oleh: adang kurniadi abstrak - jurnal inspirasi

13
ABSTRAK Perilaku korupsi di lingkungan birokrasi belum menunjukkan penurunan. Berdasarkan Laporan ICW, kebanyakan pelaku korupsi adalah berlatar belakang PNS. Kondisi tersebut sangat tidak sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi untuk mewujudkan good governance dan clean government dalam birokrasi Indonesia. Demikian pula kondisi saat ini di Jawa Barat. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu terus dilakukan terutama untuk menumbuhkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS. Pencegahan korupsi antara lain dilakukan melalui pembinaan pegawai, dan satu di antara beberapa instrumennya adalah melalui Diklat (BPKP, 2002:16). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak hasil Diklat berupa kompetensi lulusan yang terdiri dari kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS di Provinsi Jawa Barat. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Responden penelitian adalah para alumnus Diklat Prajabatan Golongan III di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan sampel sebanyak 67 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak. Pengumpulan data penelitian menggunakan empat cara yaitu pengamatan, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis induktif/kuantitatif dengan menggunakan model statistik analisis jalur (path analysis). Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial hasil Diklat berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku berdampak positif terhadap Perilaku Anti Korupsi dengan masing- masing kontribusi sebesar 4,43% (pengetahuan), 25,50% (keterampilan), dan 31,26% (sikap dan perilaku). Dari ketiga aspek kompetensi tersebut, hanya aspek pengetahuan yang nilai kontribusinya dinyatakan tidak signifikan, sementara kompetensi sikap dan perilaku memberikan kontribusi dominan terhadap Perilaku Anti Korupsi. Secara simultan, kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku memberikan dampak yang signifikan terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus Diklat Prajabatan Golongan III dengan kontribusi sebesar 61,30%. Hal ini bermakna bahwa meningkatnya kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku akan dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS. Kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku perlu terus ditingkatkan dengan memerbaiki pencapaian indikator-indikator kompetensi yang dinyatakan rendah oleh alumnus. Implikasinya bahwa di dalam pelaksanaan Diklat Prajab III maupun diklat-diklat yang lain hendaknya lebih memerkuat pengembangan soft competency dibanding hard competency. Soft competency lulusan juga perlu dipupuk melalui pembinaan lingkungan kerja termasuk dukungan atasan dan teman sejawat sehingga kondusif terhadap tumbuhnya Perilaku Anti Korupsi. Hasil penelitian ini juga memberikan dukungan terhadap penerapan pola baru dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan sesuai dengan PERKALAN Nomor: 21 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III, karena model Diklat Prajab III yang akan diterapkan relevan dengan implikasi hasil penelitian ini terutama yang berkaitan dengan arah Diklat untuk membentuk karakter PNS yang kuat, yang menjunjung tinggi standar etika publik, karakter yang dibutuhkan untuk tumbuh dan terpeliharanya Perilaku Anti Korupsi. Kata Kunci : Kompetensi, Perilaku Anti Korupsi, Alumnus. DAMPAK HASIL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TERHADAP PERILAKU ANTI KORUPSI (STUDI EMPIRIK PADA ALUMNUS DIKLAT PRAJABATAN GOLONGAN III DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT) Oleh: Adang Kurniadi WIDYAISWARA MADYA MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI” 1 Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti Korupsi Adang Kurniadi

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

ABSTRAK

Perilaku korupsi di lingkungan birokrasi belum menunjukkan penurunan. Berdasarkan Laporan ICW, kebanyakan pelaku korupsi adalah berlatar belakang PNS. Kondisi tersebut sangat tidak sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi untuk mewujudkan good governance dan clean government dalam birokrasi Indonesia. Demikian pula kondisi saat ini di Jawa Barat. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu terus dilakukan terutama untuk menumbuhkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS. Pencegahan korupsi antara lain dilakukan melalui pembinaan pegawai, dan satu di antara beberapa instrumennya adalah melalui Diklat (BPKP, 2002:16). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak hasil Diklat berupa kompetensi lulusan yang terdiri dari kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS di Provinsi Jawa Barat.

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Responden penelitian adalah para alumnus Diklat Prajabatan Golongan III di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan sampel sebanyak 67 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak. Pengumpulan data penelitian menggunakan empat cara yaitu pengamatan, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis induktif/kuantitatif dengan menggunakan model statistik analisis jalur (path analysis).

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial hasil Diklat berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku berdampak positif terhadap Perilaku Anti Korupsi dengan masing-masing kontribusi sebesar 4,43% (pengetahuan), 25,50% (keterampilan), dan 31,26% (sikap dan perilaku). Dari ketiga aspek kompetensi tersebut, hanya aspek pengetahuan yang nilai kontribusinya dinyatakan tidak signifikan, sementara kompetensi sikap dan perilaku memberikan kontribusi dominan terhadap Perilaku Anti Korupsi. Secara simultan, kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku memberikan dampak yang signifikan terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus Diklat Prajabatan Golongan III dengan kontribusi sebesar 61,30%. Hal ini bermakna bahwa meningkatnya kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku akan dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS.

Kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku perlu terus ditingkatkan dengan memerbaiki pencapaian indikator-indikator kompetensi yang dinyatakan rendah oleh alumnus. Implikasinya bahwa di dalam pelaksanaan Diklat Prajab III maupun diklat-diklat yang lain hendaknya lebih memerkuat pengembangan soft competency dibanding hard competency. Soft competency lulusan juga perlu dipupuk melalui pembinaan lingkungan kerja termasuk dukungan atasan dan teman sejawat sehingga kondusif terhadap tumbuhnya Perilaku Anti Korupsi. Hasil penelitian ini juga memberikan dukungan terhadap penerapan pola baru dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan sesuai dengan PERKALAN Nomor: 21 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III, karena model Diklat Prajab III yang akan diterapkan relevan dengan implikasi hasil penelitian ini terutama yang berkaitan dengan arah Diklat untuk membentuk karakter PNS yang kuat, yang menjunjung tinggi standar etika publik, karakter yang dibutuhkan untuk tumbuh dan terpeliharanya Perilaku Anti Korupsi.

Kata Kunci : Kompetensi, Perilaku Anti Korupsi, Alumnus.

DAMPAK HASIL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TERHADAP PERILAKU ANTI KORUPSI (STUDI EMPIRIK PADA ALUMNUS DIKLAT PRAJABATAN GOLONGAN III

DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT)

Oleh: Adang Kurniadi WIDYAISWARA MADYA

MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI” 1

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Page 2: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

PENDAHULUAN

Satu di antara jenis tindak pidana yang menjadi musuh bersama bagi seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Tidak dapat dipungkiri, kondisi saat ini menunjukkan bahwa di Indonesia praktik korupsi sudah tergolong parah dan akut, bahkan banyak pihak menilai korupsi telah menjadi budaya, karena semakin hari semakin banyak praktik korupsi yang terekspos ke permukaan serta koruptor yang ditangkap dan dipenjara. Perilaku korupsi sudah seperti penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN dan dengan pelaku mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.

