na ruu karkes 19 juni2012

211
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat yang tertuang di dalam pembukaan UUD Tahun 1945, Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan sosial. Salah satu upaya untuk mencapai hal di atas adalah melalui peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang, memerlukan sumberdaya manusia yang sehat jasmani, rohani dan sosial, sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mendapatkan manusia yang sehat diperlukan adanya perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang terdiri dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu-lintas dan perdagangan Internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah Indonesia. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan. 1

Upload: masrip-sarumpaet

Post on 30-Jun-2015

6.723 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amanat yang tertuang di dalam pembukaan UUD Tahun 1945,

Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap Bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan

sosial. Salah satu upaya untuk mencapai hal di atas adalah melalui

peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang,

memerlukan sumberdaya manusia yang sehat jasmani, rohani dan sosial,

sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk

mendapatkan manusia yang sehat diperlukan adanya perlindungan

kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang terdiri

dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh

dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu-lintas dan

perdagangan Internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah

Indonesia. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyebaran

penyakit dan gangguan kesehatan.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki

230 juta orang penduduk serta menduduki posisi ketiga terbesar didunia yang

tersebar di berbagai pulau dengan kepadatan yang berbeda, dimana tingkat

kepadatan tertinggi di pulau Jawa dan Bali. Dengan status sosial ekonomi

sebagian besar penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara

lain, akan menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya penyebaran

penyakit infeksi, status gizi kurang dan lain-lain.

Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari

waktu kewaktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan

yang mempunyai letak strategis (posisi silang), berperan penting dalam lalu

lintas orang dan barang. Meningkatnya pergerakan dan perpindahan

1

Page 2: Na ruu karkes 19 juni2012

penduduk sebagai dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan

teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh perjalanan

antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini memperbesar risiko

masuk dan keluar penyakit menular (new infection diseases, emerging

infections diseases dan re-emerging infections diseases), dimana ketika

pelaku perjalanan memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum

tampak. Disamping kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang

menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan pergerakan

kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara

alamiah maupun pergerakan melalui komoditas barang di era perdagangan

bebas dunia yang dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban

melakukan upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of

International Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam

International Health Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini

Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia dan

dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara universal.

International Health Regulations 2005 mengharuskan Indonesia

meningkatkan kapasitas berupa kemampuan dalam surveilans dan respon

cepat serta tindakan kekarantinaan pada pintu-pintu masuk (pelabuhan/

bandar udara/ PLBD) dan tindakan kekarantinaan di wilayah. Untuk itu

diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan

sumber daya yang memadai berkaitan dengan kekarantinaan dan organisasi

pelaksananya. Pengaturan Kekarantinaan di Indonesia diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara, ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah cukup

lama dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat itu

undang-undang tersebut dibuat juga masih mengacu pada peraturan

kesehatan Internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)

1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulation

(IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada

kemampuan sistim surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan

Sedunia tahun 2005 telah berhasil menyepakati International Health

2

Page 3: Na ruu karkes 19 juni2012

Regulation (IHR) 1969 tersebut menjadi IHR Revisi 2005 yang mulai

diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007.

Di samping itu perkembangan penyakit yang dapat disebarkan akibat

lalu linyas orang dan barang semakin banyak dan beragam. Tindakan

karantina dianggap cukup efektif dalam mencegah atau melokalisasi

persebaran penyakit tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengaturan

karantina yang komprehensif dengan melakukan pembaharuan ketentuan

yang ada. Pembaharuan tersebut diharapkan dapat menjadi landasan hokum

yang cukup kuat untuk melakukan penyelenggaraan karantina secara terpadu

dan sistimatis.

Dengan kondisi pengaturan kekarantinaan kesehatan yang demikian

sudah waktunya dilakukan pembaharuan secara menyeluruh pengaturan

kekarantinaan kesehatan agar terdapat pengaturan kekarantinaan secara

terpadu dan sistimatis. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan naskah

akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan sebagai dasar

bagi penyusunan draft Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan.

B. Identifikasi Permasalahan

1. Pengaturan kekarantinaan sudah berusia lama (lebih dari 5

dasawarsa), sehingga banyak ketentuan yang sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan pengaturan kekarantinaan internasional, ilmu

pengetahuan dan teknologi, sehingga harus diketahui pada bagian

mana ketentuan kekarantinaan kesehatan nasional yang perlu

disesuaikan dengan ketentuan internasional dan perkembangan

masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Seiring dengan kemajuan teknologi transportasi dan tingginya mobilitas

masyarakat serta makin berkembangnya objek pengawasan penyakit

dan faktor risiko kesehatan masyarakat pada alat angkut, orang dan

barang, maka diperlukan kelembagaan, sumber daya kesehatan,

kewenangan dan mekanisme penyelenggaraan karantina kesehatan

yang efektif dan efisien.

3

Page 4: Na ruu karkes 19 juni2012

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan Penyusunan Naskah Akademik :

1. Merumuskan ketentuan-ketentuan Peraturan perundangan nasional

bidang karantina kesehatan agar sesuai dengan perkembangan

masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum internasional

bidang kesehatan, antara lain IHR 2005, International Medicine Guidance

for Ships.

2. Merumuskan pengaturan untuk memperkuat penyelenggaraan karantina

kesehatan yang berkaitan dengan kelembagaan, kewenangan, sumber

daya kesehatan dan mekanisme atau prosedur kerja karantina kesehatan

yang efektif dan efisien.

Kegunaan :

Kegunaan naskah akademik adalah sebagai bahan acuan dalam

penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan dan

pengambilan kebijakan bidang karantina kesehatan.

E. Metode Pendekatan

Naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan pendekatan:

1. Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan

norma-norma dan nilai-nilai yang ada dan berkembang di masyarakat

baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

2. Pendekatan studi komparatif yaitu membandingkan peraturan perundang-

undangan yang ada dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.

3. Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik yang berupa

peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan masalah

kekarantinaan dan penyakit menular, hasil pengkajian, hasil penelitian

dan referensi lainnya.

4. Diskusi dan rapat-rapat serta masukan-masukan dari para pihak yang

terkait.

F. Sistimatika

G. Penyusun Naskah Akademik

4

Page 5: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Perkembangan penyakit semakin kompleks dan semakin banyak

menuntut adanya pencegahan dan pengendalian penyakit secara lebih

komprehensif dan seksama. Penyebaran penyakit terutama penyakit

potensial wabah semakin cepat seiring dengan tingginya arus lalu lintas alat

angkut, orang dan barang, menuntut adanya kewaspadaan melalui upaya

karantina kesehatan. Untuk itu diperlukan adanya dasar hukum atau

pengaturan yang memadai karena tindakan karantina kesehatan bersifat

multidisipliner dan multi sektoral.

Kata "karantina" berasal dari bahasa latin "quarantum" yang berarti

empat puluh. Ini berasal dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menahan

kapal laut yang berasal dari negara tertular penyakit epidemis, seperti pes,

demam kuning, dimana awak kapal dan penumpangnya dipaksa untuk tetap

tinggal terisolasi diatas kapal yang ditahan dilepas pantai selama empat puluh

hari, yaitu jangka waktu perkiraan timbulnya gejala penyakit yang dicurigai

(Morschel, 1971).

Definisi lain dari karantina adalah tempat dimana sebuah alat angkut

(kapal laut atau pesawat udara) ditempatkan di pengisolasian atau

pembatasan dalam perjalanan untuk mencegah agar suatu penyakit menular,

serangga hama penyakit hewan dan lain-lain tidak menyebar. Suatu keadaan

dalam masa karantina adalah suatu tempat dimana orang, binatang atau

tanaman yang berpenyakit menular diisolasi, atau dalam keadaan tidak dapat

melakukan perjalanan.

Menurut IHR 2005, karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau

pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum

menunjukkan gejala penyakit dan pemisahan alat angkut atau barang yang

diduga terkontaminasi dari orang dan atau barang lain sedemikian rupa untuk

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

5

Page 6: Na ruu karkes 19 juni2012

Dari beberapa pengertian tentang karantina diatas, yang dimaksud

dengan pengertian karantina dalam naskah akademis ini mengacu pada IHR

2005.

Kata “sehat” menurut WHO adalah suatu kondisi sempurna secara

fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

adalah suatu keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.

Karantina kesehatan dimaksudkan untuk memperluas makna karantina

dalam rangka melindungi kesehatan manusia dari penyakit menular dan

faktor risiko kesehatan lainnya yang tidak hanya terbatas pada pintu masuk

tetapi juga meliputi karantina di wilayah terhadap upaya cegah tangkal

penyebaran masalah kesehatan dan/atau PHEIC.

Karantina kesehatan bertujuan untuk mencegah dan/atau menangkal

untuk mengatasi timbulnya PHEIC, maka upaya karantina kesehatan di pintu

masuk (pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat) maupun wilayah

mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu Undang-Undang

Karantina Kesehatan tidak bertentangan dengan produk hukum/ perundang-

undangan lainnya.

Adapun konsep karantina kesehatan ditujukan dalam rangka

penerapan IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif

pengamatan penyakit berupa surveilans epidemiologi, deteksi dini,

pengendalian faktor risiko, respon cepat, tindakan karantina kesehatan dan

tindakan penyehatan di pintu masuk negara dan wilayah.

Pelaksanaan karantina kesehatan meliputi:

a. Dari dalam negeri ,diisyaratkan kemampuan utama surveilans,

deteksi dini dan respon cepat mulai dari masyarakat s/d tingkat nasional.

Apabila dijumpai penyakit atau kejadian yang berpotensi PHEIC

berdasarkan laporan dari masyarakat maka dilakukan penyelidikan

epidemiologis dan respon cepat mulai tingkat puskesmas dan

Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat. Di tingkat pusat melakukan verifikasi

dan koordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia. Di dalam proses

respon cepat yang di atas dilakukan karantina rumah dan karantina

6

Page 7: Na ruu karkes 19 juni2012

wilayah serta isolasi bagi kasus. Tindakan itu didukung juga dengan

tindakan di pintu keluar (bandar udara, pelabuhan, PLBD).

b. Dari luar negeri, diisyaratkan kemampuan utama surveilans, deteksi

dini dan respon cepat dimulai dari pintu masuk (bandar udara, pelabuhan,

PLBD). Kegiatan yang dilakukan adalah surveilans rutin terhadap alat

angkut, orang, barang dan lingkungan. Disamping surveilans rutin, juga

harus memperhatikan informasi aktual tentang penyakit yang berpotensi

PHEIC yang sedang berkembang di dalam dan luar negeri. Jika ditemukan

indikasi maka dilakukan suatu respon/intervensi; antara lain berupa

tindakan (tindakan karantina, tindakan isolasi, serta tindakan

penyehatan).

Upaya karantina kesehatan merupakan kegiatan pemisahan

seseorang, barang, alat angkut yang patut diduga dan atau tersangka

(suspek) dengan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran

penyakit atau kontaminasi. Upaya tersebut meliputi kegiatan: pembatasan

gerak terhadap orang, barang dan alat angkut, surveilans epidemiologi

penyakit dan faktor risiko serta respon cepat, pelayanan kesehatan terbatas

dan kegiatan penyehatan lingkungan.

B. Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma

Tujuan dari karantina kesehatan adalah untuk mencegah, melindungi

dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara tanpa menimbulkan

gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional dengan

prinsip menghormati martabat, hak asasi dan kebebasan hakiki manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pembuatan naskah akademik ini

memuat asas-asas sebagai berikut:

1. Asas perikemanusiaan, berarti bahwa penyelenggaraan

karantina kesehatan harus dilandasi atas perlindungan dan

penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan

universal dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras,

golongan, bangsa, status sosial dan gender.

2. Asas manfaat, berarti bahwa penyelenggaraan karantina

kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

7

Page 8: Na ruu karkes 19 juni2012

perlindungan kepentingan nasional dan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

3. Asas pelindungan, berarti bahwa penyelenggaran karantina

kesehatan harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit

yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan yang

meresahkan dunia.

4. Asas tanggung jawab bersama, berarti bahwa

penyelenggaraan karantina kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan

yang dilakukan oleh seluruh pihak-pihak yang terkait dengan

kesehatan masyarakat.

5. Asas kesadaran dan kepatuhan hukum, berarti bahwa

penyelenggaraan karantina kesehatan menuntut peran serta

kesadaran dan kepatuhan hukum dari masyarakat.

C. Kondisi Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Hukum Yang Ada Dan

Permasalahan Yang Timbul

1. Praktik Penyelenggaraan Karantina Kesehatan

Penyelenggaraan karantina kesehatan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara

yaitu di pelabuhan dan di bandar udara.

Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor

Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagi salah satu Unit Pelaksana Teknis

Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan

cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, yellow

fever, cacar, demam bolak-balik, dan tipus bercak wabahi.

Upaya cegah tangkal tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan

kekarantinaan dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan

perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan

mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan

untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina

8

Page 9: Na ruu karkes 19 juni2012

ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta awaknya dan/ atau

daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.

Disamping itu, upaya cegah tangkal dilakukan dalam rangka

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah

seperti penyakit karantina dimaksud diatas ke daerah atau wilayah diluar

pelabuhan.

Dalam rangka pelaksanaan kekarantinaan, baik karantina laut maupun

karantina udara, maka dalam salah satu pasal Undang-undang Kesehatan

tercantum kewajiban untuk mencegah penyakit menular dengan usaha

karantina. Yang disebut dengan karantina adalah tindakan-tindakan untuk

mencegah penjalaran sesuatu penyakit yang dibawa oleh seorang yang

masuk wilayah Indonesia dengan alat-alat pengangkutan darat, laut, dan

udara.

A. KARANTINA LAUT

Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor

Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi

melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti

pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik

(relapsing fever).

Penetapan penyakit dalam undang-undang tersebut menimbulkan kekakuan

dalam penerapan dan pelaksanaan undang-undang karantina.

Sementara itu beberapa penyakit telah hilang dari karantina, misalnya

9

Page 10: Na ruu karkes 19 juni2012

cacar, telah dieradikasi pada tahun 1974. Di samping itu berdasarkan

perkembangan yang ada timbul pula penyakit baru misalnya SARS,

Avian Influensa yang sangat potensial menyebar.

Untuk itu diperlukan adanya upaya agar dalam ketentuan yang baru

untuk mencegah kekakuan penetapan penyakit dalam ketentuan yang

lebih rendah dari undang-undang agar mudah dilakukan

penyempurnaan.

Penegakan Hukum

Pelanggaran dalam pelaksanaan karantina kesehatan masih banyak

terjadi diantaranya tidak menaik turunkan isyarat karantina, menaik

turunkan orang, barang sebelum dilakukan pemeriksaan karantina,

pemalsuan dokumen. Hal ini melanggar ketentuan Pasal...

Keadaan ini sangat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang

lebih luas.

Hal ini disebabkan masih rendahnya sanksi atas pelanggaran tersebut,

dalam UU hanya dikenakan sebesar Rp.

Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian dalam ketentuan yang baru agar

pelaku pelanggaran karantina mempunyai efek menjerakan bagi

pelakunya.

Tindakan Karantina Di Pos Lintas darat

Dalam ketentuan karantina yang ada tindakan karantina hanya mencakup

dipintu masuk dan keluar negara (Pelabuhan dan bandara), sementara

perkembangan yang ada menuntut agar tindakan karantina di perluas

10

Page 11: Na ruu karkes 19 juni2012

pada wilayah dan pos lintas batas darat. Hal ini belum diatur dalam UU

karantina yang ada. Untuk itu pada pengaturan UU Karantina yang akan

datang perlu dicantumkan ketentuan mengenai tindakan karantina di

wilayah dan poslintas darat.

Zona Karantina Laut

Dalam UU No.1/1962 dicantumkan adanya zona karantina laut untuk kapal

yang berada dalam karantina. Hal ini tidak dapat diimplementasikan

karena belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai

keberadaan zona karantina.

Untuk itu perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai zona karantina yang

dapat diimplementasikan.

Karantina Wilayah

Bila terjadi adanya pandemi di suatu wilayah diperlukan adanya tindakan

karantina pada wilayah yang bersangkutan agar tidak menyebar ke

wilayah lain, sementara belum ada pengaturan untuk melakukan

karantina terhadap wilayah yang terjangkit pandemi.

Untuk itu diperlukan adanya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan

dan mekanisme, penetapan tindakan karantina wilayah, karena

berhubungan pula dengan otonomi daerah.

Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina

dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan perimeter.

Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan

mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan

11

Page 12: Na ruu karkes 19 juni2012

untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan

karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta

awaknya dan/atau daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.

Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah

seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di

luar pelabuhan, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan

perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan laut).

Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti

pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),

surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor

penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau

pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang

perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun

1962 tentang Karantina Laut, landasan kerja karantina laut ditetapkan

dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan, yang antara

lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun mekanisme

kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan

pelabuhan.

Dalam perkembangannya, kinerja karantina laut ini mengalami pasang

surut sejalan dengan situasi epidemiologi, berbagai produk hukum,

organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, dan perubahan-

12

Page 13: Na ruu karkes 19 juni2012

perubahan eksternal di lingkungan pelabuhan maupun mitra kerja dalam

melaksanakan karantina laut.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina laut yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan pelaksanaan karantina laut, baik dalam lingkup

nasional maupun internasional.

2. Perubahan organisasi dan tata kerja KementerianKesehatan

selaku pembina teknis maupun perubahan organisasi dan tata

kerja KKP selaku pelaksana karantina laut.

3. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan

pelaksanaan karantina laut, baik teknologi informasi maupun

teknologi untuk tindakan karantina.

4. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan

laut dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan dan

transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.

5. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga

menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,

seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung

diri, instalasi isolasi, ambulans.

6. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)

di lingkungan pelabuhan terhadap peraturan karantina laut yang

menyebabkan tindakan karantina belum dapat berjalan secara

optimal.

13

Page 14: Na ruu karkes 19 juni2012

B. KARANTINA UDARA

Pelaksanaan karantina udara berdasarkan Undang-undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilakukan oleh unit kerja Kantor

Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi

melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti

pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik

(relapsing fever).

Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina

dalam lingkup pelabuhan udara, termasuk daerah buffer dan perimeter.

Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan udara

mencakup tindakan terhadap pesawat beserta isinya, termasuk awak

pesawat, penumpang, dan barang/kargo, di daerah pelabuhan udara

untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan

karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah pesawat beserta

isinya, termasuk awak, penumpang, kargo, dalam kondisi terjangkit atau

tidak guna memastikan apakah daerah pelabuhan udara berada dalam

karantina atau tidak.

Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah

seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di

luar pelabuhan udara, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan

perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan

udara).

14

Page 15: Na ruu karkes 19 juni2012

Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti

pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),

surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor

penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau

pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang

perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun

1962 tentang Karantina Udara, landasan kerja karantina udara

ditetapkan dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan,

yang antara lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun

mekanisme kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit

kerja kesehatan pelabuhan.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina udara yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan pelaksanaan karantina udara, baik dalam lingkup

nasional maupun internasional.

2. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan

pelaksanaan karantina udara, baik teknologi informasi maupun

teknologi untuk tindakan karantina.

3. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan

udara dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan

dan transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.

15

Page 16: Na ruu karkes 19 juni2012

4. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga

menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,

seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung

diri, instalasi isolasi, ambulans.

5. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)

di lingkungan pelabuhan udara terhadap peraturan karantina

udara yang menyebabkan tindakan karantina belum dapat

berjalan secara optimal.

6. Belum ada penetapan zona karantina

Dalam perkembangannya, khususnya berkait dengan transisi epidemiologi

penyakit, kemajuan teknologi transportasi, migrasi penduduk, perdagangan

antar negara maupun antar wilayah, serta produk-produk hukum, baik dalam

lingkup nasional maupun internasional, berpengaruh terhadap kinerja

karantina kesehatan.

Oleh karena itu, tindakan karantina kesehatan mengalami perubahan dari

upaya cegah tangkal terhadap penyakit karantina menjadi upaya-upaya

kesehatan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan yang meresahkan

dunia (PHEIC).

Dengan pesatnya perkembangan transportasi laut dan udara, kiranya dapat

dipahami bahwa perlu dilakukan revisi terhadap peraturan perundang-

undangan sebagai landasan hukum dalam melaksanakan tindakan karantina,

baik di lingkungan pelabuhan laut maupun pelabuhan udara. Diharapkan

perubahan peraturan perundang-undangan ini memberikan lingkup yang lebih

luas dan komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan karantina yang

16

Page 17: Na ruu karkes 19 juni2012

berkaitan dengan penyebaran penyakit, tetapi juga berbagai permasalahan

kesehatan yang menjadi perhatian bahkan keresahan dunia.

Beberapa hal yang dipandang perlu untuk diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang akan datang, antara lain sebagai berikut.

1. Lingkup penyakit karantina diperluas menjadi PHEIC.

2. Area tindakan karantina diperluas tidak hanya dalam wilayah pelabuhan

laut dan pelabuhan udara (bandar udara), tetapi juga mencakup wilayah

lingkungan pemukiman, lintas batas darat, serta lingkungan khusus

(asrama militer, lembaga pemasyarakatan, pondok pesantren, dsb).

3. Penggerakkan sumber daya diperluas tidak hanya pada sektor

pemerintah, tetapi juga mencakup kemitraan dengan masyarakat, LSM,

swasta, dan lembaga internasional.

4. Memperhitungkan perkembangan dan kemajuan teknologi, seperti

teknologi kesehatan, sarana transportasi, baik laut, darat, maupun udara,

dan teknologi informasi.

5. Memberikan jaminan perlindungan terhadap petugas maupun pihak-pihak

terkait (stakeholders) dengan tindakan karantina.

6. Memberikan peluang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan

terhadap pelanggaran peraturan kekarantinaan serta memuat sanksi, baik

administrasi maupun pidana.

7. Diupayakan materi muatan dalam peraturan perundang-undangan yang

akan datang bersifat final dan mengurangi amanat untuk penyusunan

peraturan pelaksanaan, seperti PP, Perpres, maupun Permen.

17

Page 18: Na ruu karkes 19 juni2012

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:

a. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina

yang datang dari luar negeri;

b. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina

yang datang dari pelabuhan terjangkit penyakit karantina di wilayah

dalam negeri;

c. pengawasan penyakit karantina;

d. pengawasan dan penerbitan dokumen kesehatan kapal dan pesawat;

e. tindakan khusus terhadap penyakit karantina;

f. penegakan hukum karantina.

Pengawasan kapal bertujuan untuk melihat ada atau tidak adanya faktor

risiko kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit atau masalah kesehatan

di atas kapal. Pengawasan dilakukan dengan cara : untuk kapal yang datang

dari luar negeri

note

Permasalahan yang dihadapi terkait dengan implementasi peraturan

karantina;

1. jenis penyakit karantina yang diawasi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan dan kebijakan internasional.

2. belum ada penetapan zona karantina;

3. banyaknya pelanggaran ketentuan karantina;

4. terjadinya perubahan dokumen kesehatan dalam rangka perjalanan

internasional;

ad 1.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, penyakit

karantina disebutkan secara limitatif yaitu : pes, kolera, yellow fever, cacar,

demam balik-balik, dan tipus bercak wabahi.

18

Page 19: Na ruu karkes 19 juni2012

Upaya karantina kesehatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan

surveilans epidemiologi, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, respon cepat,

tindakan karantina dan tindakan penyehatan.

C.1. Upaya Karantina Kesehatan di Pintu Masuk.

Kegiatan Upaya Karantina kesehatan di Pintu Masuk meliputi :

C.1.1. Kegiatan Kekarantinaan dan Surveilans Epidemiologi

C.1.1.1. Sasaran

Sasaran upaya karantina ditujukan terhadap alat angkut, orang dan

barang yang diduga terpapar penyebab penyakit dan/atau faktor risiko yang

bisa menimbulkan PHEIC. Sebagai contoh, barang yang diduga terpapar

misalnya makanan yang tercemar kuman penyakit, zat radioaktif, limbah

bahan berbahaya, produk dari bahan kulit atau tulang yang mengandung

anthrax dan lainnya

C.1.1.2. Pemeriksaan Karantina

Adalah suatu tindakan dari petugas karantina untuk menentukan

keadaan sehat atau terjangkitnya suatu alat angkut, orang dan barang di

pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat (PLBD).

C.1.1.3. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat

a. Penemuan penyakit/ kejadian yang bisa menimbulkan PHEIC

Penemuan penderita dilakukan pada saat kedatangan/ keberangkatan

di pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas darat. Perhatian khusus

perlu diberikan terhadap pendatang atau yang berangkat, berasal dari

daerah terjangkit penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC baik di

dalam maupun di luar negeri, termasuk tindakan isolasi bagi kasus

suspek, kasus konfirmasi serta tindakan Karantina bagi orang yang

diduga terpapar.

b. Pengamatan faktor risiko

19

Page 20: Na ruu karkes 19 juni2012

Meliputi pengamatan terhadap air, makanan dan minuman, udara,

tanah, bangunan, limbah padat, cair, gas, radiasi, vektor dan binatang

penular penyakit lainnya.

c. Penyelidikan epidemiologi

Penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui virulensi,

distribusi penyakit yang dapat menyebabkan penyakit/kejadian PHEIC

melalui pemeriksaan fisik dan/atau klinis, dan laboratorium terhadap

penderita maupun tersangka. Setelah dilakukan penyelidikan

epidemiologi segera dilakukan penanggulangan dalam bentuk

preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif.

d. Pencatatan dan pelaporan.

Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan elementasi dalam

pengamatan yang harus dikerjakan dengan ketelitian dan kecepatan

yaitu adanya keharusan untuk menyampaikan laporan dalam waktu

kurang dari 24 jam bila seorang telah mengetahui adanya peristiwa

penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.

e. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi bertujuan untuk meningkatkan

kewaspadaan dini dari semua pihak yang berkepentingan dengan

menggunakan alat komunikasi cepat, misalnya fax, radio, internet dan

mass media.

C.1.1.4. Pengawasan Lalu Lintas Barang

Di tujukan kepada sediaan farmasi dan alat kesehatan, makanan

minuman, produk biologi, bahan-bahan berbahaya, bahan lainnya yang dapat

menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan, yang dilakukan melalui :

pemeriksaan dokumen kesehatan;

pemeriksaan fisik;

pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.

20

Page 21: Na ruu karkes 19 juni2012

Gangguan kesehatan yang disebabkan masuknya/ datangnya barang

produk biologi dan limbah melalui pelabuhan, bandar udara dan pos lintas

batas yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan misalnya: makanan

tercemar kuman penyebab penyakit, zat radioaktif, limbah bahan berbahaya

yang tidak terlindungi dengan benar.

Hal-hal tersebut di atas telah di atur rambu-rambu pengamanannya,

sebagaimana kesepakatan didalam Konvensi Bassel tahun 1989 yang

dengan tegas melarang perpindahan limbah antar negara dengan alasan

apapun. Namun pada kenyataannya dilapangan dapat terjadi dan telah terjadi

impor limbah B3 baik secara terang-terangan maupun dengan

menyusupkannya dalam barang atau produk impor lainnya.

Melihat situasi tersebut di atas, bila impor B3 tidak diatur dalam

undang-undang serta tidak adanya kewenangan terhadap petugas karantina

kesehatan dalam pengawasan barang impor tersebut, maka barang-barang

tersebut akan mudah masuk oleh karena keuntungan sesaat atau individu

namun pada akhirnya sangat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat

dan membahayakan negara.

C.1.2. Karantina Kesehatan di bidang Kesehatan Lingkungan

Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan adalah

upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal dengan mengupayakan lingkungan yang bebas dari faktor risiko

yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.

Sasaran karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan

ditujukan pada kesehatan alat angkut, lingkungan pelabuhan/ bandar udara/

Pos Lintas Batas Darat, wilayah terjangkit dan lingkungan kerja.

Kegiatan karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan meliputi:

surveilans kesehatan lingkungan, pengawasan kualitas air, pengawasan

kualitas udara, pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman,

penyehatan bangunan dan tempat-tempat umum, pengelolaan limbah (padat,

cair, gas), pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pengamanan

radiasi dan pengamanan pestisida. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan

21

Page 22: Na ruu karkes 19 juni2012

faktor risiko dan mencegah kemungkinan menjadi reservoir penyebaran

penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.

Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan meliputi :

pengawasan kualitas air bersih dan pengelolaan air limbah di alat angkut,

pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas darat, lingkungan kerja, dan

wilayah terjangkit;

pengawasan kualitas udara di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ Pos

Lintas Batas dan lingkungan kerja;

pengawasan hygiene dan sanitasi pengolahan, penyimpanan,

pengemasan dan penyajian makanan minuman agar memenuhi syarat

kesehatan;

pengawasan penyehatan bangunan agar tidak menjadi reservoir bagi

kuman atau vektor penyakit;

pengawasan pengelolaan limbah (padat, cair dan gas) agar tidak

mencemari lingkungan;

pengendalian vektor untuk mencegah perkembangbiakan vektor penular

penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, baik di alat angkut, pelabuhan/

bandar udara/ pos lintas batas, dan wilayah terjangkit.

Pengamanan pestisida untuk mencegah terjadinya pencemaran.

Pengawasan bahan bahan yang mengandung radiasi.

.

C.1.3 Karantina Kesehatan Dibidang Pelayanan Medis

Upaya pelayanan medis di pintu masuk pada dasarnya adalah dalam

rangka kewaspadaan dini melalui deteksi penyakit yang berpotensi PHEIC

dan pemberian vaksinasi yang ditujukan pada seluruh pelaku perjalanan yaitu

penumpang, awak alat angkut, masyarakat pelabuhan/ bandar udara/ pos

lintas batas darat dengan memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif

dan rujukan.

Pengobatan terhadap penderita penyakit yang dapat menyebabkan

PHEIC, dilakukan untuk mencegah penyebaran melalui pengobatan penderita

dan sistem perawatan paripurna serta menggunakan fasilitas rujukan yang

tepat.

Rumah Sakit rujukan melakukan upaya pemulihan kesehatan serta

pencegahan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.

