new tipe penggttnaan laban (fao, penggtmaan laban · 2012. 7. 31. · dengan manajemen dan...

18
·�· T e I a r s e s : a i c . g _. , - , 1 in y - . MenqetahuiJ . . -�.- .--·�-..__. Oleh: Bistok Hasiholan Simanjunta� PENDAHULUAN Kegiatan evaluasi lahan harus mempcrtimbangkan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan aspek manajemen dan teknologi dari suatu te pennaan ban AO, 1984). Te pentmaan ban PL) adalah suatu penunaan lahan spesiſtk yang berkaitan dengan input diperlukan dan output yang diharapkan (Rossiter, 1994). Pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan terutama dan tanah. Faktor genetik merupakan sifat turunan yang dibawa oleh setiap jenis tanaman. Produktivitas tanaman sangat ditentukan oleh faktor genetika tersebut dan oleh faktor lingkungan - lahan, terutama iklim dan tanah. Curah hujan dan suhu uJara sebagai unsur merupakan faktor lingkungan yang menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, dan faktor ini sut diubah dan/atau dimodiſtkasi dalam skala di lapangan. Faktor genetik dan sebagian faktor tanah tidak bersifat statis, dengan manajemen dan teknologi dapat diubah dan diperbaiki kuatasnya sesuai dengan tipe penunaan lahan yang akan dikembangkan (Sys eta!, 1993). Untuk mengatasi masalah iklim harus dipilih jenis tanaman yang mempunyai persyaratan tumbuh sesuai dengan kondisi iklim di daerah yang bersangkutan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa setiap jenis tanaman peka dan menuntut persya�·atan iklim tertentu, tcrutama curah hujan, radiasi, suhu, kclcmbaban, untuk dapat tumbuh dan bcrproduksi secara opmal. Oleh karcna itu pencntuan zona agroklimat suatu daerah untuk pengembangan tanaman (pertanian) sangat diperlukan. Sebagai contoh menentukan periode pertanaman padi tadah hujan dan palawija, Oldeman dan Darmiyati (1977) didasarkan pada bulan basah dan bulan kering yaitu jumlah bulan basah (curah hujan > 200 mm/bulan), dan bulan kering (curah hujan < 100 mm/ bulan). Dari data curah hujan yang ada maka suatu daerah dapat dipetakan zona agroklimatnya. Lahan di daerah Timor Tengah Selatan (ri'S) dibedakan atas 3 tipologi lahan, yaitu daerah dataran paritai, lahan menengah yang cukup landai dan daerah perbukitan- pcgunungan. Dari kctiga tipologi laban tcrscbut maka scbagianbcsar mcrupakan dacrah pegunungan. Sebagian berupa areal persawahan tadah hujan, dan yang lainnya yang terbesar berupa pertanian lahan kering. PERSYARATAN IIM UNTUK TANAMAN Unsur i yang diperlukan untuk pcrtumbuhan, pcrkcmbangan dan produksi tanaman mencakup suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi dan pcnyinaran matahari, bulan oasah dan bulan kering (FAO, 1984; Rossiter, 1994). Namun data tcrscbut tidak sclalu tcrseJia Ji wilayah Tl'S. Data yang lcn g kap J:1n rinci biasan y :1 tcrkonscntr:1si Ji cbcrah-dacr:1h y:1ng 1 Disampaikan pada Seminar Sistem Manajemen Informasi Daerah dan Tata Guna Laban, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, 6 Desember 2003 2 Dosen FP SW, Jl Diponegoro 52-60 Salatiga.

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ·�· .£�

    T e I a r s e s :..� a i c ;:; . g _. ,-, � 1 in y -. . MenqetahuiJ

    .......... -� �.-...;."�.--·�-.-:.....:.....__.

    Oleh: Bistok Hasiholan Simanjunta�

    PENDAHULUAN

    Kegiatan evaluasi lahan harus mempcrtimbangkan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan aspek manajemen dan teknologi dari suatu tipe penggttnaan laban (FAO, 1984). Tipe penggtmaan laban (fPL) adalah suatu penggunaan lahan spesiftk yang berkaitan dengan input diperlukan dan output yang diharapkan (Rossiter, 1994).

    Pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan terutama iklim dan tanah. Faktor genetik merupakan sifat turunan yang dibawa oleh setiap jenis tanaman. Produktivitas tanaman sangat ditentukan oleh faktor genetika tersebut dan oleh faktor lingkungan - lahan, terutama iklim dan tanah. Curah hujan dan suhu uJara sebagai unsur iklim merupakan faktor lingkungan yang menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, dan faktor ini sulit diu bah dan/ atau dimodiftkasi dalam skala di lapangan. Faktor genetik dan sebagian faktor tanah tidak bersifat statis, dengan manajemen dan teknologi dapat diubah dan diperbaiki kualitasnya sesuai dengan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan (Sys eta!., 1993).

    Untuk mengatasi masalah iklim harus dipilih jenis tanaman yang mempunyai persyaratan tumbuh sesuai dengan kondisi iklim di daerah yang bersangkutan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa setiap jenis tanaman peka dan menuntut persya�·atan iklim tertentu, tcrutama curah hujan, radiasi, suhu, kclcmbaban, untuk dapat tumbuh dan bcrproduksi secara optimal. Oleh karcna itu pencntuan zona agroklimat suatu daerah untuk pengembangan tanaman (pertanian) sangat diperlukan. Sebagai contoh menentukan periode pertanaman padi tadah hujan dan palawija, Oldeman dan Darmiyati (1977) didasarkan pada bulan basah dan bulan keri.ng yaitu jumlah bulan basah (curah hujan > 200 mm/bulan), dan bulan kering (curah hujan < 100 mm/ bulan). Dari data curah hujan yang ada maka suatu daerah dapat dipetakan zona agroklimatnya.

    Lahan di daerah Timor Tengah Selatan (ri'S) dibedakan atas 3 tipologi lahan, yaitu daerah dataran paritai, lahan menengah yang cukup landai dan daerah perbukitanpcgunungan. Dari kctiga tipologi laban tcrscbut maka scbagianbcsar mcrupakan dacrah pegunungan. Sebagian berupa areal persawahan tadah hujan, dan yang lainnya yang terbesar berupa pertanian lahan kering.

