newletter: pertemuan manajemen faktor risiko kesehatan ... · pdf filerpjmn dan renstra...

4
rumah sehat 61,29%, TTU yang memenuhi syarat 63,80% dan cakupan TPM yang memenuhi syarat 50,90% AKI di Jawa Barat tahun 2002 sebesar 32,15 per 100.000 (BPS, 2002), AKB tahun 2008 di Jawa Barat sebesar 38,1 per 1000 kelahiran hidup. Pelaksanaan kebijakan peningkatan upaya kesehatan lingkungan di Jawa Barat dirumuskan dan diarahkan untuk mencapai Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008- 2013 yaitu “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”. Upaya kesehatan lingkungan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009, tentang RPJMD tahun 2008-2013 merupakan bagian dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular. Sasarannya adalah terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan terutama di daerah lintas batas kab/ kota dan provinsi. Jawa Barat menghadapi tan- tangan yang cukup besar untuk mencapai target ter- sebut, oleh sebab itu perlu kerja keras. Untuk itu maka perlu dirumuskan beberapa indikator penyehatan lingkungan, diantaranya yang berkaitan dengan manajemen faktor risiko kesehatan lingkungan. Dasar Pemikiran: Kejadian penyakit mau- pun gangguan kesehatan pada manusia, tidak ter- lepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan inter- aktif antara manusia serta perilakunya dengan kompo- nen lingkungan yang mem- iliki potensi bahaya penya- kit, juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Sedangkan proses kejadian penyakit satu dengan yang lain masing-masing mempu- nyai karakteristik tersendiri. Dalam hal ini faktor ling- kungan memegang peranan sangat penting. Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi ku- man yang tinggal di tubuh host kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Un- tuk mengurangi masalah kesehatan akibat penyakit- penyakit lingkungan adalah dengan merencanakan dan melaksanakan suatu mana- jemen penyakit yang ber- basis wilayah (Depkes RI, 2002). Manajemen penyakit mestinya tidak hanya dil- akukan pada manusia atau sejumlah penduduk yang mengalami sesuatu penya- kit. Manajemen demikian tidak akan menyelesaikan problem penyakit yang ber- sangkutan, karena hanya berupa pendekatan kuratif, yaitu penanganan pada tingkat hilir. Seharusnya dalam penanganan sesuatu penyakit, baik penyakit menular maupun tidak men- ular, manajemen penyakit yang paling tepat diterap- kan adalah manajemen fac- tor risikokesehatan ling- kungan. Mengingat faktor- faktor lingkungan sangat dominan dalam proses ke- jadian suatu penyakit, maka manajemen berbasis ling- kungan harus dilibatkan dalam upaya-upaya pencegahan maupun pen- gendaliannya. Manajemen berbasis lingkungan untuk penanggulangan penyakit, dimulai dari tingkat hulu menuju hilir. Perhatian uta- ma pada faktor penyebab, media transmisi, dengan memperhatikan faktor penduduk sebagai objek yang terjangkit atau terpa- jan, sebelum melakukan pe- nanganan pada manusia yang menderita penyakit Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar di Jawa Barat belum memenuhi target yang diharapkan. Cakupan Air Bersih yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2010 sebesar 72,28%, Jamban Keluarga yang memenuhi syarat kesehatan 52,16%, cakupan Bandung, 16 Februari 2011 Volume 1, Issue 1 Visi Jawa Barat: Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera Newletter: Pertemuan Manajemen Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan Indikator Penyehatan Lingkungan Dalam RPJMN dan Renstra 2010—2014: 1. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas 2. Persentase kualitas air mi- num yang memenuhi syarat 3. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat 4. Persentase Kab/Kota/ Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/ Kawasan sehat 5. Persentase Penduduk Stop Buang Air Besat Semba- rangan (BABS) 6. Persentase Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat peru- bahan iklim 7. Persentase cakupan tempat- tempat umum yang memen- uhi syarat kesehatan 8. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan 9. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyeleng- garaan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) sebe- sar 100% Kab/Kota 10. Persentase cakupan tempat pengolahan Makanan yang memenuhi syarat kesehatan 11. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyeleng- garaan kota sehat yang sesuai standar sebesar 50%

Upload: lyliem

Post on 01-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

rumah sehat 61,29%, TTU yang memenuhi syarat 63,80% dan cakupan TPM yang memenuhi syarat 50,90% AKI di Jawa Barat tahun 2002 sebesar 32,15 per 100.000 (BPS, 2002), AKB tahun 2008 di Jawa Barat sebesar 38,1 per 1000 kelahiran hidup. Pelaksanaan kebijakan p e n i n g k a t a n u p a y a kesehatan lingkungan di Jawa Barat dirumuskan dan diarahkan untuk mencapai Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 yaitu “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”.

