nilai kepemimpinan perempuan dalam q.s. an-naml...

110
i NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM Q.S. AN-NAML AYAT 29-35 (PERSPEKTIF TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: WAHYU NUR HIDAYAH NIM: 21514003 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

    DALAM Q.S. AN-NAML AYAT 29-35

    (PERSPEKTIF TEORI INTERPRETASI

    JORGE J. E. GRACIA)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Oleh:

    WAHYU NUR HIDAYAH

    NIM: 21514003

    JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

    FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2018

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    ُروا َما بِأَنْ ُفِسِهمْ ُر َما ِبَقْوٍم َحَّتَّ يُ َغي ِّ ِإنَّ اللََّو ََل يُ َغي ِّ

    “Sesungguhnya Allah Tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga

    mereka mengubah diri mereka sendiri”

  • vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Skripsi ini dipersembahkan untuk

    Kedua orang tuaku,

    Mamakek yang selalu berjuang demi keberhasilan anaknya, berjuang lahir maupun

    batin, kerja keras ditengah teriknya matahari, dan melantunkan doa di tengah

    sunyinya malam

    Bapakek, yang walaupun jauh, tapi ku yakin engkau selalu menyebut nama anakmu

    ini dalam setiap doamu

    Semoga karya ini bisa menjadi salah satu alasan kalian tersenyum

    Guru-guruku

    Yang telah membirakan ilmu. Ilmu yang ringan dibawa kemana-mana. Ilmu yang

    seperti biji yang tumbuh menjadi pohon yang kemudian menghasilkan buah yang segar

    dan bermanfaat. Ilmu yang bercahaya menyingkirkan duri dan gelapnya jalan menuju

    tujuan sehingga kami akan tahu mana jalan yang benar dan mana yang salah.

    Sahabat-sahabatku

    Teman seperjuangan yang selalu ada, dan saling menyemangati.

    Selalu membantu meski jalan terjal harus ditapaki

    Dan terus menggenggam erat hingga akhir nanti

    Almamater tercinta

    Tempat ku menuntut ilmu

    Tempat ku dipertemukan dengan orang-orang ahli ilmu

    Dan memberiku semangat untuk menuntut ilmu

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN Salatiga)

  • vii

  • viii

  • ix

  • x

    KATA PENGANTAR

    الحمد هلل رب العالمين

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

    segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat

    menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad

    yang telah mengajarkan kepada saya, cara bagaimana berusaha dengan keras

    dan sungguh-sungguh. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untukmu.

    Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi

    dan rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Jorge J. E. Gracia dan

    Sahiron Syamsuddin, maupun literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha

    sekuat mungkin dalam memaparkan nilai kepemimpinan perempuan dalam

    Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi Jorge J. E. Gracia,

    tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kekurangan di dalamnya. Karena

    itu, penulis mohon maaf.

    Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari

    proposal, proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan

    terlepas dari bantuan berbagai pihak. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini,

    mampu memberikan kontribusi bagi pembaca mengenai kepemimpinan

    perempuan dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi

    Jorge J. E. Gracsia. Setelah melewati proses yang cukup panjang dan

    melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga. Untuk itu, kami

    ingin menyampaikan ucapkan terima kasih kepada:

    1. Orang tua, Bapakek dan Mamakek yang selalu mendoakan dan

    mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta adikku satu-

    satunya, Miftahul Jannah, serta keluarga yang sudah mau saya

    repotkan dan yang selalu menyayangi dan mensuport penulis.

  • xi

    2. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Bapak

    Dr. Benny Ridwan, M. Hum., Bapak Dr. H.Sidqon Maesur, Lc.,

    M.A., dan Bapak Dr. Mubasirun, M.Ag., Bapak Dr. M. Gufron,

    M.Ag., yang telah memberi dorongan dan motivasi.

    3. Bapak, Dr. Muh Irfan Helmy, Lc., M. A., selaku dosen pembimbing

    dalam penelitian ini. Yang telah sudi kiranya melakukan proses

    pembimbingan selama proses penelitian berlangsung berupa koreksi,

    masukan, kritikan, dan saran yang kontruktif dalam melengkapi

    penelitian ini.

    4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-

    Qur‟an dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan

    motivasi.

    5. Teman-teman sehimpunan-seperjuangan di jurusan IAT, baik

    angkatan 2013, 2014 maupun 2015 yang menjadi patner akademis

    dan teman diskusi. Untuk teman-teman yang selalu ada ketika saya

    membutuhkan, mb Novita, mb Triyana dan mb Lida.

    6. Serta kepada semua pihak yang barangkali belum tersebutkan, kami

    ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran,

    waktu, motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.

    Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini,

    bukanlah suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai

    masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah

    nutrisi bagi kami dalam rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan,

    walaupun hal itu bersifat mustahil. Selamat membaca.

    Salatiga, 12 September 2018

  • xii

    ABSTRAK Persoalan gender merupakan persoalan aktual dewasa ini, di dalamnya

    mencakup persoalan mengenai kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan

    perempuan sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Sulaiman AS, akan

    tetapi kepemimpinan perempuan ini seolah-olah tidak diindahkan bagi

    sebagian muslim. Hal ini karena sistem relasi laki-laki dan perempuan yang

    cenderung bias patriarki. Selain itu, dalil yang dipakai ketika memahami

    kepemimpinan perempuan ini adalah ayat yang menjelaskan kepemimpinan

    keluarga. Padahal kepemimpinan perempuan ini sebenarnya sudah dibahas

    dalam al-Qur‟an secara gamlang dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35, yang

    berkisah mengenai kepemimpinan Balqis.

    Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud al-Qur‟an, penulis

    akan mengupasnya dengan teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia.

    Sebenarnya pemakaian teori interpretasi teks dalam teks sakral masih

    menjadi debatable, akan tetapi disini teori interpetasi teks Gracia memiliki

    relevansi dengan ulumul qur‟an. Teori fungsi interpretasi teks Gracia ini

    adalah, yang pertama historical function dimana dalam ulumul Qur‟an teori

    ini relevan dengan asbab an-nuzul. Kemudian yang kedua meaning function

    yang memiliki relevansi dengan kaidah kebahasaan dalam menafsirkan. Dan

    yang ketiga implicatif function, yang memiliki relevansi dengan ilmu

    munasabat dan ilmu sains dan humaniora. Dan ketiga teori fungsi inilah

    yang akan dipakai untuk menganalisis maksud Q.S. an-Naml ayat 29-35.

    Dengan teori historical function, ditemukan hasil bahwa

    kepemimpinan itu dipilih bukan karena jenis kelamin, melainkan karena

    kapabilitas intelektualnya. Kemudian dengan teori meaning function,

    ditemukan nilai-nilai kepemimpinan dari pengembangan makna ayat. Nilai-

    nilai kepemimpinan yang terkandung dalam ayat adalah sikap suka

    musyawarah, tidak otoriter, mendengarkan aspirasi rakyat, memperhatikan

    nasib rakyat, cinta perdamaian dan cerdas. Dengan teori implicative

    function, maka penulis mengaitkan dengan keilmuan lain. Musyawarah,

    sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur‟an, tidak otoriter masuk dalam

    gaya kepemimpinan demokratik yang merupakan gaya kepemimpinan ideal,

    mau mendengarkan aspirasi dari rakyatnya, ini selaras dengan teori

    manajemen dan kepemimpinan yang disampaikan oleh Petter Drucker,

    memperhatikan nasib rakatnya juga selaras dengan perintah Rasulullah

    SAW serta merupakan cerminan kepemimpinan Umar bin Khaṭab dan

    Muawiyyah, cerdas juga merupakan salah satu sifat wajib Rasulullah

  • xiii

    sebagai utusan dan pemimpin umat, cinta damai sesuai dengan ajaran al-

    Qur‟an dan Hadits, bahkan dalam ayat yang berisi perintah perangpun

    sebenarnya mengandung perintah untuk damai.

    Kemudian, nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani dari kisah

    Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut adalah apa yang bisa kita

    pahami dari hasil aplikasi teori interpretasi teks dengan meaning function,

    yakni kepemimpinan yang mau diskusi atau musyawarah, sikap pemimpin

    yang tidak otoriter, mau mendengarkan aspirasi rakyatnya, pemimpin yang

    memperhatikan nasib rakyatnya, pemimpin yang cerdas dan cinta damai.

  • xiv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

    HALAMAN KEASLIAN TULISAN.......................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING........................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO................................................................................... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi

    HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI............................................ vii

    KATA PENGANTAR................................................................................... x

    ABSTRAK...................................................................................................... xii

    DAFTAR ISI.................................................................................................. xiv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang.................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah............................................................................... 6

    C. Tujuan Penelitian................................................................................ 6

    D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 7

    E. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7

    F. Kerangka Teori................................................................................... 10

    G. Metode Penelitian............................................................................... 12

    H. Sistematika Penulisan......................................................................... 14

    BAB II TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA DAN

    RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN

    A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E.Gracia..................................... 16

  • xv

    B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi............ 19

    1. Makna Teks.................................................................................. 19

    2. Hakekat Interpretasi...................................................................... 21

    C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E. Gracia....................................... 23

    1. Historical Function...................................................................... 23

    2. Meaning Function........................................................................ 24

    3. Implicative Function................................................................ 25

    D. Relevansi Teori Interpretasi Teks Gracia dengan Ulumul

    Qur‟an................................................................................................. 27

    1. Relevansi Historical Function dengan Asbab an-Nuzul.............. 27

    2. Relevansi Meaning Function dengan Kaidah Kebahasaan.......... 28

    3. Relevansi Implicative Function dengan Ilmu Munasabat dan

    Teori Sain dan Humaniora............................................................ 30

    BAB III DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35 DAN

    PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR

    A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35................................................... 32

    B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer................................. 33

    C. Pandangan Para Ulama Tafsir............................................................ 38

    1. Aṭ-Ṭhabari dalam Jami‘ul Bayan................................................. 38

    2. Az-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf................................................ 42

    3. Ibnu Asyur dalam at-Taḥrir wa at- Tanwir.................................. 45

    4. Al-Maragi dalam Tafsir al-Maragi.............................................. 48

    5. M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah................................. 51

  • xvi

    D. Poin Penafsiran Para Ulama Tafsir..................................................... 54

    BAB IV APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J. E.

    GRACIA TERHADAP Q.S. AN-NAML AYAT 29-35

    A. Aplikasi Interpretasi Historical Function pada Q.S. an-Naml Ayat

    29-35................................................................................................... 56

    1. Pemimpin Perempuan Pada Masa Kerajaan Saba‟....................... 56

    2. Kapabilitas Intelektual Pemimpin Pada Masa Rasulullah

    SAW............................................................................................. 58

    B. Aplikasi Interpretasi Meaning Function pada Q.S. an-Naml Ayat

    29-35................................................................................................... 62

    1. Mau Diskusi atau Musyawarah.................................................... 62

    2. Sikap Tidak Otoriter dan Mendengarkan Aspirasi Rakyat........... 64

    3. Cermin Rakyat yang Patuh .......................................................... 66

    4. Sikap Memperhatikan Rakyat ..................................................... 67

    5. Sikap Cinta Damai ....................................................................... 69

    C. Aplikasi Interpretasi Implicative Function pada Q.S. an-Naml Ayat

    29-35……………………………....................................................... 71

    1. Kapabilitas Intelektual Sebagai Standar Terpilihnya

    Pemimpin...................................................................................... 72

    2. Munasabah Ayat-Ayat Musyawarah............................................ 73

    3. Mendengarkan Aspirasi Rakyat dalamTeori Manajemen............ 74

    4. Gaya Kepemimpinan Ideal: Kepemimpinan Demokratik…….... 75

    5. Memperhatikan Nasib Rakyat Cermin Kepemimpinan Para

    Khalifah........................................................................................ 78

  • xvii

    6. Cerdas Cermin Sifat Rasulullah................................................... 79

    7. Cinta Damai dalam al-Qur‟an dan Hadits.................................... 81

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan......................................................................................... 84

    B. Saran................................................................................................... 86

    DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 87

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………….. 91

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Persoalan gender merupakan salah satu isu aktual dari kelima isu

    aktual dewasa ini, yaitu globalisasi, demokrasi, HAM, ekologi dan gender.1

    Pembahasan mengenai pemaknaan gender sampai dampaknya pada

    kehidupan di dunia ini sangat pelik. Apalagi perempuan sering kali dicap

    sebagai the second class.2 Salah satu pembahasan yang menarik dari gender

    ini adalah mengenai kepemimpinan seorang perempuan.

    Kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan ini, seolah-

    olah tidak diindahkan oleh sebagian muslim. Hal ini dapat kita amati ketika

    Indonesia mengangkat presiden seorang perempuan, yakni Megawati

    Soekarno Putri yang ditolak oleh KUII (Kongres Umat Islam Indonesia)

    tahun 1998. Selain itu, pengamatan dari peneliti sendiri, dimana pada saat

    ada pemilihan gubernur Jawa Tengah, dengan pas-lon (pasangan calon)

    Ganjar-Yasin dan Dirman-Ida, masyarakat desa Balaikambang berasumsi

    agar tidak memilih pemimpin perempuan karena ditakutkan akan merusak

    masa depan.

    Padahal, kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan telah

    ada sejak zaman nabi Sulaiman AS, yakni seorang Ratu yang memimpim

    negeri Saba‟. Kemudian, dalam sejarah Islam juga telah merekam para

    pemimpin perempuan, diantaranya Sittu al-Mulk saudara perempuan al-

    Hakim bin Amrillah al-Fatimi selama empat tahun pernah berkuasa di

    1Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Persektif al-Qur‘an, (Jakarta:

    Paramadina, 2001), hlm. 23 2Zulfikri, Konsep Kepemimpinan Perempan (Studi Komparasi atas Penafsiran

    Nasaruddin Umar dan KH. Husein Muhammad), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

    2010), hlm. 2

  • 2

    Mesir, demikian pula Sharah ad-Dur istri al-Malik al-Shalih Ayyub yang

    menjabat khalifah di Mesir hingga tahun 1357 H.3

    Selain itu, lebih aktual lagi pada zaman modern ini, peran

    perempuan dalam kepemimpinan saat ini semakin banyak bermunculan.

    Sebagai contoh, Christina Lagarde pemimpin International Monotery Fund

    (IMF) yang telah mendukung upaya partisipasi tenaga kerja perempuan

    sebagai cara mengurangi kemiskinan; Joyce Banda presiden perempuan

    pertama di negara Malawi yang giat menyuarakan hak perempuan.4

    Kemudian kiprah perempuan semakin menonjol pada abad ke-21 ini.5

    Kepemimpinan perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak

    asasi manusia dan persamaan gender secara lantang disuarakan oleh aktivis

    feminisme. Di berbagai negara, sebagian besar perempuan mengalami

    perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan, diantaranya pada bidang

    kepemimpinan publik.

    Alasan kenapa kepemimpinan perempuan ini tidak diindahkan oleh

    sebgaian muslim adalah karena umat muslim ketika membahas mengenai

    kepemimpinan dalam bidang publik atau politik ini sering merujuk pada QS.

    Al-Nisa‟ ayat 34 dan QS. Al-Baqarah ayat 228. Yang mana ayat-ayat

    tersebut tidak menjelaskan kepemimpinan publik atau politik, melainkan

    kepemimpinan keluarga.

    Padahal dalam al-Qur‟an sudah membahas secara khusus mengenai

    kepemimpinan perempuan ini dalam Q.S an-Naml ayat 29-35 yang

    merekam kisah Ratu negeri Saba‟, yakni Ratu Balqis. Disini peneliti percaya

    bahwa setiap kisah yang diceritakan dalam al-Qur‟an pasti memiliki ibroh

    yang dapat kita ambil pelajaran darinya. Menurut M. Quraish Shihab, kisah

    3Hasjim Abbas, Presiden Perempuan Perspsektif Hukum Islam (Yogyakarta:

    Kutub, 2004), hlm. 173 4Ima Rahmania Aufa, Gaya Kepemimpinan Perempuan dalam Film Insurgent,

    Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), hlm. 2 5Lita Mewengkang dkk, Peranan Kepemimpinan Perempuan dalam Jabatan

    Publik (Studi Pada Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan), Journal, t.t,

    t.t, hlm. 2

  • 3

    adalah salah satu cara al-Qur‟an mengatur manusia menuju arah yang

    dikehendaki-Nya.6

    Kisah tersebut terekam dalam al-Qur‟an sebagai berikut:

    ( إِنَُّو ِمْن ُسَلْيَماَن َوإِنَُّو ِبْسِم اللَِّو الرَّْْحَِن 92قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ ِإِّنِّ أُْلِقَي ِإََلَّ ِكَتاٌب َكرمٌِي )

    أَفْ ُتوِّن ِِف أَْمرِي َما ُكْنُت قَاِطَعًة ( قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ 03( َأَلَّ تَ ْعُلوا َعَليَّ َوأْتُوِّن ُمْسِلِمنَي )03الرَِّحيِم )

    ( 00( قَاُلوا ََنُْن أُوُلو قُ وٍَّة َوأُوُلو بَْأٍس َشِديٍد َواْْلَْمُر ِإلَْيِك فَاْنظُرِي َماَذا تَْأُمرِيَن )09أَْمرًا َحَّتَّ َتْشَهُدوِن )

    ( َوِإِّنِّ ُمْرِسَلٌة 03ُلوا أَِعزََّة أَْىِلَها أَِذلًَّة وََكَذِلَك يَ ْفَعُلوَن )قَاَلْت ِإنَّ اْلُمُلوَك ِإَذا َدَخُلوا قَ ْريًَة أَْفَسُدوَىا َوَجعَ

    (03ِإلَْيِهْم ِِبَِديٍَّة فَ َناِظرٌَة ِِبَ يَ ْرِجُع اْلُمْرَسُلوَن )

    Artinya7:

    29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah

    disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.

    30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan

    nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.

    31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah

    kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".

    32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku

    pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan

    sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".

    33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang

    luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:

    Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".

    34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila

    menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan

    6M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 319

    7Departemen Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT

    Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379

  • 4

    menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula

    yang akan mereka perbuat.

    35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan

    (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa

    kembali oleh para utusan itu".

    Ayat tersebut nyata bercerita mengenai kerajaan yang dipimpin oleh

    seorang perempuan. Terbukti dalam ayat 29 kata ْقَاَلت diakhiri dengan ta‘ ta‘nis yang menunjukkan bahwa fail dari fiil tersebut adalah perempuan.

    Untuk lebih jelasnya dapat kita rujuk pada ayat 23 dalam surat yang

    sama.Nama pemimpin perempuan tersebut tidak disebut jelas oleh al-

    Qur‟an, akan tetapi dari cerita yang sudah menyebar dari generasi ke

    generasi, ratu tersebut bernama Balqis yang berkuasa di kerajaan Saba‟ pada

    zaman Nabi Sulaiman AS.

    Ratu Bilqis atau Balqis ini merupakan ratu yang dibilang sukses,

    karena selama masa kepemimpinannya, kerajaan Saba‟ berada pada

    tingkatan makmur dan peradaban yang terhitung sangat tinggi.8 Selain itu,

    Ratu negeri Saba‟ juga dikenal sebagai ratu yang adil dan bijaksana,

    memiliki kekuasan yang besar, memiliki sumber kekayaan yang berlimpah,

    sangat dicintai, dibela dan ditaati rakyatnya, karena Ratu sangat

    memperhatikan dan membela nasib rakyatnya.9

    Maka, disini peneliti merasa perlu mengkaji ayat tersebut, untuk

    memahami maksud dari firman Allah tersebut. Apakah benar pemimpin

    perempuan tidak diperbolehkan? Apakah dalam ayat tersebut ada maksud

    lain yang ingin disampaikan Allah selain mengenai kebolehan atau

    ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin? Ataukah dari kisah Balqis

    dalam ayat tersebut akan kita temui nilai-nilai kepemimpinan yang

    menjadikan kepemimpinannya makmur seperti yang dijelaskan diatas?

    8M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat, tokoh, Nama dan

    Istilah dalam al-Qur‘an, Jilid I (Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005), hlm. 99 9M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat,..., hlm. 99

  • 5

    Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud oleh al-Qur‟an

    surat an-Naml ayat 29-35 tersebut mengenai kepemimpinan perempuan,

    maka peneliti berusaha mengupas ayat tersebut dengan menggunakan teori

    interpretasi teks. Penggunaan teori interpretasi teks dalam memahami teks

    yang sakral bagi umat muslim, sampai saat ini masih debatable.

    Ada golongan muslim yang secara utuh menolaknya, sebagian lagi

    menerimanya secara bersyarat, dan ada pula yang berasumsi bahwa sebagian

    teori dan metode interpretasi teks (salah satunya metode hermeneutik barat)

    sangat dimungkinkan untuk pengembangan Ulumul Qur‟an, sehingga dapat

    digunakan dan dimungkinkan pula untuk aktivitas memahami atau menafsiri

    ayat al-Qur‟an.

    Dalam hal ini Sahiron Syamsudin memandang bahwa salah satu

    tokoh hermeneutik Jorge J. E. Gracia memiliki signifikansi dan relevansi

    dalam memperkuat Ulumul Qur‟an dan dapat digunakan untuk menafsirkan

    al-Qur‟an.10 Jorge J. E. Gracia adalah seorang professor kenamaan pada

    departemen Filsafat dan Sastra Perbandingan di Universitas Negeri New

    York di Buffalo.11 Gracia juga ahli dalam beberapa bidang filsafat,

    diantaranya metafisika/ontology, historiografi filosofis, filsafat

    bahasa/hermeneutika, filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin.12

    Gracia dalam beberapa pemikiran juga dipandang memiliki korelasi

    dengan kaidah-kaidah penafsiran al-Qur‟an. Salah satu yang menjadi

    bidikan pemikirannya adalah mengenai fungsi umum interpretasi, yaitu

    menciptakan di benak audien kontemporer pemahaman terhadap teks yang

    sedang diinterpretasikan melalui tiga macam kesadaran. Secara spesifik tiga

    kesadaran tersebut erat kaitannya dengan teks yang ditafsirkan. Pertama,

    10

    M. Nur Kholis, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan

    Hadits, Teori dan Aplikasi, cet. II, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga,

    2011), hlm. 143 11

    Khoirul Imam, Relevansi Hermeneutika Jorge J. E. Gracia dengan Kaidah-

    Kaidah Penafsiran al-Qur‘an, Vol 177, No. 2, (Yogyakarta: ESENSIA, Oktober 2016),

    hlm. 252 12

    M. Nur Kholis, dkk,Upaya Integrasi Hermeneutik..., hlm. 145

  • 6

    fungsi historis (historical function), kedua, fungsi makna (meaning

    function), ketiga fungsi implikatif (implicative function).13

    Historical function, dipandang memiliki relasi dengan asbab an-

    nuzul. Kemudian meaning function, dipandang memiliki relasi dengan

    kaidah kebahasaan al-Qur‟an, serta implicative function dipandang memiliki

    relasi dengan pola keterkaitan teks dengan keilmuan lainnya.14

    Teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia ini termasuk unik. Dari sini,

    penulis merasa tertarik dan bersemangat untuk membahas nilai

    kepemimpinan yang tersirat dalam al-Qur‟an surat an-Naml ayat 29-35

    dengan metode interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J. E. Gracia.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat

    dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.

    E. Gracia?

    2. Bagaimana aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia

    terhadap al-Q.S. al-Naml ayat 29-35?

    3. Nilai-nilai kepemimpinan apa saja yang dapat kita teladani dari

    kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.

    E. Gracia.

    2. Mengetahui aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia

    terhadap al-Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35.

    13

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256 14

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260

  • 7

    3. Mengetahui nilai-nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani

    dari kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35

    tersebut.

    D. Kegunaan Penelitian

    1. Memberikan sebuah informasi tentang teori interpretasi teks

    Jorge J.E. Gracia dan pengaplikasiannya dalam al-Qur‟an.

    2. Memperoleh nilai-nilai yang konstruktif dari ayat-ayat al-

    Qur‟an tersebut.

    3. Menambah pengetahuan khususnya tentang dunia penafsiran al-

    Qur‟an mengenai kepemimpinan perempuan surat al-Naml ayat

    29-35 jika dilihat dengan menggunakan teori interpretasi teks

    milik Jorge J. E. Gracia.

    E. Tinjauan Pustaka

    Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dalam tema yang sama,

    diantaranya adalah skripsi karya Abdul Wahid yang berjudul “Pemimpin

    Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi‖ mengatakan bahwa

    memahami pemimpin perempuan semestinya dikembalikan kepada prinsip

    etis agama yang berkesetaraan dan berkeadilan, karena sejauh

    pengematannya persoalan memimpin semata-mata tidak dilihat dari unsur

    jenis kelamin, melainkan tergantung pada kesiapan, kemampuan serta bakat

    yang dimilikinya, sehingga mampu menjalankan tugas dengan baik.15

    Kemudian ada pula penelitian dengan judul ―Nilai Kepemimpinan

    Islam Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat

    15-19‖. Merupakan karya skripsi dari Muchammad Agus Maulidi,

    mahasiswa jurusan PAI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari

    karyanya, beliau memaparkan nilai-nilai kepemimpinan Nabi Sulaiman,

    15

    Abdul Wahid, Pemimpin Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi,

    Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 76

  • 8

    yakni berilmu, syukur, memiliki kemampuan berkomunikasi, tegas dalam

    memimpin dan murah senyum.16

    Kemudian penelitian berjudul “Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah

    Nabi Sulaiman Dengan Ratu Negeri Saba‘ dan Para Pembesar dalam al-

    Qur‘an.‖ Karya skripsi Nur Padwisana mahasiswa IAT IAIN Surakarta.

    Dalam penelitiannya, ia fokus pada gaya bahasa yang digunakan oleh Nabi

    Sulaiman dalam mendakwahi kerajaan Saba‟. Gaya bahasa tersebut adalah

    gaya kiasan simile, alegori, metonimia, ironi, sinisme, satire dan inuedo.17

    Kemudian Farichatul Maftuchah dalam jurnal studi gender dan anak

    Yin Yang PSG STAIN Purwokerto. ―Reposisi Perempuan Dalam

    Kepemimpinan‖ menyatakan keterbukaan ruang bagi perempuan untuk

    mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, dan telah memberikan

    kesempatan melahirkan kemampuan-kemampuan perempuan dalam segala

    sektor kehidupan yang sebelumnya hanya diklaim milik kaum laki-laki.

    Realitas mengenai perempuan yang mampu memerankan fungsi

    kepemimpinan dalam berbagai sektor menunjukkan adanya potensi yang

    sama antara perempuan dan laki-laki.18

    Banyak juga penelitian lapangan mengenai efektivitas

    kepemimpinan perempuan di berbagai wilayah, diantaranya skripsi Suvidian

    Elytasari yang berjudul Model Kepemimpinan Perempuan Dalam

    Mengembangkan Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan.19 Kemudian

    skripsi karya Istri Nursholikah yang berjudul Analisis Kepemimpinan

    Kepala Desa Perempuan dalam Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di

    16

    Muchammad Agus Maulidi, Nilai Kepemimpinan Islam Yang Terkandung

    Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat 15-19, Skipsi, (Malang: UIN Maulana

    Malik Ibrahim, 2016) 17

    Nur Padwasana, Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah Nabi Sulaiman Dengan Ratu

    Negeri Saba‘ dan Para Pembesar Dalam Al-Qur‘an, Skripsi, (Surakarta: IAIN Surakarta,

    2017) 18

    Farichatul Maftuchah, Reposisi Perempuan dalam Kepemimpinan, Jurnal Studi

    Gender dan Anak Yin Yang, t.t, t.t, hlm. 6 19

    Suvidian Elytasari, Model Kepemimpinan Perempuan Dalam Mengembangkan

    Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan, Skirpsi, (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga,

    2014)

  • 9

    Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar.20Kemudian ada juga Sekar Cahyo

    Laksanti termasuk penelitian studi kasus dengan judul Potret Kepemimpinan

    Perempuan dari Sudut Pandang Laki-Laki (Studi Kasus pada Badan

    Penanaman Model Daerah Provinsi Jawa Tengah).21

    Dan beberapa tulisan yang membahas mengenai hermeneutika Jorge

    J. E. Gracia dan beberapa artikel ilmiah yang membahas tentang teori

    penafsiran diantaranya:

    Pertama, “Hermeneutika Jorge J. E. Gracia “ sebuah sub bab yang

    sudah dirangkum didalam sebuah buku kecil Hermeneutika dan

    Pengembangan Ulumul Qur‟an karya Sahiron Syamsudin. Dalam buku

    tersebut dijelaskan mengenai biografi Jorge J. E Gracia, pemikiran

    hermeneutika serta karya-karyanya.22

    Kedua, “Teori Penafsiran Jorge J. E. Gracia dan Aplikasinya

    terhadap Surat al-Anfal ayat 45-47”, karya Asep Supriyanto salahseorang

    mahasiswa Tafsir Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi

    tersebut dijelaskan bahwa bigrafi, karya dan pemikirannya serta penerapan

    teori penafsiran Jorge J. E. Gracia dalamsurat al-Anfal 45-47.23

    Ketiga, skripsi dengan judul “Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah

    ayat 51 (Aplikasi teori Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia)”, karya

    M. Dani Habibi, mahasiswa fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga pada

    tahun 2017. Karya ini hadir ketika terjadi kasus penistaan agama yang

    dilakukan oleh Pak Ahok yang menggunakan ayat al-Quran surat al-Maidah

    ayat 51.24

    20

    Istri Nursolikah, Analisis Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan dalam

    Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar, Skripsi,

    (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2017). 21

    Sekar Cahyo Laksanti, Potret Kepemimpinan Perempuan dari Sudut Pandang

    Laki-Laki, Skirpsi, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2014). 22

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan ..., hlm. 52-63 23

    Asep Supriyadi, Terori Penafsiran Jorge J. E.Gracia dan Aplikasinya Terhadap

    Surat Al-Anfal ayat 45-47, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013) 24

    M. Dani Habibi, Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah ayat 51 (Aplikais Teori

    Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

    2017)

  • 10

    Dan disini fokus penulis adalah pada penggalian makna bagaimana

    kepemimpinan Balqis, seorang perempuan yang telah direkam dalam al-

    Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35, dengan menggunakan pisau analisis teori

    interpretasi Jorge J. E. Gracia. Dan dari pencarian peneliti, penelitian ini

    belum pernah ada yang melakukan.

    F. Kerangka Teori

    Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pisau analisis

    dengan menggunakan teori interpretasi teks. Adapun teori yang digunakan

    penulis adalah teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.E. Gracia

    yang menitik beratkan pada hakikat teks25, setelah itu dalam konsep

    pemahaman mendapatkan perhatian kedua setelah teks.

    Sementara itu pendekatan interpretasi historical text dapat dilakukan

    melalui tiga bentuk, yakni interpretasi yang sesuai dengan fungsi historis

    (historical function), fungsi makna (meaning function) maupun fungsi

    implikatif (implicative function). Interpretasi teks yang diperoleh dengan

    mengusahakan agar contempory audiens dapat memahami teks sebagaimana

    historical author dan historical audiens memahaminya, disebut oleh Gracia

    sebagai fungsi historis teks (historical function).26

    Sedang interpretasi yang dilakukan oleh contempory audiens dalam

    bentuk makna umum dari maksud historical author dan historical

    audiens,disebutnya sebagai fungsi makna (meaning function). Interpretasi

    ini berfungsi menciptakan pemahaman dibenak audiens kontemporer,

    sehingga ia dapat menangkap dan mengembangkan makna (meaning) dari

    teks, atau dalam bahasanya―concordant with their overall generic function‖.

    25

    Syafa‟atun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (ed), Upaya Integrasi

    Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan Hadits: Teori dan Aplikasi (buku 2 Tradisi

    Barat), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2009), hlm.

    147 26

    Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistimology, (Albany:

    State University of New York Press, 1995),hlm. 153

  • 11

    Terlepas dari apakah makna itu persis dengan apa yang dimaksudkan

    pengarang dan audiens historis, atau tidak.27

    Bentuk terakhir interpretasi bias berupa fungsi implikatif

    (implicative function) dari teks tersebut, yaitu interpretasi yang fungsinya

    adalah sebagai berikut:

    ―to produce in comtempory audiences acts of understanding

    whereby those audiences understand the implications of the meaning

    of text, regardless of wether in historical authors and the historical

    audiences were not aware of those implications.‖

    “untuk menghasilkan pemahaman di benak audiens kontemporer,

    dimana mereka bisa memahami implikasi dari makna teks, terlepas

    apakah pengarang historis dan audiens historis menyadari atau tidak,

    implikasi yang dihasilkan ini.”

    Di kedua fungsi terakhir ini (meaning function and implicative

    function), contempory context sebagai keadaan yang mempengaruhi

    pemahaman teks yang dilakukan oleh contemporya udiens sangat

    berpengaruh terhadap interpretasi yang dilakukan olehnya. Dalam

    contempory context, diharapkan contempory audiens dapat mengambil nilai-

    nilai yang terdapat dalam teks historis dan mengejawantahkannya pada

    masanya, sehingga tidak terjadi keterputusan interpretasi dengan sejarahnya.

    Ketiga bentuk interpretasi diatas menunjukkan bahwa truth value (nilai

    kebenaran) suatu interpretasi bersifat plural dan masing-masing dapat

    mengklaim kebenarannya sendiri.

    ―textual interpretations have three different functions and these

    functions lead ti different claims. It is one thing to claim that an

    interpretation is true because it reproduces in an audience acts of

    understanding similar to those of the historical author and the

    27

    Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 153

  • 12

    historical audience, another to claim that it is true because it causes

    in the contempory audience acts of understanding of the meaning of

    the text, and still another to claim that it is true because it

    reproduces acts of understanding of the implications of the meaning

    of the text. It would make no sense to speak about the truth of textual

    interpretations without qualification, even if there were no another

    objections to it.‖28

    Sehingga dari sini Gracia berpendapat bahwa tidaklah relevan

    menentukan bahwa suatu interpertasi itu benar (correct), dan interpretasi

    yang lain salah (incorrect) yang tepat adalah mengatakan bahwa sebuah

    interpretasi itu efektif dan kurang efektif.29

    G. Metodologi Penelitian

    Selanjutnya peneliti berupaya memfokuskan penelitian dengan jenis

    library research dan cara penyajian deskriptif analitis. Dilanjutkan dengan

    mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kisah surat al-Naml

    ayat 29-35sebagai historical text sekaligus sebagai historical context.

    Kemudian menuju langkah yang berikutnya yakni menganalisa meaning

    function, dan kemudian akan dinalisis pula implicative function sesuai

    dengan sosio historis saat ini.

    Pendekatan seperti ini perlu dilakukan guna mendapatkan

    pemahaman yang sesuai mengenai nilai-nilai kepemimpinan perempuan

    terkhusus pada surat al-Naml ayat 29-35 ini, dengan berbagai pertimbangan,

    diantaranya: pertama, al-Qur‟an sebagai pedoman hidup umat Islam secara

    khusus dan petunjuk bagi seluruh umat manusia secara umum, sebagai

    hudan li al-nas, kedua, al-Qur‟an yang dapat diamati dari sisi teologis

    maupun linguistik. Ketiga, al-Qur‟an yang senantiasa terbuka untuk

    interpretasi baru.

    1. Jenispenelitian

    28

    Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173 29

    Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173

  • 13

    Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

    research) yaitu penelitian yang menggunakan data dari karya-

    karya kepustakaan, seperti buku, jurnal, hasil penelitian dan

    media literatur lain yang relevan dengan permasalahan dalam

    penelitian.30 Sehingga dalam pembahasan an-Naml ayat 29-35

    ini akan dirujuk pada kitab-kitab tafsir sebagai tahap awal dan

    melihat konteks historis dalam buku-buku sejarah.

    2. Sumber Data Penelitian

    Sumber data penelitian ini menggunakan dua jenis

    kepustakaan, yaitu kepustakaan primer dan sekunder. Data

    primer dalam penelitian ini adalah al-Qur‟an dan buku karangan

    Gracia yakni A Theory of Textuality. Sedangkan data

    sekundernya adalah data dokumen tidak langsung yang

    menjelaskan data primer yang telah dikumpulkan sebelumnya.

    Bahan penunjang penelitian ini adalah buku-buku tentang cerita

    Balqis dan nabi Sulaiman, sejarah Islam, bahasa Arab dan

    jurnal-jurnal studi Islam.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data adalah metode atau cara yang

    digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam

    penelitian yang sistematik dan standar. Sedangkan data ialah

    semua keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau

    fenomena yang ada kaitannya dengan penelitian.31 Data yang

    dikumpulkan dalam suatu penelitian harus relevan dengan pokok

    permasalahan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam

    penelitian ini diperlukan suatu metode yang efektif dan efisien.

    30

    M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 27 31

    Tantang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press,

    2995), hlm. 3

  • 14

    Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh

    dengan jalan dokumentasi terhadap buku-buku atau kitab-kitab

    serta kajian yang masih ada kaitannya dengan penelitian ini.

    4. Analisis Data

    Analisis data dilakukan agar dapat diperoleh suatu

    kesimpulan yang valid mengenai persoalan yang sedang diteliti,

    maka data yang akurat baik dari sumber primer atau sekunder

    dianalisis dengan pola deduktif. Pola deduktif yaitu analisis

    yang berangkat dari pengetahuan umum atau data yang bersifat

    umum, untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang bersifat

    khusus.

    H. Sistematika Penulisan

    Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat tersusun secara

    sistematis, maka penulis akan menyajikannya dalam lima bab. Bab I berisis

    pendahuluan yang terbagi dalam tujuh sub bab, yaitu; latarbelakang

    masalah, dimana penulis akan memaparkan argumentasi pemilihan tema.

    Diikuti dengan rumusan masalah yang berisibutir-butir pertanyaan yang

    secara eksplisit menjelaskan problem akademis yang akan diteliti. Kemudian

    tujuan penelitian, dimana penulis mempertegas focus dan manfaat bagi

    kepentingan inten penulis maupun duniaak ademik pada umumnya.

    Kemudian telaah pustaka, yang berisi uraian kajian dan penelitian yang

    sudah dilakukan sebelumnya sekaligus untuk mempertegas posisi penulis

    dalam bidang penelitian ini. Kemudian kerangka teori, yang berisi teori-teori

    yang akan digunakan penulis sebagai acuan untuk membedah dan

    menganalisis objek penelitian. Kemudian metode penelitian, yang

    menjelaskan jenis penelitian, sumber data, objek dan pendekatan serta

    metode pengumpulan data dan analisis yang akan digunakan dalam

    penelitian. Dan sistematika pembahasan, berupa gambaran isi penelitian

    secara terorganisir.

  • 15

    Bab II pembahasan diarahkan pada pemaparan teori interpretasi teks

    milik Gracia. Dan tidak lupa kami paparan sekilas mengenai biografi

    intelektual Gracia. Yang dilanjutkan dengan pemaparan karya-karyanya.

    Bab III pembahasan diarahkan pada tinjauan mengenai gambaran

    umum surat al-Naml ayat 29-35. Akan kami paparkan pula mengenai

    pandangan atau penafsiran para ulama mengenai ayat tersebut. Disini

    penulis akan memaparkan beberapa penafsiran karya aṭ-Ṭabari, az-

    Zamakhsyari, Ibnu Asyur, al-Maraghi dan M. Quraish Shihab.

    Bab IV membahas tentang penafsiran mengenai ayat tentang perang

    yang terdapat pada Q.S al-Naml ayat 29-35 dengan interpretasi historical

    function, meaning function dan implicative function.

    Bab V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan

    yang diajukan dalam rumusan masalah bab I dan saran-saran yang lebih

    bersifat dorongan akademis ditujukan untuk penelitian selanjutnya.

  • 16

    BAB II

    TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA

    DAN RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN

    A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E. Gracia

    Jorge J. E. Gracia lahir pada tahun 1924, di Kuba. Ia dilahirkan dari

    pasangan Dr. Ignacio J.L. De La C.Gracia Dubie dan Leonila M. Otero

    Munoz. Pada usia 24 tahun, Gracia menikah dengan seorang wanita yang

    bernama Norma E. Silva Casabe pada tahun 1966. Pernikahan ini dikaruniai

    2 orang anak yang cantik, yaitu Leticia Isabel dan Clarisa Raquel. Gracia

    mempunyai empat orang cucu, yaitu James M. Griffin, Clarisa R. Griffin,

    Sofia G. Taberski dan Eva L. Tabersk.32

    Ia adalah seorang filosof yang secara antusias menekuni bidangnya

    dengan sangat mendalam. Ia menempuh takdir pendidikannya dengan

    menyelesaikan undergraduate program (B.A) dalam bidang filsafat di

    Wheaton College pada tahun 1965. Selanjutnya ia melanjutkan

    pendidikannya dengan menempuh graduate program (M. A) dalam bidang

    yang sama pada tahun 1966 di University of Chicago. Pada tahun 1971, ia

    menyelesaikan program doctoral di University of Toronto dalam bidang

    filsafat.33

    Selain menempuh pendidikannya di beberapa institusi formal,

    seperti pendidikan Arsitektur dan pendidikan Escuela de Artes Plasticas de

    San Alejandro di Universidad de La Habana, yaitu pada tahun 1960-1961.

    Selain itu juga pernah belajar di pendidikan Study and Research di Institus

    d‟Estudis Catalans, Barcelona, pada tahun 1969-1970.34

    32

    http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018. 33

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur‘an, (ed.

    Revisi dan Perluasan), (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2017), hlm. 89 34

    http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018.

    http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.htmlhttp://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html

  • 17

    Selain itu, Gracia juga menduduki posisi penting akademik, mulai

    menjadi Asisten Profesor Filsafat pada State University of New York

    (SUNY) di Buffalo dari 1971 sampai tahun 1976, hingga menjadi Profesor

    Tamu Filsafat di Akademie Fur Internationale Philosophie, Liechtenstein

    tahun 1998 dan Graduate Adjunct Professor dari Shandong University pada

    tahun 2009. Ia juga telah menerima banyak penghargaan, misalnya dalam

    studi Metafisika ia meraih John N. Findlay Prize yang diberikan oleh The

    Metaphysical Society of America pada tahun 1992; Aquinas Medal dari

    University of Dallas, pada 1 Februari 2002. Dalam bidang pendidikan, ia

    meraih Teaching and Learning Award tahun 2003 dari University at Buffalo,

    juga 67th Aquinas Lecture di Marquette University tahun 2003 dan lain

    sebagainya.35

    Kedalaman ilmunya mengenai filsafat mengantarkannya menjadi

    seorang profesor di Departemen Filsafat Universitas Buffalo di Kota New

    York. Di samping itu semua, ketertarikan pada bidang filsafat membuatnya

    menguasai dengan mendalam berbagai hal dalam bidang filsafat, seperti

    metafisika/ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa/hermeneutika,

    filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin/hispanik. Selain sebagai filosof,

    Gracia juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah-

    masalah etnisitas, identitas, nasionalisme dan lain sebagainya.36

    Keahlian Gracia dalam bidang-bidang yang telah disebut diatas,

    dibuktikan juga dengan karya-karya yang cukup banyak dalam bidang-

    bidang tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel dalam jurnal dan antologi,

    maupun artikel seminar.Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut37:

    1. A Theory Of Textuality: The Logic And Epistimology (Albani:

    State University Of New York Press, 1995),

    2. Text: Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albani:

    State University Of New York Press, 1996),

    35

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 252 36

    Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika J. E. Gracia (Sebuah Pengantar), (Al-

    Bayan: Jurnal Studi al-Qur‟an dan Tafsir 1, Juni 2016), hlm. 71 37

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 89

  • 18

    3. Text And Their Interpretation, Review Of Metaphysics 43

    (1990), 495-542,

    4. Can There Be Texts Without Historical Authors? American

    Philosophical Quarterly 31, 3 (1994), 254-253,

    5. Can There Be Texts Without Audiences? The Identity And

    Function of Audiences, Review Of Metaphisics 47, 4 (1994),

    711-734,

    6. Can There Be Definitive Interpretation? In European

    Philosophy And The American Academy, Ed. B. Smith (La Salle,

    Il: Hegeler Institute, 1994), hlm. 43-53,

    7. Author And Repression, Contempory Philosophy 16, 4 (1994),

    23-29,

    8. Textual Identity, Sorites 2 (1995), 57-75,

    9. Where Is Don Quixote? The Location Of Texts And Works,

    Concordia 29 (1996), 95-107,

    10. The Interpretation Od Revealed Texts: Do We Know What God

    Means? (Presidential Address), Proceedings Of The American

    Catholic Philosophical Association, Vol. 72 (Washington, DC:

    Catholic University Of America Press, 1998), hlm. 1-19,

    11. Individuality: An Essay on the Foundations od Metaphysics

    (Albany, NY: State University of New York Press, 1998),

    12. Metaphusics and Its Task: The Search for The Categoril

    Foundation of Knowledge (Albany: State University of New

    York Press,1999),

    13. Relativism And The Interpretation Of Texts, Metaphilosophy

    31,1/2 (2000), 43-62,

    14. Borges‘ Pierre Menard: Philosophy Of Literture, Journal Of

    Aesthetics And Art Criticsm 59, 1(2000), 45-57,

    15. The Ethics Of Interpretation, In Volume Of International

    Academy For Philosophy, Liechtenstein, Forthcoming?,

  • 19

    16. A Theory Of The Author, Dalam W. Irwin, (Ed), The Death And

    Resurrection Of The Author (Westport, CN: Greewood Press,

    2002), Hlm. 161-189,

    17. The Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting

    Interpretation Of Philosophy, Dalam J. J. E. Gracia Dan Jiyuan

    Yu (Eds). Uses And Abuses Of The Classics: Interpretation In

    Philosophy,

    18. Meaning, Dalam Dictionary For Theological Interpretation Of

    Scriptures, Diedit Oleh Kevin J. Vanhoozer, Daniel J. Treier, Et

    Al,

    19. History/Historiography Of Philosophy, Dalam Encyclopedia Of

    Philosophy (New York: Macmillan Dalam Persiapan),

    20. From Horror To Hero: Film Interpretation Of Stoker‘s Dracula,

    In William Irwin Dan Jorge J. E. Gracia, Eds., Philosophy And

    The Interpretation Of Popular Culture

    21. The Good And The Bad: The Quests Of Sam Gamgee And

    Smeagol (Alias Gollum) For The Happy Life, Dalam G.

    Bassham Dan Eric Bronson (Eds.), Philosophy And The Lord Of

    The Rings, Lasalle, Il: Open Court, 2003).

    B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi

    Sebelum melanjut pada hakekat interpretasi, penulis akan paparkan

    terlebih dahulu makna teks menurut Gracia.

    1. Makna Teks

    Secara epistimologi, kata “Text‖ berasal dari bahasa latin textus,

    yang mempunyai banyak arti, yakni tekstur, struktur, dan terkait

    dengan bahasa berarti konstruksi, kombinasi dan

    koneksi/hubungan. Kata kerjanya texto yang berarti membentuk.

    Secara terminologi, text didefinisikan oleh Gracia dengan “a

    group of entitas, used as signs, that are selected, arranged and

  • 20

    intended by an author in a certain context to convey some

    specific meaning to an audience‖ (seperangkat entitas yang

    digunankan sebagai tanda yang dipilih, ditata dan dimaksudkan

    oleh seorang pengarang dalam konteks tertentu untuk

    menyampaikan makna spesifik kepada audiens).38

    Dalam tata bahasa Arab, definisi teks yang ditawarkan

    Gracia mirip dengan definisi al-jumlah al-mufidah atau al-

    kalam. „Ali al-Jarim dan Musthofa Amin, misalnya,

    mendefinisikannya dengan al-tarkib alladzi yufidu fa‘idatan

    tammatan (susunan kata yang memberikan arti yang sempurna).

    Di dalam kitab Matan al—Jurumiyyah disebutkan bahwa

    pengertian al-kalam adalah al-lafdz al-murakkabu al-mufidu bi

    al-wadh‘i‖ (lafal yang tersusun (dari minimal 2 kata) dan telah

    memberikan pengertian (yang sempurna secara minimal) (serta

    diucapkan) dengan sengaja.39

    Berdasarkan pada definisi teks diatas, maka menurut Gracia

    ada 6 elemen penting, selain pengarang teks atau audiens yang

    terkandung dalam definisi teks tersebut. Keenam elemen teks

    yang dimaksud adalah:

    a. Entities that constitute text (entitas-entitas/ bagian-agian

    yang membentuk teks, artinya bahwa teks harus tersusun

    dari dua atau lebih entitas.

    b. Sign (tanda) artinya bahwa masing-masing entitas

    mengandung arti.

    c. Specific meaning (makna spesific) artinya bahwa

    kumpulan entitas/kata itu mengandung makna khsusus

    sesuai dengan struktur.

    d. Intention (maksud pengarang).

    e. Selection and arrangement (pilihan dan penataan kata).

    38

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 94 39

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95

  • 21

    f. Context (konteks).

    Apabila dibandingkan dengan definisi al-kalam dalam ilmu

    Nahwu, maka 4 elemen yang disebut pertama itu termuat dalam

    al-lafdzu al-murakkabu al-mufidu, sedangkan 2 elemen

    berikutnya itu paralel dengan bi al-Wadl‘i.40

    2. Hakekat Interpretasi

    Mengenai hakikat interpretasi, Gracia menjelaskan mengenai

    pengertian interpretasi jika dilihat dari segi etimologi dan

    terminologinya. Mengenai pengertian interpretasi secara

    etimologi dia mengatakan sebagai berikut:

    The term ‗interpretation‘ is the English translation of the

    Latin interpretatio, from interpres, which etymologycally

    meant ―to spread abroad‖. Accordingly, interpres came to

    mean an agent between two parties, a broker or negotiator

    and by extension an explainer, expounder and translator.

    The Latin term interpretatio developed at least three

    different meanings. Sometimes it meant ―meaning‖ so that to

    give an interpretation was equivalent to give the meaning of

    whatever was being interpreted. Interpretatio was also taken

    to mean translation; the translation of a text into a different

    language was called an interpretation. Finally, the term was

    used to mean ―explanation‖, and by this an interpretation

    was meant to bring out what was hidden and unclear, to

    make plain what was irreguler, and to provide an account of

    something or other.41

    Istilah interpretation adalah terjemahan Inggris dari kata

    Latin interpretatio yang berasal dari kata interpres yang secara

    etimologi berarti “menyebar keluar”. Atas dasar itu, kata

    interpres diartikan dengan agen antara dua pihak, dan lebih jauh

    40

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95 41

    Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 147

  • 22

    berarti penjelas atau penerjemah. Istilah Latin interpres paling

    tidak mempunyai tiga makna. Ia terkadang bermakna ‗meaning‘

    (arti), sehingga memberi interpretasi itu sama dengan memberi

    arti sesuatu yang sedang ditafsirkan. Interpretatio juga diartikan

    dengan „translation‘ (penerjemahan), jadi, menterjemahkan

    sebuah teks ke dalam bahasa lain disebut dengan interpretation.

    Terakhir, istilah tersebut dipakai untuk menunjukkan makna

    „explanation‘ (penjelasan), dan dengan arti ini interpretasi berarti

    menjelaskan sesuatu yang tersembunyi dan tidak jelas, membuat

    sesuatu yang tidak teratur menjadi teratur, dan menyediakan

    informasi tentang sesuatu atau yang lainnya.42

    Sedangkan secara terminologi, terdapat tiga cara pokok

    dimana istilah interpretasi itu digunakan dalam hubungannya

    dengan teks. Gracia menyatakan bahwa interpretasi bisa

    didefinisikan dalam bentuk pengertian. Pertama, istilah

    interpretasi itu sama dengan pemahaman (understanding) yang

    dimiliki seseorang terhadap makna teks. Terkadang interpretasi

    itu digunakan sebagai satu bentuk pemahaman yang mungkin

    dimiliki seseorang. Namun lebih sering lagi, interpretasi itu

    ditandai oleh 2 hal, yakni bahwa pemahaman tertentu bukanlah

    satu-satunya pemahaman yang mungkin dan valid terhadap teks

    yang ditafsirkan, dan bahwa subyektivitas penafsir memainkan

    peran kunci dalam penafsiran.43

    Pada bagian kedua ini dijelaskan bahwa interpretasi itu juga

    bisa digunakan untuk menunjuk pada proses atau aktivitas

    dimana seseorang mengembangkan pemahaman terhadap teks.

    Dalam hal ini, sebuah penafsiran melibatkan pengkodean

    42

    Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika

    DalamTradisi Barat, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm.

    120 43

    Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,

    hlm. 122

  • 23

    (decoding) terhadap teks untuk memahami pesannya, dan

    pemahaman ini tidak harus identik dengan pesan itu sendiri.

    Pada definisi interpretasi yang kedua ini, titik tekannya adalah

    pada metodologi pengembangan pemahaman.44

    Adapun definisi interpretasi yang ketiga dan yang dipakai

    oleh Gracia, bahwa Interpretasi menurut Gracia melibatkan 3

    hal: (a) teks yang ditafsirkan (interpretandum), (b) penafsir dan

    (c) keterangan tambahan (interpretans). Interpretandum adalah

    teks historis, sedangkan interpretans memuat tambahan-

    tambahan ungkapan yang dibuat oleh interpreter sehingga

    interpretandum lebih dapat dipahami. Dengan demikian,

    interpretasi terdiri dari keduanya: interpretandum dan

    interpretans.45

    C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E.Gracia

    Fungsi umum interpretasi, tegas Gracia adalah untuk menciptakan di

    benak audiens kontemporer pemahaman terhadap teks yang sedang

    diinterpretasikan. Hal ini, dibaginya dalam tiga macam fungsi spesifik,

    yakni fungsi historis (historical function), fungsi makna (meaning function)

    dan fungsi implikatif (implicative function).46

    1. Historical Function

    Interpretasi berfungsi menciptakan kembali di benak audiens

    kontemporer pemahaman yang dimiliki oleh pengarang teks dan

    audiens historis. Inilah yang dimaksud dengan historical

    function.47 Parameter dari pemahaman dalam fungsi ini adalah

    dengan tidak melampaui apa yang dipahami oleh pengarang dan

    44

    Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,

    hlm. 123 45

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113 46

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 255 47

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113

  • 24

    audiens historis.48 Sehingga tugas interpreter disini adalah

    membuat audiens kontemporer paham terhadap makna teks yang

    dimiliki oleh pengarang dan audiens pada masanya. Dalam arti

    ini, seolah-olah audiens kontemporer bisa merasakan seperti

    berada dalam kondisi dan situasi yang dialami oleh audiens

    historis. Oleh karena itu untuk melakukan hal ini perlu

    menambah elemen teks sejarah yang akan memungkinkan untuk

    menciptakan kembali tindakan-tindakan yang dapat

    merefleksikan budaya dan konteks ketika teks itu muncul.

    Dari sinilah dapat dilihat lebih jelas mengapa interpretasi

    merupakan bagain integral dari pemahaman historical text untuk

    memahami sebuah teks. Tujuannya ialah untuk menjembatani

    kesenjangan dimana ia dibaca, didengar atau bahkan diingat. Hal

    ini merupakan suatu yang tidak bisa dipungkiri karena perbedaan

    budaya dan rentang waktu antara pencipta teks dengan pembaca

    tentu saja akan melahirkkan konsep yang berbeda pula. Untuk

    menyatukan makna dari suatu teks, di sinilah letak urgennya

    sebuah kajian terhadap sejarah teks atau disebut historical

    function dalam teori ini.

    2. Meaning Function

    Interpretasi yang menciptakan di benak audiens kontemporer

    pemahaman dimana audiens kontemporer itu dapat menangkap

    makna “meaning‖ dari teks, terlepas dari apakah makna tersebut

    memang secara persis merupakan apa yang dimaksud oleh

    pengarang teks dan audiens historis atau tidak.49 Di dalam fungsi

    ini peran atau tugas seorang interpreter menjelaskan kepada

    audiens kontemporer pemahaman tentang arti atau maksud dari

    sebuah teks. Sehingga dalam mengembangkan makna ini

    penafsir harus tahu tentang sejarah ketika teks itu muncul dan

    48

    Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 49

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113

  • 25

    juga harus tahu tata bahasa ataupun kata-kata yang digunakan

    dalam teks tersebut. Hal ini dimaksudkan karena dari waktu ke

    waktu bahasa terus berkembang.

    Dengan fungsi yang kedua ini, penafsir teks diharapkan

    mampu memunculkan makna teks yang lebih luas dan mungkin

    lebih mendalam kepada contempory audiens. Jelas dipahami

    bahwa tujuan dari fungsi kedua ini bukanlah memunculkan

    kembali di benak contempory audiens makna teks yang

    sebenarnya ketika teks tersebut muncul dan dipahami oleh

    historical audiens, akan tetapi penafsir dituntut untuk

    mengembangkan makna dari teks yang ditafsirkan agar lebih

    luas dan mendalam. Sehingga contempory audiens mampu

    menangkap makna tersebut.

    Perkembangan makna yang dimaksudkan adalah suatu

    pemahaman tambahan dalam menginterpretasi suatu teks karena

    kondisi yang dialami para interpreter yang berbeda-beda. Akan

    tetapi bukan dalam artian interpreter tersebut hilang kendali dari

    makna subtansi suatu teks, melainkan perkembangan makna

    tersebut hanyalah suatu pengembangan dari makna subtansi

    yang dikandung oleh teks sebagai upaya penyesuaian dengan

    problematika yang sedang dialami para interpreter atau dengan

    kata lain menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya.

    3. Implicativ Function

    Interpretasi yang memunculkan di benak audiens kontemporer

    suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi dari

    makna teks yang diinterpretasikan.50 Di dalam fungsi ini

    interpreter mencoba menghubungkan antara teks yang sedang

    diinterpretasikan dengan bidang keilmuan lain yang masih ada

    hubungannya atau ketertarikannya dengan teks yang sedang

    ditafsirkan tersebut. Dengan mengkorelasikan dengan bidang

    50

    Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113

  • 26

    keilmuan lain ini, diharapkan audiens kontemporer mampu

    menangkap makna yang lebih luas dan di sisi lain dapat

    menambah wawasan pengetahuan audiens kontemporer. Lebih

    jelasnya, penafsir berhak mengembangkan makna, sehingga teks

    tersebut mempunyai signifikansi dan bisa diaplikasikan sesuai

    untuk masa dan tempat dimana interpretasi itu dilakukan.

    Interpretasi pasti memuat keterangan tambahan bagi

    interpretandum. Hal ini memunculkan apa yang disebut Gracia

    dengan “interpreter‘s dilemma‖ , khususnya terkait dengan

    fungsi penafsiran historis. Di satu sisi, penambahan keterangan

    tersebut berarti melakukan distorsi terhadap teks yang

    ditafsirkan, dan disisi lain, tanpa adanya penambahan

    keterangan, interpretasi mungkin tidak dapat membuat audiens

    kontemporer memahami teks yang ditafsirkan, karena mereka

    secara kultural dan temporal/masa telah jauh dari teks tersebut.

    Untuk mengatasi problem atau dilema ini, Gracia menawarkan

    apa yang disebutnya dengan the Principle of Proportional

    Understanding (prinsip pemahaman proporsional). Untuk bisa

    keluar dari dilema yang berkepanjangan, para penafsir harus

    paham terlebih dahulu akan apa itu fungsi-fungsi dari

    interpretasi.51

    Adapun cara kerja prinsip ini, pertama menghadirkan makna

    objektif. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Abu Zaid bahwa

    pemahaman objektif adalah pemahaman yang tidak

    diperselisihkan, artinya pemahaman teks seperti yang dihadapi

    atau yang ingin dipahami oleh penciptanya.52

    Kemudian pengembangan dari makna objektif tersebut.

    Dalam kaitannya dengan kaidah penafsiran maka pengembangan

    tersebut bisa berupa kaidah ilmu pengetahuan. Sebuah upaya

    51

    Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 52

    Nasr Hamid Abu Zaid, Hermeneutika al-Qur‘an, hlm. 9-10

  • 27

    penafsiran al-Qur‟an dengan mengaitkan keilmuan lainnya, baik

    modern maupun klasik.

    D. Relevansi Teori Interpretasi Jorge J. E. Gracia dengan Ulumul

    Qur’an

    Melihat teori dan metode interpretasi teks milik Gracia yang telah

    dikemukakan diatas, dalam beberapa poin yang dapat membuktikan bahwa

    teori dan metodenya bisa digunakan dalam mengembangkan dan

    menguatkan performance Ulumul Qur‟an. Dalam hal ini akan dibahas

    beberapa relevansi integrasi teori interpretasi teks Gracia dalam

    pengembangan penafsiran al-Qur‟an. Berikut pembahasannya:

    1. Relevansi Historical function dengan Asbab an-Nuzul

    Gracia dalam hal ini merumuskan seorang penafsir haruslah

    memaknai suatu teks dengan memahami konteks dimana teks itu

    muncul pertama kalinya. Dengan metode ini historis teks dapat

    tersampaikan kepada contemporary audiens, meskipun terdapat

    jarak yang cukup jauh diantara keduanya. Dalam kajian al-

    Qur‟an hal ini disebut dengan asbab al-nuzul. Arti sederhana

    dari asbab al-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi

    turunnya suatu ayat. Lebih jelasnya asbab al-nuzul bisa

    dipahami dalam dua pengertian, pertama, suatu peristiwa yang

    mendahului turunnya ayat, kedua, peristiwa yang terjadi setelah

    turunya ayat. Oleh sebab itu, asbab al-nuzul disini memiliki

    pengertian suatu peristiwa yang berkaitan dengan sebab

    turunnya ayat, baik yang terjadi pada waktu sebelum ayat

    tersebut diturunkan maupun sesudahnya.53 Sehingga asbab al-

    nuzul akan memberikan gambaran setting historis dari sebuah

    ayat al-Qur‟an yang menjelaskan konteks dimana ayat tersebut

    53

    Umar Shihab, Kontekstualisasi al-Qur‘an : Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat

    Hukum dalam al-Qur‘an, (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 25

  • 28

    diturunkan sebagai respon terhadap problematika masyarakat

    pada masa itu.

    Oleh karena itu, dengan mengetahui historical function yang

    meliputi historical text, historical author dan historical audiens

    atau asbab an-nuzul dalam kajian al-Qur‟an tidak menutup

    kemungkinan audien kontemporer dapat memahami apa yang

    akan disampaikan oleh pencipta teks. Sehingga teks tersebut

    tetap relevan meskipun dalam konteks dan kebudayaan yang

    berbeda.

    Dengan demikian, relevansi interpretasi teks milik Gracia

    yang berkaitan dengan historical function dan teori asbab an-

    nuzul ini memiliki implikasi bahwa pengetahuan tentang asbab

    an-nuzul akan membantu seseorang memahami konteks

    diturunkannya sebuah ayat suci. Konteks itu akan memberi

    penjelasan tentang implikasi sebuah firman, dan memberi bahan

    melakukan penafsiran dan pemikiran tentang bagaimana

    mengaplikasikan sebuah firman itu dalam situasi yang berbeda.

    2. Relevansi Meaning function dengan Kaidah Kebahasaan al-

    Quran

    Kajian tentang perkembangan makna tentunya sangat penting

    untuk digali lebih dalam. Langkah ini dilakukan agar tidak

    terlalu cepat mengklaim benar atau salah dalam memahami

    makna-makna yang datang akibat dari pembacaan terhadap suatu

    teks. Perkembangan makna yang dimaksud disini adalah suatu

    pemahaman tambahan dalam menafsirkan suatu teks.

    Pengembangan makna ini merupakan pengembangan terhadap

    makna subtansi yang dikandung oleh teks sebagai upaya

    penyesuaian dengan problematika yang sedang dialami para

    penafsir, atau dengan kata lain menghidupkan teks sesuai dengan

    permasalahannya.

  • 29

    Dalam meaning function ini, membuat penafsir harus

    memperhatikan penggunaan bahasa Arab. Aspek kebahasaan

    menempati posisi penting dalam menafsirkan al-Qur‟an karena

    bahasa berkaitan erat dengan makna dari al-Qur‟an. Penekanan

    ini sebagaimana diungkap Nasir Hamid Abu Zaid dalam

    Isykaliyyat al-Qiro‘ah, dengan mengutip karya al-Qadhi Abd al-

    Jabbar, teolog mu‟tazilah yang mengatakan:

    Bahasa mengekspresikan kebermaknaan yang ada secara

    praktis diantara segala sesuatu. Manusia pada hakikatnya

    tidak menggunakan bahasa, tetapi bahasa itulah yang

    berbicara melalui manusia. Alam terbuka bagi manusia

    melalui bahasa karena bahasa adalah lahan pemahaman

    dan penafsiran. Maka, alam mengungkapkan dirinya kepada

    manusia melalui berbagai proses pemahaman dan

    penafsiran berkesinambungan. Bukan manusia memahami

    bahasa, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa manusia

    memahami alam dan manusia, tetapi ia merupakan

    penampakan alam dan pengungkapannya setelah

    sebelumnya ia tersembunyi karena bahasa adalah

    pengejawantah eksistensi bagi alam.54

    Fungsi makna ini sama dengan upaya kontekstualisasi makna

    teks. Terlepas apakah makna tersebut memang diproduksi oleh

    pengarang teks dan audiens historis pada saat itu atau tidak.

    Pada dasarnya, makna objektif dalam penafsiran al-Qur‟an

    bisa dirujuk melalui kaidah penafsiran al-Qur‟an secara makro

    yang telah ditetapkan oleh para ulama, baik klasik maupun

    kontemporer. Kaidah tersebut merupakan langkah untuk

    memperoleh hasil maksimal dalam memahami makna al-Qur‟an,

    54

    Muhammad Nur Kholis S, Nashr Abu Zaid; Beberapa Pembacaan Terhadap

    Turats Arab, Hermeneutika al-Qur‘an, terj. Muhammad Mansur dan Khoiran Nahdhiyin,

    (Jakarta: ICIP, 2004), hlm. xvii

  • 30

    hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, serta petunjuk-

    petunjuk dalam rangka mendekati makna objektif.55

    Kemudian ingat dengan pendapat Fazlur Rahman bahwa

    pesan yang sesungguhnya yang ingin disampaikan al-Qur‟an

    bukanlah makna yang ditujukan oleh ungkapan harfiah,

    melainkan nilai moral yang berada di balik ungkapan literal

    tersebut. Dengan kata lain, menggali makna tersirat yang sesuai

    dengan ideal moral al-Quran, bukan semata-mata makna

    tersurat.

    3. Relevansi Implicative function dengan Ilmu Munasabat dan

    Teori SaindanHumaniora

    Ketiga, implicative function, pemaknaan terhadap sebuah teks

    akan berpengaruh pada penerapannya, dalam hal ini disebut

    dengan fungsi implikasi atau penerapan. Fungsi implikasi dalam

    kaitannya dengan penafsiran al-Qur‟an, bahwa interpretasi tidak

    lagi peduli hanya dengan memahami makna dari teks historis,

    tetapi dengan lebih banyak lagi. Karena pemahaman makna teks

    historis oleh penafsir umumnya merupakan syarat untuk

    memenuhi fungsi ini. Sehingga tidak mungkin seorang penafsir

    bisa menghasilkan pemahaman tentang implikasi dari makna

    teks dalam benak audiens kontemporer tanpa memahami makna

    teks.

    Fungsi implikasi dalam hal ini yaitu titik persinggungan

    antara teks historis dengan aspek-aspek kesejarahan maupun

    kebahasaan yang mengantarkan audiens kontemporer untuk

    memahami keterkaitan antara teks historis dengan teks

    tambahan. Misalnya, keterkaitan antara keterangan hadits Nabi

    dengan ayat-ayat al-Qur‟an, atau adanya teks-teks tambahan

    55

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256

  • 31

    yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an. Dengan kata lain, fungsi

    implikatif ini bagian dari teori munasabah.56

    Selain itu, fungsi implikatif ini bisa juga dipahami sebagai

    keterkaitan dengan bidang keilmuan lainnya. Seperti para ahli

    ilmu al-Qur‟an mulai mengadopsi keilmuan dan beberapa

    metode dalam ilmu filsafat, kedokteran, sosiologi dan lain

    sebagainya. Usaha ini tidak lain guna menyuarakan teks al-

    Qur‟an agar sesuai dengan konteksnya, juga untuk membaca

    teks al-Qur‟an sehingga dihasilkan cara-cara pembacaan baru

    dalam memaknai al-Qur‟an.

    Jika menilik bahasa Gracia dalam memaparkan interpretasi,

    akan didapati dua bentuk interpretasi, yaitu tekstual dan non-

    tekstual. Interpretasi tekstual sebagaimana dilakukan ulama

    klasik dalam mendekati penafsiran al-Qur‟an dengan pendekatan

    seputar kebahasaan, kaidah ushuliyyah, kaidah sunnah dan

    kaidah qur‘aniyyah.

    Hal ini senada dengan definisi interpretasi tekstual menurut

    Gracia, yang meliputi tiga tujuan utama, pertama, menciptakan

    pemahaman pengarang teks historis dan audien historis.

    Mendekati makna sesuai yang dimiliki pengarang teks historis

    dan audien historis. Kedua, menciptakan pemahaman dimana

    makna teks itu dimengerti oleh audiens kontemporer, terlepas

    apakah makna yang dipahami sama dengan makna yang dimiliki

    pengarang teks dan audiens historis atau tidak. Ketiga,

    menciptakan pemahaman dimana implikasi dari makna teks itu

    dimengerti oleh audien kontemporer.57 Artinya bertujuan

    menangkap implikasi dari makna teks tertentu.

    Dari pemaparan di atas, maka penulis merasa bahwa teori fungsi

    yang diusung oleh Gracia ini relevan dengan Ulumul Qur‟an, khususnya

    56

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm.260 57

    Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260

  • 32

    dalam kaidah penafsiran untuk mengungkap makna ayat –ayat al-Qur‟an

    secara komprehensif. Maksud secara komprehensif yaitu tidak hanya pada

    konseptual dan kontekstual saja akan tetapi bagaimana memadukan antara

    teks dengan konteksnya.

  • 33

    BAB III

    DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35

    DAN PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR

    A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35

    Surat an-Naml termasuk golongan surat Makkiyah yang diturunkan

    setelah surat asy-Syu‟araa‟. Surat an-Naml ini terdiri dari 98 ayat. Dinamai

    dengan an-Naml, karena pada ayat 18 dan 19 terdapat perkataan an-Naml

    (semut), dimana raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar masuk

    ke dalam sarangnya masing-masing, supaya tidak terinjak oleh Nabi

    Sulaiman AS dan tentaranya yang akan lewat di tempat itu.58

    Kemudian di dalam surat ini, juga menceritakan mengenai kisah

    yang sangat fenomenal, yakni kisah Nabi Sulaiman dan juga Ratu dari

    kerajaan Saba‟. Terekam pada ayat 15 hingga ayat 44. Akan tetapi, disini

    penulis hanya terfokus pada ayat 29 hingga ayat 35, yang secara rinci

    menceritakan mengenai kepemimpinan Balqis. Berikut ayatnya: ( 03)َماَن َوإِنَُّو ِبْسِم اللَِّو الرَّْْحَِن الرَِّحيِم إِنَُّو ِمْن ُسَليْ (92)قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ ِإِّنِّ أُْلِقَي ِإََلَّ ِكَتاٌب َكرمٌِي

    قَاَلْت يَا أَي َُّها اْلَمََلُ أَفْ ُتوِّن ِِف أَْمرِي َما ُكْنُت قَاِطَعًة أَْمرًا َحَّتَّ ( 03)َأَلَّ تَ ْعُلوا َعَليَّ َوأْتُوِّن ُمْسِلِمنَي

    قَاَلْت ِإنَّ (00)بَْأٍس َشِديٍد َواْْلَْمُر إِلَْيِك فَاْنظُرِي َماَذا تَْأُمرِيَن قَاُلوا ََنُْن أُوُلو قُ وٍَّة َوأُوُلو( 09)َتْشَهُدوِن

    َوِإِّنِّ ُمْرِسَلٌة إِلَْيِهْم ِِبَِديٍَّة (43)اْلُمُلوَك ِإَذا َدَخُلوا قَ ْريًَة أَْفَسُدوَىا َوَجَعُلوا أَِعزََّة أَْىِلَها أَِذلًَّة وََكَذِلَك يَ ْفَعُلوَن

    (03)ِِبَ يَ ْرِجُع اْلُمْرَسُلوَن فَ َناِظرَةٌ

    58

    Q.S.. An-Naml ayat 18-19

  • 34

    Artinya59:

    29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah

    disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.

    30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan

    nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.

    31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah

    kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".

    32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku

    pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan

    sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".

    33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang

    luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:

    Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".

    34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila

    menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan

    menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula

    yang akan mereka perbuat.

    35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan

    (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa

    kembali oleh para utusan itu".

    Dalam ayat tersebut diatas, penulis tidak menemukan riwayat

    asbabun nuzulnya. Akan tetapi dalam tafsir aṭ-Ṭabari penulis menemukan

    beberapa riwayat yang membahas ayat tersebut. Dan bahasan terhadap ayat

    tersebut ialah bahasan mengenai makna atau pemahaman terhadap ayat.

    Untuk lebih jelasnya, nanti akan kami bahas pada sub bab selanjutnya.

    B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer

    Dalam memaparkan kisah Balqis ini, penulis merujuk pada dua

    pustaka kontemporer terbit pada tahun 2014 dan 2017. Pustaka kontemporer

    disini yang dimaksud oleh peneliti adalah pustaka yang sedang eksis hingga

    59

    Departemen Agama RI, Al-Qur‘an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT

    Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379

  • 35

    saat ini. Dan pada kesempatan ini peneliti mengutip dari buku Kitab Sejarah

    Terlengkap 25 Nabi Terkemukayang terbit pada tahun 2014 dan Kisah-kisah

    Dalam Al-Qur‘anyang terbit pada tahun 2017. Selain karena buku ini

    terbitan baru, buku ini pula yang sering ada di berbagai perpustakaan.

    Setidaknya penulis sudah menemukan buku tresebut pada 5 perpustakaan di

    kota Salatiga.

    Berikut pemaparannya, Ratu Balqis merupakan salah satu figur

    wanita yang berhasil menoreh tinta emas dalam catatan sejarah.

    Bahkanceritanya pun diabadikandalam al-Qur‟an surat an-Namlayat 23-42.

    Adanyasuratkhusus yang membahastentangRatuBalqis di dalam al-Qur‟an

    menjadibuktibahwaiaadalahsosokistimewa.

    Menurut sebuah riwayat, nama lengkap Ratu Balqis adalah Balqis

    Binti Sarah bin Hudhud bin Syarahhil bin Adda dan seterusnya, hingga

    berakhir pada Ya‟ab bin Qahthan.60 Sementara itu, Ibnu Katsir dalam

    tafsirnya, menyatakan bahwa Ratu Balqis adalah anak seorang wazir

    kerajaan Himyariyah yang ada di Ma‟rib Yaman. Buku-buku sejarah dan

    kita-kitab tafsir menyebutkan bahwa ibunya Balqis adalah dari bangsa jin.

    Dengan demikian, telah diketahui bahwa Ratu Balqis adalah keturunan jin

    dan manusia.61

    Adapun mengenai negeri Saba‟, menurut para ahli, Saba‟ merupakan

    nama kerajaan pada zaman dahulu. Ibukotanya Ma‟rib yang letaknya di

    dekat kota Shan‟a, ibukota Yaman.62 Dalam al-Qur‟an diberitakan bahwa

    negeri Saba‟ adalah negeri yang makmur, penuh dengan kelimpahan rezeqi

    dari Allah SWT.63

    Suatu ketika, Nabi Sulaiman mengumpulkan seluruh balatentaranya

    yang terdiri atas manusia, hewan, dan para jin. Mereka berkumpul

    memenuhi undangan sang raja. Setelah semua diperiksa, maka nabi

    60

    Rizem Aizid, Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka, (Yogyakarta:

    Safirah, 2014), hlm. 476 61

    Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 476 62

    Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 477 63

    Q.S. Saba‟ ayat 15-21

  • 36

    Sulaiman mengetahui bahwa burung Hud-hud ternyata tidak hadir.

    Sebenarnya burung Hud-hud adalah mata-mata pasukan Nabi Sulaiman,

    yang bertugas mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang apa saja yang

    patut diketahui olehnya.

    Melihat keterlambatan burung Hud-hud, Nabi Sulaiman terlihat agak

    jengkel sambil bertanya, “Dimanakah burung Hud-hud? Mengapa belum

    terlihat? Padahal tugasnya sangat penting, yakni mencari sumber mata air

    baru.64

    Manakala Raja Sulaiman berhenti berbicara, tiba-tiba burung Hud-

    hud datang. Tampaknya, ia habis terbang jauh dengan kecepatan tinggi,

    hingga ia tersengal-sengal. Kemudian bertanyalah Sulaiman: “Wahai burung

    Hud-hud, tidakkah engkau sadari kesalahanmu? Apakah engkau tidak tahu

    kalau sekarang aku mengadakan pertemuan, tapi engkau datang terlambat?

    “Ampun Baginda, sesungguhnya, aku baru saja mengadakan

    perjalanan jauh sampai ke suatu negeri yang engkau tidak pernah

    mengetahuinya. Negeri ini bernama Saba‟. Kerajaan ini diperintah oleh

    seorang perempuan. Keadaan negeri ini sangat makmur,” kata burung Hud-

    hud.65

    Kabar yang disampaikan Hud-hud belum menarik bagi Sulaiman,

    sampai Hud-hud menceritakan bahwa bangsa Saba‟ dan ratu mereka yang

    memiliki singgasana yang besar itu adalah orang kafir. Mereka bangsa

    Sa‘ibah yang menyembah matahari.66

    Namun, Raja Sulaiman tidak serta merta mempercayai kabar

    tersebut. “Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu karena berita yang engkau

    bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk

    mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan

    lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian

    perhatikanlah apa yang akan mereka perbuat dan kembalilah secepat-

    64

    Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 481 65

    Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 482 66

    Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an,terj. Umar Mujtahid, cet.

    I, (Jakarta: UmmulQura, 2017), hlm. 755

  • 37

    cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana

    jawaban ratu Saba‟ atas suratku ini.” kata Sulaiman.

    Untuk membuktikan kebenaran dari ucapan burung Hud-hud, ia

    menuliskan surat, dan meminta burung Hud-hud untuk mengirimkannya

    kepada sang ratu penguasa negeri Saba‟ yang bernama Balqis.

    Burung Hud-hud harus menerjang hembusan angin yang sangat

    kencang agar bisa sampai ke negeri Saba‟. Oleh karena itu, burung Hud-hud

    meminta kepada raja Sulaiman untuk membungkus surat tersebut di dalam

    sampul emas yang tahan terhadap angin. Surat itu berisi ajakan kepada Ratu

    Saba‟ untuk memeluk Islam.67

    Tibalah burung Hud-hud di negeri Saba‟. Sesampainya disana, diam-

    diam burung Hud-hud menjatuhkan surat itu tepat mengenai kepala sang

    ratu hingga membuatnya terbangun. Ia membuka sampul surat itu dan

    membacanya. 68

    Saat membuka segel surat membaca isinya, ia terdiam. Pasalnya

    sebelum itu ia tidak tahu ada seorang raja yang memiliki utusan seekor

    burung. Selain itu ia juga belum pernah membaca tulisan yang tertuang

    dalam isi surat yang dibawa oleh utusan paling aneh yang pernah ada itu.

    Dia kemudian mengumpulkan para pemuka kerajaan.69 Kemudian Balqis

    berkata:

    “Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku

    sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman

    yang isinya, ‗Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha

    Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan