new prosiding prosiding seminarseminar · 2020. 5. 30. · kepada seluruh tamu, undangan dan...
TRANSCRIPT
PROSIDING SEMINARPROSIDING SEMINARSolusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan
Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif
ISBN: 978-602-9096-15-6
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA2015
Samarinda, 29 Oktober 2015Editor:
Dr. Tien WahyuniDr. Rizki Maharani
PROSIDING SEMINAR
“SOLUSI PENANGANAN KONFLIK MASYARAKATHUTAN MELALUI UPAYA PENGELOLAANKAWASAN HUTAN SECARA PARTISIPATIF”
HOTEL BUMI SENYIUR SAMARINDA29 OKTOBER 2015
Editor :Dr. Tien Wahyuni
Dr. Rizki Maharani
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA
PROSIDING SEMINARSolusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif
Editor: Dr. Tien Wahyuni Dr. Rizki Maharani
Penanggung Jawab : Ir. Ahmad Saerozi (Kepala B2PD) Ir. Nina Juliaty, MP (Kepala Bidang Data, Informasi dan Kerjasama B2PD)
Desain Cover : Muhamad Sahri Chair
Foto Cover : Saipul Rahman (TNC) Catur Budi Wiati (B2PD) Niken Sakuntaladewi (Puslit SEKPI) BLH Kaltim
Layout : Maria Anna Raheni, S.Sos
ISBN : 978-602-9096-15-6
Dipublikasikan oleh :
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Badan Penelitian, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. AW. Syahrani No. 68, SempajaSamarinda - Kaltim, IndonesiaTelp. 0541-206364Fax. 0541-742298email : [email protected] : www.diptero.or.id
i
KATA PENGANTAR
Pemanfaatan sekaligus pengelolaan sektor kehutanan merupakan salah satu isu strategi disamping minyak bumi, gas dan batubara, khususnya di Kalimantan Timur. Sebagai salah satuisu strategis, jaminan akan konsep atau pola pengelolaan kawasan hutan yang berdayamanfaat optimal dan lestari merupakan tanggung jawab bersama.Konsep pengelolaansumberdaya hutan melalui kemitraan adalah merupakan salah satu pendekatan strategispengelolaan hutan dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan pemberdayaanmasyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutananadalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untukmendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil dalam rangka peningkatankesejahteraannya.
Perubahan paradikma model pengelolaan kawasan hutan, menekankan bahwa hutanbukan lagi menjadi objek namun sebaliknya, hutan adalah subjek sedangkan objeknya adalahmasyarakat baik di dalam maupun sekitar hutan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan konsepkemitraan kehutanan sedapat mungkin memperhatikan potensi-potensi konflik baik konflikhorizontal maupun vertikal agar strategi pengelolaan dimaksud tepat sasaran. Lebih lanjut,dalam penggalian alternatif pola kemitraan yang tepat, maka upaya yang dilakukanhendaknya disesuaikan dengan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerahaliran sungai, social budaya ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk hutan adatdan batas administrasi pemerintahan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka Balai Besar Penelitian Dipterokarpamenyelenggarakan Seminar dengan tema “Solusi Penanganan Konflik Masyarakat HutanMelalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif” yang diadakan di hotelBumi Senyiur Samarinda pada tanggal 29 Oktober 2015. Seminar ini merupakan saranapenyebarluasan informasi kepada para pengambil keputusan, akademisi dan masyarakat padakhususnya, yang hasilnya dituangkan dalam prosiding ini.
Penghargaan dan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada para pembicara/ penulisyang telah menyampaikan ilmu dan pengalamannya, kepada peserta seminar yang telahmenyumbangkan pemikiran selama diskusi, panitia penyelenggara seminar dan kepada semuapihak yang telah membantu terbitnya prosiding ini.
Kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan, semogaprosiding ini menambah khasanah ilmu pengetahuan kehutanan yang mendukungpeningkatan pengelolaan sumber daya hutan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsaIndonesia dimasa yang akan datang.
Samarinda, November 2015Kepala Balai Besar,
ttd
Ir. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001
ii Prosiding Seminar 2015
iii
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...
SAMBUTAN KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTANTIMUR ……………………………………………………………………....
LAPORAN KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA ……..
ARAHAN DAN PEMBUKAAN KEPALA BADAN LITBANG DANINOVASI …………………………………………………………………………
RUMUSAN HASIL SEMINAR ………………………………………………….
MAKALAH UTAMA1. Upaya Penanganan Konflik Di KHDTK Labanan Kabupaten Berau Melalui
Pembangunan Kemitraan KehutananOleh: Catur Budi Wiati dan Susana Yuni Indriyanti………………………….
2. Delta Mahakam Kawasan Strategis Dalam Perspektif Lingkungan HidupOleh: Syahrir …………………………………………………………………
3. Peran Penelitian Dalam Mengurai Konflik Di Sektor Kehutanan : StudiKasus Di SumberjayaOleh: Niken Sankutaladewi dan Sulistya Ekawati …………………………..
4. Pemberdayaan Masyarakat Setempat Dalam Pengelolaan Kawasan HutanMelalui Kemitraan KehutananOleh: Syaipul Rahman ……………………………………………………….
MAKALAH PENUNJANG1. Budidaya Lebah Madu Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Pengelolaan
Hutan Secara Partisipatif Di KHDTK Labanan, Kabupaten BerauOleh: Ngatiman dan Rayan …………………………………………………..
2. Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan Secara Partisipatif DiIndonesiaOleh: Sri Purwaningsih dan Abdurachman …………………………………..
3. Kearifan Lokal Dalam Pemanfaatan Lahan Oleh Masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban di Kabupaten Kapuas HuluOleh: S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi Wiati ………………………………
LAMPIRANSUSUNAN ACARA ……………………………………………………………...
DAFTAR HADIR PESERTA …………………………………………………….
i
iii
v
vii
ix
xiii
1
19
37
45
53
59
67
79
80
iv Prosiding Seminar 2015
v
LAPORAN PENYELENGGARAANKEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA
Seminar “Solusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan Melalui UpayaPengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif”
Samarinda, 29 Oktober 2015
Yang Terhormat Kepala Badan Litbang dan Inovasi;Yang Terhormat Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan;Yang Terhormat Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat;Yang Terhormat Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi;Yang Terhormat Kepala Puslitbang lingkup Badan Litbang dan Inovasi;Yang Terhormat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur;Yang terhormat Bapak/Ibu narasumber;Yang saya hormati:
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan;Bapak-Bapak Para Kepala UPT Kementerian LHK Wilayah Kalimantan Timur;Para Kepala Dinas Kehutanan Kota/Kabupaten se Kalimantan Timur;Para Akademisi, Peneliti, LSM;Para praktisi pengusahaan hutan;Serta para pamu undangan sekalian.
Assalamu’alaikum wr.wbSelamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita SemuaDengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan rahmat dankarunia-Nya kepada kita, sehingga kita dapat berada dalam ruangan Hotel Mesra ini untukmenghadiri acara Seminar yang diselenggarakan oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.
Hadirin yang saya hormati,Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu yang telahberkenan hadir pada hari ini. Selanjutnya perkenankan kami menyampaikan laporanpenyelenggaraan seminar dengan tema “Solusi Penanganan Konflik Masyarakat HutanMelalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif”.Pemilihan tema solusi penanganan konflik dan penanganan kawasan hutan secara partisipatifdilatar belakangi dari semangat kita semua untuk mendapatkan suatu pemikiran dalam upayasolusi penanganan konflik, khususnya dalam pengelolaan hutan secara partisitaif. Pemikiranini diharapkan lahir dari suatu proses diskusi yang dinamis dan kritis serta komprehensif.Untuk itu, acara hari ini dilaksanakan dengan format dalam bentuk panel/presentasi dandiskusi-interaktif. Diskusi-interaktif ini sengaja dilaksanakan dengan harapan kecerahan pagihari ini mengimbasi kecerahan pemikiran kita untuk menghasilkan suatu rekomendasistrategis tentang peningkatan peran, perimbangan proporsi dan hubungan antar aspek-aspekdan kebijakannya dalam upaya perbaikan bentuk pengelolaan hutan secara partisipatif.Harapan kita dalam seminar ini dapat memetakan masalah dan kemudian me-rekontruksipemikiran untuk solusi pemecahan dalam pengelolaan hutan secara partisipatif, mulai dariaspek teknis sampai mengambil kebijakan dalam rangka peningkatan pengelolaan hutansecara partisipatif. Dan kemudian mencari benang merah yang bijak tentang bagaimanaperan aspek teknis itu dapat berdampak baik untuk meningkatkan pengelolaan hutan secarapartisipatif bagi masyarakat disekitarnya, meningkatkan penyerapan tenaga kerja danpelibatan masyarakat setempat serta aspek-aspek sosial lainnya serta secara lestari kita dapattetap mempertimbangkan aspek ekologi. Pengangkatan isu berkenaan kebijakan tidak kalah
vi Prosiding Seminar 2015
pentingnya untuk dapat memayungi semua usaha tersebut untuk mendapatkan payung hukumyang memadai.
Hadirin yang berbahagia,Perlu kami laporkan bahwa peserta seminar yang hadir pada hari ini sekitar 150 orang yangberasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi,Kabupaten dan Kota se Kalimantan Timur, Akademisi, Instansi terkait, para pemegangIUPHK, praktisi kehutanan, para peneliti dan LSM.
Selanjutnya, kami mohon kepada Bapak Kepala Badan Litbang dan Inovasi berkenanmemberikan arahan dan sekaligus membuka secara resmi Seminar “Solusi PenangananKonflik Masyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif”hari ini.Kepada seluruh tamu, undangan dan peserta sekalian, kami mohon maaf apabila dalampelaksanaan seminar ini terdapat berbagai kekurangan dalam penerimaan kami dan hal-hallain yang kurang berkenan.
Demikian laporan kami atas perhatian Bapak/ibu serta hadirin sekalian kami ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Kepala Balai Besar,
ttd
Ir. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001
vii
SAMBUTAN KEPALA DINAS KEHUTANANPROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Seminar “Solusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan Melalui Upaya PengelolaanKawasan Hutan Secara Partisipatif” di Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Samarinda, 29 Oktober 2015
Yang Terhormat Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK;Yang Terhormat Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK;Yang Terhormat Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK;Yang Terhormat Kepala Puslitbang lingkup Badan Litbang dan Inovasi;Yang Terhormat Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat;Yang Terhormat Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan;Yang saya hormati :
Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda;Bapak/Ibu Kepala UPT Kementerian Kehutanan Wilayah Kalimantan Timur;Para Kepala Dinas Kehutanan Kota/Kabupaten se Kalimantan Timur;Para Narasumber, akademisi, praktisi kehutanan, peneliti, LSM;
Serta para tamu undangan sekalian.
Assalamu’alaikum wr.wbSelamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semuaPada kesempatan ini kita wajib bersyukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME, bahwa hari inikita masih diberi taufiq dan hidayahNya sehingga dapat berkumpul dalam acara Seminar“Solusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan HutanSecara Partisipatif” yang diselenggarakan oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.Pada kesempatan ini atas nama Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur kami mengucapkanselamat datang pada Bapak Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LingkunganHidup dan Kehutanan beserta jajarannya di Bumi Etam Kalimantan Timur.Kami merasa senang dan berbahagia acara Seminar ini diselenggarakan di Samarinda,Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Setidaknya Provinsi Kalimantan Timur bisa menjadibarometer untuk pengelolaan hutan secara partisipatif.
Hadirin yang berbahagia,Perlu disampaikan bahwa dalam pengelolaan hutan, selama perjalanannya suatu saat kadang-kadang bisa terjadi perselisihan antara para pihak yang bermitra, apabila hal tersebut benar-benar terjadi maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : a) Dalam hal terjadisengketa atau perselisihan antara para pihak yang bermitra, akan diselesaikan melaluimusyawarah antara pihak yang bersengketa. b) Dalam penyelesaian sengketa atauperselisihan antara para pihak yang bermitra tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah,akan dilakukan mediasi oleh Lembaga Adat atau Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.c) Dalam hal penyelesaian sengketa atau perselisihan antara para pihak yang bermitra tidakdapat diselesaikan oleh Lembaga Adat atau Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, makadapat dilakukan mediasi oleh pihak lainnya yang disepakati oleh para pihak.Adapun dalam pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan supayatidak terjadi perselisihan antara para pihak sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip sebagaiberikut :a. Kesepakatan dimana semua masukan, proses dan keluaran Kemitraan Kehutanan dibangun
berdasarkan kesepakatan antara para pihak dan bersifat mengikat.
viii Prosiding Seminar 2015
b. Kesetaraan dimana para pihak yang bermitra mempunyai kedudukan hukum yang samadalam pengambilankeputusan.
c. Saling menguntungkan dimana para pihak yang bermitra berupaya untuk mengembangkanusaha yang tidak menimbulkan kerugian.
d. Lokal spesifik dimana Kemitraan Kehutanan dibangun dan dikembangkan denganmemperhatikan budaya dan karakteristik masyarakat setempat, termasuk menghormatihak-hak tradisional masyarakat adat.
e. Kepercayaan dimana Kemitraan Kehutanan dibangun berdasarkan rasa saling percayaantar para pihak.
f. Transparansi dimana masukan, proses dan keluaran pelaksanaan Kemitraan Kehutanandijalankan secara terbuka oleh para pihak, dengan tetap menghormati kepentingan masing-masing pihak.
g. Partisipasi dimana pelibatan para pihak secara aktif, sehingga setiap keputusan yangdiambil memiliki legitimasi yang kuat.
Hadirin yang saya hormati,Terkait dengan kegiatan seminar hari ini, dengan tema “Solusi Penanganan KonflikMasyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif”, tentunyatelah sejalan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui KemitraanKehutanan. Sebagai institusi yang menggeluti bidang penelitian dan pengembangankehutanan, tentunya banyak hasil-hasil penelitian yang dapat direkomendasikan kepada kamiPemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka pelibatan masyarakat setempat dalampengelolaan hutan, masyarakat setempat disini adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warganegara RI yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan disekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharianyang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Hadirin yang berbahagia,Akhirnya, atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, kami mengucapkan selamatmelaksanakan Seminar, semoga acara ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan rumusanyang bermanfaat bagi upaya pengembangan hutan di Indonesia dan Kalimantan Timur padakhususnya.
Terima kasih
Wassalamualaikum wr. wb.Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Timur
ttd
Ir. Chairil Anwar, MP
ix
ARAHAN DAN PEMBUKAANKEPALA BADAN LITBANG DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANSeminar “Solusi Penanganan Konflik Masyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan
Kawasan Hutan Secara Partisipatif”
Yth. Saudara Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan atau yang mewakili Yth. Saudara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Yth. Saudara Kepala Pusat Litbang Hutan Yth. Saudara Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat Yth. Saudara Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Yth. Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Yth. Para Kepala Dinas KehutananKabupaten/Kota se Kalimantan Timur Yth. Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Yth. Para Kepala UPT Kementerian LHK Wilayah Kalimantan Timur Yth. Para akademisi, praktisi kehutanan dan penyaji makalah Yth. Para Peneliti Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Yth. Hadirin yang berbahagia.
Assalamualaikum wr. wb.Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkanPuji dan Syukur kehadirat Allah S.W.T., TuhanYang Maha Esa, atas rahmat kesehatan dan kesempatan yang dikaruniakan kepada kitasemua, sehingga pagi ini kita dapat menghadiri acara Seminar“Solusi Penanganan KonflikMasyarakat Hutan Melalui Upaya Pengelolaan Kawasan Hutan Secara Partisipatif”yang diselenggarakan oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda.
Seminar ini saya nilai sangat strategis mengingat pembangunan kehutanan yangselama ini sangat eksklusif dankurang akses yang luas kepada masyarakat dalam prosespengambilan keputusan, pengelolaan hutan dan perolehan manfaat dari sumber daya hutanternyata belum optimal untuk mencapai pembangunan hutan yang berkelanjutan. Konfliktenurial merebak,judicialreview atas pasal-pasal UU Kehutanan No. 41 tahun 1999dikabulkan dengan diterbitkannya Putusan MK No. 45 tahun 2011 tentang PenetapanKawasan Hutan dan Putusan MK No. 35 tahun 2012 tentang Hutan Adat dan berbagaisengketa kehutanan meningkat. Bersamaan dengan itu, kegiatan illegaldan kriminalkehutanan terus merajalela sehingga menimbulkan ekses kebakaran hutan dan lahan yangmenimbulkan polusi asap yang parah dan deforestasi serta degradasi hutan yang belum dapatditangani sepenuhnya. Kehutanan menyadari ada sesuatu yang salah dalam strategi dankebijakan kehutanan selama ini yang menyebabkan masyarakat teraleniasi dari hutan.Tindakan korektif akhirnya dilakukan oleh Pemerintah saat ini dengan mengedepankanketerlibatan dan kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan kehutanan. Halini sejalan dengan Sembilan Program Prioritas Pembangunan Nawa Cita yang dijabarkan
x Prosiding Seminar 2015
dalam RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kementerian LHK 2015-2019. Kementerian LHKsaat ini sudah memiliki Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat sebagaiwujud dari Nawa Cita tentang Kehadiran Negara.Pelibatan masyarakat, inklusivitas dankesempatan yang luas pada masyarakat dalam pembangunan juga merupakan unsur pentingdalam Good Governance dan Tata Kelola Kehutanan Yang Baik. Keberpihakan kepadamasyarakat dalam pembangunan kehutanan juga menjadi komitmen global yang dituangkandalam Sustainable Development Goals (SDG) dan secara teknis operasional diaplikasikandalam desentralisasi dan devolusi kehutanan serta Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat(CBFM, Community-Based Forest Management).
Saya apresiasi Saudara Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa dan jajarannyaatas pemilihan tema seminar ini. Topik seminar penanganan konflik dan pengelolaan hutansecara partisipatif saya nilai sangat relevan dan perlu.
Hadirin yang saya hormati,
Merebaknya konflik tenurial di kawasan hutan yang kita hadapi saat ini pada dasarnyadisebabkan oleh kompetisi atas penguasaan, pemilikan dan pengelolaan barang publik yangbernama kawasan hutan antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Kebijakan penguasaannegara atas hutan yang sering disalahartikan pada pemilikan dan lemahnya kepastian hukumatas penguasaan hutan tersebut berkontribusi terhadap munculnya konflik tenurial kehutanansaat ini. Konflik dalam pengelolaan sumber daya hutan tersebut dapat disebabkan oleh: 1.Sumber daya hutan melekat dalam sebuah lingkungan atau ruang yang saling berhubungan;2. Sumber daya hutan juga melekat pada sebuah ruang sosial yang sama; 3. Sumber dayahutan adalah subyek kelangkaan, karena perubahan lingkungan yang cepat, permintaan yangmeningkat dan distribusi yang timpang; dan 4. Sumber daya hutan digunakan oleh orangdengan cara yang dirumuskan secara simbolik, bukan semata-mata material tetapi dimensisimbolik berupa perjuangan ideologi, sosial dan politik. Melihat kompleksnya permasalahankoflik tenurial tersebut, sudah saatnya pemerintah memetakan permasalahan konflik di setiapdaerah dan kemudian menyelesaikan masalah konflik tersebut dengan para pihak yangbersengketa dengan proses-proses negosiasi atau win-win solution.Pemerintah saat ini tidakngotot untuk menang sendiri tetapi berusaha mencari kerangka solusi pemecahan masalahkonflik tersebut. Dengan pemetaan sumber konflik yang benar, solusi terbaik akanditemukan. Hak-hak masyarakat hukum adat dan akses masyarakat lokal senantiasa dipenuhidan sudah mulai diakomodir dalam peraturan perundang-undangan. Namun untukperorangan dan kelompok masyarakat yang terorganisir untuk menyerobot lahan secara masifdan untuk kepentingan bisnis, penegakan hukum dengan penerapan multidoors approachmenjadi suatu keharusan.
Untuk mengatasi konflik tenurial tersebut Kementerian Kehutanan, yang saat ini telahmenjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan PeraturanMenteri Kehutanan No. P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat SetempatMelalui Kemitraan Kehutanan. Melalui kemitraan tersebut masyarakat akan mendapatmanfaat langsung dari sumber daya hutan dan ikut mewujudkan pengelolaan hutansecara lestari. Hal tersebut terjadi karena didasarkan atas kesepakatan, kesetaraan, salingmenguntungkan, lokal spesifik, kepercayaan, transparansi dan partisipasi. Pengelola hutan,pemegang izin dan KPH wajib melaksanakan pemberdayaan masyarakat setempat melaluikemitraan kehutanan. Bagi kawasan hutan yang tidak dibebani izin, pemerintah akanmengalokasikan lahan hutan seluas 12,7 juta hektar kepada masyarakatdalam bentuk HKm,Hutan Desa, HTR dan Hutan Adat. Di samping itu, akan dilakukan peningkatan luas tanah
xi
garapan melalui legalisasi aset tanah trans seluas 0,6 juta ha dan pelepasan HPK seluas 3,5juta ha. Dalam konteks manajemen konflik tenurial tersebut, pemerintah tidak lagimengedepankan kekuasaan tetapi lebih membagi kekuasaan dalam semangat kesetaraan.
Hadirin yang saya hormati,Paradigma model pengelolaan kawasan hutan saat ini, menekankan bahwa hutan
bukan lagi menjadi objek namun sebaliknya, hutan adalah subjek sedangkan objeknya adalahmasyarakat baik di dalam maupun sekitar hutan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan konseppengelolaan kawasan hutan secara partisipatif, sedapat mungkin memperhatikan potensi-potensi konflik, baik konflik horizontal maupun vertikal, agar strategi pengelolaan dimaksudtepat sasaran. Lebih lanjut, jika suatu kawasan telah teridentifikasi konfliknya, makarekomendasi penyelesaian konflik dimaksud hendaknya meminimalisir “benturan” yangterjadi dengan komunikasi yang baik. Solusi penanganan konflik tersebut tentunyadisesuaikan dengan karakteristik lahan, tipe dan fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai,sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk hutan adat dan batasadministrasi pemerintahan.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan suatu sistempengelolaan hutan yang dapat memitigasi konflik tenurial. Dalam sistem tersebut,masyarakat sebagai pelaku ataupun mitra pemerintah dalam kegiatan pengelolaan hutan.Pada prinsipnya, PHBM adalah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya hutan danmeningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat di dalam dan di sekitar hutan. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam PHBM ini adalah manfaat dan lestari, swadaya,kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan, spesifik lokaldan manajemen adaptif.
Sistem PHBM sudah diterapkan di Perhutani dan sistem ini bisa disempurnakan lagiuntuk di luar kawasan hutan Perhutani dengan memperhatikan tipologi dan modal sosialmasyarakat. Pembelajaran dari sistem PHBM dari berbagai negara, seperti di India, Nepaldan Philippina juga bisa dilakukan namun tetap memperhatikan kondisi masyarakat dansistem pemerintahan Indonesia. Hal yang terpenting dalam penerapan PHBM adalah dalammengedepankan adaptive management di mana masyarakat sudah terlibat dalam prosespernecanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk umpan balik peningkatan pengelolaan hutan.
Praktek-praktek PHBM ini bisa juga dilakukan oleh Balai Besar PenelitianDipterokarpa dalam pengelolaan KHDTK Labanan. Kita semua mengetahui bahwa konfliktenurial masyarakat adat dan perambahan dari masyarakat luar terjadi di KHDTK Labanan.Kalau ini terus dibiarkan tanpa solusi konflik maka kerusakan ekosistem dan kepunahan floradan fauna yang ada di KHDTK tersebut, cepat atau lambat akan terjadi. KHDTK Labananseluas 7.959 hektar dikenal sangat kaya akan keanekaragaman hayati, khususnyadipterokarpa di mana ditemukan 8 genus Dipterocarpaceae dari 9 genus yang ada dan jenispohon lainnya. Juga ditemukan banyak jenis mamalia, aves dan herpetofauna di kawasanhutan tersebut. KHDTK Labanan sudah terkenal dengan STREK Project yang telahmenghasilkan banyak iptek silvikultur dan kalau KHDTK ini rusak, kita akan kehilangankesempatan untuk menghasilkan iptek pengelolaan hutan dipterokarpa dan pemanfaatanbiodiversitas untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, saya menghimbau untukmemformulasikan dan menentukan langkah-langkah penyelamatan KHDTK Labanantersebut. Resolusi konflik dengan membangun dialog dan menerapkan pengelolaan hutanbersama masyarakat menjadi suatu pilihan untuk mempertahankan eksistensi KHDTK
xii Prosiding Seminar 2015
Labanan. Peranan Pemerinatah Daerah dan masyarakat sangat dibutuhkan untukkeberlangsungan KHDTK Labanan tersebut.
Hadirin yang berbahagia,Saya memiliki ekspetasi yang sangat tinggitentang seminar ini. Tentunya suatu perubahanteknis tidak secara langsung akan dapat diperoleh, namun setidaknyasaya yakin, suatuterobosan penting dalam pemikiran kita pada hari ini akan dapat memberi pengaruh yangsignifikan untuk arah kebijakan pengelolaan hutan secara partisipatif yang lebih baik di masasekarang dan masa depan. Untuk itu,saya menaruh harapan besar bagi kita semua untukmenghasilkan rumusan konkrittentang kerngka penyelesaian konflik tenurual dan penerapanpengelolaaan kawasan hutan secara partisipatif.
Demikian sambutan ini, semoga acara seminar ini berjalan lancar dan bermanfaat bagikita semua.
Terima kasih.Wassalamu’alaikum wr. wb.
Kepala Badan,
ttd
Dr. Henry Bastaman
xiii
RUMUSAN HASIL SEMINAR “SOLUSI PENANGANAN KONFLIKMASYARAKAT HUTAN MELALUI UPAYA PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN
SECARA PARTISIPATIF”
Keempat makalah yang disampaikan mewakili proses pembelajaran yang berkaitan denganupaya dan proses penanganan konflik dari berbagai sudutd an perspective yang berbeda, yangpada akhirnya akan mempengaruhi cara pandang kita untuk memahami konflik-konflikpemanfaatan lahan dalam kawasan hutan.1. Proses pengumpulan data dan informasi dari kegiatan penelitian tentang masyarakat di
sekitar hutan sangat diperlukan untuk memahami konflik yang sedang terjadi, hal inidapat kita lihat dari penyampaian hasil penelitian yang sedang berlangsung dandilakukan di KHDTK Labanan, Kab. Berau. Para peneliti yang berkaitan dengan SDH,ekologi, ekosistem, konservasi, sosial ekonomi juga merupakan salah satu pihak yangberkontribusi dan menjadi pihak yang seharusnya diperhitungkan dan dipertimbangkanperannya untuk mendukung sebuah kegiatan kemitraan yang selanjutnya akandikembangkan untuk menangani konflik masyarakat hutan dalam kawasan hutan.2. Cerita sukses dari program Hutan Kemasyarakatan (HKM) di Kec. Sumberjaya, Prop.Lampung dapat menjadi contoh pembelajaran yang baik bagaimana pihak-pihak yangberkonflik mampu bekerja bersama, membangun hubungan dan kepercayaan dalammemecahkan masalah untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan diawali denganpenelitian yang dilakukan ICRAF melalui program RUPES (dari tahun 2002 – 2012).Proses panjang ini dengan melakukan pendampingan yang dilakukan oleh lCRAF. Peranpenelitian, ilmu pengetahuan dan intervensi ilmiah sangat penting untuk mendukungtindakan yang menjadi kekuatan dalam menyatukan para pihak yaitu para petani danpemerintah kabupaten untuk meningkatkan pengelolaan SDA. Perjalanan penyelesaiankonflik dengan meminta masyarakat untuk menjaga hutan dianggap kurang efektif bilatidak dibarengi dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang bertujuan agarmasyarakat dapat mendapatkan manfaat hutan secara nyata.3. Pemberdayaan masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan merupakan upaya untukmeningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk mendapatkan manfaatSDH secara optimal dan adil. Pada contoh kasus yang telah dipaparkan oleh The NatureConservation (TNC) menunjukkan bahwa pengalaman TNC menjadi fasilitator dalamrangka mencapai kesepakatan dilaksanakan dengan semangat kerjasama dari pihak-pihakyang berkonflik untuk mencapai tujuan bersama. Dari implementasi pengelolaan hutanberbasis masyarakat dan peraturan terkait kemitraan kehutanan diidentifikasi beberapapermasalahan yang penting yaitu (1) kapasitas masyarakat masih rendah; (2) batasadministrasi antar kampung yang belum jelas; (3) kurangnya pemahaman dan lemahnyakomunikasi; (4) kurangnya sosialisasi peraturan terkait dan (5) potensi penyalahgunaanperaturan.4. Delta Mahakam merupakan kawasan strategis dengan ekosistem mangrove yang cukupluas menuntut untuk dikelola secara terpadu dengan berbagai pendekatan untukmencapai pembangunan berkelanjutan. Proses perancangan pengelolaan DMmemerlukan (1) kelengkapan dokumentasi data dan informasi (ekologis dan lingkungan;sosial budaya dan ekonomi); (2) evaluasi relevansi program dengan kondisi kawasan; (3)evaluasi dampak program terhadap lingkungan dan masyarakat; (4) keterlibatan
xiv Prosiding Seminar 2015
stakeholders/ para pemangku kepentingan atau para pihak dalam perencanaan dan (5)strategi penyebarluasan informasi.5. Konflik berbasis lahan adalah fakta yang tidak terelakkan dari pengelolaan hutan secaraumum dari setiap proses para pemangku kepentingan atau para pihak. Konflik ini terjadiketika para pemangku kepentingan, pihak atau individu memiliki kepentingan terhadaplahan hutan yang benar-benar berbeda dan berjuang atas kepentingan tersebut. Konfliktidak selalu buruk dan konflik juga diperlukan dan diinginkan yang merupakan stimulusuntuk terjadinya sebuah perubahan. Dengan memahami latar belakang dan berurusandengan konflik merupakan langkah penting dalam mengembangkan kemitraan kehutanandari para pihak yang efektif. Jika kita menginginkan kemitraan menjadi efektif, adalahpenting bahwa konflik tidak diabaikan, disisihkan atau dikesampingkan tetapi harusnyaditujukan dan ditangani secara terbuka dan konstruktif.
Samarinda, 29 Oktober 2015
Tim Perumus:Ketua : Ir. Dodi Garnadi, MsiWakil Ketua : Ir. Nina Juliaty, MPSekretaris : Tresina, S.Hut, MPAnggota : Ir. Tabroni, MM
Ir. Ngatiman, MPIr. Abdurachman, MPDr. Tien Wahyuni, S.Hut, MP
Adi Iskandar, S.Hut, MPCatur Budi Wiati, S.Hut, MScAndrian Fernandes, S.Hut
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
UPAYA PENANGANAN KONFLIK DI KHDTK LABANAN KABUPATEN BERAUMELALUI PEMBANGUNAN KEMITRAAN KEHUTANAN
Catur Budi Wiati dan Susana Yuni Indriyanti
Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Konflik di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan terjadi karenaketerbatasan akses pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat lokal. Kemitraan kehutananmerupakan salah satu skema yang dapat dijalankan Pengelola KHDTK Labanan dalam mengatasikonflik yang terjadi karena memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, melaluipenguatan kapasitas dan pemberian akses, serta terlibat dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari.Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyampaikan informasi hasil penelitian mengenaipermasalahan konflik yang terjadi di KHDTK Labanan, penyebab dan upaya penanganan yangdilakukan, khususnya yang terkait dengan rencana pengembangan kemitraan kehutanan di lokasitersebut. Penelitian yang dilakukan bulan Juni – September 2015 ini merupakan penelitian bersifataksi (Participatory Action Research). Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studiliteratur, wawancara, diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discusssion) dan observasi lapangan.Meski penelitian ini masih baru pada tahap awal, beberapa hasil penelitian yang penting diantaranyaadalah: (a) Penyebab utama terjadinya konflik di KHDTK Labanan adalah lemahnya penegakanhukum oleh Pengelola KHDTK Labanan, sedangkan penyebab-penyebab lain adalah kurangnyarespon Pengelola KHDTK Labanan terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa-desa di sekitar KHDTK Labanan; dan (b) Tahap yang saat ini masih dijalani terkait pengembangankemitraan kehutanan di KHDTK Labanan adalah pendataan dan penyeleksian warga yang melakukanpembukaan lahan di dalam KHDTK Labanan untuk memastikan bahwa program kemitraan kehutanannantinya akan diberikan hanya kepada masyarakat desa yang betul-betul memerlukan. Terkait denganhasil penelitian tersebut maka penelitian ini merekomendasikan beberapa hal diantaranya: (a) Karenakegiatan pengembangan kemitraan kehutanan ini hanya bersifat riset maka Pengelola KHDTKLabanan diharapkan nantinya membuat rencana pengembangan kemitraan kehutanan yang bersifatimplementatif dan memasukkannya dalam Rencana Pengelolaan KHDTK Labanan, (b) Karenapengembangan kemitraan kehutanan hanya merupakan salah satu solusi dari upaya penyelesaiankonflik di KHDTK Labanan maka nantinya Pengelola KHDTK Labanan diharapkan dapat mengubahpola pengelolaan yang selama ini dilakukan menjadi lebih berpihak pada masyarakat sekitar; (c)Keterbatasan sumberdaya manusia dan minimnya dana dalam pengelolaan dan pengamanan KHDTKLabanan dapat diatasi dengan memaksimalkan kesepakatan kerjasama pengamanan yang sudahterjalin; dan (d) Untuk mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk desa-desa di sekitar KHDTKLabanan maka Pengelola KHDTK Labanan perlu melakukan kerjasama dengan stakeholder lain diKabupaten Berau, diantaranya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Berau Barat, Center forOrangutan Protection (COP), Forest and Climate Change (ForClime), The Nature Conservancy(TNC), Yayasan Bestari, PT Nusantara Berau Coal dan lain-lain.