Upaya ke seha tan lingkungan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009, tentang RPJMD tahun 2008-2013 merupakan bagian dalam upaya p e n c e g a h a n d a n penanggulangan penyakit menular dan tidak menular. S a s a r a n n y a a d a l a h terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan terutama di daerah lintas batas kab/ kota dan provinsi. Jawa Barat menghadapi tan-tangan yang cukup besar untuk mencapai target ter-sebut, oleh sebab itu perlu kerja keras. Untuk itu maka perlu dirumuskan beberapa ind ikator penyehatan lingkungan, diantaranya yang berkaitan dengan manajemen faktor risiko kesehatan lingkungan.

Dasar Pemikiran: Kejadian penyakit mau-

pun gangguan kesehatan pada manusia, tidak ter-lepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan inter-aktif antara manusia serta perilakunya dengan kompo-nen lingkungan yang mem-iliki potensi bahaya penya-kit, juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Sedangkan proses kejadian penyakit satu dengan yang lain masing-masing mempu-nyai karakteristik tersendiri. Dalam hal ini faktor ling-kungan memegang peranan sangat penting. Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi ku-man yang tinggal di tubuh host kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih m e r u p a k a n m a s a l a h k e s e h a t a n t e r b e s a r masyarakat Indonesia. Un-tuk mengurangi masalah kesehatan akibat penyakit-penyakit lingkungan adalah dengan merencanakan dan melaksanakan suatu mana-jemen penyakit yang ber-basis wilayah (Depkes RI, 2002).

Manajemen penyakit mestinya tidak hanya dil-akukan pada manusia atau sejumlah penduduk yang

mengalami sesuatu penya-kit. Manajemen demikian tidak akan menyelesaikan problem penyakit yang ber-sangkutan, karena hanya berupa pendekatan kuratif, yaitu penanganan pada tingkat hilir. Seharusnya dalam penanganan sesuatu penyakit, baik penyakit menular maupun tidak men-ular, manajemen penyakit yang paling tepat diterap-kan adalah manajemen fac-tor risikokesehatan ling-kungan. Mengingat faktor-faktor lingkungan sangat dominan dalam proses ke-jadian suatu penyakit, maka manajemen berbasis ling-kungan harus dilibatkan d a l a m u p a y a - u p a y a pencegahan maupun pen-gendaliannya. Manajemen berbasis lingkungan untuk penanggulangan penyakit, dimulai dari tingkat hulu menuju hilir. Perhatian uta-ma pada faktor penyebab, media transmisi, dengan memperhat ikan faktor penduduk sebagai objek yang terjangkit atau terpa-jan, sebelum melakukan pe-nanganan pada manusia yang menderita penyakit

S a a t i n i a k s e s masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar di Jawa Barat belum memenuhi target yang diharapkan. Cakupan Air Bersih yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2010 sebesar 72,28%, Jamban Keluarga yang memenuhi syarat kesehatan 52,16%, cakupan

Bandung, 16 Februari 2011 Volume 1, Issue 1

Visi Jawa Barat: Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera

Newletter: Pertemuan Manajemen Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan

Indikator Penyehatan Lingkungan Dalam RPJMN dan Renstra 2010—2014: 1. Persentase penduduk yang

memiliki akses terhadap air minum berkualitas

2. Persentase kualitas air mi-num yang memenuhi syarat

3. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat

4. Persentase Kab/Kota/Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/Kawasan sehat

5. Persentase Penduduk Stop Buang Air Besat Semba-rangan (BABS)

6. Persentase Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat peru-bahan iklim

7. Persentase cakupan tempat-tempat umum yang memen-uhi syarat kesehatan

8. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan

9. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyeleng-garaan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) sebe-sar 100% Kab/Kota

10. Persentase cakupan tempat pengolahan Makanan yang memenuhi syarat kesehatan

11. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyeleng-garaan kota sehat yang sesuai standar sebesar 50%

Permasalahan

Berdasarkan la tar belakang di atas maka per-masalahan yang diambil adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh ling-

kungan terhadap tim-bulnya penyakit?

2. Bagaimana sistem mana-jemen factor r i s iko kesehatan lingkungan yang dilakukan dalam upaya untuk mengen-dalikan wabah?

3. Bagaimana penerapan manajemen factor risiko kesehatan lingkungan yang dilakukan dalam upaya untuk mengen-dalikan penyakit berbasis lingkungan ?

Kegiatan manajemen

factor risiko kesehatan ling-kungan di Jawa Barat mulai dikembangkan sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang, namun pelaksa-naan kegiatan ini belum ber-jalan secara maksimal. Kegiatan manajemen faktor risiko dilaksanakan di Klinik Sanitasi Puskesmas, Sanitari-an mengumpulkan data hasil konseling penyakit berbasis l i n g k u n g a n d e n g a n menggunakan instrument sesuai buku pedoman klinik sanitasi dari Depkes RI. Se-jak tahun 2009 telah dil-a k u k a n e n t r y d a t a menggunakan equsioner epidata, pengolahan data menggunakan SPSS dan Arcview. Dari sebayak 1017 puskesmas se Jawa Barat, yang melaksanakan manajemen factor risiko keseha tan l i ngkungan sebanyak 552 puskesmas atau 52,27%.

Tahun 2011 akan dil-

akukan evaluasi kegiatan-

manajemen factor risiko kesehatan l ingkungan, dengan harapan agar kegiatan ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan, dan dapat diaplikasikan dalam pengambilan kepu-tusan untuk melakukan tindak lanjut.

Manajemen Pen-yakit Berbasis Wilayah:

Manajemen penyakit ber-basis wilayah harus dil-akukan secara terpadu dan pelaksanaannya dilakukan mengacu kepada teori Sim-p u l , y a k n i a d a n y a keterpaduan antara pengen-dalian sumber penyakit, me-dia transmisi, dan pengen-da l ian fac to r re s i ko k e p e n d u d u k a n s e r t a penyembuhan kasus penyakit pada suatu wilayah komuni-t a s t e r t e n t u . Manajemen yang dapat dil-akukan berdasarkan teori Simpul dapat dijelaskan se-bagai berikut (Achmadi, 2008):

1. Manajemen Simpul 1 (Pengendalian pada sum-ber penyakit).

Pengendalian penyakit atau manajemen penyakit secara terpadu berbasis wilayah, dimulai dari pengendalian sumber penyakit. Pengen-dalian pada sumber penya-kit merupakan upaya pre-ventif promotif. Sumber pen-yakit menular dan penyakit tidak menular pada da-sarnya dapat dibedakan. Sumber penyakit menular yaitu penderita penyakit itu sendiri. Dengan melakukan pencarian kasus secara aktif dan menetapkan kasus

(melakukan diagnosis secara cepat dan tepat terhadap kasus) serta pengobatan hingga sembuh, maka sumber penularan dapat dieliminasi bahkan dihilangkan. Mana-jemen kasus penyakit menu-lar merupakan upaya pro-motif sekaligus preventif, karena mencegah agar tidak timbul penularan lebih lanjut dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan petugas lapangan untuk membantu mencari dan mengobati kasus dengan baik secara proaktif, misal-nya juru malaria desa dan juru kusta.

1. Sumber penyakit tidak menular yaitu sumber agent penyakit berupa bahan toksik, fisik seperti radiasi atau kebisingan. Misalnya, knalpot kendaraan bermotor secara terus-menerus menge-luarkan gas-gas toksik seper-ti Karbonmonoksida, SO2, NOx. Contoh lain yaitu cero-bong asap, titik buangan limbah industry, titik buangan limbah rumah tangga, asap rokok dan lain-lain. Untuk menghilangkan potensi baha-ya dari sumber tersebut maka beberapa teknik dapat ditempuh, misalnya dengan mengganti bahan bakar bensin menjadi bahan bakar gas. Memperbaiki proses mesin menjadi lebih efisien dan efektif, atau diberi alat penyaring bahan pencemar.

2. Manajemen Simpul 2 (Pengendalian pada me-dia penularan/ wahana transmisi).

Manajemen Simpul 2 dil-akukan jika manajemen Sim-pul 1 mengalami kegagalan. Manajemen simpul 2 dil-akukan dengan -

Pemetaan Wilayah

Komitmen mulai berubah

Transekwalk melihat BAB sem-barangan

FGD Alur masuk Tinja ke Tubuh Manusia

Tindak Lanjut oleh Masyarakat

mengendalikan agent pen-yakit melalui media trans-misi, misalnya saja:

Pengendaliann vektor. Pengendalian vektor merupakan salah satu cara mengendalikan pen-yakit yang ditularkan vektor penyakit, seperti nyamuk penular malaria, penular demam berdarah dan sebagainya.

Penyehatan makanan. Penyehatan pangan merupakan upaya untuk melakukan pencegahan penularan penyakit me-lalui pangan, misalnya sanitasi makanan, proses pengolahan yang memen-uhi standar kesehatan, penggunaan bahan-bahan yang tidak berpo-tensi bahaya penyakit (misalnya daging yang mengandung Bacillus an-thracis).

c. P e n y e h a t a n a i r . Penyehatan air identik dengan penyediaan air bersih bagi seluruh penduduk. Misalnya, air yang tercemar bakteri harus dimasak.

d. Pembersihan udara dalam ruangan. Penyehatan udara dapat dilakukan dengan cara penyediaan air filter di ruangan yang penuh dengan asap ro-kok. Untuk membersihkan polusi udara di perkotaan dengan cara menanam pephonan, memperban-yak air mancur, telaga dan lain sebagainya.

e. Pada manusia pembawa penyakit (misalnya pen-gobatan, atau contain-ment penderita). Se-dangkan penularan pen-

yakit melalui manusia selain pengobatan pada manusia itu sendiri, juga diminta menggunakan alat pelindung diri, seper-ti masker pada penderita penyakit TBC agar tidak menularkan pada orang lain.

3. Manajemen Simpul 3 (Pengendalian proses pa-janan/ kontak pada masyarakat).

Emisi sumber agent penyakit yang telah berada pada media transmisi (lingkungan) kemudian ber in teraks i dengan penduduk atau masyarakat setempat. Inten-sitas hubungan interaktif an-tara media t ransmis i ( l i n g k u n g a n ) d e n g a n masyarakat tergantung pola perilaku individu atau ke-lompoknya, misalnya per-ilaku menghindar, perilaku sselalu mengkonsumsi air yang telah dimasak, hobi, pekerjaan, dan sebagainya. A d a s e d e r e t u p a y a (termasuk upaya teknologi) untuk mencegah agar masyarakat tertentu tidak melakukan kontak dengan komponen yang memiliki po-t e n s i m e m b a h a y a k a n kesehatan. Upaya yang telah dikenal antara lain upaya p e r b a i k a n P H B S , penggunaan alat pelindung diri, imunisasi dan kekebalan alamiah ketika terjadi wabah demam berdarah.

4. Manajemen Simpul 4 (Pengobatan penderita sakit/ manajemen kasus)

Pengobatan terhadap pen-derita kasus tersebut dikenal sebagai manajemen kasus atau penderita penyakit. Agent penyakit yanng masuk ke tubuh seseorang akan

mengalami proses yang amat kompleks di dalam tubuh manusia tersebut. Tentu saja tubuh manusia dengan sistem pertahanannya tidak serta-merta menyerah begitu saja. Hal ini dikenal sebagai sis-tem pertahanan seluler. Untuk kasus penyakit lingkungan yang menular, mikroba yang masuk ke dalam tubuh manu-sia melalui berbagai media transmisi tentu akan ditahan dan dibunuh oleh sel-sel per-tahanan tubuh manusia. Sa-kit merupakan keadaan pa-tologis pada individu maupun sekelompok orang berupa kelainan fungsi maupun mor-fologi. Untuk memastikan kondisi seseorang dinyatakan sakit, bisa melalui pemerik-saan secara sederhana hing-ga pemeriksaan dengan alat teknologi tinggi. Kondisi gangguan penyakit merupa-kan kegagalan pengendalian faktor risiko pada simpul 1, 2, dan 3. Saat itulah diper-lukan manajemen kasus pen-derita dengan baik dan tuntas, terutama untuk kasus penyakit menular. Kasus pen-yakit menular memerlukan pengobatan yang baik untuk mencegah timbulnya penu-laran. Untuk penyakit yang tidak menular, upaya yang d i l a k u k a n d e n g a n menggunakan dukungan teknik diagnostik dan penen-tuan faktor risiko agar orang lain tidak menderita penyakit serupa.

Tujuan: Umum:

Memberikan informasi eval-uasi manajemen factor risiko kesehatan lingkungan dalam kegiatan klinik sanitasi

Volume 1, Issue 1

Kondisi Awal

Gerakan Sanitasi di Masyarakat

Ini Karya Ku

Monitoring Sendiri

Kepala Seksi Akreditasi Sarana Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

26 Kepa la Seks i Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kab./Kota se Jawa Barat

Anggaran: Biaya penyelenggaraan dibebankan pada DPA APBD Dinas Kesehatan Provinsi Ja-wa Barat Kegiatan Pening-katan Upaya Kesehatan Lingkungan Tahun 2011

Waktu & Tempat: Waktu:

Hari : Kamis

Tanggal : 24 Februari 2011

Pukul : 09.00 s/d selesai

Tempat:

Aula Bala i Pe lat ihan Kesehatan Prov. Jawa Barat

Jl. Pasteur No. 31 Bandung

Metode: Ceramah, Tanya-Jawab

Jadwal: Registrasi : 08.00-09.00 Pembukaan: 09.00-09.30

Pembukaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Paparan Narasumber: 09.30 - 10.30

Ceramah/Diskusi: Pengembangan Klinik Sanitasi dalam menunjang pencapaian Lingkungan Sehat di Indonesia, oleh

Khusus:

1. Pengembangan Klin-ikSanitasi dalam menun-jang pencapaian Ling-kungan Sehat di Indone-sia

2. Aplikasi manajemen fac-tor risiko kesehatan ling-kungan sebagai strategi manajemen penyakit ber-basis wilayah

3. Implementasi epidata dalam manajemen factor risiko kesehatan ling-kungan

4. Diketahuinya kendala dan hambatan kegiatan Klinik Sanitasi

Narasumber: 1. Direktur Penyehatan

Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI

2. Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia, Depok

3. Program Study Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Peserta: Jumlah Peserta 30 orang terdiri dari:

Kepala Seksi P3Matra,

Kepala Seksi Pencega-han Penyakit

Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar

Direktur Penyehatan Ling-kungan Kemkes RI 10.30 - 12.30 Ceramah/Diskusi: Aplikasi manajemen fac-tor risiko kesehatan ling-kungan sebagai strategi manajemen penyakit ber-basis wilayah, oleh Dr. dr Rahmadhi Purwana, SKM FKM—UI

Ishoma : 12.30—13.15 Paparan Narasumber: 13.15 -15.15

Ceramah/Diskusi: Implementasi epidata da-lam manajemen factor risiko kesehatan ling-kungan, oleh Defriman Djafri, SKM, MKM FK—Unand - Padang. 15.15 - 15.45 Ceramah/Diskusi: Evaluasi Manajemen Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan di Jawa Barat, oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Kesepakatan/Penutupan: 15.45 - 16.00

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT

P R O G R A M P E N I N G K A T A N U P A Y A K E S E H A T A N L I N G K U N G A N

Kebijakan Nasional AMPL: 1. Air Merupakan Benda

Sosial dan Benda Ekonomi Pilihan yang Diinforma-sikan sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

2. Pembangunan Berwawa-san Lingkungan

3. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

4. Kebe rp i hakan pada Masyarakat Miskin

5. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan

6. Akuntabilitas Proses Pem-bangunan

7. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator

8. Peran Aktif Masyarakat 9. Pelayanan Optimal dan

Tepat Sasaran 10. Penerapan Prinsip Pem-

ulihan

Kontak Person: Budi Satria : 08122459161 Elia Yulaeva: 081322283438 Kantor: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Jl. Pasteur No. 25 Bandung Telp/Fax: 022-4266665 Email [email protected]

5 Pilar Perubahan Perilaku dalam Sani-tasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) : MENGHENTIKAN PRAKTEK BU-

ANG AIR BESAR (BAB) DI TEMPAT TERBUKA

MENCUCI TANGAN PAKAI

SABUN

MENGELOLA PEMBUANGAN

SAMPAH

MENGATUR DAN MENYIMPAN

AIR DAN MAKANAN DENGAN CARA YANG AMAN

MENGELOLA AIR LIMBAH DO-

MESTIK SECARA AMAN