    PERSYARATAN IKLIM UNTUK TANAMAN

    Unsur i.klim yang diperlukan untuk pcrtumbuhan, pcrkcmbangan dan produksi tanaman mencakup suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi dan pcnyinaran matahari, bulan oasah dan bulan kering (FAO, 1984; Rossiter, 1994). Namun data tcrscbut tidak sclalu tcrseJia Ji wilayah Tl'S. Data yang lcngkap J:1n rinci biasany:1 tcrkonscntr:1si Ji cbcrah-dacr:1h y:1ng

    1 Disampaikan pada Seminar Sistem Manajemen Informasi Daerah dan Tata Guna Laban, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, 6 Desember 2003 2 Dosen FP UKSW, Jl Diponegoro 52-60 Salatiga.

  • tclah berkembang. Dalam mcng;1nalisis curah hujan uRtuk pcnilaian kcsesuaian laban tanaman pangan dihitung dengan data curah hujan 10 tahun sampai 30 tahun. Niali yang dihitung adalah curah hujan bulanan, rata-rata curah hujan tahunan, dan rata-rata bulan kecing (curah hujan < 75 mm) (CSR/J.'A() Staff, 1983). Scdangkan untuk suhu udara dihitung rata-rata bulanan dan tahunan untuk bcbcrapa (10-30 tahun pengamatan) dari sctiap stasiun. Data curah hujan dan suhu udara bulanan 1ni kemudian digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potcnsial (PE) mcnurut metode Thornthwaite dan Mather (1957). Selain itu dihitung nilai 0,50 PE untuk mengctahui lama masa perrumbuhan tanaman (bulan) dengan menggunakan grafik. Berdasarkan t,traftk dapat diketahui bulan-bulan kering, lembab dan basah dari setiap daerah yang dianalisis. Sebagai perbandingan ditetapkan juga tipe hujan menurut Schmidt dan Ferguson (195.1) dan zone agroklimat Oldeman (Oldeman e/ aL, 1977) berdasarkan data curah bujan di atas.

    Kriteria parameter iklim yang tcrdiri dari subu, bulan kering dan curab hujan yang digunakan untuk evaluasi laban mengacu kepada Atlas Format (CSR/FAO Staff, 1983). Kriteria parameter tersebut yang menjadi faktor pembatas untuk tanaman padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubijalar disaji.kan pad a Tabel 2.

    Jumlab curah bujan yang kurang atau melebihi kebutuhan tanaman al-.an menurunkan kelas kesesuaian laban, karena jumlah air yang dikonsumsi tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif (l'rojer, 1976). Selain itu curah hujan yang tinggi berkorelasi dengan derajat keawanan yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap lama penyinaran matahari yang relatif rendah, dan kelcmbaban udara tinggi. Kondisi demikian akan merangsang atau menstimulir perkembangan hama penyakit. Sedangkan di daerah tadah hujan, curah hujan yang rendah menyebabkan kctersediaan air kurang dan/atau sangat terbatas yang akan menyebabkan tanaman strcs, cepat mengalami kelayuan sehingga berpcngaruh buruk terhadap proses fisiologi tanaman (FAO, 1983). Faktor curah hujan di daerah yang tidak diirigasi peranannya sangat nyata baik pada masa pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Oleh karena itu curah hujan merupakan salah satu parameter kelas kesesuaian yang utama dari komponen ikJim dibandingkan dengan yang lainnya.

    Kisaran kelas kesesuaian lahan berdasarkan parameter iklim tentu sangat tergantung pada model TPL yang ingin dikembangkan. Jika untuk TPL yang hanya satu kali tanam (satu

    usim) dalam satu tahun, maka nilai kesesuaian laban tentu akan berbeda jil\.a untuk model TPL lain yang lebih dari satu kali tanam. Artinya TPL untul\. tanaman pertama yang ditanam pada kondisi iklim (curah hujan) yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman tersebut akan

    basilkan kelas yang sesuai, tetapi tidak demikian untuk tanaman berikutnya (tanaman ke 2 dan ke 3).

    Untuk keperluan evaluasi lahan dari faktor iklim perlu tersedia data mengenai bulan · g dan bulan basah. Penetapan bulan kering dan bulan basah bisa mengacu kepada

    ·dt dan Ferguson (1951), Oldeman (1978) dan Atlas Format (CSR/FAO Staff, 1983). dekatan menurut Schmidt dan Ferguson terutama untuk keperluan tanaman tahunan,

    gkan yang lainnya untuk tanaman pangan lahan kering. lnformasi bulan kering yang akurat sangat penting, karena kalau sudah dinyatabn bulan kering ada konotasi petani tidak

    dapat mengusahakan lahannya untuk tanaman pant,ran Iahan kcring. I--::cnyataan pada laubn-bulan yang termasuk kcring mcnurut Oldcman (< I 00 mm), di l:ipangan pctani masih

    mengusahakan lahannya untuk tanaman tcrscbut. Untuk pcngcmbangan !>uatu tipc flrtl�lll:t:tn bhan k h ususny:1 1:111:1111 :Ill p:111�111 l:1 h :111 kcring (" upl:111d I()( JJ en lj1S ") : hcrluit:Hl dnag.m J':lf;\llll'fl'f ikJim , d:d:Hll h:d ini cur:dl Jwj:\11 png pcnting buk:\11 h :my:l -iumi:lhfl)";1

    i frekuensi dan/ a tau distribusinya ( l'rojcr, I 97 G).

  • Tahel I Krlteriu pembtJtaJ kdu\ kt.'.\'esuaian if.,/im untrtk brbaapa jetri.\· tanama�r pangan fahan /(ering.

    Jcnts tiimUnlto

    Plldl gog!l

    Jugung

    l'bi k.ayu

    Suhu

    (''C)

    .H-31 L7 lo ;- 32

    ' I!• 31- 32 �0-18 ·'

    . .. J-.

    � l � Jl- 31 19 -ll': "> .t:

    .. IS 34

    IQ-l� .> 3·1

    -: i!l! 31-J:'i ll.i-�)i , 35 < �� �7-,3{1

    17 I r• ·' �(I . : 16

    KL

    -- ---------

    s� . _, S.3 .. . ·.

    :-..; S.l.

