nilai-nilai moral dalam tradisi ngalap berkah pada...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI MORAL DALAM TRADISI NGALAP BERKAH PADA
MASYARAKAT DI KAWASAN BLEDUG KUWU, DESA KUWU, KEC.
KRADENAN, KAB. GROBOGAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MIFTACHUL SARIUN JANAH
111 11 205
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
بسمللهالحمنالرحيم
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Miftachul Sariun Janah
NIM : 111 11 205
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 12 September 2015
Penulis
Miftachul Sariun Janah
NIM : 111 11 205
MOTTO
وإذقال لقمن إلبنه وهو يعظه يبني لتشرك بال
عظيم إن الشرك لظلم
Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) adalah benar-
benar kezaliman yang besar”.
(Q.S Luqman: 13)
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya
persembahkan karya ini kepada:
1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberi kasih sayang,
semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.
2. Adikku Saiful Anwar terima kasih atas semangat, do‟a dan
kebahagiaan yang diberikan.
3. Keluarga besar yang selalu mendoakan dan memotivasi dalam
kebaikan.
4. BapakFatchurrohman M. Pd, yang telah membimbing skripsiku
mulai dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran.
5. Sahabat-sahabatku Faisal, Daiiul, Sinta, Yuanita, Wulan, Silvana,
Vina, Cahyo yang memberikan motivasi luar biasa, Terima Kasih.
6. Keluarga baru di Kost Osamaliki, Ika, Lutfi, dan Mbak Mala yang
sudah Wisuda tahun lalu, dan Mbah Kost mbah Marjani dan Mas
Jhony yang selalu memberi Nasihat dan Semangat.
7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2011, khususnya
PAI F semangat terus pantang mundur.
8. Teman-teman PPL 2014 dan KKN 2015.
9. Almamater IAIN Salatiga.
KATA PENGANTAR
بسمللهالحمنالرحيم
Alhamdulillahi robil‟alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas
kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang
tiada terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Nilai-nilai
Moral dalam Tradisi Ngalap Berkah Pada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu,
Desa Kuwu,Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah
Rasulullah Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para
pengikutnya yang setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk
membimbing umat manusia.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Nilai-nilai Moral dalam Tradisi
Ngalap BerkahPada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu, Desa
Kuwu,Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan Tahun 2015”.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. BapakDr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. BapakSuwardi M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. IbuSiti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. BapakFatchurrohman S.Ag, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. BapakMufiq, S. Ag, M.Phil, selakuDosenPembimbingAkademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai
ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
8. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing
serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga
dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima
disisi Allah SWT.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 12 September 2015
Penulis
Miftachul Sariun Janah
111 11 205
ABSTRAK
Janah, Miftachul Sariun. 2015. Nilai-Nilai MoraL Dalam Tradisi Ngalap Berkah
Pada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kec.Kradenan
Kab.Grobogan Tahun 2015. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.
Kata kunci: Nilai Moral, Tradisi Ngalap Berkah
Latar belakang pembuatan skripsi ini untuk mengetahui nilai
moral dalam tradisi Ngalap Berkah padamasyarakat yang berada di kawasan
bledugkuwu yang mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai tempat wasilah
(perantara) untukmemintasesuatukepada Allah. Fokus yang dikaji dalam
penelitian ini adalah Bagaimana sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan, Bagaimana perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Apa nilai-nilai moral keagamaan
dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Adapun tujuan penelitian ini
Mengetahui sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam Mbah
Ro Dukun, Mengetahui perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah pada Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,Mengetahui nilai-nilai moral
keagamaan yang terkandung dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro
Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan
sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen
langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta
terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil diambil
dari para informan / responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata
lain data-data tersebut merupakan keterangan dari para informan, sedangkan
data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara
diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara
menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik
kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan.
Hasil penelitian ini terdapat nilai moral dalam tradisi Ngalap Berkah di
kawasan Bledug Kuwuyaitu: Sejarah tradisi Ngalap Berkah merupakan tradisi
yang harus dilestarikan/dibudayakan. Tradisi tersebut selainuntuk mengenang
kebaikan Raden Ayu Ngainah atauMbah Ro Dukun, Perilaku masyarakat
muslim dalam ritual tradisi Ngalap Berkah antusiasme warga masyarakat juga
masih kental akan tradisi yang turun temurun dari nenek moyang. Kebanyakan
juga orang muslim yang datang meminta barokahnya Mbah Ro Dukun.
Masyarakat mempercayai bahwa makam Mbah Ro Dukun mempunyai kekuatan
berkah sebagai tempat wasilah (perantara) meminta sesuatu kepada Allah SWT,
Nilai Moral etika kesopanan, dan menghormati tradisi yang turun menurun dari
nenek moyang.
DAFTAR ISI
LOGO…….…………………………………………………………. i
HALAMAN JUDUL…………………….………...…….………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING …..……………........................ iii
PENGESAHAN KELULUSAN ….......…………………………… iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN….………...……………..
v
HALAMAN MOTTO …………………………….....……………… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………….. vii
KATA PENGANTAR....………………………………………….... viii
ABSTRAK….……...………………………………………………… x
DAFTAR ISI……………………………………….………………… xii
DAFTAR TABEL………............................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. xvii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………...................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………... 4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………... 4
D. Kegunaan Penelitian……..……………………………...…... 5
E. Penegasan Istilah……………………………………….. .... 6
F. Metode Penelitian…………………………………………. 8
1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian………….. 8
2. Kehadiran Peneliti…………………………………….. 8
3. Lokasi Penelitian………………………………………. 9
4. Sumber Data………………………………………….. 9
5. Prosedur Pengumpulan Data………………………… 9
6. Analisis Data…………………………………………. 10
7. Pengecekan Keabsahan Data………………………….. 11
8. Tahap - Tahap Penelitian……………………………… 13
G. Sistematika Penulisan……………………………........... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai-nilai moral .....………………………………......... ..... 16
1. Pengertian Nilai Moral…………………………………. 16
2. Konsep Dasar Moral……..…………………………….. 18
3. Pendidikan Nilai Moral Dalam Masyarakat…………… 17
4. Pendidikan Nilai Moral Keluarga Dan Masyarakat..….. 19
5. Pengertian Agama…………………………………….. 19
6. Fungsi Agama dalam pembinaan moral ….......................... 20
7. Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat…… 20
B. Tradisi Ngalap Berkah…………………………………….. 22
1. Landasan Historis Kebudayaan/Tradisi……………….. 22
2. Makna Tradisi Dalam Masyarakat Jawa………………. 25
3. Kebudayaan spiritual Jawa/Kejawen…………………... 26
4. Pengertian Tradisi Ngalap Berkah……………………… 28
5. Sejarah Singkat Terjadinya Bledug Kuwu Dan Ngalap
Berkah Pada Makam Mbah Ro Dukun………………… 29
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data……………………………………………. 33
1. Gambaran Umum Lokasi…………………………… 33
a. Keadaan Geografis…………………………. 33
b. Keadaan Demografis…………………….. 34
c. Sasaran Dan Prasarana Yang Berada di Desa
Kuwu………………………………………. 36
d. Kondisi Sosial Agama Dan Budaya……….. 38
B. Temuan Penelitian……………………………………….. 39
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,
Kec. Kradenan, Kab. Grobogan…………………… 40
2. Perilaku Masyarakat Dalam Tradisi Ngalap Berkah... 43
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap
Berkah pada makam Mbah Ro Dukun…………….. 45
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis hasil Temuan…………………………………... 48
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,
Kec. Kradenan, Kab. Grobogan……………………… 48
2. Perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun………………. 50
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap
Berkah pada masyarakat di makam Mbah Ro Dukun
di Desa Kuwu, Kec. Kradenan, Kab.Grobogan………. 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 62
B. Saran……………………………………………………….. 64
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
Lampiran 3. Daftar Nilai SKK
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 6. Surat Pernyataan Penelitian
Lampiran 7. Surat Tugas Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sangat kaya akan budaya yang tersebar disetiap
pulau, provinsi, suku, wilayah-wilayah, bahkan pelosok-pelosok
perkampungan. Merupakan kebanggaan tersendiri bahwa nenek moyang
kita bangsa Indonesia telah mewariskan budaya yang adi luhung. Dalam
kehidupan sosial, budaya mempengaruhi beberapa hal, diantaranya dalam
tata hukum adat, kesenian, arsitektur bangunan, model pakaian, bahasa,
cara bergaul, dan yang paling penting adalah pengaruhnya pada
kepercayaan serta ritual ibadahnya (Any, 1983:1).
Secara umum dapat diketahui bahwa karakteristik wisatawan atau
masyarakat muslim disekitar kawasan wisata Bledug Kuwu memiliki
banyak keunikan dan daya tarik tersendiri. Unik dalam arti adanya
kerumitan dan pluralitas ekspresi pemahaman keagamaan dan
keberagamaan, mulai dari kalangan muslim awam, muslim taat, maupun
muslim bisnis yang bernuansa mitis. Selain itu keunikan juga terjadi ketika
ekspresi keberagamaan mereka menjadi sebab munculnya subjektifitas
penilaian keagamaan yang secara umum dari kalangan masyarakat muslim
secara umum, dan para pemerhati maupun pengamat Islam yang datang
dari luar komunitasnya, dua keunikan inilah yang dianggap sebagai
permasalahan menarik untuk diteliti.
Namun demikian praktik keberagamaan para masyarakat/wisatawan
di atas, dalam realitasnya seringkali mendatangkan perdebatan serius di
kalangan masyarakat muslim secara umum. Sebagian komunitas
mengatakan bahwa perilaku seperti ini adalah syirik, khurafat, takhayul,
karena dalam praktiknya mereka selalu meyakini adanya kekuatan selain
dan di luar Tuhan. Filosofi ini tentu berakar pada kepercayaan animisme,
yaitu sebuah paham yang mendasarkan keyakinan pada peranan makhluk
halus atau roh-roh (anima). Makhluk halus atau roh-roh inilah yang sering
dibahasakan dengan sebutan yang mbaurekso. Kegiatan tersebut seringkali
disebut sebagai perilaku bid‟ah, karena perilaku spiritual yang demikian
tidak ada landasan yang jelas dari Islam. Seperti Firman Allah dalam Q.S
Al-Anfal ayat 39:
ن ل حتى هم وقاتلى ن فت ىت تكى ي ه ويكى ا فان ل كله الد ن بما للا فان او تهى ملى بصي ز يع
Artinya:
Dan perangilah mereka, jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-
mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran, maka
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan).
Sehingga faktor yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan
pemahaman keagamaan tersebut karena kurang sadar dari pribadi,
pendidikan yang rendah dan tidak ada untuk belajar tentang ilmu
keagamaan. Selain itu, terdapat juga komunitas lain yang mementahkan
pandangan di atas, yang mengatakan bahwa praktik seperti itu dianggap
sah-sah saja dalam agama. Sebab untuk sampainya komunikasi kepada
Tuhan bagi komunitas ini diperlukan adanya perantara, yang dalam bahasa
Islam dikenal dengan istilah wasīlah (perantara). Menurut keyakinan
kelompok ini, wasīlah tersebut seringkali terdapat di tempat-tempat suci,
sakral yang mereka datangi.
Menurut White, dkk (dalam Budiningsih, 2008:8) kebudayaan akan
mempengaruhi cepat lambatnya pencapaian tahap-tahap perkembangan
moral dan juga mempengaruhi batas tahap perkembangan yang dicapai.
Dengan kata lain, bahwa individu yang mempunyai latar budaya tertentu
dapat berbeda perkembangan moralnya dengan individu lain yang berasal
dari kebudayaan lain atau perkembangan moral dipengaruhi oleh faktor
kebudayaan.
Agar penelitian ini tidak terjebak pada perdebatan agama, penelitian
ini bermaksud mengambil jalan lain, yaitu dengan mengenal lebih detail
dan objektif data emik yang muncul dari para wisatawan/masyarakat
pendukung mitos tentang memberi sesaji terhadap makam yang berada di
Bledug Kuwu, maupun para tokoh adat dan agama sekitar, tentang
konstruksi mereka atas realitas mitos mempercayai makam yang berada di
Bledug Kuwu. Karena itu, penelitian ini juga tidak memiliki otoritas
membenarkan maupun menyalahkan perilaku mereka, tetapi ingin
mengetahui maksud dan pemahaman mereka tentang realitas mitos tentang
mempercayai dan memberi sesaji terhadap “Makam Mbah Ro Dukun”
yang terdapat di Bledug Kuwu, tersebut dengan sumber-sumber mitos
Bledug Kuwu dan berbagai isu mitis yang relevan. Kebanyakan yang
melakukan ngalap berkah atau memberi sesaji terhadap makam Mbah Ro
Dukun adalah masyarakat muslim yang berada di sekitar Bledug Kuwu
maupun luar kota, mereka mempercayai hal-hal yang mistis yang berasal
dari nenek moyang mereka.
Tegasnya, penelitian ini akan mengangkat tema tentang “Nilai-nilai
Moral dalam Tradisi Ngalap Berkah pada Masyarakat di Kawasan Bledug
Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan tahun
2015”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan?
2. Bagaimana perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan?
3. Apa nilai-nilai moral dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah
Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan.
2. Mengetahui perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan.
3. Mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktik dan teoritik.
1. Teoritik
Berdasarkan penelitian ini maka dapat mengetahui manfaat
yang terkandung dalam tradisi Ngalap Berkah secara sosial
kemasyarakatan maupun secara spiritual. Semoga penelitian ini
dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam Tradisi Ngalap
Berkah sebagai sarana dakwah, sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah SWT, dan sarana untuk menyambung silaturahmi.
Serta dapat meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat dan
dapat meningkatkan ibadah umat manusia kepada Allah SWT.
Mengetahui maksud dan pemahaman mereka tentang tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun dengan sumber-sumber mitos
Bledug Kuwu dan berbagai isu mitis yang relevan.
2. Manfaat Praktik
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan ilmu dari
penelitian lapangan dan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini
sebagai ilmu pengetahuan agama, yang akan membantu mahasiswa
menjadi lebih taat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai
mahasiswa yang dapat menempatkan dirinya dalam lingkungan
masyarakat yang baik.
E. Penegasan Istilah
Untuk mengetahui pemahaman serta untuk menetukan arah yang
jelas dalam menyusun skripsi ini, maka penulis memberikan penegasan
dan maksud penulisan judul sebagai berikut:
1. Nilai Moral
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan, sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia (Poerwadarminta, 1982:677).
Sesuatu tersebut sangatlah beragam jenisnya, pada hakikatnya nilai
akan memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia.
Pengertian Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian
orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang masih terbelakang
(Daradjat, 1977:8). Dengan demikian nilai moral adalah berkaitan
dengan baik buruknya sikap dan perilaku manusia dalam berhubungan
dengan orang lain.
2. Tradisi Ngalap Berkah
Shiels (1981:2) secara ringkas menyatakan bahwa tradisi
adalah sesuatu yang diwariskan atau ditransmisikan dari masa lalu ke
masa sekarang. Jadi ketika berbicara tentang tradisi Islam berarti
berbicara tentang serangkaian ajaran atau doktrin yang terus
berlangsung dari masa lalu sampai masa sekarang, yang masih ada
dan tetap berfungsi didalam kehidupan masyarakat luas (Syam,
2005:277).
Pengertian dari tradisi atau budaya, kebudayaan yang dalam
bahasa Inggris adalah culture, berasal dari bahasa Latin colere yang
berarti bercocok tanam (cultivation). Dalam bahasa Indonesia,
menurut Koentjaraningrat, kata kebudayaan, sebelum mendapatkan
imbuhan (awalan ke- dan akhiran –an) adalah budaya yang berasal
dari bahasa Sanksekerta budhayyah, yaitu bentuk jamak dari kata
buddhi (budi atau kekal). Ada pula yang menyebutkan bahwa kata
budaya adalah perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang
berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Oleh
karena itu, kata kebudayaan dalam pengertian yang demikian adalah
hasil daya cipta, karsa dan rasa manusia.
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan
bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik
adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan.
Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau ngalap
berkah. Adapun makna barokah dalam Al Qur‟an dan As Sunnah
adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya
kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Demikian
kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai‟ dalam At Tabaruk, hal. 39.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan
do‟a” keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim,
do‟a keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena
apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan
tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau
bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”. Jalaul Afham fii
Fadhlish Sholah „ala Muhammad Khoiril Anam karya Ibnu Qayyim
Al Jauziyah (Tuasikal, 2013:http://muslim.or.id/aqidah/ngalap-
berkah-yang-dibolehkan-dan-terlarang.html diakses pada Kamis,28
Mei 2015,pukul 13:47 WIB).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Denzin dan Lincoln dalam (Moleong, 2008:5) menyatakan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian, maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian
sampai memperoleh data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini,
peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument
aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih penulis adalah Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan. Pemilihan lokasi penelitian
tersebut dikarenakan di daerah ini terdapat persoalan yang menjadi
rumusan masalah yang diangkat oleh penulis.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi informasi utama adalah
pelaku wisatawan di Bledug Kuwu. Selain sumber data di atas,
penulis juga menggunakan informan pendukung yaitu pihak-pihak
yang terkait dengan informasi utama seperti masyarakat di kawasan
wisata Bledug Kuwu. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-
buku yang berkaitan dengan Tradisi serta buku-buku tentang Nilai
Moral.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan
beberapa metode sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung
antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang,
yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau
ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar
pendapat dan keyakinannya (Emzir, 2011:50).
Wawancara dilakukan dengan menggunakan petunjuk
umum wawancara (pedoman wawancara) secara terstruktur,
maksudnya adalah peneliti menetapkan pertanyaan-pertanyaan
sendiri yang akan diajukan kepada subjek penelitian secara ketat
dan rapi (Moleong, 2008:190).
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang riil
dan akurat dari subjek penelitian. Meskipun demikian, peneliti
tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan pertanyaan pada
aspek-aspek lain yang mendukung terhadap topik penelitian.
Orang-orang yang akan diwawancarai dalam penelitian ini
adalah wisatawan di Kawasan Wisata Bledug Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan, seperti wisatawan, masyarakat
sekitar, dan sesepuh yang ada di kawasan wisata Bledug Kuwu.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dapat dikategorikan sebagai dokumen pribadi,
dokumen resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen
digunakan dalam hubungannya untuk mendukung wawancara
(Emzir, 2011:75). Data ini dapat berupa Foto dan buku sejarah
tentang terjadinya Bledug Kuwu yang ada di Kawasan Wisata
Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan.
6. Analisis Data
Proses analisis data kualitatif berlangsung selama dan pasca
pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari tahap awal hingga
penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman. Dalam Emzir
(2011:129-133), ada tiga macam kegiatan dalam analisis data
kualitatif, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasi data mentah
yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis.
b. Paparan Data (display data)
Paparan data adalah suatu kumpulan informasi yang
tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan
pengambilan kesimpulan. Bentuk yang paling sering dari model
data kualitatif adalah teks naratif.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah permulaan pengumpulan
data, peneliti kualitatif mulai memutuskan apakah makna
sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur kausal dan proposisi-proposisi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Denzin (dalam Moloeng, 2008:330), membedakan empat
macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari
keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan
teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber dan metode.
Triangulasi dengan sumber artinya langkah pengecekan
kembali data-data yang diperoleh dari informan dengan cara
menanyakan kebenaran data atau informasi kepada informan yang
satu dengan informan yang lainnya (Patton, 1987:331).
Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh
langkah sebagai berikut :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai
kelas.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329)
(dalam Moeloeng, 2008:331) terdapat dua strategi yaitu:
a. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data
b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
Teknik triangulasi dengan metode adalah dilakukan dengan
cara membandingkan informasi data dengan cara yang berbeda.
Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti
menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang terpercaya dan gambaran
yang utuh mengenai informasi, peneliti bisa menggunakan metode
wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan
yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang
diperoleh dari subjek atau informan penelitian yang diragukan
kebenarannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Penelitian pendahuluan
Penulis mulai datang ke lokasi penelitian serta mulai
mengamati dan menjajaki keadaan di lokasi penelitian tentang
tujuan mereka datang ke wisata Bledug Kuwu selain berwisata.
b. Pengembangan desain
Setelah mengamati lokasi penelitian, penulis mulai
menyusun pedoman-pedoman yang akan digunakan untuk
kegiatan wawancara.
c. Penelitian di lapangan
Setelah penulis mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
proses penanaman nilai-nilai moral dan agama pada
wisatawan/masyarakat di kawasan wisata Bledug Kuwu. Pada
tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data sampai tahap
penulisan laporan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan
memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan
menjadi 5 (lima) bab, yaitu:
1. BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar belakang masalah, Rumusan masalah,
Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan Istilah, Metode
penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik analisis data,
Sistematika penulisan.
2. BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan berbagai pembahasan teori yang yang
menjadi Kajian teoritik penelitian, yaitu teori-teori mengenai nilai
moral, pengamalan tradisi “ngalap berkah” terhadap makam Mbah
Ro Dukun di Kawasan Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan Kabupaten Grobogan tahun 2015.
3. BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Membahas tentang gambaran umum dan Hasil Penemuan
tentang Tradisi Ngalap Berkah di Kawasan Bledug Kuwu, Desa
Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
4. BAB IV: PEMBAHASAN
Analisis tentang Sejarah terjadinya Bledug Kuwu dan Tradisi
Ngalap Berkah, perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah, mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam tradisi
ngalap berkah.
5. BAB V: PENUTUP
Penutup berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Masalah moral dan agama merupakan salah satu aspek penting yang
perlu ditanamkan dan ditumbuh kembangkan dalam diri seseorang, terlebih
jika seseorang tersebut masih dalam masa anak-anak. Sebab berhasil tidaknya
penanaman nilai moral dan keagamaan pada masa kanak-kanak akan sangat
berpengaruh atau akanmenentukan baik buruknya perilaku moral seseorang
pada masa selanjutnya.
A. Nilai-nilai Moral
1. Pengertian Nilai Moral
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat
atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007:783).
Milton Roceach dan James Bank dalam Mawardi Lubis (2008:16),
Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup
sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas
dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang
dimana saja,baik dalam masyarakat yang masih terbelakang (Daradjat,
1977:8). Moral juga berperan untuk membina dan mempersiapkan
mental manusia agar manusia secara kreatif dan aktif melakukan
tugas-tugasnya dan diharapkan agar mampu memberikan kestabilan
dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang berupa goncangan-
goncangan dan ketegangan fisik antara antara lain frustasi, konflik,
dan kecemasan hidup. Pendidikan moral akan dengan sendirinya
mengarahkan manusia kepada konsep tauhid dalam Islam bahwa
dengan aturan moral dapat ditarik hikmah akan adanya pencipta yang
mengatur segalanya dibawah satu pengatur yaitu Tuhan. Pendidikan
Moral bentuk lain dari pendidikan Tauhid (Maslikhah, 2009:149).
Jika kita ambil ajaran agama, misalnya agama Islam, maka yang
terpenting adalah akhlak (moral), sehingga ajarannya yang terpokok
adalah untuk memberikan bimbingan moral di mana Nabi Muhammad
S.A.W bersabda: Sesungguhnya saya diutus oleh Tuhan adalah untuk
menyempurnakan akhlak. Dan beliau sendiri memberikan contoh dari
akhlak yang mulia itu diantara sifat beliau yang yang terpenting
adalah: benar, jujur, adil dan dipercaya. Dengan demikian nilai moral
adalah berkaitan dengan baik buruknya sikap dan perilaku manusia
dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Konsep Dasar Moral
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat
untuk mengukur kebaikan seseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap
moral yang sebenarnya disebut moralitas. Ia mengartikan moralitas
sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah.
Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia
sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia
mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan
baikyang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang bernilai
secara moral (Budiningsih, 2008:25).
3. Pendidikan Nilai Moral dalam Masyarakat
a. Batasan-batasan Nilai Moral
Nilai-nilai yang berlaku kapanpun dan dimanapun seperti
kebebasan beragama, yang berati bahwa semua manusia bebas
dari paksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok sosial
atau sesuatu kekuatan manusiawi, sehingga tak seorangpun boleh
dipaksakan untuk bertindak bertentangan dengan imannya.
b. Pandangan Masyarakat Tentang Nilai Moral
Dalam suatu masyarakat yang umum dan berkembang
terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Sehingga sering terjadi
perbedaan dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang
sesungguhnya (the false sense of normally).
Kebermaknaan nilai itu muncul dalam kehidupan bersama
dalam bentuk hal hal yang baik seperti materiil dan rohani, ide-
ide,cita-cita, dam prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
c. Makna Dasar Konsep Pendidikan Moral
Pendidikan nilai itu adalah pemanusiaan manusia. Manusia
hanya “menjadi manusia” bila ia berbudi luhur, bekehendak baik
serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi,
dan kehendaknya jujur baik dikeluarga, dimasyarakat-negara, dan
lingkungan dimana ia berada (Darmadi, 2009: 4).
4. Pendidikan Moral Keluarga dan Masyarakat
Keluarga sebagai lembaga sosial yang paling penting dan
penentu “karakter diri” seseorang. Orang tua umumnya dan Ibu atau
bapak dan sanak keluarga sangat menentukan karakter dasar
seseorang. Jadi, peranan orang tua tetap merupakan faktor penting
dalam dalam pembinaan anak-anaknya (keluarganya masing masing).
Keberadaan pengasuh ataupun sekolah sekalipun tidak cukup untuk
pembinaan nilai dan moral keluarga. Sejumlah pendekatan pendidikan
nilai moral, dapat dilakukan melalui:
a. Proses pembinaan, pengembangan, dan perluasan wawasan
struktur serta potensi dan pengalaman belajar afektual.
b. Proses pembinaan, pengembangan, dan perluasan isi/subtansi
seperangkat nilai moral dan norma kedalam tatanan nilai dan
keyakinan manusia secara layak dan manusiawi (Darmadi,
2009:132).
5. Pengertian Agama
Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial
yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang beproses pada kekuatan-
kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakannnya
untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas
umumnya (Kahmad, 2009:129).
Agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran
penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada diluar jangkauan dan
kemampuannnya karena sifatnya yang supra-natural sehingga
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang ada.
6. Fungsi Agama Dalam Pembinaan Moral
Adapun fungsi agama dalam masyarakat juga mempengaruhi
kehidupan masyarakat seperti halnya tentang akhlak dan budi pekerti.
Thomas F.O‟Dea dalam (Kahmad, 2009:130) menuliskan lima fungsi
agama yaitu :
a. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
b. Sarana hubungan transedental melalui pemujaan dan upacara
ibadat.
c. Penguat norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
d. Pengkoreksi fungsi yang sudah ada.
e. Pendewasaan agama.
Dan menurut Hendropuspito fungsi agama adalah edukatif,
penyelamatan, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan dan
transformatif.
7. Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat
Untuk mengetahui pengaruh agama terhadapa masyarakat, ada
tiga aspek yang harus dipelajari yaitu, kebudayaan, sistem sosial,dan
kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan fenomena sosial yang
kompleks dan terpadu yang pengaruhnya dapat diamati pada perilaku
manusia. Nottingham menjelaskan secara umum tentang hubungan
agama dengan masyarakat dibagi menjadi 2:
a. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral. Tipe
masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga
lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama,
menjadi fokus utama bagi penginstegrasian dan persatuan
masyarakat dari masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
kemungkinan agama memasukkan pengaruh yang sakral ke dalam
sistem nilai-nilai masyarakat yang sangat mutlak.
b. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi daripada tipe petama. Agama memberikan arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat praindustri.
Tetapi,pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang
sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada
fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara
keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain,pada aktivitas
sehari-hari agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung
masalah adat-istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian
tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi
mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu
akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan
penggunaan metode empiris yang berdasarkan penalaran dan
efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan
sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas
(Kahmad, 2009:131).
B. Tradisi Ngalap Berkah
1. Landasan Historis Kebudayaan atau Tradisi
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “budhayyah” yang
merupakan bentuk dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal
(Koentjaraningrat, 2011:73). Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Selo Soemardjan (1974:133) merumuskan Kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan pada
keperluan masyarakat.
Dari berbagai pengertian di atas, secara dapat peneliti rangkum
sebagai berikut: Kebudayaan adalah segala hasil karya manusia untuk
memenuhi kebutuhan dalam hidupnya. Budi berarti cipta, rasa, dan
karsa, sedang daya berarti kekuatan, sehingga budidaya dapat
diartikan kekuatan dari cipta, rasa dan karsa. Cipta merupakan
kekuatan mental, kemampuan dalam berfikir dari orang-orang yang
hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafah serta
ilmu pengetahuan. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan kaidah-
kaidah dan nilai-nilai.
Perkembangan suatu kebudayaan berada ditengah-tengah
kehidupan sosial masyarakat, sesuai dengan berbagai kebutuhan atau
kepentingan masyarakat, mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang perlu untuk mengadakan tata tertib dalam
pergaulan kemasyarakatan. Semuanya tadi merupakan pengetahuan
yang bersifat sosiologis, yakni adanya hubungan-hubungan sosial
dalam membentuk kebudayaan masyarakat.
Dari sudut pandang sosiologi, kehidupan masyarakat Jawa telah
memiliki pranata-pranata yang sudah berlangsung lama, dari nenek
moyang leluhur jawa yang diwariskan secara turun-temurun sampai
saat ini. Dari generasi ke generasi, sehingga menjadi adat istiadat yang
mentradisi dalam kehidupan bersama dan bermasyarakat. Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan di miliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni, bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia (Syarifah, 2014:40).
Menurut Koentjaraningrat (2011:56) kebudayaan itu dibedakan
dengan empat wujudnya :
1) Nilai-nilai budaya
2) Sistem budaya
3) Sistem sosial
4) Kebudayaan fisik
Sedangkan dengan tradisi hampir sama pengertian dengan
budaya. Awal mula dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu
kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya
diaplikasikan secara bersama-sama dan bukan tak jarang tradisi-tradisi
itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan
mendatangkan bahaya.
Dengan demikian, tradisi bukan bagian dari kebudayaan
melainkan hanya berhubungan yang mengandung kesejajaran-
kesejajaran. Kebudayaan bukan yang menyebabkan adanya tradisi dan
sebaliknya karena antara kebudayaan dan tradisi memiliki sumber
yang sama, yaitu pikiran manusia atau human mind. Tradisi berarti
membahas tentang tatanan eksistensi manusia dan bagaimana
masyarakat mempresentasikannya di dalam kehidupannya. Dalam
sudut pandang seperti ini, setiap masyarakat memiliki tradisinya
sendiri, sesuai dengan bagaimana mereka menyikapi dalam
kehidupannya (Syam, 2007:71).
2. Makna Tradisi dalam Masyarakat Jawa
Menurut Steenbirk (dalam Syam, 2005:17) yang dimaksud
dengan tradisi keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan
sepanjang sejarah ada unsur baru yang masuk, dan ada yang
ditinggalkan juga. Setiap tradisi keagamaan memuat simbol-simbol
suci yang dengannya orang melakukan serangkaian tindakan untuk
menumpuhkan keyakinan dalam bentuk melakukan ritual,
penghormatan, dan penghambaan. Salah satu contoh ialah melakukan
upacara lingkaran hidup dan upacara intensifikasi, baik yang memiliki
sumber asasi di dalam ajaran agama atau yang dianggap tidak
memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama. Tradisi keagamaan
yang bersumber dari ajaran agama disebut Islam Offisial atau Islam
Murni, sedangkan yang dianggap tidak memiliki sumber asasi di
dalam ajaran agama disebut sebagai Islam Popular atau Islam Rakyat.
Banyak ahli telah memberikan batasan mengenai ritual.
Diantaranya adalah Alexander (dalam Syam, 2005:18) memberikan
definisi Ritual agama tradisional ialah membuka keteraturan
kehidupan ke arah realitas atau kenyataan hal-hal yang bersifat gaib
atu kerohanian atau kekuatan untuk mengambil kekuasaan yang
berubah-ubah bentuk.
Menurut Dhavomany (dalam Syam, 2005:19), ritual dibedakan
menjadi empat macam, yaitu :
1) Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-
bahan yang bekera karena daya-daya mistis.
2) Tindakan religius, kultur para leluhur, juga bekerja dengan
cara ini.
3) Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah
hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian
mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi
khas.
4) Ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau
kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara
lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok.
3. Kebudayaan Spiritual Jawa (Kejawen)
Menurut Kodiran kebudayaan spiritual Jawa yang disebut
“kejawen” antara lain sebagai berikut:
1) Kepercayaan bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur
dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang bersifat
nrima (menerima), dan menyerahkan diri kepada takdir. Rakyat
petani pedesaan dijawa umumnya menyukai ajaran-ajaran
kebatinan dan memberi makna yang tinggi terhadap konsep nrima
(menerima).
2) Kepercayaan terhadap kekuatan gaib disebut kesakten (kesaktian),
terutama terhadap benda-benda pusaka seperti keris, gamelan, dan
kendaraan istana.
3) Kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek moyang) dan roh halus
yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka. Roh halus itu
menurut anggapan orang jawa selain dapat mendatangkan
keselamatan juga dapat mengganggu hidup mereka. Untuk
menghindari gangguan itu mereka melakukan selamatan dan
sesajian pada waktu-waktu tertentu.
Masyarakat Jawa dibedakan antara dua golongan: pertama,
orang kecil yang sebagian besar mereka adalah petani. kedua, kaum
priyayi yang terdiri dari kaum pegawai dan kaum intelektual. Menurut
sosial ekonomi, masyarakat Jawa menurut Kodiran juga dibedakan
antara dua kelompok atas dasar kriteria penganut agama, yakni santri
dan abangan. Kelompok santri yaitu yang menyadari diri sebagai
orang Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam.
Kelompok abangan adalah orang yang percaya kepada ajaran agama
Islam, tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun agama Islam.
Dalam praktik cara hidup mereka lebih ditentukan oleh tradisi-tradisi
Jawa pra-Islam (Hindu-Jawa), dasar pandangan mereka adalah
kepercayaan bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan
dalam segala seginya. Keagamaan orang Jawa Kejawen selanjutnya
ditentukan oleh kepercayaan kepada macam roh yang menimbulkan
perasaan keagamaan. Istilah abangan berlaku juga bagi orang-orang
jawa yang beragama Katolik dan Protestan (Imam S, 2005:57).
4. Pengertian Tradisi Ngalap Berkah
Konsepsi ngalap berkah secara etimologis berarti mencari
kebaikan, ada juga sebagian kiai yang mengartikannya sebagai
ziyadatul khoir atau mencari bertambahnya kebaikan. Kata berkah
yang asalnya berasal dari bahasa Arab barakah berarti tumbuh,
bertambah dan bahagia (Abbas, 1983:200). Dalam istilah syariat
Islam, berkah adalah suatu kebajikan Tuhan yang diletakkan pada
sesuatu. Sedangkan arti berkah dalam bahasa Indonesia menurut
kamus Purwadarminta adalah:
a. Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan
manusia.
b. Restu atau pengaruh baik yang didatangkan dengan perantaraan
seseorang.
c. Keberuntungan atau kebahagiaan yang didapat karena melakukan
sesuatu.
Kelompok masyarakat muslim tradisional yang oleh Clifford
Geertz (1989:204) dikatakan sebagai golongan muslim yang
berorientasi pada rahmat dan berkat, sangat mengagungkan makam
orang suci ataupun cultural heroes yang dipercaya dapat menebar
berkah bagi peziarahnya (Hadiyatno, Calenderial Ritual Syawalan
Sebagai Mediasi ngalap berkah masyarakat Kaliwungu Kendal:8-9).
Inilah yang terjadi pada acara tradisi ngalap berkah di Kawasan
wisata Bledug Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan
kelompok keagamaan masyarakat muslim yang bercorak tradisional
bermediasi ngalap berkah di makam orang suci yang diyakini akan
memberi berkah yang terus melimpah dalam segala aspek kehidupan
mereka selepas berziarah. Apalagi setelah melihat dan mendengar dari
kyai dalam pengajian agama tentang rujukan ayat–ayat Al Qur‟an
sebagai pedoman kitab suci umat Islam yang berulang kali menyebut
konsep berkah atau barakah, kelompok masyarakat muslim
tradisional pemilik ritual ngalap berkah semakin tidak merasa ragu
sedikit pun tentang adanya berkah dalam hidup yang diberikan Tuhan.
Dalam pandangan kelompok masyarakat muslim modern, meskipun
seseorang dekat dengan orang suci atau auliya‟ tetapi kalau dirinya
malas bekerja dan tidak suka bekerja keras, tidak mempunyai
ketekunan dan kepandaian maka dirinya tidak akan pernah mendapat
berkah kebahagiaan. “Kebajikan Tuhan diletakkan pada sesuatu yang
Ia sukai atau sesuatu yang Ia kehendaki.” Ada yang diletakkan pada
diri Nabi–Nabi, auliya‟, ulama, orang–orang saleh yang mati syahid,
ada yang diletakkan pada ayat atau surat dalam Al Quran semisal ayat
Kursi, surat Yasin, Al Ikhlash, Al Mulk, Ar Rahman, Al Waqi‟ah.
5. Sejarah Singkat Terjadinya Bledug Kuwu dan Ngalap Berkah
Pada Makam Mbah Ro Dukun.
Sejarah terjadinya tradisi ngalap berkah di kawasan wisata
bledug kuwu juga berkaitan dengan asal usul terjadinya bledug kuwu
menurut cerita rakyat dan mitos yang dipercaya oleh masyarakat.
Bledug Kuwu adalah sebuah fenomena gunung api
lumpur,seperti halnya yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Tetapi sudah
terjadi sebelum jaman Kerajaan Mataram Kuno (732 M-928 M).
Terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan
(Purwodadi). Tempat tersebut dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke
arah timur kota Purwodadi. Obyek yang menarik dari Bledug Kuwu
adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan
berlangsung antara dua hingga tiga menit dengan diameter ± 650
meter. Secara etimologi, nama Bledug Kuwu berasal dari Bahasa
Jawa, yaitu bledug yang berarti ledakan/ meledak dan kuwu yang
diserap dari kata kuwur yang berarti lari/ kabur/ berhamburan.
Menurut sejarah asal usul nama Bledug Kuwu, yaitu sebuah
kawah lumpur (bledug) yang berlokasi di Kuwu. Kawah tersebut
secara berkala melepaskan lumpur mineral, dalam bentuk letupan
besar (setinggi hingga 2 m). Oleh penduduk setempat, lumpur ini
dimanfaatkan mineralnya untuk pembuatan konsentrat garam, yang
disebut bleng dan dipakai dalam pembuatan kerupuk karak.
Legenda yang beredar turun temurun, Bledug Kuwu terjadi
karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut
Selatan (Samudera Hindia). Lubang itu merupakan jalan pulang Joko
Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan,
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah
menjadi buaya putih di Laut Selatan. Joko Linglung bisa membuat
lubang tersebut. Karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang
merupakan syarat, agar dia diakui sebagai anaknya Raden Ajisaka,
Prabu Ajisaka tidak begitu saja percaya bahwa ular itu adalah
anaknya, tetapi setelah mendengar ceritanya, beliau pun sadar bahwa
ular itu benar. Tetapi, untuk mengujinya, beliau menugaskan sang ular
untuk membunuh seekor buaya putih di Samodra Kidul (Laut
Selatan), lalu membawa pulang kepalanya. Jalan pulang ke Medang
Kamolan harus melewati dasar bumi.
Sang ular melaksanakan tugas tersebut dengan mudahnya.
Setelah menelan kepala buaya putih untuk diperlihatkan kepada sang
prabu, ia lalu menerobos tebing di pinggir pantai, untuk terus menuju
ke timur, ke Medang Kamolan.
Karena tidak yakin arah yang benar, ia naik sebentar ke
permukaan, dan tiba di desa Jono, kecamatan Tawangharjo. Hingga
saat ini, daerah terebut terkenal dengan penghasil bleng, yaitu sejenis
cairan untuk campuran membuat kerupuk, yang dapat diproses
menjadi garam dapur.
Kedua kalinya ia muncul ke permukaan yaitu di daerah Crewek,
tetapi ternyata perjalanan masih cukup jauh. Lalu, untuk ketiga
kalinya, dengan tak sabar ia memusatkan seluruh kekuatannya untuk
mengeluarkan badannya dari dasar bumi. Saking besarnya tubuh sang
ular raksasa, sampai mengeluarkan suara “Bledug..Bledug” tiba di
desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Tetapi
tenaganya sudah habis, dan akhirnya ia lumpuh. Saat itu ia menjelma
menjadi seorang anak kecil. Seorang dukun menemukannya dan
menyembuhkannya dari penyakit lumpuh. Sang dukun menanyakan
asal dan tujuan si anak, tetapi ia tak dapat menjawab, akhirnya ia
dikenal dengan nama Joko Linglung. Sang dukun yang menolong
Joko Linglung itu bernama Raden Ayu Ngainah atau sekarang
masyarakat sekitar menyebutnya dengan Mbah Ro Dukun.
Untuk mengenang kebaikan dukun bayi masyarakat setempat
percaya dengan tempat yang berada di pojok Timur laut yang masih
satu lokasi dengan Bledug Kuwu sebagai makam Mbah Ro Dukun
sebagai tempat menolong Joko Linglung, dan sampai sekarang masih
dikeramatkan oleh masyarakat setempat dan dijaga oleh juru kunci
(Tim Penyusun Legenda Terjadinya Bledug Kuwu, 1995: 18-22).
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. PAPARAN DATA
1. Gambaran Umum Lokasi
Gambaran umum dari lokasi penelitian yaitu Kawasan Wisata
Bledug Kuwu yang berada di Desa Kuwu Kecamatan Kradenan
Kabupaten Grobogan dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya
keadaan geografis, keadaan demografis, dan sarana prasarana. Untuk
mengetahui lebih jelas tentang aspek-aspek tersebut akan diuraikan
satu persatu sebagai berikut:
a. Keadaan Geografis
Secara geografis Bledug Kuwu terletak di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa
Tengah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah 53
meter dan suhu udara rata-rata 35ºC. Bledug Kuwu adalah sebuah
fenomena gunung api lumpur,seperti halnya yang terjadi di
Porong, Sidoarjo. Tetapi sudah terjadi sebelum jaman Kerajaan
Mataram Kuno (732 M-928 M). Terletak di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan (Purwodadi). Tempat
tersebut dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur kota
Purwodadi (Sumber: Data monografi Desa Kuwu 2015).
Desa Kuwu terletak di sebelah timur kota kabupaten,
memiliki luas keseluruhan adalah 286.340 Ha. Jarak antara Desa
Kuwu ke Ibu Kota Kabupaten adalah 28 Km dan jarak antara
Desa Kuwu dengan pusat pemerintahan Kecamatan Kradenan
adalah 0,35 Km. Dengan kondisi jalan yang sudah beraspal dan
rata, memudahkan masyarakat Desa Kuwu untuk melakukan
mobilitas dengan masyarakat dari daerah lain maupun dengan
kantor pemerintah setempat menggunakan sarana transportasi
bus,sepeda motor, atau mobil.
Berdasarkan data monografi kelurahan Desa Kuwu tahun
2015, batas wilayah Desa Kuwu adalah sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Dusun Sendangrejo, Kecamatan Ngaringan
2) Sebelah selatan : Dusun Banjarsari, Kecamatan Kradenan
3) Sebelah Barat : Dusun Grabagan, Kecamatan Kradenan
4) Sebelah timur : Dusun Kalisari, Kecamatan Kradenan
b. Keadaan Demografis
Secara keseluruhan Desa Kuwu terdiri dari 33 RT dan 6
RW yang tersebar rata di masing-masing dusun dengan jumlah
penduduk sebanyak 7890 orang. Dusun-dusun yang terdapat di
Desa Kuwu antara lain Dusun Tegal Kembangan, Dusun Kuwu
Krajan, dan Dusun Sukorejo. Dari semua jumlah penduduk yang
ada di Desa Kuwu semuanya adalah WNI (Warga Negara
Indonesia) yang terdiri dari 4719 orang laki-laki dan 3171 orang
perempuan (Sumber: Data monografi Desa Kuwu 2015).
Untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan
masyarakat Desa Kuwu, pertama peneliti menampilkan sistem
mata pencaharian penduduk Desa Kuwu. Dalam sistem mata
pencaharian penduduk, masyarakat di Desa Kuwu mempunyai
mata pencaharian yang beraneka ragam yaitu terdiri dari PNS,
TNI/POLRI, wiraswasta, petani, pertukangan, buruh tani,
pensiunan, dan petani garam. Untuk mengetahui lebih jelas
tentang jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa
Kuwu dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
No. Mata Pencaharian Jumlah Presentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PNS
TNI/POLRI
Wiraswasta
Petani
Pertukangan
Buruh tani
Pensiunan
Petani Garam
92
8
126
7
68
135
89
6
17,32
1,51
23,73
1,32
12,81
25,42
16,76
1,13
Jumlah 531 100
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa masyarakat
Desa Kuwu mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani
yaitu sebanyak 25,42%. Banyaknya masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai buruh tani, dikarenakan wilayah Desa Kuwu
sebagian besar masih berupa lahan pertanian dengan kepemilikan
lahan sebagian besar dimiliki oleh kepala desa. Dampaknya
adalah pendapatan yang diperoleh masyarakat relatif kecil,
sehingga perekonomian masyarakat di Desa Kuwu masih
tergolong miskin. Selain buruh tani, sistem mata pencaharian
yang banyak terdapat di Desa Kuwu adalah wiraswasta yaitu
sebanyak 23,73%. Faktor yang Melatar belakangi banyaknya
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta adalah
terdapatnya Bledug Kuwu. Dengan adanya Bledug Kuwu di Desa
Kuwu, membuat masyarakat termotivasi untuk mendirikan usaha
sendiri baik di dalam maupun di luar kawasan Bledug Kuwu.
Keberadaan petani garam terkait dengan sistem mata pencaharian
di Desa Kuwu memiliki jumlah yang paling rendah yaitu 1,13 %.
Hal ini dikarenakan jumlah dari masyarakat yang bekerja sebagai
petani garam di Desa Kuwu hanya 6 (enam) orang.
c. Sarana dan Prasarana yang berada di Desa Kuwu
Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang telah tersedia
dan bertujuan untuk memperlancar suatu kegiatan. Ketersediaan
sarana prasarana di Desa Kuwu memberikan keuntungan terhadap
perkembangan wilayah Desa Kuwu agar menjadi lebih maju. Hal
ini dikarenakan dengan adanya sarana prasarana, kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dapat berjalan dengan
lancar. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kuwu adalah
sebagai berikut:
1) Alat transportasi
Sarana transportasi umum yang ada di Desa Kuwu
adalah bus dengan tujuan Purwodadi-Sulursari, dan
kendaraan roda dua yang dipakai untuk jasa transportasi ojek.
Selain itu juga terdapat kendaraan pribadi roda dua dan mobil
yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Kuwu. Dengan
tersedianya sarana transportasi umum dan pribadi, akan
memudahkan setiap masyarakat yang ingin pergi keluar kota
untuk mencari pekerjaan lain apabila pekerjaan yang ada di
Desa Kuwu tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup.
2) Pasar
Sarana lain yang terdapat di Desa Kuwu adalah pasar.
Pasar di Desa Kuwu digunakan warga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Keberadaan sarana pasar di Desa
Kuwu sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa Kuwu maupun masyarakat di sekitarnya
terutama dalam sektor ekonomi. Hal ini dikarenakan pasar
menjadi wadah interaksi masyarakat dalam aktifitas jual beli
barang dagangan, sehingga interaksi yang terjalin di
lingkungan pasar tidak hanya masyarakat yang tinggal di
Desa Kuwu, tetapi juga masyarakat yang berasal dari luar
Desa Kuwu.
3) Masjid
Sarana lain yang terdapat di Desa Kuwu adalah Masjid.
Masjid di Desa Kuwu digunakan warga untuk tempat
beribadah. Keberadaan Masjid di Desa Kuwu selain sebagai
tempat ibadah juga menjadi tempat kegiatan keagamaan
masyarakat Desa Kuwu maupun masyarakat di sekitarnya.
d. Kondisi Sosial, Agama, dan Budaya
Masyarakat pedesaan memiliki jiwa sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, begitu juga dengan
masyarakat Desa Kuwu memiliki jiwa sosial yang tinggi,
memiliki kehidupan bermasyarakat yang tenteram, damai, selaras,
jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik.
Masyarakat hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat
satu sama lain, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. Dengan
kata lain rasa kekeluargaan masyarakat Desa Kuwu lebih kental.
Di sektor budaya Desa Kuwu termasuk desa yang kaya akan
budaya, adat, dan kesenian tradisional. Budaya adat yang
berkembang di kalangan masyarakat Desa Kuwu antara lain
berupa kegiatan ziarah kubur , bersih deso, sodaqoh tolak balak,
khoul, kirim doa dan tumpengan. Sedangkan kesenian yang ada di
Desa Kuwu berupa Tayuban, Mauludan, dan Rebana.
Pendidikan yang di peroleh warga sebagian besar SD dan
masih ada dari warga yang masih belum tamat SD. Lambat-tahun
warga memikirkan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka
sehingga mereka menyekolahkan anaknya sampai kejenjang yang
lebih tinggi minimal sampai SMP yang merupakan program wajib
belajar Sembilan tahun dari pemerintah. Walaupun mereka
menganggap bahwa pendidikan formal penting tapi juga tidak
mengesampingkan pendidikan agamanya sehingga sebagian besar
anak mereka bersekolah dan diasramakan dipondok pesantren,
sehingga nilai-nilai Ahlaq dan budaya Islam warga Kuwu masih
tetap terjaga dengan baik. Warga Desa Kuwu sebagian besar
menganut paham Ahlissunnah Waljamaah, ibu-ibu mengikuti
muslimat, kaum muda-mudi mengikuti IPNU IPPNU dan juga
ansor. Tradisi-tradisi ke NU an juga sering dilakukan seperti
tahlilan, dzibaan/berjajen, manaqiban dan tradisi-tradisi lain yang
diikuti bersama sehingga memepererat tali persaudaraan antar
warga.
B. Temuan Penelitian
Pembahasan tentang Nilai-nilai Moral dalam Tradisi ngalap berkah
tidak terlepas dari hal-hal yang melengkapinya, yakni: Sejarah Bledug
Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa
Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Perilaku masyarakat
muslim dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di
Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Nilai-nilai
moral keagamaan dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro
Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam
Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kec. Kradenan, Kab. Grobogan
Sejarah terjadinya tradisi ngalap berkah di kawasan wisata
Bledug Kuwu juga berkaitan dengan asal usul terjadinya Bledug
Kuwu menurut cerita rakyat dan mitos yang dipercaya oleh
masyarakat, dari data yang berhasil dihimpun oleh peneliti dan hasil
wawancara beberapa narasumber diantaranya juru kunci makam mbah
Ro Dukun, masyarakat sekitar Bledug Kuwu, Kepala Desa,
Wisatawan, dan Kepala UPT Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan
dan Pariwisata Wilayah Kradenan.
a. Tradisi Ngalap Berkah
Sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Sr, selaku
Kepala UPT Dinas Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata
Wilayah Kradenan tentang Tradisi Ngalap Berkah menuturkan
bahwa:
“Sejarah terjadinya Ngalap Berkah di Makam Mbah Ro Dukun
itu ya asal usulnya juga berkaitan dengan terjadinya Bledug
Kuwu, Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang
menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera
Hindia), lubang itu dipercaya adalah jalan pulang Joko Linglung
dari Laut Selatan” (Wawancara,24 Agustus 2015)
Bapak Sg, selaku juru kunci makam mbah Ro Dukun atau
Raden Ayu Ngainah menambahkan bahwa:
“Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang
Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang
Kamolan setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Joko
Linglung menuju Medang Kamolan berjalan dan ditengah
perjalanan tenaganya sudah hampir habis, dan seorang dukun bayi
yang biasanya lewat, disekitar tempat tersebut mengetahui ada
anak kecil kemudian didekati, lha setelah didekati begitu
cermat,teliti koq anak tersebut keadaannya tidak berdaya,
kemudian diurut hingga keadaan sehat. Raden Ayu Ngainah
adalah seorang dukun bayi yang menolong Joko Linglung, untuk
mengenang kebaikan dukun bayi tersebut masyarakat sini percaya
dengan tempat yang berada di pojok timur laut yang masih satu
lokasi dengan Bledug Kuwu sebagai makam Raden Ayu Ngainah
atau Mbah Ro Dukun” (Wawancara, 23 Agustus 2015).
b. Pelaksanaan Acara Ngalap Berkah
Pelaksanaan acara Ngalap Berkah atau meminta Doa ke
makam Mbah Ro Dukun tidak dibatasi hari atau tanggal,
tergantung kalau ada orang yang ingin meminta Doa
menghubungi Juru Kunci terlebih dahulu, dan biasanya rame itu
pada hari Kamis, Jum‟at, Sabtu, Minggu dan Senin. Pada bulan
Syura tanggal 9 banyak yang tirakatan sambil mengerjakan sholat
malam disini dan waktu ketika melakukan Sowan ke makam
biasanya paling lama adalah setengah jam (wawancara dengan
Bapak Sg pada tanggal 23 Agustus 2015).
c. Doa atau bacaan ketika sowan ke makam
Doa atau bacaan yang dibaca ketika melakukan sowan ke
Makam adalah Doa Khusus dan bukan bacaan tahlil seperti hasil
wawancara dengan Bpk Sg sebagai berikut:
Doa yang dibaca itu bukan tahlil, tetapi “Ya Allah saya meminta
pertolongan melalui perantara Mbah Ro Dukun untuk
memperlancar rejeki” ya doanya seperti itu. Doa yang dibacakan
ditambahi surat-suratan seperti Al Fatihah, tetapi bukan tahlil
(wawancara dengan pada tanggal 23 Agustus 2015).
d. Alasan Masyarakat Kuwu atau Para Wisatawan Melakukan Ritual
Ngalap Berkah
Masyarakat di Desa Kuwu mempercayai tentang tradisi
Ngalap Berkah karena sudah turun temurun, melakukan
kepercayaan itu. Apabila ada orang asli Desa Kuwu akan
melakukan Hajat seperti mantu atau membangun Rumah harus
meminta doa dulu di makam Mbah Ro Dukun, agar diperlancar
meskipun orang tersebut sudah pindah daerah atau luar kota
(Wawancara dengan Bp Sn Kepala Desa Kuwu, 24 Agustus
2015).
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan Oleh Bp Jk
“...Saya asli orang kuwu sini, ya percaya kalau mau ada hajat
harus sowan ke makam dulu,kalau istilahnya orang sini meminta
ijin...”. (Wawancara 23 Agustus 2015)
Banyak para wisatawan yang berasal dari luar Daerah yang
juga percaya tentang barokahnya Mbah Ro Dukun seperti Bp Kr
menuturkan bahwa:
“Saya kesini ya mau minta barokahnya Mbah Ro Dukun mbak,
supaya dagangan saya laris manis” (Wawancara 24 Agustus
2015).
2. Perilaku Masyarakat Muslim dalam tradisi Ngalap Berkah
a. Antusiasme warga Masyarakat Muslim dalam tradisi ngalap
berkah
Dalam ritual tradisi Ngalap Berkah antusiasme warga
masyarakat juga masih kental akan tradisi yang turun temurun.
Seperti Bp Sg menuturkan:
“Kebanyakan juga orang muslim yang datang meminta
barokahnya Mbah Ro Dukun,ada yang haji 2 kali ya juga percaya
tentang barokahnya Mbah Ro Dukun” (Wawancara, 23 Agustus
2015).
b. Masyarakat Muslim Mempercayai tradisi Ngalap Berkah ke
makam mbah Ro Dukun Sebagai Wasilah (perantara) kepada
Allah
Dalam observasi peneliti pada tanggal 24 Agustus 2015
masyarakat muslim mempercayai Makam Mbah Ro Dukun
sebagai wasilah (perantara) kepada Allah:
1) Masyarakat muslim atau orang yang ingin ke makam Mbah
Ro Dukun untuk mendapat barokah menemui Juru Kunci
makam Mbah Ro Dukun terlebih dahulu.
2) Juru Kunci mengantar ke tempat makam yang berada di
pojok timur laut yang masih satu kawasan dengan Bledug
Kuwu.
3) Kemudian Tempat yang berbentuk persegi panjang yang
dikelilingi pagar besi itu terdapat letupan lumpur, dan letupan
lumpur itulah yang dipercaya adalah Makam Mbah Ro
Dukun.
4) Setelah sampai dimakam, wisatawan yang mencari barokah
di makam Mbah Ro Dukun mengucapkan salam, menaburkan
bunga dan memanjatkan doa dengan di dampingi juru kunci.
5) Setelah berdoa, apabila lumpur itu meletup pertanda doanya
segera tercapai.
6) Setelah semua selesai, Juru Kunci mengakhiri doa.
7) Kemudian, orang yang meminta berkah dari makam Mbah
Ro Dukun tadi memberi uang kepada juru kunci sebagai
tanda terima kasih dan sebagai uang ganti untuk membeli
bunga kenanga.
c. Ngalap Berkah merupakan salah satu tradisi agama
Ngalap Berkah merupakan tradisi masyarakat di Desa
Kuwu, sebagai tanda syukur Kepada Allah melalui perantara
makam Mbah Ro Dukun (Wawancara dengan Bapak Sg pada
tanggal 23 Agustus 2015).
Beda halnya dengan pendapat Bp Sn mengatakan bahwa:
“Tradisi ngalap berkah sebenarnya adalah tradisi turun temurun
yang dipercaya oleh masyarakat di kawasan Bledug Kuwu,tetapi
sekarang ada yang mempunyai pikiran-pikiran mistik ketika ke
makam mbah Ro Dukun tersebut, karena jika pikiran-pikiran itu
dipelihara, sudah pasti menjurus ke musyrik/syirik” (Wawancara
pada tanggal 23 Agustus 2015).
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap Berkah pada makam
Mbah Ro Dukun
a. Makna dan Fungsi tradisi ritual Ngalap Berkah bagi Masyarakat
Makna dan Fungsi ritual Ngalap Berkah itu sebenarnya
hanya sebagai perantara meminta kepada Allah dengan meminta
perantara Mbah Ro Dukun (Wawancara dengan Bapak Sg tanggal
23 Agustus 2015).
Sama halnya yang dituturkan oleh Bp Kn:
“Saya pergi ke makam Mbah Ro Dukun supaya mendapat
barokahnya saja, bukan maksud untuk pesugihan mencari
kekayaan (Wawancara tanggal 24 Agustus 2015).
b. Simbol-simbol yang digunakan dalam ziarah makam Mbah Ro
Dukun
Dalam observasi peneliti pada tanggal 24 Agustus 2015
simbol-simbol yang digunakan dalam ziarah makam Mbah Ro
Dukun adalah:
1) Tiga macam bunga (kembang telon).
2) Kemenyan.
3) Uang recehan.
4) Bunga, kemenyan, dan uang recehan itu ditaruh didalam
besek kecil atau bungkusan daun pisang.
“Kalau mau kemakam mbah Ro Dukun itu membawa
kembang telon, sajen dan uang recehan kalau kembang
melati, singkatan dari rasa melati saka njero ati, artinya
adalah dalam berucap dan berbicara hendaknya kita selalu
mengandung ketulusan dari hati nurani yang paling dalam.
Lahir dan batin haruslah selalu sama, menolak kemunafikan.
Artinya menolak ucapan yang sekedar “abang2 lambe” mung
kanggo panthes2an wae” (Wawancara dengan Bp Kn tanggal
23 Agustus 2015).
c. Nilai-nilai moral agama yang terdapat dalam tradisi Ngalap
Berkah
“Nilai-nilai moral Agama masyarakat desa kuwu itu seperti
halnya seperti Islam Abangan yang mempercayai para leluhur
untuk mendapat barokahnya, dan sebagai rasa syukur kita kepada
Allah SWT (Wawancara dengan Bp Sn tanggal 24 Agustus 2015).
Simbol-simbol yang digunakan atau dibawa ke makam
Mbah Ro Dukun adalah terdiri tiga macam bunga. Bisa
menggunakan bunga mawar putih, mawar merah, dan kanthil.
Atau mawar, melati, kenanga atau mawar, melati, kantil. Telon
berasal dari kata telu (tiga). Bunga melati, atau mlathi, bermakna
bahwa setiap orang melakukan segala kebaikan hendaklah
melibatkan hati (sembah kalbu), jangan hanya dilakukan secara
gerak raga saja. Kenanga, kenang-en ing angga bermakna
filosofis agar supaya anak turun selalu mengenang, semua
“pusaka” warisan leluhur berupa benda-benda seni, tradisi,
kesenian, kebudayaan, filsafat, dan ilmu spiritual yang banyak
mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Mawar, atau awar-awar
ben tawar membuat hati menjadi “tawar” alias tulus. Jadi niat
tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu
tanpa pamrih (tapa ngrame) sekalipun pamrih mengharap-harap
pahala. Pahala tetap saja “upah” yang diharapkan datang dari
tuhan apabila seseorang melakukan suatu perbuatan baik. Pamrih
pahala ini tetap saja pamrih, berarti belum mencapai ketulusan
yang tiada batas atau keadaan rasa tulus pada titik nihil, yakni
duwe rasa, ora duwe rasa duwe (punya rasa tidak punya rasa
punya) sebagaimana ketulusan tuhan/kekuatan alam semesta
dalam melimpahkan anugrah kepada seluruh makhluk
(wawancara dengan Bp Sg tanggal 24 Agustus 2015).
BAB IV
PEMBAHASAN
Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil
wawancara dengan masyarakat setempat yang penulis anggap mampu untuk
memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen yang ada.
Mengacu pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan
menganalisa dan menyajikanya secara sistematis tentang nilai-nilai moral
keagamaan dalam tradisi Ngalap Berkah.
Setelah terjun kelapangan di Bledug Kuwu Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan. Penulis menemukan bentuk-bentuk tradisi
Ngalap Berkah dihubungkan dengan kajian teori, maka hasilnya sebagai
berikut:
A. Analisis Hasil Temuan
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam
Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan
Dari sebagian besar pendapat para tokoh yang peneliti
wawancarai, mereka menyatakan bahwa tradisi Ngalap Berkah
merupakan tradisi yang harus dilestarikan/dibudayakan. Tradisi tersebut
selain untuk mengenang kebaikan Raden Ayu Ngainah atau Mbah Ro
Dukun, tradisi tersebut juga sangat banyak manfaat serta banyak sekali
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, antara lain kita hanya boleh
meminta kepada Allah SWT dan tidak boleh meminta kepada selain
Allah.
Penulis mewawancarai dan menganalisis bahwa ada
masyarakat/wisatawan yang datang di Bledug Kuwu, Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan melaksanakan tradisi yang bernama tradisi
Ngalap Berkah. Sebuah tradisi yang masih dilestarikan masyarakat di
Kawasan Wisata Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Kelompok masyarakat muslim
tradisional yang oleh Clifford Geertz (1989:204) dikatakan sebagai
golongan muslim yang berorientasi pada rahmat dan berkat, sangat
mengagungkan makam orang suci ataupun cultural heroes yang
dipercaya dapat menebar berkah bagi peziarahnya, seperti yang
dilakukan oleh masyarakat di sekitar Kawasan wisata Bledug Kuwu
mereka mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai tempat mencari
barokah. Inti acara sebenarnya adalah meminta sesuatu kepada Allah
S.W.T dengan melalui wasilah (perantara) pada makam Mbah Ro
Dukun.
Pelaksanaan acara Ngalap Berkah atau meminta Doa ke makam
Mbah Ro Dukun tidak dibatasi hari atau tanggal, tergantung kalau ada
orang yang ingin meminta Doa menghubungi Juru Kunci terlebih
dahulu, dan biasa rame itu pada hari Kamis, Jum‟at, Sabtu, Minggu dan
Senin. Pada bulan Syura tanggal 9 banyak yang tirakatan sambil
mengerjakan sholat malam. Doa atau bacaan yang dibaca ketika
melakukan sowan ke Makam adalah doa khusus dan bukan bacaan
tahlil.
Masyarakat di Desa Kuwu mempercayai tentang tradisi Ngalap
Berkah karena sudah turun temurun, melakukan kepercayaan itu.
Apabila ada orang asli Desa Kuwu akan melakukan Hajat seperti mantu
atau membangun Rumah harus meminta doa dulu di makam Mbah Ro
Dukun, agar diperlancar meskipun orang tersebut sudah pindah daerah
atau luar kota. Dalam ritual tradisi Ngalap Berkah antusiasme warga
masyarakat juga masih kental akan tradisi yang turun temurun.
Kebanyakan juga orang muslim yang datang meminta barokahnya
Mbah Ro Dukun, ada yang haji berkali-kali juga percaya tentang
barokahnya Mbah Ro Dukun.
2. Perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah pada
makam Mbah Ro Dukun
Dalam ritual tradisi Ngalap Berkah antusiasme warga masyarakat
juga masih kental akan tradisi yang turun temurun dari nenek moyang.
Kebanyakan juga orang muslim yang datang meminta barokahnya
Mbah Ro Dukun. Masyarakat mempercayai bahwa makam Mbah Ro
Dukun mempunyai kekuatan berkah sebagai tempat wasilah (perantara)
meminta sesuatu kepada Allah SWT.
Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di Pulau
Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun
praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya Tuhan,
dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, demit, roh-roh alam, roh-roh
manusia, berbagai jenis hantu dan kepercayaan atas kekuatan alam
mempengaruhi kehidupan orang-orang di pulau Jawa. Campuran
berbagai kepercayaan mengenai penyebab realitas kehidupan dan
kepercayaan kekuatan mistik melahirkan berbagai tahayul. Keyakinan
di masyarakat Jawa berbeda-beda antara wilayah yang satu dengan
wilayah yang lain. Mengenai kepercayaan ini, masyarakat jawa dapat
dibagi menjadi Orang Jawa dan orang Sunda.
Salah satu fenomena yang lahir dari kepercayaan terhadap Tuhan,
dewa-dewa, rasul, atau hantu-hantu adalah pemberian sesaji. Bagi
masyarakat Jawa, sesajian dapat dibagi menjadi empat jenis:
a. Sesajian yang diperuntukkan bagi Yang Kuasa, rasul, para wali,
dewa-dewa, bidadari-bidadari, kekuatan yang terdapat pada
seseorang ulama atau yang dihormati, setan-setan, hantu-hantu,
roh-roh, dan lainnya, dengan tujuan menyenangkan mereka.
Sesajian ini disebut Selamatan.
b. Sesajian sebagai sarana untuk menolak pengaruh setan, makhluk
mengerikan, hantu-hantu, roh-roh jahat. Sesajian ini disebut
Penulakan.
c. Sesajian yang dilakukan secara teratur kepada rasul-rasul, para
wali, bidadari, jin-jin, kekuatan orang yang sudah meninggal, serta
hantu-hantuyang baik, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Sesaji ini
disebut Wadima.
d. Sesajian berupa makanan yang diberikan kepada para wali,
malaikat untuk keselamatan roh-roh orang meninggal dan
keselamatan penyelenggara acara, keluarganyadan hartanya.
Sesajian ini dinamakan Sedekah.
Sesajian selamatan dan penulakan terdiri dari makanan yang telah
ditentukan. Pada penalukan, saat upacara disertai dengan kegiatan
membakar kemenyan dan mengucap doa serta mantra-mantra sebagai
penolakan terhadap setan dan roh yang mencelakakan, sedangkan
wadima dan sedekah cukup terdiri dari kembang-kembang yang
ditempatkan diatas air dalambejana, disertai dengan kue-kue dan
makanan sekadarnya (Suyono, 2007:131).
Seperti Masyarakat yang berada di sekitar Kawasan Bledug Kuwu
mempunyai cara hidup yang ditentukan oleh tradisi-tradisi Jawa pra-
Islam, mereka mempercayai Kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek
moyang) dan roh halus yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka.
Roh halus itu menurut anggapan orang jawa selain dapat mendatangkan
keselamatan juga dapat mengganggu hidup mereka. Untuk menghindari
gangguan itu mereka melakukan selamatan dan sesajian pada waktu-
waktu tertentu. Mereka mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai
tempat wasilah (perantara) kepada Allah untuk mendapatkan Berkah
dari Allah.
Menurut sosial ekonomi, masyarakat Jawa menurut Kodiran juga
dibedakan antara dua kelompok atas dasar kriteria penganut agama,
yakni santri dan abangan. Kelompok santri yaitu yang menyadari diri
sebagai orang Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam.
Kelompok abangan adalah orang yang percaya kepada ajaran agama
Islam, tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun agama Islam. Dalam
praktik cara hidup mereka lebih ditentukan oleh tradisi-tradisi Jawa pra-
Islam (Hindu-Jawa), dasar pandangan mereka adalah kepercayaan
bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan dalam segala
seginya. Keagamaan orang Jawa Kejawen selanjutnya ditentukan oleh
kepercayaan kepada macam roh yang menimbulkan perasaan
keagamaan. Istilah abangan berlaku juga bagi orang-orang jawa yang
beragama Katolik dan Protestan (Imam S, 2005:55).
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap Berkah pada masyarakat di
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan
Dalam setiap tradisi atau budaya tentunya ada nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Begitu pula pada tradisi Ngalap Berkah ini.
Dari hasil penelitian penulis dan dikaitkan dengan teori, banyak sekali
nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi Ngalap Berkah ini. Nilai-
nilai tersebut antara lain :
a. Nilai Moral Pada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu, Desa
Kuwu
Pendidikan moral akan dengan sendirinya mengarahkan manusia
kepada konsep tauhid dalam Islam bahwa dengan aturan moral dapat
ditarik hikmah akan adanya pencipta yang mengatur segalanya dibawah
satu pengatur yaitu Tuhan. Pendidikan Moral bentuk lain dari
pendidikan Tauhid (Maslikhah, 2009:149). Adapun pandangan Niels
Mulder tentang dasar-dasar Moral Jawa adalah:
Pertama, keselarasan dalam hubungan antara individu dalam
masyarakat akan menjamin kehidupan yang baik bagi individu-individu
anggotanya. Tugas moral Individu adalah menjaga keselarasan tersebut,
dengan menjalankan kewajiban-kewajiban sosial yang menyangkut
hubungan antara individu-individu dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Kedua, ketenteraman dalam masyarakat harus terjamin. Oleh
karena itu, antara individu di dalam masyarakat harus saling tolong
menolong. Kekacauan dalam masyarakat akan menghilangkan
ketenteraman. Sumber kekacauan itu terletak dalam individu-individu
yang bersaing dan mementingkan diri sendiri. Disamping itu, antara
individu di dalam masyarakat harus selalu bermusyawarah dan gotong
royong dalam segala pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama,
seperti mebangun desa, menjaga kebersihan kampung, mengurus
kematian, dan sebagainya.
Ketiga, hubungan sosial antara individu-individu di dalam
masyarakat tidak sama, tetapi berlaku secara tingkatan. Kewajiban
seorang ayah atau suami berbeda dengan kewajiban seorang ibu atau
istri, juga berbeda dengan kewajiban anak-anaknya, dan kewajiban
pembesar juga berbeda dengan kewajiban rakyat kecil (Imam S,
2005:62).
Seperti Masyarakat yang berada di sekitar Kawasan Bledug Kuwu
mempunyai cara hidup yang ditentukan oleh tradisi-tradisi Jawa pra-
Islam, mereka mempercayai Kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek
moyang) dan roh halus yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka.
Roh halus itu menurut anggapan orang jawa selain dapat mendatangkan
keselamatan juga dapat mengganggu hidup mereka. Untuk menghindari
gangguan itu mereka melakukan selamatan dan sesajian pada waktu-
waktu tertentu. Mereka mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai
tempat wasilah (perantara) kepada Allah untuk mendapatkan Berkah
dari Allah.
Agama merupakan sumber moral, manusia sangatlah memerlukan
akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan.
Moral adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan yang
membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dalam Q.S Al-Imron ayat
110:
ت خي ز كى تم زجت ام ن تأ ص لىا اخ ف مزو زو وتؤ ا لمى كز عه ن وتى هى بال مع
ن ن مى هم لهم خي ز لكه ال كتب اه ل امه ولى , للا با مىى مىى ثزهم ال مؤ ن واك ا لفاسقى
Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang
dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh
berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala
perkara yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula beriman kepada
Allah (dengan sebenar-benar iman) ( Ali `Imran: 110)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya agama
dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh
manusia, karena agama bersumber dari agama. Dan agama menjadi
sumber moral, karena agama menganjurkan iman kepada Tuhan dan
kehidupan akherat, dan selain itu karena adanya perintah dan larangan.
Nilai moral masyarakat dalam tradisi Ngalap Berkah adalah
keselarasan dalam hubungan antara individu dalam masyarakat akan
menjamin kehidupan yang baik bagi individu-individu anggotanya,
yaitu kerukunan. Menghubungi juru Kunci makam mbah Ro Dukun
yaitu termasuk nilai etika kesopanan, dan menghormati tradisi yang
turun menurun dari nenek moyang.
b. Nilai Moral
1) Di dalam tradisi Ngalap Berkah para peziarah/wisatawan
membawa bunga melati, atau mlathi, bermakna bahwa setiap
orang melakukan segala kebaikan hendaklah melibatkan hati
(sembah kalbu), jangan hanya dilakukan secara gerak raga
saja.
2) Bunga Mawar, atau awar-awar ben tawar membuat hati
menjadi “tawar” alias tulus. Jadi niat tersebut harus
berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih
(tapa ngrame) sekalipun pamrih mengharap-harap pahala.
Dalam tradisi Ngalap Berkah membawa bunga mawar,
mengajarkan kalau kita melakukan sesuatu adalah dengan niat,
tulus, ikhlas tanpa mengharap imbalan.
3) Bunga Kenanga
Bunga Kenanga bermakna agar supaya anak turun selalu
mengenang, semua “pusaka” warisan leluhur berupa benda-
benda seni, tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat, dan ilmu
spiritual yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan lokal.
4) Menjalin silaturahim
Berkumpulnya masyarakat dalam tradisi Ngalap Berkah
merupakan salah satu aktifitas yang memupuk eratnya tali
silaturahmi.
5) Nasehat mulia
Dalam tradisi Ngalap Berkah sangat banyak nasehat
yang tersirat di dalamnya, diantaranya agar anak mendoakan
orang tuanya nasehat untuk mengingat bahwa semua yang
hidup pasti akan mati.
Tradisi Ngalap Berkah dapat dimanfaatkan sebagai sarana
sosialisasi antar masyarakat sehingga tercipta kerukunan dan rasa
kemanusiaan yang tinggi. Karena dalam tradisi Ngalap Berkah
terjadi kontak langsung sesama masyarakat. Dalam tradisi tersebut
tidak ada yang membeda-bedakan satu sama lain dan dianggap
semuanya adalah sama. Meskipun di dalam masyarakat itu ada
beberapa organisasi Islam, namun semuanya bisa saling
menghormati dan menghargai meski terkadang ada sedikit perbedaan
dalam pemikiran mereka. Selain hal itu dapat dilihat juga dari
antusiasme masyarakat dari daerah Kuwu sendiri dan juga
masyarakat dari luar daerah, bahkan dari luar kota berkumpul di satu
tempat, saling bersilaturahmi. Menjalin ukhuwah seperti dalam Al
Qur‟an dijelaskan bahwa muslim satu dengan muslim yang lain itu
bersaudara. Meski tidak saling mengenal, namun ketika bisa
berkumpul dalam satu tempat, saling bersilaturahim, maka akan
terbentuk suatu hubungan persaudaraan.
Beberapa budaya lokal yang dikembangkan di desa Kuwu
adalah tradisi slametan dan nyekar. Slametan juga dimaksudkan
sebagai doa untuk orang yang masih hidup agar diberi keselamatan,
kekuatan, dan keberkahan dalam hidup. Sebagaimana slametan,
nyekar juga dijadikan sebagai media orang agar mengingat mati
sebab dengan selalu mengingat mati orang akan lebih berhati-hati
dalam menjalani hidup dan mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Jadi, nyekar bukan memberi makanan pada jin atau leluhur yang
telah meninggal dunia, sebaliknya untuk mengingat mati.
Sebagaimana Hadist Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shallallâhu
„alaihi wa âlihi wa sallam tentang disyariatkannya ziarah kubur di
antaranya:
Hadits Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu „anhu dari
Rasulullah shallallâhu „alaihi wa âlihi wa sallam beliau bersabda:
ر سيارة عه وهي تكم كى ت إوي ها ال قبى رو فشو
“Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur,
maka (sekarang) ziarahilah kuburan”.
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu
Daud dengan tambahan lafazh
زكم فئوها خزة تذك ال “Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat”.
Dan dari jalan Abu Dâud hadits ini juga diriwayatkan
maknanya oleh Imam Al-Baihaqy, Imam An-Nasa`i, dan Imam
Ahmad.
Dalam agama islam, latihan rohani yang diperlukan manusia,
diberikan dalam formula ibadah. Semua ibadat dalam islam baik
dalam formula sholat, zakat, puasa maupun haji, semua itu bertujuan
yaitu untuk membuat rohani manusia tetap ingat kepada Tuhan dan
bahkan merasa dekat denganNya. Begitu juga dalam tradisi budaya
Jawa, semua itu bertujuan untuk mengingat manusia kepada Tuhan,
kemudian juga bertujuan untuk saling menghormati antar sesama
manusia.
Budaya atau kebudayaan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan manusia dan selalu ada kapan pun dan
dimana pun manusia berada. Manusia baik sebagai makhluk biologis
maupun sebagai makhluk pribadi dan sosial adalah pendukung
kebudayaan. Karena budaya merupakan bagian lingkungan yang
diciptakan dan dialami manusia. Kebudayan adalah gambaran
kehidupan dunia dan kegiatan total manusia dalam segala aspeknya.
Kebudayaan diciptakan untuk dimanfaatkan guna memenuhi
kepentingan dan kualitas hidup manusia, lahir dan batin. Karena itu
manusia dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat dialektis.
Hubungan ini memungkinkan timbulnya alternatif-alternatif baru
dalam kebudayaan. Bagaimana corak dan sifat alternatif budaya baru
sangat tergantung kepada nilai-nilai yang mendasari pembentukannya.
Artinya, corak dan tingkat kemajuan budaya atas dasar nilai-nilai yang
diyakininya. Karena kebudayaan secara ontologis berpusat pada
manusia. Demikian pula sebaliknya, budaya mempengaruhi sikap
bathin dan prilaku manusia sebagai obyek budaya.
Sebagaimana budaya atau kebudayaan, pendidikan moral atau
akhlak sekalipun dalam bentuk sederhana juga sudah ada sejak
manusia ada. Pendidikan merupakan sarana pewarisan nilai-nilai dari
satu generasi ke generasi selanjutnya. Bagaimana sikap (akhlaq) dan
prilaku manusia sebagai obyek pendidikan sangat dipengaruhi.
Masyarakat Jawa sangat menghormati leluhurnya, orang yang
berjasa pada dirinya. Oleh sebab itu, tradisi Ngalap Berkah bisa
menjadi media mengenang jasa Raden Ayu Ngainah. Dalam tradisi
Ngalap Berkah, ketidaktahuan masyarakat jaman sekarang atas hal-hal
yang terdapat dalam ritual Ngalap Berkah mengakibatkan hilangnya
maksud dari ritual tersebut. Niat mereka mengadakan acara tradisi
Ngalap Berkah hanya sejauh mengikuti tradisi peninggalan nenek
moyang, tetapi sekarang ada yang mempunyai pikiran-pikiran mistik
ketika ke makam mbah Ro Dukun tersebut, karena jika pikiran-pikiran
itu dipelihara, sudah pasti menjurus ke musyrik/syirik. Seperti dalam
Q.S Al-Anfal ayat 39:
ن ى ل م ع ي ام ب للا ن ا ف اى ه ت او ن ا ف ل ه ل ك ه ي الد ن ى ك ي و ت ى ت ف ن ى ك ت ل ىت ح م ه ى ل ات ق و
زي ص ب
Artinya: Dan perangilah mereka, jangan ada fitnah dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
kekafiran, maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang
mereka kerjakan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang tradisi Ngalap Berkah di
Kawasan Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan adalah sebagai berikut :
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam Mbah
Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan
Tradisi Ngalap Berkah berawal dari mitos terjadinya Bledug
Kuwu dan untuk mengenang kebaikan Raden Ayu Ngainah atau Mbah
Ro Dukun. Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu
adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang Joko
Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan setelah
mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Joko Linglung menuju Medang
Kamolan berjalan dan ditengah perjalanan tenaganya sudah hampir
habis, dan seorang dukun bayi yang biasanya lewat, disekitar tempat
tersebut mengetahui ada anak kecil kemudian didekati setelah didekati
begitu cermat keadaannya tidak berdaya, kemudian diurut hingga
keadaan sehat. Mereka mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai
tempat mencari barokah. Sebagai tempat meminta sesuatu kepada
Allah S.W.T dengan melalui wasilah (perantara) pada makam Mbah
Ro Dukun. Pelaksanaan acara Ngalap Berkah atau meminta Doa ke
makam Mbah Ro Dukun tidak dibatasi hari atau tanggal, tergantung
kalau ada orang yang ingin meminta Doa menghubungi Juru Kunci
terlebih dahulu, dan banyaknaya pengunjung itu pada hari Kamis,
Jum‟at, Sabtu, Minggu dan Senin.
2. Perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah pada makam
Mbah Ro Dukun
Masyarakat muslim sebenarnya tidak mengetahui pasti tentang
asal-usul dan nilai apa saja yang terdapat dalam tradisi ngalap bekah
namun mereka tetap melaksanakan dengan dasar menghormati dan
menjaga budaya leluhur. Masyarakat juga mempercayai makam Mbah
Ro Dukun mempunyai kekuatan berkah untuk tempat wasilah
(perantara) meminta sesuatu kepada Allah.
Masyarakat Kuwu termasuk masyarakat yang mempercayai
tentang Kelompok abangan adalah orang yang percaya kepada ajaran
agama Islam, tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun agama
Islam. Dalam praktik cara hidup mereka lebih ditentukan oleh tradisi-
tradisi Jawa pra-Islam (Hindu-Jawa), dasar pandangan mereka adalah
kepercayaan bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan
dalam segala seginya. Keagamaan orang Jawa Kejawen selanjutnya
ditentukan oleh kepercayaan kepada macam roh yang menimbulkan
perasaan keagamaan
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap Berkah pada masyarakat di
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kec. Kradenan,
Kab.Grobogan
a. Nilai Moral
1) Nilai Moral Agama
Agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat
diperlukannya moral oleh manusia, karena agama bersumber
dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama
menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akherat,
dan selain itu karena adanya perintah dan larangan.
2) Nilai Moral Akhlaq
Dan nilai moral masyarakat dalam tradisi ngalap
berkah adalah keselarasan dalam hubungan antara individu
dalam masyarakat akan menjamin kehidupan yang baik bagi
individu-individu anggotanya, yaitu kerukunan.
Menghubungi juru Kunci makam mbah Ro Dukun yaitu
termasuk nilai etika kesopanan, dan menghormati tradisi
yang turun menurun dari nenek moyang.
B. Saran
Diharapkan penelitian tentang tradisi Ngalap Berkah ini dapat
disempurnakan dengan tema penelitian yang lain yang masih erat
kaitannya dengan tradisi Ngalap Berkah, sehingga dapat memberikan
gambaran yang lengkap tentang tradisi ini. Dalam penulisan ini penulis
juga memiliki pengaharapan antara lain :
1. Hendaknya dalam memakai kesakralan makam dan peninggalan-
peninggalan Raden Ayu Ngainah atau Mbah Ro Dukun masyarakat
mulai menghilangkan pikiran-pikiran mistik dari objek tersebut,
karena jika pikiran-pikiran itu di pelihara, sudah pasti menjurus ke
musyrik/syirik.
2. Hendaknya para ulama dan mubaligh meluruskan persepsi masyarakat
tentang tradisi Ngalap Berkah.
3. Hendaknya masyarakat menciptakan pandangan yang layak terhadap
tradisi ini, sehingga mitos tentang tradisi Ngalap Berkah yang ada saat
ini tidak dibesar-besarkan hingga dapat menciptakan persepsi yang
lain tentang tradisi tersebut.
4. Saran kepada peneliti lain yang hendak meneliti obyek yang sama
yaitu, tradisi Ngalap Berkah supaya mengambil tema yang lain agar
lebih inovatif sekaligus menambah khasanah wawasan dan
pengetahuan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Any, Anjar 1983. Menyingkap Serat Wedotama. Semarang: Aneka Ilmu
Budiningsih, Asri. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta
Daradjat, Zakiah. 1977. Membina Nilai-Nilai Moral di indonesa. Jakarta:
Bulan Bintang
Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung:
Alfabeta
Emzir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Hadiyanto. Calenderial Ritual Syawalan Sebagai Mediasi “Ngalap
Berkah” Masyarakat Kaliwungu Kendal. hlm. 5-6
Kahmad, Dadang. 2009. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Koentjaraningrat. 2011. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta
Lubis, Mawardi. 2011. Evaluasi Pendidikan Nilai. Bengkulu: Pustaka
Pelajar
Mardiya. Memahami Perkembangan NilaiMoral Keagamaan Pada Anak.
hlm.1
Maslikhah.2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN SALATIGA
PRESS
Moelong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja
Rosdakarya
Mubaroq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-MALIKI PRESS
Poerwadarminta.1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Syarifah, Siti Amanatus. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Tradisi YA
QOWIYYU Di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten
Klaten Tahun 2014. Salatiga: STAIN SALATIGA PRESS
Soemardjan, Selo. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Suwarno, Imam J. 2005. Konsep Tuhaan Manusia Mistik Dalalm Berbagai
Kebatinan Jawa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Suyono, 2002. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKiS
Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir.Yogyakarta: LKiS
. 2007. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKiS
Tim Penyusun Legenda Terjadinya Bledug Kuwu. 1995. Legenda
Terjadinya Bledug Kuwu. Grobogan: Bledug Kuwu.
Sumber dari internet:
Tuasikal, 2013. Ngalap Berkah yang dibolehkan dan terlarang. Diambil
dari
http://muslim.or.id/aqidah/ngalap-berkah-yang-dibolehkan-dan
terlarang.html diakses pada Kamis, 28 Mei 2015,pukul 13:47
WIB).
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
NARASUMBER 1
Nama : Bp. Sugiyo (Juru Kunci Makam Mbah RoDukun)
Tanggal wawancara : 23 Agustus 2015
Waktu : 11.00 WIB
Transkip wawancara:
Peneliti : Assalamualaikum….
Informan : Waaalaikum salam..
Peneliti : Ini benar rumahnya pak sugiyo?
Informan : Iya benar.. ada keperluan apa mbak?
Peneliti : Ada kepentingan sama bapak,,
Informan : Monggo, silahkan duduk
Peneliti : Ini ada tugas dari kampus untuk membuat skripsi tentang Ngalap
Berkah di makam Mbah Ro Dukun pak
Informan : Oo,, nggeh..
Peneliti : Apa yang Bapak ketahui tentang tradisi Ngalap Berkah?
Informan : Ngalap Berkah itu ya mencari barokahnya mbak...
Peneliti : Bagaimanakah sejarah Ngalap Berkah di Bledug Kuwu pada awal
mulanya?
Informan : Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang
Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Joko Linglung
menuju Medang Kamolan berjalan dan ditengah perjalanan
tenaganya sudah hampir habis, dan seorang dukun bayi yang
biasanya lewat, disekitar tempat tersebut mengetahui ada anak
kecil kemudian didekati, lha setelah didekati begitu cermat, teliti
koq anak tersebut keadaannya tidak berdaya, kemudian diurut
hingga keadaan sehat. Raden Ayu Ngainah adalah seorang dukun
bayi yang menolong Joko Linglung, untuk mengenang kebaikan
dukun bayi tersebut masyarakat sini percaya dengan tempat yang
berada di pojok timur laut yang masih satu lokasi dengan Bledug
Kuwu sebagai makam Raden Ayu Ngainah atau Mbah Ro Dukun.
Dukun itu yang pakai kemben itu lho mbak..
Peneliti : Kapan acara Ngalap Berkah dilakukan?
Informan : Ya setiap hari, tergantung pengennya orang yang mau ke
makam..tapi biasane rame pada hari kamis, jum‟at, sabtu sama
minggu. Kalau bulan syura tanggal 9 banyak yang kesini.
Peneliti : Berapa lama pak, ketika melakukan sowan ke makam?
Informan : Tergantung mbak, ada yang lama ada yang sebentar tetapi
biasanya ya cuma setengah jam.
Peneliti : Apakah ada doa-doa atau bacaan-bacaan tertentu dalam ziarah ke
makam?
Informan : Doa yang dibaca itu bukan tahlil, tetapi “Ya Allah saya meminta
pertolongan melalui perantara Mbah Ro Dukun untuk
memperlancar rejeki” ya doanya seperti itu. Doa yang dibacakan
ditambahi surat-suratan seperti Al Fatihah, tetapi bukan tahlil.
Peneliti : Mengapa masyarakat sekitar atau wisatawan yang datang
dibledug Kuwu melakukan ritual Ngalap Berkah?
Informan : Ya tradisi sini mbak, tradisinya orang kuwu..warisan dari
leluhur/nenek moyang. Kakak saya, bapak saya dulu juga juru
kunci, sekarang juru kuncinya saya.
Peneliti : Mengapa makam Mbah Ro Dukun di kawasan bledug kuwu
dianggap mempunyai kekuatan berkah oleh
masyarakat/wisatawan?
Informan : ya itu tadi mbak, tradisi.
Peneliti : Bagaimana antusiasme warga masyarakat muslim dalam Tradisi
Ngalap Berkah?
Informan : yang ke sini juga kebanyakan muslim mbak, yang udah haji dua
kali juga percaya barokahnya mbah Ro Dukun.
Peneliti : Apakah masyarakat muslim juga mempercayai tradisi Ngalap
Berkah sebagai wasilah (perantara) terhadap Allah?
Informan : Iya percaya.
Peneliti : Menurut Bapak apakah ritual Ngalap Berkah merupakan salah
satu tradisi agama?
Informan : Iya tidak tahu mbak, setahu saya ya tradisi orang sini.
Peneliti : Apa simbol-simbol yang digunakan tradisi ritual Ngalap Berkah
bagi masyarakat sekitar?
Informan : Kalau mau kemakam mbah Ro Dukun itu membawa kembang
telon, sajen dan uang recehan kalau kembang melati, singkatan dari
rasa melati saka njero ati, artinya adalah dalam berucap dan
berbicara hendaknya kita selalu mengandung ketulusan dari hati
nurani yang paling dalam. Lahir dan batin haruslah selalu sama,
menolak kemunafikan. Artinya menolak ucapan yang sekedar
“abang2 lambe” mung kanggo panthes2an wae.
Peneliti : Apa makna, dan fungsi tradisi ritual Ngalap Berkah bagi
masyarakat sekitar?
Informan : Di dalam tradisi Ngalap Berkah para peziarah/wisatawan
membawa bunga melati, atau mlathi, bermakna bahwa setiap orang
melakukan segala kebaikan hendaklah melibatkan hati (sembah
kalbu), jangan hanya dilakukan secara gerak raga saja. Bunga
Mawar, atau awar-awar ben tawar membuat hati menjadi “tawar”
alias tulus. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan,
menjalani segala sesuatu tanpa pamrih (tapa ngrame) sekalipun
pamrih mengharap-harap pahala. Bunga mawar, mengajarkan
kalau kita melakukan sesuatu adalah dengan niat, tulus, ikhlas
tanpa mengharap imbalan. Bunga Kenanga bermakna agar supaya
anak turun selalu mengenang, semua “pusaka” warisan leluhur
berupa benda-benda seni, tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat,
dan ilmu spiritual yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan
lokal.
Peneliti : Adakah nilai-nilai agama yang terdapat dalam tradisi tersebut?
Informan : Nilai agamanya ya bersyukur.
Peneliti : Adakah kewajiban untuk membawa sejumlah uang guna sedekah
ketika berada dilokasi makam?
Informan : ya biasanya uang recehan dicampur sama sesajen, dan biasanya
ngasih uang buat ganti kembang telon.
Peneliti : Ya udah pak, terima kasih atas bantuan wawancaranya.
Informan : Iya mbak, mau langsung pulang? Rumahnya mana to mbak?
Peneliti : Wirosari pak,,monggo pak
Informan : Iya mbak, hati-hati.
NARASUMBER 2
Nama : Bp. Sriyono (Kepala UPT Dinas Pemuda Olah Raga
Kebudayaan dan Pariwisata Wilayah Kradenan)
Tanggal wawancara : 24 Agustus 2015
Waktu : 09.45 WIB
Transkip wawancara:
Peneliti : Assalamualaikum….
Informan : Waaalaikum salam, ada keperluan apa mbak?
Peneliti : Mau meneliti di kawasan Bledug Kuwu pak.
Informan : Ada surat tugasnya mbak? Monggo, silahkan duduk.
Peneliti : Iya makasih pak, ini surat tugasnya (sambil memberikan surat
tugas).
Informan : Oo, iya mbak..sudah bertemu dengan juru kuncinya?
Peneliti : Sudah pak. Saya bisa Tanya sedikit tentang Bledug Kuwu dan
Makam Mbah Ro Dukun pak?
Informan : Oo,, nggeh..
Peneliti : Apa yang Bapak ketahui tentang tradisi Ngalap Berkah?
Informan : Ngalap Berkah itu ya mencari barokah
Peneliti : Bagaimanakah sejarah Ngalap Berkah di Bledug Kuwu pada awal
mulanya?
Informan : Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang
Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar.
Peneliti : Mengapa masyarakat sekitar atau wisatawan yang datang
dibledug Kuwu melakukan ritual Ngalap Berkah?
Informan : Ya tradisi sini mbak, tradisinya orang kuwu..warisan dari
leluhur/nenek moyang. Kakak saya, bapak saya dulu juga juru
kunci, sekarang juru kuncinya saya.
Peneliti : Mengapa makam Mbah Ro Dukun di kawasan bledug kuwu
dianggap mempunyai kekuatan berkah oleh
masyarakat/wisatawan?
Informan : ya itu tadi mbak, tradisi orang sini..lebih lengkapnya yang tahu
Pak Sugiyo.
Peneliti : Iya pak, Bagaimana antusiasme warga masyarakat muslim dalam
Tradisi Ngalap Berkah?
Informan : Iya yang ke sini juga kebanyakan muslim mbak, dari luar kota
juga banyak.
Peneliti : Apakah masyarakat muslim juga mempercayai tradisi Ngalap
Berkah sebagai wasilah (perantara) terhadap Allah?
Informan : Iya percaya.
Peneliti : Menurut Bapak apakah ritual Ngalap Berkah merupakan salah
satu tradisi agama?
Informan : Iya tidak tahu mbak, setahu saya ya tradisi orang sini.
Peneliti : Oo,,ya udah pak..makasih
Informan : Kalau lengkapnya tanya sama Pak Sugiyo aja ya
Peneliti : Iya pak, makasih.
NARASUMBER 3
Nama : Bp. Sunaryo (Kepala Desa Kuwu)
Tanggal wawancara : 23 Agustus 2015
Waktu : 11.00 WIB
Transkip wawancara:
Peneliti : Assalamualaikum….
Informan : Waaalaikum salam..
Peneliti : Ini benar rumahnya pak sugiyo?
Informan : Iya benar.. ada keperluan apa mbak?
Peneliti : Ada kepentingan sama bapak,,
Informan : Monggo, silahkan duduk
Peneliti : Ini ada tugas dari kampus untuk membuat skripsi tentang Ngalap
Berkah di makam Mbah Ro Dukun pak
Informan : Oo,, nggeh..
Peneliti : Apa yang Bapak ketahui tentang tradisi Ngalap Berkah?
Informan : Ngalap Berkah itu ya mencari barokahnya mbak...
Peneliti : Bagaimanakah sejarah Ngalap Berkah di Bledug Kuwu pada awal
mulanya?
Informan : Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang
Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Joko Linglung
menuju Medang Kamolan berjalan dan ditengah perjalanan
tenaganya sudah hampir habis, dan seorang dukun bayi yang
biasanya lewat, disekitar tempat tersebut mengetahui ada anak
kecil kemudian didekati, lha setelah didekati begitu cermat, teliti
koq anak tersebut keadaannya tidak berdaya, kemudian diurut
hingga keadaan sehat. Raden Ayu Ngainah adalah seorang dukun
bayi yang menolong Joko Linglung, untuk mengenang kebaikan
dukun bayi tersebut masyarakat sini percaya dengan tempat yang
berada di pojok timur laut yang masih satu lokasi dengan Bledug
Kuwu sebagai makam Raden Ayu Ngainah atau Mbah Ro Dukun.
Dukun itu yang pakai kemben itu lho mbak..
Peneliti : Mengapa masyarakat sekitar atau wisatawan yang datang
dibledug Kuwu melakukan ritual Ngalap Berkah?
Informan : Ya tradisi sini mbak, saya aslinya juga orang kuwu, tradisinya
orang kuwu..warisan dari leluhur/nenek moyang. Kalau ada orang
kuwu mau ada hajat juga harus ijin dulu di Makam Mbah Ro
Dukun, meskipun udah tinggal di luar kota.
Peneliti : Mengapa makam Mbah Ro Dukun di kawasan bledug kuwu
dianggap mempunyai kekuatan berkah oleh
masyarakat/wisatawan?
Informan : ya itu tadi mbak, tradisi.
Peneliti : Bagaimana antusiasme warga masyarakat muslim dalam Tradisi
Ngalap Berkah?
Informan : Ya menghormati saja mbak
Peneliti : Apakah masyarakat muslim juga mempercayai tradisi Ngalap
Berkah sebagai wasilah (perantara) terhadap Allah?
Informan : Iya percaya, Tradisi ngalap berkah sebenarnya adalah tradisi
turun temurun yang dipercaya oleh masyarakat di kawasan Bledug
Kuwu,tetapi sekarang ada yang mempunyai pikiran-pikiran mistik
ketika ke makam mbah Ro Dukun tersebut, karena jika pikiran-
pikiran itu dipelihara, sudah pasti menjurus ke musyrik/syirik.
Peneliti : Iya pak, makasih..
Informan : Mbaknya aslinya mana?
Peneliti : Wirosari pak, pulang dulu nggeh pak..matursuwun.
Informan : Iya mbak, hati-hati
NARASUMBER 4
Nama : Joko Purnomo (Masyarakat Desa Kuwu)
Tanggal wawancara : 24 Agustus 2015
Waktu : 10.17
Transkip wawancara:
Peneliti : Assalamualaikum….
Informan : Waaalaikum salam..
Peneliti : Bapak asli orang kuwu ya?
Informan : Iya benar.. ada keperluan apa mbak?
Peneliti : Ada kepentingan sama bapak,,
Informan : Monggo, silahkan duduk
Peneliti : Ini ada tugas dari kampus untuk membuat skripsi tentang Ngalap
Berkah di makam Mbah Ro Dukun pak
Informan : Oo,, nggeh..
Peneliti : Apa yang Bapak ketahui tentang tradisi Ngalap Berkah?
Informan : Ngalap Berkah itu ya mencari barokahnya mbak...tradisi yang
harus dilestarikan.
Peneliti : Bagaimanakah sejarah Ngalap Berkah di Bledug Kuwu pada awal
mulanya?
Informan : Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan
(Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang
Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar.
Peneliti :Mengapa masyarakat sekitar atau wisatawan yang datang dibledug
Kuwu melakukan ritual Ngalap Berkah?
Informan : Ya tradisi sini mbak, saya aslinya juga orang kuwu, tradisinya
orang kuwu..warisan dari leluhur/nenek moyang. Kalau ada orang
kuwu mau ada hajat juga harus ijin dulu di Makam Mbah Ro
Dukun, meskipun udah tinggal di Malaysia atau luar kota.
Peneliti : Mengapa makam Mbah Ro Dukun di kawasan bledug kuwu
dianggap mempunyai kekuatan berkah oleh
masyarakat/wisatawan?
Informan : ya tradisi.
Peneliti : Bagaimana antusiasme warga masyarakat muslim dalam Tradisi
Ngalap Berkah?
Informan : Ya menghormati saja mbak.
Peneliti : Iya pak, makasih.
NARASUMBER 5
Nama : Kasroin (Pengunjung)
Tanggal wawancara : 24 Agustus 2015
Waktu :12.30
Transkip Wawancara
Peneliti : Assalamualaikum pak,,bisa saya tanya-tanya sebentar?
Informan : Iya mbak, sebentar aja ya mbak, soalnya sudah mau pulang ke
Demak.
Peneliti :Iya pak, bagaimana pendapat Bapak tentang tradisi Ngalap
Berkah?
Informan : Saya asalnya dari Demak mbak, mau buru-buru pulang. Saya
sudah lama mengikuti tradisi Ngalap Berkah di Makam Mbah Ro
Dukun, mengikuti tradisi turun temurun dan mendapat berkahnya
Mbah Ro Dukun. Tradisi ini menurut saya ya baik dan wajib
dilestarikan.
Peneliti :Apa tujuan Ibu mengikuti tradisi Ngalap Berkah di Makam Mbah
Ro Dukun?
Informan :Tujuan saya ikut Ngalap Berkah supaya dapat barokahnya dan
dagangan saya laris manis.
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Miftachul Sariun Janah
Nim : 111 11 205
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Pembimbing : Fatkhurrohman, M.Pd
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1. Seminar Enterepreneurship dan
Koperasi
25 Agustus 2011 Peserta 2
2. USER EDUCATION
(Pendidikan Pemakai) oleh UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga
19 September
2011
Peserta 2
3. Pelatihan Penggunaan Maktabah
Syamilah & Mengetik Arab
Cepat Dalam Acara “STAIN
ARABY” diselenggarakan
ITTAQO STAIN Salatiga
17 Maret 2012 Peserta 2
4. OPAK STAIN Salatiga 2012 5-7 September
2012
Peserta 3
5. Orientasi Dasar
Keislaman(ODK) dengan tema
”Membangun Karakter
10 September
2012
Peserta 2
Keislaman Bertaraf
Internasional di Era Globalisasi
Bahasa”
6. Achievment Motivation
Training
12 September
2012
Peserta 2
7. Seminar Regional “Peran
Mahasiswa Dalam Mengawal
BLSM (BLT) Tepat Sasaran”
3 Mei 2012 Peserta 4
8. Seminar Nasional Kristologi &
Tabligh Akbar Dengan Tema
“Membangun Pemahaman
Agama menuju Khoirul
Ummah”
20 Mei 2012 Peserta 8
9. IBTIDA‟ Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) Darul Amal
20-21 Oktober
2012
Peserta 2
10. Acara Islamic Public Speaking
Training (IPST) yang
diselenggarakan oleh LDK
STAIN Salatiga
25 Oktober 2012 Peserta 2
11. Seminar Nasional “Peran
Lembaga Perbankan Syariah
dengan adanya Otoritas Jasa
Keuangan (UU No.21 Tahun
2011 Tentang OJK
29 November
2012
Peserta
8
12. Seminar Nasional dengan tema
“HIV/AIDS BUKAN
KUTUKAN DARI TUHAN”
13 Maret 2013 Peserta 8
13. Public Hearing dengan tema
“Optimalisasi Kinerja Lembaga
Melalui Kritik & Saran
Mahasiswa” yang
diselenggarakan oleh Senat
Mahasiswa STAIN Salatiga
25 Maret 2013 Peserta 2
14. Seminar Nasional dengan tema
“Ahlussunnah Waljamaah
dalam Perspektif Islam
Indonesia”
26 Maret 2013 Peserta 8
15. Seminar Nasional & Dialog
Publik dengan tema “Minimnya
Pasokan Energi dalam
Negeri;Pembatasan Subsidi
BBM dan Peran Masyarakat
Dalam Penghematan Energi”
diselenggarakan oleh HMJ
Tarbiyah dan Syariah STAIN
Salatiga
20 April 2013 Peserta 8
16. Tafsir Tematik dengan tema 4 Mei 2013 Peserta 2
“Sihir dalam Perspektif Al-
Qur‟an dan Hukum Negara”
17. Seminar Nasional dengan tema
“Norma Hukum Serta Kebijakan
Pemerintah Dalam
Mengendalikan Harga BBM
Bersubsidi” diselenggarakan
oleh Dewan Mahasiswa
(DEMA) STAIN Salatiga
27 Mei 2013 Peserta 8
18. Seminar Nasional dengan tema
“Mengawali pengendalian BBM
Bersubsidi, kebijakan BLSM
yang tepat sasaran Serta
pengendalian inflasi dalam
Negeri Sebagai Dampak
kenaikan harga BBM
bersubsidi”
8 Juli 2013 Peserta 8
19. Rangkaian acara MILAD LDK
XI dalam Darurah Mar‟atus
Shalihah (DMS)
diselenggarakan oleh LDK
STAIN Salatiga
13 Juni 2013 Peserta 2
20. Seminar Regional Deteksi Dini 18 Juni 2013 Peserta 4
Gangguan Perkembangan pada
Anak
21. GARDIKA (Gema Ramadhan di
Kampus) pada Pesantren Kilat
di SMP N 1 Salatiga
22-27 Juli 2013 Pemateri 4
22. Sarasehan Akbar Bersama
Tokoh Nasional dengan tema
“Komitmen Politik Islam dalam
Menata Arah Masa Depan
Bangsa Indonesia”
diselenggarakan oleh Lembaga
Dakwah Mahasiswa Islam
(LDMI) Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam
(PB HMI)
15 Maret 2014 Peserta 2
23. Acara Kismis dalam Forum
Group Discussion dengan tema
“Haramkah Golput? Pandangan
Golput dalam Islam”
3 April 2014 Panitia 3
24. Surat Keputusan Badan
Pengurus Yayasan Al Muflihun
Salatiga
Ditetapkan
Salatiga, 30 Juni
2014
Pengajar 4
25. Kegiatan Lomba Dirgahayu 14-15 Agustus Panitia 3
Indonesia 69 Sekolah Menengah
Pertama (SMP) 2 Tuntang
dengan tema “Memupuk
Semangat Generasi Berprestasi
Bersama Indonesia”
2014
26. International Discussion of
Genre (Generasi Berencana)
21 Oktober 2014 Peserta 8
27. Seminar Nasional Bahasa Arab
ITTAQO dengan tema
“Implementasi Kurikulum 2013
pada mapel Bahasa Arab tingkat
dasar dan tingkat menengah
dalam upaya menjawab
tantangan pengajaran Bahasa
Arab”
4 November 2014 Peserta 8
28. Seminar Nasional dengan tema
“Perbaikan Mutu Pendidikan
Melalui Profesionalitas
Pendidikan” diselenggarakan
oleh HMJ Tarbiyah
13 November
2015
Peserta 8
29. Training Kepribadian di Institut
Agama IslamNegeri (IAIN)
Salatiga
19 Mei 2015 Peserta 2