nilai kepemimpinan perempuan dalam q.s. an-naml...
TRANSCRIPT
-
i
NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
DALAM Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
(PERSPEKTIF TEORI INTERPRETASI
JORGE J. E. GRACIA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
WAHYU NUR HIDAYAH
NIM: 21514003
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
ُروا َما بِأَنْ ُفِسِهمْ ُر َما ِبَقْوٍم َحَّتَّ يُ َغي ِّ ِإنَّ اللََّو ََل يُ َغي ِّ
“Sesungguhnya Allah Tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga
mereka mengubah diri mereka sendiri”
-
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk
Kedua orang tuaku,
Mamakek yang selalu berjuang demi keberhasilan anaknya, berjuang lahir maupun
batin, kerja keras ditengah teriknya matahari, dan melantunkan doa di tengah
sunyinya malam
Bapakek, yang walaupun jauh, tapi ku yakin engkau selalu menyebut nama anakmu
ini dalam setiap doamu
Semoga karya ini bisa menjadi salah satu alasan kalian tersenyum
Guru-guruku
Yang telah membirakan ilmu. Ilmu yang ringan dibawa kemana-mana. Ilmu yang
seperti biji yang tumbuh menjadi pohon yang kemudian menghasilkan buah yang segar
dan bermanfaat. Ilmu yang bercahaya menyingkirkan duri dan gelapnya jalan menuju
tujuan sehingga kami akan tahu mana jalan yang benar dan mana yang salah.
Sahabat-sahabatku
Teman seperjuangan yang selalu ada, dan saling menyemangati.
Selalu membantu meski jalan terjal harus ditapaki
Dan terus menggenggam erat hingga akhir nanti
Almamater tercinta
Tempat ku menuntut ilmu
Tempat ku dipertemukan dengan orang-orang ahli ilmu
Dan memberiku semangat untuk menuntut ilmu
Institut Agama Islam Negeri (IAIN Salatiga)
-
vii
-
viii
-
ix
-
x
KATA PENGANTAR
الحمد هلل رب العالمين
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad
yang telah mengajarkan kepada saya, cara bagaimana berusaha dengan keras
dan sungguh-sungguh. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untukmu.
Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi
dan rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Jorge J. E. Gracia dan
Sahiron Syamsuddin, maupun literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha
sekuat mungkin dalam memaparkan nilai kepemimpinan perempuan dalam
Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi Jorge J. E. Gracia,
tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kekurangan di dalamnya. Karena
itu, penulis mohon maaf.
Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari
proposal, proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini,
mampu memberikan kontribusi bagi pembaca mengenai kepemimpinan
perempuan dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi
Jorge J. E. Gracsia. Setelah melewati proses yang cukup panjang dan
melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga. Untuk itu, kami
ingin menyampaikan ucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua, Bapakek dan Mamakek yang selalu mendoakan dan
mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta adikku satu-
satunya, Miftahul Jannah, serta keluarga yang sudah mau saya
repotkan dan yang selalu menyayangi dan mensuport penulis.
-
xi
2. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Bapak
Dr. Benny Ridwan, M. Hum., Bapak Dr. H.Sidqon Maesur, Lc.,
M.A., dan Bapak Dr. Mubasirun, M.Ag., Bapak Dr. M. Gufron,
M.Ag., yang telah memberi dorongan dan motivasi.
3. Bapak, Dr. Muh Irfan Helmy, Lc., M. A., selaku dosen pembimbing
dalam penelitian ini. Yang telah sudi kiranya melakukan proses
pembimbingan selama proses penelitian berlangsung berupa koreksi,
masukan, kritikan, dan saran yang kontruktif dalam melengkapi
penelitian ini.
4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-
Qur‟an dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan
motivasi.
5. Teman-teman sehimpunan-seperjuangan di jurusan IAT, baik
angkatan 2013, 2014 maupun 2015 yang menjadi patner akademis
dan teman diskusi. Untuk teman-teman yang selalu ada ketika saya
membutuhkan, mb Novita, mb Triyana dan mb Lida.
6. Serta kepada semua pihak yang barangkali belum tersebutkan, kami
ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran,
waktu, motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.
Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini,
bukanlah suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai
masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah
nutrisi bagi kami dalam rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan,
walaupun hal itu bersifat mustahil. Selamat membaca.
Salatiga, 12 September 2018
-
xii
ABSTRAK Persoalan gender merupakan persoalan aktual dewasa ini, di dalamnya
mencakup persoalan mengenai kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan
perempuan sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Sulaiman AS, akan
tetapi kepemimpinan perempuan ini seolah-olah tidak diindahkan bagi
sebagian muslim. Hal ini karena sistem relasi laki-laki dan perempuan yang
cenderung bias patriarki. Selain itu, dalil yang dipakai ketika memahami
kepemimpinan perempuan ini adalah ayat yang menjelaskan kepemimpinan
keluarga. Padahal kepemimpinan perempuan ini sebenarnya sudah dibahas
dalam al-Qur‟an secara gamlang dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35, yang
berkisah mengenai kepemimpinan Balqis.
Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud al-Qur‟an, penulis
akan mengupasnya dengan teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia.
Sebenarnya pemakaian teori interpretasi teks dalam teks sakral masih
menjadi debatable, akan tetapi disini teori interpetasi teks Gracia memiliki
relevansi dengan ulumul qur‟an. Teori fungsi interpretasi teks Gracia ini
adalah, yang pertama historical function dimana dalam ulumul Qur‟an teori
ini relevan dengan asbab an-nuzul. Kemudian yang kedua meaning function
yang memiliki relevansi dengan kaidah kebahasaan dalam menafsirkan. Dan
yang ketiga implicatif function, yang memiliki relevansi dengan ilmu
munasabat dan ilmu sains dan humaniora. Dan ketiga teori fungsi inilah
yang akan dipakai untuk menganalisis maksud Q.S. an-Naml ayat 29-35.
Dengan teori historical function, ditemukan hasil bahwa
kepemimpinan itu dipilih bukan karena jenis kelamin, melainkan karena
kapabilitas intelektualnya. Kemudian dengan teori meaning function,
ditemukan nilai-nilai kepemimpinan dari pengembangan makna ayat. Nilai-
nilai kepemimpinan yang terkandung dalam ayat adalah sikap suka
musyawarah, tidak otoriter, mendengarkan aspirasi rakyat, memperhatikan
nasib rakyat, cinta perdamaian dan cerdas. Dengan teori implicative
function, maka penulis mengaitkan dengan keilmuan lain. Musyawarah,
sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur‟an, tidak otoriter masuk dalam
gaya kepemimpinan demokratik yang merupakan gaya kepemimpinan ideal,
mau mendengarkan aspirasi dari rakyatnya, ini selaras dengan teori
manajemen dan kepemimpinan yang disampaikan oleh Petter Drucker,
memperhatikan nasib rakatnya juga selaras dengan perintah Rasulullah
SAW serta merupakan cerminan kepemimpinan Umar bin Khaṭab dan
Muawiyyah, cerdas juga merupakan salah satu sifat wajib Rasulullah
-
xiii
sebagai utusan dan pemimpin umat, cinta damai sesuai dengan ajaran al-
Qur‟an dan Hadits, bahkan dalam ayat yang berisi perintah perangpun
sebenarnya mengandung perintah untuk damai.
Kemudian, nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani dari kisah
Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut adalah apa yang bisa kita
pahami dari hasil aplikasi teori interpretasi teks dengan meaning function,
yakni kepemimpinan yang mau diskusi atau musyawarah, sikap pemimpin
yang tidak otoriter, mau mendengarkan aspirasi rakyatnya, pemimpin yang
memperhatikan nasib rakyatnya, pemimpin yang cerdas dan cinta damai.
-
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN KEASLIAN TULISAN.......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING........................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI............................................ vii
KATA PENGANTAR................................................................................... x
ABSTRAK...................................................................................................... xii
DAFTAR ISI.................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7
F. Kerangka Teori................................................................................... 10
G. Metode Penelitian............................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan......................................................................... 14
BAB II TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA DAN
RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN
A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E.Gracia..................................... 16
-
xv
B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi............ 19
1. Makna Teks.................................................................................. 19
2. Hakekat Interpretasi...................................................................... 21
C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E. Gracia....................................... 23
1. Historical Function...................................................................... 23
2. Meaning Function........................................................................ 24
3. Implicative Function................................................................ 25
D. Relevansi Teori Interpretasi Teks Gracia dengan Ulumul
Qur‟an................................................................................................. 27
1. Relevansi Historical Function dengan Asbab an-Nuzul.............. 27
2. Relevansi Meaning Function dengan Kaidah Kebahasaan.......... 28
3. Relevansi Implicative Function dengan Ilmu Munasabat dan
Teori Sain dan Humaniora............................................................ 30
BAB III DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35 DAN
PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR
A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35................................................... 32
B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer................................. 33
C. Pandangan Para Ulama Tafsir............................................................ 38
1. Aṭ-Ṭhabari dalam Jami‘ul Bayan................................................. 38
2. Az-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf................................................ 42
3. Ibnu Asyur dalam at-Taḥrir wa at- Tanwir.................................. 45
4. Al-Maragi dalam Tafsir al-Maragi.............................................. 48
5. M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah................................. 51
-
xvi
D. Poin Penafsiran Para Ulama Tafsir..................................................... 54
BAB IV APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J. E.
GRACIA TERHADAP Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
A. Aplikasi Interpretasi Historical Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35................................................................................................... 56
1. Pemimpin Perempuan Pada Masa Kerajaan Saba‟....................... 56
2. Kapabilitas Intelektual Pemimpin Pada Masa Rasulullah
SAW............................................................................................. 58
B. Aplikasi Interpretasi Meaning Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35................................................................................................... 62
1. Mau Diskusi atau Musyawarah.................................................... 62
2. Sikap Tidak Otoriter dan Mendengarkan Aspirasi Rakyat........... 64
3. Cermin Rakyat yang Patuh .......................................................... 66
4. Sikap Memperhatikan Rakyat ..................................................... 67
5. Sikap Cinta Damai ....................................................................... 69
C. Aplikasi Interpretasi Implicative Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35……………………………....................................................... 71
1. Kapabilitas Intelektual Sebagai Standar Terpilihnya
Pemimpin...................................................................................... 72
2. Munasabah Ayat-Ayat Musyawarah............................................ 73
3. Mendengarkan Aspirasi Rakyat dalamTeori Manajemen............ 74
4. Gaya Kepemimpinan Ideal: Kepemimpinan Demokratik…….... 75
5. Memperhatikan Nasib Rakyat Cermin Kepemimpinan Para
Khalifah........................................................................................ 78
-
xvii
6. Cerdas Cermin Sifat Rasulullah................................................... 79
7. Cinta Damai dalam al-Qur‟an dan Hadits.................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 84
B. Saran................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………….. 91
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan gender merupakan salah satu isu aktual dari kelima isu
aktual dewasa ini, yaitu globalisasi, demokrasi, HAM, ekologi dan gender.1
Pembahasan mengenai pemaknaan gender sampai dampaknya pada
kehidupan di dunia ini sangat pelik. Apalagi perempuan sering kali dicap
sebagai the second class.2 Salah satu pembahasan yang menarik dari gender
ini adalah mengenai kepemimpinan seorang perempuan.
Kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan ini, seolah-
olah tidak diindahkan oleh sebagian muslim. Hal ini dapat kita amati ketika
Indonesia mengangkat presiden seorang perempuan, yakni Megawati
Soekarno Putri yang ditolak oleh KUII (Kongres Umat Islam Indonesia)
tahun 1998. Selain itu, pengamatan dari peneliti sendiri, dimana pada saat
ada pemilihan gubernur Jawa Tengah, dengan pas-lon (pasangan calon)
Ganjar-Yasin dan Dirman-Ida, masyarakat desa Balaikambang berasumsi
agar tidak memilih pemimpin perempuan karena ditakutkan akan merusak
masa depan.
Padahal, kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan telah
ada sejak zaman nabi Sulaiman AS, yakni seorang Ratu yang memimpim
negeri Saba‟. Kemudian, dalam sejarah Islam juga telah merekam para
pemimpin perempuan, diantaranya Sittu al-Mulk saudara perempuan al-
Hakim bin Amrillah al-Fatimi selama empat tahun pernah berkuasa di
1Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Persektif al-Qur‘an, (Jakarta:
Paramadina, 2001), hlm. 23 2Zulfikri, Konsep Kepemimpinan Perempan (Studi Komparasi atas Penafsiran
Nasaruddin Umar dan KH. Husein Muhammad), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2010), hlm. 2
-
2
Mesir, demikian pula Sharah ad-Dur istri al-Malik al-Shalih Ayyub yang
menjabat khalifah di Mesir hingga tahun 1357 H.3
Selain itu, lebih aktual lagi pada zaman modern ini, peran
perempuan dalam kepemimpinan saat ini semakin banyak bermunculan.
Sebagai contoh, Christina Lagarde pemimpin International Monotery Fund
(IMF) yang telah mendukung upaya partisipasi tenaga kerja perempuan
sebagai cara mengurangi kemiskinan; Joyce Banda presiden perempuan
pertama di negara Malawi yang giat menyuarakan hak perempuan.4
Kemudian kiprah perempuan semakin menonjol pada abad ke-21 ini.5
Kepemimpinan perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak
asasi manusia dan persamaan gender secara lantang disuarakan oleh aktivis
feminisme. Di berbagai negara, sebagian besar perempuan mengalami
perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan, diantaranya pada bidang
kepemimpinan publik.
Alasan kenapa kepemimpinan perempuan ini tidak diindahkan oleh
sebgaian muslim adalah karena umat muslim ketika membahas mengenai
kepemimpinan dalam bidang publik atau politik ini sering merujuk pada QS.
Al-Nisa‟ ayat 34 dan QS. Al-Baqarah ayat 228. Yang mana ayat-ayat
tersebut tidak menjelaskan kepemimpinan publik atau politik, melainkan
kepemimpinan keluarga.
Padahal dalam al-Qur‟an sudah membahas secara khusus mengenai
kepemimpinan perempuan ini dalam Q.S an-Naml ayat 29-35 yang
merekam kisah Ratu negeri Saba‟, yakni Ratu Balqis. Disini peneliti percaya
bahwa setiap kisah yang diceritakan dalam al-Qur‟an pasti memiliki ibroh
yang dapat kita ambil pelajaran darinya. Menurut M. Quraish Shihab, kisah
3Hasjim Abbas, Presiden Perempuan Perspsektif Hukum Islam (Yogyakarta:
Kutub, 2004), hlm. 173 4Ima Rahmania Aufa, Gaya Kepemimpinan Perempuan dalam Film Insurgent,
Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), hlm. 2 5Lita Mewengkang dkk, Peranan Kepemimpinan Perempuan dalam Jabatan
Publik (Studi Pada Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan), Journal, t.t,
t.t, hlm. 2
-
3
adalah salah satu cara al-Qur‟an mengatur manusia menuju arah yang
dikehendaki-Nya.6
Kisah tersebut terekam dalam al-Qur‟an sebagai berikut:
( إِنَُّو ِمْن ُسَلْيَماَن َوإِنَُّو ِبْسِم اللَِّو الرَّْْحَِن 92قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ ِإِّنِّ أُْلِقَي ِإََلَّ ِكَتاٌب َكرمٌِي )
أَفْ ُتوِّن ِِف أَْمرِي َما ُكْنُت قَاِطَعًة ( قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ 03( َأَلَّ تَ ْعُلوا َعَليَّ َوأْتُوِّن ُمْسِلِمنَي )03الرَِّحيِم )
( 00( قَاُلوا ََنُْن أُوُلو قُ وٍَّة َوأُوُلو بَْأٍس َشِديٍد َواْْلَْمُر ِإلَْيِك فَاْنظُرِي َماَذا تَْأُمرِيَن )09أَْمرًا َحَّتَّ َتْشَهُدوِن )
( َوِإِّنِّ ُمْرِسَلٌة 03ُلوا أَِعزََّة أَْىِلَها أَِذلًَّة وََكَذِلَك يَ ْفَعُلوَن )قَاَلْت ِإنَّ اْلُمُلوَك ِإَذا َدَخُلوا قَ ْريًَة أَْفَسُدوَىا َوَجعَ
(03ِإلَْيِهْم ِِبَِديٍَّة فَ َناِظرٌَة ِِبَ يَ ْرِجُع اْلُمْرَسُلوَن )
Artinya7:
29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah
disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.
30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".
32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan
sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".
33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang
luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:
Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".
34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan
6M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 319
7Departemen Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT
Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379
-
4
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula
yang akan mereka perbuat.
35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh para utusan itu".
Ayat tersebut nyata bercerita mengenai kerajaan yang dipimpin oleh
seorang perempuan. Terbukti dalam ayat 29 kata ْقَاَلت diakhiri dengan ta‘ ta‘nis yang menunjukkan bahwa fail dari fiil tersebut adalah perempuan.
Untuk lebih jelasnya dapat kita rujuk pada ayat 23 dalam surat yang
sama.Nama pemimpin perempuan tersebut tidak disebut jelas oleh al-
Qur‟an, akan tetapi dari cerita yang sudah menyebar dari generasi ke
generasi, ratu tersebut bernama Balqis yang berkuasa di kerajaan Saba‟ pada
zaman Nabi Sulaiman AS.
Ratu Bilqis atau Balqis ini merupakan ratu yang dibilang sukses,
karena selama masa kepemimpinannya, kerajaan Saba‟ berada pada
tingkatan makmur dan peradaban yang terhitung sangat tinggi.8 Selain itu,
Ratu negeri Saba‟ juga dikenal sebagai ratu yang adil dan bijaksana,
memiliki kekuasan yang besar, memiliki sumber kekayaan yang berlimpah,
sangat dicintai, dibela dan ditaati rakyatnya, karena Ratu sangat
memperhatikan dan membela nasib rakyatnya.9
Maka, disini peneliti merasa perlu mengkaji ayat tersebut, untuk
memahami maksud dari firman Allah tersebut. Apakah benar pemimpin
perempuan tidak diperbolehkan? Apakah dalam ayat tersebut ada maksud
lain yang ingin disampaikan Allah selain mengenai kebolehan atau
ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin? Ataukah dari kisah Balqis
dalam ayat tersebut akan kita temui nilai-nilai kepemimpinan yang
menjadikan kepemimpinannya makmur seperti yang dijelaskan diatas?
8M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat, tokoh, Nama dan
Istilah dalam al-Qur‘an, Jilid I (Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005), hlm. 99 9M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat,..., hlm. 99
-
5
Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud oleh al-Qur‟an
surat an-Naml ayat 29-35 tersebut mengenai kepemimpinan perempuan,
maka peneliti berusaha mengupas ayat tersebut dengan menggunakan teori
interpretasi teks. Penggunaan teori interpretasi teks dalam memahami teks
yang sakral bagi umat muslim, sampai saat ini masih debatable.
Ada golongan muslim yang secara utuh menolaknya, sebagian lagi
menerimanya secara bersyarat, dan ada pula yang berasumsi bahwa sebagian
teori dan metode interpretasi teks (salah satunya metode hermeneutik barat)
sangat dimungkinkan untuk pengembangan Ulumul Qur‟an, sehingga dapat
digunakan dan dimungkinkan pula untuk aktivitas memahami atau menafsiri
ayat al-Qur‟an.
Dalam hal ini Sahiron Syamsudin memandang bahwa salah satu
tokoh hermeneutik Jorge J. E. Gracia memiliki signifikansi dan relevansi
dalam memperkuat Ulumul Qur‟an dan dapat digunakan untuk menafsirkan
al-Qur‟an.10 Jorge J. E. Gracia adalah seorang professor kenamaan pada
departemen Filsafat dan Sastra Perbandingan di Universitas Negeri New
York di Buffalo.11 Gracia juga ahli dalam beberapa bidang filsafat,
diantaranya metafisika/ontology, historiografi filosofis, filsafat
bahasa/hermeneutika, filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin.12
Gracia dalam beberapa pemikiran juga dipandang memiliki korelasi
dengan kaidah-kaidah penafsiran al-Qur‟an. Salah satu yang menjadi
bidikan pemikirannya adalah mengenai fungsi umum interpretasi, yaitu
menciptakan di benak audien kontemporer pemahaman terhadap teks yang
sedang diinterpretasikan melalui tiga macam kesadaran. Secara spesifik tiga
kesadaran tersebut erat kaitannya dengan teks yang ditafsirkan. Pertama,
10
M. Nur Kholis, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan
Hadits, Teori dan Aplikasi, cet. II, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga,
2011), hlm. 143 11
Khoirul Imam, Relevansi Hermeneutika Jorge J. E. Gracia dengan Kaidah-
Kaidah Penafsiran al-Qur‘an, Vol 177, No. 2, (Yogyakarta: ESENSIA, Oktober 2016),
hlm. 252 12
M. Nur Kholis, dkk,Upaya Integrasi Hermeneutik..., hlm. 145
-
6
fungsi historis (historical function), kedua, fungsi makna (meaning
function), ketiga fungsi implikatif (implicative function).13
Historical function, dipandang memiliki relasi dengan asbab an-
nuzul. Kemudian meaning function, dipandang memiliki relasi dengan
kaidah kebahasaan al-Qur‟an, serta implicative function dipandang memiliki
relasi dengan pola keterkaitan teks dengan keilmuan lainnya.14
Teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia ini termasuk unik. Dari sini,
penulis merasa tertarik dan bersemangat untuk membahas nilai
kepemimpinan yang tersirat dalam al-Qur‟an surat an-Naml ayat 29-35
dengan metode interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J. E. Gracia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.
E. Gracia?
2. Bagaimana aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia
terhadap al-Q.S. al-Naml ayat 29-35?
3. Nilai-nilai kepemimpinan apa saja yang dapat kita teladani dari
kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.
E. Gracia.
2. Mengetahui aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia
terhadap al-Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35.
13
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256 14
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260
-
7
3. Mengetahui nilai-nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani
dari kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35
tersebut.
D. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan sebuah informasi tentang teori interpretasi teks
Jorge J.E. Gracia dan pengaplikasiannya dalam al-Qur‟an.
2. Memperoleh nilai-nilai yang konstruktif dari ayat-ayat al-
Qur‟an tersebut.
3. Menambah pengetahuan khususnya tentang dunia penafsiran al-
Qur‟an mengenai kepemimpinan perempuan surat al-Naml ayat
29-35 jika dilihat dengan menggunakan teori interpretasi teks
milik Jorge J. E. Gracia.
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dalam tema yang sama,
diantaranya adalah skripsi karya Abdul Wahid yang berjudul “Pemimpin
Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi‖ mengatakan bahwa
memahami pemimpin perempuan semestinya dikembalikan kepada prinsip
etis agama yang berkesetaraan dan berkeadilan, karena sejauh
pengematannya persoalan memimpin semata-mata tidak dilihat dari unsur
jenis kelamin, melainkan tergantung pada kesiapan, kemampuan serta bakat
yang dimilikinya, sehingga mampu menjalankan tugas dengan baik.15
Kemudian ada pula penelitian dengan judul ―Nilai Kepemimpinan
Islam Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat
15-19‖. Merupakan karya skripsi dari Muchammad Agus Maulidi,
mahasiswa jurusan PAI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari
karyanya, beliau memaparkan nilai-nilai kepemimpinan Nabi Sulaiman,
15
Abdul Wahid, Pemimpin Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi,
Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 76
-
8
yakni berilmu, syukur, memiliki kemampuan berkomunikasi, tegas dalam
memimpin dan murah senyum.16
Kemudian penelitian berjudul “Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah
Nabi Sulaiman Dengan Ratu Negeri Saba‘ dan Para Pembesar dalam al-
Qur‘an.‖ Karya skripsi Nur Padwisana mahasiswa IAT IAIN Surakarta.
Dalam penelitiannya, ia fokus pada gaya bahasa yang digunakan oleh Nabi
Sulaiman dalam mendakwahi kerajaan Saba‟. Gaya bahasa tersebut adalah
gaya kiasan simile, alegori, metonimia, ironi, sinisme, satire dan inuedo.17
Kemudian Farichatul Maftuchah dalam jurnal studi gender dan anak
Yin Yang PSG STAIN Purwokerto. ―Reposisi Perempuan Dalam
Kepemimpinan‖ menyatakan keterbukaan ruang bagi perempuan untuk
mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, dan telah memberikan
kesempatan melahirkan kemampuan-kemampuan perempuan dalam segala
sektor kehidupan yang sebelumnya hanya diklaim milik kaum laki-laki.
Realitas mengenai perempuan yang mampu memerankan fungsi
kepemimpinan dalam berbagai sektor menunjukkan adanya potensi yang
sama antara perempuan dan laki-laki.18
Banyak juga penelitian lapangan mengenai efektivitas
kepemimpinan perempuan di berbagai wilayah, diantaranya skripsi Suvidian
Elytasari yang berjudul Model Kepemimpinan Perempuan Dalam
Mengembangkan Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan.19 Kemudian
skripsi karya Istri Nursholikah yang berjudul Analisis Kepemimpinan
Kepala Desa Perempuan dalam Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di
16
Muchammad Agus Maulidi, Nilai Kepemimpinan Islam Yang Terkandung
Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat 15-19, Skipsi, (Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim, 2016) 17
Nur Padwasana, Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah Nabi Sulaiman Dengan Ratu
Negeri Saba‘ dan Para Pembesar Dalam Al-Qur‘an, Skripsi, (Surakarta: IAIN Surakarta,
2017) 18
Farichatul Maftuchah, Reposisi Perempuan dalam Kepemimpinan, Jurnal Studi
Gender dan Anak Yin Yang, t.t, t.t, hlm. 6 19
Suvidian Elytasari, Model Kepemimpinan Perempuan Dalam Mengembangkan
Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan, Skirpsi, (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga,
2014)
-
9
Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar.20Kemudian ada juga Sekar Cahyo
Laksanti termasuk penelitian studi kasus dengan judul Potret Kepemimpinan
Perempuan dari Sudut Pandang Laki-Laki (Studi Kasus pada Badan
Penanaman Model Daerah Provinsi Jawa Tengah).21
Dan beberapa tulisan yang membahas mengenai hermeneutika Jorge
J. E. Gracia dan beberapa artikel ilmiah yang membahas tentang teori
penafsiran diantaranya:
Pertama, “Hermeneutika Jorge J. E. Gracia “ sebuah sub bab yang
sudah dirangkum didalam sebuah buku kecil Hermeneutika dan
Pengembangan Ulumul Qur‟an karya Sahiron Syamsudin. Dalam buku
tersebut dijelaskan mengenai biografi Jorge J. E Gracia, pemikiran
hermeneutika serta karya-karyanya.22
Kedua, “Teori Penafsiran Jorge J. E. Gracia dan Aplikasinya
terhadap Surat al-Anfal ayat 45-47”, karya Asep Supriyanto salahseorang
mahasiswa Tafsir Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi
tersebut dijelaskan bahwa bigrafi, karya dan pemikirannya serta penerapan
teori penafsiran Jorge J. E. Gracia dalamsurat al-Anfal 45-47.23
Ketiga, skripsi dengan judul “Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah
ayat 51 (Aplikasi teori Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia)”, karya
M. Dani Habibi, mahasiswa fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga pada
tahun 2017. Karya ini hadir ketika terjadi kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh Pak Ahok yang menggunakan ayat al-Quran surat al-Maidah
ayat 51.24
20
Istri Nursolikah, Analisis Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan dalam
Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar, Skripsi,
(Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2017). 21
Sekar Cahyo Laksanti, Potret Kepemimpinan Perempuan dari Sudut Pandang
Laki-Laki, Skirpsi, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2014). 22
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan ..., hlm. 52-63 23
Asep Supriyadi, Terori Penafsiran Jorge J. E.Gracia dan Aplikasinya Terhadap
Surat Al-Anfal ayat 45-47, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013) 24
M. Dani Habibi, Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah ayat 51 (Aplikais Teori
Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2017)
-
10
Dan disini fokus penulis adalah pada penggalian makna bagaimana
kepemimpinan Balqis, seorang perempuan yang telah direkam dalam al-
Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35, dengan menggunakan pisau analisis teori
interpretasi Jorge J. E. Gracia. Dan dari pencarian peneliti, penelitian ini
belum pernah ada yang melakukan.
F. Kerangka Teori
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pisau analisis
dengan menggunakan teori interpretasi teks. Adapun teori yang digunakan
penulis adalah teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.E. Gracia
yang menitik beratkan pada hakikat teks25, setelah itu dalam konsep
pemahaman mendapatkan perhatian kedua setelah teks.
Sementara itu pendekatan interpretasi historical text dapat dilakukan
melalui tiga bentuk, yakni interpretasi yang sesuai dengan fungsi historis
(historical function), fungsi makna (meaning function) maupun fungsi
implikatif (implicative function). Interpretasi teks yang diperoleh dengan
mengusahakan agar contempory audiens dapat memahami teks sebagaimana
historical author dan historical audiens memahaminya, disebut oleh Gracia
sebagai fungsi historis teks (historical function).26
Sedang interpretasi yang dilakukan oleh contempory audiens dalam
bentuk makna umum dari maksud historical author dan historical
audiens,disebutnya sebagai fungsi makna (meaning function). Interpretasi
ini berfungsi menciptakan pemahaman dibenak audiens kontemporer,
sehingga ia dapat menangkap dan mengembangkan makna (meaning) dari
teks, atau dalam bahasanya―concordant with their overall generic function‖.
25
Syafa‟atun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (ed), Upaya Integrasi
Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan Hadits: Teori dan Aplikasi (buku 2 Tradisi
Barat), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2009), hlm.
147 26
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistimology, (Albany:
State University of New York Press, 1995),hlm. 153
-
11
Terlepas dari apakah makna itu persis dengan apa yang dimaksudkan
pengarang dan audiens historis, atau tidak.27
Bentuk terakhir interpretasi bias berupa fungsi implikatif
(implicative function) dari teks tersebut, yaitu interpretasi yang fungsinya
adalah sebagai berikut:
―to produce in comtempory audiences acts of understanding
whereby those audiences understand the implications of the meaning
of text, regardless of wether in historical authors and the historical
audiences were not aware of those implications.‖
“untuk menghasilkan pemahaman di benak audiens kontemporer,
dimana mereka bisa memahami implikasi dari makna teks, terlepas
apakah pengarang historis dan audiens historis menyadari atau tidak,
implikasi yang dihasilkan ini.”
Di kedua fungsi terakhir ini (meaning function and implicative
function), contempory context sebagai keadaan yang mempengaruhi
pemahaman teks yang dilakukan oleh contemporya udiens sangat
berpengaruh terhadap interpretasi yang dilakukan olehnya. Dalam
contempory context, diharapkan contempory audiens dapat mengambil nilai-
nilai yang terdapat dalam teks historis dan mengejawantahkannya pada
masanya, sehingga tidak terjadi keterputusan interpretasi dengan sejarahnya.
Ketiga bentuk interpretasi diatas menunjukkan bahwa truth value (nilai
kebenaran) suatu interpretasi bersifat plural dan masing-masing dapat
mengklaim kebenarannya sendiri.
―textual interpretations have three different functions and these
functions lead ti different claims. It is one thing to claim that an
interpretation is true because it reproduces in an audience acts of
understanding similar to those of the historical author and the
27
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 153
-
12
historical audience, another to claim that it is true because it causes
in the contempory audience acts of understanding of the meaning of
the text, and still another to claim that it is true because it
reproduces acts of understanding of the implications of the meaning
of the text. It would make no sense to speak about the truth of textual
interpretations without qualification, even if there were no another
objections to it.‖28
Sehingga dari sini Gracia berpendapat bahwa tidaklah relevan
menentukan bahwa suatu interpertasi itu benar (correct), dan interpretasi
yang lain salah (incorrect) yang tepat adalah mengatakan bahwa sebuah
interpretasi itu efektif dan kurang efektif.29
G. Metodologi Penelitian
Selanjutnya peneliti berupaya memfokuskan penelitian dengan jenis
library research dan cara penyajian deskriptif analitis. Dilanjutkan dengan
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kisah surat al-Naml
ayat 29-35sebagai historical text sekaligus sebagai historical context.
Kemudian menuju langkah yang berikutnya yakni menganalisa meaning
function, dan kemudian akan dinalisis pula implicative function sesuai
dengan sosio historis saat ini.
Pendekatan seperti ini perlu dilakukan guna mendapatkan
pemahaman yang sesuai mengenai nilai-nilai kepemimpinan perempuan
terkhusus pada surat al-Naml ayat 29-35 ini, dengan berbagai pertimbangan,
diantaranya: pertama, al-Qur‟an sebagai pedoman hidup umat Islam secara
khusus dan petunjuk bagi seluruh umat manusia secara umum, sebagai
hudan li al-nas, kedua, al-Qur‟an yang dapat diamati dari sisi teologis
maupun linguistik. Ketiga, al-Qur‟an yang senantiasa terbuka untuk
interpretasi baru.
1. Jenispenelitian
28
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173 29
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173
-
13
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research) yaitu penelitian yang menggunakan data dari karya-
karya kepustakaan, seperti buku, jurnal, hasil penelitian dan
media literatur lain yang relevan dengan permasalahan dalam
penelitian.30 Sehingga dalam pembahasan an-Naml ayat 29-35
ini akan dirujuk pada kitab-kitab tafsir sebagai tahap awal dan
melihat konteks historis dalam buku-buku sejarah.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini menggunakan dua jenis
kepustakaan, yaitu kepustakaan primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah al-Qur‟an dan buku karangan
Gracia yakni A Theory of Textuality. Sedangkan data
sekundernya adalah data dokumen tidak langsung yang
menjelaskan data primer yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Bahan penunjang penelitian ini adalah buku-buku tentang cerita
Balqis dan nabi Sulaiman, sejarah Islam, bahasa Arab dan
jurnal-jurnal studi Islam.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah metode atau cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian yang sistematik dan standar. Sedangkan data ialah
semua keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau
fenomena yang ada kaitannya dengan penelitian.31 Data yang
dikumpulkan dalam suatu penelitian harus relevan dengan pokok
permasalahan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini diperlukan suatu metode yang efektif dan efisien.
30
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 27 31
Tantang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press,
2995), hlm. 3
-
14
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh
dengan jalan dokumentasi terhadap buku-buku atau kitab-kitab
serta kajian yang masih ada kaitannya dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan agar dapat diperoleh suatu
kesimpulan yang valid mengenai persoalan yang sedang diteliti,
maka data yang akurat baik dari sumber primer atau sekunder
dianalisis dengan pola deduktif. Pola deduktif yaitu analisis
yang berangkat dari pengetahuan umum atau data yang bersifat
umum, untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang bersifat
khusus.
H. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat tersusun secara
sistematis, maka penulis akan menyajikannya dalam lima bab. Bab I berisis
pendahuluan yang terbagi dalam tujuh sub bab, yaitu; latarbelakang
masalah, dimana penulis akan memaparkan argumentasi pemilihan tema.
Diikuti dengan rumusan masalah yang berisibutir-butir pertanyaan yang
secara eksplisit menjelaskan problem akademis yang akan diteliti. Kemudian
tujuan penelitian, dimana penulis mempertegas focus dan manfaat bagi
kepentingan inten penulis maupun duniaak ademik pada umumnya.
Kemudian telaah pustaka, yang berisi uraian kajian dan penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya sekaligus untuk mempertegas posisi penulis
dalam bidang penelitian ini. Kemudian kerangka teori, yang berisi teori-teori
yang akan digunakan penulis sebagai acuan untuk membedah dan
menganalisis objek penelitian. Kemudian metode penelitian, yang
menjelaskan jenis penelitian, sumber data, objek dan pendekatan serta
metode pengumpulan data dan analisis yang akan digunakan dalam
penelitian. Dan sistematika pembahasan, berupa gambaran isi penelitian
secara terorganisir.
-
15
Bab II pembahasan diarahkan pada pemaparan teori interpretasi teks
milik Gracia. Dan tidak lupa kami paparan sekilas mengenai biografi
intelektual Gracia. Yang dilanjutkan dengan pemaparan karya-karyanya.
Bab III pembahasan diarahkan pada tinjauan mengenai gambaran
umum surat al-Naml ayat 29-35. Akan kami paparkan pula mengenai
pandangan atau penafsiran para ulama mengenai ayat tersebut. Disini
penulis akan memaparkan beberapa penafsiran karya aṭ-Ṭabari, az-
Zamakhsyari, Ibnu Asyur, al-Maraghi dan M. Quraish Shihab.
Bab IV membahas tentang penafsiran mengenai ayat tentang perang
yang terdapat pada Q.S al-Naml ayat 29-35 dengan interpretasi historical
function, meaning function dan implicative function.
Bab V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan
yang diajukan dalam rumusan masalah bab I dan saran-saran yang lebih
bersifat dorongan akademis ditujukan untuk penelitian selanjutnya.
-
16
BAB II
TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA
DAN RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN
A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E. Gracia
Jorge J. E. Gracia lahir pada tahun 1924, di Kuba. Ia dilahirkan dari
pasangan Dr. Ignacio J.L. De La C.Gracia Dubie dan Leonila M. Otero
Munoz. Pada usia 24 tahun, Gracia menikah dengan seorang wanita yang
bernama Norma E. Silva Casabe pada tahun 1966. Pernikahan ini dikaruniai
2 orang anak yang cantik, yaitu Leticia Isabel dan Clarisa Raquel. Gracia
mempunyai empat orang cucu, yaitu James M. Griffin, Clarisa R. Griffin,
Sofia G. Taberski dan Eva L. Tabersk.32
Ia adalah seorang filosof yang secara antusias menekuni bidangnya
dengan sangat mendalam. Ia menempuh takdir pendidikannya dengan
menyelesaikan undergraduate program (B.A) dalam bidang filsafat di
Wheaton College pada tahun 1965. Selanjutnya ia melanjutkan
pendidikannya dengan menempuh graduate program (M. A) dalam bidang
yang sama pada tahun 1966 di University of Chicago. Pada tahun 1971, ia
menyelesaikan program doctoral di University of Toronto dalam bidang
filsafat.33
Selain menempuh pendidikannya di beberapa institusi formal,
seperti pendidikan Arsitektur dan pendidikan Escuela de Artes Plasticas de
San Alejandro di Universidad de La Habana, yaitu pada tahun 1960-1961.
Selain itu juga pernah belajar di pendidikan Study and Research di Institus
d‟Estudis Catalans, Barcelona, pada tahun 1969-1970.34
32
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018. 33
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur‘an, (ed.
Revisi dan Perluasan), (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2017), hlm. 89 34
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018.
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.htmlhttp://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html
-
17
Selain itu, Gracia juga menduduki posisi penting akademik, mulai
menjadi Asisten Profesor Filsafat pada State University of New York
(SUNY) di Buffalo dari 1971 sampai tahun 1976, hingga menjadi Profesor
Tamu Filsafat di Akademie Fur Internationale Philosophie, Liechtenstein
tahun 1998 dan Graduate Adjunct Professor dari Shandong University pada
tahun 2009. Ia juga telah menerima banyak penghargaan, misalnya dalam
studi Metafisika ia meraih John N. Findlay Prize yang diberikan oleh The
Metaphysical Society of America pada tahun 1992; Aquinas Medal dari
University of Dallas, pada 1 Februari 2002. Dalam bidang pendidikan, ia
meraih Teaching and Learning Award tahun 2003 dari University at Buffalo,
juga 67th Aquinas Lecture di Marquette University tahun 2003 dan lain
sebagainya.35
Kedalaman ilmunya mengenai filsafat mengantarkannya menjadi
seorang profesor di Departemen Filsafat Universitas Buffalo di Kota New
York. Di samping itu semua, ketertarikan pada bidang filsafat membuatnya
menguasai dengan mendalam berbagai hal dalam bidang filsafat, seperti
metafisika/ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa/hermeneutika,
filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin/hispanik. Selain sebagai filosof,
Gracia juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah-
masalah etnisitas, identitas, nasionalisme dan lain sebagainya.36
Keahlian Gracia dalam bidang-bidang yang telah disebut diatas,
dibuktikan juga dengan karya-karya yang cukup banyak dalam bidang-
bidang tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel dalam jurnal dan antologi,
maupun artikel seminar.Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut37:
1. A Theory Of Textuality: The Logic And Epistimology (Albani:
State University Of New York Press, 1995),
2. Text: Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albani:
State University Of New York Press, 1996),
35
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 252 36
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika J. E. Gracia (Sebuah Pengantar), (Al-
Bayan: Jurnal Studi al-Qur‟an dan Tafsir 1, Juni 2016), hlm. 71 37
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 89
-
18
3. Text And Their Interpretation, Review Of Metaphysics 43
(1990), 495-542,
4. Can There Be Texts Without Historical Authors? American
Philosophical Quarterly 31, 3 (1994), 254-253,
5. Can There Be Texts Without Audiences? The Identity And
Function of Audiences, Review Of Metaphisics 47, 4 (1994),
711-734,
6. Can There Be Definitive Interpretation? In European
Philosophy And The American Academy, Ed. B. Smith (La Salle,
Il: Hegeler Institute, 1994), hlm. 43-53,
7. Author And Repression, Contempory Philosophy 16, 4 (1994),
23-29,
8. Textual Identity, Sorites 2 (1995), 57-75,
9. Where Is Don Quixote? The Location Of Texts And Works,
Concordia 29 (1996), 95-107,
10. The Interpretation Od Revealed Texts: Do We Know What God
Means? (Presidential Address), Proceedings Of The American
Catholic Philosophical Association, Vol. 72 (Washington, DC:
Catholic University Of America Press, 1998), hlm. 1-19,
11. Individuality: An Essay on the Foundations od Metaphysics
(Albany, NY: State University of New York Press, 1998),
12. Metaphusics and Its Task: The Search for The Categoril
Foundation of Knowledge (Albany: State University of New
York Press,1999),
13. Relativism And The Interpretation Of Texts, Metaphilosophy
31,1/2 (2000), 43-62,
14. Borges‘ Pierre Menard: Philosophy Of Literture, Journal Of
Aesthetics And Art Criticsm 59, 1(2000), 45-57,
15. The Ethics Of Interpretation, In Volume Of International
Academy For Philosophy, Liechtenstein, Forthcoming?,
-
19
16. A Theory Of The Author, Dalam W. Irwin, (Ed), The Death And
Resurrection Of The Author (Westport, CN: Greewood Press,
2002), Hlm. 161-189,
17. The Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting
Interpretation Of Philosophy, Dalam J. J. E. Gracia Dan Jiyuan
Yu (Eds). Uses And Abuses Of The Classics: Interpretation In
Philosophy,
18. Meaning, Dalam Dictionary For Theological Interpretation Of
Scriptures, Diedit Oleh Kevin J. Vanhoozer, Daniel J. Treier, Et
Al,
19. History/Historiography Of Philosophy, Dalam Encyclopedia Of
Philosophy (New York: Macmillan Dalam Persiapan),
20. From Horror To Hero: Film Interpretation Of Stoker‘s Dracula,
In William Irwin Dan Jorge J. E. Gracia, Eds., Philosophy And
The Interpretation Of Popular Culture
21. The Good And The Bad: The Quests Of Sam Gamgee And
Smeagol (Alias Gollum) For The Happy Life, Dalam G.
Bassham Dan Eric Bronson (Eds.), Philosophy And The Lord Of
The Rings, Lasalle, Il: Open Court, 2003).
B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi
Sebelum melanjut pada hakekat interpretasi, penulis akan paparkan
terlebih dahulu makna teks menurut Gracia.
1. Makna Teks
Secara epistimologi, kata “Text‖ berasal dari bahasa latin textus,
yang mempunyai banyak arti, yakni tekstur, struktur, dan terkait
dengan bahasa berarti konstruksi, kombinasi dan
koneksi/hubungan. Kata kerjanya texto yang berarti membentuk.
Secara terminologi, text didefinisikan oleh Gracia dengan “a
group of entitas, used as signs, that are selected, arranged and
-
20
intended by an author in a certain context to convey some
specific meaning to an audience‖ (seperangkat entitas yang
digunankan sebagai tanda yang dipilih, ditata dan dimaksudkan
oleh seorang pengarang dalam konteks tertentu untuk
menyampaikan makna spesifik kepada audiens).38
Dalam tata bahasa Arab, definisi teks yang ditawarkan
Gracia mirip dengan definisi al-jumlah al-mufidah atau al-
kalam. „Ali al-Jarim dan Musthofa Amin, misalnya,
mendefinisikannya dengan al-tarkib alladzi yufidu fa‘idatan
tammatan (susunan kata yang memberikan arti yang sempurna).
Di dalam kitab Matan al—Jurumiyyah disebutkan bahwa
pengertian al-kalam adalah al-lafdz al-murakkabu al-mufidu bi
al-wadh‘i‖ (lafal yang tersusun (dari minimal 2 kata) dan telah
memberikan pengertian (yang sempurna secara minimal) (serta
diucapkan) dengan sengaja.39
Berdasarkan pada definisi teks diatas, maka menurut Gracia
ada 6 elemen penting, selain pengarang teks atau audiens yang
terkandung dalam definisi teks tersebut. Keenam elemen teks
yang dimaksud adalah:
a. Entities that constitute text (entitas-entitas/ bagian-agian
yang membentuk teks, artinya bahwa teks harus tersusun
dari dua atau lebih entitas.
b. Sign (tanda) artinya bahwa masing-masing entitas
mengandung arti.
c. Specific meaning (makna spesific) artinya bahwa
kumpulan entitas/kata itu mengandung makna khsusus
sesuai dengan struktur.
d. Intention (maksud pengarang).
e. Selection and arrangement (pilihan dan penataan kata).
38
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 94 39
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95
-
21
f. Context (konteks).
Apabila dibandingkan dengan definisi al-kalam dalam ilmu
Nahwu, maka 4 elemen yang disebut pertama itu termuat dalam
al-lafdzu al-murakkabu al-mufidu, sedangkan 2 elemen
berikutnya itu paralel dengan bi al-Wadl‘i.40
2. Hakekat Interpretasi
Mengenai hakikat interpretasi, Gracia menjelaskan mengenai
pengertian interpretasi jika dilihat dari segi etimologi dan
terminologinya. Mengenai pengertian interpretasi secara
etimologi dia mengatakan sebagai berikut:
The term ‗interpretation‘ is the English translation of the
Latin interpretatio, from interpres, which etymologycally
meant ―to spread abroad‖. Accordingly, interpres came to
mean an agent between two parties, a broker or negotiator
and by extension an explainer, expounder and translator.
The Latin term interpretatio developed at least three
different meanings. Sometimes it meant ―meaning‖ so that to
give an interpretation was equivalent to give the meaning of
whatever was being interpreted. Interpretatio was also taken
to mean translation; the translation of a text into a different
language was called an interpretation. Finally, the term was
used to mean ―explanation‖, and by this an interpretation
was meant to bring out what was hidden and unclear, to
make plain what was irreguler, and to provide an account of
something or other.41
Istilah interpretation adalah terjemahan Inggris dari kata
Latin interpretatio yang berasal dari kata interpres yang secara
etimologi berarti “menyebar keluar”. Atas dasar itu, kata
interpres diartikan dengan agen antara dua pihak, dan lebih jauh
40
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95 41
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 147
-
22
berarti penjelas atau penerjemah. Istilah Latin interpres paling
tidak mempunyai tiga makna. Ia terkadang bermakna ‗meaning‘
(arti), sehingga memberi interpretasi itu sama dengan memberi
arti sesuatu yang sedang ditafsirkan. Interpretatio juga diartikan
dengan „translation‘ (penerjemahan), jadi, menterjemahkan
sebuah teks ke dalam bahasa lain disebut dengan interpretation.
Terakhir, istilah tersebut dipakai untuk menunjukkan makna
„explanation‘ (penjelasan), dan dengan arti ini interpretasi berarti
menjelaskan sesuatu yang tersembunyi dan tidak jelas, membuat
sesuatu yang tidak teratur menjadi teratur, dan menyediakan
informasi tentang sesuatu atau yang lainnya.42
Sedangkan secara terminologi, terdapat tiga cara pokok
dimana istilah interpretasi itu digunakan dalam hubungannya
dengan teks. Gracia menyatakan bahwa interpretasi bisa
didefinisikan dalam bentuk pengertian. Pertama, istilah
interpretasi itu sama dengan pemahaman (understanding) yang
dimiliki seseorang terhadap makna teks. Terkadang interpretasi
itu digunakan sebagai satu bentuk pemahaman yang mungkin
dimiliki seseorang. Namun lebih sering lagi, interpretasi itu
ditandai oleh 2 hal, yakni bahwa pemahaman tertentu bukanlah
satu-satunya pemahaman yang mungkin dan valid terhadap teks
yang ditafsirkan, dan bahwa subyektivitas penafsir memainkan
peran kunci dalam penafsiran.43
Pada bagian kedua ini dijelaskan bahwa interpretasi itu juga
bisa digunakan untuk menunjuk pada proses atau aktivitas
dimana seseorang mengembangkan pemahaman terhadap teks.
Dalam hal ini, sebuah penafsiran melibatkan pengkodean
42
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika
DalamTradisi Barat, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm.
120 43
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,
hlm. 122
-
23
(decoding) terhadap teks untuk memahami pesannya, dan
pemahaman ini tidak harus identik dengan pesan itu sendiri.
Pada definisi interpretasi yang kedua ini, titik tekannya adalah
pada metodologi pengembangan pemahaman.44
Adapun definisi interpretasi yang ketiga dan yang dipakai
oleh Gracia, bahwa Interpretasi menurut Gracia melibatkan 3
hal: (a) teks yang ditafsirkan (interpretandum), (b) penafsir dan
(c) keterangan tambahan (interpretans). Interpretandum adalah
teks historis, sedangkan interpretans memuat tambahan-
tambahan ungkapan yang dibuat oleh interpreter sehingga
interpretandum lebih dapat dipahami. Dengan demikian,
interpretasi terdiri dari keduanya: interpretandum dan
interpretans.45
C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E.Gracia
Fungsi umum interpretasi, tegas Gracia adalah untuk menciptakan di
benak audiens kontemporer pemahaman terhadap teks yang sedang
diinterpretasikan. Hal ini, dibaginya dalam tiga macam fungsi spesifik,
yakni fungsi historis (historical function), fungsi makna (meaning function)
dan fungsi implikatif (implicative function).46
1. Historical Function
Interpretasi berfungsi menciptakan kembali di benak audiens
kontemporer pemahaman yang dimiliki oleh pengarang teks dan
audiens historis. Inilah yang dimaksud dengan historical
function.47 Parameter dari pemahaman dalam fungsi ini adalah
dengan tidak melampaui apa yang dipahami oleh pengarang dan
44
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,
hlm. 123 45
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113 46
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 255 47
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
-
24
audiens historis.48 Sehingga tugas interpreter disini adalah
membuat audiens kontemporer paham terhadap makna teks yang
dimiliki oleh pengarang dan audiens pada masanya. Dalam arti
ini, seolah-olah audiens kontemporer bisa merasakan seperti
berada dalam kondisi dan situasi yang dialami oleh audiens
historis. Oleh karena itu untuk melakukan hal ini perlu
menambah elemen teks sejarah yang akan memungkinkan untuk
menciptakan kembali tindakan-tindakan yang dapat
merefleksikan budaya dan konteks ketika teks itu muncul.
Dari sinilah dapat dilihat lebih jelas mengapa interpretasi
merupakan bagain integral dari pemahaman historical text untuk
memahami sebuah teks. Tujuannya ialah untuk menjembatani
kesenjangan dimana ia dibaca, didengar atau bahkan diingat. Hal
ini merupakan suatu yang tidak bisa dipungkiri karena perbedaan
budaya dan rentang waktu antara pencipta teks dengan pembaca
tentu saja akan melahirkkan konsep yang berbeda pula. Untuk
menyatukan makna dari suatu teks, di sinilah letak urgennya
sebuah kajian terhadap sejarah teks atau disebut historical
function dalam teori ini.
2. Meaning Function
Interpretasi yang menciptakan di benak audiens kontemporer
pemahaman dimana audiens kontemporer itu dapat menangkap
makna “meaning‖ dari teks, terlepas dari apakah makna tersebut
memang secara persis merupakan apa yang dimaksud oleh
pengarang teks dan audiens historis atau tidak.49 Di dalam fungsi
ini peran atau tugas seorang interpreter menjelaskan kepada
audiens kontemporer pemahaman tentang arti atau maksud dari
sebuah teks. Sehingga dalam mengembangkan makna ini
penafsir harus tahu tentang sejarah ketika teks itu muncul dan
48
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 49
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
-
25
juga harus tahu tata bahasa ataupun kata-kata yang digunakan
dalam teks tersebut. Hal ini dimaksudkan karena dari waktu ke
waktu bahasa terus berkembang.
Dengan fungsi yang kedua ini, penafsir teks diharapkan
mampu memunculkan makna teks yang lebih luas dan mungkin
lebih mendalam kepada contempory audiens. Jelas dipahami
bahwa tujuan dari fungsi kedua ini bukanlah memunculkan
kembali di benak contempory audiens makna teks yang
sebenarnya ketika teks tersebut muncul dan dipahami oleh
historical audiens, akan tetapi penafsir dituntut untuk
mengembangkan makna dari teks yang ditafsirkan agar lebih
luas dan mendalam. Sehingga contempory audiens mampu
menangkap makna tersebut.
Perkembangan makna yang dimaksudkan adalah suatu
pemahaman tambahan dalam menginterpretasi suatu teks karena
kondisi yang dialami para interpreter yang berbeda-beda. Akan
tetapi bukan dalam artian interpreter tersebut hilang kendali dari
makna subtansi suatu teks, melainkan perkembangan makna
tersebut hanyalah suatu pengembangan dari makna subtansi
yang dikandung oleh teks sebagai upaya penyesuaian dengan
problematika yang sedang dialami para interpreter atau dengan
kata lain menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya.
3. Implicativ Function
Interpretasi yang memunculkan di benak audiens kontemporer
suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi dari
makna teks yang diinterpretasikan.50 Di dalam fungsi ini
interpreter mencoba menghubungkan antara teks yang sedang
diinterpretasikan dengan bidang keilmuan lain yang masih ada
hubungannya atau ketertarikannya dengan teks yang sedang
ditafsirkan tersebut. Dengan mengkorelasikan dengan bidang
50
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
-
26
keilmuan lain ini, diharapkan audiens kontemporer mampu
menangkap makna yang lebih luas dan di sisi lain dapat
menambah wawasan pengetahuan audiens kontemporer. Lebih
jelasnya, penafsir berhak mengembangkan makna, sehingga teks
tersebut mempunyai signifikansi dan bisa diaplikasikan sesuai
untuk masa dan tempat dimana interpretasi itu dilakukan.
Interpretasi pasti memuat keterangan tambahan bagi
interpretandum. Hal ini memunculkan apa yang disebut Gracia
dengan “interpreter‘s dilemma‖ , khususnya terkait dengan
fungsi penafsiran historis. Di satu sisi, penambahan keterangan
tersebut berarti melakukan distorsi terhadap teks yang
ditafsirkan, dan disisi lain, tanpa adanya penambahan
keterangan, interpretasi mungkin tidak dapat membuat audiens
kontemporer memahami teks yang ditafsirkan, karena mereka
secara kultural dan temporal/masa telah jauh dari teks tersebut.
Untuk mengatasi problem atau dilema ini, Gracia menawarkan
apa yang disebutnya dengan the Principle of Proportional
Understanding (prinsip pemahaman proporsional). Untuk bisa
keluar dari dilema yang berkepanjangan, para penafsir harus
paham terlebih dahulu akan apa itu fungsi-fungsi dari
interpretasi.51
Adapun cara kerja prinsip ini, pertama menghadirkan makna
objektif. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Abu Zaid bahwa
pemahaman objektif adalah pemahaman yang tidak
diperselisihkan, artinya pemahaman teks seperti yang dihadapi
atau yang ingin dipahami oleh penciptanya.52
Kemudian pengembangan dari makna objektif tersebut.
Dalam kaitannya dengan kaidah penafsiran maka pengembangan
tersebut bisa berupa kaidah ilmu pengetahuan. Sebuah upaya
51
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 52
Nasr Hamid Abu Zaid, Hermeneutika al-Qur‘an, hlm. 9-10
-
27
penafsiran al-Qur‟an dengan mengaitkan keilmuan lainnya, baik
modern maupun klasik.
D. Relevansi Teori Interpretasi Jorge J. E. Gracia dengan Ulumul
Qur’an
Melihat teori dan metode interpretasi teks milik Gracia yang telah
dikemukakan diatas, dalam beberapa poin yang dapat membuktikan bahwa
teori dan metodenya bisa digunakan dalam mengembangkan dan
menguatkan performance Ulumul Qur‟an. Dalam hal ini akan dibahas
beberapa relevansi integrasi teori interpretasi teks Gracia dalam
pengembangan penafsiran al-Qur‟an. Berikut pembahasannya:
1. Relevansi Historical function dengan Asbab an-Nuzul
Gracia dalam hal ini merumuskan seorang penafsir haruslah
memaknai suatu teks dengan memahami konteks dimana teks itu
muncul pertama kalinya. Dengan metode ini historis teks dapat
tersampaikan kepada contemporary audiens, meskipun terdapat
jarak yang cukup jauh diantara keduanya. Dalam kajian al-
Qur‟an hal ini disebut dengan asbab al-nuzul. Arti sederhana
dari asbab al-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi
turunnya suatu ayat. Lebih jelasnya asbab al-nuzul bisa
dipahami dalam dua pengertian, pertama, suatu peristiwa yang
mendahului turunnya ayat, kedua, peristiwa yang terjadi setelah
turunya ayat. Oleh sebab itu, asbab al-nuzul disini memiliki
pengertian suatu peristiwa yang berkaitan dengan sebab
turunnya ayat, baik yang terjadi pada waktu sebelum ayat
tersebut diturunkan maupun sesudahnya.53 Sehingga asbab al-
nuzul akan memberikan gambaran setting historis dari sebuah
ayat al-Qur‟an yang menjelaskan konteks dimana ayat tersebut
53
Umar Shihab, Kontekstualisasi al-Qur‘an : Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat
Hukum dalam al-Qur‘an, (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 25
-
28
diturunkan sebagai respon terhadap problematika masyarakat
pada masa itu.
Oleh karena itu, dengan mengetahui historical function yang
meliputi historical text, historical author dan historical audiens
atau asbab an-nuzul dalam kajian al-Qur‟an tidak menutup
kemungkinan audien kontemporer dapat memahami apa yang
akan disampaikan oleh pencipta teks. Sehingga teks tersebut
tetap relevan meskipun dalam konteks dan kebudayaan yang
berbeda.
Dengan demikian, relevansi interpretasi teks milik Gracia
yang berkaitan dengan historical function dan teori asbab an-
nuzul ini memiliki implikasi bahwa pengetahuan tentang asbab
an-nuzul akan membantu seseorang memahami konteks
diturunkannya sebuah ayat suci. Konteks itu akan memberi
penjelasan tentang implikasi sebuah firman, dan memberi bahan
melakukan penafsiran dan pemikiran tentang bagaimana
mengaplikasikan sebuah firman itu dalam situasi yang berbeda.
2. Relevansi Meaning function dengan Kaidah Kebahasaan al-
Quran
Kajian tentang perkembangan makna tentunya sangat penting
untuk digali lebih dalam. Langkah ini dilakukan agar tidak
terlalu cepat mengklaim benar atau salah dalam memahami
makna-makna yang datang akibat dari pembacaan terhadap suatu
teks. Perkembangan makna yang dimaksud disini adalah suatu
pemahaman tambahan dalam menafsirkan suatu teks.
Pengembangan makna ini merupakan pengembangan terhadap
makna subtansi yang dikandung oleh teks sebagai upaya
penyesuaian dengan problematika yang sedang dialami para
penafsir, atau dengan kata lain menghidupkan teks sesuai dengan
permasalahannya.
-
29
Dalam meaning function ini, membuat penafsir harus
memperhatikan penggunaan bahasa Arab. Aspek kebahasaan
menempati posisi penting dalam menafsirkan al-Qur‟an karena
bahasa berkaitan erat dengan makna dari al-Qur‟an. Penekanan
ini sebagaimana diungkap Nasir Hamid Abu Zaid dalam
Isykaliyyat al-Qiro‘ah, dengan mengutip karya al-Qadhi Abd al-
Jabbar, teolog mu‟tazilah yang mengatakan:
Bahasa mengekspresikan kebermaknaan yang ada secara
praktis diantara segala sesuatu. Manusia pada hakikatnya
tidak menggunakan bahasa, tetapi bahasa itulah yang
berbicara melalui manusia. Alam terbuka bagi manusia
melalui bahasa karena bahasa adalah lahan pemahaman
dan penafsiran. Maka, alam mengungkapkan dirinya kepada
manusia melalui berbagai proses pemahaman dan
penafsiran berkesinambungan. Bukan manusia memahami
bahasa, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa manusia
memahami alam dan manusia, tetapi ia merupakan
penampakan alam dan pengungkapannya setelah
sebelumnya ia tersembunyi karena bahasa adalah
pengejawantah eksistensi bagi alam.54
Fungsi makna ini sama dengan upaya kontekstualisasi makna
teks. Terlepas apakah makna tersebut memang diproduksi oleh
pengarang teks dan audiens historis pada saat itu atau tidak.
Pada dasarnya, makna objektif dalam penafsiran al-Qur‟an
bisa dirujuk melalui kaidah penafsiran al-Qur‟an secara makro
yang telah ditetapkan oleh para ulama, baik klasik maupun
kontemporer. Kaidah tersebut merupakan langkah untuk
memperoleh hasil maksimal dalam memahami makna al-Qur‟an,
54
Muhammad Nur Kholis S, Nashr Abu Zaid; Beberapa Pembacaan Terhadap
Turats Arab, Hermeneutika al-Qur‘an, terj. Muhammad Mansur dan Khoiran Nahdhiyin,
(Jakarta: ICIP, 2004), hlm. xvii
-
30
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, serta petunjuk-
petunjuk dalam rangka mendekati makna objektif.55
Kemudian ingat dengan pendapat Fazlur Rahman bahwa
pesan yang sesungguhnya yang ingin disampaikan al-Qur‟an
bukanlah makna yang ditujukan oleh ungkapan harfiah,
melainkan nilai moral yang berada di balik ungkapan literal
tersebut. Dengan kata lain, menggali makna tersirat yang sesuai
dengan ideal moral al-Quran, bukan semata-mata makna
tersurat.
3. Relevansi Implicative function dengan Ilmu Munasabat dan
Teori SaindanHumaniora
Ketiga, implicative function, pemaknaan terhadap sebuah teks
akan berpengaruh pada penerapannya, dalam hal ini disebut
dengan fungsi implikasi atau penerapan. Fungsi implikasi dalam
kaitannya dengan penafsiran al-Qur‟an, bahwa interpretasi tidak
lagi peduli hanya dengan memahami makna dari teks historis,
tetapi dengan lebih banyak lagi. Karena pemahaman makna teks
historis oleh penafsir umumnya merupakan syarat untuk
memenuhi fungsi ini. Sehingga tidak mungkin seorang penafsir
bisa menghasilkan pemahaman tentang implikasi dari makna
teks dalam benak audiens kontemporer tanpa memahami makna
teks.
Fungsi implikasi dalam hal ini yaitu titik persinggungan
antara teks historis dengan aspek-aspek kesejarahan maupun
kebahasaan yang mengantarkan audiens kontemporer untuk
memahami keterkaitan antara teks historis dengan teks
tambahan. Misalnya, keterkaitan antara keterangan hadits Nabi
dengan ayat-ayat al-Qur‟an, atau adanya teks-teks tambahan
55
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256
-
31
yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an. Dengan kata lain, fungsi
implikatif ini bagian dari teori munasabah.56
Selain itu, fungsi implikatif ini bisa juga dipahami sebagai
keterkaitan dengan bidang keilmuan lainnya. Seperti para ahli
ilmu al-Qur‟an mulai mengadopsi keilmuan dan beberapa
metode dalam ilmu filsafat, kedokteran, sosiologi dan lain
sebagainya. Usaha ini tidak lain guna menyuarakan teks al-
Qur‟an agar sesuai dengan konteksnya, juga untuk membaca
teks al-Qur‟an sehingga dihasilkan cara-cara pembacaan baru
dalam memaknai al-Qur‟an.
Jika menilik bahasa Gracia dalam memaparkan interpretasi,
akan didapati dua bentuk interpretasi, yaitu tekstual dan non-
tekstual. Interpretasi tekstual sebagaimana dilakukan ulama
klasik dalam mendekati penafsiran al-Qur‟an dengan pendekatan
seputar kebahasaan, kaidah ushuliyyah, kaidah sunnah dan
kaidah qur‘aniyyah.
Hal ini senada dengan definisi interpretasi tekstual menurut
Gracia, yang meliputi tiga tujuan utama, pertama, menciptakan
pemahaman pengarang teks historis dan audien historis.
Mendekati makna sesuai yang dimiliki pengarang teks historis
dan audien historis. Kedua, menciptakan pemahaman dimana
makna teks itu dimengerti oleh audiens kontemporer, terlepas
apakah makna yang dipahami sama dengan makna yang dimiliki
pengarang teks dan audiens historis atau tidak. Ketiga,
menciptakan pemahaman dimana implikasi dari makna teks itu
dimengerti oleh audien kontemporer.57 Artinya bertujuan
menangkap implikasi dari makna teks tertentu.
Dari pemaparan di atas, maka penulis merasa bahwa teori fungsi
yang diusung oleh Gracia ini relevan dengan Ulumul Qur‟an, khususnya
56
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm.260 57
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260
-
32
dalam kaidah penafsiran untuk mengungkap makna ayat –ayat al-Qur‟an
secara komprehensif. Maksud secara komprehensif yaitu tidak hanya pada
konseptual dan kontekstual saja akan tetapi bagaimana memadukan antara
teks dengan konteksnya.
-
33
BAB III
DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
DAN PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR
A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35
Surat an-Naml termasuk golongan surat Makkiyah yang diturunkan
setelah surat asy-Syu‟araa‟. Surat an-Naml ini terdiri dari 98 ayat. Dinamai
dengan an-Naml, karena pada ayat 18 dan 19 terdapat perkataan an-Naml
(semut), dimana raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar masuk
ke dalam sarangnya masing-masing, supaya tidak terinjak oleh Nabi
Sulaiman AS dan tentaranya yang akan lewat di tempat itu.58
Kemudian di dalam surat ini, juga menceritakan mengenai kisah
yang sangat fenomenal, yakni kisah Nabi Sulaiman dan juga Ratu dari
kerajaan Saba‟. Terekam pada ayat 15 hingga ayat 44. Akan tetapi, disini
penulis hanya terfokus pada ayat 29 hingga ayat 35, yang secara rinci
menceritakan mengenai kepemimpinan Balqis. Berikut ayatnya: ( 03)َماَن َوإِنَُّو ِبْسِم اللَِّو الرَّْْحَِن الرَِّحيِم إِنَُّو ِمْن ُسَليْ (92)قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ ِإِّنِّ أُْلِقَي ِإََلَّ ِكَتاٌب َكرمٌِي
قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ أَفْ ُتوِّن ِِف أَْمرِي َما ُكْنُت قَاِطَعًة أَْمرًا َحَّتَّ ( 03)َأَلَّ تَ ْعُلوا َعَليَّ َوأْتُوِّن ُمْسِلِمنَي
قَاَلْت ِإنَّ (00)بَْأٍس َشِديٍد َواْْلَْمُر إِلَْيِك فَاْنظُرِي َماَذا تَْأُمرِيَن قَاُلوا ََنُْن أُوُلو قُ وٍَّة َوأُوُلو( 09)َتْشَهُدوِن
َوِإِّنِّ ُمْرِسَلٌة إِلَْيِهْم ِِبَِديٍَّة (43)اْلُمُلوَك ِإَذا َدَخُلوا قَ ْريًَة أَْفَسُدوَىا َوَجَعُلوا أَِعزََّة أَْىِلَها أَِذلًَّة وََكَذِلَك يَ ْفَعُلوَن
(03)ِِبَ يَ ْرِجُع اْلُمْرَسُلوَن فَ َناِظرَةٌ
58
Q.S.. An-Naml ayat 18-19
-
34
Artinya59:
29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah
disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.
30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".
32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan
sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".
33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang
luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:
Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".
34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula
yang akan mereka perbuat.
35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh para utusan itu".
Dalam ayat tersebut diatas, penulis tidak menemukan riwayat
asbabun nuzulnya. Akan tetapi dalam tafsir aṭ-Ṭabari penulis menemukan
beberapa riwayat yang membahas ayat tersebut. Dan bahasan terhadap ayat
tersebut ialah bahasan mengenai makna atau pemahaman terhadap ayat.
Untuk lebih jelasnya, nanti akan kami bahas pada sub bab selanjutnya.
B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer
Dalam memaparkan kisah Balqis ini, penulis merujuk pada dua
pustaka kontemporer terbit pada tahun 2014 dan 2017. Pustaka kontemporer
disini yang dimaksud oleh peneliti adalah pustaka yang sedang eksis hingga
59
Departemen Agama RI, Al-Qur‘an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT
Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379
-
35
saat ini. Dan pada kesempatan ini peneliti mengutip dari buku Kitab Sejarah
Terlengkap 25 Nabi Terkemukayang terbit pada tahun 2014 dan Kisah-kisah
Dalam Al-Qur‘anyang terbit pada tahun 2017. Selain karena buku ini
terbitan baru, buku ini pula yang sering ada di berbagai perpustakaan.
Setidaknya penulis sudah menemukan buku tresebut pada 5 perpustakaan di
kota Salatiga.
Berikut pemaparannya, Ratu Balqis merupakan salah satu figur
wanita yang berhasil menoreh tinta emas dalam catatan sejarah.
Bahkanceritanya pun diabadikandalam al-Qur‟an surat an-Namlayat 23-42.
Adanyasuratkhusus yang membahastentangRatuBalqis di dalam al-Qur‟an
menjadibuktibahwaiaadalahsosokistimewa.
Menurut sebuah riwayat, nama lengkap Ratu Balqis adalah Balqis
Binti Sarah bin Hudhud bin Syarahhil bin Adda dan seterusnya, hingga
berakhir pada Ya‟ab bin Qahthan.60 Sementara itu, Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, menyatakan bahwa Ratu Balqis adalah anak seorang wazir
kerajaan Himyariyah yang ada di Ma‟rib Yaman. Buku-buku sejarah dan
kita-kitab tafsir menyebutkan bahwa ibunya Balqis adalah dari bangsa jin.
Dengan demikian, telah diketahui bahwa Ratu Balqis adalah keturunan jin
dan manusia.61
Adapun mengenai negeri Saba‟, menurut para ahli, Saba‟ merupakan
nama kerajaan pada zaman dahulu. Ibukotanya Ma‟rib yang letaknya di
dekat kota Shan‟a, ibukota Yaman.62 Dalam al-Qur‟an diberitakan bahwa
negeri Saba‟ adalah negeri yang makmur, penuh dengan kelimpahan rezeqi
dari Allah SWT.63
Suatu ketika, Nabi Sulaiman mengumpulkan seluruh balatentaranya
yang terdiri atas manusia, hewan, dan para jin. Mereka berkumpul
memenuhi undangan sang raja. Setelah semua diperiksa, maka nabi
60
Rizem Aizid, Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka, (Yogyakarta:
Safirah, 2014), hlm. 476 61
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 476 62
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 477 63
Q.S. Saba‟ ayat 15-21
-
36
Sulaiman mengetahui bahwa burung Hud-hud ternyata tidak hadir.
Sebenarnya burung Hud-hud adalah mata-mata pasukan Nabi Sulaiman,
yang bertugas mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang apa saja yang
patut diketahui olehnya.
Melihat keterlambatan burung Hud-hud, Nabi Sulaiman terlihat agak
jengkel sambil bertanya, “Dimanakah burung Hud-hud? Mengapa belum
terlihat? Padahal tugasnya sangat penting, yakni mencari sumber mata air
baru.64
Manakala Raja Sulaiman berhenti berbicara, tiba-tiba burung Hud-
hud datang. Tampaknya, ia habis terbang jauh dengan kecepatan tinggi,
hingga ia tersengal-sengal. Kemudian bertanyalah Sulaiman: “Wahai burung
Hud-hud, tidakkah engkau sadari kesalahanmu? Apakah engkau tidak tahu
kalau sekarang aku mengadakan pertemuan, tapi engkau datang terlambat?
“Ampun Baginda, sesungguhnya, aku baru saja mengadakan
perjalanan jauh sampai ke suatu negeri yang engkau tidak pernah
mengetahuinya. Negeri ini bernama Saba‟. Kerajaan ini diperintah oleh
seorang perempuan. Keadaan negeri ini sangat makmur,” kata burung Hud-
hud.65
Kabar yang disampaikan Hud-hud belum menarik bagi Sulaiman,
sampai Hud-hud menceritakan bahwa bangsa Saba‟ dan ratu mereka yang
memiliki singgasana yang besar itu adalah orang kafir. Mereka bangsa
Sa‘ibah yang menyembah matahari.66
Namun, Raja Sulaiman tidak serta merta mempercayai kabar
tersebut. “Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu karena berita yang engkau
bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk
mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan
lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian
perhatikanlah apa yang akan mereka perbuat dan kembalilah secepat-
64
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 481 65
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 482 66
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an,terj. Umar Mujtahid, cet.
I, (Jakarta: UmmulQura, 2017), hlm. 755
-
37
cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana
jawaban ratu Saba‟ atas suratku ini.” kata Sulaiman.
Untuk membuktikan kebenaran dari ucapan burung Hud-hud, ia
menuliskan surat, dan meminta burung Hud-hud untuk mengirimkannya
kepada sang ratu penguasa negeri Saba‟ yang bernama Balqis.
Burung Hud-hud harus menerjang hembusan angin yang sangat
kencang agar bisa sampai ke negeri Saba‟. Oleh karena itu, burung Hud-hud
meminta kepada raja Sulaiman untuk membungkus surat tersebut di dalam
sampul emas yang tahan terhadap angin. Surat itu berisi ajakan kepada Ratu
Saba‟ untuk memeluk Islam.67
Tibalah burung Hud-hud di negeri Saba‟. Sesampainya disana, diam-
diam burung Hud-hud menjatuhkan surat itu tepat mengenai kepala sang
ratu hingga membuatnya terbangun. Ia membuka sampul surat itu dan
membacanya. 68
Saat membuka segel surat membaca isinya, ia terdiam. Pasalnya
sebelum itu ia tidak tahu ada seorang raja yang memiliki utusan seekor
burung. Selain itu ia juga belum pernah membaca tulisan yang tertuang
dalam isi surat yang dibawa oleh utusan paling aneh yang pernah ada itu.
Dia kemudian mengumpulkan para pemuka kerajaan.69 Kemudian Balqis
berkata:
“Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku
sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman
yang isinya, ‗Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan