naskah publikasi new

Upload: priya-permadi

Post on 03-Mar-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kepatuhan dan motivasi

TRANSCRIPT

PENGARUH MOTIVASI DAN KEPATUHAN BERPERILAKU SEHAT TERHADAP MUTU PERILAKU SEHAT PARA PENYANDANG TUNANETRA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS REHABILITASI SOSIAL CACAT NETRA KOTA MALANG NASKAH PUBLIKASI

Oleh :PRIYA PERMADINIM 201010420311162

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2014

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:Nama: Priya PermadiNIM: 201010420311162Program Studi: Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES UMMJudul Skripsi: Pengaruh Motivasi dan Kepatuhan Berperilaku Sehat Terhadap Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangMenyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya tulis saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia meneriam sanksi perbuatan tersebut. Malang, 16 Agustus 2014 Yang membuat pernyataan

Priya Permadi NIM: 201010420311162

ABSTRAKPENGARUH MOTIVASI DAN KEPATUHAN BERPERILAKU SEHAT TERHADAP MUTU PERILAKU SEHAT PARA PENYANDANG TUNANETRA DI UPT REHABILITASI SOSIAL CACAT NETRA KOTA MALANGPriya Permadi1, Dr.Ainur Rofieq M.Kes2, Nurul Aini S.kep., Ns., M.Kep3Latar belakang: Perilaku sehat merupakan segala sesuatu aktivitas untuk menyeimbangkan, meningkatkan derajat kesehatan atau mencegah timbulnya suatu penyakit, meliputi olahraga, makanan, minuman, kebersihan diri, lingkungan, istirahat, olahraga, stress, rekreasi dan semua kegiatan yang berhubungan dengan perilaku sehat. Menurunkan angka kesakitan dan kondisi yang beresiko terhadap kesehatan merupakan tujuan yang sangat penting sebagai kunci untuk hidup dengan sehat, mutu perilaku sehat pada penyandang tunanetra dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat terhadap mutu perilaku sehat di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang.Kata kunci: Motivasi Berperilaku Sehat, Kepatuhan Berperilaku Sehat, Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra.