Pada tahun 2013, daftar terbaru Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau CPI (Corruption Perceptions Index) versi organisasi Transparency International (TI) mencatatkan Indonesia berada di posisi ke-114 dari 175 negara dengan IPK sebesar 3,2. Ini berarti Indonesia termasuk dalam kelompok 60 negara terkorup di dunia. Posisi IPK tahun 2013 ini tidak mengalami perubahan dari tahun 2012 di mana IPK Indonesia juga tercatat sebesar 3,2, yang dapat mengimplikasikan belum cukup berartinya perubahan fenomena korupsi di Indonesia. Berikut disajikan data IPK versi TI dari tahun 2000 sampai 2013 :

Tabel 1.

IPK Indonesia Versi Survey Lembaga Transparency International

Periode Tahun 2000 – 2013

Sumber : http://cpi.transparency.org/, tahun 2000

- 2013

Keterangan: *) Urutan (rank) negara

terbaik adalah nomor urut 1 dari seluruh negara

yang disurvey.

Meskipun pada tahun 2013 Indonesia tidak

masuk 10 besar sebagai negara terkorup seperti

yang pernah terjadi pada tahun 2000 sampai

2004, namun dengan IPK sebesar 3,2 tersebut

tentu masih jauh dari harapan, karena rentang

skala IPK adalah antara 0 – 10. Angka 0 berarti

sektor publik di negara tersebut dipersepsikan

paling korup, sedangkan 10 dianggap paling

bersih. Sebagai perbandingan, posisi Indonesia

sangat jauh bila dibandingkan dengan posisi

negara Asia seperti Singapura yang IPK–nya

sebesar 8,6.Dari aspek pelaku korupsi di Indonesia, laporan

lembaga ICW tentang tren penegakan hukum

kasus korupsi di Indonesia dalam beberapa tahun

terakhir, di mana dalam rilis menyoal latar

belakang tersangka maupun pelakunya, ternyata

tersangka berlatar belakang pegawai negeri sipil

(PNS) menempati urutan teratas. Pada tahun

2011, tercatat jumlah PNS yang menjadi

tersangka korupsi mencapai 239 orang, diikuti

oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta

dan anggota DPR/DPRD sebanyak 99 orang

tersangka. (ICW, 2011). Pada bulan November

2012, Mendagri Gamawan Fauzi, menjelaskan

bahwa jumlah PNS Pemda (pejabat daerah) yang

terlibat kasus korupsi di seluruh Indonesia sudah

mencapai 1.000 orang, sebanyak 474 orang di

antaranya sedang dalam proses penanganan

hukum. (Republika, Selasa, 20 November 2012).Masih berkenaan dengan perilaku korupsi yang

dilakukan di lingkungan pemerintah, menurut

Agus Santoso, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam suatu

Diskusi DPD soal Suap Daerah di Jakarta pada hari

Jumat, 25 Oktober 2013, mengatakan bahwa PNS

di lingkungan pemerintah daerah lebih berpotensi

terjerat kasus korupsi dibandingkan dengan PNS

di pemerintah pusat. Seorang PNS di pemerintah

2

Tahun IPK Urutan*) Jumlah Negara

Survey 2000 1,7 86 90 2001 1,9 88 91 2002 1,9 96 102 2003 1,9 122 133 2004 2,0 137 146 2005 2,2 140 156 2006 2,4 130 163 2007 2,3 143 170 2008 2,6 126 180 2009 2,8 111 180 2010 2,8 110 178 2011 3,0 100 182 2012 3,2 118 174 2013 3,2 114 175

MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 3: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

pusat peluang korupsinya sebesar 1:1,1, sementara

PNS di Pemda justru lebih besar, yakni 1:1,6.

Sebagian besar PNS di lingkungan Pemda terjerat

kasus korupsi karena mengikuti kehendak kepala

daerah. Agus Santoso juga mengingatkan, bahwa

kepala daerah biasanya memanfaatkan media

birokrasi untuk melakukan tindak korupsi. Oleh

karena itu, PNS di lingkungan Pemda perlu lebih

waspada agar tidak terjebak dalam lingkaran

korupsi. (dimuat di Kompas.com, Sabtu, 26 Oktober

2013).

Di wilayah provinsi Jawa Barat, kasus-kasus

korupsi yang terjadi di lingkungan Pemda juga cukup

banyak, dan para pelakunya tercatat mulai dari staf

bawahan, bendaharawan hingga kepala daerah

serta tersebar di semua Kab/Kota yang ada di Jawa

Barat. Sebagai contoh, pada tahun 2010 ada kasus

suap BPK Jabar dengan tersangka 7 (tujuh) PNS

Pemkot Bekasi dan Pejabat BPK Provinsi Jawa Barat.

Pada tahun 2011 mencuat kasus korupsi upah

pungut di Kabupaten Subang, juga kasus korupsi

dana APBD TA 2010 di Kota Bekasi. Pada tahun 2012,

mencuat pula kasus korupsi dana pembangunan

kantor kecamatan, dan kasus penyelewengan dana

belanja barang dan jasa APBD Kota Cirebon TA 2004.

Pada tahun 2013 misalnya kasus korupsi beras

miskin (Raskin), dan kasus suap dana Bansos APBD

Kota Bandung, sementara pada tahun 2014 juga

mencuat kasus-kasus korupsi seperti korupsi dana

perjalanan dinas anggota DPRD Kota Cimahi TA

2011, dan kasus korupsi pajak sertifikasi guru Kab.

Bandung yang sampai saat disusunnya karya tulis ini

sedang dalam proses persidangan di Pengadilan

Tipikor Bandung.

Kondisi korupsi di lingkungan birokrasi yang

dikemukakan tadi sudah tentu sangat tidak sejalan

dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah dan

masyarakat dalam pelaksanaan birokrasi Indonesia,

yakni terwujudnya administrasi negara yang mampu

mendukung kelancaran dan keterpaduan

pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan

pemerintahan negara dan pembangunan yang

bebas dari praktik korupsi, dengan mempraktekkan

prinsip-prinsip good governance dan clean

government serta menyediakan public good and

services sesuai harapan masyarakat.

Da l am rangka p en cegahan d an

pemberantasan korupsi, pemerintah telah

mengeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang

Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia,

yang kemudian telah mendorong berbagai inisiatif

di lingkungan Pemerintahan Pusat sampai ke

Pemerintah Daerah. Melalui Inpres ini, Presiden

Republik Indonesia mengamanatkan untuk

melakukan langkah-langkah upaya strategis

dalam mempercepat pemberantasan korupsi, satu

di antaranya dengan menyusun Rencana Aksi

Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK).

Kelanjutannya, pada tahun 2012, Presiden juga

mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2012

tentang Strategi Nasional Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang (Stranas

PPK) Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah

Tahun 2012-2014. Baik Dokumen RAN-PK maupun

Stranas PPK pada intinya menekankan perlunya

upaya-upaya yang sistematis di setiap lini

pemerintahan dan dilakukan secara bersama

dengan semua pihak terkait untuk melakukan

usaha-usaha agar setiap penyelenggara negara,

pelaku usaha serta masyarakat memerangi semua

bentuk tindak korupsi dan masing-masing

lembaga maupun individu memiliki suatu perilaku

yang disebut Perilaku Anti Korupsi (PAK).

Perilaku Anti Korupsi adalah suatu tingkah

laku, tindakan ataupun perbuatan yang

menunjukkan seseorang anti pada korupsi.

Perbuatan yang tergolong korupsi itu sendiri

sifatnya luas, misalnya menurut definisi Joachim

Eckert, seorang hakim pada pengadilan Muenchen

Jerman, menyatakan bahwa korupsi berasal dari

kata corrumper yang berarti kehancuran,

penyimpangan dari kesucian, perbuatan tidak

senonoh, tindakan tidak bermoral dan sebagainya.

Jika definisi luas tersebut yang digunakan, maka

dapat bermakna bahwa Perilaku Anti Korupsi

adalah tingkah laku, tindakan ataupun perbuatan

yang tidak menyimpang dari kesucian, tidak

melakukan perbuatan tidak senonoh, tidak

melakukan tindakan yang tidak bermoral dan

perilaku tidak terpuji lainnya.

3MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Page 4: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

Permasalahan korupsi jelaslah tidak semata-mata

persoalan ekonomi, malahan lebih kepada

persoalan karakter dan etika yang penyelesaiannya

tidak bisa hanya melalui lembaga peradilan,

melainkan juga cara-cara lain, satu di antaranya

yang terdepan adalah melalui media pendidikan dan

pelatihan (Diklat). Hal ini dipandang sangat penting,

karena pendidikan merupakan upaya normatif yang

mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian

dari kehidupan berbangsa, mengingat nilai tersebut

dapat dilanjutkan melalui peran transfer knowledge

baik aspek kognitif, sikap maupun keterampilan.

Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia

manusiawi yang makin dewasa secara intelektual,

moral dan sosial. Ini berarti bahwa melalui Diklat

dapat dikembangkan etika yang kuat dan mampu

menggerakkan nilai-nilai anti korupsi dalam

kehidupannya. Diklat di lingkungan pemerintah

dalam berbagai jenjang pada dasarnya dilakukan

untuk tujuan tersedianya aparat penyelenggara

birokrasi yang profesional, yang dapat bersikap dan

beretika sesuai dengan etika publik.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri

Sipil, bahwa satu di antara jenis Diklat PNS adalah

Diklat Prajabatan yang merupakan syarat

pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

menjadi PNS, yaitu untuk Golongan I, Golongan II

dan Golongan III (Pasal 5 PP No. 101/2000). Diklat

Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan

pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan

kebangsaan, kepribadian dan etika publik, di

samping pengetahuan dasar tentang sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang

tugas, dan budaya organisasinya agar mampu

melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan

masyarakat (Pasal 7).

PNS Golongan III dapat dikatakan sebagai

kader-kader pimpinan dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang perlu dibina secara lebih khusus.

Pembinaan tersebut menjadi bagian dari upaya

mewujudkan good governance dan clean

government di setiap unit organisasi pemerintah.

Oleh karena itu, dalam rangka penyelenggaraan

Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III

(Diklat Prajab III) telah dikeluarkan pula

PERKALAN Nomor 18 Tahun 2010 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan

Pelatihan Prajabatan. Pengaturan ini diharapkan

agar penyelenggaraan Diklat Prajab III mampu

mencapai tujuan dan sasarannya, yakni

terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang

sesuai dengan persyaratan pengangkatan untuk

menjadi PNS Golongan III dan tentunya agar

mampu bekerja sesuai dengan etika publik.Berkenaan dengan tujuan Diklat

menurut PP Nomor 101 Tahun 2000 dan

sasaran kompetens i sebagaimana

disebutkan dalam PERKALAN Nomor 18 Tahun

2010 dimana porsi terbanyak adalah dalam rangka

pembinaan sikap perilaku PNS, maka outcome

(hasil) serta impact (dampak) dari diklat-

diklat Prajab Golongan III yang telah

dilaksanakan selama ini tentu juga perlu

dipertanyakan, yakni : apakah Diklat

Prajabatan ini telah memberikan kontribusi

terhadap adanya perilaku anti korupsi

khususnya pada PNS Golongan III

(alumnus)? Berdasarkan latar belakang yang telah

dijelaskan, maka penulis menetapkan pokok

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

“Seberapa besar dampak hasil diklat berupa

kompetensi PNS yang diukur dari kompetensi

pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan

perilaku baik secara parsial maupun secara

simultan terhadap perilaku anti korupsi pada

alumnus Diklat Prajab Golongan III di lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat?”.

KERANGKA PEMIKIRANPelaksanaan dari kebijakan dan program reformasi birokrasi di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dilakukan melalui proses yang terdesentralisasi, serentak, dan bertahap serta terkoordinasi dengan beberapa indikator keberhasilan di mana tujuan untuk terbebasnya

4 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 5: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

birokrasi dari praktek korupsi menempati urutan teratas yang harus mampu diwujudkan oleh seluruh unsur birokrasi di Indonesia. Oleh karena itulah begitu pentingnya mencapai kondisi di mana Perilaku Anti Korupsi khususnya di kalangan PNS tumbuh subur dan terpelihara dengan baik.

Definisi khusus Perilaku Anti Korupsi memang

masih sulit ditemukan, namun maknanya dapat diurai

dari pembentukan istilah Perilaku Anti Korupsi ini.

Misalnya, pengertian anti korupsi terdapat di dalam

Keputusan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia

Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Strategi Komunikasi

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Sekretariat

Kabinet menyebutkan bahwa “Anti Korupsi

merupakan semua tindakan yang melawan,

memberantas, menentang, dan mencegah korupsi.”

Sementara pengertian korupsi itu sendiri, jika dilihat

dari asal kata Corruptio atau Corruptus, maka berarti

kerusakan. Menurut Kamus Istilah Hukum Latin

Indonesia, Corruptio berarti penyogokan (Adiwinata,

1997:30). Menurut Hamzah (1984:19), arti harfiah

dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan,

kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata

atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Klitgaard (1998:31) mengartikan korupsi yaitu : “Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang

dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara

karena keuntungan status atau uang yang

menyangkut pribadi (perorangan, keluarga

dekat, kelompok sendiri), atau melanggar

aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah ”

laku pribadi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas,

maka dapat dikatakan bahwa korupsi adalah

tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian Negara. Dengan analogi sebagai

kebalikan dari makna korupsi seperti telah

didefinisikan tersebut, maka Anti Korupsi adalah

perlawanan dari perbuatan seseorang yang

melakukan korupsi.Berkaitan dengan perilaku, di dalam teori

psikologi dinyatakan bahwa perilaku adalah

tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungan. Dari pandangan

biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan.

