neraca kalsium pada hewan model tikus putih … · menghasilkan ransum hewan model yang defisiensi...

27
NERACA KALSIUM PADA HEWAN MODEL TIKUS PUTIH Rattus novergicus KONDISI DEFISIENSI KALSIUM ZARMEIS SRI MULYATI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vankhanh

Post on 27-Mar-2019

265 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NERACA KALSIUM PADA HEWAN MODEL TIKUS PUTIH

Rattus novergicus KONDISI DEFISIENSI KALSIUM

ZARMEIS SRI MULYATI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Neraca Kalsium pada

Hewan Model Tikus Putih Rattus novergicus Kondisi Defisiensi Kalsium adalah

benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Zarmeis Sri Mulyati

NIM D24090067

ABSTRAK

ZARMEIS SRI MULYATI. Neraca Kalsium pada Hewan Model Tikus Putih

Rattus novergicus Kondisi Defisiensi Kalsium. Dibimbing oleh DEWI APRI

ASTUTI dan SUMIATI.

Hewan model digunakan sebagai hewan percobaan, dapat digunakan untuk

mengevaluasi diet, obat-obatan, senyawa aktif serta pemberian suplemen dalam

makanan. Hewan model defisiensi kalsium adalah hewan yang kadar kalsium

dalam serum atau plasma lebih rendah dari pada hewan dalam kondisi normal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keseimbangan kalsium pada tikus

(Rattus norvegicus) yang defisiensi kalsium. Peubah yang diukur yaitu konsumsi

bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium feses, absorpsi kalsium, kalsium plasma,

kalsium tulang, kalsium hati, kalsium ginjal dan pertambahan bobot badan harian.

Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dari semua peubah tidak berbeda nyata antara perlakuan kontrol dan

perlakuan defisiensi kalsium, kecuali plasma kalsium pada perlakuan kontrol lebih

tinggi dari perlakuan defisiensi kalsium. Hasil peubah penelitian menunjukkan

bahwa kalsium plasma pada perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah karena

asupan yang rendah ke dalam tubuh sehingga terjadi proses homeostatis. Tikus

sebagai hewan model yang kekurangan kalsium telah mengalami penurunan

kalsium plasma 33% secara nyata.

Kata kunci: defisiensi kalsium, hewan model, homeostasis, neraca kalsium

ABSTRACT

ZARMEIS SRI MULYATI. Calcium Balance in Animal Model of White Rats

Rattus novergicus During Calcium Deficiency. Supervised by DEWI APRI

ASTUTI and SUMIATI.

Animal models are deliberately kept to be used as experimental animals, it

can be used as a model to evaluate diet, drugs, active compounds and feed

supplements. Animal models with calcium deficiency is an animal which have

serum or plasma calcium lower than in normal condition. This research was aimed

to evaluate calcium balance of rats (Rattus norvegicus) in deficiency of calcium.

Variables measured were feed and calcium intake, calcium of feces, calcium

absorption, plasma calcium, calcium of bone, calcium in the liver, and kidney and

daily weight gain. Data were analyzed descriptively. The results showed that there

were not significant different between control and calcium deficiency diet groups

for all parameters, except plasma calcium of the rat fed control diet higher than

that of the rat fed deficiency calcium diet. It was concluded that plasma calcium of

rat fed calcium deficiency diet was low due to the low calcium intake so that

become homeostasis process in whole body. Rats as animal model of calcium

deficiency has lower calcium plasma of 33%.

Keywords: Animal models, calcium balance, calcium deficiency, homeostasis

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

NERACA KALSIUM PADA HEWAN MODEL TIKUS PUTIH

Rattus novergicus KONDISI DEFISIENSI KALSIUM

ZARMEIS SRI MULYATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Neraca Kalsium pada Hewan Model Tikus Putih Rattus novergicus

Kondisi Defisiensi Kalsium

Nama : Zarmeis Sri Mulyati

NIM : D24090067

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS

Pembimbing I

Dr Ir Sumiati, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ( )

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini adalah defisiensi kalsium pada hewan model tikus

putih yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013, dengan judul Neraca Kalsium

pada Hewan Model Tikus Putih Rattus novergicus Kondisi Defisiensi Kalsium.

Defisiensi kalsium merupakan kondisi dimana ternak mengalami

kekurangan kalsium didalam tubuhnya. Defisiensi kalsium dapat berasal dari diet

yang diberikan kepada ternak. Pemberian diet defisiensi kalsium untuk

menjadikan hewan model tikus putih (R. novergicus) galur Sprague dawley

rendah kalsium sehingga mengalami defisiensi kalium yang selanjutnya akan

digunakan untuk uji senyawa aktif. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

penulis berharap agar skripsi ini memberikan informasi yang berguna bagi dunia

peternakan.

