nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-qur’an surat yusuf...
TRANSCRIPT
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Siti Himatul Anisah
NIM. 111 14 065
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
ق الاعلام دب فوا الا“Orang yang beradab itu diatas orang yang berilmu”
(K. M. Chalim Abdus Syakur)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahlan untuk:
1. Keluarga tercinta Ayahanda Muslimun dan Ibunda Sofiatun yang tidak bosan
mendo’akan, dan yang telah mendidik serta merawat dengan penuh kerelaan
dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan do’a
restunya.
2. Seluruh keluarga besar (Siti Basamah, Ahmad Turmudzi, Ahmad Sururi, Siti
Juwariyah, Mashudi, Muhammad Khalim, Tri Nuryani) yang selalu memberi
dorongan dan motivasi.
3. Bapak Kyai M. Chazim AS dan Kyai M. Chalim AS selaku Pengasuh Pondok
Pesantren Putri Darul ‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Senarang yang selalu
membimbing, mendidik dan menasehati.
4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu membimbing selama 4 tahun.
5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag. selaku pembimbing skripsi sekaligus
sebagai motivator sampai sampai selesainya penulisan skripsi ini.
6. Seluruh guru yang telah mendidik dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat
perguruan tinggi.
7. Seluruh sahabat, khususnya yang ada di Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum
suruh, Pondok Pesantren Yasinta Salatiga dan teman PAI angkatan 2014 yang
selalu memberikan semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
8. Seseorang spesial yang selama ini telah menyemangati serta mendo’akan.
viii
KATA PENGANTAR
حيم ن ٱلره حم ٱلره بسم ٱلله
Segala puji bagi Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. sebagai
suri tauladan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM AL-QUR’AN SURAT YUSUF AYAT 8-18”. Skripsi ini disusun guna
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana program studi Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan karya tulis sederhana ini
berkat motivasi, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Selanjutnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
pembuatan skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Nasafi, M.Pd.I, selaku pembimbing akademik
5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
ix
x
ABSTRAK
Siti Himatul Anisah. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat
Yusuf Ayat 8-18. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof.
Dr. H. Budihardjo. M.Ag
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Akhlak, Al-Qur’an
Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting dalam
substansi pendidikan Islam. Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi
rasul dengan tugas menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak
dalam Tanpa akhlak, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan binatang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan
akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18. Pertanyaan yang akan dijawab
melalui penelitian ini adalah: 1) Mengetahui nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dan 2) Mngetahui relevansi Nilai Pendidikan
Akhlak pada al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
jenis penelitian Library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan
data-data yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang data primer
(Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18), Sekunder (terjemah dan tafsir al-Qur’an surat
Yusuf ayat 8-18), maupun tersier (buku-buku lain yang bersangkutan dengan
penelitian dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data
menggunakan metode tafsir Maudhu’i, deskripsi dan analisis (tahlili).
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan akhlak yang terdapat
dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 sangat dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18
yaitu: 1) larangan bersifat hasad 2) Larangan bersifat angkuh dan dengki
3)Khusnudhan 4) larangan bersifat dzalim 5) jujur 6) sabar dan 7) amanah.
Relevansi nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 yaitu
pendidikan akhlak relevan terhadap kehidupan sehari-hari entah itu sesama
saudara, keluarga ataupun masyarakat, bahwa pendidikan akhlak yang harus
diterapkan disetiap diri seseorang.
xi
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................
JUDUL .................................................................................................................. i
LEMBAR BERLOGO ......................................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI ............ v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................... .................................................... 5
C. Tujuan penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 7
F. Metode Penelitian................................................................................. 15
G. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 17
H. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................................. 19
BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK RUANG LINGKUPNYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak ...................................................................... 21
1. Pengertian Nilai .............................................................................. 21
2. Pengertian Pendidikan .................................................................... 22
3. Pengertian Akhlak .......................................................................... 25
xii
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ..................................................... 28
1. Akhlak Terhadap Allah .................................................................. 28
2. Akhlak Terhadap Manusia ............................................................. 31
3. Akhlak Terhadap Alam .................................................................. 39
C. Metode Pendidikan Akhlak .................................................................. 40
BAB III TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18
1. Asbabun Nuzul Surat Yusuf ................................................................. 42
2. Kisah Nabi Yusuf as............................................................................. 45
3. Tafsir Surat Yusuf ................................................................................ 55
a. Q.S. Yusuf ayat 8 ........................................................................... 55
b. Q.S. Yusuf ayat 9-10 ...................................................................... 60
c. Q.S. Yusuf ayat 11-12 .................................................................... 66
d. Q.S. Yusuf ayat 13-14 .................................................................... 69
e. Q.S. Yusuf ayat 15 ......................................................................... 73
f. Q.S. Yusuf ayat 16-17 .................................................................... 77
g. Q.S. Yusuf ayat 18 ......................................................................... 79
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN
SURAT YUSUF AYAT 8-18
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an ........................................... 84
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Surat Yusuf Ayat 8-18 dalam
Kehidupan sehari-hari .......................................................................... 96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 104
B. Saran-Saran .......................................................................................... 105
C. Penutup ................................................................................................. 106
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan Agama yang diturunkan Allah melalui malaikat
Jibril untuk Rasulullah Muhammad saw. sebagai pedoman hidup dan
petunjuk bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan dunia akhirat serta
sebagai pendidikan bagi manusia diseluruh alam. Islam sangat mementingkan
pendidikan, dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu
yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan yang
beretika dan bermoral.
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah
aspek tujuan. Pendidikan setidaknya memiliki tujuan mengembangkan aspek
jasmani diantaranya seperti kesehatan, cakap, kreatif dan rohani yang
merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, watak dan akhlak. Yang
semua itu menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pendidikan memiliki
peran yang strategis dalam membentuk manusia menjadi individu-individu
yang berkualitas, tidak hanya berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif,
tetapi juga aspek spiritual. Melalui pendidikan individu memungkinkan
menjadi saleh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
2
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji Suwarno,
pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih
bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman
yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006: 20)
Akhlak merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara, sudah pasti etika yang baik dan mulia
(akhlaqul karimah). Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati
posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara kehidupan yang
membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa manusia dan
makhluk lainnya.
Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting
dalam substansi pendidikan Islam, karena akhlak itulah merupakan misi
Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw., “Sesungguhnya aku
diutus (oleh Allah) semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Seakan-akan pernyataan itu merupakan deklarasi atas kerasulan beliau.
Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas
menyempurnakan kemuliaan akhlak umat manusia. Akhlak dalam Islam tidak
hanya membimbing umat manusia dalam menjalin hubungan dengan sesama
manusia semata, melainkan juga dengan Sang Khaliq dan dengan sesama
makhluk pada umumnya.
3
Kedudukan akhlak dalam Islam nampaklah amat terhormat.
Keberadaanya memiliki kemutlakan yang nyaris absolud. Ibarat Islam adalah
sebuah gedung, maka akhlak adalah tiangnya yang wajib ditegakkan oleh
setiap muslim. Maka barang siapa yang menegakkannya berarti menegakkan
agama dan barang siapa yang mengabaikannya berarti merobohkannya.
(Halim, 2000: 20)
Mengkaji dan mendalami konsep akhlak merupakan sarana yang dapat
mengantarkan kita dapat mengamalkan akhlak mulia seperti yang dipesankan
oleh Nabi saw., dengan pemahaman yang jelas tentang konsep akhlak, kita
akan memiliki pijakan dan pedoman untuk mengarahkan tingkah laku kita
sehari-hari, sehingga kita memahami apakah yang kita lakukan benar atau
tidak, termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah (tercela).
Seorang muslim yang sempurna ialah orang yang ber-aqidah islamiah
secara total, tekun ber-ibadah islamiah dan ber-ahklaq Islamiah secara total
pula. Kuat dalam berakidah, tekun dalam beribadah dan mulia akhlaknya.
Seorang muslim baru tegak kemuslimannya apabila ia menegakkan ketiga
tiang itu sekaligus. Mustahil tegak akidahnya apabila tidak tegak ibadahnya.
Tidak mungkin tegak ibadahnya apabila akhlaknya tidak tegak. Dan tak
mungkin tegak akhlaknya apabila aqidahnya tidak tegak. (Halim, 2000: 23)
Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat yang
tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut
4
terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan
mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan
jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri seseorang,
yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika perbuatan
yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan syari’at yang
berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang
terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan syari’at yang
berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan akhlak, yang menjelaskan
bagaimana cara berbuat baik kepada Allah maupun sesama manusia. Kita
sebagai manusia dianjurkan untuk meneladani akhlak-akhlak yang baik.
Tingkah laku para Nabi dan Rasul merupakan contoh akhlak yang baik bagi
manusia.
Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 banyak
tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan manusia
terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat sabar
dan akhlaqul madzmumah seperti su’udzon(berburuk sangka), hasad, dusta,
dhalim, khianat dan munafik.
5
Dari uraian diatas penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Yusuf AS dalam al-Qur’an surat Yusuf
ayat 8-18. Untuk itu, maka penulis menyusun sebuah skripsi yang berjudul
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN
SURAT YUSUF AYAT 8-18” dengan harapan semoga dapat memberikan
manfaat dan konstribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat
8-18?
2. Bagaimanakan relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apa saja Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18.
2. Mengetahui relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dalam Kehidupan Manusia
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
6
1. Manfaat Teoritis
Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa terutama
bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan
semua yang membacanya. Dan memberikan konstribusi pemikiran dalam
upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian kisah Nabi Yusuf as.
sehingga dapat diketahui bagaimana kehidupan Nabi Yusuf as. Dengan
demikian diharapkan bagi setiap individu dalam keadaan tertentu dapat
mengambil pelajaran dari sifat-sifat Nabi Yusuf, baik untuk
mempengaruhi hidup menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk
karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang
sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,
maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi umat
Islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai dengan
kriteria Islam yang sesungguhnya.
Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus
dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan
muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
7
Islam(PAI) IAIN Salatiga khususnya maupun mahasiswa jurusan lainnya
dan para pembaca umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun memahami
karya ilmiah ini, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul
skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai
Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu
yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.
(Adisusilo, 2013: 56)
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya.
(Maslikhah, 2009: 106)
Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah
sesuatu yang dijinjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai
8
tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu
menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat
erat antara nilai dan etika. (Adisusilo, 2013: 56)
Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku
seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan
berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.
2. Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (تربية) tarbiyah adalah
derivasi dari kata (رب) rabba, dan (تربية) tarbiyah adalah kata bendanya.
Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu
membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,
dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris
mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan
terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur
pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai
tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:
23)
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang
biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu
aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.
(Soyomukti, 2010: 27)
9
Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu. (Mudyahardjo, 2010: 3)
Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran
yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-
hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan
diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara yang berlangsung didalam segala situasi dan sepanjang hidup.
10
3. Akhlak
Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum
perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai
secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika
digabung khalaqa(خلق) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada
kata al-Khaliq yaitu Allah SWT dan kata makhluk, yaitu seluruh alam
yang Allah swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan
al-Khaliq (Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya
“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004:
13)
Secara Bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan jamak dari khuluq atau khulq, yang berarti tabiat atau budi
pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan dan
agama. (Wibowo, Dkk, 1999: 54)
Senada dengan hal tersebut, Al-Qur’an menyebutkan bahwa agama
itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang
terkandung dalam dua ayat Al-Qur’an berikut ini:
➔
⧫✓
“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”
(Q.S. As-Syu’ara : 137)
◆ ◼➔⬧ ➔ →⧫
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(Q.S. Al-Qalam : 4)
11
Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa
al-Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan
akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah
mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)
Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam
jiwa yang darinya timbul perbuatan dengan mudah tanpa difikir dan
diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Al-Jurjani mengemukakan pendapat
sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak
adalah istilah bagi suatu sifat yang tertanam pada diri manusia, yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa
perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-
perbuatan yang indah menurut akal dan syari’at dengan mudah, maka
sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika
darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang buruk. (Mahmud, 2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri
seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar.
Jika perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.
12
4. Al-Qur’an
Ditinjau dari bahasa, al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu
bentuk jamak dari masdar kata ( قران –يقرأ –أ قر ) qara’a – yaqra’u –
qur’anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.
(Yunus, 2010: 335)
Ada beberapa pendapat tentang asal kata Al-Qur’an, diantaranya
ialah:
a. Asy-Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur’an ditulis dan dibaca tanpa
hamzah (Al-Qur’an) dan tidak diambil dari kata lain. Ia adalah nama
yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi
Muhammad.
b. Al-Fara’ dalam kitabnya “Ma’anil Qur’an” berpendapat bahwa
lafadz al-Qur’an tidak memakai hamzah, dan diambil dari kata qarain
jamak dari qarinah, yang berarti indikator(petunjuk). Hal ini
disebabkan karena sebagian ayat-ayat Al-Qur’an itu serupa satu sama
lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator
dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.
c. Al-Asy’ari berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an tidak memakai
hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan.
Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an
dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
d. Az-Zajjaj berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,
mengikuti wazan fu’lan dan diambil dari kata Al-Qar’u yang berarti
13
menghimpun. Hal ini karena al-Qur’an merupakan kitab suci yang
menghimpun intisari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.
e. Al-lihyani berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an itu berhamzah,
bentuk masdarnya diambil dari kata qara’a yang berarti membaca,
hanya saja lafadz al-Qur’an ini menurut Al-Lihyani berbentuk masdar
dengan makna isim maf’ul. Jadi al-Qur’an artinya maqru’ (yang
dibaca).
f. Subhi Al-Shalih menyamakan kata al-Qur’an dengan al-qira’ah
sebagaimana dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 17-18
◆◼⧫ ➔⬧
⧫◆➔◆ ⬧⬧
⧫⧫⬧ ⬧
⧫◆➔
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah
selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-
Qiyamah : 17-18)
Sedangkan al-Qur’an menurut Abdul Wahab Khalaf yaitu firman
Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi
Muhammad SAW dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya,
dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia
dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam
membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dari surat al-
Fatikhah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada
kita dengan jalan mutawatir. (Tadja & Mujib, 1994: 88)
14
5. Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18
❑⬧ ❑⬧
◼❑◆ ◼
⧫◆
⧫ ⧫⧫ ⬧
◼ ✓
❑➔ ❑
◼❑⧫ ⬧
⬧ ◆
❑❑⬧◆ ◼➔⧫
❑⬧ ⧫✓⬧ ⧫⬧
⬧
❑➔⬧ ❑
◼❑→◆ ⧫◆
→ ⧫⧫
➔⧫ ◆▪
⧫➔⬧
❑⬧ ⧫⧫⧫ ⧫
⬧ ⬧ ◼⧫ ❑
◆ ⬧ ⧫❑⬧⬧
➔⧫
⬧⧫ ➔⧫◆
◆ ⬧ ⧫❑→⬧⬧
⧫⬧
⬧◆⬧
❑⬧ ⬧◆
⬧→⧫
◆ ⧫ ❑➔
❑⬧ ⬧ ⬧
⬧⧫◆ ⧫
⧫
☺◼⬧ ❑⬧
❑➔◆◆
◼❑➔➔⬧ ⧫◆
➔ ◆◆
⬧ ⧫⧫⬧
➔◆
⧫➔ ◆
15
➔⧫ ⧫ ❑⧫
❑⬧ ⧫⧫⧫
⬧ ◼
◆⧫⬧◆ ❑
➔⧫⧫ ⬧⬧
⧫◆
⬧☺ ◆ ❑⬧◆ →
⧫✓ ◆
◼⧫ ☺⬧
⧫⬧ ⧫ ⬧▪❑
⬧ →
⬧ ⬧ ◆
➔⧫☺ ◼⧫ ⧫
⧫❑→⬧
“(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita
sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat).
Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah
Yusuf atau buanglah dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya
perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah
kamu menjadi orang-orang yang baik." Seorang diantara mereka
berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar
sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu
hendak berbuat." Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya
kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.
Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat)
bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami
pasti menjaganya." Berkata Ya´qub: "Sesungguhnya kepergian kamu
bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia
dimakan serigala, sedang kamu lengah dari padanya." Mereka berkata:
"Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang
kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang
merugi." Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat
memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di
waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf:
"Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan
mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi." Kemudian mereka datang
kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.Mereka berkata:
"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan
serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,
16
sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." Mereka datang
membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.
Ya´qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan" (Q.S. Yusuf: 8-18)
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (Library Research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari
perpustakaan dan dikumpulkan dari tafsir-tafsir, kitab-kitab dan buku-
buku yang berkaitan dengan obyek penelitian. Yang terdiri dari tiga
sumber:
a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung dengan permasalahan
yang didapat yaitu: al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 8-18.
17
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung
untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemah al-Qur’an dan Tafsir
Al-Qur’an.
c. Sumber Tersier, dalam penelitian ini data tersiernya penulis
mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti
in ternet yang mendukung objek penelitian.
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan
penelitian kepustakaan, maka metode yang digunakan untuk membahas
sebagai kerangka pikir penelitian adalah sebagai berikut:
a. Metode Analisis (tahlili)
Metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya
menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surat-surat dalam
al-Qur’an dengan seperangkat alat-alat penafsiran diantaranya
asbabun nuzul, munasabat, nasikh mansukh, dan lain sebaginya.
(Departemen Agama RI, 2009: 68) untuk itu, pengkajian metode ini
kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat
diistinbathkan dari ayat serta mengemukakan kaitan ayat-ayat dan
relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya.
Metode Analisis adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis bab perbab guna mencari pendidikan akhlak yang
18
terkandung dalam al-Qur’an khususnya surat Yusuf ayat 8-18 yang
diperkuat oleh tafsir para mufassir.
b. Metode Deskripsi
Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan
mendiskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya yang
dipilih dari perspektif subyektif. (Winarno, 1989:132)
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu sangat berguna bagi pembahasan skripsi ini.
Untuk mengkaji skripsi ini, peneliti melakukan kajian terhadap penelitian-
peneliatian sebelumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam
Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang ditulis oleh Sri Widayati
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini menjelaskan tentang nilai-
nilai akhlak yang terkandung dalam surat ‘Abasa ayat 1-10.
Kedua, Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam
Kitab Al-Adzkar Karya Imam Nawawi” yang ditulis oleh Ngumdatul Qori’
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan
tentang nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam Kitab Al-Adzkar karya
Imam Nawawi dan relevansi pendidikan akhlak dalam Kitab Al-Adzkar karya
Imam Nawawi bagi kehidupan manusia.
19
Ketiga, Skripsi yang berjudul “Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 90-91” yang ditulis oleh Maulia
Rahmawati Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga tahun 2016. Skripsi ini
menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-
Nahl ayat 90-91 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat
an-Nahl ayat 90-91 dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak dalam
Kitab Taisirul Khalaq” Karya Muhammad Taslim Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri
Salatiga tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan tentang konsep pendidikan
akhlak yang terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq dan relevansi konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul Khalaq dalam konteks kekinian.