22

Page 23: Na ruu karkes 19 juni2012

C.2. Wilayah yang berpotensi atau sedang terjadi episenter PHEIC

Untuk mencegah penyebaran penyakit yang berpotensi PHEIC dari

suatu wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain perlu dilakukan upaya

pembatasan masyarakat yang berada di wilayah tersebut dengan berbagai

kegiatan, antara lain: tindakan karantina rumah, karantina wilayah yang

didalamnya mencakup pembatasan kegiatan sosial berskala besar, peliburan

sekolah dan penutupan pasar, penyehatan lingkungan serta dekontaminasi

pada alat angkut, barang di wilayah episenter PHEIC

A. Persyaratan Pintu Masuk Dalam Bidang Kesehatan

Upaya karantina kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau

masyarakat untuk mencegah keluar masuknya PHEIC, penyakit menular

tertentu dan gangguan kesehatan. Untuk itu pemerintah menjamin

terselenggaranya :

a. Kegiatan karantina kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan

gerak terhadap orang, barang, dan alat angkut;

b. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat;

c. Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas;

d. Kegiatan penyehatan lingkungan.

Menteri menetapkan kelembagaan/ organisasi dan tata kerja unit

pelaksana karantina kesehatan dan menetapkan persyaratan ketenagaan

serta perlengkapan perorangan (DSPP) dan perlengkapan organisasi (POP).

Pemerintah menetapkan standar operasional kegiatan karantina

kesehatan serta menyiapkan fasilitas penyelenggaraan upaya karantina

kesehatan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, alat transport rujukan,

alat komunikasi cepat, laboratorium, alat medis, alat non medis, dan fasilitas

kesehatan lainnya, sesuai dengan standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

yang dipergunakan secara Internasional. Dalam hal ini, pengelola pelabuhan

dan penanggung jawab alat angkut wajib memfasilitasi kegiatan tersebut.

23

Page 24: Na ruu karkes 19 juni2012

Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan terhadap

kegiatan karantina kesehatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pelaporan kegiatan. Guna pemeriksaan dan pengawasan tersebut para

pengelola pelabuhan harus menyiapkan dokumen/laporan untuk diperiksa

oleh petugas karantina kesehatan. Dokumen mengenai fasilitas kesehatan

diperiksa berkala oleh pejabat karantina kesehatan dan dokumen

dimutakhirkan setiap tahun untuk mengetahui perkembangannya.

E. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di

Pintu Masuk

E.1. Bandar Udara

1. Pada Saat Keberangkatan

a. Pada Bandar udara Sehat

a.1. Pengawasan orang

Semua penumpang dan crew yang akan melakukan perjalanan

Internasional ke negara terjangkit harus diberikan vaksinasi dan/atau

profilaksis yang dibuktikan melalui dokumen karantina kesehatan

berupa International Certificate of Vaccination or prophylaxis yang

disyaratkan oleh IHR (2005) dan negara tujuan.

Bagi penumpang dan crew yang sakit harus memiliki surat

keterangan kesehatan laik terbang yang dikeluarkan oleh dokter

karantina kesehatan di bandar udara untuk mengidentifikasi apakah

berpenyakit menular atau tidak.

Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan penumpang

dan crew yang berpotensi menyebabkan PHEIC dengan melakukan

24

Page 25: Na ruu karkes 19 juni2012

pemeriksaan kesehatan, tatalaksana kasus, tindakan karantina,

rujukan dan isolasi.

a.2. Pengawasan barang

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan dan

pengawasan terhadap barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan,

terutama barang yang mempunyai faktor risiko sumber penularan

penyakit atau kejadian PHEIC.

Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan Obat,

Makanan, Kosmetika dan Alat Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya

(OMKABA) bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan

pemeriksaan dokumen karantina kesehatan OMKABA dan

pemeriksaan fisik

Petugas Karantina Kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai

menolak keluarnya OMKABA yang tidak memenuhi syarat

kesehatan. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka petugas

Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan ekspor

OMKABA.

Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan

pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah yang akan

diangkut melalui pesawat. Apabila memenuhi syarat kesehatan

maka petugas karantina kesehatan menerbitkan surat keterangan

kesehatan angkut jenazah.

a.3. Pengawasan pesawat

Semua pesawat yang berangkat untuk perjalanan Internasional

harus menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang

dipersyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Dokumen karantina kesehatan pesawat meliputi Aircraft General

Declaration of Health (berisi daftar nama penumpang dan crew serta

bandar udara tujuan), Sertifikat Sanitasi Pesawat ( berisi keterangan

tentang kualitas kebersihan pesawat serta tidak adanya tanda-tanda

kehidupan serangga serta vektor), Sertifikat Disinseksi Pesawat

25

Page 26: Na ruu karkes 19 juni2012

(berisi keterangan yang menyatakan bahwa pesawat tersebut telah

dilakukan hapus serangga), sertifikat P3K (berisi keterangan

kelengkapan standar P3K di pesawat).

Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat

yang didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat

menyebabkan PHEIC.

Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit menular atau

PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan pemeriksaan dan

hygiene dan sanitasi makanan minuman, air bersih dan lain-lain.

b. Pada Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah

Episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang

dan alat angkut yang berasal dari wilayah yang memiliki akses

episenter PHEIC di pintu masuk wilayah bandar udara bekerjasama

dengan TNI dan POLRI serta sekuriti bandar udara.

Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah episenter PHEIC

tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar penyebab PHEIC) maka

dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi

terhadap orang yang berasal dari episenter PHEIC di wilayah

bandar udara.

Jika ditemukan kasus/suspek yang mengarah ke penyakit penyebab

PHEIC maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi/ dirujuk ke

Rumah Sakit.

Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC

tidak diperbolehkan memasuki wilayah bandar udara, dan terhadap

alat angkut/barang tersebut dilakukan disinfeksi sebelum

dikembalikan.

Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter

PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan

dengan membawa Health Alert Card (kartu kewaspadaan

kesehatan) setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu

masuk area non publik.

26

Page 27: Na ruu karkes 19 juni2012

2. Dalam Perjalanan

Orang sakit tersangka PHEIC yang dijumpai dalam perjalanan

penerbangan, wajib dilaporkan melalui radio komunikasi kepada

otoritas bandar udara tujuan.

Dibandar udara tujuan, pesawat tersebut ditempatkan pada parkir

khusus area/zona karantina

Petugas karantina kesehatan dapat melakukan pemeriksaan medis

dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan seperti menurunkan

penderita dari pesawat, memberi pengobatan serta merujuknya ke

Rumah Sakit serta melakukan tindakan penyehatan terhadap

pesawat dan barang sesuai dengan indikasi penyakit.

3. Pada Saat Kedatangan

a. Dari Bandar Udara Sehat

a.1. Pengawasan Orang

Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional

dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang

sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di Poliklinik Karantina

Kesehatan.

a.2. Pengawasan Barang

Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan OMKABA impor

bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen

karantina kesehatan OMKABA serta pemeriksaan fisik. Apabila memenuhi

syarat kesehatan maka Petugas Karantina Kesehatan menerbitkan

sertifikat kesehatan OMKABA tersebut.

Jika OMKABA tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan maka petugas

karantina kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai melakukan

penolakan masuknya OMKABA tersebut atau melakukan tindakan

pemusnahan OMKABA.

Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan pengawasan lalu

lintas jenazah di bandar udara melalui pemeriksaan dokumen penyebab

kematian jenazah. Bila kematian bukan oleh penyakit menular maka

27

Page 28: Na ruu karkes 19 juni2012

petugas karantina kesehatan memberikan surat keterangan kesehatan ijin

mengeluarkan jenazah dari bandar udara.

a.3. Pengawasan pesawat

Semua pesawat yang datang dari perjalanan Internasional harus

menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang dipersyaratkan

oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dokumen karantina kesehatan pesawat berupa Aircraft General

Declaration of Health (Gendec), untuk mengetahui apakah di pesawat

terdapat penumpang/crew yang sakit, Serifikat P3K, Sertifikat Sanitasi

Pesawat dan Sertifikat Disinseksi Pesawat.

Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional

dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang

sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di poliklinik Karantina

Kesehatan

b. Dari Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah

Episenter PHEIC

Apabila masih sebatas episenter maka pengawasan kedatangan yang

dilaksanakan di bandara ditujukan terhadap semua alat angkut yang berasal

dari bandara yang punya akses langsung terhadap wilayah episenter. Teknis

pengawasannya sifatnya mendukung/memperkuat pengawasan yang telah

dilaksanakan di bandara asal.

Bentuk kegiatannya :

Pilot memberitahukan kepada ATC (air traffic control) tentang kondisi

pesawat, selanjutnya informasi ini diteruskan ke AOC (airline organizing

committee) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan

28

Page 29: Na ruu karkes 19 juni2012

Petugas KKP yang ada di bandar udara dengan menggunakan APD

lengkap naik ke atas pesawat untuk memeriksa penumpang dan crew,

apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan memeriksa

dokumen General Declaration.

b.1. Jika tidak ada penumpang dan crew yang terlihat sakit,

Penumpang dan crew turun ke ruang tunggu yang telah ditentukan yang

terisolir dari area publik untuk dilakukan screening dengan menggunakan

alat pemindai suhu/thermal scanner dan pemeriksaan HAC yang sudah

dibagikan dibandara asal. Apabila ada penumpang dan crew yang tidak

memiliki HAC maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan crew.

Seluruh penumpang harus tetap berada di ruang tunggu tersebut sampai

pemeriksaan terhadap seluruh penumpang dan pemeriksaan di poliklinik

karantina kesehatan selesai.

Bila ada yang terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C maka orang tersebut

langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk dilakukan

anamnesa dan pemeriksaan fisik dan bila :

a. Tidak dinyatakan suspek

Pasien tersebut diobati sesuai penyakitnya, bila perlu dirujuk ke RS

Seluruh penumpang di ruang tunggu diperbolehkan melanjutkan

perjalanan.

b. Dinyatakan suspek

Bila ternyata suspek , maka kasus suspek tersebut di rujuk ke

RS Rujukan, barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi.

Seluruh penumpang yang di ruang tunggu dilakukan tindakan

karantina di asrama karantina 2 (dua) kali masa inkubasi dan diberi

profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil laboratorium pasien

tersebut, bila ternyata bukan penyakit yang berpotensi PHEIC

maka perlakuan karantina dihentikan termasuk pemberian

profilaksis dihentikan, dan diperbolehkan melanjutkan perjalanan.

Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) penyakit PHEIC

maka karantina diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan

pemberian profilaksis dilanjutkan sampai 20 hari.

29

Page 30: Na ruu karkes 19 juni2012

Walaupun hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah

dilaksanakan screening di lini 1 dan 2, tetap harus dilakukan

screening sesuai SOP.

b.2. Jika ada penumpang dan crew yang terlihat sakit dan/atau diduga

suspek di pesawat

Penumpang dan crew yang diduga suspek dipakaikan masker

oleh pramugari, kemudian dibawa ke poliklinik karantina kesehatan,

apabila dari pemeriksaan dinyatakan suspek pandemi, maka pasien

tersebut dirujuk ke RS rujukan.

Setelah seluruh penumpang lainnya turun ke ruang tunggu

khusus yang terisolir dari area publik, pesawat dan seluruh barang

dilakukan tindakan disinfeksi.

Seluruh penumpang dilakukan tindakan karantina di asrama

karantina dan diberi profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil

laboratorium pasien suspek, bila ternyata bukan influenza pandemi

maka perlakuan karantina terhadap seluruh penumpang dihentikan

termasuk pemberian profilaksis dihentikan, diperbolehkan melanjutkan

perjalanan.

Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) maka karantina

diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis

dilanjutkan sampai 20 hari.

Hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah dilaksanakan

screening di lini 1 dan 2.

Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan

diberikan profilaksis selama 20 hari.

Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.

Tindakan Terhadap penumpang dan crew Sehat, barang dan pesawat

Pesawat yang datang dari bandar udara yang mempunyai akses dengan

wilayah episenter PHEIC harus diparkir di tempat khusus (Zona Karantina)

di bandar udara

Petugas Karantina Kesehatan mengarahkan penumpang yang sehat

untuk turun melewati jalur yang telah ditentukan. Terhadap para

30

Page 31: Na ruu karkes 19 juni2012

penumpang tersebut dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan

kartu kewaspadaan yang telah dibagikan di bandar udara sebelumnya.

Bila ditemukan kasus suspek PHEIC maka penumpang langsung dibawa

ke poliklinik khusus Karantina Kesehatan untuk dilakukan anamnesa dan

pemeriksaan fisik selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit rujukan.

Penumpang yang berada di 3 baris kiri, kanan, belakang dan depan yang

suspek PHEIC didalam pesawat dilakukan tindakan karantina selama 2

kali masa inkubasi di asrama karantina dan pemberian profilaksis sampai

20 hari.

Sedangkan penumpang lain yang berada dalam satu pesawat dipersilakan

melanjutkan perjalanan setelah diberikan HAC serta diberikan pengarahan

mengenai penyakit tersebut.

Setelah seluruh crew dan penumpang turun dari pesawat dilakukan

tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur

desinfeksi, disinseksi dan fumigasi pesawat.

c. Dari Bandar Udara yang Daerah/Wilayahnya Terjangkit PHEIC

Apabila suatu negara sudah dinyatakan terjangkit PHEIC (bukan

episenter) maka semua alat angkut berikut penumpang dan barang

seharusnya tidak boleh keluar dari negara tersebut, tetapi hal ini tergantung

dari negara yang bersangkutan. Untuk mencegah penyebaran PHEIC masuk

ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seluruh pintu masuk negara

(Pelabuhan, bandar udara, PLBD) harus melakukan pengawasan terhadap

semua alat angkut dari negara terjangkit tersebut. Mekanisme

pengawasannya pada prinsipnya sama dengan pengawasan kedatangan dari

Bandar Udara yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC,

namun perlakuan terhadap semua pelaku perjalanan dari Bandar Udara yang

daerah/wilayahnya terjangkit PHEIC langsung dilakukan tindakan karantina

tanpa melihat status kesehatan mereka.

Langkah- langkah kegiatan

Pilot memberitahukan kepada ATC tentang kondisi pesawat, selanjutnya

informasi ini diteruskan ke AOC dan KKP.

31

Page 32: Na ruu karkes 19 juni2012

Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan yaitu zona

karantina dan berada dalam tindakan karantina.

Kemudian Petugas KKP yang ada dibandara dengan menggunakan

APD lengkap naik ke atas Pesawat untuk memeriksa penumpang dan

CREW, apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan

memeriksa dokumen General Declaration.

Penumpang dan crew turun untuk dilakukan tindakan karantina di

asrama karantina selama 2 kali masa inkubasi dan diberi profilaksis 20

hari

Bila selama di asrama karantina ditemukan kasus suspek, kasus

suspek tersebut dirujuk ke RS rujukan, dan bila kasus suspek dan

ternyata hasil laboratoriun ternyata positip (konfirm), maka berahkirnya

masa karantina ialah sampai 2 kali masa inkubasi terhitung dari kasus

konfirm terakhir.

Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.

E.2. Pelabuhan Laut

1. Pada Saat Keberangkatan

a. Pada Pelabuhan Laut Sehat

Kegiatan yang dilakukan pada pelabuhan sehat adalah pemeriksaan rutin

kekarantinaan untuk melihat kelengkapan dokumen karantina kesehatan

kapal, yang merupakan indikator tentang faktor risiko di Kapal dan dasar

sebagai pertimbangan utama untuk diberikannya Surat Izin Karantina

Kesehatan Berlayar (Port Health Quarantine Clearance 9PHQC)). Kapal

yang akan berangkat terlebih dahulu harus melengkapi dokumen

karantina kesehatan yang lengkap dan masih berlaku.

Dokumen tersebut adalah Ship Sanitation Exemption Control Certificate

(SSCEC) / Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month

32

Page 33: Na ruu karkes 19 juni2012

Extention Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan Kapal, Health Alert

Card (HAC), International Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cargo

list, Sertifikat P3K Kapal, General Nil List.

Petugas Karantina Kesehatan memeriksa segala dokumen karantina

kesehatan kapal dan mencegah pemberangkatan suatu kapal yang tidak

mempunyai dokumen tersebut. Jika diminta, diberikan surat keterangan

perihal tindakan yang dilakukan terhadap kapal.

Tindakan karantina mencakup pemeriksaan dan segala usaha penyehatan

terhadap kapal, bagasi, muatan barang, hewan dan tanaman.

Surat pos, buku-buku dan barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala

usaha penyehatan, kecuali paket yang mencurigakan.

Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi PHEIC pada saat

keberangkatan dilakukan Surveilans rutin terhadap orang, alat angkut, dan

barang.

b. Pada Pelabuhan Laut yang mempunyai akses dengan wilayah

episenter PHEIC

Petugas dalam melakukan pemeriksaan wajib menggunakan APD

lengkap dan diberikan profilaksis.

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan

alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di pintu masuk

wilayah pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI dan POLRI serta

keamanan pelabuhan laut.

Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah

penanggulangan episenter maka dilakukan tindakan pengembalian

dengan menggunakan APD.

Pengembalian Kendaraan (Mobil, motor, truk, kontainer) dan barang

yang berasal dari wilayah penanggulangan episenter terlebih dahulu

harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh petugas Karantina kesehatan

Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah

mengunjungi wilayah episenter, tetapi tidak berasal dari wilayah

penanggulangan maka orang tersebut harus di karantina selama 2 kali

masa inkubasi. Tempat karantina (asrama karantina) berada di

wilayah Pelabuhan Laut.

33

Page 34: Na ruu karkes 19 juni2012

Berkaitan dengan kasus suspek

Ada tiga kriteria :

1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila :

a. Tidak kontak/ dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter

penanggulangan PHEIC dan

b. Tidak sebagai kasus suspek

2. Dilakukan tindakan karantina bila :

a. Riwayat kontak/ dalam 7 hari berada di wilayah episenter

penanggulangan PHEIC dan

b. tidak sebagai kasus suspek

3. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Rujukan bila ditemukan sebagai

kasus suspek

Petugas Karantina Kesehatan :

- Melakukan penyelidikan epidemiologis terhadap pelaku perjalanan;

- Memberikan informasi kepada pelaku perjalanan tentang kondisi

yang terjadi;

- Melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan;

- Pemeriksaan suhu badan;

- Membagikan HAC

Penumpang dan/atau awak kapal yang panas dan sakit ditunda

keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik karantina

kesehatan. Dan bisa diberangkatan jika setelah diperiksa oleh dokter

karantina kesehatan dan hasilnya dinyatakan tidak menunjukan

adanya indikasi sebagai kasus suspek.

Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter

PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan

dengan membawa kartu kewaspadaan dini (HAC) setelah dilakukan

pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area non publik pelabuhan.

Kegiatan dalam asrama karantina:

Petugas karantina kesehatan memantau suhu tubuh calon

penumpang 3 kali dalam sehari

Jika suhu tubuhnya >38 ºC langsung dirujuk ke Rumah sakit

rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular

34

Page 35: Na ruu karkes 19 juni2012

Selama masa dalam karantina calon penumpang dilarang

menerima kunjungan dan meninggalkan asrama karantina sampai

masa karantina selesai (2 kali masa inkubasi penyakit)

Lamanya masa karantina 2 kali masa inkubasi penyakit

Orang yang dikarantina diberikan propilaksis selama 20 hari

Standar Asrama karantina :

Terdapat minimal 5 kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur dengan

udara sejuk.

Ada fasilitas kamar mandi, cuci tangan dan perlengkapan lainnya

Ada ruangan dokter dan perawat yang terpisah dengan calon

penumpang, Awak kapal yang dikarantina

Setiap pelabuhan wajib memiliki asrama karantina kesehatan

Lokasi asrama karantina kesehatan berada dalam wilayah pelabuhan

yang terpisah dengan tempat umum/are publik

2. Dalam Perjalanan

Orang/pelaku perjalanan yang berada di atas kapal yang sedang

berlayar melalui suatu terusan di Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan yang terdekat

dari selat/terusan tersebut.

Jika kapal yang melalui selat membawa penderita PHEIC maka unit

karantina kesehatan setempat melakukan upaya karantina kesehatan sesuai

dengan prosedur dibawah ini :

a. Nahkoda kapal laut tersebut wajib melaporkan melalui radio komunikasi

cepat, kepada instansi karantina kesehatan terdekat bila di dalam kapal

terdapat penderita dan/atau tersangka PHEIC.

b. Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina)

c. Kapal harus menaikan isyarat karantina menyampaikan permohonan

untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu

keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina:

1. Pada siang hari dengan menaikkan Bendera Q (warna kuning) diatas

panji pengganti ke satu (Kapal saya tersangka) atau Bendera Q

diatas bendera L (Kapal saya terjangkit).

35

Page 36: Na ruu karkes 19 juni2012

2. Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang

lain dengan jarak 2 meter yang tampak/dapat dilihat dari jarak 2 mil

d. Petugas karantina kesehatan naik ke atas kapal menggunakan APD

lengkap untuk melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan

lainnya yang diperlukan serta melakukan pengobatan penderita secara

cepat dan tepat. Jika penumpang dan/atau crew suspek PHEIC dilakukan

rujukan ke Rumah Sakit rujukan.

e. Jika ditemukan kasus suspek PHEIC di dalam kapal maka penumpang

yang sehat dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali masa

inkubasi dan kapal tidak boleh berlayar selama tindakan karantina

berlangsung.

f. Terhadap kapal dilakukan tindakan disinfeksi, disinseksi dan fumigasi

setelah masa karantina selesai.

36

Page 37: Na ruu karkes 19 juni2012

3. Pada Saat Kedatangan

a. Dari Negara/wilayah/Pelabuhan Sehat

Upaya pencegahan terhadap orang, barang dan kapal yang datang

dari pelabuhan sehat dilakukan melalui pemeriksaan rutin

kekarantinaan.

Kegiatan ini meliputi melihat ada/tidaknya pelanggaran kekarantinaan,

pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina kesehatan kapal dan

pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar pertimbangan utama untuk

diberikannya sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique).

Untuk memperoleh sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique),

nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan kepada Kantor

Kesehatan Pelabuhan.

Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina dan

mematuhi tanda – tanda dan/atau isyarat karantina kapal yang

ditetapkan dalam undang –undang yaitu:

a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).

b. Kapal harus menaikan isyarat karantina:

Siang hari :

Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin

karantina

Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka

Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.

Malam hari :

Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum

1,8 meter dan kelihatan/tampak dari jarak 2 mil: Saya belum

mendapat izin karantina

c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan

dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum

memperoleh sertifikat izin karantina

Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan dan

melengkapi dokumen karantina kesehatan kapal.

Dokumen karantina kesehatan yang dimaksud harus lengkap dan

masih berlaku, yang meliputi : Maritim Declaration of Health (MDH),

Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC) / Ship

37

Page 38: Na ruu karkes 19 juni2012

Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month Extension

Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan, International Certificate of

Vaccination or Prophylaxis, Cerificate of Medicine/ Sertifikat P3K

kapal, Health Alert Card (HAC), Crew list, Cargo list, Voyage of

Memmo/List Port of Call, General Nil List.

b. Dari Pelabuhan yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah

Episenter PHEIC

Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap

orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua

dokumen karantina kesehatan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelola kapal laut dapat

memperoleh informasi tentang hal-hal yang dimaksud melalui agen-

agen/perusahaan pelayaran, Duta Besar Republik Indonesia di luar

negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia.

Petugas Karantina kesehatan dalam melakukan tindakan

kekarantinaan terhadap kedatangan kapal yang berasal dari pelabuhan

yang memiliki akses dengan wilayah episenter PHEIC menerapkan

prosedur sebagai berikut :

a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).

b. Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh

suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal

dengan suatu isyarat karantina:

Siang hari

Bendera Q (kuning) artinya kapal saya sehat atau saya minta

izin karantina

Bendera Q di atas panji pengganti ke satu: Kapal saya

tersangka

Bendera Q di atas bendera L kapal saya terjangkit.

Malam hari

Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak dengan 2

meter yang tampak dari jarak 2 mil.

38

Page 39: Na ruu karkes 19 juni2012

c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan

dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan

sebelum memperoleh surat izin karantina

d. Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah

dilakukan pemeriksaan dokumen Karantina Kesehatan (MDH,

SSCEC/SSCC, ICV, Sertifikat P3K Kapal, Buku Kesehatan Kapal,

Crew List, List Port of Call, General Nil List ) yang dibuktikan

dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kapal dan/atau

penumpang kapal, serta kondisi lingkungan di atas kapal dan

dinyatakan bebas faktor risiko.

e. Jika terdapat penumpang dan/atau awak kapal yang suspek, maka

orang tersebut dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi.

Kepada Awak kapal dan/atau Penumpang lainnya yang sehat

dilakukan tindakan karantina. Selanjutnya kepada kapal tersebut

dilakukan tindakan disinseksi (hapus serangga) dan desinfeksi

(hapus kuman penyakit) dan kapal diberikan Certificate of pratique

dengan restrected pratique (izin terbatas karantina), setelah

semuanya clear, kemudian diberikan certificate of pratique dengan

free pratique (izin bebas karantina)

f. Lamanya tindakan karantina tergantung dari lamanya perjalanan,

mulai dari pelabuhan yang terakhir terjangkit ke pelabuhan

berikutnya dan mulai sakitnya kasus suspek :

Kedatangan Kapal dari wilayah/ negara terjangkit/ episenter yang

sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang tidak membawa

suspek

a. Petugas karantina kesehatan dengan menggunakan APD lengkap

naik ke atas Kapal untuk memeriksa penumpang dan/atau awak

kapal, apakah ada penumpang dan/atau awak kapal sakit secara

visual dan memeriksa dokumen MDH.

b. Jika tidak ada penumpang dan/atau awak kapal yang terlihat sakit,

maka kapal diperbolehkan sandar ke dermaga yang ditentukan

(dermaga yang harus steril) untuk menurunkan penumpang dan

barang.

39

Page 40: Na ruu karkes 19 juni2012

c. Penumpang dan/atau awak kapal turun dan dilakukan screning

dengan menggunakan alat pemindai suhu/Thermal Scanner dan

pemeriksaan HAC yang sudah dibagikan dipelabuhan asal. Apabila

ada penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki HAC

maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan/atau awak

kapal.

d. Bila terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C, maka penumpang dan/atau

Awak kapal langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan

yang berada di dekat Thermal Scanner untuk dilakukan anamnesa

dan pemeriksaan fisik. Jika suspek (+) maka dirujuk ke RS rujukan,

dan barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi. Jika Suspek

(-) maka diobati oleh dokter karantina atau dirujuk ke Rumah Sakit.

Jika hasil pemeriksaan dokter bukan penyakit menular

diperbolehkan melanjutkan perjalanan.

Apabila terdeteksi memiliki keluhan penyakit berpotensi

PHEIC, maka dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika hasil pemeriksaan

dokter menyatakan suspek positif maka penumpang

dan/atau awak kapal tersebut dirujuk ke RS rujukan dengan

menggunakan mobil evakuasi penyakit menular. Bila hasil

pemeriksaan dokter menyatakan suspek negatif, maka

penumpang dan/atau awak kapal tersebut diobati oleh dokter

karantina dan/atau dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.

Penumpang dan/atau Awak kapal yang tidak memiliki keluhan

tetapi ada riwayat kontak maka penumpang dan/atau awak

kapal tersebut dilakukan tindakan karantina kesehatan selama

2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis selama 10 hari

di Asrama Karantina kesehatan.

Penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki keluhan

dan tidak ada riwayat kontak, maka penumpang dan/atau

awak kapal tersebut di perbolehkan melanjutkan perjalanan

e. Apabila suhu tubuhnya < 38°C, maka dilakukan analisa

terhadap HAC yang dibawa oleh penumpang dan/atau awak

40

Page 41: Na ruu karkes 19 juni2012

kapal dan diseleksi apakah ada riwayat kontak dan memiliki

keluhan penyakit berpotensi PHEIC.

Kedatangan Kapal dari Wilayah / Negara terjangkit/episenter yang

sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang ada kasus suspek

a. Kapten Kapal melakukan kontak dengan petugas karantina

kesehatan melalui radio komunikasi/radio pratique/portnet dan

memberitahukan bahwa kapal membawa penumpang dan/atau

awak kapal yang sakit dan datang dari negara terjangkit

b. Kemudian Petugas karantina kesehatan yang ada dipelabuhan laut

dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Kapal untuk

memeriksa penumpang dan/atau awak kapal yang sakit.

c. Jika Penumpang dan/atau awak kapal yang sakit dicurigai suspek

PHEIC, maka diturunkan kedarat dengan menggunakan

Speedboat Ambulans Evakuasi Penyakit Menular. Selanjutnya di

rujuk ke Rumah Sakit rujukan dengan menggunakan Ambulans

evakuasi Penyakit menular.

d. Seluruh penumpang dan/atau awak kapal yang berada dalam kapal

tersebut tidak diperbolehkan turun dan dilakukan tindakan

karantina di atas kapal selama 2 kali masa inkubasi (terhitung

dari mulainya sakit kasus suspek di kapal tersebut) dengan

kapal pada Zona Karantina dan seluruh penumpang dan/atau awak

kapal diberi profilaksis antiviral selama 10 hari.

e. Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan

menggunakan APD lengkap dan diberikan profilaksis antiviral

selama 10 hari

f. Apabila selama masa karantina, ditemukan kasus suspek baru,

maka dilakukan tatalaksana kasus seperti kasus suspek

g. Setelah masa karantina berakhir dan tidak ditemukan suspek baru,

maka kapal boleh sandar dan seluruh penumpang dan/atau awak

kapal diperbolehkan turun dari kapal

h. Selanjutnya kapal beserta muatannya dilakukan tindakan disinfeksi.

41

Page 42: Na ruu karkes 19 juni2012

i. Kebutuhan hidup penumpang dan/atau awak kapal selama

dilakukan tindakan kekarantinaan dipenuhi oleh negara.

Kedatangan Kapal dari wilayah/daerah/negara terjangkit/episenter

yang sudah menempuh ≤ 2 kali masa inkubasi

Tindakan sama dengan Kedatangan Kapal dari daerah / negara

terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi

di atas, hanya berbeda dalam lamanya masa karantina ialah :

1. Jika Tidak ada yang sakit maka lamanya masa karantina

adalah 2x masa inkubasi dikurangi lamanya perjalanan

2. Jika diketemukan kasus suspek, maka lamanya masa

karantina adalah terhitung dari mulainya sakit kasus suspek di

kapal tersebut

Administasi karantina kesehatan harus menyarankan kepada

Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri tentang keadaan kesehatan

di Indonesia untuk menjamin kedatangan wisatawan yang potensial

dari manca negara. Untuk itu Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia melalui Nasional Focal point IHR (2005) menginformasikan

situasi kesehatan melalui media elektronik atau melalui website

(www.karantina kesehatan.net )

D.3. Pos Lintas Batas Darat (PLBD)

1. Pada Saat Keberangkatan

a. Pada PLBD Sehat

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan secara terus

menerus terhadap keberangkatan alat angkut, orang dan barang

dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan

memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak

alat angkut yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.

Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa

Surat Keterangan Hapus Serangga, Surat Keterangan Hapus

Kuman Penyakit, Surat Keterangan Kesehatan OMKABA untuk

42

Page 43: Na ruu karkes 19 juni2012

barang serta Sertifikat Vaksinasi International bagi negara yang

mensyaratkan ICV atau profilaksis.

b. Pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah episenter

PHEIC

Pengawasan pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah

episenter PHEIC dibagi dalam 2 area, yakni di Ring II dan di Ring I.

Pengawasan di Ring II : Lokasi area parkir PLBD

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan daftar

penumpang disesuaikan dengan identitas awak angkut, penumpang

dan pengantar yang berada dalam satu kenderaan darat didampingi

petugas Kepolisian dan TNI

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya alat angkut, orang

dan barang yang berasal dari epicenter PHEIC didampingi petugas dari

Kepolisian dan TNI

Orang yang berasal dari epicenter PHEIC tidak diperkenankan keluar

melalui PLBD, orang tersebut dikembalikan kedaerah asalnya dengan

dilengkapi APD.

Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC

dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi sebelum dikembalikan.

Terhadap orang yang suspek PHEIC diisolasi/ dirujuk ke Rumah Sakit

Rujukan penyakit menular.

Penumpang lain yang bukan berasal dari episenter PHEIC

diperbolehkan memasuki area Ring I.

Pengawasan di Ring I : Lokasi Pintu Gerbang Masuk

Area Ring I merupakan wilayah steril PLBD

Petugas karantina kesehatan memberikan formulir Health Alert Card

(HAC) terhadap penumpang untuk diisi dan kemudian petugas

melakukan penyeleksian penumpang melalui HAC tersebut

Jika ditemukan orang yang bukan berasal dari episenter PHEIC tapi

dalam 7 hari terakhir pernah memasuki daerah episenter PHEIC maka

43

Page 44: Na ruu karkes 19 juni2012

dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi di wilayah

PLBD atau asrama karantina kesehatan.

Terhadap penumpang lain dilakukan pemeriksaan suhu tubuh

penumpang

Jika ditemukan suhu tubuh di atas 38 oC dilakukan pemeriksaan medis

di poliklinik karantina kesehatan. Jika ternyata orang tersebut Suspek

PHEIC maka dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.

Dan terhadap orang yang kontak erat dengan penumpang yang sakit

tersebut, maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa

inkubasi di wilayah PLBD atau di asrama karantina kesehatan.

Kegiatan di asrama karantina kesehatan berupa pemantauan suhu

tubuh dan pemberian profilaksis

Penumpang lain diperkenankan berangkat melalui PLBD dengan

membawa HAC yang telah diisi.

2. Pada Saat Kedatangan

a. Dari PLBD Sehat

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan alat angkut, orang

dan barang secara terus menerus terhadap kedatangan alat angkut

dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan

memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak

angkutan yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap

penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan

melewati pos karantina kesehatan

Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa Surat

keterangan Hapus Serangga (Disinseksi), Surat Keterangan Hapus

Kuman Penyakit (Disinfeksi), Surat Keterangan Kesehatan OMKABA dan

International Certificate of Vaccination dan atau Profilaksis.

Jika ada penumpang yang dicurigai menderita (suspek) PHEIC, maka

terhadap orang tersebut dilakukan tindakan isolasi dan terhadap

44

Page 45: Na ruu karkes 19 juni2012

penumpang sehat lainnya dilakukan tindakan karantina selama dua kali

masa inkubasi diwilayah PLBD.

Terhadap alat angkut dan barang bawaan penumpang dilakukan tindakan

desinseksi, disinfeksi dan/atau dekontaminasi..

b. Dari PLBD yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap

penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan

melewati pos karantina kesehatan.

Petugas karantina kesehatan memeriksa dokumen penumpang

termasuk HAC yang dibawa dari negara asal. dan melakukan

pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang secara visual dan

pemeriksaan suhu tubuh.

Jika ditemukan alat angkut, orang dan barang yang berasal dari

negara terjangkit tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar PHEIC),

maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi

terhadap orang yang berasal dari negara terjangkit di wilayah PLBD

dan/atau di asrama karantina kesehatan.

Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari negara

terjangkit dilakukan desinseksi dan/atau disinfeksi dan/atau

dekontaminasi.

Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke PHEIC dalam

alat angkut maka suspek tersebut dilakukan tindakan isolasi dan

dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.

Terhadap penumpang lain yang sehat yang berada dalam satu

kenderaan tersebut dilakukan tindakan karantina selama dua kali

masa inkubasi.

Seluruh biaya penyelenggaraan akibat pelaksanaan karantina ini

menjadi tanggung jawab negara.

F. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di

Wilayah Yang Berpontensi atau Sedang Terjadi Episenter PHEIC

45

Page 46: Na ruu karkes 19 juni2012

Dalam IHR 2005 disebutkan bahwa seluruh negara anggota

Organisasi Kesehatan Dunia harus mampu mendeteksi dini dan merespon

cepat seluruh kejadian yang berpotensi PHEIC. Kemampuan deteksi dini dan

respon cepat tersebut harus bisa dimulai dari masyarakat, pelayanan

kesehatan setempat berjenjang sampai tingkat Pusat.

Tindakan penanggulangan episenter termasuk karantina rumah,

karantina wilayah adalah bagian dari respon cepat tersebut. Upaya Karantina

Kesehatan di wilayah meliputi :

Karantina Rumah

Karantina wilayah, termasuk pengawasan perimeter

Penemuan dan tatalaksana kasus

Rujukan dan isolasi kasus suspek

Surveilans Epidemiologi berupa pelacakan kasus dan kontak

Penyehatan lingkungan

Kewaspadaan universal

Penilaian cepat dan komunikasi risiko

F.1. Karantina Rumah

Tindakan karantina rumah dilaksanakan dalam suatu wilayah yang

berpotensi menjadi episenter PHEIC yaitu setelah ada sinyal awal adanya

penyakit menular yang dapat menyebabkan PHEIC setelah dilakukan

penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas

kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan di wilayah

tersebut, yang tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit.

Adapun indikasi rumah yang harus dikarantina adalah di dalam rumah

tersebut terdapat satu atau lebih kasus suspek PHEIC. Upaya yang dilakukan

terhadap rumah dan orang di dalamnya yang terindikasi adalah sebagai

berikut:

Kasus suspek PHEIC dirujuk ke RS

46

Page 47: Na ruu karkes 19 juni2012

Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut

dilakukan karantina rumah sesuai prosedur yang ditetapkan

Kebutuhan pokok selama masa karantina rumah di tanggung oleh

Pemerintah daerah

F.2. Karantina Wilayah

Tindakan karantina wilayah adalah bagian dari respon dalam

kapasitas utama pada wilayah semua jenjang administrasi sesuai yang

disyaratkan IHR 2005, yang mencakup surveilans, pelaporan, verifikasi,

respons dan kerjasama dalam kegiatan dengan WHO dan dunia

internasional dengan menggunakan mekanisme kesehatan yang ada.

Peningkatan kemampuan utama diwilayah tersebut menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, pemerintah daerah

dan melibatkan berbagai pihak yang terkait serta masyarakat. Apabila

dianggap perlu bisa diminta bantuan dunia internasional melalui WHO. Minta

bantuan kepada dunia internasional melalui WHO adalah sesuai dengan IHR

2005. Peningkatan kemampuan surveilans dalam rangka kewaspadaan dini

terhadap penyakit yang berpotensi KLB/wabah selama ini disempurnakan dan

diarahkan untuk bisa mendeteksi secara dini munculnya kejadian, penyakit

yang berpotensi PHEIC dengan menggunakan mengacu algoritma pada

lampiran 2 IHR 2005. Peningkatan tersebut terutama ditingkat lapangan

meliputi kemampuan petugas, mekanisme dan sarana komunikasi dalam

pelaporan serta Surveilans Epidemiologi harus berbasis masyarakat, maka

perlu peningkatan pemberdayaan masyarakat.

IHR 2005 Dalam Perspektif Pengamatan Penyakit dalam penerapan

IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif pengamatan

terhadap kejadian KLB yang berpotensi PHEIC ialah :

Deteksi dini kejadian KLB yang berpotensi PHEIC.

Pencatatan, penilaian dan pelaporan cepat

Respon cepat termasuk verifikasi, tatalaksana kasus, dan rujukan kasus

Kerjasama dengan WHO, negara lain, dan badan internasional

Containment (pengurungan/karantina)

47

Page 48: Na ruu karkes 19 juni2012

Tindakan Karantina Wilayah dilaksanakan dalam wilayah episenter

PHEIC dimulai setelah pemerintah menetapkan penanggulangan episenter

pada wilayah episenter PHEIC berdasarkan hasil verifikasi secara

epidemiologi dan laboratorium jika perlu bersama Organisasi Kesehatan

Dunia.

Pemerintah menetapkan batas wilayah penanggulangan berdasarkan

hasil verifikasi epidemiologis. Lamanya karantina wilayah tergantung

penyebabnya dan hasil analisa epidemiologi dan klinis yang ditetapkan oleh

pemerintah atas rekomendasi dari tim Penyelidikan Epidemiologi. Setelah 2

kali masa inkubasi dari kasus terakhir, maka tindakan karantina wilayah

dihentikan, tetapi surveilans epidemiologi aktif tetap dipertahankan selama

satu bulan.

Kegiatan Karantina wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat

angkut dan barang keluar dan kedalam suatu wilayah episenter PHEIC

melalui pengendalian perimeter dengan bantuan TNI dan POLRI,

Pembatasan kegiatan sosial dan keagamaan skala besar termasuk peliburan

sekolah, Dekontaminasi pada alat angkut dan barang serta penyehatan

lingkungan dalam wilayah episenter PHEIC.

Jika di wilayah episenter PHEIC terdapat wisatawan baik asing

maupun domestik, maka dilakukan tindakan karantina terhadap para

wisatawan tersebut sesuai dengan prosedur, Apabila tidak memungkinkan

dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut di wilayah

episenter PHEIC, maka dapat dilakukan pemindahan wisatawan tersebut

untuk dikarantina di luar wilayah tersebut, dapat berupa hotel, mess dan lain-

lain yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan berkaitan dengan wisatawan

asing berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan kementerian luar negeri.

G. Karantina dan Isolasi Rumah Sakit

Dalam kondisi normal setiap RS khususnya RS rujukan penyakit

menular mempunyai ruang isolasi untuk pemeriksaan, pengobatan dan

perawatan pasien yang diduga maupun yang sudah pasti menderita penyakit

menular yang berpotensi menimbulkan KLB, Wabah , PHEIC

48

Page 49: Na ruu karkes 19 juni2012

Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata diduga

tidak mampu mencegah penularan penyakit sehingga diduga telah terjadi

penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi

tetapi masih didalam rumah sakit, indikasi hal ini karena adanya tenaga

medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit dengan diagnosa

sementara dugaan penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah

sakit tersebut harus diberlakukan karantina rumah sakit

Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata terbukti tidak

mampu mencegah penularan penyakit sehingga terbukti telah terjadi

penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi,

karena adanya tenaga medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit

dengan diagnosa pasti penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah

sakit tersebut harus diberlakukan isolasi rumah sakit

Bentuk pelaksanaan Karantina maupun isolasi RS :

RS ditutup untuk semua kasus kecuali kasus rujukan PHEIC dan kasus

emergency yang tidak mungkin ditolak dengan risiko setelah kedaruratannya

di atasi, pasien tersebut harus dikarantina juga.

Upaya Kewaspadaan di RS

Apabila RS merawat pasien kasus penyakit menular PHEIC atau

berpotensi PHEIC, maka sejak menerima pasien tersebut harus dilakukan

upaya kewaspadaan secara bertahap sebagai berikut :

1. Sejak merawat pasien yang diduga penyakit menular PHEIC atau

berpotensi PHEIC maka harus :

a. Mulai menghitung kebutuhan (need assessment) terhadap sumber

daya yang dibutuhkan bila ternyata harus diberlakukan karantina

maupun isolasi RS

b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka dihimbau

terhadap pasien tersebut dan keluarganya untuk rawat inap di RS

lain .

2. Apabila hasil laboratorium pasien yang

diduga penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC ternyata positip

maka ada peningkatan upaya yaitu:

49

Page 50: Na ruu karkes 19 juni2012

a. Mulai dipersiapkan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan

rencana operasional bila diberlakukan karantina maupun isolasi RS.

b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka pasien

tersebut dirujuk untuk rawat inap di RS lain

Pelaksanaan Penilaian Kebutuhan ( need assessment )

Petugas harus memahami secara detail pelaksanaan karantina maupun

isolasi RS , sehingga mampu menggali semua data dan informasi tentang

kebutuhan sumber daya misalnya kebutuhan hidup semua orang yang

dikarantina secara manusiawi, gudang logistik medis, non medis,

penempatan posko di RS, sarana akomodasi pengunjung RS dan petugas

yang harus dikarantina, pintu keluar masuk, serta dampak dari berbagai

aspek aktifitas sehari-hari yang mungkin timbul dan solusinya.

H. Pengawasan Karantina Kesehatan Di Terminal, Stasiun Kereta Api

Yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC

Setelah pemerintah menetapkan suatu wilayah dilakukan tindakan

karantina wilayah, maka masyarakat yang berada di wilayah tersebut tidak

diperbolehkan keluar masuk dari dan ke wilayah tersebut selama karantina

diberlakukan, dan orang yang berada di wilayah episenter PHEIC merupakan

faktor risiko yang dapat menyebarkan penyakit tersebut ke wilayah lain.

Untuk mencegah keluar masuknya masyarakat yang berada di

wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain, perlu dilakukan pengawasan yang

ketat di terminal dan stasiun kereta api yang merupakan akses untuk

meninggalkan wilayah tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar orang

yang berasal dari episenter PHEIC tidak meninggalkan wilayah tersebut dan

upaya mendukung dan memperlancar pemeriksaan di bandar udara,

pelabuhan dan PLBD.

Prinsip pengawasan di terminal bus, travel, dan stasiun Kereta Api

adalah selektif dan tidak menimbulkan kepanikan. Yang dimaksud selektif

ialah dilaksanakan di terminal bus dan stasiun sebagai berikut :

Dekat dengan wilayah episenter PHEIC

Punya akses langsung ke wilayah episenter PHEIC

Sebagai pintu keluar dan masuk dari dan ke pulau dan/atau negara .

50

Page 51: Na ruu karkes 19 juni2012

Pengawasan hanya terhadap keberangkatan .

Prioritas pemeriksaan secara ketat ditujukan terhadap kendaraan bus atau

Kereta Api yang akan bertujuan ke pintu keluar pulau atau luar negeri

(misalnya, angkutan bandara) dilarang menaikkan penumpang dalam

perjalanannya.

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :

Penyeleksian identitas seluruh orang yang memasuki terminal dan

stasiun kereta api,

Tindakan karantina terhadap orang yang sehat tapi berasal dari wilayah

episenter PHEIC

Tindakan isolasi bagi yang suspek penyebab PHEIC

Tindakan penyehatan terhadap alat angkut yang berasal dari wilayah

episenter PHEIC

I. Informasi Karantina Kesehatan

Informasi karantina kesehatan adalah laporan atau pemberitahuan

tentang keadaan suatu pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat atau

wilayah disuatu negara, yang menyatakan keberadaan wilayah atau

pelabuhan tersebut sehat atau terjangkit PHEIC.

Informasi Karantina kesehatan meliputi informasi tentang PHEIC,

penyakit menular tertentu dan lain-lain yang berkaitan dengan karantina

kesehatan. Informasi Karantina kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah

Negara Republik Indonesia dan/atau jajarannya, dengan luar negeri atau

badan Internasional yang bertanggung jawab tentang karantina kesehatan,

yang penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan Internasional, agar

dapat terlaksana pencegahan dan pemberantasan keluar masuknya PHEIC

dari dan/atau ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah membangun berbagai alat dan/atau media pelaporan

beserta mekanisme pelaksanaannya baik tingkat Pusat, wilayah/daerah dan

di unit pelabuhan, bandar udara dan pos litas batas darat serta penggunaan

berbagai jenis media cetak/elektronik untuk menjamin terlaksananya

informasi karantina kesehatan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selain

itu Pemerintah berkewajiban menerbitkan secara berkala bulletin yang

menyajikan informasi karantina kesehatan secara nasional yang

51

Page 52: Na ruu karkes 19 juni2012

berkesinambungan dan terus menerus. Bulletin tersebut disebarluaskan dan

dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia, Badan-badan kesehatan

Internasional antar negara, perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri,

agen perjalanan wisata Nasional/Internasional, serta unit-unit organisasi lain

yang memerlukan.

Pemerintah Indonesia ikut menandatangani IHR 2005, maka semua

mekanisme dalam IHR 2005 tersebut diterapkan dalam Rancangan Undang-

Undang Karantina Kesehatan selama tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Penanggung jawab alat angkut, petugas di pelabuhan, bandar udara

dan pos lintas batas darat serta pemakai jasa pelabuhan, bandar udara dan

pos lintas batas darat apabila mengetahui atau patut mengetahui adanya

tersangka penderita PHEIC dan atau barang yang dicurigai harus melapor

selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) jam sejak diketahuinya

kejadian tersebut kepada pejabat karantina kesehatan di pelabuhan, bandar

udara dan pos lintas batas darat

Laporan PHEIC menurut data epidemiologi meliputi waktu, tempat dan

penderita, secara rinci pedomannya ditetapkan oleh Menteri yang

membidangi kesehatan. Pada pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas

darat yang belum mempunyai pejabat karantina kesehatan laporan

disampaikan kepada penguasa pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas

darat untuk diteruskan kepada unit pelayanan kesehatan terdekat. Pejabat

karantina kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat

dan/atau unit pelayanan kesehatan segera melaporkan adanya tersangka

penderita PHEIC kepada Menteri melalui unit karantina kesehatan yang

membina wilayah tersebut.

Unit pelayanan kesehatan tersebut (misalnya Puskesmas)

bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan upaya karantina kesehatan,

serta meneruskan laporan tersebut lebih lanjut kepada unit karantina

kesehatan terdekat yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepada

Menteri.

J. Jejaring Kerja Karantina Kesehatan

Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan berdasarkan tempat dibagi 2 :

52

Page 53: Na ruu karkes 19 juni2012

1. Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di pintu masuk :

Dibagi 2, yaitu :

a. Di dalam lingkungan pintu masuk :

Kantor Kesehatan Pelabuhan

Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Adbandara, Navigasi, Basarnas

Pengelola pintu masuk : Angkasa Pura, Pelindo, operator Swasta

Bea & Cukai

Imigrasi

Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan

Kemananan : TNI dan POLRI

Assosiasi Pelayaran

Assosiasi Penerbangan

TKBM

Dan instansi lainnya

b. Di luar pintu masuk:

Pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait

Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik

dan saryankes lainnya

Kantor Kesehatan Pelabuhan lainnya

Port Health Office di luar negeri

Keamanan : TNI dan POLRI

Badan-badan Internasional

Lembaga swadaya masyarakat

2. Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di wilayah

Puskesmas dan dinas-dinas terkait

Unit Pemerintahan mulai dari Toko Masyarakat, Toko

Agama, RT, RW, Dusun, Lurah/Desa, Camat, Kabupaten/ Kota,

Propinsi, Pusat

53

Page 54: Na ruu karkes 19 juni2012

Rumah Sakit dan sarana-sarana pelayanan kesehatan

Pemerintah dan swasta

TNI dan POLRI

LSM, Swasta, Organisasi Profesi

Badan-badan Internasional

Dukungan berbagai pihak tersebut di atas diatur dalam peraturan

perundang-undangan dan pelaksanaan di lapangan mengikuti sistem

komando dan koordinasi di bawah penanggungjawab pelaksanaan karantina

kesehatan setempat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Semua petugas

dari berbagai pihak tersebut di atas, dalam melaksanakan upaya

kekarantinaan mendapat jaminan perlindungan dari Pemerintah

K. Kelembagaan

Untuk menyelenggarakan karantina kesehatan Menteri dapat

membentuk pelaksana karantina kesehatan baik di Pusat, daerah di

pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat.

Kelembagaan yang dibentuk :

Tingkat Pusat ialah Badan Karantina Kesehatan

Tingkat Wilayah/Daerah ialah koordinator wilayah karantina kesehatan

(misalnya koordinator wilayah karantina kesehatan Indonesia Bagian

Barat/Tengah/Timur).

Tingkat Pelabuhan ialah Balai Besar/Balai Karantina Kesehatan dan

Tingkat Wilker ialah Stasiun Karantina Kesehatan

Organisasi tersebut haruslah mempunyai kewenangan dan

kemampuan secara Nasional dan Internasional dalam pencegahan keluar

masuknya penyakit dari dan ke Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

a. Organisasi tingkat pusat/Badan karantina kesehatan berwenang

melakukan pengaturan dan penetapan kebijaksanaan teknis karantina

kesehatan.

54

Page 55: Na ruu karkes 19 juni2012

b. Organisasi tingkat wilayah/daerah berkewenangan melakukan bimbingan

dan mengupayakan tersediaannya sumber daya (tenaga perawatan dan

lain-lain) diwilayahnya.

c. Organisasi tingkat pelabuhan/wilker berkewenangan melakukan kegiatan

teknis secara tepat dan melakukan program secara efektif dan effisien

55

Page 56: Na ruu karkes 19 juni2012

L. Ketenagaan

Penyelenggaraan upaya karantina kesehatan dilaksanakan oleh

tenaga karantina kesehatan yaitu tenaga kesehatan yang profesional dan

terlatih sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan berstatus Pegawai

Negeri Sipil. Tenaga yang profesional adalah tenaga yang telah berijazah

pendidikan formal pada bidang kesehatan dan telah mendapat pelatihan

teknis fungsional di dalam dan luar negeri, untuk menjamin kemampuan

(pengetahuan dan keterampilan) secara Internasional.

Pemerintah menjamin tersedianya tenaga untuk penyelenggaraan

upaya karantina kesehatan, melalui pendidikan, pelatihan serta bimbingan

dan pengawasan yang bermutu. Jenis tenaga yang diperlukan adalah tenaga

dalam bidang survailans, tenaga pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan

lingkungan, tenaga farmasi dengan kemampuan teknis yang memadai yang

diperoleh melalui pendidikan/pelatihan nasional dan internasional. Menteri

Kesehatan menetapkan tenaga karantina kesehatan yang bertugas

melakukan pengawasan untuk menjamin terselenggaranya semua kegiatan

upaya karantina kesehatan.

M. Tindakan Penyehatan Terhadap Alat Angkut TNI dan POLRI

Tindakan penyehatan terhadap alat angkut TNI dan/atau POLRI

berlaku pula ketentuan yang sama dengan alat angkut pada umumnya. Yang

dimaksud dengan alat angkut TNI dan/atau POLRI misalnya kapal perang,

kapal selam, pesawat angkut TNI dan/atau POLRI dan lainnya.

N. Biaya, Tunjangan dan Asuransi Risiko Kerja

Terhadap pelaksanaan tindakan penyehatan dipungut biaya yang

hasilnya dinyatakan sebagai pendapatan negara bukan pajak. Biaya tersebut

meliputi: biaya operasional petugas, biaya untuk bahan dan alat yang

dipergunakan dalam tindakan penyehatan.

Kepada petugas karantina kesehatan tertentu di pelabuhan, bandar

udara dan pos lintas batas darat diberikan tunjangan dan asuransi risiko

kerja. Tunjangan dan asuransi risiko kerja merupakan imbalan atas risiko

kecelakaan dan kerusakan organ perorangan yang dialami petugas pada

56

Page 57: Na ruu karkes 19 juni2012

pelaksanaan upaya karantina kesehatan dan tindakan penyehatan seperti

pada pengawasan dari pelaksanaan fumigasi, tertular penyakit pada saat

pelayanan penderita atau tersangka, jatuh ke laut pada saat melakukan

pengawasan/pemeriksaan kapal dalam karantina dan risiko kerja lainnya.

Yang dimaksud dengan petugas karantina kesehatan tertentu adalah

petugas karantina yang dalam melaksanakan tugasnya menanggung risiko

meninggal, cacat atau sakit, bertugas di pos lintas batas darat negara serta

kepulauan terpencil/ terluar .

Upaya karantina di lapangan banyak mengandung risiko kerja berhubung :

pekerjaan dilakukan di kapal/kendaraan;

lokasinya jauh dari daratan bahkan kadang terpencil;

waktu bekerja 24 jam;

peralatan perlu dioperasikan dengan penuh perhatian;;

bekerja menggunakan bahan berbahaya/ racun;

selalu bekerja dengan alat pengangkutan yang tidak memiliki safety

dan lain-lain.

Jadi kecelakaan kerja selalu mengancam, oleh karena itu bagi petugas

karantina perlu adanya tunjangan atau jika terjadi risiko kerja yang

membahayakan jiwa petugas atau berakibat cacat, maka perlu ada

kompensasi atau ganti rugi yang sepantasnya. Tarif, tunjangan dan asuransi

risiko kerja ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan persetujuan Menteri

Keuangan.

57

Page 58: Na ruu karkes 19 juni2012

Penyelenggaraan karantina di Indonesia terbagi dalam dua bagian besar

yaitu penyelenggaraan karantina kesehatan untuk penyakit yang berkaitan

dengan manusia dan praktik penyelenggaraan yang berkaitan dengan

penyakit hewan, ikan dan tumbuhan. Penyelenggaraan keduanya dilakukan

secara berbeda dan dilakukan oleh instansi yang berbeda-beda pula.

Praktik penyelenggaraan karantina kesehatan dilakukan oleh

kementerian Kesehatan, sedangkan penyelenggaraan karantina hewan dan

tumbuhan oleh Kementerian Pertanian serta penyelenggaraan karantina ikan

oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

2. Kondisi Hukum Saat ini

Pengaturan mengenai karantina kesehatan telah dilakukan sejak

masa Kolonial Belanda melalui ..... Quarantine. Kemudian pada tahun 1962

diterbitkan UU No.1 Tahun 1962 tentang Karantina laut dan UU No.2 Tahun

1962 tentang Karantina Udara. Pengaturan kedua undang-undang tersebut

masih didasarkan pada ISR (internasional sanitary regulation 1953). Dengan

dasar tersebut pengaturan karantina nasional dibuat. Akan tetapi sejak tahun

1968 ISR telah diganti dengan IHR (Internasional Health Regulation 1968).

Ketentuan-ketentuan dalam ISR telah berubah cukup drastis dengan

lahirnya IHR 1968. Perubahan-perubahan tersebut belum diadopsi dalam

peraturan perundang-undangan karantina nasional. Oleh karena itu sudah

selayaknya pengaturan nasional dibidang karantina kesehatan segera

dilakukan perubahan mengingat semakin besarnya kemungkinan penyebaran

penyakit menular akhir-akhir ini.

Di samping itu dalam pengaturan karantina kesehatan belum

mengatur karantina kesehatan di darat (wilayah perbatasan darat), untuk itu

pengaturan karantina di wilayah perbatasan darat.

3. Perbandingan Penyelenggaraan Karantina Kesehatan di Beberapa

Negara

a. Kawasan Asia Tenggara

4. Permasalahan Penyelenggaraan

58

Page 59: Na ruu karkes 19 juni2012

Bidang kesehatan termasuk salah satu dari urusan yang diserahkan

kepada daerah (otonomi) untuk menjadi urusan rumah tangga daerah.

Sementara penanganan karantina kesehatan memerlukan koordinasi secara

komprehensif dari Pusat hingga daerah. Permasalahannya adalah koordinasi

antara Pusat dan daerah dibidang karantina kesehatan masih sangat lemah.

D. Implikasi

1. Hukum

Pengaturan karantina kesehatan apakah akan disatukan dengan

pengaturan karantinan hewan, ikan dan tumbuhan. Hal ini penting karena

penyebaran penyakit kepada manusia dapat berasal dari hewan, ikan dan

tumbuhan sangat memungkinkan.

2. Keuangan Negara

Pada dasarnya dengan adanya ketentuan baru, apakah diperlukan

adanya pembentukan tempat karantina baru atau justru pembatasan tempat

pemasukan atau pengeluaran barang atau orang, semuanya perlu antisipasi

pembiayaannya.

Pemberian tunjangan resiko bagi pegawai yang ditempatkan perlu

diketahui apa saja pembiayaan yang diperlukan dan mengapa.

3. Sosial

Adanya kemungkinan pemeriksaan yang lebih ketat atau pembatasan

tempat pemasukan dan pengeluaran barang, apakah dampaknya bagi

masyarakat.

59

Page 60: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Tinjauan Umum Undang-Undang Nomor 1 dan 2 Tahun 1962

A.1 Pengertian

1. Pengertian-pengertian tentang Karantina Lauti

a. Penyakit karantina ialah :

Pes (Plaque)

Kolera (Cholera)

Demam kuning (Yellow fever)

Cacar (Smallpox)

Typhus bercak wabah - Typhus

exanthematicus infectiosa (Louse borne Typhus)

Demam balik-balik (Louse borne

Relapsing fever)

b. Masa tunas penyakit karantina ialah untuk :

Pes : 6 hari

Kolera : 5 hari

Demam kuning : 6 hari

Cacar : 14 hari

Typhus bercak wabah : 14

hari

Demam balik-balik : 14 hari

c. Tindakan karantina : ialah tindakan-tindakan terhadap kapal beserta

isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan

penjalaran penyakit karantina.

d. Dalam karantina : ialah suatu keadaan kapal yang berada di suatu

tempat yang tertentu untuk dapat menyelenggarakan tindakan karantina.

e. Isyarat karantina : ialah isyarat menurut buku “Peraturan Isyarat

Internasional”.

60

Page 61: Na ruu karkes 19 juni2012

f. Pemeriksaan kesehatan : ialah pengunjungan dan pemeriksaan

kesehatan oleh dokter pelabuhan dan/atau stafnya terhadap keadaan

kapal dengan isinya.

g. Wabah : ialah penjalaran atau penambahan banyaknya peristiwa

penyakit karantina.

h. Seorang terjangkit : ialah seorang yang menderita atau yang dianggap

oleh dokter pelabuhan menderita penyakit karantina.

i. Seorang tersangka : ialah seorang yang dianggap oleh dokter

pelabuhan telah mengalami kemungkinan ketularan suatu penyakit

karantina.

j. Pelabuhan : ialah suatu daerah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai

tempat kapal berlabuh.

k. Kapal : ialah semua alat pengangkut, juga termasuk kepunyaan

Angkatan Bersenjata, yang dapat berlayar

l. Awak kapal : ialah para pegawai suatu kapal yang dipekerjakan untuk

bertugas di atasnya.

m. Dokter pelabuhan : ialah dokter yang berwenang untuk menjalankan

Undang-undang ini.

n. Isolasi : ialah pengasingan seseorang atau beberapa orang dari yang

lain dalam suatu stasiun karantina, rumah sakit, atau tempat lain oleh

dokter pelabuhan untuk mencegah penularan penyakit.

o. Pengawasan : ialah suatu tindakan karantina yang mewajibkan

seseorang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga ia dapat

melanjutkan perjalanannya.

p. Surat keterangan kesehatan : ialah keterangan kesehatan yang harus

diberikan kepada dokter pelabuhan oleh nahkoda mengenai keadaan

kesehatan di kapal yang memenuhi syarat-syarat internasional.

2. Pengertian-pengertian tentang Karantina Udara

a. Penyakit karantina ialah :

Pes (Plaque)

Kolera (Cholera)

Demam kuning (Yellow fever)

Cacar (Smallpox)

61

Page 62: Na ruu karkes 19 juni2012

Typhus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse

borne Typhus)

Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever)

b. Masa tunas penyakit karantina ialah untuk :

Pes : 6 hari

Kolera : 5 hari

Demam kuning : 6 hari

Cacar : 14 hari

Typhus bercak wabah : 14 hari

Demam bolak-balik : 8 hari

c. Tindakan karantina : ialah tindakan-tindakan terhadap pesawat udara

beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan

penjalaran penyakit karantina.

d. Dalam karantina : ialah suatu keadaan pesawat udara yang berada di

suatu tempat yang tertentu untuk dapat menyelenggarakan tindakan

karantina.

e. Isyarat karantina : ialah isyarat menurut buku “Peraturan Isyarat

Internasional”.

f. Pemeriksaan kesehatan : ialah pengunjungan dan pemeriksaan

kesehatan oleh dokter pelabuhan dan/atau stafnya terhadap keadaan

pesawat udara dengan isinya.

g. Wabah : ialah penjalaran atau penambahan banyaknya peristiwa

penyakit karantina.

h. Seorang terjangkit : ialah seorang yang menderita atau yang dianggap

oleh dokter pelabuhan menderita penyakit karantina.

i. Seorang tersangka : ialah seorang yang dianggap oleh dokter

pelabuhan telah mengalami kemungkinan ketularan suatu penyakit

karantina.

j. Pelabuhan udara : ialah suatu daerah (di daratan/di air/di sungai) yang

ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat untuk berlabuh sebuah

pesawat udara, baik untuk mendarat maupun untuk bersinggah dalam

perjalanan internasional.

62

Page 63: Na ruu karkes 19 juni2012

k. Pesawat udara : ialah semua alat pengangkut (juga termasuk kepunyaan

Angkatan Bersenjata) yang dapat bergerak dari atas tanah/air, ke

udara/ke ruang angkasa atau sebaliknya.

l. Awak pesawat udara : ialah orang-orang yang mempunyai tanda bukti

kecakapan dan melakukan tugas tertentu yang berhubungan dengan

operasi pesawat udara selama penerbangan.

m. Syahbandar: ialah seorang yang mempunyai tugas dan wewenang

penuh dalam penguasaan dan pengawasan pelabuhan udara/lapangan

terbang mengenai semua aspek-aspeknya.

n. Dokter pelabuhan : ialah dokter yang berwenang untuk menjalankan

Undang-undang ini.

o. Daerah rentan demam kuning : ialah suatu daerah dimana tidak ada

virus demam kuning, tetapi ada vektornya yang dapat menjalarkan

penyakit tersebut, jika virus itu dimasukkan.

p. Isolasi : ialah pengasingan seseorang atau beberapa orang dari yang

lain dalam suatu stasiun karantina, rumah sakit, atau tempat lain oleh

dokter pelabuhan untuk mencegah penularan penyakit.

q. Pengawasan karantina : ialah suatu tindakan karantina yang

mewajibkan seseorang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga ia

dapat melanjutkan perjalanannya.

r. Surat keterangan kesehatan pesawat udara : ialah keterangan

kesehatan yang harus diberikan kepada dokter pelabuhan oleh nahkoda

mengenai keadaan kesehatan di pesawat udara yang memenuhi syarat-

syarat internasional

B. Undang-Undang Yang Terkait Dengan Karantina Kesehatan

B.1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit

Menular

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 Bab I, Pasal 1 yang

dimaksud wabah adalah kejadian berjangkitnya status penyakit menular

dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata

melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta

dapat menimbulkan petaka. Sementara menurut Peraturan Pemerintah

63

Page 64: Na ruu karkes 19 juni2012

Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular

dalam Bab I, Pasal 1 (7) Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau

meningkatnya kejadian kesakitan / kematian yang bermakna secara

epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan

keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

Adapun menurut sumbernya secara garis besar KLB dapat

digolongkan sebagai berikut:

a. KLB yang bersumber dari manusia, misalnya melalui muntahan, tinja dan

air seni

b. KLB yang bersumber dari kegiatan manusia misalnya pencemaran,

tempe bongkrek

c. KLB yang bersumber dari binatang & serangga misalnya binatang

piaraan, ikan, binatang mengerat, lalat, kecoa

d. KLB yang bersumber dari air mislanya vibrio, salmonella

e. KLB yang bersumber dari makanan/minuman misalnya keracunan.

Peran hewan dalam menimbulkan KLB ternyata sangat besar, baik

penyakit-penyakit klasik yang ditularkan melalui binatang seperti penyakit

DBD, Malaria, Rabies, Pes maupun penyakit yang relatip baru ditemukan

seperti Avian Influenza.

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 Bab V Pasal 5 ayat 1

tentang Upaya penanggulangan Wabah meliputi:

a. Penyelidikan epidemiologi

b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk

karantina.

c. Pencegahan dan pengebalan

d. Pemusnahan penyebab penyakit

e. Penanganan jenazah akibat wabah

f. Penyuluhan kepada masyarakat

g. Upaya penanggulangan lainya.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991,

Pasal 20 disebutkan bahwa upaya penanggulangan KLB diperlakukan sama

dengan upaya penanggulangan wabah.

64

Page 65: Na ruu karkes 19 juni2012

Terkait dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam hal

penanggulangan wabah atau KLB dapat disampaikan beberapa hal sebagai

berikut:

a. Penyelidikan epidemiologi

Tindakan penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui sebab

penyakit, menentukan faktor risiko, mengetahui kelompok masyarakat

yang rentan / terancam serta menentukan cara penanggulangan. Dalam

hal faktor risiko sangat mungkin faktor risiko tersebut terdapat pada

hewan ikan atau tumbuhan. Sebagai contoh pada saat KLB Avian

Influenza pada manusia, maka salah satu faktor risikonya adalah

binatang unggas. Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan melalui

pengumpulan data kesakitan maupun kematian, pemeriksaaan klinis

maupun laboratorium serta pemeriksaan terhadap makluk/benda lain

yang diduga mengandung penyebab penyakit termasuk hewan, ikan dan

tumbuhan.

b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita

termasuk karantina.

Pemeriksaan dan isolasi, karantina perlu dilakukan bila ada ancaman

kemungkinan penyebaran penyakit tersebut ke daerah lain. Bahkan

sangat dimungkinkan diilakukan karantina wilayah bagi suatu daerah

apabila memang dianggap perlu. Upaya ini dilakukan untuk mencegah

keluar masuknya penyakit dari atau ke suatu daerah.

c. Pemusnahan penyebab penyakit

Upaya pemusnahan terhadap penyebab penyakit dapat dilakukan

terhadap:

Bibit penyakit atau kumannya

Hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda lain yang mengandung bibit

penyakit

Perlu diperhatikan bahwa upaya pemusnahan harus dilakukan dengan

cara tidak merusak lingkungan dan tidak menyebabkan tersebarnya bibit

penyakit.

65

Page 66: Na ruu karkes 19 juni2012

B.2.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

istilah karantina terdapat di bagian kedelapan tentang pemerantasan

penyakit. Pasal 30 berbunyi pemberantasan penyakit menular dilaksanakan

dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan

sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain yang

diperlukan. Sedangkan Pasal 31 Pemberantasan penyakit menular yang

dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dari 2 (dua) pasal ini

tergambar bahwa upaya karantina lebih ditekankan pada jenis-jenis penyakit

menular yang dapat / berpotensi dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa

(KLB) atau Wabah. Adapun tentang penanggulangan wabah diatur secara

rinci dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 serta Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 1991. Adapun khusus tentang karantina maka di sektor

kesehatan terdapat dua undang-undang yang mengatur karantina

sehubungan dengan upaya mencegah keluar dan masuknya penyakit.

Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara.

B.3.Keterkaitan Antara Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang

Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Undang-undang Nomor 1

Tahun 1962 Tentang Karantina Laut dan Undang-undang Nomor 2

Tahun 1962 Tentang Karantina Udara

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 mengatur mengenai

Karantina, yaitu pada Pasal 20 ayat (2), di mana dalam penjelasannya

disebutkan Karantina merupakan salah satu upaya pencegahan masuknya

penyakit hewan. Sementara dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992

disebutkan pada Pasal 1 point 2 "Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan

adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama

dan penyakit hewan."

Pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 dalam Pasal 20 ayat (1)

66

Page 67: Na ruu karkes 19 juni2012

disebutkan mengenai "penolakan penyakit hewan" yang meliputi kegiatan-

kegiatan penolakan penyakit hewan. "Penolakan penyakit hewan" di sini

dimaksudkan sebagai suatu subsistem dari "sistem kesehatan hewan".

Kemudian dijabarkan dalam penjelasan bahwa subsistem penolakan meliputi

hal-hal sebagai berikut:

a. pelarangan masuknya jenis ternak tertentu dari daerah tertentu yang

terkenal sebagai sumber sesuatu penyakit;

b. pelarangan pemasukan bahan-bahan makanan berasal dari ternak yang

dapat dianggap sebagai bahan penyebar penularan, begitu juga alat-alat

yang dapat dipakai pemiaraan hewan, seperti pakaian, tali dan lain-

lainnya, makanan ternak seperti rumput (kering), makanan penguat dan

lain-Iainnya, atau bagian-bagian hewan seperti kulit, tulang, bulu, dan

lain-Iainnya;

c. pemeriksaan kapal-kapal yang akan berlabuh.

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 pada Pasal

10 huruf a jo Pasal 11 terdapat istilah pemeriksaan yang dapat diartikan

pemeriksaan terhadap dokumen dan media pembawa penyakit hewan yang

ada di atas kapal yang akan berlabuh. Selain itu pada Pasal 10 huruf f jo

Pasal 15 terdapat tindakan penolakan yang baru dilakukan apabila tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15.

Dari beberapa hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian istilah

“penolakan” di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 dan Undang-

undang Nomor 16 Tahun 1992 mempunyai makna yang berbeda:

a. "penolakan" dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 dimaksudkan

sebagai salah satu subsistem dari sistim kesehatan hewan, yang artinya

"karantina hewan".

b. "penolakan" dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 dimaksudkan

sebagai salah satu "tindakan karantina", yang dilakukan mana kala:

1) Setelah dilakukan pemeriksaan diatas alat angkut, tertular hama dan

penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah,

atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang

pemasukannya;

2) Persyaratan a) dilengkapi sertifikat kesehatan dan dari negara/area

asal; b) melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; c)

67

Page 68: Na ruu karkes 19 juni2012

dilaporkan dan serahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat

pemasukan untuk keperluan tindakan karantina; tidak seluruhnya

dipenuhi;

3) Setelah dilakukan penahanan pasca pemeriksaan dokumen,

keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi dalam batas waktu

yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi; atau

4) Setelah diberi perlakuan diatas alat angkut, tidak dapat

disembuhkandan/atau disucihamakan dari hama dan penyakit hewan

karantina.

Oleh karena itu, dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang

Nomor 16 Tahun 1992 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000

tentang Karantina Hewan (Pasal 96), ketentuan yang mengatur penolakan

dan karantina hewan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977

(peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967) tentang

Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan

dinyatakan tidak berlaku. Jadi secara kesisteman, “penolakan dari karantina

hewan" merupakan salah satu subsistem dari sistim kesehatan hewan yang

diatur di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967, namun segala sesuatu

mengenai karantina hewan telah diatur dalam suatu Undang-undang yaitu

Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992.

Memang betul bahwa ketentuan Peraturan Pemerintah (Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000) tidak dapat mengubah ketentuan

Undang-undang (dalam hal ini Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967). Tapi

berdasarkan asas ius apriori derogat ius posteriori (ketentuan Undang-

undang yang baru mengalahkan ketentuan Undang-undang yang lebih lama).

Ketentuan-ketentuan tentang penolakan dan karantina dalam Undang-undang

Nomor 6 Tahun 1967 tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-

undang Nomor 16 Tahun 1992.

B.4.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

68

Page 69: Na ruu karkes 19 juni2012

Keimigrasian, yaitu masalah lalu lintas orang masuk atau ke luar

wilayah negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah

Indonesia.1

Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 poin 15 disebutkan bahwa

“Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing

yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian

lainnya.

Selanjutnya, pada poin 16 disebutkan bahwa “Pengusiran atau

deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia

karena keberadaannya tidak dikehendaki”.

B.5.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Undang-undang ini mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup

agar dapat dimanfaatkan secara lestari dan terjaga fungsinya sehingga dapat

mensejahterakan kehidupan rakyat Indonesia. Dalam batang tubuhnya

mengatur pula mengenai sanksi bagi orang atau badan hukum yang dalam

kegiatannya merusak lingkungan, sanksi tersebut melingkupi sanksi

administratif maupun sanksi pidana.

Beberapa ketentuan yang terkait adalah sebagai berikut:

a. Pasal 6 ayat (1)

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan

hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan

lingkungan hidup.

b. Pasal 6 ayat (2)

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban

memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan

lingkungan hidup.

c. Pasal 8 ayat (2) huruf b

1 R. Falix Hadi Mulyanto dan Endar Sugiarto, Pabean Imigrasi dan Karantina, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 35.

69

Page 70: Na ruu karkes 19 juni2012

Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan

hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber

daya genetika.

d. Pasal 8 ayat (2) huruf c

Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau

subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya

alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetik.

Keterkaitan antara undang-undang ini dengan perlindungan varietas

tanaman adalah bahwa dalam pembuatan suatu varietas baru diperlukan

sumber daya genetik tanaman yang dapat berasal dari alam, penggunaan

sumber daya genetik tanaman ini jangan sampai merusak ekosistem alami di

mana sumber daya genetik tersebut berada. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa keterkaitan yang paling erat adalah bahwa penggunaan

sumber daya genetik untuk kepentingan pemuliaan jangan sampai merusak

lingkungan (mengubah keseimbangan ekosistem). Selain itu undang-undang

ini juga mengatur hubungan hukum antara orang dan subyek hukum, yaitu

dalam penggunaan sumber daya genetik tanaman untuk pemuliaan tanaman

harus pula memperhatikan hak ekonomi dari masyarakat yang secara turun

temurun telah membudidayakan sumber daya genetik tanaman tersebut.

B.6.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Keterkaitan undang-undang ini dengan perlindungan varietas tanaman

adalah bahwa dalam Pasal 8 undang-undang ini diatur pula mengenai

penggunaan hutan sebagai tempat penelitian dan pengembangan, karena

pemuliaan dalam rangka perakitan suatu varietas baru harus melalui proses

penelitian dan pengembangan. Selain di dalam hutan lindung juga merupakan

tempat di mana sumber daya genetik bagi perakitan suatu varietas baru dapat

ditemukan. Undang-undang ini tidak melarang malahan mendorong agar

dilakukan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat di bidang kehutanan. Keterkaitan yang erat

adalah pada sumber daya genetik yang ada di dalam hutan yang dapat

menjadi bahan bagi perakitan suatu varietas baru.

70

Page 71: Na ruu karkes 19 juni2012

B.7.Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan

Varietas Tanaman

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perlindungan Varietas

Tanaman terlebih dahulu harus diketahui beberapa peraturan perundang-

undangan yang sudah ada yang terkait dengan perlindungan varietas

tanaman. Seperti diketahui dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000

tentang Perlindungan Varietas Tanaman secara umum diatur mengenai

perlindungan terhadap hak intelektual dari pemulia tanaman. Walaupun

secara asas pengaturan hak PVT ini hampir sama dengan pengaturan di

bidang Paten namun ada beberapa hal yang secara khusus karena sifatnya

sehingga diatur berbeda dengan ketentuan yang ada di dalam Paten,

berkaitan dengan hal tersebut perlu untuk melihat beberapa peraturan

perundang-undangan yang terkait khususnya di bidang pertanian.

Beberapa perundangan yang terkait di bidang pertanian adalah:

a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman.

b. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International

Treaty on Plant Genetic Resources For Food and Agriculture.

Sementara beberapa peraturan perundang-undangan lain di luar

bidang pertanian akan tetapi sangat berpengaruh dalam pengaturan

perlindungan Varietas Tanaman adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya.

b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United

Nations Convention on Biological Diversity.

c. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing The World Trade Organization.

d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

e. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

f. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

g. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena

Protokol on Biosafety To The Convention on Biological Diversity (Protokol

71

Page 72: Na ruu karkes 19 juni2012

Kartagena tentang Keamanan Hayati Atas Konvensi tentang

Keanekaragaman Hayati).

Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

Perlindungan Varietas Tanaman. Dalam bagian ini melihat keterkaitan antara

Undang-undang di bidang perlindungan varietas tanaman dengan perundang-

undangan lain yang terkait baik di bidang pertanian maupun di luar pertanian.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman mengatur pula mengenai pemulian tanaman sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Tanaman, akan tetapi pengaturan tersebut baru pada pemuliaan dan

pemanfaatan pemuliaan untuk meningkatkan produk pertanian. Beberapa

pengaturan ini dapat dilihat pada pasal-pasal berikut ini:

Pasal 1 angka 3 Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan untuk

mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas yang sudah ada atau

menghasilkan jenis dan/atau varietas baru yang lebih baik;

Pasal 1 angka 5 Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai

oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-

sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama;

Pasal 8 Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya

tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan/atau

introduksi dari luar negeri;

Pasal 9 ayat (1) Penemuan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan

pemuliaan tanaman;

Pasal 9 ayat (2) Pencarian dan pengumpulan plasma nutfah dalam

rangka pemuliaan tanaman dilakukan oleh Pemerintah;

Pasal 10 ayat (1) Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih

atau materi induk untuk pemuliaan tanaman;

Pasal 10 ayat (2) Introduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan

atau badan hukum;

Pasal 11 Setiap orang atau badan hukum dapat melakukan pemuliaan

tanaman untuk menemukan varietas unggul;

i

72

Page 73: Na ruu karkes 19 juni2012

Pasal 12 ayat (1) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri

sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh pemerintah;

Pasal 12 ayat (2) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum

dilepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilarang diedarkan.

Dari pasal-pasal tersebut di atas pemuliaan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1992 adalah pemuliaan yang ditujukan untuk

meningkatkan produksi pertanian, selain itu varietas hasil pemuliaan sebelum

diedarkan harus dilepas untuk menjamin bahwa varietas hasil pemuliaan

tersebut memang berkualitas dan apabila digunakan dapat meningkatkan

hasil produksi pertanian. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 juga

diberikan kebebasan untuk badan hukum maupun orang perseorangan untuk

melakukan pemuliaan. Sedangkan mengenai bahan untuk pemuliaan

tanaman dapat berasal dari plasma nutfah/sumber daya genetik yang ada di

dalam negeri maupun introduksi dari luar negeri. Introduksi dari luar negeri

hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penelitian dan pemuliaan. Demikian

beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1992 yang terkait dengan PVT.

B.8.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Perlindungan varietas tanaman merupakan sui generis dari paten,

sehingga pengaturan dari perlindungan varietas tanaman menggunakan

prinsip-prinsip yang terdapat pada paten. Seperti yang telah diuraikan di atas

bahwa sebagai konsekuensi dari pengesahan Agreement Establishing The

World Trade Organization (WTO), maka Indonesia terikat dengan ketentuan

yang terdapat dalam perjanjian-perjanjian yang ada di dalam GATT 1994

termasuk di dalamnya Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs) di mana dalam Pasal 27 paragraf 3 hurub b setiap

negara anggota diwajibkan untuk mengatur mengenai penemuan varietas

baru baik melalui paten ataupun suigenerisnya. Indonesia menganut sistem

dual protection di mana paten dan perlindungan varietas tanaman dibedakan

pengaturannya. Perlindungan varietas tanaman yang merupakan sui generis

dari paten mempunyai pengaturan yang sama hal ini tercermin dari apa yang

diatur sebagai varietas turunan esensial, yang dalam paten dapat disebut

sebagai paten sederhana, demikian pula dengan pendaftaran dalam

73

Page 74: Na ruu karkes 19 juni2012

perlindungan varietas tanaman dikenal pendaftaran dengan hak prioritas

demikian pula dengan paten ada pendaftaran yang dilakukan dengan hak

prioritas.

B.9.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangannya, kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan

keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama yang tetap

menjadi urusan pemerintah pusat. Penyelenggaraan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah tersebut, dilaksanakan oleh daerah

berdasarkan asas otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (3) menyatakan

“Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan

otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan Pemerintah, dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing

daerah”.

Selanjutnya, dalam pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa “Urusan wajib

yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi merupakan urusan

dalam skala provinsi yang meliputi pembangunan di bidang kesehatan”.

Berdasarkan kedua pasal tersebut, Pemerintahan Daerah berwenang untuk

menangani bidang kesehatan.

B.10.Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana

Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (3)

disebutkan bahwa bencana non alam adalah bencana yang disebabkan oleh

peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi,epidemi, dan wabah penyakit.

Sedangkan pada pasal 50, ayat (1d) disebutkan bahwa dalam hal

status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional

Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah

mempunyai kemudahan akses yang meliputi imigrasi, cukai, dan karantina.

Dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar pada saat penyelenggaraan

penanggulangan bencana , meliputi bantuan (a) kebutuhan air bersih dan

74

Page 75: Na ruu karkes 19 juni2012

sanitasi; (b) pangan ; (c) sandang ;(d) pelayanan kesehatan ; (e) pelayanan

psikososial ; dan penampungan dan tempat hunian, sebagaimana tertuang

dalam pasal 53 .

B.11.UU No.17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No.10 Tahun

1995 Tentang Kepabeanan

Dalam Undang undang tentang Kepabean terdapat beberapa

ketentuan yang berkaitan dengan definisi/pengertian, yang dapat menjadi

acuan dalam penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Karantina

Kesehatan, antara lain :

Bab I tentang Ketentuan Umum yang dimaksud barang tertentu

tercantum dalam Pasal 1 angka 19 adalah : “ Barang yang ditetapkan

oleh instansi terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam

daerah pabean diawasi “ dan penjelasanya cukup jelas.

Pasal 2 ayat (2) memuat ketentuan : “ barang yang telah dimuat di sarana

pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah

diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor “. Yang dimaksud

“sarana pengangkut”, tercantum dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) alinea

ke – 2 yaitu setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain

yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang.

Pasal 10 B ayat (3) : “ Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak

sarana pengangkut, atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada

saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai”.

Yang dimaksud :

Penumpang yaitu setiap orang yang melintasi perbatas wilayah negara

dengan menggunakan sarana pengangkut, tetapi bukan awak sarana

penumpang dan bukan pelintas batas (Penjelasan Pasal 10 B ayat (3)).

Awak sarana pengangkut yaitu setiap orang yang karena sifat

pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang

bersama sarana pengangkut (penjelasan Pasal 10 B ayat (3))

Pelintas batas yaitu : penduduk yang berdiam ataubertempat tinggal

dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang

dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang melakukan perjalanan

75

Page 76: Na ruu karkes 19 juni2012

lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.

(penjelasan Pasal 10 B ayat (3)).

Bab X Bagian Pertama Pasal 53 ayat ayat (1) ...... dan ayat (4) : Barang

yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak

diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai

barang yang dikuasai negara.........., kecuali terhadap barang dimaksud

ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, adalah : peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian baranng impor

yanng dibatasi atau dilarang, misalnya impor limbah yang mengandung

bahan berbahaya dan beracun (Penjelasan pasal 53 ayat (4)).

Pasal 66 ayat (3) huruf b : barang karena sifatnya tidak tahan lama,

merusak, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi dapat

segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada

pemiliknya.

Penjelasan Pasal 66 ayat (3) huruf b angka 3 menjelaskan yang

dimaksud barang yang berbahaya adalah barang yang antara lain mudah

terbakar, meledak, atau membahayakan kesehatan.

Dari penjabaran tersebut diatas nampaklah adanya kejelasan apa yang

dimaksud dengan barang tertentu, sarana angkutan, penumpang, awak

sarana pengangkut, atau pelintas batas, dan barang tertentu yang karena

sifatnya membahayakan kesehatan, sehingga dalam implementasinya

dilapangan memudahkan pejabat yang karena tugas dan kompetensi

bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

B.12. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

Setiap kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina

(BAB VI pasal 20 UU Nomor 1 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut)

UU No 21/1992 :

(ps 15 ayat 1 nakhoda atau pemimpin kapal selama berlayar wajib

mematuhi aturan-aturan yang berkaitan dnegan tata cara berlalu

lintas, alur pelayaran, sistem rute, sarana bantu navigasi pelayaran

dan telekomunikasi pelayaran yg diatur dalam UU ini)

76

Page 77: Na ruu karkes 19 juni2012

Pasal 16 (2) pelayanan pemanduan dilaksanakan oleh petugas

yang telah memnuhi persyaratan kesehatan, kecakapan, serta

diklat.

Ps 21 (3) pelaksanaan kegiatan pemerintahan di pelabuhan

sebagaimana dimaksud ayat 2 meliputi fungsi keselamatan

pelayaran, bea dan cukai, imigrasi, karantina serta keamanan dan

ketertiban. UU No 1/1962 ps 6 : Isyarat karantina kapal sesuai

dengan peraturan kesehatan internasional (Guide to port entry),

pada siang dengan bendera Q kuning dan malam hari dengan dua

lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang lain dengan jarak

2 m yang tampak dari jarak 2 mil. Bab 5 tentang dokumen

karantina kesehatan : dokumen karantina kesehatan yang harus

tertuang dlm aturan perundang-undangan Karantina Kesehatan

(fakta) : SSCC, SSCEC, MDH, ICV dan Profilaksis, Certificate of

Pratique, HAC, Port Health Quarantine Clearance, One Month

Exemption Certificate, Sailing Permit, Buku Kesehatan Kapal,

Sertifikat P3K kapal, Cargo list, Passenger list, voyage memo/List

Port of Call, Crew list, General Nil List,. Bab VI : tiap kapal yang

datang dari luar negeri berada dalam karantina, tiap kapal yang

datang dari suatu pelabuhan dan / atau daerah wilayah Indonesia

yang ditetapkan terjangkit oleh suatu penyakit berada dalam

karantina, tiap kapal yang mengambil penumpang dan / atau

muatan dari kapal berada dalam karantina. Kapal-kapal tersebut

baru bebas dari karantina bila mendapat ijin karantina ; Bab 6 ps

22 nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh

suatu ijin atau memberitahukan suatu keadaan di kapal dengan

memakai isyarat sbb : siang hari bendera Q (kapal saya sehat/

saya minta ijin karantina), bendera Q diatas panji pengganti satu

(kapal saya tersangka), bendera Q diatas bendera L (kapal saya

terjangkit), malam hari : lampu merah di atas lampu putih dengan

jarak maksimum 1,8 m (saya belum mendapat ijin karantina). ;

Bab 6 ps 26 tentang pemeriksaan kesehatan kapal dilakukan oleh

petugas karantina kesehatan minimal berpendidikan kesehatan,

77

Page 78: Na ruu karkes 19 juni2012

yang dilakukan secepat mungkin kecuali kalau keadaan cuaca

tidak mengijinkan.

B.13. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Keselamatan penerbangan merupakan factor paling utama pada

pengoperasian pesawat udara, baik untuk pesawat udara sipil maupun militer.

Dalam Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan telah diatur

di berbagai pasal antara lain :

Pasal 1 butir 1. Dalam pasal ini keselamatan penerbangan merupakan

salah satu faktor pengertian penerbangan;

Pasal 6 mengatur larangan terbang diatas daerah terlarang atas

pertimbangan keselamatan penerbangan;

Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang pembinaan penyelenggaraan

penerbangan, sarana dan prasarana, SDM serta didukung industri

pesawat terbang dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan

masyarakat untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3

Pasal 8 Prasarana dan sarana penerbangan yang dioperasikan wajib

mempunyai keandalan dan memenuhi persyaratan keamanan dan

keselamatan penerbangan.

Pasal 16 mengatur larangan penerbangan yang membahayakan

keselamatan penerbangan;

Pasal 18 mewajibkan setiap personil penerbangan mempunyai sertifikat

kecakapan;

Khusus mengenai ketentuan pasal 18 yang mengatur sertifikat

kecakapan tertentu yang tugasnya secara langsung mempengnaruhi

keselamatan penerbangan, dalam penjelasannya ditentukan pengujian

kesehatan untuk perpanjangan pemberlakuan masa sertifikat personil

penerbangan

Pasal 19 mewajibkan pesawat terbang harus mempunyai sertifikat

kelaikan udara;

Pasal 20 mengatur tentag fasilitas dan/atau peralatan penunjang

penerbangan wajib memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan

penerbangan;

78

Page 79: Na ruu karkes 19 juni2012

Pasal 21 mengatur perencanaan, desain, pembuatan, perakitan serta

perawatan pesawat terbang;

Pasal 22 dan pasal 23 mewajibkan untuk memberi pelayanan navigasi

penerbangan untuk menjamin keselamatan penerbangan;

Pasal 25 mengatur lokasi, pembuatan rancang bangun, perencanaan dan

pembangunan bandar udara udara udara harus memperhatikan

keselamatan penerbangan.

Pasal 30 ayat 1 : Penyelenggara Bandar udara bertanggungjawab

terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan serta kelancaran

pelayanannya.

Pasal 42 ayat (1) mengatur penyandang cacat dan orang sakit berhak

memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dalam angkutan udara

niaga.

Selanjutnya yang dimaksud dengan pelayanan perlakuan khusus

sebagaimana ditentukan dalam pasal 42, dalam pengertiannya

sebagaimana ditentukan dalam penjelasan pasal 42 alenia terakhir

pengertian orang sakit adalah orang yang menderita penyakit menular

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 43 ayat 1 : Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan

angkutan udara niaga bertanggungjawab atas : a. kematian atau lukanya

penumpang yang diangkut, b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang

diangkut, c. keterlambatan angkutan penumpang dan atau barang yang

diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.

Pasal 50 ayat 1 : Untuk mencegah terganggunya kelestarian lingkungan

hidup, setiap pesawat udara wajib memenuhi persyaratan ambang batas

tingkat kebisingan.

Pasal 51 : Standar mengenai tingkat kebisingan pesawat udara di bandar

udara dan sekitarnya diatur lebih lanjut dengan PP.

Dari penjebaran tersebut diatas, nampaklah bahwa Undang-undang No.

15 tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur keselamatan

penerbangan, namun pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada

peraturan perundang-undangan yang belaku atau kepada peraturan yang

lebih rendah

79

Page 80: Na ruu karkes 19 juni2012

B.14. PP No.3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan

Penerbangan.

Bagian keempat, pasal 39 ayat 1 : penyelenggara bandar udara wajib

memiliki kemampuan dalam melaksanakan penanggulangan gawat

darurat di bandar udara, ayat 2 : Penanggulangan gawat darurat

dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait di luar

dan di dalam bandar udara, ayat 3 : penyelenggara bandar udara wajib

melaksanakan latihan penanggulangan gawat darurat.

Bagian kelima, pasal 41, ayat 1 : penyelenggara bandar udara wajib

memberikan isyarat kepada pesawat sesuai dengan kebutuhan, ayat 2 :

Isyarat tersebut dapat berupa asyarat lampu, isyarat elektronika, isyarat

bendera dan isyarat fisik, ayat 3 : isyarat dimaksud berfungsi untuk

memberikan larangan,perintah,peringatan dan petunjuk.

Bagian keenam, pasal 46, ayat 1 : untuk keamanan dan keselamatan

penerbangan, penyelenggara bandar udara dalam keadaan tertentu

dapat menutup sementara sebagian atau keseluruhan landasan pacu,

penghubung landasan pacu atau pelataran parkir pesawat udara, ayat 2 :

Keadaan tertentu yang dimaksud : a. bencana alam, b. huru- hara,

c.kecelakaan pesawat di landasan pacu, penghubung landasan pacu atau

pelataran parkir pesawat udara, d. pembangunan, perbaikan,

pemeliharaan dan perawatan landasan pacu, jalan penghubung atau

pelataran parkir pesawat, e. keadaan tertentu lainnya yang dapat

membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. Pasal 47,

ayat 1 : Penyelenggara bandar udara wajib menyediakan atau menunjuk

bagian dari wilayah bandar udara setempat sebagai tempat terisolasi

untuk penempatan pesawat udara yang mengalami gangguan atau

ancaman keamanan.

Bagian kedelapan, Pasal 87 ayat 1 : Pelayanan kesehatan penerbangan

diselenggarakan oleh pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan

kepada badan hukum Indonesia atau perorangan yang mempunyai

kualifikasi kesehatan penerbangan. Ayat 2 : Pelayanan kesehatan

penerbangan yang dimaksud meliputi kegiatan ; a. pengujian dan atau

pemeliharaan kesehatan para personil. b. pemeriksaan higiene dan

sanitasi bandar udara, fasilitas penunjang bandar udara, kesehatan dan

80

Page 81: Na ruu karkes 19 juni2012

keselamatan kerja fasilitas penunjang penerbangan. c. pemeriksaan

higiene dan sanitasi pesawat udara. Ayat 3 : Terhadap hasil pemeriksaan

kesehatan ayat 2a dan 2b diberikan sertifikat kesehatan oleh menteri.

B.15. PP No.70 tahun 2001 tentang kebandar udaraan.

Bab IV, pasal 16 ayat 1 : Pelaksanaan kegiatan di bandar udara umum

terdiri dari pelaksana fungsi pemerintah, penyelenggara bandar udara dan

badan hukum Indonesia yang memberikan pelayanan jasa kebandar udara

udaraudaraan berkaitan dengan lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo

dan pos. Ayat 2 : Pelaksana fungsi pemerintah merupakan pemegang fungsi :

a. keamanan dan keselamatan serta kelancaran penerbangan, b. Bea dan

Cukai, c. Imigrasi, d. Keamanan dan ketertiban di Bandar udara, e. Karantina.

B.16. UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji

Bab I, Pasal 1 ayat 3 : Jemaah haji adalah WNI yang beragama Islam dan

telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah haji sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan……lalu lintas penumpang ke / dari Luar

negeri ( Arab Saudi /endemis meningitis ).

Ayat 10 : Pelayanan kesehatan adalah pemeriksaan, perawatan, dan

pemeliharaan kesehatan jemaah haji, pelayanan kesehatan di

Embarkasi/Debarkasi Haji, pemeriksaan dokumen kesehatan di

Embarkasi/Debarkasi Haji.

Ayat 13 : Transportasi adalah pengangkutan yang disediakan bagi

jemaah haji, pesawat yang berangkat dan datang ke dan dari negara

endemis meningitis.

Ayat 14 : Jemaah ibadah khusus, lalu lintas penumpang ke/dari Arab

Saudi ( endemis meningitis ).

Ayat 16 :Ibadah Umroh adalah umroh yang dilaksanakan di luar musim

haji, lalu lintas penumpang ke/dari Arab Saudi ( endemis meningitis )

Bab III, pasal 7 ayat d : penggunaan paspor haji dan dokumen lainnya

yang diperlukan untuk pelaksanaan ibadah haji, dokumen kesehatan

berupa buku kesehatan dan sertifikat vaksinasi meningitis.

C. Konvensi / Kovenan Internasional

81

Page 82: Na ruu karkes 19 juni2012

C.1. Konvensi Basel Tahun 1989 Tentang pengetatan atas

pembuangan limbah beracun berikut turunannya (Limbah B3)

terhadap dampak lingkungan hidup

Konvesi Basel merupakan sebuah konvensi prakarsa PBB

diselenggarakan di Basel, Switzerland pada akhir tahun 1980, adalah

rancangan regulasi mengenai pengetatan atas pembuangan limbah beracun

berikut turunannya terhadap dampak lingkungan hidup efektif tahun 1990

setelah dilakukan ratifikasi oleh negara-2 peserta lalu dibentuk The

Conference of the Parties disingkat COP sebagai badan pelaksananya terdiri

Competent Authorities dan sekretariat tetap berkedudukan di Geneva,

Switzerland, Pada saat ini negara yang telah meratifikasi Konvensi Basel

berjumlah 170 negara konvensi ini dilakukan karena hubungan semakin

mahalnya biaya pemusnaan atas pembuangan turunan berancun yang

dihasilkan oleh industri negara-2 maju berdampak pada pencarian yang

berbiaya murah dijadikan sumber nafkah pada negara-2 miskin melalui

perdagangan beracun atas pembuangan limbah beracun berikut turunannya

tsb pada wilayah-2 negara-2 miskin.

Konvensi Basel disepakati di Basel, Swiss pada Maret 1989 dan mulai

berlaku resmi pada 1992. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut sejak

1993 melalui Keputusan Presiden No 61 Tahun 1993.[*/L5]. “Tema

penyelenggaraan konvensi ini adalah melindungi kesehatan manusia dan

lingkungan hidup dari dampak negatif yang timbul dari kegiatan pengelolaan

limbah berbahaya beracun (B3), dan perpindahan lintas batas atau negara

dari limbah-limbah tersebut” . Konferensi Basel merupakan perjanjian

internasional yang bertujuan mengendalikan pemindahan lintas batas limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3).

Indonesia sangat rentan terhadap perpindahan ilegal B3 dari negara

lain, oleh karena Letak strategis Indonesia dan termasuk negara kepulauan

terbesar di dunia dengan jumlah pelabuhan mencapai lebih dari 2.000 dan

dilewati jalur pelayaran internasional membuat Indonesia rawan terhadap

penyelundupan dan pengiriman limbah B3 ilegal. Oleh karenanya, Konvensi

Basel ini sangat penting bagi Indonesia untuk melindungi masyarakat dan

lingkungan hidup di Indonesia dari akibat penyelundupan limbah-limbah yang

berbahaya dan beracun dari negara lain.

82

Page 83: Na ruu karkes 19 juni2012

C.2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan

Establishment World Trade Organization

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 merupakan tindak lanjut

Kesepakatan Umum tentang Perdagangan dan Tariff (General Agreement on

Trade and Tariffs / GATT) yang merupakan perjanjian multilateral dalam

kerangka putaran Uruguay yang disepakati di Marakesh, Maroko pada Tahun

1994.

GATT terdiri dari berbagai perjanjian yang mengatur liberalisasi

perdagangan dunia, di mana setiap Negara Anggota harus membuka akses

pasarnya terhadap barang dan jasa dari Negara Anggota lainnya sepanjang

barang dan jasa tersebut memenuhi ketentuan GATT. Instrumen-instrumen

penghambat perdagangan multilateral barang dan jasa tersebut adalah tariff,

subsidi, kuota, yang semakin lama semakin tidak populer, dan digantikan oleh

hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) yang meliputi

peraturan teknis dan standar (technical regulations and standards) serta

tindakan kesehatan hewan dan kesehatan tumbuhan (sanitary and

phytosanitary measures).

Alasan-alasan yang dibuat dalam menetapkan hambatan teknis

perdagangan serta tindakan kesehatan hewan dan kesehatan tumbuhan

harus berlandaskan ilmiah, tidak boleh dibuat tanpa alasan ilmiah sehingga

menjadi suatu perlindungan terselubung (disguised protection) terhadap

perdagangan barang dan jasa antar negara. Tindakan kesehatan tumbuhan

dan kesehatan hewan diatur dalam salah satu perjanjian dari GATT yaitu

Aplikasi dari Tindakan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Tumbuhan

(Application of Sanitary and Phytosanitary Measures). Sebetulnya, yang

diatur dalam application of SPS Measures ada 3 hal yaitu: Kesehatan Hewan

(sanitary), Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary), dan Keamanan Pangan

(Codex Alimentarius). Sanitary berhubungan dengan kesehatan hewan dan

produk hewan yang berkaitan antara lain dengan pelaksanaan tindakan

karantina hewan. Phytosanitary berhubungan dengan kesehatan tumbuhan

yang berkaitan dengan antara lain dengan pelaksanaan tindakan karantina

tumbuhan. Sedangkan keamanan Pangan berhubungan cemaran-cemaran

83

Page 84: Na ruu karkes 19 juni2012

biologi, kimia dan benda lain yang terbawa oleh pangan yang dapat

mengganggu, dan membahayakan kesehatan manusia.

Perihal kesehatan hewan dan produk hewan diatur lebih lanjut dalam

suatu Codes (salah satu bentuk perjanjian internasional) yang bersifat

rekomendatif yang dirumuskan oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office

Internationale des Epizooties/World Animal Health Organization). Perihal

kesehatan tumbuhan dan produk tumbuhan diatur lebih lanjut dalam suatu

konvensi FAO, bersifat mengikat secara hukum (legally binding) yang disebut

Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional (International Plant Protection

Convention / IPPC) yang juga merekomendasikan dibentuknya konvensi yang

bersifat regional. Sedangkan perihal keamanan pangan diatur lebih lanjut

dalam suatu codes yang bersifat standar, pedoman, dan rekomendasi yang

dirumuskan oleh komisi bersama FAO dan ORGANISASI KESEHATAN

DUNIA yang disebut Codex Alimentarius Commission (CAC).

Dalam IPPC versi Tahun 1997 perihal karantina diatur sebagai berikut:

a. Tindakan karantina dapat dilakukan di luar tempat

pemasukan/pengeluaran, karena apabila barang terlalu lama tertumpuk

di tempat pemasukan/pengeluaran akan memakan biaya yang besar.

Oleh karena itu, petugas karantina dapat melakukan tindakan karantina

secara on-line di tempat produksi, gedung pemilik sebelum dimuat ke

atas alat angkut (preshipment inspection), atau bahkan di tempat

produksi di negara asal sebelum barang dikapalkan;

b. Dengan kemajuan teknologi informasi, apabila sistem karantina negara

mengirim barang telah diakui ekivalen dengan persyaratan karantina

Indonesia, sertipikat dapat berupa elektronik (electronic certipicate) yang

dikirim kepada otoritas kompeten karantina Indonesia melalui media

elektronik (electronic data interchange/pertukaran data elektronik);

c. Tindakan karantina tertentu, seperti misalnya perlakuan fumigasi, dapat

dilakukan oleh pihak swasta yang sudah diakreditasi, ekivalen dengan

tindakan karantina yang dilakukan oleh petugas karantina.

C.3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United

Nations Convention on Biological Diversity dan Undang-undang

84

Page 85: Na ruu karkes 19 juni2012

Nomor 21 Tahun 2004, Protokol Cartagena Tentang Keamanan

Hayati atas Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati

Konvensi ini berisi kesepakatan internasional untuk bersama-sama

menjaga keanekaragaman hayati, terutama yang terdapat pada negara-

negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (mega diversity)

seperti Indonesia. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia dapat meraih

manfaat, antara lain:

a. Penilaian dan pengakuan dari masyarakat internasional bahwa Indonesia

peduli terhadap masalah lingkungan hidup dunia, yang menyangkut

keanekaragaman hayati, dan ikut bertanggung jawab menyelamatkan

kelangsungan hidup manusia.

b. Penguasaan dan pengendalian dalam mengatur akses terhadap alih

teknologi, berdasarkan asas perlakuan dan pembagian keuntungan yang

adil dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

nasional;

c. Peningkatan pengetahuan yang berkenaan dengan keanekaragaman

hayati, sehingga dalam pemanfaatannya Indonesia benar-benar

menerapkan asas ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. Pengembangan dan pengamanan bioteknologi sehingga Indonesia tidak

dijadikan ajang uji coba pelepasan organisme hasil modifikasi genetik

oleh negara-negara lain;

e. Pengembangan kerjasama internasional yang meliputi pertukaran

informasi, pengembangan diklat dan penyuluhan, dan peningkatan peran

serta masyarakat.

Dari beberapa ketentuan konvensi keanekaragaman hayati ada

beberapa bidang di mana karantina pertanian dan karantina ikan sebagai

institusi pemerintah yang bertugas mengawasi lalu-lintas hewan, ikan, dan

tumbuhan di tempat-tempat pemasukan/pengeluaran, baik dalam hubungan

antar negara maupun antar area dalam wilayah Indonesia dapat berperan

serta mensukseskan tujuan dari konvensi tersebut. Namun berhubung tugas

dan fungsi mereka dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 belum

mencakup secara eksplisit tugas-tugas membantu kebersihan pencapaian

tujuan konvensi tersebut, maka para petugas karantina hewan, karantina

ikan, dan karantina tumbuhan belum dapat melaksanakan hal-hal tersebut.

85

Page 86: Na ruu karkes 19 juni2012

Beberapa hal dari ketentuan konvensi keanekaragaman hayati yang

dapat dibantu pelaksanaannya oleh petugas karantina hewan, karantina ikan,

dan karantina tumbuhan antara lain adalah:

a. Mengatasi penyelundupan masuknya makluk-makluk yang dapat

mengganggu keanekaragaman hayati seperti hewan, ikan, tumbuhan,

dan jasad renik yang termasuk kategori spesies asing invasif (invasive

alien species);

b. Mengatasi penyelundupan keluarnya/masuknya satwa/ tumbuhan langka

yang termasuk dalam Appendix dari Convention of International Trade of

Endangered Species (CITES);

c. Mengatasi penyelundupan keluarnya sumber daya genetik hewan, ikan,

tumbuhan, dan jasad renik Indonesia ke luar negeri yang dengan melalui

pemuliaan (breeding) atau bioteknologi dikembangkan menjadi

rumpun/varietas/klon yang lebih unggul, tanpa memberikan manfaat

apapun bagi Indonesia.

C.4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Pengesahan

Cartagena Protokol on Biosafety To The Convention on Biological

Diversity (Protokol Kartagena Tentang Keamanan Hayati Atas

Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati)

Dalam kegiatan pemuliaan dimungkinkan pula untuk melakukan

pemuliaan dengan menggunakan bioteknologi modern, sehingga apabila hasil

pemuliaan tersebut akan diintroduksi ke lingkungan maka harus mengikuti

ketentuan yang terdapat dalam Protokol Kartagena ini. Protokol ini mengatur

mengenai pergerakan lintas batas, penanganan, dan pemanfaatan

Organisme Hasil Modifikasi Genetik sebagai hasil dari bioteknologi modern.

Lebih lanjut protokol ini bertujuan untuk menjamin tingkat proteksi yang

memadai dalam hal persinggahan, penanganan, dan pemanfaatan yang

aman dari pergerakan lintas batas OHMG. Pengaturan dalam Protokol ini

menggunakan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach)

sebagaimana tercantum dalam prinsip ke 15 Deklarasi Rio yang berarti bila

terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dipulihkan,

kekurangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai sebagai alasan

menunda langkah pengefektifan biaya (cost effective) untuk mencegah

86

Page 87: Na ruu karkes 19 juni2012

kerusakan lingkungan. Beberapa hal yang sejalan dengan pengaturan di

bidang PVT adalah bahwa untuk varietas yang bersifat transgenik perlu

dilakukan kajian risiko (risk assesment), kemudian bagaimana manajemen

risiko (risk management), dan tindakan-tindakan dalam keadaan darurat

(emergency measures). Kesemua hal ini perlu dilakukan mengingat varietas

transgenik tersebut pada dasarnya dapat membahayakan bagi lingkungan

maupun kesehatan manusia, dan sebaliknya juga varietas tersebut dapat

bermanfaat bagi manusia. Sehingga dalam pengaturannya perlu diperhatikan

lebih besar manfaatnya atau daya rusaknya, dengan menggunakan

ketentuan-ketentuan yang ada dalam Protokol ini.

C.5 International Health Regulations (IHR) 2005

Perbedaan IHR 1969 dengan IHR 2005 adalah pada IHR 1969

penyakit yang diatur hanya penyakit karantina (Pes, Cholera, Demam

Kuning, Cacar, Demam bolak-balik, Thipus bercak wabahi) dan diutamakan

pada pintu masuk negara (pelabuhan, bandar udara dan lintas batas negara)

Sedangkan IHR 2005 sudah mencakup seluruh penyebab kejadian

yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat di Indonesia dan

internasional (PHEIC) dan memerlukan respons internasional yang

terkoordinasi

D. Analisis

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu, maka ada beberapa hal yang

perlu dianalisa lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan nasional dan

internasional, yaitu:

D.1. Materi Hukum

Salah satu tujuan diterbitkannya suatu undang-undang adalah untuk

mengatur dan memberikan kepastian hukum terhadap dinamika yang terjadi

dalam masyarakat, baik lingkup nasional maupun masyarakat internasional.

Oleh karena itu, produk undang-undang haruslah selalu relevan dan dapat

mengakomodasi terhadap perkembangan dinamika dalam suatu masyarakat.

87

Page 88: Na ruu karkes 19 juni2012

Dilihat dari segi materi, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara ini relatif tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, transisi

epidemiologi, tata hubungan internasional maupun nasional, tata

pemerintahan, dan kondisi lingkungan hidup, sehingga banyak tindakan-

tindakan yang sebenarnya merupakan lingkup kekarantinaan tidak dapat

diakomodir.

Dalam undang-undang ini telah dicantumkan sebanyak 6 jenis penyakit

yang termasuk dalam penyakit karantina, yaitu Pes, Kolera, Demam Kuning,

Cacar, Typhus bercak wabah dan demam bolak-balik. Dalam kenyataannya

penyakit-penyakit tersebut di atas sudah kurang relevan karena beberapa

alasan yaitu:

1. Penyakit cacar sudah dinyatakan musnah (berhasil dieradikasi di

Indonesia sejak tahun 1974);

2. Saat ini IHR 2005 telah diberlakukan terhitung mulai 15 Juni 2007 dan

telah berkembang lebih luas, di mana tidak hanya mencakup penyakit

karantina tetapi juga mencakup PHEIC;

3. Saat ini di dunia sudah banyak muncul penyakit baru seperti SARS dan

Avian Influenza yang sangat potensial untuk menyebar ke seluruh dunia.

4. Beberapa penyakit sifatnya sangat spesifik lokal seperti pes dan demam

bolak-balik.

Penetapan hanya 6 (enam) penyakit karantina ini pada akhirnya

menyebabkan terjadinya kekakuan dalam penerapan dan pelaksanaan

undang-undang ini.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara mempunyai

isi yang sangat mirip sejak Pasal 1 sampai pasal terakhir. Perbedaannya

hanya pada beberapa pasal tentang pengaturan pelaksanaan karantina

menurut tempat yaitu mengatur karantina laut dan karantina udara. Dengan

kondisi seperti itu, berdasarkan beberapa pertimbangan seperti pertimbangan

efisiensi dan kepraktisan operasional di lapangan maka pada dasarnya

undang-undang yang mengatur karantina kesehatan ditetapkan dalam satu

undang-undang.

88

Page 89: Na ruu karkes 19 juni2012

Selain Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara ada

undang-undang yang mengatur mengenai kekarantinaan yaitu Undang-

undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan

Tumbuhan. Dalam pengaturannya undang-undang ini mempunyai prinsip-

prinsip yang sama dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara yang mengatur

tentang karantina pada manusia, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun

1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan mengatur karantina

tentang hewan, ikan, dan tumbuhan. Dalam teori dinamika penyakit hewan,

tumbuhan dan ikan yang mengandung bahan berbahaya termasuk bibit

penyakit adalah merupakan faktor risiko terjadinya masalah kesehatan bagi

manusia, sehingga pengaturan karantinanya juga harus memperhatikan

aspek kesehatan manusia. Sehingga dengan demikian dalam pengaturan

produk hukum yang sebenarnya ada kemiripan dan saling berhubungan

diperlukan koordinasi yang berkesinambungan dari instansi yang menangani

kekarantinaan, baik dari Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian,

maupun Departemen Kelautan dan Perikanan.

Penggunaan istilah isolasi dan karantina dalam pengertian definisi

cukup mudah dipahami oleh setiap orang. Akan tetapi dalam tataran

implementasi sangat sulit dipahami dan dilaksanakan. Dalam produk undang-

undang ini diperlukan aturan dan petunjuk yang lebih jelas yang menyangkut

hal tersebut di atas agar bagi pelaksana dilapangan mempunyai pedoman

yang benar-benar dapat diimplementasikan.

Dengan telah ditetapkannya IHR 2005,2 banyak hal di dalam Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara menjadi tidak relevan lagi,

seperti pengaturan mengenai penggolongan kapal yang secara rinci untuk

setiap jenis penyakit dan juga status kapal. Dengan berubahnya IHR 2005

yang berorientasi pada penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, maka

sangat sulit memberikan penjelasan secara rinci setiap penyakit seperti yang

2 International Health Regulations Tahun 2005, World health Organization, 23 May 2005.

89

Page 90: Na ruu karkes 19 juni2012

saat ini tertera dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia juga harus ikut

menyesuaikan. Beberapa perkembangan yang harus diakomodasi dalam IHR

2005 tersebut seperti perubahan orientasi dari beberapa penyakit menjadi

PHEIC dan adanya penetapan nasional fokal point. Untuk menghindari sangsi

dikucilkannya Indonesia dari pergaulan internasional, maka diperlukan

beberapa penyesuaian produk hukum termasuk Undang-undang Nomor 1

dan Nomor 2 Tahun 1962.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa sebagian besar dari materi

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah harus

disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan terkini. Walaupun apabila

kita melihat prinsip-prinsip yang terkandung di dalam kedua Undang-undang

tersebut, tampaknya masih relevan dengan maksud dan tujuan dilakukannya

tindakan-tindakan karantina, yakni menolak dan mencegah masuk dan

keluarnya penyakit karantina, melalui sarana transportasi laut maupun udara.

Penyesuaian peraturan perundang-undangan tentang karantina, baik

dalam bentuk perubahan maupun pembentukan aturan baru mutlak

diperlukan. Karena peraturan perundang-undangan nasional maupun

peraturan-peraturan internasional yang menjadi landasan peraturan

karantina, atau yang terkait dengan pelaksanaan tindakan karantina sudah

banyak yang berubah.

Salah satu tujuan diterbitkannya suatu undang-undang adalah untuk

mengatur dan memberikan kepastian hukum terhadap dinamika yang terjadi

dalam masyarakat, baik lingkup nasional maupun masyarakat internasional.

Oleh karena itu, produk peraturan perundang-undangan haruslah selalu

relevan dan dapat mengakomodasi terhadap perkembangan dinamika dalam

masyarakat. Dilihat dari segi substansi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962

tentang Karantina Udara ini relatif tidak sesuai dengan perkembangan

teknologi, transisi epidemiologi, tata hubungan internasional maupun

nasional, tata pemerintahan, dan kondisi lingkungan hidup, sehingga banyak

90

Page 91: Na ruu karkes 19 juni2012

tindakan-tindakan yang sebenarnya merupakan lingkup kekarantinaan tidak

dapat diakomodir.

1. Harmonisasi dan Sinkronisasi dengan Peraturan Perundang-

undangan Nasional dan Peraturan-peraturan Internasional

Sejumlah peraturan perundang-undangan nasional yang terkait

dengan pelaksanaan kegiatan kekarantinaan umumnya sudah mengalami

perubahan, termasuk juga ada beberapa peraturan perundang-undangan

baru yang dibentuk yang substansinya sangat berkaitan dengan kegiatan

kekarantinaan laut dan/atau udara, misalnya Undang-undang Nomor 4 Tahun

1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-undang Nomor 5 Tahun

1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan

Tumbuhan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Kepabenan, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan perundang-

undangan terkait lainnya.

Di samping itu, peraturan perundang-undangan tentang karantina

seyogyanya juga bersesuaian dengan peraturan-peraturan internasional yang

relevan, baik yang telah diratifikasi oleh Indonesia maupun yang hanya dalam

bentuk codex internasional, yang dikeluarkan oleh organisasi-organisasi

internasional menjadi pedoman bagi masyarakat internasional dan tidak perlu

diratifikasi.

Beberapa peraturan internasional terkait yang telah diratifikasi

Indonesia yang penting untuk menjadi rujukan dalam pelaksanaan kegiatan

kekarantinaan, antara lain, adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985

Tentang: Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), Undang-

91

Page 92: Na ruu karkes 19 juni2012

undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations

Convention on Biological Diversity, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994

tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena

Protokol on Biosafety To The Convention on Biological Diversity (Protokol

Kartagena tentang Keamanan Hayati Atas Konvensi tentang

Keanekaragaman Hayati), termasuk juga International Health Regulations

2005 yang telah diberlakukan diseluruh negara anggota WHO mulai tanggal

15 Juni 2007.

Dengan telah ditetapkannya IHR 2005, banyak ketentuan dalam

Undang-undang Nomor 1 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 menjadi

tidak relevan lagi. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia juga harus

ikut menyesuaikan. Banyak perkembangan yang harus diakomodasi dalam

IHR 2005 tersebut seperti perubahan orientasi dari beberapa penyakit

menjadi PHEIC dan adanya penetapan nasional fokal point. Untuk

menghindari sanksi dikucilkannya Indonesia dari pergaulan internasional,

maka diperlukan beberapa penyesuaian produk hukum termasuk Undang-

undang Nomor 1 dan 2 Tahun 1962.

Contoh lainnya mengenai perlunya pengharmonisasian peraturan

karantina dengan sejumlah peraturan baru, dapat dilihat dalam Undang-

undang Nomor 1 dan 2 Tahun 1962, Bab III, Pasal 7. Ketentuan dalam Pasal

ini secara rinci mengatur tentang penggolongan kapal. Dalam penjelasan ini

ditetapkan status kapal secara rinci setiap jenis penyakit. Dengan berubahnya

IHR 2005 dimana sebelumnya berorientasi pada beberapa penyakit potensial

KLB menjadi PHEIC, maka sangat sulit memberikan penjelasan secara rinci

setiap penyakit seperti yang saat ini tertera dalam Undang-undang Nomor 1

dan 2 Tahun 1962 tersebut.

2. Penyakit yang Tercantum Dalam Undang-Undang

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

dicantumkan sebanyak 6 jenis penyakit yang termasuk dalam penyakit

karantina, yaitu Pes, Kolera, Demam Kuning, Cacar, Typhus bercak wabah

92

Page 93: Na ruu karkes 19 juni2012

dan Demam bolak-balik. Dalam kenyataannya saat ini sudah kurang relevan

karena beberapa alasan yaitu:

a. Penyakit cacar sudah dinyatakan musnah (berhasil dieradikasi di

Indonesia sejak tahun 1974)

b. Saat ini IHR 2005 telah diberlakukan terhitung mulai 15 Juni 2007 dan

telah berkembang lebih luas, dimana tidak hanya mencakup penyakit

karantina tetapi juga mencakup PHEIC.

c. Saat ini di dunia sudah banyak muncul penyakit baru sepeti SARS dan

Avian Influenza yang sangat potensial untuk menyebar ke seluruh dunia.

d. Beberapa penyakit sifatnya sangat spesifik lokal seperti pes dan demam

bolak-balik.

3. Ragamnya Perundang-undangan Karantina

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

mempunyai isi yang sangat mirip sejak Pasal 1 sampai pasal terakhir.

Perbedaannya hanya pada beberapa pasal tentang pengaturan

pelaksanaan karantina menurut tempat yaitu mengatur karantina laut dan

karantina udara. Dengan kondisi nyata seperti itu, apakah memang

diperlukan dua produk undang undang yang berbeda. Atas dasar

beberapa pertimbangan seperti pertimbangan efisiensi dan kepraktisan

operasional dilapangan maka perlu dicermati terhadap kemungkinan

penggabungan kedua produk undang-undang tersebut.

b. Undang-undang Nomor 1 dan 2 Tahun 1962 dengan undang undang

karantina lainnya

Di samping Undang-undang Nomor 1 dan Undang-undang Nomor 2

Tahun 1962, juga ada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur

tentang karantina, seperti Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang:

Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Bila dicermati maka dalam banyak

hal Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 juga mengandung kemiripan dan

saling berhubungan. Kalau Undang-undang Nomor 1 dan 2 Tahun 1962

mengatur tentang karantina pada manusia, maka undang undang yang lain

mengatur karantina tentang hewan, tumbuhan dan ikan. Dalam teori dinamika

penyakit hewan, tumbuhan dan ikan yang mengandung bahan berbahaya

93

Page 94: Na ruu karkes 19 juni2012

termasuk bibit penyakit adalah merupakan faktor risiko terjadinya masalah

kesehatan bagi manusia. Di samping itu dengan banyaknya produk hukum

yang sebenarnya ada kemiripan dan saling berhubungan, juga memberikan

potensi kerancuan dalam implementasi dilapangan, selain juga akan

berpotensi terjadinya in efisiensi.

4. Istilah Isolasi Dan Karantina

Penggunaan istilah isolasi dan karantina dalam pengertian definisi

cukup mudah dipahami oleh setiap orang. Akan tetapi dalam tataran

implementasi sangat sulit dipahami dan dilaksnakan. Dalam produk undang

undang ini diperlukan aturan dan petunjuk yang lebih jelas yang menyangkut

hal tersebut diatas agar bagi pelaksana dilapangan mempunyai pedoman

yang benar benar dapat diimplementasikan.

D.2. Aparatur Hukum

Aparatur hukum terkait dengan karantina laut dan udara, terutama

berfungsi dalam pengawasan dan pembinaan. Dalam Undang-Undang

Karantina Laut dan Undang-Undang Karantina Udara masalah pengawasan

belum dijabarkan dalam pasal-pasal dan hanya terdapat dalam ketentuan

umum saja. Sementara itu dengan keluarnya Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disitu banyak hal-hal baru yang

belum diantisipasi oleh Undang-Undang Karantina Laut dan Udara. Salah

satu perkembangan terkini yang belum diantisipasi dengan baik oleh kedua

Undang-undang tersebut adalah otonomi daerah.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, yang menjadi kewenangan daerah provinsi adalah

pelayanan bidang kesehatan yang bersifat lintas kabupaten/kota, sedangkan

kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota terkait adalah pelayanan

kesehatan yang lingkupnya hanya dalam tingkat satu kabupaten/kota saja.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan

kewenangan Pemerintah Pusat dalam bidang-bidang lain, selain politik luar

negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Bidang lain

94

Page 95: Na ruu karkes 19 juni2012

tersebut antara lain adalah bidang kesehatan, meliputi penetapan kebijakan

untuk mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan

sarana pelayanan serta sarana lainnya. Ditetapkan juga masalah

kelembagaan dan tenaga profesional serta persyaratan jabatan merupakan

kewenangan pemerintah pusat.

Khusus mengenai masalah Karantina laut dan udara terdapat

beberapa lembaga yang menangani hal tersebut, meliputi Departemen

Kesehatan dengan berbagai perangkatnya baik di pusat maupun daerah

(misalnya pegawai pengawas tingkat pusat maupun dinas), Departemen

Keuangan (Ditjen Bea dan Cukai), Departemen Perhubungan, Departemen

Hukum dan HAM (Ditjen Imigrasi) dan sebagainya. Dengan begitu banyaknya

lembaga yang fungsinya saling berkaitan serta memiliki beragam

kewenangan dalam pelaksanaan karantina kesehatan, masalah tumpang

tindih dan koordinasi kewenangan menjadi persoalan utama. Hal tersebut

terjadi baik di tingkat pusat dan daerah maupun lintas departemen atau

sektor.

1. Koordinasi

Mengenai masalah koordinasi, setidaknya terdapat 4 jenis koordinasi

meliputi koordinasi kebijakan, operasional, struktur maupun fungsional.

Undang-Undang Karantina laut dan udara yang ada saat ini masih menganut

kombinasi antara sistem sentralisasi kebijakan dan desentralisasi

operasional. Dengan prinsip kemitraan, diharapkan koordinasi antar lembaga

desentralisasi operasional dapat berjalan dengan baik.

Adapun secara umum, pelaksanaan koordinasi dapat bersifat verttikal

maupun horisontal.

a. Koordinasi vertikal

Pemerintah pusat berwenang merumuskan kebijakan standar,

pedoman serta kriteria teknis bidang pelayanan kesehatan

Pemerintah Provinsi berwenang membina pengawasan dan monitoring

pelaksanaan pelayanan kesehatan lintas kabupaten/kota.

95

Page 96: Na ruu karkes 19 juni2012

Pemerintah Kabupaten/kota melakukan pengawasan operasional

pelayanan kesehatan ditingkat kabupaten/kota melalui pegawai

pegawai pengawas dan ahli kesehatan.

b. Koordinasi horisontal

Koordinasi horisontal perlu dilakukan di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota terkait masalah materi muatan antar/lintas sektor maupun

pengawasan kesehatan sesuai lingkup kewenangannya. Khusus koordinasi

operasional lintas sektor dapat memanfaatkan fungsi-fungsi kerjasama antar

instansi. Adapun koordinasi horisontal di daerah dapat dilaksanakan melalui

pembentukan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan keluarnya

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang kewenangan

pengawasan Pemerintah Pusat, provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota,

maka masalah pengawasan ini secara birokrasi sudah mulai tertata.

2. Sumber Daya Manusia

Pembinaan sumber daya manusia dilakukan melalui mekanisme

jenjang struktural (Departemen Kesehatan) dan pembinaan melalui

mekanisme jenjang fungsional.

D.3 Budaya Hukum

Kesadaran hukum masyarakat dan aparatur pelaksana relatif masih

rendah. Hal ini terkait dengan pendidikan dan sosialisasi materi hukum, hanya

sedikit anggota masyarakat yang mengerti hukum (peraturan perundang-

undangan), dan lebih sedikit lagi masyarakat yang sadar hukum (mematuhi

hukum atau peraturan). Pendidikan yang relatif rendah kemungkinan menjadi

penyebab hal ini.

Sosialisasi produk hukum khususnya di bidang pelayanan kesehatan

juga masih sangat terbatas. Hanya sebagian kecil masyarakat yang

mengetahui dan mengerti tentang peraturan perundang-undangan yang

menyangkut pelayanan kesehatan yang akibatnya akan terjadi penjalaran

wabah penyakit ke daerah lain.

Kedua hal di atas tersebut yang pada akhirnya menjadikan penerapan

hukum dari pelaksanaan kedua undang-undang ini menjadi rendah. Sanksi

96

Page 97: Na ruu karkes 19 juni2012

yang seharusnya menjadikan orang yang melanggar ketentuan itu menjadi

jera atau orang yang akan melanggar ketentuan itu menjadi takut menjadi

tidak terlaksana, sehingga tujuan dari sanksi pidana yang terdapat di dalam

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara tidak sepenuhnya

tercapai.

Aparatur hukum (Departemen Kesehatan dan instansi terkait) tentunya

sudah mengetahui dan memahami adanya peraturan perundang-undangan

yang mengatur masalah karantina laut dan udara. Aparatur ini juga memiliki

kesadaran hukum yang tinggi dalam arti berusaha menegakkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Budaya hukum masyarakat dan aparatur

pemerintah (khususnya bidang pelayanan kesehatan) terkait dengan

peraturan perundang-undangan yang seharusnya melakukan tugas

pemeriksaan, masih perlu diperbaiki. Usaha untuk memperbaiki budaya

hukum ini dapat dilakukan melalui pendidikan, peningkatan kesejahteraan

dan sosialisasi. Hal ini tidak mudah dilakukan serta memerlukan waktu yang

cukup lama. Perubahan budaya hukum masyarakat harus dilakukan secara

sistematis dan berkelanjutan.

D.4. Sarana Dan Prasarana

Untuk menghasilkan pelaksanaan kerja yang baik, sarana dan

prasarana kesehatan harus tersedia, seperti bangunan dan peralatan yang

cukup memadai (laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung

diri, instalasi isolasi, ambulans). Ketersediaan sarana dan prasarana seperti

ini kemungkinan penanganan pada orang yang terjangkit penyakit yang dapat

menimbulkan PHEIC akan lebih baik.

Dalam pembinaan terhadap tenaga/petugas di lapangan diperlukan

tenaga pembina dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam kenyataannya

kedua hal ini relatif sangat terbatas. Untuk memperkecil kendala ini sebaiknya

pembinaan dilakukan secara koordinatif dan sinergi antar lembaga yang

berwenang, baik ditingkat pusat maupun daerah. Pembinaan juga harus

diberikan kepada orang yang terjangkit penyakit yang dapat menimbulkan

PHEIC.

97

Page 98: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Beberapa dasar yang perlu dijadikan landasan dan acuan dalam

penyusunan UU Karantina Kesehatan:

A. Landasan Filosofis

1. Kesehatan merupakan bagian dari Hak Azasi Manusia sebagaimana

termuat dalam UUD 1945 pasal 28 (h), dan kewajiban negara untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

98

Page 99: Na ruu karkes 19 juni2012

2. Universal Declaration of Bioethics and Human Rights memutuskan

bahwa perlu dan sudah waktunya bangsa Indonesia sebagai bagian dari

masyarakat Internasional untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia yang merupakan prinsip-prinsip universal. Hal ini lebih

mengemuka setelah terjadinya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang justru mengakibatkan penderitaan umat manusia akibat

pelaku-pelaku yang tidak memahami masalah bioetika dan hak azasi

manusia. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat disalahgunakan untuk

menyebarkan virus, kuman, nubika yang akan mengganggu kedamaian

hidup antar manusia melalui perang, bioterorisme, penyalahgunaan

kekuasaan, perdagangan yang tidak etis (komersialisasi) antar negara,

antar pulau dan antar wilayah yang pada gilirannya dapat

membahayakan kesehatan manusia melalui penularan di tempat-tempat

yang strategis. Hal ini memunculkan adanya kewajiban suatu negara

untuk melindungi rakyat dan bangsanya.

3. Virus, kuman tidak mengenal batas administrasi wilayah, sangat kecil,

mudah dibawa-bawa, sulit dipantau tapi efeknya bisa menimbulkan

korban dalam waktu singkat dengan jumlah yang banyak sehingga

menimbulkan kepanikan massa, dengan demikian akan mengganggu

ketahanan dan keamanan negara.

4. Karantina pada hakekatnya adalah penahanan (pembatasan gerak)

orang yang apabila tidak dilandasi dengan kejelasan kewenangan

terhadap pelaksanaannya dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran

HAM. Untuk itu negara memiliki kewajiban untuk menjaga

keseimbangan antara kepentingan menjaga kesehatan masyarakat

dengan kepentingan penghormatan terhadap HAM. Berkaitan dengan

kewajiban negara tersebut maka perlu adanya peraturan perundang-

undangan tentang Karantina Kesehatan yang bertujuan untuk

melindungi kesehatan masyarakat, SDM kesehatan dan individu

manusia sebagai penyandang HAM.

B. Landasan Sosiologis

1. Kuman dan virus maupun mikro organisme lainnya secara alami

mengalami perubahan yang cepat seiring dengan perubahan iklim,

99

Page 100: Na ruu karkes 19 juni2012

teknologi dan lingkungan, sehingga menimbulkan penyakit baru dan

atau penyakit lama yang muncul kembali dengan kemampuan

penyebaran yang lebih besar. Dengan demikian upaya pengendalian/

pemberantasannya makin sulit karena harus makin komprehensif dan

membutuhkan biaya yang besar mengingat ruang lingkup sangat luas

baik geografis, waktu, maupun orang/ masyarakat. Hal ini dapat

dikatagorikan sebagai bencana nasional bahkan internasional.

2. Di era perdagangan bebas dan kemajuan teknologi transportasi akan

menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit. Hal ini ditandai

dengan penyebaran kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya,

melalui mobilitas orang dan barang yang membawa atau terkontaminasi

bibit penyakit dan faktor risiko.

3. Perubahan kuman dan virus baik secara alami maupun secara rekayasa

teknologi, dapat menimbulkan risiko kesehatan secara global. Antisipasi

risiko ini telah diatur dalam IHR 2005 yang bertujuan mencegah,

melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara, yang

bila Indonesia tidak melaksanakannya akan dikucilkan dari pergaulan

internasional.

4. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak

pelabuhan laut, udara dan pos lintas batas darat, merupakan faktor

risiko untuk penyebaran penyakit menular serta masuknya bahan

berbahaya (limbah B3) yang semuanya dapat berpotensi PHEIC.

C. Landasan Yuridis

1. Pancasila merupakan falsafah negara yang isinya tertuang dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan perlindungan

bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

2. Dalam Undang-undang No 23 tahun 1992, tentang kesehatan,

disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagai

bagian dari kesejahteraan, sebagai modal pembangunan bangsa, yang

pada gilirannya merupakan bagian dari sistem Ketahanan Nasional.

3. Dalam IHR 2005 disebutkan bahwa seluruh negara anggota Organisasi

Kesehatan Dunia harus mampu mendeteksi dan merespon secara dini

100

Page 101: Na ruu karkes 19 juni2012

seluruh kejadian yang berpotensi PHEIC. Salah satu upaya merespon

secara dini adalah dengan melaksanakan tindakan karantina di pintu

masuk, tindakan karantina rumah dan tindakan karantina wilayah.

4. Sebagai negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia, Indonesia sudah

menerima dan melaksanakan IIHR 2005 sejak tanggal 15 Juni 2007

namun belum diratifikasi kedalam undang-undang. Agar IHR 2005 dapat

dilaksanakan sesuai yang diamanatkan, maka Indonesia harus

meratifikasi IHR 2005 dalam bentuk undang-undang.

5. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini yaitu UU No.1 Tahun

1962 tentang Karantina Laut, UU No.2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan penyakit dan

teknologi, karena belum melibatkan PHEIC yang mengatur secara tegas

tentang karantina kesehatan, sehingga perlu diganti dengan Undang-

undang yang baru.

101

Page 102: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROPINSI, ATAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

A. Sasaran

Pengaturan Kekarantinaan yang telah ada saat ini, tersebar dalam

berbagai produk peraturan perundang-undangan diantaranya adalah Undang-

Undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut, Undang-Undang No. 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara, dan Undang-Undang No. 16 Tahun

1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta produk perundang-undangan

lain di bidang kesehatan. Untuk efektivitas dan efisiensi pembentukan suatu

undang-undang yang mengatur “Kekarantinaan” yang substansinya meliputi

karantina kesehatan (manusia), hewan, ikan dan tumbuhan secara

komprehensif perlu dibentuk.

B. Ketentuan Umum

1. Pengertian

Alat angkut adalah pesawat udara, kapal, kereta api, kenderaan

darat atau sarana lain yang digunakan untuk melakukan

perjalanan.

Alat angkut dalam karantina adalah alat angkut yang berada di

pintu masuk yang terpapar faktor risiko kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia untuk dilakukan tindakan

kekarantinaan dan tindakan penyehatan bila diperlukan.

Alat angkut terjangkit adalah alat angkut yang di dalamnya

terdapat atau ditemukan penderita yang dapat menimbulkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.

Awak alat angkut adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di

alat angkut untuk melakukan tugas di atas alat angkut tersebut

sesuai dengan jabatannya.

102

Page 103: Na ruu karkes 19 juni2012

Barang adalah produk nyata, termasuk hewan dan tumbuhan yang

dibawa pada perjalanan, termasuk yang akan digunakan dalam

alat angkut.

Bagasi adalah barang milik pelaku perjalanan

Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk

mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,

dan/ atau bongkar muat kargo dan/ atau pos, serta dilengkapi

dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat

perpindahan antar moda transportasi

Buku Sertifikat Vaksinasi Internasional (ICV) adalah surat

keterangan Imunisasi Internasional yang berlaku untuk perjalanan

Internasional dan menerangkan bahwa seseorang telah mendapat

imunisasi.

Dokumen kesehatan adalah surat keterangan kesehatan yang

dimiliki oleh setiap alat angkut, awak, penumpang, barang dan

pelintas batas yang memenuhi syarat-syarat Nasional dan

Internasional.

Deteksi Dini adalah upaya identifikasi sedini mungkin terhadap

kemungkinan adanya penyakit, kejadian dan/ atau faktor risiko

yang dapat menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang meresahkan dunia.

Dokter Karantina adalah tenaga kesehatan yang memiliki profesi

dokter dengan kompentensi kekarantinaan.

Episenter adalah titik awal terjadinya kejadian atau penyakit.

Episenter PHEIC adalah titik awal terjadinya penyakit, kejadian

dan/ atau faktor risiko yang dapat menyebabkan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

Hapus hama adalah tindakan untuk menghilangkan bibit penyakit

menular pada permukaan tubuh manusia atau hewan dan pada

permukaan atau di dalamnya bagasi, kargo, petikemas, alat

angkut, barang dan paket pos dengan menggunakan bahan kimia

atau bahan fisika Irradiasi, sinar Ultra Violet)

103

Page 104: Na ruu karkes 19 juni2012

Hapus serangga adalah tindakan untuk mengendalikan atau

membunuh serangga penular penyakit yang ada di bagasi, kargo,

peti kemas, alat angkut, barang dan paket pos.

Hapus tikus adalah prosedur untuk memberantas atau membunuh

binatang pengerat/ tikus yang terdapat di dalam bagasi, kargo, peti

kemas, alat angkut, ruangan, barang dan paket pos.

Informasi Karantina Kesehatan adalah laporan atau

pemberitahuan tentang keberadaan sehat atau terjangkit penyakit,

kejadian dan/ atau faktor risiko yang dapat menyebabkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia di

suatu wilayah, pelabuhan atau negara,

Isolasi adalah pemisahan orang sakit/ terkontaminasi; bagasi; peti

kemas; alat angkut; barang-barang; dan paket pos yang terpapar

terhadap orang/ barang lainnnya sedemikian rupa untuk mencegah

penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Izin masuk (free pratique) adalah pernyataan dari yang

berwenang bagi alat angkut untuk memasuki suatu pelabuhan,

bandar udara, dan pos lintas batas darat untuk menaikkan atau

menurunkan penumpang, membongkar atau memuat kargo atau

menyimpannya

Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan

seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum

menunjukkan gejala penyakit, pemisahan peti kemas, alat angkut,

atau barang-barang yang tersangka (suspek) atau diduga

terkontaminasi dari orang/barang lain, sedemikian rupa untuk

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi

Karantina Rumah adalah tidakan karantina yang dilaksanakan

setelah adanya sinyal awal penyakit yang dapat menyebabkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan

cepat laboratorium oleh petugas kesehatan yang mempunyai

kompetensi dan kewenangan di wilayah tersebut, yang tujuannya

untuk mencegah penyebaran penyakit

104

Page 105: Na ruu karkes 19 juni2012

Karantina Wilayah adalah tindakan Karantina di wilayah episenter

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia yang

dimulai setelah Pemerintah menetapkan penanggulangan

episenter berdasarkan hasil verifikasi secara epidemiologi dan

laboratorium

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial

dan ekonomis

Kartu kewaspadaan kesehatan (Health Alert Card) adalah kartu

yang diberikan kepada orang sehat yang terpapar penderita

penyakit, kejadian dan/ atau faktor risiko yang dapat menyebabkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

dengan maksud bila orang tersebut menderita/ menunjukkan tanda

dan atau gejala penyakit dapat dilacak.

Kargo adalah muatan yang dibawa oleh suatu alat angkut atau

barang yang ada dalam peti kemas.

Kapal adalah kapal laut atau kapal sungai/ danau dalam suatu

perjalanan nasional dan internasional

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya

kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara epidemiologis

pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan

keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.

Kontaminasi adalah ditemukannya bibit penyakit menular atau

bahan beracun pada permukaan tubuh manusia atau hewan, atau

pada suatu produk yang akan dikonsumsi atau pada benda mati

lainnya termasuk alat angkut, yang dapat menimbulkan risiko

kesehatan masyarakat.

Kendaraan darat adalah alat transportasi darat dalam perjalanan

seperti kereta api, bus, truk, mobil, dan sarana lainnya.

Kedatangan alat angkut adalah saat tiba atau membuang sauh

kapal laut di lokasi yang telah ditentukan di pelabuhan dan/ atau

saat mendarat pesawat udara di suatu bandar udara dan/ atau saat

tiba di pintu masuk kereta api atau kendaraan darat lainnya

105

Page 106: Na ruu karkes 19 juni2012

Lalu lintas internasional adalah pergerakan orang, bagasi, kargo,

petikemas, alat angkut, barang atau paket pos yang melintasi

perbatasan internasional, termasuk perdagangan internasional.

Laik terbang adalah memenuhi persyaratan yang ditentukan serta

aman untuk terbang di udara bagi manusia.

Masa Inkubasi adalah waktu yang diperlukan mulai dari masuknya

bibit penyakit sampai timbulnya gejala.

Masyarakat Pelabuhan adalah masyarakat yang berada di area

pelabuhan antara lain: pelaku perjalanan; pengunjung; pegawai

instansi yang bekerja di pelabuhan seperti Perhubungan, Imigrasi,

Kesehatan, Bea Cukai, Kepolisian dan lain-lain; pengelola terminal,

restoran, gudang, peti kemas atau pedagang kaki lima di

pelabuhan; dan buruh di pelabuhan.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang

kesehatan.

Nuklir adalah bahan, benda atau zat radioaktif yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan secara radiasi.

Pelabuhan adalah suatu tempat yang terdiri dari daratan dan

perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan

sebagai kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan

atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta

sebagai tempat perpindahan intra dan antar sarana transportasi.

Pelayanan kesehatan rujukan adalah membawa/ mengangkut

penderita dengan menggunakan ambulans khusus yang dilengkapi

dengan alat yang menjamin pencegahan penyebaran penyakit,

dalam perjalanan dan sekaligus dapat memberikan pertolongan

darurat selama dalam perjalanan menuju institusi pelayanan

rujukan.

Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat

tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu

identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang

106

Page 107: Na ruu karkes 19 juni2012

melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui

Pos Lintas Batas Darat

Pos Lintas Batas Darat adalah pintu masuk orang, barang, alat

angkut melalui darat di suatu negara

Paket pos adalah paket yang dibubuhi alamat yang dikirim lintas

negara melalui layanan pos atau layanan pengiriman lainnya

Pemeriksaan Kekarantinaan adalah suatu kegiatan oleh petugas

karantina kesehatan untuk menentukan keadaan sehat atau

terjangkit penyakit/ faktor risiko yang dapat menyebabkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

terhadap orang, barang dan alat angkut.

Pemeriksaan Laboratorium merupakan upaya penegakan

diagnosa dengan melakukan pengambilan spesimen dari

penderita, tersangka, atau lingkungan (makanan, air yang

tercemar), pengolahan spesimen dan pembacaan hasil

laboratorium (konfirmasi laboratorium).

Pengamatan Kesehatan Masyarakat adalah pemantauan status

kesehatan pelaku perjalanan selama beberapa waktu untuk

menetapkan ada tidaknya risiko penularan penyakit.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah pegawai negeri

sipil yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam melakukan

penyidikan dan tindakan sesuai dengan peraturan perundangan.

Petugas karantina kesehatan adalah pegawai negeri sipil yang

mempunyai keahlian tertentu yang diberi tugas untuk melakukan

upaya karantina kesehatan dan atau tindakan penyehatan

berdasarkan Undang-undang ini.

Pintu Masuk adalah perlintasan untuk keluar masuknya pelaku

perjalanan, bagasi, kargo, peti kemas, alat angkut, barang dan

paket pos yang bersifat nasional maupun internasional. Juga

mencakupi tempat keluar masuknya agen alat angkut dan tempat

yang menyediakan pelayanan bagi semua yang disebut dimuka.

Pemeriksaan Medik adalah penilaian awal terhadap seseorang

oleh dokter atau petugas kesehatan di bawah pengawasan dokter

yang berkompeten, untuk menentukan status kesehatan orang

107

Page 108: Na ruu karkes 19 juni2012

tersebut dan risiko kesehatan masyarakat yang potensial.

Pemeriksaan dapat mencakup pemeriksaan dokumen kesehatan,

dan pemeriksaan fisik bila dianggap perlu berdasarkan keadaan

orang tersebut.

Public Health Emergency Of International Concern

(kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia)

adalah kejadian luar biasa yang merupakan risiko kesehatan

masyarakat bagi negara lain karena dapat menyebar lintas negara

dan berpotensi memerlukan respons internasional secara

terkoordinasi

Pelaku Perjalanan adalah adalah seseorang yang melakukan

perjalanan baik di dalam satu wilayah Negara Indonesia dan atau

perjalanan internasional.

Perjalanan Internasional Alat Angkut adalah: perjalanan diantara

pintu masuk di dalam wilayah lebih dari satu negara atau

perjalanan diantara pintu masuk dan wilayah dari satu negara yang

sama jika alat angkut tersebut pernah singgah di negara lain.

Perjalanan Internasional Pelaku Perjalanan adalah masuknya

yang bersangkutan ke dalam wilayah suatu negara ke dalam

wilayah suatu negara yang berbeda dari wilayah Negara dimana

dia memulai perjalanannya.

Risiko Kesehatan masyarakat adalah kemungkinan timbulnya

pengaruh buruk dari suatu peristiwa terhadap kesehatan

masyarakat dengan penekanan pada peristiwa/ faktor risiko yang

dapat menyebar lintas negara atau besar bahayanya.

Seorang terjangkit adalah seorang yang dinyatakan menderita

penyakit, yang dapat menyebabkan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia oleh pejabat kesehatan.

Seorang tersangka adalah seorang yang dianggap oleh petugas

karantina kesehatan telah mengalami kemungkinan penularan

penyakit yang berisiko Kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia.

Seseorang dalam pengamatan (under surveilance) adalah

tindakan karantina bagi tersangka penyakit, kejadian dan/ atau

108

Page 109: Na ruu karkes 19 juni2012

faktor risiko yang dapat menyebabkan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia yang diwajibkan untuk

memenuhi persyaratan kesehatan, tanpa membatasi pergerakan

yang bersangkutan.

Surveilans adalah pengumpulan, pengolahan dan analisa data

secara sistematis di bidang kesehatan masyarakat serta

penyebaran informasi secara tepat waktu guna melakukan

penilaian dan mengambil tindakan.

Sumber penularan adalah hewan, tumbuhan atau benda tempat

bibit penyakit biasanya hidup yang dapat merupakan risiko

kesehatan masyarakat.

Suspek (terduga) adalah adalah orang, bagasi, kargo, petikemas,

alat angkut, barang, atau paket pos yang dianggap telah terpajan

atau mungkin terpajan suatu faktor risiko kesehatan masyarakat

yang mungkin menjadi sumber penyebaran penyakit.

Tindakan Penyehatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

petugas karantina kesehatan terhadap alat angkut dan barang

untuk mencegah penyakit yang berisiko kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia.

Tindakan Karantina adalah pemeriksaan kesehatan dan segala

usaha penyehatan terhadap kapal/pesawat udara, bagasi, muatan

barang, muatan hewan dan muatan tanaman.

Terduga adalah orang, bagasi, kargo, peti kemas, alat angkut,

barang atau paket pos yang dianggap telah terpajan atau mungkin

terpajan suatu faktor resiko kesehatan masyarakat yang mungkin

menjadi sumber penyebaran penyakit.

Upaya karantina kesehatan adalah segala kegiatan pengendalian

faktor risiko gangguan kesehatan untuk mencegah tersebarnya

penyakit yang berisiko kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan

atau masyarakat.

Vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya

membawa bibit penyakit yang merupakan suatu risiko kesehatan

masyarakat.

109

Page 110: Na ruu karkes 19 juni2012

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam

masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata

melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah

tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

Wilayah Episenter Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang

Meresahkan Dunia adalah wilayah dimana terjadinya titik awal

kejadian atau penyakit yang berisiko Kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia

Zona Karantina adalah wilayah tempat lepas jangkar kapal

dan/atau tempat parkir pesawat untuk melakukan tindakan

karantina

B. Materi Pokok

B.1. Azas dan Tujuan

Azas Karantina kesehatan adalah berasaskan perikemanusiaan,

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, azas manfaat, azas adil dan

merata, azas perikehidupan serta azas kepercayaan pada kemampuan dan

kekuatan sendiri denagn tidak membeda-bedakan golongan, agama dan

bangsa.

Tujuan dari karantina kesehatan adalah mengendalikan dan

penyehatan penyakit / kejadian yang berpotensi kejadian luar biasa/ wabah

dengan cara mencegah keluar dan masuknya dari dan ke wilayah Republik

Indonesia.

B.2. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia

(PHEIC)

Kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC)

adalah suatu kejadian luar biasa dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Merupakan risiko kesehatan masyarakat bagi negara lain, karena dapat

menyebar lintas negara dan

Berpotensi memerlukan respon Internasional.

Untuk menetapkan semua kejadian yang mungkin merupakan PHEIC,

negara harus menilai kejadian menggunakan algoritma yang terdapat pada

lampiran 2 IHR 2005. Semua kejadian yang mungkin merupakan PHEIC

110

Page 111: Na ruu karkes 19 juni2012

harus dilaporkan ke WHO oleh focal point nasional dalam waktu 24 jam

dengan menggunakan alat komunikasi cepat. WHO dalam 24 jam melakukan

verifikasi terhadap laporan kejadian PHEIC dan berdasarkan hasil verifikasi

tersebut Menteri Kesehatan dapat menetapkan penyakit/ kejadian PHEIC

disuatu wilayah. Didalam penanggulangan PHEIC ini negara dapat meminta

bantuan dari WHO dengan melibatkan organisasi teknis lainnya.

B.3. Dokumen Karantina Kesehatan

Di dalam pengawasan lalu-lintas alat angkut, orang dan barang melalui

pintu masuk negara yang berhubungan dengan lalu-lintas Internasional harus

sesuai dengan yang direkomendasikan oleh WHO didalam IHR 2005. Untuk

lalu-lintas dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan Dokumen Karantina

Kesehatan dalam rangka mencegah dan melindungi dari penyebaran

penyakit menular. Dokumen yang direkomendasikan oleh WHO di dalam IHR

2005 adalah Sertifikat Vaksinasi Internasional dan Profilaksis lainnya,

Maritime Declaration of Health, Health Part of The Aircraft General

Declaration, Sertifikat Sanitasi Kapal (Ship Sanitation Control Exemption

Certificates and Ship Sanitation Control Certificate, one month Exemption

SSCEC), Health Alert Card, sedangkan dokumen karantina kesehatan yang

direkomendasikan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah Certificate of Pratique, Buku Kesehatan Kapal, Sertifikat P3K, Cargo

List, crew list, passenger list, Voyage of Memmo/List Port of Call, General Nil

List, Port Health Quarantine Clearance, sertifikat Disinseksi pesawat, sertifikat

Disinfeksi pesawat, dan Sertifikat Kesehatan OMKABA (obat, makanan,

kosmetika, alat kesehatan dan bahan adiktif lainnya); surat izin kesehatan laik

terbang, surat izin kesehatan angkut orang sakit, surat izin kesehatan angkut

jenazah.

Setiap alat angkut, yang masuk dan atau keluar melalui pelabuhan di

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memiliki dokumen

karantina kesehatan. Setiap awak dan/atau penumpang alat angkut dan

pelintas batas yang datang dari pelabuhan atau daerah terjangkit yang masuk

baik dari luar negeri maupun di dalam negeri kesuatu pelabuhan di wilayah

Indonesia harus memiliki dokumen karantina kesehatan.

111

Page 112: Na ruu karkes 19 juni2012

Setiap awak dan/atau penumpang alat angkut, dan pelintas batas yang

akan ke luar negeri melalui pelabuhan di wilayah Republik Indonesia harus

memiliki dokumen karantina kesehatan sesuai dengan ketentuan dan/atau

sesuai ketentuan dari negera tujuan.

Setiap barang yang dapat menjadi sumber penularan penyakit yang

datang dari luar negeri atau dari pelabuhan dan/ atau dari daerah terjangkit

melalui pelabuhan di wilayah Indonesia harus memiliki dokumen karantina

kesehatan.

Ketentuan mengenai jenis, bentuk, dan persyaratan dokumen

karantina kesehatan di atur dengan Keputusan Menteri.

112

Page 113: Na ruu karkes 19 juni2012

B.4. Upaya Karantina Kesehatan

B.4.1. Pengertian Umum

Upaya karantina kesehatan adalah kumpulan kegiatan di pintu masuk

dan wilayah terjangkit yang berisiko dan/ atau sedang terjadi kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Upaya tersebut meliputi:

Kegiatan karantina kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan gerak

terhadap orang, barang, alat angkut ; Kegiatan surveilans epidemiologi faktor

risiko dan respon cepat; Kegiatan pelayanan kesehatan; Kegiatan

penyehatan lingkungan.

Kegiatan karantina kesehatan adalah pengawasan terhadap lalu-lintas

orang, barang, alat angkut berupa pemeriksaan dalam rangka deteksi dini

adanya penyakit, kejadian dan/atau faktor risiko yang menimbulkan

Kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Kegiatan

pemeriksaan lalu lintas barang di tujukan kepada sediaan farmasi dan alat

kesehatan, makanan minuman, produk biologi, bahan-bahan berbahaya,

bahan lainnya ; Kegiatan karantina kesehatan dapat dilakukan melalui

pemeriksaan dokumen kesehatan; pemeriksaan phisik; pengambilan sampel

dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan

keadaan sehat atau terjangkitnya suatu orang, barang dan alat angkut.

Apabila ada indikasi terjangkit dan atau kemungkinan terjangkit, maka

dilakukan pembatasan gerak berupa karantina dan isolasi.

Kegiatan surveilans epidemiologi karantina kesehatan adalah proses

pengumpulan, pengolahan, analisa, interpretasi data dan penyebaran

informasi dilakukan secara sistematik dan terus menerus dalam rangka

deteksi dini adanya penyakit, kejadian dan/ atau faktor risikonya yang bisa

menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

dipintu masuk dan wilayah; Kegiatan surveilans epidemiologi karantina

kesehatan ditujukan ke pada orang, alat angkut, barang termasuk jenazah,

kerangka jenazah, OMKABA dan lingkungan, serta perkembangan informasi

epidemiologis secara nasional maupun global; Kegiatan respon cepat adalah

tindakan penyelidikan epidemiologis untuk mengetahui gambaran

epidemiologis yang terjadi, mengetahui penyebabnya dan menetapkan

langkah-langkah penanggulangan dalam rangka pencegahan penyebaran

113

Page 114: Na ruu karkes 19 juni2012

penyakit, kejadian dan/ atau faktor risiko yang bisa menimbulkan Kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

Kegiatan penyehatan lingkungan adalah pengendalian lingkungan

dalam rangka deteksi dini faktor risiko Kedaruratan kesehatan masyarakat

yang meresahkan dunia; Kegiatan kesehatan lingkungan meliputi:

penyehatan air, udara, makanan dan minuman, penyehatan tanah,

penyehatan bangunan, penyehatan limbah padat, cair, gas, radiasi,

pengendalian vector dan binatang pengganggu lainnya serta upaya

penyehatan lingkungan lainnya.

Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas adalah pemeriksaan

kesehatan terhadap orang dalam rangka deteksi dini penyakit yang berisiko

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia; Kegiatan

pelayanan kesehatan terbatas dilakukan antara lain melalui: diagnosa klinis,

laboratorium, pengobatan tepat-segera, isolasi, pemberian imunisasi,

penanggulangan gawat darurat medik, advis medis dan rujukan.

B.4.2. Penyelenggara Upaya Karantina Kesehatan Di Pintu Masuk

Upaya karantina kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau

masyarakat. Pemerintah menjamin terselenggaranya :Kegiatan karantina

kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan gerak terhadap orang,

barang, alat angkut ; Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan

respon cepat; Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas; Kegiatan penyehatan

lingkungan. Menteri menetapkan kelembagaan/ organisasi dan tata kerja unit

pelaksana karantina kesehatan dan menetapkan persyaratan ketenagaan

serta perlengkapan perorangan (DSPP) dan perlengkapan organisasi (POP).

Pemerintah menetapkan standar operasional kegiatan. Pemerintah

menyiapkan fasilitas penyelenggaraan upaya karantina kesehatan meliputi

fasilitas pelayanan kesehatan, alat transport rujukan, alat komunikasi cepat,

laboratorium, alat medis, alat non medis, dan fasilitas kesehatan lainnya,

sesuai dengan standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dipergunakan

secara Internasional.

Pengelola pelabuhan dan penanggung jawab alat angkut wajib

memfasilitasi kegiatan upaya karantina. Petugas karantina kesehatan

114

Page 115: Na ruu karkes 19 juni2012

melakukan pengawasan terhadap fasilitas di atas meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan pelaporan kegiatan. Guna pemeriksaan dan pengawasan

tersebut para pengelola pelabuhan harus menyiapkan dokumen/laporan

untuk diperiksa oleh petugas karantina kesehatan. Dokumen mengenai

fasilitas kesehatan diperiksa berkala oleh pejabat karantina kesehatan dan

dokumen dimutakhirkan setiap tahun untuk mengetahui perkembangannya.

B.4.3. Kegiatan Karantina Kesehatan Di Bandar Udara

B.4.3.1.Kegiatan Saat Keberangkatan pada Bandar Udara Sehat

B.4.3.1.1.Pengawasan orang :

Semua penumpang dan crew yang akan melakukan perjalanan

Internasional ke negara terjangkit harus memiliki dokumen karantina

kesehatan berupa Certifikat Vaksinasi Internasional yang disyaratkan oleh

negara tujuan ; Bagi penumpang dan crew yang sakit harus memiliki surat

kesehatan laik terbang yang dikeluarkan oleh dokter karantina kesehatan di

bandar udara untuk mengidentifikasi apakah berpenyakit yang dapat

menyebabkan PHEIC atau tidak ;

Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan penumpang

dan crew yang berpenyakit, yang dapat menyebabkan PHEIC dengan

melakukan pemeriksaan kesehatan, tatalaksana kasus, tindakan karantina,

rujukan dan isolasi.

B.4.3.1.2.Pengawasan barang :

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan dan

pengawasan terhadap barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan, terutama

barang yang mempunyai faktor risiko sumber penularan penyakit; Petugas

karantina kesehatan melakukan pengawasan Obat, Makanan, Kosmetika dan

Alat Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya (OMKABA) bekerja sama dengan

Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan OMKABA dan

pemeriksaan fisik ; Petugas Karantina Kesehatan menolak keluarnya

OMKABA yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Apabila memenuhi syarat

kesehatan maka institusi Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat ekspor

OMKABA.

115

Page 116: Na ruu karkes 19 juni2012

Petugas karantina kesehatan juga melakukan pemeriksaan dokumen

penyebab kematian jenazah yang akan diangkut melalui pesawat. Apabila

memenuhi syarat kesehatan maka institusi karantina kesehatan menerbitkan

surat keterangan kesehatan angkut jenazah; Petugas Karantina Kesehatan

menolak keluarnya jenazah yang akan diangkut melalui pesawat bila

ditemukan berpenyakit, yang dapat menyebabkan PHEIC

B.4.3.1.3.Pengawasan pesawat :

Semua pesawat yang berangkat untuk perjalanan internasional harus

menunjukkan dokumen kesehatan pesawat yang dipersyaratkan oleh

Pemerintah Indonesia ; Dokumen karantina kesehatan pesawat meliputi

General Declaration of Health; Sertifikat Sanitasi Pesawat; Sertifikat

Disinseksi Pesawat; Sertifikat P3K Pesawat;

Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat yang

didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat menyebabkan

PHEIC ; Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit, atau faktor

risiko yang bisa menimbulkan PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan

pemeriksaan dan penyehatan makanan, air bersih dan lain-lain.

B.4.3.2.Kegiatan Saat Keberangkatan Pada Bandar udara yang

Mempunyai Akses dengan Wilayah Episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan

alat angkut yang berasal dari wilayah yang memiliki akses episenter PHEIC

di pintu masuk wilayah bandar udara bekerjasama dengan TNI/ POLRI dan

Securiti bandar udara. Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah

episenter PHEIC tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar) maka dilakukan

tindakan karantina selama 2 kali masa inkubasi di wilayah bandar udara.

Jika ditemukan kasus/suspek yang mengarah ke penyakit penyebab

PHEIC maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi. Terhadap alat angkut

dan barang yang berasal dari episenter PHEIC tidak diperbolehkan

memasuki wilayah bandar udara. Dan terhadap alat angkut, barang tersebut

dilakukan desinfeksi.

Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter PHEIC

maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan membawa

116

Page 117: Na ruu karkes 19 juni2012

kartu kewaspadaan kesehatan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di

pintu masuk area non publik.

B.4.3.3. Kegiatan Dalam Perjalanan

Orang sakit yang dinyatakan tersangka berpenyakit yang dapat

menimbulkan PHEIC yang dijumpai dalam perjalanan penerbangan, wajib

dilaporkan melalui radio komunikasi kepada otoritas bandar udara tujuan. Di

bandar udara tujuan pesawat tersebut di parkir pada parkir khusus area

karantina.

Petugas karantina kesehatan dapat melakukan pemeriksaan medis

dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan seperti menurunkan

penderita dari pesawat, memberi pengobatan penderita secara tepat-segera,

merujuknya ke Rumah Sakit serta melakukan tindakan penyehatan terhadap

pesawat dan barang sesuai dengan indikasi penyakit.

B.4.3.4. Kegiatan Saat Kedatangan Dari Bandar Udara Sehat

B.4.3.4.1.Pengawasan orang

Semua penumpang dan/atau crew yang datang dari perjalanan

internasional dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan

crew yang sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di poliklinik Karantina

Kesehatan

B.4.3.4.2.Pengawasan barang

Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan barang bawaan

berupa obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan dan bahan adiktif lainnya

(OMKABA) bekerja sama dengan petugas Bea Cukai untuk melakukan

pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik dan dilakukan uji laboratorium bila

ditemukan hal-hal yang mencurigakan. Petugas karantina kesehatan

melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap komuditi OMKABA import

yang melaui kargo bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan

pemeriksaan dokumen karantina kesehatan, pemeriksaan fisik dan uji

laboratorium.

Petugas Karantina Kesehatan dapat mengijinkan OMKABA import

tersebut masuk melalui bandara apabila memenuhi syarat kesehatan serta

peraturan yang ditetapkan pemerintah. Kemudian untuk OMKABA itu

117

Page 118: Na ruu karkes 19 juni2012

diterbitkan sertifikat kesehatan OMKABA oleh petugas Karantina Kesehatan.

Jika OMKABA import tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan serta

ditemukan adanya bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terkandung

dan/atau melekat pada OMKABA tersebut, maka petugas karantina

kesehatan melakukan penolakan terhadap masuknya OMKABA tersebut

berupa pengembalian atau pemusnahan OMKABA yang bekerja sama

dengan Bea Cukai.

Petugas karantina kesehatan juga melakukan pemeriksaan dokumen

penyebab kematian jenazah yang masuk melalui bandara yang dibawa oleh

pesawat. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka institusi karantina

kesehatan menerbitkan surat keterangan angkut jenazah. Petugas Karantina

Kesehatan menolak masuknya jenazah yang diangkut melalui pesawat bila

ditemukan penyakit menular, yang dapat menyebabkan PHEIC.

B.4.3.4.3.Pengawasan pesawat

Semua pesawat yang datang dari perjalanan internasional harus

menunjukkan dokumen kesehatan pesawat yang dipersyaratkan oleh

Pemerintah Indonesia. Dokumen kesehatan pesawat meliputi General

Declaration of Health; Sertifikat Sanitasi Pesawat; Sertifikat Disinseksi

Pesawat; Sertifikat P3K pesawat.

Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat yang

didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat menyebabkan

PHEIC. Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit, atau faktor

risiko yang bisa menimbulkan PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan

pemeriksaan dan penyehatan makanan, air bersih dan lain-lain.

B.4.3.5. Kegiatan Saat Kedatangan Dari Bandar udara yang Mempunyai

Akses dengan Wilayah Episenter PHEIC atau wilayah

terjangkit.

Tindakan Terhadap penumpang dan/atau crew Sehat, barang dan

pesawat:

Pesawat parkir di tempat khusus (Zona Karantina) di bandar udara.

Petugas Karantina Kesehatan mengarahkan penumpang yang sehat untuk

turun melewati jalur yang telah ditentukan. Kepada para penumpang tersebut

118

Page 119: Na ruu karkes 19 juni2012

dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan kartu kewaspadaan yang

telah dibagikan di bandar udara sebelumnya.

Bila ditemukan kasus suspek PHEIC maka penumpang langsung

dibawa ke poliklinik khusus Karantina Kesehatan untuk dilakukan

pemeriksaan medik selanjutnya di rujuk ke RS Rujukan. Penumpang yang

berada di 3 baris kiri, kanan, belakang dan depan yang suspek PHEIC

didalam pesawat dilakukan tindakan karantina selama 2 kali masa inkubasi di

asrama karantina

Setelah seluruh crew dan penumpang turun dari pesawat dilakukan

tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur

disinfeksi dan disinseksi pesawat.

B.4.4.Kegiatan Karantina Kesehatan Di Pelabuhan

B.4.4.1. Kegiatan Saat Keberangkatan pada Pelabuhan Sehat

Kegiatan kekarantinaan pada saat keberangkatan di pelabuhan sehat

yang ditujukan terhadap orang, barang dan alat angkut dilakukan melalui

pemeriksaan rutin kekarantinaan. Pemeriksaan rutin kekarantinaan yang

dilakukan adalah untuk melihat kelengkapan dokumen kapal yang merupakan

indikator tentang faktor risiko di kapal dan sebagai dasar pertimbangan utama

untuk diberikannya Surat Izin Karantina Kesehatan Berlayar (Port Health

Quarantine Clearance (PHQC)). Dokumen tersebut adalah Ship Sanitation

Exemption Control Certificate (SSCEC)/ Ship Sanitation Control Certificate

(SSCC), One Month Extension Certificate, Sailling permit, Buku Kesehatan

Kapal, Health Alert Card (HAC), International Certificate of Vaccination or

Prophylaxis, Cargo list, Passenger list, Crew list, Sertifikat P3K kapal, General

Nil List, Port Health Quarantine Clearance.

Petugas Karantina Kesehatan memeriksa segala dokumen kesehatan

kapal dan mencegah pemberangkatan suatu kapal yang tidak mempunyai

dokumen tersebut. Jika diminta diberikan surat keterangan perihal tindakan

yang dilakukan terhadap kapal. Tindakan karantina mencakup pemeriksaan

dan segala usaha penyehatan terhadap kapal, bagasi, muatan barang,

muatan hewan dan muatan tanaman. Surat pos, buku-buku dan barang

cetakan lainnya dibebaskan dari segala usaha penyehatan, kecuali paket

yang mencurigakan. Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi

119

Page 120: Na ruu karkes 19 juni2012

PHEIC pada saat keberangkatan dilakukan Surveilans rutin terhadap orang,

alat angkut, dan barang.

B.4.4.2. Kegiatan Saat Keberangkatan Pada Pelabuhan Laut Yang

Memiliki Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan

alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di pintu masuk wilayah

pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI dan POLRI dan keamanan

pelabuhan laut. Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah episenter

PHEIC tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar) maka dilakukan tindakan

karantina selama 2 kali masa inkubasi di wilayah pelabuhan

Jika ditemukan kasus/ suspek yang mengarah ke penyebab PHEIC

maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi. Terhadap alat angkut dan

barang yang berasal dari episenter PHEIC tidak diperbolehkan memasuki

wilayah pelabuhan laut. Dan terhadap alat angkut, barang tersebut dilakukan

desinfeksi

Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter PHEIC

maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan membawa

kartu kewaspadaan dini setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu

masuk area non publik pelabuhan laut

B.4.4.3.Kegiatan Dalam Perjalanan

Kapal dalam perjalanan melalui suatu selat di wilayah Republik

Indonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan yang terdekat

dari selat tersebut. Oleh karena itu unit kesehatan setempat (karantina

kesehatan) harus mampu melakukan upaya karantina kesehatan terutama

jika membawa penderita PHEIC sesuai dengan prosedur yang berlaku.

B.4.4.4.Kegiatan saat Kedatangan Dari Pelabuhan Sehat

Kegiatan kekarantinaan pada saat kedatangan di pelabuhan sehat

yang ditujukan terhadap orang, barang dan alat angkut dilakukan melalui

pemeriksaan rutin kekarantinaan. Kegiatan ini meliputi melihat ada/ tidaknya

pelanggaran kekarantinaan, pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan

120

Page 121: Na ruu karkes 19 juni2012

kapal dan pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar pertimbangan utama

untuk diberikannya Izin Bebas Karantina (Free Pratique). Untuk memperoleh

Izin Bebas Karantina, nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan

kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan.

Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina dan

mematuhi tanda-tanda/ isyarat karantina kapal yang ditetapkan dalam

undang-undang yaitu:

Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina).

Kapal harus menaikan isyarat karantina:

pada siang hari menaikan bendera Q (kuning)

Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan diatas

yang lain dengan jarak 2 meter yang tampak dari jarak 2 mil.

Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menurunkan

orang, barang, tanaman dan hewan sebelum memperoleh surat izin

karantina

Nakhoda kapal menyampaikan permohonan unguk memperoleh suatu

izin atau memberitahukan suatu keadaan kapal dengan suatu isyarat

karantina:

Siang hari :

Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin karantina

Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka

Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.

Malam hari :

Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak maksimum 1,8

meter: Saya belum mendapat izin karantina

Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan dan

melengkapi dokumen kesehatan kapal. Dokumen kesehatan yang dimaksud

harus lengkap dan masih berlaku, yang meliputi: Maritim Declaration of

Health (MDH), Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC)/Ship

Sanitation Control Certificate (SSCC), One month extension certificate,

Sailling Permit, Buku Kesehatan Kapal, Health Alert Card (HAC), International

Certificate of Vaccination and Prophylaxis, Cargo list, Certificate of Medicine,

Voyage of Memo/List Port of Call, General Nil List, Passenger list, Crew list.

121

Page 122: Na ruu karkes 19 juni2012

B.4.4.5.Kegiatan saat kedatangan Dari Pelabuhan yang Mempunyai

Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC

Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap

orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua dokumen

kesehatan yang dipersyaratkan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Pengelola kapal laut dapat memperoleh informasi tentang hal-hal yang

dimaksud melalui agen-agen alat angkut, duta besar Republik Indonesia di

luar negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia.

Petugas Karantina kesehatan dalam melakukan tindakan

kekarantinaan dari wilayah episenter kedaruratan kesehatan masyarakat

yang meresahkan dunia menerapkan prosedur sebagai berikut :

Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).

Kapal harus menaikan isyarat karantina (pasal 22 diatas)

pada siang hari menaikan bendera Q (kuning)

Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan diatas

yang lain dengan jarak 2 meter yang tampak dari jarak 2 mil.

Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menurunkan orang,

barang, tanaman dan hewan sebelum memperoleh surat izin karantina

Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin

atau memberitahukan suatu keadaan kapal dengan suatu isyarat

karantina:

Siang hari

Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta

izin karantina

Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya

tersangka

Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.

Malam hari

Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak maksimum 1,8

meter: Saya belum mendapat izin karantina

Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah

dilakukan pemeriksaan dokumen (MDH, SSCEC/ SSCC, ICV) yang

dibuktikan dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kalap dan penumpang

122

Page 123: Na ruu karkes 19 juni2012

kapal, Persediaan Obat-obatan dan kondisi lingkungan diatas kapal dan

dinyatakan bebas faktor risiko .

Jika ada penumpang/ABK yang suspek, maka suspek tersebut

dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi. Dan kepada ABK/ Penumpang

lainnya yang sehat dilakukan karantina selama 2 kali masa inkubasi didalam

kapal. Dan kepada kapal tersebut dilakukan tindakan desinseksi dan

desinfeksi.

B.4.5. Kegiatan Karantina Kesehatan di PLBD

B.4.5.1. Kegiatan Saat Keberangkatan Pada PLBD Sehat

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan alat angkut,

orang dan barang secara terus menerus terhadap keberangkatan alat angkut

dengan cara pemeriksaan dokumen kesehatan dengan memperhatikan

apakah ada tidaknya penumpang/ awak angkut yang menderita sakit yang

berpotensi PHEIC.

Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh pemerintah

Republik Indonesia dibidang kesehatan Surat keterangan Hapus Serangga,

Sertifkat Disinfeksi, Surat Keterangan Kesehatan OMKABA untuk barang

serta International Vaksinasi Sertifikat bagi negara yang mensyaratkan ICV

dan profilaksis.

B.4.5.2. Kegiatan Saat Keberangkatan Pada PLBD yang mempunyai

Akses dengan wilayah episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya alat angkut, orang

dan barang yang berasal dari epicenter PHEIC Jika ditemukan orang yang

berasal dari epicenter PHEIC tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar) maka

dilakukan tindakan karantina selama 2 kali masa inkubasi di wilayah PLBD

atau asrama karantina. Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari

epicenter PHEIC dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi.

Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke penyebab PHEIC

maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi Terhadap penumpang yang

sehat bukan berasal dari epicenter PHEIC maka penumpang diperbolehkan

melanjutkan perjalanan dengan membawa health alert card

123

Page 124: Na ruu karkes 19 juni2012

B.4.5.3. Kegiatan Saat Kedatangan Dari PLBD Sehat

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan secara terus

menerus terhadap kedatangan alat angkut orang dan barang dengan cara

pemeriksaan dokumen kesehatan dengan memperhatikan apakah ada

penumpang/ awak angkut yang menderita sakit yang dapat menimbulkan

PHEIC. Dokumen Kesehatan yang diisyaratkan oleh pemerintah Indonesia

dibidang kesehatan adalah Surat Keterangan Hapus Serangga; Surat

Keterangan OMKABA dan Sertifikat Vaksinasi International. Pemeriksaan

terhadap penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan

melewati pos karantin kesehatan

Jika ada penumpang yang dicurigai menderita (suspek) penyakit yang

dapat menimbulkan PHEIC, maka terhadap orang tersebut dilakukan tindakan

isolasi dan terhadap penumpang sehat lainnya dilakukan tindakan karantina

selama 2 kali masa inkubasi diwilayah PLBD. Terhadap alat angkut dan

barang bawaan penumpang dilakukan tindakan desinseksi, disinfeksi atau

dekontaminasi.

B.4.5.4. Kegiatan saat kedatangan Dari PLBD yang mempunyai Akses

dengan Wilayah Episenter PHEIC

Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap

penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan melewati

pos karantina kesehatan. Petugas karantina kesehatan memeriksa dokumen

dan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang. Jika

ditemukan orang yang berasal dari negara terjangkit tapi tidak memiliki gejala

klinis (terpapar) penyakit PHEIC maka dilakukan tindakan karantina selama 2

kali masa inkubasi terhadap orang yang berasal dari negara terjangkit di

wilayah PLBD atau asrama karantina. Terhadap alat angkut dan barang yang

berasal dari negara terjangkit dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi.

Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke PHEIC dalam alat

angkut maka suspek tersebut dilakukan tindakan isolasi, terhadap

penumpang lain yang sehat yang berada dalam satu kenderaan tersebut

dilakukan tindakan karantina selama 2 kali masa inkubasi. Seluruh biaya

penyelenggaraan akibat pelaksanaan karantina ini menjadi tanggung jawab

negara.

124

Page 125: Na ruu karkes 19 juni2012

B.4.6. Kegiatan Karantina Kesehatan Di Terminal Bus, Stasiun Kereta

Api Yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC

B.4.6.1. Tujuan Pengawasan di terminal bus, travel , dan stasiun KA

Tujuan dari kegiatan ini adalah mendukung, memperkuat dan

memperlancar pemeriksaan di bandar udara, pelabuhan dan PLBD agar

orang yang berasal dari wilayah yang berpotensi atau sedang menjadi

episenter PHEIC tidak masuk ke wilayah bandar udara, pelabuhan dan PLBD

meninggalkan wilayah tersebut.

B.4.6.2. Prinsip Pengawasan di terminal bus, travel , dan stasiun KA

Prinsip pengawasan di terminal bus, travel, dan stasiun kereta api

adalah selektif dan tidak menimbulkan kepanikan. Yang dimaksud selektif

ialah dilaksanakan di terminal bus dan stasiun sebagai berikut:

Dekat dengan wilayah episenter pandemi influenza

Punya akses langsung ke wilayah episenter pandemi influenza

Sebagai pintu keluar pulau, negara .

Pengawasan hanya terhadap keberangkatan .

Prioritas pemeriksaan secara ketat ditujukan terhadap kendaraan bus

atau kereta api yang akan bertujuan kepintu keluar pulau atau luar negeri

dan dilarang menaikkan penumpang dalam perjalanannya .

B.4.6.3. Bentuk kegiatan di terminal bus, travel, dan stasiun KA

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :

Penyeleksian identitas seluruh orang yang memasuki terminal dan

stasiun kereta api,

Tindakan karantina terhadap orang yang sehat tapi berasal dari wilayah

episenter kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

Tindakan isolasi bagi yang suspek penyebab kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia

Tindakan penyehatan terhadap alat angkut yang berasal dari wilayah

episenter kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

125

Page 126: Na ruu karkes 19 juni2012

B.4.7. Upaya Karantina Kesehatan Di Wilayah Yang Berpotensi Atau

Sedang Terjadi Episenter PHEIC

B.4.7.1.Kegiatan Karantina Kesehatan di Wilayah

Upaya karantina kesehatan di wilayah yang dilaksanakan meliputi kegiatan

sebagai berikut:

Karantina rumah

Karantina wilayah termasuk pengawasan perimeter

Penemuan dan tata laksana kasus

Rujukan dan Isolasi kasus suspek

Surveilans berupa pelacakan kasus baru dan kontak

Penyehatan lingkungan

Kewaspadaan universal

Penilaia Cepat dan Komunikasi Risiko

B.4.7.2.Karantina Rumah

Tindakan karantina rumah dilaksanakan dalam suatu wilayah yang

berpotensi menjadi episenter setelah adanya sinyal awal penyakit menular

yang dapat menyebabkan PHEIC setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas kesehatan yang

mempunyai kompetensi dan kewenangan di wilayah tersebut, yang tujuannya

untuk mencegah penyebaran penyakit. Adapun indikasi rumah yang harus

dikarantina adalah apabila didalam rumah tersebut terdapat satu atau lebih

kasus suspek PHEIC

Upaya yang dilakukan terhadap rumah yang terindikasi adalah:

a. Kasus suspek penyebab kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia dirujuk ke RS

b. Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut

dilakukan karantina rumah sesuai prosedur yang ditetapkan

c. Kebutuhan pokok selama masa karantina rumah di tanggung oleh

Pemerintah daerah

B.4.7.3.Karantina Wilayah

Tindakan karantina wilayah dilaksanakan setelah Pemerintah

menetapkan penanggulangan episenter pada wilayah episenter PHEIC

126

Page 127: Na ruu karkes 19 juni2012

berdasarkan hasil verifikasi secara epidemiologis dan laboratorium jika perlu

bersama Organisasi Kesehatan Dunia. Pemerintah menetapkan batas serta

lamanya karantina wilayah tergantung penyebabnya dan hasil analisa

epidemiologi dan klinis yang ditetapkan oleh pemerintah atas rekomendasi

dari tim Penyelidikan Epidemiologi .

Tindakan karantina wilayah dihentikan setelah 2 kali masa inkubasi

dari kasus terakhir, tetapi kegiatan surveilans aktif tetap dipertahankan pada

wilayah penanggulangan episenter selama satu bulan. Kegiatan Karantina

wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat angkut dan barang keluar dan

kedalam suatu wilayah episenter PHEIC melalui pengendalian perimeter

dengan bantuanTNI/POLRI. Pembatasan diatas termaksud kegiatan sosial

dan keagamaan skala besar termasuk peliburan sekolah, dekontaminasi pada

alat angkut dan barang serta penyehatan lingkungan dalam wilayah episenter

PHEIC.

B.4.7.4.Tindakan Karantina Wilayah Terhadap Wisatawan

Jika di wilayah episenter PHEIC terdapat wisatawan baik asing

maupun domestik maka dilakukan tindakan karantina terhadap para

wisatawan tersebut sesuai dengan prosedur. Apabila tidak memungkinkan

dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut di wilayah

episenter PHEIC maka dapat dilakukan pemindahan wisatawan tersebut

untuk dikarantina di luar wilayah tersebut, dapat berupa hotel, mess dan lain-

lain yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan berkaitan dengan wisatawan

asing berkordinasi dengan pihak imigrasi dan departemen luar negeri.

B..4.8.Tindakan Penyehatan Alat Angkut TNI dan POLRI

Bagi alat angkut TNI/ POLRI berlaku pula ketentuan yang sama

dengan alat angkut pada umumnya. Yang dimaksud dengan alat angkut TNI/

POLRI misalnya kapal perang, kapal selam, pesawat angkut TNI/ POLRI dan

lainnya yang sejenis.

B.5. Informasi Karantina Kesehatan

B.5.1.Pengertian Informasi Karantina Kesehatan

Informasi karantina kesehatan adalah laporan atau pemberitahuan

tentang keadaan suatu pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat atau

127

Page 128: Na ruu karkes 19 juni2012

wilayah disuatu negara, yang menyatakan keberadaan wilayah atau

pelabuhan tersebut sehat atau terjangkit PHEIC.

B.5.2.Substansi Informasi karantina Kesehatan

Informasi karantina kesehatan meliputi informasi tentang PHEIC,

penyakit menular tertentu dan lain-lain yang berkaitan dengan karantina

kesehatan.

B.5.3.Penyelenggara Informasi karantina Kesehatan

Informasi Karantina kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah

Republik Indonesia dan atau jajarannya, dengan luar negeri atau badan

internasional yang bertanggung jawab tentang karantina kesehatan, yang

penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan internasional. Pemerintah

membangun berbagai alat/media pelaporan beserta mekanisme

pelaksanaannya baik tingkat Pusat, wilayah/daerah dan di unit pelabuhan,

serta penggunaan berbagai jenis media cetak/elektronik untuk menjamin

terlaksananya informasi karantina kesehatan kepada pihak-pihak yang

memerlukan. Pemerintah berkewajiban menerbitkan secara berkala bulletin

yang disebarluaskan dan dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia,

Badan-Badan Kesehatan Internasional antar negara, perwakilan pemerintah

Indonesia di luar negeri, agen perjalanan wisata Nasional/Internasional, serta

unit-unit organisasi lain yang memerlukan.

B.5.4. Kewenangan Organisasi Kesehatan Dunia dalam Informasi

Karantina Kesehatan

Organisasi Kesehatan Dunia berwenang untuk berhubungan langsung

dengan seluruh jajaran kesehatan tentang informasi PHEIC dan gangguan

kesehatan. Jenis-jenis laporan/ informasi yang dapat diberikan langsung oleh

unit kesehatan di pelabuhan dan Ketentuan tentang isi, formulir dan tata cara

penyampaian informasi kesehatan dapat ditetapkan oleh Menteri.

B.5.5.Penyampaikan Informasi Karantina Kesehatan

Penanggung jawab alat angkut, petugas di pelabuhan dan pemakai

jasa pelabuhan apabila mengetahui atau patut mengetahui adanya tersangka

128

Page 129: Na ruu karkes 19 juni2012

penderita PHEIC dan atau barang yang dicurigai harus melapor selambat-

lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) jam sejak diketahuinya kejadian

tersebut kepada pejabat karantina kesehatan di pelabuhan. Laporan tentang

PHEIC menurut data epidemiologi meliputi waktu, tempat dan penderita,

secara rinci pedomannya ditetapkan oleh Menteri. Pada pelabuhan yang

belum mempunyai pejabat karantina kesehatan laporan disampaikan kepada

penguasa pelabuhan untuk diteruskan kepada unit pelayanan kesehatan

terdekat.

Pejabat karantina kesehatan di pelabuhan atau unit pelayanan

kesehatan segera melaporkan adanya tersangka penderita PHEIC kepada

Menteri melalui unit karantina kesehatan yang membina wilayah tersebut.

Unit pelayanan kesehatan tersebut (misalnya Puskesmas) bertanggung jawab

melakukan upaya karantina kesehatan diwilayahnya, serta melaporkan upaya

tersebut kepada unit karantina kesehatan terdekat.

B.6.Jejaring Kerja

B.6.1.Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan

B.6.1.1. Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan Di Pintu Masuk

1. Di dalam lingkungan pintu masuk :

Kantor Kesehatan Pelabuhan

Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Administrator Bandara, Navigasi

Pengelola pintu masuk: Angkasa Pura, Pelindo

Bea & Cukai

Imigrasi

Karantina Tumbuhan

Karantina Hewan

Karantina Ikan

Keamanan : TNI dan POLRI

Assosiasi pelayaran

Assosiasi penerbangan

2. Di luar lingkungan pintu masuk:

Pemerintah Daerah : dinas-dinas terkait (Dinas Kesehatan dll)

Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, poliklinik dll

129

Page 130: Na ruu karkes 19 juni2012

Kantor Kesehatan Pelabuhan di dalam dan luar negeri

Keamanan : TNI dan POLRI

Badan-badan Nasional lainnya.

Badan-badan Internasional

Toko Masyarakat

Toko Agama

Masyarakat

B.6.1.2.Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di wilayah

Pemerintah Daerah : dinas-dinas terkait (Dinas Kesehatan dll)

Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Puskesmas, poliklinik

Kantor Kesehatan Pelabuhan di dalam dan luar negeri

Keamanan : TNI dan POLRI

Badan-badan Nasional lainnya.

Badan-badan Internasional

Unit Pemerintahan mulai dari RT, RW, Lurah, Dusun, Desa, Camat,

Kabupaten/ Kota, Propinsi, Pusat

LSM, Swasta, Organisasi Profesi

Toko Masyarakat

Toko Agama

Masyarakat

B.6.2.Dukungan Instansi Terkait

Dukungan berbagai pihak tersebut di atas diatur dalam peraturan

perundang-undangan dalam pelaksanaan di lapangan mengikuti sistem

komando dan koordinasi di bawah penanggungjawab pelaksanaan karantina

kesehatan setempat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Semua petugas

dari berbagai pihak tersebut di atas, dalam melaksanakan upaya

kekarantinaan mendapat jaminan perlindungan dari Pemerintah

B.7.Kelembagan Karantina Kesehatan

Untuk menyelenggarakan karantina kesehatan Menteri dapat

membentuk pelaksana karantina kesehatan baik di Pusat, daerah di

pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat.

Kelembagaan yang dibentuk :

130

Page 131: Na ruu karkes 19 juni2012

Tingkat Pusat ialah Badan Karantina Kesehatan

Tingkat Wilayah/ Daerah ialah koordinator wilayah karantina kesehatan

(misalnya koordinator wilayah karantina kesehatan Indonesia Bagian

Barat/Tengah/Timur).

Tingkat Pelabuhan ialah Balai Besar/Balai Karantina Kesehatan dan

Tingkat Wilayah Kerja (Wilker) ialah Stasiun Karantina kesehatan

Organisasi tersebut harus mempunyai kewenangan dan kemampuan

secara Nasional dan Internasional sesuai dengan tujuannya dalam

pencegahan keluar masuknya penyakit dari dan ke Wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Organisasi tingkat pusat yaitu Badan Karantina Kesehatan berwenang

melakukan pengaturan dan penetapan kebijaksanaan teknis karantina

kesehatan.

Organisasi tingkat wilayah/ daerah berkewenangan melakukan bimbingan

dan mengupayakan tersediaannya sumber daya (tenaga dan lain-lain)

diwilayahnya.

Organisasi tingkat pelabuhan/ wilker berkewenangan melakukan kegiatan

teknis secara tepat dan melakukan program secara efektif dan effisien

B.8.Ketenagaan Karantina Kesehatan

B.8.1.Ketenagaan

Penyelenggaraan upaya karantina kesehatan dilaksanakan oleh

tenaga karantina kesehatan yang profesional dan terlatih sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan dan berstatus Pegawai Negeri Sipil. Tenaga

yang profesional adalah tenaga yang telah berijazah pendidikan formal pada

bidang kesehatan dan telah mendapat pelatihan teknis fungsional di dalam

dan luar negeri, untuk menjamin kemampuan (pengetahuan dan

keterampilan) secara Internasional.

Pemerintah menjamin tersedianya tenaga untuk penyelenggaraan

upaya karantina kesehatan, melalui pendidikan, pelatihan serta bimbingan

dan pengawasan yang bermutu.

Jenis tenaga yang diperlukan adalah tenaga dalam bidang survailans

tenaga pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga farmasi

dengan kemampuan teknis yang memadai yang diperoleh melalui

131

Page 132: Na ruu karkes 19 juni2012

pendidikan/pelatihan nasional dan internasional. Menteri Kesehatan

menetapkan tenaga karantina kesehatan yang bertugas melakukan

pengawasan untuk menjamin terselenggaranya semua kegiatan upaya

karantina kesehatan.

B.9. Biaya, Tunjangan dan Asuransi Risiko Kerja Karantina Kesehatan

B.9.1.Biaya

Terhadap pelaksanaan tindakan penyehatan dipungut biaya yang

hasilnya dinyatakan sebagai pendapatan negara bukan pajak. Biaya tersebut

meliputi: biaya operasional petugas, biaya untuk bahan dan alat yang

dipergunakan dalam tindakan penyehatan.

B.9.2.Tunjangan Risiko Kerja

Kepada petugas karantina kesehatan tertentu di pelabuhan diberikan

tunjangan risiko kerja. Tunjangan risiko kerja merupakan imbalan atas risiko

kecelakaan dan kerusakan organ perorangan yang dialami petugas pada

pelaksanaan upaya karantina kesehatan dan tindakan penyehatan seperti

pada pelaksanaan dari pengawasan fumigasi, tertular penyakit pada saat

pelayanan penderita atau tersangka.

B.9.3.Asuransi Risiko Kerja

Kepada petugas karantina kesehatan tertentu di pelabuhan diberikan

Asuransi risiko kerja. Asuransi risiko kerja merupakan imbalan atas risiko

kecelakaan dan kerusakan organ perorangan yang dialami petugas pada

pelaksanaan upaya karantina kesehatan dan tindakan penyehatan seperti

pada pelaksanaan dari pengawasan fumigasi, tertular penyakit pada saat

pelayanan penderita atau tersangka. Jatuh kelaut dari kapal pada saat

melakukan pengawasan kapal dalam karantina dan sebagainya

Yang dimaksud dengan petugas karantina kesehatan tertentu adalah

petugas karantina yang dalam melaksanakan tugasnya menanggung risiko

meninggal, cacat atau sakit, bertugas di pos lintas batas darat negara serta

kepulauan terpencil/terluar . Upaya karantina di lapangan banyak

mengandung risiko kerja berhubung:

pekerjaan dilakukan di kapal/kendaraan;

132

Page 133: Na ruu karkes 19 juni2012

lokasinya jauh dari daratan bahkan kadang terpencil;

waktu bekerja 24 jam;

peralatan perlu dioperasikan dengan penuh perhatian;;

kadang-kadang menggunakan racun;

alat pengangkut petugas tidak selalu terjamin;

dan lain-lain.

bagi petugas tersebut perlu adanya tunjangan atau jika terjadi risiko

kerja yang membahayakan jiwa petugas atau berakibat cacat, maka perlu ada

kompensasi atau ganti rugi yang sepantasnya. Tarif dan tunjangan risiko

ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan persetujuan Menteri Keuangan.

B.10.Pembinaan dan Pengawasan

B.10.1.Pembinaan

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang

berkaitan dengan penyelenggaraan karantina kesehatan. Pembinaan

diarahkan untuk : Meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme tenaga

kesehatan karantina sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam rangka kerjasama antar negara baik secara bilateral, regional

dan internasional. Memberikan dorongan bagi masyarakat termasuk swasta

untuk ikut berperan serta dalam menunjang peningkatan upaya kesehatan

karantina. Meningkatkan keterpaduan berbagai sektor terkait di pelabuhan

dalam rangka koordinasi pelaksanaan undang undang kesehatan karantina

ini.

B.10.2.Pengawasan

Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang

berkaitan dengan penyelenggaraan karantina kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah bersama masyarakat. Pemerintah berwenang mengambil

tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan sarana pelayanan

kesehatan serta sarana lainnya yang melakukan kelalaian atau pelanggaran

terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini. Ketentuan mengenai

pengawasan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

133

Page 134: Na ruu karkes 19 juni2012

Pemerintah berwenang menolak memberikan izin karantina kepada

pelintas batas, alat angkut beserta awaknya penumpang dan bagasinya,

barang yang tidak mematuhi ketentuan Undang-undang. Kepada pelintas

batas, alat angkut beserta awaknya penumpang, barang dan bagasinya

sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya diizinkan mengambil bahan bakar,

makanan dan minuman dibawah pengawasan petugas karantina kesehatan

B.11.Penyidikan

Penyidik

Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga kepada

pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran

Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang ini.

Penyidikan berwenang :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang

tindak pidana di bidang karantina kesehatan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana di bidang karantina kesehatan;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak Pidana di bidang karantina kesehatan;

d. melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain tentang tindak

pidana bidang karantina kesehatan;

e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam

perkara tindak pidana di bidang karantina kesehatan;

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik tindak

pidana di bidang karantina kesehatan;

g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti yang cukup tentang

adanya tindak pidana di bidang kesehatan.

B.12.Ketentuan Pidana

134

Page 135: Na ruu karkes 19 juni2012

B.12.1 .Ketentuan Pidana Besar sanksi berdasarkan UU No.24 th.2007

tentang Penanggulangan Bencana

Dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan ditentukan bahwa pemberantasan penyakit menular yang dapat

menimbulkan wabah dan PHEIC dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

undang-undang yang berlaku. Undang-undang yang ada saat ini khusus

mengenai karantina adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara yang kedua undang-undang tersebut didasarkan kepada International

Sanitary Regulation (ISR). Pada saat ini keberadaan International Sanitary

Regulation (ISR) sudah diubah dengan Rekomendasi Organisasi Kesehatan

Dunia pada tahun 1969 di Jenewa dan menggantikannya dengan

International Health Regulation (IHR) oleh karena itu disamping

mengantisipasi perubahan tersebut pada saat ini dirasakan juga sudah

mendesak untuk mengadakan pengaturan tentang karantina darat.

Sanksi pidana yang diatur di dalam ketentuan pidana undang-undang

tentang karantina yang sudah ada sudah ketinggalan yaitu pidana kurungan

selama-lamanya satu tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah). Jenis-jenis pemidanaan dalam

rumusan kumulatif dengan kategori ringan.

Selain itu perlu diantisipasi adanya delegasi dari undang-undang

kepada peraturan pemerintah untuk diperkenankan memuat sanksi, hal ini

dapat kita bandingkan atau jadikan acuan mengenai undang-undang tentang

kesehatan yang mengantisipasi bahwa ada hal-hal lain yang tidak tercakup di

dalam ketentuan pidana Undang-undang dimana Dewan Perwakilan Rakyat

percaya sepenuhnya kepada Pemerintah untuk merumuskan norma-norma

sanksi pidana di dalam Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan

Undang-undang tersebut, sepanjang belum diatur di dalam Ketentuan Pidana

Undang-undang. Namun kewenangan yang diberikan tersebut dibatasi

dengan rambu-rambu yaitu norma pidana yang boleh dimuat di dalam

Peraturan Pemerintah adalah berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah).

Dalam merumuskan norma-norma pidana diperlukan kehati-hatian

yang seksama dan tegas di dalam merumuskannya. Beberapa hal yang perlu

135

Page 136: Na ruu karkes 19 juni2012

mendapat perhatian di dalam merumuskan norma pidana adalah sebagai

berikut:

1. Dalam merumuskan ketentuan pidana, diperhatikan ketentuan Pasal 103

KUHP yang menyatakan ketentuan dalam delapan titel yang pertama dari

Buku I KUHP, berlaku juga terhadap perbuatan yang dalam peraturan

perundang-undangan lain diancam pidana kecuali apabila di dalam

undang-undang yang bersangkutan menentukan lain.

2. Selain itu jangan merumuskan ketentuan pidana secara umum. Sebutkan

pasal-pasal yang melanggarnya.

3. Apabila percobaan tersebut hendak dijadikan delik sendiri harus disebut

dengan jelas dalam undang-undang.

4. Dalam merumuskan pidana, harus disebutkan maksimum ancaman

pidana. Tindak pidana menurut sifat perbuatan dapat berupa kejahatan

atau pelanggaran

B.12.2.Pola Pemidanaan

Menurut Konsep KUHP (baru) hanya akan ada tiga kategori

pengelompokan tindak pidana yaitu:

1. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya dinilai

kurang dari 1 tahun penjara);

2. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk delik

yang diancam dengan pidana penjara 1 – 7 tahun);

3. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang diancam

dengan pidana penjara lebih dari 7 tahun).

Untuk dapat lebih memudahkan dapat digambarkan, sebagai berikut: :

Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan

Sangat

Ringan

Denda - perumusan tunggal

- denda ringan (kategori I atau II)

Berat Penjara atau Denda perumusan alternatif

penjara berkisar 1 s.d 7 tahun

denda lebih berat (kategori III – IV)

Sangat

Serius

Penjara saja perumusan tunggal atau alternatif

136

Page 137: Na ruu karkes 19 juni2012

Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan

Mati/Penjara dapat dikumulasikan dengan denda

Namun demikian perlu dicatat, bahwa tetap dimungkinkan adanya

“penyimpangan” dari pola diatas.

B.12.3.Pidana Penjara

Jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan

delik menurut pola KUHP adalah pidana pokok, dengan menggunakan 9

(sembilan) bentuk perumusan, yaitu:

a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana

tertentu;

b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu;

c. diancam dengan pidana penjara (tetentu);

d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan;

e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan arau denda.

Dari sembilan bentuk perumusan di atas, dapat diidentifikasikan hal-hal

sebagai berikut:

a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu:

1) perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok);

2) perumusan alternatif.

b. Pidana pokok yang diancam/dirumuskan secara tunggal, hanya pidana

penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati yang atau pidana

penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal.

c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang

paling ringan.

Pidana tambahan juga bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk

dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik.

Dalam Konsep KUHP (baru) bentuk perumusannya tidak berbeda

dengan pola KUHP, hanya di dalam konsep KUHP (baru):

1) pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman

minimumnya;

2) pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori (lihat uraian diatas);

137

Page 138: Na ruu karkes 19 juni2012

3) ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara

tunggal dan secara alternatif yang kemungkinan memberikan

perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan

alternatif diterapkan secara kumulatif.

Seperti halnya KUHP, konsep KUHP (baru) juga menganut pola pidana

penjara seumur hidup dan penjara untuk waktu tertentu.

Untuk pidana “penjara untuk waktu tertentu”, polanya sebagai berikut:

Pola Minimum Pola MaksimumUmum Khusus Umum Khusus

KUHP 1 hari - 15 – 20 thn Bervariasi sesuai

deliknya

KONSEP 1 hari Bervariasi antara 1

– 5 tahun

15 – 20 thn Bervariasi sesuai

deliknya

Pola “minimum khusus” menurut konsep KUHP (baru) pada mulanya

berkisar antara 3 bulan sampai 7 tahun, namun dalam perkembangannya

mengalami perubahan antara 1 – 5 tahun dengan kategori sebagai berikut:

Kategori Delik Ancaman MAKSIMUM Ancaman MINIMUM

Berat 4 s.d 7 tahun 1 tahun

Sangat Berat 7 s.d 10 tahun

12 s.d 15 tahun

mati/seumur hidup

2 tahun

3 tahun

5 tahun

Dari pola diatas terlihat, bahwa penentuan “minimum khusus”

didasarkan atau dibedakan menurut ancaman maksimum khusus untuk delik

yang bersangkutan. Ini hanya sekedar patokan objektif atau patokan formal.

Tidak setiap delik yang termasuk dalam kategori seperti diatas, harus diberi

“minimum khusus”. Dalam menetapkan minimum khusus perlu

dipertimbangkan akibat dari delik yang bersangkutan terhadap masyarakat

luas atau faktor tindak pidana (recidive). Pada umumnya delik-delik yang

sangat serius sajalah yang diberi ancaman minimum khusus.

Pola maksimum khusus pidana penjara di dalam KUHP dan Konsep

KUHP (baru) adalah sebagai berikut:

138

Page 139: Na ruu karkes 19 juni2012

a. Menurut KUHP

Berkisar antara 3 minggu (paling rendah) dan 15 tahun yang dapat

mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan.

b. Menurut Konsep

Berkisar antara 1 (satu) tahun (maksimum paling rendah) dan 15 tahun

yang juga dapat mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan.

Untuk maksimum khusus di bawah 1 tahun menurut pola KUHP

digunakan bulan dan minggu. Pola demikian tidak ada di dalam konsep

KUHP (baru) karena maksimum paling rendah adalah 1 tahun. Untuk delik

yang dipandang tidak perlu diancam dengan pidana penjara atau bobotnya

dinilai kurang dari 1 tahun penjara, digolongkan sebagai tindak pidana

“sangat ringan” dan hanya diancam denda. Pola maksimum khusus paling

rendah 2 tahun menurut konsep KUHP (baru) dikecualikan untuk delik-delik

yang selama ini dikenal sebagai “kejahatan ringan”. Menurut pola KUHP

maksimum penjara untuk delik “kejahatan ringan“ ini adalah 3 bulan,

sedangkan menurut konsep KUHP (baru) 6 bulan yang dialternatifkan dengan

pidana denda kategori II.

B.12.4.Pidana Denda

a. Menurut KUHP

Kalau kita menyimak pola pidana denda di dalam KUHP dikenal

beberapa macam pola pemidanaan yaitu “minimum umum” dan “maksimum

khusus”.

Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Prp 1960,

minimum umum pidana denda sebesar 25 sen, dilipatgandakan 15 kali

sehingga menjadi Rp 3,37 (tiga rupiah tiga puluh tujuh sen).

Sedangkan maksimum khusus bervariasi sebagai berikut:

a. Untuk kejahatan,

Denda maksimumnya berkisar antara Rp 900,- (sembilan ratus rupiah)

sampai dengan Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah). Tetapi yang

sering diancam adalah sebesar Rp 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah).

b. Untuk pelanggaran,

Denda maksimumnya berkisar antara Rp 225,- (dua ratus dua puluh lima

rupiah) sampai dengan Rp 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah). Tetapi

139

Page 140: Na ruu karkes 19 juni2012

yang sering diancam adalah sebesar Rp 375,- (tiga ratus tujuh puluh lima

rupiah).

Dari pola di atas terlihat bahwa menurut KUHP maksimum khusus pidana

denda paling tinggi untuk kejahatan ialah Rp 150.000,- dan untuk

pelanggaran paling banyak Rp. 75.000,-. Jadi maksimum khusus pidana

denda yang paling tinggi untuk kejahatan adalah dua kali lipat yang

diancamkan untuk pelanggaran

b. Menurut Konsep KUHP (baru)

Konsep KUHP (baru) mengenal beberapa macam pola pidana denda

yaitu “minimum umum”, “minimum khusus” dan “maksimum khusus”.

Minimum umumnya sebesar Rp. 1.500,-.

Ancaman maksimum khusus dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

- Kategori I : maksimum Rp. 150.000,-

- Kategori II : maksimum Rp. 500.000,-

- Kategori III : maksimum Rp. 3.000.000,-

- Kategori IV : maksimum Rp. 7.500.000,-

- Kategori V : maksimum Rp. 30.000.000,-

- Kategori VI : maksimum Rp. 300.000.000,-

Minimum khusus pidana denda dapat ditentukan berdasarkan kategori-

kategori di atas.

Adapun pengancaman maksimum khusus denda adalah sebagai berikut:

No Bobot Delik Penjara Denda

1

2

3

4

5

Sangat Ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Serius

-

1 – 2 tahun

2 – 4 tahun

4 – 7 tahun

Di atas 7 tahun

Kategori I atau II

Kategori III

Kategori IV

Kategori IV

- untuk “orang” tanpa denda

- untuk “koorporasi” terkena

Kategori V atau VI

140

Page 141: Na ruu karkes 19 juni2012

Dari pola diatas terlihat, bahwa baik menurut KUHP maupun menurut konsep

KUHP (baru) tidak ada “maksimum umum” untuk pidana denda. Inilah yang

menyebabkan sangat bervariasinya maksimum pidana di luar KUHP.

B.12.5.Ketentuan Perdata

B.12.6.Sanksi Administratif

Pelanggaran ketentuan Pasal ........................ dipidana dengan pidana

penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda setinggi - tingginya

Rp .....................

Tindakan pidana yang dimaksud dalam Pasal 50 adalah pelanggaran.

Dalam Peraturan pelaksanaan Undang-undang ini dapat dicantumkan

ancaman pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau

denda setinggi -tingginya Rp ................................

B.13.Ketentuan Peralihan

Tidak semua peraturan perundang-undangan mempunyai ketentuan

peralihan. Apabila mempunyai ketentuan peralihan, tempatnya adalah setelah

ketentuan pidana dan sebelum ketentuan penutup. Bab ketentuan peralihan

adalah ketentuan mengenai penyesuaian keadaan yang ada, sehingga roda

pemerintahan tetap berjalan dengan lancar dan tidak terjadi kekosongan.

Beberapa hal yang dimuat dalam ketentuan peralihan adalah sebagai

berikut:

1. Ketentuan tentang penerapan peraturan perundang-undangan yang baru

terhadap keadaan yang pada waktu peraturan perundang-undangan mulai

berlaku.

2. Ketentuan tentang pelaksanaan peraturan baru secara berangsur-angsur.

3. Ketentuan tentang menyimpang untuk sementara waktu dari peratura

baru.

4. Ketentuan mengenai aturan khusus bagi keadaan atau hubungan yang

sudah ada pada saat mulai berlakunya peraturan perundang-undangan

baru.

141

Page 142: Na ruu karkes 19 juni2012

Dari keempat butir tersebut menurut Juniarto, SH perlu ditambah tiga

butir yaitu:

1. Ketentuan yang baru bersifat menghormati peraturan lama, sehingga

akibat hukum yang lama diatur oleh ketentuan yang baru (eebiedigende

werking).

2. Ketentuan yang baru menyimpang ketentuan yang lama (exclusieve

werking).

3. Ketentuan yang berlaku surut (teruqwerkende).

Berdasarkan uraian diatas maka dalam Undang-undang tentang

Karantina ini perlu ada Bab Ketentuan Peralihan untuk menjaga kekosongan

hukum di bidang kekarantinaan. Oleh karena itu semua peraturan perundang-

undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara Tahun 1962

Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2373) dan Undang-undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara Tahun

1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2374) pada saat

diundangkannya Undang-undang ini masih tetap berlaku selama tidak

bertentangan dengan Undang-undang atau belum diganti dengan peraturan

yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

B.14.Ketentuan Penutup

Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran

Negara Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2373);

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 2374); dinyatakan tidak berlaku lagi.

(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(2) Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan

Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia.

142

Page 143: Na ruu karkes 19 juni2012

BAB VI

143

Page 144: Na ruu karkes 19 juni2012

PENUTUP

A. Simpulan

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dalam alat angkut

internasional baik udara, laut maupun darat, yang berpengaruh pada

masuknya “biological product” yang kemungkinan membawa risiko penularan

penyakit, yang menuntut adanya pengawasan yang lebih intensif melalui

karantina, sementara pengaturannya masih tersebar, untuk itu diperlukan

adanya pengaturan karantina kesehatan secara terpadu dan sistimatis.

2. Sejak tahun 1962 telah ada undang-undang karantina laut dan udara (UU No.

1 Tahun 1962 dan UU No. 2 Tahun 1962). Kedua UU tersebut di dasarkan

pada perundang-undangan kesehatan internasional yang disebut ISR

(internasional sanitary regulation 1953). Sejak tahun 1968 ISR telah diganti

dengan IHR (Internasional Health Regulation 1985), sehingga diperlukan

penyesuaian pengaturan karantina nasional disesuaikan dengan IHR. Di

samping itu perkembangan ilmu epidemiologi telah mengubah pendekatan

karantina dan sanitasi (ISR) ke arah pendekatan surveilans epidemiologi

(IHR) terhadap penyakit, vector dan lingkungan dalam upaya pencegahan

keluar masuknya penyakit dari suatu wilayah/negara ke wilayah/negara

lainnya.

3. Ketentuan yang perlu dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang

Karantina Kesehatan meliputi : lokasi pemasukan dan pengeluaran orang dan

barang, koordinasi antara pusat dan daerah, tugas dan wewenang yang jelas,

kelembagaan, dan resiko kerja.

4. Koordinasi pelaksanaan penyelenggaraan karantina kesehatan yang terpadu

dan sistimatis memegang peranan penting dalam keberhasilan pencegahan

masuk dan keluarnya PHEIC.

B. Rekomendasi

1. Pengaturan kekarantinaan kesehatan perlu pula diselaraskan dengan

sistem pengawasan lainnya seperti karantina tumbuhan dan hewan,

keimigrasian, bea dan cukai, agar terdapat kesamaan pandang dalam

memberikan pelayanan dan pengawasan kepada masyarakat luas, serta

kerjasama secara lintas sektor maupun lintas program.

144

Page 145: Na ruu karkes 19 juni2012

2. Perlu adanya percepatan pengaturan karantina kesehatan yang

komprehensif agar dapat melakukan pencegahan penyebaran penyakit yang

semakin banyak dan beragam.

145