nilai moral pada novel gadis pesisir karya nunuk y. …
TRANSCRIPT
NILAI MORAL PADA NOVEL GADIS PESISIR
KARYA NUNUK Y. KUSMIANA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Oleh
KARLINA
105331107816
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar
Rad:11).
Menyerah hanya untuk mereka yang tidak punya keinginan dan nyali. Dan
kemenangan adalah milik mereka yang mau bekerja keras.
Kupersembahkan karya ini buat :
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku, atas
keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis mewujudkan
harapan menjadi kenyataan
vii
ABSTRAK
Karlina. 2020. “Nilai Moral pada Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.
Kusmiana”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dibimbing oleh bapak A. Rahman Rahim selaku pembimbing I dan
Akram Budiman Yusuf selaku pembimbing II. Penelitian ini difokuskan pada
permasalahan yang berkaitan dengan wujud nilai moral dan teknik penyampaian
nilai moral pada novel gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana. Tujuan penelitian
ijni adalah mendeskripsikan nilai moral pada novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Dalam penelitian ini berupa
kata-kata, kalimat, dan dialog yang berhubungan dengan nilai moral pada novel
Gadis Pesisir karya NunuK Y. Kusmiana.
Hasil penelitian diuraikan sebagai berikut. Pertama wujud nilai moral
pada novel Gadis Pesisir yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, yang paling
mendominasi adalah bersyukur kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan diri
sendiri, yang paling mendominasi adalah penyesalan. Hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup lingkungan sosial, yang paling mendominasi adalah
peduli sesama. Kedua, teknik penyampaian nilai moral dalam novel Gadis Pesisir
berupa teknik penyampaian langsung, yang paling mendominasi adalah melalui
tokoh sedangkan teknik penyampaian tidak langsung, yang paling mendominasi
adalah melaliu peristiwa.
Kata kunci: nilai moral, novel, sastra, prosa, Gadis Pesisir.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahi RahmanirRahim
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
yang selalu senantiasa memberikan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah, serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan proposal dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam tak luput pula terucap atas junjungan nabi
Muhammad SAW yang menyempurnakan islam serta membawa manusia dari
zaman biadab menuju zaman yang beradap karena atas nikmat kesehatan yang
diberikan penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Moral pada
Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y. Kusmiana” dapat dirampungkan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin, namun sebagai manusia biasa tentunya tidak lepas dari segala
kekurangan dan keterbatasan sehingga masih jauh dari sempurna, baik dari segi
sistematika penulisan maupun isi yang terkandung dalam skripsi ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak hingga kepada
semua pihak yang membantu kelancaran proposal ini, baik berupa moril dan
materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dari mereka, sulitnya rasanya bagi
penulis menyelesaikan skripsi ini. Izinkan penulis menyampaikan terima kasih
ix
kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat, kesehatan dan kelancaran serta
petunjuk menyelesaikan skripsi ini.
Rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan luar biasa sangat spesial
penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis. Ibunda Hj. Sabaria dan
Ayahanda Sainuddin yang selaku keluarga penulis dengan segala pengorbanan
dan jasa-jasa mereka. Doa, restu, nasihat, dan petunjuk dari mereka merupakan
dorongan moril yang efektif.
Terima kasih kepada rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Bapak
Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. Terima kasih kepada dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph. D., serta para wakil
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoensia Ibu Dr. Munirah,
M.Pd., dan sekertaris Program Studi Pendikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Bapak Dr. Muhammad Akhir, M.Pd., beserta seluruh stafnya. Bapak Dr. A.
Rahman Rahim, M. Hum., selaku pembimbing I ( satu) dan Bapak Akram
Budiman Yusuf, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II ( dua ) yang telah
meluangkan waktunya untuk bimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kakak kandung saya
Mardiana, yang selalu memberikan masukan dan dorongan dalam menyelesaikan
proposal ini, serta sahabat penulis Rahmawati, Nur Adila, Rahma nur,
Rahmawati, Mittahul Akar Manna, Hikmah, Meidina Sri Hanum, Nur Adila yang
selalu
x
memberikan saya bantuan, dukungan, mengajarkan saya arti kesabaran dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bantuan, bimbingan, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah
Subahanahu wa taala, akhirnya penulis dengan segala kerendahn hati, penulis
menyampaikan tidak ada manusia yang sempurna dan tak ada luput dari kesalahan
dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapakan tanggapan,
kitikan dan saran sehingga penulis dapat berkarya di masa yang akan datang.
Semoga segala bantuan dan bimbingan dari semua pihak mendapat berkat dan
rahmat Allah. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi pembaca, terutama
bagi diri penulis. Aamiin ya rabbal alamin.
Makassar, Agustus 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL. ..................................................................................................................
KARTU KONTROL. .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN. ................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN.. ..................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN.. ......................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.. ....................................................................... vi
ABSTRAK.. ............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN.. ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA.. ............................................................................... 12
A. Kajian Pustaka .............................................................................................. 12
1. Penelitian Relevan ................................................................................... 12
2. Nilai moral ............................................................................................... 16
xii
3. Novel sebagai jenis kesusastraan ............................................................. 22
4. Unsur-unsur pembangun fiksi ................................................................. 26
5. Nilai moral dalam karya sastra ................................................................ 34
6. Jenis moral dalam karya sastra ............................................................... 36
7. Teknik penyampaian nilai moral ............................................................. 38
B. Kerangka Pikir ............................................................................................. 42
BAB III METODE PENELITIAN.. ..................................................................... 45
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 45
B. Data dan Sumber data .................................................................................... 45
C. Definisi Istilah ............................................................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 48
E. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.. .................................... 52
A. Hasil Penelitian.. .......................................................................................... 52
B. Pembahasan Hasil Penelitian.. ..................................................................... 68
1. Wujud Nilai Moral pada Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.
Kusmiana................................................................................................ 69
2. Teknik Penyampaian Nilai Moral.. ........................................................ 79
BAB V PENUTUP.. ................................................................................................ 91
A. Kesimpulan.. ................................................................................................ 91
B. Saran.. ........................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 95
LAMPIRAN ............................................................................................................ 97
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 136
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil kreativitas manusia sebagai cerminan
kehidupan manusia. Hal tersebut terlihat dari permasalahan yang di
tuangkan di dalam karya sastra juga sering terjadi di dunia nyata atau
sebaliknya. Akan tetapi karena karya sastra merupakan hasil kreatif
manusia jadi tidak semata-mata karya sastra tersebut merupakan duplikasi
dari kehidupan nyata, melainkan ada unsur kreatif di dalamnya
berlandaskan permasalahan yang ada di dunia nyata. Karya sastra
merupakan „dunia dalam kata‟ dan „dunia dalam imajinasi‟ yang
membentuk kesatuan dan keutuhan (Al-Ma‟ruf, 2011: 3). Dapat diartikan
bahwa karya sastra disajikan dengan tulisan yang didapat dari sebuah
imajinasi seorang pengarang sehingga menghasilkan sebuah karya yang
bagus untuk disajikan kepada pembaca.. Sebagai seni yang lahir dari hasil
kreatif manusia, karya sastra tidak hanya sebagai media untuk
menyampaikan gagasan, teori, ide atau sistem pemikiran manusia, akan
tetapi harus mampu menciptakan kreasi yang indah dan menyenangkan.
Sastra dalam perkembangan memiliki banyak fungsi yang dapat
dijadikan bahan pembelajaran, baik terhadap anak-anak, remaja, maupun
orang tua. Sastra termasuk lembaga sosial yang menggunakan bahasa
sebagai mediumnya dan bahasa merupakan ciptaan sosial. Bahasa sastra
2
mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap
pembicaraan atau penulisnya (Wellek dan Warren, 1993:15).
Menurut Terry Eagleton (2010: 4) mengemukakan bahwa sastra
merupakan karya sastra tulisan indah (belle letters) yang mencatatkan
sesuatu dalam bentuk bahasa yang dipadukan, didalamkan, dibelitkan,
dipanjang pendekkan, dan diputarbalikkan, dijadikan ganjil atau cara
pengubahan estetis lainnya melalui alat bahasa. Wellen dan Warren (2014:
3), mengemukakan bahwa karya sastra ialah suatu kegiatan kreatif, sebuah
karya seni.
Setiap pengarang tidak akan mencapai target yang diinginkan tanpa
memiliki pengetahuan yang memadai tentang sistem yang berlaku dalam
bahasa yang digunakan dalam novel. Novel sebagai salah satu karya sastra
yang cenderung berukuran panjang, dituntut untuk menyampaikan sesuatu
serba panjang. Novel menyuguhkan kebenaran yang diciptakan,
dipadatkan, digayakan dan di perkukuh oleh kemampuan imajinasi
pengarangnya. Novel atau sering di sebut roman adalah suatu cerita prosa
yang fiktif dalam cerita panjang yang tertentu, yang melukiskan para
tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau
suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 9-10) mengemukakan bahwa salah
satu karya sastra fiksi yang dikenal oleh masyarakat adalah novel. Novel
merupakan salah satu bentuk prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
3
Menurut Sayuti, (2000: 3) mengemukakan bahwa kegiatan
membaca prosa fiksi pada dasarnya merupakan kegiatan berapresiasi
sastra secara langsung. Apresiasi sastra adalah upaya memahami karya
sastra, yaitu upaya bagaimana cara untuk dapat mengerti sebuah karya
sastra yang kita baca, baik fiksi maupun puisi, mengerti maknanya, baik
yang intensional maupun yang aktual, dan mengerti seluk beluk
strukturnya.
Sebagai sebuah karya imajinatif, fiksi menawarkan berbagai
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang
menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan
yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan
pandangannya. Oleh karena itu, fiksi, menurut Altenbernd dan Lewis
(dalam Nurgiyantoro, 2013: 3), dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang
bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung
kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan
pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara
selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus
memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman
kehidupan manusia”.
Menurut Nurgiyantoro, (2013: 3) mengemukakan bahwa fiksi
menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya
dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta
4
interaksinya dengan Tuhan. Pada dasarnya, prosa fiksi merupakan karya
imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi
kreativitas sebagai karya seni. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah
cerita yang di dalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan
kepada pembaca di samping adanya tujuan estetik
Karya sastra sebagai sebuah tiruan kehidupan sosial, budaya dan
politik juga menampilkan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai
pembelajaran oleh para pembacanya. Pesan moral dalam sebuah karya
sastra biasanya menceritakan pandangan hidup pengarang yang timbul
karena konflik yang terjadi disekitar lingkungan tempat hidup si pengarang
ataupun pengalaman batin yang dialaminya. Fenomena moral dalam novel
Gadis Pesisir Jenis dan ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah
yang bisa dikatakan bersifat tidak terbatas. Cakupannya meliputi seluruh
persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut
harkat dan martabat manusia..
Sarana yang digunakan dalam karya sastra untuk mengungkapkan
cerita adalah unsur intrinsik. Unsur intrinsik sastra adalah unsur dalam
yang membangun keutuhan karya sastra. Yang termasuk unsur intrinsik
karya sastra adalah tema, penokohan, amanat, latar, dan sudut pandang.
Tema adalah pokok persoalan setiap karya sastra misal politik,
persahabatan, cinta, keluarga, dan penghianatan. Penokohan adalah
penggambaran karakter tokoh cerita. Amanat adalah nasihat, petuah, dan
pesan moral. Latar adalah gambar tempat, waktu dan suasana terjadinya
5
cerita. Latar terdiri atas dua macam yaitu latar waktu dan tempat. Sudut
pandang adalah titik pengkisahan. Didalam novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana, unsur intrinsik yang digunakan untuk
mengungkapkan nilai moral adalah penokohan. Berdasarkan pemikiran
tersebutlah penelitian terhadap novel ini dilakukan, khususnya berkenaan
dengan nilai-nilai moral yang terkandung didalam novel Gadis Pesisir.
Dalam penelitian ini akan dikaji novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana. Di dalam novel Gadis Pesisir, Nunuk Y. Kusmiana menyajikan
cerita-cerita yang penuh dengan nilai-nilai moral dan budaya sehingga
penulis tertarik untuk mengkaji novel ini lebih lanjut berdasarkan uraian-
uraian di atas. Penelitian ini akan mengkaji nilai moral dalam novel Gadis
Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana.
Novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana menyuguhkan
bacaan yang sangat memberi inspirasi pembacanya. Nunuk Y. Kusmiana
menyajikan sebuah novel dengan gaya bahasa yang menarik untuk dibaca.
Dalam novel Gadis Pesisir ini kita akan menjumpai nilai-nilai moral yang
terdapat di dalamnya. Cerita disajikan dengan bahasa yang mudah untuk
dimengerti oleh pembaca, sehingga pembaca akan tertarik untuk
membacanya.
Karya sastra yang diciptakan oleh pengarang mengandung nilai
tertentu yang akan disampaikan kepada pembaca, misalnya nilai moral.
Pembaca diharapkan dapat menemukan dan menelaah nilai moral tersebut.
Nurgiyantoro, (2007) menyatakan bahwa nilai moral cerita biasanya
6
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral
tertentu yang bersifat praktis dan merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
tingkah laku dan sopan santun pergaulan. Menurut Chaplin (2006)
mengatakan bahwa moral adalah perbuatan atau tingkah manusia yang
sesuai dengan aturan yang mengatur hukum sosial atau adat.
Pengarang sebuah novel yang baik adalah pengarang yang dapat
memainkan kata-kata, ia dapat menciptakan berbagai gaya bahasa dalam
penceritaan rentetan alur dan peristiwa yang terjadi dalam novel. Penulis
juga mengutarakan hasratnya dalam menyampaikan ide-idenya melalui
bahasa kias atau bukan bahasa sebenarnya, agar pembaca tertarik untuk
melanjutkan membaca sampai selesai. Selain itu, penulis ingin
menghadirkan sebuah karya tulis berbentuk novel yang memiliki kekhsan
dalam segi bahasa, sehingga berbeda dengan penulis lainnya.
Novel Gadis Pesisir merupakan novel yang ketiga dari karya
Nunuk Y. Kusmiana yang terbit oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada
tahun 2018. Nunuk Y. Kusmiana lahir di Ponorogo 2 Juni 1964, namun
menanggap Jayapura Papua sebagai kota masa kecilnya karena sebagian
masa kecilnya ia habiskan di sana. Nunuk Y. Kusmiana tinggl di Jayapura
sejak usianya enam tahun hingga menyelesaikan pendidikan menengahnya
di Jayapura. Ayahnya adalah seorang Tentara yang bertugas di Irian Jaya
sedangkan Ibunya dalah wirausaha. Ia mulai aktif sebagai wartawati di
beberapa media cetak seperti Koran Pikiran Rakyat d Yogyakarta 1986-
7
992), Majalah Warta Ekonomi (1990-1992) Majalah Tiara (1992-1993)
dan Kelompok Gramedia Majalah (1991-1992), tenaga riset/penulis paruh
waktu untuk wilayah Malang Raya dan Jawa Timurdi majalah uit (Janari
2009- Maret 2010). Artikelnya pernah dimuat di beberapa surat kabar
pernah dimuat dalam koa Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Suara
Pembaruan dan Kompas.
Cerita dalam novel digambarkan dalam bentuk konflik. Secara
umum isi novel dapat berupa masalah yang timbul karena ada perbedaan
atau konflik antara keadaan yang satu dengan yang lain dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Pesan yang ingin disampaikan penulis lewat gaya
bahasa yang diambil dari kenyataan.
Penulis mempunyai gaya berbeda-beda yang menjadi ciri khas
dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Diksi (pilihan kata) dalam novel
merupakan unsur penting. Persoalan diksi bukan hanya menyangkut
pemilihan kata secara tepat dan sesuai, melainkan juga persoalan gaya
bahasa dan ungkapan. Gaya bahasa yang digunakan menjadi daya tarik
pembaca.
Beberapa karya Nunuk Y. Kusmiana yaitu, Vipassana, Lengking
Burung Kasuari, dan Gadis Pesisir. Nunuk Y. Kusmiana dalam novel
Vipassana menggunakan bahasa istilah yang sulit untuk dipahami oleh
beberapa kalangan misalnya anak sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas. Contohnya “melakukan meditasi di sebuah biara Buddha
di kota Batu”. Novel Lengking Burung Kasuari menggunakan beberapa
8
gaya bahasa, salah satunya gaya bahasa antonomasi adalah gaya bahasa
yang menggunakan cara fisik seseorang sebagai nama panggilan atau
sebutan tertentu. Seperti yang digunakan oleh masyarakat Pribumi yan
menyebut para pendatang atau perantau di tanah Papua dengan sebutan
“Sirambut lurus”. Contohnya, “orang-orang rambut lurus bodok. Bikin
rumah dekat sungai. Lihat yang terjadi waktu banjir.” Sedangkan dalam
novel Gadis Pesisir Nunuk Y. Kusmiana menggunakan bahasa indonesia,
bahasa jawa, dan bahasa makassar. Contohnya, “tempat itu benar-benar
tempat yang tidak bisa dipakai untuk kulakan pokoknya”. Kulakan dalam
bahasa jawa artinya membeli untuk dijual kembali. “Ada gogos, panada
sejenis pastel isi abon ikan yang pedas, dan kue bluder”. Gogos dalam
bahasa Makassar artinya makanan tradisionl khas Makassar yang mirip
dengan lemper dari Jawa.
