berkah sawit di lahan transmigrasi

11
Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi Memasuki wilayah Sungai Lilin, Palembang, kita akan berjumpa dengan lengangnya jalan raya yang berliku dan bergelombang. Lama perjalanan antara 2,5 sampai 3 jam dari pusat kota. Sepanjang per- jalanan kita akan berpapasan ataupun beriringan dengan truk-truk pembawa hasil kebun kelapa sawit hingga produk turunannya. Itulah salah satu hasil bumi kekayaan alam di Provinsi Sumatera Selatan. 3 03_PALEMsaWit_OKE.indd 25 12/3/08 10:06:59 AM

Upload: vucong

Post on 19-Jan-2017

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

25

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

Memasuki wilayah Sungai Lilin, Palembang, kita akan berjumpa dengan lengangnya jalan raya yang berliku dan bergelombang. Lama perjalanan antara 2,5 sampai 3 jam dari pusat kota. Sepanjang per-jalanan kita akan berpapasan ataupun beriringan dengan truk-truk pembawa hasil kebun kelapa sawit hingga produk turunannya. Itulah salah satu hasil bumi kekayaan alam di Provinsi Sumatera Selatan.

3

03_PALEMsaWit_OKE.indd 25 12/3/08 10:06:59 AM

Page 2: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

26

Sepanjang jalan yang kelihatan hanyalah areal hutan dan la-han perkebunan. Baru di setiap satu kilometer akan kita jum-

pai pemukiman penduduk. Kondisi itu tentunya bertolak belakang dengan Pulau Jawa apalagi Jakarta yang sudah disesaki oleh para pendatang. Tak mengherankan bila kondisi itu menuai gagasan untuk memindahkan sebagian penduduk Pulau Jawa ke sana pada 1980-an di era Orde Baru. Berangkatlah para petani dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut untuk bertransmigrasi ke MUBA, atau kependekan dari Musi Banyuasin. Kabupaten ini menjadi salah satu kebanggaan Provinsi Sumatera Selatan. Salah satu tanda kema-juan itu terlihat pada diri Sukayat (43), transmigran asal Pati (Jawa Tengah).

Perjalanan Usaha Bersama 52 Kepala Keluarga (KK) asal Pati, Sukayat masuk ke Sungai Lilin pada 1981. Umumnya mereka adalah petani yang paling mis-kin di daerahnya akibat kekurangan lahan. Sebagaimana para trans-migran lainnya, Sukayat mendapatkan lahan seluas dua hektar dari pemerintah secara cuma-cuma. Di lahan seluas itu Sukayat memba-

Sukayat (berdiri di depan kedua dari kanan) dengan latar belakang KUD Suka Rezeki, koperasi yang menaungi para petani di wilayahnya.

03_PALEMsaWit_OKE.indd 26 12/3/08 10:07:02 AM

Page 3: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

27

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

ginya kedalam beberapa fungsi: lahan pekarangan seluas seperempat hektar, lahan usaha I satu hektar, dan lahan usaha II tiga per empat hektar.

Kisah hidup Sukayat sebagai transmigran diawali dengan sebuah kegagalan. Usahanya bercocok tanam palawija tidak bisa diandalkan karena berbagai sebab, mulai dari hama sampai sulitnya pemasar-an. Berbeda dengan Jawa di mana tikus menjadi hama yang paling ditakuti, di pulau nomor dua terbesar di Indonesia ini hama yang paling diburu adalah babi. Pemasaran juga menjadi persoalan rumit bagi para transmigran perintis ini. Lokasi lahan yang sangat jauh dari akses jalan raya menyebabkan transportasi menjadi kendala utama. Akibatnya, berbagai tanaman palawija yang dihasilkan sering kali dibiarkan rusak sebelum mendapatkan pasarnya.

Untuk mengatasi kebutuhan sehari-hari, Sukayat pun meng-andalkan beras jatah pemerintah. Bersama para petani lainnya ia mendapat jatah beras selama 1,5 tahun di awal masa transmigrasinya di Sumatera Selatan—yang jumlahnya lebih kurang 30 kilogram per bulan. Sukayat juga berani keluar dari profesi petani dengan bekerja sebagai buruh bangunan ataupun pekerja dalam proyek-proyek pa-dat karya, setelah kegiatan penanaman palawija di lahannya mulai berkurang. Perjuangan tanpa hasil yang jelas itu dirasa tak terta-hankan lagi oleh sebagian petani rekan-rekannya, yang kemudian memutuskan pulang ke daerah asalnya. Namun Sukayat tetap ber-tahan, sampai akhirnya tanda-tanda perbaikan nasib itu datang.