2 Prosiding Seminar 2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Hutan Dengan TujuanKhusus (KHDTK) Labanan adalah salahsatu KHDTK milik Badan Penelitian danPengembangan (Badan Litbang)Kehutanan yang ditunjuk berdasarkanSurat Keputusan Menteri Kehutanan (SKMenhut) No. 121/Menhut-II/2007 tanggal2 April 2007 dengan luasan 7.900 Ha.Penetapan KHDTK Labanan dilakukanmelalui SK Menhut No. 64/Menhut-II/2012 tanggal 3 Februari 2012. LuasKHDTK Labanan berdasarkan hasil tatabatas definitive adalah sebesar 7.959,10Ha. KHDTK Labanan menjadi begitupenting karena di dalam kawasannyaterdapat plot STREK, satu dari dua plotpenelitian pertumbuhan dan hasil (growthand yield) yang memiliki data terlengkapdi dunia, seluas 72 ha. Selain itu adabanyak kegiatan penelitian lain, khususnyayang berhubungan dengan berbagai tekniksilvikultur, yang telah dilakukan diwilayah ini.
Dalam beberapa tahun terakhirKHDTK Labanan telah mengalamigangguan berupa penebangan liar danperambahan oleh masyarakat lokal.Selama kurun waktu Oktober 2013 sampaidengan Oktober 2014, dilaporkan olehBalai Besar Penelitian Dipterokarpa/B2PD(2014a) terjadi sekitar 7 (tujuh) kejadianyang terkait dengan penebangan liar danperambahan oleh masyarakat lokal diKHDTK Labanan. Meski dapat ditanganidengan baik oleh Pengelola KHDTKLabanan, namun kondisi ini menunjukkanbahwa sudah terjadi konflik pemanfaatansumberdaya hutan antara PengelolaKHDTK Labanan dengan masyarakatlokal.
Konflik antara pengelola KHDTKdengan masyarakat lokal juga terjadi diKHDTK Sebulu dan KHDTK Samboja.Meski konflik tersebut umumnya berawaldari sejarah kawasan dimana masyarakatlokal mengklaim telah bermukim dan
melakukan pemanfaatan di kawasantersebut jauh sebelum ditetapkan sebagaiKHDTK, namun laporan Wiati (2005) danLPMK KHDTK Samboja (2007)menunjukkan bahwa secara umum konflikmuncul karena masyarakat lokal merasatidak bebas lagi melakukan aktivitas untukpemenuhan kebutuhan hidup di dalamkawasan KHDTK. Hal tersebutdikarenakan sebagian besar masyarakatlokal yang bermukim di sekitar KHDTKSebulu dan Samboja bergantung terhadapkeberadaan sumberdaya hutan yang ada diKHDTK, baik bekerja sebagai petani,pencari kayu maupun melakukanpemungutan hasil hutan bukan kayu.
Kemitraan Kehutanan adalahkebijakan yang dikeluarkan pemerintahmelalui Peraturan Menteri Kehutanan(Permenhut) P.39/Menhut-II/2013 yangmemberikan peluang kemitraan antarapengelola hutan dengan masyarakat lokal.Kemitraan dilakukan dengan memberikanakses pemanfaatan sumberdaya hutanuntuk masyarakat lokal berupa aksespemanfaatan hasil hutan bukan kayu, jasalingkungan hutan maupun sebagai mitradalam pengelolaan hutan produksi.Pemilihan skema kemitraan kehutanansebagai sarana penyelesaian konflikternyata telah banyak dilakukan dibeberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) seperti KPH Rinjani Barat, KPHRegister 47 Way Terusan dan KPHKapuas. Mukarom dkk (2015)menyebutkan bahwa konflik selama 30tahun di kawasan kaki Gunung Rinjani,Desa Rempek Kabupaten Lombok Utara,akhirnya dapat berakhir melalui kemitraankehutanan. Peluang ini yang rencananyaakan dimanfaatkan untuk mengurangikonflik pengelolaan sumberdaya hutan diKHDTK Labanan.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Tulisan ini bertujuan untukmenyampaikan informasi hasil penelitianmengenai permasalahan konflik yang
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
3
terjadi di KHDTK Labanan, penyebab danupaya penanganan yang dilakukan,khususnya yang terkait dengan rencanapembangunan kemitraan kehutanan dilokasi tersebut.
II. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan/ Kerangka PemikiranPenelitian ini merupakan penelitian
sosial kebijakan. Metode analisis datadalam penelitian ini akan menggunakanpendekatan ekologi budaya. Pendekatanekologi budaya dipergunakan dalampenelitian ini dikarenakan terkait denganmasalah penggunaan sumberdaya hutansebagai pemenuhan hidup masyarakat.Hal tersebut sesuai dalam pandanganekologi budaya dimana manusia danlingkungan merupakan satu ekosistemyang tidak dapat dipisahkan (Steward,1976 dalam Awang, 2002).
Pengembangan model kemitraankehutanan pada penelitian ini akandidasarkan pada kebutuhan masyarakatlokal di sekitar KHDTK Labanan danpeluang kemitraan antara pengelola hutandengan masyarakat lokal melalui PeraturanMenteri Kehutanan (Permenhut)P.39/Menhut-II/2013. .
B. Metode PelaksanaanPengumpulan data pada penelitian
ini akan dilakukan dengan cara:1) Pengumpulan data sekunder (desk
study). Data yang dikumpulkanberupa dokumen-dokumen terkaitkondisi sosial, ekonomi dan budayamasyarakat lokal di sekitar KHDTKLabanan diantaranya adalah databiofisik desa, demografi desa, saranadan prasarana desa, kepemilikan lahandan produksi desa. Selain itu jugadikumpulkan data berupa dokumenterkait aturan kemitraan kehutanan,aturan pengelolaan KHDTK dandokumen terkait KHDTK Labanan.
2) Wawancara terhadap responden kuncidari masyarakat lokal seperti kepaladesa, tokoh adat dan lain-lain serta
pihak pengelola KHDTK Labananterkait masalah pembukaan lahan dikawasan KHDTK Labanan.Wawancara juga dilakukan untuktujuan memverifikasi hasil daripenyebaran kuisioner dan FGD(Focus Group Discussion).
3) Penyebaran kuisioner dilakukan padamasyarakat desa yang mengklaimmelakukan pembukaan lahan diKHDTK Labanan. Kuisioner yangdisebarkan terbagi atas dua bagian,yaitu: (a) kuisioner mengenai sosial,ekonomi dan budaya masyarakat,tujuannya untuk mengetahuihubungan pemanfaatan sumberdayahutan dengan kondisi sosial, ekonomidan budaya masyarakat; (b) kuisionermengenai persepsi dan harapanmasyarakat, tujuannya untukmengetahui hubungan pengelolaanKHDTK Labanan dengan ide,pemikiran, persepsi, harapan dankeinginan masyarakat sekitar terhadapKHDTK Labanan.
4) Diskusi Kelompok Terfokus atauFGD dilakukan dengan maksud untukmelakukan tanya jawab terhadapmasyarakat lokal mengenaipermasalahan pembukaan lahan yangterhjadi dan untuk menyampaikanrencana pembangunan kemitraankehutanan kepada masyarakat.
5) Pengecekan data di lapangandilakukan selain untuk memverifikasihasil yang diperoleh melaluipendataan dan penyebaran kuisioner,juga untuk mengetahui posisi/letak,luas dan kondisi lahan di KHDTKLabanan yang telah dibuka olehmasyarakat lokal.
Analisis ekologi – budaya padapenelitian ini akan dilakukan dengan cara:1. Menjelaskan hubungan perilaku
masyarakat lokal dalam pemanfaatansumberdaya hutan dengan kondisisosial, ekonomi dan budaya mereka.
2. Menjelaskan hubungan pembukaanlahan di KHDTK Labanan dengan
4 Prosiding Seminar 2015
permasalahan sosial, ekonomi danbudaya yang terjadi pada masyarakatlokal.
3. Menjelaskan bentuk-bentuk hubunganperilaku tersebut terhadap ide,pemikiran, persepsi, harapan dankeinginan masyarakat terkaitkeberadaan KHDTK Labanan danrencana pengelolaannya, khususnyamelalui kemitraan kehutanan.
III. KONDISI SOSIAL, EKONOMIDAN BUDAYA MASYARAKATSEKITAR KHDTK LABANAN
A. Gambaran Umum Kondisi Sosial,Ekonomi dan Budaya Desa-desayang Berbatasan dengan KHDTKLabanan
Secara administrasi KHDTK Labananberada di 3 (tiga) kecamatan yaituKecamatan Sambaliung, Kecamatan TelukBayur dan Kecamatan Kelay. Desa-desayang berdekatan dengan KHDTK Labanandiantaranya adalah Kampung Long Lanuk(termasuk Dusun Nyapa Indah) di sebelahtimur, Kampung Tumbit Dayak di sebelahtimur laut, Desa Labanan Makmur danDesa Labanan Makarti di sebelah utara,serta Kampung Merasa di sebelahtenggara. Namun demikian dari desa-desatersebut yang berbatasan langsung denganKHDTK Labanan hanyalah KampungLong Lanuk (termasuk Dusun NyapaIndah), Desa Labanan Makarti danKampung Merasa.
Gambar 1. Peta Wilayah Desa-Desa Sekitar KHDTK Labanan
Penduduk desa-desa yangberdekatan dengan KHDTK Labananterbagi atas masyarakat asli yang berasaldari etnis Dayak Gaai serta masyarakatpendatang yang berasal dari etnis DayakOma’ Kulit dan etnis Jawa. Karenamerupakan kampung tua, etnis asli dapatditemui di Kampung Long Lanuk danKampung Tumbit Dayak. Sedangkan etnispendatang yaitu Dayak Kenyah Oma’
Kulit dapat ditemui di Dusun Nyapa Indahdan Kampung Merasa. Khusus etnis Jawadapat dengan mudah ditemui di DesaLabanan Makmur dan Desa LabananMakarti yang berasal dari programtransmigrasi. Namun demikian etnis Jawajuga dapat ditemui di Kampung TumbitDayak, karena kampung ini pernahmenerima tambahan penduduk dariprogram transmigrasi tahun 1993.
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
5
Tabel 1. Desa- Desa Disekitar LabananKecamatan Desa/
KampungTahun
TerbentukEtnis
MayoritasAsal Penduduk
Teluk Bayur LabananMakarti
1984 Jawa Jawa Timur, JawaTengan Jawa Barat,
LombokLabananMakmur
1982 Jawa Jawa Timur, JawaTengan Jawa Barat,
LombokSambaliung Long Lanuk*) Asli Gaai Khusus Dusun Nyapa
dari Long Noran(Kutai Timur)
Tumbit Dayak Asli Gaai -Kelay Merasa*) 1968 Kayan,
Kenyah Oma’Kulit
Long Nawang(Bulungan)
Keterangan: *) Desa yang berbatasan langsung dengan KHDTK LabananSumber: BPS Kab Berau (2014), BFBP – Yayasan Bestari (2003a), BFBP – Yayasan Bestari (2003b), BFBP –Yayasan Bestari (2003c), BFBP – Yayasan Bestari (2003d), BFBP – Yayasan Bestari (2003e) dan BFBP –Yayasan Bestari (2003f), diolah.
Dilihat dari data BPS Kab Berau(2014), Kampung Long Lanuk danKampung Merasa mempunyai jumlahpenduduk yang lebih sedikit yaitu 627 jiwadan 906 jiwa. Mayoritas agama pendudukKampung Long Lanuk dan KampungMerasa adalah Protestan dan Katolik,sedangkan penduduk Kampung TumbitDayak, Desa Labanan Makarti dan DesaLabanan Makmur beragama Islam.
Untuk mata pencaharian, umumnyapenduduk desa-desa tersebut berprofesisebagai petani peladang berpindah(menanam padi), kecuali Desa Labanan
Makarti dan Labanan Makmur. Pekerjaanlain yang dilakukan penduduk desa selainberladang adalah berkebun seperti kakao,karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkehdan lada. Selain itu, pekerjaan lain yangdilakukan mereka adalah menanam sayur-sayuran seperti jagung, kacang tanah,kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu danubi jalar serta memelihara ternak sepertiayam, itik, sapi dan kambing. Penghasilanutama mereka adalah dari berkebun,sedangkan hasil panen ladang, sayur-sayuran maupun ternak umumnya hanyauntuk dikonsumsi sendiri.
Tabel 2. Kondisi Kependudukan Desa-desa Di Sekitar KHDTK LabananDesa/
KampungLuas
Wilayah(Km2)
Jumlahpenduduk
(Jiwa)
KepadatanPenduduk(Jiwa/Km2)
MayoritasAgama
PekerjaanUtama
LabananMakarti
14,38 1.038 72,18 Islam Bertani
LabananMakmur
9,52 2.334 245,17 Islam Bertani
Long Lanuk 427,11 627 1,49 Protestan/Katolik
Berladangberpindah
Tumbit Dayak 81,19 1.299 16,00 Islam Berladangberpindah
Merasa 345,99 906 2,52 Protestan/Katolik
Berladangberpindah
Sumber: BPS Kab Berau (2014), BFBP – Yayasan Bestari (2003a), BFBP – Yayasan Bestari (2003b), BFBP –Yayasan Bestari (2003c), BFBP – Yayasan Bestari (2003d), BFBP – Yayasan Bestari (2003e) dan BFBP –Yayasan Bestari (2003f), diolah
6 Prosiding Seminar 2015
.Dilihat dari ketersediaan sarana dan
prasarana desa, secara umum desa-desa disekitar KHDTK Labanan masih kurangmemadai misalnya sarana pendidikantingkat SMU hanya dapat ditemui di DesaLabanan Makarti, demikian juga dengansarana pasar yang hanya dapat ditemui diDesa Labanan Makmur. Di beberapa desamisalnya Kampung Tumbit Dayak danDusun Nyapa Indah, jalan masih harusdiakses dengan menyeberangi sungai.Untuk sarana penerangan, KampungMerasa dan Dusun Nyapa Indah saat inimasih mengandalkan genset. Demikianjuga dengan sarana komunikasi, KampungMerasa maupun Kampung Long Lanukmasih belum terjangkau jaringan teleponseluler. Meski demikian hampir di seluruhdesa sudah tersedia puskesmas maupunposyandu dan sarana ibadah seperti masjidmaupun gereja.
Dari desa-desa yang berbatasandengan KHDTK Labanan, yang sudahmempunyai tata batas desa yang jelashanya Desa Labanan Makmur dan DesaLabanan Makarti. Hal tersebut dapatdipahami karena kedua desa tersebutberawal dari desa transmigrasi. Namundemikian dari data BPS Kab Berau (2014)dapat diketahui bahwa Kampung LongLanuk maupun Kampung Merasamempunyai wilayah yang cukup luas yaitu427 km2 dan 345,99 km2, sedangkanKampung Tumbit Dayak, Desa LabananMakarti dan Desa Labanan Makmur hanyamempunyai luasan 81,19 km2, 14,38 km2
dan 9,52 km2. Dari luasan tersebut,wilayah terbesar yang belum dioptimalkanberada di Kampung Long Lanuk danKampung Tumbit Dayak.
Tabel 3. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Desa-desa Sekitar KHDTK LabananDesa/
KampungSawah(Ha)
Ladang(Ha)
Perkebun-an (Ha)
Bangunandan Pekara-ngan (Ha)
PadangRumput
(Ha)
Lainnya(Ha)
LuasTotal(Ha)
Long Lanuk - 65,00 74,00 37,00 6,00 42.187,00 42.369Tumbit Dayak 42,00 80,00 37,00 52,00 3,00 7.956,00 8.170LabananMakarti
70,00 420,00 67,34 93,24 12,00 775,42 1.438
LabananMakmur
- 210,00 69,81 89,71 22,00 560,48 952
Merasa 280,00 500,00 786,00 - - - 34.599Sumber: BPS Kab Berau (2014), diolah.
IV. SEJARAH KONFLIK DI KHDTKLABANAN
Keberadaan KHDTK Labananberawal dari kerjasama antara PemerintahIndonesia dengan Pemerintah Perancissejak tahun 1989/1990 yang membangunPlot STREK (Silvicultural Techniques forthe Regeneration of Logged Over Area inEast Kalimantan) yang bertujuan untukmencari keseimbangan yang tepat antarakeuntungan produksi dan manfaat bagilingkungan melalui pengukuran riap pohonsetiap tahunnya. Setelah kerjasamadengan Pemerintah Perancis berakhir,
untuk melanjutkan Plot STREKPemerintah Indonesia kemudianmelakukan kerjasama dengan Uni Eropamelalui Berau Forest Management Project(BFMP) pada tahun 1996-2001. ProyekBFMP bertujuan sebagai proyekpercontohan pengelolaan hutan lestari ditingkat operasional di konsesi Inhutani ILabanan (136.000 Ha) dengan mendorongsertifikasi PHPL, pelaksanaan PembalakanRamah Lingkungan (RIL) dan Siptop(Sistem Informasi Topografi Pohon).Kegiatan PLOT STREK kemudianditindaklanjuti dengan penetapan arealkonsensi PT. Inhutani I Unit Labanan
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
7
seluas ± 142.691 Ha sebagai arealpenelitian dan kegiatan operasional BerauForest Management Project (BFMP)melalui Keputusan Menteri Kehutanan danPerkebunan No. 866/Kpts-II/1999 tanggal13 Oktober 1999. Guna menjaminkepastian hukum Plot Penelitian STREKdan keberlanjutan penelitian-penelitiannya,maka kawasan tersebut ditunjuk menjadiHutan Penelitian Labanan berdasarkanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.121/Menhut-II/2007, tanggal 2 April2007. Kawasan tersebut kemudianakhirnya ditetapkan sebagai KawasanHutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK)seluas ± 7.900 Ha berdasarkan KeputusanMenteri Kehutanan Nomor :SK.64/Menhut-II/2012, tanggal 3 Februari2012.
Secara umum upaya penolakanKHDTK Labanan oleh masyarakat desasekitar sebenarnya sudah mulai terjadisejak sebelum kawasan tersebut ditunjukmenjadi KHDTK, tepatnya sejak tahun2005 sesudah kerjasama kegiatan BFMPberakhir di kawasan ini. Hal tersebutdibuktikan dengan rusaknya camp STREKdi Km 37 yang berada di sekitar 1 km dariKHDTK Labanan dan pengklaiman lahanbangunan tersebut oleh masyarakatKampung Merasa. Hasil wawancaraterhadap salah satu staf Pengelola KHDTKLabanan menyebutkan bahwa campSTREK yang dibangun dengan danaAPBN Tahun Anggaran 1990 hanyadimanfaatkan sampai tahun 2002 saatkegiatan plot STREK masih aktif berjalan.Camp STREK sendiri terdiri atasbangunan kantor, barak tempat menginapdan dapur umum. Pada saat kerjasamaBFMP, Camp STREK hanya dimanfaatkanuntuk tempat bermalam saat kegiatanpengukuran sedang berjalan saja. Saatkerjasama BFMP berakhir, bangunantersebut kemudian tidak lagi dimanfaatkandan dibiarkan tidak terawat. Kondisi inikemudian diduga yang membuat bangunanrusak karena banyaknya bagian bangunandan aset yang dicuri serta berujung padapengklaiman lahan camp STREK oleh
warga Kampung Merasa. Sayangnya, saatitu tindakan yang dilakukan B2PD tidakmelakukan pengusutan pelaku namunhanya membuat laporan berita acaraterhadap rusaknya aset milik B2PD.
Berakhirnya kegiatan BFMPmembuat aktivitas di KHDTK Labananhanya dilakukan oleh peneliti-peneliti dariB2PD yang datang hanya beberapa kalidalam setahun. Kegiatan pengelolaanhutan di kawasan ini semakin jarangdilakukan setelah PT Hutan SanggamLabanan Lestari (penerus dari PT InhutaniI Unit Labanan) kemudian jugamemindahkan lokasi kerja ke RKL V diwilayah Segah. Kondisi ini diduga yangmenyebabkan kegiatan perambahan danpenebangan liar mulai banyak dilakukanoleh penduduk desa-desa di sekitarKHDTK Labanan. Hasil wawancaradengan beberapa warga dari KampungMerasa maupun Dusun Nyapa Indahmenyatakan bahwa sebagian dari merekamengklaim memiliki lahan di dalamkawasan KHDTK Labanan. Hal tersebutdibuktikan dengan adanya patok-patokklaim lahan yang banyak ditemukan didalam kawasan KHDTK Labanan. Hanyasaja baik kegiatan pembukaan lahanmaupun penebangan liar tidak semakinmeluas karena Pengelola KHDTK aktifmelakukan tindakan preventif berupasosialisasi serta memberikan informasi,himbauan dan peringatan terhadappenduduk desa yang kebetulan ditemuisaat patroli.
Gangguan di KHDTK Labananakibat aktivitas masyarakat lokal secaranyata baru terjadi sekitar bulan Juli 2013saat salah seorang warga Kampung Merasa(Pak Amat/Pak Jakson) melakukanpembukaan lahan di dalam plot penelitianuntuk tujuan pembuatan ladang.Penanganan kegiatan perambahan inisudah dilakukan oleh Pengelola KHDTKLabanan dengan meminta bantuan aparatkepolisian, namun sayangnya tidak adatindakan penangkapan. Informasi yangdiperoleh tim peneliti menyebutkan bahwapelaku sudah melarikan diri pada saat akan
8 Prosiding Seminar 2015
dilakukan penangkapan, sedangkan ladangyang dibuka sampai saat ini masih diklaim
sebagai milik pelaku dan ditanami olehpelaku
Tabel 4. Kejadian Penting Terkait Konflik di KHDTK LabananTahun Kejadian Penting1989 Orientasi lapangan tentang kerjasama dengan CIRAD1990 Membangun plot STREK di RKL IV, dan memulai pengukuran pertama1996 Kerjasama dengan CIRAD berakhir, dan kerjasama BFMP dimulai2001 Ijin pembukaan jalan ke Dusun Nyapa diberikan oleh PT Inhutani I2002 Kerjasama BFMP berakhir, kerjasama BFBP dimulai2003 Kerjasama BFBP berakhir, pengelolaan plot STREK kemudian diserahkan ke
B2PD bekerjasama dengan PT Inhutani I2005/2006 Camp STREK dirusak oleh masyarakat
2007 SK penunjukkan Hutan Penelitian Labanan2008 Dilakukan tata batas sementara
Mei 2009 Dilakukan tata batas definitiveOktober 2011 Sosialisasi di Kampung Merasa, Kampung Long Lanuk, Dusun Siduung -
Labanan Makarti2012 SK penetapan Hutan Penelitian Labanan
Juli 2013 Sosialisasi KHDTK Labanan ke Dusun Nyapa IndahJuli 2013 Plot Penelitian mulai dirusak oleh warga Kampung Merasa (Pak Amat/Pak
Jakson)Agustus 2013 Penghentian pembukaan ladang dekat embung COP oleh warga Nyapa (Pak
Ciu)Nopember 2013 Km 35 jalan ke Dusun Nyapa Indah dibuka kembali untuk memudahkan
kegiatan penambangan galian C2014 Kegiatan penanaman lahan pengganti oleh BP Das Mahakam Berau
kerjasama dengan PT Nusantara Berau CoalNopember 2014 COP memulai aktivitas di KHDTK Labanan2 -21 Feb 2015 Praktek Lapang SMK Kehutanan (khusus kelas I)6 Maret – 4 Mei
2015Praktek Lapang SMK Kehutanan (khusus kelas II)
Februari 2015 Kunjungan Ka Badan Litbang, Prof. Dr. Ir. San, Afri Awang, M.ScMaret 2015 Mou Pengamanan Hutan antara B2PD, Berau Coal, Dishut, BKDSA
Berita tentang KHDTK Labanan terbit di Koran Kaltim PostApril 2015 Penangkapan kegiatan illegal logging oleh warga Labanan Jaya di KHDTK
Labanan dalam kawasan Dusun Nyapa IndahMei 2015 Awal mei pengkaplingan lahan oleh warga Kampung Merasa dimulai, akhir
mei 2015 pembukaan lahan dimulaiSebelum 2 Juli
2015Tim peneliti dari B2PD (Asef KH) menemukan pengkaplingan lahan olehwarga Dusun Nyapa Indah
6 Juli 2015 Pertemuan dengan warga Dusun Nyapa Indah, pembukaan lahan di sebelahkiri jalan poros Berau – Samarinda dimulai
Sumber: Diolah dari hasil wawawancara dengan salah satu satf Pengelola KHDTK Labanan (2015).
Pembukaan lahan secara besar-besaran terjadi pada Mei 2015 oleh wargaKampung Merasa di Km 33, tepatnya dikanan kiri eks jalan logging menuju RKL IPlot Strek. Lahan dibuka secaraberkelompok yang rata-rata terdiri dari 25Kepala Keluarga (KK), dengan membuangundi sebagai cara untuk penentuan posisi
setiap KK. Setiap KK kemudianmendapatkan lahan selebar 50 meterdengan panjang ke belakang diserahkankepada kemampuan masing-masingKepala Keluarga. Dari hasil wawacaradiketahui bahwa rata-rata panjang lahanyang dibuka antara 100 – 200 meter,
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
9
namun demikian ada yang membukadengan panjang sampai 500 meter.
Pembukaan lahan oleh wargaKampung Merasa kemudian diikuti olehwarga Dusun Nyapa Indah yang membukadi Km 28 – Km 35 arah sebelah kiri jalanporos Berau – Samarinda. Dari informasiyang didapatkan saat wawancara,pembukaan lahan oleh warga DusunNyapa Indah sebagai cara warga untukmengantisipasi masuknya warga KampungMerasa ke dalam wilayah mereka.Kondisi ini kemudian juga diikuti olehbeberapa warga Kampung Siduung yangjuga membuka lahan di dalam KHDTKLabanan. Belakangan, pembukaan lahan didalam KHDTK Labanan oleh wargaDusun Nyapa Indah kemudian jugaditanggapi oleh warga Kampung Merasadengan membuka lahan di arah sebelahkanan jalan poros Berau – Samarinda.Sampai tulisan ini disusun, data pastitentang luasan pembukaan lahan olehmasyarakat sekitar di dalam KHDTKLabanan masih belum diperoleh.Pengukuran sebenarnya sudahdirencanakan akan dilakukan oleh timpeneliti pada akhir Agustus 2015, namunkarena pertimbangan keamanan rencanatersebut akhirnya dibatalkan.
V. PENYEBAB KONFLIK DIKHDTK LABANAN
Hasil wawancara dengan aparatdan warga Kampung Merasa diketahuibahwa alasan utama yang seringdiungkapkan terkait pembukaan lahan diKHDTK Labanan adalah untuk tujuanmencari lokasi ladang baru yang lebihmudah diakses oleh warga. Hal inidisebabkan karena ladang-ladangmasyarakat sebelumnya semakin sulitdiakses, yaitu harus menggunakanketinting karena lebih banyak berlokasi dipinggir sungai. Pengaspalan jalan porosBerau – Samarinda yang selesai dilakukanawal tahun 2015, rupanya mendorongwarga memilih untuk membuat ladang di
pinggir jalan. Namun demikianpembukaan lahan pertama kali oleh wargaKampung Merasa di Km 33 tepatnya dieks jalan logging RKL I seringkalimenjadi pertanyaan apakah sebenarnyayang mendorong motivasi wargaKampung Merasa melakukan pembukaanlahan di dalam KHDTK Labanan.
Untuk menjawab hal tersebut,berikut adalah rangkuman beberapapenyebab konflik di KHDTK Labananyang telah dikumpulkan oleh tim penelitidari seluruh para pihak yangberkepentingan dengan KHDTK Labanan,diantaranya yaitu:
1. Lemahnya penegakan hukum diKHDTK Labanan.
Lemahnya penegakan hukum diKHDTK Labanan dianggap tim penelitisebagai penyebab utama terjadinya konflikperambahan lahan dan penebangan ilegaldi KHDTK Labanan. Beberapa kasus yangsebelumnya dihadapi seperti pengrusakanCamp STREK sekitar tahun 2005/2006maupun pengrusakan plot pada Juli 2013tidak ditangani oleh Pengelola KHDTKLabanan secara tuntas dengan menangkappelaku. Kondisi ini yang menyebabkanmasyarakat desa-desa sekitar KHDTKLabanan tidak merasa takut untukmelakukan kegiatan ilegal di dalamkawasan KHDTK Labanan.
Pengelola KHDTK Labananmemang mengalami kendala dalammelakukan kegiatan pengamanan diKHDTK Labanan, karena saat menghadapimasyarakat yang melakukan kegiatanilegal mereka tidak memiliki sumberdayamanusia yang dapat melakukanpenangkapan maupun penyidikan. Untukmengatasi keterbatasan sumberdayamanusia tersebut Pengelola KHDTKLabanan sebelumnya telah berupayamelakukan kerjasama dengan institusipenegak hukum seperti Polres Berau.Namun rumitnya birokrasi dan minimnyadana menyebabkan kerjasama tersebutterkadang tidak berjalan baik, kondisitersebut yang menyebabkan upaya
10 Prosiding Seminar 2015
penangkapan pelaku pengrusakan plotpenelitian pada Juli 2013 tidak berhasildilakukan.
Untuk mengatasi masalahpengamanan hutan di KHDTK Labanan,sebenarnya sejak tanggal 08 April 2014B2PD telah melakukan kesepakatanbersama dengan Balai KonservasiSumberdaya Alam Kalimantan Timur,Dinas Kehutanan Kabupaten Berau,Kepolisian Resort Kabupaten Berau danPT Berau Coal. Kerjasama ini telahterbukti efektif saat Pengelola KHDTKLabanan melakukan patroli gabungandengan Seksi Wilayah I BKSDA Kaltimberhasil melakukan penangkapan danpenyitaan barang bukti kegiatan illegallogging di akses masuk KHDTK Labananmelalui jalan hauling PT Kaltim Jaya Bara(B2PD, 2014b). Namun tidak terlalu jelasmengapa kesepakatan pengamananbersama ini tidak dipergunakan untukmengatasi perambahan yang terjadisetahun terakhir, bahkan belakangan B2PDmalah lebih memilih bekerjasama denganBatalyon Armed Buritkang di KabupatenBerau dalam kegiatan pengamanan.
2. Masyarakat desa-desa di sekitarKHDTK Labanan masih banyak yangtidak mengetahui keberadaan KHDTKLabanan, batas-batas wilayah KHDTKLabanan, siapa Pengelola KHDTKLabanan dan manfaat keberadaanKHDTK Labanan.
Meski sudah ditata batas definitif,ternyata masih banyak masyarakat desa-desa di sekitar KHDTK Labanan yangmengetahui keberadaan KHDTK maupunbatas-batasnya. Kondisi ini sangatmungkin karena saat kegiatan pengukurantata batas, sosialisasi keberadaan KHDTKLabanan tidak dilakukan. BPKH WilayahIV (2009) menyebutkan bahwapengumuman hanya dilakukan dengan carapemasangan papan pengumuman daribahan plat seng ukuran 20x30 cm denganwarna dasar kuning bertuliskan “KHDTKHutan Penelitian Labanan” sebanyak 38buah di sepanjang garis batas dengan jarak
± 1 Km. Kondisi ini semakin diperparahdengan tidak adanya kegiatan penelitianyang terkait dengan masyarakat maupunkurangnya sosialisasi yang dilakukan olehpihak Pengelola KHDTK Labanan.
Penggunaan tenaga kerja daridesa-desa sekitar KHDTK Labanan masihsangat sedikit yaitu hanya 2 orang untuktenaga pengamanan (1 orang berasal dariDesa Tumbit Dayak dan 1 orang berasaldari Kampung Merasa). Selain haltersebut pihak Pengelola KHDTK Labananmaupun peneliti dengan alasan lebih rajinbekerja, lebih memilih menggunakanwarga Desa Labanan Makmur sebagaitenaga kerja harian dibandingkan tenagakerja dari warga Kampung Merasa yangsecara lokasi relatif lebih dekat denganKHDTK Labanan.
3. Masyarakat Kampung Merasamembuka ladang di dalam kawasanKHDTK Labanan karena potensibatubara di dalam KHDTK Labananyang tinggi.
Isu batubara paling banyakdiperbincangkan terkait pembukaan lahanpertama kali oleh warga Kampung Merasadi Km 33 yang masuk dalam wilayahKHDTK Labanan. Pembukaan lahanuntuk perladangan diperkirakan menjadicara warga melakukan klaim lahan agarnantinya saat KHDTK Labanan dibukauntuk tambang maka warga akanmendapatkan ganti rugi lahan. Pemikiranwarga ini sangat mungkin terjadi karenadari hasil wawancara, FGD maupunpenyebaran kuisioner sebagian besarmasyarakat Kampung Merasa maupunDusun Nyapa Indah masih tidak mengenalKHDTK Labanan, batas-batasnya maupunpihak pengelolanya. Bahkan sebagianbesar warga di Kampung Merasa danDusun Nyapa Indah yang ditemui timpeneliti masih sering menyebut KHDTKLabanan sebagai hutan lindung milik PTInhutani. Ketidaktahuan warga tersebutmembuat mereka berpikir bahwa KHDTKLabanan memiliki masa akhir izin,sehingga memiliki kemungkinan untuk
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
11
nantinya juga ditambang oleh PT BerauCoal dan berharap nantinya akan mendapatpenggantian.
4. Masyarakat Kampung Merasamembuka ladang di dalam kawasanKHDTK Labanan karena lahan merekasudah habis dijadikan ladang dankebun oleh perkebunan kelapa sawit.
Melalui SK Bupati Berau No. 267Tahun 2013, Bupati Berau memangmemberikan ijin perkebunan kelapa sawituntuk wilayah Areal Penggunaan Lain(APL) yang masuk dalam wilayahKampung Merasa untuk PT RimbaAnugerah Kaltim (RAK) seluas ± 3.621Ha. Areal perkebunan PT RAK berlokasidi sebelah barat Kampung Merasaberbatasan dengan sebelah selatanKHDTK Labanan, tepatnya berada padajalan keluar Kampung Merasa menujujalan poros Berau - Samarinda. Timpeneliti memperkirakan bahwa habisnyalahan di sepanjang kanan kiri jalan keluarkampung menjadi perkebunan kelapa sawitdijadikan alasan warga untuk menyatakanbahwa lahan mereka telah habis.Berdasarkan hasil wawancara sebelumnyawarga Kampung Merasa umumnyamembuka ladang di sepanjang sungaiKelay maupun anak-anak sungainya,namun karena pertimbangan lebih mudahdan murah sehingga mendorong wargapada tahun ini untuk membuka ladang dipinggir jalan. Tidak jelasnya tata bataskampung menjadi penyebab utama wargaKampung Merasa tidak mengetahuiwilayah mana dari lahan kampung merekayang masih belum terkelola dengan baik.
5. Masyarakat Kampung Merasamembuka ladang di dalam kawasanKHDTK Labanan karena ladang-ladang mereka rusak akibat aktivitasPT Kaltim Jaya Bara (KJB).
PT KJB melakukan kegiatanpenambangan batubara melalui SuratKeputusan Bupati Berau No. 441/2006tanggal 5 Desember 2006 dengan luaswilayah 5.000 Ha. Lokasi penambangan
PT KJB sebagian besar sebenarnya beradadalam kawasan Desa Long Lanuk tepatnyadi sebelah selatan wilayah Dusun NyapaIndah, dan hanya sebagian kecil areal PTKJB yang masuk dalam dalam wilayahKampung Merasa. Dalam beberapa kalipertemuan FGD warga Kampung Merasamenyampaikan keluhan bahwa kebun-kebun kakao mereka saat ini tidak lagiberproduksi karena telah rusak olehaktivitas PT KJB sehingga mereka masukke dalam KHDTK Labanan untuk mencarilahan baru bagi kebun mereka. Informasiyang diperoleh dari berbagai sumbermenyebutkan bahwa PT KJB memangtelah melakukan ganti rugi lahan untuksebagian warga yang lahannya rusakkarena kegiatan penambangan PT KJB,namun nilai ganti rugi yang diberikansangat bervariasi karena disesuaikandengan kondisi tanaman yang ada.
6. Pembukaan lahan oleh masyarakatKampung Merasa di KHDTK Labananmendorong desa-desa lain untuk jugamelakukan pembukaan lahan sehinggaperambahan semakin meluas
Diakui oleh desa-desa lain, yaituwarga Dusun Nyapa Indah dan KampungSiduung bahwa pembukaan lahan di dalamKHDTK Labanan oleh masyarakatKampung Merasa memang mendorongmereka untuk melakukan hal yang sama.Umumnya mereka takut nantinya tidakdapat bagian jika tidak melakukan sepertiyang dilakukan warga Kampung Merasa.Menurut warga Dusun Nyapa Indah, wargaKampung Merasa tidak mempunyai hakuntuk membuka lahan lebih jauh ke dalamKHDTK Labanan karena hak merekahanya sampai batas Km 35 yaitu jalan keDusun Nyapa Indah yang dulu diberikanoleh PT Inhutani I Unit Labanan sebagaiakses jalan keluar dari dusun ke jalanporos Berau – Samarinda. Secaraadministrasi sebenarnya warga KampungMerasa yang wilayahnya masuk dalamKecamatan Kelay tidak seharusnya masukdalam kawasan KHDTK Labanan karenawilayah tersebut sudah masuk Kecamatan
12 Prosiding Seminar 2015
Sambaliung. Namun pada kenyataannyasampai saat penelitian ini dilakukan, wargaKampung Merasa telah melakukanpembukaan hutan sampai Km 27 arahsebelah kanan jalan poros Berau –Samarinda.
VI. PENDATAAN MASYARAKATLOKAL DALAM KEGIATANKEMITRAAN KEHUTANAN DIKHDTK LABANAN
Upaya penyelesaian konflikmelalui kegiatan kemitraan kehutananbaru mulai dijalankan oleh tim penelitipada pertengahan Juni 2015. Saat timpeneliti masuk ke Kampung Merasa untukmelakukan sosialisasi kegiatan kemitraan,tim peneliti mendapati banyak wargaKampung Merasa mulai melakukanpenebangan pohon dengan tujuanpembukaan lahan di dalam wilayahKHDTK Labanan, tepatnya di Km 33 jalanporos Berau – Samarinda. Melaluipertemuan FGD tanggal 27 Juni 2015dengan aparat dan tokoh masyarakat dariKampung Merasa, tim peneliti berupayamelakukan negosiasi untuk menghentikankegiatan pembukaan lahan yang sedangberlangsung. Namun aparat kampung dantokoh masyarakat malah menyarankan timpeneliti untuk melakukan pertemuanlangsung dengan seluruh warga KampungMerasa karena mereka tidak dapatmengambil keputusan terkait pemindahanlokasi perladangan maupun pembukaanlahan tanpa pembakaran. Permintaantersebut disetujui oleh tim peneliti yangkemudian meminta waktu untukmelaporkan kepada pimpinan sekaligusmeminta agar pembukaan lahan untuksementara dihentikan.
Pada kenyataannya penghentiansementara pembukaan lahan tidak dapatditepati oleh warga. Hasil wawancaradengan warga Kampung Merasa di lokasipembukaan lahan, tim penelitimemperoleh informasi bahwa kegiatanpembukaan lahan di dalam KHDTKLabanan sebenarnya sudah direncanakan
oleh warga sejak April 2015 melalui rapatdesa. Aparat kampung sudah mencobauntuk mencegah rencana warga, namunkarena janji dari pihak Pengelola KHDTKLabanan untuk melakukan pertemuan tidakkunjung terjadi maka akhirnya aparatkampung membiarkan warga melakukankegiatan pembukaan lahan di dalamKHDTK Labanan. Dari informasi yangdiperoleh tim peneliti, Kepala KampungMerasa saat itu sudah pernah mengikutisosialisasi dari pihak lain mengenaikemitraan kehutanan dan mengharapkanpihak Pengelola KHDTK Labanan dapatmensosialisasikan program tersebutkepada seluruh warga Kampung Merasasebagai solusi untuk mencegah pembukaanlahan di dalam KHDTK Labanan.
Sebagai tindak lanjut permintaandari aparat kampung dan tokohmasyarakat, tim peneliti kemudianmenghadirkan Kepala B2PD untukmelakukan pertemuan FGD denganseluruh warga Kampung Merasa padatanggal 11 Juli 2015. Pertemuan yanghanya dihadiri sekitar 69 orang warga dari233 KK yang diundang menghasilkaninformasi bahwa kegiatan pembukaanhutan di Km 33 jalan poros Berau –Samarinda oleh warga Kampung Merasadisebabkan oleh beberapa hal diantaranyayaitu:a. Masyarakat Kampung Merasa
memerlukan lahan untuk berladang,karena di kampung sudah tidak adalagi lahan kosong.
b. Kegiatan pembakaran dalam tahapanpembukaan lahan untuk perladangantidak bisa dilarang, karena caratersebut adalah cara yang palingmudah, murah dan cepat.
c. Masyarakat Kampung Merasamenuntut hak milik untuk lahan yangdibuka karena masyarakatmenganggap Negara tidak mempunyaikeadilan terkait keberadaan hutanpenelitian, dimana masyarakat hanyadiperbolehkan mengelola lahan tanpamemiliki.
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
13
Menanggapi tuntutan wargaKampung Merasa dan mencegah semakinmeluasnya pembukaan lahan, KepalaB2PD, yaitu Bapak Ir. Ahmad Saerozikemudian menyampaikan 3 (tiga) halpenting yaitu:a. B2PD memperbolehkan warga
Kampung Merasa untuk melakukanperladangan di dalam kawasanKHDTK Labanan, dengan syarat harusbersedia diatur.
b. B2PD memperbolehkan melakukankegiatan pembakaran untukperladangan di dalam KHDTKLabanan dengan syarat adanyapendampingan dari Balai.
c. B2PD tidak dapat memberikan hakmilik kepada warga Kampung Merasa,karena hutan penelitian adalah hutanNegara.
Menindaklanjuti kebijakan KepalaB2PD, tim peneliti kemudian pada awalAgustus 2015 untuk datang kembali keKampung Merasa melakukan pendataanterhadap warga yang melakukanpembukaan lahan di dalam KHDTKLabanan untuk tujuan penyeleksian danpengaturan kegiatan pembakaran. Denganpertimbangan perlunya kegiatan kemitraankehutanan juga disosialisasikan kepadawarga kampung lain maka tim penelitikemudian mengundang aparat kampungdan tokoh masyarakat Kampung Merasa,Dusun Nyapa Indah dan Desa LabananMakmur untuk melakukan pertemuanFGD di Stasiun Penelitian KHDTKLabanan, Km 36 jalan poros Berau –Samarinda. Pertemuan FGD tanggal 9Agustus 2015 yang ternyata hanya dihadiriaparat dusun dan tokoh masyarakat dariDusun Nyapa Indah dan beberapa aparatdesa dari Desa Labanan Makmurmemperoleh hasil berupa daftar nama 61KK warga Dusun Nyapa Indah yangmengaku melakukan pembukaan lahan didalam KHDTK Labanan. Pada saat ituaparat Dusun Nyapa Indah jugamempersilahkan tim peneliti untukmelakukan penyebaran kuisioner kepadawarga yang telah masuk daftar. Pada
tanggal 11 Agustus 2015, tim penelitikembali melakukan pertemuan FGD diStasiun Penelitian KHDTK Labanan yangberhasil menghadirkan aparat kampungdan beberapa tokoh masyarakat KampungMerasa. Pada pertemuan itu wargaKampung Merasa bersedia menyerahkan91 KK daftar nama warga yang melakukanpembukaan lahan di Km 33. Disampaikanoleh tokoh masyarakat yang hadir bahwadaftar nama tersebut belum termasukdaftar nama warga yang membuka lahan dipinggir jalan (sebelah kanan jalan porosBerau – Samarinda). Pada saat itu tokohmasyarakat Kampung Merasa jugabersedia membantu tim peneliti melakukanpenyebaran kuisioner terhadap warga yangnamanya termasuk dalam daftar.
Sayangnya janji warga untukbersedia di atur dan melakukanpengunduran waktu pembakaran padaakhir bulan Agustus tidak pernah ditepatiwarga. Informasi yang diperoleh timpeneliti, warga Kampung Merasa sudahmulai melakukan pembakaran padatanggal 17 Agustus 2015. Tim penelitiyang datang pada akhir Agustus 2015akhirnya mengurungkan niat ke KampungMerasa untuk melanjutkan pendataankarena pada saat yang bersamaan yaitutanggal 31 Agustus 2015 Tim OperasiGabungan dari Ditjen Penegakan HukumLingkungan Hidup dan Kehutanan (TimGakum) yang terdiri dari SPORCH, DishutKab Berau dan Polres Berau telah datangke KHDTK Labanan. Tim penelitimendapatkan informasi bahwa seharisetelah operasi penegakan hukum, wargaKampung Merasa telah melakukanpengrusakan dan pembakaran rumah sertapersemaian milik PT Hutan SanggamLabanan Lestari sebagai bentukpembalasan atas tindakan Tim Gakumyang dianggap menyinggung perasaanwarga saat melakukan operasi.Pengrusakan aset milik PT HutanSanggam Labanan Lestari diduga karenawarga masih tidak dapat membedakanantara Tim Gakum, B2PD maupun PTHutan Sanggam Labanan Lestari.
14 Prosiding Seminar 2015
Dari berbagai sumber, tim penelitimemperoleh informasi bahwa Tim Gakumtidak mengetahui program kemitraankehutanan yang sedang dijalankan olehpihak B2PD. Selain hal itu sepertinyajuga ada pemahaman yang berbeda antarapihak B2PD dengan Tim Gakum dalammenanggapi permasalahan boleh tidaknyakegiatan masyarakat lokal di dalamKHDTK Labanan. Hal tersebut terbuktidengan dipasangnya papan pengumumansaat operasi dilakukan yang bertuliskan“dilarang untuk dan atau melakukankegiatan dalam bentuk apapun”. Daripengakuan Sekretaris Kampung Merasa,amarah warga dipicu dari cara operasi TimGakum yang menggunakan senjata apiberupa senapan laras panjang saatmelakukan operasi serta tidak adanyakesempatan dari warga untuk melakukantanya jawab tentang kegiatan operasi yangdilakukan. Disebutkan oleh warga bahwasehari setelah operasi gabungan, TimGakum berjanji akan datang ke KampungMerasa untuk melakukan pertemuan.Tetapi hingga lepas siang hari janjitersebut tidak pernah ditepati oleh TimGakum, akibatnya warga yang sudah tidaksabar menunggu kedatangan Tim Gakumkemudian melampiaskan kekesalandengan melakukan pengrusakan rumahdan persemaian milik PT Hutan SanggamLabanan Lestari.
Terkait kondisi keamanan untuksementara kegiatan pengembangankemitraan kehutanan kemudian hanyadifokuskan di Dusun Nyapa Indah.Terkait hal tersebut, tim peneliti kemudianmelakukan sosialisasi kemitraan kehutananmelalui pertemuan FGD di Dusun NyapaIndah tanggal 3 September 2015. Tidakseperti masyarakat Kampung Merasa,masyarakat Dusun Nyapa Indah berjanjiuntuk mengikuti arahan tim penelitisebagai konsekuensi kesediaan mengikutiprogram kemitraan kehutanan. Saat inidari 60 kuisioner yang disebarkan kewarga untuk diisi setiap KK telahdikembalikan kepada tim peneliti sebanyak35 kuisioner.
Hasil sementara dari kuisionermengenai sosial, ekonomi dan budayamasyarakat sekitar dari warga DusunNyapa Indah yang melakukan pembukaanlahan di KHDTK Labanan adalah sebagaiberikut: (a) Berdasarkan Kartu TandaPenduduk (KTP) yang diperoleh, tidakseluruh responden berdomisili di DusunNyapa Indah; (b) Seluruh respondenmelakukan pola perladangan berpindah;(c) Penghasilan utama respondenumumnya berasal dari hasil panen kebunkakao; (d) Pekerjaan lain yang dilakukanoleh responden seperti berburu danmenangkap ikan umumnya hanya untukdikonsumsi sendiri; (d) Permasalahan yangdihadapi responden umumnya adalahmasalah modal serta sarana dan prasaranadesa.
Untuk kuisioner pola pemanfaatan,persepsi dan harapan masyarakat sekitarKHDTK Labanan, hasil sementara yangdiperoleh adalah: (a) Hampir seluruhresponden yang melakukan pembukaanlahan di dalam KHDTK Labanan tidakmengetahui bahwa kawasan tersebutadalah KHDTK yang memiliki aturan-aturan dalam pemanfaatannya; (b) Hampirseluruh responden tidak mengetahui siapapengelola KHDTK Labanan. Beberaparesponden yang mengetahui KHDTKLabanan, menyebutkan bahwapengelolanya adalah Dinas KehutananKabupaten Berau; (c) Separuh dariresponden menyebutkan bahwa kondisiKHDTK Labanan saat ini danpengelolaannya dianggap lebih burukdibandingkan masa lalu; (d) Seluruhresponden tidak pernah dilibatkan dalampengelolaan KHDTK Labanan danberharap agar nantinya dapat dilibatkandengan tujuan agar mendapatkan lahan didalam KHDTK Labanan untuk dijadikanladang atau kebun; (e) Mayoritasresponden setuju untuk menjagakelestarian hutan di KHDTK Labanan.
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
15
VII. KESIMPULAN DANREKOMENDASI
1. Kesimpulana) Penduduk desa-desa di sekitar
KHDTK Labanan yaitu KampungLong Lanuk, Kampung TumbitDayak, Desa Labanan Makarti,Desa Labanan Makmur danKampung Merasa umumnya adalahwarga pendatang kecuali DesaTumbit Dayak dan Desa LongLanuk (khususnya Dusun NyapaIndah). Dari desa-desa tersebutyang berbatasan langsung denganKHDTK Labanan adalah DesaLong Lanuk (termasuk DusunNyapa Indah), Kampung Merasadan Desa Labanan Makarti.
b) Perambahan lahan di KHDTKLabanan sebenarnya sudah mulaiterjadi pada tahun 2005 setelahkerjasama BFMP berakhir. Namunperambahan lahan dalam skalabesar di KHDTK Labanan baruterjadi pada bulan Juni 2015 yangdipicu oleh masyarakat KampungMerasa dan kemudian diikuti olehmasyarakat desa yang lain.
c) Penyebab utama terjadinya konflikdi KHDTK Labanan adalahlemahnya penegakan hukum olehPengelola KHDTK Labanan,sedangkan penyebab-penyebab lainadalah kurangnya responpengelolaan KHDTK Labananterhadap masalah-masalah yangdihadapi oleh masyarakat desa-desa di sekitar KHDTK Labanan.
d) Upaya penyelesaian konflik diKHDTK Labanan melalui programkemitraan kehutanan masih terusdilakukan. Tahap yang saat inimasih dijalani adalah pendataanwarga yang melakukan pembukaanlahan di dalam KHDTK Labanan.Nantinya akan ada penyeleksiandata untuk memastikan bahwaprogram kemitraan kehutananhanya akan diberikan kepada
masyarakat desa yang betul-betulmemerlukan.
2. Rekomendasia. Meski pengembangan kemitraan
kehutanan dapat dijadikan salahsatu solusi dari upaya penyelesaiankonflik, namun karena kegiatan inihanya bersifat riset nantinyaPengelola KHDTK Labanan harusmembuat rencana pengembangankemitraan kehutanan yang bersifatimplementatif dan memasukkandalam Rencana PengelolaanKHDTK Labanan.
b. Pengembangan kemitraankehutanan hanya merupakan salahsatu solusi dari upaya penyelesaiankonflik di KHDTK Labanan.Karena itu nantinya PengelolaKHDTK Labanan diharapkandapat merubah pola pengelolaanyang selama ini dilakukan menjadilebih berpihak pada masyarakatsekitar.
c. Keterbatasan sumberdaya manusiadan minimnya dana dalampengelolaan dan pengamananKHDTK dapat diatasi denganmemaksimalkan kesepakatankerjasama pengamanan yang sudahterjalin.
d. Konflik di KHDTK Labanan dapatdihindari jika masyarakat sekitarsudah sejahtera. Untuk mendukungpeningkatan kesejahteraanpenduduk desa-desa di sekitarKHDTK Labanan maka PengelolaKHDTK Labanan perlu melakukankerjasama dengan stakeholder laindi Kabupaten Berau, diantaranyaKesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) Model Berau Barat, Centerfor Orangutan Protection (COP),Forest and Climate Change(ForClime), The NatureConservancy (TNC), YayasanBestari, PT Nusantara Berau Coaldan lain-lain.
16 Prosiding Seminar 2015
DAFTAR PUSTAKA
Awang, S. A., Dhonawan Sepsiaji danBariatul Himmah. 2002.Etnoekologi Manusia di HutanRakyat. Sinergi Press.Yogyakarta.
B2PD. 2014a. Laporan PengamananKHDTK Lingkup Balai BesarPenelitian Dipterokarpa. BalaiBesar Penelitian Dipterokarpa.
B2PD. 2014b. Laporan KHDTK Tahun2014. Balai Besar PenelitianDipterokarpa.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003a. ProfilDesa Labanan Makarti; LaporanSurvey Sosial Ekonomi MasyarakatSekitar Hutan. Berau ForestBridging Project – YayasanBestari.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003b. ProfilDesa Labanan Makmur; LaporanSurvey Sosial EkonomiMasyarakat Sekitar Hutan. BerauForest Bridging Project – YayasanBestari.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003c. ProfilDusun Siduung Kampung GunungSari; Laporan Survey SosialEkonomi Masyarakat SekitarHutan. Berau Forest BridgingProject – Yayasan Bestari.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003d. ProfilKampung Long Lanuk; LaporanSurvey Sosial EkonomiMasyarakat Sekitar Hutan. BerauForest Bridging Project – YayasanBestari.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003e. ProfilKampung Merasa; Laporan SurveySosial Ekonomi MasyarakatSekitar Hutan. Berau Forest
Bridging Project – YayasanBestari.
BFBP – Yayasan Bestari. 2003f. ProfilKampung Tumbit Dayak; LaporanSurvey Sosial EkonomiMasyarakat Sekitar Hutan. BerauForest Bridging Project – YayasanBestari.
BPKH Wilayah IV. 2009. Berita AcaraPembuatan Tata Batas DefinitifKawasan Hutan Dengan TujuanKhusus Untuk Hutan PenelitianLabanan, Kabupaten Berau,Provinsi Kalimantan Timur. BalaiPemantapan Kawasan HutanWilayah IV.
BPS Kab Berau. 2014. Berau dalamAngka. Badan Pusat StatitistikKabupaten Berau.
LPMK KHDTK Samboja. 2007. LaporanAkhir Identifikasi KeadaanMasyarakat Sekitar KawasanHutan Dengan Tujuan Khusus(KHDTK) Samboja SecaraPartisipatif di Kelurahan SungaiMerdeka, Kecamatan Samboja,Kabupaten Kutai Kertanegara.Samboja.
Peraturan Menteri KehutananP.39/Menhut-II/2013 tentangPemberdayaan MasyarakatSetempat Melalui KemitraanKehutanan.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.121/Menhut-II/2007 tentangPenunjukan Kawasan HutanProduksi Tetap seluas ± 7.900(Tujuh Ribu Sembilan Ratus)Hektar di Kabupaten BerauProvinsi Kalimantan Timur sebagaiKawasan Hutan Dengan TujuanKhusus untuk Hutan PenelitianLabanan.
Penanganan Konflik di KHDTK Labanan……Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti
17
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.64/Menhut-II/2012 tentangPenetapan Kawasan Hutan DenganTujuan Khusus untuk HutanPenelitian Labanan yang terletak diKabupaten Berau, ProvinsiKalimantan Timur seluas 7.959,10(Tujuh Ribu Sembilan Ratus LimaPuluh Sembilan dan SepuluhPerseratus) Hektar.
Wiati, C. B. 2005. Kepentingan Nasionalatau Lokal? Konflik PenguasaanLahan di Hutan Penelitian Sebulu,Kabupaten Kutai Kertanegara,Kalimantan Timur. Center forInternational Forestry Research(CIFOR). Bogor
18 Prosiding Seminar 2015
DELTA MAHAKAM KAWASAN STRATEGIS DALAM PERSPEKTIFLINGKUNGAN HIDUP
H. SyahrirBadan Lingkungan Hidup Propinsi Kalimantan Timur
Jl. Mayor Jenderal Mt Haryono No.18, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75124Telepon:(0541) 760304
20 Prosiding Seminar 2015
GAMBARAN UMUM KAWASANDELTA MAHAKAM
Letak Geografis : 0021 LU – 10101 LS dan 1170 151 BT –1170 451 BT Luasan daerah/ pulau : 112.212,30 Ha Kawasan perairan berkisar 1.300 km2 – 1.500 km2
Meliputi 5 wilayah kecamatan, yaitu :- Muara Jawa - Anggana - Samboja- Muara Badak - Sanga-Sanga
Merupakan ekosistem mangrove yang cukup luas ±108.869 ha dengan 4 tipe ekosistem yaitu : MangroveNipah, Mangrove air tawar dan Rawa air tawar
Awal tahun 70-an , seluruh kawasan masih ditutup mangrove yang
merupakantempat berbagai habitatjenis faunaperairan dan darat. Kawasan pemukiman masih terbuka, yaitu hanya ada 2
(dua) desa pantuan dan tani baru denganjumlahpenduduk masing-masing ±50 KK.
Kondisi sejak tahun 1986, Lahan mangrove sudah mulai dimanfaatkan untuk
tambak yaitu dari 288 ha, pada tahun 1986 meningkatmenjadi 15.300 ha, pada tahun 1996 dan menjadi18.300 ha serta 1997 menjadi 85.000 ha. Permukiman penduduk terus berkembang, kegiatan
penduduk berubah dari penangkapan ikan budidayapertambakan.
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
21
Kondisi sejak tahun 2000-an, Krisis ekonomi dunia tahun 1997, menyebabkan
meningkatnya harga udang sehingga mendorongmasyarakat terus membuka hutan mangrove untukkegiatan pertambakan dan diperkirakan konversimangrove menjadi tambak mencapai ±85.000 ha. Saat ini sudah mencapai ±90.000 ha hutan mangrove
yang dikonversi menjadi tambak. Akibatnya luasnya konversi mangrove menimbulkan
beberapa permasalahan di kawasan Delta Mahakam.
Program pengelolaan Delta Mahakam yangdikembangkan hingga saat ini pada intinya adalahmenjawab dua hal mendasar, yaitu ;1. Kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan
sumber daya alam delta yang terancam sepertiestuaria, hutan mangrove, dan bentang alam sertanilai-nilai estetika, juga komponen-komponenhayati pesisir sepertii sumber daya ikan, mangrovedan lain sebagainya
2. Kebutuhan untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya alam delta secara rasional, mencari resolusi ataskonflik pemanfaatannya, guna mencapaikeseimbangan atau rasionalisasi antara kebutuhanpembangunan dan tuntutan pelestarian lingkungan.
22 Prosiding Seminar 2015
Delta Mahakam sebagai kawasan strategis harusdikelola secara terpadu, sehingga paling tidakmenuntut 3 (tiga) pendekatan1. Perhatian serta pemahaman yang lebih mendalam
dan menyeluruh mengenai elemen sumber dayaalam khas Delta
2. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yangmendominasi Delta Mahakam, denganmengintergritaskan segenap informasi ekologi,sosial-budaya dan ekonomi
3. Peningkatan kerjasama, konsultasi dan koordinasiantar sektor dan antar pemangku kepentingan(skateholder) dalam mengatasi permasalahan yangada di Delta Mahakam
KONSEPSI DELTA MAHAKAM SEBAGAI KAWASANSTRATEGIS DALAM PERSPEKTIF LINGKUNGAN HIDUP
Pertama, bahwa Delta Mahakam sebagai kawasanperalihan antara daratan dan laut di Kalimantan Timurmerupakan salah satu kawasan pesisir yang memilikiproduktivitas hayati tertinggi di Indonesia
Kedua, Bahwa Delta Mahakam sebagai lingkunganhidup dengan beragam sumber daya alam baik hayati(renewable resources) maupun nir-hayati (non-renewableresources) yang potensial menjadikan intensitaspemanfaatan sumber daya alamnya tinggi (over exploitation),sehingga kawasan ini mengalami tekanan lingkungan(enviromental stresses) yang tinggi pula
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
23
Ketiga, bahwa Delta Mahakam sebagaikesatuan ruang yang beragam sumber dayaalam dianggap milik bersama (commonproperty resources), sehingga berlaku regimpemanfaatan yang terbuka bagi siapa saja(open access). artinya siapa saja bolehmemanfaatkan kawasan ini untuk berbagaikepentingan
Landasan Hukum Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 Undang – Undang No.5 Tahun 1990 tentang
konservasi sumber daya alam hayati dan Ekosistemnya Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Peraturan pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang
penyelenggaraan penataan ruang Konvensi Ramsar 1971 tentang lahan basah untuk
kepentingan internasional sebagai habitat burung air Konvensi PBB 1992 tentang keanekaragaman hayati
(united nations convention on biological diversity)
24 Prosiding Seminar 2015
Nilai Strategis Delta MahakamSebagai Lingkungan HidupSebagai ekosistem pesisir , delta mahakam dengan
luas sekitar 1.500 km2 secara alami di tutupi oleh Nipah.Dengan luas tutupan Nipah terbesar didunia ekosistem deltamahakam memiliki produktifitas hayati yang sangat tinggidan mendapat pasokan bahan organik potensial sebagai haradari lahan atas melalui perairan sungai.
Oleh karna itu ekosistem ini memiliki potensi sumberdaya ikan, udang dan kepiting yang besar. Selain potensisumber daya alam hayati, ekosistem delta mahakam jugamemiliki sumber daya nir-hayati (minyak dan gas) potensial
Dengan kedua jenis sumber daya alam potensialtersebut di atas ekosistem delta mahakam memiliki nilaiyang sangat amat penting bagi pembangunan ekonomiberbasis sumber daya alam hayati (perikanan) dan nir-hayati(minyak dan gas) di Provinsi Kalimantan Timur umumnyadan kabupaten Kutai Kartanegara khususnya.
Kedua sumber daya alam dimaksud memiliki ciripemanfaatan yang berbeda dan berikaitan satu sama lain,sehingga dalam pemanfaatannya harus di perhatikan prinsipketerpaduan agar pemanfaatannya diharapkan optimal danberkelanjutan.
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
25
Dengan tingginya kegiatan pemanfaatan deltamahakam bagi berbagi peruntukan yang sangat besar, makatekanan lingkungan terhadap delta mahakam semakinmeningkat pula. Meningkatnya tekanan ini dapatmengancam keberadaan dan kelangsungan sumber dayaalam delta mahakam, baik secara langsung maupun tidaklangsung.
Karena itu agar supaya kawasan delta mahakamsebagai lingkungan hidup strategis dapat berfungsi optimaldan memberikan manfaat secara berkesinambungan makaupaya penataan dan pengelolaan kawasan strategis ini secaraterpadu berbasis kewilayahan, sektor dan pemangkukepentingan, sangat mendesak untuk di lakukan.
RAGAM MASALAH PENGELOLAANDELTA MAHAKAM
Sebagai wilayah yang merupakan titik pertemuan duaproses kerja ekosistem darat dan laut, delta mahakammerupakan kawasan yang selalu berada dalam keadaan yangdinamis, penuh dengan perubahan dengan siklus waktu yangsangat pendek.
Dalam kondisi normal, dinamika tersebut beradadalam keadaan seimbang (equilibrium). Namun bila terjadikerusakan, dampak negatifnya akan segera memberikanpengaruh yang sangat besar dan kompleks, bahkan bila tidakterkontrol bisa hampir tidak terpulihkan (irreversible)
26 Prosiding Seminar 2015
Masalah Utama PengelolaanDelta Mahakam
Degradasi Ekosistem dan Sumber Daya Alam Konflik Pemanfaatan Ruang Tekanan Populasi Penduduk dan Pemukim Kelembagaan dan Tata Kelola yang Lemah
Degradasi Ekosistem dan Sumber Daya AlamMenurut data yang tersedia dalam kurun
waktu 20 tahun terakhir telah terjadi konversimangrove sekitar 80.000 ha (atau sekitar 50%luas dari total delta), diantaranya sekitar67.000 ha (atau hampir 80% dari luaskonversi) menjadi tambak
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
27
Konflik Pemanfaatan RuangKonflik pemanfaatan ruang di kawasan delta
mahakam pun muncul karena belum ada tata ruang deltamahakam sebagai kawasan strategis Kabupaten KutaiKartanegara dan juga Provinsi Kalimantan Timursebagaimana diamanatkan dalam undang-undang No.26Tahun 2007 tentang penataan ruang,
dan undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentangpengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil yangmenjadi landasan hukum yang mengatur kepentinganpemanfaatan delta mahakam, sehingga di khawatirkan dapatmembawa implikasi besar bagi keberlanjutan kawasan deltamahakam.
Tekanan Populasi Penduduk dan Pemukim
Menurut data penduduk yang di peroleh di limakecamatan yang ada di delta mahakam jumlah populasipenduduk meningkat pesat khususnya dalam satu dekadeterakhir, bukan akibat dari kelahiran melainkan migrasimasuk.
Peningkatan populasi penduduk tentu saja akandiikuti dengan semakin besarnya kebutuhan hidup, sehinggaakan mengakibatkan tekanan dan perubahan lingkungan
28 Prosiding Seminar 2015
Kelembagaan dan Tata Kelola yang LemahPandangan yang menempatkan kawasan seperti delta
mahakam sebagai pemilik bersama menjadikan nilai-nilaimaupun etika yang diterapkan sulit untuk terharmonisasikantanpa ada campur tangan dari pihak berwewenang(pemerintah) melalui kelembagaan yang sudah ada ataupunyang memang harus dibentuk.
Kelembagaan yang akan berfungsi untuk mengurusataupun mengelola, baik dalam bentuk organisasi ataupunperaturan kebijakan yang dikeluarkannya.
Lebih jauh bila di lihat secara detil para pengguna danpelakunya masing masing, dari perusahaan besar skalanasional dan multi nasional hingga ke tingkat kelompokmasyarakat, maka kompleksitas para pihat di delta mahakamakan semakin tinggi. Kompleksitas ini tentu saja akan sangatmempengaruhi berfungsinya dan apalagi kinerja darilembaga-lembaga yang ada, dikarenakan ada kemungkinantumpang tindih atau pertentangan.
Identifikasi para pihak berserta kepentingan danpengaruhnya menjadi sangat penting dalam rangkamerancang ulang kelembagaan dan tata kelola yang lebihtepat atau sesuai kebutuhan delta mahakam.
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
29
URGENSI KETERPADUAN PENGELOLAANKAWASAN STRATEGIS DELTA MAHAKAM
Pada kawasan strategis delta mahakam, dijumpaisuatu komposisi yang kompleks antara dinamika sub-sistemfisik, sosial dan ekonomi yang tejadi dalam suatu bentangalam yang mempunyai karakter transisi.
Dengan demikian maka konteks bentang alam dalamarti lintas wilayah dan lintas sektoral menjadi fokus utamakeberhasilan dalam mengupayakan keterpaduan pengelolaanguna mencari solusi dari permasalahan yang ada.
Keterpaduan RuangPada dasarnya ruang merupakan tempat
pertemuan berbagai kepentingan, sehingga ruang dapatdi jadikan sebagai sarana untuk menerapkan suaturesolusi dari konflik yang terjadi pada jangka waktutertentu. Prinsip dasar yang dipakai berbagaipengaturan atau penataan ruang adalah harmonisasikegiatan pemanfaatan.
30 Prosiding Seminar 2015
Delta mahakam memiliki 4 fungsi pokok bagikehidupan manusia yaitu :
1. sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan,2. sebagai jasa penyedia jasa-jasa kenyamanan,3. sebagai penyedia sumber daya alam,4. sebagai penerima limbah (Ortolano, 1984).
Berdasarkan keempat ekosistem di atas, maka secaraekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamintercapainya pengelolaan delta mahakam yang optimal danberkelanjutan , yaitu :1. Keharmonisan spasial2. kapasitas asimilasi3. pemanfaatan berkelanjutan
Keharmonisan spasial bahwa kawasan delta mahakamhendaknya memiliki 3 zona, yaitu zona presenvasi,konservasi dan pemanfaatannya, atau dengan kata lainkawasan delta mahakam seyogyanya tidak sepenuhnya diperuntukan bagi zona pemanfaatan tetapi juga di alokasikanuntuk zona preservasi dan konservasi.
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
31
Keunikan dan kompleksitas delta mahakam denganekosistem mangrove yang dominan, mengisyaratkan pentingnyapengelolaan kawasan ini secara terpadu melalui penataan ruangdengan berbasis pada ekosistem dan juga masyarakat sertapemangku kepentingan lainnya. Hal ini dapat di jelaskan denganalasan sebagai berikut :
Pertama, secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis baikantara Ekosistem di dalam delta mahakam maupun antara deltamahakam dengan lahan atas dan laut lepas.
Kedua, dalam kawasan delta mahakam, biasanya terdapat lebihdari suatu macam sumber daya alam dan jasa lingkungan yangdapat di kembangkan untuk kepentingan pembangunan.
Ketiga, delta mahakam memiliki sumber daya alam yangdianggap milik bersama yang dapat dimanfaatkan oleh semuaorang
Keterpaduan KelembagaanKelembagaan pengelolaan delta mahakam yang
diusulkan dapat berbentuk badan pengelolaan deltamahakam, dengan struktur berbentuk ; Dewan pengarahan (yang memberikan arahan kebijakan
program), Sekretariat (tugas manajemen sehari hari dan kordinasi
umum), Kelompok kerja terpadu (KKT) (melaksanakan program
berbasis isu), dan Komite pakar (yang memberikan nasehat dalam bidang
teknis dan ilmiah).
32 Prosiding Seminar 2015
IMPLIKASI PENGELOLAAN TERPADU DELTA MAHAKAMDALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan berkelanjutan sudah saatnya di jadikanvisi delta mahakam. Visi pembangunan berkelanjutan tidakmelarang aktifitas pembangunan ekonomi, tetapimenganjurkan dengan persyaratan bahwa laju kegiatanpembangunan tidak melampaui daya dukung lingkunganalam.
Dengan demikian generasi mendatang tetap memilikiaset sumber daya alam dan jasa jasa lingkungan dengankualitas dan kuantitas yang sama, atau kalai dapat lebih baikdari pada generasi yang hidup sekarang
Kegiatan pembangunan delta mahakamdinyatakan berkelanjutan, jika kegiatan tersebut dapatmencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan,yakni berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi
Dalam konteks pengelolaan delta mahakamsecara terpadu dan berkelanjutanm ketiga tujuanpembangunan berkelanjutan sebagaimana diuraikan diatas merupakan pilar yang intergral dan saling terkaitsecara fungsional, dalam upaya mempertahankankeseimbangan antara sistem alam dan sistem sosial bagipemenuhan kebutuhan dan kesejaterahan masyarakat
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
33
PENGATURAN KE DEPANPengaturan delta mahakam dalam kerangka
kestrategisan kawasan seyogyanya di tempatkan pada tigabingkai kebijakan umum seiring dengan tanggung jawab negaraterhadap pengelolaan SDA yang mencakup tiga hal, yaitu : Negara menjamin pemanfaatan SDA sehingga akan
memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagikesejaterahan dan mutu hidup rakyat Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan SDA
yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkunganhidup
Untuk mewujudkan pengaturan pengelilaan kawasandelta mahakam sebagai kawasan strategis dibutuhkan materipengaturan yang meliputi, aspek pengelolaan, kelembagaan,status masyarakat yang mendiami kawasan delta mahakam saatini, sistem zonasi, penegakan hukium dan sanksi
PENUTUP Delta mahakam sebagai kawasan strategis memerlukan
pengelolaan yang terpadu bagi keberlanjutan pembangunankawasan ini. Karena itu diperlukan perencanaan dan kebijakanpengelolaan delta mahakam berbasis penataan ruang.
Pengembangan program pengelolaan kawasan strategis deltamahakam dapat berkelanjutan apabila memenuhi beberapaparameter seperti (1) sesuai dengan kebijakan-kebijakan setempat,baik kebijakan formal maupun informal; (2) sesuai dengan kondisisosial budaya masyarakat setempat, (3) didukung oleh ketersediaanSDM dan kelembagaan, (4) keterlibatan aktif stakeholder, (5)memiliki rencana dan program yang jelas, (6) memberikan manfaatpada lingkungan termasuk sosial budaya dam ekonomi masyarakatsetempat.
Agar program tersebut berdampak luas maka perlu didesignbagaimana mereplikasi program-program tersebut. Oleh karena itusejak awal perlu dirancang (1) kelengkapan data dan informasi(dokumentasi proses), (2) evaluasi relevansi program dengankondisi kawasan , (3) evaluasi dampak program terhadaplingkungan dan masyarakat, (4) keterlibatanskateholder/komunitas dalam perencanaan dan, (5)strategipenyebarluasan informasi
34 Prosiding Seminar 2015
KEGIATAN PENYELAMATAN KAWASANDELTA MAHAKAM
Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangkapenganggulangan kerusakan di kawasan Delta mahakamantara lain;1. Melaksanakan internasional workshop I Delta Mahakam
di jakarta tahun 20072. Penanaman mangrove di jalur pipa dan areal lainnya
kerjasama TOTAL E&P Indonesia dengan masyarakatsekitarnya, sejak tahun 2005 sampai 2009 telah tertana3.156.306 bibit mangrove dan pada tahun 2010 dilanjutkandengan menanam sebanyak 1 juta bibit mangrove
3. Penanaman mangrove oleh Pemkab Kutai Kartanegaradengan DAK DR tahun 2002-2004 seluas 363 Ha.
4. Pendidikan berwawasan lingkungan untuk anak sekolahdan warga
5. Percontohan tambak ramah lingkungan dilapanganHandil dan Tunu, telah di bangun seluas 2,3 Ha denganproduksi sebesar 1 ton
6. Pelatihan teknis tambak ramah lingkungan7. Studi kegiatan tambak dalam hubungannya dengan
kegiatan migas dan lingkungan di Delta mahakam8. Studi analisis stakeholder di Delta Mahakam9. Penanaman mangrove oleh pihak lain diantaranya
penanaman oleh BPD kaltim tahun 2011 sebanyak 1000p0hon mangrove di desa sepatin
10. Pada tanggal 14 september 2011 dilaksanakan lokakaryapara pemangku kepentingan tentang naskah akademikDelta Mahakam
Delta Mahakam Kawasan Strategis….H. Syahrir
35
11. Pembentukan tim pengelola kawasan Delta Mahakam(SK.Gub.Kaltim No.660.1/K.693/2011) tanggal 28 oktober2011
12. Penanaman mangrove sebanyak 1 juta bibit yangperencanaanya dilakukan oleh Bapak Gubernur kaltimbertepatan dengan HUT Prov. Kaltim tanggal 9 januari2011
13. Penanaman mangrove sebanyak 1 juta bibit yangperencanaanya dilakukan oleh Bapak Gubernur kaltimbertepatan dengan HUT Prov. Kaltim tanggal 9 januari2012
14. Pembangunan pusat informasi mangrove (PIM)dikawasan Delta Mahakam (berlokasi Desa SalikiKec.Muara Badak Kab.Kutai Kartanegara
15. Penanaman 170.000 pohon mangrove di Dusun TanjungBerukan Desa Sepatin Kec.Anggana Kab.KutaiKartanegara, penanaman di mulai dari tahun 2013sebanyak 80.000 pohon tahun 2014 sebanyak 50.000pohon dan tahun 2015 sebanyak 40.000 pohon
16. Penanaman pohon mangrove sebanyak 6000 pohon didesa Tanjung Limau Kec.Muara Badak Kab. KutaiKartanegara kerjasama dengan Vico Indonesia
17. Penanaman pohon mangrove sebanyak 120.000 phonoleh LSM yayasan mangrove lestari di Desa Muara BadakUlu dan Desa Saliki
18. Penanaman Pohon Mangrove sebanyak 1.621.100 pohondengan luas areal 3.798.267 M2 oleh CSR TOTAL E&Pdan SKK Migas tahun 2013.
36 Prosiding Seminar 2015
Sekian dan Terima Kasih
PERAN PENELITIAN DALAM MENGURAI KONFLIK DI SEKTOR KEHUTANAN: STUDI KASUS DI SUMBERJAYA
Niken Sakuntaladewi dan Sulistya EkawatiPusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim
Jln. Gunung Batu No. 5, BogorEmail: [email protected]
ABSTRAK
Sektor Kehutanan dalam sejarahnya sarat dengan konflik dan konflik berbasis lahan.Kecamatan Sumberjaya, Lampung, merupakan salah satu contoh yang dalam sejarahnya sarat dengankonflik antara masyarakat dengan pemerintah dalam pemanfaatan lahan. Perbedaan pemahaman dankepentingan dalam pemanfaatan lahan yang direfleksikan dengan tindakan dalam pemanfaatan sertapengelolaan lahan merupakan penyebab terjadinya konflik. Berbagai upaya dilakukan untukmenyelesaikan konflik. Hasil dari rangkaian penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sumberjaya danmengkomunikasikan hasil penelitian kepada para pemangku kepentingan di Sumberjaya mampumeredakan konflik di Sumberjaya. Menjadi catatan penting dari perjalanan penyelesaian konflikbahwa meminta masyarakat untuk menjaga hutan kurang efektif bila tidak dibarengi dengan manfaatnyata yang bisa mereka dapatkan dari hutan.
Kata kunci: konflik, penelitian, HKm, masyarakat lokal, kebun kopi.
I. PENDAHULUAN
Konflik difahami sebagai masalahsosial yang timbul karena ada perbedaanpandangan yang terjadi dalam masyarakatmaupun negara (Ali, 2015). Konflik akanselalu ada namun dengan intensitas yangberbeda pada setiap komunitas. Konflikbila tidak dikelola dengan baik dapat
mengakibatkan pembangunanberkelanjutan sulit diwujudkan.
Di Indonesia, banyak konflikberbasis lahan (Tabel 1). Konflik agrariasepanjang 2013 didominasi di areal hutandan kebun dengan luasan mencapai537.939 untuk pekebunan dan 545.258 hauntuk kehutanan (Subarudi dan Rumboko,2015).
Tabel 1. Tabel lokasi konflik, jumlah, dan luasan area tahun 2013.Lokasi Konflik Jumlah Konflik Luasan (ha)
Perkebunan 180 527.939Infrastruktur 105 35.466Pertambangan 38 197.366Kehutanan 31 545.258Pesisir/Kelautan 9 184Lain-lain 6Jumlah 369 1.306.213Sumber: Subaudi dan Rumboko (2015)
Pengelolaan sumberdaya alam(khususnya hutan) Indonesia sarat akankonflik, dengan demikian pembangunankehutanan yang lestari selalu menghadapi
tantangan. Sebagai negara berkembangdengan populasi yang cukup padat danselalu bertambah serta sebagian besarmasyarakatnya berpenghasilan dari
38 Prosiding Seminar 2015
pertanian, permintaan akan lahan selalumeningkat. Konsekuensinya adalahancaman terhadap keberadaan hutan besardan potensi terjadinya konflik meningkat.
Adalah suatu keharusan untukmelindungi hutan Indonesia, namun disisilain pembangunan merupakan kebutuhan.Untuk mengatasi berbagai kepentingan ini,pemerintah mengalokasikan lebih dari60% luas daratan sebagai kawasan hutannegara dan dimanfaatkan untukkepentingan lindung, produksi dankonservasi. Pemerintah mempunyaiotoritas terhadap kawasan hutan negara.Peraturan yang berbeda diterapkan untuksetiap fungsi hutan, diantaranya kegiatanpertanian tidak diperbolehkan dan hanyapohon atau MPTS dapat ditanam di hutanlindung. Sayangnya, hampir setiapkawasan hutan tidak ada yang bebas darimanusia dan mereka juga melakukankegiatan bertani di kawasan hutan untukhidup bahkan di hutan lindung.
Fenomena di atas jika tidakditangani dengan baik bisa menciptakankonflik, sebagaimana terjadi diSumberjaya pada tahun 1991. Konflikvertikal antara masyarakat lokal danPemerintah Daerah tidak bisa dihindari.Masyarakat setempat menanam kopi dihutan lindung Sumberjaya untukmendapatkan penghasilan tunai gunamemenuhi kebutuhan keluarga. Persepsiyang berbeda antar pemangku kepentinganatas lanskap Sumberjaya untuk memenuhiberbagai kebutuhan menjadikan petani danpemerintah setempat sebagai ancaman satusama lain. Untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan denganmasyarakat di sektor kehutanan,dikeluarkanlah Program HKm (HutanKemasyarakatan). Kebijakan HKmdikeluarkan pada tahun 1995 dan telahdirevisi beberapa kali. HKm merupakanprogram Pemerintah Pusat untukmemberikan masyarakat setempat akses kehutan negara, hutan produksi dan hutanlindung, untuk dikelola untukmeningkatkan kesejahteraan mereka.
Tulisan ini membahas upaya untukmembawa bersama konservasi danpembangunan dalam damai di Sumberjayadalam program HKm. Ini adalah contohbagus dari menghubungkan pengetahuandengan tindakan yang membawa ‘win-winsolution’. Ilmu pengetahuan yangmerupakan hasil penelitian dapat menjadikekuatan dalam menyatukan para petanidan pemerintah kabupaten untukmeningkatkan pengelolaan sumber dayaalam, khususnya di hutan lindung.Penelitian dimaksud dilakukan olehICRAF melaui program RUPES (daritahun 2002 hingga 2012), dan dilihatkembali dampaknya oleh Pusat LitbangSosial Ekonomi Kebijakan dan PerubahanIklim pada tahun 2015
.
II. SEJARAH SINGKATPERKEMBANGAN PENDUDUKDAN PERUBAHANLINGKUNGAN DI KECAMATANSUMBERJAYA
Kecamatan Sumberjaya denganluas sekitar 54.192 ha terletak di DASWay Besay, terletak sekitar 180 km dariibukota provinsi. Curah hujan berkisarantara 2.000 hingga 2.500 mm/tahun.Kecamatan ini merupakan daerahpegunungan pada ketinggian 720 m hingga1900 m di atas permukaan laut, dandengan rata-rata kelerengan sekitar 15%.Kondisi ini menjadikan pemerintahmengalokasikan sekitar 40% dari wilayahtersebut sebagai hutan lindung. Disampingitu, sekitar 10% dialokasikan sebagaitaman nasional.
Provinsi Lampung, termasukKecamatan Sumberjaya, sejakPemerintahan Belanda tahun 1930 menjadilokasi penempatan program transmigrasikarena letaknya yang dekat dengan p.Jawa. Setelah mendapat kemerdekaannya,Pemerintah Indonesia melanjutkanprogram transmigrasi tersebut hinggatahun 1980-an. Selain programtransmigrasi, banyak juga penduduk
Peran Penelitian Dalam Mengurai ….Niken Sakuntala Dewi dan S. Ekawati
39
berdatangan secara spontan dari Jawa danBali ke Provinsi Lampung karena tertarikpada kesuburan tanahnya.
Program transmigrasi ke ProvinsiLampung menjadikan peningkatanpenduduk di provinsi tersebut denganpesat (Tabel 2). Pemerintah Provinsisetempat pada tahun 1986 menyatakantidak lagi menerima transmigran. Namundemikian, banyak penduduk Jawa yangtetap masuk ke Lampung (Verbist dan
Pasya, 2001). Pada dekade terakhir, terjadimigrasi spontan ke Provinsi Lampungsecara besar-besaran dan kebanyakan darimereka tinggal di dataran tinggi yangtanahnya cocok untuk perkebunan kopi.Pada tahun 1952 Presiden Soekarnomeresmikan wilayah yang sekarangdinamakan Kecamatan Sumberjayasebagai wilayah perkampungan (Fay danPasya, 2001, dalam Verbist dan Pasya,2004).
Tabel 2. Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi LampungTahun Jumlah Penduduk (orang) Catatan1930 376.0002000 81.000 Penduduk Sumberjaya, 1/3nya termasuk keluarga Pra
sejahtera2001 Lebih dari 6.7 jutaSumber: Verbist dan Pasya, 2004
Peningkatan jumlah pendudukberdampak pada keadaan lingkungan, baiktutupan lahan maupun keberadaan air.Pada 100 tahun lalu, wilayah Sumberjayahampir seluruhnya merupakan hutanbelantara. Para transmigran membukaperkebunan kopi di wilayah pegununganyang subur dan cocok untuk kopi,menyebabkan deforestasi yang cukuptinggi di Sumberjaya. Mereka membelilahan yang semula dikelola masyarakatsetempat yaitu Suku Semendo-Ogan, yangsebelumnya telah mengelola hutan lindungdi Sumberjaya. Hutan yang luasnyamencakup 60% di tahun 1970(Suhardiyono, 2003) berangsur menyusutmenjadi 21% di tahun 1990 (Noveras,2002) dan tinggal 13% pada tahun 2000(Komar, 2004). Disisi lain perkebunankopi makin bertambah luasannya dari 12%pada tahun 1973 menjadi 44% di tahun1986 dan 71% di tahun 2001 (Putra, 2001).Kebun kopi ada yang berupa monokultur,kopi dengan naungan, atau multi-stratakebun kopi (Putra, 2001; Rahayu, 2006).Berkurangnya tutupan hutan yangdigantikan dengan kopi meningkatkanerosi tanah dan sedimentasi (Gintings 1981dalam Noveras, 2002). Disamping itukebakaran hutan juga sering terjadi(Suyanto, 2007). Masyarakat juga
membuat sawah irigasi. Aktivitas merekamenyebabkan kerusakan hutan yang cukupdrastis..III. KONFLIK DI SUMBER JAYA
Konflik di Sumberjaya berkaitan eratdengan lahan. Konflik terjadi antaramasyarakat dengan pemerintah Kabupatenyang dilatar-belakangi oleh perbedaankeprihatinan, pemahaman, dan berdampakpada tindakan yang mereka lakukan.Pemerintah daerah sangat prihatin denganperubahan tutupan lahan dari hutan keperkebunan kopi (monokultur) yangmenyebabkan erosi dan sedimentasi lahan.Kopi ditananam masyarakat di hutanlindung dengan pengolahan lahan,penyiangan, dan pembersihan lahan untukmemelihara kebun kopinya. Budidaya inidinilai Pemerintah Daerah tidak sesuaiuntuk hutan lindung. Mereka beranggapanbahwa keadaan ini harus segera dikontroluntuk mengurangi kerusakan lebih lanjut.Mereka menanam Clliandra calothyrsus dihutan lindung untuk menggantikantanaman kopi. C. calothyrsus bagus untukpakan ternak, menyuburkan lahan, pakanlebah madu, dan untuk kayu lapis.Tindakan ini memicu konflik denganmasyarakat.
40 Prosiding Seminar 2015
Berbeda dengan aparat PemerintahDaerah, masyarakat lebih memikirkantentang penghasilan tunai untuk memenuhikebutuhan mereka. Mereka belum bisamenghubungkan antara konservasi danpembangunan ekonomi yang merekalakukan. Praktek yang mereka terapkan dikebun kopi dipercaya memberikan hasil
kopi yang bagus. Pohon pelindung danlahan dibawah kopi kalau tidakdibersihkan akan mengurangi produksikopinya. Perbedaanpemahaman/pengetahuan inimempengaruhi cara pandang danperlakuan mereka terhadap landskap.
Tabel 3.Pandangan, ilmu pengetahuan dan aksi Pemerintah dan Masyarakat sebelummendapat intervensi pengetahuan
Pemerintah Masyarakat Sumberjayaconcern Perubahan peruntukan lahan dari hutan ke
kebun kopi monokultur meningkatkansedimentasi dan erosi tanah
Lahan untuk bertani danpenghasilan tunai
Pemahaman Pohon baik untuk ditanam di hutanlindung karena mencegah erosi tanah dansedimentasi Ada hutan ada air
Tanaman peneduh, seresah, danpenyiangan bila tidak dilakukanakan mengurangi produksi kopiAda hutan ada airBelum bisa mengaitkan hubungan
pohon dengan konservasi/lindung
Tindakan Hanya pohon atau tanaman serbagunayang bisa ditanam di hutan lindung Penebangan pohon dilarang meski pohon
tersebut ditanam oleh masyarakat Penanaman kopi dilarang di hutan lindung Perlu 1.000 pohon/ha di hutan lindung
untuk menjadikan fungsi lindung
Kebun kopi monokultur denganpenyiangan rumput danpenggemburan tanah.
Meski ada perbedaan pengetahuan dantindakan yang mereka lakukan di hutanlindung, masyarakat dan pemerintahmempunyai cara pandang yang samaterhada hutan bahwa: hutan mendatangkanair.
IV. INTERVENSI ILMIAH
Intervensi ilmiah di Sumberjayadilakukan oleh lembaga penelitian ICRAF.Melalui proyek ICRAF-RUPES, parapeneliti melakukan penelitian bersamapengguna (masyarakat). ICRAF-RUPESjuga memainkan peran dalammenghubungkan hasil penelitian kepadapengguna, yaitu masyarakat lokal danpetugas penyuluh lapangan. Mereka,sebagai team kerja, mendiskusikan segalasesuatunya secara intensive dan berbagi
pengalaman. Proses ini mampumempengaruhi cara pandang masyarakatlokal dan penyuluh lapangan dalammemaknai lingkungan dan menjadikanmereka makin dekat. Peran lembaga risetsegera di transfer ke petugas penyuluhlapangan setelah mendapat kepercayaandari masyarakat. Mentransfer pengetahuan ke
masyarakat dan pemerintah daerahPenelitian dilakukan untuk
mengumpulkan data yang berkaitandengan: Perubahan penggunaan lahan di
Sumberjaya Dampak konversi hutan menjadi
kebun kopi monokultur Sistem Agroforestri di Sumberjaya Kontrol Biologi Black Ranting
Penggerek di agroforest multi-strata
Peran Penelitian Dalam Mengurai ….Niken Sakuntala Dewi dan S. Ekawati
41
Penilaian fungsi DAS untukmendukung negosiasi di DAS dibawah konflik penggunaan lahan diSumberjaya
Kesediaan masyarakat untukmelestarikan
Dua petugas penyuluh lapangan dariPemerintah Kabupaten (Kehutanan) danmasyarakat dilibatkan dalam kerjalapangan, mulai dari perencanaan sampaievaluasi. Hasil-hasil penelitiandisampaikan kepada kedua belah pihaksehingga membawa kedua dua pemangkukepentingan untuk lebih dekat dan salingbekerja sama. Mereka pada akhirnyamendapatkan pelajaran penting dari prosesini. Meski prosesnya membutuhkan waktulebih lama, keterlibatan masyarakat danpetugas penyuluh lapang dalam prosespenciptaan pengetahuan memberi banyakkeuntungan dan menentukan keberhasilanmentransfer pengetahuan ke dalamtindakan. Untuk masyarakat setempat danpenyuluh setempat, keterlibatan merekaantara lain memberikan manfaat berikut:
Membuat mereka mampumemahami lebih baik masalah-masalah aktual
Membuat mereka mampumengatasi masalah yangsebenarnya, menggunakankemampuan mereka dansumber daya yang tersedia
Memiliki rasa kepemilikanprogram yang lebih tinggi
Memberdayakan masyarakatlokal dan penyuluh dalamkemampuan analisis dan dalammerencanakan pekerjaanmereka
Membuat penyuluh danmasyarakat lebih dekat danmendapatkan kepercayaan.
Penurunan ketergantunganmereka kepada orang luardalam waktu dekat
Mempercepat adopsi solusiteknologi baru dan pengetahuanterkait.
Di sisi lain, bagi para penelitiketerlibatan masyarakat dan penyuluhmembantu, antara lain, dalam
Mendapatkan isu yang relevanuntuk mengatasi masalahdengan sumber daya yangrelevan
Membentuk hubungan yangbaik antara peneliti danpemangku kepentingan sebagaipengadopsi pengetahuan
Mendapatkan kepercayaan daripara pemangku kepentingankarena para peneliti bekerjauntuk kepentingan kelompoksasaran. Kepercayaan adalahsalah satu elemen kunci palingpenting bagi para pemangkukepentingan untuk tetap bekerjabersama-sama.
Diskusi dengan para petanimenunjukkan beberapa diantara merekaberpendapat bahwa naungan terhadaptanaman kopi mereka akan menyebabkanproduksi kopi berkurang. Pandangan inikemungkinan menjadi salah satu alasanmengapa mereka menanam kopi secaramonokultur. Tanaman kopi monokulturpada tahun 1986 mencakup luasan 136.347km2 dan pada tahun 2001 luasannyasedikit menurun menjadi 135.498 km2(Putra, 2001). Namun beberapa petanimulai menyadari bahwa pohon penaungdibutuhkan untuk tanaman kopi meskitidak semua pohon baik untuk naungankebun kopi mereka. Beberapa contohpohon penaung yang bagus untuk tanamankopi, seperti Perinema canescens,Swietenia sp., Calliandra calothyrsus, danDalbergia sisoo. Putra (2001) dalampenelitiannya menunjukkan bahwamultistrata tanaman kopi atau kopiagroforestry meningkat luasnya dari 190.9km2 di tahun 1986 menjadi 256.112 km2.Para petani di Sumberjaya, sebaliknya,mampu mengidentifikasi jenis tanamanpohon yang baik untuk naungan kopi,yaitu Leucaena leucocephala danGliricidea sepium. Kedua tanaman ini
42 Prosiding Seminar 2015
memiliki tajuk yang memungkinkanmatahari untuk menembus ke bawah,sehingga baik untuk lingkungan, danmemberikan nilai ekonomis kepadamereka. Para petani mengaku bahwamereka punya kemampuan analisis ini dariketerlibatan mereka dengan peneliti.
Pengetahuan yang dirasakan olehpetani di perkebunan kopi multistrata danpohon rindang spesies didukung oleh datahasil penelitian yang menunjukkan bahwapertanian kopi multistrata memiliki banyakkeuntungan. Multi strata kanopi, misalnya,mencegah terjadinya erosi (Suyanto,2007). Suhu optimal dan kelembaban diperkebunan kopi dipengaruhi oleh jumlahatau teduh pohon di plot, dan keragamanspesies pohon rindang mempengaruhiproduksi kopi (Subekti, 2006). Penelitianjuga menunjukkan bahwa keragamanspesies pohon peneduh akan melindungikopi dari penyakit X.compactus, danLeucaena leucocephala dan Gliricideasepium baik untuk pohon peneduh.Penyakit kopi akan menyerang spesies inibukan menyerang kopi. Pengetahuan yangdihasilkan dari penelitian ini membantumenjadikan petani yakin pada peranpenting dari pohon rindang dan keragamanspesies, serta bagaimana mereka harusmengelola kebun kopi atau lanskap.Pengetahuan ini juga disebarkan penyuluhkehutanan ke kelompok tani lainnya.
Mentransfer pengetahuan kepadaPemerintah Kabupaten, Bupati dan DinasKehutanan, adalah sama pentingnyadengan petani karena PemerintahKabupaten juga memiliki tanggung jawabterhadap pengelolaan hutan lindung sertapengembangan ekonomi masyarakatsetempat. Mereka akhirnya mengertitentang agroforestry dan perannya. Merekayakin bahwa sistem agroforestri harusdipertimbangkan dengan banyaknya orangyang tinggal di dalam dan sekitar kawasanhutan lindung dan kehidupan merekatergantung pada hutan tersebut.
Kasus Sumberjaya telah menunjukkanbanyak prestasi yang berhubungan denganlingkungan, sumber daya manusia, serta
perbaikan ekonomi pedesaan. Izin HKmmempunyai banyak arti. Untuk masyarakatsetempat HKm izin akan meningkatkankeamanan kepemilikan, pengakuan ataskemampuan masyarakat lokal untukmengelola sumber daya mereka danpengakuan dari peran agroforestri dalammemberikan manfaat konservasi air samadengan menanam pohon konvensional(Suyanto, 2006). Dengan HKm adastabilitas ekonomi yang lebih besar,kepercayaan yang lebih besar kepadapemerintah, hubungan masyarakat yanglebih kuat, memahami fungsi hutanlindung dan pengelolaan hutanperlindungan yang lebih baik. Untuklingkungan, dengan ijin HKm penebanganillegal dan kebakaran hutan menurun,hutan lindung yang tersisa dilindungi danada perubahan signifikan dalam kualitasair. Untuk pemerintah, izin HKm inimembuat pemahaman yang lebih baiktentang bagaimana hutan lindung harusdikelola, hubungan yang lebih baik denganmasyarakat setempat, dan mendapatkandukungan masyarakat dalam pengelolaanhutan.
