naskah akademik - dprberkas.dpr.go.id/.../lampiran/leg_1-20200205-023935-6835.pdf · 2020. 2....
TRANSCRIPT
i
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDA~G UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENJANGPERUBAHAN
UNDANG-UNilANG NOMOR 11 TAHUN 1992 :, TENTANG
DANA PENSIUN
BIRO PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BIDANG EKONOMI KEUANGAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
DEPUTI BIDANt PERUNDANG-UNDANGAN . SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
JAKARTA 2009
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
DAFTAR lSI
KATA PENGANTAR
BABI PENDAHULUAN A. La tar Belakang i,........................................................... 1 B. ldentifikasi Mas~lah .. .. . .. .. . .. . .. . .. .. . . .. . . . . .. . . . . . .. . . .. .. .. .. .. ... 3 C. Tujuan dan Keg'unaan . . . . . . . .. . .. . . .. . .. . . . . . . . .. . .. . .. . . . . . . . . . . ..... 4 D. Metode dan Kerangka Dasar Penulisan . . .. . .. . . . . . .. .. . . . . . . . .. 4
I
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN A. Landasan Filosofis . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . .. .. . . . . .. . . . .. . .. .... 5 B. Landasan Sosiqlogis . .. . . . . .. . . .. .. . . .. . . . . .. .. . . . .. . . .. .. . . . . . . . . .... 6 C. Landasan Yuridjs . . .. . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .. 7
1. Sinkronisasi dengan Undang-Undang . .. .. .. .. . .. .. .. ... 11 2. lnventarisasi Peraturan Perundang-undangan .. .. .... 39
!
BAB Ill PRINSIP-PRINSIP PE1
NGELOLAAN DANA PENSIUN A. Prinsip-Prinsip Kelembagaan ....................................... 42
A.1 Prinsip Good Governance .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. . .. .. .. .. . 42 A.2 Prinsip Go~d Corporate Governance (GCG) .. .. .. .. ... 43 A.3 Prinsip Good Pension Fund Governance (GPFG) . . .. 44
B. Asas Pengelola~n Dana Pensiun .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... 49 B.1 Asas Keterpisahan Kekayaan Dana Pensiun dan
Asas Penyelenggaraan dalam Sis tern Pendanaan . . . 49 B.2 As as Pemb!inaan dan Pengawasan .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 50 B.3 As as Penundaan Manfaat .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. . .. . 51 B.4 Asas Kebebasan untuk Membentuk atau Tidak
Membentuk Dana Pensiun .................................... 54 C. Prinsip Kehati-hatian .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. ..... 55
BABIV MATERIMUATAN A. Konsideran Men!mbang .. .. .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. ... 58 B. Dasar Hukum Mengingat .. .. . . . .. .. . .. .. .... . .. . .. .. . .. .. .. .. ... .. .. . 59 C. As as ................ 1......................................................... 60 D. Kelembagaan ............................................................. 61 E. Kepengurusan .. i........... ... .... .. ... . .. . .. . .. ... . .. . .. . .. . .. .. . . .. . .... 64 F. Pengelolaan (lnvestasi, GCG, Sistem Pembiayaan,
Sistem Pembayaraan Manfaat . .. .. .. .. .. . .. .. ... .. .. . .. .. .. .. ... ... 67 G. Pembinaan dan Pengawasan .. .. .. . .... .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. . 75 H. Penambahan dan/atau Penyesuaian Ketentuan Tindak
Pi dana ............. ; .. .. .. . . . .. . .. . . . . .. . . . . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. .. .. 76
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... i........................................................ 80 B. Saran ............... l........................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
BABI
· PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan paaa masa purna tugas merupakan dambaan
setiap orang. Secara naluri hal ini terlihat dari sikap serta tindakan
hampir setiap individu untuk berusaha meningkatkan penghasilannya
dengan berbagai cara abar dapat menyisihkan atau menginvestasikan
penghasilan mereka untuk tujuan masa datang (hari tua). Secara I
umum setiap orang miemiliki keinginan untuk mempersiapkan diri !
menghadapi masa pensiun, tetapi seringkali tidak setiap orang dapat
merencanakan atau memahami apa yang harus dilakukan untuk I
mempe:rsiapkan masa p~nsiun tersebut.
Sampai saat ini, Pemerintah belum bisa memberikan jaminan
hari tua kepada seluruhl pekerja yang telah memasuki masa pensiun,
sehingga mayoritas pekerja bertanggung jawab terhadap
kehidupannya sendiri, baik di masa produktif maupun di masa I
pensiun. Hal ini disebablkan belum adanya keseriusan dari Pemerintah
untuk melaksanakan prdgram pensiun.
Saat ini penyelenggaraan program pensiun didasarkan pada I
Undang-Undang Nomor 111 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dalam i
undang-undang tersebut dikenal ada 2 (dua) penyelenggara dana
pensiun yaitu: Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana !
Pensiun Lembaga Keu~ngan (DPLK). DPPK adalah suatu lembaga
yang dibuat oleh sebuah perusahaan guna mengelola dana pensiun
para pekerjanya. Oleh k~rena itu peserta DPPK hanya terbatas pada I
mereka yang terikat nubungan kerja dengan perusahaan yang
membuat DPPK sehingga sifatnya tertutup. Sedangkan pengurus I
DPPK bukan merupakal"l pendiri, melainkan orang atau badan yang
ditunjuk dan mendapatdn pengesahan Menteri untuk mengelola dana
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pensiun. Adapun DPLK merupakan suatu badan yang dapat didirikan
oleh lembaga keuangan baik bank maupun perusahan asuransi jiwa.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun, pengertian Dpna Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat
pensiun. Manfaat pensiuh diartikan sebagai pembayaran berkala yang '
dibayarkan kepada pe?erta pada saat dan dengan cara yang
ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. Program Pensiun sendiri
pada dasarnya memiliki fungsi, di samping fungsi pensiun juga
memiliki fungsi asuransi dan fungsi tabungan.
Dalam perkembangannya, praktek pengelolaan dana pensiun di
Indonesia saat ini telah mengalami banyak perkembangan dan
pengaruh dari perkembcingan ekonomi dan investasi serta reformasi
birokrasi dan praktek "Good Corporate Governance". Salah satu
pengaruh dari perkembangan ekonomi dan investasi adalah bahwa
dana pensiun dilihat sebiagai instrumen investasi yang terkait dengan !
'
instrumen investasi lainnya yang sedang berkembang saat ini.
Pengaruh dari reformasi birokrasi yaitu dengan adanya tuntutan
perubahan kinerja kep~da para karyawan terutama di kalangan
Pegawa:i Negeri Sipil ~elah merubah pola pembayaran gaji dan
pensiun pegawai yang ! kemudian memunculkan wacana dua pol a
pembayaran, pertama "pay as you go", semacam pesangon yang
diberikan oleh pemerintah. Pola kedua, "fully funded system", yaitu
pembayaran iuran dan~ pensiun dilakukan oleh pemerintah dan
peserta dana pensiun ! (pegawai negeri). Demikian pula dengan '
pengaruh dari praktek "Good Corporate Governance" yang membuat i
perusahaan berlomba-l~mba meningkatkan efisiensi perusahaan
sehingga berpengaruh s~cara finansial.
Selain itu, adanya i perubahan peraturan perundang-undangan
terkait seperti Undang-U(ldang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial ~asional telah merubah pandangan sebagian
besar kalangan dalam ! melihat kesejahteraan pekerja, khususnya
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dalam pemberian dana pensiun. Sistem pengelolaan dana pensiun
yang ada, baik untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) maupun karyawan swasta yang berlaku di Indonesia
saat ini mengandung banyak kelemahan.
Salah satu kelemahan dalam pendirian DPPK adalah belum
adanya aturan yang ketat :sehingga pelu diatur lebih jelas dan rinci
agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari yang akan menjadi
bam waktu yang dapat meledak suatu waktu dan akan merugikan
para pekerja, dikarenakan apabila perusahaan pendiri dana pensiun
bangkrut, maka dana pensiunnya akan ikut hilang.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
dana pensiun tersebut dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di
tanah air, kiranya sudah cukup mendesak dilakukan evaluasi dan
koreksi serta perubahan terhadap ketentuan yang berlaku terutama
Undang-Undang tentang Dana Pensiun sebagai payung hukum dari
keseluruhan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun.
B. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana urgensi pengelolaan dana pensiun guna memelihara
kes:inambungan penghasilan pada hari tua?
2. Apakah sistem pengelolaan dana pensiun yang sudah berjalan
saat ini yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun sudah memadai?
3. Bagaimana permasalahan yang terjadi dalam praktik pengelolaan
dana pensiun saat ini dapat diakomodir dalam perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun ke
de pan?
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Tujuan disusunnya naskah akademik ini adalah sebagai landasan
ilmiah bagi penyusunan RUU perubahan terhadap Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
2. Kegunaan
Untuk bahan masukan bagi perubahan Rancangan Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan juga
dapat berguna bagi pihak yang berkepentingan.
D. Metode dan Kerangka Casar Penulisan
Dalam menyusun Nasalah Akademik ini digunakan metode
pendekatan economic legal research yaitu melihat perkembangan
ekonomi yang ada melalui penglihatan disiplin ilmu hukum terutama
dari segi perundang-undangan sehingga dihasilkan suatu kajian yang
bersifat ilmiah sekaligus praktis. Adapun metode pengumpulan
datanya dilakukan dengan penelitian lapangan dan studi
kepustakaan.
Penelitian lapangan untuk menghimpun data primer dilakukan
melalui wawancara terbatas ke beberapa stake holder yang diyakini
berkepentingan terhadap pelaksanaan pengelolaan dana pensiun.
Sedangkan studi kepustakaan dilakukan terhadap peraturan
peraturan yang sudah ada yang diyakiini terkait dengan dana pensiun,
artikel, buku-buku maupun penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya.
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
A. Landasan Filosofis
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada
hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka upaya untuk
mewujudkan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia
merupakan kewajiban konstitusional yang harus dilakukan secara
berencana, bertahap dan berkesinambungan.
Hakekat pembangunan nasional tersebut sejalan dengan apa
yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa Pemerintah
Negara Indonesia dibentuk salah satunya adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan keadilan sosial ini kemudian dijelaskan lebih
lanjut dalam penjabaran batang tubuh dalam Pasal 28H ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bahwa Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Selain itu dalam Pasal 34 ayat (2) dijelaskan bahwa
Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Sejalan dengan itu upaya memelihara kesinambungan
penghasilan pada hari tua perlu mendapat perhatian dan penanganan
yang lebih berdayaguna dan berhasilguna. Dalam mendukung hal
tersebut diperlukan pengelolaan dana pensiun guna memelihara
kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hubungan ini di
masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat
yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yaitu dana
pensiun. Dalam konteks ini, Dana Pensiun merupakan sarana
penghimpun dana guna meningkatkan kesejahteraan pesertanya serta
meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan nasional
yang berkelanjutan. Bentuk tabungan ini mempunyai ciri sebagai
tabungan jangka panjang, untuk dinikmatil hasilnya setelah karyawan
yang bersangkutan memasuki masa pensiun.
Keyakinan akan adanya kesinambungan penghasilan
memberikan ketenteraman kerja, sehingga akan meningkatkan
motivasi kerja karyawan dan menciptakan iklim yang kondusif bagi
peningkatan produktivitas. Dalam dimensi yang lebih luas, akumulasi
dana yang terhimpun dari penyelenggaraan program pensiun
merupakan salah satu sumber dana yang diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional yang
berlandaskan kemampuan sendiri. Hal ini sejalan dengan salah satu
arah dan kebijaksanaan pembangunan jangka panjang, yakni
peningkatan dan pengembangan sumber-sumber dana pembangunan
yang berasal dari dalam negeri secara optimal.
Di sisi lain, cukup banyak anggota masyarakat yang berstatus
pekerja mandiri, yang tidak menjadi karyawan dari orang atau badan
lain. Terhadap mereka ini perlu pula diberikan kesempatan yang sama
untuk mempersiapkan diri menghadapi masa purna bakti. Oleh sebab
itu, pengelolaan dana pensiun perlu mendapatkan perhatian yang
serius dari Pemerintah dan masyarakat.
B. Landasan Sosiologis
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia
secara berkesinambungan sejak muda sampai lanjut usia. Masyarakat
Indonesia dikenal dengan masyarakat agraris. Dengan semakin
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
berkembangnya dan bertumbuhnya perekonomian, struktur ekonomi
yang berintikan kekuatan industri dengan dukungan sektor pertanian
menjadi tujuan.
Pergeseran ini tentunya menimbulkan pergeseran nilai
kehidupan masyarakat serta pola hidup maupun tingkah laku, yang
mengimplikasikan harapan akan kesejahteraan masyarakat yang lebih
baik. Setiap orang tidak hanya memikirkan kesejahteraan di saat
bekerja tapi juga memikirkan kesejateraan di masa tua atau pensiun.
Bergesernya pola kehidupan akibat globalisasi akan terus
berlangsung. Di mana dahulu, orang tua kita merasakan bahwa
sebagai balas budi, Anda sebagai anak harus menjaga dan
menghidupi orang tua Anda di saat orang tua And a tidak lagi produktif.
Semua ini sudah semakin pudar.
Ditambah lagi, Pemerintah Indonesia belum bisa memberikan
jaminan hari tua kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah
masuk masa pensiun, sehingga Anda sekarang haruslah bertanggung
jawab terhadap kehidupan Anda sendiri, baik di masa produktif
umumnya dan masa pensiun khususnya.
Salah satu prasarana yang mutlak dibutuhkan adalah jaminan
hari tua atau pensiun. Jaminan hari tua pada hakikatnya adalah
memberikan kesejahteraan di hari tua dalam time frame lanjut usia,
yang akan dinikmati oleh mereka yang saat ini masih muda. Wujud
nyata dari jaminan hari tua adalah program pensiun, yang di Indonesia
dikenal dengan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) atau Dana
Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
C. Landasan Yuridis
Di masa lalu program pensiun dengan pemupukan dana
diselenggarakan oleh pemberi kerja berdasarkan Arbeidersfondsen
Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 377) yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Pasal 1601 s bag ian kedua Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Ketentuan tersebut memungkinkan
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pembentukan dana bersama antara pemberi kerja dan karyawan,
namun tidak memadai sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan
program pensiun. Hal ini disebabkan tidak adanya ketentuan yang
mengatur hal-hal mendasar dalam rangka pemenuhan hak dan
kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan program pensiun, serta
mengenai pengelolaan, kepengurusan, pengawasan, dan sebagainya.
