natural history of disease

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakt disebabkan oleh banyak faktor. Studi tentang Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease) yakni mempelajari bagaimana suatu penyakit dapat timbul dan tersebar. Studi ini diduga mempunyai manfaat dalam mengetahui bagaimana pencegahan penyakit yang harus dilakukan. Jika ada sebab pastilah ada sumbernya. Maka, pada makalah kali ini penyusun akan menjabarkan bagaimana proses suatu penyakit terjadi, struktur kejadian seperti masa inkubasi bahkan mencoba menerapkan level of prevention dalam penjabarannya, agar penyakit tersebut dapat tertangani dan teratasi tanpa mengabaikan dasar-dasar ilmu epidemiologi yang telah ada. Telah diketahui bahwa perkembangan zaman di bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi membawa dampak lingkungan yang besar terhadap lingkungan, maka dari situlah penyakit yang pada umumnya bersifat biasa saja menjadi suatu penyakit yang lebih bersifat patogen, dan adanya transisi epidemiologi merupakan salah satu buktinya. B. Tujuan

Upload: nini-ci-enduutt

Post on 01-Dec-2015

385 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Natural History of Disease

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Munculnya berbagai macam penyakt disebabkan oleh banyak faktor.

Studi tentang Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease) yakni

mempelajari bagaimana suatu penyakit dapat timbul dan tersebar. Studi ini

diduga mempunyai manfaat dalam mengetahui bagaimana pencegahan

penyakit yang harus dilakukan. Jika ada sebab pastilah ada sumbernya. Maka,

pada makalah kali ini penyusun akan menjabarkan bagaimana proses suatu

penyakit terjadi, struktur kejadian seperti masa inkubasi bahkan mencoba

menerapkan level of prevention dalam penjabarannya, agar penyakit tersebut

dapat tertangani dan teratasi tanpa mengabaikan dasar-dasar ilmu

epidemiologi yang telah ada.

Telah diketahui bahwa perkembangan zaman di bidang ilmu

pengetahuan maupun teknologi membawa dampak lingkungan yang besar

terhadap lingkungan, maka dari situlah penyakit yang pada umumnya bersifat

biasa saja menjadi suatu penyakit yang lebih bersifat patogen, dan adanya

transisi epidemiologi merupakan salah satu buktinya.

B. Tujuan

1. Menjelaskan definisi dari Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of

Disease)

2. Menjelaskan proses perkembangan penyakit (tahapan perkembangan

penyakit) dan pola perkembangan penyakit

3. Menjelaskan konsep tingkat pencegahan penyakit (level of prevention)

Page 2: Natural History of Disease

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi

tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai

sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat

penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terintrupsi oleh suatu

intervensi preventive maupun terapetik. Riwayat alamiah penyakit merupakan

salah satu elemen utama epidemiologi descriptive (Timmreck, 2005).

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah perjalanan

penyakit alami dan tanpa adanya pengobatan atau intervensi apapun yang

terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit (Bhopal, 2002).

Seseorang yang sehat kemudian menjadi sakit akan mengalami

perubahan patologis di dalam tubuhnya. Lama waktu dari perubahan

patologis hingga individu tersebut tampak sakit akan bervariasi diantara satu

penyakit dengan penyakit yang lainnya. Setelah seseorang menderita sakit

maka akibat yang akan dialami akan bervariasi. Akhir suatu perjalanan

penyakit adalah seseorang akan berada dalam lima keadaan yaitu sembuh

sempurna, sembuh dengan cacat, pembawa penyakit (carrier), sakit kronis

atau meninggal dunia (Rajab, 2008).

Perjalanan penyakit dimulai saat individu sebagai penjamu yang

rentan (suseptibel) terpapar oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah

kontak atau kedekatan dengan sumber agen penyakit. Paparan berlaku untuk

penyakit infeksi dan non-infeksi. Contoh : paparan virus Hepatitis B dapat

menginduksi terjadinya Hepatitis B. Arti dari induksi sendiri adalah aksi yang

mempengaruhi terjadinya tahap awal suatu proses patologis. Jika terdapat

tempat penempelan dan self entry yang tepat, maka paparan akan

menyebabkan infeksi (Murti, 1997).

Periode sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui skrining

disebut window period. Dalam periode ini, individu telah terinfeksi dan

Page 3: Natural History of Disease

mampu menularkan penyakit meskipun infeksi belum terdeteksi oleh

laboratrium. Implikasinya, tes laboratorium hendaknya dilakukan bukan pada

window period, sebab infeksi tidak akan terdeteksi. Selanjutnya berlangsung

proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan patologis yang ireversibel

dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi

klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan meningkatkan aktivitasnya,

masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel,

sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Dewasa ini telah

dikembangkan sejumlah tes skrining atau tes laboratorium untuk mendeteksi

keberadaan tahap preklinis penyakit (Murti, 1997).

Gambar 1. Riwayat Alamiah Penyakit

Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga

timbulnya manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau

masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan

tanda dan gejala klinis, disebut penyakit subklinis (asimtomatis). Selanjutnya

terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan

Page 4: Natural History of Disease

gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami

manifestasi klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut

gejala prodromal. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan

hingga terjadi hasil akhir/ resolusi penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan

beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps, sekuelae, disfungsi sisa,

cacat, atau kematian. Periode waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis

hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit (Murti, 1997).

B. Tahapan

Tahapan riwayat alamiah perjalanan penyakit :

a. Tahap Pre-Patogenesa

Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit

penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit

penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh

pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit

dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit.

Keadaan ini disebut sehat (Effendy, 1998).

b. Tahap Patogenesa

1. Tahap Inkubasi

Untuk menjadi sakit seseorang harus terpajan pathogen yang

sifatnya infeksius. Dengan kata lain, seseorang haru diinokulasikan

dengan penyakit. Hal ini menyebabkan kita membayangkan seekor

nyamuk Anhopheles yang mengigit (inokulasi melalui gigitan) korban

yang tidak menyangka dirinya rentan di sore hari yang hangat, yang

kemudian menulari orang tersebut dengan penyakit, seperti malaria.

Masa inkubasi adalah rentan waktu yang berlalu di antara waktu

inokulasi dan waktu penampakan tanda atau gejala pertama penyakit

itu. Pada kasus dengan korban terkena gigitan nyamuk, masa inkubasi

untuk penyakit malaria adalah sekitar 15 hari (10 sampai 35 hari) dari

saat digigit sampai korban mulai menggigil, demam, berkeringat,

malaise, dan sakit kepala selama kurang lebih satu hari, yang hilang

muncul setiap 8 jam. Interval di antara pajanan malaria dan

Page 5: Natural History of Disease

penampakan tanda atau gejala yang pertama yang dapat terditeksi dari

penyakit itu merupakan masa inkubasi malaria (Wijayanti, 2008).

Kesulitan yang dihadapi dalam menentukan pajanan terhadap

inokulasi dan pajanan suatu penyakit membuat titik awal inkubasi sulit

dipastikan. Tanda promodal yang samardari penyakit ini membuat titik

akhir sulit dipastikan. Di samping itu, tanda-tanda dan gejala penyakit

lain sering kali terlihat sama, misalnya malaria yang sering disangka

flu. Masa prodromal adalah tahap kedua penyakit dan merupakan masa

untuk pertama kalinya muncul tanda-tanda dan gejala. Masa prodormal

dimulai dengan penampakan tanda-tanda dan gejala pertama penyakit.

Diagnosis yang termudah biasanya dapat dibuat jika penyakit hanya

berasal dari atu perjalanan yang berdurasi pendek. Identifiasi sumber

infeksi dan penderita yang mengalami tanda-tanda klasik penyakit

untuk pertama kalinya akan sangat membantu dalam pembuatan

diagnosis penyakit ini (Timmreck, 2005).

Penyakit dimulai ketika pathogen berinvasi atau berinokulasi

dalam tubuh pejamu. Pathogen akan memperbanyak diri di dalam tubuh

pejamu selama masa innkubasi. Selama masa itu, penyakit pernapasan

dapat atau bias juga tidak ditularkan. Ada beberapa penyakit yang dapat

ditularkan pada 2 atau 3 hari terakhir masa inkubasi, misalnya campak

dan chickenpox. Masa inkubasi ini juga berbeda pada setiap orang yang

memiliki kekebalan lebih aktif sehingga dapat menahan

pertumbuhkembangan pathogen di dalam tubuh, yang akhirnya

memperpanjang masa inkubasi. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa

penyakit yang masa inkubasinya pendek biasanya menyebabkan

kesakitan yang lebih akut dan parah, sedangkan penyakit yang masa

inkubasinya panjang menyebabkan kesakitan yang tidak terlalu parah.

Pada kebanyakan penyakit pernapasan, hal itu biasanya berlangsung

dalam satu hari. Penularan penyakit paling banyak terjadi pada masa

prodromal karena tingginya daya tular penyakit di tahap ini dan gejala

tidak tampak dengan jelas (Timmreck, 2005).

Page 6: Natural History of Disease

2. Tahap Penyakit Dini

Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-

gejala penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya

masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan

sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang

datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit

masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Tahap penyakit dini ini sering

menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika

tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka

tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu

telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang berobat

sering talah terlambat (Effendy, 1998).

3. Tahap Penyakit Lanjut

Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk

dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat

lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah

memerlukan perawatan (Effendy, 1998).

4. Tahap Akhir Penyakit

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya

perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :

1) Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh

secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada

keadaan sebelum menderita penyakit (Effendy, 1998).

2) Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita

sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena

ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan

cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata,

tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan

cacat social (Effendy, 1998).

3) Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti,

karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam

diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat,

Page 7: Natural History of Disease

misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul

kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri

pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat

menjadi sumber penularan. Manusia sebagai reservoir dapat berupa

penderita atau sebagai pembawa penakit (karier). Bila sebagai

penderita, berarti telah menimbullkan gejala klinis dan

membutuhkan pengobatan, sedangkan karier ialah orang yang

bersangkutan walaupun telah terinfeksi, tetapi tanpa gejala klinis

dan merupakan sumber penularan yang potensial (Budiarto, 2001).

Macam-macam karier:

a) Karier Masa Tunas : karier ini adalah orang-orang yang

terinfeksi, tetapi belum menimbulkan gejala dan mempunyai

potensi untuk menularkan penyakit, misalnya:

1. hepatitis

2. morbili

3. varicela

b) Karier Penyakit Tanpa Gejala : hal ini terjadi pada penyakit

yang tidak menimbulkan gejala pada pejamu yang diserang,

misalnya:

1. poliomyelitis

2. infeksi meningokokus

3. hepatitis

c) Karier Masa Pemulihan: keadaan ini terdapat pada penderita

dalam stadium pemulihan, tetapi mempunyai potensi untuk

menularkan penyakit, misalnya:

1. difteritis

2. hepatitis B

3. variola

4. morbili

5. salmonelisis

Page 8: Natural History of Disease

d) Karier Kronis:karier kronis ialah penderita penyakit menahun

yang berfungsi sebagai reservoir dan mempunyai potensi untuk

menularkan penyakit, misalnya:

1. salmonella tifosa

2. hepatitis

Seorang yang terinfeksi tanpa gejala tidak selalu merupakan

karier, misalnya orang dngan tes tuberculin positif tidak secara

aktif menularkan tbc karena itu orang tersebut tidak dapat

dikatakan karier (Budiarto, 2001).

4) Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit

tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak

bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak

menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam

keadaan sakit (Effendy, 1998).

5) Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan

karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan

seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan

keperawatan (Effendy, 1998).

C. Pencegahan Penyakit

Upaya pencegahan penyakit telah di lakukan sejak zaman prasejarah.

Misalnya di Negara cina pada sekitar 2000 tahun SM telah dilakukan

pencegahan terhadap penykit variola hingga pada saat itu timbul ungkapan

“seorang dokter yang baik bukan menyembuhkan orang sakit, tetapi

menyembuhkan orang sehat”. Upaya pencegahan penyakit mencapai

puncaknya pada abad ke-18 karena pada saat itu mulai ditemukan berbagai

vaksin dan sera (Budiarto, 2001), misalnya:

1. Vaksin variola

2. Vaksin rabies

3. Vaksin polio

Pencegahan penyakit ini berkembang terus dan pencegahan tidak

hanya ditunjukan pada penyakit infeksi saja, tetapi pencegahan penyakit non-

Page 9: Natural History of Disease

infeksi seperti James Lind yang mengganjurkan makan sayur dan buah segar

untuk mencgah penyakit scorbut. Bahkan pada saat ini pencegahan dilakukan

pada fenomena nonpenyakit seperti pencegahan terhadap ledakan penduduk

dengan keluarga berencana (Budiarto, 2001).

Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang

mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit yang

efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditunjukan untuk

mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan

kecacatan, dengan menerapkan atau sejumlah intervensi yang telah dibuktkan

efektif. Pada table di bawah ini menyajikan tiga tingkat pencegahan penakit:

pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Kleinbaum, 1982).

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor resiko atau

mencegah berkembangnya faktor resiko, sebelum dimulainya perubahan

patologis, dilakukan pada tahap seseptibel dan induksi penyakit, dengan

tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru peyakit. Pencegahan

tingkat pertama ini merupaka upaya untuk mempertahankan orang yang

sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara

garis besar, upaya pencegahan ini ndapat berupa pencegahan umum dan

pencegahan khusus. Pencegahan umum yang dimaksudkan untuk

mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya pendidikan

kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus

ditujukan pada orang-orang –orang yang mempunyai resiko dengan

melakukan imunisasi (Budiarto, 2001). Misalnya imunisasi terhadap:

1. Diftheritis

2. Pertusis

3. Tetanus

4. Poliomeilitis

5. Morbili

6. Hepatitis

7. Sanitasi lingkungan seperti

a) Penjernihan air minum

b) Pencegahan terhadap keclkaan

Page 10: Natural History of Disease

c) Keselamatan kerja, dll

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase

penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya

gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika

deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan

terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut

“skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau

kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan,

atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining

memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orangorang

yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan

sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan

dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang

diperlukan (Last, 2001).

Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi

penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi

penyakit secara dini dapat dilakukan dengan cara:

1. Penyaringan

2. Pengamatan epidemiologis

3. Survei epidemiologis

4. Memberi pelayanan kesehatan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan

umum atau praktek dokter swasta.

Mengadakan penyuluhan mengenai penyakit menular yang terdapat di

masyarakat seperti penyakit akibat hubungan seksual dapat melindungi orang

lain terkena penyakit tersebut. Dengan cara demikian, kita mengadakan

pencegahan sekunder bagi penderita dan pencegahan primer bagi orang yang

potensi terkena penyakit. Pencegahan sekunder banyak dilakukan pada

penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Hal ini terkena

kesulitan untuk mengadakan pencegahan primer (Budiarto, 2001).

Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke

arahm berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki

Page 11: Natural History of Disease

kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter

dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya, fisioterapis). Pencgahan

ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan

rehabilitas. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan:

1. Memaksimalisasi fungsi organ yang cacat

2. Membut protesa ekstremitas akibat amputasi, dan

3. Membuat pusat-pusat rehabilitasi medic.

Pencegahan penyakit ini terus diupayakan selama orang yang menderita

belum meninggal dunia (Budiarto, 2001).

Page 12: Natural History of Disease

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi

tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai

sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat

penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terintrupsi oleh suatu

intervensi preventive maupun terapetik. Riwayat alamiah penyakit merupakan

salah satu elemen utama epidemiologi descriptive (Timmreck, 2005).

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah perjalanan

penyakit alami dan tanpa adanya pengobatan atau intervensi apapun yang

terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit (Bhopal, 2002).

Tahapan riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) terbagi

menjadi dua tahapan yaitu tahap pre-patogenesa dan patogenesa. Pada

tahapan patogenesa terjadi empat tahapan yaitu tahap inkubasi, tahap

penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap akhir penyakit. Setelah tahapan

penyakit diketahui maka akan bisa mengerti mengenai tingkat pencegahan

penyakit (level of prevention). Tingkat pencegahan penyakit terdiri dari

pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier.

Page 13: Natural History of Disease

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. EGC : Bandung

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Kleinbaum, David dkk. 1982.  Epidemiologic Research Principle and Quantities Method. Canada : John Wiley & Sons.INC

Last, JM. 2001. Public Health and Preventive Medicine. New York : Appleton Century Crofts

Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC

Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC

Wijayanti, Khrisma. 2008. Penyakit-Penyakit yang Meningkat Kasusnya Akibat Perubahan Iklim Global. Departemen Kesehatan