Namun demikian, masih ada tantangandalam pelaksanaan bidang HKM diSumberjaya dan sebagian besar terkaitdengan kebijakan kehutanan. Diantaranyaadalah kebun kopi di hutan lindung masihdilarang, jumlah spesies pohon yangditanam per ha sekitar 1000 pohon untukkonservasi air dengan komposisi tanaman70% spesies pohon dan 30% MPTS(spesies tumbuhan serba guna), danlarangan menebang pohon di kawasanlindung meski tanaman tersebut merekasendiri yang menanam.Masyarakat lokal tidak sepakat dengan1.000 pohon/ha karena akan menurunkanproduksi kopi. Setelah dilakukan negosiasiyang didukung dengan data hasilpenelitian, kedua pihak sepakat untukmenanam 400 pohon/ha multi-strata kebunkopi. Masyarakat setempat juga setujuuntuk menjaga sisa hutan lindung.
Meskipun masih ada beberapakontroversi di kalangan pejabat pemerintah
Peran Penelitian Dalam Mengurai ….Niken Sakuntala Dewi dan S. Ekawati
43
dengan penanaman kopi di hutan lindung,kasus Sumberjaya bisa ditoleransi denganbeberapa persyaratan. Ini berartipenanaman kopi di hutan lindung masihdilarang namun tidak demikian halnya diSumberjaya.
Menteri Kehutanan pada bulanSeptember 2007 mengeluarkan kebijakanHKm dengan izin pengelolaan dapatdiberikan selama 35 tahun dengankemungkinan perpanjangan yangditentukan pada hasil evaluasi kinerja yangdiadakan di setiap 5 tahun, dan sistemharus dalam bentuk agroforestri ataumultilayers. Ini merupakan salah satukontribusi hasil penelitian untuk perbaikankebijakan HKm melalui kelompok kerjayang menangani kebijakan terkait HKmpada Kementerian Kehutanan.
V. SUMBERJAYA SAAT INI
Bulan September 2015, team penelitiPusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakandan Perubahan Iklim mengunjungiSumberjaya untuk melihat perkembanganHKm disana. Diskusi dengan para petaniHkm mendapatkan bahwa para petanimasih mengandalkan penghasilan keluargadari kebun kopi yang ditanam di kawasanHKm. Hasil kopi mampu memenuhikebutuhan anak sekolah, membangunrumah, biaya kesehatan, bahkan untukpergi ke tanah suci. Kopi di kawasan HKmmenjadi domain laki-laki sedangkan pascapanen dari kopi menjadi domain ibu-ibu.
Di kawasan HKm mereka banyakmenanam tanaman MPTS, khususnyabuah-buahan, sebagai tanaman pelindungkopi. Mereka tidak lagi mempersoalkanspesies yang boleh/tidak boleh ditanamsebagai tanaman pelindung. Untukmemenuhi kebutuhan kayu, masyarakatmendapatkannya di hutan hak.
Masyarakat sadar bahwa menebangpohon di hutan lindung akanmembahayakan kehidupan mereka.Masyarakat merasakan bahwa merekatetap mendapatkan air untuk kebutuhan
sehari-hari meski terjadi kemarau panjangtahun ini. Oleh karena itu mereka sangatmenjaga hutan lindung di sekitarnya.
VI. PENUTUP
Keberhasilan dalam menghubungkanpengetahuan ke dalam tindakan diSumberjaya merupakan hasil kerja kolektifdan efektif dari pemangku kepentingan. Ditingkat lapangan, memberikan tantanganterhadap pengetahuan dan tindakan petanidan dinas kehutanan kabupaten cukupefektif untuk merubah tindakan merekadalam memperlakukan lingkungan danmenyudahi pertentangan diantara mereka.Mereka menjadi mitra dan kepercayaansatu sama lain untuk bekerja sama dalamkonservasi dan pembangunan. Menjadicatatan penting dari perjalananpenyelesaian konflik bahwa memintamasyarakat untuk menjaga hutan kurangefektif bila tidak dibarengi dengan manfaatnyata yang bisa mereka dapatkan darihutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. 2015. Pengertian konflik, macammacam konflik dan faktorpenyebab konflik.http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html#_ (diunduh 25Oktober 2015)
Komar, 2004. Ada kopi di hutan lindungWay Besay. Belajar dari PraktisiLokal. Departemen KehutananIndonesia
Leimona, B. dan Pasha, R. 2013. Co-investment in protecting watershedfunctions of Sumberjaya, WayBesai, Indonesia. FAO. Italy
44 Prosiding Seminar 2015
Noveras, H. 2002. Dampak konversi hutanmenjadi kebun kopi monokulturterhadap perubahan fungsihidrologis di Sumberjaya LampungBarat. BSc Thesis FakultasPertanian, Universitas Brawijaya.Malang
Putra, A.E.D. 2001. Deteksi PerubahanLahan Dengan Menggunakan CitraSatelit Multisensor di Sumberjaya,Lampung. Fakultas Kehutanan.Institur Pertanian Bogor
Rahayu, S., Setiawan, A., Husaeni, E.A.,dan Suyanto. 2006. Biologicalcontrol of black twig borerXylosandrus compactus inmultistrata cffee agroforest: a casestudy from Sumberjaya District,West Lampung. Agrivita Vol 28no. 3. Pp. 286-297
Subarudi dan Rumboko, L. 2015.Lembaga Penyelesaian KonflikKehutanan di Daerah: Suatuebutuhan yang Mendesak. PusatLitbang Sosial Ekonomi Kebijakandan Perubahan Iklim.
Suhardiyono, Ir. MF., et al. 2003. Studilapang praktik-praktik sosialforestry se kabupaten LampungBarat, Lampung. Kumpulanlaporan studi lapang prakti-praktiksosial forestry. Direktorat Binahutan Kemasyarakatan.Departemen Kehutanan. Jakarta.
Suyanto, 2007. Conditional land tenure: apathways to healthy landscapes andenhance livelihoods. RUPESSumberjaya Brief No. 1
Peran Penelitian Dalam Mengurai ….Niken Sakuntala Dewi dan S. Ekawati
45
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT DALAM PENGELOLAANKAWASAN HUTAN MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN
Saipul RahmanThe Nature ConservationE-mail: [email protected]
I. PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu kekayaansumber daya alam yang berpengaruh besarterhadap rakyat Indonesia. Sudah menjadipengetahuan umum bahwa paling tidakada lebih dari 50 juta orang yang hidup disekitar hutan dan tergantung dari hutan(UNORCID, 2015). Mereka mendapatkanpenghidupan dari hutan yang menyediakanlahan perladangan, makanan, obat-batan,bahan bangunan, dan berbagai kebutuhanhidup lainnya. Dengan luas hutan hampirseparuh dari luas daratan di Indonesia,hutan tidak hanya berdampak dari sisiekonomi tapi juga dari aspek sosial,budaya, dan berbagai aspek lainnya.
Oleh negara, kebutuhan inisebenarnya telah diakomodasi dalam UUD1945 Pasal 33 ayat (3) UUD1945 yangmenyebutkan bahwa bumi, air, dankekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat. Selain itu dalamPasal 3 UUK 41/1999 disebutkan bahwaPenyelenggaraan kehutanan bertujuanuntuk sebesar-besarnya kemakmuranrakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.Bahkan dalam Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional, ditargetkan12,7 Juta hektar kawasan hutan untukdapat dikelola oleh masyarakat melaluiberbagai skema (Bappenas, 2014).
Namun demikian, dalamkenyataannya sampai saat ini masyarakatbelum mendapatkan manfaat optimal darikeberadaan hutan yang ada di sekitarkehidupan mereka. Perizinan dalamkawasan hutan justru sebagian besardimiliki oleh korporasi daripadamasyarakat. Dari luas kawasan hutan
sekitar 129 juta hektar area yang sudahditetapkan areal kerja untuk dikelolamasyarakat baru sekitar 646.476 ha (DataDirektorat Bina Perhutanan Sosial 2014).Tidak jarang kegiatan masyarakat didalamkawasan hutan dianggap illegal karenasecara de fakto telah melakukan banyakkegiatan namun belum mendapatkanpengakuan resmi dari pemerintah.
Dengan semakin meningkatnyapopulasi penduduk maka meningkat pulakebutuhan masyarakat akan lahan untukmemenuhi kebutuan hidupnya. Akibatnyatidak jarang masyakat mengambil alihlahan yang bukan miliknya untukpemenuhan kebutuhan meraka. Tidakjarang masyarakat menggunakan lahanperusahaan tanpa izin untuk membukaladang. Ada pula masyarakat yangmembuka ladang di area hutan penelitiandan berbagai contoh lainnya. Selain itukerugian juga terjadi dari pihak perusahaanjika konflik dengan masyarakat dibiarkanberlarut-larut. Diperkirakan oleh APHIbahwa konflik dengan masyarakat dapatmenggerus sampai 40% dari biayaproduksi sehingga lama kelamaan dapatmembuat perusahaan merugi (Antaranewstonline 2015).
Kondisi ini tentu tidak idealkarena hal ini dapat menimbulkan berbagaipermasalahan seperti konflik lahan,terhambatnya pembangunan masyarakathutan, meningkatnya masyarakat miskin disekitar hutan, kesenjangan sosial,berubahnya budaya masyarakat di sekitarhutan dan berbagai persoalan lainnya.Untuk itu hal ini perlu segera dicarikanpenyelesaiannya.
Salah satu skema yang disediakanoleh pemerintah adalah dengan kemitraankehutanan. Pemerintah telah menyediakan
46 Prosiding Seminar 2015
kesempatan masyarakat setempat untukdapat mengelola kawasan hutan.Pemberdayaan masyarakat setempatmelalui Kemitraan Kehutanan adalahupaya untuk meningkatkan kemampuandan kemandirian masyarakat setempatuntuk mendapatkan manfaat sumber dayahutan secara optimal dan adil melaluiKemitraan Kehutanan dalam rangkapeningkatan kesejahteraan masyarakatsetempat. Kemitraan Kehutanan adalahkerjasama antara masyarakat setempatdengan Pemegang Izin pemanfaatan hutanatau Pengelola Hutan, Pemegang Izinusaha industri primer hasil hutan, dan/atauKesatuan Pengelolaan Hutan dalampengembangan kapasitas dan pemberianakses, dengan prinsip kesetaraan dansaling menguntungkan.
II. POTENSI IMPLEMENTASI :CONTOH KASUS
Saat ini Forum Kampung HuluKelay (FKHK) yang merupakan forumkoordinasi kampung-kampung di HuluKelay tengah memfasilitasi KampungLong Duhung dan Kampung Long Keluhuntuk melakukan pengelolaan hutankolaboratif dengan perusahaan. The NatureConservancy (TNC) bersama para pihakterkait lainnya (Dishut Berau, KPH) jugaterlibat dalam fasilitasi masyarakat di huluKelay dengan pihak perusahaan. Fasilitasiini masih belum selesai karena masihdalam tahap negosiasi dan belumdilakukan penandatanganan resmi. Saat inimasyarakat Long Keluh dan Long Duhungdi hulu Sungai Kelay sedang menyusunkesepakatan dengan perusahaan PT.Aditya Kirana Mandiri dan PT. WanaBakti Persada Utama yang berada dibawahsatu grup perusahaan. Kesepakatan yangcoba dibangun ini bertujuan memastikankelestarian fungsi sosial berupaterjaminnya keberlanjutan fungsipengusahaan hutan bagi kehidupanmasyarakat setempat yang tergantung padahutan, baik secara langsung maupun tidaklangsung secara lintas generasi.
Kesepakatan ini dibangun dandilaksanakan dengan semangat kerjasamakedua belah untuk mencapai tujuanbersama. Perusahaan mengakuikeberadaan masyarakat kampung yanghidup dan tergantung dengan hutan baikyang berada di dalam maupun di sekitarareal konsesi. Sebaliknya juga masyarakatkampung mengakui keberadaanperusahaan sebagai pemegang ArealIUPHHK yang bekerja dan berada diwilayah administrasi kampung (desa).Perusahaan mengakui keberadaankawasan-kawasan penting bagi masyarakatyang telah didata kemudian diberi tandayang dipahami secara bersama danmerupakan kawasan yang menjadi satukesatuan dengan kawasan konsesiIUPHHK. Mengenai bentukpengelolaannya dimusyawarahkan antarakedua belah pihak. Kawasan-kawasanpenting yang disepakati adalah kawasanpenting untuk pemenuhan kebutuhanhidup mendasar dan kawasan kearifanlokal masyarakat yang berada didalamareal perusahaan.
Kesepakatan yang coba dibangunmasyarakat dengan perusahaan meliputikebutuhan masyarakat untuk penerangan(mikro hidro), air minum, sumbermakanan, tempat berburu, peninggalanleluhur, obat-obatan, kawasan lindung dankebutuhan ekonomi lainnya. Lokasi iniberada di wilayah administratif masing-masing kampung sehingga dalammelaksankana operasional kegiatanperusahaan akan berupaya untuk menjagakepentingan masyarakat.
Saat ini draft kesepakatan telahdibuat dan telah beberapa kali dibahas olehmasyarakat dan perusahaan yangdifasilitasi oleh Pihak KPH, KecamatanKelay dan TNC dengan hasil pembahasanterakhir pada tanggal 10 September 2015.Hasil pembahasan final dari tingkatlapangan ini akan dibawa kepadamanagement perusahaan di Jakarta untukmendapat persetujuan. Sampai paper inidibuat penandatanganan masih sedangdalam proses.
Pemberdayaan Masyarakat Setempat dalam…Saipul Rahman
47
Selain itu TNC juga pernahmemfasilitasi PT. Sumalindo Lestari JayaIV di Kecamatan Segah Berau yangpernah bermasalah dengan beberapakampung di hulu Sungai Segah.Perusahaan sempat berhenti beroperasisekitar 2 tahun karena adanya keberatandari masyarakat. Saat itu perwakilanmasyarakat dari Long Laai, Long Ayap,Punan Mahkam, Punan Segah dan LongAyan sepakat untuk membentuk BadanPengeloaa Sumber Daya Alam Segah (BPSegah) pada 19 Oktober 2003. BP Segahberperan penting dalammengkomunikasikan kepentinganmasyarakat dengan pihak perusahaan.Akhirnya dengan fasilitasi dari PemprovKaltim, Pemkab Berau, BP Segah danTNC, tercapailah kesepakatan padatanggal 1 Juni 2004. Disepakati agar BPSegah juga akan ikut melakukanmonitoring kegiatan yang dilakukan olehperusahaan dan masyarakat
III. BEBERAPA MASALAH
Terkait dengan pola kemitraanyang telah dikembangkan oleh pemerintahmelalui Peraturan Menteri Kehutanannomor 39 tahun 2013 tentangPemberdayaan Masyarakat SetempatMelalui Kemitraan Kehutanan. Peraturanini menjadi payung bagi upaya-upayauntuk memberikan akses kepadamasyarakat yang tinggal di dalam dan/ataudi sekitar hutan, yang bermukim di dalamdan di sekitar kawasan hutan yangmemiliki komunitas sosial dengankesamaan mata pencaharian yangbergantung pada hutan untuk ikutmengelola sumber daya alam diwilayahnya.
Dari implementasi pengelolaanhutan berbasis masyarakat dan peraturanterkait kemitraan kehutanan diidentifikasibeberapa permasalahan yaitu kapasitasmasyarakat masih rendah, batasadminsitrasi antar kampung yang belumjelas, minimnya komunikasi dan informasiantara masyarakat dan perusahaan,
kurangnya sosialisasi peraturan terkait, danpotensi penyalahgunaan peraturan.
Meskipun tampaknya secarateoritis, peraturan yang telah dibuatpemerintah tentang kemitraan ini cukupbaik, namun dalam pelaksanaan dilapangan terkadang muncul kendala-kendala. Diantara kendala tersebut adalahadanya kesan bahwa peraturan ini hanyabisa dilaksanakan di lapangan jika adapihak yang mendampingi masyarakatseperti dari lembaga swadaya masyarakatatau pihak lainnya. Tanpa adanyapendampingan ini terkadang masyarakatmengalami kesulitan dalam prosespengajuannya kepada para pihak terkaitapalagi jika ada perizinan yang harussampai ke tingkat pusat di Jakarta. Jikaditelaah lebih jauh hal ini terjadi karenamasih lemahnya kapasitas masyarakatdalam mengawal proses kemitraan secaramandiri. Rendahnya tingkat pengetahuandan pemahaman masyarakat terhadapperaturan yang ada ditambah kurangnyakemampuan masyarakat untukmengadvokasi kepentingannya membuatproses kemitraan antara masyarakatdengan pengelola Hutan, pemegang Izin,dan KPH bukan sesuatu yang mudah.
Permasalahan lain yang cukupserius adalah adanya batas administrasiyang belum jelas antar kampung bahkantidak jarang antar wilayah adminsitrasiyang lebih tinggi diatasnya seperti antarkabupaten bahkan antar provinsi. Denganadanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun2014 tentang Desa menjadikankewenangan pembangunan yang lebih kuatdi tingkat desa berpotensi akan membuatpotensi konflik antar desa meningkat jikabatas desa tidak jelas. Seorang kepala desamemiliki kekuasaan pengelolaan keuangandan aset desa. Jika ada wilayah yang salingdiklaim oleh dua desa atau lebih makatentu akan sangat rawan menimbulkankonflik antar desa.
Selain hal diatas, saat ini jugadirasakan kurangnya pemahaman daninformasi yang dimiliki pihak perusahaanterhadap masyarakat. Hal ini dapat terjadi
48 Prosiding Seminar 2015
karena kurangnya komunikasi antaraperusahaan dengan masyarakat. Tidakjarang pihak perusahaan melakukanoperasional produksi pada wilayah yangdilindungi oleh masyarakat sepertikuburan, tempat keramat atau sumber airmasyarakat. Kurangnya komunikasi danaliran informasi dari masyarakat bisamembuat perusahaan terkesan tidakmemperhatikan kepentingan masyarakat.
Permasalahan yang juga ditemukandi perusahaan adalah ada kalanyaperusahaan tidak cukup mendapatkansosialisasi peraturan sampai ke tingkatoperator di lapangan. Hal inimengakibatkan implementasi peraturanpemerintah menjadi terhambat. Inisiatifyang telah dikembangkan di tingkatnasional untuk menjawab permasalahan ditingkat tapak malah tidak terlaksana.Bahkan bisa jadi justru pihak perusahaanyang dapat menjadi penghambatnyakarena ketidaktahuan mereka denganperaturan yang ada.
Masalah lain yang mungkinmuncul adalah ketika operasional produksidikerjakan oleh kontraktor yang kurangmemahami konteks hubungan perusahaandengan masyarakat. Kontraktor biasanyaakan lebih fokus kepada target produksidan kurang memberikan perhatian kepadaaspek sosial dan budaya. Hal ini berpotensimembuat buruk hubungan perusahaandengan masyarakat sehingga keberadaanperusahaan tidak mendapat dukungan darimasyarakat. Pada titik tertentu hubunganburuk ini dapat memicu konflik yangmerugikan kedua belah pihak.
Kalau dicermati lebih jauhimplementasi skema kemitraan kehutananmaka perlu diwaspadai jika nantinya justrukemitraan kehutanan dapat mendorongmasyarakat untuk membuka kawasanhutan. Sebenarnya hal ini telah diaturdalam Permenhut 39/2013 denganmemberikan definisi tentang masyarakatsetempat. Namun jika implementasi dilapangan tidak diimbangi denganpenguatan penegakkan hukum, bisa jadiskema kemitraan ini akan memancing
perambahan. Hal yang perlu dijaga adalahagar jangan ada yang memprovokasimasyarakat bahwa masyarakat yangmengikuti kemitraan dapat memperolehsertifikat hak milik. Issue sertifikat hakmilik ini perlu disampaikan sejak awaloleh Pemerintah baik di tingkat pusatmaupun provinsi dan kabupaten.
IV. PEMBELAJARAN
Salah satu pihak yang palingpenting dalam memfasilitasi masyarakatLong Duhung dan Long Keluh adalahKesatuan Pengeloalaan Hutan (KPH)Berau Barat yang memang merupakaninstansi pemerintah di tingkat tapak.Bersama dengan pihak kecamatan Kelayikut memfasilitasi rencana kesepakatanmasyrakat dengan perushaan. Namundemikian dengan terbitnya UU 23/2014tentang Pemerintahan Daerah, sebagiankewenangan pemerintah kabupatenkhususnya bidang kehutanan pindah ketingkat provinsi. Hal ini merupakantantangan tersendiri karena mungkinmuncul pertanyaan tentang posisi KPHyang saat ini masih berada dibawahpemerintah kabupaten padahalkewenangannya sudah berpindah.
Namun demikian jika merujukpada UU 23/2014 sendiri meskipunkewenangan tentang sub urusanpengelolaan kawasan hutan terkait KPHsudah dipindahkan ke tingkat provinsinamun hal ini masih dapat disinergikandengan pihak kabupaten yang masihmemiliki kewenangan di bidanglingkungan hidup pada sub bidangkeanekaragaman hayati dan sub bidangpendidikan, pelatihan,dan penyuluhanlingkungan hidup untuk masyarakat dansub bidang lain yang sesuai sehingga pihakpemerintah kabupaten masih dapatmendukung upaya fasilitasi ini bersamaKPH yang nantinya akan bekerja dibawahpemerintah provinsi.
Dalam pendampingan masyarakatdi Long Duhung, Long Keluh dankampung lainnya dalam melakukan
Pemberdayaan Masyarakat Setempat dalam…Saipul Rahman
49
negosiasi dengan perusahaan, dapat dipetikdapat beberapa pembelajaran.Pembelajaran tersebut kemudiandirangkum dalam 10 tahapan fasilitasiteknis pengelolaan hutan kolaboratif untukmemudahkan para pihak dalammengimplementasikannya. Mungkintahapan yang dikembangkan ini tidakseluruhnya mampu menjawabpermasalahan diatas namun paling tidaktahapan ini dapat menjadi panduan bagipara pihak yang akan melakukan fasilitasipengelolaah hutan kolaboratif.
Selain dari 10 tahapan pengelolaankolaboratif ini, sebenarnya TNC bersamamitranya juga mengembangkan SIGAPREDD+ (AkSI Inspiratif warGA untukPerubahan dalam REDD+) yangmemfasilitasi desa untuk mencapai visipembangunan masyarakat desa melaluiperencanaan partisipatif berbasis aset dankekuatan yang ada pada masyarakat.Metode yang dikembangkan dalam SIGAPREDD+ ini meskipun awalnyadimaksudkan untuk memfasilitasi desayang berpartisipasi dalam programREDD+ namun dalam implementasinyadapat dijadikan panduan pendampinganpembangunan masyarakat desa.Pengalaman fasilitasi yang dilakukan olehTNC bersama FKHK kedua hal inidilakukan secara simultan. TNCmendampingi Long Duhung sebagaikampung model dalam melakukanpembangunan dengan menerapkan SIGAPREDD+ sedangkan FKHK bersama TNCmelakukan fasilitasi pengelolaan hutankolaboratif di Long Keluh dan LongDuhung dengan menjembatani komunikasidengan PT. Aditya Kirana Mandiri danPT. Wana Bakti Persada Utama.
1. Analisa Pemangku KepentinganTujuan tahapan ini adalah untuk
melihat siapa pihak yang palingberpengaruh dalam mengambil keputusan.Proses ini diharapkan dapatmengkolaborasikan semua kepentinganbaik masyarakat, pemerintah danperusahaan. Masing-masing pihak
memiliki tujuannya dimana pemerintahsebagai sebuah berkepentingan untukmenjalankan pembangunan ekonomi yaitumenduking investasi untuk kesejahteraanmasyarakat. Sedangkan perusahaanmemiliki kepentingan terhadapkeberlanjutan usaha. Masyarakat memilikikepentingan terhadap akses pemanfaatansumberdaya alam termasuk yang berada didalam area perusahaan. Masyarakat jugamemerlukan hutan yang lestari untukmenjaga kearifan lokal dan aspek sosialbudaya lainnya. Untuk itu penting bagifasilitator (LSM, lembaga lainnya) agarmenempatkan secara proporsional perandan kepentingan masing masing pihak inisedari awal.
Dalam tahapan SIGAP REDD+,tahapan pertama yang ditempuh adalahDisclosure dimana fasilitator melakukanpendekatan kepada masyarakat danmemperkenalkan diri serta programnyakepada masyarakat. Dilain pihak fasilitatorjuga harus mengenal masyarakat denganmelakukan analisa pemangku kepentingan.
2. Penentuan Lembaga/Individu FasilitatorTahapan selanjutnya adalah
membangun simpul fasilitasi dimana padatahapan ini fasilitator sudah mendapatkankomitmen yang kuat dari berbagai pihak.Penunjukan fasilitator tidak dibatasi hanyapada aktor penting di tingkatdesa/kampung, tapi juga perlu dibangunproses secara bersamaan terhadapfasilitator dari pemerintah dan perusahaan.Semua fasilitator kunci memiliki peranterhadap keberhasilan tahapan fasilitasi.
Fasilitasi yang dilakukan tidakterbatas pada ruang lingkup kampungnamun bisa diangkat pada hamparanlanskap yang lebih luas sesuai dengankebutuhan fasilitasi misalnya dalamcakupan wilayah perusahaan atau kawasantertentu. Fasilitasi juga dapat diaplikasikanpada wilayah desa/kampung yangkemungkinan jauh atau terpisah darikawasan yang mendapatkan dampaklangsung. Seluruh simpul tersebutkemudian dapat tergabung dalam
50 Prosiding Seminar 2015
pengelolaan kolaboratif wilayahperusahaan secara utuh.
Dalam tahapan SIGAP REDD+,proses disclosure penting untukmengidentifikasi siapa saja tokohmasyarakat di kampung yang dapatmempengaruhi masyarakat dalam prosesnegosiasi dengan perusahaan. Para tokohmasyarakat ini diharapkan dapatberpartisipasi aktif dalam berkomunikasidengan masyarakat dalam proses mencapaikesepakatan. Namun demikian yang perludiingat adalah jangan sampai dominasipara tokoh masyarakat ini mengalahkanpartisipasi masyarakat.
3. Analisa Sosial Masyarakat dan BudayaAnalisa sosial dan budaya
dilakukan untuk memperoleh gambaranmengenai situasi sosial dan budaya dalamsuatu wilayah dengan mencermati kaitanhistoris masyarakat dan tatananmasyarakat. Dengan teknik Rapid RuralAppraisal (RRA), dapat dibuat scenariopeta masalah dan rencana aksi nyata yangdisintesa dari konsep teori dan pengalamanempiris daerah lain yang memiliki karaktermirip.
Analisis Sosial Masyarakat danBudaya dapat dilakukan denganParticipative Rural Appraisal (PRA) untukmendapatkan gambaran cepat dariinformasi lapangan. Alat penilaian sosialPRA secara partisipatif dilakukan dengandiskusi kelompok kecil dan tertutup,review dokumen kampung. Interviewdapat dilakukan secara terbukan dantertutup. Tahapan ini mencoba memahamiperubahan-perubahan yang terjadi dikampung/desa dan memahamikecenderungan arah perubahan tersebutterhadap perencanaan dan pelaksanaankegiatan program khususnya dalam jangkapanjang. Hal yang menarik dari metode iniadalah mempertemukan antara kesahihanakademik dengan kearifan danpengetahuan local serta akseptabilitasmasyarakat.
Dalam SIGAP REDD+, hal inidilakukan dalam tahapan define, yaitu
masyrakat sudah mulai membicarakanpokok bahasan tematik. Mereka mulaimembuka diri dan informasi tentangperubahan yang terjadi dalam kehidupanmereka terutama yang terkait dengansosial dan budaya. Disini diharapkanpengumpulan informasi dapat optimalsehingga dapat menjadi bekal untuktahapan selanjutnya.
4. Pemetaan konflikTahap selanjutnya adalah
identifikasian konflik dan dinamika yangterjadi dengan pendekatan wawancaraapresiatif (appreciative inquiry).Pendekatan ini dilakukan dengan melihatmasyarakat sebagai entitas penuh potensisehingga dapat menyelesaikan masalahsecara internal sendiri. Masyarakatdiharapkan dapat melakukan pemetaanterhadap Potensi desa dan kebutuhan desatergambarkan dalam proses PRA. Hasildari pemetaan ini akan menjadi bahanuntuk membangun RPJM Desa/Kampungsesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam SIGAP REDD+, tahapan inisudah masuk dalam Discovery, dimanamasyarakat dapat menemukenali kekuatandirinya untuk menyelesaikan masalah yangtengah dihadapi. Pengumpulan informasidilakukan dengan Menggali cerita sukseswarga dimasa lalu yang sangat berkesanbagi warga. Selanjutnya juga diharapkanakan menemukan kondisi ideal yang ingindicapai warga dimasa yang akan datang.
5. Pemetaan Kampung PartisipatifPada tahapan ini, masyrakat
difasilitasi untuk membuat pemetaanpenggunaan lahan dan jasa lingkunganyang berada di wilayah masyarakat danpersinggungannya dengan pihak lainseperti perusahaan dan/atau pemerintah.
Data spasial sangat dibutuhkandalam tahapan ini yang bisa diperoleh daripara pihak khsusunya data batas wilayahadministratif, area perusahaan/pemerintahdan data terkait lainnya. Sangat ditekankanagar masyarakat dapat membuat peta 3dimensi sehingga akan lebih mudah bagi
Pemberdayaan Masyarakat Setempat dalam…Saipul Rahman
51
masyarakat untuk merencanakanpengelolaan wilayahnya.
6. Perencanaan Tata Guna LahanPenggalian data awal tahapan
perencanaan tata guna lahan sebaiknyadilakukan bersamaan dengan tahapanpemetaan partisipatif. Fasilitator padatahapan ini menggali identifikasi kawasanpenting masyarakat yang dapat menjadiinformasi penting dalam pengelolaanlahan. Tim Pemetaan dan warga dalammembuat gambar sketsa yangmenunjukkan lokasi pemukiman, jalanutama, sungai, bukit atau gunung, wilayahperburuan, ladang, kebun, kuburan, danlainnya
Dalam tahapan SIGAP REDD+tahapan ini masuk dalam Design, yaitumasyarakat sudah mampu menyusunrencana pengelolaan berbasis lahan sesuaidengan visi yang disusun oleh masyarakat.
7. Penguatan Kelembagaan DesaKelembagaan kampung merupakan
salah satu yang paling penting karenapengelolaan masyarakat selanjutnya harusterlembagakan. Kelembagaan bisadilakukan oleh pemerintah kampung tapidapat pula atau bahkan sebaiknyadilakukan oleh lembaga yang dibentukkhusus. Pembentukan kelembagaan khususini diperlukan untuk menjawab kebutuhanjika ternyata cakupan kemitraanmelampaui batas administrasi kampung.
8. Kesepakatan yang mengikat para pihak.Kesepakatan pengelolaan hutan
kolaboratif dapat dituangkan dalam MoUyang mengikat semua pihak yang terlibat.MoU atau perjanjian yang mengikatpenting untuk mendapatkan komitmen darimasing-masing pihak sehinggaimplementasi kegiatan dapat berjalan baik.Pemerintah dapat berperan sebagai pihakketiga untuk menjamin keberlajutanpengelolaan bersama.
9. Membangun rencana kerja pengelolaanhutan dan implementasinya
Rencana kerja dibuat oleh lembagakampung dengan pihak terkait yangterlibat dalam kemitraan. Rencana kerja inipenting untuk diselaraskan dengan RPJMDesa sehingga semua kegiatanpembangunan dapat terintegrasi. Halpenting yang perlu diingat dalampenyusunan rencana kerja ini adalahbahwa tujuan yang diharapkan bukanhanya sekedar memenuhi kebutuhanmasyarakat saja tapi lebih ditekankan padakebutuhan kedua belah pihak dan jugapemenuhan kebutuhan kelestarian sumberdaya yang dikelola.
10. Monitoring dan evaluasiHal yang tidak kalah pentingnya
adalah monitoring dan evaluasi dalamseluruh tahapan kegiatan yang sedang dantelah dilakukan. Ini penting untukmemastikan pencapaian tujuan bersamadengan aksi cepat jika ada kendala yangdihadapi. Monitoring dan evaluasi ini jugapenting untuk memastikan tidak adakonflik lanjutan dalam pelaksanaankegiatan.
Dalam SIGAP REDD+, monitoringdan evaluasi ini dikaitkan denganpembagian manfaat kepada masyarakat.Dalam REDD+ diharapkan penerimaanmanfaat dilakukan berdasarkan kinerjayang dilakukan oleh masyarakat atau yangsering disebut pembagian manfaat berbasiskinerja. Masyarakat baru akanmendapatkan insentif atau manfaat jikaada kontribusi yang dilakukan olehmasyarakat sesuai dengan komitmen yangtelah disepakati.
V. PENUTUP
Kemitraan bisa menjadi solusidalam konflik yang terjadi antaramasyarakat dengan pihak lain sepertiperusahaan atau pemerintah. Pengalamanyang telah dialami oleh TNC belum secaraformal diakui sebagai bentukpemberdayaan masyarakat setempatmelalui kemitraan kehutanan sebagaimanatercantum dalam Permenhut 39/2013
52 Prosiding Seminar 2015
namun dari proses yang telah dilakukanoleh para pihak ini berpotensi untukdikelola berdasarkan prinsip kemitraan.Namun demikian untuk proses selanjutnyaperlu mempertimbangkan rencanapemerintah untuk mengeluarkan peraturanMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanantentang Perhutanan Sosial.
Peran lembaga swadayamasyarakat bisa mendorong percepatanproses pemberdayaan masyarakat setempatmelalui kemitraan kehutanan. Untuk itudiperlukan suatu metode yang terencanadan terukur dengan baik sehingga prosesfasilitasi berjalan dengan baik tanpamenimbulkan konflik di tengahmasyarakat. Penguatan kapasitasmasyarakat dengan pendekatan SIGAPREDD+ diharapkan akan menguatkanpembangunan dari perencanaan,pelaksanaan sampai monitoring danevaluasi. Sementara itu 10 tahapanfasilitasi pengelolaan hutan kolaboratifdiharapkan dapat lebih fokusmenghantarkan masyarakat untukmencapai kesepakatan bersama denganperusahaan atau instansi pemerintahdengan kapasitas masyarakat yang telahdiperkuat.
Pendekatan yang dilakukan dengan10 tahapan ini tidak hanya bisa diterapkanuntuk mengatasi konflik antara masyarakatdan perusahaan saja tapi juga antaramasyarakat dan pemerintah. Kasusperambahan di KHDTK (Kawasan HutanDengan Tujuan Khusus) yang baru terjadisejak bulan Mei 2015 yang lalu jugaberpotensi untuk dapat diselesaikandengan pendekatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antaranews,http://bogor.antaranews.com/berita/8477/aphi-kemitraan-dorong-kerja-sama-selesaikan-konflik, online,diakses 10 Oktober 2015, APHI-Kemitraan dorong kerja samaselesaikan konflik
Bapppenas, 2014. Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional
United Nations Office for REDDCoordination in Indonesia(UNORCID), 2015. ForestEcosystem Valuation Study –Indonesia.
Pemberdayaan Masyarakat Setempat dalam…Saipul Rahman
53
BUDIDAYA LEBAH MADU SALAH SATU ALTERNATIF DALAMPENGELOLAAN HUTAN SECARA PARTISIPATIF DI KHDTK LABANAN,
KABUPATEN BERAU
Ngatiman dan Rayan
Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kawasan hutan di KHDTK Labanan cukup luas dan kondisi hutannya bervariasi ada yanghutannya masih baik (hutannya produktif) dan ada juga hutannya tidak produktif seperti hutansekunder yang banyak ditumbuhi jenis pioner dan alang-alang. Di sekitar KHDTK juga dijumpaiadanya masyarakat yang mata pencahariannya petani, berkebun, berladang dan lainnya. Untukmeningkatkan pendapatan masyarakat disekitar hutan perlu dilakukan kegiatan tertentu, salah satunyaadalah kegiatan budidaya lebah madu pada lahan yang kurang produktif dengan menanam jeniskaliandra bunga merah (Calliandra calotthyrsus Meissn) sebagai pohon pakan lebah madu. Tujuandari penulisan ini adalah untuk memberikan wawasan pemikiran pada masyarakat di sekitar hutanagar bisa memanfaatkan hutan yang tidak produktif menjadi hutan produktif dengan cara melkukanbudidaya lebah madu.
Kata Kunci : Budidaya, Lebah madu, Kaliandra, Pengelolaan Hutan, Partisipatif
I. PENDAHULUANKawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) Labanan ditunjuksesuai Keputusan Menteri KehutananNomor: 121/Menhut-II/2007 tentangpenujukan hutan produksi tetap seluas7900 Ha. KHDTK Labanan terletak diwilayah Kecamatan Sambaliung,kecamatan Teluk Bayur dan KecamatanKelay, Kabupaten Berau. PengelolaanKHDTK, Labanan diserahkan kepadaBalai Besar Penelitian Dipterokarpa(B2PD) sesuai surat keputusan KepalaBadan Litbang Kehutanan Nomor;90/Kpts/VIII/2007.
Sebelum penunjukan KHDTKLabanan, masyarakat sekitar kawasansudah melakukan aktivitas di wilayahKHDTK, bahkan pada km 35 dan 36terdapat aktivitas masyarakat berupa galianC. Adapun mata pencaharian masyarakatdi sekitar KHDTK adalah petani,berkebun, pedagang, pencari hasil hutandan sebagian kecil bekerja sebagaikaryawan perusahaan serta pekerjaan
lainnya dengan tingkat pendapatan rata-rata antara Rp. 750.000,- s/d Rp.1.750.000,- (Anonim, 2010).
Dengan adanya aktivitasmasyarakar tersebut, maka diperlukankerjasama dalam pengelolaan KHDTKagar memberikan manfaat kepadamasyarakat. Manfaat yang sudahdiarasakan oleh masyarakat dengankeberadaanya KHDTK , adalah hasil hutanbukan kayu yaitu madu yang dihasilkandari lebah Apis dorsata yang hidup didalam hutan. Memang setiap tahun lebahhutan dapat menghasilkan madu, akanteitapi hasilnya bervariasi tergantungmusim bunga sebagai sumber pakan lebah.Bila terjadi musim bunga masal, makamadu yang dihasilkan akan lebih banyakdan sebaliknya bila musim bunga sedikit,maka madu yang dihasilkan juga sedikit.
Dengan hasil madu yang tidakmenentu karena ketergantungan darimusim bunga yang merupakan sumerpakan lebah, maka perlu dipikirkanbagaimana mendapatkan madu yang
54 Prosiding Seminar 2015
stabil dan berkelanjutan. Salah satu carauntuk mendapatkan madu yang stabiladalah dengan cara melakukan budidayalebah madu jenis A. mellifera dengansumber pakan lebah dari jenis Kaliandrabunga merah. Kaliandra tersebut ditanampada hutan yang kurang produktif yangterdapat di dalam dan di sekitar KHDTK,dimana Kaliandra ini berbunga sepanjangtahun sehingga cocok sebagai sumberpakan lebah. Dengan melakukan budidayalebah madu diharapkan, selain dapatmelestarikan hutan dan mempertahankankeberadaan KHDTK, juga dapatmeningkatkan pendapatan masyrakat disekitar hutan.
II. PERMASALAHAN BUDIDAYALEBAH MADU
Berdasarkan hasil kajianidentifikasi permasalahan perlebahan, adaenam katagori permasalahan perlebahankhususnya dalam budidaya lebah Apismellifera yaitu persoalan pakan, dana,penyuluhan, pembinaan teknis,bibit/induk ratu dan hama (Widiarti danKuntadi, 2009).
Indonesia memiliki potensi yangcukup besar dalam pengembanganperlebahan, berupa kekayaan sumberdayaalam hutan dengan keanekaragaman hayatiseperti berbagai jenis lebah asli indonesiadan aneka ragam jenis tumbuhan sebagaisumber pakan lebah serta kondisiagroklimat yang sesuai, sehinggaseharusnya mampu menghasilkan produksimadu yang cukup tinggi. Akan tetapiterjadi malah sebaliknya, produksiindonesia kalah bersaing bila dibandingkandengan negara-negara lain sepertiVietnam, India dan lain-lain yang justrupotensi sumberdaya alamnya lebih kecil(Kuntadi, 2003).
Kelangkaan sumber pakan,berkembangnya usaha budidaya lebah dimasyarakat dan peningkatan jumlahkoloni A. mellifera yang pesat , disisi laintelah berdampak tidak berimbang denganluasan areal tanaman pakan yang
cendrung terus menyusut akibatpengalihan penggunaan lahan yang tinggidi Pulau jawa (Kuntadi dan Andalina,2010). Hal ini menyebabkan penurunanproduksi madu dan munculnyapersaingan perebutan lahanpengembalaan yang tidak sehat antarpeternak (Soekartiko, 2000).
Lebah membutuhkan makananberupa nektar dan tepung sari. Nektarsebagai sumber karbohidrat dibutuhkanoleh lebah untuk sumber tenaga danmerangsang ratu untuk bertelur. Nektaryang disimpan dalam sel-sel sarangnyadan diproses sebagai bahan persediaanmakanan itu disebut madu, sedangkantepung sari merupakan sumber proteinyang dibutuhkan oleh lebah untukperkembangan koloni ratu-ratunya.Kualitas makanan lebah madu, khususnyatepung sari sangat tergantung padakandungan nutrisinya . Dalampembudidayaan lebah madu sangat perludiperhatikan keadaan kualitas kolonilebah madu dan kualitas pakan lebahnya(Chandra wijaya, 1992).
Salah satu syarat untuk mendukungperkembangan suatu koloni lebah maduadalah tersedianya pakan lebah secaraberkesinambungan. Pakan lebah maduterdiri dari nektar dan tumpang sari(polen). Nektar merupakan sumberkarbohidrat dan dijadikan sebagai bahandasar makanan lebah dewasa yang diolahmenjadi madu, sedangkan pollen kayaakan protein dan merupakan bahanmakanan dan sumber gizi anakan lebah(Adri, 1997).
III. PROSPEK BUDIDAYA LEBAHMADU
Berdasarkan data tahun 2002,kebutuhan madu nasional mencapai 150ribu ton /tahun, sedangkan produksi dalamnegeri hanya 40 ribu ton. Untuk mencukupikebutuhan madu, indonesia masihmengimpor madu dari berbagai negaraseperti China, Vietnam, India dan Australia(Caroko, 2008 dalam Widiarti, 2012). Hal
Budidaya Lebah Madu Salah Satu….Ngatiman dan Rayan
55
ini disebabkan semakin berkurangnyatutupan kawasan hutan dan alih fungsilahan, ketersediaan tanaman pakan lebahjuga semakin berkurang, akibatnya produksiproduk perlebahan nasional semakin turun(Widiarti, 2012).
Kemampuan lebah madu dalammengumpulkan nektar dan pollentergantung pada individu lebah pekerja dankapasitas kantong pollen yang terdapat dikaki belakang lebah. Di samping ituterdapat pengaruh faktor-faktor lingkunganterhadap intensitas pengumpulan nektar danpollen , baik aktvitas terhadap terbang,tingkat atau pola konsumsi pakan sertatingkat produksi nektar dan pollen tanaman,faktor kelembapan, temperatur dankecepatan angin juga berpengaruh terhadapaktivitas lebah madu (Free, 1982 dalamPurnomo dan Pribadi, 2012).
Hampir semua tanaman yangberbunga merupakan sumber pakan lebahmadu. Makanan lebah madu adalah nektar,tepung sari, honey dew dan royal jeli(Sihombing, 1997). Oleh karena itubudidaya lebah madu haruslah dekat denganlokasi atau tempat yang cukup banyakmenghasilkan sumber pakan yangdiinginkan (Warisno, 1996). Kebutuhanpakan lebah harus terpenuhi sepanjangwaktu untuk mempertahankan kehidupanlebah dan lebih daripada itu adalah untukkualitas dan kontinuitas dari madu yangdihasilkan. Herbert (1972) dalamKuntadi(2002), tepung sari (pollen)merupakaan makanan pokok lebah madu(Apis spp.), yang diperlukan terutama untukmemenuhi kebutuhan protein,vitamin,lemak dan mineral. Kandungan nutrisitepung sari dibutuhkan untuk prosesperkembangan otot serta berfungsinyakelenjar di dalam tubuh lebah madu gunamenjamin kelangsungan hidup setiapindividu dan perkembangan koloninya.
Apis melllifera jenis lebah unggulyang asalnya dari Eropa. Ukuran tubuhnyasedikit lebih besar daripada Apis cerana.Lebah A. mellifera Di samping itu sudahjuga dibudidayakan dibeberapa lokasiseperti di Jaya Wijaya, Irian Jaya, dengan
sumber pakan dari jenis cemara dankaliandra (Sahwan et al., 1995), di PT AraraAbadi, Riau, dengan sumber pakan daritanaman Acacia spp. dan Eucalyptusspp.(Adri, 1997), di Kabupaten Kendal,Jepara dan Pati (Jawa Tengah) dengansumber pakan lebah dari pohon kapok randu(Ceiba petandra) dan di Kabupaten Pasir,Kalimantan Timur dengan sumber pakanlebah dari kelapa sawit (Elaeis guinensis).Pemanenan madu dilakukan tiga minggusekali dengan hasil 1,69 -3,42 kg /koloniatau rata-rata 2,46 kg/koloni ( Balitbangda,2003).
Tersedianya nektar dan tepung sari(pollen) merupakan salah satu faktor yangmenentukan keberhasilan budidaya lebahmadu. Dalam budidaya lebah madumodern sering dihadapkan pada masalahkebutuhan pakan lebah yang tidakmemadai baik kualitas maupunkuantitasnya. Kaliandra bunga merah(Calliandra calotthyrsus Meissn) adalahsalah satu jenis pakan lebah yangtergolong serbaguna. Dari pohon dapatdihasilkan kayu bakar dan hijauan ternak.Kaliandra bunga merah telah lamadimanfaatkan sebagai pakan lebah Apiscerana (lebah lokal) dan sekarang sudahdigemari lebah Apis mellifera (lebahimpor/unggul). Keuntungan penggunaanpohon kaliandra ini sebagai pohon pakanlebah, pohonnya berbunga sepanjang tahunsecara terus menerus, baik untuk budidayaiebah modern menetap dan berpindah, danpaling cocok dikembangkan di pedesaan(Rosyid, 1994).
Menurut Rosyid (1994),keunggulan kaliandra bunga merah antaralain;1. Dapat dikembangkan melalui biji dan
stump dengan mudah dan tidakmemerlukan persyaratan atauperlakuan yang tinggi.
2. Sebagai tanaman pioner pada yangkurang subur,sebagai penyubur tanah,hidup pada ketinggian 0 – 1500 mdari permukaan laut.
3. Sangat mudah mengadakanpermudaan alam, cocok untuk
56 Prosiding Seminar 2015
pemerantasan alang-alang dan mudahpenanamanya.
4. Sebagai penghasil kayu bakar yangtinggi dan eksploitasinya dengansistem pangkas, dapat hid-p sampaiumur 20 tahun.
5. Bunganya sebagai pakan lebah, baikuntuk nektar maupun tepung sari(pollen). Volume nektarnya sangattinggi, berbunga terus menerussepanjang tahun.
Selanjutnya sasaran dalam penanamankaliandra bunga merah (Rosyid, 1994)adalah:1. Pertama-tama untuk mengembalikan
kesuburan tanah, terutama tanah yangkesuburannya rendah dan banyakterdapat alang-alang.
2. Untuk mengurangi tingkat erosi dantanah longsor pada tanah yangtopografinya curam dan dapatmemperbaiki sumber mata air.
3. Untuk memenuhi kebutuhan kayubakar,terutama didaerah industri yangmemerlukan banyak kayu bakarseperti gamping dan gula aren.
4. Ditanam tanpa megurangi lahanpertanian seperti ditanam ditepi jalan ,tepi sungai, sebagai tanaman pagardan pada lahan rakyat yangmempunyai kemiringan 40 % ke atas.
Sebagai gambaran saja setangkaikaliandra merah terdapat 10 kuntum. Satupohon normal terdapat 100 tangkai , setiapkuntum diperoleh nektar sebanyak 0,5 cc,maka satu pohon kaliandra merahmenghasilkan 500 cc nektar. Satu koloni A.memerlukan 200 cc cairan gula. Apabiladalam satu pohon hanya bisa diambil 5%saja (25 cc), maka satu koloni A.melliferamemerlukan delapan pohon, sedangkanuntuk lebah lokal yaitu A. cerana hanyamemerlukan empat pohon (Rosyid , 1994).
Pembudidayaan lebah madu A.mellifera menggunakan stup/kotak,keuntungan menggunakan stup/kotak(Warisno, 1996) adalah sebagai berikut:
Lebah menjadi betah tinggal didalam stup/kotak, bahkan tidak peduliketika madunya siambil.1. Lebah menjadi betah tinggal di dalam
stup/kotak, bahkan tidak peduli ketikamadunya diambil.
2. Dapat dipertahankan keaslian jenislebah di dalam stup.
3. Pemanenan madu dapat dilakukandengan mudah, sebab antara madu dantempatnya lebah terpisah, sehinggatidak ada telur dan larva-larva yangmati karenanya.
4. Pengembangan lebah (beternak ratu)dan sebagainya cukup mudahdilakukan, karena pengambilan saranglebah cukup mudah, demikian jugauntuk mencari ratu lebah cukupmudah.
5. Bisa untuk memelihara lebah unggul(Apis mellifera).
6. Pengangkutan atau pemindahan sistemkotak lebih praktis, sehingga mudahuntuk digembalakan.
7. Hasil yang diproduksi seperti madu,lilin lebah, royal jelly dan sebagainyajuga lebih banyak.
8. Pemakaian stup dan peralatannya lebihefisien, karena dapat digunakanberkali-kali
IV. PENUTUP
Madu memiliki berbagai kegunaanantara lain; sebagai bahan yang sangatbermanfaat di bidang farmasi, kosmetikadan industri bahan makanan. Bagimasyarakat pedesaan yang tinggaldisekitar hutan, madu merupakan salahsatu komoditi usaha yang dapatmemberikan pendapatan tambahan.
Keberhasilan budidaya lebah madudi suatu wilayah sangat ditentukan olehkeberadaan tumbuhan pakan lebah yangsecara kuantitatif maupun kualitatifmencukupi kebutuhan hidup lebah dantersedianya sepanjang tahun (Purnomo danWinarsih, 2011). Selain itu diperlukanupaya membangun kapasitas dan keahlianmasyarakat disekitar hutan untuk
Budidaya Lebah Madu Salah Satu….Ngatiman dan Rayan
57
melakukan beberapa kegiatan yangmendukung keberhasilan dankeberlanjutan budidaya lebah madu sepertipenanaman, perbanyakan danpemeliharaan tanaman pakan bagi lebahmadu, kemampuan mengelola tempatlebah dan madunya serta pengelolaanpasca panen lebah madu untukmenghasilkan madu dengan kualitas yangbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Adri. 1997. Uji cobapembudidayaan lebah Apis mellifera padaareal HPH HTI PT Arara Abadi.Prosiding diskusi nasional pengelolaanhutan rawa dan ekspose hasil-hasilpenelitian Kehutanan di Sumatera. BalaiPenelitian Kehutanan, Pematang Siantar,Aek Nauli.
Anonim. 2010. Laporan akhir .Penyusunan master plan KHDTK(Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus)Hutan Penelitian Labanan.
Balitbangda. 2003. Studi tentangsinergitas pengembangan lebah madudengan kelapa sawit di Kabupaten Pasir.Proyek penelitian pengembangan daerahProvinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Chandra Widjaja, M danSuhartono. 1984. Pengembangan budidyalebah madu. Dalam rangka meningkatkankesejahteraan masyarakat pedesaan.Penelitian perlindungan hutan danpelestarian alam. Pusat Penelitian danPengembangan Hutan.
Chandra Widjaja, M. 1992.Pengaruh crude protein terhadap kolonilebah madu. Duta Rimba 145-146/XVIII/1992.
Kuntadi. 2002. Pengaruh tigajenis makanan tambahan terhadap tingkatkonsumsi kandungan protein lebah madudan perkembangan koloni lebah madu
Apis mellifera (Aphidae, Hymenoptera).Buletin Penelitian dan PengembanganHutan dan Konservasi Alam, Bogor,Indonesia.
Kuntadi. 2003. Perlebahan diIndonesia. Sylva Tropiska 8. BadanPenelitian dan Pengembangan Kehutanan,Jakarta.
Kuntadi dan Y.Andalina. 2010.Potensi Acacia mangium sebagai sumberpakan lebah madu. Perkembangan kolonilebah madu . Prosiding seminar nasionalMasyarakat Peneliti Kayu Indonesia(MAPEKI) XII . Pengembangan ilmu danteknologi kayu untuk mendukungimplementasi program perubahan iklim, 10-11 Nopember, Bali.
Purnomo dan A. Winiarsih. 2011.Pemanfaatan Hutan Tanaman Industri(HTI) Pulp untuk penembangan lebahmadu. Seminar 3(tiga) bulanan BalaiPenelitian Hutan Penghasil Serat, Kuoak,Riau.
Purnomo dan A. Pribadi. 2012.Produktivitas panen madu dan bee pollenlebah hutan (Apis dorsata) : hubungannyadengan tingkat kesukaan terhadap jenispohon sialang dan pengaruh musim diKabupaten Rokan Hulu –Riau. ProsidingSeminar Nasional HHBK “Peranan hasillitbang hasil hutan bukan kayu dalammendukung pembangunan kehutanan” ,Mataram.
Rosyid. 1994. Kaliandra bungamerah sumber nektar dan pakan lebahDarma Wanita.
Sahwan, F.L., W. Komarawidjajadan M. Effendi. 1998. Perkembanganlebah Apis mellifera di Jaya Wijaya, IrianJaya. Duta Rimba 91-92/X1V.
Sihombing, D.T.H. 1997. IlmuTernak Lebah Madu. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
58 Prosiding Seminar 2015
Sukartiko, B. 2000. Permasalahandalam usaha perlebahan Indonesia.Prosiding Temu Usaha Perlebahan.Direktorat jendral Rehabilitasi Lahan danPehutanan Sosial. Departemen Kehutanan,Perum Perhutani.
Sumoprastowo, C.D.A. danSuprapto, B.A. 1993. Beternak lebahmadu. Penerbit; Bharata Niaga Media,Jakarta.
Warisno. 1996. Budidaya lebahmadu. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Widiarti, A. 2012. Peningkatanusaha perlebahan melalui perankelembagaan. Prosiding Seminar Nasional“Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan BukanKayu Dalam Mendukung PembangunanKehutanan”, Mataram.
Widiarti A. dan Kuntadi. 2009.Identifikasi permasalahan budi daya Apismellifera. Studi kasus di Kabupaten Pati,jawa Tengah. Draff naskah publikasi.Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi(belum dipublikasikan).
Budidaya Lebah Madu Salah Satu….Ngatiman dan Rayan
59
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN SECARAPARTISIPATIF DI INDONESIA
Sri Purwaningsih1 dan Abdurachman2
1Balai Penelitian Teknologi Agroforestry CiamisJl. Raya Ciamis Banjar KM. 4, Pamalayan. Ciamis; Telp. (0265) 771352
Email: [email protected]
2Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]
ABSTRAK
Praktek kearifan lokal merupakan warisan merupakan hasil dari kebiasaaan masyarakat setempat ataukebudayaan masyarakat sebagai bentuk adaptasi terhadap alam dan lingkungan tempat tinggalnya.Tujuan intinya adalah kegiatan yang melindungi dan melestarikan alam dan lingkungan. Oleh karenaitu, penting untuk mengkaji dan melestarikan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat.Beberapa praktek kearifan lokal yang ada di Indonesia diantaranya Repong Damar (Krui-Lampung),Masyarakat Lubuk Beringin (Jambi), Hompongan (Jambi), Pahomba (Sumba Timur-NTT),Kapamalian (Banjar-Kalteng), Masyarakat Ngata Toro (Sulteng), Masyarakat Melayu secara Umum,Pasang ri Kajang (Sulteng), Masyarakat Baduy (Banten), Kampung Naga (Tasikmalaya-Jabar), danKampung Kuta (Ciamis-Jabar). Pengetahuan terhadap berbagai praktek kearifan lokal inimenyadarkan akan pentingnya nilai-nilai warisan budaya dalam menjaga kelestarian lingkungan.Walaupun pada prakteknya ada pemilahan sehingga aplikasinya sesuai dengan perkembangan saat ini.
Kata kunci : kearifan lokal, pengelolaan hutan, Indonesia
I. PENDAHULUANKearifan lokal adalah tata nilai atau
perilaku hidup masyarakat lokal dalamberinteraksi dengan lingkungan tempatnyahidup secara arif. Kearifan dari masyarakatsuatu tempat atau daerah dapat berbeda-beda karena adanya perbedaan pengalamandalam memenuhi kebutuhan hidupnyasehingga memunculkan berbagai sistempengetahuan baik yang berhubungandengan lingkungan maupun sosial. Halinilah yang menjadikan kearifan lokal khasdari setiap daerah. Sementara itu Keraf(2002) menegaskan bahwa kearifan lokaladalah semua bentuk pengetahuan,keyakinan, pemahaman atau wawasan sertaadat kebiasaan atau etika yang menuntunperilaku manusia dalam kehidupan didalam komunitas ekologis.
Seiring dengan adanya arusglobalisasi maka berbagai krisis ekologimuncul akibat keseimbangan alamterganggu. Tanpa kita sadari berbagaitindakan dan sikap kita telah merusakekologi. Penggunaan teknologi yang tidaktepat guna salah satunya dapatmengganggu keseimbangan alam sepertiperubahan iklim, krisis air bersih,pencemaran udara, dan berbagai krisisekologi lainnya. Oleh sebab itu perlu,menggali dan mempraktekan kearifan lokalyang berkembang di masyarakat sehinggadapat dijadikan acuan dalam pengelolansumberdaya alam khususnya hutan saatini. Sebagaimana diketahui hutanmerupakan salah satu sumber devisanegarabaik yang berupa kayu maupun hasil hutanbukan kayu. Selain itu juga fungsi hutanyang vital lainnya dalam menjaga ualitaslingkungan baik udara, tanah dan air.
60 Prosiding Seminar 2015
Fungsi ini idak dapat dinilai dengan uangakan tetapi sangat penting bagi kehidupanmahluk hidup. Tulisan ini menggambarkanbeberapa praktek kearifan lokal beberapamasyarakat di Indonesia dalam mengelolaalam dan lingkungannya agar tetap lestari.
II. PRAKTEK-PRAKTEKKEARIFAN LOKAL DIINDONESIA
Repong damar (Krui-Lampung Barat)Menurut Michon et al. (1998)
Wijayanto & Hartoyo (2015) dalammenjelaskan bahwa secara ekologis faseperkembangan repong damar menyerupaitahapan suksesi hutan alam dengan segalakeuntungan ekologisnya, sepertiperlindungan tanah, volusi iklim mikro,dan lain sebagainya. Dari segi teknisbudidaya, tahap-tahap penanaman tanamanproduktif, mulai dari tanaman subsistensampai tanaman tua yang manaperawatannya disengaja atau tidak olehpetani yang erlangsung dalam kondisiekologis yang sesuai dan salingmendukungsatu sama lain. Sehingga proses-prosesproduksi yang terkait dalam seluruhtahapan pengembangan repong damar bisamembuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
Menurut Lubis (1997) dalamWijayanto & Hartoyo (2015) menyatakanbahwa tradisi pembukaan lahan hutan yangdilakukan oleh masyarakatKrui secaragaris besar dapat dibedakan atas tiga faseproduktif yang ketiganya berlangsung diruang fisik yang ama, namun berada padaruang yang berbeda dalam perspektifkognitif masyarakat Krui. Ketiga fasetersebut adalah: (i) Fase Dakhak (ladang)adalah fase ketika lahan siap tanam mulaiditanami dengan tanaman-tanamansubsistensi, seperti padi dan palawija. (ii)Fase Kebun adalah fase bagi tanamanmuda (annual crop) yang mana berkebunmerupakan alasan utama dalampengambilan keputusan untuk membukalahan hutan. (iii) Fase Repong yaitu fasemasyarakat Krui mulai menanamkan lahan
pertaniannya dengan repong apabilakeragaman jenistanaman yang tumbuh didalamnya sudah terpenuhi, yangpadaumumnya mulai didominasi oleh tanamankeras.
Lubuk Beringin, JambiBerdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 109/Menhut-II/2009tentang Penetapan Areal Kerja Hutan DesaPada Kawasan Hutan Lindung BukitPanjang Rantau Bayur, hutan desa ituseluas 2.356 hektar. Kemudian, GubernurJambi juga telah mengeluarkan KeputusanNo. 124/2009 yang diserahkan langsungkepada masyarakat Lubuk Beringin danditerima kelompok Ndendang Hulu SakoBatang Buat. Merekalah kelompokpengelola Hutan Desa Ndendang HuluSako. Artinya, mereka menjadi penjagawilayah hulu anak Sungai Batang Buat.
Pengelolaan hutan desa ini selama35 tahun dan masih dapat diperpanjang.Pola pengelolaannya berlindung di bawahpemerintahan desa yang dijalankan secaraadat. Tak heran jika sejak 2013,Pemerintah Provinsi Jambi menetapkanDesa Lubuk Beringin menjadi desa perintissebagai desa adat berbasis kearifanlokal.Hutan desa ini ditanami denganagroforestri kompleks atau secaramultikultur. Sumber komoditas utamamasyarakat Lubuk Beringin adalah karet.Selain itu, masyarakat juga menanam padi,kayu manis, duku, durian, cempedak, petai,jengkol sebagai tanaman sela. Tanamannyaberagam untuk menjamin keberlangsunganekonomi dan penghidupan bagi 89 KepalaKeluarga atau sekitar 331 jiwa di DesaLubuk Beringin. (Wahyudi, 2014)
Hompongan (Jambi)Hompongan ini dibuat oleh
kelompok Pak Tarib untuk menjagakawasan Taman Nasional Bukit Duabelasdengan membuat ladang perkebunan karetyang sambung menyambung antara satudengan yang lainnya yang digunakansebagai pembatas antara ladangmasyarakat luar dengan kawasan Taman
Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam….Sri Purwaningsih dan Abdurachman
61
Nasional Bukit Duabelas. Homponganberfungsi untuk menghambat prosesperambahan hutan yang dilakukan olehmasyarakat luar. Manfaat dari pembuatanpagar atau tanda milik tanah tersebut untukmelindungi hutan dari perusakan yangdilakukan oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab. Karena jika hutandirusak, maka akan mudah terjadinyabencana alam. Jika bencana terjadi, makamasyarakat sekitar Taman Nasional BukitDuabelas akan mendapat musibah. Kondisihompongan sekarang masih dipakai olehOrang Rimba karena masyarakat luarmerasa segan dan malu untuk mengambiltanah yang sudah dibuat hompongan(Takiddin, 2014).
Pahomba (Sumba Timur-NTT)Hutan Pahomba (sacred forest)
adalah satuan wilayah hutan tertentu yangmelalui suatu kesepakatan adat ditetapkansebagai hutan suci atau pamali dan ma-syarakat dilarang melakukan aktivitas yangbersifat eksploitasi dalam kawasan hutandan bagi pihak yang melanggarkesepakatan adat akan menerima sanksiadat yang sangat berat (Datta et al., 1994).Hutan Pahomba memiliki beragammanfaat dan peruntukannya, di antaranyasebagai sarana upacara bagi penganutkepercayaan Marapu, memelihara sumbermata air dan konservasi lingkungan.Melalui kesepakatan adat, setiap marga/kabisu diwajibkan memiliki HutanPahomba dengan luas yang bervariasi danpemanfaatannya dilakukan secara berkala.
Dalam perkembangannya,penghormatan masyarakat terhadapPahomba mulai menurun karena prosesinteraksi sosial, masuknya nilai-nilai baru,dan berkurangnya penduduk penganutMarapu. Kenyataan ini merupakantantangan untuk melakukan adaptasi nilai,sehingga nilai-nilai positif dari luardiharapkan dapat memperkaya nilai lokal.Proses pewarisan nilai masih berjalanlambat, namun secara umum masih terlihatbahwa nilai adat yang positif dalam menata
hubungan masyarakat dengan alam danlingkungan masih dihormati dan dipeliharaoleh masyarakat. Penghargaan iniberkaitan dengan keberadaan Pahombasebagai simbol sosial ekologi keberadaansetiap suku marga dalam interaksisosialnya, baik dengan komunitasmasyarakat setempat maupun pemanfaatansumberdaya alam secara berkelanjutan(Njurumana, 2008).
Kapamalian (Banjar-KalimantanSelatan)
Tradisi kapamalian yang berlaku diBanjar Kalimantan Selatan merupakansuatu aturan (pantangan) dalampengelolaan lingkungan, misalnya laranganmembuka hutan keramat. Keberadaanobyek yang dikeramatkan, seperti hutankeramat dan makam tokoh masyarakat,sedikit banyak mempengaruhi polapengelolaan dan pemanfaatan hutan.Keberadaan tempat yang disakralkanterkadang “membatasi” pola pemanfaatanhutan, seperti peraturan-peraturan tidaktertulis yang melarang menebang pohon,memanfaatkan, serta mengelolasumberdaya hutan yang merupakan akibatdari keberadan suatu obyek yangdisakralkan.
Kearifan Masyarakat Adat Ngata Toro(Sulawesi Tengah)
Pengelolaan sumber daya alamberdasarkan sejarah pembukaan lahan dansistem perladangan bergilir yangdipraktikkan komunitas Toro dibedakan 6kategori tata guna lahan tradisional(Mahfud dan Toheke, 2009), yaitu:
a. Wana Ngkiki, yaitu kawasan hutanprimer di puncak gunung yangsebagiannya didominasi olehrerumputan, lumut dan perdu.Kawasan ini dianggap amat pentingsebagai sumber udara segar(winara), dan tidak boleh dijamahaktivitas manusia.
b. Wana, yaitu hutan primer disebelah bawah Wana ngkiki yang
62 Prosiding Seminar 2015
merupakan habitat hewan dantumbuhan langka, dan sebagaikawasan tangkapan air. Karena itu,di area ini dilarang membuka lahanpertanian karena bisa menimbulkanbencana alam. Wana hanya bolehdimanfaatkan untuk kegiatanberburu dan mengambil getahdamar, bahan wewangian dan obat-obatan, serta rotan.
c. Pangale, yaitu kawasan hutansemi-primer yang dulu sudahpernah diolah menjadi kebunnamun telah ditinggalkan selamapuluhan tahun sehingga telahmenghutan kembali. Kawasan inidalam jangka panjang dipersiapkanuntuk dibuat lahan kebun,sedangkan datarannya untukdijadikan sawah. Pangale jugadimanfaatkan untuk mengambilrotan dan kayu untuk bahan rumahdan keperluan rumah tangga,pandan hutan untuk membuat tikardan bakul, bahan obat-obatan,getah damar dan wewangian.
d. Pahawa pongko yaitu, campuranhutan semi-primer dan sekundermerupakan hutan bekas kebun yangtelah ditinggalkan selama sekitar 25tahun atau lebih sehingga sudahmenyerupai pangale. Pohonnyasudah besar, jadi untukmenebangnya sudah harusmenggunakan pongko (pijakanyang terbuat dari kayu) yang cukuptinggi agar dapat menebangnyadengan mudah. Penebangan padatempat yang agak tinggi inidimaksudkan agar tunggulnya bisabertunas kembali ( karena itudisebut pahawa yang berarti“pengganti“)
e. Oma yakni hutan belukar yangterbentuk dari bekas kebun yangsengaja dibiarkan untuk diolah lagidalam jangka waktu tertentumenurut masa rotasi dalam sistemperladangan bergilir. Oleh karenaitu, pada kategori ini sudah melekat
hak kepemilikan pribadi (Dodoha)dan tidak berlaku lagi kepemilikankolektif (Huaka) karena lahan inimerupakan areal yang dipersiapkanuntuk diolah lagi menurut urutanpergilirannya
f. Balingkea yaitu bekas kebun yangsudah berkurang kesuburannya dansudah harus di istirahatkan.Meskipun begitu, lahan ini masihbisa diolah untuk tanamanpalawijas eperti jagung, ubi kayu,kacang- kacangan, cabe, dansayuran. Balingkea sudah termasukhak kepemilikan pribadi (Dodoha).
Kearifan Lokal Masyarakat MelayuOrang Melayu mengenal beberapa
jenis wilayah hutan-tanah adat yangditunjukkan untuk fungsi ekologis.Klasifikasi lingkungan merupakan bentukrotasi pemanfaatan dan pengelolaansumber daya hutan khususnya lahan. Jenis-jenis hutan dimanfaatkan sesuai denganfungsi dan kegunaannya masing-masing.Rimba merupakan istilah hutan tempatmereka untuk memenuhi kebutuhan hidupsehari-hari mulai dari kebutuhan sandang,pangan, papan dan tempat melaksanakanadat istiadat mereka. Di Rimbalah merekameramu, menyuluh dan membuka ladang.Segala bentuk aktifitas kebudayaandilakukan di Rimba. Ada juga ladang yangtelah ditinggalkan oleh Orang Melayukarena telah mengalami penurunan hasilproduksi. Beluka merupakan jenis hutansekunder yang vegetasinya didominasioleh tumbuhan semak-semak. Jenis-jenispohon besar tidak banyak sekali dijumpai di lokasi ini. Hal ini dikarenakanpohon- pohon tersebut telah lama ditebangguna membersihkan lahan perladanganmereka diwaktu lampau, peramuan hasilhutan non kayu banyak dilakukan didaerah ini mengingat banyaknya dijumpaihasil hutan non kayu tersebut. Beluka padatanah adat merupakan daerah yang selaludikunjungi Orang Melayu sehingga merekadapat mengetahui hasil hutan yang sudahayak dipanen.
Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam….Sri Purwaningsih dan Abdurachman
63
Hutan Adat adalah kawasan hutanyang di tandai dengan vegetasi yangrapatdan relatif utuh atau merupakan hutanprimer.Hutan adat memiliki fungsi yangsangat besar bagi Orang Melayu, selainberperan sebagai sumber makanan berupabuah- buahan dan beberapa jenis kayuyang sangat bermanfaat seperti pohonsialang juga berperan sebagai tanah yangdi sakralkan oleh masyarakat adat(Thamrin, 2014).
Pasang ri Kajang (Sulawesi Selatan)Pasang ri Kajang adalah kawasan
inti masyarakat Kajang, Sulawesi Selatanyang diatur dengan hukum adat.Konservasi hutan ini berazaskan langsungkepercayaan masyarakat Kajang yangmenekankan nilai sosial dari kerjasama,saling menolong, dan gotong royong.Hutan dibagi 3 zona, yaitu ‘zona larangan’dimana tak seorang pun boleh memasukiatau mengusik hutan; ‘zona dalam’ dimanaorang hanya diperbolehkan mengumpulkanhasil-hasil hutan pada waktu-waktutertentu sesuai dengan aturan adat; ‘zonabebas’ yang terbuka bagi semua orang.Semua hutan dianggap sakral, tidak bolehditebangi, dipakai berburu atau diambilhasil hutannya, kecuali sesuai denganketentuan adat (Sumardjani, 2007).
Kearifan Lokal Masyarakat Baduy(Kanekes-Banten)
Secara umum masyarakat Baduymembagi wilayah Kanekes menjadi tigazona yaitu zona bawah, zona tengah, danzona atas. Wilayah di lembah bukit yangrelatif datar merupakan zona bawahdigunakan oleh masyarakat Baduy sebagaizona permukiman. Masyarakat Baduymenamakan zona ini sebagai zona “dukuhlembur” yang artinya adalah hutankampung. Mereka mendirikan rumah dizona ini secara berkelompok .Rumah adatmasyarakat Baduy berbentuk panggungsederhana dan tradisional. Material yangdigunakan didapat dari alam disekitarmereka, seperti kayu untuk tiang, bambu
untuk dinding dan daun kelapa untukatapnya. Permukiman mereka berada diketinggian 250 m dpl, dengan daerahterendah pada 150 m dpl sedangkan yangtertinggi sampai dengan 400 m dpl (di ataspermukaan laut) (Suparmini., dkk, 2013).
Zona kedua atau zona tengahberada diatas hutan kampung, lahan inidigunakan sebagai lahan pertanian intensif,seperti ladang kebun dan kebun campuran.Cara berladang mereka masih tradisionalyaitu dengan membuka hutan-hutan untukdigunakan sebagai lahan pertanian dankebun. Hutan yang dibuka untuk ladangmerupakan jenis hutan sekunder atau hutanproduksi. Lahan untuk berladang tersebutdigunakan selama satu tahun, setelah itulahan dibiarkan untuk menjadi hutankembali minimal 3 tahun (Suparmini., dkk,2013).
Zona ketiga atau zona atasmerupakan daerah di puncak bukit.Wilayah ini merupakan daerah konservasiyang tidak boleh dibuat untuk ladang,hanya dapat dimanfaatkan untuk diambilkayunya secara terbatas. MasyarakatBaduy menyebut kawasan ini sebagai“leuweung kolot” atau “leuweung titipan”yang artinya hutan tua atau hutan titipanyang harus dijaga kelestariannya. Merekasangat patuh terhadap larangan untuk tidakmasuk ke wilayah hutan tua tanpa seizinpetinggi adat (Suparmini., dkk, 2013).
Dengan kawasan hutan lindungatau yang disebut mereka hutan tua, makadaerah Baduy memiliki keanekaragamanhayati yang cukup tinggi. Kondisi tersebutsecara ekologi akan menciptakankeseimbangan alam dan memberikankeuntungan lain seperti sumber dayaplasma nutfah yang dapat dikembangkanuntuk pembudidayaan dan penyilangantanaman di masa yang akan datang.Adanya vegetasi yang beraneka ragamdapat menjaga iklim setempat,menghindari pemanasan global,melindungi dari angin kencang, terikmatahari, perlindungan satwaliar,mencegah bahaya erosi, dan kelestarian
64 Prosiding Seminar 2015
lingkungan lainnya (Suparmini., dkk,2013).
Kampung Naga (Tasikmalaya-Jabar)Praktek kearifan lokal pengelolaan
hutan masyarakat adat kampung nagatercermin dalam penataan ruangwilayahnya yang dibagi dalam tigakawasan yaitu kawasan suci, kawasanbersih, dam kawasan kotor. Termasukkawasan suci adalah sebuah bukit kecilyang disebut Bukit Naga, hutan tutupan(leuweung karamat) di sebelah baratperkampungan, dan hutan lindung(leuweung larangan) di sebelah timurSungai Ciwulan. Di bukit dan hutantutupan (leuweung karamat) inilahditempatkan tanah pekuburan masyarakatKampung Naga, termasuk di dalamnyamakam para uyut. Wilayah ini hanya bolehdikunjungi oleh laki-laki Kampung Nagapada saat upacara Hajat Sasih. Dalam padaitu, hutan lindung (leuweung larangan)merupakan tempat para roh halus (dedemit)yang dipindahkan oleh Sembah DalemSingaparana dari wilayah yang akanditempatinya, yang kini menjadi lahanpemukiman masyarakat Kampung Naga.Rumah pertama yang didirikan danmenjadi tempat tinggal Singaparna adalahrumah yang sekarang disebut bumi ageung(Saringendyanti, 2008).
Kawasan bersih adalah kawasanyang berada dalam areal pagar kandangjaga yang menjadi pemukiman masyarakatKampung Naga. Kawasan ini merupakankawasan bebas dari benda-benda yangdapat mengotori kampung. Di dalamkawasan ini selain sebagai tempatmendirikan rumah tinggal --termasuk didalamnya rumah kuncen dan rumah ketuaRT-- juga sebagai kawasan tempatberdirinya bumi ageung, masjid, leuit, danpatemon (Saringendyanti, 2008).
Kawasan kotor adalah areal ataukawasan yang peruntukkannya sebagaikawasan kelengkapan hidup lainnya, tidakperlu dibersihkan setiap saat. Wilayah inimerupakan wilayah yang permukaantanahnya lebih rendah dari pemukiman,
terletak bersebelahan dengan SungaiCiwulan. Di dalam kawasan ini antara lainterdapat pancuran dan sarana MCK,kandang ternak, saung lisung, dan kolam(Saringendyanti, 2008).
Kampung Kuta (Ciamis-Jabar)Kampung Kuta berada di
KecamatanTambaksari, Kabupaten Ciamis.Mata pencaharianpenduduknya adalahpertanian, terutama penghasil gula aren.Memiliki tanah adat yang berbentuk hutanlindung yang luas, larangan bagi semuaorang untuk tidak menebang pohon dihutan lindung, tidak boleh mengambilbinatang, dilarang membuang kotoran,masuk hutan tidak memakai alas kaki,bahkan apabila mau masuk hutandiwajibkan dalam keadaan bersih (punyawudhu), tidak boleh membawa perkakasterutama golok, bahkan dilarang masukbagi orang yang berpakaian seragamseperti; tentara, polisi, pegawai, danseragam berwarna hitam. Apabila masukhutan harus seijin yang menjaganya(kuncen) dengan terlebih dahulu memohonizin kepada yang gaib penghuni hutanuntuk masuk ke wilayah hutan lindung(Darusman, 2014).
Larangan untuk menebang pohonaren dikampung Kuta, apabila ada yangmenebang hidupnya akan terancam olehmarahnya harimau (mitos). Secara rasionalmasyarakat kuta bermata pencaharianpembuat gula aren yang dibuat dari nilaaren. Apabila pohonnya ditebang, makaakan musnah mata pencaharian sebagaipengrajin gula aren. Selain membuat gulaaren banyak juga yangbertani denganmenanam padi. Tanaman padi adalahtanaman yang dianggap memiliki nilaimistis. Menanam padi harus menggunakancara tradisional dan mistis (Darusman,2014).
Kearifan lokal yang ada dikampung Kutasangat menunjang terhadappelestarian lingkungan, tidak ada orangyang berani menggali pasir atau tanahuntuk bangunan, karena tidak boleh adabangunan tembok, apabila ada diyakini
Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam….Sri Purwaningsih dan Abdurachman
65
bahwa bumi akan panas. Dilarangmenggali sumur (air tanah), air harusdiambil dari mata air dengan perpipaan,tidak terjadi bahaya tanah longsor, tidakboleh mengambil ikan dari danau, ikanhanya boleh diambil dari sungai. Semuagunung (bukit) diyakini memiliki nilaimistis, seperti gunung Goong, gunungKacapi, gunung Besi, dan gunung Apumemiliki nilai sejarah dari karatonKerajaan Galuh yang semula akandidirikan di tanah yang sekarang disebutKuta. Dalam cerita Kerajaan Galuh yangdipimpin oleh Prabu Sukaresi, dikisahkanakan mendirikan pusat kerajaan di Kuta,semua bahan bangunan sudah disiapkansehingga kampung Kuta dikelilingi olehbahan bangunan yang menggunung dansekarang telah berubah menjadi gunung(bukit) yang terlarang untuk digali dandiambil apapun yang ada, kecualimengambil air yang mengalir dari mata air(Darusman, 2014).
III. PENUTUPPraktek pengelolaan sumberdaya
alam secara umum khususnya hutanmempunyai tujuan yang sama yaitu agaralam tetap terjaga dan dapat dimanfaatkansecara berkelanjutan. Keanekaragamanpola-pola adaptasi terhadap lingkunganhidup yang ada dalam masyarakatIndonesia yang diwariskan secara turuntemurun menjadi pedoman dalammemanfaatkan sumberdaya alam sehinggapada prakteknya tidak selalu sama.Kesadaran masyarakat untuk melestarikanlingkungan akan menjadi kekuatan yangsangat besar dalam pengelolaanlingkungan. Pengetahuan mengenaiberbagai praktek kearifan lokal dapatdijadikan acuan dalam pengelolaan hutansaat ini sehingga tetap lestari. Padakenyataannya tidak semua kearifan lokaldapat diadaptasi dengan kondisi saat ini.Namun substansi dari berbagai pola yangditerapkan setidaknya dapat menjadipedoman pengelolaan hutan lebih lanjutsehingga kerusakan dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Darusman, Y. 2014. KEARIFAN LOKALDAN PELESTARIANLINGKUNGAN (Studi Kasus diKampung Naga, KabupatenTasikmalaya, dan di KampungKuta, Kabupaten Ciamis). JurnalPendidikan dan Kebudayaan, Vol.20, Nomor 1, Maret 2014
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan GayaBahasa. Jakarta: PT Gramedia
Mahfud, R dan R. P. Toheke. 2009.Masyarakat Adat Ntata ToroSulaweis Tenggara. Diakses darihttp://www.downtoearth-indonesia.org pada tanggal 27September 2015
Njurumana, 2008. Kajian Degradasi padaDaerah Aliran Sungai Kambaniru,Kabupaten Sumba Timur. InfoHutan Vol. V No. 3
Saringendyanti. 2008. Kampung NagaTasikmalaya dalam Mitologi:Upaya Memaknai Warisan BudayaSunda. Makalah Hasil PenelitianFakultas Sastra UNPAD
Sumardjani, L. 2007. Konflik SosialKehutanan “Mencari Pemahamanuntuk Penyelesaian Konflik”. WG-Tenure.
Suparmini, S. Setyawati, dan D, R, S.Sumunar. 2013. PelestarianLingkungan Masyarakat Baduyberbasis Kearifan Lokal. JurnalPenelitian Humaniora, Vol. 18,No.1, April 2013: 8-22
Thamrin. 2014. Revitalisasi KearifanLokal Melayu dalam MenjagaHarmonisasi Lingkungan Hidup.Toleransi: Media Komunikasi Umat
66 Prosiding Seminar 2015
Beragama. Vol.6, No.1 Januari-Juni2014
Takiddin. 2014. Nilai-nilai KearifanBudaya Lokal Orang Rimba (Studipada Suku Minoritas Rimba diKecamatan Air Hitam PropinsiJambi). Sosio Didaktika: Vol 1,No.2 Desember 2014
Wahyudi. 2014. Lubuk Beringin, DesaAdat berbasis Kearifan Lokal.Diakses darihttp://www.reddplus.go.id/berita/pada tanggal 10 September 2015
Wijayanto, N dan A. P. P. Hartoyo. 2015.Biodiversitas BerdasarkanAgroforestri. Prosiding SeminarNasional Masyarakat BiodiversityIndonesia 1 (244 2): 242-246, April2015
Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam….Sri Purwaningsih dan Abdurachman
67
KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN OLEHMASYARAKAT DAYAK TAMAMBALOH DAN DAYAK IBAN
DI KABUPATEN KAPUAS HULU
S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi Wiati
Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. A.W. Syahranie No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax. (0541) 742298
Email: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Suku Dayak merupakan suku pribumi yang berada di Pulau Kalimantan dengan banyak sub sukuserta budaya dan kearifan lokal yang beragam, diantaranya Dayak Tamambaloh dan Dayak Iban diKabupaten Kapuas Hulu. Budaya dan kearifan lokal masyarakat Dayak Tamambaloh dan Dayak Ibantercermin dalam pembagian tata ruang desa yang diakui dalam konteks lokal tradisional berdasarkanpemanfaatan lahan yang dilakukan. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi pembagian tata ruangserta pola pemanfaatan lahan masyarakat Dayak Tamambaloh dan Dayak Iban di Kabupaten KapuasHulu secara studi kasus pada 4 (empat) desa, yaitu Desa Pulau Manak dan Desa Labian Ira’angdengan mayoritas penduduknya Dayak Tamambaloh serta Desa Menua Sadap dan Desa Mensiaudengan mayoritas penduduknya Dayak Iban. Berdasarkan pemanfaatannya, masyarakat DayakTamambaloh di Desa Pulau Manak membagi wilayahnya menjadi 8 (delapan) dan di Desa LabianIra’ang membagi wilayahnya menjadi 9 (sembilan). Sedangkan masyarakat Dayak Iban di DesaMenua Sadap membagi wilayahnya menjadi 11 (sebelas) dan di Desa Mensiau membagi wilayahnyamenjadi 18 (delapan belas). Pola pemanfaatan lahan masing-masing desa tidak jauh berbeda.Sumberdaya alam yang dimanfaatkan yaitu karet, sayur-sayuran, buah-buahan, hasil hutan non kayu,tumbuhan obat, hasil kebun, hewan ternak, ikan air tawar dan sumber air.
Kata Kunci: Kearifan lokal, Pemanfaatan lahan, Dayak, Tamambaloh, Iban
I. PENDAHULUANSuku Dayak merupakan suku pribumi
yang berada di Pulau Kalimantan danmemiliki banyak sub suku dengan budayaatau kearifan lokal yang beragam. Daribanyaknya Sub Suku Dayak yang adadiantaranya adalah masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban yang tinggaldi wilayah Kalimantan Barat khususnya diKabupaten Kapuas Hulu. Budaya ataukearifan lokal masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban tercermindalam kehidupan mereka sehari-haritermasuk dalam pemanfaatan lahan dansumberdaya alam yang ada di sekitarmereka.
Kearifan lokal adalah semua bentukpengetahuan, keyakinan, pemahaman atauwawasan serta adat kebiasaan atau etikayang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis.Pemahaman mengenai kearifan lokaltersebut menegaskan bahwa kearifan lokalmenjadi modal penting dalam pengelolaansumberdaya alam dan pelestarianlingkungan (Keraf, 2002 dalam Ariyanto,dkk, 2014).
Sumberdaya alam seperti sungai, tanahdan hutan merupakan bagian yangterpenting dari identitas sebagai seorangDayak. Hal yang sama juga tercermindalam pola penggunaan tanah masyarakatDayak dalam ekosistem hutan tempatmereka tinggal. Tanah bukan hanyasebagai sumber ekonomi namun juga basisuntuk kegiatan budaya, sosial, politik danspiritual (Janis dalam Andasputra, dkk,2001).
Meilantina (2006) menyebutkanbahwa sehubungan dengan lahan, telah
68 Prosiding Seminar 2015
berkembang pola penguasaan danpemilikan lahan yang diakui olehmasyarakat secara turun temurun. Wargamenguasai dan memanfaatkan lahan disekitarnya secara tradisional dan turuntemurun untuk usaha tani dan memunguthasil hutan. Penguasaan dan pemanfaatanlahan tersebut dapat bersifat peroranganmaupun komunal dan pola pemanfaatanserta penguasaan lahan tersebut diakuidalam konteks lokal tradisional tetapi tidaksecara hukum formal.
Dardak (2005) menyebutkan bahwalahan merupakan sumberdayapembangunan yang memiliki karakteristikunik, dimana sediaan/luas relatif tetap sertamemiliki sifat fisik dengan kesesuaiandalam menampung kegiatan masyarakatyang cenderung spesifik. Oleh sebab itulahan perlu diarahkan pemanfaatannyauntuk kegiatan yang paling sesuai dengansifat fisiknya serta dikelola agar mampumenampung kegiatan masyarakat yangterus berkembang.
Masyarakat Dayak umumnyatermasuk masyarakat Dayak Tamambalohdan Dayak Iban sangat menghargai alam.Masyarakat Dayak menyadari bahwa alammemberi kehidupan bagi mereka sepertiberladang, berburu, ritual adat dan lainsebagainya yang biasa mereka lakukansehari-hari termasuk juga alam sebagaitempat untuk mereka tinggal. Kondisi inimenyebabkan masyarakat Dayakmempunyai hubungan yang sangat eratdengan lingkungannya seperti tanah ataulahan, pepohonan atau hutan serta hewanburuan dan segala sumberdaya alam yangada di sekitar mereka. Eratnya hubunganantara masyarakat Dayak khususnyamasyarakat Dayak Tamambaloh danDayak Iban dengan lingkungan sertakearifan lokal yang dimiliki tercermindalam pembagian tata ruang desa yangdiakui dalam konteks lokal tradisional
berdasarkan pemanfaatan lahan yangmereka lakukan. Pembagian tata ruang inidilakukan masyarakat dengan tujuan untukmenjaga kelestarian alam dan segala isinyaagar mereka dapat senantiasa hidup selarasdengan alam dan dapat memenuhi segalakebutuhan hidupnya dari alam yang ada disekitar mereka.
II. TUJUANTulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi tentang pembagiantata ruang dan pola pemanfaatan lahan olehmasyarakat suku Dayak Tamambaloh danDayak Iban.
III. METODE PENELITIANPenelitian dilakukan tahun 2011 –
2012 dengan lokasi penelitian pada 4(empat) desa di Kabupaten Kapuas Hulu,Kalimantan Barat dengan mayoritaspenduduknya adalah masyarakat sukuDayak Tamambaloh dan Dayak Iban.Penelitian ini merupakan studi kasus untukmengetahui pembagian tata ruang dan polapemanfaatan lahan serta pemanfaatansumberdaya alam oleh masyarakat.Pengumpulan data dilakukan melaluiwawancara dan Focus Group Discussions(FGDs) dengan masyarakat suku DayakTamambaloh dan Dayak Iban yang tinggaldi lokasi penelitian serta pihak-pihakterkait lainnya. Sedangkan metode analisisdata yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode analisis deskriptif kualitatif.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASIPENELITIANPenelitian ini dilakukan di Kabupaten
Kapuas Hulu tepatnya di 2 (dua) desa yangberada di Kecamatan Embaloh Hulu dan di2 (dua) desa yang berada di KecamatanBatang Lupar. Secara ringkas, gambaranlokasi penelitian seperti pada tabel berikut:
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
69
Tabel 1. Gambaran Ringkas Lokasi PenelitianNama Kecamatan Nama Desa Dominasi Suku
Embaloh Hulu Pulau Manak Dayak TamambalohMenua Sadap Dayak Iban
Batang Lupar Labian Ira’ang Dayak TamambalohMensiau Dayak Iban
Sumber: Data primer diolah
1. Desa Pulau Manak, KecamatanEmbaloh HuluDesa Pulau Manak secara
administratif memiliki luas wilayah 483,63km2 (13,99% dari luas KecamatanEmbaloh Hulu) yang terdiri dari 3 (tiga)dusun, yaitu Dusun Pinjawan, DusunBelimbis dan Dusun Talas. Menurut dataBPS Kabupaten Kapuas Hulu (2011),jumlah penduduk Desa Pulau Manakadalah 154 KK yang terdiri dari 292 jiwalaki-laki dan 266 jiwa perempuan yangdidominasi oleh suku Dayak Tamambaloh.Mata pencaharian utama masyarakat DesaPulau Manak adalah bertani dan berkebun.Pada tahun 2010 luas panen tanaman padisawah adalah 25 ha dengan produksi 60ton (rata-rata produksi 24 kwintal per ha),sedangkan luas panen tanaman padi ladangadalah 60 ha dengan produksi 120 ton(rata-rata produksi 20 kwintal per ha) danluas panen tanaman padi jagung adalah 6ha dengan produksi 12 ton (rata-rataproduksi 20 kwintal per ha).
Dalam budaya suku DayakTamambaloh masih mengenal tingkatanatau golongan dalam kehidupanbermasyarakat, seperti Samagat(bangsawan), Pabiring (bangsawanmenengah), Banua (rakyat biasa) danPangkam (budak). Meskipun tingkatandalam masyarakat tersebut saat ini sudahmulai memudar (ditandai dengan ketiadaanPangkam), namun kondisi ini masih sangatmempengaruhi dalam aturan kehidupanbermasyarakat, termasuk aturan dalampemanfaatan sumberdaya alam yang ada diwilayah mereka, baik dalam pembagiankawasan maupun kepemilikannya. Di DesaPulau Manak, selain adanya perangkatdesa juga dikenal adanya perangkat adat,yang terdiri dari Temenggung, Kepala
Adat Desa serta Kepala Adat Dusun.Untuk jabatan Temenggung biasanyaberasal dari kelompok Samagat.
2. Desa Menua Sadap, KecamatanEmbaloh Hulu
Desa Menua Sadap secaraadministratif memiliki luas wilayah 232,79km2 (6,73% dari luas Kecamatan EmbalohHulu) yang terdiri dari 3 (tiga) dusun, yaituDusun Kelayam, Dusun Sadap dan DusunKarangan Bunut (Madang). Dari data BPSKabupaten Kapuas Hulu (2011) diketahuibahwa jumlah penduduk Desa MenuaSadap adalah 146 KK yang terdiri dari 193jiwa laki-laki dan 193 jiwa perempuanyang didominasi oleh suku Dayak Iban.Mata pencaharian utama masyarakat DesaMenua Sadap adalah bertani dan berkebun.Pada tahun 2010 luas panen tanaman padiladang adalah 50 ha dengan produksi 90ton (rata-rata produksi 18 kwintal per ha),sedangkan luas panen tanaman padi jagungadalah 3 ha dengan produksi 4,5 ton (rata-rata produksi 15 kwintal per ha).
Meskipun masyarakat Desa MenuaSadap mengenal adanya budaya tingkatanatau golongan dalam masyarakat, namunsaat ini mereka tidak lagi menggunakanbudaya tersebut karena merekamenganggap semua orang memilikitingkatan atau golongan yang sama dalamhidup bermasyarakat. Meski demikianmereka tetap memiliki budaya yang terkaitdengan kepemimpinan, ditandai denganadanya yang dinamakan Tuai Rumah(orang yang memimpin suatu kelompokyang tinggal dalam rumah betang) sertaperangkat adat. Meskipun masyarakat DesaMenua Sadap tidak lagi mengenal adanyatingkatan atau golongan dalam masyarakat,kondisi ini tidak mengurangi norma-norma
70 Prosiding Seminar 2015
budaya mereka dalam kehidupan termasukdalam hal pemanfaatan sumberdaya alamdi daerah mereka. Hal ini dapat terlihatsalah satunya melalui pembagian kawasandan pemanfaatan lahan yang ada di DesaMenua Sadap.
3. Desa Labian Ira’ang, KecamatanBatang LuparDesa Labian Ira’ang secara
administratif memiliki luas wilayah 38 km2
yang terdiri dari 3 (tiga) dusun, yaituDusun Bakul, Dusun Kareng Lunsa dan
Dusun Sembawang. Menurut data BPSKabupaten Kapuas Hulu (2011), jumlahpenduduk Desa Labian Ira’ang adalah 123KK yang terdiri dari 237 jiwa laki-laki dan201 jiwa perempuan yang didominasi olehsuku Dayak Tamambaloh dengan matapencaharian utama adalah bertani danberkebun. Pada tahun 2010 luas tanamanperkebunan karet rakyat di Desa LabianIra’ang adalah 4 ha dengan produksi 9 ton.Sedangkan luas tanah kering yang ada diDesa Labian Ira’ang menurut penggunaanterlihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Penggunaan Tanah Kering di Desa Labian Ira’angPenggunaan Luas
Pekarangan 2,8 haTegalan atau kebun 6 haTanah ladang atau huma 17 haRawa-rawa 3 haTanah sementara tidak diusahakan 5 haHutan negara 6 ha
Sumber: BPS Kabupaten Kapuas Hulu (2011)
Seperti pada desa lainnya, masyarakatDesa Labian Ira’ang juga memilikiperangkat adat. Mereka hingga saat inijuga masih mengenal budaya tingkatanatau golongan dalam masyarakat.Pembagian tingkatan atau golongan dalammasyarakat di Desa Labian Ira’ang adalahSamagat (bangsawan), Pabiring (keturunandari Samagat yang menikah selain denganSamagat), Suang sao (rakyat biasa).Pembagian tingkatan atau golongan dalammasyarakat ini masih memberi pengaruhdalam keseharian kehidupan masyarakat diDesa Labian Ira’ang. Hal ini terlihat dariadanya 1 (satu) orang pemimpin darikelompok Samagat dalam setiap rumahbetang yang ada di Desa Labian Ira’ang.Hal lain yang menunjukkan pengaruh daribudaya tersebut adalah pernikahan seorangSamagat dengan kelompok lainmenyebabkan keturunannya tidak lagimasuk dalam kelompok Samagat tapimenjadi Pabiring dan jika keturunannyatersebut ingin dimasukkan dalamkelompok Samagat, orang tuanya harusmembayar sesuai ketentuan adat yang
berlaku. Dari budaya pembagian tingkatanatau golongan tersebut, Samagat selainsebagai pemimpin dalam rumah betangjuga memiliki peran penting dalam tahapanperladangan yang dilakukan olehmasyarakat Desa Labian Ira’ang.
4. Desa Mensiau, Kecamatan BatangLuparDesa Mensiau secara administratif
memiliki luas wilayah 110 km2 yang terdiridari 3 (tiga) dusun, yaitu Dusun Kelawik,Dusun Keluin, Dusun Entebuluh. Dari dataBPS Kabupaten Kapuas Hulu (2011)diketahui bahwa jumlah penduduk DesaMensiau adalah 99 KK yang terdiri dari196 jiwa laki-laki dan 200 jiwa perempuanyang didominasi oleh suku Dayak Ibandengan mata pencaharian utama adalahbertani dan berkebun. Pada tahun 2010luas tanaman perkebunan karet rakyat diDesa Mensiau adalah 15 ha denganproduksi 24 ton. Sedangkan luas tanahkering yang ada di Desa Mensiau menurutpenggunaan terlihat pada tabel berikut:
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
71
Tabel 3. Penggunaan Tanah Kering di Desa MensiauPenggunaan Luas
Pekarangan 7,2 haTegalan atau kebun 14 haTanah ladang atau huma 50 haRawa-rawa 7 haTanah sementara tidak diusahakan 17 haHutan negara 14 ha
Sumber: BPS Kabupaten Kapuas Hulu (2011)
Masyarakat di Desa Mensiau jugatidak lagi menggunakan budaya pembagiantingkatan atau golongan dalam kehidupanmereka. Namun mereka masih mengenalyang disebut Tuai Rumah yang merupakanpemimpin dalam suatu rumah betangtempat mereka tinggal. Seorang Tuairumah memiliki peran dan tanggung jawabterhadap segala yang terjadi dalam 1 (satu)rumah betang yang mereka tempati. Selainitu di Desa Mensiau juga terdapatperangkat adat seperti di desa-desa lainnya(temenggung, kepala adat desa dan kepalaadat dusun).
V. PEMBAGIAN TATA RUANG DANPOLA PEMANFAATAN LAHANMurwaji (2004) menyebutkan bahwa
terdapat adanya kearifan lingkungan padamasyarakat Dayak, yakni pengetahuankebudayaan yang dimiliki oleh merekamencakup hal yang berkenaan denganmodel-model pemanfaatan danpengelolaan sumberdaya hutan secaralestari. Prinsip dasar pengelolaansumberdaya alam menurut orang Dayak
dan hampir semua masyarakat adat didunia yaitu berkesinambungan(sustainability), kebersamaan (collectivity),keanekaragaman (biodiversity), subsistenserta tunduk pada hukum adat. Danmeskipun bentuk tata guna lahan setiapkomunitas berbeda, tapi pasti selalu adadaerah yang dijadikan wilayah hutan. Bagimereka, hutan tidak semata-mata bermaknaekonomis, melainkan juga sosio budaya –religius sehingga melahirkan perilaku yangreligius dalam bentuk praktek pengelolaansumberdaya hutan secara arif danbertanggungjawab. Praktek pengelolaanhutan secara arif di kalangan masyarakatadat telah diterapkan ratusan tahun secaraturun temurun sehingga praktek kearifantradisional itu telah teruji sedemikianseksama dan terbukti kelestariannya.
Tiap-tiap desa yang menjadi lokasipenelitian memiliki pembagian tata ruangyang berbeda berdasarkan pemanfaatanlahannya. Pembagian tata ruang desaberdasarkan pemanfaatan lahan tersebutdapat terlihat pada tabel berikut.
72 Prosiding Seminar 2015
Tabel 4. Pembagian Tata Ruang Desa Berdasarkan Pemanfaatan Lahan Oleh MasyarakatDayak Tamambaloh dan Dayak Iban
Nama Desa JumlahWilayah
Nama Wilayah
Pulau Manak 8 Kampung, Kampung Bua’, Hutan Adat, Uma, Belean Uma,Kebun, Tanah Kuburan, Tempat Keramat
MenuaSadap
11 Pemukiman, Pulau Mali (hutan pantang), Pulau Larangan(ndormuja), Pulau Pendam, Pulau Burong, Lubang Antu, HutanRimba, Pulau Galau, Ladang (umai), Bekas Ladang, Kebun
LabianIra’ang
9 Kampung, Belean Sao (tembawang), Kulambu, Pulau Mali(pulau larangan), Toan Keramat (hutan keramat), ToanPareowan (hutan pemanfaatan), Toan Palalo (hutan cadangan),Kebun, Ladang
Mensiau 18 Pemukiman, Rarung atau pendam, Pulau Galau, Pulau Mali,Pulau Temuni, Pulau Wi’, Pulau Tembawai, Pulau Pesaka, PulauRapuh, Pulau Tugong, Bukit Kuta (bukit benteng), Pulau Sepan(pulau apan), Pulau Repun, Pulau Lubang Landak, PulauTengkawang, Kebun, Sawah, Ladang
Sumber: Data primer diolahMeskipun pembagian tata ruang di
keempat desa berbeda-beda dalam haljumlah maupun istilah penamaannya,namun sebagian dari wilayah-wilayahtersebut memiliki definisi pemanfaatanatau peruntukan yang sama. Pola
pemanfaatan lahan yang dilakukan olehmasyarakat di 4 (empat) desa lokasipenelitian berdasarkan pembagian tataruang wilayah dapat terlihat pada tabelberikut:
Tabel 5. Pola Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Wilayah Oleh Masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban
Pemanfaatan Nama WilayahDayak Tamambaloh Dayak Iban
Wilayah yang dijadikan masyarakat sebagaikawasan pemukiman atau tempat tinggaldengan mendirikan rumah betang maupunrumah tunggal.
Kampung Pemukiman
Wilayah bekas pemukiman yang telahditinggalkan atau tidak digunakan lagi untukbermukim dimana wilayah tersebut terdapatpohon buah-buahan yang ditanam olehmasyarakat yang pernah tinggal di wilayahtersebut dan buah-buahan yang ada didalamnya boleh diambil atau dimanfaatkanoleh pemiliknya yang dahulu menanam padasaat mereka masih tinggal di tempat tersebut,sedangkan orang lain boleh ikut mengambilatau memanfaatkan buah-buahan yang ada ditempat tersebut seijin pemiliknya.
Kampung Bua’ Belean Sao
(tembawang)
Pulau Tembawai
Kawasan yang biasa dimanfaatkan olehmasyarakat untuk aktivitas keseharian merekaberladang (bumai) yang lokasinya berada di
Uma Ladang
Ladang (umai)
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
73
sepanjang tepi sungai atau di daerah bukit danberjarak kurang lebih 1 – 2 Km dari pinggirsungai yang diusahakan masyarakat untukpenanaman padi (padi gunung) yangpenggunaannya dilakukan secara gilir balikantara 5 – 10 tahun bergilir.
Kawasan dimana sebelumnya dijadikanmasyarakat sebagai tempat berladang yangtelah ditinggalkan oleh masyarakat dandibiarkan hingga waktunya mereka kembaliuntuk berladang di tempat tersebut.
Belean Uma Bekas Ladang
Wilayah yang dipergunakan oleh masyarakatuntuk melaksanakan aktivitas keseharianmereka selain berladang seperti aktivitasberkebun (bakobon), diantaranya yaitu kebunsayur, kebun karet, kebun buah, kebun kopi,kebun kakao, dan lain-lain.
Kebun Kebun
Kawasan di daerah rawa yang diusahakan olehmasyarakat untuk penanaman padi (padisawah) selain di ladang.
Sawah
Kawasan hutan dimana masyarakat biasamemanfaatkan hasil hutan (kayu maupun nonkayu) yang ada di wilayah tersebut dengantetap menjaga kelestarian kawasan danhasilnya.
Hutan Adat Toan Pareowan (hutan
pemanfaatan)
Hutan Rimba
Wilayah yang dicadangkan untuk dapatdimanfaatkan atau diambil kayu yang ada didalamnya dengan batasan yaitu hanya pohon-pohon tua yang dapat diambil ataudimanfaatkan kayunya untuk keperluan desa.
Toan Palalo (hutancadangan)
Wilayah yang dicadangkan dimanamasyarakat juga dapat mengambil hasil hutanyang ada di dalamnya, hanya sajakepemilikannya adalah perorangan atau turuntemurun.
Pulau Galau
Kawasan dengan mayoritas tanaman jenistengkawang yang ada di Desa Mensiau yangkepemilikannya adalah pribadi.
Pulau Tengkawang
Kawasan yang dijaga keberadaannya dimanaterdapat pohon berkayu keras serta penghasilmadu dan kepemilikannya adalah pribadi danturun-temurun.
Pulau Pesaka
Tempat yang biasanya dimanfaatkanmasyarakat untuk mengambil rotan danmerupakan milik pribadi.
Pulau Wi’
74 Prosiding Seminar 2015
Wilayah yang memiliki ciri khas khusus yangdikeramatkan oleh masyarakat di desa, dimanaterdapat tumbuhan keras yang berbeda dariwilayah hutan di sekitarnya, sehingga tempatini dikeramatkan dan dilindungi olehmasyarakat agar tidak rusak dan biasanyadikelilingi rawa.
Tempat Keramat Toan Keramat (hutan
keramat)
Wilayah yang tidak boleh dijadikan ladangdikarenakan adanya hewan atau bendakeramat di tempat tersebut yang bisamencelakai, sehingga tempat tersebutdilindungi. Di wilayah ini masyarakat jugatidak boleh mengambil kayu namundiperbolehkan untuk berburu dan biasanyawilayah ini berdekatan dengan Pendam/TanahKuburan
Pulau Mali (pulaularangan)
Pulau Mali (hutanpantang)
Wilayah yang biasa digunakan olehmasyarakat untuk melakukan ritual adat ataubudaya dan di wilayah ini masyarakat tidakdiperbolehkan berladang dan mengambil kayuyang ada didalamnya.
Pulau Larangan(ndormuja)
Wilayah yang pemanfaatannya olehmasyarakat dikhususkan sebagai tempat untukmengubur jasad warga desa yang telahmeninggal dunia.
Tanah KuburanKulambu
Pulau Pendam Rarung/Pendam
Tempat yang biasa digunakan masyarakatuntuk mengubur tembuni atau ari-ari.
Pulau Temuni
Tempat yang digunakan masyarakat untukmengubur barang-barang milik warga desayang meninggal di tempat perantauan danjasadnya tidak dapat dibawa pulang ke desaatau kampung.
Pulau Rapuh
Wilayah yang digunakan masyarakat untukmelakukan kegiatan pemujaan (tempatmemuja).
Lubang Antu
Wilayah dimana terdapat sarang burung yangdianggap warga memiliki roh yang dapatmemberi pertanda pada warga di desa tersebut.
Pulau Burong
Tempat yang biasa digunakan masyarakatuntuk mengambil geliga (racun dalam perutlandak untuk digunakan sebagai obat).
Pulau LubangLandak
Tempat yang dikhususkan untuk kubanganbinatang.
Pulau Sepan (pulauapan)
Tempat yang biasa digunakan oleh masyarakatuntuk membuat parang dan biasanyakeberadaan lokasinya adalah di seberang
Pulau Repun
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
75
sungai dekat rumah betang.
Tempat yang merupakan benteng pertahananbagi masyarakat desa dari serangan musuhpada jaman dahulu.
Bukit Kuta (bukitbenteng)
Pulau TugongSumber: Data primer diolah
Kearifan lokal merupakan suatubentuk warisan budaya Indonesia yangterbentuk sebagai proses interaksi antaramanusia dengan lingkungannya dalamrangka memenuhi berbagai kebutuhannya(Qandhi, 2012 dalam Ariyanto, dkk, 2014).Dengan demikian, pembagian tata ruangdan pola pemanfaatan lahan yangdilakukan oleh masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban jugamerupakan bentuk warisan budaya danbagian dari kearifan lokal masyarakat yangmasih terus dijalankan hingga saat ini.Ketaatan atau kepatuhan masyarakat dalammenjalankan kearifan lokal tersebut dapatmeminimalkan konflik pemanfaatan lahandi kalangan masyarakat dan terbukti dapatmenjaga kelestarian alam dan hasilnya.Dengan kearifan lokal yang dijalankansecara turun temurun, masyarakat masihdapat menikmati hasil dan memenuhikebutuhan hidupnya dari alam yang ada disekitar mereka. Kondisi ini menunjukkanbahwa kearifan lokal masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban dapatmenjadi bagian dukungan pengelolaanlahan secara partisipatif untuk tujuanpelestarian alam dan hasilnya. Hal inisejalan dengan berbagai temuan dari hasilstudi pada beberapa kelompok masyarakattradisional Dayak yang memperlihatkanbahwa sistem-sistem pengelolaansumberdaya alam yang mereka terapkanterbukti sangat memperhatikan kelestariansumberdaya alam dan menjaminkeberlangsungan manfaat serta fungsisosial, ekonomi dan budaya bagimasyarakat setempat (Colfer, 1990;Sardjono, 1990; Moniaga, 1993 danSardjono, 2004 dalam Samsoedin, dkk,2010).
Selain untuk melestarikan alam danhasilnya, kearifan lokal masyarakat DayakTamambaloh dan Dayak Iban dalammengelola lahan dan sumberdaya alamyang tetap dipertahankan hingga saat inidiharapkan pula dapat memberi dampakpada peningkatan kesejahteraan hidupmasyarakatnya. Hal ini sejalan denganpernyataan bahwa kemampuan memaknaikearifan lokal oleh individu, masyarakatdan pemerintah yang diwujudkan dalamcara berpikir, gaya hidup dan kebijakansecara berkesinambungan dalam mengelolasumberdaya alam dan lingkungan dapatdiharapkan untuk menghasilkanpeningkatan berkehidupan yang berkualitasdalam masyarakat dan negara (Wahyu,2007 dalam Mukti, 2010).
VI. PEMANFAATAN SUMBERDAYAALAMKeempat lokasi penelitian memiliki
beragam potensi sumberdaya alam yanghingga saat ini masih dimanfaatkan olehmasyarakat di lokasi tersebut. Namundemikian, juga terdapat beberapapermasalahan atau kendala dalampemanfaatan dan pengembangan potensisumberdaya alam tersebut. Beberapapotensi sumberdaya alam tersebutdiantaranya adalah:1. Karet
Karet menjadi bagian dari sumberpendapatan masyarakat desa di lokasipenelitian selain dari hasil perladangan.Namun demikian masyarakat memilikikendala dalam usaha karet, diantaranyaadalah harga karet yang tidak stabil, hasilsadapan yang kurang karena karet yangditanam bukan merupakan jenis unggulserta adanya serangan hama. Selain itu
76 Prosiding Seminar 2015
dengan tidak adanya pengolahan pascapanen, sehingga yang dijual adalah karetmentah tanpa diolah dengan harga yangrelatif jauh lebih rendah dibandingkanharga karet olahan.2. Sayur-sayuran
Selain sebagai sumber kebutuhanpangan sehari-hari, sayur-sayuran yangdihasilkan juga merupakan sumberpendapatan antara bagi masyarakat selamamenunggu masa panen tiba. Terkaitdengan pengembangan usaha sayur-sayuran ini, jarak tempuh yang cukup jauhserta kondisi jalan menuju lokasi penjualanyang kurang baik menjadi kendala bagimasyarakat.3. Buah-buahan
Buah-buahan yang dihasilkan dikeempat desa bervariasi diantaranya adalahdurian, rambutan, langsat, mangga,cempedak, pisang dan lainnya. Buah-buahan tersebut menjadi tambahan sumberpenghasilan bagi masyarakat, hanya sajahasilnya bersifat musiman. Belum adanyapengolahan pasca panen menyebabkan bilamusim panen tiba akan terjadi banjir buahyang mengakibatkan harganya relatifrendah dan buah-buahan yang tidak cepathabis terjual akhirnya akan membusuk.4. Hasil hutan non kayu
Seperti halnya buah-buahan, hasilhutan non kayu di keempat desa jugabervariasi diantaranya adalah rotan,bemban, resam, pandan, bambu, danlainnya. Beragam jenis hasil hutan nonkayu tersebut dimanfaatkan masyarakatsebagai bahan kerajinan tangan yanghasilnya digunakan untuk kebutuhansehari-hari mereka saja. Dari keempat desatersebut, tidak ada masyarakat yangmengembangkan usaha kerajinan tanganuntuk diperjualbelikan. Kondisi inidisebabkan karena masalah pemasarandimana tidak ada pembeli hasil kerajinantangan yang mereka buat kecuali pada saatada event-event besar di tingkat kabupaten.Namun demikian, masyarakat juga tidakserta merta bersemangat tinggi untukmembuat kerajinan tangan karena bisa jadilokasi pelaksanaan event tersebut jauh dari
tempat tinggal mereka dan memerlukanbiaya extra untuk mencapainya, sementarakeuntungan yang diperoleh belum tentusebanding dengan biaya yang harusdikeluarkan.
Hasil hutan non kayu lainnya sepertimadu, tengkawang, gaharu dan lainnyajuga merupakan bagian yang potensialnamun tidak dapat dipastikan hasilnya.Untuk madu, saat ini tidak banyak yangmengusahakan madu alam karena semakintingginya pohon penghasil madu, tidak adaorang yang memanjat untuk memanenserta kurangnya teknologi pemanenan.Selain itu budidaya madu belum menjadibagian aktivitas masyarakat karena belumada kemampuan serta teknologi budidayayang dimiliki. Untuk tengkawang, waktupanen yang tidak menentu serta tidak adateknologi pengolahan pasca panen menjadikendala untuk pengembangan usahanya.Untuk gaharu, meskipun ada bantuan bibitdan ada yang menanamnya, namun merekabelum yakin apakah akan diperoleh hasildari tanaman tersebut.5. Tumbuhan obat
Selama ini masyarakat memanfaatkantumbuhan obat yang ada di sekitar merekahanya untuk penggunaan pribadi danbelum ada yang mengembangkannya untukusaha. Hal ini dikarenakan kurangnyateknologi pemanfaatan dan pengolahanyang dimiliki masyarakat untuk skalausaha serta permasalahan pengemasan danpemasaran hasil.6. Hasil kebun
Banyak jenis yang dihasilkan kebun-kebun masyarakat di lokasi penelitian yangdapat dimanfaatkan dan dikembangkan,diantaranya kopi, kakao, ubi kayu, tebu,enau. Meskipun banyak hasil kebun yangdapat dimanfaatkan namun pengembanganuntuk skala usaha juga mengalami kendalakarena kurangnya teknologi pasca panenyang dimiliki oleh masyarakat di lokasipenelitian selain juga masalahpemasarannya karena lokasi yang jauh darikota yang menyebabkan tingginya biayatransportasi pengangkutan hasil produksi.
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
77
7. Hewan ternakSebagian masyarakat di lokasi
penelitian juga memanfaatkan lahan untukmengembangkan atau mengusahakanhewan ternak, diantaranya ayam ras, ayamperanakan, babi dan lain-lain. Hewanternak tersebut dikembangkan ataudiusahakan oleh masyarakat karenabanyaknya kebutuhan atau permintaanmasyarakat akan hasil ternak tersebut.Namun karena perlu modal yang cukupbesar untuk pengembangan usaha ternaktersebut, maka hanya beberapa warga sajayang mampu untuk mengembangkan usahaternak tersebut.8. Ikan air tawar
Masyarakat juga memanfaatkansumberdaya berupa ikan air tawar sepertiempurow, sema, jelawat, tengadak, danlain-lain. Namun masyarakat mengalamikendala untuk pemenuhan kebutuhan akanjenis ikan tersebut karena lokasi pencarianyang semakin jauh serta semakinsedikitnya hasil yang diperoleh. Sementaraitu, untuk membudidayakannya diperlukankeahlian, biaya dan peralatan yangmemadai.9. Sumber air
Lokasi penelitian juga memilikipotensi sumber air yang dimanfaatkanmasyarakat sebagai sumber air bersih dansumber penerangan desa. Sebagai contohadalah sumber air di Desa Mensiaudigunakan sebagai sumber air bersih bagidua desa yaitu Desa Mensiau dan DesaLabian Ira’ang. Berdasarkan informasiyang disampaikan masyarakat,pemanfaatan sumber air bersih tersebutmerupakan hasil dari proyek CommunityWater Services and Health Project(CWSHP), kerjasama Direktorat JenderalPengendalian Penyakit dan PenyehatanLingkungan, Departemen Kesehatandengan Asian Development Bank (ADB)tahun 2007. Bentuk pemanfaatan lainnyaadalah sumber air di Desa Menua Sadapyang dimanfaatkan untuk penerangan desadengan membangun microhydro.
Dari uraian di atas terlihat bahwamasyarakat masih memilikiketergantungan yang cukup tinggi terhadaplahan dan sumberdaya alam yang ada disekitar mereka. Dan untuk tetapmendapatkan manfaat dari sumberdayaalam yang ada di sekitar mereka, makamereka wajib menjaga kelestariansumberdaya alam tersebut. Kondisi iniyang mendorong masyarakat sekitar hutankhususnya masyarakat Dayak Tamambalohdan Dayak Iban di Kabupaten KapuasHulu masih mempertahankan budayakearifan lokal mereka dalam mengelolalahan dan sumberdaya alam di sekitarmereka hingga saat ini. Hal ini selarasdengan yang dinyatakan oleh Hidayat(2011) bahwa pengelolaan sumberdayaberdasarkan kearifan tradisional mampumenjamin keberlanjutan ekologi danpembangunan berkelanjutan.
VII.KESIMPULAN1. Berdasarkan pemanfaatan lahan,
pembagian tata ruang di 4 (empat)desa lokasi penelitian memiliki jumlahyang berbeda yaitu Desa Pulau Manakterbagi 8 wilayah, Desa Menua Sadapterbagi 11 wilayah, Desa LabianIra’ang terbagi 9 wilayah dan DesaMensiau terbagi 18 wilayah.
2. Meskipun jumlah wilayah dalampembagian tata ruang di masing-masing desa berbeda, namun polapemanfaatan lahan yang dilakukanoleh masyarakat di 4 (empat) desalokasi penelitian tidak jauh berbeda.
3. Keempat lokasi penelitian memilikiberagam potensi sumberdaya alamyang masih dimanfaatkan hingga saatini dan untuk terus mendapatkanmanfaat dari sumberdaya alam yangada, masyarakat masihmempertahankan budaya kearifanlokal dalam mengelola lahan dansumbedaya alam di sekitar mereka.
78 Prosiding Seminar 2015
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Andasputra, N., Bamba, J., Petebang, E.2001. Pelajaran Dari MasyarakatDayak: Gerakan Sosial DanResiliensi Ekologis Di KalimantanBarat. WWF – Biodiversity SupportProgram (BSP) dan InstitutDayakologi. Pontianak.
Ariyanto, Rachman, I., Toknok, B. 2014.Kearifan Masyarakat Lokal DalamPengelolaan Hutan Di Desa RanoKecamatan Balaesang TanjungKabupaten Donggala. Warta RimbaVolume 2 Nomor 2, Desember2014 (Hal. 84 – 91). UniversitasTadulako. Palu.
BPS Kabupaten Kapuas Hulu. 2011.Kecamatan Batang Lupar DalamAngka 2011. Kapuas Hulu.
BPS Kabupaten Kapuas Hulu. 2011.Kecamatan Embaloh Hulu DalamAngka 2011. Kapuas Hulu.
Dardak, A. Hermanto. 2005. PemanfaatanLahan Berbasis Rencana Tata RuangSebagai Upaya Perwujudan RuangHidup Yang Nyaman, Produktif DanBerkelanjutan. MakalahDisampaikan Dalam SeminarNasional “Save Our Land” for TheBetter Environment. FakultasPertanian – Institut Pertanian Bogor.10 Desember 2005. Bogor.
Hidayat. 2011. Pengelolaan Sumber DayaAlam Berbasis Kelembagaan Lokal.Jurnal Sejarah Citra Lekha VolumeXV No, 1. Februari 2011 (Hal. 19 –32). Jurusan Sejarah Fakultas IlmuBudaya Universitas Diponegoro danMasyarakat Sejarawan Indonesia(MSI) Cabang Jawa Tengah.Semarang.
32). Jurusan Sejarah Fakultas IlmuBudaya Universitas Diponegoro danMasyarakat Sejarawan Indonesia(MSI) Cabang Jawa Tengah.Semarang.
Meilantina, M. 2006. Integrasi HakPemanfaatan Tanah MayarakatDayak Dalam Rencana Tata RuangWilayah Kabupaten – Studi DiKabupaten Gunung Mas PropinsiKalimantan Tengah. GovernancePaper No. 6/2006. Center forInternational Forestry Research.Bogor.
Mukti, A. 2010. Beberapa Kearifan LokalSuku Dayak Dalam PengelolaanSumberdaya Alam. Program StudiPengelolaan Sumberdaya Alam DanLingkungan – Program Doktor IlmuPertanian, Universitas Brawijaya.Malang.
Murwaji, T. 2004. Pengaturan PengelolaanTaman Nasional Kutai BerbasisKearifan Tradisional Dan Adat SukatSuku Dayak Benuaq Dan Tonyooi.Fakultas Hukum UniversitasPadjadjaran. Bandung.
Samsoedin, I., Wijaya, A., Sukiman, H.2010. Konsep Tata Ruang DanPengelolaan Lahan Pada MasyarakatDayak Kenyah Di Kalimantan Timur(Landscape Concepts and LandManagement of Dayak Kenyah Tribein East Kalimantan). Jurnal AnalisisKebijakan Kehutanan Vol. 7 No. 2.Agustus 2010. Bogor.
Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Oleh…S. Yuni Indriyanti dan Catur Budi W
79
Lampiran- Lampiran
79
SUSUNAN ACARA
Waktu Acara Keterangan07.30 – 08.30 Registrasi Peserta Panitia08.30 – 08.45 Pembukaan MC08.45 – 08.55 Pembacaan Do’a Baco Ramlan, SH08.55 – 09.10 Laporan Kepala B2PD Ka. B2PD09.10 – 09.30 Sambutan Kepala Dishut Prov.
KaltimKadishut Prov. Kaltim
09.30 – 10.30 Sambutan dan Pembukaan Kepala Puslitbang Hutan10.30 – 11.00 Coffee Break Panitia11.00 – 12.00 Pemaparan Sesi I Moderator
( Dr. Ir. Bernaulus Saragih, MSc.)Upaya Penanganan Konflik diKHDTK Labanan Kabupaten BerauMelalui Pembangunan KemitraanKehutanan
Catur Budi Wiati, S.Hut., MSc.(B2PD)
Delta Mahakam Kawasan StrategisDalam Perspektif Lingkungan Hidup
Ir. H. Syahrir (BLH PropinsiKaltim)
Diskusi12.00 – 13.00 Ishoma Panitia13.00 – 15.00 Pemaparan Sesi II Moderator
(Dr. Ir. Bernaulus Saragih, MSc.)Persepsi dan PemberdayaanMasyarakat Setempat DalamPengelolaan Kawasan Hutan MelaluiKemitraan Kehutanan
Saipul Rahman, S. Hut., MSc.(TNC)
Pemahaman Tentang ResolusiKonflik Kawasan Hutan
Dr. Niken Sakuntaladewi, S.Hut., MSc. (PuslitbangSosekjak & PI)
Diskusi15.00 – 15.15 Coffee Break Panitia15.15 – 16.00 Rumusan Tim Perumus16.00 – 16.30 Penutupan MC
80 Prosiding Seminar 2015
DAFTAR HADIR PESERTA
No. Nama Instansi1 Baco Ramlan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa2 Dani Ramadhan Pohan PT KBT3 Anindita Kesumadewi BKP3D Samarinda4 Junianti BKP3D Samarinda5 Sugeng Triyanto Total E&P Industri6 Andrian Fernandez Balai Besar Penelitian Dipterokarpa7 Ngatiman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa8 Soeyitno S DKP/DDPI Kaltim9 Bambang Arianto SKK Migas Kalsel
10 Hanoel Martine SKK Migas Kalsel11 Ferry T BP2HP XIII12 Syahruni A KPHP Delta Mahakam13 Ike Mediawati BPTKSDA Samboja14 Drinus Aruan BPTKSDA Samboja15 Amir Ma’ruf BPTKSDA Samboja16 Adi Surya BPTKSDA Samboja17 Dina Riska DDPI Kaltim18 FH Susanty Balai Besar Penelitian Dipterokarpa19 Ady Iskandar Balai Besar Penelitian Dipterokarpa20 Niel Makarudin TNK Kaltim21 Taufiqurrahman PT ITCIKU22 Fauzan Auly Balai Besar Penelitian Dipterokarpa23 Widyawati BPTKSDA Samboja24 Sukartiningsih Pusrehut UNMUL25 Akhmad Media26 M. Noor Media27 Yanti Sofia BDK Samarinda28 Yusuf Gunawan Dishut Kab. Berau29 Najwaedah PT HLL30 Mus Mulyadi PT ITCI31 M. Rahmadi Balitbangda Kukar32 Bernaulus Saragih UNMUL33 Muh. Hijrafie KPHP Kandilo34 Toni Kristanto BP2HP Wil. XIII35 Kurnia Selma Leko PT Kitadin36 BDAS Simarangkir UNMUL37 Chairil Anwar Dishut Kaltim38 Hartati Apriani B2PD39 Saipul Rahman TNK40 Fahrud Rizali BLH Kukar41 Tedy S UNMUL42 Ridwan Alex Media Kaltim43 Surati Puspijak44 Juhriansyah Bestari45 Agus Wahyudi B2PD
Lampiran- Lampiran
81
No. Nama Instansi46 Dwininta Agustini Poltek Negeri Samarinda47 Priliman PT Prima Mitrajaya Mandiri48 Tien Wahyuni B2PD49 Amiril Saridan B2PD50 Catur Budi Wiati B2PD51 Rina Wahyu C B2PD52 S. Yuni Indriyanti B2PD53 M. Ibrahim PT Kemakmuran Berkah Timber54 Deasy Fitriani BKPP55 Suwignyo BDK Samarinda56 Arif Irawan BPK Manado57 Anis TH B2PD58 Adisti PP Hartoyo IPB59 Syahrani PT KBT60 Tumar Effendy BLH Kota samarinda61 Elvida W P3SEKPI62 Sylvani P3SEKPI63 Marjenah Fahutan UNMUL64 UU Sukari B2PD65 Buyung Yusuf P3E Kalimantan66 Suryanto BPTKSDA Samboja67 Umi Kalsum KPMP Bnga68 Abdurachman B2PD69 Eko Supriyadi BP3HP XIII70 Syahril BLH Kaltim71 Apribowo Berau Coal72 Teguh Muslim BPTKSDA Samboja73 Susilo Pranoto KPHP Santan74 Rini H B2PD75 Ika Yanti KPHP Kendilo76 Abdul Rahman B2PD77 Nilam Sari B2PD78 Nurul H B2PD79 Deni Wahyudi Yasiwa Indonesia80 Rahmadi KPHP Belayan81 Mardiyani Balitbangda82 Rusdi LSM PPK83 Mintoro Dwi Putra Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNMUL84 Hadi Pranoto Faperta UNMUL85 Supartini B2PD86 Ali Mustofa B2PD87 Dwi Widanto VICO Indonesia88 Niken Sangkutaladewi Puslit Sosekbud PI89 Ian Septian KPHP Telake90 Supartini B2PD91 Lastri Sundari BLHD Kukar92 Ahmad Wijaya BIOMA
82 Prosiding Seminar 2015
No. Nama Instansi93 Agus Amin BLH Balikpapan94 Jedi Rahdiansyah APHI95 Yuli Prasetyo Nugroho PTKHA/PSKL96 Rahimahyuni Fatmi N B2PD97 Harry Purnomo S2 Lingkungan98 Elok Dwi. S Faperta UNMUL99 Mochlis BPK Makasar
100 EDY B2PD101 Dody Garnadi B2PD102 Mentan Kp. Desa Nyapa103 Fitriany Sinaga Sylva UNMUL104 Rustam Fahutan UNMUL105 Djohan P3H106 Haryadi H TAM MENLHK107 Purwati Faperta Univ. Widyagama108 Inganjuk Yasiwa109 Binsar Baristand110 Vike Margaretha BPTKSDA Samboja111 Ulfa Karmila Sari BPTKSDA Samboja112 Tri Atmoko BPTKSDA Samboja113 Jayanthi Surbakti BDK Samarinda114 Nur Syamsi BDK Samarinda115 Antun Puspanti BPTKSDA Samboja116 Giono B2PD117 Sidraha Kawaqib p B2PD118 M. Andriansyah B2PD119 Noordewi B2PD120 Pranoto B2PD121 Selvryda S B2PD122 M. Sahri Chair B2PD123 Karmilasanti B2PD124 Everedi B2PD125 Tresina B2PD126 Rahmat S B2PD127 Rizki M B2PD128 Nina Juliaty B2PD129 Maria Anna R B2PD130 Hadi Jumadin B2PD131 Zulkifli B2PD132 Etty NP B2PD
Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. AW. Syahrani No.68, Sempaja
Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
Telepon : 0541-206364
Fax : 0541-742298
Email: admin@diptero,or.id
Website: www.diptero.or.id
Konsep pengelolaan sumberdaya hutan melalui pelibatan pihak-pihak terkait secara partisipatif adalah merupakan salah satu pendekatan strategis pengelolaan hutan dengan memperhat ikan keberlanjutan ekosistem dan potensi manfaat bagi kemakmuran masyarakat. Keterlibatan pihak-pihak terkait secara partisipatif dalam pengelolaan kawasan hutan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.
Tujuan seminar ini antara lain : Penggalian informasi tentang persepsi pengelolaan kawasan hutan ditinjau dari sudut
kepentingan masyarakat setempat. Tahapan/penapisan kebutuhan masyarakat akan kawasan hutan sesuai dengan kondisi
faktual masyarakat tersebut. Penggalian informasi/identifikasi potensi konflik yang timbul akibat 'benturan” kepentingan
antar pihak. Penggalian alternatif pola/model solusi penanganan konflik (pola partisipatif) yang sesuai
dengan fungsi kawasan dan kebutuhan masyarakat setempat. Tersedianya info teknis operasional pelaksanaan pemberdayaan masyarakat setempat
melalui pola partisipatif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Merumuskan solusi penanganan konflik secara partisipatif yang relevan dengan prosedur
perencanaan umum dan verifikasi pembangunan wilayah dengan disertai informasi yang jelas.
Pembicara dalam seminar ini adalah Kepala Badan Litbang dan Inovasi sebagai Keynote Speech, TNC, BLH Propinsi Kaltim, Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim
ISBN: 978-602-9096-15-6