nilai strategis malaka dalam konstelasi …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1...

22
1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi Kasus tentang Strategi Maritim 1 Djoko Marihandono 2 1. Pendahuluan Pada awal abad XIX untuk pertama kali kawasan Asia Tenggara merasakan dampak langsung dari perubahan dan konflik politik yang terjadi di antara negara- negara besar Eropa. Konflik ini dipicu oleh permusuhan antara Prancis-Belanda dan Inggris bersama sekutu-sekutunya yang memuncak dengan usaha Napoleon untuk menguasai Eropa dan mematahkan kekuatan Inggris. Konflik tersebut tidak terbatas di Eropa saja, melainkan berubah menjadi perang global yang melanda seluruh dunia termasuk Asia Tenggara. Dengan adanya peristiwa ini, kawasan Asia Tenggara ikut terseret menjadi medan perang besar antara negara-negara Eropa yang memiliki koloni seperti Inggris, Belanda, Spanyol dan Prancis. Asia Tenggara, khususnya kawasan Semenanjung Malaka, memiliki nilai strategis karena menjadi urat nadi ekonomi dan sumber pasokan bagi mesin perang negara-negara yang berkonflik di Eropa. Inggris yang sudah memiliki kedudukan kuat di Ceylon dan India bermaksud menghancurkan kekuatan Prancis-Belanda di Hindia Timur. Untuk mencapai tujuan itu, Inggris bermaksud menutup perairan selat Malaka sebagai satu-satunya jalan pelayaran yang menghubungkan Hindia Timur dengan Eropa. Bila hal ini tercapai, bisa dipastikan bahwa koloni Prancis-Belanda di Jawa akan jatuh ke tangan Inggris. 1.1 Konflik Prancis-Belanda melawan Inggris Konflik besar dan lama yang melanda Eropa antara Prancis dan Inggris dimulai pada perang yang berlangsung selama seratus tahun (La guerre de cent ans). Perang ini dimulai pada tahun 1328 dan baru berakhir pada tahun 1553. Peristiwa itu bermula ketika raja Inggris yang saat itu menguasai wilayah Aquitaine merasa berhak 1 Makalah ini disampaikan pada Seminar Internasional, Universitas Hasanuddin dan Universiti Kerajaan Malsaysia, Makassar, 24-27 November 2006 2 Penulis adalah staf pengajar di Departemen Sejarah Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Upload: phungdung

Post on 06-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

1

NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM

KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX

Studi Kasus tentang Strategi Maritim1

Djoko Marihandono2

1. Pendahuluan

Pada awal abad XIX untuk pertama kali kawasan Asia Tenggara merasakan

dampak langsung dari perubahan dan konflik politik yang terjadi di antara negara-

negara besar Eropa. Konflik ini dipicu oleh permusuhan antara Prancis-Belanda dan

Inggris bersama sekutu-sekutunya yang memuncak dengan usaha Napoleon untuk

menguasai Eropa dan mematahkan kekuatan Inggris. Konflik tersebut tidak terbatas

di Eropa saja, melainkan berubah menjadi perang global yang melanda seluruh dunia

termasuk Asia Tenggara.

Dengan adanya peristiwa ini, kawasan Asia Tenggara ikut terseret menjadi

medan perang besar antara negara-negara Eropa yang memiliki koloni seperti Inggris,

Belanda, Spanyol dan Prancis. Asia Tenggara, khususnya kawasan Semenanjung

Malaka, memiliki nilai strategis karena menjadi urat nadi ekonomi dan sumber

pasokan bagi mesin perang negara-negara yang berkonflik di Eropa. Inggris yang

sudah memiliki kedudukan kuat di Ceylon dan India bermaksud menghancurkan

kekuatan Prancis-Belanda di Hindia Timur. Untuk mencapai tujuan itu, Inggris

bermaksud menutup perairan selat Malaka sebagai satu-satunya jalan pelayaran yang

menghubungkan Hindia Timur dengan Eropa. Bila hal ini tercapai, bisa dipastikan

bahwa koloni Prancis-Belanda di Jawa akan jatuh ke tangan Inggris.

1.1 Konflik Prancis-Belanda melawan Inggris

Konflik besar dan lama yang melanda Eropa antara Prancis dan Inggris

dimulai pada perang yang berlangsung selama seratus tahun (La guerre de cent ans).

Perang ini dimulai pada tahun 1328 dan baru berakhir pada tahun 1553. Peristiwa itu

bermula ketika raja Inggris yang saat itu menguasai wilayah Aquitaine merasa berhak 1 Makalah ini disampaikan pada Seminar Internasional, Universitas Hasanuddin dan

Universiti Kerajaan Malsaysia, Makassar, 24-27 November 2006 2 Penulis adalah staf pengajar di Departemen Sejarah Program Studi Prancis, Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Page 2: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

2

untuk menggantikan raja Prancis yang baru saja meninggal dunia dan tidak memiliki

keturunan. Para bangsawan istana di Prancis menghendaki agar Philippe de Valois

yang mewarisi tahta itu. Akibat dari perebutan tahta ini meletus perang antara Prancis

dan Inggris yang dimulai pada tahun 1328. Perang berlanjut terus hingga pasukan

Prancis berhasil dikalahkan oleh pasukan Inggris di wilayah Crécy pada tahun 1346.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1356, pasukan Prancis melakukan perlawanan

untuk membunuh tentara Inggris di wilayah itu, namun kenyataannya pasukan Inggris

jauh lebih kuat daripada pasukan Prancis. Di kota Poitiers pada tahun itu pasukan

Prancis berhasil dikalahkan oleh Inggris. Bahkan Raja Prancis Jean Le Bon (yang

bergelar Raja Louis XII) berhasil ditangkap oleh Inggris dan dibebaskan dengan

syarat membayar denda dan menyerahkan sebagian wilayah Prancis ke Inggris.

Menjelang akhir abad XIV dan awal abad XV, perang besar tidak pernah terjadi,

karena di wilayah itu terjadi serangan wabah pes yang memakan banyak korban

Prancis. Pertempuran besar kembali terjadi pada tahun 1515, ketika pasukan Prancis

yang dipimpin oleh Du Gueslin, Menteri Angkatan Perang Raja Charles VII, berhasil

menghimpun pasukannya dan menyerang pasukan Inggris yang berada di wilayah

Prancis. Namun, akhirnya pasukannya berhasil dikalahkan oleh Inggris di kota

Azincourt, bahkan pasukan Inggris berhasil menguasai sebagian besar wilayah

Prancis.

Perlawanan terhadap Pasukan Inggris yang menguasai Prancis dilakukan lagi,

ketika muncul seorang gadis kecil yang bernama Jeanne d’Arc yang berasal dari

wilayah Lorraine. Ia berhasil meyakinkan Raja Charles VII untuk bangkit bersama

melawan kekuasaan Inggris, dan meminta izin untuk memimpin pasukan Prancis

untuk menyerang pasukan Inggris. Jeanne d’Arc berhasil mengusir pasukan Inggris

keluar dari wilayah Poitiers. Namun, akhirnya ia kalah pada pertempuran di

Compiègne. Akhirnya ia tertangkap dan dijatuhi hukuman mati karena dianggap

bid’ah dengan cara dibakar hidup-hidup di kota Rouen pada tanggal 30 mei 1431.3

Kemunculan Jeanne d’Arc menyemangati rakyat Prancis, khususnya raja Charles

VII. Ia membangkitkan semangat rakyatnya untuk melawan Inggris dengan

membentuk pasukan artileri yang dipersenjatai dengan kanon. Pada tahun 1453, 3 Jeanne d’Arc dianggap bid’ah karena pada saat bertempur ia selalu mengenakan baju dan celana panjang putih. Saat itu masyarakat Prancis menganggap bid’ah bagi wanita yang menggunakan celana panjang (Duby 1995:340)

Page 3: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

3

pasukan Prancis berhasil menghalau keluar dari perbatasan Prancis di wilayah Pas de

Calais. Dengan demikian berakhirlah perang besar dan panjang antara kedua bangsa.

Perang antara dua negara adidaya terjadi lagi ketika raja Louis XIII berkuasa

(1601—1643). Menteri Pertahanannya yang bernama Armand Jean du Plessis de

Richelieu (1585—1624), membangun beberapa benteng di sekitar kota untuk

menghalangi para pemeluk Protestan yang akan meminta bantuan kepada pihak

Inggris. Wilayah pantai yang berhadapan dengan Inggris dijaga ketat untuk

mengawasi jangan sampai pasukan Inggris menyusup ke wilayah Prancis. Serangan-

serangan yang dilakukan oleh pasukan Inggris berhasil dihalau oleh Prancis, yang

menyebabkan jatuhnya banyak korban di kedua belah pihak.

Ketika kedudukan Raja Louis XIII digantikan oleh Raja Louis XIV (1638—

1715), perdana menterinya, Colbert mendesaknya agar membangun angkatan laut

yang kuat untuk mengimbangi gabungan antara armada Inggris dan Belanda,

khususnya untuk mempertahan wilayah koloni yang berada di benua Amerika. Dua

tahun sebelum meninggal, Louis XIV terpaksa harus menyerahkan sebagian wilayah

koloninya di Amerika kepada Inggris (Canada). Persaingan antara kedua negara

Eropa di wilayah koloni mencapai puncaknya pada saat Raja Louis XV berkuasa.

Pada masa kekaisaran Louis XV terjadi beberapa kali perang antara Prancis dan

Inggris, antara lain: Perang pewarisan tahta Austria (1740—1748), perang tujuh tahun

(1756—1763), dan perang kemerdekaan Amerika (1775—1782). Perang ini didasari

atas persaingan perdagangan laut yang mendatangkan keuntungan besar bagi para

pedagang masing-masing negara.

Perang antara Prancis dan Inggris kembali terjadi setelah pecahnya Revolusi

Prancis tahun 1789. Prancis yang setelah meletusnya Revolusi Prancis, telah

menganut sistem demokrasi, merasa terancam oleh kekuatan negara-negara lain yang

masih menganut sistem monarki seperti: Inggris, Prusia, Italia dan Austria. Negara-

negara besar itu, terutama Inggris beranggapan bahwa paham Revolusi Prancis

membahayakan kelangsungan negaranya. Oleh kartena itu, negara-negara itu

beraliansi untuk menghancurkan Prancis.

Page 4: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

4

1.2 Perjanjian Amiens

Pada tahun 1784, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan

Inggris. Inggris dan Belanda, sebagai negara yang memiliki banyak koloni di luar

Eropa, melakukan perdamaian, khususnya untuk tidak saling merebut wilayah koloni

yang telah dikuasainya. Sebagai akibat dari perjanjian ini, Prancis memandang

Belanda sebagai wilayah yang sangat membahayakan bagi Prancis, karena Inggris

akan memanfaatkan wilayah Belanda sebagai pangkalan dalam upaya menyerang

Prancis. Prancis memanfaatkan orang-orang dari kelompok Patriot yang anti dinasti

Oranye untuk melakukan propaganda mengusir Inggris dari wilayah Belanda.

Bahkan, terjadi upaya menyingkirkan Stathouder Willem V (dari dinasti Oranye)

yang saat itu dikenal sangat dekat hubungannya dengan Raja Inggris (Groenewold

1989:14—15). Upaya itu berhasil setelah Prancis berhasil menguasai Utrecht pada

bulan Januari 1794. Upaya Willem V berunding dengan Prancis mengalami jalan

buntu, sehingga Prancis berhasil mendirikan negara boneka Prancis yang dinamai

Republik Bataf di bawah pimpinan Rutger Jan Schimmelpenninck.4

Kondisi di Eropa semakin tidak menentu. Beberapa kali upaya penyerangan

ke Belanda dilakukan baik oleh Prusia, Rusia, Inggris atau gabungan antarnegara-

negara itu, namun tidak berhasil mengusir Prancis dari wilayah Belanda. Akibat dari

didirikannya Republik Bataf, Inggris mulai merencanakan untuk menggerogoti

wilayah koloni milik Belanda yang dikenal kaya akan rempah-rempah dan hasil

bumi. Inggris yang sebelum peristiwa itu telah memiliki pangkalan armada di Penang

dan telah menguasai wilayah Malaka pada tahun 17835, akan mudah menguasai

wilayah Hindia Timur.6 Rencana ini dilaksanakan dengan pengiriman beberapa buah

kapal ke Batavia yang dipimpin oleh Kapten Henry Lidgbert Ball yang menaiki kapal

fregat The Daedalus dengan kekuatan 52 meriam. Kapal ini dikawal oleh beberapa

4 Republik Bataf saat itu terbagi atas 7 privinsi, yakni: Hollande, Zeeland, Friseland, Guelderland, Overijssel, Groningen dan Utrecht. (http://fr.wikipedia.org/wiki/Provinces-Unies). 5 Belanda merebut Malaka dari tangan Portugis pada tanggal 14 Januari 1641. Namun, pada tahun 1783 Malaka yang dikenal sebagai “Mutiara dalam rumah portugis” ini jatuh ke tangan Inggris. 6 Istilah Hindia Timur Belanda (Indes Orientales Néerlandais) digunakan oleh Prancis untuk menyebut wilayah koloni Belanda di Asia. Ditinjau dari sudut geografis, wilayah koloni Belanda terdiri atas Hindia Barat (West Indie) dan Hindia Timur (Oost Indie). Koloni Belanda di Hindia Barat terdiri atas dua koloni, yakni Suriname yang meliputi wilayah Guyana Belanda dan Curacao yang meliputi wilayah Bonaire, Aruba, St. Martin Belanda, St. Eustasius dan Saba. Sementara itu, wilayah Hindia Timur atau dikenal juga sebagai wilayah Hindia Belanda (Nederlandsche-Indie) meliputi wilayah dari Malaka, sampai ke Pulau Timor (termasuk Jawa) (Mangkudilaga 1981: 11)

Page 5: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

5

kapal perang lain seperti kapal perang Centurion yang dipimpin oleh Kapten Reyner

yang berkekuatan 56 meriam, kapal fregat The Brave yang dipimpin oleh Kapten

Alexander dengan 64 pucuk meriam, dan kapal Sybille di bawah komando kapten

Adam dengan 44 pucuk meriam. Pada tanggal 22 Agustus 1800, Kapten Ball dari

kapal Daedalus memberikan pengumuman kepada Gubernur Jenderal dan Dewan

Hindia di Batavia bahwa mereka diberikan perintah oleh Laksamana Inggris untuk

memblokade pelabuhan Batavia dan semua pelabuhan lain di Jawa dengan menyita

semua kapal yang akan keluar masuk pelabuhan Batavia. Petinggi di Batavia

memberikan jawaban atas pengumuman itu bahwa mereka tetap setia pada

kewajibannya, yaitu mempertahankan wilayah koloni yang menjadi tanggung

jawabnya. Mereka kemudian menguasai pulau Onrust, Kuypers, Edam, di Kepulauan

Seribu yang dikenal sebagai pangkalan armada Belanda sekaligus memiliki dok untuk

perbaikan kapal.7 Pulau-pulau ini berhasil dikuasai oleh armada Kapten Ball pada

tanggal 25 Agustus 1800. Bahkan, teluk Batavia telah dikuasai sepenuhnya oleh

Inggris semenjak tanggal 26 Agustus 1800. Rencana Inggris saat itu adalah

menguasai Batavia. Oleh karena itu, pendaratan langsung dilakukan di pantai

Marunda. Inggris terpaksa harus meninggalkan Jawa setelah mendapatkan

perlawanan dari Belanda pada tanggal 9 Nopember 1800. Kapten Ball memutuskan

untuk meninggalkan pulau Jawa karena armada Inggris dianggap terlalu kecil untuk

memblokade seluruh pantai pulau Jawa yang hanya berkekuatan 5 armada tempur

dengan terlebih dahulu menghancurkan pulau-pulau Onrust, Edam, Kuypers, Hoorn,

dan Purmeren dan menjarah isi bangunan yang ada di sana. Setelah mengetahui

kekuatan tentara Belanda di Jawa, dari Malaka, Inggris merencanakan untuk

menguasai Ternate. Rencana itu dilaksanakan, dan Ternate jatuh ke tangan Inggris

pada tanggal 19 Juni 1801.8

Bila kita menengok situasi dan kondisi di Eropa, keadaan di Laut Tengah

(Méditeranée) masih tetap genting. Banyak kapal perang Inggris yang terjebak

dengan terjadinya perang antara Inggris dan Prancis di wilayah Mesir. Banyak

armada Inggris yang berada di Laut Tengah. Sangat sulit bagi armada Inggris untuk

keluar dari Laut Tengah karena Selat Gibraltar telah dikuasai oleh Prancis. Dengan 7 Pulau Kuipers berada di sebelah pulau Onrust, dan saat ini namanya berubah menjadi pulau Cipir. 8 Tentang hal ini, mohon dibaca artikel tulisan Dr, LWG de Roo yang berjudul “JW Cranssen te Ternate, 13 September 1799—18 Juni 1801” yang dimuat di majalah TBG tahun 1867 jilid XVI.

Page 6: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

6

tujuan mengeluarkan armada tempurnya keluar dari Laut Tengah, Inggris bersedia

berunding dengan Prancis. Perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian Amiens, yang

ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1802.

Perjanjian Amiens yang ditandatangani oleh wakil dari Prancis, Republik

Bataf dan Spanyol di satu pihak dan Inggris dan Irlandia di pihak lain. Dari sudut

pandang Prancis dan sekutunya, perjanjian ini dianggap sebagai perjanjian yang

menguntungkan Prancis dan sekutunya, terutama wilayah koloni mereka. Dalam

perjanjian ini disepakati bahwa Inggris akan mengembalikan semua wilayah koloni

yang telah dikuasainya kepada Prancis dan sekutunya, kecuali Ceylon. Perjanjian

yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1802 ini membawa angin segar,

khususnya bagi pengelola wilayah koloni yang sudah amat jenuh dengan peperangan

yang sangat merugikan mereka, karena berakibat pada tidak lakunya komoditi hasil

bumi dari wilayah koloni.9

1.3 Penaklukan Wilayah Koloni Hindia Timur

Meletusnya kembali perang antara Inggris dan Prancis setahun setelah

ditandatanginya perjanjian Amiens membawa dampak yang besar terhadap masa

depan wilayah koloni di Hindia Timur.10 Inggris telah berhasil mengeluarkan semua

armada yang ditugaskan di Mesir keluar dari Laut Tengah. Permintaan Inggris untuk

tetap mempertahankan Ceylon dijadikan pangkalan armada dalam rangka menjaga

wilayah koloni Inggris di India dan menopang koloni Inggris di Mesir melalui Laut

Merah.

Sejalan dengan perkembangan politik di Prancis, Napoléon Bonaparte

melakukan perubahan sistem ketatanegaraannya dari Konsul Pertama (Premier

Consul) menjadi Kaisar Prancis (Empereur) pada akhir tahun 1804. Perubahan ini

membawa dampak pada membesarnya peperangan antara Prancis dan Inggris.

Ekspansi Napoléon ke wilayah Eropa dan penerapan politik kontinental, yang

diterapkan oleh Napoléon dibalas oleh ultimatum Inggris yang akan menguasai semua

wilayah koloni Prancis di timur Tanjung Harapan. Satu per satu wilayah koloni 9 Akta perjanjian Amiens berisi 22 pasal, ditandatangani oleh Napoléon Bonaparte (Konsul Pertana Republik Prancis), Schimmelpenninck (wakil dari republik Bataf), Azara (wakil kerajaan Spanyol), dan Carnwallis wakil kerajaan Inggris dan irlandia (http://napoléon.org/traité_d’amiens.html) 10 Pada tanggal 20 Mei 1803 kembali terjadi perang antara Inggris dan Prancis yang disebabkan oleh tuduhan masing-masing yang menganggap melanggar isi perjanjian itu (www.e-chronology.org).

Page 7: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

7

Prancis jatuh. Pelaksanaan ultimatum oleh Inggris ini dimulai dengan penguasaan

wilayah yang amat strategis, yakni penguasaan wilayah Tanjung Harapan. Tanjung

Harapan di bawah Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens (kelak Gubernur Jenderal

Hindia Timur pengganti Daendels) harus menyerah kalah dan menyerahkan wilayah

itu kepada Inggris pada tanggal 23 Januari 1805.

Setelah kejatuhan Tanjung Harapan, Inggris berupaya untuk memblokade

pulau Jawa, langkah awal sebelum realisasi rencana besarnya, yakni menguasai pulau

Jawa. Pada tanggal 18 Oktober 1806, sebuah kapal Inggris Inggris muncul di

pelabuhan Batavia. Kapal perang ini merompak sebuah perahu layar dan perahu

fregat. Sebelum merapat di Batavia, kapal-kapal ini dihujani dengan tembakan artileri

dari darat, sehingga menyebabkan kapal Inggris beserta rampasannya harus segera

menjauhi pantai. Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 27 Nopember 1806,

sekelompok armada Inggris yang berpangkalan di Malaka, muncul di Laut Jawa.

Oleh penjaga pantai, ketujuh kapal perang Inggris ini semula dikira kapal Prancis.

Namun, begitu mendekati pantai, barulah diketahui bahwa ketujuh kapal itu adalah

kapal perang Inggris. Laksamana Sir Edward Pellew, pemimpin armada ini

mendapatkan instruksi untuk menghancurkan semua kapal Belanda yang

dijumpainya. Ketika mendarat di pelabuhan Batavia, didapatinya 20 kapal dagang

dan 8 kapal perang sedang berlabuh di sana. Laksamana Pellew melancarkan

serangan dengan mengerahkan 18 kapal tempurnya untuk menyerang kapal Belanda,

yang menyebabkan kapal Belanda tidak dapat berkutik sama sekali.11 Akibat dari

serangan itu, delapan kapal dari armada Hartsinck dan beberapa kapal dagang hancur

(Stapel 1940:24).

Pellew memang diinstruksikan dari Malaka untuk menghancurkan kapal-kapal

Belanda. Oleh karena itu, ia tidak melanjutkan misinya dengan pendaratan, tetapi

terus melakukan operasi di sekitar kepulauan Onrust dan Kuipers. Dengan operasi

yang dilancarkan oleh Pellew, pulau Jawa menjadi terisolasi. Kekuatan armada laut

Belanda praktis lumpuh, sehingga pelabuhan Batavia praktis tidak terlindungi, karena

tidak ada satu kapal pun yang berlabuh di sana, sedangkan sisa-sisa armada Belanda 11 Hageman (1857 355-356) menyatakan bahwa pada saat Belanda berada di bawah pemerintahan Republik Bataf, Inggris merasa gentar dengan gabungan armada Belanda dan Prancis. Oleh karena itu, Laksamana Pellewlah yang dikirim ke Jawa diiringi dengan tujuh kapal perang yang dilengkapi dengan 356 meriam dengan maksud untuk menghancurkan kapal perang gabungan itu dan menyita kapal-kapal dagangnya.

Page 8: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

8

di perairan laut Jawa dan Lautan Hindia telah habis dihancurkan oleh armada Inggris.

Sementara itu, di pangkalan armada Gresik, masih terdapat beberapa kapal

penghubung yang diubah fungsinya menjadi kapal perang. Insiden laut antara kapal

Belanda dan kapal Inggris kembali terjadi pada bulan April 1807. Sebuah kapal

Inggris berhasil merampas empat kapal dagang Belanda. Kejadian ini mengakibatkan

Laksamana Hartsinck, komandan keamanan laut Hindia Belanda mengundurkan diri

dan segera kembali pulang ke Belanda.

Pada akhir Nopember 1807, Laksamana Pellew berpatroli di wilayah Selat

Madura, dikawal oleh delapan kapal perang, yakni: Culloden, Powerfull, Fox, Corlyn,

Semarang, Victor, Seaflower, dan Diana, yang membawa 270 pucuk meriam. Dari

selat ini, ia melihat adanya beberapa kapal yang sedang berlabuh. Oleh karena itu, ia

menulis surat kepada komandan pelabuhan Gresik, Kapten Cowell agar segera

menyerahkan kapal-kapal itu. Apabila kapal-kapal yang berlabuh itu diserahkan

kepada Inggris, Pellew menjamin tidak akan melakukan penyerangan ke darat.

Kapten Cowell, komandan pelabuhan Gresik tidak menanggapi surat ini, malahan

menyita rakit dan menahan anak buah kapal Inggris yang bertugas sebagai kurir.

Pellew akhirnya memutuskan untuk mendaratkan 1.400 orang marinirnya untuk

membebaskan kurirnya, yang salah satu di antara kurir itu adalah anak kandung

Laksamana Pellew (Faber 1931:31). Masalah ini selesai setelah terjadi kesepatan

antara Laksamana Pellew dan D.F. van Alphen, wakil walikota Surabaya pada

tanggal 3 Desember 1807. Akhirnya Inggris meninggalkan Gresik setelah dicapai

kesepakatan antara Pellew dan Alphen.12

Upaya menguasai pulau Jawa untuk sementara ditunda saat kedatangan

Daendels di Jawa. Hal ini disebabkan telah tersadapnya informasi oleh pihak Inggris

yang mengatakan bahwa kedatangan Daendels di Jawa dikawal oleh beberapa kapal

perang besar Belanda-Prancis di bawah pimpinan Laksamana AA Buyskes (Deventer

1865:347). 13

12 Kesepakatan antarkedua belah pihak berisi antara lain: a. Inggris akan meninggalkan Gresik tanpa menuntut pampasan perang; b. Kapal Belanda yang rusak harus segera dibakar; c. Peralatan tempur yang berada di pantai Madura harus segera dibongkar; d. Orang Belanda harus memasok air minum gratis kepada awak armada Inggris; dan e. Orang Belanda harus mengizinkan pedagang daging menjual dagangannya kepada awak armada Inggris (Faber 1931 31-32) 13 Semula Laksamana AA Buyskess diperintahkan untuk mengawal Daendels ke Jawa. Karena persiapan yang dilakukan oleh Buyskess memerlukan waktu selama tiga bulan, maka Daendels pergi ke Jawa tanpa pengawalan. Raja Belanda Louis Napoléon menugaskan kepada Buyskess untuk

Page 9: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

9

Pada saat permulaan masa kekuasaan Daendels di Jawa (1808), Inggris telah

berhasil melakukan blokade laut atas pulau Jawa, tetapi upaya untuk menyerang

pulau Jawa belum dapat dilakukan. Upaya untuk mengetahui kekuatan lawan telah

dilakukan oleh armada laut Inggris, antara lain dengan menghancurkan pangkalan

armada laut di Teluk Meeuwen yang belum selesai dibangun oleh Daendels. Inggris

juga memanfaatkan beberapa tokoh pribumi untuk mengetahui kekuatan angkatan

bersenjata pemerintah Hindia Timut antara lain dengan mendekati orang-orang

Banten.

2. Strategi Inggris Menguasai Asia Tenggara

Setelah ultimatum Inggris dijatuhkan sebagai reaksi atas dilakukannya politik

Kontinental Napoléon Bonaparte, Inggris mulai menyusun kekuatan untuk menguasai

Asia. Tujuan Inggris melakukan blokade laut atas wilayah Hindia Timur antara lain

untuk memutus semua pengangkutan bahan pangan dari wilayah ini, mencegah

semua penjualan dan pengapalan produk ke Eropa serta untuk mengukur kekuatan

militer Belanda (Mijer 1839:229-230). Rencana menguasai wilayah Belanda di Asia

Tenggara, sudah direncanakan pada bulan Juli 1810, ketika terjadi penyatuan wilayah

Belanda dengan Prancis. Ada dua target yang direncanakan, yakni menguasai Ternate

dan Jawa, dua wilayah yang dianggap sangat penting oleh Inggris. Penyerangan ke

kedua wilayah ini sudah direncanakan dengan baik, dengan melibatkan armada-

armada yang bertugas di wilayah lain.14 Terlebih lagi dalam upaya menaklukkan

Jawa, armada dari India dikerahkan dengan melalui beberapa rute. Armada dari

Bombay, diberangkatkan menuju Madras, yang merupakan titik pertemuan pertama.

Kemudian armada akan berkumpul kembali di Malaka, yang merupakan titik temu

kedua. High Lands merupakan titik temu ketiga, untuk selanjutnya menuju ke

Tanjung Sambar (atau Batu Titi) di ujung Barat Borneo yang merupakan titik temu

keempat. Dari sini semua armada berkumpul untuk segera menyerbu ke Jawa.

menggantikan Daendels sebagai Gubernur jenderal apabila Daendels tidak sampai ke Jawa (Stapel 1940: 36) 14 Beberapa pulau di Maluku telah jatuh ke tangan Inggris 2 tahun sebelum penggabungan wilayah Belanda dengan Prancis.

Page 10: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

10

2.1 Hubungan Politik Malaka--Calcutta

Laporan tentang Malaka telah menarik perhatian para petinggi di India. Dua

tahun sebelum Raffles tiba di Penang, Lord Minto mendapatkan laporan dari John

Leyden, seorang ahli bedah dari Skotlandia, yang sangat dikaguminya.15 Dalam

laporannya itu, John Leyden ketika berkunjung ke Penang pada tahun 1805, tertarik

dengan seorang pemuda yang bernama Raffles, yang sangat mahir akan

pengetahuannya tentang bangsa-bangsa Timur. Lord Minto segera sadar, bahwa ia

telah menemukan seorang “Leyden” yang lain. Ketika kepulauan Maluku direbut

pada tahun 1808, Lord Minto memiliki ide untuk mengangkat Raffles sebagai

pemimpin sementara di kepulauan itu. Ketika laporan Raffles kepada Leyden

ditunjukkan kepada Lord Minto, Lord Minto pun mengagumi laporan itu. Ketika

Raffles mendengar desas-desus rencana penaklukan Mauritius dan Réunion oleh

Inggris, Raffles merasa jenuh dan bosan tinggal di Penang, karena menurut rencana

ia akan ditempatkan di Kepulauan Maluku. Dengan rencana penyerangan itu, maka

sudah dapat dipastikan penempatannya di kepulauan Maluku akan tertunda. Ia juga

sudah jenuh dengan atasannya di Penang, yang sangat sering bersikap arogan,

padahal mereka sebenarnya tidak mengetahui apa-apa tentang raja-raja Maluku.

Kejenuhan ini mendorong Raffles untuk berlayar ke Calcutta, guna menemui Lord

Minto, Gubernur Jenderal di Calcutta. Ia terkejut dengan kedatangan Raffles tiba-tiba,

meskipun ia harus memberitahu bahwa penugasannya ke Maluku akan diberikan

kepada orang lain. Keduanya sepakat bahwa masih ada pulau-pulau lain yang lebih

menarik daripada Maluku, seperti Jawa. Lord Minto sangat kagum akan Raffles yang

memahami banyak hal tentang pulau Jawa. Dari pembicaraan ini, tercetuslah ide

untuk segera melakukan penaklukan atas pulau Jawa, karena Ingrgis sadar bahwa

Prancis akan menjadikan Jawa sebagai pangkalan dalam upaya menyerbu ke India.

Dalam rencana besar Lord Minto, penyerangan ke wilayah Asia Tenggara

merupakan rencana ketiga setelah rencana pertama yakni penaklukan Mauritius dan

rencana kedua penaklukan Réunion (Bourbon). Mauritius telah direbut Inggris pada

bulan Desember 1909, dan Réunion pada tanggal 8 Juli 1810. Dalam merealisasikan

15 Lord Minto menyebut John Leyden sebagai seorang “ahli Melayu yang Sempurna” (Coupland 1926: 23)

Page 11: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

11

rencana ketiganya, Lord Minto menemui kesulitan karena kurangnya ahli tentang

Melayu. Dengan kedatangan Raffles, maka Lord Minto kini telah memiliki dua orang

ahli, yakni Leyden dan Raffles. Dari kekagumannya kepada Raffles, akhirnya pada

bulan Oktober 1810, Lord Minto mengangkat Raffles sebagai calon Gubernur

Jenderal wilayah raja-raja Melayu, dan mempersiapkan jalur untuk penyerangan ke

Jawa. Untuk persiapan itu, Raffles telah menetapkan pilihannya untuk bermarkas di

Malaka. (Coupland 1926: 25).

Kemampuan Raffles ternyata melebihi target yang ditetapkan oleh Lord

Minto. Ia menunjukkan kemampuannya yang hebat, jauh dari pekerjaan semua yang

menjadi juru tulis di India House dan sekretaris di Penang. Dalam tiga atau empat

bulan, ia telah menyusun laporan yang sangat rinci bukan hanya tentang Jawa, tetapi

juga Borneo, Celebes, Bangka, lengkap dengan suku-suku penghuninya, penguasa

mereka dan watak-wataknya. Laporan itu juga dilampiri hasil bumi yang merupakan

primadona dari pulau-pulau itu. Bahkan hubungan pulau-pulau itu dengan Jepang,

Amerika juga dilaporkannya. Usulan bagaimana cara mengelola pulau-pulau itu

serta sistem pemerintahan yang baik di pulau-pulau itu juga ikut dilaporkan.

Pada tanggal 9 Mei 1811, Lord Minto tiba di Malaka. Ia memutuskan untuk

memimpin sendiri ekspedisi ke Jawa. Ia juga mengangkat Raffles menjadi sekretaris

Gubernur Jenderal.

2.2 Konflik Inggris dan Raja-Raja Melayu di Penang

Pada awal abad XIX, terjadi perubahan penting dalam konstelasi politik di

kawasan Asia Tenggara. EIC (East Indie Company) yang di atas kertas masih

merupakan perusahaan dagang, tetapi sejauh menyangkut India, ternyata menjadi

suatu lembaga politik. Kompeni Inggris ini telah memperoleh status baru di India dan

Inggris sendiri. Di India, EIC memperoleh tanggung jawab kewilayahan karena

setelah tahun 1765, EIC menjadi pemungut pajak dan bunga di Bengala yang menjadi

lembaga pemerintah. Di Inggris, EIC semakin dianggap sebagai sarana negara yang

memerlukan pasukan yang besar, kontrol Gubernur Jenderal dan Dewan (sejak tahun

1773), pembentukan Mahkamah Agung yang bebas di Calcutta, dan dibentuknya

Page 12: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

12

badan kontrol yang bertanggung jawab kepada parlemen Inggris (1784).16 Sebagai

perusahaan niaga, kepentingan utamanya pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX

terletak pada perdagangan melalui selat Malaka sampai Cina. Sebenarnya,

perdagangan dengan Cina telah menyelamatkan EIC dari kebangkrutan sebagai akibat

dari ulah para pengelolanya yang korup dan cara kerja yang tidak efisien. Komoditi

yang dibawa oleh para pedagang dari India ke Cina selain teh juga candu. Meskipun

tidak mengapalkan sendiri candu untuk dibawa ke Cina, Kompeni EIC mengizinkan

kapal-kapal negara memuatnya dan memonopoli perdagangan candu yang banyak

diperoleh dari Bengala.17

Penegakan kekuasaan Inggris di Asia Tenggara pada awal abad XIX

mendapatkan hambatan, khususnya dari orang-orang Bugis yang telah lebih dahulu

menghuni pantai Jawa, Sumatera, dan semennjung Malaya. Baik Belanda maupun

penguasa lokal tidak mampu untuk mencegah mereka bermukim di tempat-tempat

terpilih di dekat muara sungai atau selat. Dilihat dari sejarahnya, orang Bugis mampu

menguasai Kesultanan Johor dan membangun pusat pemerintahannya di Riau. Dari

sini, mereka memperluas pengaruhnya ke utara melalui Semenanjung Malaya, dan

memisahkan Malaya Belanda dari pasokan timah di Selangor, Perak dan Kedah, dan

berdagang timah langsung dengan Inggris dan pengusaha asing lain. Oleh karena itu,

ketika Sultan Melayu Johor meminta bantuan Belanda dalam upaya menggulingkan

kekuasaan Bugis, Belanda menanggapi positif permohonan bantuan itu karena akan

memperoleh wilayah Siak. (1755). Setelah Belanda memperoleh konsesi baru atas

Johor untuk melakukan monopoli timah, mereka mengusir semua pedagang asing

lainnya. Sekitar tahun 1770 orang Bugis Selangor mendesak Sultan Kedah agar

membayar upeti berupa perak. Karena tidak puas dengan jawabannya, mereka

menyerbu Kedah dan menjarah ibukotanya. Suatu permintaan bantuan untuk

mengusir orang Bugis yang ditulis oleh Sultan Kedah pada tahun 1771 diterima oleh

Kompeni EIC di Madras. Namun, pada saat itu, permintaan tersebut tidak ditanggapi.

Akan tetapi, ketika Dewan Madras menerima instruksi dari London untuk memulai

16 Lihat tulisan Brian Harrison, 1954. South-East Asia: A Short History. Macmillan & Co. Bab XII tentang terbentuknya perimbangan kekuatan baru. 17 EIC lebih beruntung daripada VOC. Pasokan kopi yang dikontrol dan diekspor dari Jawa tidak dapat menutupi kerugian negara, sehingga tidak mampu menyelamatkannya dari kebangkrutan. Lebih-lebih dalam persaingan dunia, pada pertengahan dan akhir abad ke-18 Belanda kehilangan posisi kepemimpinan internasionalnya di bidang perdagangan dan keuangan

Page 13: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

13

perundingan bagi pemukiman permanen di Aceh, diputuskan untuk mengadakan

penyelidikan mengenai prospek perdagangan bukan hanya di Aceh, tetapi juga di

Kedah dan Selat Malaka. Penyelidikan itu membuahkan suatu kesempatan untuk

membuka pangkalan armada di sana. Dewan Madras membalas surat dari London

yang melaporkan bahwa bila di Kedah dibuka pangkalan armada, maka akan jauh

lebih bermanfaat daripada di Aceh.

Pada tahun 1785, diputuskan untuk membangun pangkalan di Kedah, yang

akan dijadikan pelabuhan singgah bagi kapal-kapal yang menuju ke Cina atau

sebaliknya, untuk mengimbangi kembalinya kontrol Belanda di Selat Malaka.

Dengan pembangunan pangkalan itu, Sultan Kedah akan mendapatkan perlindungan

dari Inggris. Namun, akhirnya diputuskan bahwa Pulau Penang akan diserahkan

kepada Inggris untuk dibangun pangkalan armada laut bagi kepentingan tersebut.

Pada tahun 1790 tidak ada yang diperoleh sebagai pegganti bagi Penang di

luar tawaran ganti rugi tahunan kepada Sultan. Sultan Bugis di Selangor telah

mengusir orang-orang Belanda pada tahun 1785 dan diikuti oleh Sultan Melayu di

Johor. Ketika persekutuan orang Bugis dan Melayu di Johor dibentuk pada tahun

1790, disetujui untuk menyerang orang Inggris untuk keluar dari Penang. Namun,

sebelum pasukan gabungan itu menyerang Penang, Inggris telah menyerang lebih

dahulu tentara Melayu tanpa banyak kesulitan. Melalui perjanjian 1 Mei 1791

penyerahan Pulau Penang disahkan. Sultan memperoleh ganti rugi tahunan, tetapi

tidak mencampuri urusan pertahanan kedua belah pihak.

Pulau Penang dalam waktu singkat menarik para pemukim, sehingga pada

tahun 1795, jumlah penduduknya mencapai 20 ribu orang, termasuk 3.000 orang

Cina. Tetapi ketika Kompeni Inggris menyadari sepenuhnya nilai potensial Penang

sebagai koloni dagang, Kompeni Inggris belum yakin benar tentang nilainya sebagai

investasi dari sudut pandang strategisnya. Oleh karena itu, para penguasa Inggris

lebih menyukai mempertahankan Penang sebagai pangkalan tanpa memperhitungkan

resiko politiknya. Akibatnya, Penang terbengkalai lebih dari 20 tahun.

Pendudukan Inggris atas Malaka pada tahun 1795 dilakukan atas nama

pemerintah pengungsian Willem V (stathouder) Belanda. Gabungan pemerintah

Inggris-Belanda (yang dibentuk sebelum penyerangan Prancis atas Belanda) berhasil

menguasai benteng Malaka. Namun, kondisinya berbeda ketika Belanda dipimpin

Page 14: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

14

oleh Republik Bataf. Pembentukan pemerintahan republik boneka Prancis itu

menciptakan perpecahan antara pejabat di Jawa dan di Timur pada umumnya. Selama

perang berlangsung, mereka menghadapi dua alternatif: kontrol dari Prancis atau

pendudukan Inggris. Opini Belanda terbelah atas pilihan dua dampak buruk ini. Di

Batavia, masyarakat terpecah menjadi dua, mereka yang mendukung dinasti Oranye

yang berpihak kepada Inggris dan mereka yang pro Prancis. Bagi kelompok yang

terakhir ini, usaha Inggris menduduki pulau Jawa harus dihadapi dengan perlawanan

(Harisson 1954: 160)

Para pejabat kompeni Inggris di India dan di London menganggap Penang

kurang meyakinkan untuk dijadikan pangkalan armada. Sebaliknya Malaka dipilih

sebagai pangkalan armada di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Lord Minto

memutuskan untuk memimpin ekspedisi penyerangan ke Jawa dari Malaka (idem).

3. Malaka sebagai Pangkalan bagi Penyerangan ke Jawa oleh Inggris

Pada tahun 1811, Lord Minto, Gubernur Jenderal EIC di India memutuskan

untuk menaklukkan pulau Jawa, yang saat itu dikuasai oleh Belanda sebagai sekutu

Prancis. Untuk merealisasikan keputusannya itu, suatu ekspedisi gabungan angkatan

laut dan darat yang kuat disiapkan. Dari India, pasukan disiapkan dari Bombay,

Benggala dan Madras.

Armada Bombay mengirim satu divisi delapan kapal di bawah Komodor

Hayer. Divisi ini terdiri atas 20 kapal di bawah komando Maxfield, kapal

Mourington di bawah pimpinan kapten Pearce dengan 20 meriam, kapal Cunora

dibawah komando Kapten Watkins dengan 16 meriam, kapal Nautilus dibawah

komando Komodor Walker dengan 14 meriam, kapal Vestal dengan 12 meriam di

bawah komando Komandan Hall, kapal Criel dengan 12 meriam di bawah Komandan

Macdonald, kapal Thetis dengan 12 meriam di bawah Letnan Philip dan kapal Psyke

di bawah Letnan Tamer dengan 12 meriam. Kapal-kapal ini diiringi dengan 57 kapal

pengangkut. Dengan demikian hampir 100 buah kapal meninggalkan India.

Pada tanggal 11 April 1811 divisi pertama dari pasukan ekspedisi darat di

bawah komando Kolonel Robert Holo Gillespie berangkat dari Madras, dikawal oleh

fregat Caroline menuju ke Penang, yang saat itu dikenal sebagai pelabuhan Prince of

Wales, yang merupakan titik pertemuan (meeting point) yang pertama. Tiga hari

Page 15: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

15

kemudian, divisi militer kedua tiba di bawah Mayor Jenderal Frederich Wetherall

yang dikawal oleh fregat Pheaton. Semua tim ekspedisi harus meninggalkan Penang

pada tanggal 24 Mei 1811, dan baru tiba di Malaka tanggal 1 Juni 1811 sebagai titik

pertemuan kedua. Di Malaka telah menunggu pasukan dari Benggala yang dikawal

oleh fregat Camelia. Pasukan itu telah tiba di sana 6 minggu sebelumnya.

Lord Minto yang mengikuti persiapan dan pemberangkatan ekspedisi ini

berangkat dengan menggunakan kapal Modeste. Panglima ekspedisi Letnan jenderal

Sir Samuel Auchmuty berada di kapal Akbar. Pada tanggal 12 Juni ekspedisi

berangkat meninggalkan Malaka. Seluruh pasukan berjumlah 10.700 orang termasuk

5.000 tentara Eropa. Mereka melewati Selat Malaka menuju ke High Islands yang

dijadikan titik temu ketiga. Pada tanggal 3 Juni ekpedisi ini telah memasuki Lautan

Hindia. Ekspedisi menuju ke pelabuhan Tanjung Sambar di ujung barat daya Borneo,

yang dijadikan titik temu yang keempat. Letnan Jenderal Auchmuty mengumpulkan

semua pasukan dan pada tanggal 27 Juli 1811 ekspedisi ini berangkat menuju ke

pulau Jawa.18

Pada tanggal 30 Juli ekspedisi ini telah sampai di pulau Bumpheir, dekat

Sungai Indramayu, untuk mengamati kembalinya fregat yang dikirim untuk tujuan

pengintaian. Fregat ini bergabung kembali dengan tim ekspedisi lainnya pada tanggal

3 Agustus 1811. Pada hari itu, ekspedisi kembali berlayar dan mereka bertemu

dengan kapal-kapal yang memantau pantai di bawah komando Kolonel Mackenzie.

Karena pantai Cilincing yang dianggap cocok untuk pendaratan jaraknya 10 mil dari

kota Batavia, semua armada yang beristirahat pada siang hari diharuskan untuk segera

melanjutkan perjalanan dan melakukan pendaratan. Pada tanggal 3 Agustus

ekspedisi melewati Ujung Krawang dan pada petang harinya melewati Sungai

Marunda.

Di sini kapal-kapal menunggu air laut pasang.Pada tanggal 4 Agustus pukul 2

sore, mereka tiba di Cilincing dan mempersiapkan untuk pendaratan. Semua pasukan

peserta ekspedisi ini telah dibagi menjadi empat brigade. Persiapan pendaratan

dilakukan pada petang harinya. Pasukan perintis Inggris langsung didaratkan,

sementara pasukan dari Saxen-Weimar yang merupakan pasukan kavaleri dan artileri

18 Sumber lain mengatakan bahwa ekspedisi sampai di Tanjung Sambar pada tanggal 20 Juli 1811, dan sehari kemudian ekspedisi ini meninggalkan Tanjung Sambar menuju ke Jawa. (IMT 1877 Jilid 1

Page 16: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

16

baru didaratkan pada tanggal 5 Agustus. Pada tanggal 4 malam, konflik terjadi antara

penjaga pos terdepan dan pasukan patroli kavaleri Belanda-Prancis. Namun,

peristiwa ini tidak menghambat gerak laju pasukan Inggris ke Batavia. Pada tanggal 5

Agustus, pasukan Inggris bergerak melalui Cakung dan Pulo Gadung, yang jaraknya

6 mil dari Cilincing. Akan tetapi, jalur ini menghadapi banyak kesulitan dan serangan

dari pihak Belanda. Oleh karena itu, diputuskan untuk menarik pasukan ini dan

menyatukannya dengan pasukan yang menuju ke Batavia.

Pasukan perintis di bawah kolonel Gillespie menerobos masuk ke

perkampungan dengan tujuan untuk mencapai jalan ke benteng Meester Cornelis.

Tanpa diduga, pada tanggal 8 pagi, Letnan Jenderal Auchmuty mengirim ajudannya

untuk memantau kota. Mereka kembali dengan membawa Kepala Pengadilan Belanda

yang dikirim oleh warga untuk meminta perlindungan dari Inggris. Ketika kota

Batavia diserahkan, tembakan penghormatan dilepaskan dari kapal perang kerajaan,

dan pada petang hari, Kolonel Gillespie bersama sebagian besar pasukan perintis

yang berjumlah kira-kira 1.000 orang memasuki kota dan mendudukinya. Pada

tanggal 9 Agustus petang, Laksamana Stopford dengan kapal Scipron bergabung

dengan ekspedisi itu dan mengambil alih kendali semua armada.

Setelah ditandatanganinya Kapitulasi Tuntang tanggal 18 September 1811,

Surabaya menyerah kepada Inggris tanpa perlawanan. Kemudian wilayah lain seperti

Makasar, Timor, dan semua wilayah jajahan Belanda-Prancis diduduki oleh pasukan

Inggris. Dengan demikian, peperangan panjang telah berakhir. Jawa dengan Gubernur

pertamanya Sir Stamford Raffles tetap dalam kondisi tidak aman. Jawa tetap

dijadikan bagian dari India. Oleh karena itu, jabatan Raffles di Batavia bukan

Gubernur Jenderal, melainkan Letnan Gubernur Jenderal. Untuk mengamankan

wilayah ini, ia memerlukan pasukan militer yang besar dan sebagian armada

termasuk beberapa kapal penjelajah milik Kompeni EIC.

4. Kesimpulan

Rencana penaklukan Jawa oleh Lord Minto sudah lama dirancang, namun

sulit untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena kurangnya orang yang memiliki

pengetahuan akan situasi dan kondisi di Jawa. Di kalangan para petinggi Inggris,

khususnya di antara para perwira angkatan laut Kerajaan Inggris dan para pejabat EIC

Page 17: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

17

di India, terdapat perbedaan pandangan. Dilihat dari nilai strategis, para perwira

armada Inggris memberikan prioritas pada Ceylon sebagai titik tolak penyerbuan ke

Jawa, sementara para pejabat EIC mempertimbangkan Malaka sebagai lokasi yang

lebih layak. Hal ini karena para pejabat EIC, terutama Lord Minto dan Raffles

memandang Malaka bukan hanya memiliki arti strategis tetapi juga ekonomi untuk

menaklukan Hindia Timur. Selain itu, Malaka merupakan pulau yang diserahkan oleh

Belanda kepada EIC sehingga di Malaka EIC memegang hak dominasi dan

administrasi sepenuhnya. Di sisi lain Penang lebih memiliki nilai strategis bagi

kekuatan armada Inggris karena secara geografis Penang memenuhi syarat bagi

pangkalan laut. Selain itu Penang merupakan pulau yang langsung berada di bawah

kontrol angkatan laut Inggris (British Navy Admiralty).

Ketegangan ini berlangsung bertahun-tahun tetapi akhirnya berhasil diatasi

dengan kedatangan Marsekal Daendels sebagai Gubernur Jenderal Belanda di Jawa.

Dengan melihat strategi Daendels, para pejabat Inggris menyatukan pendapat untuk

menggunakan Malaka dan Penang sebagai titik tolak penyerbuan dengan

pertimbangan lebih mudah mengawasi strategi pertahanan Prancis-Belanda di Jawa.

Untuk itu pemerintah Inggris di London memutuskan untuk segera mengirim pasukan

yang bertugas menguasai Jawa. Setelah Jawa dan wilayah lain dikuasai Inggris, Jawa

dijadikan bagian dari India. Jabatan yang diberikan kepada Raffles adalah Letnan

Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab kepada atasannya Lord Minto yang

menjabat sebagai Gubernur jenderal di Calcutta.

Ditinjau dari konteks strategi Inggris untuk menaklukan Jawa dari India,

posisi Malaka dan Penang sangat strategis dan taktis. Keduanya bukan hanya

merupakan pangkalan singgah melainkan juga sebagai meeting point bagi suatu

armada tempur. Tanpa adanya Malaka, armada laut Inggris akan kesulitan karena

jarak antara India dan Jawa terlalu jauh sehingga kebutuhan logistik tidak mungkin

terpenuhi bagi seluruh pasukan ekspedisi. Secara taktis, kedua pangkalan di selat

Malaka ini merupakan pangkalan bagi pemantau mobilitas dan kekuatan tempur

pasukan Belanda-Prancis di Jawa. Tempat pemantauan ini tidak mungkin dilakukan

dari Ceylon maupun India yang terlalu jauh dari Jawa. Dengan kejatuhan Jawa

setelah Malaka dan Penang, seluruh kawasan ekonomi di sebelah timur Tanjung

Harapan yang bersumber dari pusat-pusat produksi di Asia Timur berada di bawah

Page 18: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

18

pengaruh Inggris. Ini merupakan bukti dari ancaman Inggris untuk membalas sistem

kontinental yang mengisolir Inggris di Eropa.

Page 19: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

19

BIBLIOGRAFI

Andaya, Barbara Watson. “Malaka under the Dutch 1641—1795” dalam The Transformation of a Malay Capital, Bab VIII. Malaka: The Kernial Singh Sandhu.

Collis, Maurice. 2000. Raffles. Singapore: Graham Brash. Coupland, R. 1926. Raffles 1781—1826. Bab IV. London: Oxford University Press. Daendels, Herman Willem. 1814. Staat der nederlandsche oostindische Bezittingen

onder het Bestuur van den Gouverneur Generaal Herman Willem Daendels. ‘s Gravenhage.

Deventer, S. Van. 1865. Bijdragen tot de Kennis van het landeleijk Stelsel op Java.

Eerste deel. Zalt Bommel, John Noman en Zoon. Deventer, M.L. 1891 “Daendels-Raffles” dalam Indische Gids Jilid I . Doel, van den. 1994. De Stille Macht: Het Europese Binnenlands Bestuur op Java en

Madoera 1808—1942. Amsterdam: Uitgeerij Bert Bakker. Duby, George.1995. Histoire de la France. Paris: Larousse. Eerde, J.C. van. 1929. “De personlijke verhouding tusschen Raffles en Muntinghe”

dalam Indische Gids Jilid I. Faber, von GH. 1931. Oud Soerabaia. Uitgegeven door de gemeente Soerabaia ter

gelegenheid van haar zilveren jubileum op 1 April 1931. Hageman, J. “De Engelschen op Java” dalam Tijdschrift van bataviaasch

Genootschap voor Taal-, Land, en Volkenkunde. Jilid IV tahun 1857. Harrison, Brian. 1954. South-East Asia: A Short History. Bab XII. London:

Macmillan & Co. Hooyer, GB. 1895. De Krijgsgeschiedenis van Nederlandsch Indie van 1811—1894.

Batavia: G. Kolff & Co. Hullu, J. De. 1919. “De Engelschen in 1811 door Hendrik Merkus de Kock” dalam

Indische Gids, Jilid II.

Page 20: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

20

Marihandono, Djoko. 2005.Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808—1811: Penerapan Instruksi Napoléon Bonaparte. Disertasi. Depok: Program Studi Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

-----------------.2004. Jatuhnya Pulau Jawa ke Tangan Inggris: Kesalahan Strategi

Pertahanan Jan Willem Janssens. Seminar hasil penelitian pengajar Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

Mangkudilaga, Machfudi. 1981. Bunga Rampai Sejarah ketatanegaraan Hindia

Belanda. Jakarta: Arsip Nasional RI Mijer, P. 1839. “Geshiedenis der Nederlandsche Oost Indie Bezittingen onder de

Franche Heerschappij” dalam Tijdschrift voor Nederlandsche Indie. Jilid II, tahun ke-2.

Muhlenfeld. A. 1929. “Betrekking tusschen Ile de France en Java in het eerste

decennium der 19de eeuw” dalam Feestbundel nij Gelegenheid van 150 Jarig Bestaan 1778. Weltevreden: G. Koff.

Kennedy, J. History of Malaya 1400—1959. Bab IV. London: Macmillan&Co. Norman, HD Levyssohn. 1857. De Britsche heerschappij over Java en

Onderhoorigheden (1811—1816). ‘S Gravenhage: Gebroeders Belinfante. NN. 1896. “Europeesche Zeden op Java in Daendels’ Tijd” dalam Indiscje Gids. Jilid

I, hal: 81-82. NN. 1871. “De Verdiging van Java 1808—1811” dalam Indische Military Tijdschrift.

Batavia: Bruincing&Wijt. NN. 1895.”Een Bijdrage tot de Geschiedenis van Java’s Verovering in 1811”. Dalam

BKI, Jilid XLV. NN. 1877. “Bijdrage tot de Geschiedenis de Verovering van Java door Engelschen

over het jaar 1811” dalam Indische Militaire Tijdschrift. Jilid I. Pompe, kapten. 1872. Geschiedenis der Nederlandsche Overzeesche Bezittingen.

Schoonhoven, SE van Nooten. Roo, LWG de. 1867. “JW Cranssen te Ternate 13 September 1799—18Juni 1801”

dalam TBG Jilid XVI. Stapel, FW. 1940. Geschiedenis van Nederlandsch Indie. Amsterdam: Joost van den

Vondel.

Page 21: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

21

Gambar 1: Pangkalan British Admiralty di Tanjung Harapan

Gambar 2:

Rute Ekspedisi Penaklukan Pulau Jawa

Page 22: NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/...1 NILAI STRATEGIS MALAKA DALAM KONSTELASI POLITIK ASIA TENGGARA AWAL ABAD XIX Studi

22

Gambar 3:

Malaka Pusat EIC di Asia Tenggara

Gambar 4:

Peta Tanjung Sambar sebagai meeting point ke-empat