Bogor, Mei 2014

Zarmeis Sri Mulyati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1 METODE 2

Bahan 3 Alat 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Prosedur Percobaan 3

Analisis Data 5

Peubah yang Diamati 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Konsumsi Bahan Kering (BK) Diet dan Kalsium 6

Kalsium Feses 7 Absorpsi Kalsium 7 Kalsium Plasma 8

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 9 Kalsium Tulang Femur 9 Kalsium Hati 10 Kalsium Ginjal 10

SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11 LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 15

UCAPAN TERIMA KASIH 15

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian 2 2 Komposisi mineral mix dalam 5000 mg 3 3 Rataan konsumsi bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium difeses,

absorbsi kalsium, kalsium diplasma tikus 6 4 Rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH), kalsium dalam tulang

femur, kalsium dalam hati, kalsium dalam ginjal tikus. 9

DAFTAR GAMBAR

1 Metabolisme kalsium dalam tubuh 7 2 Proses penyerapan kalsium dalam tubuh tikus 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji T-test konsumsi bahan kering (BK) 13 2 Hasil uji T-test konsumsi kalsium 13 3 Hasil uji T-test kalsium feses 13 4 Hasil uji T-test absorpsi kalsium 13 5 Hasil uji T-test kalsium plasma 13

6 Hasil uji T-test kalsium tulang femur 13 7 Hasil uji T-test kalsium hati 14 8 Hasil uji T-test kalsium ginjal 14 9 Hasil uji T-test pertambahan bobot badan harian (PBBH) 14

PENDAHULUAN

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja

dipelihara untuk dipakai sebagai model penelitian, dan juga untuk mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pengamatan laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Berbagai jenis

hewan yang umum digunakan sebagai hewan percobaan yaitu mencit, tikus,

marmut, kelinci, hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau, kuda dan

monyet (Malole dan Pramono 1998). Terdapat beberapa galur tikus putih (Rattus

norvegicus) yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara

lain: Wistar, Sprague dawley, Long evans, dan Holdzman (Kohn dan Bartold

1984). Penelitian ini menggunakan galur S. dawley sebagai hewan model karena

hewan ini mudah dipelihara, relatif sehat, umur relatif singkat, sistem reproduksi

yang cepat. Tikus putih dapat digunakan sebagai hewan percobaan yang

digunakan untuk menguji pakan, obat-obatan, berbagai jenis mineral dan senyawa

aktif seperti inulin, nano produk dan hormon.

Purified diet (NRC 1995) adalah formulasi ransum yang bahan bakunya

lebih terseleksi dan kadarnya tidak bervariasi. Bahan baku yang digunakan seperti

casein, kedelai, gula, pati, minyak sayur, carboxy methyl cellulose (CMC),

vitamin dan garam. Konsentrasi nutrien dari produk purified diet tidak bervariasi

dan lebih mudah terkontrol. Diet ini bisa dibuat secara khusus untuk

menghasilkan ransum hewan model yang defisiensi terhadap salah satu nutrien

(makro atau mikro).

Kebutuhan kalsium pada tikus normal tumbuh menurut NRC (1995) sebesar

0.5%. Formula diet yang dibuat untuk hewan model defisiensi kalsium harus

mengandung kalsium yang kurang dari 0.5%. Ransum pakan hewan model yang

kandungan kalsiumnya kurang dari kebutuhan normal dapat mengakibatkan

hewan model mengalami defisiensi kalsium. Namun belum banyak keberhasilan

dalam membuat hewan model tikus putih yang defisiensi kalsium yang dapat

digunakan sebagai uji produk-produk yang terkait dengan metabolisme kalsium,

karena biasanya hewan mengalami gangguan klinis. Bahan pakan purified diet

yang diberikan defisiensi kalsium diberikan pada tingkat yang tidak klinis.

Definisi hewan defisiensi kalsium adalah hewan yang kandungan kalsium

diserum kurang dari 9.2 mg dl-1

. Kondisi ini dapat dilihat pula dari kadar kalsium

yang terdapat ditulang, gigi serta konsentrasi otot yang rendah dari hewan model

normal. Pemberian nutrien dengan kandungan mineral kalsium lebih rendah

dibandingkan dengan kebutuhan dapat menyebabkan hewan model mengalami

defisiensi kalsium. Hewan model defisiensi kalsium juga dapat digunakan dalam

pengujian bahan-bahan aktif seperti inulin dan difructose anhydride (DFA III)

yang dapat mempengaruhi metabolisme kalsium. Menurut Pudjiraharti et al

(2011) DFA III yaitu senyawa disakarida siklik yang merupakan hasil reaksi

secara enzimatis dari inulin enzim inulinfruktotransferase Nonomuraea sp.

Penambahan senyawa aktif tersebut digunakan dalam kajian penyembuhan

osteoporosis, status menopause dan patah tulang.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat hewan model tikus putih (R.

norvegicus) galur S. dawley yang defisiensi kalsium dan mengevaluasi neraca

kalsiumnya. Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan untuk kajian pengaruh

2

senyawa aktif terhadap serapan atau pemanfaatan kalsium tubuh, kemudian dapat

diujikan kepada hewan ternak maupun manusia.

METODE

Bahan

Hewan percobaan

Penelitian ini menggunakan tikus putih betina R. novergicus dari galur S.

dawley dewasa yang berumur 12 bulan sebanyak 10 ekor dengan rata-rata bobot

badan (235.00 ± 27.94) g.

Purified diet

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan Purified diet terdiri atas

tepung beras, kasein, minyak jagung, tepung gula, vitamin, DL-metionin, mineral

(mengandung kalsium), CMC dan garam. Pakan defisiensi kalsium terbuat dari

bahan yang sama kecuali penggunaan bahan mineral yang bebas kalsium. Bahan

pakan defisiensi kalsium dibuat pada taraf tidak klinis. Komposisi dan kandungan

nutrien ransum penelitian (Tabel 1) dan komposisi mineral mix yang digunakan

dalam penelitian (Tabel 2).

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian

Komposisi K (%)* DK (%)*

Tepung beras

Kasein

Minyak jagung

Glukosa

DL-Methionine

Carboxy methyl cellulose

Mineral Mix (berkalsium)

Mineral Mix (tanpa kalsium)

Campuran vitamin

Garam

25.00

18.00

3.50

49.00

0.30

3.00

0.50

0.00 0.50

0.20

25.00

18.00

3.50

49.00

0.30

3.00

0.00

0.50

0.50

0.20

Total 100.00 100.00

Bahan kering (%)** 76.89 77.31

Protein Kasar (%)** 17.78 17.90

Serat Kasar (%)** 0.44 0.49

Lemak Kasar (%)** 3.11 3.07

Kalsium (%)**

Fosfor (%)**

0.60

0.20

0.40

0.20 Keterangan : * = K (diet kontrol) ; DK (diet defisiensi kalsium) ; ** = Hasil analisis laboratorium

Mikrobiologi Terapan Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Cibinong (2013)

3

Tabel 2 Komposisi mineral mix dalam 5000 mg

Komposisi Mineral mix berkalsium Mineral mix tanpa kalsium

NaCl

KH2PO4

MgSO4

CaCO3

Tepung maizena

FeSO4,7H2O

MnSO4.H2O

K.I

ZnSO4.7H2O

CuSO4.5H2O

CoCl2.6H2O

697

195

287

191

0

135

20

4

3

2

1

697

195

287

0

191

135

20

4

3

2

1

Total 5000 5000 Mineral mix diproduksi dari laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan (ITP) FATETA

Alat

Peralatan yang digunakan adalah kandang individu dari bak kotak dengan

ukuran 28 cm x 39 cm dengan tinggi 12.5 cm yang diberi sekam, tempat minum,

tempat pakan, timbangan, baskom, blender, plastik, sendok plastik besar dan kecil,

alat tulis, termometer ruangan dan alat kebersihan. Pengambilan darah

menggunakan syiringe dan tabung berheparin. Analisis kadar kalsium serum

menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST® dan spektrofotometer UV-Vis,

sedangkan analisis kadar kalsium pada pakan, tulang, feses, hari dan ginjal

menggunakan Atomic Absorption Spekrophotometer (AAS) Shimadzu AA-6300.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kandang pemeliharaan tikus. Analisis kalsium

dilakukan di laboratorium Ternak Daging dan Kerja Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, analisis mineral kalsium laboratorium

Kimia Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB

Dramaga dan analisis proksimat diet di Laboratorium Mikrobiologi Terapan Pusat

Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong

pada bulan Maret – Desember 2013.

Prosedur Percobaan

Pemeliharaan

Waktu adaptasi terhadap pakan baru dilakukan selama empat hari.

Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari pukul 08.00 dan sore

hari pukul 15.00. Pencampuran pakan secara kering dilakukan setiap tujuh hari

sekali, sedangkan pembuatan pakan berbentuk bola-bola dilakukan setiap pagi

sebanyak kebutuhan pakan pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan

sebanyak 15 g dengan kadar air sekitar 20%. Air minum diberikan ad libitum.

Perlakuan yang diberikan adalah pakan purified diet (kontrol) dan pakan

defisiensi kalsium (DK). Kelompok tikus yang diberi perlakuan diet kontrol

4

sebanyak 5 ekor dan kelompok tikus yang diberi perlakuan diet defisiensi kalsium

sebanyak 5 ekor.

Koleksi Sampel Pakan

Konsumsi dihitung setiap hari dengan cara menimbang pakan yang

diberikan dikurangi sisa pakan (g ekor-1

hari-1

).

Koleksi Sampel Feses Pengambilan sampel total koleksi feses dilakukan selama lima hari pada

saat akhir pemeliharaan.

Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan

metode cardiac puncture atau pengambilan darah pada bagian jantung. Tikus

yang telah dianastesi dengan eter dibaringkan di tempat yang datar, lalu bulu

dibersihkan dan diberi antiseptik, kemudian bagian thorak kiri yang diraba

merupakan tempat jantung. Siring ditusukkan kurang lebih 45º lalu darah diambil

sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung berheparin.

Tulang, Hati dan Ginjal

Tulang Femur, hati dan ginjal diambil setelah hewan dianastesi dan

dimatikan dilanjutkan dengan preparasi.

Preparasi Sampel Tulang Femur Tulang yang sudah preparasi dari tubuh hewan dikeringkan pada suhu 60 ºC

selama 24 jam, kemudian sisa daging yang melekat dibersihkan menggunakan silet,

tulang yang sudah bersih direndam dengan larutan hydraziniumhydroxid (etwa 100%

N2H5OH) selama enam hari, kemudian tulang direndam menggunakan alkohol 30%

selama 1 jam, lalu dibilas menggunakan aquades sebanyak dua kali dan dikeringkan

dengan oven 60ºC.

Pengabuan Basah

Sampel ransum, feses, hati, ginjal dan tulang dihaluskan menggunakan

mortar, ditimbang sebanyak masing-masing sampel 1 g. Sampel ditambahkan 5

ml HNO3 (p) lalu didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam,

kemudian dipanaskan diatas hot plate dengan temperatur rendah (60-70 ºC)

selama 4-6 jam (dalam ruang asam). Sampel dibiarkan semalam (sampel ditutup)

lalu ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p), dan dipanaskan diatas hot plate sampai larutan

berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam, selanjutnya sampel ditambahkan 2-3

tetes larutan campuran HClO4:HNO3 (2:1). Sampel masih tetap diatas hot plate,

karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat

menjadi kuning tua kemudian menjadi kuning muda (biasanya ± 1 jam). Setelah

ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel

dipindahkan lalu didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl (p),

kemudian dipanaskan kembali agar sampel larut (±15 menit) sebelum dimasukkan

dalam labu takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring, kemudian

sampel yang telah bening dibaca menggunakan AAS untuk diketahui konsentrasi

kalsiumnya pada panjang gelombang 570 nm (Taussky dan Shorr 1953).

5

Pengukuran Kadar Kalsium Plasma Analisis kadar kalsium serum menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST®

dan spektrofotometer UV-Vis. Sampel plasma darah, blanko dan standar sebanyak

10µl dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1000 µl pelarut 1-

calcium, lalu divortex selama 10 detik dan diinkubasi selama 5 menit, lalu

ditambahkan 250 µl pelarut kedua yang mengandung ethanolamine dan C-

Corrosive kemudian divortex kembali selama 10 detik lalu diinkubasi selama 10

menit. Sampel dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 570-580 nm.

Analisis data

Data yang diperoleh dari dua perlakuan dibandingkan dengan uji T. Rataan

dan standar deviasi dihitung berdasarkan rumus Stell dan Torrie (1993) berikut :

t =đ-μd

sd

n

atau apabila μd maka t =đsd

n

Derajat bebas (df) = n-1

D = selisih diantara masing-masing individu/objek yang berpasangan

µd = nilai rata-rata perbedaan d populasi dari keseluruhan pasangan data, bisanya

0

đ = nilai rata-rata dari d

sd = nilai standar deviasi dari d

n = banyaknya pasangan data

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering (BK), kunsumsi

kalsium, kadar kalsium difeses, absorpsi kalsium, kadar kalsium plasma, kalsium

dalam tulang, kalsium dalam hati, kalsium dalam ginjal, dan pertambahan bobot

badan harian (PBBH).

Konsumsi Bahan Kering (BK) dan Kalsium

Konsumsi BK dan kalsium dihitung setiap hari dengan cara menimbang diet

yang diberikan dikurangi sisa diet (g ekor-1

hari-1

) dikali dengan BK diet atau dan

kadar kalsium diet hasil analisis proksimat.

Kadar Kalsium dalam Feses, Hati, Ginjal dan Tulang

Preparasi sampel dan analisis menggunakan metode pengabuan basah,

kemudian sampel dibaca menggunakan AAS untuk diketahui konsentrasi

kalsiumnya.

Absorpsi Kalsium

Absorpsi kalsium dihitung dengan mengurangi jumlah kalsium yang

dikonsumsi dengan jumlah kalsium yang dikeluarkan bersama dalam feses dibagi

jumlah konsumsi kalsium dan dikali 100% (Shiga et al. 2003).

6

Kadar Kalsium Plasma

Diukur dengan menggunakan reagen kit kalsium O-C FAST® dan dibaca

panjang gelombangnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan

panjang gelombang 570-580 nm, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Konsentrasi Kalsium (mg dl-1

) = absorbansi sampel

absorbansi standarX konsentrasi standar

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) diketahui dengan penimbangan

bobot badan awal dan akhir penelitian, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

PBBH = Bobot badan akhir (g) - Bobot badan awal (g)

Jumlah hari pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering (BK), Konsumsi Kalsium, Kalsium Feses, Absorpsi

Kalsium, Kalsium Tulang Femur dan Kalsium OrganTikus

Konsumsi bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium difeses, absorpsi

kalsium tikus tidak berbeda nyata antar perlakuan. Kadar kalsium di plasma

hewan tikus yang diberi diet defisiensi kalsium (DK) nyata lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P<0.01). Rataan hasil pengukuran

peubah penelitian (Tabel 3).

Tabel 3 Rataan konsumsi bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium difeses,

absorpsi kalsium, kalsium diplasma tikus

Peubah K DK % Pengurangan

Konsumsi BK (g ekor-1

hari-1

)

Konsumsi kalsium (g ekor-1

hari-1

)

Kalsium feses (g ekor-1

hari-1

)

Absorpsi kalsium (g ekor-1

hari-1

)

Absorpsi kalsium (%)

Kalsium plasma (mg dl-1

)

7.997±0.877

0.048±0.005

0.004±0.001

0.044±0.006

90.732±3.478

11.600±0.850A

7.886±0.647

0.032±0.003

0.003±0.001

0.028±0.003

89.948±4.028

7.720±1.080B

1.390

34.380

29.550

34.710

0.860

33.450

Keterangan : Konsumsi BK = Konsumsi Bahan Kering ; K = diet kontrol ; DK= diet defisiensi

kalsium ; Script berbeda nyata pada baris yang sama (P<0.01)

Konsumsi bahan kering (BK) diet dan kalsium

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi jumlah

konsumsi bahan kering (BK). Menurut NRC (1995) konsumsi harian tikus putih

tua adalah 15 g ekor-1

hari-1

. Konsumsi bahan kering (BK) tikus yang diberi diet

perlakuan kontrol sebesar 3.46% dari bobot badan (BB), tikus yang diberi

perlakuan defisiensi kalsium konsumsi bahan kering (BK) diet sebesar 3.11% dari

bobot badan (BB). Konsumsi bahan kering (BK) tikus yang diberi diet perlakuan

defisiensi kalsium lebih rendah 1.39% dari perlakuan kontrol. Aulyani (2013)

7

konsumsi bahan kering (BK) yang diberi diet kontrol sebesar 10.48 g ekor-1

hari-1

atau sebesar 7.25% dari bobot badan. Konsumsi bahan kering (BK) dari pada

penelitian ini lebih rendah dibandingkan literatur karena dalam pemberian pakan

dalam bentuk bola-bola yang dapat menyebabkan kadar air dalam pakan cukup

tinggi sebesar 23.11% sehingga hewan cepat kenyang. Hasil penelitian

menunjukkan jumlah konsumsi kalsium tidak berbeda nyata dari semua perlakuan.

Menurut Aulyani (2013) konsumsi kalsium pada tikus nomal sebesar 0.084 g

ekor-1

hari-1

. Konsumsi kalsium perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah 34.38%

dari perlakuan kontrol. Hal ini dikarenakan konsumsi diet mempengaruhi

konsumsi kalsium (Swick 2001). Rataan suhu kandang dipagi hari yaitu 26.4ºC

dan sore rataan suhu kandang 27.5ºC. Menurut Malole dan Pramono (1989) suhu

ideal kandang tikus yaitu dengan rata-rata 22ºC. Kondisi ini dapat mengakibatkan

tikus lebih mudah stres karena panas sehingga dapat mengakibatkan rendahnya

konsumsi pakan dan konsumsi air minum tinggi. Pemberian air minum diberikan

secara ad libitum. Konsumsi air minum tikus putih dewasa sebanyak 20-45 ml air

setiap harinya (Malole dan Pramono 1989).

Kalsium Feses

Hasil penelitian menunjukkan kalsium feses tidak berbeda nyata dari semua

perlakuan. Menurut Hartiningsih et al. (2008) kalsium feses pada hewan tikus

normal sebesar 0.50 g ekor-1

hari-1

. Kalsium feses perlakuan defisiensi kalsium

lebih rendah 29.355% dari perlakuan kontrol. Perbedaan kalsium feses yang jauh

lebih rendah pada penelitian ini dikarenakan konsumsi kalsium rendah. Kalsium

yang terdapat pada feses merupakan kalsium yang tidak diserap oleh tubuh. Salah

satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kalsium feses yaitu status kalsium

didarah. Jika kadar kalsium didarah rendah maka tubuh secara homeostasis akan

mengurangi ekskresinya.

Absorpsi Kalsium

Serapan kalsium merupakan persentase kalsium yang diserap oleh tubuh

dibandingkan jumlah kalsium yang dikonsumsi. Bagan metabolisme kalsium di

dalam tubuh.

Gambar 1 Metabolisme kalsium dalam tubuh (Roberfroid 2005)

8

Kalsium yang dikonsumsi akan masuk melalui saluran pencernaan dan

kemudian diserap usus halus dengan bantuan vitamin D dalam bentuk aktif

calcitrol. Penyerapan diusus halus terdapat penyerapan aktif dan penyerapan pasif.

Kalsium yang diserap dalam usus halus akan masuk kedalam darah. Apabila

kalsium darah tinggi maka akan dideposisi ditulang dan ginjal dengan bantuan

hormon calsitonin. Jika kalsium darah rendah maka akan mereabsorpsi kalsium

yang terdapat pada tulang dan ginjal dengan bantuan hormon parathyroid dan

calcitriol. Kalsium didarah selanjutnya disekresikan diusus halus. Kalsium yang

tidak diserap lagi dalam tubuh akan diekskresikan melalui feses dan urine.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

absorpsi. Menurut Aulyani (2013) absorpsi kalsium normal pada tikus sebesar

63.32%. Absorpsi kalsium perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah 0.86% dari

perlakuan kontrol. Tikus yang diberi perlakuan kontrol mengabsorpsi kalsium

berbanding lurus dengan perlakuan defisiensi kalsium. Dalam keadaan tumbuh

normal kalsium yang dikonsumsi akan diabsorpsi sebanyak 30-50%. Kemampuan

absorpsi kalsium pada tikus putih yang telah tua yaitu berumur 12 bulan jauh

lebih rendah dibandingkan dengan tikus putih pada masa pertumbuhan yang

berumur 3 bulan (Almatsier 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi

kalsium yaitu: jumlah kalsium yang dikonsumsi, vitamin D, hormone paratiroid

serta aktivitas fisik. Fosfor dan magnesium juga dapat mempengaruhi absorpsi

kalsium. Apabila tikus mengalami kekurangan fosfor dapat mengakibatkan

kerusakan tulang. Jika tikus mengalami kekurangan magnesium nafsu makan akan

berkurang, gangguan dalam pertumbuhan serta mengalami gangguan sintesis dan

sekresi hormon paratiroid (Almatsier 2004).

Kalsium Plasma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nyata mempengaruhi

kalsium plasma (P<0.01). Menurut Ringler dan Dabich (1979), kadar kalsium

dalam plasma tikus galur S. dawley betina adalah 13.60 mg dl-1

. Kadar kalsium

dalam plasma tikus yang diberi perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah 34.38%

dari perlakuan kontrol namun tanpa adanya gangguan klinis. Hal ini terlihat dari

aktivitas makan yang normal. Saat kadar plasma kalsium atau fosfor terlalu tinggi,

maka hormon calcitonin akan mengurangi penyerapan di usus halus, dan akan

meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor ditulang serta meningkatkan

ekskresi di ginjal. Sebaliknya ketika plasma kalsium terlalu rendah, hormon

paratiroid diikuti calcitriol akan meningkatkan konsentrasi plasma kalsium dengan

atau tanpa fosfor melalui absorbsi di usus halus ataupun reabsorbsi tulang dan

mengurangi ekskresi kalsium diginjal (Veum 2010). Adanya kalsium dalam tubuh

merupakan fungsi homeostasis yang menyebabkan kadar kalsium dalam darah

tidak banyak berubah. Menurut Mihai dan Fardon (2000) untuk mempertahankan

konsentrasi kalsium darah dalam kisaran normal, sistem homeostasis hormon

paratiroid menggertak kerja ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium dan

menurunkan absorpsi fosfat yang ditandai oleh turunnya ekskresi kalsium.

9

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), Kalsium Tulang Femur,

Kalsium Hati dan Kalsium Ginjal

Pertambahan bobot badan harian (PBBH), kalsium tulang femur, kalsium

dalam hati dan dalam ginjal tikus tidak berbeda nyata antar perlakuan. Rataan

hasil pengukuran peubah penelitian (Tabel 4).

Tabel 4 Rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH), kalsium dalam tulang

femur, kalsium dalam hati, kalsium dalam ginjal tikus

Peubah K DK

PBBH (g ekor-1

hari-1

)

Kalsium tulang femur :

Berat tulang femur (g)

Kadar kalsium (%)

Kalsium hati :

Berat hati (g)

Kadar kalsium (%)

Kalsium ginjal :

Berat ginjal (g)

Kadar kalsium (%)

0.100±0.090

0.439±0.108

15.851±1.545

8.080±1.220

0.001±0.001

1.453±0.335

0.003±0.002

0.060±0.040

0.427±0.059

15.670±2.211

8.684±0.710

0.001±0.001

1.702±0.034

0.002±0.001 Keterangan : K = diet kontrol ; DK = diet defisiensi kalsium ; PBBH = Pertambahan bobot badan

harian

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak nyata mempengaruhi

pertambahan bobot badan harian tikus. Menurut penelitian Sayuti dan Parakkasi

(2009) dengan menggunakan tikus putih yang berumur 3 bulan, PBBH tikus sehat

dengan pakan normal yaitu 0.024 g ekor-1

hari-1

. Pertambahan bobot badan harian

(PBBH) tikus perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah 37.34% dari perlakuan

kontrol. Menurut Sayuti dan Parakkasi (2009) hal ini berkaitan dengan semakin

bertambahnya usia tikus maka PBBH akan semakin rendah. Rendahnya PBBH

pada tikus defisiensi kalsium dikarenakan rendahnya konsumsi kalsium pada

perlakuan. Fungsi kalsium selain proses pembentukan tulang juga untuk hormon,

kofaktor, pembentukan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi

biologik dan kontraksi otot.

Kalsium Tulang Femur

Tulang femur atau tulang paha merupakan representatis pertumbuhan tulang.

Hasil penelitian menunjukkan kalsium ditulang femur tikus terlihat tidak berbeda

nyata. Menurut Bogden et al. (1992) kadar kalsium yang terdapat ditulang

15.24%. Kadar kalsium ditulang femur pada perlakuan defisiensi kalsium lebih

rendah 1.14% dari perlakuan kontrol. Kadar kalsium yang tidak berbeda nyata

belum tentu menunjukkan kadar kalsium yang sama. Menurut Aulyani (2013)

kadar kalsium yang terdapat ditulang tibia tikus putih sebesar 26.42% sampai

28.11%. Faktor yang mempengaruhi retensi kalsium ditulang yaitu keragaman

individu yang cukup besar, kecukupan vitamin D dan peranan Mg dalam

penyerapan kalsium dalam tulang. Tulang berperan dalam fungsi metabolik

dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan kadar

10

kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan (growth

factor) seperti transforming growth factor (TGF- ß) yang berperan dalam

remodelling (Dellman dan Euell 1998).

Kalsium Hati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

kalsium dalam hati tikus. Menurut Han et al. (1995) kadar kalsium yang terdapat

di hati tikus sebesar 0.003%. Kalsium dihati perlakuan defisiensi kalsium lebih

rendah 1.96% dari perlakuan kontrol. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh

(Ressang 1984) yang memiliki berat hingga 2-5% dari bobot badannya dan

biasanya berat hati dan berat badan tersebut konstan (Bank 1985). Hati berfungsi

sebagai penawar racun dengan cara memusnahkan atau dengan menggandeng

racun dengan senyawa lain sehingga sifat racunnya hilang atau meleleh (Girindra

1989).

Kalsium Ginjal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

kalsium dalam ginjal tikus. Menurut Yuniarti et al. (2008) kadar kalsium diginjal

sebesar 0.12%. Kalsium diginjal perlakuan defisiensi kalsium lebih rendah 8%

dari perlakuan kontrol. Ginjal merupakan alat tubuh yang mempunyai

kemampuan menyaring dan menyerap kembali beberapa bahan dari sirkulasi

darah dalam tubuh (Ressang 1984). Apabila fungsi ginjal berjalan dengan normal,

maka jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam urin meningkat. Hal ini

dikarenakan kadar kalsium dalam serum meningkat, sekitar 2.5 mmol (0.1 g)

kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat (Baron 1995).

