ni putu aryadnyani
TRANSCRIPT
TESIS
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)
SECARA IN VITRO
NI PUTU ARYADNYANI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
TESIS
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)
SECARA IN VITRO
NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL)
SECARA IN VITRO
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 JULI 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) NIP. 195810101987011002
Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si NIP. 195705131986011001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 11 Juli 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No:1034/UN 14.4/HK/2012, Tanggal 25 Mei 2012
Ketua : Dr. dr. I Dw Md Sukrama, M.Si, Sp.MK (K)
Anggota:
1. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 2. Prof.Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
Alamat: Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana. – Jl. Panglima Sudirman Denpasar, Bali
Tel. 0361-7475076, 742521. Fax 0361-246656, 223797. email. [email protected]
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : Ni Putu Aryadnyani, S.S.T
NIM : 1090761024
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Ilmu Kedokteran Dasar)
Judul : Peningkatan Waktu Fermentasi Kombucha Tea
Meningkatkan Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) Secara Invitro
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17
tahun 2010 dan peraturan Perundang – undang yang berlaku.
Denpasar, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
(Ni Putu Aryadnyani)
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Biomedik Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar dan dr. Ni Made Adi Tarini, Sp.MK selaku kepala Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar atas ijin dan dukungan yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc., Sp.And, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD, dan Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada para dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama menempuh Program Studi Magister Ilmu Biomedik di Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua STIKes Wira Medika Bali, Drs. Siswanto, MM beserta seluruh jajaran manajemen dan Ketua Program Studi Analis Kesehatan, Moh. Fairuz Abadi, M.Si atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di Universitas udayana. Terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja di Prodi Analis
Kesehatan STIKes Wira medika Bali maupun rekan kerja di Laboratorium Klinik Niki Diagnostic Centre. Kepada staf mikrobiologi Universitas Udayana, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Kepada sahabat Wayan Adi Putra Sesana, S.Pd, M.Hum terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mendiang ibu Ni Nyoman Narsih, AMa. yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan tulus ikhlas, terima kasih atas cinta kasih, motivasi, bimbingan dan doanya hingga akhir hayat. Kepada Ayah IPDA I Nengah Sumartana dan saudara I Kadek Dwija Arya Nugraha atas dukungan baik moral dan material. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Putu Dian Karmana atas dukungan, pengorbanan, cinta dan kasih yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
ABSTRAK
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO
Salah satu penyebab resistensi bakteri adalah karena bakteri tersebut mampu
menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang menyebabkan kesulitan dalam pemilihan antibiotik sehingga pengobatan secara tradisional dapat digunakan sebagai alternatif, misalnya Kombucha tea yang mengandung berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara invitro, dan apakah semakin lama fermentasi akan memberikan daya hambat yang semakin besar.
Pada penelitian ini digunakan sebanyak lima kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok fermentasi 6 hari, kelompok fermentasi 10 hari, kelompok fermentasi 14 hari, dan kelompok fermentasi 18 hari. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji berupa terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili meter (mm).
Analisis kemaknaan diuji dengan uji One Way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa nilai p<0,005. Hal ini berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada masing-masing kelompok perlakuan berbeda secara bermakna. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference–test (LSD). Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari dibandingkan dengan kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari dan 18 hari (p<0,05).
Simpulan dalam penelitian ini adalah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari memiliki daya antibakteri terhadap Escherichia coli penghasil ESBL. Terjadi peningkatan daya hambat pada lama fermentasi 6 hari ke 10 hari, 14 hari dan 18 hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar dan mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri, mengetahui daya hambat kombucha tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vivo dan untuk membuktikan efek kombucha tea dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi atau sebagai anti bakteri.
Kata kunci: Escherichia coli, ESBL, Kombucha tea
ABSTRACT
EXTENDING TIME OF KOMBUCHA TEA FERMENTATION IMPROVES THE GROWTH OF IMPEDIMENT CAPASITY OF BACTERIA Escherichia coli ; THE PRODUCER OF EXTENDED
SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) BY IN VITRO METHOD
One of the reason that bacteria turn out to be resistant is the bacteria able to produce Extended Spectrum Beta lactamases (ESBL) that can be bewildering in selecting antibiotic for treatment, hence conventional way of medications is recommended as alternative. For instance, substances function as antibiotic. This research intends to prove whether kombucha tea on fermentation within 6 days, 10 days, 14 days and 18 days are able to impede the bacteria Escherichia coli growth that can produce (ESBL) Extended Spectrum Beta Lactamases invitroly, as well as to figure out the longer fermented is conducted the more impediment capacity will be achieved.
This research, applied five groups inter alia; 6 days fermented group, 10 days fermented group, 14 days fermented and 18 days fermented. Each group treated repetitions for six times. The result showed the formation of impeded zone on surrounding disk which is measured by calipers within milli meter (mm)
The data were analyzed by One Way Anova methodology. It showed the value p<0,001, which indicated that capasity of zone diameter impedement kombucha tea against the Bacteria Escherichia coli in which produce ESBL for aech group distinctly treated significantly. In order to figure out the different group, further test was undertaken on least kombucha tea for 6 days fermentation and compare with others 6 day, 14 days and 18 days fermentation. The conclusion that can be drawn is 6, 10,14,18 days fermented kombucha tea has antibacterial capacity against Escherichia coli ESBL producer, in which display increasing of impedimental capacity for 6, 10,14 and 18 fermentation. The result hopefully can be used for further research to determine the content and mechanism of active substance kombucha tea which has potential as antibacterial, to figure out the impediment capacity of kombucha tea against bacteria growth Escherichia coli as producer of ESBL by invivo method as well as to prove the effect of kombucha tea in impeding pathogen growth on adhesion level or antibacterial
Key words : Escherichia coli, ESBL, kombucha tea
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan umum ......................................................................... 5
1.3.1 Tujuan khusus ........................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 8
2.1. Escherichia coli............................................................................... 8
2.1.1 Taksonomi .............................................................................. 8
2.1.2 Morfologi ............................................................................... 9
2.1.3 Habitat .................................................................................... 9
2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik ............................................ 10
2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia ................................................ 16
2.2 Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ................................... 23
2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam ............................................ 25
2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum
Beta Lactamases .................................................................... 27
2.3 Kombucha ........................................................................................ 30
2.3.1 Sejarah ................................................................................... 30
2.3.2 Nama lain ............................................................................... 31
2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi .............................. 31
2.3.4 Kandungan ............................................................................. 32
2.3.5 Manfaat .................................................................................. 33
2.3.6 Prinsip pembuatan .................................................................. 35
2.3.7 Proses fermentasi .................................................................... 37
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ................................................................................. 42
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 42
3.2 Konsep ............................................................................................. 43
3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 43
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 45
4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 45
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 46
4.2.1 Tempat penelitian ................................................................... 46
4.2.2 Waktu penelitian ..................................................................... 46
4.3 Penentuan Sumber Data ................................................................... 46
4.3.1 Populasi .................................................................................. 46
4.3.2 Sampel ................................................................................... 46
4.3.3 Besar sampel .......................................................................... 46
4.3.4 Teknik pengambilan sampel ................................................... 47
4.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 47
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel ......................................... 47
4.4.2 Definisi operasional variabel................................................... 48
4.5 Bahan Penelitian .............................................................................. 50
4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 50
4.7 Prosedur Penelitian ........................................................................... 53
4.7.1 Alur penelitian ........................................................................ 53
4.7.2 Pembuatan kombucha tea ....................................................... 53
4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL .............. 54
4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri
Escherichia coli penghasil ESBL ............................................ 58
4.8 Analisis Data .................................................................................... 60
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 61
5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended
Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ........................................ … .... 61
5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli
Penghasil ESBL ..................................................................... … .... 63
5.2.1 Analisis deskriptif .......................................................... … .... 63
5.2.2 Uji normalitas data ........................................................ … .... 64
5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok ............................ … .... 64
5.2.4 Analisis efek perlakuan .................................................. … .... 65
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................. 69
6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended
Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ................................................. 70
6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia
coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ........... 72
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 80
7.1 Simpulan .......................................................................................... 81
7.2 Saran ................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 84
LAMPIRAN ................................................................................................. 94
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli ........................................................ 9
Gambar 2.2 Reaksi Indol............................................................................... 17
Gambar 2.3 Reaksi Methyl red ...................................................................... 18
Gambar 2.4 Reaksi Voges Proskouwer.......................................................... 19
Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat ................................................................... 20
Gambar 2.6 Reaksi Urea ............................................................................... 21
Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat ................................................................ 22
Gambar 2.8 Starter Kombucha ...................................................................... 32
Gambar 2.9 Starter Kombucha dan Kombucha Tea ....................................... 32
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 43
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 45
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel .......................................................... 48
Gambar 4.3 Alur Penelitian ........................................................................... 53
Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL .................. 68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare ..................... 14
Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia......................... 15
Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli ........................................ 23
Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins ................................................... 26
Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL
Pada K. pneumoniae dan E. coli .................................................... 29
Tabel 2.6 Hasil Analisis Biokimia Pada Kombucha Kering ........................... 40
Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering ........................ 41
Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli
Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)................ 62
Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap
Escherichia coli Penghasil ESBL .................................................. 63
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok ................... 64
Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat
Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil
ESBL Antar Kelompok ................................................................. 65
Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap
Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok
Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................ 65
Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap
Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok
Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................ 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik ................................................ 94
Lampiran 2. Output Hasil uji Statistik ........................................................... 95
Lampiran 3. Dokumentasi ............................................................................. 98
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan
kematian di negara berkembang termasuk Indonesia, karena penyakit infeksi dapat
ditularkan dari satu orang ke orang yang lain dengan cepat dan mudah.
Mikroorganisme penyebab infeksi adalah bakteri, virus, cacing, protozoa maupun
jamur. Saluran pencernaan mudah terserang mikroorganisme penyebab infeksi
tersebut karena saluran pencernaan merupakan pintu masuknya makanan maupun
minuman yang berisiko membawa mikroorganisme penyebab infeksi. Infeksi saluran
pencernaan yang sering diderita oleh masyarakat umumnya diakibatkan oleh bakteri
golongan Enterobacter. Salah satu bakteri yang tergolong Enterobacter adalah
Escherichia coli.
Risiko terjadinya infeksi pada seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu dosis
patogen, virulensi atau derajat keganasan patogen, dan tingkat kekebalan orang
tersebut (Wahjono, 2007). Pengobatan utama infeksi adalah antibiotik, namun pada
perkembangannya banyak bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotik.
Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, karena menyulitkan terapi penderita. Peningkatan tumbuh dan
berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena proses seleksi (selection) yang
berkaitan dengan penggunaan antibiotik dan penyebaran (spread). Proses seleksi
dapat dihambat dengan cara meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijaksana,
sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara melaksanakan
pengendalian infeksi (universal precaution) secara benar (Wahjono, 2007).
Penyebab resistensi bakteri salah satunya adalah karena bakteri tersebut mampu
menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang merupakan
kelompok enzim plasmid dengan kemampuan untuk memecah oxyimino B-lactams,
oleh karena itu bakteri yang menghasilkan ESBL resisten terhadap antibiotika
golongan beta laktam. Escherichia coli merupakan bakteri yang mampu
menghasilkan ESBL sehingga pemilihan antibiotika untuk terapinya menjadi sempit.
Saat ini dikenal sejenis teh yang sebenarnya sudah lama diketahui sebagai
minuman kesehatan. Minuman teh tersebut dikenal dengan nama teh Kombucha atau
Kombucha tea. Kombucha kaya kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh
manusia, di antaranya berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa
senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik (Naland, 2008). Kandungan antimikroba
pada minuman kombucha mampu menghambat pertumbuhan Shigella sonnei,
Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium (Hidayat et al., 2006).
Media pertumbuhan kombucha harus mengandung glukosa sebagai sumber
nutrisi. Kombucha dapat ditumbuhkan pada media teh, kopi, rosela (Nurul, A., 2010)
maupun sari buah apel dan wortel (Hidayat et al., 2006).
Kombucha yang ditumbuhkan pada media kopi sering disebut kombucha coffee.
Daya antijamur kombucha coffe pernah dilakukan oleh Rahayu dan Rahayu yang
meneliti uji antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan
Tricophyton mentagrophytes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kombucha Coffee
mempunyai potensi antijamur terhadap Tricophyton mentagrophytes dan Candida
albicans. Penelitian tentang uji antijamur Kombucha coffee (KC) terhadap Candida
albicans juga pernah dilakukan oleh Sulistyawan (2007). Hasil penelitian
menunjukkan Kombucha coffee berpotensi sebagai antijamur Candida albicans.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Nugroho (2007) yang membuktikan Kombucha
coffe juga berpotensi sebagai antijamur Trichophyton rubrum. Kombucha Coffee juga
telah dibuktikan memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus (Hanani, 2007). Menurut Andrianto (2007) Kombucha Coffee
juga berpotensi sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella
aerogenes.
Kombucha yang ditumbuhkan pada media teh sering disebut kombucha tea.
Daya antibakteri pada kombucha tea telah dibuktikan oleh beberapa penelitian,
diantaranya adalah Rofiq (2002) meneliti pengaruh inhibisi teh fermentasi
kombucha terhadap bakteri Salmonella pullorum secara in vitro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa teh fermentasi kombucha memiliki aktivitas antimikroba
terhadap Salmonella pullorum. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nurul (2010) yang
meneliti analisis kondisi dan potensi lama fermentasi medium kombucha (Teh, Kopi,
Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan
Bacillus cereus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perbedaan jenis
medium dan lama fermentasi minuman kombucha (teh, kopi, rosela) mempunyai
potensi daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Bacillus
cereus.
Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa
kombucha mempunyai daya sebagai antibiotik, sehingga peneliti berkeinginan untuk
meneliti apakah kombucha dalam media teh (kombucha tea) mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases
(ESBL) secara in vitro.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dirumuskan
masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro?.
b. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro?.
c. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro?.
d. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro?.
e. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari?.
f. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari?.
g. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan waktu
fermentasi kombucha tea dapat meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil ESBL.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara
in vitro.
b. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara
in vitro.
c. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara
in vitro.
d. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara
in vitro.
e. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan
daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari.
f. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan
daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari.
g. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan
daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
a. Dapat memberikan kontribusi ilmiah bidang functional food khususnya efek
kombucha tea sebagai antibakteri.
b. Dapat memberikan pengetahuan untuk mengembangkan penggunaan obat
alternatif yaitu kombucha tea sebagai bahan penghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil ESBL
1.4.2 Manfaat aplikasi
a. Dapat diinformasikan kepada masyarakat luas, bahwa dengan
mengkonsumsi kombucha tea mampu menghambat pertumbuhan bakteri
patogen pada saluran pencernaan khususnya Escherichia coli penghasil
ESBL, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan.
b. Dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Escherichia coli
Escherichia coli awalnya disebut "Bacterium coli commune". Pertama kali
diisolasi oleh Theodor Escherich (1885) dari faeces seorang anak. Habitat umum
Escherichia coli adalah saluran pencernaan manusia dan hewan. Ada strain
Escherichia coli yang bersifat commensal serta tidak berbahaya dan ada yang bersifat
patogen pada manusia dan hewan. Escherichia coli dapat ditemukan di tanah dan air
sebagai akibat dari kontaminasi faeces. keberadaannya digunakan sebagai indikator
kualitas air dan/atau kualitas makanan yang buruk (Sousa, 2006).
2.1.1 Taksonomi
Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut (Breed et al, 1957):
Division : Protophyta
Class : Schizomycetes
Order : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
8
2.1.2 Morfologi
Escherichia coli adalah Gram negatif, basil, tidak berspora. Ukuran diameter
sekitar 0.5 µm dan panjang sekitar 1.0 – 3.0 µm. Dalam periplasma terdapat
sebuah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan memiliki struktur subunit khas yaitu
asam N-acetylmuramic terhubung oleh ikatan amida dan peptida terdiri dari L-
Alanine, D-glutamat acid, meso-diaminopimelic acid dan D-Alanine.
Escherichia coli memiliki flagella peritrik untuk bergerak. Di antara isolat
Escherichia coli, ada variasi dan kombinasi antigen somatik (O dan K) dan
antigen flagellar (H) (Sousa, 2006).
Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli (Lerner and Lerner, 2003)
2.1.3 Habitat
Escherichia coli adalah mikrobiota yang secara normal terdapat pada saluran
pencernaan mamalia, termasuk manusia. Biasanya bersifat komensal tidak
berbahaya, namun juga terdapat banyak strain patogen Escherichia coli yang
dapat menyebabkan diare dan penyakit lainnya pada manusia dan hewan (Elena
et al., 2005). Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan
dapat ditemukan pada faeces (Wijayantie, 2009). Jenis patogen dibedakan dari
flora normal oleh adanya faktor virulensi seperti exotoxins. Faktor virulensi
spesifik dan jenis penyakit dapat digunakan untuk memisahkan organisme
menjadi beberapa pathotypes (Anonim, 2009b).
2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik
Manifestasi klinis Escherichia coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak
dapat dibedakan oleh gejala atau tanda-tanda akibat proses yang disebabkan oleh
bakteri lain (Jawetz et al., 1995). Kelainan yang dapat disebabkan oleh
Escherichia coli yaitu:
a. Penyakit diare
1) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC). Organisme ini signifikan
sebagai penyebab diare pada bayi di negara-negara berkembang . EPEC
secara historis diakui berdasarkan serotypes seperti O55: dan O127 h6 : h6
(Sousa, 2006). EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada
anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.
Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang
kuat. EPEC menyebabkan kehilangan mikrofili, pembentukan tumpuan
filamen aktin dan terkadang masuk ke dalam sel mukosa. Dapat terlihat lesi
yang khas dari biopsi lesi usus kecil melalui mikrograf elektron. Infeksi
EPEC menyebabkan diare cair yang biasanya dapat sembuh sendiri tetapi
dapat juga menjadi kronik. Diare EPEC dikaitkan dengan banyak serotipe
strain specifik Escherichia coli yang diidentifikasi melalui penggolongan
antigen O dan kadang-kadang antigen H. Dapat juga diperiksa dua bentuk
stadium infeksi dengan menggunakan sel HEp-2 (Jawetz et al., 1995).
Serogroups EPEC somatik (O) adalah: O44, O55, O86, O111, O114, O119,
O125, O126, O127, O128, O142 dan O158. EPEC menghasilkan lesi khas
pada saluran pencernaan namun tidak menghasilkan enterotoxins dan tidak
invasif (Anonim, 2009a). Strain EPEC menyebabkan enteritis tidak dengan
menyerang sel epitel usus tetapi dengan melekat pada permukaan
enterocyte dan cytoskeletal menghasilkan lesi (Moat et al.). EPEC
karakteristik dengan kemampuan untuk menyebabkan perubahan dalam
membran microvillus (Anonim, 2000).
2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC). ETEC strain adalah penyebab
utama diare pada manusia dan hewan. ETEC diperkirakan menyebabkan
600 juta kasus diare pada manusia dan 800.000 kematian di seluruh dunia
terutama pada anak-anak di bawah usia 5. Diare oleh ETEC signifikan
secara ekonomi karena dapat menyebabkan diare pada sapi, babi dan
domba. ETEC merupakan penyebab diare ringan atau dalam beberapa
kasus dapat menyebabkan penyakit yang parah seperti kolera, dimana cepat
dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian. Di daerah endemik, bayi dan
anak-anak di bawah usia 5 tahun paling sering terkena. Dan merupakan
salah satu penyebab paling umum traveler's diare. ETEC menghasilkan
enterotoxin yang labil terhadap panas (LT) dan/atau stabil terhadap panas
(STa dan STb). LT secara struktural dan fungsional mirip dengan toksin
yang dihasilkan oleh Vibrio cholera. STs dapat menyebabkan diare. Ada
dua struktur berbeda STs yaitu STa dan STb (Sousa, 2006). Beberapa strain
ini adalah O6:H16, O8:H9 atau O8:H-, O15:H11 (Anonim, 2009a).
3) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC). Enterohemorrhagic
Escherichia coli (EHEC) pertama kali diidentifikasikan sebagai patogen
pada manusia pada tahun 1982, pada Escherichia coli strain O157 yang
terlibat dalam dua wabah kolitis berdarah (diare berdarah) di Amerika
Serikat (Anonim, 2003). Kolitis berdarah kadang-kadang berkembang
menjadi Hemolytic Uremic Sindrom (HUS), penyebab penting dari
kegagalan ginjal akut pada anak-anak serta morbiditas dan kematian pada
orang dewasa. Tingkat kematian HUS pada orang tua dapat mencapai 50%
(Anonim, 2009b). Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek
sitotoksiknya pada sel vero, suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika.
Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenik dari toksin. EHEC menyebabkan
kolitis hemorragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia
hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik
mikroangiopatik, dan trombositopenia. Verotoksin memiliki banyak sifat
yang mirip dengan toksin Shiga yang dihasilkan oleh beberapa strain
Shigella dysentriae tipe 1; namun kedua toksin berbeda secara antigenik
dan genetik. Serotipe Escherichia coli yang menghasilkan verotoksin yaitu
O157:H7 (Jawetz et al., 1995).
4) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC). Menimbulkan penyakit yang mirip
dengan shigelosis. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel
epitel mukosa usus. Penyakit sering terjadi pada anak-anak di negara
berkembang dan pada para wisatawan yang menuju ke negara tersebut
(Jawetz et al., 1995). Strain meliputi serotypes spesifik Escherichia coli
(O28, O112, O115, O124, O136, O143, O144, O147, O152, O164 dan
O167) yang berbeda dari EPEC serotipe. EIEC strain menyerupai biokimia
Shigella dan dapat menyerang sel-sel epitel usus (Anonim, 2009a).
5) Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC). Menyebabkan diare akut dan
kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan
pola khas pelekatannya pada sel manusia. Sangat sedikit yang diketahui
mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemiologi penyakit yang
disebabkannya (Jawetz et al., 1995). Beberapa strain menghasilkan
enterotoxin tahan panas (ST). Klinis yang berbeda dari strain ini adalah
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari terutama pada anak-anak, namun
tidak sebagai penyebab primer Traveler’s diare. Dua serotipe yang
ditetapkan sebagai prototipe adalah O3:H2 dan O4:H7, dan satu tipe
Escherichia coli (O44) yang terdiri dari strain EAggEC dan EPEC (Jay,
2000). EAEC berhubungan dengan penyakit diare persisten pada bayi
(Anonim, 2000).
b. Infeksi saluran kemih.
Escherichia coli dapat menjadi penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)
dengan gejala sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. ISK bagian atas
sering menimbulkan nyeri pinggang, namun tidak ada gejala klinik ISK yang
spesifik untuk Escherichia coli (Jawetz et al., 1995). Beberapa isolat,
Escherichia coli O18:K1:H7, memiliki potensi menyebabkan penyakit invasif
neonatal dan infeksi saluran kemih (Sousa, 2006)
c. Sepsis
Bila pertahanan tubuh kurang Escherichia coli dapat memasuki aliran
darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan
terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibodi IgM. Sepsis
dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih (Jawetz et al., 1995).
d. Meningitis
Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis
neonatal dan kira-kira 75% Escherichia coli dari kasus meningitis ini
mempunyai antigen K1. Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida
simpai golongan B dari N. meningitidis (Jawetz et al., 1995).
Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare (Anonim, 2009a)
E. coli Epidemiologi Diare Mekanisme EHEC Kolitis Hemorragik dan hemolytic
uremic syndrome pada semua usia dan thrombotic thrombocytopenic purpura pada orang dewasa
Berdarah atau tidak
Melekat dan memproduksi sitotoksin
EPEC Akut dan kronik Endemik maupun Epidemik diare pada bayi
Encer/berair Tidak melekat
ETEC Diare pada bayi di negara-negara berkembang dan diare pada wisatawan
Encer/berair Melekat, memproduksi enterotoxin
EIEC Diare dengan demam pada segala usia
Berdarah atau tidak
Melekat, invasi pada mukosa
EAggEC Diare kronik pada bayi Encer/berair Melekat
Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia (Forbes et al., 2007)
Tipe Patogenesis Keterangan ETEC Menghasilkan enterotoxins tidak tahan panas
(LT) dan/atau tahan panas (ST). Gen kedua toksin terletak pada plasmid. LTs mirip dengan struktur dan fungsi toksin kolera. STs dihasilkan di jaringan usus melalui sekresi melalui rangsangan guanylate cyclase
Penyebab umum diare pada wisatawan. Menginfeksi semua usia
EAEC Mengikat sel-sel usus kecil melalui fimbriae yang dikodekan oleh plasmid dengan berat molekul besar, membentuk gumpalan kecil bakteri pada permukaan sel. Faktor virulensi plasmid lainnya termasuk struktur pilin, enterotoxin tahan panas, novel anti-aggregative protein, dan enterotoxin tidak tahan panas. Semua diyakini menjadi penyebab diare
Terutama menginfeksi anak-anak
EIEC Patogenesis belum semuanya terungkap. Mekanisme diare mirip dengan Shigella spp
Sangat sulit dibedakan dari Shigella spp dan strain E.coli lainnya
EPEC Awalnya menempel di kolon dan usus halus, kemudian menempel erat pada sel epitel usus, yang kemudian menyebabkan hilangnya mikrovilli enterocyte. Gen untuk perlekatan berada dalam sebuah cluster pada kromosom bakteri
Diare pada bayi, terutama pada rumah sakit pada kota besar
EHEC Melekat pada sel-sel epitel usus dengan cara yang sama sebagai EPEC.
Meskipun banyak wabah disebabkan oleh E. coli o157:H7, serotypes lainnya terlibat dalam wabah dan kasus sporadic
2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia
Escherichia coli sangat sensitif dengan garam konsentrasi tinggi, tidak
memiliki toleransi osmotik, tidak dapat tumbuh di bawah Aw 0,95 dan tumbuh
optimum pada suhu 37°C pada pH 6,0-7,0 (Harley-Prescott, 2002).
a. Karakteristik biakan
Pada Eosin Methylen Blue agar (EMB agar) menghasilkan koloni
berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni kecil dan berkilau
metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993).
Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir serta
bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Koloni berwarna merah
karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi merah (pH dibawah 6,8)
akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et al., 1997). Pada
Endo agar yang mengandung laktosa 1% koloni akan berwarna merah karena
mampu memfermentasi laktosa (Fardiaz, 1993).
b. Karakteristik Biokimia
1) Indol.
Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini. Reaksi positif disebabkan
karena bakteri mengandung enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa
triptophan menghasilkan indole, pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri
menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk kebutuhan nutrisi,
sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media. Adanya
indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara
reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada
permukaan media (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.2 Reaksi Indol (Harley-Prescott, 2002)
2) Methyl red
Semua bakteri enterik mengkatabolisme glukosa untuk kebutuhan energi,
namun produk akhir bervariasi tergantung pada jalur enzim yang ada pada
bakteri. Indikator pH methyl red mendeteksi perubahan pH sebagai hasil
dari produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic.
Perubahan warna indikator menjadi merah. Esherichia coli bereaksi positif
pada uji ini. (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.3 Reaksi Methyl red (Harley-Prescott, 2002).
3) Voges proskouwer
Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang memfermentasi
glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Dengan penambahan KOH 40% dan
larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut (Barritt’s reagen) akan
terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam sintesis 2,3
butanediol. Reaksi positif adalah dengan terbentuknya warna merah
(Harley-Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.
Gambar 2.4 Reaksi Voges proskouwer (Harley-Prescott, 2002).
4) Cimon citrat
Uji ini bertujuan untuk menguji kemampuan bakteri dalam
menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan
energinya. Citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Cimon citrat
agar miring mengandung sodium citrat sebagai sumber carbon. NH4+
adalah sumber nitrogen dan mengandung indikator pH Brom Tymol Blue.
Ketika bakteri mengoksidasi sitrat, akan terbentuk CO2 yang bergabung
dengan natrium dan air membentuk natrium karbonat, sebuah produk alkali
sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna menjadi biru (Harley-
Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.
Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat (Harley-Prescott, 2002).
5) Motility
Uji ini bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang bergerak dengan
flagella. Media Motility mengandung agar ≤0.4%. tes Motility dapat
diamati secara makroskopik pada media dengan adanya zona pertumbuhan
bakteri yang menyebar melewati baris inokulasi (Koneman et al., 1997).
Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini
6) Urea
Uji ini bertujuan untuk mendeteksi aktivitas urease pada bakteri dalam
media yang mengandung urea, menggunakan indikator pH phenol red.
Ketika urea dihidrolisa, amonia akan terakumulasi pada media dan
membuatnya alkali. Peningkatan pH menyebabkan indikator berubah
warna dari merah jingga menjadi pink atau merah keunguan (Harley-
Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini
Gambar 2.6 Reaksi Urea (Harley-Prescott, 2002).
7) Triple Sugar Iron (TSI)
Media ini mengandung tiga jenis gula yaitu glukose, laktose dan
sukrose. Digunakan untuk menguji kemampuan bakteri dalam
mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan sulfida
dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. TSI agar slant
mengandung 1% laktose dan sukrose serta 0.1% glukose. Indikator pH
adalah phenol red yang digunakan untuk mendeteksi produksi asam dari
fermentasi glukosa. Pada media TSI, Escherichia coli memproduksi asam
pada dasar tabung, asam atau alkali pada lereng tabung dan tidak
memproduksi H2S dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002).
8) Reduksi Nitrat
Dilakukan oleh nitrate reductase. Escherichia coli mampu mereduksi
nitrat hanya menjadi nitrit. Ion nitrit dideteksi dengan penambahan
sulfanilic acid dan N,N-dimethyl-1-naphthylamine pada cultur. Adanya
nitrit pada media bereaksi dengan reagen menghasilkan warna pink atau
merah (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat (Harley-Prescott, 2002).
Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli (Suharto et al., 2003).
NO TES HASIL NO TES HASIL 1 Oxidase test - 15 Malonate - 2 Indole + 16 Gas from
Glukose -
3 Methyl red + 17 Lactose + 4 Voges
proskouwer - 18 Sucrose d
5 Simmons citrate - 19 Mannitol + 6 Hydrogen Sulfida - 20 Dulcitol d 7 Urease - 21 Salici d 8 KCN - 22 Adonitol - 9 Motility + or - 23 Inositol - 10 Gelatin (22 C) - 24 Sorbitol d 11 Lysin
decarboxylase d 25 Arabinose +
12 Arginine dihydrolase
d 26 Raffinose d
13 Ornithin decarboxylase
d 27 Rhamnose d
14 Phenylalanin deaminase
-
Keterangan: d: tipe berbeda dari biokimia +/-
2.2. Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
Antimicrobial beta laktam paling umum digunakan untuk pengobatan infeksi
bakteri. Perlawanan terhadap antibiotik beta lactam paling sering pada bakteri basil
Gram negatif karena mampu memproduksi enzim beta lactamases. Enzim-enzim ini
terus bermutasi dalam menanggapi tekanan berat penggunaan antibiotik dan telah
berkembang disebut Extended Spectrum ß-Lactamases. Banyak ESBL ini telah
berevolusi dari tem1, tem2, dan shv1 ß-lactamases yang tersebar di antara
Enterobactericiae (Al-Zahrani dan Akhtar, 2005).
ESBL pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983. Sejak saat itu, telah
diidentifikasi di seluruh dunia dan telah ditemukan di sejumlah organisme yang
berbeda, termasuk Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Escherichia coli,
Proteus mirabilis, Enterobacter cloacae, Morganella morganii, Serratia marcescens,
Shigella dysenteriae, Pseudomonas aeruginosa, Burkholderia cepacia,
Capnocytophaga ochracea, Citrobacter species dan Salmonella species (Al-Zahrani
and Akhtar, 2005). ESBL ditemukan di berbagai anggota Enterobacteriaceae,
terutama pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae serta Pseudomonas
aeruginosa (Serefhanoglu et al., 2009). ESBL biasanya terletak pada plasmid yang
dapat dipindahkan dari satu strain ke strain lainnya maupun antara species bakteri
(Rupp and Fey, 2003).
Dalam beberapa dekade terakhir infeksi yang diakibatkan oleh bakteri penghasil
ESBL meningkat. Pilihan terapi infeksi untuk bakteri penghasil ESBL sangat terbatas
dan infeksi oleh bakteri ini menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi pada
pasien rawat inap (Pajariu, 2010). Infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil
ESBL menunjukkan dilema therapeutic yang besar karena pilihan antibiotik yang
terbatas. Hal ini disebabkan karena enzim beta laktamase yang dihasilkan kuman
mempunyai spektrum lebar (Wahjono, 2007). ESBL memiliki kemampuan untuk
menghidrolisis dan menyebabkan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotik beta
laktam, termasuk spektrum yang diperluas (generasi ketiga) chepalosporins
(misalnya, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime) dan monobactams (misalnya
aztreonam), tetapi tidak cephamycins (misalnya cefoxitin dan cefotetan) dan
carbapenems (misalnya imipenem, meropenem dan ertapenem) (Pitout and Laupland,
2008). ESBLs memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam, dan
cephalosporins tapi juga bisa tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain termasuk
aminoglycosides, trimethoprim-sulfamethoxazole dan quinolones (Serefhanoglu et
al., 2009).
2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam:
a. Beta laktam I (penisilin-penisilin)
Aktifitas antibiotik beta laktam ditentukan oleh kemampuannya mencapai dan
berinteraksi dengan sasaran dalam membran sitoplasma. Pemilihan molekul ß-
laktam I yang cocok dipengaruhi oleh tiga faktor: 1) kemampuan menembus
lapisan luar dan mencapai sasaran (penting pada bakteri Gram negatif); 2)
Kemampuan menahan kerja ß-laktamase yang sangat bervariasi kespesifikan dan
aktivitasnya (berkisar dari penisilinase yang dominan sampai hampir seluruh
sefalosporinase); 3) Aktivitas protein pengikat penisilin yang berfungsi dalam
sintesis peptidoglikan (Wattimena et al., 1991). Berdasarkan mekanisme kerjanya
antibiotik ß-laktam I termasuk antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel
mikroba pada mikroba yang aktif membelah dengan cara dilisiskan oleh suatu
asetilmuramidase. Yang termasuk dalam golongan antibiotik ß-laktam I adalah:
Penisilin G; Fenoksimetilpenisilin (penisilin V); Amoksisilin; Ampisilin;
Bakampisilin; Siklasilin; Hetasilin; Dikloksasilin; Metisilin; Nafsilin; Kloksasilin;
Oksasilin; Karbenisilin; Tikarsilin; Azlosilin; Mezlosilin; Piperasilin (Wattimena
et al., 1991).
b. Beta laktam II (kelompok sefalosporin)
Sefalosporin yang digunakan secara klinis dapat digolongkan menjadi 5
kelompok berdasarkan resistensi terhadap ß-laktamase, kestabilan metabolisme
dan kemungkinan penggunaan secara oral (Wattimena et al., 1991).
1) Kelompok1. Terdiri dari sefalotin, sefapirin dan sefatril. Diberikan secara
parenteral. Peka terhadap ß-laktamase dan metabolik tidak stabil
2) Kelompok 2. Terdiri dari sefaloridin, sefazolin, sefazedon, seforamid, sefozeflur
dan sefotiam. Diberikan secara parenteral, peka terhadap ß-laktamase dan stabil
terhadap metabolisme.
3) Kelompok 3. Terdiri dari sefaleksin, sefaloglisin, sefaklor, sefadroksil,
sefatrizin dan sefradin. Diberikan secara oral, peka terhadap ß-laktamase
4) Kelompok 4. Semestinya dapat diberikan secara oral dan tahan terhadap
penguraian oleh ß-laktamase. Belum terwakili
5) Kelompok 5. Terdiri dari sefuroksim, sefamandol, sefanisid, sefotaksim,
seftizoksim, sefsulodin, sefoperazon, sefoksitin dan moksalaktam. Diberikan
secara parenteral dan tidak terurai oleh ß-laktamase
Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins (Manickam and Alfa, 2008)
Generation Generic
name Trade name
First cefazolin Ancef/Kefzol cephalexin Keflex
Second cefaclor Cefaclor cefuroxime Zinacef, Ceftin
Third cefotaxime Claforan
ceftriaxone Rocephin ceftazidime Fortaz
Fourth cefepime Maxipime
2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases
Identifikasi kuman penghasil ESBL dapat dilakukan melalui beberapa metode
yaitu:
a. Double disc synergy test
Pada tes ini disk cephalosporin generasi ketiga dan augmetin diletakkan pada
media Muller Hinton Agar dengan jarak antara bagian tengah (pusat disk) 30 mm.
Adanya ekstensi yang jelas dari tepi zona inhibisi cephalosporin menuju
augmentin disc ditafsirkan sebagai positif untuk produksi ESBL (Chaudhary dan
Anggarwal, 2004).
b. Three dimensional test
Metode ini dikembangkan oleh Thomson dan Sanders. Bakteri diinokulasikan
sesuai dengan metode standar TKA (densitas optik koloni setara dengan 0,5
McFarland), kemudian dibuat suatu potongan melingkar sebesar 4 mm pada agar.
Setelah itu pada lobang yang telah dibuat diinokulasikan bakteri dengan
kandungan 109 sampai 1010 CFU/ml. Disk β-lactam diletakkan pada permukaan
agar dengan jarak 3 mm dari tepi lobang tadi. β-Lactamase-Induced akan
menginaktivasi tiap uji antibiotik. Cara mendeteksinya adalah dengan memeriksa
tepi dari zona hambatan di sekitar persimpangan lobang (circular three-
dimensional inoculation). Kehadiran β-lactamase / ESBL yang menginaktivasi
antibiotik dapat dinilai dengan cara terlihatnya suatu distorsi atau diskontinuitas di
zona hambatan yang biasanya berbentuk melingkar atau menghasilkan koloni yang
berbeda di sekitar celah inokulasi (Paterson dan Bonomo, 2005).
c. Inhibitor potentiated disc diffusion test
Disk cephalosporin ditempatkan pada tempat yang mengandung clavulanate
selanjutnya diletakkan pada agar Mueller-Hinton tanpa disertai clavulanic acid
lagi. ESBL ditetapkan jika ditemukan >10 mm peningkatan zona hambatan pada
area yang berisi clavulanate dibandingkan disk cephalosporin murni (Chaudhary
dan Anggarwal, 2004).
d. Disk approximation test
Cefoxitin (inducer) disk ditempatkan pada jarak dari 2,5 cm dari cephalosporin
disc. Produksi penghambatan beta laktamase ditandai dengan zona inhibisi yang
rata pada disk cephalosporin >1 mm (Chaudhary dan Anggarwal, 2004).
e. MIC reduction test
Pengurangan 8 kali lipat MIC cephalosporin di hadapan para clavulanic asam
menunjukkan produksi ESBL (Chaudhary dan Anggarwal, 2004).
f. Vitex ESBL test
Inokulasikan bakteri pada kartu yang berisi empat well. Penurunan
pertumbuhan pada well cephalosporin yang mengandung clavulanic acid jika
dibandingkan dengan pertumbuhan pada well yang hanya mengandung
cephalosporin dapat diindikasikan sebagai ESBL (Chaudhary dan Anggarwal,
2004).
g. E test
AB Biodisk (Solna, swedia) memproduksi plastic drug-imprenagted strips
(strip plastik yang telah diletakkan antibiotik). Salah satu ujung strip berisi
ceftazidime (kadar MIC antara 0,5-32 ug/ml) dan sisi yang lain ditanam
ceftazidime dan clavulanate (4 ug/ml). Saat ini strip yang mengandung cefotaxime
dan cefotaxime / clavulanate. E Test dapat berguna sebagai uji penyaring maupun
phenotypic confirmation terhadap bakteri penghasil ESBL. Sensitivitas E Test
adalah 87 - 100% , spesifisitas 95-100% (untuk phenotypic confirmation test).
Sensitivitas dan spesifisitas metode tergantung pada rasio perbandingan MIC
cephalosporin dan cephalosporin/Clavulanate. Rekomendasi dari pabrik pembuat
E Test dalam menentukan ESBL adalah terjadi rasio MIC cephalosporin:
cephalosporin/clavulanate ≥ 8 (Luhulima et al., t.t.).
Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL
Pada K. pneumoniae dan E. coli (Public Health Agency of Canada, 1998)
Antibiotik Zona Inhibisi untuk Strain Rentan
Zona Inhibisi untuk Strain yang Memproduksi ESBL
MIC untuk Strain Rentan
MIC untuk Strain yang Memproduksi ESBL
Aztreonam 30 g >= 22 mm <= 27 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l
Cefotaxime 30 g >= 23 mm <= 27 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l
Cefpodoxime 10 g >= 21 mm <= 22 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l
Ceftazidime 30 g >= 18 mm <= 22 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l
Ceftriaxone 30 g >= 21 mm <= 25 mm <= 8 mg/l <= 2 mg/l
2.3. Kombucha
2.3.1 Sejarah
Kombucha adalah minuman populer di antara makanan fermentasi tradisional di
seluruh dunia (Talawat et al., 2006). Menurut Greenwalt et al, kombucha adalah teh
fermentasi tradisional yang telah populer di Amerika Serikat sehubungan dengan
efeknya bagi kesehatan. Kombucha adalah minuman teh yang sedikit manis, teh
asam yang saat ini telah dikonsumsi di seluruh dunia. Kombucha dikonsumsumsi
luas sebagai minuman yang menyehatkan karena mudah dan aman diproduksi di
rumah
Kombucha atau dikenal masyarakat Indonesia sebagai jamur teh atau jamur dipo,
adalah fermentasi teh menggunakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga
diperoleh citarasa asam dan terbentuk lapisan nata (Hidayat et al., 2006). Banyak
orang menduga bahwa kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di
daratan Cina yang sudah mengenal teh fermentasi ini sejak 3000 tahun yang lalu.
Nama kombucha berasal dari dua kata yaitu “kombu” dan ”cha”. Cha berasal dari
bahasa Cina yang berarti teh sedangkan Kombu adalah nama seorang tabib Korea
dari abad ke-5 masehi yang berhasil menyembuhkan kaisar Jepang yang bernama
Inkyo sekitar tahun 414 SM. Kaisar menderita sembelit berkepanjangan dan
disembuhkan oleh tabib dengan teh hasil fermentasi. Atas jasa tabib tersebut sang
kaisar memberi nama ramuan tersebut “kombucha” yang berarti teh ramuan dari
seorang tabib yang bernama Kombu (Naland, 2008).
2.3.2 Nama lain
Manchurian tea mushroom, hung ca ku, cajnyj kvas, heldenpilz, mandarin tea
mushroom, fungus japonicum, tea kwass, olinka, mogu, kargasok tea, zauberpilze,
olga spring, jamur super, jamur dipo, teh kombu, tea of immortality (Naland, 2008),
Medusomyces gisevii (Jayabalan et al., 2010), fungo-japan, pitchia fermentants,
cembuya orientalis, tschambucco, volga spring, champinon de longue vie, kwassan,
champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).
2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi
Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang
berperan dalam pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus
varietas (Naland, 2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma,
Mycotorula, dan Z. rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah
Acetobacter xylium, Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia
fermentans, Torula varietas (Naland, 2008) A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter,
Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006).
Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan
ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Para ahli menyebut jamur bakteri
ini dengan sebutan Symbiosis Colony of Bactery Yeast (koloni scoby). Sifatnya yang
seperti gel membuat bentuk koloni scoby mengikuti bentuk wadah (tempat
pembiakan). Tumbuh pada lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh
manis. Koloni ini akan membentuk susunan yang berlapis-lapis yang semakin lama
semakin tebal (Naland, 2008).
Gambar 2.8
Starter Kombucha (Frank, t.t.)
Gambar 2.9
Starter Kombucha dan Kombucha Tea (Naland, 2008)
2.3.4 Kandungan
Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol (0,5-
1%), karbon dioksida, vitamin B kompleks (B1/tiamin, B2/riboflavin, B3/niasin
nicotinic acid, B6/piridoksin, B12/sianokobalamin, b15), vitamin C, asam folat
(citroforum factor atau leucovorin), asam glukoronat, asam asetat, asam hyaluronic
(asam hyaluronidase) asam chondroitin sulfat, asam laktat (asam 2-
hidroksipropanoat), senyawa mirip Acetaminophen, asam amino esensial, enzim,
antibiotik dan kandungan lain seperti polifenol dan usnic acid yang berperan sebagai
antivirus dan antibakteri (Hidayat et al., 2006 ; Naland, 2008).
2.3.5 Manfaat
Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme berbahaya yang
menyebabkan penyakit membuat kombucha aman untuk dipersiapkan sendiri di
rumah tanpa risiko patogenik untuk kesehatan (Talawat et al., 2006). Kombucha
dipercaya masyarakat dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti
darah tinggi atau rendah, rematik, kegemukan, arthritis, migraine, diabetes dan
lainnya. Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu
memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai
kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin.
Kandungan antimikrobia pada minuman kombucha mampu menghambat
pertumbuhan Shigella sonnei, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium
(Hidayat et al., 2006). Frank (1994), menyatakan kombinasi asam glukoronat dan
asam laktat dalam Kombucha sangat efektif untuk menghancurkan
mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Penelitian baru-baru pada kombucha
telah membuktikan bahwa kegiatan antimicrobial berbagai mikroorganisme patogen
sebagian besar disebabkan oleh asam asetat, dimana asam asetat diketahui mampu
menghambat dan membunuh sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Talawat et al., 2006).
Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah pemakai kombucha yang
terdapat di daerah Kargasok (Rusia), Polandia, Amerika, Cina dan beberapa negara
lainnya. untuk membuktikan khasiat kombucha. Penduduk Kargasok mengkonsumsi
kombucha setiap hari sehingga banyak yang berumur panjang bahkan lebih dari 100
tahun. Meskipun sudah tua, mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang
masih produktif. Selain itu di Rusia kombucha juga digunakan untuk mengobati
pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi kombucha secara rutin, kebiasaan
minum minuman beralkohol akan berkurang dan bahkan ditinggalkan. Efektifitas
penyembuhan dari kombucha berbasis pada asam glukonat, asam glukoronat, asam
laktat, asam asetat, vitamin C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun demikian,
kombucha bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan penggunaan obat resep dokter.
Prinsipnya kombucha berperan meningkatkan derajad kesehatan dan daya tahan
tubuh. Dengan meningkatnya kondisi daya tahan dan kesehatan tubuh, pencegahan
dan penyembuhan berbagai macam penyakit bisa lebih optimal (Naland, 2008). Hasil
fermentasi dan oksidasi dari mikroorganisme pada kombucha menghasilkan berbagai
macam asam organik, vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa
kombucha mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah penyakit
jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan tubuh dan mengurangi
peradangan (Dufresne and Farnworth, 2000). Kombucha tea berpotensi sebagai anti
stress, hepato-protective, antioksidan meningkatkan imunitas (Pauline et al., 2001).
Aktivitas antioksidan kombucha tea meningkat sejalan dengan lamanya fermentasi
(Suhartatik dan Kurniawati, 2008). Beberapa khasiat dari kombucha adalah (Naland,
2008): pencegah kanker; memperbaiki fungsi hati; membantu mengobati tekanan
darah tinggi; pencegah stroke; pereda nyeri tenggorok; pengikis lemak dan kolesterol;
penangkal racun (detoksifikasi); penjaga stamina tubuh; mengatasi keluhan
persendian; memperbaiki sistem pencernaan; membantu mengatasi keluhan alergi;
meringankan pramenstrual pain; membantu menenangkan jiwa; menjaga kebersihan
kulit wajah; membantu mengatasi kemandulan. Daya antioksidan kombucha tea telah
dibuktikan oleh Bhattacharya, et al. (2011) yaitu kombucha tea mempunyai efek
perlindungan terhadap kematian sel hepar yang dipicu oleh sitotoksisitas tertiary
butyl hydroperoxide. Cavusoglu dan Guler (2010) membuktikan bahwa kombucha
tea memberikan efek perlindungan pada kelainan kromosom limfosit manusia secara
in vitro akibat radiasi gamma. Selain itu kombucha tea juga mampu melindungi
toksisitas phenol pada jaringan paru, jantung, perut, usus, hati dan ginjal tikus (Yapar
et al., 2010). Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Ibrahim, 2003 yang telah
membuktikan kombucha tea dapat melindungi hati dan ginjal tikus akibat penyinaran
Cadmium Chloride.
2.3.6 Prinsip pembuatan (Naland, 2008):
a. Alat yang digunakan
Panci yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan kaca atau stainless steel.
Demikian juga toples yang digunakan sebaiknya berasal dari bahan kaca bukan
logam ataupun plastik karena dikhawatirkan akan bereaksi dengan asam selama
proses fermentasi. Tutup toples sebaiknya dari kain karena mempunyai pori-pori
untuk mengeluarkan udara.
b. Starter kombucha
Bibit kombucha yang digunakan harus sehat yaitu berwarna putih bersih,
mengkilat, bentuknya menyerupai kue serabi. Koloni yang berwarna kotor, hitam
atau coklat sebaiknya tidak digunakan lagi karena sudah tercemar. Satu lembar
koloni kombucha bisa digunakan untuk membuat teh kombucha sampai dengan
15-20 kali pemakaian.
c. Air yang digunakan
Gunakan air yang bersih agar fermentasi berhasil dan tidak ada kontaminan.
Selain itu air yang digunakan sebaiknya memiliki angka nilai endapan (total
diluted sediment) rendah karena berpengaruh pada kenikmatan teh kombucha
d. Tempat
Pilihlah tempat yang teduh, bersih dan terlindung dari sinar matahari. Suhu
optimal adalah 23-27°C. Kombucha tidak akan tumbuh bila terkena sinar matahari
langsung. Ruangan sebaiknya terhindar dari asap rokok karena senyawa nikotin
pada tembakau bersifat antijamur yang kemungkinan dapat mematikan aktivitas
ragi pada kombucha.
e. Hasil yang diinginkan
Bila menginginkan rasa yang lebih nikmat sebaiknya gunakan teh hitam
karena aromanya paling wangi. Bila untuk pengobatan sebaiknya gunakan teh
hijau karena memiliki antioksidan alami sehingga kombucha lebih berkhasiat.
2.3.7 Proses fermentasi:
Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan
CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan
teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh
bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari
sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh
Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh
ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al.,
2006).
Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya
(Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga
koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan
(Talawat et al., 2006). Bakteri A. xilinum mengubah gula menjadi selulosa yang
disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah
habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif
lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi berkisar 4-14 hari. Semakin
lama fermentasi maka akan semakin asam dan rasa manis semakin berkurang. Lama
fermentasi yang disarankan adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi
dan minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur. Pada fermentasi 10 hari,
dengan kadar gula awal 8%, akan diperoleh fruktosa 25 g/L, asam glukonat 3,1 g/L,
dan asam asetat 2 g/L. Jika fermentasi diperpanjang menjadi 13 hari, maka fruktosa
menjadi 15,03 g/L, asam glukonat 6,64 g/L dan asam asetat 8,61 g/L Kombucha
selain dibuat dari teh juga dapat dibuat dari berbagai bahan baku seperti apel, wortel,
dan sebagainya jika akan digunakan untuk minuman atau dari limbah pertanian
seperti limbah cair tahu, tempe dan tapioca jika akan digunakan untuk produksi
selulosa (Hidayat et al., 2006). Perubahan mikrobia dan biokimia yang terjadi pada
kombucha adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Khamir dan bakteri
Total jumlah bakteri dan yeast pada kombucha tea meningkat sesuai dengan
peningkatan waktu fermentasi (Jayabalan et al., 2010). Jumlah khamir hidup
meningkat selama waktu inkubasi (6-14 hari). Walaupun jumlah sel akhir tetap
tinggi (sekitar 105-106 cfu/ml) namun jumlahnya akan terus menurun jika
fermentasi dilanjutkan. Konsentrasi sel khamir dalam cairan umumnya lebih tinggi
daripada yang terdapat dalam pelikel. Dalam pertumbuhan di PDA terdapat dua
tipe koloni. Hal ini menunjukkan adanya dua tipe khamir yang terdapat pada
kombucha. Hasil serupa juga terjadi pada bakteri asam asetat yang menunjukkan
jumlah dalam larutan lebih tinggi daripada dalam pelikel. Pertumbuhan bakteri
meningkat dengan cepat pada 6 hari pertama fermentasi (Hidayat et al., 2006)
b. Perubahan kandungan gula
Konsentrasi sukrosa menurun secara linier dengan waktu selama 30 hari
diikuti dengan penurunan yang lebih lambat. Rerata konsentrasi glukosa
meningkat dan mencapai konsentrasi tertinggi (1,2%) setelah 30 hari. Dengan kata
lain, konsentrasi fruktosa meningkat selama periode fermentasi, dan mencapai
5,5% pada 30 hari fermentasi (Hidayat et al., 2006). Konsentrasi sukrose yang
digunakan sebagai sumber carbon sangat mempengaruhi hasil selulose bakteri.
Profil mikroba yang penting (bakteri asam asetat dan yeast) dalam produksi
selulose bakteri diungkapkan dalam hubungan simbiosis pada aktivitas metabolik
yaitu lama fermentasi dapat meningkatkan lapisan selulose (Goh et al., 2012).
c. Produksi etanol
Perubahan konsentrasi etanol dalam kombucha selama fermentasi
menunjukkan peningkatan pada masa awal fermentasi, yang mencapai 0,55% pada
20 hari fermentasi kemudian turun sampai akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006).
d. Perubahan asam Organik
Produksi asam organik menunjukkan peningkatan selama fermentasi dan
mencapai 1,1 g/100 ml yang dicapai pada fermentasi 30 hari, yang kemudian turun
menjadi 0,8 g/100 ml pada 60 hari fermentasi. Asam glukonat dan asam organik
lain juga ditemukan setelah 6 hari fermentasi dan mencapai 3,9 g/100 ml pada
akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006). Kadar succinic acid dan gluconic acid
meningkat seiring dengan lama fermentasi. Demikian juga dengan daya antibakteri
terhadap V. cholera, S. typhi dan P. aeruginosa meningkat dengan peningkatan
waktu fermentasi (Talawat et al., 2006). Aktivitas antimikroba kombucha tea
berasal dari komposisi acetic acid (Greenwalt et al., t.t.). Total Asam, kandungan
D-Gluconic Acid dan pH kombucha meningkat seiring peningkatan waktu
fermentasi, sedangkan kandungan caffein menurun seiring dengan peningkatan
waktu fermentasi (Malbasa et al., 2006).
Tabel 2.6 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)
Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan dapat
ditemukan pada feces. Meskipun demikian bakteri ini juga dapat bersifat patogen
yaitu menyebabkan diare, peradangan usus hingga menimbulkan infeksi pada saluran
kemih, sepsis dan meningitis. Pada perkembangannya, bakteri ini mampu
menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) sehingga pilihan
antibiotika untuk pengobatan infeksi menjadi lebih sempit.
Kombucha tea merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik
karena menghasilkan asam-asam organik seperti asam glukoronat, asam laktat, asam
asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat
efektif untuk menghancurkan mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur).
Beberapa penelitian telah membuktikan daya antibiotik dari kombucha terhadap
bakteri maupun jamur patogen. Kombucha tea diharapkan juga mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL sehingga dapat digunakan
sebagai pilihan pengobatan alternatif di samping antibiotika pada umumnya karena
Escherichia coli penghasil ESBL ini multiresisten terhadap berbagai jenis antibiotika.
Asam organik yang diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat
seiring dengan waktu. Hal tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa lama
fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti mikroba atau dengan kata
lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka daya hambat terhadap
bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar
3.1 Konsep
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pikir, dan konsep penelitian yang telah
diuraikan di atas ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
secara in vitro.
Faktor internal - Jenis media - pH media - Suhu inkubasi - Waktu inkubasi - Jumlah Escherichia
coli
Kombucha Tea Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari
Escherichia coli penghasil ESBL
Menghambat pertumbuhan (zona hambat)
Faktor Eksternal
- Sterilitas pembuatan kombucha tea
2. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
secara in vitro.
3. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
secara in vitro.
4. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
secara in vitro.
5. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat
lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari
6. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat
lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari
7. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat
lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sesungguhnya (true experimental)
menggunakan rancangan The Randomized Posttest Control Group Design yang
bagannya disajikan pada Gambar 4.1 ( Pocock, 2008).
O1
P S RA O2
O3
O4
O5
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan:
P = populasi;
R = random alokasi;
S = sampel;
P0 = kelompok kontrol;
P1 = perlakuan fermentasi kombucha tea 6 hari;
P2 = perlakuan fermentasi kombucha tea 10 hari;
P0
P2 P1
P3
P4
P3 = perlakuan fermentasi kombucha tea 14 hari;
P4 = perlakuan fermentasi kombucha tea 18 hari
O1, O2, O3, O4 dan O5 = observasi setelah perlakuan (data posttest)
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Isolat murni bakteri Escherichia coli penghasil ESBL diperoleh dari Instalasi
Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar, dan penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012
4.3. Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi
Bakteri Escherichia coli
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Isolat murni bakteri Escherichia coli yang
menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
4.3.3 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer ( Hanafiah, 1991):
(t-1)(r-1) ≥ 15
(4-1) (r-1) ≥ 15
(r-1) ≥ 15 : 3
(r-1) ≥ 5
r-1 ≥ 6
Jumlah replikasi (r) ≥ 6, jadi besar sampel adalah 24
Keterangan :
t = Jumlah perlakuan
r = Replikasi / pengulangan
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini digunakan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL yang
diinokulasikan pada media Muller Hinton Agar (MHA). Plate kultur kuman dipilih
secara random yang dialokasikan menjadi 5 kelompok.
4.4. Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Variabel bebas adalah waktu fermentasi kombucha tea (6 hari, 10 hari, 14 hari
dan 18 hari)
b. Variabel tergantung adalah diameter zona hambat Escherichia coli
c. Variabel kendali adalah sterilitas pembuatan kombucha tea, jenis media, pH
media, suhu inkubasi, waktu inkubasi, jumlah Escherichia coli
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.4.2 Definisi operasional variabel
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan menghindari pengertian variabel
yang diteliti, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:
a. Waktu fermentasi Kombucha tea adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk fermentasi teh dengan starter kombucha. Waktu
yang dibutuhkan adalah 4-14 hari (Hidayat et al., 2006). Dalam penelitian ini
waktu fermentasi yang digunakan adalah 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari.
Variabel Kendali - Sterilitas pembuatan kombucha
tea - Jenis media - pH media - Suhu inkubasi - Waktu inkubasi - Jumlah Escherichia coli
Variabel Bebas Kombucha Tea
Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari
Variabel Tergantung Zona hambat Escherichia
coli penghasil ESBL
b. Diameter zona hambat Escherichia coli adalah diameter zona yang terbentuk
pada difusi disk yang diukur dalam satuan milimeter menggunakan jangka
sorong. Penentuan antibiogram dilakukan dengan mengukur diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri oleh masing-masing cakram antibiotika (Noor
dan Poelongan, 2008). Bila tidak terbentuk zona hambatan, maka diameter
zona hambat ditentukan sesuai dengan diameter disk yang digunakan.
c. Sterilitas pembuatan kombucha tea adalah upaya meminimalkan adanya
kontaminasi pada pembuatan kombucha tea. Upaya ini dapat dilakukan
dengan cara menggunakan peralatan yang bersih dan steril (Hidayat et al.,
2006).
d. Jenis media adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri
Escherichia coli dan menguji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri
Escherichia coli yang ditanam. Media yang digunakan yaitu media padat
Muller Hinton Agar (Koneman et al., 1997) dengan ketebalan media pada
cawan petri adalah 4 mm (Benson, 2001).
e. pH media adalah tingkat keasaman pada media perbenihan. pH pada media
Muller Hinton Agar adalah 7,2-7,4 (Benson, 2001)
f. Suhu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan derajad panas yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri Escherichia coli secara optimal yang
diukur dengan termometer dengan satuan derajad celcius. Suhu optimum
adalah 37°C (Harley-Prescott, 2002)
g. Waktu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan lamanya periode waktu
mulai dari masuknya media pertumbuhan ke inkubator selama proses inkubasi
sampai dikeluarkannya media dengan satuan jam yaitu selama 16-18 jam
(Harley-Prescott, 2002).
h. Jumlah Escherichia coli adalah jumlah koloni yang dibuat dengan standar
kekeruhan 0,5 Mc Farland mewakili sekitar 104 Colony Forming Units
(CFUs) (Tamayo et al., 2007).
4.5 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang dipakai adalah:
a. Starter Kombucha, teh hitam, dan gula pasir untuk membuat kombucha tea
b. Isolat bakteri Escherichia coli yang menghasilkan enzim Extended Spectrum
Beta Lactamase (ESBL)
c. Media Selektif yaitu media Mac Conkey Agar dan media Endo Methylen Blue
Agar
d. Media untuk uji biokimia yaitu media air pepton, media MR-VP, media cimon
citrat, media motility, media Christensen’s urea dan media Triple Sugar Iron
agar
e. Reagensia untuk uji biokimia yaitu reagen kovac’s, reagen Methyl red, reagen
Alphanaftol 5% dan reagen KOH 40%
f. Media Mueller Hinton Agar (MHA)
g. Aquadest
4.6 Instrumen Penelitian
4.6.1 Instrumen yang digunakan pada pembuatan kombucha tea
a. Kompor gas
b. Panci stainless stell
c. Toples kaca
d. Saringan teh
e. Kain penutup toples
f. Karet gelang
4.6.2 Instrumen yang digunakan pada pembuatan media
a. Kompor gas
b. Labu erlenmeyer
c. Batang pengaduk
d. Neraca digital
e. Beaker glass
f. Autoclave
g. Petridisk
h. Tabung reaksi kecil dan rak tabung
i. Sumbat kapas
4.6.3 Instrumen yang digunakan pada penanaman bakteri
a. Pipet ukur
b. Mikropipet dan tip
c. Spectrofotometer
d. Tabung reaksi
e. Lampu spiritus
f. Petridisk steril
g. Sengkelit/ose
h. Jarum penanam
4.6.4 Instrumen yang digunakan pada uji biokimia dan uji daya hambat
a. Mikropipet dan tip
b. Paper disk
c. Pinset
d. Pipet tetes
e. Jangka sorong
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Alur penelitian:
Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.7.2 Pembuatan kombucha tea (Hidayat et al., 2006 dan Naland, 2008)
a. Direbus satu liter air hingga mendidih dalam wadah stainless steel, kemudian
dituangkan 4-8 sendok teh hitam (sekitar 20 gram) atau empat sachet teh
hitam celup ke dalamnya. Dibiarkan sekitar 15 menit hingga teh larut.
b. Disaring teh dengan penyaring kain atau yang terbuat dari Stainless steel
Pembiakan Escherichia coli pada media MHA
Kelompok 1 Kelompok 4
Kontrol tanpa penambahan
kombucha tea
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 10
hari
Pengamatan adanya diameter zona hambat
Analisis data
Kelompok 2
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 6
hari
Kelompok 3
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 14
hari
Kelompok 5
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 18
hari
c. Ditambahkan gula sekitar 70-100 gram (4-5 sendok makan) dan aduk sampai
larut.
d. Dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari kaca atau stainless steel yang
bersih.
e. Setelah teh dingin (25-27°C), ditambahkan Starter Kombucha yang berbentuk
padat dan cairan induk yang berasal dari fermentasi sebelumnya sebanyak
10%.
f. Ditutup bagian atas wadah dengan kain bersih yang diikat dengan karet gelang
untuk memberikan oksigen dalam jumlah kecil (mikroaerofilik)
g. Diinkubasi selama 6 hari (perlakuan 1), 10 hari (perlakuan 2), 14 hari
(perlakuan 3), dan 18 hari (perlakuan 4) dalam suhu ruangan. Suhu optimal
adalah 23-27°C, terhindar dari sinar matahari serta bebas goncangan/getaran
h. Setelah fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi. Masukkan dalam botol
yang bersih dan steril. Dapat disimpan dalam lemari es. Untuk menghindari
fermentasi lanjutan, kombucha tea dipanaskan terlebih dahulu sebelum
disimpan
4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL
a. Penanaman pada media selektif
Inokulasikan kultur murni bakteri Escherichia coli pada media Mac
Conkey Agar (MCA) dan Endo Methylen Blue Agar (EMB). Pada media
EMB akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kecil dan berkilau metalik
(Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993). Pada
media MCA akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kemerahan, berlendir
serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001).
b. Pengujian sifat biokimia
1) Indol
Siapkan media air pepton, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada air
pepton tersebut, inkubasi 37°C selama 24-48 jam. Teteskan reagen
kovac’s dan diamkan selama 1 menit. Reaksi positif ditandai dengan
adanya pembentukan cincin merah pada permukaan media (Suharto et al.,
2003).
2) Methyl red
Siapkan media MR-VP atau 5% pepton glukose, tanam 1 sengkelit koloni
bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
Teteskan 2 tetes larutan reagen Methyl red. Reaksi positif ditandai dengan
perubahan warna media menjadi merah (Suharto et al., 2003).
3) Voges proskouer
Siapkan media MR-VP, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media
tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. tambahkan 0,6 ml
larutan alphanaphtol 5% dan 0,2 ml larutan KOH 40%, campur. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media
(Suharto et al., 2003).
4) Cimon citrat
Siapkan media Cimon Citrat agar miring, tanam 1 sengkelit koloni
bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari hijau
menjadi biru (Suharto et al., 2003).
5) Motility
Siapkan media motility, tanam koloni bakteri pada media tersebut
menggunakan jarum penanam yang ditusukkan pada media dengan posisi
lurus. Escherichia coli akan tumbuh menyebar melewati baris inokulasi
(Koneman et al., 1997).
6) Urea
Siapkan media Christensen’s urea agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri
pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Reaksi
positif ditandai dengan adanya perubahan warna dari kuning menjadi
merah (Suharto et al., 2003)
7) Triple Sugar Iron
Siapkan media TSI agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media
tersebut dengan cara menggoreskan pada seluruh permukaan agar miring
dan terakhir tusukkan sampai ke dasar media. Inkubasi selama 24 jam
pada suhu 37°C. Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna
media pada bagian dasar dan lereng media serta amati adanya
pembentukan H2S serta gas pada media tersebut (Suharto et al., 2003).
Escherichia coli bereaksi A/A –H2S –gas.
d. Uji konfirmasi ESBL
1) Uji Skrining dengan metode Difusi
Menggunakan Ceftazidime 30 mcg sebagai indikator antibiotik. Bila
diameter zona diameter >=22 mm kemungkinan bakteri mampu
memproduksi ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011).
2) Uji konfirmasi
a) Metode Double Disk Synergy Test (DDST)
Disk augmentin (20µg amoxicillin + 10µg clavulanate) ditempatkan
pada MHA yang telah mengandung inokulum bakteri. Kemudian
tambahkan disk cefotoxime (30µg) dan ceftadizime (30µg)
ditempatkan 16 hingga 20 mm dari Disk augmentin (centre to centre),
kemudian inkubasi (37°C selama 24 jam). Bila terbentuk zona
cepalosporin disc menuju disc asam clavulanic dianggap sebagai
bakteri penghasil ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011).
b) Metode Phenotypic Disc Confirmatory Test (PDCT)
Disks ceftazidime (CA) 30 µg and ceftazidime-clavulanic acid (CAC)
20+10 µg atau cefotoxime (CE) 30 µg dan cefotoxime-clavulanic acid
(CEC) 20+10 µg ditempatkan pada media MHA yang telah
mengandung inokulum bakteri dengan jarak 30 mm antara satu dengan
yang lainnya. Peningkatan diameter zone (=5mm). Untuk CAC dengan
CA atau CEC dengan CE dianggap sebagai bakteri penghasil ESBL
(Thulasi and Amsaveni, 2011).
4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil
ESBL
a. Pembuatan cakram disk kombucha tea
Rendam paper disk pada kombucha tea selama 30 menit kemudian tiriskan
b. Pembuatan media Muller Hinton Agar
Komposisi:
Beef, infusion form 300 mg
Bacto-casamino Acids, Technical 17,5 g
Starch 1,5 g
Bacto-agar 17 gr
1) Sebanyak 38 gram bubuk media MHA dilarutkan dalam 1000 ml
aquadest
2) Larutan dipanaskan sampai bubuk benar-benar larut dalam sebuah labu
erlenmeyer
3) Setelah larut, mulut labu erlenmeyer ditutup dengan sumbat kapas dan
dibungkus dengan kertas
4) Sterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dengan
suhu 121°C (Dewi, 2010)
c. Inokulasi bakteri Escherichia coli
1) Media MHA yang sudah disterilkan dalam autoklaf didinginkan,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril masing-masing
sebanyak 20 ml (Noor dan Poeloengan, 2008). Biarkan media menjadi
padat.
2) Isolat murni bakteri Escherichia coli diambil menggunakan ose,
encerkan dalam 10 ml aquadest steril
3) Campur menggunakan vortex, sesuaikan dengan standar kekeruhan 0,5
Mc Farland
4) Dengan swab kapas steril ambil suspensi bakteri. Kelebihan cairan
pada swab ditiriskan dengan cara swab diputar pada dinding tabung
diatas permukaan suspensi.
5) Oleskan swab kapas pada permukaan media MHA, ulangi dengan tiga
arah yang berlawanan, olesan terakhir dioleskan pada tepi media
6) Biarkan 3-5 menit supaya permukaan media MHA kering
7) Letakkan cakram disk yang mengandung kombucha tea pada media
MHA
8) Balik/telungkupkan posisi media dan inkubasi selama 16-18 jam pada
suhu 37°C, kemudian amati dan ukur diameter zona yang terbentuk
dalam satuan milimeter.
4.8 Analisis Data
Data diolah dengan program SPSS Version 16 for windows. Data yang
diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santoso, 2010):
a. Analisis Deskriptif.
Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan
sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui
karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program
SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal
tidaknya distribusi data.
b. Uji Normalitas
Distribusi data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro-Wilk dengan
tingkat kemaknaan 5%. Data berdistribusi normal bila nilai p dari uji
normalitas >α
c. Uji Homogenitas.
Data diuji homogenitasnya dengan uji homogenity of variance test dengan
Levene’s Test (Uji F) dengan tingkat kemaknaan 5%. Data homogen bila nilai
p >α dan data heterogen bila nilai p ≤ α
d. Uji komparasi.
Karena data berdistribusi normal dan bersifat homogen maka analisis
komparatif data antar kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova. Bila
hasil berbeda bermakna (p<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji Least
Significant Difference (LSD) pada tingkat kepercayaan 95% (Santoso, 2006).
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL)
Penelitian ini menggunakan bakteri Escherichia coli penghasil Extended
Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Isolat bakteri diperoleh dari instalasi
laboratorium mikrobiologi klinik RSUP Sanglah Denpasar. Sebelum digunakan,
isolat bakteri dikonfirmasi dengan penanaman pada media selektive yaitu media Mac
Conkey Agar (MCA) dan Eosin Methylen Blue (EMB). Selain itu dilakukan juga uji
konfirmasi dengan uji biokimia yaitu indol, methyl red, voges proskouwer, cimon
citrat, motility dan TSI. Hasil uji menunjukkan isolat bakteri adalah bakteri
Escherichia coli. Setelah itu dilakukan uji konfirmasi apakah bakteri Escherichia coli
tersebut tergolong penghasil ESBL dengan metode Double Disk Synergy Test
(DDST) menggunakan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX
30), Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), dan Cefepime (FEP 30). Hasil uji
menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan
dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
isolat Escherichia coli tersebut tergolong ESBL.
Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli
Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
Uji Hasil Penanaman pada media selective Mac Conkey Agar Tumbuh koloni bulat, berwarna kemerahan, berlendir
serta bagian tengah koloni berwarna gelap Endo Methylen Blue Agar
Tumbuh koloni bulat, kecil, berwarna hijau kehitaman dan berkilau metalik (keemasan)
Uji biokimia Indol Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya senyawa merah
terang pada permukaan media Methyl red Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya perubahan
warna media menjadi merah setelah penambahan larutan indikator methyl red
Voges proskouwer Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna setelah penambahan reagen Barritt’s
Cimon citrat Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna indikator pH dari hijau menjadi biru
Motility Hasil uji positif (+) ditunjukkan dengan terbentuknya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati garis inokulasi.
Triple Sugar Iron (TSI) agar
Hasil uji A/A yang ditandai dengan perubahan warna indikator media dari merah muda menjadi kuning pada dasar maupun lereng media. Tidak tampak adanya sulfur maupun gas.
Uji konfirmasi golongan ESBL Double Disk Synergy Test
Hasil uji menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu.
5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli Penghasil
Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
5.2.1 Analisis deskriptif
Untuk menguji daya hambat kombucha tea terhadap Escherichia coli
penghasil ESBL secara invitro, dalam penelitian ini digunakan sebanyak 5 (lima)
kelompok, yaitu kelompok P0 (kontrol), kelompok P1 (kombucha tea fermentasi 6
hari), kelompok P2 (kombucha tea fermentasi 10 hari), kelompok P3 (kombucha tea
fermentasi 14 hari), dan kelompok P4 (kombucha tea fermentasi 18 hari). Masing-
masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji daya hambat
kombucha tea terhadap Escherichia coli penghasil ESBL secara invitro berupa
terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang mengandung kombucha tea.
Diameter zona hambat tersebut diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili
meter (mm). Pada kelompok kontrol tidak terbentuk zona hambat, namun pada
penelitian ini diameter zona hambat kelompok kontrol ditentukan sesuai dengan
diameter disk yang digunakan. Diameter zona hambat pada masing-masing
perlakuan disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea
terhadap Escherichia coli Penghasil ESBL
Diameter Zona Hambat dalam Satuan Mili Meter (mm)
Kontrol P1 P2 P3 P4
4.5 6 7.5 7.5 7.5
4 6.5 7.8 7.5 7.5
5 6.5 7.8 8 8.3
4.5 6.5 8 8.3 8
4.8 6.8 8 7.3 8
4.5 6.5 8.3 8.5 8
Hasil yang terbentuk pada masing-masing perlakuan kemudian diuji secara
statistik dengan program SPSS for windows version 16,0. Pembahasan ini meliputi
uji normalitas, homogenitas data, dan uji efek perlakuan.
5.2.2 Uji normalitas data
Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli
penghasil ESBL sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji
normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data
berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok
Kelompok Perlakuan n p Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hari Kombucha tea fermentasi 10 hari Kombucha tea fermentasi 14 hari Kombucha tea fermentasi 18 hari
6 6 6 6 6
0,503* 0,052* 0,827*
0,408* 0,139*
* Berdistribusi normal
5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok
Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli
penghasil ESBL antar kelompok sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan
menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),
disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok
Kelompok Subjek F P Keterangan
Diameter zona hambat 1,792 0,162 Homogen
5.2.4 Analisis efek perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata diameter zona hambat
kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL antar kelompok
sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA
disajikan pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea
terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek N
Rerata diameter zona hambat
SB F p
Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hr Kombucha tea fermentasi 10 hr Kombucha tea fermentasi 14 hr Kombucha tea fermentasi 18 hr
6 6 6 6 6
4,55 6,47 7,90 7,85 7,88
0,34 0,26 0,27 0,49 0,32
108,21
0,001
Pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata diameter zona hambat kombucha
tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol adalah
4,550,34, kelompok fermentasi 6 hari adalah 6,470,26, rerata kelompok fermentasi
10 hari adalah 7,900,27, rerata kelompok fermentasi 14 hari adalah 7,850,49, dan
rerata kelompok fermentasi 18 hari adalah 7,880,32. Analisis kemaknaan dengan uji
One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 108,21 dan nilai p = 0,001. Hal ini
berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri
Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol dan keempat kelompok
perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05).
Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut
dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.6
di bawah ini.
Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea
terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Beda Rerata P Kontrol dan fermentasi 6 hari Kontrol dan fermentasi 10 hari Kontrol dan fermentasi 14 hari Kontrol dan fermentasi 18 hari Fermentasi 6 hari dan 10 hari Fermentasi 6 hari dan 14 hari Fermentasi 6 hari dan 18 hari Fermentasi 10 hari dan 14 hari Fermentasi 10 hari dan 18 hari Fermentasi 14 hari dan 18 hari
1,917 3,350 3,300 3,333 1,433 1,383 1,417 0,050 0,017 0,033
0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,805 0,934 0,869
*Berbeda bermakna
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas
mendapatkan hasil sebagai berikut.
1. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 6
hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok
fermentasi 6 hari).
2. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 10
hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok
fermentasi 10 hari).
3. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 14
hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok
fermentasi 14 hari).
4. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 18
hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok
fermentasi 18 hari).
5. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok
fermentasi 10 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada
rerata kelompok fermentasi 10 hari).
6. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok
fermentasi 14 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada
rerata kelompok fermentasi 14 hari).
7. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok
Fermentasi 18 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada
rerata kelompok fermentasi 18 hari).
8. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan
kelompok Fermentasi 14 hari.
9. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan
kelompok fermentasi 18 hari.
10. Rerata kelompok fermentasi 14 hari tidak berbeda bermakna dengan
kelompok fermentasi 18 hari
Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea
Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL
Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa kelompok kontrol menghasilkan
rerata yang paling rendah. Pada kelompok perlakuan dengan kombucha tea,
pemberian Kombucha tea dengan fermentasi 6 hari menghasilkan rerata diameter
zona hambat yang paling rendah, kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14
hari, dan 18 hari menghasilkan rerata zona hambat yang hampir sama. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli penghasil ESBL dari fermentasi hari ke 6 menuju fermentasi hari ke
10, 14, dan 18.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL)
Sebelum digunakan untuk penelitian, dilakukan uji konfirmasi terhadap isolat
bakteri untuk membuktikan isolat tersebut benar-benar bakteri Escherichia coli
penghasil ESBL. Uji yang dilakukan yaitu penanaman pada media selektive Mac
Conkey Agar dan Eosin Methylen Blue Agar. Pada Eosin Methylen Blue Agar (EMB
agar) menghasilkan koloni berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni
kecil dan berkilau metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm
(Fardiaz, 1993). Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir
serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Pada media MCA koloni
berwarna merah disebabkan karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi
merah (pH di bawah 6,8) akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et
al., 1997). Uji biokimia yang dilakukan adalah uji indol, methyl red, voges
proskouwer, cimon citrat, motility dan Triple Sugar Iron agar. Pada uji indol
memberikan hasil positif. Reaksi positif disebabkan karena bakteri mengandung
enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa triptophan menghasilkan indole,
pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk
kebutuhan nutrisi, sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media.
Adanya indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara
reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada permukaan
media (Harley-Prescott, 2002). Pada uji methyl red memberikan hasil positif. Reaksi
positif ditunjukkan dengan perubahan warna indikator pH methyl red membentuk
warna merah. Hal tersebut disebabkan karena terjadi perubahan pH sebagai hasil dari
produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic (Harley-Prescott,
2002). Pada uji voges proskouwer memberikan hasil negatif karena bakteri tidak
memfermentasi glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Bila bakteri bereaksi positif maka
dengan penambahan KOH 40% dan larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut
(Barritt’s reagen) akan terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam
sintesis 2,3 butanediol dengan terbentuknya warna merah (Harley-Prescott, 2002).
Pada uji cimon citrat bakteri bereaksi negatif karena bakteri tidak menggunakan citrat
sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan energinya. Pada reaksi positif
citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Ketika bakteri mengoksidasi sitrat,
akan terbentuk CO2 yang bergabung dengan natrium dan air membentuk natrium
karbonat yang bersifat alkali sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna
menjadi biru (Harley-Prescott, 2002). Namun karena bakteri yang digunakan bereaksi
negatif pada uji ini sehingga warna indikator pH pada media tetap hijau. Pada uji
motility bakteri yang digunakan bereaksi positif karena bakteri memiliki flagella
peritrik sebagai alat pergerakan. Tes motility dapat diamati secara makroskopik pada
media dengan adanya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati baris
inokulasi (Koneman et al., 1997). Pada uji Triple Sugar Iron (TSI) bakteri yang
digunakan memberikan hasil positif yang disebabkan karena bakteri mampu
memproduksi asam pada dasar maupun lereng tabung dan tidak memproduksi H2S
dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002). Media TSI mengandung tiga jenis
gula yaitu glukose, laktose dan sukrose. Digunakan untuk menguji kemampuan
bakteri dalam mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan
sulfida dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. Berdasarkan hasil uji
biokimia dan penanaman pada media selektive menunjukkan bakteri tersebut benar-
benar Escherichia coli.
Pada penelitian ini uji untuk membuktikan bahwa bakteri Escherichia coli
tersebut tergolong penghasil ESBL menggunakan metode Double Disk Synergy Test
(DDST) dengan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX 30),
Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), Cefepime (FEP 30). Hasil uji
menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan
dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
bakteri pada isolat tersebut terbukti bakteri Escherichia coli yang tergolong ESBL,
dengan demikian isolat bakteri tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil
Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan
ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat (Naland, 2008). Kultur kombucha
mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang berperan dalam
pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya Saccharomyces
cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus varietas (Naland,
2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, dan Z.
rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah Acetobacter xylium,
Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia fermentans, Torula varietas
(Naland, 2008), A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces
bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006).
Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp yang bersimbiosis
dalam starter kombucha merupakan probiotik yang dapat dimanfaatkan dalam
persiapan sediaan farmasi maupun industri makanan. Genus Saccharomyces memiliki
16 species, diantaranya Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces boulardii yang
mengandung agen biotherapeutic sehingga mampu mencegah dan menanggulangi
diare dan kolitis pada manusia (Surawicz et al., 1989) selain itu dapat memproduksi
polyamines yang mampu memperbaiki selaput lendir, meningkatkan aktivitas rantai
asam pendek dan enzim disakarida (laktase, maltase, sucrase). Polyamines
merangsang perbaikan sel usus dan pertumbuhan kolon mukosa (Dixit et al., 2006).
Saccharomyces sp mampu menghasilkan vitamin B, tahan hidup pada saluran cerna
serta umumnya tahan terhadap antibiotika, dan dapat membantu membangun kembali
fungsi usus normal setelah lama mendapatkan terapi antibiotik (MacFarland et al.,
1994).
Banyak dari organisme probiotik dapat menghasilkan zat-zat antimikrobial
sehingga mampu bersaing dan membentuk kolonisasi. Zat-zat antimikrobial
diproduksi dan dikeluarkan oleh probiotik dari saluran pencernaan dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan patogen (Rolfe, 1991). Secara umum, sebagian besar
bakteri menghasilkan agen-agen yang membunuh atau menghambat bakteri lain
(Iglewski and Gerhardt, 1978). Beberapa produk penghambatan yang diproduksi oleh
bakteri probiotik diantaranya rantai pendek volatil lemak (laktat, propionat, asam
butirat, dan asetat), hidrogen peroksida, dan diacetyl. Saccharomyces cerevisiae var.
boulardii pada tikus merangsang produksi IgA (Rodrigues et al., 1996).
Saccharomyces cerevisiae NCYC 1026 adalah dasar untuk BioMos. BioMos juga
telah dilaporkan memberikan karakteristik sistem imun. Terjadi peningkatan IgG
dalam serum dan IgA empedu dan usus buntu pada kalkun dan tikus yang diberikan
BioMos dibandingkan dengan kontrol (Kudoh et al., 1999). Selain itu, babi yang
makan BioMos memiliki peningkatan jumlah limfosit (Spring and Privulescu, 1998).
Kenaikan tingkat IgA mungkin dikaitkan dengan peningkatan laju bakteri clearance
melalui antibodi-mediated fagositosis.
Pemberian probiotik pada unggas memberikan keseimbangan bakteri usus dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat mendeteksi dan menghilangkan
patogen tertentu potensial dari saluran pencernaan. Probiotik juga menstabilkan
mukosa usus sehingga membuat patogen sulit menempati dan menyebabkan
kerusakan pada saluran pencernaan, sehingga menjaga terjadinya kontaminasi pada
daging olahan dan produk daging sehingga dapat diaplikasikan pada industri ternak
(Edens, 2003).
Acetobacter xylinum merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang,
bersifat aerobic obligat (Setyawati, 2007). Bakteri Acetobacter xilinum mengubah
gula menjadi selulosa yang disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika
nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi
tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali (Hidayat et al.,
2006). Acetobacter xylinum sering disebut sebagai bakteri asam asetat, karena
kemampuannya untuk menghasilkan asam asetat pada produk akhir fermentasinya.
Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang aman digunakan sebagai
preservatif makanan. Pada kombucha tea juga terkandung asam-asam organik seperti
asam asetat dan asam laktat. Asam asetat dan asam laktat ini telah terbukti memiliki
daya antibakteri melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Andriani et al (2007)
yang berjudul “Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri
Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam”.
Kombucha tea yang dihasilkan oleh Saccharomyces sp dan bakteri
Acetobacter sp merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik
karena mengandung asam-asam organik yaitu asam glukoronat, asam laktat, asam
asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat
efektif untuk menghancurkan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur
(Frank, 1995). Asam organik seperti asam suksinat dan asam glukonat yang
diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat seiring dengan waktu. Asam
organik ini terbukti sebagai peran utama penghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Talawat et al., 2006). Lama fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti
mikroba atau dengan kata lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka
daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar.
Aktivitas anti mikroba Kombucha dikaitkan dengan kandungan asam asetat.
Konsentrasi asam asetat yang biasa dikonsumsi dalam kombucha adalah 10 g/l (1%)
(Steinkraus, 1996). Asam glukonat juga terkandung pada kombucha tea dalam jumlah
besar, sekitar 20 g/l (Petro, 1996). Menurut Levine dan Fellers, asam asetat dapat
menghambat dan menghancurkan mikroorganisme bila digunakan dalam jumlah
cukup tinggi, namun, pada konsentrasi asam asetat yang rendah yaitu 1 g/l (0.1%),
dapat menghambat bakteri patogen yang membentuk spora (Adams, 1985). Yokihiko
dan Watanabe (1989) menemukan bahwa spora Clostridium botulinum mati ketika
diinokulasi ke dalam kombucha tea. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kandungan
polifenol khususnya catechin pada teh.
Kemampuan kombucha tea untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) berasal dari
kandungan asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi. Dalam suasana
aerob akan diproduksi asam asetat melalui dua tahap. Tahap pertama adalah produksi
etanol dari sumber karbohidrat seperti glukosa. Tahap ini dilakukan oleh yeast
Saccharomyces sp. Tahap kedua adalah oksidasi etanol menjadi asam asetat yang
dilakukan oleh bakteri Acetobacter. Selanjutnya pH larutan akan menjadi rendah
sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur lainnya.
Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol
dan CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan
teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh
bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari
sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh
Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh
ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al.,
2006). Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya
(Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga
koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan
(Talawat et al., 2006).
Davis dan Stout (1971), berpendapat bahwa ketentuan daya antibakteri adalah
sebagai berikut: daerah hambatan ≥ 20 mm kategorinya: sangat kuat, daerah
hambatan 10-20 mm kategorinya: kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategorinya:
sedang, dan daerah hambatan ≤ 5 mm kategorinya: lemah. Berdasarkan hasil uji daya
hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum
Beta Lactamases (ESBL), rerata zona hambat yang dihasilkan pada kelompok
perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari (P1) adalah
6,47 mm. Rerata zona hambat pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea
dengan lama fermentasi 10 hari (P2) adalah 7,90 mm. Rerata zona hambat pada
kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 14 hari
(P3) adalah 7,85 mm, dan rerata zona hambat pada kelompok perlakuan
menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 18 hari (P4) adalah 7,88 mm.
Rerata daya hambat yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan berkisar antara
5-10 mm. Kategori kualitas daya hambat yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
dikemukakan oleh Davis dan Stout tergolong ke dalam kategori sedang.
Kualitas daya hambat yang tergolong sedang ini disebabkan karena memang
bakteri Escherichia coli yang digunakan adalah bakteri yang multi resisten karena
termasuk penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Bakteri penghasil
ESBL mampu menghasilkan enzim beta lactamases dengan spektrum yang luas
sehingga dapat memberikan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotika golongan
beta laktam. ESBL memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam,
dan cephalosporins, namun juga dapat tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain
termasuk aminoglycosides, trimethoprim, sulfamethoxazole dan quinolones
(Serefhanoglu et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan zona hambat yang meningkat, yaitu
pada fermentasi selama 6 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 6,47 mm, pada
fermentasi selama 10 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,90 mm, pada
fermentasi selama 14 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,85 mm, dan pada
fermentasi selama 18 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,88 mm. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara daya hambat
yang dihasilkan pada fermentasi 6 hari dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari, dan
18 hari. Namun daya hambat pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari, 14 hari,
dan 18 hari tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal tersebut dapat disebabkan
karena pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari kandungan gula yang terdapat
pada teh telah habis digunakan oleh bakteri maupun yeast yang terdapat pada starter
kombucha, sehingga kadar asam-asam organik yang dihasilkan maksimal pada
fermentasi selama 10 hari dan kadarnya tetap konstan walaupun fermentasi
dilanjutkan hingga 14 hari dan 18 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lama
fermentasi kombucha tea yang optimal adalah selama 10 hari. Hasil tersebut sesuai
dengan hasil penelitian oleh Surono (2011) yang telah meneliti optimasi konsentrasi
kopi dan gula dalam pembuatan minuman kombucha kopi (coffe robusta). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi yang optimal adalah selama 10 hari
yang menghasilkan total asam sebesar 0,41%, total gula sebesar 3,20%, kadar alkohol
sebesar 0,76% dan pH sebesar 3,38. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh
rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya
terhadap kadar asam laktat dan asam asetat pernah dilakukan. Waktu inkubasi yang
optimal untuk menghasilkan kadar tertinggi asam laktat (18,1129 mg/ml) dan asam
asetat (11,8329 mg/ml) pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan
inokulum kultur kombucha adalah selama 14 hari (Kumalasari, 2010). Optimasi
waktu fermentasi kombucha coffe juga pernah dilakukan oleh Rahayu, T dan Rahayu,
T (2007) dengan judul penelitian Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan
Kultur Kombucha (Kombucha Coffee). Penelitian tersebut dilakukan dengan metode
eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap 1 faktor yaitu waktu fermentasi (0,
6, 12, dan 18 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Kombucha
Coffee yang optimum adalah fermentasi 12 hari.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa daya hambat kombucha tea
terhadap Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
pada fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak berbeda secara bermakna.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kadar zat aktif yang dihasilkan pada
lama fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak memiliki perbedaan
secara bermakna. Untuk membuktikan hal tersebut dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai lama fermentasi kombucha tea terhadap kadar zat aktif yang
terkandung. Berdasarkan penelitian ini telah diketahui bahwa fermentasi kombucha
tea selama 10 hari telah memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan hasil
fermentasi kombucha tea selama 14 hari dan 18 hari. Dengan demikian untuk
pembuatan kombucha tea cukup dilakukan dengan lama fermentasi 10 hari.
Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp sebagai
mikroorganisme probiotik yang terkandung pada starter kombucha sangat
memungkinkan ditemukan pada teh yang telah difermentasikan. Mikroorganisme
probiotik tersebut dapat mengalami proses adhesi di mukosa usus yang dapat
meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen di usus termasuk
Escherichia coli penghasil ESBL. Untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut secara in vivo pada binatang percobaan yang diberikan
kombucha tea apakah terdapat adhesi Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri
Acetobacter sp pada mukosa ususnya, yang mana dengan daya adhesi tersebut dapat
meningkatkan daya hambat terhadap bakteri patogen di usus.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji daya hambat kombucha tea terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases
(ESBL) dan pembahasan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro.
2. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro.
3. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro.
4. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta
Lactamases (ESBL) secara in vitro.
5. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat
tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 14 hari
6. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat
tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 10 hari
7. Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat
berbeda bermakna dibandingkan waktu fermentasi 6 hari, yaitu daya hambat
yang dihasilkan pada fermentasi 10 hari lebih besar dibandingkan fermentasi 6
hari.
8. Daya hambat yang dihasilkan pada waktu fermentasi 10 hari, 14 hari, dan 18 hari
tidak berbeda bermakna, sehingga fermentasi kombucha tea cukup dilakukan
selama 10 hari.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar optimal dan
mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil
Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya hambat kombucha
tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum
Beta Lactamases (ESBL) secara invivo pada binatang percobaan dan selanjutnya
dilanjutkan dengan penelitian secara klinis pada orang sakit.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efek kombucha tea
dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi
atau sebagai anti bakteri.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan inovasi maupun
formulasi yang tepat pada proses pembuatan kombucha tea agar hasil fermentasi
lebih optimal
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R. 1985. Microbiology of Fermented Foods, Vol. 1. B.J.B Wood (Ed.). New York, NY: Elsevier.
Al-Zahrani, A.J., and Akhtar, N. 2005. Susceptibility Patterns of Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)-Producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae Isolated in a Teaching Hospital. Departement of Microbiology, College of Medicine, King Faisal University, Dammam, Saudi Arabia. Pakistan J. Med. Res. Vol. 44, No 2.
Andriani, Darmono, and Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Andrianto, Y. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella aerogenes” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Anonim. 2000. Laboratory Methods for The Isolation, Identification and Characterization of Common Enteric Bacterial Pathogens. Laboratory Procedures. Enteric Diseases Program. US Naval Medical Research Unit #2. Jakarta Indonesia, p. 13-16
Anonim. 2003. Risk Profile for Enterohemorragic E. coli Including the Identification of the Commodities of Concern, Including Sprouts, Ground Beef and Pork. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Committee on Food Hygiene. Thirty-fifth Session. Codex Alimentarius Commission. Food and Agriculture Organization of the United Nations. World Health Organization. Orlando USA 27 January – 1 February 2003.
Anonim. 2009a. Escherichia coli (E. coli) Infections. Infectious Disease Epidemiology Section Office of Public Health, Luosiana Dept of Health & Hospitals. (Serial Online) Available at: www.infectiousdisease.louisiana.gov. Accessed Oct, 10 2011
Anonim. 2009b. Enterohemorrhagic Escherichia coli Infections. The Center for Food Security & Public Health. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Lowa State University
Benson. 2001. Microbiological Applications. Laboratory Manual in General Microbiology. Eight Edition. The MacGrow-Hill Companies
Bhattacharya, S., Manna, P., Gachhui, R., and Sil, P.C. 2011. Protective Effect of Kombucha Tea Againts Tertiary Butyl Hydroperoxide Induced Cytotoxicity and Cell Death in Murine Hepatocyes. Indian Journal of Experimental Biology. Vol. 49, July 2011, p.511-24.
Breed, R.S., Murray, E.G.D, Smith, N.R. and ninety four contributors. 1957 Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Seventh Edition. Baltimore The Williams & Wilkins Company.
Cavusoglu, K. and Guler, P. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Chromosomal Aberrations Induced by Gamma Radiation in Human Peripheral Lymphocyes in Vitro. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010, 31(5) 851-56.
Chaudhary, U., and Anggarwal, R. 2004. Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) an Emerging Threat to Clinical Therapeutics. Indian J Med Microbiol 2004; 22: 75-80.
Davis, W.W., and Stout, T.R. 1971. Disc Plate Methods of Microbiologycal Antibiotic Assay. Microbiology. 22: 659-65
Dewi, F.K. 2010. “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar” (Skripsi). Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Dixit, Kalpana and Gandhi, D.N. (2006) . Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods.Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods. (Serial Online). Available from: http:// www.dairyscience.info /index.php/probiotics/105-biotherapeutic-probioticyeast.html?showall =1& limitstart= . Accessed: 17 June, 2012.
Dufresne, C., and Farnworth, E. 2000. Tea, Kombucha Health: a review. Food Res Int vol. 336, p. 409-21.
Edens F.W., 2003. An alternative for antibiotic use in poultry: probiotics. North Caroline State University. (Serial Online) Available from: http://dx.doi.org/10.1590/S1516-635X2003000200001. Accessed June, 15 2012.
Elena, S.F., Whittam, T.S., Winkworth C.L., Riley M.A., and Lenski, R.E., 2005. Genomic Divergence of Escherichia coli strains: Evidence for Horizontal Transfer and Variation in Mutation Rates. International Microbiology 8:271-78.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Diterbitkan atas kerjasama dengan PAU-Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Citra Niaga. Rajawali Pers. Jakarta, p. 120-26
Federer, W. T. 1977. Experimental Design Theory And Application, Third Edition, Oxford and IBH Publishing C0, New Delhi Bombay Calcuta.
FKIP. 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 10 – 17
Forbes, B.A., Sahm, D.F., and Weissfeld, A.S. 2007. Bailey’s & Scott’s Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Ernest A. Trevino, MT (ASCP). Director of Operations Microbiology Specialists Incorporated. Houston, Texas.
Frank, G. W. 1995. Kombucha Healty Beverages and Natural Remedy From The Far East, Publishing W. Eenstaler Cosp Germany.
Frank, G.W. t.t. Sekilas Cara Membuat Minuman Kombucha Tea. Prosedure untuk membuat Kombucha. (Hendra Saputra, penterjemah). Available From: URL: http://www.kombu.de/anl-ind.htm. Accessed March, 26 2012
Frank, G.W. t.t. The Fascination of Kombucha. Available From: URL: http://kombucha.site88.net/index.php?p=1_4. Accessed Oct, 1 2011
Goh, W.N., Rosma, A., Kaur, B., Fazilah, A., Karim, A.A., and Bhat, R. 2012. Fermentation of Black Tea Broth (Kombucha): I. Effects of Sukrose Concentration and Fermentation Time on The Yield of Microbial Cellulose. International Food Research Journal 19 (1): 109-17 (2012).
Greenwalt, C.J., Ledford, R.A., and Steinkraus, K.H. t.t. Determination and Characterization of The Anti-Microbial Activity of The Fermented Tea Kombucha. Departement of Food Science Cornell University Ithaca, New York.
Hanafiah, K.A. 1991. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta
Hanani, S. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Harley-Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. Fifth Edition. The Mcgraw-Hill Companies.
Hidayat, N., Padaga, M.C., and Suharsini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi Yogyakarta, p. 105-09
Ibrahim, N.K. 2013. Possible Protective Effect of Kombucha Tea Ferment on Cadmium Chloride Induced Liver and Kidney Damage in Irradiated Rats. International Journal of Biological and Life Sciences 9:1 2003.
Iglewski W.J., and Gerhardt N.B. 1978. Identification of an antibiotic-producing bacterium from human intestinal tract and characterization of its antimicrobial product. Antimicrobial Agents and Chemotherapy13(1):81-89.
Jawetz, Melnick and Adelberg, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 234-40
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Sixth Edition. Aspen Publishers Inc. Gaithersburg Maryland.
Jayabalan, R., Malini, K., Sathishkumar, M., Swaminathan, K., and Yun, S.E. 2010. Biochemical Characteristic of Tea Fungus Produced During Kombucha Fermentation. Food Sci. Biotechnol. 19(3): 843-47.
Koneman, E.W., Allen, S.D., Janda, W.M., Schreckenberger, P.C., and Winn, W.C. 1997. Color Atlas And Textbook of Diagnostic Microbiology. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Company, p. 171-99
Kudoh K, Shimizu J, Ishiyama A, Wada M, Takita T, Kanke Y, and Innami S. 1999. Secretion and excretion of immunoglobulin A to cecum and feces differ with
type of indigestible saccharides. Journal of Nutritional Science and Vitaminology (Tokyo); 45(2):173-81.
Kumalasari, G.A. 2010. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya terhadap kadar asam laktat dan asam asetat. Available from URL: http://gita-acil20.blogspot.com/2010/12/coba.html. Accessed June, 9 2012
Lerner, K.L., and Lerner, B.W. 2003. World of Microbiology and Immunology. Volume 1. Gale and Design TM and Thompson Learning TM
Levine, A.S. and Feller, C.R. 1940. Action of Acetic Acid on Food Spoilage Microorganism. Journal of Bacteriology, 39, 499-515.
Luhulima D. and rejeki, I.G.A.A.P.S., t.t. Aspek Laboratorium Extended Spectrum Beta Lactamase. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Malbasa, R.V., Loncar, E.S., and Kolarov, L.A. 2006. Influence of Black Tea Concentrate on Kombucha Fermentation. Original Scientific Paper. UDC 663.88:663.951:66.014. Biblid: 1450-7188 (2006) 37, 137-43
Manickam, K., and Alfa, M. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase (ESBL) Producing Organism: What are they and how can we treat infections with these organism?. CMPT Connections “on-line” Volume 12 Number 1—Summer 2008. St. Boniface General Hospital, Winnipeg Manitoba
McFarland, L. V., Surawicz, C. M., Greenberg, R. N., Fekety, R., Elmer, G. W., and Moyer, K. A.. 1994. A randomized placebo controlled trial of Saccharomyces boulardii in combination with standard antibiotics for Clostridium difficile disease. Journal of the American Medical Association 271: 1913-8.
Moat, A.G., Foster, J.W., and Spector, M.P. t.t. Microbial Physiology. Fourth Edition. A John Wiley & Sons, Inc., Publication
Naland, H. 2008. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat. Agromedia Pustaka. Jakarta, p. 2-58.
Noor, S.M. and Poeloengan, M. 2008. Pola Kepekaan Enterobacter sakazaii terhadap Antibiotika. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Prosing. Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta 21 April 2008.
Nugroho, P.W. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) Terhadap Tricophyton rubrum” (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nurul, A. 2010. “Analisis Kondisi dan Potensi Lama Fermentasi Medium Kombucha (The, Kopi, Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan Bacillus cereus)” (Skripsi). Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pajariu, A. 2010. Infeksi Oleh Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Artikel Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Paterson, D. L., and Bonomo, R.A. 2005. Extended Spectrum Beta Lactamases: A Clinical Update. Clinical Microbiology Reviews. October 2005. Vol 18 no 4 657-86
Pauline, T., Dipti, P., Anju, B., Kaviwani,S., Sharma, S.K., Kian, A.K., Sarada, S.K., Sairam, M., Ilavazhagan, G., Devendra, K., and Selvamurthy, W. 2001. Studies on Toxicity, Anti stress and Hepato-protective Properties of Kombucha Tea. Biomed Environ Sci vol. 14, no 3, p. 271
Petro, B.A. 1996. The Book of Kombucha. Berkeley, CA: Ulysses Press.
Pitout, J.D.D. and Laupland, K.B. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase-Producing Enterobacteriaceae: An Emerging Public-Health Concern. Lancet Infect Dis 2008: 8: 159-66.
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. Copyright © 1983
Public Health Agency of Canada. 1998. Guidelines on Susceptibility Testing of Antibiotic Resistant Enterobacteriaceae Due to Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBLs). Canadian External Quality Assesment Advisory Group for Antibiotic Resistance. ISBN 0-662-02429-X.
Rahayu , T. and Rahayu, T. 2007 Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha coffee). Sains dan Teknologi, 8 (1). pp. 15-27. ISSN 1411-5174. Available from URL: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/401. Accessed March, 15 2012
Rahayu, T and Rahayu, T. t.t. Uji Antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan Tricophyton mentagrophytes. Jurusan Pendidikan Biologi
Rodrigues, A.C.P., Nardi, R.M., Bambirra, E.A., Vieira, E.C., and Nicoli, J.R. 1996. Effects of Saccharomyces boulardii against experimental oral infection with Salmonella typhimurium and Shigella flexneri in conventional and guotobiotic mice. J. Appl. Bacteriol., 81 : 251-56.
Rofiq, M.N. 2002. Pengaruh Inhibisi Teh Fermentasi Kombucha terhadap Bakteri Salmonella pullorum Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, (Agustus 2002), hal. 186-189 Humas-BPPT/ANY. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=302
Rolfe, R.D. 1991. Population dynamics of the Intestinal Tract. In: Blankenship LC, editor. Colonization Control of Human Bacterial Enteropathogens in Poultry. Academic Press, Inc. San Diego, CA USA. P.59-75
Rupp, M.E., and Fey, P.D. 2003. Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)- Producing Enterobacteriaceae Considerations for Diagnosis, Prevention and Drug Treatment. Departement of Internal Medicine, University of Nebraska Medical Center, Omaha, Nebraska, USA. Adis International Limited. All Rights Reserved.
Santoso, S. 2010. Statistik Non Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 82-90; 173-81.
Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 103-21
Serefhanoglu, K., Turan, H., Timurkaynak, F.E., and Arsian, H. 2009. Bloodstream Infections Caused by ESBL-Producing E. coli and K. pneumonia: Risk n Factors for Multidrug-Resistance. Baskent University, Medical Faculty, Departement of Infectious Diseases and Clinical Microbiology, Ankara/Turkey. The Brazilian Journal of Infectious Diseases and Contexto Publishing. All Rights Reserved.
Setyawati, M.I. 2007. “Genetically Enginered Acetobacter xylinum: Bacterial Cellulose and Self Immobilized Cell System Production” (Thesis). National Taiwan University of Science and Technology Department of Chemical Engineering Thesis for the Master Degree.
Sousa, C.P.D. 2006. Escherichia coli as a Specialized Bacterial Patogen. Revista De Biologia E Ciencias Da Terra. ISSN 1519-5228. Volume 6-Numero 2-2° Semestre 2006.
Spring P, and Privulescu M. 1998. Mannanoligosaccharide: Its logical roles as a natural feed additive for piglets. In: Lyons TP, Jacques KA, editors. Biotechnology in the Feed Industry. Nottingham University Press, Nottingham, U. K 1998; p. 553-61.
Steinkraus, K.H. 1996. Tea Fungus/Kombucha. Handbook of Indigenous Fermented Food. Second Edition. New York, NY: Marcel Dekker Inc., p. 493-96.
Suhartatik, N., and Kurniawati, L. 2008. Aktivitas Antioksidan Kombucha dari Teh Celup dan The Racik Selama Fermentasi. Eksplorasi Vol. XX No 1 Tahun 2008.
Suharto, Loho, T., Parwati, I., Sukarmo, Sudiro, W.D., Yuniono, U., Gartinah, T., Haridawati, Sunarto, Maryati, J., Rimaya, G., Wulan, A.E., Suprapti, Senjaya, R.S.T., Lindiwati, A.K., Deliati, Hanari, and Soebandrio, A. 2003. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan, p. 148-60
Sulistyawan, H. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) terhadap C. albicans” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan/Program : Pendidikan/Biologi Universitas Muhammadiyah
Surawicz, C.M., Elmer, G.W., Speelman, P., McFarland, L.V., Chinn, S., and Van., G. 1989. Prevention of antibiotic associated diarrhea by Saccharomyces boulardii : A perspective study. Gastroenterology, 96 : 981-88.
Surono. 2011. “Optimasi Konsentrasi Kopi dan Gula dalam Pembuatan Minuman Kombucha Kopi (coffe robusta)” (Skripsi). (Serial Online) Available from URL: elibrary.ub.ac.id/.../optimasi-konsentrasi-kopi-dan-gula. Accessed June, 9 2012.
Talawat, S., Ahantharik, P., Laohawiwattanakul, S., Premsuk, A., and Ratanapo, S. 2006. Efficacy of Fermented Teas in Antibacterial Activity. Departement of Biochemistry. Faculty of Science, Kasetsart University, Bangkok 10900, Thailand. Kasetsart J. (Nat. Sci) 40: 925-33.
Tamayo et al, 2007. Activity of Ertapenem and Other Antimicrobials Against ESBL-Producing Enterobacteria Isolated From Urine in Patients from Madrid. Rev Esp Quimioterap, Septiembre 2007; Vol 20 (No 3) 334-38. Prous Science, S.A. Sociedad Espanola de Quimioterapia.
Thulasi, G and Amsaveni, V. 2011. Antibacterial Activity of Cassia auriculata Against ESBL Producing E. coli from UTI Patients. International Journal of Microbiological Research 2 (3): 267-272, 2011. ISSN 2079-93. IDOSI Publications, 2011
Wahjono, H. 2007. “Peran Mikrobiologi Klinik Pada Penanganan Penyakit Infeksi” (Pidato Pengukuhan). Diucapkan Pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Semarang, 28 Juli 2007. Available from: eprints.undip.ac.id/320/1/Hendro_Wahjono.pdf. Accessed Oct, 10 2011
Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji, A.A., and Setiadi, A.R. 1991. Farmakodinami dan Terapi Anti Biotik. Gadjah Mada University Press, p. 66-119
Wijayantie, E.D. 2009. “Isolasi Dan Uji Aktivitas Antimikrobia Dari Isolat Streptomyces terhadap Escherichia coli dan Uji Bioautografi” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.
Wikler, M.A., Bush, K., Cockerill, F.R., Dudley, M.N., Eliopoupos, G.M., Hardy, D.J., Hecht, D.W., Hindler, J.F., Patel, J.B., Powell, M., Turnidge, J.D., Weinstein, M.P., and Zimmer, H.L. 2008. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing: Eighteenth Informational Supplement. Clinical and Laboratory Standards Institute (Formerly NCCLS). Volume 28 Number 1. M100-S18. ISBN 1-56238-653-0. ISSN 0273-3099.
Yapar, K., Cavusoglu, K., Oruc, E., and Yalcin, E. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Phenol Induced Cytotoxicity in Albino Mice. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010. 31(5) 615-21
Yokihiko, H. and Watanabe, M. 1989. Antibacterial Activity of Tea Polyphenols Against Clostridium botulinum. Journal Japanese Society of Food Science and Technology, 36 (12), 951-55
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 2. Output Hasil Uji Statistik
a. Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statisti
c df Sig. Statistic Df Sig.
zona_hambat_E_coli
kontrol .275 6 .176 .920 6 .503 fermentasi 6 hari .385 6 .006 .794 6 .052
fermentasi 10 hari .188 6 .200* .961 6 .827
fermentasi 14 hari .263 6 .200* .906 6 .408
fermentasi 18 hari .309 6 .075 .843 6 .139
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances zona_hambat_E_coli Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.792 4 25 .162
c. Uji One Way Anova
Descriptives zona_hambat_E_coli
N Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
kontrol 6 4.5500 .33912 .13844 4.1941 4.9059 4.00 5.00 fermentasi 6 hari 6 6.4667 .25820 .10541 6.1957 6.7376 6.00 6.80
fermentasi 10 hari 6 7.9000 .26833 .10954 7.6184 8.1816 7.50 8.30
fermentasi 14 hari 6 7.8500 .48888 .19958 7.3370 8.3630 7.30 8.50
fermentasi 18 hari 6 7.8833 .31885 .13017 7.5487 8.2179 7.50 8.30
Total 30 6.9300 1.36991 .25011 6.4185 7.4415 4.00 8.50
ANOVA zona_hambat_E_coli
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 51.451 4 12.863 108.212 .000 Within Groups 2.972 25 .119 Total 54.423 29
d. Uji Post Hoc
zona_hambat_E_coli LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
kontrol fermentasi 6 hari -1.91667* .19905 .000 -2.3266 -1.5067 fermentasi 10 hari -3.35000* .19905 .000 -3.7600 -2.9400 fermentasi 14 hari -3.30000* .19905 .000 -3.7100 -2.8900 fermentasi 18 hari -3.33333* .19905 .000 -3.7433 -2.9234
fermentasi 6 hari
Kontrol 1.91667* .19905 .000 1.5067 2.3266 fermentasi 10 hari -1.43333* .19905 .000 -1.8433 -1.0234 fermentasi 14 hari -1.38333* .19905 .000 -1.7933 -.9734 fermentasi 18 hari -1.41667* .19905 .000 -1.8266 -1.0067
fermentasi 10 hari
Kontrol 3.35000* .19905 .000 2.9400 3.7600 fermentasi 6 hari 1.43333* .19905 .000 1.0234 1.8433 fermentasi 14 hari .05000 .19905 .804 -.3600 .4600 fermentasi 18 hari .01667 .19905 .934 -.3933 .4266
fermentasi 14 hari
Kontrol 3.30000* .19905 .000 2.8900 3.7100 fermentasi 6 hari 1.38333* .19905 .000 .9734 1.7933 fermentasi 10 hari -.05000 .19905 .804 -.4600 .3600 fermentasi 18 hari -.03333 .19905 .868 -.4433 .3766
fermentasi 18 hari
Kontrol 3.33333* .19905 .000 2.9234 3.7433 fermentasi 6 hari 1.41667* .19905 .000 1.0067 1.8266 fermentasi 10 hari -.01667 .19905 .934 -.4266 .3933 fermentasi 14 hari .03333 .19905 .868 -.3766 .4433
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 3. Dokumentasi
a. Proses pembuatan kombucha tea
b. Hasil Uji Konfirmasi Escherichia coli Penghasil ESBL
Koloni Pada Media MCA Koloni Pada Media EMB
Hasil Uji Indol Hasil Uji Methyl Red (Kanan)
Hasil Uji voges proskouwer Hasil Uji Simon Citrat
Hasil Uji Motility Hasil Uji Triple Sugar Iron (TSI)
Hasil Uji Double Disk Synergy Test
c. Hasil Uji Daya Hambat kombucha tea terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)