natural history of disease
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya berbagai macam penyakt disebabkan oleh banyak faktor.
Studi tentang Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease) yakni
mempelajari bagaimana suatu penyakit dapat timbul dan tersebar. Studi ini
diduga mempunyai manfaat dalam mengetahui bagaimana pencegahan
penyakit yang harus dilakukan. Jika ada sebab pastilah ada sumbernya. Maka,
pada makalah kali ini penyusun akan menjabarkan bagaimana proses suatu
penyakit terjadi, struktur kejadian seperti masa inkubasi bahkan mencoba
menerapkan level of prevention dalam penjabarannya, agar penyakit tersebut
dapat tertangani dan teratasi tanpa mengabaikan dasar-dasar ilmu
epidemiologi yang telah ada.
Telah diketahui bahwa perkembangan zaman di bidang ilmu
pengetahuan maupun teknologi membawa dampak lingkungan yang besar
terhadap lingkungan, maka dari situlah penyakit yang pada umumnya bersifat
biasa saja menjadi suatu penyakit yang lebih bersifat patogen, dan adanya
transisi epidemiologi merupakan salah satu buktinya.
B. Tujuan
1. Menjelaskan definisi dari Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of
Disease)
2. Menjelaskan proses perkembangan penyakit (tahapan perkembangan
penyakit) dan pola perkembangan penyakit
3. Menjelaskan konsep tingkat pencegahan penyakit (level of prevention)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi
tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai
sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat
penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terintrupsi oleh suatu
intervensi preventive maupun terapetik. Riwayat alamiah penyakit merupakan
salah satu elemen utama epidemiologi descriptive (Timmreck, 2005).
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah perjalanan
penyakit alami dan tanpa adanya pengobatan atau intervensi apapun yang
terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit (Bhopal, 2002).
Seseorang yang sehat kemudian menjadi sakit akan mengalami
perubahan patologis di dalam tubuhnya. Lama waktu dari perubahan
patologis hingga individu tersebut tampak sakit akan bervariasi diantara satu
penyakit dengan penyakit yang lainnya. Setelah seseorang menderita sakit
maka akibat yang akan dialami akan bervariasi. Akhir suatu perjalanan
penyakit adalah seseorang akan berada dalam lima keadaan yaitu sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, pembawa penyakit (carrier), sakit kronis
atau meninggal dunia (Rajab, 2008).
Perjalanan penyakit dimulai saat individu sebagai penjamu yang
rentan (suseptibel) terpapar oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah
kontak atau kedekatan dengan sumber agen penyakit. Paparan berlaku untuk
penyakit infeksi dan non-infeksi. Contoh : paparan virus Hepatitis B dapat
menginduksi terjadinya Hepatitis B. Arti dari induksi sendiri adalah aksi yang
mempengaruhi terjadinya tahap awal suatu proses patologis. Jika terdapat
tempat penempelan dan self entry yang tepat, maka paparan akan
menyebabkan infeksi (Murti, 1997).
Periode sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui skrining
disebut window period. Dalam periode ini, individu telah terinfeksi dan
mampu menularkan penyakit meskipun infeksi belum terdeteksi oleh
laboratrium. Implikasinya, tes laboratorium hendaknya dilakukan bukan pada
window period, sebab infeksi tidak akan terdeteksi. Selanjutnya berlangsung
proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan patologis yang ireversibel
dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi
klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan meningkatkan aktivitasnya,
masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel,
sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Dewasa ini telah
dikembangkan sejumlah tes skrining atau tes laboratorium untuk mendeteksi
keberadaan tahap preklinis penyakit (Murti, 1997).
Gambar 1. Riwayat Alamiah Penyakit
Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga
timbulnya manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau
masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan
tanda dan gejala klinis, disebut penyakit subklinis (asimtomatis). Selanjutnya
terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan
gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami
manifestasi klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut
gejala prodromal. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan
hingga terjadi hasil akhir/ resolusi penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan
beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps, sekuelae, disfungsi sisa,
cacat, atau kematian. Periode waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis
hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit (Murti, 1997).
B. Tahapan
Tahapan riwayat alamiah perjalanan penyakit :
a. Tahap Pre-Patogenesa
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit
penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit
penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh
pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit
dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit.
Keadaan ini disebut sehat (Effendy, 1998).
b. Tahap Patogenesa
1. Tahap Inkubasi
Untuk menjadi sakit seseorang harus terpajan pathogen yang
sifatnya infeksius. Dengan kata lain, seseorang haru diinokulasikan
dengan penyakit. Hal ini menyebabkan kita membayangkan seekor
nyamuk Anhopheles yang mengigit (inokulasi melalui gigitan) korban
yang tidak menyangka dirinya rentan di sore hari yang hangat, yang
kemudian menulari orang tersebut dengan penyakit, seperti malaria.
Masa inkubasi adalah rentan waktu yang berlalu di antara waktu
inokulasi dan waktu penampakan tanda atau gejala pertama penyakit
itu. Pada kasus dengan korban terkena gigitan nyamuk, masa inkubasi
untuk penyakit malaria adalah sekitar 15 hari (10 sampai 35 hari) dari
saat digigit sampai korban mulai menggigil, demam, berkeringat,
malaise, dan sakit kepala selama kurang lebih satu hari, yang hilang
muncul setiap 8 jam. Interval di antara pajanan malaria dan
penampakan tanda atau gejala yang pertama yang dapat terditeksi dari
penyakit itu merupakan masa inkubasi malaria (Wijayanti, 2008).
Kesulitan yang dihadapi dalam menentukan pajanan terhadap
inokulasi dan pajanan suatu penyakit membuat titik awal inkubasi sulit
dipastikan. Tanda promodal yang samardari penyakit ini membuat titik
akhir sulit dipastikan. Di samping itu, tanda-tanda dan gejala penyakit
lain sering kali terlihat sama, misalnya malaria yang sering disangka
flu. Masa prodromal adalah tahap kedua penyakit dan merupakan masa
untuk pertama kalinya muncul tanda-tanda dan gejala. Masa prodormal
dimulai dengan penampakan tanda-tanda dan gejala pertama penyakit.
Diagnosis yang termudah biasanya dapat dibuat jika penyakit hanya
berasal dari atu perjalanan yang berdurasi pendek. Identifiasi sumber
infeksi dan penderita yang mengalami tanda-tanda klasik penyakit
untuk pertama kalinya akan sangat membantu dalam pembuatan
diagnosis penyakit ini (Timmreck, 2005).
Penyakit dimulai ketika pathogen berinvasi atau berinokulasi
dalam tubuh pejamu. Pathogen akan memperbanyak diri di dalam tubuh
pejamu selama masa innkubasi. Selama masa itu, penyakit pernapasan
dapat atau bias juga tidak ditularkan. Ada beberapa penyakit yang dapat
ditularkan pada 2 atau 3 hari terakhir masa inkubasi, misalnya campak
dan chickenpox. Masa inkubasi ini juga berbeda pada setiap orang yang
memiliki kekebalan lebih aktif sehingga dapat menahan
pertumbuhkembangan pathogen di dalam tubuh, yang akhirnya
memperpanjang masa inkubasi. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa
penyakit yang masa inkubasinya pendek biasanya menyebabkan
kesakitan yang lebih akut dan parah, sedangkan penyakit yang masa
inkubasinya panjang menyebabkan kesakitan yang tidak terlalu parah.
Pada kebanyakan penyakit pernapasan, hal itu biasanya berlangsung
dalam satu hari. Penularan penyakit paling banyak terjadi pada masa
prodromal karena tingginya daya tular penyakit di tahap ini dan gejala
tidak tampak dengan jelas (Timmreck, 2005).
2. Tahap Penyakit Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-
gejala penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya
masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan
sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang
datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit
masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Tahap penyakit dini ini sering
menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika
tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka
tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu
telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang berobat
sering talah terlambat (Effendy, 1998).
3. Tahap Penyakit Lanjut
Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk
dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat
lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah
memerlukan perawatan (Effendy, 1998).
4. Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
1) Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh
secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada
keadaan sebelum menderita penyakit (Effendy, 1998).
2) Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita
sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena
ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan
cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata,
tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan
cacat social (Effendy, 1998).
3) Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti,
karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam
diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat,
misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul
kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri
pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat
menjadi sumber penularan. Manusia sebagai reservoir dapat berupa
penderita atau sebagai pembawa penakit (karier). Bila sebagai
penderita, berarti telah menimbullkan gejala klinis dan
membutuhkan pengobatan, sedangkan karier ialah orang yang
bersangkutan walaupun telah terinfeksi, tetapi tanpa gejala klinis
dan merupakan sumber penularan yang potensial (Budiarto, 2001).
Macam-macam karier:
a) Karier Masa Tunas : karier ini adalah orang-orang yang
terinfeksi, tetapi belum menimbulkan gejala dan mempunyai
potensi untuk menularkan penyakit, misalnya:
1. hepatitis
2. morbili
3. varicela
b) Karier Penyakit Tanpa Gejala : hal ini terjadi pada penyakit
yang tidak menimbulkan gejala pada pejamu yang diserang,
misalnya:
1. poliomyelitis
2. infeksi meningokokus
3. hepatitis
c) Karier Masa Pemulihan: keadaan ini terdapat pada penderita
dalam stadium pemulihan, tetapi mempunyai potensi untuk
menularkan penyakit, misalnya:
1. difteritis
2. hepatitis B
3. variola
4. morbili
5. salmonelisis
d) Karier Kronis:karier kronis ialah penderita penyakit menahun
yang berfungsi sebagai reservoir dan mempunyai potensi untuk
menularkan penyakit, misalnya:
1. salmonella tifosa
2. hepatitis
Seorang yang terinfeksi tanpa gejala tidak selalu merupakan
karier, misalnya orang dngan tes tuberculin positif tidak secara
aktif menularkan tbc karena itu orang tersebut tidak dapat
dikatakan karier (Budiarto, 2001).
4) Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit
tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak
bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak
menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam
keadaan sakit (Effendy, 1998).
5) Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan
karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan
seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan
keperawatan (Effendy, 1998).
C. Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan penyakit telah di lakukan sejak zaman prasejarah.
Misalnya di Negara cina pada sekitar 2000 tahun SM telah dilakukan
pencegahan terhadap penykit variola hingga pada saat itu timbul ungkapan
“seorang dokter yang baik bukan menyembuhkan orang sakit, tetapi
menyembuhkan orang sehat”. Upaya pencegahan penyakit mencapai
puncaknya pada abad ke-18 karena pada saat itu mulai ditemukan berbagai
vaksin dan sera (Budiarto, 2001), misalnya:
1. Vaksin variola
2. Vaksin rabies
3. Vaksin polio
Pencegahan penyakit ini berkembang terus dan pencegahan tidak
hanya ditunjukan pada penyakit infeksi saja, tetapi pencegahan penyakit non-
infeksi seperti James Lind yang mengganjurkan makan sayur dan buah segar
untuk mencgah penyakit scorbut. Bahkan pada saat ini pencegahan dilakukan
pada fenomena nonpenyakit seperti pencegahan terhadap ledakan penduduk
dengan keluarga berencana (Budiarto, 2001).
Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit yang
efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditunjukan untuk
mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan
kecacatan, dengan menerapkan atau sejumlah intervensi yang telah dibuktkan
efektif. Pada table di bawah ini menyajikan tiga tingkat pencegahan penakit:
pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Kleinbaum, 1982).
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor resiko atau
mencegah berkembangnya faktor resiko, sebelum dimulainya perubahan
patologis, dilakukan pada tahap seseptibel dan induksi penyakit, dengan
tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru peyakit. Pencegahan
tingkat pertama ini merupaka upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini ndapat berupa pencegahan umum dan
pencegahan khusus. Pencegahan umum yang dimaksudkan untuk
mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya pendidikan
kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus
ditujukan pada orang-orang –orang yang mempunyai resiko dengan
melakukan imunisasi (Budiarto, 2001). Misalnya imunisasi terhadap:
1. Diftheritis
2. Pertusis
3. Tetanus
4. Poliomeilitis
5. Morbili
6. Hepatitis
7. Sanitasi lingkungan seperti
a) Penjernihan air minum
b) Pencegahan terhadap keclkaan
c) Keselamatan kerja, dll
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase
penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya
gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika
deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan
terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut
“skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau
kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan,
atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining
memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orangorang
yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan
sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan
dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang
diperlukan (Last, 2001).
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi
penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi
penyakit secara dini dapat dilakukan dengan cara:
1. Penyaringan
2. Pengamatan epidemiologis
3. Survei epidemiologis
4. Memberi pelayanan kesehatan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan
umum atau praktek dokter swasta.
Mengadakan penyuluhan mengenai penyakit menular yang terdapat di
masyarakat seperti penyakit akibat hubungan seksual dapat melindungi orang
lain terkena penyakit tersebut. Dengan cara demikian, kita mengadakan
pencegahan sekunder bagi penderita dan pencegahan primer bagi orang yang
potensi terkena penyakit. Pencegahan sekunder banyak dilakukan pada
penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Hal ini terkena
kesulitan untuk mengadakan pencegahan primer (Budiarto, 2001).
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke
arahm berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter
dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya, fisioterapis). Pencgahan
ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitas. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan:
1. Memaksimalisasi fungsi organ yang cacat
2. Membut protesa ekstremitas akibat amputasi, dan
3. Membuat pusat-pusat rehabilitasi medic.
Pencegahan penyakit ini terus diupayakan selama orang yang menderita
belum meninggal dunia (Budiarto, 2001).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi
tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai
sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat
penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terintrupsi oleh suatu
intervensi preventive maupun terapetik. Riwayat alamiah penyakit merupakan
salah satu elemen utama epidemiologi descriptive (Timmreck, 2005).
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah perjalanan
penyakit alami dan tanpa adanya pengobatan atau intervensi apapun yang
terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit (Bhopal, 2002).
Tahapan riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) terbagi
menjadi dua tahapan yaitu tahap pre-patogenesa dan patogenesa. Pada
tahapan patogenesa terjadi empat tahapan yaitu tahap inkubasi, tahap
penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap akhir penyakit. Setelah tahapan
penyakit diketahui maka akan bisa mengerti mengenai tingkat pencegahan
penyakit (level of prevention). Tingkat pencegahan penyakit terdiri dari
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. EGC : Bandung
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
Kleinbaum, David dkk. 1982. Epidemiologic Research Principle and Quantities Method. Canada : John Wiley & Sons.INC
Last, JM. 2001. Public Health and Preventive Medicine. New York : Appleton Century Crofts
Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC
Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC
Wijayanti, Khrisma. 2008. Penyakit-Penyakit yang Meningkat Kasusnya Akibat Perubahan Iklim Global. Departemen Kesehatan