Di samping itu, kelembagaan yayasan yang dalam praktek
dipergunakan sebagai wadah untuk menyelenggarakan program
pensiun, mengandung pula berbagai kelemahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun dijelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang Dana
Pensiun didasarkan atas nilai-nilai dasar yang terdapat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
khususnya Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 33 ayat
(1 ). Da~am Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan". Pasal ini mengandung pengertian bahwa setiap warga
Negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak yang
merupakan kebutuhan yang sangat esensi dalam rangka
pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya
merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Mengingat Pasal 27
ayat (2) ini merupakan salah satu hak warga Negara sehingga hal ini
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh konstitusi untuk
dilaksanakan secara terencana, bertahap dan berkesinambungan
dalam suatu perangkat hukum, yang dapat mengubah norma dan
perilaku masyarakat sebagai social engineering.
Selanjutnya dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa
setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
8
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
bermartabat. Makna dari ketentuan ini, mengandung pengertian
bahwa setiap warga negara dalam pengembangan dirinya sebagai
manusia yang bermartabat berhak atas suatu jaminan sosial. Dana
pensiun sebagai sarana penghimpun dana guna meningkatkan
kesejahteraan pesertanya serta meningkatkan peranserta
masyarakat dalam melestarikan pembangunan nasional yang
meningkat dan berkelanjutan, diharapkan sejalan dengan makna
dalam Pasal 28H ayat 3 UUD Negara Republik indonesia Tahun
1945, yaitu sebagai jaminan sosial agar warga negara terjamin
kehidupannya di masa mendatang. Sedangkan Pasal 33 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia yang mengatur bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan, mengandung makna bahwa setiap unsur atau segi
perekonomian yang dibentuk hendaknya disusun sebagai suatu
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Pembentukan
Dana pensiun sebagai suatu sarana untuk menjamin kehidupan
pekerja di masa tua didasarkan atas suatu asas kebebasan untuk
membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun. Asas ini
mengandung pengertian bahwa pembentukan dana pensiun
didasarkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja untuk
memberikan manfaat pensiun bagi pekerja berdasarkan atas prinsip
kekeluargaan, artinya dari pekerja, oleh pekerja, dan untuk pekerja.
Saat ini pelaksanaan dana pensiun telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 111 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun,
dimana sejauh ini keberlakuannya sudah berjalan selama 17 tahun
dan perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum dan ekonomi,
baik secara makro maupun mikro. Dalam kaitannya dengan
sejauhmana keterkaitan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 apakah masih relevan dilaksanakan atau perlu untuk
dilakukan perubahan perlu dilihat keterkaitan pengaturan mengenai
kegiatan dana Pensiun yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1992 dengan beberapa ketentuan perundang-undangan,
9
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
baik secara horizontal (sinkronisasi Undang-Undang) maupun secara
vertikal (inventarisasi peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang), yang meliputi Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Menteri).
Dalam hal sinkronisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1992 dengan undang-undang yang lain, dapat diketahui dari
beberapa undang-undang, meliputi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selanjutnya, inventarisasi peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kegiatan dana pensiun, meliputi Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi
Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun Lembaga Keuangan serta beberapa Keputusan
Menteri yang terkait.
Berikut akan dipaparkan sinkronisasi undang-undang dan
inventarisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan kegiatan
dana pensiun.
10
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
C.1 Sinkronisasi Undang-Undang
a. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang
Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, pensiun
pegawai dan pensiun janda/duda diberikan sebagai jaminan
hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai
negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas
Pemerintah. Pengaturan pensiun khususnya bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) ini tidak terkait dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 61 ayat (7) dan ayat
(8) yang menyatakan:
(7) Dana Pensiun karyawan yang telah ada dalam bentuk apapun, hanya dapat menamakan diri sebagai Dana Pensiun bila penyelenggaraannya didasarkan pada Undang-undang ini.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam, ayat (7) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang dike/ala Badan Usaha Milik Negara.
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dana
Pensiun perlu dikaji beberapa hal yang diatur dalam kedua
Undang-Undang ini, dimana terdapat beberapa ketentuan
yang berbeda yang diatur dalam kedua Undang-Undang
tersebut yaitu:
Dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
dinyatakan bahwa "surat keputusan tentang pemberian
pensiun menurut Undang-undang ini dapat dipergunakan
sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari salah satu
Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan." Ketentuan dalam
Pasal 30 tersebut berbeda dengan ketentuan yang diatur
11
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 yang
menyatakan bahwa "Hak terhadap setiap manfaat pensiun
yang dibayarkan oleh Dana Pensiun tidak dapat digunakan
sebagai jaminan pinjaman, dan tidak dapat dialihkan maupun
disita."
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 manfaat pensiun diharapkan
merupakan penghasilan bagi peserta pada masa pensiunnya.
Agar maksud tersebut dapat tercapai, Undang-undang ini
melarang penggunaan hak pensiun sebagai jaminan atas
pinjaman atau hutang, atau disita, yang dapat mengganggu
kelancaran penghasillan peserta dimaksud.
Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1992 menyatakan bahwa:
Dalam hal Dana Pensiun menyclenggarakan Program Pensiun
Manfaat Pasti, besarnya hak atas manfaat pensiun
scbagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat pensiun
yang dibayarkan kcpada janda/duda yang sah
sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari
manfaat pensiun yang telah dibayarkan kepada pensiunan;
b. dalam hal peserta meninggal dunia dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal,
manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang
sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari
yang seharusnya dibayarkan kepada peserta apabila
peserta pensiun sesaat sebelum meninggal dunia,
c. dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh)
tahun sebelumnya dicapainya usia pensiun normal,
manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang
sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari
12
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
nilai pensiun ditunda yang seharusnya menjadi haknya
apabila ia berhenti bekerja.
Ketentuan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1969 yaitu lazimnya pensiun PNS
bagi yang meninggal dunia tidak melihat masa kerja dan
adanya perbedaan dalam besarnya pensiun. Hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan
bahwa:
Besarnya pensiun-pegawai sebulan adalah 2.% (dua setengah
perseratus) dari dasar-pensiun untuk tiap-tiap tahun
masa-kerja, dengan ketentuan bahwa:
a. pensiun-pegawai sebulan adalah sebanyak-banyaknya
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari dasar-pensiun;
b. pensiun-pegawai sebulan dalam hal termaksud dalam
pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-undang ini adalah
sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
dasar-pensiun;
c. pensiun-pegawai sebulan tidak boleh kurang dari
gaji-pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah
tentang gaji dan pangkat yang berlaku bagi pegawai
negeri yang bersangkutan.
Dalam ketentuan di atas, besarnya pensiun-pegawai sebulan
ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
gaji-pokok, dengan maksud agar pegawai, apabila
dipensiunkan tidak mengalami kemunduran penghasilan yang
terlampau besar. Dalam rangka pembentukan dana pensiun,
maka dengan Peraturan Pemerintah termaksud dalam pasal 2
huruf a Undang-undang ini, dapat ditetapkan
prosentase-prosentase yang tinggi daripada yang ditetapkan
dalam pasal ini.
Terkait dengan ketentuan di atas, dalam rangka
perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang
13
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dana Pensiun, perlu dilakukan perubahan dan penambahan
mengenai ketentuan-ketentuan pensiun PNS yang selama ini
diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969,
sehingga Undang-Undang Dana Pensiun ke depan mencakup
juga ketentuan dana pensiun bagi PNS.
b. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian.
Keterkaitan antara Undang-Undang Usaha Perasuransian
dengan Undang-Undang Dana Pensiun dapat dilihat dalam hal
bentuk hukum usaha perasuransian. Dalam ketentuan Pasal 4
Undang-Undang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa
usaha asuransi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut:
a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat
menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi
kerugian, termasuk reasuransi;
b. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat
menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa,
dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan
usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus
dana pensiun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku;
c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan
usaha pertanggungan ulang.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasa!l 4 Undang-Undang Usaha
Perasuransian ini dinyatakan bahwa dalam ketentuan Pasal ini
pengertian dana pensiun terbatas pada dana pensiun lembaga
keuangan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
diberikan pengertian mengenai dana pensiun lembaga
keuangan yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau
perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program
14
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pensiun luran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun
pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun pemberi kerja
bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang
bersangkutan. Pasal40 menyatakan bahwa
(1) Dana Pensiun Lembaga Keuangan hanya dapat
menyelenggarakan Program Pensiun luran Pasti.
(2) Bank dan perusahaan asuransi jiwa dapat bertindak
sebagai pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Untuk dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga
Keuangan, bank atau perusahaan asuransi jiwa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengajukan
permohonan pengesahan kepada Menteri, dengan
melampirkan peraturan Dana Pensiun.
Pasal 40 ini memberikan penjelasan bahwa penyelenggaraan
Dana Pensiun dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota masyarakat. Akan tetapi dalam
kenyataannya banyak anggota masyarakat yang tidak terikat
dalam hubungan kerja dengan perusahaan, sehingga tidak
memungkinkan untuk menjadi peserta dari Dana Pensiun
Pemberi Kerja. Oleh karena itu bagi anggota masyarakat
pekerja mandiri dimungkinkan untuk memanfaatkan Dana
Pensiun Lembaga Keuangan. Hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi karyawan yang terikat dalam hubungan
kerja dengan suatu perusahaan untuk dapat pula
memanfaatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan sesuai
dengan kemampuannya.
Berdasarkan ketentuan di atas maka perusahaan
asuransi jiwa sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun
harus mengikuti ketentuan dan prosedur yang diatur dalam
15
- ----- ~----------'
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.
c. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pada prinsipnya definisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,
hari tua, dan meninggal dunia.
Berdasarkan pengertian dari jaminan sosial tenaga kerja
di atas maka keterkaitan antara Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
yaitu dalam hal penyelenggaraan program jaminan sosial
tenaga kerja. Di dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 dijelaskan bahwa :
(1) Ruang lingkup program jaminan sosia/ tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi: a. Jaminan Kece/akaan Kerja; b. Jaminan Kematian; c. Jaminan Hari Tua; d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Pengembangan program jaminan sosia/ tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur /ebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6 ayat (2) memberikan penjelasan bahwa
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur jaminan sosial
tenaga kerja lainnya yang dapat diberikan kepada tenaga kerja
dalam rangka meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan
tenaga kerja itu sendiri, beserta keluarganya antara lain
16
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
program jaminan pesangon sebagai akibat pemutusan
hubungan kerja. Dari penjelasan pasal tersebut menegaskan
bahwa dimungkinkan untuk mengatur jaminan sosial tenaga
kerja lainnya di luar yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1 ).
Berdasarkan ketentuan tersebut program dana
pensiun belum masuk dalam kategori program jaminan sosial
tenaga kerja, tetapi dalam jaminan sosial tenaga kerja dikenal
dengan adanya program jaminan hari tua untuk melindungi
tenaga kerja. Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah
karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah
tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih
bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan
penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada
saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun
atau memenuhi persyaratan tertentu.
Program jaminan hari tua berdasarkan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 dibayarkan secara
sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada
tenaga kerja karena:
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter. Dan dalam
hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua
dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 15 Jaminan Hari Tua
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibayarkan
sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima)
tahun, sctelah mcncapai masa kepesertaan tertentu, yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Penjelasan Pasal
14 dijelaskan bahwa dalam hal tenaga kerja meninggal dunia,
maka hak atas Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara
17
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
berkala, diberikan kepada janda atau duda, atau anak yatim
piatu. Apabila tenaga kerja meninggal dunia sebelum hak
Jaminan Hari Tua timbul, maka.hak atas Jaminan Hari Tua
tersebut diberikan kepada janda atau duda, atau anak yatim
piatu secara sekaligus atau berkala.
Dalam Pasal 17 yang mengatur mengenai
kepesertaan dijelaskan bahwa pengusaha dan tenaga kerja
wajib ikut serta dalam program jaminan sesial tenaga
kerja.Selanjutnya berdasarkan Pasal 20 mengenai iuran,
besarnya jaminan, dan tata cara pembayaran diatur bahwa
iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, luran Jaminan Kematian, dan
luran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung eleh
pengusaha sedangkan iuran Jaminan Hari Tua ditanggung
eleh pengusaha dan tenaga kerja. Pengusaha wajib
membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang
menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemetengan upah
tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan
Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (Pasal 22).
Terkait dengan ketentuan di atas maka dimungkinkan
adanya Jaminan Sesial Tenaga Kerja lainnya yang merupakan
suatu perlindungan bagi tenaga kerja yaitu adanya jaminan
dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nemer 11 Tahun 1992 tentang dana Pensiun.
d. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun
dengan Undang-Undang Perlindungan Kensumen dapat dilihat
pada mekanisme perlindungan hak-hak dari peserta dana
pensiun yang diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28
Undang-Undang Nemer 11 Tahun 1992. Berdasarkan Pasal 1
18
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dinyatakan bahwa setiap karyawan yang termasuk golongan
karyawan yang memenuhi syarat kepesertaan dalam Dana
Pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja, berhak menjadi
peserta apabila telah berusia setidak-tidaknya 18 (delapan
belas) tahun atau telah kawin, dan telah memiliki, masa kerja
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, pada pendiri atau mitra
pendiri. Selanjutnya dalam pasal-pasal lainnya yang terkait
dengan hak peserta dinyatakan bahwa:
Pasa/20 (1) Hak terhadap setiap manfaat pensiun yang dibayarkan o/eh
Dana Pensiun tidak dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman, dan tidak dapat dialihkan maupun disita.
(2) Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari Dana Pensiun dinyatakan batal bcrdasarkan Undang-undang ini.
(3) Suatu pembayaran manfaat pensiun yang dilakukan o/eh pengurus dengan itikad baik, membebaskan Dana Pcnsiun dari tanggungjawabnya.
Pasa/21 (1) Peserta yang memenuhi persyaratan berhak atas Manfaat
Pensiun Normal, atau Manfaat Pensiun Cacat, atau Manfaat Pensiun Dipercepat, atau Pensiun Ditunda, yang besamya dihitung berdasarkan rumus yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.
(2) Peraturan Dana Pensiun wajib memuat ketentuan mengenai besarnya hak atas manfaat pensiun bagi jandalduda atau anak yang belum dewasa dari peserta.
(3) Dalam Dana Pensiun yang menyclenggarakan Program Pensiun luran Pasti, peraturan Dana Pensiun wajib memuat hak peserta untuk menentukan pilihan bentuk anuitas.
