nematoda pa to genesis serangga sebagai ida

16
I. PENDAHULUAN 1.1. Nematoda Steinernema sp Sebagai BioPestisida Nematoda Steinernema sp adalah agensia hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama. Teknik pengendalian hama ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia, yaitu dengan memanfaatkan nya sebagai bahan biopestisida. Nematoda entomopatogen Steinernema sp.termasuk famili Steinernematidae yang diketahui sangat potensial mengendalikan serangga hama. Nematoda ini memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan bahan- bahan kimia sebagai agen pengendali. Selain mudah dikembangbiakan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang tinggi (daya bunuhnya sangat cepat), kisaran inangnya yang luas, aktif mencari inang sehingga efektif untuk mengendalikan serangga dalam jaringan, tidak menimbulkan resistensi, mudah diperbanyak dan aman terhadap lingkungan. Pada tahap awal untuk mengembangkan nematoda tersebut memang dibutuhkan investasi yang cukup besar karena harus melalui banyak tahap kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi eksplorasi, isolasi, perbanyakan massal, pelepasan, dan konservasi, tetapi dalam jangka panjang dapat menghemat biaya 1

Upload: uli-waty-pakpahan

Post on 25-Jun-2015

618 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

I. PENDAHULUAN

1.1. Nematoda Steinernema sp Sebagai BioPestisida

Nematoda Steinernema sp adalah agensia hayati yang dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu alternatif pengendalian hama. Teknik pengendalian hama ini

berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia, yaitu dengan

memanfaatkan nya sebagai bahan biopestisida.

Nematoda entomopatogen Steinernema sp.termasuk famili Steinernematidae

yang diketahui sangat potensial mengendalikan serangga hama. Nematoda ini

memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan bahan-bahan kimia

sebagai agen pengendali. Selain mudah dikembangbiakan dan memiliki

kemampuan menginfeksi yang tinggi (daya bunuhnya sangat cepat), kisaran

inangnya yang luas, aktif mencari inang sehingga efektif untuk mengendalikan

serangga dalam jaringan, tidak menimbulkan resistensi, mudah

diperbanyak dan aman terhadap lingkungan.

Pada tahap awal untuk mengembangkan nematoda tersebut memang

dibutuhkan investasi yang cukup besar karena harus melalui banyak tahap

kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi eksplorasi, isolasi, perbanyakan

massal, pelepasan, dan konservasi, tetapi dalam jangka panjang dapat menghemat

biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan usahatani petani. Keuntungan

lain penggunaan nematoda untuk mengendalikan serangga dalah dihasilkan produk

pertanian yang bebas residu bahan kimia.

Pada lingkungan yang cocok virulensi nematoda Steinernema sp menjadi

lebih tinggi sehingga akan meningkatkan kemampuan nematoda Steinernema sp

untuk menemukan inangnya. Nematoda entomopatogenik Steinernema sp yang

telah menemukan inang akan segera berkembang dan memparasitasi inang tersebut

( De Doucet et al., 1998).

Menurut Amelia et al (2006) menyebutkan bahwa Lucilia sericata sebagai

salah satu serangga yang sangat berperan dalam penyebaran beberapa penyakit

merupakan salah satu serangga hama yang dapat dikendalikan oleh nematoda

entomopatogen Steinernema sp. Kematian larva sudah dapat teramati dalam 24 jam

1

Page 2: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

setelah penginfeksian untuk kelima konsentrasi nematoda yang digunakan.

Semakin tinggi konsentrasi nematoda entomopatogen Steinernema sp. yang

diinfeksikan terhadap larva Lucilia sericata maka semakin tinggi pula kematian

larva yang terjadi. Selain itu diperoleh juga konsentrasi nematoda yang efektif

menyebabkan kematian sepuluh ekor larva Lucilia sericata yaitu nematoda pada

konsentrasi 380 juvenil infektif/6ml.

Subagiya(2005) dalam Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus

Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap Hama Crocidolomia

binotalis Zell. di Tawangmangu menyebutkan bahwa serangan C. binotalis pada

tanaman kubis sampai sekarang belum dapat diatasi secara memuaskan, meskipun

pengen-dalian kimia telah dilakukan secara intensif. Salah satu agens pengendali

hayati yang mempunyai potensi tinggi untuk mengendalikan hama ulat jantung

kubis adalah nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae (All)

Penggunaan Steinernematidae dan Heterorhabditidae sebagai agens pengendali hayati famili and spesiesa Serangga Target ReferensHeterorhabditidaeHeterorhabditis bacteriophora Lepidoptera, Coleoptera Begley (1990), Klein (1990)H. megidis Coleoptera Klein (1990)

H. marelatus Coleoptera, LepidopteraLiu and Berry (1996), Berry et al. (1997)

Steinernematidae

Steinernema carpocapsaeLepidoptera, Coleoptera, Siphonaptera

Begley (1990), Klein (1990), Georgis and Manweiler (1994)

S. feltiae Diptera (Sciaridae) Begley (1990), Klein (1990)

S. glaseriColeoptera (Scarabaeidae)

Klein (1990)

S. kushidaiColeoptera (Scarabaeidae)

Ogura (1993)

S. riobrave Lepidoptera, Orthoptera Cabanillas et al. (1994)

Coleoptera (Curculionidae)Cabanillas and Raulston (1994)

S. scapterisciOrthoptera (mole crickets)

Parkman et al. (1993)

2

Page 3: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

II. MEKANISME PATOGENESIS

2.1. Simbiosis Mutualisme Nematoda Patogen Serangga dengan Bakteri

Patogenisitas Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga dibantu

oleh interaksi mutualistik dengan bakteri simbionnya. Oleh karena itu, bakteri

simbion ini memiliki potensi sebagai agen biokontrol hama. Hubungan mutualistik

ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda, antara lain membunuh inang

dengan cepat secara septicemia serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang

cocok bagi perkembangan dan reproduksi Steinernema sp sebagai nematoda

pathogen serangga. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa antibiotik

yang dapat menghambat perkembangan mikroorganisme sekunder yang ada dalam

tubuh inang. Bagi bakteri simbion, Steinernema sp melindungi bakteri dari kondisi

ekstrim dalam tanah dan melindungi bakteri dari kemungkinan adanya protein

antibakteri yang dikeluarkan serangga inang (Kaya and Gaugler 1993).

Pada mekanisme patogenisitas Nematoda Patogen Serangga, simbiosis

terjadi melalui simbiosis mutualisme antara bakteri pathogen Xenorhabdus untuk

Steinernema dan Photorhabdus untuk Heterorhabditis. Infeksi Steinernema sp

sebagai nematoda pathogen serangga yang dilakukan oleh stadium larva instar III

atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi

langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai

haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam

haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan

serangga. Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga sendiri juga

mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan

Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga mempunyai daya bunuh yang

sangat cepat. Serangga yang terinfeksi Nematoda Patogen Serangga dapat mati

dalam waktu 24-48 jam setelah infeksi.

Nematoda dan bakteri simbionnya berbagi dalam suatu siklus hidup yang

kompleks, baik dalam tahap simbiotik maupun patogeniknya (Brown et al. 2006).

Pada saat mendapatkan inang yang sesuai, Steinernema sp sebagai nematoda

3

Page 4: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

pathogen serangga akan memasuki saluran pencernaan dari larva serangga,

kemudian melakukan penetrasi ke dalam hemosel inang. Steinernema sp sebagai

nematoda pathogen serangga dapat masuk ke dalam hemosel melalui spirakel

pernapasan atau dengan melakukan penetrasi langsung melalui kutikula larva

serangga. Pada saat masuk ke dalam hemosel, Steinernema sp sebagai nematoda

pathogen serangga melepaskan bakteri ke dalam hemolimfa. Secara bersama-sama

Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga dan bakteri simbionnya

secara cepat membunuh larva serangga, meskipun dalam beberapa kasus bakteri itu

sendiri mempunyai virulensi yang tinggi (Kaya and Gaugler 1993).

Hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa Steinernema sp. dapat

menginfeksi lebih dari 250 spesies serangga yang berasal dari 75 famili dan 11

ordo (Poinar, 1979). Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yaitu: adanya

kepastian terjadinya kontak fisik antara nematoda dengan inang, kondisi

lingkungan optimal, dan rendahnya factor pembatas infeksi nematoda terhadap

inang di lingkungan laboratorium (Schroeder, 1987). Sebaliknya di lapang

nematoda cenderung kurang efektif menginfeksi karena pengaruh sinar ultraviolet.

Meskipun demikian, Steinernema sp. Terbukti efektif membunuh beberapa spesies

serangga hama tanaman hortikultura maupun perkebunan

Patogenitas nematoda terhadap ulat hama diukur berdasar waktu yang

dibutuhkan nematoda untuk membunuh serangga, pengukuran dilakukan pula pada

besarnya populasi nematoda yang berkembang dalam tubuh serangga saat mati

(Subagiya, 2005).

2.2. Isolasi Nematoda Patogen Serangga

Nematoda Patogen Serangga mudah diisolasi dari sampel tanah berpasir

yang porositasnya tinggi. Sampel tanah di tempatkan dalam botol, kemudian

diinfestasi dengan ulat lilin, ulat Hongkong (Tenebrio molitor), atau ulat bambu.

Setelah diinkubasikan selama 5 hari, ulat akan mati terinfeksi oleh nematoda. Ulat

yang mati terinfeksi Steinernema, tubuhnya tampak berwarna coklat muda,

sedangkan yang terinfeksi Heterorhabditis berwarna coklat tua agak kemerah-

merahan. Isolasi Nematoda Patogen Serangga dari tubuh ulat dilakukan dengan

4

Page 5: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

cara menempatkan ulat pada cawan petri yang beralaskan kertas saring basah.

Dalam waktu 2–3 hari, Nematoda Patogen Serangga akan keluar dari tubuh

serangga dan masuk ke dalam air di cawan yang lebih besar.

2.3. Reproduksi dalam jaringan inang

Ketika patogen telah mempenetrasi inang, maka proses selanjutnya adalah

reproduksi pada satu atau beberapa jaringan. Pada beberapa patogen reporduksi

terjadi pada jaringan tertentu, sedangkan secara umum reproduksi patogen pada

semua jaringan inang. Jaringan ini juga akan mempengaruhi jumlah propagul

patogen yang diproduksi per berat inang, seperti pada patogen yang menghasilkan

infeksi sistemik pada semua jaringan akan lebih ekonomis dibandingkan hanya

reproduksi pada jaringan tertentu. Steinernematida dan Heterorhabditidae terus

berreproduksi setelah inangnya mati oleh simbion bakteri, konsekuensinya jaringan

inang harus terus tersedia untuk reproduksi nematoda.

2.4. Keluarnya propagul patogen dari inang atau cadaver

Proses setelah reproduksi adalah progeni dari patogen harus kontak dengan

inang lainnya untuk melanjutnya siklus hidupnya. Pada beberpa patogen dimana

transmisi dilakukan secara vertikal dari induk ke anak. Kontak terjadi dengan

kontaminasi telur kemudian baru didepositkan ke lingkungan. Pada kebanyakan

patogen, propagul dilepas secara bebas kembali ke lingkungan dan kemudian akan

kontak dengan inangnya. Jika patogen itu membunuh inangnya, maka pengeluaran

propagul patogen dilakukan dengan disintegrasi tubuh patogen yang mati.

Nematoda keluar dari inangnya melalui beberapa cara, ada beberapa nematoda

juvenil dan dewasanya keluar dari tubuh inang yang sudah mati masuk dalam tanah

atau air. Ada juga nematoda yang keluar dan tersebar melalui organ reproduksi inang

dan nematoda akan tersebar atau keluar ke inang lain akibat proses oviposisi.

Penyebaran protosoa dan bakteri dari inang yang terinfeksi terjadi dalam feses yang

terkontaminasi ketika inang masih hidup dan selanjutnya melalui konsumsi oleh inang

lain.

5

Page 6: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

III. CARA PERBANYAKAN

Umumnya negara-negara yang secara intensif menggunakan Steinernema sp.

melakukan perbanyakan massal secara in vivo maupun in vitro (Shapiro et al.,

2002).

Siklus hidup nematoda entomopatogenik (NEP)

6

Page 7: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

3.1. Perbanyakan Secara In Vivo

Perbanyakan Steinernema sp secara in vivo dilakukan dengan menggunakan

ulat Hongkong (T. molitor). Ulat Hongkong dimasukkan dalam bak plastik atau

nampan yang dialasi dengan kertas saring atau kertas koran. Suspensi JI

diinokulasikan secara merata pada kertas tersebut. Dalam waktu 7 hari, 80-90%

ulat sudah terinfeksi oleh Steinernema sp. Ulat yang terinfeksi dipindahkan ke rak

perangkap yang dialasi kain, kemudian ditempatkan dalam bak plastik yang berisi

air. Setelah diinkubasikan selama 3-5 hari, JI Steinernema sp akan keluar dari

serangga dan masuk ke dalam air. Satu gram ulat Hongkong bisa menghasilkan

65.000 JI.

3.2. Perbanyakan Secara In Vitro

Perbanyakan secara in vitro dengan medium buatan sebenarnya lebih sulit

dan rumit karena sangat tergantung pada biakan bakteri primer, tetapi lebih efisien

untuk produksi skala besar atau komersial. Medium yang digunakan adalah bahan

berprotein tinggi, seperti homogenat usus, ekstrak khamir, pepton, tepung kedelai,

dan lain-lain. Perbanyakan bisa dilakukan di medium cair atau semi padat. Medium

semi padat dengan spon paling umum digunakan karena porositasnya tinggi.

Nutrisi untuk perbanyakan diresapkan ke dalam spon dengan perbandingan 12,5 : 1

(medium : spon, satuan dalam berat). Spon dimasukkan dalam botol atau plastik

tahan panas, kemudian disterilisasi. Setelah medium dingin, bakteri simbion fase

primer diinokulasikan ke dalam medium. Bakteri dibiarkan berkembang biak

selama 2-3 hari sebelum diinokulasi dengan JI. Steinernema sp dapat dipanen dua

minggu kemudian. Setiap 1 g medium spon dapat menghasilkan 90.000 JI.

Perbanyakan dengan medium cair dilakukan dalam bubble column fermentor untuk

memberikan aerasi yang baik bagi perkembangan Steinernema sp sebagai

nematoda pathogen serangga.

Formulasi yang pernah dicoba dan diteliti di Balai Penelitian Tanaman

Tembakau dan Serat dalam perbanyakan Steinernema sp sebagai nematoda

pathogen serangga.adalah berupa suspensi (cair) dan gabungan suspensi+media

7

Page 8: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

spon. Menurut Gothama et al. (2002), formulasi ini dapat disimpan selama ± 6

bulan dan tetap efektif menyebabkan mortalitas ulat S. litura 63 69% dalam waktu

3-5 hari setelah perlakuan. Sedangkan Nickel et al. (1994) telah mencoba

memformulasi nematoda dalam bentuk kapsul (pellet) yang per kapsulnya

mengandung sekitar 100.000 nematoda hidup. Sampai saat ini perkembangan

perbanyakan Steinernema sp. belum banyak mengalami kemajuan. Hal ini

disebabkan hasil-hasil penelitian tentang perbanyakan, penyimpanan, dan

pengemasan (handling) belum memadai dan masih perlu disempurnakan.

8

Page 9: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

KESIMPULAN

1. Nematoda Steinernema sp adalah agensia hayati yang dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu alternatif pengendalian hama, yaitu dengan

memanfaatkannya sebagai bahan biopestisida.

2. Nematoda Steinernema sp memiliki banyak kelebihan dibandingkan

dengan bahan-bahan kimia sebagai agen pengendali, seperti: mudah

dikembangbiakan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang tinggi (daya

bunuhnya sangat cepat), kisaran inangnya yang luas, aktif mencari inang

sehingga efektif untuk mengendalikan serangga dalam jaringan, tidak

menimbulkan resistensi, mudah diperbanyak dan aman terhadap

lingkungan.

3. Nematoda Steinernema sp sebagai nematoda pathogen serangga dibantu

oleh interaksi mutualistik dengan bakteri simbionnya. Oleh karena itu,

bakteri simbion tersebut memiliki potensi sebagai agen biokontrol hama.

9

Page 10: Nematoda Pa to Genesis Serangga Sebagai ida

DAFTAR PUSTAKA

Amelia dan Nurma, 2006. INFEKTIVITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema sp. TERHADAP LARVA Lucilia sericata Meigen (Diptera: Calliphoridae)

Brown, S.E., A.T. Cao, P. Dobson, E.R. Hines, R.J. Akhurst, and P.D. East. 2006. Txp40, a Ubiquitous insecticidal toxin protein from Xenorhabdus and Photorhabdus Bacteria. Environ. Microbiol. 72:1653-1662.

De Doucet, M.M.A.; M.M. Bertolotti; A.L. Giayetto; & M.B. Miranda. 1998. Host Range, Specificity, and Virulence of Steinernema feltiae, Steinernemararum, and Hetrorhabditis bacteriophora (Steinernematidae and Heterorhabditidae) from Argentina. J. Invertebrate Pathology 73: 237-242.

Gothama, A.A.A., IG.A.A. Indrayani, dan M. Fauzi. 2002. Formulasi Steinernema sp. untuk aplikasi pada kanopi tanaman dan tanah. Laporan Hasil Penelitian B Balittas. 12 hal.

Kaya, H.K. and R. Gaugler. 1993. Enthomopathogenic nematodes in biological control. Florida: CRC Pr.

Nickel, W.R., W.J. Connick, Jr., and W.W. Cantelo. 1994. Effects of pesta-pelletized Steinernema carpocapsae (All) on western corn rootworms and colorado potato beetles. J. Nematology 26(2):249 250.

Poinar, G.O.,Jr. 1979. Nematodes for Biological Control of Insects. CRC. Press. Florida. 277 pp.

Schroeder, W.J. 1987. Laboratory bioassays and field trials of entomogenousnematodes for control of Diaprepes abbreviatus (Coleoptera: Curculionidae) in citrus. Environ. Entomol. 16:987 989

Subagiya, 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (ALL) Strain Lokal Terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell. Di Tawang Mangun. Jurusan Agronomi FP-UNS Surakarta.

10