Di antara novel karya Nunuk Y. Kusmiana peneliti tertarik meneliti
novel Gadis Pesisir daripada novel yang lain karena novel Gadis Pesisir
menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa indonesia, bahasa jawa, dan
bahasa makassar, karena dalam novel tersebut memiliki banyak pendatang
dari Jawa dan Makassar sehingga pengarang menampilkan bahasa dari
daerah tersebut. Peneliti tertarik untuk meneliti novel tersebut karena kita
juga bisa mengetahui bahasa jawa dan makassar dan didalam novel Gadis
Pesisir memiliki nilai moral yang sangat baik. Dengan demikian pembaca
dapat meneladani sifat-sifat baik yang dimiliki tokoh, serta mengambil
hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan mdalam novel tersebut
9
yang bernilai moral baik (positif) dan tidak mencontoh yang bernilai tidak
baik (negatif). Walaupun novel Lengking Burung Kasuari dan Gadis
Pesisir sama-sama mengambil latar tempat di tanah Papua, tetap memiliki
perbedaan terkait masalah yang disuguhkan. Lengking Burung Kasuari
menampilkan tentang seorang anak bersuku jawa yang bernama Asih yang
sedang berusaha beradaptasi untuk memulai kehidupannya di tanah Papua
adaptasi tersebut tentu saja tidak berjalan dengan mulus begitu saja, ia
mengalami keresahan dan ketidaknyaman akan ancaman tetangganya, ia
juga sering mendapatkan kekerasan terhadap tetangganya. Sedangkan
novel Gadis Pesisir menampilkan kisah tentang seorang gadis yang
bernama Haijah. Ia adalah anak tertua dari Bapak Umar, si nelayan miskin
asal Seram Maluku, keluarga tersebut memilih merantau ke Jayapura
dengan harapan mampu memperbaiki ekonomi keluarga mereka menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Keluarga Halijah selalu memiliki keluhan
kelaparan yang mengandalkan sebuah perahu dengan layar bekas karung
goni. Ikan yang berhasil ditangkap oleh Bapak Umar pun tidak pernah
banyak dan belum lagi hasil tangkapan ikan juga dipengaruhi oleh musi
angin, padahal di rumah ada istri dan lima seorang anak yang menunggu
hasil tangkapan laut untuk menentukan nasib perut mereka akan terisi atau
tidk setiap harinya.
Di antara begitu banyak topik yang disuguhkan oleh pengarang
perempuan, ragam kebudayaan maupun fenomena-fenomena yang berada
pada suatu daerah seringkali dihadirkan diberbagai macam bentuk karya
10
sastra, seperti novel maupun kumpulan cerpen, hal tersebut mucul
memberi warna baru pada karya sastra di Indonesia. Karya sastra yang
menghadirkan wilayah di Indonesia bagian barat sudah sangat biasa,
penulis Dwitasari menampilkan novel berlatar daerah Yogyakarta dan
Bandung yang sudah populer didengar. Sedangkan, kehadiran karya sastra
novel karya Nunuk Y. Kusmiana yang menampilkan wilayah timur
Indonesia tentu lebih dapat memberikan warna baru serta menampilkan
keberagaman ciri khas yang berada di daerah Indonesia, baik dari sisi
wilayah barat maupun wilayah timur Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana wujud nilai moral yang terdapat pada novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana ?
2. Bagaimana teknik penyampaian nilai moral pada novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana ?
C. Tujuan penelitian
Penelitian tentang novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana ini
bertujuan untuk hal-hal berikut ini.
1. Mendeskripsikan wujud nilai moral yang terdapat pada novel Gadis
Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana
11
2. Mendeskripsikan teknik penyampaian nilai moral yang terdapat pada
novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana ini
memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi bidang kesusasteraan
khususnya ilmu sastra. Dengan penelitian ini, dunia kesusasteraaan akan
mendapat masukan pemikiran dari sisi moral karya sastra. Adapun
gambaran nilai-nilai moral tersebut merujuk pada nilai-nilai moral pada
Novel Gadis Pesisir karya NunukY. Kusmiana.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti sesudahnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi
dalam penyusunan skripsi, khususnya yang berkaitan dengan nilai
moral.
b. Bagi peminat karya sastra, penelitian ini dapat dijadikan motivasi
untuk meneliti novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana dengan
pendekatan lain.
c. Bagi masyarakat secara umum, hasil penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai salah satu sarana untuk memasyarakatkan karya
sastra, khususnya novel yang berjudul Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya
dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini.
sehubungan masalah yang akan diteliti mengenai nilai moral pada novel
Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana, maka teori yang relevan dengan
penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1. Penelitian yang relevan
Beberapa penelitian tentang nilai moral telah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya. Penelitian ini mempunyai relevansi dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang mengangkat tentang moral dalam
karya sastra.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Daru Tunggul Aji yang
berjudul Ajaran Moral dalam Novel Blankais Karya Arswendo
Atmowiloto (2010). Dalam penelitiannya, Daru mendeskripsikan ajaran
moral yang terkandung dalam novel Blankais. Hasil penelitian yang
dilakukan Daru berupa wujud ajaran moral dalam novel Blakanis yang
terdiri dari tiga bentuk. Ketiga wujud ajaran moral tersebut adalah wujud
ajaran moral dalam hubungan manusia dengan Tuhannya dengan varian
yang berupa beriman dan memanjatkan doa, wujud ajaran moral dalam
hubungan manusia dengan dirinya sendiri dengan berbagai varian yakni
penyesalan, keterbukaan, teguh pada pendirian, bersyukur, dan jujur., dan
13
wujud ajaran moral dalam hubungan manusia dengan manusia lain dalam
sesama, menghormati orang lain, menghargai orang lain, berlaku adil,
bersikap sabar, dan tolong-menolong.
Kedua, penelitian yang dilakukan masalah moral adalah penelitian
Lutfi Indrawan, dengan judul skripsi Nilai-Nilai Islami dalam Novel
Dwilogi Ketika Cinta Bertasbih dan Novel Bumi Cinta karya
Habiburrahman El Shirazy (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Lutfi ini
dilakukan untuk mendenskripsikan wujud nilai-nilai Islam dan teknik
penyampaian nilai Islam dalam novel Dwilogi Ketika Cinta Bertasbih dan
novel Bumi Cinta. Hasil yang diperoleh dari penelitian menyatakan bahwa
wujud nilai-nilai Islam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1 berupa
akidah, syariat, dan akhlak. Wujud nilai Islami akidah yang paling
mendominasi yaitu iman kepada Allah, wujud nilai Islami syariat yang
paling mendominasi yaitu shalat, dan wujud nilai Islami akhlak yang
paling mendominasi yaitu berdoa. Wujud nilai Islami dalam novel Ketika
Cinta Bertasbih 2 secara garis besar terbagi menjadi tiga, akidah, syariat,
dan akhlak.
Ketiga, penelitian sejenis yang dilakukan juga oleh Syahrizal
Akbar, Retno Winarni, Andayani (2013) dalam jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra berjudul “Kajian Sosisologi Sastra Dan Nilai Pendidikan Dalam
Novel Tuan Guru Karya Salman Faris. Tujuan dari penelitian ini untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai
eksistensi Tuan Guru, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan nilai-
14
nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Tuan Guru karya Salman
Faris.
Keempat, penelitian yang di lakukan oleh Yuli Astuti (2014)
dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi: Tinjauan Sosiologi sastra dan implementasinyan pada Pembelajaran
Sastra di SMA Kelas XI. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan
delapan nilai moral kedelapan dari nilai moral tersebut di peroleh dari
empat kategori nilai moral berikut: Pertama, nilai moral dalam lingkup
hubungan manusia dengan Tuhan: religious dan toleransi. Kedua, nilai
moral dalam lingkup hubungan manusia dengan diri sendiri: kerja keras,
disiplin, dan cintai damai. Ketiga, nilai moral dalam lingkup hubungan
manusia dengan sesame: tolong menolong dan bersahabat. Keempat, nilai
moral dalam lingkup hubungan manusia dengan lingkungan: peduli
lingkungan.
Dari keempat penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan
bagi si peneliti, yaitu pertama, Daru Tunggul Aji (2010) Persamaan
peneliti yang akan dilakukan adalah mengkaji moral dalam wujud
hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain. Perbedan penelitian
ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan objek
penelitian yang dikaji. Penelitian ini menggunakannovel Blankais Karya
Arswendo Atmowiloto. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan
menggunakan novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana. Kedua,
15
Lutfi Indrawan (2013) persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan di lakukan adalah mengkaji nilai moral karya sastra yaitu berupa
novel. Perbedan penelitian ini dengan penelitian yang akan di lakukan
adalah jenis nilai moral yang di kaji, penelitian yang akan di lakukan
mengkaji tentang nilai moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri,
hubungan manusia dengan Tuhannya, dan hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial. Sedangkan penelitian ini tentang wujud
nilai-nilai Islam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1 berupa akidah,
syariat, dan akhlak. Ketiga, Syahrizal Akbar, Retno Winarni, Andayani
(2013) Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan di lakukan
adalah mengkaji tentang nilai pada karya sastra yaitu berupa novel.
Perbedan penelitian ini dengan penelitian yang akan di lakukan adalah
penelitian ini mengkaji tentang nilai moral sedangkan penelitian di atas
mengkaji tentangnilai pendidikan dalam novel. Keempat, Yuli Astuti
(2014) persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah mengkaji tentang nilai moral pada karya sastra yaitu berupa novel.
Perbedan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
penelitian ini mengimplementasikannya pada pembelajaran sastra di
Sekolah. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan tidak
mengimplementasi pada pembelajaran sastra di sekolah.
16
2. Nilai Moral
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai, berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia (Wiyatmi, 2006: 112).
Menurut Jonas (dalam Bertens, 2007: 139), nilai adalah the
addressee a of yes, sesuatu yang ditujukan dengan „ya‟ kita. Memang nilai
adalah sesuatu yang kita iyakan atau kita aminkan. Nilai selalu memiliki
konotasi positif.
Menurut Bertens (2007: 139-141), nilai merupakan sesuatu yang
menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, dan
sesuatu yang disukai dan diinginkan, secara singkatnya nilai merupakan
sesuatu yang baik. Jika kita berbicara tentang nilai, kita maksudkan
sesuatu yang berlaku, sesuatu yang memikat atau mengimbau kita. Nilai
berperan dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering akan
dinilai secara berbeda oleh berbagai orang.
Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yaitu (1) nilai
berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak
ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi
untuk dapat nilai sebagai indah atau merugikan, letusan gunung itu
memerlukan subjek yang menilai. (2) nilai tampil dalam suatu konteks
praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang
semata-mata teoretis, tidak akan adanilai (hanya menjadi pertanyaan
apakah suatu pendekatan yang secara murni teoretis bisa diwujudkan). (3)
17
nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang „ditambah‟ oleh subjek pada sifat-
sifat yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek pada dirinya.
Rupanya hal itu harus dikatakan karena objek yang sama bagi berbagai
subjek dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda (Bertens, 2007: 142).
Scheler (dalam Wahana, 2004: 51) menjelaskan nilai merupakan
suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, merupakan
kualitas yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman
indrawi terlebih dahulu. Tidak tergantungnya kualitas tersebut tidak hanya
pada objek di dunia ini, melainkan juga tergantung pada reaksi kita
terhadap kualitas tersebut. Nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung.
Bertens (2007: 4) menjelaskan kata yang cukup dekat dengan etika
adalah moral. Kata moral berasal dari bahasa latin mos (jamak : mores)
yang berarti juga kebiasaan dan adat. Masih menurut Bertens (2007: 143),
nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia, yang khusus menandai nilai
moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Suatu nilai
moral hanya bisa diwujudkan dalam perbuatan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab orang bersangkutan. Manusia sendiri membuat tingkah
lakunya menjadi baik atau buruk dari sudut moral.
Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berasal dari kata
“mos” (tanggal) yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia,
moral diterjemahkan dalam arti susila (Widjaja,1994: 18).
18
Adapun moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran
tentang baik dan buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya. Remaja dikatakan bermoral jika
mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik
dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta
hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral dengan sendirinya
akan tampak dalam penilaian atau penalaranmoralnya serta pada
perilakunya yang baik, benar, dan sesuai dengan etika, Selly Tokan (dalam
Asri Budiningsih, 1999: 5).
Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan ajaran
tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan mengenai akhlak, budi pekerti,
kewajiban, dan sebagainya. Suharso dan Ana Retnoningsih, (2009: 327).
Moral menurut Darajat (dalam Kamaruddin, 1985: 9) adalah
kelakuan yang sesuai ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati
dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab
atas kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan ini haruslah mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk manusia. Sikap
moral disebut juga moralitas yaitu sikap hati seseorang yang terungkap
dalam tindakan lahiriah. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang
betul-betul tanpa pamrih dan hanya moralitaslah yang dapat bernilai secara
moral. Nilai moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Moralitas
19
adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah,
yakni dipandang sebagai kewajiban.
Terdapat dua segi yang berbeda didalam moral, yakni segi batiniah
dan segi lahiriah. Dengan memperhatikan kedua segi tersebut, moral dapat
diukur secara tepat. Ukuran moral merupakan alat yang digunakan untuk
menilai sikap lahir atau perbuatan batin. Istilah hati nurani dan norma
dapat membantupemahaman kita mengenai ukuran moral. Hati nurani
menyediakan ukuran subjektif, sedang norma menunjuk pada ukuran
objektif. Baik yang objektif maupun subjektif mengandung ukuran yang
benar atas moralitas manusia.
Aspek berpikir seseorang mempengaruhi perkembangan moral atau
perkembangan penalaran moral. Duska (dalam Mawardi, 2009: 12)
menyatakan bahwa perkembangan moral bukanlah suatu proses
menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat baik, tetapi suatu
proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif. Moral tumbuh
kembang secara bertahap dari tingkat sederhana sampai puncak
kematangannya.
Daroeso, (1986: 22) mengatakan bahwa untuk memahami moral
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan diri pada
kesadaran bahwa ia terikat oleh suatu keharusan untuk mencapai yang baik
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan.
20
b. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna
dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam
lingkungan tertentu.
c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu.
Selanjutnya, menurut Hari Cahyono (1995: 21-25) terdapat 3
elemen moralitas yang mendasari terbentuknya proses dalam
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan nilai moral, yaitu :
a. Perhatian (Caring)
Perhatian dikatakan sebagai keadaan ingin membantuterlepas
dari pertimbangan-pertimbangan rasiaonal, yaitu suatu keadaan dimana
seseorang tergerak untuk mementingkan kepentingan orang lain.
b. Pertimbangan (Judging)
Perhatian tidak secara keseluruhan terlepas dari penalaran
karena tanpa kemampuan membuat kesimpulan tentang kebutuhan
orang lain, motif untuk memperhatikan cukup tipis apabila ia tidak
didukung oleh kesemuanya.
c. Tindakan (Acting)
Barangkali satu hal yang sangat penting yang bisa dikemukakan
perihal tindakan adalah bahwa aspek moral atau amoral tidak berada
dalam tindakan itu sendiri.
Menurut Benedict (dalam Bertens, 2007: 156), bahwa yang
lazim dilakukan dalam suatu kebudayaan sama baik secara moral, harus
21
ditolak. Perbuatan moral yang didasarkan atas nilai dan norma yang
berbeda-beda tidak semua samabaiknya. Melawan relativisme moral
yang ekstrem itu kita tegaskan bahwa norma moral tidak relatif,
melainkan absolut.
Moralitas memiliki dua sisi, yakni objektif dan subjektif.
Moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai suatu
perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh-pengaruh
sukarela pihak pelaku. Sedang moralitas subjektif adalah moralitas yang
memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi oleh
pengertian dan persetujuan si pelaku sebagai individu. Selain itu juga
dipengaruhi, dikondisikan oleh latar belakangnya, pendidikannya,
kemampuan emosnya, dan sifat-sifat pribadinya. Poespoprodjo, (1999:
18).
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk. Senada dengan pengertian
tersebut, W.Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai ”kualitas
dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar
atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik buruknya
perbuatan manusia.Dalam moralitas, norma berfungsi sebagai standar
atau ukuran.
Norma moralitas merupakan aturan atau standar yang dapat
digunakan untuk mengukur kebaikan dan keburukan suatu perbuatan.
Suatu perbuatan yang positif sesuai ukurannya dapat dikatakan moral yang
22
baik, sedangkan suatu perbuatan yang secara positif tidak ada ukurannya
dapat disebut moral buruk. Disebut moral indeferen apabila netral terhadap
semua ukuran.
3. Novel sebagai Jenis Kesusastraan
Sastra tidaklah ditulis dari sebuah situasi kekosongan budaya,
tetapi diilhami oleh realitas kehidupan yang kompleks yang ada
disekitarnya (Teeuw, 1983: 11). Demikian pula mengenai objek yang
diolah dan dieksplorasi karya sastra. Apapun dan bagaimanapun yang
dimaksud oleh pengarangnya, objek karya sastra tetaplah realitas
kehidupan (Kuntowijoyo, 1999: 127).Sastra menghibur dengan cara
menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan, atau
memberikan pelepasan pikiran pembaca ke dunia imajinasi (Budianta,
2002: 19).
Wiyatmi (2006: 20), menyatakan jenis sastra (dalam buku-buku
teori sastra sering disebut dengan genre sastra) adalah suatu hasil
klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra yang terdapat dalam
realitas. Pengklasifikasian yang dilakukan terhadap karya sastra dengan
menjadikannya ke dalam beberapa jenis biasanya didasarkan pada kriteria
tertentu, sesuai dengan perspektif yang dipergunakan oleh pihak yang
melakukan klasifikasi tersebut.
Dalam bahasa Latin kata novel berasal novellus yang diturunkan
pula dari kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena
dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel ini baru muncul kemudian
23
Tarigan, (1995: 164). Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa novel
adalah prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya
imajinatif mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan
menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi
juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi
kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan
mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.
Saad (dalam Badudu J.S, 1984 :51) menyatakan nama cerita rekaan
untuk cerita-cerita dalam bentuk prosa seperti: roman, novel, dan cerpen.
Ketiganya dibedakan bukan pada panjang pendeknya cerita, yaitu dalam
arti jumlah halaman karangan, melainkan yang paling utama ialah digresi,
yaitu sebuah peristiwa-peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan
dengan cerita peristiwa yang secara tidak langsung berhubungan dengan
cerita yang dimasukkan ke dalam cerita ini. Makin banyak digresi, makin
menjadi luas ceritanya.
Masyarakat tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat,
sedangkan tokoh dalam masyarakat berkembang dalam dimensi waktu
semua itu membutuhkan deskripsi yang mendetail supaya diperoleh suatu
keutuhan yang berkesinambungan. Perkembangan dan perjalanan tokoh
untuk menemukan karakternya, akan membutuhkan waktu yang lama,
apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai dari masa kanak-kanak
24
hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung keseluruhan
detail untuk perkembangkan tokoh dan pendeskripsian ruang.
Novel oleh Sayuti (2000: 7) dikategorikan dalam bentuk karya fiksi
yang bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengkategorian ini dapat
menyadarkan bahwa sebuah fiksi apapun bentuknya diciptakan dengan
tujuan tertentu. Dengan demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra
akan lebih baik. Pengategorian ini berarti juga bahwa novel yang kita
anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit.
Pembaca tidak mungkin meminta penulis untuk menulis novel dengan
gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan dapat dicerna dengan
mudah, karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu cara tertentu
mempunyai tujuan tertentu pula.
Penciptaan karya sastra memerlukan daya imajinasi yang tinggi.
Menurut Junus (1989: 91), mendefinisikan novel adalah meniru ”dunia
kemungkinan”. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia
sesungguhnya, tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinasi
dapat diperkirakan bisa diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra harus
ada dalam dunia nyata , namun harus dapat juga diterima oleh nalar.
Didalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan
melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin
menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan
25
mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tertentu yang menarik.
Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan
setelah berulang kali membaca dan setiap kali membaca hanya dapat
menyelesaikan beberapa episode akan memaksa pembaca untuk mengingat
kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan
pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya akan
terputus.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel
adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan
kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak
hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang
dihasilkan oleh pengarang adalah realitas atau fenomena yang dilihat dan
dirasakan.
Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif
yang dibangun dengan unsur-unsur intrinsik seperti peristiwa, alur, tokoh,
citraan, sudut pandang, gaya dan nada maupun tema. Sebagai salah satu
contoh karya sastra adalah novel, novelmerupakan hasil cipta, rasa dan
karsa seorang pengarang. Selain sebagai individu, pengarang juga
meruapan makhluk sosial yang juga harus berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya.
Sayuti (2003: 10-11) berpendapat bahwa sebuah novel jelas tidak
akan selesai dibaca dalam sekali duduk karena panjangnya, novel yang
baik cenderung menitik beratkan pada kompleksitas. Selain itu novel
26
secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk mempermasalahkan
karakter tokoh dalam kronologi. Novel juga memungkinkan adanya
penyajian secara lebar mengenai tempat ruang tertentu.
4. Unsur-unsur Pembangun Fiksi
Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara
bersama membentuk sebuah totalitas itu di samping unsur formal bahasa,
masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam
unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
walau pembagian itu tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang
dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang
sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji dan atau
membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya. (Nurgiyantoro,
2013: 29-30)
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun teks itu dari dalam
atau segala sesuatu yang terkandung di dalam karya satra dan
mempengaruhi karya sastra tersebut. Unsur Intrinsik merupakan unsur
pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya itu sendiri. Pada
novel unsur intrinsik itu berupa, tema, plot, penokohan, latar, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut ulasan unsur-unsur intrinsik
novel.
27
a. Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah
novel Nurgiyantoro, (2013: 32). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:
114) menjelaskan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita.
Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan
mengembangkan cerita. Oleh karena itu, dalam suatu novel akan terdapat
satu tema pokok dan subsubtema. Pembaca harus mampu menentukan
tema pokok dari suatu novel. Tema pokok adalah tema yang dapat
memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita. Tema pokok yang
merupakan makna keseluruhan cerita tidak tersembunyi, namun
terhalangi dengan cerita-cerita yang mendukung tema tersebut. Maka
pembaca harus dapat mengidentifikasi dari setiap cerita dan mampu
memisahkan antara tema pokok dan sub-subtema atau tema tambahan.
Tema menurut Nurgiyantoro (2013: 125) dapat digolongkan
menjadi dua, tema tradisional dan nontradisional. Tema tradisional
dimaksudkan sebagai tema 32 yang menunjuk pada tema yang hanya
“itu-itu” saja, dalam arti tema itu telah lama dipergunakan dan dapat
ditemukan dalam berbagai cerita termasuk cerita lama. Tema selanjutnya
adalah tema nontradisional.
Dengan demikian tema dapat dikatakan sebagai ide pokok atau
gagasan dalam membangun sebuah cerita. Sebuah cerita akan
28
berkembang sesuai dengan tema yang telah ditentukan oleh seorang
pengarang.
b. Alur
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013: 167) juga berpendapat
bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian
itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Alur merupakan rangkaian peristiwa atau kejadian yang
membentuk jalan cerita pada nivel. Secara umum, ada tiga jenis alur pada
novel, antara lain:
a. Alur maju
Alur maju merupakan alur kejadain dalam cerita bergerak secara
berurutan mulai dari awal hingga akhir. Biasanya, alur maju
digunakan pada novel autobiografi dan biografi.
b. Alur mundur
Alur mundur merupakan alur kejadian dalam cerita bergerak
secara terbalik, yaitu menceritakan kejadian yang sekarang dan
kemudian menceritakan kejadian masa lalu.
c. Alur campuran
Alur campuran adalah perpaduan antara alur maju dan alur
mundur. Selain itu, jalannya alur terjadi secara acak dan tidak rapi.
Biasanya, jenis alur ini digunakan pada novel misteri atau novel
fantasi.
29
c. Tokoh dan Penokohan
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita
adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 176-178) tokoh-tokoh cerita dalam
sebuah fiksi dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal meliputi :
a. Berdasarkan pwerannya, dalam suatu cerita, makatokoh cerita dibagi
menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya
sebagai pelengkap saja.
b. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh , yaitu tokoh pratagonis dan
tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi,
yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero. Tokoh
protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan
pembaca. Harapan-harapan pembaca. Sedangkan tokoh antagonis
adalah tokoh penyebabterjadinya konflik.
c. Berdasarkan perwatakan , tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh
sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
30
memiliki satu kualitas pribadi tertentu , satu sifat tertentu saja.
Sedangkan tokoh bulat atau tokoh kompleks adalah tokoh yang
memiliki kompleksitas yang diungkap dari berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadiandan jati dirinya.
Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan tersebut, tidak
akan begitu saja secara serta merta kepada pembaca. Mereka
memerlukan sarana yang memungkinkan kehadirannya. Sebagai
bagian dari karya fiksi yang bersifat menyeluruh dan padu, dan
mempunyai tujuan artistic, kehadiran dan penghadiran tokoh-tokoh
cerita haruslah juga dipertimbangkan dan tidak lepas dari tujuan
tersebut. Masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-
mata hanya berhubungan dengan masalh pemilihan jenis dan
perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana
melukiskan kehadiran dan penghadiran secara tepat sehingga mampu
menciptakan dan mendukung tujuan artistic karya yang bersangkutan.
d. Latar
Latar menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2013: 302) latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan.
Latar merupakan unsur yang berkaitan dengan tempat dan waktu
yang melatarbelakangi terjadinya kejadian atau peristiwa dalam novel.
31
Bahkan, latar ini mampu menciptrakan suasana dalam cerita. Latar
terdiri dari beberapa macam di antaranya :
a. Waktu, berkaitan dengan kapan terjadinya kejadian dalam novel.
b. Tempat, berkaitan dengan lokasi jalannya cerita.
c. Suasana, berkaitan dengan gambaran suasana dari peristiwa dalam
novel, atau bisa digambarkan melalui perasaan tokoh.
Dengan demikian, latar cerita adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan waktu, tempat, dan suasana tempat terjadinya
cerita. Latar cerita mempengaruhi suasana peristiwa dan jalannya
peristiwa.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang
digolongkan sebagai sarana cerita.Walau demikian, hal itu tidak berarti
bahwa perannya dalam fiksi tidak penting.
Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya,
sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian
cerita. Reaksi efektif pembaca terhadap sebuah cerita fiksi pun dalam
banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang. Stanton
(dalam Nurgiyantoro, 2013: 336). Sudut pandang (point of view)
adalah cara pengarang memandang siapa yang bercerita di dalam cerita
itu. Stanton dan Kenney (dalam Sayuti, 2003: 117) mengemukakan
bahwa ada empat macam sudut pandang (point of view), yaitu (1) sudut
pandang first-person-central atau akuan sertaan, (2) sudut pandang
32
firstperson-peripheral atau akuan-taksertaan, (3) sudut pandang third-
person- 40 omniscient atau diaan-mahatahu, dan (4) sudut pandang
third-person-limited atau diaan-terbatas.
Dengan demikian, bahwa dalam sudut pandang (point of view)
seperti halnya, akuan-sertaan, tokoh sentral (utama) cerita adalah
pengarang secara langsung terlibat dalam cerita. Sudut pandang akuan-
taksertaan, tokoh “aku: di sana berperan sebagai figuran atau pembantu
tokoh lain yang lebih penting..
Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2013: 338), sudut pandang,
(point of view) menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia
merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang
sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang merupakan cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita.
Sudut pandang juga merupakan bagaimana pengarang memandang
sebuah cerita.
f. Amanat
Menurut Ismawati (2013:73) Amanat adalah pesan yang akan
disampaikan melalui cerita. amanat baru dapat ditemukan setelah
pembaca menyelesaikan seluruh cerita yang dibacanya. Amanat biasanya
berupa nilai-nilai yang dititipkan penulis cerita kepada pembacanya.
Sekecil apapun nilai-nilai dalam cerita pasti ada pesannya.
33
g. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam novel merupakan ciri khas penulis dalam
melalukan pemilihan kata dan bahasa yang digunakan dalam novel.
Setiap penulis memiliki gaya bahasa yang berbeda-bedademi menarik
minat pembacanya.
Nurgiyantoro (2013: 365) juga berpendapat bahwa bahasa dalam
seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya
merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang diolah untuk dijadikan
sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” daripada sekadar bahannya
itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra.
2. Unsur Ekstrinsik
Nurgiyantoro (2013: 30) adalah unsur-unsur yang berada di luar
teks sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangun atau
sistem organisme teks sastra atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita sebuah karya
sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.
Unsur ekstrinsik novel merupakan unsur pembangun novel yang
berasal dari luar. Artinya, unsur ini tidak dapat ditemukan dalam novel
tersebut. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik memberikan pengaruh
yang besar terhadap hasil sebuah novel. Berikut ini adalah unsur
ekstrinsik novel :
34
1. Latar belakang penulis
Latar belakang penulis merupakan unsur yang berisikan
tentang biografi penulis, keluarganya, latar belakang pendidikan,
lingkungan, dan lain sebagainya.
2. Latar belakang masyarakat
Latar belakang masyarakat berkaitan dengan kondisi
masyarakat ketika novel dibuat. Misalnya saja, penulis hidup
ditengah masyarakat yang kental akan kehidupan tradisionalnya,
kemungkinan besar akan berdampak pada penulisan novel yang akan
dibuatyang menceritakan tentang kehidupan masyarakat saat itu.
3. Nilai-nilai kehidupan
Nilai yang terkandung didalam novel tersebut. Biasanya,
penulis akan mengangkat suatu novel berdasarkan nilai-nilai
kebaikan yang dibagikan kepada masyarakat, bisa berupa nilai
agama, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai moral.
5. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Pengarang dalam menyampaikan moral melalui cerita merupakan
proses imajinasi dari hasil pengamatan terhadap kehidupan masyarakat.
Fenomena-fenomena yang terjadi, diamati oleh pengarang dan
selanjutnya dengan penuh ketelitian pengarang akan menceritakan
kehidupan yang diamati dalam bentuk karya sastra. Oleh karena itu,
karya sastra bukan tiruan atau jiplakan dari alam semesta.
35
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan
hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai
kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Jadi,
pada intinya moral merupakan representasi ideologi pengarang. Karya
sastra yang berwujud berbagai genre yang notabene adalah “anak
kandung” pengarang pada umumnya terkandung ideologi tertentu yang
diyakini kebenarannya oleh pengarang terhadap berbagai masalah
kehidupan dan sosial, baik terlihat eksplisit maupun implisit.
Nurgiyantoro, (2013: 430).
Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa
moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang
dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh
pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh
pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia
bersifat praktis sebab “petunjuk” nyata, sebagaimana model yang
ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-
tokohnya.
Pengertian moral menurut KBBI (2007: 775), secara umum
moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Hal ini serupa dengan pendapat Poespoprodjo (1999:
36
118) yang menyatakan moralitas adalah kualitas dalam perbuatan
manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik
atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya
perbuatan manusia.
6. Jenis Moral dalam Karya Satra
Apabila karya fiksi mengandung dan menawarkan moral kepada
pembaca, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang
dipesankan. Dalam karya fiksi yang panjang sering terdapat lebih dari
satu pesan moral. Hal tersebut belum lagi berdasarkan pertimbangan dan
penafsiran pembaca yang juga dapat berbeda dari segi jumlah maupun
jenisnya. Jenis dan atau wujud pesan moral yang terdapat dalam karya
sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang
yang bersangkutan (dalam Nurgiyantoro, 2009: 323).
Jenis atau wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra
akan bergantung kepada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang
yang bersangkutan. Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup
masalah, yang boleh dikatakan, bersifat dan tak terbatas. Dapat mencakup
seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang
menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar persoalan
hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan
hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya (dalam
37
Nurgiyantoro, 2009:323). Hampir sependapat dengan apa yang
dikemukakan Daroesa (1986: 27) bahwa moral digunakan untuk menilai
perbuatan manusia yang meliputi empat aspek penghidupan.
Keempat aspek kehidupan tersebut meliputi hubungan manuisa
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan
manusia dengan lingkungan alam sekitar. Dapat dikatakan bahwa pada
hakikatnya sastra sangat erat kaitannya dengan agama, sosial dan
individual. Sebagaimana diungkapkan di atas, maka hal-hal dalam sastra
akan senantiasa berurusan dengan masalah manusia dengan Tuhan, dalam
hubungan dengan diri sendiri, dan dalam hubungan dengan manusia lain
atau alam.
Perilaku hubungan manusia dengan dirinya sendiri diklasifikasikan
pada semua wujud ajaran moral yang berhubungan dengan individu
sebagai pribadi yang menunjukkan akan eksistensi individu tersebut
dengan berbagai sikap yang melekat pada dirinya. Persoalan manusia
dengan dirinya sendiri via Nurgiyantoro (2009: 324) dapat
bermacammacam jenisnya dan tingkat intensitasnya.
Persoalan manusia dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari
tidak terlepas dengan sang Pencipta. Sebagai manusia mengingat Tuhan
dengan melakukan ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya. Rasjidi
(1984: 33) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang religius
dalam arti bahwa ia menyembah Tuhan, melakukan ritual atau ibadah
serta upacara untuk minta ampun dan menyesali diri. Sikap dan perbuatan
38
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dapat berupa ketakwaan yaitu
menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Perilaku manusia dengan Tuhan tercermin dari individu dalam
menjalankan kehidupan dengan segala permasalahannya. Perbuatan
apapun dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dari Tuhan sebagai
pencipta alam dan isinya termasuk semua mahluk. Hubungan manusia
dengan Tuhan dilakukan dengan berdoa ataupun wujud lain yang
menunjukkan adanya hubungan vertikal dengan Yang Maha Kuasa
tersebut guna meminta petunjuk, pertolongan maupun sebagai wujud
syukur.
Berdasarkan teori di atas, penelitian ini peneliti mengacu pada teori
yang di sampaikan oleh Nurgiyantoro. Hal itu karena, dalam teori
Nurgiyantoro nilai moral dibagi ke dalam tiga jenis wujud. Ketiga wujud
nilai moral tersebut adalah nilai moral hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial
termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia
dengan Tuhannya. Selain itu, teori nilai moral menurut Nurgiyantoro
sangat erat hubungannya dengan aspek-aspek kehidupan.
7. Teknik Penyampaian Nilai Moral
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral
dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam cara. Pertama, penyampaian
pesan moral secara langsung, sedang kedua penyampaian secara tidak
langsung. Namun, sebenarnya, pemilahan itu hanya demi praktisnya saja
39
sebab mungkin saja pesan yang agak langsung. Sebuah novel sendiri
mungkin sekali ditemukan adanya pesan yang benar-benar tersembunyi
sehingga tidak banyak orang yang dapat merasakannya, namun mungkin
pula ada yang agak langsung atau seperti ditonjolkan. Keadaan ini
sebenarnya mirip dengan teknik penyampaian karakter tokoh yang dapat
dilakukan secara langsung (telling), dan tidak langsung (showing), atau
keduanya sekaligus. Nurgiyantoro, (2013: 460-461).
Dari sisi tertentu karya sastra, fiksi dapat dipandang sebagai bentuk
manifestasi keinginan pengarang untuk mendialogkan, menawarkan dan
menyampaikan sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa pandangan tentang
suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Karya sastra juga dapat dipandang
sebagai sarana komunikasi yang lain tertulis maupun lisan, karya sastra
yang merupakan wujud suatu seni yang mengemban tujuan estetik,
tentunya mempunyai kriteria tersendiri dalam hal menyampaikan pesan-
pesan moralnya (Nurgiyantoro, 2013:460).
1. Bentuk Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian nilai moral secara langsung, boleh
dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat
uraian, telling, penjelasan atau ekspository. Jika dalam teknik uraian
pengarang secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh cerita
yang bersifat “memberi tahu” atau memudahkan pembaca untuk
memahaminya, hal yang demikian juga terjadi dalam penyampian
moral. Artinya, moral yang disampaikan, atau diajarkan, kepada
40
pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit. Pengarang,
dalam hal ini, tampak bersifat menggurui pembaca, secara langsung
memberi nasihat dan petuahnya, telling yaitu penggunaan kata
keterangan untuk menggambarkan tindakan tokoh, dan penyampaian
sifat tokoh. Penulis yang memiliki kecenderungan telling akan lebih
sering menggunakan keterangan seperti “dengan kesal”, “dengan
marah,” dan sebagainya, untuk menggambarkan tindakan tokohnya.
Alih-alih menggunakan keterangan semacam ini, gambarkan tindakan
tokoh dengan lebih terperinci untuk membangun gambaran di benak
pembaca.
Teknik penjelasan atau ekspository yaitu sering juga disebut
sebagai teknik analitik, pelikisan tokoh cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh
hadir dan dihadirkan oleh pengarang kepada pembaca dengan cara
tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai
deskripsi kediriannya yang mungkin berupa sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Bahkan, sering dijumpai
dalam suatu cerit fiksi, belum lagi pembaca akrab berkenalan dengan
tokoh-tokoh certa itu, informasi kedirian tokoh tersebut justru telah
lebih dahulu diterima secara lengkap. Hal semacam itu biasanya
terdapat pada tahap perkenalan. Pengarang tidak hanya
memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka “menyituasikan”
41
pembaca, melainkan juga data-data kedirian tokoh cerita.
Nurgiyantoro, (2013:461).
Teknik penyampaian secara langsung ini terbagi menjadi
penyampaian melalui uraian pengarang dan melalui tokoh.
Penyampaian melalui tokoh lebih mendominasi daripada uraian
pengarang. Hal ini akan memudahkan pembaca dalam memahami
nilai moral yang terkandung karena selain jelas disampaikan secara
langsung dalam narasi juga terdapat dalam dialog antar tokoh
sehingga mudah untuk dikenali dan dipahami. Nurgiyantoro (2005:
268).
2. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya, bentuk
penyampaian pesan moral disini bersifat tidak langsung. Pesan itu
hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-
unsur cerita yang lain. Walau betul pengarang ingin menawarkan dan
menyampaikan sesuatu, ia tidak melakukannya secara serta-merta dan
vulgar karena ia sadar telah memilih jalur cerita. Dilihat dari
kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan
pandangannya itu, cara ini mungkin kurang komunikatif. Artinya
pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang
dimaksudkan pengarang, paling tidak kemungkinan terjadinya
kesalahan tafsiran. Nurgiyantoro, (2013: 467). Nurgiyantoro (2013:
42
469) mengungkapkan bahwa antara pembaca satu dan pembaca yang
lain memiliki penafsiran yang berbeda-beda.
Teknik penyampaian nilai moral melalui peristiwa dan
konflik dapat dilihat dari tingkah laku tokoh dalam menghadapi
peristiwa yang ada di dalam cerita Burhan, (dalam Nurgiyantoro
2010: 339). Pengarang didalam cerita akan memunculkan berbagai
peristiwa dan konflik yang harus dihadapi oleh para tokoh. Dari
hal tersebut, pembaca nantinya akan bisa tahu tentang nilai moral
yang terkandung.
B. Kerangka Pikir
Karya sastra terdiri atas tiga jenis yaitu puisi, drama, dan prosa fiksi.
Salah satu jenis karya sastra yang dilihat dari bentuknya adalah prosa fiksi.
Prosa fiksi merupakan salah satu genre sastra yang berupa cerita rekaan atau
khayalan pengarang, seperti novel (roman) dan cerpen (cerita pendek).
Novel adalah sebuah karangan prosa panjang yang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang yang berada di sekelilingnya dan
menonjolkan watak (karakter) dan sifat pada setiap pelaku. Bahasa
merupakan media bagi pengarang untuk mengekspresikan gagasannya.
Sedangkan bagi pembaca dan peneliti sastra, bahasa merupakan media
untuk memahami karya sastra. Novel sebagai karya sastra yang dibangun pleh
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra
dalam hal ini novel, yaitu : tema, amanat, plot/alur, penokohan/perwatakan,
latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur tersebut merupakan satu
43
kesatuan yang membangun karya sastra dan pada umunya kemunculan unsur
selalu bersamaan dalam setiap karya sastra ragam prosa (novel dan cerpen).
Jenis atau wujud nilai moral yang terdapat dalam karya sastra akan
bergantung kepada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang yang
bersangkutan. Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang
boleh dikatakan, bersifat dan tak terbatas. Dapat mencakup seluruh persoalan
hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan
martabat manusia. Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia
itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial
termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia
dengan Tuhannya (dalam Nurgiyantoro, 2009:323).
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral
dalam cerita fiksi dapat dibedakan kedalam cara. Pertama, penyampaian
pesan moral secara langsung, sedang kedua penyampaian secara tidak
langsung. Namun, sebenarnya, pemilahan itu hanya demi praktisnya saja
sebab mungkin saja pesan yang agak langsung. Dalam sebuah novel sendiri
mungkin sekali ditemukan adanya pesan yang benar-benar tersembunyi
sehingga tidak banyak orang yang dapat merasakannya, namun mungkin pula
ada yang agak langsung atau seperti ditonjolkan. Keadaan ini sebenarnya
mirip dengan teknik penyampaian karakter tokoh yang dapat dilakukan secara
langsung, telling, dan tidak langsung, showing, atau keduanya sekaligus.
Nurgiyantoro, (2013: 460-461).
44
Karya Sastra
Prosa Fiksi Puisi Drama
Novel
Gadis Pesisi
Bagan Kerangka Pikir
Wujud nilai moral.
(Nurgiyantoro, 2009: 323)
Teknik Penyampaian Nilai
Moral. (Nurgiyantoro,
2013: 460-461)
1. Hubungan Manusia dengan
Diri Sendiri.
2. Hubungan Manusia dengan
Manusia lain dalam Lingkup
Sosial Termasuk Hubungan
dengan Lingkungan Alam.
3. Hubungan Manusia dengan
Tuhannya.
Nilai Moral Pada
Novel Gadis Pesisir
Karya Nunuk Y.
Kusmiana
1. Bentuk Penyampaian
Langsung.
2. Bentuk Penyampaian tidak
Langsung.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah cara yang digunakan oleh seorang peneliti
dalam melakukan penelitian, dalam hal ini terdapat karya sastra. Metode atau cara
kerja membantu penulis mencapai sasaran penelitiannya dengan tujuan
memecahkan masalah.
A. Jenis Penelitian
Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yang
bersifat kualitatif. Data dalam penelitian dengan jenis penelitian yang bersifat
kualitatif diuraikan dengan menggunakan kata-kata. Penelitian ini
mendeskripsikan nilai moral pada novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana.
Menurut Sugiyono (2019: 9) bahwa metode kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.
Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai
dibalik data yang Nampak.
B. Data dan Sumber Data
1. Data
Subroto (dalam AL-Ma‟ruf, 2012:13) menyatakan bahwa data
adalah semua informasi atau bahan informasi dan bahan yang
disediakan alam yang harus dicari dan dikumpulkan oleh pengkaji
untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dikaji.
46
Menurut Ratna (2007:47) data dalam penelitian sastra adalah kata-
kata, kalimat dan wacana. Adapun data dalam penelitian ini adalah nilai
moral yang terdapat pada novel Gadis Pesisir Tuhan karya Nunuk Y.
Kusmiana.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Gadis Pesisir
Karya Nunuk Y. Kusmiana, Terbit 7 Januari 2019. Penerbit Gramedia.
C. Definisi Istilah
Istilah dalam penelitian adalah di definisikan secara operasional. Adapun
definisi yang dimaksud sebagai berikut :
1. Sedih merupakan sebuah perasaan emosional manusia yang sangat terluka.
sebagian besar rasa sedih di akibatkan akan perilaku seseorang yang
menyakiti orang lain, tentunya perilaku tidak terpuji.
2. Tegas adalah suatu sikap yang dibutuhkan untuk menyatakan pendapat,
menyatakan hak dan menyatakan otoritas.
3. Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan
dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan
mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai
nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya.
4. Marah adalah kondisi dimana perasaan emosional meningkat dan tidak
terkendali dari perasaan seperti biasanya.
5. Rajin adalah sifat manusia yang melakukan suatu hal dengan bersungguh-
sungguh untuk mencapai suatu tujuan.
47
6. Kesal adalah perasaan yang tidak enak untuk terus dipertahankan.
7. Menyesal adalah merasa tidak senang atau tidak bahagia (susah, kecewa,
dan sebagainya) karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa,
kesalahan, dan sebagainya.
8. Menghargai adalah menghormati keberadaan, harkat, dan martabat orang
lain. Menghargai hasil karya orang lain artinya menghormati hasil usaha,
ciptaan, dan pemikiran orang lain.
9. Curang adalah suatu perbuatan melakukan kelicikan dalam cara yang
digunakan dan selalu menghalalkan berbagai cara.
10. Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain yang tidak ada hak
untuk memilikinya, yang dilakukan tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan
secara sembunyi-sembunyi.
11. Kurang Ajar adalah seseorang yang tidak bisa menghargai orang lain,
yang tidak memiliki sopan santun.
12. Patuh adalah sikap untuk menghargai dan patuh kepada orang lain, baik
orang tersebut adalah orang tua, guru, dan juga anggota keluarga lainnya.
13. Baik Hati adalah orang yang selalu berbuat baik dengan di dasari hati
yang tulus.
14. Peduli terhadap sesama adalah rasa kemanusiaan untuk saling tolong
menolong antar seseorang agar meningkatkan kesejahteraan dalam
kehidupan.
15. Merdeka adalah terbebas dari segala macam belenggu. aturan, dan
kekuasaan dari pihak tertentu.
48
16. Terima kasih merupakan ungkapan rasa syukur atau kebahagiaan kita atas
kebaikan atau pertolongan orang lain.
17. Memuji merupakan memberikan tanggapan yang bersifat kebaikan
kepada seseorang karena prang tersebut telah melakukan sesuatu yang
baik.
18. Kepercayaan terhadap Tuhan berarti mempercayai dan meyakini bahwa
seluruh alam semesta ini milik Tuhan Yang Maha Esa dan percaya
bahwa Tuhan itu ada, jadi kita harus beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
19. Bersyukur adalah menerima segala apapun yang di berikan oleh Allah,
menjalani kehidupan yang sudah ditentukan oleh Allah. Intinya adalah
menerima segala sesuatu dengan ikhlas, tabah dan sabar.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Teknik baca
dan catat adalah teknik yang digunakan untuk mengungkap suatu masalah yang
terdapat di dalam suatu bacaan atau wacana. Melalui teknik ini, semua bentuk
bahasa yang digunakan dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana
dibaca dengan teliti untuk menentukan wujud nilai moral, dan teknik
penyampaian nilai moral.
Teknik catat ini perlu dilakukan, pencatatan langsung ke dalam buku
yang telah dipersiapkan. Adapun langkah-langkah teknik kegiatan tersebut
sebagai berikut.
49
1. Pembacaan secara teliti, cermat, dan berulang-ulang keseluruhan isi
novel yang dipilih sebagai fokus penelitian.
2. Penandaan pada bagian-bagian tertentu pada novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana yang mengandung wujud nilai moral, dan teknik
penyampaian nilai moral dalam novel ini.
3. Menginterpretasikan wujud nilai moral, dan teknik penyampaian nilai
moral dalam novel tersebut.
4. Mendeskripsikan semua data-data yang telah diperoleh dari langkah-
langkah tersebut.
5. Mencatat data-data deskripsi dari hasil membaca secara teliti dan
cermat ke dalam buku.
6. Mencatat nukilan novel yang memuat data-data permasalahan wujud
nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral.
E. Teknik Analisis Data
Penulis melakukan analisis data, pemberian interpretasi, dan
melakukan deskripsi bagian demi bagian yang ditemukan dalam
penelitian. Selanjutnya merumuskan simpulan umum tentang hasil
deskripsi data. Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik
analisi teks.
Berdasarkan hal tersebut, penulis menganalisis data dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Membaca novel Gadis Pesisir untuk memahami isinya secara
keseluruhan.
50
2. Mencari dan menentukan kutipan dalam novel yang memiliki nilai
moral.
3. Menganalisis data dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang
berkenaan dengan nilai moral.
4. Menyimpulkan hasil penelitian tentang nilai moral.
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi menurut Arikunto (2007: 85) adalah keseluruhan
subjek penelitian. Sedangkan menurut Nazir (2005: 271) populasi
adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang
telah ditetapkan. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh nilai moral yang ada dalam novel yang berjudul Gadis
Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil
populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari
populasi yang di ambil sebagai sumber data dan dapat mewakili
seluruh populasi. Adapun penentuan jumlah sampel yang digunakan
oleh penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode sensus
berdasarkan pada ketentuan yang dikemukakan oleh Sugiyono
(2002: 61-63) yang mengatakan bahwa “Sampling jenuh dengan
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Istilah lain dari sampel jenuh adalah sensus”.
51
Metode penentuan sampel yang digunakan daam penelitian
ini adalah metode sampel jenuh. Metode sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi
sampel.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan pengkajian terhadap novel Gadis Pesisir, penulis
mencari data-data yang berkaitan dengan nilai moral, selanjutnya dilakukan
analisis sehingga mendapatkan hasil penelitian, dan kemudian dilakukan
pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan dipaparkan sebagai berikut.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam menganalisis novel
Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana, hasil penelitian sebagai berikut.
Pertama, wujud nilai moral dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel Gadis Pesisir
karya Nunuk Y. Kusmiana. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk tabel-
tabel yang kemudian dideskripsikan dalam pembahasan, untuk lebih jelasnya,
hasil pembahasan dipaparkan sebagai berikut.
53
1. Wujud nilai moral yang terdapat pada novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana
Tabel 1 : Wujud Nilai Moral dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana
No Jenis Nilai Moral Wujud Halaman Jumlah
1 Hubungan Manusia
dengan Diri Sendiri
1. Sedih 134 1
2. Tegas 134 1
3. Sabar 101, 183 2
4. Marah 248 1
5. Rajin 256 1
6. Kesal 149 1
7. Menyesal 166, 180 2
2 Hubungan Manusia
dengan Manusia Lain
dalam Lingkup Sosial
Termasuk Hubungan
dengan Lingkungan Alam
1. Menghargai 30, 47 2
2. Curang 49 1
3. Mencuri 56 1
4. Kurang Ajar 83 1
5. Patuh 93 1
6. Baik Hati 29 1
7. Peduli terhadap
sesama
108, 113 2
8. Merdeka 177 1
9. Terima kasih 190 1
10. Memuji 190 1
3. Hubungan Manusia
dengan Tuhannya
1. Kepercayaan
terhadap tuhan
132 1
2. Bersyukur 150 1
54
Tabel 2, menunjukkan teknik penyampaian nilai moral dalam novel
Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana. Teknik penyampaiannya berupa
teknik penyampaian langsung dan teknik penyampaian tidak langsung.
2. Teknik penyampaian nilai moral pada novel Gadis Pesisir karya Nunuk
Y. Kusmiana
No Jenis Wujud Halaman Jumlah
1. Teknik
Penyampaian
Langsung
1. Uraian
Pengarang
2. Melalui
Tokoh
49, 101, 113, 134,
166, 180, 183, 190,
247
47, 56, 83, 93, 108,
132, 149, 150, 177,
190
9
10
2. Teknik
Penyampaian
Tidak Langsung
1. Peristiwa
2. Konflik
34, 37
40
2
1
Tabel 2 : Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana
55
Berdasarkan tabel diatas dapat di uraikan sebagai berikut.
1. Wujud Nilai Moral pada Novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana
a. Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
1) Sedih
“Mamak menjadi sedih. Ia tak bisa berpikir lagi sekarang. Ini
soal makanan yang pantas disajikan kepada calon tamu
terhormatnya. Makanan yang masih sanggup dijangkau isi
kantongnya. Mamak memohon sekali lagi, “Tolonglah, sekali ini
saja, Bu.”
Pengertian sedih dalam kamus besar bahasa Indonesia
merupakan sebuah perasaan emosional manusia yang sangat terluka.
Sebagian besar rasa sedih di akibatkan akan perilaku seseorang yang
menyakiti orang lain, tentunya perilaku tidak terpuji.
2) Tegas
“Mamak selalu bilang begitu setiap kali berutang,” Ibu Jawa
berkeras menolak. “Tidak bisa begini terus. Kalau berutang, ya
wajib membayar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 134).
Pengertian tegas dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
sikap yang berani dan percaya diri mengungkapkan apa yang benar
dan apa yang salah, apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
secara jelas, nyata, dan pasti.
3) Sabar
“Haya sedang memancing. Ia menatap kedalaman air, menunggu
dengan sabar umpannya dimakan ikan” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 101).
56
Dalam konteks yang sama namun dengan peristiwa yang berbeda.
Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Kakak perempuannya menyuapinya dengan sabar.” Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 183).
Pengertian Sabar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam
situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan
mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang
mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang
yang memilikinya.
4) Marah
Ibu Jawa tak tahan lagi. Ia berbalik, menatap putrinya dengan
tampang garang, dan mengomelinya, “Tahu tidak Ibu sedang
sibuk ? Kalau kamu mau rok itu licin disetrika, lakukan sendiri.
Sana pergi dan jangan ganggu Ibu lagi!” (Nunuk Y. Klusmiana,
2019: 248).
Pengertian marah dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
kondisi dimana perasaan emosional meningkat dan tidak terkendali
dari perasaan seperti biasanya.
5) Rajin
Tapi, dia rajin bekerja. Rajin membantu orang tua. Sayang
dengan adik-adiknya. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 256).
Pengertian rajin dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sifat
manusia yang melakukan suatu hal dengan bersungguh-sungguh
untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
57
6) Kesal
Setengah kesal ia menyahut, “Apa anehnya memasak cakalang
dengan bawang putih dan jahe ? Biasa-biasa saja masak macam
begitu. Dulu, di kampung, aku pernah memasak untuk seorang
perempuan Indo, seekor cakalang dengan susu dan keju. Ditaruh
di atas ikan itu susu dan kejunya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
149).
Pengertian kesal dalam kamus besar bahasa indonesia adalah
perasaan yang wajar ketika Anda merasa tidak nyaman dalam suatu
situasi. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
7) Menyesal
“Sejenak ia menyesali diri mengapa juga tertarik dengan salah
satunya. Bagaimanapun, mereka lebih layak menjadi anak-
anaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 166).
Dalam konteks yang sama namun dengan peristiwa yang berbeda.
Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Ia setengah menyesal mendapati kenyataan bahwa laki-laki
bertampang ramah itu ternyata tentara, sempat menjadi anggota
elit semacam Kostrad.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 180).
Pengertian menyesal dalam kamus besar bahasa Indonesia
menyesal dapat diartikan denga menyadari
b. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain dalam Lingkup Sosial
Termasuk Hubungan dengan Lingkungan Alam
1) Menghargai
“Nggak pantas nggak menghabiskan makanan. Ayo, dihabiskan!
Teman-temanmu mau kok, menunggu barang sebentar”. (Nunuk
Y. Kusmiana, 2019: 30).
58
Pengertian menghargai dalam kamus besar bahasa
Indonesia adalah menghormati keberadaan, harkat, dan martabat
orang lain. Menghargai hasil karya orang lain artinya menghormati
hasil usaha, ciptaan, dan pemikiran orang lain.
2) Curang
“Kalau kelewat lapar dan tak bisa menahan rasa laparnya,
Dus biasanya melakukan cara-cara curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya yang kelaparan. Seringnya
mengendap-endap ke dapur saat semua orang tak ada di
rumah dan mencuri sisa-sisa nasi di atas piring jatah kakak-
kakaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 49).
Pengertian curang dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
suatu perbuatan melakukan kelicikan dalam cara yang digunakan dan
selalu menghalalkan berbagai cara.
3) Mencuri
“Jangan mencuri lagi, Nak. Jangan bikin malu,” Pinta Bapak.
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 56).
Pengertian mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
mengambil harta milik orang lain yang tidak ada hak untuk
memilikinya, yang dilakukan tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan
secara sembunyi-sembunyi.
4) Kurang ajar
“Anakmu kurang ajar. Dia menyiram wajahku dengan air,”
balas Mamak Nur. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 83).
Pengertian kurang ajar dalam kamus besar bahasa Indonesia
adalah seseorang yang tidak bisa menghargai orang lain, yang tidak
memiliki sopan santun.
59
5) Patuh
“Kepatuhan kepada suami itu ibadah,” Bapak
mengultimatum. “Ketidakpatuhan kepada suami itu dosa
besar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 93).
Pengertian patuh dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
sikap untuk menghargai dan patuh kepada orang lain, baik orang
tersebut adalah orang tua, guru, dan juga anggota keluarga lainnya.
6) Baik Hati
“Keberuntungan itu didapatnya ketika Wening-anak gadis Ibu
Jawa, gadis cilik yang tadi memanggilnya-membagi dua
permen sejuk miliknya dan memberikan separuh untuknya.”
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 29).
Pengertian baik hati dalam kamus bahasa Indonesia adalah
orang yang selalu berbuat baik dengan di dasari hati yang tulus.
7) Peduli Terhadap Sesama
“Makan nasi mu, Lijah. Tidak usah disisa-sisakan begitu.
Untuk orang-orang di rumahakan kukasih sendiri. Kebetulan
taksi La Muli disewa sampai Sentani. Bawa singkong. La Muli
dikasih banyak sama penumpangnya. Kamu bisa bawa
beberapa.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 108).
Dalam konteks yang sama namun dengan peristiwa berbeda. Hal
tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
“Muklis bertamu ke rumah keluarga Umar. Ia sempat bertemu
mamak dan menghadiahkan manga kepadanya. Manga jenis
spesial. Bukan manga-mangga kecil asam yang biasa dijual di
pasar, yang membuat orang paling mengantuk sekalipun
terbangun saat memakannya. Ia adalah manga golek besar
berkulit kuning cerah. Rasanya manis. Daging buahnya tebal.
Jenis yang sulit dijumpai di Kota Jayapura.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 113).
60
Pengertian peduli terhadap sesama dalam kamus besar bahasa
Indonesia adalah rasa kemanusiaan untuk saling tolong menolong
antar seseorang agar meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan.
8) Merdeka
“Merdeka!” teriak Soekarno mengepalkan tinju, memulai
rapat akbar. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 177).
Pengertian merdeka dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
terbebas dari segala macam belenggu. aturan, dan kekuasaan dari
pihak tertentu..
9) Terima Kasih
“Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu perempuan
mendatanginya dan mengucapkan terima kasih karena telah
membuat putrinya tampak seperti putri dalam dongeng.”
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Pengertian terima kasih dalam kamus besar bahasa Indonesia
merupakan ungkapan rasa syukur atau kebahagiaan kita atas
kebaikan atau pertolongan orang lain.
10) Memuji
“Jadi muka bagus Wa Izzah terlihat,” komentar seorang tamu
perempuan. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Pengertian memuji dalam kamus besar bahasa indonesia
merupakan memberikan tanggapan yang bersifat kebaikan kepada
seseorang karena orang tersebut telah melakukan sesuatu yang baik.
61
c. Hubungan Manusia dengan Tuhannya
1) Kepercayaan Terhadap Tuhan
“Yah, apalah daya manusia macam kita-kita ini. Kita bisa
merencanakan apa saja. Allah jualah yang menentukan.
Begitulah seharusnya kita berpikir sebagai hamba Allah yang
beriman.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 132).
Kepercayaan terhadap Tuhan berarti mempercayai dan
meyakini bahwa seluruh alam semesta ini milik Tuhan Yang Maha
Esa dan percaya bahwa Tuhan itu ada, jadi kita harus beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Bersyukur
“Sudah sembuhkah, Bapak?” Tanya Ibu Jawa. “Sudah sembuh,
Ibu. Mudah-mudahan besok atau lusa bisa melaut lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,” sahut Ibu Jawa. (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 150).
Pengertian bersyukur menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah menerima segala apapun yang di berikan oleh Allah,
menjalani kehidupan yang sudah ditentukan oleh Allah. Intinya
adalah menerima segala sesuatu dengan ikhlas, tabah dan sabar.
2. Teknik Penyampaian Nilai Moral
Bentuk penyampaian nilai moral dalam karya fiksi bersifat langsung
atau tidak langsung. Bentuk penyampaian nilai moral dalam novel ini dapat
diuraikan sebagai berikut.
62
a. Teknik Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung boleh
dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat
uraian, pemberitaan, atau penjelasan.
1) Uraian Pengarang
Dalam menyampaikan pesan moral, pengarang melalui
uraiannya menyampaikan pesan yang ditujukannya kepada pembaca
melalui uraian pengarang. Sesuai dengan beberapa kutipan sebagai
berikut.
1. “Kalau kelewat lapar dan tak bisa menahan rasa laparnya,
Dus biasanya melakukan cara-cara curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya ynag kelaparan. Seringnya
mengendap-endap ke dapur saat semua orang tengah tak
ada di rumah dan mencuri sisa-sisa nasi di atas piring jatah
kakak-kakaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 49).
2. “Haya sedang memancing. Ia menatap kedalaman air,
menunggu dengan sabar umpannya dimakan ikan. Halijah
menjengukkan kepala, ikut-ikutan melihat ke kedalaman air.
Rumah Haya agak menjorok ke laut. Ke bagian laut yang
lebih banyak berwarna biru jernihnya disbanding cokelat
keruhnya, sebagaimana warna air laut di kolong rumah
Halijah.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 101).
3. “Muklis bertamu ke rumah keluarga Umar. Ia sempat bertemu
Mamak dan menghadiahkan mangga kepadanya.” (Nunuk
Y. Kusmiana, 2019: 113).
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
berbagi yang dilakukan tokoh Muklis yang memberikan mangga
kepada keluarga Bapak Umar.
4. “Mamak menjadi sedih. Ia tak bisa berpikir lagi sekarang. Ini
soal makanan yang pantas disajikan kepada calon tamu
terhormatnya. Makanan yang masih sanggup dijangkau isi
63
kantongnya. Mamak memohon sekali lagi.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 134).
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
tokoh Mamak Nur yang tidak putus asa dalam menghadapi masalah.
5. “Sejenak ia menyesali diri mengapa juga tertarik dengan
salah satunya. Bagaimanapun, mereka lebih layak menjadi
anak-anaknya.” (Nnuk Y. Kusmiana, 2019: 166).
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
tokoh Supri yang menyesal.
6. “Ia setengah menyesal mendapati kenyataan bahwa laki-laki
bertampang ramah itu ternyata tentara, sempat menjadi
anggota pasuka elit semacam Kostrad. Tak terbayangkan
bahwa laki-laki bertampang ramah itu bisa mengangkat
senjata dan membunuh seseorang. Seharusnya laki-laki
semacam ini bekerja sebagai dosen atau dalang bukannya
tentara.” (Nunuk Y. Kusmiaan, 2019: 180).
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
tokoh Supri yang menyesal terhadap sesuatu yang telah terjadi.
7. “Gadis kurus itu sedang memberi makan si bayi dengan air
rebusan beras. Sementara, kakak perempuannya
menyuapinya dengan sabar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
183).
Pesan moral yang ingin dsampaikan pengarang mengenai sabar
dalam menghadapi masalah.
8. “Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu pengantin
perempuan mendatanginya dan menguapkan terima kasih
telah membuat putrinya tampak seperti putri dalam
dongeng.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Pesan moral disampaikan pengarang secara langsung melalui
uraian. Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh berupa
ucapan terima kasih,
64
9. “Ibu Jawa suka marah-marah beberapa hari belakangan ini.
Wening yang pertama kena getahnya. Bapak Jawa,
berikutnya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 247).
Nilai moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
tokoh yang suka marah. Rasa marah merupakan hal yang umum
melanda setiap ibu dalam masalah umah tangga.
2) Melalui Tokoh
1. “Aku menghargai makanan yang kumakan. Karena besok
atau lusa belum tentu kita bisa makan seperti ini.” (Nunuk
Y. Kusmiana, 2019: 47).
Nilai moral yang ingin disampaikan pengarang adalah rasa
menghargai tokoh Halijah karena memiliki rasa menghargai
terhadap makanan dan bersyukur dengan apa yang di makan.
2. “Jangan mencuri lagi, Nak. Jangan bikin malu,” pinta Bapak.
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 56).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah sikap memberi
nasihat tokoh Bapak Umar kepada Dus. Bapak Umar berpesan agar
Dus tidak mencuri lagi.
3. “Anakmu kurang ajar. Dia menyiram wajahku dengan air,”
balas Mamak Nur. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 83).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang dalam menyampaikan
nilai moral melalui uraian langsung berupa tindakan tokoh. Hal
yang ingin disampaikan pengarang adalah sikap kurang ajar.
Seseorang yang tidak bisa menghargai orang lain, yang tidak
65
memiliki sopan santun. Sebagai seorang anak harus bersikap sopan
terhadap orang tua.
4. “Kepatuhan kepada suami itu ibadah,” Bapak
mengultimatum. “Ketidakpatuhan kepada suami itu dosa
besar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 93).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah sikap patuh.
Sebagai seorang istri harus patuh terhadap suami karena suami
adalah kepala rumah tangga dalam keluarga.
5. “Makan nasimu, Lijah. Tidak usah disisa-sisakan begitu.
Untuk orang-orang di rumah akan kukasih sendiri.
Kebetulan taksi La Muli disewa sampai Sentani. Bawa
singkong. La Muli dikasih banyak sama penumpangnya.
Kamu bisa bawa pulang beberapa.” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 108).
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai berbaik
hati. Seseorang yang baik hati dapat membantu sesame dan peka
terhadap perasaan orang lain.
6. “Yah, apalah daya manusia macam kita-kita ini. Kita bisa
merencanakan apa saja. Allah jualah yang menentukan.
Begitulah seharusnya kita berpikir sebagai hamba Allah
yang beriman.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 132).
Nilai moral yang ingin dsampaikan pengarang mengenai
kepercayaan terhadap Tuhan dalam menghadapi masalah.
7. “Setengah kesal ia menyahut, “Apa anehnya memasak
cakalang dengan bawang putih dan jahe ? Biasa-biasa saja
masak macam begitu. Dulu, di kampung, aku pernah
memasak untuk seorang perempuan Indo, seekor cakalang
dengan susu dan keju. Ditaruh di atas ikan itu susu dan
kejunya”. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 149).
66
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah kesal. Rasa kesal
terhadap seseorang kerap muncul saat sedang berinteraksi dengan
orang yang menjengkelkan
8. “Merdeka!” teriak Soekarno mengepalkan tinju, memulai
rapat akbar. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 177).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah merdeka. Kutipan
diatas menggambarkan kalau akhirnya Soekarno mengambil sikap
tegas untuk mengambil kembali Irian Jaya.
9. “Sudah sembuhkah, Bapak?” Tanya Ibu Jawa. “Sudah
sembuh, Ibu. Mudah-mudahan besok atau lusa bisa melaut
lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,” sahut Ibu Jawa. (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 150).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah bersyukur. Kutipan
diatas menunjukkan bahwa Ibu Jawa bersyukur mendengar kabar
Bapak Umar sembuh dari sakitnya.
10. “Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu pengantin
perempuan mendatanginya dan mengucapkan terima kasih
telah membuat putrinya tampak seperti putri dalam
dongeng.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Nilai moral yang disampaikan pengarang secara langsung
melalui uraian. Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh
berupa ucapan terima kasih.
11. “Jadi muka bagus Wa Izzah terlihat,” komentar seorang
tamu perempuan. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
67
Nilai moral disampaikan oleh pengarang secara langsung melalui
uraian. Kutipan diatas menunjukkan seseorang tamu memuji
kecantikan Wa Izzah.
b. Teknik Penyampaian Tidak Langsung
Dalam novel ini, teknik penyampaian nilai moral tidak langsung
berupa peristiwa dan konflik.
1) Peristiwa
Melalui peristiwa, pengarang menyampaikan pesan moralnya
secara tidak langsung.
1. “Terkadang Bapak pulang kelewat siang, saat tiupan angin
laut sudah hamper berakhir. Kalau sudah begitu, Bapak
terpaksa bersusah payah mendayung perahunya menuju
pulang. Sesaat sebelum berbelok ke perairan sempit di
antara deretan rumah panggung di wilayah tempat
tinggalnya, ia menggulung layar. Dengan keterampilan
tertentu, laki-laki paruh baya itu mengarahkan kemudinya.
Air laut mulai meti-surut. Pantai ditutupi seluruhnya oleh
lumpur lembek kecokelatan. Perahu itu meluncur sampai ke
bagian yang tak lagi bisa didayung dan berhenti di batas
air.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 34).
Kutipan diatas menunjukkan peristiwa sebagai media pengarang
dalam menyampaikan pesan moral yang ingin ditujukan kepada
pembaca. Peristiwa pada kutipan diatas berupa sikap terampil yang
ditunjukkan tokoh Bapak Umar.
2. “Terbata-bata Mamak membaca di kolom yang ditunjuk
Bapak. Sementara Bapak mengamati hutuf-huruf cetakan
Latin yang tak mampu dipahaminya dengan sedikit pun. Ia
buta huruf Latin. Tapi, tidak dengan hutuf Arab. Ia guru
mengaji di kampung nelayan itu. Satu-satunya guru
mengaji.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 37).
68
Kutipan diatas menunjukkan peristiwa sebagai media pengarang
dalam menyampaikan pesan moral yang ingin ditujukan kepada
pembaca. Peristiwa pada kutipan diatas berupa sikap kelebihan dan
kekurangan yang ditunjukkan tokoh Bapak Umar.
2) Konflik
Dalam menyampaikan pesan moralnya secara tidak langsung,
pengarang menyampaikan pesan moralnya melalui konflik antar
tokoh. Dalam novel ini, konflik dapat ditunjukkan pada kutipan
berikut :
1. “Bapak benar-benar terjaga kini, manatap mata istrinya
dengan tatapan mencela dan merendahkan. Katanya dengan
nada jengkel yang tak bisa disembunyikan, “Jangan pernah
berpikir untuk melakukan apa pun dengan tubuhmu. Anak
itu karunia Allah. Rejeki dari Allah. Allah akan memberi
anak sebanyak yang mau Dia kasih dan sebuah dosa besar
kalau kamu menghalangi karunia Allah dengan membuatmu
tidak bisa hamil atau apa. Kamu mengerti itu?” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 40).
Konflik pada kutipan di atas berupa pesan moral menasihati dalam
kebenaran yang ingin disampaikan pengarang.
B. Pembahasan
Nilai moral dalam sebuah karya sastra merupakan ajaran-ajaran
mengenai baik dan buruk yang ingin disampaikan pengarang, sehingga
pembaca mendapatkan hal yang bermanfaat setelah membaca sebuah karya
sastra. Novel Gadis Pesisir terdapat ajaran-ajaran moral yang dapat diambil
manfaatnya sebagai pembelajaran dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Novel Gadis Pesisir adalah sebuah novel yang mengajak pembaca
69
untuk menafsirkan kembali tentang makna kehidupan dengan memiliki
kemiripan dengan Daru Tunggul Aji, penelitian ini merupakan deksriptif
kualitatif.
1. Wujud Nilai Moral pada Novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y.
Kusmiana
a. Nilai Moral Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri pada novel
Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana meliputi nilai moral hubungan
manusia dengan diri sendiri positif dan nilai moral hubungan manusia
dengan diri sendiri negatif. Nilai moral hubungan manusia dengan diri
sendiri positif meliputi (1) sedih (2) tegas, (3) sabar, (4) rajin. Adapun
nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri negatif meliputi (5)
marah, (6) kesal, (7) menyesal. Hal tersebut dapat dilihat pada data
berikut.
1) Sedih
“Mamak menjadi sedih. Ia tak bisa berpikir lagi sekarang. Ini soal
makanan yang pantas disajikan kepada calon tamu terhormatnya.
Makanan yang masih sanggup dijangkau isi kantongnya. Mamak
memohon sekali lagi, “Tolonglah, sekali ini saja, Bu.”. (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 134).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Mamak menjadi sedih
karena tidak bisa berpikir lagi soal makanan yang ingin disajikan
kepada calon tamu terhormatnya. Mamak pun bingung dalam situasi
tersebut, ia sangat memohon dan minta tolong kepada Ibu Jawa
untuk memberinya utang.
70
2) Tegas
“Mamak selalu bilang begitu setiap kali berutang,” Ibu Jawa
berkeras menolak. “Tidak bisa begini terus. Kalau berutang, ya
wajib membayar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 134).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Ibu Jawa memiliki sikap
yang tegas sebagai seorang penjual kepada pembeli yang sering
berutang wajib membayar terlebih dahulu hutang yang sebelumya,
sebelum ingin berhutang lagi. Perilaku tersebut sesuai dengan prnsip
menghargai diri sendiri yang menyebutkan bahwa manusia wajib
untuk selalu memeperlakukan diri sendiri sebagai sesuatu yang bernilai
pada dirinya sendiri.
3) Sabar
“Haya sedang memancing. Ia menatap kedalaman air, menunggu
dengan sabar umpannya dimakan ikan” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
101).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Haya memiliki sikap sabar.
Kita semua tahu, memancing bukan hal yang mudah. Sering kali telah
menunggu lama, tapi hanya seekor ikan yang didapat. Atau bahkan
tidak satu pun ikan terpancing dengan umpan kita. Begitulah hidup.
Boleh bermimpi, tapi untuk mencapainya kita harus bersedia melalui
segala prosesnya.
Tak jarang juga kita bakal menemukan cobaan ditengah jalan.
Seperti pancingan yang tiba-tiba rusak. Lalu apa kuncinya ?
Kesabaran! Hati yang sabar akan membawa
71
Dalam konteks yang sama namun dengan peristiwa yang
berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Kakak perempuannya menyuapinya dengan sabar.” Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 183).
Kutipan di atas menggambarkan kesabaran hati seorang kakak
untuk menyuapi sang adik. Selama ibunya sibuk dengan pekerjaan
rumah, Halijah sangat sabar mengurus sang adik yang masih bayi.
4) Rajin
Tapi, dia rajin bekerja. Rajin membantu orang tua. Sayang dengan
adik-adiknya. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 256).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Halijah rajin bekerja.
Dengan mengerjakan pekerjaan rumah, anak pun jadi terbiasa untuk
melakukan berbagai hal sendiri. Saat sudah besar nanti, ia tidak lagi
canggung atau bingung untuk mengurus dirinya sendiri. Terlebih
ketika harus berada jauh dari orang tua.
Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri negatif meliputi
(4) marah, (5) kesal, (6) menyesal. Hal tersebut dapat dilihat pada data
berikut.
5) Marah
Ibu Jawa tak tahan lagi. Ia berbalik, menatap putrinya dengan
tampang garang, dan mengomelinya, “Tahu tidak Ibu sedang sibuk
? Kalau kamu mau rok itu licin disetrika, lakukan sendiri. Sana
pergi dan jangan ganggu Ibu lagi!” (Nunuk Y. Klusmiana, 2019:
248).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa perbuatan yang dilakukan
Ibu Jawa marah terhadap Wening yang sedang mencari baju seragam.
72
Semua orang tua sayang dengan anaknya, namun dalam keseharian
anak sering berperilaku yang menjengkelkan, sehingga membuat
orang tuanya marah.
6) Kesal
Setengah kesal ia menyahut, “Apa anehnya memasak cakalang
dengan bawang putih dan jahe ? Biasa-biasa saja masak macam
begitu. Dulu, di kampung, aku pernah memasak untuk seorang
perempuan Indo, seekor cakalang dengan susu dan keju. Ditaruh
di atas ikan itu susu dan kejunya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
149).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa kesal dengan ucapan yang
dituturkan oleh Mamak. Jangan dengarkan apa kata orang lain, bila
kau percaya dengan keyakinanmu sendiri.
7) Menyesal
“Sejenak ia menyesali diri mengapa juga tertarik dengan salah
satunya. Bagaimanapun, mereka lebih layak menjadi anak-
anaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 166).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Supri menyesali dirinya
yang tertarik dengan Halijah yang masih anak-anak dan menurutnya
lebih layak menjadi anaknya dibanding istrinya. Penyesalan terhadap
sesuatu yang telah terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Ia setengah menyesal mendapati kenyataan bahwa laki-laki
bertampang ramah itu ternyata tentara, sempat menjadi
anggota elit semacam Kostrad.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
180).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Supri sedikit menyesal
dengan kenyataan bahwa Bapak Jawa itu adalah tentara.
73
b. Nilai Moral Hubungan Manusia dengan Manusia Lain dalam
Lingkup Sosial termasuk Hubungan dengan Lingkungan Alam
Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain dalam
lingkup sosial termasuk hubungan dengan lingkungan alam meliputi
nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup
sosial termasuk hubungan dengan lingkungan alam positif dan negatif.
Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup
sosial termasuk hubungan dengan lingkungan alam positif meliputi (1)
menghargai, (2) patuh, (3) baik hati, (4) peduli terhadap sesama, (5)
merdeka, (6) terima kasih, (7) memuji. Hal tersebut dapat dilihat pada
data berikut.
1) Menghargai
“Nggak pantas nggak menghabiskan makanan. Ayo, dihabiskan!
Teman-temanmu mau kok, menunggu barang sebentar”. (Nunuk
Y. Kusmiana, 2019: 30).
Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa Ibu Jawa
menghargai makanan. Kita seharusnya menghargai dan
mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
2) Patuh
“Kepatuhan kepada suami itu ibadah,” Bapak mengultimatum.
“Ketidakpatuhan kepada suami itu dosa besar.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 93).
Kutipan diatas menggambarkan Bapak menasihati Mamak
untuk patuh terhadap suami karena patuh terhadap suami itu
adalah kewajiban seorang istri.
74
3) Baik Hati
“Keberuntungan itu didapatnya ketika Wening-anak gadis Ibu
Jawa, gadis cilik yang tadi memanggilnya-membagi dua permen
sejuk miliknya dan memberikan separuh untuknya.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 29).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Wening berbaik hati
memberikan permen untuk Halijah. Memberi makan rang lain
adalah amal yang mulia. Mengeyangkan orang lain merupakan
amal yang sangat dianjurkan Islam.
4) Peduli Terhadap Sesama
“Makan nasi mu, Lijah. Tidak usah disisa-sisakan begitu.
Untuk orang-orang di rumahakan kukasih sendiri. Kebetulan
taksi La Muli disewa sampai Sentani. Bawa singkong. La Muli
dikasih banyak sama penumpangnya. Kamu bisa bawa
beberapa.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 108).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Mamak La Muli peduli
terhadap keluarga Halijah yang ingin memberikan beberapa
singkong kepada Halijah untuk keluarganya. Rasa peduli
seharusnya dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Karena
sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang
lain. Dengan demikian, segala sesuatu yang kita terima, baik hari
ini maupun esok, merupakan hal yang terindah untuk disyukuri dan
pasti ada hikmahnya. Hal tersebut juga terlihat dalam kutipan
berikut.
“Muklis bertamu ke rumah keluarga Umar. Ia sempat bertemu
mamak dan menghadiahkan manga kepadanya. Manga jenis
spesial. Bukan manga-mangga kecil asam yang biasa dijual di
75
pasar, yang membuat orang paling mengantuk sekalipun
terbangun saat memakannya. Ia adalah manga golek besar
berkulit kuning cerah. Rasanya manis. Daging buahnya tebal.
Jenis yang sulit dijumpai di Kota Jayapura.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 113).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Muklis memberikan kepada
keluarga Umar sebuah mangga yang rasanya manis.
5). Merdeka
“Merdeka!” teriak Soekarno mengepalkan tinju, memulai
rapat akbar. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 177).
Kutipan diatas menggambarkan kalau akhirnya Soekarno
mengambil sikap tegas untuk mengambil kembali Irian Jaya. Kita
mengambil kembali hak kita sebagai bangsa yang merdeka. Bangsa
yang setara kedudukannya harkat, dan martabatnya dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.
6) Terima Kasih
“Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu perempuan
mendatanginya dan mengucapkan terima kasih karena telah
membuat putrinya tampak seperti putri dalam dongeng.”
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa ibu Wa Izzah
mengucapkan terima kasih kepada Jusnaeni karena merasa senang
akan hasil kerja Jusnaeni yang merias putrinya. Ungkapan terima
kasih biasanya di berikan kepada seseorang yang telah memberikan
bantuan atau melakukan kebaikan terhadap kita, atau bias juga
ditujukan untuk orang yang sangat berperan dalam hidup kita.
76
Dengan mengucapkan terima kasih terhadap seseorang, orang
tersebut akan merasa dihargai oleh kita.
7) Memuji
“Jadi muka bagus Wa Izzah terlihat,” komentar seorang tamu
perempuan. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Kutipan diatas menggambarkan seorang tamu memuji
kecantikan Wa Izzah. Pujian disampaikan karena perbuatan baik
atau kelebihan yang dimiliki. Karena itu, kebaikan atau kelebihan
diri kita berupa ilmu, harta, pangkat, dan sebagainya jangan sampai
membuat kita terlena dengan pujian. Apalagi dengan sengaja
memancing orang lain agar memuji kita.
Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain dalam
lingkup sosial termasuk hubungan dengan lingkungan alam negatif
meliputi (8) curang, (9) mencuri, (10) kurang ajar. Hal tersebut dapat
dilihat pada data beriku.
8) Curang
“Kalau kelewat lapar dan tak bisa menahan rasa laparnya, Dus
biasanya melakukan cara-cara curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya yang kelaparan. Seringnya mengendap-
endap ke dapur saat semua orang tak ada di rumah dan mencuri
sisa-sisa nasi di atas piring jatah kakak-kakaknya.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 49).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dus menghalalkan segala
sesuatu agar dapat makan untuk mengenyangkan perutnya, termasuk
dengan cara mencuri. Perbuatan curang dan khianat adalah fenomena
negatif yang telah sangat akut dalam perilaku masyarakat. Hingga
77
sebagian orang yang lemah jiwa dan murah harga dirinya, perbuatan
curang telah menjadi kebiasaan yang seolah bukan lagi dianggap
perbuatan dosa.
Perbuatan curang itu bukan hanya merusak diri sendiri tetapi
juga merusak orang lain. Bagaimana agar kita tidak terbiasa dengan
perilaku curang ? kita perlu di siplin melatih diri dan sabar dengan
godaan. Saya menekankan kata sabar, karena saat curang sudah
terbiasa maka yang tidak curang dianggap aneh. Orang yang tidak
mau ikut curang, perlu sabar dari cemoohan orang-orang yang
curang.
9) Mencuri
“Jangan mencuri lagi, Nak. Jangan bikin malu,” Pinta Bapak.
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 56).
Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa Bapak sedang
menasihati anaknya agar tidak mencuri, karena mencuri dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Tidak sedikit orang tahu
bahwa mencuri (mengambil barang yang bukan miliknya) itu
tindakan kriminal, berdosa dan dilarang agama.
3) Kurang Ajar
“Anakmu kurang ajar. Dia menyiram wajahku dengan air,”
balas Mamak Nur. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 83).
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Aisyah anak
Mamak Umar menyiram wajah Mamak Nur, sebaiknya sebagai
seorang anak harus sopan kepada orang tua meskipun orang tua itu
78
membenci kita. Setiap orang ingin perasaannya dipahami, begitu
juga anak-anak. Saat anak marah, cobalah untuk mendengarkan apa
yang ia mau dan pahami perasaanya.
c. Hubungan Manusia dengan Tuhannya
Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhannya pada novel
Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana meliputi nilai moral
hubungan manusia dengan Tuhannya positif meliputi (1) kepercayaan
terhadap Tuhan, (2) bersyukur. Hal terseut dapat dilihat pada data
berikut.
1) Kepercayaan Terhadap Tuhan
“Yah, apalah daya manusia macam kita-kita ini. Kita bisa
merencanakan apa saja. Allah jualah yang menentukan.
Begitulah seharusnya kita berpikir sebagai hamba Allah yang
beriman.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 132).
Kutipan diatas menggambarkan kita sebagai manusia hanya
bisa berencana dan berserah diri terhadap kehendak Allah
Subhanah Wata‟ala. Kepercayaan terhadap Tuhan dalam diri
seseorang dapat memberikan ketenangan dan ketentraman diri
seseorang tersebut sehingga dapat berpikir jernih dalam
menyelesaikan suatu masalah.
2) Bersyukur
“Sudah sembuhkah, Bapak?” Tanya Ibu Jawa. “Sudah
sembuh, Ibu. Mudah-mudahan besok atau lusa bisa melaut
lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,” sahut Ibu Jawa. (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 150).
79
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Ibu Jawa bersyukur
mendengar kabar Bapak Umar sembuh dari sakitnya. Kita sebagai
sesama manusia turut bersyukur akan kabar kesembuhan seseorang
yang sedang sakit.
2. Teknik penyampaian nilai moral pada novel Gadis Pesisir karya
Nunuk Y. Kusmiana
Bentuk penyampaian nilai moral dalam karya fiksi mungkin
bersifat langsung atau tidak langsung. Bentuk penyampaian nilai moral
dalam novel ini dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Teknik penyampaian langsung
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung boleh
dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat
uraian, pemberitahuan, atau penjelasan.pesan moral yang bersifat
langsung biasanya terasa dipaksakan dan bersifat keherensif dengan
unsur-unsur lain. Hal ini tentu akan merendahkan hubungan literer
karya yang bersangkutan. Hubungan komunikasi yang terjadi antara
pengarang dengan pembaca pada penyampaian pesan dengan cara ini
adalah hubungan langsung. Dengan novel ini teknik penyampaian
nilai moral secara langsung berupa uraian pengarang dan melalui
tokoh. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
80
1) Uraian Pengarang
Dalam menyampaikan pesan moral, pengarang melalui
uraiannya menyampaikan pesan yang ditujukannya kepada
pembaca melalui tokoh dalam menghadapi masalah. Sesuai
dengan beberapa kutipan sebagai berikut :
1. “Kalau kelewat lapar dan tak bisa menahan rasa laparnya,
Dus biasanya melakukan cara-cara curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya ynag kelaparan. Seringnya
mengendap-endap ke dapur saat semua orang tengah tak
ada di rumah dan mencuri sisa-sisa nasi di atas piring
jatah kakak-kakaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 49).
Nilai moral yang disampaikan pengarang secara langsung
melalui uraian. Perbuatan yang dilakukan oleh tokoh Dus
merupakan perbuatan yang curang ia mencuri sisa-sisa nasi di
atas piring jatah kakak-kakaknya. Perbuatan tersebut tidak boleh
di tiru karena merupakan pesan moral negatif.
2. “Haya sedang memancing. Ia menatap kedalaman air,
menunggu dengan sabar umpannya dimakan ikan.
Halijah menjengukkan kepala, ikut-ikutan melihat ke
kedalaman air. Rumah Haya agak menjorok ke laut. Ke
bagian laut yang lebih banyak berwarna biru jernihnya
disbanding cokelat keruhnya, sebagaimana warna air
laut di kolong rumah Halijah.” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 101).
Nilai moral disampaikan pengarang melalui uraian.
Perbuatan Haya yang sabar menunggu umpannya dimakan ikan.
Sabar merupakan kemampuan yang mengendalikan diri yang
81
juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan
mencerminkan kekokohan jiwa yang memilikinya.
3. “Muklis bertamu ke rumah keluarga Umar. Ia sempat
bertemu Mamak dan menghadiahkan mangga
kepadanya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 113).
Nilai moral yang disampaikan pengarang melalui uraian,
yang berupa uraian cerita secara langsung melalui perilaku tokoh
yang dilakukan. Pesan moral di ingin disampaikan pengarang
mengenai sikap tokoh Muklis yang berbagi memberikan manga
kepada keluarga Bapak Umar. Terhadap sesama hendaknya kita
memberikan orang lain apa yang kita miliki.
4. “Mamak menjadi sedih. Ia tak bisa berpikir lagi sekarang.
Ini soal makanan yang pantas disajikan kepada calon
tamu terhormatnya. Makanan yang masih sanggup
dijangkau isi kantongnya. Mamak memohon sekali lagi,
“Tolonglah, sekali ini saja, Bu. ” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 134).
Nilai moral yang disampaikan pengarang melalui uraian,
yang berupa uraian cerita secara langsung melalui perilaku tokoh
dalam menghadapi masalah. Pesan moral yang ingin di
sampaikan pengarang mengenai sikap tokoh Mamak Nur yang
sedih. Dalam keadaan sesulit apapun hendaknya seseorang tidak
berputus asa dalam menghadapi kegagalan maupun cobaan
hidup.
82
5. “Mamak selalu bilang begitu setiap kali berutang.” Ibu
Jawa berkeras menolak. “Tidak bisa begini terus. Kalau
berutang, ya wajib membayar.” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 134).
Nilai moral yang disampaikan pengarang melalui
uraian, yang berupa uraian cerita secara langsung melalui
perilaku tokoh dalam menghadapi masalah. Pesan moral
yang ingin di sampaikan pengarang mengenai sikap tokoh
Ibu Jawa yang tegas. Sikap tegas sebagai seorang penjual
kepada pembeli yang sering berutang wajib membayar
terlebih dahulu hutang yang sebelumnya.
6. “Sejenak ia menyesali diri mengapa juga tertarik dengan
salah satunya. Bagaimanapun, mereka lebih layak
menjadi anak-anaknya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
166).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan nilai moralnya, yaitu berupa uraian cerita secara
langsung melalui perilaku tokoh Supri dalam menghadapi
masalah. Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang
mengenai sikap tokoh Supri yang menyesal. Dalam keadaan
apapun seseorang boleh menyalahkan diri terhadap perbuatan
yang telah dilakukannya, tetapi tidak boleh dipikirkan secara
terus menerus karena dapat menyebabkan deoresi dan kesehatan
83
mental, untuk mengatasi hal tersebut seseorang bisa melakukan
hal-hal yang positif.
7. “Ia setengah menyesal mendapati kenyataan bahwa laki-
laki bertampang ramah itu ternyata tentara, sempat
menjadi anggota pasuka elit semacam Kostrad. Tak
terbayangkan bahwa laki-laki bertampang ramah itu bisa
mengangkat senjata dan membunuh seseorang.
Seharusnya laki-laki semacam ini bekerja sebagai dosen
atau dalang bukannya tentara.” (Nunuk Y. Kusmiaan,
2019: 180).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan pesan moralnya, yaitu berupa uraian cerita secara
langsung melalui perilaku tokoh dalam menghadapi masalah.
Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang mengenai sikap
tokoh Supri yang menyesal terhadap sesuatu yang telah terjadi.
Dalam keadaan apapun seseorang tidak boleh menyesali sesuatu
yang telah terjadi, sebaiknya seseorang tersebut dapat menerima
kenyatan dan mengambil hikmah dari kejadian yang telah terjadi.
8. “Gadis kurus itu sedang memberi makan si bayi dengan air
rebusan beras. Sementara, kakak perempuannya
menyuapinya dengan sabar.” (Nunuk Y. Kusmiana,
2019: 183).
Nilai moral disampaikan pengarang secara langsung
melalui uraian. Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh
berupa kesabaran, yang sabar dalam menghadapi suatu
masalah.
9. “Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu pengantin
perempuan mendatanginya dan menguapkan terima
84
kasih telah membuat putrinya tampak seperti putri dalam
dongeng.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Nilai moral disampaikan pengarang secara langsung
melalui uraian. Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh
berupa ucapan terima kasih, yang merupakan ungkapan dari
perasaan syukur terhadap bantuan orang lain.
10. “Ibu Jawa suka marah-marah beberapa hari belakangan
ini. Wening yang pertama kena getahnya. Bapak Jawa,
berikutnya.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 247).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang
menyampaikan nilai moralnya, yaitu berupa uraian cerita secara
langsung melalui perilaku tokoh Ibu Jawa dalam menghadapi
suatu masalah. Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang
mengenai sikap tokoh yang suka marah. Rasa marah merupakan
hal yang umum melanda setiap ibu dalam masalah rumah tangga,
untuk menghilangkan perasaan marah dalam diri dapat dilakukan
dengan mengontrol emosi dan menenangkan diri.
2) Melalui Tokoh
Dalam menyampaikan pesan moralnya secara langsung,
pengarang juga menyampaikan melalui tindakan tokoh. Sikap
menghargai merupakan pesan moral yang ingin disampaikan
pengarang. Hal ini sesuai dengan beberapa kutipan berikut :
1. “Aku menghargai makanan yang kumakan. Karena besok
atau lusa belum tentu kita bisa makan seperti ini.”
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 47).
85
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang dalam
memenyampaikan nilai moral melalui uraian langsung berupa
tindakan tokohyang memiliki rasa menghargai terhadap makanan
dan bersyukur dengan apa yang di makan. Seharusnya kita
memang bersyukur atas apa yang diberikan Allah.
2. “Jangan mencuri lagi, Nak. Jangan bikin malu,” pinta Bapak.
(Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 56).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan nilai moral melalui uraian langsung berupa
tindakan tokoh. Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah
sikap memberi nasihat tokoh Bapak Umar kepada Dus. Bapak
Umar berpesan agar Dus tidak mencuri lagi. Bapak Umar selalu
memarahi Dus, jika Dus kedapatan mencuri.. Pesan moral yang
ingin disampaikan pengarang melalui uraian ini yaitu sikap
menasihati dalam kebenaran. Dalam menghadapi sebuah
persoalan sebaiknya menasehati dan mengingatkan agar tidak
mencuri lagi.
3. “Kepatuhan kepada suami itu ibadah,” Bapak
mengultimatum. “Ketidakpatuhan kepada suami itu
dosa besar.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 93).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan nilai moral melalui uraian langsung berupa
tindakan tokoh. Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah
86
sikap patuh. Sebagai seorang istri harus patuh terhadap suami
karena suami adalah kepala rumah tangga dalam keluarga.
4. “Makan nasimu, Lijah. Tidak usah disisa-sisakan begitu.
Untuk orang-orang di rumah akan kukasih sendiri.
Kebetulan taksi La Muli disewa sampai Sentani. Bawa
singkong. La Muli dikasih banyak sama penumpangnya.
Kamu bisa bawa pulang beberapa.” (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 108).
Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh berupa baik
hati. Pesan moral disampaikan pengarang secara langsung
melalui uraian. Pesan moral yang ingin disampaikan
pengarang mengenai berbaik hati. Seseorang yang baik hati
dapat membantu sesame dan peka terhadap perasaan orang
lain.
5. “Yah, apalah daya manusia macam kita-kita ini. Kita bisa
merencanakan apa saja. Allah jualah yang menentukan.
Begitulah seharusnya kita berpikir sebagai hamba Allah
yang beriman.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 132).
Kutipan diatas menunjukkan ajaran tokoh berupa
kepercayaan terhadap Tuhan. Nilai moral disampaikan
pengarang secara langsung melalui uraian. Pesan moral yang
ingin dsampaikan pengarang mengenai kepercayaan terhadap
Tuhan dalam menghadapi masalah. Kita sebagai hamba
Allah hanya bisa merencanakan apa saja tapi Allah jugalah
yang menetukan.
6. “Setengah kesal ia menyahut, “Apa anehnya memasak
cakalang dengan bawang putih dan jahe ? Biasa-biasa
saja masak macam begitu. Dulu, di kampung, aku pernah
memasak untuk seorang perempuan Indo, seekor
87
cakalang dengan susu dan keju. Ditaruh di atas ikan itu
susu dan kejunya”. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 149).
Kutipan diatas menunjukkan cara pengarang dalam
menyampaikan nilai moral melalui uraian langsung berupa
tindakan tokoh. Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah
kesal. Rasa kesal terhadap seseorang kerap muncul saat sedang
berinteraksi dengan orang yang menjengkelkan. Jangan
dengarkan apa kata orang lain, bila kau percaya dengan
keyakinanmu sendiri.
7. “Merdeka!” teriak Soekarno mengepalkan tinju, memulai
rapat akbar. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 177).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah merdeka.
Kutipan diatas menggambarkan kalau akhirnya Soekarno
mengambil sikap tegas untuk mengambil kembali Irian Jaya.
Kita mengambil kembali hak kita sebagai bangsa yang merdeka.
Bangsa yang setara kedudukannya harkat, dan martabatnya
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
8. “Sudah sembuhkah, Bapak?” Tanya Ibu Jawa. “Sudah
sembuh, Ibu. Mudah-mudahan besok atau lusa bisa
melaut lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,” sahut Ibu Jawa. (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 150).
Hal yang ingin disampaikan pengarang adalah bersyukur.
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Ibu Jawa bersyukur
mendengar kabar Bapak Umar sembuh dari sakitnya. Kita
88
sebagai sesama manusia turut bersyukur akan kabar kesembuhan
seseorang yang sedang sakit.
9. “Kerja Jusnaeni lunas terbayarkan ketika ibu pengantin
perempuan mendatanginya dan mengucapkan terima
kasih telah membuat putrinya tampak seperti putri dalam
dongeng.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Nilai moral yang ingin disampaikan pengarang secara
langsung melalui uraian. Kutipan diatas menunjukkan ajaran
tokoh berupa ucapan terima kasih. Terima kasih merupakan
ungkapan rasa syukur atau kebahagiaan kita atas kebaikan atau
pertolongan orang lain.
10. “Jadi muka bagus Wa Izzah terlihat,” komentar seorang
tamu perempuan. (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 190).
Nilai moral disampaikan oleh pengarang secara langsung
melalui uraian. Kutipan diatas menunjukkan seseorang tamu
memuji kecantikan Wa Izzah. Pujian bisa disampaikan pada saat
melihat penampilan seseorang, kemampuan bekerja seseorang,
juga terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain.
b. Teknik Penyampaian Tidak Langsung
Pesan hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara
koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Hubungan yang
terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan yang
tidak langsung dan tersirat. Salah satu sifat khas karya sastra
adalah berusaha mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung.
Berangkat dari sifat esensi inilah sastra tampil dengan
89
komplesitas makna yang dikandungnya. Hal ini justru dapat
dipandang sebagai kelebihan karya sastra, kelebihan dengan
banyaknya kemungkinan penafsiran dari seseorang dari waktu ke
waktu. Dalam novel ini, teknik penyampaian nilai moral tidak
langsung berupa peristiwa dan konflik.
1) Peristiwa
Melalui peristiwa, pengarang menyampaikan pesan
moralnya secara tidak langsung. Salah satu sifat khas karya sastra
adalah berusaha mengungkapkan sesuatu tidak secara langsung.
Hal ini sesuai dengan beberapa kutipan berikut :
1. “Terkadang Bapak pulang kelewat siang, saat tiupan angin
laut sudah hamper berakhir. Kalau sudah begitu, Bapak
terpaksa bersusah payah mendayung perahunya menuju
pulang. Sesaat sebelum berbelok ke perairan sempit di
antara deretan rumah panggung di wilayah tempat
tinggalnya, ia menggulung layar. Dengan keterampilan
tertentu, laki-laki paruh baya itu mengarahkan
kemudinya. Air laut mulai meti-surut.
Pantai ditutupi seluruhnya oleh lumpur lembek
kecokelatan. Perahu itu meluncur sampai ke bagian yang
tak lagi bisa didayung dan berhenti di batas air.” (Nunuk
Y. Kusmiana, 2019: 34).
Kutipan diatas menunjukkan peristiwa sebagai media
pengarang dalam menyampaikan pesan moral yang ingin
ditujukan kepada pembaca. Peristiwa pada kutipan diatas berupa
sikap terampil yang ditunjukkan tokoh Bapak Umar. Pengarang
ingin menyampaikan bahwa sikap terampil sebaiknya dimiliki
setiap orang yang memiliki kelebihan tenaga. Orang yang lemah
90
dan membutuhkan bantuan sangat banyak ditemui, namun tidak
semua orang bersikap terampil atau cekatan.
2. “Terbata-bata Mamak membaca di kolom yang ditunjuk
Bapak. Sementara Bapak mengamati hutuf-huruf cetakan
Latin yang tak mampu dipahaminya dengan sedikit pun.
Ia buta huruf Latin. Tapi, tidak dengan hutuf Arab. Ia
guru mengaji di kampung nelayan itu. Satu-satunya guru
mengaji.” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019: 37).
Kutipan diatas menunjukkan peristiwa sebagai media
pengarang dalam menyampaikan pesan moral yang ingin
ditujukan kepada pembaca. Peristiwa pada kutipan diatas berupa
sikap kelebihan dan kekurangan yang ditunjukkan tokoh Bapak
Umar. Pengarang ingin menyampaikan bahwa sikap kelebihan
dan kekurangan pasti dimiliki setiap orang. Terhadap sesama
yang memiliki kelebihan dan kekurangan sebaiknya kita saling
menolong satu sama lain.
2) Konflik
Dalam menyampaikan pesan moralnya secara tidak
langsung, pengarang menyampaikan pesan moralnya melalui
konflik antar tokoh. Dalam novel ini, konflik dapat ditunjukkan
pada kutipan berikut :
1. “Bapak benar-benar terjaga kini, manatap mata istrinya
dengan tatapan mencela dan merendahkan. Katanya
dengan nada jengkel yang tak bisa disembunyikan,
“Jangan pernah berpikir untuk melakukan apa pun
dengan tubuhmu. Anak itu karunia Allah. Rejeki dari
Allah. Allah akan memberi anak sebanyak yang mau Dia
kasih dan sebuah dosa besar kalau kamu menghalangi
karunia Allah dengan membuatmu tidak bisa hamil atau
91
apa. Kamu mengerti itu?” (Nunuk Y. Kusmiana, 2019:
40).
Konflik pada kutipan di atas berupa pesan moral menasihati
dalam kebenaran yang ingin disampaikan pengarang. Bapak
Umar dalam menyikapi sikap Mamak begitu yakin, tidak dibalas
dengan sikap keras, namun dengan menasihati dalam kebaikan.
Karena Mamak tidak ingin hamil lagi.
92
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Wujud nilai moral dalam novel Gadis Pesisir terdiri atas tiga bentuk.
Ketiga wujud nilai moral tersebut adalah wujud nilai moral dalam
hubungan manusia dengan diri sendiri, wujud nilai moral dalam
hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk
hubungan dengan lingkungan alam, dan wujud nilai moral dalam
hubungan manusia dengan Tuhannya. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya, ditemukan data-data sebagai berikut.
a. Wujud nilai moral dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Dalam penelitian ini peneliti berhasil menemukan bentuk nilai moral
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan varian yang
berupa tegas, sabar, marah, rajin, kesal, dan menyesal.
b. Wujud nilai moral dalam hubungan manusia dengan manusia lain
dalam lingkup sosial termasuk hubungan dengan lingkungan alam.
Dalam penelitian ini peneliti berhasil menemukan bentuk nilai moral
dalam hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial
termasuk hubungan dengan lingkungan alam, dengan varian yang
yang berupa menghargai, curang, mencuri, kurang ajar, patuh, baik
hati, peduli terhadap sesame, merdeka, terima kasih, dan memuji.
93
c. Wujud nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dalam penelitian ini peneliti berhasil menemukan bentuk nilai moral
dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, yang berupa
kepercayaan terhadap Tuhan dan bersyukur.
2. Teknik penyampaian nilai moral dalam novel Gadis Pesisir karya Nunuk
Y. Kusmiana, berupa teknik penyampaian langsung dan teknik
penyampaian tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya ditemukan data-data sebagai berikut.
a. Teknik penyampaian nilai moral secara langsung yang memiliki
banyak bentuk penyampaian yang berupa uraian pengarang dan
melalui tokoh. Dalam teknik penyampaian nilai moral secara
langsung, bentuk penyampaian yang paling mendominasi berupa
teknik penyampaian melalui tokoh.
b. Teknik penyampaian nilai moral secara tidak langsung mem`iliki
bentuk penyampaian yang berupa peristiwa dan konflik. Dalam
teknik penyampaian nilai moral secara tidak langsung, bentuk
penyampaian yang paling mendominasi berupa teknik penyampaian
melalui peristiwa.
B. Saran
Bagi pembaca pada umumnya, semoga penelitian ini bisa menambah
wawasan serta mengembangkan pengetahuan mengenai penelitian sastra.
Selain itu, pembaca juga diharapkan mengenal tentang adanya berbagai teori
dalam dunia sastra yang digunakan sebagai alat penelitian sastra. Bagi
94
peneliti sendiri, semoga penelitian ini menjadi langkah untuk memperbaiki
studi tentang teori dalam penelitian sastra, khususnya sastra Indonesia. Bagi
dunia pendidikan formal, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pengajaran sastra mengenai ajaran moral dalam sebuah novel.
95
DAFTAR PUSTAKA
Eagleton Terry. 2010. Membaca Sastra. Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguran Tinggi. Yogyakarta: Indonesia Tera.
Wellek, Werren. 1993:15. Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Daroeso, Bambang. http://uzey.blogspot.com/2009/09/pengertian-nilai.html.
(diakses tanggal 28 November 2013).
Sudjiman, 1998: 53. Novel. Pustaka Pelajar
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Harricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Ida Afianti, Diantini. Pengertian Novel. http://lib.uin malang.ac.id/thesis/
chapter_ii/07110161-diantini-ida-afianti.ps. (di akses pada tanggal 6 Maret
2013)
Irmayani Safitri. Unsur Ekstrinsik Novel Beserta Penjelasannya.
http://www.nesabamedia.com. (diakses pada tanggal 25 September 2019)
Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
KBBI. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat Pusat Bahasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, Mawardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro, 2013. Unsur-Unsur Pembangun Fiksi
Nurgiyantoro, B. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nurgiyantoro, 2013. Teknik Penyampaian Nilai Moral
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
96
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
Y Kusmiana, Nunuk. 2019. Gadis Pesisir. Jakarta. Gramedia.
L
A
M
P
I
R
A
N
98
Wujud Nilai Moral
a. Nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri
1. Sedih
2. Tegas
99
3. Sabar
100
4. Marah
5. Rajin
101
6. Kesal
7. Menyesal
102
b. Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial
termasuk hubungan dengan lingkungan alam
1. Menghargai
103
2. Curang
104
3. Mencuri
4. Kurang ajar
105
5. Patuh
6. Baik hati
106
7. Peduli terhadap sesama
107
8. Merdeka
9. Terima Kasih
108
10. Memuji
c. Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhannya
1. Kepercayaan Terhadap Tuhan
109
2. Bersyukur
Teknik Penyampaian Nilai Moral
a. Teknik Penyampaian Langsung
1. Uraian Pengarang
110
111
112
113
114
2. Melalui Tokoh
115
116
117
118
119
b. Teknik Penyampaian tidak langsung
1. Peristiwa
120
2. Konflik
121
KORPUS DATA I
NO
Data Wujud Moral
Hubungan
Manusia
dengan Diri
Sendiri
Hubungan
Manusia dengan
Manusia Lain
dalam Lingkup
Sosial Termasuk
Hubungan dengan
Lingkungan Alam
Hubungan
Manusia
dengan
Tuhanya
1 “Keberuntungan itu
didapatnya ketika Wening-
anak gadis Ibu Jawa, gadis
cilik yang tadi
memanggilnya-membagi
dua permen sejuk miliknya
dan memberikan separuh
untuknya.” (Halaman 29)
Baik Hati
2 “Nggak pantas nggak
menghabiskan makanan.
Ayo, dihabiskan! Teman-
temanmu mau kok,
menunggu barang sebentar”.
(Halaman 30)
Menghargai
3 “Aku menghargai makanan
yang kumakan.karena besok
atau lusa belum tentu kita
bisa makan seperti ini.”
(Halaman 47)
Menghargai
4 “Kalau kelewat lapar dan tak
bisa menahan rasa laparnya,
122
Dus biasanya melakukan
cara-cara curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya
yang kelaparan. Seringnya
mengendap-endap ke dapur
saat semua orang tak ada di
rumah dan mencuri sisa-sisa
nasi di atas piring jatah
kakak-kakaknya.” (Halaman
49)
Curang
5 “Jangan mencuri lagi, Nak.
Jangan bikin malu,” Pinta
Bapak. (Halaman 56)
Mencuri
7 Anakmu kurang ajar. Dia
menyiram wajahku dengan
air,” balas Mamak Nur.
(Halaman 83)
Kurang ajar
8 Kepatuhan kepada suami itu
ibadah,” Bapak
mengultimatum.
“Ketidakpatuhan kepada
suami itu dosa besar.”
(Halaman 93)
Patuh
9 “Haya sedang memancing.
Ia menatap kedalaman air,
menunggu dengan sabar
umpannya dimakan ikan.”
(Halaman 101)
Sabar
10 “Makan nasi mu, Lijah.
Tidak usah disisa-sisakan
Peduli Terhadap
Sesama
123
begitu. Untuk orang-orang
di rumahakan kukasih
sendiri. Kebetulan taksi La
Muli disewa sampai Sentani.
Bawa singkong. La Muli
dikasih banyak sama
penumpangnya. Kamu bisa
bawa beberapa.” (Halaman
108)
11 “Muklis bertamu ke rumah
keluarga Umar. Ia sempat
bertemu mamak dan
menghadiahkan manga
kepadanya. Manga jenis
spesial. Bukan manga-
mangga kecil asam yang
biasa dijual di pasar, yang
membuat orang paling
mengantuk sekalipun
terbangun saat memakannya.
Ia adalah manga golek besar
berkulit kuning cerah.
Rasanya manis. Daging
buahnya tebal. Jenis yang
sulit dijumpai di Kota
Jayapura.” (Halaman 113)
Peduli
Terhadap Sesama
12 “Yah, apalah daya manusia
macam kita-kita ini. Kita
bisa merencanakan apa saja.
Allah jualah yang
Kepercayaan
Terhadap
124
menentukan. Begitulah
seharusnya kita berpikir
sebagai hamba Allah yang
beriman.” (Halaman 132)
Tuhan
13 “Mamak menjadi sedih. Ia
tak bisa berpikir lagi
sekarang. Ini soal makanan
yang pantas disajikan
kepada calon tamu
terhormatnya. Makanan
yang masih sanggup
dijangkau isi kantongnya.
Mamak memohon sekali
lagi, “Tolonglah, sekali ini
saja, Bu.” (Halaman 134)
Sedih
14 “Mamak selalu bilang begitu
setiap kali berutang,” Ibu
Jawa berkeras menolak.
“Tidak bisa begini terus.
Kalau berutang, ya wajib
membayar.” (Halaman 134)
Tegas
15 Setengah kesal ia menyahut,
“Apa anehnya memasak
cakalang dengan bawang
putih dan jahe ? Biasa-biasa
saja masak macam begitu.
Dulu, di kampung, aku
pernah memasak untuk
seorang perempuan Indo,
Kesal
125
seekor cakalang dengan susu
dan keju. Ditaruh di atas
ikan itu susu dan kejunya.”
(Halaman 149)
16 “Sudah sembuhkah,
Bapak?” Tanya Ibu Jawa.
“Sudah sembuh, Ibu.
Mudah-mudahan besok atau
lusa bisa melaut lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,”
sahut Ibu Jawa. (Halaman
150)
Bersyukur
17 “Sejenak ia menyesali diri
mengapa juga tertarik
dengan salah satunya.
Bagaimanapun, mereka
lebih layak menjadi anak-
anaknya.” (Halaman 166)
Menyesal
18 “Merdeka!” teriak Soekarno
mengepalkan tinju, memulai
rapat akbar. (Halaman 177)
Merdeka
19 “Kakak perempuannya
menyuapinya dengan sabar.”
(Halaman 183)
Sabar
20 “Kerja Jusnaeni lunas
terbayarkan ketika ibu
perempuan mendatanginya
dan mengucapkan terima
kasih karena telah membuat
putrinya tampak seperti putri
Terima Kasih
126
dalam dongeng.” (Halaman
190)
21 “Jadi muka bagus Wa Izzah
terlihat,” komentar seorang
tamu perempuan. (Halaman
190)
Memuji
22 Ibu Jawa tak tahan lagi. Ia
berbalik, menatap putrinya
dengan tampang garang, dan
mengomelinya, “Tahu tidak
Ibu sedang sibuk ? Kalau
kamu mau rok itu licin
disetrika, lakukan sendiri.
Sana pergi dan jangan
ganggu Ibu lagi!” (Halaman
248)
Marah
23 Dia rajin bekerja. Rajin
membantu orang tua.
Sayang dengan adik-
adiknya. (Halaman 256)
Rajin
127
KORPUS DATA II
No
Data
Teknik Penyampaian
Penyampaian
Langsung
Penyampaian Tidak
Langsung
Uraian
Pengarang
Melalui
Tokoh
Peristiwa Konflik
1 “Terkadang Bapak pulang
kelewat siang, saat tiupan
angin laut sudah hamper
berakhir. Kalau sudah
begitu, Bapak terpaksa
bersusah payah
mendayung perahunya
menuju pulang. Sesaat
sebelum berbelok ke
perairan sempit di antara
deretan rumah panggung
di wilayah tempat
tinggalnya, ia menggulung
layar. Dengan
keterampilan tertentu,
laki-laki paruh baya itu
mengarahkan kemudinya.
Air laut mulai meti-surut.
Pantai ditutupi seluruhnya
oleh lumpur lembek
kecokelatan. Perahu itu
meluncur sampai ke
bagian yang tak lagi bisa
didayung dan berhenti di
batas air.” (Halaman 34)
128
2 “Terbata-bata Mamak
membaca di kolom yang
ditunjuk Bapak.
Sementara Bapak
mengamati hutuf-huruf
cetakan Latin yang tak
mampu dipahaminya
dengan sedikit pun. Ia
buta huruf Latin. Tapi,
tidak dengan hutuf Arab.
Ia guru mengaji di
kampung nelayan itu.
Satu-satunya guru
mengaji.” (Halaman 37)
3 “Bapak benar-benar
terjaga kini, manatap mata
istrinya dengan tatapan
mencela dan
merendahkan. Katanya
dengan nada jengkel yang
tak bisa disembunyikan,
“Jangan pernah berpikir
untuk melakukan apa pun
dengan tubuhmu. Anak itu
karunia Allah. Rejeki dari
Allah. Allah akan
memberi anak sebanyak
yang mau Dia kasih dan
sebuah dosa besar kalau
kamu menghalangi
karunia Allah dengan
129
membuatmu tidak bisa
hamil atau apa. Kamu
mengerti itu?” (Halaman
40)
4 “Aku menghargai
makanan yang kumakan.
Karena besok atau lusa
belum tentu kita bisa
makan seperti ini.”
(Halaman 47)
5 “Kalau kelewat lapar dan
tak bisa menahan rasa
laparnya, Dus biasanya
melakukan cara-cara
curang untuk bisa
mengenyangkan perutnya
ynag kelaparan. Seringnya
mengendap-endap ke
dapur saat semua orang
tengah tak ada di rumah
dan mencuri sisa-sisa nasi
di atas piring jatah kakak-
kakaknya.” (Halaman 49)
6 “Jangan mencuri lagi,
Nak. Jangan bikin malu,”
pinta Bapak. (Halaman
56)
7 “Anakmu kurang ajar. Dia
menyiram wajahku
dengan air,” balas Mamak
130
Nur. (Nunuk Y.
Kusmiana, 2019: 83).
8 “Kepatuhan kepada suami
itu ibadah,” Bapak
mengultimatum.
“Ketidakpatuhan kepada
suami itu dosa besar.”
(Halaman 93)
9 “Haya sedang
memancing. Ia menatap
kedalaman air, menunggu
dengan sabar umpannya
dimakan ikan. Halijah
menjengukkan kepala,
ikut-ikutan melihat ke
kedalaman air. Rumah
Haya agak menjorok ke
laut. Ke bagian laut yang
lebih banyak berwarna
biru jernihnya disbanding
cokelat keruhnya,
sebagaimana warna air
laut di kolong rumah
Halijah.” (Halaman 101)
10 “Makan nasimu, Lijah.
Tidak usah disisa-sisakan
begitu. Untuk orang-orang
di rumah akan kukasih
sendiri. Kebetulan taksi
La Muli disewa sampai
131
Sentani. Bawa singkong.
La Muli dikasih banyak
sama penumpangnya.
Kamu bisa bawa pulang
beberapa.” (Halaman 108)
11 “Muklis bertamu kw
rumah keluarga Umar. Ia
sempat bertemu Mamak
dan menghadiahkan
mangga kepadanya.”
(Halaman 113)
12 “Mamak menjadi sedih. Ia
tak bisa berpikir lagi
sekarang.Ini soal makanan
yang pantas disajikan
kepada calon tamu
terhormatnya. Makanan
yang masih sanggup
dijangkau isi kantongnya.
Mamak memohon sekali
lagi.” (Halaman 134)
13 “Setengah kesal ia
menyahut, “Apa anehnya
memasak cakalang
dengan bawang putih dan
jahe ? Biasa-biasa saja
masak macam begitu.
Dulu, di kampung, aku
pernah memasak untuk
seorang perempuan Indo,
132
seekor cakalang dengan
susu dan keju. Ditaruh di
atas ikan itu susu dan
kejunya.” (Halaman 149)
14 “Sudah sembuhkah,
Bapak?” Tanya Ibu Jawa.
“Sudah sembuh, Ibu.
Mudah-mudahan besok
atau lusa bisa melaut
lagi.”
“Syukurlah kalau begitu,”
sahut Ibu Jawa. (Halaman
150)
15 “Sejenak ia menyesali diri
mengapa juga tertarik
dengan salah satunya.
Bagaimanapun, mereka
lebih layak menjadi anak-
anaknya.” (Halaman 166)
16 “Merdeka!” teriak
Soekarno mengepalkan
tinju, memulai rapat
akbar. (Halaman 177)
17 “Jadi muka bagus Wa
Izzah terlihat,” komentar
seorang tamu perempuan.
(Halaman 190).
18 “Kerja Jusnaeni lunas
terbayarkan ketika ibu
pengantin perempuan
133
mendatanginya dan
mengucapkan terima
kasih karena telah
membuat putrinya tampak
seperti putri dalam
dongeng.” (Halaman 190).
134
Sampul Novel
Judul : Gadis Pesisir
Pengarang : Nunuk Y. Kusmiana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 321 halaman
Tahun : 2019, Januari
Gadis Pesisir adalah kisah tentang kehidupan seorang gadis remaja anak
seorang nelayan miskin yang menjadi pendatang di wilayah Jayapura, Irian Jaya
(Papua) untuk mencari kehidupan yang lebih baik pada awal tahun 1970-an.
Kampung nelayan ini berdekatan dengan tempat pendidikan dan pelatihan calon
polisi. yang instrukturnya tertarik untuk menikahi salah satu gadis nelayan, serta
jatuh cinta kepada Halijah, gadis paling tidak menarik dan tidak diperhitungkan di
135
kampung tersebut. Berhasilkah keluarganya mendapatkan kehidupan lebih baik ?
Apakah ia sama seperti gadis-gadis lain, yang mencoba melepaskan diri dari
kemiskinan dengan menikahi laki-laki yang bisa memberi makan cukup dan
mengangkat derajat keluarga ?
Buku ini mengangkat kisah kehidupan para pendatang di sebuah kampong
nelayan miskin di Kota Jayapura. Mengambil tempat dan waktu pada tahun 1970-
an awal, buku ini bercerita tentang hiruk pikuk wilayag Irian Jaya sekarang Papus
setelah terintegrasi dengan Indonesia.
136
137
RIWAYAT HIDUP
KARLINA, dilahirkan di Pangkep pada tanggal 8 Juli 1998
tepatnya di Bonto-Bonto, Kecamatan Ma‟rang, Kabupaten
Pangkep. Anak ke-3 dari empat bersaudara pasangan dari
ayahanda Sainuddin dan Ibunda Hj. Sabaria. Penulis
memulai pendidikan pada tahun 2005 di sekolah dasar di SD
Negeri 14 Bonto-Bonto, Kelurahan Bonto-Bonto,
Kecamatan Ma‟rang, Kabupaten Pangkep dan menyelesaikan pendidikan pada
tahun 2010. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 1 Ma‟rang, Kelurahan Bonto-Bonto, Kecamatan Ma‟rang,
Kabupaten Pangkep, tamat pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan pendidikan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Ma‟rang, Kelurahan Talaka, Kecamatan
Ma‟rang, Kabupaten Pangkep dan tamat pada tahun 2016. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Berkat perlindungan dan pertolongan Allah Swt serta iringan doa dari
orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi
dengan menulis skripsi yang berjudul “Nilai Moral pada Novel Gadis Pesisir
Karya Nunuk Y. Kusmiana.”
`