(motto)pai.iaingorontalo.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/buku... · 2019. 9. 25. · motto dan...
TRANSCRIPT
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
(MOTTO)
Selangkah Dari kesuksesanku adalah sebait dari doa kedua orang tuaku
( Gunawan mokoginta S,Pd )
“ Sebaik-baiknya perhiasan adalah istri yang sholeha,dan sebaik-baik harta adalah anak yang soleh dan sholehah pula inilah kenikmatan akhirat yang kelak akan di alami keluarga mukmin “
(KH,Maimun Zubair)
(PERSEMBAHAN)
KU PERSEMBAHKAN SEMUAH BAKTIKU KEPADA IBU DAN AYAHKU TERCINTA RAJULIN MOKOGINTA DAN SUNATI MOKODONGAN YANG SUDAH MEMBESARKAN DAN MEN-YA YANGGI SAYA DENGGAN SETULUS HATI DAN BERUPAYA TAMPA MENGGENAL LELAH UNTUK MENYEKOLAKAN SAYA.AYAH IBU TAMPA DOA KALIAN SAYA TIDAK SAMPAI
SEPERTI SEKARANG INI
DAN UNTUK KEDUA KAKAK-KU ANGGAI MOKOGINTA DAN UMBE MOKOGINTA TERIMAKSIH SUDAH MENSUPPORT DAN MEMBANTU SAYA SECARA MATERI TAMPA KALIAN
BERDUA SAYA TIDAK BISAH SAMPAI SEJAUH INI
ALMAMATER HIJAUKU TERCINTA
FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
ii
KATA PENGANTAR
Sebagai umat yang beragama patut kita memanjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya yang telah
memberikan kesempetasan dan kemampuannya kepada penulis untuk melakukan
penelitian ini hinga akhir. Shalawat serta salam juga penulis curahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, hingga kepada
umatnya yang masih setia mengikuti ajarannya, Amiin. Skripsi ini disusun guna
untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana (S.Pd), Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan
Amai Gorontalo.
Guna penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada
yang terhormat :
1. Dr. Lahaji, M.Ag selaku Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo.
2. Dr. H. Sofyan AP. Kau, M.Ag., Dr. Ahmad Faisal, M.Ag. Dr. Mujahid
Damopolii, M.Pd., selaku Wakil Rektor I, II, dan III IAIN Sultan Amai
Gorontalo.
3. Dr. H. Lukman Arsyad, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo.
iii
4. Dr. H. Muh. Hasbi, M.Pd., Dr. Hj. Lamsaike Pateda, M.Pd., Dr. Arten
Mobonggi, M.Pd., selaku Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Ilmi Tarbiyah
dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo.
5. Dr. H. Razak H. Umar, M.Pd., dan Dr. Hj. Munirah, M.Pd., selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta seluruh
stafnya.
6. Drs. H. Zainul Romiz Koesry, M.Ag., dan Selviyanti Kaawoan, S.Ag.,
M.Hi., masing-masing sebagai pembinbing I dan II dalam penulisan
skripsi, dengan sabar dan tekun dalam memberikan petunjuk dan
bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu tarbiyah
dan Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo.
8. Seluru staf administrasi akademik pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Sultan Amai Gorontalo, yang telah memberikan pelayanan
yang baik selama studi.
9. Seluru Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tatbiyah dan Keguruan IAIN
Sultan Amai Gorontalo, yang telah memotivasi dan mendukung dalam
memperoleh buku reverensi pada penulisan skripsi ini.
10. Kepala lurah Kelurahan Heledulaa Utara, dan seluru staf pemerintah
kelurahan, serta guru PAI yang menjadi informan yang telah membantu
penulis dalam memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh
penulis.
iv
11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
angkatan 2015 terlebih sahabat baik saya indryani winy
mokoginta,mifta,mona ais.ingrid.dan seluruh kelas PAI B dan alumi SMK
23 Maret kotamobagu kelas Akuntansi 3 buat mama nawiyah dan papa jul
sry widianti potabuga dan dewi potabuga dan ke 3 orang yang saya
sayanggi sepupu saya siti nurila mokoginta franly mokoginta,rifki
mokoginta,fikran mokoginta yang turut memberikan dorongan dan
motivasi kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini, sehingga
menjadi penambah semangat penulis dalam penyusunan skripsi seperti
saat ini.
Dan lebih khusus buat Fando wiranto Abdul.terimakasih sudah banyak
mensupport dari awal hingga akhir study saya.
12. Terakhir ucapan terima kasih untuk keluargaku yang telah memberikan
suport sehingga menjadi penambah motivasi dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Akhir kata, semoga semua bantuan dan dorongan serta bimbingan
yang penulis terima dari semua pihak dapan menjadi petunjuk kearah masa
depan yang lebih baik. Dan semoga apa yang telah menjadi bantuan semua
pihak dalam penyusunan skripsi ini akan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah SWT. Amin.
Gorontalo, Juli 2019
v
Penulis
Gunawan Mokoginta NIM. 15 101 2092
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian....................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian..................................................................... 6 E. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 7 F. Pengertian Judul dan Definisi Operasional ............................... 9
BAB II LANDASAN TEORETIS ............................................................. 12 A. Penamanan Nilai-Nilai Religius ................................................ 12
1. Pengertian Penamanan Nilai Religius .................................... 12 2. Bentuk Penanaman Nilai-Nilai Religius ................................ 14 3. Tujuan dan Fungsi Penamanan Nilai-Nilai Religius .............. 17 4. Cara Penamanan Nilai-Nilai Religius .................................... 18
B. Pengamalan Ibadah Anak .......................................................... 21 1. Pengertian Pengamalan Ibadah............................................. 21 2. Tujuan Pengamalan Ibadah .................................................. 23 3. Ruang Lingkup Pengamalan Ibadah ..................................... 24
C. Keluarga dan Guru PAI ............................................................. 25 1. Pengertian Keluarga ............................................................. 25 2. Pengertian Guru PAI ............................................................ 28 3. Tugas Keluarga dan Guru PAI dalam Penanaman
Nilai-Nilai Religius .............................................................. 31 D. Kerangka Pikir ........................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 37 A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ 37 B. Kehadiran Peneliti ..................................................................... 39 C. Lokasi Penelitian ....................................................................... 40 D. Sumber Data .............................................................................. 40 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 42 F. Teknik Analisis Data ................................................................. 44 G. Pengecekan Keabsahan Data ..................................................... 46 H. Tahap-Tahap Penelitian ............................................................. 48
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 51 A. Profil Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo ................... 51 B. Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan
Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo ........................ 59
C. Hambatan Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo .................. 86
D. Solusi Mengatasi Hambatan Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo ......... 90
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 96 A. Kesimpulan ................................................................................ 96 B. Saran .......................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 99
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nilai-nilai religius yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini mulai terkikis.
Hal ini perlu diatasi agar tidak menyebabkan kemandulan Bangsa karena perlu
ditegaskan lagi bahwa masa depan Bangsa sangat bergantung pada generasi muda
dan harus dibangun kembali terutama melalui pendidikan. Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan tugas dan tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.1
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi manusia.
Kebutuhan yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan
merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi
dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi
mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi
paham, intinya adalah pendidikan membentuk jasmani dan rohani menjadi
paripurna.
Pendidikan adalah proses pembelajaran seseorang untuk mengetahui apa
yang belum diketahui. Dalam perkembangannya, agar manusia mengerti
1 Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), h. 3.
2
bagaimana menjalankan kehidupan yang benar dan sempurna. Karena hanya
melalui pendidikanlah otak dan pemikiran manusia dapat berkembang. Pendidikan
adalah suatu proses mendewasakan manusia dengan kata lain pendidikan
merupakan suatu upaya untuk “memanusiakan” manusia. Melalui pendidikan,
manusia tumbuh dan berkembang secara wajar dan “sempurna” sehingga ia dapat
melaksanakan tugas sebagai manusia.
Pendidikan dalam keluarga merupakan bagian dari pendidikan informal,
yang merupakan pusat pendidik pertama bagi anak dan pendidikannya adalah
kedua orangtua sebagai pusat pendidikan pertama maka ia mempunyai tugas yang
sangat fundamental dalam mempersiapkan anak bagi peranannya di masa depan.
Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan yang paling esensial dalam
Dalam keluarga terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama.2 Dikatakan
sebagai pendidikan yang pertama, karena pertama kali anak mendapat pengaruh
pendidikan dari dan di dalam keluarganya. Sedangkan dikatakan sebagai
pendidikan yang utama karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan di sekolah
dan di masyarakat, namun tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada
orangtuanya, termasuk dalam menanamkan nilai-nilai religius untuk
meningkatkan pengalaman ibadah anak.
Penanaman nilai-nilai religius untuk meningkatkan pengalaman ibadah
anak hakikatnya bukan hanya sekedar menanamkan keyakinan, namun terdapat
aspek internalisasi yang harus diamalkan. Penanaman nilai-nilai religius akan
lebih efektif ditanamkan di lingkungan keluarga terutama orangtua. Namun pada
2Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 237.
3
kenyataannya tidak semua orangtua berhasil menanamkan nilai-nilai religius
untuk meningkatkan pengalaman ibadah anak dengan baik, sehingga anak
cenderung berperilaku negatif dan kurang mengamalkan ibadah dengan baik,
seperti anak tersebut sangat keras kepala dan sulit untuk dinasehati. Tampak dari
perilaku kesehariannya yang membantah ketika diminta tolong sama orang tua,
saat diingatkan untuk shalat anak masih tetap bermain game, sulit bangun pagi,
tidak membereskan tempat tidurnya sendiri, dan ketika dinasehati justru berkata
kasar atau membentak. Selain itu, anak kadang sulit belajar karena lebih asyik
main dan sering menonton TV sampai larut malam sehingga sulit bangun untuk
shalat subuh. Anak yang semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang
berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah pergi bersama orang tua ke
masjid untuk melaksanakan ibadah, mendengarkan khutbah atau cerah-ceramah
dan sebagainya, maka setelah dewasa mereka itupun tidak ada perhatian terhadap
hidup keagamaan.
Contoh-contoh perilaku negatif yang disebutkan di atas tidak perlu terjadi,
jika keluarga dalam hal ini orangtua senantiasa menanamkan nilai-nilai religius
dalam keseharian anaknya. Berbagai hasil penelitian tentang problematika
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah selama ini, ditemukan salah satu
faktornya adalah kerena pelaksanaan pendidikan agama cenderung lebih banyak
digarap dari sisi-sisi pengajaran. Guru- guru PAI sering kali hanya diajak
membicarakan persoalan proses belajar mengajar, sehingga tenggelam dalam
persoalan teknis-mekanis semata. Sementara itu persoalan yang lebih mendasar
yaitu yang berhubungan dengan aspek pedagogisnya, kurang banyak disentuh.
4
Padahal fungsi pendidikan agama di sekolah adalah memberikan landasan yang
mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik melakukan perbuatan
yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.3 Selain itu, perilaku
kenakalan remaja yang berbentuk kekerasan sering terjadi pada anak-anak remaja
yang tinggal dalam satu lingkungan, yang kemudian membentuk tindakan-
tindakan keji dan brutal yang memperlihatkan rendahnya jiwa kemanusiaan yang
sengaja dilakukan tanpa rasa bersalah.4 Dengan demikan jika tidak ditanamkan
nilai-nilai religius pada diri anak oleh keluarga, maka tentunya kemorosotan
akhlak anak khususnya dan masyarakat pada umumnya akan membawa dampak
negatif bagi kelansungan hidup bangsa. Oleh karena itu, keluarga memegang
peranan penting dalam menanamkan menanamkan nilai-nilai religius untuk
meningkatkan pengalaman ibadah anak, termasuk pada anak yang orangtuanya
bekerja sebagai guru PAI yang ada di Kelurahan Heledulaa Utara Kecamatan
Kota Timur Kota Gorontalo.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, diperoleh informasi
bahwa adanya penggunaan teknologi informasi semakin canggih hingga membuat
anak ketergantungan, hal ini menimbulkan efek yang kurang baik bagi anak.
Tidak sedikit yang akhirnya berperilaku menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam,
khususnya anak-anak atau remaja yang usianya berada pada tahap pertumbuhan
dan perkembangan. Anak-anak inilah yang memang masih harus dibimbing dan
diajarkan mengenai nilai-nilai kehidupan sesuai ajaran agama. Keterlibatan para
anak remaja dalam kegiatan keagamaan saat ini juga terlihat kurang aktif di
3 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di Sekolah, (Malang: UIN Press, 2013), h. 93-94
4 Thomas Lickona, Educating for Character, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 4.
5
Kelurahan Heledulaa Utara ini. Hal-hal inilah yang menjadi latar belakang serta
alasan peneliti dalam melakukan penelitian di wilayah ini dan perlunya
ditanamkan nilai-nilai religius pada anak di Kelurahan Heledulaa Utara
Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo.
Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana penanaman nilai-nilai religius
untuk meningkatkan pengalaman ibadah anak di Kelurahan Heledulaa Utara
Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo. Pada penelitian ini difokuskan pada
keluarga guru PAI, dikarenakan dalam setiap keluarga itu berbeda cara atau
metode dalam membelajarkan dan menamakan nilai-nilai religus.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, dengan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa
Utara Kota Gorontalo?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai religius
untuk meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di
Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo?
3. Bagaimana solusi mengatasi hambatan penanaman nilai-nilai religius
dalam meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di
Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo?
6
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanaman
nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga
guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kecamatan Kota Gorontalo. Berdasarkan
tujuan tersebut, maka penelitian ini secara khusus bertujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa
Utara Kota Gorontalo.
2. Untuk mengindentifikasi hambatan penanaman nilai-nilai religius dalam
meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di
Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo.
3. Untuk menemukan solusi mengatasi hambatan penanaman nilai-nilai
religius dalam meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga
guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut.
1. Secara teoritis sebagai bahan untuk menambah dan memperluas wawasan
mengenai peran keluarga guru PAI dalam penanaman nilai-nilai religius
untuk meningkatkan pengalaman ibadah anak, agar sikap dan perilaku
religiusitasnya lebih kuat tertanam dalam karakter diri dan hati mereka.
7
2. Secara praktis
a. Bagi keluarga guru PAI, diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada orang tua, khususnya yang berkaitan dengan penanaman nilai-
nilai religius untuk meningkatkan pengalaman ibadah anak, agar juga
nanti dapat berperan positif untuk menanamkan nilai-nilai religius
anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bagi anak diharapkan dapat meningkatkan pengalaman ibadahnya,
sehingga menjadi pribadi yang taat dalam menjalankan dan
mengamalkan ibadah setiap hari.
c. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan bagi referensi bagi kalangan peneliti lainnya yang
tertarik dalam bidang yang sama.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang relevan bertujuan untuk mengetahui keaslian karya
ilmiah. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian terhadap karya lain yang
relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang relevan dapat bersumber dari
makalah, skripsi, jurnal, internet, atau yang lainnya yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
Muhamad Rais Fauzi (2017) menulis skripsi berjudul “Peranan Orang Tua
dalam Sosialisasi Nilai-Nilai Keagamaan Terhadap Anak di Dalam Keluarga”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran orang tua dalam sosialisasi nilai-
nilai keagamaan terhadap anak sangat diperlukan sebagai pembentukan karakter
atau kepribadian yang positif. Kelak, agar anak mampu menjadi pribadi yang
8
normatif dan religius, mempunyai pedoman dalam bertindak, sehingga mampu
bertindak sesuai norma agama dan tidak bertentangan, serta dapat menjadi
manusia yang berguna bagi diri sendiri dan lingkungannya.5
Rindi Antika Ritma Ratri (2018) menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Religiusitas Anak Dalam Ibadah Shalat
Berjamaah Di Masjid Baitul Makmur Grendeng Purwokerto”. Hasil Penelitian
yang diperoleh yaitu ada pengaruh yang signifikan pola asuh orang tua terhadap
religiusitas anak dalam ibadah shalat berjamaah di Masjid Baitul Makmur
Grendeng Purwokerto yaitu sebesar 33,8%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar
33,8% variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen
(X), artinya terdapat pengaruh pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak
sebesar 33,8% sedangkan sisanya 66,2% dipengaruhi oleh variabel lain selain
independen (X) seperti lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan faktor
internal (pembawaan).6
Penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan,
meskipun terdapat kesamaan sama-sama mengkaji tentang penanaman nilai-nilai
religius pada anak oleh keluarga. Perbedaan dalam penelitian ini adalah
difokuskan pada keluarga guru PAI, dikarenakan dalam setiap keluarga itu
5 Muhamad Rais Fauzi, Peranan Orang Tua dalam Sosialisasi Nilai-Nilai Keagamaan
Terhadap Anak di Dalam Keluarga (Studi Kasus di Kp. Pekopen RW.01, Desa Lambang Jaya, Skripsi (Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 2017), h. iv
6 Rindi Antika Ritma Ratri, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Religiusitas Anak Dalam Ibadah Shalat Berjamaah Di Masjid Baitul Makmur Grendeng Purwokerto, Skripsi (Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2018), h. v http://repository.iainpurwokerto.ac.id/3828/1.pdf
9
berbeda cara atau metode dalam membelajarkan dan menamakan nilai-nilai
religius.
F. Pengertian Judul dan Definisi Operasional
Agar tidak terjadi persepsi yang beragam tentang istilah yang dijadikan
fokus dalam penelitian ini, maka diberikan batasan dalam bentuk pengertian judul
sebagai berikut.
1. Penanaman nilai-nilai religius
Penanaman menurut kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses, cara,
perbuatan menanam, menanami atau menanamkan. Penanaman secara etimologis
berasal dari kata “tanam” yang berarti menabur benih, yang semakin jelas jika
mendapatkan awalan pe-dan akhiran-an menjadi penanaman” yang berarti proses,
cara, perbuatan menanam, mananami, atau menanamkan.7 sementara religius
adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Ia menunjukan bahwa
pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan
pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.8
Nilai religius merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling
kuat dibandingkan dengan nilainilai yang lainnya. Nilai ini bersumber dari
kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan dan ruang lingkup nilai ini sangat
luas dan mengatur seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Nilai religius
(keagamaan) bersumber dari agama dan mampu merasuk ke dalam intimitas jiwa.
Penanaman nilai religius ini penting dalam rangka untuk memantapkan etos kerja
7 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Edisi
Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h.1134. 8 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), h.1.
10
dan etos ilmiah seluruh civitas akademika yang ada di lembaga pendidikan
tersebut. Selain itu juga supaya tertanam dalam diri tenaga kependidikan bahwa
melakukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran pada peserta didik bukan
semata-mata bekerja untuk mencari uang, tetapi merupakan bagian dari ibadah.9
2. Pengamalan ibadah
Pengamalan yang dimaksaud disini adalah segala perbuatan yang
dilakukan oleh anak dalam menjalankan ibadah. Artinya Pengamalan adalah
kesungguhan hati dalam melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian ibadah
menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut dan do’a.10
3. Keluarga dan Guru PAI
Keluarga berasal dari kata kula yang artinya abdi atau hamba. Sedang
warga adalah orang yang berhak berbicara atau bertindak. Keluarga disini terdiri
dari pribadi ayah, ibu, dan anak serta nenek dan kakek.11 Sementara guru PAI
merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahuan dengan tujuan
mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang
berkepribadian baik. 12
Berdasarkan pengertian judul di atas, secara operasional yang dimaksud
dengan judul penelitian ini adalah membina dan mendidik anak melalui
penanaman nilai-nilai religius dalam keluarga PAI dengan membiasakan sesuatu
9 Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan., h.
58-60. 10 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo persada, 2012), h.
244 11Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 162. 12 Bayu Prafitri & Subekti, Metode pembinaan akhlak dalam peningkatan pengamalan
ibadah peserta didik, (FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 04 No. 2 Desember 2018), h. 337.
11
hal yang akan membangun kereligiusan anak. Adapun keluarga guru PAI disini
berfungsi religius artinya keluarga berkewajiban dalam memperkenalkan dan
mengajak anaknya serta anggota keluarga lainnya untuk hidup beragama sesuai
keyakinan yang dianut. Disini peran orang tua sangat penting, karena sebagai
orang pertama yang melakukan kontak langsung dengan anak-anaknya, orangtua
wajib menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anak mereka sejak kecil untuk
bekal dalam kehidupannya kelak.
