nilai kecernaan protein dan energi metabolis …repository.ub.ac.id/670/1/riana, nova.pdfdengan...

90
NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) DENGAN BENTUK PAKAN DAN ENZIM YANG BERBEDA PADA AYAM PEDAGING SKRIPSI Oleh : Nova Riana NIM. 135050100111222 PROGRAM STUDI PETERNAKAN MINAT NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 11-Dec-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

1

NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS BUNGKIL INTI

SAWIT (BIS) DENGAN BENTUK PAKAN DAN ENZIM YANG BERBEDA PADA

AYAM PEDAGING

SKRIPSI

Oleh :

Nova Riana

NIM. 135050100111222

PROGRAM STUDI PETERNAKAN MINAT NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 2: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

2

Page 3: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

3

NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS BUNGKIL INTI

SAWIT (BIS) DENGAN BENTUK PAKAN DAN ENZIM YANG BERBEDA PADA

AYAM PEDAGING

SKRIPSI

Oleh :

Nova Riana NIM. 135050100111222

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

MINAT NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

Page 4: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

4

Page 5: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 8 November 1995 sebagai puteri kelima dari lima berdaudara pasangan Bapak Zulkarnain (alm) dan Ibu Zulaiha. Pendidikan yang ditempuh penulis yaitu SD Xaverius Terbanggi Besar, Lampung Tengah lulus pada tahun 2007, SMP Negeri 3 Way Pengubuan, Lampung Tengah lulus pada tahun 2010, MAN Terbanggi Besar, Lampung Tengah lulus pada tahun 2013. Tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswi di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya melalui program Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Pengalaman penulis sebagai mahasiswi adalah pernah tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai staf Kementrian Dalam Negeri. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) selamasatubulandi sebuah perusahaan penggemukan sapi potong yaitu PT. Great Giant Livestock yang berlokasi di km 77, Terbanggi Besar, Lampung Tengah dengan mengambil topik bahasan mengenai Manajemen Pemeliharaan Sapi Brahman Cross pada Peternakan PT. Great Giant Livestock, Lampung.

Page 6: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

ii

Page 7: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik. Judul dari skripsi ini adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) dengan Bentuk Pakan dan Enzim

. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata satu (S-1) Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan pihak lain, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Keluarga yang telah memberikan doa, semangat dan

segala bentuk dukungan baik secara moril maupun materiil.

2. Prof.Dr.Ir. Siti Chuzaemi, MS., selaku pembimbing utama dan Dr.Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc., selaku pembimbing pendamping atas saran dan bimbingannya dalam penulisan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi.

3. Dr.Ir. Edhy Sudjarwo, MS, Dr.Ir. Irfan H. Djunaidi, M.Sc, Firman Jaya, S.Pt, MP, selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan dalam penulisan skripsi.

4. Prof.Dr.Sc.Agr.Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Page 8: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

iv

5. Dr. Agus Susilo, S.Pt., MP selaku Ketua Program Studi Peternakan yang telah banyak membina kelancaran dalam proses studi.

6. Dr.Ir. Mashudi, M.Agr.Sc., selaku Kepala Minat Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

7. Dr. M. Halim Natsir, S.Pt., MP selaku koordinator tim penelitian atas dukungan, motivasi dan bimbingannya.

8. PT. Wilmar yang telah memberikan bantuan dana dan media selama penelitian.

9. Segenap karyawan yang telah mengizinkan tim penelitian menggunakan fasilitas Laboratorium Sumber Sekar, telah membantu analisis proksimat dan Gross Energy di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak (NMT) Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

10. Tim penelitian telah membantu dan bekerja sama hingga penelitian selesai.

11. Teman-teman di Malang dan di Lampung yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Malang, Juni 2017

PPenulis

Page 9: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

v

PROTEIN DIGESTIBILITY AND METABOLIZABLE ENERGY OF PALM KERNEL MEAL (PKM) WITH

DIFFERENT FEED FORM AND ENZYME OF BROILER

Nova Riana1), Siti Chuzaemi2) and Osfar Sjofjan2) 1)Student of Animal Husbandry Faculty, University of

Brawijaya 2)Lecturer Nutrition and Food Department of Animal

Husbandry Faculty, University of Brawijaya Email : [email protected]

ABSTRACT

The research was done to observe the effects of Palm Kernel Meal (PKM) on protein digestibility and metabolizable energy with different feed form and enzyme of broiler. Twenty four male broilers of Ross strain of 35 days old, were maintained in metabolizable cages. The method used in this research were experiment using acompletely randomized design (CRD) with 7 treatments and 3 replications in each treatment. The treatment were P0 (basal feed), P1 and P2 (basal feed + PKM A 15%), P3 and P4 : (basal feed + PKM B 15%), P5 and P6 (basal feed + PKM C 15%). Variable measured were protein digestibility (DP), apparent metabolizable energy (AME), and apparent metabolizable energy corrected by nitrogen (AMEn) of broiler. Data were collected and subjected to analysis of variance of the completely randomized design. The differences among treatment and were tested by Duncan's Multiple Range Test. Results showed that there were highly significant differences

concluded that of PKM without the addition of enzyme, DP,

Page 10: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

vi

AME and AMEn value can not increase to corn. PKM added solid enzyme (pellet feed form), DP, AME and AMEn value equal to corn and BIS added liquid enzyme (form of mash and pellet feed), DP, AME and AMEn value equal to corn.

Keywords : Palm kernel meal, digestibility, metabolizable energy, broiler

Page 11: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

vii

NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) DENGAN

BENTUK PAKAN DAN ENZIM YANG BERBEDA PADA AYAM PEDAGING

Nova Riana1), Siti Chuzaemi2) dan Osfar Sjofjan2)

1)Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2)Dosen Minat Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas

Peternakan, Universitas Brawijaya Email : [email protected]

RINGKASAN

Pakan merupakan faktor terpenting dalam produktifitas ternak unggas. Biaya pakan mencapai hampir 70% dari biaya produksi. Salah satu bahan baku utama dalam pakan unggas adalah jagung sebagai sumber energi. Akan tetapi ketersediaannya di Indonesia masih terbatas karena tidak hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak saja tetapi digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga dilakukan impor yang memacu fluktuasi harga jagung menjadi tidak menentu dan dapat meningkatkan biaya pakan. Salah satu upaya untuk mengurangi biaya pakan adalah pemberian pakan alternatif yaitu Bungkil Inti Sawit (BIS). BIS merupakan limbah hasil ekstraksi minyak sawit yang tersedia berlimpah, tidak bersaing dengan manusia, murah dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Namun BIS mengandung serat kasar yang cukup tinggi yaitu sebesar 24% sehingga sulit dicerna oleh unggas. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan dari BIS salah satunya adalah dengan penambahan enzim, sehingga unggas

Page 12: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

viii

dapat menyerap nutrisi yang terkandung pada BIS secara optimal.

Penelitian ini dilaksanakan tanggal 1 Februari - 16 Februari 2017 di Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Analisis kandungan nutrien pakan dan ekskreta dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kecernaan Protein Kasar (KcPK), Apparent Metabolizable Energy (AME) dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) BIS dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging.

Materi yang digunakan 24 ekor ayam pedaging jantan strain Ross produksi PT. Charoend Pokhpand Indonesia berumur 35 hari dengan rata-rata bobot badan 1766,67 g/ekor ± 58,43 dengan koefisien keragaman 3,31%. Ayam pedaging ditempatkan di dalam kandang metabolis yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan penampung ekskreta. Pakan basal tersusun dari jagung, konsentrat ayam pedaging (K Br) dan bekatul dengan perbandingan 60% : 30% : 10%.

Metode penelitian adalah percobaan lapang yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan. Pakan perlakuan adalah P0 (pakan basal) sebagai kontrol, P1 dan P2 (pakan basal + BIS A 15%), P3 dan P4 (pakan basal + BIS B 15%) serta P5 dan P6 (pakan basal + BIS C 15%). Variabel yang dianalisis yaitu Kecernaan Protein Kasar (KcPK), Apparent Metabolizable Energy (AME)/energi metabolis semu dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn)/energi metabolis semu terkoreksi nitrogen. Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan program-program

Page 13: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

ix

Microsoft Excel berdasarkan analisis varian (ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila dari perhitungan terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BIS dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada KcPK. Nilai rata-rata KcPK tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol (P0) yaitu sebesar 66,79% ± 1,64 dan terendah pada perlakuan yang menggunakan BIS A, yaitu 60,23% ± 2,01. Penggunaan BIS dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada AME dan AMEn. Nilai rata-rata AME tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol (P0) yaitu sebesar 3298,55 Kkal/kg ± 4,44 dan terendah pada perlakuan yang menggunakan BIS A, yaitu 3214,34 Kkal/kg ± 13,88. Nilai rata-rata AMEn tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol (P0) yaitu sebesar 3226,62 Kkal/kg ± 8,54 dan terendah pada perlakuan yang menggunakan BIS A, yaitu 3139,72 Kkal/kg ±13,07.

BIS tanpa penambahan enzim, nilai KcPK, AME dan AMEn lebih rendah dari jagung. BIS yang ditambahkan enzim padat (bentuk pakan pellet), nilai KcPK, AME dan AMEn sama dengan jagung dan BIS yang ditambahkan enzim cair (bentuk pakan mash dan pellet), nilai KcPK, AME dan AMEn sama dengan jagung.

Page 14: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

x

Page 15: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xi

DAFTAR ISI

Isi Halaman RIWAYAT HIDUP .................................................i KATA PEGANTAR ................................................iii ABSTRAK ...............................................................v RINGKASAN ..........................................................vii DAFTAR ISI ...........................................................xi DAFTAR TABEL ...................................................xv DAFTAR GAMBAR ...............................................xvii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................xix DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ...............xxi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................5 1.3 Tujuan Penelitian .....................................5 1.4 Kegunaan Penelitian ................................5 1.5 Kerangka Pikir .........................................6 1.6 Hipotesis ..................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung .....................................................11 2.2 Bungkil Inti Sawit ....................................13 2.3 Enzim Mannanase 15 2.4 Pakan 17 2.5 Ayam Pedaging 20 2.6 Kecernaan Protein 22 2.7 Energi Metabolis 24

Page 16: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xii

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 29 3.2 Materi Penelitian 29

3.2.1 Ayam Pedaging 29 3.2.2 Kandang dan Peralatan 29

3.2.3 Pakan 30 3.3 Metode Penelitian 33

3.3.1 Rancangan Percobaan 33 3.3.2 Prosedur Penelitian 34

3.4 Variabel Pengamatan 36 3.5 Analisis Data 37 3.6 Batasan Istilah 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Energi Metabolis 41

4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Kasar (KcPK) 41

4.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Apparent Metabolizable Energy (AME) 45

4.4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 53 5.2 Saran 53

Page 17: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xiii

DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 67

Page 18: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xiv

Page 19: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Nutrien Jagung dan Bungkil Inti Sawit 15

2. Kebutuhan Nutrien Ayam Pedaging 18 3. Kandungan Nutrien Bahan Pakan 31 4. Susunan Pakan Basal 31 5. Kandungan Nutrien Pakan Basal 32 6. Susunan Pakan Perlakuan 32 7. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan 33 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein

Kasar dan Energi Metabolis 41

Page 20: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xvi

Page 21: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian 8 2. Bagan Prosedur Mendapatkan Bungkil Inti Sawit

39 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 40

Page 22: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xviii

Page 23: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Bobot Badan (g) 67 2. Data Konsumsi Pakan (g/hari/ekor) 69 3. Perhitungan Konsumsi BK dan Ekskreta BK (g)

70 4. Perhitungan Kecernaan Protein Kasar (%) 72 5. Analisis Ragam Kecernaan Protein Kasar 74 6. Data Perhitungan Apparent Metabolizable Energy

(Kkal/kg) 77 7. Analisis Ragam Apparent Metabolizable Energy

79 8. Data Perhitungan Apparent Metabolizable Energy

Corrected By Nitrogen (Kkal/kg) 82 9. Analisis Ragam Apparent Metabolizable Energy

Corrected By Nitrogen 84 10. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian 87

Page 24: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xx

Page 25: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xxi

DAFTAR SINGKATAN

% : Persentase ß : Beta 0C : Derajat Celsius AME : Apparent Metabolizable Energy AMEn : Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen ANOVA : Analysis of Variant BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen BIS : Bungkil Inti Sawit Cm : Sentimeter CRD : Completely Randomized Design DOC : Day Old Chick DP : Protein Digestibility EM : Energi Metabolis g : Gram GE : Gross Energy KcPK : Kecernaan Protein Kasar Kg : Kilogram

: Koefisien Keragaman Kkal/kg : Kilokalori Per Kilogram PBP : Polisakarida Bukan Pati PKM : Palm Kernel Meal Ppm : Part Per Million RAL : Rancangan Acak Lengkap RN : Retained Nitrogen SE : Standar Eror SK : Serat Kasar

Page 26: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

xxii

Page 27: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permintaan konsumen akan komoditi daging sebagai

sumber protein hewani saat ini cukup tinggi. Daging unggas merupakan komoditi unggul yang tepat untuk dikembangkan sebagai suatu komoditi strategis, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan nutrien, kesehatan, dan taraf hidup masyarakat. Pencapaian kesuksesan usaha peternakan ayam pedaging tidak hanya memerlukan modal yang besar dan keterampilan yang memadai, tetapi juga pengelolaan dan pemasaran produksi yang handal (Andriyanto, Satyaningtijas, Yufiandri, Wulandari, Darwin dan Siburian, 2015). Seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan permintaan akan daging unggas juga meningkat, hal ini terlihat dari data produksi daging ayam ras pedaging di Indonesia pada tahun 2011 hingga 2015 berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2015), yaitu sebesar 1.337.911 (2011), 1.400.470 (2012), 1.497.873 (2013), 1.544.379 (2014) dan 1.627.106 ton (2015). Konsumsi daging ayam ras pedaging yang tinggi tersebut dikarenakan selain mempunyai nutrien yang tinggi, juga merupakan sumber protein hewani yang relatif lebih murah dibandingkan daging sapi, kerbau, domba dan kambing (Uzer, Iriyanti dan Roesdiyanto, 2013), sehingga usaha peternakan ayam pedaging saat ini mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini terlihat dari data populasi ayam pedaging di Indonesia pada tahun 2011 hingga 2015 berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015), yaitu

Page 28: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

2

sebesar 1.177.990.869 (2011), 1.244.402.016 (2012), 1.344.191.104 (2013), 1.443.349.118 (2014) dan 1.497.625.658 ekor (2015). Ayam pedaging merupakan ayam penghasil daging yang telah banyak dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Siklus produksi ayam pedaging yang singkat yaitu dalam waktu 4-6 minggu sudah dapat dipanen dengan bobot badan 1,5-1,56 kg/ekor dan tidak memerlukan lahan yang luas, sehingga lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien (Yemima, 2014).

Pakan merupakan faktor terpenting dalam produktifitas ternak unggas. Biaya pakan pada pemeliharaan ayam mencapai hampir 70% dari biaya produksi. Cara yang dapat dilakukan untuk menekan biaya pakan ini, salah satunya adalah dengan menggunakan bahan pakan lokal yang kualitasnya hampir sama dengan pakan komersil. Pakan yang dianjurkan adalah pakan lokal berupa limbah dan hijauan. Pakan lokal ini memiliki kualitas baik jika dikelola dan diolah dengan manajemen yang tepat sehingga diharapkan dapat menjadi pakan ayam pedaging (Mirnawati, Sukamto, dan Yunianto, 2013).

Salah satu bahan baku utama dalam pakan unggas adalah jagung. Jagung termasuk tanaman pangan atau pakan dengan sumber karbohidrat yang baik untuk ayam pedaging, serta bahan pakan yang paling banyak digunakan dalam penyusunan pakan. Setiap varietas jagung memiliki kandungan dan kualitas protein yang berbeda berkisar antara 9-13,5 % (Arifin, Sjofjan dan Djunaidi, 2011). Sebagian komponen dalam pakan unggas terutama sumber energi pakan yang berasal dari jagung, masih banyak yang diimpor dari luar negeri. Kebutuhan jagung tahun 2013 mencapai 17,3 juta ton. Produksi jagung nasional pada tahun 2012 sebesar 19.387.022

Page 29: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

3

ton dan tahun 2013 turun menjadi 18.506.287 ton (Hartoyo, Supadmo, Wihandoyo dan Wibowo, 2015). Harga pakan yang sering berfluktuasi semakin menarik minat para peneliti untuk mencari bahan pakan alternatif yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pakan alternatif tersebut tentu saja harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi pertumbuhan dan produksi ternak. Pada umumnya, limbah yang berasal dari industri pertanian dan peternakan mempunyai keterbatasan bila dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak, sehingga untuk menghilangkan atau mengurangi faktor pembatas perlu dilakukan pengolahan agar pemanfaatnya dalam pakan bisa ditingkatkan (Nuraini dan Trisa, 2006).

Salah satu bahan sumber energi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan unggas adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) untuk pakan ternak, ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan impor (Hartoyo, dkk, 2015). BIS yang merupakan hasil sampingan dari proses pembuatan minyak inti sawit. Pengolahan inti sawit menghasilkan sekitar 45% minyak inti sawit sebagai hasil utama dan BIS sekitar 45% sebagai hasil sampingan. Palatabilitas BIS pada ternak nonruminansia adalah rendah sehingga dalam BIS perlu ditambah dengan bahan pakan lain yang disukai ternak. Kandungan nutrien BIS bervariasi, terutama kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Kandungan protein kasar BIS berkisar 11,30-17% (Sukaryana, Nurhayati dan Wirawati 2013), tergantung dari proses pengolahan minyak sawit dan menurut Supriyati, Pasaribu, Hamid dan Sinurat (1998) BIS mengandung SK sebesar 24%. Selain itu struktur kimia BIS berupa ikatan mannose sebanyak 78%, selulosa 12%, arabinoxylans dan (4-O-methyl)-

Page 30: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

4

glucuronoxylans masing-masing 3%, tingginya kandungan serat kasar tersebut menyebabkan penggunaan BIS dalam pakan unggas menjadi terbatas (Ramli, Yatno, Hasjmy, Sumiati, Rismawati dan Estiana, 2008) karena sulit untuk dicerna dan dimanfaatkan secara optimal oleh ternak unggas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan dari BIS salah satunya adalah dengan penambahan enzim. Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri atau kapang (Hatta, Sundu dan Damayanti, 2010). Enzim yang dapat digunakan pada BIS yaitu enzim mannanase, yaitu enzim ekstraseluler yang mampu menghidrolisis molekul polisakarida manan yang mempunyai ikatan 1-4 ß menjadi manooligosakarida. Selanjutnya manooligosakarida dapat dihidrolisis oleh enzim manosidase menjadi manosa (Sumardi, 2007). Penambahan enzim ini bertujuan agar serat kasar pada BIS dapat dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu memecah mannan dan galaktomanan menjadi manosa dan galaktosa, sehingga ternak unggas dapat menyerap nutrien yang terkandung pada BIS secara optimal, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui nilai Kecernaan Protein Kasar (KcPK) dan energi metabolis yang meliputi Apparent Metabolizable Energy (AME)/energi metabolis semu dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn)/energi metabolis semu terkoreksi nitrogen BIS dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging.

Page 31: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

5

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskan masalah yaitu bagaimana Kecernaan Protein Kasar (KcPK) dan energi metabolis yang meliputi Apparent Metabolizable Energy (AME) dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) Bungkil Inti Sawit (BIS) dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk

menganalisis KcPK, AME dan AMEn Bungkil Inti Sawit (BIS) dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging.

1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu :

1. Menjadi telaah dan kajian mahasiswa dan peneliti tentang kecernaan protein kasar dan energi metabolis Bungkil Inti Sawit (BIS) dengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging.

2. Dapat dijadikan sebagai referensi baru untuk masyarakat terkait alternatif pemanfaatan limbah pertanian berupa Bungkil Inti Sawit (BIS) sehingga bisa menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh dan halal pada peternakan ayam pedaging.

3. Perusahaan dapat memasarkan produknya kepada masyarakat berupa Bungkil Inti Sawit (BIS) bahwa dapat meningkatkan nilai kecernaan protein dan energi metabolis ayam pedaging.

Page 32: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

6

1.5 Kerangka Pikir Ayam pedaging adalah salah satu jenis ternak yang

memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewan bagi masyarakat Indonesia. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan daging ayam pedaging terus meningkat. Peningkatan ini terjadi karena daging ayam pedaging harganya terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Ayam pedaging adalah jenis ternak unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat, pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Tombuku, Rawung, Montong dan Poli, 2014). Disamping itu, pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang relatif luas. Keberhasilan dalam beternak harus ditopang oleh penguasaan managemen ternak dan pengadaan bibit yang baik serta harus diimbangi dengan penyediaan pakan yang berkualitas.

Jagung merupakan salah satu bahan pakan sumber energi yang sangat sering digunakan sebagai pakan untuk ternak unggas, akan tetapi dalam penggunaannya di Indonesia jagung memiliki kekurangan. Hal tersebut karena jumlah produksi jagung masih terbatas dan tidak hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak saja tetapi digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akibatnya, untuk memenuhi kebututuhan jagung dalam negeri perlu dilakukan impor yang memacu fluktuasi harga jagung menjadi tidak menentu dan dapat meningkatkan biaya pakan. Salah satu upaya untuk mengurangi biaya pakan adalah pemberian pakan alternatif guna mengurangi biaya pakan yang relatif tinggi (Supartini dan Sumarno, 2009).

Untuk mengurangi biaya pakan perlu memanfaatkan pakan alternatif yang merupakan produk sumber daya alam Indonesia berupa limbah perkebunan dan hasil ikutannya dari

Page 33: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

7

pabrik minyak kelapa sawit yang tersedia relatif banyak sepanjang tahun seperti Bungkil Inti Sawit (BIS). BIS memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 17%, namun memiliki kelemahan yaitu kadar serat kasar yang dimiliki cukup tinggi, sehingga sulit dimanfaatkan oleh ternak secara optimal untuk ternak monogastrik (Sembiring, 2009). Tingginya biaya produksi dalam bentuk biaya pakan dapat ditekan dengan penggunaan bahan pakan lokal dengan memanfaatkan limbah pertanian yang ada dengan harga relatif murah, oleh karena itu perlu upaya memaksimalkan penggunaan pakan melalui peningkatan efisiensi pakan. Tingkat efisiensi pakan menunjukkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan ternak menjadi hasil produksi berupa daging, telur dan efisiensi penggunaan pakan dapat diketahui melalui nilai kecernaan pakan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan BIS adalah dengan penambahan enzim. Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis (Risnawati dan Cahyaningrum, 2013). Salah satu enzim yang digunakan adalah enzim mannanase, hal ini dikarenakan mannan merupakan sumber biomasa setelah selullosa dan xylan banyak terdapat pada limbah perkebunan seperti kelapa sawit, yang saat ini di tanah air masih belum banyak dimanfaatkan. Enzim mannanase akan menghidrolisis mannan menjadi mannose maupun mannooligosakarida (Yopi, Purnawan, Thontowi, Hermansyah dan Wijanarko, 2006), pada saat serat di dalam BIS sudah dipecah lebih sederhana diharapkan penyerapan nutrien dapat terjadi secara optimal.

Penambahan enzim produksi Balitnak maupun enzim multi komersial pada BIS yang sudah disaring ternyata dapat

Page 34: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

8

meningkatkan energi metabolis dari 2091 Kkal/kg menjadi 2317 Kkal/kg dan kecernaan protein dari 34,7% menjadi 51,3%. Penambahan enzim tunggal mannanase atau enzim multi-komersial (cellulaze -glucanase, xylanase dan phytase) dalam pakan yang mengandung BIS ternyata meningkatkan kecernaan protein, lemak dan energi metabolis pakan (Sinurat, 2010).

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Ayam Pedaging

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Meningkatkan kecernaan protein

dan energi metabolis ayam pedaging

Serat kasar tinggi

mencapai 24%

Penambahan enzim

mannanase

Jagung

Penambahan enzim tunggal mannanase dalam pakan yang mengandung BIS

ternyata meningkatkan kecernaan protein, lemak dan energi metabolis pakan (Sinurat, 2010)

Impor

Biaya pakan tinggi

Pakan terdiri dari beberapa bahan, yaitu konsentrat,

jagung, bekatul

Page 35: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

9

1.6 Hipotesis Penggunaan Bungkil Inti Sawit (BIS) dengan bentuk

pakan dan enzim yang berbeda dapat meningkatkan nilai Kecernaan Protein Kasar (KcPK), Apparent Metabolizable Energy (AME) dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) pada ayam pedaging.

Page 36: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

10

Page 37: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung Menurut Tjitrosoepomo (1989) dalam Suryaningsih,

Joni dan Darmadi (2011), tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae Family : Graminaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L.

Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan komoditas dan sumber karbohidrat utama kedua setelah beras. Jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama di beberapa daerah di Indonesia. Jagung termasuk tanaman berakar serabut, batang yang tidak bercabang berbentuk bulat yang mempunyai ruas-ruas dan buku ruas. Menurut Rukmana (2003) selain mengandung karbohidrat, jagung juga mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C.

Kandungan karbohidrat jagung mencapai 71-73% dan sebagian besar adalah pati. Pati jagung tersusun atas amilosa sekitar 27% dan amilopektin 73% (Wariah, 2011). Kandungan gizi pada jagung kuning tidak hanya berupa karbohidrat, protein dan serat tetapi juga vitamin A (karotenoid) dan vitamin E. Perbedaan kandungan nutrien jagung warna biji kuning dan jagung warna biji putih yaitu pada kandungan

Page 38: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

12

vitamin A, jagung warna biji putih umumnya tidak mengandung vitamin A (Polnaya dan Patty, 2012). Jagung memiliki kandungan energi metabolis 3370 Kkal/kg, protein kasar 8,6% dan lemak kasar 3,9% (Hidayatullah, Djunaidi dan Natsir, 2013).

McDonald, Edwards, Greenhalgh dan Morgan (2002) menyatakan bahwa jagung kuning mengandung pigmen cryptoxanthin, yang merupakan prekursor vitamin A. Pigmen cryptoxanthin tersebut berguna dalam pakan unggas sebagai pemberi warna daging dan kuning telur. Menurut Amrullah (2003) jagung mengandung 5 ppm xantophil dan 0,5 ppm karoten. Ayam yang memperoleh jagung, warna pigmen dalam lemak tubuh dan kuning telurnya mempunyai skor yang tinggi. Penggunaan jagung dalam pakan ayam pedaging dapat mencapai hingga taraf 70%. Pembatasan penggunaan jagung dikarenakan, jagung mempunyai protein yang rendah dan proteinnya berkualitas rendah, yaitu defisien lisin.

Jagung merupakan tanaman berumah satu Monoecious yang letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air. Tinggi tanaman jagung antara 100-300 cm, umur panen 70 hari dan umur berbunga 18-35 hari (Ernita dan Marni, 2013).

Jagung merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan ayam pedaging di Indonesia karena mengandung sumber energi yang baik untuk ayam pedaging. Dewi, Sudjarwo dan Sjofjan (2013) menyatakan bahwa jagung selain

Page 39: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

13

sumber energi utama untuk unggas, juga merupakan sumber xantofil yang baik yang dapat menghasilkan pigmentasi kuning pada ayam pedaging dan telur. Sari dan Ginting (2012) menyatakan bahwa penggunaan jagung terbatas karena jagung mengandung asam fitat 0,29%, sehingga dapat menghalangi proses pembentukan energi dan metabolisme yang menyebabkan nutrien lainnya kurang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. 2.2 Bungkil Inti Sawit Bungkil Inti sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia umumnya merupakan hasil proses pemerasan dengan menggunakan expeller, sehingga berbentuk granul atau lempengan seperti bungkil kedelai, berwarna kecoklatan. Bungkil Inti Sawit (BIS) mempunyai berat jenis 1,4-1,5 dan kerapatan 0,58-0,63 (Jaelani dan Firahmi, 2007). Kandungan nutrien BIS sangat bervariasi. BIS yang merupakan hasil pemerasan mekanis, mempuyai kandungan minyak sekitar 7-9%, protein kasar 12-16%, energi metabolis : 2087-2654 Kkal/kg. BIS mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi 12-16%, yang merupakan salah satu faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai bahan pakan ternak non-ruminansia. Ketersediaan asam amino essensil BIS yang dapat dicerna tidak terlalu rendah, yaitu berkisar antara 66,7-92,7% (Onwudike, 1986).

Kandungan serat kasar BIS cukup tinggi tersebut perlu dipertimbangkan pemakaiannya sebagai bahan pakan unggas karena sulit dicerna (Sukaryana, dkk, 2013) dan pemanfaatannya masih rendah dalam pakan unggas karena disebabkan kualitasnya yang rendah (Mirnawati, dkk, 2012). Penggunaan serat kasar yang tinggi dalam pakan selain dapat

Page 40: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

14

menurunkan komponen yang dapat dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah nutrien seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. BIS yang juga mengandung Kalsium 0,47%, Fosfor 0,72% dan BETN 57,80% serta gross energy 5088 Kkal/kg (Widjastuti, Abun, Tanwiriah dan Asmara, 2005).

BIS dapat digunakan untuk pakan ternak sebagai sumber energi atau protein. Namun, penggunaannya untuk pakan unggas terbatas karena tingginya kadar serat kasar termasuk hemiselulosa (mannan dan galaktomanan) serta rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. BIS mengandung kadar protein lebih rendah bila dibandingkan dengan bungkil kedelai dan kacang tanah yaitu sekitar 15,73-17,19% (Jaelani dan Firahmi, 2007). Batas penggunaan BIS dalam campuran pakan unggas dilaporkan bervariasi, berkisar antara 5-10% di dalam pakan ayam pedaging (Sinurat, 2010).

BIS merupakan salah satu bahan pakan yang sudah digunakan pada ternak ruminansia, namun pada unggas masih terbatas. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan Polisakarida Bukan Pati (PBP) yang didominasi oleh ikatan manan dan adanya protein yang berikatan dengan karbohidrat dalam bentuk glikoprotein (Yatno, Ramli, Hardjosworo, Setiyono dan Purwadaria, 2008). Kelarutan total BIS pada air hanya 23,15% yang mengindikasikan bahwa BIS sukar untuk dimanfaatkan unggas. Lebih lanjut dilaporkan bahwa sekitar 38% protein BIS yang dikonsumsi diekskresikan melalui ekskreta (Yatno, 2011). Kandungan nutrien jagung dan bungkil inti sawit akan ditunjukkan pada Tabel 1.

Page 41: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

15

Tabel 1. Kandungan Nutrien Jagung dan Bungkil Inti Sawit

Nutrien Jagung*

Bungkil Inti Sawit**

Energi Metabolis (Kkal/kg) 3326,62 2690,29 Protein Kasar (%) 9,2 13,83 Lemak Kasar (%) 2,74 9,92 Serat Kasar (%) 5,46 20,68 Kalsium (%) 0,01 0,41 Phosfor (%) 0,26 0,49 Metoinin (%) 0,18 0,14 Lisin (%) 0,2 0,56 Triptopan (%) 0,1 0,17

Sumber : *) Sari, Sukamto dan Dwiloka (2014), **) Putri (2016)

2.3 Enzim Mannanase

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia didalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, akan kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi-reaksi kimia pada sistem biologi. Sebagian besar reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim. Berbeda dengan katalisator nonprotein (H

+, OH

-, atau ion-ion logam), tiap-tiap enzim

mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, harus terdapat banyak jenis enzim. Hampir setiap senyawa organik, terdapat satu enzim pada beberapa organisme hidup yang mampu bereaksi dengan dan mengkatalisis beberapa perubahan kimia (Indah, 2004). Enzim manannase adalah enzim ekstraseluler

Page 42: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

16

yang mampu menghidrolisis molekul polisakarida manan yang mempunyai ikatan 1-4 ß menjadi manooligosakarida. Kemudian manooligosakarida dapat dihidrolisis oleh enzim manosidase menjadi manosa (Sumardi, 2007).

Enzim mananase merupakan salah satu enzim yang dibutuhkan dalam industri pakan, pangan, pulp dan kertas, farmasi, serta pre-treatment biomassa lignoselulosa dalam produksi biofuel. Lebih tepatnya, industri yang membutuhkan konversi substrat dari limbah agroindustri (Sigres dan Sutrisno 2015). Enzim manannase digunakan untuk menghidrolisis manan, yang merupakan polisakarida yang terdapat pada komponen utama hemiselulosa. Sumber manan di alam sangat melimpah, terutama pada kopi, kopra, bungkil sawit maupun umbi jenis Amorphopalus (Apriani, 2015).

Hasil hidrolisis manan akan menghasilkan gula sederhana, berupa manosa dan monooligosakarida yang akan dimanfaatkan dalam industri (Sigres dan Sutrisno, 2015). Penggunaan enzim untuk proses hidrolisis di bidang industri lebih meningkat karena penerapannya lebih efisien dan ramah lingkungan. Enzim manannase dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme seperti fungi, yeast dan bakteri. Produksi manannase dari mikroba lebih menguntungkan, karena lebih ekonomis, produktivitas lebih tinggi dan kondisi produksi lebih terkontrol (Apriani, 2015). Aktivitas optimal enzim mannanase berada pada kisaran suhu 40-650C dan pH 4-6. Kestabilan enzim mannanase berada pada kisaran suhu 30-650C dan pH 3-10 (Sigres dan Sutrisno 2015).

Page 43: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

17

2.4 Pakan Pakan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan, karena 60-70% biaya produksi digunakan untuk pakan. Biaya produksi dapat ditekan dengan cara penggunaan pakan unggas yang sangat efisien, sehingga peternak harus mampu memanfaatkan ketersediaan bahan pakan yang ada tanpa mengabaikan segi kualitas bahan pakan tersebut. Pemilihan bahan pakan yang tepat sebagai campuran maupun tambahan dalam pakan sangat berperan penting dalam produktifitas ayam pedaging yang dihasilkan (Widodo, Sjofjan dan Wijaya, 2010). Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Pakan dengan mutu baik adalah pakan yang mengandung nutrien seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air sesuai kebutuhan ternak umur tertentu, sehingga dapat dikonsumsi dan dicerna dalam saluran pencernaan. Pakan dengan kualitas baik tentunya dapat menghasilkan produksi ternak dengan mutu baik pula (Dewi, dkk, 2013). Kebutuhan nutrien ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 44: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

18

Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Ayam Pedaging Nutrien Fase

Starter Finisher Protein Kasar (%) 23,00 20,00 Energi Metabolis (Kkal/kg) 3200 3200 Ca (%) 1,00 0,90 Lisin (%) 1,10 1,00 Metoinin (%) 0,50 0,38 Treonin (%) 0,80 0,74 Arginin (%) 1,25 1,10

Sumber : NRC (1994)

Pakan ternak terdiri dari kombinasi berbagai jenis pakan disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam. Imbangan nutrien dalam pakan terutama protein akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan tulang, sementara itu kandungan energi juga sangat penting dibutuhkan untuk menunjang aktivitas ayam pedaging tersebut. Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak ternak unggas. Protein diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan bagian semua enzim dalam tubuh (Tampubolon dan Bintang, 2012). Protein pakan biasanya bersumber dari protein nabati dan protein hewani. Protein hewani lebih unggul dari pada protein nabati karena protein hewani lebih berimbang dalam kandungan asam-asam amino esensialnya, seperti lisin dan methionin. Adanya kombinasi dari sumber protein yang berasal dari protein hewani dan nabati diharapkan keseimbangan nutrien yang dibutuhkan dapat dipenuhi karena adanya saling melengkapi di antara kekurangan tersebut (Yunilas, 2005).

Page 45: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

19

Pertumbuhan penting untuk produksi daging yang merupakan hasil utama pada ayam pedaging. Ayam pedaging memiliki kebutuhan sesuai dengan fase pertumbuhannya. Kandungan energi yang sesuai dengan kebutuhan nutrien ayam pedaging fase finisher akan menghasilkan produksi yang optimal, sejalan dengan kandungan protein. Kandungan protein harus sesuai dengan kebutuhan akan protein dalam pakan yang dikonsumsi. Asupan protein dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kandungan energi yang terdapat didalamnya. Hal ini diperkuat oleh penyataan Tampubolon dan Bintang (2012), yaitu kebutuhan ayam pedaging fase finisher di beberapa daerah di Indonesia disarankan kandungan energi metabolis sebesar 3000 Kkal/kg dan protein sebesar 22%.

Ternak unggas harus diberi pakan sesuai kebutuhan, mengandung nutrien sesuai rekomendasi, pakan tidak tengik, tidak berjamur, bebas dari benda asing seperti plastik, besi, kaca atau sejenisnya yang tidak berguna bagi ternak unggas. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung nutrien yang dibutuhkan oleh ternak unggas sesuai dengan jenis dan bangsa unggas, umur, bobot badan, jenis kelamin serta fase produksi. Pakan yang baik berasal dari campuran bahan pakan yang baik, bersih, tidak berjamur, tidak basi, relatif murah dan unggas senang memakannya (palatable) (Ketaren, 2010). Peningkatan produksi ternak bergantung pula dari pola dan kualitas pakan peningkatan efisiensi kecernaan bahan pakan dan nutrien dalam tubuh ternak akan menghasilkan produksi ternak yang maksimal (Hafsah, 2003).

Page 46: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

20

2.5 Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan ayam ras yang

dikembangkan khusus sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani karena memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dengan waktu panen yang singkat mampu menghasilkan bobot badan yang tinggi. Keunggulan yang dimiliki ayam pedaging ini merupakan potensi genetik yang terus dikembangkan hingga mencapai puncak penampilan produksi karena hingga saat ini ayam pedaging masih memiliki beberapa kelemahan seperti tingginya faktor kepekaan tubuh dari pengaruh lingkungan dan rendahnya daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang berasal bakteri patogen, virus, ataupun parasit (Saputra, Sjofjan dan Djunaidi, 2013). Peternakan ayam pedaging terus mengalami peningkatan dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding, dan manajemen. Daging unggas yang berasal dari ayam pedaging diminati oleh masyarakat secara luas karena memiliki nilai nutrien terutama kadar protein yang tinggi yaitu 23,20% dibandingkan dengan ternak lain (Andriyanto, dkk, 2015).

Ayam pedaging merupakan salah satu sumber protein hewani yang murah. Produk utama berupa daging dan telur merupakan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Keunggulan ayam pedaging adalah dapat dijual sebelum usia 8 minggu. Usia itu berat tubuhnya hampir sama dengan tubuh ayam kampung berusia sekitar satu tahun, sehingga ayam pedaging merupakan saingan baru ayam kampung, yang dikembangbiakkan secara khusus untuk pemasaran pada umur dini. Menurut Winedar, Listyawati dan Sutarno (2006) ayam pedaging mempunyai rasa yang khas, empuk, dan dagingnya banyak.

Page 47: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

21

Siklus produksi ayam pedaging yang singkat yaitu dalam waktu 4-6 minggu sudah dapat dipanen dengan bobot badan 1,5-1,56 kg/ekor dan tidak memerlukan lahan yang luas, sehingga lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien. Siklus produksi yang pendek inilah yang menjadi daya tarik bagi peternak karena perputaran modalnya relatif lebih cepat. Modal yang telah dikeluarkan akan cepat kembali, sehingga keuntungan akan cepat didapatkan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap minat para peternak untuk terus memproduksi ayam pedaging (Yemima, 2014). Usaha yang dilakukan secara intensif akan meningkatkan populasi ternak dan produksi daging (Dahlan dan Hudi, 2011).

Usaha ayam pedaging akan berhasil dengan baik apabila memenuhi beberapa faktor, yaitu : pengadaan bibit, pakan, tatalaksana pemeliharaan, pengendalian penyakit dan pemasaran. Usaha ayam pedaging dikenal dua masa pemeliharaan, yaitu masa pemeliharaan awal (starter), dimulai sejak anak ayam berusia 0-4 minggu dan masa pemeliharaan akhir (finisher) mulai 4 minggu sampai siap panen. Pemeliharaan ayam pedaging faktor yang penting diperhatikan diantaranya pakan dan kandang, karena biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar dan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan ayam pedaging. Kandang dibutuhkan sebagai tempat hidup dari awal (DOC) sampai periode panen (Tombuku, dkk, 2014). Ayam pedaging akan berproduksi optimal pada suhu 18-21ºC. Ayam pedaging pada periode starter kebutuhan suhunya mulai 29-35ºC, dan pada periode finisher membutuhkan suhu 20ºC. Suhu yang ada di dalam kandang, pada dasarnya adalah berupa panas lingkungan yang berasal dari matahari dan dari

Page 48: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

22

panas yang dikeluarkan oleh tubuh ayam (Wijayanti, Busono dan Indrati, 2011). 2.6 Kecernaan Protein

Kecernaan merupakan bagian nutrien yang tidak diekskresikan dalam ekskreta, atau merupakan hasil selisih antara nutrien yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi dengan nutrien yang terdapat dalam ekskreta. Penentuan kecernaan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nutrien yang dikandung pakan ternak yang dapat diserap untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi. Kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional nutrien yang ditahan atau diserap oleh tubuh (Tillman, Hartadi, Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan Lebdosoekojo, 1998). Menurut Mirnawati, dkk (2013) kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, suhu, laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi pakan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi nutrien, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan meskipun tidak konsisten.

Pengukuran kecernaan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu in vivo, in vitro dan in sacco. Pengukuran kecernaan secara in vivo adalah pengukuran menggunakan hewan percobaan, pengukuran kecernaan secara in vitro dengan meniru proses pencernaan yang terjadi dalam saluran pencernaan ternak, sedangkan pengukuran kecernaan secara in sacco adalah pendugaan kecernaan untuk evaluasi bahan pakan yang dapat didegradasi di dalam rumen. Pengukuran kecernaan secara in vivo dapat dilakukan dengan cara total koleksi dan menggunakan indikator (Wulandari, Ismadi dan

Page 49: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

23

Tristiarti, 2013). Pengukuran kecernaan dengan metode konvensional/total koleksi menggunakan periode pandahuluan dengan tujuan adaptasi pakan dan tempat penelitian selama 3-10 hari dan diikuti dengan pemuasaan ayam selama 8-24 jam dengan harapan semua pakan dalam saluran telah keluar dari tubuh ayam. Koleksi ekskreta dilakukan selama 3-15 hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan analisis laboratorium (McNab, 2000).

Protein merupakan salah satu diantara nutrien yang mutlak dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi. Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam pakan. Pakan yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Pujianti, Jaelani dan Widaningsih, 2013).

Protein dalam pakan sebagai zat pembangun untuk pertumbuhan, mengganti jaringan sel rusak dan membentuk telur. Protein terdiri dari asam amino esensial dan non-esensial, asam amino esensial tidak dapat dibuat dalam tubuh ayam, sehingga harus disediakan dalam pakan. Protein yang dikonsumsi ayam digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan bulu dan jaringan. Defisiensi protein dapat menyebabkan penimbunan lemak dalam jaringan karena ayam tidak mampu menggunakan energi secara efisien, sehingga harus mengubah kelebihan energi menjadi lemak (Wulandari, dkk, 2013).

Faktor-faktor yang memenuhi kebutuhan unggas akan protein adalah suhu, lingkungan, umur, spesies/bangsa/strain, kandungan asam amino, kecernaan. Kecernaan ini perlu

Page 50: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

24

diketahui dalam upaya untuk mencapai efesiensi penggunaan pakan dalam pakan yang diberikan. Hal ini tidak bisa terlepas dari kandungan energi dan protein didalam pakan yang sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan protein pada ayam adalah tingkat protein, temperatur lingkungan, usia unggas, kandungan asam amino dan daya cerna. Nutrien protein secara umum ditunjukkan bagaimana agar protein yang ada di dalam pakan mempunyai nilai nutrien yang tinggi. Guna mencapai daya cerna protein yang optimal, nilai nutrien dari protein harus disesuaikan dengan kebutuhan ayam itu sendiri (Sitepu, Supratman dan Abun, 2012).

Pengaruh perlakuan terhadap nilai kecernaan protein berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering pakan, dimana nilai kecernaan protein berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering pakan atau sebaliknya. Kebutuhan protein ayam pedaging pada masa finisher harus dikurangi sehingga dapat mencapai efesiensi penggunaan pakan (Sitepu, dkk, 2012). Imbangan energi protein yang lebih besar dari 160 dan lebih kecil dari 150 tidak efesien terhadap daya cerna dan penyerapan pakan oleh ayam pedaging. Tinggi rendahnya tingkat protein harus disesuaikan dengan tinggi atau rendahnya tingkat energi untuk mencapai efesiensi penggunaan pakan. 2.7 Energi Metabolis

Energi merupakan bahan bakar bagi pengendali suhu badan, pergerakan badan, pencernaan dan penggunaan makanan. Selain itu energi juga mempengaruhi proses fisiologis hewan seperti kerja, pernapasan, peredaran darah, penyerapan, ekskresi, urat saraf dan hormon (Anggorodi, 1995). Pakan merupakan sumber utama energi bagi ternak.

Page 51: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

25

Energi tersebut berupa gross energy dan dalam tubuh ternak sebagian gross energy terbuang dalam ekskreta, urin dan selebihnya berupa energi metabolis (Bahri dan Rusdi, 2008).

Energi metabolis adalah gross energy bahan pakan atau pakan dikurangi gross energy feses dan urin (eksreta). Nilai energi metabolis dari bahan pakan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi yang praktis dalam ilmu nutrisi ternak unggas, karena penggunaan energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur. Energi yang berlebihan akan disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dikeluarkan oleh tubuh hewan. Oleh karena itu, paling efisien dalam pemberian pakan pada ayam adalah membuat pakan seimbang antara tingkat energi dan nutrien yang lainnya (Wahju, 2004). Secara umum, energi yang hilang akibat pembakaran gas dan urin kira-kira 8%, atau 3-5 % dari gross energy bahan pakan. Hilangnya energi pada ternak ruminansia umumnya lebih besar dibandingkan pada ternak non-ruminan.

Energi metabolis yang diperlukan ayam berbeda, sesuai tingkat umurnya, jenis kelamin dan cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan energi metabolis lebih tinggi (Sitepu, dkk, 2012). Nilai kecernaan energi berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering pakan dan konsumsi makanan, dimana nilai kecernaan energi berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering pakan dan konsumsi pakan atau sebaliknya (Rambet, dkk, 2016). Menurut Wahju (2004), tinggi rendahnya energi metabolis tergantung pada kandungan gross energy pakan dan banyaknya energi yang digunakan oleh ternak. Ternak per individu dari spesies yang sama memiliki sedikit perbedaan kesanggupannya untuk mencerna setiap macam pakan yang diberikan. Hal lain yang menarik adalah beberapa hasil

Page 52: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

26

penelitian, menunjukkan bahwa ayam lokal lebih toleran terhadap kadar serat kasar yang tinggi dalam pakan, namun demikian pemberian serat kasar yang terlalu tinggi akan menurunkan kecernaan nutrien. Rendahnya daya cerna pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolis menjadi rendah (Wulandari, dkk, 2013).

Nilai energi metabolis ada 3 macam yaitu (1) Energi metabolis semu (apparent metabolizable energy) merupakan gross energy pakan yang dikonsumsi dikurangi gross energy ekskreta, (2) Energi metabolis terkoreksi nitrogen dalam perhitungannnya dikoreksi dengan pengurangan nitrogen 8,22 Kkal dan (3) Energi metabolis murni (true metabolizable energy) merupakan gross energy pakan yang dikonsumsi dikurangi gross energy ekskreta dan dikoreksi dengan pengurangan energy endogenous yang berasal dari lemak unfed (Amrullah, 2003). Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai energi metabolis selain kandungan gross energy dalam pakan adalah kandungan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) yang termasuk ke dalam fraksi serat kasar. Tingginya kandungan serat kasar dapat memberikan dampak yang negatif terhadap metabolisme energi. Jika polisakarida dalam serat kasar tidak dapat dicerna, maka akan menurunkan ketersediaan energi dalam pakan, sedangkan jika polisakarida dalam serat kasar dapat dicerna, maka akan meningkatkan ketersediaan energi dalam pakan dan meningkatkan energi metabolis (Wulandari, dkk, 2013).

Menurut NRC (1994) nilai AME dihitung dari jumlah energi bahan yang dimakan, dikurangi dengan jumlah GE dari ekskreta dan urin yang dikeluarkan serta energi yang hilang dalam bentuk gas pada ternak unggas kecil sekali sehingga

Page 53: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

27

diabaikan nilainya. Penentuan kebutuhan nilai energi metabolis semu terkoreksi nitrogen atau AMEn lebih banyak digunakan dibandingkan dengan nilai energi metabolis murni terkoreksi nitrogen atau true metabolizable energy N corrected (TMEn) karena adanya faktor koreksi energy endogenous pada perhitungan energi metabolis murni. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen merupakan nilai energi semu yang selanjutnya dikoreksi dengan nilai nitrogen yaitu dengan mengurangkan nilai kalori dari 1 g nitrogen (8,73) dikalikan dengan retensi nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984 dalam Ulhaq, 2015). Saputra, dkk (2013) menyatakan bahwa hasil perhitungan energi metabolis pakan tanpa terkoreksi nitrogen dianggap kurang memperkirakan nilai energi suatu pakan karena nitrogen yang tersimpan dalam jaringan tubuh (Retained Nitrogen/RN), apabila dikatabolismekan hasil akhirnya akan diekspresikan sebagai energi yang hilang sebagai urin. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan energi metabolis yang terkoreksi N diharapkan sudah tidak terpengaruh. Tampubolon dan Bintang (2012) menyatakan kandungan nutrien yang terbuang melalui eksreta tidak banyak dan nitrogen yang diretensi tinggi serta tidak berbeda jauh antar pakan, sehingga nilai energi metabolis pakan dikoreksi oleh nitrogen yang diretensi tetap tinggi dan satu dengan yang lainnya tidak berbeda nyata.

Page 54: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

28

Page 55: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

29

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 1 Februari - 16

Februari 2017 di Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya yang berlokasi di Desa Sumber Sekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Analisis kandungan nutrien pakan dan ekskreta dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Ayam Pedaging

Penelitian ini menggunakan 24 ekor ayam pedaging jantan strain Ross produksi PT. Charoend Pokhpand Indonesia berumur 35 hari dengan rata-rata bobot badan 1766,67 ± 58,43 g/ekor dengan koefisien keragaman 3,31%. Data lengkap bobot badan ayam pedaging yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Ayam pedaging dipelihara di dalam kandang metabolis dan disetiap kandang diberi kode untuk memudahkan pencatatan. 3.2.2 Kandang dan Peralatan

1. Kandang yang digunakan adalah 24 petak kandang metabolis dengan ukuran 20x35x35 cm dan setiap petak dilengkapi tempat pakan dan tempat minum. Bagian alas kandang dilapisi dengan plastik/karung untuk menampung ekskreta.

Page 56: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

30

2. Timbangan digital kapasitas 5 kg untuk menimbang bobot badan awal ayam pedaging dan pakan serta timbangan digital kapasitas 500 g dengan ketelitian 0,1 g untuk menimbang sisa pakan, ekskreta, sampel pakan dan sampel ekskreta.

3.2.3 Pakan Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari beberapa bahan, yaitu konsentrat ayam pedaging produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, jagung (Zea mays L.), bekatul (Oryza sativa L.) dan bungkil inti sawit (Elaeis guineensis). Bungkil Inti Sawit (BIS) yang digunakan yaitu tanpa penambahan enzim mannanase dan dengan penambahan enzim mannanase. Enzim mannanase yang digunakan, diproduksi oleh PT. Wilmar Benih Indonesia yang terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Enzim mannanase padat ditambahkan sebanyak 0,05% dari jumlah pakan dan enzim mannanase cair sudah diolah di dalam BIS oleh PT. Wilmar Benih Indonesia. Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum. 21 ekor ayam pedaging diberi pakan perlakuan dan 3 ekor diberi pakan basal. Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3. Susunan pakan basal dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan nutrien pakan basal dapat dilihat pada Tabel 5. Susunan pakan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Kandungan nutrien pakan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 57: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

31

Tabel 3. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Nutrien Jagung* BIS A* BIS B* BIS C* Konsentrat** Bekatul***

EM (Kkal/kg) 3326,62 3139,72 3174,25 3182,89 2700 2860

PK (%) 9,2 13,07 13,11 13,93 41 12

SK (%) 2,74 18,45 20,35 19,16 5 3

LK (%) 5,46 6,91 7,01 4,63 5 12

Kalsium (%) 0,01 0,41 0,41 0,41 2,5 0,04

Phosfor (%) 0,26 0,49 1,49 0,49 1,4 1,4

Metoinin (%) 0,18 0,14 0,14 0,14 1 0,27

Lisin (%) 0,2 0,56 0,56 0,56 2,6 0,71

Triptopan (%) 0,1 0,17 0,17 0,17 0,3 0,09

Sumber : Sari, Sukamto dan Dwiloka (2014), Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya*, label konsentrat ayam pedaging produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk**, Wahju (2004)***

Tabel 4. Susunan Pakan Basal Bahan Pakan

Jumlah (%)

Jagung 60 Konsentrat 30 Bekatul 10 Total 100

Page 58: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

32

Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan Basal

Nutrien Pakan Basal

Energi Metabolis (Kkal/kg) 3091,97 Protein Kasar (%) 19,02 Lemak Kasar (%) 5,08 Serat Kasar (%) 4,34 Kalsium (%) 0,76 Phosfor (%) 0,72 Metoinin (%) 0,44 Lisin (%) 0,97 Triptopan (%) 0,17

Keterangan : Berdasarkan perhitungan Tabel 3 dan Tabel 4 Tabel 6. Susunan Pakan Perlakuan Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Jagung (%) 15 0 0 0 0 0 0 BIS A (%) 0 15 15 0 0 0 0 BIS B (%) 0 0 0 15 15 0 0 BIS C (%) 0 0 0 0 0 15 15 Pakan Basal (%) 85 85 85 85 85 85 85 Total 100 100 100 100 100 100 100

Keterangan : Pakan basal 85% terdiri dari jagung 45% + konsentrat 30% + bekatul 10%

Page 59: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

33

Tabel 7. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan Nutrien P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

EM (Kkal/kg) 3091,97 3063,94 3063,94 3069,12 3069,12 3070,41 3070,41

PK (%) 19,02 19,60 19,60 19,61 19,61 19,73 19,73

SK (%) 5,08 7,02 7,02 7,31 7,31 7,13 7,13

LK (%) 4,34 4,97 4,97 4,98 4,98 4,63 4,63

Kalsium (%) 0,76 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82

Phosfor (%) 0,72 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75

Metoinin (%) 0,44 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43

Lisin (%) 0,97 1,03 1,03 1,03 1,03 1,03 1,03

Triptopan (%) 0,17 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18

Keterangan : Berdasarkan perhitungan Tabel 3 dan Tabel 6

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

P0 : Pakan basal 85% + jagung 15% (kontrol) P1 : Pakan basal 85% + BIS A 15% (BIS+ tanpa

enzim) bentuk mash P2 : Pakan basal 85% + BIS A 15% (BIS+ tanpa

enzim) bentuk pellet P3 : Pakan basal 85% + BIS B 15% (BIS + enzim

padat) bentuk mash P4 : Pakan basal 85% + BIS B 15% (BIS + enzim

padat) bentuk pellet P5 : Pakan basal 85% + BIS C 15% (BIS + enzim

cair) bentuk mash P6 : Pakan basal 85% + BIS C 15% (BIS + enzim

cair) bentuk pellet

Page 60: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

34

3.3.2 Prosedur Penelitian a. Tahap Persiapan 1. Persiapan kandang metabolis dilakukan dengan

melakukan desinfeksi dengan larutan desinfektan yang disemprotkan pada seluruh bagian kandang metabolis. Kandang metabolis disusun sesuai dengan sebaran perlakuan dalam penelitian.

2. Pencampuran bahan pakan P0 : jagung, konsentrat dan bekatul dicampur

dan dihomogenkan. P1 dan P2 : jagung, konsentrat, bekatul dan BIS A

dicampur dan dihomogenkan. P3 dan P4 : enzim padat sebanyak 0,05% dari

jumlah pakan dimasukkan ke dalam sedikit BIS, selanjutnya dicampur dengan bahan pakan lain, yaitu jagung, konsentrat, bekatul dan BIS B.

P5 dan P6 : jagung, konsentrat, bekatul dan BIS C kemudian dicampur dan dihomogenkan.

3. Ayam ditimbang bobot badannya dan diletakkan dalam kandang metabolis secara acak.

b. Tahap Pendahuluan Ayam dipuasakan selama 24 jam dengan asumsi

bahwa semua pakan yang ada di saluran pencernaan telah dikeluarkan melalui ekskreta. Ayam diberikan air minum secara ad libitum selama pemuasaan.

Page 61: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

35

c. Tahap Koleksi Data Koleksi Konsumsi Pakan

1. Pemberian Pakan : setelah 24 jam ayam dipuasakan, selanjutnya diberi pakan dan air minum secara ad libitum. Pakan diberikan sebanyak 200 g/ekor/hari dengan frekuensi dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore masing-masing 100 g. Dicatat pemberian pakan selama 3 hari.

2. Sisa Pakan : sisa pakan selama 3 hari ditimbang untuk mengetahui konsumsinya, kemudian dicatat. Data konsumsi pakan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Koleksi Ekskreta Koleksi ekskreta dilakukan selama 3 hari dan selama

koleksi dilakukan penyemprotan formalin yang berfungsi untuk mengawetkan, ekskreta yang terkumpul dibersihkan dari rontokan bulu dan sisik. Proses pengeringan dengan sinar matahari selama 1-3 hari dilanjutkan pengeringan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 24 jam dan dilakukan penimbangan. Eksreta yang telah kering digiling dan siap untuk dilakukan analisis laboratorium (Muhajirin, 2015).

d. Tahap Analisis Sampel

Sampel yang terkoleksi dibawa ke Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya untuk dianalisis. Sampel pakan dan ekskreta dianalisis kandungan PK dan GE. Pengujian PK menggunakan metode kjedahl dan penentuan GE dengan Bomb Calorimeter (Muhajirin, 2015).

Page 62: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

36

3.4 Variabel Pengamatan Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah

sebagai berikut : 1. Kecernaan Protein Kasar (KcPK) menurut

Onimisi, Dafwang, Omage dan Onyibe (2008), dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : KcPK : Kecernaan Protein Kasar Konsumsi PK : Konsumsi PK berdasarkan % BK pakan (g) Ekskreta PK : Jumlah PK Ekskreta berdasarkan % BK (g)

2. Apparent Metabolizable Energy (AME)/energi metabolis semu dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Zarei (2006) yaitu sebagai berikut :

3. Apparent Metabolizable Energy Corrected By

Nitrogen (AMEn)/energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, yaitu dengan mengurangi nilai AME dengan jumlah energi yang ada pada nitrogen yang teretensi dan dihitung berdasarkan rumus Zarei (2006) sebagai berikut :

Page 63: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

37

Keterangan : AME : Energi metabolis semu (Kkal/kg) AMEn : Energi metabolis semu terkoreksi N

(Kkal/kg) Gross Energy Intake : Jumlah gross energy pakan yang

dikonsumsi (Kkal/kg) Gross Energy Eksreta : Jumlah gross energy dalam ekskreta

(Kkal/kg) Intake : Jumlah pakan yang dikonsumsi (g) 8,73 : Nilai energi nitrogen (Kkal/g) Retensi Nitrogen : N intake - N ekskreta (g/ekor/hari) 3.5 Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan program-program Microsoft Excel berdasarkan dianalisis varian (ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 1 ekor ayam pedaging. Apabila dari perhitungan terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda

d Torrie, 1993). Model Rancangan Acak Lengkap sebagai berikut :

Yij i (ij)

Keterangan : Yij = respon yang diamati µ = nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3,4,5,6,7) (ij) = galat percobaan

Page 64: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

38

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5,6,7 3.6 Batasan Istilah Energi metabolis semu : Nilai energi metabolis yang

dihitung dengan mengabaikan adanya energi endogen.

Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen : Nilai energi metabolis yang dihitung dengan mengabaikan adanya energi endogen dan dikoreksi dengan mengurangi jumlah energi yang dikandung dalam 1 g nitrogen.

Bungkil Inti Sawit : Hasil samping dari proses pengolahan minyak kelapa sawit berupa padatan dengan kandungan serat kasar tinggi.

Enzim Mannanase : Enzim yang berfungsi untuk mengkatalis mannan yang merupakan komponen penyusun serat terbesar pada bungkil inti sawit. Mannan akan diubah menjadi gula sederhana berupa manosa dan manooligosakarida, sehingga bungkil inti sawit

Page 65: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

39

dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak.

Gambar 2. Bagan Prosedur Mendapatkan Bungkil Inti Sawit

Pengiriman kelapa sawit dari perkebunannya, misalnya dari

Riau

Kelapa sawit diolah melalui proses

pemerasan

Dihasilkan 45% minyak

inti sawit, 45% bungkil inti

sawit dan 10% lumpur sawit

Bungkil inti sawit

dilakukan pemisahan

dengan pecahan

cangkang melalui proses penyaringan

Diolah lagi dan dikemas

menggunakan karung oleh PT. Wilmar

Benih Indonesia

Dikirim ke Fakultas

Peternakan Universitas

Brawijaya untuk dilakukan penelitian

sebagai bahan pakan ayam

pedaging dengan ukuran karung

25 kg dan 7,5 kg

Page 66: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

40

Gambar 3. Bagan Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Persiapan : kandang,

pencampuran bahan pakan, penimbangan

ayam dan peletakkan

ayam secara acak

Pendahuluan : ayam

dipuasakan 24 jam

Koleksi data : 1) koleksi

konsumsi pakan : jumlah

pemberian dikurangi sisa

pakan selama 3 hari; 2) koleksi

ekskreta : dikoleksi

selama 3 hari, disemprot formalin,

dibersihkan dari rontokan bulu

dan sisik, dijemur 3 hari,

dioven suhu 600C selama 24 jam, ditimbang

Analisis sampel pakan dan ekskreta : analisis

kandungan PK dan GE

Page 67: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Energi Metabolis Hasil analisis data tentang pengaruh perlakuan

terhadap Kecernaan Protein Kasar (KcPK), Apparent Metabolizable Energy (AME) dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein

Kasar dan Energi Metabolis Perlakuan KcPK (%) AME (Kkal/kg) AMEn (Kkal/kg)

P0 66,79± 1,64C 3298,55± 4,44c 32226,62± 8,54c

P1 61,35± 0,90AB 3214,34± 13,18c 3139,72± 13,07a P2 60,23± 2,01A 3244,82± 51,43ab 3185,85± 47,44bc

P3 62,26± 1,50A 3260,81± 24,00bc 3174,25± 37,10ab P4 61,52± 3,90ABC 3271,47± 11,56bc 3208,16± 13,20bc

P5 64,00± 0,59ABC 3262,72± 6,01bc 3182,89± 9,55bc P6 66,52± 0,99BC 3270,87± 17,88bc 3206,01± 8,84bc

Keterangan : Superskrip huruf besar dan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dan berbeda nyata (P<0,05).

4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Kasar (KcPK)

Pengaruh perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar (KcPK) dari hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 nilai KcPK yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut yaitu P0 (66,79% ± 1,64), P6 (66,52%

Page 68: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

42

± 0,99), P5 (64,00% ± 0,59), P3 (62,26% ± 1,50), P4 (61,52% ± 3,90), P1 (61,35% ± 0,90) dan P2 (60,23% ± 2,01) kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan perlakuan terhadap KcPK.

Hasil perhitungan analisis statistik pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap KcPK ayam pedaging. Hal ini diduga disebabkan karena kandungan protein bahan pakan yang berbeda antar perlakuan, yaitu P0 jagung 9,2%, konsentrat 41% dan bekatul 12%, sedangkan perlakuan P1-P6 yang ditambahkan BIS A, B dan C mengandung protein antara 13,07-13,93. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pujianti, dkk (2013), bahwa KcPK tergantung pada kandungan protein di dalam pakan. Pakan yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya KcPK tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan. Sesuai pula dengan pernyataan Sitepu, dkk (2012), bahwa nutrien protein secara umum ditunjukkan bagaimana agar protein yang ada di dalam pakan mempunyai kandungan nutrien yang tinggi. Guna mencapai daya cerna protein yang optimal, kandungan nutrien dari protein harus disesuaikan dengan kebutuhan ayam itu sendiri. Sejalan dengan pendapat Wahju (2004) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi protein akan berpengaruh terhadap nilai kecernaan. Protein yang dikonsumsi sebagian besar dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup dan sebagian lagi dikeluarkan melalui ekskreta. Batubara (1995), menyatakan bahwa protein yang terdapat dalam ekskreta di samping mengandung protein yang berasal dari pakan yang tidak dicerna juga mengandung protein yang

Page 69: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

43

berasal dari urin, sisa metabolisme basal, sel-sel ephitel yang rusak serta enzim yang terbawa ekskreta. Jumlah ekskreta dari ayam pedaging diantaranya dipengaruhi oleh jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi. Banyaknya jumlah ekskreta yang dikeluarkan berhubungan dengan daya cerna bahan pakan yang dikonsumsi.

KcPK dalam penelitian ini berkisar antara 60,23-66,79%. Angka kecernaan protein kasar ini masih berada pada kisaran KcPK ayam pedaging di daerah tropis yang berkisar 60-85% (Blair, et al, 1990). Meskipun rata-rata konsumsi pakan perlakuan P0 tidak paling tinggi diantara perlakuan lainnya yaitu antara 134,00-159,67 g/hari/ekor, sedangkan rata-rata konsumsi yang paling tinggi adalah perlakuan P3 yaitu antara 188,00-191,00 g/hari/ekor, tetapi nilai KcPK perlakuan P0 yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena perlakuan P0 tidak menggunakan BIS, dimana BIS mengandung serat kasar yang cukup tinggi yaitu mencapai 20,68% sehingga unggas tidak dapat mencerna secara optimal. Sesuai dengan pernyataan Sembiring (2009), yaitu BIS memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 17%, namun memiliki kelemahan yaitu kadar serat kasar yang dimiliki cukup tinggi, sehingga sulit dimanfaatkan oleh ternak secara optimal terutama untuk ternak monogastrik. Sejalan dengan pendapat Wahju (2004), bahwa pakan yang tinggi serat kasarnya akan menghasilkan ekskreta yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan serat kasar yang tidak dicerna dapat membawa nutrien yang dapat dicerna dari bahan pakan lain keluar bersama-sama dalam ekskreta.

Nilai KcPK perlakuan P1 dan P2 lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan P0, sehingga serat kasar yang terkandung pada BIS perlakuan P1 dan P2 tidak dapat dicerna

Page 70: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

44

dengan maksimal oleh ayam. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sundu, dkk (2006), yaitu penambahan enzim mannanase dapat memecah ikatan serat kasar khususnya mannose pada BIS -mannan berubah menjadi monosakarida yang lebih sederhana sehingga meningkatkan kecernaan nutrien. Penggunaan enzim mannanase komersial pada BIS yang digunakan sebagai bahan penyusun pakan ayam pedaging secara nyata meningkatkan kecernaan nutrien, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan konsumsi pakan. Kandungan serat kasar dalam bahan pakan juga berpengaruh terhadap kecernaan nutrien pakan seperti protein dan bahan organik lainnya. Pakan yang berserat kasar tinggi, menghasilkan kecernaan yang rendah, hal ini disebabkan adanya ikatan lignoselulosa yang sulit dicerna.

Berdasarkan hasil notasi menunjukkan bahwa P5 dan P6 berbeda dengan P3, namun kedua perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan pada P4. Berdasarkan jenis enzim yang diberikan ke dalam BIS menunjukkan bahwa penggunaan enzim cair (bentuk pakan mash dan pellet) cenderung memiliki hasil tertinggi dibandingkan pemberian enzim padat (bentuk pakan mash). Hal ini diduga karena beberapa faktor yang mempengaruhi proses aktivitas enzim cair yang dicampurkan ke dalam BIS, yaitu seperti suhu, kelembaban, dll. Sesuai pula dengan pernyataan Sembiring (2009), yaitu pengolahan bahan pakan berpengaruh terhadap kecernaan nutrien pakan. Pengolahan antara lain seperti penggilingan, pemanasan, pemasakan, pemberian alkali dan fermentasi. Akibat pengolahan bukan saja bentuk fisik bahan pakan yang berbeda namun berpengaruh terhadap kualitas seperti kecernaan bahan kering, energi, protein dan bahan organik lainnya. Menurut Klein (2004), yaitu BIS termasuk

Page 71: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

45

substrat atau media padat yang memiliki partikel dengan permukaan sempit, sehingga mudah untuk dimasuki air maupun oksigen. Oleh karena itu fisik tersebut tidak sulit untuk menjadi media pertumbuhan kapang maupun bakteri disamping kandungan nutrien bungkil yang sudah tersedia. 4.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Apparent Metabolizable

Energy (AME) Pengaruh perlakuan terhadap Energi Metabolis Semu

(AME) dari hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 nilai AME yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut yaitu P0 (3298,55 Kkal/kg ± 4,44), P4 (3271,47 Kkal/kg ± 11,56), P6 (3270,87 Kkal/kg ± 17,88), P5 (3263,72 Kkal/kg ± 6,01), P3 (3260,81 Kkal/kg ± 24,00), P2 (3244,82 Kkal/kg ± 51,43) dan P1 (3214,34 Kkal/kg ± 13,88) kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan perlakuan terhadap AME.

Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap AME ayam pedaging. Hal ini diduga disebabkan karena jumlah kandungan gross energy bahan pakan yang berbeda antar perlakuan, yaitu P0 jagung 3326,62 Kkal/kg, konsentrat 2700 Kkal/kg dan bekatul 2860 Kkal/kg, sedangkan perlakuan P1-P6 yang ditambahkan BIS A, B dan C mengandung gross energy antara 3139,72-3182,89 Kkal/kg. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wahju (2004), tinggi rendahnya energi metabolis tergantung pada kandungan gross energy bahan pakan dan banyaknya energi yang digunakan oleh ternak. Ternak per individu dari spesies yang sama memiliki sedikit perbedaan kesanggupannya untuk mencerna setiap macam pakan yang diberikan. Hal tersebut

Page 72: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

46

juga didukung oleh pernyataan Wulandari, dkk (2013), yaitu hal lain yang menarik adalah beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa ayam lokal lebih toleran terhadap kadar serat kasar yang tinggi dalam pakan, namun demikian pemberian serat kasar yang terlalu tinggi akan menurunkan kecernaan nutrien. Rendahnya daya cerna pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolis menjadi rendah.

Nilai AME pada perlakuan P0 lebih besar dibandingkan dengan nilai AME pada perlakuan P1-P6, hal ini disebabkan karena perlakuan P1-P6 ditambah BIS, BIS mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukaryana, dkk (2013), bahwa kandungan serat kasar BIS cukup tinggi tersebut perlu dipertimbangkan pemakaiannya sebagai bahan pakan unggas karena sulit dicerna dan menurut Mirnawati, dkk (2012) pemanfaatannya masih rendah dalam pakan unggas karena disebabkan kualitasnya yang rendah. Penggunaan serat kasar yang tinggi dalam pakan selain dapat menurunkan komponen yang dapat dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah nutrien seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Penurunan kandungan serat kasar akan berdampak terhadap nilai kecernaan, yang pada gilirannya akan memperbaiki nilai energi metabolis bahan pakan. Sejalan dengan pendapat Tillman, dkk (1998) dan McDonald, et al (2002), yang menyatakan bahwa serat kasar adalah suatu nutrien yang berpengaruh terhadap kecernaan, dan kecernaan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap energi metabolis bahan pakan.

Nilai AME terendah pada perlakuan P1 dan P2, hal ini disebabkan karena konsumsi pakan yang rendah pula.

Page 73: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

47

Semakin tinggi konsumsi pakan maka semakin tinggi pula nilai AME atau sebaliknya, semakin tinggi nilai AME menunjukkan kualitas bahan pakan yang digunakan semakin baik. Rata-rata konsumsi pakan perlakuan P1, yaitu 141,67-166,00 g/hari/ekor dan perlakuan P2, yaitu 134,67-148,67 g/hari/ekor. Menurut Dudley Cash (2009), nilai AME dipengaruhi oleh banyak variabel termasuk spesies, strain, umur dan konsumsi pakan. Menurunnya nilai AME P1 dan P2 lebih dari nilai AME perlakuan lainnya (P3, P4, P5 dan P6) juga dikarenakan pada perlakuan P1 dan P2 tidak ditambahkan enzim mannanase. Hal ini disebabkan karena penambahan enzim mannanase ke dalam pakan mampu menghidrolisis molekul polisakarida manan yang mempunyai ikatan 1-4 ß menjadi manooligosakarida. Kemudian manooligosakarida dapat dihidrolisis oleh enzim manosidase menjadi manosa, sehingga ternak unggas dapat menyerap nutrien yang terkandung pada BIS secara optimal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sinurat (2010), bahwa penambahan enzim tunggal mannanase atau enzim multi-komersial (cellulaze -glucanase, xylanase dan phytase) dalam pakan yang mengandung BIS ternyata meningkatkan kecernaan protein, lemak dan energi metabolis pakan.

Berdasarkan hasil notasi menunjukkan bahwa P5 dan P6 berbeda dengan P1 dan P3, namun kedua perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan pada P2, P4. Berdasarkan bentuk pakan yang diberikan menunjukkan bahwa bentuk pakan pellet cenderung memiliki hasil tertinggi dibandingkan bentuk pakan mash, walaupun telah melalui proses pemanasan yang dapat mempengaruhi kandungan nutrien bahan pakan. Menurut Elvina (2008), yaitu pengolahan pakan melalui proses pelleting tidak mempunyai pengaruh

Page 74: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

48

terhadap efisiensi penggunaan energi oleh ternak. Ini dapat terjadi akibat suhu pada proses pelleting yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan beberapa zat nutrisi dalam pakan diantaranya kerusakan pada struktur bagian luar dari protein dan karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam pakan, sehingga apabila karbohidrat tersebut mengalami kerusakan maka ketersediaan energi dalam pakan akan berkurang.

4.4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn)

Pengaruh perlakuan terhadap Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (AMEn) dari hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 nilai AMEn yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut yaitu P0 (3226,62 Kkal/kg ± 8,54), P4 (3208,16 Kkal/kg ± 13,20), P6 (3206,01 Kkal/kg ± 8,84), P2 (3185,81 Kkal/kg ± 47,44), P5 (3182,89 Kkal/kg ± 9,55), P3 (3174,25 Kkal/kg ± 37,10), dan P1 (3139,72 Kkal/kg ± 13,07) kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan perlakuan terhadap AMEn.

Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap AMEn ayam pedaging. Hal ini disebabkan karena kandungan gross energy bahan pakan yang hampir sama pada masing-masing perlakuan, namun secara nominal menunjukkan adanya perbedaan kandungan AMEn, adanya perbedaan retensi nitrogen tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kandungan protein dalam pakan. Menurut Anggorodi (1995), protein yang dicerna dirombak menjadi asam amino. Sebagian kecil protein yang

Page 75: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

49

dapat dicerna masih tertinggal dalam bentuk peptida yang merupakan kombinasi dua atau lebih asam amino. Asam amino secara fisiologis masuk ke dalam peredaran darah dan terus diedarkan ke seluruh tubuh, kemudian jika asam amino yang telah diserap mancapai hati maka sebagian gigunan hati mensintesis protein jaringan atau protein darah. Penelitian ini nilai AMEn tertinggi terdapat pada perlakuan P0, hal ini sejalan dengan nilai KcPK pada P0 yang mencapai nilai paling optimum.

Konsumsi pakan dapat mempengaruhi retensi nitrogen, rata-rata konsumsi pakan paling tinggi pada perlakuan P3, yaitu sebesar 188,00-191,00 g/hari/ekor menghasilkan retensi nitrogen paling besar juga, yaitu 9,13-11,30 g/hari/ekor, sedangkan rata-rata konsumsi pakan paling kecil pada perlakuan P2, yaitu 134,67-148,67 g/hari/ekor menghasilkan retensi nitrogen paling kecil juga, yaitu 6,23-7,12 g/hari/ekor. Terlihat bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi pakan maka semakin tinggi pula retensi nitrogennya dan menunjukkan kualitas bahan pakannya baik. Menurut Dady, Mandey, Imbar dan Regar (2016) retensi nitrogen bernilai positif artinya bahwa tubuh ayam pedaging mampu menyerap nitrogen, sehingga ayam pedaging tersebut mendapatkan pertambahan bobot badan karena tenunan ototnya bertambah. Retensi nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : konsumsi pakan, konsumsi protein dan kualitas protein. Semakin tinggi konsumsi pakan, maka retensi nitrogen akan semakin tinggi pula. Menurut Wahju (2004) bahwa meningkatnya konsumsi pakan akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk meretensi lebih banyak makanan sehingga kebutuhan protein untuk pertumbuhan terpenuhi. Retensi nitrogen nyata meningkat dengan

Page 76: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

50

meningkatnya protein dalam pakan. Retensi nitrogen yang menurun dengan adanya peningkatan protein pakan dikarenakan hanya sebagian protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Hal ini menunjukan pentingnya konsumsi energi yang cukup jika ayam digunakan untuk mengevaluasi kualitas protein berdasarkan retensi nitrogen. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Parakasi (1990) yang menyatakan bahwa retensi nitrogen akan negatif apabila nitrogen yang dikeluarkan melebihi konsumsi nitrogen, sebaliknya retensi nitrogen akan positif apabila nitrogen yang dikonsumsi lebih tinggi dari pada nitrogen yang dikeluarkan melalui ekskreta.

Perlakuan P0 nilainya lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya, karena kandungan serat kasar bahan pakan lebih rendah dari perlakuan lainnya yaitu jagung 5,46%, konsentrat 5%, bekatul 3%, sedangkan perlakuan P1-P6 yang ditambahkan BIS A, B dan C yang mengandung serat kasar antara 18,45-20,35%, sehingga proses metabolisme protein pada perlakuan P0 menjadi lebih baik dan meningkatkan nilai retensi nitrogen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Arifin, dkk (2011), bahwa nilai energi metabolis yang rendah terkait dengan kandungan serat kasar pada BIS yang tinggi. Serat yang tinggi pada bahan pakan akan mengabsorpsi nutrien, sehingga peluang terjadinya penyerapan nutrien oleh usus halus menjadi berkurang, dan ikatan non-kompleks nutrien serat kasar akan diekskresikan melalui ekskreta. Adanya daya ikat kation pada serat juga akan menyebabkan ketidakseimbangan mineral, sehingga metabolisme energi terganggu. Maka dapat disimpulkan bahwa serat kasar pada pakan yang tinggi dapat menyebabkan sulit tercerna sehingga kontribusi energi pada tubuh menjadi rendah.

Page 77: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

51

Berdasarkan hasil notasi menunjukkan bahwa P5 dan P6 berbeda dengan P1dan P3, namun kedua perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan pada P0, P2 dan P4. Berdasarkan bentuk pakan yang diberikan menunjukkan bahwa bentuk pakan pellet cenderung memiliki hasil tertinggi dibandingkan bentuk pakan mash. Hal tersebut diduga karena ayam lebih menyukai pakan bentuk pellet. Menurut Stevens (1987), yaitu pengolahan pakan menjadi bentuk pellet (pelleting) memiliki sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Keuntungan pakan bentuk pellet lainnya adalah meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan atau sifat bulky, dengan demikian akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer. Selain itu, pellet juga memerlukan lebih sedikit tempat penyimpanan dan biaya transportasi jika dibandingkan dengan bahan-bahan pakan penyusun pellet.

Page 78: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

52

Page 79: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Bungkil Inti Sawit (BIS) tanpa penambahan enzim,

nilai Kecernaan Protein Kasar (KcPK), Apparent Metabolizable Energy (AME) dan Apparent Metabolizable Energy Corrected By Nitrogen (AMEn) lebih rendah dari jagung. BIS yang ditambahkan enzim padat (bentuk pakan pellet), nilai KcPK, AME dan AMEn sama dengan jagung dan BIS yang ditambahkan enzim cair (bentuk pakan mash dan pellet), nilai KcPK, AME dan AMEn sama dengan jagung.

5.2 Saran Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan penggunaan

BIS dengan jumlah yang berbeda yang ditambahkan enzim mannanase dengan persentase yang lebih tinggi.

Page 80: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

55

DAFTAR PUSTAKA

Amri, M. 2007. Pengaruh Bungkil Inti Sawit Fermentasi

Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9 (1) :71-76

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu

Gunungbudi : Bogor. Andriyanto., A.S. Satyaningtijas., R. Yufiandri., R.

Wulandari., V.M. Darwin dan S.N.A. Siburian. 2015. Performa dan Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang Diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat. Jurnal Acta Veterinaria Indonesiana. 3 (1): 29-37.

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT

Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Anonymous. 2015. Populasi Ayam Ras Pedaging Menurut

Provinsi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Anonymous. 2015. Produksi Daging Ayam Ras Pedaging

Menurut Provinsi. Direktorat Jenderal Peternakan. Apriani, K. 2015. Isolasi, Seleksi dan Karakterisasi Bakteri

Mannolitik yang Berasal dari Serasah Tanaman Sawit. Jurnal Bioilmi. 1 (1) : 42-45.

Arifin, H.A., O, Sjofjan dan I.H. Djunaidi. 2011. Evaluasi

Nutrisi Beberapa Varietas Jagung Terhadap Kecernaan Protein, Retensi Nitrogen dan Energi

Page 81: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

56

Metabolis pada Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 24 (1) : 1-7.

Bahri, S dan Rusdi. 2008. Evaluasi Energi Metabolis Pakan

Lokal pada Ayam Petelur. Jurnal Agroland. 15 (1) : 75-78.

Bakara, O., L. Santoso dan D. Heptarina. 2011. Enzim

Mananase dan Fermentasi Jamur Untuk Meningkatkan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Pada Pakan Ikan Nila Best (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 2 (3) : 69-72.

Blair, G.J., M.E. Ensiminger dan W.W. Heinemman. 1990.

Poultry Meat Feed and Nutrition. 2nd Ed The Ensminger Publishing Company : California.

Batubara, L. 1995. Pengaruh Kualitas Ransum Terhadap Mutu

Karkas Persilangan. IPPTP. Balai Pengkajian Teknologi Gedung Johor : Medan.

Dady, Z., J.S. Mandey., M.R. Imbar dan M.N. Regar. 2016.

Nilai Retensi Nitrogen dan Energi Metabolis Ransum Menggunakan Daun Murbei (Morus alba) Segar pada Broiler. Jurnal Zootek. 36 (1): 42-50.

Dahlan, M dan N. Hudi. 2011. Studi Manajemen

Perkandangan Ayam Broiler di Dusun Wangket Desa Kaliwates Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan. Jurnal Ternak. 2 (1) : 24-29.

Dewi, F.F., E. Sudjarwo dan O. Sjofjan. 2013. Pengaruh

Penggunaan Beberapa Varietas Tepung Jagung Dalam Pakan Terhadap Kualitas Karkas Ayam

Page 82: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

57

Pedaging. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 11 (2) : 1-12.

Dudley Cash, W.A. 2009. A Larnmark to Contribution to

Poultry Science- A Bioassay for True Metabolizable Energy In Feedingstuffs. Poultry Science. 88 : 832-834

Elvina, D., D.M Suci dan L. Herawati. 2008. Nilai Energi

Metabolis Ransum Ayam Broiler Berbasis Pollard yang Ditambahkan Enzim Xilanase dan Diproses dengan Mesin Pelleter. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Ernita, R.M dan Y. Marni. 2009. Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Jagung (Zea Mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Kedelai (Glycine max L.). Jurnal AgriSains. 2 (3) : 1-21.

Hafsah. 2003. Pengaruh Suplementasi Probiotik Starbio

Terhadap Rasio Efisiensi Protein Pakan dan Nilai Karkas Ayam Pedaging. Jurnal Agroland. 10 (4) : 399-404.

Hartoyo, B., Supadmo., Wihandoyo dan A. Wibowo. 2015.

Pengaruh Bungkil Inti dan Lumpur Sawit yang Difermentasi dengan Aspergillus sp Asal Akar Bambu Terhadap Kandungan Lemak Ayam Broiler. Jurnal Agripet. 15 (2) : 112-116.

Hatta, U., B. Sundu dan A.P. Damayanti. 2010. Pengaruh

Kombinasi Enzim dan Bungkil Inti Sawit Terhadap Keseragaman Tumbuh, Livebilitas, Income Over Feed dan Chick Cost Ayam Broiler. Jurnal Agroland. 17 (1) : 77-84.

Page 83: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

58

Hidayatullah, M.F., I.H. Djunaidi dan H. Natsir. 2013. Efek Penggunaan Tepung Limbah Roti Tawar Sebagai Pengganti Jagung Terhadap Penampilan Produksi Itik Hibrida. Jurnal Ilmu Ternak. 7 (2) : 1-7.

Indah, M. 2004. Enzim. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran.

Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara. Jaelani, A dan Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan

Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Jurnal

-7. Ketaren, P.P. 2010. Kebutuhan Gizi Ternak Unggas Di

Indonesia. Jurnal Wartazoa. 20 (4) : 172-180. Klein, S.M.D. 2004. Absence of an Effect of Liposuction on

Insulin Action and Risk Factors for Coronary Heart Disease. The New England Journal of Medicine. 350 (25) : 1-9.

McDonald, P., R.A. Edwards., J.F.D. Greenhalgh and C.A.

Morgan. 2002. Animal Nutrition 6th Ed. Longman Singapore Publisher Itd : Singapore.

McNab, J.M. 2000. Rapid Metabolizable Energy Assays in

Nutrition. Oxon : CABI Publishing. Mirnawati., S.H. Latif dan I.P. Kompiang. 2012. Respon

Broiler Terhadap Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit Fermentasi Dalam Ransum. Jurnal Embrio 5 (1) : 61-68.

Page 84: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

59

Mirnawati., B. Sukamto dan V.D. Yunianto. 2013. Kecernaan Protein, Retensi Nitrogen dan Massa Protein Daging Ayam Broiler yang Diberi Ransum Daun Murbei (Morus Alba L.) yang Difermentasi dengan Cairan Rumen. JITP. 3 (1) : 25-32.

Muhajirin, M., O. Sjofjan dan I.H. Djunaidi. 2015. Pengaruh

Penambahan Tepung Daun Sirih (Piper Betle. L) Sebagai Aditif Pakan Terhadap Kecernaan Pakan dan Energi Metabolis Ayam Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

NRC (National Research Council). 1994. Nutrient

Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. Washington DC: National Academy Science.

Nuraini dan A.D. Trisna. 2006. Respon Broiler Terhadap

Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan Penicillium sp. Jurnal Agripet. 15 (2) : 45-48.

Onimisi, P.A., I.I. Dafwang., J.J. Omage and J.E. Onyibe.

2008. Apparent Digestibility of Feed Nutritients, Total Track and Ileal Amino Acid and Broiler Chicken Feed Quality Protein Maize (Obatampa) and Normal Maize. International Journal of Poultry Science. 7 (10) : 959-963.

Onwudike, O.C. 1986. Palm Kernel Meal As A Feed For

Poultry: 1. Composition of Palm Kernel Meal and Availability of Its Amino Acids to Chicks. Anim. Feed Sci. Technol. 16: 179-186.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak

Monogastrik. Angkasa : Bandung.

Page 85: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

60

Polnaya, F dan J.E. Patty. 2012. Kajian Pertumbuhan dan Produksi Varietas Jagung Lokal danKacang Hijau Dalam Sistem Tumpangsari. Jurnal Ilmu Budaya Tanaman. 1 (1) : 42-50.

Pujianti, N.A., A. Jaelani dan N. Widaningsih. 2013.

Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica) Dalam Ransum Terhadap Daya Cerna Protein dan Bahan Kering pada Ayam Pedaging. Jurnal

. 36 (1) : 49-59. Putri, W.E., H. Natsir dan I.H. Djunaidi. 2016. Pengaruh

Penggantian Jagung dengan Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Inti Sawit yang Ditambah Enzim Terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

Rambet, V., J.F. Umboh., Y.L.R. Tulung dan Y.H.S. Kowel.

2016. Kecernaan Protein dan Energi Ransum Broiler yang Menggunakan Tepung Maggot (Hermetia Illucens) Sebagai Pengganti Tepung Ikan. Jurnal Zootek. 36 (1) : 13-22.

Ramli, N., Yatno., A.D. Hasjmy., Sumiati., Rismawati dan R.

Estiana. 2008. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia dan Nilai Energi Metabolis Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit pada Broiler. JITV. 13 (4) : 249-255.

Risnawati, M dan S.E. Cahyaningrum. 2013. Pengaruh

Penambahan Ion Logam Ca2+ Terhadap Aktivitas Enzim Papain. Unesa Journal of Chemistry. 2 (1) : 76-83.

Rukmana, R. 2003. Produksi Jagung di Indonesia. Aneka Ilmu

: Semarang.

Page 86: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

61

Saputra, H.P., O. Sjofjan dan I.H. Djunaidi. 2013. Pengaruh Penambahan Fitobiotik Meniran (Phyllanthus Niruri, L.) Dalam Pakan Terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Energi Metabolis Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 24 (2) : 1-9.

Sari, K.A., B. Sukamto dan B. Dwiloka. 2014. Efisiensi

Penggunaan Protein pada Ayam Broiler dengan Pemberian Pakan Mengandung Tepung Daun Kayambang (Salvinia molesta). Jurnal Agripet. 14 (2) : 76-83.

Sari, M.L dan F.G.N. Ginting. 2012. Pengaruh Penambahan

Enzim Fitase pada Ransum Terhadap Berat Relatif Organ Pencernaan Ayam Broiler. Jurnal Agripet. 12 (2) : 37-41.

Sembiring, P. 2009. Peningkatan Kecernaan Protein dan

Energi Bungkil Inti Sawit Fermentasi Pada Ayam Broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 626-632.

Sigres, D.P dan A. Sutrisno. 2015. Enzim Mannanase dan

Aplikasi di Bidang Industri : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (2) : 899-908.

Sinurat, A.P. 2010. Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping

Industri Sawit Untuk Meningkatkan Bahan Pakan Uggas Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian : Bogor.

Sitepu, S.R.N.B., R.D.H. Supratman dan Abun. 2012.

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Protein

Page 87: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

62

Kasar Pada Ayam Broiler. Jurnal Agrista. 14 (1) : 1-5.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1993. Principle and Procedure of

Statistics. 2nd Ed. McGraw Hillbook Company, Inc. New York.

Stevens, C. A. 1987. Starch Gelatinization and The Influence

of Particle Size, Steam Pressure and Die Speed On The Pelleting Process. Dissertation. Kansas State University, Manhattan.

Sukaryana, Y., Nurhayati dan C.U. Wirawati. 2013.

Optimalisasi Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit, Gaplek dan Onggok Melalui Teknologi Fermentasi dengan Kapang Berbeda Sebagai Bahan Pakan Ayam Pedaging. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (2) : 70-77.

-Mananase

Ekstraseluler dari Bakteri Geobacillus stearothermophilus L-07. Jurnal Sains Teknologi. 11(2) : 66-71.

Sundu, B., A. Kumar and J. Dingle. 2006. Palm Kernel Meal

in Broiler Diets : Effect On Chiken Performance and Health. World Poultry Science Journal. 62 : 316-325.

Supartini, N dan Sumarno. 2009. Pemanfaatan Starbio

Terhadap Kinerja Produksi pada Ayam Pedaging Fase Starter. Jurnal Buana Sains. 9 (2) : 159-164.

Supriyati., T. Pasaribu., H. Hamid dan A. Sinurat. 1998.

Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat

Page 88: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

63

dengan Menggunakan Aspergillus Niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 3 (3) : 165-170.

Suryaningsih., M. Joni dan A.A.K. Darmadi. 2011.

Inventarisasi Gulma pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.) di Lahan Sawah Kelurahan Padang Galak, Denpasar Timur, Kodya Denpasar, Provinsi Bali. Jurnal Simbiosis. 1 (1) : 1-8.

Tampubolon dan Bintang. 2012. Pengaruh Imbangan Energi

dan Protein Ransum Terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler. Jurnal Jipbiol. 1 (2) : 1-5.

Tillman, D.A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S.

Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.

Tombuku, A.T., V. Rawung., M. Montong dan Z. Poli. 2014.

Pengaruh Berbagai Macam Ransum Komersial dengan Menggunakan Sistem Kandang yang Berbeda Terhadap Kualitas Karkas Ayam Pedaging. Jurnal Zootek. 34 : 76-84.

Ulhaq, R., E. Widodo dan O. Sjofjan. 2015. Pengaruh

Penambahan Kombinasi Tepung Meniran dan Kunyit Dalam Pakan Terhadap Energi Metabolis dan Kecernaan Zat Makanan Ayam Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

Uzer, F., N. Iriyanti dan Roesdiyanto. 2013. Penggunaan

Pakan Fungsional Dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan

Page 89: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

64

Ayam Broiler. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 282-288.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat.

Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta. Wariyah, C. 2011. Optimasi Lama Perendaman Jagung Untuk

Preparasi Pemasakan Dalam Otoklaf dan Penggorengan. Jurnal AgriSains. 2 (3) : 1-17.

Widjastuti, T., Abun., W. Tanwiriah dan I.Y. Asmara. 2005.

Pengolahan Bungkil Inti Sawit (BIS) Melalui Fermentasi Oleh Jamur Marasmius Sp Guna Menunjang Bahan Pakan Alternatif Untuk Ransum Ayam Broiler. Jurnal Agrinak. 1 (1) : 1-11.

Widodo, E., O. Sjofjan dan A.Z. Wijaya. 2010. Limbah Mie Sebagai Pengganti Jagung Dalam Pakan Ayam Pedaging dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Karkas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 5 (1) : 38-44.

Wijayanti, R.P., W. Busono dan R. Indrati. 2011. Pengaruh

Suhu Kandang yang Berbeda Terhadap Performans Ayam Pedaging Periode Starter. Jurnal Ilmu Ternak. 5 (2) : 1-6.

Winedar, H., S. Listyawati dan Sutarno. 2006. Daya Cerna

Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler Setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4 (EM-4). Jurnal Bioteknologi. 3 (1): 14-19.

Wulandari, K.Y., V.D.Y.B. Ismadi dan Tristiarti. 2013.

Kecernaan Serat Kasar dan Energi Metabolis pada

Page 90: NILAI KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS …repository.ub.ac.id/670/1/Riana, Nova.pdfdengan bentuk pakan dan enzim yang berbeda pada ayam pedaging. Materi yang digunakan 24 ekor

65

Ayam Kedu Umur 24 Minggu yang Diberi Ransum dengan Berbagai Level Protein Kasar dan Serat Kasar. Animal Agriculture Journal. 2 (1) : 9-17.

Yatno. 2011. Fraksinasi dan Sifat Fisiko-Kimia Bungkil Inti

Sawit. Jurnal Agrinak. 1 (1) : 11-16. Yatno., N. Ramli., P. Hardjosworo., A. Setiyono dan T.

Purwadaria. 2008. Sifat Kimia dan Nilai Biologis Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit Hasil Ekstraksi Kombinasi Fisik-Kimiawi. Jurnal Media Peternakan. 31 (3) : 178-185.

Yemima. 2014. Analisis Usaha Peternakan Ayam Broiler pada

Peternakan Rakyat di Desa Karya Bakti, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 3 (1) : 27-32.

Yopi., A. Purnawan., A. Thontowi., H. Hermansyah dan A.

Wijanarko. 2006. Preparasi Mannan dan Mannanase Kasar dari Bungkil Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi. 20 (4) : 312-319.

Yunilas. 2005. Performans Ayam Broiler yang Diberi

Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum. Jurnal Agribisnis Peternakan. 1 (1) : 22-26.

Zarei, A. 2006. Apparent and True Metabolizable Energy in

Artemia Meal. International Journal of Poultry Science. 5 (7) : 627-628.