ni putu aryadnyani

123
TESIS PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO NI PUTU ARYADNYANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

Upload: nguyendat

Post on 04-Jan-2017

301 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ni putu aryadnyani

TESIS

PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT

PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)

SECARA IN VITRO

NI PUTU ARYADNYANI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2012

Page 2: ni putu aryadnyani

TESIS

PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT

PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)

SECARA IN VITRO

NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2012

Page 3: ni putu aryadnyani

PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT

PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)

SECARA IN VITRO

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2012

Page 4: ni putu aryadnyani

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 JULI 2012

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) NIP. 195810101987011002

Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si NIP. 195705131986011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001

Page 5: ni putu aryadnyani

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 11 Juli 2012

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No:1034/UN 14.4/HK/2012, Tanggal 25 Mei 2012

Ketua : Dr. dr. I Dw Md Sukrama, M.Si, Sp.MK (K)

Anggota:

1. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 2. Prof.Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD

Page 6: ni putu aryadnyani

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Alamat: Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana. – Jl. Panglima Sudirman Denpasar, Bali

Tel. 0361-7475076, 742521. Fax 0361-246656, 223797. email. [email protected]

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : Ni Putu Aryadnyani, S.S.T

NIM : 1090761024

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Ilmu Kedokteran Dasar)

Judul : Peningkatan Waktu Fermentasi Kombucha Tea

Meningkatkan Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri

Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) Secara Invitro

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17

tahun 2010 dan peraturan Perundang – undang yang berlaku.

Denpasar, Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

(Ni Putu Aryadnyani)

Page 7: ni putu aryadnyani

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Biomedik Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar dan dr. Ni Made Adi Tarini, Sp.MK selaku kepala Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar atas ijin dan dukungan yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc., Sp.And, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD, dan Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada para dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama menempuh Program Studi Magister Ilmu Biomedik di Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua STIKes Wira Medika Bali, Drs. Siswanto, MM beserta seluruh jajaran manajemen dan Ketua Program Studi Analis Kesehatan, Moh. Fairuz Abadi, M.Si atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di Universitas udayana. Terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja di Prodi Analis

Page 8: ni putu aryadnyani

Kesehatan STIKes Wira medika Bali maupun rekan kerja di Laboratorium Klinik Niki Diagnostic Centre. Kepada staf mikrobiologi Universitas Udayana, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Kepada sahabat Wayan Adi Putra Sesana, S.Pd, M.Hum terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mendiang ibu Ni Nyoman Narsih, AMa. yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan tulus ikhlas, terima kasih atas cinta kasih, motivasi, bimbingan dan doanya hingga akhir hayat. Kepada Ayah IPDA I Nengah Sumartana dan saudara I Kadek Dwija Arya Nugraha atas dukungan baik moral dan material. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Putu Dian Karmana atas dukungan, pengorbanan, cinta dan kasih yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Page 9: ni putu aryadnyani

ABSTRAK

PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO

Salah satu penyebab resistensi bakteri adalah karena bakteri tersebut mampu

menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang menyebabkan kesulitan dalam pemilihan antibiotik sehingga pengobatan secara tradisional dapat digunakan sebagai alternatif, misalnya Kombucha tea yang mengandung berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara invitro, dan apakah semakin lama fermentasi akan memberikan daya hambat yang semakin besar.

Pada penelitian ini digunakan sebanyak lima kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok fermentasi 6 hari, kelompok fermentasi 10 hari, kelompok fermentasi 14 hari, dan kelompok fermentasi 18 hari. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji berupa terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili meter (mm).

Analisis kemaknaan diuji dengan uji One Way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa nilai p<0,005. Hal ini berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada masing-masing kelompok perlakuan berbeda secara bermakna. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference–test (LSD). Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari dibandingkan dengan kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari dan 18 hari (p<0,05).

Simpulan dalam penelitian ini adalah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari memiliki daya antibakteri terhadap Escherichia coli penghasil ESBL. Terjadi peningkatan daya hambat pada lama fermentasi 6 hari ke 10 hari, 14 hari dan 18 hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar dan mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri, mengetahui daya hambat kombucha tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vivo dan untuk membuktikan efek kombucha tea dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi atau sebagai anti bakteri.

Kata kunci: Escherichia coli, ESBL, Kombucha tea

Page 10: ni putu aryadnyani

ABSTRACT

EXTENDING TIME OF KOMBUCHA TEA FERMENTATION IMPROVES THE GROWTH OF IMPEDIMENT CAPASITY OF BACTERIA Escherichia coli ; THE PRODUCER OF EXTENDED

SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) BY IN VITRO METHOD

One of the reason that bacteria turn out to be resistant is the bacteria able to produce Extended Spectrum Beta lactamases (ESBL) that can be bewildering in selecting antibiotic for treatment, hence conventional way of medications is recommended as alternative. For instance, substances function as antibiotic. This research intends to prove whether kombucha tea on fermentation within 6 days, 10 days, 14 days and 18 days are able to impede the bacteria Escherichia coli growth that can produce (ESBL) Extended Spectrum Beta Lactamases invitroly, as well as to figure out the longer fermented is conducted the more impediment capacity will be achieved.

This research, applied five groups inter alia; 6 days fermented group, 10 days fermented group, 14 days fermented and 18 days fermented. Each group treated repetitions for six times. The result showed the formation of impeded zone on surrounding disk which is measured by calipers within milli meter (mm)

The data were analyzed by One Way Anova methodology. It showed the value p<0,001, which indicated that capasity of zone diameter impedement kombucha tea against the Bacteria Escherichia coli in which produce ESBL for aech group distinctly treated significantly. In order to figure out the different group, further test was undertaken on least kombucha tea for 6 days fermentation and compare with others 6 day, 14 days and 18 days fermentation. The conclusion that can be drawn is 6, 10,14,18 days fermented kombucha tea has antibacterial capacity against Escherichia coli ESBL producer, in which display increasing of impedimental capacity for 6, 10,14 and 18 fermentation. The result hopefully can be used for further research to determine the content and mechanism of active substance kombucha tea which has potential as antibacterial, to figure out the impediment capacity of kombucha tea against bacteria growth Escherichia coli as producer of ESBL by invivo method as well as to prove the effect of kombucha tea in impeding pathogen growth on adhesion level or antibacterial

Key words : Escherichia coli, ESBL, kombucha tea

Page 11: ni putu aryadnyani

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM....................................................................................... i

PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

1.3.1 Tujuan umum ......................................................................... 5

1.3.1 Tujuan khusus ........................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1. Escherichia coli............................................................................... 8

2.1.1 Taksonomi .............................................................................. 8

2.1.2 Morfologi ............................................................................... 9

2.1.3 Habitat .................................................................................... 9

2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik ............................................ 10

2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia ................................................ 16

Page 12: ni putu aryadnyani

2.2 Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ................................... 23

2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam ............................................ 25

2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum

Beta Lactamases .................................................................... 27

2.3 Kombucha ........................................................................................ 30

2.3.1 Sejarah ................................................................................... 30

2.3.2 Nama lain ............................................................................... 31

2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi .............................. 31

2.3.4 Kandungan ............................................................................. 32

2.3.5 Manfaat .................................................................................. 33

2.3.6 Prinsip pembuatan .................................................................. 35

2.3.7 Proses fermentasi .................................................................... 37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ................................................................................. 42

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 42

3.2 Konsep ............................................................................................. 43

3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 43

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 45

4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 45

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 46

4.2.1 Tempat penelitian ................................................................... 46

4.2.2 Waktu penelitian ..................................................................... 46

4.3 Penentuan Sumber Data ................................................................... 46

4.3.1 Populasi .................................................................................. 46

4.3.2 Sampel ................................................................................... 46

4.3.3 Besar sampel .......................................................................... 46

4.3.4 Teknik pengambilan sampel ................................................... 47

Page 13: ni putu aryadnyani

4.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 47

4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel ......................................... 47

4.4.2 Definisi operasional variabel................................................... 48

4.5 Bahan Penelitian .............................................................................. 50

4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 50

4.7 Prosedur Penelitian ........................................................................... 53

4.7.1 Alur penelitian ........................................................................ 53

4.7.2 Pembuatan kombucha tea ....................................................... 53

4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL .............. 54

4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri

Escherichia coli penghasil ESBL ............................................ 58

4.8 Analisis Data .................................................................................... 60

BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 61

5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended

Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ........................................ … .... 61

5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli

Penghasil ESBL ..................................................................... … .... 63

5.2.1 Analisis deskriptif .......................................................... … .... 63

5.2.2 Uji normalitas data ........................................................ … .... 64

5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok ............................ … .... 64

5.2.4 Analisis efek perlakuan .................................................. … .... 65

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................. 69

6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended

Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ................................................. 70

Page 14: ni putu aryadnyani

6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia

coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ........... 72

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 80

7.1 Simpulan .......................................................................................... 81

7.2 Saran ................................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 84

LAMPIRAN ................................................................................................. 94

Page 15: ni putu aryadnyani

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli ........................................................ 9

Gambar 2.2 Reaksi Indol............................................................................... 17

Gambar 2.3 Reaksi Methyl red ...................................................................... 18

Gambar 2.4 Reaksi Voges Proskouwer.......................................................... 19

Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat ................................................................... 20

Gambar 2.6 Reaksi Urea ............................................................................... 21

Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat ................................................................ 22

Gambar 2.8 Starter Kombucha ...................................................................... 32

Gambar 2.9 Starter Kombucha dan Kombucha Tea ....................................... 32

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 43

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 45

Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel .......................................................... 48

Gambar 4.3 Alur Penelitian ........................................................................... 53

Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL .................. 68

Page 16: ni putu aryadnyani

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare ..................... 14

Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia......................... 15

Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli ........................................ 23

Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins ................................................... 26

Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL

Pada K. pneumoniae dan E. coli .................................................... 29

Tabel 2.6 Hasil Analisis Biokimia Pada Kombucha Kering ........................... 40

Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering ........................ 41

Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli

Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)................ 62

Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap

Escherichia coli Penghasil ESBL .................................................. 63

Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok ................... 64

Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat

Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil

ESBL Antar Kelompok ................................................................. 65

Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap

Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok

Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................ 65

Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap

Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok

Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................ 66

Page 17: ni putu aryadnyani

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik ................................................ 94

Lampiran 2. Output Hasil uji Statistik ........................................................... 95

Lampiran 3. Dokumentasi ............................................................................. 98

Page 18: ni putu aryadnyani

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan

kematian di negara berkembang termasuk Indonesia, karena penyakit infeksi dapat

ditularkan dari satu orang ke orang yang lain dengan cepat dan mudah.

Mikroorganisme penyebab infeksi adalah bakteri, virus, cacing, protozoa maupun

jamur. Saluran pencernaan mudah terserang mikroorganisme penyebab infeksi

tersebut karena saluran pencernaan merupakan pintu masuknya makanan maupun

minuman yang berisiko membawa mikroorganisme penyebab infeksi. Infeksi saluran

pencernaan yang sering diderita oleh masyarakat umumnya diakibatkan oleh bakteri

golongan Enterobacter. Salah satu bakteri yang tergolong Enterobacter adalah

Escherichia coli.

Risiko terjadinya infeksi pada seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu dosis

patogen, virulensi atau derajat keganasan patogen, dan tingkat kekebalan orang

tersebut (Wahjono, 2007). Pengobatan utama infeksi adalah antibiotik, namun pada

perkembangannya banyak bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotik.

Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang

mendunia, karena menyulitkan terapi penderita. Peningkatan tumbuh dan

berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena proses seleksi (selection) yang

berkaitan dengan penggunaan antibiotik dan penyebaran (spread). Proses seleksi

Page 19: ni putu aryadnyani

dapat dihambat dengan cara meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijaksana,

sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara melaksanakan

pengendalian infeksi (universal precaution) secara benar (Wahjono, 2007).

Penyebab resistensi bakteri salah satunya adalah karena bakteri tersebut mampu

menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang merupakan

kelompok enzim plasmid dengan kemampuan untuk memecah oxyimino B-lactams,

oleh karena itu bakteri yang menghasilkan ESBL resisten terhadap antibiotika

golongan beta laktam. Escherichia coli merupakan bakteri yang mampu

menghasilkan ESBL sehingga pemilihan antibiotika untuk terapinya menjadi sempit.

Saat ini dikenal sejenis teh yang sebenarnya sudah lama diketahui sebagai

minuman kesehatan. Minuman teh tersebut dikenal dengan nama teh Kombucha atau

Kombucha tea. Kombucha kaya kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh

manusia, di antaranya berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa

senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik (Naland, 2008). Kandungan antimikroba

pada minuman kombucha mampu menghambat pertumbuhan Shigella sonnei,

Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium (Hidayat et al., 2006).

Media pertumbuhan kombucha harus mengandung glukosa sebagai sumber

nutrisi. Kombucha dapat ditumbuhkan pada media teh, kopi, rosela (Nurul, A., 2010)

maupun sari buah apel dan wortel (Hidayat et al., 2006).

Kombucha yang ditumbuhkan pada media kopi sering disebut kombucha coffee.

Daya antijamur kombucha coffe pernah dilakukan oleh Rahayu dan Rahayu yang

meneliti uji antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan

Page 20: ni putu aryadnyani

Tricophyton mentagrophytes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kombucha Coffee

mempunyai potensi antijamur terhadap Tricophyton mentagrophytes dan Candida

albicans. Penelitian tentang uji antijamur Kombucha coffee (KC) terhadap Candida

albicans juga pernah dilakukan oleh Sulistyawan (2007). Hasil penelitian

menunjukkan Kombucha coffee berpotensi sebagai antijamur Candida albicans.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Nugroho (2007) yang membuktikan Kombucha

coffe juga berpotensi sebagai antijamur Trichophyton rubrum. Kombucha Coffee juga

telah dibuktikan memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus (Hanani, 2007). Menurut Andrianto (2007) Kombucha Coffee

juga berpotensi sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella

aerogenes.

Kombucha yang ditumbuhkan pada media teh sering disebut kombucha tea.

Daya antibakteri pada kombucha tea telah dibuktikan oleh beberapa penelitian,

diantaranya adalah Rofiq (2002) meneliti pengaruh inhibisi teh fermentasi

kombucha terhadap bakteri Salmonella pullorum secara in vitro. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa teh fermentasi kombucha memiliki aktivitas antimikroba

terhadap Salmonella pullorum. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nurul (2010) yang

meneliti analisis kondisi dan potensi lama fermentasi medium kombucha (Teh, Kopi,

Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan

Bacillus cereus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perbedaan jenis

medium dan lama fermentasi minuman kombucha (teh, kopi, rosela) mempunyai

Page 21: ni putu aryadnyani

potensi daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Bacillus

cereus.

Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa

kombucha mempunyai daya sebagai antibiotik, sehingga peneliti berkeinginan untuk

meneliti apakah kombucha dalam media teh (kombucha tea) mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases

(ESBL) secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dirumuskan

masalah penelitian ini sebagai berikut:

a. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro?.

b. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro?.

c. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro?.

Page 22: ni putu aryadnyani

d. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro?.

e. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya

hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari?.

f. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya

hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari?.

g. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya

hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan waktu

fermentasi kombucha tea dapat meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil ESBL.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara

in vitro.

Page 23: ni putu aryadnyani

b. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara

in vitro.

c. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara

in vitro.

d. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara

in vitro.

e. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan

daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari.

f. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan

daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari.

g. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan

daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

a. Dapat memberikan kontribusi ilmiah bidang functional food khususnya efek

kombucha tea sebagai antibakteri.

Page 24: ni putu aryadnyani

b. Dapat memberikan pengetahuan untuk mengembangkan penggunaan obat

alternatif yaitu kombucha tea sebagai bahan penghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil ESBL

1.4.2 Manfaat aplikasi

a. Dapat diinformasikan kepada masyarakat luas, bahwa dengan

mengkonsumsi kombucha tea mampu menghambat pertumbuhan bakteri

patogen pada saluran pencernaan khususnya Escherichia coli penghasil

ESBL, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan.

b. Dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut

Page 25: ni putu aryadnyani

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Escherichia coli

Escherichia coli awalnya disebut "Bacterium coli commune". Pertama kali

diisolasi oleh Theodor Escherich (1885) dari faeces seorang anak. Habitat umum

Escherichia coli adalah saluran pencernaan manusia dan hewan. Ada strain

Escherichia coli yang bersifat commensal serta tidak berbahaya dan ada yang bersifat

patogen pada manusia dan hewan. Escherichia coli dapat ditemukan di tanah dan air

sebagai akibat dari kontaminasi faeces. keberadaannya digunakan sebagai indikator

kualitas air dan/atau kualitas makanan yang buruk (Sousa, 2006).

2.1.1 Taksonomi

Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut (Breed et al, 1957):

Division : Protophyta

Class : Schizomycetes

Order : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

8

Page 26: ni putu aryadnyani

2.1.2 Morfologi

Escherichia coli adalah Gram negatif, basil, tidak berspora. Ukuran diameter

sekitar 0.5 µm dan panjang sekitar 1.0 – 3.0 µm. Dalam periplasma terdapat

sebuah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan memiliki struktur subunit khas yaitu

asam N-acetylmuramic terhubung oleh ikatan amida dan peptida terdiri dari L-

Alanine, D-glutamat acid, meso-diaminopimelic acid dan D-Alanine.

Escherichia coli memiliki flagella peritrik untuk bergerak. Di antara isolat

Escherichia coli, ada variasi dan kombinasi antigen somatik (O dan K) dan

antigen flagellar (H) (Sousa, 2006).

Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli (Lerner and Lerner, 2003)

2.1.3 Habitat

Escherichia coli adalah mikrobiota yang secara normal terdapat pada saluran

pencernaan mamalia, termasuk manusia. Biasanya bersifat komensal tidak

berbahaya, namun juga terdapat banyak strain patogen Escherichia coli yang

dapat menyebabkan diare dan penyakit lainnya pada manusia dan hewan (Elena

Page 27: ni putu aryadnyani

et al., 2005). Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan

dapat ditemukan pada faeces (Wijayantie, 2009). Jenis patogen dibedakan dari

flora normal oleh adanya faktor virulensi seperti exotoxins. Faktor virulensi

spesifik dan jenis penyakit dapat digunakan untuk memisahkan organisme

menjadi beberapa pathotypes (Anonim, 2009b).

2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik

Manifestasi klinis Escherichia coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak

dapat dibedakan oleh gejala atau tanda-tanda akibat proses yang disebabkan oleh

bakteri lain (Jawetz et al., 1995). Kelainan yang dapat disebabkan oleh

Escherichia coli yaitu:

a. Penyakit diare

1) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC). Organisme ini signifikan

sebagai penyebab diare pada bayi di negara-negara berkembang . EPEC

secara historis diakui berdasarkan serotypes seperti O55: dan O127 h6 : h6

(Sousa, 2006). EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada

anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.

Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang

kuat. EPEC menyebabkan kehilangan mikrofili, pembentukan tumpuan

filamen aktin dan terkadang masuk ke dalam sel mukosa. Dapat terlihat lesi

yang khas dari biopsi lesi usus kecil melalui mikrograf elektron. Infeksi

EPEC menyebabkan diare cair yang biasanya dapat sembuh sendiri tetapi

dapat juga menjadi kronik. Diare EPEC dikaitkan dengan banyak serotipe

Page 28: ni putu aryadnyani

strain specifik Escherichia coli yang diidentifikasi melalui penggolongan

antigen O dan kadang-kadang antigen H. Dapat juga diperiksa dua bentuk

stadium infeksi dengan menggunakan sel HEp-2 (Jawetz et al., 1995).

Serogroups EPEC somatik (O) adalah: O44, O55, O86, O111, O114, O119,

O125, O126, O127, O128, O142 dan O158. EPEC menghasilkan lesi khas

pada saluran pencernaan namun tidak menghasilkan enterotoxins dan tidak

invasif (Anonim, 2009a). Strain EPEC menyebabkan enteritis tidak dengan

menyerang sel epitel usus tetapi dengan melekat pada permukaan

enterocyte dan cytoskeletal menghasilkan lesi (Moat et al.). EPEC

karakteristik dengan kemampuan untuk menyebabkan perubahan dalam

membran microvillus (Anonim, 2000).

2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC). ETEC strain adalah penyebab

utama diare pada manusia dan hewan. ETEC diperkirakan menyebabkan

600 juta kasus diare pada manusia dan 800.000 kematian di seluruh dunia

terutama pada anak-anak di bawah usia 5. Diare oleh ETEC signifikan

secara ekonomi karena dapat menyebabkan diare pada sapi, babi dan

domba. ETEC merupakan penyebab diare ringan atau dalam beberapa

kasus dapat menyebabkan penyakit yang parah seperti kolera, dimana cepat

dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian. Di daerah endemik, bayi dan

anak-anak di bawah usia 5 tahun paling sering terkena. Dan merupakan

salah satu penyebab paling umum traveler's diare. ETEC menghasilkan

enterotoxin yang labil terhadap panas (LT) dan/atau stabil terhadap panas

Page 29: ni putu aryadnyani

(STa dan STb). LT secara struktural dan fungsional mirip dengan toksin

yang dihasilkan oleh Vibrio cholera. STs dapat menyebabkan diare. Ada

dua struktur berbeda STs yaitu STa dan STb (Sousa, 2006). Beberapa strain

ini adalah O6:H16, O8:H9 atau O8:H-, O15:H11 (Anonim, 2009a).

3) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC). Enterohemorrhagic

Escherichia coli (EHEC) pertama kali diidentifikasikan sebagai patogen

pada manusia pada tahun 1982, pada Escherichia coli strain O157 yang

terlibat dalam dua wabah kolitis berdarah (diare berdarah) di Amerika

Serikat (Anonim, 2003). Kolitis berdarah kadang-kadang berkembang

menjadi Hemolytic Uremic Sindrom (HUS), penyebab penting dari

kegagalan ginjal akut pada anak-anak serta morbiditas dan kematian pada

orang dewasa. Tingkat kematian HUS pada orang tua dapat mencapai 50%

(Anonim, 2009b). Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek

sitotoksiknya pada sel vero, suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika.

Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenik dari toksin. EHEC menyebabkan

kolitis hemorragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia

hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik

mikroangiopatik, dan trombositopenia. Verotoksin memiliki banyak sifat

yang mirip dengan toksin Shiga yang dihasilkan oleh beberapa strain

Shigella dysentriae tipe 1; namun kedua toksin berbeda secara antigenik

dan genetik. Serotipe Escherichia coli yang menghasilkan verotoksin yaitu

O157:H7 (Jawetz et al., 1995).

Page 30: ni putu aryadnyani

4) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC). Menimbulkan penyakit yang mirip

dengan shigelosis. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel

epitel mukosa usus. Penyakit sering terjadi pada anak-anak di negara

berkembang dan pada para wisatawan yang menuju ke negara tersebut

(Jawetz et al., 1995). Strain meliputi serotypes spesifik Escherichia coli

(O28, O112, O115, O124, O136, O143, O144, O147, O152, O164 dan

O167) yang berbeda dari EPEC serotipe. EIEC strain menyerupai biokimia

Shigella dan dapat menyerang sel-sel epitel usus (Anonim, 2009a).

5) Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC). Menyebabkan diare akut dan

kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan

pola khas pelekatannya pada sel manusia. Sangat sedikit yang diketahui

mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemiologi penyakit yang

disebabkannya (Jawetz et al., 1995). Beberapa strain menghasilkan

enterotoxin tahan panas (ST). Klinis yang berbeda dari strain ini adalah

diare yang berlangsung lebih dari 14 hari terutama pada anak-anak, namun

tidak sebagai penyebab primer Traveler’s diare. Dua serotipe yang

ditetapkan sebagai prototipe adalah O3:H2 dan O4:H7, dan satu tipe

Escherichia coli (O44) yang terdiri dari strain EAggEC dan EPEC (Jay,

2000). EAEC berhubungan dengan penyakit diare persisten pada bayi

(Anonim, 2000).

Page 31: ni putu aryadnyani

b. Infeksi saluran kemih.

Escherichia coli dapat menjadi penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)

dengan gejala sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. ISK bagian atas

sering menimbulkan nyeri pinggang, namun tidak ada gejala klinik ISK yang

spesifik untuk Escherichia coli (Jawetz et al., 1995). Beberapa isolat,

Escherichia coli O18:K1:H7, memiliki potensi menyebabkan penyakit invasif

neonatal dan infeksi saluran kemih (Sousa, 2006)

c. Sepsis

Bila pertahanan tubuh kurang Escherichia coli dapat memasuki aliran

darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan

terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibodi IgM. Sepsis

dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih (Jawetz et al., 1995).

d. Meningitis

Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis

neonatal dan kira-kira 75% Escherichia coli dari kasus meningitis ini

mempunyai antigen K1. Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida

simpai golongan B dari N. meningitidis (Jawetz et al., 1995).

Page 32: ni putu aryadnyani

Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare (Anonim, 2009a)

E. coli Epidemiologi Diare Mekanisme EHEC Kolitis Hemorragik dan hemolytic

uremic syndrome pada semua usia dan thrombotic thrombocytopenic purpura pada orang dewasa

Berdarah atau tidak

Melekat dan memproduksi sitotoksin

EPEC Akut dan kronik Endemik maupun Epidemik diare pada bayi

Encer/berair Tidak melekat

ETEC Diare pada bayi di negara-negara berkembang dan diare pada wisatawan

Encer/berair Melekat, memproduksi enterotoxin

EIEC Diare dengan demam pada segala usia

Berdarah atau tidak

Melekat, invasi pada mukosa

EAggEC Diare kronik pada bayi Encer/berair Melekat

Page 33: ni putu aryadnyani

Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia (Forbes et al., 2007)

Tipe Patogenesis Keterangan ETEC Menghasilkan enterotoxins tidak tahan panas

(LT) dan/atau tahan panas (ST). Gen kedua toksin terletak pada plasmid. LTs mirip dengan struktur dan fungsi toksin kolera. STs dihasilkan di jaringan usus melalui sekresi melalui rangsangan guanylate cyclase

Penyebab umum diare pada wisatawan. Menginfeksi semua usia

EAEC Mengikat sel-sel usus kecil melalui fimbriae yang dikodekan oleh plasmid dengan berat molekul besar, membentuk gumpalan kecil bakteri pada permukaan sel. Faktor virulensi plasmid lainnya termasuk struktur pilin, enterotoxin tahan panas, novel anti-aggregative protein, dan enterotoxin tidak tahan panas. Semua diyakini menjadi penyebab diare

Terutama menginfeksi anak-anak

EIEC Patogenesis belum semuanya terungkap. Mekanisme diare mirip dengan Shigella spp

Sangat sulit dibedakan dari Shigella spp dan strain E.coli lainnya

EPEC Awalnya menempel di kolon dan usus halus, kemudian menempel erat pada sel epitel usus, yang kemudian menyebabkan hilangnya mikrovilli enterocyte. Gen untuk perlekatan berada dalam sebuah cluster pada kromosom bakteri

Diare pada bayi, terutama pada rumah sakit pada kota besar

EHEC Melekat pada sel-sel epitel usus dengan cara yang sama sebagai EPEC.

Meskipun banyak wabah disebabkan oleh E. coli o157:H7, serotypes lainnya terlibat dalam wabah dan kasus sporadic

Page 34: ni putu aryadnyani

2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia

Escherichia coli sangat sensitif dengan garam konsentrasi tinggi, tidak

memiliki toleransi osmotik, tidak dapat tumbuh di bawah Aw 0,95 dan tumbuh

optimum pada suhu 37°C pada pH 6,0-7,0 (Harley-Prescott, 2002).

a. Karakteristik biakan

Pada Eosin Methylen Blue agar (EMB agar) menghasilkan koloni

berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni kecil dan berkilau

metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993).

Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir serta

bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Koloni berwarna merah

karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi merah (pH dibawah 6,8)

akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et al., 1997). Pada

Endo agar yang mengandung laktosa 1% koloni akan berwarna merah karena

mampu memfermentasi laktosa (Fardiaz, 1993).

b. Karakteristik Biokimia

1) Indol.

Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini. Reaksi positif disebabkan

karena bakteri mengandung enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa

triptophan menghasilkan indole, pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri

menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk kebutuhan nutrisi,

sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media. Adanya

indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara

Page 35: ni putu aryadnyani

reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada

permukaan media (Harley-Prescott, 2002).

Gambar 2.2 Reaksi Indol (Harley-Prescott, 2002)

2) Methyl red

Semua bakteri enterik mengkatabolisme glukosa untuk kebutuhan energi,

namun produk akhir bervariasi tergantung pada jalur enzim yang ada pada

bakteri. Indikator pH methyl red mendeteksi perubahan pH sebagai hasil

dari produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic.

Perubahan warna indikator menjadi merah. Esherichia coli bereaksi positif

pada uji ini. (Harley-Prescott, 2002).

Page 36: ni putu aryadnyani

Gambar 2.3 Reaksi Methyl red (Harley-Prescott, 2002).

3) Voges proskouwer

Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang memfermentasi

glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Dengan penambahan KOH 40% dan

larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut (Barritt’s reagen) akan

terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam sintesis 2,3

butanediol. Reaksi positif adalah dengan terbentuknya warna merah

(Harley-Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.

Page 37: ni putu aryadnyani

Gambar 2.4 Reaksi Voges proskouwer (Harley-Prescott, 2002).

4) Cimon citrat

Uji ini bertujuan untuk menguji kemampuan bakteri dalam

menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan

energinya. Citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Cimon citrat

agar miring mengandung sodium citrat sebagai sumber carbon. NH4+

adalah sumber nitrogen dan mengandung indikator pH Brom Tymol Blue.

Ketika bakteri mengoksidasi sitrat, akan terbentuk CO2 yang bergabung

dengan natrium dan air membentuk natrium karbonat, sebuah produk alkali

sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna menjadi biru (Harley-

Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.

Page 38: ni putu aryadnyani

Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat (Harley-Prescott, 2002).

5) Motility

Uji ini bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang bergerak dengan

flagella. Media Motility mengandung agar ≤0.4%. tes Motility dapat

diamati secara makroskopik pada media dengan adanya zona pertumbuhan

bakteri yang menyebar melewati baris inokulasi (Koneman et al., 1997).

Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini

6) Urea

Uji ini bertujuan untuk mendeteksi aktivitas urease pada bakteri dalam

media yang mengandung urea, menggunakan indikator pH phenol red.

Ketika urea dihidrolisa, amonia akan terakumulasi pada media dan

Page 39: ni putu aryadnyani

membuatnya alkali. Peningkatan pH menyebabkan indikator berubah

warna dari merah jingga menjadi pink atau merah keunguan (Harley-

Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini

Gambar 2.6 Reaksi Urea (Harley-Prescott, 2002).

Page 40: ni putu aryadnyani

7) Triple Sugar Iron (TSI)

Media ini mengandung tiga jenis gula yaitu glukose, laktose dan

sukrose. Digunakan untuk menguji kemampuan bakteri dalam

mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan sulfida

dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. TSI agar slant

mengandung 1% laktose dan sukrose serta 0.1% glukose. Indikator pH

adalah phenol red yang digunakan untuk mendeteksi produksi asam dari

fermentasi glukosa. Pada media TSI, Escherichia coli memproduksi asam

pada dasar tabung, asam atau alkali pada lereng tabung dan tidak

memproduksi H2S dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002).

8) Reduksi Nitrat

Dilakukan oleh nitrate reductase. Escherichia coli mampu mereduksi

nitrat hanya menjadi nitrit. Ion nitrit dideteksi dengan penambahan

sulfanilic acid dan N,N-dimethyl-1-naphthylamine pada cultur. Adanya

nitrit pada media bereaksi dengan reagen menghasilkan warna pink atau

merah (Harley-Prescott, 2002).

Page 41: ni putu aryadnyani

Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat (Harley-Prescott, 2002).

Page 42: ni putu aryadnyani

Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli (Suharto et al., 2003).

NO TES HASIL NO TES HASIL 1 Oxidase test - 15 Malonate - 2 Indole + 16 Gas from

Glukose -

3 Methyl red + 17 Lactose + 4 Voges

proskouwer - 18 Sucrose d

5 Simmons citrate - 19 Mannitol + 6 Hydrogen Sulfida - 20 Dulcitol d 7 Urease - 21 Salici d 8 KCN - 22 Adonitol - 9 Motility + or - 23 Inositol - 10 Gelatin (22 C) - 24 Sorbitol d 11 Lysin

decarboxylase d 25 Arabinose +

12 Arginine dihydrolase

d 26 Raffinose d

13 Ornithin decarboxylase

d 27 Rhamnose d

14 Phenylalanin deaminase

-

Keterangan: d: tipe berbeda dari biokimia +/-

2.2. Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

Antimicrobial beta laktam paling umum digunakan untuk pengobatan infeksi

bakteri. Perlawanan terhadap antibiotik beta lactam paling sering pada bakteri basil

Gram negatif karena mampu memproduksi enzim beta lactamases. Enzim-enzim ini

terus bermutasi dalam menanggapi tekanan berat penggunaan antibiotik dan telah

berkembang disebut Extended Spectrum ß-Lactamases. Banyak ESBL ini telah

berevolusi dari tem1, tem2, dan shv1 ß-lactamases yang tersebar di antara

Enterobactericiae (Al-Zahrani dan Akhtar, 2005).

Page 43: ni putu aryadnyani

ESBL pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983. Sejak saat itu, telah

diidentifikasi di seluruh dunia dan telah ditemukan di sejumlah organisme yang

berbeda, termasuk Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Escherichia coli,

Proteus mirabilis, Enterobacter cloacae, Morganella morganii, Serratia marcescens,

Shigella dysenteriae, Pseudomonas aeruginosa, Burkholderia cepacia,

Capnocytophaga ochracea, Citrobacter species dan Salmonella species (Al-Zahrani

and Akhtar, 2005). ESBL ditemukan di berbagai anggota Enterobacteriaceae,

terutama pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae serta Pseudomonas

aeruginosa (Serefhanoglu et al., 2009). ESBL biasanya terletak pada plasmid yang

dapat dipindahkan dari satu strain ke strain lainnya maupun antara species bakteri

(Rupp and Fey, 2003).

Dalam beberapa dekade terakhir infeksi yang diakibatkan oleh bakteri penghasil

ESBL meningkat. Pilihan terapi infeksi untuk bakteri penghasil ESBL sangat terbatas

dan infeksi oleh bakteri ini menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi pada

pasien rawat inap (Pajariu, 2010). Infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil

ESBL menunjukkan dilema therapeutic yang besar karena pilihan antibiotik yang

terbatas. Hal ini disebabkan karena enzim beta laktamase yang dihasilkan kuman

mempunyai spektrum lebar (Wahjono, 2007). ESBL memiliki kemampuan untuk

menghidrolisis dan menyebabkan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotik beta

laktam, termasuk spektrum yang diperluas (generasi ketiga) chepalosporins

(misalnya, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime) dan monobactams (misalnya

aztreonam), tetapi tidak cephamycins (misalnya cefoxitin dan cefotetan) dan

Page 44: ni putu aryadnyani

carbapenems (misalnya imipenem, meropenem dan ertapenem) (Pitout and Laupland,

2008). ESBLs memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam, dan

cephalosporins tapi juga bisa tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain termasuk

aminoglycosides, trimethoprim-sulfamethoxazole dan quinolones (Serefhanoglu et

al., 2009).

2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam:

a. Beta laktam I (penisilin-penisilin)

Aktifitas antibiotik beta laktam ditentukan oleh kemampuannya mencapai dan

berinteraksi dengan sasaran dalam membran sitoplasma. Pemilihan molekul ß-

laktam I yang cocok dipengaruhi oleh tiga faktor: 1) kemampuan menembus

lapisan luar dan mencapai sasaran (penting pada bakteri Gram negatif); 2)

Kemampuan menahan kerja ß-laktamase yang sangat bervariasi kespesifikan dan

aktivitasnya (berkisar dari penisilinase yang dominan sampai hampir seluruh

sefalosporinase); 3) Aktivitas protein pengikat penisilin yang berfungsi dalam

sintesis peptidoglikan (Wattimena et al., 1991). Berdasarkan mekanisme kerjanya

antibiotik ß-laktam I termasuk antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel

mikroba pada mikroba yang aktif membelah dengan cara dilisiskan oleh suatu

asetilmuramidase. Yang termasuk dalam golongan antibiotik ß-laktam I adalah:

Penisilin G; Fenoksimetilpenisilin (penisilin V); Amoksisilin; Ampisilin;

Bakampisilin; Siklasilin; Hetasilin; Dikloksasilin; Metisilin; Nafsilin; Kloksasilin;

Oksasilin; Karbenisilin; Tikarsilin; Azlosilin; Mezlosilin; Piperasilin (Wattimena

et al., 1991).

Page 45: ni putu aryadnyani

b. Beta laktam II (kelompok sefalosporin)

Sefalosporin yang digunakan secara klinis dapat digolongkan menjadi 5

kelompok berdasarkan resistensi terhadap ß-laktamase, kestabilan metabolisme

dan kemungkinan penggunaan secara oral (Wattimena et al., 1991).

1) Kelompok1. Terdiri dari sefalotin, sefapirin dan sefatril. Diberikan secara

parenteral. Peka terhadap ß-laktamase dan metabolik tidak stabil

2) Kelompok 2. Terdiri dari sefaloridin, sefazolin, sefazedon, seforamid, sefozeflur

dan sefotiam. Diberikan secara parenteral, peka terhadap ß-laktamase dan stabil

terhadap metabolisme.

3) Kelompok 3. Terdiri dari sefaleksin, sefaloglisin, sefaklor, sefadroksil,

sefatrizin dan sefradin. Diberikan secara oral, peka terhadap ß-laktamase

4) Kelompok 4. Semestinya dapat diberikan secara oral dan tahan terhadap

penguraian oleh ß-laktamase. Belum terwakili

5) Kelompok 5. Terdiri dari sefuroksim, sefamandol, sefanisid, sefotaksim,

seftizoksim, sefsulodin, sefoperazon, sefoksitin dan moksalaktam. Diberikan

secara parenteral dan tidak terurai oleh ß-laktamase

Page 46: ni putu aryadnyani

Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins (Manickam and Alfa, 2008)

Generation Generic

name Trade name

First cefazolin Ancef/Kefzol cephalexin Keflex

Second cefaclor Cefaclor cefuroxime Zinacef, Ceftin

Third cefotaxime Claforan

ceftriaxone Rocephin ceftazidime Fortaz

Fourth cefepime Maxipime

2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases

Identifikasi kuman penghasil ESBL dapat dilakukan melalui beberapa metode

yaitu:

a. Double disc synergy test

Pada tes ini disk cephalosporin generasi ketiga dan augmetin diletakkan pada

media Muller Hinton Agar dengan jarak antara bagian tengah (pusat disk) 30 mm.

Adanya ekstensi yang jelas dari tepi zona inhibisi cephalosporin menuju

augmentin disc ditafsirkan sebagai positif untuk produksi ESBL (Chaudhary dan

Anggarwal, 2004).

Page 47: ni putu aryadnyani

b. Three dimensional test

Metode ini dikembangkan oleh Thomson dan Sanders. Bakteri diinokulasikan

sesuai dengan metode standar TKA (densitas optik koloni setara dengan 0,5

McFarland), kemudian dibuat suatu potongan melingkar sebesar 4 mm pada agar.

Setelah itu pada lobang yang telah dibuat diinokulasikan bakteri dengan

kandungan 109 sampai 1010 CFU/ml. Disk β-lactam diletakkan pada permukaan

agar dengan jarak 3 mm dari tepi lobang tadi. β-Lactamase-Induced akan

menginaktivasi tiap uji antibiotik. Cara mendeteksinya adalah dengan memeriksa

tepi dari zona hambatan di sekitar persimpangan lobang (circular three-

dimensional inoculation). Kehadiran β-lactamase / ESBL yang menginaktivasi

antibiotik dapat dinilai dengan cara terlihatnya suatu distorsi atau diskontinuitas di

zona hambatan yang biasanya berbentuk melingkar atau menghasilkan koloni yang

berbeda di sekitar celah inokulasi (Paterson dan Bonomo, 2005).

c. Inhibitor potentiated disc diffusion test

Disk cephalosporin ditempatkan pada tempat yang mengandung clavulanate

selanjutnya diletakkan pada agar Mueller-Hinton tanpa disertai clavulanic acid

lagi. ESBL ditetapkan jika ditemukan >10 mm peningkatan zona hambatan pada

area yang berisi clavulanate dibandingkan disk cephalosporin murni (Chaudhary

dan Anggarwal, 2004).

d. Disk approximation test

Page 48: ni putu aryadnyani

Cefoxitin (inducer) disk ditempatkan pada jarak dari 2,5 cm dari cephalosporin

disc. Produksi penghambatan beta laktamase ditandai dengan zona inhibisi yang

rata pada disk cephalosporin >1 mm (Chaudhary dan Anggarwal, 2004).

e. MIC reduction test

Pengurangan 8 kali lipat MIC cephalosporin di hadapan para clavulanic asam

menunjukkan produksi ESBL (Chaudhary dan Anggarwal, 2004).

f. Vitex ESBL test

Inokulasikan bakteri pada kartu yang berisi empat well. Penurunan

pertumbuhan pada well cephalosporin yang mengandung clavulanic acid jika

dibandingkan dengan pertumbuhan pada well yang hanya mengandung

cephalosporin dapat diindikasikan sebagai ESBL (Chaudhary dan Anggarwal,

2004).

g. E test

AB Biodisk (Solna, swedia) memproduksi plastic drug-imprenagted strips

(strip plastik yang telah diletakkan antibiotik). Salah satu ujung strip berisi

ceftazidime (kadar MIC antara 0,5-32 ug/ml) dan sisi yang lain ditanam

ceftazidime dan clavulanate (4 ug/ml). Saat ini strip yang mengandung cefotaxime

dan cefotaxime / clavulanate. E Test dapat berguna sebagai uji penyaring maupun

phenotypic confirmation terhadap bakteri penghasil ESBL. Sensitivitas E Test

adalah 87 - 100% , spesifisitas 95-100% (untuk phenotypic confirmation test).

Sensitivitas dan spesifisitas metode tergantung pada rasio perbandingan MIC

cephalosporin dan cephalosporin/Clavulanate. Rekomendasi dari pabrik pembuat

Page 49: ni putu aryadnyani

E Test dalam menentukan ESBL adalah terjadi rasio MIC cephalosporin:

cephalosporin/clavulanate ≥ 8 (Luhulima et al., t.t.).

Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL

Pada K. pneumoniae dan E. coli (Public Health Agency of Canada, 1998)

Antibiotik Zona Inhibisi untuk Strain Rentan

Zona Inhibisi untuk Strain yang Memproduksi ESBL

MIC untuk Strain Rentan

MIC untuk Strain yang Memproduksi ESBL

Aztreonam 30 g >= 22 mm <= 27 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l

Cefotaxime 30 g >= 23 mm <= 27 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l

Cefpodoxime 10 g >= 21 mm <= 22 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l

Ceftazidime 30 g >= 18 mm <= 22 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l

Ceftriaxone 30 g >= 21 mm <= 25 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l

2.3. Kombucha

2.3.1 Sejarah

Kombucha adalah minuman populer di antara makanan fermentasi tradisional di

seluruh dunia (Talawat et al., 2006). Menurut Greenwalt et al, kombucha adalah teh

fermentasi tradisional yang telah populer di Amerika Serikat sehubungan dengan

efeknya bagi kesehatan. Kombucha adalah minuman teh yang sedikit manis, teh

asam yang saat ini telah dikonsumsi di seluruh dunia. Kombucha dikonsumsumsi

luas sebagai minuman yang menyehatkan karena mudah dan aman diproduksi di

rumah

Page 50: ni putu aryadnyani

Kombucha atau dikenal masyarakat Indonesia sebagai jamur teh atau jamur dipo,

adalah fermentasi teh menggunakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga

diperoleh citarasa asam dan terbentuk lapisan nata (Hidayat et al., 2006). Banyak

orang menduga bahwa kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di

daratan Cina yang sudah mengenal teh fermentasi ini sejak 3000 tahun yang lalu.

Nama kombucha berasal dari dua kata yaitu “kombu” dan ”cha”. Cha berasal dari

bahasa Cina yang berarti teh sedangkan Kombu adalah nama seorang tabib Korea

dari abad ke-5 masehi yang berhasil menyembuhkan kaisar Jepang yang bernama

Inkyo sekitar tahun 414 SM. Kaisar menderita sembelit berkepanjangan dan

disembuhkan oleh tabib dengan teh hasil fermentasi. Atas jasa tabib tersebut sang

kaisar memberi nama ramuan tersebut “kombucha” yang berarti teh ramuan dari

seorang tabib yang bernama Kombu (Naland, 2008).

2.3.2 Nama lain

Manchurian tea mushroom, hung ca ku, cajnyj kvas, heldenpilz, mandarin tea

mushroom, fungus japonicum, tea kwass, olinka, mogu, kargasok tea, zauberpilze,

olga spring, jamur super, jamur dipo, teh kombu, tea of immortality (Naland, 2008),

Medusomyces gisevii (Jayabalan et al., 2010), fungo-japan, pitchia fermentants,

cembuya orientalis, tschambucco, volga spring, champinon de longue vie, kwassan,

champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).

Page 51: ni putu aryadnyani

2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi

Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang

berperan dalam pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya

Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus

varietas (Naland, 2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma,

Mycotorula, dan Z. rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah

Acetobacter xylium, Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia

fermentans, Torula varietas (Naland, 2008) A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter,

Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006).

Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan

ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Para ahli menyebut jamur bakteri

ini dengan sebutan Symbiosis Colony of Bactery Yeast (koloni scoby). Sifatnya yang

seperti gel membuat bentuk koloni scoby mengikuti bentuk wadah (tempat

pembiakan). Tumbuh pada lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh

manis. Koloni ini akan membentuk susunan yang berlapis-lapis yang semakin lama

semakin tebal (Naland, 2008).

Page 52: ni putu aryadnyani

Gambar 2.8

Starter Kombucha (Frank, t.t.)

Gambar 2.9

Starter Kombucha dan Kombucha Tea (Naland, 2008)

2.3.4 Kandungan

Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol (0,5-

1%), karbon dioksida, vitamin B kompleks (B1/tiamin, B2/riboflavin, B3/niasin

Page 53: ni putu aryadnyani

nicotinic acid, B6/piridoksin, B12/sianokobalamin, b15), vitamin C, asam folat

(citroforum factor atau leucovorin), asam glukoronat, asam asetat, asam hyaluronic

(asam hyaluronidase) asam chondroitin sulfat, asam laktat (asam 2-

hidroksipropanoat), senyawa mirip Acetaminophen, asam amino esensial, enzim,

antibiotik dan kandungan lain seperti polifenol dan usnic acid yang berperan sebagai

antivirus dan antibakteri (Hidayat et al., 2006 ; Naland, 2008).

2.3.5 Manfaat

Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme berbahaya yang

menyebabkan penyakit membuat kombucha aman untuk dipersiapkan sendiri di

rumah tanpa risiko patogenik untuk kesehatan (Talawat et al., 2006). Kombucha

dipercaya masyarakat dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti

darah tinggi atau rendah, rematik, kegemukan, arthritis, migraine, diabetes dan

lainnya. Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu

memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai

kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin.

Kandungan antimikrobia pada minuman kombucha mampu menghambat

pertumbuhan Shigella sonnei, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium

(Hidayat et al., 2006). Frank (1994), menyatakan kombinasi asam glukoronat dan

asam laktat dalam Kombucha sangat efektif untuk menghancurkan

mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Penelitian baru-baru pada kombucha

telah membuktikan bahwa kegiatan antimicrobial berbagai mikroorganisme patogen

sebagian besar disebabkan oleh asam asetat, dimana asam asetat diketahui mampu

Page 54: ni putu aryadnyani

menghambat dan membunuh sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif

(Talawat et al., 2006).

Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah pemakai kombucha yang

terdapat di daerah Kargasok (Rusia), Polandia, Amerika, Cina dan beberapa negara

lainnya. untuk membuktikan khasiat kombucha. Penduduk Kargasok mengkonsumsi

kombucha setiap hari sehingga banyak yang berumur panjang bahkan lebih dari 100

tahun. Meskipun sudah tua, mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang

masih produktif. Selain itu di Rusia kombucha juga digunakan untuk mengobati

pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi kombucha secara rutin, kebiasaan

minum minuman beralkohol akan berkurang dan bahkan ditinggalkan. Efektifitas

penyembuhan dari kombucha berbasis pada asam glukonat, asam glukoronat, asam

laktat, asam asetat, vitamin C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun demikian,

kombucha bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan penggunaan obat resep dokter.

Prinsipnya kombucha berperan meningkatkan derajad kesehatan dan daya tahan

tubuh. Dengan meningkatnya kondisi daya tahan dan kesehatan tubuh, pencegahan

dan penyembuhan berbagai macam penyakit bisa lebih optimal (Naland, 2008). Hasil

fermentasi dan oksidasi dari mikroorganisme pada kombucha menghasilkan berbagai

macam asam organik, vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa

kombucha mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah penyakit

jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan tubuh dan mengurangi

peradangan (Dufresne and Farnworth, 2000). Kombucha tea berpotensi sebagai anti

stress, hepato-protective, antioksidan meningkatkan imunitas (Pauline et al., 2001).

Page 55: ni putu aryadnyani

Aktivitas antioksidan kombucha tea meningkat sejalan dengan lamanya fermentasi

(Suhartatik dan Kurniawati, 2008). Beberapa khasiat dari kombucha adalah (Naland,

2008): pencegah kanker; memperbaiki fungsi hati; membantu mengobati tekanan

darah tinggi; pencegah stroke; pereda nyeri tenggorok; pengikis lemak dan kolesterol;

penangkal racun (detoksifikasi); penjaga stamina tubuh; mengatasi keluhan

persendian; memperbaiki sistem pencernaan; membantu mengatasi keluhan alergi;

meringankan pramenstrual pain; membantu menenangkan jiwa; menjaga kebersihan

kulit wajah; membantu mengatasi kemandulan. Daya antioksidan kombucha tea telah

dibuktikan oleh Bhattacharya, et al. (2011) yaitu kombucha tea mempunyai efek

perlindungan terhadap kematian sel hepar yang dipicu oleh sitotoksisitas tertiary

butyl hydroperoxide. Cavusoglu dan Guler (2010) membuktikan bahwa kombucha

tea memberikan efek perlindungan pada kelainan kromosom limfosit manusia secara

in vitro akibat radiasi gamma. Selain itu kombucha tea juga mampu melindungi

toksisitas phenol pada jaringan paru, jantung, perut, usus, hati dan ginjal tikus (Yapar

et al., 2010). Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Ibrahim, 2003 yang telah

membuktikan kombucha tea dapat melindungi hati dan ginjal tikus akibat penyinaran

Cadmium Chloride.

2.3.6 Prinsip pembuatan (Naland, 2008):

a. Alat yang digunakan

Panci yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan kaca atau stainless steel.

Demikian juga toples yang digunakan sebaiknya berasal dari bahan kaca bukan

logam ataupun plastik karena dikhawatirkan akan bereaksi dengan asam selama

Page 56: ni putu aryadnyani

proses fermentasi. Tutup toples sebaiknya dari kain karena mempunyai pori-pori

untuk mengeluarkan udara.

b. Starter kombucha

Bibit kombucha yang digunakan harus sehat yaitu berwarna putih bersih,

mengkilat, bentuknya menyerupai kue serabi. Koloni yang berwarna kotor, hitam

atau coklat sebaiknya tidak digunakan lagi karena sudah tercemar. Satu lembar

koloni kombucha bisa digunakan untuk membuat teh kombucha sampai dengan

15-20 kali pemakaian.

c. Air yang digunakan

Gunakan air yang bersih agar fermentasi berhasil dan tidak ada kontaminan.

Selain itu air yang digunakan sebaiknya memiliki angka nilai endapan (total

diluted sediment) rendah karena berpengaruh pada kenikmatan teh kombucha

d. Tempat

Pilihlah tempat yang teduh, bersih dan terlindung dari sinar matahari. Suhu

optimal adalah 23-27°C. Kombucha tidak akan tumbuh bila terkena sinar matahari

langsung. Ruangan sebaiknya terhindar dari asap rokok karena senyawa nikotin

pada tembakau bersifat antijamur yang kemungkinan dapat mematikan aktivitas

ragi pada kombucha.

e. Hasil yang diinginkan

Bila menginginkan rasa yang lebih nikmat sebaiknya gunakan teh hitam

karena aromanya paling wangi. Bila untuk pengobatan sebaiknya gunakan teh

hijau karena memiliki antioksidan alami sehingga kombucha lebih berkhasiat.

Page 57: ni putu aryadnyani

2.3.7 Proses fermentasi:

Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan

CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan

teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh

bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari

sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh

Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh

ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al.,

2006).

Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya

(Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga

koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan

(Talawat et al., 2006). Bakteri A. xilinum mengubah gula menjadi selulosa yang

disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah

habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif

lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi berkisar 4-14 hari. Semakin

lama fermentasi maka akan semakin asam dan rasa manis semakin berkurang. Lama

fermentasi yang disarankan adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi

dan minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur. Pada fermentasi 10 hari,

dengan kadar gula awal 8%, akan diperoleh fruktosa 25 g/L, asam glukonat 3,1 g/L,

dan asam asetat 2 g/L. Jika fermentasi diperpanjang menjadi 13 hari, maka fruktosa

menjadi 15,03 g/L, asam glukonat 6,64 g/L dan asam asetat 8,61 g/L Kombucha

Page 58: ni putu aryadnyani

selain dibuat dari teh juga dapat dibuat dari berbagai bahan baku seperti apel, wortel,

dan sebagainya jika akan digunakan untuk minuman atau dari limbah pertanian

seperti limbah cair tahu, tempe dan tapioca jika akan digunakan untuk produksi

selulosa (Hidayat et al., 2006). Perubahan mikrobia dan biokimia yang terjadi pada

kombucha adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan Khamir dan bakteri

Total jumlah bakteri dan yeast pada kombucha tea meningkat sesuai dengan

peningkatan waktu fermentasi (Jayabalan et al., 2010). Jumlah khamir hidup

meningkat selama waktu inkubasi (6-14 hari). Walaupun jumlah sel akhir tetap

tinggi (sekitar 105-106 cfu/ml) namun jumlahnya akan terus menurun jika

fermentasi dilanjutkan. Konsentrasi sel khamir dalam cairan umumnya lebih tinggi

daripada yang terdapat dalam pelikel. Dalam pertumbuhan di PDA terdapat dua

tipe koloni. Hal ini menunjukkan adanya dua tipe khamir yang terdapat pada

kombucha. Hasil serupa juga terjadi pada bakteri asam asetat yang menunjukkan

jumlah dalam larutan lebih tinggi daripada dalam pelikel. Pertumbuhan bakteri

meningkat dengan cepat pada 6 hari pertama fermentasi (Hidayat et al., 2006)

b. Perubahan kandungan gula

Konsentrasi sukrosa menurun secara linier dengan waktu selama 30 hari

diikuti dengan penurunan yang lebih lambat. Rerata konsentrasi glukosa

meningkat dan mencapai konsentrasi tertinggi (1,2%) setelah 30 hari. Dengan kata

lain, konsentrasi fruktosa meningkat selama periode fermentasi, dan mencapai

5,5% pada 30 hari fermentasi (Hidayat et al., 2006). Konsentrasi sukrose yang

Page 59: ni putu aryadnyani

digunakan sebagai sumber carbon sangat mempengaruhi hasil selulose bakteri.

Profil mikroba yang penting (bakteri asam asetat dan yeast) dalam produksi

selulose bakteri diungkapkan dalam hubungan simbiosis pada aktivitas metabolik

yaitu lama fermentasi dapat meningkatkan lapisan selulose (Goh et al., 2012).

c. Produksi etanol

Perubahan konsentrasi etanol dalam kombucha selama fermentasi

menunjukkan peningkatan pada masa awal fermentasi, yang mencapai 0,55% pada

20 hari fermentasi kemudian turun sampai akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006).

d. Perubahan asam Organik

Produksi asam organik menunjukkan peningkatan selama fermentasi dan

mencapai 1,1 g/100 ml yang dicapai pada fermentasi 30 hari, yang kemudian turun

menjadi 0,8 g/100 ml pada 60 hari fermentasi. Asam glukonat dan asam organik

lain juga ditemukan setelah 6 hari fermentasi dan mencapai 3,9 g/100 ml pada

akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006). Kadar succinic acid dan gluconic acid

meningkat seiring dengan lama fermentasi. Demikian juga dengan daya antibakteri

terhadap V. cholera, S. typhi dan P. aeruginosa meningkat dengan peningkatan

waktu fermentasi (Talawat et al., 2006). Aktivitas antimikroba kombucha tea

berasal dari komposisi acetic acid (Greenwalt et al., t.t.). Total Asam, kandungan

D-Gluconic Acid dan pH kombucha meningkat seiring peningkatan waktu

fermentasi, sedangkan kandungan caffein menurun seiring dengan peningkatan

waktu fermentasi (Malbasa et al., 2006).

Page 60: ni putu aryadnyani

Tabel 2.6 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)

Page 61: ni putu aryadnyani

Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)

Page 62: ni putu aryadnyani

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan dapat

ditemukan pada feces. Meskipun demikian bakteri ini juga dapat bersifat patogen

yaitu menyebabkan diare, peradangan usus hingga menimbulkan infeksi pada saluran

kemih, sepsis dan meningitis. Pada perkembangannya, bakteri ini mampu

menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) sehingga pilihan

antibiotika untuk pengobatan infeksi menjadi lebih sempit.

Kombucha tea merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik

karena menghasilkan asam-asam organik seperti asam glukoronat, asam laktat, asam

asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat

efektif untuk menghancurkan mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur).

Beberapa penelitian telah membuktikan daya antibiotik dari kombucha terhadap

bakteri maupun jamur patogen. Kombucha tea diharapkan juga mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL sehingga dapat digunakan

sebagai pilihan pengobatan alternatif di samping antibiotika pada umumnya karena

Escherichia coli penghasil ESBL ini multiresisten terhadap berbagai jenis antibiotika.

Asam organik yang diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat

seiring dengan waktu. Hal tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa lama

fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti mikroba atau dengan kata

Page 63: ni putu aryadnyani

lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka daya hambat terhadap

bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar

3.1 Konsep

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pikir, dan konsep penelitian yang telah

diuraikan di atas ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

secara in vitro.

Faktor internal - Jenis media - pH media - Suhu inkubasi - Waktu inkubasi - Jumlah Escherichia

coli

Kombucha Tea Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari

Escherichia coli penghasil ESBL

Menghambat pertumbuhan (zona hambat)

Faktor Eksternal

- Sterilitas pembuatan kombucha tea

Page 64: ni putu aryadnyani

2. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

secara in vitro.

3. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

secara in vitro.

4. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

secara in vitro.

5. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat

lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari

6. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat

lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari

7. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat

lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari

Page 65: ni putu aryadnyani

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sesungguhnya (true experimental)

menggunakan rancangan The Randomized Posttest Control Group Design yang

bagannya disajikan pada Gambar 4.1 ( Pocock, 2008).

O1

P S RA O2

O3

O4

O5

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan:

P = populasi;

R = random alokasi;

S = sampel;

P0 = kelompok kontrol;

P1 = perlakuan fermentasi kombucha tea 6 hari;

P2 = perlakuan fermentasi kombucha tea 10 hari;

P0

P2 P1

P3

P4

Page 66: ni putu aryadnyani

P3 = perlakuan fermentasi kombucha tea 14 hari;

P4 = perlakuan fermentasi kombucha tea 18 hari

O1, O2, O3, O4 dan O5 = observasi setelah perlakuan (data posttest)

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Isolat murni bakteri Escherichia coli penghasil ESBL diperoleh dari Instalasi

Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar, dan penelitian dilaksanakan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012

4.3. Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi

Bakteri Escherichia coli

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Isolat murni bakteri Escherichia coli yang

menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

Page 67: ni putu aryadnyani

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer ( Hanafiah, 1991):

(t-1)(r-1) ≥ 15

(4-1) (r-1) ≥ 15

(r-1) ≥ 15 : 3

(r-1) ≥ 5

r-1 ≥ 6

Jumlah replikasi (r) ≥ 6, jadi besar sampel adalah 24

Keterangan :

t = Jumlah perlakuan

r = Replikasi / pengulangan

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini digunakan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL yang

diinokulasikan pada media Muller Hinton Agar (MHA). Plate kultur kuman dipilih

secara random yang dialokasikan menjadi 5 kelompok.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Variabel bebas adalah waktu fermentasi kombucha tea (6 hari, 10 hari, 14 hari

dan 18 hari)

b. Variabel tergantung adalah diameter zona hambat Escherichia coli

Page 68: ni putu aryadnyani

c. Variabel kendali adalah sterilitas pembuatan kombucha tea, jenis media, pH

media, suhu inkubasi, waktu inkubasi, jumlah Escherichia coli

Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel

4.4.2 Definisi operasional variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan menghindari pengertian variabel

yang diteliti, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

a. Waktu fermentasi Kombucha tea adalah lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk menghasilkan produk fermentasi teh dengan starter kombucha. Waktu

yang dibutuhkan adalah 4-14 hari (Hidayat et al., 2006). Dalam penelitian ini

waktu fermentasi yang digunakan adalah 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari.

Variabel Kendali - Sterilitas pembuatan kombucha

tea - Jenis media - pH media - Suhu inkubasi - Waktu inkubasi - Jumlah Escherichia coli

Variabel Bebas Kombucha Tea

Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari

Variabel Tergantung Zona hambat Escherichia

coli penghasil ESBL

Page 69: ni putu aryadnyani

b. Diameter zona hambat Escherichia coli adalah diameter zona yang terbentuk

pada difusi disk yang diukur dalam satuan milimeter menggunakan jangka

sorong. Penentuan antibiogram dilakukan dengan mengukur diameter zona

hambat pertumbuhan bakteri oleh masing-masing cakram antibiotika (Noor

dan Poelongan, 2008). Bila tidak terbentuk zona hambatan, maka diameter

zona hambat ditentukan sesuai dengan diameter disk yang digunakan.

c. Sterilitas pembuatan kombucha tea adalah upaya meminimalkan adanya

kontaminasi pada pembuatan kombucha tea. Upaya ini dapat dilakukan

dengan cara menggunakan peralatan yang bersih dan steril (Hidayat et al.,

2006).

d. Jenis media adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri

Escherichia coli dan menguji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri

Escherichia coli yang ditanam. Media yang digunakan yaitu media padat

Muller Hinton Agar (Koneman et al., 1997) dengan ketebalan media pada

cawan petri adalah 4 mm (Benson, 2001).

e. pH media adalah tingkat keasaman pada media perbenihan. pH pada media

Muller Hinton Agar adalah 7,2-7,4 (Benson, 2001)

f. Suhu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan derajad panas yang

digunakan untuk menumbuhkan bakteri Escherichia coli secara optimal yang

diukur dengan termometer dengan satuan derajad celcius. Suhu optimum

adalah 37°C (Harley-Prescott, 2002)

Page 70: ni putu aryadnyani

g. Waktu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan lamanya periode waktu

mulai dari masuknya media pertumbuhan ke inkubator selama proses inkubasi

sampai dikeluarkannya media dengan satuan jam yaitu selama 16-18 jam

(Harley-Prescott, 2002).

h. Jumlah Escherichia coli adalah jumlah koloni yang dibuat dengan standar

kekeruhan 0,5 Mc Farland mewakili sekitar 104 Colony Forming Units

(CFUs) (Tamayo et al., 2007).

4.5 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang dipakai adalah:

a. Starter Kombucha, teh hitam, dan gula pasir untuk membuat kombucha tea

b. Isolat bakteri Escherichia coli yang menghasilkan enzim Extended Spectrum

Beta Lactamase (ESBL)

c. Media Selektif yaitu media Mac Conkey Agar dan media Endo Methylen Blue

Agar

d. Media untuk uji biokimia yaitu media air pepton, media MR-VP, media cimon

citrat, media motility, media Christensen’s urea dan media Triple Sugar Iron

agar

e. Reagensia untuk uji biokimia yaitu reagen kovac’s, reagen Methyl red, reagen

Alphanaftol 5% dan reagen KOH 40%

f. Media Mueller Hinton Agar (MHA)

g. Aquadest

Page 71: ni putu aryadnyani

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Instrumen yang digunakan pada pembuatan kombucha tea

a. Kompor gas

b. Panci stainless stell

c. Toples kaca

d. Saringan teh

e. Kain penutup toples

f. Karet gelang

4.6.2 Instrumen yang digunakan pada pembuatan media

a. Kompor gas

b. Labu erlenmeyer

c. Batang pengaduk

d. Neraca digital

e. Beaker glass

f. Autoclave

g. Petridisk

h. Tabung reaksi kecil dan rak tabung

i. Sumbat kapas

4.6.3 Instrumen yang digunakan pada penanaman bakteri

a. Pipet ukur

b. Mikropipet dan tip

c. Spectrofotometer

Page 72: ni putu aryadnyani

d. Tabung reaksi

e. Lampu spiritus

f. Petridisk steril

g. Sengkelit/ose

h. Jarum penanam

4.6.4 Instrumen yang digunakan pada uji biokimia dan uji daya hambat

a. Mikropipet dan tip

b. Paper disk

c. Pinset

d. Pipet tetes

e. Jangka sorong

Page 73: ni putu aryadnyani

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Alur penelitian:

Gambar 4.3 Alur Penelitian

4.7.2 Pembuatan kombucha tea (Hidayat et al., 2006 dan Naland, 2008)

a. Direbus satu liter air hingga mendidih dalam wadah stainless steel, kemudian

dituangkan 4-8 sendok teh hitam (sekitar 20 gram) atau empat sachet teh

hitam celup ke dalamnya. Dibiarkan sekitar 15 menit hingga teh larut.

b. Disaring teh dengan penyaring kain atau yang terbuat dari Stainless steel

Pembiakan Escherichia coli pada media MHA

Kelompok 1 Kelompok 4

Kontrol tanpa penambahan

kombucha tea

Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 10

hari

Pengamatan adanya diameter zona hambat

Analisis data

Kelompok 2

Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 6

hari

Kelompok 3

Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 14

hari

Kelompok 5

Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 18

hari

Page 74: ni putu aryadnyani

c. Ditambahkan gula sekitar 70-100 gram (4-5 sendok makan) dan aduk sampai

larut.

d. Dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari kaca atau stainless steel yang

bersih.

e. Setelah teh dingin (25-27°C), ditambahkan Starter Kombucha yang berbentuk

padat dan cairan induk yang berasal dari fermentasi sebelumnya sebanyak

10%.

f. Ditutup bagian atas wadah dengan kain bersih yang diikat dengan karet gelang

untuk memberikan oksigen dalam jumlah kecil (mikroaerofilik)

g. Diinkubasi selama 6 hari (perlakuan 1), 10 hari (perlakuan 2), 14 hari

(perlakuan 3), dan 18 hari (perlakuan 4) dalam suhu ruangan. Suhu optimal

adalah 23-27°C, terhindar dari sinar matahari serta bebas goncangan/getaran

h. Setelah fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi. Masukkan dalam botol

yang bersih dan steril. Dapat disimpan dalam lemari es. Untuk menghindari

fermentasi lanjutan, kombucha tea dipanaskan terlebih dahulu sebelum

disimpan

4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL

a. Penanaman pada media selektif

Inokulasikan kultur murni bakteri Escherichia coli pada media Mac

Conkey Agar (MCA) dan Endo Methylen Blue Agar (EMB). Pada media

EMB akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kecil dan berkilau metalik

Page 75: ni putu aryadnyani

(Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993). Pada

media MCA akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kemerahan, berlendir

serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001).

b. Pengujian sifat biokimia

1) Indol

Siapkan media air pepton, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada air

pepton tersebut, inkubasi 37°C selama 24-48 jam. Teteskan reagen

kovac’s dan diamkan selama 1 menit. Reaksi positif ditandai dengan

adanya pembentukan cincin merah pada permukaan media (Suharto et al.,

2003).

2) Methyl red

Siapkan media MR-VP atau 5% pepton glukose, tanam 1 sengkelit koloni

bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Teteskan 2 tetes larutan reagen Methyl red. Reaksi positif ditandai dengan

perubahan warna media menjadi merah (Suharto et al., 2003).

3) Voges proskouer

Siapkan media MR-VP, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media

tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. tambahkan 0,6 ml

larutan alphanaphtol 5% dan 0,2 ml larutan KOH 40%, campur. Reaksi

positif ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media

(Suharto et al., 2003).

Page 76: ni putu aryadnyani

4) Cimon citrat

Siapkan media Cimon Citrat agar miring, tanam 1 sengkelit koloni

bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari hijau

menjadi biru (Suharto et al., 2003).

5) Motility

Siapkan media motility, tanam koloni bakteri pada media tersebut

menggunakan jarum penanam yang ditusukkan pada media dengan posisi

lurus. Escherichia coli akan tumbuh menyebar melewati baris inokulasi

(Koneman et al., 1997).

6) Urea

Siapkan media Christensen’s urea agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri

pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Reaksi

positif ditandai dengan adanya perubahan warna dari kuning menjadi

merah (Suharto et al., 2003)

7) Triple Sugar Iron

Siapkan media TSI agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media

tersebut dengan cara menggoreskan pada seluruh permukaan agar miring

dan terakhir tusukkan sampai ke dasar media. Inkubasi selama 24 jam

pada suhu 37°C. Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna

media pada bagian dasar dan lereng media serta amati adanya

Page 77: ni putu aryadnyani

pembentukan H2S serta gas pada media tersebut (Suharto et al., 2003).

Escherichia coli bereaksi A/A –H2S –gas.

d. Uji konfirmasi ESBL

1) Uji Skrining dengan metode Difusi

Menggunakan Ceftazidime 30 mcg sebagai indikator antibiotik. Bila

diameter zona diameter >=22 mm kemungkinan bakteri mampu

memproduksi ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011).

2) Uji konfirmasi

a) Metode Double Disk Synergy Test (DDST)

Disk augmentin (20µg amoxicillin + 10µg clavulanate) ditempatkan

pada MHA yang telah mengandung inokulum bakteri. Kemudian

tambahkan disk cefotoxime (30µg) dan ceftadizime (30µg)

ditempatkan 16 hingga 20 mm dari Disk augmentin (centre to centre),

kemudian inkubasi (37°C selama 24 jam). Bila terbentuk zona

cepalosporin disc menuju disc asam clavulanic dianggap sebagai

bakteri penghasil ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011).

b) Metode Phenotypic Disc Confirmatory Test (PDCT)

Disks ceftazidime (CA) 30 µg and ceftazidime-clavulanic acid (CAC)

20+10 µg atau cefotoxime (CE) 30 µg dan cefotoxime-clavulanic acid

(CEC) 20+10 µg ditempatkan pada media MHA yang telah

mengandung inokulum bakteri dengan jarak 30 mm antara satu dengan

yang lainnya. Peningkatan diameter zone (=5mm). Untuk CAC dengan

Page 78: ni putu aryadnyani

CA atau CEC dengan CE dianggap sebagai bakteri penghasil ESBL

(Thulasi and Amsaveni, 2011).

4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil

ESBL

a. Pembuatan cakram disk kombucha tea

Rendam paper disk pada kombucha tea selama 30 menit kemudian tiriskan

b. Pembuatan media Muller Hinton Agar

Komposisi:

Beef, infusion form 300 mg

Bacto-casamino Acids, Technical 17,5 g

Starch 1,5 g

Bacto-agar 17 gr

1) Sebanyak 38 gram bubuk media MHA dilarutkan dalam 1000 ml

aquadest

2) Larutan dipanaskan sampai bubuk benar-benar larut dalam sebuah labu

erlenmeyer

3) Setelah larut, mulut labu erlenmeyer ditutup dengan sumbat kapas dan

dibungkus dengan kertas

4) Sterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dengan

suhu 121°C (Dewi, 2010)

Page 79: ni putu aryadnyani

c. Inokulasi bakteri Escherichia coli

1) Media MHA yang sudah disterilkan dalam autoklaf didinginkan,

kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril masing-masing

sebanyak 20 ml (Noor dan Poeloengan, 2008). Biarkan media menjadi

padat.

2) Isolat murni bakteri Escherichia coli diambil menggunakan ose,

encerkan dalam 10 ml aquadest steril

3) Campur menggunakan vortex, sesuaikan dengan standar kekeruhan 0,5

Mc Farland

4) Dengan swab kapas steril ambil suspensi bakteri. Kelebihan cairan

pada swab ditiriskan dengan cara swab diputar pada dinding tabung

diatas permukaan suspensi.

5) Oleskan swab kapas pada permukaan media MHA, ulangi dengan tiga

arah yang berlawanan, olesan terakhir dioleskan pada tepi media

6) Biarkan 3-5 menit supaya permukaan media MHA kering

7) Letakkan cakram disk yang mengandung kombucha tea pada media

MHA

8) Balik/telungkupkan posisi media dan inkubasi selama 16-18 jam pada

suhu 37°C, kemudian amati dan ukur diameter zona yang terbentuk

dalam satuan milimeter.

Page 80: ni putu aryadnyani

4.8 Analisis Data

Data diolah dengan program SPSS Version 16 for windows. Data yang

diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santoso, 2010):

a. Analisis Deskriptif.

Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan

sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui

karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program

SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal

tidaknya distribusi data.

b. Uji Normalitas

Distribusi data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro-Wilk dengan

tingkat kemaknaan 5%. Data berdistribusi normal bila nilai p dari uji

normalitas >α

c. Uji Homogenitas.

Data diuji homogenitasnya dengan uji homogenity of variance test dengan

Levene’s Test (Uji F) dengan tingkat kemaknaan 5%. Data homogen bila nilai

p >α dan data heterogen bila nilai p ≤ α

d. Uji komparasi.

Karena data berdistribusi normal dan bersifat homogen maka analisis

komparatif data antar kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova. Bila

hasil berbeda bermakna (p<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji Least

Significant Difference (LSD) pada tingkat kepercayaan 95% (Santoso, 2006).

Page 81: ni putu aryadnyani

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL)

Penelitian ini menggunakan bakteri Escherichia coli penghasil Extended

Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Isolat bakteri diperoleh dari instalasi

laboratorium mikrobiologi klinik RSUP Sanglah Denpasar. Sebelum digunakan,

isolat bakteri dikonfirmasi dengan penanaman pada media selektive yaitu media Mac

Conkey Agar (MCA) dan Eosin Methylen Blue (EMB). Selain itu dilakukan juga uji

konfirmasi dengan uji biokimia yaitu indol, methyl red, voges proskouwer, cimon

citrat, motility dan TSI. Hasil uji menunjukkan isolat bakteri adalah bakteri

Escherichia coli. Setelah itu dilakukan uji konfirmasi apakah bakteri Escherichia coli

tersebut tergolong penghasil ESBL dengan metode Double Disk Synergy Test

(DDST) menggunakan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX

30), Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), dan Cefepime (FEP 30). Hasil uji

menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan

dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

isolat Escherichia coli tersebut tergolong ESBL.

Page 82: ni putu aryadnyani

Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli

Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

Uji Hasil Penanaman pada media selective Mac Conkey Agar Tumbuh koloni bulat, berwarna kemerahan, berlendir

serta bagian tengah koloni berwarna gelap Endo Methylen Blue Agar

Tumbuh koloni bulat, kecil, berwarna hijau kehitaman dan berkilau metalik (keemasan)

Uji biokimia Indol Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya senyawa merah

terang pada permukaan media Methyl red Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya perubahan

warna media menjadi merah setelah penambahan larutan indikator methyl red

Voges proskouwer Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna setelah penambahan reagen Barritt’s

Cimon citrat Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna indikator pH dari hijau menjadi biru

Motility Hasil uji positif (+) ditunjukkan dengan terbentuknya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati garis inokulasi.

Triple Sugar Iron (TSI) agar

Hasil uji A/A yang ditandai dengan perubahan warna indikator media dari merah muda menjadi kuning pada dasar maupun lereng media. Tidak tampak adanya sulfur maupun gas.

Uji konfirmasi golongan ESBL Double Disk Synergy Test

Hasil uji menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu.

Page 83: ni putu aryadnyani

5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli Penghasil

Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

5.2.1 Analisis deskriptif

Untuk menguji daya hambat kombucha tea terhadap Escherichia coli

penghasil ESBL secara invitro, dalam penelitian ini digunakan sebanyak 5 (lima)

kelompok, yaitu kelompok P0 (kontrol), kelompok P1 (kombucha tea fermentasi 6

hari), kelompok P2 (kombucha tea fermentasi 10 hari), kelompok P3 (kombucha tea

fermentasi 14 hari), dan kelompok P4 (kombucha tea fermentasi 18 hari). Masing-

masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji daya hambat

kombucha tea terhadap Escherichia coli penghasil ESBL secara invitro berupa

terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang mengandung kombucha tea.

Diameter zona hambat tersebut diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili

meter (mm). Pada kelompok kontrol tidak terbentuk zona hambat, namun pada

penelitian ini diameter zona hambat kelompok kontrol ditentukan sesuai dengan

diameter disk yang digunakan. Diameter zona hambat pada masing-masing

perlakuan disajikan pada tabel 5.2.

Page 84: ni putu aryadnyani

Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea

terhadap Escherichia coli Penghasil ESBL

Diameter Zona Hambat dalam Satuan Mili Meter (mm)

Kontrol P1 P2 P3 P4

4.5 6 7.5 7.5 7.5

4 6.5 7.8 7.5 7.5

5 6.5 7.8 8 8.3

4.5 6.5 8 8.3 8

4.8 6.8 8 7.3 8

4.5 6.5 8.3 8.5 8

Hasil yang terbentuk pada masing-masing perlakuan kemudian diuji secara

statistik dengan program SPSS for windows version 16,0. Pembahasan ini meliputi

uji normalitas, homogenitas data, dan uji efek perlakuan.

5.2.2 Uji normalitas data

Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli

penghasil ESBL sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji

normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data

berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3.

Page 85: ni putu aryadnyani

Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok

Kelompok Perlakuan n p Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hari Kombucha tea fermentasi 10 hari Kombucha tea fermentasi 14 hari Kombucha tea fermentasi 18 hari

6 6 6 6 6

0,503* 0,052* 0,827*

0,408* 0,139*

* Berdistribusi normal

5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok

Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli

penghasil ESBL antar kelompok sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan

menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),

disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok

Kelompok Subjek F P Keterangan

Diameter zona hambat 1,792 0,162 Homogen

Page 86: ni putu aryadnyani

5.2.4 Analisis efek perlakuan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata diameter zona hambat

kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL antar kelompok

sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA

disajikan pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea

terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek N

Rerata diameter zona hambat

SB F p

Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hr Kombucha tea fermentasi 10 hr Kombucha tea fermentasi 14 hr Kombucha tea fermentasi 18 hr

6 6 6 6 6

4,55 6,47 7,90 7,85 7,88

0,34 0,26 0,27 0,49 0,32

108,21

0,001

Pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata diameter zona hambat kombucha

tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol adalah

4,550,34, kelompok fermentasi 6 hari adalah 6,470,26, rerata kelompok fermentasi

10 hari adalah 7,900,27, rerata kelompok fermentasi 14 hari adalah 7,850,49, dan

rerata kelompok fermentasi 18 hari adalah 7,880,32. Analisis kemaknaan dengan uji

One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 108,21 dan nilai p = 0,001. Hal ini

Page 87: ni putu aryadnyani

berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri

Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol dan keempat kelompok

perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut

dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.6

di bawah ini.

Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea

terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Kelompok Beda Rerata P Kontrol dan fermentasi 6 hari Kontrol dan fermentasi 10 hari Kontrol dan fermentasi 14 hari Kontrol dan fermentasi 18 hari Fermentasi 6 hari dan 10 hari Fermentasi 6 hari dan 14 hari Fermentasi 6 hari dan 18 hari Fermentasi 10 hari dan 14 hari Fermentasi 10 hari dan 18 hari Fermentasi 14 hari dan 18 hari

1,917 3,350 3,300 3,333 1,433 1,383 1,417 0,050 0,017 0,033

0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,805 0,934 0,869

*Berbeda bermakna

Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas

mendapatkan hasil sebagai berikut.

Page 88: ni putu aryadnyani

1. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 6

hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok

fermentasi 6 hari).

2. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 10

hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok

fermentasi 10 hari).

3. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 14

hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok

fermentasi 14 hari).

4. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 18

hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok

fermentasi 18 hari).

5. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok

fermentasi 10 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada

rerata kelompok fermentasi 10 hari).

6. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok

fermentasi 14 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada

rerata kelompok fermentasi 14 hari).

7. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok

Fermentasi 18 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada

rerata kelompok fermentasi 18 hari).

Page 89: ni putu aryadnyani

8. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan

kelompok Fermentasi 14 hari.

9. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan

kelompok fermentasi 18 hari.

10. Rerata kelompok fermentasi 14 hari tidak berbeda bermakna dengan

kelompok fermentasi 18 hari

Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea

Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL

Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa kelompok kontrol menghasilkan

rerata yang paling rendah. Pada kelompok perlakuan dengan kombucha tea,

pemberian Kombucha tea dengan fermentasi 6 hari menghasilkan rerata diameter

Page 90: ni putu aryadnyani

zona hambat yang paling rendah, kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14

hari, dan 18 hari menghasilkan rerata zona hambat yang hampir sama. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri

Escherichia coli penghasil ESBL dari fermentasi hari ke 6 menuju fermentasi hari ke

10, 14, dan 18.

Page 91: ni putu aryadnyani

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL)

Sebelum digunakan untuk penelitian, dilakukan uji konfirmasi terhadap isolat

bakteri untuk membuktikan isolat tersebut benar-benar bakteri Escherichia coli

penghasil ESBL. Uji yang dilakukan yaitu penanaman pada media selektive Mac

Conkey Agar dan Eosin Methylen Blue Agar. Pada Eosin Methylen Blue Agar (EMB

agar) menghasilkan koloni berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni

kecil dan berkilau metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm

(Fardiaz, 1993). Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir

serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Pada media MCA koloni

berwarna merah disebabkan karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi

merah (pH di bawah 6,8) akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et

al., 1997). Uji biokimia yang dilakukan adalah uji indol, methyl red, voges

proskouwer, cimon citrat, motility dan Triple Sugar Iron agar. Pada uji indol

memberikan hasil positif. Reaksi positif disebabkan karena bakteri mengandung

enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa triptophan menghasilkan indole,

Page 92: ni putu aryadnyani

pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk

kebutuhan nutrisi, sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media.

Adanya indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara

reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada permukaan

media (Harley-Prescott, 2002). Pada uji methyl red memberikan hasil positif. Reaksi

positif ditunjukkan dengan perubahan warna indikator pH methyl red membentuk

warna merah. Hal tersebut disebabkan karena terjadi perubahan pH sebagai hasil dari

produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic (Harley-Prescott,

2002). Pada uji voges proskouwer memberikan hasil negatif karena bakteri tidak

memfermentasi glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Bila bakteri bereaksi positif maka

dengan penambahan KOH 40% dan larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut

(Barritt’s reagen) akan terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam

sintesis 2,3 butanediol dengan terbentuknya warna merah (Harley-Prescott, 2002).

Pada uji cimon citrat bakteri bereaksi negatif karena bakteri tidak menggunakan citrat

sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan energinya. Pada reaksi positif

citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Ketika bakteri mengoksidasi sitrat,

akan terbentuk CO2 yang bergabung dengan natrium dan air membentuk natrium

karbonat yang bersifat alkali sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna

menjadi biru (Harley-Prescott, 2002). Namun karena bakteri yang digunakan bereaksi

negatif pada uji ini sehingga warna indikator pH pada media tetap hijau. Pada uji

motility bakteri yang digunakan bereaksi positif karena bakteri memiliki flagella

peritrik sebagai alat pergerakan. Tes motility dapat diamati secara makroskopik pada

Page 93: ni putu aryadnyani

media dengan adanya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati baris

inokulasi (Koneman et al., 1997). Pada uji Triple Sugar Iron (TSI) bakteri yang

digunakan memberikan hasil positif yang disebabkan karena bakteri mampu

memproduksi asam pada dasar maupun lereng tabung dan tidak memproduksi H2S

dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002). Media TSI mengandung tiga jenis

gula yaitu glukose, laktose dan sukrose. Digunakan untuk menguji kemampuan

bakteri dalam mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan

sulfida dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. Berdasarkan hasil uji

biokimia dan penanaman pada media selektive menunjukkan bakteri tersebut benar-

benar Escherichia coli.

Pada penelitian ini uji untuk membuktikan bahwa bakteri Escherichia coli

tersebut tergolong penghasil ESBL menggunakan metode Double Disk Synergy Test

(DDST) dengan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX 30),

Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), Cefepime (FEP 30). Hasil uji

menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan

dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

bakteri pada isolat tersebut terbukti bakteri Escherichia coli yang tergolong ESBL,

dengan demikian isolat bakteri tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.

Page 94: ni putu aryadnyani

6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil

Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan

ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat (Naland, 2008). Kultur kombucha

mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang berperan dalam

pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya Saccharomyces

cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus varietas (Naland,

2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, dan Z.

rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah Acetobacter xylium,

Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia fermentans, Torula varietas

(Naland, 2008), A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces

bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006).

Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp yang bersimbiosis

dalam starter kombucha merupakan probiotik yang dapat dimanfaatkan dalam

persiapan sediaan farmasi maupun industri makanan. Genus Saccharomyces memiliki

16 species, diantaranya Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces boulardii yang

mengandung agen biotherapeutic sehingga mampu mencegah dan menanggulangi

diare dan kolitis pada manusia (Surawicz et al., 1989) selain itu dapat memproduksi

polyamines yang mampu memperbaiki selaput lendir, meningkatkan aktivitas rantai

asam pendek dan enzim disakarida (laktase, maltase, sucrase). Polyamines

merangsang perbaikan sel usus dan pertumbuhan kolon mukosa (Dixit et al., 2006).

Page 95: ni putu aryadnyani

Saccharomyces sp mampu menghasilkan vitamin B, tahan hidup pada saluran cerna

serta umumnya tahan terhadap antibiotika, dan dapat membantu membangun kembali

fungsi usus normal setelah lama mendapatkan terapi antibiotik (MacFarland et al.,

1994).

Banyak dari organisme probiotik dapat menghasilkan zat-zat antimikrobial

sehingga mampu bersaing dan membentuk kolonisasi. Zat-zat antimikrobial

diproduksi dan dikeluarkan oleh probiotik dari saluran pencernaan dapat membunuh

atau menghambat pertumbuhan patogen (Rolfe, 1991). Secara umum, sebagian besar

bakteri menghasilkan agen-agen yang membunuh atau menghambat bakteri lain

(Iglewski and Gerhardt, 1978). Beberapa produk penghambatan yang diproduksi oleh

bakteri probiotik diantaranya rantai pendek volatil lemak (laktat, propionat, asam

butirat, dan asetat), hidrogen peroksida, dan diacetyl. Saccharomyces cerevisiae var.

boulardii pada tikus merangsang produksi IgA (Rodrigues et al., 1996).

Saccharomyces cerevisiae NCYC 1026 adalah dasar untuk BioMos. BioMos juga

telah dilaporkan memberikan karakteristik sistem imun. Terjadi peningkatan IgG

dalam serum dan IgA empedu dan usus buntu pada kalkun dan tikus yang diberikan

BioMos dibandingkan dengan kontrol (Kudoh et al., 1999). Selain itu, babi yang

makan BioMos memiliki peningkatan jumlah limfosit (Spring and Privulescu, 1998).

Kenaikan tingkat IgA mungkin dikaitkan dengan peningkatan laju bakteri clearance

melalui antibodi-mediated fagositosis.

Pemberian probiotik pada unggas memberikan keseimbangan bakteri usus dan

Page 96: ni putu aryadnyani

meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat mendeteksi dan menghilangkan

patogen tertentu potensial dari saluran pencernaan. Probiotik juga menstabilkan

mukosa usus sehingga membuat patogen sulit menempati dan menyebabkan

kerusakan pada saluran pencernaan, sehingga menjaga terjadinya kontaminasi pada

daging olahan dan produk daging sehingga dapat diaplikasikan pada industri ternak

(Edens, 2003).

Acetobacter xylinum merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang,

bersifat aerobic obligat (Setyawati, 2007). Bakteri Acetobacter xilinum mengubah

gula menjadi selulosa yang disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika

nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi

tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali (Hidayat et al.,

2006). Acetobacter xylinum sering disebut sebagai bakteri asam asetat, karena

kemampuannya untuk menghasilkan asam asetat pada produk akhir fermentasinya.

Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang aman digunakan sebagai

preservatif makanan. Pada kombucha tea juga terkandung asam-asam organik seperti

asam asetat dan asam laktat. Asam asetat dan asam laktat ini telah terbukti memiliki

daya antibakteri melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Andriani et al (2007)

yang berjudul “Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri

Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam”.

Kombucha tea yang dihasilkan oleh Saccharomyces sp dan bakteri

Acetobacter sp merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik

Page 97: ni putu aryadnyani

karena mengandung asam-asam organik yaitu asam glukoronat, asam laktat, asam

asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat

efektif untuk menghancurkan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur

(Frank, 1995). Asam organik seperti asam suksinat dan asam glukonat yang

diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat seiring dengan waktu. Asam

organik ini terbukti sebagai peran utama penghambat pertumbuhan mikroorganisme

(Talawat et al., 2006). Lama fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti

mikroba atau dengan kata lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka

daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar.

Aktivitas anti mikroba Kombucha dikaitkan dengan kandungan asam asetat.

Konsentrasi asam asetat yang biasa dikonsumsi dalam kombucha adalah 10 g/l (1%)

(Steinkraus, 1996). Asam glukonat juga terkandung pada kombucha tea dalam jumlah

besar, sekitar 20 g/l (Petro, 1996). Menurut Levine dan Fellers, asam asetat dapat

menghambat dan menghancurkan mikroorganisme bila digunakan dalam jumlah

cukup tinggi, namun, pada konsentrasi asam asetat yang rendah yaitu 1 g/l (0.1%),

dapat menghambat bakteri patogen yang membentuk spora (Adams, 1985). Yokihiko

dan Watanabe (1989) menemukan bahwa spora Clostridium botulinum mati ketika

diinokulasi ke dalam kombucha tea. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kandungan

polifenol khususnya catechin pada teh.

Kemampuan kombucha tea untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) berasal dari

kandungan asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi. Dalam suasana

Page 98: ni putu aryadnyani

aerob akan diproduksi asam asetat melalui dua tahap. Tahap pertama adalah produksi

etanol dari sumber karbohidrat seperti glukosa. Tahap ini dilakukan oleh yeast

Saccharomyces sp. Tahap kedua adalah oksidasi etanol menjadi asam asetat yang

dilakukan oleh bakteri Acetobacter. Selanjutnya pH larutan akan menjadi rendah

sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur lainnya.

Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol

dan CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan

teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh

bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari

sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh

Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh

ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al.,

2006). Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya

(Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga

koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan

(Talawat et al., 2006).

Davis dan Stout (1971), berpendapat bahwa ketentuan daya antibakteri adalah

sebagai berikut: daerah hambatan ≥ 20 mm kategorinya: sangat kuat, daerah

hambatan 10-20 mm kategorinya: kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategorinya:

sedang, dan daerah hambatan ≤ 5 mm kategorinya: lemah. Berdasarkan hasil uji daya

hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum

Page 99: ni putu aryadnyani

Beta Lactamases (ESBL), rerata zona hambat yang dihasilkan pada kelompok

perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari (P1) adalah

6,47 mm. Rerata zona hambat pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea

dengan lama fermentasi 10 hari (P2) adalah 7,90 mm. Rerata zona hambat pada

kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 14 hari

(P3) adalah 7,85 mm, dan rerata zona hambat pada kelompok perlakuan

menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 18 hari (P4) adalah 7,88 mm.

Rerata daya hambat yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan berkisar antara

5-10 mm. Kategori kualitas daya hambat yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang

dikemukakan oleh Davis dan Stout tergolong ke dalam kategori sedang.

Kualitas daya hambat yang tergolong sedang ini disebabkan karena memang

bakteri Escherichia coli yang digunakan adalah bakteri yang multi resisten karena

termasuk penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Bakteri penghasil

ESBL mampu menghasilkan enzim beta lactamases dengan spektrum yang luas

sehingga dapat memberikan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotika golongan

beta laktam. ESBL memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam,

dan cephalosporins, namun juga dapat tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain

termasuk aminoglycosides, trimethoprim, sulfamethoxazole dan quinolones

(Serefhanoglu et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan zona hambat yang meningkat, yaitu

pada fermentasi selama 6 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 6,47 mm, pada

Page 100: ni putu aryadnyani

fermentasi selama 10 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,90 mm, pada

fermentasi selama 14 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,85 mm, dan pada

fermentasi selama 18 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,88 mm. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara daya hambat

yang dihasilkan pada fermentasi 6 hari dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari, dan

18 hari. Namun daya hambat pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari, 14 hari,

dan 18 hari tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal tersebut dapat disebabkan

karena pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari kandungan gula yang terdapat

pada teh telah habis digunakan oleh bakteri maupun yeast yang terdapat pada starter

kombucha, sehingga kadar asam-asam organik yang dihasilkan maksimal pada

fermentasi selama 10 hari dan kadarnya tetap konstan walaupun fermentasi

dilanjutkan hingga 14 hari dan 18 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lama

fermentasi kombucha tea yang optimal adalah selama 10 hari. Hasil tersebut sesuai

dengan hasil penelitian oleh Surono (2011) yang telah meneliti optimasi konsentrasi

kopi dan gula dalam pembuatan minuman kombucha kopi (coffe robusta). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi yang optimal adalah selama 10 hari

yang menghasilkan total asam sebesar 0,41%, total gula sebesar 3,20%, kadar alkohol

sebesar 0,76% dan pH sebesar 3,38. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh

rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya

terhadap kadar asam laktat dan asam asetat pernah dilakukan. Waktu inkubasi yang

optimal untuk menghasilkan kadar tertinggi asam laktat (18,1129 mg/ml) dan asam

asetat (11,8329 mg/ml) pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan

Page 101: ni putu aryadnyani

inokulum kultur kombucha adalah selama 14 hari (Kumalasari, 2010). Optimasi

waktu fermentasi kombucha coffe juga pernah dilakukan oleh Rahayu, T dan Rahayu,

T (2007) dengan judul penelitian Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan

Kultur Kombucha (Kombucha Coffee). Penelitian tersebut dilakukan dengan metode

eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap 1 faktor yaitu waktu fermentasi (0,

6, 12, dan 18 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Kombucha

Coffee yang optimum adalah fermentasi 12 hari.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa daya hambat kombucha tea

terhadap Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

pada fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak berbeda secara bermakna.

Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kadar zat aktif yang dihasilkan pada

lama fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak memiliki perbedaan

secara bermakna. Untuk membuktikan hal tersebut dapat dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai lama fermentasi kombucha tea terhadap kadar zat aktif yang

terkandung. Berdasarkan penelitian ini telah diketahui bahwa fermentasi kombucha

tea selama 10 hari telah memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan hasil

fermentasi kombucha tea selama 14 hari dan 18 hari. Dengan demikian untuk

pembuatan kombucha tea cukup dilakukan dengan lama fermentasi 10 hari.

Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp sebagai

mikroorganisme probiotik yang terkandung pada starter kombucha sangat

memungkinkan ditemukan pada teh yang telah difermentasikan. Mikroorganisme

Page 102: ni putu aryadnyani

probiotik tersebut dapat mengalami proses adhesi di mukosa usus yang dapat

meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen di usus termasuk

Escherichia coli penghasil ESBL. Untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut secara in vivo pada binatang percobaan yang diberikan

kombucha tea apakah terdapat adhesi Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri

Acetobacter sp pada mukosa ususnya, yang mana dengan daya adhesi tersebut dapat

meningkatkan daya hambat terhadap bakteri patogen di usus.

Page 103: ni putu aryadnyani

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji daya hambat kombucha tea terhadap

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases

(ESBL) dan pembahasan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro.

2. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro.

3. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro.

4. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta

Lactamases (ESBL) secara in vitro.

5. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat

tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 14 hari

Page 104: ni putu aryadnyani

6. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat

tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 10 hari

7. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat

berbeda bermakna dibandingkan waktu fermentasi 6 hari, yaitu daya hambat

yang dihasilkan pada fermentasi 10 hari lebih besar dibandingkan fermentasi 6

hari.

8. Daya hambat yang dihasilkan pada waktu fermentasi 10 hari, 14 hari, dan 18 hari

tidak berbeda bermakna, sehingga fermentasi kombucha tea cukup dilakukan

selama 10 hari.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar optimal dan

mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri

sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil

Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya hambat kombucha

tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum

Beta Lactamases (ESBL) secara invivo pada binatang percobaan dan selanjutnya

dilanjutkan dengan penelitian secara klinis pada orang sakit.

Page 105: ni putu aryadnyani

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efek kombucha tea

dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi

atau sebagai anti bakteri.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan inovasi maupun

formulasi yang tepat pada proses pembuatan kombucha tea agar hasil fermentasi

lebih optimal

Page 106: ni putu aryadnyani

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.R. 1985. Microbiology of Fermented Foods, Vol. 1. B.J.B Wood (Ed.). New York, NY: Elsevier.

Al-Zahrani, A.J., and Akhtar, N. 2005. Susceptibility Patterns of Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)-Producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae Isolated in a Teaching Hospital. Departement of Microbiology, College of Medicine, King Faisal University, Dammam, Saudi Arabia. Pakistan J. Med. Res. Vol. 44, No 2.

Andriani, Darmono, and Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Andrianto, Y. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella aerogenes” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah.

Anonim. 2000. Laboratory Methods for The Isolation, Identification and Characterization of Common Enteric Bacterial Pathogens. Laboratory Procedures. Enteric Diseases Program. US Naval Medical Research Unit #2. Jakarta Indonesia, p. 13-16

Anonim. 2003. Risk Profile for Enterohemorragic E. coli Including the Identification of the Commodities of Concern, Including Sprouts, Ground Beef and Pork. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Committee on Food Hygiene. Thirty-fifth Session. Codex Alimentarius Commission. Food and Agriculture Organization of the United Nations. World Health Organization. Orlando USA 27 January – 1 February 2003.

Anonim. 2009a. Escherichia coli (E. coli) Infections. Infectious Disease Epidemiology Section Office of Public Health, Luosiana Dept of Health & Hospitals. (Serial Online) Available at: www.infectiousdisease.louisiana.gov. Accessed Oct, 10 2011

Page 107: ni putu aryadnyani

Anonim. 2009b. Enterohemorrhagic Escherichia coli Infections. The Center for Food Security & Public Health. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Lowa State University

Benson. 2001. Microbiological Applications. Laboratory Manual in General Microbiology. Eight Edition. The MacGrow-Hill Companies

Bhattacharya, S., Manna, P., Gachhui, R., and Sil, P.C. 2011. Protective Effect of Kombucha Tea Againts Tertiary Butyl Hydroperoxide Induced Cytotoxicity and Cell Death in Murine Hepatocyes. Indian Journal of Experimental Biology. Vol. 49, July 2011, p.511-24.

Breed, R.S., Murray, E.G.D, Smith, N.R. and ninety four contributors. 1957 Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Seventh Edition. Baltimore The Williams & Wilkins Company.

Cavusoglu, K. and Guler, P. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Chromosomal Aberrations Induced by Gamma Radiation in Human Peripheral Lymphocyes in Vitro. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010, 31(5) 851-56.

Chaudhary, U., and Anggarwal, R. 2004. Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) an Emerging Threat to Clinical Therapeutics. Indian J Med Microbiol 2004; 22: 75-80.

Davis, W.W., and Stout, T.R. 1971. Disc Plate Methods of Microbiologycal Antibiotic Assay. Microbiology. 22: 659-65

Dewi, F.K. 2010. “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar” (Skripsi). Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Dixit, Kalpana and Gandhi, D.N. (2006) . Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods.Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods. (Serial Online). Available from: http:// www.dairyscience.info /index.php/probiotics/105-biotherapeutic-probioticyeast.html?showall =1& limitstart= . Accessed: 17 June, 2012.

Page 108: ni putu aryadnyani

Dufresne, C., and Farnworth, E. 2000. Tea, Kombucha Health: a review. Food Res Int vol. 336, p. 409-21.

Edens F.W., 2003. An alternative for antibiotic use in poultry: probiotics. North Caroline State University. (Serial Online) Available from: http://dx.doi.org/10.1590/S1516-635X2003000200001. Accessed June, 15 2012.

Elena, S.F., Whittam, T.S., Winkworth C.L., Riley M.A., and Lenski, R.E., 2005. Genomic Divergence of Escherichia coli strains: Evidence for Horizontal Transfer and Variation in Mutation Rates. International Microbiology 8:271-78.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Diterbitkan atas kerjasama dengan PAU-Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Citra Niaga. Rajawali Pers. Jakarta, p. 120-26

Federer, W. T. 1977. Experimental Design Theory And Application, Third Edition, Oxford and IBH Publishing C0, New Delhi Bombay Calcuta.

FKIP. 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 10 – 17

Forbes, B.A., Sahm, D.F., and Weissfeld, A.S. 2007. Bailey’s & Scott’s Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Ernest A. Trevino, MT (ASCP). Director of Operations Microbiology Specialists Incorporated. Houston, Texas.

Frank, G. W. 1995. Kombucha Healty Beverages and Natural Remedy From The Far East, Publishing W. Eenstaler Cosp Germany.

Frank, G.W. t.t. Sekilas Cara Membuat Minuman Kombucha Tea. Prosedure untuk membuat Kombucha. (Hendra Saputra, penterjemah). Available From: URL: http://www.kombu.de/anl-ind.htm. Accessed March, 26 2012

Frank, G.W. t.t. The Fascination of Kombucha. Available From: URL: http://kombucha.site88.net/index.php?p=1_4. Accessed Oct, 1 2011

Goh, W.N., Rosma, A., Kaur, B., Fazilah, A., Karim, A.A., and Bhat, R. 2012. Fermentation of Black Tea Broth (Kombucha): I. Effects of Sukrose Concentration and Fermentation Time on The Yield of Microbial Cellulose. International Food Research Journal 19 (1): 109-17 (2012).

Page 109: ni putu aryadnyani

Greenwalt, C.J., Ledford, R.A., and Steinkraus, K.H. t.t. Determination and Characterization of The Anti-Microbial Activity of The Fermented Tea Kombucha. Departement of Food Science Cornell University Ithaca, New York.

Hanafiah, K.A. 1991. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta

Hanani, S. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah.

Harley-Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. Fifth Edition. The Mcgraw-Hill Companies.

Hidayat, N., Padaga, M.C., and Suharsini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi Yogyakarta, p. 105-09

Ibrahim, N.K. 2013. Possible Protective Effect of Kombucha Tea Ferment on Cadmium Chloride Induced Liver and Kidney Damage in Irradiated Rats. International Journal of Biological and Life Sciences 9:1 2003.

Iglewski W.J., and Gerhardt N.B. 1978. Identification of an antibiotic-producing bacterium from human intestinal tract and characterization of its antimicrobial product. Antimicrobial Agents and Chemotherapy13(1):81-89.

Jawetz, Melnick and Adelberg, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 234-40

Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Sixth Edition. Aspen Publishers Inc. Gaithersburg Maryland.

Jayabalan, R., Malini, K., Sathishkumar, M., Swaminathan, K., and Yun, S.E. 2010. Biochemical Characteristic of Tea Fungus Produced During Kombucha Fermentation. Food Sci. Biotechnol. 19(3): 843-47.

Koneman, E.W., Allen, S.D., Janda, W.M., Schreckenberger, P.C., and Winn, W.C. 1997. Color Atlas And Textbook of Diagnostic Microbiology. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Company, p. 171-99

Kudoh K, Shimizu J, Ishiyama A, Wada M, Takita T, Kanke Y, and Innami S. 1999. Secretion and excretion of immunoglobulin A to cecum and feces differ with

Page 110: ni putu aryadnyani

type of indigestible saccharides. Journal of Nutritional Science and Vitaminology (Tokyo); 45(2):173-81.

Kumalasari, G.A. 2010. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya terhadap kadar asam laktat dan asam asetat. Available from URL: http://gita-acil20.blogspot.com/2010/12/coba.html. Accessed June, 9 2012

Lerner, K.L., and Lerner, B.W. 2003. World of Microbiology and Immunology. Volume 1. Gale and Design TM and Thompson Learning TM

Levine, A.S. and Feller, C.R. 1940. Action of Acetic Acid on Food Spoilage Microorganism. Journal of Bacteriology, 39, 499-515.

Luhulima D. and rejeki, I.G.A.A.P.S., t.t. Aspek Laboratorium Extended Spectrum Beta Lactamase. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Malbasa, R.V., Loncar, E.S., and Kolarov, L.A. 2006. Influence of Black Tea Concentrate on Kombucha Fermentation. Original Scientific Paper. UDC 663.88:663.951:66.014. Biblid: 1450-7188 (2006) 37, 137-43

Manickam, K., and Alfa, M. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase (ESBL) Producing Organism: What are they and how can we treat infections with these organism?. CMPT Connections “on-line” Volume 12 Number 1—Summer 2008. St. Boniface General Hospital, Winnipeg Manitoba

McFarland, L. V., Surawicz, C. M., Greenberg, R. N., Fekety, R., Elmer, G. W., and Moyer, K. A.. 1994. A randomized placebo controlled trial of Saccharomyces boulardii in combination with standard antibiotics for Clostridium difficile disease. Journal of the American Medical Association 271: 1913-8.

Moat, A.G., Foster, J.W., and Spector, M.P. t.t. Microbial Physiology. Fourth Edition. A John Wiley & Sons, Inc., Publication

Naland, H. 2008. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat. Agromedia Pustaka. Jakarta, p. 2-58.

Page 111: ni putu aryadnyani

Noor, S.M. and Poeloengan, M. 2008. Pola Kepekaan Enterobacter sakazaii terhadap Antibiotika. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Prosing. Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta 21 April 2008.

Nugroho, P.W. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) Terhadap Tricophyton rubrum” (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nurul, A. 2010. “Analisis Kondisi dan Potensi Lama Fermentasi Medium Kombucha (The, Kopi, Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan Bacillus cereus)” (Skripsi). Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Pajariu, A. 2010. Infeksi Oleh Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Artikel Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Paterson, D. L., and Bonomo, R.A. 2005. Extended Spectrum Beta Lactamases: A Clinical Update. Clinical Microbiology Reviews. October 2005. Vol 18 no 4 657-86

Pauline, T., Dipti, P., Anju, B., Kaviwani,S., Sharma, S.K., Kian, A.K., Sarada, S.K., Sairam, M., Ilavazhagan, G., Devendra, K., and Selvamurthy, W. 2001. Studies on Toxicity, Anti stress and Hepato-protective Properties of Kombucha Tea. Biomed Environ Sci vol. 14, no 3, p. 271

Petro, B.A. 1996. The Book of Kombucha. Berkeley, CA: Ulysses Press.

Pitout, J.D.D. and Laupland, K.B. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase-Producing Enterobacteriaceae: An Emerging Public-Health Concern. Lancet Infect Dis 2008: 8: 159-66.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. Copyright © 1983

Public Health Agency of Canada. 1998. Guidelines on Susceptibility Testing of Antibiotic Resistant Enterobacteriaceae Due to Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBLs). Canadian External Quality Assesment Advisory Group for Antibiotic Resistance. ISBN 0-662-02429-X.

Page 112: ni putu aryadnyani

Rahayu , T. and Rahayu, T. 2007 Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha coffee). Sains dan Teknologi, 8 (1). pp. 15-27. ISSN 1411-5174. Available from URL: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/401. Accessed March, 15 2012

Rahayu, T and Rahayu, T. t.t. Uji Antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan Tricophyton mentagrophytes. Jurusan Pendidikan Biologi

Rodrigues, A.C.P., Nardi, R.M., Bambirra, E.A., Vieira, E.C., and Nicoli, J.R. 1996. Effects of Saccharomyces boulardii against experimental oral infection with Salmonella typhimurium and Shigella flexneri in conventional and guotobiotic mice. J. Appl. Bacteriol., 81 : 251-56.

Rofiq, M.N. 2002. Pengaruh Inhibisi Teh Fermentasi Kombucha terhadap Bakteri Salmonella pullorum Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, (Agustus 2002), hal. 186-189 Humas-BPPT/ANY. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=302

Rolfe, R.D. 1991. Population dynamics of the Intestinal Tract. In: Blankenship LC, editor. Colonization Control of Human Bacterial Enteropathogens in Poultry. Academic Press, Inc. San Diego, CA USA. P.59-75

Rupp, M.E., and Fey, P.D. 2003. Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)- Producing Enterobacteriaceae Considerations for Diagnosis, Prevention and Drug Treatment. Departement of Internal Medicine, University of Nebraska Medical Center, Omaha, Nebraska, USA. Adis International Limited. All Rights Reserved.

Santoso, S. 2010. Statistik Non Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 82-90; 173-81.

Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 103-21

Serefhanoglu, K., Turan, H., Timurkaynak, F.E., and Arsian, H. 2009. Bloodstream Infections Caused by ESBL-Producing E. coli and K. pneumonia: Risk n Factors for Multidrug-Resistance. Baskent University, Medical Faculty, Departement of Infectious Diseases and Clinical Microbiology, Ankara/Turkey. The Brazilian Journal of Infectious Diseases and Contexto Publishing. All Rights Reserved.

Page 113: ni putu aryadnyani

Setyawati, M.I. 2007. “Genetically Enginered Acetobacter xylinum: Bacterial Cellulose and Self Immobilized Cell System Production” (Thesis). National Taiwan University of Science and Technology Department of Chemical Engineering Thesis for the Master Degree.

Sousa, C.P.D. 2006. Escherichia coli as a Specialized Bacterial Patogen. Revista De Biologia E Ciencias Da Terra. ISSN 1519-5228. Volume 6-Numero 2-2° Semestre 2006.

Spring P, and Privulescu M. 1998. Mannanoligosaccharide: Its logical roles as a natural feed additive for piglets. In: Lyons TP, Jacques KA, editors. Biotechnology in the Feed Industry. Nottingham University Press, Nottingham, U. K 1998; p. 553-61.

Steinkraus, K.H. 1996. Tea Fungus/Kombucha. Handbook of Indigenous Fermented Food. Second Edition. New York, NY: Marcel Dekker Inc., p. 493-96.

Suhartatik, N., and Kurniawati, L. 2008. Aktivitas Antioksidan Kombucha dari Teh Celup dan The Racik Selama Fermentasi. Eksplorasi Vol. XX No 1 Tahun 2008.

Suharto, Loho, T., Parwati, I., Sukarmo, Sudiro, W.D., Yuniono, U., Gartinah, T., Haridawati, Sunarto, Maryati, J., Rimaya, G., Wulan, A.E., Suprapti, Senjaya, R.S.T., Lindiwati, A.K., Deliati, Hanari, and Soebandrio, A. 2003. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan, p. 148-60

Sulistyawan, H. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) terhadap C. albicans” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan/Program : Pendidikan/Biologi Universitas Muhammadiyah

Surawicz, C.M., Elmer, G.W., Speelman, P., McFarland, L.V., Chinn, S., and Van., G. 1989. Prevention of antibiotic associated diarrhea by Saccharomyces boulardii : A perspective study. Gastroenterology, 96 : 981-88.

Surono. 2011. “Optimasi Konsentrasi Kopi dan Gula dalam Pembuatan Minuman Kombucha Kopi (coffe robusta)” (Skripsi). (Serial Online) Available from URL: elibrary.ub.ac.id/.../optimasi-konsentrasi-kopi-dan-gula. Accessed June, 9 2012.

Page 114: ni putu aryadnyani

Talawat, S., Ahantharik, P., Laohawiwattanakul, S., Premsuk, A., and Ratanapo, S. 2006. Efficacy of Fermented Teas in Antibacterial Activity. Departement of Biochemistry. Faculty of Science, Kasetsart University, Bangkok 10900, Thailand. Kasetsart J. (Nat. Sci) 40: 925-33.

Tamayo et al, 2007. Activity of Ertapenem and Other Antimicrobials Against ESBL-Producing Enterobacteria Isolated From Urine in Patients from Madrid. Rev Esp Quimioterap, Septiembre 2007; Vol 20 (No 3) 334-38. Prous Science, S.A. Sociedad Espanola de Quimioterapia.

Thulasi, G and Amsaveni, V. 2011. Antibacterial Activity of Cassia auriculata Against ESBL Producing E. coli from UTI Patients. International Journal of Microbiological Research 2 (3): 267-272, 2011. ISSN 2079-93. IDOSI Publications, 2011

Wahjono, H. 2007. “Peran Mikrobiologi Klinik Pada Penanganan Penyakit Infeksi” (Pidato Pengukuhan). Diucapkan Pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Semarang, 28 Juli 2007. Available from: eprints.undip.ac.id/320/1/Hendro_Wahjono.pdf. Accessed Oct, 10 2011

Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji, A.A., and Setiadi, A.R. 1991. Farmakodinami dan Terapi Anti Biotik. Gadjah Mada University Press, p. 66-119

Wijayantie, E.D. 2009. “Isolasi Dan Uji Aktivitas Antimikrobia Dari Isolat Streptomyces terhadap Escherichia coli dan Uji Bioautografi” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.

Wikler, M.A., Bush, K., Cockerill, F.R., Dudley, M.N., Eliopoupos, G.M., Hardy, D.J., Hecht, D.W., Hindler, J.F., Patel, J.B., Powell, M., Turnidge, J.D., Weinstein, M.P., and Zimmer, H.L. 2008. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing: Eighteenth Informational Supplement. Clinical and Laboratory Standards Institute (Formerly NCCLS). Volume 28 Number 1. M100-S18. ISBN 1-56238-653-0. ISSN 0273-3099.

Yapar, K., Cavusoglu, K., Oruc, E., and Yalcin, E. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Phenol Induced Cytotoxicity in Albino Mice. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010. 31(5) 615-21

Page 115: ni putu aryadnyani

Yokihiko, H. and Watanabe, M. 1989. Antibacterial Activity of Tea Polyphenols Against Clostridium botulinum. Journal Japanese Society of Food Science and Technology, 36 (12), 951-55

Page 116: ni putu aryadnyani

Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik

Page 117: ni putu aryadnyani

Lampiran 2. Output Hasil Uji Statistik

a. Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statisti

c df Sig. Statistic Df Sig.

zona_hambat_E_coli

kontrol .275 6 .176 .920 6 .503 fermentasi 6 hari .385 6 .006 .794 6 .052

fermentasi 10 hari .188 6 .200* .961 6 .827

fermentasi 14 hari .263 6 .200* .906 6 .408

fermentasi 18 hari .309 6 .075 .843 6 .139

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

b. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances zona_hambat_E_coli Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.792 4 25 .162

Page 118: ni putu aryadnyani

c. Uji One Way Anova

Descriptives zona_hambat_E_coli

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum

Maximum

Lower Bound

Upper Bound

kontrol 6 4.5500 .33912 .13844 4.1941 4.9059 4.00 5.00 fermentasi 6 hari 6 6.4667 .25820 .10541 6.1957 6.7376 6.00 6.80

fermentasi 10 hari 6 7.9000 .26833 .10954 7.6184 8.1816 7.50 8.30

fermentasi 14 hari 6 7.8500 .48888 .19958 7.3370 8.3630 7.30 8.50

fermentasi 18 hari 6 7.8833 .31885 .13017 7.5487 8.2179 7.50 8.30

Total 30 6.9300 1.36991 .25011 6.4185 7.4415 4.00 8.50

ANOVA zona_hambat_E_coli

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 51.451 4 12.863 108.212 .000 Within Groups 2.972 25 .119 Total 54.423 29

Page 119: ni putu aryadnyani

d. Uji Post Hoc

zona_hambat_E_coli LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference (I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound

Upper Bound

kontrol fermentasi 6 hari -1.91667* .19905 .000 -2.3266 -1.5067 fermentasi 10 hari -3.35000* .19905 .000 -3.7600 -2.9400 fermentasi 14 hari -3.30000* .19905 .000 -3.7100 -2.8900 fermentasi 18 hari -3.33333* .19905 .000 -3.7433 -2.9234

fermentasi 6 hari

Kontrol 1.91667* .19905 .000 1.5067 2.3266 fermentasi 10 hari -1.43333* .19905 .000 -1.8433 -1.0234 fermentasi 14 hari -1.38333* .19905 .000 -1.7933 -.9734 fermentasi 18 hari -1.41667* .19905 .000 -1.8266 -1.0067

fermentasi 10 hari

Kontrol 3.35000* .19905 .000 2.9400 3.7600 fermentasi 6 hari 1.43333* .19905 .000 1.0234 1.8433 fermentasi 14 hari .05000 .19905 .804 -.3600 .4600 fermentasi 18 hari .01667 .19905 .934 -.3933 .4266

fermentasi 14 hari

Kontrol 3.30000* .19905 .000 2.8900 3.7100 fermentasi 6 hari 1.38333* .19905 .000 .9734 1.7933 fermentasi 10 hari -.05000 .19905 .804 -.4600 .3600 fermentasi 18 hari -.03333 .19905 .868 -.4433 .3766

fermentasi 18 hari

Kontrol 3.33333* .19905 .000 2.9234 3.7433 fermentasi 6 hari 1.41667* .19905 .000 1.0067 1.8266 fermentasi 10 hari -.01667 .19905 .934 -.4266 .3933 fermentasi 14 hari .03333 .19905 .868 -.3766 .4433

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 120: ni putu aryadnyani

Lampiran 3. Dokumentasi

a. Proses pembuatan kombucha tea

Page 121: ni putu aryadnyani

b. Hasil Uji Konfirmasi Escherichia coli Penghasil ESBL

Koloni Pada Media MCA Koloni Pada Media EMB

Hasil Uji Indol Hasil Uji Methyl Red (Kanan)

Page 122: ni putu aryadnyani

Hasil Uji voges proskouwer Hasil Uji Simon Citrat

Hasil Uji Motility Hasil Uji Triple Sugar Iron (TSI)

Hasil Uji Double Disk Synergy Test

Page 123: ni putu aryadnyani

c. Hasil Uji Daya Hambat kombucha tea terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)