12
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Penamanan Nilai-Nilai Religius
1. Pengertian Penamanan Nilai Religius
Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal
(perbuatan, cara) menanamkan.1 Selanjutnya nilai adalah nilai dalam bahasa
lnggris “value”, dalam bahasa latin “velere”, atau bahasa Prancis kuno “valoir”
atau nilai dapat diartikan berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, bermanfaat dan
paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang”.2 Dengan
demikian nilai dapat diartikan sebagai suatu tipe kepercayaan yang menjadi dasar
bagi seseorang maupun sekelompok masyarakat, dijadikan pijakan dalam
tindakannya, dan sudah melekat pada suatu sistem kepercayaan yang berhubungan
dengan manusia yang meyakininya.
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa inggris
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan
adanya sesuatu kekuatan yang lebih besar di atas manusia. Religius berasal dari
kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius
identik dengan keberagamaan merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul
yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap suatu
agama.3 Pendapat lain menyatakan bahwa religius ialah sikap dan perilaku yang
1Wakhidah Muafah, Penanaman Nilai-nilai Agama pada Keluarga Pasangan Beda
Agama di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012. Skripsi. (Diakses dari: http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/9363ac94faa30e1f.pdf, 2012), h. 2
2 Sutarjo Adisusilo, JR, Pembelajaran Nilai Karakter., h.56. 3 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah., h. 66
13
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.4
Kaitan dengan nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang
dijadikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.5 Dengan demikian nilai religius ialah sesuatu
yang berguna dan dilakukan oleh manusia, berupa sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sjakarwi bahwa nilai religius adalah nilai yang
bersumber dari keyakinan keTuhanan yang ada pada diri seseorang.6
Muhammad Fadillah & Lilif Mualifatu Khorida berpendapat bahwa, nilai
religius pada anak usia dini dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh
dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Sikap religius
dapat ditanamkan kepada anak usia dini dengan memberikan berbagai kegiatan
keagamaan untuk anak.7
Dengan demikian makna nilai-nilai religius adalah nilai-nilai kehidupan
yang mencerminkan tumbuh kembangnya kehidupan beragama yang terdiri dari
tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah dan akhlak yang menjadi pedoman perilaku
4 Muhammad Fadlillah & Lilif Muallifatul Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 190. 5 Dian Chrisna Wati & Dikdik Baehaqi Arif, Penanaman Nilai-nilai Religius di Sekolah
Dasar untuk Penguatan Jiwa Profetik Siswa, (Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III 11 November 2017), h. 61.
6 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 29. 7 Muhammad Fadillah & Lilif Maulifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini.,
h. 190.
14
sesuai dengan aturan-aturan Illahi untuk mencapai kesejahteraan serta
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Bentuk Penanaman Nilai-Nilai Religius
Nilai-nilai religius dilihat dari ruang lingkup bentuknyanya, terdiri dari
penanaman nilai akidah, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Pembahasan mengenai
pengajaran atau penanaman nilai-nilai agama sebagai berikut:
a. Nilai akidah
Penanaman nilai akidah (keimanan) merupakan langkah awal dalam
mengenalkan tentang adanya Dzat yang maha kuasa yang menciptakan dunia
seisinya. Langkah ini dapat dimulai dengan memperkenalkan tentang adanya
Allah.8 Iman secara umum dapat dipahami sebagai suatu keyakinan yang
dibenarkan didalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal
perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk
Allah SWT serta sunah nabi Muhammad SAW.9 Dalam Al-Qur‟ an terdapat
sejumlah ayat yang menunjukkan katakata iman, diantaranya terdapat pada firman
Allah surat al-Anfal ayat 2:
$ y J ¯ R Î ) š c q ã Z Ï B÷ sß J ø 9 $ # t ûï Ï %© ! $ # # sŒÎ ) t � Ï . è Œ ª ! $ # ô M n = Å _ u r
ö Nå k æ5q è = è % # sŒÎ ) u r ô M u ‹ Î = è ? ö NÍ k ö Ž n = t ã ¼ç mç G» t ƒ # u ä ö Nå k ø E y Š # y — $ YZ » y J ƒ Î )
4 ’ n ? t ã u r ó OÎ g Î n / u ‘ t b q è = © . u q t Gt ƒ Ç Ë È
8 Siti Mudhaifah, Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Sosial Remaja Dusun Banana Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, Skripsi (Salatiga: Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Diakses dari http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/587eb128ec124137.pdf, 2010), h. 19-20.
9 Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 12-13.
15
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.10 Ayat di atas menjelaskan bahwa mereka yang mantap imannya adalah
mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perbuatan sehingga
antara lain, apabila disebut nama Allah sekadar mendengar nama itu dari siapapun
gentar hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keagungan-Nya.
Kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang menghadapi segala sesuatu sehingga
hasilnya kepada Tuhan mereka saja, mereka berserah digetarkan rasa yang
menyentuh kalbu seorang Mukmin ketika diingatkan tentang Allah, perintah atau
larangan-Nya. Ketika itu jiwanya dipenuhi oleh keindahan dan ke-Maha besaran
Allah, sehingga bangkit dalam dirinya rasa takut kepada-Nya, tergambar
keagungan serta tergambar juga pelanggaran dan dosanya. Semua itu
mendorongnya untuk beramal dan taat.
b. Nilai ibadah
Ibadah adalah tunduk dan patuh yang timbul dari kesadaran hati akan
keagungan yang disembah (Allah Swt.), karena yakin bahwa sesungguhnya Allah
Swt. itu mempunyai kekuasaan yang tidak dapat dicapai oleh akal akan
hakekatnya. Ibadah kepada Allah Swt. adalah suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh manusia selama hidupnya. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an QS.
Al-Dzariyat (51) : 56:
10Kementerian Agama, R.I, Al-Qur’an Keluarga: Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya
Lajnah Pentashih Mushah Al-Qur’an,(Jakarta: Fitra Rabbani, 2013), h.177
16
$ t Bu r à M ø ) n = y z £ ` Å g ø : $ # } §R M } $ # u r žwÎ ) È b r ß ‰ç 7 ÷ è u ‹ Ï 9 Ç Î Ï È
Terjemahnya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.11
Konsep ibadah dalam ayat di atas ditafsirkan kepada arti tunduk, patuh,
dan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan
Allah di dalam al-Qur’an. Tugas akhir yang harus diselesaikan manusia adalah
tujuan yang sesungguhnya dalam pendidikan islam dapat dicapai melalui
pengabdiannya kepada Allah secara total.
c. Nilai akhlak
Kata akhlak diartikan budi pekerti; tingkah laku; perangai. Akhlak adalah
hal yang melekat dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan yang
mudah tanpa dipikirkan dan diteliti oleh manusia. Apabila tingkah laku itu
menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji oleh akal dan syara’,
maka tingkah laku itu dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, bila perbuatan-
perbuatan yang buruk, maka tingkah laku itu dinamakan akhlak yang buruk.12
Menurut Amirulloh Syarbini & Heri bahwa aspek-aspek keagamaan
meliputi: 1) Tauhid/ Aqidah 2) Ibadah 3) Al-Qur’an, Hadits, doa dan dzikir 4)
Adab dan akhlak yang baik 5) Menjauhi perbuatan yang dilarang 6) Berpakaian
yang sesuai syariat. 13 Selanjutnya Rois Mahfud menyatakan bahwa nilai-nilai
religius menurut pandangan Islam yang harus ditanamkan pada anak adalah: 1)
11Kementerian Agama, R.I, Al-Qur’an Keluarga: Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya
Lajnah Pentashih Mushah Al-Qur’an,(Jakarta: Fitra Rabbani, 2013), h. 523. 12 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 30. 13 Amirullah Syarbini, Heri Gunawan, Mencetak Anak Hebat (Jakarta: Gramedia, 2014),
h. 67.
17
nilai keimanan sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan didalam hati dan
dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dengan
selalu mengikuti petunjuk Allah SWT dan sunah Nabi Muhammad SAW, 2) nilai
ibadah adalah taat kepada Allah SWT, dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan para Rasul-Nya , 3) Nilai akhlak adalah sesuatu yang telah tercipta
atau berbentuk melalui sebuah proses, karena jika akhlak sudah terbentuk maka
akan menjadi kebiasaan, 4) nilai sosial memiliki peran penting agar anak belajar
mengenal tata cara berinteraksi dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai religius atau
keberagaman terbentuk dari tiga dimensi, yang pertama yaitu berupa akidah atau
kepercayaan kepada Allah SWT, kemudian berupa syariah atau praktik agama dan
yang terakhir adalah akhlak seseorang sebagai wujud ketakwaan manusia kepada
Tuhannya, ketiga hal tersebut memang tidak bisa terpisahkan, karena saling
melengkapi satu sama lain.
3. Tujuan dan Fungsi Penamanan Nilai-Nilai Religius
Pentingnya nilai-nilai religius perlu ditanamkan pada diri anak. Secara
hakiki sebenarnya nilai-nilai religius merupakan nilai yang memiliki dasar
kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini
bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai Islam
merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkatan budi
(consceincia, insan kamil), juga sifatnya mutlak kebenarannya, universal, dan
18
suci.14 Oleh karenanya dalam proses tumbuh kembang anak haruslah diimbangi
dengan pendidikan agama melalui penanaman nilai-nilai religius.
Fungsi dari nilai-nilai religius ialah petunjuk cara hidup yang benar dan
sehat bagi manusia semenjak lahir sampai meninggal dunia. Nilai-nilai agama
yang mengejawantah dalam perilaku manusia, seiring dengan berjalannya waktu,
dapat menjadi norma-norma sosial yang mengikat suatu masyarakat. Agama
sering menjadi kuat dominasinya jika ia kuat penekanannya pada nilai tertinggi
“ultimate value”, yaitu hubungannya dengan Maha Pencipta (Tuhan), dan
kehidupan abadi serta keadilan tertinggi atas kebaikan dan keburukan (pahala atau
dosa) atas pola pikir, sikap, dan perilaku selama di dunia fana.15
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penanaman nilai-nilai religius
pada anak sangat penting artinya dalam mewujudkan generasi yang berkualitas
dan bertakwa kepada Allah, sehingga mereka mampu menjalankan fugsi dan
tugasnya sebagai individu dan masyarakat di muka bumi. Seseorang harus mampu
mencapai keseragaman dan kesatuan gerak secara lahir yang merupakan nilai
hidup yang kokoh dan kuat.
4. Cara Penamanan Nilai-Nilai Religius
Penanaman nilai-nilai religius dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Selain itu, penanaman nilai-nilai religius tersebut, juga ternyata membutuhkan
banyak strategi yang cukup kompleks, banyak aspek yang diperlukan sebagai
pendukung tercapainya tujuan tersebut. Menurut Muhammad & Lillif bahwa nilai-
14Rohmad, Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. (Bandung: Alfabeta, 2014). h.
7. 15 Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), h. 26.
19
nilai religius pada anak dini dapat dikembangkan melalui beberapa cara yaitu:
keteladanan, pembiasaan, dan cerita yaitu sebagai berikut:
a. Keteladanan
Memberikan keteladanan merupakan salah satu cara terpenting dalam
mendidik anak. Apabila anak telah kehilangan suri tauladannya, maka anak akan
merasa kehilangan segala sesuatunya.16 Najamuddin Muhammad mengatakan
bahwa, sebenarnya yang harus dimunculkan pada anak adalah keteladanan dari
orangtua. Keteladanan bertujuan agar di dalam diri anak tak terselip citra negatif,
yang akhirnya akan membentuk sifat dan karakter kurang baik. Disadari atau
tidak, perkataan dan perbuatan orangtua telah menghipnotis diri anak. Perkataan
dan perbuatan orangtua sudah membentuk pola dalam alam bawah sadar anak,
sehingga bila sesuatu yang tidak baik ditanamkan pada diri anak, akan berakibat
kurang baik pada masa mendatang.17
b. Pembiasaan
Hakikat pembiasaan adalah adanya pengalaman dan pengulangan.
Menurut Suyadi jika pembiasaan sudah ditanamkan, anak tidak akan merasa berat
lagi untuk beribadah, bahkan ibadah akan menjadi bingkai amal dan sumber
kenikmatan dalam hidupnya karena bisa berkomunikasi langsung dengan Allah
dan sesama manusia.18 Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan
untuk mebiasakan anak berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan
16 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers,
2012), h. 117 17 Najamuddin Muhammad, Tips Membuat Anak Rajin Ibadah Sejak Dini, (Jakarta: Sabil,
2011), h. 16. 18 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosda karya,
2013), h. 196.
20
ajaran agama Islam. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan
perilaku yang relative menetap melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.
19 Contoh perilaku yang dapat diajarkan dengan pembiasaan seperti:
mengucapkan dan menjawab salam, berdo’a setiap akan melakukan kegiatan dan
sesudahnya, sholat tepat waktu dan sebagainya.
c. Pemberian nasehat
Pemberian nasehat merupakan cara yang efektif dalam membentuk
keimanan anak, akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat
memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat
sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam.20
d. Bercerita
Bercerita juga dapat menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Muhammad Azmi berpendapat bahwa, metode cerita atau
kisah memiliki peranan penting dalam memperkokoh ingatan anak dan kesadaran
berpikir. Kisah termasuk metode pendidikan Islam yang paling efektif, karena
kisah yang diberikan kepada anak dapat mempengaruhi perasaannya dengan kuat.
Melalui metode bercerita orangtua dapat memberikan contoh teladan melalui
cerita kisah Nabi untuk yang beragama Islam. Sedangkan yang beragama non
islam orangtua dapat menceritakan kepada anak tentang kisah atau asal usul
agama yang mereka anut. Serta orangtua dapat mengenalkan kepada anak siapa
19 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam., h. 117 20 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam., h. 117
21
itu Tuhan melalui metode bercerita, agar anak dapat percaya adanya Tuhan serta
ciptaan-ciptaan Tuhan yang ada di dunia ini dengan bahasa yang anak pahami.21
e. Amsal (perumpaan)
Amsal atau perumpaan adalah bentuk jamak dari kata masal yang berarti
sama, serupa atau penyerupaan, amsal juga berarti al-‘Ibrah, artinya contoh atau
teladan, dan amsal juga bermakna al-Syabah yang berarti kesamaan atau
penyerupaan. Di dalam al-Qur’an banyak perumpamaan yang dikemukakan oleh
Allah SWT. Kalau Allah mengungkapkan perumpamaan tentang sesuatu, maka
secara tersirat, orangtua mesti mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan.
Metode perumpamaan merupakan metode yang tepat diberikan kepada anak
dalam menanamkan nilai-nilai, karena dengan metode ini orangtua dapat
mengarahkan anaknya sesuai dengan perumpamaan yang diberikan kepadanya,
misalnya orangtua mengatakan “anak yang selalu bohong tidak akan mendapatkan
teman”. Maka secara tak sengaja anak itu akan takut berbohong karena dia takut
tidak akan mendapatkan teman. Ini salah satu contoh metode perumpamaan yang
dapat diberikan kepada anak usia dini yang disesuaikan dengan keadaan mereka.22
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan dari
penjelasan di atas bahwa cara penanaman nilai-nilai religius dapat menggunakan
beberapa cara atau metode yaitu keteladan, pembiasaan, pemberian nasehat,
metode bercerita, dan metode perumpamaan. Meskipun masih terdapat metode
atau cara lain yang dapat digunakan keluarga atau orangtua dalam menanamkan
nilai-nilai religius pada anaknya.
21 Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah. (Yogyakarta: Belukar Press, 2016), h. 32.
22 Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah., h. 33.
22
B. Pengamalan Ibadah Anak
1. Pengertian Pengamalan Ibadah
Pengamalan adalah proses, perbuatan, cara melaksanakan, melaksanakan,
pelaksanaan, penerapan, proses (perbuatan) menunaikan (kewajiban, tugas) proses
(perbuatan) menyampaikan, (cita-cita, gagasan), proses (perbuatan)
menyumbangkan atau mendarmakan. Pengamalan berasal dari kata “amal”, yang
berarti segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang berkonotasi
positif. Pengamalan yang dimaksaud disini adalah segala perbuatan yang
dilakukan oleh anak dalam menjalankan ibadah. Artinya Pengamalan adalah
kesungguhan hati dalam melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian ibadah
menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut dan do’a.23 Ibadah dalam makna
taat atau menaati (diperintahkan) diungkapkan Allah dalam al Quran antara lain
dalam surat Yasin ayat 60 yang berbunyi sebagai berikut :
* ó Os9 r & ô ‰y g ô ã r & ö Nä 3 ö ‹ s9 Î ) ûÓ Í _ t 6» t ƒ t P y Š # u ä c r & žw ( # r ß ‰ç 7 ÷ è s?
z ` » sÜ ø ‹ ¤ ± 9 $ # ( ¼ç m¯ R Î ) ö / ä 3 s9 Ar ß ‰t ã × ûü Î 7 • B Ç Ï É È
Terjemahnya: Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.
Ibadah dalam pengertian umum dan ibadah dalam pengertian khusu.
Penegertian ibadah dalam pengertian umum, ialah segala aktivitas jiwa dan raga
manusia (mahluk , yang diciptakan) yang ditujukan kepada Allah (al-Khaliq,
Sang Maha Pencipta), sebagai tanda ketundukan dan kepatuhan hamba. tersebut
23 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam., h. 244
23
kepada-Nya. Sedangkan ibadah dalam pengertian khusus, ialah semua kegiatan
ibadah yang ketentuannya telah digariskan oleh nash-nash al-Qur’an maupun al-
Hadist, yang ketentuan-ketentuan itu tidak boleh ditambah, dikurang atau diubah-
ubah.24
Dari pengertian ibadah yang telah disebutkan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa ibadah adalah segala sesuatu yang di ridloi Allah baik berupa
perbuatan, perkataan, untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari
mengerjakan perintah Nya.
2. Tujuan Pengamalan Ibadah
Ibadah mempunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan. Tujuan pokoknya
adalah menghadapkan diri kepada Allah yang Maha Esa dan mengkonsentrasikan
niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan
mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar
terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat
umpamanya, disyari’atkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri
kepada Allah swt dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan
tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan
keji dan munkar.25
Tujuan di atas, juga sejalan dengan tujuan pendidikan secara umum
setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan
aspek batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/ lahiriyah. Pendidikan bersifat
24 Abd. Rahman Dahlan, Kajian Tematik AL-Qur’an Tentang Fiqih Ibadah, (Bandung :
Penerbit Angkasa, 2010), h. 41. 25 Bayu Prafitri & Subekti, Metode pembinaan akhlak dalam peningkatan pengamalan
ibadah peserta didik., h. 349.
24
rohani merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, akhlak dan watak, kesemua
itu menjadi bagian penting dalam pendidikan, kedua pengembangan terfokus
kepada aspek jasmani, seperti ketangkasan, kesehatan, cakap, kreatif. 26
Dengan demikian secara konseptual tujuan pengamalan ibadah adalah
berusaha membentuk pribadi anak berkualitas baik jasmani dan rohani, agar anak
mempunyai akhlak yang mulia, anak diharapkan dapat memperhatikan pelajaran
berbasis agama sebagai kontrol dalam kehidupannya.
3. Ruang Lingkup Pengamalan Ibadah
Untuk mengetahui ruang lingkup pengamalan ibadah ini tidak terlepas dari
pemahaman terhadap ibadah sendiri. Ibadah mencakup semua bentuk cinta dan
kerelaan kepada Allah swt, baik dalam perkataan maupun perbuatan, lahir dan
bathin, maka yang termasuk ke dalam hal ini adalah shalat, zakat, puasa, haji,
benar dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua,
menghubungkan silaturrahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad
terhadap orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir
miskin, dan ibn sabil, berdo’a, berzikir, membaca Al-Qur’an, ikhlas, sabar, sukur,
rela menerima ketentuan Allah SWT, tawwakal, raja’ (berharap atas rahmat),
khauf (takut terhadap azab), dan lain sebagainya.27
Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan di atas cakupannya sangat luas,
bahkan semua ajaran agama itu termasuk ibadah. Bilamana diklasifikasikan
kesemuanya dapat menjadi beberapa kelompok saja, yaitu:
26 Bayu Prafitri & Subekti, Metode pembinaan akhlak dalam peningkatan pengamalan
ibadah peserta didik., h. 338. 27 Rahman Ritonga, A, Fiqh Ibadah (Cet. II; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2012), h. 6.
25
a. Kewajibaban-kewajiban atau rukun-rukun syari’at seperti shalat, puasa, zakat
dan haji.
b. Yang berhubungan dengan (tambahan dari) kewajiban-kewajiban di atas
dalam bentuk ibadah-ibadah sunat, seperti zikir, membaca Al-Qur’an, doa
dan istigfar.
c. Semua bentuk hubungan sosial yang baik serta pemenuhan hak-hak manusia,
seperti berbuat baik kepada orang tua, menghubungkan silaturrahmi, berbuat
baik kepada anak yatim, fakir miskin dan ibnu sabil.
d. Akhlak Insaniyah, (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara,
menjalankan amanah dan menepati janji.
e. Akhlak rabbaniyah (bersifat ketuhanan), seperti mencintai Allah swt, dan
rasulrasul-Nya, takut kepada Allah swt, ikhlas dan sabar terhadap hukum-
Nya. 28
Lebih khusus lagi pengamalan ibadah dapat diklasifikasikan menjadi
ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas, yaitu mencakup segala amal kebajikan yang dilakukan dengan niat
ikhlas dan sulit untuk mengemukakan sistematikanya. Tetapi ibadah khusus
ditentukan oleh nash, bentuk dan caranya seperti: thaharah, shalat, zakat , puasa,
haji dan umrah. 29
28 Rahman Ritonga, A, Fiqh Ibadah ., h. 28-29. 29 Rahman Ritonga, A, Fiqh Ibadah ., h. 29.
26
C. Keluarga dan Guru PAI
1. Pengertian Keluarga
Keluarga dalam arti luas adalah meliputi semua pihak yang mempunyai
hubungan darah atau keturunan, sedang dalam arti sempit, keluarga meliputi
orangtua dan anaknya. Keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya:
orang seisi rumah, batih, sanak saudara, kaum kerabat, satuan kekerabatan yang
sangat mendasar di masyarakat. Keluarga berasal dari kata kula yang artinya abdi
atau hamba. Sedang warga adalah orang yang berhak berbicara atau bertindak.
Keluarga disini terdiri dari pribadi ayah, ibu, dan anak serta nenek dan kakek.30
Pendapat di atas menunjukkan bahwa keluarga adalah sekelompok
individu atau orang yang ada hubungan darah atau kekerabatan sehingga antara
anggota yang satu dengan yang lain sama-sama memiliki hak untuk berpendapat
dan bertindak. Namun dalam keluarga harus ada orang yang dianggap lebih tua
dan mempunyai kedudukan atau otoritas lebih tinggi dibanding yang lain, yaitu
orangtua. Agar pola hubungan antar anggota dalam keluarga terkontrol, seimbang,
dan teratur.
Menurut Ulfatmi, keluarga merupakan suatu unit yang terdiri dari
beberapa orang yang masing-masing mempunyai kedudukan dan peranan tertentu.
Keluarga itu dibina oleh sepasang manusia yang telah sepakat untuk mengarungi
hidup bersama dengan tulus dan setia, didasari keyakinan yang dikukuhkan
melalui pernikahan, dipateri dengan kasih sayang, yang bertujuan untuk saling
30Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan., h. 162.
27
melengkapi dan meningkatkan diri dalam menuju ridha Allah.31 Sedangkan
menurut Misbach, keluarga adalah sekelompok orang yang ada hubungan
berdasarkan hubungan pertalian darah atau perkawinan. Orang-orang yang
termasuk dalam keluarga adalah ibu, bapak, dan anak-anaknya (ini disebut
keluarga inti).32
Islam sendiri memandang keluarga sebagai tempat fitrah yang sesuai
dengan keinginan Allah bagi kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S ar-Ra’d (13): 38 :
ô ‰s) s9 u r $ u Z ù= y ™ö ‘ r & Wx ß ™â ‘ ` Ï i B y 7 Î = ö 6s% $ u Z ù= y è y _ u r ö Nç l m; %[ ` º u r ø —r &
Z p - ƒ Í h ‘ è Œu r 4 $ t Bu r t b %x . @Aq ß ™t � Ï 9 b r & u ’ Î Aù' t ƒ > p t ƒ $ t « Î / žwÎ ) È b ø ŒÎ * Î /
« ! $ # 3 È e @ä 3Ï 9 9 @y _ r & Ò > $ t GÅ 2 Ç Ì Ñ È Terjemahnya:
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Islam mendorong umatnya untuk
membentuk sebuah keluarga. Islam mengajak manusia untuk hidup dalam
naungan keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil
yang menjadi pemenuhan keinginan tanpa menghilangkan kebutuhannya.
Manusia secara individu tidak dapat melakukan segalanya secara sendiri, sehingga
dengan adanya keluarga ia mampu memenuhi segala kebutuhannya. Fitrah
31 Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam, (Jakarta:Kementerian Agama RI,
2011), h. 19. 32 Misbach Malim, Keluarga Sakinah: Dalam Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah,
(Jakarta: Yayasan Birrul Walidain, 2013), h. 2-3.
28
kebutuhan manusia mengajaknya untuk berkeluarga sehingga mencapai
kerindangan dalam tabiat kehidupannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat
pengasuhan alami yang melindungi serta merawat anak mulai dari awal ia
tumbuh, serta mengembangkan fisik, akal, dan spiritualitasnya, termasuk dalam
menanamkan nilai-nilai religius pada anaknya.
2. Pengertian Guru PAI
Kata guru yang dalam bahasa arab disebut mu’allimat ustadz yang artinya
orang yang pekerjaaannya mengajar (hanya menekankan satu sisi tidak melihat
sisi lain sebagai pendidik dan pelatih).33 Guru ialah pendidik yang memberikan
kepada siswa, biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di
sekolah.34
Pekerjaan guru secara psikologis adalah mengubah perilaku murid. Pada
dasarnya mengubah perilaku murid adalah memberi tanda, yaitu tanda
perubahan.35 Guru merupakan profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan
pengalaman baru bagi anak didiknya. Menurut Dryden dan Jeannette Vos
mengatakan bahwa syarat yang harus dimiliki guru dalam mengembangkan
pendidikan yang memiliki perspektif global adalah kemampuan konseptual. Yakni
berkenaan dengan peningkatan pengetahuan guru dalam konteks isu-isu global.
33 Jamil Suprihatiningrum, Guru Proposional (Pedoman Kinerja, Kualifikasi, &
Kompetensi Guru), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 23 34 Amirulloh Syarbini, Guru Hebat Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), h. 30 35 Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h. 289
29
Guru harus belajar mengenai isu, dinamika, sejarah dan nilainilai global.36 Oleh
karena itu, sebagai seorang guru harus terus meningkatkan kompetensi yang
dipersyaratkan menjadi seorang guru.
Kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya.37 Guru harus memiliki kompetensi
pedagogik, artinya guru harus memiliki kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik. Mulai dari merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan
interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan melakukan penilaian.
selanjutnya beralih pada kompetensi kepribadian, hal ini berkaitan dengan
kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa.
Selain itu, seorang guru harus memiliki kompetensi profesional sebagai
kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru
profesional yaitu kepakaran atau keahlian dalam suatu bidang.38 Selanjutnya
kompetensi sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi, bergaul, dan bekerja sama secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, sesama tenaga kependidikan, dengan orang tua/
wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.39
Kaitannya dengan guru PAI, banyak sekali pengertian yang dikemukakan
oleh para pakar pendidikan tentang PAI. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan
mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan
36 Asep Mahfudz, Be A Good Teacher or Never: 9 Jurus Cepat Menjadi Guru Profesional
Berkarakter Trainer, (Bandung: Nuansa, 2011), h. 45-46 37 Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 20 38 Syamsul Ma’arif, Guru Profesional Harapan dan Kenyataan, (Semarang: Need’s
Press, 2012), h. 13-14 39 Ahmad Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga pendidikan
Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), h. 51
30
“Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan
agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama
Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada pada
dan mengikuti setiap mata pelajaran. Pendidikan agama Islam merupakan salah
satu bagian dari pendidikan Islam.40 PAI adalah usaha berupa bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikannya sebagai
pandangan hidup (way of life).41 Dalam hal ini PAI adalah pendidikan yang
mengajarkan agama Islam namun juga mengajarkan ilmu umum yaitu dengan
tujuan untuk menghormati agama lain dan hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat.42
Guru PAI adalah guru yang mengajar mata pelajaran Akidah akhlak, Al-
Qur’an dan Hadis, Fiqih atau Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah.43
Dari penjelasan ini, menunjukkan bahwa guru pendidikan agama Islam adalah
tenaga pendidik yang bertugas menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan
cara mentransfer ilmu dan pengetahuannya terhadap siswa di sekolah agar para
siswa tersebut menjadi pribadi yang berjiwa islami dan memilki sifat, karakter dan
perilaku yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa guru PAI
adalah guru yang mengajar mata pelajaran Akidah akhlak, Al-Qur’an dan Hadis,
40Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam,(Jakarta:
Rajawali Press, 2012), h. 163. 41 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h. 25 42Dakir & Sardimi, Pendidikan Islam & ESQ: Komparasi- Integratif Upaya Menuju
Stadium Insan Kamil, (Semarang: Rasail Media Group, 2011), h. 31 43 Wahab dkk, Kompetensi Guru Agama Tersertifikasi, (Semarang: Robar Bersama,
2011), h. 63
31
Fiqih atau Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah/ madrasah, tugasnya
membentuk anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, membimbing, mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan
kepada anak didik, ahli dalam materi dan cara mengajar materi itu, serta menjadi
suri tauladan bagi anak didiknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru PAI merupakan orang
yang melaksanakan kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan secara sadar
terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran (menjadi muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT), serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain
guru PAI adalah seseorang yang bertugas mengajar, mendidik, membimbing serta
orang yang memahami tingkat perkembangan intelektual siswa di sekolahan dan
menanamkan ilmu ilmu pengetahuan agama Islam dengan tujuan menyiapkan
generasi penerus yang Islami yang mempunyai nilai-nilai keimanan.
3. Tugas Keluarga dan Guru PAI dalam Penanaman Nilai-Nilai Religius
Keluarga memiliki peran yang besar dalam penanaman nilai-nilai religius
anak. Keluarga berperan penting dalam mengelola keberagaman sosial budaya.
Keluarga memiliki peran strategis dalam melakukan pendidikan keberagaman.
Keluarga yang mampu melaksanakan pendidikan dengan baik, akan menghasilkan
anak-anak yang berkualitas. Keluarga yang gagal menjalankan fungsinya akan
menyebabkan terganggunya proses sosialisasi pada anak-anak.44
44 Kemendikbud R.I, Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta : Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2014), h. 159.
32
Dengan demikian terdapat kewajiban orangtua kepada anaknya yaitu:
Pertama, nasab adalah hubungan darah antara seorang anak dengan ayah dan ibu,
karena sebab-sebab yang sah menurut syara’, yaitu jika si anak dilahirkan atas
dasar perkawinan dan dalam kandungan tertentu yang oleh syara’ diakui
keabsahannya. Dengan demikian, setiap anak yang lahir langsung dinasabkan
kepada ayahnya untuk lebih menguatkan perkawinan kedua orang tuanya. Kedua,
hak pemeliharaan. Anak berhak mendapatkan asuhan, yaitu memperoleh
pendidikan dan pemeliharaan untuk mengurus makan, minum, pakaian dan
kebersihan si anak pada periode kehidupan pertama (sebelum ia dewasa). Yang
dimaksud dengan pemeliharaan di sini dapat berupa pengawasan dan penjagaan
terhadap keselamatan jasmani dan rohani, anak dari segala macam bahanya yang
mungkin dapat menimpanya agar tumbuh secara wajar. Ketiga, hak mendapatkan
nafkah. Anak berhak mendapatkan nafkah, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok.
Keempat, hak mendapatkan pendidikan. Orang tua memiliki kewajiban untuk
memenuhi hak pendidikan atas anaknya. Dengan pendidikan, anak akan dapat
mengembangkan potensi-potensi dan bakat yang ada pada dirinya. Sehingga ia
akan menjadi generasi-generasi yang kuat, kuat dari faktor psikologis maupun
fisiologis.45
Peneliti dapat menyimpulkan dari kedua pendapat di atas bahwa, keluarga
terutamaorangtua terdiri dari ayah dan ibu, dimana masing-masing mempunyai
peran atau fungsi yang berbeda yaitu sebagai kepala keluarga dan sebagai
pengatur keluarga. Dalam pendidikan agama, orangtua mempunyai peran atau
45Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, ( Bandung: Refika Aditama, 2013), h. 127-145.
33
fungsi sebagai fungsi religius. Yakni orangtua berkewajiban memperkenalkan dan
mengajak anak serta anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama.
Selanjutnya tugas sebagai guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai
religius, menurut Asep Yonny mengungkapkan pendapatnya bahwa guru
memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan, tidak hanya sekedar
mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya, memberikan ketauladanan,
tetapi juga diharapkan menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat
mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak baik.46 Tugas guru sebagai
pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan niali-nilai hidup kepada anak
didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada anak didik, tugas guru sebagai pelatih berarti
mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa
depan anak didik.47
Seorang guru PAI harus memiliki sifat rabbani. Artinya seorang guru
harus mengaitkan dirinya kepada Tuhan melalui ketaatan pada syariat Allah SWT,
bmengajarkan ilmunya dengan sabar, dan memiliki kejujuran. Artinya tang
diajarkan harus sesuai dengan yang dilakukan, mampu bersikap tegas dan
meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya, memahami anak didik baik dari
karakter maupun kemampuannya, dan bersikap adil terhadap seluruh anak didik.48
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa tugas guru PAI amat sangat
berat, yang dituntut mampu memainkan peranannya dalam menjalankan tugas
46 Asep Yonny & Sri Rahayu Yunus, Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif dan Disenangi
Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2011), h. 9 47 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.36 48 Sitiatava Rizema Putra, Metode Pengajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Diva Press,
2016), h. 57-58
34
keguruan dalam hal PAI, tujuan utama PAI untuk menciptakan generasi mukmin
yang berkepribadian ulul albab dan insan kamil. Tugas merupakan tanggunga
jawab yang diamanahkan kepada seseorang untuk dilaksanakan atau dikerjakan.
Semua profesi pasti mempunyai tugas, dan tugas itu bersifat sangat spesifik.49
Guru PAI tidak cukup hanya mentrasfer pengetahuan agama kepada anak
didiknya. Guru PAI harus mampu membimbing, merencanakan, memimpin,
mengasuh, dan menjadi konsultan keagamaan bagi anak didiknya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT Q.S. Al-Kahf: 66:
t A$ s% ¼ç ms9 4 Ó y › q ã B ö @y d y 7 ã è Î 7 ¨ ? r & # ’ n ? t ã b r & Ç ` y J Ï k = y è è ? $ £ J Ï B
| M ô J Ï k = ã ã # Y‰ô © â ‘ Ç Ï Ï È Terjemahnya:
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?".
Ayat di atas, menjelaskan aspek pendidikan bahwa seorang pendidik
hendaknya: menuntun anak didiknya. Dalam hal ini menerangkan bahwa peran
seorang guru adalah sebagai fasilitator, pembimbing dan mentransformasikan
ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Prinsip mentransformasikan ilmu
pengetahuan merupakan suatu bentuk ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT
kepada hambanya. Hal ini mengandung maksud bahwa bagi seorang guru PAI
tugas dan kewajibannya merupakan amanat yang diterima oleh guru atas dasar
pilihannya untuk memangku jabatan guru. Memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan
watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah
49 Hamka Abdul Aziz, Karakter Guru Profesional, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), h. 21
35
makhluk hidup yang memiliki otak potensi yang perlu dipengaruhi dengan
sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan bahkan agama.
Guru PAI dalam konteks penanaman nilai-nilai religius sangat bersentuhan
dengan akhlak mulia, menurut Priatna guru PAI dapat mengembangkan upaya-
upaya sebagai berikut: 1) menebarkan ucapan salam, pada kegiatan ini guru PAI
dapat senantiasa mengucapkan salam kepada anak didiknya, mengucapkan salam
ketika akan membuka atau menutup kegiatan, dan menyapa sesama dengan
ucapan salam terlebih dahulu, 2) melaksanakan sholat berjamaah, guru dapat
membiasakan sholat berjamaah bersama, memberikan contoh keteladanan kepada
anak untuk shalat berjamaah, dan melaksanakan shalat berjamaah dengan tepat
waktu, 3) pengajian dan baca tulis al-Qur’an, pada kegiatan ini dapat dilakukan
dengan bertadarus al-Qur’an dalam rangka menumbuhkan suasana religius,
senantiasa mengajak anak untuk belajar membaca dan memahami al-Qur’an dan
berupaya menghidupkan kegiatan pengajian atau ceramah keagamaan, 4) kegiatan
praktik ibadah, pada kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan praktik
ibadah shalat, mengingatkan aka untuk mempraktikkan kehidupan keagamaan,
dan memberikan keteladanan dalam mempraktikkan amaliyah ibadah kepada anak
didiknya, 5) kegiatan silaturahmi, pada kegiatan ini dapat dilakukan dengan
mengajak anak untuk bersama-sama menjenguk orang yang sedang sakit,
menjalin keakraban dengan sesama dan menaruh sikap hormat kepada sesama.50
Demikian dapat disimpulkan bahwa jika penanaman nilai-nilai religius
pada anak keluarga guru PAI dapat dilakukan dengan baik, maka sikap
50Hari Priatna Sanusi, Peran Guru PAI dalam Pengembangan Nuansa Religius di
Sekolah, (Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 11 No.2, 2013), h. 150
36
keagamaan akan tertanam dengan baik pula pada diri anak tersebut. Sedangkan
jika penanaman nilai-nilai religius pada anak keluarga guru PAI tidak dilakukan
dengan baik, maka hal tersebut berakibat pada pengamalan ibadah anak tidak akan
terbentuk yang akan mengakibatkan suatu hal yang bersifat negatif, seperti akhlak
atau sikap yang kurang baik, tidak sopan dengan orangtua dan melakukan
perbuatan yang nilai-nilai agama, masyarakat dan kodratnya sebagai mahkluk
ciptaan Tuhan.
37
D. Kerangka Pikir
Berdasarkan berbagai teori yang telah dikemukakan dalam mendukung
penelitian ini, maka untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang alur
berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada kerangka pikir berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Pendekatan
Jenis penelitian didalam penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
kualitatif. Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai
metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode
postpositivistik, karena berlandaskan pada filsafat post positivisme. Metode ini
disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni
(kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan.1 Filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigma
interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang
holistik/utuh, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif.
Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Objek yang alamiah adalah objek
yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran
peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.2
Kedua pendapat di atas, menunjukkan bahwa penelitian kualitatif adalah
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
sebagainya, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 13 2 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 2
38
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan kualitatif menekankan analisis proses dari proses berpikir
secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang
diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah.3 Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Penelitian studi kasus adalah
sebuah metode penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer
yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang dilaksanakan ketika batasan-
batasan antara fenoma dan konteksnya belum jelas, dengan menggunakan
berbagai sumber data. 4 Pendapat ini menunjukkan bahwa penelitian studi kasus
adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan
menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai
sumber data. Dilakukan pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan
jenis pendekatan deskriptif.
Pada dasarnya penelitian dengan pendekatan studi kasus bertujuan untuk
mengetahui tentang sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian ini,
peneliti akan menggunakan pendekatan studi kasus untuk mengungkap tentang
penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak yang
difokuskan pada 6 keluarga PAI, dengan memahami dan memaknai pandangan
serta kejadian pada 6 keluarga PAI dalam rangka menggali informasi, maka akan
dapat diperoleh gambaran menyeluruh tentang proses penamanan nilai-nilai
religius yang dilakukan, hambatan yang dihadapi dan solusi dalam mengatasinya.
Pemilihan metode ini didasari pada fakta bahwa tema dalam penelitian ini
3 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: teori dan praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 80.
4 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: teori dan praktik., h. 115.
39
termasuk unik difokuskan pada keluarga PAI dan merupakan kajian yang relevan
dan penting dengan permasalahan yang terjadi pada anak memiliki kecenderungan
masih jauh dari pribadi religius dan rentan dengan pengaruh negatif baik dari
lingkungan keluarga, lingkungan tempat tingga maupun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bukan hanya membawa dampak positif, tetapi
juga dampak negatif terhadap diri anak.
B. Kehadiran Peneliti
Penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau humam instrument,
yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen, maka penelti harus
memilliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya,
menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi
lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan
mendalam terhadap situasi sosial pendidikan yang diteliti, maka teknik
pengumpulan data bersifat trianggulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data secara gabungan/simultan. Analisis data yang dilakukan
bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan
kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Oleh karena itu, dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan
pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability. 5
Dengan demikian di dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti sangat
dibutuhkan karena peneliti sendiri dan dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpul data utama. Karena sebagai pengumpul data utama tentunya peneliti
5 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif., h. 2-3
40
harus ikut terjun langsung ke lapangan lalu hanya peneliti sebagai alat yang dapat
berhubungan dengan informan atau obyek lainnya, dan hanya penelitilah yang
mampu memahami fenomena atau kejadian di lapangan dengan melakukan
observasi dan berinteraksi dengan mereka.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi yang akan digunakan untuk melakukan penelitian penanaman nilai-
nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak pada keluarga PAI
adalah di kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo. Sedangkan waktu penelitian
untuk pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei 2019 s/d Juli 2019.
Alasan peneliti memilih lokasi di kelurahan Heledulaa Utara Kota
Gorontalo, karena kehidupan masyarakat yang ada di Kelurahan ini tergolong
masyarakat yang hidup berdampingan dengan tenang dan damai serta religius,
menjunjung tinggi falsafah Gorontalo yaitu adat bersendikan syara’ dan syara’
bersendikan kitabullah merupakan ciri religius sangat lekat pada masyarakat di
kelurahan ini.
D. Sumber Data
Menurut Lofland yang dikutip Moleong “sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain”. 6 Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah subyek dari mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini
menggunakan dua jenis sumber data yaitu:
6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung Remaja Rosdakarya
Offset, 2012), h. 157.
41
1. Sumber data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari
informan terkait penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah anak yang difokuskan pada 6 keluarga PAI.
2. Sumber data sekunder, merupakan sumber data yang tidak langsung dari
informan atau data tambahan yang digunakan bila diperlukan, yang
diperoleh melalui penelusuran berupa data dokumen dan laporan serta
unsur penunjang lainnya (dokumentasi).
Penelitian ini dalam pelaksanaan pengumpulan data pada keluarga PAI di
Kelurahan Heledulaan Utara Kota Gorontalo, difokuskan pada 6 keluarga.
Penentuan jumlah keluarga tersebut, didasarkan menggunakan purposive
sampling untuk menentukan subjek/objek sesuai tujuan. Menurut Sugiyono bahwa
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial
yang diteliti.7
Meneliti dengan pendekatan biasanya sudah ditetapkan tempat yang dituju.
Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian,
peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis tersebut berdasarkan
kebutuhannya dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif. Subjek
dalam penelitian ini adalah keluarga PAI yang memiliki anak yang bersekolah
dari tingkatan SD/MI, SLTP/MTs, sampai tingkatan SMA/SMK/MA.
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 217
42
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi yaitu
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat
seluruh pancaindera, sedangkan secara tidak langsung adalah pengamatan yang
dibantu melalui media visual/audiovisual. Dengan demikian observasi penelitian
kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui
keberadaan objek, situasi, konteks, dan maknanya dalam upaya mengumpulkan
data. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi partisipan.
Observasi partisipan merupakan seperangkat strategi penelitian yang tujuannya
adalah untuk mendapatkan satu keakraban yang dekat dan mendalam dengan satu
kelompok individu dan perilaku mereka melalui satu keterlibatan yang intensif
dengan orang di lingkungan alamiah mereka. Observasi partisipan pasif adalah
peneliti hadir atau datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut.
Dengan demikian observasi digunakan untuk mengamati secara langsung
tentang kondisi objek penelitian atau peristiwa yang sedang terjadi saat itu. Dan
peneliti sekaligus harus mencatat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan saat
dilapangan. Melalui metode observasi tersebut peneliti akan mengamati beberapa
hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
43
2. Wawancara
Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap
muka antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau
penjawab (interviewee). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara
terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara baku terbuka dengan
menggunakan sejumlah pertanyaan yang sudah disiapkan.
Dengan demikian wawancara adalah suatu proses tanya jawab secara lisan
yang dilakukan oleh peneliti dengan keluarga guru PAI yang menjadi informan
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dalam hal ini
peneliti memakai teknik wawancara mendalam, yaitu dengan menggali informasi
mendalam mengenai penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah anak yang difokuskan pada 6 keluarga PAI.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), biografi peraturan, kebijakan, dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.8
Dengan demikian dokumentasi dalam penelitian digunakan untuk
memperoleh data-data dokumen mengenai profil Kelurahan Heledulaa Utara Kota
Gorontalo yang menggambarkan kondisi wilayah dan kependudukannya, struktur
pemerintahan, data tentang keadaan penduduk, data tentang pendidikan dan
8Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).,
h. 329.
44
falisilitas pendidikan serta kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan yang
ditunjang dengan sarana peribadatan.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.9 Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi dianalisis dalam tehnik analisis data kualitatif.
Analisis data pada hakikatnya adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengategorikannya
sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin
dijawab. 10 Menurut Sugiyono secara umum teknik Analisis data dalam penelitian
ini mencakup 3 tahap: 11
1. Data Reduction (Reduksi data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang
memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi
9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 248. 10 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: teori dan praktik., h. 115. 11Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D)., h. 247.
45
peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan
pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka
wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang
memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan. Dengan demikian
data yang diperoleh melalui keluarga guru PAI yang menjadi informan dicatat
maka segera di analisis data melalui reduksi data.
2. Data Display (penyajian data)
Mendisplay data dalam penelitian kualitatif adalah penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori. Dengan
mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. 12
3. Conclusion Drawing/Verification (verifikasi dan penarikan kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi, Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan
demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
12Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D)., h. 248.
46
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada
di lapangan. 13
Kegiatan penelitian kualitatif ini, penarikan kesimpulan dapat saja
berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, baru kemudian dilakukan
reduksi dan penyajian data. Hanya saja ini perlu disadari bahwa kesimpulan yang
dibuat itu bukan sebagai kesimpulan final. Dengan begitu, kesimpulan yang dapat
diambil dapat mendorong peneliti untuk lebih memperdalam lagi proses observasi
dan wawancaranya.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan
reliabel. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif dilakukan upaya validasi
data. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat
reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Dengan mengacu pada pendapat
Moleong untuk pembuktian validitas data ditentukan oleh kredibilitas temuan dan
interpretasinya dengan mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan
sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan disetujui oleh subyek penelitian
(perspektif emik). Adapun hal-hal yang bisa digunakan dalam upaya untuk
pengecekan keabsahan data sebagai berikut: 14
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Menurut Moleong perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di
lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam hal ini,
13Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D)., h. 252. 14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 327.
47
peneliti memperpanjang atau menambah waktu wawancara dan observasi
terhadap kedua subjek agar data mencapai kejenuhan. 15 Keikutsertaan tersebut
tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti
tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat
kepercayaan data yang dikumpulkan. Dengan demikian peneliti terjun langsung
ke lapangan dengan waktu yang panjang tepatnya yaitu dari bulan Mei 2019
hingga Juli 2019.
2. Ketekunan/ Keajegan Pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif.
Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat
diperhitungkan dan apa yang tidak dapat. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan
terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian menelaahnya secara rinci
sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu
atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. 16
3. Triangulasi
Peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk keabsahan data. Denzin
membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan
15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 327. 16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 330.
48
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.17 Maka peneliti perlu
melakukan Triangulasi yaitu pengecekan data dari bebagai sumber dengan
berbagai cara dan waktu. Sehingga ada triangulasi dari sumber data, triangulasi
dari teknik pengumpulan data dan trianggulasi waktu. eneliti menggunakan teknik
triangulasi teknik pengumpulan data dalam penelitian ini. Triangulasi teknik
adalah penggunaaan beragam teknik pengumpulan data yang dilakukan kepada
sumber data. Menguji kredibilitas data dengan trianggulasi teknik yaitu mengecek
data kepada sumber yang sama. Menurut Moleong hal itu dapat dicapai dengan
jalan: a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; b)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi; c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; d)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau
tinggi, orang berada, orang pemerintahan; e) membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 18
H. Tahap-Tahap Penelitian
Agar pelaksanaannya terarah dan sistemastis maka disusun tahapan-
tahapan penelitian ini. Menurut Moleong ada empat tahapan dalam pelaksanaan
penelitian yaitu: 1) tahap pra lapangan, 2) tahap pekerjaan lapangan, 3) tahap
17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 330. 18 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 331.
49
analisis data, 4) tahap evaluasi dan pelaporan. 19 Keempat tahap penelitian
tersebut diterapkan dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pra lapangan
Peneliti mengadakan survei pendahuluan yakni dengan mencari subjek
sebagai narasumber atau informan. Selama proses survei ini peneliti melakukan
penjajagan lapangan (field study) terhadap latar penelitian, mencari data dan
informasi tentang kehidupan kemasyarakatan dan keberagamaan di Kelurahan
Heledulaa Utara Kota Gorontalo. Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi
ilmiah melalui penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian.
Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian yang meliputi
garis besar metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap pekerjaan lapangan dalam hal ini peneliti memasuki dan memahami
latar penelitian dalam rangka pengumpulan data. Tahap ini dilaksanakan selama
bulan Mei 2019 s/d bulan Juli 2019.
3. Tahap analisis data
Tahapan yang ketiga dalam penelitian ini adalah analisis data. Peneliti
dalam tahapan ini melakukan serangkaian proses analisis data kualitatif sampai
pada interpretasi data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Selain itu peneliti
juga menempuh proses triangulasi data yang diperbandingkan dengan teori
kepustakaan. Tahap analisis data dilakukan selama bulan Juni-Awal Juli 2019.
19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif., h. 127-148.
50
4. Tahap evaluasi dan pelaporan
Pada tahap ini peneliti berusaha melakukan konsultasi dan pembimbingan
dengan dosen pembimbing yang telah ditentukan berdasarkan SK pembimbingan.
Konsistensi pada tahapan-tahapan penelitian ini tetap berada dalam
kerangka sistematika prosedur penelitian yang saling berkaitan serta saling
mendukung satu sama lain, sehingga hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan. Implikasi utama yang diharapkan dari ke seluruhan
proses ini adalah penarikan kesimpulan tetap signifikan dengan data yang telah
dikumpulkan sehingga hasil penelitian dapat dinyatakan sebagai sebuah karya
ilmiah yang representatif.
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo
1. Kondisi Wilayah dan Kependudukan
Kelurahan Heledulaa Utara merupakan salah satu kelurahan yang terdapat
di Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo. Kota Gorontalo merupakan ibukota
Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km2 atau 0,65% dari
luas Provinsi Gorontalo. Kota Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari
50 kelurahan. Kecamatan dengan luas terbesar adalah kecamatan Kota Barat.1
Kota Timur merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Gorontalo
dengan 6 kelurahan yaitu Kelurahan Heledulaa Utara, Kelurahan Heledulaa
Selatan, Kelurahan Ipilo, Kelurahan Moodu, Kelurahan Padebuolo, dan Kelurahan
Tamalate. Kota Timur memiliki 25 rukun warga (RW), dan 50 rukun tetangga
(RT). Kelurahan Moodu adalah ibukota dari Kecamatan Kota Timur. Kelurahan
Padebuolo dan Kelurahan Ipilo dengan jumlah RW terbanyak yaitu 5 RW. Kedua
Kelurahan tersebut juga memiliki jumlah RT terbanyak yaitu 10 RT. Di samping
itu, Kota Timur memiliki batas-batas wilayah yaitu:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Dungingi.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabila Kabupaten Bone
Bolango.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Selatan.
1 Kota Gorontalo dalam Angka Tahun 2014: Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/profil/profil_kota/Kota-Gorontalo-dalam-Angka-2014.pdf
52
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Toluk Tomini dan Kecamatan
Hulonthalangi.2
Luas Kecamatan Kota Timur secara keseluruhan adalah 5,15 km2. Jika
dibandingkan dengan wilayah Kota Gorontalo, luas kecamatan ini sebesar 6,52%.
Sedangkan kelurahan terluas di kecamatan Kota Timur adalah kelurahan Moodu
dan kelurahan yang memiliki luas terkecil adalah kelurahan Heledulaa Selatan.
Selanjutnya Kelurahan Heledulaa Utara sendiri memiliki luas wilayah 0,98 km2
atau 19,03% dari luas kecamatan Kota Timur dengan jarak tempuh 0,8 km2 ke
Ibukota Kecamatan Kota Timur. Kelurahan Heledulaa Utara memiliki 4 RW dan
8 RT dengan klasifikasi wilayah termasuk “swakarsa”.
Berdasarkan dari riwayat orang tua-tua, awalnya Kelurahan Heledulaa
Utara merupakan tempat atau lingkungan ini masih hutan belukar serta rawa-rawa.
Dimana tempat ini menjadi pusat perniagaan pada masa Belanda dan di tempat ini
pula mereka membuka usaha perdagangan dengan sekelompok rakyat yang saat
itu rakyat atau masyarakat belum mengenal jual beli barang, akan tetapi hanya
tukar menukar menukar barang. Dalam penentuan nama tempat atau lingkungan
dimana mereka tinggal, mereka mengadakan pertemuan atau musyawarah
sehingga dengan keputusan bersama didasarkan atas riwayat bahwa tempat ini
diberi nama “Heledulaa Utara”.
Seiring berkembangnya wilayah Heledulaa Utara menjadi kelurahan
membawa konsekuensi logis terhadap struktur dan budyaa masyarakat setempat.
Perubahan-perubahan tersebut menuntu kerja keras dari semua pihak, baik aparat
2 Kecamatan Kota Timur dalam Angka 2018 (Kota Timur Subdistrict in Figures 2018),
https://gorontalokota.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve
53
kelurahan, kkelembagaan RT dan RW setempat, para tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda maupun lembaga sosial kemasyarakatan lainnya yang
ada di kelurahan tersebut seperti: PKK, Dasa Wisma, Karang Taruna dan
sebagainya.
2. Struktur Pemerintahan
Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kota
dibawah Kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Berdasarkan studi dokumen di
Kantor Lurah Heledulaa, diperoleh data bahwa struktur pemerintahan yang ada
terdiri dari: Lurah, Sekretaris Kelurahan, Seksi Pemerintahan, Seksi ketentraman
dan Ketertiban Umum, seksi Ekonomi dan Pembangunan, Seksi Sosial dan
Kesejahteraan Rakyat, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Sampai saat ini semua
formasi strukturan telah terisi secara lengkap, sebagaimana disajikan pada gambar
struktur pemerintahan Kelurahan Heledulaa Utara berikut ini:
Gambar 3.1. Struktur Pemerintahan Kelurahan Heledulaa Utara, 2019
54
3. Keadaan Penduduk
Sumber utama data kependudukan, hasil registrasi penduduk tahun 2018
untuk Kota Timur berjumlah 27.089 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk per
km2 sebesar 5.260 jiwa. Untuk Kelurahan Heledulaa Utara sendiri, memiliki
jumlah penduduk 5.199 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk per km2 sebesar
19,9 jiwa, sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1 Keadaan Penduduk Kelurahan Heledulaa Utara
Menurut Jenis Kelamin Tahun 20183
No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
1 Laki-Laki 2.580 Jiwa
2 Perempuan 2.619 Jiwa
Total Penduduk 5.199 Jiwa
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari total penduduk Kelurahan
Heledulaa Utara yang berjumlah 5.199 jiwa terdapat 2.580 jiwa berjenis kelamin
laki-laki dan 2.619 jiwa berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak, dibandingkan dengan
jenis kelamin laki-laki. Artinya penduduk di Kelurahan Heledulaa Utara
cenderung berjenis kelamin perempuan.
4. Keadaan Pendidikan dan Fasilitas Pendidikan
Salah satu faktor utama keberhasilan pengembangan suatu daerah
termasuk di wilayah kelurahan adalah tersedianya sumber daya manusia yang
berkualitas. Merujuk pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 beserta
3 Kecamatan Kota Timur dalam Angka 2018 (Kota Timur Subdistrict in Figures 2018),
https://gorontalokota.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve
55
amandemennya (Pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah
hingga di tingkat kelurahan secara konsisten berupaya meningkatkan tingkat
pendidikan masyarakatnya melalui Program Wajib Belajar 6 tahun dan 9 tahun,
Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GNOTA), dan berbagai program pendukung
lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas
sumber daya manusia, yang pada akhirnya akan menciptakan sumber daya yang
tangguh dan siap bersaing di era revolusi industri 4.0 saat ini. Oleh karena itu,
peningkatan sumber daya manusia hingga kini lebih difokuskan pada pemberian
kesempatan yang seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan,
terutama penduduk kelompok usia sekolah (7-24 tahun).
Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana akan
sangat menunjang dalam meningkatkan pendidikan yang ada di Kelurahan
Heledulaa Utara. Berikut data keadaan penduduk dan fasilitas pendukung yang
ada di Kelurahan Heledulaa Utara seperti disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2 Keadaan Fasilitas Pendidikan Kelurahan Heledulaa Utara Tahun 20184
No Fasilitas Pendidikan Jumlah 1 Kelompok Bermain (KB) 1
2 Taman Kanak-Kanak (TK) 1
3 Sekolah Dasar (SD) 3
Total Fasilitas Pendidikan 5
Tabel di atas menunjukkan fasilitas pendidikan baik sarana maupun
prasarana penunjang dalam meningkatkan pendidikan yang ada di Kelurahan
4 Kecamatan Kota Timur dalam Angka 2018 (Kota Timur Subdistrict in Figures 2018),
https://gorontalokota.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve
56
Heledulaa Utara berjumlah 5 yang terdiri dari 1 Kelompok Bermain, 1 Taman
Kanak-Kanak dan 3 Sekolah Dasar.
5. Kehidupan Kemasyarakatan dan Keagamaan
Kelurahan Heledulaa Utara memiliki kondisi lingkungan yang kondusif
dan ramai. Lokasi Kelurahan ini tergolong sangat strategis karena kelurahan ini
dekat dengan kampus, sekolah, kos-kosan, tempat usaha, rumah sakit dan juga
padat rumah-rumah penduduk. Sehingga kelurahan ini tergolong tidak pernah sepi
dari berbagai aktivitas. Kehidupan masyarakat yang ada di Kelurahan ini
tergolong masyarakat yang hidup berdampingan dengan tenang dan damai serta
religius, menjunjung tinggi falsafah Gorontalo yaitu adat bersendikan syara’ dan
syara’ bersendikan kitabullah merupakan ciri religius sangat lekat pada
masyarakat di Kelurahan Heledulaa Utara. Sejak dulu Gorontalo dikenal sebagai
Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada waktu dahulu Pemerintahan
Kerajaan Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan
hukum, baik dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun pengadilan.
Hal ini dapat dilihat dari filosofi budaya Gorontalo yang Islami berbunyi, Adat
Bersendikan Syara dan Syara Bersendikan Kitabullah (Al-Quran), Syara adalah
hukum yang berdasarkan syariat Islam. Karena itu, Gorontalo ditetapkan sebagai
salah satu dari 19 daerah hukum adat di Indonesia. Raja pertama di Kerajaan
Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai, yang kemudian
namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam di Provinsi Gorontalo
yaitu IAIN Sultan Amai Gorontalo. Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang
paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut.
57
Kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan di Kelurahan Heledulaa Utara
relatif stabil dan kondusif. Di Kelurahan ini jarang sekali tidak pernah terjadi
perkelahian antar kampung atau konflik sara yang melibatkan massa. Hal ini
dikarenakan kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaannya sangat
terpelihara. Nilai-nilai demokrasi yang diwariskan dari generasi ke generasi
dengan simbol budaya “huyula” atau gotong-royong masih sangat mewarnai
kehidupan masyarakat di keurahan ini. Prinsip adat bersendikan syara, syara
bersendikan kitabullah, kedua nilai tersebut merupakan hukum sekaligus perekat
seluruh masyarakat dengan keharusan menjalankan syariat bagi pemeluk agama
Islam dan kewajiban menghormati dan membantu pemeluk agama lain.
Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin
oleh Pemerintah. Berdasarkan data yang ada, mayoritas penduduk di Kelurahan
Heledulaa beragama Islam yang didukung dengan tempat beribadatan. Untuk
lebih jelasnya disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3 Keadaan Penduduk Kelurahan Heledulaa Utara
Menurut Agama yang Dianut Tahun 20185
No Agama Jumlah Jiwa 1 Islam 5.047 2 Kristen Protestan 75 3 Kristen Katolik 25 4 Hindu - 5 Budha 51 6 Konghuchu 1 7 Kepercayaan Lain -
Total 5
5 Kecamatan Kota Timur dalam Angka 2018 (Kota Timur Subdistrict in Figures 2018),
https://gorontalokota.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve
58
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari total penduduk Kelurahan
Heledulaa Utara yang berjumlah 5.199 jiwa terdapat 5.047 jiwa yang beragama
Islam, 75 jiwa beragama Kristen Protestan, 25 jiwa Kristen Katolik, 51 jiwa
beragama Hindu, dan 1 jiwa beragama Konghuchu, sedangkan yang beragama
Budha atau kepercayaan lain tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
penduduk di Kelurahan Heledulaa Utara mayoritas muslim.
Tabel 4 Keadaan Tempat Peribadatan di Kelurahan Heledulaa Utara Tahun 2018 6
No Tempat Peribadatan Jumlah 1 Masjid 5 2 Mushola 0 3 Gereja Prostestan 0 4 Gereja Khatolik 0 5 Pura 0 6 Wihara 0 7 Kelenteng 0
Total 5
Tabel di atas menunjukkan tempat peribadatan yang ada di Kelurahan
Heledulaa Utara yaitu hanyalah Masjid sebanyak 5 Masjid, sementara untuk
tempat peribadatan yang lainnya seperti Gereja Prostetan, Gereja Khatolik, Pura,
Wihara dan Kelenteng tidak ada. Keberadaan kelima Masjid tersebut, sangat
mendukung masyarakat yang beragama Islam dalam melaksanakan kegiatan
ibadah di Kelurahan Heledulaa Utara. Masjid ini bukan hanya berfungsi sebagai
tempat ibadah, tetapi juga digunakan masyarakat sebagai tempat pembinaan hidup
beragama melalui kajian-kajian keIslaman, tadarusan, kegiatan majelis Taklim
dan lain sebagainya.
6 Kecamatan Kota Timur dalam Angka 2018 (Kota Timur Subdistrict in Figures 2018),
https://gorontalokota.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve
59
B. Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo
Kehidupan seorang anak dengan segala perilakunya, tidak terlepas dari
kehidupan keluarga dimana anak tersebut tinggal. Antara keluarga dan anak bagai
dua sisi mata uang yang hubungannya tidak bisa dilepaskan satu sama lain, karena
kehidupan seorang anak berasal dari kehidupan keluarga. Keluarga itu sendiri
terdiri dari orangtua sebagai ayah dan ibu yang berperan sebagai pendidik anak-
anaknya. Ibu adalah perempuan yang telah melahirkan anaknya dan ayah adalah
kepala keluarga yang memiliki kewajiban memberi nafkah bagi keluarganya.
Selanjutnya nilai-nilai religius merupakan fondasi utama dalam ajaran
Islam, karena merupakan dasar pokok kepercayaan atau keyakinan seseorang yang
wajib dimiliki setiap anak untuk dijadikan pijakan dalam segala sikap dan tingkah
lakunya sehari-hari. Keluarga dalam hal ini orangtua berkewajiban menanamkan
nilai-nilai religius pada diri anaknya, terutama dalam peningkatan pengamalan
ibadah. Apalagi jika orangtua anak berprofesi sebagai guru PAI, yang tentunya
memiliki pengetahuan lebih tentang agama Islam dan memiliki tugas mulia dalam
mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam kepada anak didiknya di sekolah,
menanamkan keimanan dalam jiwa anak didik dan mendidik mereka agar taat
dalam menjalankan atau mengamalkan ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa
orangtua yang berprofesi sebagai guru PAI memiliki peran ganda dalam
menanamkan nilai-nilai religius pada diri anaknya di rumah dan anak didiknya di
sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui
60
penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak pada
keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo.
Guna mendapatkan gambaran bagaimana penanaman nilai-nilai religius
dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak pada keluarga guru PAI di
Kelurahan Heledulaa Utara, peneliti memfokuskan informannya pada 6 keluarga
guru PAI dengan pertimbangan bahwa keenam keluarga tersebut memiliki
karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, baik dilihat dari usia,
tingkat pendidikan, masa kerja maupun keadaan dari masing-masing anak yang
ada pada keluarga tersebut. Adapun karakteristik dari keenam keluarga guru PAI
yang menjadi informan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5 Karakteristik Keluarga Guru PAI Sebagai Informan
No Nama Guru PAI Usia Pendidikan Tempat Tugas Masa
Kerja Ket
1 Armada S. Lamasai, S.Ag 49 thn S1-PAI IAIN Gtlo 1995 Guru PAI
SMAN 4 Gtlo 18 thn
Informan 1
2 Yusuf Thaib, S.Ag, M.Pd 47 thn S1-PAI IAIN Gtlo 1997
S2-UIN Makassar 2011 Guru PAI SMPN
1 Telaga 16 thn
Informan 2
3 Rusdianto Tangahu, S.Ag 44 thn S1-PAI IAIN Gtlo 2000 Guru PAI
SDN 66 Kota Timur 9
thn Informan
3
4 Fauzan Misilu, S.Pd.I 40 thn S1-PAI IAIN Gtlo 2003 Guru PAI
SDN 65 Kota Timur 10 thn
Informan 4
5 Noldi Tolinggi, S.Pd.I 39 thn S1-PAI IAIN Gtlo 2013 Guru PAI SMPN 8 Kota Gtlo
13 thn
Informan 5
6 Trisnawati Syafar, S.Pd.I 35 thn S1-MPI IAIN Gtlo 2013 Guru PAI
SDN 46 Hulontlangi 5
thn Informan
6 Sumber: Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara, 2019
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa keenam guru PAI yang
menjadi informan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang berbeda. Jika
dilihat dari usia informan, dari 6 keluarga yang berprofesi sebagai Guru PAI
terdapat 4 orang yang berusia > 40 tahun yaitu berturut-turut berusia 49 tahun, 47
tahun, 44 tahun dan 40 tahun, ini menunjukkan bahwa keempat guru tersebut
61
termasuk sudah sangat dewasa dalam usianya, selebihnya terdapat 2 orang yang
berusia < 40 tahun yaitu usia 35 tahun dan 39 tahun. Jika dilihat dari pendidikan
kesemuanya berpendidikan S1-PAI Alumni IAIN Sultan Amai Gorontalo, bahkan
terdapat 1 guru PAI yang sudah berpendidikan magister alumni UIN Alauddin
Makassar, meskipun ada 1 guru PAI berpendidikan S1-MPI mengajar PAI di SDN
46 Hulonthalangi. Jika dilihat dari tempat tugas mengajar terdapat 1 orang guru
mengajar di SMA yaitu SMAN 4 Dulomo Kota Utara, 1 orang guru mengajar di
SMP yaitu SMPN 1 Telaga, dan selebihnya mengajar di SD yaitu SDN 65 Kota
Timur, SDN 66 Kota Timur, dan SDN 46 Hulonthalangi. Hal ini menunjukkan
untuk pemilihan informan guru PAI dari tingkatan sekolah terpenuhi yaitu dari
SD, SMP hingga SMA. Jika dilihat dari masa kerja rata-rata telah memiliki masa
kerja lama, yaitu 2 orang memiliki masa 16-18 tahun, 2 orang memiliki masa 10-
13 tahun, dan selebihnya 2 orang memiliki masa kerja 5-9 tahun.
Selanjutnya karakteristik anak dari keenam guru PAI di Kelurahan
Heledulaa Utara yang menjadi informan dalam penelitian ini disajikan pada tabel
berikut.
62
Tabel 6 Karakteristik Anak dari Guru PAI Sebagai Informan
No Nama Anak Nama Orangtua Tempat
Sekolah Kelas Ket
1 Moh. Ilyas Lamasai Armada S. Lamasai, S.Ag SMK Bina Taruna
Kelas XI
Informan 1.1
2 Wisnawati Thalib Yusuf Thaib, S.Ag, M.Pd SMPN 2 Gtlo Kelas VIII
Informan 2.2
3 Muhammad Rusdianto Tangahu Rusdianto Tangahu, S.Ag MTs Al-Khairaat Kelas
VIII Informan
3.3
4 Putri Raisya Maulidah Misilu Fauzan Misilu, S.Pd.I SMPN 1 Gtlo Kelas
VII Informan
4.4
5 Alyani R. Tolinggi Noldi Tolinggi, S.Pd.I SDN 66 Kota Timur
Kelas VI
Informan 5.5
6 Fatir Paputungan Trisnawati Syafar, S.Pd.I SMA Muhammadiyah
Kelas X
Informan 6.6
Sumber: Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara, 2019
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan karakteristik anak dari keenam
guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo yang menjadi informan
yaitu rata-rata guru PAI yang menjadi informan memiliki anak yang bersekolah di
SMP/MTs dan SMA/SMK. Artinya anak-anak mereka berada pada usia remaja
atau masa puberitas, dimana pada masa ini disebut sebagai masa pencarian jati diri
yang rentan dengan pengaruh hal-hal negatif. Disebut sebagai masa puberitas,
karena pada masa ini, anak mengalami perubahan fisik, psikis dan pematangan
fungsi seksual yang dimulai saat anak berusia 10 tahun ke atas, sehingga jika tidak
dibimbing dan diarahkan pada hal-hal positif akan membuat anak mudah
terjerumus pada perilaku yang kurang baik.
Guna keperluan penelitian terhadap permasalahan pertama tentang
penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak pada
keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara, peneliti melaksanakan
penelitian mulai tanggal 14 Mei 2019 s/d 6 Juni 2019, dengan mengajukan 6
63
pertanyaan kepada informan berdasarkan pertanyaan yang sudah disiapkan
peneliti dalam pedoman wawancara yaitu: 1) mengapa penting menanamkan
nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak, 2) dasar atau
tujuan menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah
pada diri anak, 3) nilai-nilai religius apa saja yang perlu ditanamkan pada anak
untuk meningkatkan pengamalan ibadahnya, 4) cara menanamkan nilai-nilai
religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak, 5) wujud
penanaman nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak untuk meningkatkan
pengamalan ibadahnya, 6) tindakan nyata yang ditunjukkan anak dalam
pengamalan ibadahnya sehari-hari. Keenam pertanyaan tersebut berdasarkan hasil
penelitian di lapangan diperoleh deskripsi dari masing-masing pertanyaan tersebut
yaitu sebagai berikut.
Jawaban informan atas pertanyaan ke-1 yang dikemukakan peneliti tentang
mengapa penting menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah anak diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-masing
informan sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
Penanaman nilai-nilai religius penting dilakukan orangtua sebagai orang yang paling bertanggungjawab mendidik dan membimbing anak, alasannya karena anak-anak harus dibekali dengan ilmu agama yang cukup, agar saat dewasa kelas ia benar-benar bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, nilai-nilai religius penting agar anak bisa menjaga dirinya dari segala sesuatu yang membahayakan dirinya terkhusus bahaya akan pergaulan bebas yang menyebabkan pribadinya tidak taat dalam melaksanakan ibadah dan lalai terhadap kewajiban sebagai umat muslim.7
7 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019
64
Informan 2 menyatakan bahwa:
Penting bahkan sangat penting bagi setiap orangtua untuk selalu menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak dengan menjaga, membimbing dan mengarahkan, merawat dan mengawasi aktivitas anak setiap harinya serta yang tidak kalah penting adalah membekali anak dengan ilmu agama yang cukup, karena kenyataan yang ada saat ini, banyak anak-anak yang sikap dan perilakunya kurang baik, dan tidak sedikit anak-anak yang terjerumus ke berbagai pergaulan bebas, karena bekal ilmu agamanya sangatlah kurang dan secara tidak langsung menjauhkan anak tersebut dari kehidupan yang religius.8 Informan 3 menyatakan bahwa:
Menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak sangat penting dan merupakan hal utama dari tugas orangtua, karena melalui penanaman nilai-nilai religius anak bisa mengenal berbagai kebaikan dari yang paling dasar hingga yang paling tinggi tingkatannya, membedakan benar dan salah, baik dan buruk serta takut jika melalaikan kewajiban untuk beribadah kepada Allah. Melalui penanaman nilai-nilai religius anak-anak akan mampu membentegi diri dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang agama dan norma masyarakat.9 Informan 4 menyatakan:
Sangat penting menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak, bagaimana anak bisa mengamalkan ibadah, tergantung bagaimana ia dibentuk dan didik dalam keluarga. Seperti pepatah yang mengatakan bambu yang dibiarkan bengkok, maka ketika sudah besarpun akan tetap tumbuh dengan bengkok pula. Begitupula dengan seorang anak, jika sedari kecil anak kurang mendapatkan pendidikan agama yang baik, maka ketika besar pun ia akan tumbuh menjadi pribadi yang berperilaku kurang baik pula. Hal ini dikarenakan ia kurang memiliki batasan atau pedoman mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang dilarang. Oleh karena itu, perlu ditanamkan nilai-nilai religius yang mampu mendidik dan membimbing anak, sehingga mampu pula meningkatkan pengamalan ibadahnya.10 Informan 5 menyatakan:
Nilai-nilai religius sebagai nilai yang sangat penting ditanamkan kepada anak sebelum nilai-nilai lainnya, karena ketika seorang anak diajarkan mengenai nilai-nilai tersebut, maka ia juga secara otomatis akan belajar
8 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019 9 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019 10 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019
65
tentang Al-Qur’an yang ada didalam agama, taat melaksanakan kewajiban sholat lima waktu, puasa dan kegiatan ibadah lainnya. Jadi ketika anak sudah ditanamkan nilai-nilai religius, akan menjadikan anak memiliki pedoman dalam berperilaku dengan meyakini apapun ibadah yang dilakukannya untuk keselamatan dunia dan akhirat.11 Informan 6 menyatakan:
Penanaman nilai-nilai religius pada anak memanglah sangat penting, karena dengan penanaman nilai religius tersebut akan memberi pengertian kepada anak bahwa semua yang bernyawa dan semua ciptaan yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah swt, sehingga segala perilaku manusia sebagai makhluk yang bernyawa dan ciptaan Allah tidak boleh melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan diharapkan dengan penanaman nilai religius ini menjadikan anak lebih mencintai sang pencipta dan lebih meningkatkan pengamalan ibadahnya.12 Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait alasan mengapa
penting menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah
anak diperoleh gambaran bahwa kesemuanya menyatakan sangat penting
menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah dengan
berbagai alasan diantaranya yaitu: 1) mendekatkan anak dengan sang pencipta dan
kehidupan yang religius, 2) taat dalam melaksanakan ibadah dan dan tidak lalai
melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, 3) membekali anak dengan ilmu
agama yang cukup sehingga membedakan benar dan salah, baik dan buruk serta
takut jika melalaikan kewajiban untuk beribadah kepada Allah, 4) mampu
membentegi diri dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang agama dan
norma masyarakat; 5) menjadikan anak memiliki pedoman dalam berperilaku
dengan meyakini apapun ibadah yang dilakukannya untuk keselamatan dunia dan
11 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 1 Juni 2019 12 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
66
akhirat; 6) menjadikan anak lebih mencintai sang pencipta dan lebih
meningkatkan pengamalan ibadahnya.
Hasil temuan berdasarkan pernyataan keenam informan di atas, sejalan
dengan teori yang dikemukakan Zakiah Daradjat (1996) bahwa pendidikan dengan
melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat
kelak.13 Hal ini juga didukung dengan teori yang dikemukakan Djaelani (2013)
bahwa menurut pandangan Islam, pendidikan harus mengutamakan pendidikan
keimanan pada diri setiap anak. Pendidikan agama Islam berfungsi dalam
keluarga dan masyarakat untuk membentuk manusia yang percaya dan ketaqwaan
kepada Allah SWT agar terciptanya kehidupan yang baik dalam keluarga dan
masyarakat. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal
yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.14
Jawaban informan atas pertanyaan ke-2 yang dikemukakan peneliti tentang
dasar atau tujuan menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah pada diri anak diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-
masing informan sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
13 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 46 14 Moh. Solikodin Djaelani, Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan
Masyarakat, (Jurnal Ilmiah WIDYA, Volume 1 Nomor 2 Juli-Agustus 2013), h. 101-102
67
Dasar atau tujuan menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak yaitu sebagai sarana penanaman akhlak, karena dengan penanaman nilai-nilai religius akhlak anak akan terbentuk menjadi akhlakul kharimah atau memiliki akhlak yang baik, karena tentu saja ia akan memiliki akhlak yang sesuai dengan yang ada di Al-qur’an dan akan mencontoh akhlak yang dimiliki para nabi dan rasul.15 Informan 2 menyatakan:
Tujuan menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak merupakan landasan dasar pijakan keimanan anak agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa dan mengamalkan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Intinya adalah penanaman nilai-nilai religius tersebut menjadi pedoman hidup bagi anak untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.16 Informan 3 menyatakan:
Semua orangtua tentu saja mengharapkan kebaikan setiap tindakan dan hasilnya dalam mendidik anaknya, jangan sampai menggunakan cara yang keliru dalam mendidiknya, seperti terlalu memanjakan anak sehingga membiarkannya berbuat sesuka hati. Oleh karena itu, sebagai orangtua disamping mendidik juga harus menanamkan nilai-nilai yang baik terutama nilai-nilai religius yang akan membentuk pribadinya menjadi diri yang religius dan tidak salah langkah dalam berperilaku. Demikian juga orangtua jika salah langkah dalam mendidik anak, maka bisa mengakibatkan orangtua sendiri yang akan mendapat akibat baik buruknya perilaku anak.17 Informan 4 menyatakan:
Sebagai sarana pengamalan bagi anak, karena bagaimana ajaran Islam yang diajarkan kepada anak diharapkan akan dipahami dan dihayati olehnya sehingga mampu menumbuhkan motivasi dalam diri anak untuk mengamalkan ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadinya.18 Informan 5 menyatakan:
Dasar penanaman nilai-nilai religius merupakan fondasi bagi anak dalam mendekatkan diri pada Allah swt., dengan meyakinkan kepada anak Allah itu ada dengan kebesaran-kebesaran-Nya, penting menjelaskan kepada
15 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019 16 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019 17 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019 18 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019
68
anak bahwa apa yang ada dibumi, yang ada di sekitar dan semua hal lainnya adalah ciptaan Allah. Dengan menanamkan nilai-nilai religius pada anak merupakan langkah awal mendekatkan anak dengan Allah dan mengenalkan dengan segala kebaikan dan berperilaku sehari-hari. Selain itu, dengan pengetahuan nilai-nilai religius yang dimiliki anak, akan membuatnya bisa memahami dirinya sendiri dan kewajibannya sebagai seorang muslim dan juga membuatnya tak mudah terpengaruh dengan nilai-nilai negatif yang ada di sekitarnya.19 Informan 6 menyatakan:
Ketika seorang anak sudah ditanamkan nilai-nilai religius, maka ia akan takut untuk berperilaku buruk karena ia tahu melanggar ajaran agama dalam Islam adalah perbuatan dosa termasuk melalaikan kewajiban dalam beribadah, diibaratkan seperti pondasi yang kuat akan menentukan kokohnya suatu bangunan, begitupula dengan seorang anak pondasi nilai religius yang kuat akan menentukan akhlak dan perilaku seorang anak ketika ia dewasa kelak.20 Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait dasar atau tujuan
menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri
anak diperoleh gambaran bahwa 1) sebagai sarana penanaman akhlak, 2) landasan
dasar pijakan keimanan anak agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa dan
mengamalkan ibadah dalam kehidupan sehari-hari, 3) membentuk pribadi anak
menjadi lebih religius dan tidak salah langkah dalam menjalani kehidupan, 4)
mampu menumbuhkan motivasi dalam diri anak untuk mengamalkan ajaran
agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadinya, 5) merupakan fondasi bagi
anak dalam mendekatkan diri pada Allah swt., dengan meyakinkan kepada anak
Allah itu ada dengan kebesaran-kebesaran-Nya, 6) sebagai sarana mendidik anak
untuk selalu takut melalaikan kewajiban dalam beribadah.
19 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 1 Juni 2019 20 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
69
Hasil temuan berdasarkan pernyataan keenam informan di atas, sejalan
dengan teori yang dikemukakan Zakiah Daradjat (2005) bahwa perkembangan
agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang
dilaluinya, terutama pada masa-masa perkembangan yang pertama (masa anak)
dari umur 0-12 tahun. Seorang anak yang pada masa anak itu tidak mendapat
didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti
setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama.21 Selain itu,
menurut Zakiah Daradjat bahwa orangtua adalah pembina pribadi yang pertama
dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap dan cara hidup mereka merupakan
unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yaitu denga sendirinya akan masuk
ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu. Sikap anak terhadap pendidikan
agama sangat dipengaruhi oleh sikap orangtuanya terhadap agama. Anak-anak
yang hidup dalam keluarga yang kurang menjalankan ajaran agama dalam
kehidupannya sehari-hari, maka perhatian anak-anak terhadap agama akan kurang
pula. Apabila suatu keluarga jarang pergi ke tempat ibadah, anak-anaknya akan
kurang aktif dalam soal-soal agama. 22
Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan penanaman
niai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak keluarga
guru PAI yaitu meningkatkan iman dan taqwa anaknya, semakin taat kepada
Allah, disiplin dalam beribadah, terbiasa dengan melaksanakan hal yang sunah
bukan hanya melaksanakan hal-hal yang wajib saja. Ketika anak sudah terbekali
kebiasaan melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, maka di kehidupan sehari-
21Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 69. 22Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama., h. 67.
70
hari pun akan rajin melaksanakan dan meningkatkannya, serta menumbuh
kembangkan rasa keagamaan peserta didik secara optimal sehingga terbentuk
perilaku dan kemampuan dasar yang lurus yaitu berupa nilai-nilai keimanan.
Jawaban informan atas pertanyaan ke-3 yang dikemukakan peneliti tentang
nilai-nilai religius apa saja yang perlu ditanamkan pada anak untuk meningkatkan
pengamalan ibadahnya diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-masing
informan sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
Nilai religius nilai yang paling utama saya tanamkan kepada anak adalah nilai akhlak dan nilai ibadah khususnya dalam hal melaksanakan sholat lima waktu dengan tepat waktu dan akhlak perilaku yang baik. Selain itu, berpuasa, mengaji dan berinfak serta saya selalu mengajarkan anak untuk bersosialisasi dan berbuat baik kepada sesama, selalu mengajarkan anak saya untuk mencintai Allah dan taat kepada-Nya, agar anak punya bekal punya pegangan kelak waktu anak tumbuh dewasa. 23 Pernyataan informan 1 di atas menunjukkan bahwa dalam keluarganya
menanamkan nilai-nilai religius kepada anak yaitu nilai ibadah, akhlak dan sosial.
Namun dari ketiga nilai religius tersebut nilai yang paling utama ditanamkan
adalah nilai akhlak dan nilai ibadah khususnya dalam hal melaksanakan shalat
lima waktu dengan tepat dan akhlak anaknya, berpuasa, mengaji, berinfak dan
bersosialisasi. Informan 1 memiliki alasan tersendiri menanamkan nilai ibadah
sholat, nilai akhlak, dan akidah, agar anak punya bekal punya pegangan kelak
waktu anak tumbuh dewasa.
Informan 2 menyatakan:
Segala sesuatu itu sudah diatur dan diberikan sama Allah, sebagai orangtua kita harus senantiasa berusaha untuk tidak menyalahi aturan yang sudah
23 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019
71
ditentukan, kalau saya menanamkan kepada anak saya ibadah sholat, berbuat baik kepada teman, dan berbuat baik kepada orangtua. Saya selalu mengajarkan serta mengingatkan anak untuk selalu berbuat baik kepada teman dan orangtua serta mengajarkan kepada anak untuk mencintai ciptaan Allah, agar menjadi bekalnya dia ketika dia dewasa nanti, agar dia mengerti dan terbiasa dengan yang baik-baik. 24 Pernyataan informan 2 di atas menunjukkan bahwa semua nilai religius itu
harus ditanamkan. Keluarga informan 2 beranggapan bahwa semua nilai religius
ditanamkan berdasarkan perintah atau aturan yang ada di dalam al-Qur’an. Kalau
semua nilai religius ditanamkan tanpa berdasarkan aturan dari al-Qur’an maka
semua itu akan menjadi salah dan tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi
Muhammad SAW. Nilai-nilai religius yang paling utama ditanamkan adalah
ibadah sholat, berbuat baik kepada teman, dan berbuat baik kepada orangtua
menanamkan nilai agama akidah yaitu mencintai ciptaan Allah. Alasan yang
dikemukakan dalam menanamkan nilai-nilai religius tersebut adalah untuk
pegangan dan bekal anak.
Informan 3 menyatakan:
Untuk nilai-nilai religius yang saya tanamkan kepada anak yaitu selalu mengajarkan kepada anaknya sholat lima waktu di masjid, mengajarkan anak untuk berbuat baik kepada semua orang dan tidak pernah memarahi anak, meskipun melakukan kesalahan saya hanya menasehatinya bahwa tindakannya salah dan jangan diulangi lagi. 25 Informan 4 menyatakan:
Kalau dari keluarga saya, nilai-nilai religius yang saya tanamkan kepada anak ada tiga yaitu nilai akhlak, ibadah dan akidah. Hal pertama yang saya tanamkan adalah sholat, kedua adalah tentang akhlak yang baik dengan kepribadian yang baik terutama saya tegaskan untuk selalu mencontohkepada sunnah Rasulullah. Selain itu, membiasakan anak mengaji setiap selesai sholat mahgrib dan mengaji pada sore hari di TPA,
24 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019 25 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019
72
saya membiasakan anak untuk tidak menonton televisi setiap saat dan membiasakan anak untuk disiplin waktu dalam dia bermain. serta Saya mengajarkan kepada anak yang disembah hanyalah Allah tidak ada yang lain, walaupun anak belum mengerti.26 Informan 5 menyatakan:
Kalau pada keluarga saya, menanamkan semua nilai agama kepada anak diantara nya ibadah, tata krama yang baik menurut islam contohnya berkata sopan terhadap kedua orangtua, berbagi mainan dengan teman, berbagi makanan dengan teman, mengalah sama adik kecil dan lain-lainnya. Selain itu, saya menanamkan kepada anak nilai ibadah sholat di rumah atau di masjid, namun semampunya anak dan tidak dipaksakan harus ke masjid, namun pada prinsipnya anak harus sholat, membiasakan anak mengaji setelah selesai sholat mahgrib atau mengajak anak pergi ke TPA, membiasakan anak membaca doa sebelum dan setelah melakukan kegiatan, membiasakan anak untuk menggunakan jilbab setiap kali keluar rumah serta saya mengajarkan tata krama dan perilaku baik seperti tidak mengambil barang milik orang lain tanpa seijin yang punya. Alasan saya menanamlan nilai-nilai religius tersebut agar anak tahu larangan dalam ajaran agama dan perintah yang ada dalam ajaran agama.27 Informan 6 menyatakan:
Semua nilai religius saya tanamkan untuk anak, namun dalam menanamkan nilai-nilai tersebut dengan bertahap sesuai dengan kemampuan anak sesuai dengan tingkat pemikiran anak. Nilai agama yang ditanamakan pada anak yang jelas akhlakul kharimah adalah akhlak yang baik. Saya menanamkan kepada anak nilai ibadah sholat, memberikan contoh ketika mau makan berdoa dulu anak akan melihat dan meniru. Selain itu, saya menanamkan nilai aqidah kepada anak untuk senantiasa menyembah hanya kepada Allah semua yang ada di bumi hanya milik Allah yang menciptakan Allah. Alasannya saya untuk bekal anak ketika anak dewasa nanti, agar anak tidak terjerumus kedalam hal-hal yang dilarang oleh Allah dan untuk membentengi dirinya menjadi pribadi yang religius.28 Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait nilai-nilai religius
apa saja yang perlu ditanamkan pada anak untuk meningkatkan pengamalan
ibadahnya diperoleh gambaran bahwa keluarga informan 1 , 2, dan informan 3
26 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019 27 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 1 Juni 2019 28 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
73
menanamkan nilai ibadah seperti sholat, berpuasa, berinfak, dan mengaji. Nilai
akhlak yaitu bersikap baik terhadap kedua orangtua, terhadap teman dan sesama
muslim. Nilai akidah yaitu menyembah hanya kepada Allah, mencintai Allah
beserta ciptaan-Nya. Nilai yang paling utama ditanamkan adalah nilai ibadah
sholat lima waktu tepat waktu atau disiplin dalam melaksanakan sholat. Alasan
keluarga tersebut menanamkan nilai-nilai agama pada anak adalah agar anak
mempunyai pegangan hidup dan anak terbiasa disiplin dalam melaksanakan sholat
hingga dewasa nanti. Nilai-nilai religius yang ditanamkan keluarga informan 4, 5,
dan informan 6 pada anak juga fokus pada nilai ibadah sholat, mengaji, berinfak,
dan doa sehari-hari. Nilai akhlak adalah kejujuran, membiasakan berdoa sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan, dan bersikap baik terhadap orangtua dan teman.
Nilai akidah adalah menyembah hanya kepada Allah dan percaya adanya Allah,
dan mencintai ciptaan Allah. Alasan ketiga informan tersebut dalam menanamkan
nilai-nilai religiusadalah menjadi pegangan dan modal anak ketika anak dewasa
nanti.
Kesimpulan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan keenam
informan di atas adalah nilai-nilai religius yang ditanamkan oleh keenam keluarga
guru PAI kepada anaknya memiliki pendapat yang sama yaitu nilai-nilai religius
yang ditanamkan secara garis besar mereka menanamkan nilai ibadah
melaksanakan sholat dengan tepat, sholat berjamaah, berpuasa, dan mengaji.
Selain nilai ibadah, keenam keluarga tersebut berpendapat sama yaitu
menanamkan nilai akhlak seperti mengajarkan anak sopan santun, mengajarkan
anak berbuat baik antar sesama muslim, mengajarkan anak untuk menghormati
74
dan patuh kepada kedua orangtua, serta kedisiplinan dan kemandirian. Selain itu,
keenam keluarga tersebut berpendapat sama mengenai nilai akidah yang
ditanamkan kepada anak yaitu menyembah Allah, percaya kepada Allah dan
mencintai ciptaan Allah.
Hasil temuan berdasarkan pernyataan keenam informan di atas, sejalan
dengan teori yang dikemukakan Rois Mahfud (2011) bahwa nilai-nilai religius
menurut pandangan Islam yang harus ditanamkan pada anak adalah: 1) nilai
keimanan sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan didalam hati dan dibuktikan
dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dengan selalu
mengikuti petunjuk Allah SWT dan sunah Nabi Muhammad SAW, 2) nilai ibadah
adalah taat kepada Allah SWT, dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para Rasul-Nya , 3) Nilai akhlak adalah sesuatu yang telah tercipta atau berbentuk
melalui sebuah proses, karena jika akhlak sudah terbentuk maka akan menjadi
kebiasaan, 4) nilai sosial memiliki peran penting agar anak belajar mengenal tata
cara berinteraksi dengan orang lain.
Jawaban informan atas pertanyaan ke-4 yang dikemukakan peneliti terkait
cara menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah
pada diri anak diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-masing informan
sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
Cara menanamkan nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak seperti ketika berada di rumah saya selalu menanyakan kepada anak kalau sudah sholat, dan selalu mengajaknya untuk sholat berjamaah serta selalu mengingatkan untuk sholat tepat waktu. Selain itu, membiasakan anak jika mengambil sesuatu harus minta ijin terlebih dahulu, begitu juga jika ingin pergi harus minta ijin terlebih
75
dahulu dengan pakaian yang rapi dan sopan, membiasakannya untuk selalu minta maaf jika melakukan kesalahan. 29 Informan 2 menyatakan:
Dalam penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak dalam keluarga saya waktu kecil orangtua saya mendidik agak tegas tentang masalah agama, seperti dalam hal sholat dan mengaji itu sangat penting bagi keluarga kami apalagi keluarga kami. Kalau cara saya, apa yang diajarkan oleh kedua orangtua saya dulu waktu kecil saya ajarkan kepada anak kami, tegas dan disiplin untuk masalah ibadah. Selain itu, saya membiasakan anak sholat lima waktu dengan tepat waktu dan dikerjakan di masjid secara berjamaah agar kelak dewasa sudah terbiasa sholat lima waktu dengan tepat waktu dan rajin mengaji. Saya juga menanamkan nilai ibadah puasa dengan mengajari anak tentang hukum-hukum puasa dan mengajari anak untuk berpuasa30 Pernyataan informan 2 di atas menunjukkan bahwa dalam penanaman
nilai-nilai religius khususnya ibadah sholat selain dengan tegas dan disiplin,
keluarga dari informan 2 menggunakan metode pembiasaan. Dengan
membiasakan anaknya sholat lima waktu dengan tepat waktu dan dikerjakan di
masjid secara berjamaah agar kelak dewasa sudah terbiasa sholat lima waktu
dengan tepat waktu dan mengaji. Keluarga informan 2 menanamkan nilai akhlak
dengan metode keteladanan yaitu memberikan contoh yang baik atau menjadi
teladan yang baik untuk anak, serta selalu membiasakan anak untuk disiplin
beribadah.
Informan 3 menyatakan:
Untuk menanamkan nilai ibadah berinfak saya lakukan dengan menjelaskan mengenai keutamaan berinfak dengan melakukan dialog serta menggunakan perumpaan dengan menjelaskan kepada anak apabila berinfak akan mendapatkan ganti berlipat ganda dari Allah SWT, saya menjelaskan dengan bahasa yang sederhana yang dapat dipahami anak dan membiasakan memberikan uang kepada anak untuk diinfakkan di masjid
29 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019 30 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019
76
ketika sedang sholat jumat atau pengajian. Saya juga menanamkan nilai akhlak yang baik seperti berbuat baik terhadap teman dan terhadap orangtua dengan cara pembiasaan yaitu selalu mengajarkan dan mengingatkan anak untuk berbuat baik kepada orangtua dan teman. 31 Informan 4 menyatakan:
Untuk penanaman nilai-nilai religius pada anak khususnya nilai akhlak, saya menggunakan metode pembiasaan yaitu membiasakan anak untuk tidak menonton televisi dan tidak bermain handphone agar bisa memaksimalkan anak dalam belajar mengenai agama, memberikan contoh dengan mengerjakan sholat di dekat anak serta membiasakan anaknya untuk melakukan sholat lima waktu dan diusahakan tepat waktu. 32 Informan 5 menyatakan:
Sebagai orangtua yang baik, jangan melihat keburukan atau kebaikan anak. Namun lihatlah dari tata cara bergaul sang anak di lingkungan sekitar, dengan siapa anak bergaul atau berteman, bagaimana luas pergaulannya. Hal ini dimaksudkan bukan membatasi sang anak dalam bergaul atau berteman, namun selalu mengingatkan anak dalam bergaul membutuhkan kehati-hatian jangan sampai hanya karena pergaulan dapat menjerumuskannya kepada tindakan yang tidak sesuai. Cara yang saya lakukan dalam menanamkan nilai-nilai religius diantaranya anak dikenalkan dengan cara bicara yang baik dan berkata jujur dengan perilaku yang baik contohnya berbuat baik kepada teman, makan dengan tangan kanan, keluar masuk rumah berdoa masuk rumah mengucapkan salam itu hal-hal nilai-nilai adab akhlakul kharimah yang ditanamkan pada anak saya. Informan 6 menyatakan:
Dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan secara rutin, anak dapat melakukan kebiasaan tersebut dengan sendirinya tanpa diperintah. Anak akan melakukan rutinitas tersebut dengan sadar tanpa adanya paksaan, karena anak telah terbiasa melakukan rutinitas setiap harinya. Dalam proses penanaman nilai-nilai religius, saya menggunakan metode pembiasaan. Yaitu membiasakan anaknya dari kecil untuk tidak mengambil barang orang lain tanpa minta izin terlebih dulu, sebagai orangtua sudah baik yaitu dengan membiasakan anak untuk mengaji setelah sholat mahgrib, mengajarkan anak memakai jilbab, mengajak anak mengaji di TPA. Selain itu, dalam penanaman nilai akhlak saya selalu mengingatkan anak untuk bersikap ramah terhadap orang lain. Pada malam
31 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019 32 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019
77
harinya sebelum tidur saya mengajak anak untuk berbicara berdua menanyakan kepada anak apa saja yang dilakukan anak hari itu serta kesalahan apa yang dilakukan anak pada hari itu.33 Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait cara menanamkan
nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah pada diri anak
diperoleh gambaran bahwa keenam keluarga PAI menggunakan cara pembiasaan,
keteladanan, bercerita, dialog, dan perumpamaan. Pembiasaan digunakan orangtua
dengan membiasakan anak mengerjakan sholat lima waktu tanpa paksaan,
membiasakan anak mengaji di TPA, membiasakan mengaji setelah sholat
mahgrib, membiasakan berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan,
membiasakan anak untuk berinfak, dan membiasakan anak untuk berbuat baik.
Metode keteladanan dilakukan dengan orangtua memberikan contoh yang baik
kepada anak-anaknya. Dengan metode bercerita, orangtua menceritakan kisah-
kisah Nabi dan Rasul dengan bahasa yang sederhana. Dengan metode perumpaan
yaitu dengan menjelaskan kepada anak mengenai sebab akibat dari perbuatan yang
dilakukan anak. Menggunakan metode dialog dalam menanamkan nilai-nilai
agama dengan cara mengajak anak berbicara berdua saja serta dapat dilakukan
dengan tanya jawab.
Untuk mendukung hasil penelitian di atas, peneliti melakukan observasi
pada hari Kamis, 6 Juni 2019 pada keluarga informan 1 hasil dari observasi adalah
dalam membiasakan anak disiplin sholat tepat waktu, dapat diamati dari informan
1 yang selalu mengingatkan anak bahwa sudah adzan, kemudian anak diminta
untuk mengambil air. Peneliti juga dapat mengamati keluarga pada informan 1
33 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
78
dalam menanamkan nilai akhlak dengan membiasakan anak untuk bersikap ramah
dengan orang lain dan dengan mengingatkan anak setiap anak tidak bersikap
ramah. Demikian halnya pada kelima informan lainnya, peneliti melakukan
observasi terkait penanaman nilai-nilai religius pada anak-anaknya dengan hari
yang berbeda sebagaimanaya disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 7 Hasil Observasi Penanaman Nilai-Nilai Religius Anak Pada 6 Keluarga Guru PAI
No Keluarga Guru PAI
Cara Penanaman Nilai-Nilai Religius
Pada Anak Keterangan
A B C D E
1 Informan 1 - - - -
- Selalu menanyakan kepada anak kalau sudah sholat
- Selalu mengajak anak untuk sholat berjamaah
- Selalu mengingatkan untuk sholat tepat waktu
- Membiasakan anak jika mengambil sesuatu harus minta ijin terlebih dahulu
- Membiasakan anak jika ingin pergi harus minta ijin terlebih
- Membiasakan anak berpakaian yang rapi dan sopan
- Membiasakan anak untuk selalu minta maaf jika melakukan kesalahan
2 Informan 2 - -
- Keteladanan dari didikan orangtua tegas tentang masalah agama
- Selalu memberikan contoh yang baik kepada anaknya
- Membiasakan anak sholat lima waktu dengan tepat waktu
- Membiasakan anak sholat berjamaah di masjid
- Mengajari anak tentang hukum-hukum puasa dan mengajari anak untuk berpuasa
3 Informan 3 - -
- Membiasakan anak berbuat baik terhadap teman dan terhadap orangtua
- Membiasakan sholat lima waktu - Membiasakan memberikan uang kepada
anak untuk diinfakkan di masjid - Menjelaskan mengenai keutamaan
berinfak dengan melakukan dialog
79
No Keluarga Guru PAI
Cara Penanaman Nilai-Nilai Religius
Pada Anak Keterangan
A B C D E - Menggunakan perumpaan dengan
menjelaskan kepada anak apabila berinfak akan mendapatkan ganti berlipat ganda dari Allah SWT
4 Informan 4 - - -
- Memberikan contoh selalu melaksanakan sholat tepat waktu jika adzan sudah berkumandang
- Membiasakan anak untuk tidak menonton televisi pada saat belajar
- Membiasakan anak untuk tidak bermain handphone
5 Informan 5 - - -
- Anak dikenalkan dengan cara berbicara yang baik dan selalu berkata jujur
- Membiasakan anak sholat dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan
- Membiasakan anak berbuat baik kepada sesama, makan dengan tangan kanan, keluar masuk rumah berdoa masuk rumah
6 Informan 6 - -
- Membiasakan anak tidak melupakan sholat lima waktu
- Membiasakan anak untuk mengaji setelah sholat mahgrib
- Membiasakan anaknya dari kecil untuk tidak mengambil barang orang lain tanpa minta izin terlebih dulu
- Mengajarkan anak menutup aurat - Mengingatkan anak untuk bersikap
ramah terhadap orang lain - Mengajak anak untuk berbicara berdua
menanyakan kepada anak apa saja yang dilakukan anak hari itu serta kesalahan apa yang dilakukan anak pada hari itu
Keterangan: A= Keteladanan B= Pembiasaan C= Bercerita D= Dialog E= Perumpamaan
Hasil temuan wawancara dan hasil observasi di atas sejalan dengan teori
yang mengatakan bahwa setiap anak adalah individu yang tidak dapat diibaratkan
sebagai tanah liat yang bisa ”dibentuk” sesuka hati oleh orangtua. Namun harus
80
disesuaikan dengan perkembangan jiwa dan potensi anak sebagai tanda kasih
sayang dan tanggung jawab moral orang tua yang secara konsisten dilandasi oleh
sikap dipercaya dan mempunyai suatu pola relasi hubungan antara kesadaran
kewajiban dengan kepatuhan terhadap orang tua atas kesadaran tersebut.34
Menurut Jamal Ma’mur (2014) dalam kehidupan keluarga, anak sangat
membutuhkan keteladanan dari orangtuanya, karena orangtua merupakan contoh
ideal dalam pandangan anak yang tingkah laku akan selalu ditiru oleh anak,
bahkan semua keteladanan dari kedua orangtuanya akan melekat pada diri dan
perasaannya.35 Oleh karena itu, keteladanan merupakan cara yang dapat
diterapkan dalam menanamkan nilai-nilai religius pada diri anak, agar dapat
meningkatkan pengamalan ibadahnya.
Jawaban informan atas pertanyaan ke-5 yang dikemukakan peneliti terkait
wujud penanaman nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak untuk
meningkatkan pengamalan ibadahnya diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-
masing informan sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
Sikap dan perilaku yang ditunjukkan anak saya dapat dilihat dari sholat tepat waktu, rajin mengaji, menjalankan ibadah puasa, bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua, bertanggungjawab dan sebagainya, maka sebagai orangtua saya selalu memberikan contoh yang baik terlebih dahulu, agar ketika memerintah ke anak untuk melaksanakan ibadah, maka tentu anak tidak akan membangkang. 36
34 Mufatihatut, Taubah, Pendidikan anak dalam keluarga perspektif Islam, (Jurnal
Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, Mei 2015), h. 133-136. 35 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internaslisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: DIVA Press, 2014), h. 36. 36 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019
81
Informan 2 menyatakan:
Wujud penanaman nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak saya diantaranya berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menanamkan nilai-nilai religius setiap harinya meskipun saya disibukkan dengan pekerjaan di sekolah. Hendaknya, penanamkan nilai-nilai religius tersebut dilakukan dengan memberikan contoh secara langsung.37 Informan 3 menyatakan:
Wujud penanaman nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak, saya berusaha memberikan contoh teladan yang baik, membiasakan untuk sholat, mengaji dan berperilaku baik, adalah dengan memberikan kepercayaan kepada anak sebagai anak yang baik.38 Informan 4 menyatakan:
Wujud nyata penanaman nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak untuk meningkatkan pengamalan ibadahnya diantara dengan memberikan motivasi kepada anak untuk belajar agama di rumah, dan memberikan contoh untuk mengerjakan berbagai ibadah yang dianjurkan dalam Islam.39 Informan 5 menyatakan:
Wujud menanamkan nilai-nilai religius pada diri anak tidaklah harus dengan cara dipaksa, melainkan secara berlahan-lahan anak dibiasakan sehingga tumbuh menjadi suatu kesadaran yang timbul dari diri anak, bukan atas paksaan orangtua atau keluarga. 40 Informan 6 menyatakan bahwa:
Wujudnya adalah terus berusaha untuk mampu menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari anak, karena sebagai orangtua dalam menanamkan nilai-nilai religius kepada anaknya bukan saja dengan mengajarinya secara langsung, tetapi dengan memberikannya contoh berbuat baik, membentuk mental, serta jiwa religi anak melalui didikan setiap hari, sehingga akan menjadi kebiasaan pada diri anak untuk mengamalkan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. 41
37 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019 38 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019 39 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019 40 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 1 Juni 2019 41 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
82
Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait wujud penanaman
nilai-nilai religius yang ditanamkan pada anak untuk meningkatkan pengamalan
ibadahnya diperoleh gambaran bahwa 1) selalu memberikan contoh yang baik
terlebih dahulu, agar ketika memerintah ke anak untuk melaksanakan ibadah,
maka tentu anak tidak akan membangkang, 2) memberikan contoh secara
langsung, 3) memberikan kepercayaan kepada anak sebagai anak yang baik, 4)
memberikan motivasi kepada anak untuk belajar agama di rumah, dan
memberikan contoh untuk mengerjakan berbagai ibadah yang dianjurkan dalam
Islam, 5) menanamkan nilai-nilai religius pada diri anak tidaklah harus dengan
cara dipaksa, 6) mampu menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari
anak.
Jawaban informan atas pertanyaan ke-7 yang dikemukakan peneliti terkait
tindakan nyata yang ditunjukkan anak dalam pengamalan ibadahnya sehari-hari
diperoleh deskripsi pernyataan dari masing-masing informan sebagai berikut:
Informan 1 menyatakan:
Tindakan nyata yang ditunjukkan anak dalam pengamalan ibadahnya sehari-hari seperti dalam keseharian rajin melaksanakan sholat lima waktu tanpa disuruh atau diawasi oleh orangtua, anak-anak sudah terbiasa sholat tanpa ditanya atau diawasi ia tetap mengerjakannya atas kemauannya sendiri.42 Informan 2 menyatakan:
Dalam menanamkan nilai ibadah kepada anak menghasilkan anak saya menjadi rajin pergi sholat berjamaah ke masjid dengan berangkat sendiri sehingga anak menjadi disiplin dalam mengerjakan sholat, anak saya sudah mampu membaca Al-Qur’an, berpuasa, terbiasa berinfak setiap anak
42 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 18 Mei 2019
83
datang ke pengajian, dan anak saya menurut dengan apa yang diperintahkan atau dikatakan oleh orangtuanya.43 Informan 3 menyatakan:
Hasil dari proses penanaman nilai-nilai religius pada anak dengan memberikan teladan yang baik pada anak dan membiasakan anak untuk berkata jujur, membiasakan anak untuk mengerjakan sholat lima waktu setiap hari tanpa paksaan adalah anak menjadi terbiasa berkata jujur sehingga dapat menjaga kepercayaan orangtua, anak selalu mengerjakan sholat tanpa paksaan, dan anak selalu berbuat baik antar sesama.44 Informan 4 menyatakan:
Hasil dari proses penanaman nilai-nilai religius pada anak dengan metode pembiasaan adalah anak mampu mengerjakan sholat, anak selalu berkata jujur dan tidak pernah melawan orangtua.45 Informan 5 menyatakan:
Hasil dari proses penanaman nilai ibadah yang saya lakukan dengan menggunakan metode pembiasaan ditunjukkan dari anak saya yang tidak merasa dipaksakan dalam belajar dan kedua anaknya dapat memilih untuk belajar apa setiap harinya.46 Informan 6 menyatakan:
Hal yang sama bahwa dengan memberikannya contoh berbuat baik, membentuk mental, serta jiwa religi anak melalui didikan setiap hari, telah menjadi kebiasaan pada diri anak untuk tidak lupa mengamalkan ibadah sholat setiap hari ke masjid, menjadi pribadi yang sabar dan tidak emosial serta sangat menghormati orangtua.47 Berdasarkan pernyataan keenam informan di atas terkait tindakan nyata
yang ditunjukkan anak dalam pengamalan ibadahnya sehari-hari diperoleh
simpulan hasil wawancara peneliti dengan keenam keluarga guru PAI yang
berbeda adalah keenam keluarga tersebut berpendapat sama dengan hasil yang
43 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Minggu, 19 Mei 2019 44 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Sabtu, 25 Mei 2019 45 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 26 Mei 2019 46 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Sabtu, 1 Juni 2019 47 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Minggu, 2 Juni 2019
84
diperoleh dalam proses penanaman nilai-nilai religius pada anak dengan
menggunakan beberapa cara yang berbeda. Hasil tersebut adalah anak menjadi
terbiasa sholat setelah anak dibiasakan sholat oleh kedua orangtuanya, anak
mampu membaca al-Qur’an, orangtua berhasil memberikan contoh yang baik. Hal
ini juga dibuktikan oleh pengakuan dari anak informan 1 yang menyatakan bahwa:
Salah satu nilai yang yang ditanamkan orangtua saya adalah melaksanakan sholat lima waktu, sikap untuk saling menghargai,sehingga saya merasa lebih dapat memaknai dalam menjalani kehidupan ini, lebih peduli terhadap sesama, terhadap lingkungan sekitar dan yang pasti saya dapat mengingat Tuhan dimanapun saya berada.48 Anak dari informan 2 menyatakan bahwa:
Nilai-nilai religiusitas yang ditanamkan pada diri saya dari orang tua memang sangat banyak manfaatnya yang saya rasakan, diantaranya saya bisa rutin melaksanakan ibadah sholat di masjid, mengaji, dan memiliki nilai sosial yang mendorong saya untuk melakukan kegiatan yang bermakna sosial didalam masyarakat seperti kerja bakti di lingkungan sini, juga nilai kemanusiaan yang saya dapat adalah saya selalu menolong sesama yang membutuhkan pertolongan seperti jika adan tetangga yang meninggal, serta saya dapat nilai moral yang menuntut saya berperilaku sesuai norma dan adat yang telah ditetapkan di lingkungan tempat tinggal.49 Anak dari informan 3 menyatakan bahwa:
Banyak nilai religius yang diperoleh dari orangtua, pola didik orang tua itu sangat berperan penting dalam diri anak. Sehingga anak dapat mengerti pola tinghkah laku yang harus mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti melaksanakan sholat dengan tepat, sholat berjamaah, berpuasa, dan mengaji, mengajarkan anak sopan santun, mengajarkan anak berbuat baik antar sesama, mengajarkan anak untuk menghormati dan patuh kepada kedua orangtua, serta kedisiplinan dan kemandirian. Yang paling utama adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa melaksanakan kewajiban beribadah.50 Anak dari informan 4 mengatakan bahwa:
48 Moh. Ilyas Lamasai, Anak dari Armada S. Lamasai, Wawancara: Senin, 20 Mei 2019 49 Wisnawati Thalib, Anak dari Yusuf Thaib, Wawancara: Rabu, 22 Mei 2019 50 Muhammad Rusdianto Tangahu, Anak dari Rusdianto Tangahu, Wawancara: Senin, 27
Mei 2019
85
Dengan adanya penanaman nilai-nilai religius oleh orangtua saya di rumah, saya jadi lebih tahu bagaimana kehidupan beragama dan bermasyarakat, sehingga saya menjadi lebih giat mengikuti kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial yang dilakukan di lingkungan tempat saya tinggal.51 Selanjutnya anak dari informan 6 juga menyatakan hal yang sama bahwa: Bentuk keteladanan yang saya dapatkan dari orangtua saya, sangat bermanfaat dalam membentuk perilaku saya sehari-hari. Dari hal ini saya selalu mengikuti semua kegiatan yang ada di kelurahan ini, jika tidak ada halangan. Kalau ada kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan saya berusaha untuk sellau terlibat. Kalau hari jumat saya selalu sholat berjamaah dan sholat lima waktu berjamaah kadang saya yang mengimami.”52 Untuk anak dari informan 5 tidak dilakukan wawancara karena anak yang bersangkutan masih bersekolah di SD. Berbagai hasil pemaparan penelitian terhadap rumusan permasalahan
pertama sebagaimana yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengalaman ibadah anak pada
keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kecamatan Kota Gorontalo yaitu
keenam keluarga guru PAI menanamkan nilai-nilai religius yang sama pada anak
yaitu nilai ibadah, akhlak dan akidah. Nilai ibadah seperti melaksanakan sholat
dengan tepat, sholat berjamaah, berpuasa, dan mengaji. Nilai akhlak seperti
mengajarkan anak sopan santun, mengajarkan anak berbuat baik antar sesama,
mengajarkan anak untuk menghormati dan patuh kepada kedua orangtua, serta
kedisiplinan dan kemandirian. Nilai akidah yang ditanamkan kepada anak yaitu
menyembah Allah, percaya kepada Allah dan mencintai ciptaan Allah. Cara
penanaman yang dilakukan melalui pembiasaan, keteladanan, bercerita, dialog,
dan perumpamaan. Wujud tindakan nyata yang dilakukan yaitu selalu memberikan
contoh yang baik dan memberikan contoh secara langsung, memberikan
51 Putri Raisya Maulidah Misilu, Anak dari Fauzan Misilu, Wawancara: Senin, 3 Juni 2019
52 Fatir Paputungan, Anak dari Trisnawati Syafar, Wawancara: Rabu, 5 Juni 2019
86
kepercayaan kepada anak sebagai anak yang baik, memberikan motivasi kepada
anak mengerjakan berbagai ibadah yang dianjurkan dalam Islam, menanamkan
nilai-nilai religius pada diri anak tidaklah harus dengan cara dipaksa, dan mampu
menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari anak. dengan hasil yang
dicapai dari penanaman nilai-nilai religiusitas tersebut yaitu anak menjadi terbiasa
sholat setelah anak dibiasakan sholat oleh kedua orangtuanya, anak mampu
membaca al-Qur’an, orangtua berhasil memberikan contoh yang baik.
C. Hambatan Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo
Proses penanaman nilai-nilai agama pada anak usia dini dalam keluarga
pastilah mempunyai cara atau metode yang berbeda namun dengan tujuan yang
sama. Adanya pengaruh dari lingkungan keluarga dan sekitar anak yang bisa
membawa anak kedalam pengaruh negatif ataupun pengaruh positif, maka dari itu
setiap orangtua dalam menyikapi atau mengatasi pengaruh negatif yang datang
memiliki cara yang berbeda antara orangtua satu dengan yang lain. Pengaruh yang
muncul juga dapat menjadi faktor pendukung maupun penghambat dalam proses
penanaman nilai-nilai agama itu sendiri.
Guna keperluan penelitian terhadap permasalahan kedua tentang hambatan
penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak pada
keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara, peneliti melaksanakan
penelitian mulai tanggal 7 Juni 2019 s/d 12 Juni 2019, dengan mengajukan
pertanyaan kepada informan berdasarkan pertanyaan yang sudah disiapkan
peneliti dalam pedoman wawancara tentang hambatan yang dihadapi oleh 6
87
keluarga guru PAI dalam penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah anak di Kelurahan Heledulaa Utara dengan deskripsi temuan
sebagai berikut.
Informan 1 menyatakan bahwa:
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai religius adalah sikap/watak anak, karena setiap anak pasti memiliki pola perilaku yang berbeda-beda. Tidak semua anak sama sikapnya, ada yang nakal, sabar, pendiam, pemalu dan sebagainya, misalnya kadang orangtua sudah memberitahu atau meminta anak untuk pergi mengaji, suka membantah, keras kepala dan susah diatur.53 Informan 2 menyatakan bahwa:
Kurangnya pengawasan dari keluarga dan tidak ada komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, dapat menjadi hambatan dalam penanaman nilai-nilai religius, karena tanpa pengawasan yang baik dari lingkungan keluarga, maka dapat dipastikan akan sangat mempengaruhi hasil dari penanaman nilai-nilai religius tersebut.54 Informan 3 menyatakan bahwa:
Menurut saya lingkungan adalah apa yang ada di sekeliling kita baik yang bisa mempengaruhi anak ataupun tidak. Lingkungan yang kurang mendukung, kontrol dari orangtua yang lemah dapat membuat anak berbuat sekehendak hatinya.55 Hal yang sama dikemukakan informan 4 bahwa: Lingkungan sosial rumah anak dapat menjadi faktor penghambat proses penanaman nilai-nilai religius pada anak, karena lingkungan luar rumah dengan pemikiran yang berbeda dalam menerapkan pendidikan agama kepada anak serta lingkungan keluarga yaitu orang-orang terdekat yang mempunyai pemikiran yang berbeda untuk pendidikan anak menjadi faktor penghambat untuk memaksimalkan ajaran agama yang diajarkan.56 Dari kedua pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan dari hasil
wawancara dari informan 3 dan 4 bahwa lingkungan yang kurang mendukung,
53 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Jumat, 7 Juni 2019 54 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Sabtu, 8 Juni 2019 55 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Minggu, 9 Juni 2019 56 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Senin, 10 Juni 2019
88
kontrol dari orangtua yang lemah dan lingkungan sosial rumah menjadi hambatan
dalam penanaman nilai-nilai religius pada anak, karena anak-anak yang ada di
lingkungan sekitar tempat tinggal cukup banyak dan masing-masing memiliki
karakter yang berbeda yang dimana dapat memberikan pengaruh yang baik pada
anak dan pengaruh yang tidak baik pada anak, maka dari itu lingkungan sosial
seperti teman bermain dan teman sebaya dapat menjadi faktor penghambat proses
penanaman nilai-nilai nilai religius pada anak dalam keluarga.
Menurut informan 5 bahwa:
Hambatan yang sulit dapat dibendung para orang tua adalah media massa, media sosial dan Youtobe yang menyajikan tontonan ydan konten yang tidak mendidik, mengandung pornografi, film dewasa dalam bentuk kartun, game baik online maupun offline seperti mobile legend dan game Pubg singkatan dari Player Unknown’s Battegrounds, sebagai sebuah permainan dengan genre battle royale yang bisa dimainkan oleh 100 orang secara daring melalui handpone (HP), dan mereka akan berusaha bertahan hidup dengan saling membunuh di suatu pulau, sehingga dengan permainan ini membuat pemainnya terlena menikmati keseruan saling tembak-menembak di HP dan rela menghabiskan waktunya termasuk anak-anak demi mengejar point atau tetap bertahan hidup dalam permainan tersebut. Akibatnya membuat mereka lalai melaksanakan sholat, belajar mengaji, mengerjakan pekerjaan rumah dan melakukan kegiatan positif lainnya.57 Pernyataan di atas, dibenarkan oleh informan 6 yang menyatakan bahwa:
Adanya youtobe dan game online yang lagi trend saat ini, menjadi hambatan yang sangat berpengaruh terhadap pengamalan ibadah anak. Dengan adanya game online menjadikan sikap apatis dan malas tumbuh pada diri anak dengan dimulai mengabaikan keadaan sekitar hingga lupa dengan kegiatan ibadah yang menjadi prioritas, bahkan hal ini membuat anak lupa belajar dan membangkang kepada orangtua. Terdapatnya berbagai aplikasi dalam HP, membuat anak-anak jaman sekarang sudah kecanduan dan tidak bisa lepas darinya.58
57 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Selasa, 11 Juni 2019 58 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Rabu, 12 Juni 2019
89
Kedua pendapat di atas menyatakan bahwa hambatan yang dihadapi
orangtua dalam menanamkan nilai-nilai religius pada anak adalah salah satu
dipengaruhi oleh adanya akses media massa, media sosial, youtobe dan game
online yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja menjadikannya memiliki
sikap apatis dan malas tumbuh pada diri anak dengan dimulai mengabaikan
keadaan sekitar hingga lupa dengan kegiatan ibadah. Selain itu, adanya kecanduan
teknologi berupa gadget atau handphone. Temuan ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Ainiyah (2018) bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
membawa kehidupan manusia ke era yang tak terbatas, jangkauan semakin luas,
apapun nyaris bisa di dapatkan saat ini, hanya dengan duduk didepan layar
komputer atau laptop dan handphone, manusia begitu mudah mendapatkan apa
yang mereka mau, hal ini telah mengakibatkan terjadinya instanisasi kebutuhan,
media sosial adalah media yang begitu banyak menawarkan fitur-fitur yang
mengasyikkan, sehingga para remaja millenial dengan sangat mudah tergiur oleh
fitur-fitur yang mengasyikkan tersebut tanpa mempedulikan konten-konten yang
terkandung dalam fitur-fitur tersebut positif atau negatif, tanpa menyadari mereka
telah mengalami kecanduan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi.59
Hal ini sebenarnya menjadi sebuah ujian bagi para orangtua dalam mendidik dan
mengarahkan anaknya agar menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan ibadah
yang memiliki manfaat pada dirinya menjadi pribadi yang religius. Hal ini juga
didukung dengan hasil pengamatan pada salah satu keluarga informan
menunjukkan bahwa pada saat anak menonton televisi atau bermain game saat
59 Nur, Ainiyah, Remaja Millenial Dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media
Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial, (JPII Volume 2, Nomor 2, April 2018), h. 222
90
jam sholat dan saat anak bermain anak menjadi lupa waktu sholat. Hal ini
disimpulkan dari hasil wawancara dan observasi bahwa televisi dan game menjadi
faktor penghambat proses penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan
pengamalan ibadah anak.
Berdasarkan hasil pemaparan penelitian terhadap rumusan permasalahan
kedua sebagaimana yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
hambatan yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai religius untuk
meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan
Heledulaa Utara Kecamatan Kota Gorontalo yaitu diantaranya: 1) sikap/watak
setiap anak memiliki pola perilaku yang berbeda, 2) kurangnya pengawasan dari
keluarga, 3) Lingkungan sosial rumah yang kurang mendukung, 4) adanya akses
media massa, media sosial, youtobe dan game online yang dapat dilakukan kapan
saja dan dimana saja menjadikan anak memiliki sikap apatis dan malas.
D. Solusi Mengatasi Hambatan Penanaman Nilai-Nilai Religius dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Anak Pada Keluarga Guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo
Keluarga dalam hal ini orangtua yang memegang peran utama dalam
memberikan pendidikan kepada anaknya tanpa syarat, tidak mesti orangtua yang
mempunyai pendidikan tinggi, tetapi semua orangtua bahkan orangtua yang tak
berpendidikan tetap mengutamakan tugas tersebut, terutama yang berkaitan
dengan penanaman nilai-nilai religius, karena orangtua sebagai pendidik utama
dan pertama tentu saja selalu menginginkan anaknya lebih baik darinya. Oleh
karena itu, hambatan yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai religius untuk
91
meningkatkan pengamalan ibadah anak pada keluarga guru PAI diperlukan
adanya solusi untuk mengatasinya.
Guna keperluan penelitian terhadap permasalahan ketiga tentang solusi
hambatan penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah
anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara, peneliti
melaksanakan penelitian mulai tanggal 17 Juni 2019 s/d 22 Juni 2019, dengan
mengajukan pertanyaan kepada informan berdasarkan pertanyaan yang sudah
disiapkan peneliti dalam pedoman wawancara tentang solusi mengatasi hambatan
yang dihadapi oleh 6 keluarga guru PAI dalam penanaman nilai-nilai religius
dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak di Kelurahan Heledulaa Utara
dengan deskripsi temuan sebagai berikut.
Informan 1 menyatakan:
Untuk mengatasi adanya sikap/watak anak yang berbeda, solusinya dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan keagamaan anak, adanya kegiatan keagamaan menjadi semakin terarah pola perilaku dari anak. Selain itu, meningkatkan fungsi pengawasan orangtua, hal ini menjadi sangat penting dalam membentuk sifat dan karakter anak, karena apa yang diajarkan orang tua secara otomatis mereka dapat mencernanya dan menerapkan dalam lingkungannya. 60 Pernyataan di atas didukung oleh informan 2 yang menyatakan bahwa:
Salah satu solusi mengatasi adanya sikap/watak anak yang berbeda dalam penanaman nilai-nilai religius yaitu meningkatkan fungsi kontrol orang tua, mengatur waktu anak dengan mengurangi waktu anak bermain serta melakukan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak di rumah atau di sekolah. 61
60 Armada S. Lamasai, Guru PAI SMAN 4 Gorontalo, Wawancara: Senim, 17 Juni 2019 61 Yusuf Thaib, Guru PAI SMPN 1 Telaga, Wawancara: Selasa, 18 Juni 2019
92
Informan 3 menyatakan bahwa:
Untuk mengatasi hambatan atau menyikapi pengaruh negatif dari lingkungan luar rumah terutama dari teman-teman anak sendiri adalah dengan membatasi waktu bermain anak, selain itu juga memberikan pengertian serta penjelasan kepada anak untuk tidak mengikuti atau meniru perilaku yang tidak baik serta mengurangi kegiatan anak di luar lingkungan untuk bersosialisasi kalau kegiatan tersebut memberikan pengaruh negatif. 62 Informan 4 menyatakan bahwa:
Dalam menyikapi pengaruh lingkungan sosial anak yang dapat berdampak buruk adalah memberikan penjelasan serta pengertian terhadap perilaku negatif yang anak lakukan dengan sering orangtua menasehati kepada anak-anaknya yang berisi larangan untuk tidak melakukan hal-hal atau perbuatan yang melanggar norma agama dan norma masyarakat. Selain itu menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar diantaranya yang dilakukan para orang tua adalah mengajak anak-anak mereka untuk melakukan gotong royong dilingkukngan sekitarnya, mengikuti kegiatan masayarakat di lingkungannya seprti karang taruna, hal ini diharapkan agar dalam diri anak tumbuh rasa peduli terhadap sesama. 63 Untuk mengatasi hambatan akses media massa, media sosial, youtobe dan
game online yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, informan 5
menyatakan:
Solusi yang bisa dilakukan adalah mengurangi kesibukan orangtua di luar rumah dan lebih mengintensifkan komunikasi di dalam keluarga khususnya dengan anak-anak. Langkah berikut adalah meminimalisasi penggunaan ponsel pada anak-anak, kalau perlu jangan memberikan ponsel pada anak dan apabila itupun harus dilakukan perlu adanya aturan-aturan yang dibuat orangtua dalam penggunaannya seperti adanya larangan mengakses internet dengan mudah, karena keterhubungan dengan internet inilah yang membuat anak kecanduan bermain hingga malas melaksanakan ibadah. 64 Pernyataan di atas, juga diperkuat oleh informan 6 yang menyatakan
bahwa:
62 Rusdianto Tangahu, Guru PAI SDN 66 Kota Timur, Wawancara: Rabu, 19 Juni 2019 63 Fauzan Misilu, Guru PAI SDN 65 Kota Timur, Wawancara: Kamis, 20 Juni 2019
64 Noldi Tolinggi, Guru PAI SMPN 8 Kota Gorontalo, Wawancara: Jumat, 21 Juni 2019
93
Penting memperkenalkan pada anak bahaya internet maupun media sosial dan media massa yang diakses secara berlebihan. Mungkin, orangtua berpikir bahwa anak lebih baik menonton televisi ketimbang bermain ponsel, namun perlu disadari orangtua bahwa acara di televisi tak semuanya boleh ditonton anak-anak. Selayaknya anak-anak didampingi saat menonton, karena menonton televisi terus menerus dapat menyebabkan anak bisa terpengaruh dengan tayangan-tayangan yang ada, yang bisa saja isinya kurang mendidik. 65 Berbagai pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa solusi
untuk mengatasi berbagai macam hambatan yang dihadapi terhadap proses
penanaman nilai-nilai religius dengan: 1) meningkatkan kegiatan keagamaan
anak, 2) melakukan pengawasan terhadap anak ketika anak sedang bermain
dengan temannya, 3) mengurangi atau membatasi jam bermain anak, dan
melakukan evaluasi setiap harinya bersama anak, 4) mengurangi kesibukan
orangtua di luar rumah dan lebih mengintensifkan komunikasi di dalam keluarga,
meminimalisasi penggunaan ponsel pada anak, dan penting memperkenalkan pada
anak bahaya internet maupun media sosial dan media massa yang diakses secara
berlebihan.
Penanaman nilai-nilai religius terhadap anak, bukan saja hanya dalam
lingkungan keluarga PAI, tetapi hendaknya pada semua keluarga. Mengingat
penanaman nilai-nilai religius yang didapatkan dari keluarganya akan
mempengaruhi tingkah laku anak yang bersangkutan. Sebagaimana Allah
berfirman dalam surah At-Tahrim 66 ayat 6:
$ p k š ‰r ' ¯ » t ƒ t ûï Ï %© ! $ # ( # q ã Z t B# u ä ( # þ q è % ö / ä 3 | ¡ à ÿ R r & ö / ä 3 ‹ Î = ÷ d r & u r # Y‘ $ t R $ y d ß Š q è %u r â ¨ $ ¨ Z 9 $ #
ä o u ‘ $ y f Ï t ø : $ # u r $ p k ö Ž n = t æ î p s3 Í ´ ¯ » n = t B Ô â Ÿx Ï î × Š # y ‰Ï © žw t b q Ý Á ÷ è t ƒ
65 Trisnawati Syafar, Guru PAI SDN 46 Hulontlangi, Wawancara: Sabtu, 22 Juni 2019
94
© ! $ # ! $ t B ö Nè d t � t B r & t b q è = y è ø ÿ t ƒ u r $ t B t b r â �sD÷ sã ƒ Ç Ï È
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.66
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepada kedua
orang tua agar memberikan pandangan positif kepada anak, agar berpengaruh
psoitif juga dalam kehidupannya. Penjagaan orang tua kepada anak bukan saja
dari segi lahiriah semata, melainkan penjagaan batin anak berupa penanaman
nilai-nilai religius yang bisa membanya kepada kebenaran dalam pandangan
Allah. Hal ini menegaskan begitu besarnya pengaruh setiap bentuk pendidikan
yang didapatkan seorang ana dalam lingkungan keluarganya.
Dari lingkungan keluarga seorang anak dituntut untuk selalu menghormati
orangtuanya yang telah mendidik dan membesarkannya sebagaimana firman
Allah dalam surah al-Ahqaf 46:15 berikut:
$ u Z ø Š ¢ ¹ u r u r z ` » | ¡ SM } $ # Ï m÷ ƒ y ‰Ï 9 º u q Î / $ · Z » | ¡ ô mÎ ) ( ç m÷ F n = u Hx q
¼ç m• Bé & $ \ d ö �ä . ç m÷ Gy è | Ê u r u r $ \ d ö �ä . ( ¼ç mè = ÷ Hx q u r ¼ç mè = » | Á Ï ùu r t b q è W» n = r O
# · �ö k y - 4 # Ó ¨ L y m # sŒÎ ) x ÷ n = t / ¼ç n £ ‰ä © r & x ÷ n = t / u r z ` Š Ï è t / ö ‘ r & Z p u Z y ™
t A$ s% É b > u ‘ ûÓ Í _ ô ã Î —÷ r r & ÷ b r & t �ä 3 ô © r & y 7 t F y J ÷ è Ï R ûÓ É L © 9 $ # | M ô J y è ÷ R r & ¥ ’ n ? t ã
4 ’ n ? t ã u r £ “ t $ Î ! º u r ÷ b r & u r Ÿ@u Hùå r & $ [ sÎ = » | ¹ ç m9 | Ê ö �s? ô x Î = ô ¹ r & u r ’ Í < ’ Î û
66 Kementerian Agama, R.I, Al-Qur’an Keluarga: Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya
Lajnah Pentashih Mushah Al-Qur’an,(Jakarta: Fitra Rabbani, 2013), h. 560.
95
ûÓ É L - ƒ Í h ‘ è Œ ( ’ Î o T Î ) à M ö 6è ? y 7 ø ‹ s9 Î ) ’ Î o T Î ) u r z ` Ï B t ûü Ï HÍ > ó ¡ ß J ø 9 $ # Ç Ê Î È
Terjemahnya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".67 Ayat di atas menunjukkan bahwa dari lingkungan keluarga anak belajar
sejak berada di dalam kandungan Ibu, sehingga kewajiban dilimpahkan pula
kepada anak untuk berbakti kepada orangtua sebagai guru pertama dalam
kehidupan anak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan penanaman nilai-
nilai religius dalam meningkatkan pengamalan ibadah anak, akan sanga tergantun
pada peran keluarga terutama kedua orangtua yang sangat berpengaruh bagi
tingkat keimanan anaknya dalam mengamalkan ibadah, melalui penanaman nilai-
nilai religius anak dapat mengenal siapa penciptanya, bagaimana kewajibannya
sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
67 Kementerian Agama, R.I, Al-Qur’an Keluarga: Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya
Lajnah Pentashih Mushah Al-Qur’an., h. 504.
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan pembahasan yang
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan menjawab semua rumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut.
1. Penanaman nilai-nilai religius dalam meningkatkan pengalaman ibadah anak
pada keluarga guru PAI di Kelurahan Heledulaa Utara Kota Gorontalo yaitu
keenam keluarga guru PAI menanamkan nilai-nilai religius yang sama pada
anak yaitu nilai ibadah, akhlak dan akidah. Nilai ibadah seperti melaksanakan
sholat dengan tepat, sholat berjamaah, berpuasa, dan mengaji. Nilai akhlak
seperti mengajarkan anak sopan santun, mengajarkan anak berbuat baik antar
sesama, mengajarkan anak untuk menghormati dan patuh kepada kedua
orangtua, serta kedisiplinan dan kemandirian. Nilai akidah yang ditanamkan
kepada anak yaitu menyembah Allah, percaya kepada Allah dan mencintai
ciptaan Allah. Cara penanaman yang dilakukan melalui pembiasaan,
keteladanan, bercerita, dialog, dan perumpamaan. Wujud tindakan nyata yang
dilakukan yaitu selalu memberikan contoh yang baik dan memberikan contoh
secara langsung, memberikan kepercayaan kepada anak sebagai anak yang
baik, memberikan motivasi kepada anak mengerjakan berbagai ibadah yang
dianjurkan dalam Islam, menanamkan nilai-nilai religius pada diri anak
tidaklah harus dengan cara dipaksa, dan mampu menjadi contoh yang baik
dalam kehidupan sehari-hari anak, dengan hasil yang dicapai dari penanaman
97
nilai-nilai religiusitas tersebut yaitu anak menjadi terbiasa sholat setelah anak
dibiasakan sholat oleh kedua orangtuanya, anak mampu membaca al-Qur’an,
orangtua berhasil memberikan contoh yang baik.
2. Hambatan yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai religius untuk
meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan
Heledulaa Utara Kota Gorontalo yaitu: a) sikap/watak setiap anak memiliki
pola perilaku yang berbeda, b) kurangnya pengawasan dari keluarga, c)
Lingkungan sosial rumah yang kurang mendukung, d) adanya akses media
massa, media sosial, youtobe dan game online yang dapat dilakukan kapan
saja dan dimana saja menjadikan anak memiliki sikap apatis dan malas.
3. Solusi mengatasi hambatan penanaman nilai-nilai religius dalam
meningkatkan pengalaman ibadah anak pada keluarga guru PAI di Kelurahan
Heledulaa Utara Kota Gorontalo yaitu a) meningkatkan kegiatan keagamaan
anak, b) melakukan pengawasan terhadap anak ketika anak sedang bermain
dengan temannya, c) mengurangi atau membatasi jam bermain anak, dan
melakukan evaluasi setiap harinya bersama anak, d) mengurangi kesibukan
orangtua di luar rumah dan lebih mengintensifkan komunikasi di dalam
keluarga, meminimalisasi penggunaan ponsel pada anak, dan penting
memperkenalkan pada anak bahaya internet maupun media sosial dan media
massa yang diakses secara berlebihan.
B. Saran
Berdasarkan pada hasil pembahasan dan penarikan kesimpulan di atas,
maka peneliti ingin memberi sumbangan pemikiran berupa saran-saran berikut:
98
1. Bagi keluarga, diharapkan dapat memaksimalkan perannya sebagai orangtua
dalam mendidik khususnya dalam menanamkan nilai-nilai religius pada anak.
Agar anak dapat membentengi diri anak dari pengaruh negatif yang ada di
lingkungan sekitar dan dapat meningkatkan pengamalan ibadah yang
dilakukannya.
2. Bagi anak dapat meningkatkan pengamalan ibadahnya, sebaiknya jika orang
tua memberikan nasehat anak dapat menerima dan menerapkannya dengan
baik. Jika orang tua dalam memberikan pendidikan terhadap anak, sebaiknya
anak juga dapat menerimanya dengan baik meskipun jauh dari pengawasan
orang tua.
3. Bagi peneliti lanjut dapat disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih
lanjut dari segi yang lain, sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap
tentang proses penanaman nilai-nilai religius pada anak dalam meningkatkan
pengamalan ibadah.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Dahlan, Kajian Tematik AL-Qur’an Tentang Fiqih Ibadah,
Bandung: Penerbit Angkasa, 2010. Ahmad Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga
pendidikan Islam, Malang: UIN Maliki Press, 2011. Amirulloh Syarbini, Guru Hebat Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015. Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Amirullah Syarbini, Heri Gunawan, Mencetak Anak Hebat, Jakarta: Gramedia,
2014 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2012. Asep Mahfudz, Be A Good Teacher or Never: 9 Jurus Cepat Menjadi Guru
Profesional Berkarakter Trainer, Bandung: Nuansa, 2011. Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, Jogjakarta: Diva Press, 2011. Asep Yonny & Sri Rahayu Yunus, Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif dan
Disenangi Siswa, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2011. Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di Sekolah, Malang: UIN Press,
2013. Bayu Prafitri & Subekti, Metode pembinaan akhlak dalam peningkatan
pengamalan ibadah peserta didik, FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 04 No. 2 Desember 2018.
Dakir & Sardimi, Pendidikan Islam & ESQ: Komparasi- Integratif Upaya Menuju Stadium Insan Kamil, Semarang: Rasail Media Group, 2011.
Dian Chrisna Wati & Dikdik Baehaqi Arif, Penanaman Nilai-nilai Religius di Sekolah Dasar untuk Penguatan Jiwa Profetik Siswa, Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III 11 November 2017.
Hamka Abdul Aziz, Karakter Guru Profesional, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012.
Hari Priatna Sanusi, Peran Guru PAI dalam Pengembangan Nuansa Religius di Sekolah, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 11 No.2, 2013.
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: teori dan praktik, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internaslisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: DIVA Press, 2014
Jamil Suprihatiningrum, Guru Proposional (Pedoman Kinerja, Kualifikasi, & Kompetensi Guru), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
100
Kemendikbud R.I, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2014.
Kementerian Agama, R.I, Al-Qur’an Keluarga: Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya Lajnah Pentashih Mushah Al-Qur’an, Jakarta: Fitra Rabbani, 2013.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Remaja Rosdakarya Offset, 2012.
Mahmud, Psikologi Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010. Misbach Malim, Keluarga Sakinah: Dalam Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah,
Jakarta: Yayasan Birrul Walidain, 2013. Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2014. Moh. Solikodin Djaelani, Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan
Masyarakat, Jurnal Ilmiah WIDYA, Volume 1 Nomor 2 Juli-Agustus 2013.
Mufatihatut, Taubah, Pendidikan anak dalam keluarga perspektif Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, Mei 2015.
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah. Yogyakarta: Belukar Press, 2016.
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Grafindo persada, 2012. Muhammad Fadlillah & Lilif Muallifatul Khorida, Pendidikan Karakter Anak
Usia Dini Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013. Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Yogyakarta: Kalimedia, 2015. Muhamad Rais Fauzi, Peranan Orang Tua dalam Sosialisasi Nilai-Nilai
Keagamaan Terhadap Anak di Dalam Keluarga (Studi Kasus di Kp. Pekopen RW.01, Desa Lambang Jaya, Skripsi, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 2017.
Najamuddin Muhammad, Tips Membuat Anak Rajin Ibadah Sejak Dini, Jakarta: Sabil, 2011.
Nur, Ainiyah, Remaja Millenial Dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial, JPII Volume 2, Nomor 2, April 2018.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
101
Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Bandung: Refika Aditama, 2013
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Rahman Ritonga, A, Fiqh Ibadah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2012. Rindi Antika Ritma Ratri, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Religiusitas
Anak Dalam Ibadah Shalat Berjamaah Di Masjid Baitul Makmur Grendeng Purwokerto, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2018.
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Erlangga, 2011. Rohmad, Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta,
2014. Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014. Sitiatava Rizema Putra, Metode Pengajaran Rasulullah SAW, Yogyakarta: Diva
Press, 2016. Siti Mudhaifah, Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Sosial Remaja Dusun Banana Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, Skripsi (Salatiga: Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Diakses dari http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/587eb128ec124137.pdf, 2010.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2012. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2015. Sutarjo Adisusilo, JR, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2012. Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosda
karya, 2013. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Thomas Lickona, Educating for Character, Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam, Jakarta:Kementerian Agama
RI, 2011.
102
Wahab dkk, Kompetensi Guru Agama Tersertifikasi, Semarang: Robar Bersama, 2011.
Wakhidah Muafah, Penanaman Nilai-nilai Agama pada Keluarga Pasangan Beda Agama di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012. Skripsi. (Diakses dari: http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/9363ac94 faa30e1f.pdf, 2012.
Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
103