PENDAHULUANIndera penglihatan memiliki peranan penting dalam kehidupan, sebagai sumber penyerapan informasi dari lingkungan sekitar. Keterpisahan dengan dunia luar akan mempengaruhi tunanetra untuk berinteraksi dengan lingkungan atau dunia luar, dimana aktivitas atau kegiatan yang seharusnya dapat dikuasai dengan mudah dengan cara melihat dan meniru namun tidak demikian dengan tunanetra (Hosni, 2005). Tuna netra atau orang dengan penglihatan rendah adalah mereka yang mempunyai kerusakan indera penglihatan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus sentralis diatas 20/200 pada kedua matanya, ketidakmampuan untuk melihat dan tidak dapat dikoreksi lagi dengan alat bantu penglihatan seperti kacamata dan kontak lensa (Baumel, 2006). Gangguan visual dapat dibagi dalam katagori berdasarkan keparahan pada tingkat penglihatan yang berbeda. Badan kesehatan dunia WHO mendefinisikan gangguan visual low vision sebagai ketajaman visual kurang dari 6/18, sedangkan blindness (Kebutaan) didefinisikan sebagai ketajaman visual kurang dari 3/60. Dengan derajat penglihatan yang rendah akan menyebabkan tuna netra banyak mengalami permasalahan yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan manusia (Trillo & Dickinson, 2012), yang berdampak pada segi fisik, mental, financial, dalam segi sosial individu itu sendiri, keluarga maupun masyarakat (Nageswaan, Silver & Stein, 2008).Permasalahan disetiap kesulitan, hambatan, rintangan dalam melakukan kegiatan atau aktivitas seringkali menjadi motivasi yang kuat bagi individu untuk mencapai tujuan. Motivasi secara umum sering diartikan sebagai sesuatu yang ada pada diri seseorang yang dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan dan mengarahkan perilaku seseorang, dalam wujud niat, harapan, keinginan, dan tujuan yang ingin dicapai. Motivasi diidentikkan dengan kebutuhan manusia mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Kebutuhan ini timbul sebagai respon karena adanya ketidakseimbangan, ketidak serasian dan ketegangan menuntut kepuasan (Setiawati & Dermawan, 2008). Memperoleh kemandirian dalam berperilaku sehat merupakan motivasi pada tunanetra. Terdapatnya hambatan dalam proses pencapaian kemandirian merupakan masalah bagi tunanetra. Sebenarnya tunanetra memiliki motivasi yang kuat dari dalam diri untuk berperilaku sehat namun karena keterbatasan fisik, sehingga kekurangan ini menjadikan tunanetra menjadi berat dan sulit dalam mengoptimalkan perilaku sehatnya (Sunanto, 2013). Perilaku sehat merupakan motivasi utama sebagai dasar melakukan berbagai kegiatan yang terarah pada tujuan hidup yang jelas (Gilbert & Foster, 2001). Meningkatkan kepatuhan dapat ditunjukkan melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku mencakup faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga, teman, pendidik dan pemberi layanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kepatuhan melalui program-program rehabilitasi, dan dukungan dari profesional kesehatan (Siregar, 2006).Meningkatkan motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat pada tunanetra adalah merupakan salah satu hal yang rumit sehingga membutuhkan peranan dari orang terdekat, profesional kesehatan seperti pendidikan kesehatan, memberikan arahan tentang perilaku sehat, dan melatih untuk melakukan aktivitas dengan mandiri. Tunanetra dengan kemandirian yang telah terbentuk sesuai dengan kemampuan akan meningkatkan mutu perilaku sehat (Kholid, 2012). Masalah rendahnya tingkat perilaku tunanetra dalam meningkatkan perilaku sehat merupakan hal yang harus segera dirubah, untuk meningkatkan derajat kesehatan tunanetra. Masalah rendahnya tingkat perilaku sehat tunanetra dapat didukung dengan data yang didapatkan dari studi pendahuluan dengan melakukan wawancara pada 16 tunanetra yang telah direhabilitasi selama 3 tahun, staf rehabilitasi, serta melakukan observasi di asrama rehabilitasi tempat tinggal tunanetra. Ditunjukkan dengan beberapa permasalahan kesehatan seperti gatal-gatal, sakit gigi, rendahnya kebersihan mata, diarrhea, gastritis, influenza, dan penyakit infeksi lainnya. Hal ini dapat didukung dengan data yang didapatkan dari klinik kesehatan di UPT Rehabilitasi Sosial cacat netra dari tahun 2013 sampai tahun 2014 yaitu terdiri dari 227 keluhan terdiri dari Influenza 24%, batuk 21%, hipotensi 12%, gastritis 12%, skabies, pedikulosis kapitis sebanyak 8%, sakit gigi 8%, diare 7%, panas atau demam 7% dan infeksi telinga 2%.Melalui pendidikan tunanetra mendapatkan berbagai keterampilan dan melatih kemandirian terutama dalam berperilaku sehat. Kebutaan merupakan masalah kesehatan, sosial dan ekonomi terbesar didunia dinegara berkembang hal ini diperkirakan oleh badan kesehatan dunia (WHO) bahwa sekitar 38 juta jiwa dengan kebutaan dan 110 juta jiwa dengan gangguan penglihatan (Saw, 2003). Berdasarkan data Kementrian Sosial RI per Desember 2010 jumlah penyandang cacat di Indonesia adalah 11.580.117 orang terdiri dari 30% tunanetra, 26% tunadaksa, 22% tunarungu, 12% cacat mental dan cacat kronis sebanyak 10%. Dari data kementrian sosial ini menunjukkan bahwa tunanetra memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan jenis kecacatan lainnya. Banyaknya angka penyandang tunanetra yang pada dasarnya memiliki keterbatasan fisik, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, penyandang tunanetra memiliki hak yang sama dengan orang normal pada umumnya. Sebagai orang yang memiliki kesempurnaan fisik dan motivasi yang kuat, peranan-peranan yang bisa diberikan oleh orang yang normal seperti pemberian informasi dan edukasi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh tunanetra, tanpa memandang rendah dan meyakinkan pada mereka bahwa mereka bisa melakukan hal apapun yang mereka inginkan dengan pengawasan dan kontrol dari orang terdekat. Melalui Dinas Sosial UPT (Unit Pelaksana Teknis) Rehabilitasi Sosial Cacat Netra, unit pelaksana teknis di bidang rehabilitasi sosial tuna netra yang memberikan pelayanan rehabilitasi bagi penyandang tuna netra, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, kemandirian, serta membuat tunanetra untuk sedekat mungkin mengoptimalkan hidup dengan normal seperti orang pada umumnya. Dengan berbagai pelayanan atau servis yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan tunanetra dalam merubah perilaku (Vaughan & Asbury, 2004). Sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat terutama dalam hal ini adalah perilaku sehat. LANDASAN TEORIMutuMutu didefinisikan sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan individu, baik internal dan eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan terus menerus (Assaf, 2009). Menurut Raleigh & Foot (2010) mutu sebenarnya merujuk pada keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan perilaku sehat individu yang ada direhabilitasi, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik kearah positif maupun sebaliknya. Perilaku SehatPerilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan tunanetra dimana ketika individu dengan kondisi kesehatan yang stabil berupaya aktif mencari cara untuk mengubah kebiasaan pribadi yang sehat dan atau lingkungan guna beralih ketingkat kesehatan yang lebih tinggi (Ali, 2010), mencakup mencegah dari sakit, kecelakaan, dan masalah kesehatan yang lain (preventif) dan meningkatkan derajat kesehatannya (promotif), yakni perilaku-perilaku terkait peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010), seperti perilaku terhadap makanan dan minuman, perilaku terhadap kebersihan diri (mandi, membersihkan rambut, membersihkan mulut dan gigi, memakai pakaian yang bersih dan serasi, kebersihan tangan dan kuku), perilaku terhadap kebersihan lingkungan, perilaku terhadap sakit dan penyakit, keseimbangan antara kegiatan, istirahat dan olahraga, mengendalikan stress serta rekreasi (Setiawati & Dermawan, 2008).

Tuna Netra

Mata sebagai indera penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, dikarenakan sepanjang waktu selama manusia hidup, mata akan membantu manusia untuk membantu dalam beraktivitas, disamping indra sensoris lainya seperti pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa. Begitu besar peran dari indera penglihatan, maka dengan terganggunya indera penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada dilingkungannya (Effendi, 2006).

Tuna netra adalah dimana terdapat kerusakan pada fungsi visual yang tidak bisa dikoreksi lagi dengan menggunakan kacamata, kontak lensa yang dapat mempengaruhi proses kehidupan manusia, (Ackers et al, 2011) dan mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus sentralis di atas 20/200 (Suparno & Purwanto, 2003) atau 6/60 lebih kecil dari itu setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi menggunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh orang awas atau normal (Effendi, 2006).

Gangguan penglihatan dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap segi psikososial, pendidikan, dan ekonomi bukan hanya bagi individu itu sendiri melainkan bagi keluarga dan masyarakat (Hutauruk, 1998). Kelainan ini akan memberi dampak kurang menguntungkan dalam hal fungsi kognitif dan kemampuan konseptual, fungsi motorik, fungsi sosial,

Motivasi Berperilaku Sehat

Motivasi berperilaku sehat didefinisikan Xu, et al sebagai keinginan yang kuat melalui bagaimana makan-makanan yang sehat, bagaimanan untuk hidup di lingkungan yang sehat, bagaimana individu tenang dan mampu beraktivitas dan beristirahat serta menghadapi berbagai masalah kehidupan seperti stres. Menurut John P Elder (1994) dalam Notoatmodjo, 2010 untuk berperilaku sehat diperlukan tiga hal antara lain : pengetahuan yang tepat, motivasi, dan keterampilan untuk berperilaku sehat. Motivasi pada manusia atau individu perlu ditingkatkan untuk menjadikan manusia dapat berperilaku sehat, antara lain dengan pendekatan modifikasi perilaku, yang pada dasarnya perubahan perilaku pada manusia dari perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat tidak terlihat dampaknya secara cepat bagi individu, hal inilah yang menjadikan individu cenderung lebih berperilaku yang tidak sehat. Memotivasi orang yang sehat adalah jauh lebih sulit daripada memotivasi orang yang sudah sakit. sebab pada dasarnya sakit merupakan hal yang kita hindari, jika individu itu masih sehat tetapi diminta untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan maka tidak akan dilakukan. Karena pada saat individu itu sehat maka menghindari penyakit adalah bukan tujuannya. (Notoatmodjo, 2010)

Kepatuhan Berperilaku Sehat

Kepatuhan (compliance), juga dikenal sebagai ketaatan (adherence), dimana derajat seseorang mengikuti anjuran atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (Bastable, 2002). Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan sering digunakan dalam istilah program terapeutik, menggambarkan perilaku yang menunjukkan seseorang akan merubah perilakunya atau patuh karena mereka diminta untuk itu (Brunner & Sudarth, 2002). Kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan seseorang saat mengarah ke tujuan terapeutik yang telah ditentukan bersama, kepatuhan harus dilihat secara keseluruhan, bukan terpisah-pisah (yakni kepatuhan atau ketidak patuhan) (Kaplan, 2010)Kepatuhan dalam program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. Kepatuhan maupun kesetiaan (adherence) mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan. Metode PenelitianRancangan Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif untuk menggambarkan variabel yang ada dalam penelitian secara sistemik. Ketiga variabel ini dihubungkan yaitu variabel motivasi berperilaku sehat penyandang tunanetra, variabel kepatuhan berperilaku sehat penyandang tunanetra dan variabel mutu perilaku sehat penyandang tunanetra. Populasi dalam penelitian ini adalah penyandang tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra dengan jumlah 105 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan Stratified dimana sampling ini digunakan untuk mengetahui atau mencapai hasil yang representatif dengan populasi yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, teknik ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakterisitik unit-unit tersebut, berdasarkan bermacam-macam, dalam penelitian ini adalah tingkat kelas. Setelah ditentukan strata yang ada kemudian setiap starata diambil sampel secara simple random sampling yaitu : pengambilan sampel secara acak bisa menggunakan undian atau berdasarkan lemparan dadu atau nomor yang telah ditulis (Notoatmodjo, 2012). Didapatkan sampel dalam penelitian ini adalah Penyandang Tunanetra yang direhabilitasi di UPT Rehabilitasi Cacat Netra Kota Malang yang berjumlah 52 orang.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi berperilaku sehat dan kepatuhan berperilaku sehat. variabel terikat dalam penelitian ini adalah mutu perilaku sehat Variabel kendali dalam penelitian ini adalah lamanya individu tinggal di panti rehabilitasi (peneliti tidak membedakan antara subjek atau individu yang telah lama direhabilitasi di dinas sosial cacat netra), usia (peneliti tidak membedakan usia subjek atau individu yang direhabilitasi), dan jenis kelamin (peneliti tidak membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan).

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei.Berdasarkan penelitian ini, maka instrument yang akan digunakan adalah kuesioner, dengan metode pengumpulan data secara wawancara terpipmpin dimana interview jenis ini dilakukan berdasarkan pedoman-pedoman kuesioner telah disiapkan terlebih dahulu, sehingga interviewer tinggal membacakan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada interviewe. Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar skala likert yang akan dibagikan kepada penyandang tunanetra. Alat ukur motivasi berperilaku sehat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimodifikasi dengan menggunakan acuan kuesioner pada jurnal (Health education research) oleh Mc Clenahan et al, teori motivasi berperilaku sehat Mc Cleland, dan health self dterminant indeks (HSDI) Xiaoyan xu 2009, terdiri dari 13 pertanyaan, meliputi meliputi 1) motivasi terhadap makanan dan minuman, 2) motivasi terhadap kebersihan diri sendiri, 3) motivasi terhadap kebersihan lingkungan, 4) motivasi terhadap sakit dan penyakit, 5) motivasi antara kegiatan, istirhat dan olahraga, 6) motivasi mengendalikan stress, 7) motivasi rekreasi. Alat ukur ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban dan masing-masing jawaban dengan penilaian Sangat dengan skor 4, cukup dengan skor 3, kurang dengan skor 2, tidak dengan skor 1 untuk pernyataan positif.Alat ukur kepatuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan, terdiri dari 11 pertanyaan, dan dimodifikasi dengan menggunakan acuan teori The Physical Activity Adherence Questionnaire dan The Self-Management Skills Questionnaire dari American Journal of Health Promotion Meliputi 1) kepatuhani terhadap makanan dan minuman, 2) kepatuhan terhadap kebersihan diri sendiri, 3) kepatuhan terhadap kebersihan lingkungan, 4) kepatuhan terhadap sakit dan penyakit, 5) kepatuhan antara kegiatan, istirahat dan olahraga, 6) kepatuhan mengendalikan stress, 7) kepatuhan rekreasi Alat ukur ini menggunakan skala likert dimana setiap pertanyaan responden diminta untuk memlih salah satu dari beberapa jawaban yang telah disediakan dengan pilihan jawaban yaituSangat sering dengan skor 4, sering dengan skor 3, kurang dengan skor 2 dan tidak pernah dengan skor 1

Gambar 1 Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Motivasi berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra Alat ukur mutu perilaku sehat yang digunakan dalam penelitian ini adalah health behaviour checklist yang dimodifikasi oleh behavioral risk factor surveilance system questionnaire (BRFSS 2013), health behaviour survey oleh Cynarski dan menurut teori perilaku sehat Notoatmodjo 2010, terdiri dari 34 pertanyaan, meliputi meliputi 1) perilaku terhadap makanan dan minuman, 2) perilaku terhadap kebersihan diri sendiri, 3) perilaku terhadap kebersihan lingkungan, 4) perilaku terhadap sakit dan penyakit, 5) perilaku antara kegiatan, istirhat dan olahraga, 6) mengendalikan stress, 7) rekreasi. Alat ukur ini menggunakan skala guttman dengan pilihan jawaban Ya diberi skor 2 dan Tidak diberi skor 1.Analisa DataAnalisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik deskriptif analitik dan statistik inferensial, yaitu regresi ganda.

1. Analisa deskriptif Analisa deskriptif (univariat) adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel dan grafik.

2. Analisis Inferensial Analisis Inferensial atau kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode statistik untuk mengetahui bentuk hubungan antara variable-variabel yang dianalisis, baik secara partial (individual) maupun bersama. Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah:a. Uji NormalitasUji Normalitas dapat dilihat dari grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Adapun kriteria dalam uji normalitas yaitu; 1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 2 Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Motivasi berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra

Gambar 3 Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Motivasi berperilaku Sehat (X1) pada Tunanetra b. Uji Multikolinieritas

y = 26,524 + 0,365 x1 + 0,463 x2Uji Multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah terjadi korelasi yang signifikan di antara sesama variabel bebas (x1, x2). Model regresi ganda yang baik mensyaratkan tidak terdapat korelasi di antara sesama variabel bebasnya. Terjadinya multikolinieritas di antara variabel bebas dapat dilihat dari besaran nilai VIF (Variance Inflation Faktor) dan Tolerence. Model regresi yang bebas dari gejala multikolinieritas mempunyai besaran VIF dan Tolerance di sekitar angka 1 atau kurang dari angka 5. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi tidak terdapat problem multikolinieritas

c. Uji Auto KorelasiUji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW)

d. Uji HeterokesdatisitasUji Heteroskedasitas dapat dilihat dari grafik scatterplot. Adapun kriteria dalam uji Heteroskedasitas yaitu: 1) Jika grafik membentuk pola tertentu, maka telah terjadi heteroskedastisitas, 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

3. Analisis uji regresi gandaPersamaan regresi ganda menyatakan hubungan fungsional dua variabel bebas dengan satu variabel terikat. Persamaan matematika yang digunakan adalah :Harga a, b1 dan b2 dapat ditentukan menggunakan formula sebagai berikut:Keterangan : Y = Variabel terikat (mutu perilaku sehat)X1 = Variabel motivasi berperilaku sehatX2 = Variabel kepatuhan berperilaku sehata = Konstantab = Koefisien regresi

a. Uji Hipotesisa) Uji t Uji t digunakan untuk menguji apakah suatu variabel bebas (motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat) secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat (mutu perilaku sehat).Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel independen (motivasi dan kepatuhan berperilaku sehat) terhadap variabel dependen (mutu perilaku sehat) secara parsial. Maka dapat dilakukan dengan melihat P (probabilitas) atau signifikansi (taraf kepercayaan) signifikansi t dengan alpha (0,050).

Uji FUji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independen yaitu motivasi berperilaku sehat (X1), dan kepatuhan berperilaku sehat (X2) terhadap variabel dependen mutu perilaku sehat (Y).

Gambar 5.17 Grafik Scatterplot Mutu Perilaku Sehat Tunanetra (Y) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara simultan. Maka dapat dilakukan dengan membandingkan P (probabilitas) atau pada taraf kepercayaan (signifikansi) F dengan alpha (0,050). Berdasarkan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan apakah Ho atau Ha tersebut diterima atau ditolak.

HasilHasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di UPT Rehabilitasi sosial Cacat netra kota Malang ini melibatkan 52 tunanetra, dimana karakteristik tunanetra dalam penelitian ini diuraikan diuraikan menurut usia, jenis kelamin, derajat penglihatan dan lama direhabilitasi, gambaran karakteristik 52 tunanetra berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat penglihatan, dan lama direhabilitasi dapat dilihat pada tabel 1Tabel 1 Proporsi Tunanetra Berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat penglihatan dan lama direhabilitasi di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat netra Kota MalangKategoriMeanSDMinMaxN (%)

Usia267,131844

Jenis Kelamin Laki-laki perempuan62%38%

Lama Direhabilitasi2111,6448

Derajat Penglihatan Low vision Blindness

48%52%

Berdasarkan tabel 1 usia tunanetra dapat diketahui dengan Sd sebesar 7,13 serta mean atau rata rata penyandang tunanetra berusia 26 tahun, Karakteristik tunanetra berdasarkan jenis kelamin diketahui sebanyak 32 tunanetra (62%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 20 tunanetra (38%) berjenis kelamin perempuan, karakteristik tunanetra berdasarkan lama direhabilitasi didapatkan Sd sebesar 11,6 dan mean atau rata-ratanya dengan 21 bulan atau 2 tahun, karakteristik berdasarkan derajat penglihatan, sebanyak 25 tunanetra (48 %) dengan low vision dan sebanyak 27 tunanetra (52%) dengan blindness.

Gambaran mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra dapat dilihat berdasarkan motivasi berperilaku sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang dapat dilihat pada Tabel

Tabel Persentase Mutu Perilaku Sehat Berdasarkan Motivasi Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangMotivasi Berperilaku SehatMutu Perilaku SehatTotal

BaikCukupKurang

Tinggi(42%)(4%)-46%

Sedang(31%)(17%)(2%)50%

Rendah-(2%)(2%)4%

Total73%23%4%(100%)

Gambar Grafik Mutu perilaku Sehat Para penyandang Tunanetra Berdasarkan Motivasi Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangBerdasarkan Tabel dan grafik dapat diketahui mutu perilaku sehat 52 para penyandang tunanetra berdasarkan motivasi berperilaku sehat, dengan persentase tertinggi sebesar 42% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik, skor terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang.

Gambaran mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra dapat dilihat berdasarkan tingkat kepatuhan berperilaku sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang, Hasil lengkap gambaran Kepatuhan berperilaku sehat tunanetra ditampilkan dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5.9 Persentase Mutu Perilaku Sehat Berdasarkan Kepatuhan Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat netra Kota Malang

Gambar Grafik Mutu perilaku Sehat Para penyandang Tunanetra Berdasarkan Kepatuhan Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangGambaran mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan dan yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang dapat dilihat pada tabel 5.11

Kepatuhan Berperilaku SehatMutu Perilaku SehatTotal

BaikCukupKurang

Penuh(35%)(4%)-39%

Sedang(38%)(17%)(2%)57%

Rendah-(2%)(2%)4%

Total73%23%4%(100%)

Berdasarkan tabel 5.9 gambaran mutu perilaku sehat tunanetra berdasarkan motivasi berperilaku sehat dari presentase yang paling rendah ke presentase yang paling tinggi dapat dilihat pada grafik 5.10

Mutu Perilaku SehatMeanRangking

Mutu Perilaku terhadap Makanan dan minuman :a. Perilaku mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbangb. Makan-makanan bervariasic. Makan empat sehat lima sempurnad. Membatasi makanan berlemak dan mengandung kolesterole. Membatasi konsumsi garamf. Menghindari makanan yang banyak mengandung gula 1,461,91

1,321,171,51

1,31,55

7

Mutu Perilaku Sehat terhadap merokok dan alkohola. Menghindari merokokb. Merokok kadang-kadang1,731,531,924

Mutu Perilaku Sehat terhadap alkohol dan obat-obatana. Menghindari alkoholb. Minum alkohol kadang-kadangc. Minum obat yang membuat ketagihan1,741,611,821,83

Mutu Perilaku Sehat terhadap kebersihan diria. Mandi setiap harib. Mandi dua kali dalam seharic. Mencuci rambut dua hari sekalid. Sering merasa gatal dirambute. Mengganti pakaian dua pasang dalam seharif. Menggosok gigi dua kali sehari g. Menggosok gigi pari dan malamh. Mencuci tangan sebelum makani. Mencuci tangan dengan sabun1,791,961,861,671,841,82

1,761,321,671,961

Mutu Perilaku Sehat terhadap kebersihan lingkungana. Menggunakan air bersih saat mandib. Membersihkan kamar dan lingkungan1,77

1,881,672

Mutu Perilaku Sehat terhadap sakit dan penyakita. Menjaga diri agar tetap sehat dan terbebas penyakit1,715

Mutu Perilaku Sehat terhadap aktivitasa. Memelihara berat badan tetap idealb. Olahraga 3 kali dalam semingguc. Berolahraga agar tetap bugard. Mengikuti kegiatan kelompoke. Menggunakan waktu tidur untuk istirahat1,741,571,881,941,551,763

Mutu Perilaku Sehat terhadap Stressa. Melakukan pekerjaan dan kegiatan yang disukaib. Mengekspresikan perasaan ke orang lainc. Mengatasi masalah atau stressord. Mempunyai problem solving 1,771,94

1,481,2822

Mutu Perilaku Sehat terhadap Rekreasia. Menggunakan waktu luang untuk bersantai1,676

Tabel 5.11 Bentuk Motivasi berperilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangMotivasi Berperilaku SehatMeanRangking

Motivasi Berperilaku terhadap Makanan dan minuman :a. Makanan yang telah disediakan membuat semangat2,428

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap merokok dan alkohola. Menghindari rokok, alkohol agar tetap sehat2,786

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap kebersihan diria. Menjaga kebersihan diri agar tetap sehat3,441

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap kebersihan lingkungana. Piket membersihkan tempat tinggal membuat semangatb. Lingkungan bersih menurunkan resiko sakit dan penyakitc. Jadwal piket terasa berat2,963,323,282,34

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap sakit dan penyakita. Mencari informasi berkaitan dengan kesehatan3,253

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap aktivitasa. Menikmati kegiatan olahragab. Meningkatkan kegiatan olahraga secara rutinc. Mengikuti kegiatan olahragad. Kegiatan olahraga akan menghabiskan waktu2,833,213,01

3,151,965

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap Stressa. Bercerita masalah pada teman terdekat2,677

Motivasi Berperilaku Sehat terhadap Rekreasia. Menyediakan waktu bersantai3,282

Berdasarkan tabel 5.11 Maka gambaran mutu perilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan adalah mutu perilaku sehat dalam hal kebersihan diri dengan mean (1,79) dan mutu perilaku sehat dalam kebersihan lingkungan (1,77) dan perilaku terhadap stress (1,77) sedangkan mutu perilaku sehat yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang adalah perilaku sehat terhadap makanan dan minuman (1,46).

Gambaran motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan dan yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang dapat dilihat pada tabel 5.12

Tabel 5.11 Bentuk Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang

Berdasarkan tabel 5.12 Maka gambaran motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan adalah Gambaran motivasi berperilaku sehat dalam hal motivasi berperilaku sehat terhadap kebersihan diri sendiri (3,44), motivasi berperilaku sehat dalam hal rekreasi (3,28) sedangkan motivasi berperilaku sehat yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang adalah dalam motivasi berperilaku sehat terhadap makanan dan minuman (2,42).

Bentuk kepatuhan berperilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan dan yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang dapat dilihat pada tabel 5.13

Tabel 5.13 Bentuk Kepatuhan berperilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangKepatuhan Berperilaku SehatMeanRangking

Kepatuhan Berperilaku terhadap Makanan dan minuman :a. Makan makanan tanpa membatasi b. Makan dan minuman sesuai anjuranc. Makan tepat waktu32,762,93,345

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap merokok dan alkohola. Menghindari rokok, dan alkohol2,96

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap kebersihan diria. Selalu mengikuti anjuran untuk kebersihan diri3,32

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap kebersihan lingkungana. Mengikuti jadwal piket untuk membersihkan tempat tinggal3,41

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap sakit dan penyakita. Melakukan anjuran untuk menjaga kesehatan3,23

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap aktivitasa. Mengikuti jadwal olahragab. Mengikuti jadwaal istirahat3,023,232,824

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap Stressa. Melakukan mengikuti cara untuk mengendalikan stres dari panti2,737

Kepatuhan Berperilaku Sehat terhadap Rekreasia. Mengikuti kegiatan panti yang menyenangkan35

Berdasarkan tabel 5.13 Maka gambaran kepatuhan berperilaku sehat para penyandang tunanetra yang paling sering dilakukan adalah dalam hal kebersihan lingkungan (3,4), kepatuhan berperilaku sehat dalam kebersihan diri (3,3) sedangkan bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang kurang dilakukan oleh tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota Malang adalah dalam hal mengendalikan stress (2,73).

Gambaran Mutu perilaku Sehat Para penyandang Tunanetra Berdasarkan Motivasi Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangPerilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi, berdasarkan batasan perilaku dari skinner perilaku sehat merupakan respon seseorang (Organisme) terhadap stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Setiawati & Dermawan, 2008). Perilaku orang yang sehat dapat dilihat pada individu yang memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010) dimana ketika individu dengan kondisi kesehatan yang stabil berupaya aktif mencari cara untuk mengubah kebiasaan pribadi yang sehat dan atau lingkungan guna beralih ketingkat kesehatan yang lebih tinggi (Ali, 2010). Mencakup mencegah dari sakit, kecelakaan, dan masalah kesehatan yang lain (preventif) dan meningkatkan derajat kesehatannya (promotif), yakni perilaku-perilaku terkait dengan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di UPT Rehabilitasi sosial Cacat netra kota Malang ini melibatkan 52 tunanetra, pada tabel 5.7 dapat diketahui mutu perilaku sehat 52 para penyandang tunanetra berdasarkan motivasi berperilaku sehat, dengan persentase tertinggi sebesar 42% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik, skor terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang. Melalui motivasi berperilaku sehat mutu perilaku sehat pada tunanetra dapat ditingkatkan motivasi merupakan kondisi internal yang membangkitkan, mendorong tunanetra untuk bertindak, mendorong untuk mencapai tujuan tertentu, dan membuat tunanetra tertarik dengan kegiatan tertentu. (Nursalam & Effendi, 2009). Motivasi dapat muncul dari dalam diri tunanetra sendiri (internal), biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga tunanetra menjadi puas terdiri dari sifat kepribadian, pengetahuan, dan sikap (Purwanto, 1999). Serta motivasi yang muncul dari luar dirinya sendiri (eksternal) meliputi lingkungan, pendidikan, agama, sosial, ekonomi, kebudayaan, orang tua, dan saudara.. Bagi seorang tunanetra, tujuan motivasi berperilaku sehat adalah sesuatu yang digunakan untuk menggerakkan atau memacu individu agar timbul keinginan dan kemauan untuk berperilaku sehat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam meningkatkan peran, fungsi dan kemampuan individu dalam membuat keputusan dalam memelihara kesehatan. Melalui bagaimana makan-makanan yang sehat, bagaimana untuk hidup di lingkungan yang sehat, bagaimana individu tenang dan mampu beraktivitas dan beristirahat serta menghadapi berbagai masalah kehidupan seperti stres. (corb, 2009). Melalui motivasi dalam berperilaku sehat dan merupakan determinan yang sangat penting, karena motivasi dapat timbul dalam diri untuk secara alami meningkatkan mutu perilaku sehat. dalam penelitian di inggris, amerika dan australia orang dengan kebutuhan khusus tersugesti untuk memeriksakan dirinya pada pelayanan kesehatan sesering mungkin yang dapat mereka lakukan (Kerr, 2004). Berdasarkan tabel 5.11 dan 5.12 yang telah dijelaskan di bab hasil penelitian dan analisa data, bentuk mutu perilaku sehat dan mutu perilaku sehat yang paling sering dilakukan adalah mutu perilaku sehat dalam kebersihan diri, dengan penyataan seperti mandi dalam sehari, mencuci rambut, mengganti pakaian, menggosok gigi, mencuci tangan dan memotong kuku. Upaya hygiene pada tunanetra dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya baik secara fisik maupun mental sangat penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan individu secara umum. Tingkat kebersihan sendiri dinilai dari penampilan individu serta upayanya dalam menjaga kebersihan dan kerapian tubuhnya setiap hari. Hal ini sangat penting mengingat kebersihan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan kondisi psikologis individu secara umum (Mubarak & Chayatin, 2005). Dengan menjaga kebersihan terhadap diri sendiri akan membawa banyak manfaat bagi kehidupan tunanetra antara lain tunanetra akan dapat merasakan hidup nyaman dan sehat.Bentuk mutu perilaku sehat yang paling sering dilakukan setelah kebersihan diri adalah mutu perilaku sehat dalam kebersihan lingkungan. Dengan pernyataan mandi dengan air bersih serta membersihkan kamar dan lingkungan sekitar. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan merupakan respon seseorang terhadap limgkungan sebagai determinan kesehatan manusia mencakup 1) perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan, 2) perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut hygene, pemeliharaan dan penggunaanya, 3) perilaku sehubungan dengaan limbah padat maupun cair, termasuk sampah dan sistem pembuangan, 4) perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, meliputi ventilasi pencahayaan, lantai dan sebagainya, 5) perilaku sehubungan dengn pembersihan sarang nyamuk (Vektor) (Dewi & Wawan, 2010) atau bagaimana seseorang merespon lingkungannya baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, dengan demikian lingkungan itu tidak mempengaruhi kesehatannya atau dimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Bentuk mutu perilaku sehat dan motivasi berperilaku sehat yang masih kurang dilakukan oleh penyandang tunanetra adalah perilaku terhadap makanan dan minuman. Respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (Zat gizi), pengelolaan makanan dan sebagainya (Dewi & Wawan, 2010). Nutrisi yang sesuai sangat penting untuk menjaga kesehatan secara umum dan kesehatan fisik, makanan sehat dapat membantu untuk menurunkan resiko untuk terkena penyakit seperti penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes, sirosis hati dan atherosklerosis (Malhi, 2004). Makan dengan menu seimbang (appropriate diet) dalam arti pola makan sehari-hari memenuhi kebutuhan nutrisi (Notoatmodjo, 2010), dalam segi kualitas (mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang tetapi juga tidak lebih) atau di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama makanan empat sehat lima sempurna (sunaryo, 2006). Perilaku yang kurang dari tunanetra untuk meningkatkan perilaku terhadap makanan dan minuman dapat dlihat dari pernyataan yang menggambarkan tunanetra yang kurang menghindari makanan dan minuman yang dapat beresiko terhadap kesehatan.Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Corb tahun 2009 pada orang dengan keterbatasan fisik menunjukkan motivasi berperilaku sehat merupakan proses dari beberapa stase yang menggambarkan tindakan seseorang, tahap pertama adalah tunanetra mengkategorikan motivasi berperilaku sehat dalam faktor personal dan lingkungan, faktor personal berarti faktor yang menggerakkan individu untuk melakukan sebuah perilaku, bisa dari faktor internal tunanetra itu sendiri sedangkan faktor lingkungan berarti faktor yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan sebuah perilaku sehatnya dari faktor diluar dirinya sendiri. Tahap kedua yaitu tunanetra berencana untuk melakukan perilaku sehat dalam tahap ini tunanetra menemukan pemecahan masalah bagaimana mereka harus berperilaku bagaimana dan kapan mereka harus mengimplementasikan perilaku sehat untuk mencapai tujuan pada tahap pertama. Tahap ketiga adalah inisiatif tunanetra untuk melakukan perilaku sehat, sebagai contoh adalah jika individu ingin meningkatkan perilaku sehat pada tahap pertama dan mencapai tujuan dari tahap kedua maka tunanetra harus melakukan tindakan yang akan dilakukan sebagai contoh mengikuti kegiatan olahraga untuk tetap sehat, membersihkan lingkungan sekitar. Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra tertinggi sebesar 42% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat tinggi dengan mutu perilaku sehat baik. Artinya dapat digambarkan bahwa motivasi berperilaku sehat para penyandang tunanetra telah melakukan ketiga proses stase dalam motivasi berperilaku sehat. Sedangkan berdasarkan skor terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki motivasi berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang berarti belum melaksanakan ketiga stase dalam motivasi berperilaku sehat.6.2Gambaran Mutu perilaku Sehat Para penyandang Tunanetra Berdasarkan Kepatuhan Berperilaku Sehat Tunanetra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Kota MalangKepatuhan didefinisikan oleh Michenbaum dan Turk sebagai kemauan aktif seseorang dalam penerimaan mutu perilaku dalam program yang telah ditentukan bersama dalam mencegah perilaku yang tidak sehat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Michenbaum dan Turk menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan menurunnya perilaku sehat seseorang, salah satunya adalah rendahnya kepatuhan seseorang dalam berperilaku sehat, sosial, ekonomi. Selain itu proses rehabilitasi juga merupakan hal yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kepatuhan berperilaku sehat (Grindey et al, 2008). Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di UPT Rehabilitasi sosial Cacat netra kota Malang ini melibatkan 52 tunanetra, pada tabel 5.9 dapat diketahui mutu perilaku sehat 52 para penyandang tunanetra berdasarkan kepatuhan berperilaku sehat, dengan persentase tertinggi sebesar 38% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat baik, presentasi terendah sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang. Hal ini menunjukkan peningkatan derajat kesehatan adalah tujuan utama dari perilaku sehat pada orang dengan keterbatasan penglihatan, dengan berbagai kebutuhan dan tingkat komplektisitas perawatan kesehatan yang berbeda-beda, terlebih pada segi sosial, lingkungan dan status penglihatan (Kerr, 2004), membuat orang dengan keterbatasan fisik mempunyai masalah resiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan orang pada umumnya (Young, Chesson & Wilson, 2007). Kepatuhan (compliance), juga dikenal sebagai ketaatan (adherence), dimana derajat seseorang mengikuti anjuran klinis atau profesional kesehatan. Kepatuhan merupakan istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan (Bastable, 2002). Kepatuhan dapat dilihat melalui perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo, 2003). Melalui kepatuhan perilaku sehat pada tunanetra dapat dilihat, melalui kemampuan tunanetra mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, dimana bertujuan untuk membentuk perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Kholid, 2012).Berdasarkan tabel 5.11 dan 5.13 Bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang paling sering dilakukan adalah kepatuhan berperilaku sehat dalam kebersihan lingkungan, dengan penyataan seperti mengikuti jadwal piket dalam membersihkan lingkungan dan tempat tinggal. bagaimana seseorang merespon lingkungannya baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, dengan demikian lingkungan itu tidak mempengaruhi kesehatannya atau dimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang paling sering dilakukan setelah kebersihan lingkungan adalah kepatuhan berperilaku sehat dalam kebersihan diri dengan pernyataan mengikuti anjuran yang diberikan panti dalam menjaga kebersihan diri tunanetra. Hal ini disebabkan karena program piket yang telah diberikan kepada tunanetra ini sudah menjadi kebiasaan tunanetra dalam menjaga kebersihan lingkungan mereka, dan tujuan dari menjaga kebersihan lingkungan oleh tunanetra ini telah tunanetra pahami mengapa mereka harus menjaga kebersihan lingkungan untuk kesehatan mereka dan juga program dalam menjaga kebersihan diri tunanetra adalah merupakan hal yang paling utama dalam kegiatan belajar tunanetra itu sendiri dalam kelas ADL (Activity Daily Living) yang setiap harinya tunanetra dilakukan evaluasi untuk mengetahui bagaimana tingkat kebersihan tunanetra itu.Sedangkan bentuk kepatuhan berperilaku sehat yang kurang dilakukan tunanetra adalah kepatuhan berperilaku sehat dalam mengendalikan stress. Stres merupakan hal yang alami dialami setiap manusia, namun bagaimana reaksi manusia dalam menghadapi berbagai macam tekanan dan perubahan yang dialami (Malhi, 2004). Mengelola stress bukan (menghindari stress) adalah bagian hidup dari manusia sehari-hari, dan sulit untuk dihindari. Oleh sebab itu, yang penting bagaimana kita dapat mengelola atau mengatasi stress kita, termasuk bagaimana kita bisa mengidentifikasi sumber stres (stressor) agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental (rohani) (Notoatmodjo, 2010). Dengan keterbatasan yang ada pada tunanetra itu menyebabkan tunanetra terganggu dalam proses kehidupan sehari-hari termasuk sosialnya sehingga saat tunanetra mengalami masalah dalam hidupnya akan mempunyai solusi dalam memecahkan masalahnya sendiri.Merupakan tujuan yang sangat penting sebagai kunci untuk hidup dengan sehat. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh michenbaum dan turk bahwa ada beberapa cara yang dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan dalam berperilaku sehat. Cara yang pertama adalah pengawasan pada diri sendiri, hal ini sangat penting untuk digunakan sebagai strategi untuk membuat tunanetra mampu patuh dalam berperilaku sehat. Cara yang kedua pembentukan kognitif cara ini dapat digunakan untuk berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan dalam berperilaku sehat, dalam hal ini tunanetra yakin dan percaya akan tindakan yang mereka patuhi adalah untuk meningkatkan mutu perilaku sehat penyandang tunanetra. Cara yang ketiga peningkatan dukungan pada penyandang tunanetra juga mampu meningkatkan kepatuhan dalam berperilaku sehat dan strategi yang terakhir yaitu pemecahan masalah merupakan tindakan yang bermanfaat untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan tunanetra dalam meningkatkan kepatuhan dalam berperilaku sehat, evaluasi hasil dan memilih solusi lain yang dapat diterapkan pada penyandang tunanetra.Berdasarkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa kepatuhan berperilaku sehat para penyandang tunanetra tertinggi sebesar 38% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat baik. Artinya dapat digambarkan bahwa kepatuhan berperilaku sehat para penyandang tunanetra telah mau dan aktif dalam mematuhi perilaku sehat dalam program yang telah ditentukan bersama dalam mencegah perilaku yang tidak sehat Sedangkan berdasarkan skor terendah dengan presentasi sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat sedang dengan mutu perilaku sehat kurang, sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat cukup, dan sebesar 2% tunanetra menunjukkan memiliki kepatuhan berperilaku sehat rendah dengan mutu perilaku sehat kurang.6.3Hasil Analisis Pengaruh Motivasi Berperilaku Sehat terhadap Mutu Perilaku Sehat Para Penyandang Tunanetra.Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji t pada tunanetra didapatkan nilai p