no. 98 februari - maret 2014 ...daftar isi februari - maret 2014 no. 98 jl. h.a. mappanyukki no. 32...

44
www.bakti.or.id No. Februari - Maret 2014 98 Menata Kembali Indonesia Menyelamatkan Hutan Tropis Gorontalo Keterbukaan Informasi Publik Buka Kran Pelayanan Pemerintah

Upload: others

Post on 21-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

www.bakti.or.id No. Februari - Maret 2014 98

Menata Kembali Indonesia

Menyelamatkan Hutan Tropis Gorontalo

Keterbukaan Informasi Publik Buka Kran Pelayanan Pemerintah

Page 2: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Daftar IsiFebruari - Maret 2014 No. 98

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146 Telp. Fax [email protected] [email protected] 201Email atau SMS BaKTINews 0813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0

www.facebook.com/yayasanbakti Facebook @InfoBaKTI Twitter

Redaksi

www.bakti.or.id

Editor CAROLINE TUPAMAHU VICTORIA NGANTUNG

Suara Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU

Design & layoutEditor Foto ICHSAN DJUNAED

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSEWebsite

Smart Practices & Info Book SUMARNI ARIANTO

ADITYA RAKHMAT

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau mengeirimkan SMS kepada kami. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or send us SMS. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH AUSTRALIA DAN PEMERINTAH KANADA / BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT OF THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA AND THE GOVERNMENT OF CANADA.

PANDANGAN YANG DIKEMUKAKAN TAK SEPENUHNYA MENCERMINKAN PANDANGAN YAYASAN BaKTI MAUPUN PEMERINTAH AUSTRALIA DAN PEMERINTAH KANADA. / THE VIEWS EXPRESSED DO NOT NECESSARILY REFLECT THE VIEWS OF YAYASAN BaKTI, THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA AND THE GOVERNMENT

OF CANADA.

Database Kontak A. RINI INDAYANI

Burung Maleo (Macrocephalon maleo), burung endemik Sulawesi ini terancam.

Kini hanya tersisa sekitar 10.000 ekor saja yang mendiami hutan-hutan di Gorontalo. 15 tahun lalu sekitar 25.000 ekor masih bertengger dan terbang dilangit-langit hutan. Populasinya menurun, apalagi kalo bukan telurnya yang diburu.

Maleo butuh daratan hangat dan tanah berpasir untuk bertelur, entah pantai atau hutan. Jika cocok, di suhu

o32-34 C, burung ini pun akan menciptakan generasi barunya.

Maleo pandai mengelabui predator alaminya. Ia menggali lebih dari dua lubang di pasir, namun hanya satu yang dipakainya bertelur. Cukup untuk mengelabui predator alaminya tapi tidak untuk keserakahan manusia.

-Ichsan Djunaed, dari berbagai sumber.

Illus

tras

i Cha

nno

Dju

naed

Suara Forum KTIMenata Kembali Indonesia

Menyelamatkan Hutan Tropis Gorontalo

Kampo Waraka: Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat di Buton Utara

Program Mitra

1

4

8

Oleh Ivan Hadar

13 KM BaKTI-AIPD

Lingkungan

Keterbukaan Informasi Publik Buka Kran Pelayanan Pemerintah

Oleh Amsurya Warman Amsa

Oleh Stevent Febriandy

17 PendidikanMeneropong Sistem Pendidikan di PapuaOleh Bobby Anderson

24 BatukarInfo Terkini

Gender25Mengapa Indonesia Membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender

Oleh Fatmawati Sulolipu

27Media Bicara Perempuan dan Kemiskinan

Program Mampu

29 InfografisGender dan Keuangan PublikPapua

Info Buku

Kegiatan di BaKTI

Sosok

36

4041

Jaringan Peneliti KTIMengintegrasikan Isu Strategis Pembangunan KTI ke dalam Naskah Background Study RPJMN 2015-2019

Suku Komodo, Sunyi di Tengah Ingar-Bingar

Stanis yang Gemar Memberi Semangat

Feature33

Oleh Nuran Wibisono

Oleh Dr. Ir. Roni Bawole, M.Si

37

Foto sampul : Mila Swhaiko

Page 3: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Daftar IsiFebruari - Maret 2014 No. 98

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146 Telp. Fax [email protected] [email protected] 201Email atau SMS BaKTINews 0813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0

www.facebook.com/yayasanbakti Facebook @InfoBaKTI Twitter

Redaksi

www.bakti.or.id

Editor CAROLINE TUPAMAHU VICTORIA NGANTUNG

Suara Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU

Design & layoutEditor Foto ICHSAN DJUNAED

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSEWebsite

Smart Practices & Info Book SUMARNI ARIANTO

ADITYA RAKHMAT

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau mengeirimkan SMS kepada kami. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or send us SMS. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH AUSTRALIA DAN PEMERINTAH KANADA / BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT OF THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA AND THE GOVERNMENT OF CANADA.

PANDANGAN YANG DIKEMUKAKAN TAK SEPENUHNYA MENCERMINKAN PANDANGAN YAYASAN BaKTI MAUPUN PEMERINTAH AUSTRALIA DAN PEMERINTAH KANADA. / THE VIEWS EXPRESSED DO NOT NECESSARILY REFLECT THE VIEWS OF YAYASAN BaKTI, THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA AND THE GOVERNMENT

OF CANADA.

Database Kontak A. RINI INDAYANI

Burung Maleo (Macrocephalon maleo), burung endemik Sulawesi ini terancam.

Kini hanya tersisa sekitar 10.000 ekor saja yang mendiami hutan-hutan di Gorontalo. 15 tahun lalu sekitar 25.000 ekor masih bertengger dan terbang dilangit-langit hutan. Populasinya menurun, apalagi kalo bukan telurnya yang diburu.

Maleo butuh daratan hangat dan tanah berpasir untuk bertelur, entah pantai atau hutan. Jika cocok, di suhu

o32-34 C, burung ini pun akan menciptakan generasi barunya.

Maleo pandai mengelabui predator alaminya. Ia menggali lebih dari dua lubang di pasir, namun hanya satu yang dipakainya bertelur. Cukup untuk mengelabui predator alaminya tapi tidak untuk keserakahan manusia.

-Ichsan Djunaed, dari berbagai sumber.

Illus

tras

i Cha

nno

Dju

naed

Suara Forum KTIMenata Kembali Indonesia

Menyelamatkan Hutan Tropis Gorontalo

Kampo Waraka: Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat di Buton Utara

Program Mitra

1

4

8

Oleh Ivan Hadar

13 KM BaKTI-AIPD

Lingkungan

Keterbukaan Informasi Publik Buka Kran Pelayanan Pemerintah

Oleh Amsurya Warman Amsa

Oleh Stevent Febriandy

17 PendidikanMeneropong Sistem Pendidikan di PapuaOleh Bobby Anderson

24 BatukarInfo Terkini

Gender25Mengapa Indonesia Membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender

Oleh Fatmawati Sulolipu

27Media Bicara Perempuan dan Kemiskinan

Program Mampu

29 InfografisGender dan Keuangan PublikPapua

Info Buku

Kegiatan di BaKTI

Sosok

36

4041

Jaringan Peneliti KTIMengintegrasikan Isu Strategis Pembangunan KTI ke dalam Naskah Background Study RPJMN 2015-2019

Suku Komodo, Sunyi di Tengah Ingar-Bingar

Stanis yang Gemar Memberi Semangat

Feature33

Oleh Nuran Wibisono

Oleh Dr. Ir. Roni Bawole, M.Si

37

Foto sampul : Mila Swhaiko

Page 4: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 981 2BaKTINews

Suara Forum KTI

Oleh Ivan Hadar

S aat ini, mulai banyak orang Indonesia yang optimistis bahwa Pilpres 2014 akan membawa harapan bagi masa depan Indonesia. Jun Honna, pengamat Indonesia dari Universitas Ritsumeikan, Jepang, menyebut optimisme

tersebut sebagai 'efek Jokowi' yang dipercaya setidaknya akan menyebabkan perubahan politik yang sangat penting terkait dengan konsolidasi demokrasi di negeri ini (Kompas, 15/1/2014). Fenomena munculnya Jokowi sebagai seorang 'nonelite' yang memperoleh dukungan luas dan fanatik dari masyarakat untuk menjadi presiden tentu saja dihadapkan pada tantangan untuk mengubah konstelasi perpolitikan Indonesia yang selama era reformasi masih dikuasai para elite (politik dan ekonomi) produk Orde Baru. Selain itu, terdapat beberapa tantangan besar yang berkaitan langsung dengan kecenderungan berupa merebaknya privatisasi ekonomi, yang dalam beberapa bidang telah menyebabkan lumpuhnya fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan dan pusat pelayanan publik. Dalam bentuknya yang paling buruk, negara bahkan ditengarai telah menjadi fasi l i tator kepentingan (neokolonialisme) asing. Dalam membendung arus deras globalisasi neoliberal dan konteks nasional yang melingkupinya, gagasan kesejahteraan yang berarti penguatan kembali peran publik negara terasa perlu kembali dimunculkan (Tim Triloka, 2011). Perwujudan neoliberalisme yang telah merambah ke hampir seluruh kehidupan ekonomi negeri ini sangat pantas untuk ditinjau ulang. Sementara itu, langkah deprivatisasi dan nasionalisasi beberapa aset nasional perlu dikaji kelayakannya. Secara umum pembangunan ekonomi butuh reorientasi agar lebih berbasis kepada kedaulatan bangsa dan keberlanjutan sumber daya alam. Berbagai sasaran di antara yang ingin dicapai. Sebagai pendekatan tematik, setidaknya perlu diprioritaskan enam sektor berikut, yaitu pangan dan pertanian, energi, usaha mikro dan kecil, pendidikan, kesehatan serta ketenagakerjaan. Isu ketahanan pangan, yakni kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dengan mutu dan jumlah yang aman, merata, dan terjangkau, seperti tercantum dalam UU No 7/1996 tentang Pangan adalah bagian dari isu kedaulatan pangan. Selama rezim Orde Baru, pendekatan pengembangan sektor pertanian

Dalam dua dekade terakhir kualitas manusia Indonesia

telah mengalami kemerosotan yang parah

dan menjadi yang paling rendah di Asia Tenggara.

Selain kualitas, pendidikan kita juga menghadapi masalah

kuantitas

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Menata Kembali Indonesia

Page 5: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 981 2BaKTINews

Suara Forum KTI

Oleh Ivan Hadar

S aat ini, mulai banyak orang Indonesia yang optimistis bahwa Pilpres 2014 akan membawa harapan bagi masa depan Indonesia. Jun Honna, pengamat Indonesia dari Universitas Ritsumeikan, Jepang, menyebut optimisme

tersebut sebagai 'efek Jokowi' yang dipercaya setidaknya akan menyebabkan perubahan politik yang sangat penting terkait dengan konsolidasi demokrasi di negeri ini (Kompas, 15/1/2014). Fenomena munculnya Jokowi sebagai seorang 'nonelite' yang memperoleh dukungan luas dan fanatik dari masyarakat untuk menjadi presiden tentu saja dihadapkan pada tantangan untuk mengubah konstelasi perpolitikan Indonesia yang selama era reformasi masih dikuasai para elite (politik dan ekonomi) produk Orde Baru. Selain itu, terdapat beberapa tantangan besar yang berkaitan langsung dengan kecenderungan berupa merebaknya privatisasi ekonomi, yang dalam beberapa bidang telah menyebabkan lumpuhnya fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan dan pusat pelayanan publik. Dalam bentuknya yang paling buruk, negara bahkan ditengarai telah menjadi fasi l i tator kepentingan ( neokolonialisme) asing. Dalam membendung arus deras globalisasi neoliberal dan konteks nasional yang melingkupinya, gagasan kesejahteraan yang berarti penguatan kembali peran publik negara terasa perlu kembali dimunculkan (Tim Triloka, 2011). Perwujudan neoliberalisme yang telah merambah ke hampir seluruh kehidupan ekonomi negeri ini sangat pantas untuk ditinjau ulang. Sementara itu, langkah deprivatisasi dan nasionalisasi beberapa aset nasional perlu dikaji kelayakannya. Secara umum pembangunan ekonomi butuh reorientasi agar lebih berbasis kepada kedaulatan bangsa dan keberlanjutan sumber daya alam. Berbagai sasaran di antara yang ingin dicapai. Sebagai pendekatan tematik, setidaknya perlu diprioritaskan enam sektor berikut, yaitu pangan dan pertanian, energi, usaha mikro dan kecil, pendidikan, kesehatan serta ketenagakerjaan. Isu ketahanan pangan, yakni kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dengan mutu dan jumlah yang aman, merata, dan terjangkau, seperti tercantum dalam UU No 7/1996 tentang Pangan adalah bagian dari isu kedaulatan pangan. Selama rezim Orde Baru, pendekatan pengembangan sektor pertanian

Dalam dua dekade terakhir kualitas manusia Indonesia

telah mengalami kemerosotan yang parah

dan menjadi yang paling rendah di Asia Tenggara.

Selain kualitas, pendidikan kita juga menghadapi masalah

kuantitas

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Menata Kembali Indonesia

Page 6: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Menyelamatkan Hutan Tropis

Gorontalo

Lingkungan

agung menjadi branding yang telah membangun pencitraan provinsi agropolitan melalui inovasi program pembangunan sektor pertanian. Selain itu,

potensi perikanan tangkap yang cukup besar juga diharapkan akan menyumbang pendapatan asli daerah ini.

JOleh Amsurya Warman Amsa

3 4 . No Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

mengikuti 'revolusi hijau' yang berbasiskan kepada pupuk dan pestisida kimia, bibit hibrida, serta teknik budi daya monokultur telah menimbulkan banyak masalah. Selama ini, dalam era reformasi persoalan ketergantungan input produksi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya bukan saja belum teratasi, melainkan kebijakan sektor pertanian kita menjadi semakin jauh untuk melayani kepentingan industri besar dan pemilik modal. Dampaknya, Indonesia masuk ke food trap negara maju dan kapitalisme global. Selain beras, tujuh komoditas utama nonberas yang dikonsumsi masyarakat sangat bergantung pada impor. Ketergantungan lainnya, berkaitan dengan energi, khususnya pada energi fosil. Harga minyak bumi yang terus melambung, penggunaan energi yang boros, subsidi BBM dan listrik yang masih berlanjut, pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan energi yang terus meningkat, merupakan permasalahan energi nasional yang tak kunjung selesai. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa lebih dari separuh kebutuhan energi Indonesia dipenuhi dari minyak bumi. Saat ini, Indonesia memiliki cadangan total minyak bumi yang meliputi cadangan terbukti dan cadangan potensial, sekitar 10 miliar barel. Jika tingkat produksi minyak rata-rata sebesar 450 juta barel per tahun, cadangan minyak kita akan kering dalam 20 tahun. D e n ga n d e m i k i a n , p e r l u u p ay a u n t u k mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pasokan energi. Menurut catatan kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT, negara ini setidaknya memiliki 62 jenis tumbuhan penghasil minyak untuk energi. Bagaimana dengan perdagangan? Ternyata, porsi sektor informal dalam kegiatan perdagangan di Indonesia mencapai di atas 95%. Upaya pengembangan kewirausahaan di Indonesia sangat terkait dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang pada umumnya merupakan pengisi sektor informal, dan bagian dari gerakan koperasi. Koperasi dan UMKM merupakan representasi rakyat Indonesia dalam kehidupan ekonomi. Karena itu, perlu diberikan prioritas yang tinggi dalam pembangunan nasional. Terutama UMK (usaha mikro dan kecil), memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dan komparatif terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam. Sektor tersier UMK, yaitu perdagangan, pariwisata, dan industri boga, dengan investasi yang sama mampu menyerap tenaga kerja yang jauh lebih

besar jika dibandingkan dengan usaha menengah dan besar. Oleh karena itu, secara prospektif, UMK dapat tumbuh lebih cepat asal ada kebijakan yang e fe k t i f d a n t e p at g u n a d a r i p e m e r i n t a h . berpendidikan SLTP ke bawah, tanpa keterampilan khusus. Bagi kalangan investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia sajian data ini akan menghadirkan suatu pengertian bahwa jenis industri yang potensial dikembangkan di Indonesia adalah jenis industri manufaktur padat karya (garmen, tekstil, sepatu, elektronik). Selama lebih dari 35 tahun, pemerintah Indonesia percaya dengan jenis investor ini, sampai kemudian disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah jenis industri yang paling gemar melakukan relokasi. Dalam dua dekade terakhir kualitas manusia Indonesia telah mengalami kemerosotan yang parah dan menjadi yang paling rendah di Asia Tenggara. Selain kualitas, pendidikan kita juga menghadapi masalah kuantitas. Tahun lalu, dari 118.108 siswa SD yang mengikuti general test di Jakarta, misalnya, sebanyak 34.313 tidak diterima di SLTP negeri. Bila ingin melanjutkan sekolah, mereka harus mendaftar ke sekolah swasta yang lebih mahal. Padahal, bisa diduga, sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga pas-pasan, yang boleh jadi mengalami kesulitan belajar karena kekurangan gizi, misalnya. Kenyataannya, sekitar 27% balita di Indonesia mengalami gizi buruk. Sementara itu, angka kematian balita (AKB) dan ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN. Tingginya kasus gizi buruk yang dialami calon generasi penerus bangsa ini sangat berbahaya bagi peningkatan kualitas pembangunan negeri ini. M e n a t a k e m b a l i I n d o n e s i a , i d e a l n y a berdasarkan jiwa, semangat, nilai dan konsensus dasar berdirinya Republik ini seperti yang tersurat dalam Mukadimah dan Pasal 33 UUD '45. Pembangunan berkeadilan ditorehkan sebagai arah besarnya dengan agenda dan program pem-bangunan yang dicanangkan untuk mencapai keadaan masyarakat yang sejahtera mel alui kedaulatan pangan dan energi, penciptaan kesempatan kerja, penghapusan kemiskinan, dan pengurangan berbagai bentuk ketimpangan.

Penulis adalah Direktur Institute for Democracy Education (IDE) Koordinator Target MDG (2007-2010) dan Pokja Forum KTI WilayahMaluku Utara. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected] Artikel ini juga dapat dibaca melalui link berikut http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2014/02/05/ArticleHtmls/Menata-kembali-Indonesia-05022014007028.shtml?Mode=1#

INFORMASI LEBIH LANJUT

Illus

tras

i Cha

nno

Dju

naed

Page 7: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Menyelamatkan Hutan Tropis

Gorontalo

Lingkungan

agung menjadi branding yang telah membangun pencitraan provinsi agropolitan melalui inovasi program pembangunan sektor pertanian. Selain itu,

potensi perikanan tangkap yang cukup besar juga diharapkan akan menyumbang pendapatan asli daerah ini.

JOleh Amsurya Warman Amsa

3 4 . No Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

mengikuti 'revolusi hijau' yang berbasiskan kepada pupuk dan pestisida kimia, bibit hibrida, serta teknik budi daya monokultur telah menimbulkan banyak masalah. Selama ini, dalam era reformasi persoalan ketergantungan input produksi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya bukan saja belum teratasi, melainkan kebijakan sektor pertanian kita menjadi semakin jauh untuk melayani kepentingan industri besar dan pemilik modal. Dampaknya, Indonesia masuk ke food trap negara maju dan kapitalisme global. Selain beras, tujuh komoditas utama nonberas yang dikonsumsi masyarakat sangat bergantung pada impor. Ketergantungan lainnya, berkaitan dengan energi, khususnya pada energi fosil. Harga minyak bumi yang terus melambung, penggunaan energi yang boros, subsidi BBM dan listrik yang masih berlanjut, pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan energi yang terus meningkat, merupakan permasalahan energi nasional yang tak kunjung selesai. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa lebih dari separuh kebutuhan energi Indonesia dipenuhi dari minyak bumi. Saat ini, Indonesia memiliki cadangan total minyak bumi yang meliputi cadangan terbukti dan cadangan potensial, sekitar 10 miliar barel. Jika tingkat produksi minyak rata-rata sebesar 450 juta barel per tahun, cadangan minyak kita akan kering dalam 20 tahun. D e n ga n d e m i k i a n , p e r l u u p ay a u n t u k mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pasokan energi. Menurut catatan kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT, negara ini setidaknya memiliki 62 jenis tumbuhan penghasil minyak untuk energi. Bagaimana dengan perdagangan? Ternyata, porsi sektor informal dalam kegiatan perdagangan di Indonesia mencapai di atas 95%. Upaya pengembangan kewirausahaan di Indonesia sangat terkait dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang pada umumnya merupakan pengisi sektor informal, dan bagian dari gerakan koperasi. Koperasi dan UMKM merupakan representasi rakyat Indonesia dalam kehidupan ekonomi. Karena itu, perlu diberikan prioritas yang tinggi dalam pembangunan nasional. Terutama UMK (usaha mikro dan kecil), memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dan komparatif terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam. Sektor tersier UMK, yaitu perdagangan, pariwisata, dan industri boga, dengan investasi yang sama mampu menyerap tenaga kerja yang jauh lebih

besar jika dibandingkan dengan usaha menengah dan besar. Oleh karena itu, secara prospektif, UMK dapat tumbuh lebih cepat asal ada kebijakan yang e fe k t i f d a n t e p at g u n a d a r i p e m e r i n t a h . berpendidikan SLTP ke bawah, tanpa keterampilan khusus. Bagi kalangan investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia sajian data ini akan menghadirkan suatu pengertian bahwa jenis industri yang potensial dikembangkan di Indonesia adalah jenis industri manufaktur padat karya (garmen, tekstil, sepatu, elektronik). Selama lebih dari 35 tahun, pemerintah Indonesia percaya dengan jenis investor ini, sampai kemudian disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah jenis industri yang paling gemar melakukan relokasi. Dalam dua dekade terakhir kualitas manusia Indonesia telah mengalami kemerosotan yang parah dan menjadi yang paling rendah di Asia Tenggara. Selain kualitas, pendidikan kita juga menghadapi masalah kuantitas. Tahun lalu, dari 118.108 siswa SD yang mengikuti general test di Jakarta, misalnya, sebanyak 34.313 tidak diterima di SLTP negeri. Bila ingin melanjutkan sekolah, mereka harus mendaftar ke sekolah swasta yang lebih mahal. Padahal, bisa diduga, sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga pas-pasan, yang boleh jadi mengalami kesulitan belajar karena kekurangan gizi, misalnya. Kenyataannya, sekitar 27% balita di Indonesia mengalami gizi buruk. Sementara itu, angka kematian balita (AKB) dan ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN. Tingginya kasus gizi buruk yang dialami calon generasi penerus bangsa ini sangat berbahaya bagi peningkatan kualitas pembangunan negeri ini. M e n a t a k e m b a l i I n d o n e s i a , i d e a l n y a berdasarkan jiwa, semangat, nilai dan konsensus dasar berdirinya Republik ini seperti yang tersurat dalam Mukadimah dan Pasal 33 UUD '45. Pembangunan berkeadilan ditorehkan sebagai arah besarnya dengan agenda dan program pem-bangunan yang dicanangkan untuk mencapai keadaan masyarakat yang sejahtera mel alui kedaulatan pangan dan energi, penciptaan kesempatan kerja, penghapusan kemiskinan, dan pengurangan berbagai bentuk ketimpangan.

Penulis adalah Direktur Institute for Democracy Education (IDE) Koordinator Target MDG (2007-2010) dan Pokja Forum KTI WilayahMaluku Utara. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected] Artikel ini juga dapat dibaca melalui link berikut http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2014/02/05/ArticleHtmls/Menata-kembali-Indonesia-05022014007028.shtml?Mode=1#

INFORMASI LEBIH LANJUT

Illus

tras

i Cha

nno

Dju

naed

Page 8: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

utuhnya fungsi ekologis. Manfaat berganda ini pada akhirnya membawa manfaat ekonomi dan ekologis pada tingkat lokal. Bahkan juga membawa maslahat global dalam kaitannya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo Pada 12 Februari silam, Pemerintah Provinsi Gorontalo bekerja sama d e n g a n B u r u n g I n d o n e s i a m e n y e l e n g g a r a k a n i n c e p t i o n workshop tentang “Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo”. Gorontalo yang terletak di bagian utara Pulau Sulawesi merupakan bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusatnya keragaman hayati dunia. Kawasan Wallacea menjadi istimewa karena menyimpan kekhasan satwa dan tumbuhan yang merupakan perpaduan jenis-jenis dari kawasan Asia dan Australia. Provinsi Gorontalo juga dikenal memiliki hutan yang cukup luas, sekitar 826.000 ha, yang lebih dari setengahnya merupakan kawasan hutan produksi. Gorontalo juga masih memiliki hutan alam yang relatif kompak di wilayah baratnya. Hutan seluas 340.000 hektar ini membentang di Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Boalemo. Ketersambungan serta kelestarian bentang alam di Gorontalo dapat menjamin tersedianya layanan alam yang penting bagi berlangsungnya fungsi-fungsi produktif di wilayah-wilayah sekitarnya seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, dan lain-lain. Ia juga akan berperan sangat besar dalam pengendalian iklim mikro setempat, meningkatkan penyerapan karbon, serta mencegah terjadinya bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. S e k r e t a r i s D a e r a h P r o v i n s i Gorontalo Prof. Dr.Ir. Hj, Winarni M a n oa r fa , M S m e nya m b ut ba i k terselenggaranya acara ini. Menurut Winarni, Gorontalo memiliki potensi sumber daya alam yang perlu dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Winarni berharap, para pihak yang hadir di kegiatan ini memberikan

spesies mamalia

20

Luas Provinsi Gorontalo

atau

ha826,378.12memiliki hutan yang cukup luas, sekitar

diantaranya endemik

10

diantaranya endemik87 36spesies

burung

diantaranya endemik 9 spesies

amfibia 2

spesies reptilia16 diantaranya

endemik 2

ha12.215,44

Penghuni habitat hutandi wilayah ini

5 6 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

Terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, Gorontalo merupakan bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusatnya keragaman hayati dunia. Kawasan Wallacea menjadi istimewa karena menyimpan kekhasan satwa dan tumbuhan yang merupakan perpaduan jenis-jenis dari kawasan Asia dan Australia. %67,65

luas total provinsi ini

Luput dari perhatian khalayak luas, kekayaan di bawah tutupan hutan Gorontalo juga memiliki potensi yang besar. Sebagai wilayah yang masih ‘berhutan’ cukup luas, Gorontalo memiliki peran penting sebagai gudang penyimpan keaneka-ragaman hayati di daratan besar Sulawesi. Gorontalo adalah bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusat keragaman hayati dunia. K awa sa n i n i i st i m e wa ka re n a m e r u p a ka n paduan dari kawasan Asia dan Australia yang memungkinkan berkembangnya flora dan fauna khas yang tidak terdapat di tempat lain di dunia. Gorontalo menjadi istimewa karena terletak di Pulau Sulawesi, pulau dengan jumlah biota khas tertinggi di Wallacea. Sulawesi juga merupakan kawa sa n d e n ga n h e wa n - h e wa n m e ny u su i (mamalia) yang paling unik di Asia. Sohornya wilayah ini telah sampai ke seantero dunia dan menarik para ahli untuk mengkajinya. Maleo (Macrocephalon maleo), julang sulawesi (Aceros cassidix), babirusa (Babyrousa celebensis) dan anoa (Bubalus spp.) barulah sebagian contoh kekayaan hayati Wallacea. Tantangan mempertahankan kekayaan tersebut seiring dengan membangun secara lestari dan berkelanjutan, karena pada dasarnya dua hal tersebut saling mendukung. Luas kawasan hutan Gorontalo sekitar 826,378.12 hektar atau sekitar 67,65% dari total luas provinsi, terbagi menjadi 3 fungsi hutan yaitu hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Salah satu kawasan hutan alam yang relatif masih kompak terutama berada kelompok hutan Popayato-Paguat di wilayah Kabupaten Pahuwato d a n K a b u p a t e n B o a l e m o . H u t a n i n i menghubungkan kawasan hutan lainnya yang terbentang seluas hampir 340.000 ha meliputi kawasan hutan produksi, dua kawasan konservasi, dan sembilan kawasan hutan lindung. Dari kajian Burung Indonesia bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2010, pada kelompok hutan Popayato-Paguat diatas, diketahui sebanyak 20 spesies mamalia, 87 spesies burung, 16 spesies reptilia dan sembilan spesies amfibia menghuni habitat hutan di wilayah tersebut. Yang lebih menarik lagi, dari spesies-spesies tersebut terdapat dua spesies amfibia, dua spesies reptilia, 10 spesies mamalia dan 36 spesies burung yang merupakan spesies endemik Sulawesi. Gosong sula (Megapodius bernsteinii), Walik malomiti (Ptilinopus subgularis), kring-kring dada kuning (Prioniturus flavicans), serindit paruh merah (Loriculus exilis), udang merah sulawesi (Ceyx fallax), raja udang pipi ungu (Cittura cyanotis), sikatan leher merah (Ficedula rufigula) dan kepudang sungu belang (Coracina bicolor) merupakan jenis-jenis terancam yang dijumpai di kawasan ini. Keseluruhan jenis tersebut memiliki

persebaran terbatas di Sulawesi atau sub kawasan Sulawesi. Burung Indonesia melalui dukungan mitra di tingkat lokal dan nasional bersama dengan masyarakat dan pemerintah serta mitra global-internasional, telah bergiat untuk konservasi hutan di wilayah biogeografis Wallacea termasuk Gorontalo. Di lokasi program Gorontalo, telah dimulai upaya untuk mempertahankan kekompakan kawasan hutan alam melalui inovasi pengelolaan hutan alam produksi yang lestari dan berkelanjutan. B u r u n g I n d o n es i a te l a h m e n g i d e nt i fi ka s i kebutuhan untuk mendorong pendekatan ini melalui konsultasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan di tingkat nasional, terutama dengan masyarakat dan pemerintah daerah di tingkat lokal dan melakukan kajian terhadap potensi dan kondisi kawasan hutan di Gorontalo. Melalui program ini diharapkan, selain mengupayakan pemulihan hutan alam dan keragaman jenis di dalamnya, juga melakukan upaya-upaya pengembangan komoditas bukan kayu. Pada akhirnya, kawasan hutan ini dapat menjadi penyambung bagi kawasan-kawasan perlindungan alam di sekitarnya. Jika kawasan hutan alam produksi ini dapat dipertahankan sebagai hutan alam dan dikembalikan fungsi e ko l o g i s nya s e r t a d i ke m ba n g ka n p o te n s i ekonominya, maka bentang alam yang lebih luas di sekitarnya juga mendapat manfaat dengan semakin

Kar

togr

afi &

Info

grafi

Cha

nno

Dju

naed

BaKTINews

Sulawesi Tengah

Gorontalo

Sulawesi Utara

Page 9: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

utuhnya fungsi ekologis. Manfaat berganda ini pada akhirnya membawa manfaat ekonomi dan ekologis pada tingkat lokal. Bahkan juga membawa maslahat global dalam kaitannya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo Pada 12 Februari silam, Pemerintah Provinsi Gorontalo bekerja sama d e n g a n B u r u n g I n d o n e s i a m e n y e l e n g g a r a k a n i n c e p t i o n workshop tentang “Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo”. Gorontalo yang terletak di bagian utara Pulau Sulawesi merupakan bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusatnya keragaman hayati dunia. Kawasan Wallacea menjadi istimewa karena menyimpan kekhasan satwa dan tumbuhan yang merupakan perpaduan jenis-jenis dari kawasan Asia dan Australia. Provinsi Gorontalo juga dikenal memiliki hutan yang cukup luas, sekitar 826.000 ha, yang lebih dari setengahnya merupakan kawasan hutan produksi. Gorontalo juga masih memiliki hutan alam yang relatif kompak di wilayah baratnya. Hutan seluas 340.000 hektar ini membentang di Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Boalemo. Ketersambungan serta kelestarian bentang alam di Gorontalo dapat menjamin tersedianya layanan alam yang penting bagi berlangsungnya fungsi-fungsi produktif di wilayah-wilayah sekitarnya seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, dan lain-lain. Ia juga akan berperan sangat besar dalam pengendalian iklim mikro setempat, meningkatkan penyerapan karbon, serta mencegah terjadinya bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. S e k r e t a r i s D a e r a h P r o v i n s i Gorontalo Prof. Dr.Ir. Hj, Winarni M a n oa r fa , M S m e nya m b ut ba i k terselenggaranya acara ini. Menurut Winarni, Gorontalo memiliki potensi sumber daya alam yang perlu dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Winarni berharap, para pihak yang hadir di kegiatan ini memberikan

spesies mamalia

20

Luas Provinsi Gorontalo

atau

ha826,378.12memiliki hutan yang cukup luas, sekitar

diantaranya endemik

10

diantaranya endemik87 36spesies

burung

diantaranya endemik 9 spesies

amfibia 2

spesies reptilia16 diantaranya

endemik 2

ha12.215,44

Penghuni habitat hutandi wilayah ini

5 6 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

Terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, Gorontalo merupakan bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusatnya keragaman hayati dunia. Kawasan Wallacea menjadi istimewa karena menyimpan kekhasan satwa dan tumbuhan yang merupakan perpaduan jenis-jenis dari kawasan Asia dan Australia. %67,65

luas total provinsi ini

Luput dari perhatian khalayak luas, kekayaan di bawah tutupan hutan Gorontalo juga memiliki potensi yang besar. Sebagai wilayah yang masih ‘berhutan’ cukup luas, Gorontalo memiliki peran penting sebagai gudang penyimpan keaneka-ragaman hayati di daratan besar Sulawesi. Gorontalo adalah bagian dari kawasan biogeografi Wallacea, pusat keragaman hayati dunia. K awa sa n i n i i st i m e wa ka re n a m e r u p a ka n paduan dari kawasan Asia dan Australia yang memungkinkan berkembangnya flora dan fauna khas yang tidak terdapat di tempat lain di dunia. Gorontalo menjadi istimewa karena terletak di Pulau Sulawesi, pulau dengan jumlah biota khas tertinggi di Wallacea. Sulawesi juga merupakan kawa sa n d e n ga n h e wa n - h e wa n m e ny u su i (mamalia) yang paling unik di Asia. Sohornya wilayah ini telah sampai ke seantero dunia dan menarik para ahli untuk mengkajinya. Maleo (Macrocephalon maleo), julang sulawesi (Aceros cassidix), babirusa (Babyrousa celebensis) dan anoa (Bubalus spp.) barulah sebagian contoh kekayaan hayati Wallacea. Tantangan mempertahankan kekayaan tersebut seiring dengan membangun secara lestari dan berkelanjutan, karena pada dasarnya dua hal tersebut saling mendukung. Luas kawasan hutan Gorontalo sekitar 826,378.12 hektar atau sekitar 67,65% dari total luas provinsi, terbagi menjadi 3 fungsi hutan yaitu hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Salah satu kawasan hutan alam yang relatif masih kompak terutama berada kelompok hutan Popayato-Paguat di wilayah Kabupaten Pahuwato d a n K a b u p a t e n B o a l e m o . H u t a n i n i menghubungkan kawasan hutan lainnya yang terbentang seluas hampir 340.000 ha meliputi kawasan hutan produksi, dua kawasan konservasi, dan sembilan kawasan hutan lindung. Dari kajian Burung Indonesia bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2010, pada kelompok hutan Popayato-Paguat diatas, diketahui sebanyak 20 spesies mamalia, 87 spesies burung, 16 spesies reptilia dan sembilan spesies amfibia menghuni habitat hutan di wilayah tersebut. Yang lebih menarik lagi, dari spesies-spesies tersebut terdapat dua spesies amfibia, dua spesies reptilia, 10 spesies mamalia dan 36 spesies burung yang merupakan spesies endemik Sulawesi. Gosong sula (Megapodius bernsteinii), Walik malomiti (Ptilinopus subgularis), kring-kring dada kuning (Prioniturus flavicans), serindit paruh merah (Loriculus exilis), udang merah sulawesi (Ceyx fallax), raja udang pipi ungu (Cittura cyanotis), sikatan leher merah (Ficedula rufigula) dan kepudang sungu belang (Coracina bicolor) merupakan jenis-jenis terancam yang dijumpai di kawasan ini. Keseluruhan jenis tersebut memiliki

persebaran terbatas di Sulawesi atau sub kawasan Sulawesi. Burung Indonesia melalui dukungan mitra di tingkat lokal dan nasional bersama dengan masyarakat dan pemerintah serta mitra global-internasional, telah bergiat untuk konservasi hutan di wilayah biogeografis Wallacea termasuk Gorontalo. Di lokasi program Gorontalo, telah dimulai upaya untuk mempertahankan kekompakan kawasan hutan alam melalui inovasi pengelolaan hutan alam produksi yang lestari dan berkelanjutan. B u r u n g I n d o n es i a te l a h m e n g i d e nt i fi ka s i kebutuhan untuk mendorong pendekatan ini melalui konsultasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan di tingkat nasional, terutama dengan masyarakat dan pemerintah daerah di tingkat lokal dan melakukan kajian terhadap potensi dan kondisi kawasan hutan di Gorontalo. Melalui program ini diharapkan, selain mengupayakan pemulihan hutan alam dan keragaman jenis di dalamnya, juga melakukan upaya-upaya pengembangan komoditas bukan kayu. Pada akhirnya, kawasan hutan ini dapat menjadi penyambung bagi kawasan-kawasan perlindungan alam di sekitarnya. Jika kawasan hutan alam produksi ini dapat dipertahankan sebagai hutan alam dan dikembalikan fungsi e ko l o g i s nya s e r t a d i ke m ba n g ka n p o te n s i ekonominya, maka bentang alam yang lebih luas di sekitarnya juga mendapat manfaat dengan semakin

Kar

togr

afi &

Info

grafi

Cha

nno

Dju

naed

BaKTINews

ha12.215,44,44,Luas Provinsi Gorontalo

ha12.215 44Sulawesi Tengah

Gorontalo

Sulawesi Utara

Page 10: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

7 8 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

KAMPO WARAKA:

Meningkatkan Kualitas

Kesehatan Masyarakat

di Buton Utara

abupaten Buton Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan ibukota Buranga. Kabupaten ini

berasal dari pemekaran Kabupaten Muna yang disahkan dengan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2007. Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 kecamatan dengan 59 desa dan Jumlah penduduk 48,184 jiwa pada tahun 2010. Secara umum, kabupaten ini masih perlu perhatian besar pemerintah pusat, mengingat kondisi sarana dan prasarana publik yang masih belum memadai, khususnya sarana dan prasarana transportasi, pendidikan dan kesehatan. BASICS Project mulai pada tahun 2009 menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Buton Utara untuk meningkatkan kualitas pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

Masalah dan Peluang Sejumlah masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara antara lain: ketersediaan data dan informasi kesehatan yang masih terbatas, kemampuan staff perencana

K

Oleh Theresia Erni

Program MitraBetter Approaches to Service provision through Increased Capacity in Sulawesi

BASICS

Amsurya Warman Amsa Senior Wallacea Program Officer Burung Indonesia melalui email [email protected] Jalan Selayar No 2 Perumahan Griya Nirwana, Kelurahan Liluwo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, Telp: (0435) 829464

INFORMASI LEBIH LANJUT

Foto

Cha

nno

Dju

naed

/Doc

. BaK

TI

masukan positif terhadap implementasi program Burung Indonesia di Gorontalo guna tercapainya sinergi pembangunan yang baik. Kepala Dinas Kehutanan dan Energi Sumber Daya Mineral (Dishutem) Gorontalo Dr. Ir. Husen Hasni, M.Si menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi Gorontalo mendukung program Burung Indonesia dalam hal memperkuat konektivitas hutan alam di Gorontalo. “Pemerintah daerah mendukung sepenuhnya usaha Restorasi Ekosistem yang sedang diproses Burung Indonesia dan HBI (Habitat Burung Indonesia) di hutan alam Popayato-Paguat, Kabupaten Pohuwato dan Boalemo” tutur Husen. Husen menambahkan, hutan tersebut penting tidak hanya dari segi keragaman hayati tetapi juga sebagai kesatuan ekosistem bagi kelangsungan hidup dan perekonomian daerah sekitarnya. “Kawasan perlindungan alam di sekitarnya akan tersambung jika kawasan hutan alam di sini dapat dipertahankan sebagai hutan alam,” jelasnya. Dian Agista, Head Of Conservation and Development Burung Indonesia, menyatakan tujuan kegiatan ini sebagai pertemuan awal kepada semua pihak guna penyampaian rencana program Burung Indonesia dalam hal “Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo”. “Termasuk juga Kabupaten Pohuwato dan Boalemo, tempat

kerja Burung Indonesia,” jelas Agis. Burung Indonesia bersama para pihak termasuk pemerintah daerah di Gorontalo sejak tahun 2009 telah mendorong model pengelolaan bentang alam berkelanjutan. Untuk periode lima tahun ini, Burung Indonesia akan melaksanakan program Pengelolaan Bentang Alam Berkelanjutan dan Restorasi Ekosistem di Gorontalo dengan dukungan hibah Pemerintah Jerman dalam hal ini Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU) melalui Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Development Bank. Inception Workshop dihadiri sebanyak lima puluh undangan yang antara lain adalah bupati, kepala dinas, instansi terkait se-Provinsi Gorontalo, perguruan tinggi, media lokal dan nasional, lembaga swadaya masyarakat, serta mahasiswa pencinta alam. Workshop ini juga dirangkaikan dengan pameran foto wildlife exotic Gorontalo oleh Gorontalo Wildlife Photography (GWP), Masyarakat Fotografi Gorontalo (MFG), dan Komunitas Untuk Bumi (KUBU).

Page 11: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

7 8 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

KAMPO WARAKA:

Meningkatkan Kualitas

Kesehatan Masyarakat

di Buton Utara

abupaten Buton Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan ibukota Buranga. Kabupaten ini

berasal dari pemekaran Kabupaten Muna yang disahkan dengan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2007. Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 kecamatan dengan 59 desa dan Jumlah penduduk 48,184 jiwa pada tahun 2010. Secara umum, kabupaten ini masih perlu perhatian besar pemerintah pusat, mengingat kondisi sarana dan prasarana publik yang masih belum memadai, khususnya sarana dan prasarana transportasi, pendidikan dan kesehatan. BASICS Project mulai pada tahun 2009 menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Buton Utara untuk meningkatkan kualitas pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

Masalah dan Peluang Sejumlah masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara antara lain: ketersediaan data dan informasi kesehatan yang masih terbatas, kemampuan staff perencana

K

Oleh Theresia Erni

Program MitraBetter Approaches to Service provision through Increased Capacity in Sulawesi

BASICS

Amsurya Warman Amsa Senior Wallacea Program Officer Burung Indonesia melalui email [email protected] Jalan Selayar No 2 Perumahan Griya Nirwana, Kelurahan Liluwo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, Telp: (0435) 829464

INFORMASI LEBIH LANJUT

Foto

Cha

nno

Dju

naed

/Doc

. BaK

TI

masukan positif terhadap implementasi program Burung Indonesia di Gorontalo guna tercapainya sinergi pembangunan yang baik. Kepala Dinas Kehutanan dan Energi Sumber Daya Mineral (Dishutem) Gorontalo Dr. Ir. Husen Hasni, M.Si menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi Gorontalo mendukung program Burung Indonesia dalam hal memperkuat konektivitas hutan alam di Gorontalo. “Pemerintah daerah mendukung sepenuhnya usaha Restorasi Ekosistem yang sedang diproses Burung Indonesia dan HBI (Habitat Burung Indonesia) di hutan alam Popayato-Paguat, Kabupaten Pohuwato dan Boalemo” tutur Husen. Husen menambahkan, hutan tersebut penting tidak hanya dari segi keragaman hayati tetapi juga sebagai kesatuan ekosistem bagi kelangsungan hidup dan perekonomian daerah sekitarnya. “Kawasan perlindungan alam di sekitarnya akan tersambung jika kawasan hutan alam di sini dapat dipertahankan sebagai hutan alam,” jelasnya. Dian Agista, Head Of Conservation and Development Burung Indonesia, menyatakan tujuan kegiatan ini sebagai pertemuan awal kepada semua pihak guna penyampaian rencana program Burung Indonesia dalam hal “Memperkuat Konektivitas Hutan Alam Gorontalo”. “Termasuk juga Kabupaten Pohuwato dan Boalemo, tempat

kerja Burung Indonesia,” jelas Agis. Burung Indonesia bersama para pihak termasuk pemerintah daerah di Gorontalo sejak tahun 2009 telah mendorong model pengelolaan bentang alam berkelanjutan. Untuk periode lima tahun ini, Burung Indonesia akan melaksanakan program Pengelolaan Bentang Alam Berkelanjutan dan Restorasi Ekosistem di Gorontalo dengan dukungan hibah Pemerintah Jerman dalam hal ini Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU) melalui Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Development Bank. Inception Workshop dihadiri sebanyak lima puluh undangan yang antara lain adalah bupati, kepala dinas, instansi terkait se-Provinsi Gorontalo, perguruan tinggi, media lokal dan nasional, lembaga swadaya masyarakat, serta mahasiswa pencinta alam. Workshop ini juga dirangkaikan dengan pameran foto wildlife exotic Gorontalo oleh Gorontalo Wildlife Photography (GWP), Masyarakat Fotografi Gorontalo (MFG), dan Komunitas Untuk Bumi (KUBU).

Page 12: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

dalam memahami formulasi perhitungan data seperti formulasi data pada indikator SPM dan MDGs, keterlambatan aliran data dari dari unit pelayanan kesehatan di desa dan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kurangnya pemanfaatan data dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran program kesehatan. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan. Hingga akhir tahun 2012, RSUD Kabupaten Buton Utara masih dalam proses pembangunan. Seluruh penanganan rujukan hanya bisa dilakukan pada Rumah Sakit di kota Kendari maupun Rumah Sakit di Kota Baubau. Fasilitas kesehatan yang ada bagi seluruh kabupaten terdiri dari 1 Puskesmas perawatan dan 9 Puskesmas non perawatan. Bidan yang tersedia sebanyak 39 orang dan belum s e l u r u h nya m e n a m at k a n p e n d i d i k a n D - 4 sementara tidak ada bidan PTT (Pegawai Tidak tetap) yang ditugaskan dari Kementrian Kesehatan. Dengan kondisi seperti itu, tidak heran capaian SPM Kesehatan di Kabupaten Buton Utara khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi masih jauh dari memuaskan. Data tahun 2009 menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil K-4 baru mencapai 70%; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan baru mencapai 60%. Jumlah kematian ibu melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 7 kasus. Selain tantangan ada juga peluang untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan di Kabupaten Buton Utara, antara lain masih kuatnya budaya kekeluargaan dan gotong royong warga. Budaya ini tentu berpotensi dalam memberikan dukungan bagi ibu hamil dan ibu bersalin, termasuk upaya menyediakan bantuan rujukan bagi ibu bersalin. Peluang lain terkait komitmen pemerintah daerah yang bisa dilihat dengan adanya dokumen perencanaan pemerintah yang berpihak pada peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam RPJMD Kabupaten Buton Utara termuat re n ca n a p e m b a n g u n a n u nt u k p e rce p at a n infrastuktur pelayanan dasar, pengembangan kualitas sumberdaya manusia (khususnya tenaga kesehatan), penguatan tata kelola pemerintahan daerah serta memperkuat aktualisasi budaya masyarakat Kabupaten Buton Utara. Secara formal hal ini merupakan peluang yang mendukung pengembangan inisiatif dan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan dasar.

Langkah-Langkah yang Dilakukan Melakukan kajian kesehatan ibu dan anak. Kajian ini dilakukan pada tahun 2010 dengan dukungan BASICS Project. Kajian ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan,

Bappeda, BPPKB dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selain berhasil menemukenali akar masalah yang menyebabkan ketimpangan capaian SPM kesehatan dan MDGs, kajian ini pada akhirnya juga mendorong kerjasama yang erat antar instansi terkait, termasuk OMS. Nilai tambah dalam kajian ini adalah proses pembelajaran antar instansi antar kabupaten/kota dan alih pengetahuan melalui bantuan teknis dari pemerintah provinsi yang lebih memiliki kompetensi. Pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak serta keterampilan dalam mengelola kajian secara kolaboratif merupakan pembelajaran utama yang diperoleh. Hasil kajian te rs e b ut m e n jad i d a sa r b ag i p e ny u su n a n perencanaan kesehatan 3 tahun yang didukung oleh BASICS Project melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative periode 2011-2013. Melakukan pendataan dan perencanaan kesehatan desa secara partisipatif atau disebut WaRaKa. Waraka merupakan bahasa lokal yang artinya sehat, namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanaAn KesehAtan. Kegiatan ini diawali pembentukan dan pembekalan Tim Lintas SKPD yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan BPPKB dengan dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil. K e h a d i r a n B a p p e d a s e c a r a u m u m u n t u k mendapatkan konteks masalah kesehatan secara makro yang harus ditangani Bappeda, seperti merencanakan pembangunan akses masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan. Kehadiran OMS ditekankan pada koneksitas pada kerja-kerja pendampingan masyarakat desa yang biasa dilakukannya, sementara kehadiran BPPKB lebih mendorong upaya pengintegrasian agar peran kader KB dan kader kesehatan bisa saling menunjang dan sinergis, meskipun di beberapa tempat, kader kesehatan dan kader KB adalah orang yang sama. Sebelum pelaksanaan survey di 59 desa, tim pemerintah kabupaten dibekali pemahaman tentang perencanaan kesehatan partisipatif berbasis desa dengan menerapkan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisial). Pertama , memfasilitasi pertemuan (musyawarah) desa bersama kepala desa untuk memperoleh informasi t e n t a n g ke s e h a t a n m a s y a ra k a t d e s a d a n merencanakan penyelesaiannya. Kedua, melakukan kunjungan, wawancara dan analisis kesehatan bagi m a s ya ra k at ya n g b e r m a s a l a h ke s e h at a n . Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong kemandirian masyarakat desa untuk aktif melakukan analisis dan merencanakan bersama penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di desa. Mengembangkan konsep terpadu berdasarkan inovasi-inovasi yang dikembangkan, yaitu: Kampo Waraka atau Desa Sehat . Kampo Waraka

9 10 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

merupakan satu perwujudan dari kegiatan Waraka. Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang m a sya ra kat nya a k t i f b e r pa r t i s i pa s i u nt u k meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama, yaitu: optimalisasi peran parapihak, pelayanan pria di unit pelayanan kesehatan, serta kemitraan bidan, dukun dan kader. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan. Pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan terutama diberikan bagi bidan desa yang bertugas di 8 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam menangani masalah-masalah kesehatan ibu, bayi dan anak. Meningkatkan kapasitas kader kesehatan. Kader merupakan ujung tombak pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka di desa. Peran-peran kader tersebut diantaranya: mendata ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas; membantu bidan dalam sosialisasi kesehatan ibu dan anak; bersama kepala desa menfasilitasi pertemuan desa. Demikian strategisnya peran yang dilakukan kader kesehatan maka dilakukan beberapa upaya peningkatan kapasitas bagi kader kesehatan, seperti: pelibatan dalam kegiatan perencanaan kesehatan di kabupaten, pertemuan-pertemuan dalam membangun kemitraan bidan dan dukun, monitoring perkembangan desa/kelurahan

serta promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan.

Mengembangkan kemitraan bidan, dukun, dan kader. Satu upaya yang dikembangkan pasca penerapan W a r a k a a d a l a h p e n e r a p a n

kemitraan bidan, dukun dan kader di dua kecamatan,

Kulisusu dan Kambowa. Penerapan atau uji coba ini t e l a h m e n g h a s i l k a n kesepakatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu

ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang

d a p a t d i b e r l a k u k a n k e seluruh desa di Kabupaten

Buton Utara. Memberikan insentif finansial bagi keluarga tidak mampu. Salah satu upaya menekan kematian ibu m e l a h i r k a n a d a l a h d e n g a n m e m p e r c e p a t p e n g a m b i l a n k e p u t u s a n k e l u a r g a d a l a m menolong persalinan ibu. Hal ini s a n g a t t e r k a i t d e n g a n l a t a r belakang ekonomi keluarga yang tidak bisa membiayai diri dan

keluarga yang mendampingi-nya selama proses rujukan ke rumah sakit di Kota Baubau atau Kota Kendari. Insentif finansial ini menjadi satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut. Dukungan kebijakan pemerintah daerah. Pada tahap awal, kampo Waraka baru diujicobakan di 9 desa di dua kecamatan di Kabupaten Buton Utara dengan dukungan dana dari BASICS Project tetapi melihat dampak yang sangat signifikan pada peningkatan kesehatan masyarakat maka didoronglah upaya untuk mengembangkan Kampo Waraka di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Oleh karena itu diperlukan pelembagaannya dalam kebi jakan daerah untuk menjamin ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan dan keberlangsungan program tersebut. Dua kebijakan yang disusun untuk mendukung Kampo Waraka ini adalah Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader, serta Peraturan Bupati tentang Jaminan Bagi Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi. Dua kebijakan tersebut dilahirkan untuk memperkuat program kebijakan nasional tentang Jamkesmas dan Jampersal karena memuat hal-hal yang tidak dibiayai oleh Jamkesmas dan Jampersal seperti: transportasi rujukan ibu bersalin, konsumsi bagi keluarga yang mendampingi ibu bersalin, dan insentif bagi dukun bayi dan kader kesehatan.

Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang masyarakatnya aktif berpartisipasi untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama

optimalisasi peran parapihak

kemitraan bidan, dukun dan kader.

1

pelayanan pria di unit pelayanan kesehatan

2

3

Page 13: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

dalam memahami formulasi perhitungan data seperti formulasi data pada indikator SPM dan MDGs, keterlambatan aliran data dari dari unit pelayanan kesehatan di desa dan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kurangnya pemanfaatan data dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran program kesehatan. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan. Hingga akhir tahun 2012, RSUD Kabupaten Buton Utara masih dalam proses pembangunan. Seluruh penanganan rujukan hanya bisa dilakukan pada Rumah Sakit di kota Kendari maupun Rumah Sakit di Kota Baubau. Fasilitas kesehatan yang ada bagi seluruh kabupaten terdiri dari 1 Puskesmas perawatan dan 9 Puskesmas non perawatan. Bidan yang tersedia sebanyak 39 orang dan belum s e l u r u h nya m e n a m at k a n p e n d i d i k a n D - 4 sementara tidak ada bidan PTT (Pegawai Tidak tetap) yang ditugaskan dari Kementrian Kesehatan. Dengan kondisi seperti itu, tidak heran capaian SPM Kesehatan di Kabupaten Buton Utara khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi masih jauh dari memuaskan. Data tahun 2009 menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil K-4 baru mencapai 70%; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan baru mencapai 60%. Jumlah kematian ibu melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 7 kasus. Selain tantangan ada juga peluang untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan di Kabupaten Buton Utara, antara lain masih kuatnya budaya kekeluargaan dan gotong royong warga. Budaya ini tentu berpotensi dalam memberikan dukungan bagi ibu hamil dan ibu bersalin, termasuk upaya menyediakan bantuan rujukan bagi ibu bersalin. Peluang lain terkait komitmen pemerintah daerah yang bisa dilihat dengan adanya dokumen perencanaan pemerintah yang berpihak pada peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam RPJMD Kabupaten Buton Utara termuat re n ca n a p e m b a n g u n a n u nt u k p e rce p at a n infrastuktur pelayanan dasar, pengembangan kualitas sumberdaya manusia (khususnya tenaga kesehatan), penguatan tata kelola pemerintahan daerah serta memperkuat aktualisasi budaya masyarakat Kabupaten Buton Utara. Secara formal hal ini merupakan peluang yang mendukung pengembangan inisiatif dan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan dasar.

Langkah-Langkah yang Dilakukan Melakukan kajian kesehatan ibu dan anak. Kajian ini dilakukan pada tahun 2010 dengan dukungan BASICS Project. Kajian ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan,

Bappeda, BPPKB dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selain berhasil menemukenali akar masalah yang menyebabkan ketimpangan capaian SPM kesehatan dan MDGs, kajian ini pada akhirnya juga mendorong kerjasama yang erat antar instansi terkait, termasuk OMS. Nilai tambah dalam kajian ini adalah proses pembelajaran antar instansi antar kabupaten/kota dan alih pengetahuan melalui bantuan teknis dari pemerintah provinsi yang lebih memiliki kompetensi. Pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak serta keterampilan dalam mengelola kajian secara kolaboratif merupakan pembelajaran utama yang diperoleh. Hasil kajian te rs e b ut m e n jad i d a sa r b ag i p e ny u su n a n perencanaan kesehatan 3 tahun yang didukung oleh BASICS Project melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative periode 2011-2013. Melakukan pendataan dan perencanaan kesehatan desa secara partisipatif atau disebut WaRaKa. Waraka merupakan bahasa lokal yang artinya sehat, namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanaAn KesehAtan. Kegiatan ini diawali pembentukan dan pembekalan Tim Lintas SKPD yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan BPPKB dengan dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil. K e h a d i r a n B a p p e d a s e c a r a u m u m u n t u k mendapatkan konteks masalah kesehatan secara makro yang harus ditangani Bappeda, seperti merencanakan pembangunan akses masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan. Kehadiran OMS ditekankan pada koneksitas pada kerja-kerja pendampingan masyarakat desa yang biasa dilakukannya, sementara kehadiran BPPKB lebih mendorong upaya pengintegrasian agar peran kader KB dan kader kesehatan bisa saling menunjang dan sinergis, meskipun di beberapa tempat, kader kesehatan dan kader KB adalah orang yang sama. Sebelum pelaksanaan survey di 59 desa, tim pemerintah kabupaten dibekali pemahaman tentang perencanaan kesehatan partisipatif berbasis desa dengan menerapkan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisial). Pertama , memfasilitasi pertemuan (musyawarah) desa bersama kepala desa untuk memperoleh informasi t e n t a n g ke s e h a t a n m a s y a ra k a t d e s a d a n merencanakan penyelesaiannya. Kedua, melakukan kunjungan, wawancara dan analisis kesehatan bagi m a s ya ra k at ya n g b e r m a s a l a h ke s e h at a n . Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong kemandirian masyarakat desa untuk aktif melakukan analisis dan merencanakan bersama penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di desa. Mengembangkan konsep terpadu berdasarkan inovasi-inovasi yang dikembangkan, yaitu: Kampo Waraka atau Desa Sehat . Kampo Waraka

9 10 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

merupakan satu perwujudan dari kegiatan Waraka. Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang m a sya ra kat nya a k t i f b e r pa r t i s i pa s i u nt u k meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama, yaitu: optimalisasi peran parapihak, pelayanan pria di unit pelayanan kesehatan, serta kemitraan bidan, dukun dan kader. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan. Pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan terutama diberikan bagi bidan desa yang bertugas di 8 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam menangani masalah-masalah kesehatan ibu, bayi dan anak. Meningkatkan kapasitas kader kesehatan. Kader merupakan ujung tombak pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka di desa. Peran-peran kader tersebut diantaranya: mendata ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas; membantu bidan dalam sosialisasi kesehatan ibu dan anak; bersama kepala desa menfasilitasi pertemuan desa. Demikian strategisnya peran yang dilakukan kader kesehatan maka dilakukan beberapa upaya peningkatan kapasitas bagi kader kesehatan, seperti: pelibatan dalam kegiatan perencanaan kesehatan di kabupaten, pertemuan-pertemuan dalam membangun kemitraan bidan dan dukun, monitoring perkembangan desa/kelurahan

serta promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan.

Mengembangkan kemitraan bidan, dukun, dan kader. Satu upaya yang dikembangkan pasca penerapan W a r a k a a d a l a h p e n e r a p a n

kemitraan bidan, dukun dan kader di dua kecamatan,

Kulisusu dan Kambowa. Penerapan atau uji coba ini t e l a h m e n g h a s i l k a n kesepakatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu

ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang

d a p a t d i b e r l a k u k a n k e seluruh desa di Kabupaten

Buton Utara. Memberikan insentif finansial bagi keluarga tidak mampu. Salah satu upaya menekan kematian ibu m e l a h i r k a n a d a l a h d e n g a n m e m p e r c e p a t p e n g a m b i l a n k e p u t u s a n k e l u a r g a d a l a m menolong persalinan ibu. Hal ini s a n g a t t e r k a i t d e n g a n l a t a r belakang ekonomi keluarga yang tidak bisa membiayai diri dan

keluarga yang mendampingi-nya selama proses rujukan ke rumah sakit di Kota Baubau atau Kota Kendari. Insentif finansial ini menjadi satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut. Dukungan kebijakan pemerintah daerah. Pada tahap awal, kampo Waraka baru diujicobakan di 9 desa di dua kecamatan di Kabupaten Buton Utara dengan dukungan dana dari BASICS Project tetapi melihat dampak yang sangat signifikan pada peningkatan kesehatan masyarakat maka didoronglah upaya untuk mengembangkan Kampo Waraka di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Oleh karena itu diperlukan pelembagaannya dalam kebi jakan daerah untuk menjamin ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan dan keberlangsungan program tersebut. Dua kebijakan yang disusun untuk mendukung Kampo Waraka ini adalah Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader, serta Peraturan Bupati tentang Jaminan Bagi Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi. Dua kebijakan tersebut dilahirkan untuk memperkuat program kebijakan nasional tentang Jamkesmas dan Jampersal karena memuat hal-hal yang tidak dibiayai oleh Jamkesmas dan Jampersal seperti: transportasi rujukan ibu bersalin, konsumsi bagi keluarga yang mendampingi ibu bersalin, dan insentif bagi dukun bayi dan kader kesehatan.

Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang masyarakatnya aktif berpartisipasi untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama

optimalisasi peran parapihak

kemitraan bidan, dukun dan kader.