(Depdiknas, 2005:16). Sedangkan menurut

Notoatmodjo (2003:118) perilaku adalah suatu

aktivitas dari manusia itu sendiri.Menurut Notoatmodjo (2003:122) bentuk

operasional dari perilaku dapat dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) jenis yaitu perilaku dalam bentuk

pengetahuan, perilaku dalam bentuk sikap yaitu

tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar, serta perilaku dalam bentuk

tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa

perbuatan atau action terhadap situasi atau

rangsangan dari luar. Berdasarkan perspektif teori perilaku dan

dikaitkan dengan Perilaku Anti Korupsi khususnya

pada individu PNS, maka wujud sekaligus menjadi

indikator-indikator Perilaku Anti Korupsi pada PNS

adalah :1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu PNS

mengetahui situasi atau rangsangan dari luar

yang berkaitan dengan korupsi, bahaya dan

dampak korupsi bagi diri pribadi, orang lain,

masyarakat, bangsa dan negara. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu kesadaran

untuk menolak, menentang, mencegah, dan

memberantas adanya korupsi.3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah

konkrit, yakni berupa perbuatan atau action

terhadap perbuatan korupsi.

P e r i l a k u A n t i K o r u p s i d a p a t

ditumbuhkembangkan dengan upaya-upaya

sistematis dan terencana yang sejalan dengan

se rangka i an upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh

pemerintah selama ini. Menurut BPKP (2002:16),

bahwa pencegahan korupsi antara lain dilakukan

melalui pembinaan pegawai, di mana dalam hal

pembinaan pegawai ini dikatakan sebagai berikut :

“Kondisi yang ingin dicapai dalam pembinaan

pegawai adalah terciptanya obyektivitas dan

keadilan dalam pembinaan pegawai dan diterap-

5MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Page 6: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

kannya nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan

penetapan persyaratan yang terukur, sehingga dapat

menimbulkan kegairahan bekerja dan rasa

tanggungjawab yang besar dari seluruh

pegawai/pejabat. Kondisi tersebut dapat tercapai

melalui penempatan, penggajian, kepangkatan,

pendidikan dan pelatihan (Diklat), penilaian

pelaksanaan pekerjaan, mutasi dan promosi, dan

penegakan disiplin yang obyektif, terbuka dan adil.”

Seperti disinggung di atas, bahwa Diklat adalah

satu di antara sarana yang diharapkan dapat

membentuk Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS,

dan hal ini relevan dengan konsep Diklat PNS sebagai

suatu sistem transformasi untuk menghasilkan

output berupa peserta didik yang memiliki

seperangkat nilai, sikap, pengetahuan dan

keterampilan baru serta berdampak lanjutan pada

praktek atau aplikasi pengetahuan dan keterampilan

tersebut dalam institusi tempat bertugas, juga

aplikasinya di dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Setiap penyelenggaraan Diklat sebagai suatu

proses pembelajaran tentu diharapkan efektif dalam

mencapai tujuan dan sasarannya. Sebagai proses

pembelajaran, efektivitas Diklat adalah hasil belajar,

di mana menurut Soedjadi (1991:10), hasil belajar

dipandang sebagai satu indikator bagi mutu

pendidikan dan perlu disadari bahwa hasil belajar

adalah bagian dari hasil pendidikan.

Domain hasil belajar khususnya dalam konteks

Diklat PNS adalah terwujudnya kompetensi PNS

sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa

peraturan terkait terutama yang termaktub dalam

Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 tentang

Diklat Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Dalam perspektif umum, kompetensi dapat

diartikan berbeda-beda, misalnya McClelland dalam

Cira dan Benjamin (1998:21-28) mendefinisikan

kompetensi (competency) sebagai:

“Karakteristik yang mendasar yang dimiliki

seseorang yang berpengaruh langsung

terhadap, atau dapat memprediksikan, kinerja

yang sangat baik. Dengan kata lain,

kompetensi adalah apa yang para outstanding

performers lakukan lebih sering, pada lebih

banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik,

daripada apa yang dilakukan para average

peiformers.”

Bagi PNS, menurut Peraturan Pemerintah

Nomor: 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan

Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS),

menjelaskan bahwa konsep kompetensi adalah

kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh

seorang PNS, berupa pengetahuan, keterampilan

dan sikap perilaku yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas dan jabatan.

Secara analisis, definisi kompetensi menurut

PP No. 101 Tahun 2000 mengindikasikan tiga

dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap

PNS yaitu dimensi (a) pengetahuan (knowledge),

(b) keterampilan (skills), dan (c) sikap dan perilaku

(attitude and behavior).

Relevan dengan penjelasan di atas, Prayitno

dan Suprapto (2003:11) menyatakan bahwa

standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu yang

disingkat dengan KSA : 1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu fakta dan

angka dibalik aspek teknis; 2. Keterampilan (Skills), yaitu kemampuan untuk

menunjukkan tugas pada tingkat kriteria yang

dapat diterima secara terus menerus dengan

kegiatan yang paling sedikit; 3. Perilaku (Attitude), yaitu yang ditunjukkan

kepada pelanggan dan orang lain bahwa yang

bersangkutan mampu berada dalam

lingkungan kerjanya.

Berkaitan dengan Standar Kompetensi PNS

Golongan III, maka di dalam PERKALAN Nomor 18

Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan menyatakan

bahwa sesuai dengan tugas, wewenang dan

tanggung jawab PNS dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan, maka Standar

Kompetensi yang perlu dimiliki oleh PNS Golongan

III yang merupakan kader pimpinan dalam

kepemerintahan yang baik, adalah kemampuan

dalam :

1. menunjukkan komitmen dan integritas moral

serta tanggung jawab profesi sebagai Pegawai

Negeri Sipil;

6 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 7: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

2. mewujudkan disiplin dan etos kerja;

3. m e n j e l a s k a n p o k o k - p o k o k s i s t e m

penyelenggaraan pemerintahan negara

Republik Indonesia;

4. menjelaskan posisi, peran, tugas, fungsi dan

kewenangan instansi asal peserta dan organisasi

publik pada umumnya;

5. menganalisis masalah penyelenggaraan

pemerintahan negara Republik Indonesia;

6. menjelaskan ketentuan-ketentuan kepegawaian

berkaitan dengan hak dan kewajiban PNS;

7. menganalisis masalah wawasan kebangsaan

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

8. mengaplikasikan prinsip-prinsip budaya

organisasi pemerintah;

9. mengaplikasikan teknik manajemen perkantoran

modern di unit kerjanya;

10. mengaplikasikan prinsip-prinsip pelayanan

prima sesuai dengan bidang tugasnya;

11. bekerjasama dalam kelompok melalui

komunikasi yang saling menghargai.

Dalam mengukur dampak Diklat Prajab

Golongan III terhadap khususnya Perilaku Anti

Korupsi ini, maka penelitian ini menggunakan

masing-masing unsur kompetensi PNS Golongan

III di atas dengan pengelompokan pada ketiga

dimensi kompetensi sebagaimana dikemukakan

sebelumnya, yaitu dimensi pengetahuan,

keterampilan dan dimensi sikap dan perilaku.

Berdasarkan uraian teoritis serta mengacu

pada pendekatan sistem Diklat PNS, maka secara

skematik penelitian ini dapat diringkaskan dalam

Gambar 1 berikut :

7MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Page 8: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

Selanjutnya, memperhatikan kerangka pikir,

khususnya keterkaitan antar variabel yang diteliti,

maka penulis mengajukan hipotesis bahwa 1).

Secara parsial terdapat dampak yang signifikan hasil

diklat berupa kompetensi pengetahuan (X ) terhadap 1

Perilaku Anti Korupsi (Y); 2) Secara parsial terdapat

dampak yang signifikan hasil diklat berupa

kompetensi keterampilan (X ) terhadap Perilaku Anti 2

Korupsi (Y); 3) Secara parsial terdapat dampak yang

signifikan hasil diklat berupa kompetensi sikap dan

perilaku (X ) terhadap Perilaku Anti Korupsi (Y); dan 3

4) Secara simultan terdapat dampak yang signifikan

hasil diklat berupa kompetensi sikap dan perilaku (X ) 3

terhadap Perilaku Anti Korupsi (Y).

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

menurut tingkat eksplanasi dengan pendekatan

kuantitatif dan dengan metode penelitian survai.

Pendekatan kuantitatif digunakan karena lebih cocok

untuk diterapkan mengingat penelitian ini dilakukan

pada sejumlah sampel individu dan dengan unit

organisasional yang juga beragam. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel

independen atau variabel eksogen, yaitu variabel-

variabel yang menjadi komponen-komponen hasil

Diklat, yang meliputi :pengetahuan (X ), 1

keterampilan (X ), dan variabel sikap dan perilaku 2

(X ). Selanjutnya adalah variabel dependen atau 3

variabel endogen, yaitu Perilaku Anti Korupsi (Y). Responden penelitian adalah para alumnus

Diklat Prajab Golongan III di lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, secara khusus dipilih alumnus

Diklat Prajab III angkatan 2012, dengan alasan

yaitu: (1) mereka telah mengalami proses

pembelajaran Diklat Prajabatan Golongan III yang

dalam waktu dua tahun setelah lulus diperkirakan

telah menghasilkan dampak berarti dalam

pelaksanaan tugasnya, dan (2) mereka adalah

tenaga pelamar murni yang merupakan kader

pimpinan masa depan yang dituntut perlu

memahami dan dapat mengimplementasikan

Perilaku Anti Korupsi setelah kembali ke permanent

system (tempat tugas). Jumlah populasinya adalah

202 orang alumnus yang selanjutnya diambil sampel

menggunakan rumus Yamane (Sugiyono,

2004:65) dengan menetapkan tingkat presisi

sebesar 0,10 (10%), sehingga diperoleh sampel

minimal yaitu 67 alumnus. Agar representatif,

dalam penarikan sampel tersebut digunakan

teknik sampel proporsi, dengan pertimbangan

keberadaan alumnus yang berbeda jumlahnya

pada setiap SKPD. Data yang diperlukan dalam

penelitian ini diperoleh dengan metode

penyebaran kuesioner. Kuesioner yang

dipergunakan terlebih dahulu diuji validitas dan

reliabilitasnya dengan uji statistik. Selanjutnya

untuk membahas masalah dan memperoleh

kesimpulan penelitian ini digunakan dua jenis

analisis, yaitu analisis deskriptif dan analisis

induktif/kuantitatif, berupa pengujian hipotesis

dengan menggunakan statistik analisis jalur (path

analysis).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil analisis data baik secara

deskriptif maupun secara induktif, maka dapat

dikemukakan beberapa hasil penelitian ini. Dari

hasil analisis deskriptif menjelaskan bahwa

pencapaian hasil Diklat berupa kompetensi

pengetahuan secara umum mencapai kategori

yang sudah baik meskipun belum maksimal

karena ada beberapa indikator kompetensi

pengetahuan yang kurang terwujud dengan baik,

antara lain materi-materi yang diberikan dalam

Diklat Prajab III belum sepenuhnya dapat diserap

oleh peserta Diklat dan materi-materi tersebut

juga belum seluruhnya relevan atau sesuai dengan

kebutuhan peserta di tempat tugas. Pencapaian

hasil Diklat berupa kompetensi keterampilan

secara umum mencapai cukup baik, yang berarti

juga belum maksimal karena ada beberapa

indikator kompetensi keterampilan yang belum

tercapai dengan baik antara lain keterampilan

d a l a m m e n e r a p k a n p r i n s i p - p r i n s i p

kepemerintahan yang baik (good governance),

peningkatan keterampilan dalam mengidentifikasi

tindakan-tindakan pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang merupakan tindak

pidana korupsi, dan peningkatan keterampilan

8 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 9: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

dalam merancang kerangka kerja dan mengatasi

hambatan-hambatan untuk memiliki pola pikir

sebagai seorang PNS. Pencapaian hasil Dikla berupa

kompetensi sikap dan perilaku secara umum

mencapai cukup baik, berarti pula belum maksimal

karena beberapa indikator kompetensi sikap dan

perilaku yang belum tercapai dengan baik, antara lain

tentang perubahan perilaku positif untuk

melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip

kepemerintahan yang baik (good governance),

perubahan perilaku positif untuk secara sendiri dan

bersama-sama pemerintah dalam mempercepat

pemberantasan korupsi, serta perubahan perilaku

dalam mengembangkan pola pikir yang positif dan

meminimalisasi pola pikir diri yang negatif. Hasil

analisis deskriptif terhadap variabel Perilaku Anti

Korupsi menjelaskan bahwa sikap anti korupsi dari

para alumnus yang diteliti masih rendah yang

tercermin pada masih relat i f rendahnya

pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk

mencegah dan menghindari perbuatan korupsi

terutama di lingkungan tugasnya.Selanjutnya dari analisis induktif, maka

diperoleh hasil persamaan jalur atau persamaan

matematis dari model penelitian ini yaitu :

Y = 0,095*X1 + 0,403*X2 + 0,478*X3,

Errorvar.= 0,387, R² = 0,613Adapun model path diagram (diagram jalur) dari

persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Path Diagram Hasil Analisis

Hipotesis

Sumber: Hasil pengolahan data primer, tahun 2014Dari hasil persamaan maupun path diagram

dapat dijelaskan bahwa loading factor (koefisien

jalur) untuk variabel X , X , dan X dalam membentuk 1 2 3

variabel laten Y adalah sebesar : X = 0,095, X = 1 2

0,403, dan X = 0,478. Nilai koefisien determinasi 3

2atau R-square (R ) yang diperoleh sebesar 0,613

atau kontribusi variabel X , X , dan X terhadap Y 1 2 3

adalah sebesar 61,30%. Dengan demikian,

kontribusi variabel error terhadap Y adalah

sebesar 0,387 atau 38,70%. Nilai koefisien

korelasi multipel r, yaitu sebesar 0,783. Hasil persamaan jalur ini selanjutnya

digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan

baik secara parsial maupun secara simultan. Pada

pengujian hipotesis pertama mengenai dampak

parsial kompetensi pengetahuan terhadap

Perilaku Anti Korupsi didapat hasil bahwa

kompetensi pengetahuan berdampak positif

terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus

Diklat Prajab Golongan III di lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi

total sebesar 4,43%, di mana nilai kontribusi

tersebut tergolong tidak signifikan. Hal ini dapat

terjadi karena pengetahuan-pengetahuan yang

diberikan kepada peserta Diklat belum seutuhnya

sesuai dengan kebutuhan di tempat tugas dan

belum tersedia materi yang komprehensif

khususnya pengetahuan-pengetahuan yang

relevan dengan Perilaku Anti Korupsi. Di samping

itu, ada kendala dalam penerapan pengetahuan

tersebut di tempat tugas karena berbagai faktor

pendukungnya tidak tersedia dengan baik.

Meskipun variabel kompetensi pengetahuan

memiliki dampak tidak signifikan terhadap

Perilaku Anti Korupsi, namun tetaplah penting

untuk ditingkatkan karena pengetahuan tersebut

tidak hanya diharapkan berdampak positif

terhadap Perilaku Anti Korupsi saja, tetapi

terhadap kinerja pegawai di tempat tugas.Dari hasil pengujian hipotesis kedua

mengenai dampak pars ia l kompetensi

keterampilan terhadap Perilaku Anti Korupsi

didapat hasil bahwa kompetensi keterampilan

berdampak positif terhadap Perilaku Anti Korupsi

pada alumnus Diklat Prajab Golongan III di

lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat

dengan kontribusi total sebesar 25,50%, di mana

nilai kontribusi tersebut tergolong signifikan. Hal

ini menjelaskan bahwa hasil Diklat berupa

9MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Page 10: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas atau

suatu pekerjaan fisik atau mental tertentu dengan

benar telah dapat diterapkan oleh alumnus di tempat

tugas dan hal tersebut menjadi faktor pendorong

untuk tumbuh dan berkembangnya Perilaku Anti

Korupsi pada alumnus. Oleh karena itu, semakin

meningkatnya kompetensi keterampilan yang

diperoleh akan semakin meningkatkan Perilaku Anti

Korupsi di kalangan PNS. Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis

ketiga tentang dampak parsial kompetensi sikap dan

perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi didapat hasil

bahwa kompetensi sikap dan perilaku berdampak

positif terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus

Diklat Prajab Golongan III di lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi total sebesar

31,26%, di mana nilai kontribusi tersebut tergolong

signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa hasil Diklat

antara lain berupa komitmen dan integritas moral

serta tanggung jawab profesi sebagai PNS telah

dapat diterapkan oleh alumnus di tempat tugas dan

hal tersebut juga menjadi faktor pendorong untuk

tumbuh dan berkembangnya Perilaku Anti Korupsi

pada alumnus. Oleh karena itu, semakin

meningkatnya kompetensi sikap dan perilaku akan

dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di

kalangan PNS.Hasil pengujian hipotesis keempat

tentang dampak simultan hasil Diklat berupa

kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap

dan perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi di mana

diperoleh hasil bahwa secara simultan hasil Diklat

berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan serta

sikap dan perilaku berdampak positif dan signifikan

terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus Diklat

Prajabatan Golongan III di lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, yakni dengan kontribusi

61,30%, di mana nilai kontribusi tersebut tergolong

signifikan. Hal ini bermakna bahwa peningkatan

secara bersama-sama hasil Diklat berupa kompetensi

pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku

akan dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di

kalangan PNS.

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan

bahwa hasil Diklat berupa kompetensi pengetahuan,

keterampilan, serta sikap dan perilaku berdampak

positif terhadap Perilaku Anti Korupsi khususnya di

kalangan alumnus Diklat Prajab Golongan III, dan

ha l in i dapat d igenera l i sas ikan pada

penyelenggaraan Diklat-diklat yang lain. Dari

ketiga aspek kompetensi tersebut, hanya aspek

pengetahuan yang nilai kontribusinya dinyatakan

tidak signifikan, sementara kompetensi sikap dan

perilaku memberikan kontribusi dominan

terhadap Perilaku Anti Korupsi.

Selanjutnya, atas kesimpulan yang

diperoleh serta kaitannya dengan hasil

keseluruhan dalam kajian deskriptif dan induktif

tentang dampak hasil Diklat terhadap Perilaku Anti

Korupsi pada alumnus Diklat Prajabatan Golongan

III, maka berimplikasikan perbaikan-perbaikan

yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan

Diklat Prajabatan Golongan III pada khususnya

maupun Diklat-diklat lain yang diselenggarakan

oleh Badiklatda Provinsi Jawa Barat. Perbaikan-

perbaikan tersebut seyogyanya memper-

timbangkan hasil-hasil kajian empirik yang dapat

direkomendasikan yaitu :1. Hasil Diklat berupa kompetensi lulusan yang

terdir i dar i kompetensi pengetahuan,

keterampilan serta sikap dan perilaku perlu terus

diupayakan meningkat sehingga sesuai dengan

kondisi ideal yang ditentukan. Dengan

kompetensi yang semakin meningkat akan dapat

memberikan dampak positif dan signifikan

terhadap Perilaku Anti Korupsi. Peningkatan

kompetensi lulusan Diklat tersebut dilakukan

dengan memerbaiki pencapaian indikator-

indikator yang masih dianggap rendah, baik pada

kompetensi pengetahuan, keterampilan maupun

kompetensi sikap dan perilaku, antara lain dalam

menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang

baik (good governance), kemampuan

mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai

negeri atau penyelenggara negara yang

merupakan tindak pidana korupsi, dan

peningkatan pengetahuan, keterampilan serta

sikap dan perilaku dalam merancang kerangka

kerja dan mengatasi hambatan-hambatan untuk

memiliki pola pikir sebagai seorang PNS. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kompetensi sikap dan perilaku lebih dominan

memberikan dampak terhadap Perilaku Anti

10 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 11: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

Korupsi. Oleh karena itu, di dalam pelaksanaan

Diklat Prajab III maupun diklat-diklat yang lain

hendaknya lebih memerkuat pengembangan soft

competency dibanding hard competency. Soft

competency d imaksud ada lah a t t i tude

(perilaku/kebiasaan) yang meliputi nilai-nilai, citra

diri, sifat-sifat dan motivasi. Selain melalui Diklat,

soft competency dipupuk melalui pembinaan

lingkungan kerja termasuk dukungan atasan dan

teman sejawat sehingga kondusif terhadap

tumbuhnya attitude. Khusus untuk penguatan

Per i laku Ant i Korups i , maka d i da lam

penyelenggaraan Diklat sangat diperlukan adanya

materi-materi yang relevan dan mudah dipahami

oleh para peserta Diklat, materi-materi yang lebih

mengarah pada resistensi terhadap perbuatan

korupsi, dan materi-materi yang diberikan

hendaknya up-to-date sesuai perkembangan.

Kemudian dalam penyampaian materi tersebut,

widyaiswara hendaknya menggunakan metode,

teknik dan strategi yang tidak monoton, melainkan

bervariasi serta bersifat pengalaman belajar.3. Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa masih

banyak indikator kompetensi (pengetahuan,

keterampilan serta sikap dan perilaku) yang belum

tercapai sesuai harapan. Hasil tersebut menjelaskan

bahwa masih ada kelemahan-kelemahan dalam

penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III

terutama dari segi pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar (KBM).Oleh karena itu, diperlukan

p e r b a i k a n p a d a ko m p o n e n - ko m p o n e n

penyelenggaraan Diklat yang meliputi komponen

dasar (raw input) yaitu karakteristik peserta,

komponen sarana (instrumental input) seperti

kemampuan pendidik, materi ajar/mata Diklat,

metode, teknik dan strategi pembelajaran, fasilitas

belajar, dan penyelenggara, serta komponen

lingkungan (environmental input) seperti kondisi

fisik lingkungan belajar dan budaya belajar yang

mendukung sistem Diklat.

4. Peningkatan komponen-komponen KBM yang

m a m p u m e m a s i l i t a s i s e c a r a o p t i m a l

penyelenggaraan Diklat Prajab III untuk mencapai

peningkatan pada Perilaku Anti Korupsi khususnya

maupun kinerja aparat pemerintah pada umumnya

dilakukan pada setiap komponen Diklat (input,

proses, output dan outcome), antara lain yaitu :

a. Masukan (Input) mencakup karakteristik

peserta, komponen sarana dan lingkungan

belajar. Pada komponen karakteristik peserta

di antaranya menekankan agar proses seleksi

calon peserta perlu dilakukan yang diawali

dengan pengukuran (assessment) standar

kompetensi sesuai dengan Tupoksi

(kebutuhan instansi), juga pengembangan

motivasi para peserta Diklat. Pada komponen

sarana menekankan pada peningkatan

kemampuan pendidik, penyesuaian materi

ajar, penyesuaian strategi pembelajaran,

penambahan fasil itas belajar, serta

peningkatan kemampuan penyelenggara

terutama dalam penyajian program,

penyediaan fasilitas, tugas pengamatan dan

tugas pengendalian Diklat. Pada komponen

lingkungan belajar menekankan agar nilai-

nilai yang dikembangkan oleh lembaga Diklat

sebagai suatu cita-cita yang hendak

diwujudkan dari proses pembelajaran harus

lebih dapat dipahami oleh para peserta didik,

orientasi belajar harus menekankan pada

proses (active learning) daripada berorientasi

pada hasil (output learning), dan proses

belajar mengajar secara keseluruhan harus

memberikan proses yang cukup pada

kegiatan praktek guna memerkuat metode

instruksional klasikal.

b. Proses (manajemen Diklat). Agar kegiatan

belajar mengajar (KBM) dapat terselenggara

dengan baik, maka setiap kegiatan Diklat

harus memiliki perencanaan yang jelas dan

realisitis, pengorganisasian yang efektif dan

efisien, pemimpinan seluruh personil lembaga

Diklat untuk selalu dapat meningkatkan

kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara

berke lanjutan. Perencanaan Dik lat

hendaknya melibatkan setiap pihak yang

terkait, panitia penyelenggara, widyaiswara,

dan pelaksana lainnya dalam menghasilkan

suatu format rencana pelaksanaan Diklat

yang komprehensif dan dapat dilaksanakan

dengan sumber daya yang tersedia secara

optimal.

c. Keluaran (Output). Setelah selesainya penye-

11MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi

Page 12: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

lenggaraan Diklat, lembaga Diklat hendaknya

memantau kinerja lulusannya dalam bentuk

evaluasi pasca Diklat yang tujuannya untuk

mengetahui sejauhmana efektivitas kompetensi

yang telah dimiliki oleh peserta Diklat dapat

dimanfaatkan di tempat tugasnya.

d. Dampak (Outcome). Lembaga Diklat bersama

instansi terkait harus melakukan evaluasi pasca

Diklat dan evaluasi (penilaian) kinerja yang akan

menentukan tingkat kinerja peserta dan

selanjutnya menjadi umpan balik yang penting

bagi lembaga Diklat dalam menyempurnakan

proses belajar mengajar, kurikulum dan

manajemen sistem Diklat secara keseluruhan.

5. Berkenaan dengan PERKALAN Nomor: 21 Tahun

2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat

Prajabatan Golongan III, maka hasil penelitian ini

m e m b e r i k a n d u k u n g a n / m e m e r k u a t

p e m b e r l a k u a n n y a s e c a r a u t u h p a d a

penyelenggaraan Diklat selanjutnya karena model

Diklat Prajab III yang akan diterapkan relevan

dengan implikasi hasil penelitian ini terutama yang

berkaitan dengan arah Diklat untuk membentuk

karakter PNS yang kuat, yaitu PNS yang menjunjung

tinggi standar etika publik dalam pelaksanaan tugas

jabatannya, karakter yang dibutuhkan untuk

tumbuh dan terpeliharanya Perilaku Anti Korupsi. 5.

Variabel-variabel lain yang tidak diteliti ditemukan

memiliki dampak yang cukup besar terhadap

Perilaku Anti Korupsi. Diperkirakan variabel-variabel

yang bersumber dari dalam diri alumnus seperti

moral, motivasi, kesadaran hukum, dan lain

sebagainya. Selain bersumber dari dalam diri,

Perilaku Anti Korupsi juga dapat tumbuh dan

berkembang dalam diri individu karena ada faktor-

faktor pendorong dari lingkungan tugas, baik yang

bersifat internal maupun eksternal. Untuk faktor

lingkungan internal misalnya sistem dan prosedur

kerja, aturan disiplin, dan dukungan pimpinan.

Sementara untuk variabel lingkungan eksternal

misalnya kebijakan pemerintah (pusat dan daerah)

dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,

sosialisasi anti korupsi, faktor penegakan hukum

terhadap pelaku korupsi, dan lain sebagainya.

Faktor-faktor tersebut hendaknya diteliti oleh

peneliti lain agar dapat dijelaskan potensi ataupun

kontribusinya terhadap Perilaku Anti Korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adiwinata, 1997, Kamus Istilah Hukum Latin Indonesia, Cetakan I, Jakarta: PT. IntermasaBPKP, 2002, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Kepegawaian, Jakarta: BPKP

Depd iknas , 2005 , Pen ingka tan Kua l i t a s Pembelajaran, Jakarta: Direktorat Ketenagaan DiktiHamzah, Andi, 1984, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: PT. GramediaHutapea, Parulian dan Nurianna Thoha, 2008, Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Klitgaard, Robert, 1998, Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor IndonesiaKPK, 2006, Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPKMCW (Malang Corruption Watch), 2005, Seri Pendidikan Anti Korupsi: Mengerti dan Melawan Korupsi, Cetakan Pertama, Malang: Tim MCW bekerjasama dengan YAPPIKANazir, Moh., 1999, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Andi Offset______, 2003, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka CiptaSedarmayanti, 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Jakarta: Bumi AksaraSekaran, Uma, 2000, Research Methods For Business: A Skill-Building Approach. Third Edition, New York: John Wileys & Sons, Inc.Soedjadi, 1991, Matematika (Suatu Analisis Global Menyongsong Tinggal Landas), Surabaya: Media Pendidikan Matematika, IKIP Surabaya.Sudjana, Nana, 2004, Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta: FEUI.Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Cetakan Ke-7, Bandung: Alfabeta._______, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: AlfabetaSulistyani, Ambar Teguh dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu.Thoha, Miftah, 2007, Birokrasi Pemerintahan Indonesia di Era Reformasi, Jakarta: Kencana

12

Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13

Page 13: Oleh: Adang Kurniadi ABSTRAK - Jurnal Inspirasi

MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”

ARTIKEL/JURNAL

Badan Pusat Statistik (BPS), 2013, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2012”, Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XVI, 2 Januari 2013, Jakarta: BPS

_______, 2014, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2013”, Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XVII, 2 Januari 2014, Jakarta: BPSCira D.J. & E.R Benjamin, 1998, “Competency-Based Pay: A Concept in Evolution”. Compensation and Benefits Review, September-Oktober, p.21-28.Competency Standards Body Canberra 1994, tersedia pada: http://www.austrainingnsw.com.au/cbt.html, diakses Sabtu, 25 Januari 2014IACC, 2010, “Special Sessions – Finding The Real Cost Of Corruption: How To Use The Concept Of Social Damage For The Anti Corruption Struggle”, Short Workshop Report Form, Bangkok-Thailand, 11 December 2010, pp. 1-3

ICW, Juli 2013, “Otonomi Daerah Picu Korupsi Kepala D a e r a h ” , B e r i t a , d i p u b l i k a s i k a n p a d a : http://www.voaindonesia.com/content/icw-otonomi-daerah-picu-korupsi-kepala-daerah/1690178.html, diakses Kamis, 02 Januari 2014.

_______, 2011, “PNS Dominasi Tersangka Korupsi”, Berita, dilansir pada : http://forum.kompas.com/nasional/65351-pns-dominasi-tersangka-korupsi.html, diakses diakses Jum'at, 03 Januari 2014

Infokorupsi.com, 2014, “Informasi Seputar Korupsi di Indonesia”, http://infokorupsi.com/, diakses Senin, 28 April 2014

Kompas.com, Sabtu, 26 Oktober 2013, “PNS Lebih Rentan Terpapar Kasus Korupsi” , d ipubl ikas ikan pada: h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m / r e a d /2013/10/26/0949080/PNS.Pemda.Lebih.Rentan.Terpapar.Korupsi, diakses diakses Jum'at, 03 Januari 2014Labolo, Muhadam, 2010, “Reformasi Birokrasi, Problem dan Dilema Kebijakan di Indonesia”, Makalah, dipublikasikan pada: http://muhadamlabolo.blogspot.com/2013/10/reformasi-birokrasi-problem-dan-dilema.html, Selasa, 29 Oktober 2013, diakses, Sabtu, 31 Mei 2014Lingga Pos, 6 Februari 2012, “PNS Dominasi Tersangka K o r u p s i ” , d i p u b l i k a s i k a n p a d a : http://www.linggapos.com/9752_pns-dominasi-tersangka-korupsi.html, diakses Jum'at, 03 Januari 2014Prayitno, Widodo dan Suprapto, 2003, Standarisasi Kompetensi Pegawai Negeri Sipil Menuju Era Globalisasi Global, Seri Kertas Kerja Volume II Nomor 05, Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan BKNRepublika, Selasa, 20 November 2012, “Mendagri: Ada 474 PNS Terlibat Kasus Korupsi”, dipublikasikan pada: h t t p : / / w w w . r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / nasional/hukum/12/11/20/mds8gn-mendagri-ada-474-pns-terlibat-kasus-korupsi, diakses Kamis, 02 Januari 2014Siswoyo, 2012, “Reformasi Birokrasi Menuju Pelayanan Efektif dan Efesien Kepada Masyarakat”, blog. Diakses Sabtu, 29 Maret 2014Suwarno, Yogi dkk, 2009, “Strategi Pemberantasan Korupsi”, Laporan Hasil Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN RI.Tanzi, Vito, “Corruption, Governmental Activities, and Markets”, IMF Working Paper, Agustus 1994Transparency International, “Corruption Perceptions Index 2 0 0 0 - 2 0 1 3 ” , d i p u b l i k a s i k a n p a d a :

http://www.transparency.org/cpi....../results, diakses Kamis, 02 Januari 2014Ulrich, Dave, 1997, “Measuring Human Resource: An Overview of Practice and a Prescription for Results:, Journal of HRM, 36(3), p.303-320.Utomo, Setyo, 2010, “Pencegahan Tindak Pidana Korupsi pada Jasa Konsultasi”, Makalah, Disampaikan dalam Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) tentang “Permasalahan Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa Konsultasi dan Pencegahan Korupsi di Lingkungan Instansi Pemerintah”, Balai Sidang Djokosoetono Gedung F Lantai 2 FH-UI Depok, Selasa 22 Juni 2010, hlm. 1-18.World Bank, 1997, “World Development Report – The State in Changing World”, Washington DC, World Bank

UNDANG-UNDANG DAN DOKUMEN-DOKUMEN LAINNYA

Departemen Dalam Negeri, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdagri.

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di IndonesiaLembaga Administrasi Negara, 2001, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Bandung: Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, LAN.

_______, 2006, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 Tahun 2006, tanggal 19 Desember 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Orasi Ilmiah Widyaiswara, Jakarta: LAN.

_______, 2010, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan, Jakarta: LAN

_______, 2013, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2013, tanggal 24 Desember 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan III, Jakarta: LAN

Keputusan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Sekretariat Kabinet

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Kode Etik Pegawai Negeri SipilUndang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan NepotismeUndang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

13

Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi