nilai budaya dalam foto jurnalistik (analisis...

147
NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis Semiotik Foto Headline di Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Faradilla Nurul Rahma NIM: 1110051100032 KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M.

Upload: hoangnguyet

Post on 03-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis Semiotik Foto Headline di Surat Kabar Harian

Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Faradilla Nurul Rahma

NIM: 1110051100032

KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M.

Page 2: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 3: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 4: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 5: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

iii

ABSTRAK

FARADILLA NURUL RAHMA

Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semotik Foto Headline Surat Kabar

Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.)

Foto Jurnalistik atau foto berita merupakan salah satu media penyampai pesan melalui

bentuk visual yang juga sebagai kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu

kesatuan komunikasi. Headline atau berita utama adalah berita yang menurut penilaian

redaksi surat kabar merupakan berita penting dari semua berita yang disajikan surat kabar

pada hari itu. Karena itu, untuk headline diberikan tempat utama, yang mudah dibaca.

Apa makna denotatif, konotatif dan mitos pada tiga foto headline bertemakan

Ramadan di surat kabar harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013? Nilai

budaya apa yang terkandung dari tiga foto headline bertemakan Ramadan di surat kabar

harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun subjek

penelitian adalah foto-foto yang menjadi headline pada harian Kompas bertemakan Ramadan,

mulai dari awal bulan Ramadan (10 Juli 2013) hingga akhir bulan Ramadan (7 Agustus

2013). Selama edisi Ramadan 2013, terdapat 8 foto headline yang bertemakan Ramadan,

namun dari 8 foto tersebut memiliki kesamaan topik; 1 foto tentang shalat tarawih, 1 foto

tentang kenaikan harga, dan 6 foto mengenai mudik. Kemudian, guna memperkecil jumlah

foto yang diteliti, maka terpilih 3 foto yang mewakili untuk penulis teliti.

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika, yaitu semiotika Roland Barthes yang

mengacu terhadap dua tanda (konotasi dan denotasi) kemudian menghasilkan mitos agar bisa

memahami makna yang terkandung di dalam foto-foto yang menjadi headline pada harian

Kompas edisi Ramadan 2013.

Kehadiran bulan Ramadan mampu mengubah seluruh aspek kehidupan manusia. Di

antara aspek yang terpengaruh oleh kehadiran bulan Ramadan adalah media massa atau

sarana informasi publik. Media massa begitu kentara sekali dalam menyambut bulan

Ramadan. Berbagai informasi dan program acara baru yang dibuat khusus di bulan ini selalu

bermunculan. Dalam perubahan tersebut, media massa khususnya surat kabar juga ikut andil

dalam menyuguhkan berita seputar Ramadan. Foto jurnalistik sebagai penguat pesan dalam

surat kabar di bulan Ramadan seringkali juga memuat nilai budaya. Oleh karena itu,

pentingnya mengkaji nilai budaya dalam foto jurnalistik selama bulan Ramadan merupakan

hal yang perlu menurut penulis.

Harian Kompas merupakan salah satu media cetak yang terbit setiap harinya. Dalam

penerbitannya, harian Kompas hampir selalu menyertakan foto berita berdasarkan

permasalahan atau peristiwa berbeda-beda. Foto-foto berita pada harian Kompas, terlebih foto

headline seringkali ditampilkan secara menarik, kuat dan memiliki relevansi dengan berita

yang ditulis.

Dari tiga foto sampel yang dianalisis, tidak semuanya memiliki keenam prosedur

semiotika konotasi Roland Barthes, tetapi ada 6 prosedur yang lebih ditonjolkan seperti Pose,

Object, Photogenia dan Aestheticism. Hal ini terlihat pada objek utama yang ditonjolkan, cara

fotografer mengambil gambar, serta keterangan foto yang bersifat mengarahkan pembaca.

Sedangkan dari segi nilai budaya, memberikan gambaran bahwa foto headline edisi Ramadan

1434 H./2013 M. memuat 3 nilai budaya yaitu; nilai agama, nilai ekonomi, dan nilai

solidaritas. Terdapat 3 tema besar mengenai Ramadan pada harian Kompas edisi 10 Juli 2013

- 7 Agustus 2013, yakni tentang shalat tarawih, kenaikan harga, dan mudik.

Kata Kunci: Nilai Budaya, Foto Jurnalistik, Kompas, Semiotik, dan Ramadan.

Page 6: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Subhanahu wata’alaa, atas limpahan karunia dan ridho-Nya yang

diberikan kepada seluruh makhluk. Salam kemuliaan bagi kekasih-

Nya, Rasulullah SAW pembimbing bagi siapa yang mencari-Nya, pemegang

kunci gerbang menuju-Nya.

Alhamdulillahi rabbil’alamin penulis ucapkan, akhirnya skripsi yang

berjudul “Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto

Headline di Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.).”

ini dapat terselesaikan. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu (S-1) pada Jurusan

Komunikasi Penyiaran Islam, Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah

dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini tak lepas dari bantuan dan

dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi, Dr. Suprapto, M.Ed selaku Pembantu Dekan Bidang

Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Pembantu Dekan Bidang

Administrasi Umum, dan Dr. Sunandar, M.A selaku Pembantu Dekan

Bidang Kemahasiswaan.

Page 7: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

v

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Rubiyanah, M.A dan Sekertaris Konsentrasi

Jurnalistik, Ade Rina Farida, M.Si. atas ilmu dan kebaikan hatinya

sehingga mempermudah penulis selama proses perkuliahan.

3. Prof. Andi Faisal Bakti, M. A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan waktu, pengetahuan, dan nasihatnya bahwa “Menulis itu

harus jujur, harus dari hati,” sehingga sangat memengaruhi penulis dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen, Karyawan, dan Staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, yang telah banyak memberikan ilmu mulai dari semester

awal sampai saat ini.

5. Secara khusus kepada Siti Saadah dan Hary Priyatna, selaku orangtua

terbaik dan motivasi tertinggi dalam hidup, yang senantiasa melapangkan

jalan kehidupan dengan doa, perhatian, dan kasih sayang. Terimakasih

Ibu, Ayah!

6. Risti Kurnia Ainannur, Faisal Azkar Ghifari, Rahadian Arkan Maulana,

dan Arif Nur Rahman selaku kakak dan adik yang selalu memberi

semangat dalam menggapai cita-cita.

7. Almh. Nek dan Mbah Uti beserta seluruh keluarga besar.

8. Para penjaga persahabatan; Geeas Prisila, Aulia Rahmi, Husna Khalida,

dan Urnia Yumalita.

9. Seluruh pihak harian Kompas, khususnya Johnny T.G dan Lasti Kurnia,

selaku narasumber.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 khususnya prodi Jurnalistik.

Ummul, Septinia, Cucu, Ruli, Tezar, Mustaqiim dan seluruh Najua yang

Page 8: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

vi

tak bisa disebutkan satu persatu, senang bisa kenal kalian. Semoga kita

jadi sarjana yang berguna.

11. Keluarga besar Klise Fotografi; Kak Arga, Kak Chris, Kak Faqih, Kak

Jali, Kak Aldi, Tyo, dan seluruh saudaraku yang berdarah Klise Fotografi.

Teman-teman KKN Merdika yang telah bersama-sama menyelesaikan

program KKN selama satu bulan di Desa Klunggen, Slogohimo,

Wonogiri.

12. Seluruh staf pimpinan dan karyawan Kantor Akuntan Publik Rama

Wendra, terutama Mba Anna, Bu Nia, Mba Novi, Mba Luki, Mba Erni,

Dewi dan Mas Bhakti, yang sudah memberikan kesempatan untuk belajar

dan mendapat pengalaman di dunia kerja selama dua tahun lebih.

13. Serta semua pihak yang turut membantu, baik terlibat langsung maupun

tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Terimakasih sebesar-besarnya. Semoga Allah Subhanahu wata’alaa

berkenan menggantinya dengan rahmat dan karunia kepada kita semua.

Akhirnya teriring salam dan doa, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya pembaca pada umumnya. Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 15 Juli 2014

Faradilla Nurul Rahma

Page 9: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ...................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah .................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 8

D. Metodologi Penelitian ..................................................... 9

E. Pedoman Penulisan ......................................................... 19

F. Tinjauan Pustaka ............................................................. 19

G. Sistematika Penulisan ..................................................... 22

BAB II LANDASAN TEORI

A. Fotografi Jurnalistik ....................................................... 25

B. Headline ......................................................................... 36

C. Semiotik Model Roland Barthes .................................... 38

D. Konsep Nilai Budaya ..................................................... 46

Page 10: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

viii

BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL HARIAN KOMPAS

A. Riwayat Singkat Harian Kompas .................................... 58

B. Visi & Misi Harian Kompas ............................................ 60

C. Sasaran Operasional Harian Kompas .............................. 64

D. Motto Harian Kompas ..................................................... 65

E. Kebijakan & Susunan Redaksi Harian Kompas .............. 66

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Data Foto 1 ...................................................................... 71

B. Analisis Data Foto 1 ........................................................ 72

C. Data Foto 2 ...................................................................... 83

D. Analisis Data Foto 2 ........................................................ 84

E. Data Foto 3 ...................................................................... 94

F. Analisis Data Foto 3 ........................................................ 95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................... 103

B. Saran ................................................................................ 106

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 115

Page 11: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ................................................................................... 18

Tabel 2 ................................................................................... 34

Tabel 3 ................................................................................... 39

Tabel 4 ................................................................................... 41

Tabel 5 ................................................................................... 43

DAFTAR GAMBAR/BAGAN

Gambar/Bagan 1 ................................................................... 11

Gambar/Bagan 2 ................................................................... 16

Gambar/Bagan 3 ................................................................... 24

Gambar/Bagan 4 ................................................................... 40

Gambar/Bagan 5 ................................................................... 47

Gambar/Bagan 6 ................................................................... 69

Page 12: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran foto dalam media massa memiliki 'suara' tersendiri dalam

mengonstruksikan sebuah peristiwa. Bahasa foto merupakan bahasa visual

yang lebih mudah dipahami oleh semua orang yang bisa melihat dibandingkan

dengan bahasa verbal. Foto dianggap sebuah cara yang efektif untuk

mentransmisikan pesan bagi khalayak untuk mengetahui permasalahan apa

saja yang masih belum terselesaikan. Foto dalam hal ini mengandalkan aspek

visual yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi daripada komunikasi

suara, teks, dan komunikasi verbal. Hal tersebut didukung oleh penemuan

penelitian yang dilakukan oleh profesor berkebangsaan Amerika yakni

Profesor Mehrabian, bahwa aspek visual ditempatkan dalam urutan tertinggi

sebanyak 55% untuk tingkat kepercayaan terhadap pesan visual. Di posisi

kedua dan ketiga adalah vokal sebanyak 38% dan verbal yaitu hanya 7%.1

Adanya pergeseran produk dari tulisan ke gambar sudah dilihat oleh

Barthes sejak tahun 1960-an. Meski Barthes sempat meragukan masa depan

pergeseran itu, namun pada tahun 1980-an, Barthes merasa yakin bahwa

budaya gambar tidak dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi terhadap pers di

Indonesia, khususnya surat kabar. Surat kabar yang dulunya sarat akan tulisan,

kini berubah menjadi dominasi gambar (foto). Positioning, kompetisi, dan

1 Albert Mehrabian dan James Russell, An Approach to Environmental Psychology,

Cambridge (Massachusetts: The MIT Press, 1996), h. 11. 2 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 156.

Page 13: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

2

tuntutan pasar mengharuskan media cetak tampil lewat komunikasi yang lebih

„memikat‟.3 Jika fungsi bahasa adalah representatif (menghadirkan) yang

terbatas, munculnya foto harus mendapatkan perhatian yang serius karena foto

mempunyai kemampuan representatif yang lebih sempurna.

Secara karakteristik, media surat kabar merupakan salah satu media

yang memiliki jangkauan luas dalam penyebaran informasi sehingga

memudahkan pembaca memperoleh berita. Cerita dan foto yang

ditampilkan dalam surat kabar dapat dibaca dan dinikmati berulang-ulang

tanpa adanya batasan waktu. Foto jurnalistik pada surat kabar ditampilkan

dengan tujuan memperkuat dan memvisualkan isi berita, karena itu, foto

jurnalistik pada surat kabar memiliki peranan dalam melibatkan perasaan

dan menggugah emosi pembaca.4

Dalam tampilannya, foto jurnalistik tidak hanya berdiri sendiri, tetapi

mencakup isi berita dan caption. Secara singkat, yang dimaksud isi berita

adalah tulisan pada media surat kabar yang dapat dipertanggungjawabkan

kepada publik.5 Pada awal berita pasti terdapat judul dan kadang kala

diperkuat dengan subjudul. Sedangkan yang dimaksud dengan caption adalah

kalimat pendek yang memberi penjelasan sekilas tentang kejadian pada foto

tersebut.6 Selembar foto tidak akan dapat dikatakan sebuah foto berita bila

tidak dilengkapi dengan caption/keterangan gambar, meskipun sebuah foto

mengandung foto jurnalistik. Keterangan foto memegang peran penting dalam

foto berita dan telah menjadi kesatuan dalam foto berita, sebab dari keterangan

foto inilah pembaca akan mendapat informasi yang lengkap. 7

3 Alwi, Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h. 156.

4 Hermanus Prihatna R., Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Lembaga Pendidikan

Jurnalistik ANTARA (Jakarta: LPJA, 2003), h. 1. 5 A. Siregar, dkk., Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa

(Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 41. 6 Eddy Hasby, “Teks Foto dalam Foto Jurnalistik,” artikel diakses pada 26 Juni 2014 dari

www.kompasimages.com 7 Dahlan Dani, “Fotografi Jurnalistik,” Majalah Cakram, 2 Juli 2002, h. 52.

Page 14: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

3

Penempatan foto pada isi berita di surat kabar tidak hanya memperhatikan

tata letak penulisan, tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan desain

halaman (lay out), grafis dan ukuran foto. Karena itu, foto-foto yang dipilih

sesuai kebutuhan dan pemakaian. Kecenderungan pembaca melihat surat

kabar lebih dulu dari halaman paling atas, menjadi alasan mengapa foto harus

diletakkan di atas lipatan surat kabar. Ini biasa dilakukan untuk halaman satu,

karena „kompetisi‟ penjualan dimulai dari sini. Pembeli pun punya

kecenderungan untuk melihat setengah halaman muka (headline) surat kabar

lebih dahulu sebelum memutuskan untuk membelinya. 8

Maka dari itu, foto

headline disajikan berbeda dari yang lain, aktual, dan informatif. Hanya

dengan seketika, pembaca dibuat penasaran dan bertanya-tanya apa

sebenarnya yang ada di foto itu, apa yang dilakukan, di mana terjadinya

peristiwa itu dan siapa orang yang ada di foto itu. Setidaknya, itu yang ada

dibenak pembaca saat pertama kali melihat foto headline.

Sebuah foto headline juga lebih gampang dibaca dibandingkan dengan

berita tulis. Sebab, untuk memahami berita dibutuhkan kemampuan

intelektual. Sedangkan foto dapat langsung dipahami, karena melibatkan

unsur-unsur panca indera yang langsung melekat di pikiran dan perasaan

pembaca. Dalam suatu berita, foto mempunyai kedudukan untuk

membuktikan atau fungsi dokumenter bagi teks (khususnya) artikel yang

dibuat untuk memberikan informasi pada para pembacanya.9 Itulah yang

membuat foto headline memiliki peran besar.

8 Hasby, “Teks Foto dalam Foto Jurnalistik.”

9 St. Sunardi, Semiotika Negativa (Yogyakarta: Kanal, 2002), h. 184.

Page 15: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

4

Sebagai salah satu bentuk media massa, foto-foto headline harian Kompas

dapat difungsikan sebagai media cetak dalam wujud hasil kerja jurnalistik

yang juga berperan untuk mempresentasikan suatu budaya atau gambaran

realitas dari suatu masyarakat. Kompas merupakan salah satu harian nasional

yang menempatkan berita foto dan tulis setara dan berimbang. Kompas juga

selalu merespon fenomena apa saja yang sedang terjadi sebagai produk yang

harus disajikan kepada masyarakat. Melalui foto-foto yang ada di harian ini,

dapat dipahami lebih jernih tentang apa yang disebut sebagai fotografi

jurnalistik. Kompas mempunyai susunan redaksi foto yang disebut desk photo

yang begitu menaruh perhatian terhadap perkembangan dunia fotografi

khususnya fotografi jurnalistik di Indonesia, terbukti dengan seringnya bagian

redaksi foto Kompas memberikan seminar dan pelatihan jurnalistik terhadap

para mahasiswa.10

Faktor utama dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu nilai pada foto

jurnalistik, terutama foto headline dapat diketahui pemaknaannya secara

menyeluruh, karena menurut pendapat penulis, tidak semua nilai yang ingin

disampaikan melalui foto dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak awam.

Maka penulis akan mencoba meneliti sekaligus menginterpretasikan nilai

dalam suatu foto jurnalistik agar dapat membuka wacana kita tentang apresiasi

fotografi, khususnya fotografi jurnalistik.

Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui nilai budaya yang

terkandung dalam foto-foto headline harian Kompas edisi Ramadan 1434

H./2013 M. (10 Juli 2013 - 7 Agustus 2013), baik secara tersurat maupun

10

Wawancara Pribadi dengan Johnny TG (Ketua Desk Foto Kompas), Jakarta, 19 Mei

2014.

Page 16: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

5

tersirat. Pemaknaan dilakukan dari tanda-tanda yang muncul dari foto

menggunakan pendekatan semiotika. Analisis semiotika merupakan cara atau

metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-

lambang yang terdapat pada suatu lambang-lambang pesan atau teks.11

Dengan kata lain pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang

menjadi pusat perhatian analisis semiotika. Tanda-tanda yang terdapat dalam

foto-foto jurnalistik dalam harian Kompas tersebut akan dikaji lebih dalam

lagi sehingga didapat pemaknaan yang menyeluruh. Kajian mengenai

semiotika ini akan dikaji melalui teori Roland Barthes. Dalam penelitian ini,

proses pemaknaan terhadap tanda-tanda yang terdapat dalam foto-foto

jurnalistik dalam harian Kompas akan dilakukan dengan cara memberi

perhatian pada makna denotatif dan konotatif.

Penulis memilih foto-foto jurnalistik tentang aktivitas pada bulan

Ramadan karena, di media massa, baik radio, televisi ataupun surat kabar

biasanya ikut mendukung momen tersebut. Di antaranya mereka mengganti

acara tayangan sinetron dengan mengganti program yang lebih religius. Hal

ini bertujuan agar khalayak merasakan dukungan yang bersifat religius

sehingga memberikan kenyamanan bagi khalayak. Di samping itu, masyarakat

Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam yang biasanya suasana

Ramadan begitu terasa, karena pada bulan ini semua media massa

menyuguhkan info-info seputar Ramadan dan hal-hal yang berkaitan

dengannya. Bahkan jam tayang melebihi biasanya dikarenakan ada tambahan

program atau acara-acara khusus dalam memeriahkan bulan Ramadan.

11

Kris Budiman, Semiotika Visual (Yogyakarta: Buku baik, 2003), h. 3.

Page 17: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

6

Tidak terlepas dari itu semua, tentunya harian Kompas selaku media cetak

juga menjalankan peranan yang penting selama bulan Ramadan. Maka

terlihatlah “warna” yang berbeda dari sajian di luar bulan Ramadan. Namun

yang terpenting, apakah harian Kompas tetap menjalankan fungsinya dalam

menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca? Setidaknya, apakah

harian Kompas menyuguhkan pesan yang sarat akan manfaat dan mendukung

dalam ritual puasa? Dan nilai budaya apa yang ditampilkan Kompas dalam

headline fotonya selama bulan Ramadan 2013?

Berdasarkan dari penegasan di atas, maka penulis akan membahas

mengenai “Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika Foto

Headline Surat Kabar Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.).”

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah

a. Identifikasi Masalah

Sebelum membatasi masalah, penulis akan terlebih dahulu memberikan

identifikasi masalah seputar judul yang diangkat. Masalah yang ditemukan

penulis untuk judul ini adalah seputar analisis Semiotika dalam perspektif nilai

budaya pada foto headline di surat kabar harian Kompas edisi Ramadan 1434

H./2013 M.

Penulis menemukan bahwa teori yang kiranya tepat untuk dijadikan

rujukan adalah salah satu teori nilai budaya dari buku Rusmin Tumanggor,

dkk.12

Dalam buku tersebut disebutkan enam nilai budaya yaitu: nilai teori,

nilai ekonomi, nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas.

12

Rusmin Tumanggor, dkk., Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Revisi (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2010), h. 142.

Page 18: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

7

b. Batasan Masalah

Agar permasalahan lebih terfokus, maka penulisan ini dibatasi pada foto-

foto headline di surat kabar harian Kompas yang terfokus pada tema Ramadan

mulai dari awal bulan Ramadan (10 Juli 2013) hingga akhir bulan Ramadan (7

Agustus 2013). Selama edisi Ramadan 2013 tersebut, terdapat 8 foto headline

bertema Ramadan yang memiliki kesamaan topik, yakni 1 foto tentang shalat

tarawih, 1 foto tentang kenaikan harga, dan 6 foto mengenai mudik. Kemudian

guna memperkecil jumlah foto yang diteliti, maka terpilih 3 foto yang

mewakili untuk penulis teliti.

c. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka secara

terinci, permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Bagaimana nilai budaya dalam foto jurnalistik berdasarkan analisis

semiotika Roland Barthes pada foto headline bertemakan Ramadan di surat

kabar harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013?

a. Apa makna denotasi pada tiga foto headline bertemakan Ramadan di Surat

Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013?

b. Apa makna konotasi pada tiga foto headline bertemakan Ramadan di Surat

Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013?

c. Apa mitos yang terdapat pada tiga foto headline bertemakan Ramadan di

Surat Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013?

Page 19: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

8

d. Nilai budaya apa yang terdapat dalam tiga foto headline bertemakan

Ramadan di surat kabar harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7

Agustus 2013?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui makna denotatif pada tiga foto headline bertemakan

Ramadan di Surat Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7

Agustus 2013.

b. Untuk mengetahui makna konotatif pada tiga foto headline bertemakan

Ramadan di Surat Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7

Agustus 2013.

c. Untuk mengetahui mitos yang terdapat pada tiga foto headline bertemakan

Ramadan di Surat Kabar Harian Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7

Agustus 2013.

d. Untuk mengetahui nilai budaya dalam tiga foto headline bertemakan

Ramadan pada foto headline surat kabar harian Kompas edisi 10 Juli 2013

sampai 7 Agustus 2013.

Page 20: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

9

b. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penulisan ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan sebagai

sumbangan pemikiran di Surat Kabar Harian Kompas dalam bidang foto

jurnalistik.

b. Manfaat Praktis

Bagi penulis, penelitian ini menambah informasi dan wawasan penulis

mengenai bidang kajian media cetak yang menyangkut pemaknaan foto.

Sedangkan bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

para praktisi, fotografer dan sebagai pedoman untuk para jurnalis media

massa khususnya surat kabar yang tentunya berhubungan dengan foto

jurnalistik sehingga foto yang dihasilkan dan yang didapat dapat

memberikan informasi dan sarat akan nilai budaya.

D. Metodologi Penelitian

a. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan salah satu metode atau cara berfikir yang digunakan

penulis untuk melakukan penelitian baik itu pra maupun pasca penelitian.

Paradigma juga diperlukan agar penulis tidak kehilangan atau keluar dari jalur

cara berpikir penelitiannya.13

Paradigma yang digunakan pada penulisan ini adalah paradigma

konstruksivisme. 14

Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil

13

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2009),

h.5. 14

Zainal Arifin, Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru (Bandung: Remaja

Rosdakarya: 2012), h. 140.

Page 21: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

10

konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat

ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai

hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil

bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus.

Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruksivisme yang

berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil

pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil

konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap

realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek.15

Hal ini berarti, bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata,

tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah cara pandang penulis dalam melakukan

penelitiannya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

deskriptif dengan jenis kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan

fenomena dengan sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan

besarnya populasi atau sampling bahkan populasi dan samplingnya sangat

terbatas.16

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang memusatkan perhatian

pada prinsip-prinsip umum yang medasari dalam perwujudan sebuah

makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam

pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya

dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan

untuk memperoleh gambaran mengenai kategori tertentu.17

Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif

15

Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, h. 141. 16

Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h. 56. 17

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2009), h. 23.

Page 22: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

11

memusatkan perhatian pada gejala-gejala sosial yang ada dalam

masyarakat.18

Secara umum, teknik analisis data dengan alur yang lazim digunakan

dalam metode penulisan kualitatif adalah mengidentifikasi objek yang diteliti

untuk dipaparkan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan maknanya.19

Alur

prosedur yang berpola melingkar (siklis) ini dimulai dari pemilihan topik dan

atau masalah penelitian (biasanya bersifat deskriptif), melacak gejala-gejala

dengan pokok pertanyaan “bagaimana”. Dari sini peneliti

merumuskan/menyusun pertanyan-pertanyaan yang terarah kepada penemuan

jawaban atau masalah. Dengan bekal pertanyaan-pertanyaan ini peneliti

mengumpulkan data, tegasnya melakukan pengamatan.

Gambar 1: Alur Penelitian Kualitatif untuk Gambar/Foto (Isi Media)20

Data yang dimaksud terutama adalah bersifat kualitatif (berupa kategori-

kategori substantif) tetapi bukan berarti mengabaikan data kualitatif yang

18

Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and

Methods (Boston: Allyn and Bacon. Inc, 1982), h. 11. 19

HB Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif (Surakarta: Pusat Penelitian UNS, 1988), h. 20. 20

Firman Eka Fitriadi, “Foto Jurnalistik Bencana Alam Gempa Bumi,” (Skripsi S1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010), h. 48.

Page 23: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

12

dinilai penting untuk dicatat dan dianalisis. Peran informasi dari sumber

kepustakaan sangat menentukan, oleh karena itu dari sinilah acuan, rujukan

dan referensi dihadirkan untuk „mengomentari‟ data yang ada.

c. Metode Penelitian

Sebagai karya ilmiah, setiap pembahasan menggunakan metode untuk

menganalisis suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan

dalam menelaah masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan

dijelaskan secara lebih gamblang.

Metode penulisan merupakan cara teknis yang dilakukan dalam proses

penulisan untuk memperoleh fakta dan prinsip secara sistematis.21

Penulis

menggunakan metode semiotik Roland Barthes yang menganggap makna

tidaklah berada dalam teks itu sendiri. Produksi makna merupakan tindakan

dinamis yang setiap unsur didalamnya sama-sama memberikan kontribusi.22

Penulis menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes yang

merujuk pada makna denotatif, konotatif, dan mitos yang terkandung dalam

foto berita yang diteliti. Guna mengembangkan hasil temuan, selanjutnya

penulis melihat hasil pemaknaan foto dan mengarahkannya pada kajian

tentang nilai budaya.

Denotasi adalah penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa

yang terucap. Namun menurut Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi

tingkat pertama yaitu apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek.

21

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 119. 22

Budiman, Semiotika Visual, h.25.

Page 24: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

13

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada yang

menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir.23

Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi

merupakan penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang

denotasi dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau

keyakinan. Karena pada dasarnya penanda konotasi dibangun dari tandatanda

dari sistem denotasi. Dalam hal ini, digambarkan bahwa denotasi lebih

menitik beratkan pada ketertutupan makna.24

Dalam kerangka Barthes,

konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan

berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-nilai

dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.25

Mitos, menurut Roland Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda.

Menurut Barthes, mitos adalah type of speech (tipe wicara atau gaya bicara)

seseorang. Mitos digunakan orang untuk mengungkapkan sesuatu yang

tersimpan dalam dirinya. Mitos adalah naratif yang dikonstruksikan dengan

wacana dialektis dan eksposisi, mitos bersifat orasional dan intuitif, bukan

uraian filosof yang sistematis.26

Makna konotasi mengacu pada enam prosedur, yaitu:27

1. Rekayasa yang secara langsung dapat memengaruhi realitas itu sendiri,

terdiri dari:

23

Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.

39. 24

Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 39. 25

Sunardi, Semiotika Negativa, h. 155. 26

Sunardi, Semiotika Negativa, h. 156. 27

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Rosda, 2012), h. 128.

Page 25: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

14

a. Trick Effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang

berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.

b. Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam

mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan

memilih objek yang sedang diambil.

c. Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke

dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest (POI)

pada sebuah gambar/foto.

2. Rekayasa yang masuk dalam wilayah ―estetis, terdiri dari:

a. Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto), bluring

(keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek gerak), freeze

(efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek) dan

sebagainya.

b. Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar

secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

c. Sintaksis, yaitu rangkaian cerita dari isi foto/gambar yang biasanya

berada pada caption (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat

membatasi serta menimbulkan makna konotasi.

Penelitian ini tidak hanya mencari makna atas tanda yang ada dalam foto,

melainkan juga untuk menjabarkan mitos ke arah nilai budaya dengan

menggunakan enam nilai budaya, yaitu:28

28

Rusmin Tumanggor, dkk., Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Revisi (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2010), h. 142.

Page 26: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

15

a. Nilai teori. Ketika manusia menentukan dengan objektif identitas benda-

benda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga menjadi

pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam

proses penilaian atas alam sekitar

b. Nilai ekonomi. Ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda

atau kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan,

yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup.

Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju

disebut aspel progresif dari kebudayaan.

c. Nilai agama. Ketika manusia menilai suatu rahasia yang menakjubkan

dan kebesaran yang menggetarkan di mana di dalamnya ada konsep

kekudusan dan ketakziman kepada yang Mahagaib, maka manusia

mengenal nilai agama.

d. Nilai seni. Jika yang dialami itu keindahan di mana ada konsep estetika

dalam menilai benda atau kejadian-kejadian, maka manusia mengenal nilai

seni. Kombinasi dari nilai agama dan seni yang sama-sama menekankan

intuisi, perasaan, dan fantasi disebut aspek ekspresif dari kebudayaan.

e. Nilai kuasa. Ketika manusia merasa puas jika orang lain mengikuti

pikirannya, norma-normanya, dan kemauannya, maka ketika itu manusia

mengenal nilai kuasa.

f. Nilai solidaritas. Tetapi ketika hubungan itu menjelma menjadi cinta,

persahabatan, dan simpati sesama manusia, menghargai orang lain, dan

merasakan kepuasan ketika membantu mereka maka manusia mengenal

nilai solidaritas.

Page 27: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

16

Hal ini guna memperkaya dan memperdalam hasil bedah foto agar tidak

sebatas menemukan makna yang terbangun.

Gambar 2: Bagan Metodologis29

d. Subjek dan Objek Penulisan

Subjek penulisan bisa diartikan sebagai penentu sumber data, artinya

darimana data itu diperoleh. Subjek penulisan ini bisa berarti orang, atau apa

saja yang menjadi sumber penulisan.30

Adapun yang menjadi sumber dalam

penulisan ini meliputi:

1. Sejumlah orang yaitu wartawan foto jurnalistik atau fotografer di Surat

Kabar Harian Kompas

2. Redaktur foto jurnalistik atau editor foto jurnalistik di Surat Kabar

Harian Kompas

29

Fitriadi, “Foto Jurnalistik Bencana Alam Gempa Bumi,” h. 48. (Diolah lagi oleh

Penulis). 30

Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Binika

Cipta, 1991), h. 32.

Page 28: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

17

Objek penulisan adalah masalah yang akan diteliti atau yang akan

dijadikan objek penulisan.31

Dalam penelitian ini, penulis mengambil objek

foto headline harian Kompas edisi Ramadan, yaitu tanggal 10 Juli 2013

sampai 7 Agustus 2013.

e. Tempat dan Waktu Penulisan

Penulisan ini dilakukan di kantor redaksi surat kabar harian Kompas yang

beralamat di Gedung Kompas Gramedia, Jl. Palmerah Barat 33-37 dalam

waktu selama empat bulan, mulai dari bulan Februari-Juni 2014.

f. Teknik Pengumpulan Data

Penulis mengumpulkan data dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

a. Dokumentasi

Berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta

pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.32

Dalam hal ini berupa

foto, dokumen, arsip, atau catatan-catatan yang terdapat di harian Kompas.

b. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data dengan

cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung antara seorang

atau beberapa orang yang diwawancarai.33

Dalam wawancara ini

penulisakan mewawancarai redaktur foto dan fotografer yang mempunyai

peran aktif dalam pengambilan foto ataupun yang berurusan dengan foto

jurnalistik.

31

Tatang M Anirin, Menyusun Rencana Penulisan (Jakarta: PT Raja Grafika Persada,

1995), h. 15. 32

Kunto, Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek, h. 77. 33

Wardi Bachtiar, Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah (Jakarta: logos, 1997), h. 71.

Page 29: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

18

Wawancara dilakukan kepada dua bagian yang berkepentingan dalam

skripsi ini, yaitu:

Tabel 1: Daftar Narasumber yang diwawancarai

Nama Jabatan Tujuan

Johnny T.G Ketua Desk Foto Harian

Kompas

Perihal kebijakan

redaksional

Lasti Kurnia Fotografer Kompas Perihal pengambilan

foto beserta maknanya.

c. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber

bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan

mendukung penulisan

g. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka hasil pengumpulan data kemudian dianalisis

berdasarkan analisis Semiotika. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah

Semiotika Roland Barthes. Studi Semiotika mengambil fokus penulisan pada

seputar tanda.34

Sedangkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam

mencari jawaban dari rumusan masalah yang penulis teliti, meliputi:

a. Mengidentifikasi foto headline di harian Kompas edisi 10 Juli 2013

sampai 7 Agustus 2013. Dalam proses identifikasi diperlukan pendataan

terhadap semua permasalahan di lapangan untuk menghindari

permasalahan yang melebar supaya penulisan dapat terjawab.

34

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 18.

Page 30: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

19

b. Penyajian data, yaitu hasil dari analisa dan interpretasi tersebut di atas,

selanjutnya penulis sajikan dengan menggunakan metode deskriptif, yakni

menggambarkan atau memaparkan apa adanya.

c. Menganalisis dan menginterpretasi data, analisa adalah proses

memisahkan mengelompokkan permasalahan pokok yang mengarah

kepada jawaban rumusan masalah dengan penulisan ini, untuk kemudian

diinterpretasikan. Interpretasi adalah proses pemberian makna terhadap

data dari peristiwa atau situasi problematis, yang telah ditemukan guna

memberikan jawaban dari peristiwa yang terdapat dalam foto.

E. Pedoman Penulisan

Pedoman penulisan ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan

oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.35

F. Tinjauan Pustaka

Sedangkan dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penulis menyusunnya

lebih lanjut maka terlebih dahulu penulis melakukan literatur dalam penulisan

ini di beberapa perpustakaan. Maksud pengkajian ini adalah agar data

diketahui bahwa apa yang diteliti sekarang tidak sama dengan skripsi-skripsi

sebelumnya.

35

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)

(Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).

Page 31: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

20

Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku

serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis Semiotika maupun nilai

budaya. Pada penelitian ini akan disampaikan analisis Semiotika dalam

perspektif nilai budaya pada foto headline surat kabar harian Kompas edisi

Ramadan 1434 H./2013 M. Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu,

seperti penelitian mengenai:

a. Skripsi yang disusun oleh Firman Eka Fitriadi dengan judul “Foto

Jurnalistik Bencana Alam gempa Bumi,” Universitas Sebelas Maret

Surakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu

Komunikasi tahun 2010.36

b. Skripsi “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan

Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah),” karya Ali Abdul Rodzik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008.37

c. Skripsi oleh Arga Sumantri berjudul “Citra Buruh Perempuan dalam

Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto Pameran Beranda Para Buruh di

Rubrik Fotografi Harian Surat Kabar Republika Edisi 8 Mei 2013).” UIN

Syarif Hudayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

Jurusan Jurnalistik tahun 2014.38

36

Fitriadi, “Foto Jurnalistik Bencana Alam Gempa Bumi.” 37

Ali Abdul Rodzik, “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan

Srengseng Sawah,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

38

Arga Sumantri, “Citra Buruh Perempuan dalam Foto Jurnalistik: Analisis Semiotik

Foto Pameran Beranda Para Buruh di Rubrik Fotografi Harian Surat Kabar Republika Edisi 8 Mei

2013,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2004).

Page 32: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

21

d. Skripsi berjudul “Analisis Semiotika Headline Harian Tempo” oleh

Angga Rizal Nur Huda, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi tahun 2009.39

e. Skripsi dengan judul “Nilai Budaya dalam Kesenian Srandil di Dusun

Kedung Balar, desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten

Wonogiri” oleh Hihmatun Hayu Pusporini dari Universitas Negeri

Yogyakarta jurusan pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni tahun

2012.40

f. Tesis Robi Irsyad berjudul “Representasi tentara Amerika Serikat dalam

foto berita surat kabar nasional: Analisis Semiotika foto berita tentang

tentara Amerika Serikat selama 21 hari pertama perang Irak di halaman

satu surat kabar Republika.” Universitas Indonesia, tahun 2005.41

g. Jurnal Mahrus Ali berjudul “Akomodasi Nilai-nilai Budaya Masyarakat

Madura mengenai Penyelesaian Carok dalam Hukum Pidana”

Universitas Islam Indonesia fakultas Hukum tahun 2010.42

h. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2005 berjudul “Sosialisasi

dan Akulturasi Nilai-nilai Budaya Lokal (Kasus pada Keluarga Inti

Orang Menes di Banten)” oleh Achmad Hufad.43

39

Angga Rizal Nurhuda, “Analisis Semiotik Headline Harian Kompas,” (Skripsi S1

Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2009). 40

Hihmatun Hayu Pusporini, “Nilai Budaya dalam Kesenian Srandil di Dusun Kedung

Balar, desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri,” (Skripsi S1 Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012). 41

Roby Irsyad, “Representasi tentara Amerika Serikat dalam foto berita surat kabar

nasional: Analisis Semiotika foto berita tentang tentara Amerika Serikat selama 21 hari pertama

perang Irak di halaman satu surat kabar Republika,” (Tesis Universitas Indonesia, 2005). 42

Mahrus Ali, “Akomodasi Nilai-nilai Budaya Masyarakat Madura mengenai

Penyelesaian Carok dalam Hukum Pidana,” (Jurnal Universitas Islam Indonesia, 2010). 43

Achmad Hufad, “Sosialisasi dan Akulturasi Nilai-niali Budaya Lokal: Kasus pada

Keluarga Inti Orang Menes di Banten,” (Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, 2005).

Page 33: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

22

i. Jurnal berjudul “Transformasi Nilai-nilai budaya Lokal sebagai Upaya

Pembangunan Karakter Bangsa (Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula

di Kota Gorontalo)” oleh Rasid Yunus dari Universitas Pendidikan

Indonesia tahun 2012.44

Beberapa contoh skripsi dan satu tesis di atas memiliki kesamaan

membahas mengenai makna dan simbol pada foto jurnalistik dengan

menggunakan analisis Semiotika dan nilai budaya. Tetapi foto yang akan

dianalisis tentunya berbeda dan juga berasal dari sumber yang berbeda.

G. Sistematika Penulisan

Guna membuat penulisan skripsi ini semakin terarah, penulis membuat

sistematika penulisan yang disesuaikan dengan masing-masing bab. Penulis

membaginya menjadi lima bab yang masing-masing bab terdiri atas beberapa

sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika

penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

Penulis memulai dengan Pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan

menguraikan tentang Latar Belakang masalah, yaitu menjelaskan mengenai

fotografi, foto jurnalistik, foto headline, alasan mengapa mengambil surat

kabar harian Kompas, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penulisan, Pedoman Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan

Sistematika penulisan.

Selanjutnya, penulis elaborasi dengan Landasan teori. Dalam bab dua ini,

penulis menguraikan tentang teori-teori yang digunakan yang sesuai dengan

44

Rasid Yunus, “Transformasi Nilai-nilai budaya Lokal sebagai Upaya Pembangunan

Karakter Bangsa: Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula di Kota Gorontalo,” (Jurnal Universitas

Pendidikan Indonesia, 2012).

Page 34: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

23

permasalahan. Seputar fotografi, sejarah dan perkembangannya, tentang

fotografi jurnalistik, sejarah fotografi di Indonesia, tinjauan umum tentang

semiotik, pandangan Saussure dan Peirce, juga semiotik foto Roland Barthes,

serta menambahkan penjelasan tentang nilai budaya.

Khususnya untuk Profil, penulis menguraikan tentang Surat kabar harian

Kompas, tentang riwayat singkat Kompas, perkembangannya, visi misi, serta

susunan redaksional Kompas, ditempatkan pada BAB III.

Sebagai inti skripsi, maka BAB IV merupakan analisis penelitian, yang

membahas hasil penelitian yang berisi tentang tanda-tanda, makna, pesan yang

terdapat pada foto headline dalam Surat kabar harian Kompas edisi Ramadan

2013 dengan menggunakan teori Roland Barthes yaitu denotatif, konotatif dan

mitos.

Akhirnya, penulis tutup dengan Kesimpulan dari hasil penelitian serta

Saran untuk penggiat fotografi dan Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi khususnya Program Studi Jurnalistik tentang makna, peran

dan juga kekuatan daya tarik dari foto jurnalistik.

Page 35: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

24

Gambar 3: Bagan Teoritis

Penulis menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes yang

merujuk pada makna denotatif, konotatif, dan mitos yang terkandung dalam foto

headline yang diteliti. Guna mengembangkan hasil temuan, selanjutnya penulis

melihat hasil pemaknaan foto dan mengarahkannya pada kajian tentang nilai

budaya yang terdiri dari enam unsur, yaitu: nilai teori, nilai ekonomi, nilai agama,

nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas.

Penulis membaca nilai budaya yang timbul dari hasil pembacaan semiotik

foto, itulah mengapa penulis memposisikan nilai budaya setelah melihat pesan

yang timbul lewat metode semiotiknya, karena nilai budaya itu muncul setelah

mitos. Konotasi dan mitos adalah dua inti semiotika Barthes yang penulis pakai di

skripsi ini, dan mitos merupakan puncak pembacaan pesan dalam foto. Jadi

setelah mitos terbaca, saat itulah penulis mengkorelasikannya dengan nilai

budaya. Skripsi ini adalah skripsi semiotik, dan nilai budaya jadi satu tambahan

wacana yang ingin penulis angkat. Hal ini guna memperkaya dan memperdalam

hasil bedah foto agar tidak sebatas menemukan makna yang terbangun.

Page 36: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

25

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fotografi Jurnalistik

1. Pengertian Fotografi Jurnalistik

Fotografi dalam dunia jurnalistik dikenal dengan istilah foto jurnalistik

atau foto berita. Dikatakan sebagai foto berita, sebab unsur dasar dari foto

jurnalistik adalah nilai berita yang mutlak terkandung di dalamnya. Foto juga

harus memuat informasi 5W+H, yaitu: What, Who, When, Where, Way + How,

asupan informasi yang harus dipenuhi sehingga dapat dikategorikan sebagai

sebuah berita. Foto berita biasanya dilengkapi pula oleh caption / keterangan

foto.1

Foto jurnalistik merupakan sajian gambar atau foto yang dapat berdiri

sendiri sebagai visualisasi suatu peristiwa. Foto jurnalistik pun dapat menjadi

pelengkap dan penguat pesan yang disampaikan dalam berita.2 Sehingga dapat

diasumsikan bahwasanya foto jurnalistik atau foto berita dapat memiliki peran

ganda, yang pertama sebagai pendamping atau pelengkap berita, selanjutnya

disisi lain dapat menjadi berita itu sendiri.

Sejarah mencatat, surat kabar harian The Daily Graphic, pada hari Senin

tanggal 16 April 1877 memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan

salon pada halaman satu yang disebut taufan Wijaya dalam bukunya Foto

Jurnalistik, merupakan embrio foto jurnalistik.3

1 Frank P. Hoy, Photo Journalism The Visual Approach (New Jersey America: Practice –

Hall, 1986), h. 5. 2 Syafrudin Yunus, Jurnalistik Terapan (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2010), h. 91.

3 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh (Jakarta: CV Sahabat, 2011), h.1.

Page 37: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

26

Kemudian pada tahun 1937-1950, terbit majalah Life di Amerika Serikat,

majalah tersebut menghadirkan foto dalam porsi yang lebih besar dari pada

tulisan dalam penyajian beritanya. Wilson Hicks merupakan pelopor foto

jurnalis yang juga adalah editor foto majalah tersebut membuat kehadiran

fotografi sebagai salah satu elemen berita, berkembang semakin pesat. Pada

tahap ini, foto jurnalistik telah hadir dengan derajat yang sama dengan tulisan,

karena kehadirannya telah menjadi elemen berita itu sendiri, bukan hanya

sebagai unsur pelengkap semata.4

Dalam buku Fotobiografi Kartono Riyadi: Pendobrak Fotografi

Jurnalistik Indonesia Modern yang ditulis oleh Atok Sugiarto, dikatakan

bahwa seiring perjalananya, keberadaan foto memang bisa sejajar dengan

berita tulis, bahkan sering dikatakan bahwa sebuah foto dapat lebih hebat dari

ribuan kata-kata karena mampu menggambarkan atau menceritakan suatu

kejadian dengan amat baik.5

Foto jurnalistik dituntut memuat informasi atau pesan. Pesan dalam foto

jurnalistik bisa sekadar bagian penting dari sebuah peristiwa yang berlangsung

singkat, bisa juga sengaja diciptakan fotografer dari cerita dibalik sebuah

peristiwa.6 Esensi pesan menjadi hal yang seolah mutlak lekat dalam praktik

foto jurnalistik. Karena secara sederhana dapat dipahami bahwasanya foto

jurnalistik adalah foto yang sifatnya informatif dan menarik bagi pembaca.

Seiring berjalannya waktu, ketika foto telah mengisi setiap halaman pada

surat kabar, kehadiran foto jurnalistik pun mendapat perhatian dari banyak

4 Onong Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1993), h. 38. 5 Atok Sugiarto, Fotobiografi Kartono Riyadi: Pendobrak Fotografi Jurnalistik Indonesia

Modern (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011), h. 89. 6 Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 19.

Page 38: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

27

pakar Ilmu Komunikasi. Selain karena foto mampu membekukan suatu

peristiwa, bahkan merekam peristiwa yang berdurasi hanya sekejap, sifatnya

yang statis juga membuat foto dapat dilihat berulang-ulang, tidak seperti video

yang sifatnya lebih dinamis atau sepintas lalu, yang pada akhirnya sebuah foto

dapat menampilkan gambar lebih detail dari suatu peristiwa.7 Oleh karenanya

foto dapat lebih mudah dicerna berbagai kalangan dan dapat menimbulkan efek

psikologis secara langsung terhadap pembaca surat kabar.

2. Jenis Foto Jurnalistik

World Press Photo, organisasi foto jurnalis yang kerap menjadi acuan para

fotografer dunia mengkategorikan beberapa foto berita, antara lain:8

Spot Photo atau Foto Berita

Yang dimaksud dengan foto berita adalah foto tunggal yang menyajikan

satu peristiwa yang berdiri sendiri.9 Artinya, tanpa keterangan yang berbelit-

belit dan panjang lebar, pembaca surat kabar dapat atau mudah menangkap

kesan adanya peristiwa yang bernilai berita. Misalnya foto tentang pejabat

menggunting pita, akan menimbulkan kesan adanya peresmian suatu

tempat. Walaupun foto seperti itu dapat dikatakan sebagai foto berita, tetapi

nilai beritanya (news value) sangat rendah. Kadangkala bahkan foto seperti

iu tidak dimasukkan dalam foto jurnalistik. Hal itu disebabkan oleh faktor

seringnya atau mudah diperolehnya foto seperti itu.

Nilai berita pada foto jurnalistik itu terletak pada keanehan atau

ketepatan perekaman suatu peristiwa. Sebagai contoh tentang tabrakan.

Apabila foto tersebut hanya menyajikan peristiwa sesudah tabrakan ada

7 Soelarko, Pengantar Foto Jurnalisitk, h. 77-79.

8 Alwi, Foto Jurnalistik, h.5.

9 Soelarko, Pengantar Foto Jurnalisitk, h. 77.

Page 39: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

28

mobil penyok, disampingmya beberapa orang terkapar dan telah banyak

orang mengerumuninya, foto tersebut tidak terlalu banyak berkata-kata.

Apalagi bila dalam gambar itu tidak ada identitas yang dapat menyatakan

tempat kejadian, pembaca akan langsung mengatakan, itu tabrakan. Tanpa

keterangan lebih lanjut yang ditulis, hanya kesan tabrakan itu yang dapat

ditangkap. Tetapi seandainya ada identitas yang dapat menjelaskan

peristiwa itu, akan banyak menolong pembaca untuk memahaminya.

Identitas yang dimaksudkan misalnya, nomor plat mobil yang menunjukkan

asal mula mobil tersebut, rambu-rambu lalu lintas atau tempat kejadian

misalnya pagar jalan atau gedung yang menjadi latarbelakang kejadian dan

seterusnya yang dengan mudah dapat diketahui oleh pembaca.

Identitas-identitas yang ditonjolkan membuat berita yang akan

disampaikan kepada pembaca melalui foto itu semakin banyak. Itu seperti

didalam menyajikan foto, harus diusahakan sesedikit mungkin memberikan

penjelasan bersifat tulisan. Melalui foto tersebut, pembaca disodori

sebanyak mungkin fakta.10

Foto jurnalistik yang paling tinggi atau bobot

beritanya selalu menyangkut suatu kejadian dan tepat waktu.11

Misalnya

tentang tabrakan. Di Saat tabrakan itu terjadi ada faktor lain yang

memperkuat atau menambah nilai berita. Faktor-faktor penunjangnya adalah

ekspresi orang yang melihatnya, yang ada disekitar tempat itu. Foto jenis ini

harus segera disiarkan karena merupakan sesuatu yang up to date.

Ketepatan itu yang seringkali tidak dapat direncanakan dan lebih banyak

ditentukan oleh faktor kebetulan dan keberuntungan. Faktor itu yang

10

Alwi, Foto Jurnalistik, h. 3. 11

Alwi, Foto Jurnalistik, h. 4.

Page 40: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

29

membuat nilai foto itu menjadi tinggi. Adegannya tidak dapat diulang dan

tidak dilakukan dengan pura-pura ia ada sebagaimana adanya.12

General News Photo

Adalah foto yang yang diabadikan dari peristiwa yang terjadwal, rutin

dan biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu : politik, ekonomi dan

humor.

People in The News Photo

Adalah foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita, yang

ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang menjadi berita itu.

Daily Life Photo atau Human Interset

Adalah foto jurnalistik yang dapat digolongkan pada jenis ini berkaitan

erat dengan masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan. Ia tidak

terlalu asing bagi masyarakat. Hidup ditengah-tengah masyarakat dan dapat

dilihat setiap saat. Tetapi foto ini menyajikan fakta yang menggugah emosi

kemanusiaan, yang menyadarkan masyarakat akan harkat dan martabat

manusia. Ada pesan kuat yang ingin disampaikan melaui foto jenis ini, yaitu

pesan kemanusiaan.13

Misalnya foto tentang kegiatan pagi hari ditepi kali.

Dalam foto itu digambarkan keadaan kali yang sangat kotor tetapi ada yang

mandi, gosok gigi, mencuci dan buang hajat. Dengan foto seperti itu

kesadaran masyarakat akan kebersihan digugah, agar masalah tersebut

menjadi pemikiran semua orang.

Dengan demikian, foto jurnalistik jenis ini tidak harus memperhitungkan

nilai berita atau kehangatan sebagaimana foto-foto berita. Walau pun

12

Alwi, Foto Jurnalistik, h. 8. 13

Soelarko, Pengantar Foto Jurnalisitk, h. 77.

Page 41: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

30

kadang-kadang ia harus mampu berdiri sendiri tanpa harus bersandar pada

penjelasan tertulis yang barangkali perlu ditambahkan adalah keterangan

mengenai lokasi dan waktu pengambilan gambar. Tetapi hal itu pun tidak

perlu dilakukan apabila kita dapat merekam keterangan-keterangan itu

dalam foto. Misalnya dengan latar belakang gedung-gedung atau tulisan

tertentu.

Yang penting dalam foto jenis ini adalah kedekatan masalah yang ingin

disajikan dengan masyarakat. Sangat banyak permasalahan yang dapat kita

sajikan tanpa harus mengada-ada. Sering pula masyarakat menyaksikan

kejadian yang kita rekam dalam foto itu sehingga dianggap biasa. Tetapi

dengan foto jenis human interest itu kita justru menyajikan hal yang biasa

itu menjadi tidak biasa. Ada pesan lain yang akan kita sampaikan dari hal

yang biasa itu.14

Portrait

Adalah foto yang menampilkan seseorang secara personal sesuai karakter

ketokohannya. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang

dimiliki atau kekhasan lainnya.

Sport Photo

Adalah foto yang dibuat dari peristiwa olah raga.

Science and Technology Photo

Adalah foto yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang ada kaitannya

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

14

Soelarko, Pengantar Foto Jurnalisitk, h. 78.

Page 42: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

31

Art and Culture Photo

Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya.

Social and Environment

Adalah foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan

hidupnya.

Feature

Foto feature bukan sekedar snapshot, tapi usaha wartawan untuk memilih

sudut pandang yang khas dan bukan sekedar didikte oleh peristiwa itu

sendiri, sehingga memberi makna lebih dalam terhadap sebuah peristiwa.

Sebagai contoh, saat terjadi kebakaran, wartawan tidak hanya memotret api

yang menyala dan petugas pemadam kebakaran yang berusaha menjinakkan

api, tapi juga memotret ekspresi pemilik rumah yang sedih kehilangan

tempat tinggal.15

Essay Foto

Yang dimaksud dengan foto essay adalah serangkaian gambar atau foto

yang merupakan essay. Kumpulan beberapa foto features yang dapat

bercerita ini dibangun melalui sebuah imaji, yaitu foto-foto yang bercerita

secara sequentatif dan teks yang menyertainya. Foto kategori ini sering

dianggap “otaknya” foto jurnalistik. Foto-foto ini menyajikan beerbagai

aspek dari suatu masalah yang ingin dibahas.16

Misalnya rangkaian foto

terdiri dari :

- Anak-anak sekolahan (dengan seragam sekolah) bergerombol di depan

kios persewaan buku.

15

Yuniadhi Agung, Pengantar Fotografi Jurnalistik (Jakarta: T.pn., 2004), h. 23. 16

Fotomedia, “Foto Jurnalistik Gabungan Gambar dan Kata,” April 2003, h. 24.

Page 43: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

32

- Segerombolan anak sekolah yang secara sembunyi-sembunyimembaca

buku porno.

- Anak-anak sekolahan berada dikomplek pelacuran.

Dari tiga foto itu pembaca diajak untuk merenungkan kejadian-kejadian

tersebut. Hal yang ingin kita sajikan dengan essay foto itu menyangkut

kerawanan buku porno dikalangan pelajar. Bisa juga essay foto itu dibuat

tanpa harus merupakan rentetan peristiwa dengan tokoh yang sama. Tetapi

pesan yang ingin disampaikan utuh. Misalnya foto:

- Tawar-menawar antara dua orang di suatu tempat yang tersembunyi

- Foto poster tentang bahaya narkotika

- Foto seorang remaja sedang menghisap rokok dan teler.

Dari rangkaian foto yang tidak ada hubungannya antara satu dengan yang

lain, kita dapat menyampaikan pesan tentang bahaya narkotika. Apabila kita

dapat menyajikan rangkaian foto secara menarik, pesan yang akan kita

sampaikan melalui essay foto itu akan lebih mudah ditangkap pembaca

daripada kita menyampaikannya dalam tulisan.

Untuk memenuhi kebutuhan pemberitaan serta penyajiannya, foto berita

terbagi menjadi dua, yaitu:17

1. Foto Tunggal (single photo): Adalah foto yang memiliki informasi cukup

lengkap dan lugas secara visual sehingga dapat berdiri sendiri tanpa perlu

diperkuat oleh kehadiran foto lainnya.

17

Wawancara Pribadi dengan Lasti Kurnia (Fotografer Kompas), Jakarta, 6 Juni 2014.

Page 44: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

33

2. Foto Seri (Foto Story): Adalah rangkaian beberapa foto yang membangun

suatu cerita. Foto seri biasanya digunakan untuk memberikan gambaran

menyeluruh dan lengkap tentang suatu peristiwa.

Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek. Pertama, isi pesan (content of

message), yang kedua adalah lambang (symbol). Kongkritnya, isi pesan itu

adalah isi foto dan caption. Isi pesan yang bersifat latent, yakni pesan yang

melatarbelakangi sebuah pesan, dan pesan yang bersifat manifest, yaitu pesan

yang tampak tersurat.18

Dalam hal ini, isi pesan yang dimaksud adalah isi

(content) dari foto jurnalistik dan foto features yang berupa lambang-lambang

berbentuk foto begitu juga konteks yang menyertainya.

3. Proses Teknik Foto Jurnalistik

Seorang fotografer jurnalistik harus mengetahui beberapa proses teknik

foto jurnalistik yang baik. Yang dimaksud dengan proses teknik foto jurnalistik

yaitu urutan atau tahapan pengambilan objek yang dilakukan oleh fotografer

sehingga menghasilkan sebuah karya foto yang dapat dinikmati, melibatkan

perasaan dan menggugah emosi pembaca. Foto jurnalistik yang baik tidak

hanya sekedar fokus secara teknis, namun juga fokus secara cerita. Fokus

dengan teknis adalah gambar yang mengandung tajam dan kekaburan yang

beralasan.19

Ini dalam artian memenuhi syarat secara teknis fotografi. Fokus

secara cerita, kesan, pesan dan misi yang akan disampaikan kepada pembaca

mudah dimengerti dan dipahami. Sementara dari konsep pemaknaan sudut

18

Onong Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 38. 19

SK Patmono, Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan (Jakarta:

PT BPK Gunung Mulia, 1996), h. 109.

Page 45: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

34

pengambilan gambar yang dikutip dari konvensi menurut Berger,20

sebagai

berikut:

Tabel 2

Signifier (Penanda)

Sudut Pengambilan

foto

Definisi Signified( Petanda)

Close-up (CU) Hanya wajah Keintiman

Medium shot (MS) Hampir seluruh tubuh Hubungan personal

Long shot (LS) Setting dan karakter Konteks, skope,

jarak publik

Full shot (FS) Keseluruhan Hubungan sosial

Low Angle (LA) Kamera melihat ke

Bawah

Kekuasaan, kekuatan

High Angle (HA) Kamera melihat ke atas Kelemahan,

Ketidakberdayaan

Eye Level Kamera sejajar dengan

mata objek

Kesejajaran

a. Close Up (CU)

Shot yang menampilkan objek pada gambar lebih dekat. Misalnya dari

batas bahu sampai atas kepala. Pengambilan gambar close up ini,

biasanya menampilkan identifikasi psikologi sebuah karakter yang

memerlukan perkuatan rincian detail berbagai aksi. Pengambilan gambar

secara close up berguna juga untuk menekankan detil.

b. Medium Shot (MS)

Medium Shot, dapat dikategorikan sebagai komposisi “Potret setengah

badan”, dengan background yang masih dapat dinikmati. Pengambilan gambar

ini memperdalam gambar dengan lebih menunjukkan profil dari obyek yang

diambil. Tampilan background menjadi hal kedua yang diperhatikan, yang

20

Arthur Asa Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media, h. 33.

Page 46: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

35

terpenting adalah profil, bahasa tubuh dan ekspresi tokoh utama dalam bingkai

gambar ini dapat terlihat dengan jelas.

c. Long Shot (LS)

Untuk mengikuti area yang lebar dan menunjukkan dimana objek

berada/menujukkan tempat. Long shot menunjukkan progres bagaimana posisi

subjek memiliki hubungan dengan yang lain.

d. Full Shoot (FS)

Pengambilan gambar penuh dari kepala hingga kaki. Fungsinya

memperlihatkan objek beserta lingkungannya.

e. Low Angle (LA)

Pengambilan gambar teknik ini yakni mengambil gambar dari bawah

objek. Kesan yang ditimbulkan yaitu keagungan atau kejayaan. Biasanya

teknik ini sering di gunakan untuk membuat sebuah karakater monster atau

manusia raksasa.

f. High Angle

Teknik pengambilan gambar dengan sudut tepat diatas objek. Sudut

pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari low angle. Pengambilan

gambar yang seperti ini memilki arti yang dramatik yaitu kecil atau kerdil.

g. Eye Level Angle

Teknik pengambilan gambar ini dilakukan dengan posisi kamera berada

sejajar dengan obyek dalam pandangan mata secara horizontal, dimana dalam

praktek pengambilannya bisa berada di kiri, kanan, depan maupun dibelakang

obyek tergantung dari fotografer. Fungsi dari teknik ini cocok dipakai untuk

menerangkan kegiatan apa saja dalam dari obyek yang dibidiknya.

Page 47: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

36

B. Headline

Headline menurut Kurniawan Junaedhie merupakan berita utama atau lebih

populer dengan istilah Headline News adalah yang dianggap layak dipasang di

halaman depan, dengan judul yang menarik perhatian dan menggunakan tipe

huruf yang relative besar. Pendeknya, berita yang istimewa.21

Sementara Onong Uchjana Efendy mengatakan, Headline News atau berita

utama adalah berita suratkabar, majalah, radio, atau televise, yang dinilai

terpenting untuk suatu masa penyiaran.22

Menurut A.M. Hoeta Soehoet, pengertian berita utama adalah:

Berita utama adalah berita yang menurut penilaian redaksi suratkabar

merupakan berita penting dari semua berita yang disajikan suratkabar pada hari

itu. karena itu, untuk headline diberikan tempat utama, yang mudah dibaca,

yaitu halaman satu atau halaman pertama dan bagian atas yang paling kiri.

Headline biasanya terdiri dari 3, 4, atau 5 kolom.23

Sebuah foto headline harus mudah diingat dan punya kesan mendalam

sehingga pertama kali melihat orang tersebut langsung tahu apa yang terjadi

dan mengetahui kejadian yang ditampilkan foto tersebut. Foto headline harus

menarik berbeda dari yang lain, aktual, informatif dan lain sebagainya. Hanya

dengan seketika, pembaca dibuat penasaran dan bertanyatanya apa sebenarnya

yang ada di foto itu, apa yang dilakukan, dimana terjadinya peristiwa itu dan

siapa orang yang ada di foto itu.24

Setidaknya itu yang ada dibenak pembaca

saat pertama kali melihat foto headline. Jika tidak muncul rasa seperti itu,

21

Kurniawan Junaedhie, Ensiklopedi Pers Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991), h. 257. 22

Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi (Bandung: Mandar Maju,

1981), h. 160. 23

A. M. Hoeta Soehoet, Dasar-dasar Jurnalistik (Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta

IISIP, 2003), h. 78. 24

Moeljadi Pranata, Apakah Desain Komunikasi Visual Itu? (Surabaya: Fakultas Seni dan

Desain UK Petra, 2000), h. 76-79.

Page 48: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

37

maka gambar yang tepampang di headline tidak memenuhi kriteria sebuah

foto. Sebab, foto yang baik adalah foto yang menarik. Apabila kita membuat

foto yang sama dengan yang lain maka foto tersebut akan terlihat biasa saja

dan dianggap tidak menarik.

Sebuah foto headline juga lebih gampang dibaca dibandingkan dengan

berita tulis. Sebab, untuk memahami berita dibutuhkan kemampuan intelektual.

Sedangkan foto dapat langsung dipahami karena melibatkan usnur-unsur panca

indera yang langsung melekat di pikiran dan perasaan pembaca.

Berdasarkan isinya, headline dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori

yaitu langsung dan tidak langsung. Headline langsung bersifat informatif dan

terus terang. Headline seperti ini cenderung menggunakan daya tarik rasional.

Daya tarik rasional membangkitkan kepentingan–diri audience. Daya tarik

rasional menunjukkan bahwa produk tersebut akan menghasilkan manfaat yang

dikatakan.25

Contohnya adalah headline yang menunjukkan kualitas, nilai

ekonomis, manfaat, atau kinerja suatu produk. Ditinjau dari segi demografis

dan psikografis, tampaknya audience pada kebudayaan industrial paling

respontif terhadap headline ini.

Headline tidak langsung tidak seselektif headline langsung dalam

memberi informasi. Headline jenis ini cenderung menggunakan daya tarik

emosional. Daya tarik emosional mencoba membangkitkan emosi positif atau

negatif yang akan memotivasi pembelian.26

Dalam hal ini headline memiliki

asosiasi yang unik bagi audience yang secara emosional mampu mendorong

munculnya suatu image yang baik mengenai produk yang diiklankan. Hal itu

25

Pranata, Apakah Desain Komunikasi Visual Itu?, h. 75. 26

Pranata, Apakah Desain Komunikasi Visual Itu?, h. 76-79.

Page 49: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

38

dapat dicapai dengan menggunakan daya tarik negatif seperti rasa takut, rasa

bersalah, dan malu agar orang berhenti melakukan hal yang seharusnya tidak

mereka lakukan. Selain itu, juga dapat digunakan daya tarik emosional yang

positif seperti humor, cinta, kebanggaan, dan kebahagiaan.

C. Semiotik Model Roland Barthes

Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya berhenti

pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Barthes

mengembangkan dua tingkatan pertandaan (two way of signification), yang

memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat,

yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas yang

menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.27

Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan antara penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna

yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap

berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makan-makna lapis kedua, yang

terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti

perasaan, emosi atau keyakinan.28

Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two way of

signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.

27

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261. 28

Piliang, Hipersemiotika, h. 261.

Page 50: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

39

Tabel 3: Peta Tanda Roland Barthes29

1. Signifier

(Penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGN

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut

merupakan unsur material. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak

sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaanya.

Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, yaitu

makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos adalah cerita yang

digunakan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas

atau alam. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu

kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau

memahami sesuatu. Tidak ada mitos yang universal pada suatu kebudayaan.

Mitos ini bersifat dinamis. Mitos berubah dan beberapa diantaranya dapat

berubah dengan cepat guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai-nilai

kultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut.

29

Paul Cobley & Litza Janz, Introducing Semiotics (NY: Totem Books, 1999), h. 51.

Page 51: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

40

Konotasi dan mitos merupakan cara pokok tanda-tanda berfungsi dalam

tatanan kedua pertandaan, yakni tatanan tempat berlangsungnya interkasi

antara tanda dan pengguna / budayanya yang sangat aktif.30

Teori tentang mitos tersebut kemudian diterangkannya dengan

mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan segi signified

(petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi menjadi mantap, ia akan

menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi.

Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil

konotasi.31

Seperti pada gambar di bawah:

Gambar 4: Tatanan Penandaan Barthes32

Dua tatanan pertandaan Barthes. Pada tatanan kedua, sistem tanda dari tatanan

pertama disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.33

Denotasi dan Konotasi

Denotasi adalah penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa

yang terucap. Namun menurut Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi

tingkat pertama, yaitu apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek.

30

John Fiske, Cultural and Communication Studies (Yogyakarta: Jalasutra, 1990), h. 121. 31

Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Jakarta: PT Serambi Ilmu,

2008), h. 14. 32

Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 22. 33

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70.

Page 52: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

41

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada yang

menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir. Dalam hal ini,

digambarkan bahwa denotasi lebih menitik beratkan pada ketertutupan

makna.34

Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi

merupakan penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang

denotasi dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau

keyakinan. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai

mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-

nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Karena pada

dasarnya penanda konotasi dibangun dari tanda-tanda dari sistem denotasi.35

Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan denotasi

sebagai berikut:

Tabel 4: Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif36

KONOTASI DENOTASI

Pemakaian figur Literatur

Petanda Penanda

Kesimpulan Jelas

Memberi kesan tentang makna Menjabarkan

Dunia Mitos Dunia keberadaan/eksistensi

Menurut Barthes, citra pesan ikonik/iconic message (yang dapat kita lihat,

baik berupa adegan/scene, lanskep, atau realitas harfiah yang terekam) dapat

dibedakan lagi dalam dua tataran, yaitu:37

34

Fiske, Cultural and communication Studies, h. 122. 35

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 36

Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media, h. 55. 37

Yuwono dan Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h.

77-78.

Page 53: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

42

a. Pesan harfiah/pesan ikonik tak berkode (non-coded iconic message),

sebagai sebuah analogon yang berada pada tataran denotasi citra yang

berfungsi menaturalkan pesan simbolik.

b. Pesan simbolik/pesan ikonik berkode (coded iconic message), sebagai

analogon yang berada pada tataran konotasi yang keberadaannya

didasarkan atas kode budaya tertentu atau familiaritas terhadap stereotip

tertentu. Pada tataran ini, Barthes mengemukakan enam prosedur

konotasi citra –khususnya menyangkut fotografi untuk membangkitkan

konotasi dalam proses produksi foto menurut Roland Barthes. Prosedur-

prosedur tersebut terbagi dalam dua bagian besar, yaitu konotasi yang

diproduksi melalui modifikasi atau intervensi langsung terhadap realita

itu sendiri (Trick Effect, Pose, dan Object) dan konotasi yang diproduksi

melalui wilayah estetis foto (Photogenia, Aestheticism dan Syntax),

yaitu:38

Trick Effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang

berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.

Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam

mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan

memilih objek yang sedang diambil.

Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan

ke dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest

(POI) pada sebuah gambar/foto.

38

Sunardi, Semiotika Negativa, h. 173.

Page 54: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

43

Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto),

bluring (keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek

gerak), freeze (efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek)

dan sebagainya.39

Tabel 5: Pemaknaan Photogenia dalam menganalisis foto40

TANDA MAKNA KONOTASI

Photogenia Teknis Fotografi

Pemilihan lensa

Normal Normalitas keseharian

Lebar Dramatis

Tele Tidak personal, voyeuritis

Shot size

Close up Intimate, dekat

Medium up Hubungan personal dengan subjek

Full shot Hubungan tidak personal

Long shot Menghubungkan subjek dengan

konteks, tidak personal

Sudut pandang

High angle Membuat subjek tampak tidak berdaya,

didominasi, dikuasai, kurang otoritas

Eye level

Khalayak tampil sejajar dengan subjek,

memberi kesan sejajar, kesamaan,

sederajat.

Low angle

Menambah kesan subjek berkuasa,

mendominasi, dan memperlihatkan

otoritas

Pencahayaan

High Key Kebahagiaan, cerah

Low key Suram, muram

Datar Keseharian, realistis

Penempatan

subjek/objek pada

bidang foto

Atas Memberi kesan subjek berkuasa

Tengah Subjek penting

Bawah Subjek tidak penting

Pinggir Subjek tidak penting

39

Sunardi, Semiotika Negativa, h. 174. 40

M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.

43.

Page 55: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

44

Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar

secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

Syntax, yaitu rangkaian cerita dari isi foto/gambar yang biasanya

berada pada caption (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat

membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Fungsi caption ialah:

Fungsi Penambat/ Pembatasa (anchorage) agar pokok pikiran dari

pesan dapat dibatasi sesuai dengan maksud penyampaiannya

Fungsi Pemancar/Percepatan (relay) agar langsung dipahami

maksud dari pesan yang disampaikan.41

John Fiske menjelaskan masalah denotasi dan konotasi dengan

menggunakan contoh fotografi. Menurut Fiske, denotasi ialah apa yang difoto

yang memunculkan pertanyaan „ini foto apa‟, sedangkan konotasi adalah

bagaimana ini bisa difoto? Atau menitikberatkan pertanyaan „mengapa

fotonya ditampilkan dengan cara seperti itu?.‟42

Atau dengan kata lain,

denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek; sedangkan

konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Mitos menurut Roland Barthes, mitos bukanlah seperti apa yang kita

pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal,

transenden, ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang

hendaknya kita kubur. Tetapi mitos menurut Roland Barthes adalah sebuah

ilmu tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of specch (tipe wicara

atau gaya bicara) seseorang.43

Mitos digunakan untuk mengungkapkan

sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika

41

Sobur, Analisis Teks Media, h. 128. 42

Fiske, Cultural and Communication Studies, h. 48. 43

Sobur, Analisis Teks Media, h. 127.

Page 56: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

45

segala kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan

menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang

tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar). Roland Barthes pernah

mengatakan “Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh

kita sudah mengatakannya”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi

bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini, manusia selain dibekali

kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa

itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal

atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik

suatu benda (seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu.44

Menurut Barthes, mitos memiliki empat ciri, yaitu:45

1. Distorsif. Hubungan antara form dan concept bersifat distorsif dan

deformatif. Concept mendistorsi form sehingga makna pada sistem

tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta

yang sebenarnya.

2. Intensional. Mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan,

dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu.

3. Statement of fact. Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita

menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan

lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam.

4. Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi.

Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai

44

Sobur, Analisis Teks Media, h. 128. 45

“Bedah Buku Belajar Membelah Mitos (Mitologi karya Roland Barthes),” Media

Indonesia, Minggu, 25 Maret 2007, h. 4.

Page 57: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

46

kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik

tingkat pertamanya.

Dalam penelitian ini, penulis merumuskan bagaimana pembacaan nilai

budaya dalam foto jurnalistik yang terdapat dalam foto headline koran

Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013. Selanjutnya, untuk

menjelaskan hal tersebut, penulis menggunakan enam prosedur konotasi citra

yang dikemukakan Barthes, yakni meliputi trick effects, pose, objects (objek),

photogenia (fotogenia), aestheticism (estetisme), dan syntax (sintaksis).

D. Konsep Nilai Budaya

1. Nilai

Nilai (value) berasal dari bahasa latin “valere” yang berarti berguna,

berdaya, dan berlaku. Dalam hal ini mengandung beberapa pengertian, bahwa

nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang disukai, diinginkan, dimanfaatkan,

berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan.46

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai berarti sifat-sifat (hal-hal)

yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Misalnya dalam konteks

keagamaan, ini merupakan konsep mengenai penghargaan tinggi yang

diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok di

kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman tingkah

laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan.47

Seperti yang dikutip Andreas A. Danandjaja berpendapat bahwa nilai

adalah pengertian-pengertian (conception) yang dihayati seseorang mengenai

46

Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta:

Golo Riwu, 2000), h. 721. 47

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 713.

Page 58: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

47

apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang

baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.48

Masih dalam buku yang

sama, J. M Soebijanta menyatakan bahwa nilai hanya dapat dipahami jika

dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis:

Gambar 5: Model Metodologis Nilai

Nilai Sikap Tingkah Laku

Sebuah nilai dapat dikategorikan sebagai:49

a. Nilai Subjektif

Sesuatu yang oleh seseorang dianggap dapat memenuhi kebutuhannya

pada suatu waktu dan oleh karena itu (seseorang tadi) berkepentingan atasnya

(sesuatu itu), disebut bernilai atau mengandung nilai bagi orang yang

bersangkutan. Oleh karena itu ia dicari, diburu, dan dikejar dengan

menggunakan berbagai cara dan alat. Dalam hal ini nilai dianggap subjektif

dan ekstrinsik. Nilai ekstrinsik sesuatu atau suatu barang berbeda menurut

seseorang dibanding orang lain.

b. Nilai Objektif

Nilai yang didasarkan pada standar dan kriteria tertentu, yang objektif,

yang disepakati bersama atau ditetapkan oleh lembaga berwenang. Dalam hal

ini nilai dianggap intrinsik.

Dari beberapa definisi nilai yang telah disebutkan di atas, maka peneliti

dapat menarik kesimpulan bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang

48

Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 18. 49

Bagus, Kamus Filsafat, h. 716.

Page 59: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

48

membuat sesuatu itu dihargai dan nilai tinggi sebagai suatu kebaikan dan

dapat dijadikan pedoman oleh seseorang dalam bersikap dan bertingkah

laku.50

2. Budaya

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk

jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.51

Menurut Tylor, “culture is the complex whole which includes knowledge,

belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities acquired by man

as a member of society.”52

Sedangkan menurut The American Herritage Dictionary mengartikan

kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang

dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan samua

hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.53

Menurut Elvio, “Culture is a set of learned adaptive techniques.”54

Jika

bicara masalah budaya, bukan hal yang secara singkat dapat dipahami, ini

menyangkut masalah bagaimana budaya berangsur-angsur secara pasti

terbentuk melalui proses interaksi manusia dengan alam atau manusia dengan

manusia itu sendiri.

50

Bagus, Kamus Filsafat, h. 713. 51

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h.

181. 52

Fri Suhara, Ilmu Budaya Dasar, Pokok-pokok Perkuliahan Untuk Mahasiswa (Bogor:

Maharani Press, 1998), h. 72. 53

Yan Mujianto, dkk., Pengantar Ilmu Budaya (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010),

h. 1. 54

Elvio Angeloni dan Clyde Kluckhohn, Classic Edition Sources Antropology (Pasadena:

Mc Graw Hill, 2008), h. 4.

Page 60: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

49

Selanjutnya, Elvio juga memiliki persepsi tentang budaya itu sendiri,

“Culture is a way of thinking, feeling, believing. It is the group’s knowledge

stored up (in memories of men; in books and aobjects) for future use.”55

Bagaimana cara seseorang berfikir, merasakan dan memercayai sangatlah

berbeda dari manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Ini terbentuk

karena adanya ideologi yang dilahirkan dari karakteristik budaya yang ia

anut. Budaya juga bisa dikatakan sebagai sistem pengetahuan, nilai, adar

istiadat, tatakrama dan ritual keagamaan yang menjadi identitas masing-

masing individu.

Judy C. Pearson pun ikut andil memberikan persepsi lain tentang budaya

yang ia rumuskan. “Culture can be defined as a system of shared beliefs,

values, customs, behaviors, and rituals that the member of society use to cope

with one another and with their world.”56

Lebih jauh ia menjelaskan pengertian sub-budaya, “a group that is

similar to and part of the larger culture but is distinguished by beliefs and

behaviors that differ from the larger culture. And number of co-culture exist

based on language, race, religion, economics, age, gender, and sexual

orientation.”57

Inti penting dari budaya adalah mempunyai pandangan bagaimana cara

beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Budaya juga memiliki fungsi yang

sangat berarti dalam kehidupan sebagai makhluk sosial, budaya

55

Angeloni dan Kluckhohn, Classic Edition Sources Antropology, h. 5. 56

Judy C. Pearson, dkk., Human Communication (New York: McGraw-Hill, 2003), h.

212. 57

Pearson, Human Communication, h. 212.

Page 61: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

50

dilambangkan sebagai aturan atau sistem sosial yang menjadi penunjuk dalam

menjalani hidup dan meneruskannya pada kehidupan selanjutnya.

Budaya terakhir guna memberikan gambaran terhadap pengalaman

empiris dan membagikannya pada generasi selanjutnya. Menjadikan pelajaran

dalam berbagai hal dalam menjalani kehidupan sosial.

Budaya juga memiliki banyak elemen-elemen, seperti makanan, tempat

tinggal, pekerjaan, pertahanan, control sosial, perlindungan, psikologis,

tujuan hidup dan lain-lain. Namun budaya juga memiliki komponen-

komponen umum seperti sejarah, agama, nilai, organisasi sosial, dan

bahasa.

Karakteristik-karakteristik budaya adalah sebagai berikut:58

Budaya itu dipelajari

Budaya itu dibagikan

Budaya itu diturunkan dari generasi ke generasi

Budaya itu didasarkan pada simbol

Budaya itu dinamis

Budaya itu sistem yang terintegrasi

3. Nilai Budaya

Dalam kehidupan bermasyarakat, semua wujud-wujud kebudayaan tidak

bisa terpisahkan dan saling berkaitan. Wujud kebudayaan yang berupa

aktivitas/kelakuan mengaitkan semua wujud kebudayaan dengan manusia

yang kemudian membentuk sistem nilai yang membuat suatu kelakuan yang

berpola dalam masyarakat.

58

Pearson, Human Communication, h. 218.

Page 62: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

51

Keterkaitan komponen-komponen tersebut dalam kebudayaan modern

sekarang sangat terkait dengan pembentukan budaya visual dalam kehidupan

manusia modern. Karena budaya visual merupakan salah satu wujud

kebudayaan yang berupa konsep (nilai) dan materi (artefak/benda) yang

ditangkap oleh panca indera visual manusia kemudian dapat dipahami sebagai

tautan pikiran untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Wujud dari kebudayaan

visual yang berupa artefak inilah yang diapresiasikan manusia kemudian

membentuk sebuah aktivitas komunikasi non-verbal yang akhirnya

memunculkan pemaknaan-pemaknaan terhadap artefak tersebut.59

Dalam studi

ilmu komunikasi, artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan

manusia. Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia dan dalam interaksi manusia, sering mengandung makna-makna

tertentu.60

Media komunikasi visual yang berupa foto dapat dipandang sebagai

budaya visual yang sangat fungsional serta telah menjadi bagian kehidupan

sehari-hari di masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat modern, foto

merupakan hasil kebudayaan yang menyentuh sisi kehidupan manusia tentang

arti dan makna dalam sebuah kehidupan. Foto merupakan wujud dari

pencapaian kreatifitas serta kecerdasan manusia yang dapat segera diserap

secara visual oleh panca indera manusia. Oleh karena itu foto merupakan

fenomena visual yang mengalami perkembangan teknologi cukup pesat.

Kehadiran fotografi disebut sebagai alat perekam dan penghadir ulang

sebuah kenyataan yang ampuh. Fotografi disebut-sebut mempunyai kepekaan

59

Roland Barthes, Mythologies (New York: The Noonday Press, 1957), h. 88. 60

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2003), h. 380.

Page 63: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

52

dalam merekam detail yang membuat manusia modern mengagungkannya

sebagai kemajuan manusia dalam merekam kenyataan yang ada, baik dari

sejarah sampai dengan foto-foto yang sifatnya dokumentasi sampai dengan

foto-foto yang bersifat komersial. Serbuan budaya populer membuat fotografi

menggiring pada anggapan sebagai media penghadir kenyataan yang objektif.

Dengan perkembangan masyarakat modern yang membutuhkan kecepatan dan

ketepatan informasi membuat fotografi menjadi salah satu media yang paling

handal.61

Dihadirkannya kembali kenyataan dalam bentuk visual berperan besar

pada pembentukan opini publik. Para fotografer jurnalistik maupun fotografer

seni dalam dunia sosialis sangat meyakini bahwa fotografi dapat berperan dan

bertanggung jawab dalam pembentukan masyarakat yang ideal, berlawanan

dengan mereka yang mengagungkan obyektivitas dalam fotografi, yang

akhirnya menggunakan fotografi untuk memanipulatif.62

Sebuah kisah menarik ketika Roland Barthes membawa skandal fotografis

dalam peristiwa Komune Paris. Berawal dari sebuah foto yang menampilkan

sosok-sosok yang berjajar dengan pose bangga di depan kamera. Kemenangan

baru saja mereka raih. Mereka berhasil menguasai salah satu sudut Paris,

merebutnya dari tangan kaum borjuis konservatif. Teori telah dipraktekkan,

dan mereka melihat masa depan realisasi sebuah ideologi. Dalam pose itu,

setiap pribadi begitu mengemuka, penuh dengan cita-cita. Setiap wajah

mengguratkan kehendak dan keberanian dalam kekhasan ekspresi masing-

masing. Tanpa mereka sangka, justru karena foto inilah hidup mereka

61

Barthes, Mythologies, h. 93. 62

Barthes, Mythologies, h. 60.

Page 64: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

53

berakhir. Ketika sebuah foto lain berhasil membangkitkan amarah warga Paris

pada para anggota Komune Paris itu. Foto yang menampilkan mayat polisi

bergelimpangan, dengan keterangan mereka dibantai para pejuang

revolusioner itu. Foto itu membuat warga Paris berubah pikiran dan memberi

mandat kepada polisi untuk menghukum kaum revolusioner itu sesuai dengan

perbuatan mereka. Dari foto kemenangan itu, masing-masing orang itu

dikenali, kemudian satu demi satu ditembak mati, hampir semuanya. Namun,

warga Paris tidak tahu bahwa mayat-mayat yang bergelimpangan yang mereka

lihat itu, bangkit kembali setelah sesi pemotretan selesai.63

Skandal fotografis Roland Barthes di Paris menunjukan fotografi dalam se

buah kebudayaan menunjukan nilai tersendiri yaitu free value. Free value

merupakan sebuah nilai bebas atau mempunyai banyak arti. Nilai ini terlihat

ketika pada saat foto bisa menunjukan arti dan makna yang berbeda bagi

setiap orang yang melihatnya. Bagi kaum revolusioner Paris, foto yang

diambil Roland Barthes merupakan foto kejayaan dan kemenangan. Di lain

pihak bagi kaum borjuis koservatif di Paris, foto yang diambil Barthes

merupakan foto yang membuat mereka malu dan mereka melihat tokoh-tokoh

di balik pemberontakan dari foto itu. Kebebasan dalam memaknai foto inilah

akhirnya bisa menjadi kelemahan sebuah foto saat orang tidak tahu bagaimana

cara memaknainya dan jatuh ke tangan orang yang bertentangan opini. Baik

atau buruknya makna yang dibawa oleh foto tergantung dengan kepentingan

yang digunakan seseorang saat mempublikasikan foto tersebut.64

63

Barthes, Mythologies, h. 99. 64

Barthes, Mythologies, h. 70.

Page 65: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

54

Kekuatan foto dalam kebudayaan visual dapat dibuktikan dengan

banyaknya konsumsi masyarakat terhadap kamera foto. Dalam melihat hasil

foto tidak dibutuhkan sebuah peralatan khusus, seperti saat masyarakat ingin

melihat hasil yang diproduksi dari kamera video. Foto bisa dilihat setiap saat

dan di mana saja. Ini yang menjadikan media komunikasi yang disebut dengan

foto ini mempunyai sifat timeless. Foto merupakan media komunikasi yang

tidak akan lekang oleh waktu, karena tidak membutuhkan perawatan khusus

untuk menyimpan dokumen-dokumen yang berbentuk foto. Sifat foto yang

sangat fleksible membuat media ini banyak digunakan untuk kepentingan-

kepentingan tertentu di media massa.65

Pada abad ke-19 para ilmuwan mengira bahwa apa yang ditangkap panca

indra kita sebagai sesuatu yang nyata dan akurat. Para psikolog menyebut

mata sebagai kamera dan retina sebagai film yang merekam pola-pola cahaya

yang jatuh di atasnya. Para ilmuan modern menantang asusmsi itu:

Kebanyakan percaya bahwa apa yang kita amati dipengaruhi sebagian oleh

citra retina mata dan terutama kondisi pikiran pengamat.66

Oleh karena itu

gambar-gambar dalam media visual tersebut mengkonstruksi pikiran manusia

melalui suatu proses aktif dan kreatif yang biasa disebut presepsi. Presepsi

adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan,

dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut

akhirnya mempengaruhi perilaku kita.67

Pada akhirnya kebudayaan visual

65

Barthes, Mythologies, h. 177. 66

Estelle Zannes, Communication: The Widening Circle (Massachusetts: Addison-

Wesley, 1982), h. 27. 67

Robert A. Baron & Paul B. Paulus, Understanding Human Relations: A Practical

Guide to people at Work (2nd

ed.) (A Division of Simon, 1991), h. 34.

Page 66: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

55

melalui pencitraan fotografis mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam

kehidupan kebuadayaan visual manusia.68

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan budaya dalam

mengelompokkan nilai menurut Rusmin Tumanggor dkk. Sekurang-

kurangnya, ada enam nilai yang amat menentukan wawasan etika dan

kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu:

teori, ekonomi, agama, seni, kuasa, dan solidaritas.69

a. Nilai teori

Rusmin menjelaskan, pengertian dari nilai teori ini adalah ketika manusia

menentukan dengan objektif identitas benda-benda atau kejadian-kejadian,

maka dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan, manusia mengenal

adanya teori yang menjadi konsep dalam proses penilaian atas alam sekitar.

b. Nilai ekonomi

Adalah ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda atau

kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yakni

dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup. Lebih lanjut

Rusmin menjelaskan, kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang

senantiasa maju disebut aspel progresif dari kebudayaan.

c. Nilai agama

Terjadi ketika manusia menilai suatu rahasia yang menakjubkan dan

kebesaran yang menggetarkan di mana di dalamnya ada konsep kekudusan

dan ketakziman kepada yang Maha gaib, maka manusia mengenal nilai

agama.

68

Barthes, Mythologies, h. 137-142. 69

Tumanggor, Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Revisi, h. 142.

Page 67: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

56

d. Nilai seni

Jika yang dialami itu keindahan di mana ada konsep estetika dalam

menilai benda atau kejadian-kejadian, maka manusia mengenal nilai seni.

Kombinasi dari nilai agama dan seni yang sama-sama menekankan intuisi,

perasaan, dan fantasi disebut aspek ekspresif dari kebudayaan.

e. Nilai kuasa

Saat manusia merasa puas jika orang lain mengikuti pikirannya, norma-

normanya, dan kemauannya, maka ketika itu manusia mengenal nilai kuasa.

f. Nilai solidaritas

Tetapi ketika hubungan itu menjelma menjadi cinta, persahabatan, dan

simpati sesama manusia, menghargai orang lain, dan merasakan kepuasan

ketika membantu mereka maka manusia mengenal nilai solidaritas.

Enam nilai budaya itu merupakan kristalisasi dari berbagai macam nilai

kehidupan, yang selanjutnya menentukan konfigurasi kepribadian dan norma

etik individu maupun masyarakat. Nilai apa yang paling dominan pada

seseorang atau kelompok orang, akan menentukan “sosok” mereka sebagai

manusia budaya.70

Orang yang lebih dipengaruhi oleh nilai ekonomi cenderung kurang

memerhatikan halal dan haram, orang yang lebih dipengaruhi oleh nilai teori

cenderung menjadi ilmuwan, yang lebih dipengaruhi oleh nilai kuasa

cenderung tega dan nekad, yang lebih dipengaruhi oleh nilai agama dan seni

cenderung menjadi sufi dan seterusnya, sehingga ada sosok yang materialis,

seniman, dan pekerja sosial. Bisa juga adailmuwan yang mengabdi kepada

70

Tumanggor, Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Revisi, h. 102.

Page 68: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

57

materi, politisi yang pejuan, ulama yang rasional, ilmuwan yang mistis, dan

sebagainya.71

Budaya progresif akan mengembangkan cara berfikir ilmiah dan

melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, sedangkan puncak dari budaya

ekspresif bermuara pada kepercayaan mitologis dan mistik. Pendukung

budaya progresif pada umumnya dinamis dan siap digantikan oleh generasi

penerus dengan penemuan-penemuan baru, sedangkan pendukung budaya

ekspresif biasanya statis atau tradisional, memandang kebudayaan sebagai

sesuatu yang sudah final.72

Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya, yaitu :73

1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)

2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut

3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi

kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

71

Tumanggor, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, h. 143. 72

Tumanggor, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, h. 144. 73

“Nilai-nilai Budaya,” diakses pada 4 Juli 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-

nilai_budaya

Page 69: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

58

BAB III

GAMBARAN UMUM PROFIL SURAT KABAR HARIAN KOMPAS

A. Riwayat Singkat Harian Kompas

Kompas Gramedia Grup merupakan salah satu perusahaan besar hingga

saat ini, namun perkembangan Kompas Gramedia Grup hingga saat ini

bukanlah dengan waktu yang singkat, terdapat beberapa peristiwa penting

dalam lingkungan Kompas Gramedia Grup hingga sampai saat ini.

Ide awal penerbitan harian ini datang dari Menteri/Panglima TNI AD

Letjen Ahmad Yani, untuk mengadang dominasi pemberitaan pers komunis.

Gagasan diutarakan kepada Menteri Perkebunan saat itu Drs Frans Seda,

yang kemudian menggandeng Drs Jakob Oetama dan Mr Auwjong Peng

Koen—dua tokoh yang memiliki pengalaman menerbitkan media cetak.1

Untuk mewujudkan gagasan tersebut, dibentuklah Yayasan Bentara

Rakyat pada 16 Januari 1965. Nama semula diusulkan Bentara Rakyat. Atas

usul Presiden Sukarno, namanya diubah menjadi Kompas, yang berarti

pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan rimba. Kompas terbit

pertama kali pada 28 Juni 1965 dengan tiras sebanyak 4.828 eksemplar.2

Kompas sempat dua kali dilarang terbit. Pertama, pada 2 Oktober 1965

ketika Penguasa Pelaksana Perang Daerah Jakarta Raya mengeluarkan

larangan terbit untuk semua surat kabar, termasuk Kompas, sebagai upaya

agar pemberitaan tidak menambah rasa bingung masyarakat terkait peristiwa

1 Blenzinky, “Perjalanan Sejarah Kompas,” artikel diakses pada 4 Juli 2014 dari

www.Kompas.com 2 Blenzinky, “Perjalanan Sejarah Kompas.”

Page 70: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

59

Gerakan 30 September yang tengah berkecamuk. Kompas terbit kembali pada

6 Oktober 1965.3

Pada 21 Januari 1978, Kompas untuk kedua kalinya dilarang terbit

bersama enam surat kabar lainnya. Pelarangan terkait pemberitaan seputar

aksi mahasiswa menentang kepemimpinan Presiden Soeharto menjelang

pelaksanaan Sidang Umum MPR 1978. Pelarangan bersifat sementara dan

pada 5 Februari 1978, Kompas terbit kembali.4

Pada edisi perdana, Kompas terbit empat halaman dengan 11 berita pada

halaman pertama. Terdapat enam buah Iklan yang mengisi kurang dari

separuh halaman. Pada masa-masa awal berdirinya, Kompas terbit sebagai

surat kabar mingguan dengan delapan halaman, lalu terbit empat kali

seminggu, dan dalam waktu dua tahun berkembang menjadi surat kabar

harian nasional dengan tiras 30.650 eksemplar.5

Sejak 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada

2004, tiras harian mencapai 530.000 eksemplar, sedangkan edisi Minggu

mencapai 610.000 eksemplar. Kompas diperkirakan dibaca 2,25 juta orang di

seluruh Indonesia. Dengan tiras sebesar itu, Kompas menjadi surat kabar

terbesar di Indonesia. Untuk memastikan akuntabilitas jumlah tiras, sejak

1976, Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk

melakukan audit.

3 “Sejarah Kompas,” diakses pada 4 Juli 2014 dari

http://print.Kompas.com/about/sejarahKompas.html 4 Frans Seda, Selamat Ulang Tahun ke-70, Jakob (Jakarta: Humanisme dan Kebebasan

Pers, 2001), h. 59. 5 “Sejarah Kompas.”

Page 71: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

60

Saat ini, Kompas Cetak (bukan versi digital) memiliki tiras rata-rata

500.000 eksemplar per hari, dengan rata-rata jumlah pembaca mencapai

1.850.000 orang per hari yang terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia.6

B. Visi & Misi Harian Kompas

a. Visi Harian Kompas

Setiap media memiliki visi yaitu pandangan media dalam menilai suatu

masalah yang terjadi dalam masyarakat. Seperangkat visi inilah yang

nantinya akan dijabarkan dalam kebijakan editorial dan sekaligus menjadi

acuan bagi surat kabar yang bersangkutan. Visi sebuah surat kabar adalah

dasar untuk menguraikan sejumlah nilai dalam menentukan kriteria dalam

menyeleksi dan mengolah beritanya. Selain itu visi juga menjdi nilai dasar

dan acuan yang dihayati bersama oleh para wartawan yang bekerja di

penerbitan tersebut. Aktualisasinya diterjemahkan oleh wartawan melalui

pergulatan dan pemikiran serta pengolahan realitas sosial menjadi realitas

media baik dalam bentuk berita maupun komentar.7

Kelahiran Kompas pada saat itu diatur oleh perundangan yang

mengharuskan surat kabar yang terbit berafilisai dengan Partai Katholik.

Namun sejak semula para pendiri dan perintis Kompas selalu menekankan

bahwa visi kemasyarakatan koran haruslah terbuka. Visi Kompas adalah

“Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangnya

masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat serta menjunjung

tinggi asas dan nilai kemanusiaan.” Visi pokok yang dijabarkan menjadi

6 “Sejarah Kompas.”

7 St. Sularto, Kompas Meluncurkan Tim Ombusman (Jakarta: Humanisme dan Kebebasan

Pers, 2001), h. 77.

Page 72: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

61

kebijakan redaksional, selain menjadi kerangka acuan serta kriteria dalam

menyeleksi dan mengolahnya menjadi berita, juga menjadi visi serta seuntai

nilai dasar yang dihayati bersama oleh para wartawan yang bekerja dalam

media tersebut. Visi ini sekaligus diperkaya dan diaktualkan oleh para

wartawan melalui pekerjaan dan pergulatannya dengan realitas serta

pemikiran yang mereka olah menjadi bahan berita, laporan, maupun

komentar.8

Kompas mengakomodir setiap kepentingan masyarakat. Kompas inigin

berkembang sebagai suatu institusi pers yang mengedepankan keterbukaan,

meninggalkan pengotak-kotakan latar belakang suku, agama, ras, dan

golongan. Kompas juga berusaha menjadi juru bicara kemanusiaan,

mengedepankan persoalan yang berkaitan dengan nasib orang banyak

terutama yang terpinggir dan tertinggal. Maka, independensi Kompas adalah

ketika Kompas mengambil jarak terhadap pemerintah dan terhadap setiap

lembaga kekuasaan.9 Motto tersebut menunjukkan bahwa Kompas

berkomitmen juga menyuarakan hati nurani rakyat. Jargon manusia dan

kemanusiaan yang diusung Kompas akan memberikan warna, makna,

kekayaan, serta jiwa dalam pemberitaan, laporan maupun realitas sosial

secara lebih peka. Karena peka terhadap penderitaan sesama manusia adalah

sifat khusus humanisme.10

b. Misi Harian Kompas

8 Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus (Jakarta:

Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 59. 9 Seda, Selamat Ulang Tahun ke-70, Jakob, h. 60.

10 Wawancara Pribadi dengan Johnny TG (Ketua Desk Foto Kompas), Jakarta, 19 Mei

2014.

Page 73: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

62

Sementara itu, Misi Kompas adalah sebagai berikut: “Mengantisipasi dan

merespon dinamika masyarakat secara professional, sekaligus memberi arah

dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi terpercaya.” Dalam

kiprahnya dalam institusi pers, misi Kompas “Berpartisipasi membangun

masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui prinsip “humanism

transedental” (persatuan dalam perbedaan) deangan menghormati individu

dan masyarakat adil dan makmur.11

Secara spesifik, bisa diuraikan sebagai

berikut:

a. Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka.

b. Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok politik tertentu

baik politik, agama, sosial, atau golongan ekonomi.

c. Kompas seacra aktif membuka dialog dan berinteraksi positif dengan

segala kelompok.

d. Kompas adalah Koran nasional yang berusaha mewujudkan aspirasi dan

cita-cita bangsa.

e. Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang dikembangkan

tetapi selalu memperhatiakan konteks struktur kemasyarakatan dan

pemerintah yang menjadi lingkungan.

Menurut Jacob Oetama, surat kabar tidak lebih dari sekedar suatu

informasi dan peliputan perihal peristiwa, surat kabar adalah juga interaksi.

Karena itu, surat kabar mempunyai policy, kebijakan editorial dan juga

kebijakan perusahaan. Interaksi antara kebijakan dan liputan lapangan itulah

dinamika yang menhasilkan berita, komentar, dan opini.12

Kompas tidak

11

B. Nugraha, Politik Media Mengemas Berita (Jakarta: ISAI, 1999), h. 62. 12

Nugraha, Politik Media Mengemas Berita, h. 60.

Page 74: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

63

hanya sekedar media cetak yang menyampaikan informasi kepada pembaca,

tapi lebih dari itu, ia mengemban sebuah misi yaitu untuk mendidik dan

mencerdaskan hati nurani anak bangsa. Hal ini sesuai dengan cita-cita

Kompas untuk menjadi sebuah Monumen Nasional Dari Hati Nurani

Rakyat.13

Sesuai dengan misinya tersebut, Kompas berusaha untuk membuat

pembacanya tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi pembaca Kompas

diharapkan dapat memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Kompas juga mengajak pembacanya untuk berfikir dan memberikan

interpretasi terhadap sajian teks berita. Tugas redaksi hanya sampai pada

proses memberikan informasi yang seimbang antara dua belah pihak. Dengan

cara yang tidak memberikan justfikasi atas permasalahan tertentu, pembaca

Kompas diharapkan memiliki ruang tersendiri untuk lebih berkontemplasi

terhadap suatu realistas. Atas dasar itu, Kompas tidak pernah membuat berita

yang sensasional.14

Artinya, tidak ada fakta yang dikemas secara hiperbolik

dalam rangka mengejar oplah. Meskipun humanis, namun hal ini tidak

menjadikan bahasa Kompas menjadi kenes. Kompas juga jarang sekali atau

bahkan tidak menggunakan bahasa-bahasa yang kenes, vulgar, dan

adhiaporis belaka. Karena keprihatinan humanisnya, Kompas tidak ingin

menghibur pembacanya, tapi ingin ikut bertanggungjawab untuk mendidik

pembacanya menjadi humanis.

C. Sasaran Operasional Harian Kompas

13

Seda, Selamat Ulang Tahun ke-70, Jakob, h. 61. 14

Seda, Selamat Ulang Tahun ke-70, Jakob, h. 62.

Page 75: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

64

Kompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa, menjadi nomor

satu dalam semua usaha di antara usaha-usaha lain yang sejenis dan dalam

kelas yang sama. Hal tersebut dicapai melalui etika usaha bersih dengan

melakukan kerja sama dengan peusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan

dalam lima sasaran operasional:15

1. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri: cepat,

cermat, utuh, dan selalu mengandung makna.

2. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan

untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan

dalam gaya kompak, komunikatif, dan kaya nuansa kehidupan dan

kemanusiaan.

3. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dapat dicapai melalui upaya

intelektual yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami

jalan pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha menundukan

persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi tetap kritis dan tetap teguh

pada prinsip.

4. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya demi meningkatkan

tiras.

5. Untuk dapat merealisasikan Visi dan Misi, Kompas harus berusaha

memperoleh keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari

bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan

layak bagi karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu

melaksanakan tanggung jawab sosialnya sebagi perusahaan.

15

Wawancara Pribadi dengan Johnny TG.

Page 76: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

65

D. Moto Harian Kompas

Harian Kompas berusaha menyajikan nilai-nilai humanis kepada

pembacanya melalui artikel-artikel, cerita kehidupan rakyat biasa yang

disajikan Kompas dalam liputan setiap harinya. Keberpihakkan pada rakyat

tergambar jelas pada motto “Amanat Hati Nurani Rakyat” yang terdapat di

bawah kata Kompas. Judul tambahan ini mencerminkan bahwa Kompas lebih

mengedepankan kepentingan rakyat. Kompas mengedepankan kepentingan

rakyat.16

Motto ini menggambarkan visi dan missi Kompas bagi disuarakanya hati

nurani rakyat. Kompas ingin berkembang sebagai institusi pers yang

mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengkotakan latar belakang

suku, agama, ras, dan golongan. Kompas ingin berkembang sebagai “

Indonesia Mini” karena Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka dan

kolektif. Kompas ingin ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa. Kompas

ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus

perhatian dan tujuan pada nilai-nilai transenden atau mengatasi kepntingan

kelompok. Rumusan bukunya adalah “humanisme transedental”. Pepatah

yang kemudian ditemukan dan menegaskan empati dan compassion Kompas

adalah “Kata Hati Mata Hati”.17

16

Company Profile Surat Kabar Harian Kompas, 2014. 17

Company Profile Surat Kabar Harian Kompas, 2014.

Page 77: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

66

E. Kebijakan & Susunan Redaksi Harian Kompas

a. Kebijakan Redaksional Harian Kompas

Kebijakan redaksional menjadi pedoman dan ukuran dalam

menentukan peristiwa apa yang menentukan nilai berita oleh surat kabar

yang bersangkutan. Kompas menerapkan prinsip jurnalistik: liput dua

belah pihak yang lain, jangan-jangan masih ada kemungkinan yang lain.

Suatu persoalan besar maupun kecil ditinjau dari berbagai segi, sehingga

jelas duduk perkaranya, semakin lengkap seluruh dimensinya dan semaki

tercapai proporsisinya.18

Kebijakan redaksional (editorial policy) suatu media merupakan

penjabaran dari tujuan media yang mendasari langkah media dalam

menyaksikan informasi. Selain tujuan media, kondisi objektif pembaca

juga menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan redaksional.

Kebijakan redaksional ini menjadi tolak ukur dari standar kelayakan suatu

informasi yang akan ditampilkan dalam media.19

Melihat dari motto yang dimiliki, Kompas mengidentifikasi dirinya

sebagai pembawa kepentingan dan suara hati rakyat, maka seluruh

kegiatan dan keputusan Kompas berdasarkan pada nilai-nilai dasar yaitu:20

1) menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat

dan martabatnya, 2) mengutamakan watak baik, 3) profesionalisme, 4)

semangat kerja tim, 5) berorientasi pada kepuasan konsumen (pembaca,

18

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2004), h. 116. 19

Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Penerbit Kencana, 2009), h.

65. 20

Wawancara Pribadi dengan Johnny TG.

Page 78: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

67

pengiklan, mitra kerja penerima proses selanjutnya), dan 6) tanggung

jawab sosial.21

b. Susunan Redaksi Harian Kompas

Posisi tertinggi pada struktur organisasi Kompas dipegang oleh

Pemimpin Umum yang dibantu Wakil Pemimpin Umum yang bertugas

sebagai koordinator. Di bawahnya terdapat pemimpin redaksi dibantu wakil

pemimpin redaksi I dan wakil pemimpin redaksi II. Wakil pemimpin redaksi

I khusus membidangi berita opini yang meliput artikel, tajuk, serta

karikatur. Di bawah ini Wakil Pemimpin redaksi adalah redaktur pelaksana.

Susunan redaksi Harian Kompas periode 2014 adalah sebagai

berikut:22

a. Pemimpin Umum: Jakob Oetama

b. Wakil Pemimpin Umum: Agung Adiprasetyo, St. Sularto

c. Pemimpin Redaksi: Rikard Bangun

d. Wakil Pemimpin Redaksi: Trias Kuncahyono, Budiman Tanuredjo,

Ninuk Mardiana Pambudy

e. Redaktur Pelaksana: James Luhulima

f. Wakil Redaktur Pelaksana: Mohammad Bakir, Bambang Sigap

Sumantri, Rusdi Amral

g. Sekretaris Redaksi: Retno Bintarti, M. Nasir

21

J. Oetama dan Suryapratomo, Kompas Menulis dari Dalam (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2007), 65-66. 22

Surat Kabar Harian Kompas Edisi 24 Juni 2014.

Page 79: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

68

Struktur Redaksi Foto:23

Ketua Desk Foto : Johnny TG

Wakil : Agus Susanto

Desk Politik dan Hukum : Mohammad Subhan, Anton Wisnu

Nugroho,

Alif Ichwan, Totok Wijayanto dan

Yuniadhi

Agung

Desk Olah Raga : Agus Susanto

Desk Ekonomi : Lucky Pransiska dan Riza Fathoni

Desk Humaniora : Lasti Kurnia

Desk Meotropolitan : Danu Kusworo dan Wisnu Widiantoro

Desk Non Berita : Arbain Rambey dan Priyombodo

Desk Kompas Minggu : Myrna Ratna

Desk Nusantara :

Atika Walujani Moedjiono Bahana Patria Gupta, Hendra A. Setyawan, Heru

Sri Kumoro, Iwan Setiyawan, Raditya Helabumi, Rony Ariyanto Nugroho,

Wawan H. Prabowo, Arum Tresnaningtyas Dayu Putri, Fergananta Indra

Riatmoko dan P. Raditya Mahendra Yasa

23

Wawncara pribadi dengan Johnny TG.

Page 80: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

69

Gambar 6: Struktur Organisasi Redaksi Harian Kompas24

24

Company Profile Surat Kabar Harian Kompas, 2014.

Waredpel

II

Luar Negeri

Ekonomi

Waredpel III

Pendidikan &

Kebudayaan

IPTEK

Pimpinan Umum&Wakil

Badan Penelitian

& Pengembangan Pemimpin

Sirkulasi

Iklan

Rumah

Tangga

Administrasi

Pemimpin Redaksi

Wakil Pemimpin Redaksi

Sek. Redaksi Perpustakaan &

Dokumentasi

Tim Penulis

Halaman

Opini

Karikatur & Ilustrasi

Redaktur

Pelaksana

Sekretaris

Bid. Polkam

Red. Feature

Red. Daerah

Red. Fotografi

Redaktur

Kompas Minggu

Red/Wakil

Bid. Produksi

Penyunting

Tata Wajah

Waredpel I

Metropolitan

Hukum & Kriminalitas

Olahraga

Page 81: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

70

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini, penulis menjelaskan data serta hasil penelitian dari judul

penelitian “Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto

Headline Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.).”

Berkaitan dengan foto berita yang penulis jadikan sampel pada penelitian

ini, Barthes memperhatikan hubungan antara posisi teks dan kaitannya dengan

signification yang dihasilkan. Seperti kita maklumi, sebuah foto berita dijelaskan

oleh berbagai teks, ada yang berupa caption, headline, artikel atau gabungan dari

ketiganya. Adapun arti dari caption adalah mengulangi saja denotasi, oleh karena

itu kurang menghasilkan efek konotatif bila dibandingkan dengan teks dalam

headline atau artikel. Menurutnya, foto berita umumnya bersifat not arbitrary,

unmotivated, dokumenter (historis) dan tujuan utamanya untuk membuktikan

suatu fakta atau kenyataan kepada publik, sehingga aspek verisme (gambaran

sepersis mungkin) tanpa manipulasi maupun manipulasi subjek dan peristiwa

menjadi sangat penting. Sedangkan caption atau keterangan foto hanya berfungsi

sebagai sebatas penambat (anchorage) dan pemancar (relay) belaka.1

Penulis menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes yang

merujuk pada makna denotatif, konotatif, dan mitos yang terkandung dalam foto

berita yang diteliti. Guna mengembangkan hasil temuan, selanjutnya penulis

melihat hasil pemaknaan foto dan mengarahkannya pada kajian tentang nilai

budaya.

1 Kurniawan, Semiologi Roland Barthes (Magelang : Yayasan Indonesiatera, 2001), h.

41.

Page 82: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

71

A. Data Foto 1

Harian Kompas Edisi Rabu, 10 Juli 2013

Tarawih Pertama

Sumber: http://epaper1.kompas.com/kompas/

Caption :

Pengungsi korban gempa melaksanakan shalat Tarawih pertama sebelum

memulai puasa di mushala darurat berupa tenda di posko terpadu di Desa Kute

Glime, Ketol, Aceh Tengah, Selasa (9/7). Sebanyak 52.113 pengungsi di

Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah terpaksa melaksanakan ibadah puasa

Ramadan di pengungsian yang tersebar di lebih dari 70 lokasi, baik posko terpadu

maupun pengungsian mandiri di pekarangan rumah.

Fotografer : Lasti Kurnia

Page 83: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

72

B. Analisis Data Foto 1

1. Makna Denotasi

Denotasi yaitu relasi antara penanda dengan petanda dalam sebuah

tanda, serta tanda dengan acuan realitas eksternalnya. Untuk mengungkap

makna denotatif dalam sebuah foto dapat diketahui pada tahap perseptif,

yaitu melakukan transformasi gambar ke kategori verbal atau verbalisasi

gambar.2

Pada ranah denotasi, foto mentransmisikan sebuah realistis yang

terekam. Ada imaji fotografi atau analogon yang merupakan turunan atau

salinan dari realitas yang terjadi dari sebuah peristiwa yang tertangkap.

Analogon inilah yang diterima sebagai kekuatan foto tersebut. Analogon

yang hadir dari foto adalah juga bentuk pesan yang disampaikan pada ranah

denotasi. Denotasi terhadap karya fotografi hanya menyatakan apa yang ada

dan terlihat dalam gambar, tanpa memberi pemaknaan subjektif.3 Sebagai

contoh: secara denotatif, babi adalah nama jenis binatang, namun secara

konotatif, “babi” dapat diasosiasikan dengan hal lain, seperti: polisi yang

korup, tentara yang kejam, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, denotasi

dapat merupakan sebagai kata yang memiliki arti sesuai dengan apa yang ada

didalam kamus bahasa indonesia, yang dapat merupakan makna

sesungguhnya atau makna yang sebenarnya dari apa yang tertulis dan dilihat.

Artinya, denotasi dalam foto hanya akan membicarakan tentang apa

yang difoto, tidak lebih dari itu. Menambahkan atau mengurangi baik secara

objektif maupun anggapan subjektif terhadap apa yang tampak dalam foto

2 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 156.

3 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 157.

Page 84: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

73

adalah hal yang dilarang ketika menjelaskan tentang makna denotasi pada

foto.

Dalam data foto pertama, objek (analogon) apa saja yang didapat,

antara lain:

a. Beberapa wanita memakai mukena sedang melaksanakan ibadah

shalat.

b. Cahaya yang hanya tampak di dalam tenda dan di belakang tenda.

c. Latar belakang yang dibuat blur (samar).

d. Foto tercetak dalam bentuk berwarna, dengan warna hitam sebagai

warna dominan.

Makna denotasi yang didapat dengan memperhatikan beberapa

analogon yang ada mengungkapkan, secara verbal dapat kita katakan dalam

gambar ini terdapat tampilan beberapa perempuan yang dibingkai oleh

sebuah jendela tenda, sedang melaksanakan ibadah shalat pada malam hari.

2. Makna Konotasi

Untuk memahami makna konotasi dari sebuah foto, dalam metode

Barthes disebut dengan tahap konotasi kognitif, yaitu makna yang dibangun

atas dasar imajinasi paradigmatik. Selain pemahaman kultural, juga dapat

diperoleh dengan mengamati beberapa perkembangan prosedur yang

mempengaruhi gambar sebagai analogon.4 Prosedur tersebut dikategorikan

menjadi enam, antara lain:

4 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 159.

Page 85: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

74

2.1 Trick Effect

Trick Effect ialah memanipulasi gambar secara artifisial, dengan

maksud membuat foto menjadi lebih baik lagi sehingga mengubah isi foto

yang sebenarnya.5

Menyangkut istilah “manipulasi”, umumnya orang masih

berpedoman bahwa sebuah foto hasil manipulasi adalah foto yang diutak-

atik dengan sebuah perangkat. Selama ini istilah foto manipulasi semata

mengacu pada sebuah tindakan pada foto yang sudah jadi. Dengan begitu,

wajar pula kalau umumnya orang sering menyalahkan keberadaan

perangkat lunak yangdisebut Photoshop.

“Bolehkah foto jurnalistik diolah dengan Photoshop?”

Demikianlah pertanyaan yang sering dilontarkan publik dalam seminar

foto jurnalistik di mana pun. Dalam kacamata umum, manipulasi foto

memang mengutak-atik foto yang sudah jadi. Sesungguhnya, manipulasi

foto itu banyak sekali jenis dan maksudnya. Manipulasi foto bisa terjadi

tanpa olahan sama sekali pada fotonya, juga manipulasi foto bahkan bisa

terjadi hanya semata dengan ucapan.

Salah satu contoh, adalah foto-foto korban tragedi jatuhnya

pesawat Sukhoi di Gunung Salak yang sudah bertaburan di internet

padahal, saat tim SAR pun belum bisa mencapai lokasi kecelakaan. Itu

adalah foto manipulasi. Foto-foto yang beredar cepat itu adalah foto dari

kecelakaan pesawat di Afrika, tapi dikatakan sebagai foto di Gunung

Salak. Manipulasi jenis ini adalah mengubah informasi sebuah foto,

5 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 162.

Page 86: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

75

sehingga foto kejadian A bisa menjadi foto kejadian B. Tanpa Photoshop,

sebuah manipulasi bisa terjadi.

Dalam sampel foto 1, tidak terlihat adanya indikasi trick effect.

Proses edit hanya sebatas pemotongan sebagian gambar atau cropping

dengan menggunakan sebuah aplikasi pengolahan data foto atau gambar,

seperti Photoshop dan aplikasi sejenisnya yang dilakukan untuk

membuang gambar yang dirasa tidak perlu atau mengganggu komposisi

visual dari foto sampel ini. Selain itu, sentuhan editing dalam batas yang

normal dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik juga

dilakukan pada foto 1, namun tanpa mengubah foto atau gambar yang

sebenarnya.

2.2 Pose

Pose, sebagaimana dijabarkan penulis dalam bab 2, dipahami

sebagai gaya, sikap, ekspresi ataupun posisang fotografer. Pose seringkali

mudah ditemukan dalam foto yang berisi objek manusia atau hewan.

Sedangkan dalam foto dengan objek pemandangan alam misalnya, kita

tidak akan menemukan pose didalamnya. Sebab, pemandangan alam yang

menjadi objek foto tidak terdapat unsur gaya, ekspresi apalagi sikap.

Pada data foto 1, terlihat beberapa wanita yang sedang shalat dengan

ekspresi khusyu‟ dan khidmat. Mereka menunduk dan memejamkan mata.

Posisang fotografer dalam memotret moment ini berada tepat di samping

subjek foto dengan meletakkan kamera pada posisi yang sejajar dengan

subjek foto.

Page 87: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

76

Dalam gambar data foto 1 merupakan jenis foto human interest,

dengan format gambar horizontal. Human interest merupakan foto yang

menggambarkan suka dan duka perjalanan hidup manusia. Nilai-nilai

keseharian manusia dapat terekam melalui aliran fotografi ini. Foto

Human interest juga merupakan komentar sosial, dan karakter fotonya

dapat menimbulkan emosi, tawa, atau sedih.6

2.3 Object

Keseluruhan elemen yang ada dalam satu bingkai foto sebenarnya

bisa dikatakan sebagai objek foto. Namun terkait dengan object dalam

membaca foto di sini, sebagaimana yang penulis jabarkan dalam bab 2,

object dipahami sebagai benda-benda atau yang dikomposisikan

sedemikian rupa sehingga dapat diasosiasikan dengan ide-ide tertentu juga

merupakan point of interest (POI) atau pusat perhatian dalam foto.

Penempatan beberapa wanita itu sebagai POI sangat menarik untk

dilihat. Terlebih warna putih yang dikenakan wanita tersebut menjadi

sangat kontras, dengan dominan warna hitam yang memenuhi frame

sehigga mata yang melihat gambar ini akan langsung tertuju pada wanita

yang memakai mukena warna putih itu.

2.4 Photogenia

Dalam Photogenia, kita akan melihat foto dari segi tehnik

pengambilannya. Meliputi lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman

foto), bluring (keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek

6 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 170.

Page 88: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

77

gerak), freeze (efek beku), maupun angle (sudut pandang pengambilan

objek).

Dari sisi pencahayaan, penulis melihat objek berada di luar

ruangan (outdoor) pada malam hari dengan kondisi minim cahaya,

sehingga sang fotografer menggunakan bantuan flash (lampu kilat)

internal kamera dan memanfaatkan sedkit cahaya lampu di dalam dan di

belakang tenda. Hal ini dapat diamati dari bayangan (shadow) wajah

sejumlah wanita tersebut.

Perlu juga diketahui, terdapat beberapa pilihan penggunaan cahaya

bantuan (flash) dalam pengoperasian kamera. Pertama dapat

menggunakan flash internal kamera, flash eksternal (lampu kilat

tambahan), atau dengan menggunakan seperangkat alat lighting yang

biasa dipakai di studio-studio foto.7 Di sini penulis meyakini fotografer

memotret foto dalam data foto 1 menggunakan flash internal kamera

karena melihat beberapa indikator, pertama atas shadow yang nampak di

bagian wajah. Kedua, atas hasil foto yang berada pada tingkat

pencahayaan rendah (under exposure). Keyakinan penulis juga diperkuat

oleh keterangan Lasti Kurnia sebagai fotografer foto tersebut.

Adanya perbedaan ketajaman objek pada latar depan (foreground)

dan latar belakang (background) mengindikasikan foto diambil

menggunakan tehnik ruang tajam sempit, yang berarti pengaturan

diafragma berada antara f/2,8 sampai f/5,1. Dengan posisi diafragma

tersebut maka kecepatan rana (speed) untuk menghasilkan pencahayaan

7 Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata Fotogafi (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 55.

Page 89: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

78

yang nampak dalam data foto 1 berkisar antara S: 1/30 sampai 1/60. Atau

juga dapat dikompensasi dengan menggunakan ISO 400 sampai 800. Titik

fokus yang ditempatkan pada latar depan jendela (di dalam tenda) ini

dilakukan fotografer sebagai upaya penegasan fokus pesan yang ingin

disampaikan, dalam hal ini pesan tentang kegiatan ibadah para pengungsi.

Melihat POI yang ada dalam foto memberi indikasi foto diambil

dengan sudut pandang sejajar mata manusia atau dalam istilah angle

fotografi disebut dengan eye level. Sudut pengambilan ini memberi kesan

yang sama dengan cara mata kita melihat terhadap objek. Posisi dan arah

kamera memandang objek yang akan diambil layaknya mata kita melihat

objek secara biasa. Kamera dan lensa sejajar dengan objek.

Pengambilan angle eye view biasanya digunakan untuk mengambil foto

potret terhadap manusia, dimana posisi kamera layaknya posisi mata kita

sendiri, memberi kesan sejajar, kesamaan dan sederajat.Dengan

penggunaan angle ini, secara teknik tidak terlalu menimbulkan pesan

tertentu.

Perlu juga diketahui, pemilihan angle dalam fotografi sedikit

banyak juga dapat memberi pesan tertentu, dan juga biasanya dari angle

yang digunakan fotografer, kita dapat melihat bagaimana sudut pandang

seorang fotografer dalam menampilkan sebuah foto. Contohnya, ketika

seorang fotografer memotret Jokowi dengan menggunakan low angle

(memotret dengan kamera yang berada lebih rendah dari objek), maka

kesan yang timbul terhadap Jokowi adalah akan dapat terlihat sebagai

sosok yang berwibawa. Akan menjadi berbeda pesan ketika seorang

Page 90: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

79

fotografer memotret Jokowi dengan posisi kamera yang berada lebih

tinggi (high angle), maka kesan yang timbul terhadap Jokowi akan dapat

terlihat kerdil dan tidak berwibawa.

2.5 Aestheticism

Aestheticism atau komposisi merupakan susunan dari berbagai objek

atau gambar yang mempunyai dua sifat saling bertentangan, bisa

“membangun” gambar namun juga bisa mengacaukan gambar. Gambar

pada foto ini terlihat menarik dan eye catching karena penempatan wanta

yang sedang shalat ini dibingkai oleh sebuah jendela. Dalam dunia

fotografi, hal ini juga disebut sebagai framing.

Jika dilihat dari komposisinya, foto tersebut memperhatikan kaidah

1/3 (rule of third) dengan menempatkan POI di 1/3 bagian kiri foto.

Ukuran POI yang penuh secara vertikal gambar mengarahkan sekaligus

menegaskan mata untuk langsung mengarah pada objek.

2.6 Syntax

Syntax adalah penyusunan tanda-tanda menjadi satu kalimat atau

satu makna tertentu.8 Syntax tidak harus dibangun dengan lebih dari satu

foto. Dalam satu foto pun dapat dibangun syntax. Pembentukan syntax

seperti ini biasanya dibantu dengan caption. Foto ini menceritakan bahwa

pengungsi korban gempa melaksanakan shalat Tarawih pertama sebelum

memulai puasa di mushala darurat berupa tenda di posko terpadu di Desa

Kute Glime, Ketol, Aceh Tengah, Selasa (9/7). Sebanyak 52.113

pengungsi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah terpaksa

8 Sobur, Analisis Teks Media, h. 128.

Page 91: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

80

melaksanakan ibadah puasa Ramadan di pengungsian yang tersebar di

lebih dari 70 lokasi, baik posko terpadu maupun pengungsian mandiri di

pekarangan rumah.

Dari berbagai aspek teramati yang telah dijabarkan di atas,

didapati makna konotasi dari data foto 1 yang menggambarkan bahwa

dalam keadaan darurat dan berduka pun tidak menyurutkan niat para

pengungsi untuk beribadah. Para pengungsi korban gempa tetap

melaksanakan shalat Tarawih pertama di mushala darurat berupa tenda.

3. Mitos

Makna mitos yang terbangun dari foto ini adalah sebuah keteguhan hati

masyarakat Aceh yang menjalankan ajaran Islam dalam kondisi apapun.

Masyarakat Aceh yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam dan

dijuluki dengan Serambi Mekkah ini memang sudah menerapkan hukum

Islam dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di kondisi apapun.

Diberlakukannya hukum Islam dengan benar, menimbulkan efek kepada

masyarakatnya sadar akan pentingnya mengikuti aturan Islam. Islam sangat

berperan penting sebagai sarana pemersatu dan menjadi rujukan masyarakat.

Islam juga memiliki daya konstruktif, regulatif dan formatif dalam

membangun tatanan hidup. Bagi masyarakat, terutama yang berdomisili di

desa-desa, agama telah dijadikan indikator yang mampu membentuk satu

kesatuan sosial yang kuat. Mereka umumnya selalu patuh pada perintah-

perintah Allah dan Rasul-nya, meyakini bahwa ajaran Islam akan

menyejahterakan mereka di dunia dan di akhirat kelak. Adat dan agama

tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan masyarakatnya. Ini terlihat dari

Page 92: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

81

masyarakat Aceh yang hampir tidak mampu membedakan antara

hukum dan adat.

4. Nilai Budaya

Setelah melalui proses pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos, maka

dapat disimpulkan bahwa nilai budaya yang didapat pada data foto 1 adalah

nilai agama. Dalam data foto 1, tersirat masyarakat Aceh sangat memegang

teguh nilai agama. Para pengungsi korban gempa tetap melaksanakan ibadah

shalat tarawih sebelum memulai puasa Ramadan meskipun di dalam mushala

darurat berupa tenda. Perlu diketahui, shalat tarawih adalah shalat sunnah

yang dilaksanakan khusus pada malam bulan Ramadan. Adapun yang

dimaksud dengan hukum sunnah adalah apabila dikerjakan mendapat pahala,

dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Waktu pelaksanaannya adalah

selepas isya‟ dan biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid sebanyak 11

rakaat (8 rakaat shalat tarawih dan 3 rakaat witir).

5. Interpretasi

Lasti Kurnia, selaku fotografer, mengungkapkan bahwa pesan dari foto ini

adalah saat orang lain bisa tarawih di rumah dengan keluarga, suka cita pergi

ke masjid bersama, sedangkan saudara kita yang lain sedang menyambut

Ramadan dengan kondisi tertimpa musibah. Dalam hal ini, Lasti ingin

menggugah empati dan mengajak pembacanya untuk lebih peduli terhadap

musibah yang terjadi melalui fotonya. Ia ingin memberi perspektif agar

orang lain peduli sesama dan ikut merasakannya. Bagi seorang jurnalis

seperti Lasti, suatu bencana tidak hanya selalu dimaknai dengan kacamata

sempit yang hanya sebatas meliput bagaimana kronologis bencana terjadi,

Page 93: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

82

berapa jumlah korban, bagaimana penanganan bencana, pencarian korban,

dan sebagainya, tetapi juga mencari dampak-dampak lain di luar lokasi yang

menderita bencana. Karena menurutnya, tidak ada peristiwa yang tidak

memberi dampak pada orang lain.

Page 94: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

83

C. Data Foto 2

Harian Kompas Edisi Kamis, 11 Juli 2013

Harga Masih Meroket

Sumber: http://epaper1.kompas.com/kompas/

Caption :

Warga berbelanja sayur-mayur di Pasar senen, Jakarta Pusat, Rabu (10/7).

Memasuki bulan puasa, harga kebutuhan pokok terus naik dan diperkirakan

makin melambung hingga Lebaran. Pemerintah sebaiknya segera menstabilkan

harga kebutuhan pokok.

Fotografer : Priyombodo

Page 95: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

84

D. Analisis Data Foto 2

1. Makna Denotasi

Dalam gambar data foto kedua kita dapat amati beberapa analogon

yang berbentuk objek dari makna denotatif foto tersebut, antara lain:

a. Dua orang laki-laki sedang melakukan proses jual beli.

b. Beberapa sayur-mayur tersusun dan tergantung rapi.

c. Ekspresi sumringah menghiasi wajah penjual dan pembeli.

e. Latar belakang pasar tradisional.

f. Warna-warna bahan pangan seperti merah, hijau, kuning, oren, dan

ungu menjadi warna dominan.

Makna denotasi yang didapat dari beberapa analogon yang terdapat

dalam data foto 2 dapat mengungkapkan, secara verbal dapat kita katakan

dalam foto terdapat peristiwa dengan menampilkan proses jual beli sayur-

mayur antara pedagang dan pembeli di sebuah pasar tradisional.

2. Makna konotasi

2.1. Trick Effect

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa trick effect merupakan

suatu upaya manipulasi gambar pada tingkat yang berlebihan sehingga

mengubah makna suatu foto.

Dalam fotografi jurnalistik, sang pewarta foto seringkali mengatur

subyek atau narasumber agar tampil sesuai dengan yang diharapkan. Pada

kamera diatur bokeh, white balance, dibuat black and white dan

sebagainya. Seringkali fotografer memotret tidak apa adanya. Hal ini

sudah biasa dilakukan. Secara umum pengaturan pada tingkat sederhana

Page 96: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

85

seperti perbaikan cahaya, pengubahan menjadi black and white, dan

cropping masih dianggap wajar. Walaupun ini juga sudah masuk dalam

ranah manipulasi digital. Bagian inilah yang kadang membingungkan

karena batasan-batasan yang kurang tegas.9

NPPA (National Press Photographers Association) pada halaman

kode etik menyebutkan editing harus mempertahankan integritas konten

gambar foto dan konteks. Kemudian jangan memanipulasi gambar atau

menambahkan atau mengubah suara dengan cara apapun yang dapat

menyesatkan pemirsa atau tidak menggambarkan subyek. Tergantung dari

sudut mana menafsirkannya, jika masuk golongan garis keras, maka

segala macam manipulasi digital apapun bentuknya tidak dihalalkan.10

Salah satu kasus tahun 2001 ada di koran Los Angeles Times di

mana fotografer menggunakan Adobe Photoshop untuk menggabungkan

dua foto. Sang fotografer itu kemudian dipecat. Lalu ada kasus fotografer

Adnan Hajj, seorang fotografer lepas Lebanon yang “menambah” asap

dari foto perang yang ia ambil. Reuters kemudian berhenti bekerjasama

dengan Adnan Hajj dan editor foto Reuters dipecat.11

Tersedianya software digital editing membuat semua orang bisa

mengedit foto sehingga batas baik dan buruk menjadi kabur. Banyak

jurnalis foto menggunakan aturan "ruang gelap" di mana hanya

9 Frank P. Hoy, Photo Journalism the Visual Approach (New Jersey : Prentice-

Hall, 1986), h. 51. 10

Martin Keene, Practical Photojournalismn a Proffesional Guide (Inggris: Focal Press,

1993), h. 77. 11

Bambang Dwi Atmoko, “Polemik Manipulasi Foto di Dunia Jurnalistik,” artikel

diakses pada 6 Juli 2014 dari http://ruangkamera.com/mrbambang/2012/02/07/polemik-

manipulasi-foto-di-dunia-jurnalistik/

Page 97: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

86

menggunakan Photoshop untuk hal-hal yang masih bisa dilakukan secara

tradisional.

Dari beberapa kasus di atas, terlihat bahwa manipulasi foto

jurnalistik memancing pro dan kontra. Pihak yang berkepentingan demi

pencitraan, estetika atau hal lainnya akan melakukan manipulasi atau

manipulasi foto. Ada juga pihak yang kontra atau tidak setuju dengan

manipulasi digital pada jurnalistik.

Terkait dengan data foto 2, tidak terlihat indikasi trick effect.

Proses edit yang dilakukan hanya sebatas pemotongan sebagian gambar

atau cropping yang dilakukan untuk membuang gambar yang dirasa tidak

perlu atau mengganggu komposisi visual dari foto 2. Sementara dari segi

kontras warna, penulis tidak menemukan sentuhan editing dengan

menggunakan aplikasi pengolahan foto atau gambar, seperti Photoshop

dan aplikasi sejenisnya, jadi tidak merubah kontras warna yang

sebenarnya.

2.2. Pose

Pose adalah gesture, sikap atau ekspresi objek yang berdasarkan

stock of sign masyarakat yang memiliki arti tertentu, seperti arah pandang

mata atau gerak-gerik yang hanya dapat dilihat pada objek foto yang

menampilkan objek manusia, ataupun hewan. Foto dalam data foto 2

adalah foto yang menampilkan kegiatan manusia, maka penulis

menemukan unsur yang bisa dikatakan sebagai pose. Adapun pose yang

terdapat pada data foto 1 adalah penjual dan pembeli yang sedang

Page 98: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

87

melakukan proses jual beli. Terlihat dari gerak gerik penjual dan pembeli

yang sedang berinteraksi.

2.3. Object

Berbeda dengan foto 1, penempatan POI pada foto 2 berada di

tengah gambar. Objek utama berupa kedua lelaki yang ditempatkan pada

bagian tengah komposisi tampak stabil dan secara jelas menunjukkan

maksud sang fotografer. Warna putih yang merupakan baju dari salah satu

lelaki yang menjadi POI tersebut menjadi tanda bahwa itu adalah pusat

perhatian pada foto 2. Sebab, kedua lelaki yang menjadi POI terlihat

sebagai objek yang paling menonjol dan menarik mata, sementara sayur-

mayur yang dalam foto berperan sebagai background dan foreground

terlihat blur atau tidak fokus.

2.4. Photogenia

Photogenia ialah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan

telah menggunakan beberapa teknik-teknik memotret, seperti teknik

lighting, exposure, blurring, angle atau cara pengambilan foto, panning

maupun moving.

Foto ini diambil dengan menggunakan diafragma atau bukaan

lensa sempit sekitar f/2,8 hingga f/5,1. Dengan posisi diafragma tersebut

maka kecepatan rana (speed) untuk menghasilkan pencahayaan yang

nampak dalam data foto2 berkisar antara S: 1/30 sampai 1/60. Atau juga

dapat dikompensasi dengan menggunakan ISO 400 sampai 800., hal itu

membuat hanya bagian tengah yang terlihat tajam dan fokus, sementara

foreground dan background terlihat blur.

Page 99: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

88

Objek dalam keseluruhan bingkai berada di tempat yang sejajar

dengan fotografer, sehingga fotografer menggunakan eye level.

Penggunaan jenis angle yang dipakai oleh seorang fotografer dalam

memotret suatu objek dapat terjadi atas beberapa kemungkinan, bisa

karena keinginan sang fotografer guna menimbulkan kesan tertentu

ataupun karena keadaan (situasi) lokasi di mana ia memotret. Pada data

foto 2, penulis tidak menemukan kesan lain terhadap penggunaan eye

level yang dilakukan oleh fotografer dalam memotret keseluruhan objek

dalam satu bingkai foto.

Dari sisi pencahayaan, penulis melihat objek berada di luar

ruangan (outdoor) dengan kondisi cahaya yang cukup terang, maka sang

fotografer tidak perlu menggunakan bantuan flash (lampu kilat) internal

kamera. Hal ini dapat diamati dari keseluruhan objek yang mendapat porsi

cahaya yang sama, baik di bagian si penjual, si pembeli, maupun sayuran

yang dijajakan.

2.5. Aestheticism

Pada sampel foto 2, format gambar dalam bentuk berwarna-warni,

memberi kesan suasana yang hidup.

Dari segi estetika, foto 2 menggunakan metode framing. Framing

merupakan suatu tahapan dimana fotografer membingkai suatu detil

peristiwa yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang foto jurnalis

mengenal arti suatu komposisi, pola, tekstur, dan bentuk subjek

pemotretan dengan akurat. Rasa artistik semakin penting dalam tahap ini.

Inilah yang makin membuat foto ini terlihat menarik.

Page 100: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

89

Sang fotografer mengambil komposisi dengan timing yang tepat,

yaitu saat penjual dan pembeli sedang berinteraksi. Timing merupakan

salah satu metode dalam fotografi yang yang tergabung dalam EDFAT

(Entire, Detail, Framming, Angle, dan Timing). Time merupakan tahap

penentuan penyinaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan

kecepatan atas empat tingkat yang telah disebutkan sebelumnya.

Pengetahuan teknis atas keinginan membekukan gerakan atau memilih

ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperlukan.

2.6. Syntax

Sintaxis dalam foto jurnalistik biasanya dapat kita lihat lewat teks

yang ada pada judul atau caption foto. Dalam foto 2, caption yang tertulis

adalah warga yang sedang berbelanja sayur-mayur di Pasar Senen, Jakarta

Pusat pada hari Rabu, 10 Juli 2013. Lebih lanjut, caption tersebut

menerangkan bahwa pemerintah sebaiknya menstabilkan harga kebutuhan

pokok.

Jika dilihat dari tampilan layout pada headline, data foto 2

meupakan sebuah foto ilustrasi dari sebuah berita yang mengiringinya.

Perlu diketahui, sebuah foto ilustrasi pada hakikatnya merupakan hasil

visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik fotografi yang lebih

menekankan hubungan subjek dengan tulisan daripada bentuk, dengan

tujuan untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau

informasi tertulis lainnya. Dengan foto ilustrasi, diharapkan tulisan yang

mengiringinya lebih mudah dicerna. Oleh karena itu, fotografer harus

bekerja sama dengan reporter, fotografer harus tahu apa yang reporter

Page 101: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

90

tulis, reporter dan fotografer melakukan liputan secara bersamaan, dan

foto-foto yang diambil juga harus sesuai dengan tulisan reporter.

Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, makna konotasi dari

foto tersebut merupakan foto ilustrasi dari sebuah berita kenaikan harga.

Warga yang sedang melakukan proses jual beli meupakan salah satu objek

yang dipilih oleh fotografer untuk mengilustrasikan berita tentang naiknya

harga kebutuhan pokok. Selanjutnya, elemen lain berupa ekspresi pembeli

yang sumringah dan bersemangat secara tersirat dapat ditafsirkan sebagai

sikap konsumtif masyarakat yang gemar memborong berbagai bahan

makanan meskipun harga cenderung naik, terutama saat Ramadan .

3. Makna Mitos

Adapun makna mitos yang terbangun dari foto ini adalah kultur

konsumerisme masyarakat menjelang dan saat bulan Ramadan. Sudah

menjadi tradisi tahunan bila memasuki bulan Ramadan harga sejumlah

kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan dan terus melambung sampai

mendekati Hari Raya. Hal ini dipicu dari tingginya permintaan pasar

sehingga harga otomatis akan naik karena stok yang menipis. Bahkan tak

sedikit para penjual mengemas paket khusus guna menarik konsumen yang

royal saat momentum ini sehingga angka penjualan retail biasanya akan

mengalami peningkatan yang cukup besar.

Secara umum, pada bulan Ramadan masyarakat berbelanja dengan

porsi berbeda daripada hari biasa, hal ini dilihat dari salah satu sisi yang

menganggap ketersediaan makanan hanya untuk menumbuhkan semangat

saat berbuka dan sahur. Bila menyimak fenomena ini, bahkan terkesan tak

Page 102: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

91

bisa dihindari, seolah tradisi belanja adalah bagian dari tradisi Ramadan itu

sendiri. Sebuah trend yang berevolusi menjadi budaya. Bila awalnya kita

tidak ada niat untuk membeli, namun melihat tetangga yang berbelanja

kebutuhan Ramadan hingga Lebaran dari membeli makanan yang lebih

banyak dari biasanya, merombak penampilan rumah, kendaraan, dan

sebagainya, mau tak mau akan mengelitik keinginan kita untuk melakukan

hal yang sama, padahal kocek setiap orang berlainan dan tentu saja harus

diperhitungkan berdasarkan kebutuhan. Apalagi mayoritas masyarakat

Indonesia masih tergolong kurang mampu. Kesenjangan sosial yang semakin

membentang akan membuka peluang-peluang kejahatan untuk

menyamakannya.

Dalam Islam, memang diperbolehkan menyambut dan merayakan

Ramadan dengan suka cita sebagai wujud rasa syukur datangnya bulan yang

ditunggu-tunggu, bulan yang penuh berkah. Namun akulturasi budaya

hedeonis semakin menyatu dengan tradisi Ramadan bukan hal yang baik.

Sungguh menyedihkan, tamu agung yang begitu dinantikan itu,

dicederai oleh sikap konsumtif. Padahal dalam al-Quran diindikasikan bahwa

puasa adalah untuk memantapkan ketakwaan yang menganjurkan bersikap

sederhana dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang-barang

kapanpun, apalagi di bulan penuh berkah ini. Allah SWT melarang bersikap

berlebih-lebihan dalam harta:

“... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan

syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra [17]:26-27).

Page 103: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

92

Ibadah puasa jika dipahami dan dilaksanakan dengan benar tentu akan

menghasilkan pribadi yang bertakwa. Artinya, di bulan Ramadan ini

seharusnya perilaku konsumtif dapat dihindari. Sebab, manifestasi dari takwa

adalah tidak mengumbar hawa nafsu, mampu mengendalikan semua

keinginan, termasuk keinginan berbelanja yang tidak perlu (berlebihan).

4. Nilai Budaya

Dari mitos yang didapat, sudah jelas bahwa nilai budaya yang terkandung

pada data foto 2 adalah nilai ekonomi. Ada pemahaman yang kemudian

timbul dalam pemikiran penulis tentang esensi dari nilai ekonomi itu sendiri,

yaitu suatu hal yang diasumsikan memiliki nilai ekonomi adalah hal-hal yang

berpotensi memberikan keuntungan secara ekonomi (komersil). Jika merujuk

pada penjelasan nilai ekonomi sebagai sebuah nilai budaya dalam foto ini,

adalah terdapatnya pola konsumtif yang merupakan efek dari

berkembangnya nilai ekonomi di masyarakat.

Dari penjelasan di atas, data foto 2 kemudian penulis asumsikan tidak

memiliki nilai budaya lainnya seperti nilai teori, nilai agama, nilai seni, nilai

kuasa, dan nilai solidaritas, melainkan nilai ekonomi.

5. Interpretasi

Jika dibandingkan dengan pernyataan Priyombodo, selaku fotografer

dari foto 2, ia justru melihat fenomena Ramadan yang terjadi di Indonesia

malah justru menguak kesenjangan. Tak sedikit kaum muslim

meramaikannya dengan “pengamalan shalih bergengsi”. Seperti puasa sambil

umroh di tanah suci, atau menggelar paket buka bersama di hotel-hotel

berbintang. Sungguh bertolak belakang dengan “keprihatinan” pelaku ibadah

Page 104: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

93

puasa sejati yang berbuka bersama di surau-surau kecil di pojok kampung.

Sakralitas Ramadan pupus oleh sifat matrealistik-konsumtif. Tradisi masih

membudaya di mana-mana, dengan makanan yang lezat, baju baru, mengecat

rumah, dan pengalokasian anggaran belanja yang berlipat dari hari biasa.

Terlebih menjelang idul fitri, pembicaraan seputar THR (Tunjangan Hari

Raya), baju baru, mobil baru, sofa baru, dan segala yang dianggap perlu baru

atas nama momentum silaturahmi, telah menjadikan Ramadan, bulan yang

seharusnya berhias khusyu„ dalam beribadah, menjadi masa riuh rendahnya

berbelanja.

Priyombodo juga menambahkan selayaknya kita mengevaluasi diri

sejauh mana keberhasilan pelaksanaan ibadah puasa. Mampukah ia menjadi

sarana pembentukan pribadi yang mampu mengekang hawa nafsu, mampu

menghindari dari sikap konsumtif, dan bertahan dari segala gempuran

kapitalisme. Kemenangan di akhir bulan Ramadan sama sekali tidak dinilai

dari berapa baju baru yang Anda miliki.

Page 105: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

94

E. Data Foto 3

Harian Kompas Edisi 5 Agustus 2013

Puluhan Triliyun Mengalir

Sumber: http://epaper1.kompas.com/kompas/

Caption :

Pemudik menunggu giliran naik kapal feri di Pelabuhan Merak Banten, Minggu

(4/8). Melonjaknya jumlah pemudik membuat setiap kendaraan mobil atau bus

harus menempuh waktu sedikitnya lima jam perjalanan dari Gerbang Tol Merak

hingga antre naik kapal.

Fotografer : Ferganata Indra Hatmoko

Page 106: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

95

F. Analisis Data Foto 3

1. Makna Denotasi

Dalam gambar data foto 3 kita dapat amati beberapa analogon yang

berbentuk objek dari makna denotatif foto tersebut, antara lain:

a. Bus pariwisata yang sedang berhenti.

b. Seorang laki-laki berada di bagasi bus sedang berbaring sambil

mengenakan earphone.

c. Di dalam bus, beberapa orang sedang duduk, ada juga yang berdiri.

d. Foto diambil pada malam hari.

Makna denotasi yang didapat dari beberapa analogon yang terdapat

dalam data foto 3 adalah, beberapa orang sedang melakukan aktivitasnya

masing-masing sembari menunggu bus yang sedang dalam keadaan diam.

Tulisan “bus pariwisata” yang terdapat di foto mengindikasikan bahwa

penumpang tersebut adalah para pemudik.

2. Makna konotasi

2.1 Trick Effect

Trick effect dipahami sebagai upaya memanipulasi gambar sampai

tingkat yang berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.

Dalam foto 3, penulis tidak menemukan manipulasi foto. Adapun

pemotongan sebagian gambar atau cropping yang dilakukan, bukan

merupakan bagian dari trick effect yang dimaksud. Proses mengatur

kontras warna dan brightness menjadi lebih baik pun bukan hasil dari olah

digital tambahan, melainkan sudah diatur sejak dalam kamera, hal ini

ditegaskan oleh Lasti Kurnia saat diwawancarai penulis pada 6 Juni 2014.

Page 107: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

96

Dalam buku serial Photojournalism yang diterbitkan oleh Time

Life12

diungkapkan bahwa: Sementara foto-foto yang dihasilkan oleh para

wartawan foto seperti yang kita lihat di media massa adalah pers foto (foto

berita) yang penekanannya pada perekaman fakta otentik. Misalnya foto

yang menggambarkan kebakaran, kecelakaan, pengusuran dll. Foto berita,

foto advertensi dan sebagainya itu semua sebenarnya juga ingin

menceritakan sesuatu yang pada gilirannya akan membuat orang tersebut

bertindak (feedback) dan melakukan sesuatu atas peristiwa yang terjadi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa foto jurnalistik atau khususnya

pers foto adalah foto yang memiliki pesan yang jelas dari sebuah

peristiwa. Untuk mencapai ini tentunya kita harus menguasai dua dasar

yang berbeda, yaitu pendekatan teknis serta pendekatan konseptual.

2.2 Pose

Pose dapat dikatakan sebagai gaya, sikap, ekspresi ataupun posisi

objek dalam foto. Pada foto 3 terlihat beberapa orang sedang melakukan

aktivitasnya masing-masing. Ada yang sedang berbaring, duduk, dan

beridiri, yang tentu saja itu bisa disebut pose.

Posisi fotografer dalam memotret moment ini berada tepat di depan

subjek foto dengan meletakkan kamera pada posisi sejajar dengan subjek

foto atau biasa disebut eye level.

2.3 Object

POI pada foto 3 berada pada seorang lelaki yang berada di dalam

bagasi bus sedang berbaring sambil memakai earphone di telinganya dan

12

William Cahn, Photojournalism (New York: Time-Life Book, 1972), h. 34.

Page 108: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

97

menatap ke suatu barang yang ia pegang. Hal ini terlihat karena porsi

pencahayaan yang didapat pada objek lelaki tersebut lebih terang dan

memiliki perbedaan warna dengan objek lain di sekelilingnya.

Objek pendukung lainnya adalah beberapa orang dari berbagai

gender dan usia berada di dalam bus sedang melakukan aktivitas. Ada

yang berdiri, duduk, menunduk, dan lain-lain. Bus yang memenuhi frame

terlihat tidak moving atau paning, dapat memberi tafsiran bahwa bus

sedang dalam posisi berhenti. Tulisan bertuliskan “bus pariwisata” yang

ada pada badan bus menunjukkan bahwa mereka sedang atau akan

melakukan perjalanan yang cukup jauh.

2.4 Photogenia

Dalam Photogenia, maka kita akan melihat foto dari segi tehnik

pengambilannya. Meliputi lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman

foto), bluring (keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek

gerak), freeze (efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek).

Secara photogenia, foto 3 memiliki kekuatan pada pengambilan

sudut pandang (angle) yang dilakukan oleh fotografer. Posisi bus yang

tidak terlihat secara keseluruhan menunjukkan bahwa sang fotografer

hanya ingin fokus pada kegiatan yang sedang terjadi di dalam bus. Cara

pengambilannya berada pada posisi yang sejajar dengan objek (eye level)

dan menggunakan lensa standar atau lensa normal. Di dunia fotografi,

lensa normal atau lensa standar adalah lensa yang memiliki cakupan

pandang mirip dengan mata manusia dalam kondisi normal, oleh karena

itu disebut lensa normal. Ferganata Indra Hatmoko, selaku fotografer juga

Page 109: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

98

menambahkan, lensa normal adalah lensa dengan field of view (sudut

pandang) yang kurang lebih sama dengan sudut pandang mata manusia

dalam kondisi normal.

Pada konteks pencahayaan, sebagaimana layaknya foto yang

diambil pada malam hari atau saat kondisi gelap, foto diambil dengan

bantuan lampu kilat (flash) dari segi ketajaman foto, tingkat ketajaman

keseluruhan objek foto terlihat sama. Dalam tehnik memotret dikenal

dengan istilah ruang tajam luas dengan mengatur kamera pada diafragma

berkisar f/45, sampai f/11. Dengan posisi diafragma tersebut maka

kecepatan rana (speed) untuk menghasilkan pencahayaan yang nampak

dalam data foto 1 berkisar antara S: 1/15 sampai 1/800. Atau juga dapat

dikompensasi dengan menggunakan ISO 400 sampai 800.

2.5 Aestheticism

Estetika komposisi gambar pada foto 3 juga memiliki kekuatan

pesan yang menarik. Penempatan framing pada masing-masing objek

menjadikan foto ini terlihat. Masuknya bagian belakang bus bertuliskan

“Bus Pariwisata” merupakan suatu informasi bahwa yang menaiki bus

tersebut merupakan para pemudik.

Tedapatnya objek pria yang sedang berada dalam bagasi bus,

secara tidak langsung memberi informasi bahwa bus tersebut berhenti

dalam waktu yang tidak sebentar. Penempatan objek utamanya pun

memakai komposisi rule of third atau 1/3 sehingga membuat foto ini

semakin enak dilihat.

Page 110: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

99

2.6 Sintaxis

Berdasarkan caption, foto 3 menampilkan para pemudik yang

sedang menunggu giliran untuk naik kapal feri di Pelabuhan Merak,

Banten, Minggu (4/8). Melonjaknya jumlah pemudik membuat setiap

kendaraan mobil atau bus harus menempuh waktu sedikitnya lima jam

perjalanan dari Gerbang Tol Nerak hingga antre naik kapal.

Perlu diketahui, mudik merupakan sebuah tradisi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun menjelang

akhir bulan Ramadan dan Lebaran untuk silahturrahmi bersama sanak

saudara keluarga untuk berkumpul di kampung halaman. Orang atau

keluarga yang merantau serasa belum sempurna Ramadannya dan ber-

Idhul Fitri jika belum pulang kampung.

Mudik sendiri berasal dari sandi kata bahasa Jawa ngoko yaitu

mulih dilik yang berarti pulang sebentar. Dalam konteks mudik di sini,

tentu kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung

halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang

terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya

menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul

dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya

juga sowan dengan orang tua. Tradisi mudik muncul pada beberapa

negara berkembang dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti

Indonesia dan Bangladesh.13

13

http://id.wikipedia.org/wiki/Mudik (diakses pada tanggal 14 Juni 2014 pukul 11.58).

Page 111: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

100

Tradisi mudik yang selalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi awal

pertengahan dasawarsa 1970-an, ketika Jakarta tampil sebagai salah

satu kota besar di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa.

Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sodikin (1966-

1977), berhasil disulap menjadi kota Metropolitan. Bagi penduduk kota-

kota lain, Jakarta menjelma menjadi kota impian, Jakarta menjadi tempat

penampungan orang-orang yang di kampung tidak beruntung dan di

Jakarta “seolah-olah” akan kaya. Lebih dari 80% para urbans ini datang

ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan.14

Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu, sebab pada hari

Lebaran, ada dimensi keagamaan dan waktu yang tepat untuk kembali

bersilaturrahmi ke kampung halaman. Itulah awal mula pulang kampung

atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya.

Dari foto 3, dapat ditafsirkan secara sintakasis, ada sebuah

fenomena mudik yang terjadi di Indonesia dilihat dari jumlah masif

pemudiknya dalam waktu yang hampir bersamaan. Dan makna

konotasinya adalah warga yang senantiasa antusias untuk melakukan

mudik ke kampung halaman masing-masing, tak peduli harus membayar

mahal tiket mudik akibat kenaikan ongkos menjelang Lebaran, harus antri

tiket jauh-jauh hari sebelum Lebaran, bahkan banyak yang harus

menempuh waktu dan jarak lebih lama.

14

Hyk, “Mudik dan Idul Fitri” artikel diakses pada 26 Juni 2014 dari

http://nasional.sindonews.com/read/769918/16/mudik-dan-idul-fitri

Page 112: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

101

3. Makna Mitos

Adapun makna mitos yang terbangun dari foto ini adalah fenomena mudik

sebagai gambaran masyarakat Indonesia masih peduli dengan keluarga meski

harus dilalui dengan bersusah payah. Teknologi komunikasi yang sudah

demikian canggih pun, tampaknya tidak sepenuhnya dapat menggantikan

tradisi mudik di negeri ini. Bagi sebagian orang, berlebaran mungkin tidak

hanya cukup dengan mengirim SMS atau bertelepon, ada motivasi lain yang

mengharuskannya pulang mudik.

Jika ditelusuri, fenomena mudik di Indonesia terjadi karena begitu

banyak rakyat yang mencari penghidupan di tanah rantau. Mengapa harus

merantau, karena pada umumnya mereka mengalami kesulitan untuk mencari

pekerjaan di daerah sebagai sumber penghidupan yang layak bagi

keluarganya. Mengapa mereka kesulitan mencari pekerjaan yang layak di

daerah, karena sejauh ini program pembangunan nasional memang masih

dikonsentrasikan di kota, pembangunan belum semerata seperti yang

diharapkan. Namun dibalik semua persoalan yang melatarbelakangi, mudik

memang sudah menjadi fenomena sosio-kultural di negeri ini.

4. Nilai Budaya

Berdasarkan temuan mitos di atas, mudik memiliki sisi budaya positif dari

segi nilai solidaritas. Dengan mudik, berarti masyarakat masih menjunjung

nilai silaturahmi antara keluarga. Acara mudik, khususnya menjelang

Lebaran bukan hanya menjadi milik umat muslim yang akan merayakan Idul

Fitri bersama keluarga, namun telah menjadi milik “masyarakat Indonesia.”

Karena, meskipun manusia adalah makhluk individu yang berhak menetukan

Page 113: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

102

tujuan hidupnya sendiri, pada dasarnya bersilaturahmi juga hakikat dari

kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

orang lain.

Selain untuk bersilaturahmi, mudik juga digunakan sebagai momen

untuk menunjukkan sebuah eksistensi para pemudik kepada orang lain.

Dengan bertemu sanak keluarga, mereka bisa menunjukkan sampai sejauh

mana hasil jerih payah mencapai taraf hidup di perantauan. Meskipun para

perantau rela menghamburkan tabungannya, jerih payahnya selama di rantau

untuk menunjukkan “keberhasilan” kepada keluarga dan tetangga, tetapi

ketika hal itu menjelma menjadi cinta, persahabatan, dan simpati sesama

manusia, menghargai orang lain, dan merasakan kepuasan ketika membantu

mereka, maka mudik akan membuat manusia mempunyai nilai solidaritas.

Orang yang mencintai kampung halamannya adalah orang yang tidak

lupa darimana dia berasal, lebih filosofis adalah ibarat kacang yang tak lupa

akan kulitnya, atau menurut pepatah “Sejauh-jauh burung terbang, akhirnya

akan kembali ke sarangnya.” Oleh karena itu, mudik juga dapat digunakan

untuk sebuah refleksi diri kembali ke asal, kembali ke belakang, bahkan

sampai di masa kecil kita.

Page 114: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

103

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan dan menganalisis hasil temuan data yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis akan menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Denotasi

Dari penelitian ketiga foto melalui tahap denotasi, disimpulkan bahwa data

foto pertama merupakan foto single atau foto berita yang berdiri sendiri tanpa

sebuah berita yang mengiringinya. Sedangkan data foto 2 dan 3 adalah foto

ilustrasi dari sebuah headline berita yang mengiringinya.

Pada foto pertama, makna denotasi yang diapat adalah beberapa

perempuan yang dibingkai oleh sebuah jendela tenda, sedang melaksanakan

ibadah shalat pada malam hari. Foto kedua, adalah peristiwa dengan

menampilkan proses jual beli sayur-mayur antara pedagang dan pembeli di

sebuah pasar tradisional. Dan foto terakhir adalah beberapa orang sedang

melakukan aktivitasnya masing-masing sembari menunggu bus yang sedang

dalam keadaan diam.

2. Konotasi

Melalui tahap ini, tidak ditemukan makna konotasi trick effect (manipulasi

foto pada tingkat yang berlebihan). Proses edit yang dilakukan dari ketiga foto

tersebut hanya sebatas cropping dan color balancing. Selain itu, dari ketiga

foto yang diteliti terdapat Point of Interest pada setiap fotonya dan, semuanya

terdapat subjek foto. Aliran foto human interest adalah yang termasuk dalam

Page 115: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

104

ketiga foto tersebut karena masing-masing foto terdapat unsur manusia di

dalamnya. Photogenia yang digunakan dalam ketiga foto ini berbeda-beda.

Dari segi pencahayaan, foto 1 dan 3 diambil menggunakan flash, baik internal

maupun eksternal guna membantu pencahayaan foto. Sedangkan pada foto 2,

fotografer lebih memilih menggunakan available light atau cahaya alami

matahari karena foto tersebut diambil pada pagi hingga siang hari. Secara

umum, ketiga foto menggunakan bukaan diafragma sedang hingga kecil. Hal

ini dimaksudkan agar ruang fokus atau tajam dapat diperluas. Karena minim

cahaya dan sempitnya bukaan inilah, foto 1 dan 3 menggunakan ISO yang

sedang hingga tinggi. Sedangkan pada foto 2 menggunakan ISO rendah.

Pada keseluruhan foto yang diteliti, hampir tidak terdapat efek shaking,

moving, atau pergerakan dari objek atau subjek. Hal ini dikarenakan fotografer

menggunakan shutter speed sedang hingga cepat. Selain itu pada semua foto

sampel subjek atau objek terlihat tidak melakukan gerak-gerik yang cepat

sehingga membantu fotografer dalam pengambilan gambar. Fungsi caption

pada ketiga foto tersebut ada yang sebagai penjelas tambahan, ada juga

sekaligus sebagai berita foto yang berdiri sendiri.

3. Mitos

Mitos yang didapat dari ketiga foto tersebut berbeda-beda. Pada foto 1

dapat disimpulkan bahwa keteguhan hati masyarakat Aceh yang menjalankan

ajaran Islam dalam kondisi apapun. Mereka umumnya selalu patuh pada

perintah-perintah Allah dan Rasul-nya, meyakini bahwa ajaran Islam akan

menyejahterakan mereka di dunia dan di akhirat kelak. Bahkan terkesan adat

dan agama tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan masyarakatnya.

Page 116: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

105

Pada foto 2, dapat diketahui bahwasanya bila memasuki bulan Ramadan

harga sejumlah kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan dan terus

melambung sampai mendekati Hari Raya. Hal ini dipicu dari tingginya

permintaan pasar sehingga harga otomatis akan naik karena stok yang menipis.

Bila menyimak fenomena ini, bahkan terkesan tak bisa dihindari, seolah tradisi

belanja adalah bagian dari tradisi Ramadan itu sendiri. Sebuah trend yang

berevolusi menjadi budaya.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 tema besar mengenai Ramadan

pada harian Kompas edisi 10 Juli 2013 - 7 Agustus 2013, yakni tentang shalat

tarawih, kenaikan harga, dan mudik.

4. Nilai Budaya

Pada foto 1, telah didapat makna mitos tentang masyarakat aceh yang

religius, sehingga secara otomatis nilai agama adalah unsur nilai budaya yang

terkandung. Selanjutnya pada data foto 2, mitos kultur konsumerisme

masyarakat menjelang dan saat bulan Ramadan yang ditemukan

mengungkapkan bahwa unsur nilai budaya yang tersirat adalah nilai ekonomi.

Sedangkan pada foto 3, dari foto yang ditampilkan sehingga menghasilkan

mitos tentang fenomena mudik sebagai gambaran masyarakat Indonesia masih

peduli dengan keluarga meski harus dilalui dengan bersusah payah

mengandung nilai budaya dengan unsur nilai solidaritas.

Page 117: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

106

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat

menjadi saran bagi beberapa pihak, antara lain:

1. Bagi Harian Kompas dalam menampilkan pemberitaan terkait bulan

Ramadan. Disamping menjalankan fungsinya sebagai harian nomor 1 di

Indonesia dalam menyampaikan informasi yang bermanfaat, sebaiknya

lebih banyak menyuguhkan pesan yang sarat akan manfaat yang

mendukung dalam ritual puasa.

2. Bagi akademisi Fakultas komunikasi, khususnya Program Studi Jurnalistik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengingat banyaknya penelitian yang

menggunakan analisis semiotika atau semiologi di Fakultas Ilmu Dakwah

dan Komunikasi, agar metodologi tersebut mendapat perhatian yang lebih

besar, sehingga mampu menghadirkan hipotesa dan teori baru yang lebih

berkembang dan kajian yang lebih mendalam guna memperkaya khasanah

keilmuan khususnya ilmu komunikasi.

3. Bagi peminat fotografi khususnya mahasiswa komunikasi, metode

semiotika dapat berperan sebagai kamus bahasa visual yang merupakan

diluar bahasa yang dikenal secara konvensional baik secara verbal maupun

nonverbal, untuk itu metode tersebut patut didalami agar seorang

fotografer dapat mengerti bagaimana suatu kesan dapat terbentuk, hingga

dapat memanfaatkannya secara fungsional ketika ingin mengungkapkan

suatu pesan, khususnya dalam medium visual.

4. Bagi mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik dan peminat karya-karya fotografi

khususnya foto jurnalistik, metode ini juga berfungsi untuk mengungkap

Page 118: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

107

makna lain yang terdapat dalam sebuah foto jurnalistik, baik secara

objektif maupun subjektik.

5. Kajian semiotika dapat mengasah paradigma konstruktifis, bahkan wacana

kritis dalam menilai makna di balik sebuah karya seni visual. Sehingga

dengan semiotika, kita dapat menelaah arah perkembangan karya seni

visual, khususnya di Indonesia.

6. Wacana tentang seni fotografi khususnya, tidak lagi hanya mendebatkan

foto dari segi teknis bagaimana foto itu dibuat, melainkan sudah harus

bergerak pada ranah filosofis. Sehingga budaya visual di Indonesia dapat

terus berjalan kearah perkembangan, dan bukan hanya sekedar

pengulangan agar dapat terintegrasi dengan banyak hal yang berkaitan

dengan fenomena budaya yang berkembang di masyarakat, bekal wawasan

budaya secara meluas dapat membuat sebuah karya foto jurnalistik lebih

kaya informasi.

Page 119: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

108

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Yuniadhi. Pengantar Fotografi Jurnalistik. Jakarta: 2004.

Ajidarma, Seno Gumira. Kisah Mata Fotogafi. Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Alwi, Audy Mirza. Foto Jurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa.

Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Angeloni, Elvio dan Kluckhohn, Clyde. Classic Edition Sources Antropology. Pasadena: Mc

Graw Hill, 2008.

Anirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penulisan. Jakarta: PT Raja Grafika Persada, 1995.

Arifin, Zainal. Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya: 2012.

Bactiar, Wardi. Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Barthes, Roland. Mythologies. New York: The Noonday Press, 1957.

Berger, Arthur. Tehnik-tehnik Analisis Media Second Edition. Yogyakarta: Universitas

Atmajaya, 2000.

Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer.

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010.

Bertens, K. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia, 2001.

Birowo, Antonius. Metodologi Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali, 2004.

Bogdan dan Biklen. Qualitative Research For Education, an Introduction to Theory and

Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc., 1982.

Budiman, Kris. Semiotika Visual. Yogyakarta: Buku baik, 2003.

Budyatna, M. Jurnalistik, Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2009.

Page 120: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

109

Cahn, William. Photojournalism. New York: Time-Life Book, 1972.

Cobley, Paul dan Janz, Litza. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, 1999.

Dani, Dahlan. “Fotografi Jurnalistik.” Majalah Cakram, 2 Juli 2002: h. 52.

Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Mandar Maju, 1981.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti,

1993.

Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, 2009.

Fiske, John. Cultural and Communication Studies. Penerjemah Yosal Iriantara dan Idi

Subandy Ibrahim. Bandung; Jakarta, 1990.

Fitriadi, Firman Eka. “Foto Jurnalistik Bencana Alam Gempa Bumi.” Skripsi S1 Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.

Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2004.

Hoed, Benny H. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: FIB UI Depok, 2008.

Hoy, Frank P. Photo Journalism the Visual Approach. New Jersey : Prentice-Hall, 1986.

Hufad, Achmad. “Sosialisasi dan Akulturasi Nilai-niali Budaya Lokal: Kasus pada Keluarga

Inti Orang Menes di Banten.” Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, 2005.

Indriyanti, Amilia. Belajar Jurnalistik dari Nilai-nilai Al-Quran. Solo: Samudra, 2006.

Irsyad, Roby. “Representasi tentara Amerika Serikat dalam Foto Berita Surat Kabar

Nasional: Analisis Semiotika Foto Berita tentang Tentara Amerika Serikat selama 21

Hari Pertama Perang Irak di Halaman Satu Surat Kabar Republika.” Tesis Universitas

Indonesia, 2005.

Junaedhie, Kurniawan. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Keene, Martin. Practical Photojournalismn a Proffesional Guide. Inggris: Focal Press, 1993.

Kiyanto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.

Page 121: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

110

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

Kroeber, A.L. dan Kluckhohn, Clyde. Culture: A Critical Review Of Concept and

Definitions. New York: Vintage Books, 1952.

Kunto, Suharsimi Ari. Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bineka Cipta,

1991.

Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Magelang : Yayasan Indonesiatera, 2001.

Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Golo

Riwu, 2000.

McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa. Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, 1995.

Mehrabian, Albert dan Russel, James. An Approach to Environmental Psychology,

Cambridge. Massachusetts: The MIT Press, 1996.

Mujianto, Yan. dkk. Pengantar Ilmu Budaya. Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010.

Mulyana, Dedy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan

Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi).

Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Ndraha, Taliziduhu. Budaya Organisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.

Nugraha, B. Politik Media Mengemas Berita. Jakarta: ISAI, 1999.

Nurhuda, Angga Rizal. “Analisis Semiotik Headline Harian Kompas.” Skripsi S1 Fakultas

Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2009.

Oetama, Jakoeb. Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas, 2001.

Oetama, Jakoeb dan Suryapratomo. Kompas Menulis dari Dalam. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2007.

Page 122: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

111

Panuti, Sudjiman dan Aart, Van Zoest. Serba-serbi Semiotik. Jakarta: PT Karya Nusantara,

1996.

Patmono, SK. Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan. Jakarta: PT

BPK Gunung Mulia, 1996.

Pearson, Judy C. dkk. Human Communication. New York: McGraw-Hill, 2003.

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.

Bandung: Jalasutra, 2003.

Pranata, Moeljadi. Apakah Desain Komunikasi Visual Itu?. Surabaya: Fakultas Seni dan

Desain UK Petra, 2000.

Prihatana, Hermanus. Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Jakarta: LPJA, 2003.

Pusporini, Hihmatun Hayu. “Nilai Budaya dalam Kesenian Srandil di Dusun Kedung Balar,

desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri.” Skripsi S1 Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.

Ratna Noviani, Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Rodzik, Ali Abdul. “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi,

Kelurahan Srengseng Sawah.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Seda, Frans. Selamat Ulang Tahun ke-70, Jakob. Jakarta: Humanisme dan Kebebasan Pers,

2001.

Siregar, A. dkk. Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa. Yogyakarta:

Kanisius, 1998.

Soehoet, A. M. Hoeta. Dasar-dasar Jurnalistik. Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta IISIP,

2003.

Page 123: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

112

Sugiarto, Atok. Fotobiografi Kartono Riyadi: Pendobrak Fotografi Jurnalistik Indonesia

Modern. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011.

Suhara, Fri. Ilmu Budaya Dasar, Pokok-pokok Perkuliahan untuk Mahasiswa. Bogor:

Maharani Press, 1998.

Sularto, St. Kompas Meluncurkan Tim Ombusman. Jakarta: Humanisme dan Kebebasan Pers,

2001.

Sumaatmadja, Nursid. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni,

1984.

Sumantri, Arga. “Citra Buruh Perempuan dalam Foto Jurnalistik: Analisis Semiotik Foto

Pameran Beranda Para Buruh di Rubrik Fotografi Harian Surat Kabar Republika Edisi

8 Mei 2013.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Sutrisno, Edy. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Kencana, 2009.

Sunardi, St. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, 2002.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Rosda, 2012.

Soelarko, R. M. Pengantar Foto Jurnalisitk. Jakarta: PT. Karya Nusantara, 1985.

Tumanggor, Rusmin. dkk. Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Revisi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2010.

Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh. Jakarta: CV Sahabat, 2011.

Yunus, Rasid. “Transformasi Nilai-nilai budaya Lokal sebagai Upaya Pembangunan Karakter

Bangsa: Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula di Kota Gorontalo.” Jurnal Universitas

Pendidikan Indonesia, 2012.

Yunus, Syafrudin. Jurnalistik Terapan. Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2010.

Yuwono, Untung dan T., Christomy. Semiotika Budaya. Depok: Universitas Indonesia, 2004.

Page 124: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

113

Non Buku

Ali, Mahrus. “Akomodasi Nilai-nilai Budaya Masyarakat Madura mengenai Penyelesaian

Carok dalam Hukum Pidana.” Jurnal Universitas Islam Indonesia, 2010.

Atmoko, Bambang Dwi. “Polemik Manipulasi Foto di Dunia Jurnalistik.” Artikel diakses

pada 6 Juli 2014 dari http://ruangkamera.com/mrbambang/2012/02/07/polemik-

manipulasi-foto-di-dunia-jurnalistik/

“Bedah Buku Belajar Membelah Mitos (Mitologi karya Roland Barthes).” Media Indonesia,

25 maret 2007.

Blenzinky. “Perjalanan Sejarah Kompas.” Artikel diakses pada 4 Juli 2014 dari

www.Kompas.com

Company Profile Surat Kabar Harian Kompas, 2014.

“Foto jurnalisitik Gabungan Gambar dan Kata.” Fotomedia, April 2003: h. 24-25.

Hasby, Eddy. “Teks Foto dalam Foto Jurnalistik.” Artikel diakses pada 26 Juni 2014 dari

www.kompasimages.com

Hyk. “Mudik dan Idul Fitri.” Artikel diakses pada 26 Juni 2014 dari

http://nasional.sindonews.com/read/769918/16/mudik-dan-idul-fitri

“Mudik.” Artikel diakses pada tanggal 14 Juni 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mudik

“Nilai-nilai Budaya.” Artikel diakses pada 4 Juli 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-

nilai_budaya

“Salat Witir.” Artikel diakses pada 26 Juni 2013 dari Id.m.wikipedia.org/wiki/Salat_Tarawih

“Sejarah Kompas.” Artikel diakses pada 4 Juli 2014 dari

http://print.Kompas.com/about/sejarahKompas.html

Sonesson, Goran. “The Interne Semiotics Encyclopedia.” Artikel diakses pada 26 Juni 2014

dari www.arthist.lu.se

Page 125: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

114

Surat Kabar Harian Kompas Edisi 24 Juni 2014.

Wawancara Pribadi dengan Johnny TG (Ketua Desk Foto Kompas). Jakarta, 19 Mei 2014.

Wawancara Pribadi dengan Lasti Kurnia (Fotografer Kompas). Jakarta, 6 Juni 2014.

“Warna-warni: Memahami Arti Komposisi.” Fotomedia, Juni 1996: h. 13-15.

Page 126: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

115

Naskah Wawancara 1

Nama : Johnny T.G

Pekerjaan : Ketua Desk Foto Harian Kompas

Tempat : Gedung Kompas Gramedia, Jl. Palmerah Barat 33-37

Tanggal : Senin 19 Mei 2014

Pukul : 13.30 WIB

Keterangan : Wawancara untuk data penelitian Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik

(Analisis Semiotik Foto Headline Harian Kompas Edisi Ramadan

2013M./1434 H.)

1. Bisa dijelaskan tentang tugas Bapak sebagai ketua desk foto Kompas seperti

apa?

Kurang lebih job desknya sama kayak redaktur foto, kalo di Kompas

sebutannya aja yang beda. Kalo di Kompas sebutannya ketua desk foto. Saya

ertanggung jawab terhadap setiap rubrikasi yang ada di bidangnya

dan berkoordinasio dengan Redaksi Pelaksana dan Koordinator Wartawan.

Kalo untuk foto, secara langsung atau tidak langsung, harus lewat saya. Jadi

kalau toh itu yang menseleksi orang lain, itu biasanya udah atas persetujuan saya.

Biasanya wakil saya. Kalau wakil sekarang dua orang. Saat seleksi foto, saya juga

harus melihat dengan hati-hati. Jangan sampai ada sesuatu yang tidak sesuai dengan

aturan dan kriteria yang sudah ditetapkan.

2. Masuk ke cara kerja redaksional ya, Pak. Bisa dijelaskan sedikit?

Kita selalu ngikutin siklus prosedur. Seminggu sekali diadakan rapat setiap

hari rabu, sebutannya rapat pagi, yaitu membicarakan fenomena apa yang sedang

hangat, sharing ide, kemudian menentukan konsep berita atau foto apa yang akan

Page 127: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

116

diambil. Setelah itu ketemu lagi pada Rapat sore, yaitu menyampaikan hasil laporan

dari data yang sudah diliput. Baru lanjut pada proses penulisan besoknya.

3. Dalam peliputan berita, SOP dari Kompas sendiri seperti apa?

Kalau untuk liputan foto, hampir sama dengan berita. Yang pasti tidak boleh

cloning. Kloning itu ada yang copy-paste. Kalau untuk fotografer, misalnya saya gak

motret nih, trus ada temen yang motret 5 frame, lalu saya minta 1 frame, nanti saya

akuin ini punya saya. Itu gak boleh. Kompas gak boleh lah, kalau tempat lain saya

gak tahu.

4. Apabila sudah mendapat izin dari yang orang bersangkutan, tetap tidak boleh?

Tidak boleh, kecuali, ada yang namanya pool. Pool itu artinya, di dalam suatu

peristiwa, yang diizinkan meliput itu media atau orang tertentu, yang memang

diakreditasi sama yang punya hajat. Lalu setelah diakreditasi, media yang

diperbolehkan meliput itu, diwajibkan memberi ke media lain. Tapi nanti kreditnya

pool. Misalnya dari Antara, karena yang hanya boleh meliput itu dari Antara. Itu

beda sama yang cloning tadi. Kita dikasih memang kita gak boleh masuk. Kalau

digital kan gampang transfernya, gak seperti dulu.

5. Selain kloning, apakah ada lagi aturan yang tidak tertulis?

Untuk aturan yang gak tertulis itu setting. Setting dalam arti, misalnya acara

kan udah selesai, trus bilang “diulang lagi dong Pak” nah itu gak boleh. Tapi kalau

“Pak agak geser sedikit, biar bagus” itu gapapa, selama gak mengubah peristiwa

yang terjadi dan maknanya. “Pak senyum sedikit” itu gapapa. Jadi sebenarnya kalau

temen-temen sih berusaha senatural mungkin, makanya harus datang lebih awal. Jadi

artinya, ketika media lain mensetting, ke kiri, ke kanan, senyum, segala macam,

temen-temen Kompas akan mengambil terus, siapa tau akan ada yang lebih menarik.

Karena kalau orang disuruh kan jatohnya maksa atau kurang alami. Nanti ketauan,

Page 128: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

117

apalagi sekarang kalau digital itu kan kita bisa buka metadatanya, jadi ketauan.

Misalnya yang lain rata-rata jam 3, kok foto dia jam 5 tapi hasilnya sama. Trus kayak

tadi, gak boleh menghasut. Misalnya, orang siding di tipikor. Begitu sidang, trus dia

kucek-kucek mata, lalu kita kasih judul “menangis”, padahal faktanya dia gak

nangis, matanya ngantuk atau apa kan. Kompas harus lebih teliti. Sama juga, ya

mungkin ini bisa dibilang jadi background Kompas, yaitu penempatan porsi berita

yang harus kita tahu secara etika. Misalnya kalau RI 2 di depan, RI 1 harus ada di

dalam. Kalau RI 1 di atas, RI 2 di bawah. Begitu juga sebaliknya. Bahkan dulu

zamannya Pak Harto, gak boleh dia di dalem, foto beliau harus di depan. Kita pernah

taro foto Pak Harto di dalem, itu ditelfon sama pihaknya. Gak ada aturannya,

pokoknya gak boleh aja. Kalau yang sekarang sih SBY engga, tapi pernah kita buat

Pak Sby, Ibunya nanya, “kok saya gak pernah dimuat?”. Akhirnya pernah satu edisi

itu, Ibunya ada, tapi di dalem.

6. Kita langsung ke headline. Kriteria untuk foto headline di harian Kompas itu apa

saja?

Kalau untuk kriteria tertulis ya kita patokannya kode etik jurnalistik. Kayak

misalnya foto gak boleh menghasut, mengandung sara, rasis, dan lain-lain. Kalau di

Kompas sendiri sih yang pasti harus mempunyai efek kepada masyarakat, entah itu

menimbulkan kepekaan, simpati maupun empati. Sifanya harus informatif,

memberikan jalan keluar, dan seimbang.

7. Proses apa saja yang dilakukan sebelum foto berita dimuat di halaman surat

kabar harian Kompas?

Jadi di meja saya itu, saya punya fasilitas untuk membuka layout. Cuma

dikasih kotak aja. Jadi kalau foto warnanya biru, kalau grafis warnanya merah.

Mereka membedakan dari kotak-kotak berwarna itu. Jadi kalau warnanya merah,

Page 129: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

118

saya gausah mikir, karena itu sudah pasti design grafis. Tapi kalau kotaknya warna

biru, saya bertanggung jawab pada foto. Lalu kotak itu, apakah terkait dengan

tulisan atau engga saya baca dulu. Fotonya cocok gak dengan tulisan. Nanti saya

pilih foto, kalau harus dicropping nanti saya akan kasih tanda cropping berarti saya

nanti pindah ke pengolah foto. Adjuster namanya, pengolah gambar supaya lebih

menarik. Dari situ nanti foto dikirim ke bagian layout. Layout itu nanti masang lalu

ditempel di kotak yang kosong tadi yang berwana biru itu, kemudian nanti saya lihat

lagi, sudah benar atau belum. Jangan-jangan begitu dipasang ga sesuai. Karena kan,

foto itu ada cara memotongnya sendiri. Kalau cropping harus tau prosedurnya.

Mungkin aja setelah kita kirim sesuai kotak-kotaknya tadi, nanti ternyata begitu

dipasang, itu tulisannya jadi panjang, atau tadinya dua kolom di layout jadi tiga

kolom. Kalo udah mendapat persetujuan dari saya, baru naik cetak.

8. Apakah angle dalam sebuah foto berita atau ideologi Kompas memengaruhi foto

tersebut?

Tentu. Karena kan tiap media punya karakter yang berbeda-beda. Kompas itu

sangat strick. Dalam arti, tiap produk yang dihasilkan, baik foto maupun tulisan

harus sangat diperhatikan. Hemm... ingat saat Gusdur meninggal gak? Gusdur kan

meninggal tgl 30 atau 31 Desember, saya lupa pokoknya menjelang akhir tahun,

waktu itu kebetulan saya jaga. saya juga bingung gitu kan foto apa yang mau kita

pasang. Kalo foto jenazah Gusdur kan itu pasti orang juga gamau lihat. Orang kan

pengen tahu wajahnya. Tapi kalau wajah orang mati dikasih lihat kan juga serem.

Akhirnya kita diskusi, terus kita mencoba mengabstraksikan Gusdur itu seperti apa.

Kalau dipasang wajahnya aja yang ketawa, ga sopan juga. Lalu kita terfikir

bagaimana image Gusdur sebagai Bapak bangsa, pokoknya kan orang melihat dia itu

sosok yang dihormati, berkharisma. Trus kita cari-cari, itu kalau dikasihliat

Page 130: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

119

depannya, matanya merem, aneh juga. Akhirnya kita dapet foto yang dia acara

pembacaan pusisi atau apa gitu. Dia mau berorasi tapi dia duduk dulu. Itu kita punya

pernah ngambil itu. satu badan, artinya dia dalam kondisi duduk, satu badan agak

dari samping. Yaudah kita pasang itu dan backgroundnya item. Bunyi. Dapet emas

kita. Se-asia, untuk layout. Layoutnya bagus, fotonya bagus vertical, jadi dia fotonya

dari perut ke atas. Trus kalo ga salah cuma dua item. Dan kita dapet emas. Tapi itu

kan gak gampang ya, coba sekarang kamu mau menggambarkan orang yang sudah

mati.

9. Sejauh mana proses editing foto dalam harian Kompas?

Kalau mengedit itu ada 2 pengertiannya. Artinya mengedit di saya sendiri,

sama mengedit di bagian pengolah foto atau adjuster. Kalau saya mengedit itu saya

gak boleh ganti-ganti nih background segalanya gak boleh. Saya hanya memotong.

Misalnya fotonya horizontal tapi tempatnya vertical. Kalau sejauh masih bisa dibuat

vertical, dari foto yang horizontal, dan tidak mengubah makna. Nah kalau nanti di

pengolah foto itu, di adjuster, dia hanya mengedit terang gelap, tidak lebih. Dia gak

boleh merubah suatu foto menjadi makna berbeda. Dia hanya boleh ngasih terang

atau gelap. Itu aja. Sama dia menyesuaikan dengan ukuran yang sudah memang jadi

patokan dipercetakan. Misalnya untuk warna merah, harus berapa persen. Itu mereka

sudah tau, kita sesuaikan itu.

Di luar negeri pernah ada kejadian, fotografernya itu dikeluarin. Jadi dia

mengirim foto, lalu diedit sendiri. Foto perang kalau ga salah. Jadi dia ngirim

beberapa sequence foto ke koran itu, terus ada yang dia hilangin background. Saat

ditelusuri, baru ketauan. Sayangnya itu, medianya kecolongan disitu. Jadi kalau

menghilangkan atau menambah, itu tidak boleh.

Page 131: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

120

10. Perbedaan pada Harian Kompas saat bulan Ramadan dengan bulan lain?

Karena yang namanya koran, apalagi harian, kita harus menyediakan data

apa yang terjadi sesuai dengan fenomena. Setiap fenomena yang terjadi harus kita

respon sebagai produk yang disajikan ke masyarakat. Jadi, kalau saat Ramadan ya

sudah pasti hampir semua rubrikasi berkaitan dengan Ramadan. Tak hanya foto,

tulisan juga. Pola-polanya pasti terbaca. Event-event tahunan seperti Natal, bulan

puasa, tahun baru, itu semua termasuk event berpola.

11. Bagaimana tekhnisnya?

Ada pembentukan tim untuk kordinator liputan. Bagian redaksi membentuk

tim liputan khusus hari raya. Jadi, setiap event yang berulang, misalnya Ramadan,

Lebaran dan tahun baru dijadikan satu rangkaian waktu. Istilahnya, mereka dapat

SK (Surat Keputusan) sekali jalan. Kalau Ramadan, tim dibentuk biasanya terdiri

dari satu fotografer dan beberapa reporter, durasinya dari sebelum Ramadan sampai

Lebaran. Tapi kalau Natal dan tahun baru, mulainya sebelum Natal sampai selesai

tahun baru, karena waktunya berdekatan. Nanti setelah itu ya bubar, masuk lagi ke

desk masing-masing. Kalo waktu itu saya tidak termasuk ke dalam tim Ramadan

karena urusannya berbeda. Saya urusannya bencana alam, jadi masuknya ke

hardnews. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau foto atau berita yang naik berasal

dari luar tim Ramadan. Nah ini maksud saya bahwa, Kompas itu ga terpaku harus

begini-begini. Hanya, tim Ramadan ini, dia punya tugas, bahwa saat bulan Ramadan

itu harus ada foto tema Ramadan yang menarik dan berpengaruh bagi banyak orang.

Misalnya foto serial atau foto single. Jadi, isu yang sedang terjadi sebisa mungkin

dikaitkan dengan Ramadan. Namun Kompas akan tetap menampilkan berita atau foto

di luar konteks Ramadan, dengan asumsi bahwa berita atau foto itu sangat penting

untuk naik pada hari itu. supaya kita punya variasi.

Page 132: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

121

12. Langsung ke foto pertama yang penulis jadikan objek penelitian, sebagai

redaktur foto, apa yang membuat foto tersebut terpilih menjadi foto headline?

Kebetulan ini saat ada gempa, lalu ada pengungsi, dan ketika ini masuk saat

bulan Ramadan, yaudah itu kita pakai. Kalau misalnya foto ini terjadi di tempat

pengungsi yang mayoritas non muslim, yaudah pasti foto ini ga bakal bunyi, foto ini

hanya sekedar foto pengungsi aja, sudah. Tapi karena ini kejadiannya di lokasi

muslim, jadi foto ini lebih kuat, apalagi kalau dinaikan saat Ramadan. Sebenarnya ini

faktor kebetulan juga. Kita cek dari temen-temen yang ditugaskan di lokasi bencana,

kebetulan ada momen ini. Dan ini kan, tarawih pertama, biasanya akan orang

tunggu.

13. Menurut Bapak, pesan apa yang kira-kira ingin disampaikan fotografer dalam

foto ini?

Kalau saya lihat sih lebih ke kesederhanaan. Inikan orang lagi tertimpa

musibah di bulan yang harusnya disambut dengan suka cita. Ini juga termasuk

tentang ketegaran yang bisa membuat orang terenyuh dan membuat orang lebih

berkaca pada dirinya kan, bahwa apa yang tadinya dipikir itu bahwa bulan Ramadan

adalah bulan suci yang kita bisa seneng-seneng, bisa kita sambut dengan suka cita,

tapi saudara kita mengalami musibah. Terlihat juga dari ekspresinya. Makanya ada

framing itu. Karena akan beda kalau pengambilannya tidak memperlihatkan subjek

lain di sekelilingnya. Gak akan bunyi. Dan ini juga sudah telfon kepada yang

bersangkutan, si Lasti ini. Supaya dapat gambaran. Bisa aja kan ini bukan di tenda,

bisa aja ini alam terbuka. Ngambilnya mungkin detail mukanya, tapi karena harus

ada sesuatu yang membingkai, alam terbuka kan berarti akan banyak fokus yang

terlalu banya, misalnya ada pohon kelapa, anak kecil lari-lari, dan sebagainya. Tapi

kalau ini kan orang fokus kesini bahwa ini ada di dalam sebuah tenda, bukan alam

Page 133: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

122

terbuka. Jadi ada banyak hal yang harus diperhatikan. Kenapa dikasih lampu, kan

kalau gelap malah aneh gitu ya kayak gaada kehidupan. Saya juga menghubungi si

fotografer. Kamu lihat apa disitu. Karena kan beda sama orang yang tawarihnya di

alam terbuka tapi 5 orang misalnya, meskipun orangnya hanya kelihatan 2 atau 3.

Tolong saya dikasih informasi disitu ada apa aja. Untuk saya bisa menggambarkan

malah nanti saya bisa ngasih masukan. Karena ini kan kebetulan, fotografernya non

muslim, jadi kan dia gak tau titiknya. Kalau orang lagi solat kan pas lagi sujud pas

nungging kan malah jadi aneh. Karena kan kita harus tau, titik mana yang masih baik

untuk disampaikan. Kalau pas edisi shalat tarawih di istiqlal ini kan orang udah

biasa lah. Kita kan nyarinya yang berbeda. Itu yang selalu saya pesankan sama

temen-temen. Jangan sampai mengulang. Entah gimana caranya. Harus beda, trus

jangan sampe salah juga. Ini kan sebuah peristiwa yang gak boleh dimain-mainin.

14. Selanjutnya untuk foto kedua?

Ini termasuk foto serial. Ini kan foto yang terkait sama tulisan. Ini kan

namanya serial. Adanya di bawah, kalau ini di atas kan jadi kurang menarik. Jadi

boleh aja serial mau ada di sebelah mana. Yaudah, kita naikin. Kalau misalnya ada

seseuatu pemberitaan yang kuat berkaitan dengan Ramadan, bisa jadi dia naik. Yang

pasti kan tema harga naik kan pasti ada saat Ramadan. Pada saat itu kita juga

melihat dalam pergerakan harga perhari itu apa yang paling berpengaruh pada

kebanyakan orang, misalnya kan 9 bahan pokok. Saat Ramadan itu ada apa aja sih,

ya kayak gini, harga barang naik, ada mudik, yaudah itu yang kita pake. Soal angle

nya itu kita harus cari yang menarik. Jadi kadang-kadang kan pasar itu kan ga harus

digambarkan dengan kondisi yang kumuh. Orang-orang yang berkeringat, atau dekil,

pake singlet, tapi dengan seperti ini malah lebih menarik.

Page 134: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

123

15. Dan foto terakhir?

Ini bus antar kota ya. Kan biasanya kita juga ada yang pesawat.harusnya kita

lebih banyak transportasi. Mulai dari bus, kereta, pesawat. Nah untuk kali ini kita

ambil dari transportasi bus. Atau juga kita selang seling, kalau bus itu kan hampir

setiap orang bisa naik atau mampu. Ini kan juga kita harus tau dan yakin betul bahwa

ini orang mau mudik. Jangan-jangan ini ga ada hubungannya dengan arus mudik.

Dia juga harus tau bahwa bus yang lagi antre memang ada hubungannya sama orang

mudik. Makanya tulisan “bus pariwisata” dimasukkan. Terlihat juga di dalam bus

terisi oleh banyak orang dan tas-tas. Jadi dia ga boleh mengada-ada. Itu merupakan

tanggung jawab si fotografer. Kerika dia menawarkan ini, dan saya sampaikan pada

editor foto, saya juga harus yakin bahwa ini sesuai dengan caption. Dari cropping

juga bisa memadatkan sebuah pesan. kalau misalnya dia memperlihatkan bus secara

penuh, kan foreground akan mengganggu, walaupun ada pemudik disitu. Tapi kan

pemudik ga bisa kita atur, dan yang tadi saya bilang, tidak boleh ada setting yang

mengubah makna, misalnya fotografer mengatur para pemudik untuk berdiri di depan

bus agar terlihat lebih ramai. Makanya kita melakukan cropping. Nah itu tadi, jadi

ketika si fotografer ngambil, dia harus tau bahwa itu bus yang sedang menunggu

antrean. Kalau fotografer bohong berarti kan saya juga dibohongi, itu bahaya, kita

bisa kasih punishment. Jadi dia ga hanya motret, tapi juga harus mengenali medan.

Nah kalau hanya menampilkan bus yang berhenti itu orang juga ga akan tertarik, jadi

juga harus diperhatikan aktivitas orang, ekspresi, dan pengambilannya. Banyak hal

yang harus diperhatikan. Jadi ketika itu kan kita udah kasihtau ke fotografer, “ini tuh

lagi musim mudik” coba cari suasana baru. Dia juga ga boleh mengada-ada, kan kita

bisa cek juga lewat tulisan reporter. Misalnya fotografer bilang ini bus sedang

menunggu antrean, ternyata kata reporternya engga. Jadi harus sesuai.

Page 135: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

124

Naskah Wawancara 2

Nama : Lasti Kurnia

Pekerjaan : Fotografer Kompas

Tempat : Gedung KOMPAS Gramedia, Jl. Palmerah Barat 33-37

Tanggal : Jumat, 6 Juni 2014

Pukul : 19.00 WIB

Keterangan : Wawancara untuk data penelitian Nilai Budaya dalam Foto Jurnalistik

(Analisis Semiotik Foto Headline Harian Kompas Edisi Ramadan 2013

M./1434 H.)

1. Langsung ke fotonya Mba Lasti yang saya jadikan subjek penelitian, untuk foto

tentang tarawih pertama ini, bisa diceritakan?

Kenapa ini kemudian menjadi “Tarawih Pertama”. Jadi pada saat itu

memang sedang terjadi gempa Aceh, di Gayo tepatnya, kejadiannya sebelum

Ramadan. Saya ditugaskan untuk meliput bencana tersebut. Itu juga sebenarnya

walaupun sifatnya kita (fotografer) responsif terhadap apa yang terjadi di lapangan

dan kalau kita meliput bencana itu sudah pasti akan meliput bagaimana masyarakat

yang tertimpa bencana, bagaimana penanganan bencana, pencarian korban,

bagaimana yang di pengungsian, perkembangan pencarian korban dari hari ke hari.

Hari pertama, kita kerahkan pasukan TNI, Kopasus, kemudian biasanya nanti sudah

hari berikutnya muncul anjing pelacak atau mungkin pemakaian alat berat. Tapi di

luar itu, kalau kita di Kompas sebagai fotografer, biasanya saat ditugaskan untuk

liputan bencana tidak hanya memakai “kacamata yang sempit” yang sebatas meliput

bencana. Dalam arti, kami sebagai fotografer juga mencari dampak-dampak di luar

lokasi yang menderita bencana, karena tidak ada suatu peristiwa yang tidak memberi

Page 136: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

125

dampak pada yang lain. Saya mencoba melihat dampak dari perekonomian dan

mencari feature. Salah satu angle yang saya ambil adalah perkebunan kopi -karena

Gayo terkenal dengan kopinya- yang ternyata mengakibatkan penggilingan kopinya

rubuh.

Hari berikutnya, kalau tidak salah hari keempat saya di Gayo, akan memasuki

bulan Ramadan, kami sesama tim Kompas sudah bersiap, artinya, kita harus melihat

bagaimana mereka (para pengungsi) akan memulai Ramadan pertama. Kita sudah

mulai cari tahu. Ternyata ada tradisi “meugang” yang kebetulan saya bikin foto

story tentang itu. Kalau tidak salah satu pekan setelah foto ini, foto story saya

tersebut terbit di Kompas. Jadi, sudah pasti peristiwa yang uptodate terjadi disana

harus saya ambil, karena kita akan terus kasih informasi kepada pembaca,

bagaimana kondisi gempa di sana. Dan terutama ketika sudah mau Ramadan, waktu

itu kondisi mereka tarawih pertama adalah penting untuk saya ambil. Sudah seperti

tradisi, saat kita memasuki Ramadan kita pasti akan dapat permintaan dari editor

foto untuk kita yang di Jakarta pergi ke Istiqlal, atau masjid mana yang unik.

Termasuk saya saat sedang liputan bencana, dititipkan (oleh editor foto) bagaimana

Ramadan pertama di sana. Begitu juga dengan teman-teman lain di luar Jakarta.

Kebetulan karena waktu itu saya di Gayo, saya berfikir kondisi yang tidak normal

adalah ketika harus melewati puasa pertama di tenda pengungsian. Otomatis saya

langsung konsentrasi ke tenda pengungsian. Target saya sore itu, saya cari

pengungsian yang terbesar, karena ada banyak kantong pengungsian, dan beberapa

dari mereka ada yang ngungsi di depan reruntuhan rumahnya, jadi cuma pakai tenda

kecil untuk sesama keluarga. Posko pengungsian besar ada di Kute Glime, jadi saya

ke sana.

Page 137: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

126

Saat liputan, saya tidak hanya mengambil foto yang beda dari yang lain,

tetapi juga mencari objek yang value-nya lebih dibanding yang sudah biasa

ditampilkan. Kita ajak orang berfikir, bagaimana yang lain bisa tarawih di rumah

dengan keluarga, suka cita pergi ke masjid, bagaimana dengan saudara kita di

pengungsian. Kita mau memberi perspektif untuk orang lain peduli dengan sesama,

ikut merasakannya. Dan jadilah foto ini.

2. Proses terpilihnya foto Mba Lasti ini menjadi foto headline?

Setelah selesai liputan, semua fotografer pasti menyetor, saya di Gayo, yang

lain di Yogyakarta, ada yang dari Surabaya dan sebagainya. Nah yang menentukan

ini kemudian dipilih menjadi foto headline di bulan pertama Ramadan adalah editor

foto. Keputusan itu kenapa dipilih karena ada dua hal, yaitu dilihat dari konten dan

visualnya. Mungkin karena kontennya lebih “dalem” dan secara visual, namanya foto

jurnalistik, walaupun dia news, buat saya tetap sebuah karya seni. Kalau foto jelek

juga orang ga akan mau lihat.

3. Jadi momennya pun berdekatan ya Mba, terjadinya gempa, kemudian bulan

Ramadan?

Ya, dan setelah ini, besok paginya ada ritual “meugang” yang tadi saya

cerita. Jadi kalau di sana itu mereka ada seperti potong kerbau atau sapi. Saya bikin

foto story dan video juga. Dan itu naik di akhir pekannya. Kita tidak mau terlalu

lambat dalam menampilkan sebuah foto, jangan sampai kehilangan momennya,

karena ini kan momennya juga masih Ramadan, jadi beritanya harus fresh.

Saya juga membuat foto story tentang Desa Serempah yang ada di Gayo. Jadi

Desa Serempah itu adalah Desa yang sudah hancur karena gempa. Bener-bener

sudah tidak ada desanya, sudah habis rata. Saya mengambil angle hanya jejak-

jejaknya saja. Saya ingin mengambil begitu, karena tidak selamanya foto jurnalistik

Page 138: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

127

harus ada orangnya. Yang penting kan kamu bicara. Tersampaikan. Gimana caranya

menyampaikan, kamu bisa mencari caramu. Artinya, cara berbicara itu hampir sama

dengan cara menulis. Cara menulis kan banyak ya, misalnya kamu mau menulis

feature yang bagaimana, yang sangat keras, yang sangat fantasi, memasukkan ada

banyak kalimat-kalimat yang kemudian membuat kamu bisa berfantasi, mau kamu

soft, mau nakal sedikit pakai sentilan-sentilan. Sama, foto juga bisa seperti itu. Kamu

bisa jail, kamu bisa sangat reflektif.

4. Foto simbolik seperti itu apakah bisa masuk koran? Bukanya hanya cocok

untuk pameran foto?

Bisa. Biasanya tidak hanya fotografernya, tapi editornya juga harus punya

visi. Makanya seorang editor tidak mungkin pengalamannya baru, setidaknya,

seorang editor harus memiliki jam terbang yang lumayan. Dan sebaiknya harus tetap

motret, bergaul melihat perkembangan di luar. Tetapi tidak juga hanya editor

fotonya, karena kalau kita bicara koran adalah hasil kerja banyak orang. Saya

sampai sekarang masih berada di Kompas karena dari awal saya memang sepakat,

tidak terima amplop, tidak menerima gratifikasi apapun. Kenapa, karena kita tidak

pernah bisa menjamin apakah berita itu akan naik atau tidak. Sekarang gini, kamu

terima amplop, kalau kamu udah terima amplop, narasumber sudah berharap

beritanya naik dong, sudah bayar nih wartawan, tapi kan sekarang yang punya koran

siapa, disini ada Jacob Utama kemudian ada komisaris-komisaris segala macam, di

bawahnya lagi ada Pemred, Redpel, editor-editor, dan banyak lagi, yang menentukan

Kompas sampai terbit bukan hanya wartawannya, sehingga kalau misalnya saya

terima, itu akan jadi boomerang, selain itu menyalahi kode etik jurnalistik. Yang bisa

dilakukan sebagai foto jurnalis adalah kamu mengcover semaksimal mungkin di

lapangan, apa yang kamu lihat, peristiwa yang kamu lihat, peristiwa yang menurut

Page 139: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

128

kamu, masyarakat perlu untuk mnegtahui, nah setelah itu kamu mengirimkan ke

kantor, lalu ada banyak proses di sini, mulai dari memilih foto, memilih tulisan,

mengedit tulisan, semuanya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan dari media itu

sendiri.

5. Kebijakan di Kompas sendiri seperti apa?

Kebijakan di setiap media hampir sama. Untuk Kompas sendiri, tidak akan

mungkin menampilkan misalnya, alat vital, kita ga akan vulgar, darah-darah tidak

akan muncul. Jadi saya dapet pelajaran banget waktu meliput bom bali satu. Waktu

itu saya belum diangkat. Saat itu agak kecelakaan juga, harusnya saya gak dikirim

kali ya. Tapi ya, waktu itu Anton Triadi, editor foto Kompas. Saat itu saya sedang

tugas di Surabaya, mungkin karena saya yang paling dekat dari Bali, jadi saya

disuruh ke Bali. Masih pakai film, masih pakai FM 2, yang jadul. Itu pertama kalinya

saya meliput bencana dan bertarung dengan media-media asing. Jadi malam itu juga

saya langsung ke rumah sakit. Saat itu mayat-mayat masih berjejeran, terus besoknya

ada yang dimasuk-masukin peti, saya waktu motret masih polos, ya meskipun saya ga

akan motret yang berdarah-darah gitu lah, saya sudah tahu Kompas ga boleh. Saya

motret tuh, saya pikir sudah aman lah karena saya motret cuma kaki-kakinya doang,

saya pikir sudah cukup simbolis, mayatnya juga sudah tertutup sama kain, ternyata

foto saya tidak kepilih. Foto saya kalah sama fotonya Bea Wiharta Reuters. Jadi dia

itu simbolis banget, fotonya hanya kakakinya yang tidak begitu kelihatan sementara

di depannya ada karangan bunga. Fotonya fokus sama karangan bunga, dan latar

belakangnya itu orang tau, jajaran mayat yang hanya kelihatan kakinya yang tertutup

kain, jadi blur gitu yang di belakang. Saya kalah tuh sama foto dia. Saya saja sudah

tidak memperlihatkan gitu ya. Jadi kayak gitu. Sudah menjadi kebijakan di sini,

bahwa Kompas tidak akan menampillkan darah, tidak menampilkan alat vital, tidak

Page 140: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

129

akan menampilkan hal-hal yang sara. Itu yang bukan aturan dari saya, walaupun

saya sepakat, itu aturan dari sini, yang memformulasikan itu jajaran pemred, redpel,

dan sebagainya. Sudah dari awal nilai-nilai tersebut kemudian diturun-temurunkan.

Style menulis juga ditentukan, tidak seperti koran kuning yang bisa seenaknya

menggunakan bahasa lebay.

6. Kalo dari segi angle, mengapa memilih foto dengan angle seperti ini? Apa ada

makna tertentu?

Kalau saya sih setiap memotret, selalu mengambil semua angle. Setelah itu,

pilihlah yang terbaik. Saya selalu berusaha seperti itu. Cobalah semua angle, coba

angle yang tidak lazim, berfikir out of the box. Setiap angle tentu memiliki makna

tertentu, foto dengan versi tenda kelihatan banyak orang sudah pasti saya punya,

versi ibu-ibu ini tanpa ada bocoran sedikit di belakang tenda pengungsian, ada juga.

Jadi, bikinlah semua angle. Apalagi kalau baru awal-awal motret. Dari atas, dari

bawah, dari samping, dari depan, dari belakang. Semuanya aja. Kalau kamu bisa

jungkir balik, ya jungkir balik, kalau kamu bisa tiduran ya tiduran. Nah baru nanti

kamu juga akan tahu, yang terbaik itu yang mana. Nanti juga akan terasa kok. Kalau

misalnya udah editing, kamu nanti akan milih, yang mana yang oke dan tidak. Itu

kadang-kadang experience juga sih. dan saya juga sudah tau, koran saya maunya

apa.

Page 141: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

130

Foto Dokumentasi Wawancara

Wawancara Tahap 1 dengan Johnny T.G (Ketua Desk Foto Kompas)

Page 142: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi

131

Wawancara Tahap 2 dengan Johnny T.G (Ketua Desk Foto Kompas)

Wawancara dengan Lasti Kurnia (Fotografer Kompas)

Page 143: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 144: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 145: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 146: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi
Page 147: NILAI BUDAYA DALAM FOTO JURNALISTIK (Analisis …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26652/1... · Bahasa foto merupakan bahasa ... dapat dielakkan.2 Hal ini terjadi