biomon 98% fix

47
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Misalnya, pada lingkungan perairan terdapat komponen abiotik dan biotik (algal flora) yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara (nutrien). Jika kegiatan pada lahan tersebut mengeluarkan limbah dan menghasilkan sampah yang langsung dibuang ke dalam perairan dan masuknya sumber- sumber pencemar tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan (Hendrawan dkk., 2004). Buangan tersebut pada umumnya mengandung zat-zat yang bersifat racun yang menyebabkan deoksigenasi, naiknya temperatur, serta meningkatnya padatan tersuspensi, terlarut dan partikulat bahan organik. Sehingga, masuknya limbah ke dalam perairan akan mengubah kondisi

Upload: icha-ichayanx

Post on 14-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

biomonitoring

TRANSCRIPT

Page 1: Biomon 98% Fix

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya

makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau

berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam

sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan

peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).

Misalnya, pada lingkungan perairan terdapat komponen abiotik dan biotik

(algal flora) yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara (nutrien).

Jika kegiatan pada lahan tersebut mengeluarkan limbah dan menghasilkan sampah

yang langsung dibuang ke dalam perairan dan masuknya sumber-sumber

pencemar tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan (Hendrawan

dkk., 2004). Buangan tersebut pada umumnya mengandung zat-zat yang bersifat

racun yang menyebabkan deoksigenasi, naiknya temperatur, serta meningkatnya

padatan tersuspensi, terlarut dan partikulat bahan organik. Sehingga, masuknya

limbah ke dalam perairan akan mengubah kondisi ekologi perairan dan komunitas

di dalamnya dan mengganggu interaksi antara komponen abiotik dan biotik (algal

flora) (Stoddard dkk., 2003; Bledsoe dkk., 2004; Tuvikene dkk., 2005).

Saat ini di Indonesia banyak sekali permasalahan yang berkaitan dengan

lingkungan, hal ini di sebabkan oleh kemajuan teknologi yang semakin pesat.

Banyaknya bermunculan pabrik-pabrik yang bergerak di sektor industri yang

mana limbah yang dihasilkan dapat juga mencemari lingkungan. Pencemaran

logam-logam juga dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada

konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami

detoksifikasi sehingga membahayakan manusia. Logam berat umumnya bersifat

racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam

jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air

yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke

Page 2: Biomon 98% Fix

bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini

berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah

yang membahayakan kesehatan manusia

Untuk mengetahui adanya pencemaran dalam lingkungan dapat dilakukan

biomonitoring dengan menggunakan beberapa indikator baik secara kimia

maupun biologi. Pemakaian organisme hidup sebagai indikator pencemaran inilah

yang disebut bioindikator (Fitriati, 2004). Adapun salah satu contoh dari

bioindikator yakni alga.

Salah satu biota alga yaitu fitoplankton merupakan organisme yang

mempunyai peranan besar dalam ekosistem perairan dan menjadi produsen primer

(Lacerda dkk., 2004). Keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai

bioindikator adanya perubahan lingkungan perairan yang disebabkan

ketidakseimbangan suatu ekosistem akibat pencemaran (Oxborough dan Baker,

1997; Ekwu dan Sikoki, 2006). Dalam pengolahan limbah industri yang

mengandung logam berat, pemanfaatan alga baik dalam bentuk biomassa bebas

maupun yang terimmobilisasi sebagai biosorben tidak diragukan lagi, karena

metode ini sangat efisien, biaya relatif murah, hasil samping tidak berbahaya,

biosorben dapat diregenerasi, dan ion logam yang teradsorpsi dapat di-recovery

kembali (Kratochvil dan Volesky, 1998).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang muncul adalah:

1. Bagaimana peranan alga sebagai bioindikator lingkungan?

2. Zat kimia apa saja yang dapat diakumulasi oleh alga?

3. Bagaimana alga mengolah zat-zat kimiawi lingkungan di dalam tubuhnya?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang diharapakan dalam pembuatan makalah ini adalah dapat

mengetahui adanya potensi alga sebagai bioindikator pencemaran lingkungan.

1.4 Manfaat

Page 3: Biomon 98% Fix

Manfaat yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah agar dapat

menginformasikan kepada para pembaca mengenai adanya potensi alga sebagai

bioindikator pencemaran lingkungan sehingga dapat menambah pengetahuan

pembaca.

Page 4: Biomon 98% Fix

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Alga

Didalam lautan terdapat bermacam-macam mahluk hidup baik berupa

tumbuhan air maupun hewan air. Salah satu mahluk hidup yang tumbuh dan

berkembang di laut adalah alga. Alga adalah protista eukariotik (kecuali alga biru

hijau) yang terdapat di mana saja dan hidup di banyak tempat yang terkena sinar

matahari. Alga pada umumnya berukuran mikroskopis dan hidup di air. Ilmu yang

mempelajari mengenai alga disebut fikologi. Alga adalah salah satu organisme

yang dapat tumbuh pada rentang kondisi yang luas di permukaan bumi. Alga

biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda- benda yang

sering terkena air dan banyak hidup pada lingkungan berair di permukaan bumi.

Alga dapat hidup hampir di semua tempat yang memiliki cukup sinar matahari, air

dan karbon-dioksida.

Ada tiga divisi alga laut yaitu Cholorophyta (900 spesies), Phaeophyta (1000

spesies), dan Rhodophyta (2500 spesies).

Istilah alga pertama kali diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1754.

Pada mulanya penjelasan dijalankan berdasarkan warna. Penjelasan alga

berdasarkan kepada ciri-ciri berikut:

1. Mempunyai pigmen fotosintesis seperti klorofil dan karotenoid.

2. Mempunyai komponen dinding sel. Bahan dinding sel terdiri dari polisakarida,

lipid dan bahan protein. Komponen khusus yang mencirikan dinding sel

termasuk asam poliuronat, asam alginat (Phaeophyta), asam fusinat (banyak

terdapat pada Phaeophyta) dan komponen mukopeptida (Cynophyta). Ciri khas

yang terdapat pada Chrysophyta ialah mempunyai dinding sel yang bersilika.

3. Aspek struktur sel

- Ketiadaan membran yang memisahkan nukleus

- Pembagian nukleus tidak berlaku secara mitosis seperti yang berlaku pada

eukariot.

Page 5: Biomon 98% Fix

- Adanya dinding sel yang melindungi mukopeptida tertentu sebagai komponen

yang menguatkannya.

Alga merupakan protista bertalus yang memiliki pigmen dan khlorofil.

Tubuhnya terdiri atas satu sel (uniseluler) dan ada pula yang banyak sel

(multiseluler). Ciri-ciri umum pada alga, yaitu alga tidak memiliki akar, batang

dan daun sejati. Tubuh seperti ini dinamakan talus. Itulah sebabnya alga tidak

dapat digolongkan sebagai tumbuhan (plantae). Di dalam sel alga terdapat plastid

yaitu organel sel yang mengandung zat warna (pigmen). Plastid yang terdapat

pada alga terutama khloroplas yang mengandung pigmen klorofil yang berperan

penting dalam proses fotosintesis. Sehingga alga bersifat autotrof, karena dapat

menyusun sendiri makanannya berupa zat organik dan zat-zat anorganik. Pigmen

lain yang terdapat dalam alga, yaitu fikosianin (warna biru), xantofil (warna

kuning), karoten (warna keemasan), fikosantin (warna pirang) dan fikoeritrin

(warna merah). Alga menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk granul atau

globul dalam sel-selnya. Contohnya, alga hijau menyimpan pati sebagaimana

yang terdapat pada tumbuhan hijau lainnya. Alga lain juga dapat menyimpan

berbagai macam karbohidrat dalam bentuk lain selain pati yaitu minyak atau

lemak.

Klasifikasi alga didasarkan pada beberapa hal, yakni pigmen, produk

makanan cadangan, flagella, dinding sel, siklus hidup dan reproduksinya. Alga

terbagi dalam 10 phylum utama, yaitu Chlorophyta, Euglenophyta, Chrysophyta,

Pyrrophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta, Bacillaryophyta, Xanthophyta,

Chrypthophyta dan Dinophyta (Bellinger dan Sigee, 2010). Berikut jumlah dari

beberapa genus yang telah dikenali, dari phylum Cyanophyta (Blue-Green Algae)

ada sekitar 2.000 genus, 900 genus dari phylum Euglenophyta, 4.000 genus dari

phylum Dinophyta, Chryptophyta 200 genus, Rhodophyta 6.000 genus,

Chlorophyta ada sekitar 17.000 genus, dari phylum Chrysophyta 1200 genus, dari

phylum Xanthophyta sekitar 600 genus, Phaeophyta 1.500 genus, dan terakhir

dari phylum Bacillaryophyta yaitu sebanyak 12.000 genus yang telah dikenali.

Selain itu, para ahli memprakirakan bahwa masih ada jutaan genus alga yang

masih belum dapat diidentifikasi maupun dikenali (Graham dan Wilcox, 2000).

Page 6: Biomon 98% Fix

Alga merupakan organisme autotrof yang dapat mensintesis makanannya

sendiri dengan melakukan proses fotosintesis pada siang hari, saat terdapat cahaya

matahari. Karbondioksida digunakan sebagai sumber karbon untuk mensintesis

sel-sel baru dan oksigen. Pada saat gelap alga membutuhkan oksigen untuk

respirasi dan senyawa organik untuk pertumbuhan. Pertumbuhan alga pada saat

siang dan malam distimulasi oleh garam-garam, fosfor dan nitrat. Jadi kuantitas

nutrien dan pencahayaan fotosintesis merupakan faktor penting bagi pertumbuhan

alga dalam kolam oksidasi. Karbondioksida merupakan salah satu dari produk

yang dihasilkan oleh metabolisme bakteri. Karbondioksida ini digunakan oleh

alga selama proses fotosintesis, dan sebaiknya bakteri memanfaatkan oksigen

yang dihasilkan oleh alga untuk mengoksidasi bahan organik dalam limbah.

Sehingga terdapat suatu hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis) antara

alga dan bakteri dalam kolam oksidasi.

Page 7: Biomon 98% Fix

Alga banyak hidup diperairan baik di air tawar maupun dilaut, alga juga

dapat tumbuh di tempat-tempat yang lembab dan bersimbiosis dengan tumbuhan

lain. Ada beberapa spesies alga yang dapat hidup pada kondisi daerah yang sangat

dingin seperti pada daerah salju dan di kutub maupun di puncak gunung.

Sebaliknya, ada pula spesies alga yang dapat hidup pada kondisi daerah yang

sangat panas seperti pada batu-batuan dan sumber-sumber air panas tertentu di

Yellowstone National Park dengan suhu 700C. Beberapa spesies alga dapat pula

tumbuh di tanah yang lembab, pohon dan permukaan batuan.

Reproduksi alga dapat dilakukan baik itu secara seksual maupun aseksual.

Reproduksi aseksual biasanya dilakukan dengan pembelahan sel ataupun dengan

spora. Salah satu contoh spora uniseluler yang dihasilkan disebut dengan akinet,

selain itu ada pula spora yang berflagella dan motil yang dinamakan zoospora

sedangkan spora nonmotil disebut juga dengan aplanospora. Reproduksi seksual

pada alga melibatkan konyugasi gamet (sel seks) sehingga menghasilkan zigot.

Jika morfologi pada gamet-gamet itu sama disebut dengan isogami sedangkan jika

berbeda ukuran disebut heterogami. Ovum pada bentuk alga tingkat tinggi

berukuran besar dan non-motil sedangkan untuk gamet jantan berukuran kecil

dengan motil aktif. Proses seksual ini dinamakan oogami.

Genus alga kebanyakan terdapat sebagai sel tunggal yang berbentuk bola,

batang, gada dan kumparan. Alga ada yang bersel satu contohnya Chlorococcus

dan ada juga yang berkoloni seperti Volvox dan juga berupa benang seperti

Spirogyra, Oscillatoria, Vaucheria dan lain-lain. Alga yang berupa lembaran

contohnya Ulva, Padina, Laminaria dan lain-lain. Dan alga yang berupa

rerumputan yaitu Chara, Nitella, Sargassum dan lain-lain. Alga, sebagaimana

protista eukariotik yang lain, mangandung nukleus yang dibatasi oleh membran.

Benda-benda lain yang ada di dalamnya adalah pati dan butir-butir seperti pati,

tetesan minyak dan vakuola. Setiap sel mengandung satu atau lebih khloroplas

yang dapat berbentuk pita atau seperti cakram-cakram diskrit (satuan-satuan

tersendiri) sebagaimana yang terdapat pada tumbuhan hijau. Di dalam matriks

khloroplast terdapat gelembung-gelembung pipih bermembran yang dinamakan

Page 8: Biomon 98% Fix

tilakoid. Membran tilakoid berisikan khlorofil dan pigmen-pigmen pelengkap

yang merupakan suatu reaksi cahaya pada fotosintesis (Pelczar & Chan, 2005).

Benthic algae merupakan produsen primer dan penyusun utama rantai

makanan ekosistem akuatik. Keberadaannya sangat penting sebagai sumber

makanan bagi meiofaunal dan microfaunal grazer pada ekosistem dangkal (Gould

dan Gallagher, 1990). Produktivitas primer benthic alge mencapai 143 gr

c/m2/tahun (Warwict et al, 1979 dalam Gould dan Gallagher, 1990 ). Sedangkan

menurut Pomeroy (1959), produktivitasnya mencapai 200 gr C/m2/tahun.

Penelitian oleh Liboriussen dan Jeppensen (2003) pada beberapa danau

menunjukkan bahwa produktivitas primer benthic algae pada danau yang keruh

dan jernih mencapai 190 gr C/m2/tahun dan 141 gr C/m2/tahun. Berbeda dengan

plankton (free living algae), benthic algae (attached algae) merupakan micro

algae yang hidup menempel pada substrat. Berdasarkan substrat yang ditempeli,

benthic algae dibagi tiga kelompok, yaitu epipelic algae (menempel pada

sedimen), epiphytic algae (menempel pada tanaman), dan epilithic algae

(menempel pada batuan).

Keberadaan epipelic algae dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada

dalam ekosistem perairan. Studi di lapangan yang dilakukan menunjukkan bahwa

biomasanya dipengaruhi oleh nutrien (C:N:P ratio), grazing, cahaya, dan

temperatur (Kahlert, 2001). Menurut Lysakova et al. (2007), epipelic algae

menyebar di sedimen yang masih terkena cahaya matahari. Epipelic algae juga

sangat dipengaruhi oleh perubahan fisika dan kimia air yang berubah secara

harian maupun musiman. Perubahan kualitas air ini akan mempengaruhi

keberadaan epipelic algae baik biomasa maupun diversitasnya (Watanabe et al.,

2000). Sedangkan menurut Winter dan Duthie (2000), epipelic algae dipengaruhi

oleh alkalinitas, biological oxigen demand, suspended solid, dan fosfat.

Keberadaan epipelic algae dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dalam

ekosistem perairan. Studi di lapangan yang dilakukan menunjukkan bahwa

biomasanya dipengaruhi oleh nutrien (C:N:P ratio), grazing, cahaya, dan

temperatur (Kahlert, 2001). Menurut Lysakova et al. (2007), epipelic algae

menyebar di sedimen yang masih terkena cahaya matahari. Epipelic algae juga

Page 9: Biomon 98% Fix

sangat dipengaruhi oleh perubahan fisika dan kimia air yang berubah secara

harian maupun musiman. Perubahan kualitas air ini akan mempengaruhi

keberadaan epipelic algae baik biomasa maupun diversitasnya (Watanabe et al.,

2000). Sedangkan menurut Winter dan Duthie (2000), epipelic algae dipengaruhi

oleh alkalinitas, biological oxigen demand, suspended solid, dan fosfat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi alga:

1. Salinitas

Bagi golongan air laut/payau, salinitas sangat penting untuk mempertahankan

tekanan osmotik antara protoplasma dari organisme dengan air sebagai

lingkungan hidupnya. Hal ini akan berpengaruh pada proses metabolismenya.

2. Suhu, pH dan intensitas cahaya

Hal ini merupakan faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan alga.

Cahaya sangat diperlukan untuk proses fotosintesis. Beberapa alga melakukan

fotosintesis pada pH 7-8.

3. Aerasi

Dalam aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam

proses fotosintesis juga akan timbul gesekan-gesekan antara gelembung udara

dan molekul-molekul air sehingga terjadi sirkulasi air. Hal ini sangat penting

untuk mempertahankan suhu tetap homogen serta penyinaran dan nutrien

tetap merata. Selain itu sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton

atau alga.

4. Oksigen Terlarut (dissolved oxygen)

Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada suhu dan salinitas. Kelaruran

oksigen akan turun jika suhu dan temperatur naik (Boyd, 1990). Hal ini perlu

diperhatikan karena dengan adanya kenaikan suhu air, hewan air akan lebih

aktif sehingga memerlukan lebih banyak oksigen. Oksigen masuk dalam air

melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi secara langsung dari

atmosfir setelah terjadi kontak antara permukaan air dengan udara yang

mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990). Pada saat cuaca mendung atau

hujan dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton karena kekurangan sinar

matahari untuk proses fotosintesis. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan

Page 10: Biomon 98% Fix

kadar oksigen terlarut karena oksigen tidak dapat diproduksi sementara

organisme akuatik tetap mengkonsumsi oksigen. Keterbatasan sinar matahari

menembus badan air dapat juga disebabkan oleh tingginya partikel yang ada

dalam kolom air, baik karena bahan organik maupun densitas plankton yang

terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya fotosintesis algae

yang ada di dasar tambak (Hargreaves, 1999). Tingginya kepadatan tebar

(stocking density) dan pemberian pakan (feeding rate) dapat menyebabkan

turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan (uneaten feed) dan

sisa hasil metabolisme mengakibatkan tingginya kebutuhan oksigen untuk

menguraikannya (oxygen demand). Kemampuan ekosistem kolam budidaya

untuk menguraikan bahan organikterbatas sehingga dapat menyebabkan

rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 2004b).

Diatom

Diatom termasuk dalam algae klas Bacillariophyceae dengan penyusun

utama dinding sel dari silica. Disebut diatom karena selnya terdiri dari dua valva

(dua atom), dimana yang satu menutupi yang lainnya seperti layaknya kaleng

pastiles (Basmi, 1999). Diatom umumnya uniseluler (soliter), namun pada

beberapa spesies ada yang hidup berkoloni dan saling bergandengan satu sama

lainnya. Struktur kulit (frustules) terbentuk dari silica yang dikelilingi oleh bahan

mucilaginous. Karena struktur yang unik inilah, diatom mati akan membentuk

fossil frustule dan dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Diketahui terdapat

lebih dari 100.000 spesies diatom dengan 174 genus. Pengelompokan ini

berdasarkan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Habitat diatom adalah semua

perairan, baik asin ataupun tawar. Namun konsentrasi diatom pada suatu sumber

air tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah musim. Diatom dibagi

menjadi dua ordo berdasarkan bentuknya, yaitu Centrales dan Pennales. Ordo

Centrales bila dilihat dari atas atau bawah berbentuk radial simetris dan lingkaran,

sedangkan Ordo Pennales valvanya berbentuk memanjang. Karena dinding sel

diatom terbentuk dari silikat, apabila mati dinding sel tersebut masih utuh dan

mengendap di dasar perairan sebagai sedimen.

Page 11: Biomon 98% Fix

Berdasarkan bentuknya, diatom secara umum terbagi menjadi dua

kelompok besar, yaitu diatom tipe sentris (sirkular) dan tipe pennate. Diatom tipe

sirkular berbentuk bulat, tersusun simetris radial, dan merupakan tipe yang lebih

primitive dibanding tipe pinnate,contohnya adalah Melosira sp, Thallassioria sp,

Coscinodiscus,dll. Diatom tipe pinnate memiliki bentuk memanjang simetris

bilateral, tersusun atas raphe (ruas) dan sebagian memiliki raphe yang semu

disebut pseudoraphe, contohnya, Pinnularia sp, Navicula sp, Grammatophora sp.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diatom yang dikandung pada

sebuah perairan diantaranya faktor fisik seperti cahaya, temperatur, kekeruhan,

dan lainnya. Sedangkan faktor kimia yang berpengaruh antara lain kadar oksigen,

karbon dioksida, pH, dan adanya unsur hara.

Diatom merupakan mikroflora utama di lingkungan perairan, karena

kelimpahannya yang tinggi dan dapat ditemukan pada beragam habitat. Dominasi

diatom sebagai penyusun perrifiton disebabkan karena diatom mempunyai

kemampuan melekat pada permukaan substrat lebih baik dari pada mikroalga

lainnya, hal ini karena diatom memiliki material berupa lendir atau dibantu suatu

organel berupa kitin. Berdasarkan tempat hidupnya, diatom dibagi dua, yaitu

planktic diatom dan benthic diatom. Planktic diatom hidup di kolom air dan

sangat dipengaruhi oleh arus air, sedangkan benthic diatom hidup menempel pada

substrat tertentu. Dinding sel benthic diatom lebih tebal (berat) dibanding planktic

diatom (Basmi, 199). Sebagian besar planktic diatom didominasi oleh ordo

Centrales, sedangkan ordo Pennales mendominasi benthic algae. Berdasarkan

substrat yang ditempeli, benthic diatom dibagi menjadi :

1. Epiphytic, yaitu benthic diatom yang menempel pada tanaman lain

2. Epipsammic: yaitu benthic diatom yang hidup menempel pada pasir

3. Epipelic: yaitu benthic diatom yang hidup menempel pada sedimen

4. Endopelic: yaitu benthic diatom yang hidup menempel dalam sedimen

5. Epilithic: yaitu benthic diatom yang menempel pada permukaan batu

6. Epizoic: yaitu benthic diatom yang hidup menempel pada hewan

Terdapat jenis diatom yang memerlukan lingkungan dengan kandungan kalsium

dan magnesium rendah. seperti Diploneis sp., Amphipleura sp., Rhopalophodia sp., dan

Page 12: Biomon 98% Fix

Gysigma sp. Sedangkan terdapat pula jenis plankton yang hidup di dalam perairan yang

banyak mengandung kalsiumnya, seperti Microcystic sp, Pediastrum sp, Coscinodiscus

sp, dan Melosira sp. Namun, ada pula diatom yang dapat bertahan dalam kadar H2S

(racun) tinggi, yakni sekitar 3,5 ppm, yaitu Hantzschia sp. dan Nitzschia sp. Pada musim

hujan, air sungai akan mengalami kenaikan volume, diikuti dengan kenaikan tingkat

kekeruhan air dan bahkan kenaikan tingkat nutrisi. Hal-hal tersebut menyebabkan

kenaikan proliferasi diatom.

2.2 Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan perubahan lingkungan

yang tidak dikehendaki yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia

yang menghasilkan limbah. Limbah yang mencemari lingkungan secara langsung

atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola aliran energy, sifat fisik dan

kimia lingkungan serta kelimpahan makhluk hidup. Pembuangan bahan kimia,

limbah maupun pencemar lain kedalam air akan mempengaruhi kehidupan dalam

air. Beberapa hal penting diperhatikan terkait kondisi ini, antara lain 

dimungkinkan  suatu pencemar cukup banyak untuk membunuh spesies tertentu,

tetapi tidak membahayakan spesies lain. Sebaliknya suatu pencemar dapat

mendukung perkembangan spesies tertentu. Penurunan dalam keaneka ragaman

spesies dapat juga dianggab sebagai suatu tanda adanya pencemaran. Namun

penting juga diperhatikan, bahwa pengujian secara kimia bersama dengan data

biologi dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kualitas air.

"Polusi" atau pencemaran adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan

adanya satu zat atau polutan yang'mencemari daratan.perairan atau udara yang

berpengaruh buruk terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. serta kualitas

lingkungan. Sedangkan "kontaminasi" adalah istilah  yang  digunakan  untuk 

menyatakan  adanya  bahan  pencemar  atau  organisme  yang mencemari

makhluk hidup dan dapat merugikan makhluk hidup dan lingkungannya. Suatu

organisme yang terkontaminasi oleh polutan akan mengalami pencemaran atau

tidak tergantung oleh beberapa faktor yang mempengaruhi "efek" dari bahan

pencemar (kontaminan), seperti:

1.   jenis atau macam polutan,

Page 13: Biomon 98% Fix

2.   banyaknya polutan yang mengkontaminasi suatu organisme,

3.   toleransi organisme terhadap kontaminan,

4.   lamanya pemaparan polutan terhadap suatu organisme,

5.   kategori pencemaran,

6.   jenis dan karakteristik genetika suatu organisme,

7.   kondisi habitat dan lingkungannya,

8.   umur organisme yang terkontaminasi polutan,

9.   intensitas pemaparan oleh polutan,

10. kombinasi dari berbagai faktor tersebut.

Pengaruh utama bahan-bahan pencemar tersebut tertutama adalah,

menghambat pembentukan enzim-enzim tertentu yang kemudian akan merusak

jaringan, organ, dan fungsinya. Pengaruh tersebut akan dipengaruhi pula dari

struktur internal, kondisi lingkungan fisik dan kimia, karakteristik polutan alau

kombinasi faktor-faktor tersebut (Thomas dkk., 1976).

Di alam, salah satu bentuk pencemaran yang cukup fatal adalah pencemaran logam

berat khususnya di wilayah perairan. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering

dilaporkan. Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan

akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan

absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Purnomo, 2008). Pada

saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses

pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam

sedimen meningkat. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya

anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984 dalam Purnomo, 2008). Logam

berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di

sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan

biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam

Purnomo, 2008). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri

(Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam berat mempunyai sifat yang

mudah mengikat bahan organik dengan afinitas yang tinggi terhadap unsur S

menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim

bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga

bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel

Page 14: Biomon 98% Fix

membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga

mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977

dalam Marganof 2003).

Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi tahan racun yang akan meracuni

tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa (Hg), cadmium (Cd), timah

hitam (Pb) dan khrom (Cr). Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan

keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh

mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sedikit, tetapi bila

kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil itu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal

terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup. Karena dibutuhkan dalam tubuh

maka disebut logam esensial, logam beresensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn) dan

nikel (Ni) (Palar, 2008).

Golongan logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi.

Berdasarkan densitasnya, golongan logam di bagi atas dua golongan, yaitu golongan

logam ringan dan logam berat. Golongan logam ringan (light metals) mempunyai densitas

kurang dari 5, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai densitas lebih dari 5

(Hutagalung, 2004). Menurut Palar (2008) karakteristik dari logam berat adalah sebagai

berikut:

1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (>4).

2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantinada dan aktanida.

3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organisme hidup.

Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus

pada mahkluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi racun

yang akan meracuni tubuh mahkluk hidup. Namun demikian sebagi logam-logam berat

tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi apabila tidak terpenuhi

berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahkluk hidup.

Berdasarkan data dari United State Environmetal Agency (USEPA), logam

berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya diantaranya adalah

antimon (Sb), arsenik (As), berilium (Be), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga

(Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng

(Zn). Logam berat ini berbahaya karena tidak dapat didegradasi oleh tubuh,

memiliki sifat toksisitas (racun) pada mahluk hidup walaupun pada konsentrasi

Page 15: Biomon 98% Fix

yang rendah, dan dapat terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu

penting dilakukan pengambilan logam berat pada daerah yang terkontaminasi.

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak

terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan

senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut

merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal

yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 dalam

Zubayr 2009). Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dapat

melalui rantai makanan dan difusi melalui kulit dan selanjutnya di dalam tubuh

biota perairan akan terjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat hal ini

mengakibatkan “factor concentrate” (rasio konsentrasi logam berat dalam tubuh

organisme dan konsentrasi dalam badan air semakin meningkat) (Hutagalung et

al., 1999 dalam Zubayr, 2009).

Dalam hal ini sangat penting untuk membedakan anatara biomagnifikasi

dengan bioakumulasi. Dengan biomagnifikasi terjadi peningkatan membesarnya

sejumlah polutan sepanjang rantai makanan, karnivor mengandung konsentrasi

lebih besar dibandingkan herbivor (yang mengandung banyak tumbuhan).

Bioakumulasi hanya memerlukan ambilan dari air dan tidak tergantung tingkat

tropik. Pestisida organoklorin mengalami biomagnifikasi sepanjang rantai

makanan, kecuali untuk logam (Mance, 1987). Bioakumulasi terjadi pada

beberapa polutan toksik, konsentrasi yang sangat tinggi terdapat dalam organisme

air tingkat yang sangat rendah.

Populasi mengembangkan toleransi terhadap polutan yang membuatnya

bertahan hidup dalam lingkungan yang penuh dengan polutan. Mereka mencapai

toleransinya dengan menjalankan fungsi normalnya pada tingkat timbunan yang

sangat toksik atau memetabolisme dan mendetosifikasi polutan. Mekanisme

toleransi terhadap polusi sangat komplek, melibatkan beberapa sistem metabolik,

dan spesies memecahkan masalah toleransi terhadap polutan tertentu dengan cara

yang berbeda. Batas toleransi organisme terhadap polutan dapat berlipat dua pada

generasi berikutnya, misalnya isolat alge hijau non-toleran, Scenedesmus dan

Chlorella dalam subkultur menjadi bertahan pada konsentrasi tinggi nikel dan

Page 16: Biomon 98% Fix

tembaga, setelah delapan generasi. Paparan sebelumnya terhadap tingkat rendah

polutan pada suatu organisme, selanjutnya dapat membuat organisme tersebut

lebih toleran.

Kecepatan akumulasi polutan bergantung pada faktor eksternal dan internal

suatu organisme. Konsentrasi polutan dalam air adalah penting dan beberapa

spesies menimbun banyak polutan ketika hidup dalam air berpolutan. Sebagai

contoh, konsentrasi logam dalam alge secara signifikan berhubungan dengan

konsentrasinya dalam air.

2.3 Bioindikator

Pencemaran kualitas air dapat diketahui dari kondisi komunitas biota

akuatik di dalam badan perariran tersebut. Hal ini berarti biota akuatik dapat

dijadikan sebagai indikator biologi karena memiliki sifat sensitif terhadap keadaan

pencemaran tertentu sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis

pencemaran air. Keuntungan yang didapat dari indikator biologi adalah dapat

merefleksikan keseluruhan kualitas ekologi dan mengintegrasikan berbagai akibat

yang berbeda, memberikan pengkuran akurat mengenai pengaruh komunitas

biologi dan pengukuran fluktuasi lingkungan. Bioindikator dibedakan dalam tiga

organisme, yaitu:

organisme indikator, dengan melihat keberadaan spesies tertentu pada

lingkunan, misalnya dengan indeks diversitas sebagai organisme penentu

kualitas lingkungan.

Organisme pemantau, baik secara aktif maupun pasif dengan

menempatkan atau mengukur tingkat kerusakan yang dialami oleh suatu

organisme

Organisme uji, yaitu organisme yang digunakan untuk menguji akumulasi

dan reaksi suatu substansi kimia baik dalam laboratoium maupun di

lapangan.

Indikator biologi digunakan untuk menilai secara makro perubahan

keseimbangan ekologi, khususnya ekosistem akibat pengaruh limbah.

Page 17: Biomon 98% Fix

Dibandingkan dengan penggunaan parameter fisika maupun kimia, indikator

biologi dapat memantau secara kontinyu, karena komunitas biota perairan

menghabiskan seluruh hidupnya di lingkugan tesebut, jika terjadi pencemaran

akan bersifat akumulatif. Di samping itu indikator biologis merupakan petunjuk

yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran.

Dalam pemilihan organisme laut sebagai bioindikator pencemaran, terdapat

beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Harus dapat mengakumulasi bahan cemaran tanpa dia sendiri mati

terbunuh.

2. Harus terdapat dalam jumlah yang banyak di seluruh daerah penelitian.

3. Terikat pada suatu tempat yang keras agar bisa mewakili daerah yang

diteliti.

4. Hidup dalam waktu yang lama untuk memungkinkan sampling lebih dari

satu tahun jika dibutuhkan.

5. Mudah diambil dan tidak mudah rusak.

Alga yang digunakan sebagai indikator   pencemaran   udara   biasanya  

dapat  menunjukkan   terdapatnya   polutan di   dalam jaringannya dan dapat

menunjukkan efek pencemaran yang baik sehingga dapat digunakan sebagai atau

menjadi bioindikator (terutama indikator untuk pencemaran  udara) karena alga

mempunyai sifat atau karakter yang mudah diketahui, seperti:

1.      bersifat menetap (sedentary),

2.      menjadi pasif kolektor

3.      dapat menunjukkan kerusakan secara visual dan sifat sitologik yang nyata

4.      perubahan kimia (physiological dan biochemistry symptomes) yang jelas

gejala ekologi yang spesifik.

Secara umum pengaruh pencemaran terhadap alga adalah karena akumulasi

bahan pencemaran yang bersifat racun (phytotoxin) alga tersebut. Bahan

pencemar masuk ke dalam jaringan atau organ alga melalui sistem jaringan

vaskuler sampai ke ujung tepi daun atau pucuk dan terakumulasi di berbagai

lokasi. Jika polutan tersebut telah melampaui batas ambang konsentrasi baru

Page 18: Biomon 98% Fix

kemudian akan berpengarah terhadap jaringan atau organ tertentu, atau terhadap

alga secara keseluruhan.

Dari berbagai penelitian di ketahui bahwa berbagai spesies alga terutama

dari golongan alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta), dan alga merah

(Rhodophyta) serta diatom baik dalam keadaan hidup (sel hidup) maupun dalam

bentuk sel mati (biomassa) dan biomassa terimmobilisasi telah mendapat

perhatian untuk mengadsorpsi ion logam. Alga dalam keadaan hidup

dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan

aquatik (perairan) sedangkan alga dalam bentuk biomassa dan biomassa

terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam

berat) dalam pengolahan air limbah.

Alga sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa berbagai spesies alga terutama

dari golongan alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta), dan alga merah

(Rhodophyta) baik dalam keadan hidup (sel hidup) maupun dalam bentuk sel mati

(biomassa) dan biomassa terimmobilisasi telah mendapat perhatian untuk

mengadsorpsi ion logam. Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai

bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan aquatik (perairan)

sedangkan alga dalam bentuk biomassa dan biomassa terimmobilisasi

dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam

pengolahan air limbah.

Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam

proses pertumbuhannya, alga membutuhkan berbagai jenis logam sebagai nutrien

alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu

lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah

yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga

dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.

Page 19: Biomon 98% Fix

Syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya

tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis. Selain memiliki

daya tahan yang tinggi terhadap toksisitas logam berat, persyaratan lain untuk

pemanfaatan alga sebagai bioindikator adalah :

1. Alga yang dipilih mempunyai hubungan geografis dengan lokasi yaitu berasal

dari lokasi setempat, hidup dilokasi tersebut, dan diketahui radius aktivitasnya.

2. Alga itu terdapat dimana-mana, supaya dapat dibandingkan terhadap alga

yang berasal dari lokasi lain. Biomassa alga dari beberapa spesies alga efektif

untuk mengikat ion logam pada lingkungan aquatik. Berberapa spesies alga yang

umumnya dimanfaatkan biomassanya adalah dari jenis alga coklat dan alga hijau.

Pemilihan biomassa alga ini sebagai biosorben dilakukan karena spesies alga ini

memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengambilan logam berat, mudah

dibudidayakan, dan dapat diperoleh dari sejumlah laboratorium-laboratorium

pengkoleksian kultur di berbagai negara.

Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan

biosorben adalah :

1. Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam

berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan

pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil,

hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam

dinding sel dalam sitoplasma.

2. Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak.

3. Biaya operasional yang rendah.

4. Sludge yang dihasilkan sangat minim.

5. Tidak perlu nutrisi tambahan.

Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam

proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrien

Page 20: Biomon 98% Fix

alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu

lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah

yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga

dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.

Berikut adalah contoh spesies alga yang potensial sebagai bioindikator

logam berat berdasarkan beberapa rujukan penelitian :

Dalam pengolahan limbah industri yang mengandung logam berat,

pemanfaatan alga baik dalam bentuk biomassa bebas maupun yang

terimmobilisasi sebagai biosorben tidak diragukan lagi, karena metode ini sangat

efisien, biaya relatif murah, hasil samping tidak berbahaya, biosorben dapat

diregenerasi, dan ion logam yang teradsorpsi dapat di-recovery kembali

(Kratochvil dan Volesky, 1998).

Biomassa alga dari beberapa spesies alga efektif untuk mengikat ion

logam pada lingkungan aquatik. Berberapa spesies alga yang umumnya

dimanfaatkan biomassanya adalah dari jenis alga coklat dan alga hijau. Pemilihan

biomassa alga ini sebagai biosorben dilakukan karena spesies alga ini memiliki

toleransi yang tinggi terhadap pengambilan logam berat, mudah dibudidayakan,

dan dapat diperoleh dari sejumlah laboratorium-laboratorium pengkoleksian

Page 21: Biomon 98% Fix

kultur di berbagai negara. Berikut adalah contoh biomassa alga yang potensial

sebagai biosorben logam berat berdasarkan beberapa rujukan penelitian :

Tabel 2. Biomassa Alga yang Potensial sebagai Biosorben

Kemampuan alga dalam mengikat logam berat dalam bentuk biomassa

secara langsung sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil,

berat jenisnya yang rendah, dan mudah rusak karena degradasi oleh

mikroorganisme lain. Selain itu, biomassa alga tidak dapat digunakan secara

langsung dalam kolom, karena sangat lunak dan tidak berbentuk granular. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut, maka perlu dilakukan immobilisasi pada

biomassanya dengan matrik pendukung.

Syarat suatu bahan sebagai matrik pendukung antara lain:

(1) mempunyai sisi aktif terutama mengandung gugus aktif yang reaktif,

(2) mempunyai permukaan yang luas,

(3) memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi,

(4) mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan-perubahan pelarut

kimia. Beberapa matrik pendukung yang dapat digunakan sebagai pengimmobil

antara lain polimer etil akrilat etilen glikol dimetakrilat (Latifah, 1998), silika gel

(Amaria, 2000; Buhani, 2003), Ca-alginat (Yalcinkaya, 2002), zeolit (Wight and

Page 22: Biomon 98% Fix

Davis, 2002; Buhani dan Suharso, 2005), crosslink polietilamina-glutaraldehid

(Valdman dan Leite, 2000), polietilena glikol (Dickerson et al., 1999), dan

alumina (Griffin et al., 2002).

Penelitian menunjukkan bahwa biomassa Chaetoceros calsitrans

mempunyai kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

biomassa yang telah terimmobilisasi silika gel. Lebih lanjut, kemampuan adsorpsi

biomassa Chlorella sp. untuk mengadsorpsi ion logam Cd, Pb, dan Cu, lebih

tinggi dibandingkan dengan biomassa yang diimmobilisasi silika gel. Tetapi

meskipun kemampuan adsorpsi biomassa terimmobilisasi lebih rendah dari

biomassa bebas, tetapi biomassa terimmobilisasi akan mempunyai bentuk agregat

yang stabil.

Alga Blooming sebagai bioindikator Nitrat dan Fosfat

Dua nutrien yang paling penting di adalah nitrogen dan fosfor, karena

kedua nutrien tersebut keberadaannya terbatas dan dibutuhkan untuk pertumbuhan

fitoplankton (Boyd, 2000). Keberadaan kedua nutrien tersebut di tambak berasal

dari pemupukan dan pakan yang diberikan. Bahan organik akan terdekomposisi

menjadi nitrogen yang dibutuhkan oleh algae untuk pertumbuhannya, sedangkan

nitrat sangat dibutuhkan oleh algae untuk pertumbuhannya. Algae menggunakan

nitrogen dalam bentuk nitrat dan amonium. Kemampuan tanah untuk menyerap

atau menukar kation (KPK tanah) mempunyai arti penting di dalam serapan hara

oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Semakin tinggi nilai

KPK semakin tinggi tingkat kesuburan tanah tersebut. Sedangkan bahan organik

tanah diperlukan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan algae serta sumber

karbon untuk proses fotosintesis. Kandungan bahan organik yang terlalu tinggi

tidak baik bagi ekosistem perairan, karena dapat menghasilkan gas-gas beracun

seperti amonia dan nitrit serta menurunkan kadar oksigen terlarut, tetapi dalam

jumlah yang cukup sangat dibutuhkan oleh algae.

Nitrogen biasanya diaplikasikan sebagai pupuk dalam bentuk urea atau

amonium. Di dalam air, urea secara cepat terhidrolisis menjadi amonium yang

dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen

Page 23: Biomon 98% Fix

pada fitoplankton akan dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan

nitrogen dari pakan yang diberikan pada ikan, hanya 20-40% yang dirubah

menjadi protein ikan, sisanya tersuspensi dalam air dan mengendap di dasar

perairan. Amonium dapat juga teroksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi

yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton. Nitrogen organik pada

plankton yang mati dan kotoran hewan air (feces) akan mengendap di dasar

menjadi nitrogen organik tanah. Nitrogen pada material organik tanah akan

dimineralisasi menjadi amonia dan kembali ke air sehingga dapat dimanfaatkan

kembali oleh fitoplankton.

Fosfor yang ada yang ada dalam perairan berasal dari pupuk seperti

ammonium fosfat dan calsiumfosfat serta dari pakan. Dua pertiga fosfor dalam

pakan terakumulasi di dasar tanah. Sebagian besar diikat oleh tanah dan sebagian

kecil larut dalam air. Fosfor dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam bentuk

ortofosfat (PO4 3-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang melalui rantai

makanan. Phosphat yang tidak diserap oleh fitoplankton akan didikat oleh tanah.

Kemampuan mengikat tanah dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah.

Semakin tinggi kandungan liat pada tanah, semakin meningkat kemampuan tanah

mengikat fosfat.

Jumlah dan macam bahan organik dan anorganik (nutrien) yang terdapat

dalam lingkungan aquatik secara nyata membantu pertumbuhan mikroorganisme.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur anorganik yang mendukung pertumbuhan alga.

Kelebihan nitrat dan/atau fosfat dapat menyebabkan kelebihan pertumbuhan alga

(‘blooming’) pada badan air dan memperbesar penggunaan oksigen dalam air,

juga menutupi permukaan air, sehingga air sulit ditembus cahaya, dan akhirnya

mematikan semua kehidupan dalam air. Densitas alga terlalu tinggi juga akan

menyebabkan fluktuasi beberapa kualitas air seperti pH dan oksigen terlarut.

Jumlah nutrien dalam badan air mengarah pada penimbunan nutrien dalam

suatu lingkungan. Air dekat-pantai, yang menerima air limbah domestik yang

mengandung senyawa organik dan anorganik, merupakan daerah yang mengalami

peningkatan dan penurunan secara singkat timbunan nutrien, sedangkan laut lepas

memiliki timbunan nutrien yang lebih rendah dan stabil. Limbah industri dan

Page 24: Biomon 98% Fix

limbah pertanian dapat mengandung zat antimikroba, merkuri dan logam berat

lain juga dapat memasuki daerah estuari dan air pantai.

Sejumlah alga akuatik menghasilkan toksin yang mematikan ikan dan

hewan lain. Toksin tersebut dikeluarkan dari sel atau melalui dekomposisi alga

oleh bakteri dalam kondisi “blooming”. Shale et. Al. (1989), menyimpulkan

bahwa alga bersifat kurang sensitif terhadap efek langsung dari minyak

dibandingkan dengan organisme lain, tetapi sensitif terhadap efek sekundernya.

Hal ini termasuk peningkatan dalam produksi primer yang disebabkan oleh

kematian, dekomposisi, dan pelepasan nutrien dari spesies sensitif, suatu

peningkatan dalam produksi primer melalalui organisme penambat-nitrogen atau,

dalam keadaan tidak adanya organisme tersebut, suatu penurunan dalam produksi

primer.

Jenis-jenis fitoplankton yang melimpah pada segmen ini adalah

Microcystis sp dan Merismopedia sp., Ankistrodesmus sp., Closteriopasis sp.

Jenis-jenis fitoplankton yang melimpah adalah jenis yang mempunyai daya

toleransi tinggi, dimana kondisi perairan cukup mengandung unsur hara yang

diperlukan untuk perkembangan fitoplankton yaitu nitrat dan fosfat yang berasal

dari buangan limbah rumah tangga dan industri (Phlips dkk., 1997; Piirsoo dkk.,

2008). Limbah rumah tangga, industri, perkantoran dan perdagangan di antaranya

berupa deterjen dan limbah organik nonlogam berat, yang merupakan penyedia

utama fosfat dan nitrogen (Hendrawan dkk., 2004), sedangkan untuk

pertumbuhannya fitoplankton membutuhkan unsur nitrogen dan fosfat (Phlips

dkk., 1997; Piirsoo dkk., 2008).

Diatom sebagai Bioindikator Lingkungan

Diatom sangat berguna dalam studi lingkungan karena distribusi spesiesnya

dipengaruhi oleh kualitas air (Taylor et al. 2007) dan kandungan nutrien serta

keberadaannya sangat melimpah di sedimen perairan seperti di laut, estuari,

danau, kolam, maupun sungai, demikian juga dengan fosil diatom yang dapat

digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan (Dixit et al. In Kelly, 1997).

Penggunaan diatom sebagai indikator kualitas perairan lebih baik dibandingkan

Page 25: Biomon 98% Fix

dengan indeks saprobitas karena diatom lebih sensitif terutama yang berkaitan

dengan parameter konduktivitas, dan kandungan organik (Almeida, 2001).

Diatom yang menempel pada subtrat (Attached Diatom) berhubungan erat

dengan sifatnya yang menetap dengan menempel pada subtrat dalam jangka

waktu yang relatif lama sehingga komunitas diatom ini sering digunakan sebagai

bioindikator pencemaran di suatu kawasan perairan. Komunitas diatom yang

menempel merupakan suatu sistem informasi yang baik untuk monitoring

lingkungan yang dapat diekploitasi melalui analisa karakteristik struktur

komunitasnya. Disamping itu, beberapa peneliti telah menggunakan diatom

sebagai bioindikator dalam berbagai aspek seperti asidifikasi sungai, polusi

organik, and eutrofikasi.

Untuk menggambarkan kondisi perairan yang terkena dampak pencemaran,

variasi diatom yang menempel pada berbagai tipe subtrat dapat dijadikan sebagai

bioindikator pencemaran karena keberadaannya sangat dipengaruhi berbagai

faktor kualitas perairan dan tipe subtrat tempat mereka menempel. Selain itu

diatom mempunyai tingkat toleransi dan sensitivitas yang tinggi terhadap

perubahan lingkungan.

Pemilihan diatom sebagai bioindikator sangat efektif dan ekonomis karena

diatom mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan organisme lain,

antara lain: distribusi sangat luas, populasinya bervariasi, mempunyai peranan

penting di dalam rantai makanan, dijumpai pada hampir semua substrat sehingga

mampu merekam sejarah habitatnya, siklus hidup pendek, cepat bereproduksi,

banyak dari spesiesnya yang sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga

cepat meresponnya, mampu merefleksikan perubahan-perubahan kualitas air baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mudah dalam pengambilan,

pengolahan sampel dan identifikasi, rendahnya biaya sampling dan analisis.

Pencemaran yang disebabkan oleh senyawa nitrogen memperlihatkan

pengaruh khusus terhadap spesies diatom. Konsentrasi amonia yang tinggi di

dalam perairan dapat bersifat racun yang dapat membahayakan hewan dan

vegetasi akuatik. Karena itu kelompok diatom ini merupakan indikator yang baik

untuk pencemaran. Dengan demikian, penentuan status tingkat pencemaran air

Page 26: Biomon 98% Fix

dapat ditinjau dari pola penyebaran spesies-spesies indikator diatom perrifiton

disepanjang aliran sungai. Dengan melihat diversitas kepadatan serta jenis spesies yang

ada, kita dapat menarik beberapa kesimpulan kondisi perairan yang kita amati. Diatom

merupakan salah satu organisme yang melakukan proses fotosintesis untuk memperoleh

nutrisinya. Oleh karena itu, cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam

menentukan daur dan pola hidup diatom. Sedangkan temperatur air merupakan faktor

yang mempengaruhi keberadaan diatom dalam suatu habitat. Tiap jenis diatom memiliki

suhu optimum yang berbeda-beda. Kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel yang

melayang. Kekeruhan yang tinggi akan merugikan bagi organisme fototrof yang

memerlukan cahaya untuk proses fotosintesis, seperti halnya diatom. Selain itu, partikel-

partikel yang menyebabkan kekeruhan tersebut biasanya menyerap panas, sehingga suhu

perairan pun cenderung meningkat. Naiknya suhu juga akan berpengaruh terhadap proses

fisiologis diatom.

Berdasarkan aspek kimiawi, oksigen digunakan diatom untuk proses respirasi.

Adapun kadar oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air, tekanan atmosfer,

garam¬garam terlarut dan aktivitas biologis dalam perairan tersebut. Sedang

karbondioksida dibutuhkan oleh diatom untuk proses fotosintesis. Sumber

karbondioksida yang utama ialah berasal dari proses pembongkaran bahan-bahan

organic dan proses respirasi organisme perairan lainnya. Di samping itu,

karbondioksida juga bisa berasal dari proses absorpsi karbondioksida dari udara.

Beberapa jenis diatom hanya mampu hidup dengan derajat keasaman tertentu.

Contoh konkritnya adalah jenis Eunotia sp. dan Frustulia sp. yang hanya dapat

hidup pada lingkungan dengan pH di bawah 7. Sedangkan jenis Diploneis sp.,

Amphipleura sp., Denticula sp., dan Rholapodia sp. cenderung tidak dapat hidup

pada lingkungan asam. Zat-zat hara yang dikandung suatu perairan sangat

mempengaruhi jenis diatom yang hidup di dalamnya.

Penggunaan diatom yang hidup di dasar perairan atau sedimen (benthic

diatom) diduga sangat tepat karena dapat mengatasi kelemahan-kelamahan yang

ada pada organisme macrobenthic dan plankton. Benthic diatom yang hidup

menempel pada sedimen, mempunyai beberapa kelebihan antara lain : jenis algae

yang kelimpahannya paling banyak dan tersebar luas, berperan penting dalam

rantai makanan, siklus hidup sederhana, beberapa spesies sangat sensitif terhadap

Page 27: Biomon 98% Fix

perubahan lingkungan sehingga dapat menggambarkan perubahan lingkungan

dalam periode yang pendek dan jangka panjang, serta mudah pengambilan sampel

dan identifikasinya (Round, 1993; Stevenson, 2002). Menurut Sukran et al.

(2006), keberadaannya dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia air. Struktur

komunitas dan kelimpahan benthic diatom sangat penting dalam menentukan

status ekologis perairan (Picinska, 2007). Sedangkan menurut Hendrarto (1994),

struktur komunitas benthic diatom di daerah mangrove sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan, terutama ketersediaan air dan zonasi dari vegetasi mangrove.

Kelebihan lain penggunaaan organisme yang menempel (attaching organism)

dibandingkan dengan plankton (planktonic community) adalah distribusinya tidak

mudah terpengaruh oleh arus (Almeida, 2001).

Diatom epipelic adalah microalgae yang hidup pada dan di dalam substrat

yang jenis dan kelimpahannya sangat dipengaruhi oleh kualitas air dan kondisi

sedimen (Barbour et al., 1999). Berbeda dengan plankton, diatom epipelic hidup

menempel di permukaan dan di dalam sedimen dasar perairan. Karena hidup di

dasar, jenis dan kelimpahannya sangat dipengaruhi kondisi dasar perairan (Latt,

2002). Diatom epipelic merupakan microalgae dari klas diatom yang sangat

sensitif terhadap perubahan kualitas air. Diatom dapat digunakan untuk menduga

kualitas air pada semua jenis ekosistem perairan (Harding at al., 2005). Diatom

Epipelic berperan penting sebagai sumber makanan bagi meiofaunal dan

microfaunal grazer pada ekosistem dangkal dengan produktivitas yang sangat

tinggi (Gould dan Gallagher, 1990). Diatom Epipelic hidup menempel pada

beberapa tipe sedimen dan melakukan migrasi secara vertikal di dalam sedimen

karena bersifat fototaksis positif.

Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga

suhunya relatif konstan dibandingkan dengan suhu udara (boyd, 1990). Perbedaan

suhu air antara pagi dan siang hari hanya sekitar 2°C, misalnya suhu pagi 28°C

suhu siang 30°C. Energi cahaya matahari sebagian besar diabsorpsi di lapisan

permukaan air. Semakin ke dalam energinya semakin berkurang. Konsentrasi

bahan-bahan terlarut di dalam air akan menaikkan penyerapan panas. Pada saat

cuaca mendung atau hujan dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton karena

Page 28: Biomon 98% Fix

kekurangan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Kondisi ini akan

menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut karena oksigen tidak dapat

diproduksi sementara organisme akuatik tetap mengkonsumsi oksigen.

Keterbatasan sinar matahari menembus badan air dapat juga disebabkan oleh

tingginya partikel yang ada dalam kolom air, baik karena bahan organik maupun

densitas plankton yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya

fotosintesis algae yang ada di dasar tambak (Hargreaves, 1999). Tingginya

kepadatan tebar (stocking density) dan pemberian pakan (feeding rate) dapat

menyebabkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan

(uneaten feed) dan sisa hasil metabolisme mengakibatkan tingginya kebutuhan

oksigen untuk menguraikannya (oxygen demand). Kemampuan ekosistem kolam

budidaya untuk menguraikan bahan organik terbatas sehingga dapat menyebabkan

rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air.

Page 29: Biomon 98% Fix

BAB 3. PENUTUP

3.1 Simpulan

Alga sebagai bioindikator berperan sebagai bioindikator logam berat karena

dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai

nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi.

Selain itu, alga juga berperan sebagai biosorben dimana kemampuan alga dalam

mengikat logam berat dalam bentuk biomassa secara langsung.

Zat kimia yang diakumulasi oleh alga antara lain antimon (Sb), V (vanadium),

arsenik (As), berilium (Be), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal

(Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn).

Alga mengolah zat-zat kimiawi lingkungan di dalam tubuhnya dengan

kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam

alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.

Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril

imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.

3.2 Saran

Hendaknya mahasiswa memahami ilmu biomonitoring lingkungan secara

mendalam.

.