Dengan mencermati uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
peneliti terdahulu berbeda dengan penelitian yang penulis susun. Letak
perbedaanya yaitu objek kajiannya. Dalam skripsi yang disusun oleh Sri
Widayati menjelaskan Nilai akhlak dalam surat ‘Abasa ayat 1-10, dalam
skripsi yang disusun oleh Ngumdatul Qori’ menjelaskan Nilai akhlak dalam
kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi, dalam skripsi yang disusun oleh
Maulia Rahmawati menjelaskan Nilai akhlak dalam al-Qur’an Surat an-Nahl
ayat 90-91, dan skripsi yang disusun oleh Muhammad Taslim menjelaskan
Konsep pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul Khalaq sedangkan penelitian
20
yang penulis susun akan menjelaskan nilai pendidikan akhlak dalam al-
Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, menguraikan tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian,
Penegasan Istilah, kajian Penelitian Terdahulu, dan sistematika Penulisan
sebagaimana gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya, menguraikan
tentang Pengertian Nilai Pendidikan Ahklak dan Ruang Lingkup Pendidikan
Akhlak.
BAB III: Deskripsi Surat dan Tafsir al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18
BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 8-18 dan relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an
Surat Yusuf ayat 8-18 dalam kehidupan manusia.
BAB V: Penutup, Menguraikan Kesimpulan, Saran dan Penutup.
21
BAB II
NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Nilai
Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinhya berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu
yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermanfaat.
(Adisusilo, 2013: 56)
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan sesorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatn-perbuatnnya.
(Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106)
Steeman mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Sutarjo Adisusilo bahwa nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah
sesuatu yang dijinjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai
tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu
menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang sangat
erat antara nilai dan etika. (Adisusilo, 2013: 56)
22
Jadi, nilai adalah sesuatu hal yang menentukan tingkah laku
seseorang dalam kehidupan yang mempunyai banyak manfaat dan
berharga sehingga dijadikan acuan dalam bertindak.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata bahasa Arab (تربية) tarbiyah adalah
derivasi dari kata (رب) rabba, dan (تربية) tarbiyah adalah kata bendanya.
Kata yang tersusun dari ra’ dan ba’ menunujukkan tiga hal yaitu
membenahi dan merawat sesuatu, menetapi sesuatu dan menempatinya,
dan menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ibnu faris
mendefinisikan pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan
terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur
pendidikan dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai
tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. (Mahmud, 2004:
23)
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek yang yang
biasanya paling dipertimbangkan dalaam pendidikan antara lain yaitu
aspek penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.
(Soyomukti, 2010: 27)
Definisi pendidikan secara luas yaitu segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala linkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu. (Mudyahardjo, 2010: 3)
23
Sedangkan definisi pendidikan secara sempit adalah pengajaran
yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-
hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. (Mudyahardjo, 2010: 6)
Pengertian pendidikan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut John Dewey, sebagaimana yang dikutip oleh Wiji
Suwarno, pendidikan yaitu sebuah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat
mengarahkan pengalaman yang akan didapat berikutnya. (Suwarno, 2006:
20)
Wiji Suwarno merumuskan bahwa pendidikan bisa diartikan sebagi
berikut:
a. Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan kearah mana
peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.
24
b. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidikan dan peserta
didik. Di dalam hubngan itu, mereka memiliki kedudukan dan
perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama,
yaitu saling mempengaruhi guna terlaksanya proses pendidikan
(transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan
yang tertuju kepada tujuan yang di inginkan).
c. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan
pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap
potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai
individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
d. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
e. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami
yang memberikan pengertian, pandangan (Insight), dan penyesuaian
bagi seseorang yang menyebabkan perkembangan. (Suwarno, 2006:
22-23)
Menurut Umar Tirtahardja dan Lasula sebagaimana yang dikutip
oleh Binti Maunah mengemukakan pendapat pendidikan, seperti sifat
sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya yang
sanagt kompleks. Oleh karena itu beliau mengemukakan beberapa batas
pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya.
25
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan
sebagai bagian atau pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi
yang lain.
b. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan
sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, diartikan sebagai
suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar
menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, diartikan sebagai kegiatan
atau membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk
kerja. (Maunah, 2009: 2-3)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain supaya bisa memberdayakan
diri, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara yang berlangsung didalam segala situasi dan sepanjang hidup.
3. Pengertian Akhlak
Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang memiliki arti umum
perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diurai
secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabung
26
khalaqa(خلق) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata al-
Khaliq yaitu Allah swt. dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah
swt ciptakan. Maka kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq
(Allah). Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya
“menghubungkan” antara hamba dengan Allah SWT. (Ahmadi, 2004: 13)
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaqun, jamak dari
Kholqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat, perangai,
adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Jamhari, 1969: 59)
Senada dengan hal tersebut, al-Qur’an menyebutkan bahwa agama
itu adalah adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana yang
terkandung dalam dua ayat al-Qur’an berikut ini:
➔
⧫✓
“(Agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”
(Q.S. As-Syu’ara : 137)
◆ ◼➔⬧ ➔ →⧫
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(Q.S. Al-Qalam : 4)
Dua ayat al-Qur’an diatas menegaskan dua hal. Pertama, bahwa al-
Qur’an menyebut Akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu khuluq, bukan
akhlaq. Kedua, bahwa yang terpenting dari ajaran Islam adalah
mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 86)
Adapun secara istilah, akhlak adalah hal yang melekat didalam
jiwa yang darinya timbul perbuatan dengan mudah tanpa difikir dan
27
diteliti. (Wibowo, Dkk, 1999: 56). Sedangkan menurut imam Ghazali
sebagaimana yang dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud bahwa kata al-
khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan
merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut syariat, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah
perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
buruk. (Mahmud, 2004: 28)
Al-Jurjani mengemukakan pendapat sebagaimana yang dikutip oleh
Ali Abdul Halim Mahmud bahwa akhlak adalah istilah bagi suatu sifat
yang tertanam pada diri manusia, yang darinya terlahir perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung.
Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut
akal dan syari’at dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan
akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan
yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.( Mahmud,
2004: 26)
Jadi akhlak adalah sifat dan perilaku yang ada dalam diri
seseorang, yang akan terlahir perbuatan-perbuatan secara tidak sadar. Jika
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang sesuai norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, jika
28
perbuatan yang terlahir merupakan perbuatan yang melanggar norma dan
syari’at yang berlaku maka dinamakan akhlak yang buruk.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Akhlak memiliki karakteristik yang universal. Artinya, ruang lingkup
akhlak dalam pandangan Islam sama luasnya dengan luasnya ruang lingkup
pola hidup dan tindakan manusia dimana ia berada. Secara sederhana, ruang
lingkup akhlak sering dibedakan menjadi tiga, yaitu akhlak terhadap Allah,
akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap alam.
1. Akhlak Terhadap Allah
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau pola hubungan
manusia dengan Allah adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia terhadap Allah. Akhlak terhadap Allah meliputi
beribadah kepadanya, mentauhidkannya, berdo’a, berdzikir dan bersyukur
serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
Allah Berfirman:
⧫◆ →◼
▪◆ ➔◆
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat : 56)
Pada dasarnya kebesaran dan kemahakuasaan Allah tidak akan
berkurang apabila seandainya manusia di seluruh bumi ini ingkar atau
tidak menyembah Allah. Ingkar atau taat tidak berpengaruh terhadap
kekuasaan Allah. Dengan demikian ibadah yang dikerjakan manusia
sesungguhnya untuk kebaikan manusia itu sendiri.
29
Segala aktivitas ibadah harus didasarkan pada akidah tauhid yang
benar. Yaitu keyakinan bahwa Allah Maha Esa, satu-satunya Dzat yang
wajib disembah, tidak ada sesembahan yang pantas disembah selain Allah
SWT.
⧫ ⧫⬧
⧫ ⬧
◆ ◼❑◼ ✓
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.”
(Q.S. Thaha : 14)
Agar akidah tauhid kita tetap terjaga dan terhindar dari godaan
syirik, maka kita diharuskan untuk selalu memohon dan mengingat Allah.
Dengan berdzikir dan berdo’a kepada Allah akan dapat menentramkan
hati orang-orang yang beriman.
⧫⬧◆ →◆ ❑
⧫ ⬧ ....
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu....” (Q.S. Al-Mu’min: 60)
⧫ ❑⧫◆
◆⬧◆ ❑➔➔
☺⬧
❑➔→
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d: 28)
Termasuk akhlak terhadap Allah adalah mensyukuri nikmat.
Dengan selalu bersyukur kepada Allah akan membuat hidup kita terasa
30
ringan, tidak rakus dan selalu optimis. Dalam firman-Nya Allah
menegaskan bahwa orang yang bersyukur akan mendapat tambahan
nikmat.
◆ ⬧ ◆ ⬧
➔
⬧◆ ◼
⧫ ⧫⬧
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7)
Akhlak terhadap Allah pada hakekatnya adalah memperteguh iman
kepada-Nya melalui beribadah, berdo’a, berdzikir, menjalankan
syari’atnya dan melaksanakan perbuatan dengan mengharap ridho-Nya.
(Shobahiya & Rosyadi, 2011: 116)
Akhlak yang harus kita lakukan sebagai seorang hamba pada
intinya yaitu kita harus beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya,
melaksanakan apa-apa yang diperintah-Nya, menjauhi larangan-Nya
dengan tujuan hanya mengharap ridho-Nya.
Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada
Allah, yaitu:
a. Karena Allah yang menciptakan manusia.
31
b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,
serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia.
c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,
ternak dan lain sebagainya.
d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Nata, 1997: 148)
2. Akhlak Terhadap Manusia
Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan menjadi beberapa
diantaranya yaitu Akhlak terhadap Rasululla, akhlak terhadap diri sendiri,
akhlak terhadap keluarga dan akhlak terhadap orang lain/masyarakat.
a. Akhlak Terhadap Rasulullah
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari
iman, semua orang islam mengimani bahwa Rasulullah adalah
hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah
Saw adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya dan
berhukum dengan ketetapannya.
Diantara perilaku atau akhlak yang harus dilakukan oleh
manusia terhadap Rasulullah diantaranya ialah sebagai berikut:
1) Taat kepadanya
32
2) Mengikuti dan mengamalkan ajarannya
3) Mengucapkan Shalawat dan salam kepadanya
4) Mencintai keluarga Nabi
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri yaitu pemenuhan kewajiban
manusia sebagai makhluk yang berjasmani dan rohani dituntut untuk
memenuhi kebutuhan jasmani serta rohaninya sendiri. Seperti halnya
beribadah untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan jasmaninya.
Mengenai akhlak terhadap diri sendiri, telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an baik yang berbentuk perintah maupun larangan.
Diantaranya yaitu:
1) Jujur dan Dapat Dipercaya
Orang jujur sering digambarkan sebagai orang yang tidak
suka berbohong, bisa dipercaya serta bertanggungjawab.
Seseorang hendaknya berlaku jujur dan menjaga apa yang telah
diamanahkan kepadanya untuk disampaikan kepada yang berhak
tanpa mengurangi ataupun menambahi sedikitpun.
⧫
❑⧫◆ ❑→
❑❑◆ ⧫
✓
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah,
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Q.S.
At-Taubah : 119)
33
2) Sabar
Yang dimaksud dengan sabar adalah tidak mengeluh
kepada selain Allah tentang penderitaan yang menimpanya.
Maka apabila ditimpa penderitaan, harus memperkuat jiwa agar
mampu menanggungnya, disamping harus berikhtiar mencari
sebab-sebab penderitaan kegagalan. (Wibowo, Dkk, 1999: 67)
Seorang hamba diwajibkan untuk bersabar dalam segala
hal, walaupun dalam keadaan yang kurang baik. Apabila
ditimpa masalah ataupun penderitaan maka ia harus berusaha
meyakinkan hatinya, mempkuat jiwa agar semua itu bisa
dilewati dan harus yakin bahwa semua pasti ada jalan keluarnya.
Perintah bersabar diterangkan dalam firman Allah:
⧫
❑⧫◆
◆
❑◆◆
❑→◆
➔⬧ ❑⬧➔
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran : 200)
3) Kerja keras dan disiplin
Yang dimaksud dengan kerja keras adalah bekerja dengan
batas-batas kemampuan yang maksimal tetapi tidak berlebihan
dari kemampuan yang dimiliki. Untuk mencapai keberhasilan
34
tidak ada istilah santai. Keberhasilan, baik duniawi maupun
ukhrowi tidak akan tercapai tanpa kerja keras. (Wibowo, Dkk,
1999: 67)
Dalam sebuah kehidupan, harus seimbang antara dunia dan
akhirat. Seseorang disamping harus beribadah sebagai
kewajiban seorang muslim untuk akhirat nanti, ia juga harus
menyeimbangkan kehidupannya di dunianya. Maka, sesorang
harus giat dalam berkerja keras serta disiplin sebagai penunjang
kehidupan dunia. Tetapi dalam bekerja keras tidak dianjurkan
untuk berlebih-lebihan, dilakukan sesuai kemampuan pribadi.
➔ ❑⬧⧫
❑➔☺ ◼⧫
→⧫⬧⧫
⧫ ⧫❑⬧
❑☺◼➔⬧ ⧫ ❑⬧
⬧ ➔⧫⧫
❑☺→
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh
kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak
kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan
memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-
orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”
(Q.S. Al-An’am : 135)
4) Bersikap Sopan
Sikap sopan santun adalah memelihara pergaulan dan
hubungan dengan sesama manusia tanpa perasaan kelebihan diri
35
dari orang lain secara tidak merendahkan orang lain, maksudnya
memberikan hak kepada yang mempunyainya. Menghormati
kepada yang lebih tua dan mengasihi kepada yang lebih muda.
Sopan santun ini menyebabkan dirinya memperoleh kemuliaan.
(Wibowo, Dkk, 1999: 66)
⧫◆ ◆❑▪
⧫❑→☺⧫ ◼⧫
❑ ⬧◆
⧫⬧⬧
❑➔
❑⬧ ☺◼
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”
(Q.S. Al-Furqan: 63)
5) Hidup Sederhana
Seseorang seharusnya tidak berlebihan dalam
kehidupannya. Seperti halnya tidak berlebihan dalam
membelanjakan hartanya untuk memenuhi kebutuhannya,
berhias dan lain sebagainya.
⧫◆ ⬧
❑→ ⬧
❑➔ ⬧◆
⧫ ⧫◆ ✓⧫
⬧ ◆❑⬧
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
(Q.S. Al-Furqan: 67)
6) Berjiwa Ikhlas
36
Ikhlas adalah membersihkan diri dari sifat riya’ (pamer)
dalam mengerjakan perintah Allah. Ikhlas juga dapat dimaknai
sebagai perbuatan yang dilandasi dan berharap kepada keridhaan
Allah. (Mahasri shobahiya & Imron Rosyadi, 2011: 120)
Apabila memberikan sesuatu atau suatu kebaikan maka
seseorang harus ikhlas dan tidak boleh mengharapkan imbalan.
Semua dilandaskan untuk mengharap ridho Allah swt.
➔ ⬧ ◼◆
❑☺◆ ❑
→ ⧫
◼❑◆ ✓➔
⬧ ⧫ ☺
⧫ ⧫❑➔⬧
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan
(katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap
sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan
kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali
kepadaNya)". (Q.S. Al-A’raf :29)
7) Dapat Menjadi Teladan
Dimaksudkan dengan teladan ialah perbuatan, sikap dan
perkataan yang baik yang dapat dicontoh oleh orang lain.
Seorang muslim harus bisa menjadi teladan bagi orang lain
sebab akhlaknya. (Arief Wibowo, Dkk, 1999:69) kita dianjurkan
untuk memberi contoh kepada orang lain dalam hal yang baik.
37
Akhlak adalah salah satu hal yang perlu kita perbaiki, karena
kita dinilai orang lain dari perilaku kita.
⬧ ⧫ ⬧
❑◆ ◆❑
◆ ☺ ⧫
❑⧫
⧫❑◆◆ ⧫
⧫⬧◆
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.” (Q.S. Al-Ahzab : 21)
c. Akhlak Terhadap Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai
hubungan darah atau perkawinan. Hubungan antara orang tua dan
anak, suami dan steri hendaklah tetap terjaga serasi. Kewajiban
masing-masing anggota keluarga dituntut untuk dilaksanakan sebaik-
baiknya. Demikian juga hak-hak masing-masing anggota keluarga
harus diberikan seadil-adilnya. (Shobahiya & Rosyadi, 2011: 121)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mangenai akhlak
terhadap keluarga diantaranya yaitu:
1) Berbuat Baik Terhadap Orang Tua
Orang tua adalah seseorag yang paling banyak memberikan
kebaikan terhadap anak. Terutama ibu yang telah mengandung
selama sembilan bulan, melahirkan dan menyusui. Orang tua
merupakan pendidik pertama yang mendidik anak. Seorang ayah
yang telah menghidupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Maka,
38
wajib bagi semua orang untuk menghormati dan berbuat baik
kepada kedua orang tua, yaitu dengan berbakti, mentaati
perintahnya, berbicara dengan baik dan lain sebagainya.
◆ ◆
❑➔
⧫◆❑◆
◆
◼→ ....
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-
bapa, karib-kerabat, ....” (Q.S. An-Nisa’: 36)
2) Menghormati Hak Hidup Anak
Anak adalah amanah dari Allah. Kalau orang yang
mendapatkan amanah dapat melaksanakan dengan baik maka ia
akan mendapat kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, orang tua wajib mengupayakan agar anak-anak
hidup sehat jasmani dan mencerdaskan pikirannya serta
mengasah spiritualnya. Allah melarang orang-orang yang
menelantarkan dan membunuh anak-anaknya. (Shobahiya &
Rosyadi, 2011: 122)
◆ ❑➔⬧
⬧ ⬧◆
◼ ⧫
➔⧫ ◆
◼⬧ ⧫
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka
39
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar.” (Q.S. Al-Isra’ :31)
3) Membiasakan Bermusyawarah
Didalam sebuah keluarga pasti tidak akan luput dari
masalah yang bisa mengganggu keharmonisan dalam kehidupan
keluarga. Baik itu masalah kecil maupun masalah yang besar.
Maka di dalam kelauarga dianjurkan bermusyawarah untuk
mencari jalan keluar dari maslah-masalah yang terjadi.
Musyawarah merupakan sarana yang sangat efektif untuk
menyelesaikan masalah-masalah.
... ☺⬧◆ ◆⧫
➔ ....
”... dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik....” (Q.S. At-Thalaq :6)
4) Bergaul dengan Baik
Didalam keluarga harus saling menghormati dan
menyayangi terhadang anggota keluarga. Pastikan tidak ada
saling mengejek atau menghina, merasa iri ataupun saling
membenci. Pergaulan dalam keluarga harus dijaga dengan baik,
yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati
yang lebih tua.
d. Akhlak Terhadap Orang Lain/Masyarakat
Dalam msebuah masyarakat kita tidak bisa hidup sendiri, tetapi
harus berdampingan dengan orang lain. Terhadap orang lain, kita
40
diwajibkan untuk saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan,
membantu yang lemah, dan kita dilarang berlaku sombong serta
angkuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, berakhlak kepada orang
lain adalah menjadi keharusan.
3. Akhlak Terhadap Alam
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam semesta yang
mengitari kehidupan manusia. Yang mencakup tumbuhan, hewan, udara,
dan lain sebagainya. Kehidupan manusia memerlukan lingkungan yang
seimbang. Maka akhlak terhadap alam lingkungan terutama sekali adalah
memanfaatkan potensi alam untuk kepentingan hidup manusia. Tetapi
harus diingat bahwa potensi alam terbatas dan umur kemanusiaan akan
panjang. Oleh karenanya, pelestarian dan pengembangan potensi alam
sepanjang mungkin. Manusia tidak boleh boros dalam memanfaatkan
potensi alam dan serakah dalam menggali kekayaan alam yang dapat
berakibatkan kerusakan alam itu sendiri.
C. Metode Pendidikan Akhlak
Dalam buku Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, karangan
Khatib Ahmad Santhut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam 5 bagian, di antaranya
adalah:
1. Keteladanan: Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan
akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu,
baik dalam perbuatan maupun budi pekerti yang luhur.
41
2. Dengan memberikan tuntunan: Yang dimaksud di sini adalah dengan
memberikan hukuman atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang
berlangsung di hadapannya, baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji
menurut pandangan al-Qur’an dan Sunnah.
3. Dengan kisah-kisah sejarah: Islam memperhatikan kecenderungan alami
manusia untuk mendengarkan kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah
kisah-kisah para Nabi, kisah orang yang durhaka terhadap risalah
kenabian serta balasan yang ditimpakan kepada mereka. Al-Qur’an telah
menggunakan kisah untuk segala aspek pendidikan termasuk juga
pendidikan akhlak.
4. Memberikan dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah):
Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti yang disandarkan
pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap perbuatan-
perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.
5. Memupuk hati nurani: Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai
sasarannya tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan
kekuatan dari dalam manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu
perbuatan. Bila hati nurani merasakan senang terhadap perbuatan tersebut,
dia akan merespon dengan baik, bila hati nurani merasakan sakit dan
menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun akan merespon dengan buruk.
(Khamdun, 02 Agustus 2018)
42
BAB III
TAFSIR SURAT YUSUF AYAT 8-18
Surat Yusuf merupakan surat ke 12 yang terdiri dari 111 ayat. Penamaan
surat Yusuf ini berdasar kandungannya yang menguraikan kisah Nabi Yususf as.
berbeda dengan banyak Nabi yang lain, kisah Nabi Yusuf as. ini hanya disebut
dalam surat ini. Nama Nabi Yusuf (sekedar nama) disebut dalam surat al-An’am
ayat 6 dan surat Ghafir ayat 40. (Shihab, 2012: 3) Dalam surat ini dijelaskan
tentang kisah Nabi Yusuf as. secara runtun yang mengandung banyak
contoh(teladan), nasehat dan pelajaran.
Skripsi ini hanya fokus pada Surat Yusuf ayat 8-18 yang berisi teladan Nabi
Yusuf as. Dalam kisah Nabi Yusuf dalam Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 juga
banyak tersimpan nilai-nilai akhlak bagaimana etika yang harus dilakukan
manusia terhadap manusia lainnya. Seperti halnya akhlaqul karimah seperti sifat
sabar dan akhlaqul madzmumah seperti su’uzhon (berburuk sangka), hasad, dusta,
dhalim, khianat dan munafik. Pembahasan dalam tafsir ayat ini diambil dari tafsir
al-Misbah karya Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Tafsir al-Qur’an
lainnya.
A. Asbabun Nuzul Surat Yusuf
Secara bahasa asbabun nuzul berasal dari kata asbab dan nuzul. Kata
asbab merupakan mufrod (bentuk tunggal) dari kata sabab yang artinya
alasan atau sebab. Sebab adalah kejadian atau sesuatu hal yang
melatarbelakangi suatu wahyu al-Qur’an diturunkan. (Anas, 2008: 9)
43
Sedangkan nuzul secara bahasa berarti turun, jadi asbabun nuzul
dapat diartikan sebagai sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Menurut Ahmad
Shadali, mengartikan asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan
turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberi jawaban terhadap sebab itu,
dan menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu. (Shadali,
2000:90)
Jadi, asbabun nuzul adalah sesuatu hal yang menjadikan sebuah
sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan penjelasan terhadap
hukum yang ada pada saat ayat-ayat al-Qur’an itu diturunkan.
Dilihat dari segi turunnya, al-Qur’an dibedakan menjadi dua
kelompok, yang pertama adalah ayat yang tidak memiliki sebab dan
hubungan dengan kejadian. Bagian kedua adalah ayat yang memiliki sebab
dengan suatu peristiwa. (Ichwan, 2008:74)
Ibnu Rahawaih sebagaimana sebagaimana dalam kitabnya
Almathalib al’aliyah, Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin
Muhammad, Telah menceritakan kepada kami Khalad Ashshofar dari Amru
bin Sa’ad dari S’ad tentang firman Allah Ta’ala:
⧫ →⧫ ◼⧫
⬧ ☺
◆ ⬧
⧫◆→ ◆ →
⬧ ☺⬧
✓⧫
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum
(Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum
mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 3)
44
Ia mengatakan, “Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah
saw., maka Rasulullah saw. membacakannya kepada para sahabatnya
sekian lama, sehingga mereka bertanya-tanya, “Ya Rasulallah, bagaimana
sekiranya engkau bercerita-cerita kepada kami!” Lalu Allah menurunkan:
Alif laam raa, tilka ayaatul kitaabil mubiin, hingga Firman-Nya nahnu
naqushshu ‘alaika ahsanal qoshoshi, maka Rasulullah membacakannya
sekian lama, maka para sahabat mengatakan, “Hai Rasulullah, bagaimana
sekiranya engkau bercerita kepada kami”, maka Allah swt. menurunkan
ayat Allohu nazzala ahsanal hadiitsi kitaaban mutasyaabihab.” (Muqbil,
2006: 226)
Muhammad Hasbi menjelaskan suatu hari ketika Rasulullah saw
beberapakali memperdengarkan pembacaan al-Qur’an kepada sahabatnya,
para sahabat rasul mengajukan usul, “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih
baik engkau menjelaskan kepada kami tentang kisah umat-umat yang telah
lalu untuk melapangkan dada kami dan mengisinya dengan perumpamaan
dan pelajaran yang terkandung dalam kisah-kisah itu.” Maka, berkenaan
dengan itu, turunlah surat Yusuf. (Hasbi, 2000: 1966)
Dalam Surat Yusuf diterangkan bahwa kisah Yusuf as. merupakan
kisah yang baik, dilihat dari bebrapa sisi. Pada ayat kedua dalam surat ini
Allah telah menegaskan bahwa al-Qur’an hanya bisa dipahami orang yang
memiliki akal dan mau menggunakan akalnya untuk memikirkan ayat-ayat
Allah. Salah satu fungsi dan kemampuan dari akal adalah menuturkan
45
cerita. Allah memberi manusia kemampuan untuk menyusun cerita atau
kisah dan memberinya dasar-dasar pengetahuan tentang kisah. Dengan
demikian, manusia bisa menjadikan kisah sebagai salah satu sarana penting
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mendidik manusia, dan
mengajarkan mereka nilai-nilai keutamaan.
Manusia juga diberi kemampuan mendengarkan, mencermati, dan
menganalisis berbagai peristiwa yang ada dalam kisah atau cerita, kemudian
menjadikannya sebagai sarana untuk menilai tindakan dan mengambil
pelajaran yang berharga. Semua keistimewaan itu terkandung dalam surat
Yusuf sehingga sangat pantas jika kisah dalam Surat Yusuf ini disebut
sebagai kisah yang paling baik. Dalam kisah Nabi Yusuf ini terkandung
sejumlah nilai yang menjadi landasan kisah baik dari sisi tema, rangkaian
peristiwa, berbagai fenomena kejiwaan, kesesuaian gaya bahasa dengan
kejadian, teknis peralihan dari satu peristiwa menuju peristiwa lain, maupun
penggunaan diksi dan gaya bahasa yang paling tinggi. (Al-Aris, 2013: 20)
B. Kisah Nabi Yusuf AS.
Nabi Yusuf as. lahir pada tahun 1745 SM di sebuah daerah bernama
Faddan yang berada dibawah kekuasaan Babilonia. Beliau adalah seorang
Nabi Allah swt, yang merupakan putra Nabi Ya’kub as. beliau merupakan
putera ke tujuh dari dua belas putera Nabi Ya’kub as. Nabi Yusuf as. adalah
anak yang disayangi oleh ayahnya yaitu Nabi Ya’kub as. Namun, kasih
sayang dan perhatian Nabi Ya’kub kepada Nabi Yusuf as. itu ditanggapi
berbeda oleh saudara-saudaranya. Mereka menganggap ayah mereka hanya
46
sayang dan perhatian kepada Nabi Yusuf as.sehingga hal itulah yang
menumbuhkan rasa iri hati dan dengki saudara-saudara Nabi Yusuf kepda
Nabi Yusuf. Pada suatu hari saudara-saudara Nabi Yusuf as. mengadakan
pertemuan rahasia untuk bermusyawarah dalam mengatur aksi yang harus
mereka lakukan untuk menyadarkan ayahnya dan menuntut perelakuan yang
adil. (Khairu, 2014: 20)
Dalam pertemuan itu mereka sepakat untuk membunuh atau
mengasingkan Nabi Yusuf as. ke daerah yang tidak dikenal, sebagaimana
dalam Q.S. Yusuf berikut:
❑➔ ❑
◼❑⧫ ⬧
⬧ ◆
❑❑⬧◆ ◼➔⧫
❑⬧ ⧫✓⬧
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal)
supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (Q.S. Yusuf: 9)
Pada keesokan harinya setelah mereka semalaman berunding dan
sepakat untuk membuang Nabi Yusuf as., mereka menyusun strategi agar
Nabi Ya’kub as. memberi izin kepada mereka untuk membawa Nabi Yusuf as
keluar rumah, dengan alasan mengajak Nabi Yusuf as untuk ikut bersenang-
senang. Pada awalnya Nabi Ya’kub as. keberatan dengan hal itu karena
khawatir Nabi Yusuf akan celaka bersama mereka. Tetapi mereka berjanji
akan selalu menjaga Yusuf dan mengklaim bahwa mereka adalah golongan
yang kuat. Dan akhirnya Nabi Ya’kub as. tidak ada alasan untuk menolak
47
permintaan anak-anaknya membawa Nabi Yusuf as. pergi bermain dan
bersenang-senang. (Khairu, 2014: 29)
Pada keesokan harinya mereka menuju tempat yang telah
direncanakan, dimana mereka akan melemparkan Nabi Yusuf as. di dasar
sumur dengan harapan Yusuf bisa dipungut oleh musafir-musafir yang tengah
melintas. Setelah rencana mereka membuang Nabi Yusuf as. ke dasar sumur,
sore harinya mereka kembali kerumah menemui ayahnya dengan menangis
dan bersandiwara seakan-akan sangat sedih. Mereka mengatakan bahwa Nabi
Yusuf as. telah dimakan oleh serigala. Dan sebagai buktinya mereka
membawa baju yang dikenakan Nabi Yusuf as yang telah dilumuri darah
binatang sebagai penguat buktinya. Tetapi mereka lupa akan menyobek-
nyobek pakaian Nabi Yusuf as. sehingga Nabi Ya’kub tidak percaya jika
Nabi Yusuf as. telah dimakan oleh serigala. Dengan kejadian yang tengah
menimpa Nabi Yusuf as., Nabi Ya’kub as. pun merasa sangat sedih dengan
hal tersebut, walau sebenarnya Nabi Ya’kub as. telah yakin jika Nabi Yusuf
as. masih hidup. Tetapi Nabi Ya’kub as. sedih karena telah dipisahkan dari
putera kesayangannya. Sampai akhirnya Nabi Ya’kub as. menjadi tidak bisa
melihat karena terus-terusan menangis dan berdo’a kepada Allah swt. agar
dipertemukan kembali dengan anaknya. (Khairu, 2014: 35)
Sementara itu ketika Nabi Yusuf as. berada di dasar sumur itu Allah
swt. mewahyukan kepada Nabi Yusuf as.:
☺◼⬧ ❑⬧
❑➔◆◆ ◼❑➔➔⬧
⧫◆ ➔
◆◆ ⬧
48
⧫⧫⬧
➔◆ ⧫➔
“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar
sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu Dia sudah dalam sumur)
Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan menceritakan
kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi." (Q.S.
Yusuf: 15)
Setelah beberapa hari sejak Nabi Yusuf as. berada di dasar sumur,
nampak tanda-tanda yang memberi harapan baginya dapat keluar dari tempat
tersebut. Nabi Yusuf as. tiba-tiba mendengar suara orang berbicara saerta
jejak langkah kaki manusia disekitar sumur yang semakin lama semakin jelas
suaranya. Ternyata apa yang didengar oleh Nabi Yusuf as. adalah suara-suara
yang timbul oleh serombongan musafir yang sedang melakukan perjalanan
menuju Mesir. Dan mereka semua menuju sumur untuk beristirahat serta
mencari sumber air untuk diminum. Alangkah gembiranya Nabi Yusuf as.
ketika mendengar suara ketua Khafilah memerintahkan orangnya melepaskan
ember untuk mengambil air di dalam sumur itu. Musafir itu terkejut ketika
melihat ember itu adalah manusia yang berwajah tampan, bertubuh tegak dan
berkulit bersih. (Khairu, 2014: 37)
Setalah orang yang menemukan Nabi Yusuf as. itu tiba di Mesir
merekapun membawanya ke pasar untuk menjual Nabi Yusuf as. sebagai
seorang hamba sahaya dengan harga yang murah. Orang yang telah membeli
Yusuf bukanlah orang sembarangan. Ia adalah seorang yang berasal dari
pemerintah yang berkuasa di Mesir. Ia adalah menteri raja yang bernama
Futhifar. Mulai saat itu Nabi Yusuf tinggal bersama Futhifar dan istrinya
49
yang bernama Zulaikha. Nabi Yusufas. Pun dilaperlakukan sebagai salah
seorang anggota keluarga . Nabi Yusuf as. melakukan tugas sehari-harinya
dengan penuh semangat dan kejujuran serta disiplin. Nabi Yusuf diberi
kemampuan untuk mengendalikan suatu masalah dan ia diberi pengetahuan
mengenai kehidupan dan peristiwa-peristiwa. Ia juga diberi kemampuan
berdialog yang dapat menarik simpati orang yang mendengarnya. Rasa
simpati dan kekaguman Zulaikha terhadap kerja Nabi Yusuf as. lama
kelamaan menjadi simpati dan kekaguman terhadap bentuk paras mukanya.
Bunga api cinta yang masih kecil di dalam hati Zulikha semakin hari semakin
membesar dan membara tiap kali ia melihat Nabi Yusuf as. Sikap dingin dan
tak acuh Nabi Yusuf as. terhadap rayuan dan tingkahlaku Zulaikha,
menjadikan Zulaikha tambah panas hati dan bertekad akan berusaha terus
sampai maksudnya tercapai. Jika aksi samar-samar yang ia lakukan tetap
tidak mengertikan Nabi Yusuf as. yang dianggapnya bersikap dingin itu,
maka akan dilakukannya secara berterus terang dan kalau perlu dengan cara
paksaan sekalipun. (Khairu, 2014: 45)
Kesempatan ketika sang suami Zulaikha tidak dirumah, iapun masuk
ke kamar Nabi Yusuf seraya berkata kepada Nabi Yusuf agar mengikutinya
ke kamar. Zulaikha menutup semua pintu dan meyobek cadar rasa malunya
dan ia menjelaskan rasa cintanya kepada Nabi Yusuf as. Terjadilah
perkembangan pergelutan antara mereka berdua. Dialog telah berkembang
dari bahasa lisan menuju bahasa tangan. Zulaikha mengulurkan tangannya
kepada Nabi Yusuf as. dan berusaha untuk memeluknya. Tetapi Nabi Yusuf
50
as berusaha untuk menolaknya. Zulaikha pun marah akibat penolakan Nabi
Yusuf as. terhadap ajakannya. Ia merasakan dirinya dihina dan diremehkan
oleh Nabi Yusuf as. Nabi yusuf as. melihat amarah Zulaikha dan menjadi
takut akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, dengan wajah pucat Nabi
Yusuf berlari menuju pintu. Ditariknya kuat-kuat baju bagian belakang Nabi
Yusuf as. oleh Zulaikha sehingga robek. Tepat saat mereka berada dibelakang
pintu seraya tarik menarik, datanglah Futhifar mandapai mereka dalam
keadaan mencurigakan itu. Zulaikha yang mendapati sumainya muncul
ditengah-tengah peristiwa itu, ia segera menggunakan kelicikannya. Zulaikha
melontarkan tuduhan kepada Nabi Yusuf as. ia menuduh Nabi Yusuf telah
merayunya dan mengatakan Nabi Yusuf as. berusaha berbuat tidak baik
kepadanya. Dan Nabi Yusuf berkata, “dia menggodaku untuk menuduhkan
diriku kepadanya”. Futhifar merasa bingung, siapa diantara mereka yang
benar. (Khairu, 2014: 51)
Dalam keadaan itu tiba-tiba datanglah saudara mereka yang dianggap
bijaksana. Dia berkata, “sesungguhnya kunci persoalan ini terletak pada
pakaian Yusuf. Jika pakaiannya robek di depan, maka ini berarti Yusuf
memang ingin berbuat tidak baik kepadanya. Wanita itu akan merobek baju
Yusuf untuk mempertahankan dirinya. Lalu apabila pakaiannya robek dari
belakang, maka ini berarti wanita itu yang merayunya.” Setelah diperhatikan,
ternyata yang robek adalah pakian bagian belakang, sehingga terbukti yang
merayu adalah Zulaikha. Ketika Futhihar memastikan penghianatan isterinya,
51
ia menunjukkan sikap yang tenang serta tidak menunjukkan emosi yang
berlebihan. (Khairu, 2014: 52)
Peristiwa yang ada antara Zulaikha dan Nabi Yusuf akhirnya sampai
ketelinga masyarakat sehingga membuat Zulaikha jengkel. Zulaikha
memutuskan untuk membuat jamuan besar di istana dan mengundang wanita-
wanita yang telah membicarakannya. pada jamuan itu Zulaikha
mengisyaratkan kepada Nabi Yusuf as. untuk masuk kedalam ruangan
jamuan. Wanita-wanita itupun terdian ketika melihat Nabi Yusuf as. dan pada
saat yang sama mereka terus memotong buah yang ada ditangan mereka
sampai mereka tidak menyadarinya bahwa mereka juga memotong-motong
tangannya karena pandangan mereka tertuju kepada Nabi Yusuf as. yang
rupawan. Dengan adanya perbincangan berita mengenai Nabi Yusuf as. yang
terus menjadi perbincangan di mesir, pemerintah merasa kewibawaannya
sedang dipertaruhkan. Lalu penguasa dari pemerintah menangkap Nabi Yusuf
as. dan dimasukkan ke dalam penjara. (Khairu, 2014: 70)
Pada suatu hari datanglah dua orang tahanan datang kepada Nabi
Yusuf as. dan mengisahkan bahwa meraka telah mendapati mimpi. Nabi
Yusuf as pun menafsirkan mimpi mereka yang mengatakan bahwa satu dari
mereka akan bebas dan satu lagi akan dihukum mati. (Khairu, 2014: 80)
Pada suatu hari sang Raja bermimpi ia melihat dirinya berdiri ditepi
sungai Nil. Air sungai Nil tenggelam dan habis sehingga air itu menjadi tanah
yang kosong. Kemudian ikan melompat-lompat dan keluarlah dari sungai itu
tujuh sapi yang gemuk dan tujuh sapi yang kurus. Sapi-sapi yang kurus itu
52
justru menyerang sapi-sapi yang gemuk. Ia melihat teriakan-teriakan sapi
yang gemuk ketika diserang sapi-sai yang kurus. Kemudian diatas sungai Nil
muncul tujuh butir gandum hijau itu tenggelam dalam tanah. Dan muncullah
di tanah yang sama tujuh butir yang kering. Mimpi itu telah berusaha untuk
ditafsirkan oleh sekian banyak penafsir mimpi, tetapi tidak ada yang sanggup
untuk menafsirkannya. Hingga saatnya Nabi Yusuf as. lah yang
menafsirkannya. Nabi Yusuf as. menjelaskan bahwa negeri Mesir akan
mengalami masa-masa yang subur selama tujuh tahun dan setelah itu akan
ada masa kemarau selama tujuh tahun. (Khairu, 2014: 90)
Dan setelah kejadian itu Nabi Yusuf as. dibersihkan kembali namanya
dan dibebaskan dari penjara. Raja yang sudah mempunyai kepercayaan penuh
terhadap Nabi Yusuf as. menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi Yusuf as.
dalam suatu upacara penobatan. Nabi Yusuf as. dikukuhkan sebagai
bendahara Mesir.
