh Parakan '(dahulu k lurahan
k\..ttogi r i > sebelum tahun 1919 adalah sholawatan. ~egi at an
34
sholawatan merupakan kegiatan kesenlan agama Islam,
perkembangan periode berikutnya mengadakan kegiatan
tetapi organis~si kesenian ini seringkali berhenti
.berjalan lagi. Sekarang ini sholawatan telah
ang pada
A~~an
kemudian·
nti sama
sekali, karena peral~tannya rusak dan uang kas telah ha)is.
Pada tahun 1919, ada pula kegiatan perkumpulan
yang setiap selapan hari sekali mengadakan pertemuan.
tingkat pedusunan ini bergerak di bidang ekonomi
Setiap anggota diwajibkan memberi iuran sebesar 1
edusunan,
rganisasi
sosial.
ent, dan
digunakan untuk membeli perlengkapan dapur. Peralatan tersebut
akan dipinjamkan pada warga pedusunan yang mengadak n hajat.
ini dirasakan manfaatnya oleh warga
merek.:i tid.:~k perlu memb£!~li. bila meng.:.uiakan h<:U.::it .
. hal ini membantu kehidupan ekonomi warga desa. Sampai
kegiatan tersebut masih ada, dan hanya beralih
pedukuhan Parakan.
Organisasi besar juga muncul pada tahun 1930,
k<Jrena
sekara':lg
lada satu
PKN
<Pakempalan Kawulo Ngayoyokarto>. Organisasi ini be gerak di
bidang ekonomi-koperasi, politik dan kesenian. Anggotan sangat
·banyak bahkan hampir semua warga desa mengikuti PKN. Sa t itu PKN
'san~at popular dan seolah-olah menyambung benang yang terputus
antara kraton dengan rakyat. Pada masa ini rakyat s olah-olah
menemukan sosok kepemimpinan yang telah lama menjauh
Pad a tahun 1930 per~~wnpul c.'\n pedusl.1nan
imengembangkan aktifitasnya di bidang ekonomi,
dilakukan PKN. Tata-cara seperti ini akhirnya
i rakyat.
ikut
yang
bc.'.\ng dan
ditiru oleh perkumpulan kesenian yang muncul pada tahun 1930 an.
Kegiatan kesenian ini berada di pedukuhan Kutogir' (dahulu
35
wilayah kelurahan Kutogiri> sekarang. Acara y ng biasa
dipentaskan adalah Rethoprak, wayang orang dan srandul Kelompok
kesenian ini juga mengala~i perkembangan yang tid k lancar,
artinya untuk beberapa saat sering tidak aktif. Apab la sedang
' aktif biasanya berkaitan dengan adanya warga desa y ng hendak
menngadakan hajat seperti sunatan, atau perkawinan. cara yang
bi asanya di pentaskan dal am haJat t.en;ebut C:lntar·a 1 in waye:lng
orang dan kethoprak.
Pada tahun 1965, kegiatan kesenian tersebut erguncang,
karena ditempeli oleh LEKRA yang berafiliasi ke PKI. S orang
yang ikut kelompok tersebut banyak yang terlibat, pada ~er~ka
sama s~kali tidak tahu menahu soal polltik maupun komunisme.
Meskipun demU~ian bu~can ben:w·ti sr-:imuanya tid.::1~': tatu, tet;:1pi
memang ada yang terlibat secara politis, dan menurut informasi
orang-orang tersf?but. tel ah merli nc;;Jgal. Bett-:!1 ah kejc:ldi an i ni mul ai
munc:ul knen~ganan untuk menatt:~ kembc;d i keg i <.it:.::m yang tel ah kac:au.
Akhirnya kegiatan tersebut barhenti untuk sejenak, da1 sekitar
tahun 1970 .an --··-setelah situasi politis:; menjadi stc.1bi ······- mulai
munc::ul 1 ac;;Ji.
Selain organisasi keser.i an dan ekcmomi --s:.osi al , ada pula
kelompok keagamaan yang kegiatannya di bid.:mg engajian.
' Organi sasi i ni munc:ul pad~ tahun 1960 an cjan ban yak ber nggotakan
remaja dan anak-anak. Kegiatan ini sampai sekarang sih ada,
walaupun anggotanya hanya sedikit. Kelompok pengajian ini juga
tidak sec:ara terus menerus ada, tetapi sering pula a sen dari
dari per·edar·an.
Pada periode 1960 an perkumpulan-perkumpulan pol tik yang
merupakan partai resmi telah merambah desa secara · lu r biasa.
Pada masa ini kehidupan tradisional --yang sebenarnya jauh dari
.faham kepartaian yang merupakan ciri kehidupan barat-- itumpan~i
'oleh sektor yang sangat tidak tradisional. Kehidupan esa yang
'mendasarkan pada sistem kekomunalan tiba-tiba saja da suatu
lembaga modern yang disebut DPRKGR <Dewan Perwakil n Rakyat
Kelurahan Gotong Royong>. Lembaga ini mau tidak mau har 1s merubah
.sistem politik lokal. Semua warga seolah-olah dimb lisa$ikan
untuk ter·l i bat dal am si st. em kepartai an. Ban yak mere~'":\ y ng t ida~'
tahu-men~hu tentang partai tiba-~iba saja menjadi wakil rak~at di
DPRKGR. Situasi konflik pun muncul, dan hal ini jelas
mengganggu tatanan ko~unal pedesaan. Konflik ini munc tl karena
Jtidak ada kesempatan untuk mengadaptasikan organisasi yang ada
agar sesuai dengan sistem Sosial. Tampaknya organisasi di bawah
naungan PKI cukup bisa diterima, khususnya di kawasan Kutogiri.
Walaupun demikian mayoritas penduduk tetap memihak ada PNI,
sebagai partai milik pemerint.ah. ' '
Setelah peristiwa 30 September 1965, keorganisa·ian desa
;porak poranda, semua orang melepakan di~i dari o ganisasi
'organisasi yang ada 14 • Mereka yang masih bertahan h~nya dari I
kelompok keagamaan saja. Setelah masa yang tidak jelas an kacau
terlewatkan, maka mulailah bermunculan kelompok-kelomJok lokal
yang sama sekali tidak berbau politik.
Pad a akhir t.ahun 1965 an nwncul suatu kegiatan JO:\ru yang
bergerak di bidang pertanian, dan yang pertama kali mun ul adalah
kelompok buru bajing. Kelompok ini kemudian berkemban menjadi
kelrnnpok krubutan macul pada tahun 1975-an. Setelah ~:?rkembang
semakin luas akhirnya kelompok tersebut dibagi menjadi ua, yaitu
37
sebelah Timur sungai dan sebelah Barat Sungai. KelompJk-kelompok
pertanian ini akhirnya diresmikan menjadi suatu organi asi resmi
di bawah pemerintah pada tahun 1983, yaitu kelompok ta i. Setelah
itu organisasi ini menjelma menjadi Kelompencapir,
anjuran Departemen Penerangan melalui juru penerang.
38
tas dasar
BAB IV. SlSTEM SOSIAL DUKUH PARAKAN
1. Si stem Scsi al Ekonomi Pede!~aan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem ekonom·
adalah ~istem ekonomi sederhana yang mencakup tiga asp
timbal-balik <reciprocity>, barbagi <red~stributfon>,
menukar· Tiga aspek tersebut membent
pedesaan
yai t.u;
tatanan
perilaku yang mampu mengintHgrasikan hubungan antar individu.
Peri 1 aht t i mbal···bal i k memiliki beberapa ciri yaitu
adanya per·geseran bar·ang at.au j.-asa dari S(?S£~ot-ang ~~e ng 1 ainr.ya
secara seimbang dan bergantian. Misalnya; penggunaan t naga kerja
di luar keluarga untuk mencangkul sawah milik pribadi, tanpa
imbalan berupa uang. Bebagai bal~s jasanya, yang
meminta tolcng akan memberikan jasanya p~da'orang yan menolong
'dengan perimbangan yang kurang lebih sama. Perilaku ini
jug;:, ber 1 a~w pad a pembuatan rumah -·-khu&LI.sny<.i r·umah tradi si onal-
di mana mereka melakukan secara gotong-royong. Tata cara
semac:am ini ser·ing disebut dengc.·m :."ambatan.
Dalam perilaku berbagi tampak adanya pusat-pusat tertentu,
yaitu ada pergeseran pemilikan dari luar ke pusat dan k~mudian ke
~uar dari pusatnya. Misalnya; seorang petani yang berla1an gurem
bekerja pada petani berlahan luas pada musim tanam -·-bi asanya
wanita-- dengan harapan untuk menerima beberapa ikat pa·i keti~a
musim panen tiba, biasanya satu pocong <5 kg>.
Ad c.~ pula peri 1 a•m , rpembagi dal am bentu~' 1 ai n, yai t .t membagi
penggunaan lahan pertanian. Pemilik tanah yang luas Clelih dari 1
' ha) biasanya akan memberikan sebagian tanahnya pada o ang yang
39
tidak mempunyai tanah --hal iGi merupakan suatu kewajib~n so~ial-
dengan perjanjian yang secara adat telah disepaka i. Untuk
jenis tanah sawah pembagiannya adalah maro~ dan un .uk tariah
tegalan mertelu. Dalam maro ini pemilik tanah be hak atas
setengah hasil panen, dan ~etani penggarap yang
bibit, pupuk dan sarana produksi lainnya. Demikian halnya
dengan mertelu, si pemilik tanah menerima sepertiga pan en
dan yanq duaper ti ga untuk pr:mggarapnya. ini
• adanya suatu pemilikan yang berupa jasa yang mengalir k~ pemilik
tanah --sebagai pusatnya-- kemudian dari pemilik tanah mengalir
1 pula pemilikan berup~ untaian padi yang diberikan pada si
i penanam. I
Dalam perilaku tukar-menukar ciri yang menonjo adalah
I
adanya pergeseran pemilikan dari individu yang satu ke yang
seor·a 19 petarli
yang hendak menanam padi kehabisan benih, kemudian i meminta
pada tetangganya beberapa kilo gabah berdasarkan
tertentu. Bisa jadi transaksi tersebut langsung dal m bentuk
setelah panen. Ada pula prinsip tukar menukar antara ua g dengan
tenaga kerja. Hal ini biasanya berlangsung pada o ang yang
memiliki lahan yang luas, yaitu dengan mempekerjakan or ng untuk
. menggarap tanahnya dengan upah Rp 1000,00 perhari kerja dan Jika
meminta orang untu·~~ Tl ge Juku <membajak> maka Pf:?ngg r·ap akan
menerima Rp 20(10,00 per hari kerja. Sel c.'li n itu peril ku pas.:1r
juga terjadi di dui<Lth par·a~'an, k.:.'lrena di 1:>ana ada &t?bu ·h waru:ng
1 --lokasinya di Sawah Aking, pedu~uhan Karang asem dan warungnya
40
:j
berada diperbatasan dukuh tersebut dengan Parakan- temp at
tarjadinya tukar-menukar. Barang-barang yar1g disediakan di warung
tersebut biasanya berupa barng yang dibutuhkan oleh m syarakat,
seperti garam, pupuk, beras, gula dan lainnya. Arti ya dalam
tukar menukar ini terlihat adanya arus b<Jlak-balik b rdasarkan
nilai tertentu.
Menurut Karl Polanyi prinsip tukar-menukar sepert di at•s
merupakan ciri dari kapitalisme sederhana di pedes an, yang
:biasanya dicirikan pada tipe pasar 16 . Di Parakan juga terdapat
'empat orang bakul yang menj~al barang dagangannya . ke Pasar
Celereng. Komoditi yang diperjualbelikan adalah tempe, dan gula
1 jawa. Untuk bakul tempe, biasanya mereka memproduksi se diri dan
setelah itu dijual --produksi subsisten--, sedangkan un uk bakul
gula mengambil gula di produsennya yang letaknya j uh dari
Parakan --di Kokap dan daerahnya bergunung serta m mbutuhkan
waktu sekitar enam jam perjalanan pulang-pergi-- dan .=ebelumnya
telah menitipkar1 uang terlebih dahulu. Semua
Perilaku ekonomi sederhana ini tampak sebagai tat nan sosial
yang mengintegrasikan masyarakat desa yang secara 'ndividual
memiliki latar belakang sosio-ekoncmi yang berbeda Mereka
terint~grasi ke dalam suatu struktur sosial yang sifatn a khusus,
yaitu "struktur ko~unal pedesaan'' yang secara jela berbeda
de~gan struktur masyarakat kota. Hubungan-hubungan anta individu
.di dalam struktur komunal ped~saan itu berupa benang-berang yang
:tidak tampak yang sifatnya personal dan dilandasi ol h ikatan
emosional. Mer~ka tergantung satu sama lainnya dan membentuk
suatu kebersamaan ekcnomi yang didasarkan atas kebersam·an hidup
di atas lingkungan geografis yang sama, persamaan j nis mata
41
pencaharian, dan beberapa diantaranya berdasarkan keke abatan.
~i dalam struktur komunal pedesaan yang terkandu1g prinsip
pertukaran so~ial tentunya juga dilandasi oleh atu·an moral.
Aturan ini setidak-tidaknya mempengaruhi tingkah lahu pada tiap
individu pendukungnya, yang akhirnya menjadi gagasan kolektif.
More.'\ I i tas tersebut eksi stensi nya di mani ·fetasi kan da am bentuk
hubungan antar inidividu secara ekonomi, sosial da politik.
Hubungan-hubungan yang ada di dalamnya mewududkan su tu sistem
, jaringan sosial kehidupan masyarakat desa.
Jaringan e~{onomi yang tampak pada masy.:u·akat D.uhu F'arakan,
Des a Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kabupaten F'rogo
terlihat secara jelas dalam kehidupan sehari-hari. cont.oh
misalny.:.q kurang lebih jam 07.00 pagi orang telah
berangkat ke sawah. Mereka bertemu dengan rekan-r kan petani
--baik yang berhubungan darah atau tidak-- di sawa1 masing-
masing. Di da~am pertemuan itu seringkali mereka mengajak ternan-
temannya untuk mengerjakan secara bersama-sama <sambat-~inambat>.
Biasany~ setelah selesai menggarap satu lahan akan
berpindah ke lahan lain untuk membantunya. Di sini sekali
mereka membentuk suatu Jaringan sosial ekonomi dal m bentuk
t.imbal-balik <reciprocity> dan kegiatan tersebut a rout itte
dan dilandasi oleh keterikatan untuk membalas.
Aktivitas sosial semacam itu telah ada sejak be·abad-abad
'yang lalu. Menurut Gertz sambat-sinambat telah aca sejak
.terbentuknya pola hidup menetap, dan dalam hal terjadi
meningkat karena adanya tanah garapan yang --diserahkan pada para
pc.'\rH]f:H"all khu!:~usr;y.a penguasa l ol~.::~l-- .. ·-1 uas; sekal i. l'k:reka i dak bi sa
meng~~r· jc:,kan !::;end:i;··i, sehi ngg<."' har .. us mt':!f'if;)<;"..JUnak.::ln t.E'!I"h'i:\~]a ain untu~~
membantunya.
t. i mbal--ball i k
Dal.am hal ini memang tidaklah mutlal· prinsip
So!:\j:a, tetapi bisa juga berbagi atau
Prinsip tarsebut bisa dikatakan sebagai akibat kalangka n tenaga
kerja, sehingga mereka membentuk suatu kegiatan yang sifat.nya
l:omunal.
Pada tahun 1942 - 1945, atau tepatnya pada jaman
,Jepanq, ketika banyak penduduk Dukuh Parakan <saat
enjajah.:m
masih
kelurahan ibu kota Kutogiri) yang dipekerjaka~ sebagai omusha ke
luar daerah, kegiatan pertanian komunal --berdasarka pr· i nsi p
timbal-balik-- meningkat. Hal ini disebabkan oleh ~elangkaan
tenaga kerja pertanian, sementara mereka membutuhkan kecukupan
akan pangan. Oleh kareria tenaga laki-laki berkurang ma~a merek~
saling membantu tatangga atau saudarany~. Mereka mancan
orang lain yang sedang bertugas sebagai romusha atau o
capai setelah ik4t kerja paksa. Kegiatan bersama
1 ah.:111
yang
disebut
krubutan, yaitu sec,ra berama:i-ramai mengerjakan sebid ng tanah
baik sawah atau tegalan.
Oleh karen a
'maka aktivitas
kegi C:\tan tf:?F'S£'-i'bl.lt
ekonomi timbal balik
di ra£:..:,kan tr an f.:~ c\ t n ~~a
per·tani an
diorganisir. Hal ini menjadikan sistem sosial tradision 1 berubah
sifat manjadi formal, dan
spontanitas komunal.
tidak dil<.'\Ddi::\Si Dl€·?tf perasae~n
Pengorganisasi~n aktivitas gotong-royong tersebut, kurang
lebih pada tahun 1965, yang ditambah dengan kegiatan berburu
tupai Cburu bajing>. Berdasarkan kesepakatan tertentL anggota
43
..
kelompok yc.'ll'ii;J jumlahnya 1~) or·ani] men~;;JE~r·.:ic:•kc:in s:>ii:ilf,IC:Ih .:1t. tegalan
salah satu anggota. Pamilik tanah yang meminta bantuan mamberikan
uang sebesar Rp 200,00 --pada tahun 1965 pembayaran ebesar Rp
50, 00··- .. - kepada sejuml ah cw.:mg yanq mengl]i~u-,:\p Uang
tersebut tidak masuk ke kantong masing-m~sing pengga tetc:.pi
masuk ke kas kelompok. Tampaknya ha~ ini merupakan yang·
mungkin bisa dikatakan mampu mengatasi tidak'terjadiny akumulasi
' modal. Mt:mgapa bisa mengatasi? Karena biaya yang ikeluarkan
oleh setiap individu pemilik tanah untuk mengongkosi t naga kerja
berkurang --jika dibandingkan dengan prinsip tukar-m nukar mur-
ni-- walau pun tenaga kerjanya banyak. Dalam hal i ni pr·oduksi
padi atau komoditi lainnya tidak dikurangi dalam jLmlah yang
besar untuk para pekerja, sehingga komoditi yang dit rima jauh
lebih besar dari pada harus mmmbagi atau menukar denga1 uang.
Demikian pula halnya dengan buru ba}ing, ha il buruan
kelompok harus dibeli seharga Rp 50,00 per ekor ol·h pemilik
pohon,dan uangnya masuk ke dalam kas kelompok. Kegi c:1tan buru
bajing ini telah berhenti semenjak tahun 1980 ar1, yaitu ketika
produksi kelapa telah menurun drastis.
Uang yang ada dalam kas dijadikan sebagai mo al un i: u k
membentuk simpan pinjam. Setiap anggota berhak menli njam
uang tersebut dengan bunga. Biasanya setiap kali m minjam Rp
10.000,00 maka peminjam diwajibkan untuk mengemb~likan Rp
11.000,00 dan dicicil setiap minggu selama lima kali. Masyarakat I
Dukuh Parakan membanggakan lembaga simpan pinjam iri sebagai
1 embr'lga yang bisa w.:.~rg nya
kekur an~;JC:In. Selain kegiatan simpan pinjam, lembaga ini
44
~:mas sebany.:.1k 5 gr·am secara bet··gi 1 ir-an. U<:.'\ng yanq di gu 1i:.'\kan untuk
membeli emas adalah sisa atau bunga iuran para anggota yang tidak
dipinjam. Fakta empiris ini bisa dikatakan sebag~i proses
monet. i s.:H:>i i nter·nal cJ C}r· i hub ungan--huburlg c:ln yang sifatnya
tradisional. Selain itu juga merupakan suatu indikator munculnya
kebutuhan-kebutuhan baru.
Menurut Geertz, Cl i f·ford yang ill£'mi;JUt.i p k.::tt.C:\--kata c:J.:.-1ri Weber·
bahwa manusia adalah binatang yang terjalin dalam sua· u jalinan
makna, bahkan manusia itu sendiri turut terpilin di alamnya 18•
yang secara alamiah talah membentuk suatu pintalan makt a melalui
jaringan-jaringan sosial. Mereka t.erint.egrasi ~::a d- l.::tm suatu .,
struktur kekomunalan yang secara implisit mengungka kan suatu
arti, ibarat sebuah bahasa yang menyampaikan pasan.
Setiap individu dalam struktur komunal tarsebut berpasang-
pasangan secara oposisi --seperti kalimat., di mana s.tiap kata
akan mempunyai makna bild terkait dengan kata lain,ya-- dan
membuat suatu jaringan makna yang ada di dalam setiap hubungan.
Di dalam hubungan itu mereka mengintepretasikan engalaman
masi ng-·masi ng di dalam cognitive of map yang
akhirnya mewujudkan suatu gagasan yang dilandasi oleh cwal i tas,
estetika dan etika dalam berhubungan.
G.:1g .-a sc.~n y<ang mer Uf) iii' k .::~n itu
dimanifestasikan dalam bf-Jntuk yang
--jika dikaitkan dengan konsep aliran kebatinan-- mercerminkan
keharmonisan antara Jagad g~d& dan Jagad cilik <m·crocosmos
dan microcosmos). jagad gede ini mewakili alam r·ay· beserta
45
i si nya ter·m;::\~~uk l~i:;!kt..t.:ltan.--·kekuat<":in super --·r, at-ur a.l, dan ': i 1 i k
ini mewakili diri inidividu yang meliputi jiwa dan pemi~iran 19 •
Bentuk per·fd~t:H'iC:Hni .:.'In EH2cl£;:r .. h.:~n<.'l eli .::d:.<H> ........ ·'/;;u·lg eli j · wai ol E~h
kultus harmoni-- tampaknya merupakan bagian yang berjal·n seiring
'dengan perekonomian subsist.en. Artinya setiap wilayah y 1ng sistem
perekonomiannya di dukung oleh kehidupan ekonomi
biasan~a disertai bentuk-bentuk kekomunalan sebagai a at untuk
mempertahankan kehidupan. Dalam hal ini terlihat ada ya suatu
strategi adaptasi yang tepat sekali, walaupun secara ekologis
terjadi proses involusi dan secara ekonomi terjadi
poverty <kemiskinan bersama).
shared
KehiGupan dalam sistem ekonomi sederhana terseb tt tampak
memiliki suatu kekuatan tersendiri yang mampu mendukung kehidupan
masyarakat desa. Sekaligus juga mendukung kehidupan subsisten
mereka. Tampaknya mereka belum begitu terpengaruh akan kehidup~n
ekonomi diluar desanya --khususnya daerah perkotaan dan jika
terpengaruh juga sedikit sekali-- yang berlomba-lomba membangun
perekonomian yang rumit dan canggih.
Hal ini menunjukk.::m bahw,:>. sistem £~kcmomi ~-;ubsi ;ten yang
dilakukan oleh warga Dukuh Parakan memiliki kekuatan t~rsendiri.
Sistem perekonomian tersebut tidak tergoncang cleh qejolak
ekonomi dunia yang pasang dan surut ibarat gelombang
selatan. Ketegaran ukonomi s~sbsisten ini juga terlih1t dengan
sedikitnya hasil produksi yang tereksploitasi ke luar ·aerah, ~-
khususnya ke daerah yang disebut core capitalism--
barang-barang yang d:iproduksi oleh mereka lebih banyak berputar
di kalangan mereka saja 1 bahkan masuk ke pen..1t
46
Konsekuensi logisnya adalah perputaran uang menjadi ke 11 20 .
2. Sistem Polilik Pedesaan
D~lam membicarakan masal~h sistem politik, maka p rtama-tama
yang d:i bi c:arak.:1n adalah adanya stratifikasi so yang
diwujudkan dalam k~las-kelas sosial. Pembic:araan dalam masalah
1 stratifikasi tentunya.juga akan diikuti oleh interaksi yang ada
· di dal•mnya. Kesenwanya itu akan membentuk suatu sistem jaringan
I yang dilandasi oleh kekua~aan <power> --yang tentunya d' dalamnya
juga terdapat pintalan makna yang menyelubun~inya--
oleh pusat-pusat tertentu.
Pusat-pusat kekuasaan itu bisa dikaitkan ~engan be erapa hal
yaitu; pomili~an tanah yang luas Ckekayaan>, keduducan dalam
organisasi kemasyarakatan tert•ntu serta keterlibatan dalam
~~egi at an keagamaan.
Warga Dukuh Parakan pada umumnya mengidentifikasik&n dirinya
sebagai wong cilik walaupun ia memiliki tanah yang lu s, punya
kedudukan dalam organisasi kemasyarakatari, bahkan j dalam
keagamaan. Mereka mengatakan bahwa "wong cilik ongkl k-angklik
lir,ggihe dingklik" ---yang atrtinya kurang lebih "cw·ang k. cil yang \
tidak tentu kehidupan ekonominya maka kedudukannya ha ya kursi
kayu ke~il"-- pJeh ~ar~n~ J~u jika hendak menduduki sua u posi si
dalam masyarakat haruslah sudah mapan keadaan dirinya '
Sebaliknya oposisi dari wong c:ilik adalah ~·u>r~<J g de, yang
,menurut warga desa diwakil' ol~h orang-ora~g yang memeg ng tampuk
ipemerintahan ne~ara seperti sultan, presiden, dan mente ·i. Untuk
,golongan ~ong gede yang ~~a. d/l tingkat desa adalah lura <kepala
47
desa> , sedangkar. pE?r·angkat de5:>.:mya ter·gol ong Non g seder~ g•m.
Warga desa memandang bahwa yang bisa jadi ~ong gede adalah mereka
yang tidak ongkl~k-angklik Cl~bil> tetapi yang JeJeg ( abil).
Menurut pandangan mereka orang yang berhak at suatu
'posisi tertentu dalam masyarakat maka orang itu us kacek
(berbeda) dengan orang yang lainnya. Apabil'a yang in masih
:kesulitan dalam kehidupan ekoncminya maka orang 11t harus i
sudah bisa menghidupi keluarganya tanpa kesusahan Marek a
menganggap bahwa orang yang miskin tidak pantas untuk menduduki
jabatan yang tinggi --misalnya menjadi pamong-- se ab untuk
'mengurusi diri pribadi saja masih kesulitan apal gi
mengurusi orang banyak.
Jika konsep ini di~aitkan dengan kcnsep laras rna ·a tampak
bahwa keselarasan Jagad cilik itu sifatnya mutlak jiJa hend~k
memimpin rakyat, sebab seorang pemimpin itu merupaJan wakil
lllahi di alam raya Jagad gede. Oleh karena menjadi wa~il Tuhan . ~ i
maka ia harus bisa menJaga keharmonisan antara Jagad ·ilik dan
Jagad gede dalam bentuk kecakapan dalam memimpin.
Konsep terse~ut tampaknya hanya terlihat secara ekspilit
~ada kalangan penganut kebatinan. Lain halnya dengan
biasa, mereka tidak tahu-menahu apa itu jagad cilik dan Jagad
gede. Mereka hanya tahu bahwa ~idup bermasyarakat itu ha·us laras
agar tatanan masyarakat tidak kacau. Mereka mangangg p bahwa
kesel ar a san bennasyaJ~aJ~at i tu merup;aJ{c.\f"l bekal 11 mc:-\Sr.l d '~pan 11 d~
akherat nanti. Pemikiran tersebut di dasarkan pada konsep
ketuhanan, yaitu Tuhan menciptakan manusia itu unt 1k hid~p
selaras ·dengan sesama dan alam. Dalam hal ini jelas ba1wa yang
tampak pada warga Dukuh Parakan adalah pengambilan sikap positif,
48
l bukanlah semata-mata konsep keselarasan Jagad cilik dan jagad
ge•.te.
Ide tentang keselarasan ini juga terlihat da am sistem
kekerabatan y.:l:"lg seti dak-t i daknya sc:mqat mempenga uhi gay a
politik lc)kal. Istilah yang tepat untuk hal tersetut adalah
nepotisme. Beberapa orjng informan menyatakan mengapa a memilih
ker abat.nya untuk duduk dal am kepamongan desaq 11 s;aya m mi 1 i h di a
1 karena dia saudara saya sendiri, jadi kalau ada kesuli an apa-apa
maka saudara tersebut akan lebih mengurus kita dari orang
lain". Di sini terlihat jelas bahwa aspek kesela juga
dilibatkan, walau dalam bentuk yang sifat.nya egosen Oleh
karena di lingk~ngan Desa Sidomulyo itu sebagian b
terikat oleh hubungan darah maka aspek egosentris i i menja~i
kabur sifatny;a.
Aspek nepotisme yang ~gosentris itu tampaknya jug memi 1 i l'i
dampak yang berupa konflik terselubung, yaitu antara k rabat dan
non-kerabat. Konflik ini terlihat jika di.kaitan j<etidak-
cakapan seorang pamong ~alam memimpin. Misalnya ad beberilpa
i nfor·man---- bahwa; 11 keti da~~wi bawaan pamong i tu sebenar· ya kar~na
1 banyak golongan tua yang ~enJadi bawahan yang muda, set ingga yang
muda tidak enak (pekewuh) Jika akan menegur bawahannya yang jauh
lebih tua awune <derajadnya)~.
Kesdaan ters~but selamanya hanya akan menjadi ko yang
terpendam, yang mungkin sama sekali tidak akan meng~anggu
keharmonisan sosial yang ada. Hal ini dapat
harmoni itu lebih menonj~l daripada sikap konflikny . Artinya
49
set1ap individu pendukung kebudayaan pcJitik yang ~da selalu
berusaha meredam konflik demi keutuhan st~uktur ko unal yang
mereka miliki. Oleh karena itu struktur komunal masya ·akat desa
ffif.?nj<l:'li:H SLI<.'It:u bentuk yang sejel as--jel asnyc.~.
Bentuk kultus harmcni tersebut juga tampak pada keengganan
untuk mei"HJganti tokch pamong yang sudah sangat t a. Secara
individual mereka sebenarnya menghendaki perganti ·n
generasi muda. Akan tetapi hal tersebut tidak dilaku :an karena
pertimbangan bahwa pergantian dengan cara yang drasti · tidaklah
sopan (mboten prayogi atau tidak baik).
Adanya kul tus harmoni ter!::iof'lbut me1·1j.:\dU(an gEdcll \k pol i 1:i k
lokal hanya ada pada tingkat ide saja dan tidak diman'festasikan
dalam bentuk emp~ris. l:::eadaan · ini menunjukkan ide
demokrasi yang ditanamkan pada masyarakat desa mengal·mi proses
malinteqration2 1 • Kenyataan tersebut menunjukkan ·ahwa
i beberapa aspek dari ide demokrasi yang dihilangkan da
mengalami penghalusan di sana-sini agar seiring dengar
kekomunc.1l an yang mereka miliki. Ar·t i
kemudian
st.ruktur
yang
mendasarkan pada kcnsep kebebasan pclitik, keadilan ~csial dan
f:?konomi secara jelas tidak ada. Aspek demokrasi yang ada hanya
berupa serpihan belaka·--yang diwujudkan dalam pemilitan kepala
desa dan keterbukaan mimbar yang dibatasi olsh etika moral
kekcmunalan-- dan bahkan telah diadaptasikan sedemikian rupa
sehingga sulit untuk disebut demokrasi.
Sebenarnya aspek politik ~ang secara eksplisit terlihat dalam
kehidupan sehari-hari adalah politik 11 gotoncJ .. -r oycl ·1g 11 yang
dilandasi oleh sist.em ekonomi timbal-balik dan membagi. Apabila
50
:keuntungan secara ek6nomis-- adalah akibat masukny
ekonomi tuk.:w-menukar· dan monet i sc."l.si i nt£~rnal.
sistem
Politik lokal yahg dilandasi oleh struktur kekomun lan akan
1 l~bih jelas jika dilihat dari pemilikan tanah, siste ekonorni I
membagi dan tukar-menukar. Pemilikan lahan yang lu s secara
1otomatis memiliki power yang lebih besar dari pada o yang
lahannya sempit --Walau demikian mereka mengident fikasikan
dirinya sebagai wong cilik karena hanya seorang petani
menduduki jabatan kepamongan.
Golongan yang berlahan luas dalam prinsip
menj.:.-uH pus,at yang rnembagikan pemilikan dan mener·ima
orang lain. Secara sekilas tampaknya mereka berada
yang seimbang, karena pembagian dari hasil sawah
agi
1 ah
ti dcdc
akan
dari
posi f~i
maro
bahkan pada tegalan, pemilik tanah hanya mendapat sepertiga
bagi an. Di 1 i hat dar· i barang pemi 1 i kan yang di tt?r i ma tampaknya
memang demikian. A~an tetapi di balik itu tampak sek· li bahwa
petani penggarap sangat tergantung pada pemilik lahan, dan akan
selalu mempertahankan hubungan baik yang telah dijalin.
~~e~· omunal an,
,y<:\i t.u s.:.'\ng pE'~mi 1 i k l c"iltHUI yang· luas hc;\r·us mE?mper·bc)l ehkc.m tanahnya
dikerjakan oleh orang lain, karena jika tidak maka ia akan
dikecam secara sosial. Tampaknya dalam hal ~ni ada SLatu pola
khusus yang merupakan ciri dari sistem politik kekomunalan. Ciri
tersebut ditunjukkan oleh sikap yang saling tunduk~ pertama,
petani penggarap tunduk pada petani pemilik tanah
pemi 1 i k tanc::\h tundu~~ pad a at 1..1r· an mer t=:1l k£;:kcllnune:\l an.
petaoi
car· a
seperti ini menjadikan kelas-k~las sosial menjadi kabur, sehingga
51
secara sekilas tampak egaliter.
Ket i dak jel a san tersebut: di c:\tas menjadi agak jel c.1s ket i ka
dibandingkan dengan sistem ekonomi tukar-menukar dalam pertanian.
Pemilik lahan yang luas semakin jelas kelas sosialn a, karena
dapat mempekerjakan orang-orang yang bertanah gurem. Pengerahan
tenaga tersebut tidak lagi didasarkan pada prinsip memJagi tetapi
berdasarkan upah. Per hari kerj~ biasanya seorang tani
mendapatkan uang sebesar Rp.lOOO,OO. Besarnya uang yan· ia terima
sel ama· bf?ker- j a tergantung dari banyaknya or-ang ~lang i kerahk.iin. Semakin banya~~ orang tentunya semakin E>edi kit har·i ker· ja per orang. Dalam hal i ni ter·l i hat jelas baht•la bur-uh i ffil?n J<idi golongan yang kurang memi 1 i ~~i poiAier, d.:\n sec1l ah-cJl h semakin
dipertegas kedudukan sosialnya oleh arus.monetisasi in ernal.
52
BAB V
KEBII1PlJLAN
Perumit.im sistem sc:lsial yang tE~rjadi di Dukth Parakan
merupakan proses historis yang ~erus berkes~nambungan. Clifford
Geertz melihat bahwa perumitan tersebut merupakan stra egi untuk
, menghadapi perubahan ekologis, karena munculnya perkebunan
sehingga masyarakat sawah tidak mampu menembus sektcr nodern yang
di capta~'an ell eh Bel and a. Namun yang ter· j adi di DLikL h F'arakan
tampaknya agak berbeda --kartina daerah tersebut tidak dijadikan
areal perkebunan~- dan perumitan pada sistem sosial cendarung
di ak i bat kan ell eh adanya suatu kekuat .:1n 11 supra ma£::.yar ak t 11 (dalam
·hal ini kraton) yang talah membangun suatu bangunan sosial yang
kokoh. Kekuatan kraton inilah yang menjadikan sistem sosial
'l:ampc:-\k rumi t.
Sebemarnya ~'erumi tan yang ter· jadi di ti ngk.:-ilt 1 ok.::il fnerupakc:m
refleksi dari kerumitan di sektor kraton itu sendiri. alam hal
ini kraton telah melakukan proses penghalusan dan penca1ggihan ke i
dalam sehingga hubungan-hubungan yang ada di dalam kr~ton jauh
lebih rumit dari pada di tingkat desa. Tampaknya kerum·tan yang
terjadi di dal~m kraton merupakan suatu counter terhada kolonial
Bel.:mda, dan Juga karena ketidakmampuaR komun.al
ke~a-aton<an mengh.:.idapi te?kanan·--b?kan;,.u·l ter·l"ladap Bel anda.
Clleh kar·en.::~ kekuc.it.:tn supra masy.::,r·.: .. lkc:\t <kr.:.'lto·\) telah
mengalami proses perumitan maka dengan sendirinya apa yang
dipancarkan oleh kraton akan tersoialisasikan sampai d'
yang paling baw~h (dalam hal ini desa). Proses sosial sasi ini
53
berlangsung melalui kaum elite desa seperti Bekel beserta
per.:.ngkatnya. di t i ngkc.~t bisa
diinterpretasikan sebagai miniatur kekuatan kratcn, bekel
seolah-olah merupakan serpihan pancaran cahaya Sultan yang berada
Tentu saja pancaran cahaya tersebut tidak ·ebesar
Sul t.:.u1, karena Jika kita lihat model 1 i ngk.:.u·an (cmsentri s
<Kraton, Negara Gung, Pesisir, Sabrang) pancaran ac.1n raja,
maka semakin ke pinggir pancaran tersebut semakin pudar
Proses perumit~n yang terjadi merupakan suatu u1aya yang
fungsional untuk menghadapi terJadinya tekanan pend tduk, dan
memang benar apa yang dikatakan cleh Geertz, bahwa peru titan yang i
1 ter j.:.~di I
menimbulkan involusi kultural, yang merembes
pertanian. Benar pula bahwa akibat dari involusi terseb1t terjadi
shared poverty, karena tak ada akumulasi modal. Di ldn pihak
involusi kultural tersebut berfungsi sebagai peredam erjadinya
konflik yang biasa muncul karena perebutan sumber da a akibat
adanya tekanan penduduk. Jadi dalam kata lain ada akumulasi
harmoni sosial •
•
54
Cat at an
1. Lihat tulisan Niel, Robert Van, dalam Anne Booth ( 1988).
<ed>
2. Mengenai kebijaksanaan Van Den Bosch, lihat Bremen, Jan, Ibid. Dan Ali Fachry <1986> Refleksi Paham Kekuasaan Jawa Dalam Indonesia Modern. dan juga tulisan Wertheim, tentang I dQnesian Siciety In Transition.
3. Lihat ~oentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal 161 -167.
4. Dalam hal ini patron-client muncul, dan bekel selacu patron memberikan perlindungan sosial kepada warganya --sekalipun menurut Raffless massa desa diperas. Lihat pula tulisan Bremen Ibid, dan PriJono Tjitoherijanto dan Prijono Yumiko, De okrasi Di Ped..:saan Jawa.
~. Lihat tulisan Guinnes, Patrick (1986) ,Harmony and Hi archy In A Javanase Kampung.
6. Lihat tulisan Raffless, The History·Of Java. Vol:' I, pada bagian sub judul mengenai Pemerintahan. Raffles& mengat kan bahwa bentuk pemerintahan di Jawa menunjukan adanya suatu kelaliman <despotism>, sementara itu hanya di desa saja yang ada pemilihan
'pimpinan desa Cdemokratis>. Walau demikian ia juga lengatakan bahwa pemerintahan desa juga tidak luput dari bentuk (elaliman. Dia juga mengatakan bahwa landasan pemerintahan di Ja a adalah patr i arch.:.d .
7. Lihat tulisan Geertz, Involusi Pertanian.
8. Lihat tulisan Julian Steward, The Theory Of Culture hange.
9. Lihat tulisan Umar Kayam, dalam Colleta, Nat.J dan K yam, Um~r
< ed ) C 1 987 > •
10. Lihat tulisan Geertz, Involusi Pertanian. Dan Tulis n Schaik, Arthur Van, Colonial Control and Peasant Resourches In Java. ( 1986) •
~11. Lihat Polanyi, Karl, dalam Evers, Hans-Dieter Masyarakat, Proses Peradaban Dalam Sistem Dunia Modern.
Teori
12. Pad.:;, t.ahun 1t11'7 y.::mg ber·£.ekc)lat1 di Sf.:!kolah ongko lo o adalah mereka yang berasal dari eiite desa, sementara rakyat b'asa hanya ;sekolah di S8kolahan Kawulo Kasultanan yang hanya sampa' kelas 3 saja.Bementara sekolah ongko loro sampai kelas 5. Sekol h Kawulo Kasultanan ada di dukuh Parakan pada tahun 1930.
!13. Oleh karena sekolah,Kawulo Kasultanan hanya sam kelas tiga, maka t.ingkat pendidikan tersebut di kota Yogyakarta hanya idijadikan tukang batu saja. Oleh karena tidak m ndapatkan
55
prestise sosial, maka mereka kembali ke desanya untuc bertani kembali.
14. Sikap melepaskan diri ini disebabkan oleh ketakJtan yang berupa koministD phDbia. Jadi dalam fc.'\se ini sikap 11 a politi!::> 11
muncul dan massa desa menjadi mengambang dan mengalami stagnasi yang berkepanJangan.
1 1:::' ...,. Lihat tulisan Geertz, Involusi Pertanian.
16. F'olanyi, Ibid.
17. Lihat Geertz, Involusi Pertanian. I
18. Lihat Geertz, The intepretation Of Culture, pa a bagian "Thick Diecr-iption: Toward An Interpr-etive Them-y Of Cu ture.
i . 19. Ali, Fachry, Re~leksi Paham Kekuasaan Jawa Dalam Indonesia Modern. < 1986)
20. Sahlin, Marshal (1971> dalam Dalton, George Ced) Econimoc Oevelopment And Social Change.
21. Cohen, F'ercy. S < 1968) Mod,ern Social Theory.
66
Ali, Fachr-y 1 CJ86
1CJ88
Daft.ar· F'ustc.'\ka
Refleksi Paham Kekuasaan Jawa Modern.Jakarta: Pt. Gramedia
Indone5ia
"Dari "pasca Slametan" Ke Lembaga "modern" Pedesaan" dalam Kompas t.gl ...•••.•• , Jakarta:Gramedia. ,,
Andert:;on, 1969
Benedict ROG
1972
Bantcm, Michael 1965
Mythology And The Tolerance of The avanase. Cornel Modern Indonesia Project, Ithaca: Cornel University.
"The Idea of Power In Javanase Cult 1re" dalam Culture And Politics In Indonesi , Claire Holt ed, Ithaca, New York: Cornel Jniversity Pree;s.
Roles, An'Introduction To The Study of Social Relations. London: Tavistock Public~tions.
Bechtold, Karl-Heinz, W. ed. 1988 Politik dan Kebijaksanaan Pem ang~oan
Pertanian. Jakarta Yayasan Obor Ind nesia
Booth, Anne. et al ed. 1988 Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Breman, Jan 1986
. Cohen , Per·cy. 8 1968
Colleta, Nat. J. & 1987
1 Dalton, Geor-ge
1971
;De Jong, S 1985
Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES .
Modern Social Theory. i\levJ Yor·k: Bas c Books, Inc, Pub 1 i stu.-r-.
Kay am, Umc:1r ed. Kebudayaan dan Pembangunan,Sebuah Terhadap Antropologi Terapan di Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Economic Development And Social Garden City, New York: The ·Natural
Salah Satu
57
Sikap Hidup Orang Penerbit Kanis~us.
endekat,an ndonesia.
Change. istory Press.
Jawa.
Effenbdi, Tadjudin Ncar et.al 1 t/HB Pol a Mobi 1 i tas Peker jaan, Studi Kasus di
Diroprajan Yogyakarta. Yogyakart~: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mad a •
. Eisenstadt, S.N. 1':n:$ Tradition, Change, and Modernity. NevJ Yor-k:
John Wiley & Sons.
€"'d Evers, Hans-Dieter 1 'l88 Teori Masyarakat: Proses Dalam
Sistem Dunia Modern. Jakarta: Vayasa1 Obor Indone·::;ia.
Firth, Haymond 1964 Essays on Social Organization
York: Athlcme Pr~ss. New
Geer·tz, Cl i ·f h:lt-d 197~3 .
1 CJB3
The Interpr-etation of Culture. NevJ Y·wk: Basic Bt')OI(s;, Inc, t=·ubli!~hf:?t·-.
Invol usi PE!rtani an, Proses Perubahan Ekol ogi di Indonesia Jakarta: Ehr·atara.
Abangan, Santri, Priyayi Dalam J a.-•a. J .::\1:: ar· t a: Pt.lf.; t .::1 ~::;:~ a;::, y .:,1.
19B6 Mojokuto, Dinamika Sosial Sebuah Jakarta: PT. Pustaka Grafiti Press.
di Jawa.
Ge(~t··tz ~ Hi 1 ch~r-d 1 17'8~5
, Get- scln 1"'1. 1969
'Guinness~ Patrick .19B6
Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti pres;.
(ad) Social FToblem in Comparative Reader. C1··pwel Comp<:\ny.
a Changing New Yor-k:
Worl l"tHllllaS
Harmony And Hierarchy In A Javanase -'ampung. ingapore: Oxford University Press.
HardJowirogo, Marbangun 1984 Manusia Jawa. Jakarta: Inti Dayu Pre~s
Kartodirdjo, Sartono et.al 1987 Perkembangan Per~daban Priyayi. Yogytkarta:
Keesing, Roger M. 1975
Gadjah Mada Universiti Press.
Kin Groups and Social Structure. New York: Holt, Rinehart & Winston Inc.
58
il y
-------------------------------..... --------------~~------........
Koentjaraningrat 1984
1958
Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN. Balai Pustaka.
Metodii-Hetod~ Anthl'"hopol ogi Penyelidikan-Penyelidikan Masyar Kebudayaan di Indonesia. Djakarta: Universitas.
dalam kat dan Pener·bi tan
Ko~ten, D.C & Sjahrir ed. 1988 Pembangunan Berdimensi Kerakyatan
Yayasan Obor Indonesia. .Jakar··.ta:
Kusumowidagdo, 1986
Si gi d Putr<anto
Lewellen, Ted. C. 1 9a:::.~
LeLw, Van J. C 1 1i60
Mulder, Niels 1985
Needh.::~m, lioUney · 1979
.,., • 1 Niel, Robert Van
1 1i84
"Pemb.:1nguan Pol i t:i k Clr'de Bc:~•r·u d n Kr·isis Parti sipasi" dc:.d c:.~m •<oentjaranin r·at t1asalah-Masalah Pembanguan, Bun a Antropologi Terapan. Jakarta: LP3ES
( l~d) !, )
Rampai ··
Political Anthropology An Intr duction. Massachusetts: Bergin"& Garvey Publ sher.
Indonesian Trade and Society. Band tng: Sumur B.::mdung.
Pribadi dan Masyarakat di Jawa. Jak rta: Sinar· H.:.1rap.:.~n.
Symbolic Classification. Santa Monica, California: Goodyear Publishing Co~any •
Munculnya elit Modern Indonesia. Ja~arta: Pustak.:.~ Jay.:.~.
Nordholt. Nico chulte 1987 Ojo Dumeh,
Pembanguan. Kepemimoinan Lokal
Jakarta: Sinar Harapan. dalam
Onghokham 1 C'JB6 "Petard dan Kraton dc:d.am Politik ·r·adisional
.. lawa" dalam Seri Pr·isma: Demokr"asi an Proses Politik. Jakarta: LP3ES.
, Prijono, Vumiko &.TJiptoherijanto, Prijono 1983 Demokrasi di Pedesaan Jawa.
Harapan.
59
1Ha·f ·f 1 ess, Thomas Stam·ford I 1978
Ryan, Br·yce r·. 1 ~·6C_i>
The History of Java. Vol: One, Singap l'··e: Oxford Univerity Press.
Social and Cultural Change. Nt:~·w Yor~: Rcmald Pr-f-.?SS Company.
Sch.::~i k, 1 1186
f\rtht.tt- Van Colonial Control and P£":!asant In
Schr·i eke., B. ,J. 0 1 r-;>75
Schusky, Ernest L 1965
Schwartz, 19613
Dortcm
Slamet, Ina 1965
Smith, Theodore M I 1984
Java. Amsterdam: Selecta Offset.
Sedikit Uraian Tentang Pranata Jakarta: Bhr~tara.
Manual For Kinship Analysis. Rinehart & Winston Inc.
Vod:: Holt,
M. & Ewald, Robert H Culture and Society Anthropology. New Company.
an Intr·oductio t Cultural York: The Rona· d Press
Pokok-Pokok Pembangunan Jakarta: Bhratara.
Masyarakat Desa.
"Kepal a Desa: Pel opor· Pembar"lCJl..tnc:'ln' dal am Koentjaraningrat Cedl, Masal h-Masalah Pembangunan, Bunga Rampa:i Antropologi Terapan. Jak.::irta: L.P~>ES.
Sosrodihardjo, Soedjito 1972 Perubahan Struktur Masyarakat di Djawa.
Yogyakarta:. Karya.
J & Robertson, J.B Spruyt. 19?:"~: History of Indonesia The Timeless lsl nds.
t::it e~o-J.:tr d , 19~)5
Julian
Standing, Guy
The Theory Uni ver·i ty of
60
of Culture Change. I 11 i noi r:> Press.
Urbana;
.... . . ' • 19B7
f.3umar· d j .::111 ~ f.3f.:? 1 o 1 C_f[lb
Suparlan, Parsudi 1986
Konsep-Konsep Mobilitas di Negara Berkembang. Yoi;Jyc:ikr.:ir·ta: Pu~:;.::1t Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Perubahan Susial di Yogyakarta. G;ad j ah lvJad<a lln i ven::>i t i Pr f.?!::;s.
Sedang P nelitian
Demokrasi dalam Masyarak~t Pedesaan Ja a" dalam Seri Prisma: Demokrasi dan Proses Politik. ,Jakat···ta: LP3ES.
Suseno, Ft- .:.m:r~
19B5 Ma(Jni s
Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang
Turner, Victor W. . 197S)
Kebi jaksanaan Hidup .Jawa. ,Jak.;u .. t<H G1··a ·,edi c.1.
The Ritual Pr-ocess, Stuct:ure and Antis ructura. New York: Aldine Publishing Company.
,Tjondn:megoro, Sediono M.P 19134 "G.:::j al c:\ Organi f'~c:H:;i dan Pf.?mbangunan B ~rene: ana
Wer·theim, l.AJ.F 1956 .
...... ... .
dalam Mc.1sy;::\l~akat Ped<i'~!::>c.~.:.'\1'1 ,Jawa" dalam •<oent.j.::1raningl"'ii:\t <r=~cn, Masala -Masalah Pembangunan, Bunga Rampai. Antropologi Terapan. · ,Jakarta: L...P3ES
Indonesian Society In Transition. Band mg: Sumur Bandung.
61
. ... . t·
t