Pasal 22
(1) Dalam hal Dana Pensiun menyclenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti, besarnya hak atas manfaat pensiun scbagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: d. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat
pensiun yang dibayarkan kcpada jandalduda yang sah
19
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari manfaat pensiun yang telah dibayarkan kepada pensiunan;
e. dalam hal peserta meninggal dunia dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari yang seharusnya dibayarkan kepada peserta apabila peserta pensiun sesaat sebelum meninggal dunia,
f dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelumnya dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang-kurangnya 60% (enam puluh perseratus) dari nilai pensiun ditunda yang seharusnya menjadi haknya apabila ia berhenti bekerja.
(2) Dalam hal tidak ada janda/duda yang sah atau jandalduda meninggal dunia, manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari peserta.
(3) Pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dilakukan secara sekaligus.
Pasa/ 23 (1) Dalam hal Dana Pensiun menyclenggarakan Program
Pensiun Juran Pasti, besamya hak atas manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dafam Pasa/ 21 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal pensiunan meninggal dunia, manfaat
pensiun yang dibayarkan kcpada jandalduda yang sah tidak boleh kurang dari haknya berdasarkan pilihan bentuk anuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b. dalam hal peserta meninggal dunia sebelum dimulainya pembayaran pensiun, maka manfaat pensiun yang dibayarkan kepada jandalduda yang sah adalah scbesar 100% (scratus pcrscratus) dari jumlah yang seharusnya menjadi hak pcscrta apabila ia berhenti bekerja.
(2) Dalam hal tidak ada jandalduda yang sah atau jandalduda meninggal dunia, manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan kepada anak yang belum dewasa dari peserta.
(3) Dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal, pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud
20
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dalam ayat (1) huruf b dapat dilakukan sccara seka/igus. (4) Dalam hal peser/a tidak menentukan pilihan bentuk anuitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3}, maka pcscrta dianggap memilih bentuk anuitas yang memberikan pembayaran kepada jandalduda yang sama besarnya dcngan pembayaran kepada pensiunan yang bersangkutan.
Pasa/24 (1) Peserta yang berhenti bekerja dan memiliki masa
kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun, sekurang-kurangnya berhak menerima secara sekaligus himpunan iurannya sendiri, ditambah bunga yang layak.
(2) Peserta yang mengikuti Program Pensiun Manfaat Pasti apabila berhenti bekerja setelah memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan belum mencapai usia pensiun dipercepat, berhak menerima Pensiun Ditunda yang besarnya sama dengan jumlah yang dihitung berdasarkan rumus pensiun bagi kepesertaannya sampai pada saat pemberhentian.
(3) Peserta Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun luran Pasti apabila berhenti bekerja setelah memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan be/um mencapai usia pensiun dipercepat, berhak atas jumfah iurannya sendiri dan iuran pemberi kerja beserta hasi/ pengembangannya yang harus dipergunakan untuk mempero/eh pensiun ditunda.
Terkait dengan ketentuan-ketentuan tersebut kiranya
telah sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 mengenai hak dan kewajiban
konsumen juga dalam Pasal 6 dan Pasal 7 mengenai hak dan
kewajiban pelaku usaha.
Selanjutnya terkait dengan adanya pembinaan dan
pengawasan terhadap perlindungan konsumen sebagaimana
diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dinyatakan bahwa Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang me!njamin diperolehnya hak
konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
konsumen dan pelaku usaha.
21
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dalam hal pengawasan sebagaimana diatur dalam
Pasal 30 ayat (1) dinyatakan bahwa Pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyaraka, selain itu ada
juga ketentuan mengenai1 penyelesaisan sengketa
sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) yang menyatakan
bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum dan ayat
(2) menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen
dlapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela parat pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengl<eta konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan
tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak
akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Terkait dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen tersebut maka Undang-Undang Dana
Pensiun telah melindungi pesertanya dengan adanya klausula
mengenai hak peserta.
e. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun
dengan Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian
dapatdilihat pada pengaturan mengenai kesejahteraan bagi
pegawai. Kesejahteraan bagi pegawai ini diatur dalam Pasal
22
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
32 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok
Pokok Kepegawaian dimana menyatakan bahwa:
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja,
diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri
Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan dan asuransi
pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penye/enggaraan usaha kesejahteraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri
Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari
penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan
penye/enggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah
menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4}, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipi/ yang meninggal dunia, ke/uarganya
berhak memperoleh bantuan
Terkait dengan ketentuan di atas maka upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan bagi pegawai sebagaimana di
atur dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah
diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
khususnya dan dalam perubahan Undang-Undang Dana
Pensiun ke depan kesejahteraan pegawai dalam program
pensiun ini juga dapat menjadi bagian dari Undang-Undang
Perubahan.
23
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
g. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun
dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan tentunya dalam
hal pemberian fasilitas perpajakan. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 yang
menyatakan bahwa
(1) Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun
Lembaga Keuangan yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang ini merupakan subyek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
(2) luran yang diterima diperoleh Dana Pensiun Pemberi
Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan
berdasarkan Undang-undang ini serta penghasilan Dana
Pensiun dari modal yang ditanamkan dalam
bidang-bidang f,erfentu berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan bukan merupakan obyek pajak dan
berlangsung terus sampai proses likuidasi selesai
dilaksanakan dalam hal Dana Pensiun dibubarkan.
Ketentuan Pasal 49 tersebut telah sejalan dengan
ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nom or 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang
menyatakan:
Yang menjadi Subyek Pajak adalah: a. 1) Orang pribadi;
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
24
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
b. badan; c. bentuk usaha tetap.
Dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa dana
pensiun baik itu dana pensiun pemberi kerja maupun dana
pensiun lembaga keuangan merupakan subyek pajak badan,
karena pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya
termasuk reksadana. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan da/am bentuk apapun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecua/i ditentukan lain dalam Undang-undang ini.:
Dari ketentuan di atas maka uang pensiun merupakan
objek pajak penghasilan tetapi berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; dikecualikan
25
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sebagai objek pajak penghasilan.
g. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan
yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan
pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan
tenaga kerja tersebut, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja
dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan
perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap
tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha.
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan tentunya dalam
mewujudkan kesejahteraan bagti tenaga kerja. Sejalan dengan
itu upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari
tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
berdayaguna dan berhasilguna. Dalam hubungan ini di
masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan
masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh para
karyawan, yaitu dana pensiun.
Terkait dengan hal tersebut maka sesuai dengan
Pasal 99 sampai dengan Pasal 101 Undang-Undang Nom or
13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa :
Bagian Ketiga
26
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Kesejahteraan
Pasa/99 (1) Setiap pekerja/buruh dan ke/uarganya berhak untuk
mempero/eh jaminan sosia/ tenaga kerja. (2) Jaminan sosia/ tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), di/aksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasa/100 (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.
(2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.
(3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa/101 (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjalburuh,
dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan.
(2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerjalburuh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya menumbuhkembangkan koperasi pekerjalburuh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud da/am ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ber/aku.
(4) Upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi pekerjalburuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selain kesejahteraan yang diatur dalam Pasal 99
sampai dengan Pasal 101, apabila terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) maka pekerja berhak mendapatkan
pesangon, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
156 yaitu:
27
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pasa/156 (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganffan hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau Jebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau Jebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai be-rikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau Jebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau Jebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau Jebih tetapi kurang dari 12 (dua be/as) tahun, 4 (empat) bulan upah;
28
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
d. masa kerja 12 (dua be/as) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima be/as) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima be/as) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan be/as) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f masa kerja 18 (delapan be/as) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepu/uh) bulan upah.
(4) Uang penggantlan hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan ke/uarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima be/as perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 167
yang menyatakan bahwa Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah
mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang
iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka
pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon
29
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap
berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4). Dan dalam hal besamya jaminan atau manfaat
pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun)
ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua)
k.ali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4),
maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/premi
nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang
diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun
yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha. Dalam hal
pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun
pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan
kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4).
Berdasarkan ketentuan di atas untuk
mengantisipasi terjadinya perusahaan pendiri dana pensiun
yang termasuk da~am dana pensiun pemberi kerja
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 tersebut bangkrut yang dapat mengakibatkan
iuran dana pensiun yang telah dibayarkan oleh pekerja juga
hilang yang akhirnya pekerja juga yang akan dirugikan
maka dalam perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun
1992 tentang Dana Pensiun ke depan perlu diatur
mengenai bentuk dan sistem pengelolaan dana pensiun
30
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
yang tidak merugikan pekerja apabila perusahaannya yang
sekaligus pendiri dana pensiunnya bangkrut. Selain itu perlu
juga diperhatikan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003, setiap PHK mendapatkan pesangon, apabila
pekerja yang di PHK juga peserta dana pensiun apakah
mendapatkan pesangon dan pensiun atau salah satunya,
untuk mengantisipasi hal tersebut maka pengaturannya
perlu diperjelas dalam Perubahan Undang-Undang Dana
Pensiun.
h. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun
dengan Undang-Undang Bank Indonesia dapat dilihat dalam
hal pembinaan dan pengawasan. Dalam Pasal 50 Undang
Undang Dana Pensiun dinyatakan bahwa :
(1) Pembinaan dan pengawasan atas Dana Pensiun Pemberi
Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan dilakukan
o/eh Menteri.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi pengelolaan kekayaan Dana
Pensiun dan penyelenggaraan program pensiun, baik
dalam segi keuangan maupun teknis operasional.
(3) Ketentuan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, khususnya Pasal 34 ayat
(1) yang menyatakan bahwa tug as mengawasi Bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
31
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pasal
ini pada awalnya merupakan amanat dari Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa untuk
tugas pengawasan bank dan dan perusahaan-perusahaan
sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat akan dibentuk suatu lembaga
pengawas jasa keuangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka konsep
lembaga pengawas jasa keuangan tersebut adalah lembaga
baru dan independen yang diusulkan pemerintah untuk
menggantikan lembaga pengawas sektor keuangan yang ada
selama ini, seperti Bapepam, Bank Indonesia (BI), dan Menteri
Keuangan (Menkeu). Lembaga ini nantinya akan mengawasi
sektor keuangan dalam satu atap dimana selama ini
pengawasan terpecah-pecah yaitu Bl untuk perbankan,
Bapepam untuk pasar modal, Menkeu untuk perasuransian,
dana pensiun, usaha jasa pembiayaan, dan modal ventura,
serta Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi
untuk perdagangan berjangka komoditas. Dengan adanya
lembaga pengawas jasa keuangan, nantinya di Indonesia akan
ada tiga otoritas di bidang keuangan yaitu otoritas fiskal oleh
Menteri Keuangan, otoritas moneter oleh Bank Indonesia, dan
otoritas pengawas jasa keuangan oleh suatu lembaga
pengawas jasa keuangan.
Berkaitan dengan amanat dari Undang-Undang Bank
Indonesia tersebut, apabila nanti telah dibentuk suatu lembaga
pengawas jasa keuangan maka pembinaan dan pengawasan
dana pensiun yang saat ini dilakukan oleh Menteri Keuangan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 harus
disesuaikan dengan ketentuan tersebut sehingga pembinaan
32
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dan pengawasan dana pens1iun tidak lagi dilakukan oleh
Menteri Keuangan tetapi oleh suatu lembaga pengawas jasa
keuangan.
i. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang
Pada prinsipnya mekanisme kepailitan dalam Dana
Pensiun baik itu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) terkait
erat dengan proses pembubaran dan penyelesaian lembaga
Dana Pensiun dimana telah diatur dalam Pasal 33 sampai
dengan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992
tentang Dana Pensiun, dimana pengecualiannya untuk DPLK
terdapat dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). Secara
keseluruhan pengaturan Pasal 33 sampai dengan Pasal 39
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
sebagai berikut:
Pasal33 (1) Pembubaran Dana Pensiun dapat dilakukan berdasarkan
permintaan pendirij kepada Menteri. (2) Dana Pcnsiun dapat dibubarkan apabila Menteri
berpcndapat bahwa Dana Pensiun tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada peserta, pensiunan dan pihak lain yang berhak, atau dalam hal terhentinya iuran dinilai dapat membahayakan keadaan keuangan Dana Pensiun dimaksud.
(3) Apabila pendiri Dana Pcnsiun bubar, maka Dana Pensiun bubar.
Pasal34 (1) Pembubaran Dana Pcnsiun ditetapkan dengan Kcputusan
Menteri. yang sekaligus menunjuk likuidator, untuk melaksanakan tindakantindakan yang diperlukan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator. (3) Biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana
Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun.
33
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pasal 35 (1) Likuidator mempunyai tug as dan wewenang sebagai
berikut: a. melakukan segala pcrbuatan hukum untuk dan atas
nama Dana Pensiun serta mewakilinya di dalam dan di luar Pengadilan;
b. melakukan pencatatan atas segala kekayaan dan kewajiban Dana Pensiun;
c. menentukan dan mcmberitahukan kepada setiap peserta, pensiunan dan ahli waris yang berhak, mengenai besarnya hak yang dapat diterima dari Dana Pcnsiun.
(2) Likuidator menyampaikan rencana kerja dan mengusulkan tata cara penyelesaian likuidasi kepada Menteri dan melaksanakan proses penyelesaian setelah mendapat pcrsetujuan Mcnteri.
Pasal 36 (1) Sebelum proses likuidasi selesai, pemberi kerja tetap
bertanggung jawab atas iuran yang terhutang sampai pada saat Dana Pensiun dibubarkan sesuai dengan ketentuan tentang pendanaan dan solvabilitas yang ditetapkan olch Menteri.
(2) Pengembalian ke1kayaan Dana Pensiun kepada pemberi kerja, dilarang.
(3) Setiap kelebihan kekayaan atas kewajiban pada saat pembubaran harus dipergunakan untuk meningkatkan manfaat pensiun bagi peserta sampai maksimum yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
(4) Dalam hal masih terdapat kelebihan dana sesudah peningkatan manfaat sampai batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) maka sisa dana tersebut harus dibagikan kepada peserta, pensiunan dan pihak yang berhak atas manfaat pensiun.
Pasal 37 (1) Dalam pembagian kekayaan Dana Pensiun yang
dilikuidasi, hak peserta dan hak pensiunan atau ahli warisnya merupakan hak utama.
(2) Pengaturan lebih lanjut tentang pembagian kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Pcraturan Pemerintah.
Pasal 38 Likuidator wajib melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian likuidasi kepada Menteri dalam jangka waktu sebagaimana
34
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1 ).
Pasal 39 (1) Likuidator wajib mengumumkan hasil penyclesaian likuidasi
yang telah disetujui Menteri dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Dana Pensiun berakhir terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ).
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
keterkaitan Undang-Undang Dana Pensiun dapat dilihat dalam
Ketentuan Pasal 2 ayat (5) yang menyatakan bahwa Dalam hal
Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di
bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Hal ini sejalan
dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang Dana Pensiun sebagaimana telah disebutkan di
atas.
Dengan demikian dalam pengaturan Perubahan Undang
Undang Dana Pensiun khususnya mengenai mekanisme
kepailitan dalam Dana Pensiun, baik itu DPLK maupun DPPK,
tetap diatur sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 33
sampai dengan Pasal 39. Undang-Undang Dana Pensiun namun
dengan beberapa penyesuaian hukum acara mengenai
mekanisme kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU.
i. Sinkronisasi Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Keterkaitan antara Undang-Undang Dana Pensiun dengan
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat
dilihat dalam hal penyelenggaraan program jaminan sosial yang
35
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
berupa jaminan pensiun. Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 dinyatakan bahwa jenis program jaminan
sosial meliputi :
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan kematian.
Terkait dengan jaminan pensiun sebagai salah satu program
jaminan sosial diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 42
sebagai berikut:
Pasal39 (1) Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
(2) Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
(3) Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
(4) Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal40 Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Pasal41 (1) Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai
yang diterima setiap bulan sebagai: a. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah
pensiun sampai meninggal dunia; b. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat
akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;
c. Pensiun jandalduda, diterima jandalduda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;
36
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
d. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 (dua pufuh tiga) tahun,. bekerja, atau menikah; atau
e. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta fajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap peserta atau ahfi warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iur minimal 15 (lima betas) tahun, kecuali ditetapkan lain ofeh peraturan perundang-undangan.
(3) Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.
(4) Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun atau be/um memenuhi masa iur 15 (lima betas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaatjaminan pensiun.
(5) Apabila peserta mencapai usia pensiun sebefum memenuhi masa iur 15 (lima be/as) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan se/uruh akumufasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.
(6) Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.
(7) Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang menga/ami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.
(8) Ketentuan mengenai manfaat · pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur /ebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasa/ 42 (1) Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta
penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasi/an atau suatu jumlah nominal tertentu yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) diatur lebih /an jut dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan di1 atas, program jaminan
pensiun dalam Undang-Undang Dana Pensiun harus
disesuaikan dengan program jaminan sosial dalam, akan tetapi
program jaminan sosial dalam Undang-Undang Sistem
37
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Jaminan Sosial merupakan jaminan pensiun yang berlaku bagi
seluruh rakyat sehingga konsep tersebut masih sulit untuk
direlisasikan. Selanjutnya mengenai badan penyelenggara
program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 yang
menyatakan bahwa "Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
harus dibentuk dengan Undang-Undang". Terkait dengan hal
ini perusahaan yang menyelenggarakan jaminan sosial saat ini
antara lain Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Perusahaan Perseroan
(Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN), Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), dan
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES). Dari k:ondisi tersebut perlu
dipertimbangkan keberadaan dana pensiun yang ada saat ini
untuk dapat mengakomodir jaminan sosial dalam konsep
Undang-Undang S~stem Jaminan Sosial Nasional.
Berdasarkan ketentuan di atas maka perlu dilakukan
sinkronisasi yang lebih komprehensif dengan konsekuensi
melakukan perubahan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional atau melakukan penyesuaian terhadap perubahan
Undang-Undang Dana Pensiun ke depan. Selain itu,
mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
keberadaannya lebih muda daripada Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1992 dan mengingat filosofi atau prinsip dari sistem
jaminan sosial nasional adalah wajib maka dalam perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 ini seyogyanya tidak
bertentangan dan merupakan program yang wajib juga.
38
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
C.2 lnventarisasi Peraturan Perundang-undangan
a. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun Pemberi Kerja
Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya merupakan
pelaksanaan dari Undang-Undang Dana Pensiun khususnya
Pasal 5 ayat (3). Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Dana Pensiun dinyatakan bahwa definisi Dana Pensiun
Pemberi Kerja (DPPK) adalah Dana Pensiun yang dibentuk
oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku
pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat
Pasti atau Program Pensiun luran Pasti, bagi kepentingan
sebagian atau scluruh karyawannya sebagai peserta, dan
yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.
Dalam Peraturan Pemerintah yang merupakan
pelaksanaan dari Undang-Undang Dana Pensiun, lebih
mengatur pelaksanaan mengenai beberapa hal sebagai
berikut:
1. Pengesahan DPPIK;
2. Kepengurusan
3. Hak Peserta;
4.. Penangguhan Atau Pengakhiran Kepesertaan Karyawan
Mitra Pendiri;
5.. Penggabungan atau Pemisahan DPPK;
6. Pengalihan Kepesertaan; dan
7. Pembagian Kekayaan DPPK yang Dilikuidasi.
b. Peraturan Pemerintah Nom or 77 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun Lembaga Keuangan
Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya merupakan
pelaksanaan dari Undang-Undang Dana Pensiun khususnya
Pasal 41 ayat (1). Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
Dana Pensiun dinyatakan bahwa definisi Dana Pensiun
39
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Lembaga Keuangan (DPLK) adalah Dana Pensiun yang
dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan Program Pensiun luran Pasti bagi
perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang
terpisah dari Dana Pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank
atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
Sarna halnya dengan Peraturan Pemerintah tentang
DPPK, Peraturan Pemerintah tentang DPLK juga mengatur
hal-hal yng lebih brsifat praktis terkait dengan mekanisme
pelaksanaan DPLK, yaitu sebagai berikut:
1. Pengesahan DPLK;
2. Kepengurusan DPLK;
3. luran DPLK;
4. Hak Peserta;dan
5. Likuidasi DPLK.
c. Beberapa Keputusan Menteri Yang Terkait
Dalam pelaksanaan lebih teknis terhadap kegiatan Dana
Pensiun, selain dari dua Peraturan Pemerintah yang telah
diterbitkan, juga telh diberlakukan beberapa Keputusan
Menteri yang terkait, sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nemer 227 Tahun 1993
Tentang Pengesahan Dana Pensiun Pemberi Kerja;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nemer 228 Tahun 1993
Tentang Pengesahan Dana Pensiun Lembaga Keuangan;
3.. Keputusan Menteri Keuangan Nemer 802 Tahun 1993
Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan
Nemer 228 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Dana
Pensiun Lembaga Keuangan;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nemer 651 Tahun 1994
Tentang Fasilitas Perpajakan Dana Pensiun;
40
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 Tahun 1998
Tentang luran dan Manfaat Pensiun;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 344 Tahun 1998
Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 227 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Dana
Pensiun Pemberi iKerja'
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51 Tahun 2001
Tentang Surat Keterangan Bebas Pajak;
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231 Tahun 2002
Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 343 Tahun 1998 Tentang luran dan Manfaat
Pensiun;
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 509 Tahun 2002
Tentang Laporan IKeuangan Dana Pensiun;
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 510 Tahun 2002
Tentang Pendanaan dan Solvabilitas Dana Pensiun
Pemberi Kerja;
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 511 Tahun 2002
Tentang lnvestasi Dana Pensiun;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 512 Tahun 2002
Tentang Pemeriksaan Dana Pensiun;
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523 Tahun 2002
Tentang Persyaratan Pengurus dan Dewan Pengawas
Dana Pensiun Pemberi Kerja, Pelaksanan Tugas Pengurus
Dana Pensiun Lembaga Keuangan; dan
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang terkait dengan
kegiatan Dana Pensiun yaitu Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor 2 Tahun 1995 tentang Usia Pensiun.
41
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
BAB Ill
PRINSIP - PRINSIP PENGELOLAAN DANA PENSIUN
A. Prinsip-Prinsip Kelembagaan
A1. Prinsip Good Governance
Secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai
"pengaturan". Governance sering juga disebut "tata pamong" atau
"penadbiran". lstilah penadbiran masih terrdengar janggal ditelinga,
karena istilah ini berasal dari kata Melayu.
lstilah Good Governance di Indonesia mulai sering dibicarakan
sejak periode tahun 1990 seiring dengan meningkatnya kepedulian
publik terhadap program-program dukungan donor kepada pemerintah
Indonesia. Berbagai kalangan menganggap kegiatan pembangunan
yang dilakukan dengan dukungan donor yang mayoritas merupakan
utang harus dilakukan dengan lebih memperhatikan aspirasi masyarakat
dan transparansi dalam pelaksanaannya sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada generasi penerima utang. Program
program mulai diarahkan untuk memperhatikan aspek-aspek yang terkait
dengan prinsip Good Governance.
Good governance berarti terwujudnya pemerintahan yang bersih,
efektif dan efisien dengan
responsibilitas, independensi
melaksanakan kebijakan publik.
adanya transparansi, akuntabilitas,
fairness dalam menetapkan dan
Good governance merupakan suatu sistem tata kelola korporasi yang
ideal. Pemerintah sebagai regulator perlu menciptakan suatu sistem
pengawasan dan melaksanakan secara konsisten melalui pembentukan
peraturan perundang-undangan. Dalam mewujudkan good governance
Pemerintah merupakan pilar penting yang didukung pilar kedua yaitu
42
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
manajemen (governing body) korporasi dan stakeholders sebagai pilar
ketiga.
A.2 Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance adalah sistem yang mengatur,
mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk
menaikkan nilai saham, sekaligus merupakan bentuk perhatian kepada
stakeholders, karyawan, kreditor, dan masyarakat sekitar.1 Good
Corporate Governance berusaha menjaga keseimbangan diantara
pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat antara lain dengan
cara memaksimumkan penciptaan kesejahteraan dengan tidak
membebankan biaya tinggi kepada masyarakat.
GCG sebagai suatu sistem perekonomian yang perlu dilengkapi dengan
seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan
para pihak yang berkepentingan dalam suatu perusahaan, baik internal
maupun eksternal.
Sejalan dengan pemikiran tersebut secara umum ada lima prinsip dasar
bagi terwujudnya suatu prinsip tata kelola korporasi yang baik (GCG)
yaitu: transparency, accountability, responsibility, independency, dan
fairness yang dapat disingkat TARIF.
Dengan diterapkannya 5 (lima) prinsip dasar ini diharapkan GCG
dapat memberikan acuan dalam pembenahan perusahaan, menggali
sumber daya dari dalam maupun luar perusahaan secara efektif dan
efisien, dan membuat atau membina suatu sistem manajemen yang
lebih baik. Selain itu, GCG diharapkan dapat membantu memproteksi,
mencari, menumbuhkan sumber daya manusia yang profesional dan
investasi modal demi kemajuan perusahaan, serta dapat membantu
1 Daniri,Mas Achmad. Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Jakarta : Ray lndonesia,2005.
43
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
perusahaan menarik investor atau pelaku usaha domestic maupun
internasional.
GCG merupakan langkah penting dalam membangun
kepercayaan pasar dan mendorong arus investasi internasional yang
lebih stabil, dan bersifat jangka panjang. Korporasi merupakan mesin
pencipta kesejahteraan yang penting, dan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan melalui cara perusahaan dijalankan.
Perusahaan perlu menetapkan aturan tata kelola yang memadai dan
kredibel.
A.3 Prinsip Good Pension Fund Governance (GPFG)
GPFG pada prinsipnya mengandung nilai-nilai yang sejenis seperti yang
terdapat pada GCG. Bahwa pengelolaan badan hukum dana pensiun
harus sesuai dengan prinsip-prinsip GPFG dimana didalamnya terdapat
nilai atau prinsip-prinsip tata kelola dana pensiun yang baik. 2
lmplementasi GPFG dimaksudkan untuk melindungi kepentingan para
pensiunan dari kelalaian atau kesalahan pengelolaan serta untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dan atau
penyelewengan dalam pengelolaan dana pensiun.
Dalam rangka pegelolaan dan pengembangan kekayaannya tersebut,
dana pensiun harus melakukan investasi secara prudent, bentuk
investasi tersebut antara lain adalah penyertaan langsung ataupun tidak
langsung pada suatu perusahaan, investasi pada tanah dan bangunan,
investasi pada saham, obligasi, deposito, deposito on call, SBI dan Surat
Pengakuan Utang.
Dalam pengelolaan dana pensiun sangat dimungkinkan akan timbulnya
konflik kepentingan antara pengurus dana pensiun dan para pihak yang
berhak atas uang pensiun yang dikelola oleh dana pensiun tersebut.
2 Keputusan Ketua BAPEPAM LK No. KEP-136/BL/2006 tentang Tata Kelola Dana Pensiun.
44
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Oleh karena itu, dalam pengelolaannya badan hukum dana pensiun
memerlukan seperangkat peraturan internal dan eksternal yang
setidaknya dapat memastikan bahwa pengelolaan dana pensiun
dilakukan dengan baik dan memperhatikan para pemegang hak atas
uang pensiun yang dikelola. Pengelolaan dana pensiun mempunyai
implikasi langsung terhadap penghasilan para pensiunan, setidaknya hal
ini dikarenakan oleh dua hal, yakni efisiensi dalam pengelolaan dan
strategi investasi dalam pengelolaan dana pensiun.
Dalam melakukan investasi, pengurus wajib mengelola kekayaan
tersebut sesuai dengan arahan investasi yang ditetapkan pendiri hal ini
dilakukan untuk memenuhi prinsip kehati-hatian dan dalam
pengelolaannya pengurus wajib melaksanakan tertib administrasi dan
profesional.
Oleh karena itu, dengan tanggung jawab pengelolaan dana tersebut,
pengurus diwajibkan melakukan pengelolaan secara hati-hati pada
beberapa instrumen investasi di atas. Pengurus bertanggung jawab
terhadap kondisi keuangan dana pensiun terutama terkait dengan
pengelolaan dan pengembangan kekayaannya. Pengurus wajib
mengelola dana pensiun dengan mengutamakan kepentingan
peserta/pensiunan dan pihak yang berhak atas manfaat pensiun.
Dana pensiun memainkan peranan penting karena berperan baik
sebagai tabungan pensiun maupun sebagai bagian dari aktivitas pasar
modal/uang (financial market). Kombinasi ini membuat pemerintah dan
para pembuat kebijakan menaruh perhatian khusus pada sektor ini.
Maka dari itu prinsip tata kelola yang baik harus dijaga, tidak saja untuk
menghindari penyelewengan, tetapi juga untuk menghindari salah kelola
karena kurang kehati-hatian.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam mengimplementasikan prinsip
transperancy dan menjaga obyektifitas, Dana Pensiun harus
45
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
menerapkan prinsip keterbukaan dan transparansi serta penyampaian
informasi yang materiil dan relevan secara tepat waktu, lengkap, jelas
serta akuntabel.
Dalam pengelolaannya Dana Pensiun harus mampu menjaga pnns1p
akuntabilitas dimana terdapat kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ Dana Pensiun sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif, dan mekanisme check and
balance dapat terlaksana dengan baik sehingga arah dan tujuan Dana
Pensiun dapat tercapai. lmplementasi prinsip ini disertai dengan
menerapkan sistem kontrol dan pengawasan baik internal maupun
eksternal Dana Pensiun.
Dana Pensiun yang responsibel dalam pengelolaannya mempunyai
tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan yang
berlaku, baik terhadap berbagai peraturan di bidang Dana Pensiun
maupun berbagai peraturan yang terkait termasuk ketentuan yang
mengatur masalah perliindungan konsumen, perpajakan,
ketenagakerjaan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta peraturan
lainnya yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas usaha.
Dalam upaya menegakkan prinsip Independency, Dana Pensiun harus
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Sehingga diharapkan dengan diterapkannya
prinsip ini dapat mengeliminir terjadinya agency problem.
Dalam pengelolaannya Dana Pensiun harus menjunjung tinggi prinsip
Fairness yang mensyaratkan keadilan meliputi kejelasan hak-hak
Peserta dan untuk melindungi kepentingan stakeholders yang terkait
dengan pengelolaan Dana Pensiun serta menghindari terjadinya
kecurangan yang mungkin ditimbulkan dari keputusan/kebijakan direksi.
46
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dana Pensiun harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua
pihak yang terkait dengan Dana Pensiun berdasarkan asas kesetaraan
dan kewajaran.
4. Prinsip Badan Hukum Dana Pensiun
Badan Hukum Dana Pensiun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. Dari beberapa teori tentang
Badan Hukum dapat disimpulkan bahwa badan hukum mempunyai ciri
ciri atau unsur antara lain:3
1. mempunyai harta kekayaan yang terpisah;
2. mempunyai tujuan tertentu;
3. mempunyai kepentingan sendiri; dan
4. adanya organisasi yang teratur
Keseluruhan unsur di atas dapat dipenuhi dengan jelas oleh dana
pensiun sebagai badan hukum yaitu:
1. mempunyai kekayaan yang terpisah, berupa kekayaan yang pertama
kali disisihkan oleh pendiri untuk mendirikan dana pensiun,serta
iuran-iuran yang berasal dari pemberi kerja dan peserta;
2. mempunyai tujuan tertentu, tercermin dalam peraturan dana pensiun
yang dapat dianggap sebagai akta pendirian sekaligus anggaran
dasar dari dana pensiun;
3. mempunyai kepentingan sendiri, terlihat dari adanya kewenangan
pengurus dana pensiun untuk melakukan segala tindakan hukum baik
di dalam maupun di luar pengadilan dalam rangka mencapai tujuan
dana pensiun;
4. mempunyai organisasi atau alat perlengkapan badan yang teratur
berupa adanya fungsi dewan pengawas dana pensiun yang
3 Dalam ilmu hukum, para ahli mengedepankan teori-teori tentang badan hukum, mulai dari teori fiksi dari Von Savigny, teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz, teori organ dari Otto Von Gierke dan teori gezamenlijke vermogen dari Planioi!Molengraaf.
47
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
selanjutnya diatur dalam fungsi-fungsi yang lebih rinci dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Perbedaan pokok antara perseroan terbatas dengan dana pensiun
adalah bahwa perseroan terbatas mempunyai tujuan pokok mencari
keuntungan dengan menjalankan usaha tertentu, sedangkan dana
pensiun mempunyai tujuan menyelenggarakan program pensiun dengan
sistem pemupukan dana yang bersumber dari iuran dan hasil investasi
(Zulaini Wahab, 2002:71. Perbedaan lainnya adalah sebagai berikut :
1. Perseroan Terbatas (PT) didirikan berdasarkan perjanjian antara para
pemegang saham, sedangkan dana pensiun di dirikan berdasarkan
pernyataan sepihak dari perusahaan/pemberi kerja untuk mendirikan
dana pensiun untuk kepentingan karyawannya atau untuk
kepentingan anggota masyarakat yang berstatus pekerja mandiri.
2. PT didirikan dengan akta notaris yang memuat anggaran dasar,
sedangkan dan pensiun didirikan dengan peraturan dana pensiun
yang memuat anggaran dasar dan ketentuan penyelenggaraan
program pensiun.
3. Akta pendirian PT dibuat oleh para pemegang saham dihadapan
notaris, sedangkan peraturan dana pensiun dibuat oleh
perusahaan/pemberi kerja yang mendirikan dana pensiun dan tidak
dibuat di hadapan notaris.
4. Kekayaan PT berasal dari modal yang disetor oleh pemegang saham,
sedangkan kekayaan dana pensiun berasal dari iuran.
5. PT memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan oleh Menkeh dan HAM, sedangkan dana pensiun
memeproleh status bdan hukum setelah peraturan dana pensiun
disahkan oleh Menkeu.
6. PT harus didaftarkan pada perusahaan yang ada pada Deperindag,
sedangkan dana pensiun harus dimuat dalam buku daftar umum
yang ada pada Depkeu.
48
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Sebagai suatu bentukan hukum yang memiliki hak dan kewajiban serta
dapat melakukan hubungan hukum, dana pensiun memiliki organ. Organ
ini pada prinsipnya memiliki fungsi sebagai alat perlengkapan dana
pensiun untuk mencapai tujuan (Setiadi, 1995:21).
B. Asas Pengelolaan Dana Pensiun
Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum karena
asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum. lni berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada
akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Selain disebut
landasan, asas hukum disebut juga sebagai alasan bagi lahirnya
peraturan hukum, atau merupakan rasio legis dan peraturan hukum.
Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu
peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan melahirkan
peraturan-peraturan selanjutnya (Satipto Raharjo, 2000: 45).
Asas asas pokok yang berlaku dalam Undang-undang Dana Pensiun
adalah(footnote)
1. asas keterpisahan kekayaan dana pensiun dan kekayaan badan
hukum pendirinya;
2. asas penyelenggara dalam sistem pendanaan;
3. asas pembinaan dan pengawasan;
4. asas penundaan manfaat; dan
5. asas kebebasan
8.1 Asas Keterpisahan Kekayaan Dana Pensiun dan Asas
Penyelenggaraan dalam Sistem Pendanaan
Asas ini didukung oleh adanya suatu badan hukum tensendiri bagi dana
pensiun dan diurus serta dikelola berdasarkan ketentuan undang-undang
Asas keterpisahan kekayaan tidak dapat dipisahkan dengan asas
49
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
penyelenggara dengan sistem pendanaan. Berdasarkan asas ini dapat
dikemukakan hal-hal berikut.
1. Kekayaan dana pensiun yang terutama bersumber dari iuran,
terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi pada
pendirinya.
2. Penyelenggaran dana pensiun baik bagi karyawan maupun pekerja
mandiri, haruslah dilakukan dengan sistem pemupukan dana yang
dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri sehingga cukup untuk
memenuhi pembayaran hak peserta.
3. Pembentukan cadangan (book reserved) dalam perusahaan guna
membiayai pembayaran manfaat pensiun karyawan tidak
diperkenankan.
8.2 Asas Pembinaan dan Pengawasan
Sesuai dengan tujuannya, harus dihindarkan penggunaan kekayaan
dana pensiun dan kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan
tidak tercapainya maksud utama dan pemupukan dana, yaitu untuk
memenuhi pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya,
pembinaan dan pengawasan meliputi antara lain sistem pendanaan, dan
pengawasan atas investasi kekayaan dana pensiun (Penjelasan
Undang-Undang Dana Pensiun).
Asas ini didukung oleh: 1 ). pemberian wewenang kepada Menteri
Keuangan untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap dana
pensiun; 2) pemberian wewenang Menteri Keuangan untuk menerbitkan
berbagai keputusan sebagai pelaksanaan dan undang-undang dan
peraturan pemerintah di bidang dana pensiun. Kegiatan pemeriksaan
tersebut meliputi mencari, mengumpullkan, mengolah, serta
mengevaluasi data atau keterangan mengenai dana pensiun untuk
memperoleh keyakinan terhada kebenaran laporan periodik, kesesuaian
penyelenggaraan dana pensiun terhadap Undang-Undang Dana Pensiun
50
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dan peraturan pelaksanaannya, serta efektiviitas penyelenggaraan dana
pensiun.
8.3 Asas Penundaan Manfaat
Penghimpunan dana dalam penyelenggaraan program pensiun
dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah
pensiun agar kesinambungan penghasilannya terpelihara. Sejalan
dengan itu, berlaku asas penundaan manfaat yang mengharuskan
bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta
pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala. Asas
penundaan manfaat sejalan dengan prinsip pengikatan dana (locking-in)
yang dianut dana pensiun. Agar kesinambungan penerimaan peserta
setelah yang bersangkutan pensiun terjamin, hak serta atas nama
pensiun harus tercantum secara tegas dalam peraturan dana pensiun.
Meskipun masalah hak peserta pengaturannya diserahkan kepada
peraturan dana pensiun, Undang-Undang Dana Pensiun memberi
batasan yang harus dipenuhi oleh pendiri dana pensiun dalam menyusun
peraturan dana pensiun, antara lain mengenai hal-hal berikut.
1. Hak terhadap setiap manfaat pensiun yang dibayarkan oleh dana
pensiun tidak dapat dialihkan maupun disita (Pasal 20 ayat 1
Undang-Undang Dana Pensiun). Ketentuan ini dimaksudkan untuk
memberikan suatu kepastian bagi peserta bahwa pada saatnya
peserta akan memperoleh manfaat pensiun secara berkala. Dalam
praktik, banyak kita temui adanya penjaminan hakrensiun kenada
pihak lain sehingga pada saat penerimaan manfaat pensiun, peserta
tidak memperoleh manfaat persiun lagi
2. Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan,
pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau
menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari dana pensiun
dinyatakan batal berdasarkan Undang-Undang Dana Pensiun (Pasal
20 ayat 2).
51
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Asas ini didukung dengan penetapan jenis-jenis manfaat pensiun, yang
tcrdiri atas hal-hal berikut.
a. Manfaat pensiun normal ialah manfaat pensiun bagi peserta, yang
mulai dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah mencapai usia
pensiun normal atau sesudahnya (Pasal I angka (1 0) Undang
Undang Dana Pensiun).
b. Manfaat pensiun dipercepat ialah manfaat pensiun bagii peserta yang
dibayarkan apabila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia
pensiun normal (Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Dana Pensiun).
c. Manfaat pensiun cacat ialah manfaat pensiun bagi peserta yang
dibayarkan apabila peserta menderita cacat (Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Dana Pens1iun).
d. Pensiun ditunda ialah hak atas manfaat pensiun bagi peserta yang
berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, yang
ditunda pembayarannya sampai pada saat peserta pensiun sesuai
dengan peraturan dana pensiun (Pasal 1 angka 13 Undang-Undang
Dana Pensiun).
Asas penundaan manfaat pensiun telah membuat perbedaan
perlakuan dalam pembayaran manfaat pensiun. Bagi peserta yang
berhak atas pensiun ditunda, mereka harus menunggu dalam waktu
yang cukup lama untuk mernperoleh manfaat pensiun, sementara ia
telah kehilangan penghasilan karena tidak bekerja lagi. Undang-Undang
Dana Pensiun tidak memberikan jalan keluar untuk menjaga
kesinambungan penghasjlan peserta yang berhak atas pensiun ditunda
selama ia menunggu sampal mencapai usia 45 tahun. Hal tersebut dapat
di pahami mengingat pada saat diterbitkannya Undang-Undang Dana
Pensiun. Situasi perekonomian Indonesia cukup baik dan stabil.
Bukankah selama masa menunggu tersebut, peserta yang bersangkutan
tetap merneriukan biaya untuk hidupnya, bahkan bukan saja untuk
dirinya sendiri, melainkan juga untuk keluarganya.
52
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Penerapan asas penundaan telah memberatkan peserta yang berhak
atas pensiun ditunda terutama bila peserta yang bersangkutan setelah
berhenti bekerja tidak mernpunyai pekerjaan baru yang mampu
memberikan penghasilan secara tetap. Peraturan perundangan hanya
rnengantisipasi keadaan bila peserta yang berhak atas pensiun ditunda
rneninggal dunia sebelum dimulainya pernbayaran manfaat pensiun,
yaitu berlaku ketentuan tentang hak-hak yang timbul apabila peserta
meninggal dunia, dalam hal ini janda/duda atau anak peserta dana
pensiun berhak atas manfaat pensiun seketika setelah peserta yang
bersangkutan meninggal dunia.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dana Pensiun
tujuan pembentukan program pensiun adalah untuk memelihara
kesinambungan penghasilan peserta pada hari tua. Bertitik tolak dari
tujuan tersebut, sudah seharusnya dipertimbangkan untuk dilakukan
perubahan terhadap materi Undang-Undang Dana Pensiun khususnya
menyangkut pembayaran manfaat pensiun dengan memberikan
pengecualian dalam pembayaran pensiun ditunda bagi peserta yang
berhenti bekerja di bawah usia 45 tahun sepanjang peserta yang
bersangkutan setelah berhenti tersebut tidak mempunyai pekerjaan lain
yang mampu memberikan penghasilan secara tetap, hak atas pensiun
ditunda dapat langsung dibayarkan tanpa harus menunggu peserta yang
bersangkutan mencapai usia sekurang-kurangnya 45 tahun. Jadi, di sini
ukuran pembayaran manfaat pensiun bukan saja atas dasar tercapainya
usia pensiun, tetapi juga dikaitkan dengan situasi hilangnya penghasilan
peserta sebagai karyawan. Begitu juga bagi peserta yang berhenti
bekerja di bawah usia 45 tahun akibat pemutusan hubungan kerja yang
disebabkan pendiri dana pensiun bubar atau karena pemberi kerja
melakukan rasionalisasi karyawan, hak atas pensiun ditunda dapat
langsung dibayarkan sebagaimana dikemukakan di atas. Sementara itu,
bagi peserta yang berhenti bekerja di bawah usia 45 tahun, tetapi telah
mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain sehingga memperoleh
penghasilan secara tetap, hak atas pensiun ditunda dibayarkan pada
53
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
saat peserta yang bersangkutan mencapai usia sekurang-kurangnya 45
tahun.