◆ ⧫
❑
▪❑⧫⧫⧫
⧫
◆◆❑⧫ ⧫ ⧫
◆ ⧫
⧫✓⬧☺
“Dan Demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir;
(dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir
itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan
Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S.
Yusuf: 56)
Setelah selesai penobatan, raja pun menikahkan Nabi Yusuf as.
dengan Zulaikha janda majikannya yang telah meninggal. Demikianlah Nabi
53
Yusuf as. bertemu dengan Zulaikha dalam keadaan gadis. Dalam waktu tujuh
tahun pertama Nabi Yusuf as menjalankan pemerintahan di Mesir, rakyat
merasa tenteram, aman dan sejahtera. Dan dia mempersiapkan gudang untuk
menyimpan bahan makananan untuk musim kemarau mendatang. (Khairu,
2014: 99)
Diwaktu kemarau kemudian datanglah orang-orang dari pinggiran
Mesir bahkan dar negara-negara lain yang berdekatan dengan mesir untuk
mengharapkan pertolongan Nabi Yusuf untuk membeli gandum serta
makanan lainnya yang masih tersimpan digudang pemerintah. Dan diantara
mereka adalah saudara-saudara Nabi Yusuf as. yang dulu telah membuangnya
ke dalam sumur. Tetapi Nabi Yusuf tidak memiliki dendam terhadap mereka.
Setelah kembali mereka bercerita kepada Nabi Ya’kub tentang perjalanannya
di Mesir. Disamping itu, mereka diharuskan oleh Nabi Yusuf as. untuk
membawa adik bungsu mereka ke Mesir, apabila tanpa adik bungsu mereka,
mereka tidak akan dilayani. (Khairu, 2014: 107)
Ketika mereka kembali ke Mesir untuk membeli gandum-gandum
nabi Yusuf menahan bunyamin tidak boleh pulang dengan tuduhan mencuri
piala gelas Raja. Kejadian itu yang membuat Nabi Ya’kub as semakin
bersedih. Tibalah putera-putera Nabi Ya’kub as. di Mesir untuk katiga
kalinya. Dan mereka meminta kebijakan untuk membeli gandum serta
mengembalikan Bunyamin kepada pangkuan ayah mereka. Waktu itu
kesempatan Bagi Nabi Yusuf untuk bercerita tentang dirinya kepada saudara-
54
saudaranya sedari ia bilempar ke dalam sumur hangga sekarang. (Khairu,
2014: 122)
Saudara-saudara Nabi Yusuf as. kembali kehadapan ayahnya dengan
membawa gamis Nabi Yusuf as. untuk diausapkan ke wajah Nabi Ya’kub.
❑ ☺⬧
◼❑→⬧ ◼⧫ ◆
⧫ ⧫
❑➔◆ →
✓➔☺
“Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah Dia
kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu
semuanya kepadaku". (Q.S. Yusuf: 93)
Nabi Ya’kub as. dan anak-anaknya untuk menghadiri undangan Nabi
Yusuf as. untuk bergabung menjadi satu dalam istananya. Dirangkullah sang
ayah oleh Nabi Yusuf as seraya mencucurkan air mata setiba Nabi Ya’kub as.
tiba dihalaman istana, demikian pula Nabi Ya’kub. Dan Nabi Yusuf as.
berkata, “wahai ayahku! Inilah dia takbir mimpiku yang dahulu itu, menjadi
kenyataan. Dan tidak kurang-kurang rahmat dan karunia Allah kepadaku
yang telah mengangkatku dari dalam sumur, mengeluarkan akau dari
penjara dan mempertemukan kami setelah syaitan telah merusakkan
perhubungan persaudaraan antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya
Allah maha lembut dan apa yang Dia kehendaki dan sessungguhnya Dia lah
yang Maha Mengetahui lahi Maha Bijaksana”. (Khairu, 2014: 133)
☺◼⬧ ❑➔ ◼⧫
❑ ◆◆ ⬧
◆❑⧫ ⧫⬧◆
❑➔ ◆ ◆
⧫✓◆ ⬧◆◆
55
◆❑⧫ ◼⧫ ➔
◆ ⬧
⧫⬧◆ ⧫⧫
⬧ ⧫ ⬧ ⬧
◼➔ ◼◆
⬧◆
⧫
◆◆
⧫ ➔⧫
⬧⧫ ⬧ ⧫
⧫✓⧫◆ ◆❑
◼◆ ⬧ ☺ ⧫
◆❑➔ ➔
⧫
“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu
bapanya dan Dia berkata: ‘Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah
dalam Keadaan aman’. Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas
singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada
Yusuf. dan berkata Yusuf: ‘Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu
itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan
Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia
membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun
padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-
saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. Yusuf: 99-100)
Kemudian Nabi Yusuf mengangkat tangannya dan berdo’a:
◆ ⬧ ⧫⬧◆
☺ ⧫☺⧫◆
⬧ ⧫◼ ⧫⬧
◆❑☺ ◆
◆ ◆
⧫◆ ◆❑⬧
☺ ⬧◆
⧫✓⬧
“Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di
dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Q.S. Yusuf: 101)
56
C. Tafsir Surat Yusuf Ayat 8-18
1. Q.S. Yusuf ayat 8
❑⬧ ❑⬧
◼❑◆ ◼
⧫◆
⧫ ⧫⧫ ⬧
◼ ✓
“(yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita
sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat).
Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” (Q.S.
Yusuf: 8)
Ayat ini menjelaskan tentang kedengkian yang terjadi pada diri
saudara-saudara Nabi Yusuf terhadap Nabi Yusuf as. bersama
saudaranya yang bernama Bunyamin, karena menurut mereka sang ayah
lebih mencintai Nabi Yusuf as. dan saudaranya dibandingkan mereka
sendiri yang merupakan kelompok besar dan kuat. Mereka berkata bahwa
ayah mereka tersesat dan keliru besar dengan mencintai dua saudara
mereka itu lebih daripada mereka.
Nabi Ya’kub memiliki dua belas orang anak, dua diantaranya
berasal dari ibu yang sama yaitu Yusuf dan Bunyamin, dan yang lain-lain
berasal dari ibu yang lain. Kasih sayang Nabi Ya’kub as. kepada Yusuf
karena usianya yang muda dan akhlaknya yang baik, membuat saudara-
saudaranya iri kepadanya. Mereka tidak saja iri kepadanya, tetapi juga
mengatakan “sedangkan kita adalah satu kelompok yang kuat”
menjelaskan bahwa mereka memiliki jiwa yang arogan. Karena itu,
57
mereka menuduh ayah mereka keliru dan menyimpang dari fokus kasih
sayangnya.
Banyak dari mereka yang berada pada kedudukan dan derajat yang
lebih rendah di masyarakat berusaha menjatuhkan mereka yang
kedudukannya lebih tinggi demi memperoleh kompensasi bagi
kelemahan mereka.
Ada perbedaan-perbedaan antara istilah ‘diskriminasi’ dan
‘pembedaan’. Istilah diskriminasi berarti mengutamakan seseorang atas
orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Sedngkan pembedaan
berarti melakukan pembedaan atas dasar kemampuan dan kondisi yang
dimiliki seseorang. Sedangkan saudara-saudara yusuf menganggap
kecintaan Nabi Ya’kub as. kepada Yusuf sebagai kecintaan yang tidak
mempunyai alasan yang kuat. (Imani, 2005: 435)
Lafadz Yusuf (يوسف)pada kata (اذقالوا ليوسف) idz qoolu layusufu
berkedudukan menjadi mubtada’, dan lafadz (و اخوه) wa ahkhuhu berarti
saudara sekandung, yaitu Bunyamin, kata (احب) ahabbu yang memiliki
arti lebih dicintai menjadi khabar dari lafadz yusuf tadi. (al-Mahalli &
As-Suyuti, 2014: 946)
Kata (عصبة) ‘usbah adalah kata yang menunujuk arti kelompok
yang paling sedikit terdiri dari sepuluh orang dan yang paling banyak
terdiri dari empat puluh orang. Karena kelompok ini terdiri dari banyak
orang, maka tentulah mereka kuat. Atas dasar itu, kata tersebut dipahami
58
dalam arti “kelompok yang kuat”. Saudara-saudara Nabi Yusuf dari ibu
yang lain berjumlah sepuluh orang. (Shihab, 2012: 21)
Kata (ضالل) dhalal biasa digunakan al-Qur’an untuk makna sesat,
kehilangan jalan, bingung atau tidak mengetahui arah. Makna-makna itu
dikembangkan sehingga bisa juga berarti binasa, terkubur, kemudian
diartikan secara immaterial sebagai sesat dari jalan kebajikan. Dapat
disimpulkan bahwa kata tersebut pada akhirnya dipahami dalam arti
segala kegiatan yang tidak mengantar kepada kebenaran. Dalam hal ini,
saudara-saudara Nabi Yusuf yang menilai ayah mereka mencintai Yusuf
secara berlebih-lebihan telah melakukan sesuatu sikap yang tidak
mengantar kepada kebenaran. (Shihab, 2012: 21)
Ayat ini mengandung beberapa pelajaran. Pertama, firman Allah:
“(Yaitu) ketika mereka berkata, ‘sesungguhnya Yusuf dan saudaranya
(Bunyamin) lebih dicintai ayah kita dari pada diri kita”, menunjukkan
bahwa Nabi Ya’kub as mencintai semua anak-anaknya. Meskipun
dianggap lebih mengutamakan Yusuf, Nabi Ya’kub tetap mengasihi
anak-anaknya yang lain. Hanya saja, mereka tidak merasa dan mencela
sikap sang ayah yang lebih memperhatikan Yusuf. Mereka tetap patuh
terhadap sang ayah dan tidak menunjukkan pembangkangan mereka.
Ungkapan mereka, “lebih dicintai ayah dari pada diri kita”
menunjukkan bahwa mereka masih memiliki adab. Kedua, firman Allah
“Padahal kita adalah golongan (ushbah)” menunjukkan betapa bahasa
Arab sarat makna dan struktur. Semua bahasa di dunia mengenal sistem
59
bilangan dan angka. Namun, hanya bahasa Arab yang memiliki ungkapan
khusus terkait jumlah orang dalam sebuah kumpulan. Misalnya, kata
nafar menunjukkan arti sebuah kumpulan yang berjumlah hingga tiga
orang. Kata rahth menunjukkan arti sebuah kumpulan yang berjumlah
hingga sembilan orang. Sedangkan kata ‘ushbah yang seperti yang
terdapat dalam ayat ini menunjukkan arti sebuah kumpulan yang
berjumlah hingga sepuluh orang atau lebih. Ketiga, di ayat “Sungguh
ayah kita berada dalam kekeliruan yang nyata” terdapat keunikan
makna tersendiri. Kata dhalal digunakan untuk beragam makna dan
tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks pengucapan kata
tersebut. Kata dhalal bisa mengacu pada makna yang sangat keras, yaitu
kekufuran. Kata dhalal juga bisa berarti tidak mengetahui jalan yang
benar. (Al-Aris, 2013: 52)
Disisi lain, kasus yang menimpa saudara-saudara Nabi Yusuf as.
adalah melakukan penghianatan terhadap sang ayah, dengki terhadap
saudaranya, berbuat ghibah kepada ayahnya sendiri, berprasangka jelek,
semua hal itu muncul akibat sifat dzalim mereka terhadap Nabi Yusuf
as. Sifat dengki mereka telah mengubah jalan hidupnya menjadi pribadi
yang hina, hingga sanggup melontarkan perkataan yang tidak pantas
diucapkan seorang anak kepada ayahnya yang saat itu bersetatus sebagai
Nabi.
Perkataan buruk yang ditujukan kepada seorang Nabi lebih jahat
dibandingkan berkata bahwa dirinya kafir. Akan tetapi, saat itu saudara
60
Nabi Yusuf as. tidak mengetahui apa saja yang diperbolehkan untuk
diucapkan kepada para Nabi. Sehingga, merekapun dimaafkan dan tidak
digolongkan sebagai orang-orang kafir, meskipun mereka tetap harus
menaggung dosa besar atas kesalahannya. (Burhami, 2014: 49)
Jadi, dapat disimpulkan isi dari ayat tersebut adalah kedengkian
saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf dan saudaranya yaitu Bunyamin,
karena Nabi Yusuf as. dan Bunyamin lebih dicintai oleh ayah mereka
daripada mereka, padahal mereka adalah golongan yang kuat.
Sebenarnya ayah mereka tetap mengasihi mereka, tetapi sifat dengki
merekalah yang membuat mereka menganggap bahwa ayah mereka
hanya mengasihi Yusuf saja. Dan kesalahan mereka adalah, mereka
menanggap ayah mereka dalam kesesatan.
2. Q.S. Yusuf ayat 9-10
❑➔ ❑
◼❑⧫ ⬧
⬧ ◆
❑❑⬧◆ ◼➔⧫
❑⬧ ⧫✓⬧ ⧫⬧
⬧
❑➔⬧ ❑
◼❑→◆ ⧫◆
→ ⧫⧫
➔⧫ ◆▪
⧫➔⬧
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal)
supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." Seorang diantara
mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah Dia
ke dasar sumur supaya Dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika
kamu hendak berbuat." (Q.S Yusuf : 9-10)
61
Karena alasan Yusuf dan Bunyamin lebih dicintai oleh ayahnya
maka sudara-saudara Yusuf berunding dan mereka berpendapat agar
Yusuf yang menjadi saingan mereka merebut hati ayah mereka,
dienyahkan saja dari muka ayah mereka, dengan membunuhnya atau
mengasingkannya ke suatu tempat yang jauh, sehingga dengan demikian
terbuka lebarlah hati ayah mereka bagi mereka tanpa ada saingan,
kemudian setelah itu akan bertaubatlah mereka dan seterusnya menjadi
orang-orang baik. Seorang diantara mereka berkata, “Janganlah kamu
membunuhnya sekedar memuaskan rasa permusuhanmu dan
kebencianmu kepadanya, tetapi cukuplah jika kamu memasukkannya ke
dalam sebuah sumur, sehingga ada kemungkinan ia dipungut oleh
serombongan musafir yang melalui sumur itu. Dengan demikian
tercapailah apa yang kamu inginkan, menjauhkannya dari ayah sedang ia
tetap hidup tidak kehilangan nyawanya.” (Katsir, 2005: 383)
Ibnu Ishaq berkata, “Saudara-saudara Nabi Yusuf itu bersepakat
untuk melaksanakan sesuatu yang besar, berupa pemutusan hubungan
kekeluargaan, berusaha untuk membangkang kepada sang ayah, tidak
menaruh belas kasihan kepada saudaranya yang kecil dan lemah, padahal
dia tidak mempunyai dosa apa-apa, tidak bisa menghormati orang tua,
sedangkan beliau berada pada pihak yang benar, terhormat dan memiliki
keutamaan, berusaha untuk mengesampingkan hak anak terhadap orang
tuanya, padahal hak-hak itu seharusnya dijaga, karena hal itu merupakan
perintah Allah, mereka hendak memisahkan sang anak dengan ayahnya
62
yang selalu menci tainya, padahal saat itu sang ayah sudah tua renta dan
merupakan orang yang agung, mereka berusaha untuk melepaskan
kecintaan sang ayah terhadap anak yang masih kecil, lemah dan masih
berumur sangat muda, dimana pada saat itu sang anak masih
membutuhkan kelembutan dan pendidikan sang ayah. Itulah bahaya yang
akan ditimbulkan oleh sifat dengki, sebagaimana yang digambarkan
dalam ayat diatas. Namun meskipun demikian, Allah masih memberikan
ampunan terhadap mereka, karena Dia maha pengasih.
Bisakah mereka mengalihkan hati sang ayah setelah membunuh
anak yang dicintai? Sungguh, seandainya mereka mau sedikit
menggunakan akal pikirannya, maka mereka akan memiliki kesimpulan,
bahwa perbuatan mereka itu hanya akan mengundang kebencian dan
amarah sepanjang hidup sang ayah. Akan tetapi, tipu daya setan dan
janji-janji yang penuh kebohongan itu telah melumuri hati mereka serta
menjadikan mereka mabuk. Kemudian apakah mereka berusaha untuk
menjaga kecintaan sang ayah mereka? Seandainya mereka ingin berusaha
menjaga kecintaan sang ayah, pastilah mereka akan mencintai apa yang
dicintainya. Mereka sebenarnya mengetahui, bahwa sang ayah akan
marah jika Yusuf disingkirkan. Mereka pada hakikatnya tidak mencintai
sang ayah, keinginan mereka hanyalah inginmemuaskan hawa nafsu yang
dilampiaskan kepada sang ayah. Kecintaan seperti ini adalah kecintaan
yang penuh penyakit, dimana orang yang mencintai tidak akan pernah
63
memandang orang yang dicintainya kecuali untuk memuaskan hawa
nafsu belaka.
Seperti kecintaan istri seorang raja kepada Nabi Yusuf as., bukanlah
kecintaan yang hakiki, melainkan kecintaan yang didasarkan atas hawa
nafsu dan egoisme yang buruk dan hina. Dan diantara keadilan Allah
adalah menciptakan kecintaan yang seperti itu tidak ada manfaatnya
sama sekali dan tidak akan menghantarkan pemiliknya kepada tujuan
yang mulia, bahkan dia hanya akan menghantarkan pemiliknya kepada
adzab dan menjauhkannya dari tujuan cinta sebenarnya. Oleh karena itu,
seorang hamba harus berhati-hati, jangan sampai kecintaanya pada Allah
adalah kecintaan yang dipenuhi dengan penyakit tersebut, tidak mau
untuk mentaatinya kecuali menginginkan kesenangan duniawi, baik
berupa ketenaran, harta maupun kehendak-kehendak hawa nafsu.
Gambaran seperti ini terlihat dalah firman Allah:
◆ ⧫ ➔⧫
◼⧫ ⬧
⧫
☺ ◆
⧫ ◆
◼⬧ ◼⧫ ◆
◆ ◆
◼⧫◆ ⬧ ◆❑➔
◆ ✓☺
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan
berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam
keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke
belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah
kerugian yang nyata.” (Q.S. Al-Hajj: 11)
64
Ketahuilah bahwa kebahagiaan seorang hamba berasal dari
ketaatannya kepada Allah, yang bermuara pada kecintaan dan kerinduan
kepada-Nya, mengharap ridha, berbaik sangka dan bertawakal kepada-
Nya. Kelezatan suatu ibadah bukanlah upaya untuk memuaskan hawa
nafsu belaka, akan tetapi hal itu merupakan tuntutan syari’ah yang
terbesar dan sangat disukai oleh Allah. (Burhami, 2014: 55)
Kata (غيابة) ghayaabah ada juga yang membacanya dalam bentuk
jamak (غيبات) ghayabaat. Kata ini terambil dari kata (غيب) ghaib, yakni
berarti tidak terlihat. Maksud dari ayat ini adalah dasar dari sumur. Kata
al-jubb adalah sumur yang sekedar digali dan tidak direkat (الجب)
mulutnya dengan batu semen sehingga mudah tertimbun lagi, khususnya
hingga hujan lebat. Sementara ulama memperkirakan bahwa sumur yang
mereka inginkan adalah yang tidak terlalu dalam dan tidak terlalu
tersembunyi karena mereka bermaksud melemparkannya ke dalam tanpa
mengakibatkan kematian atau remukan badan. Disisi lain, boleh jadi ada
tempat dibawah sumur itu yang tidak diliputi air sehingga Yusuf as. tidak
mati tenggelam dan kemudian dapat ditemukan oleh kafilah yang sering
mondar-mandir di daerah itu. Dalam perjanjian lama, sumur tersebut
dinilai sumur tua yang tidak berair. (Shihab, 2012: 26)
Kata (سيارة) sayyaarah terambil dari kata (سار) saara yang berarti
berjalan. Kata ini pada mulanya dipahami dalam arti kelompok yang
banyak berjalan. Kata ini merupakan salah satu contoh dari
65
pengembangan makna kata. Kini, ia dipahami dalam arti mobil dan tentu
saja bukan mobil yang dimaksud di sini. (Shihab, 2012: 26)
Ucapan mereka, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang saleh, bisa juga dipahami dalam arti bahwa problema Yusuf
bila terselesaikan maka kalian dapat tenang sehingga dapat menjalin
hubungan yang leih baik dengan ayahnya, atau menjadi orang-orang
yang baik, yakni yang hidup tenang dan dapat berkonsentrasi dalam
kehidupan. (Shihab, 2012: 26)
Ayat ini diawali dengan kata perintah, yaitu “Bunuhlah atau
buanglah dia kesuatu daerah (yang tak dikenal)”. Penggalan ayat ini
mengandung sejumlah pelajaran. Pertama, orang yang menyampaikan
usulan itu benar-benar mengungkapkannya dengan tegas. Ia mengalihkan
usulan keji itu kepada saudara-saudaranya yang terkumpul, dan tidak
menybutkan dirinya bersama mereka karena ia sendiri menyadari bahwa
usulannya itu benar-benar keji.
Kedua, usulan itu menunjukkan lemahnya kepercayaan diri mereka
sehingga menyampaikan usulan itu agar bisa terbebas dari Yusuf. Ketika
mengusulkan untuk membunuh Yusuf, ia langsung menyusul usuannya
itu dengan usulan yang lain yang lebih ringan, “atau buanglah kesuatu
daerah (yang tak dikenal)!” jelasnya, jika Yusuf tidak dibunuh, alangkah
lebih baik jika ia dibuang ke tempat yang jauh dari tempat tingalnya.
Usulan ini mungkin lebih diterima oleh kebanyakan saudaranya.
66
Penggalan terakhir ayat ini mengandung beberapa pelajaran
berharga. Pertama, ungkapan “supaya perhatian ayah tertumpah pada
kalian” mengisyaratkan besarnya keinginan mereka untuk dicintai dan
diperhatikan ayah mereka. Selama Yusuf masih ada disana, mereka terus
dilanda ketakutan, karena merasa bahwa ayahnya akan lebih mencintai
Yusuf. Kedua, ungkapan “Dan sesudah itu hendaklah kalian menjadi
orang yang baik” sesungguhnya menunjukkan kecenderungan manusia
yang terjebak bisikan setan. Seakan-akan mereka bisa melepaskan diri
dari dosa dan kesalahan dengan melakukan pertobatan dan mengubah
perilaku mereka menjadi orang yan baik. (Al-Aris, 2013: 58)
Jadi, inti dari ayat tersebut yaitu kesepakatan saudara-saudara Yusuf
untuk membunuh Yusuf atau mengasingkannya dengan tujuan agar ayah
mereka yaitu Nabi Ya’kub as. dapat melupakan Yusuf dan kasih
sayangnya akan beralih kepada mereka.
Saudara-saudara Yusuf sepakat untuk memasukkan Yusuf de dasar
sumur, dengan harapan agar dipungut oleh musafir yang tengah melintas.
Dan setelah mereka berhasil melakukan kejahatan itu mereka akan
bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
3. Q.S. Yusuf ayat 11-12
❑⬧ ⧫⧫⧫ ⧫
⬧ ⬧ ◼⧫ ❑
◆ ⬧ ⧫❑⬧⬧
➔⧫
⬧⧫ ➔⧫◆
◆ ⬧ ⧫❑→⬧⬧
67
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak
mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah
dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-
senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti
menjaganya" (Q.S Yusuf: 11-12)
Ayat ini menjelaskan bahwa setelah mereka berunding dan
mengadakan persekongkolan untuk mengambil Yusuf dan
memasukkannya dalam sebuah sumur menurut usul dari salah satu
mereka, maka datanglah mereka menghadap ayahnya dan berkata,
“mengapa engkau tidak mempercayakan Yusuf kepada kami, padahal
kami menyayanginya dan selalu menginginkan kebaikannya, cobalah
besok biar dia pergi bersama-sama kami dan bersenang-senang dan
bermain-main, dan janganlah khawatir, kami pasti akan menjaganya
dengan baik.”
Terjadilah kesepakatan diantara mereka untuk melaksanakan
usulan yang terakhir, yaitu membuang Yusuf kedalam sumur. Untuk
melaksanakan niat tersebut, maka mereka memulai dengan langkah
pertama, yaitu melakukan kebohongan dan janji palsu, janji itu pasti
tidak akan dipenuhi, kemudian meminta agar mereka diberi amanah
yang tidak akan pernah dijaga. Mereka mendatangi ayahnya seraya
berkata, “wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai
kami terhadap Yusuf”. Dari perkatan itu, jelaslah bahwa Nabi Ya’kub
as. sudah mempunyai firasat bahwa mereka akan melakukan
kejahatan kepada Yusuf.
68
Alasan yang dikatakan saudaranya agar dapat meyakinkan
ayahnya agar mengizinkan membawa Yusuf pergi bersama mereka,
“Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan
kebaikan baginya.” Merupakan kebohongan mereka yang sangat
jelas, sebab pada hakikatnya mereka dengki dan hasad kepada Yusuf
dan pasti mereka akan berusaha untuk melakukan kejahatan kepada
Yusuf. Berapa banyak orang yang bersumpah kepada kita untuk
melakukan kebaikan, namun pada kenyataannya mereka hanya
berbohong. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berusah
menjauhkan diri dari tipu daya orang yang menjanjikan kebaikan,
sampai mereka menampakkan kebaikan yang telah dijanjikan.
Dahulu, iblis juga pernah bersumpah kepada Nabi Adam as. Dengan
ucapan yang indah.
☺☺⬧◆
☺⬧ ☺⬧
✓
Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya
adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua"
(Q.S. Al-A’raf: 21)
Janji tersebut adalah janji palsu yang nantinya pasti akan
dikhianati. Mari kita perhatikan kata yang dilontarkan oleh mereka,
ternyata memakai berbagai macam adawatul ta’qid (alat-alat untuk
memperkuat), seperti kata (ان المؤكدة) dan (الم التوكيد المتكررة) seperti
perkataan mereka (لنا صحون) dan kata(لحافضون). Namun, pada
69
kenyataannya mereka melakukan sesuatu yang bertolak belakang dari
yang telah dijanjikan. (Burhami, 2014:60)
Kata (يرتع) yurta’ berasal dari fi’il madhi kata (رعى) ra’aa yang
pada mulanya berarti memberi makan binatang. Kata ini digunakan
juga untuk manggambarkan lahap dan lezatnya makanan dan
minuman serta bebasnya gerak. Sedemikian bebas, lahap dan banyak
dimakan sehingga diibaratkan seperti keadaan binatang yang sedang
makan tanpa berfikir. (Shihab, 2012: 27)
Rupanya Nabi Yusuf as. pada masa kecilnya tidak sering makan
seperti halnya anak-anak lain yang harus dibujuk dan dipaksa makan.
Kakak-kakaknya mengetahui hal tersebut dan mengetahui pula betapa
ayah mereka selalu membujuk Nabi Yusuf as. untuk makan. Keadaan
itu mereka manfaatkan untuk membujuk ayah mereka. (Shihab, 2012:
28)
Kata (يلعب) yal’ab memiliki arti bermain adalah suatu kegiatan
yang menggembirakan untuk menghilangkan kejenuhuan serta dapat
digunakan untuk memperoleh manfaat. Bermain buat anak dapat juga
merupakan salah satu cara belajar. Karena itu, tidak ada agama yang
melarangnya kecuali jika permainan itu mengakibatka terlupakannya
kewajiban. (Shihab, 2012: 28)
Dengan ringkas ayat ini berisi tentang usaha saudara-saudara
Yusuf agar Yusuf diizinkan oleh ayah mereka untuk bergi bersama
mereka. Jika berhasil merayu ayah mereka agar yusuf boleh pergi
70
bersama mereka, mereka akan melemparkan Yusuf kedalam sumur.
Saudara-saudara Yusuf merayu ayahnya dengan kata-kata yang
penuh kebohongan, seperti kata mereka “Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya”, padahal
kenyataannya berkebalikan. Mereka menginginkan Yusuf hilang dari
kehidupan mereka.
4. Q.S. Yusuf ayat 13-14
⧫⬧ ⬧◆⬧
❑⬧
⬧◆ ⬧→⧫
◆
⧫ ❑➔
❑⬧ ⬧ ⬧
⬧⧫◆
⧫
⧫
Berkata Ya´qub: "Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf
amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan
serigala, sedang kamu lengah dari padanya." Mereka berkata: "Jika
ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat),
sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang
merugi" (Q.S Yusuf: 13-14)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Ya’kub berusaha mencegah
kepergian Yusuf bersama sudara-saudaranya, disebabkan karena
beliau akan merasa sangat sedih berpisah dengan Yusuf selama
kepergiannhya dengan saudara-saudaranya dan kekhawatiran beliau
kepada saudaranya yang akan meninggalkan Yusuf seorang diri,
sehingga kemungkinan dimakan serigala. Mengingat Yusuf saat itu
71
masih kecil, dan belum mampu melindungi dirinya dengan baik.
(Burhani, 2014: 62)
Nabi Ya’kub as. berusaha mencegah kepergian Nabi Yusuf as.
bersama saudar-saudaranya, disebabkan dua faktor. Pertama, karena
beliau akan merasa sangat sedih berpisah dengan Nabi Yusuf as.
selama kepergiannya dengan saudara-saudaranya. Kedua,
kekhawatiran beliau terhadap saudara-saudara Yusuf yang akan
meninggalkan Yusuf seorang diri, sehingga kemungkinan dimakan
serigala. Mengingat Yusuf saat itu masih kecil, dan belum mampu
melindungi dirinya dengan baik. (Burhami, 2014: 63)
Mendengar anak-anaknya yang membujuknya, Nabi Ya’kub as.
menjawab. Tetapi, jawaban beliau ternyata menambah kecemburuan
saudara-saudara Nabi Yusuf as. Dia berkata, “Aku bukannya tidak
mempercayai kalian, tetapi sesungguhnya kepergian kamu
kemanapun bersama dia, yakni Yusuf, pasti akan sangat
menyedihkanku karena akau tidak dapat berpisah dengannya. Tentu
kalian tidak rela melihat aku yang tua ini bersedih hati. Dan apalagi
kamu semua tahu bahwa Yusuf masih kecil, belum dapat mandiri
menghadapi bahaya. Aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala,
sedang kamu lengah darinya disebabkan oleh perhatianmu
menggembala atau keasyikan bermain. Dan tentu kamu semua tahu
betapa banyak serigala yang berkeliaran lagi ganas di daerah tempat
yang kamu tuju itu.” Mereka berkata, “Jika benar-benar dia dimakan
72
serigala, sedang kami kelompok yang kuat, sesungguhnya kami kalau
demikian pastilah orang-orang yang merugi, yang sempurna
kerugiannya, dengan kehilangan saudara serta kehilangan
kepercayaan dan harga diri sebagai pemuda-pemuda yang kuat dan
kompak dihadapan masyarakat.” (Shihab, 2012: 28)
Saudara-saudara Nabi Yusuf as. tidak menyanggah alasan
pertama ayah mereka karena mereka sadar tentang kebenaran yang
diucapkannya. Bahkan, hal itu menambah kecemburuan mereka.
Alasan sang ayah yang kedua pun boleh jadi mereka dapat terima
karena tidak mustahil ditempat yang mereka tuju ada binatang buas,
baik serigala maupun selainnya yang dapat membahayakan apalagi
anak sebesar Yusuf. (Shihab, 2012: 29)
Sementara beberapa ulama manilai bahwa Nabi Ya’kub as.
secara tidak sadar telah mengajarkan anak-anaknya berbohong.
Bukankah dia mengatakan bahwa serigala dapat memakan manusia?
Thahir Ibn ‘Asyur menilai bahwa serigala yang hidu; di Syam daerah
tempat Nabi Ya’kub as. bermukim itu adalah serigala yang ganas,
serupa dengan serigala di wilayah Rusia. Disisi lain bahwa serigala
apabila diganggu ia akan menggigit manusia dan mencederainya.
Selanjutnya, begitu serigala melihat darah lawannya ia menjadi
ganas bagaikan harimau. Ada juga yang memahami kata serigala
yang dimaksud oleh anbi Ya’kub as. adalah kakak-kakak Nabi Yusuf
as. yang cemburu kepadanya. (Shihab, 2012: 29)
73
Maha suci Allah, yang telah menjadikan setiap peristiwa
mengandung banyak pelajaran. Begitu juga dengan kisah Nabi Yusuf
as. beserta ayahnya. Ujian demi ujian mereka lalui hingga mencapai
derajat tinggi, berupa nikmat tiada tara, lalu menjadikan Nabi Yusuf
as. sebagai raja di Mesir. Allah telah menajaganya dari bahaya,
melindungunya dari kesesatan hidup, dan membimbingnya agar tetap
berada dijalan yang lurus.
Kekhawatiran Nabi Ya’kub as. terhadap Nabi Yusuf as. jika
beliau dimakan oleh serigala, maka kekhawatiran yang seperti itu
adalah kekhawatiran yang normal dan tidak tercela, serta bukan
sebuah kekurangan selama dia berada pada kondisi tawakkal yang
sempurna. Kekhawatiran Nabi Ya’kub as. tersebut didorong oleh
sikap kehati-hatian beliau.
Sedangkan perkataan mereka, “Jika ia benar-benar dimakan
serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami
kalau demikian adalah orang-orang yang merugi”. Dapat terdeteksi
sebuah pengulangan kalimat “Sedang kami golongan (yang kuat)”
dimana sebelumnya lafadz itu sudah mereka katakan, “Sesungguhnya
Yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai oleh ayah kita
daripada kita sendiri, padahal kita adalah suatu golongan (yang
kuat)”. Hal ini menunjukkan kepada perasaan mereka yang berlebih-
lebihan menyatakan sebagai kelompok yang kuat. Hal ini merupakan
penyakit hati yang sangat berbahaya. (Burhami, 2014: 64)
74
Jadi, isi dari ayat ini yaitu Ya’kub berusaha mencegah kepergian
Yusuf bersama saudara-saudaranya, karena kekhawatiran Nabi
Ya’kub terhadap Nabi Yusuf yang bisa jadi Yusuf akan dimakan oleh
serigala, sedangkan Nabi Yusuf saat itu masih berusia muda dan
belum bisa melindungi dirinya sendiri.
5. Q.S. Yusuf ayat 15
☺◼⬧ ❑⬧
❑➔◆◆
◼❑➔➔⬧ ⧫◆
➔
◆◆ ⬧
⧫⧫⬧
➔◆
⧫➔ Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke
dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah
dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu
akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang
mereka tiada ingat lagi" (Q.S Yusuf: 15)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Ya’kub mengizinkan Yusuf
pergi bersama saudara-saudaranya. Ketika mereka membawanya dan
berada di tengah padang pasir, setan mempengaruhi mereka.
Merekapun sepakat untuk membuang Yusuf kedalam sebuah sumur.
Akan tetapi, Allah mewahyukan kepada Naabi Yusuf as. bahwa ia
akan selamat dan menuturkan kembali kepada saudara-saudaranya
tentang perbuatan mereka, padahal mereka sudah tidak ingat lagi
tentang hal itu. (al-Qarni, 2008:286)
Rupanya desakan anak-anaknya dapat meyakinkan Nabi Ya’kub
as. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa Nabi Ya’kub as. mengizinkan
75
mereka membawanya, lalu mereka membawanya. Menurut al-
Qurthubi, sepanjang mata nabi Ya’kub memandang, mereka
menggendongnya menuju tempat penggembalaan untuk bermain dan
bersuka ria. Dalam perjalanan itu, sekali lagi mereka sepakat
memasukkan Yusuf as kedasar sumur dan akhirnya mereka
mamasukkannya. Dan sewaktu dia sudah berada dalam sumur, Kami
wahyukan , yakni Kami ilhamkan kepadanya, yaitu kepada Yusuf as.
sehingga hatinya tidak risau mengalami apa yang dihadapinya, “Hai
Yusuf jangan khawatir! Engkau akan selamat. Ini adalah tangga
menuju kemuliaan, walau telihat bagimu sebagai kesulitan. Dan suatu
ketika pasti engau akan menceritakan kepada mereka perbuatan
mereka ini, sedang mereka tidak sadar, yakni tidak ingat lagi atau
tidak mengetahui bahwa engkau adalah Yusuf karena masa yang
telah berlalu demikian panjang dan mereka pun mendugamu telah
wafat. (Shihab, 2012: 30)
Ketika menjelaskan tentang pengaruh mimpi dalam benak Yusuf
dan penjelasan ayahnya tentang mimpi itu, itu telah menyuburkan
rasa cinta kepad Allah swt. di dalam jiwanya. Yusuf yakin bahwa
Tuhan memilihnya dan terbayang juga dalam benaknya ketika itu
betapa baik Tuhan kepadanya dengan berbagai anugerah yang akan ia
terima dari-Nya. Perasaan itu terbukti kini, yaitu oada saat kesulitan
setelah dilempar oleh saudara-saudaranya ke dalam sumur. Ketika
itu, tiba-tiba dia mendengar bisikan dalam hatinya menyatakan,
76
jangan khawatir engkau akan selamat. Bahkan suatu ketika engkau
akan bertemu lagi dengan saudara-saudaramu, dan ketika itu engkau
akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini. Peristiwa
ini, membuktikan sekali lagi pada diri Yusuf, betapa cinta dan
dekatnya Allah swt. kepadanya, dan membuktikan juga kepada kita
betapa dekat dan cinta juga Yusuf kepada-Nya. (Shihab, 2012: 30)
Huruf ba’ pada kata (به) bihii pada firman-Nya (ذهبوا به)
dzahabuu bihii mengandung makna keberdempetan (menempel) atau
apa yang diistilahkan dalam kaidah bahasa Arab li al-ilshaq. Hal ini,
jika enggan dipahami dalam arti mereka menggendng atau
meletakkannya dipunggung mereka, sebagaimana yang dikemukakan
al-Qurthubi, maka paling tidak kata tersebut menggambarkan bahwa
mereka begitu mendekat dan bergandengan tangan dengan Yusuf.
(Shihab, 2012: 31)
Kata (و) wa yang berarti “dan” yang mendahului kata (اوحينا(
awhainaa yang berarti “Kami wahyukan” ada yang memahaminya
sekedar sebagai penguat yang biasa juga diistilahkan dengan
zaa’idah(tambahan). Dan dengan demikian, kalimat “Kami
wahyukan kepadanya” merupakan penjelasan tentang apa yang
terjadi ketika mereka membawa Yusuf ke tempat yang mereka tuju.
Ada juga yang memahami wahyu yang dimaksud bukan ditujukan
kepada Yusuf as., tetapi ditjukan kepada Nabi Ya’kub as. dalam
kedudukan beliau sebagai Nabi. Yakni ketika mereka membawa
77
Yusuf pergi, Allah mewahyukan kepada Nabi Ya’kub as. tentang
keadaan anak-anaknya yang bermaksud buruk terhadap Yusuf.
Sedang, anak-anak itu tidak sadar bahwa Allah swt. telah
menyampaikan keadaan mereka kepada Rasul-Nya itu. Jika wahyu
yang dimaksud itu tertuju kepada Yusuf, ayat ini menunujukkan
kepada apa yang akan terjadi belasan tahun sesudah peristiwa sumur
itu, yakni ketika saudara-saudaranya berkunjung ke Mesir pada masa
paceklik dan bertemu dengan Yusuf yang ketika itu telah menjadi
penguasa. (Shihab, 2012: 31)
Thabathaba’i mengemukakan bahwa ayat diatas ketika sampai
pada uraian bahwa sepakat memasukkannya kedalam sumur berhenti
sejenak, tidak menceritakan apa yang terjadi saat itu, sedih dan
menyesal, karena telinga tidak mampu mendengar apa yang mereka
lakukan terhadap anak tidak berdosa dan teraniaya itu, anak yang
bakal menjadi nabi. Anak yang tidak melakukan satu dosa yang
menjadikannya wajar menerima perlakuan buruk dari kakak-
kakaknya sendiri. Padahal, mereka semua mengetahui betapa besar
cinta ayah kandung mereka terhadapnya. Terkutuklah kedengkian
yang membinasakan saudara ditangan saudara-saudaranya sendiri dan
menjadikan seorang ayah merana ditangan anak-anaknya sendiri.
(Shihab, 2012: 32)
Penjelasan dari ayat tersebut adalah keberhasilan saudara-
saudara Yusuf membujuk ayahnya, yaitu untuk mengajak Yusuf
78
keluar dan mereka merealisasikan rencana mereka untuk membuang
Yusuf ke dasar sumur. Padahal, mereka semua mengetahui betapa
besar cinta ayah kandung mereka terhadapnya.
6. Q.S. Yusuf ayat 16-17
◆ ➔⧫
⧫ ❑⧫
❑⬧ ⧫⧫⧫
⬧ ◼
◆⧫⬧◆ ❑
➔⧫⧫ ⬧⬧
⧫◆
⬧☺ ◆ ❑⬧◆
→ ⧫✓ “Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari
sambil menangis. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya
kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat
barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali
tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang
yang benar." (Q.S Yusuf: 16-17)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa setelah saudara-saudara Yusuf
meninggalkan Yusuf didalam sumur, mereka menemui ayah mereka
dan seolah sedang menangisi Yusuf dan memperlihatkan duka cita
serta kesedihannya seraya berkata, "Wahai ayah Kami, Sesungguhnya
Kami pergi berlomba-lomba dan Kami tinggalkan Yusuf di dekat
barang-barang Kami, lalu Dia dimakan serigala; dan kamu sekali-
kali tidak akan percaya kepada Kami, Sekalipun Kami adalah orang-
orang yang benar." (al-Qarni, 2008: 288)
Perkataan saudara-saudara Nabi Yusuf as. “dan engkau tidak
mungkin percaya kepada kami meskipun kami adalah orang-orang
yang benar.” Merupakan ungkapan yang sangat halus untuk
79
meyakinkan apa yang mereka inginkan. Maksud perkataan mereka
ialah, “kami tahu bahwa engkau tidak mungkin mempercayai kami,
tentang keadaan ini, meskipun kami menurut pandanganmu adalah
orang-orang yang benar. Bagaimana mungkin kebenaran ini bisa
nampak, sedangkan engkau meragukan kami, karena pada saat
membawa Yusuf engkau merasa khawatir jika nantinya Yusuf
dimakan oleh serigala. Maka kami memaklumi jika engkau
meragukan kami, karena kejadian ini sungguh sangat aneh dan apa
yang terjadi sesuai dengan apa yang engkau khawatirkan.”
(Burhami, 2014: 72)
Ayat ini mengandung beberapa pelajaran. Pertama, dengan gaya
tutur yang indah al-Qur’anmenceritakan tahap demi tahap kisah
kebohongan saudara-saudara Yusuf. Mereka merangkai susunan
kisah itu berdasarkan imajinasi mereka. Kedua, kita bisa mendapati
kejelasan dan detail kebohongan mereka hanya melalui beberapa kata
yang ringkas. Ketiga, jika kita perhatikan pembicaraan saudara-
saudara Yusuf, didalamnya tidak ada sesuatupun yang mulia. Adakah
orang yang berakal yang berjanji akan menjaga seorang anak kecil
kemudian ia langsung meninggalkannya dialam terbuka yang liar dan
dikenal sebagai tempar serigala serta binatang buas lainnya.
Faktanya mereka melempar Yusuf kedasar sumur dengan
harapan dipungut rombongan msafir meski ada kemungkinan tidak
ada yang lewat tempat itu sehingga memungkinkan Yusuf akan mati.
80
Jika kemungkinan itu terjadi, maka berarti mereka telah melakukan
pembunuhan secara tidak langsung. Selanjutnya mereka meneguhkan
kebohongan mereka dengan berkata, “Dan engkau sekali-kali tidak
akan percaya kepada kami sekalipun kami orang yang benar.”
Bagian terakhir ayat ini menunjukkan upaya terakhir saudara-
saudara Nabi Yusuf as. agar ayah mereka percaya. Orang seperti ini
akan menggunakan cara persuasif yang bersifat tidak langsung.
Jelasnya, sipelaku menuturkan sebuah kisah yang asing dan sulit
dpercaya. Kemudian sebelum memberikan kesempatan kepada
pendengar untuk menimbang kebenaran peristiwa atau kisah itu ia
langsung berucap, “apa yang kuceritakan memang sulit dipercaya.”
(Burhami, 2014: 100)
Jadi, isi dari ayat ini yaitu tentang kebohongan saudara-saudara
Yusuf yang mengatakan bahwa Yusuf telah dimakan oleh serigala
saat mereka sedang berlomba-lomba. Padahal faktanya mereka telah
melempar Yusuf sendirian ke dalam sebuah sumur.
7. Q.S. Yusuf ayat 18
◆ ◼⧫ ☺⬧
⧫⬧ ⧫
⬧▪❑ ⬧ →
⬧ ⬧
◆ ➔⧫☺
◼⧫ ⧫ ⧫❑→⬧
“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran)
dengan darah palsu. Ya´qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah
yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran
yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon
81
pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (Q.S Yusuf:
18)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa saudara-saudara Yusuf
membawa pulang bajunya yang berlumuran darah, tapi buka darah
Yusuf. Mereka lupa merobek-robek baju Yusuf, sehingga menjadikan
cerita dustanya yang mereka susun itu tidak dapat menyesatkan dan
menipu Ya’kub, dan Ya’kub berkatalah kepada mereka, “Sebenarnya
dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan burukmu itu,
maka aku akan bersabar sebaik-baiknya kesabaran atas perbuatan
yang telah kamu persekongkolkan itu sampai Allah mengaruniakan
kepadaku kelapangan dada dan Dialah yang kumohon
pertolongannya atas segala yang telah kamu ceritakan.” (Katsir,
2005:387)
Salah satu hal yang menunjukkan pada kekasaran hati saudara-
saudara Nabi Yusuf terhadapnya adalah dengan melepaskan pakaian
beliau untuk dijadikan sebagai alat kebohongan meraka terhadap sang
ayah. Akan tetapi Allah telah membuka tabir kebohongan itu dengan
menjadikan saudara-saudara Yusuf lupa untuk melubangi pakaian
Yusuf. Hal ini merupakan sebuah kejadian yang dapat
membahagiakan Nabi Ya’kub, meskipun beliau mendengar kabar
bahwa putranya telah dimakan serigala. Beliau berkeyakinan bahwa
kabar tersebut merupakan sebuah kabar bohong dan sang putra
berada dalam perlindungan dzat yang Maha Kuasa.
82
Keyakinan Nabi Ya’kub as. akan janji Allah terhadap putranya
dan apa-apa yang akan diajarkan kepada beliau bertambah kuat,
meskipun mereka tidak mengetahui, bahwa Dzat yang Maha Kuasa
akan melindungi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Ya’kub
mengetahui dari Allah, bahwa Nabi Yusuf as. pasti akan lebih tinggi
derajatnya dibanding saudara-saudaranya, sebagaimana yang telah
digambarkan dalam mimpi Nabi Yusuf as. beliau juga mengetahui,
bahwa Nabi Yusuf adalah seorang yang akan mendapatkan pangkat
kenabian. Maka dengan demikian, Nabi Ya’kub sangat yakin bahwa
apa yang telah diinformasikan oleh mereka adalah kebohongan
belaka.
Dari sini tampak kesempurnaan keyakinan Nabi Ya’kub as
terhadap janji Allah, meskipun seakan-akan kejadian yang dihadapi
tampak bertolak belakang dengan apa yang dijanjikan. Akan tetapi
Janji Allah tidak akan pernah berubah dan Allah tidak akan pernah
megingkari janji-Nya. Allah memberikan ujian sebagaimana yang
terjadi kepada Nabi Yusuf as., sehingga nampak seakan-akan janji
Allah tersebut sangat sulit untuk terealisasikan. Namun, ujian tersebut
bertujuan agar hamba-hamba-Nya mau untuk mengabdi, bersabar,
tawakal kepada Allah, tanpa ada keraguan sama sekali didalam hati.
Tidak ada sebuah penyesalan, kesedihan dan amarah kepada Allah.
Tetapi, bagi Nabi Ya’kub cukuplah baginya Allah sajalah yang
dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan, dengan
83
berusaha bertawakal kepada-Nya, agar dia memberikan sesuatu yang
bermanfaat dan menjauhkan dari segala yang membahayakan.
Meskipun dunia menurut pandangan manusia menjadi gelap, maka
dengan kesabaran dan keyakinan yang kuat, niscaya badai akan
berlalu.
Allah menceritakan keteguhan jiwa para rasul-rasulnya dalam
firmannya:
... ◆◆⬧◆ ◼⧫
⧫ ⧫❑☺⬧◆
◼⧫◆ ◆❑⧫◆⬧
⧫❑➔◆❑⧫☺
“... dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-
gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah
saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri" (Q.S. Ibrahim:
12)
Sungguh indah perumpamaan yang diungkapkan oleh Aisyah,
pada saat beliau ditimpa sebuah fitnah, sebagaimana yang dikisahkan
dalam Hadits Ifki (kabar bohong) mana beliau meyebutkan ini.
Beliau berkata “Demi Allah, aku tidak pernah menemukan sebuah
perumpamaan terhadap kalian, kecuali sebagaimana yang dikatakan
oleh ayah Nabi Yusuf as.
... ⬧ ⬧ ◆
➔⧫☺ ◼⧫ ⧫
⧫❑→⬧ “... maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah
sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu
ceritakan." (Q.S Yusuf: 18)
84
Sebuah penyesalan yang indah, dimana Aisyah bisa terbebas
dari fitnah tersebut berkat pertolongan dari Allah. Maka, hendaknya
jika seorang hamba tertimpa sebuah ujian dari Allah selalu mengingat
kisah yang indah ini, kemudian bersabar dan selalu ingat tentang
tingginya kedudukan ibadah berupa kesabaran dan tawakal.
Kemudian memohon prtolongan kepada Allah swt. sebab Allah tidak
akan pernah menguji seorang hamba, kecuali Dia ingin melihat
sejauh mana kecintaannya kepada Allah dan sejauh mana Dia
mengabdi kepada-Nya. Setelah ujian itu, Allah akan memberikan
kebaikan di dunia maupun akhirat. (Burhami, 2014: 75)
Pada ayat ini dijelaskan tentang penguatan bukti mereka agar
ayah mereka percaya terhadap mereka bahwa Yusuf memang benar-
benar dimakan oleh serigala. Mereka membawa baju yang tadinya
dikenakan oleh Yusuf sebagai bukti dan sebagai penguatnya mereka
melumuri baju Yusuf dengan darah. Akan tetapi mereka lupa
merobek-robek baju Yusuf, sehingga membuat Ya’kub tidak percaya
bahwa Yusuf benar-benar dimakan oleh serigala.
85
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN
SURAT YUSUF AYAT 8-18
Berpijak pada uraian bab-bab sebelumnya, maka pada bab IV ini akan
dilakukan analisis tentang pendidikan akhlak dalam al-Qur’an telaah surat Yusuf
ayat 8-18, sebagai berikut:
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an
Kita sebagai umat islam harus berbuat hal baik kepada sesama manusia
tanpa memandang siapa orang tersebut. Sehingga dalam kehidupan dapat
tercipta kerukunan dan kesejahteraan serta ketenangan. Baik dalam kehidupan
keluarga maupun masyarakat.
Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 tersimpan nilai-nilai pendidikan
akhlak terhadap manusia diantaranya yaitu:
1. Mendidik Anak dengan Baik
Anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, baik bapak
atau ibu, teristimewa lagi bapak, sebab ia kepala rumah tangga yang
tanggung jawab dunia akhiratnya lebih besar. Sebagai orang tua harus bisa
mendidik anak dengan baik, membiasakan anak untuk berbuat baik dan
mencegah anak apabila melakukan hal yang tidak baik.
Sebagai orang tua tidak boleh membeda-bedakan anak, harus
memberi kasih sanyang yang sepadan agar tidak ada rasa iri pada anak dan
agar tidak ada hal buruk yang lahir akibat hal tersebut. Orang tua yang
baik tidak mengutamakan satu anak saja, tetapi semua anak harus
86
mendapatkan kasih sayang yang sama, karena anak juga memiliki hak
yang sama pula dengan anak yang lain yang masih saudara.
⧫ ⧫
❑⧫◆ ❑➔
→ ◆
⧫ ❑➔◆
◆⧫◆ ◼⧫
⬧◼⧫
⧫❑➔⧫ ⧫ ➔⧫⧫
⧫❑➔➔⧫◆ ⧫ ⧫⬧⬧
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 6)
2. Larangan Bersifat Hasad (Dengki)
❑⬧ ❑⬧
◼❑◆ ◼
.... “(yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita
sendiri, ... .” (Q.S. Yusuf: 8)
Potongan ayat ini menjelaskan tentang rasa iri dan dengki nya
saudara-saudara Nabi Yusuf terhadap Nabi Yusuf as. dan saudaranya yang
bernama Bunyamin. Menurut mereka sang ayah lebih mencintai Nabi
Yusuf dan saudaranya dibandingkan mereka. Hasad(Dengki) merupakan
bencana daripada penyakit hati yang diakibatkan perasaan dendam. Hasad
dengki boleh lah kita katakan anak daripada sifat atau pun cucu daripada
sifat marah.
87
Kata hasad berasal dari bahasa arab (حسد) hasadun yang berarti iri
hati, dengki. Hasad adalah penyakit hati yang disebabkan oleh rasa
dendam, mengharapkan hilangnya nikmat Allah yang diberikan kepada
orang lain. Hasad muncul akibat bisikan syaitan yang menghembus ke
benak hati untuk melakukan sesuatu kezaliman orang lain, menggunakan
cara kotor untuk menjatuhkan orang dan berasa puas dengan taktik
tersebut. Inilah yang minta dilindungi kepada Allah dari perasaan manusia
yang hatinya busuk dan sentiasa memikirkan cara untuk naik ke atas dan
memijak orang lain dengan bangganya.
Seseorang tidak boleh iri hati kecuali dalam dua hal. Pertama, iri
hati terhadap orang yang telah dikaruniai harta yang melimpah dan dia
selalu menginfakkannya ataupun menshodaqohkan sebagian hartanya
kepada orang yang lebih membutuhkan. Kedua, iri kepada orang yang
diberi kepandaian dalam membaca al-Qur’an, dan dia selalu membacanya
setiap hari baik diwaktu malam maupun siang. Selain dalam dua hal
tersebut, seseorang tidak boleh menyimpan rasa dengki.
3. Larangan bersifat angkuh dan sombong (arogan)
⧫◆... ⧫ ....
“... Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat)... .” (Q.S. Yusuf:
8)
Dalam potongan ayat tersebut dari perkataan saudara-saudara yusuf
yang mengatakan “Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat)”
mencerminkan sifat mereka yang angkuh dan sombong.
88
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas dan
selalu merasa benar diantara orang lain serta menganggap yang lain lebih
rendah darinya. Orang yang sombong merasa dirinya lebih sempurna
dibanding dengan orang lain dan memandang dirinya berada di atas orang
lain.
Sebagai manusia ciptaan Allah, kita dilarang bersikap angkuh dan
sombong. Karena kelebihan yang kita miliki tidak lain adalah dari Allah.
Kita dianjurkan untuk selalu mensyukuri kelebihan kita dan menerima
kekurangan kita. Tidak menjadikan kelebihan kita untuk keangkuhan
maupun kesombongan. Allah swt. berfirman.
◆ ➔➔ ⬧
◆ ☺⬧ ⧫⧫
⧫
⧫➔ ❑⬧
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”. (Q.S. Luqman: 18)
4. Anjuran untuk berbrasangka baik (Khusnuzhon)
... ⧫⧫ ⬧ ◼
✓
“...Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” (Q.S.
Yusuf: 8)
Dalam ayat tersebut, secara tidak langsung telah mencerminkan
sifat saudara-saudara Nabi Yusuf yang telah menggunjing dan berburuk
sangka terhadap ayahnya yaitu Nabi Ya’kub. Padahal, didalam ajaran
89
islam dilarang berprasangka buruk (su’uzhon) tehadap sesama. Sebalikya,
manusia dianjurkan untuk berprasangka baik (khusnuzhon) terhadap
sesorang dalam segala keadaan.
Kata khusnuzhon berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas (حسن)
khusnu dan (الظان) azh-zhan. khusnu artinya bai dan azh-zhan artinya
prasangka atau dugaan, jadi husnuzan artinya berprasangaka baik. Lawan
dari khusnuzhan adalah suuzhan, yang artinya berprasangaka buruk.
Orang yang khusnuzhan ialah orang yang selalu berfikir positif
terhadap orang lain dan tidak pernah berfikir negatif terhadap apa yang
dilakukan orang lain. Sedangkan orang yang suuzhan ialah orang yang
selalu berfikiran negatif terhadap apa yang dilakukan orang lain.
Seseorang hendaknya selalu bersikap khusnuzhan terhadap sesama.
Karena selain merupakan sikap yang baik, khusnuzhan juga akan
melahirkan hal-hal yang positif. Seperti berprasangka baik dan berpikiran
positif terhadap sesuatu sedang menimpa dirinya, baik itu masalah yang
berat ataupun yang sangat membebani hidupnya, berprasangka baik
terhadap apa yang telah dilakukan orang lain. Perilaku khusnuzhan
termasuk akhlak terpuji atau akhlakul karimah karena hal tersebut dapat
mendatangkan manfaat bagi seseorang. Oleh karena itu, perilaku
khusnuzhan sangat dianjurkan dimiliki bagi setiap pribadi yang muslim.
Sebagaimana firman Allah swt.
⧫ ⧫
❑⧫◆ ❑⧫
→
◆➔⧫ → ◆
90
❑ ◆ ⧫⧫
→➔ ➔⧫ ⧫
→⧫◼ →⧫ ⬧⬧
⧫ ◼❑☺⬧⬧
❑→◆
▪❑⬧ ▪ "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Q.S Surah Al-
Hujurat : 12)
Berikut adalah beberapa contoh perilaku yang mencerminkan sikap
khusnuzhan diantaranya sebagai berikut :
a. Khusnuzhan terhadap Allah SWT, seperti menunjukkan rasa Syukur,
beribadah, berdzikir, berdo’a, tawakal dan lain sebagainya
b. Khusnuzhan terhadap diri sendiri, seperti percaya diri, sabar, tawakal
dan lain sebaginya.
c. Khusnuzhan terhadap sesama manusia, seperti saling mengormati,
berbuat baik tehadap sesama, saling menyayangi, tolong-menolong
dalam kebajikan dan lain sebaginya.
5. Larangan Bersifat Dzalim
❑➔ ❑
◼❑⧫ ⬧
⬧ ◆
❑❑⬧◆ ◼➔⧫
❑⬧ ⧫✓⬧ ⧫⬧
⬧
❑➔⬧ ❑
◼❑→◆ ⧫◆
91
→ ⧫⧫
➔⧫ ◆▪
⧫➔⬧
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal)
supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." Seorang diantara
mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah Dia
ke dasar sumur supaya Dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika
kamu hendak berbuat." (Q.S Yusuf : 9-10)
Dalam ayat tersebut menyimpan nilai pendidikan larangan berbuat
dzalim, yaitu mengasingkan ataupun membunuh saudaranya yang
seharusnya ia sayangi. Dzalim berarti berbuat aniaya, tidak adil dalam
memutuskan perkara atau mengambil hak orang lain. Perbuatan zalim juga
bisa disebut sebagai sifat yang melampaui batas kemanusiaan, melanggar
ketentuan, dan menentang atau menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang telah di tetapkan oleh Allah SWT. dzalim merupakan sifat tercela
yang di kutuk oleh Allah SWT, dilaknat oleh para malaikat, dan di benci
oleh sesama.
Membunuh dan mengasingkan seseorang merupakan hal dzalim.
Orang yang membunuh seseorang berarti ia telah menyalahi kodrat Tuhan.
Di dalam islam dianjurkan untuk saling mangasihi satu sama lain. Hidup
bersama dengan kerukunan. Dan apabila terjadi suatu masalah, maka harus
diselesaikan dengan baik-baik, jangan terlalu memendam dendam
sehingga menjadikan mudah dihasut setan, dan akan mengakibatkan ia
melakukan apapun yang dapat memenuhi nafsunya, seperti membunuh
dan mengasingkan orang lain.
92
6. Bersikap Jujur/ larangan berdusta
◆ ➔⧫
⧫ ❑⧫
❑⬧ ⧫⧫⧫
⬧ ◼
◆⧫⬧◆ ❑
➔⧫⧫ ⬧⬧
⧫◆
⬧☺ ◆ ❑⬧◆ →
⧫✓
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil
menangis. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,
lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya
kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." (Q.S
Yusuf: 16-17)
Kata )صديق( shiddīq merupakan hiperbola dari kata (صدق) shidq
yang bearti benar, jujur, dan dapat dipercaya (M. Quraish Shihab, 2012:
458). Namun siddiq di sini lebih menjurus kepada sebuah sikap
membenarkan sesuatu yang datang dari Allah SWT dan Rasulullah SAW
yang timbul dari rasa dan naluri keimanan yang mendalam.
Sifat jujur adalah sifat yang selalu benar dalam bersikap, ucapan
dan perbuatanya. Seseorang yang hatinya telah tertanam oleh sifat jujur
tidak akan ternodai oleh kebatilan, tidak pula mengambil sikap yang
bertentangan dengan kebenaran, serta selalu tampak di pelupuk mata
mereka yang haq.
Sebaliknya sikap dusta adalah pernyataan tentang suatu hal yang
tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dusta ini tidak hanya
93
berkaitan dengan perkataan saja, tetapi juga dengan perbuatan. Apabila
sifat dusta sudah merajalela dalam kehidupan suatu masyarakat, maka bisa
dipastikan kondisi masyarakat itu akan kacau, karena dusta adalah pangkal
kehancuran. (Spadie & Sarjuni, 2012:226)
Sesungguhnya sifat yang paling nyata dari seorang nabi dan
pembahwa wahyu Ilahi adalah bahwa mereka betul-betul menyampaikan
perintah Allah kepada hamba-hamba Allah sepenuhnya dengan jujur tanpa
mengurangi ataupun melebih-lebihi.
7. Sabar
☺◼⬧ ❑⬧
❑➔◆◆
◼❑➔➔⬧ ⧫◆
➔ ◆◆
⬧ ⧫⧫⬧
➔◆
⧫➔
“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke
dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam
sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan
menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada
ingat lagi" (Q.S Yusuf: 15)
... ⧫⬧ ⧫ ⬧▪❑ ⬧
→ ⬧
⬧ ◆
➔⧫☺ ◼⧫ ⧫
⧫❑→⬧ “...Ya´qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan." (Q.S Yusuf: 18)
Pada kedua ayat tersebut tersimpan nilai akhlak yaitu anjuran untuk
bersabar. Kesabaran adalah salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa
94
kepada Allah swt. Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja
dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan
dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan
takdir kauni (yang menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran.
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar
tatkala tertimpa musibah. Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar yang
banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian
berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah maka akan
diterangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa
takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu juga kami ingin
memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan
ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya juga wajib.
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar ( ب ر shabara yang (ص
memiliki arti bersabar, tabah hati, menahan, menanggung, berani (atas
sesuatu). Shabara’ala (ب ر ع ل ى berarti bersabar atau tabah hati, shabara’an (ص
ب ر ع ن ) ب ر به ) berarti memohon atau mencegah, shabarabihi (ص berarti (ص
menanggung.
Sedangkan secara istilah sabar dapat berarti mencegah dalam
kesempitan, memelihara diri dari kehendak akal dan syara’ dan dari hal
yang menuntut untuk memeliharanya, bisa diartikan pula sabar adalah
menahan diri (nafsu) dari keluh kesah, meninggalkan keluhan atau
pengaduan pada selain Allah. (Munawir, 2005:21)
95
Yang dimaksud dengan sabar menurut pengertian agama islam
adalah tahan menderita pada sesuatu yang tidak disenangi, dengan disertai
sikap ridha, ikhlas dan berserah diri kepada Allah. Secara umum dapat
dikatakan bahwa sabar adalah kemampuan atau daya tahan manusia
menguasai sikap destruktif yang terdapat dalam diri setiap orang, yaitu
hawa nafsu. Dengan demikian, sabar mengandung unsur perjuangan,
pergulatan, pengeluaran segala daya upaya untuk tidak menyerah begitu
saja. (Spadie & Sarjuni, 2012:226)
Sebagai manusia kita diwajibkan untuk bersabar kapanpun
waktunya dan dimanapun tempatnya. Ketika ditimpa musibah, mengalami
hal buruk maka kita wajib bersabar, tahan menghadapi cobaan seperti tidak
lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati, sabar dengan
pengertian sepeti ini juga disebut tabah, kedua sabar berarti tenang, tidak
tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Orang yang senantiasa bersabar
adalah orang yang disayangi oleh Allah dan Allah swt. senantiasa akan
menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar.
... ⧫
“... Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S. al-
Anfal:46)
8. Amanah dan Menepati Janji
❑⬧ ⧫⧫⧫
⬧ ◼
◆⧫⬧◆ ❑
➔⧫⧫ ⬧⬧
⧫◆
96
⬧☺ ◆ ❑⬧◆ →
⧫✓
mereka berkata: "Wahai ayah Kami, Sesungguhnya Kami pergi berlomba-
lomba dan Kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang Kami, lalu Dia
dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada Kami,
Sekalipun Kami adalah orang-orang yang benar." (Q.S. Yusuf: 17)
Pada ayat tersebut menunjukkan bahwa saudara-saudara Yusuf
yang tadinya berjanji akan menjaga Yusuf, tetapi ternyata mereka tidak
menepati janjinya tersebut. Mereka yang sudah diberi kepercayaan oleh
ayahnya, ternyata telah merusak kepercayaan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa mereka memiliki sikap yang tidak amanah dan mengingkari janji.
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan.
Betapa banyak orang yang mudah mengobral janji tapi tak pernah
menepatinya. Manusia dalam hidup ini pasti ada keterikatan dan pergaulan
dengan orang lain. Maka setiap kali seorang itu mulia dalam hubungannya
dengan manusia dan terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka,
maka akan menjadi tinggi kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Sementara seseorang tidak akan bisa meraih predikat
orang yang baik dan mulia pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya
dengan akhlak-akhlak yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang
terdepan adalah menepati janji dan amanah.
... ❑➔◆ ➔
➔ ❑⧫
“... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.” (Q.S. al-Isra’: 34)
97
Seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik dan
mulia, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang
terpuji. Dan di antara akhlak terpuji, yang terdepan adalah menepati janji
dan amanah.
Amanah secara etimologis berasal dari bahasa Arab dalam bentuk
mashdar dari ( امنة -امن ) amina- amanatan yang berarti jujur atau dapat
dipercaya. Namun dalam penggunaanya di bahasa Indonesia, yang
menyerap dari bahasa arab. Kata ini juga menjadi dua kata yang
berdekatan, yakni amanat, dan amanah.
Amanah sangat penting posisinya dalam kehidupan dunia, karena
tanpa amanah berbagai macam aturan, undang-undang dan sebagainya
tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, wajarlah jika Allah
memberikan amanah sebagai suatu bentuk ketaatan.
Orang yang berakhlak amanah adalah orang yang selalu
memelihara hak-hak Allah dan hak-hak manusia yang ada dalam dirinya.
Dengan begitu, dia tidak akan menyia-nyiakan atau berkhianat terhadap
apa yang diembannya seperti tidak akan mengingkari janji, menjaga apa
yang dititipkan terhadapnya.
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Surat Yusuf Ayat 8-18 dalam
Kehidupan Sehari-hari
Dapat dikemukakan bahwa analisis nilai pendidikan akhlak yang
dimaksud ialah yang ada hubungannya dengan pendidikan akhlak dalam al-
98
Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 dengan kesesuaiannya dalam kehidupan sehari-
hari manusia.
Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk atau
mencetak manusia yang berkepribadian baik, bermoral baik, keras dalam
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, bersikap mulia, bijaksana,
beradab ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan
untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tujuan
diatas, keadaan, pelajaran, dan aktifitas merupakan sarana pendidikan akhlak,
dan setiap pendidikan diutamakan harus memelihara dan memperlihatkan
akhlak. (Ramayulis, 2004: 115)
Dari penjelasan-penjelasan diatas, ada beberapa nilai-nilai pendidikan
akhlak yang dapat kita teladani dari al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, agar kehidupan seseorang menjadi
lebih baik.
Dalam sebuah keluarga, setiapa anggota keluarga harus memiliki
akhlak yang baik, entah itu akhlak terhadap anak, orang tua maupun saudara.
Jika sebuah keluarga menerapkan akhlak yang baik dalam keluarganya
tersebut, maka dalam keluarga akan hidup rukun. Tetapi sebaliknya, jika
sebuah keluarga setiap anggota keluarganya memiliki akhlak yang tidak baik,
maka akan muncul masalah-masalah didalam keluarga tersebut.
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan akhlak, yang menjelaskan
bagaimana cara berbuat baik kepada Allah maupun sesama manusia. Kita
sebagai manusia dianjurkan untuk meneladani akhlak-akhlak yang baik.
99
Tingkah laku para Nabi dan Rasul merupakan contoh akhlak yang baik bagi
manusia.
Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang relevan dalam kehidupan
sehari-hari dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 antara lain penulis
mengemukakan sebagai berikut:
Mendidik anak dengan baik sangat relevan dengan kehidupan sehari-
hari. Aanak merupakan titipan Allah yang harus dijaga dengan baik, diberi
ajaran tentang perbuatan-perbuatan yang baik dan dijauhkan dari perbuatan-
perbuatan buruk. Orang tua yang baik harus bisa menjaga anaka dengan baik
dan memberikan hak yang layak terhadap anak-anaknya.
Larangan bersikap hasad (dengki) ini sangat relevan dengan kehidupan
sehari-hari. Setiap manusia tidak bisa hidup sendiri, semua hidup saling
berdampinga, dan nikmat Allah yang dberikan kepada manusia itu tidak selalu
sama. Setiapa orang memiliki kelebihan dan kekurangan dari diri masing-
masing. Maka, dalam hal ini manusia dilarang keras bersikap dengki kepada
orang lain yang memiliki nikmat dari Allah yang lebih. Sifat dengki merupakan
sifat yang buruk. Dimana seseorang merasakan nikmatnya lebih sedikit
daripada orang lain, dan ia menginginkan nikmat yang diberikan Allah
terhadap orang lain menghilang.
Seseorang yang masih menyimpan rasa dengki, hidupnya tidak akan
tentram. Ia akan merasa kurang dan kurang, merasa kesulitan, dan hatinya tidak
akan tenang dan tentram serta hidup selalu gelisah dan tertekan. Di dunia hidup
tidak tenang, diakhiratpun tidak tenang. Maka dari itu, manusia sangat
100
dianjurkan untuk bersyukur atas nikamt yang diberikan Allah terhadapnya, dan
karena rasa syukur itu dia tidak akan merasa dia lebih rendah dari yang lain,
sehingga tidak akan tumbuh rasa dengki dengan orang lain.
Tidak bersikap angkuh dan sombong relevan dengan kehidupan
manusia sehari-hari. Sesorang yang merasa dirinya angkuh maka akan
menumbuhkan rasa sombong. Dianjurkan untuk orang muslim untuk selalu
bersikap rendah diri, tidak membangga-banggakan kelebihannya dan tidak
boleh mengira bahwa dirinyalah yang paling angkuh.
Sebagai manusia ciptaan Allah, kita dilarang bersikap angkuh dan
sombong. Karena kelebihan yang kita miliki tidak lain adalah dari Allah. Kita
dianjurkan untuk selalu mensyukuri kelebihan kita dan menerima kekurangan
kita. Tidak menjadikan kelebihan kita untuk keangkuhan maupun
kesombongan. Karena keangkuhan dan kesombongan akan menimbulkan hal-
hal yang negatif.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia harus bersikap baik tehadap
sesama, membantu yang lebih membutuhkan dan tidak boleh menjadikan
kelebihannya untuk kesombongannya, karena dikehipan masyarakat harus
hidup seimbang diantara masyarakat.
Berprasangka baik sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Membiasakan berperilaku khusnuzhan tentunya bukan hal mudah karena dalam
kehidupan kita pasti ada setan yang senantiasa menghalangi kita untuk selalu
melenceng dari ajaran Allah. Namun dengan usaha yang maksimal serta sikap
101
tawakal kepada Allah, kita pasti bisa membiasakan diri untuk bersikap
husnudzan.
Sikap khusnuzhan akan memberikan hikmah dan manfaat dalam
kehidupan kita. Diantaranya yaitu mendatangkan ketentraman dan kedamaian
dalam hati manusia, akan di cintai oleh sesama karena meraeg lain merasa
kehadirannya membawa manfaat dan tidak merasa dirugikan olehnya, akan
menjauhkan seseorang dari sikap suka mengeluh, iri, dengki, adu domba,
dendam, fitnah, dan menggunjing sesama saudara, hubungan persaudaraan
akan semakin erat, merasa bahagia atas kebahagain yang didapat orang lain.
Kebalikan khusnuzhan adalah su’uzhan kepada sesama. Sikap
berprasangka buruk ini akan menghancurkan diri pelakunya. Apabila sikap
su’udzan ini berkembang dalam hubungan antarsesama maka akibatnya akan
lebih parah. Terlebih bila ditimpali dengan rasa dengki dan sombong diri.
Kedua sikap itu akan menyuburkan su’uzhan karena tidak lagi memandang
sesuatu secara objektif. Sebaik apa pun seseorang atau sesuatu jika dilihat
dengan kacamata rasa dengki dan sombong yang tidak ingin merasa kalah
maka akan terlihat jelek dan penuh cacat.
Larangan bersikap dzalim sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari,
karena dengan menghindari sifat dzalim, seseorang akan merasakan
ketenangan dalam hidupnya, tidak merasa bersalah dan selalu dalam jalan
Allah sehinnga selalu dilindungi oleh Allah. Seseorang dilarang berbuat
dzalim, baik itu dzalim terhadap Allah, sesama, diri sendiri maupun makhluk
Allah yang lainnya.
102
Berbuat dzalim, banyak menimbulkan akibat yang sangat merugikan
baik untuk diri sendiri ataupun orang lain, seperti mencemarkan nama baik,
dibenci oleh orang lain, mendatangkan keresahan hati, mendapatkan balasan
siksa dari Allah swt. dan lain sebagainya.
Ada beberapa cara untuk menghindarkan diri kita dari sifat dzalim,
antara lain saling menasehati dan saling mengingatkan, melaksanakan semua
perintah Allah swt dan menjauhi larangan-larangan Allah swt. serta memohon
perlindungan kepada Allah swt.
Bersikap jujur/larangan berdusta sangat relevan dengan kehidupan
sehari-hari, karena denga sikap yang jujur dan tidak bersdusta maka seseorang
akan dipercaya oleh orang lain dan dianggap orang yang pantas untuk
mengemban amanah.
Orang yang menerapkan sikap jujur akan sangat disenangi oleh banyak
orang, karena pribadi dan kata yang diucapkan tidaklah mengandung perkataan
bohong, maka masyarakat percaya dengan ucapan orang yang jujur.
Begitu pentingnya sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang
yang terbiasa berbicara jujur, kemudian dia berbohong (meskipun itu sedikit)
maka hati dan perasaannya merasa tidak tenang, bahkan kacau balau.
Orang yang mempunyai sifat jujur hatinya akan terasa tenang, dia selalu
merasa nyaman dengan perbuatan dan kalimat jujur yang dilakukannya.
Apapun urusan yang dilakukan dia tetap mendapatkan kedamaian dalam
hatinya dan tidak merasakan takut maupun cemas karena segala sesuatu telah
dilakukannya dengan benar dan tidak merugikan orang lain.
103
Selain itu, setiap orang jujur akan banyak disukai oleh orang lain. Pada
umumnya, setiap orang akan merasa bahagia dan tenang jika ia berada di dekat
orang yang jujur. Dalam hubungan apapun, kejujuran merupakan awal dari
kepercayaan, dan kepercayaan adalah awal dari langgeng nya sebuah
hubungan.
Sedangkan dusta dalam agama Islam sangatlah dilarang. Karena sikap
dusta dapat berakibat cukup fatal untuk diri kita dan orang lain. Selain itu,
sikap dusta dapat menyebabkan si pendusta tidak dipercayai lagi. Siapa yang
sering berdusta, akan menjatuhkan dirinya ke lembah kehinaan di tengah-
tengah masyarakat. Perkataan yang diucapkan oleh pendusta sangatlah sulit
untuk dipercaya oleh orang lain.
Akhlak berupa sikap sabar sangat relevan dengan kehidupan sehari-
hari, karena dengan bersabar seseorang cenderung akan menjadi manusia
sejati, tangguh, elegan, dan bermartabat. Betapa banyak kerusakan yang terjadi
akibat manusia tidak bisa bersabar. Banyak kegagalan perencanaan hidup juga
diakibatkan karena kurangnya kesabaran.
Seseorang yang memiliki sifat sabar dalam menjalani kesusahan-
kesusahannya, maka kesusahan itulah yang suatu saat akan menjadikan
masalahnya sebagai sumber kebaikan, karena selalu ada hikmah dibalik sifat
yang terpuji. Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada
kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah
sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi
lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita
104
berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan
bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.
Perilaku amanah dan menepati janji sangat relevan dengan kehidupan
sehari-hari, karena seseorang yang amanah dan selalu menepati janji ia akan
dipercaya oleh masyarakat.
Pada hakikatnya segala yang kamu miliki merupakan amanah dari
Allah Swt. Tugas manusia sebagai khalifah di bumi merupakan amanah yang
harus kamu laksanakan dengan baik. Kecerdasan, kekayaan, dan jabatan
merupakan amanah yang harus dimanfaatkan dan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Di akhirat kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas
amanah yang diembannya. Oleh karena itu, kamu harus menjaga dan
melaksanakan amanah dengan baik.
Penerapan perilaku amanah dalam kehidupan akan menumbuhkan
lingkungan yang aman, damai, dan tenteram. Amanah merupakan salah satu
faktor utama untuk terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran suatu
masyarakat. Karena dengan sikap amanah semua akan terlahir perilaku yang
jujur, tanggung jawab, dan disiplin. Berbeda jika sikap amanah itu telah hilang,
maka kehidupan manusia akan semakin memburuk karena sikap-sikap yang
tidak seharusnya ada.
105
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya yang
dilakukan penulis, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-18 tersimpan nilai-nilai
pendidikan akhlak terhadap manusia diantaranya yaitu, mendidik anak
dengan baik, larangan bersifat hasad (dengki), larangan bersifat angkuh
dan sombong (arogan), anjuran untuk berbrasangka baik (khusnuzhon),
larangan bersifat dzalim, bersikap jujur/ larangan berdusta, sabar, amanah
dan menepati janji.
2. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Surat Yusuf Ayat 8-18 dalam
Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang relevan dapat diambil dan
diterapkan terhadap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dari al-
Qur’an Surat Yusuf ayat 8-18 antara lain dapat penulis uraikan
bahwasanya nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 8-
18 sudah sangat relevan sekali dengan kehidupan manusia sehari-hari,
yaitu mendidik anak dengan baik, larangan bersifat hasad (dengki),
larangan bersifat angkuh dan sombong (arogan), anjuran untuk
berbrasangka baik (khusnuzhon), larangan bersifat dzalim, bersikap jujur/
larangan berdusta, sabar, amanah dan menepati janji itu semua sangat
106
berhubungan dengan kehidupan, karena seseorang yang hidup tanpa
akhlak tidak akan merasakan kehidupan yang nyaman dan hatinya tidak
akan merasa tenang. Untuk menciptakan keluarga harmonis maka perlu
adanya akhlak yang baik yang harus dimiliki oleh setiap anggota
keluarga, agar tidak terjadi hal buruk yang akan menimpa keluarga.
B. Saran-saran
Dari hasil penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Kepada Pendidik
Pendidikan akhlak sangat berperan penting dalam upaya
menciptakan individu dan masyarakat yang beradab. Karena pada
dasarnya pendidikan akhlak itu mengenai perintah berperilaku mulia
dan larangan berperilaku tercela. Hal itu telah nyata dan dijelaskan
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, diantaranya adalah yang terkandung
dalam surat Yusuf ayat 8-18. Oleh karena itu, penulis menyarankan
kepada pendidik agar penggalian ajaran tersebut dapat diaplikasikan
atau diterapkan pada pendidik sebagai tauladan bagi pesertaa didik,
dengan melakukan perbaikkan akhlak manusia dalam menjalani hidup
di dunia.
2. Bagi Pembaca
Hendaknya membenahi apabila menemukan kesalahan dalam
skripsi ini agar sesuai dengan hasil yang diinginkan oleh penulis, yaitu
memberi manfaat baik secara teoritis kepada dunia pendidikan dan
107
secara praktis kepada pendidik dan para orang tua yang berperan
dalam pembentukan akhlak yang mulia kepada anak.
C. Penutup
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa
memberikan petunjuk, kelancaran, dan kecerahan pikiran serta nikmat yang tak
terkira hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. tiada daya upaya
melainkan dengan pertolongan-Nya.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad
saw., sosok yang baik, tenang dan sempurna dari seluruh ciptaan-Nya, baik
yang selalu ingat kepada Allah swt. ataupun yang lalai kepada-Nya. Semoga
syafa’at beliau selalu tercurahkan kepada umat muslim seluruhnya.
Alam yang sangat luas ini ibarat kitab, syair, lukisan, dan bangunan
dengan tekstur yang amat indah. Tentu ilmu dan nikmat yang di sediakan Allah
pada alam dan kita tidak terbatas.
Penulis berharap apabila dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
belum memenuhi syarat, atas nama pribadi penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Karena penulis sendiri menyadari kita sebagai manusia yang jauh
dari kesempurnaan dan tak luput dari salah dan lupa. Untuk pembaca
hendaknya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun menuju
perbaikan. Dengan saran tersebut semoga mampu memberikan semangat bagi
penulis untuk memperbaiki karya-karya selanjutnya.
108
Akhirnya, hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis haturkan
kepada semua belah pihak yang ikut membantu, memberi motivasi dengan
segala kerendahan hati sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini
jazzakumullah khaira jazza’ teriring doa dan salam, sehingga skrispsi ini
memberi manfaat kepada kita semua.
109
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Modern. Solo: Era
Intermedia
Al-Aris, Fuad. 2013. Pelajaran Hidup Surah Yusuf. Jkarta: Zamam
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin & As-Suyuti, Imam Jalaluddi. 2014. Terjemah
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzuul Ayat Jilid 2. Bndung: Sinar Baru
Algensindo
Al-Munawwar, Said Agil Husain. 2002. Fikih Hubungan Antar Agama.
Jakarta:Ciputa Press.
Al-Qarni, ‘Aidh. 2008. Tafsir Muyassar. Jakarta Timur: Qisthi Press
Anas, Idhoh. 2008. Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an. Pekalongan: Al Asri.
Burhani, Yasir. 2014. Renungan Iman dalam Surat Yusuf. Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar
Departemen Agama RI. 2009. Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta:
Departemen Agama RI
Halim, Nipan Abdul. 2000. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji.
Bandung:Mitra Pustaka
Hasbi, Muhammad. 2000. Tafsir Al-Qur’an Majid An Nur. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra
Ichwan, Muhammad Nur. 2008. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk
Raya
Imani, Allamah Kamal Faqih. 2005. Tafsir Nurul Qur’an. Jakarta: Al-Huda
Katsier, Ibnu. 2005. Tafsier Ibnu Katsir Jilid 4. Surabaya: PT Bina Ilmu
Khairu, Sulistyowati. 2014. Hikayat Sang Rupawan; Sejarah Lengkap Nabi Yusuf
‘Alaihi Salam. Jakarta Barat: Vicosta Publishing
110
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani
Maslikhah. 2009. Ensiklopedi Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press
Maunah, Binti. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Sukses Offset
Mudyaharjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal tentang
Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers
Muhaimin, Majid Abd. 1994. Dimensi-dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya
Abditama
Munawwir, M. Fajrul. Konsep Sabar Dalam Al-Quran: Pendekatan Tafsir Tematik.
Yogyakarta: Nuansa Aksara
Muqbil, Abu Abdurrahman. 2006. Shahih Asbabun Nuzul. Yogyakarta: Islamic.
Nata, Abudin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Shadali, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Shihab, M.Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
.............................. 2012. Al-Lubab; makna, tujuan, dan pelajaran dari Surah-
surah al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati
Shohabiya, Mahasri & Imron Rosyadi. 2011. Studi Islam 1. Surakarta: Lembaga
Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID)
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Supaedi, Didik Ahmad & Sarjuni. 2012. Pengantar Studi Islam. Bandung: PT
Rajagrafindo Persada
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Tadjab, Muhaimin & Abd. Mujib. 1994. Dimensi-dimensi Studi Islam. Surabaya:
Karya Abditama
Tim Syaamil Qur’an. 2012. Al-Qur’an Terjemah. Bandung: Syaamil Qur’an.
Wibowo, Arief, Dkk. 1999. Studi Islam 2. Surakarta: Lembaga Studi Islam
111
Winarno. 1989. Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito
Yunus, Mahmud. 1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung
Khamdun, Ibn. 2011. Pendidikan Akhlak. (Online). (https://makalah-
ibnu.blogspot.com/2011/02/pendidikan-akhlak.html#axzz5Jxf0ZXXY,
diakses 02 Agustus 2018).
112
113
114
115
116
117
NILAI SKK
Nama : Siti Himatul Anisah
NIM : 111-14-065
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen Pembimbing : Drs. Nasafi, M.Pdi.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1. Opak STAIN Salatiga 2014
“Aktualisasi Gerakan
Mahasiswa yang Beretika,
Disiplin dan Berfikir
Terbuka”
19-19 Agustus 2014 Peserta 3
2. Opak Jurusan Tarbiyah
STAIN Salatiga 2014
“Aktualisasi Pendidikan
Karakter Sebagai
Pembentuk Generasi yang
Religius, Educative, dan
Humanis”
20-21 Agustus 2014 Peserta 3
3. Orientasi Dasar Keislaman
(ODK)
“Pemahaman Islam
Rahmatan lil ‘Alamin
Sebagai Langkah Awal
Menjadi Mahasiswa
Berkarakter”
21 Agustus 2014 Peserta 2
4. Achievement Motivation
Training (AMT)
“Dengan AMT Semangat
Menyongsong Prestasi”
12 Agustus 2014 Peserta 2
5. Library User education
(Pendidikan Pemustaka) 28 Agustus 2014 Peserta 2
6. Pendidikan Komputer
Berbasis Windows 28 April 2014 Peserta 8
7. Piagam Penghargaan Lomba
Mukhafadhoh Se-MADIN
DU Reksosari
07 Juni 2014 Juara 1 3
8. Training Pembuatan
Makalah 17 September 2014 Peserta 2
9. Training Pengembangan
Diri dan Komunikasi 18 September 2014 Peserta
2
118
10. Seminar Nasional
“Peran Mahasiswa dalam
Mengawal Masa depan
Indonesia Pasca Pilpres
2014”
29 September 2014 Peserta 8
11. Bedah Buku Mendidik
Bintang 01 Oktober 2014 Peserta 2
12. Kegiatan “SIBA-SIBI”
Training UTS Semester
Ganjil Tahun 2014
24-25 Oktober 2014 Peserta 2
13. Semonar Nasional
“Perbaikan Mutu
Pendidikan Melalui
Profesionalitas Pendidikan”
13 November 2014 Peserta 8
14. PAB (Penerimaan Anggota
Baru) JQH Al-Furqan
STAIn Salatiga
“Menumbuhkan Karakter
Islami dan Qur’ani”
13-14 Desember 2014 Peserta 2
15. Gebyar Seni Qur’ani ke-VII
Tingkat Jawa Tengah
“Menyiarkan Islam Melalui
Apresiasi Maha Karya Seni
Qur’aniyy”
6-8 November 2015 Panitia 3
16. Seminar Nasional DEMA
FTIK
“Peningkatan
Profesionalisme Guru
Sebagai dalam
Pembelajaran di Era
Globalisasi”
23 November 2015 Peserta 8
17. GEMA (Gerbang Masuk)
ITTAQO 09 Desember 2015 Peserta 2
18. Penerimaan Anggota Baru
(PAB) JQH Al-Furqan 2015
“Keep On Loving Holy
Qur’an to Reach a
Peacefullness of Life”
25-26 Desember 2015 Panitia 3
19. Seminar Kewirausahaan
“Membumikan Seni Qur’an
Melalui Wirausaha”
25 Desember 2015 Panitia 3
119
20. Seminar Naisonal
“Implementasi Nilai-Nilai
Pancasila sebagai Benteng
dalam Menolak Gerakan
Radikalisme”
10 Februaru 2016 Peserta 8
21. Nusantara Mengaji 300.000
Khataman Al-Qur’an
“Serentak se-Indonesia
Untuk Keselamatan &
Kesejahteraan Bangsa”
08 Mei 2016 Peserta 2
22. Seminar Nasioanal DEMA
FTIK
“Budaya Sebagai Attitude
Pendidikan”
31 Mei 2016 Peserta 8
23. Workshop tahfidz
“Kontekstualisasi Nilai-
Nilai Al-Qur’an dalam
Membentuk Kepribadian
Huffadz Menuju Peradaban
Dunia”
04 Juni 2016 Panitia 3
24. Gebyar Seni Qur’aniy ke-
VIII Tingkat Jawa Tengah 05 Oktober 2016 Panitia 3
25. Penerimaan Anggota Baru
(PAB) JQH Al-Furqan 2016
“Keep On Loving Holy
Qur’an to Reach a
Peacefullness of Life”
12-13 November 2016 Panitia 3
26. Seminar Nasioanal
Edupreneurship
“Strategi Marketing Kunci
Sukses Wirausaha”
13 November 2016 Peserta 8
27. Public Hearing Senat
Mahasiswa FTIK
“Apa Kabar Dunia
Pendidikan FTIK IAIN
Salatiga?”
22 November 2016 Peserta 3
28. Praktikum Mata Kuliyah
Kewirausahaan (Mahasiswa
Jurusan PAI, PGMI dan
PGRA)
“Keren Itu Mahasiswa
Kreatif, Inovatif, Mandiri
dan Berani Berwirausaha”
14 Desember 2016 Peserta 2
120
29. Workshop Rebana nasional
“Meningkatkan Hubbun
Nabi dalam Mewadahi
Semangat Muda
Melestarikan Tradisi Islami”
13 Mei 2017 Panitia 8
30. Gebyar Seni Qur’aniyy Ke-
IX Tingkat Jawa Tengah
“Harmonisasi Syair
Qur’any, Wujudkan Siar
Islami”
23 September 2017 Panitia 3
31. SK rektor IAIN Salatiga
tentang Pengangkatan
Pengurus Jam’iyyatul
Qurra’ wal Huffadz (JQH)
Al-Furqan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
Salatiga Masa Bakti 2016
4
32. SK rektor IAIN Salatiga
tentang Pengangkatan
Pengurus Jam’iyyatul
Qurra’ wal Huffadz (JQH)
Al-Furqan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
Salatiga Masa Bakti 2017
4
33. SK rektor IAIN Salatiga
tentang Penyelenggaraan
Gebyar Seni Qur’anyy ke-
VIII Jam’iyyatul Qurra’ wal
Huffadz (JQH) Al-Furqan
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Tahun 2016
3
34. SK rektor IAIN Salatiga
tentang Penyelenggaraan
Workshop Rebana Nasional
Jam’iyyatul Qurra’ wal
Huffadz (JQH) Al-Furqan
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Tahun 2017
3
35. SK Ketua Pondok Pesantren
Salatiga tentang
Pengangkatan Guru Tidak
Tetap Pondok Pesantren
Yasinta Tahun Pelajaran
2014-2015
7
121