1

pelayanan pria di unit pelayanan kesehatan

2

3

Page 14: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

11 12 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Program BASICS dan inisiatif ini, Anda dapat menghubungi penulis melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Hasil dan Dampak Survei kesehatan partisipatif berbasis desa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara kemudian dikembangkan menjadi satu pendekatan baru dalam perencanaan kesehatan di desa. M a s y a r a k a t d a n p e m e r i n t a h k a b u p a t e n menyebutnya dengan Waraka. Waraka berhasil menghasilkan data yang akurat yang kemudian dapat diguanakan oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan perencanaan dan penganggaran kesehatan yang lebih efektif dan m e n jawa b ke b u t u h a n m a s ya ra k at , s e l a i n mempercepat pencapaian target SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bidang kesehatan. Penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader y a n g d i ke m b a n g k a n p a s c a Wa ra k a t e l a h menghasilkan kesepatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan merupakan salah satu dampak positif K a m p o Wa ra k a . M a s y a ra k a t s e c a ra a k t i f menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kader kesehatan dan dukun bayi aktif mengajak ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada petugas kesehatan dan mendorong persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain itu kader kesehatan juga aktif memberikan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat. Pelaksanaan Waraka dan penerapan Kampo Waraka secara langsung dan tidak langsung telah berkontribusi pada percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hal ini bisa dilihat dari adanya penurunan kasus kematian ibu melahirkan dari 7 kasus pada tahun 2009 menjadi nol atau tidak ada kasus kematian ibu melahirkan pada akhir tahun 2013. Selain itu, cakupan pemeriksaan ibu hamil K-4 meningkat dari 70% menjadi 79%; cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 66% menjadi 96%; dan cakupan komplikasi ibu hamil yang ditangani meningkat dari 29% menjadi 51%. Wa ra k a d a n K a m p o Wa ra k a m e n d a p at sambutan positif dari berbagai pihak, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten B uto n Ut a ra . S a l a h sat u b u k t i nya ad a l a h p e n g h a r g a a n y a n g d i b e r i k a n C a n a d i a n International Developmen Agency (CIDA) berupa CIDA AWARD pada tahun 2012 atas inovasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Komitmen Bupati Buton Utara Keberadaan Waraka dan Kampo Waraka telah

menjadi stimulan bagi pemerintah Kabupaten Buton Utara dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Terkait hal ini sejumlah perkembangan positif yang bisa dilihat di Kabupaten Buton Utara seperti memangkas pos-pos anggaran Perjalanan Dinas Luar sejak tahun 2011. Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat secara langsung, khususnya kebutuhan dasar seperti k e s e h a t a n . H a l i t u d i t u n j u k k a n d e n g a n peningkatkan alokasi anggaran urusan kesehatan hingga mencapai 10% dari total APBD tahun 2012. Pada tahun sebelumnya, porsi anggaran kesehatan berkisar 7,4%. Komitmen juga dituangkan dalam bentuk regulasi, beberapa regulasi yang dikeluarkan adalah: (1) SK Bupati tentang Tim Kampo Waraka; (2) Peraturan Bupati tentang Jaminan Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi, Ibu Bersalin dan Ibu dari Keluarga Tidak Mampu; (3) Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader dalam Penanganan Ibu Hamil hingga Nifas. Bupati Buton Utara mendukung inisiatif Dinas Kes e h at a n K a b u pate n B uto n Ut a ra d a l a m pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Buton Utara, dimana didalamnya memuat hal terkait dengan insentif keluarga pendamping ibu hamil dari keluarga tidak mampu, insentif bagi dukun yang mendukung persalinan serta insentif bagi kader kesehatan dalam pengelolaan Kampo Waraka. Alokasi anggaran untuk mendukung penyusunan Perda telah disiapkan sebesar 100 juta rupiah dalam APBD 2013.

Pembelajaran Inisiatif mengatasi tantangan kekurangan fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas di suatu daerah, dapat didorong dengan optimalisasi peran dan partisipasi masyarakat. Peran dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan kesehatan di tingkat desa sangat mendukung antisipasi penanganan kasus-kasus kesehatan yang berpotensi muncul, seperti penanganan persalinan ibu hamil kepada tenaga kesehatan terlatih atau rumah sakit rujukan. Inisiatif mendukung perbaikan peningkatan layanan sangat penting ditopang oleh komitmen berbagai pihak di desa dan kabupaten, terutama Kepala Pemerintah Daerah. Komitmen Kepala Pemerintah Kabupaten akan berimplikasi pada dukungan dukungan pembentukan regulasi/ kebijakan atas inisiatif yang dikembangkan serta dan dukungan alokasi anggaran rutin kemudian.

Pencarian

aKTI kembali mengajak individu, lembaga, kelompok Bmasyarakat, pemerintah daerah, program donor, siapa saja untuk bergabung dalam pencarian Praktik Cerdas 2014!

Praktik Cerdas adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama dan berhasil menjawab tantangan pembangunan di sekitar kita.Mulai dari mengolah tanaman pangan lokal, mengelola koperasi, membangun desa sehat tanpa rokok, membentuk badan usaha pengelola air bersih, mengembangkan biogas murah meriah, hingga melakukan pendataan masyarakat miskin berbasis masyarakat untuk program tuntas pendidikan dasar. Berbagai inisiatif keren yang berhasil ini penting untuk diketahui banyak pihak agar lebih banyak orang dapat belajar dari pengalaman mereka yang telah berhasil. Belajar dari kegiatan yang berhasil selain dapat membantu kita menjawab tantangan serupa yang sedang dihadapi, juga bisa menghemat biaya, waktu dan tenaga.

Untuk bisa disebut Praktik Cerdas, BaKTI menggunakan 6 kriteria sederhana: inovatif, berdampak nyata, partisipatif, berlanjut, akuntabel, dan berpihak pada rakyat miskin dan berkeadilan gender. Bila Anda sedang mengerjakan sebuah inisiatif yang berhasil menjawab tantangan pembangunan di daerah Anda, atau mengetahui kegiatan keren yang menurut Anda sukses dan menginspirasi, bergabunglah bersama kami di pencarian Praktik Cerdas 2014!

Praktik Cerdas

2014 !

Cari tau lebih banyak tentang praktik cerdas di sini dan unduh formulir disini http://praktikcerdas.bakti.or.id/

MENUJU FESTIVAL FORUM KTI 2014

atau hubungi : [email protected] atau SMS ke 0813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0201

Page 15: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

11 12 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Program BASICS dan inisiatif ini, Anda dapat menghubungi penulis melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Hasil dan Dampak Survei kesehatan partisipatif berbasis desa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara kemudian dikembangkan menjadi satu pendekatan baru dalam perencanaan kesehatan di desa. M a s y a r a k a t d a n p e m e r i n t a h k a b u p a t e n menyebutnya dengan Waraka. Waraka berhasil menghasilkan data yang akurat yang kemudian dapat diguanakan oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan perencanaan dan penganggaran kesehatan yang lebih efektif dan m e n jawa b ke b u t u h a n m a s ya ra k at , s e l a i n mempercepat pencapaian target SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bidang kesehatan. Penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader y a n g d i ke m b a n g k a n p a s c a Wa ra k a t e l a h menghasilkan kesepatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan merupakan salah satu dampak positif K a m p o Wa ra k a . M a s y a ra k a t s e c a ra a k t i f menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kader kesehatan dan dukun bayi aktif mengajak ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada petugas kesehatan dan mendorong persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain itu kader kesehatan juga aktif memberikan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat. Pelaksanaan Waraka dan penerapan Kampo Waraka secara langsung dan tidak langsung telah berkontribusi pada percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hal ini bisa dilihat dari adanya penurunan kasus kematian ibu melahirkan dari 7 kasus pada tahun 2009 menjadi nol atau tidak ada kasus kematian ibu melahirkan pada akhir tahun 2013. Selain itu, cakupan pemeriksaan ibu hamil K-4 meningkat dari 70% menjadi 79%; cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 66% menjadi 96%; dan cakupan komplikasi ibu hamil yang ditangani meningkat dari 29% menjadi 51%. Wa ra k a d a n K a m p o Wa ra k a m e n d a p at sambutan positif dari berbagai pihak, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten B uto n Ut a ra . S a l a h sat u b u k t i nya ad a l a h p e n g h a r g a a n y a n g d i b e r i k a n C a n a d i a n International Developmen Agency (CIDA) berupa CIDA AWARD pada tahun 2012 atas inovasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Komitmen Bupati Buton Utara Keberadaan Waraka dan Kampo Waraka telah

menjadi stimulan bagi pemerintah Kabupaten Buton Utara dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Terkait hal ini sejumlah perkembangan positif yang bisa dilihat di Kabupaten Buton Utara seperti memangkas pos-pos anggaran Perjalanan Dinas Luar sejak tahun 2011. Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat secara langsung, khususnya kebutuhan dasar seperti k e s e h a t a n . H a l i t u d i t u n j u k k a n d e n g a n peningkatkan alokasi anggaran urusan kesehatan hingga mencapai 10% dari total APBD tahun 2012. Pada tahun sebelumnya, porsi anggaran kesehatan berkisar 7,4%. Komitmen juga dituangkan dalam bentuk regulasi, beberapa regulasi yang dikeluarkan adalah: (1) SK Bupati tentang Tim Kampo Waraka; (2) Peraturan Bupati tentang Jaminan Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi, Ibu Bersalin dan Ibu dari Keluarga Tidak Mampu; (3) Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader dalam Penanganan Ibu Hamil hingga Nifas. Bupati Buton Utara mendukung inisiatif Dinas Kes e h at a n K a b u pate n B uto n Ut a ra d a l a m pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Buton Utara, dimana didalamnya memuat hal terkait dengan insentif keluarga pendamping ibu hamil dari keluarga tidak mampu, insentif bagi dukun yang mendukung persalinan serta insentif bagi kader kesehatan dalam pengelolaan Kampo Waraka. Alokasi anggaran untuk mendukung penyusunan Perda telah disiapkan sebesar 100 juta rupiah dalam APBD 2013.

Pembelajaran Inisiatif mengatasi tantangan kekurangan fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas di suatu daerah, dapat didorong dengan optimalisasi peran dan partisipasi masyarakat. Peran dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan kesehatan di tingkat desa sangat mendukung antisipasi penanganan kasus-kasus kesehatan yang berpotensi muncul, seperti penanganan persalinan ibu hamil kepada tenaga kesehatan terlatih atau rumah sakit rujukan. Inisiatif mendukung perbaikan peningkatan layanan sangat penting ditopang oleh komitmen berbagai pihak di desa dan kabupaten, terutama Kepala Pemerintah Daerah. Komitmen Kepala Pemerintah Kabupaten akan berimplikasi pada dukungan dukungan pembentukan regulasi/ kebijakan atas inisiatif yang dikembangkan serta dan dukungan alokasi anggaran rutin kemudian.

Pencarian

12 No. Februari - Mar Februari - Mar F et 2014 98BaKTINews

aKTI kembali mengajak individu, lembaga, kelompok Bmasyarakat, pemerintah daerah, program donor, siapa saja untuk bergabung dalam pencarian Praktik Cerdas 2014!

Praktik Cerdas adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama dan berhasil menjawab tantangan pembangunan di sekitar kita.Mulai dari mengolah tanaman pangan lokal, mengelola koperasi, membangun desa sehat tanpa rokok, membentuk badan usaha pengelola air bersih, mengembangkan biogas murah meriah, hingga melakukan pendataan masyarakat miskin berbasis masyarakat untuk program tuntas pendidikan dasar. Berbagai inisiatif keren yang berhasil ini penting untuk diketahui banyak pihak agar lebih banyak orang dapat belajar dari pengalaman mereka yang telah berhasil. Belajar dari kegiatan yang berhasil selain dapat membantu kita menjawab tantangan serupa yang sedang dihadapi, juga bisa menghemat biaya, waktu dan tenaga.

Untuk bisa disebut Praktik Cerdas, BaKTI menggunakan 6 kriteria sederhana: inovatif, berdampak nyata, partisipatif, berlanjut, akuntabel, dan berpihak pada rakyat miskin dan berkeadilan gender. Bila Anda sedang mengerjakan sebuah inisiatif yang berhasil menjawab tantangan pembangunan di daerah Anda, atau mengetahui kegiatan keren yang menurut Anda sukses dan menginspirasi, bergabunglah bersama kami di pencarian Praktik Cerdas 2014!

Praktik Cerdas

2014 !

Cari tau lebih banyak tentang praktik cerdas di sini dan unduh formulir disini http://praktikcerdas.bakti.or.id/

MENUJU FESTIVAL FORUM KTI 2014

PP

atau hubungi : [email protected] atau SMS ke 0813 4063 4999, 0815 4323 1888, 0878 4000 0201

Page 16: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

13 14 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

ahulu kami takut ke kantor pemerintah untuk mencari i n fo r m a s i at au m e n g u r u s keperluan,” kata Nurul. Saat ini

ketakutan itu sudah tidak ada lagi. Setelah berkelompok, Nurul dan kawan-kawan berhasil mengurus berkas Akta Kelahiran bagi 20 anak dan 13 Kepala Keluarga. Warga yang dulunya dipermainkan calo, karena tidak mengetahui prosedur dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan, kini tidak ingin lagi menjadi korban. “Setelah tahu cara mengurusnya, biaya yang diperlukan ternyata tidak semahal yang

Oleh Stevent Febriandy

DKeterbukaan

Informasi Publik

Buka Kran Pelayanan

Pemerintah

KM BaKTI-AIPD

diminta calo. Cukup dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk, KK dan Surat Keterangan Nikah, sudah dapat memenuhi persyaratan pembuatan Akta Kelahiran,” kata Nurul yang menjabat Sekretaris KPMB. Meskipun persyaratan mendapatkan Akta Kelahiran tidaklah banyak, namun tidak semua pengajuan berkas yang Aminah dan Nurul berlangsung lancar. Hal ini karena sejumlah keluarga yang mengajukan pembuatan Akta Kelahiran untuk anaknya, tidak memiliki Surat Keterangan Nikah. Dengan bekal semangat “jimat” KIP, Aminah bersama Nurul tak segan keluar masuk kantor pemerintah mulai dari level kelurahan hingga

k a b u p a t e n u n t u k m e n c a r i s o l u s i n y a . “Alhamdulillah, setelah berdiskusi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta aparat desa, akhirnya warga yang belum memiliki Surat Keterangan Nikah dari Kantor Kanwil Agama a t a u C a t a t a n S i p i l , d i p e r b o l e h k a n mencantumkan keterangan nikah dari Kantor Desa/Kelurahan,” tutur Aminah dengan penuh semangat. Kini jelaga informasi yang menutupi aktivitas warga Karang Bucu yang mayoritas adalah buruh tani, mulai terkikis. Rasa percaya diri pun tumbuh untuk mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sekaligus berpartisipasi dalam proses pembangunan dan tidak lagi sekedar menjadi penonton atau objek dari hasil kebijakan yang memarjinalkan masyarakat ekonomi lemah.

Kunci Sukses

Menumbuhkan kepercayaan diri warga Karang Bucu, membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. PATTIRO CATI NTB setelah melakukan pemetaan dan identifikasi masalah, maka berikutnya menurunkan pendamping lapangan. Nurjannah selaku pendamping lapangan mencoba mendekati kelompok masyarakat KPMB di Dusun Karang Bucu, dengan mengajak berdiskusi mengenai permasalahan dan kebutuhan mendasar yang dihadapi. “Setelah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Pulbik terbit dan harus disosialisasikan, Lombok Barat terpilih sebagai daerah lokasi sasaran,” kata Hendriadi, Koordiantor CATI NTB. Dahulu sebagian besar siswa Sekolah Dasar di Kelurahan Karang Bucu Lombok Barat masih belum

Dahulu sebagian besar siswa Sekolah Dasar di Kelurahan Karang Bucu Lombok Barat masih belum memiliki Akta Kelahiran. Padahal pemenuhan hak warga terhadap administrasi kependudukan sudah menjadi tanggung jawab negara.

Selama ini, selembar Akta Kelahiran telah menjadi barang eksklusif di Dusun Karang Bucu, sekarang ‘hak administratif’ ini, akhirnya dapat di klaim dengan cara yang semestinya.

Bagian II

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Page 17: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

13 14 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

ahulu kami takut ke kantor pemerintah untuk mencari i n fo r m a s i at au m e n g u r u s keperluan,” kata Nurul. Saat ini

ketakutan itu sudah tidak ada lagi. Setelah berkelompok, Nurul dan kawan-kawan berhasil mengurus berkas Akta Kelahiran bagi 20 anak dan 13 Kepala Keluarga. Warga yang dulunya dipermainkan calo, karena tidak mengetahui prosedur dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan, kini tidak ingin lagi menjadi korban. “Setelah tahu cara mengurusnya, biaya yang diperlukan ternyata tidak semahal yang

Oleh Stevent Febriandy

DKeterbukaan

Informasi Publik

Buka Kran Pelayanan

Pemerintah

KM BaKTI-AIPD

diminta calo. Cukup dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk, KK dan Surat Keterangan Nikah, sudah dapat memenuhi persyaratan pembuatan Akta Kelahiran,” kata Nurul yang menjabat Sekretaris KPMB. Meskipun persyaratan mendapatkan Akta Kelahiran tidaklah banyak, namun tidak semua pengajuan berkas yang Aminah dan Nurul berlangsung lancar. Hal ini karena sejumlah keluarga yang mengajukan pembuatan Akta Kelahiran untuk anaknya, tidak memiliki Surat Keterangan Nikah. Dengan bekal semangat “jimat” KIP, Aminah bersama Nurul tak segan keluar masuk kantor pemerintah mulai dari level kelurahan hingga

k a b u p a t e n u n t u k m e n c a r i s o l u s i n y a . “Alhamdulillah, setelah berdiskusi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta aparat desa, akhirnya warga yang belum memiliki Surat Keterangan Nikah dari Kantor Kanwil Agama a t a u C a t a t a n S i p i l , d i p e r b o l e h k a n mencantumkan keterangan nikah dari Kantor Desa/Kelurahan,” tutur Aminah dengan penuh semangat. Kini jelaga informasi yang menutupi aktivitas warga Karang Bucu yang mayoritas adalah buruh tani, mulai terkikis. Rasa percaya diri pun tumbuh untuk mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sekaligus berpartisipasi dalam proses pembangunan dan tidak lagi sekedar menjadi penonton atau objek dari hasil kebijakan yang memarjinalkan masyarakat ekonomi lemah.

Kunci Sukses

Menumbuhkan kepercayaan diri warga Karang Bucu, membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. PATTIRO CATI NTB setelah melakukan pemetaan dan identifikasi masalah, maka berikutnya menurunkan pendamping lapangan. Nurjannah selaku pendamping lapangan mencoba mendekati kelompok masyarakat KPMB di Dusun Karang Bucu, dengan mengajak berdiskusi mengenai permasalahan dan kebutuhan mendasar yang dihadapi. “Setelah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Pulbik terbit dan harus disosialisasikan, Lombok Barat terpilih sebagai daerah lokasi sasaran,” kata Hendriadi, Koordiantor CATI NTB. Dahulu sebagian besar siswa Sekolah Dasar di Kelurahan Karang Bucu Lombok Barat masih belum

Dahulu sebagian besar siswa Sekolah Dasar di Kelurahan Karang Bucu Lombok Barat masih belum memiliki Akta Kelahiran. Padahal pemenuhan hak warga terhadap administrasi kependudukan sudah menjadi tanggung jawab negara.

Selama ini, selembar Akta Kelahiran telah menjadi barang eksklusif di Dusun Karang Bucu, sekarang ‘hak administratif’ ini, akhirnya dapat di klaim dengan cara yang semestinya.

Bagian II

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Page 18: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

15 16 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews15 BaKTINews No. Februari - Mar Februari - Mar F et 2014 98

memiliki Akta Kelahiran. Padahal pemenuhan hak warga terhadap administrasi kependudukan sudah menjadi tanggung jawab negara. “Karena itu, melalui pendampingan yang dilakukan, masyarakat terus didorong untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan m e m ba n g u n ra sa ke b e rsa m a a n , ” kat a nya . Keberhasilan-keberhasilan kecil itu kemudian menjadi motivasi bagi kelompok lainnya, termasuk kelompok dampingannya di Dusun Karang Bucu. Dengan pendekatan empati, lanjut dia, warga Karang Bucu dapat membuka diri dan lebih mudah menerima hal-hal yang berbau inovasi. Begitu pula dengan pemerintah yang institusinya berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Akte Kelahiran Tidak Eksklusif Lagi Pasangan buruh tani Ihsan dan Muti’ah, tidak p e r n a h m e ny a n g k a ke t i ga a n a k ny a a k a n memperoleh Akta Kelahiran dengan biaya yang terjangkau. Selama ini, selembar Akta Kelahiran telah menjadi barang eksklusif di Dusun Karang Bucu. Bagaimana tidak, secarik Akta Kelahiran memiliki harga 500 ribu hingga 1 juta rupiah, sehingga menjadi momok tersendiri bagi warga Dusun Karang Bucu yang jaraknya hanya sekitar setengah jam dari ibukota kabupaten. “Kami tidak tahu bagaimana cara mengurusnya, karena selama ini tidak ada informasi bagaimana caranya dan berapa biaya yang sesungguhnya? Kami hanya tahu, jika meminta diuruskan Akte Kelahiran itu uang jasanya sekitar 750 ribu rupiah per orang,”

kata Muti’ah. Sementara untuk menebus itu, berarti harus mengumpulkan hasil upah untuk dua hingga tiga kali masa tanam dan panen selaku buruh tani. Sebagai gambaran, untuk menanam padi seluas satu hektare dengan 15 orang, akan mendapatkan upah sebanyak 400 ribu rupiah. Sehingga jika dibagi sebanyak jumlah pekerja, hanya akan mendapatkan upah 27 ribu rupiah per hari. Dengan demikian, butuh proses yang panjang untuk menebus biaya jasa pembuatan Akta Kelahiran itu. Sementara adanya Akta Kelahiran menjadi syarat utama masuk sekolah dasar ataupun

“Kami tidak tahu bagaimana cara mengurusnya, karena selama ini tidak ada informasi bagaimana caranya dan berapa biaya yang sesungguhnya? Kami hanya tahu, jika meminta diuruskan Akte Kelahiran itu uang jasanya sekitar 750 ribu rupiah per orang,”

Biaya Pendidikan kini, tak lagi murah, masyarakat tak sepantasnyadibebani lagi dengan berbagai biaya administratif yang mencekik,hanya untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) adalah Program lima tahun Pemerintah Australia yang bertujuan memberikan bantuan teknis dan dukungan peningkatan kapasitas bagi pemerintah lokal dan masyarakat sipil demi meningkatnya pengelolaan alokasi dan sumber daya keuangan yang lebih baik. AIPD memiliki tiga komponen pendukung, yaitu Pemerintah yang Reponsif, Masyarakat aktif, dan Pengelolaan Pengetahuan yang saling terkait erat. Untuk komponen 2, yakni Masyarakat Aktif, AIPD bekerjasama dengan Pattiro CATI sebagai mitra pelaksana dalam melakukan sosialisasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di t ingkat m a s y a ra k at . A I P D d a n Pat t i ro C AT I mendampingi beberapa community center a t a u k e l o m p o k m a s y a r a k a t u n t u k m e m p e r ke n a l - k a n U U K I P s e h i n g ga mendorong pemerintah untuk melakukan transparansi dan partisipasi publik serta masyarakat yang aktif dalam pembangunan. D a l a m A I P D D e l i v e r y S t r a t e g y teridentifikasi minimnya informasi berbagi pembelajaran ataupun praktek cerdas dan telaah terkait isu desentral isasi dan pengelolaan keuangan daerah yang dapat d i a d o p s i d a n d i a d a p t a s i o l e h m i t ra pembangunan. Pembelajaran yang telah diterima satu individu atau kelompok tidak

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai Proyek Pengelolaan Pengetahuan BaKTI-AIPD, anda dapat menghubungi :Stevent Febriandy email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

dengan serta merta dapat dibagikan kepada individu yang lain karena minimnya keterkaitan konteks dan mekanisme berbagi. Dengan mendokumentasikan dan b e r b a g i i n f o r m a s i p e m b e l a j a r a n pembangunan akan memberi kesempatan bagi Program AIPD dan mitra pemerintah setempat serta masyarakat sipil untuk m e m p e r o l e h p e n g e t a h u a n d a n p e m b e l a j a r a n t e n t a n g b a g a i m a n a meningkatkan dan menyesuaikan strategi dan kegiatan melalui umpan balik, refleksi dan analisis, serta untuk memperluas cakupan implementasi program yang berkelanjutan dan lebih efektif. P r a k t i k C e r d a s / P e m b e l a j a r a n Pembangunan AIPD dapat diartikan sebagai sebuah upaya atau kegiatan yang berhasil dilakukan oleh AIPD untuk menjawab sebuah tantangan yang dihadapi oleh Pemda dan komunitas di wilayah sasaran AIPD. Praktik Cerdas/Pembelajaran Pembangunan berakar dari kearifan lokal, sehingga mudah ditiru.

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itulah yang harus dihadapi ibu dari tiga orang putri. Untunglah, setelah bergabung dengan Kelompok Perempuan Maju Bersama (KMPB) yang dipimpin Aminah, bayang-bayang Akta Kelahiran yang eksklusif pun menjadi sirna. Kini, anaknya sudah memiliki Akta Kelahiran dan tidak perlu lagi mendengar rengekan anaknya yang meminta ibunya menyetorkan foto copy Akta Kelahiran ke sekolahnya, karena pihak sekolah meminta dokumen kelahiran sebelum penerbitan ijazah. Hal tersebut dibenarkan Kepala Sekolah SDN Kuripan Utara Kecamatan Kuripan Utara, Kabupaten Lombok Barat, H Fatahillah. Menurut dia, dari total 293 orang siswanya masih terdapat sekitar 50 persen yang belum memiliki Akta Kelahiran, karena alasan keterbatasan biaya pengurusan.

Namun setelah mendapatkan informasi yang j e l a s , p e n g u r u s K P M B d i h a ra p k a n d a p at menularkan pengetahuan dan pengalamannya ke desa lain tentang pengurusan Akta Kelahiran langsung ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. “Supaya orang tua atau wali siswa lainnya juga dapat menguruskan Akta Kelahiran anaknya, sehingga lebih banyak lagi siswa yang memiliki dokumen kependudukan,” katanya. Sementara itu, salah seorang siswa SDN 2 Kuripan Utara, Rohmatullaeli yang juga putri bungsu Muti’ah, tidak minder lagi di kalangan teman sekolahnya. A k t a Ke l a h i ra n s e l a i n s e b a ga i d o k u m e n administrasi, juga menjadi lembaran pengakuan orang tua. Dengan demikian, anak yang memiliki akta kelahiran akan bangga karena mendapat kejelasan status.

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Page 19: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

15 16 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

memiliki Akta Kelahiran. Padahal pemenuhan hak warga terhadap administrasi kependudukan sudah menjadi tanggung jawab negara. “Karena itu, melalui pendampingan yang dilakukan, masyarakat terus didorong untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan m e m ba n g u n ra sa ke b e rsa m a a n , ” kat a nya . Keberhasilan-keberhasilan kecil itu kemudian menjadi motivasi bagi kelompok lainnya, termasuk kelompok dampingannya di Dusun Karang Bucu. Dengan pendekatan empati, lanjut dia, warga Karang Bucu dapat membuka diri dan lebih mudah menerima hal-hal yang berbau inovasi. Begitu pula dengan pemerintah yang institusinya berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Akte Kelahiran Tidak Eksklusif Lagi Pasangan buruh tani Ihsan dan Muti’ah, tidak p e r n a h m e ny a n g k a ke t i ga a n a k ny a a k a n memperoleh Akta Kelahiran dengan biaya yang terjangkau. Selama ini, selembar Akta Kelahiran telah menjadi barang eksklusif di Dusun Karang Bucu. Bagaimana tidak, secarik Akta Kelahiran memiliki harga 500 ribu hingga 1 juta rupiah, sehingga menjadi momok tersendiri bagi warga Dusun Karang Bucu yang jaraknya hanya sekitar setengah jam dari ibukota kabupaten. “Kami tidak tahu bagaimana cara mengurusnya, karena selama ini tidak ada informasi bagaimana caranya dan berapa biaya yang sesungguhnya? Kami hanya tahu, jika meminta diuruskan Akte Kelahiran itu uang jasanya sekitar 750 ribu rupiah per orang,”

kata Muti’ah. Sementara untuk menebus itu, berarti harus mengumpulkan hasil upah untuk dua hingga tiga kali masa tanam dan panen selaku buruh tani. Sebagai gambaran, untuk menanam padi seluas satu hektare dengan 15 orang, akan mendapatkan upah sebanyak 400 ribu rupiah. Sehingga jika dibagi sebanyak jumlah pekerja, hanya akan mendapatkan upah 27 ribu rupiah per hari. Dengan demikian, butuh proses yang panjang untuk menebus biaya jasa pembuatan Akta Kelahiran itu. Sementara adanya Akta Kelahiran menjadi syarat utama masuk sekolah dasar ataupun

“Kami tidak tahu bagaimana cara mengurusnya, karena selama ini tidak ada informasi bagaimana caranya dan berapa biaya yang sesungguhnya? Kami hanya tahu, jika meminta diuruskan Akte Kelahiran itu uang jasanya sekitar 750 ribu rupiah per orang,”

Biaya Pendidikan kini, tak lagi murah, masyarakat tak sepantasnyadibebani lagi dengan berbagai biaya administratif yang mencekik,hanya untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) adalah Program lima tahun Pemerintah Australia yang bertujuan memberikan bantuan teknis dan dukungan peningkatan kapasitas bagi pemerintah lokal dan masyarakat sipil demi meningkatnya pengelolaan alokasi dan sumber daya keuangan yang lebih baik. AIPD memiliki tiga komponen pendukung, yaitu Pemerintah yang Reponsif, Masyarakat aktif, dan Pengelolaan Pengetahuan yang saling terkait erat. Untuk komponen 2, yakni Masyarakat Aktif, AIPD bekerjasama dengan Pattiro CATI sebagai mitra pelaksana dalam melakukan sosialisasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di t ingkat m a s y a ra k at . A I P D d a n Pat t i ro C AT I mendampingi beberapa community center a t a u k e l o m p o k m a s y a r a k a t u n t u k m e m p e r ke n a l - k a n U U K I P s e h i n g ga mendorong pemerintah untuk melakukan transparansi dan partisipasi publik serta masyarakat yang aktif dalam pembangunan. D a l a m A I P D D e l i v e r y S t r a t e g y teridentifikasi minimnya informasi berbagi pembelajaran ataupun praktek cerdas dan telaah terkait isu desentral isasi dan pengelolaan keuangan daerah yang dapat d i a d o p s i d a n d i a d a p t a s i o l e h m i t ra pembangunan. Pembelajaran yang telah diterima satu individu atau kelompok tidak

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai Proyek Pengelolaan Pengetahuan BaKTI-AIPD, anda dapat menghubungi :Stevent Febriandy email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

dengan serta merta dapat dibagikan kepada individu yang lain karena minimnya keterkaitan konteks dan mekanisme berbagi. Dengan mendokumentasikan dan b e r b a g i i n f o r m a s i p e m b e l a j a r a n pembangunan akan memberi kesempatan bagi Program AIPD dan mitra pemerintah setempat serta masyarakat sipil untuk m e m p e r o l e h p e n g e t a h u a n d a n p e m b e l a j a r a n t e n t a n g b a g a i m a n a meningkatkan dan menyesuaikan strategi dan kegiatan melalui umpan balik, refleksi dan analisis, serta untuk memperluas cakupan implementasi program yang berkelanjutan dan lebih efektif. P r a k t i k C e r d a s / P e m b e l a j a r a n Pembangunan AIPD dapat diartikan sebagai sebuah upaya atau kegiatan yang berhasil dilakukan oleh AIPD untuk menjawab sebuah tantangan yang dihadapi oleh Pemda dan komunitas di wilayah sasaran AIPD. Praktik Cerdas/Pembelajaran Pembangunan berakar dari kearifan lokal, sehingga mudah ditiru.

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itulah yang harus dihadapi ibu dari tiga orang putri. Untunglah, setelah bergabung dengan Kelompok Perempuan Maju Bersama (KMPB) yang dipimpin Aminah, bayang-bayang Akta Kelahiran yang eksklusif pun menjadi sirna. Kini, anaknya sudah memiliki Akta Kelahiran dan tidak perlu lagi mendengar rengekan anaknya yang meminta ibunya menyetorkan foto copy Akta Kelahiran ke sekolahnya, karena pihak sekolah meminta dokumen kelahiran sebelum penerbitan ijazah. Hal tersebut dibenarkan Kepala Sekolah SDN Kuripan Utara Kecamatan Kuripan Utara, Kabupaten Lombok Barat, H Fatahillah. Menurut dia, dari total 293 orang siswanya masih terdapat sekitar 50 persen yang belum memiliki Akta Kelahiran, karena alasan keterbatasan biaya pengurusan.

Namun setelah mendapatkan informasi yang j e l a s , p e n g u r u s K P M B d i h a ra p k a n d a p at menularkan pengetahuan dan pengalamannya ke desa lain tentang pengurusan Akta Kelahiran langsung ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. “Supaya orang tua atau wali siswa lainnya juga dapat menguruskan Akta Kelahiran anaknya, sehingga lebih banyak lagi siswa yang memiliki dokumen kependudukan,” katanya. Sementara itu, salah seorang siswa SDN 2 Kuripan Utara, Rohmatullaeli yang juga putri bungsu Muti’ah, tidak minder lagi di kalangan teman sekolahnya. A k t a Ke l a h i ra n s e l a i n s e b a ga i d o k u m e n administrasi, juga menjadi lembaran pengakuan orang tua. Dengan demikian, anak yang memiliki akta kelahiran akan bangga karena mendapat kejelasan status.

Foto

Ste

vent

Feb

rian

dy

Page 20: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Otonomi Khusus seringkali dinilai sebagai sebuah kegagalan, tapi dampaknya pada sekolah-sekolah di Papua jauh lebih

parah dari yang diperkirakan.Special Autonomy is widely regarded as a failure, but its

impact on Papua’s schools has been even worse than expected.

Oleh Bobby Anderson

Meneropong Sistem Pendidikan

di Papua

Pendidikan

17 18 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

I bawah Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tahun 2001, sebagian besar hasil sumberdaya alam Papua dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi. Undang-Undang tersebut

dimaksudkan untuk membahas baik sumber-sumber politik yang tak habis-habisnya di Papua, dan beragam tantangan yang dihadapi rakyat Papua sehari-hari. Misalnya, itu dimaksudkan untuk meningkatkan akses rakyat Papua untuk menjadi pegawai pemerintah dan peluang-peluang ekonomi, sama halnya dengan layanan kesehatan dan pendidikan. Sekitar duabelas tahun lalu dan milyaran rupiah sesudahnya, kebanyakan rakyat Papua masih hidup menderita: mengalami gizi buruk tertinggi, TBC dan HIV tertinggi di Indonesia; menjadi yang termiskin; dan memiliki angka harapan hidup terendah.

Otonomi khusus telah gagal. Namun kegagalan terbesarnya hampir tak ada hubungannya dengan aspek-aspek otonomi khusus yang diterapkan oleh Jakarta. Sebaliknya, kegagalan terletak pada bagian d i m a n a o to n o m i k hu su s d i s e ra h ka n d a r i Pemerintah Provinsi ke Kabupaten: layanan kesehatan dan pendidikan.

Sapi Perah OtonomiBanyak pegawai dan elit yang tidak lagi melihat

otonomi khusus sebagai alat pembangunan. Bagi mereka, ini adalah cara untuk mendapatkan subsidi nasional yang lebih besar, yang bisa mereka ambil atau bagi-bagikan ke sanak saudara. Bagi para elit, tindakan setuju tidak lagi menjadi alat untuk memperbaiki keterwakilan rakyat Papua pada posisi-posisi resmi; melainkan jadi satu cara untuk memerah sistem. ’Mangkir’ dari pekerjaan semakin menjamur. Jumlah pegawai negeri sipil di Papua kini dua kali lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan. Ini merupakan keuntungan nyata bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan, namun tidak ada nilainya bagi mereka yang masih hidup terpencil.

Kegagalan otonomi khusus semakin bertambah dengan tak terkendalinya pembentukan kabupaten, kecamatan, bahkan desa-desa baru yang dikenal sebagai ’pemekaran’. Secara teori, pemekaran bertujuan membuat entitas pemerintah yang lebih kecil menjadi lebih akuntabel. Kenyataannya, ini memudahkan para elit lokal untuk mendapatkan dana sambil mendorong rakyat jelata Papua semakin jau h d a r i l aya n a n ya n g s e b e n a r nya d a p at meningkatkan kualitas hidup mereka. Otonomi khusus telah menciptakan garis pemisah antara para elit Papua yang mendapatkan keuntungan langsung dari itu, dan mayoritas rakyat Papua yang menerima sangat sedikit.

Under Papua’s 2001 Special Autonomy Law, the majority of Papua’s natural resource wealth is returned to the province. The law was meant to address both the sources of political unrest in Papua, and the challenges ordinary Papuans experience on a daily basis. For example, it was meant to increase Papuan access to government jobs and economic opportunities, as well as to health and education services. A dozen years and billions of dollars later, most Papuans still live in misery: they have the highest malnutrition, tuberculosis and HIV rates in Indonesia; they are the poorest; and they have the lowest rate of life expectancy. Special autonomy has failed. But the greatest failure has little to do with the aspects of special autonomy that were implemented by Jakarta. Rather, it is the parts of special autonomy that were handed over to provincial and district officials: health and education services.The autonomy cash cow Many local officials and elites no longer see special autonomy as a means of development. For them, it is a way to access greater national subsidies, which they can take for themselves or spread through their patronage networks. For the elite, affirmative action is no longer a means to redress the under-representation of Papuans in official positions; instead, it is another way of milking the system. ‘No-show’ jobs have proliferated. Papua now has more than double the number of civil servants that it actually requires. This is an obvious benefit for those who get the jobs, but it has little value for those still locked out. The failings of special autonomy are enhanced by the uncontrolled creation of new districts, sub-districts and villages under the process known as ‘pemekaran’ (proliferation).. In theory, pemekaran intends to make smaller government entities more accountable. In reality, it simply allows local elites to access funds while pushing ordinary Papuans further away from the services that could improve their lives. Special autonomy has created a dividing line between Papuan elites who benefit directly from it, and the majority of Papuans, who receive a pittance. In previous articles (Living without a state; The middle of nowhere; Land of ghosts), I have explored particular regions in Papua’s highlands and lowlands. I have tried to bring to light the struggles and concerns of the people who live there – struggles which are divorced from the political discourses that many outsiders mistakenly believe are paramount in the lives of most Papuans. Now I aim to explain how Papuan governments are dealing with their people’s most pressing concerns in the era of special autonomy. In this article, I will discuss how and why

D

Foto

Bob

by A

nder

son

Page 21: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Otonomi Khusus seringkali dinilai sebagai sebuah kegagalan, tapi dampaknya pada sekolah-sekolah di Papua jauh lebih

parah dari yang diperkirakan.Special Autonomy is widely regarded as a failure, but its

impact on Papua’s schools has been even worse than expected.

Oleh Bobby Anderson

Meneropong Sistem Pendidikan

di Papua

Pendidikan

17 18 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

I bawah Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tahun 2001, sebagian besar hasil sumberdaya alam Papua dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi. Undang-Undang tersebut

dimaksudkan untuk membahas baik sumber-sumber politik yang tak habis-habisnya di Papua, dan beragam tantangan yang dihadapi rakyat Papua sehari-hari. Misalnya, itu dimaksudkan untuk meningkatkan akses rakyat Papua untuk menjadi pegawai pemerintah dan peluang-peluang ekonomi, sama halnya dengan layanan kesehatan dan pendidikan. Sekitar duabelas tahun lalu dan milyaran rupiah sesudahnya, kebanyakan rakyat Papua masih hidup menderita: mengalami gizi buruk tertinggi, TBC dan HIV tertinggi di Indonesia; menjadi yang termiskin; dan memiliki angka harapan hidup terendah.

Otonomi khusus telah gagal. Namun kegagalan terbesarnya hampir tak ada hubungannya dengan aspek-aspek otonomi khusus yang diterapkan oleh Jakarta. Sebaliknya, kegagalan terletak pada bagian d i m a n a o to n o m i k hu su s d i s e ra h ka n d a r i Pemerintah Provinsi ke Kabupaten: layanan kesehatan dan pendidikan.

Sapi Perah OtonomiBanyak pegawai dan elit yang tidak lagi melihat

otonomi khusus sebagai alat pembangunan. Bagi mereka, ini adalah cara untuk mendapatkan subsidi nasional yang lebih besar, yang bisa mereka ambil atau bagi-bagikan ke sanak saudara. Bagi para elit, tindakan setuju tidak lagi menjadi alat untuk memperbaiki keterwakilan rakyat Papua pada posisi-posisi resmi; melainkan jadi satu cara untuk memerah sistem. ’Mangkir’ dari pekerjaan semakin menjamur. Jumlah pegawai negeri sipil di Papua kini dua kali lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan. Ini merupakan keuntungan nyata bagi mereka yang mendapatkan pekerjaan, namun tidak ada nilainya bagi mereka yang masih hidup terpencil.

Kegagalan otonomi khusus semakin bertambah dengan tak terkendalinya pembentukan kabupaten, kecamatan, bahkan desa-desa baru yang dikenal sebagai ’pemekaran’. Secara teori, pemekaran bertujuan membuat entitas pemerintah yang lebih kecil menjadi lebih akuntabel. Kenyataannya, ini memudahkan para elit lokal untuk mendapatkan dana sambil mendorong rakyat jelata Papua semakin jau h d a r i l aya n a n ya n g s e b e n a r nya d a p at meningkatkan kualitas hidup mereka. Otonomi khusus telah menciptakan garis pemisah antara para elit Papua yang mendapatkan keuntungan langsung dari itu, dan mayoritas rakyat Papua yang menerima sangat sedikit.

Under Papua’s 2001 Special Autonomy Law, the majority of Papua’s natural resource wealth is returned to the province. The law was meant to address both the sources of political unrest in Papua, and the challenges ordinary Papuans experience on a daily basis. For example, it was meant to increase Papuan access to government jobs and economic opportunities, as well as to health and education services. A dozen years and billions of dollars later, most Papuans still live in misery: they have the highest malnutrition, tuberculosis and HIV rates in Indonesia; they are the poorest; and they have the lowest rate of life expectancy. Special autonomy has failed. But the greatest failure has little to do with the aspects of special autonomy that were implemented by Jakarta. Rather, it is the parts of special autonomy that were handed over to provincial and district officials: health and education services.The autonomy cash cow Many local officials and elites no longer see special autonomy as a means of development. For them, it is a way to access greater national subsidies, which they can take for themselves or spread through their patronage networks. For the elite, affirmative action is no longer a means to redress the under-representation of Papuans in official positions; instead, it is another way of milking the system. ‘No-show’ jobs have proliferated. Papua now has more than double the number of civil servants that it actually requires. This is an obvious benefit for those who get the jobs, but it has little value for those still locked out. The failings of special autonomy are enhanced by the uncontrolled creation of new districts, sub-districts and villages under the process known as ‘pemekaran’ (proliferation).. In theory, pemekaran intends to make smaller government entities more accountable. In reality, it simply allows local elites to access funds while pushing ordinary Papuans further away from the services that could improve their lives. Special autonomy has created a dividing line between Papuan elites who benefit directly from it, and the majority of Papuans, who receive a pittance. In previous articles (Living without a state; The middle of nowhere; Land of ghosts), I have explored particular regions in Papua’s highlands and lowlands. I have tried to bring to light the struggles and concerns of the people who live there – struggles which are divorced from the political discourses that many outsiders mistakenly believe are paramount in the lives of most Papuans. Now I aim to explain how Papuan governments are dealing with their people’s most pressing concerns in the era of special autonomy. In this article, I will discuss how and why

D

Foto

Bob

by A

nder

son

Page 22: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

19 20 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Literasi adalah alat untuk menyebarkan injil, dan para misionaris mengajarkannya dengan serius.

Pa ra p e n g u a s a B e l a n d a d i Pa p u a m e ny a d a r i k e t i d a k m a m p u a n a d m i n i s t r a s i k o l o n i a l u n t u k menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat di pegunungan dan karenanya mereka menugaskan gereja-gereja untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka membayar gaji guru di tempatnya bertugas melalui badan-badan ini. Para misionaris ini meletakkan dasar tradisi pendidikan di beberapa area misi seperti Pyramid dan Ninia, tradisi ini masih berlanjut hingga sekarang. Mereka mendirikan sekolah-sekolah di Wamena dan Sentani, yang sekarang menjadi sekolah terbaik di Papua. Di sekolah-sekolah tersebut, bahasa lain yang digunakan selain bahasa setempat adalah bahasa Belanda sampai tahun 1962. Setelah itu Bahasa Indonesia mulai diajarkan. Untuk memastikan standar antar institusi penyelenggara pendidikan, sebuah badan koordinasi pendidikan bernama Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Injili (YPPGI), didirikan.

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa sistem yang dipimpin gereja ini tidak pernah menjangkau sebagian besar anak-anak dan pemuda di desa-desa daerah pegunungan. Ini adalah rangkaian dari sekolah-sekolah kecil yang berfungsi baik dan tersebar secara luas di daerah-daerah pedesaan, dengan populasi yang berbeda-beda di kebanyakan daerah terpencil yang tidak bisa menjangkau layanan serupa. Kebanyakan warga desa di Papua tidak bersekolah. Banyak anak yang memulai tapi hanya sedikit yang menyelesaikan sekolahnya. Statistik pemerintah dari tahun 2006 menunjukkan bahwa 5 persen dari populasi masyarakat asli provinsi Papua tidak menamatkan pendidikan dasar. Duapuluh lima persen masih buta aksara.

Setelah era Belanda, Indonesia masih melanjutkan pengelolaan ini. Pada tahun 1980an, negara mulai mengambil alih baik sekolah-sekolah tersebut maupun YPPGI. Para guru menjadi pegawai negeri sipil, dan sekolah-sekolah itu mulai mengadopsi kurikulum nasional. Pada waktu itu, pemerintah juga memegang kendali sistem perawatan kesehatan yang dijalankan para misionaris. Saat

provide education to highlanders and so they tasked the churches to do so. They paid teacher salaries on site through these bodies. These missionaries laid the foundations of educational traditions in some mission areas like Pyramid and Ninia, traditions that continue today. They established schools in Wamena and Sentani, which are nowadays some of the best schools in Papua. In these early schools, second-language instruction was in Dutch until 1962. After that Bahasa Indonesia was taught. To ensure standards a c r o s s i n s t i t u t i o n s , a n e d u c a t i o n coordinating body, the Association of Christian Schools (YPPGI), was founded. It is important to note that this church-led system never reached the majority of children and youth in rural and highland areas. These were a series of small, well-functioning schools scattered widely in rural areas, with disparate populations of the most remote areas unable to access such services. Most rural Papuans remained out of school. Many children started, but few finished school. Government statistics from 2006 indicate that 56 per cent of the indigenous Papuan provincial population had less than a primary-level education. Twenty-five per cent were illiterate. After the Dutch departed, the Indonesian authorities kept this arrangement in place at first. In the 1980s, the state began to take over both the schools and the YPPGI. Teachers became government employees, and the schools adopted the national curriculum. At that time, the government also assumed control of the missionary-run health care systems. When the government assumed control of these systems, many in the church felt that they could simply focus on their ‘real’ job of preaching the gospel. However, the government never really took over anything. There was no real process to hand over these institutions. In the best-case scenario, services declined. In the worst case, they stopped. When the churches gave up their social role, their authority also declined. The education system weakened further at the fall of the New Order regime in 1998, and the beginning of decentralisation. Responsibility was shifted from provincial to district officials, who were unprepared for such a shift. No proper handover occurred, except in titles. The system began to fail in the highlands in 2000, when dozens of killings of

Pada artikel sebelumnya (Living without a state; The middle of nowhere; Land of ghosts), saya mengangkat beberapa daerah tertentu di pegunungan dan dataran rendah Papua. Saya mencoba mengangkat perjuangan dan concern dari orang-orang yang hidup di sana - perjuangan yang terpisah dari pembahasan politik yang oleh orang luar secara salah telah mempercayainya sebagai hal penting dalam kehidupan rakyat Papua. Saat ini saya ingin menjelaskan bagaimana pemerintah Papua menghadapi tekanan terberat bagi masyarakatnya di era otonomi khusus. Dalam artikel ini, saya akan membahas bagaimana dan mengapa sistem pendidikan di pegunungan mengalami kehancuran. Saya akan menilik kegagalan-kegagalan serupa dalam bidang kesehatan dalam artikel yang lain.

Kematian Sebuah Sistem Di dataran tinggi Papua, interaksi dari penyalahgunaan

dana otonomi khusus; pemekaran; lemahnya pengelolaan sumberdaya manusia; dan pemahaman setempat tentang apa itu pendidikan, adalah kombinasi yang merusak sistem pendidikan. Hampir tidak ada orang yang menyadari masalah ini. Sebaliknya, banyak pegawai pemerintah terus menyalahkan buruknya sistem pendidikan, buruknya infrastruktur, atau bahkan menyalahkan anak-anak pegunungan. Karena kesalahpahaman inilah, solusi yang ditawarkan menjadi kurang tepat.

Rencana pembangunan pendidikan dasar dan menengah Provinsi Papua 2010/11 (RPDP) mengindikasikan bahwa pendaftaran sekolah untuk anak-anak berumur tujuh dan duabelas tahun di seluruh provinsi adalah 73 persen. Ini berarti, setidaknya ada 100.000 dari 400.000 anak di provinsi ini tidak bersekolah. Pendaftaran untuk sekolah menengah pertama adalah 55 persen dan sekolah menengah atas hanya 37 persen.

Gambaran suram dan lebih nyata tentang kegagalan sistem pendidikan Papua di daerah terpencil dapat dilihat di Yahukimo, sebuah kabupaten pemekaran di daerah pegunungan (diprofilkan dalam artikel saya sebelumnya ‘Living without a state’ and ‘The middle of nowhere’). Data Dinas Pendidikan Kabupaten mengindikasikan hanya 18 persen anak yang tamat Sekolah Dasar di sana. Lebih buruk lagi, tamat Sekolah Dasar tidak menjamin anak bebas dari buta aksara. Sebagian besar lulusan sekolah menengah atas di pegunungan masih buta huruf.

Sejarah singkat pendidikan di Papua Selain kota-kota dan daerah pesisir seperti Sarmi, Biak,

dan Yapen, kegagalan sistem pendidikan Papua adalah sistemik. Ini khususnya terjadi di pegunungan, namun tidak selamanya demikian. Sistem pendidikan di pegunungan Papua memiliki program melek aksara dasar yang didirikan oleh berbagai gereja dan kelompok misionaris sejak era 1950an. Para misionaris mempelajari bahasa suku-suku setempat, mengadaptasinya ke dalam alfabet romawi, dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa tersebut.

the educational system has collapsed in the highlands. I will look at similar failings in healthcare in a later article.

The death of a system In Papua’s highlands, the interplay of m i s u s e d s p e c i a l a u t o n o m y f u n d i n g ; p e m e k a ra n ; fl a w e d h u m a n re s o u rce management; and local understandings of the nature of education, have combined to break the educational system. Almost nobody acknowledges these problems. Instead, a pantomime occurs where many government officials blame the poor education system, lack of infrastructure, or even highland ch i l d re n t h e m s el ves . B eca u s e o f t h i s misunderstanding of the problem, the solutions offered are flawed. Papua’s 2010/11 provincial development plan for basic and secondary education(RPDP) indicates that school enrolment for children aged between seven and 12 throughout the province is 73 per cent. In other words, at least 100,000 out of the 400,000 children in the province are not in school. Junior secondary enrolment is 55 per cent and senior secondary just 37 per cent. A grimmer and more realistic picture of Papua’s failing educational system in remote areas can be found in Yahukimo, a pemekaran district in the highlands (profiled in my earlier articles, ‘Living without a state’ and ‘The middle of nowhere’). District Department of Education figures indicate that only 18 per cent of children complete primary school there. Worse still, completing primary school is no guarantor of literacy. The majority of highland high school graduates are barely literate.A brief history of highland education Outside of towns and coastal areas like Sarmi, Biak, and Yapen, the failure of Papua’s education system is systemic. This is especially so in the highlands, but it was not always this way. The education system in the Papuan highlands has as its foundation literacy programs founded by various churches and missionary groups beginning in the 1950s. These missionaries studied tribal languages, adapted them to the roman alphabet, and translated the Bible into those languages. Literacy was a tool to spread the gospel, and missionaries took teaching it seriously. The Dutch rulers of Papua recognised the inability of their colonial administration to

Menurut dokumen-dokumen resmi Papua, provinsi ini memiliki satu guru untuk 23 anak; ini tidak jauh dari angka rata-rata nasional yakni 18 siswa per guru. Di daerah pegunungan, sayangnya, kebanyakan dari guru-guru ini tidak pernah muncul di tempat kerja.

Page 23: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

19 20 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Literasi adalah alat untuk menyebarkan injil, dan para misionaris mengajarkannya dengan serius.

Pa ra p e n g u a s a B e l a n d a d i Pa p u a m e ny a d a r i k e t i d a k m a m p u a n a d m i n i s t r a s i k o l o n i a l u n t u k menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat di pegunungan dan karenanya mereka menugaskan gereja-gereja untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka membayar gaji guru di tempatnya bertugas melalui badan-badan ini. Para misionaris ini meletakkan dasar tradisi pendidikan di beberapa area misi seperti Pyramid dan Ninia, tradisi ini masih berlanjut hingga sekarang. Mereka mendirikan sekolah-sekolah di Wamena dan Sentani, yang sekarang menjadi sekolah terbaik di Papua. Di sekolah-sekolah tersebut, bahasa lain yang digunakan selain bahasa setempat adalah bahasa Belanda sampai tahun 1962. Setelah itu Bahasa Indonesia mulai diajarkan. Untuk memastikan standar antar institusi penyelenggara pendidikan, sebuah badan koordinasi pendidikan bernama Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Injili (YPPGI), didirikan.

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa sistem yang dipimpin gereja ini tidak pernah menjangkau sebagian besar anak-anak dan pemuda di desa-desa daerah pegunungan. Ini adalah rangkaian dari sekolah-sekolah kecil yang berfungsi baik dan tersebar secara luas di daerah-daerah pedesaan, dengan populasi yang berbeda-beda di kebanyakan daerah terpencil yang tidak bisa menjangkau layanan serupa. Kebanyakan warga desa di Papua tidak bersekolah. Banyak anak yang memulai tapi hanya sedikit yang menyelesaikan sekolahnya. Statistik pemerintah dari tahun 2006 menunjukkan bahwa 5 persen dari populasi masyarakat asli provinsi Papua tidak menamatkan pendidikan dasar. Duapuluh lima persen masih buta aksara.

Setelah era Belanda, Indonesia masih melanjutkan pengelolaan ini. Pada tahun 1980an, negara mulai mengambil alih baik sekolah-sekolah tersebut maupun YPPGI. Para guru menjadi pegawai negeri sipil, dan sekolah-sekolah itu mulai mengadopsi kurikulum nasional. Pada waktu itu, pemerintah juga memegang kendali sistem perawatan kesehatan yang dijalankan para misionaris. Saat

provide education to highlanders and so they tasked the churches to do so. They paid teacher salaries on site through these bodies. These missionaries laid the foundations of educational traditions in some mission areas like Pyramid and Ninia, traditions that continue today. They established schools in Wamena and Sentani, which are nowadays some of the best schools in Papua. In these early schools, second-language instruction was in Dutch until 1962. After that Bahasa Indonesia was taught. To ensure standards a c r o s s i n s t i t u t i o n s , a n e d u c a t i o n coordinating body, the Association of Christian Schools (YPPGI), was founded. It is important to note that this church-led system never reached the majority of children and youth in rural and highland areas. These were a series of small, well-functioning schools scattered widely in rural areas, with disparate populations of the most remote areas unable to access such services. Most rural Papuans remained out of school. Many children started, but few finished school. Government statistics from 2006 indicate that 56 per cent of the indigenous Papuan provincial population had less than a primary-level education. Twenty-five per cent were illiterate. After the Dutch departed, the Indonesian authorities kept this arrangement in place at first. In the 1980s, the state began to take over both the schools and the YPPGI. Teachers became government employees, and the schools adopted the national curriculum. At that time, the government also assumed control of the missionary-run health care systems. When the government assumed control of these systems, many in the church felt that they could simply focus on their ‘real’ job of preaching the gospel. However, the government never really took over anything. There was no real process to hand over these institutions. In the best-case scenario, services declined. In the worst case, they stopped. When the churches gave up their social role, their authority also declined. The education system weakened further at the fall of the New Order regime in 1998, and the beginning of decentralisation. Responsibility was shifted from provincial to district officials, who were unprepared for such a shift. No proper handover occurred, except in titles. The system began to fail in the highlands in 2000, when dozens of killings of

Pada artikel sebelumnya (Living without a state; The middle of nowhere; Land of ghosts), saya mengangkat beberapa daerah tertentu di pegunungan dan dataran rendah Papua. Saya mencoba mengangkat perjuangan dan concern dari orang-orang yang hidup di sana - perjuangan yang terpisah dari pembahasan politik yang oleh orang luar secara salah telah mempercayainya sebagai hal penting dalam kehidupan rakyat Papua. Saat ini saya ingin menjelaskan bagaimana pemerintah Papua menghadapi tekanan terberat bagi masyarakatnya di era otonomi khusus. Dalam artikel ini, saya akan membahas bagaimana dan mengapa sistem pendidikan di pegunungan mengalami kehancuran. Saya akan menilik kegagalan-kegagalan serupa dalam bidang kesehatan dalam artikel yang lain.

Kematian Sebuah Sistem Di dataran tinggi Papua, interaksi dari penyalahgunaan

dana otonomi khusus; pemekaran; lemahnya pengelolaan sumberdaya manusia; dan pemahaman setempat tentang apa itu pendidikan, adalah kombinasi yang merusak sistem pendidikan. Hampir tidak ada orang yang menyadari masalah ini. Sebaliknya, banyak pegawai pemerintah terus menyalahkan buruknya sistem pendidikan, buruknya infrastruktur, atau bahkan menyalahkan anak-anak pegunungan. Karena kesalahpahaman inilah, solusi yang ditawarkan menjadi kurang tepat.

Rencana pembangunan pendidikan dasar dan menengah Provinsi Papua 2010/11 (RPDP) mengindikasikan bahwa pendaftaran sekolah untuk anak-anak berumur tujuh dan duabelas tahun di seluruh provinsi adalah 73 persen. Ini berarti, setidaknya ada 100.000 dari 400.000 anak di provinsi ini tidak bersekolah. Pendaftaran untuk sekolah menengah pertama adalah 55 persen dan sekolah menengah atas hanya 37 persen.

Gambaran suram dan lebih nyata tentang kegagalan sistem pendidikan Papua di daerah terpencil dapat dilihat di Yahukimo, sebuah kabupaten pemekaran di daerah pegunungan (diprofilkan dalam artikel saya sebelumnya ‘Living without a state’ and ‘The middle of nowhere’). Data Dinas Pendidikan Kabupaten mengindikasikan hanya 18 persen anak yang tamat Sekolah Dasar di sana. Lebih buruk lagi, tamat Sekolah Dasar tidak menjamin anak bebas dari buta aksara. Sebagian besar lulusan sekolah menengah atas di pegunungan masih buta huruf.

Sejarah singkat pendidikan di Papua Selain kota-kota dan daerah pesisir seperti Sarmi, Biak,

dan Yapen, kegagalan sistem pendidikan Papua adalah sistemik. Ini khususnya terjadi di pegunungan, namun tidak selamanya demikian. Sistem pendidikan di pegunungan Papua memiliki program melek aksara dasar yang didirikan oleh berbagai gereja dan kelompok misionaris sejak era 1950an. Para misionaris mempelajari bahasa suku-suku setempat, mengadaptasinya ke dalam alfabet romawi, dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa tersebut.

the educational system has collapsed in the highlands. I will look at similar failings in healthcare in a later article.

The death of a system In Papua’s highlands, the interplay of m i s u s e d s p e c i a l a u t o n o m y f u n d i n g ; p e m e k a ra n ; fl a w e d h u m a n re s o u rce management; and local understandings of the nature of education, have combined to break the educational system. Almost nobody acknowledges these problems. Instead, a pantomime occurs where many government officials blame the poor education system, lack of infrastructure, or even highland ch i l d re n t h e m s el ves . B eca u s e o f t h i s misunderstanding of the problem, the solutions offered are flawed. Papua’s 2010/11 provincial development plan for basic and secondary education(RPDP) indicates that school enrolment for children aged between seven and 12 throughout the province is 73 per cent. In other words, at least 100,000 out of the 400,000 children in the province are not in school. Junior secondary enrolment is 55 per cent and senior secondary just 37 per cent. A grimmer and more realistic picture of Papua’s failing educational system in remote areas can be found in Yahukimo, a pemekaran district in the highlands (profiled in my earlier articles, ‘Living without a state’ and ‘The middle of nowhere’). District Department of Education figures indicate that only 18 per cent of children complete primary school there. Worse still, completing primary school is no guarantor of literacy. The majority of highland high school graduates are barely literate.A brief history of highland education Outside of towns and coastal areas like Sarmi, Biak, and Yapen, the failure of Papua’s education system is systemic. This is especially so in the highlands, but it was not always this way. The education system in the Papuan highlands has as its foundation literacy programs founded by various churches and missionary groups beginning in the 1950s. These missionaries studied tribal languages, adapted them to the roman alphabet, and translated the Bible into those languages. Literacy was a tool to spread the gospel, and missionaries took teaching it seriously. The Dutch rulers of Papua recognised the inability of their colonial administration to

Menurut dokumen-dokumen resmi Papua, provinsi ini memiliki satu guru untuk 23 anak; ini tidak jauh dari angka rata-rata nasional yakni 18 siswa per guru. Di daerah pegunungan, sayangnya, kebanyakan dari guru-guru ini tidak pernah muncul di tempat kerja.

Page 24: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

21 22 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Foto

Bob

by A

nder

son

asumsi yang salah. Papua memiliki banyak sekali sekolah. Gedung-gedung Sekolah Dasar bertambah dari 1895 di tahun 2006 menjadi 2179 di tahun 2010; gedung SMA/SMK bertambah dari 159 di tahun 2005 menjadi 272 di tahun 2011. Dengan pengecualian Sinokla (diangkat dalam artikel ‘The middle of nowhere’), setiap daerah terpencil yang saya kunjungi memiliki gedung-gedung sekolah. Kebanyakan adalah gedung baru. Dan terkunci. Kebanyakan dana otonomi khusus yang dialokasikan untuk pendidikan di perdesaan dan daerah terpencil pertama-tama digunakan untuk membayar gaji, dan, berikutnya membangun gedung-gedung baru. Dan lagi para politisi terus berjanji membangun sekolah untuk menyediakan pendidikan.

Dengan mempertimbangkan biaya administratif, Papua secara resmi memiliki guru yang jumlahnya melimpah. Catatan daftar gaji di provinsi menunjukkan saat ini terdapat 15.713 guru sekolah dasar, 6.188 guru-guru sekolah menengah pertama, 3.410 guru-guru sekolah menengah atas, dan 1914 guru-guru sekolah menengah kejuruan. Menurut dokumen-dokumen resmi Papua, provinsi ini memiliki satu guru untuk 23 anak; ini tidak jauh dari angka rata-rata nasional yakni 18 siswa per guru. Di daerah pegunungan, sayangnya, kebanyakan dari guru-guru ini tidak pernah muncul di tempat kerja. Mengatakan ’ketiadaan guru menjadi masalah’, sama saja dengan berpura-pura sistem ini berfungsi, tetapi cacat dalam hal ketidakhadiran. Diluar Papua, ’tidak hadir’ bisa berarti seorang guru mungkin tidak datang di hari Jumat, atau tidak datang sehari dua hari setelah mengajar selama dua minggu. Di papua, seorang guru bisa tidak datang selama satu semester. Hasil penelitian saya, dan dialami oleh teman-teman saya di Papua yang bekerja di berbagai sekolah negeri dan swasta, observasi kami menunjukkan kebanyakan murid akan hadir di kelas saat gurunya juga hadir secara fisik. Sebagai konsekuensi, kelas yang aktif dengan guru-guru yang ada menjadi terlalu penuh, lebih dari 50 murid per kelas.

Kita secara otomatis menyalahkan ketidakhadiran guru karena kurangnya dukungan dan fasilitas yang ada untuk menggaji para guru. Ini sebagian benar, namun alasannya bermacam-macam dan berbeda di setiap daerah. Walaupun demikian, beberapa generalisasi bisa dibuat.

Pertama, guru-guru tidak secara otomatis ditugaskan di daerah tempatnya tinggal atau berasal. Warga setempat di tempatnya bertugas biasanya memandang rendah para guru karena berasal dari suku atau kerabat yang berbeda. Ini bisa membuat penempatan menjadi tidak nyaman.

Kedua, ketidakhadiran guru tidak berdampak pada sanksi. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 30, menyebutkan bahwa guru-guru yang mangkir dari pekerjaannya hingga setidaknya satu bulan dapat diberhentikan. Namun peraturan ini tidak berjalan di t ingkat kabupaten yang serempak tidak bersedia menegakkan aturan.

Ketiga, para guru tidak menerima gaji di tempatnya bertugas, juga tidak disediakan biaya transportasi dari dan ke tempatnya bertugas. Mereka mungkin dibayar di ibukota kabupaten yang jaraknya satu jam penerbangan atau lima

With regard to administrative costs, Papua also officially has an abundance of teachers. Provincial records indicate that there are now 15,713 primary school teachers, 6188 junior high school teachers, 3410 senior high school teachers, and 1914 technical high school teachers on the payroll. According to official Papuan documents, the province has one teacher for every 23 students; this is not far from the national average of 18 students per teacher. In the highlands, however, most of these teachers do not show up for work. To say that ‘teacher absenteeism is a problem’ is to pretend that the system functions, albeit with an ‘absenteeism’ handicap. Outside of Papua, ‘absenteeism’ means a teacher might skip a Friday, or not turn up for a day or two within a fortnight’s teaching. In Papua, a teacher might skip a semester. In my research, and in the experience of my colleagues in Papua who work in a variety of state and non-state schools, our observations reveal that most students will attend class when the teacher is physically present. As a consequence, classes with actual teachers are overcrowded, with more than 50 students per class. We a u t o m a t i ca l l y b l a m e t e a ch e r absenteeism on the lack of support and facilities available to hired teachers. This is partly true, but the reasons are manifold and vary by area. Even so, some generalisations can be made. Firstly, teachers are not automatically assigned to their areas of origin or residence. Local people in their duty stations often look down upon teachers because they have different tribal or clan a ffi l i a t i o n s . T h i s c a n m a k e f o r a n uncomfortable posting. Secondly, teacher absenteeism does not result in sanctions. Indonesia’s national law on teachers and lecturers, Law No. 14 of 2005, article 30, states that teachers absent from their jobs for at least a month can be dismissed. But enforcement of this provision falls to district officials, who are uniformly unwilling to enforce it. Third, teachers are not paid on site, nor are they provided with transportation costs reflective of the cost of transport in their assigned areas. They may be paid in a district capital that is an hour’s flight or five day’s walk from their posting. Fourth, their salaries are inadequate. This is often because a portion is siphoned off by the administration before they are paid (this varies by areas: in some areas, this does not occur, whilst in others, the majority of teachers’ wages are

pemerintah mulai memegang kendali dari sistem-sistem ini, banyak gereja yang merasa mereka dapat lebih mudah memfokuskan diri pada pekerjaan ’asli’ mereka yakni menyebarkan injil. Namun, pemerintah tidak benar-benar mengambil alih apapun. Tidak ada proses serah terima yang nyata dari institusi-institusi ini. Dalam skenario terbaik, layanan ini menurun. Pada kasus terburuk, layanan ini terhenti. Saat gereja-gereja menyerahkan peran sosial mereka, wewenang mereka pun berkurang.

Sistem pendidikan makin melemah saat jatuhnya rezim Orde Baru di tahun 1998, dan dimulainya pada awal mulanya desentralisasi. Tanggung jawab dialihkan dari provinsi ke kantor kabupaten, yang belum siap dengan peralihan tersebut. Tidak ada serah terima yang baik, kecuali jabatan. Sistem ini mulai gagal di pegunungan pada tahun 2000, saat banyak pembunuhan migran terjadi di daerah tersebut yang kemudian mengarah pada perginya pegawai negeri sipil dari daerah tersebut-pegawai kesehatan dan pegawai sekolah termasuk di antaranya. Pesatnya Papuanisasi dari sistem di bawah aksi afirmatif tidak didasarkan pada kepercayaan, orang yang tidak memenuhi syarat mendapatkan pekerjaan hanya karena hubungan darah bukan karena keterampilan yang mereka miliki. Ini sudah cukup buruk di kabupaten-kabupaten yang ada. Di kabupaten-kabupaten baru hasil pemekaran, layanan-layanan ini hancur.

Sekolah bukan masalahnya: tapi guruSaat orang bicara soal masalah-masalah pendidikan di

Papua, mereka otomatis berasumsi bahwa masalahnya adalah infrastruktur: pasti tidak ada sekolah. Ini adalah

migrants in the region led to the flight of most migrant civil servants from the area – medical and school staff among them. The rapid ‘ Pa p u a n i s a t i o n’ o f t h e s y st e m u n d e r a ffi r m a t i ve a ct i o n wa s n o t b a s ed o n credentials; unqualified persons were slotted into jobs on the basis of their clan affiliations rather than their skills. This was bad enough in existing districts. In new districts created under pemekaran, services collapsed.

Schools aren’t the problem: teachers are When people speak about problems of education in Papua, they automatically assume that the problem is infrastructure: there must be no schools. This is a false assumption. Papua has an overabundance of schools. Primary school (SD) buildings have increased from 1895 in 2006 to 2179 in 2010; high school/vocational school (SMA/SMK) buildings increased from 159 in 2005 to 272 in 2011. With the exception of Sinokla (profiled in ‘The middle of nowhere’), every remote area I have visited has school buildings. Mostly they are brand new. And locked. Most special autonomy funds spent on education in rural and remote areas go firstly on salaries, and, then secondly on these new buildings. And yet politicians continue to promise to build schools in order to provide education.

Page 25: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

21 22 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Foto

Bob

by A

nder

son

asumsi yang salah. Papua memiliki banyak sekali sekolah. Gedung-gedung Sekolah Dasar bertambah dari 1895 di tahun 2006 menjadi 2179 di tahun 2010; gedung SMA/SMK bertambah dari 159 di tahun 2005 menjadi 272 di tahun 2011. Dengan pengecualian Sinokla (diangkat dalam artikel ‘The middle of nowhere’), setiap daerah terpencil yang saya kunjungi memiliki gedung-gedung sekolah. Kebanyakan adalah gedung baru. Dan terkunci. Kebanyakan dana otonomi khusus yang dialokasikan untuk pendidikan di perdesaan dan daerah terpencil pertama-tama digunakan untuk membayar gaji, dan, berikutnya membangun gedung-gedung baru. Dan lagi para politisi terus berjanji membangun sekolah untuk menyediakan pendidikan.

Dengan mempertimbangkan biaya administratif, Papua secara resmi memiliki guru yang jumlahnya melimpah. Catatan daftar gaji di provinsi menunjukkan saat ini terdapat 15.713 guru sekolah dasar, 6.188 guru-guru sekolah menengah pertama, 3.410 guru-guru sekolah menengah atas, dan 1914 guru-guru sekolah menengah kejuruan. Menurut dokumen-dokumen resmi Papua, provinsi ini memiliki satu guru untuk 23 anak; ini tidak jauh dari angka rata-rata nasional yakni 18 siswa per guru. Di daerah pegunungan, sayangnya, kebanyakan dari guru-guru ini tidak pernah muncul di tempat kerja. Mengatakan ’ketiadaan guru menjadi masalah’, sama saja dengan berpura-pura sistem ini berfungsi, tetapi cacat dalam hal ketidakhadiran. Diluar Papua, ’tidak hadir’ bisa berarti seorang guru mungkin tidak datang di hari Jumat, atau tidak datang sehari dua hari setelah mengajar selama dua minggu. Di papua, seorang guru bisa tidak datang selama satu semester. Hasil penelitian saya, dan dialami oleh teman-teman saya di Papua yang bekerja di berbagai sekolah negeri dan swasta, observasi kami menunjukkan kebanyakan murid akan hadir di kelas saat gurunya juga hadir secara fisik. Sebagai konsekuensi, kelas yang aktif dengan guru-guru yang ada menjadi terlalu penuh, lebih dari 50 murid per kelas.

Kita secara otomatis menyalahkan ketidakhadiran guru karena kurangnya dukungan dan fasilitas yang ada untuk menggaji para guru. Ini sebagian benar, namun alasannya bermacam-macam dan berbeda di setiap daerah. Walaupun demikian, beberapa generalisasi bisa dibuat.

Pertama, guru-guru tidak secara otomatis ditugaskan di daerah tempatnya tinggal atau berasal. Warga setempat di tempatnya bertugas biasanya memandang rendah para guru karena berasal dari suku atau kerabat yang berbeda. Ini bisa membuat penempatan menjadi tidak nyaman.

Kedua, ketidakhadiran guru tidak berdampak pada sanksi. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 30, menyebutkan bahwa guru-guru yang mangkir dari pekerjaannya hingga setidaknya satu bulan dapat diberhentikan. Namun peraturan ini tidak berjalan di t ingkat kabupaten yang serempak tidak bersedia menegakkan aturan.

Ketiga, para guru tidak menerima gaji di tempatnya bertugas, juga tidak disediakan biaya transportasi dari dan ke tempatnya bertugas. Mereka mungkin dibayar di ibukota kabupaten yang jaraknya satu jam penerbangan atau lima

With regard to administrative costs, Papua also officially has an abundance of teachers. Provincial records indicate that there are now 15,713 primary school teachers, 6188 junior high school teachers, 3410 senior high school teachers, and 1914 technical high school teachers on the payroll. According to official Papuan documents, the province has one teacher for every 23 students; this is not far from the national average of 18 students per teacher. In the highlands, however, most of these teachers do not show up for work. To say that ‘teacher absenteeism is a problem’ is to pretend that the system functions, albeit with an ‘absenteeism’ handicap. Outside of Papua, ‘absenteeism’ means a teacher might skip a Friday, or not turn up for a day or two within a fortnight’s teaching. In Papua, a teacher might skip a semester. In my research, and in the experience of my colleagues in Papua who work in a variety of state and non-state schools, our observations reveal that most students will attend class when the teacher is physically present. As a consequence, classes with actual teachers are overcrowded, with more than 50 students per class. We a u t o m a t i ca l l y b l a m e t e a ch e r absenteeism on the lack of support and facilities available to hired teachers. This is partly true, but the reasons are manifold and vary by area. Even so, some generalisations can be made. Firstly, teachers are not automatically assigned to their areas of origin or residence. Local people in their duty stations often look down upon teachers because they have different tribal or clan a ffi l i a t i o n s . T h i s c a n m a k e f o r a n uncomfortable posting. Secondly, teacher absenteeism does not result in sanctions. Indonesia’s national law on teachers and lecturers, Law No. 14 of 2005, article 30, states that teachers absent from their jobs for at least a month can be dismissed. But enforcement of this provision falls to district officials, who are uniformly unwilling to enforce it. Third, teachers are not paid on site, nor are they provided with transportation costs reflective of the cost of transport in their assigned areas. They may be paid in a district capital that is an hour’s flight or five day’s walk from their posting. Fourth, their salaries are inadequate. This is often because a portion is siphoned off by the administration before they are paid (this varies by areas: in some areas, this does not occur, whilst in others, the majority of teachers’ wages are

pemerintah mulai memegang kendali dari sistem-sistem ini, banyak gereja yang merasa mereka dapat lebih mudah memfokuskan diri pada pekerjaan ’asli’ mereka yakni menyebarkan injil. Namun, pemerintah tidak benar-benar mengambil alih apapun. Tidak ada proses serah terima yang nyata dari institusi-institusi ini. Dalam skenario terbaik, layanan ini menurun. Pada kasus terburuk, layanan ini terhenti. Saat gereja-gereja menyerahkan peran sosial mereka, wewenang mereka pun berkurang.

Sistem pendidikan makin melemah saat jatuhnya rezim Orde Baru di tahun 1998, dan dimulainya pada awal mulanya desentralisasi. Tanggung jawab dialihkan dari provinsi ke kantor kabupaten, yang belum siap dengan peralihan tersebut. Tidak ada serah terima yang baik, kecuali jabatan. Sistem ini mulai gagal di pegunungan pada tahun 2000, saat banyak pembunuhan migran terjadi di daerah tersebut yang kemudian mengarah pada perginya pegawai negeri sipil dari daerah tersebut-pegawai kesehatan dan pegawai sekolah termasuk di antaranya. Pesatnya Papuanisasi dari sistem di bawah aksi afirmatif tidak didasarkan pada kepercayaan, orang yang tidak memenuhi syarat mendapatkan pekerjaan hanya karena hubungan darah bukan karena keterampilan yang mereka miliki. Ini sudah cukup buruk di kabupaten-kabupaten yang ada. Di kabupaten-kabupaten baru hasil pemekaran, layanan-layanan ini hancur.

Sekolah bukan masalahnya: tapi guruSaat orang bicara soal masalah-masalah pendidikan di

Papua, mereka otomatis berasumsi bahwa masalahnya adalah infrastruktur: pasti tidak ada sekolah. Ini adalah

migrants in the region led to the flight of most migrant civil servants from the area – medical and school staff among them. The rapid ‘ Pa p u a n i s a t i o n’ o f t h e s y st e m u n d e r a ffi r m a t i ve a ct i o n wa s n o t b a s ed o n credentials; unqualified persons were slotted into jobs on the basis of their clan affiliations rather than their skills. This was bad enough in existing districts. In new districts created under pemekaran, services collapsed.

Schools aren’t the problem: teachers are When people speak about problems of education in Papua, they automatically assume that the problem is infrastructure: there must be no schools. This is a false assumption. Papua has an overabundance of schools. Primary school (SD) buildings have increased from 1895 in 2006 to 2179 in 2010; high school/vocational school (SMA/SMK) buildings increased from 159 in 2005 to 272 in 2011. With the exception of Sinokla (profiled in ‘The middle of nowhere’), every remote area I have visited has school buildings. Mostly they are brand new. And locked. Most special autonomy funds spent on education in rural and remote areas go firstly on salaries, and, then secondly on these new buildings. And yet politicians continue to promise to build schools in order to provide education.

Page 26: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Mendekatkan data, memperkenalkan koordinasi dan belajar untuk pembangunanby Stevent Febriandy

Why are the poor getting poorer? By Abdurrahman Syebubakar

Over the last couple of years Indonesia has made significant progress in reducing poverty, with the percentage of people living below the national poverty line falling from 19.14 percent of the total population in 2000 to 13.33 percent in 2010 and further to 11.66 percent in 2012. But where do we stand now? The poverty story line changed in 2013. According to the Central Statistics Agency (BPS), the number of poor people as of September 2013 was 28.55 million (11.47 percent), up by 0.48 million from 28.07 million (11.37 percent) in March 2013.

http://batukarinfo.com/komunitas/articles/why-are-poor-getting-poorer

Pada triwulan IV 2013, ekonomi Sulsel tumbuh 7,90% (yoy), di bawah triwulan III 2013 (8,26%; yoy), sehingga untuk keseluruhan tahun 2013 mencapai 7,65% (yoy). Dengan angka pertumbuhan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional tahun 2013 (5,78%; yoy). Dari sisi permintaan, imbas kondisi perekonomian global yang belum pulih memicu pelemahan pertumbuhan ekspor. Sementara itu, perlambatan dari sisi sektoral didorong oleh turunnya produksi dan tingkat kunjungan wisatawan.

Kesetaraan Gender Tidak Hanya Akses Semata. “Upaya untuk mencapai kesetaraan gender melalui akses pendidikan merupakan langkah awal yang baik. Namun demikian, memiliki akses yang setara belum menjamin tercapainya kesetaraan itu sendiri.

Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan di IndonesiaACDP INDONESIA -The Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) POLICY BRIEF September 2013

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan, Triwulan IV-2013

http://batukarinfo.com/referensi/kajian-ekonomi-regional-provinsi-sulawesi-selatan-triwulan-iv-2013

Penawaran Pembuatan Film Testimoni Kegiatan Local Initiative to Strengthening and Empower Women (LISTEN) - OXFAM Inisiatif Lokal untuk Penguatan dan Pemberdayaan Perempuan (LISTEN) adalah program uji coba yang dilakukan Oxfam di wilayah NTT untuk memperkuat kepercayaan diri perempuan dalam mempengaruhi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di ruang public yang umumnya didominasi oleh kelompok elit dan bias jender.

http://batukarinfo.com/news/penawaran-pembuatan-film-testimoni-kegiatan-local-initiative-strengthening-and-empower-women-li

Kesempatan Fotografi: AIPHSS Photo Bank DevelopmentProgram AIPHSS sedang mencari profesional untuk melakukan tugas photography denganlokasi pengambilan foto adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur.

http://batukarinfo.com/news/kesempatan-fotografi-aiphss-photo-bank-development

The number of people living on the brink of absolute poverty is estimated at 70 million. They could easily plunge into absolute poverty even at the slightest decline in their economic condition.

Referensi TerbaruTahun 2013 berlalu begitu cepat. Begitu pula dengan dukungan pelaksanaan proyek Knowledge Management (KM) BaKTI untuk AIPD yang berjalan begitu cepat juga. Banyak yang sudah dicapai, namun tantangan yang dihadapi juga masih ada dan perlu solusi yang cepat. Dari target output yang diinginkan adalah mencapai 50% dari target pencapaian output namun sampai akhir tahun 2013, dari hasil baseline baru 30% angka yang mewakili keberhasilan pencapaian program. Berdasarkan pendekatan program yang digambarkan dalam logical framework KM BaKTI, pencapaian itu masih dianggap wajar mengingat tahun 2013 pelaksanaan program tertunda dan menjadi tahun penetapan landasan untuk mengetahui keperluan dan kebutuhan masing-masing daerah yang tentunya memiliki tantangan yang berbeda pula.

http://batukarinfo.com/komunitas/articles/mendekatkan-data-memperkenalkan-koordinasi-dan-belajar-untuk-pembangunan

http://batukarinfo.com/referensi/kesetaraan-gender-dalam-pendidikan-di-indonesia

BatukarInfo Update

Artikel

Peluang

23 24 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Penulis bekerja dalam beberapa proyek kesehatan, pendidikan, dan tata pemerintahan di kawasan timur Indonesia, dan sering melakukan perjalanan ke Papua. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

hari berjalan kaki dari tempatnya bertugas. Keempat, gaji mereka tidak cukup. Ini biasanya karena

satu bagian di tersedot oleh administrasi sebelum mereka dibayar (ini bervariasi di setiap daerah: di beberapa daerah, ini tidak terjadi, sementara di daerah lain, sebagian besar gaji guru tidak ditemukan).

Kelima adalah tidak ada struktur pendukung tambahan: seorang guru yang ingin mengajar bisa menjadi satu-satunya orang di sekolah, tanpa tanpa petugas administrasi, guru-guru lain, atau materi pendukung. Para guru yang ditugaskan di daerah terpencil biasanya tidak mau mengajak anggota keluarganya karena biasanya di tempatnya bertugas tidak ada layanan kesehatan (meskipun seringkali ada lingkaran setan di sini: mungkin layanan kesehatan tidak berfungsi karena petugas kesehatan tidak mau pindah karena di tempat tugasnya nanti tidak ada sekolah).

Terakhir adalah perumahan yang tidak layak. Rumah-rumah guru yang baru dibangun biasanya rusak hanya dalam setahun atau dua tahun (menariknya, rumah-rumah tua para misionaris yang dibangun pada tahun 1950 masih berdiri).

Litani dari beragam masalah ini merupakan tantangan nyata. Dan lagi, mereka tidak bisa menjelaskan semua masalah dalam sistem pendidikan. Banyak guru yang direkrut adalah warga setempat, dan karenanya akomodasi, transportasi, kekerabatan, dan hidup terpisah dari keluarga bukanlah masalah. Namun banyak dari para guru ini juga tidak mengajar. Lebih lanjut, pemerintah kabupaten memiliki kuasa dan dana, untuk mengubah sistem ini. Jika mereka mau, mereka bisa mempekerjakan guru-guru setempat, dan mereka memiliki sarana untuk membayar di tempat dan memberhentikan para guru yang mangkir. Tapi mereka tidak melakukan apa-apa.

Setelah bergelut dengan isu ini berbulan-bulan, akhirnya saya menyadari bahwa penjelasannya sederhana saja: orang-orang yang diberi posisi ini sebenarnya tidak berharap akan mengajar. Seperti yang saya ceritakan dalam ’Land of ghosts’, pemerintah setempat, khususnya di daerah-daerah pemekaran, memberi pekerjaan guru sebagai hadiah bagi para pendukungnya dan anggota keluarganya. Ini adalah pekerjaan-mangkir, dan semua orang tau itu. Alasan dari mengapa kesulitan-kesulitan di tempat penugasan tidak pernah dibahas adalah bukan karena orang-orang tidak menyadari masalah ini. Persoalan ini tidak dibahas agar semakin banyak alasan yang bisa dipakai untuk tidak bekerja. Di banyak tempat, para guru dan pengurus sekolah telah mengambil gaji selama bertahun-tahun atau bahkan satu dekade- tanpa muncul di tempat kerja. Di daerah pegunungan, kebanyakan pegawai negeri sipil yang hilang dari tempatnya bertugas dapat ditemui hidup nyaman di Wamena atau di ibukota-ibukota kabupaten lainnya. Beberapa guru bahkan membuka tempat penitipan anak swasta di sana.

mislaid). A fifth problem is that there are simply no additional support structures in place: a teacher who wants to teach may find himself or h e r s e l f a l o n e i n a s c h o o l , w i t h n o administrators, other teachers or materials. Teachers assigned to remote areas often do not want to relocate their families because there is usually no healthcare in such locations (though there’s often a vicious cycle here: there might not be a functioning healthcare centre because the healthcare workers do not want to relocate because there is no functioning school). A final problem is inadequate housing. Newly constructed houses for teachers generally disintegrate within a year or two (interestingly, the old missionary homes built in the 1950s still stand). This litany of problems presents real obstacles. And yet, they cannot explain all of the problems in the education system. Many teachers are local hires, and for them accommodation, transportation, clan ties and separation from families are not issues. Yet many of these teachers are also not teaching. Further, district officials have the power, and the funding, to change this system. If they wanted to, they could hire local teachers, and they have the means at their disposal to pay on site and to fire teachers for absenteeism. They do not. After wrestling with this issue for months, eventually I realised that the explanation was simple: the people who were given these positions are not actually expected to teach. As I described in ‘Land of ghosts’, local officials, especially in pemekaran areas, award teaching jobs to supporters and clan members. These are no-show jobs, and everybody knows it. The reason why difficulties in duty stations are not addressed is not that people are unaware of the problems. They are not addressed in order to provide people with plenty of excuses not to work. In many places, teachers and school administrators have drawn salaries for years - sometimes for a decade - without showing up for work. In the highlands, the majority of these civil servants who are missing from their remote postings can be found living comfortably in Wamena or the district capitals. Some of the teachers run private childcare centres there.

Page 27: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Mendekatkan data, memperkenalkan koordinasi dan belajar untuk pembangunanby Stevent Febriandy

Why are the poor getting poorer? By Abdurrahman Syebubakar

Over the last couple of years Indonesia has made significant progress in reducing poverty, with the percentage of people living below the national poverty line falling from 19.14 percent of the total population in 2000 to 13.33 percent in 2010 and further to 11.66 percent in 2012. But where do we stand now? The poverty story line changed in 2013. According to the Central Statistics Agency (BPS), the number of poor people as of September 2013 was 28.55 million (11.47 percent), up by 0.48 million from 28.07 million (11.37 percent) in March 2013.

http://batukarinfo.com/komunitas/articles/why-are-poor-getting-poorer

Pada triwulan IV 2013, ekonomi Sulsel tumbuh 7,90% (yoy), di bawah triwulan III 2013 (8,26%; yoy), sehingga untuk keseluruhan tahun 2013 mencapai 7,65% (yoy). Dengan angka pertumbuhan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional tahun 2013 (5,78%; yoy). Dari sisi permintaan, imbas kondisi perekonomian global yang belum pulih memicu pelemahan pertumbuhan ekspor. Sementara itu, perlambatan dari sisi sektoral didorong oleh turunnya produksi dan tingkat kunjungan wisatawan.

Kesetaraan Gender Tidak Hanya Akses Semata. “Upaya untuk mencapai kesetaraan gender melalui akses pendidikan merupakan langkah awal yang baik. Namun demikian, memiliki akses yang setara belum menjamin tercapainya kesetaraan itu sendiri.

Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan di IndonesiaACDP INDONESIA -The Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) POLICY BRIEF September 2013

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan, Triwulan IV-2013

http://batukarinfo.com/referensi/kajian-ekonomi-regional-provinsi-sulawesi-selatan-triwulan-iv-2013

Penawaran Pembuatan Film Testimoni Kegiatan Local Initiative to Strengthening and Empower Women (LISTEN) - OXFAM Inisiatif Lokal untuk Penguatan dan Pemberdayaan Perempuan (LISTEN) adalah program uji coba yang dilakukan Oxfam di wilayah NTT untuk memperkuat kepercayaan diri perempuan dalam mempengaruhi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di ruang public yang umumnya didominasi oleh kelompok elit dan bias jender.

http://batukarinfo.com/news/penawaran-pembuatan-film-testimoni-kegiatan-local-initiative-strengthening-and-empower-women-li

Kesempatan Fotografi: AIPHSS Photo Bank DevelopmentProgram AIPHSS sedang mencari profesional untuk melakukan tugas photography denganlokasi pengambilan foto adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur.

http://batukarinfo.com/news/kesempatan-fotografi-aiphss-photo-bank-development

The number of people living on the brink of absolute poverty is estimated at 70 million. They could easily plunge into absolute poverty even at the slightest decline in their economic condition.

Referensi TerbaruTahun 2013 berlalu begitu cepat. Begitu pula dengan dukungan pelaksanaan proyek Knowledge Management (KM) BaKTI untuk AIPD yang berjalan begitu cepat juga. Banyak yang sudah dicapai, namun tantangan yang dihadapi juga masih ada dan perlu solusi yang cepat. Dari target output yang diinginkan adalah mencapai 50% dari target pencapaian output namun sampai akhir tahun 2013, dari hasil baseline baru 30% angka yang mewakili keberhasilan pencapaian program. Berdasarkan pendekatan program yang digambarkan dalam logical framework KM BaKTI, pencapaian itu masih dianggap wajar mengingat tahun 2013 pelaksanaan program tertunda dan menjadi tahun penetapan landasan untuk mengetahui keperluan dan kebutuhan masing-masing daerah yang tentunya memiliki tantangan yang berbeda pula.

http://batukarinfo.com/komunitas/articles/mendekatkan-data-memperkenalkan-koordinasi-dan-belajar-untuk-pembangunan

http://batukarinfo.com/referensi/kesetaraan-gender-dalam-pendidikan-di-indonesia

BatukarInfo Update

Artikel

Peluang

23 24 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Penulis bekerja dalam beberapa proyek kesehatan, pendidikan, dan tata pemerintahan di kawasan timur Indonesia, dan sering melakukan perjalanan ke Papua. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

hari berjalan kaki dari tempatnya bertugas. Keempat, gaji mereka tidak cukup. Ini biasanya karena

satu bagian di tersedot oleh administrasi sebelum mereka dibayar (ini bervariasi di setiap daerah: di beberapa daerah, ini tidak terjadi, sementara di daerah lain, sebagian besar gaji guru tidak ditemukan).

Kelima adalah tidak ada struktur pendukung tambahan: seorang guru yang ingin mengajar bisa menjadi satu-satunya orang di sekolah, tanpa tanpa petugas administrasi, guru-guru lain, atau materi pendukung. Para guru yang ditugaskan di daerah terpencil biasanya tidak mau mengajak anggota keluarganya karena biasanya di tempatnya bertugas tidak ada layanan kesehatan (meskipun seringkali ada lingkaran setan di sini: mungkin layanan kesehatan tidak berfungsi karena petugas kesehatan tidak mau pindah karena di tempat tugasnya nanti tidak ada sekolah).

Terakhir adalah perumahan yang tidak layak. Rumah-rumah guru yang baru dibangun biasanya rusak hanya dalam setahun atau dua tahun (menariknya, rumah-rumah tua para misionaris yang dibangun pada tahun 1950 masih berdiri).

Litani dari beragam masalah ini merupakan tantangan nyata. Dan lagi, mereka tidak bisa menjelaskan semua masalah dalam sistem pendidikan. Banyak guru yang direkrut adalah warga setempat, dan karenanya akomodasi, transportasi, kekerabatan, dan hidup terpisah dari keluarga bukanlah masalah. Namun banyak dari para guru ini juga tidak mengajar. Lebih lanjut, pemerintah kabupaten memiliki kuasa dan dana, untuk mengubah sistem ini. Jika mereka mau, mereka bisa mempekerjakan guru-guru setempat, dan mereka memiliki sarana untuk membayar di tempat dan memberhentikan para guru yang mangkir. Tapi mereka tidak melakukan apa-apa.

Setelah bergelut dengan isu ini berbulan-bulan, akhirnya saya menyadari bahwa penjelasannya sederhana saja: orang-orang yang diberi posisi ini sebenarnya tidak berharap akan mengajar. Seperti yang saya ceritakan dalam ’Land of ghosts’, pemerintah setempat, khususnya di daerah-daerah pemekaran, memberi pekerjaan guru sebagai hadiah bagi para pendukungnya dan anggota keluarganya. Ini adalah pekerjaan-mangkir, dan semua orang tau itu. Alasan dari mengapa kesulitan-kesulitan di tempat penugasan tidak pernah dibahas adalah bukan karena orang-orang tidak menyadari masalah ini. Persoalan ini tidak dibahas agar semakin banyak alasan yang bisa dipakai untuk tidak bekerja. Di banyak tempat, para guru dan pengurus sekolah telah mengambil gaji selama bertahun-tahun atau bahkan satu dekade- tanpa muncul di tempat kerja. Di daerah pegunungan, kebanyakan pegawai negeri sipil yang hilang dari tempatnya bertugas dapat ditemui hidup nyaman di Wamena atau di ibukota-ibukota kabupaten lainnya. Beberapa guru bahkan membuka tempat penitipan anak swasta di sana.

mislaid). A fifth problem is that there are simply no additional support structures in place: a teacher who wants to teach may find himself or h e r s e l f a l o n e i n a s c h o o l , w i t h n o administrators, other teachers or materials. Teachers assigned to remote areas often do not want to relocate their families because there is usually no healthcare in such locations (though there’s often a vicious cycle here: there might not be a functioning healthcare centre because the healthcare workers do not want to relocate because there is no functioning school). A final problem is inadequate housing. Newly constructed houses for teachers generally disintegrate within a year or two (interestingly, the old missionary homes built in the 1950s still stand). This litany of problems presents real obstacles. And yet, they cannot explain all of the problems in the education system. Many teachers are local hires, and for them accommodation, transportation, clan ties and separation from families are not issues. Yet many of these teachers are also not teaching. Further, district officials have the power, and the funding, to change this system. If they wanted to, they could hire local teachers, and they have the means at their disposal to pay on site and to fire teachers for absenteeism. They do not. After wrestling with this issue for months, eventually I realised that the explanation was simple: the people who were given these positions are not actually expected to teach. As I described in ‘Land of ghosts’, local officials, especially in pemekaran areas, award teaching jobs to supporters and clan members. These are no-show jobs, and everybody knows it. The reason why difficulties in duty stations are not addressed is not that people are unaware of the problems. They are not addressed in order to provide people with plenty of excuses not to work. In many places, teachers and school administrators have drawn salaries for years - sometimes for a decade - without showing up for work. In the highlands, the majority of these civil servants who are missing from their remote postings can be found living comfortably in Wamena or the district capitals. Some of the teachers run private childcare centres there.

Page 28: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

25 26 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Konsepsi HAM ini sejalan dengan hukum HAM Internasional, yang secara khusus mengadopsi instrumen hak asasi perempuan yang komprehensif, yaitu Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women, selanjutnya disebut Konvensi CEDAW, yang diratifikasi oleh Negara Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Konvensi ini mendasarkan pada tiga prinsip atau asas yaitu: (a) Persamaan substantive; (b) Non Diskriminasi; dan (c) Kewajiban Negara. Prinsip p e rs a m a a n s u b s t a nt i ve m e n ga k u i a d a nya perbedaan situasi hidup perempuan dan laki-laki, dimana perempuan dapat atau lebih rentan mengalami diskriminasi yang sering dijustifikasi melalui perbedaan ketubuhannya dibanding laki-laki, dengan menggunakan tolak ukur kepentingan laki-laki. Diskriminasi dapat dialami langsung atau merupakan kelanjutan dari berbagai tindakan d i s k r i m i n a t i f d i w a k t u l a l u . U n t u k m e n a n g g u l a n g i nya , p e rsa m a a n su b st a nt i f menggunakan pendekatan korektif melalui tindakan khusus sementara (temporary special measures) dan perlindungan maternitas.

Alasan Yuridis

Instrumen hukum Indonesia yang melandasi perwujudan persamaan dan keadilan untuk perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain:1 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 19452 UU No. 68 Tahun 1958 tentang Pengesahan

Konvensi mengenai Hak-Hak Politik Perempuan (Convention of Women’s Political Rights)

3 UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention o n t h e E l i m i n a t i o n o f a l l F o r m s o f Discrimination Against Women)

4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5 UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Convenant on Economic, social and Cultural Rights)

6 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights)

Hingga saat ini belum ada sebuah undang-undang yang mengatur secara komprehensif tentang perlindungan hak-hak perempuan dari bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan,

dan pelanggaran hak asasi; dan pelaksanaan penikmatan hak asasi perempuan termasuk akses, kesempatan, proses, kontrol dan penikmatan manfaat, guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis , mengakui, menghargai , memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan tanpa diskriminasi.

Alasan Sosiologis

Dalam kenyataan kehidupan masyarakat I n d o n es i a , b e r b aga i st u d i m e nu n j u k ka n , persamaan dan keadilan dalam memperoleh manfaat yang sama dan adil dari hasil-hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan (termasuk anak perempuan) belum tercapai, terutama disebabkan masih sangat kuatnya budaya p at r i a r k i d a n p e rs p e k t i f l a k i - l a k i d a l a m mempengaruhi pola pikir, pola perilaku, dan pengambilan keputusan termasuk pengambilan kebijakan. Perwujudan keadilan dan kesetaraan gender sebagai asas dalam pemenuhan hak asasi perempuan, hanya dapat tercapai bila pengetahuan mengenai konstruksi sosial gender, pengalaman k e t u b u h a n p e r e m p u a n , s u d u t p a n d a n g , ke b ut u h a n , d a n ke p e nt i n ga n p e re m p u a n te r i nte rg ra s i d a l a m kes e l u r u h a n t at a n a n pengetahuan. Situasi sosial budaya terkait relasi gender menunjukan bahwa perdebatan jenis kelamin (biologis) diinterpretasi secara sosial melalui mitos, sosialisasi, budaya, kebijakan pemerintah, dan hukum serta praktik yang lebih menguntungkan laki-laki, sekaligus tidak adil bagi perempuan, yang antara lain dapat dilihat dari: stereotip atau pelabelan negatif, subordinasi, peminggiran atau marjinalisasi, beban majemuk, dan kekerasan berbasis gender. Keadilan gender merefleksikan budaya patriarki yang menempatkan kedudukan tertinggi pada laki-laki, yang masih kuat di masyarakat, dan dilanggengkan melalui nilai-nilai, praktik budaya, system sosial, dan bentuk lainnya seperti penafsiran agama yang bias gender, terinternalisasi dalam pikiran dan praktik hidup anggota masyarakat. Disinilah negara sebagai aktor utama yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) pemenuhan hak asasi perempuan, penting untuk merumuskan hukum dan kebijakan yang memastikan pelaksanaan pemenuhan hak asasi perempuan.

Tulisan ini diambil dari Factsheet Pokok-Pokok Pikiran Usulan Rancangan Undang-Undang Tentang Persamaan dan Keadilan Untuk Perempuan yang diterbitkan oleh CEDAW working Group Indonesia (CWGI) dan juga dapat dibaca melalui link berikut http://www.kalyanamitra.or.id/2014/01/mengapa-indonesia-membutuhkan-undang-undang-kesetaraan-dan-keadilan-gender/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Kesetaraan Gender

UU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) adalah salah satu RUU yang saat ini sedang dibahas oleh anggota DPR RI.

Berdasarkan catatan dari CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) ada 3 alasan mengapa Indonesia membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Ketiga alasan berdasarkan analisa dari CWGI dibagi menjadi alasan Filosofis, alasan Yuridis dan alasan Sosiologis.

Alasan Filosofis

Dalam cita-cita Pancasila, manusia, perempuan, dan laki-laki, diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa, dan bangsa Indonesia m e n ga ra h k a a n d i r i p a d a ke h i d u p a n berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, m u s y a w a r a h d a n m u f a k a t , s e r t a keberadaban. Oleh karena itu, sebagai negara hukum, Indonesia telah menjamin hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945 sebagai konstitusi Negara. HAM adalah seperangkat h a k ya n g m e l e kat p ad a h a k i kat d a n keberadaan manusia, perempuan dan laki-laki, sebagai makhluk bermartabat, yang telah dimiliki sejak lahir hingga akhir hayat. Karenanya HAM wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, dan setiap orang. Pembukaan UUD 1945 mengakui bahwa setiap individu atau warga negara adalah m a n u s i a m e r d e k a d a n t i d a k b o l e h m e n d a p a t k a n d i s k r i m i n a s i berdasarkan apapun termasuk berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dengan disahkannya perubahan kedua pada tahun 2 0 0 0 , U U D 1 9 4 5 m e m u a t ketentuan dasar mengenai HAM dalam Bab XA, Pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J ayat (2). Selain rumusan tersebut, UUD 1945 ketentuan HAM termuat pula dalam Pasal 29 ayat (2) dan pasal 28 I (2). Perempuan dan laki-laki b e r h a k at a s ke h i d u p a n d a n kemerdekaan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

R

Mengapa Indonesia Membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender

Page 29: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

25 26 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Konsepsi HAM ini sejalan dengan hukum HAM Internasional, yang secara khusus mengadopsi instrumen hak asasi perempuan yang komprehensif, yaitu Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women, selanjutnya disebut Konvensi CEDAW, yang diratifikasi oleh Negara Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Konvensi ini mendasarkan pada tiga prinsip atau asas yaitu: (a) Persamaan substantive; (b) Non Diskriminasi; dan (c) Kewajiban Negara. Prinsip p e rs a m a a n s u b s t a nt i ve m e n ga k u i a d a nya perbedaan situasi hidup perempuan dan laki-laki, dimana perempuan dapat atau lebih rentan mengalami diskriminasi yang sering dijustifikasi melalui perbedaan ketubuhannya dibanding laki-laki, dengan menggunakan tolak ukur kepentingan laki-laki. Diskriminasi dapat dialami langsung atau merupakan kelanjutan dari berbagai tindakan d i s k r i m i n a t i f d i w a k t u l a l u . U n t u k m e n a n g g u l a n g i nya , p e rsa m a a n su b st a nt i f menggunakan pendekatan korektif melalui tindakan khusus sementara (temporary special measures) dan perlindungan maternitas.

Alasan Yuridis

Instrumen hukum Indonesia yang melandasi perwujudan persamaan dan keadilan untuk perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain:1 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 19452 UU No. 68 Tahun 1958 tentang Pengesahan

Konvensi mengenai Hak-Hak Politik Perempuan (Convention of Women’s Political Rights)

3 UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention o n t h e E l i m i n a t i o n o f a l l F o r m s o f Discrimination Against Women)

4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5 UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Convenant on Economic, social and Cultural Rights)

6 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights)

Hingga saat ini belum ada sebuah undang-undang yang mengatur secara komprehensif tentang perlindungan hak-hak perempuan dari bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan,

dan pelanggaran hak asasi; dan pelaksanaan penikmatan hak asasi perempuan termasuk akses, kesempatan, proses, kontrol dan penikmatan manfaat, guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis , mengakui, menghargai , memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan tanpa diskriminasi.

Alasan Sosiologis

Dalam kenyataan kehidupan masyarakat I n d o n es i a , b e r b aga i st u d i m e nu n j u k ka n , persamaan dan keadilan dalam memperoleh manfaat yang sama dan adil dari hasil-hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan (termasuk anak perempuan) belum tercapai, terutama disebabkan masih sangat kuatnya budaya p at r i a r k i d a n p e rs p e k t i f l a k i - l a k i d a l a m mempengaruhi pola pikir, pola perilaku, dan pengambilan keputusan termasuk pengambilan kebijakan. Perwujudan keadilan dan kesetaraan gender sebagai asas dalam pemenuhan hak asasi perempuan, hanya dapat tercapai bila pengetahuan mengenai konstruksi sosial gender, pengalaman k e t u b u h a n p e r e m p u a n , s u d u t p a n d a n g , ke b ut u h a n , d a n ke p e nt i n ga n p e re m p u a n te r i nte rg ra s i d a l a m kes e l u r u h a n t at a n a n pengetahuan. Situasi sosial budaya terkait relasi gender menunjukan bahwa perdebatan jenis kelamin (biologis) diinterpretasi secara sosial melalui mitos, sosialisasi, budaya, kebijakan pemerintah, dan hukum serta praktik yang lebih menguntungkan laki-laki, sekaligus tidak adil bagi perempuan, yang antara lain dapat dilihat dari: stereotip atau pelabelan negatif, subordinasi, peminggiran atau marjinalisasi, beban majemuk, dan kekerasan berbasis gender. Keadilan gender merefleksikan budaya patriarki yang menempatkan kedudukan tertinggi pada laki-laki, yang masih kuat di masyarakat, dan dilanggengkan melalui nilai-nilai, praktik budaya, system sosial, dan bentuk lainnya seperti penafsiran agama yang bias gender, terinternalisasi dalam pikiran dan praktik hidup anggota masyarakat. Disinilah negara sebagai aktor utama yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) pemenuhan hak asasi perempuan, penting untuk merumuskan hukum dan kebijakan yang memastikan pelaksanaan pemenuhan hak asasi perempuan.

Tulisan ini diambil dari Factsheet Pokok-Pokok Pikiran Usulan Rancangan Undang-Undang Tentang Persamaan dan Keadilan Untuk Perempuan yang diterbitkan oleh CEDAW working Group Indonesia (CWGI) dan juga dapat dibaca melalui link berikut http://www.kalyanamitra.or.id/2014/01/mengapa-indonesia-membutuhkan-undang-undang-kesetaraan-dan-keadilan-gender/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Kesetaraan Gender

UU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) adalah salah satu RUU yang saat ini sedang dibahas oleh anggota DPR RI.

Berdasarkan catatan dari CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) ada 3 alasan mengapa Indonesia membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Ketiga alasan berdasarkan analisa dari CWGI dibagi menjadi alasan Filosofis, alasan Yuridis dan alasan Sosiologis.

Alasan Filosofis

Dalam cita-cita Pancasila, manusia, perempuan, dan laki-laki, diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa, dan bangsa Indonesia m e n ga ra h k a a n d i r i p a d a ke h i d u p a n berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, m u s y a w a r a h d a n m u f a k a t , s e r t a keberadaban. Oleh karena itu, sebagai negara hukum, Indonesia telah menjamin hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945 sebagai konstitusi Negara. HAM adalah seperangkat h a k ya n g m e l e kat p ad a h a k i kat d a n keberadaan manusia, perempuan dan laki-laki, sebagai makhluk bermartabat, yang telah dimiliki sejak lahir hingga akhir hayat. Karenanya HAM wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, dan setiap orang. Pembukaan UUD 1945 mengakui bahwa setiap individu atau warga negara adalah m a n u s i a m e r d e k a d a n t i d a k b o l e h m e n d a p a t k a n d i s k r i m i n a s i berdasarkan apapun termasuk berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dengan disahkannya perubahan kedua pada tahun 2 0 0 0 , U U D 1 9 4 5 m e m u a t ketentuan dasar mengenai HAM dalam Bab XA, Pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J ayat (2). Selain rumusan tersebut, UUD 1945 ketentuan HAM termuat pula dalam Pasal 29 ayat (2) dan pasal 28 I (2). Perempuan dan laki-laki b e r h a k at a s ke h i d u p a n d a n kemerdekaan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

R

Mengapa Indonesia Membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender

Page 30: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

28 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews27 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

ara Jurnalis ditantang Uji Komitmen a t a s p e ra n ny a s e b a ga i p e m b e r i informasi bagi masyarakat karena m e d i a m e r u p a k a n s a l a h s a t u

stakeholder kunci yang memegang peranan dalam pembangunan. Demikian ungkapan Fatmawati seusai pelaksanaan Diskusi Media dengan tema “Peran Strategis Media terhadap Publikasi Isu Pe re m p u a n d a n Ke m i s k i n a n” ya n g t e l a h

dilaksnaakan di Kabupaten Bone pada tanggal 15 Februari 2014. Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah jurnalis yang mewakili 24 media cetak maupun elektronik yang ada di Kabupaten Bone. Hadir Bahktiar Parenrengi (Kontributor Metro TV) dan Muh. Yusuf ( Re d a k t u r p e l a k sa n a R ad a r B o n e ) s e baga i narasumber. Tampil pula Asia A. Pananrangi, SP., MH., selaku Dewan pendiri LPP Bone yang juga

POleh Fatmawati Sulolipu

Media Bicara Perempuan dan Kemiskinan

menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bone dan A. Yudha Yunus (Aktivis LSM senior Sulsel) sebagai fasilitator kegiatan tersebut. Diskusi dalam kegiatan ini cukup hangat yang membahas peranan media dalam menentukan keberhasilan pembangunan, melalui diseminasi informasi dan sosialisasi berbagai program-program p e m e r i n t a h . Te r m a s u k m e n g h a d i r k a n permasalahan-permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat untuk ditindaklanjuti oleh pemegang kekuasaan. Namun peran media seperti harapan di atas belum optimal karena masalah-masalah yang terjadi selama ini belum tersampaikan kepada pengambil kebijakan yang terkait untuk dapat direspon dengan cepat. Demikian juga sebaliknya, berbagai program-program pemerintah tidak khususnya hasil kerja yang baik dan optimal, tidak tersampaikan dengan b a i k ke p ad a m a sya ra kat , A p a l ag i ca p a i a n pemerintah daerah yang tidak terlihat oleh masyarakat secara langsung. Dalam upaya memaksimalkan peran media dalam proses pembangunan melalui pemberitaan mengenai berbagai kebijakan dan program-program daerah yang ada, termasuk memperkenalkan aktor yang terlibat dalam melahirkan kebijakan yang memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari hasil kerja APP, APL

dan pemerintah daerah maka penting untuk menyamakan persepsi bersama. Secara khusus media sebagai stakeholder yang sangat potensial membangun kemitraan terkait masalah-masalah seperti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, buruh migran, perlindungan social seperti pendidikan, akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja. Sehingga melalui pemberitaan media terkait permasalahan-permasalahan tersebut maka diharapkan dapat memberi input kepada para pemegang kekuasasan dan pengambil kebijakan untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin dan perempuan. “Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para jurnalis dan manajemen media dalam melaksanakan perannya sebagai kontrol sosial. Juga untuk menggalang komitmen bersama untuk mewacanakan 5 tema MAMPU melalui publikasi media sebagai salah satu upaya mendorong lahirnya kebijakan dan anggaran yang responsive gender dan dapat mengatasi kemiskinan,” tutup Ratnawati selaku Direktur LPP Bone.

Program Mampu

Penulis adalah Kordinator Program LPP Bone dan dapat dihubungi melalui email [email protected] Untuk informasi lebih lanjut mengenai Program MAMPU, Anda dapat menghubungi Lusia Palulungan melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Page 31: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

28 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews27 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

ara Jurnalis ditantang Uji Komitmen a t a s p e ra n ny a s e b a ga i p e m b e r i informasi bagi masyarakat karena m e d i a m e r u p a k a n s a l a h s a t u

stakeholder kunci yang memegang peranan dalam pembangunan. Demikian ungkapan Fatmawati seusai pelaksanaan Diskusi Media dengan tema “Peran Strategis Media terhadap Publikasi Isu Pe re m p u a n d a n Ke m i s k i n a n” ya n g t e l a h

dilaksnaakan di Kabupaten Bone pada tanggal 15 Februari 2014. Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah jurnalis yang mewakili 24 media cetak maupun elektronik yang ada di Kabupaten Bone. Hadir Bahktiar Parenrengi (Kontributor Metro TV) dan Muh. Yusuf ( Re d a k t u r p e l a k sa n a R ad a r B o n e ) s e baga i narasumber. Tampil pula Asia A. Pananrangi, SP., MH., selaku Dewan pendiri LPP Bone yang juga

POleh Fatmawati Sulolipu

Media Bicara Perempuan dan Kemiskinan

menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bone dan A. Yudha Yunus (Aktivis LSM senior Sulsel) sebagai fasilitator kegiatan tersebut. Diskusi dalam kegiatan ini cukup hangat yang membahas peranan media dalam menentukan keberhasilan pembangunan, melalui diseminasi informasi dan sosialisasi berbagai program-program p e m e r i n t a h . Te r m a s u k m e n g h a d i r k a n permasalahan-permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat untuk ditindaklanjuti oleh pemegang kekuasaan. Namun peran media seperti harapan di atas belum optimal karena masalah-masalah yang terjadi selama ini belum tersampaikan kepada pengambil kebijakan yang terkait untuk dapat direspon dengan cepat. Demikian juga sebaliknya, berbagai program-program pemerintah tidak khususnya hasil kerja yang baik dan optimal, tidak tersampaikan dengan b a i k ke p ad a m a sya ra kat , A p a l ag i ca p a i a n pemerintah daerah yang tidak terlihat oleh masyarakat secara langsung. Dalam upaya memaksimalkan peran media dalam proses pembangunan melalui pemberitaan mengenai berbagai kebijakan dan program-program daerah yang ada, termasuk memperkenalkan aktor yang terlibat dalam melahirkan kebijakan yang memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari hasil kerja APP, APL

dan pemerintah daerah maka penting untuk menyamakan persepsi bersama. Secara khusus media sebagai stakeholder yang sangat potensial membangun kemitraan terkait masalah-masalah seperti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, buruh migran, perlindungan social seperti pendidikan, akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja. Sehingga melalui pemberitaan media terkait permasalahan-permasalahan tersebut maka diharapkan dapat memberi input kepada para pemegang kekuasasan dan pengambil kebijakan untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin dan perempuan. “Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para jurnalis dan manajemen media dalam melaksanakan perannya sebagai kontrol sosial. Juga untuk menggalang komitmen bersama untuk mewacanakan 5 tema MAMPU melalui publikasi media sebagai salah satu upaya mendorong lahirnya kebijakan dan anggaran yang responsive gender dan dapat mengatasi kemiskinan,” tutup Ratnawati selaku Direktur LPP Bone.

Program Mampu

Penulis adalah Kordinator Program LPP Bone dan dapat dihubungi melalui email [email protected] Untuk informasi lebih lanjut mengenai Program MAMPU, Anda dapat menghubungi Lusia Palulungan melalui email [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Page 32: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Di Provinsi Papua, penduduk laki-laki

mendominasi populasi dengan

rasio total penduduk laki-laki

dan perempuan sebesar

113,4

(Sumber: Sensus Penduduk 2010)

Lapangan kerja juga didominasi oleh laki-laki yang banyak bergerak di sektor pertanian dan

sektor lain seperti jasa dan industri namun tidak banyak menyerap angkatan kerja di provinsi ini

(Sumber: Sakernas 2010)

523.448

610

.534

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

%88.56tingkat

pengangguran terbuka

%3.02

%72.72

%4.26

tingkat pengangguran

terbuka

Tingkat Partisipasi

Tingkat Partisipasi

Jumlah Pegawai Negeri Sipil perempuan di Provinsi Papua meningkat (2007- 2010), namun totalnya masih dibawah jumlah PNS laki-laki.

(Sumber: BKN Provinsi Papua)

PENDIDIKAN

Di semua tingkat pendidikan, jumlah murid laki-laki lebih banyak dari jumlah murid perempuan.

mengatur kewajiban pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang responsif gender, yang dituangkan dalam RPJMD, Rencara Strategis SKPD dan Rencana Kerja SKPD. Selain itu, menjabarkan tata cara pelaksanaan perencanaan responsif gender, dengan mengenalkan metode alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathway), selain juga metode analisis lain, yang hasilnya digunakan untuk menyusun Gender Budget Statement (GBS).

ILUSTRASI KONDISI DI PROVINSI PAPUA

TENAGA KERJA

1.32

7.49

8

1.50

5.8

83

Infografis

GENDER DAN KEUANGAN PUBLIK

Serangkaian pertanyaan tadi muncul, ketika topik gender dibicarakan dalam berbagai workshop dan per temuan pers iapan

penulisan Public Expenditure Analysis (PEA) atau Analisa Keuangan Publik. PEA adalah bagian dari Program PEACH yang dilakukan Bank Dunia dan didukung oleh CIDA, AusAID, dan Yayasan BaKTI. Topik gender, memang merupakan hal yang baru bagi sebagian orang, apalagi bila dihubungkan dengan pengelolaan keuangan publik. Mendengar kata 'gender', orang biasanya akan berasumsi 'perempuan'. Padahal ada laki-laki dan perempuan dalam makna kata gender. Program pemberdayaan gender merupakan program yang membantu semua warga, laki-laki dan perempuan, yang mengalami ketidakadilan dalam menikmati fasilitas atau program dari pemerintah daerah. G e n d e r p u n b u k a n m e r u p a k a n s a r a n a pembangkangan perempuan dari kodrat atau peran sosialnya. Pemberdayaan gender semestinya d i p a h a m i s e b a g a i u p a y a b e rs a m a u n t u k menciptakan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang bisa dirasakan oleh perempuan dan laki-laki dalam suatu wilayah. Berbicara soal belanja daerah, kita bicara bagaimana anggaran yang dibelanjakan bisa dirasakan manfaatnya, baik oleh warga laki-laki maupun warga perempuan secara merata. Hal ini dapat tercermin dari program-program yang direncanakan dan realisasi pelaksanaan program tersebut dalam tahun berjalan.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN TERKAIT PERENCANAAN PEMBANGUNAN RESPONSIF GENDER

Program responsif gender bukan hanya tanggung jawab satu unit pemerintah saja,

seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA), tetapi merupakan tanggung jawab semua unit kerja yang ada di

pemerintahan daerah, mulai dari Bappeda, Inspektorat, BPKD serta Badan PP&PA, hingga seluruh SKPD yang ada di daerah tersebut.

Merencanakan program responsif gender, t idak berarti harus ada penambahan

anggaran. Dalam membuat program responsif gender, yang perlu dilakukan adalah memastikan data pendukung program adalah data terpilah, serta memastikan laki-laki dan perempuan dikenali dan dipertimbangkan kebutuhannya dalam penentuan tujuan kegiatan, output (keluaran) dan outcome (dampak kegiatan) bukan menambah anggaran.

Landasan Hukum S e j a k t a h u n 2 0 0 0, p e m e r i n t a h t e l a h mengeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang di antaranya adalah mewajibkan kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Inpres ini kemudian diperkuat dengan berbagai peraturan, mulai dari UU no. 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, PerPres. No. 5/2010 tentang RPJMN 2010 – 2014, hingga rangkaian Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Ker ja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, mulai dari PMK No. 104/2010 untuk tahun anggaran 2011, PMK No. 93/2011 untuk tahun anggaran 2012, hingga PMK No. 112/2012 untuk tahun anggaran 2013. Sementara untuk pelaksanaan pengarusutama-a n g e n d e r d i d a e r a h , p e m e r i n t a h t e l a h mengeluarkan Permendagri No. 67 Tahun 2011, yang merupakan perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah. Permendagri ini diantaranya

“Gender dan keuangan publik? Apa hubungannya?” “Mengapa hanya nasib perempuan yang diperjuangkan? Bagaimana dengan laki-laki?”“Perempuan kan kodratnya mengurus rumah tangga…”

1

2

SULAWESI SELATAN

29 30 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

GBS ini merupakan dokumen resmi perencanaan dan penganggaran yang menjadi bagian tak terpisahkan dengan dokumen RKA/DPA SKPD. Namun kenyataannya, konsep gender dan tata laksana pengelolaan anggaran yang responsif gender masih asing di telinga banyak orang, termasuk mereka yang memiliki wewenang untuk membuat perencanaan dan penganggaran belanja publik.

Page 33: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Di Provinsi Papua, penduduk laki-laki

mendominasi populasi dengan

rasio total penduduk laki-laki

dan perempuan sebesar

113,4

(Sumber: Sensus Penduduk 2010)

Lapangan kerja juga didominasi oleh laki-laki yang banyak bergerak di sektor pertanian dan

sektor lain seperti jasa dan industri namun tidak banyak menyerap angkatan kerja di provinsi ini

(Sumber: Sakernas 2010)

523.448

610

.534

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

%88.56tingkat

pengangguran terbuka

%3.02

%72.72

%4.26

tingkat pengangguran

terbuka

Tingkat Partisipasi

Tingkat Partisipasi

Jumlah Pegawai Negeri Sipil perempuan di Provinsi Papua meningkat (2007- 2010), namun totalnya masih dibawah jumlah PNS laki-laki.

(Sumber: BKN Provinsi Papua)

PENDIDIKAN

Di semua tingkat pendidikan, jumlah murid laki-laki lebih banyak dari jumlah murid perempuan.

mengatur kewajiban pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang responsif gender, yang dituangkan dalam RPJMD, Rencara Strategis SKPD dan Rencana Kerja SKPD. Selain itu, menjabarkan tata cara pelaksanaan perencanaan responsif gender, dengan mengenalkan metode alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathway), selain juga metode analisis lain, yang hasilnya digunakan untuk menyusun Gender Budget Statement (GBS).

ILUSTRASI KONDISI DI PROVINSI PAPUA

TENAGA KERJA1.

327.

498

1.50

5.8

83

Infografis

GENDER DAN KEUANGAN PUBLIK

Serangkaian pertanyaan tadi muncul, ketika topik gender dibicarakan dalam berbagai workshop dan per temuan pers iapan

penulisan Public Expenditure Analysis (PEA) atau Analisa Keuangan Publik. PEA adalah bagian dari Program PEACH yang dilakukan Bank Dunia dan didukung oleh CIDA, AusAID, dan Yayasan BaKTI. Topik gender, memang merupakan hal yang baru bagi sebagian orang, apalagi bila dihubungkan dengan pengelolaan keuangan publik. Mendengar kata 'gender', orang biasanya akan berasumsi 'perempuan'. Padahal ada laki-laki dan perempuan dalam makna kata gender. Program pemberdayaan gender merupakan program yang membantu semua warga, laki-laki dan perempuan, yang mengalami ketidakadilan dalam menikmati fasilitas atau program dari pemerintah daerah. G e n d e r p u n b u k a n m e r u p a k a n s a r a n a pembangkangan perempuan dari kodrat atau peran sosialnya. Pemberdayaan gender semestinya d i p a h a m i s e b a g a i u p a y a b e rs a m a u n t u k menciptakan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang bisa dirasakan oleh perempuan dan laki-laki dalam suatu wilayah. Berbicara soal belanja daerah, kita bicara bagaimana anggaran yang dibelanjakan bisa dirasakan manfaatnya, baik oleh warga laki-laki maupun warga perempuan secara merata. Hal ini dapat tercermin dari program-program yang direncanakan dan realisasi pelaksanaan program tersebut dalam tahun berjalan.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN TERKAIT PERENCANAAN PEMBANGUNAN RESPONSIF GENDER

Program responsif gender bukan hanya tanggung jawab satu unit pemerintah saja,

seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA), tetapi merupakan tanggung jawab semua unit kerja yang ada di

pemerintahan daerah, mulai dari Bappeda, Inspektorat, BPKD serta Badan PP&PA, hingga seluruh SKPD yang ada di daerah tersebut.

Merencanakan program responsif gender, t idak berarti harus ada penambahan

anggaran. Dalam membuat program responsif gender, yang perlu dilakukan adalah memastikan data pendukung program adalah data terpilah, serta memastikan laki-laki dan perempuan dikenali dan dipertimbangkan kebutuhannya dalam penentuan tujuan kegiatan, output (keluaran) dan outcome (dampak kegiatan) bukan menambah anggaran.

Landasan Hukum S e j a k t a h u n 2 0 0 0, p e m e r i n t a h t e l a h mengeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang di antaranya adalah mewajibkan kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Inpres ini kemudian diperkuat dengan berbagai peraturan, mulai dari UU no. 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, PerPres. No. 5/2010 tentang RPJMN 2010 – 2014, hingga rangkaian Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Ker ja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, mulai dari PMK No. 104/2010 untuk tahun anggaran 2011, PMK No. 93/2011 untuk tahun anggaran 2012, hingga PMK No. 112/2012 untuk tahun anggaran 2013. Sementara untuk pelaksanaan pengarusutama-a n g e n d e r d i d a e r a h , p e m e r i n t a h t e l a h mengeluarkan Permendagri No. 67 Tahun 2011, yang merupakan perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah. Permendagri ini diantaranya

“Gender dan keuangan publik? Apa hubungannya?” “Mengapa hanya nasib perempuan yang diperjuangkan? Bagaimana dengan laki-laki?”“Perempuan kan kodratnya mengurus rumah tangga…”

1

2

SULAWESI SELATAN

29 30 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

GBS ini merupakan dokumen resmi perencanaan dan penganggaran yang menjadi bagian tak terpisahkan dengan dokumen RKA/DPA SKPD. Namun kenyataannya, konsep gender dan tata laksana pengelolaan anggaran yang responsif gender masih asing di telinga banyak orang, termasuk mereka yang memiliki wewenang untuk membuat perencanaan dan penganggaran belanja publik.

Page 34: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

32 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews31 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

IPM & IPG

PENUTUP

Contact Person: Guntur P. SutiyonoEmail: [email protected] CHANNO DJUNAED

Jika mengamati ilustrasi data diatas, dapatlah terlihat bahwa pembangunan belum menyentuh semua warga laki-laki dan perempuan secara merata; belum memenuhi prinsip 4E yang dicanangkan pemerintah, yaitu effective, efficient, equality dan equity. Perbedaan angka capaian pembangunan yang dirasakan oleh warga laki-laki dan warga perempuan inilah yang perlu dijawab dan diatasi oleh pemerintah daerah, dengan mulai melakukan perencanaan pembangunan yang responsif gender, termasuk melengkapi dokumen RKA dengan GBS, sehingga nantinya angka capaian pembangunan laki-laki dan perempuan di Provinsi Papua bisa terus meningkat dan akhirnya setara.

KETERWAKILAN PEREMPUAN DL LEMBAGA LEGISLATIF MASIH BERADADIBAWAH KUOTA 30% KECUALI KAB. SUPIORI

Kab. Puncak Jaya Kota Jayapura

26.32 26.09

Kab.Kepulauan Yapen dan Kab.Boven Digul

0Kab.lainnya

<30

(Sumber: Biro Hukum Pemda Provinsi Papua)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua lebih tinggi dari lndeks Pembangunan Gender (lPG); menunjukkan masih

adanya kesenjangan gender di wilayah ini.

IPM Prov. Papua meningkat di tahun 2010

Dan lPG meningkat puladi tahun 2010

IDGlndeks Pemberdayaan Gender

(IDG) di Provinsi Papua yang sempat meningkat selama tahun

2005 - 2009, tiba-tiba menurun drastis

di tahun 2010

(Sumber: BPS bekerjasama dengan Kemeneg PP&PA)

2005

57.012010

55.42

% % 33.33Kab.Supiori

%

IPM tahun 2005

IPM tahun 2010

60.964.94

IPG tahun 2005

IPG tahun 2010

57.561.98

77.79KESEHATAN

2007

2001

64,1

64

INFRASTRUKTUR DASAR

38,62006

51,72010

%

%

%

ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) DI PROVINSI PAPUA BERFLUKTUASI DISETIAP JENJANG PENDIDIKAN

Angka Melek Huruf(AMH) perempuan usia 15 tahun keatas lebih rendah dari

laki-laki di usia yang sama

66,61 %

Rata-rata lama sekolah laki-laki menurun di tahun 2008, namun masih lebih tinggi dari rata-rata lama sekolah perempuan

(Sumber: Kemeneg PP&PA)

Angka Kematian Bayi (AKB) berhasil diturunkan, namun Angka Kematian Balita (AKABA) tidak mengalami perubahan signifikan dalam 7 tahun (2001- 2007)

Sementara Angka Kematian Balita pada tahun 2007 hampir sama dengan AKABA tahun 2001

Angka Kematian Bayi menurun per-1000 kelahiran

2007

2001

122,41

36

2006

69 tahun

2008

70,15 tahun

Angka Harapan Hidup meningkat

Akses rumah tangga yang

dikepalai perempuan terhadap air bersih

berfluktuasi,namun cenderung menurun.

Akses terhadap listrik meningkat

Akses terhadap sanitasimeningkat dari 44.6% di

tahun 2006 menjadi 49.5% di tahun 2010

Sumber: Susenas (diolah)

2006

38,6%2010

27,1%

Page 35: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

32 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews31 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

IPM & IPG

PENUTUP

Contact Person: Guntur P. SutiyonoEmail: [email protected] CHANNO DJUNAED

Jika mengamati ilustrasi data diatas, dapatlah terlihat bahwa pembangunan belum menyentuh semua warga laki-laki dan perempuan secara merata; belum memenuhi prinsip 4E yang dicanangkan pemerintah, yaitu effective, efficient, equality dan equity. Perbedaan angka capaian pembangunan yang dirasakan oleh warga laki-laki dan warga perempuan inilah yang perlu dijawab dan diatasi oleh pemerintah daerah, dengan mulai melakukan perencanaan pembangunan yang responsif gender, termasuk melengkapi dokumen RKA dengan GBS, sehingga nantinya angka capaian pembangunan laki-laki dan perempuan di Provinsi Papua bisa terus meningkat dan akhirnya setara.

KETERWAKILAN PEREMPUAN DL LEMBAGA LEGISLATIF MASIH BERADADIBAWAH KUOTA 30% KECUALI KAB. SUPIORI

Kab. Puncak Jaya Kota Jayapura

26.32 26.09

Kab.Kepulauan Yapen dan Kab.Boven Digul

0Kab.lainnya

<30

(Sumber: Biro Hukum Pemda Provinsi Papua)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua lebih tinggi dari lndeks Pembangunan Gender (lPG); menunjukkan masih

adanya kesenjangan gender di wilayah ini.

IPM Prov. Papua meningkat di tahun 2010

Dan lPG meningkat puladi tahun 2010

IDGlndeks Pemberdayaan Gender

(IDG) di Provinsi Papua yang sempat meningkat selama tahun

2005 - 2009, tiba-tiba menurun drastis

di tahun 2010

(Sumber: BPS bekerjasama dengan Kemeneg PP&PA)

2005

57.012010

55.42

% % 33.33Kab.Supiori

%

IPM tahun 2005

IPM tahun 2010

60.964.94

IPG tahun 2005

IPG tahun 2010

57.561.98

77.79KESEHATAN

2007

2001

64,1

64

INFRASTRUKTUR DASAR

38,62006

51,72010

%

%

%

ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) DI PROVINSI PAPUA BERFLUKTUASI DISETIAP JENJANG PENDIDIKAN

Angka Melek Huruf(AMH) perempuan usia 15 tahun keatas lebih rendah dari

laki-laki di usia yang sama

66,61 %

Rata-rata lama sekolah laki-laki menurun di tahun 2008, namun masih lebih tinggi dari rata-rata lama sekolah perempuan

(Sumber: Kemeneg PP&PA)

Angka Kematian Bayi (AKB) berhasil diturunkan, namun Angka Kematian Balita (AKABA) tidak mengalami perubahan signifikan dalam 7 tahun (2001- 2007)

Sementara Angka Kematian Balita pada tahun 2007 hampir sama dengan AKABA tahun 2001

Angka Kematian Bayi menurun per-1000 kelahiran

2007

2001

122,41

36

2006

69 tahun

2008

70,15 tahun

Angka Harapan Hidup meningkat

Akses rumah tangga yang

dikepalai perempuan terhadap air bersih

berfluktuasi,namun cenderung menurun.

Akses terhadap listrik meningkat

Akses terhadap sanitasimeningkat dari 44.6% di

tahun 2006 menjadi 49.5% di tahun 2010

Sumber: Susenas (diolah)

2006

38,6%2010

27,1%

Page 36: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

u c h d a r, p e m u d a b e r u m u r k i sa ra n s e p e re m p at a b ad , menegaskan hal tersebut di Pulau Komodo ketika saya bertanya-tanya mengenai Suku

Komodo. Ia menegaskan perbedaan sukunya dengan suku-suku yang mendiami Flores, Nusa Tenggara Timur, entah itu Manggarai, Flores, Bugis, atau Bima. Secara fisik, masyarakat Suku Komodo memang berkulit lebih cerah ketimbang masyarakat Flores yang berkulit lebih gelap. Bahasa yang mereka gunakan pun berbeda, baik secara logat hingga perbendaharaan kata. Padahal, secara teritorial, mereka berada dalam satu daerah administrasi yang sama. Di Desa Komodo, masyarakat Suku Komodo merupakan mayoritas, sedang sisanya adalah peranakan Bugis atau Bima. Penduduk di sini rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Sebagian kecil bekerja sebagai pembuat dan penjual suvenir khas pulau Komodo. Ada pula beberapa anak muda yang bekerja di restoran di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Hal ihwal mengenai Suku Komodo yang memiliki populasi sekitar dua ribu orang memang luput dari perhatian masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Meskipun belakangan ada hajatan

Oleh Nuran Wibisono

Suku Komodo,

Sunyi di Tengah

Ingar-Bingar

"Kami bukan orang Manggarai, kami adalah

Suku Komodo”.

Feature

M

33 34 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

seperti “New 7 Wonders of Nature” yang memasuk-kan binatang purba komodo (varanus komodoensis) yang ada di sana sebagai nominator, nasib dan kehidupan komunitas tradisi yang mendiami kawasan tersebut jarang terbahaskan. Asal usul nama Suku Komodo sendiri sebetulnya merujuk pada seorang perempuan. Syahdan, dalam sebuah cerita rakyat (folklore) suku Komodo, ada seorang putri dari dunia mistis yang tinggal di Pulau Komodo. Putri tersebut dipanggil dengan sebutan Putri Naga. Putri itu menikah dengan seorang manusia bernama Majo. Dari pasangan itu, lahirlah sepasang bayi kembar, lelaki dan perempuan. Bayi lelaki yang berwujud manusia diberi nama Gerong, dan dibesarkan diantara manusia lain. Sedangkan bayi perempuan yang berbentuk komodo diberi nama Orah. Orah dilepaskan dan tumbuh besar di hutan. Tapi, kedua anak itu sama-sama tak tahu kalau mereka memiliki saudara. Suatu hari, Gerong sedang berburu rusa di hutan. Ketika akan mengambil rusa buruannya, seekor kadal besar muncul dari semak-semak dan menyantap rusa hasil buruan Gerong. Gerong yang terkejut segera mengambil tombaknya dengan maksud membunuh kadal besar itu. Tiba-tiba saja sang ibu muncul. “Jangan membunuh binatang itu. Dia adalah Orah, saudara perempuanmu. Aku melahirkan kalian bersamaan. Anggaplah dia sebagai sesamamu, karena aku melahirkan kalian” kata sang Putri Naga. Sejak saat itu, manusia Suku Komodo keturunan Gerong hidup rukun dengan para komodo

keturunan Orah. Karena itu pula, para penjaga hutan di Taman Nasional Pulau Komodo adalah masyarakat Suku Komodo. Suku Komodo dipercaya bisa berkomunikasi dengan komodo. Saat ini, cerita rakyat mengenai asal usul Suku Komodo seperti menguap. Kisah-kisahnya seperti berada di titik nadir dalam ingatan masyarakat. Malam itu, di rumah Kasim, 45 tahun, salah seorang tetua Suku Komodo, kami, bersama Muchdar, memakan cumi bakar dan ikan bakar sembari membincangkan kebudayaan Suku Komodo. “Sampai saat ini masih belum ada yang mendokumentasikan kebudayaan Suku Komodo” ujar Muchdar. Menurut pria muda ini, kisah-kisah mengenai Suku Komodo sudah hampir punah. Jarang ada yang ingat dengan cerita asal usul tersebut. Untuk mengantisipasi kepunahan, ia pernah mencatat dengan tulisan tangan hampir seluruh cerita rakyat Suku Komodo. Sayangnya, catatan di buku tulis itu sudah hilang dan ia tak pernah menuliskannya lagi. Ancaman kepunahan kisah mengenai Suku Komodo juga dibenarkan oleh Kasim yang rumahnya menjadi tempat saya menginap selama berada di Pulau Komodo. Pria berkumis tebal bersuara berat yang tampak bi jaksana ini

Kampung mereka sunyi di tengah ingar-bingar para pelancongyang ramai menikmatiindahnya pulau komodo, namunkemasyuran pulau dan reptilnya belum mengangkat taraf hidup masyarakat disekitarnya.

Page 37: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

u c h d a r, p e m u d a b e r u m u r k i sa ra n s e p e re m p at a b ad , menegaskan hal tersebut di Pulau Komodo ketika saya bertanya-tanya mengenai Suku

Komodo. Ia menegaskan perbedaan sukunya dengan suku-suku yang mendiami Flores, Nusa Tenggara Timur, entah itu Manggarai, Flores, Bugis, atau Bima. Secara fisik, masyarakat Suku Komodo memang berkulit lebih cerah ketimbang masyarakat Flores yang berkulit lebih gelap. Bahasa yang mereka gunakan pun berbeda, baik secara logat hingga perbendaharaan kata. Padahal, secara teritorial, mereka berada dalam satu daerah administrasi yang sama. Di Desa Komodo, masyarakat Suku Komodo merupakan mayoritas, sedang sisanya adalah peranakan Bugis atau Bima. Penduduk di sini rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Sebagian kecil bekerja sebagai pembuat dan penjual suvenir khas pulau Komodo. Ada pula beberapa anak muda yang bekerja di restoran di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Hal ihwal mengenai Suku Komodo yang memiliki populasi sekitar dua ribu orang memang luput dari perhatian masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Meskipun belakangan ada hajatan

Oleh Nuran Wibisono

Suku Komodo,

Sunyi di Tengah

Ingar-Bingar

"Kami bukan orang Manggarai, kami adalah

Suku Komodo”.

Feature

M

33 34 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98

seperti “New 7 Wonders of Nature” yang memasuk-kan binatang purba komodo (varanus komodoensis) yang ada di sana sebagai nominator, nasib dan kehidupan komunitas tradisi yang mendiami kawasan tersebut jarang terbahaskan. Asal usul nama Suku Komodo sendiri sebetulnya merujuk pada seorang perempuan. Syahdan, dalam sebuah cerita rakyat (folklore) suku Komodo, ada seorang putri dari dunia mistis yang tinggal di Pulau Komodo. Putri tersebut dipanggil dengan sebutan Putri Naga. Putri itu menikah dengan seorang manusia bernama Majo. Dari pasangan itu, lahirlah sepasang bayi kembar, lelaki dan perempuan. Bayi lelaki yang berwujud manusia diberi nama Gerong, dan dibesarkan diantara manusia lain. Sedangkan bayi perempuan yang berbentuk komodo diberi nama Orah. Orah dilepaskan dan tumbuh besar di hutan. Tapi, kedua anak itu sama-sama tak tahu kalau mereka memiliki saudara. Suatu hari, Gerong sedang berburu rusa di hutan. Ketika akan mengambil rusa buruannya, seekor kadal besar muncul dari semak-semak dan menyantap rusa hasil buruan Gerong. Gerong yang terkejut segera mengambil tombaknya dengan maksud membunuh kadal besar itu. Tiba-tiba saja sang ibu muncul. “Jangan membunuh binatang itu. Dia adalah Orah, saudara perempuanmu. Aku melahirkan kalian bersamaan. Anggaplah dia sebagai sesamamu, karena aku melahirkan kalian” kata sang Putri Naga. Sejak saat itu, manusia Suku Komodo keturunan Gerong hidup rukun dengan para komodo

keturunan Orah. Karena itu pula, para penjaga hutan di Taman Nasional Pulau Komodo adalah masyarakat Suku Komodo. Suku Komodo dipercaya bisa berkomunikasi dengan komodo. Saat ini, cerita rakyat mengenai asal usul Suku Komodo seperti menguap. Kisah-kisahnya seperti berada di titik nadir dalam ingatan masyarakat. Malam itu, di rumah Kasim, 45 tahun, salah seorang tetua Suku Komodo, kami, bersama Muchdar, memakan cumi bakar dan ikan bakar sembari membincangkan kebudayaan Suku Komodo. “Sampai saat ini masih belum ada yang mendokumentasikan kebudayaan Suku Komodo” ujar Muchdar. Menurut pria muda ini, kisah-kisah mengenai Suku Komodo sudah hampir punah. Jarang ada yang ingat dengan cerita asal usul tersebut. Untuk mengantisipasi kepunahan, ia pernah mencatat dengan tulisan tangan hampir seluruh cerita rakyat Suku Komodo. Sayangnya, catatan di buku tulis itu sudah hilang dan ia tak pernah menuliskannya lagi. Ancaman kepunahan kisah mengenai Suku Komodo juga dibenarkan oleh Kasim yang rumahnya menjadi tempat saya menginap selama berada di Pulau Komodo. Pria berkumis tebal bersuara berat yang tampak bi jaksana ini

Kampung mereka sunyi di tengah ingar-bingar para pelancongyang ramai menikmatiindahnya pulau komodo, namunkemasyuran pulau dan reptilnya belum mengangkat taraf hidup masyarakat disekitarnya.

Page 38: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

35 36 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

erdasarkan RPJPD periode lima t a h u n p e r t a m a ( 2 0 1 2 - 2 0 16 ) , pembangunan Provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan ketahanan pangan, pengurangan

kemiskinan, pemberdaya-an ekonomi rakyat, pengembangan wilayah, investasi daerah dan pembenahan tata kelola pemerintahan. Dari aspek pembangunan ekonomi, RPJPD bertujuan mencapai p e r t u m b u h a n e k o n o m i t i n g g i ,

m e n i n g k at k a n ke s e m p at a n ke r ja d a n kesejahteraan masyarakat. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, indikator makro pembangunan Provinsi Papua Barat menunjukkan perkembangan pesat. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 meningkat dari 7,68 persen menjadi 27,7 persen pada 2010 dan bergerak normal pada tahun 2012 sebesar 15.84%. Laju pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi di Indonesia, dan dipicu oleh perkembangan sektor Migas melalui LNG Tangguh di Bintuni. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terjadi pada sektor-sektor pertambangan dan migas dan tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian sektor pertanian dan sektor basis lain (perkebunan, perikanan, peternakan) tetap m e r u p a k a n p i l i h a n y a n g a r i f d a l a m meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat Papua. Laju pertumbuhan ekonomi tinggi di Provinsi Papua Barat belum menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Angka kemiskinan di daerah ini masih tinggi. Persentase penduduk miskin pada tahun 2012 adalah sebesar 26,27 persen. Saat ini Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) tengah menyusun Naskah B ac kg ro u n d St u d y R P J M N 2 0 1 5 - 2 0 19.

Oleh Dr. Ir. Roni Bawole, M.Si

B

Isu Strategis Pembangunan

KTI dalam Naskah

Background Study

RPJMN 2015-2019

Jaringan Peneliti KTI

mengatakan bahwa tak ada orang Indonesia yang pernah mendokumentasikan tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Suku Komodo. Alih-a l i h o r a n g I n d o n e s i a , y a n g m e l a k u k a n pendokumentasian tersebut justru beberapa turis dari Amerika Serikat dan Jepang. Nasib kebudayaan Suku Komodo yang dahulu bagian dari teritori Kerajaan Bima ini juga semakin terbayang ketika anak-anak kecil Suku Komodo sudah mulai jarang menggunakan bahasa ibunya. Mereka sekarang lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Belum lagi para remajanya yang bekerja di Labuan Bajo. Mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa Inggris untuk bercakap. Identitas yang berubah juga tampak dari beberapa remajanya yang menggunakan anting di telinga kiri, pakaian ala distro, celana ketat, rambut, rambut tegak di tengah, dan selera musik. U n t u k m e n c a p a i P u l a u K o m o d o p a d a pertengahan 2010, dari Bima, Nusa Tenggara Barat, saya menumpang sebuah truk hingga ke Labuan Bajo. Labuan Bajo adalah sebuah kota pelabuhan di Flores yang sekilas nampak seperti Marrakesh, yang juga sebuah kota pelabuhan di negeri Maroko. Di sini, saya bermalam di sebuah masjid. Memilih pergi ke Pulau Komodo dengan cara yang murah meriah memang cukup mengasyikkan. Apalagi, untuk seorang pelancong seperti saya, paket-paket wisata yang ditawarkan harganya cukup mahal. Rata-rata, pihak travel itu mematok harga 400 ribu rupiah sampai 1 juta rupiah untuk perjalanan pulang pergi Labuan Bajo-Pulau Komodo. Sementara, untuk menyeberang dengan kapal milik penduduk, saya yang masih muda dan membawa barang-barang banyak dihitung sebagai pelajar dengan tarif 20 ribu rupiah. Kalau penumpang umum, tarifnya adalah 40 ribu rupiah. Usai fajar subuh, sendiri saya berjalan ke pelabuhan. Di sana saya mencari kopi dan teman untuk mengobrol. Saya berkenalan dengan Om Gendut, seorang penjual mainan yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Dari info yang ia berikan, saya tahu bahwa setiap hari ada sebuah kapal milik penduduk Desa Komodo yang mengantarkan penduduk Desa Komodo ke Labuan Bajo. Biasanya kapal itu sudah merapat di Labuan Bajo pada pukul 8 WIT. Setelah itu, kapal akan kembali ke Desa Komodo pada pukul 12 WIT. Waktu tempuh Labuan Bajo-Pulau Komodo adalah sekitar empat jam. Selama perjalanan, kegiatan yang paling mengasyikkan tentu saja mengobrol dengan penduduk Desa Komodo. Mereka ramah dan suka bercerita. Di sinilah saya bertemu dengan Kasim yang menawari saya menginap di rumahnya.

Nuran Wibisono adalah penulis lepas yang suka melakukan perjalanan, berdomisili di Jember, Jawa Timur. Artikel ini juga dapat dibaca di LenteraTimur.com melalui link berikut http://www.lenteratimur.com/suku-komodo-sunyi-di-tengah-ingar-bingar/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Menjelang petang, perahu yang saya tumpangi merapat ke dermaga Desa Komodo. Saya melihat, Desa Komodo hampir mirip dengan desa nelayan yang pernah saya kunjungi. Tak jauh beda dengan, katakanlah, kampung nelayan di Pulau Derawan, Kalimantan Timur, atau di Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat. Anak-anak Desa Komodo yang tampaknya tak biasa melihat turis langsung mengerubungi saya dan minta dipotret. Saya merasa betapa lucu dan polosnya mereka. Mungkin mereka jarang melihat ada orang asing memasuki kawasan mereka. Sebab, para wisatawan yang mulai membanjiri Pulau Komodo sejak dinominasikan sebagai salah satu “New 7 Wonders of Nature” lebih banyak tinggal di resort atau menginap di kapal yang lepas sauh di tengah laut. Dan setelah menghabiskan beberapa menit untuk sesi foto, saya langsung menuju rumah Kasim. Di rumah Kasim, saya mendapatkan satu kamar kosong dengan dua buah kasur. Rumahnya berbentuk rumah panggung bertingkat dua dengan kayu sebagai bahan utama. Lantai bawah digunakan sebagai ruang bersantai dan ruang makan. Sementara, ruang atas adalah ruang tamu dan kamar - yang saya tempati. Bentuk rumah Kasim memang menjadi tipikal di Pulau Komodo. Di sini, hampir semua rumahnya bertingkat dengan pola rumah panggung khas Bugis dan atap yang bersilang khas Bima. Namun demikian, bangunan rumah ini bukan sekedar bangunan. Ada filosofi yang terkandung di dalamnya, yakni Sabalong Samalewa, yang artinya adalah sama tinggi sama rata. Sebagaimana model rumah-rumah panggung yang tersebar di seantero Indonesia, rumah panggung Suku Komodo berfungsi untuk menghindari kemungkinan masuknya komodo ke dalam rumah. Di sini, parabola menjadi pemandangan yang lumrah di rumah-rumah penduduk. Sebab, tanpa teknologi itu, memang tak ada siaran televisi yang bisa tertangkap. Meski demikian, setiap hari listrik baru menyala dari generator setelah pukul 18 WIT. Berpetualang ke Pulau Komodo menjadi pengalaman yang mengesankan buat saya. Tak hanya keindahan alam atau binatang purbanya yang menarik perhatian, tetapi juga kebudayaan dari suku yang absen dalam kebisingan tentang pulau milik mereka sendiri.

Photo : http://infopublik.org

Geliat perekonomi rakyat di Papua. Ekonomi kerakyatan adalahisu penting dari 3 isu lainnyayang dititik beratkan dalam amanah Otsus.

Page 39: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

35 36 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

erdasarkan RPJPD periode lima t a h u n p e r t a m a ( 2 0 1 2 - 2 0 16 ) , pembangunan Provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan ketahanan pangan, pengurangan

kemiskinan, pemberdaya-an ekonomi rakyat, pengembangan wilayah, investasi daerah dan pembenahan tata kelola pemerintahan. Dari aspek pembangunan ekonomi, RPJPD bertujuan mencapai p e r t u m b u h a n e k o n o m i t i n g g i ,

m e n i n g k at k a n ke s e m p at a n ke r ja d a n kesejahteraan masyarakat. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, indikator makro pembangunan Provinsi Papua Barat menunjukkan perkembangan pesat. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 meningkat dari 7,68 persen menjadi 27,7 persen pada 2010 dan bergerak normal pada tahun 2012 sebesar 15.84%. Laju pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi di Indonesia, dan dipicu oleh perkembangan sektor Migas melalui LNG Tangguh di Bintuni. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terjadi pada sektor-sektor pertambangan dan migas dan tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian sektor pertanian dan sektor basis lain (perkebunan, perikanan, peternakan) tetap m e r u p a k a n p i l i h a n y a n g a r i f d a l a m meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat Papua. Laju pertumbuhan ekonomi tinggi di Provinsi Papua Barat belum menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Angka kemiskinan di daerah ini masih tinggi. Persentase penduduk miskin pada tahun 2012 adalah sebesar 26,27 persen. Saat ini Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) tengah menyusun Naskah B ac kg ro u n d St u d y R P J M N 2 0 1 5 - 2 0 19.

Oleh Dr. Ir. Roni Bawole, M.Si

B

Isu Strategis Pembangunan

KTI dalam Naskah

Background Study

RPJMN 2015-2019

Jaringan Peneliti KTI

mengatakan bahwa tak ada orang Indonesia yang pernah mendokumentasikan tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Suku Komodo. Alih-a l i h o r a n g I n d o n e s i a , y a n g m e l a k u k a n pendokumentasian tersebut justru beberapa turis dari Amerika Serikat dan Jepang. Nasib kebudayaan Suku Komodo yang dahulu bagian dari teritori Kerajaan Bima ini juga semakin terbayang ketika anak-anak kecil Suku Komodo sudah mulai jarang menggunakan bahasa ibunya. Mereka sekarang lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Belum lagi para remajanya yang bekerja di Labuan Bajo. Mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa Inggris untuk bercakap. Identitas yang berubah juga tampak dari beberapa remajanya yang menggunakan anting di telinga kiri, pakaian ala distro, celana ketat, rambut, rambut tegak di tengah, dan selera musik. U n t u k m e n c a p a i P u l a u K o m o d o p a d a pertengahan 2010, dari Bima, Nusa Tenggara Barat, saya menumpang sebuah truk hingga ke Labuan Bajo. Labuan Bajo adalah sebuah kota pelabuhan di Flores yang sekilas nampak seperti Marrakesh, yang juga sebuah kota pelabuhan di negeri Maroko. Di sini, saya bermalam di sebuah masjid. Memilih pergi ke Pulau Komodo dengan cara yang murah meriah memang cukup mengasyikkan. Apalagi, untuk seorang pelancong seperti saya, paket-paket wisata yang ditawarkan harganya cukup mahal. Rata-rata, pihak travel itu mematok harga 400 ribu rupiah sampai 1 juta rupiah untuk perjalanan pulang pergi Labuan Bajo-Pulau Komodo. Sementara, untuk menyeberang dengan kapal milik penduduk, saya yang masih muda dan membawa barang-barang banyak dihitung sebagai pelajar dengan tarif 20 ribu rupiah. Kalau penumpang umum, tarifnya adalah 40 ribu rupiah. Usai fajar subuh, sendiri saya berjalan ke pelabuhan. Di sana saya mencari kopi dan teman untuk mengobrol. Saya berkenalan dengan Om Gendut, seorang penjual mainan yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Dari info yang ia berikan, saya tahu bahwa setiap hari ada sebuah kapal milik penduduk Desa Komodo yang mengantarkan penduduk Desa Komodo ke Labuan Bajo. Biasanya kapal itu sudah merapat di Labuan Bajo pada pukul 8 WIT. Setelah itu, kapal akan kembali ke Desa Komodo pada pukul 12 WIT. Waktu tempuh Labuan Bajo-Pulau Komodo adalah sekitar empat jam. Selama perjalanan, kegiatan yang paling mengasyikkan tentu saja mengobrol dengan penduduk Desa Komodo. Mereka ramah dan suka bercerita. Di sinilah saya bertemu dengan Kasim yang menawari saya menginap di rumahnya.

Nuran Wibisono adalah penulis lepas yang suka melakukan perjalanan, berdomisili di Jember, Jawa Timur. Artikel ini juga dapat dibaca di LenteraTimur.com melalui link berikut http://www.lenteratimur.com/suku-komodo-sunyi-di-tengah-ingar-bingar/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Menjelang petang, perahu yang saya tumpangi merapat ke dermaga Desa Komodo. Saya melihat, Desa Komodo hampir mirip dengan desa nelayan yang pernah saya kunjungi. Tak jauh beda dengan, katakanlah, kampung nelayan di Pulau Derawan, Kalimantan Timur, atau di Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat. Anak-anak Desa Komodo yang tampaknya tak biasa melihat turis langsung mengerubungi saya dan minta dipotret. Saya merasa betapa lucu dan polosnya mereka. Mungkin mereka jarang melihat ada orang asing memasuki kawasan mereka. Sebab, para wisatawan yang mulai membanjiri Pulau Komodo sejak dinominasikan sebagai salah satu “New 7 Wonders of Nature” lebih banyak tinggal di resort atau menginap di kapal yang lepas sauh di tengah laut. Dan setelah menghabiskan beberapa menit untuk sesi foto, saya langsung menuju rumah Kasim. Di rumah Kasim, saya mendapatkan satu kamar kosong dengan dua buah kasur. Rumahnya berbentuk rumah panggung bertingkat dua dengan kayu sebagai bahan utama. Lantai bawah digunakan sebagai ruang bersantai dan ruang makan. Sementara, ruang atas adalah ruang tamu dan kamar - yang saya tempati. Bentuk rumah Kasim memang menjadi tipikal di Pulau Komodo. Di sini, hampir semua rumahnya bertingkat dengan pola rumah panggung khas Bugis dan atap yang bersilang khas Bima. Namun demikian, bangunan rumah ini bukan sekedar bangunan. Ada filosofi yang terkandung di dalamnya, yakni Sabalong Samalewa, yang artinya adalah sama tinggi sama rata. Sebagaimana model rumah-rumah panggung yang tersebar di seantero Indonesia, rumah panggung Suku Komodo berfungsi untuk menghindari kemungkinan masuknya komodo ke dalam rumah. Di sini, parabola menjadi pemandangan yang lumrah di rumah-rumah penduduk. Sebab, tanpa teknologi itu, memang tak ada siaran televisi yang bisa tertangkap. Meski demikian, setiap hari listrik baru menyala dari generator setelah pukul 18 WIT. Berpetualang ke Pulau Komodo menjadi pengalaman yang mengesankan buat saya. Tak hanya keindahan alam atau binatang purbanya yang menarik perhatian, tetapi juga kebudayaan dari suku yang absen dalam kebisingan tentang pulau milik mereka sendiri.

Photo : http://infopublik.org

Geliat perekonomi rakyat di Papua. Ekonomi kerakyatan adalahisu penting dari 3 isu lainnyayang dititik beratkan dalam amanah Otsus.

Page 40: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Serangkaian Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis dan masalah-masalah spesifik yang dihadapi oleh masing-masing provinsi di KTI, capaian kinerja pembangunan yang menonjol di masing-masing provinsi, dan agenda kebijakan lima tahun ke depan. Hasil FGD akan menjadi bahan diskusi dalam Forum Kepala BAPPEDA Provinsi sekawasan timur Indonesia. FGD berlangsung pada tanggal 29 Januari 2014 di Ruang Rapat Rektorat Lama, Universitas Negeri Papua (UNIPA), dibuka oleh Sekretaris Bappeda, Ir. Danardono, M.P. FGD tersebut diawali dengan overview untuk Isu Strategis, Permasalahan dan Arah Pembangunan Provinsi Papua Barat oleh Ir. Totok Unarto, M.Sc (Kabid. Penelitian dan Data Bappeda), Ir. Supryadi Djalimun, M.T. (Kabid Ekonomi Bappeda) dan kemudian lanjutan FGD berupa diskusi kelompok dengan pembagian kelompok berdasarkan dimensi pembangunan, yang mana merupakan fragmen dari matriks provinsi yang merupakan output utama pelaksanaan FGD untuk Rekomendasi penyusunan Buku III RPJMN.

Isu-isu utama terkait pembangunan di Papua Barat Dana Otsus masih cukup besar dialokasikan belum sesuai d e n g a n U n d a n g - U n d a n g 2 1 Ta h u n 2 0 0 1 y a n g menitikberatkan pada 4 (empat) sektor yaitu Pendidikan, Kesehatan, infrastruktur dan ekonomi kerakyatan. Permasalahan terjadi pada hal-hal dibawah ini: Pertama, pelaksanaan Otsus tidak diimbangi dengan upaya penyelesaian konflik politik secara damai. Pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan yang bertolak belakang dengan tujuan Otsus untuk meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kedua, kekhususan otonomi Papua terjadi dalam bentuk berbagai kebijakan desentralisasi yang tidak mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2001 yang meletakkan titik berat otonomi di provinsi, tetapi menggunakan UU Nomor 32 tahun 2004 yang menitikberatkan otonomi di tingkat kabupaten dan kota sehingga menimbulkan konflik antar satuan pemerintahan daerah. Ketiga,masih kurangnya kapasitas kelembagaan yang diperlukan untuk menjalankan Otsus, baik karena status legal formal maupun karena kondisi politik yang bersifat khusus. Sebagai contoh adalah keberadaan MRP yang merupakan representasi kultural belum mampu mewarnai kebijakan dan mengontrol pelaksanaan pemerintahan. Selain itu, untuk m e wad a h i a s p i ra s i m a sya ra kat Pa p u a d i p e r l u ka n infrastruktur partai politik lokal yang dimungkinkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001. Namun hingga saat ini, ketentuan tersebut belum terlihat akan segera dilaksanakan. Ke e m p a t , a d a ke c e n d e r u n ga n m e m p e r l a m b at implementasi Otsus dengan cara menunda pembentukan peraturan pelaksana yang diperlukan, seperti Perdasus dan Perdasi.

tanislaus Stan akrab disapa dengan sebutan Stanis. Dia lahir di Labuan Bajo 39 tahun silam. Ia dikenal

sebagai seorang penyelam yang tangguh, tidak hanya lihai bermain dengan kencangnya arus di Flores, Stanis pun vokal menyuarakan aspirasi mengenai kondisi area pulau Komodo dan sekitarnya. Kepedulian tersebut bermula sejak ia menjadi guide di sebuah kapal pesiar di Bali. Saat itu Stanis ditawari pilihan untuk menjadi bartender, cruiser atau dive master. Ia lantas memilih untuk menjadi dive master padahal sebenarnya dia adalah anak Flores yang dibesarkan di daerah pegunungan. Takut laut dan tidak bisa berenang. Selama 2 tahun Stanis melewati prosesnya. Sudah hampir 5 tahun dia bekerja di kapal pesiar tersebut. Namun pada tahun 2002 Stanis memutuskan kembali ke Labuan Bajo dan bekerja sebagai kontraktor, tidak berhubungan dengan laut sama sekali selama setahun. Dia merasa stress dan tidak bahagia. Tahun 2003 dia bekerja di beberapa kapal dan dive centre. Selama beberapa tahun ia bekerja di beberapa dive centre namun akhirnya t e t a p m e m i l i h f r e e l a n c e . Pilihannya untuk freelance bisa jadi untuk mengimbangi kegemarannya berkumpul, berbagi cerita dan ide pada anak-anak muda di pulau Komodo dan sekitarnya. Mengajak

Lalu tahun lalu muncullah Yayasan Komodo Kita milik Jusuf Kalla. Ketuanya merasa simpatik dengan ide Stanis. Nelayan sempat demo ke taman nasional K o m o d o k a r e n a k e l a p a r a n . L a l u S t a n i s mengirimkan proposal ke Yayasan Komodo Kita. Stanis mengajukan ide mendidik anak-anak masyarakat lokal untuk menjadi dive guide, dive master dan dive instruktur. Proposalnya tembus lalu merealisasikannya dengan sertifikat dive, fasilitas pendukung dan biaya operasional. Namun ada bentrok dengan asosiasi yang sedikit merasa ketakutan upaya ini akan menjadi pemicu persaingan para dive master. Pendidikan mulai di bulan Maret tahun ini, sudah ada 17 orang rescue divers yang kelak akan menjadi dive guide. Stanis sekarang sedang mencari tempat training bagi para siswa tersebut. Stanis memiliki visi jangka pendek dan jangka panjang. Visi jangka pendek Stanis adalah para siswa dapat menghasilkan uang dari menyelam bukan hanya jadi nelayan atau menjual aksesoris. Visi jangka panjangnya keberadaan wisata bahari Komodo dapat bertahan lama dan pelanggaran nelayan menurun. Harapan Stanis, satu orang siswa ini dapat mempengaruhi 5 teman lainnya dengan banyak hal baik yang bisa disebarkan. Masyarakat lokal

sudah seharusnya dapat menikmati hasil dari geliat pariwisata di pulau Komodo dan sekitarnya.

Anak-anak muda binaan Stanis kelak akan menjadi orang-orang

hebat yang gemar memberi semangat. Seperti yang sedang d i l a k u k a n s a h a b a t k i t a ,

Stanislau Stan.

S Stanis yang

Gemar Memberi

Semangat

Artikel ini diambil dari situs web menujutimur.com pada link berikut :

http://menujutimur.com/stanis-yang-gemar-memberi-semangat/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Sosok

mereka untuk belajar menyelam. Stanis pun bersama rekan-rekannya mendirikan asosiasi dive guide. Banyak hal yang membuat ia miris. Mengenai penangkapan nelayan dan kesenjangan sosial di area Komodo. Ia juga melihat banyak ketidakadilan. Bagaimana investor asing seringkali melupakan pemberdayaan masyarakat lokal. Sekitar dua tahun lalu, Stanis menyuarakan aspirasinya di Balai Taman Komodo membahas tentang pelanggaran nelayan. Ia memberikan ide untuk melibatkan masyarakat lokal menjadi pelaku pariwisata. Namun bupati tidak merealisasikan.

Harapan Stanis, satu orang siswa dapat mempengaruhi 5 teman lainnya dengan banyak hal baik yang bisa disebarkan.

Masyarakat lokal sudah seharusnya dapat menikmati hasil dari geliat pariwisata di pulau Komodo dan sekitarnya.

37 38 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Penulis adalah Akademisi Universitas Negeri Papua (UNIPA) / Focal Point JiKTI – Provinsi Papua BaratUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia, Anda dapat menghubungi [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Page 41: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Serangkaian Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis dan masalah-masalah spesifik yang dihadapi oleh masing-masing provinsi di KTI, capaian kinerja pembangunan yang menonjol di masing-masing provinsi, dan agenda kebijakan lima tahun ke depan. Hasil FGD akan menjadi bahan diskusi dalam Forum Kepala BAPPEDA Provinsi sekawasan timur Indonesia. FGD berlangsung pada tanggal 29 Januari 2014 di Ruang Rapat Rektorat Lama, Universitas Negeri Papua (UNIPA), dibuka oleh Sekretaris Bappeda, Ir. Danardono, M.P. FGD tersebut diawali dengan overview untuk Isu Strategis, Permasalahan dan Arah Pembangunan Provinsi Papua Barat oleh Ir. Totok Unarto, M.Sc (Kabid. Penelitian dan Data Bappeda), Ir. Supryadi Djalimun, M.T. (Kabid Ekonomi Bappeda) dan kemudian lanjutan FGD berupa diskusi kelompok dengan pembagian kelompok berdasarkan dimensi pembangunan, yang mana merupakan fragmen dari matriks provinsi yang merupakan output utama pelaksanaan FGD untuk Rekomendasi penyusunan Buku III RPJMN.

Isu-isu utama terkait pembangunan di Papua Barat Dana Otsus masih cukup besar dialokasikan belum sesuai d e n g a n U n d a n g - U n d a n g 2 1 Ta h u n 2 0 0 1 y a n g menitikberatkan pada 4 (empat) sektor yaitu Pendidikan, Kesehatan, infrastruktur dan ekonomi kerakyatan. Permasalahan terjadi pada hal-hal dibawah ini: Pertama, pelaksanaan Otsus tidak diimbangi dengan upaya penyelesaian konflik politik secara damai. Pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan yang bertolak belakang dengan tujuan Otsus untuk meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kedua, kekhususan otonomi Papua terjadi dalam bentuk berbagai kebijakan desentralisasi yang tidak mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2001 yang meletakkan titik berat otonomi di provinsi, tetapi menggunakan UU Nomor 32 tahun 2004 yang menitikberatkan otonomi di tingkat kabupaten dan kota sehingga menimbulkan konflik antar satuan pemerintahan daerah. Ketiga,masih kurangnya kapasitas kelembagaan yang diperlukan untuk menjalankan Otsus, baik karena status legal formal maupun karena kondisi politik yang bersifat khusus. Sebagai contoh adalah keberadaan MRP yang merupakan representasi kultural belum mampu mewarnai kebijakan dan mengontrol pelaksanaan pemerintahan. Selain itu, untuk m e wad a h i a s p i ra s i m a sya ra kat Pa p u a d i p e r l u ka n infrastruktur partai politik lokal yang dimungkinkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001. Namun hingga saat ini, ketentuan tersebut belum terlihat akan segera dilaksanakan. Ke e m p a t , a d a ke c e n d e r u n ga n m e m p e r l a m b at implementasi Otsus dengan cara menunda pembentukan peraturan pelaksana yang diperlukan, seperti Perdasus dan Perdasi.

tanislaus Stan akrab disapa dengan sebutan Stanis. Dia lahir di Labuan Bajo 39 tahun silam. Ia dikenal

sebagai seorang penyelam yang tangguh, tidak hanya lihai bermain dengan kencangnya arus di Flores, Stanis pun vokal menyuarakan aspirasi mengenai kondisi area pulau Komodo dan sekitarnya. Kepedulian tersebut bermula sejak ia menjadi guide di sebuah kapal pesiar di Bali. Saat itu Stanis ditawari pilihan untuk menjadi bartender, cruiser atau dive master. Ia lantas memilih untuk menjadi dive master padahal sebenarnya dia adalah anak Flores yang dibesarkan di daerah pegunungan. Takut laut dan tidak bisa berenang. Selama 2 tahun Stanis melewati prosesnya. Sudah hampir 5 tahun dia bekerja di kapal pesiar tersebut. Namun pada tahun 2002 Stanis memutuskan kembali ke Labuan Bajo dan bekerja sebagai kontraktor, tidak berhubungan dengan laut sama sekali selama setahun. Dia merasa stress dan tidak bahagia. Tahun 2003 dia bekerja di beberapa kapal dan dive centre. Selama beberapa tahun ia bekerja di beberapa dive centre namun akhirnya t e t a p m e m i l i h f r e e l a n c e . Pilihannya untuk freelance bisa jadi untuk mengimbangi kegemarannya berkumpul, berbagi cerita dan ide pada anak-anak muda di pulau Komodo dan sekitarnya. Mengajak

Lalu tahun lalu muncullah Yayasan Komodo Kita milik Jusuf Kalla. Ketuanya merasa simpatik dengan ide Stanis. Nelayan sempat demo ke taman nasional K o m o d o k a r e n a k e l a p a r a n . L a l u S t a n i s mengirimkan proposal ke Yayasan Komodo Kita. Stanis mengajukan ide mendidik anak-anak masyarakat lokal untuk menjadi dive guide, dive master dan dive instruktur. Proposalnya tembus lalu merealisasikannya dengan sertifikat dive, fasilitas pendukung dan biaya operasional. Namun ada bentrok dengan asosiasi yang sedikit merasa ketakutan upaya ini akan menjadi pemicu persaingan para dive master. Pendidikan mulai di bulan Maret tahun ini, sudah ada 17 orang rescue divers yang kelak akan menjadi dive guide. Stanis sekarang sedang mencari tempat training bagi para siswa tersebut. Stanis memiliki visi jangka pendek dan jangka panjang. Visi jangka pendek Stanis adalah para siswa dapat menghasilkan uang dari menyelam bukan hanya jadi nelayan atau menjual aksesoris. Visi jangka panjangnya keberadaan wisata bahari Komodo dapat bertahan lama dan pelanggaran nelayan menurun. Harapan Stanis, satu orang siswa ini dapat mempengaruhi 5 teman lainnya dengan banyak hal baik yang bisa disebarkan. Masyarakat lokal

sudah seharusnya dapat menikmati hasil dari geliat pariwisata di pulau Komodo dan sekitarnya.

Anak-anak muda binaan Stanis kelak akan menjadi orang-orang

hebat yang gemar memberi semangat. Seperti yang sedang d i l a k u k a n s a h a b a t k i t a ,

Stanislau Stan.

S Stanis yang

Gemar Memberi

Semangat

Artikel ini diambil dari situs web menujutimur.com pada link berikut :

http://menujutimur.com/stanis-yang-gemar-memberi-semangat/

INFORMASI LEBIH LANJUT

Sosok

mereka untuk belajar menyelam. Stanis pun bersama rekan-rekannya mendirikan asosiasi dive guide. Banyak hal yang membuat ia miris. Mengenai penangkapan nelayan dan kesenjangan sosial di area Komodo. Ia juga melihat banyak ketidakadilan. Bagaimana investor asing seringkali melupakan pemberdayaan masyarakat lokal. Sekitar dua tahun lalu, Stanis menyuarakan aspirasinya di Balai Taman Komodo membahas tentang pelanggaran nelayan. Ia memberikan ide untuk melibatkan masyarakat lokal menjadi pelaku pariwisata. Namun bupati tidak merealisasikan.

Harapan Stanis, satu orang siswa dapat mempengaruhi 5 teman lainnya dengan banyak hal baik yang bisa disebarkan.

Masyarakat lokal sudah seharusnya dapat menikmati hasil dari geliat pariwisata di pulau Komodo dan sekitarnya.

37 38 No. Februari - Maret 2014 98BaKTINews No. Februari - Maret 2014 98 BaKTINews

Penulis adalah Akademisi Universitas Negeri Papua (UNIPA) / Focal Point JiKTI – Provinsi Papua BaratUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia, Anda dapat menghubungi [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT

Page 42: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Konsultan Transisi SMS – Air yang didukung o l e h U S A I D m e n g a d a k a n d i s k u s i Multistakeholder keberlanjutan SMS Air untuk

mendapatkan masukan terkait arah mekanisme dan pengembangan SMS Air ke depan, bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Pertemuan ini dibuka Alimuddin Tarawe,MM (Kepala Bagian Perekonomian Kota Makassar) dan dihadiri oleh 15 peserta yang merupakan perwakilan dari stakeholder terkait Program SMS Air antara lain Pemerintah Kota Makassar, yang diwakili oleh Bappeda Kota Makassar, Dinas PU Kota Makassar, Bagian Humas Kota Makassar, Yayasan Kota Kita Solo (YKKS), PDAM, Ombudsman Kota Makassar, NGO dan Masyarakat.

Dialog Multistakeholder SMS Air12 Februari 2014

aKTI kembali mengadakan kegiatan Sosialisasi Australian Development Scholarship (ADS) untuk Sahabat BBaKTI dan masyarakat umum yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S2/S3 di Australia bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Adityo Setiawan, Scholarships Outreach Officer dari Kedutaan

Australia Jakarta hadir sebagai narasumber dan membawakan presentasi kepada peserta. Sebanyak 66 orang hadir di acara ini berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, NGO, staf pemerintah daerah dan karyawan swasta.

Sosialisasi Australian Development Scholarship24 Februari 2014

Kegiatan di BaKTI

Inspirasi BaKTI kali ini, BaKTI bekerjasama dengan Sekolah Politik Perempuan Maupe (SPPM) Maros mengangkat topic “Mendorong Partisipasi dan

Kepemimpinan Politik Perempuan melalui Sekolah Politik Perempuan Maupe” yang dikemas dalam bentuk Talkshow. SPPM adalah salah satu perintis pengembangan kapasitas perempuan di Sulsel khususnya di kabupaten Maros. Tujuan utama pembentukan SPPM ini adalah mencetak kader perempuan berkualitas yang akan menjadi agen of change di Kabupaten Maros sebagai actor politik dan juga memberikan kontribusi dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan perempuan. Alumni yang hadir turut berbagi pengalaman mereka setelah mengikuti pendidikan ini. Peserta yang hadir mengapreasi event ini dan berharap SPPM bisa direplikasi di kabupaten lain dengan dukungan komitmen dan dana dari pemerintah daerah. Sebanyak 45 peserta mengikuti Talkshow ini berasal dari anggota parlemen, pemda, media dan NGO/CSO.

Inspirasi BaKTI “Mendorong Partisipasi dan Kepemimpinan Politik Perempuan melalui Sekolah Politik Perempuan Maupe”

21 Februari 2014

Dalam rangka silaturahmi dan sebagai bentuk apreasi, Asosiasi Praktisi Radio Siaran Indonesia (APRASI) Sulsel menyelenggarakan

Pertemuan informal dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel yang baru terpilih, bertempat di Kantor BaKTI Makassar. Dalam pertemuan ini dibahas beberapa hal yang menjadi fokus perhatian antara lain mengenai standar kompetensi SDM penyiaran, standar harga iklan, serta desentralisasi penyiaran yang seharusnya hadir memberi kontribusi bagi semakin berkembangnya kualitas siaran lokal di daerah. Pertemuan ini dihadiri oleh 25 peserta yang berasal dari praktisi Radio dan KPID Sulsel.

Pertemuan informal APRASI24 Februari 2014

Kabar Gembira!

Kini Anda dapat kembali bertukar solusi dan berbagi informasi praktik cerdas di media online pertukaran pengetahuan pembangunan kawasan timur

Jangan lewatkan berita dari kawasan timur Indonesia dan informasi peluang, termasuk beasiswa dan lowongan pekerjaan.

Anda juga dapat berbagi kisah dengan mengupload tulisan tentang kegiatan keren yang sedang Anda lakukan.

Segera akses batukarinfo.com dan registrasi untuk dapat mendownload beragam dokumen pembangunan dan publikasi-publikasi keren terbaru.

Anda juga bisa menggunakan ruang pertemuan di Gedung BaKTI untuk workshop, training, seminar, screening film, launching program, dan sebagainya.

Kontak kami di [email protected] atau hubungi kami di 0411-833383 untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan reservasi ruangan.

Sudah berkunjung ke Galeri Pengetahuan BaKTI?Yuk, nikmati ribuan buku-buku dari berbagai bidang di Galeri Pengetahuan BaKTI.Anda juga bisa menikmati layanan internet dan wifi.

Juga hadiri berbagai kegiatan yang kami adakan di Gedung BaKTI. Selalu ikuti facebook yayasan BaKTI dan twitter @infobakti untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan keren yang diadakan di sini.

A PLACE WHERE KNOWLEDGE MEETS CREATIVITY

batukarinfo.com kembali online !

Galeri Pengetahuan

Page 43: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Konsultan Transisi SMS – Air yang didukung o l e h U S A I D m e n g a d a k a n d i s k u s i Multistakeholder keberlanjutan SMS Air untuk

mendapatkan masukan terkait arah mekanisme dan pengembangan SMS Air ke depan, bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Pertemuan ini dibuka Alimuddin Tarawe,MM (Kepala Bagian Perekonomian Kota Makassar) dan dihadiri oleh 15 peserta yang merupakan perwakilan dari stakeholder terkait Program SMS Air antara lain Pemerintah Kota Makassar, yang diwakili oleh Bappeda Kota Makassar, Dinas PU Kota Makassar, Bagian Humas Kota Makassar, Yayasan Kota Kita Solo (YKKS), PDAM, Ombudsman Kota Makassar, NGO dan Masyarakat.

Dialog Multistakeholder SMS Air12 Februari 2014

aKTI kembali mengadakan kegiatan Sosialisasi Australian Development Scholarship (ADS) untuk Sahabat BBaKTI dan masyarakat umum yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S2/S3 di Australia bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Adityo Setiawan, Scholarships Outreach Officer dari Kedutaan

Australia Jakarta hadir sebagai narasumber dan membawakan presentasi kepada peserta. Sebanyak 66 orang hadir di acara ini berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, NGO, staf pemerintah daerah dan karyawan swasta.

Sosialisasi Australian Development Scholarship24 Februari 2014

Kegiatan di BaKTI

Inspirasi BaKTI kali ini, BaKTI bekerjasama dengan Sekolah Politik Perempuan Maupe (SPPM) Maros mengangkat topic “Mendorong Partisipasi dan

Kepemimpinan Politik Perempuan melalui Sekolah Politik Perempuan Maupe” yang dikemas dalam bentuk Talkshow. SPPM adalah salah satu perintis pengembangan kapasitas perempuan di Sulsel khususnya di kabupaten Maros. Tujuan utama pembentukan SPPM ini adalah mencetak kader perempuan berkualitas yang akan menjadi agen of change di Kabupaten Maros sebagai actor politik dan juga memberikan kontribusi dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan perempuan. Alumni yang hadir turut berbagi pengalaman mereka setelah mengikuti pendidikan ini. Peserta yang hadir mengapreasi event ini dan berharap SPPM bisa direplikasi di kabupaten lain dengan dukungan komitmen dan dana dari pemerintah daerah. Sebanyak 45 peserta mengikuti Talkshow ini berasal dari anggota parlemen, pemda, media dan NGO/CSO.

Inspirasi BaKTI “Mendorong Partisipasi dan Kepemimpinan Politik Perempuan melalui Sekolah Politik Perempuan Maupe”

21 Februari 2014

Dalam rangka silaturahmi dan sebagai bentuk apreasi, Asosiasi Praktisi Radio Siaran Indonesia (APRASI) Sulsel menyelenggarakan

Pertemuan informal dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel yang baru terpilih, bertempat di Kantor BaKTI Makassar. Dalam pertemuan ini dibahas beberapa hal yang menjadi fokus perhatian antara lain mengenai standar kompetensi SDM penyiaran, standar harga iklan, serta desentralisasi penyiaran yang seharusnya hadir memberi kontribusi bagi semakin berkembangnya kualitas siaran lokal di daerah. Pertemuan ini dihadiri oleh 25 peserta yang berasal dari praktisi Radio dan KPID Sulsel.

Pertemuan informal APRASI24 Februari 2014

Kabar Gembira!

Kini Anda dapat kembali bertukar solusi dan berbagi informasi praktik cerdas di media online pertukaran pengetahuan pembangunan kawasan timur

Jangan lewatkan berita dari kawasan timur Indonesia dan informasi peluang, termasuk beasiswa dan lowongan pekerjaan.

Anda juga dapat berbagi kisah dengan mengupload tulisan tentang kegiatan keren yang sedang Anda lakukan.

Segera akses batukarinfo.com dan registrasi untuk dapat mendownload beragam dokumen pembangunan dan publikasi-publikasi keren terbaru.

Anda juga bisa menggunakan ruang pertemuan di Gedung BaKTI untuk workshop, training, seminar, screening film, launching program, dan sebagainya.

Kontak kami di [email protected] atau hubungi kami di 0411-833383 untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan reservasi ruangan.

Sudah berkunjung ke Galeri Pengetahuan BaKTI?Yuk, nikmati ribuan buku-buku dari berbagai bidang di Galeri Pengetahuan BaKTI.Anda juga bisa menikmati layanan internet dan wifi.

Juga hadiri berbagai kegiatan yang kami adakan di Gedung BaKTI. Selalu ikuti facebook yayasan BaKTI dan twitter @infobakti untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan keren yang diadakan di sini.

A PLACE WHERE KNOWLEDGE MEETS CREATIVITY

batukarinfo.com kembali online !

Galeri Pengetahuan

Page 44: No. 98 Februari - Maret 2014 ...Daftar Isi Februari - Maret 2014 No. 98 Jl. H.A. Mappanyukki No. 32 Makassar 90125, Sulawesi Selatan - Indonesia +62 411 832228, 833383 +62 411 852146

Mengukur Realitas dan Persepsi Penyiksaan di Indonesia

Sebagai hasil penelitian LBH Jakarta, buku ini membahas mengenai praktik penyiksaan di Indonesia. Temuan keseluruhan dalam penelitian ini adalah bahwa praktik penyiksaan di Indonesia illegal, meluas, sistematis dan terlembaga. Aparat penegak hukum dan tersangka masih mentoleransi praktik penyiksaan walaupun

dalam tingkat yang rendah. Penelitian ini atas kerjasama Kemitraan dan Uni Eropa.

EDITOR Nurkholis Hidayat dan Restaria F. Hutabarat PENERBIT Kemitraan ISBN 978-979-26-9673-8

PENULIS Bartolomeus Marsudiharjo, Shintya Kurniawan, Hendro Suwito dan Kawan-kawan DESKRIPSI FISIK xvi+144 hlm.,16 x 22,6 cm ISBN 978-979-709-752-3

Kenari Kecil dari Kalabahi; dan 29 kisah inspiratif anak Indonesia

Kumpulan kisah kehidupan anak-anak dan kaum muda di beberapa wilayah di tanah air terangkum dalam buku ini. Kisah-kisah inspiratif perjuangan mereka terangkum dalam buku ini. Semuanya kemudian mengingatkan kita bahwa masih banyak anak-

anak Indonesia yang dengan gigih dan tekun mencoba mengatasi rintangan mereka demi menggapai cita-cita. Kemiskinan, terpencil, fasilitas terbatas tidak menjadi halangan untuk mereka.

Darmawan TriwibowoEDITOR Akatiga PENERBIT ISSN 1411-0024

Jurnal Analisis Sosial; Negara Pasca-Orde Baru dan Program Pengurangan Kemiskinan di Indonesia

Dalam volume 18 No. 2 ini, hal-hal mengenai apa yang telah dilakukan Negara, melakukan penilaian atas apa yang berjalan dengan baik dan yang gagal dijalankan dengan baik oleh negara, serta apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya di telisik. Analisis menggunakan 3 takaran yaitu : 1. Analisis makro terhadap dampak

demokrasi terhadap perilaku negara, 2. analisis terhadap kinerja dan capaian pilar-pilar strategi utama pengurangan kemiskinan pasca Orde Baru, 3. analisis terhadap dinamika pengurangan kemiskinan di tataran subnasional setelah berlangsungnya desentralisasi.

Media dan Kelompok Rentan di Indonesia: Empat Kisah PENULIS Yanuar Nugroho, Leonardus K. Nugraha, Shita Laksmi, Mirta Amalia, Diniarti Andriani Putri dan Dwitria AmaliaPENERBIT CIPG, Hivos dan Manchester University Business School dan Ford Foundation

Buku ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk memetakan (mengkaji) implikasi dinamika ekonomi politik media terhadap hak warga bermedia dilihat dari perspektif warga, terutama kelompok rentan dan dilemahkan. Dengan menyajikan empat studi kasus kelompok rentan, penetian ini bertujuan untuk memetakan gambar

yang lebih besar lagi mengenai hak warga bermedia.

Terima kasih kepada Terima kasih kepada WVI, AKATIGA, CIPG dan Kemitraan atas sumbangan buku-bukunya untuk perpustakaan BaKTI.

Buku tersebut dapat dibaca di Perpustakaan BaKTI

InfoBuku