    S �I f'. h '' ··'

    ':i" . � �...: ,') Sl

    s:. � t··,

    �.! �l

    �-

    :� s-• 1 ' '.l

    �� "'

    �L - Kt:l.:l5 b:�;��.,l:Jiflfl lnhan 'iumber

    � \3 o.;� \!

    s� S_l '.

    '\" . . . 1 ., , ... , ., :"-I

    ------

    Pengertian masa pertumbuhan adalah masa yang kontinyu (dalam bulan) kctika hujan dari 100 mm per bulan, ditambah satu bulan pad a saat permulaan pertumbuhan ketika minimal 50 mm, ditambah \vaktu yang ditolerir untuk terjadinya penguapan air setinggi

    - yang dianggap masih tersimpan dalam profit tanah pada akhir masa pertumbuhan Cli , 1980). Menurut Driessen dan Konijn (1992) ketersediaan air dan rejim suhu tanah

    � menentukan kemungkinan lama masa pertumbuhan dari tanaman-tanaman pada tempat tu.

    Uotuk mengetahui masa pertumbuhan di daerah tadah hujan perlu diketahui keadaan bujan dan cvapotranspirasi bulanan. Untuk pcrhitungan cvapotranspirasi bulanan

  • /

    datanya diambil dari beberapa stasiun pcngamatan; dan pc�hitungann�·a dilakukan mcnurut metode Thorothwaite dan Mather (1957).

    Tabe/2. ( '.n J'U r h l.' /:-� 'r r J..f .'! i _i L' tr i \ hll I d I Jl d .t I

    l.a b u n J.. r:..' r in _:.,.r,

    krHS l:...!f.U.Hlli!ll

    Pi'!.Ji ;_;:;ug:u .1 ;1;i�!.i.lll � K -:·.ck I ;�J K.Jt;.:Hn�, '111.11111·, .•. -.. . . , , . .. ----------

    . ''II

    ! i i

    · . . � .... , . .

    .... . .

    � ',_, - :. . : i ·. . � .

    ' -·'

    I ! : t .. . .

    . . ·. �1 ��

    Tabel 3 Kebutuhafl afr bulanau u1rtuk patfl gogo, jagung, d'm kczcattg� kacangau.

    f•i!.dl �{!_!'() Jagung Knc.mg-�:aca.ngo.n• Pen ode �m MK MH Ml< �m MK

    pcrtumbuh:m Kc Fro Kc CT�< KC ETo

    .J 4,5 _\ 4.5 � �s mm/bui.111 mm/hnhn 111111/buh.u1

    t�ert\Jmtmhan l.lO �:�mbangan 1,10 99 I·�� IUW 72 l(J& n.'J5 67 IDI Pcmhun� l.l:' I L14 t55 1.05 94 141 0,95 85 1�8 Pi:m.ll.!iaknn 1.00 90 []5 0.15 67 JOt 11,65 58 &S

    3ii2 :'&6 :.n& ·II� 255 184

    fo\c = Kocei.�1cn l:maman. M£3 " .\1u:o.tm lanllrn hulnn '-'·1.'>Cih; \1K = Mm1111 t11n�m bulll.N kc:ting; •Kcdel:u llatt kacon� l.nrmh. �I.IT11� Oldem�n tl\jlW)

    FISIOGRAFI DAN BAHAN INDUK TANAH

    Fisiografi berkaitao crat dcngan bahan induk tanah, proses-proses gcoloh>1, crosi, dan

    sedimentasi (Buurman dan Balscm, 1990). Dacrah prioritas dapat dibedakao kc dalam

    beberapa satuan fisiografi dan Bahan ioduk tanah yaitu: 1) AI uvial, tcrbcntuk dari end a pan 1 sungai, termasuk eodapan daoau/lakustrin dan alm·io-koluvium, 2) Mario, terbentuk dari

    dapan bahan dalam lingkungan marin, 3) FJu,·io-marin, yaitu peralihan antara aluvial dan

    in, terbentuk dari codapan sun!-,rai dan berada di atas cndapan marin, 4) Karst, tcrbentuk · batu gamping, 5) Struktural/lipatan, tersusun dari batuan sed.imen sepcrti batu pasir dan

    liat, 6) Volkan tua, tersusun dari batuan andcsit, dasit, batuan iotrusi granodiorit dan

  • diorii, serta 7) Volkan muda yang umumnya membentuk,kerucut ,·olkan,tersusun dari abu,

    tuf dan lava yang bersifat andesitik-basaltik (Effendi,1976; Bachri et aL, 1993). Satuan-satuan fisiografi tersebut sangat erat kaitannya dengan formasi gcologi dan

    litologi (batuan induk). Litologi ini menentukan bahan induk tanah dan sifat-sifat tanah yang berkembang dari bahan induk tanah tersebut, yang pada akhirnya menentukan potcnsi laban dan jenis taoaman yang sesuai untuk dikembangkan. Bahan induk dari tanah-tanah yang terdapat di daerag TIS relatif kaya unsur hara tcrutama P dan K dcngan cadangan mineral rang tioggi, sehingga tanah-tanah di wilayah tersebut cukup subur.

    Jenis Tanah dan Sifat-sifatnya Tanah terbentuk sebagai basil dari interaksi beberapa faktor pembentukannya, yaitu

    iklim, bahan induk, topografi/ fisiografi, vegetasi dan waktu/lama pembentukan. Di daerah tcopika, di samping iklim, bahan induk dan topografi merupakan faktor dominan yang sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, yang pada akhirnya mempengaruhi penggunaan lahannya untuk pertanian.

    Penyebaran tanah utama pada daerah 'lTS tcrdiri mas 6 ordo menurut sistcm IJasifikasi taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 1994) seperti dicantumkan pada uraian berikut: L Entisol

    Adalah tanah baru (berkembang) tanah ini mcrupakan tanah mineral tidak dengan orison permulaan, regolith yang tebal kadang ada satu lapisan bajak karena sudah mulai

    diusahakan manusia, tanah ini masih subur bila mcrupakan bahan dari aluvium tctapi menjadi tidak subur bila tanah terse but gersang. J adi tanah ini adalah dangkal dengan batuan

    yang jelas teclihat dan profJ. tanah belum jelas. Entisol merupakan tanah yang baru berkcmbang, walaupun demikian tanah ini tidak

    ya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tctapi tclah terjadi proses pedogenesis yang menghasilkan epipedon okrik atau mungkin juga telah ditemukan adanya

    ep�pe:doo antropik, horison albil� dan agrik. Akumulasi garam, besi oksida dan lainnya IDII�DgKl" ·lfl ditemukan pad kedalaman lebih dari 1 m .

    . , Proses pembentukan tanah ini adalah: a. iklim yang sangat kering sehin&!S

  • diperhatikan, karena kalau daerah tersebut merupakan endapan rawa pantai maka perbaikan drainase yang menjadikan reaksi oksidasi terjadi maka akan terbentuk cat clay yang sangat

    masam akibat dari oksidasi sulfida menjadi sulfat. ·

    Penggunaan untuk: padi sawah pada daerah aluvial (endapan) Jeruk, dan tanaman lainnya (entisol berpasir dan cukup air)

    Cagar alam, hutan pada daerah berlereng

    Padang gembalaan ternak. Pembatas penggunaan Entisol dalam usaha tani dalam tanah entisol adalah pengendalian kebutuhan air, kedalaman solum serta kandungan lempung/ clay yang cukup tinggi pada daerah tertentu.

    2. Alfisol Alfisol mempunyai permukaan abu-abu sampai coklat, kandungan basa sedang

    sampai beasr dan memngandung horison iluvial dimana menimbun lempung silikat, dan horison ini disebut argilik jika hanya terdapat lempung silikat dan disebut natrik jika disamping lempung lebih dari 15�!(, jenuh dcngan natrium dan berstruktur tiang dan pilar. Horison lempung biasanya lebih dari 35%. Tanah ini telah menglamai pelapukan yang cukup hebat dan sebagian terbentuk pada daerah lembab dibahwah sisa-sisa tanaman hutan asli walaupun kadang-kadang aslinya rumput \'egetasi.

    Tanah alfisol mempunyai kandungan liat tinggi di horison B (horison argilik), dan kebanyak terdapat pada dcrah iklim scdang hingga subtropis dan tropis pada dacrah-uacrah dengan tingkat pelapukan sedang. Alfisol mcmpunyai rejim kelembaban aquik atau tclah didrainase dan mempunyai ciri-ciri yang bcrkaitan ucngan keadaan kcbasahan yaitu kckaratkaratan (abu-abu) mempunyai konkresi besi-mangan lebih besar dari 2 mm atau mempunyai kroma 2 atau kurang pada subhorison yang langsuog di bawah sebarangt horisoo Ap atau pada subhorison dibawah sebarang horisoo A, bcrwarna gelap yang mempunyai Yalue lemab 3 setelah tanah dipirid

    Penggunaan tanah Alfisol sangat luas untuk bidang pertanian kareoa tanah ini sangat produktif, dengan kandungan basa yang sedang sampai besar umumnya akan menguntungkan untuk nutrisi tanah dan serapan hara oleh tanaman. Karena alfisol adalah tanah yang subur maka banyak digunakan untuk pertanian, padang rumput, hutan. Kesuburan ini dikarenakan tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur hara tinggi.

    Pada daerah berlereng adalah bahaya erosi terutama bila top soil hilang maka akan muncul horison B (argilik) ke eprmukaao tanah sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman, Disamping itu serta adanya liat tinggi (argilik) pada horison B maka dapat menghambat perkembangan perakarao tanaman kebawah proftl tanah.

    3. lnceptisol Tanah permulaan, tidak mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari atau

    sama dengan 50 em dari permukaan tanah mineral dan pada kedalaman 20 - 30 em dibawah pennukaan tanah mineral mempunyai nilai N 0,7 atau kurang pada salah satu subhorison atau lebih, atau liat kurang dari 8% pada salah satu subhorison atau lebih dan mempunyai salah satu sifat:

    a mempunhyai epiedon umbrik, molik, histik, (mineral atau organik) atau plagen atau. b. Horison kambik atau mempunyai regim kelcmbaban akuik dan permoforst atau

  • c. Pada kedalaman kurang dari atau sama dengan 1 m dari permukaan ditemukan horison kalsik, petroklasik, gipsik, perogipsik, plakik, atau duripan, atau

    d. Fragipan atau horison oksik yang batas atasnya pachl kcdalaman antara !SO em -200 em atau

    e. Horison sulfurik yang batas atasnya pada kedalaman ku�ang atau sama dengan SO em dari permukaan atau

    f. Pada setengah atau lebih dari SO em teratas mempunyai SAR diatas 13 (atau kejenuhan Na diatas 1S %) yang menurun kdengan kedalaman dibawah SO em dan pada kedalaman kurang atau sama dengan 1 m mempunya.i air tanah selama beberapa waktu setiap tahun bila tanah tidak membeku dibagian manapun.

    Jadi Inceptisol adalah tanah-tanah yang keeuali dapat merniliki epipedon okrik dan horison · - seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai beberapa sifat peneiri lain (misalnya

    orison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah lain. Inseepetisol ini tanah yn.ag belum matang (Immature) dengan perkembangan prfti yang lebih lemah dibandingkan dcl:tga:n tanah matang dan masih banyak memiliki sifat bahan induknya. Beberapa Ineeptisol

    at dalrun keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan - berunbah.

    Pada pembentukan tanah ini tidak ada proses pedogenik yang dominan keeuali leaching meskipun semua proses pedogenik adalah aktif. Dilembah-lembah yang selalu ragen.ang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah -

    at dengan bahan induk resistent proses pembcntukan liat terhambat. Bahan induk pair kuarsa memungkinkan pembentukan horison spodik melalui proses podsoWsasi

    Penggunaan inceptisol untuk pertanian dan non pertanian sangat beraneka ragam. C umnya tanah ini untuk hutan atau tanaman kcras tcrutama dacrah yang berlcreng dan cl.erah rekreasi atau wildlife. Pada daerah bcrdrainase buruk untuk penggunaan bidang pettanian harus disertai perbaikan drainasc.

    Inceptisol yang bermasalah adalah adanya sulfaguept yang mengandung horison sulfurik (cat clay) yang sangat masam. Bahaya erosi pada top soil untuk \vilayah berlereng

    besar resikonya

    4. Mollisol Tanah dengan epipedon molik tetapi tidak mcmpunhya.i sifat mcngemb:-�ng

    mc�:en t, terdapat pengaruh gelas vulkanik dan horison kambik yang masam pada proft! Mollisol. Mollisol banyak dijumpai pada daeoh bukit kapur (di Indonesia), dan

    rrbentuk dibawah vegetasi rumput (rendah, sedang atau tinggi). Tanah ini juga kadang punrai horison argilik, natrik, albik atau kambik tetapi tidak mempunyai horison oksik

    aau spodik. Struktur tanah umumnya kersai atau rcmah dan tidak kcras saat tanah kcring · gga tanah Mosllisol dikatakan tanah lunak.

    Kesuburan tanah Mollisol sangat tinggi sehingga sangat baik untuk bidang pertanian llilik untuk tanaman semusim maupun tanaman kcras atau buahan. T:tnah yang masil1 asli

    - erjakan pertama kali maka tanah tersebut kaya akan bahan organik, kejcnuhan basa nitrogen dan unsur hara lainnya masih tinggi, sehingga umumnya tanah tidak perlu di

    �l.ft.ll.._ Oleh karena itu Mollisol salah satu tanah baik untuk pertanian. Mollisol di Indonesia umumnya mempunyai kcdalaman profJ yang dangkal. Hal ini

    � banyak Mollisol di Indonesia tcrbentuk clidacrah bukit kapur. Olch karcna itu dalam penggunaan adalah pcrkcmbangan akar t;-tnaman mcnjadi tidak optimal.

  • r

    5. Oxisol Adalah tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut sehingga kaya akan

    seskuioksida. Di Indonesia banyak dijumpai tanah Oxisol daft tanah Oxisol dicirikan adanya horison oksik pad a kedalaman kurang dari 1,5 m a tau m�mpunyai horison kandik yang jumlah mineral mudah lapuknya mcmcnuhi syarat horisori oksik dan tidak mempunyai horison spodik atau argilik diatas horison oksik. Tanah ini dahulu sering disebut tanah Laterit dan Latosol (tetapi tidak semua Latoso1 atau Laterit adalah Oxisol). Tanah ini terdapat pada daerah upland tua yang stabil, teras aluvial tua, daerah hutan tropis, savana.

    Tanah ini akan baik bila digunakan untuk kebun, perladangan berpindah (shifting cultiYation) yang penggunaan atau pengelolaan tanah tidak intensif Untuk penggembalaan

    ah ini akan lebih baik. Keistimewaan tanah ini adlah permeabilitas tanah baik dan masih cukup tahan terhadap erosi dan struktur tanah yang baik untuk perkembangan akar tanaman. Penggunan untuk pertanian intensif akan lebih baik bila dengan memperhatikan tingkat kesuburan dengan pemupukan dan pengapuran untuk menstabilkan Aluminium.

    Tanah ini umurnya tua (pelapukan lanjut) sehingga cadangan mineral unsur hara sangat sedikit (rendah). Kesuburan alami tanah rendah, kandungan Al dapat dipertukarkan

    tinggi.

    6. Ultisol Ultisol hanya ditemukan didaerah dengan suhu tanah rata-rata lebih dari SoC. Ultisol

    �alah tanah dengan horison argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pad a kedalaman 1,8 m dri permukaan tanah kurang dari 35%. Tanah ini berkembang dari bahan induk tua (umumnya di Indonesia adalah batuan liat).

    Tanah ini mempunyai tingkat kesuburan yang rendah sehingga untuk penggunaan bidang pertanian terutamam tanaman semusin1 dapat dilakukan harus disertai dengan peogelolaan yang baik dari segi kesuburan dan peningkatan pH tanah. Penggunaan yang ideal adalah untuk kehutanan supaya adanya biorecycling unsur hara dengan baik.

    Tanah ini pH rendah sehingga raksi kemasaman tinggi, kadar Al tinggi sehingga meracuni tanaman, terjadi fiksasi phospat, unru hara rendah sehingga pada penggunaan bidang pertanian perlunya tindakan pemupukan dan pengapuran.

    POTENSI DAN KETERSEDIAAN LAHAN

    Iklim, tanah, dan terrain merupakan komponen laban yang sangat berpengaruh tetbadap kesesuaian dan potensi laban dalam kaitannya dengan pertumbuhan, produksi dan

    ajemen suatu komoditas pertanian yang diusahakan di suatu areal. Faktor iklim terutama cunh bujan dan suhu udara peranannya di daerah 1TS sangat dominan baik terhadap ke utuhan tanaman untuk proses fisiologi, maupun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah

    terrain sebagai media tumbuh.

    �uaian Laban Ditinjau dari Aspek Iklim Fal.-tor iklim dalam hal ini curah hujan peranannya akan sangat menentukan baik ap kelas kesesuaian laban maupun terhadap produktivitasnya di daerah rrs, sebab

    set�� merupakan daerah tadah hujan yang tidak mcmungkinkan diirigasi. Debit air sungai �a tidak cukup atau karena posisi dan bentuk wilayahnya yang lcbih tinggi dari sumber 2erah tersebut tidak memungkinkan untuk dapat diirigasi dengan sistem gravitasi. Oleh

    � itu pengaturan waktu dan pola tanam dcnt-,ran mcmpcrhatikan ncraca air sangat .i.Jx--rl ukan .

  • �?··

    �eraca Air ..

    Untuk menggambarkan kescsuaian lahan clitinjau clar·i faktor iklim, keadaan neraca air bulanan eli daerah 1TS dalam hubungannya dengan pola pertanaman perlu clitetapkan. Pcrhitungcln neraca air bcrdasarkan bcsarnya curah hujan bulanan dengan peluang kejadian terlampaui sebesar 75 clan 5011'il curah hujan cfcktif, "reference crop evapotransp1ration" (ETo), "crop evapotranspiration" untuk pacli gogo, jagung, dan kacang-kacangan atau tanaman pangan lainnya. Dalam perhitungan ncraca air digunakan data curah hujan rata-rata daerah dataran pantai, laban burit atau laban diluar dataran pantai ("hinterland") yang keadaan tipologi laban tersebut ketinggiannya < 50 m dpl, dan untuk daerah dataran tinggi ('upland") yang ketinggiannya berkisar antara 50-500 mm. Selaio itu digunakan juga pendugaan kebutuhan air bulanan untuk tanaman tersebut dari setiap fase pertumbuhan, seperti disajikan pada Tabel 3 cliatas .

    Berdasarkan Tabel 3, dapat dikemukakan untuk pertumbuhan padi gogo pada musim basah (MB) dan mus1m kemarau (Pv1K) masing-masrng memerlukan a1r 392 mm selama minimal 3,50 bulan dan 586 selama 4,50 bulan secara kontinyu. Tanaman jagung memerlukan air pada MB 278 mm dan MK 418 mm. Sedangkan kebutuhan a1r untuk t.anaman kacang-kacangan relatif lebih sedikit daripada jagung.

    Oldeman (1980) menyatakan bahwa deogao peluang > 75% uotuk memperoleh curah bujan > 200 mm/bulan dapat dipakai sebagai pedoman masa tanam untuk tanaman pacli sawah. Sedangkan untuk tanaman palawija termasuk pacli gogo clidasarkan pada curah hujan > 100 mm. Sebagai pembandlng masa tanam padi sawah sebaiknya pada bulan Oktober-Mei, kemuclian dilanjutkan dengan penanaman palmvija pada bulan Mei -Agustus (pulau Jawa daerah pantura)

    Curah hujan efektif bulanan untuk palawija masing-masing adalah 100 dan 75% dari curah hujan bulanan dengan peluaog kejadian terlewati tertentu. Curah hujan bulanan dengan peluang kejadian terlewati 75% diliitung dengan menggunakan persamaan regresi sebagai berikut:

    y = 0,82 x- 30; r = 0,90 (Oldeman, 1978)

    dimana y ad::tlah curah hujan bulanan dengan peluang kejaclian terlewati 75% ('depandable rainfall with 75% probability of exceedance") dan x adalah rata-rata curah hujan bulanan (peluang kejaclian terlewati 50%). Sedang r adalah curah hujao bulanan deogan peluang keiadiao terlewati sebesar 75% berarti dalam 100 tahun rata-rata akan terjadi 75 kali kejaclian hujan bulanan yang lebih besar dari angka curah hujan bulanan dengan peluang kejaclian rerlewati 75%. Demikian pula curah hujao bulanan deogao peluang kejaclian terlewati 50% ber-arti dalam periode 100 tahun rata-rata akan terjacli 50 kali kejacliao hujan bulaoan yang lebih besar dari aogka curah hujao bulaoan deogao peluaog kejaclian terlewati 50%. Perolehan curah hujan bulanan deogao peluang kejaclian terlewati tertentu di dalam aoalisis oeraca air akan memberikao gambarao sampai berapa jauh situasi neraca air bulanan tersebut

    t diharapkan kejacliannya. Keadaan demikian dalam evaluasi laban perlu mendapat perhatian karena mformasinya

    berluitan erat dengan potensi lahan. Curah hujan akan meneotukan pengaturan waktu dan Ia taoam untuk menghmdari terjadinya kegagalan panen dan/atau untuk memperoleh basil

    optimal.

  • Kesesuaian Lahan Ditinjau dari Aspek Lahan , Pengertian lahan mcncakup tanah dan terrain, dalam hal ini ura1an mcngcnai aspck

    :aba.n ditujukan untuk mclcngkapi informasi yang tclah dibahas dalam bab iklim. Tanaht:lnah di daerah Tl'S mcmpunyai kisaran sifat fisik, morfologi Jan kimia yang tcrlalu kontras berbeda sebagai parameter untuk C\'aluasi lahan. 'l'anah-tanah di dacrah terscbut umumnya mempunyai kedalaman tanah yang mcrupakan faktor pcmbatas untuk tanaman pangan Lilian kering (kurang dari SO em), tekstur bcrkisar antara moderat halus sampai kasar, struktur gumpal dan/atau remah serta konsistcnsi yang gembur hingga kcras/pcjal/masif, sehingga kurang ideal untuk kcbutuhan perkembangan akar tanaman.

    Sifat-sifat kimia tanah, yaitu rcaksi tanah agak mas am sampai netral (pH S,S- 7 ,0), keienuhan basa (KB) an tara < 3S ->SO 0'o, dengan kandungan N rendah, P dan K yang relatif tinggi dan EC yang normal untuk pcrtumbuhan tanaman.

    Keadaan terrain di daerah ini mempunyai topografi yang ben·ariasi antara datar, melandai sampai berombak dan curam, dengan lcrcng landai sampai terjal/ curam, tanpa atau b-wyak batuan di permukaan atau di dalam penampang tanah. Selain itu terdapat singkapan lnruan ('rock outcrop"), sehingga keadaan terrain demikian tersebut berpengaruh terbadap husan efektif dan manajemennya untuk pengembangan tanaman pangan.

    Potensi laban untuk pengembangan pertanian ditentukan oleh faktor iklim, :'.Jf>Ografi/lereng dan sifat tanah yang merupakan pcrsyaratan tumbuh tanaman. Untuk m-enilai potensi lahan ditentukan terlebih dahulu kclas kesesuaian lahannya. Kelas kesesuaian !:aan pada dasamya diperolch dengan mcmbanclingkan persyaratan tumbuh tanaman dengan Urakreristik lahan (Djaenudin et aL, 1994) .

    .\fenurut CSR/FAO (1983) laban digolongkan berpotensi tinggi jika kelas kesesuaian :zunnya sangat sesuai, lahan berpotensi sedang mempunyai kesesuaian laban cukup sesuai, 6n laban berpotensi rendah mempunyai kesesuaian laban marginal untuk pengembangan 302ln.an pangan. Lahan sangat sesuai adalah lahan yang mempunyai sedikit atau tanpa r ambat, lahan cukup sesuai mempunyai pembatas yang cukup, dan lahan sesuai auq;i.nal adalah laban yang mcmpunyai penghambat berat untuk penggunaannya sebagai l..ah2n pertanian.

    Ketersediaan lahan potensial yang belum atau tidak dimanfaatkan dapat diketahui d� membandingkan perkiraan luas penggunaan laban saat ini, dengan lahan-lahan pos:ensial yang telab dilakukan enluasi lahaonya.

    ENDALAPENGGUNAAN LAHAN DI TTS (PENGAMATAN EMPIRIS PENULIS)

    Jkrdasarkan basil pengamatao sifat dan pcoyebaran berbagai jeois tanab berikut sifat fisik liagkungannya, didukung koodisi fisiografi, topografi/ lereng, dan bahan induk tanah, daerah TfS mempunyai beberapa kendala yang dapat membatasi penggunaannya sebagai lahan �an tanaman pangan, mulai dari yang ringan sampai berat. Kendala-kendala utama yang

    ·

    pai adalah sebagai berikut:

    ktersediaan Air Daerah ITS beriklim relatif kering deogan rcjim kelembapan ustik, musim kering

    :.aag cu.kup panjang, sedangkan musim hujannya relatif pendek, sehingga peluang terjadinya �gao cuk.up besar. Akibatnya, penanaman umumnya hanya dapat dilakukan sekali scahun, karena ketersediaan air yang terbatas. Akan tetapi dengan memanfaatkan sumber-

  • ber air yang ada secara optimal unruk mengairi laban pertanian pada musim kemarau, cl.-uensi tanam dapat ditingkatkan menjadi dua kaL sctah'Un. Untuk clacrah yang cukup

    ah yang dekat dengan mara air atau sungai clan yang q1empunyai i!Jim lcbih basah, .uensi tanam dapat dilakukan lcbih clari clua kali sctahun, karcna kctcrsccliaan air clapat

    cukupi.

    Topografi/lereng dan Bahaya Erosi Topograf/lereog sangat bcn·ariasi clari Jatar sampai bcrgunung/bukit. Untuk

    �[l£1embaogao tanaman pangan, maka topografi yang masih diperkenankan adalah datar pai bergelombang dengao kemiringan lahan Oereng) < 15°�,, meskipun pada yaraannya dibeberapa \vilayah TIS sebagian tanaman pangan ditanam pada lahao

    eng> 15%. Oleh karen a itu, untuk meocegah kemungkinan bahaya erosi dan kerusakan pertanian tanaman pangan pada laban berlereng 8-15°1o dan pada lereng > 15°�, harus

    erapkan berbagai teknik konservasi tanah.

    Batu di Permukaan Daerah TIS secara geologic merupakan claerah angkatan, clengan batuan pcnyususn

    mulai dari alluvium, batuan basalt, conglomcrat, batu kapur dan batu pasir atau batu Permukaan tanahnya banyak yang berbaru-batu atau singkapan batuan. Banyaknya batu

    ebut dapat mengurangi luasan lahan yang dapat ditanami, di samping menghambat pe:::;!!()Jah:an tanah, baik secara manual maupun mekanik.

    ::mm-�ifat T anah Beberapa jenis tanah Entisols mcmpunyai lapisan kcrikil atau fragtnen batuan yang

    terhadap kedalaman tanah, yang suLt cl.itembus perakaran tanaman. Di samping ·�:datl)at Eotisols atau Inceptisols yang bcrtckstur kasar/ pasir, dari endapan marin dan

    Retensi hara dan ketcrsccliaan hara relatif tidak menjadi kendala dalam p:::=.;�:a:rtan laban. Akan tetapi untuk mempertahankan keterscdiaan hara tersebut agar tidak

    ukan usaha, antara lain, pcnambahan bahan organik dan pemupukan. Tingkat C:tllelt>et::apa wilayah cukup besar, hal ini diclasarkan pacla pengamatan bahwa tanah

    berlereog dan mempunyai tekstur kasar sangat luas sekaL.

    PENUTUP pertanian yang acla belum optimal, sehingga berpeluang untuk

    uktivitasnya secara berkelanjutan mclalui program intensifikasi, antara lain a:::::;;::a: ;x:::::::r2n.hJa tan: - sumber air untuk pengairan, - perbaikan teknik bercocok tanam, dan

    ae��:!Zin bibir unggul, serta - penerapan teknik konservasi tanah pada lahan berlereng •�:z ,::::..e::::!:le;?;m bahaya erosi dan kerusakan laban.

    DAFTAR PUSTAKA

    �""UJ.._- 1995. Luas Laban i\lenurut Peoggunaannya di LuarJawa. BPS , Jakarta.

    - Reconnai sancc lancl resource sun-cys, I : 250,000 scale, atlas format �:c=t:!=�- GOF/L' ·; /006. i\lanual4 Version l. CSR-UNDP/FAO, Bogar.

  • ·aenudin, D., Basuni Hw., S. Hardjowigeno, H. Subagjo, M. Suk.ardi, Jsmangun, D.S. Marsoedi, N. Suharta, L. Hakim, Widagdo, J. Dai, 'J Suwandi, S. 13achri, dan E.H.. Jordens. 1994. Kesesuaian laban untuk tanaman pert,anian dan tanaman k.ehutanan. Laporan Teknis No. 7 Versi 1.0. Proyek LREP II Part C, Puslittanak, Bogar.

    Oldeman, L.R. and S. Darmiyati. 1977. The agroclimatic map of Sulawesi, scale 1: 2,500,000. Centr. Res. Inst. of Agric. Bulletin (52).

    Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1988. Pemetaan tanah semi detail daerah NTT

    Soil Survey Staff. 1994. Keys to Soil Taxonomy. Sixth Edition. USDA, Soil Conservation Service. Washington, DC.

    · .

    ..

    ·-

  • Klasifikasi Tanah Timor Tengah Selatan - NTT

    I Luas I Kode Laban di Area LANDFORM LITHOLOGY

    i Map (Km2) .

    ! General Parameters I Description

    I (Desaunette's Crest \'alley name (map Slope Relief Dominant rock I

    (km2) landform \Vidth \\'idth i S�·mlJOI) ('Y.,) (m) type or equivalent( -l) (m) (m) mineralogy i

    I - �- - - ·--

    -I

    i I I !coastal Beach I !Putting (PTG)

    ridges and swab: .\lluYium rcccn

    I"" .1() < 50 ":i-200 marine (beach (UPG)

    sands, gr;l\·cls) n J ry areas (B82) I I lntec-tidal I Alluvium recen Kajap;th (KJP) !2365 mudflats under pc>ps:uncnc nts rropalJUC'pts

    tstipsacncnectr,;

    rropatJUCpts

    I !ydraqucnrs �ul &tquenrs

    h'ropaqucpts

    II II of

    map unit

    20-60 1---

    "0-60

    �0-60

    1---20-60

    200

    1\lo-.1

  • 1r:oal escenr Nang;t \lac

    '>l()(, ·stuarine/ riverine

    (NNI·:) plains in dry areas (Pll)

    Floodplains of 907 11candcri ng rivers

    I in dry areas (A23) .\\.-ai Tcrang

    (Y\TC)

    . I ,

    1-tm Braided ri,·er floodplains and

    I nc ludcd terraces

    (:\22) :\inuu (:\:\!l__;) I

    I

    rm �cntly sloping n on-,·olcanic tlluvial fans (.A27)

    Bobot (BO 13) i

    I i\!oclerately f;9

    sloping non-•olcanic alluvial

    ;: lhl ""'S iJl \ B) -1 fans (.r\27)

    ow flat riYer (,9 terraces in dty

    1\!anikin (1\lf..:.N) I ueas (A25) ' ,,,,, :-qltj . - �f�

    l

    Bcnain (131 �N) 1338 I ligh flat to tndulating river

    .

    , crreaccs in dry ·-----''' ... 1..)

    (,() ·uarsc/coa rsc

    mod l'ropaqucpt,; 20-Ml

    fine/fine

    Ill< >d l"rc >jl:ILJlll"Sjlt:> 20-60 fine/ tine rro\·op t�Y�nt,; 20-6!) fine/fine 1--'Ju,·aqucnts 20-60 fine/fine

    Distropepts 20-6() fine/fine

    mod f'ropudults 30-60

    fine/fine

    f'ropudal fs 20-60 �1ml fine/ fine -U sti fluyents "0-60 fine/fine

    Ustrovents j20-60 fine/fine

    Ustrnpcpts 20-60 mod fine/fine -

    -W0-17!Hl

    -W0-2:100

    1000-3200

    -HlO-..J-000

    1100-2000

    ---- -

    800-2300

    500- .WJO

    ·-----

    0-1 (,.!()

    l-7 -+- 10

    1-') 1-H

    0-7 0-H

    0-2 0-7

    -- --

    l-5 5-8

    1-6 3-8

    22 "\I

    22 ."\I

    22 .>I

    22 .)I

    ..,2 .)1

    -- -·

    I I

    "2 .'\I

    I "'I 30

    ------ -

  • �� �i

    --·� ... · . h:Ul "lll

    �II '

    I I I I I ;

    I I

    l\ona (BON) i

    1kupang (�I'G)

    I -i ,

    Talibura (1"1 .B)

    I I I I Tanjung Tcngkcr (TTR) :

    i I

    I

    - .

    Sonoftku (NI 'LJ)

    I jBatsirc (B.'\'1)

    L -

    ln9

    13+8

    238+

    1(139 ---

    722

    -196

    .treas (P31)

    Rolling coralline �-15 11-50 501-erraces (K11) 2000

    Rolling coralline �-15 501-erraces in dry 11-50 "'000

    areas (KII)

    filted coralline en-aces in dry treas (P2)

    501-16-25 11-50 2000

    Strongly dissected -oralline terraces

    · n d rv areas (�33)

    51-+ 1-W 300 201-50()

    fStrongly dissected Jld terraces and

    fans in dry areas P92)

    51-26-40 300 50-200

    Flat to undulating plains on marl in dry areas (P02) 2-8

  • . . t�' " ••'!0:- :

  • . :...J. ..:1 � · ·

    ·�

    I

    'I

    .... .

    ''r

    i

    \ks(' (\!:;1-:) H28

    I

    I !

    , -

    l I ) � I (l•il' ,, I

    -

    -� 1-

    hills on calcareus :100 days (11:11)

    Rugged karst ridges in dry are;rs (K%) -ll-W >:100 >50

    J.ong mountain ridges on marl with limestone 501-ou tc rup s (J\122) 26--lO >:100 2000

    l.ong mountain ridges on marl \\'ith linwsrom· ou tcrup s in d '"' :)01-areas (!\!-l2) 26--lO >.)00 2000

    l�oundcd rnuunn1in ridges un ca lea reou s cl:lrs ,,·irh rock :)0!-ou;.crops (1\!:1S) 2(J--HJ >300 2000 Rounded mountain ri dges on c;dca reo us day� with rock our�:rops In dry llr\';t�_{i\1�5) :?.(r ·10 >300 50-::?.00 A Myrnr rWI ric >(r() >:\Oo >50 hrwully di"�''' lr•d �Hlllltl'tlloil)' �ttl)'.•1t (M 'Ill)

    I� - �--

    mod l-l ap1ustalfs 20-60 fine/fine

    mod \lone l.in1l'stone Calciustolls >60 fine/ rock -l00-3500 0-7 2-10 19 31

    Eutropepts 20-60 fine/fine

    Dystropepts 20-60 fine/fine I mod

    \!one 1\hrl; limestone Troporthents 20-60. fine/rock 1500-3000 2-9 0-6 21 31 mod

    Ustropepts 20-60 fine/ fine rnod

    :\!arl: Palcustal fs 20-Ml rlnc/ fine I ime,;ronc; rnod

  • I mod I Tropudults 20-60 fine/fine '

    ' mod

    I ' :\symmetric Sandstone; Dystropepts 20-60 fine/ fine broadlr dissected shale; I sedimentary

    .. mudstone;

    1,\.olo Jalo (\\'jO) ; ridges in dry areas tuffitc; mod 572 (1\156) >60 >300 >50 60 >300 50-200 201-500 basalt Dystropcpts 20-60 fine/fine 2000-3200 S-8 3-5 18 30

    ! Precipitous mod

    I I orientated Dvstro[>ef>ts 20-60 fine/fine .

    -, I metamorphic !

    ridges in dry areas l'hyllirc; schist; mod lnoking (IH.:.G) 2371 (MS(•) >60 >300 >50 �one quarzite; gneiss Paleustults 20-60 fine/fine 900-3500 0-10 2-9 lB 31

    •'

    ,•

    I' ·I' .. , ' ., II

    .I , ,

    Binder1.pdfPages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_01Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_02Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_03Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_04Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_05Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_06Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_07Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_08Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_09Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_10Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_11Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_12Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_13Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_14Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_15Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_16Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_17Pages from Sem Nas Sistem Informasi Daerah & Ttgn Lahan di Kab TTS-Evaluasi Lahan utk Bid Pert di Kab TTS NTT._Page_18