Pada tahun 1991, sebuah perusahaan pengolahan kelapa sawit bernama Gua Manurung (sekarang PT Hindoli) berencana mendirikan pabriknya di daerah transmigrasi tersebut. Pabrik pengolahan kelapa sawit berdiri seiring dengan keluarnya Instruksi Presiden agar para petani mengisi lahannya dengan kelapa sawit, tanpa me ninggalkan tanaman palawija. Selain itu, pemerintah pun memberikan tambahan lahan kepada para petani seluas setengah hektar. Dengan demikian, alokasi penggunaan lahan petani berubah menjadi: pertama, lahan ke-lapa sawit seluas dua hektar; kedua, lahan pekarangan seluas seper-empat hektar; ketiga, lahan palawija seluas seperempat hektar.

03_PALEMsaWit_OKE.indd 27 12/3/08 10:07:02 AM

Page 4: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

28

Meski ada secercah harap terarah pada kelapa sawit, namun tak urung para petani ragu juga untuk memulainya. Pasalnya, mereka tak punya pengalaman di bidang tanaman kelapa sawit ini. Tanaman kelapa yang biasanya diandalkan di Pulau Jawa sangat berbeda per-lakuannya dengan kelapa sawit. “Berbeda dengan kelapa, untuk ke-lapa sawit biasanya petani tidak bisa mengolah produknya sendiri,” tutur M. Basri, asisten manajer pemasaran Bank Mandiri SBDC Palem-bang. Keragu-raguan tersebut juga menghinggapi diri Sukayat.

Pola Inti-Plasma Keraguan petani akan kelapa sawit perlahan-lahan teratasi berkat ke-gigihan pihak perwakilan perusahaan dalam memberikan penyuluh-an. “Sampeyan akan mendapat uang jutaan,” ujar salah satu petani menirukan ucapan perwakilan perusahaan saat itu. Selain itu, pada awal pengolahan lahannya petani tidak mengeluarkan dana sedikit pun karena seluruhnya dibiayai oleh Bank Mandiri Cabang Palem-bang, dengan kelolaan PT Hindoli. Untuk pengelolaan lahan selama kelapa sawit belum menghasilkan, Bank Mandiri dengan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), menggelontorkan pinjaman yang besarnya berbeda-beda bagi masing-masing petani sesuai dengan pe-riode tanamnya: Rp 10,401 juta (1991/1992), Rp 10,971 juta (1992/1993), Rp 11,487 juta (1993/1994), dan Rp 21,487 juta (1996/1997). Dari em-pat periode tanam tersebut, Sukayat sendiri masuk dalam periode kedua (tahun 1992/1993).

Satu hal yang menarik dalam kaitan dengan perusahaan (PT Hindoli) dan para petani adalah hubungan mereka yang diatur da-lam skim Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-Trans) dengan pola inti dan plasma. Pola inti dan plasma ini mirip seperti hubungan outsourcing dalam ketenagakerjaan. PT Hindoli, yang kini saham nya dimiliki oleh CTP Holdings—joint venture antara Cargill Inc. dari AS dan Temasek Holdings milik Pemerintah Singapura—sebagai per-usahaan inti, sementara Sukayat dan para petani lainnya yang ber-naung dalam sebuah koperasi sebagai plasma-plasmanya. PT Hin-

03_PALEMsaWit_OKE.indd 28 12/3/08 10:07:02 AM

Page 5: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

29

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

doli sendiri tak hanya membawahi satu koperasi, melainkan bermitra dengan banyak koperasi sebagai wadah organisasi petani plasma.

Keterkaitan antara inti dan plasma terjadi dalam setiap tahap pe-ngelolaan lahan. Mulai dari tahap pembersihan lahan, petani menda-patkan bantuan berupa alat-alat berat seperti traktor dari perusahaan. Demikian pula saat pembibitan, petani membeli bibit yang diproduk-si sendiri oleh perusahaan, dengan biaya yang akan ditagih sebagai angsuran pinjaman. Selain bibit, petani pun membeli pupuknya dari perusahaan. Dalam kurun empat tahun sebelum kebun kelapa sawit menghasilkan, para petani pun mendapatkan upah untuk mengelola lahan. Saat panen tiba, para petugas penyuluh dari perusahaan ham-pir setiap hari mencari kebun yang siap panen. Mereka datang untuk memberi masukan secara langsung mengenai ciri buah yang bisa di-petik, cara panen, dan sebagainya.

Pihak inti sangat memberi perhatian kepada para plasmanya, karena mereka berkepentingan terhadap kualitas hasil panen. Se-telah menghasilkan buah, petani tidak boleh menjual ke sembarang pihak. Ia punya ikatan untuk menjual hasilnya hanya kepada inti. Dari penjualannya kepada inti tersebut petani mengangsur pokok pinjamannya dari bank, sebesar 30% dari nilai penjualan. Dengan demikian petani hanya membawa pulang 70% dari nilai penjualan-nya. Meskipun begitu, para petani biasanya menerima hasil yang relatif besar karena harga kelapa sawit yang diterima petani dari pe-rusahaan inti biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar yang ditentukan oleh para tengkulak. Bahkan saat harga kelapa sawit jatuh hingga di bawah Rp 500/kg di penghujung 2008 ini, para petani masih bisa tersenyum menerima harga inti di atas Rp 1.000/kg.

Peran Kredit dan Pihak Lainnya Keterlibatan petani dengan perbankan memang berjalan secara tidak langsung. Alih-alih berhubungan langsung, Bank Mandiri yang mem-biayai pengelolaan perkebunan kelapa sawit para petani, berada di antara perusahaan dan petani. Petani pun tidak memilih bank mana yang akan mendanai perkebunannya. Justru Bank Mandiri sebagai

03_PALEMsaWit_OKE.indd 29 12/3/08 10:07:03 AM

Page 6: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

30

penerima dana KLBI saat itu yang berinisiatif untuk menjadi penyan-dang dana. Sebagai petani plasma dari PT Hindoli, Sukayat kala itu berada dalam kelompok yang mendapatkan pinjaman Rp 10,971 juta, bersuku bunga 12% per tahun (flat), dengan pola angsur pokok 30% dari penjualan, dimulai setelah bulan ke-48 sejak pencairan pinjaman, dengan jangka waktu pelunasan selama tiga tahun.

Dana pinjaman yang diperoleh dari bank tersebut tidak diberi-kan secara tunai kepada Sukayat, melainkan diberikan dalam bentuk upah, biaya pembukaan lahan, biaya pembibitan, biaya penanaman, biaya perawatan lahan, dan lain sebagainya—dengan kelolaan PT Hindoli. Sementara itu, sertifikat lahannya ditahan oleh bank sebagai agunan. Bagi petani, dana pinjaman dari bank bisa dikatakan mu-tlak perlu, terutama pada tahap permulaan masa ta nam. Biaya yang relatif tinggi, untuk Sukayat yang tanam di tahun 1992/1993, sebesar Rp 10,971 juta, mustahil dibiayai dari tabungan sendiri. Menge nai pengelolaan pinjaman dilakukan sepenuhnya oleh PT Hindoli sam-pai tanaman masuk masa panen di bulan ke-48. Se telah tahun keem-pat itu, mulailah dilakukan pengembalian pinjam an, setelah petani mulai memanen kelapa sawitnya. Untuk Sukayat, pengembalian

Pohon kelapa sawit mampu meningkatkan kesejahteraan petani yang pernah mengikuti program pemerintah PIR-Trans (Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi)

03_PALEMsaWit_OKE.indd 30 12/3/08 10:07:06 AM

Page 7: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

31

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

pinjaman pertamanya dari perbankan itu berlangsung selama tiga ta-hun, dengan memotong 30% dari penjualannya kepada perusahaan inti. Begitu angsuran pinjamannya selesai di tahun 1999, Sukayat pun menerima sertifikat lahannya kembali.

Saat memulai usaha perkebunan kelapa sawit pada 1991, di Su-ngai Lilin memang tidak terlalu banyak informasi yang beredar soal perbankan. Bank-bank generasi pertama yang masuk ke wilayah itu baru Bank BRI dan Bank Mandiri. Lagipula, pada umumnya persepsi petani kala itu tentang bank cukup negatif. “Mereka mengira saya adalah orang perusahaan,” tutur M. Basri. Kecurigaan terhadap pihak lain masih sangat besar mengingat para petani merasa pernah mengalami kegagalan dalam proyek sebelumnya. Perasaan khawatir tidak mampu mengembalikan karena tidak adanya pekerjaan tetap, juga menjadi alasan mengapa mereka enggan berhubungan dengan bank. Apalagi kala itu tidak ada aset yang cukup nilainya untuk me-reka jadikan agunan.

Sekarang sudah banyak beroperasi bank swasta maupun lem-baga nonbank lain di daerah Sungai Lilin. Petani bisa memilih bank yang mereka inginkan. Dan salah satu kriteria para petani dalam me-milih suatu bank sebagai mitranya adalah transparansinya. Petani menyukai bank yang mau memperlihatkan data catatan angsuran pengembalian pinjaman mereka secara terbuka. Dengan demikian, petani merasa nyaman kala mengangsur pinjaman dan bunga, tidak ada kesangsian mengenai posisi saldo utangnya. Selain transparan-si, alasan lainnya adalah dimungkinkannya penundaan pembayar-an angsuran pokok hingga tanamannya menghasilkan. Sementara menunggu tanaman menghasilkan, para petani hanya diminta mem-bayar bunga setiap bulan.

Sukayat sendiri pada tahun 2005 mendapatkan kredit multiguna dari Bank Mandiri senilai Rp 20 juta, bersuku bunga 17% per tahun, dengan pola angsur pokok Rp 750 ribu per bulan, selama jangka wak-tu tiga tahun. Sukayat yang tergolong hati-hati dalam menggunakan uang itu memakainya untuk membeli tanah dari penduduk pribumi dan sebagian untuk merintis usaha sampingan isterinya. Perilaku-

03_PALEMsaWit_OKE.indd 31 12/3/08 10:07:06 AM

Page 8: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

32

nya dalam mengelola uang itu agaknya banyak dipengaruhi oleh pi-hak Bank Mandiri yang tak henti-hentinya melakukan penyuluhan mengenai manajemen keuangan. Melalui koperasi, mereka meng-arahkan para petani untuk mengelola uang yang dimilikinya untuk penggunaan pinjaman secara produktif. Isu ketidakpastian harga ke-lapa sawit di tingkat internasional semakin menjadi alasan kuat bagi petani untuk mengendalikan pola konsumsinya. Dan salah satu cara untuk mengontrol pola konsumsi itu adalah dengan menabung.

Bank Mandiri sendiri sudah menanggapi kebutuhan para petani untuk menabung dengan membuat produk bernama Tabungan Bis-nis. Tabungan Bisnis berguna bagi petani untuk berjaga-jaga terhadap fluktuasi harga di saat yang tidak terduga. Untuk menarik minat na-sabah, suku bunga tabungan dibuat menarik. “Lebih tinggi daripada tabungan biasa, supaya petani terbantu. Yang mulai sudah cukup banyak,” papar Reynhard U. Bakara, pejabat Bank Mandiri Palem-bang. Di samping untuk menghadapi situasi tidak pasti, tabungan juga dimaksudkan untuk mendukung perencanaan. Sesuai siklus ta-naman kelapa sawit, petani harus menanam ulang lahannya (replant-

ing) setiap 25 tahun sekali. “Petani harus ada dana untuk replanting, jangan mengandalkan bank terus. Ada masyarakat lain yang lebih membutuhkan,” imbuh Reynhard.

Kegemaran menabung, merupakan hal yang penting bagi petani khususnya petani mandiri yang tidak terikat pada perusahaan mana pun. Hal ini dapat membuatnya terhindar dari pengaruh tengkulak yang kerap menekan harga. Beruntunglah para petani plasma, yang biasanya mendapat harga lebih tinggi dari inti, karena kualitas ke-lapa sawitnya relatif tinggi dibanding petani mandiri. “Jadi seperti isu yang beredar —harga sampai Rp 400/kg—itu, sebenarnya yang hancur harga-harga yang dihadapi oleh para petani mandiri,” jelas alumnus Universitas Jayabaya itu. Kebiasaan menabung juga dapat mengurangi gaya hidup konsumtif. Di tengah arus konsumerisme, pengaruh gaya hidup tersebut mengena pada siapa pun, tanpa pan-dang bulu. Seiring dengan kekuatan global yang kian menguat terse-but, Bank Mandiri melalui koperasi mencoba mempengaruhi petani

03_PALEMsaWit_OKE.indd 32 12/3/08 10:07:07 AM

Page 9: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

33

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

untuk melawannya, dengan melatih petani membuat catatan keu-angan. “Sekarang plasma itu sendiri banyak yang sudah pintar kok. Mereka punya catatan sendiri, bahkan ada yang punya kantor,” pa-parnya.

Di samping perbankan, kemajuan usaha Sukayat juga tak terle-pas dari jasa para penyuluh lapangan dari perusahaan inti dan petu-gas koperasi, yang bekerja secara bergantian. Sebelum kebun kelapa sawit menghasilkan, para petani sebagai plasma didampingi oleh para penyuluh perusahaan inti. Namun, setelah konversi lahan—isti-lah pengalihan lahan dari perusahaan kepada petani setelah seluruh pinjaman lunas—tugas penyuluh perusahaan digantikan oleh petu-

gas dari koperasi (Ketua I bidang kebun). Meski pengelolaan lahan sudah dialihkan, perusahaan inti tidak serta merta meninggalkan pe-tani. Para penyuluh perusahaan sering kali masih aktif mendampingi pihak koperasi saat memberikan penyuluhan pasca konversi.

Koperasi yang menaungi Sukayat dan para petani di wilayahnya bernama KUD Suka Rezeki. Berdiri pada tahun 1996 atas prakarsa para petani dengan tujuan agar mereka mendapatkan informasi yang jelas mengenai kelapa sawit, khususnya soal harga. Tanpa informasi yang jelas dari tangan pertama (Dirjen Perkebunan dan PT Hindo-li), para petani memang dibuat bingung oleh para tengkulak yang sering memainkan harga di tingkat bawah. Apalagi para tengkulak tersebut sering mengiming-imingi para petani dengan barang-barang konsumtif atau pembelian yang lebih kerap waktunya daripada inti. Dibandingkan inti yang hanya melakukan pembelian selama 15 hari

Semenjak kehidupan Sukayat meningkat seiring per-kembangan hasil kebun kelapa sawitnya, persepsi nega-tifnya terhadap bank itu perlahan-lahan berubah positif. Dengan mulai jelasnya sumber-sumber penghasilan yang ada, ia pun semakin yakin dengan peran bank se-bagai pendorong percepatan usaha.

03_PALEMsaWit_OKE.indd 33 12/3/08 10:07:07 AM

Page 10: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

34

sekali, penjualan kepada para tengkulak bisa lebih fleksibel—terima barang barang dulu, bayar kemudian dengan buah kelapa.

Pengembangan Usaha Semenjak kehidupan Sukayat meningkat seiring perkembangan hasil kebun kelapa sawitnya, persepsi negatifnya terhadap bank perlahan-lahan berubah positif. Dengan mulai jelasnya sumber-sumber peng-hasilan yang ada, ia pun semakin yakin dengan peran bank sebagai pendorong percepatan usaha. Pada tahun 1996 (tahun keempat sete-lah memulai tanam), Sukayat mulai mencicil kredit pertamanya pada Bank Mandiri, yang selesai pada tahun ketiga yaitu 1999. Pada tahun 2005 Sukayat yang tergolong berhati-hati dalam menggunakan uang ini kembali mendapat tawaran kredit dari pihak Bank Mandiri. Pin-jamannya senilai Rp 20 juta itu telah selesai ia lunasi pada Oktober 2008 lalu.

Secara keseluruhan, perjuangan pria lulusan SMP selama lebih kurang 17 tahun itu tidak sia-sia. Kini di atas sebidang tanah seluas 4,5 ha Sukayat sudah bisa mengupah empat orang karyawan lepas untuk merawat kebun kelapa sawitnya. Dari lahan plasma ia mem-peroleh pendapatan bulanan berfluktuasi antara Rp 3-5 juta. Selain lahan plasmanya, ia pun sudah memiliki lahan mandiri lainnya. Un-tuk produk kelapa sawitnya di lahan mandiri, ia telah mendapatkan sejumlah pasar yang siap menampung hasilnya. Dari tabungan pri-badinya sejak pertama kali lahannya menghasilkan pada tahun 1996 pun, kini telah menjelma menjadi sebuah truk. Dari truk baru ber-merek Hino yang dibelinya tahun 2002 ia mendapatkan penghasilan dari sewa angkut kelapa sawit sekitar Rp 8 juta per bulan.

Isterinya pun tak mau ketinggalan. Sejak ketiga anaknya beran-jak besar—dua di SMA dan satu di SMP—kini ia punya waktu luang menjalankan usaha rumahan berupa warung manisan. Hasilnya bisa untuk menutupi keperluan dapur sehari-hari. Kediaman Sukayat dan keluarganya kini tidak lagi berdinding papan dan beratapkan seng. Di atas tanah seluas seperempat hektar, rumah tinggalnya kini menjelma bak rumah dalam acara Bedah Rumah di televisi swasta itu,

03_PALEMsaWit_OKE.indd 34 12/3/08 10:07:07 AM

Page 11: Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

35

Berkah Sawit di Lahan Transmigrasi

bahkan dilengkapi antena parabola di halaman samping. Ke depan, Sukayat masih memiliki mimpi menambah luas tanahnya bila menda-patkan kredit bank lagi. Sesuatu yang tidak pernah dimilikinya saat di tanah Jawa. [] dedes

03_PALEMsaWit_OKE.indd 35 12/3/08 10:07:07 AM