Proses penyerapan kalsium dalam tubuh tikus disajikan pada Gambar 2

Gambar 2 Proses penyerapan kalsium dalam tubuh tikus. K = diet kontrol ;

DK = diet defisiensi kalsium

Konsumsi kalsium

K = 7.99 g ekor-1

hari-1

(3.46% BB)

DK = 7.88 g ekor-1

hari-1

(3.11% BB)

Kalsium plasma

K = 11.60 mg dl-1

(4.98% BB)

DK = 7.72 mg dl-1

(3.04% BB)

Kalsium feses

K = 0.004 g ekor-1

hari-1

(0.002% BB)

DK = 0.003 g ekor-1

hari-1

(0.001% BB)

Kalsium tulang femur

K = 15.85%

(6.81% BB)

DK = 15.67%

(6.17% BB)

Kalsium ginjal

K = 0.003%

(0.001% BB)

DK = 0.002%

(0.0007% BB)

Kalsium hati

K = 0.001%

(0.0004% BB)

DK = 0.001%

(0.0003% BB)

11

Kalsium yang dikonsumsi oleh tikus putih perlakuan kontrol sebesar

3.46% dari BB, sedangkan perlakuan defisiensi kalsium sebesar 3.11% dari BB.

Kalsium yang telah masuk ke dalam tubuh tikus akan masuk kedalam darah

sebesar 4.98% dari BB dan 3.04% dari BB untuk perlakuan defisiensi kalsium.

kalsium yang masuk ke dalam darah akan di salurkan ke dalam tulang sebesar

6.81% dari BB untuk perlakuan kontrol dan 6.17% dari BB untuk perlakuan

defisiensi kalsium. Kalsium yang terdapat di dalam ginjal sebesar 0.001% dari BB

untuk perlakuan kontrol dan 0.0007% dari BB untuk perlakuan defisiensi kalsium.

Kalsium dalam hati sebesar 0.0004% dari BB untuk perlakuan kontrol dan

0.0003% dari BB untuk perlakuan defisiensi kalsium. Kalsium yang diekskresikan

melalui feses sebesar 0.001% dari BB baik perlakuan kontrol maupun perlakuan

defisiensi kalsium.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan defisiensi kalsium pada hewan model yang diberi purified diet

telah berhasil membentuk hewan defisiensi kalsium dengan kadar kalsium plasma

7.72% mg dl-1

. Hewan model defisiensi kalsium yang dibuat pada penelitian ini

tidak menunjukkan adanya gejala klinis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada hewan model dalam masa

pertumbuhan dan dilakukan pula pengujian hormon estrogen dan progesteron

untuk mengetahui pengaruh dari defisensi kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka

Utama.

Aulyani TL. 2013. Pemberian kalsium nano Ca3(PO4)2 terhadap efektivitas

penyerapan kalsium tulang hewan model tikus putih Rattus novergicus.

[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bank WJ. 1985. Applied Veterinary Histology. Ed ke-2. Amerika (US): Williams

and Wilkins. hlm 419-445.

Baron DN. 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik. Ed ke-4. Jakarta (ID): EGC Pr.

Bogden JD, Gertner SB, Christakson S, Kemp FW, Yang Z, Katz SR, Chu C,

1992. Dietary calcium modifies concentrations of lead and other metals and

renal calbindin in rats. J Nutr.122: 1351-1360.

Dellman HD, Eurell JA. 1998. Text Book of Veterinary Histology. Ed ke-7.

Amerika (US): Lippincott Williams & Wilkins. hlm 47-61.

12

Girindra A. 1989. Biokimia Patologi Hewan. Bogor (ID). IPB Pr.

Han S, Qiao X, Simson S, Ameri P, Kemp FW, Bogden JD. 1995. Weight loss

alters organ concentrations and contents of lead and some essential divalent

metals in rats previously exposed to lead. J Nutr 126: 317-323.

Hartiningsih, Agus I, Rosana AS, Devita A. 2008. Pengaruh panhisterektomi

terhadap retensi kalsium dan fosfor tikus Sprague dawley yang diberi pakan

kedelai selama empat minggu. J Sain Vet. 26(2): 88-95.

Kohn DF, Barthold SW. 1984. Biologi and Diseases of Rat. San Diego (US):

Academic Pr.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di

Laboratorium.Bogor (ID). IPB Pr.

Mihai R, Faradon JR. 2000. Parathyroid disease and calcium metabolism. J

Anaesth. 85:29-43.

[NRC] National Research Council. 1995. Nutrient Requirements of Laboratory

Animals. Washington (US). National Academy Pr.

Pudjiraharti S, Takesue N, Katayama T, Lisdiyanti P, Hanafi M, Tanaka M, Sone

T, Asano K. 2011. Actinomycete Nonomuraea sp. Isolated from Indonesian

soil is a new producer of inulin fructotransferase. J Biosci. 111: 671-674.

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bali (ID): Percetakan

Bali.

Ringler DH, Dabich L. 1979. Hematology and Clinical Biochemistry. In: Baker

JH, Lindsey JR, Weisbroth SH (Eds). The Laboratory Rat.Volume I Biology

and Diseases.Amerika (US): Academic Pr.

Roberfroid MB. 2005. Inulin-type furctants; Functional Food Ingredients. Boca

Raton (US). CRC Pr.

Sayuti MM, Parakkasi A. 2009. Performa pertumbuhan tikus putih (Rattus

norvegicus) yang diberi ransum berbagai taraf limbah udang. J Agripet 9 (2):

21-27.

Shiga K, Hara H, Okano G, Ito M, Minami A, Tomita A. 2003. Ingestion of

difructose anhydride II and voluntary running exercie independently increase

femoral and tibial bone mineral density and bone strength with increasing

calcium absoprtion in rats. J Nutr. 133: 4207-4211.

Smith JB, Mankoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan

Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Swick RA. 2001. Poultry Management in Warm Climate: In Poultry Management

Forum. Jakarta (ID): ASA Indonesia.

Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the derermination

of inorganic phosphorus. J Biol. Chem. 202(2): 675-685.

Veum TL. 2010. Phosphorus and Calcium Nutrition and Metabolism. In: Vitti

DMSS and Kebreab E, editor. Phosphorus and Calcium Utilization and

Requirements in Farm Animals. Missouri (USA): CAB International.

Yuniarti WM, Sari YI, Triakoso N. 2008. Pengaruh pemberian suplemen kalsium

karbonat dosis tinggi pada tikus putih ovariohisterektomi terhadap mineralisasi

ginjal. J Vet. 9(2): 73-78.

13

Lampiran 1Hasil uji T-test konsumsi bahan kering (BK)

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

7.997

7.886

0.111

0.877

0.647

1.266

0.854

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 2 Hasil uji T-test konsumsi kalsium

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

0.048

0.032

0.016

0.005

0.003

0.007

0.510

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 3 Hasil uji T-test kalsium feses

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

0.004

0.003

0.001

0.001

0.001

0.002

0.188

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 4 Hasil uji T-test absorpsi kalsium

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

90.540

89.950

0.590

3.480

4.030

4.720

0.794

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 5 Hasil uji T-test kalsium plasma

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

11.600

7.722

3.878

0.850

1.079

1.745

0.008

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.01)

Lampiran 6 Hasil uji T-test kalsium tulang femur

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

15.850

15.670

0.181

1.540

2.210

1.561

0.831

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

14

Lampiran 7 Hasil uji T-test kalsium hati

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

0.00101

0.00100

0.00001

0.00044

0.00069

0.00058

0.96300

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 8 Hasil uji T-test kalsium ginjal

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

0.00252

0.00213

0.00039

0.00113

0.00111

0.00219

0.74500

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

Lampiran 9 Hasil uji T-test pertambahan bobot badan (PBBH)

N Rataan SD Sig.

K

DK

D

5

5

5

0.10480

0.05770

0.04710

0.02110

0.03860

0.14940

0.52000

Ket.: K = kontrol ; DK = defisiensi kalsium ; D= selisih ; N = jumlah (sampel tikus) ; SD = standar

deviasi ; Sig.= signifikansi (P<0.05)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di kota Palembang pada 11 Mei 1991.

Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan

Bapak Yulizar dan Ibu Januwati. Pendidikan dasar penulis

diselesaikan pada tahun 2003 di SD Taman Siswa I Kampung

Bali Palembang, pendidikan menengah pertama diselesaikan

pada tahun 2006 di SMP Patra Mandiri 3 Sungai Gerong

Palembang dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada

tahun 2009 di SMA Patra Mandiri 2 Sungai Gerong

Palembang.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian

Bogor (IPB) pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

di departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan.

Selama menjalani pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor Penulis aktif

dalam organisasi Ikatan Keluarga Musi Banyuasin (IKAMUSI) pada periode

2009-2012, Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) 2010-2011.

Tahun 2010 penulis pernah mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk PKM

Penelitian.

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian dan tugas akhir ini.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof Dr

Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama

skripsi, serta Dr Ir Sumiati, MSc selaku dosen pembimbing anggota atas arahan

dan bimbingannya kepada penulis selama kuliah, melaksanakan penelitian hingga

menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada Dr Ir Jajat Jahja sebagai dosen

pembahas seminar Dilla Mareistia Fassah SPt MSc sebagai dosen panitia seminar

dan panitia sidang pada tanggal 23 Januari 2014 dan sidang skripsi pada tanggal 8

April 2014. Terima kasih kepada Dr Ir Anita S Tjakradidjaja Mrur Sc dan Zakiah

Wulandari STp Msi sebagai dosen penguji sidang skripsi pada tanggal 08 April

2014. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kerjasama

Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) yang telah

bersedia mendanai selama penelitian. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak

Darmawan dari Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga dan Ibu Dian

dari Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Nurhayu dan ibu Ainia Herminiati ST

MSi selaku teman satu tim penelitian atas kerja sama dan bantuannya.

Penulis mengucapkan terima kasih terbesar kepada Ayah Yulizar dan Ibu

Januwati serta kakak Zarti Nauli Rozhada, adik Morfiza Muthahari Lubis, kacik,

teteh dan naysa atas doa, dukungan dan kasih sayang yang terus diberikan kepada

penulis. Ungkapan terima kasih pula tak lupa kepada para sahabat Meta, Sasi,

Oline, Esa, Lita, Andreas, Hudori, Irni, Amelia, Sulis, Hera dan Azizah yang

selalu memberi doa, dukungan, bantuan dan masukan kepada penulis. Terima

kasih kepada seluruh keluarga besar Nutritiousz 46 yang telah memberikan

banyak kesan dan kenangan bagi penulis selama menjadi anggota keluarga besar

Fakultas Peternakan.