8.4 Asas Kebebasan untuk Membentuk atau Tidak Membentuk Dana
Pensiun
Berdasarkan asas ini, keputusan membentuk dana pensiun
merupakan inisiatif perusatiaan untuk menjanjikan manfaat pensiun bagi
karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan
demikian, inisiatif tersebut harus didasarkan pad a kemampuan keuangan
perusahaan. Hal pokok yang harus selalu menjadi perhatian utama
adalah bahwa keputusan untuk menjanjikan manfaat pensiun merupakan
suatu komitmen yang membawa konsekuensi pembiayaan, sampai pada
saat dana pensiun dibubarkan.
Asas ini telah menghambat bagi suksesnya program pensiun
pada satu pihak, masyarakat khususnya karyawan mengharapkan dapat
menjadi peserta program pensiun sehinga kesinambungan penghasilan
di hari tuanya menjadi terjamin. Di lain pihak, Undang-Undang Dana
Pensiun tidak mewajibkan perusahaan/pemberi kerja untuk membentuk
dana pensiun, sehingga hanya sedikit perusahaan yang mau
menyelenggarakan program pensiun bagi karyawannya.
Penerapan asas kewajiban perusahaan untuk menyelenggarakan
program pensiun, bukanlah suatu hal yang mustahil mengingat pada
saat ini telah adanya peraturan perundang-undangan yang mewajibkan
perusahaan untuk menyelenggrarakan program jaminan hari tua, yaitu
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, padahal Undang-Undang Dana Pensiun
memberikan kemudahan kepada perusahaan/pemberi kerja untuk
menyelenggarakan program pensiun dengan cara berikut ini.
a. Perusahaan/pemberi kerja membentuk sendiri DPPK.
b. Perusahaan/pemberi kerja menjadi mitra pendiri, dengan cara
mengikutsertakan karyawannya pada DPPK milik perusahaan/
54
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
pemberi kerja lain yang bidang usaha atau sejenis atau mempunyai
hubungan afiliasi.
c. Perusahaan/pemberi kerja mengikutsertakan karyawannya dalam
program pensiun yang diselenggarakan oleh DPLK yang didirikan
oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa.
C. Prinsip Kehati-hatian
Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dana
Pensiun disebutkan bahwa investasi kekayaan dana pensiun
merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar
kepada keadaan keuangan dana pensiun. Oleh sebab itu, kegiatan
tersebut harus dilakukan secara profesional dan berhati-hati.
Penjelasan Undang-Undang Dana Pensiun di atas
menandakan bahwa dana pensiun dalam mengelola program
pensiun harus berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential
principle). Akan tetapi, prinsip kehati-hatian tersebut kurang
mendapat penekanan. Hal itu terbukti bahwa prinsip kehati-hatian
tersebut hanya ditampung dalam bagian Penjelasan Undang-Undang
tentang Dana Pensiun dan tidak menjelaskan bagaimana prinsip
kehati-hatian tersebut diterapkan.
Prinsip kehati-hatian harus dijadikan asas pokok Undang
Undang tentang Dana Pensiun dengan empat alasan utama, yaitu
sebagai berikut.
1. Kewajiban mengutamakan kepentingan peserta.
Kewajiban ini ditujukan agar peserta yang telah mempercayakan
dananya berupa iuran kepada Dana Pensiun memperoleh
manfaat pensiun.
Dengan demikian, sekalipun iuran peserta yang disetorkan setiap
bulannya telah menjadi kekayaan Dana Pensiun, Dana Pensiun
tidak mempunyai kebebasan mutlak untuk menggunakan
55
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
kekayaannya. Dana Pensiun hanya boleh menggunakan
kekayaannya sesuai arahan investasi dengan tujuan dan cara
yang dapat menjamin kepastian bahwa Dana Pensiun mampu
membayar hak peserta. Arahan investasi merupakan pedoman
bagi pengurus Dana Pensiun dalam mengelola atau
menginvestasikan kekayaan Dana Pensiun. Oleh karena itu,
Undang-Undang tentang Dana Pensiun menekankan bahwa
penggunaan kekayaan Dana Pensiun harus dihindarkan dari
kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak
tercapainya maksud utama dari pemupukan dana, yaitu
pembayaran hak peserta.
2. Adanya larangan serta sanksi.
Prinsip kehati-hatian harus dilakukan oleh pengurus karena
adanya larangan serta sanksi yang berat di dalam Undang
Undang tentang Dana Pensiun. Misalnya pengurus Dana Pensiun
tidak diperkenankan melakukan pembayaran apa pun kecuali
yang pembayaran yang telah ditetapkan dalam peraturan Dana
Pensiun.
3. Dana Pensiun merupakan bagian dari sistem moneter.
Dana pensiun merupakan bagian dari sistem moneter yang
mampu menggerakkan kegiatan pasar modal secara besar
besaran melalui pembelian saham-saham dan obligasi yang
terdaftar pada bursa efek sebagai salah satu sumber dana bagi
dunia usaha.
4. Dana Pensiun belum dikelola secara profesional.
Peraturan perundang-undangan telah menentukan persyaratan
menjadi pengurus Dana Pensiun harus mempunyai pengetahuan
atau pengalaman di bidang dana pensiun, namun dalam
kenyataannya banyak pengurus Dana Pensiun yang tidak
56
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
\
memenuhi kriteria tersebut. Pada umumnya sebagian besar
mereka belum mempunyai pengetahuan atau pengalaman di
bidang Dana Pensiun, kebanyakan penempatan pengurus
mengabaikan profesionalisme. Hal tersebut tentunya mengandung
risiko salah urus dalam pengelolaan Dana Pensiun.4
4 Bandingkan dengan di Amerika Serikat, pengelolaan dana pensiun
mewajibkan adanya prinsip kehati-hatian. Dalam pengelolaan dana pensiun, setiap
pengelola/pengurus harus bertindak dengan penuh kehati-hatian, terampil, tekun,
dan bijaksana.Lihat Dan M, Gill Kyle NT Brown? John Helley Cs, 1996:650-651.
57
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
BABIV
MATERI MUATAN
Materi muatan yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang
tentang Dana Pensiun sebagai berikut.
A Konsideran Menimbang
Dalam konsiderans menimbang, sebagaimana lazimnya
adalah berisi pertimbangan-pertimbangan dibentuknya suatu
undang-undang yang terdiri atas pertimbangan dari segi filosofis,
sosiologis dan yuridis, yang menjawab alasan-alasan dibentuknya
undang-undang.
Secara filosofis, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada negara untuk
meningkatkan kesejahteraan dan jaminan sosial bagi rakyat
Indonesia melalui pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
secara berkesinambungan dan melalui instrumen-instrumen
peraturan dan kebijakan yang mendukung pembangunan tersebut.
Bahwa pada hakekatnya, pembangunan nasional merupakan
rangkaian kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti,
dengan tujuan untuk menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di segala bidang
merupakan suatu kerja besar yang harus diupayakan terus oleh
Pemerintah. Salah satu aspek kesejahteraan social tersebut adalah
kesejahteraan pekerja/pegawai yang memasuki masa pensiun
setelah bekerja dalam perusahaan atau pemberi kerja dengan
membentuk suatu penghimpunan dana yang disebut dana pensiun.
Dalam hal ini, Dana Pensiun merupakan salah satu sarana guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum dan
khususnya para pekerja, terutama yang menjadi pesertanya. Adanya
Dana Pensiun bagi para pekerja dimaksudkan agar dapat
58
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
\
meningkatkan motivasi serta ketenangan kerja dalam rangka
mencapai produktivitas yang optimal baik bagi perusahaan atau
pemberi kerja maupun pekerja itu sendiri.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, mengenai dana
pensiun sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Namun dengan makin
berkembangnya kegiatan ekonomi, hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan pemberi kerja, dan perkembangan di bidang Dana
Pensiun itu sendiri maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3477) dirasakan kurang dapat
menampung perkembangan yang ada, sehingga dipandang perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun agar lebih
akomodatif dan applicable.
B. Dasar Hukum Mengingat
Berdasarkan Undang1-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, suatu dasar hukum
peraturan perundang-undangan, memuat dasar kewenangan
pembuatan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan
Perundang-undangan tersebut. Dalam Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun, dasar hukum yang melandasinya adalah Pasal
20, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (3), dan Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Neg:ara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengatur bahwa:
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. *)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
59
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
'
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. *)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. ·k*)
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengatur bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal
28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengatur bahwa Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat. Sedangkan Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengatur bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Pemaparan makna setiap pasal
telah diJelaskan dalam landasan yuridis dalam Bab II.
C. Asas
Asas yang digunakan dalam Perubahan Undang-Undang No 11
Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun adalah sebagai berikut:
1) Asas keterpisahan kekayaan dana pensiun dan kekayaan bad an
hukum pendirinya;
Asas ini didukung oleh adanya suatu badan hukum tensendiri
bagi dana pensiun dan diurus serta dikelola berdasarkan
ketentuan undang-undang Asas keterpisahan kekayaan tidak
dapat dipisahkan dengan asas penyelenggara dengan sistem
pendanaan.
2) Asas penyelenggara dalam sistem pendanaan;
Penyelenggaraan dana pensiun harus dengan system
pendanaan (berupa iuran), baik dari pemberi kerja maupun dari
60
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
peserta, minimal sebulan sekali. Dengan system ini pendanaan
akan terbentuk akumulasi dana secara teratur dan sistematis
guna membayar manfaat pensiun yang telah dijanjikan
3) Asas pembinaan dan pengawasan;
Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pengawasan meliputi
antara lain sistem pendanaan, dan pengawasan atas investasi
kekayaan dana pens~un
4) As as penundaan manfaat; dan
Asas penundaan manfaat yang mengharuskan bahwa
pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta
pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala.
5) Asas kebebasan
Asas ini dimaksudkan bahwa pembentukan dana pensiun tidak
bersifat wajib dan juga kepersetaan pada dana pensiun tidak
bersifat wajib.
6) Asas Vesting Right
Adalah hak atas dana timbul apabila masa kepesertaannya telah
mencapai 3 (tiga) tahun atau lebih.
D. Kelembagaan
Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun, pengaturan mengenai kelembagaan diatur
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9, khususnya untuk Dana
Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), sedangkan pengaturan untuk
kelembagaan bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK),
mengingat pendirinya adalah bank dan perusahaan asuransin jiwa,
ketentuannya mengikuti kelembagaan bank atau perusahaan
asuransi jiwa.
Pada prinsipnya kelembagaan dana pensiun diupayakan
melalui pembentukan dana pensiun sebagai badan hukum yang
kuat dan terpercaya, baik dana pensiun yang didirikan oleh pemberi
kerja maupun yang dike!lola lembaga keuangan. Sebagaimana
61
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam Undang-undang No. 11
Tahun 1992, ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan
program dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK) dan Dana Pehsiun Pemberi Kerja (DPPK). DPPK adalah
sebuah lembaga yang dibuat oleh sebuah perusahaan untuk
mengelola dana pensiun para pekerjanya. Peserta DPPK hanya
terbatas pada mereka yang terikat hubungan kerja dengan
perusahaan yang membuat DPPK sehingga tertutup bagi pihak di
luar perusahaan. Pengurus dari DPPK bukan pendiri melainkan
orang atau badan yang ditunjuk dan mendapatkan pengesahan
Menteri untuk menjalankan dana mengelola dana pensiun.
Selanjutnya, DPLK merupakan sebuah badan yang bisa
didirikan oleh dua lembaga yaitu Bank Umum dan Perusahan
Asuransi Jiwa. DPLK · memiliki fungsi yang lebih luas dibanding
dengan DPPK, di mana seluruh masyakarat, baik perorangan
maupun kelompok dapat menjadi peserta dana pensiun.
Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, terdapat tiga
unsur yang terlibat dalam program pensiun melalui DPLK :
a. Pertama, peserta, yang menyetorkan iuran dan menikmati
pensiun.
b. Kedua, DPLK, yang menyelenggarakan program pensiun.
c. Ketiga, Perusahaan Asuransi Jiwa, yang menyediakan fasilitas
anuitas sebagai manfaat pensiun yang diberikan secara berkala
kepada peserta.
Pada prinsipnya bila dilihat asas pembentukan dana pensiun,
sebagaimana diutarakan dalam penjelasan pada sub bab
sebelumnya, pembentukan dana pensiun khususnya dana pensiun
pemberi kerja harus didasarkan pada asas kebebasan untuk
membentuk suatu dana pensiun. Hal ini mengandung pengertian
bahwa pembentukan dana pensiun perlu didasarkan atas suatu
kesepakatan antara pemberi kerja dengan pekerja atau karyawan.
Kesepakatan ini meliputi:
62
.;;, .. ·'""
... - ..... - _j
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
E.Kepengurusan
Sebagai konsekuensi dari perubahan prinsip dalam tata kelola dana
pensiun yang menerapkan good pensiun fund governance, maka
kepengurusan merupakan salah satu aspek yang harus ditingkatkan baik
dari sisi profesionalisme maupun capability. Posisi dan peran penting
dari motor penggerak Dana Pensiun inilah yang akan menentukan
pengelolaan yang optimal. Karena dalam UU perubahan kelak perlu ada
pengaturan yang lebih jelas dan penekanan pada aspek kualitas
kepengurusan dengan memperketat aturan mengenai kepengurusan
baik menyangkut persyaratan maupun penyeleksian.
Dalam Undang-Undang Nemer 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
belum mengatur secara eksplisit mengenai ketentuan dan persyaratan
kepengurusan Dana Pensiun tetapi mendelegasikannya kepada
Keputusan Menteri untuk mengaturnya (Pasal 1 0 ayat (2)), sementara
tugas, kewajiban dan tanggung jawab pengurus serta tata cara
p\3nunjukan dan perubahan pengurus diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah (Pasal 10 ayat (4)). Kepengurusan dana pensun I
s~tidaknya melibatkan pendiri yang biasanya adalah pengurus itu sendiri
serta dewan pengawas. Sebagaimana diatur dalam UU tentang Dana
pensiun, pendiri dapat merupakan (a) orang atau badan yang
~embentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja; atau (b) bank atau I
pcrusahaan asuransi jiwa yang membentuk Dana Pensiun Lembaga
Keuangan.
Beberapa ketentuan yang dapat diakomodir baik dari Kepmen dan PP
yang mengatur tentang kepengurusan antara lain sebagimana diatur
dCf!lam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nemer
5~ 3/KMK.06/ 2002 Tentang Persyaratan Pengurus Dan Dewan !
Pengawas Dana Pensiun Pemberi Kerja Dan Pelaksana Tugas
Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun
64
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Lembaga Keuangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 76 Tahun 1992
Tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja.
Mengingat perbedaan organisasi atau bentuk badan usaha dari DPPK
dan DPLK, penggunaan nomenklatur pengurus perlu pula diperjelas
sebagaimana diatur dalam KMK No.513 Tahun 2002 tersebut yakni
dalam kepengurusan Dana pensiun setidaknya dikenal nomenklatur:
1. Pengurus adalah Pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja.
2. Dewan Pengawas adalah Dewan Pengawas Dana Pensiun Pemberi
Kerja.
3. Pelaksana Tugas Pengurus adalah pejabat dari Pendiri Dana
Pensiun Lembaga Keuangan yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan operasional Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk ditunjuk sebagai
Pengurus atau Pelaksana Tugas Pengurus harus disesuaikan dengan
tuntutan profesionalisme dan prinsip GCG dalam tata kelola dana
pensiun sehingga ketentuan mengenai persyaratan bagi Pengurus atau
Pelaksana Tugas Pengurus adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. usia minimal 24 tahun maksimal 60 tahun
c. memiliki akhlak dan moral yang baik;
d. memHiki pengetahuan dan keahlian di bidang keuangan terutama
pengelollaan keuangan Dana Pensiun. (berlatar belakang pendidikan
yang menunjang misalnya sarjana S-1 atau S-2 dibidang manajemen
keuangan)
e. berpengalaman menangani bidang keuangan dan/atau personalia
pada suatu badan hukum sekurang1-kurangnya selama 3 (tiga) tahun
f. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perekonomian dan
atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
perekonomian;
65
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
g. tidak sedang menjabat dalam jabatan sebagai Pengurus Dana
Pensiun lain atau anggota Direksi atau jabatan eksekutif pada badan
usaha lain.
h. lui us seleksi dalam penilain fit and proper test.
Sedangkan ketentuan mengenai Dewan Pengawas, baik dalam
PP No.76 Tahun 1992 maupun PP No.77Tahun 1992 dinyatakan bahwa
Dewan Pengawas ditunjuk oleh Pendiri Dana Pensiun. Dalam DPLK,
anggota Dewan pengawas · 'itu sendiri dapat merupakan Dewan
Komisaris (atau yang setara dengan itu dari para pendiri Dan Pensiun).
Sedangkan dalam DPPK, anggota Dewan Pengawas setidaknya ada
yang mewakili peserta yakni karyawan yang menjadi peserta dan/atau
pensiunan dan ada yang mewakili pemberi kerja dapat berasal dari
karyawan maupun non kawyaran. Namun demikian sebaiknya tetap
diperlukan persyaratan yang berlaku umum bagi Dewan Pengawas
adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. usia minimal 40 tahun maksimal 60 tahun
c. memiliki akhlak dan moral yang baik;
d. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang keuangan terutama
pengelolaan keuangan Dana Pensiun. (berlatar belakang pendidikan
yang menunjang misalnya sarjana S-1 atau S-2 dibidang manajemen
keuangan)
e. berpengalaman menangani bidang keuangan dan/atau personalia
pada suatu badan hukum sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun
atau berpengalaman mengawasi kinerja keuangan pada suatu badan
hukum sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun
f. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perekonomian dan
atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
perekonomian.
66
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Program pensiun memiliki fungsi tabungan, karena selama
masa program diharuskan untuk membayar iuran. Dan program
pensiun memiliki fungsi pensiun, karena manfaat yang akan
diterima oleh peserta dapat dilakukan secara berkala selama hidup.
Sebagai fungsi asuransi dalam penyelenggaraan Program Pensiun
terkandung azas kebersamaan seperti halnya program asuransi.
Sebagai contoh, bila peserta program pensiun mengalami musibah,
baik cacat ataupun meninggal dunia, yang mengakibatkan
terputusnya pendapatan sebelum rnemasuki masa pensiun maka
kepada peserta tersebut akan diberikan manfaat sebesar yang
dijanjikan atas beban Dana Pensiun.
Program pensiun sebagai fungsi tabungan dapat dipahami
yaitu program pensiun bertugas untuk mengumpulkan dan
mengembangkan dana yang merupakan dana terakumulasi dari
iuran peserta, di mana iuran tersebut diperlakukan seperti halnya
tabungan. Selanjutnya iuran tersebut akan dikelola dan
dikembangkan, yang nantinya di saat pensiun atau di akhir masa
program, dana yang terkumpul akan digunakan untuk membayar
manfaat pensiun peserta. Besarnya manfaat yang diterima oleh
peserta sangat bergantung dengan akumulasi dana yang disetor
dan hasil pengembangan dari iuran tersebut. Tentunya dengan
semakin panjang waktu kepesertaan akan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan dana setoran iuran peserta.
Sedangkan untuk fungsi Pensiun itu sendiri bahwa peserta
akan diberikan kelangsungan pendapatan dalam bentuk
pembayaran secara berkala seumur hidup setelah memasuki masa
pensiun. Terdapat empat cara pembayaran manfaat pensiun.
Pertama, pensiun normal, artinya pembayaran hak pensiun setelah
mencapai usia pensiun normal sesuai perjanjian. Kedua, pensiun
dipercepat, artinya pembayaran hak pensiun minimal 10 tahun
sebelum mencapai usia pensiun normal.
68
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Kedua bentuk program pensiun tersebut dalam
perkembangannya da.pat terjadi permasalahan seandainya ada
seorang peserta DPLK, yang karena sesuatu hal terkena PHK atau
sakit sehingga tidak mampu lagi untuk membayar iuran yang telah
ditentukan sebelumnya. Seandainya kasus ini benar-benar terjadi,
umumnya perusahaan DPLK memperkenankan para peserta
mengambil kembali dananya dengan dua ketentuan mengenai
penarikan dana yang sudah diiur oleh peserta :
Pertama, penarikan dapat dilakukan oleh peserta yang
masuk aktif tapi membutuhkan dana untuk suatu keperluan. Dalam
hal ini peserta dapat melakukan penarikan sebanyak-banyaknya
empat kali setahun dengan jarak waktu masing-masing penarikan
minimal satu bulan. Dan setiap kali penarikan setinggi-tingginya
hanya 10 persen dari total akumulasi iuran. Jumlah dana yang
ditarik tidak termasuk pengembangannya.
Kedua, penarikan dana dilakukan sekaligus oleh peserta
yang karena sesuatu hal tidak dapat lagi atau berhenti sebagai
peserta. Dalam hal ini, peserta dimungkinkan menarik seluruh dana
yang disetor, tapi tidak termasuk hasil pengembangannya. Selain
itu peserta juga dibebani biaya penarikan sebesar 3 persen.
2. Sumber, Sistem Pembiayaan Dana Pensiun, dan Mekanisme
Pembayaran Dana Pensiun
Masalah pendanaan atau pembiayaan dana pensiun
seringkali merupakan masalah yang belum terpecahkan, terutama
bagi pengelola dana pensiun pemberi kerja atau DPPK. Saat ini
terdapat sekitar 100 Dana Pensiun Pemberi Kerja yang
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti dibubarkan,
karena kesulitan pendanaan. Misalnya apabila Pemberi Kerja
mengalami kolaps atau timbulnya PSL karena kenaikan manfaat
yang disesuaikan dengan inflasi.
70
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dalam Pasal 29 Undang-undang No.11 Tahun 1992
disebutkan bahwa Kekayaan Dana Pensiun dihimpun dari:
a. iuran pemberi kerja;
b. iuran peserta;
c. hasil investasi;
d. pengalihan dari Dana Pensiun lain.
Sumber pembiayaan dana pensiun adalah berasal dari iuran,
yang apabila dilihat dari sudut Pekerja dan Pemberi Kerja yaitu
dapat berasal dari pekerja saja, atau pemberi kerja saja maupun
dari pekerja dan pemberi kerja serta dari peserta individu (pribadi)
atau kelompok. luran dana pensiun yang dilakukan oleh individu
atau kelompok hanya dapat dilakukan di DPLK. Sedangkan iuran
yang dilakukan oleh pemberi kerja dan peserta maupun hanya
pemberi kerja saja yang mengeluarkan iuran dapat dilakukan di
DPPK maupun DPLK. luran tersebut yang kemudian dikelola oleh
badan hukum dana pensiun baik DPPK dan DPLK.
Berkaitan dengan hal tersebut, mekanisme atau system
pendanaan atau pembiayaan dana pensiun berdasarkan pihak yang
membayar iuran dapat dikategorikan menjadi dua :
1. pay as you go adalah sistem pendanaan pensiun di mana biaya
untuk pembayaran pensiun dipenuhi secara langsung oleh
pemerintah (melalui APBN) pada saat pegawai memasuki masa
pensiun.
2. fully funded adalah sistem pendanaan pensiun di mana
besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun di
masa yang akan datang dipenuhi dengan cara diangsur secara
bersama-sama melalui iuran oleh masing-masing pegawai dan
pemerintah sebagai pemberi kerja selama pegawai masih aktif
bekerja.
71
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Undang-undang No.11 Tahun 1992 menganut system
pembiayaan fully funded dan melarang atau tidak memperbolehkan
system pay as you go. Hal ini sebagaimana tersirat dalam pasal
pasalnya terutama dalam Pasal 15, 16 dan 17. Masing-masing
sistem pembiayaan tersebut memiliki keuntungan dan kekurangan
sebagai berikut:
Keuntungan fully funded :
a. Pemberi Kerja tidak dibebani PSL setelah pegawai memasuki
masa pensiun.
b. Dana Pensiun lebih leluasa dalam berinvestasi atas akumulasi
iuran.
Kerugian fully funded :
a. Pemberi Kerja harus mengalokasikan iuran pensiun lebih dini.
b. Kesulitan pembayaran manfaat bagi Dana Pensiun yang baru
berdiri.
Keuntungan pay as you go :
a. Pemberi Kerja mempunyai kesempatan mengelola
beban/alokasi iuran pensiun sebelum pegawai memasuki masa
pens~un.
b. Dana Pensiun hampir tidak mengalami kesulitan dalam
pembayaran manfaat, karena menjadi beban Pemberi Kerja.
Kerugian pay as you go :
a. Pemberi Kerja dibebani pembiayaan pensiun setelah pegawai
memasuki masa pensiun.
b. Dana Pensiun tidak dapat berinvestasi
Dari kedua sistem pembiayac;1n tersebut yang ideal adalah
fully funded, dengan sumber pembiayaan dari iuran peserta dan
pemberi kerja. Peningkatan manfaat hanya dapat dilakukan karena
72
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
adanya kemampuan pengembangan investasi tanpa membebani
pemberi kerja. Pembiayaan dengan sistem pay as you go telah
ditinggalkan oleh banyak negara seperti malaysia dan singapura
yang menganut fully funded dengan satu pengelola dana pensiun
saja secara nasional (centralized) sehingga dana cadangan pensiun
yang terkumpul menjadi sangat besar. (sumber: Kompas)
Pada prinsipnya pengenaan mekanisme pembayaran dana
pensiun dalam Undang-Undang Dana Pensiun berdasarkan atas
Asas Penyelenggaraan Dalam Sistem Pendanaan dan Asas
Penundaan Manfaat. Dalam Asas Penyelenggaraan dalam Sistem
Pendanaan disebutkan bahwa dengan asas ini penyelenggaraan
program pensiun, baik bag!i karyawan maupun bagi pekerja mandiri,
haruslah dilakukan dengan pemupukan dana (fully funded) yang
dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri, sehingga cukup
untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Selanjutnya dalam Asas
Penundaan Manfaat disebutkan bahwa penghimpunan dana dalam
penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi
pembayaran hak peserta yang telah pensiun, agar kesinambungan
penghasilannya terpelihara. Sejalan dengan asas itu mengharuskan
bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah
peserta pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala.
Dalam Undang-Undang Dana Pensiun, ketentuan ini telah
disebutkan dalam Pasal 25 ayat (2), yang mana menyebutkan
bahwa manfaat pensiun bagi peserta atau bagi janda/duda harus
dalam bentuk angsuran tetap, atau meningkat guna mengimbangi
kenaikan harga, yang pembayarannya dilakukan sekali sebulan
untuk seumur hidup. Namun dalam mengantisipasi kondisi tertentu,
mekanisme pembayaran dana pensiun dapat dilakukan secara
sekaligus (pay as you go) dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) dan bagi
pengembalian iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1 ).
73
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
G. Pembinaan dan pengawasan
Mengingat Dana pensiun baik yang berbentuk DPPK maupun DPLK
adalah lembaga yang memberikan jasa di bidang keuangan, selain
berlaku ketentuan dalam UU No.11 tahun 1992 dalam hal pembinaan
dan pengawasan, bagi DPLK berlaku pula ketentuan mengenai
pengawasn terhadap lembaga keuangah. Sebagai bentuk sinkronisasi
perlu pula diperhatikan ketentuan mengenai pengawasan terhadap
lembaga pemberi jasa keuangan sebagaimana daitur dalam UU No.3
tahun 2004 tentang Bl.
Pasal 34 UU No.3 tahun 2004 tentang Bl menyatakan bahwa pada akhir
2010 akan dibentuk lembaga lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen yang disebut sebagai Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang. Dalam hal ini maka ketentuan
dalam Undang-undang perubahan kelak lilarus memperhatikan ketentuan~
dalam UU OJK tersebut. Dalam penjelasan angka 6 pasal 34 ayat 1
dinyatakan bahwa "Lembaga pengawa~an jasa keuangan yang akan
dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan
perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang Lembaga ini bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di
luar pemerintah dan berkewajiban menyarnpaikan laporan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan Dewarn Perwakilan Rakyat. Dalam
melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga
pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan
ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank
dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari
Bank Indonesia keterangan dan data malkro yang diperlukan. Pada Ayat
(2) disebutkan : "Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank
Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan
75
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
adanya kemampuan pengembangan investasi tanpa membebani
pemberi kerja. Pembiayaan dengan sistem pay as you go telah
ditinggalkan oleh banyak negara seperti malaysia dan singapura
yang menganut fully funded dengan satu pengelola dana pensiun
saja secara nasional (centralized) sehingga dana cadangan pensiun
yang terkumpul menjadi sangat besar. (sumber: Kompas)
Pada prinsipnya pengenaan mekanisme pembayaran dana
pensiun dalam Undang-Undang Dana Pensiun berdasarkan atas
Asas Penyelenggaraan Dalam Sistem Pendanaan dan Asas
Penundaan Manfaat. Dalam Asas Penyelenggaraan dalam Sistem
Pendanaan disebutkan bahwa dengan asas ini penyelenggaraan
program pensiun, baik bagi karyawan maupun bagi pekerja mandiri,
haruslah dilakukan dengan pemupukan dana (fully funded) yang
dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri, sehingga cukup
untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Selanjutnya dalam Asas
Penundaan Manfaat disebutkan bahwa penghimpunan dana dalam
penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi
pembayaran hak peserta yang telah pensiun, agar kesinambungan
penghasilannya terpelihara. Sejalan dengan asas itu mengharuskan
bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah
peserta pensiun, yang pembayarannya dilakukan secara berkala.
Dalam Undang-Undang Dana Pensiun, ketentuan ini telah
disebutkan dalam Pasal 25 ayat (2), yang mana menyebutkan
bahwa manfaat pensiun bagi peserta atau bagi janda/duda harus
dalam bentuk angsuran tetap, atau meningkat guna mengimbangi
kenaikan harga, yang pembayarannya dilakukan sekali sebulan
untuk seumur hidup. Namun dalam mengantisipasi kondisi tertentu,
mekanisme pembayaran dana pensiun dapat dilakukan secara
sekaligus (pay as you go) dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) dan bagi
pengembalian iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1 ).
73
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Pasal 22 ayat (3) menyebutkan bahwa pembayaran manfaat
pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat
dilakukan secara sekaligus, sedangkan ayat (1) hurug c berbunyi:
"dalam hal peserta meninggal dunia lebih dari 10 (sepuluh) tahun
sebelumnya dicapainya usia pensiun normal, manfaat pensiun yang
dibayarkan kepada janda/duda yang sah sekurang-kurangnya 60%
(enam puluh perseratus) dari nilai pensiun ditunda yang seharusnya
menjadi haknya apabila ia berhenti bekerja." Kemudian, Pasal 23
ayat (3) menyebutkan bahwa dalam hal peserta meninggal dunia
lebih dari 10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun
normal, pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b dapat dilakukan sccara sekalig1us, sedangkan
ayat (1) huruf b berbunyi: "dalam hal peserta meninggal dunia
sebelum dimulainya pembayaran pensiun, maka manfaat pensiun
yang dibayarkan kepada janda/duda yang sah adalah sebesar
100% (seratus perseratus) dari jumlah yang seharusnya menjadi
hak peserta apabila ia berhenti bekerja." Selanjutnya, dalam Pasal.
24 ayat (1) menyebutkan bahwa peserta yang berhenti bekerja dan
memiliki masa kepesertaan kurang dari 3 (tiga) tahun,
sekurang-kurangnya berhak menerima secara sekaligus himpunan
iurannya sendiri, di!tambah bunga yang layak.
Konsep fully funded dalam Undang-Undang Dana Pensiun
dimaksudkan agar lebih terjaminnya pembentukan dana secara
teratur dan sistematis guna memenuhi kewajiban membayar
manfaat pensiun yang telah dijanjikan. Sedangkan wacana
pengenaan konsep pay as you go dalam Undang-Undang Dana
Pensiun diluar dari pengecualian dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal
23 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (1) masih memerlukan pengkajian
yang mendalam, mengingat konsep pay as you go bila diterapkan
secara global kepada peserta dana pensiun di luar pengecualian
yang disebutkan di atas akan menyebabkan terganggunya likuiditas
dan keberlangsungan dana pensiun.
74
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
G. Pembinaan dan pengawasan
Mengingat Dana pensiun baik yang berbentuk DPPK maupun DPLK
adalah lembaga yang memberikan jasa di bidang keuangan, selain
berlaku ketentuan dalam UU No.11 tahun 1992 dalam hal pembinaan
dan pengawasan, bagi DPLK berlaku pula ketentuan mengenai
pengawasn terhadap lembaga keuangan. Sebagai bentuk sinkronisasi
perlu pula diperhatikan ketentuan mengenai pengawasan terhadap
lembaga pemberi jasa keuangan sebagaimana daitur dalam UU No.3
tahun 2004 tentang Bl.
Pasal 34 UU No.3 tahun 2004 tentang Bl menyatakan bahwa pada akhir
2010 akan dibentuk lembaga lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen yang disebut sebagai Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang. Dalam hal ini maka ketentuan
dalam Undang-undang perubahan kelak harus memperhatikan ketentuan~
dalam UU OJK tersebut. Dalam penjelasan angka 6 pasal 34 ayat 1
dinyatakan bahwa "Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan
dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan
perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang Lembaga ini bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di
luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam
melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga
pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan
ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank
dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari
Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. Pada Ayat
(2) disebutkan : "Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank
Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan
75
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi
infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi,
sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa
perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat."
H. Penambahan dan/atau Penyesuaian Ketentuan Tindak Pidana
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992, Ketentuan Pidana
termuat dalam bab VII, mulai dari Pasal 56 sampai dengan Pasal 59,
yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal56 (1) Barangsiapa dengan sengaja, dengan atau tanpa iuran,
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan sejum/ah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, atau menjalankan kegiatan Dana Pensiun, tanpa mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 40, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima mi/yar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi penyelenggaraan Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang dike/ala oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal57 Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima mi/yar rupiah).
Pasal58 Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan pembayaran suatu jumlah uang Dana Pensiun yang menyimpang dari peraturan Dana Pensiun atau ikut serta dalam transaksi-transaksi yang melibatkan kekayaan Dana Pensiun yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Pasal 59 Barangsiapa dengan sengaja:
76
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
a. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi Dana Pensiun;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi Dana Pensiun;
c. mengubah, mengaburkan,, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan Dana Pensiun tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 6.000.000.000,-(enam milyar rupiah).
Dari rumusan Pasal 56 sampai dengan Pasal 60 Undang-Undang
Nemer 11 tahun 1992 tersebut, yang dianggap sebagai perbuatan tindak
pidana (kejahatan) dana pensiun adalah:
1. perbuatan mendirikan DPPK tanpa pengesahan Menteri Keuangan;
2. perbuatan mendirikan DPLK tanpa pengesahan Menteri Keuangan;
3. perbuatan meminjam atau mengagunkan kekayaan dana pensiun
sebagai jaminan atas suatu pinjaman;
4. perbuatan meminjamkan atau menginvestasikan baik langsung
ataupun tidak langsung kekayaan dana pensiun pada surat berharga
yang diterbitkan eleh, atau pada tanah atau bangunan yang dimiliki
atau yang dipergunakan eleh afiliasi;
5. perbuatan membayarkan suatu jumlah uang dana pensiun yang
menyimpang dari peraturan dana pensiun;
6. perbuatan melakukan transaksi-trans.aksi yang melibatkan kekayaan
dana pensiun yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang
Dana Pensiun atau peraturan pelaksanaannya;
7. perbuatan yang menyebabkan adanya suatu laperan palsu dalam
buku catatan atau dalam laperatn, maupun dalam dokumen atau
laperan kegiatan usaha, atau laperan transaksi dana pensiun;
8. Perbuatan menghilangkan atau tidak memasukkan atau
Menyebabkan dihapuskannya suatu laperan dalam buku catatan,
77
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau
laporan transaksi dana pensiun; Perbuatan mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan
adanya suatu pencatatan atau pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau merusak catatan pembukuan dana pensiun.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tersebut, ancaman
pidana yang dirumuskan adalah ancaman pidana penjara dan pidana
denda secara kumulatif, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman terhadap tindak pidana Pasal 56 ayat 1, Pasal 57 dan
Pasal 58 adalah maksimum lima tahun penjara dan denda maksimum
lima miliar rupiah.
b. Ancaman terhadap tindak pidana Pasal 59 adalah maksimum enam
tahun penjara dan denda maksimum enam miliar rupiah.
Dalam perubahan RUU diusulkan perubahan rumusan ketentuan pidana
sebagai penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu:
~ Pasal 56 dihapus dan diganti dengan rumusan:
"Setiap orang yang dengan sengaja, mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan sejumlah uang yang pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu dengan atau tanpa iuran, tanpa mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)."
~ Kalimat "atau peraturan pelaksanaannya" dalam Pasal 58 dihapuskan
karena untuk pengaturan sanksi pidana hanya dibenarkan melalui
undang-undang dan bukan dalam peraturan pelaksanaannya.
~ Kalimat "diancam dengan" dalam Pasal 58 dihapus dan diganti
dengan kalimat "dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar
rupiah). Begitu pula sama halnya dengan Pasal 57 dan Pasal 59
kalimat "diancam dengan" dihapus dan diganti dengan "dipidana
78
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
A. Kesimpulan
BABV
PENUTUP
Berdasarkan uraian dalam bab-bab s, dapat disimpulkan beberapa
halsebagai berikut
1. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan keadilan
sosial ini kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam penjabaran
batang tubuh dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat Selain itu
dalam Pasal 34 ayat (2) dijelaskan bahwa Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan. Sejalan dengan itu upaya
memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu
mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna
dan berhasilguna. Dalam mendukung hal tersebut diperlukan
pengelolaan dana pensiun guna memelihara kesinambungan
penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hubungan ini di
masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat
yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yaitu dana
pensiun.
2. Saat ini pelaksanaan dana pensiun telah diatur dalam Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dimana
sejauh ini keberlakuannya sudah berjalan selama 17 tahun dan
perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum dan ekonomi,
baik secara makro maupun mikro. Dalam kaitannya dengan
80
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sejauhmana keterkaitan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 apakah masih relevan dilaksanakan atau perlu untuk
dilakukan perubahan perlu dilihat keterkaitan pengaturan
mengenai kegiatan dana Pensiun yang terdapat dalam Undang
Undang Nomor 11 Tahun 1992 dengan beberapa ketentuan
perundang-undangan, baik secara horizontal (sinkronisasi
Undang-Undang) maupun secara vertikal (inventarisasi peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang), yang meliputi
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri).
3. Materi muatan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun meliputi asas yang digunakan dalam
Perubahan Undang-Undang No 11 Tahun 1992 Tentang Dana
Pensiun adalah asas keterpisahan kekayaan dana pensiun dan
kekayaan badan hukum pendirinya, asas penyelenggara dalam
sistem pendanaan, asas pembir:1aan dan pengawasan; asas
penundaan manfaat; asas kebebasan, asas Vesting Right.
Selanjutnya dalam RUU tersebut mengatur mengenai
kelembagaan dana pensiun kepengurusan dana pensiun,
pengelolaan (investasi, GCG, sistem pembiayaan, sistem
pembayaran manfaat), pembinaan dan pengawasan, serta
penyesuaian ketentuan pidana.
B. Saran
Pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
perlu disinergikan dengan perkembangan dan tuntutan situasi dan
kondisi saat ini serta dengan peraturan perundang-undangan yang
terkait secara komprehensif. Diharapkan dengan adanya undang
undang tersebut dapat mewujudkan pengelolaan dana pensiun
guna memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam
81
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut.
82
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
DAFTAR PUSTAKA:
Buku/Makalah:
1. Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
2. Asosiasi Dana Pensiun Indonesia, Bahan Diskusi, disampaikan pada Diskusi
Kajian terhadap UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dengan Tim
PUU Bidang EKKUINDAG Sekretariat Jenderal DPR Rl tanggal 1 November
2007.
3. PT Taspen, Daftar Jawaban atas Pertanyaan Kajian Perubahan UU No. 11
Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, disampaikan pada Diskusi Kajian
terhadap UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dengan Tim PUU
Bidang EKKUINDAG Sekretariat Jenderal DPR Rl tanggal 27 November
2007.
Artikel:
1. Jawa Pos, Taspen Klaim Rp 306 Triliun ke Pemerintah, sumber:
http://www.perbendaharaan.go.id/perben/modullterkini/index.php?id=1945,
didownload tanggal 31 Okt 2007.
2. Kompas, Utang Pemerintah pada Taspen Rp 306
http://www1.bumn.go.id/news.detail.html?news id=18068,
tanggal 31 Okt 2007.
Triliun, sumber:
didown/oad
3. SINDO, Perubahan Sistem Dana Pensiun Per/u Dikaji, sumber:
http://www. fiskal.depkeu .go. id/bapekkilklip/detailklip .asp?klipl D= N 189072628,
didownload 31 Okt 2007.
4. Media-Indonesia, Sistem Keuangan: Dana Pensiun Gunakan Sistem
'FullyFunded', sumber:
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
•
I'
http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/klip/detailklip.asp?klipiD=N633084547,
didownload 31 Okt 2007.
5. Detik-com, Depkeu Optimalkan Fasilitas Pajak Dana Pensiun, Sumber:
http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/klip/detailklip.asp?klipiD=N338721787
didownload 31 Okt 2007.
6. TEMPO lnteraktif, Permohonan Pailit Asuransi Diusulkan Hanya oleh
Menkeu, sumber
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/05/31/brk,20040531-20.id.html,
didownload tanggal2 November 2007.
Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/Duda Pegawai.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Pera:suransian.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja .
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
5. Undang-Undang: Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
6. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
8. Undang-Undang. Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
1 O.Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Penundaan
kewajiban pembayaran utang.
11.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
r
Peraturan:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nom or 1 00/PMK/01 0/2007 Tentang Laporan
Teknis Dana Pensiun.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 802/KMK/001.1993
Tentang Perubahan Pasal 3 Kepmen Keuangan Nomor
228/KMK.017/Tanggal 26 Februari 1993 Tentang Tata Cara Permohonan
Pengesahan Pendirian Dana Pensiun Lembaga keuangan.
3 .. Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 344/KMK.017/1993
Tentang Tata cara permohonan pengesahan pembentukan dana pensiun
pemberi kerja.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republim Indonesia Nomor 112/KMK.03/2001
Tentang pemotongan pajak penghasilan.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor.509/KMK.06/2002
Tentang laporan keuangan dana pensiun mengatur.
6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 513/KMK.06/2002
Tentang persyaratan pengurus dan dewan pengurus dana pensiun lembaga
keuangan
7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 512/KMK.06/2002
Tentang pemeriksaan langsung dana pensiun.
8 .. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-333/PJ/2001 tentang Pemotongan Pph
Pasal 21 Atas Dana Pensiun Yang Dialihkan Kepada Perusahaan Asuransi
Jiwa Dengan Cara Membeli Anuitas Seumur Hidup, tanggal03-05-2001.
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM