new pengaruh media pembelajaran vaf “atan titung” rjprepository.ub.ac.id/2290/1/yunita wahyu...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN VAF “ATAN TITUNG” RJP
TERHADAP PENGETAHUAN, KETERAMPILAN, KEPERCAYAAN
DIRI DAN KEMAUAN ANAK USIA SEKOLAH DALAM
MELAKUKAN RJP DI KOTA KEDIRI
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister
Oleh:
Yunita Wahyu Wulansari
NIM. 156070300111042
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI TESIS
JUDUL TESIS:
Pengaruh Media Pembelajaran VAF ”Atan Titung” RJP terhadap Pengetahuan,
Keterampilan, Kepercayaan Diri dan Kemauan Anak Usia Sekolah dalam
Melakukan RJP di Kota Kediri
Nama Mahasiswa : Yunita Wahyu Wulansari
Program Studi : Magister Keperawatan
Minat : Keperawatan Gawat Darurat
KOMISI PEMBIMBING
Ketua : Dr. dr. Yuyun Yueniwati P.W, M.Kes.,Sp.Rad (K)
Anggota 1 : Tony Suharsono, S.Kep., M.Kep
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji 1 : Prof. Dr. dr. Noorhamdani A.S, Sp.MK (K)
Dosen Penguji 2 : Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes.
Tanggal Ujian : 16 Agustus 2017
SK Penguji :
iv
v
CURRICULUM VITAE
Personal Identity
Name Yunita Wahyu Wulansari
Place of Birth Kediri
Date of Birth June 2nd 1989
Gender Female
Religion Islam
Citizenship Indonesia
Correspondent
Address
Jl. Candi Trowulan 26 A
Malang, Jawa Timur
Permanent
Address
Jl. Urip Sumoharjo 160, Kediri, Jawa Timur
Phone : (0354) 686434
Handphone : 085668511000
Marital Status Single
E-Mail [email protected]
Height 153 cm
Weight 45 kg
ID Card 3571024206890009
Formal Education
2013 – 2015 Universitas Brawijaya Malang (Ners)
2007 – 2013 Universitas Brawijaya Malang (S.Kep)
2004 – 2007 SMAN 2 Kediri
2001 – 2004 SMPN 1 Kediri
1995 – 2001 SDN Ngronggo VI Kediri
1993 – 1995 TK Aisiyah Kediri
vi
Karya ilmiah ini kutujukan kepada Ayahanda, Ibunda, dan Kakakku Tercinta,
Serta teman - teman tersayang
vii
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN VAF “ATAN TITUNG” RJP TERHADAP PENGETAHUAN, KETERAMPILAN, KEPERCAYAAN
DIRI DAN KEMAUAN ANAK USIA SEKOLAH DALAM MELAKUKAN RJP DI KOTA KEDIRI
Yunita Wahyu Wulansari, Yuyun Yueniwati Prabowowati Wadjib, Tony Suharsono
Program Studi Magister Keperawatan Peminatan Gawat Darurat
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK Latar Belakang Jumlah bystander RJP sebagai penolong pertama korban OHCA yang masih rendah menjadi sorotan di berbagai negara. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan pelatihan RJP di komunitas. Tujuan Menganalisis pengaruh media pembelajaran VAF “Atan Titung” terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP Metode Desain penelitian yang digunakan adalah true eksperimental dengan rancangan randomized subject, pretest-posttest control group design. Jumlah responden sebanyak 120 dibagi menjadi dua kelompok penelitian, yaitu kelompok eksperimen dengan media VAF dan kelompok kontrol dengan media modul yang diambil dengan tiga kali pengukuran. Lokasi penelitian di SDN Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri. Hasil Kelompok VAF dan juga modul, masing-masing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengetahuan (p = 0,000), keterampilan (p = 0,000), kepercayaan diri (p = 0,000), dan kemauan (p = 0,000) antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah pelatihan. Perbedaan antara kelompok VAF dan modul terhadap pengetahuan memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,05), terhadap keterampilan memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,05), terhadap kepercayaan diri tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p > 0,05), terhadap kemauan memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP. Kesimpulan Pelatihan RJP dengan menggunakan media VAF “Atan Titung” RJP memberikan pengaruh lebih besar terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan dalam melakukan RJP daripada menggunakan media modul pada anak usia SD. Saran Media pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP dapat digunakan secara efektif sebagai media dalam pelatihan RJP pada masyarakat awam khususnya pada anak-anak. Kata Kunci: Modul, Pelatihan RJP, video animasi
viii
THE EFFECT OF VAF LEARNING MEDIA “ATAN TITUNG” RJP TO KNOWLEDGE, SKILLS, SELF-CONFIDENCE AND WILLINGNESS OF
CHILDREN IN CONDUCTING CPR IN KEDIRI
Yunita Wahyu Wulansari, Yuyun Yueniwati Prabowowati Wadjib, Tony Suharsono
Master of Nursing, Postgraduate Program Faculty of Medicine, Brawijaya University
ABSTRACT
Background The number of bystander CPR as the first heper of OHCA is still low in the spotlight in various countries. The effort that can be done is by providing CPR training in the community. Purpose To analyze the effect of VAF learning media “Atan Titung” CPR with to knowledge, skills, self-confidence and willingness of children in conducting CPR. Method This research was a true experimental study with randomized subject, pretest-posttest control group design. The number of respondents were 120 divided into two group, the experimental group with VAF and the control group with module. Location of this study was in SDN Kampungdalem 3 and 4 Kediri. Results VAF group and module group each have a significant effect on knowledge (p=0,000), skills (p=0,000), self-confidence (p=0,000), and willingness (p=0,000) between before, after, and one week after the CPR training. The difference between VAF group and module group to knowledge has significant differences (p < 0,05), to skills has significant differences (p < 0,05), to self-confidence has no significant differences (p > 0,05), to willingness has significant differences (p < 0,05) on after and one week after CPR training. Conclusion CPR training using media VAF “Atan Titung” CPR gives more influence on knowledge, skills, self-confidence and willingness than using media module in school age children. Suggestion VAF “Atan Titung” CPR can be used effectively as a learning media in CPR training in children.
Keywords: Animation video, CPR training, module
ix
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat serta anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul: “Pengaruh Media Pembelajaran VAF ”Atan Titung” RJP terhadap
Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri dan Kemauan Anak Usia Sekolah
dalam Melakukan RJP di Kota Kediri”.
Dengan selesainya tesis ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada:
1. Dr. dr. Sri Andarini, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan
magister di Program Studi Magister Keperawatan FKUB;
2. Dr. Titin Andri Wihastuti, S.Kp, M.Kes sebagai Ketua Program Studi Program
Studi Magister Keperawatan FKUB;
3. Dr. dr. Yuyun Yueniwati P. W., M.Kes., Sp.Rad (K) sebagai dosen
pembimbing pertama yang selalu memberikan saran terhadap perbaikan
penulisan tesis ini;
4. Tony Suharsono, S.Kep., M.Kep sebagai dosen pembimbing kedua yang
selalu memberikan saran terhadap perbaikan penulisan tesis ini.
5. Prof. Dr. dr. Noorhamdani, AS, Sp.MK sebagai dosen penguji 1 yang selalu
memberikan saran perbaikan dalam penulisan tesis ini;
6. Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes. sebagai dosen penguji 2 yang selalu memberikan
saran perbaikan dalam penulisan tesis ini;
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang
dimiliki penulis, masih dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Malang, 16 Agustus 2017
Penulis
x
RINGKASAN
Yunita Wahyu Wulansari, NIM. 156070300111042. Program Studi Magister
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang, 16 Agustus
2017. Pengaruh Media Pembelajaran VAF ”Atan Titung” RJP terhadap
Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri dan Kemauan Anak Usia Sekolah
dalam Melakukan RJP di Kota Kediri. Komisi Pembimbing, Ketua: Yuyun
Yueniwati Prabowowati Wadjib, Anggota: Tony Suharsono.
Henti jantung adalah kegawatdaruratan kardiovaskuler yang menjadi
penyebab kematian utama di negara maju dan berkembang dengan tingkat
kelangsungan hidup sebesar 12%. Pasien OHCA yang menerima CPR dari
bystander memiliki peningkatan survival rate 4x lipat. Solusi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan peran
setiap orang di komunitas untuk menjadi bystander RJP yang dapat melakukan
tindakan RJP. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan
pelatihan pada orang-orang di komunitas.
Seorang anak juga dapat menjadi orang pertama di tempat kejadian
kecelakaan atau keadaan darurat medis. Jika tidak ada orang dewasa di sekitar,
anak-anak harus mampu untuk mengenali, meminta bantuan dan memberikan
pertolongan pertama pada korban. Proses pelatihan yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan metode simulasi dengan media video animasi. Video
animasi adalah salah satu media yang direkomendasikan dalam lingkungan
pendidikan untuk anak usia sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh media pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP terhadap
pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan anak usia sekolah
dalam melakukan RJP.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian true
eksperimental dengan rancangan randomized subject, pretest-posttest control
group design dengan dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok media VAF dan
kelompok media modul. Lokasi penelitian di SDN Kampungdalem 3 dan 4 Kota
Kediri. Jumlah sampel adalah 120 yang dibagi ke dalam kedua kelompok
penelitian, setiap kelompok terdiri dari 60 responden. Pengumpulan data
dilakukan sebelum, setelah, dan satu minggu setelah pelatihan yang dilakukan
dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi penelitian yang dibantu
oleh numerator.
xi
Uji Friedman post hoc Wilcoxon digunakan untuk melakukan analisis
perbedaan pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan pada
masing-masing kelompok penelitian. Kelompok VAF dan modul sama – sama
didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna terhadap pengetahuan
(p = 0,000), keterampilan (p = 0,000), kepercayaan diri (p = 0,000), dan kemauan
(p = 0,000) antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah pelatihan. Uji
Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan antara kelompok VAF dan modul.
Perbedaan antara kelompok VAF dan modul terhadap pengetahuan,
keterampilan, dan kemauan memiliki perbedaan yang bermakna (p < 0,05).
Perbedaan antara kelompok VAF dan modul terhadap kepercayaan diri memiliki
perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05) pada setelah dan satu minggu
setelah pelatihan RJP.
Salah satu fungsi VAF dalam pembelajaran adalah memfasilitasi
pembelajaran agar lebih menarik untuk siswa SD. VAF memberikan alur cerita
berupa rangkaian tindakan yang harus dilakukan saat menemukan korban
diduga henti jantung. Hal ini akan mempermudah responden mengingat setiap
tindakan dengan menampilkan tokoh animasi yang dapat menjadi role model
untuk responden yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Media pembelajaran yang mendorong siswa SD dalam meningkatkan
kepercayaan diri dalam melakukan suatu tindakan yaitu bermula dari
memberikan pembelajaran dengan media yang mereka sukai yaitu dengan video
animasi dalam penelitian ini adalah VAF. Bystander RJP yang sudah
mendapatkan pelatihan RJP sebelumnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang
tinggi untuk selanjutnya mempengaruhi kemauan dalam melakukan tindakan
RJP pada korban OHCA.
Kesimpulan dalam penelitan ini adalah media pembelajaran VAF “Atan
Titung” RJP memberikan pengaruh yang lebih besar daripada modul terhadap
pengetahuan, keterampilan, dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan
RJP.
xii
SUMMARY
Yunita Wahyu Wulansari, NIM. 156070300111042. Master of Nursing,
Postgraduate Program Faculty of Medicine, Brawijaya University, Malang, August
9th 2017. The Effect of VAF Learning Media “Atan Titung” CPR to Knowledge,
Skills, Self-Confidence and Willingness of Children in Conducting CPR in Kediri.
Komisi Pembimbing, Ketua: Yuyun Yueniwati Prabowowati Wadjib, Anggota:
Tony Suharsono.
Cardiac arrest is a cardiovascular emergency that is the leading cause of
death in developed and developing countries with a survival rate of 12%. OHCA
patients receiving CPR from bystander had a 4x increased survival rate. A
workable solution to solve the problem is to increase the role of everyone in the
community to be a bystander CPR who can perform CPR actions. Efforts that can
be done is to provide training to people in the community.
A child may also be the first person at the scene of an accident or medical
emergency. If there are no adults around, children should be able to recognize,
ask for help and give first aid to the victim. The training process that can be done
is to use the simulation method with video animation media. Animated video is
one of the recommended media in the educational environment for school age
children. The purpose of this research is to analyze the influence of VAF learning
media “Atan Titung” CPR to the knowledge, skill, confidence, and willingness of
school age children in doing CPR.
This research is a quantitative research with true experimental research
design with randomized subject design, pretest-posttest control group design with
two treatment groups, ie VAF media group and module media group. Research
location at SDN Kampungdalem 3 and 4 Kediri. The sample was 120 divided into
the two study groups, each group consisting of 60 respondents. Data collection
was conducted before, after, and one week after the training was conducted
using questionnaires and research observation sheets assisted by numerators.
Friedman's post hoc Wilcoxon test was used to analyze the differences in
knowledge, skills, confidence and willingness of each study group. The VAF
group and the module were both shown to have significant influence on
knowledge (p = 0,000), skill (p = 0,000), self-confidence (p = 0,000), and
willingness (p = 0,000) between before, after, and One week after the training.
The Mann-Whitney test was conducted to determine differences in knowledge,
xiii
skills, confidence, and willingness between VAF groups and modules. The
difference between the VAF group and the module on knowledge, skill, and
willingness has significant differences (p <0.05). The difference between the VAF
group and the module on self-confidence has no significant difference (p> 0.05)
at after and one week after CPR training.
One of the functions of VAF in learning is to facilitate learning to be more
interesting for elementary students. VAF provides the storyline in the form of a
series of actions to be performed when finding a suspected victim of cardiac
arrest. This will make it easier for respondents to remember each action by
displaying animated characters who can be role models for respondents who can
improve their knowledge and skills. Learning media that encourages elementary
students in improving self-confidence in performing an action that originated from
providing learning with the media they like the animated video in this study is the
VAF. Bystander CPR who has received previous CPR training has a high level of
self-confidence to further influence the willingness to take CPR action on OHCA
victims.
The conclusion in this research is the VAF learning media “Atan Titung”
CPR gives more influence than the module to the knowledge, skill, and
willingness of school age children in doing CPR.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... iii
IDENTITAS TIM PENGUJI ............................................................................ iv
HALAMAN PERUNTUKAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................. vii
SUMMARY .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xix
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
2.1 Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) ........................................... 9
2.1.1 Pengertian ............................................................................ 9
2.1.2 Prevalensi ............................................................................. 9
2.1.3 Tanda dan Gejala ................................................................. 10
2.1.4 Prediktor OHCA .................................................................... 10
2.2 Bystander RJP ................................................................................ 15
2.2.1 Hambatan sebagai Bystander RJP ....................................... 16
2.2.2 Upaya Mengatasi Hambatan sebagai Bystander RJP ........... 19
2.3 Konsep Pembelajaran RJP .............................................................. 21
2.3.1 Metode Pembelajaran ............................................................ 21
2.3.2 Media Pembelajaran .............................................................. 24
2.3.3 Pembelajaran RJP untuk Anak Usia Sekolah ........................ 27
2.4 Konsep VAF (Video Animasi Fabel) “Atan Titung” RJP ................... 29
2.4.1 Pengembangan VAF sebagai Pembelajaran RJP ................. 29
xv
2.4.2 Pembelajaran dalam Meningkatkan Pengetahuan dan
Keterampilan RJP ................................................................. 32
2.4.3 Pembelajaran dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri dan
Kemauan Melakukan RJP .................................................... 33
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................... 35
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 35
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 36
BAB 4 METODE PENELITIAN ...................................................................... 38
4.1 Desain Penelitian ............................................................................ 38
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 39
4.2.1 Tempat Penelitian ................................................................. 39
4.2.2 Waktu Penelitian ................................................................... 39
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 39
4.3.1 Populasi Penelitian ............................................................... 39
4.3.2 Besar Sampel Penelitian ....................................................... 40
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 41
4.4 Definisi Operasional ......................................................................... 41
4.5 Alat Penunjang Penelitian ............................................................... 45
4.6 Alat Pengumpulan Data .................................................................. 45
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................ 48
4.8 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................. 49
4.9 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 50
4.9.1 Prosedur Administratif ........................................................... 50
4.9.2 Prosedur Teknis .................................................................... 50
4.10Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 52
4.10.1 Pengolahan Data ................................................................ 52
4.10.2 Analisis Data ....................................................................... 53
4.10 Etika Penelitian ............................................................................. 53
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ..................................... 55
5.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian dan Karakteristik Responden ..... 56
5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .......................... 56
5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 56
5.2 Hasil Penelitian Pembelajaran Resusitasi Jantung Paru dengan
Media Pembelajaran VAF .............................................................. 56
xvi
5.2.1 Pengetahuan tentang RJP dengan Media Pembelajaran
VAF ...................................................................................... 56
5.2.2 Keterampilan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran
VAF ...................................................................................... 59
5.2.3 Kepercayaan Diri Melakukan RJP dengan Media
Pembelajaran VAF ................................................................ 61
5.2.4 Kemauan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran
VAF ...................................................................................... 62
5.3 Hasil Penelitian Pembelajaran Resusitasi Jantung Paru dengan
Media Pembelajaran Modul ........................................................... 65
5.3.1 Pengetahuan tentang RJP dengan Media Pembelajaran
Modul .................................................................................... 65
5.3.2 Keterampilan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran
Modul .................................................................................... 67
5.3.3 Kepercayaan Diri Melakukan RJP dengan Media
Pembelajaran Modul ............................................................. 69
5.3.4 Kemauan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran
Modul .................................................................................... 70
5.4 Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri, dan
Kemauan dalam Melakukan RJP antara Kelompok VAF dan
Modul ............................................................................................. 73
5.4.1 Pengetahuan tentang RJP .................................................... 73
5.3.2 Keterampilan Melakukan RJP ............................................... 75
5.3.3 Kepercayaan Diri Melakukan RJP ......................................... 78
5.3.4 Kemauan Melakukan RJP ...................................................... 79
BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................. 78
6.1 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan
Diri, dan Kemauan dalam Melakukan RJP Sebelum, Setelah,
dan Satu Minggu Setalah Pelatihan RJP dengan Menggunakan
VAF ............................................................................................... 81
6.2 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan
Diri, dan Kemauan dalam Melakukan RJP Sebelum, Setelah,
dan Satu Minggu Setalah Pelatihan RJP dengan Menggunakan
Modul ............................................................................................. 85
xvii
6.3 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan
Diri, dan Kemauan dalam Melakukan RJP Setelah dan Satu
Minggu Setalah Pelatihan RJP pada Kelompok VAF dan
Kelompok Modul ............................................................................ 89
6.3.1 Analisis Perbedaan Pengetahuan tentang RJP pada
Kelompok VAF dan Kelompok Modul .................................... 89
6.3.2 Analisis Perbedaan Keterampilan Melakukan RJP pada
Kelompok VAF dan Kelompok Modul .................................... 92
6.3.3 Analisis Perbedaan Kepercayaan Diri Melakukan RJP pada
Kelompok VAF dan Kelompok Modul .................................... 95
6.3.4 Analisis Perbedaan Kemauan Melakukan RJP pada
Kelompok VAF dan Kelompok Modul .................................... 96
6.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 99
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 100
7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 100
7.2 Saran ............................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 102
LAMPIRAN – LAMPIRAN ............................................................................. 113
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar dubber VAF tentang RJP .................................................. 31
Tabel 4.1 Definisi Operasional .................................................................... 42
Tabel 5.1 Karakteristik Usia Responden ...................................................... 56
Tabel 5.2 Karakteristik Jenis Kelamin Responden ....................................... 56
Tabel 5.3 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF ....................... 56
Tabel 5.4 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar)
pada Kelompok VAF .................................................................... 58
Tabel 5.5 Perbedaan Skor Keterampilan antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF ....................... 59
Tabel 5.6 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar)
pada Kelompok VAF .................................................................... 60
Tabel 5.7 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF ....................... 61
Tabel 5.8 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) pada
Kelompok VAF ............................................................................. 62
Tabel 5.9 Perbedaan Skor Kemauan antara Sebelum, Setelah, dan Satu
Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF ................................ 62
Tabel 5.10 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan
Mau) pada Kelompok VAF ........................................................... 64
Tabel 5.11 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul ..................... 65
Tabel 5.12 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar)
pada Kelompok Modul ................................................................. 66
Tabel 5.13 Perbedaan Skor Keterampilan antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul ..................... 67
Tabel 5.14 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar)
pada Kelompok Modul ................................................................. 68
Tabel 5.15 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Sebelum, Setelah, dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul ..................... 69
Tabel 5.16 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) pada
Kelompok Modul .......................................................................... 70
xix
Tabel 5.17 Perbedaan Skor Kemauan antara Sebelum, Setelah, dan Satu
Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul ............................. 70
Tabel 5.18 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan
Mau) pada Kelompok Modul ........................................................ 72
Tabel 5.19 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Kelompok VAF dengan
Modul .......................................................................................... 73
Tabel 5.20 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar)
antara Kelompok VAF dengan Modul .......................................... 74
Tabel 5.21 Perbedaan Skor Keterampilan antara Kelompok VAF dengan
Modul .......................................................................................... 76
Tabel 5.22 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar)
antara Kelompok VAF dengan Modul .......................................... 77
Tabel 5.23 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Kelompok VAF dengan
Modul .......................................................................................... 78
Tabel 5.24 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) antara
Kelompok VAF dengan Modul ..................................................... 78
Tabel 5.25 Perbedaan Skor Kemauan antara Kelompok VAF dengan
Modul .......................................................................................... 79
Tabel 5.26 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan
Mau) antara Kelompok VAF dengan Modul ................................. 80
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Chain of Survival OHCA .............................................................. 11
Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman Dale .......................................................... 25
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ................................................................. 35
Gambar 4.1 Pretest-posttest control group design .......................................... 38
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 49
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Henti jantung adalah kegawatdaruratan kardiovaskuler yang menjadi
penyebab kematian utama di negara maju dan berkembang. Kejadian henti
jantung yang ditandai dengan tidak adanya tanda sirkulasi dan terjadi di luar
rumah sakit disebut dengan OHCA atau out of hospital cardiac arrest
(Travers et al., 2014). OHCA merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan kecacatan di seluruh dunia dengan hasil yang bergantung
pada tindakan prehospital dan emergency system (Nichol et al., 2008).
Kejadian OHCA tahun 2016 di Amerika Serikat yang dilaporkan oleh
badan statistik dari AHA adalah sebesar >350.000 kasus pada orang
dewasa dengan tingkat kelangsungan hidup yaitu sebesar 12% (Go et al.,
2017). McNally et al., (2011) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa
dari 31.689 kasus OHCA, pasien yang menerima resusitasi jantung paru
(RJP) dari bystander memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 11,3%.
Sedangkan Rea et al., (2010) melaporkan tingkat kelangsungan hidup
pasien yang menerima RJP dari bystander yaitu sebesar 22,1% dari 10.681
pasien OHCA.
Prognosis dari tingkat kelangsungan hidup OHCA jika segera
dikenalinya kejadian henti jantung oleh bystander yaitu 6,4-13,5%, jika
segera menghubungi emergency medical service (EMS) yaitu 4,9-18,2%,
jika segera dilakukan RJP yaitu 3,9-16,1%, jika segera dilakukan
defibrillation yaitu 14,8-23,0%, dan jika return of spontaneus circulation
(ROSC) di lokasi kejadian yaitu 15,5-33,6% (Sasson et al., 2010). Dari data
tersebut bystander dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup para
2
korban apabila cepat mendeteksi henti jantung, memanggil EMS diikuti
dengan melakukan tindakan RJP dan AED (automated external defibrillator)
yang tepat. Sebuah meta-analisis dari 79 penelitian yang melibatkan
142.740 pasien juga menemukan bahwa pasien OHCA yang menerima RJP
dari bystander memiliki peningkatan tingkat kelangsungan hidup empat kali
lipat (16,1%) dibandingkan dengan mereka yang tidak (3,9%) (Sasson et al.,
2010).
Bystander RJP adalah RJP yang dilakukan saat prehospital oleh
masyarakat awam (Farlex, 2009). Masyarakat awam sebagai bystander RJP
berperan sebagai penolong pertama sebelum tenaga medis atau EMS
datang. Masyarakat awam diperlukan untuk memberikan pertolongan
pertama meliputi mengenali dan memanggil bantuan medis, memberikan
RJP, dan menggunakan AED apabila tersedia (Weisfeldt et al., 2010).
Vellano et al., (2015) dalam studinya terhadap kejadian non-traumatic OHCA
melaporkan kejadian OHCA yang terjadi di rumah yaitu sebesar 70% (dari
35.721 kasus pada tahun 2013). Korban OHCA yang tidak ditolong oleh
masyarakat awam sebesar 49,9% dengan korban yang selamat yaitu 4,8%.
Sedangkan korban OHCA yang ditolong oleh bystander RJP yaitu sebesar
37,7% dengan korban yang selamat 16,4%. Berdasarkan data tersebut
apabila masyarakat awam berperan sebagai bystander RJP maka akan lebih
banyak korban OHCA yang tertolong.
Clawson et al., (2008) menjelaskan bahwa masyarakat awam dapat
salah mengenali gejala henti jantung dengan kasus kardiovaskular lainnya.
Kondisi lain yang dapat membuat sulit mengenali gejala henti jantung adalah
gejala kejang yang lebih sering dihubungkan dengan epilepsi. Selain sulit
mengenali gejala henti jantung, masyarakat awam umumnya akan
menghubungi keluarga atau teman terdekat dahulu sebelum memanggil
3
EMS, dimana hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam identifikasi
henti jantung dan aktivasi awal EMS (Meischke et al., 2012).
Peningkatan kemampuan bystander RJP dalam menolong korban
henti jantung sangat berperan penting dalam mengatasi OHCA sehingga
diperlukan suatu pelatihan RJP terhadap masyarakat awam. Dengan
adanya bystander RJP, hasil neurologis dan tingkat kelangsungan hidup dari
pasien OHCA dapat ditingkatkan (Akahane et al., 2012). Seorang anak juga
dapat menjadi orang pertama di tempat kejadian kecelakaan atau keadaan
darurat medis. Jika tidak ada orang dewasa di sekitar, anak-anak harus
mampu untuk mengenali, meminta bantuan dan memberikan pertolongan
pertama pada korban. Anak-anak yang dilatih RJP, dalam jangka panjang
akan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap jumlah orang dewasa yang
terlatih dalam masyarakat. Bystander RJP yang terlatih dapat segera
mengambil tindakan daripada mereka yang tidak terlatih. Manfaat langsung
yang diharapkan dari peningkatan jumlah bystander RJP adalah untuk
meningkatkan kemungkinan bahwa korban OHCA segera menerima
pertolongan (Swor et al., 2006).
Perkembangan anak usia sekolah dasar (SD) menurut Jean Piaget
yaitu dapat berpikir secara logis dan dapat menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia (Ibda, 2015). Oleh karena itu, pelatihan RJP dapat
dilakukan pada anak SD sesuai dengan kemampuan perkembangan
mereka. Menurut Tanaka et al., (2012) disebutkan bahwa anak-anak
memiliki ingatan yang lebih baik daripada orang dewasa. Anak SD juga
mampu mengikuti instruksi RJP yang lebih baik daripada orang dewasa.
Sehingga pelatihan RJP secara efektif dapat dilakukan sejak dini yaitu pada
tingkat usia sekolah dasar.
4
Wilks et al., (2016) melakukan pelatihan first aid 1 hari terhadap anak
usia sekolah (11 tahun) di Queensland dengan 107 orang siswa. Hasil yang
dilaporkan yaitu terdapat peningkatan yang signifikan pada pengetahuan
RJP (dari 2% menjadi 90%), dan dapat mengurutkan respon darurat untuk 4
situasi skenario (dari 59-77% menjadi 81-90%). Hasil lain yang didapat yaitu
siswa melaporkan bahwa mereka memiliki peningkatan dalam kepercayaan
diri untuk memberikan bantuan dalam situasi darurat (dari 51% menjadi
63%). Selain itu pelatihan di sekolah juga meningkatkan kemauan mereka
dalam melakukan RJP (Corrado et al., 2011). Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Chung et al., (2007) yang menyebutkan bahwa anak usia 11-12
tahun merupakan kelompok sasaran yang tepat untuk diberikan pelatihan
RJP.
Metode dan media dalam memberikan pelatihan terhadap anak SD
juga harus diperhatikan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri, dan kemauan siswa dalam melakukan RJP. Pelatihan RJP
dengan metode ceramah pada anak usia 8-11 tahun menunjukkan hasil
yang kurang baik (5%) dibandingkan dengan mereka yang menerima
pelatihan secara ceramah dan praktik (55%) (Lubrano et al., 2005).
Sedangkan pelatihan RJP dengan metode simulasi memberikan hasil
peningkatan yang lebih baik (68%) dibandingkan dengan metode ceramah
(44%) (Wayne et al., 2007). Beck et al (2016) juga menemukan bahwa
pelatihan RJP dengan metode instruksi dan simulasi memberikan hasil lebih
baik 10 kali lipat dibandingkan dengan metode instruksi saja. Namun Ahmad
dan Aqel (2015) menjelaskan bahwa terdapat retensi pengetahuan dan
keterampilan setelah tiga bulan pelatihan dengan metode simulasi sebesar
28,8%. Sehingga diperlukan media penunjang untuk pelatihan dengan
metode simulasi.
5
Bobrow et al., (2011) menjelaskan bahwa penggunaan media video
dalam memberikan pelatihan RJP dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Hasil yang didapat yaitu dalam waktu 2 bulan setelah pelatihan
RJP, responden yang menerima pelatihan dengan video sebesar 0,7% gagal
dalam melakukan RJP dan mengalami retensi pengetahuan. Sedangkan
dalam penelitian Contri et al., (2016) menyebutkan bahwa pelatihan RJP
dengan compression-only berbasis video di sekolah sangat layak dan efektif
untuk diterapkan dengan hasil kinerja yang cukup baik dalam meningkatkan
pengetahuan yaitu dengan hasil kuesioner rata-rata lebih dari 90%.
Unal et al., (2010) menjelaskan bahwa video animasi adalah salah
satu media yang direkomendasikan dalam lingkungan pendidikan untuk
anak usia sekolah karena membantu mendapatkan sikap positif terhadap
pembelajaran. Selain itu, persepsi dan keterampilan anak usia sekolah dapat
ditingkatkan dengan video animasi dengan tokoh yang menarik dan
imajinatif. Video animasi fabel, dimana binatang adalah tokoh dalam video
animasi yang menceritakan tentang pendidikan moral manusia merupakan
video animasi yang menarik untuk anak usia sekolah. Dengan video animasi
fabel, siswa dapat masuk ke dalam suasana belajar yang lebih
menyenangkan (Arsyad, 2011).
Video animasi fabel dengan tokoh binatang dalam pendidikan secara
efektif dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan dengan cepat, dan
membantu siswa fokus pada konsep-konsep kunci. Siswa yang mengamati
tokoh atau model dalam video animasi tersebut akan melakukan perubahan
perilaku sesuai model atau sebaliknya karena mereka telah mempelajari
konsekuensi dari perilaku tersebut pada model. Hal ini sesuai dengan teori
belajar Albert Bandura yang menjelaskan bahwa seorang anak dalam
6
pembelajaran melakukan peniruan terhadap perilaku model melalui proses
pengamatan atau disebut observational learning (Fadillah, 2012).
Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti mendapatkan
hasil bahwa hipertensi menduduki lima besar angka kesatikan di Kediri
dimana hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya henti
jantung. Kejadian henti jantung yang terjadi di area publik adalah sebesar
83,1% di Yamaguchi, Jepang (Shiraki, et al., 2009). Oleh karena itu, peneliti
memilih SD yang terletak di dekat area publik yaitu SDN Kampungdalem 3
dan 4 Kota Kediri. SDN Kampungdalem 3 dan 4 terletak tepat di belakang
alun-alun Kota Kediri. SD Kampungdalem 3 dan 4 juga sedang
mengembangkan program UKS sehingga harapannya VAF dapat menjadi
salah satu program UKS unggulan pada SD tersebut sebagai pengenalan
dini bagi siswa untuk menjadi bystander RJP.
Berdasarkan keseluruhan fenomena di atas, penulis ingin meneliti
lebih jauh tentang pengaruh media pembelajaran VAF ”Atan Titung” RJP
terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan anak
usia sekolah dalam melakukan RJP di Kota Kediri.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh media pembelajaran VAF ”Atan Titung” RJP
terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan anak
usia sekolah dalam melakukan RJP di Kota Kediri?
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh media pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP
terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisis perbedaan pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam
melakukan RJP antara sebelum, setelah dan satu minggu
setelah pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP.
1.3.2.2 Menganalisis perbedaan pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam
melakukan RJP antara sebelum, setelah dan satu minggu
setelah pembelajaran RJP dengan modul.
1.3.2.3 Menganalisis perbedaan antara pengaruh media
pembelajaran RJP dengan VAF dan modul terhadap
pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi dan rujukan untuk
penerapan media pembelajaran yang tepat dalam sebuah pelatihan
bagi individu di komunitas untuk menjadi seorang bystander RJP.
8
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi pengembangan penelitian tentang
media pembelajaran yang lebih baik dalam berpartisipasi
meningkatkan jumlah bystander RJP bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Out of Hospital Henti jantung (OHCA)
2.1.1. Pengertian
Henti jantung adalah kondisi hilangnya fungsi jantung secara
mendadak dengan waktu kejadian yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya dengan kemunculan tanda dan gejala yang sangat cepat
(Vaillancourt et al., 2008). Henti jantung merupakan kegawatdaruratan
kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian utama di negara
maju dan berkembang yang terjadi baik di dalam rumah sakit maupun
di luar rumah sakit. Kejadian henti jantung yang ditandai dengan tidak
adanya tanda sirkulasi dan terjadi di luar rumah sakit disebut dengan
out of hospital cardiac arrest atau OHCA (Hazinski et al., 2015).
2.1.2. Prevalensi
OHCA merupakan masalah kesehatan utama dengan kasus
tingkat kematian yang tinggi yaitu sebesar >90% di sebagian besar
masyarakat (Sasson et al., 2010). Kejadian tahunan OHCA di Amerika
Serikat yang dilaporkan oleh ROC pada November 2015 adalah
sebesar 347.000 kasus pada orang dewasa (Mozaffarian et al., 2016).
Japan Utstein-style juga telah melakukan survei pada tahun 2005-
2012 menyatakan bahwa terdapat 925.288 kasus OHCA di Jepang
termasuk pasien anak dan dewasa (Kitamura et al., 2015). Tingginya
angka kejadian OHCA tersebut juga diikuti dengan tingkat
kelangsungan hidup penderita OHCA yang sangat kecil yaitu hanya
12% saja (Go et al., 2017).
10
2.1.3. Tanda dan Gejala
Tanda- tanda henti jantung menurut National Heart, Lung, and
Blood Institute (2016) yaitu:
1. Kehilangan keseimbangan dan pingsan tiba – tiba. Pada saat
dilakukan perabaan nadi, maka tidak ditemukan denyut nadi.
2. Tanda lain yang menyertai yaitu merasakan denyut jantung yang
berlebihan atau merasakan pusing yang sangat berat sebelum
pingsan. Hal tersebut tidak selalu muncul namun sering dialami oleh
beberapa orang dengan henti jantung. Satu jam sebelum kejadian,
beberapa orang juga merasakan nyeri dada yang hebat, nafas
pendek, nausea (rasa tidak nyaman pada bagian perut), dan atau
muntah.
2.1.4. Prediktor OHCA
Tingkat kelangsungan hidup dari OHCA belum meningkat
secara signifikan dalam hampir 30 tahun yaitu antara 6,7% dan 8,4%.
Tingkat kelangsungan hidup OHCA masih lambat meskipun sudah
dilakukannya upaya besar dalam berbagai penelitian, pengenalan
obat-obatan dan peralatan yang baru, beberapa pembaharuan
evidence-based sebagai pedoman klinis, dan interval waktu respon
EMS yang lebih lama yang diketahui disebabkan oleh pertumbuhan
penduduk (Rea et al., 2010). Upaya dalam mengatasi hambatan
tersebut untuk mencapai perbaikan dalam tingkat kelangsungan hidup
korban OHCA merupakan tujuan yang bermanfaat untuk emergency
cardiac care. Menyadari pentingnya beberapa prediktor klinis OHCA
dapat membantu masyarakat dan penelitian para ilmuwan
memfokuskan upaya mereka untuk mencapai tujuan
tersebut. Prediktor tersebut antara lain segera dikenalinya kejadian
11
henti jantung oleh bystander, segera aktivasi EMS, segera dilakukan
RJP, segera dilakukan defibrillation, dan return of spontaneus
circulation (ROSC) di lokasi kejadian (Sasson et al., 2010).
Prediktor OHCA tersebut juga sejalan dengan
penatalaksanaan OHCA yaitu dengan menggunakan prinsip chains of
survival. Chains of survival dimulai dari mengenali korban yang
mengalami henti jantung dan aktivasi EMS, segera melakukan RJP,
memberikan defibrilasi secepat mungkin, memberikan bantuan hidup
lanjutan yang efektif dan memberikan perawatan pasca henti jantung
yang terintegrasi (Travers et al, 2014).
Gambar 2.1 Chain of Survival OHCA (AHA, 2015)
Korban OHCA yang menerima RJP dari bystander atau
petugas EMS, dan mereka yang ditemukan dalam kondisi ventricular
fibrillation (VF) atau ventricular tachycardia (VT), jauh lebih mungkin
untuk bertahan hidup daripada mereka yang tidak. Hal ini dibuktikan
dengan sekitar 1 dari setiap 4 sampai 7 pasien dengan irama VF/VT
dapat bertahan sampai korban keluar dari rumah sakit, dibandingkan
dengan hanya 1 dari setiap 21 untuk 500 pasien ditemukan dalam
irama asistole (Sasson et al., 2010). Namun, kekuatan hubungan
Mengenali dan aktivasi
EMS
Segera melakukan high-quality
RJP
Defibrilasi secepatnya
Basic dan advanced
EMS
Advanced life support
dan perawatan postarrest
12
antara VF/VT dan tingkat kelangsungan hidup dipengaruhi secara kuat
oleh ketersediaan AED di lokasi kejadian atau di tempat publik.
Prediktor tingkat kelangsungan hidup dari OHCA merupakan
suatu kesatuan yang harus dilalui sehingga ROSC dapat dicapai.
ROSC di lapangan yang telah dicapai dapat memberikan kemungkinan
bertahan hidup berkisar antara 50% di masyarakat. Kegagalan untuk
mengembalikan nadi di tempat kejadian menunjukkan bahwa pasien
tidak akan mungkin bertahan sampai keluar dari rumah sakit, terlepas
dari kecanggihan perawatan di rumah sakit. Temuan ini sangat
menunjukkan bahwa upaya masa depan untuk meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup OHCA harus fokus pada optimalisasi penyediaan
prehospital emergency cardiac care (Olasveengen et al., 2008). Perlu
dicatat bahwa 40% pasien dengan OHCA ditemukan dengan VF/VT,
namun hanya 22% yang dapat mencapai ROSC (Sasson et al., 2010).
Adapun faktor eksternal yang secara konsisten signifikan
mempengaruhi 5 prediktor OHCA adalah kinerja dasar dari sistem
EMS di masyarakat. Pada sistem EMS dengan tingkat kelangsungan
hidup awal yang rendah, besarnya efek dari 5 prediktor OHCA seperti
tersedianya bystander RJP dan irama awal VF/VT, lebih tinggi
daripada di masyarakat yang memiliki tingkat kelangsungan hidup
awal yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya seperti
pelatihan RJP ditargetkan untuk meningkatkan jumlah bystander RJP
yang akan memiliki efek besar di masyarakat dengan tingkat
kelangsungan hidup awal yang rendah. Hal ini penting untuk dicatat,
bahwa faktor-faktor tertentu, terutama ditemukannya irama VF/VT,
tersedianya bystander RJP, dan ROSC, secara signifikan terkait
13
dengan tingkat kelangsungan hidup OHCA bahkan dalam sistem EMS
yang memiliki kualitas tertinggi (Sasson et al., 2010).
Sistem EMS di Amerika Serikat dan di seluruh dunia sangat
bervariasi (Fineberg, 2004). Sebagai contoh, banyak lembaga EMS
menggunakan protokol lokal yang dibuat untuk menentukan apakah
dan kapan harus menghentikan upaya pertolongan jika pasien OHCA
tidak berespon terhadap prehospital Advanced Cardiac Life Support
(ACLS) (Jaslow et al., 1997). Beberapa komunitas menyediakan
responden pertama mereka dengan pelatihan Basic Life Support (BLS)
dan AED, sedangkan yang lain mengandalkan paramedis terlatih
untuk memberikan Advanced Life Support (ALS). Beberapa sistem
EMS di Amerika Serikat dan beberapa negara lain secara rutin
mempekerjakan perawat atau dokter dalam pengaturan prehospital
(Cummins et al., 1997).
Penelitian di era Utstein juga melaporkan perawatan dan hasil
OHCA menunjukkan variasi dalam tingkat kelangsungan hidup dari
satu masyarakat ke masyarakat berikutnya. Sebagai contoh, meskipun
57 dari 79 penelitian yang termasuk dalam meta-analisis setelah tahun
1996, beberapa artikel secara tidak konsisten melaporkan panjang
interval resusitasi prehospital (yaitu, respon time dari ambulans dan
defibrilasi awal), kisaran intervensi dari terapi, tingkat pelatihan
anggota EMS, durasi upaya resusitasi, atau kebijakan yang
mengizinkan penghentian resusitasi di lapangan (Fredriksson et al.,
2003).
14
Penelitian dengan meta-analisis yang menyatukan hampir 30
tahun penelitian, yang melibatkan lebih dari 142.000 pasien
menegaskan bahwa tersedianya bystander RJP, temuan irama
“shock-able”, dan ROSC di lapangan sangat penting untuk
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup OHCA. Strategi terfokus
dirancang untuk meningkatkan bystander RJP, penggunaan AED, dan
pencapaian ROSC sebelum transportasi, dilakukan untuk
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup OHCA dalam perawatan
pasien (Sasson et al., 2010). Pelaksanaan dari RJP dan defibrilasi
yang dapat menunda degradasi takiaritmia menjadi asistole, maka hal
tersebut menjelaskan pentingnya ketersediaan bystander RJP dan
defibrilasi pra-rumah sakit (Herlitz et al., 2000).
Hubungan antara bystander RJP dan tingkat kelangsungan
hidup memberikan hasil signifikan yang positif. Dalam studi
melaporkan keseluruhan tingkat kelangsungan hidup untuk korban
OHCA yang dapat keluar dari rumah sakit yaitu 6,7% (5.094 dari
75.388 pasien OHCA). Tingkat kelangsungan hidup di antara pasien
yang menerima pertolongan dari bystander RJP yaitu berkisar 1,23 -
5,01 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak (Sasson
et al., 2010).
15
2.2 Bystander RJP
Bystander RJP yaitu individu yang berada di suatu komunitas
masyarakat yang mengenali kasus OHCA dan segera memberikan bantuan
dengan segera melakukan RJP pada korban (Mani et al., 2014). Peran dari
seorang bystander RJP sangat penting untuk dapat menjadi seorang
penolong pertama pada kasus OHCA, sehingga jumlah bystander RJP yang
terlatih di komunitas perlu untuk terus ditingkatkan (Hazinski et al., 2015). Hal
ini bertujuan untuk menjamin tersedianya bystander RJP yang merata di
setiap lokasi di suatu komunitas (Leong, 2011). Seorang bystander RJP yang
terlatih harus mampu memberikan respon cepat dalam mengenali korban
OHCA dan memberikan bantuan dengan segera terhadap korban (Lee et al.,
2013).
Jumlah bystander RJP di seluruh dunia sangat bervariasi. Survei yang
dilakukan di Eropa, didapatkan hasil, yaitu dari 974 responden yang dikaji,
ternyata hanya 23,5% yang pernah mengikuti pelatihan RJP dan menjadi
seorang bystander. Sedangkan survei lain yang dilakukan di Amerika Serikat
pada wilayah Minnesota, didapatkan hasil bahwa terdapat lebih dari 28.000
orang telah terlatih untuk melakukan RJP dan menjadi seorang bystander RJP
(Lick et al., 2011). Negara – negara di Asia memiliki jumlah bystander yang
masih sangat sedikit dibandingkan dengan negara maju seperti di Amerika
(Chiang et al., 2014). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa negara di Asia
masih tergolong negara yang belum memiliki jumlah bystander RJP sesuai
dengan standar ideal. Kondisi ini menyebabkan tingkat pengetahuan dan
keterampilan individu di komunitas dalam melakukan tindakan RJP masih
sangat kurang. Dampak yang dapat dilihat yaitu pada sedikitnya individu yang
memiliki kemauan untuk melakukan tindakan RJP pada korban yang
mengalami OHCA (Cheng-Yu et al., 2016).
16
2.2.1. Hambatan sebagai Bystander RJP
Tantangan yang dapat muncul pada seorang bystander RJP
adalah bagaimana dapat melakukan tindakan RJP pada kondisi
kegawatan jantung yang dihadapi oleh seseorang. Seorang bystander
RJP harus menghadapi ketakutan akan melukai korban ketika
melakukan tindakan RJP, ketakutan melakukan tindakan RJP yang
tidak benar, adanya keterbatasan fisik yang dimiliki oleh seorang
bystander, ketakutan akan infeksi yang dapat ditularkan oleh korban,
atau karakter dari korban tersebut yang sangat tidak memungkinkan
untuk dilakukan tindakan RJP oleh seorang bystander (Hubble et al.,
2003).
Terdapat empat kategori hambatan sebagai seorang bystander
RJP menurut National Center for Biotechnology Information (NCBI)
(2015), yaitu:
1. Ketidakmampuan untuk mengenali OHCA diikuti oleh aktivasi EMS
yang tertunda
Link pertama dalam chain of survival OHCA adalah segera
dikenalinya korban OHCA dan aktivasi awal EMS. Namun,
bystander RJP mungkin memiliki kesulitan mengenali gejala
serangan jantung dengan gejala pingsan atau kejang. Aktivitas
kejang singkat yang terjadi akibat anoxic brain injury yang
dihasilkan dari penurunan tingkat oksigen terlarut dalam air yang
berhubungan dengan serangan jantung dapat membingungkan
bystander RJP dalam mengenali korban OHCA. Kejang anoxic
dapat dikenali oleh bystander RJP sebagai kejang yang lebih sering
berhubungan dengan epilepsi dan selanjutnya dapat menunda
tindakan RJP (Clawson et al., 2008).
17
Selain salah mengartikan tanda-tanda henti jantung,
pernapasan agonal yang sering dialami oleh korban OHCA juga
dapat membingungkan bystander RJP. Pernafasan agonal atau
disebut juga gasping respiration yang ditandai dengan pernafasan
yang tidak teratur dengan adanya periode apnea. Bystander RJP
yang tidak dapat mengenali hal tersebut akan mengarah pada
kesalahan informasi pada petugas operator EMS, dan dapat
menunda inisiasi RJP (Berdowski et al., 2009). Bystander RJP
ketika dihadapkan pada kasus OHCA sering menghubungi teman
atau saudara dahulu sebelum memanggil EMS, yang dapat
menyebabkan keterlambatan dalam identifikasi henti jantung dan
aktivasi awal EMS (Meischke et al., 2012).
2. Kurangnya pelatihan RJP yang memadai
Studi menunjukkan bahwa pelatihan RJP dapat
meningkatkan kepercayaan diri dan kemauan untuk melakukan
RJP oleh bystander (Coons & Guy, 2009). Seorang bystander RJP
yang memperoleh pelatihan RJP dalam 5 tahun terakhir sering
dilaporkan sebagai penolong pertama pada kasus OHCA (Sipsma
et al., 2011). Survei yang dilakukan pada beberapa studi
menjelaskan bahwa orang yang terlatih melakukan tindakan RJP
akan memiliki kemauan yang lebih besar dalam melakukan
tindakan RJP pada korban OHCA dibandingkan orang yang tidak
terlatih sama sekali untuk melakukan tindakan tersebut (Lynch et
al., 2005). Dalam sebuah studi cross-sectional data pelatihan RJP
dari American Heart Association (AHA), the American Red Cross,
dan the Health & Safety Institute, tingkat pelatihan RJP tahunan
rata-rata di Amerika Serikat adalah 2,39% (Anderson et al., 2014).
18
Biaya pelatihan dan pertimbangan waktu merupakan faktor
yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk mengikuti
pelatihan RJP. Hal tersebut yang mendasari adanya pelatihan RJP
tradisional melalui program yang mengintegrasikan pelatihan RJP
ke dalam kegiatan kemasyarakatan, kerja, atau sekolah. Meskipun
beberapa studi telah menyarankan bahwa sertifikasi pelatihan yang
dipimpin oleh instruktur bisa menjadi lebih unggul, terdapat bukti
yang berkembang untuk mendukung metode alternatif untuk
pelatihan bystander (Yeung et al., 2011).
3. Kekhawatiran tentang hukum
Secara teoritis, anggota masyarakat bisa dituntut karena
tindakan seorang bystander RJP tanpa menyadari tujuan dan
kesuksesan dalam melakukan tindakan tersebut (Abella et al.,
2008). Hukum yang tidak cukup melindungi bystander RJP dari
tindakan hukum menciptakan ketidakmauan masyarakat untuk
memberikan bantuan dan tindakan segera dalam situasi darurat
medis seperti henti jantung (Banta-Green et al., 2011).
4. Faktor psikologis, kebingungan, dan masalah kesehatan
Hambatan psikologis untuk melakukan RJP meliputi panik,
ketakutan, dan perasaan tidak mampu dalam situasi darurat. Panik
dapat mempengaruhi kesiapan untuk bertindak dalam situasi
darurat terlepas dari faktor pelatihan RJP (Sasson et al., 2013). Hal
ini menjelaskan mengapa korban OHCA lebih mungkin untuk
menerima RJP jika kejadian tersebut disaksikan oleh orang asing
dibandingkan dengan teman-teman atau anggota keluarganya
(Casper et al., 2003).
19
Beberapa studi melaporkan bahwa kondisi kebingungan,
kurangnya pengetahuan tentang RJP, dan takut melakukan RJP
yang salah sebagai hambatan utama bagi bystander RJP (Carruth
et al., 2010). Bantuan napas buatan sebagai ventilasi mulut ke
mulut juga merupakan hambatan penting lainnya bagi bystander
RJP. Kekhawatiran bystander biasanya berkisar pada kemungkinan
tertular penyakit dari korban OHCA tersebut (Locke et al., 1995).
2.2.2. Upaya Mengatasi Hambatan sebagai Bystander RJP
Kemampuan seseorang dalam melakukan high quality RJP
perlu untuk mendapatkan pelatihan secara khusus terkait peningkatan
kemampuan dalam melaksanakan prosedur RJP (Leong, 2011).
Meskipun penelitian menunjukkan bahwa individu yang telah mengikuti
pelatihan RJP lebih cenderung untuk memulai resusitasi daripada
mereka yang belum, ada hasil yang beragam berkaitan dengan jenis
pelatihan untuk mempromosikan kualitas tinggi keterampilan RJP dan
pengetahuan yang relevan. Pendekatan yang efektif akan mencapai
semua segmen masyarakat dan akan menargetkan individu-individu
yang memiliki kemungkinan besar ada ketika OHCA terjadi (Anderson
et al., 2014).
Mendidik masyarakat awam sebagai bystander RJP
merupakan cara penting untuk meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup OHCA. Namun, sulit untuk menjangkau seluruh masyarakat
tanpa adanya program yang mewajibkan hal tersebut. Intervensi
berbasis sekolah memungkinkan untuk mencakup semua segmen dari
populasi. Karena pelatihan di sekolah dapat diselenggarakan terpusat
dimana semua anak-anak dan keluarga mereka memiliki akses untuk
ikut mempelajari RJP. Intervensi berbasis sekolah dapat digunakan
20
untuk meningkatkan kesadaran, tanggapan terhadap henti jantung,
dan akhirnya meningkatkan hasil bystander RJP yang berkualitas di
tingkat masyarakat (Sasson et al., 2014).
Pelatihan di sekolah merupakan komponen penting dari
pendekatan yang komprehensif untuk meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup OHCA. Dalam jangka panjang, pelatihan RJP di
sekolah dapat menghasilkan beberapa jumlah generasi orang dewasa
yang bersedia untuk menjadi bystander RJP (Tanigawa et al., 2011).
Beberapa penelitian juga merekomendasikan anak sekolah sebagai
penerima pelatihan resusitasi setiap tahun yang dimulai dari sekolah
dasar (Bottiger & Van, 2015). Beberapa sekolah juga telah mendukung
pelatihan RJP untuk siswa (Reder & Quan, 2003).
Sejumlah pilihan yang bertujuan untuk mengatasi hambatan
dalam hal keuangan dan kendala waktu untuk pelatihan telah terjawab
dengan adanya pelatihan di sekolah yang didukung dalam literatur
akademik. Pelatihan RJP yang lebih pendek dapat mengatasi
kekhawatiran siswa untuk menghadiri kelas pelatihan yang panjang
(Jones et al., 2007). Pelatihan – pelatihan terkait tindakan RJP di
sekolah sangat dianjurkan dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran yang sederhana dan mudah diakses dengan tujuan agar
dapat terbentuk lebih banyak lagi bystander RJP yang dapat
memberikan pertolongan langsung pada korban OHCA. Media
pembelajaran yang sederhana akan menyediakan suatu strategi
pelatihan yang efektif dan efisien dari segi waktu dan biaya untuk
meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan dalam
melakukan RJP (Lynch et al., 2005).
21
2.3 Konsep Pembelajaran RJP
Pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah
proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Sedangkan menurut Gagne dalam Sihes (2011), pembelajaran adalah
perubahan atau kemampuan seseorang yang dapat dikekalkan tetapi tidak
disebabkan oleh pertumbuhan. Perubahan yang disebut pembelajaran
diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku; dengan membandingkan
tingkah laku seorang individu sebelum dipaparkan pada situasi pembelajaran
dengan tingkah lakunya setelah dipaparkan dengan situasi pembelajaran
(Sihes, 2011).
Pembelajaran RJP adalah suatu usaha untuk dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tindakan RJP yang
dilakukan untuk mengembalikan kembali fungsi jantung dan paru yang tiba –
tiba berhenti dari seseorang (Choi et al., 2015).
2.3.1. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau
menyajikan, menguraikan, dan memberi latihan isi pelajaran kepada
siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Sihes, 2011). Menurut Sumiati
dan Asra (2009) ketepatan penggunaan metode pembelajaran
tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran materi
pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas,
situasi dan kondisi dan waktu.
Perkembangan teknologi mendorong berkembangnya metode
pembelajaran yang efektif dan efisien yang dapat digunakan dalam
menunjang proses pelatihan yang dilakukan pada peserta (Sadeghi et
al., 2014). Metode pembelajaran berbasis teknologi modern telah
banyak dirancang untuk mempermudah proses pemahaman peserta
22
pelatihan. Metode pembelajaran RJP secara umum dibagi menjadi
dua, yaitu metode tradisional dan metode non-tradisional.
Metode pembelajaran tradisional merupakan salah satu
metode pembelajaran yang sebagian besar dilakukan dengan metode
teacher centered learning (TCL) dengan berfokus pada penggunaan
text book, penjelasan instruktur, proses mengingat, dan menulis ulang
(Parasuram et al., 2014). Pelatihan RJP tradisional merupakan salah
satu metode pembelajaran RJP yang dilakukan oleh seorang instruktur
tersertifikasi untuk dapat mengajarkan peserta pelatihan melakukan
tindakan RJP pada manikin dengan cara memberikan materi terlebih
dahulu dan diikuti dengan melakukan demonstrasi serta redemonstrasi
pada peserta dalam melakukan tindakan RJP (Mardegan, 2015).
Metode tradisional lainnya yaitu dengan menggunakan
simulation based training. Simulation based training adalah metode
pembelajaran yang menggunakan proses implementasi model untuk
menirukan tindakan nyata dengan tujuan untuk mempelajari suatu
keterampilan tertentu (Halamek, 2006). Proses pembelajaran dengan
menggunakan simulasi memberikan kesempatan pada siswa untuk
melatih prinsip – prinsip dasar dalam melakukan tindakan yang
dipelajari dengan mendapatkan evaluasi langsung dari seorang
instruktur dalam melakukan simulasi tersebut (Sahu & Lata, 2010).
Simulation based training tentang tindakan RJP dapat
memberikan suatu pengalaman secara langsung kepada peserta
pelatihan dalam melakukan proses simulasi tindakan RJP disertai
dengan adanya skenario klinik. Proses yang dilakukan tersebut
memberikan kemudahan kepada peserta pelatihan dalam
meningkatkan pengetahuan dan menguasai keterampilan tindakan
23
RJP (Tivener & Gloe, 2015). Metode pelatihan RJP dengan
menggunakan simulasi memberikan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan oleh peserta pelatihan. Namun metode pelatihan ini tidak
cukup untuk mendukung retensi pengetahuan peserta pelatihan jika
dilakukan dengan satu metode saja. Metode pendukung lainnya juga
diperlukan untuk meningkatkan memori peserta pelatihan secara
spesifik tentang informasi detail dari algoritma penatalaksanaan
tindakan RJP pada pasien henti jantung (Thomas et al., 2016).
Metode pembelajaran non-tradisional merupakan metode
pembelajaran inovatif / modern yang menggunakan unsur teknologi,
animasi, dan efek-efek tertentu yang secara umum akan menghasilkan
proses pemahaman secara mandiri dan mengasah kemampuan
interaktif dari masing-masing peserta didik (Parasuram et al., 2014).
Metode pembelajaran non-tradisional diantaranya adalah self directed
video dan virtual reality simulation.
Pelatihan RJP dengan menggunakan self directed video dapat
meningkatkan keterampilan peserta pelatihan dalam melakukan
tindakan RJP dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan
demonstrasi saja. Manfaat menggunakan self directed video yaitu: (1)
metode tersebut bersifat personal sehingga memberikan kemudahan
membangun rasa kepercayaan diri peserta pelatihan dalam
melakukan tindakan RJP; (2) menyediakan format pembelajaran yang
lebih mudah dipelajari untuk dilakukan oleh peserta pelatihan dimana
dan kapan saja; (3) menyediakan konsep pembelajaran yang berfokus
pada topik utama yaitu tentang RJP; serta (4) mempermudah dalam
menjelaskan konsep dengan media teknologi modern yang akan lebih
menarik perhatian peserta pelatihan (Einspurch et al., 2007).
24
Virtual reality and simulation (VRS) merupakan suatu teknologi
komputer 3 dimensi berupa video animasi bergerak disertai audio yang
merefleksikan manusia dalam melakukan suatu simulasi animasi
sesuai dengan alur yang telah dibuat (Heinrich et al., 2010). Aplikasi
penggunaan media VRS oleh adult learner dalam menunjang proses
pembelajaran keperawatan dapat dilakukan secara mandiri oleh
mahasiswa keperawatan dimana saja dan kapan saja ketika akses
teknologi sangat memungkinkan untuk menunjang aktivitas
pembelajaran (Tschannen et al., 2011).
2.3.2. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam mengirimkan pesan dari pengirim ke penerima
pesan. Tujuannya adalah merangsang proses pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar
dapat diterapkan (Sadiman, 2008). Sedangkan menurut Schramm,
media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan berupa alat
bantu yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Putri,
2011). Metode dan media merupakan unsur yang penting dalam
proses pembelajaran. Pemilihan metode dalam pembelajaran akan
mempengaruhi media apakah yang sesuai untuk mendukung proses
pembelajaran.
Dale dalam Mahnun (2012), telah mengklasifikasikan Cone of
Experience yang dapat membantu menentukan media apa yang paling
sesuai untuk pengalaman belajar tertentu. Kerucut pengalaman Dale
menjelaskan bahwa semakin keatas di puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan atau informasi. Pengalaman
langsung tersebut akan memberikan kesan paling utuh dan bermakna
25
mengenai informasi dan gagasan yang tekandung dalam pengalaman
tersebut karena itu melibatkan indera penglihatan, pendengaran,
perasaan, penciuman, dan peraba. Ini juga dikenal dengan Learning
by Doing. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari
pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa
yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar (Mahnun,
2012).
Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman Dale (Heinich et al., 2002)
Hasil pembelajaran:
Mem-
baca
Mendengar
Melihat Gambar / Diagram
Melihat Video / Film
Melihat Pameran
Melihat Demonstrasi
Partisipasi dalam Workshop
Bermain Peran
Melakukan Simulasi
Mengerjakan Hal yang Nyata
Menetapkan
Mendeskripsikan
Menjelaskan
List
Mendemonstrasikan
Menerapkan
Mempraktikkan
List
Menganalisis
Mendesain
Membuat
Mengevaluasi
Yang dapat diingat:
10% dari yang dilihat
20% dari yang didengar
30% dari yang dilihat
50% dari yang dilihat dan
didengar
70% dari yang mereka tulis dan katakan
90% dari yang mereka kerjakan
26
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis media pada
dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media
cetak, media elektronik, dan objek nyata atau realita. Media cetak
termasuk di dalamnya tulisan, gambar, dan bagan. Keuntungan dari
media cetak adalah disamping murah biaya produksinya, juga lebih
mudah dalam penggunaannya, dalam arti tidak memerlukan peralatan
khusus, serta lebih mudah dibawa atau dipindahkan. Sedangkan
kelemahan dari media ini adalah cenderung membosankan (Mahnun,
2012).
Disamping penggunaan media cetak, media elektronik sering
dipilih dan digunakan dalam pengajaran, antara lain perangkat slide,
film, rekaman, overhead transparancies (OHT), dan video rekaman.
Keuntungan dari penggunaan media elektronik adalah dapat
memberikan suasana yang lebih menarik, dan dapat pula digunakan
untuk memperlihatkan suatu proses tertentu secara lebih nyata.
Sedangkan kelemahannya yaitu dalam segi teknis dan juga biaya.
Penggunaan media ini memerlukan dukungan sarana dan prasarana
tertentu seperti listrik serta peralatan/bahan-bahan khusus yang tidak
selamanya mudah diperoleh di tempat-tempat tertentu. Di samping itu,
pengadaan maupun pemeliharaannya cenderung menuntut biaya
yang mahal (Mahnun, 2012).
Media yang terakhir adalah dengan menggunakan obyek nyata
atau realita. Keuntungan dari penggunaan media ini adalah dapat
memberikan kesempatan semaksimal mungkin pada siswa untuk
mempelajari sesuatu dan memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengalami sendiri situasi yang sesungguhnya serta melatih
keterampilan mereka dengan menggunakan sebanyak mungkin alat
27
indra. Sedangkan kelemahan dari media ini adalah membawa siswa
ke berbagai tempat di luar sekolah kadang-kadang memiliki risiko
dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya. Selain itu, biaya yang
diperlukan untuk mengadakan berbagai obyek nyata kadang-kadang
tidak sedikit, apalagi ditambah dengan kemungkinan kerusakan dalam
menggunakannya. Media pembelajaran ini juga tidak selalu dapat
memberikan semua gambaran dari obyek yang sebenarnya sehingga
pengajaran harus didukung pula dengan media lain (Mahnun, 2012).
2.3.3. Pembelajaran RJP untuk Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun
yang memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual, serta aktif
dan tidak bergantung dengan orang tua (Gunarsa, 2006). Menurut
Wong (2008), sekolah menjadi pengalaman inti anak dimana seorang
anak dianggap mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya
sendiri dalam hubungan dengan orang tua, teman, dan orang lain. Usia
sekolah adalah masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan
untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
memperoleh keterampilan tertentu. Tingkatan kelas di sekolah dasar
dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas
rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas tinggi
terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, 1992).
Anak usia sekolah sebagai bystander RJP sangat diperlukan
karena apabila pada lokasi kejadian korban OHCA tidak ada seorang
dewasa, anak tersebut harus dapat menjadi penolong pertama untuk
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup OHCA (Bollig et al., 2009).
Dimulai pada anak usia 6 tahun, anak-anak harus diajarkan
keterampilan 'Memanggil Bantuan', termasuk mengenali keadaan
28
darurat, mempertahankan keamanan dan melaporkan kepada orang
dewasa. Sedangkan anak usia 11-13 tahun, dapat diberikan
keterampilan untuk membantu kepatenan jalan napas, memberikan
bantuan pernapasan dan sirkulasi serta pemberian kompresi dada
(Bernardo et al, 2002).
Zakariassen dan Andersen (2008) melaporkan bahwa hasil
dalam studinya menggunakan kalender dengan tema Basic Life
Support (BLS) yang diajarkan kepada anak usia sekolah oleh gurunya
memperoleh hasil yang signifikan. Setelah pembelajaran tersebut,
siswa mampu mengkaji respon korban (17%), memposisikan korban
dengan recovery position (64%), mengkaji jalan nafas (31%), dan
dapat memanggil bantuan EMS (74%). Hal tersebut membuktikan
bahwa anak usia sekolah dapat menjadi seorang bystander RJP
apabila sering terpapar pembelajaran tentang RJP.
Video animasi merupakan media pembelajaran yang
direkomendasikan untuk anak usia sekolah. Siswa yang mengamati
tokoh atau model dalam video animasi tersebut akan melakukan
perubahan perilaku sesuai model atau sebaliknya karena mereka telah
mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada model (Unal et
al., 2010). Hal tersebut didukung oleh Choa et al., (2008) yang
membandingkan efisiensi dari instruksi RJP oleh animasi dengan
dispatcher. Konten dalam instruksi animasi RJP adalah pembelajaran
BLS. Dalam penelitian tersebut membuktikan hipotesis bahwa alat
instruksi RJP berupa animasi membantu secara efektif
mempertahankan keterampilan RJP dibandingkan dengan instruksi
dari seorang dispatcher.
29
2.4 Konsep VAF (Video Animasi Fabel) “Atan Titung” RJP
Video adalah gambar-gambar dalam frame, di mana frame
diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar
terlihat gambar hidup (Arsyad, 2011). Animasi adalah serangkaian gambar
gerak cepat yang terus-menerus yang memiliki hubungan satu dengan
lainnya. Animasi yang awalnya hanya berupa rangkaian dari potongan-
potongan gambar yang digerakkan sehingga terlihat hidup (Adinda & Adjie,
2011). Fabel adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia
berisi pendidikan moral dan budi pekerti yang pelakunya diperankan oleh
binatang (KBBI, 2008). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa video animasi fabel adalah rangkaian gambar yang terlihat hidup pada
layar yang menceritakan tentang pendidikan moral yang diperankan oleh
binatang.
2.4.1. Pengembangan VAF sebagai Pembelajaran RJP
Video Animasi Fabel (VAF) merupakan suatu media
pembelajaran dengan memanfaatkan multimedia yang didesain
khusus untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui pengembangan
media pembelajaran ini akan melatih para peserta didik tentang RJP
dengan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Tahap produksi video animasi menurut Suyanto dan Kurnawan
(2006) yaitu sebagai berikut:
1. Pra Produksi
a. Konsep/Ide
Konsep/ide merupakan langkah awal yang harus di tetapkan
terlebih dahulu sebelum membuat video. Karena konsep inilah
yang nantinya akan memberi dan menciptakan hal-hal mengenai
komposisi yang ada dalam sebuah karya tersebut. Pada
30
pembuatan VAF mengenai RJP memiliki konsep seperti film
pendek yang bersifat informatif.
b. Naskah
Naskah animasi merupakan implementasi dari ide-ide kreatif
rancangan konsep animasi yang dipadukan dengan hasil
pengolahan materi yang ada. Dalam VAF ini mempunyai dua
bagian, yaitu bagian intro dan bagian cerita fabel berisi materi.
c. Tokoh
Tokoh adalah pendukung penting untuk membantu
menceritakan seuatu kisah dalam film / video. Dalam VAF ini
menggunakan dua tokoh penguat yang ada. Satu tokoh utama
dan satu tokoh lainnya.
d. Storyboard
Storyboard VAF tentang RJP merupakan gambaran kasar
bagaimana jalannya video yang akan dibuat nantinya. Dalam
gambar-gambar tersebut mempunyai keterangan seperti nomor
scene, narasi yang dipakai pada setiap scene, durasi dan lain hal
sebagainya tergantung dari format storyboard yang digunakan.
2. Produksi
a. Pembuatan desain
Proses pembuatan desain menggunakan software CorelDRAW
X7. Pembuatan objek desain tiga dimensi ini relatif sama pada
pembuatan objek 3D lainnya, yaitu menggunakan teknik dasar
desain vektor, dan tools yang paling banyak digunakan pada
projek ini yaitu Pen Tool yang ada pada tool box software
CorelDRAW.
31
b. Record Audio/dubbing
Record audio atau dubbing berfungsi sebagai pengisi suara dari
karakter yang ada. Dalam melakukan dubbing, peneliti
menggunakan aplikasi rekaman bawaan dari smartphone
android Xiaomi Note 3 sebagai alat untuk merekam suara.
Rekaman suara meliputi suara karakter yaitu Athan, ayah, polisi
dan operator EMS.
Tabel 2.1 Daftar dubber VAF tentang RJP
Karakter Pengisi Suara
Athan Rismawan Adi Yunanto (menggunakan aplikasi android Chipmunk Voice untuk mendapatkan suara seperti anak kecil)
Ayah Rismawan Adi Yunanto
Polisi Dedi Kurniawan
Operator EMS Suis Galischa Wati
c. Musik
Musik dalam VAF ini yaitu audio pelengkap video seperti
backsound dan efek suara lain. Audio tersebut didapatkan dari
mengunduh melalui media internet.
d. Proses animasi
Proses penganimasian menggunakan software utama Adobe
after Effect untuk menggerakkan gambar yang sudah dibuat
menggunakan software desain CorelDraw X7 dan juga membuat
efek motion grafik pada video.
32
3. Paska Produksi
a. Compositing and editing
Compositing bertujuan untuk menggabungkan dan menata
bagian scene yang terpisah dan juga file audio. Pada tahap
compositing ini, bagian scene yang terdiri dari beberapa scene
tersebut akan dijadikan satu agar memudahkan dalam
pengeditan. Sedangkan editing bertujuan untuk
menyempurnakan kembali bagian yang dirasa kurang, seperti
menyelaraskan bagian-bagian video agar menjadi terstruktur,
menyesuaikan animasi gambar dengan audio musik dan narasi,
penambahan efek tertentu, dan penyesuaian durasi. Pada tahap
compositing and editing, prosesnya disesuaikan menurut
storyboard yang sudah dibuat sebelumnya.
b. Final rendering
Final rendering bertujuan untuk menghasilkan satu file yang
sudah siap untuk dilihat dari beberapa file dalam proses
sebelumnya. Format yang dihasilkan oleh rendering adalah
format file video .mp4 dengan kualitas Full HD dengan resolusi
1280x720p.
2.4.2. Pembelajaran dalam Meningkatkan Pengetahuan dan
Keterampilan RJP
Pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tindakan
RJP dapat ditingkatkan dengan memberikan pembelajaran tentang
RJP. Proses pembelajaran yang dapat dilakukan pada seorang
bystander RJP yaitu dengan metode simulasi dan memanfaatkan
berbagai media pembelajaran berbasis teknologi (Farshi et al., 2012).
Metode simulasi merupakan salah satu metode yang paling efektif dan
33
paling sering digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melakukan tindakan RJP (Potts & Lynch, 2006).
Ahmad dan Aqel (2015) dalam studinya menjelaskan bahwa
pembelajaran RJP dengan menggunakan proses simulasi dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang tindakan RJP
pada peserta pelatihan. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa
metode pembelajaran RJP dengan menggunakan simulasi
memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dari peserta
pelatihan (Thomas et al., 2016). Granito dan Chernobilsky (2012) juga
melaporkan beberapa komponen teknologi yang berupa gambar,
suara, dan animasi gerak memiliki keuntungan untuk mudah diingat
oleh seseorang sehingga dapat meningkatkan motivasi dan retensi
pengetahuan.
Garcia et al. (2015) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang RJP yaitu usia,
pelatihan RJP, dan pekerjaan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
keterampilan seseorang dalam melakukan RJP menurut Nyman et al.
(2000) yaitu pengetahuan, kepercayaan diri, dan pelatihan RJP.
2.4.3. Pembelajaran dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri dan
Kemauan melakukan RJP
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri melakukan
RJP pada orang awam berdasarkan Sasaki et al., (2015) yaitu pernah
mengikuti pelatihan RJP, pernah melakukan RJP sebelumnya, dan
kesadaran adanya letak AED di lingkungan masyarakat. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi kemauan seseorang melakukan RJP
berdasarkan Theory of Reason Action dalam Lu et al., (2016) yaitu
sikap, norma subyektif, dan efikasi diri.
34
Faktor lain yang mempengaruhi kemauan seseorang melakukan
RJP adalah pelatihan RJP. Cheng-Yu et al., (2016) menjelaskan
bahwa pelatihan tentang tindakan RJP yang diberikan pada seseorang
akan meningkatkan kemauan seseorang untuk melakukan RJP.
Tujuan dari pelatihan RJP pada orang awam tidak hanya untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan RJP,
tetapi juga untuk meningkatkan kemauan orang awam untuk
melakukan RJP pada kasus OHCA. Beberapa studi telah melaporkan
bahwa orang awam dengan pelatihan RJP sebelumnya lebih bersedia
untuk melakukan RJP (Cho et al., 2010).
Hubungan kekerabatan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemauan seorang bystander RJP dalam memberikan
RJP pada korban OHCA. Orang awam yang cenderung memiliki
hubungan kekerabatan pada korban OHCA akan lebih bersedia
memberikan pertolongan dibandingkan dengan orang awam yang
tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali (Jhonston et al.,
2003).
Holmberg et al., (2000) menjelaskan bahwa bystander RJP
yang telah terlatih memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk
selanjutnya mempengaruhi kemauan masyarakat awam dalam
melakukan tindakan RJP pada korban OHCA dan berperan dalam
menurunkan angka kematian pasien OHCA di Swedia. Pendekatan
yang perlu dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
melakukan pelatihan terstandar dan praktis agar terbentuk bystander
RJP yang terampil dan memiliki kepercayaan diri dan kemauan untuk
dapat melakukan tindakan RJP dengan tepat pada korban OHCA.
35
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh media pembelajaran VAF terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP
Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA)
Penatalaksanaan OHCA: Chain of Survival
Bystander RJP
Pelatihan RJP
Metode Pembelajaran: Simulasi
Media Pembelajaran
Media Cetak: Modul
Media Elektronik: Video Animasi Fabel (VAF)
Obyek Nyata
Keterangan: = Diteliti
= Tidak diteliti
Pengetahuan
Keterampilan
Kepercayaan Diri
Kemauan
Faktor pengetahuan RJP: 1. Usia 2. Pelatihan RJP 3. Pekerjaan Faktor keterampilan RJP: 1. Pengetahuan 2. Kepercayaan Diri 3. Pelatihan RJP
I
N
P
U
T
P
R
O
S
E
S
O
U
T
P
U
T
Faktor kepercayaan diri RJP: 1. Pelatihan RJP 2. Pengalaman RJP 3. Kesadaran letak
AED di lingkungan Faktor kemauan melakukan RJP: 1. Sikap 2. Norma Subyektif 3. Efikasi Diri
36
Penjelasan Kerangka Konsep
OHCA adalah salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan
di seluruh dunia. Penatalaksanaan OHCA yaitu dengan mengoptimalkan
chain of survival salah satunya dengan memaksimalkan peran dari seorang
bystander RJP. Untuk meningkatkan keefektifan dari bystander RJP, maka
AHA merekomendasikan pelatihan RJP untuk masyarakat awam. Pelatihan
RJP dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya yaitu dengan
metode simulasi. Dalam penatalaksanaannya, metode simulasi dapat
didukung dengan berbagai media pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti
melakukan perbandingan antara media cetak (modul) dan media elektronik
(VAF) untuk mengukur kemampuan responden terhadap RJP. Kemampuan
yang diukur meliputi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan
kemauan responden dalam melakukan RJP. Responden yang diberikan
media pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP dengan harapan VAF menjadi
media yang menyenangkan sehingga anak usia sekolah dapat membangun
pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan melakukan RJP
dalam pembelajaran tersebut.
3.2 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP
antara sebelum, setelah dan satu minggu setelah pembelajaran RJP
dengan VAF “Atan Titung” RJP.
2. Ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP
antara sebelum, setelah dan satu minggu setelah pembelajaran RJP
dengan modul.
37
3. Ada perbedaan yang bermakna antara pengaruh media pembelajaran
RJP dengan VAF dan modul terhadap pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP.
38
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian true eksperimental
dengan rancangan randomized subject, pretest-posttest control group design.
Randomized subject, pretest-posttest control group design adalah rancangan
penelitian eksperimen dimana selain terdapat kelompok eksperimen, juga ada
suatu kelompok pembanding (kontrol) yang serupa. Observasi yang dilakukan
sebelum eksperimen disebut dengan pretest, sedangkan yang dilakukan
setelah eksperimen disebut dengan posttest. Antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dilakukan secara acak dengan prinsip randomisasi.
Rancangan penelitian dapat digambarkan seperti dibawah ini.
Pretest Perlakuan Posttest
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Gambar 4.1. Pretest-posttest control group design
Keterangan:
O1 : Pretest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP sebelum diberikan
pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP;
O2 : Postest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP setelah diberikan
pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP;
O1 X1 O2 O3
O4 X2 O5 O6
39
O3 : Postest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP satu minggu setelah diberikan
pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP;
X1 : Perlakuan pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP;
O4 : Pretest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP sebelum diberikan
pembelajaran RJP dengan modul;
O5 : Posttest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP setelah diberikan
pembelajaran RJP dengan modul;
O6 : Posttest pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri dan kemauan
anak usia sekolah dalam melakukan RJP satu minggu setelah diberikan
pembelajaran RJP dengan modul;
X2 : Perlakuan pembelajaran RJP dengan modul.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kampungdalem 3 dan 4, Kota
Kediri, Jawa Timur.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 13 – 20 Juli 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN
Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri sejumlah 358 siswa.
40
4.3.2 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus
Lemeshow (1997):
𝑛 =
2
21
22
12/1
)(
2
UU
zz
𝑛 = (2 (1,96 + 1,282)2(8,9)2)
(19,8)2
𝑛 = 8,5
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal kelompok kasus dan kontrol
Z1-α / 2 = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
Z1 –ß = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa
(power) sebesar diinginkan (untuk ß=0,10 adalah 1,28)
π = 8,9 berdasarkan penelitian dari Creutzfeldt et al., (2013)
U1-U2 = Proporsi kasus yang diambil dari penelitian sejenis yaitu dari
Creutzfeldt et al., (2013) yaitu 19,8
Besar sampel adalah mimimal 9 responden pada masing –
masing kelompok. Antisipasi tentang kemungkinan adanya drop out
dalam proses penelitian ini, maka menambah jumlah sampel sebesar
10% sehingga jumlah sampel yang diperlukan di setiap kelompok
adalah minimal 10 responden. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
mengambil jumlah sampel untuk masing-masing kelompok yaitu
sebesar 60 responden. Jumlah total sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah 120 responden yang dibagi ke dalam dua
kelompok penelitian.
41
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah simple random sampling dengan dengan kriteria penelitian
sebagai berikut:
Kriteria Inklusi:
1. Siswa SD yang masih aktif mengikuti kegiatan pembelajaran;
2. Usia minimal 10 tahun;
3. Belum pernah mendapatkan pembelajaran RJP sebelumnya
4. Bersedia mempelajari RJP
5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian
Kriteria Eksklusi: Responden mengalami sakit selama jangka waktu
pemberian intervensi yang dilakukan oleh peneliti.
4.4 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu
varibel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah pembelajaran RJP dengan menggunakan media VAF “Atan Titung”
RJP dan pembelajaran RJP dengan menggunakan media modul; sedangkan
variabel dependennya adalah pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri,
dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP. Penjelasan definisi
operasional dapat dilihat di tabel 4.1.
42
Tabel 4.1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Hasil Ukur
1.
Variabel Independen : Pembelajaran RJP dengan menggunakan VAF
Serangkaian kegiatan pembelajaran cardiopulmonary resuscitation (RJP) yang berfokus pada early recognition and activation EMS di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi dan dengan media pembelajaran VAF yang didampingi oleh instruktur selama 2 jam. Media pembelajaran VAF adalah video animasi fabel dengan judul “Atan Titung” dengan tokoh orang utan yang menceritakan korban yang mengalami henti jantung serta menampilkan tindakan yang harus dilakukan pada korban tersebut. Durasi dari VAF adalah 6 menit 3 detik.
1. Responden mengikuti pembelajaran RJP di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi dan media pembelajaran VAF dengan didampingi oleh satu orang instruktur;
2. Kegiatan instruktur yaitu menjelaskan konsep RJP menggunakan media VAF, demonstrasi, diskusi dan tanya jawab selama 60 menit;
3. Responden melakukan pembelajaran dan latihan mandiri dan diperkenankan untuk memutar video (berlangsung selama 60 menit)
Lembar observasi pelaksanaan kegiatan
-
-
43
2.
Variabel Independen : Pembelajaran RJP dengan menggunakan modul
Serangkaian kegiatan pembelajaran cardiopulmonary resuscitation (RJP) yang berfokus pada early recognition and activation EMS di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi dan dengan media pembelajaran modul yang didampingi oleh instruktur selama 2 jam. Media pembelajaran modul adalah media pembelajaran yang disusun secara sistematis yang mencakup materi tentang RJP yang dapat digunakan secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan
1. Responden mengikuti pembelajaran RJP di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran simulasi dan media pembelajaran modul dengan didampingi oleh satu orang instruktur;
2. Kegiatan instruktur yaitu menjelaskan konsep RJP menggunakan media modul, demonstrasi, diskusi dan tanya jawab selama 60 menit;
3. Responden melakukan pembelajaran dan latihan mandiri dengan menggunakan modul (berlangsung selama 60 menit)
Lembar observasi pelaksanaan kegiatan
-
-
44
3. 4. 5. 6.
Variabel dependen: Pengetahuan Variabel dependen: Keterampilan Variabel dependen: Kepercayaan diri Variabel dependen: Kemauan
Segala sesuatu yang diketahui dan dipahami oleh responden tentang RJP sebelum,setelah, dan satu minggu setelah mengikuti pembelajaran RJP Kemampuan responden dalam melakukan RJP sebelum,setelah, dan satu minggu setelah mengikuti pembelajaran RJP Keyakinan pada kemampuan diri sendiri seorang responden untuk dapat melakukan tindakan RJP pada seseorang yang mengalami OHCA sebelum, setelah, dan satu minggu setelah mengikuti pembelajaran RJP Kesanggupan responden untuk dapat melakukan tindakan RJP pada seseorang yang mengalami OHCA sebelum, setelah, dan satu minggu setelah mengikuti pembelajaran RJP
Pengetahuan tentang RJP: 1. Pengenalan cardiac arrest 2. Pengkajian bahaya sekitar 3. Pengkajian kesadaran 4. Aktivasi EMS 5. Hands-only RJP Kemampuan dalam melakukan RJP: 1. Pengkajian bahaya sekitar 2. Pengkajian kesadaran 3. Aktivasi EMS 4. Hands-only RJP
Kepercayaan diri melakukan: 1. Pengkajian bahaya sekitar 2. Pengkajian kesadaran 3. Aktivasi EMS 4. Hands-only RJP
Kemauan melakukan RJP: 1. Pada orang yang dikenal 2. Pada orang asing
Kuesioner Lembar observasi tindakan Kuesioner Kuesioner
Numerik (Interval) Numerik (Interval) Numerik (Interval) Numerik (Interval)
Skor Nilai: 0 - 10 Skor Nilai : 0 - 6 Skor Nilai : 4 - 8 Skor Nilai : 8 - 16
45
4.5 Alat Penunjang Penelitian
1. VAF “Atan Titung” RJP
Video animasi yang digunakan bernama VAF (Video Animasi Fabel)
“Atan Titung (Anak Tanggap Henti Jantung)” yang merupakan video
animasi 3D yang diciptakan sebagai media edukasi masyarakat awam
khususnya anak-anak tentang henti jantung dan tindakan resusitasi jantung
paru (RJP) yang dapat dipelajari dengan tujuan agar dapat menambah
jumlah bystander RJP yang dapat membantu korban henti jantung di luar
rumah sakit.
2. Manikin RJP
Manikin RJP yang digunakan dalam penelitian ini adalah buatan
sendiri (hand made) dengan bahan dari busa serta dilengkapi sebuah
lampu indikator sebagai indikator ketepatan kedalaman kompresi yang
dilakukan. Manikin RJP yang digunakan tidak melalui proses pengujian
validitas manikin.
4.6 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu
kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner digunakan untuk mengukur
pengetahuan, kepercayaan diri, dan kemauan melakukan RJP. Kuesioner
berisi serangkaian pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti dan
selanjutnya akan diisi oleh responden. Lembar kuesioner yang diberikan
berupa susunan pertanyaan yang tersusun berdasarkan indikator-indikator
pengetahuan, kepercayaan diri, dan kemauan melakukan RJP yang bersifat
tertutup.
46
1. Kuesioner pengetahuan RJP
Kuesioner pengetahuan RJP dikembangkan berdasarkan panduan
dari AHA (2015) dan Ozbilgin et al., (2015) yang telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas oleh peneliti. Distribusi sebaran butir pertanyaan untuk
pengetahuan tentang RJP terdiri dari:
a. Pengenalan henti jantung
b. Cek bahaya sekitar
c. Cek kesadaran
d. Aktivasi EMS
e. Hands-only RJP
Nilai dari setiap pertanyaan yang dijawab benar adalah 1,
sedangkan jawaban yang salah diberi nilai 0. Skala data yang digunakan
adalah interval dengan rentang nilai antara 0 – 10.
2. Kuesioner kepercayaan diri melakukan RJP
Kuesioner kepercayaan diri melakukan RJP dikembangkan
berdasarkan riset yang dilakukan oleh Birkeland, (2014) dan Chew et al.,
(2011) yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Respon yang
diberikan oleh responden adalah berupa pernyataan “sangat percaya diri”
dan “percaya diri” dengan nilai 2, serta “kurang percaya diri” dan “tidak
percaya diri” dengan nilai 1. Skala data yang digunakan dalam variabel
kepercayaan diri adalah skala interval dengan rentang nilai antara 4 – 8.
Distribusi sebaran butir pertanyaan untuk kepercayaan diri
melakukan RJP terdiri dari:
a. Cek bahaya sekitar
b. Cek kesadaran
c. Aktivasi EMS
d. Hands-only RJP
47
3. Kuesioner kemauan melakukan RJP
Kuesioner kemauan melakukan RJP dikembangkan berdasarkan riset
yang dilakukan oleh Chew et al., (2009) yang telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Kategori dari pengumpulan data yang dilakukan oleh kuesioner
tersebut adalah berupa respon positif dan respon negatif yang diintepretasikan
sebagai mau dan tidak mau.
Distribusi sebaran butir pertanyaan untuk kemauan melakukan RJP
terdiri dari:
a. Bersedia melakukan RJP pada orang yang dikenal
b. Bersedia melakukan RJP pada orang yang tidak dikenal
Respon yang dapat diberikan oleh responden adalah berupa
pernyataan “iya” dengan nilai 2, dan “tidak” dengan nilai 1. Skala data yang
digunakan dalam variabel kemauan adalah skala interval dengan rentang nilai
antara 8 – 16.
4. Lembar observasi keterampilan melakukan tindakan RJP
Lembar observasi tentang tindakan RJP adalah berdasarkan panduan
dari Hazinski et al., (2015). Nilai dari setiap tindakan yang dapat dilakukan
dengan benar adalah adalah 1, sedangkan tindakan yang salah diberi nilai 0.
Skala data yang digunakan adalah interval dengan rentang nilai antara 1 – 10.
48
4.7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada responden yang berjumlah
30 orang. Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini dilakukan pada siswa
SD dengan karakteristik yang hampir sama dengan responden penelitian yaitu
di SDN Kampungdalem 5 Kota Kediri. Hasil uji validitas pada kuesioner
pengetahuan didapatkan bahwa pertanyaan valid yaitu r hasil > r tabel (0,361)
sebesar 10 pertanyaan dari 15 pertanyaan. Hasil uji validitas pada kuesioner
kepercayaan diri didapatkan bahwa pertanyaan valid yaitu r hasil > r tabel
(0,361) sebesar 4 pertanyaan dari 6 pertanyaan. Hasil uji validitas pada
kuesioner kemauan didapatkan bahwa pertanyaan valid yaitu r hasil > r tabel
(0,361) sebesar 8 pertanyaan dari 8 pertanyaan. Uji reliabilitas kuesioner
dilakukan dengan cronbach’s alpha. Jika alpha semakin mendekati nilai 1
maka nilai reliabilitas instrumen pada penelitian semakin tinggi. Uji reliabilitas
kuesioner didapatkan hasil bahwa ketiga kuesioner reliabel.
49
4.8 Kerangka Kerja Penelitian
Gambar 4.2. Kerangka kerja penelitian pengaruh media pembelajaran VAF
terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP
Proposal Penelitian
Uji Proposal dan Laik Etik
Validitas dan Reliabilitas kuesioner
Populasi Penelitian Siswa SDN Kampungdalem 3 dan 4
berusia > 10 tahun
Responden Penelitian: randomized controlled trial
Penjelasan Prosedur dan Informed Consent
Pretest kuesioner untuk pengetahuan, kepercayaan diri, dan kemauan serta lembar observasi pada keterampilan melakukan tindakan RJP
Kelompok VAF: Pembelajaran tindakan RJP dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Pelaksanaan pelatihan RJP dengan metode simulasi dengan media VAF dilakukan sebanyak satu kali selama 120 menit.
Kelompok modul: Pembelajaran tindakan RJP dengan menggunakan media pembelajaran modul. Pelaksanaan pelatihan RJP dengan metode simulasi dengan media modul dilakukan sebanyak satu kali selama 120 menit.
Posttest kuesioner untuk pengetahuan, kepercayaan diri dan kemauan serta lembar observasi pada keterampilan melakukan tindakan RJP
Pengolahan data: Editing, Coding, Scoring, Tabulating
Analisis Data: Univariat dan Bivariat
Penyajian Data
50
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
4.9.1 Prosedur Administratif
Proses administratif dimulai dengan mengajukkan permohonan ijin
penelitian kepada pihak SDN Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri. Peneliti
memberikan penjelasan tentang tujuan dan gambaran umum pelaksanaan
penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan proses pengambilan data ke
responden.
4.9.2 Prosedur Teknis
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan randomized pada kelompok
penelitian. Tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan dan gambaran umum
penelitian kepada responden, selanjutnya responden mengisi lembar
persetujuan (informed consent) sebagai responden penelitian.
2. Selanjutnya, pengambilan data pretest maupun posttest dilakukan oleh
asisten peneliti (numerator) sebanyak 5 orang.
3. Pretest dilakukan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri, dan kemauan responden dalam melakukan RJP. Pretest
dilakukan pada responden pada semua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Lembar kuesioner yang diberikan berupa susunan
pernyataan yang tersusun berdasarkan indikator-indikator yang sesuai.
Lembar observasi juga disusun berdasarkan indikator untuk menilai
keterampilan responden dalam melakukan RJP.
Kegiatan yang dilakukan saat pretest adalah:
a. Pengumpul data yang terdiri dari 5 orang numerator memberikan
kuesioner untuk mengukur pengetahuan, kepercayaan diri, dan
kemauan melakukan RJP untuk diisi oleh responden;
51
b. Numerator memberikan informasi kepada responden tentang pengisian
lembar kuesioner tersebut serta melakukan pendampingan kepada
responden dalam pengisian lembar kuesioner jika perlu. Lembar
kuesioner yang diberikan berisi pertanyaan - pertanyaan tentang
pengetahuan, kepercayaan diri, dan kemauan melakukan RJP.
c. Numerator kemudian meminta responden untuk melakukan
demonstrasi awal tindakan RJP untuk mengetahui keterampilan
responden dalam melakukan RJP. Kegiatan demonstrasi pada masing-
masing responden dilakukan di kelas dengan didampingi numerator.
Lembar observasi berupa checklist sesuai dengan panduan
pelaksanaan RJP oleh AHA (2015) yang digunakan sebagai alat bantu
dalam menilai keterampilan responden dalam penelitian ini.
4. Pretest yang telah diselesaikan oleh responden, maka harus dikumpulkan
pada numerator.
5. Langkah selanjutnya yaitu pembelajaran RJP dengan media VAF pada
kelompok eksperimen, dan media modul pada kelompok kontrol oleh
instruktur RJP yang didampingi oleh numerator untuk mengatur dan
mengontrol jalannya pelatihan agar tercipta suasana pelatihan yang
kondusif.
6. Intervensi yang dilakukan oleh instruktur beserta numerator, kemudian
diakhiri dengan posttest. Posttest dilakukan setelah pelatihan dan satu
minggu setelah pelatihan. Posttest yang telah diselesaikan oleh responden,
maka harus dikumpulkan pada numerator.
52
4.10 Pengolahan dan Analisis Data
4.10.1 Pengolahan Data
Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan pengolahan
data dengan langkah sebagai berikut:
1. Editing
Editing yang dilakukan dengan memeriksa lembar observasi yang
telah diisi numerator dan kuesioner yang telah diisi oleh responden.
Pemeriksaan ini dapat berupa kelengkapan jawaban dan
kebenaran penghitungan skor.
2. Coding
Pemberian tanda atau mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari
para responden ke dalam kategori tertentu.
3. Entry
Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode katagori kemudian
dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.
Data diolah dengan SPSS 16.
4. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan diperiksa kembali sejumlah sampel
dari kemungkinan data yang belum di entry. Hasil dari cleaning
didapatkan bahwa tidak ada kesalahan sehingga seluruh data dapat
digunakan.
53
4.10.2 Analisis Data
Sebelum dilakukan proses analisis data, data yang sudah dikumpulkan
oleh peneliti dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas data terlebih dahulu.
Data dikatakan homogen apabila hasil uji homogenitas didapatkan nilai p >
0,05. Data dikatakan normal apabila hasil analisis Kolmogorov-Smirnov
(subjek / data > 50) menunjukkan nilai probabilitas (nilai p) > 0,05. Data
pretest, posttest 1, dan posttest 2 pada variabel pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri, dan kemauan dengan skala data numerik dengan jenis
hipotesis komparatif numerik pada 3 kelompok berpasangan diuji dengan uji
Friedman karena data tidak berdistribusi normal. Confidence interval yang
digunakan adalah 95% untuk membandingkan pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri, dan kemauan dalam melakukan RJP sebelum, setelah, dan
satu minggu setelah diberikan intervensi. Analisis yang dilakukan selanjutnya
adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pelatihan RJP pada kedua
kelompok penelitian terhadap pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri,
dan kemauan melakukan RJP setelah diberikan pelatihan RJP pada masing-
masing kelompok. Data posttest masing-masing variabel dependen diujikan
dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
4.11 Etika Penelitian
1. Informed concent
Dalam pelaksanaan penelitian, sebelum melangsungkan tindakan
pengambilan data, peneliti memastikan bahwa responden telah mengerti
dan memahami betul maksud dan tujuan dilakukannya penelitian serta
konsekuensi yang mungkin dialami. Mendapatkan penjelasan yang
lengkap serta wewenang untuk menentukan pilihan merupakan hak dari
responden. Setelah partisipan mengerti dan paham terhadap penjelasan
54
yang diberikan oleh peneliti, selanjutnya responden diinstruksikan untuk
menandatangani lembar persetujuan atau informed consent, tujuannya
adalah untuk melindungi partisipan dari hal-hal yang tidak diharapkan dan
melindungi peneliti dari segi hukum.
2. Self determination
Dalam hal ini yang dimaksud dengan self determination adalah
menghargai martabat orang dengan memberikan hak untuk menentukan
pilihan dan mendapat penjelasan yang selengkapnya, responden juga
berhak menentukan waktu dan tempat untuk wawancara yang akan
dilakukan.
3. Anonimity
Prinsip anonimity dilakukan dengan tidak menuliskan nama dan inisial
partisipan pada data, namun hanya dilakukan dengan menuliskan kode.
Adanya jaminan anonimity dan confidientiality bertujuan untuk menjaga
objektivitas dalam penelitian dan melindungi responden dalam hal
kerahasiaan informasi.
4. Confidentiality
Informasi yang telah didapat dari responden akan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti.
55
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian dan Karakteristik Responden
Pelaksanaan pengambilan data penelitian dilakukan di bulan Juli
2017 di SDN Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri. Jumlah responden
sebanyak 120 siswa dibagi menjadi dua kelompok penelitian yang dipilih
secara acak dengan masing – masing terdiri dari 60 responden. Kelompok
dalam penelitian ini yaitu kelompok VAF sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok modul sebagai kelompok kontrol.
Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga tahap, yaitu data awal
sebelum pelatihan, data segera setelah pelatihan, dan data satu minggu
setelah pelatihan. Pengambilan data dilakukan pada empat buah variabel
yaitu: pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan
responden dalam melakukan RJP. Data sebelum dan setelah pelatihan
dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan RJP pada tanggal 13 Juli 2017.
Sedangkan data satu minggu setelah pelatihan dilaksanakan pada tanggal
20 Juli 2017. Selama ketiga tahap pengambilkan data dilakukan, seluruh
responden mengikuti kegiatan tersebut sampai selesai.
Pelaksanaan pelatihan untuk masing-masing kelompok dilakukan
dengan dua tahap, yaitu penjelasan materi RJP oleh instruktur
menggunakan metode simulasi dengan media VAF (kelompok eksperimen)
atau modul (kelompok kontrol) selama 60 menit kemudian dilanjutkan
dengan pembelajaran mandiri oleh siswa selama 60 menit. Suasana
belajar pada kelompok VAF lebih tenang daripada kelompok modul. Hal ini
dikarenakan pada kelompok VAF, siswa tertarik dan fokus melihat video
tersebut.
56
5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.1 Karakteristik Usia Responden
Variabel Mean (SD) 95% CI
Usia 11.12 (0,75) 10,98 – 11,25
Sumber Data Primer (2017)
Data karakteristik responden berdasarkan usia yang ditunjukkan
dalam tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata responden berusia 11 tahun.
5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
56 64
46,7 53,3
Total 120 100
Sumber Data Primer (2017)
Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang
ditunjukkan dalam tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah perempuan sebanyak 64 (53,3%) responden.
5.2 Hasil Penelitian Pembelajaran Resusitasi Jantung Paru dengan Media
Pembelajaran VAF
5.2.1 Pengetahuan tentang RJP dengan Media Pembelajaran VAF
Perbedaan skor pengetahuan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran VAF,
seperti tercantum pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF
Pengetahuan Mean (SD) Min Max 95% CI p
Pretest 3,36 (1,08) 1 6 3,07 – 3,64 0,000
Posttest 1 9,73 (0,45) 9 10 9,61 – 9,85
Posttest 2 8,95 (0,71) 8 10 8,77 – 9,13
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2= 0,000.
57
Pada tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor pengetahuan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest) rata-rata pengetahuan responden
adalah 3,36 (3 – 4 jawaban benar) dengan nilai terendah 1 dan nilai
maksimal 6. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata
pengetahuan responden mencapai 9,73 (9 – 10 jawaban benar) dengan
nilai terendah 9 dan nilai tertinggi 10. Satu minggu setelah dilakukan
pelatihan (posttest 2) menunjukkan adanya penurunan rata-rata
pengetahuan responden yaitu 8,95 (8 – 9 jawaban benar) dengan nilai
terendah 8 dan nilai tertinggi 10.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
responden dalam menjawab komponen pengetahuan tentang RJP secara
lebih mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.4.
58
Tabel 5.4 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar) pada Kelompok VAF
No Pengetahuan VAF
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Pengertian henti jantung 25 (41,7) 60 (100) 60 (100) 0,000a*
0,000b*
1,000c
2 Tanda henti jantung 20 (33,3) 60 (100) 50 (83,3) 0,000a*
0,000b*
0,002c* 3 Pengkajian keamanan 22 (36,7) 58 (96,7) 55 (91,7) 0,000a*
0,000b*
0,180c 4 Pengkajian kesadaran 12 (20) 58 (96,7) 47 (78,3) 0,000a*
0,000b*
0,005c* 5 Memanggil ambulans 36 (60) 60 (100) 60 (100) 0,000a*
0,000b*
1,000c 6 Pengkajian nadi 18 (30) 58 (96,7) 51 (85,0) 0,000a*
0,000b*
0,035c*
7 Tindakan RJP 22 (36,7) 60 (100) 50 (83,3) 0,000a*
0,000b*
0,002c* 8 Lokasi RJP 17 (28,3) 50 (83,3) 50 (83,3) 0,000a*
0,000b*
1,000c 9 Kecepatan RJP 15 (25) 60 (100) 55 (91,7) 0,000a*
0,000b*
0,025c* 10 Kedalaman RJP 14 (23,3) 60 (100) 60 (100) 0,000a*
0,000b*
1,000c
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.4 di atas dapat dijelaskan bahwa setelah
mengikuti pelatihan RJP dengan media pembelajaran VAF terlihat seluruh
responden mampu menjawab setiap butir pertanyaan dengan baik dan
terjadi perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah pelatihan,
serta sebelum dan satu minggu setelah pelatihan, dimana masing-masing
memiliki nilai p < 0,05.
Dari 10 (sepuluh) butir pertanyaan, sebanyak 5 (lima) butir
pertanyaan yang tidak terjadi perbedaan pengetahuan yang signifikan
antara setelah pelatihan dan satu minggu setelah pelatihan dengan nilai p
59
> 0,05. Pertanyaan yang tidak mengalami perbedaan atau secara deskriptif
tidak mengalami penurunan pengetahuan diantaranya adalah pengertian
henti jantung (p = 1,000), pengkajian keamanan (p = 0,180), memanggil
ambulans (p = 1,000), lokasi RJP (p = 1,000), dan kedalaman RJP (p =
1,000).
5.2.2 Keterampilan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran VAF
Perbedaan skor keterampilan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran VAF,
seperti tercantum pada tabel 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.5 Perbedaan Skor Keterampilan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF
Keterampilan Mean(SD) Min Max 95% CI p
Pretest 0 0 0 0 0,000
Posttest 1 5,33 (0,73) 4 6 5,15 – 5,52
Posttest 2 4,45 (0,98) 1 6 4,20 – 4,70
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2= 0,000.
Pada tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor keterampilan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), responden tidak dapat
melakukan keterampilan RJP dengan nilai seluruh responden adalah 0.
Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata keterampilan responden
mencapai 5,33 (5 – 6 melakukan tindakan dengan benar) dengan nilai
terendah 4 dan nilai tertinggi 6. Satu minggu setelah dilakukan pelatihan
(posttest 2) menunjukkan adanya penurunan rata-rata keterampilan
responden yaitu 4,45 (4 – 5 melakukan tindakan dengan benar) dengan
nilai terendah 1 dan nilai tertinggi 6.
60
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
responden dalam melakukan setiap komponen keterampilan RJP secara
lebih mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.6.
Tabel 5.6 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar) pada Kelompok VAF
No Keterampilan VAF
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Pengkajian keamanan 0 (0) 53 (88,3) 28 (46,7) 0,000a*
0,000b* 0,000c*
2 Pengkajian kesadaran 0 (0) 58 (96,7) 46 (76,7) 0,000a*
0,000b* 0,001c*
3 Memanggil ambulans 0 (0) 57 (95) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 0,564c
4 Lokasi RJP 0 (0) 54 (90) 53 (88,3) 0,000a*
0,000b* 0,655c
5 Kecepatan RJP 0 (0) 44 (73,3) 35 (58,3) 0,000a*
0,000b* 0,003c*
6 Kedalaman RJP 0 (0) 54 (90) 49 (81,7) 0,000a*
0,000b* 0,025c*
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.6 di atas diketahui bahwa pada seluruh
komponen keterampilan melakukan RJP antara sebelum dan setelah
pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah pelatihan terjadi
perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p < 0,05. Dari 6
(enam) komponen keterampilan melakukan RJP, sebanyak 2 (dua)
komponen yang menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan atau
secara deskriptif tidak mengalami penurunan keterampilan antara setelah
pelatihan dan satu minggu setelah pelatihan dengan nilai p > 0,05.
Komponen keterampilan yang tidak mengalami penurunan diantaranya
adalah memanggil ambulans (p = 0,564) dan lokasi RJP (p = 0,655).
61
5.2.3 Kepercayaan Diri Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran VAF
Perbedaan skor kepercayaan diri antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran VAF,
seperti tercantum pada tabel 5.7 dibawah ini.
Tabel 5.7 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF
Kepercayaan Diri Mean(SD) Min Max 95% CI p
Pretest 4,83 (0,92) 4 7 4,59 – 5,07 0,000a
Posttest 1 7,85 (0,36) 7 8 7,76 – 7,94 0,046b
Posttest 2 7,78 (0,45) 6 8 7,67 – 7,90
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: a Pretest vs Posttest 1; Pretest vs Posttest b Posttest 1 vs Posttest 2
Pada tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor kepercayaan diri
antara sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada
kelompok dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Pada tahap
awal sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), rata-rata kepercayaan diri
responden mencapai 4,83 (2 – 3 menjawab percaya diri) dengan nilai
terendah 4 dan nilai tertinggi 7. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1),
rata-rata kepercayaan diri responden mencapai 7,85 (3 – 4 menjawab
percaya diri) dengan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 8. Satu minggu
setelah dilakukan pelatihan (posttest 2) rata-rata kepercayaan diri
responden yaitu 7,78 (3 – 4 menjawab percaya diri) dengan nilai terendah
6 dan nilai tertinggi 8.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kepercayaan diri
responden dalam melakukan RJP secara lebih mendalam yang ditunjukkan
melalui tabel 5.8.
62
Tabel 5.8 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) pada Kelompok VAF
Kepercayaan Diri VAF
No Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Memeriksa lingkungan yang aman untuk menolong
22 (36,7) 57 (95) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 0,317c
2 Mengenali korban tidak sadar
9 (15) 56 (93,9) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 1,000c
3 Memanggil ambulans rumah sakit
19 (31,7) 58 (96,7) 58 (96,7) 0,000a*
0,000b* 1,000c
4 Melakukan kompresi dada
0 (0) 60 (100) 57 (95) 0,000a*
0,000b* 0,083c
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.8 di atas diketahui bahwa pada seluruh
komponen kepercayaan diri responden dalam melakukan RJP antara
sebelum dan setelah pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah
pelatihan terjadi perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p
< 0,05. Sedangkan antara setelah pelatihan dan satu minggu setelah
pelatihan, seluruh komponen kepercayaan diri tidak terjadi perbedaan yang
signifikan yang dibuktikan dengan nilai p > 0,05.
5.2.4 Kemauan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran VAF
Perbedaan skor kemauan antara sebelum, setelah dan satu minggu
setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran VAF, seperti
tercantum pada tabel 5.9 dibawah ini.
Tabel 5.9 Perbedaan Skor Kemauan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan VAF
Kemauan Mean (SD) Min Max 95% CI p
Pretest 9,68 (2,23) 8 14 9,11 – 10,26 0,000
Posttest 1 14,13 (1,10) 12 16 13,85 – 14,42
Posttest 2 13,75 (1,10) 12 16 13,47 – 14,03
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2= 0,000.
63
Pada tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor kemauan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), rata-rata kemauan responden
adalah 9,68 (4 – 5 menjawab mau) dengan nilai terendah 8 dan nilai
tertinggi 14. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata kemauan
responden mencapai 14,13 (7 – 8 menjawab mau) dengan nilai terendah
12 dan nilai tertinggi 16. Satu minggu setelah dilakukan pelatihan (posttest
2), rata-rata kemauan responden yaitu 13,75 (6 – 7 menjawab mau)
dengan nilai terendah 12 dan nilai tertinggi 16.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemauan
responden dalam melakukan RJP secara lebih mendalam yang ditunjukkan
melalui tabel 5.10.
64
Tabel 5.10 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan Mau) pada Kelompok VAF
Kemauan VAF
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
Orang yang dikenal
Anggota keluarga 19 (31,7) 56 (93,3) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Teman dekat 22 (36,7) 54 (90) 54 (90) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Orang yang tidak disukai 7 (11,7) 42 (70) 35 (58,3) 0,000a*
0,000b* 0,008c*
Orang yang tidak dikenal
Beda jenis kelamin 5 (8,3) 35 (58,3) 35 (58,3) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Korban kecelakaan 9 (15) 38 (63,3) 30 (50) 0,000a*
0,000b* 0,005c*
Anak-anak 19 (31,7) 54 (90) 54 (90) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Lansia 19 (31,7) 52 (86,7) 52 (86,7) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Gelandangan 1 (1,7) 37 (61,7) 29 (48,3) 0,000a*
0,000b* 0,005c*
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.10 di atas diketahui bahwa pada seluruh
komponen kemauan responden dalam melakukan RJP antara sebelum dan
setelah pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah pelatihan terjadi
perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p < 0,05. Dari 8
(delapan) komponen kemauan melakukan RJP, sebanyak 3 (tiga)
komponen juga menunjukkan terjadi perbedaan yang signifikan atau
secara deskriptif mengalami penurunan kemauan antara setelah pelatihan
dan satu minggu setelah pelatihan dengan nilai p < 0,05. Komponen yang
mengalami penurunan diantaranya adalah kemauan melakukan RJP pada
orang yang tidak disukai (dari 42 menjadi 35 responden yang mau), korban
65
kecelakaan (dari 38 menjadi 30 responden yang mau), dan gelandangan
(dari 37 menjadi 29 responden yang mau).
5.3 Hasil Penelitian Pembelajaran Resusitasi Jantung Paru dengan Media
Pembelajaran Modul
5.3.1 Pengetahuan tentang RJP dengan Media Pembelajaran Modul
Perbedaan skor pengetahuan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran modul,
seperti tercantum pada tabel 5.11 dibawah ini.
Tabel 5.11 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul
Pengetahuan Mean(SD) Min Max 95% CI p
Pretest 3,30 (0,99) 1 5 3,04 – 3,56 0,000
Posttest 1 8,87 (0,91) 7 10 8,63 – 9,10
Posttest 2 7,72 (1,08) 5 9 7,44 – 7,99
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2= 0,000.
Pada tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor pengetahuan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran modul. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest) rata-rata pengetahuan responden
adalah 3,30 (3 – 4 jawaban benar) dengan nilai terendah 1 dan nilai
maksimal 5. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata
pengetahuan responden mencapai 8,87 (8 – 9 jawaban benar) dengan nilai
terendah 7 dan nilai tertinggi 10. Satu minggu setelah dilakukan pelatihan
(posttest 2) menunjukkan adanya penurunan rata-rata pengetahuan
responden yaitu 7,72 (7 – 8 jawaban benar) dengan nilai terendah 5 dan
nilai tertinggi 9.
66
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
responden dalam menjawab komponen pengetahuan tentang RJP secara
lebih mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.12.
Tabel 5.12 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar) pada Kelompok Modul
No Pengetahuan Modul
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Pengertian henti jantung 23 (38,3) 60 (100) 52 (86,7) 0,000a*
0,000b*
0,005c*
2 Tanda henti jantung 15 (25) 51 (85) 43 (71,7) 0,000a*
0,000b*
0,005c* 3 Pengkajian keamanan 22 (36,7) 49 (81,7) 47 (78,3) 0,000a*
0,000b*
0,617c
4 Pengkajian kesadaran 10 (16,7) 47 (78,3) 40 (66,7) 0,000a*
0,000b*
0,008c* 5 Memanggil ambulans 44 (73,3) 59 (98,3) 51 (85) 0,000a*
0,000b*
0,005c* 6 Pengkajian nadi 15 (25) 46 (76,7) 40 (66,7) 0,000a*
0,000b*
0,134c 7 Tindakan RJP 18 (30) 46 (76,7) 41 (68,3) 0,000a*
0,000b*
0,025c* 8 Lokasi RJP 21 (35) 54 (90) 42 (70) 0,000a*
0,000b*
0,001c* 9 Kecepatan RJP 15 (25) 60 (100) 50 (83,3) 0,000a*
0,000b*
0,002c* 10 Kedalaman RJP 15 (25) 60 (100) 57 (95) 0,000a*
0,000b*
0,083c
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.12 di atas dapat dijelaskan bahwa
setelah mengikuti pelatihan RJP dengan media pembelajaran modul,
seluruh responden mampu menjawab setiap butir pertanyaan dengan baik
dan terjadi perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah
pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah pelatihan, dimana
masing-masing memiliki nilai p < 0,05.
67
Dari 10 (sepuluh) butir pertanyaan, sebanyak 3 (tiga) butir
pertanyaan yang tidak terjadi perbedaan pengetahuan yang signifikan
antara setelah pelatihan dan satu minggu setelah pelatihan dengan nilai p
> 0,05. Pertanyaan yang tidak mengalami perbedaan atau secara deskriptif
tidak mengalami penurunan pengetahuan diantaranya adalah pengkajian
keamanan (p = 0,617), pengkajian nadi (p = 0,134), dan kedalaman RJP (p
= 0,083).
5.3.2 Keterampilan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran Modul
Perbedaan skor keterampilan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran modul,
seperti tercantum pada tabel 5.13 dibawah ini.
Tabel 5.13 Perbedaan Skor Keterampilan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul
Keterampilan Mean(SD) Min Max 95% CI p
Pretest 0 0 0 0 0,000
Posttest 1 4,77 (0,93) 3 6 4,53 – 5,01
Posttest 2 3,52 (1,02) 2 5 3,25 – 3,78
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2 = 0,000.
Pada tabel 5.13 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor keterampilan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran modul. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), responden tidak dapat
melakukan keterampilan RJP dengan nilai seluruh responden adalah 0.
Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata keterampilan responden
mencapai 4,77 (4 – 5 melakukan tindakan dengan benar) dengan nilai
terendah 3 dan nilai tertinggi 6. Satu minggu setelah dilakukan pelatihan
(posttest 2) menunjukkan adanya penurunan rata-rata keterampilan
68
responden yaitu 3,52 (3 – 4 melakukan tindakan dengan benar) dengan
nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 5.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
responden dalam melakukan setiap komponen keterampilan RJP secara
lebih mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.14.
Tabel 5.14 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar) pada Kelompok Modul
No Keterampilan Modul
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Pengkajian keamanan 0 (0) 45 (75,0) 13 (21,7) 0,000a*
0,000b* 0,000c*
2 Pengkajian kesadaran 0 (0) 55 (91,7) 45 (75,0) 0,000a*
0,000b* 0,002c*
3 Memanggil ambulans 0 (0) 55 (91,7) 49 (81,7) 0,000a*
0,000b* 0,034c*
4 Lokasi RJP 0 (0) 46 (76,7) 37 (61,7) 0,000a*
0,000b* 0,003c*
5 Kecepatan kompresi 0 (0) 40 (66,7) 30 (50,0) 0,000a*
0,000b* 0,002c*
6 Kedalaman kompresi 0 (0) 45 (75,0) 37 (61,7) 0,000a*
0,000b* 0,021c*
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.14 di atas diketahui bahwa pada seluruh
komponen keterampilan melakukan RJP antara sebelum dan setelah
pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah pelatihan terjadi
perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p < 0,05.
Sedangkan setelah pelatihan dan satu minggu setelah pelatihan, seluruh
komponen keterampilan juga terjadi perbedaan yang signifikan atau
mengalami penurunan keterampilan yang dibuktikan dengan nilai p < 0,05.
69
5.3.3 Kepercayaan Diri Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran Modul
Perbedaan skor kepercayaan diri antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran modul,
seperti tercantum pada tabel 5.15 dibawah ini.
Tabel 5.15 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul
Kepercayaan Diri Mean(SD) Min Max 95% CI p
Pretest 4,83 (0,91) 4 7 4,60 – 5,07 0,000a
Posttest 1 7,72 (0,50) 6 8 7,59 – 7,84 0,034b
Posttest 2 7,62 (0,56) 6 8 7,47 – 7,76
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: a Pretest vs Posttest 1; Pretest vs Posttest b Posttest 1 vs Posttest 2
Pada tabel 5.15 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor kepercayaan diri
antara sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada
kelompok dengan menggunakan media pembelajaran modul. Pada tahap
awal sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), rata-rata kepercayaan diri
responden mencapai 4,83 (2 – 3 menjawab percaya diri) dengan nilai
terendah 4 dan nilai tertinggi 7. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1),
rata-rata kepercayaan diri responden mencapai 7,72 (3 – 4 menjawab
percaya diri) dengan nilai terendah 6 dan nilai tertinggi 8. Satu minggu
setelah dilakukan pelatihan (posttest 2) menunjukkan adanya penurunan
rata-rata kepercayaan diri responden yaitu 7,62 (3 – 4 menjawab percaya
diri) dengan nilai terendah 6 dan nilai tertinggi 8.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kepercayaan diri
responden dalam melakukan RJP secara lebih mendalam yang ditunjukkan
melalui tabel 5.16.
70
Tabel 5.16 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) pada Kelompok Modul
Kepercayaan Diri Modul
No Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
1 Memeriksa lingkungan yang aman untuk menolong
21 (35) 56 (93,3) 53 (88,3) 0,000a*
0,000b* 0,083c
2 Mengenali korban tidak sadar
9 (15) 51 (85) 50 (83,3) 0,000a*
0,000b* 0,564c
3 Memanggil ambulans rumah sakit
20 (33,3) 58 (96,7) 58 (96,7) 0,000a*
0,000b* 1,000c
4 Melakukan kompresi dada
0 (0) 58 (96,7) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 0,157c
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.16 di atas diketahui bahwa pada seluruh
komponen kepercayaan diri responden dalam melakukan RJP antara
sebelum dan setelah pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah
pelatihan terjadi perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p
< 0,05. Sedangkan setelah pelatihan dan satu minggu setelah pelatihan,
seluruh komponen kepercayaan diri tidak terjadi perbedaan yang signifikan
yang dibuktikan dengan nilai p > 0,05.
5.3.4 Kemauan Melakukan RJP dengan Media Pembelajaran Modul
Perbedaan skor kemauan antara sebelum, setelah dan satu minggu
setelah pelatihan RJP menggunakan media pembelajaran VAF, seperti
tercantum pada tabel 5.17 dibawah ini.
Tabel 5.17 Perbedaan Skor Kemauan antara Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP dengan Modul
Kemauan Mean (SD) Min Max 95% CI p
Pretest 10,07 (2,50) 8 15 9,42 – 10,71 0,000
Posttest 1 13,73 (1,10) 12 16 13,45 – 14,02
Posttest 2 13,07 (1,13) 11 15 12,77 – 13,36
Uji Friedman. Nilai p post hoc Wilcoxon: Pretest vs Posttest 1 = 0,000; Pretest vs Posttest 2 = 0,000; Posttest 1 vs Posttest 2= 0,000.
71
Pada tabel 5.17 di atas dapat diketahui bahwa nilai p < 0,05 untuk
ketiga pengukuran, dimana terdapat perbedaan skor kemauan antara
sebelum, setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP pada kelompok
dengan menggunakan media pembelajaran modul. Pada tahap awal
sebelum dilakukannya pelatihan (pretest), rata-rata kemauan responden
adalah 10,07 (5 – 6 menjawab mau) dengan nilai terendah 8 dan nilai
tertinggi 15. Setelah dilakukan pelatihan (posttest 1), rata-rata kemauan
responden mencapai 13,73 (6 – 7 menjawab mau) dengan nilai terendah
12 dan nilai tertinggi 16. Satu minggu setelah dilakukan pelatihan (posttest
2), rata-rata kemauan responden yaitu 13,07 (6 – 7 menjawab mau)
dengan nilai terendah 11 dan nilai tertinggi 15.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui kemauan
responden dalam melakukan RJP secara lebih mendalam yang ditunjukkan
melalui tabel 5.18.
72
Tabel 5.18 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan Mau) pada Kelompok Modul
Kemauan Modul
Pretest n (%)
Posttest 1 n (%)
Posttest 2 n (%)
p
Orang yang dikenal
Anggota keluarga 24 (40) 56 (93,3) 56 (93,3) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Teman dekat 23 (38,3) 54 (90) 54 (90) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Orang yang tidak disukai 13 (21,7) 30 (50) 30 (50) 0,002a*
0,002b* 1,000c
Orang yang tidak dikenal
Beda jenis kelamin 7 (11,7) 35 (58,3) 24 (40) 0,000a*
0,001b* 0,001c*
Korban kecelakaan 12 (20) 26 (43,3) 12 (20) 0,004a*
1,000b 0,000c*
Anak-anak 21 (35) 54 (90) 54 (90) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Lansia 22 (36,7) 52 (86,7) 52 (86,7) 0,000a*
0,000b* 1,000c
Gelandangan 2 (3,3) 37 (61,7) 22 (36,7) 0,000a*
0,000b* 0,000c*
Ket : p < 0,05 pada post hoc Wilcoxon: a Pretest vs posttest 1 b Pretest vs posttest 2 c Posttest 1 vs posttest 2
Berdasarkan pada tabel 5.18 di atas diketahui bahwa pada hampir
seluruh komponen kemauan responden dalam melakukan RJP antara
sebelum dan setelah pelatihan, serta sebelum dan satu minggu setelah
pelatihan terjadi perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p
< 0,05. Dan terdapat 1 (satu) komponen kemauan responden dalam
melakukan RJP yang tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan setelah
pelatihan, yaitu kemauan RJP pada korban kecelakaan dengan nilai p =
1,000 (p > 0,05).
73
Dari 8 (delapan) komponen kemauan melakukan RJP, sebanyak 3
(tiga) komponen yang menunjukkan terjadi perbedaan yang signifikan atau
secara deskriptif mengalami penurunan kemauan antara setelah pelatihan
dan satu minggu setelah pelatihan dengan nilai p < 0,05. Komponen yang
mengalami penurunan diantaranya adalah kemauan melakukan RJP pada
orang yang beda jenis kelamin (dari 35 menjadi 24 responden yang mau),
korban kecelakaan (dari 26 menjadi 12 responden yang mau), dan
gelandangan (dari 37 menjadi 22 responden yang mau).
5.4 Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri, dan
Kemauan dalam Melakukan Resusitasi Jantung Paru antara Kelompok
VAF dan Modul
5.4.1 Pengetahuan Melakukan Resusitasi Jantung Paru
Perbedaan skor pengetahuan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan kedua kelompok, seperti
tercantum pada tabel 5.19 dibawah ini.
Tabel 5.19 Perbedaan Skor Pengetahuan antara Kelompok VAF dengan Modul
Pengetahuan Mean(SD) 95% CI p
Pretest VAF Modul
Posttest 1
3,36 (1,08) 3,30 (0,99)
3,07 – 3,64 3,04 – 3,56
0,777
0,000 VAF 9,73 (0,45) 9,62 – 9,85
Modul 8,87 (0,91) 8,63 – 9,10
Posttest 2 0,000
VAF 8,97 (0,71) 8,78 – 9,15
Modul 7,72 (1,08) 7,44 – 7,99
Ket: SD = Standar Deviasi; CI = Confidence Interval
74
Pada tahap awal sebelum dilakukannya pelatihan (pretest),
pengetahuan responden antara kelompok VAF dan modul tidak memiliki
perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,777 (p > 0,05). Sedangkan
untuk skor pengetahuan setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP,
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok VAF dan modul. Dari
tabel 5.19 diatas juga diketahui bahwa nilai rerata skor pengetahuan pada
kelompok VAF lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok modul.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kemampuan responden dalam menjawab komponen pengetahuan setelah
dan satu minggu setelah pelatihan RJP secara lebih mendalam yang
ditunjukkan melalui tabel 5.20.
Tabel 5.20 Perbedaan Pengetahuan (Menjawab Pertanyaan dengan Benar) antara Kelompok VAF dan Modul
No Pengetahuan
Posttest 1
Posttest 2
VAF n (%)
Modul n (%)
p VAF n (%)
Modul n (%)
p
1 Pengertian henti jantung 60 (100)
60 (100)
1,000 60 (100)
52 (86,7)
0,004*
2 Tanda henti jantung 60 (100)
51 (85)
0,002* 50 (83,3)
43 (71,7)
0,128
3 Pengkajian keamanan 58 (96,7)
49 (81,7)
0,008* 55 (91,7)
47 (78,3)
0,042*
4 Pengkajian kesadaran 58 (96,7)
47 (78,3)
0,002* 47 (78,3)
40 (66,7)
0,154
5 Memanggil ambulans 60 (100)
59 (98,3)
0,317 60 (100)
51 (85)
0,002*
6 Pengkajian nadi 58 (96,7)
46 (76,7)
0,001* 51 (85,0)
40 (66,7)
0,019*
7 Tindakan RJP 60 (100)
46 (76,7)
0,000* 50 (83,3)
41 (68,3)
0,056
8 Lokasi RJP 50 (83,3)
54 (90)
0,285 50 (83,3)
42 (70)
0,086
9 Kecepatan RJP 60 (100)
60 (100)
1,000 55 (91,7)
50 (83,3)
0,169
10 Kedalaman RJP 60 (100)
60 (100)
1,000 60 (100)
57 (95)
0,081
Ket : p < 0,05 pada uji Mann-Whitney
75
Berdasarkan pada tabel 5.20 di atas menunjukkan bahwa pada
pengukuran setelah pelatihan RJP didapatkan hasil yaitu dari 10 (sepuluh)
komponen pertanyaan dihasilkan 5 (lima) komponen pertanyaan yang
memiliki nilai p < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan pengetahuan
antara media pembelajaran VAF dan media pembelajaran modul.
Pertanyaan yang mengalami perbedaan yaitu tanda henti jantung (60 pada
VAF dan 51 pada modul), pengkajian keamanan (58 pada VAF dan 49
pada modul), pengkajian kesadaran (58 pada VAF dan 47 pada modul),
pengkajian nadi (58 pada VAF dan 46 pada modul), dan tindakan RJP (60
pada VAF dan 46 pada modul).
Pada pengukuran satu minggu setelah pelatihan RJP didapatkan
hasil yaitu dari 10 (sepuluh) komponen pertanyaan dihasilkan 4 (empat)
komponen pertanyaan yang memiliki nilai p < 0,05 yang artinya terdapat
perbedaan pengetahuan antara media pembelajaran VAF dan media
pembelajaran modul. Pertanyaan yang mengalami perbedaan yaitu
pengertian henti jantung (60 pada VAF dan 52 pada modul), pengkajian
keamanan (55 pada VAF dan 47 pada modul), memanggil ambulans (60
pada VAF dan 51 pada modul), dan pengkajian nadi (51 pada VAF dan 40
pada modul).
5.4.2 Keterampilan Melakukan Resusitasi Jantung Paru
Perbedaan skor keterampilan antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan kedua kelompok, seperti
tercantum pada tabel 5.21 dibawah ini.
76
Tabel 5.21 Perbedaan Skor Keterampilan antara Kelompok VAF dengan Modul
Keterampilan Mean(SD) 95% CI p
Pretest VAF Modul
Posttest 1
0 0
0 0
1,000
0,001 VAF 5,33 (0,729) 5,15 – 5,52
Modul 4,77 (0,927) 4,53 – 5,01
Posttest 2 0,000
VAF 4,45 (0,982) 4,20 – 4,70
Modul 3,52 (1,017) 3,25 – 3,78
Ket: SD = Standar Deviasi; CI = Confidence Interval
Pada tahap awal sebelum dilakukannya pelatihan (pretest),
keterampilan responden antara kelompok VAF dan modul tidak memiliki
perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 1,000 (p > 0,05). Sedangkan
untuk skor keterampilan setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP,
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok VAF dan modul. Dari
tabel 5.21 diatas juga diketahui bahwa nilai rerata skor keterampilan pada
kelompok VAF lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok modul.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kemampuan responden dalam melakukan setiap komponen keterampilan
RJP setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP secara lebih
mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.22.
77
Tabel 5.22 Perbedaan Keterampilan (Melakukan Tindakan dengan Benar) antara Kelompok VAF dan Modul
No Keterampilan
Posttest 1
Posttest 2
VAF n (%)
Modul n (%)
p VAF n (%)
Modul n (%)
p
1 Pengkajian keamanan 53 (88,3)
45 (75,0)
0,060 28 (46,7)
13 (21,7)
0,004*
2 Pengkajian kesadaran 58 (96,7)
55 (91,7)
0,245 46 (76,7)
45 (75,0)
0,832
3 Memanggil ambulans 57 (95)
55 (91,7)
0,466 56 (93,3)
49 (81,7)
0,054
4 Lokasi RJP 54 (90)
46 (76,7)
0,051 53 (88,3)
37 (61,7)
0,001*
5 Kecepatan kompresi 44 (73,3)
40 (66,7)
0,427 35 (58,3)
30 (50,0)
0,362
6 Kedalaman kompresi 54 (90)
45 (75,0)
0,031* 49 (81,7)
37 (61,7)
0,015*
Ket : p < 0,05 pada uji Mann-Whitney
Berdasarkan pada tabel 5.22 di atas menunjukkan bahwa pada
pengukuran setelah pelatihan RJP didapatkan hasil yaitu dari 6 (enam)
komponen keterampilan dihasilkan 1 (satu) komponen keterampilan yang
memiliki nilai p < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan keterampilan antara
media pembelajaran VAF dan media pembelajaran modul. Komponen
tindakan yang mengalami perbedaan yaitu kedalaman kompresi (54 pada
VAF dan 45 pada modul).
Pada pengukuran satu minggu setelah pelatihan RJP didapatkan
hasil yaitu dari 6 (enam) komponen keterampilan dihasilkan 3 (tiga)
komponen keterampilan yang memiliki nilai p < 0,05 yang artinya terdapat
perbedaan keterampilan antara media pembelajaran VAF dan media
pembelajaran modul. Komponen tindakan yang mengalami perbedaan
yaitu pengkajian keamanan (28 pada VAF dan 13 pada modul), lokasi RJP
(53 pada VAF dan 37 pada modul), dan kedalaman kompresi (49 pada
VAF dan 37 pada modul).
78
5.4.3 Kepercayaan Diri Melakukan Resusitasi Jantung Paru
Perbedaan skor kepercayaan diri antara sebelum, setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP menggunakan kedua kelompok, seperti
tercantum pada tabel 5.23 dibawah ini.
Tabel 5.23 Perbedaan Skor Kepercayaan Diri antara Kelompok VAF dengan Modul
Kepercayaan Diri Mean(SD) 95% CI p
Pretest VAF Modul
Posttest 1
4,83 (0,92) 4,83 (0,91)
4,59 – 5,07 4,60 – 5,07
0,964
0,110 VAF 7,85 (0,36) 7,76 – 7,94
Modul 7,72 (0,50) 7,59 – 7,84
Posttest 2 0,067
VAF 7,78 (0,45) 7,67 – 7,90
Modul 7,62 (0,56) 7,47 – 7,76
Ket: SD = Standar Deviasi; CI = Confidence Interval
Berdasarkan pada tabel 5.23 di atas menunjukkan bahwa nilai p >
0,05 untuk ketiga pengukuran yang artinya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok dengan media VAF dan modul. Nilai rerata skor
kepercayaan diri pada kelompok VAF lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok modul. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui
perbedaan kepercayaan diri responden dalam melakukan RJP setelah dan
satu minggu setelah pelatihan RJP secara lebih mendalam yang
ditunjukkan melalui tabel 5.24.
Tabel 5.24 Perbedaan Kepercayaan Diri (Menjawab Percaya Diri) antara Kelompok VAF dan Modul
No Kepercayaan Diri
Posttet 1
Posttet 2
VAF n (%)
Modul n (%)
p VAF n (%)
Modul n (%)
p
1 Memeriksa lingkungan yang aman untuk menolong
57 (95)
56 (93,3)
0,698 56 (93,3)
53 (88,3)
0,345
2 Mengenali korban tidak sadar
56 (93,9)
51 (85)
0,144 56 (93,3)
50 (83,3)
0,089
3 Memanggil ambulans rumah sakit
58 (96,7)
58 (96,7)
1,000 58 (96,7)
58 (96,7)
1,000
4 Melakukan kompresi dada
60 (100)
58 (96,7)
0,156 57 (95)
56 (93,3)
0,698
Ket : p < 0,05 pada uji Mann-Whitney
79
Berdasarkan pada tabel 5.24 di atas tentang perbedaan
kepercayaan diri setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP antara
menggunakan media pembelajaran VAF dan media pembelajaran modul,
didapatkan hasil bahwa seluruh komponen memiliki nilai p > 0,05 yang
artinya tidak terdapat perbedaan kepercayaan diri melakukan RJP antara
kedua media pembelajaran tersebut.
5.4.4 Kemauan Melakukan Resusitasi Jantung Paru
Perbedaan skor kemauan antara sebelum, setelah dan satu minggu
setelah pelatihan RJP menggunakan kedua kelompok, seperti tercantum
pada tabel 5.25 dibawah ini.
Tabel 5.25 Perbedaan Skor Kemauan antara Kelompok VAF dengan Modul
Kemauan Mean(SD) 95% CI p
Pretest VAF Modul
Posttest 1
9,68 (2,23) 10,07 (2,50)
9,11 – 10,26 9,42 – 10,71
0,084
0,040 VAF 14,13 (1,10) 13,85 – 14,42
Modul 13,73 (1,10) 13,45 – 14,02
Posttest 2 0,002
VAF 13,75 (1,10) 13,47 – 14,03
Modul 13,07 (1,13) 12,77 – 13,36
Ket: SD = Standar Deviasi; CI = Confidence Interval
Pada tahap awal sebelum dilakukannya pelatihan (pretest),
kemauan responden antara kelompok VAF dan modul tidak memiliki
perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,084 (p > 0,05). Sedangkan
untuk skor kemauan setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP,
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok VAF dan modul
dengan nilai p < 0,05.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kemauan responden dalam melakukan RJP pada setiap komponen
kemauan setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP secara lebih
mendalam yang ditunjukkan melalui tabel 5.26.
80
Tabel 5.26 Perbedaan Kemauan (Menjawab Pertanyaan dengan Pilihan Mau) antara Kelompok VAF dengan Modul
Kemauan
Posttet 1
Posttet 2
VAF n (%)
Modul n (%)
p VAF n (%)
Modul n (%)
p
Orang yang dikenal
Anggota keluarga 56 (93,3)
56 (93,3)
1,000 56 (93,3)
56 (93,3)
1,000
Teman dekat 54 (90)
54 (90)
1,000 54 (90)
54 (90)
1,000
Orang yang tidak disukai
42 (70)
30 (50)
0,026* 35 (58,3)
30 (50)
0,362
Orang yang tidak dikenal
Beda jenis kelamin 35 (58,3)
35 (58,3)
1,000 35 (58,3)
24 (40)
0,045*
Korban kecelakaan 38 (63,3)
26 (43,3)
0,029* 30 (50)
12 (20)
0,001*
Anak-anak 54 (90)
54 (90)
1,000 54 (90)
54 (90)
1,000
Lansia 52 (86,7)
52 (86,7)
1,000 52 (86,7)
52 (86,7)
1,000
Gelandangan 37 (61,7)
37 (61,7)
1,000 29 (48,3)
22 (36,7)
0,198
Ket : p < 0,05 pada uji Mann-Whitney
Berdasarkan pada tabel 5.26 di atas menunjukkan bahwa pada
pengukuran setelah pelatihan RJP didapatkan hasil yaitu dari 8 (delapan)
komponen kemauan dihasilkan 2 (dua) komponen yang memiliki nilai p <
0,05 yang artinya terdapat perbedaan kemauan antara media
pembelajaran VAF dan modul. Komponen kemauan yang mengalami
perbedaan yaitu kemauan melakukan RJP pada orang yang tidak disukai
(42 pada VAF dan 30 pada modul), dan korban kecelakaan (38 pada VAF
dan 26 pada modul).
Pada pengukuran satu minggu setelah pelatihan RJP didapatkan
hasil yaitu 2 (dua) komponen kemauan memiliki nilai p < 0,05 yang artinya
terdapat perbedaan kemauan antara media pembelajaran VAF dan modul.
Komponen kemauan yang mengalami perbedaan yaitu kemauan
melakukan RJP pada orang yang beda jenis kelamin (35 pada VAF dan 24
pada modul), dan korban kecelakaan (30 pada VAF dan 12 pada modul).
81
BAB 6
PEMBAHASAN
Bagian ini menguraikan pembahasan tentang pengaruh media
pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP terhadap pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri, dan kemauan anak usia sekolah dalam melakukan RJP di SDN
Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri.
6.1 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri,
dan Kemauan Melakukan RJP Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu
Setelah Pelatihan RJP dengan Menggunakan VAF
Pengaruh dari pelatihan RJP dengan menggunakan media
pembelajaran VAF memberikan hasil bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah mendapatkan
pelatihan RJP pada variabel pengetahuan dan keterampilan melakukan
tindakan RJP. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji post hoc Wilcoxon dengan
nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Nilai pengetahuan dan keterampilan pada
posttest 1 dan posttest 2 memiliki skor rata-rata yang lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata pretest yang dapat diartikan ada peningkatan
pengetahuan tentang tindakan RJP dan keterampilan responden dalam
melakukan tindakan RJP setelah pelatihan dengan media pembelajaran
VAF. Keterampilan responden meningkat, namun tidak dapat dikatakan
bahwa responden kompeten untuk menjadi seorang bystander RJP. Hal ini
disebabkan karena kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang
bystander RJP adalah mendapatkan skor maksimal dalam penelitian ini.
Dalam pelatihan RJP menggunakan metode simulasi dengan media
VAF, video yang ditampilkan adalah video animasi dengan tokoh binatang
(orang utan) dengan menceritakan korban yang mengalami henti jantung
82
serta menampilkan tindakan yang harus dilakukan pada korban tersebut.
VAF akan memudahkan peserta pelatihan untuk memahami informasi yang
dilihat dan disampaikan dengan situasi yang menyenangkan. Peserta
dapat melihat bagaimana tanda dan gejala henti jantung sampai
pertolongan yang harus dilakukan yang sudah disesuaikan dengan kondisi
nyata yang sering terjadi di masyarakat dengan video animasi yang
inovatif. VAF memberikan kemudahan bagi peserta pelatihan untuk dapat
mengingat dan meningkatkan pengetahuan terkait konsep yang telah
dipelajari.
Unal et al., (2010) menjelaskan bahwa video animasi merupakan
media yang direkomendasikan dalam lingkungan pendidikan untuk anak
usia sekolah dalam pendidikan kesehatan karena membantu mendapatkan
sikap positif siswa terhadap materi. Selain itu, pengetahuan dan
keterampilan anak usia sekolah dapat ditingkatkan dengan video animasi
dengan tokoh yang menarik dan imajinatif. Hal ini sesuai dengan Parry dan
Soar (2011) dalam riset yang telah dilakukan dengan menggunakan media
video animasi dalam pelatihan RJP, menjelaskan bahwa video animasi
memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan pada bystander RJP. Selain itu, Einspruch et al. (2007),
menjelaskan bahwa menggunakan media video animasi dengan bahasa
yang mudah dipahami akan memudahkan peserta pelatihan untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan tentang RJP.
Hasil uji statistik variabel pengetahuan dan keterampilan pada satu
minggu setelah pelatihan RJP dengan media VAF didapatkan hasil bahwa
terdapat penurunan rata-rata pengetahuan dan keterampilan responden.
Setelah dilakukan pengujian pada masing-masing pertanyaan pengetahuan
dan keterampilan, didapatkan hasil bahwa 5 komponen pengetahuan dan 2
83
komponen keterampilan mengalami perbedaan yang tidak bermakna
dengan nilai p > 0,05 memiliki arti bahwa komponen tersebut tidak
mengalami penurunan pengetahuan maupun keterampilan. Komponen
pengetahuan tersebut antara lain pengertian henti jantung, pengkajian
keamanan, memanggil ambulans, lokasi RJP, dan kedalaman RJP.
Sedangkan komponen keterampilan yaitu memanggil ambulans dan lokasi
RJP.
Keterampilan RJP yang tidak mengalami penurunan sejalan dengan
pengetahuan yang juga tidak mengalami penurunan. Hal ini membuktikan
bahwa keterampilan RJP sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
RJP. Pengetahuan dapat mempengaruhi kemampuan psikomotor
seseorang dalam bentuk keterampilan dan kemampuan untuk bertindak
secara individu (Sudjana, 2014). Hal tersebut didukung oleh Notoatmojo
(2003) yang menjelaskan bahwa keterampilan merupakan respon internal
individu setelah adanya pemikiran, tanggapan, dan pengetahuan.
Media pelatihan berbasis teknologi inovatif yang menggunakan
video animasi memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
serta memberikan hasil penurunan pengetahuan dan keterampilan yang
baik terhadap peserta pelatihan (Jenson & Forsyth, 2012). Boyle et al.
(2014) dalam studinya membandingkan media pembelajaran video animasi
dengan media pembelajaran lain menjelaskan bahwa video animasi
bekerja untuk membantu peserta pelatihan memahami pengetahuan dan
keterampilan dengan lebih mudah dibandingkan dengan media yang lain.
Selain itu, video animasi yang secara visual menarik tersebut membantu
peserta pelatihan menekan penurunan pengetahuan dan keterampilan dari
materi pelatihan lebih baik daripada media yang lain. Chernobilsky (2012)
juga menjelaskan dalam risetnya bahwa teknologi yang memiliki komponen
84
berupa gambar, suara, dan animasi gerak memiliki keuntungan untuk
mudah diingat oleh seseorang sehingga dapat meningkatkan motivasi dan
penurunan pengetahuan.
Hasil uji statistik dari variabel kepercayaan diri dan kemauan
melakukan RJP dengan menggunakan uji post hoc Wilcoxon menunjukkan
bahwa nilai p < 0,05 yang artinya ada perbedaan yang bermakna antara
sebelum, setelah, dan satu minggu setelah mendapatkan pelatihan RJP
dengan menggunakan media pembelajaran VAF. Setelah dilakukan
pengujian pada masing-masing pertanyaan kepercayaan diri dan kemauan,
didapatkan hasil bahwa pada seluruh komponen kepercayaan diri dan 3
komponen kemauan mengalami perbedaan yang tidak bermakna dengan p
> 0,05 pada setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP dengan VAF.
Janelle (2009) menjelaskan bahwa media pembelajaran yang
mendorong siswa SD dalam meningkatkan kepercayaan diri dalam
melakukan suatu tindakan yaitu bermula dari memberikan pembelajaran
dengan media yang mereka sukai yaitu gambar yang menarik. Sedangkan
Shih (2010) dalam studinya mendapatkan hasil bahwa siswa yang
diberikan pembelajaran melalui video yang menarik lebih dapat
menunjukkan kemauan dalam berkomunikasi berbahasa asing daripada
siswa yang tidak mendapatkan video tersebut. Hal ini sejalan dengan
pelatihan yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan media
pembelajaran VAF yaitu menampilkan gambar yang disusun menjadi
sebuah video animasi yang dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
kemauan responden dalam melakukan RJP.
Holmberg et al., (2000) menjelaskan bahwa bystander RJP yang
sudah mendapatkan pelatihan RJP sebelumnya memiliki tingkat
kepercayaan diri yang tinggi untuk selanjutnya mempengaruhi kemauan
85
masyarakat awam dalam melakukan tindakan RJP pada korban OHCA.
Hal tersebut didukung oleh Sasaki et al., (2015) dalam studinya yang
menyebutkan bahwa salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi
rasa percaya diri melakukan RJP pada orang awam yaitu pernah mengikuti
pelatihan RJP. Cheng-Yu et al., (2016) juga menjelaskan bahwa pelatihan
RJP akan memberikan hasil terhadap peningkatan kemauan masyarakat
awam dalam melakukan RJP.
6.2 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri,
dan Kemauan Melakukan RJP Sebelum, Setelah, dan Satu Minggu
Setelah Pelatihan RJP dengan Menggunakan Modul
Pengaruh dari pelatihan RJP dengan menggunakan media
pembelajaran modul memberikan hasil bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah mendapatkan
pelatihan RJP pada variabel pengetahuan dan keterampilan melakukan
tindakan RJP. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji post hoc Wilcoxon dengan
nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Nilai pengetahuan dan keterampilan pada
posttest 1 dan posttest 2 memiliki skor rata-rata yang lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata pretest yang dapat diartikan ada peningkatan
pengetahuan tentang tindakan RJP dan keterampilan responden dalam
melakukan tindakan RJP setelah pelatihan dengan media pembelajaran
modul. Keterampilan responden meningkat, namun tidak dapat dikatakan
bahwa responden kompeten untuk menjadi seorang bystander RJP. Hal ini
disebabkan karena kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang
bystander RJP adalah mendapatkan skor maksimal dalam penelitian ini.
Pelatihan RJP menggunakan metode simulasi dengan media
modul sering digunakan dalam pelatihan RJP. Dalam pelatihan ini peneliti
menggunakan instruktur yang telah tersertifikasi dengan teknik
86
pembelajaran ceramah yang dilanjutkan dengan simulasi, dan juga
peserta diberikan modul untuk mendukung jalannya pelatihan. Sehingga
gaya mengajar seorang instruktur dan konten yang menarik dalam modul
dapat mempengaruhi pelaksanaan pelatihan tersebut. Metode pelatihan
ini juga disebut sebagai metode pelatihan tradisional yang paling efektif
dan paling sering digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melakukan tindakan RJP (Potts et al., 2006). Hal ini
didukung oleh Lontoh et al. (2013), dalam penelitiannya terhadap siswa
SMA mendapatkan hasil bahwa pelatihan RJP menggunakan modul
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan.
Keuntungan yang didapatkan oleh peserta pelatihan adalah adanya
modul untuk membantu proses simulasi yang dapat dipelajari secara
langsung oleh siswa selama proses pelatihan. Peserta pelatihan dapat
langsung membuka modul mereka apabila menemukan kesulitan. Proses
simulasi dengan media modul juga memberikan kemudahan untuk
membangun rasa percaya diri dalam melakukan suatu tindakan.
Keuntungan lain dalam pembelajaran modul yang didapatkan oleh peserta
pelatihan yaitu peserta mampu mempelajari sekaligus mempraktikkan
teknis prosedur tindakan secara detail sesuai dengan modul yang diberikan
saat pelatihan (Lontoh et al., 2013). Proses pelatihan dengan metode ini
memberikan kemudahan kepada peserta pelatihan dalam meningkatkan
pengetahuan dan menguasai keterampilan dalam melakukan tindakan RJP
karena mendapatkan demonstrasi oleh instruktur dalam melakukan
tindakan RJP dan proses bimbingan langsung dari instruktur serta proses
evaluasi hasil pembelajaran di akhir sesi pertemuan (Tivener & Gloe,
2015).
87
Hasil uji statistik variabel setelah dan satu minggu setelah
pelatihan RJP dengan media modul didapatkan hasil bahwa terdapat 3
komponen pengetahuan yang mengalami perbedaan yang tidak
bermakna dengan nilai p > 0,05 yang memiliki arti bahwa komponen
tersebut tidak mengalami penurunan pengetahuan tentang RJP.
Komponen pengetahuan tersebut antara lain pengkajian keamanan,
pengkajian nadi, dan kedalaman RJP. Sedangkan untuk variabel
keterampilan setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP didapatkan
hasil bahwa seluruh komponen keterampilan mengalami perbedaan yang
bermakna dengan nilai p < 0,05 yang memiliki arti bahwa seluruh
komponen tersebut mengalami penurunan keterampilan dalam
melakukan tindakan RJP.
Kelemahan dalam pelaksanaan pelatihan dengan modul ini yaitu
peserta pelatihan berfokus mendengarkan apa yang disampaikan
instruktur dan apa yang mereka baca pada modul sehingga proses
pembelajaran menjadi kurang menarik untuk siswa SD. Hal ini seringkali
membuat peserta akan cepat lupa dengan materi yang telah diberikan
dan mengakibatkan penurunan pengetahuan dan keterampilan dalam
waktu yang singkat. Pengetahuan seseorang umumnya dapat bertahan
lebih lama dibandingkan dengan keterampilan melakukan suatu tindakan
(Janti, 2010). Hal ini didukung oleh Stothard dan Nicholson (2001) yang
menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang dalam memahami sesuatu
cenderung stabil untuk waktu yang lama sedangkan kemampuan
psikomotor (keterampilan) lebih cepat menurun bahkan sejak minggu
pertama setelah pelatihan (Janti, 2010).
88
Pengetahuan tatalaksana RJP bukan merupakan suatu hal yang
mudah untuk dikerjakan bila tidak mengerti, karena henti jantung
merupakan fenomena yang tidak dapat ditemui secara reguler. Namun
ketika kejadian itu terjadi, keselamatan hidup korban bergantung kepada
kecepatan pemberian bantuan. Sehingga pengetahuan dan kemampuan
serta teknik untuk melakukan RJP harus siap ketika dibutuhkan. Pelatihan
RJP sendiri cukup sulit karena RJP membutuhkan baik pengetahuan dan
kemampuan motorik. Pengetahuan dapat bertahan lebih lama daripada
keterampilan RJP, dan keterampilan RJP dapat turun secara segera
(Lynch et al., 2005).
Hasil uji statistik dari variabel kepercayaan diri dan kemauan
melakukan RJP dengan menggunakan uji post hoc Wilcoxon
menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yang artinya ada perbedaan yang
bermakna antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah
mendapatkan pelatihan RJP dengan menggunakan media pembelajaran
modul. Setelah dilakukan pengujian pada masing-masing pertanyaan
kepercayaan diri dan kemauan, didapatkan hasil bahwa pada seluruh
komponen kepercayaan diri dan 5 komponen kemauan mengalami
perbedaan yang tidak bermakna dengan p > 0,05 pada setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP dengan modul.
Pelatihan RJP yang dilakukan pada orang awam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tindakan RJP yang
kemudian akan muncul kepercayaan diri dan kemauan dalam melakukan
tindakan RJP pada orang awam tersebut (Hamasu et al., 2009). Cheng-Yu
et al., (2016) dalam penelitiannya melakukan pelatihan RJP dengan
menggunakan metode simulasi pada responden memberikan hasil bahwa
terdapat peningkatan kemauan untuk melakukan RJP pada korban henti
89
jantung pada sebagian peserta pelatihan. Sedangkan peserta yang tidak
mengalami peningkatan kemauan disebabkan karena peserta takut akan
menyebabkan bertambahnya cidera pada korban ketika tindakan RJP
dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Hamasu (2009) pada kelompok
bystander RJP yang telah terlatih untuk melakukan tindakan RJP juga
menunjukkan bahwa ketakutan memberikan hasil yang buruk menjadi
faktor yang paling banyak berpengaruh bagi bystander RJP dalam
melakukan tindakan RJP pada korban OHCA (47%).
6.3 Analisis Perbedaan Pengetahuan, Keterampilan, Kepercayaan Diri,
dan Kemauan Melakukan RJP Setelah dan Satu Minggu Setelah
Pelatihan RJP pada Kelompok VAF dan Kelompok Modul
6.3.1 Analisis Perbedaan Pengetahuan tentang Tindakan RJP pada
Kelompok VAF dan Kelompok Modul
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada Bab 5
didapatkan bahwa pada tahap awal sebelum dilakukan pelatihan RJP,
pengetahuan responden antara kelompok VAF dan modul mengalami
perbedaan yang tidak bermakna. Sedangkan pada setelah dan satu
minggu setelah pelatihan RJP ada perbedaan yang bermakna pada skor
pengetahuan antara kelompok VAF dan modul. Kelompok VAF memiliki
nilai rata-rata pengetahuan yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok modul. Setelah dilakukan pengujian pada masing-masing
pertanyaan, didapatkan hasil bahwa terdapat 5 komponen pengetahuan
yang mengalami perbedaan yang bermakna segera setelah dilakukan
pelatihan RJP (p < 0,05). Dan ada perbedaan yang bermakna pada 4
komponen pengetahuan antara kelompok VAF dan modul satu minggu
setelah dilakukan pelatihan RJP (p < 0,05).
90
Salah satu fungsi VAF dalam pembelajaran adalah memfasilitasi
pembelajaran agar lebih menarik untuk siswa SD. VAF memberikan alur
cerita berupa rangkaian tindakan yang harus dilakukan saat menemukan
korban diduga henti jantung. Hal ini akan mempermudah responden
mengingat setiap tindakan dengan menampilkan tokoh animasi yang
dapat menjadi role model untuk responden. Video animasi yang
digunakan dalam lingkungan pendidikan adalah salah satu media yang
sangat berpengaruh terhadap siswa karena media tersebut menekan
pemikiran negatif siswa dalam pembelajaran. Siswa akan lebih
termotivasi dalam melakukan pembelajaran yang diberikan dengan
melihat tokoh yang menarik dalam melakukan suatu tindakan. Selain itu,
pesepsi dan perhatian dari siswa akan terpusat pada video tersebut dan
meningkatkan pengetahuan tentang materi yang diberikan (Dasdemir,
2006).
Perbedaan pengetahuan pada kelompok VAF dan modul yang
didapatkan setelah pelatihan RJP yaitu pada pertanyaan tentang tanda
henti jantung, pengkajian keamanan, pengkajian kesadaran, pengkajian
nadi, dan tindakan RJP. Sedangkan hasil yang didapat pada satu minggu
setelah pelatihan adalah perbedaan pengetahuan pada komponen
pertanyaan tentang pengertian henti jantung, pengkajian keamanan,
memanggil ambulans, dan pengkajian nadi. Pada setiap komponen
tersebut, kelompok media VAF memiliki skor yang lebih tinggi daripada
kelompok dengan media modul. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Contri et al., (2016) dalam penelitiannya menggunakan
video untuk pelatihan RJP di sekolah mendapatkan hasil jawaban soal
kuesioner pengetahuan yang benar yaitu 98% siswa mengenali korban
henti jantung, dan 96% siswa mengetahui rangkaian tindakan BLS
91
(pengkajian keamanan, pengkajian kesadaran dan nafas, menghubungi
EMS, dan tindakan RJP).
Skor total pengetahuan pada setelah dan satu minggu setelah
pelatihan RJP menunjukkan bahwa nilai kelompok VAF lebih tinggi
daripada kelompok modul. Walaupun keduanya mengalami penurunan
pengetahuan, nilai rata-rata kelompok VAF tetap memiliki skor yang lebih
tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pelatihan RJP menggunakan media
VAF efektif untuk dilakukan pada siswa sekolah. Mills (2004)
membandingkan siswa dalam pembelajaran menggunakan media video
animasi dan modul mendapatkan hasil bahwa siswa dengan
pembelajaran dengan video animasi mendapatkan nilai posttest yang jauh
lebih tinggi. Hal ini dikaitkan dengan tidak terbentuknya kesan memori
yang cukup kuat untuk mempertahankan pengetahuan responden pada
kelompok modul.
Proses pembelajaran yang menarik dengan menggunakan VAF
juga menyediakan kesempatan pada siswa untuk dapat melakukan
pembelajaran mandiri dengan melakukan review ulang materi yang telah
diberikan untuk dapat dibawa dan dilihat secara praktis dengan bentuk
media yang inovatif dan menarik, sehingga dapat memfokuskan perhatian
pengguna dalam melakukan review materi. Hasil pembelajaran dengan
menggunakan video animasi kepada peserta pelatihan juga akan
memberikan penurunan pengetahuan yang dapat bertahan lebih lama
karena proses pemahamannya yang mudah dan dapat dilakukan
pengulangan di berbagai waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu
bentuk pembelajaran yang efektif (Wang, 2015).
92
6.3.2 Analisis Perbedaan Keterampilan dalam Melakukan Tindakan RJP
Setelah dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP pada Kelompok VAF
dan Kelompok Modul
Hasil uji statistik yang telah dilakukan didapatkan bahwa sebelum
dilakukan pelatihan RJP, keterampilan responden antara kelompok VAF
dan modul mengalami perbedaan yang tidak bermakna. Sedangkan pada
setelah dan satu minggu setelah pelatihan RJP ada perbedaan yang
bermakna pada skor keterampilan antara kelompok VAF dan modul.
Kelompok VAF memiliki nilai rata-rata keterampilan yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok modul. Setelah dilakukan pengujian pada
masing-masing komponen tindakan keterampilan, didapatkan hasil bahwa
terdapat 1 komponen yang memiliki perbedaan yang bermakna setelah
dilakukan pelatihan RJP (p < 0,05). Dan ada perbedaan yang bermakna
pada 3 komponen keterampilan antara kelompok VAF dan modul satu
minggu setelah dilakukan pelatihan RJP (p < 0,05). Keterampilan
responden meningkat, namun tidak dapat dikatakan bahwa responden
kompeten untuk menjadi seorang bystander RJP. Hal ini disebabkan
karena kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang bystander RJP
adalah mendapatkan skor maksimal dalam penelitian ini.
Pengukuran tingkat keterampilan yang dilakukan setelah pelatihan
menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki jumlah responden yang
lebih sedikit dalam melakukan komponen “kecepatan kompresi"
dibandingkan dengan komponen lainnya. Sutono et al., (2015) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa partisipan laki-laki sebagian besar
dapat mencapai standar kualitas pada item kecepatan dan kedalaman
kompresi dada. Pada temuan ini mendukung hasil penelitian dimana
karakteristik responden berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan
93
dengan perempuan, sehingga dapat mempengaruhi jumlah responden
yang dapat melakukan kecepatan kompresi dengan benar.
Mengajarkan RJP kepada anak usia SD dapat sangat efektif karena
anak-anak memiliki memori yang lebih kuat daripada orang dewasa. Bollig
et al. (2009) dalam pelatihan RJP pada anak SD mendapatkan hasil bahwa
sebanyak 49% siswa dapat mengkaji kesadaran, 87% dapat menempatkan
korban pada posisi recovery, 68% dapat membuka jalan nafas, dan 77%
dapat memanggil bantuan EMS. Disebutkan juga bahwa anak SD dapat
dengan mudah mengingat dan mempraktikkan RJP apabila instruktur
mengajarkan dengan metode yang membuat siswa tidak tertekan dalam
pembelajaran. Lubrano et al. (2005) dalam studinya kepada anak SD usia
8-11 tahun untuk membandingkan metode pembelajaran mendapatkan
hasil bahwa metode simulasi dengan video mendapatkan hasil yang lebih
baik daripada pelatihan dengan metode ceramah. menjelaskan bahwa
pengetahuan tentang RJP.
Materi yang diajarkan dalam pelatihan RJP kepada anak usia
sekolah harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Dimulai
pada usia 6 tahun, anak-anak harus diajarkan keterampilan 'Memanggil
Bantuan', termasuk mengenali keadaan darurat, mempertahankan
keamanan dan melaporkan kepada orang dewasa. Sedangkan anak usia
11-13 tahun, dapat diberikan keterampilan untuk membantu kepatenan
jalan napas, memberikan bantuan pernapasan dan sirkulasi serta
pemberian kompresi dada. Namun untuk kompetensi dari seorang anak
usia sekolah adalah mengenali dan meminta bantuan, sedangkan untuk
membantu kepatenan jalan napas, memberikan bantuan pernapasan dan
sirkulasi serta pemberian kompresi dada adalah sekedar mengetahui
bagaimana cara melakukan keterampilan tersebut (Bernardo et al, 2002).
94
Pengukuran pada satu minggu setelah pelatihan, didapatkan hasil
yaitu jumlah responden yang melakukan komponen keterampilan
“memanggil ambulans” lebih banyak daripada komponen lain untuk kedua
kelompok tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan
dalam melakukan RJP adalah pengetahuan tentang RJP (Nyman et al.,
2000). Hal ini dibuktikan dengan pengukuran pengetahuan pada komponen
memanggil ambulans didapatkan hasil yang tinggi pada jumlah responden
yang menjawab dengan benar yaitu 60 responden pada kelompok VAF dan
51 responden dari kelompok modul (dari total 60 responden pada tiap
kelompok).
Metode simulasi yang dikombinasikan dengan VAF akan dapat
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap keterampilan peserta
pelatihan. Video animasi yang berisi keterampilan lebih otentik dan lebih
menarik untuk memotivasi siswa dalam menirukan tindakan yang
ditampilkan daripada media statis (Hoffler dan Leutner, 2007). Beskind et
al. (2016) dalam risetnya yaitu pelatihan RJP pada siswa SMA
menjelaskan bahwa responden dengan pembelajaran CPR menggunakan
video menunjukkan hasil yang lebih responsif dan meningkatkan kualitas
CPR yang lebih baik daripada yang menggunakan media konvensional.
Responden juga menunjukkan adanya penurunan keterampilan jangka
panjang (> 1 bulan), dan pada saat 2 bulan lebih responden dapat
memanggil layanan gawat darurat (911) namun akan lebih cepat untuk
memulai tindakan RJP sebelum melakukan pengkajian keamanan maupun
pengkajian nadi.
95
6.3.3 Analisis Perbedaan Kepercayaan Diri Melakukan Tindakan RJP
Setelah dan Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP pada Kelompok VAF
dan Kelompok Modul
Perbedaan kepercayaan diri melakukan tindakan RJP antara
kelompok VAF dan modul didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna pada kedua media tersebut pada sebelum, setelah dan
satu minggu setelah pelatihan RJP. Peneliti juga mendapatkan hasil bahwa
kepercayaan diri responden untuk menolong korban henti jantung setelah
mereka mendapatkan pelatihan RJP memiliki skor yang lebih tinggi
daripada sebelum mendapatkan pelatihan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sasaki et al., (2015) yaitu faktor yang mempengaruhi
kepercayaan diri seserang dalam melakukan RJP diantaranya adalah
pernah mengikuti pelatihan RJP.
Laschinger et al., (2008) dalam studinya mengidentifikasi metode
simulasi sebagai metode efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri
siswa profesi keperawatan dengan keterampilan klinis serta kepuasan
dalam pengalaman belajar, mencatat bahwa adanya keuntungan
kemahiran dalam keterampilan klinis yang menimbulkan rasa percaya diri
di kalangan pelajar profesi keperawatan. Hal ini didukung oleh Holmberg et
al., (2000) yang menjelaskan bahwa bystander RJP yang telah terlatih
memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk selanjutnya
mempengaruhi kemauan masyarakat awam dalam melakukan tindakan
RJP pada korban OHCA dan berperan dalam menurunkan angka kematian
pasien OHCA di Swedia. Pendekatan yang perlu dilakukan untuk
mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pelatihan terstandar
dan praktis agar terbentuk bystander RJP yang terampil dan memiliki
96
kepercayaan diri dan kemauan untuk dapat melakukan tindakan RJP
dengan tepat pada korban OHCA.
Temuan peneliti terhadap hasil penelitian selanjutnya adalah
komponen kepercayaan diri yang memiliki jumlah responden yang lebih
sedikit dibandingkan dengan yang lainnya adalah komponen “mengenali
korban tidak sadar”. Wayne et al., (2006) dalam studi kasus pada tim
tanggap henti jantung melaporkan bahwa mahasiswa kedokteran dan
keperawatan menunjukkan peningkatan kepercayaan diri yang lebih tinggi
pada kelompok yang menggunakan video dibandingkan dengan yang
menggunakan metode tradisional. Selanjutnya, penelitian juga melaporkan
bahwa mahasiswa yang telah dilatih RJP tersebut dalam praktik di RS
University of Chicago memiliki kualitas RJP yang bervariasi pada
mahasiswa yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri mahasiswa
dalam melakukan RJP. Mahasiswa sering tidak percaya diri dalam hal
mengenali kejadian henti jantung yang mengancam kehidupan.
6.3.4 Analisis Perbedaan Kemauan Melakukan Tindakan RJP Setelah dan
Satu Minggu Setelah Pelatihan RJP pada Kelompok VAF dan
Kelompok Modul
Perbedaan kemauan melakukan tindakan RJP antara kelompok
VAF dan modul didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna sebelum dilakukan pelatihan RJP. Sedangkan pada setelah
dan satu minggu setelah pelatihan RJP ada perbedaan yang bermakna
pada skor kemauan antara kelompok VAF dan modul. Kelompok VAF
memiliki nilai rata-rata kemauan yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok modul. Setelah dilakukan pengujian pada masing-masing
komponen kemauan, didapatkan hasil bahwa terdapat 2 komponen yang
memiliki perbedaan pada pengukuran setelah dan satu minggu setelah
97
dilakukan pelatihan RJP (p < 0,05). Peneliti juga mendapatkan hasil bahwa
jumlah responden yang mau melakukan RJP pada anggota keluarga lebih
tinggi daripada yang lain. Sedangkan jumlah responden yang rendah
terdapat pada melakukan RJP ke orang yang beda jenis kelamin dan
korban kecelakaan.
Pamel (2006) dalam sebuah penelitian pada siswa SMA
mendapatkan hasil bahwa kemauan untuk melakukan RJP pada keluarga
sebesar 84%, sementara yang memiliki kemauan melakukannya kepada
orang tak dikenal hanya 63%. Hal ini disebabkan karena kemauan
masyarakat untuk melakukan pertolongan kepada korban dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor internal dan juga
faktor eksternal. Faktor internal meliputi nilai-nilai kemanusiaan individu
tersebut, sedangkan contoh faktor external seperti kemauan penolong lain
yang ada di sekitar korban (Johnston et al., 2003).
Ketidakmauan untuk melakukan RJP pada orang tidak dikenal
merupakan faktor utama yang menurunkan kemauan bystander RJP
untuk memberikan bantuan pada korban OHCA. Asumsi dari seseorang
untuk menolong dapat dipengaruhi juga oleh jenis kelamin. Sesuai
dengan peran tradisionalnya sebagai pelindung, laki-laki lebih mungkin
memberi bantuan dibandingkan dengan perempuan, karena laki-laki
dianggap lebih kuat dibandingkan perempuan (Meier, 2005). Namun
adanya budaya yang berkembang di masyarakat yang membatasi
bersentuhan dengan lawan jenis merupakan faktor yang mempengaruhi
kemauan dalam menolong orang asing dengan beda jenis kelamin.
Kebiasaan masyarakat lebih menghindari bersentuhan atau
berkomunikasi dengan orang tak dikenal berbeda jenis kelamin bertolak
belakang dengan konsep RJP, dimana RJP sendiri membutuhkan
98
sentuhan dengan korban untuk menolongnya (Hamasu et al., 2009).
Hasil studi yang telah dilakukan Riegel et al., (2007) menjelaskan
bahwa alasan utama seorang bystander RJP yang telah terlatih untuk
melakukan tindakan RJP enggan untuk melakukan tindakan RJP adalah
karena sebagian besar bystander RJP merasa panik (37.5%) ketika
melihat kondisi korban OHCA, sehingga tidak tahu harus melakukan
tindakan apa terhadap korban. Alasan lainnnya adalah beberapa
bystander RJP merasa ketakutan akan melukai atau menyebabkan cidera
yang lebih serius kepada korban ketika dilakukan tindakan RJP (9.1%).
Kepercayaan diri merupakan faktor yang mempengaruhi apakah
seseorang mau melakukan pertolongan pada korban OHCA ataupun
tidak. Walaupun seseorang mengetahui bagaimana cara untuk menolong,
apabila mereka tidak merasa percaya diri, maka akan mempengaruhi
respon kemauan dalam melakukan tindakan (Kureckova, 2017). Dalam
penelitian ini, pada korban kecelakaan ditemukan adanya ketidakmauan
menolong yang cukup tinggi pada responden. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya kepercayaan diri yang rendah untuk menolong karena
takut darah ataupun takut tertular penyakit dari korban tersebut. Kondisi
fisik korban kecelakaan seperti adanya darah atau muntahan, cidera,
penampilan yang kotor serta bekas konsumsi alkohol turut berkontribusi
terhadap ketidakmauan masyarakat untuk memberikan tindakan RJP
(Johnston et al., 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Hamasu et al., (2009) pada
kelompok bystander RJP yang telah terlatih untuk melakukan tindakan
RJP juga menunjukkan bahwa ketakutan akan memberikan hasil yang
buruk menjadi faktor yang paling banyak berpengaruh bagi bystander RJP
dalam melakukan tindakan RJP pada korban OHCA (47%). Faktor cemas
99
akan dilaporkan kepada polisi jika tindakan RJP gagal (25%), takut tertular
penyakit menular dari korban (11%), dan tidak ingin melakukan prosedur
ventilasi dari mulut ke mulut (17%) adalah faktor-faktor lain yang
menyebabkan seseorang enggan untuk melakukan tindakan RJP pada
korban OHCA meski telah mendapatkan pelatihan RJP.
6.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pengambilan data satu minggu setelah
pelatihan dimana rentang jarak antara setelah pelatihan sampai satu
minggu pelatihan tidak dilakukan pengontrolan terhadap paparan media
pembelajaran terhadap responden sehingga dapat menimbulkan faktor
perancu. Penelitian ini menggunakan manikin buatan yang belum
dilakukan uji validitas sehingga tidak dapat dibandingkan kedalaman dan
kecepatan melakukan kompresi dada dengan manikin RJP.
100
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam
melakukan RJP antara sebelum, setelah dan satu minggu setelah
pembelajaran RJP dengan VAF “Atan Titung” RJP;
7.1.2 Ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam
melakukan RJP antara sebelum, setelah, dan satu minggu setelah
pembelajaran RJP dengan modul;
7.1.3 Ada perbedaan yang bermakna pada pengaruh media
pembelajaran RJP dengan VAF dan modul terhadap pengetahuan
dan keterampilan. Ada perbedaan yang tidak bermakna antara
pengaruh media pembelajaran RJP dengan VAF dan modul pada
kepercayaan diri dan kemauan anak usia sekolah dalam
melakukan RJP;
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaporkan, terdapat beberapa
saran untuk perbaikan penelitian ini dan saran untuk penelitian lanjutan:
7.2.1 Media pembelajaran VAF “Atan Titung” RJP dapat digunakan
sebagai media pembelajaran untuk memberikan pelatihan RJP
pada masyarakat awam khususnya pada anak-anak.
101
7.2.2 Diperlukan adanya upaya maintenance terhadap pemberian VAF
“Atan Titung” RJP secara terus-menerus yang dapat dilihat oleh
masyarakat untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang sadar
terhadap korban OHCA dan bagaimana cara menolongnya.
7.2.3 Diperlukan adanya program UKS yang berfokus pada pengenalan
dini menjadi bystander RJP menggunakan media VAF “Atan
Titung” RJP untuk selanjutnya dapat diberikan sertifikat
pendampingan ijazah yang dapat dikeluarkan oleh SDN
Kampungdalem 3 dan 4 Kota Kediri pada siswa.
7.2.4 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai retensi terhadap
pengetahuan dan keterampilan pada dua minggu sampai dua
bulan setelah pelatihan RJP menggunakan VAF “Atan Titung”
RJP.
102
DAFTAR PUSTAKA
Abella, B. S., Aufderheide, T. P., Eigel, B., Hickey, R. W., Longstreth, W. T., Nadkarni, V., ... Hazinski, M. F. (2008). Reducing Barriers for Implementation of Bystander-Initiated Cardiopulmonary Resuscitation: A Scientific Statement from the American Heart Association for Healthcare Providers, Policymakers, and Community Leaders Regarding The Effectiveness of Cardiopulmonary Resuscitation. Circulation 2008;117(5):704–709. Retrieved from PubMed
Adinda, & Adjie. (2011). Film Animasi 2D Berbasis 3D Menggunakan Teknik Cell
Shading Berjudul The Postman Story. Tugas Akhir, Surabaya: STIKOM Ahmad, M. M., & Aqel, A. A. (2015). Comparison between Clinical Simulation and
Traditional Teaching for Cardiopulmonary Knowledge and Skills. International Journal of Educational Research and Information Science. Vol. 2, No. 4, 2015, pp. 83-92
Akahane, M., Tanabe, S., Koike, S., Ogawa, T., Horiguchi, H., Yasunaga, H., &
Imamura, T. (2012). Elderly Out-of-Hospital Cardiac Arrest has Worse Outcomes with a Family Bystander than a Non-Family Bystander. International Journal of Emergency Medicine (Online), 5, 41. doi:http://dx.doi.org/10.1186/1865-1380-5-41
American Heart Association. (2015). Highlights of The 2015 American Heart
Association Guidelines Update for CPR and ECC. Retrieved from https:// www.heart.org
Anderson, M. L., Cox, M., Al-Khatib, S. M., Nichol, G., Thomas, K. L., Chan, P. S.,
... Peterson, E. D. (2014). Rates of Cardiopulmonary Resuscitation Training in the United States. JAMA Internal Medicine 2014;174(2):194–201. Retrieved from PubMed
Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Cetakan ke-15. Jakarta: Rajawali Pers. Banta-Green, C. J., Kuszler, P. C., Coffin, P.O., & Schoeppe, J. A. (2011).
Washington's 911 Good Samaritan Drug Overdose Law: Initial Evaluation Results. Seattle, WA: Alcohol & Drug Abuse Institute, University of Washington
Beck, S., Klages, V., Michaelis, M., Sehner, S., Harendza, S., Zollner, C., & Kubitz,
J. C. (2016). Teaching School Children Basic Life Support Improves Teaching and Basic Life Support Skills of Medical Students: A Randomised, Controlled Trial. Resuscitation; 108 (2016) 1-7. doi:10.1016/j.resuscitation.2016.08.020
Berdowski, J., Berg, R. A., Tijssen, J. G. P., & Koster, R. W. (2009). Global
incidences of out-of-hospital cardiac arrest and survival rates: Systematic review of 67 prospective studies. Resuscitation; 81(11); 1479 – 1487
103
Bernardo, L. M., Doyle, C., & Bryn, S. (2002). Basic Emergency Livesaving Skills (BELS): A Framework for Teaching Skills to Children and Adolescents. Int J Trauma Nurs 2002;8: 48-50. doi:10.1067/mtn.2002.123027
Beskind, D.L., Stolz, U., Thiede, R., Hoyer, R., Burns, W., Brown, J., ... Panchal,
A.R. (2016). Viewing a Brief Chest-Compression- Only CPR Video Improves Bystander CPR Performance and Responsiveness in High School Students: A Cluster Randomized Trial. Resuscitation 2016 Jul;104:28-33. doi:10.1016/j.resuscitation.2016.03.022
Birkeland, V. (2014). Basic Life Support (BLS) Knowledge and Skill Retention and
Increased Self-Efficacy for Rural Health Care Providers (Master’s thesis, Regis University, Denver, Colorado). Retrieved from http://epublications.regis.edu/theses
Bobrow, B. J., Vadeboncoeur, T. F., Spaite, D. W., Potts, J., Denninghoff,
K., Chikani, V., ... Abella, B. S. (2011). The Effectiveness of Ultra Brief and Brief Educational Videos for Training Lay Responders in Hands-Only Cardiopulmonary Resuscitation: Implications for the Future of Citizen Cardiopulmonary Resuscitation Training. Circ Cardiovasc Qual Outcomes 2011; 4:220–6.11. Retrieved from Elsevier Ireland Ltd database
Bollig, G., Wahl, H. A., & Svendsen, M. V. (2009). Primary School Children are
Able to Perform Basic Live-Saving First Aid Measures. Resuscitation 80 (2009) 689-692. doi:10.1016/j.resuscitation.2009.03.012
Bottiger, B. W., & Van, A. H. (2015). Training Children in Cardiopulmonary
Resuscitation Worldwide. Lancet 2015;385(9985):2353. Retrieved from PubMed
Carruth, A. K., Pryor, S., Cormier, C., Bateman, A., Matzke, B., & Gilmore, K.
(2010). Evaluation of a School-Based Train-The-Trainer Intervention Program to Teach First Aid and Risk Reduction among High School Students. Journal of School Health 2010;80(9):453–460. Retrieved from PubMed
Casper, K., Murphy, G., Weinstein, C., & Brinsfield, K. (2003). A Comparison of
Cardiopulmonary Resuscitation Rates of Strangers Versus Known Bystanders. Prehospital Emergency Care 2003;7(3):299–302. Retrieved from PubMed
Cheng-Yu, C., Yi-Ming, W., Shou-Chien, H., Chan-Wei, K., & Chung-Hsien, C.
(2016). Effect of Population-Based Training Programs on Bystander Willingness to Perform Cardiopulmonary Resuscitation. Signa Vitae; 11(1)
Chew, K. S., Yazid, A., Kamarul, B. A., & Rashidi, A. (2009). Translating
Knowledge to Attitude: A Survey on the Perception of Bystander Cardiopulmonary Resuscitation Among Dental Students in Universiti Sains Malaysia and School Teachers in Kota Bharu, Kelantan. Med J Malaysia: 64(3): 205-209
Chew, K. S., Hashairi, F. M., Zarina, Z. I., Farid, A. W., Yazid, M. N., & Hisamuddin,
N. A. (2011). A Survey on The Knowledge, Attitude and Confidence Level
104
of Adult Cardiopulmonary Resuscitation Among Junior Doctors in Hospital Universiti Sains Malaysia and Hospital raja Perempuan Zainab II, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia. Med J Malaysia Vol 66 No 1
Chiang, W., Ko, P. C., & Chang, A. M. (2014). Bystander-Initiated CPR in an Asian
Metropolitan: Does the Socioeconomic Status Matter? Resuscitation; 85(1): 53-58
Cho, G. C., Sohn, Y. D., & Kang, K. H. (2010). The Effect of Basic Life Support
Education on Laypersons’ Willingness in Performing Bystander Hands Only Cardiopulmonary Resuscitation. Resuscitation 2010; 81: 691–4
Choa, M., Park, I., Chung, H. S., Yoo, S. K., Shim, H., & Kim, S. (2008). The
Effectiveness of Cardiopulmonary Resuscitation Instruction: Animation versus Dispatcher through a Cellular Phone. Resuscitation 2008;77:87–94
Choi, H. S., Lee, D. H., Kim, C. W., Kim, S. E., & Oh, J. H. (2015). Peer-Assisted
Learning to Train High-School Students to Perform Basic Life-Support. World J Emerg Med; 6(3):186-190
Chung, S., Chung, H., & Lee, H. (2007). Selection of Target Age for School
Education in Cardiopulmonary Resuscitation. Ann Emerg Med 2007; 50(Suppl):S16. doi:10.1016/j.annemergmed.2007.06.079
Clawson, J., Olola, C., Scott, G., Heward, A., & Patterson, B. (2008). Effect of a
Medical Priority Dispatch System Key Question Addition in the Seizure/Convulsion/Fitting Protocol to Improve Recognition of Ineffective (Agonal) Breathing. Resuscitation 2008;79(2):257–264
Contri, E., Baggiani, M., Bonomo, M.C., Tonani, M., Fichtner, F. E., Cornara, S., &
Baldi, E. (2016). Video-Based Compression-Only CPR teaching: A Feasible and Effective Way to Spread CPR in Secondary Schools. Resuscitation. doi: 10.1016/j.resuscitation.2016.07.143
Coons, S. J., & Guy, M. C. (2009). Performing Bystander CPR for Sudden Cardiac
Arrest: Behavioral Intentions among the General Adult Population in Arizona. Resuscitation 2009;80(3):334–340. Retrieved from PubMed
Corrado, G., Rovelli, E., Beretta, S., Santarone, M., & Ferrari, G. (2011).
Cardiopulmonary Resuscitation Training in High-School Adolescents by Distributing Personal Manikins. J. Cardiovasc; 12 (4) (2011) 249e254
Creutzfeldt, J., Hedman, L., Heinrich, L., Youngblood, P., & Tsai, L. (2013).
Cardiopulmonary Resuscitation Training in High School Using Avatars in Virtual Worlds: An International Feasibility Study. J Med Internet Res 2013;15(1):e9. doi:10.2196/jmir.1715
Cummins, R. O., Chamberlain, D., Hazinski, M. F., Nadkarni, V., Kloeck, W.,
Kramer, E., ... Cobbe, S. (1997). Recommended guidelines for Reviewing, Reporting, and Conducting Research on In-Hospital Resuscitation: The In-Hospital ‘Utstein Style.’ A Statement for Healthcare Professionals from the American Heart Association, the European Resuscitation Council, the Heart and Stroke Foundation of Canada, the Australian Resuscitation
105
Council, and the Resuscitation Councils of Southern Africa. Resuscitation. 1997;34:151–183
Dasdemir. (2006). The Effect of Using Animation on Students’ Academic
Achievement and Retentions in Primary Science schools. University of Atatürk. Unpublished Master Thesis
Einspruch, E.L., Bonnie, L., Aufderheide, T.P., Nichol, G., & Becker, L. (2007).
Retention of CPR Skills Learned in Traditional AHA Heartsaver Course Versus 30-min Video Self-Training: A Controlled Randomized Study. Resuscitation. doi:10.1016/j.resuscitation.2005.10.027
Fadillah. (2012). Psikologi Perkembangan I. Pusat Bahan Ajar dan eLearning.
Retrieved from http://www.mercubuana.ac.id Farlex. (2009). Bystander CPR. Medical Dictionary. Retrieved from http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com Farshi, M., Babatabar, D. H., Mokhtari, N. J., & Mahmoudi, H. (2012). Study of the
Effect of Air Evacuation and Transport Training Using Lecture Method on Nurses Level of Learning. Iran J Crit Care Nurs, 5(1), 17-22
Fineberg, H. V. (2004). Introduction to the Institute of Medicine Reports. Acad
Emerg Med. 2004;11:417 Fredriksson, M., Herlitz, J., & Nichol, G. (2003). Variation in Outcome in Studies of
Out-of-Hospital Cardiac Arrest: A Review of Studies Conforming to the Utstein Guidelines. Am J Emerg Med. 2003;21:276 –281
Garcia, S., Belen, A., Aleman, F., Luis, J., Perez, A., Hernandez, N. H., ... Daniela,
R. (2015). Assessment of the Knowledge Level and Its Relevance in Terms of CPR in Medical Personnel of The Hospital Emergency System of the Autonomous Community of the Region of Murcia. Enfermeria Global; 246-260
Go, A.S., Mozaffarian, D., Roger, V.L., Benjamin, E.J., Berry, J.D., Borden, W.B,
... Turner, M.B. (2017). Cardiac Arrest Statistics. Retrieved from http://cpr.heart.org
Granito, M. & Chernobilsky, E. (2012). The Effect of Technology on a Student's
Motivation and Knowledge Retention: NERA Conference Proceedings 2012. 17
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Halamek, L. P. (2006). Simulation-Based Training: Opportunities for the
Acquisition of Unique Skills. Ethics Journal of the American Medical Association; 8(2):84-87
Hamasu, S., Morimoto, T., Kuramoto, N., Horiguchi, M., Iwami, T., Nishiyama, C.,
... & Hiraide, A. (2009). Effects of BLS Training on Factors Associated with
106
Attitude Toward CPR in College Students. Resuscitation 80(3):359-64. doi:10.1016/j.resuscitation.2008.11.023
Hazinski, M.F., Shuster, M., Donnino, M.W., Travers, A.H., Samson, R.A.,
Schexnayder, S.M., ... Wyckoff, M.H. (2015). Highlights of The 2015 American Heart Association Guidelines Update for CPR and ECC. Retrieved from https:// www.heart.org
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S.E. (2002). Instructional
media and technology for learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Herlitz, J., Andersson, E., Bang, A., Engdahl, J., Holmberg, M., lindqvist, J., ...
Waagstein, L. (2000). Experiences from treatment of Out-of Hospital Cardiac Arrest during 17 years in Goteborg. Eur Heart J. 2000;21:1251–1258
Hoffler, T.N., & Leutner, D. (2007). Instructional Animation Versus Static Pictures:
A Meta Analysis. Learning and Instruction 17,722-738 Holmberg, M., Holmberg, S., & Herlitz, J. (2000). Effect of Bystander
Cardiopulmonary Resuscitation in Out-of-Hospital Cardiac Arrest Patients in Sweden. Resuscitation; 47(1):59-70
Hubble, M. W., Bachman, M., Price, R., Martin, N., & Huie, D. (2003). Willingness
of High School Students to Perform Cardiopulmonary Resuscitation and Automated External Defibrillation. Prehosp Emerg Care; 7:219–224
Ibda, F. (2015 Januari-Juni). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget.
Intelektualita Volume 3, Nomor 1 Janelle, C. (2009). Teaching Strategies to Build Student Confidence. Retrieved
from http://www.teachhub.com Janti, H. (2010). Publications of Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) Quality and
Education. The University of Eastern Finland Dissertations in Health Sciences.
Jaslow, D., Barbera, J. A., Johnson, E., & Moore, W. (1997). Termination of
Nontraumatic Cardiac Arrest Resuscitative Efforts in The Field: A National Survey. Acad Emerg Med. 1997;4:904 –907
Jenson, C., & Forsyth, D.M. (2012). Virtual Reality Simulation: Using Three
Dimentional Technology to Teach Nursing Students. Computer, Informastics, Nursing, 30 (6), 312-318
Johnston, T. C., Clark, M. J., Dingle, G. A., & FitzGerald, G. (2003). Factors
Influencing Queenslanders' Willingness to Perform Bystander Cardiopulmonary Resuscitation. Resuscitation; 56(1):67–75
Jones, I., Whitfield, R., Colquhoun, M., Chamberlain, D., Vetter, N., & Newcombe,
R. (2007). At What Age can Schoolchildren Provide Effective Chest Compressions? An Observational Study from The Heartstart UK Schools
107
Training Programme. British Medical Journal 2007;334(7605):1201. Retrieved from PubMed
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kitamura, T., Kiyohara, K., & Matsumaya, T. (2015). Is Survival after Out-of Hospital Cardiac Arrest Worse during Days of National Academic Meetings in Japan? A Population-Based Study. J Epidemiol 2016; 26(3):155-162. doi:10.2188?jea.JE20150100
Kureckova, V., Gabrhel, V., Zamecnik, P., Rezac, P., & Zaoral, A. (2017). First Aid
as an Important Traffic Safety Factor – Evaluation of the Experience – Based Training. Eur Transp Res Rev 2017;9:5. doi:10.1007/s12544-016-0218-4
Laschinger, S., Medves, J., & Pulling, C. (2008). Effectiveness of Simulation on
Health Profession Students’ Knowledge, Skills, Confidence and Satisfaction. Int J Evid Based Healthc. 2008;6(3): 278–302
Lee, M. J., Hwang, S. O., & Cha, K. C. (2013). Influence of Nationwide Policy on
Citizens Awareness and Willingness to Perform Bystander Cardiopulmonary Resuscitation. Resuscitation; 84, 889-894
Lemeshow, S. (1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University. Leong, B. S. H. (2011). Bystander CPR and Survival. Singapore Med J; 52(8), 573-
575 Lick, C. J., Aufderheide, T. P., & Niskanen, R. A. (2011). Take Heart America:
Comprehensive, Community-Wide, System-Based Approach to the Treatment of Cardiac Arrest. Crit Care Med; 39, 26-33
Locke, C. J, Berg, R. A., Sanders, A. B., Davis, M. F., Milander, M. M., Kern, K. B.,
& Ewy, G. A. (1995). Bystander Cardiopulmonary Resuscitation: Concerns about Mouth-to-Mouth Contact. Internal Medicine 1995;155(9):938–943. Retrieved from PubMed
Lontoh, C., Kiling, M., & Wongkar, D. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan
Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa Siswi SMA Negeri 1 Toili. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume: 1. Nomor: 1. Agustus 2013. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Lu, C., Jin, Y., Shi, X., Ma, W., Wang, Y., Wang, W., & Zhang Y. (2016). Factors
Influencing Chinese University Students’ Willingness to Performing Bystander Cardiopulmonary Resuscitation. International Emergency Nursng. doi: 10.1016/j.ienj.2016.04.001
Lubrano, R., Romero, S., Scoppi, P., Cocchi, G., Baroncini, S., Elli, M., ... Moscatelli, R. (2005). How to Become an Under 11 Rescuer: A Practical Method to Teach First Aid to Primary Schoolchildren. Resuscitation 2005;64:303-7
108
Lynch, B., Einspruch, E. L., Nichol, G., Becker, L. B., Aufderheide, T. P., & Idris,
A. (2005). Effectiveness of a 30-min CPR Self-Instruction Program for Lay Responders: A Controlled Randomized Study. Resuscitation; 67:31–43
Mahnun, N. (2012). Media Pembelajaran: Kajian terhadap Langkah-langkah
Pemilihan Media dan Implementasinya. Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No.1
Mani, G., Danasekaran, R., & Annadurai, K. (2014). Bystander Cardiopulmonary
Resuscitation: Equipping Communities to Save Lives. Prog Health Sci; 4(2):1-5
Mardegan, K. J. (2015). Comparison of an Interactive CD-Based and Traditional
Instructor-Led Basic Life Support Skills Training for Nurses. Australian Critical Care; 28(3):160-167
McNally, B., Robb, R., Mehta, M., Vellano, K., Valderrama, A. L., Yoon, P. W., ...
Kellermann, A. (2011). Out-of-Hospital Cardiac Arrest Surveillance—Cardiac Arrest Registry to Enhance Survival (CARES), United States, October 1, 2005—December 31, 2010. Morbidity and Mortality Weekly Report Surveillance Summaries 2011;60(8):1–19
Meier, S. (2005). Condition Under Which Woman Behave Less/More Prosocially
than Men. Harvard Univercity. Journal Meischke, H., Taylor, V., Calhoun, R., Liu, Q., Sos, C., Tu, S. P., ... Eisenberg, D.
(2012). Preparedness for Cardiac Emergencies among Cambodians with Limited English Proficiency. Journal of Community Health 2012;37(1):176–180
Mozaffarian, D., Benjamin, E. J., & Go, A. S. (2016). Heart Disease and Stroke
Statistics-2016 Update: A Report from American Heart Association. Circulation 2016; 133:e38-e360. doi:10.1161/CIR0000000000000350
National Heart, Lung, and Blood Institute. (2016). What Are the Signs and
Symptoms of Sudden Cardiac Arrest? Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda/signs (Accessed 24th January, 2017)
NCBI. (2015). Strategies to Improve Cardiac Arrest Survival: A Time to Act.
National Academies Press (US); 2015 Sep 29: Washington (DC). Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK321502/
Nichol, G., Thomas, E., Callaway, C.W., Hedges, J., Powell, J. L., Aufderheide, T.
P., ... Stiell, I. (2008). Regional Variation in Out-of-Hospital Cardiac Arrest Incidence and Outcome. JAMA 2008;300:1423–31.2
Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Penerbit
Rineka Cipta Nyman, J., & Sihvonen, M. (2000). Cardiopulmonary Resuscitation Skills in Nurses
and Nursing Students. Resuscitation 2000;47:179–84
109
Olasveengen, T. M., Wik, L., & Steen, P. A. (2008). Quality of Cardiopulmonary
Resuscitation Before and During Transport in Out-of-Hospital Cardiac Arrest. Resuscitation. 2008;76:185–190
Ozibilgin, I. S, Akan, M., Hanci, V., Aygun, C., & Kuvaki, B. (2015). Evaluation of
Public Awareness, Knowledge and Attitudes about Cardiopulmonary Resuscitation. Turk J Anaesth Reanim; 43: 396-405
Pamell, M.M., Pearson, J., & Galletly, D.C. (2006). Knowledge of and Attitudes
Towards Resuscitation in New Zealand High-School Students. Emerg Med J;23:899– 902.
Parasuram, R., Huiting, X., Wang, J., Anouradha, T., Eng, H. J. K., & Lien, P. C.
(2014). Effectiveness of Using Non-Traditional Teaching Methods to Prepare Student Health Care Professionals for the Delivery of the Mental State Examination: A Systematic Review Protocol. JBI; 12(8)
Parry, J., and Soar, J. (2011). Animations for Teaching The Recognition of Cardiac
Arrest. Resuscitation 83 (2012) e31. Retrieved from ScienceDirect Potts, J. & Lynch, B. (2006). The american heart association CPR anytime
program: the potential impact of highly accessible training in cardiopulmonary resuscitation. J Cardiopulm, 26, 346-354
Putri, E. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team
Games Tournament) untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011. Perpustakaan UNS. Retrieved from http://perpustakaan.uns.ac.id
Rea, T. D., Cook, A.J., Stiell, I.G., Powell, J., Bigham, B., Callaway, C. W., ... Nichol
G. (2010). Predicting Survival after Out-of-Hospital Cardiac Arrest: Role of the Utstein Data Elements. Annals of Emergency Medicine 2010a;55(3):249–257
Reder, S., & Quan, L. (2003). Cardiopulmonary Resuscitation Training in
Washington State Public High Schools. Resuscitation 2003;56(3):283–288. Retrieved from PubMed
Riegel. B., Mosesso, V.N., Birnbaum, A., Bosken, L., Evans, L.M., Feeny, D., ...
Powell, J. (2007). Stress Reactions and Perceived Difficulties of Lay Responders to a Medical Emergency. Resuscitation;70:98–106.
Sadeghi, R., Sedhagat, M. M, & Ahmadi, F. S. (2014). Comparison of the Effect of
an Blended Lecture Teaching Methods on Students' Learning and Satisfaction. J Adv Med Educ Prof; 2(4), 146-150
Sadiman, A. S. (2008). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sahu, S., & Lata, I. (2010). Simulation in resuscitation teaching and training, an
evidence based practice review. Journal of Emergencies, Trauma and Shock, 3(4), 378–384. doi:10.4103/0974-2700.70758
110
Sasaki, M., Ishikawa, H., Kiuchi, T., Sakamoto, T., & Marukawa, S. (2015). Factors
Affecting Layperson Confidence in Performing Resuscitation of Out-of-Hospital Cardiac Arrest Patients in Japan. Acute Medicine & Surgery 2015; 2: 183-189. doi: 10.1002/ams2.106
Sasson, C., Rogers, M. A., Dahl, J., & Kellermann, A. L. (2010). Predictors of
Survival from Out-of-Hospital Cardiac Arrest: A Systematic Review and Metaanalysis. Circulation: Cardiovascular Quality and Outcomes 2010b;3(1):63–81
Sasson, C., Haukoos, J. S., Bond, C., Rabe, M., Colbert, S. H., King, R., ... Heisler,
M. (2013). Barriers and Facilitators to Learning and Performing Cardiopulmonary Resuscitation in Neighborhoods with Low Bystander Cardiopulmonary Resuscitation Prevalence and High Rates of Cardiac Arrest in Columbus, OH. Circulation 2013;6(5):550–558. Retrieved from PubMed
Sasson, C., Haukoos, J. S., Eigel, B., & Magid, D. J. (2014). The HANDDS
Program: A Systematic Approach for Addressing Disparities in the Provision of Bystander Cardiopulmonary Resuscitation. Academic Emergency Medicine. 2014;21(9):1042–1049. Retrieved from PubMed
Shih, A.C., Vigani, A., Loring, N., Pereira, F.G., Szarowicz, M., & Bandt, C. (2010).
Cardiopulmonary Effect of A New Inspiratory Impedance Threshold Device in Anesthetized Hypotensive Dogs. Veterinary Anaesthesia and Analgesia 2010;37:215-221. doi:10.111/j.1467-2995.2009.00524.x
Shiraki, T., Osawa, K., Suzuki, H., Yoshida, M., Takahashi, N., Takeuchi, K., ...
Saito, D. (2009). Incidence and Outcomes of Out of Hospital Cardiac Arrest in The Eastern Part of Yamaguchi Prefecture. Int Heart J 2009;50:489-500
Sihes, A. J. (2011). Konsep Pembelajaran. Universiti Teknologi Malaysia
Curriculum Development and Higher Education: Malaysia Sipsma, K., Stubbs, B. A., & Plorde, M. (2011). Training Rates and Willingness to
Perform CPR in King County, Washington: A Community Survey. Resuscitation 2011;82(5):564–567. Retrieved from PubMed
Stothard, C. & Nicholson, R. (2001). Skill Acquistion and Retention Training: DSTO
Support to the Army Ammunition Study. Land Operation Division Electronics and Surveillance Research Laboratory
Sudjana, N. (2014). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya Sumiati & Asra. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima Supandi. (1992). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Sutono, Ratnawati, R., & Suharsono, T. (2015). Perbedaan Nilai Kompresi Dada
dan Ventilasi pada Pelatihan Resusitasi Jantung Paru Mahasiswa S1
111
Keperawatan dengan Umpan Balik Instruktur, Audiovisual, dan Kombinasi di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan 2015;Vol 3 No. 2.
Suyanto, M., & Kurnawan, A. (2006). Merancang Film Kartun Kelas Dunia.
Yogyakarta: Andi Offset Swor, R., Khan, I., Domeier, R., Honeycutt, L., Chu, K., & Compton, S. (2006).
CPR Training and CPR Performance: do CPR-Trained Bystanders Perform CPR? Acad Emerg Med. 2006; 13:596–601
Tanaka, H., Nakao, A., Mizumoto, H., Kinoshi, T., Nakayama, Y., Takahashi, H., &
Shimazaki, S. (2011). CPR Education in Japan – Past, Present and Future. Nihon Rinsho 2011 Apr;69(4):658-69
Tanigawa, K., Iwami, T., Nishiyama, C., Nonogi, H., & Kawamura, T. (2011). Are
Trained Individuals More Likely to Perform Bystander CPR? An Observational Study. Resuscitation 2011;82(5):523–528. Retrieved from PubMed
Thomas, R. E., Horton, V. T., Valdes, B., Valdes, G., Rosen, L. F., & Birnbach, D.
J. (2016). The Influence of High Fidelity Simulation on First Responders Retention of CPR Knowledge. Applied Nursing Research; 30;94-97
Tivener, K. A., & Gloe, D. S. (2015). The Effect of High-Fidelity Cardiopulmonary
Resuscitation (CPR) Simulation on Athletic Training Student Knowledge, Confidence, Emotions, and Experiences. Athletic Training Education Journal; 10(2); 104-112
Tivener, K.A., & Gloe, D.S. (2015). Designing Simulations for Athletic Training
Students Through Interprofessional Teaching Collaboration. Athl Train Educ J . 2015;10(3):249–255.
Travers, S., Jost, D., Gillard, V., Lanoe, V., Bignand, M., Domanski, L., and
Tourtier, J.P., (2014). Out-of-hospital Cardiac Arrest phone Detection: Those Who Most Need Chest Compressions are The Most Difficult to Recognize. Elsevier Ireland Ltd
Tschannen, D., Aebersold, M., Mclaughlin, E., Bowen, J., & Fairchild, J. (2011).
Use of Virtual Simulations for Improving Knowledge Transfer among Baccalaureate Nursing Students. Journal of Nursing Education and Practice; 2(3), 15-24
Unal, I., Okur, N., & Kapucu, S. (2010). The Effect of Using Animations on Pre-
Services Science Teacher’s Science Achievement. Procedia Social and Behavioral Sciences. doi:10.1016/j.sbspro.2010.03.873
Vaillancourt, C., Stiell, I., & Wells, G. A. (2008). Understanding and improving low
bystander CPR rates: A systematic review of the literature. CJEM: Journal of the Canadian Association of Emergency Physicians, 10(1), 51-65. Retrieved from http://search.proquest.com/
Vellano, K., Crouch, A., Rajdev, M., & McNally, B. (2015). Cardiac Arrest Registry
to Enhance Survival (CARES) Report on the Public Health Burden of Out-
112
of-Hospital Cardiac Arrest. CARES. Retrieved from https://www.nationalacademies.org
Wang, J., Ma, L., & Lu, YQ. (2015). Strategy analysis of cardiopulmonary
resuscitation training in the community. Journal of Thoracic Disease, 7(7), 160-165
Wayne, D. B., Butter, J., & Siddall, V. J. (2006). Mastery Learning of Advanced
Cardiac Life Support Skills by Internal Medicine Residents Using Simulation Technology and Deliberate Practice. J Gen Intern Med. 2006;21(3):251–256
Wayne, D. B., Didwania, A., Feinglass, J., Fudala, M. J., Barsuk, J. H., &
McGaghie, W. C. (2007). Simulation-Based Education Improves Quality of Care During Cardiac Arrest Team Responses at an Academic Teaching Hospital: A Case-Control Study. Chest Volume 133, Issue 1, January 2008, Pages 56-61. doi: 10.1378/chest.07-0131
Weisfeldt, M. L., Sitlani, C. M., Ornato, J. P., Rea, T., Aufderheide, T. P., Davis,
D., ... Morrison, L. J. (2010). Survival after Application of Automatic External Defibrillators before Arrival of the Emergency Medical System: Evaluation in the Resuscitation Outcomes Consortium Population of 21 Milion. Journal of the American College of Cardiology 20;55(16):1713-1720. doi: 10.1016/j/jacc.2009.11.077
Wilks, J., Kanasa, H., Pendergast, D., & Clark, K. (2016). Emergency response
readiness for primary school children. Australian Health Review, 40(4), 357-363. doi:10.1071/AH15072
Wong, D. L., & Huckenberry, M.J. (2008). Wong’s Nursing Care of Infants and
Children. America Yeung, J., Okamoto, D., Soar, J., & Perkins, G. D. (2011). AED Training and Its
Impact on Skill Acquisition, Retention and Performance––A Systematic Review of Alternative Training Methods. Resuscitation 2011;82(6):657–664. Retrieved from PubMed
Zakariassen, E., & Andersen, J. E. (2008). Førstehjelp for 1 klasse. Scand J
Trauma Resusc Emerg Med 2004;12:162–5. Retrieved from PubMed