naik kuda hidup vs. kuda mati - the jusuf sutanto · pdf filekebijakan mengelola kesehatan...

4
oktober 2011 22 THE Jusuf Sutanto CENTER JUSUF SUTANTO Email: [email protected] Website: www.jusufsutanto.com MANAGERS’ SCOPE: Apa sebenarnya latar belakang terjadinya krisis di negara yang selama ini kita kenal maju seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bagaimana cara- nya supaya krisis tersebut tidak terjadi di negara kita? JUSUF SUTANTO: Seringkali saya katakan dunia usaha masih terus didominasi cara pandang pertentangan kelas untuk menguasai alat produksi antara sistem kapitalisme/ kepemilikan privat vs. sosialisme/tangan pekerja atau negara. Sistem sosialis sudah lebih dulu runtuh karena hasil kerja yang pintar, rajin, bodoh serta malas dihargai sama seperti UMR: “From each according to his ability, to each ac- cording to his need- setiap orang bekerja sesuai kemampuannya, dan menda- patkan imbalan sesuai kebutuhannya.” Sedangkan sistem kapitalis berdasar- kan prestasi/deed. Sistem sosialis tidak sampai 100 tahun, penggagasnya Karl Marx (1867) dikembangkan menjadi gerakan oleh Lenin (1870-1924) sudah runtuh, bukan karena diserang kapitalisme seperti umumnya dipahami masyarakat, tapi ka- rena faktor di dalam dirinya sendiri. Hal ini sudah disinyalir Raja Yao 4300 tahun lalu oleh orang ‘modern’ disebut zaman purba dan kemudian digali oleh Mencius (371-289 SM) yakni berhasil membuat rakyat kecukupan pangan dengan hanya mengajarkan cara memperbanyak benih (memberi pancing) supaya bisa memproduksi pangan sendiri. Tapi setelah perutnya kenyang dan tubuhnya dibalut baju yang hangat, sifat binatangnya muncul kembali, menjadi malas. Negaranya bangkrut karena harus menanggung begitu banyak beban untuk menghidupi rakyat. Sementara itu sistem kapitalis terus memperbaiki kesejahteraan buruh dan rakyat dengan berbagai jaminan dan perlindungan hari tua, dikenal se- bagai welfare state tapi akhirnya juga mulai bermasalah seperti yang sedang melanda Uni Eropa dan AS kini. Kegiatan berusaha menjadi semakin mahal perspektif perspektif perspektif Matahari+Rembulan Pintar (Kata Kerja) Manusia - Angka 2 Kemanusiaan (Mahluk Sosial) Manusia - Gunung Orang Bijak (Mahluk Ekologis) Belajar Ilmu pengetahuan (Kata Kerja) Bertanya Hati Mulut Hati Kuping+Mata NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATI Dilema Paradigmatik Pengembangan SDM Kami bertemu Jusuf Sutanto. Pagi itu ia tengah membaca surat kabar yang topik utamanya mengenai krisis ekonomi yang menimpa Amerika Serikat dan sebagian Eropa. Dan kami jadikan topik itu sebagai pembuka percakapan lalu pembicaraan meluas kemana- mana. Selamat mengikuti.

Upload: dangbao

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATI - THE jusuf sutanto · PDF fileKebijakan mengelola kesehatan rakyat, ... les matematika, belajar bahasa asing supaya bisa bersa-ing mencari pekerjaan

o k t o b e r 2 0 1 122

THE Jusuf Sutanto CENTERJUSUF SUTANTO

Email: [email protected]: www.jusufsutanto.com

MANAGERS’ SCOPE:Apa sebenarnya latar belakang terjadinya krisis di negara yang selama ini kita kenal maju seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bagaimana cara-nya supaya krisis tersebut tidak terjadi di negara kita?

JUSUF SUTANTO:Seringkali saya katakan dunia usaha masih terus didominasi cara pandang pertentangan kelas untuk menguasai alat produksi antara sistem kapitalisme/kepemilikan privat vs. sosialisme/tangan pekerja atau negara. Sistem sosialis sudah lebih dulu runtuh karena hasil kerja yang pintar, rajin, bodoh serta malas dihargai sama seperti UMR: “From each according to his ability, to each ac-cording to his need- setiap orang bekerja sesuai kemampuannya, dan menda-patkan imbalan sesuai kebutuhannya.” Sedangkan sistem kapitalis berdasar-kan prestasi/deed.

Sistem sosialis tidak sampai 100 tahun, penggagasnya Karl Marx (1867) dikembangkan menjadi gerakan oleh Lenin (1870-1924) sudah runtuh, bukan karena diserang kapitalisme seperti umumnya dipahami masyarakat, tapi ka-rena faktor di dalam dirinya sendiri. Hal ini sudah disinyalir Raja Yao 4300 tahun lalu oleh orang ‘modern’ disebut zaman purba dan kemudian digali oleh Mencius (371-289 SM) yakni berhasil membuat rakyat kecukupan pangan dengan hanya mengajarkan cara memperbanyak benih (memberi pancing) supaya bisa memproduksi pangan sendiri. Tapi setelah perutnya kenyang dan tubuhnya dibalut baju yang hangat, sifat binatangnya muncul kembali, menjadi malas. Negaranya bangkrut karena harus menanggung begitu banyak beban untuk menghidupi rakyat.

Sementara itu sistem kapitalis terus memperbaiki kesejahteraan buruh

dan rakyat dengan berbagai jaminan dan perlindungan hari tua, dikenal se-bagai welfare state tapi akhirnya juga mulai bermasalah seperti yang sedang melanda Uni Eropa dan AS kini. Kegiatan berusaha menjadi semakin mahal

perspektifperspektifperspektif

Matahari+Rembulan

Pintar (Kata Kerja)

Manusia - Angka 2

Kemanusiaan (Mahluk Sosial)

Manusia - Gunung

Orang Bijak (Mahluk Ekologis)

Belajar

Ilmu pengetahuan (Kata Kerja)

Bertanya

Hati

MulutHati

Kuping+Mata

NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATIDilema Paradigmatik Pengembangan SDMKami bertemu Jusuf Sutanto. Pagi itu ia tengah membaca surat kabar yang topik utamanya mengenai krisis ekonomi yang menimpa Amerika Serikat dan sebagian Eropa. Dan kami jadikan topik itu sebagai pembuka percakapan lalu pembicaraan meluas kemana-mana. Selamat mengikuti.

Page 2: NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATI - THE jusuf sutanto · PDF fileKebijakan mengelola kesehatan rakyat, ... les matematika, belajar bahasa asing supaya bisa bersa-ing mencari pekerjaan

o k t o b e r 2 0 1 1 23

NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATIDilema Paradigmatik Pengembangan SDM

karena harus membayar berbagai pajak kese-jahteraan sosial sedangkan pasarnya menciut dan persaingan makin ketat. Akibatnya penda-patan negara dari pajak berkurang sehingga negara juga bisa bangkrut.

Karena kemajuan ilmu kedokteran, usia manusia menjadi semakin panjang, sedangkan jumlah generasi muda semakin menurun kare-na bertambahnya keluarga kecil dan banyak yang hidup membujang. Kebijakan mengelola kesehatan rakyat, menggunakan pendekatan “terus menambah dana dan fasilitas kesehat-an”, seperti orang menunggang “kuda mati” karena tidak akan membuat tambah sehat malah menimbulkan masalah mismanaje-men. Semakin tahu semuanya dijamin negara, menganggap hidup untuk dinikmati. Sedang-kan yang diperlukan adalah “kuda hidup” yaitu gaya hidup bagaimana cara hidup sehat. Pa-dahal meski sudah dilindungi berbagai asur-ansi, orang lebih mengutamakan bisa hidup sehat daripada keluar-masuk rumah sakit. Mengapa bukan ini yang dijadikan dasar untuk pengembangan sumber daya manusia?

Mengajak pola hidup ini tidak mudah seperti sinyalemen Raja Yao karena ternyata dimulai justru dari malas berpikir, sehingga situasinya malah lebih gawat lagi. Itu semua sudah dipikirkan orang di zaman dulu se-hingga ada ajaran kuno Thay Hak/The Great Learning supaya dari raja sampai rakyat jelata harus terus belajar sepanjang hidup.

Karena itu ketika ditanya, “Ajaran baru apa yang diajarkan?” Konfusius menjawab, “Tidak ada yang baru (bukan inventor), saya menemukan yang lama dan melanjutkan saja (transmitter)”. Kalau menemukan yang baru mana ada hak cipta yang mau dituntut, kecuali berterima kasih pada leluhur. Dan kalau di-tarik terus ke belakang, sampailah pada Sang Maha Leluhur, Pencipta Alam Semesta.

“Kalau minum air, ingat akan sumbernya – Kalau makan, ingat siapa yang

membuatnya”

MS: Lalu bagaimana cara mengimplemen-tasikan pikiran ini menjadi kebijakan peru-sahaan?

JS: Kalau kita sudah bisa menemukan masalahnya dengan benar, maka jawabannya sudah ada di dalamnya. Neo Liberalisme bu-kan sebab, hanya akibat belum paham siapa sebenarnya manusia. Kita baru tahu sebagian saja seperti orang buta memegang gajah, lalu mengatakan itu kebenaran dan mengambil tindakan. Alih-alih menyelesaikan malah mem-buat persoalan dan kemudian bingung sendiri. Itulah mengapa Anthony de Mello, SJ sampai pada kesimpulan bahwa: “Kalung yang kamu cari kemana-mana itu sudah lama tergantung di lehermu”.

Kesimpulannya adalah harus ada reedu-kasi dalam sekolah pendidikan manajemen

Kebijakan mengelola kesehatan rakyat, menggunakan pendekatan “terus menambah dana dan fasilitas

kesehatan”, seperti orang menunggang “kuda mati” karena tidak akan membuat tambah sehat malah menimbulkan

masalah mismanajemen. Semakin tahu semuanya dijamin negara, menganggap hidup untuk dinikmati. Sedangkan yang diperlukan adalah “kuda hidup” yaitu gaya hidup

bagaimana cara hidup sehat.

“Kalung yang kamu cari

kemana-mana itu sudah lama tergantung di

lehermu”. Anthony de Mello, SJ

Page 3: NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATI - THE jusuf sutanto · PDF fileKebijakan mengelola kesehatan rakyat, ... les matematika, belajar bahasa asing supaya bisa bersa-ing mencari pekerjaan

o k t o b e r 2 0 1 124

karena di situlah semua cara pandang dibentuk. Saya menyarankan supaya ada perusahaan yang berani me-mecahkan hegemoni cara berpikir Marxistis dalam ilmu manajemen dengan menjadikan “Masuk Sehat – Pensiun Sehat” sebagai titik tolak dan tujuan akhir.

Ada suatu syair kuno tentang bagaimana anak ber-

sikap kepada orang tua:

Syair ini bagus sekali kalau ditulis seorang anak untuk membalas kebaikan orang tua. Tapi kalau ditulis orang tua dan ditujukan kepada anaknya, masalahnya menjadi menuntut balas jasa. Dan kalau ini terjadi dan menjadi kebijakan dalam membina HRD, maka umur perusahaan itu sudah tidak akan panjang lagi. Anak muda mana yang mau bergabung dan karyawan yang berprestasi pasti akan segera angkat kaki. Pelanggan-nya juga mana mau membeli produk dengan harga yang tidak bersaing.

Konfusius mengajarkan supaya menghormati orang tua, tapi bukan dengan cara minta dikasihani. Setelah membesarkan anak, orang tua harus ikhlas dan tidak mau menjadi beban masyarakat.

“Pada usia 15 tahun, sudah tegak semangat belajarku; Usia 30 tahun, tegaklah pendirianku;

Usia 40 tahun, tiada lagi keraguan dalam pikiranku.Usia 50 tahun, telah mengerti Jalan Langit/Thian

Usia 60 tahun, pendengaranku menjadi alat yang siap untuk menerima kebenaran;

Usia 70 tahun, aku sudah dapat mengikuti hati dengan tidak melanggar garis kebenaran.”

Semakin tua malahan menjadi panutan untuk yang muda karena tetap sehat sampai masa pensiun tiba sehingga dana pensiunnya bisa digunakan untuk mem-perkuat daya beli ekonomi nasional dan bisa berputar untuk menghidupi masyarakat luas. Tidak ada yang dirugikan dalam pendekatan ini dan semuanya merasa diuntungkan termasuk perusahaan asuransi.

Diperlukan reedukasi pemimpin HRD yang sepenuh hati karena menyangkut kepentingan lebih besar. Bagi yang setelah proses reedukasi namun karena usia mera-sa sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, diminta mempersiapkan yang muda untuk mengganti-kannya. Ilmunya harus dilimpahkan kepada yang muda dan jangan disembunyikan sendiri dibawa sampai mati, karena dia juga mendapatkan ilmu itu dari pendahulu. Kalau bisa ini menjadi kebijakan nasional untuk memba-ngun negara industri yang kuat. Saya kira perlu dipertim-bangkan supaya menjadi sistem manajemen.

MS: Kalau begitu semangat hidup sehat harus dimulai dari akarnya?

JS: Benar sekali. Coba bayangkan anak kita dididik se-lama 12 tahun dari SD sampai SMU harus bangun pagi supaya tidak terlambat masuk sekolah. Tapi setelah selesai SMU kebiasaan itu seolah menguap dan punah begitu saja.

“Di saat aku tua, bukan lagi diriku seperti yang dulu. Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku.

Di saat aku menumpahkan kuah sayuran di bajuku, tidak lagi mengingat bagaimana cara mengikat tali sepatuku, ingatlah saat aku mengajar dan

membimbingmu untuk melakukannya”.

Di saat aku pikun dan mengulang terus menerus ucapanku yang membosankanmu, bersabarlah

mendengarkan aku, jangan memotong ucapanku, ingatlah saat aku mengulang terus sebuah ceritera

sampai dirimu terbuai dalam mimpi.

Di saat aku membutuhkanmu untuk memandikan, ingatlah di masa kecilmu bagaimana aku dengan

berbagai cara membujukmu mandi.

Di saat aku kebingungan menghadapi hal yang baru dan teknologi modern, janganlah menertawakan

aku, renungkan bagaimana aku dengan sabar selalu menjawab pertanyaanmu “mengapa begini dan begitu“Di saat kedua kakiku terlalu lemah, ulurkan tanganmu

untuk memapahku, seperti saat aku menuntunmu untuk belajar melangkah.

Page 4: NAIK KUDA HIDUP VS. KUDA MATI - THE jusuf sutanto · PDF fileKebijakan mengelola kesehatan rakyat, ... les matematika, belajar bahasa asing supaya bisa bersa-ing mencari pekerjaan

o k t o b e r 2 0 1 1 25

jusuf sutanto

Di sekolah dijejali bahan hafalan yang memerlukan kartu memori besar, tapi segera sesudah ujian selesai, semuanya lupa begitu saja karena tidak dijelaskan ada kaitannya dengan hidup yang baik nanti di masyarakat. Pelajaran mencongak, diganti matematika modern dan hasilnya ketika diminta menjawab 100 – 65, langsung mengambil kalkulator.

Kalau mutu generasi muda kita sudah begini kemu-dian diserbu internet, games, face book, twitter, black-berry dan sebagainya setiap hari sepanjang tahun tanpa pernah jeda, maka akan menjadi sangat rapuh. Anak tidak diajak supaya berolahraga tapi dibuat tergila-gila menekan tombol computer games. Lalu didorong-dorong les matematika, belajar bahasa asing supaya bisa bersa-ing mencari pekerjaan. Bahkan saat dalam kandungan ibunya, supaya diberi sentuhan musik dan dikenal de-ngan efek Mozart.

Menurut saya semua ini harus dievaluasi lagi dengan jernih manfaatnya. Kita harus minta disediakan waktu dalam sistem pendidikan kita selama 15 menit untuk berlatih semacam T’ai Chi sebelum mulai dengan kelas supaya setelah 12 tahun bisa menjadikan bangun pagi dan berolahraga sebagai gaya hidup. Lesson learnt dari T’ai Chi bisa menjadi inspirasi untuk menggali budaya Nusantara yang serumpun yaitu memacu endorfin, bukan adrenalin seperti yang selama ini dikenal dengan mem-buat orang ngos-ngosan dan di luar itu bukan olahraga.

MS: Lantas apa peran negara?

JS: Peran negara dalam menyelenggarakan pemerintah-an adalah seperti musim semi yang datang dan rumput-pun tumbuh dengan sendirinya - yaitu melindungi, bukan memanjakan.

“Langit Maha Mengayomi Tanpa Pilih kasih;Bumi maha MendukungTanpa Pilih kasih;Matahari dan Rembulan menerangi tanpa pilih kasih”

Chapter on Li Yun - LichiDialogues of Confucius

(551 – 479 BC)

When the Great Way prevail, every person was a part

of the public society.The Virtuous and the able are

chosen for public officeFidelity and friendliness were virtued by all

People not only loved their own parents and children, but

loved the parents and children of others as well.

The elderly lived their last years in happiness

Able-bodied adults were usually employed

Children were reared properly.Widowers, widows, orphans,

the childless aged, the crippled and the ailing were

well cared for.All men shared their social

responsibilities,And all women have their

respective roles.Natural resources were

fully used for the benefit of all, And not

appropriated for selfish ends.

People wanted to contribute their strength

and ability for public good, but not for private gain.

Trickery and intrigue could not occur in such a society

Robbery, lacery and other crimes all disappeared.

Gates and doors were not locked; No one ever thought of stealing.

This was the Age of the Great Commonwealth

of peace and prosperity!

Sampul buku terbaru, THE DANCING LEADER Akhir bulan Oktober sudah bisa diperoleh di toko bukuDitulis oleh 45 pakar dari berbagai lintas disiplin ilmu dan profesi. Harga : Rp 135.000,--