musnad ahmad bin hambal

23
MUSNAD AHMAD BIN HAMBAL A. Pendahuluan Siapa yang tidak kenal dengan Imam Ahmad bin Hambal? Kemungkinan besar nama ini sangat tidak asing lagi bagi kaum muslim di penjuru dunia. Kita, orang Indonesia mungkin lebih mengenalnya sebagai Ulama yang sangat luas keilmuannya dalam ilmu fiqh. Sejajar dengan imam-imam madzhab fiqh lainnya. Namun, bukan hanya dalam dunia fiqh saja keilmuannya. Bertahun-tahun umur beliau tercurahkan untuk menyelami seluk-beluk luasnya dunia hadis. Tak kurang dari 750 ribu hadis berhasil beliau kumpulkan dan hafalkan, bahkan dalam beberapa keterangan lain mencapai satu juta hadis. 1 Kesungguhan dan kedalaman ilmu Imam Ahmad dalam dunia hadis juga nampak dari salah satu karya beliau, yaitu Musnad Ahmad. Kitab kumpulan hadis yang tersarikan tak kurang dari 750 ribu hadis, yang tertulis ke dalam 24 jilid pada versi aslinya (tulisan tangan) dan menjadi 6 jilid saat diterbitkan dalam edisi cetakan. 2 Makalah ini mencoba mengupas salah satu karya monumental tersebut, yaitu Musnad Ahmad bin Hambal. Dimulai dari sejarah perjalanan Imam Ahmad sendiri, 1 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Pustaka Al-Muna, 2010), 84. 2 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 89. 1

Upload: iwan-we

Post on 03-Aug-2015

296 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Musnad Ahmad Bin Hambal

MUSNAD AHMAD BIN HAMBAL

A. Pendahuluan

Siapa yang tidak kenal dengan Imam Ahmad bin Hambal? Kemungkinan

besar nama ini sangat tidak asing lagi bagi kaum muslim di penjuru dunia.

Kita, orang Indonesia mungkin lebih mengenalnya sebagai Ulama yang sangat

luas keilmuannya dalam ilmu fiqh. Sejajar dengan imam-imam madzhab fiqh

lainnya.

Namun, bukan hanya dalam dunia fiqh saja keilmuannya. Bertahun-

tahun umur beliau tercurahkan untuk menyelami seluk-beluk luasnya dunia

hadis. Tak kurang dari 750 ribu hadis berhasil beliau kumpulkan dan hafalkan,

bahkan dalam beberapa keterangan lain mencapai satu juta hadis.1

Kesungguhan dan kedalaman ilmu Imam Ahmad dalam dunia hadis juga

nampak dari salah satu karya beliau, yaitu Musnad Ahmad. Kitab kumpulan

hadis yang tersarikan tak kurang dari 750 ribu hadis, yang tertulis ke dalam 24

jilid pada versi aslinya (tulisan tangan) dan menjadi 6 jilid saat diterbitkan

dalam edisi cetakan.2

Makalah ini mencoba mengupas salah satu karya monumental tersebut,

yaitu Musnad Ahmad bin Hambal. Dimulai dari sejarah perjalanan Imam

Ahmad sendiri, tentang Musnadnya serta seputar pendapat para ulama

tentangnya.

B. Sosok Imam Ahmad bin Hambal

Nama lengkap Ahmad bin Hambal ialah Ahmad bin Muhammad bin

Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin

Anas bin Awf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Zulal bin Ismail bin

Ibrahim. Dia lahir pada tahun 164 H di Baghdad, dan meninggal di Baghdad

pula pada tahun 240 H. Ia sempat dipenjara selama 28 bulan karena sikapnya

yang menolak faham kemakhlukan al-Qur’an. Kemudian ia dilepaskan dari

1 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Pustaka Al-Muna, 2010), 84. 2 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 89.

1

Page 2: Musnad Ahmad Bin Hambal

penjara sehubungan dengan sikap al-Mutawakkil yang tidak lagi berfaham

Mu’tazilah seperti halnya para khalifah sebelumnya.

Sebagian besar keilmuan Ahmad Ibn Hambal diperoleh melalui

beberapa ulama di Baghdad kota kelahirannya, sehingga hal tersebut sempat

mengantarkannya sebagai salah satu anggota diskusi atau Halaqah Qadhi Abu

Yusuf. Ketika Imam Syafi’i tinggal di Baghdad, Ahmad bin Hambal terus

menerus mengikuti berbagai kegiatan dan program dari halaqahnya, sehingga

ilmu fiqih dan hadis menjadi kepribadian beliau sebagai seorang yang

istimewa dalam majelis taklim Imam Syafi’i. Kehebatannya dalam ilmu fiqih

mendapatkan pengakuan dari Imam Syafi’i dan Yahya Ibn Ma’in. Hal tersebut

terbukti oleh popularitasnya dalam madzhab yang mampu menembus ke

negara Syiria, Iraq dan beberapa negara dan daerah lainnya.

Guna memperluas wawasan hadis, Ahmad bin Hambal melakukan

perjalanan ke beberapa negara, dan hal tersebut ditempuh setelah beberapa

lama mempelajari hadis dari Imam Syafi’i selama ia tinggal di Baghdad. Studi

hadis di berbagai negara yang meliputi Yaman, Kufah, Bashrah, Mekkah,

Madinah, dan Syiria. Ketika itu Imam Ahmad berada di Yaman dan sempat

berguru terhadap Basyar al-Mafadhal al-Raqasyi, Sufyan ibn Uainah, Yahya

ibn Sa’id al-Qathan, Sulaiman bin Dawud al-Thayalisi, Ismail ibn Ulayyah

dan lainnya. Perlawatan ke negara pusat ilmu keislaman menghasilkan sekitar

satu juta perbendaharaan hadis yang dikuasai oleh Ahmad ibn Hambal.

Berkenaan dengan prestasi tersebut Abu Zahrah optimis menempatkan Imam

Ahmad ibn Hambal dalam deretan seorang Muhaddistin.3 Bahkan keahlian

beliau dalam mengerjakan hadis atau al-Sunnah berhasil memandu beberapa

murid asuhan menjadi ulama hadis, misalnya Imam Bukhari, Imam Muslim,

Abu Dawud, Waqi’ ibn Jarrah, Ali al-Madani dan lain sebagainya.

Disiplin ilmu tersebut yang menjadikan bidang keahlian Imam Ahmad

mencakup hadis dan ilmu hadis, fiqih dan ushul-fiqh serta tafsir. Dalam kitab

al-Ilal memperlihatkan betapa Imam Ahmad cukup serius dalam mengamati

illat atau kecacatan hadis, disamping itu kitab yang berjudul “Fadhail al-

3 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Madzhabi al-Fiqhiyah, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt), 307.

2

Page 3: Musnad Ahmad Bin Hambal

Shahabat” menjadi bukti bahwa beliau bersemangat mengenali lebih dekat

beberapa perilaku tokoh sahabat Nabi berikut dengan prestasi

perseorangannya. Sebuah karya tulis yang berjudul “kitab al-Asyribah” dan

“al-Nasikh wal Mansukh” menempatkan beliau sebagai penganalisis fiqih

dikelasnya, di samping itu pola pemikiran fiqihnya sedikit banyak dipengaruhi

oleh metode Istidlal Imam Syafi’i guru besarnya. Beliau juga menulis “kitab

al-Zuhdi” yang berisikan prilaku dan watak penampilan diri yang serba zuhud.

Dan beberapa hal yang meliputi biografinya ialah sebagai berikut :

1. Awal mula menuntut ilmu.

Keilmuan yang pertama kali yang dikuasai oleh Ahmad Ibn Hambal ialah

al-Qur’an dan ia mampu menghafal keseluruhan al-Qur’an pada usia 15

tahun. Ia juga mahir dalam baca tulis dengan sempurna, sehingga dikenal

sebagai orang yang tulisannya paling indah. Kemudian Ahmad Ibn

Hambal mulai berkonsentrasi belajar ilmu hadis di awal 15 tahun, ia

mempelajari hadis sejak kecil, sehingga untuk mempelajarinya ia

merantau ke negeri Syam/Syiria, Hijaz, Yaman, dan beberapa negara

lainnya, sehingga beliau akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa,

shalih dan zuhud. Abu Zur’ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak

12 buah sudah beliau hafal sepenuhnya.

2. Dalam kekeluargaan.

Ahmad Ibn Hambal menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan

keberkahan yang melimpah, yaitu mendapatkan anak-anak yang shalih

dari istrinya, yang mewarisi beberapa ilmunya, Abdullah dan Shalih.

Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari ayahnya.

3. Dalam Kecerdasan.

Putranya yang bernama Shalih mengatakan, ayahku pernah bercerita,

“Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, di saat itu

saya telah menghafal apa yang ku dengar darinya”. Abdullah, putranya

yang lain mengatakan, ayahku pernah menyuruhku, “ambillah kitab

Mushannaf Waki’ di mana saja yang kamu kehendaki kemudian

tanyakanlah yang kamu mau mengenai matan nanti kuberitahu sanadnya,

3

Page 4: Musnad Ahmad Bin Hambal

atau sebaliknya, kamu tanya mengenai sanadnya kemudian kuberitahu

matannya”. Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah

yang lebih kuat hafalannya ? anda atau imam Ahmad ibn Hambal ? beliau

menjawab, Ahmad. Ia masih bertanya, bagaimana anda tahu ?” beliau

menjawab, saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum

nama-nama perawi, sebab beliau hafal dari beberapa perawi tersebut,

sedangkan saya tidak mampu melakukannya. Abu Zur’ah mengatakan

bahwa Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadis.

4. Pujian para ulama terhadap Ahmad ibn Hambal.

Abu Ja’far mengatakan, bahwa Ahmad ibn Hambal merupakan manusia

yang sangat pemalu, sangat mulia, dan sangat baik dalam pergaulannya

serta tingkah lakunya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali

Madzakarah hadis dan menyebut beberapa orang shahih dengan penuh

hormat dan mengenai ungkapan yang indah. Jika berjumpa dengan

manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahna kepadanya.

Ahamd Ibn Hambal sangat rendah hati terhadap beberapa gurunya, serta

menghormatinya. Imam Syafi’i berkata bahwa Ahmad bin Hambal ialah

imam dalam delapan hal, imam dalam hadis, imam dalam fiqih, imam

dalam bahasa, imam dalam al-Qur’an, imam dalam kefaqiran, imam dalam

kezuhudan, imam dalam wara’ dan imam dalam sunnah”. Ibrahim al-Harbi

memujinya, “saya melihat Abu Abdillah Ahmad Ibn Hambal seolah Allah

gabungkan padanya beberapa ilmu orang terdahulu dan orang belakangan

dari berbagai disiplin ilmu”.

5. Guru-Guru Ahmad bin Hambal.

Ahmad bin Hambal berguru terhadap banyak ulama, dan jumlahnya lebih

dari dua ratus delapan puluh guru yang tersebar di berbagai negeri, seperti

Mekkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman, dan berbagai negeri lainnya.

Diantaranya ialah Ismail bin Ja’afar, Abbad bin Abbad al-Ataky, Umari

bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar al-

Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin

4

Page 5: Musnad Ahmad Bin Hambal

‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil, dan masih banyak lagi guru-

gurunya.

6. Adapun murid-murid Ahmad bin Hambal yang paling menonjol dalam

ahli hadis ialah Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Nasa’i,

Tirmidzi, Ibnu Majah, putranya, Shalih bin Ahmad bin Hambal dan

Abdullah bin Ahmad bin Hambal, keponakannya, Hambal bin Ishaq.

7. Karya-karya tulis Ahmad bin Hambal.

Ahmad bin Hambal menulis beberapa kitab al-Musnad al-Kabir yang

termasuk sebesar-besarnya kitab “musnad” dan sebaik-baiknya karyanya

dalam penelitian hadis. Ahmad bin Hambal tidak memasukkan dalam

kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai sebuah hujjah. Kitab musnad ini

berisi lebih dari 25.000 hadis. Diantara karya beliau ialah ensiklopedia

hadis atau musnad, yang disusun oleh anaknya dari beberapa kajian, dan

kumpulan dari 40 ribu hadis, juga kitab al-Salat dan kitab al-Sunnah.

Karya-karya Ahmad bin Hambal diantaranya ialah Kitab al-Musnad, karya

yang paling menakjubkan, sebab kitab inilah yang memuat lebih dari dua

puluh tujuh ribu hadis; Kitab al-Tafsir, tapi al-Dzahabi mengatakan bahwa

kitab ini sudah hilang; Kitab al-Nasikh Wa al-Mansukh; Kitab al-Tarikh;

Kitab Hadis Syu’bah; Kitab al-Muqaddam Wa al-Mu’akkhar Fi al-Qur’an;

Kitab al-Manasik al-Kabir; Kitab al-Manasik al-Saghir.

C. Apa itu Kitab Musnad?

Musnad adalah salah satu jenis kitab hadis yang disusun berdasarkan

salah satu metode penulisan hadis yang dipakai para ulama pada awal abad ke-

2 H/ke-8 M. Metode itu sendiri dikenal dengan nama tasnid, yakni

menghimpun hadis-hadis dari setiap orang sahabat berdasarkan kriteria

tertentu, seperti berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis (urutan abjad

hijaiyah), fadhilah (keutamaan), nasab (keturunan), waktu keislaman, kabilah,

negeri, dan lain sebagainya. Namun secara teknis, musnad yang disusun

secara alfabetis lebih mudah dipergunakan. Dan inilah kriteria musnad yang

dikenal secara umum, seperti Musnad Imam Ahmad, karya Ahmad bin Hanbal

5

Page 6: Musnad Ahmad Bin Hambal

(W. 241 H/855 M). Meskipun demikian, ada sebagian ahli hadis yang

mendefinisikan musnad itu sebagai kitab yang disusun berdasarkan bab-bab

fikih, bukan berdasarkan musnad sahabat, seperti Musnad Baqi bin Makhlad

al-Andalusi (W. 276 H/889 M).4

Kitab-kitab jenis musnad sangat banyak, namun yang terkenal di

antaranya sebagai berikut:

1. Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud al-Thayalisi (W. 204 H/819 M),

atau yang lebih populer dengan sebutan Musnad al-Thayalisi.

2. Musnad Abu Bakar Abdullah bin Zubair al-Humaidi (W. 219 H/834 M),

atau yang lebih populer dengan sebutan Musnad al-Humaidi.

3. Musnad Ali bin al-Ja’di (W. 230 H/844 M), atau yang lebih populer

dengan sebutan Musnad al-Ja’di

4. Musnad Ishaq bin Rahawaih (W. 238 H/852 M)

5. Musnad Ahmad bin Hanbal (W. 241 H/855 M)5

6. Musnad Abd bin Humaid. (W. 249 H/863 M)

7. Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Mutsanna al-Mushili (W. 307 H /

919 M).

D. Tentang Musnad Ahmad bin Hambal

Musnad Ahmad mulai ditulis di Baghdad pada tahun 200 H/815 M.

ketika Imam Ahmad berusia 36 tahun, setelah kembali dari Abdurrazaq di

Yaman6. Penulisan itu terus berlangsung di perjalanan, ketika beliau rihlah ke

Bashrah (tahun 200 H/815 M) hingga kembali ke Baghdad (tahun 209 H/824

M).7 Proses penulisan itu dilakukan dengan menggunakan lembaran-lembaran

kertas dan dipisah menjadi beberapa juz. Setelah kembali ke Baghdad, beliau

menyuruh putranya Abdullah untuk menghimpun dan menyusun juz-juz yang

terpisah itu.

4 Lihat, Muhammad Hasbi asy-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hal. 169.5 Perlu diketahui bahwa di antara kitab-kitab musnad yang ada, Musnad Ahmad merupakan yang terpenting dan paling populer. 6 Lihat, Khashaishul Musnad, hal. 257 Lihat, Manaqib al-Imam Ahmad, hal. 27; Siyaru A’lamin Nubala, XI:306.

6

Page 7: Musnad Ahmad Bin Hambal

Pada tahun 225 H/839 M, Musnad Ahmad mulai di-isma (diajarkan)

kan kepada dua putranya (Shalih dan Abdullah) dan keponakannya Hambal

bin Ishaq. Pengajaran ini berlangsung selama 12 tahun (berakhir tahun 237

H/851 M)8. Pengajaran ini berlangsung seiring dengan proses penyusunan

kitab tersebut. Namun sebelum selesai dihimpun seluruhnya, beliau meninggal

dunia (tahun 241 H/ 855 M) pada usia 77 tahun.

Musnad Ahmad yang sesuai dengan versi al-Mu’jam adalah edisi

perdana cetakan al-Mathba’ah al-Maimuniyyah, Mesir, tahun 1313 H/1919 M.

Kemudian dicopy oleh Maktabah al-Islami dan Dar Shadir, Beirut, dan

diterbitkan sebanyak enam jilid bersama kitab Muntakhab Kanz al-Ummal fi

Sunan al-Aqwal wa al-Af’al pada hamisy-nya (pinggir halaman kitab). Pada

jilid pertama disertakan fahras rawi-rawi kitab musnad susunan Syekh Nashir

al-Din al-Albani. Apabila rujukan yang dipergunakan seorang pentakhrij

sesuai dengan versi-versi di atas, maka pentakhrijan hadis dengan kitab al-

Mu’jam relatif lebih mudah dilakukan

a. Metode Penyusunannya

Al-Imam Ahmad menyusun kitab Al-Musnad berdasarkan sistematika hadits

berikut9 :

1. Hadis yang berasal dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk

surga.

2. Hadis yang bersumber melalui sahabat Nabi yang ikut perang Badar.

Prioritas ini terkait erat dengan informasi dari Rasulullah saw bahwa

ada jaminan pengampunan masal dari Allah swt atas segala dosa para

sahabat yang ambil bagian dalam perang tersebut.

3. Hadis yang perawi utamanya adalah para sahabat yang mengikuti

peristiwa Bai’at al-Ridwan dan Sulh al-Hudaibiyah.

4. Hadis yang sumber periwayatannya melalui para sahabat Nabi yang

proses ke-Islamannya bertepatan dengan peristiwa Fathu Makkah.

8 Lihat, Siyaru A’lamin Nubala XI:3169 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 90-91.

7

Page 8: Musnad Ahmad Bin Hambal

5. Hadis-hadis yang periwayatannya bersumber melalui Ummahatul

Mu’minin.

6. Hadis-hadis yang periwayatannya bersumber melalui para wanita

Sahabiyah.

b. Jumlah Hadits dalam Al-Musnad

Abu Musa Muhammad bin Abi Bakr Al-Madiniy berkata :

أربعون أنها الناس أفواه من أسمع أزل فلم المسند أحاديث عدد فأما

بكر أبو أخبرنا ببغداد زريق بن منصور أبي على قرأت أن إلى ألفا

أبيه عن أروى أحد الدنيا في يكن لم النادي أبن وقال قال الخطيب

ألفا ثالثون وهو المسند سمع ألنه حنبل بن أحمد بن الله عبد يعني منه

.... ابن ذكره الذي هل أدري فال ألفا وعشرون ألف مائة وهو والتفسير

القوالن فيصح المكرر من غيره وأراد فيه مكرر ال ما به أراد المنادي

.... جميعا

“Adapun jumlah hadits dalam kitab Al-Musnad, maka aku senantiasa

mendengar dari ucapan manusia bahwa ia berjumlah 40.000 hadis, hingga aku

membacakannya kepada Abu Manshur bin Zuraiq di Baghdad : Telah

mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathib, ia berkata : Telah berkata

Ibnul-Munadiy : ‘Tidak ada di dunia seorang pun yang meriwayatkan dari

ayahnya lebih banyak darinya, yaitu ‘Abdullah bin Ahmad bin Hambal.

Karena ia mendengar Al-Musnad yang jumlahnya 30.000 hadis, dan Tafsir

yang jumlahnya 120.000 hadis’.... Aku tidak tahu apakah yang disebutkan

Ibnul-Munadiy adalah hadis yang tidak diulang-ulang ataukah hadits lain yang

diulang-ulang? sehingga kedua perkataannya itu bisa benar...”10

Perbedaan penghitungan antara 40.000 dengan 30.000 hadis disebabkan

cara penghitungan. Kalau dihitung secara keseluruhan tanpa memperhatikan

pengulangan hadis maka jumlah keseluruhan bisa mencapai 40.000 hadis.

10 Khashaish Musnad al-Imam Ahmad, hal. 15

8

Page 9: Musnad Ahmad Bin Hambal

Akan tetapi jika dengan memperhatikan pengulangan hadis maka jumlah akan

mengecil11, sekitar 30.000 hadis.

Namun jika kita perbandingkan dengan versi cetak yang sampai kepada

kita, maka jumlah hadisnya sebagai berikut12 :

1. Penerbit Daar ‘Aalamil-Kutub, Cet. 1/1419 H, tahqiq : As-Sayyid

Abul-Ma’aathiy An-Nuriy dkk, : sebanyak 28.199 hadis.

2. Penerbit Baitul-Afkaar Ad-Dauliyyah, Cet. Thn. 1419 H :

sebanyak 28.199 hadis.

3. Penerbit Daarul-Hadiits, Cet. 1/1416, tahqiiq : Ahmad Syaakir dan

Hamzah Zain : sebanyak 27.519.

4. Penerbit Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 1/1421, tahqiq : Syu’aib Al-

Arna’uth dkk. : sebanyak 27.647 hadis.

5. Program Jawaami’ul-Kalim versi 4.5 : sebanyak 27.099 hadis.

c. Syarat Imam Ahmad bin Hambal

Imam Ahmad bin Hambal tidak sembarangan dalam meriwayatkan

sebuah hadis. Beliau sangat selektif dan ketat dalam memilah-milah hadis.

Paling tidak ini tercermin dari jumlah hadis yang beliau tuangkan dalam Kitab

Musnad beliau yang hanya berjumlah sekitar 40.000 hadis dari sekitar 750

ribu sampai satu juta hadis yang beliau kuasai.

Ibnu Rajab berkata :

عن الرواية يترك أنه وكالمه أحمد اإلمام عمل من يتبين والذي

الحفظ وسوء للغفعة خطؤهم كثر والذين المPتهمين

“Dan yang nampak dari perbuatan dan perkataan Al-Imam Ahmad

bahwasannya beliau meninggalkan riwayat orang-orang yang tertuduh

(berdusta) dan orang-orang yang banyak kelirunya akibat kelalaian dan

jeleknya hapalan mereka”13

11 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 89-90.12 Abu al-Jauza’, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Sebuah artikel. Hal. 313 Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, I, hal. 386

9

Page 10: Musnad Ahmad Bin Hambal

Ibnu Taimiyyah berkata :

(( )) (( وقد (( ، سننه في داود أبي شرط من أقوى المسند شرط

(( في (( أحمد عنهم أعرض رجال عن سننه في داود أبو روى

(( )) (( عمن(( المسند في يروي ال أحمد اإلمام كان ولهذا المسند

ولكن ونحوه، المصلوب سعيد بن محمد مثل يكذب أنه يعرف

به ليعتضد حديثه يكتب فإنه حفظه، لسوء Pض]عZف ي عمن يروي قد

به ويعتبر

“Syarat kitab Al-Musnad lebih kuat dibandingkan syarat Abu Dawud

dalam Sunan-nya. Abu Dawud telah meriwayatkan dalam Sunan-nya

dari para perawi yang ditolak oleh Ahmad dalam Al-Musnad. Oleh

karena itu, Al-Imam Ahmad tidaklah meriwayatkan dalam Al-Musnad

dari perawi yang diketahui telah sering berdusta semisal Muhammad

bin Sa’iid Al-Mashluub14 dan yang lainnya. Akan tetapi beliau kadang

meriwayatkan dari para perawi yang dilemahkan karena faktor jeleknya

hafalannya. Perawi tersebut ditulis hadisnya untuk menguatkan (hadis

lain) dan dijadikan sebagai i’tibar”15.

Beberapa perawi yang padanya ada kelemahan sebagaimana dikatakan

Ibnu Taimiyah, contohnya sebagai berikut :

1. Haramiy bin ‘Ammarah Al-‘Atakiy. Ahmad berkata : “Shaduuq,

namun padanya terdapat kelalaian (ghaflah)”. Ibnu Ma’iin

berkata : “Shaduuq”. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, namun sering

ragu (yahimu)”.

2. ‘Abdullah bin Al-Walid Al-‘Adaniy. Ahmad berkata : “Ia bukan

seorang shaahibul-hadiits, dan haditsnya adalah hadis shahih.

Akan tetapi ia kadang keliru dalam penyebutan nama-nama. Abu

Haatim berkata : “Ditulis hadisnya, namun tidak boleh berhujjah

dengannya. Ibnu Hibbaan berkata : “Mustaqiimul-hadiits”. Ibnu

Hajar berkata : “Shaduuq, namun kadang keliru”.14 Namanya adalah : Muhammad bin Sa’iid bin Hassan bin Qais Al-Qurasyiy Al-Asadiy; seorang pendusta [At-Taqriib, hal. 847 no. 5944].15 Majmuu’ Al-Fataawaa, 18/26

10

Page 11: Musnad Ahmad Bin Hambal

3. ‘Abdul-Wahhab bin ‘Athaa’ Al-Khaffaaf. Ahmad berkata :

“Dla’iiful-hadiits, goncang (mudltharib). Ia seorang yang ‘aalim

terhadap hadis Sa’iid bin Abi ‘Aruubah”. Ibnu Ma’iin berkata :

“Tidak mengapa dengannya”. Adz-Dzahabiy berkata : “Hadisnya

berderajat hasan”. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, namun kadang

keliru”.

4. Al-Muhadlir bin Al-Mauri’. Ahmad berkata : “Ia seorang yang

sangat lalai”. Abu Haatim berkata : “Ia tidak kokoh, ditulis

hadisnya”. Abu Zur’ah berkata : “Shaduuq”. Ibnu Hajar berkata :

“Shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan”.

5. Muammal bin Isma’il. Ahmad berkata : “Ia sering keliru”. Abu

Haatim berkata : “banyak keliru”. Ia ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’iin,

Ishaaq, dan Ibnu Sa’d. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, namun jelek

hapalannya”.

Menurut penelitian Dr. ‘Amir bin Hasan Shabriy, ternyata dalam

Musnad Imaam Ahmad terdapat beberapa orang perawi matruk. Perawi

matruk ini dalam ilmu mushthalah termasuk perawi yang sangat lemah. Ada

empat orang, yaitu16:

1. ‘Amir bin Shalih bin ‘Abdillah Az-Zubairiy. Ibnu Hajar berkata :

“Matruukul-hadiits”.

2. ‘Abdullah bin Waqid. Ibnu Hajar berkata : “Matruuk”.

3. ‘Umar bin Harun Al-Balkhiy. Ibnu Hajar berkata : “Matruuk”.

4. Muhammad bin Al-Qasim Al-Asadiy. Ibnu Hajar berkata :

“Mereka mendustakannya”.

d. Klasifikasi Hadis-Hadis dalam Al-Musnad yang Tercetak

Asy-Syaikh Ahmad bin ‘Abdirrahman As-Sa’atiy berkata17 :

أقسام ستة إلي تنقسم وجدتها المسند ألحاديث : بتتبعي

16 Mu’jamu Syuyuukh Al-Imam Ahmad fil-Musnad, hal. 29-30.17 Fathur-Rabbaaniy, 1/8.

11

Page 12: Musnad Ahmad Bin Hambal

رحمهما - ــ أحمد اإلمام بن الله عبد الرحمن عبد أبو رواه قسم

، أحمد اإلمام بمسند المسمي وهو ، منه سماعا أبيه عن ــ وهو  الله

الكتاب أرباع ثالثة علي يزيد جدا . كبير

جدا - قليل وهو ، وغيره أبيه من الله عبد سمعه . وقسم

المحدثين - عند المسمي وهو ، أبيه غير عن الله عبد رواه وقسم

األول القسم عدا كلها لألقسام بالنسبة كثير وهو ، الله عبد . بزوائد

قليل - وهو منه يسمعه ولم أبيه علي الله عبد قرأه . وقسم

بخط - أبيه كتاب في وجده ولكنه يسمعه ولم يقرأه لم وقسم

أيضا قليل وهو . يده

وأبيه - - الله عبد غير عن القطيعي بكر أبو الحافظ رواه وقسم

الجميع - أقل وهو الله رحمهم

“Berdasarkan penelitianku terhadap hadis-hadis dalam Al-Musnad, aku

dapati terbagi menjadi enam macam :

1. Bagian yang diriwayatkan oleh Abu ‘Abdirrahmaan ‘Abdullah bin

Al-Imam Ahmad – dari ayahnya dengan mendengarnya langsung.

Inilah yang diberi nama Musnad Al-Imaam Ahmad. Jumlahnya

sangat banyak mencapai ¾ bagian kitab.

2. Bagian yang ‘Abdullah mendengarnya dari ayahnya dan yang

lainnya. Jumlahnya sangat sedikit.

3. Bagian yang diriwayatkan ‘Abdullah dari selain ayahnya. Bagian ini

dinamakan oleh para muhadditsiin (ahli hadis) sebagai Zawaaid

(tambahan) dari ‘Abdullah. Jumlahnya cukup banyak dibandingkan

bagian yang lain, selain bagian yang pertama.

4. Bagian yang ‘Abdullah membacanya di hadapan ayahnya, dan ia

tidak mendengar darinya. Jumlahnya sedikit.

12

Page 13: Musnad Ahmad Bin Hambal

5. Bagian yang ia (‘Abdullah) tidak membacakannya (di hadapan

ayahnya) dan tidak pula mendengarnya, akan tetapi ia mendapati

kitab ayahnya dengan tulisan tangannya. Jumlahnya sedikit juga.

6. Bagian yang diriwayatkan oleh Al-Haafidh Abu Bakr Al-Qathii’iy

dari selain ‘Abdullah dan ayahnya. Jumlahnya paling sedikit.

e. Pemikiran dan Kritik atas Musnad Ahmad bin Hambal

Tekad Imam Ahmad adalah mengupayakan koleksi yang berpotensi

sebagi hujjah, berbekal tekad itu pula beliau melakukan penelitian dengan

seksama agar tiap hadis dalam al-Musnad bermutu shahih. Tanpa ragu Abu

Musa al-Madini dan juga Jalaludin al-Suyuti memandang setiap hadis di

dalamnya layak dijadikan hujjah.18 Pendapat lebih moderat datang dari Ibnu

Hajar al-Asqalani bahwa dari sekitar 40 ribu hadis al-Musnad hanya ada 3

atau 4 hadis yang belum diketahui secara pasti sumber riwayatnya (dha’if).19

Berbeda dengan sikap penilaian ulama’ al-Baqa’i menunjuk sejumlah

hadis (tanpa menyebut dengan pasti berapa banyaknya) dalam al-Musnad

yang dianggap Maudu’. Demikian pula dengan al-Hafidz al-Iraqi menuduh 9

hadis maudu’ sedangkan Ibn Jazuli mengklaim 29 hadis maudu’ dalam kitab

al-Musnad Ahmad bin Hambal.20

Bila ditelusuri ulang koleksi hadis dalam al-Musnad yang bermateri

Fada’il al-A’mal terasa adanya pola pelonggaran (tasahul) dalam sistem

seleksi pemuatannya, padahal Imam Ahmad Ibn Hambal dikenal moderat

dalam tradisi menilai jarah atau ta’dil para personalia para pendukung

riwayat hadis.

Fenomena yang mengisyaratkan kontras ini seyogyanya menjadikan

proses historis menuju kodifikasi al-Musnad sebagai bahan pertimbangan

secara jujur perasaan salut perlu diberikan kepada al-Hafidz al-Iraqi dan Ibn

Jauzi, sebab kedua ulama hadis tersebut menerapkan norma uji mutu terhadap

validitas (kesahihan) hadis bukan semata mata dipusatkan pada aspek

18 Zainal Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 94-95.19 Zainal Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 95.20 Zainal Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 95.

13

Page 14: Musnad Ahmad Bin Hambal

transmisi riwayat sanad, tetapi mengikut sertakan pula sektor kandungan

matan hadis yang bersangkutan dengan menyampingkan fanatik atau sentimen

keagamaan, tepat kiranya bila penilaian Imam Sharafuddin al-Tayalisi dalam

derajat kehujjahan hadisnya.

Derajat hadis dalam Musnad Ahmad diperselisihkan oleh para ulama’.

Setidaknya ada penilaian terhadap hadis-hadis kitab ini. Pertama, seluruh

hadis di dalamnya dapat dijadikan hujjah. Kedua, dalam Musnad Ahmad

terdapat hadis yang shahih, dha’if, bahkan maudhu’. Ketiga, di dalamnya

terdapat hadis shahih dan dhaif yang mendekati derajat hasan. Terlepas dari

kemungkinan adanya hadis dhaif bahkan maudu, kitab Musnad Ahmad tetap

memuat banyak hadis yang berkualitas shahih. Oleh karena itu, kitab ini tetap

dijadikan rujukan oleh kaum muslim dalam masalah keislaman.21

E. Daftar Pustaka

Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis, Pustaka al-Muna, Surabaya, 2010.

Asy-Siddieqy, Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,

Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1999.

Hambal, ibn Ahmad. Al-Musnad, Dar al-Fikr, Beirut, 1991.

Ibn al-Wasim dan Abd al-Rahman bin Muhammad. Majmu’ Fatawa

ibn Taimiyah, Dar al-Fikr, Beirut, 1989.

Zahrah, Muhammad Abu. Tarikh al-Madzhabi al-Fiqhiyah, Dar al-

Fikr al-Arabi, Kairo.

21 Zainal Arifin, Studi Kitab Hadis, hal. 96.

14