nominalisasi adjektiva dalam bahasa perancis

131
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta dengan keunikannya masing-masing merupakan fenomena yang sangat menarik bagi para ahli bahasa untuk diteliti sehingga dapat memperkaya khazanah ilmu kebahasaan itu sendiri. Salah satu objek penelitian bahasa yang menarik adalah pembentukan kata atau word formation karena hal itu mutlak terjadi dalam suatu bahasa dan disebut sebagai proses morfologi. Morfologi termasuk salah satu studi kebahasaan (linguistik) yang mengkaji struktur internal kata atau leksikon suatu bahasa. Kata dalam hal ini dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata-kata lain dalam kelompok kata (Uhlenbeck dalam Ekowardono,1982:54). Pada tingkat gramatikal, kata secara tradisional dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang diidentifikasikan asal dan bentuknya dalam suatu paradigma. Setiap bahasa tentunya dapat dijabarkan ihwal kata itu dan properti-properti morfosintaksisnya (Matthews, 1974:136). Pada abad ke-19, istilah morfologi sebagai bidang linguistik dipahami sebagai studi tentang perubahan-perubahan 1

Upload: vuxuyen

Post on 29-Dec-2016

453 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta

keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

di dunia beserta dengan keunikannya masing-masing merupakan fenomena yang

sangat menarik bagi para ahli bahasa untuk diteliti sehingga dapat memperkaya

khazanah ilmu kebahasaan itu sendiri.

Salah satu objek penelitian bahasa yang menarik adalah pembentukan kata

atau word formation karena hal itu mutlak terjadi dalam suatu bahasa dan disebut

sebagai proses morfologi. Morfologi termasuk salah satu studi kebahasaan

(linguistik) yang mengkaji struktur internal kata atau leksikon suatu bahasa. Kata

dalam hal ini dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang

memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang

dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata-kata lain dalam kelompok kata

(Uhlenbeck dalam Ekowardono,1982:54).

Pada tingkat gramatikal, kata secara tradisional dipahami sebagai unsur

terkecil bahasa yang diidentifikasikan asal dan bentuknya dalam suatu paradigma.

Setiap bahasa tentunya dapat dijabarkan ihwal kata itu dan properti-properti

morfosintaksisnya (Matthews, 1974:136). Pada abad ke-19, istilah morfologi

sebagai bidang linguistik dipahami sebagai studi tentang perubahan-perubahan

1

2

secara sistematis tentang bentuk kata yang dihubungkan dengan maknanya

(Bauer, 1988:4). Hal itu dapat diambil contoh pasangan kata sebagai berikut:

Verba Nomina

to design ‘menggambar’ � designer ‘perancang’ to fight ‘berjuang’ � fighter ‘pejuang/petinju’ to write ‘menulis’ � writer ‘penulis’ Kata-kata tersebut tidak hanya dikaji bentuk katanya, tetapi juga dikaji

fungsi unit-unit lain dalam mengubah bentuk katanya. Dengan begitu, kajian

morfologi berkaitan dengan proses infleksi dan derivasi (Katamba; 1993:206).

Dengan demikian, dalam proses pembentukan kata terdapat dua jenis afiks, yaitu

afiks-afiks infleksional dan afiks-afiks derivasional. Afiks infleksional adalah

afiks yang mampu menghasilkan bentuk-bentuk kata yang baru dari leksem

dasarnya, sedangkan afiks derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem

baru dari leksem dasar. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa morfologi

infleksional atau infleksi berkaitan dengan proses afiksasi yang ditentukan secara

sintaksis, sedangkan morfologi derivasional atau derivasi digunakan untuk

membentuk leksikal baru (Bauer, 1988:80).

Kedua proses morfologis itu menjadi hal yang menarik untuk diteliti

karena proses pembentukan kata ini pasti terjadi di semua bahasa dan tiap-tiap

bahasa menunjukkan proses yang berbeda. Dalam penelitian ini dibahas tentang

salah satu proses derivasi, yaitu nominalisasi. Istilah ini mengacu pada proses

pembentukan nomina (kata benda) dari kelas kata yang lain (verba, adjektiva,

adverbial) melalui penambahan afiks derivasional (Kridalaksana, 1984 :132).

3

Topik ini menarik untuk dibahas karena nominalisasi merupakan bagian

yang penting dalam penggunaan bahasa, baik nominalisasi verba maupun

adjektiva. Dalam penelitian ini secara khusus dibahas tentang nominalisasi

adjektiva dalam bahasa Perancis. Bahasa Perancis sebagai salah satu bahasa

internasional tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi oleh 24 negara, namun

juga sebagai bahasa ibu oleh lebih dari 77 juta penduduk di dunia, sebagai bahasa

kedua oleh 12 juta jiwa lainnya, serta digunakan sebagai bahasa resmi pada

komunitas dan organisasi dunia, seperti Uni Eropa, IOC, PBB, dan FIFA. Bahasa

Perancis memiliki keunikan dari segi pelafalan, kosakata, dan tata bahasanya.

Salah satu bagian yang cukup unik dan menarik untuk dikaji dan dipahami adalah

adjektiva dalam bahasa tersebut. Adjektiva bahasa Perancis sendiri memiliki

kekhasan jika dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ada

dua hal yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan adjektiva bahasa

Perancis, yaitu gender (maskulin/feminin) serta number (tunggal atau jamak) dari

nomina yang diterangkannya. Sebagai contoh, adjektiva grand ‘besar’ akan

memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut.

grand batiment (n.m.sg) ‘gedung besar’,

grands batiments (n.m.pl) ‘gedung-gedung besar’

grande maison (n.f.sg) ‘rumah besar’,

grandes maison (n.f.pl) ‘rumah-rumah besar.

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa ada empat bentuk untuk adjektiva

grand ‘besar’, yaitu grand, grands, grande, dan grandes. Proses seperti ini

termasuk dalam proses infleksi karena tidak menghasilkan kata yang baru, artinya

4

keempat bentuk tersebut memiliki fungsi dan kategori kata yang sama. Dapat

dilihat bahwa tiga bentuk terakhir mendapat sufiks -e, -s, dan –es (dalam bahasa

Perancis disebut accord). Sufiks –e bersifat inflektif, yaitu sebagai penanda

gender feminin, sedangkan sufiks –s sebagai penanda jamak, dan –es merupakan

penanda gender feminin jamak. Perubahan ini mengikuti aturan-aturan morfologi

tertentu (adjective agreement) karena ada adjektiva yang mengalami perubahan

yang teratur (regulier) dan tidak teratur (irregulier).

Secara praktis, adjektiva bahasa Perancis dapat diubah menjadi nomina,

baik dengan proses derivasi yang memerlukan derivational affiks maupun

nominalisasi dengan zero derivation. Menurut Mattews (1974:65), proses yang

terakhir ini disebut konversi (conversion), yaitu perubahan kelas kata tanpa

penambahan afiks atau proses derivasi dengan penambahan zero morfem. Dalam

bahasa Perancis hal ini juga dikenal dengan istilah derivation impropre, yaitu

perubahan kategori gramatikal sebuah kata yang disebabkan oleh fungsinya dalam

ujaran (Gardes-Tamine, 2001 :43). Biasanya, kategori sebuah kata dapat kita

pastikan dalam kamus, namun dalam percakapan sehari-hari akan cukup sulit

untuk menentukan kategori kata. Sering terjadi kategori sebuah kata berubah

sesuai dengan fungsinya dalam kalimat. Hal ini dapat kita lihat pada contoh

berikut.

a. Tous les hommes sont charmé par sa beauté semua DEF.pl N.m.laki-laki PAS.terpukau oleh POSS.3sg. N.f.sdkecantikan Semua lelaki terpukau pada kecantikannya.

b. Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.cantik PART DEM.f.ini gambar adalah POSS3.sg N.f.kesederhanaan (sesuatu) Yang indah dari gambar ini adalah kesederhanaannya.

5

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa bentuk dasar adjektiva beau

‘cantik/indah’ dapat mengalami kedua tipe nominalisasi, yaitu :

1. [beauadj + -té] � beauté N ‘keindahan’

2. [beauadj + ø] � beau N ‘indahnya’

Untuk tipe kedua, adjektiva beau berubah kelas katanya menjadi nomina

dengan tanpa adanya afiksasi, namun kelas katanya telah berubah menjadi nomina

yang dibuktikan dengan adanya artikel definit le. Perlu diketahui bahwa setiap

nomina dalam bahasa Perancis harus didahului oleh determinan (penanda

nomina), seperti artikel definit/indefinit, artikel partitif, demonstratif, penanda

possesif, dan sebagainya (Hutagalung, 2003:30). Dengan demikian, kata beau di

atas dapat dipastikan berubah kelas katanya menjadi nomina karena ada artikel

definit (le) sebagai penanda nomina masculin di depan kata beau tersebut.

Perubahan seperti ini sering disebut dengan zero-derivation atau conversion

karena tidak adanya penambahan afiks untuk mengubah kelas kata. Karakteristik

dari konversi ini adalah bentuk dasar dan bentuk derivasi yang dihasilkan sama

persis, yang membedakan adalah makna semantik dan kategori morfosintaksisnya.

Kedua tipe nominalisasi ini sangat umum digunakan dalam bahasa Prancis

sehingga menarik untuk diulas karena memperlihatkan dua bentuk nomina yang

berbeda dari satu bentuk dasar adjektiva yang sama.

Jika dilihat dari struktur morfologinya, bahasa Perancis merupakan tipe

bahasa fleksi karena perubahan internal cenderung terjadi dalam akar kata itu

sendiri. Namun, pembubuhan afiks juga dapat dilakukan dalam membentuk suatu

leksikal baru dan mengekspresikan makna gramatikalnya. Akan tetapi,

6

penggunaannya tidak sesering seperti dalam bahasa aglutinasi. Karena

penggunaannya yang khusus tersebut, nominalisasi adjektiva yang termasuk

dalam proses derivasi menjadi menarik untuk diteliti sehingga dapat diketahui

leksikal baru apa saja yang dapat dibentuk oleh afiks-afiks derivasional yang

terdapat dalam bahasa Perancis.

Penelitian tentang proses pembentukan kata khususnya tentang

nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis telah dilakukan oleh beberapa

peneliti luar, di antaranya adalah Nominalizations and the Structure of Adjectives

oleh Roy (2007). Pada penelitian ini, nominalisasi adjektiva hanya dibahas secara

umum, tidak diuraikan kaidah pembentukan nomina dari dasar adjektiva. Selain

itu, penelitian ini lebih cenderung membahas struktur adjektiva dengan

menguraikan fungsinya dalam frasa. Kemudian penelitian yang kedua The

Nominalization of Adjectives in French: From Morphological Conversion to

Categorial Mismatch” oleh Lauwers (2008) yang membahas nominalisasi

adjektiva dengan cara konversi (tanpa afiksasi) beserta struktur frasa dan makna

yang dihasilkan dari proses tersebut. Kedua penelitian yang telah dilakukan

tersebut sama-sama membahas nominalisasi, namun ada perbedaan, baik dalam

hal bidang yang dikaji maupun teori yang digunakan. Begitu pula dengan buku-

buku tata bahasa Perancis, pembahasan tentang hal ini hanya bersifat struktural,

tidak disertai dengan kaidah-kaidah pembentukan kata.

Penelitian mengenai nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis masih

perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam, baik

tentang proses afiksasi maupun konversi di dalamnya. Penelitian ini berbeda

7

dengan penelitian sebelumnya, terutama dalam teori yang digunakan, yaitu teori

Morfologi Generatif ditambah pula kajian bentuk dan makna gramatikal dari

kedua proses nominalisasi tersebut. Penerapan teori ini diharapkan dapat

menjelaskan dengan baik tentang proses pembentukan kata, temasuk

pembentukan kata-kata potensial dan kaidah penyesuaian yang terjadi dalam

proses afiksasi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Di dalam penelitian ini dibahas tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut.

1. Afiks-afiks apa sajakah yang dapat membentuk nomina dari dasar

adjektiva dalam bahasa Perancis?

2. Bagaimanakah proses atau kaidah pembentukan kata dalam nominalisasi

adjektiva bahasa Perancis, baik dengan afiksasi maupun konversi

berdasarkan teori morfologi generatif?

3. Apakah fungsi dan makna gramatikal yang terbentuk dari kedua proses

nominalisasi adjektiva tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena

kebahasaan terutama mengenai proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa

8

Perancis dari sudut pandang Teori Morfologi Generatif. Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif pada tata bahasa Perancis

terutama dalam pemahaman pembentukan nomina dari bentuk dasar adjektiva.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan

yang dikemukakan dalam rumusan masalah, yaitu :

1. mengidentifikasi afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva

dalam bahasa Perancis;

2. menjelaskan proses pembentukan kata dalam nominalisasi adjektiva

bahasa Perancis dengan menggunakan teori Morfologi Generatif;

3. menemukan makna gramatikal yang terbentuk dari proses nominalisasi

tersebut.

1.4 Jangkauan penelitian

Jangkauan penulisan dalam penelitian ini adalah proses nominalisasi

adjektiva dalam bahasa Perancis, baik dengan penambahan afiks derivasional

maupun dengan konversi. Permasalahan yang dibahas mencakup

pengidentifikasian afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar adjektiva, kemudian

bagaimana proses pembentukannya, dan makna gramatikal yang terbentuk dari

proses tersebut. Data yang diteliti adalah nomina yang berasal dari bentuk dasar

adjektiva kualifikatif, yaitu adjektiva yang mendeskripsikan nominanya, seperti

bentuk, warna, ukuran, sifat, dan lain-lain.

9

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun

praktis . Kedua manfaat yang diharapkan itu diuraikan berikut ini.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

pengetahuan di bidang linguistik terutama kajian Morfologi Generatif. Di samping

itu, data dan informasi dalam penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi

dalam pemahaman proses derivasi khususnya nominalisasi adjektiva dalam

bahasa Perancis.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

informasi khususnya tentang proses nominalisasi bagi para peneliti lain ataupun

pengguna bahasa Perancis di Indonesia. Di samping itu, penjelasan tentang proses

morfologis di dalamnya diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang Teori

Morfologi Generatif serta dapat menunjang pengajaran bahasa Perancis tentang

penggunaan afiks derivasional pada adjektiva dalam membentuk nomina.

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian dalam bidang morfologi sudah banyak dilakukan oleh para

linguis. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam penelitian ini, antara lain

dapat membuka wawasan tentang topik yang sama dan mengetahui sampai sejauh

mana topik ini sudah diteliti. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa hasil

penelitian yang berkaitan dengan morfologi bahasa Perancis khususnya masalah

nominalisasi dengan menggunakan Teori Morfologi Generatif belum ada. Oleh

sebab itu, dianggap perlu untuk meninjau beberapa karya tulis yang membahas

masalah morfologi bahasa Perancis dan sejumlah penelitian Morfologi Generatif

di luar bahasa Perancis. Jadi, pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian yang

berkaitan dengan Morfologi Generatif terutama dalam derivasi ataupun afiksasi.

Dalam uraian berikut terkandung cakupan penelitian, teori yang digunakan, proses

analisisnya, dan hasil yang diperoleh.

Pramesti (2008) dalam tesisnya yang berjudul “Adjektiva Derivational

dalam Bahasa Jepang : Sebuah Kajian Morfologi Generatif” mengkaji aturan dan

proses pembentukan adjektiva dalam bahasa Jepang dengan afiks derivasional,

termasuk menganalisis fungsi dan makna, serta mengidentifikasi perbedaan antara

adjektiva turunan dan adjektiva bukan turunan dilihat dari distribusinya dalam

kalimat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adjektiva derivasional

10

11

dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan menggunakan prefiks {fu-, ko-, dan

ka-} dan sufiks {-(i)ta, -rashi, -ppo, dan –teki}. Adjektiva turunan dan adjektiva

bukan turunan berbeda kontribusinya dalam kalimat. Adjektiva turunan hanya

dapat muncul satu kali dalam sebuah kalimat, sedangkan adjektiva bukan turunan

dapat muncul dan menduduki lebih dari satu fungsi sintaksis. Walupun tulisan ini

membahas adjektiva bahasa Jepang, penelitian ini dapat memberikan gambaran

tentang proses derivasi dengan menggunakan teori morfologi generatif sehingga

dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini.

Simpen (2008) menulis sebuah artikel pada Jurnal Linguistika berjudul

“Afiksasi Bahasa Bali : Sebuah Kajian Morfologi Generatif”. Kajian ini berangkat

dari fenomena kebahasaan, khususnya bahasa Bali dalam bidang morfologi, di

mana sebagian besar kajian morfologi menggunakan Teori Struktural yang dirasa

kurang relevan untuk diterapkan dalam proses pembentukan kata. Misalnya untuk

bentuk mebisan ‘berbus’ dan niyuk ‘menggunakan alat dengan tiyuk/ pisau’ tidak

pernah digunakan dalam percakapan, sedangkan bentuk medokaran ‘berdelman’,

mesepedaan ‘bersepeda’, numbeg ‘mencangkul’ sangat biasa digunakan dalam

bahasa Bali. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini digunakan Teori

Morfologi Generatif, yaitu teori baru yang dianggap mampu memberikan

penjelasan (explanation adequacy) terhadap fenomena yang ada. Dengan cara ini

diharapkan tidak ada bias dalam proses afiksasi. Prinsip dasar dalam Morfologi

Generatif adalah proses pembentukan kata dapat menghasilkan bentuk wajar,

bentuk potensial, dan bentuk aneh. Mekanisme pembentukan kata biasa melalui

idiosinkresi, penyaringan, dan pemblokan.

12

Teori ini juga mengenal adanya penutur yang ideal, yang secara intuitif

berbekal kemampuan bahasa bawaan. Oleh karena itu, teori ini mampu

menjelaskan bentuk-bentuk potensial dan bentuk-bentuk aneh sejenis niyuk;

nyilet, memotlot, memensil. Halle (1973) dan Aronoff (1976) merupakan dua ahli

yang memberi warna pada penelitian morfologi generatif. Di samping itu, Scalise

(1984) dan Dardjowidjojo (1988) adalah dua ahli yang sangat berperanan dalam

pemahaman teori morfologi generatif, khususnya yang berkembang di Indonesia.

Walaupun bahasa yang digunakan sebagai objek penelitian dalam dua penelitian

di atas tidak serumpun dengan bahasa yang menjadi objek penelitian penulis,

penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan kajian pustaka yang memberi

banyak sumbangan dalam penelitian penulis. Hal itu mengingat pembahasan

proses afiksasi dengan menggunakan teori Morfologi Generatif dapat memberikan

kontribusi dalam penelitian ini yang juga akan membedah proses nominalisasi

adjektiva dengan menggunakan teori tersebut.

Dubois dan Langane (1973: 120) dalam bukunya La Nouvelle Grammaire

du Fran�ais mengemukakan bahwa kata yang diperoleh setelah penambahan

sufiks dan setelah melalui suatu proses transformasi kalimat disebut kata

derivasional (mots dérivés). Mereka juga membahas sufiks yang digunakan dalam

transformasi suatu bentuk dasar menjadi grup nomina dapat dibagi menjadi dua

kelompok tergantung dari bentuk dasarnya apakah merupakan bentuk dasar

adjektiva atau participe (suatu bentuk dalam sistem kata kerja bahasa Perancis).

13

Sufiks-sufiks yang ditambahkan pada bentuk adjektiva, antara lain {-at, -

ce, -erie, -esse, -eur, -ie, -ise, -ité, -itude, -isme}, sedangkan sufiks-sufiks yang

digunakan pada bentuk participe atau kata kerja adalah {-age, -e, -ment, -tion,

-ure}. Di dalam buku ini, sama sekali tidak dibahas tentang bagaimana proses

pembentukan kata derivasional dengan menggunakan sufiks-sufiks tersebut,

demikian pula dengan makna yang dihasilkan dari proses derivasi tersebut. Selain

itu, juga tidak disinggung mengenai bentuk derivasi melalui proses konversi.

Namun, buku ini telah memberikan kontribusi yang berarti dalam penelitian ini

dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam transformasi kalimat dan

menentukan sufiks-sufiks pembentuk nomina.

Kajian berikutnya adalah sebuah artikel pada jurnal Folia Linguistika

dengan judul “The Nominalization of Adjectives in French: From Morphological

Conversion to Categorial Mismatch” oleh Lauwers (2008). Penelitian ini

membahas nominalisasi adjektiva yang terfokus hanya pada nominalisasi dengan

zero derivation atau dengan tanpa penambahan afiks pada bentuk dasarnya.

Contoh le bavard ‘si cerewet (orang)’, l’aveugle ‘si buta (orang), le faux ‘yang

salah’, le vrai ‘kebenaran’. Hal seperti ini juga sering disebut dengan proses

konversi, yaitu perubahan kelas kata tanpa pembubuhan afiks. Penelitian ini

menggunakan pendekatan secara sintaksis dan dianalisis berdasarkan distorsi

kategorial (distortion categorielle). Jadi, dalam penelitian ini tidak diuraikan

mengenai proses nominalisasi adjektiva dengan menggunakan afiksasi.

Kontribusinya dalam penulisan penelitian ini adalah tentang bentuk-bentuk

14

konversi adjektiva menjadi nomina dan makna yang terbentuk dari proses tersebut

sesuai dengan konteks dalam kalimat.

Kajian yang terakhir adalah “Nominalizations and the Structure of

Adjectives” oleh Roy (2007). Dalam artikel ini dipaparkan mengenai struktur

adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi adjektiva. Ada dua sumber jenis

adjektiva, yaitu predikatif dan atributif. Adjektiva predikatif adalah adjektiva

yang dalam kalimat memerlukan kata kerja keadaan sebagai penghubung,

sedangkan adjektiva atributif adalah adjektiva yang muncul sebagai modifier dari

nomina yang diterangkannya, seperti diungkapkan pada contoh berikut.

a. She is a beautiful dancer Adj.atributif ‘Dia adalah seorang penari cantik’

b. The dancer is beautiful Adj.predikatif

‘Penari itu cantik’ Selanjutnya dikatakan bahwa hanya struktur adjektiva predikatif yang

dapat mengalami nominalisasi. Kemudian dipaparkan mengenai struktur sintaksis

kedua tipe adjektiva tersebut. Setelah itu disebutkan bahwa ada dua kelas nomina

yang dibentuk dari dasar adjektiva, yaitu sebagai berikut.

1. Nomina keadaan (State-nominals)

La popularité de ses chansons m’impressionné DEF.f.sg popularitas PREP POSS.2pl. N.f.pl.lagu ku.memukau ‘Kepopuleran lagu-lagunya memukauku’ Nomina ini mendeskripsikan suatu keadaan dan memerlukan struktur

argumen serta hanya dapat diderivasikan dari adjektiva predikatif.

15

2. Nomina kualitas (quality-nominals)

La fierté l’ aveugle DEF.f.sg kebanggan COD-dia buta ‘Kebanggaan membutakan dia’

Sebaliknya, nomina kualitas tidak memerlukan struktur argumen dan

menggambarkan suatu kualitas.

Secara umum penelitian ini cukup menarik terutama tentang struktur

adjektiva dan implikasinya pada nominalisasi, sedangkan kelemahannya adalah

penjelasan mengenai bagaimana proses pembentukan nomina dari adjektiva masih

sangat kurang.

Berdasarkan kajian-kajian di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian

mengenai derivasi dalam bahasa Perancis, terutama tentang nominalisasi adjektiva

masih perlu dilakukan untuk menambah keragaman penelitian tentang kajian

morfologi. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya. Dalam dua penelitian pertama, objek bahasanya jelas berbeda

(bahasa Jepang dan bahasa Bali), namun sama-sama menggunakan Teori

Morfologi Generatif untuk menggambarkan proses afiksasi sehingga dapat

dijadikan acuan untuk menganalisis data pada penelitian ini. Pada tiga kajian

berikutnya yang juga membahas proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa

Perancis, sejauh ini hanya sebatas mendeskripsikan jenis-jenis afiks derivasional

dan proses derivasi adjektiva menjadi nomina hanya digambarkan secara

struktural. Di samping itu, teori Morfologi Generatif belum pernah diterapkan

dalam proses analisis nominalisasi adjektiva oleh para linguis Perancis.

16

2.2 Konsep

Sebelum pemaparan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini,

disampaikan juga konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung untuk

dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan persepsi

terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep

tersebut diuraikan berikut ini.

2.2.1 Leksem dan Kata

Mengutip pendapat Lyon, Kridalaksana (1996) membedakan istilah kata

dan leksem. Di dalam tulisannya, ia menggunakan leksem sebagai satuan dasar

dalam leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Dengan

perkataan lain, leksemlah yang merupakan “bahan dasar” yang telah mengalami

“pengolahan gramatikal” menjadi kata dalam subsistem gramatika.

Lyons (1977:23) menyatakan “lexemes are the words that a dictionary

would list under a separate entry” yang berarti bahwa leksem merupakan kata

yang menjadi entri dalam kamus. Dalam kamus, leksem WALK ‘berjalan’ akan

dengan mudah ditemukan sebagai entri (leksem), sedangkan bentuk walked,

walks, dan walking tidak akan ditemukan dalam entri yang terpisah karena kata-

kata tersebut merupakan bentuk lain dari leksem WALK. Huruf capital kecil

digunakan untuk menunjukkan leksem yang membedakannya dengan kata (Boiij,

2007:3). Jadi, kita harus membedakan leksem dengan kata, yaitu leksem sebagai

unit yang abstrak, sedangkan kata merupakan unit konkret yang digunakan dalam

17

kalimat (Matthews, 1974:22). Kata sebagai satuan yang memiliki makna dan

terdiri atas satu morfem atau lebih.

2.2.2 Infleksi dan Derivasi

Menurut Bauer (1988:80), dalam buku Introducing Linguistic

Morphology, morfologi dipilah atas morfologi derivasional dan morfologi

infleksional. Infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat

melengkapi bentuk-bentuk leksem dan derivasi menjadi bagian dari leksis karena

menyediakan leksem-leksem baru. Morfologi leksikal mengkaji kaidah-kaidah

pembentukan kata yang menghasilkan kata-kata baru yang secara leksikal berbeda

(beridentitas baru) dari kata yang menjadi dasarnya. Hal ini berbeda dengan

morfologi infleksional yang mengkaji hasil-hasil pembentukan kata yang berasal

dari leksem yang sama.

Mathews (1974: 38) membedakan antara proses infleksi dengan proses

pembentukan kata (word formation) yang mencakup derivasi dan komposisi

Derivasi adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru

(menghasilkan kata- kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); sedangkan

infleksi menghasilkan bentukan kata-kata yang berbeda dengan paradigma yang

sama. Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan, sedangkan

pembentukan infleksi bersifat teramalkan (predictable). Misalnya, verba work

’bekerja’ otomatis akan dikenali works, worked, working (bentukan infleksional

yang teramalkan); berbeda dengan contoh derivasi work ’bekerja’ � worker

’pekerja’, apakah agree ’setuju’ � agreer?

18

Sehubungan dengan derivasi dan infleksi, Booij (1988:39) juga

menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang

digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya (part of speech).

Misalnya, kata-kata teach ’mengajar’, build ’membangun’, dan sweep ’menyapu’

adalah verba, tetapi jika ditambahkan afiks derivasional -er, akan menjadi nomina

teacher ’pengajar’, builder pembangun’, dan sweeper ’tukang sapu’. Jika

ditambahkan sufiks -ly pada adjektiva happy ’senang’, loud ’keras’, smooth

’lembut’, akan didapatkan adverbia happily ’dengan gembira’, loudly ’dengan

keras (suara)’, smothly ’dengan lembut’.

Haspelmath (2002:60--83) juga mengungkapkan hal yang sama mengenai

infleksi dan derivasi dengan para pendahulunya, yaitu morfologi menggunakan

terminologi yang berbeda untuk membicarakan infleksi dan derivasi. Dalam

bukunya Understanding Morphology dipaparkan bahwa makna infleksi pada

bahasa ditemukan sangat terbatas, banyak di antaranya muncul dari kata-kata inti

yang umum dari nomor, kasus, aspek, mood, dan agreement ‘persetujuan’,

sedangkan makna derivasi lebih bervariasi.

Samsuri (1982: 198) di dalam buku Analisis Bahasa mengungkapkan

pendapatnya tentang derivasi dan infleksi, yaitu bahwa derivasi ialah konstruksi

yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi adalah

konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Samsuri

menyatakan bahwa di dalam bahasa-bahasa Eropa, utamanya Inggris, pengertian

derivasi dan infleksi dapat dikenakan secara konsisten. Misalnya: books (dari

book), stop, stopped, stopping (stop); prettier, prettiest (pretty); sebagai contoh

19

infleksi. Sebaliknya, derivasi dicontohkan: runner (run), beautify (beauty). Semua

bentuk, seperti book jika mendapat sufiks -s (plural), merupakan infleksi, seperti

car-cars, table-tables, dsb. Namun, di dalam bahasa Indonesia tidaklah demikian

karena sistem afiks bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Oleh sebab

itu, masih merupakan persoalan, apakah pengertian infleksi dan derivasi dapat

diterapkan secara konsisten di dalam bahasa Indonesia. Lessard (1996) dalam

Introduction à la Linguistique Fran�aise juga membagi proses morfologi ke

dalam dua jenis, yaitu la morphologie derivationnelle di mana proses tersebut

menghasilkan suatu jenis kata yang baru (dengan menambahkan afiks) dan la

morphologie flexionnelle yang tidak menghasilkan suatu kata yang baru (seperti

penambahan penanda jamak dan penambahan akhiran dalam konjugasi verba).

Dalam hal ini, afiks infleksional cenderung diletakkan setelah afiks derivasional,

misalnya kata tristesses ‘kesedihan-kesedihan’. Pada kata itu terdapat tiga

morfem, yaitu triste ‘sedih’, sufiks -esse yang memberi makna keadaan/kualitas

seperti yang disebutkan pada bentuk dasar, dan –s yang merupakan penanda

jamak.

[triste] A + [-esse] � [tristesse] N.sg (1)

[tristesse] N + [-s] � [tristesses] N.pl (2)

Proses (1), akhiran –esse (afiks derivasional) dilekatkan terlebih dahulu

untuk mengubah bentuk dasar adjektiva ‘triste’ menjadi sebuah nomina abstrak

tunggal tristesse ‘kesedihan’. Setelah itu, baru mendapat akhiran –s untuk

membuat nomina dalam bentuk jamak (afiks infleksional).

20

2.2.3 Bentuk Dasar (Base)

Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi

dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1985:45). Pendapat lain

menyatakan bahwa bentuk dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk

menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar suatu proses morfologis, artinya bisa

diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses

reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses

komposisi. Bentuk dasar tersebut berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa

gabungan morfem (Chaer, 1994:159), contoh : kata berlayar terdiri atas morfem

ber- dan layar, maka layar adalah bentuk dasar dari kata berlayar itu. Bentuk

dasar dapat dibedakan menjadi bentuk dasar bebas dan bentuk dasar terikat. Ciri-

ciri bentuk dasar adalah: (1) satuan bentuk lingual yang terkecil dalam sebuah

kosakata, (2) satuan yang berperan sebagai masukan dalam proses morfologis, (3)

merupakan bahan baku dalam bahan morfologis, (4) sebagai unsur yang diketahui

adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk kompleks merupakan

bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis.

Bentuk dasar dalam teori Morfologi Generatif termasuk dalam DM (daftar

morfem) yang membedakan morfem dasar dan morfem terikat (Dardjowidjojo,

1998 :65). Morfem bebas adalah kata yang mampu berdiri sendiri dalam tataran

lebih tinggi dan telah memiliki kategori tertentu, seperti kategori nomina, verba,

adjektiva, adverbial, dan numeralia. Sebaliknya morfem terikat adalah bentuk

yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi, belum memiliki makna

tertentu, dan belum memiliki kategori leksikal. Jadi, morfem ini tidak dapat

21

muncul dalam tuturan tanpa digabung dahulu dengan morfem lain. Dalam hal ini

semua afiks dikatakan sebagai morfem terikat. Perhatikan contoh dalam bahasa

Perancis (BP) berikut : tables ‘meja’, grandes ‘besar’, maisons ‘rumah’, vendeur

‘penjual’, incomplete ‘tidak lengkap’. Bentuk-bentuk dalam tulisan cetak miring

merupakan morfem bebas atau bentuk dasar karena dapat ditemukan berdiri

sendiri dalam tuturan. Sebaliknya, bentuk -s, -es, - -eur, in- merupakan morfem

terikat karena bentuk-bentuk tersebut adalah afiks yang harus digabungkan

dengan bentuk lain agar dapat memiliki makna gramatikal.

2.2.4 Nominalisasi

Sebelum beranjak pada istilah nominalisasi, ada baiknya dibahas tentang

apa itu nomina. Dalam tata bahasa Indonesia, kata benda adalah nama dari semua

benda dan segala yang dibendakan, yang menurut wujudnya dibagi atas kata

benda konkret dan kata benda abstrak (Keraf, 1984: 63). Dalam bahasa Perancis,

kata benda adalah bagian yang paling penting dalam suatu grup nomina, yang

dibentuk dengan didahului oleh suatu determinan. Kata benda dapat berupa

makhluk hidup (manusia, anjing, nama diri) ataupun benda-benda (mobil, rumah,

buku, dll.). Selain itu, juga dapat bermakna suatu kualitas (kecantikan, kekuatan)

ataupun suatu aksi (pembersihan, keberangkatan, dan sebagainya). Namun, yang

paling penting dalam menentukan kelas nomina adalah melalui fungsi

sintaksisnya dalam kalimat (Dubois, 1973: 39).

Samsuri (1981 :87) mendeskripsikan nominalisasi secara terperinci

berdasarkan kajian transformasi generatif bahwa nominalisasi adalah proses atau

22

hasil perubahan bentuk kata menjadi bentuk-bentuk baru yang mempunyai

distribusi seperti nomina. Kridalaksana (1984:132) mengatakan “Nominalisasi itu

adalah proses atau hasil membentuk nomina dari kelas kata lain dengan

menggunakan afiks tertentu”. Dari pendapat para ahli bahasa di atas dapat

disimpulkan bahwa istilah nominalisasi adalah penggunaan verba, ajektiva,

ataupun adverbial sebagai bentuk dasar dalam pembentukan nomina, baik dengan

maupun tanpa adanya tranformasi secara morfologi.

Ada dua tipe nominalisasi dalam bahasa Perancis yang hampir sama

dengan yang ada dalam bahasa Inggris. Yang pertama adalah nominalisasi yang

memerlukan derivational afiks untuk membentuk nomina, seperti beau

(ADJ.indah, tampan/cantik) + {-té} => la beauté (N.f. keindahan, kecantikan).

Adjektiva beau berubah menjadi nomina dengan penambahan suffiks -té. Tipe

yang kedua adalah nominalisasi dengan zero morfem. Proses ini juga dikenal

dengan istilah konversi. Hal yang dimaksud adalah beberapa verba atau adjektiva

dapat langsung digunakan sebagai nomina tanpa penambahan sufiks derivasional.

2.2.5 Adjektiva

Kejelasan kriteria mengenai adjektiva beserta ciri-cirinya sangat penting

diketahui untuk memahaminya dengan baik dan benar. Secara tradisional,

adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas atau keadaan suatu

benda. Alwi (2003: 171) berpendapat bahwa adjektiva adalah kata yang

memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh

nomina dalam kalimat.

23

Pendapat lain yang hampir sama menyatakan bahwa adjektiva atau kata

sifat adalah kata yang melekat pada kata benda untuk menggambarkan atau

mendeskripsikan kualitas kata benda tersebut seperti bentuk, warna, ukuran,

tampilan, dan lain-lain (Dubois, 1973 : 105).

Adjektiva bahasa Perancis memiliki keunikan yang berbeda dengan

adjektiva bahasa Inggris, terutama dalam dua hal berikut :

1. Adjektiva bahasa Perancis harus sesuai dengan nomina yang dimodifikasi

sehingga suatu adjektiva akan mempunyai sampai dengan empat bentuk

adjektiva yang sesuai dengan gender dan number, misalnya untuk kata

petit ’kecil’ akan mempunyai bentuk petit (untuk menerangkan nomina

maskulin tunggal), petite (feminin tunggal), petits (maskulin jamak),

petites (feminin jamak). Namun, ada pula yang mempunyai dua bentuk

saja, seperti kata pauvre ’miskin’. Perubahan bentuknya hanya pauvre

(maskulin/feminin tunggal) dan pauvres (maskulin/feminin jamak).

2. Adjektiva bahasa Perancis tidak seperti adjektiva bahasa Inggris yang

posisi adjektivanya berada sebelum nomina. Namun, adjektiva bahasa

Perancis dapat berada sebelum atau sesudah nomina yang diterangkan,

tergantung dari jenis dan maknanya.

2.2.6 Morfologi Generatif

Prinsip dasar dalam morfologi generatif adalah proses pembentukan kata

dapat menghasilkan bentuk wajar, bentuk potensial, dan bentuk aneh. Teori ini

24

memiliki perangkat kaidah untuk membentuk kata-kata baru atau kalimat-kalimat

baru dengan kaidah transformasi.

Bentuk potensial dalam kajian ini mengacu pada pendapat Halle, Aronoff,

Scalise, dan Dardjowidjojo, yaitu bentuk yang secara gramatikal atau morfologis

berterima, tetapi bentuk-bentuk itu tidak ada atau belum lazim digunakan secara

empiris. Mekanisme pembentukan kata biasa melalui idiosinkresi, penyaringan,

pemblokan, dan penyesuaian. Teori ini juga mengenal adanya penutur yang ideal,

yang secara intuitif berbekal kemampuan bahasa bawaan. Oleh karena itu, teori ini

mampu menjelaskan bentuk-bentuk potensial dan bentuk-bentuk aneh yang tidak

lazim ditemukan dalam tuturan sehari-hari.

2.3 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini secara umum mengacu pada

teori Morfologi Generatif. Pemilihan teori ini didasarkan pada beberapa

pertimbangan, yaitu (1) teori Morfologi Generatif belum pernah digunakan dalam

penelitian morfologi bahasa Perancis; (2) bertolak dari hasil penelitian yang telah

ada, sebagian besar dari penelitian tersebut bersifat deskriptif murni sehingga

tidak mampu menjelaskan kendala-kendala yang ditemukan. Dari beberapa

penulis yang disebutkan di atas, Halle (1973) dan Aronoff (1976) merupakan dua

ahli yang memberi warna pada penelitian morfologi generatif. Di samping itu,

Scalise (1984) dan Dardjowidjojo (1988) adalah dua ahli yang sangat berperan

dalam pemahaman teori Morfologi Generatif, khususnya yang berkembang di

Indonesia.

25

2.3.1 Teori Morfologi Generatif

Tulisan pertama Halle tentang Morfologi Generatif berjudul Morphology

in Generative Grammar (1972), kemudian mengalami perubahan judul menjadi

Prolegomena to a Theory of Word Formation pada tahun 1973. Menurut Halle

(1973:3), penutur asli suatu bahasa mempunyai kemampuan yang dinamakan

intuisi untuk tidak hanya mengenal kata-kata dalam bahasanya, tetapi juga

mengetahui bagaimana kata dalam bahasa itu dibentuk. Morfologi terdiri atas tiga

komponen yang saling terpisah. Ketiga komponen itu adalah sebagai berikut.

(1) List of morphemes (daftar morfem, selanjutnya disingkat DM)

(2) Word formation rules (kaidah/aturan pembentukan kata, selanjutnya

disingkat APK atau KPK)

(3) Filter (saringan, penapis, tapis) (Halle,1973:3--8)

Dalam DM ditemukan dua macam anggota, yaitu akar kata (yang

dimaksud adalah dasar) dan bermacam-macam afiks, baik afiks derivasional

maupun infleksional. Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks

yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar (Ramlan, 1985:45).

Bentuk dasar tersebut berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan

morfem (Chaer, 1994:159). Bentuk dasar ini sering kali berupa morfem bebas,

yaitu kata yang mampu berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi dan telah

memiliki kategori tertentu, seperti kategori nomina, verba, adjektiva, adverbial,

dan numeralia.

26

Anggota kedua dari DM adalah afiks. Afiks ini merupakan morfem terikat,

yaitu bentuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tataran lebih tinggi, belum

memiliki makna tertentu, dan belum memiliki kategori leksikal. Jadi, morfem ini

tidak dapat muncul dalam tuturan tanpa digabung dahulu dengan morfem lain.

Dalam hal ini semua afiks dikatakan sebagai morfem terikat. Perhatikan contoh

dalam bahasa Perancis berikut : tables ’meja’, grandes ’besar’, maison ’rumah’,

vendeur ’penjual’, incomplete ’tidak penuh’. Bentuk-bentuk dalam tulisan

italique merupakan morfem bebas atau bentuk dasar karena dapat ditemukan

berdiri sendiri dalam tuturan. Sementara itu bentuk -s, -es, - -eur, in- merupakan

morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut adalah afiks yang harus

digabungkan dengan bentuk lain agar dapat memiliki makna leksikal.

Butir leksikal yang tercantum dalam DM tidak hanya diberikan dalam

bentuk urutan segmen fonetik, tetapi harus dibubuhi beberapa informasi

gramatikal yang relevan. Komponen kedua adalah APK / KPK, yaitu komponen

yang mencakup semua kaidah tentang pembentukan kata dari morfem-morfem

yang ada pada DM. APK bersama DM menentukan bentuk-bentuk potensial

dalam bahasa. Oleh karena itu, APK menghasilkan bentuk-bentuk yang memang

merupakan kata dan bentuk-bentuk potensial yang belum ada dalam realitas.

Bentuk-bentuk potensial sebenarnya dihasilkan dari kemungkinan penerapan APK

dan DM, tetapi bentuk-bentuk itu belum lazim digunakan.

Komponen ketiga, yaitu komponen saringan berfungsi menyaring bentuk-

bentuk yang dihasilkan oleh APK dengan memberikan beberapa idiosinkresi,

seperti idiosinkresi fonologis, idiosinkresi leksikal, atau idiosinkresi semantik.

27

Idiosinkresi merupakan keterangan yang ditambahkan pada bentuk-bentuk yang

dihasilkan APK yang dianggap ‘aneh’. Idiosinkresi fonologis misalnya pada kata

mempunyai, menurut kaidah bahasa Indonesia konsonan /p/ di awal kata mendapat

prefiks {m�N-}, maka konsonan /p/ akan luluh. Bandingkan dengan kata

memukul dan meminjam, berasal dari kata dasar pukul dan pinjam. Idiosinkresi

semantik dapat dicontohkan pada kata perjuangan memiliki makna kegiatan yang

bertarap nasional. Demikian juga kata wafat, gugur, mangkat, berpulang dalam

bahasa Indonesia. Idiosinkresi leksikal adalah kata-kata bentukan melalui KPK

tidak menyalahi kaidah namun dalam kenyataan tidak pernah muncul dalam

pemakaian bahasa sehari-hari. Kata-kata tersebut dimasukkan ke dalam kata-kata

potensial seperti kata *mencantik, *tanyaan, *serahan, dan *memperbetuli.

Secara garis besar, pandangan Halle tentang morfologi dapat dilihat pada

diagram di bawah ini.

Diagram I Pandangan Morfologi Halle

Syntax Phonology Output

Dictionary of

Word

Filter

List of Morphemes

Word Formation

Rules

28

Sesungguhnya KPK yang diusulkan Halle memakai morfem sebagai

bentuk minimal yang digunakan sebagai landasan penurunan kata sehingga sering

disebut morpheme based approach. Akan tetapi, pengertian morfem yang

diajukan Halle sangat berbeda dengan yang lumrah dimengerti orang. Menurut

Halle (1973:3), kata transformational dianggap terdiri atas lima morfem, yaitu

trans-form-at-ion-al. Meskipun Halle mencantumkan kamus dalam diagramnya,

ia tidak menganggap bahwa kamus merupakan bagian integral dari morfologi

generatif. Kamus memiliki peranan dalam pembentukan kata karena APK dapat

memanfaatkan leksikon yang tersimpan dalam kamus. Selain itu, kamus juga

menampung bentuk-bentuk yang lolos saringan. Hal ini selaras dengan saran

Dardjowidjojo (1988:57). Bentuk-bentuk potensial menurut Halle tidak

dimasukkan ke kamus dan tidak diberi penjelasan di mana bentuk itu ditampung.

Saringan atau penapis dengan beberapa idionsinkresi dapat memberikan

informasi mengapa bentuk tertentu dapat diterima dan mengapa bentuk lain tidak.

Hal itu merupakan langkah maju dalam analisis morfologi yang selama ini hanya

diterangkan sebagai perkecualian atau dihindari sama sekali. Meskipun pandangan

Halle memiliki kelemahan, seperti apa yang telah dipaparkan di depan,

Dardjowidjojo berpendapat bahwa model Halle lebih mudah diterapkan.

Aronoff (1976) juga membicarakan morfologi generatif. Pendapatnya

tertuang dalam tulisannya yang berjudul “Word Formation in Generatif

Grammar”. Pendapat Aronoff berbeda dengan Halle, terutama dalam KPK

(Kaidah Pembentukan Kata). Menurut Halle seperti yang telah disebutkan di

depan, morfem sebagai bentuk minimal dan sebagai penurunan pembentukan kata,

29

sehingga dikenal dengan istilah morpheme based approach. Sementara itu,

Aronoff menganggap bahwa kata adalah bentuk minimal yang dipakai sebagai

landasan pembentukan kata. Kata yang dimaksud harus diartikan leksem,

sehingga teori Aronoff dikenal dengan lexem based approach karena leksem

merupakan bentuk dasar dalam penurunan kata.

Teori Morfologi Generatif model Aronoff menyatakan bahwa kata sebagai

unit minimal penurunan kata. Kata yang dimaksud harus memenuhi persyaratan

(1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata yang

benar-benar ada dan bukan hanya merupakan bentuk potensial, (3) aturan

pembentukan kata (WFR’s) hanya berlaku pada kata tunggal dan bukan kata

kompleks atau lebih kecil daripada kata (bentuk terikat), (4) baik masukan

maupun keluaran dari (WFR’s) harus termasuk dalam kategori sintaksis yang

utama (Aronoff, 1976:40).

Pembentukan kata dalam teori Morfologi Generatif model Aronoff

dilakukan dengan memanfaatkan leksikon yang ada dalam komponen kamus

dengan komponen Kaidah Pembentukan Kata. Komponen kamus memuat

leksikon yang memiliki informasi kategorial (nomina, verba, ajektiva, dan lain-

lain). Sementara itu, Kaidah Pembentukan Kata memuat afiks yang memiliki

informasi relasional. Maksudnya, afiks itu memiliki kemampuan untuk bergabung

dengan bentuk tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan

(Aronoff ,1976:40).

30

Dictionary

WFR’s

Kaidah Pembentukan Kata oleh Aronoff sangat peka, baik terhadap ciri

sintaksis maupun pembatasan seleksional. Aronoff (1976:65) memberikan contoh:

pembubuhan sufiks {-ness} hanya dapat dilakukan pada adjektiva, seperti redness

‘merah’, porousness ‘keropos’, sedangkan sufiks {-ee} hanya dapat diletakkan

pada verba transitif, seperti employee ’memperkerjakan’, paye ’membayarkan’.

Selanjutnya, Aronoff mengajukan konsep blocking ‘perlindungan’ dengan tujuan

untuk membendung munculnya suatu kata karena telah ada kata lain yang

mewakilinya (Aronoff, 1976:43). Dalam bahasa Perancis dapat dilihat dalam

pembubuhan sufiks {-âtre} yang hanya dapat dilakukan pada adjektiva

kualifikatif yang menyatakan warna, seperti rougeâtre ‘kemerah-merahan’,

blancheâtre ‘keputih-putihan’.

Pada mulanya analisis Morfologi Generatif yang dikemukakan oleh

Aronoff tidak disertai diagram. Selanjutnya, Scalise (1984:43)

menggambarkannya seperti diagram berikut ini.

Lexical Component

Diagram II Organisasi dari Komponen Leksikal

31

Berikutnya, Aronoff juga mengajukan aturan atau kaidah yang kemudian

diberi nama Adjusment Rules ‘Kaidah Penyesuaian’ yang disingkat menjadi AP

(Aronoff, 1976:105--132). Dalam pembentukan kata tidak semua kata dapat

secara langsung masuk ke komponen kamus. Menurut Aronoff, pembubuhan

afiks, baik prefiks, sufiks, maupun konfiks, memerlukan adanya perubahan

bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri. Sebagai contoh, dalam

bahasa Inggris sufiks {-ee} memenggal morfem dari kata dasar, nominate

‘nominasi’ menjadi nominee ‘nominator’, evacuate ‘evakuasi’ menjadi evacuee

‘evakuator’. Dari kedua data di atas terjadi kaidah pemenggalan atau Truncation

Rules. Di samping itu, ada juga kaidah alomorfi atau Allomorphy Rules

(1974:116--118). Sebagai contoh, penambahan sufiks {-ation} dalam bahasa

Inggris memiliki empat atau lima bentuk, yaitu {-a tion}, {-i tion}, {-u tion},

{ion}, {-tion}. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut.

fascinate fascination

realize realization *relazion *realization

educate *educatation education *educatition

resolve *resolvation *resolvion resolution

AP seperti yang dikemukakan oleh Aronoff tersebut juga dapat dilihat

dalam bahasa Perancis, misalnya sufiks {-ence} memenggal leksem dari dasar

adjektiva patient ‘sabar’ menjadi patience ‘kesabaran’, puissant ’kuat’ menjadi

puissance ‘kekuatan’. Dari contoh tersebut dapat dilihat kaidah pemenggalan atau

Trancation Rules. Sementara itu Allomorphy Rules ‘Kaidah Alomorfi’ dapat

32

Dictionary

WFR’s

RR’s (TR’s, AR’s)

dilihat pada sufiks {-ité} memiliki tiga bentuk, yaitu {-ité}, {-eté}, dan {-té} yang

mengubah adjektiva menjadi nomina, seperti pada daftar leksem berikut.

BRUTAL brutalité

SÛR *sûrité sûreté

MAJESTUEUX *majestité *majesteté majesté

Dengan adanya AP, Scalise (1984:168) menggambarkan proses APK

sampai kepada AP seperti berikut ini.

Lexical Component

OUTPUT

Diagram III Organisasi dari Komponen Leksikal II

Teori Morfologi Generatif yang dikemukakan oleh Halle perlu disesuaikan

untuk menelaah proses derivasi dalam bahasa Perancis. Hal itu disesuaikan

dengan pendapat Dardjowidjojo bahwa diagram yang diajukan oleh Scalise,

ternyata masih belum sempurna. Oleh karena itu, Dardjowidjojo merombak

diagram itu menjadi diagram seperti berikut ini.

33

DM

a

f

i

k

s

Terikat

Bebas

Kata

Dasar

KPK

a

b

c

d

e

i

f

c

c

Diagram IV Model Pembentukan Kata Menurut Dardjowidjojo (1988:57)

Dengan merombak diagram Scalise, Dardjowidjojo mengemukakan

adanya empat komponen integral dalam teori morfologi generatif. Keempat

komponen tersebut adalah DM, KPK, Saringan, dan Kamus. Dalam komponen

DM, Dardjowidjojo memisahkan bentuk bebas dan bentuk terikat, tujuannya

adalah untuk menampung bentuk terikat seperti morfem prakategorial. Penerapan

model ini merupakan bentuk bebas yang ada dalam komponen DM, seperti baju,

makan, dan minum dapat melalui jalur (a) tanpa mengalami hambatan pada

KAMUS SARINGAN

g

h

j

k

34

komponen saringan. Pada jalur (b), bentuk bebas setelah mengalami proses

afiksasi andaikata tidak mengalami idionsinkresi, maka langsung dapat masuk ke

komponen kamus dan kalau dikenai idionsinkresi, bentuk itu akan melalui jalur

(c). Untuk bentuk potensial yang tidak ada dalam pemakaian bahasa sehari-hari,

akan melalui jalur (d) dan (g), kemudian disimpan dalam komponen kamus

dengan memberikan tanda asterik (*). Untuk bentuk-bentuk yang mustahil seperti

*berjalani, melalui jalur (d) dan (h) dan tidak bisa masuk komponen kamus, tetapi

tertahan pada komponen saringan. Jalur (f) pecah menjadi jalur (j) untuk bentuk

yang tidak mendapatkan idionsinkresi dan jalur (k) untuk bentuk yang mengalami

idionsinkresi.

Berangkat dari pemahaman terhadap teori Morfologi Generatif di atas,

dalam penelitian ini digunakan komponen dalam teori model Halle yang

disempurnakan dengan teori morfologi generatif model Aronoff. Dalam penelitian

ini kata dijadikan bentuk minimal atau dasar yang dijadikan landasan dalam

pembentukan kata baru. Selain itu, dengan adanya kaidah penyesuaian, baik

Kaidah Pemenggalan maupun Kaidah Alomorfi dalam pembentukan kata baru

sangat tepat dibahas dalam transformasi adjektiva menjadi nomina dalam bahasa

Perancis.

Dalam proses pembentukan kata, biasanya tidak bisa lepas dari perubahan

makna. Sebuah kata dapat mempunyai makan leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal dikatakan sebagai makna yang tertera dalam kamus, sedangkan

makna gramatikal makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah

leksem di dalam kalimat (Pateda, 1989:58--59). Misalnya leksem MATA yang

35

bermakna leksikal ‘indra’ yang terdapat pada tubuh dan berfungsi untuk ‘melihat’

bila ditempatkan dalam sebuah kalimat “Hei mana matamu”, maka tidak lagi

menunjuk pada indra mata, tetapi menunjuk pada makna penglihatan, cara

melihat, mencari, dan mengerjakan.

Pandangan Fries yang dikutip Lyons (1995:427--428) membedakan

adanya makna leksikal dan makna struktural. Makna leksikal terkait dengan kelas-

kelas utama, sedangkan makna struktural terkait dengan pembedaan antara subjek

dan objek kalimat, oposisi-oposisi ketertentuan, kala dan jumlah, dan pertanyaan

serta perintah.

Chaer (2002:62) mengemukakan pandangan senada dengan Lyons bahwa

ia mempertentangkan atau mengoposisikan antara makna gramatikal dan makna

leksikal. Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat adanya

proses gramatika, seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses komposisi. Di

sisi lain, makna leksikal dinyatakan berkenaan dengan makna leksem atau kata

yang sesuai dengan referensinya.

Berikut contoh makna gramatikal dari proses nominalisasi adjektiva

dalam bahasa Perancis, baik melalui proses afiksasi maupun konversi.

a. Tous les hommes sont charmé par sa beauté semua DEF.pl N.m.laki-laki PAS.terpukau oleh POSS3.sg. N.f. kecantikan ‘Semua lelaki terpukau pada kecantikannya’.

b. Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.cantik PART DEM.f.ini N.f.gambar adalah POSS3.sg N.f.kesederhanaan ‘Indahnya gambar ini adalah kesederhanaannya’.

36

Dari contoh di atas, diketahui bahwa sufiks {té} yang ditambahkan pada

adjektiva beau ‘cantik/indah’ akan membentuk kelas kata nomina beauté

‘kecantikan’ dengan mengandung makna mempunyai kualitas seperti yang

disebutkan dalam kata dasarnya. Sebaliknya, makna gramatikal dari nominalisasi

adjektiva dalam bentuk konversi dengan kata dasar adjektiva yang sama yaitu

beau menjadi nomina le beau akan memiliki makna sesuatu yang indah.

Uraian yang disampaikan Chaer di atas memberikan inspirasi terhadap

tulisan ini. Dengan demikian, pandangan-pandangan di atas, yang telah

diformulasikan oleh Chaer ke dalam suatu pandangan bahwa makna gramatikal

tidak hanya terbatas pada struktur sintaksis, tetapi juga struktur morfologis,

dijadikan acuan dalam analisis makna pada tulisan ini.

2.4. Model Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan

kaidah-kaidah dalam proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis serta

makna gramatikal yang terbentuk dari proses tersebut. Analisis terhadap data

menggunakan teori Morfologi Generatif sehingga dapat menjelaskan proses

nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis. Adapun model penelitian ini adalah

sebagai berikut.

37

Diagram V Model Penelitian

Bahasa Perancis

Data

Nominalisasi adjektiva

Afiksasi Konversi

Analisis Morfologi Generatif - afiks pembentuk

- kaidah nominalisasi adjektiva - fungsi dan makna

Temuan

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif karena menggunakan kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur yang

logis, untuk menjelaskan konsep-konsep dalam hubungan satu sama lain

(Danandjaja, 1990: 96). Dalam konteks penelitian ini penerapan metode kualitatif

dilakukan secara deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisis

berbentuk deskripsi fenomena, tetapi tidak berupa angka-angka atau koefisien

tentang hubungan antarvariabel (Aminuddin, 1990:16). Data dikumpulkan

berdasarkan pengamatan pada sumber teks tulis dan informan untuk menemukan

bentuk-bentuk nominalisasi adjektiva, kemudian ditelusuri kaidah proses

pembentukannya serta maknanya.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikaji di sini adalah data primer yang diambil dari bahan

tertulis, yaitu sebuah roman Perancis dengan judul La Curée karya Emil Zola.

Roman dapat dijadikan sumber dalam memperoleh bentuk-bentuk derivasi

termasuk nominalisasi adjektiva karena dalam sebuah karya sastra biasanya

pengarangnya sering menggunakan bentuk-bentuk kata baru. Selain itu, terdapat

juga data sekunder yang diambil dari Kamus Perancis-Indonesia oleh Arifin dan

Soemargono yang digunakan untuk memverifikasi, baik makna adjektiva maupun

38

39

bentuk turunannya, serta untuk mendapatkan contoh-contoh kalimat yang

menggunakan kata-kata tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku catatan dan

alat tulis untuk mencatat bentuk-bentuk nominalisasi adjektiva yang ditemukan

pada sumber data.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sudaryanto (1993:132), metode pemerolehan data ada dua

macam, yaitu metode simak dan metode cakap. Dari kedua metode yang ada,

dalam penelitian ini digunakan metode simak (penyimakan) yaitu dilakukan

dengan menyimak penggunaan bahasa yang dalam hal ini merupakan sumber

tertulis dengan menggunakan teknik pencatatan. Adapun tahapan-tahapan

pengumpulan data adalah sebagai berikut.

a. Sumber data diamati dan disimak guna mencari bentuk nomina yang

mempunyai bentuk dasar adjektiva di dalam kalimatnya-kalimatnya. Kata-

kata itu, seperti la beauté ‘kecantikan’, la solitude ‘kesendirian’, la richesse

‘kekayaan’, le froid ‘dinginnya’, dan lain-lain.

b. Data tersebut kemudian dicatat dan diklasifikasikan sesuai dengan jenis-

jenis derivasi, apakah termasuk derivasi dengan afiks derivasional ataupun

derivasi dengan zero morfem (conversion). Setelah itu dikelompokkan lagi

40

berdasarkan afiks derivasional yang membentuknya. Misalnya, kelompok

data dengan sufiks derivasional {-ité}, antara lain brutalité ‘kebrutalan’,

tranquilité ‘ketenangan’, dan beauté ‘keindahan’, atau dalam kelompok lain

berisikan bentuk nominalisasi adjektiva dengan menggunakan zero morfem,

seperti le beau ‘(sesuatu) yang indah’, la malade ‘(orang) yang sakit’, le

froid ‘udara dingin, dinginnya’, dan sebagainya.

c. Data dianalisis dengan menggunakan teori morfologi generatif model Aronoff

untuk menemukan kaidah pembentukan katanya.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Data berupa satuan lingual yang di dalamnya berisi nomina derivasi dari

dasar adjektiva bahasa Perancis, selanjutnya dianalisis. Metode analisis yang

digunakan adalah metode agih (Sudaryanto, 1993:13--16). Metode agih terutama

digunakan dalam mengklasifikasikan data berupa nomina yang berasal dari bentuk

dasar adjektiva. Metode ini memudahkan penulis karena yang dianalisis adalah

bagian atau unsur dari bahasa itu sendiri, seperti kata (preposisi, nomina,

adverbial, dsb), fungsi sintaksis, klausa, silabe kata, titinada, dan sebagainya.

Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik bagi unsur

langsung (Sudaryanto, 1993: 31--63). Teknik bagi unsur langsung dalam hal ini

digunakan untuk menganalisis bentuk dan kaidah pembentukan nomina dari dasar

adjektiva dalam bahasa Perancis dengan cara menguraikan unsur-unsur

pembentukan kata yang termuat dalam daftar morfem. Teknik bagi unsur

langsung sebagai teknik dasar akan menggunakan teknik lanjutan berupa teknik

41

lesap (delesi), teknik ganti (substitusi), teknik perluas (ekspansi), teknik sisip

(interupsi), teknik ubah ujud (parafrasa), dan teknik ulang (repetisi) (Sudaryanto,

1993: 36).

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Penyajian hasil analisis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode formal dan informal. Metode informal adalah metode yang menyajikan

hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, sedangkan metode

formal adalah metode yang menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan

tanda atau lambang-lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda bintang, tanda

kurung kurawal, lambang huruf sebagai singkatan, dan berbagai diagram

(Sudaryanto, 1993: 145).

42

BAB IV

NOMINA DAN ADJEKTIVA DALAM BAHASA PERANCIS

4.1 Nomina

Nomina adalah kata yang merepresentasikan manusia, tempat, atau

sesuatu, baik yang konkret (kursi, anjing) maupun yang abstrak (ide,

kebahagiaan). Nomina dalam bahasa Perancis memiliki kekhasan karena

mengenal gender dan number. Keunikan nomina bahasa Perancis ini dijelaskan

dengan uraian berikut.

(1) Gender

Dalam bahasa Perancis, semua nomina mempunyai gender. Gender

merupakan sebuah karakter morfologi yang melekat pada nomina, baik itu

maskulin atau feminin. Bentuk dan makna nomina itu sendiri tidak dapat

menunjukkan dengan tepat gender apa yang dimilikinya. Gender dari beberapa

nomina dapat diterka terutama biasanya yang berhubungan dengan nomina

[+human], misalnya père ‘ayah’ merupakan nomina maskulin, femme ‘wanita’

adalah nomina feminin. Namun, tidak semuanya berlaku seperti itu karena selalu

ada pengecualian, seperti personne ‘orang/seseorang’ dan victime ‘tersangka’

selalu merupakan gender feminin walaupun orang atau tersangka tersebut adalah

seorang laki-laki.

Kebanyakan nomina yang digunakan untuk menunjukkan makhluk hidup

(manusia atau binatang) atau yang dalam bahasa Perancis disebut nom-animés

42

43

(Dubois, 1973:42) mempunyai dua bentuk: masculin dan feminin yang digunakan

untuk menunjukkan perbedaan laki-laki dan perempuan, seperti kata benda

profesi, kebangsaan, dan beberapa binatang pada umumnya mempunyai dua

bentuk seperti :

un chanteur – une chanteuse ‘penyanyi laki-laki, penyanyi perempuan’

un technicien – une technicienne ‘teknisi laki-laki, teknisi perempuan’

un chat – une chatte ‘kucing jantan, kucing betina’

Dalam beberapa kasus, nomina yang sama dapat digunakan untuk kedua

bentuk feminin dan maskulin, seperti un gendarme – une gendarme ‘polisi laki-

laki, perempuan’, un élève – une élève ‘murid laki-laki, perempuan’.

Untuk nomina yang menunjukkan suatu benda, baik konkret maupun

sesuatu yang abstrak (non-animés), gender-nya terkadang dapat ditentukan

melalui akhiran katanya. Beberapa akhiran cenderung menunjukkan nomina

maskulin dan akhiran lain lebih sering digunakan untuk nomina feminin, seperti

contoh berikut :

Akhiran yang (biasanya) menunjukkan nomina maskulin :

-age : le garage ‘garasi’, le village ‘desa’

Kecuali : l’image ‘gambar’, la plage ‘pantai’

-ble : le sable ‘pasir’, le diable ‘iblis’

Kecuali : la table ‘meja’, la fable ‘dongeng’

-eau : le bateau ‘perahu’, le ciseau ‘gunting’

Kecuali : l’eau ‘air’, la peau ‘kulit’

44

Akhiran yang menunjukkan nomina feminin :

-té : la beauté ‘keindahan’, la gaieté ‘kegembiraan’

-ion : la maison ‘rumah’, la natation ‘renang’

Kecuali : l’avion ‘pesawat’, le lion ‘singa’

Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa akhiran kata tidak dapat

sepenuhnya dijadikan kunci utama dalam penentuan gender karena selalu ada

pengecualian. Hal itu berarti bahwa, tidak ada jawaban yang sesuai dengan logika

untuk mengetahui gender nomina dalam bahasa Perancis. Oleh karena itu, cara

yang paling tepat untuk mengetahuinya adalah dengan mempelajari sekaligus

mengingat gender yang dimiliki untuk setiap nomina.

(2) Number

Ciri khas lainnya dari nomina bahasa Perancis adalah mengenal adanya

number yang menyangkut tentang jumlah nomina, baik berupa nomina tunggal

(singular) maupun jamak (plural). Penanda jamak untuk nomina bahasa Perancis

biasanya ditandai dengan –s, seperti pada homme ‘(seorang) laki-laki’ � hommes

‘beberapa laki-laki’, tracteur ‘(sebuah) traktor’ � tracteurs ‘(beberapa) traktor’.

Penanda jamak –s ini tidak dilafalkan dalam ucapan.

Namun, tidak semua pola penjamakan nomina dilakukan dengan

penambahan –s pada akhir kata. Ada beberapa kasus yang menggunakan akhiran

lain sebagai penanda jamak seperti di bawah ini.

- Untuk nomina yang diakhiri dengan –al atau –ail, penanda jamaknya

adalah –aux. Contoh : cheval � chevaux ‘kuda’, journal � journaux.

45

- Untuk nomina yang diakhiri dengan –ou maka penanda jamaknya

adalah –x, contoh : bijou � bijoux ‘permata’, genou � genoux ‘lutut’.

- Nomina yang diakhiri dengan –s atau –x tidak mengalami perubahan

dalam bentuk jamak, seperti un tapis � des tapis ‘karpet’, un époux �

des époux ‘suami istri’

Satu hal lagi yang dapat menunjukkan kejamakan suatu nomina adalah

determinan yang digunakan di depan nomina tersebut. Determinan dalam bahasa

Perancis juga mempunyai bentuk tunggal dan jamak, seperti des (artikel indefinit),

les (artikel definit), ces (demontratif), mes (posesif), dll.

(3) Determinan

Nomina dalam bahasa Perancis biasanya tidak dapat berdiri sendiri. Semua

nomina, kecuali proper noun (nama diri), baik menempati posisi sebagai subjek

maupun objek dalam kalimat, harus didahului oleh sebuah determinan yang

disesuaikan dengan gender dan number dari nominanya. Menurut Dubois &

Langane (1973, 1973:50), determinan adalah sebuah elemen yang ada pada suatu

grup nomina. Berdasarkan fungsi sintaksisnya, determinan dibagi menjadi enam

kelas, yaitu sebagai berikut.

� Article : defini et indefini

Article defini (Artikel Definit)

Artikel ini mempunyai tiga bentuk, yaitu le (nomina maskulin singular), la

(nomina feminin singular), dan les (nomina mask/fem plural). Artikel ini

digunakan untuk menunjukkan benda tertentu, baik pembicara maupun

46

pendengarnya, sudah sama-sama mengetahui benda yang dimaksud (‘the’

dalam bahasa Inggris). Contoh :

La voiture avance très vite. DEF.f.sg N.f.mobil V.melaju ADV.sangat ADJ. Cepat Mobil itu melaju sangat cepat. Pada contoh di atas, ‘mobil’ yang dimaksud adalah mobil tertentu yang

sudah diketahui oleh mereka yang terlibat dalam percakapan walaupun

tidak disertai dengan ciri-ciri spesifik dari mobil tersebut.

Article indefini (Artikel Indefinit)

Artikel ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak tentu atau

belum diketahui dengan pasti oleh pembicara dan pendengar (sama dengan

a/an dalam bahasa Inggris). Artikel indefinit bahasa Perancis memiliki tiga

bentuk yang penggunaannya ditentukan oleh gender dan number, yaitu un

(nomina maskulin singular), une (nomina feminin singular), dan des

(nomina mask/fem plural), seperti pada contoh berikut.

Elle achete un sac et des chaussures PRO3.sg.f V.membeli IND.m.sg N.m.tas KONJ.dan IND.pl. N.m.pl.sepatu ‘Dia membeli sepatu dan tas’.

� Possesif

Determinan posesif digunakan untuk menunjukkan kepunyaan atau

kepemilikan.

Ce sont mon fils et ma fille. Ini adalah POSS.m.sg.ku N.m.anak laki-laki dan POSS.f.sg.ku N.f.anak perempuan.

Ini adalah anak laki-laki dan anak perempuanku. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa penggunaan adjektif posesif juga

ditentukan oleh gender dan number dari nomina yang dimiliki. Walaupun

47

‘anak laki-laki’ dan ‘anak perempuan’ sama-sama dimiliki oleh orang

pertama tunggal, determinannya berbeda, yaitu mon untuk fils (maskulin)

dan ma untuk fille (feminin). Berikut adalah tabel adjektif posesif.

pemilik

Yang dimiliki nomina maskulin tunggal

Yang dimiliki nomina feminin tunggal

Yang dimiliki jamak (maskulin/feminin)

saya (-ku) Mon ma mes

kamu (-mu) Ton ta tes

Dia (-nya) Son sa son (diikuti vocal)

ses

Kami (-kita) Notre notre nos

Kalian (-kalian) Votre votre vos

mereka (-mereka) Leur leur leurs

� Demonstratif

Determinan ini digunakan sebagai penunjuk ‘ini / itu’, yang dalam bahasa

Inggris sama dengan this, that, these, those ‘ini/itu’. Bentuk determinan

demonstratif bahasa Perancis ada empat, yaitu ce (n.m), cet (n.m yang

diawali vokal/h), cette (n.f), dan ces (n.m/f. pl).

Contoh : ce bebé ‘bayi ini/itu’ cet homme ‘laki-laki ini/itu’ cette voiture ‘mobil ini/itu’ ces arbres ‘pohon-pohon ini/itu’

� Determinan kuantitatif

Determinan ini menyatakan kuantitas dari nominanya, seperti plusieurs

‘sebagian besar’, quelque ‘beberapa’, beaucoup ‘banyak’, dan lain-lain.

� Determinan interogatif

48

Determinan ini digunakan untuk menanyakan benda yang dimaksud atau

dibicarakan. Adjektif interogatif ini mempunyai empat bentuk yang

pemakaiannya juga harus sesuai dengan gender dan number dari

nominanya, yaitu quel (n.m.sg), quelle (n.f.sg), quels (n.m.pl), dan quelles

(n.f.pl). Dalam bahasa Inggris dapat diartikan which atau what ‘yang

mana/apa’.

Contoh : Quel livre veux – tu? INTG.apa N.m.buku V.ingin PRO2.sg.kamu

‘Buku apa yang kamu inginkan?’

� Numeral

Di depan nomina juga dapat diisi oleh angka yang menunjukkan jumlah

seperti cinq ‘lima’, dix ‘ sepuluh’, ataupun peringkat seperti premier

’pertama’, deuxième ‘kedua’, dan seterusnya.

(4) Setelah nomina

Sebenarnya tidak diperlukan apa pun untuk mengikuti nomina karena

sebuah grup nomina sudah bisa dinyatakan lengkap selama sudah mempunyai

sebuah determinan beserta nominanya. Namun, ada juga beberapa hal yang

biasanya muncul setelah suatu grup nomina, yaitu sebagai berikut.

► Nomina dapat dan sering diikuti oleh adjektiva. Adjektiva bahasa Perancis

dapat berada sebelum atau sesudah nomina tergantung dari konteksnya. Contoh:

un livre intéressant ‘buku menarik’

► Nomina juga dapat diikuti oleh sebuah frasa preposisional, seperti bentuk

posesif dengan menggunakan de, contoh :

49

Le livre de mon voisin DEF.m.sg N.m.buku PREP.dari POSS1.m.sg.ku N.m.tetangga ‘Buku tetanggaku’

► Nomina juga dapat dilengkapi dengan klausa subordinat seperti klausa relatif.

Contoh : Le livre que j'ai lu ‘buku yang saya baca’

Demikian karakteristik nomina bahasa Perancis sehingga dapat dijadikan

penanda untuk menentukan kelas kata ini dengan menggunakan ciri-ciri yang

telah dipaparkan di atas.

4.2 Adjektiva Bahasa Perancis

Adjektiva bahasa Perancis sangat berbeda dengan adjektiva bahasa

Inggris, yaitu dalam hal berikut ini.

1. Adjektiva bahasa Perancis berubah sesuai dengan gender dan number dari

nomina yang diterangkan. Hal itu berarti bahwa maksimal ada empat

bentuk yang dibentuk oleh tiap-tiap adjektiva. Contoh :

Adjectif: joli ‘cantik’

Masculine singular joli

Feminine singular jolie

Masculine plural jolis

Feminine plural jolies

Perubahan bentuk ini ada yang bersifat teratur (regulier), yaitu hanya

dengan penambahan afiks penanda feminin –e seperti contoh di atas dan

ada pula perubahan bentuk dengan tidak menambahkan akhiran –e, tetapi

menghasilkan perubahan bentuk yang tidak teratur (irreguliere), seperti

50

beau (m) – belle (f) ‘cantik, indah’, faux (m) – fausse (f) ‘salah’, dan lain-

lain . Selain itu, itu ada pula adjektiva yang mempunyai satu bentuk yang

sama untuk semua gender, seperti triste (m/f) ‘sedih’, vite ‘cepat’,

immobille ‘diam’, dan sebagainya.

2. Dalam bahasa Inggris, kata sifat selalu diletakkan di depan kata benda,

seperti a blue car ‘mobil biru’, a big house ‘rumah besar’, dll. Akan tetapi,

dalam bahasa Perancis, kata sifat dapat diletakkan sebelum atau sesudah

kata benda yang diterangkannya, tergantung dari tipe dan maknanya.

a. Adjektiva yang diletakkan setelah kata benda

Kebanyakan descriptive adjective diletakkan setelah kata benda yang

dijelaskannya. Tipe kata sifat ini meliputi bentuk, warna, rasa,

kebangsaan, religi, kelas sosial, dan kata sifat lain yang

menggambarkan sesuatu, seperti personality ’kepribadian’ dan mood

’keadaan’.

un livre vert ‘buku hijau’

un professeur intelligent ‘guru yang pintar’

une femme américaine ‘seorang perempuan Amerika’

b. Adjektiva yang diletakkan sebelum kata benda

Beberapa adjektiva bahasa Perancis ada juga yang diletakkan sebelum

kata benda. Biasanya adjektiva jenis ini menggambarkan hal-hal

berikut.

- Beauty ‘keindahan’, contoh : une belle fille ‘gadis cantik’

- Age ‘usia’, contoh : une vieille dame ‘wanita tua’

51

- Good and Bad ‘baik dan buruk’, contoh : mal odeur ‘bau tidak

enak/busuk’

- Size ‘ukuran’, contoh : un petit verre ‘gelas kecil’

c. Adjektiva yang diletakkan tergantung dari maknanya

Ada beberapa adjektiva yang memiliki makna literal sekaligus juga

makna figuratif dan dapat diletakkan sebelum atau sesudah kata

bendanya tergantung dari makna yang dimaksud. Ketika adjektiva itu

mengacu pada makna figuratifnya maka diletakkan sebelum kata

benda, sedangkan jika mengacu pada makna literalnya, maka

diletakkan setelah kata bendanya.

Figurative: un grand homme ‘orang hebat’

Literal : un homme grand ‘orang besar (ukurannya)’

Adjektiva kualifikatif dibedakan menjadi tiga kategori dalam hal posisinya

pada pembentukan suatu frasa, yaitu seperti di bawah ini.

a. Adjectif épithète, adalah adjektif kualifikatif yang tidak dapat dipisahkan

dari kata benda yang diterangkannya, baik oleh tanda koma maupun verba.

Contoh :

Le ballon jaune ‘balon hijau’

L’alliment delicieux ‘makanan enak’

b. Adjectif apposé, adalah adjektif kualifikatif yang dipisahkan dari nomina

yang dilengkapinya dengan menggunakan tanda koma. Contoh :

Le ballon, jaune, rond, roule DEF.m.sg N.m.balon ADJ.kuning ADJ.bulat V. menggelinding ‘Balon, yang kuning, bulat, menggelinding’

52

jaune dan rond dilekatkan pada kata ‘balon’

c. Adjectif attribute, adalah adjektif kualifikatif yang dipisahkan dari nomina

yang dideskripsikannya oleh sebuah kata kerja keadaan (verbe d’état),

seperti être ‘to be’, paraître ‘terlihat’, sembler ‘seperti’, devenir ‘menjadi’,

demeurer ‘mengingat’, rester ‘tinggal’, dan lain-lain. Contoh :

Le ballon semble jaune DEF.m.sg N.m.balon V.terlihat ADJ.hijau ‘Balon itu terlihat berwarna hijau’

53

BAB V

PROSES NOMINALISASI ADJEKTIVA DALAM BAHASA PERANCIS

Sesuai dengan konsep nominalisasi yang diacu pada penelitian ini,

nominalisasi adalah proses pembentukan nomina dari kelas kata yang lain dengan

menggunakan afiks tertentu. Pembentukan kata seperti ini dalam morfologi

disebut dengan proses derivasi, yaitu proses yang menghasilkan kata-kata yang

secara leksikal beridentitas baru atau berbeda dari kata dasarnya. Dengan

demikian, proses derivasi yang dijabarkan dalam penelitian ini adalah proses

perubahan identitas adjektiva sebagai kata dasar dalam pembentukan nomina

dengan atau tanpa adanya afiks derivasional.

Seperti telah disinggung dalam Bab II pada bagian kerangka teori bahwa

proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis ini dianalisis dengan

menggunakan teori Morfologi Generatif dari Aronoff. Telah disebutkan pula

bahwa teori Morfologi Generatif model Aronoff menganggap bahwa leksem

adalah bentuk minimal yang dipakai sebagai landasan pembentukan kata.

Komponen berikutnya adalah Kaidah Pembentukan Kata yang memuat afiks yang

memiliki informasi relasional, yaitu kemampuan untuk bergabung dengan bentuk

tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan.

Komponen selanjutnya adalah Adjusment Rules ‘Kaidah Penyesuaian’.

Teori Morfologi Generatif Aronoff juga sangat peka terhadap sistem blocking atau

pembatasan sehingga dalam proses pembentukan kata akan dijumpai Kaidah

53

54

Pemenggalan (Truncation Rules) dan Kaidah Alomorfi atau disebut Allomorphy

Rules. Kedua kaidah ini muncul karena pembentukan kata memerlukan adanya

perubahan bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri sehingga

menghasilkan output yang berkategori nomina. Berikut diuraikan lebih jauh

mengenai nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis dengan menggunakan

komponen-komponen tersebut.

5.1 Komponen Leksikal

Dalam proses pembentukan kata dengan teori Morfologi Generatif model

Aronoff, leksem merupakan bentuk minimal yang dipakai sebagai landasan

pembentukan kata dengan memanfaatkan komponen kamus untuk mengetahui

informasi kategorialnya, yaitu kategori nomina seperti voiture ‘mobil’, femme

‘perempuan’, intelligence ‘kepintaran’, dll; kategori verba seperti manger

‘makan’, dormir ‘tidur’, parler ‘berbicara’, dll; kategori adjektiva seperti petit

‘kecil’, belle ‘cantik’, rouge ‘merah’, dll; serta kategori adverbia seperti lentement

‘dengan pelan’, beaucoup ‘banyak’, toujours ‘selalu’, dll. Dalam penelitian ini,

yaitu mengenai nominalisasi adjektiva, maka leksem yang menjadi bentuk dasar

dalam pembentukan nomina adalah bentuk dasar adjektiva.

Adjektiva adalah kata yang melekat pada nomina yang memberikan

keterangan tentang sifat atau keadaan (kualitas) kata benda tersebut. Seperti

sudah disebutkan sebelumnya bahwa adjektiva dalam bahasa Perancis mempunyai

keunikan, yaitu tergantung dari gender dan number dari nomina yang

55

dimodifikasi, artinya adjektiva BP mempunyai bentuk yang berbeda untuk nomina

maskulin dan feminin juga bentuk tunggal dan jamak dari nominanya.

Dalam penelitian ini, leksem yang menjadi bentuk dasar dalam pembentukan

nomina adalah adjektiva. Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun

kompleks yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar. Dari data

yang ditemukan, terdapat bentuk dasar adjektiva yang merupakan morfem tunggal

(adjektiva dasar yang belum mengalami proses morfologi). Di samping itu,

terdapat pula bentuk dasar adjektiva yang merupakan gabungan morfem atau

bentuk dasar adjektiva yang sudah merupakan bentuk turunan dari kata yang lain.

Untuk itu, dalam komponen leksikal ini dibagi menjadi dua, yaitu bentuk dasar

adjektiva dasar dan bentuk dasar adjektiva turunan.

5.1.1 Adjektiva Dasar

Pembentukan nomina yang berasal dari akar kata adjektiva sangat sering

ditemukan dalam bahasa Perancis. Root atau akar kata digunakan untuk menyebut

bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Dilihat dari perilaku semantik

adjektiva, Alwi et al (2003:172) membagi adjektiva menjadi dua tipe pokok, yaitu

(a) adjektiva bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas dan (b) adjektiva tak

bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Perbedaan

kedua tipe adjektiva ini bertalian dengan mungkin tidaknya adjektiva itu

menyatakan berbagai tingkat kualitas dan berbagai tingkat bandingan. Untuk

mengukur tingkatan itu dapat dipakai kata, seperti sangat, agak, lebih, dan paling,

56

misalnya sangat besar, agak sempit, lebih enak, dan paling cantik. Sebaliknya,

adjektiva tak bertaraf tidak dapat diberi pewatas tersebut, misalnya sangat buntu,

paling tunggal, dll. Berdasarkan data yang ditemukan, adjektiva dasar yang

menjadi bentuk dasar dalam proses nominalisasi dibagi sesuai dengan tipe

adjektivanya adalah sebagai berikut.

1. Adjektiva bertaraf

(a) Adjektiva pemeri sifat, yaitu adjektiva yang dapat memerikan kualitas dan

intensitas yang bercorak fisik dan mental. Dari data yang ditemukan, diambil

beberapa contoh sebagai berikut.

Adjektiva pemeri sifat Makna

maskulin feminin

beau belle ‘cantik, indah’

actif active ‘aktif’

responsable responsable ’bertanggung jawab’

honnête honnête ‘jujur’

important importante ‘penting’

galant galante ‘penuh perhatian terhadap wanita’

poli polie ‘sopan’

riche riche kaya

sot sotte ‘bodoh, dungu’

égoïste égoïste ‘egois, mementingkan diri sendiri’

froid froide ‘dingin’

fou/fol folle ’gila, sakit ingatan, tergila-gila’

modeste modeste ‘rendah hati’

57

vieux vieille ‘tua’

social sociale ‘sosial’

curieux curieuse ‘ingin tahu’

méchant méchante ‘kejam’

(b) Adjektiva ukuran, yaitu adjektiva yang mengacu pada kualitas yang dapat

diukur dengan ukuran yang sifatnya kuantitatif. Beberapa contoh kata sifat ini

yang ditemukan pada sumber data adalah sebagai berikut.

Adjektiva ukuran Makna

masculin feminin

profond profonde ‘dalam’

gros grosse ‘gemuk’

petit petite ‘kecil’

(c) Adjektiva warna, yaitu adjektiva yang mengacu ke berbagai warna juga

berbagai corak dan nuansa warna. Contoh adjektiva warna yang ditemukan pada

sumber data adalah sebagai berikut.

Adjektiva warna Makna

masculin feminin

Blanc blanche ‘putih’

Pale pâle ‘warna pucat’

Blond blonde ‘pirang, blonde’

Rouge rouge ‘merah’

58

(d) Adjektiva waktu, adjektiva yang mengacu ke masa proses, perbuatan, atau

keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh :

Adjektiva waktu Makna

masculin feminin

Vite vite ‘cepat’

Long longue ‘lama, panjang’

(e) Adjektiva sikap batin, adalah adjektiva yang menerangkan atau berkaitan

dengan perasaan atau suasana hati. Beberapa contoh jenis kata sifat ini yang

ditemukan pada sumber data adalah seperti di bawah ini.

Adjektiva sikap batin Makna

masculin feminin

triste triste ‘sedih’

inquiet inquiète ‘khawatir, was-was’

enthousiaste enthousiaste ‘bersemangat, bergairah’

gai gaie ‘iang gembira, ceria’

(f) Adjektiva jarak, mengacu pada ruang antara dua benda, tempat atau wujud

sebagai pewatas nomina. Contoh adjektiva jarak yang ditemukan pada sumber

data adalah seperti di bawah ini.

59

Adjektiva jarak Makna

masculin feminin

Intime intime ‘sangat dekat’

Familier familière ‘sudah dikenal, tidak asing’

(g) Adjektiva cerapan adalah adjektiva yang berkaitan dengan pancaindra, seperti

di bawah ini.

Adjektiva cerapan Makna

masculin feminin

Splendid splendide ‘cerah, cemerlang, indah sekali’

Doux douce ‘embut’

Clair claire ‘terang’

2. Adjektiva tak bertaraf

Adjektiva tak bertaraf menempatkan nomina yang diterangkannya di dalam

kelompok atau golongan tertentu dan tidak dapat bertaraf-taraf, seperti:

Adjektiva tak bertaraf Makna

masculin feminin

faux fausse ‘salah’

immobile immobile ‘diam, tak bergerak’

rond ronde ‘bulat, bundar’

vide vide ‘kosong ‘

60

Adjektiva-adjektiva tersebut akan mengalami proses derivasi membentuk

kelas kata nomina, baik dengan penambahan afiks tertentu maupun dengan tanpa

penambahan afiks. Pembahasan lebih dalam diuraikan pada subbagian Kaidah

Pembentukan Kata (Word Formation Rules).

Selain bentuk dasar adjektiva dasar, leksem yang dijadikan landasan dalam

pembentukan kata juga dapat berupa adjektiva turunan. Adjektiva turunan adalah

adjektiva yang terbentuk dari proses afiksasi, baik dengan penambahan prefiks,

sufiks, maupun infiks.

5.1.2 Adjektiva Turunan

Dalam penelitian ini adjektiva turunan yang menjadi dasar dalam

pembentukan nomina adalah adjektiva yang terbentuk dari proses afiksasi. Akar

kata dari adjektiva turunan ini dapat berasal dari kelas kata, baik nomina, verba,

adjektiva, maupun adverbia. Dalam penelitian ini ditemukan adjektiva turunan

dengan akar kata nomina, verba, dan adjektiva.

1. Adjektiva turunan dari akar kata nomina

Adjektiva turunan yang terbentuk dari akar kata nomina dapat dilihat pada

contoh berikut.

Adjektiva turunan Akar kata nomina afiks

paresseux/paresseuse ‘malas, pemalas

Paresse (n.m) ‘kemalasan’

-eux/-euse

amoureux/amoureuse ‘jatuh cinta’

Amour (n.m) ‘cinta, kekasih’

-eux/-euse

Malheureux ‘malang, sengsara’

Malheur (n.m) ‘kemalangan, musibah’

-eux/-euse

61

Miserable ‘melarat, menyedihkan, sengsara’

Misère (n.m) ‘kesengsaraan, kemelaratan’

-able

Dari contoh di atas, diketahui bahwa akar kata nomina paresse

(n.m) dan amour (n.m) diderivasi oleh sufiks {–eux} untuk membentuk

kelas adjektiva maskulin, sedangkan {–euse} untuk membentuk adjektiva

feminin. Demikian juga dengan adjektiva turunan misérable, yang berasal

dari nomina misère (n.m) yang mendapat sufiks {-able}. Kemudian dari

adjektiva derivasional yang terbentuk ini akan diderivasi lagi menjadi

bentuk nomina yang dijelaskan pada Kaidah Pembentukan Kata.

2. Adjektiva turunan dari akar kata verba

Pada penelitian ini ditemukan pula beberapa bentuk dasar adjektiva

turunan yang berasal dari akar kata verba, seperti di bawah ini.

Adjektiva turunan Akar kata verba afiks

ingenieux/ingenieuse ‘banyak akal, cerdik’

ingénier (se) ‘memutar otak, mencari akal’

-eux/-euse

défiant/défiante ‘(air muka) curiga’

défier (se) ‘meragukan, curiga’

-ant/-ante

souffrant, souffrante ‘tidak enak badan, sakit’

souffrir ‘menderita, merasa sakit’

-ant/-ante

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa akar kata verba mengalami proses

derivasi dengan penambahan afiks derivasional tertentu yang

menghasilkan output ‘keluaran’ yang berkelas kata adjektiva. Adjektiva

62

turunan inilah yang kemudian akan menjadi bentuk dasar dalam proses

nominalisasi.

3. Adjektiva turunan dengan akar kata adjektiva

Adjektiva turunan yang dijadikan bentuk dasar dalam nominalisasi berasal

dari akar kata adjektiva yang telah mengalami proses afiksasi. Berikut

adalah beberapa contoh yang ditemukan pada sumber data.

Adjektiva turunan Akar kata adjektiva afiks

Impatient/impatiente ‘tidak sabar’

Patient/patiente ‘sabar’

im-

Desagréable ‘tidak nyaman’

Agréable ‘nyaman’

des-

Malade ‘sakit, penderita

Mal ‘sakit, penyakit’

-ade

Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan kategori

dari akar kata adjektiva menjadi turunannya karena préfiks {im-}, {des-},

dan sufiks {-ade} merupakan afiks infleksional yang menghasilkan output

dengan kategori yang sama dengan bentuk dasarnya.

5.2 Kaidah Pembentukan Kata (Word Formation Rules)

Kaidah Pembentukan Kata atau KPK adalah komponen kedua dalam

Morfologi Generatif. KPK pada teori Morfologi Generatif model Aronoff memuat

afiks yang memiliki informasi relasional, yaitu kemampuan untuk bergabung

dengan bentuk tertentu dalam proses pembentukan kata baru atau kata turunan.

63

Muatan yang ada pada komponen leksikal ditarik ke dalam komponen KPK,

kemudian diproses sehingga menghasilkan kata turunan atau kata kompleks.

Kedudukan bentuk dasar adjektiva yang berpotensi sebagai bentuk asal dalam

nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, pada penelitian ini dikodekan dengan

huruf A.

Pada penelitian ini, proses nominalisasi adjektiva bahasa Perancis

ditemukan dengan dua cara, yaitu dengan (1) penambahan afiks derivasional dan

(2) konversi atau zero derivation. Kedua cara ini akan dijelaskan secara rinci pada

uraian berikut ini.

5.2.1 Kaidah Pembentukan Kata dengan Sufiks Derivasional

Kaidah yang digunakan dalam komponen KPK dengan menggunakan sufiks

derivasional adalah sebagai berikut :

A � N � N

A � [A + suf]N � [[A+ suf]N[s]]N

derivasi infleksi

Artinya, bentuk asal A mengalami proses sufiksasi sehingga menjadi

bentuk kompleks [A + suf] yang berkategori nomina (derivasi). Setelah itu, proses

nominalisasi dapat berhenti sampai di sana atau dapat pula ditutup oleh proses

infleksi, yaitu penambahan penanda jamak –s. Proses di atas dapat dicontohkan

sebagai berikut.

64

triste ‘sedih’ �[ triste+-esse ]N � [[triste+-esse]N[s]]N triste � tristesse (N.f.sg) � tristesses (N.f.pl) ‘kesedihan’

Sufiks dalam proses afiksasi dilekatkan di belakang bentuk dasar atau A

sehingga proses pembentukan katanya ditentukan oleh lingkungan segmen

terakhir dari bentuk A yang dilekati oleh sufiks tersebut. Dalam proses

nominalisasi adjektiva, beberapa sufiks memiliki alomorf yang digunakan sesuai

dengan lingkungannya. Di bawah ini dibahas tiap-tiap sufiks yang digunakan

untuk membentuk kelas kata nomina dalam bahasa Perancis.

(a) sufiks {-ité}

Pembentukan nomina dari bentuk asal adjektiva dengan penambahan sufiks

{–ité}, dapat dipresentasikan dengan kaidah :

[A] [[A] + -ité]N

Proses derivasi yang terjadi akibat penambahan sufiks {-ité} pada bentuk

dasar adjektiva akan mengakibatkan perubahan kategori kata menjadi nomina.

Dalam proses pembentukan katanya, sufiks {–ité} ini mengalami penyesuaian

dengan bentuk dasarnya sehingga ditemukan tiga macam sufiks {–ite}, yaitu

{-ité}, {-ete}, dan {-té} seperti pada contoh data berikut.

Adjektiva Sufiks

Nomina

Actif (m)/ Active (f)

‘aktif, giat’

+ {-ité} � activité ‘keaktifan, kegiatan,

kesibukan’

Responsable (m/f)

‘bertanggung jawab’

+ {-ité} � responsabilité ‘tanggung jawab’

65

Curieux (m)/Curieuse (f)

‘bertanggung jawab’

+ {-ité} � curiosité ‘keingintahuan,

kemelitan’

Familier (m)/Familière (f)

‘sudah biasa, tidak asing’

+ {-ité} � familiarité ‘keakraban, hubungan

dekat’

Honnête (m/f)

‘jujur’

+ {-eté} � honnêteté ‘kejujuran’

Méchant (m)/Mechante (f)

‘jahat, kejam’

+ {-eté} � méchanteté ‘kejahatan, kekejaman’

Faux (m)/Fausse (f)

‘salah’

+ {-eté} � fausseté kesalahan

Beau (m)/Belle (f)

‘cantik, indah’

+ {-té} � beauté ‘kecantikan, keindahan’

humilié (m)/humiliée (f)

‘hina, membuat malu’

+ {-té} � humilité ‘kehinaan, rasa rendah

diri’

Dari beberapa data yang telah diungkapkan tersebut, terlihat bahwa sufiks

{-ité} dapat mengubah kelas kata adjektiva menjadi nomina. Bentuk dasar berupa

adjektiva ditampilkan dalam dua bentuk berdasarkan gender, yaitu bentuk

maskulin dan bentuk femininnya. Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk

manakah yang lebih dominan dipakai dalam proses nominalisasi sebagai bentuk

dasar yang akan mendapat sufiks derivasional. Misalnya, bentuk dasar actif

‘aktif, giat’ merupakan adjektiva yang digunakan untuk menerangkan nomina

maskulin, sedangkan bentuk active merupakan bentuk feminin dari actif.

Biasanya, pembentukan bentuk feminin dilakukan dengan penambahan –e muet

(-e yang tidak dilafalkan) pada bentuk maskulin dan terkadang akan terjadi

perubahan pula pada suku kata terakhir dari bentuk maskulin tersebut (actif �

active, faux � fausse, etc). Ada pula adjektiva yang hanya mempunyai satu

bentuk yang dapat digunakan untuk maskulin ataupun feminin, seperti

responsable ‘bertanggung jawab’, honnête ‘jujur’, dan triste ‘sedih’.

66

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dalam proses nominalisasi,

bentuk adjektiva yang dominan untuk dijadikan sebagai bentuk dasar dalam

sufiksasi adalah bentuk adjektiva feminin, yaitu active ‘giat’ � activité

‘kegiatan’, curieuse ‘ingin tahu’ � curiosité ‘rasa ingin tahu’, méchante ‘kejam’

� méchanteté ‘kekejaman', fausse ‘salah’ � fausseté ‘kesalahan’, humiliée ‘hina’

� humilité ‘kehinaan’. Sebaliknya, untuk adjektiva yang mempunyai satu

bentuk yang sama, baik untuk maskulin maupun feminin, seperti responsable

‘bertanggung jawab’ dan honnête ‘jujur’ akan langsung digunakan sebagai bentuk

dasar yang mengalami sufiksasi. Namun, terdapat pengecualian, seperti untuk

adjektiva beau (m)/belle (f) ‘cantik, indah’ yang digunakan sebagai bentuk

dasarnya adalah bentuk maskulin, yaitu beau yang bertransformasi menjadi

nomina la beauté ‘keindahan’.

Sufiks {-ité} mempunyai tiga bentuk berbeda, yaitu {-ité}, {-eté}, dan {-

té}, yang penggunaannya dalam proses afiksasi disesuaikan dengan lingkungan

terdekatnya, yaitu suku kata terakhir yang akan dibubuhi sufiks tersebut.

Penyesuaian seperti ini dijelaskan dengan lebih mendalam pada subbahasan

berikutnya, yaitu Aturan Penyesuaian (adjustment rules).

(b) sufiks {-eur}

Proses nominalisasi dengan menggunakan sufiks {-eur} dapat diwakili

dengan kaidah :

[A] � [[A] + -eur]N

67

Bentuk asal adjektiva akan mengalami perubahan identitas menjadi

nomina dengan penambahan sufiks {-eur}. Beberapa contoh adjektiva yang

mengalami proses nominalisasi dengan sufiks ini adalah sebagai berikut.

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Laid (m)/Laide (f)

‘jelek, buruk’

+ {-eur} � laideur ‘keburukan, kejelekan,

buruknya’’

Blanc (m)/Blanche (f)

‘putih, pucat’

+ {-eur} � blancheur ‘warna putih, pucat

(muka)’

Frais (m)/Fraiche (f)

‘sejuk, baru/belum lama’

+ {-eur} � fraicheur ‘kesejukan, keadaan

(sst) yang segar)’

Long (m)/Longue (f)

‘panjang’

+ {-eur} � longueur ‘panjangnya, lamanya’

Splendide (m/f)

‘indah sekali, cemerlang’

+ {-eur} � splendeur ‘keindahan yang

mewah, agung’

Doux (m)/Douce (f)

‘lembut, empuk, halus’

+ {-eur} � douceur ‘kelembutan,

kehalusan’

Dari beberapa contoh tersebut, diketahui bahwa sufiks {-eur} akan

mentransformasi identitas kata adjektiva menjadi nomina. Proses nominalisasi

dengan sufiks ini juga menggunakan bentuk feminin dari adjektiva yang

diderivasi sebagai bentuk dasarnya, yaitu laide ‘jelek, buruk’ � laideur

‘keburukan’, blanche ‘putih’ � blancheur ‘(warna) putihnya’, fraiche ‘sejuk’�

fraicheur ‘kesejukan, longue panjang’� longueur ‘panjangnya’, dll.

(c) sufiks {-ence}

Proses derivasi dari sufiks {-ence} dapat dipresentasikan dengan kaidah :

[A] � [[A] + -ence]N

68

Adjektiva Sufiks

Derivasiona

Nomina

Puissant (m)/Puissante (f)

‘berkuasa, sangat kuat’

+ {-ance} � puissance ‘kekuatan, yang

berkuasa’

Défiant (m)/Défiante (f)

‘curiga’

+ {-ance} � défiance ‘rasa curiga, prasangka’

Souffrant (m)/Souffrante (f)

‘sakit, menderita’

+ {-ence} � souffrance ‘rasa sakit, penderitaan’

Virulent (m)/Virulente (f)

‘tajam, keras, sengit’

+ {-ence} � virulence ‘ketajaman, kepedasan’

Impatient (m)/Impatiente (f)

‘tidak sabar’

+ {-ence} � impatience ‘ketidaksabaran’

Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan sufik {-ence} dapat

menderivasi bentuk dasar adjektiva menjadi nomina. Sufiks ini hanya dapat

melekat pada adjektiva yang diakhiri –ant atau –ent pada suku kata terakhirnya.

Sufiks ini juga akan mengalami penyesuaian dalam proses afiksasinya, yaitu

mempunyai dua bentuk {-ence} dan {-ance} yang penggunaannya disesuaikan

dengan lingkungan atau silabel terakhir bentuk dasar yang dilekatinya.

(d) sufiks {-esse}

Proses pembentukan kata dengan sufiks {-ise} dapat dipresentasikan

dengan kaidah :

[A] ���� [[A] + -esse]N

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Poli (m)/Polie(f) ‘sopan’ + {-esse} � politesse ‘kesopanan, sopan santun’

Riche (m/f) ‘kaya’ + {-esse} � richesse ‘kekayaan, harta’

69

Gros (m)/Grosse (f)

‘besar, gemuk’

+ {-esse} � grossesse

‘bagian terbesar, kehamilan’

Petit (m)/Petite (f) ‘kecil’ + {-esse} � vetitesse ‘kecilnya, kekerdilan’

Vite (m/f) ‘cepat’ + {-esse} � vitesse ‘kecepatan’

Triste (m/f) ‘sedih’ + {-esse} � tristesse ‘kesedihan’

Pelekatan sufiks {-esse} seperti yang terlihat pada contoh data di atas

membuktikan bahwa sufiks ini bersifat derivasional karena ketika dilekatkan pada

bentuk dasar adjektiva, maka keluaran yang dihasilkan mempunyai bentuk

turunan yang berkelas kata nomina.

(e) sufiks {-ise}

Proses pembentukan kata dengan sufiks {-ise} dapat dipresentasikan

dengan kaidah :

[A] � [[A] + -ise]N

Berikut ini adalah beberapa contoh pembentukan nomina dengan

menggunakan sufiks {-eur} pada bentuk adjektiva.

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Sot (m)/Sotte (f)

‘bodoh, dungu’

+ {-ise} � sottise ‘kebodohan, ketololan’

Franc (m)/Franche (f)

‘terus terang, terbuka’

+ {-ise} � franchise ‘keterusterangan,

keterbukaan’

Bête (m/f) ‘bodoh, dungu’ + {-ise} � bêtise ‘kebodohan, kedunguan’

70

Dalam proses sufiksasi dengan sufiks {-ise} dapat dilihat bahwa bentuk

dasar yang digunakan adalah bentuk adjektiva feminin, terutama terlihat jelas

pada pelekatan sufiks {-ise} pada bentuk dasar franche ‘terus terang’ dan sotte

‘bodoh’.

(f) sufiks {-itude}

Proses sufiksasi dengan menggunakan sufiks {-itude} adalah :

[A] � [[A] + -itude]N

Berikut adalah beberapa contoh penggunaan sufiks {-itude} yang diimbuhkan

pada adjektiva tertentu.

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Béat (m)/Béate (f)

‘puas, tenang’

+ {-itude} � béatitude ‘rasa bahagia yang

sempurna’

Las (m)/Lasse (f)

‘lelah, bosan’

+ {-itude} � lassitude ‘kelelahan, kebosanan’

Solitaire (m/f) ‘sendirian’ + {-itude} � Solitude ‘kesendirian, kesepian’

Inquiet (m)/Inguiète (f)

‘gelisah, khawatir’

+ {-itude} � Inquiétude

‘kegelisahan,

kekhawatiran’

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nominalisasi adjektiva dapat

dilakukan dengan pembubuhan sufiks {-itude} pada bentuk dasar adjektiva

feminin. Dalam proses pelekatannya, terlihat adanya beberapa penyesuaian yang

terjadi pada bentuk dasar, seperti solitaire ‘sendiri’ dan inquiet ‘khawatir’ yang

akan dijelaskan dengan lebih terperinci pada Aturan Penyesuaian.

71

(g) Sufiks {-erie}

Proses sufiksasi dengan menggunakan sufiks (-erie) adalah :

[A] � [[A] + -erie]N

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Plaisant (m)/Plaisante (f)

‘menyenangkan, lucu’

+ {-erie} � plaisanterie ‘kelucuan, guyonan’

Galant (m)/Galante (f)

‘penuh perhatian terhadap

wanita’

+ {-erie} � Galanterie

‘sikap perhatian, kata

rayuan’

Dari dua contoh data tersebut, terlihat bahwa bentuk dasar adjektiva

plaisante ’menyenangkan’ dan galante ‘perhatian pada wanita’ yang mendapat

sufiks {-erie} akan menghasilkan outpout yang berkelas kata nomina, yaitu

plaisanterie ‘kelucuan, guyonan’ dan galanterie ‘sikap perhatian, rayuan’.

(h) Sufiks {-ie}

[A] ���� [[A] + -ie]N

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Fou/Fol (m)/Folle (f)

‘gila, sakit ingatan, tergila-

gila’

+ {-ie} � folie ’gangguan jiwa, gila,

sepenuh jiwa (tergila-

gila)’

Malade (m/f) ‘sakit’ + {-ie} � maladie ‘penyakit’

Modeste (m/f)

‘sederhana, rendah hati’

+ {-ie} � modestie ‘kesederhanaan,

kerendahan hati’

72

Dari beberapa contoh di atas, tampak bahwa sufiks {-ie} akan

mentransformasi identitas kata adjektiva menjadi nomina. Proses nominalisasi

dengan sufiks ini juga menggunakan bentuk feminin dari adjektiva yang

diderivasi sebagai bentuk dasarnya, seperti terlihat pada kata malade � maladie.

(i) Sufiks {-isme}

Untuk nominalisasi adjektiva dengan penggunaan sufiks {-isme} dapat

dijabarkan dengan kaidah :

[A] � [[A] + -isme]N

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Égoïste (m/f)

‘egois’

+ {-isme} � égoisme ‘keegoisan’

Socialiste (m/f)

‘(bersifat) sosial’

+ {-isme} � socialisme ‘doktrin sosialis,

sosialisme’

Enthousiaste (m/f)

‘bersemangat, bergairah’

+ {-isme} � enthousiasme ‘semangat kegembiraan,

kegairahan’

Féodal/féodale (m/f)

‘feodal’

+ {-isme} � féodalisme ‘kefeodalan, feodalisme’

Sufiks {-isme} juga terbukti dapat menderivasi bentuk asal adjektiva

menjadi nomina. Dalam proses sufiksasi dengan sufiks {-isme} terjadi

penyesuaian pada bentuk asal yang disebabkan oleh pelekatan sufiks ini, yang

akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

(j) Sufiks {-ard}

Kaidah pembentukan nomina dari dasar adjektiva dengan penggunaan

sufiks {–ard} adalah :

73

[A] � [[A] + -ard]N

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

Vieux (m)/Vieille (f)

‘tua, lama, kuno’

+ {-ard} � vieillard ‘orang laki-laki tua’

Riche (m/f)

‘kaya’

+ {-ard} � richard ‘orang berduit, orang

kaya’

Dari contoh penggunaan sufiks {-ard} yang ditemukan pada sumber data

dapat dilihat bahwa sufiks ini dilekatkan pada bentuk feminin dari adjektiva

dasarnya, yaitu dari adjektiva vieille ’tua’ (bentuk feminin dari vieux) menjadi

vieillard ’laki-laki tua’ yang berkelas kata nomina.

Berdasarkan uraian Kaidah Pembentukan Kata ini dapat disimpulkan

bahwa sufiks -ité, -eur, -ence, -esse, -ise, -itude, -erie, -ie, -isme, dan –ard dapat

mentranformasi kelas kata adjektiva menjadi nomina yang disertai dengan

penyesuaian-penyesuaian, baik pada bentuk dasar maupun pada sufiks tertentu,

yang akan diuraikan dengan lebih jelas pada bagian Aturan Penyesuaian.

5.2.2 Kaidah Pembentukan Kata dengan Konversi

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa nominalisasi

adjektiva dalam bahasa Perancis dapat pula dilakukan dengan cara konversi. Cara

ini juga dikenal dengan zero derivation, yaitu proses derivasi tanpa adanya

74

afiksasi. Karakteristik dari konversi ini adalah baik base maupun output-nya

mempunyai bentuk yang betul-betul identik [A]A=[A]N.

Perubahan atau transformasi adjektiva menjadi nomina dengan cara konversi

memang tidak dapat dilihat dari fisiknya, tetapi dapat dirasakan dari konteks

kalimatnya. Sebuah kategori kata dapat dengan mudah dilihat dalam kamus.

Namun, akan lebih baik jika kategori kata tersebut ditentukan tidak melalui makna

kata itu sendiri (makna literal), tetapi dilihat dari fungsi sintaksis dan maknanya

dalam sebuah konteks kalimat. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut.

Tu es ma mignonne PRO2.sg adalah POSS1.sg.f.-ku ADJ.manis Kamulah manisku.

Pada contoh di atas kata mignonne jika dicek dalam kamus, maka kata

tersebut masuk ke kelas kata adjektiva dengan makna literal ‘manis, lucu’.

Namun, dalam konteks kalimat tersebut, adjektiva mignonne mempunyai makna

‘seseorang yang manis’ yang mengacu pada suatu nomina (seseorang) feminin.

Hal ini juga diperkuat dengan adanya determinan posesif ma yang menyatakan

kepunyaan untuk orang pertama tunggal dan digunakan untuk menerangkan

nomina feminin tunggal sehingga makna ma + mignonne ‘manisku’.

Selain itu, sering kali sebuah adjektiva dapat menjadi nomina sebagai

akibat dari elipsis atau penghilangan nomina yang diterangkan oleh adjektiva

tersebut. Penghilangan nomina ini tidak merusak arti keseluruhan dari klausa atau

kalimat tersebut, seperti La (ville) capitale, une (lettre) sirculaire, un (ondulation)

permanente (Lauwer, 2008 :136).

75

De ces deux cravates, je prefere la bleue PREP DEM.f.pl NUM.dua N.f.dasi PRO1.sg V.lebih suka DEF.f.sg ADJ.biru ‘dari kedua dasi ini, saya lebih suka yang biru’ Pada kalimat ini la bleue merupakan sebuah grup nomina dengan tanpa

menyebutkan nominanya. Namun, pembaca ataupun pendengar telah mengetahui

bahwa makna le bleue tersebut adalah le (cravate) bleue ‘dasi yang berwarna biru’

karena cravate itu sendiri telah disebutkan pada frasa sebelumnya.

Selain itu, nominalisasi dengan cara konversi ini juga dilakukan untuk

mempresentasikan seseorang atau sesuatu yang mempunyai karakteristik seperti

yang disebutkan adjektivanya.

Il ne sait pas, le petit malheureux ! PRO3.sg NEG V.tahu DEF.f.sg ADJ.kecil ADJ.malang ’Dia tidak tahu, si (anak) kecil yang malang !’

Pada contoh kalimat di atas, le petit ‘si kecil’ merupakan grup nomina

yang mengacu pada referen seorang anak yang mempunyai karateristik seperti

yang disebutkan bentuk dasarnya (fisiknya kecil).

Jadi, pembentukan kata dengan cara konversi dapat dipresentasikan

dengan kaidah :

A � [A + ø]N

Bentuk asal A yang berkategori adjektiva mengalami proses derivasi

menjadi nomina tanpa adanya pembubuhan sufiks (zero morfem). Setelah proses

konversi tersebut, bentuk turunan yang terbentuk disesuaikan dengan gender dan

number dari referennya (jika mengacu pada makhluk hidup). Sesuai dengan

karakteristik nomina bahasa Perancis, maka di depan bentuk turunan hasil

76

konversi tersebut diberikan determinan yang sesuai dengan konteksnya. Urutan

proses konversi ini dapat dijabarkan dalam kaidah :

A ���� N ���� N ���� N ���� DET + N

(a) petit � petit � Le + petit (b) petit � petit � petite � Ma + petite (c) petit � petit � petite � petites � Ces + petites

Penjelasan:

(a) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’, setelah itu mendapat

determinan yang sesuai dengan gender, number, dan konteksnya yaitu le

(artikel definit, maskulin singular) karena acuannya adalah seorang anak

laki-laki.

(b) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’(derivasi), kemudian

terjadi proses infleksi dengan penambahan penanda gender feminin –e

menjadi petite karena acuannya adalah seorang anak perempuan. Setelah

itu mendapat determinan yaitu ma ’kepunyaanku’ (posesif, feminin

singular) sehingga arti keseluruhan dari ma petite adalah ’anak

(perempuan) kecilku’

(c) Adjektiva petit ’kecil’ menjadi nomina petit ’si kecil’(derivasi), kemudian

terjadi proses infleksi dengan penambahan penanda gender feminin –e

menjadi petite. Setelah itu terjadi proses infleksi lagi dengan penambahan

penanda jamak –s sehingga menjadi petites, mengacu pada sekelompok

anak kecil perempuan. Determinan yang digunakan yaitu ces ’ini/itu’

(demonstratif, maskulin atau feminin, plural) sehingga makna keseluruhan

dari ces petites adalah ’anak-anak (perempuan) kecil ini’.

77

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses infleksi dapat

terjadi setelah terjadinya proses derivasi adjektiva menjadi nomina. Dalam hal ini,

proses infleksi yang terjadi yaitu penyesuaian bentuk yang disesuaikan dengan

gender dan number acuannya. Setelah itu nomina yang terbentuk mendapat

determinan yang juga sesuai dengan gender dan number dari nominanya.

Berikut ini dikemukakan beberapa contoh pembentukan nomina dengan

cara konversi dengan menggunakan beberapa determinan yang ditemukan pada

sumber data.

(a) Article definit

Article Definit Adjektiva Nomina

La (fem.sg) +

belle ‘cantik’

� La belle ‘si cantik’

La (fem.sg) + Petite ‘kecil’

La petite ‘si kecil’

La (fem.sg) + malheureuse ‘malang’

� La malheureuse ‘orang yang malang, sengsara’

Le (masc.sg) + Vide ‘kosong’

� Le vide ‘kekosongan, lubang, hampa’

Le (masc.sg) + mechant ‘jahat’

� Le mechante ‘(perbuatan/sikap) jahat’’

Les (m/f.pl) + miserables ‘sengsara’

� Les miserables ’orang-orang yang miskin, melarat’

Les (m/f.pl) + Riches ‘kaya’

� Les riches ‘orang-orang kaya’

Dalam prosesnya, penggunaan artikel definit dalam nominalisasi adjektiva

harus disesuaikan dengan referen yang diacu atau ingin digambarkan oleh

78

adjektiva tersebut. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian Kaidah

Penyesuaian (Adjusment Rules).

(b) Article indefinit

Article

Indefinit

Adjektiva

Nomina

un (masc.sg) + Mal ‘kurang baik, buruk’

� Un mal ‘kesusahan, keburukan’

un (masc.sg) + Froid ‘dingin’

� Un froid ‘rasa dingin, sikap tanpa emosi’

un (masc.sg) + paresseux ‘malas’

� Un paresseux ‘pemalas’

une (masc.sg) +

Blonde ‘pirang’

� Une blonde ‘(orang) berambut pirang’

des(fem.sg) + bêtes ‘bodoh, dungu’

� des bêtes ‘kebodohan, ketololan’

Artikel indefinit merupakan determinan yang digunakan sebelum

nomina yang tidak spesifik, yang penggunaannya juga disesuaikan dengan gender

dan number dari nomina yang diacu. Jadi, ketika artikel indefinit dirangkaikan

dengan bentuk yang telah dikonversi, juga harus memperhatikan referen yang

diacu.

(c) Possesif

Possesif Adjektiva

Nomina

Mon/ma ‘-ku ’ + cher/chere ‘sayang’

� Mon cher (m.sg) Ma chere (f.sg)

‘sayangku’

Sa ‘-nya’ + fin ‘akhir’

� Sa fin (f.sg) ’ tujuannya’

79

Ses ‘-nya’ + intimes ‘dekat, akrab’

� Ses intimes (m/f.pl) ‘orang-orang dekatnya’

Ma ‘-ku ’ + mignonne ‘manis, lucu’

� Ma mignonne (f.sg) ‘manisku’

Ma ‘-ku ’ + belle ‘cantik’

� Ma belle (f.sg) ‘juwitaku’

Bentuk konversi yang mendapat determinan menggambarkan kepemilikan

atau kepunyaan akan sesuatu baik benda abstrak maupun konkret. Penggunaannya

juga tergantung dari gender dan number dari nominanya. Misalnya mon cher / ma

chère, sama-sama berarti ‘sayangku’. Namun, makna mon cher mengacu pada

seorang laki-laki (nomina maskulin tunggal), sedangkan ma chère mengacu pada

seorang perempuan (nomina feminin singular).

(d) Demonstratif

Bentuk konversi juga dapat dirangkaikan dengan determinan demonstratif.

Hal ini dapat dilihat pada data berikut ini.

Demonstratif Adjektiva Nomina

Cette + pauvre ‘miskin’

� Cette pauvre (f.sg) ‘orang yang miskin ini’

Cette + desagréable ‘tidak nyaman’

� Cette desagréable (f.sg)

‘ketidaknyamanan ini’

Ce + naif ‘naif, polos’ � Ce naif (m.sg) ‘orang polos ini’

Determinan berikutnya yang juga digunakan di depan bentuk konversi

adalah demonstratif. Sama seperti determinan lainnya, penggunaan demonstratif

juga ditentukan oleh gender dan number, ce untuk nomina maskulin, cette untuk

menggambarkan nomina feminin, dan ces digunakan untuk menerangkan

mask/fem jamak, yang semuanya bermakna ‘ini/itu’.

80

Dalam hal ini, konversi adjektiva menjadi nomina sering kali terjadi atau

dilakukan dengan penghilangan (elipsis) nomina inti yang diacu, seperti misalnya

pada contoh cette pauvre ‘orang miskin itu’ terdapat inti yang dihilangkan

sehingga hanya muncul adjektivanya yang menyatakan karakteristik atau keadaan

dari nomina yang diacu. Jika dilihat dari konteksnya, frasa nomina yang

seharusnya terbentuk adalah cette pauvre femme ‘wanita miskin itu’ di mana pada

kenyataannya femme ‘wanita’ dihilangkan. Namun penghilangan ini tidak

mengurangi arti keseluruhan dari klausa karena cette pauvre sudah dapat

mewakili nomina yang dimaksud dan dapat dipahami dari konteksnya.

Dari uraian Kaidah Pembentukan Kata dengan cara konversi di atas, dapat

disimpulkan bahwa adjektiva dapat ditransformasi menjadi nomina dengan tanpa

adanya sufiksasi, tetapi dapat dilihat dari fungsi dan maknanya dalam konteks

kalimat. Namun, ada hal yang perlu dicermati dalam nominalisasi adjektiva

dengan konversi ini, yaitu bahwa tidak semua adjektiva dapat bertransformasi

menjadi nomina dengan cara ini. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dengan lebih

mendalam pada bagian fungsi dan makna dari proses nominalisasi adjektiva

bahasa Perancis.

5.3 Kaidah Penyesuaian (Adjustment Rules)

Komponen ketiga dalam morfologi generatif model Aronoff adalah

Kaidah Penyesuaian. Menurut Aronoff, pembubuhan afiks memerlukan adanya

perubahan bentuk, baik bentuk dasar maupun bentuk afiks itu sendiri. Dalam

Kaidah Penyesuaian ini dapat terjadi dua macam proses penyesuaian, yaitu

81

Allomorphy Rules (Kaidah Alomorfi) dan Truncation Rules (Kaidah

Pemenggalan).

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya pada Kaidah Pembentukan Kata

bahwa terdapat sufiks tertentu yang mempunyai beberapa alomorf dan

penyesuaian lain, bahkan ada pula pengecualian. Hal-hal tersebut dijelaskan pada

bagian ini sehingga proses pembubuhan afiks dan proses dengan cara konversi

dapat lebih dimengerti oleh para pengguna bahasa Perancis.

5.3.1 Kaidah Penyesuaian dalam Nominalisasi Adjektiva dengan Sufiks

Derivasional

Dalam proses sufiksasi, penyesuaian baik bentuk dasar maupun sufiks itu

sering kali terjadi. Mengacu pada KPK yang telah diuraikan sebelumnya,

penyesuaian biasanya terjadi pada setiap pembubuhan sufiks derivasional.

Beberapa kaidah penyesuaian tersebut dijabarkan pada uraian berikut ini.

(a) Penyesuaian dalam penggunaan bentuk adjektiva yang menjadi

bentuk dasar dalam proses sufiksasi

Aturan penyesuaian pertama yang dianalisis adalah penggunaan bentuk

adjektiva (maskulin atau feminin) yang menjadi bentuk dasar dalam sufiksasi.

Seperti diketahui bahwa adjektiva bahasa Perancis disesuaikan dengan gender

nominanya, yaitu bentuk maskulin dan bentuk feminin. Oleh karena itu, biasanya

suatu adjektiva mempunyai dua bentuk untuk tiap-tiap gender, dimana

pembentukannya mengikuti adjective agreement ‘kesepakatan pembentukan

adjektiva’ tertentu. Pembentukan ini ada yang bersifat regulier ‘teratur’, yaitu

82

penambahan penanda feminin –e pada akhir adjektiva maskulin untuk

membentuk adjektiva feminin, seperti pada bentuk dasar mefiant (m) � mefiante

(f) ‘curiga’, petit (m) � petite (f) ‘kecil’, blond (m) � blonde (f) ‘pirang’, dan

lain-lain.

Selain pembentukan adjektiva feminin yang bersifat teratur, ada pula

pembentukan yang irregulier ‘tidak beraturan’, seperti pada adjektiva frais (m) –

fraiche (f) ‘sejuk, segar’, beau (m) – belle (f) ‘cantik, indah’, gros (m) – grosse (f)

‘besar, gendut’, dan lain-lain. Selain itu, ada pula adjektiva yang hanya

mempunyai satu bentuk yang bisa digunakan untuk kedua gender, seperti

adjektiva triste (m/f) ‘sedih’, pâle (m/f) ‘pucat’, modeste (m/f) ‘rendah hati’, dan

sebagainya.

Dalam proses sufiksasi, apabila bentuk dasarnya merupakan adjektiva

reguler dan adjektiva yang mempunyai satu bentuk saja (m=f), maka bentuk

adjektiva yang digunakan adalah bentuk adjektiva maskulin. Hal ini dapat dilihat

pada contoh berikut:

Adjektiva dasar sufiks Bentuk nomina 1 Honnête (m/f) ‘miskin’ + -eté � Honneteté ‘kemiskinan’ 2 Pâle (m/f) ‘pucat’ + -eur � Pâleur ‘warna pucat’ 3 Triste (m/f) ‘sedih’ + -esse � Tristesse ‘kesedihan’ 4 Bete (m/f) ‘bodoh’ + -ise � Betise ‘kebodohan’ 5 Modeste (m/f)‘rendah hati’ + -ie � Modestie ‘kerendahan hati’ 6 Égoiste (m/f) ‘egois’ + -isme � Égoisme ‘keegoisan’ 7 Petit(m) – petite (f)

‘kecil’ + -esse � Petitesse ‘kecilnya’

8 Patient (m) – patiente (f) ‘sabar’

+ -ence

� Patience ‘kesabaran’

83

9 Profond(m) – profonde(f) ‘dalam’

+ -eur � Profondeur ‘dalamnya’

10 Brutal(m) – brutale (f) ‘brutal’

+ -ité � Brutalité ‘kebrutalan’

Pada data di atas, terlihat bahwa adjektiva dasar yang hanya mempunyai

satu bentuk (no.1—6), baik untuk maskulin maupun feminin, dapat langsung

dibubuhi sufiks derivasional. Begitu pula dengan adjektiva reguler (no.7--10),

bentuk maskulinnya dapat langsung dilekatkan dengan sufiks.

Jika bentuk dasar adjektiva mempunyai dua bentuk yang berbeda untuk

maskulin dan femininnya (irreguliere), maka bentuk feminin digunakan sebagai

bentuk dasar. Namun, selalu ada pengecualian karena beberapa adjektiva tak

beraturan tetap menggunakan bentuk maskulinnya sebagai bentuk dasar, yaitu

adjektiva beau ‘cantik,indah, bon ‘baik’, nouveau ‘baru’, fol ‘gila’.

Adjektiva dasar sufiks Bentuk nomina 1. Frais(m) - fraiche (f)

‘sejuk/segar’ + -eur � Fraicheur ‘kesejukan’

2. Faux(m) - fausse (f) ‘salah’

+ -eté � Fausseté ‘kesalahan’

3. Actif (m) – active (f) ‘aktif,giat’

+ -ité � Activité ‘keaktifan’

4. Nul (m) – nulle (f) ‘kosong,hampa’

+ -ité � Nullité ‘kehampaan’

5. Vieil (m) - vieille (f) ‘tua’

+ -ard � Vieillard ‘laki-laki tua’

6. Gros(m) – grosse (f) ‘gendut’

+ -esse � Grossesse ‘kehamilan’

7 Sot(m) – sotte (f) ‘tolol’

+ -ise � Sottise ‘ketololan’

8. Las(m) – lasse (f) ‘bosan, lelah’

+ -itude � Lassitude ‘kebosanan’

9. Beau (m) – belle (f) ‘indah, cantik’

+ -té ���� Beauté ‘keindahan’

10. Bon (m) – bonne (f) ‘baik, bagus’

+ -té ���� Bonté ‘kebaikan’

84

11. Nouveau(m) – nouvelle (f) ‘baru’

+ -té � Nouveauté ‘yang baru’

12. Fol (m) – folle (f) ‘gila’

+ -ie ���� Folie ‘kegilaan’

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa apabila suatu adjektiva mempunyai

dua bentuk yang berbeda untuk adjektiva maskulin dan feminin, maka bentuk

adjektiva femininlah yang dijadikan sebagai bentuk dasar dalam proses sufiksasi.

Hal ini terlihat jelas pada salah satu contoh bentuk turunan fraicheur ‘kesejukan’,

yang jika dijabarkan menjadi bentuk yang lebih kecil, maka kata ini terdiri atas

bentuk dasar fraiche ‘segar, sejuk’ dan –eur, di mana fraiche merupakan bentuk

feminin dari frais. Jadi, sufiks {–eur} ini tidak dilekatkan pada bentuk

maskulinnya, karena bentuk turunan yang dihasilkan adalah fraicheur, bukan

fraiseur. Contoh lain yang membuktikan hal yang sama adalah pada adjektiva

faux (m) / fausse (f) ‘salah’. Jika mendapat sufiks {–eté}, maka bentuk turunan

yang dihasilkan adalah fausseté ‘kesalahan’, bukanlah fauxeté.

Contoh yang diungkapkan di atas dapat dijadikan bukti bahwa bentuk

feminin dijadikan bentuk dasar dan mengalami proses sufiksasi. Namun selalu ada

pengecualian, seperti yang dapat dilihat pada contoh adjektiva beau (m) / belle (f)

‘indah, cantik’. Bentuk turunan yang dihasilkan dari kata ini setelah mendapat

sufiks {-(i)té} adalah beauté ‘keindahan’, padahal jika mengikuti aturan

penyesuaian yang menyatakan bahwa bentuk feminin yang dijadikan bentuk

dasar, maka seharusnya bentuk turunannya adalah belleté. Pada kenyataannya,

kata belleté belum pernah ditemukan dalam penggunaan bahasa Perancis.

Pengecualian seperti ini yang juga ditemukan pada sumber data adalah :

85

bon (m)/bonne (f) + {-(i)té} � bonté (bukan bonneté) ‘kebaikan’

fol (m)/folle (f) + {-ie} � folie (bukan follie) ‘kegilaan’

nouveau(m)/nouvelle(f) + {-(i)té} � nouveauté (bukan nouvelleté) ‘yang baru’

Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kata-kata seperti belleté,

bonneté, dan follie akan muncul dalam kosakata bahasa Perancis yang mewakili

reference yang berbeda dengan kata yang telah ada sebelumnya. Jadi, kata-kata ini

dapat dimasukkan dalam bentuk–bentuk potensial karena pembentukannya sudah

sesuai dengan kaidah yang ada.

Penggunaan bentuk adjektiva feminin sebagai bentuk dasar dalam

sufiksasi bukanlah tanpa alasan. Hal ini terjadi karena dalam pelafalan, bentuk

adjektiva feminin biasanya diakhiri oleh bunyi konsonan atau suku kata

terakhirnya merupakan suku kata tertutup, sedangkan bentuk maskulin biasanya

diakhiri dengan vokal atau vokal nasal (suku kata terbuka). Oleh karena itu,

sufiks, yang semuanya diawali dengan bunyi vokal, akan melekat pada kata yang

mempunyai bunyi konsonan di akhir agar tercipta kesinambungan bunyi ketika

terjadinya sufiksasi. Hal ini dapat dilihat pada uraian berikut:

Adjektiva maskulin Adjektiva feminin

Doux + {-eur} Douce + {-eur} [du] + [-œr] � [duœr] [dus] + [-œr] � [dusœr] Las + {-itude} Lasse + {-itude} [la] + [-ityd] � [laityd] [las] + [-ityd] � [lasityd] Gros + {-esse} Grosse + {-esse} [gro] + [-εs] � [groεs] [gros] + [-εs] � [grosεs]

86

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa jika menggunakan bentuk adjektiva

maskulin doux [du] ‘lembut’ yang diakhiri oleh bunyi vokal dalam

pengucapannya, kemudian mendapat sufiks –eur [œr] yang juga diawali oleh

bunyi vokal, maka ketika disatukan menjadi [du-œr]. Pertemuan kedua vokal ini

kurang dapat menghasilkan kesinambungan bunyi karena adanya dua vokal

berurutan yang akan menjadi batas suku kata. Oleh karena itu, diambillah bentuk

feminin douce [dus] yang mempunyai bunyi konsonan di akhir kata, sehingga

pengucapannya dapat terdengar lebih mengalir menjadi [dusœr].

(b) Peluruhan fonem [ə] atau schwa

Sebagian besar adjektiva bahasa Perancis diakhiri oleh fonem [�], terutama

bentuk femininnya. Selanjutnya dalam proses sufiksasi, terjadi pelesapan atau

luruhnya fonem [ə] atau schwa yang berada di akhir kata yang mengalami proses

sufiksasi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari fonem [ə] yang sering kali

tidak disuarakan dalam suatu pengucapan yang cepat. Oleh karena itu, [ə] atau

schwa ini dalam bahasa Perancis sering disebut –e muet (-e diam/tidak dilafalkan).

Setiap kata dalam bahasa Perancis yang diakhiri oleh /e/, maka bunyi

tersebut tidak pernah muncul dalam pengucapan dan berarti juga tidak muncul

dalam transkripsi fonetiknya. Misalnya pada kata sotte ‘bodoh’ akan mempunyai

transkripsi fonetik [sot]; –e hilang sehingga jika dibubuhi sufiks {-ise}, akan

menjadi [sotiz]; begitu juga kata modeste ‘rendah hati’ mempunyai transkripsi

fonetik [modεst], -e di akhir kata tidak diucapkan, kemudian mendapat sufiks {-

87

ie} akan menjadi [modεsti]. Namun, bunyi schwa ini akan muncul dalam

pelafalan jika kata-kata tersebut dipakai dalam puisi atau lagu.

Tidak semua adjektiva mengalami pelesapan fonem [ə] atau schwa

terutama ketika adjektiva yang dijadikan bentuk dasar tidak diakhiri oleh [ə],

seperti gai ‘kegembiraan’ , fin ‘halus, tajam’, beau ‘cantik, indah’, bon ‘baik’,

nouveau ‘baru’, fol ‘gila’, dan lain-lain.

(c) Penyisipan fonem

Ketika proses sufiksasi terjadi, sering kali disertai dengan penyesuaian

dalam bentuk dasar itu sendiri. Salah satu penyesuaian tersebut adalah penyisipan

fonem tertentu pada bentuk dasar sehingga kata turunan yang terbentuk dapat

diucapkan dengan baik. Kasus seperti ini hanya terjadi pada beberapa bentuk

dasar yang mendapat sufiks tertentu, yang dijelaskan pada contoh berikut ini.

- bentuk dasar responsable ‘tanggung jawab’

[rεs-p -sa-bl] + {-ité} � [rεsp sablité] � [rεsp sabilité]

Penyesuaian yang terjadi dengan adanya pembubuhan sufiks {-ité}

pada adjektiva responsable [rεsp sabl] adalah penyisipan bunyi vokal

depan [i] di antara bunyi [b] dan [l] pada silabel terakhir sehingga menjadi

responsabilité [rεsp sabilite]. Selain untuk mempermudah pengucapan,

penyisipan fonem ini juga disebabkan oleh konsonan rangkap [bl] hanya

dapat terletak di awal atau di akhir kata (tidak pernah ditemukan di tengah

kata). Hal yang sama juga akan terjadi pada bentuk dasar adjektiva

88

honorable, possible, dan lain-lain yang mempunyai akhiran yang sama

dengan contoh di atas.

- bentuk asal polie ‘sopan’

polie + {-esse} � poliesse � politesse ‘sopan santun’ [po-li] + [εs] � [poliεs] � [politεs]

Jika mengikuti proses seperti yang lainnya, maka seharusnya

bentuk turunan yang dihasilkan setelah mendapat sufiks {-esse} adalah

poliesse. Akan tetapi, pada kenyataannya bentuk turunan yang ada adalah

politesse, yaitu ada penyisipan fonem [t] pada batas penggabungan bentuk

dasar dan sufiksnya. Dalam bahasa Perancis, fonem [t] sering kali

disisipkan antara dua kata atau morfem yang akhir dan awalnya

merupakan bunyi vokal, contoh :

A - il un stylo? � A – t - il un stylo? V.punya PRO3.m.sg INDEF.m.sg N.m.pulpen ‘Punyakah dia pensil?’

Pada contoh di atas, terlihat adanya penyisipan fonem [t] antara kata a

‘punya’ dan il ‘dia (m)’. Penyisipan ini bertujuan untuk membuat

pengucapan yang lebih menyatu dan mengalir.

(d) Substitusi fonem

Dalam proses sufiksasi dapat terjadi pula penggantian atau substitusi

fonem pada bentuk dasar, yang juga bertujuan untuk lebih memudahkan

pengucapan. Substitusi fonem ini terjadi pada beberapa adjektiva yang mendapat

imbuhan sufiks derivasional, seperti pada contoh berikut.

89

- Adjektiva curieuse ‘ingin tahu’, superieure ‘superieur’

[ky-rjœz] + {-ité} � [kyrjœzité] � [kyrjozité]

[sy-pe-rjœr] + {-ité} � [syperjœrité] � [syperjorité]

Penyesuaian yang terjadi pada bentuk dasar curieuse [ky-rjœz]

setelah mendapatkan sufiks {-ité} adalah penggantian bunyi vokal depan

[œ] yang berada setelah semivokal [j] pada silabel terakhir menjadi bunyi

[o] sehingga menjadi curiosité [kyrjozité] ‘keingintahuan’.

- Adjektiva familière ‘biasa’

[fa-mi-ljεr] + {-ité} � [familjεrité] �[familjarité]

Penyesuaian bentuk familière [familjεr] dengan mendapatkan sufiks {-ité}

adalah bunyi vokal depan setengah terbuka [ε] yang berada di akhir suku

kata menjadi bunyi vokal depan terbuka [a], sehingga menjadi familiarité

[familjarité] ‘hal yang sudah biasa’

5.3.2 Kaidah Alomorfi (Allomorphy Rules)

Dalam Teori Morfologi Aronoff juga dikenal adanya Kaidah Alomorfi

(Allomorphy Rules) yang memuat bentuk-bentuk alomorfi dari komponen

pembentuk kata, yaitu dalam hal ini alomorfi dari sufiks derivasionalnya.

Beberapa sufiks ditemukan memiliki alomorfi, seperti sufiks {-ité}, {-ance}, dan

{-isme}.

90

(a) Alomorfi sufiks {-ité}

Bentuk alomorfi dari sufiks {-ité}, yaitu {-eté} dan {-té}. Hal ini dapat

dilihat pada contoh berikut :

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

1. Active + {-ité} � activité ‘kegiatan’

2. Responsable + {-ité} � responsabilité ‘tanggung jawab’

3. Curieuse + {-ité} � curiosité ‘keingintahuan’

4. Familière + {-ité} � familiarité ‘kebiasaan’

5. Honnête + {-eté} � honnêteté ‘kejujuran’

6. Mechante + {-eté} � méchanteté ‘kekejaman’

7. Fausse + {-eté} � fausseté ‘kesalahan’

8. Beau + {-té} � beauté ‘keindahan’

9. Bon + {-té} � bonté ‘kebaikan

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa bentuk dasar adjektiva nomor 1--4

mendapatkan sufiks {-ité}, nomor 5--7 mendapat sufiks {-eté}, dan nomor 8-9

mendapat sufiks {-té}. Dari ketiga alomorfi ini, sufiks {-ité} yang paling sering

muncul dalam pembentukan kata. Hal itu terjadi karena sufiks ini dapat melekat

pada semua bunyi konsonan di akhir kata, kecuali [t] dan [s], di mana kedua bunyi

inilah yang kemudian akan melekat pada alomorfinya yaitu {-eté}. Sebaliknya,

alomorfi {-té} akan melekat pada bentuk dasar adjektiva yang diakhiri bunyi

vokal bulat [o] atau vokal nasal bulat [õ].

(b) Alomorfi sufiks {-ance}

Sufiks ini mempunyai dua bentuk alomorfi yaitu {-ence} dan {-ance}. Hal

ini dapat kita lihat pada data berikut :

91

Adjektiva Sufiks

Derivasional

Nomina

1. Violente + {-ence} � Violence ‘kekerasan, keganasan, paksaan’

2. Impatiente + {-ence} � Impatience ‘ketidaksabaran’

3. Virulente + {-ence} � Virulence ‘ketajaman (kata-kata)’

4. Souffrante + {-ance} � Souffrance ‘penderitaan, rasa sakit’

5. Elegante + {-ance} � Élégance ‘keanggunan’

6. Puissante + {-ance} � Puissance ‘kekuatan, yang berkuasa’

Contoh : souffrant + {-ance} � souffrance ‘penderitaan’ [su-frãt] + [ãs] � [sufrãs]

Kaidah alomorfi yang terjadi dalam penggunaan, baik sufiks {–ence}

maupun bentuk alomorfinya adalah dengan melihat akhiran dari bentuk dasarnya.

Sufiks {–ence} hanya dapat melekat pada kata yang berakhiran –ent (contoh

no.1--3), sedangkan {-ance} hanya melekat pada bentuk dasar yang berakhiran –

ant (contoh no. 4--6).

(c) Alomorfi Sufiks {-isme}

Dari data yang ditemukan, sufiks {-isme} terlihat mempunyai satu bentuk

alomorfi, yaitu {-asme}. Hal ini dapat kita lihat pada bentuk dasar enthousiaste

‘antusias’� enthousiasme ‘rasa semangat, antusias’, dengan proses sufiksasi

sebagai berikut.

enthousiaste + {-isme} � enthousiasme [ tuzjast] + [ism] � [ tuzjasm]

92

Jadi, ketika sufiks {-isme} dilekatkan pada bentuk asal, maka terjadi

penyesuaian pada sufiks tersebut menjadi bentuk {-asme}. Dalam hal ini, sufiks {-

isme} menyesuaikan dengan silabel terakhir dari kata tersebut adalah ast.

5.3.3 Kaidah Pemenggalan

Selain terjadinya penyesuaian bentuk dan alomorfi, kaidah pemenggalan

juga sering kali ditemukan. Sesuai dengan Teori Morfologi Aronoff yang sangat

peka terhadap pembatasan atau blocking, maka aturan pemenggalan dapat

dijadikan sebagai salah satu komponen dalam proses sufiksasi. Beberapa bentuk

dasar adjektiva diketahui mengalami pemenggalan ketika dilekatkan dengan

sufiks derivasional yang dapat dilihat pada uraian berikut ini.

(a) Pemenggalan silabel

Suatu bentuk dasar dapat mengalami pemenggalan pada silabel

terakhirnya, seperti pada bentuk dasar adjektiva splendide ‘terang, gemerlap’.

splen-dide + {-eur} � splendeur

[spl -did] + [œr] � [spl dœr]

Dalam kaidah pemenggalan bahasa Perancis, pemenggalan harus

dilakukan setelah vokal nasal sehingga bentuk dasar splendide terdiri dari dua

silabel yaitu [spl ] dan [did]. Jadi dapat dilihat bahwa pemenggalan terjadi pada

silabel terakhir dari kata tersebut sehingga hanya menyisakan satu silabel, yaitu

[spl ] yang kemudian ditambahkan [œr] menjadi [spl -œr]. Kemudian terjadi

penyesuaian lagi (Readjustment Rules), yaitu penambahan bunyi [d] yang diambil

dari bunyi berikutnya pada silabel yang telah dipenggal. Hal ini terjadi agar

93

tercipta kesinambungan bunyi dari [spl -œr] � [spl dœr]. Bentuk dasar

splendide mengalami pemenggalan karena sufiks {-eur} hanya bisa melekat pada

adjektiva dengan satu silabel, seperti douce [du�] ‘lembut’ � douceur [du�œr]

‘kelembutan’, fraiche [frε�] ‘sejuk’ � fraicheur [frε�œr] ‘kesejukan’.

(b) Pemenggalan akhiran

Selain pemenggalan silabel, pemenggalan bentuk dasar juga dapat terjadi

pada bentuk akhir dari kata yang mengalami proses sufiksasi. Kaidah

pemenggalan ini terjadi pada bentuk dasar adjektiva yang mempunyai akhiran

–ente dan –ante ketika mendapat imbuhan {-ance} atau {-ence}, seperti contoh

berikut.

• violente + {-ence} � violence ‘kekejaman’ [vi�l t] + [ s] � [vi�l s]

• souffrante + {-ance) � souffrance ‘penderitaan [soufr t] + [- s] � [soufr s]

Kedua bentuk dasar adjektiva di atas mempunyai pelafalan yang sama

pada bagian akhir katanya, yaitu [- t]. Bagian inilah yang dipenggal untuk

kemudian digantikan dengan sufiks {–ence/-ance} yang dilafalkan [- s]. Kaidah

pemenggalan lainnya juga ditemukan pada penggunaan sufiks {-isme}, seperti

pada contoh di bawah ini.

• égoiste + {-isme} � égoisme ‘keegoisan’ [eg�ist] + [ism] � [eg�ism]

• socialiste + {-isme} � socialisme ‘paham sosial’ [sosialist] + [ism] � [sosialism]

94

Untuk kaidah pemenggalan, sufiks ini memenggal bentuk dasarnya tepat

sebelum akhiran –iste, seperti pada contoh di atas, yaitu ego-iste � égo-isme,

social-iste � social-isme, féodal-iste � féodal-isme, fémin-iste � fémin-isme.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kaidah penyesuaian

yang terjadi dalam proses sufiksasi dapat berupa perubahan, baik bentuk dasar

maupun sufiksnya, yang juga menghasilkan kaidah alomorfi pada sufiks

derivasional dan kaidah pemenggalan pada bentuk dasar yang mengalami proses

tersebut.

5.3.4 Kaidah Penyesuaian dalam Nominalisasi Adjektiva dengan Konversi

Proses nominalisasi adjektiva dengan cara konversi terjadi dengan

sederhana karena tidak adanya pembubuhan sufiks, namun tetap memerlukan

kaidah penyesuaian dalam pembentukannya. Penyesuaian pada proses ini terjadi

pada penggunaan determinan dan adjektiva yang sesuai dengan acuannya.

Penyesuaian-penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut.

(1). Nomina konkret yang menggambarkan makhluk hidup

Ketika adjektiva tersebut dikonversi untuk membentuk nomina konkret

yang mengacu atau menggambarkan suatu makhluk, hidup baik manusia maupun

binatang, maka penggunaan determinan dan bentuk adjektiva disesuaikan dengan

gender dan number dari referennyaMisalnya, la petite ‘si kecil’ maka referennya

adalah seorang anak kecil perempuan, sedangkan jika referen yang diacu adalah

95

seorang anak laki-laki, maka akan dikatakan le petit ‘si kecil’. Contoh lain dapat

dilihat sebagai berikut :

Elle les appelait <<ma mignonne, ma toute belle>> PRO3.sg COD.mereka V.memanggil POSS1 manis, POSS1.ADJ.cantik ’dia memanggilnya manisku, gadis cantikku’

Namun berbeda halnya jika bentuk konversinya bermakna sesuatu pada

umumnya atau mewakili sekelompok orang, maka bentuk yang dipakai baik

adjektiva maupun determinannya adalah bentuk maskulin baik tunggal maupun

jamak.

Contoh :

Les petits paient pour les gros. DEF.m.pl ADJ.m.pl.kecil V.membayar PREP.untuk DEF.m.pl ADJ.m.pl.besar

‘(orang-orang) Yang kecil membayari (orang-orang) yang besar.’

Pada contoh di atas, tampak bahwa bentuk konversi les petits ‘orang-

orang kecil’ dan les gros ‘orang-orang besar’ merupakan bentuk maskulin jamak

yang maknanya mengacu pada sekelompok orang yang mempunyai kualitas

seperti yang digambarkan oleh adjektivanya.

(2) Nomina abstrak

Jika nomina yang terbentuk melalui proses konversi ini menggambarkan

nomina abstrak (- konkret), maka penggunaan determinan dan adjektivanya tidak

tergantung dari gender dan number (Lauwers, 2008:138). Artinya, mereka hanya

menggunakan determinan dan adjektiva untuk bentuk maskulin tunggal.

96

Contoh :

Le froid de la nuit DEF.m.sg ADJ.m.dingin PREP.dari DEF.f.sg NOM.malam ‘dinginnya malam’ Le beau de cette image est sa simplicité DEF.m.sg ADJ.indah PREP itu gambar adalah POSS.3.f.sg.-nya NOM.f.sg.kesederhanan ‘yang indah dari gambar itu adalah kesederhanaannya’ Dari contoh di atas, diketahui bahwa le froid ‘dinginnya, hawa dingin’ dan

le beau ‘yang indah’ merupakan bentuk nominalisasi adjektiva yang

menggambarkan sesuatu yang abstrak (kata benda abtrak). Keduanya sama-sama

menggunakan bentuk adjektiva maskulin tunggal yaitu penggunaan artikel definit

le (m.sg).

Tidak seperti nominalisasi adjektiva dengan sufiksasi, pada pembentukan

nomina dengan cara konversi ini, tidak ditemukan adanya Aturan Alomorfi

maupun Aturan Pemenggalan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perubahan

bentuk baik pada bentuk dasar maupun bentuk turunannya. Hal itu terjadi karena

karena bentuk dasar adjektiva yang dikonversi adalah identik dengan bentuk

turunannya yang berkategori nomina.

5.4 Keluaran (Output)

Komponen yang terakhir dari Teori Morfologi Generatif model Aronoff

adalah keluaran atau output yang dihasilkan dari proses pembentukan kata.

Bentuk turunan yang dihasilkan harus memiliki kategori atau kelas kata, baik

nomina, verba, adjektiva, maupun adverbia. Dalam penelitian ini keluaran yang

dihasilkan, baik dari proses sufiksasi maupun konversi memiliki kategori nomina.

97

Dari keluaran yang dihasilkan, didapatkan bahwa sebagian besar bentuk

dasar, baik adjektiva dasar maupun adjektiva turunan, dapat bertranformasi

menjadi nomina melalui kedua proses sekaligus, yaitu baik dengan cara sufiksasi

maupun dan dengan konversi. Namun, ada juga bentuk dasar adjektiva yang

hanya mengalami salah satu proses saja (sufiksasi atau konversi). Beberapa

contoh keluaran yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Bentuk dasar

adjektiva

Keluaran melalui

sufiksasi

Keluaran melalui konversi

Actif/active ‘aktif, gita’

Activité ‘aktivitas’

-

Responsable ‘bertanggung jawab’

Responsabilité ‘tanggung jawab’

Un responsable ‘orang yang bertanggung jawab’

Curieux ‘ingin tahu’

Curiosité ‘keingintahuan’

Un curieux ‘orang yang selalu ingin tahu’

Mechant/mechante ‘kejam, jahat’

Mechanteté ‘kekejaman’

Les mechants ‘orang-orang jahat, kejam’

Faux/fausse ‘salah, palsu’

Fausseté ‘kekeliruan, kepalsuan’

Le faux ‘(hal) yang tidak benar, tiruan’

Beau/belle ‘cantik, indah’

Beauté ‘kecantikan, keindahan’

Le beau, la belle ‘yang indah, si cantik’

Frais/fraiche ‘segar, sejuk’

Fraicheur ‘kesejukan’

Le frais ‘udara segar’

Splendide ‘terang, gemerlap’

Splendeur ‘kegemerlapan’

-

Blanc/blanche ‘putih’

Blancheur ‘(kualitas) putihnya’

Le blanc ‘warna putih’

Doux/douce ‘lembut’

Douceur ‘kelembutan’

Un doux ‘orang yang penuh kasih sayang’

Bête ‘bodoh’

Bêtise ‘kebodohan’

Une bête ‘orang/binatang bodoh’

Virulent/virulente ‘tajam’

Virulence ‘ketajaman’

-

Souffrant/souffrante ‘penuh derita’

Souffrance ‘penderitaan’

-

Las/lasse Lassitude -

98

‘lelah, bosan’ ‘kelelahan’ Solitaire ‘sendiri’

Solitude ‘kesendirian’

Un solitaire ‘pertapa’

Inquiet/inquiete ‘khawatir’

Inquietude ‘kekhawatiran’

-

Galant ‘sopan (terhadap wanita)

Galanterie ‘sikap sopan pada wanita’

Un galant ‘orang yang sopan, rayuan’

Egoiste ‘egois’

Egoisme ‘keegoisan’

Un egoiste ‘orang yang egois’

Miserable ‘sengsara’

- Un miserable ‘orang yang kesusahan’

Malheureux ‘malang, menyedihkan’

- Malheureux ‘orang yang malang’

Douloureux ‘terluka, sakit’

- Un douloureux ‘orang yang terluka, sedih’

Vide ‘kosong’

- Le vide ‘cekungan, lubang’

Rouge ‘merah’

- Le rouge ‘warna merah’

Malade ‘sakit’

Maladie ‘penyakit’

La malade ‘si sakit, npenderita’

Chaud ‘panas’

- Le chaud ‘hawa panas’

Froid ‘dingin’

Froideur ‘sikap dingin’

Le froid ‘hawa dingin’

Envieux ‘iri hati’

- Un envieux ‘orang pencemburu, iri hati’

Berdasarkan proses yang terjadi dan keluaran yang dihasilkan dalam

nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, terlihat bahwa tidak semua adjektiva

dapat diderivasi menjadi nomina dengan cara konversi. Sebaliknya, tidak semua

adjektiva dapat dinominalisasi melalui proses sufiksasi. Misalnya, adjektiva warna

hanya dapat diderivasi menjadi nomina dengan tanpa adanya sufiksasi (konversi),

kecuali pada warna blanc ‘putih’ yang dapat bertransformasi menjadi nomina,

baik dengan cara konversi (le blanc) maupun dengan penambahan sufiks {–eur}

99

menjadi blancheur. Tentu saja makna yang dibawa oleh tiap-tiap bentuk akan

berbeda sesuai dengan konteksnya.

Pada umumnya, adjektiva yang biasanya hanya dapat digunakan sebagai

pemeri sifat untuk menyatakan kualitas atau karakteristik pada makhluk hidup

terutama manusia dapat mengalami kedua proses nominalisasi, misalnya adjektiva

beau ‘cantik’, petit ‘kecil’, curieux ‘ingin tahu’, mechante ‘kejam, jahat’, sot

‘tolol’, bête ‘bodoh’, galant ‘sopan pada wanita’, égoiste ‘sifat egois’, dan lain-

lain. Setelah dikonversi adjektiva tesebut dapat menjadi nomina konkret yang

bermakna seseorang yang mempunyai kualitas/sifat (seperti yang disebutkan

bentuk dasar). Sebaliknya, makna yang terbentuk melalui sufiksasi adalah

menghasilkan nomina abstrak yang menyatakan kualitas atau keadaan seperti

yang disebutkan bentuk dasar.

Pada bentuk dasar adjektiva miserable ‘menderita’, malheureux ‘malang’,

dan douloureux ‘sakit (di tubuh), memilukan’ hanya mempunyai bentuk konversi

yang bermakna seseorang yang mengalami seperti yang disebutkan adjektivanya

(un miserable ‘orang yang (sedang) menderita’, un malhereux ‘orang yang

malang’, un douloureux ‘orang yang (sedang) terluka’). Adjektiva-adjektiva

tersebut merupakan adjektiva yang berasal dari nomina sehingga tidak

mempunyai bentuk nominalisasi dengan pembubuhan sufiks karena sudah

mempunyai bentuk nomina sendiri yaitu nomina yang menjadi dasar katanya,

masing-masing adalah la misère ‘penderitaan’, le malheur ‘kemalangan,

kesusahan’, dan la douleur ‘rasa sakit, penderitaan hati’.

100

Berdasarkan penjelasan itu, dapat disimpulkan bahwa dalam proses

nominalisasi adjektiva, baik dengan proses sufiksasi maupun konversi, intuisi

kebahasaan sangatlah memegang peranan penting dalam pembentukan suatu kata

baru dan penentuan berterima tidaknya bentuk turunan yang dihasilkan.

Kenyataan ini sesuai dengan Teori Morfologi Generatif itu sendiri yang mengenal

adanya penutur yang ideal yang secara intuitif berbekal kemampuan bahasa

bawaan.

101

BAB VI

FUNGSI DAN MAKNA GRAMATIKAL YANG TERBENTUK DALAM

PROSES NOMINALISASI ADJEKTIVA

6.1 Fungsi Sufiks Pembentuk Nomina dari Dasar Adjektiva

Pada bab sebelumnya telah dibicarakan mengenai proses pembentukan

kata, terutama pada komponen Kaidah Pembentukan Kata yang menyangkut

pelekatan sufiks derivasional pada bentuk asal sehingga menjadi bentuk turunan

atau kata kompleks. Selain itu, juga telah dibicarakan tentang cara konversi dalam

mentransformasi adjektiva menjadi nomina.

Setelah membicarakan proses pembentukan kata pada bab sebelumnya,

maka selanjutnya dibahas mengenai makna yang muncul dari proses sufiksasi, dan

juga makna yang ditimbulkan dari nominalisasi adjektiva dengan cara konversi.

Sebelum menginjak pada maknanya, dijelaskan dahulu mengenai fungsi afiks

pembentuk nomina. Fungsi diartikan sebagai kemampuan afiks dalam proses

afiksasi untuk menghasilkan suatu bentuk turunan dengan kategori sintaksis

tertentu (Ramlan, 1978:96). Dalam hal ini, penambahan afiks dapat mengubah

kategori sebuah kata, misalnya dari verbal menjadi nomina. Dengan demikian,

proses afiksasi itu memiliki fungsi gramatikal, yaitu fungsi yang berhubungan

dengan ketatabahasaan.

101

102

Tata bahasa generatif yang dalam hal ini morfologi generatif

menggunakan istilah transformasi yang menyangkut tataran morfologi dan

sintaksis. Transformasi sebagai proses morfologi menghasilkan suatu bentuk

turunan dengan kategori sintaksis tertentu (Spencer, 1991:67). Dalam proses

nominalisasi adjektiva bahasa Perancis, penambahan sufiks akan mengakibatkan

perubahan kelas kata adjektiva menjadi kelas kata nomina. Dengan

memperhatikan kategori sintaksis dari bentuk turunan yang dihasilkan dari proses

pengimbuhan sufiks, dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis dari seluruh sufiks

derivasional dalam penelitian ini adalah mengubah kategori kata dari adjektiva

menjadi nomina,. Di samping itu, nomina yang dihasilkan dapat digolongkan ke

dalam nomina abstrak, baik nomina yang menyatakan kualitas maupun nomina

keadaan (kecuali sufiks –ard, yang membentuk nomina konkret).

(a) Le chef, M.Béraud de Châtel, un grand DEF.m.sg N.m.sg.kepala, Nama INDEF.m.sg ADJ.m.sg.besar vieillard de soixante ans. N.m.sg.laki-laki tua PREP enampuluh tahun ‘Pemimpinnya, tuan Béraud de Chatel, seorang laki-laki tua usia 60 tahun.

(b) Sa nature tendre exagérait encore POSS3.f.sg.-nya N.f.sikap ADJ.halus V.membesar-besarkan ADV.lagi la souffrance. DEF.f.sg N.f.sg.penderitaan ‘Pembawaannya yang halus semakin menonjolkan penderitaan’

(c) C’etait une grande fille, d’une beauté Itu INDEF.f.sg ADJ.f.besar N.f.anak perempuan INDEF.f.sg N.f.Kecantikan exquise et turbulente ADJ.sangat nyaman CONJ.dan ADJ.bergejolak ‘Itu adalah seorang anak perempuan, dengan kecantikan yang sangat enak dipandang dan penuh gejolak.

103

Bentuk-bentuk asal dari ketiga contoh di atas adalah vieille ‘tua’ yang

mendapat sufiks {-ard}, souffrante ‘sakit, (merasa) menderita’ mendapat sufiks {-

ance}, dan beau ‘cantik, indah’ mendapatkan sufiks {-té}. Proses

pembentukannya dapat dikaidahkan sebagai berikut :

(a) [vieille]A � [[vieille] + -ard]N

(b) [souffrante]A � [[souffrante] + -ance]N

(c) [beau]A� [[beau] + -té]N

Proses di atas menjelaskan bahwa ketiga bentuk dasar yang berkategori

adjektiva (A) diproses dengan penambahan sufiks –ard, -ance, dan –té, berubah

kategori katanya menjadi nomina (N). Jadi, semua sufiks yang ditemukan dalam

penelitian ini, yaitu {-ité}, {-eur}, {-ence}, {-esse}, {-ise}, {-itude}, {-erie}, {-

ie}, {-isme}, dan {-ard} berfungsi mentransformasikan A � N. Hal ini juga dapat

dibuktikan dengan uji sintaksis, yaitu dengan melihat adanya determinan yang

mendahului bentuk turunan yang dihasilkan seperti pada contoh di atas, yaitu

artikel indefinit un (untuk n.mask tunggal) pada un grand vieillard ‘seorang laki-

laki tua berbadan besar’, artikel definit la (untuk n.fem tunggal) pada la

souffrance ‘penderitaan, rasa sakit’, dan artikel indefinit une (untuk n.fem

tunggal) pada une beauté ‘kecantikan, keindahan’. Jika dilihat dari gender-nya,

nomina yang dihasilkan melalui sufiksasi merupakan nomina yang ber-gender

feminin, kecuali nomina yang dibentuk dengan penambahan sufiks {-isme} dan {-

ard} yang hanya dapat membentuk nomina maskulin. Dalam tata bahasa Perancis,

104

determinan merupakan hal yang wajib hadir mendahului suatu nomina yang

disesuaikan dengan gender dan number dari nominanya.

Selain dilihat dari adanya determinan di depan bentuk turunannya,

perubahan adjektiva menjadi nomina juga dapat dilihat dari fungsinya dalam frasa

atau kalimat. Bentuk dasar adjektiva hanya dapat berfungsi sebagai kualifikator

atau penjelas yang menerangkan keadaan/kualitas dari nomina yang

diterangkannya. Sebaliknya, sebuah nomina dapat menduduki posisi, baik subjek,

objek, maupun komplemen.

i) Isabelle est curieuse Nama V.adalah ADJ.ingin tahu, penasaran ‘Isabelle penasaran’

ii) Sa curiosité est causé par la bruit bizzare dans

POSS3.f.sg N.f.rasa penasaran PAS.disebabkan oleh N.f.sg.bunyi ADJ.aneh dalam l’ascenseur N.m.sg.lift ‘Rasa penasarannya disebabkan oleh bunyi aneh di dalam lift’

Pada contoh kalimat di atas, terlihat bahwa kata curieuse ‘ingin

tahu/penasaran’ pada kalimat pertama berkategori adjektiva yang fungsinya

sebagai penjelas atau menerangkan keadaan subjeknya (atributif), yaitu Isabelle

yang merasa penasaran. Kemudian pada kalimat kedua, terlihat bentuk curiosité

‘keingintahuan/rasa penasaran’ yang berasal dari bentuk dasar curieuse + {-ité}

sehingga menjadi bentuk turunan yang berkategori nomina. Hal ini terjadi karena

bentuk curiosité mendapat determinan posesif sa ‘(milik)nya’. Selain itu, jika

dilihat dari fungsinya pada kalimat, kata tersebut menduduki posisi subjek (inti).

105

Jadi, nominalisasi ini juga membawa dampak pada perubahan fungsi kata dalam

frasa/kalimat.

Setelah mengetahui fungsinya, selanjutnya akan dibahas mengenai makna

yang dimunculkan oleh sufiks-sufiks derivasional yang diimbuhkan pada bentuk

dasar adjektiva tersebut. Selain makna yang muncul dari proses sufiksasi, juga

akan dibahas mengenai makna yang muncul sebagai hasil dari nominalisasi

adjektiva dengan cara konversi.

6.2 Makna Gramatikal dari Proses Nominalisasi Adjektiva dengan cara

Sufiksasi

Suatu pembahasan morfologi tidak berhenti pada analisis proses

pembentukan kata saja. Dalam proses pembentukan kata, bukan bentuk kata saja

yang berubah, tetapi akan disertai pula dengan perubahan makna. Beberapa pakar

membedakan istilah makna dengan arti. Arti dikatakan menyangkut makna

leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai

leksem.

Menurut Chaer (2002:62), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa

kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan

antara makna leksikal dan makna gramatikal, Makna leksikal biasanya

dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan

dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna

gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika

seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi .

106

Sejalan dengan pendapat itu, Verhaar (1996:125) mengemukakan

pendapat bahwa dalam kata turunan, selain makna leksikal yang terkandung pada

unsur yang bersangkutan, maka pada morfologi terdapat pula makna lain, yaitu

makna gramatikal. Jadi, dalam pembentukan kata kompleks, selalu melibatkan

bentuk asal atau dasar dan afiks sebagai alat pembentuknya, di mana bentuk asal

atau dasar (kecuali dasar terikat) telah mempunyai makna yang disebut makna

leksikal, sedangkan afiks memiliki makna gramatikal.

Kridalaksana (1988:23) mengemukakan bahwa hasil akhir dari proses

pembentukan kata ialah makna leksikal ditambah dengan makna gramatikal. Afiks

sebenarnya tidak mempunyai makna, namun afiks akan menjadi bermakna apabila

sudah dibubuhkan pada bentuk asal atau bentuk terikat. Kombinasi afiks

mempunyai bentuk dan makna gramatikal tersendiri yang muncul bersamaan

dengan makna bentuk asal.

Dalam penelitian ini, analisis makna sufiks pembentuk nomina dari dasar

adjektiva menggunakan teori yang diungkapkan oleh Chaer dan para linguis di

atas. Dalam hal ini, makna dan arti dianggap sebagai dua istilah yang berbeda,

namun memiliki arti yang sama, yaitu arti leksikal dan arti gramatikal adalah sama

dengan makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna yang terbentuk dari proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa

Perancis berkaitan dengan makna gramatikal karena bentuk turunan yang

mempunyai kategori nomina terjadi karena adanya proses gramatikal yaitu

sufiksasi. Selain proses sufiksasi, proses pembentukan kata dalam penelitian ini

107

juga dapat melalui cara konversi, di mana makna kata turunannya akan lebih jelas

tampak dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam kesatuan yang lebih

besar, yaitu klausa dan kalimat. Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini dibahas

makna gramatikal yang terbentuk dari proses nominalisasi adjektiva dalam bahasa

Perancis.

(a) Nomina abstrak yang bermakna kualitas

Dari segi makna, beberapa sufiks derivasional, yaitu sufiks {-ité}, {-eur},

{-esse}, {-erie}, dan {-ie} menghasilkan makna gramatikal yaitu memberi

makna kualitas seperti yang disebutkan oleh adjektivanya. Untuk

mengetahuinya, dapat dilihat pada beberapa contoh berikut ini.

• Mme. Aubertot, avec sa bonté d’ame ordinaire, Nama KONJ.dengan POSS3.f.sg.-nya N.f.sg.kebaikan N.f.sg.jiwa ADJ.biasa parlait difficilement, …. V.bicara ADV.dengan sulit ‘Nyonya Aubertot, dengan kebaikan hatinya, sulit untuk berkata’

Pada contoh di atas, bentuk dasar adjektiva bon ‘baik, bagus’ mendapat

sufiks {-ité} yang kemudian menjadi bentuk turunan bonté ’kebaikan’, yang

dalam konteks kalimat di atas menyatakan kualitas yang dimiliki oleh Mme.

Aubertot yang sangat baik hati.

• La douceur de caractère.

DEF.f.sg N.f.sg.kelembutan PREP N.f.sg.karakter ‘Kelembutan sifat’ Selain sufiks {-ité}, pembubuhan sufiks {-eur} juga dapat menghasilkan

bentuk turunan yang bermakna kualitas. Pada contoh di atas, bentuk dasar

adjektiva douce ‘lembut, halus’ mendapat sufiks {-eur} menjadi la douceur

108

‘kelembutan, kehalusan’ yang menyatakan kualitas dari sifat/karakter yang

lembut/halus.

• Mme. Aubertot, qui n’ avait pas d’enfant, se prit Nama , yang NEG.tidak V.mempunyai N.m.sg.anak, V.meletakkan d’une tendresse maternellle pour Christine INDEF.f.sg N.f.sg.kasih sayang ibu PREP.untuk Nama ‘Nyonya Aubertot, yang tidak punya anak, memberikan kasih sayang ibu pada Christine’ Bentuk dasar tendre ‘halus, lembut’ setelah mendapatkan sufiks {-esse}

menjadi bentuk turunan une tendresse (maternelle) yang bermakna

‘kelembutan, kehalusan’. Dalam konteks kalimat di atas, seseorang yang

lembut, halus, dan penuh kasih sayang maka ia akan digambarkan mempunyai

kualitas seperti seorang ibu.

• Eugene avait la plaisanterie feroce Nama V.mempunyai DEF.f.sg N.f.sg.lelucon ADJ.menggebu-gebu ‘Eugene memiliki lelucon yang menggebu-gebu’ Sufiks {-erie} yang diimbuhkan pada bentuk dasar plaisante ‘lucu,

menyenangkan’ membentuk nomina plaisanterie ‘sesuatu yang lucu, guyonan’.

Jadi,di sini sufiks {-erie} membentuk kata benda abstrak yang menunjukkan

sesuatu yang memiliki kualitas seperti yang digambarkan bentuk asalnya, yaitu

suatu lelucon atau guyonan yang memiliki sifat lucu atau menyenangkan.

• Aristide s’approcha, s’inclina, fit de la modestie Nama V.mendekat V.membungkuk V.melakukan PREP. DEF.f. N.f.kerendahan hati ’Aristide mendekat, membungkuk, menunjukkan kerendahan hati’ Makna yang sama juga dihasilkan oleh pembubuhan sufiks {-ie} pada

bentuk dasar modeste ’rendah hati’ menjadi nomina la modestie ‘kerendahan

109

hati’ yang bermakna memiliki kualitas seperti yang disebutkan bentuk

dasarnya, yaitu rendah hati.

Berdasarkan contoh-contoh kalimat di atas, penggunaan sufiks

derivasional tertentu dapat menghasilkan makna yang menyatakan kualitas.

Selain itu, konteks kalimat juga sangat berpengaruh dalam menentukan

maknanya.

(b) Nomina abstrak yang bermakna keadaan atau kondisi

Pembubuhan sufiks derivasional juga dapat membentuk makna gramatikal

yang menyatakan keadaan atau kondisi, seperti yang dihasilkan oleh sufiks {-

ité}, {-eur}, {-ance}, {-esse}, dan {-itude}. Pembentukan ini dapat dilihat pada

contoh kalimat-kalimat berikut.

• Mais Aristide frémissait de rage dans cette pauvreté CONJ.tapi Nama V.gemetar N.f.sg.kemarahan dalam ini N.f.sg.kemiskinan ’akan tetapi Aristide gemetar penuh kemarahan dalam kemiskinan ini’

Pada contoh di atas, bentuk dasar adjektiva pauvre ‘miskin’ mendapat

sufiks {-eté} sehingga menghasilkan bentuk turunan pauvreté ‘kemiskinan’

yang berkategori nomina yang menyatakan keadaan. Dalam konteks kalimat di

atas, terlihat jelas makna tersebut, yaitu Aristide yang sangat geram akan

kondisinya yang miskin.

• Une soirée d’une fraîcheur aiguë INDEF.f.sg N.f.sg.malam N.f.sg.kesejukan ADJ.runcing,tajam ‘suatu malam dengan kesejukan yang menusuk’

110

Bentuk dasar adjektiva fraîche ‘sejuk’ mendapat sufiks {-eur} menjadi une

fraîcheur ‘kesejukan’ bermakna suatu keadaan yang digambarkan bentuk

dasarnya, yaitu malam dengan keadaan udara yang sejuk.

• Un temps de la souffrance indicible INDEF.m.sg N.m.sg.waktu/masa Prep DEF.f.sg N.f.sg.penderitaan ADJ.tak terperikan ‘Suatu masa penderitaan yang tak terperikan’ Pada contoh di atas, sufiks derivasional {-ance} melekat pada bentuk

dasar souffrante ‘penderitaan, rasa sakit’ yang juga bermakna keadaan atau

kondisi seperti yang disebutkan bentuk dasarnya. Dalam konteks kalimat

tersebut, waktu atau masa yang dimaksud adalah keadaan yang penuh derita

dan sangat menyakitkan.

• Renée, reprise par ses lassitudes, avait baissé

Nama , V.diambil oleh poss3.f.pl.nya N.f.pl.kebosanan, V.past.telah menutup completement les paupières ADV.dengan sepenuhmya DEF.f.pl kelopak mata ‘Renee, diambil alih oleh kebosanannya, telah menutup sepenuhnya kelopak matanya’ Dari contoh data di atas, dapat disimpulkan bahwa sufiks {-itude}

bermakna ‘keadaan seperti yang disebutkan kata dasarnya’. Pada contoh di

atas, bentuk asal lasse ‘bosan, jemu’ saat mendapat sufiks {-itude} menjadi

lassitude ‘kebosanan, kejemuan’ yang bermakna dalam keadaan jemu dan

bosan.

(c) Nomina abstrak yang bermakna proses, tindakan, aksi

Makna lain yang terbentuk dari nominalisasi adjektiva adalah menyatakan

suatu proses, tindakan, atau aksi. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan

111

beberapa sufiks, seperti (-ité}, {-ence}, {-ise}. Pembentukan makna juga tidak

dapat dilepaskan dari konteks kalimatnya, seperti yang dapat dilihat pada

contoh berikut.

• Elle le traitait ……., avec PRO.3.f.sg COD.dia V.memperlakukan ….., CONJ.dengan une tranquillité absolue, …. INDEF.f.sg N.f.sg.ketenangan ADJ.mutlak ‘Dia memperlakukannya …….., dengan penuh ketenangan,…’ Pada contoh kalimat di atas, sufiks {-ité} yang mentransformasi bentuk

dasar adjektiva tranquille ’tenang’ menjadi nomina tranquillité ’ketenangan’

yang bermakna suatu proses atau tindakan yang sangat tenang. Dalam hal ini,

konteks kalimat sangat menentukan dalam pembentukan makna, seperti kata

tranquillité ’ketenangan’ tersebut. Jika digunakan dalam konteks yang berbeda

seperti dalam kalimat Elle desire une tranquillité ’Dia mendambakan

ketenangan’, maka makna yang ditimbulkan tidak lagi bermakna proses atau

tindakan, tetapi menyatakan suatu keadaan (yang tenang). Hal yang sama juga

dapat terjadi pada penggunaan sufiks yang lainnya. Contoh lain dari

nominalisasi adjektiva yang bermakna kedaan adalah berikut ini.

• Sous son indifference jouée, il

ADV.di bawah POSS3.m.sg.-nya N.f.sg.ketakacuhan V.diperlihatkan, PRO3.m.sg. écoutait avec une attention profonde. V.mendengarkan dengan DEF.f.sg N.f.perhatian ADJ.f.dalam ‘Dalam ketidakpeduliannya, dia mendengarkan dengan penuh perhatian’. Pada contoh di atas, sufiks derivasional {-ence} melekat pada bentuk dasar

adjektiva indifférente ‘acuh tak acuh, tak perduli’ yang menghasilkan bentuk

turunan indifference ‘ketidakperduliannya’ yang bermakna tindakan seperti

112

yang disebutkan oleh adjektivanya, yaitu tindakan atau tingkahnya yang acuh

tak acuh.

• Je sais que tu es intelligent, et que tu PRO1.sg.saya V.tahu bahwa PRO2.sg.kamu adalah ADJ.m.pintar, dan bahwa PRO2.sg. ne commettrais plus une sottise improductive…. NEG.tidak lagi V.melakukan INDEF.f.sg N.f.sg.kebodohan ADJ.menghasilkan ‘Saya tahu kamu pintar, dan kamu tidak akan lagi melakukan kebodohan yang tak ada artinya’ Bentuk dasar adjektiva sotte ’bodoh’ mendapat sufiks {-ise} sehingga

menjadi nomina sottise ’kebodohan’ yang dalam kalimat tersebut bermakna

tindakan atau aksi yang bodoh.

(d) Nomina abstrak yang bermakna sikap, perilaku

Nomina turunan yang bermakna sikap atau perilaku dapat ditimbulkan

oleh pembubuhan sufiks {-esse}, {-erie}, {-ie}, dan {-isme}.

• Il avait une attitude d’adorable, distrait PRO3.sg V.punya INDEF.f.sg N.f.sg.sikap ADJ.menyenangkan ADJ.melamun jouant du pied, paraissant écouter par pure politesse V.memainkan N.m.kaki V.terlihat V.mendengarkan ADJ.murni N..kesopanan ‘Dia punya sikap yang menyenangkan, melamun sambil memainkan kaki, terlihat mendengarkan dengan penuh sikap sopan santun’ Bentuk dasar polie ‘sopan’ yang merupakan kelas kata adjektiva kemudian

menjadi nomina setelah mendapatkan sufiks {-esse}, yaitu politesse

‘kesopanan’. Dalam konteks kalimat di atas, kata tersebut dapat bermakna

sikap atau perilaku yang sopan. Makna yang sama juga dihasilkan oleh kata

galanterie ‘sikap sopan, penuh perhatian terhadap wanita’, yang terlihat pada

kalimat berikut :

113

• Il souriait à l’espace, il était d’une galanterie PRO3.m.sg V.tersenyum PREP.ke N.m.sg.ruang, itu adalah IND.f.sg ADJ.sikap sopan inusitée. ADJ.tidak biasa ‘Dia tersenyum ke semua orang dalam ruangan, itu adalah sikap sopan yang tidak biasa’ Sufiks {-erie} yang diimbuhkan pada bentuk dasar galant ‘penuh

perhatian terhadap wanita’ membentuk nomina feminin galanterie yang

bermakna sikap atau perilaku yang sangat sopan atau penuh perhatian.

• Il avait un égoïsme trop large

PRO3.m.sg V.punya N.keegoisan ADV.terlalu ADJ.luas ‘Dia mempunyai sikap egois yang terlalu besar

Makna sikap atau perilaku (yang disebutkan bentuk dasarnya) juga dapat

dilihat pada kalimat di atas, yaitu bentuk dasar adjektiva égoiste ‘egois’

menjadi nomina abstrak feminin égoisme ‘keegoisan, sikap egois’ yang

bermakna sikap atau perilaku seseorang yang lebih mementingkan diri sendiri.

(e) Nomina abstrak yang bermakna prinsip, doktrin, paham/ideologi

Nomina yang bermakna suatu prinsip atau paham/ideologi dapat

dihasilkan dari penggunaan sufiks {-isme} pada bentuk dasar adjektiva seperti

social ‘sosial’ yang menjadi nomina socialisme ‘sosialisme’ yang bermakna

suatu paham/doktrin sosial atau paham yang bersifat kemasyarakatan. Hal yang

sama juga terbentuk dari bentuk adjektiva dasar feodal ‘feodal’ yang

membentuk nomina feodalisme ‘kefeodalan, feodalisme’ yang juga bermakna

suatu paham yang bersifat feodal. Kemudian communisme ‘komunisme’ yang

114

berasal dari bentuk dasar communiste ‘bersifat komunis’ yang maknanya

adalah suatu doktrin atau ideologi yang dianut, yaitu ideologi komunisme.

• La premiere phase du communisme DEF.f.sg pertama N.tahap PREP N.m.komunisme ‘tahap awal dari komunisme’ Contoh lain yang juga menggambarkan sebuah prinsip atau doktrin adalah

bentuk turunan feminisme ‘femisme’ yang berasal dari bentuk dasar feministe

‘feminin’ yang mendapat sufiks {-isme} kemudian menjadi bermakna suatu

prinsip atau doktrin yang mengacu pada aliran yang membela hak-hak kaum

perempuan.

(f) Nomina abstrak yang bermakna emosi, perasaan

Sufiks-sufiks seperti sufiks {-esse} dan {-itude} juga dapat membentuk

nomina abstrak yang bermakna suatu emosi atau perasaan.

• Renée sentit toutes ses tristesses lui remonter Nama V.merasa ADV.f.pl.semua POSS3.f.pl.nya N.f.kesedihan OBJ.Ind.dia V.naik au cœur. PREP.ke N.m.sg.jantung ‘Renée merasa semua kesedihannya merasuki jantungnya.’ Bentuk dasar triste ‘sedih’ yang merupakan kelas kata adjektiva kemudian

menjadi nomina setelah mendapatkan sufiks {-esse} menjadi tristesse

‘kesedihan’. Makna nomina yang terbentuk menggambarkan emosi yang

dirasakan oleh Renée, yaitu rasa sedih yang merasuki hatinya.

• En entrant, les convives, eurent une expression V.masuk N.f.pl.tamu V.menunjukkan INDEF.f.sg N.f.sg.ekspresi

115

de béatitude discrète N.f.sg.kebahagiaan ADJ.tersembunyi ‘Saat masuk, para tamu menunjukkan sebuah ekspresi kebahagiaan yang tak kentara’

Bentuk turunan béatitude ‘kebahagiaan (yang sempurna)’ yang berasal

dari bentuk asal béat ‘puas, senang’ yang mendapat sufiks {-itude} sehingga

maknanya menggambarkan suatu emosi atau ekspresi kepuasan. Makna ini

semakin diperjelas jika melihat penggunaannya dalam frasa di atas, yaitu une

expression de béatitude dicrète ‘suatu ekspresi penuh kebahagiaan (kepuasan)

yang disembunyikan’ yang berarti ada emosi bahagia atau puas yang dirasakan

oleh para tamu.

(g) Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki kualitas

Jika sebelumnya dikatakan bahwa sufiks-sufiks di atas dapat membentuk

nomina abstrak, maka ada pula salah satu sufiks yang dapat membentuk

nomina konkret yang bermakna seseorang dengan kualitas seperti yang

disebutkan bentuk dasarnya, seperti pada contoh berikut ini.

• Elle ramena la petite à son père, et PRO3.f.sg V.mengajak DEF.f.sg ADJ.kecil PREP POSS3.m.sg N.m.ayah, KONJ.dan resta entre ce vieillard silencieux et cette blondine souriante. V.tinggal diantara DEM.m N.Laki-laki tua ADJ.diam dan DEM.f N.berambut pirang ‘Dia membawa si kecil kepada ayahnya, dan diam di antara laki-laki tua yang terdiam itu dan si anak pirang yang sedang tersenyum.’

• un gros richard INDEF.m.sg ADJ.besar,gendut N.m.kaya

‘Orang kaya sekali’

116

Bentuk asal vieille ‘tua’ dan riche ‘kaya’ ketika mendapat sufiks {-ard}

akan menjadi bentuk turunan ce vieillard ‘orang laki-laki tua ‘ dan richard

‘orang kaya’ yang bermakna orang yang memiliki kualitas seperti yang

disebutkan bentuk dasarnya. Jadi, sufiks {-ard} ini berfungsi membentuk

nomina maskulin yang menyatakan bahwa nomina tersebut termasuk ke dalam

suatu kelas tertentu seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.

Berdasarkan uraian makna yang terbentuk dari penggunaan sufiks

derivasional pada nominalisasi adjektiva, dapat disimpulkan bahwa sufiks-sufiks

tersebut membentuk nomina abstrak yang menyatakan kualitas, keadaan, proses

atau tindakan. Di samping itu dapat pula bermakna ide, paham, ataupun konsep,

yang kesemuanya tidak dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindra. Hanya satu

sufiks yang dapat membentuk nomina konkret yaitu sufiks {–ard} yang bermakna

orang yang memiliki kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.

6.3 Makna Gramatikal dari Proses Nominalisasi dengan Konversi

Selain dengan pembubuhan sufiks yang telah dijelaskan sebelumnya,

pembentukan nomina dari dasar adjektiva juga dapat dilakukan dengan cara

konversi. Perubahan kategori kata dari kelas adjektiva menjadi nomina juga

membawa perubahan makna dan fitur semantis pada bentuk turunannya. Makna

yang terbentuk dari cara konversi ini akan berbeda dengan makna yang dihasilkan

dengan pembubuhan sufiks walaupun bentuk dasar yang digunakan adalah sama.

117

Penjelasan makna sebagai hasil dari proses konversi ini diuraikan pada analisis

berikut.

Berdasarkan nomina acuannya atau nomina yang dideskripsikan oleh

adjektivanya, nominalisasi adjektiva dengan cara konversi ini dibagi menjadi tiga

bagian. Pembagian ini juga mengandung makna yang dibentuk dalam proses

pembentukan atau pentransformasian adjektiva menjadi nomina dengan tanpa

adanya penambahan sufiks (zero morfem).

(1) Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki sifat atau

kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya.

Adjektiva dapat menjadi nomina ketika digunakan untuk menggambarkan

atau merepresentasikan manusia maupun binatang yang memiliki karakteristik

seperti bentuk dasarnya. Dengan kata lain, nominalisasi adjektiva ini dilakukan

dengan menampilkan kualitas yang dimiliki referennya dan dianggap sebagai

pengganti atau representasi dari nomina tersebut. Hal ini dapat dilihat pada

contoh berikut.

(a) Ses intimes le prenaient pour un paresseux. POSS3.pl ADJ.akrab COD.dia V.membawa untuk INDEF.m.sg ADJ.malas ’Orang orang dekatnya membuat dia menjadi seorang pemalas’ Dari contoh kalimat di atas, diketahui bahwa pembentukan nomina dari

dasar adjektiva terjadi dengan cara konversi. Pada contoh (a) kata intimes

‘akrab, karib, intim’ merupakan bentuk dasar adjektiva yang mendapat sufiks

infleksional –s sebagai penanda jamak sehingga ses intimes di sini bermakna

‘orang-orang dekatnya’. Begitu pula dengan adjektiva paresseux ‘malas’ yang

118

bertransformasi menjadi nomina dengan adanya artikel indefinit un sehingga

maknanya menjadi ‘(seorang) pemalas’. Jadi, dalam konversi ini, karakteristik

atau kualitas yang dimiliki oleh seseorang dijadikan sebagai representasi dari

nomina yang dimaksud.

(b) Un soir, le médecin leur avoua que

INDEF.m.sg N.sore DEF.m.sg N.dokter COI.mereka V. mengaku la malade ne passerait pas la nuit DEF.f.sg ADJ.sakit NEG.tidak V.melewati DEF.f.sg N.malam ‘Suatu sore, dokter mengakui pada mereka bahwa si sakit tidak dapat melewati malam ini.’ Hal yang serupa juga terjadi pada contoh (b) yaitu adjektiva malade ‘sakit’

mengalami konversi menjadi nomina dengan adanya sebuah determinan di

depan adjektiva tersebut, yaitu la sehingga menjadi la malade ‘si (orang)

sakit’. Yang dimaksud la malade dalam konteks ini adalah seseorang yang

sedang sakit yaitu seseorang yang bernama Angèle (sudah definit). Jadi,

keadaan yang dialami oleh Angèle yaitu sedang sakit (malade) digunakan

sebagai sebutan untuk Angèle itu sendiri. Akan tetapi penulis tidak

mencantumkan nama Angele lagi karena pembaca sudah tahu pasti siapa yang

dimaksud la malade ‘si sakit’ tersebut.

(c) C’est un jaloux et un envieux

Itu adalah INDEF.m.sg ADJ.cemburu KONJ.dan INDEF.m.sg ADJ.iri hati ‘Ia seorang yang pencemburu dan seorang yang iri hati’ Bentuk nominalisasi adjektiva yang bermakna seseorang yang memiliki

kualitas seperti yang disebutkan bentuk dasarnya juga sangat jelas terlihat pada

contoh c) yaitu bentuk asal jaloux ‘cemburu’ menjadi un jaloux ‘(seorang)

pencemburu’ dan envieux ‘iri hati’ menjadi un envieux ‘seorang yang selalu iri

119

hati’. Determinan un (artikel indefinit maskulin tunggal) yang digunakan dapat

diartikan ‘seorang’ sehingga ketika dirangkaikan dengan adjektiva akan

membentuk makna ‘seseorang yang (seperti yang dideskripsikan oleh

adjektivanya)’.

Dalam konversi yang mengacu pada makhluk hidup ini, penentuan makna

dan acuannya sangat tergantung dari konteks kalimat ataupun konteks

percakapan. Hal ini juga akan mempengaruhi penggunaan determinan dan

bentuk adjektiva yang tepat, yaitu harus sesuai dengan gender dan number dari

nomina yang diacu. Penyesuaian ini sangat jelas tampak pada contoh (a) di

mana di depan adjektiva maskulin paresseux ‘malas’ terdapat determinan un

yang digunakan untuk menunjuk nomina maskulin tunggal. Dalam konteks

kalimat di atas, yang dikatakan sebagai (orang) pemalas ini adalah Aristide

(laki-laki). Berbeda halnya jika yang diacu adalah seorang perempuan, maka

penulis pasti akan membuatnya menjadi une paresseuse. Selain itu dengan

penggunaan un pembaca akan segera mengetahui bahwa objeknya adalah

seorang pria.

Demikian pula pada contoh (b) di mana di depan adjektiva malade ‘sakit’

terdapat sebuah determinan la yaitu penanda definit yang digunakan untuk

menunjuk nomina feminin tunggal. Penggunaan artikel la ini sudah sesuai

dengan konteks di mana nomina yang ingin diacu adalah seorang perempuan

yang bernama Angele (sudah definit).

120

(2) Nomina konkret yang bermakna sesuatu yang memiliki sifat atau

kualitas seperti bentuk dasarnya

Bentuk konversi adjektiva menjadi nomina dapat pula mengacu pada suatu

benda [-bernyawa]. Tujuannya juga untuk menonjolkan ciri atau kualitas yang

ada pada benda tersebut yang dapat dianggap sebagai perwujudan dari benda

acuannya. Contoh konversi adjektiva ini dapat dilihat pada contoh seperti le

creux d’un arbre ‘cekungan atau lubang sebuah pohon’. Kata creux merupakan

adjektiva yang berarti ‘cekung’ menjadi nomina dengan adanya determinan le

(artikel definit unutk nomina maskulin tunggal) menjadi le creux yang

bermakna ‘sesuatu yang cekung’ � ‘cekungan/ceruk’.

(3) Nomina abstrak yang bermakna memiliki kualitas atau sifat seperti

bentuk dasarnya

Bentuk yang terakhir adalah nominalisasi adjektiva yang mengacu pada

sesuatu yang abstrak. Bentuk konversi adjektiva yang maknanya mengacu pada

sesuatu yang abstrak (le beau ‘yang indah dari, indahnya’) banyak sekali

dijumpai dalam percakapan bahasa Perancis. Bentuk yang seperti ini dapat

dilihat pada contoh berikut.

(a) Tout le luxe de l’ancienne bourgoisie parisienne ADV.semua DEF.m.sg ADJ.mewah PREP ADJ.lama N.f.sg.borjuis Nama etait là. adalah ADV.disana ’Segala kemewahan dari mantan seorang borjuis dari Paris ada disana’

121

(b) Elle craint le chaud autant que le froid PRO3.f.sg.dia V.menahan DEF.m.sg ADJ.panas daripada DEF.m.sg ADJ.dingin ‘Dia lebih tahan panas daripada dingin’

(c) Le mal empira. DEF.m.sg ADJ.buruk V.memburuk

‘Hal yang buruk terjadi’ Dari ketiga contoh di atas, terlihat bahwa bentuk dasar adjektiva tidak

mengalami perubahan bentuk. Namun, yang terjadi di,sini adalah perubahan

kategori kata, yaitu dari kelas kata adjektiva menjadi kelas kata nomina. Selain

itu, yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya perubahan makna yang

menyertai transformasi tersebut. Jika dilihat dari bentuk turunan yang dihasilkan,

maka nomina yang terbentuk merupakan nomina abstrak, baik yang menyatakan

kualitas maupun keadaan. Pada contoh(a) adjektiva luxe ‘mewah’ menjadi

nomina le luxe yang mempunyai makna ‘kemewahan, hal yang (bersifat) mewah’.

Begitu pula dengan contoh (b) adjektiva chaud ‘panas’ dan froid ‘dingin’ yang

bentuk konversinya masing-masing menjadi le chaud ‘hawa panas’ dan le froid

‘hawa dingin’. Sebaliknya pada contoh (c) bentuk adjektiva mal ‘buruk, tidak

baik’ menjadi nomina le mal yang maknanya ‘(suatu) hal buruk’. Semua nomina

yang terbentuk merupakan nomina abstrak atau nomina yang mempunyai fitur

semantik [- konkret].

Satu hal yang membedakan nominalisasi adjektiva yang menggambarkan

nomina abstrak dengan nominalisasi adjektiva yang menggambarkan makhluk

hidup dan benda adalah dalam hal penggunaan determinan yang mendahului

nomina turunan yang terbentuk. Jika dalam nominalisasi yang mengacu pada

makhluk hidup dan benda, determinan dan adjektiva yang digunakan sangat

122

tergantung dari gender dan number dari nomina yang diacu. Sebaliknya, konversi

adjektiva menjadi nomina abstrak, determinan yang digunakan tidak bergantung

dari gender dan number, melainkan hanya bisa didahului oleh determinan untuk

nomina maskulin tunggal. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada contoh

berikut.

(1) Les méchants et les bons DEF.m.pl Adj.m.jahat dan DEF.m.pl. ADJ.m.baik ‘Mereka (orang-orang) yang jahat dan mereka yang baik’

(2) Il fait le mechant

PRO3.m.sg.dia V.melakukan DEF.m.sg ADJ.m.jahat ‘Dia melakukan kejahatan’

Bentuk konversi yang pertama, yaitu les méchants bermakna ‘(orang-

orang) yang jahat’ sudah pasti mengacu atau menggambarkan nomina [+

bernyawa], sedangkan bentuk konversi kedua yang berasal dari adjektiva yang

sama, yaitu le méchant mempunyai makna ‘hal yang jahat, kejahatan’. Selain

makna dan referen yang berbeda, penggunaan determinan pun menunjukkan

perbedaan. Pada bentuk pertama, digunakan artikel definit les (maskulin/feminin,

jamak) yang memang mengacu pada nomina jamak yang juga menyebabkan

penambahan –s pada adjektivanya sebagai penanda jamak. Sebaliknya, pada

bentuk kedua, digunakan artikel definit le (hanya untuk nomina maskulin,

tunggal). Hal ini terjadi karena bentuk abstrak ini menggambarkan sesuatu secara

umum atau general, bukan milik salah satu gender.

Kemungkinan untuk menciptakan kata benda abstrak dengan mengkonversi

adjektiva tergantung pada distribusi kata sifat yang dijadikan masukan. Kata sifat

yang biasanya dikombinasikan dengan manusia atau sesuatu yang [+bernyawa],

123

seperti amoureux ’jatuh cinta’, malade ’sakit’, beau/belle ’cantik’, dan lain-lain,

maka akan membentuk nominalisasi adjektiva yang mengacu pada manusia.

Sebaliknya, kata sifat yang biasanya bergabung dengan benda akan membentuk

nomina yang mengacu pada suatu gagasan abstrak. Namun, terdapat batas yang

kurang jelas antara adjektiva mana yang biasanya dikombinasikan dengan

makhluk hidup dan adjektiva mana yang biasanya digabungkan dengan benda.

Hal itu terjadi karena terkadang ditemukan adjektiva yang dapat mengacu pada

keduanya, misalnya adjektiva beau/belle ‘bagus, indah, elok’ yang dapat

digunakan untuk menggambarkan makhluk hidup maupun benda. Jadi, jika

adjektiva beau dikonversi menjadi nomina, maka nomina yang dihasilkan dapat

bersifat konkret dan dapat pula bersifat abstrak, seperti pada contoh berikut ini.

(1) Il n’ aime que le beau PRO3.m.sg hanya V.suka DEF.m.sg ADJ.indah/cantik ‘Dia hanya menyukai hal-hal yang indah’.

(2) Il est avec la belle PRO3.m.sg adalah dengan DEF.f.sg ADJ.cantik

‘Dia bersama si juwita’.

Pada bentuk pertama, le beau bermakna ‘segala hal yang indah, bagus’

yang merupakan nomina abstrak, sedangkan pada bentuk kedua la belle

mempunyai makna ‘si jelita, cantik’ yang merupakan nomina yang mengacu pada

manusia. Oleh karena referen yang dimaksud merupakan seseorang yang ber-

gender feminin, maka digunakanlah kata belle yang merupakan bentuk feminin

dari adjektiva beau.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nominalisasi adjektiva

dengan cara konversi dapat membawa makna yang berbeda walaupun bentuk

124

yang dihasilkan adalah sama. Hal ini bergantung pada acuan atau referen yang

ingin digambarkan oleh bentuk nominalisasi tersebut sehingga pemakaiannya

harus disesuaikan dengan konteks di dalamnya, serta diikuti oleh penyesuaian

determinan yang akan digunakan di depan bentuk konversi tersebut.

125

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Penelitian ini mengulas nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis

yang meliputi pengidentifikasian afiks-afiks pembentuk nomina dari dasar

adjektiva, proses pembentukan kata, baik dengan afiks maupun dengan

penambahan zero morfem atau dengan cara konversi, serta analisis fungsi dan

makna yang terbentuk dari tiap-tiap proses yang terjadi. Pembahasan proses

pembentukan kata menggunakan Teori Morfologi Generatif model Aronoff

(1976) yang dalam penelitian ini dapat diterapkan dengan baik karena sesuai

dengan struktur morfologi bahasa Perancis yang merupakan bahasa fleksi dan

dalam pembentukan katanya sering memerlukan adanya penyesuaian berupa

kaidah alomorfi dan pemenggalan. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan hal-

hal sebagai berikut.

(1) Dalam nominalisasi adjektiva, tipe afiks yang ditemukan hanyalah berupa

sufiks derivasional yang terdiri atas sufiks {-ité}, {-eur}, {-ence}, {-esse}, {-

ise}, {-itude}, {-erie}, {-ie}, {-isme}, dan {-ard}.

(2) Pada proses pembentukan kata yang menggunakan Teori Morfologi Generatif

model Aronoff, terdapat komponen leksikal yang berisikan adjektiva yang

menjadi bentuk dasar dalam proses pembentukan nomina. Komponen

125

126

berikutnya adalah Kaidah Pembentukan Kata yang dibagi menjadi dua,

yaitu :

a. Nominalisasi adjektiva dengan menggunakan sufiks derivasional. Proses

pembentukan katanya dapat dikaidahkan dengan [A] � [[A] + Sufiks].

b. Proses pembentukan nomina dari dasar adjektiva juga dapat dilakukan

dengan cara konversi, yaitu pentransformasian adjektiva menjadi nomina

dengan zero morfem atau tanpa pembubuhan sufiks. Pembentukan kata

dengan konversi dapat dikaidahkan dengan A � [A + ø]N. Setelah

adjektiva dikonversi menjadi nomina, maka proses terakhir adalah

peletakan atau penggunaan determinan yang sesuai dengan fungsinya,

seperti le beau ‘hal yang indah’, le froid ‘dinginnya, hawa dingin’, la

petite ‘si kecil’, dan lain-lain ; sehingga kaidah akhirnya menjadi A � N

� Det + N

Setelah komponen KPK, dilanjutkan dengan Kaidah Penyesuaian yang terdiri

atas Kaidah Alomorfi dan Kaidah Pemenggalan. Dalam proses pembentukan

kata, sering kali terjadi perubahan bentuk, baik pada bentuk dasar maupun

pada sufiksnya, sehingga beberapa sufiks akan mempunyai bentuk alomorfi.

Di samping itu, beberapa bentuk dasarnya juga mengalami pemenggalan

untuk membentuk suatu kata baru yang berkategori nomina.

(3) Dari analisis fungsi dan makna, diketahui bahwa sufiks-sufiks tersebut

berfungsi untuk membentuk nomina dari bentuk dasar adjektiva. Selanjutnya

127

makna yang terbentuk akibat proses pembentukan nomina ini adalah sebagai

berikut.

a. Nomina abstrak yang bermakna kualitas, seperti bonté ’kebaikan’,

douceur ’kelembutan’, tendresse ’kasih sayang’, plaisanterie

’lelucon’, dan lain-lain.

b. Nomina abstrak yang bermakna keadaan atau kondisi, seperti pauvreté

’kemiskinan’, fraicheur ’kesejukan’, souffrance ’penderitaan’,

lassitude ’kebosanan’, dan lain-lain.

c. Nomina abstrak yang bermakna proses, tindakan dan aksi, seperti

tranquillité ‘ketenangan’, indifference ‘ketidakpeduliannya’, sottise

‘kebodohan’, dan sebagainya.

d. Nomina abstrak yang bermakna sikap atau perilaku, seperti politesse

’sikap sopan santun’, galanterie ’sikap sopan terhadap wanita’,

egoisme ’sikap egois’, dan lain-lain.

e. Nomina abstrak yang bermakna prinsip, doktrin, paham/ideologi;

dibentuk oleh sufiks {–isme}, seperti socialisme ’paham

kemasyarakatan, communisme ’ideologi komunis’, dan lain-lain.

f. Nomina abstrak yang bermakna emosi, perasaan, seperti tristesse

‘kesedihan’, béatitude ‘kebahagiaan’.

g. Nomina konkret yang bermakna seseorang yang memiliki kualitas,

seperti vieillard ’laki-laki tua’, richard ’orang kaya’.

128

Sebaliknya, untuk nominalisasi adjektiva dengan cara konversi,

diketemukan tiga jenis makna, yaitu 1) nomina konkret yang bermakna

seseorang yang memiliki sifat atau kualitas seperti bentuk dasarnya, dimana

determinan yang digunakan harus sesuai gender dan number dari referennya,

seperti le pauvre ‘si miskin’, la belle ‘si cantik’, le doux ‘si (anjing) lembut’,

dan lain-lain ; 2) nomina konkret yang mengacu pada benda, seperti le creux

‘lubang’ ; dan 3) nomina abstrak yang bermakna memiliki kualitas, dengan

penyesuaian determinan yang hanya mneggunakan bentuk maskulin tunggal

seperti le luxe ‘kemewahan’, le froid ‘udara dingin’, le beau ‘sesuatu yang

indah’.

7.2 Saran

Kajian nominalisasi adjektiva dalam bahasa Perancis dengan

menggunakan Teori Morfologi Generatif masih berupa rintisan sehingga masih

banyak fenomena morfologi yang belun terungkap. Hasil analisis yang diperoleh

bersifat terbuka atas berbagai kritik dan saran, juga terbuka untuk penelitian

lanjutan. Kajian lain yang dapat diteliti sebagai penelitian lanjutan, antara lain

struktur frasa yang terbentuk melalui proses nominalisasi, kajian suprasegmental

terhadap penggunaan nominalisasi adjektiva ini dalam sebuah ujaran bahasa

Perancis.

129

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa

dan Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono, 1999. Kamus Perancis Indonesia.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Aronoff, Mark. 1976. Word Formation in Generative Grammar. United States of

America: Massachusetts Institute of Technology. Baker, Mark. C. 2004. Lexical Categories: Verbs, Nouns, and Adjectives. New

York: Cambridge University Press. Bauer, Laurie. 1983. English Word Formation. London: Cambridge University

Press. Bauer, Laurie.1988. Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Edinburgh

University Press. Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Linguistic

Morphology (Second Edition). United States: Oxford University Press Inc. New York.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. Chevalier, Jean-Claude. dkk. 1993. Grammaire du Fran�ais Contemporain.

France: Larousse. Danandjaja, James. 1990. “Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Foklor”

dalam Aminuddin (Editor). Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.

Djardjowidjojo, Soenjono. 1998. Morfologi Generatif : Teori dan

Permasalahannya. Jakarta : Lembaga Bahasa Atmajaya. Dubois, Jean & Rene Langane. 1973. La Nouvelle Grammaire du Fran�ais.

France, Montparnasse: Larousse.

128

130

Gardes-Tamine, Joëlle. 2001. La Grammaire 2: Syntaxe (troisieme edition revue et augmenté). Paris: Armand Colin.

Halle, Morris. 1973. “Prolegomena to a Theory of Word Formation in English”.

Linguistic Inquiry, Vol. IV, No.1 Katamba, F. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press Ltd. Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia. Lauwers, Peter. 2008. ‘The Nominalization of Adjectives in French: From

Morphological Conversion to Categorial Mismatch1”. Folia Linguistika Vol 42/1, 135-176. Mouton de Gruyter – Societas Linguistica Europaea.

Lessard, Greg. 1996. Introduction à la Linguistique Française. Études Françaises,

Queen's University. Canada Lyons, J. 1995. Pengantar Teori Linguistik (Terjemahan). Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. Matthews, P.H. 1974. Morphology: An Introduction to The Theory of Word

Structure. London:Cambridge University Press. Pramesti, Dewi Yudha. 2008. “Ajektiva Derivasional dalam Bahasa Jepang :

Sebuah Kajian Morfologi Generatif”. (Tesis) Denpasar : Universitas Udayana.

Ramlan, M. 1978. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Roy, Isabelle. 2007. “Nominalizations and the Structure of Adjectives.”

Workshop: “Nominalizations across languages’, 29 Nov-1 Dec 2007, Stuttgart. [cited 2010 Oct. 28]. Available from: http://web.uni-frankfurt.de/fb10/rathert/forschung/pdfsnom/roy.pdf

Sajarwo. 2003. “Sistem Ketakrifan dalam Bahasa Perancis”. Humaniora Volume

XV, No.2/2003. Yogyakarta. Samsuri. 1981. Kamus Istilah Linguistik Transformasi. Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Samsuri. 1982, Analisis Bahasa. Jakarta: Airlangga.

131

Scalise, Sergio. 1984. Generative Morphology. Dordrecht: Fortis Publication Schane, S.A. 1968. French Phonology and Morphology. Cambridge, MA : MIT

Press. Simpen, I Wayan. 2008. “Afiksasi Bahasa Bali : Sebuah Kajian Morfologi

Generatif.” Jurnal Linguistika. September, Vol.15 No.29. Spencer, Andrew. 1991. Morphological Theory: An Introduction to Word

Structure in Generative Grammar. Cambridge : Basil Blackwell Ltd. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Zola, Emile. 1872. La Curée. Paris: Librairie Générale Francaise.