motivasi poligami aktivis tarbiyah (studi kasus...
TRANSCRIPT
-
i
MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di
Salatiga dan Klaten)
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh
Miftah Ilham Irfani
211-12-002
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
-
ii
-
iii
MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di
Salatiga dan Klaten)
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh
Miftah Ilham Irfani
211-12-002
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Agama adalah seberkas cahaya Allah yang menembus jiwa,
menerangi kegelapan dan mencerahkan cakrawalanya. Jika ia
telah tertanam kuat di dalam jiwa maka semua bakal disiapkan
untuk menjadi tebusannya.” (Hasan Al-Banna)
PERSEMBAHAN
Untuk orang tua tercintaku dan orang-orang yang teru
membersami dalam do’a serta kasih sayang.
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil„alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Robbi yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang telah
menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dengan petunjuk dan tuntunan-
Nya, penulis mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung
Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jaman kebodohan menuju
zaman yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat
menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari
bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang
berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan bantuan semua pihak, maka
penyusunan skripsi dengan judul: “MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS
TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah
di Salatiga dan Klaten) bisa terselesaikan.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih
yang tiada taranya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Zumrotun M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah.
3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si.,selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.
4. Bapak Farkhani, S. H.,S.HI.,M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
-
ix
5. Bapak Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
6. Orang tua tercinta dan semua saudara-saudaraku yang terus mendoakan
tanpa terhenti sampai saat ini.
7. Bapak/Ibu jamaah Masjid Al-Anshor yang terus membantu dalam proses
selama kuliyah.
8. Kawan-kawan PD KAMMI Semarang, Segenap keluarga besar KAMMI
Komisariat Salatiga, LDK FA IAIN Salatiga, SSC IAIN Salatiga.
9. Dan kepada semua teman-temanku yang sangat membantuku dalam
penyelesaian skripsi ini.
Atas segala hal tersebut, penulis tidak mampu membalas apapun selain hanya
memanjatkan doa, semoga Allah SWT mencatat sebagai amal sholeh yang akan
mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal„aalamiin. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat, khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.
Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Salatiga, 14 Februari 2017
Penulis
-
x
ABSTRAK
Irfani, Miftah Ilham. 2016. Motivasi Poligami Aktivis Tarbiyah (Studi Motivasi
Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan Klaten. Skripsi.
Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S. H.,S.HI.,M.H.
Kata Kunci:Poligami, Aktivis Tarbiyah
Penelitian ini merupakan upaya untuk menggali motivasi Aktivis Tarbiyah
dalam hal melakukan praktek pernikahan poligami. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pandangan Aktivis Tarbiyah
tentang konsep pernikahan poligami, (2) Bagaimana motivasi Aktivis Tarbiyah
melakukan praktek pernikahan poligami ditinjau dari hukum Islam.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik
atau cara kuantifikasi lainnya.
Data temuan di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas kader Aktivis
Tarbiyah yang rutin mengikuti Halaqah yang dilaksanakan tiap pekan memiliki
pemahaman yang seragam terkait konsep pernikahan poligami yaitu pernikahan yang
dilakukan oleh suami dengan memperistri dua atau lebih dalam satu waktu dengan
alasan poligami adalah ajaran Islam, disampaikan dalam Al-Qur‟an, dilaksanakan
pula oleh Nabi Muhammad SAW dan juga dilakukan para sahabat terdahulu.
Pemahaman terkait praktik poligami ini disampaikan dalam materi Halaqah yaitu
pada kajian pembentukan keluarga Islami. Dalam hal ini penulis meneliti dua Ustadz
dari Aktivis Tarbiyah yang berpoligami. Dua Ustadz tersebut memiliki kualifikasi
keilmuan yang bagus. Alasan ustadz pertama berpoligami adalah untuk mempunyai
anak, karena dengan usia perkawinan menginjak sepuluh tahun dengan istri pertama
tidak menghasilkan keturunan dan ustadz yang kedua ingin mempunyai keturunan
yang banyak.
-
xi
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ............................................................................................ ii
JUDUL...................................................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii
ABSTRAK................................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 9
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 9
E. Penegasan Istilah ............................................................................ 9
F. Kajian Pustaka ................................................................................ 10
G. Metode Penulisan Sekripsi ............................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Poligami ....................................................................... 16
B. Sejarah Poligami ............................................................................ 17
C. Dasar Hukum Poligami .................................................................. 20
D. Pandangan Ulama tentang Poligami .............................................. 22
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Aktivis Tarbiyah ............................................................. 25
B. Pemikiran dan Doktrin-Doktrin ................................................... 26
-
xii
C. Struktur Organisasi ...................................................................... 30
D. Sejarah dan Perkembangan di Indonesia ..................................... 32
E. Kurikulum Pengembangan Kader ................................................ 35
F. Media Pengembangan Kader ....................................................... 40
G. Kualifikasi Murobbi ..................................................................... 52
H. Pandangan tentang Pernikahan Poligami ..................................... 54
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisi Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang Poligami ................. 58
B. Analisis Hukum Islam tetang Motivasi Poligami di Kalangan
Aktivis Tarbiyah ............................................................................. 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 73
B. Saran ............................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial dalam masyarakat tidak bisa hidup dan
memenuhi kebutuhannya sendiri, baik itu kebutuhan secara jasmaniah maupun
rohaniah. Kebutuhan jasmani diasumsikan dengan pemenuhan kebutuhan fisik,
baik secara biologis maupun non biologis seperti makan, minum, olahraga dan
beruhubungan intim.
Dalam pemenuhan kebutuhan tersebutlah terjadi interdependensi satu dengan
yang lainnya. Aristoteles (384-322 SM) menyebutnya sebagai zoon politicon atau
de men is een social wezen, artinya manusia sebagai makhluk yang pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Ibnu
Khaldun, seseorang sosiolog muslim menyebut manusia sebagai mujtama‟ bi
thabi‟iy. (Farkhani, 2014:9)
Salah satu kebutuhan jasmani yang paling urgent adalah kebutuhan biologis
yaitu hubungan intim atau sex. Hubungan intim atau sex merupakan fitrah yang
dikaruniakan oleh Allah kepada setiap insan. Badiatul Muchlisin (2016:1)
menganggap kebutuhan akan sex merupakan suatu hal yang normal dan lazim
yang bersifat alamiah dan inheren dengan perkembangan fisiologis dan psikologis
manusia. Namun walaupun bersifat lazim tetapi harus dijalankan dengan benar
-
2
dengan jalan yang halal. Islam membingkai penyaluran seks yang halal melalui
sebuah syariat yaitu pernikahan.
Pernikahan menjadi salah satu media untuk penyaluran fitrah seks. Seks
menjadi sah (halal) untuk dilakukan atau diekspresikan. Sebagaimana
diriwayatkan Imam Bukhori dari „Uqbah bin „Amir Nabi Muhammad SAW
bersabda
ِِّاْنفُُسجَِإِِ َِِّيااْسرَْحهَْهرُْىِتِ فِىِتِ ْٕ ِيُ ٌْ ِطِأَ ْٔ ُس ِانشُّ ِأََحقُّ ٌَّ
“Sesungguhnya syarat-syarat yang paling utama dipenuhi adalah syarat
untuk menjadikan kamu halal dengan kemaluan-kemaluan perempuan”. (HR.
Bukhori No. 1418 Kitab Annikah)
Pernikahan sendiri secara etimologi mempunyai arti persetubuhan. Adapula
yang mengartikan sebagai sebuah perjanjian (al-„aqdu). Sedangkan secara
terminologi menurut Imam Syafi‟i adalah akad yang menjamin diperbolehkannya
persetubuhan (Kamal Muchtar, 1974:11).
Dalam pemenuhan keinginan seks seseorang membutuhkan medium yang
kadang tidak cukup satu, namun ada yang lebih. Berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan. Faktor yang melatarbelakangi pun bervariasi, misalnya kekuatan dan
tenaga seseorang (hypersex). Islam memberikan solusi yaitu dengan adanya
praktik poligami atau beristri lebih dari satu. Bagi perempuan yang bersuami lebih
dari satu dinamakan poliandri.
Sebelum Islam datang atau diwahyukan, praktik poligami sudah dilakukan
oleh bangsa Yahudi, bahkan tidak mengenal batasan nominal artinya bangsa
-
3
Yahudi boleh memperistri wanita berapapun jumlahnya (Ali Hasan, 2006:269).
Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh bangsa Ibrani, Cicilia
dan Arab.
Dalam kitab suci agama Yahudi dan Nasrani, poligami merupakan jalan
hidup yang diterima. Semua Nabi yang disebutkan dalam Talmud, perjanjian
lama, dan al-Qur‟an, beristri lebih dari seorang, kecuali Yesus/Nabi Isa as.
Bahkan di Arab sebelum Islam telah dipraktikkan poligami tanpa batas. Bangsa
Arab Jahiliyyah biasa kawin dengan sejumlah perempuan dan menganggap
mereka sebagai harta kekayaan, bahkan dalam sebagian besar kejadian, poligami
itu seolah-olah bukan seperti perkawinan. Karena perempuan-perempuan itu
dapat dibawa, dimiliki dan dijual belikan sekehendak hati orang laki-laki
(Abdurahman, 1990:207)
Ali Hasan (2006:271) berpendapat bahwa praktik poligami ini berkembang
pada masyarakat yang mempunyai tatanan ekonomi yang sudah matang atau
sering kita menyebutnya sebagai masyarakat maju. Hal ini diakui oleh sosiolog
dan budayawan seperti Westermark, Hobbes dan Jean Bourge. Dari pendapat
tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pelaku (subjek) yang melakukan poligami
adalah orang yang sudah mapan dalam hal ekonomi, mempunyai kedudukan dan
kekuasaan. Ingin menambah istri adalah salah satu motivasinya.
Setelah Islam datangpun praktik poligami tetap diperbolehkan hanya saja ada
pembatasan bilangan atau jumlah istri. Hal ini menandakan bahwa praktek
-
4
poligami bukanlah suatu ajaran baru namun merupakan suatu budaya yang sudah
ada sebelum Islam.
Praktek poligami dalam negeri yang menjadi perbincangan hangat di
masyarakat adalah yang dilakukan oleh da‟i kondang KH. Abdullah Gymnastiar
(Aa Gym) dan Syekh Pujiono atau Syekh Puji yang berpoligami dengan
menikahi gadis di bawah umur bernama Ulfa. Kedua fenomena tersebut
mendapatkan respon dan tanggapan yang bervariasi dari masyarakat.
Melihat demografi wilayah secara luas, permasalahan poligami bukan hanya
ada di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain. Misalnya di Irak, poligami
diwajibkaan oleh pemerintah serta pemberian sanksi bagi yang tidak
melaksanakannya. Hal ini karena populasi di Irak mengalami penurunan yang
signifikan karena perang. (https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-
laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm di akses jam 19.42)
Pernikahan poligami melibatkan dua subjek pelaku yaitu yang berpoligami
dan dipoligami. Subjek yang berpoligami adalah suami dan satu subjek lainnya
adalah yang dipoligami, yaitu istri.
Seiring berjalannya waktu motivasi praktik poligami mengalami
perkembangan, misalnya Eko Suryono (2012:87) pelaku poligami dalam
catatannya mengungkapkan bahwa poligami merupakan fitrah atau dorongan
biologis akan cepat terlaksana jika dipengarui oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kemampuan materiil seorang laki-laki
2. Kondisi fisik yang menarik seorang laki-laki
https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm%20di%20akses%20jam%2019.42https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm%20di%20akses%20jam%2019.42
-
5
3. Kemampuan sex seorang laki-laki
4. Kemampuan agamanya seorang laki-laki dan perempuan baik.
Selain faktor di atas praktik poligami juga disebabkan keberadaan janda.
Sebagaimana praktik poligami yang dilakukan oleh nabi Muhammad yang juga
melakukan poligami. Nabi memiliki delapan istri dan dari ketujuh istri beliau
adalah seorang janda pada masa itu. Motivasi Nabi Muhammad ketika itu ingin
membantu para janda dalam memenuhi kebutuhannya. (Isham Muhammad,
2005:80)
Ketentuan legalitas menurut hukum Islam pembolehan poligami diatur dalam
QS.An Nisa ayat 3
ِٱنَُِّسآِءِ ٍَ ِفَٱَِكُحْٕاَِياِطَاَبِنَُكىِيِّ ىَٰ ًَِذُۡقِسطُْٕاِفِيِٱۡنيَرََٰ ِِخۡفرُۡىِأََّلَّ ٌۡ إِ َٔ
ِِخفِۡ ٌۡ ِ ِفَئ َعَۖ ُزتََٰ َٔ َثِثُهََٰ َٔ ِ َِيۡثَُىَٰ ُُُكۡىۚۡ ًََٰ َِياَِيهََكۡدِأَۡي ۡٔ ِحَدجًِأَ ََٰٕ ِذَۡعِدنُْٕاِفَ رُۡىِأََّلَّ
ِذَُعٕنُْٕاِ ِأََّلَّ ٓ نَِكِأَۡدََىَٰ َِذَٰ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”
Para imam mazhab menggunakan dasar (اهدهيم) yang berbeda dalam
memandang masalah poligami. Para ulama konvensional tersebut mengakui
bahwa poligami boleh hukumnya, bukan dianjurkan (sunnah), apalagi wajib
-
6
(amar/perintah) seperti yang diasumsikan sebagian orang (Khoirudin Nasution,
2009:265).
Hukum Islam memberikan peluang untuk melakukan poligami dengan
memberi batasan jumlah istri dan perilaku adil. Jumlah yang diperbolehkan
adalah 4 istri dan perilaku adil baik materiil dan non materiil. Baltaji dalam
bukunya “Poligami” berpendapat poligami disyariatkan bagi orang yang bisa
berlaku adil terhadap dua atau lebih dari istri-istrinya. (Muhammad Baltaji.
2007:49).
Berbeda halnya syarat yang diberikan dalam hukum positif yang berlaku di
Indonesia. Syarat poligami tersebut diatur dalam pasal 4 UU No. 1 Tahun1974 jo
pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975 jo pasal 57 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Khoirudin Nasution menjelaskan bahwa perundang-undangan perkawinan di
Indonesia tentang poligami berusaha mengatur agar laki-laki yang melakukan
poligami adalah laki-laki yang benar-benar: (1) mampu secara ekonomi
menghidupi dan mencukupi seluruh kebutuhan (sandang, pangan dan papan)
keluarga (isteri-isteri dan anak-anak), serta (2) mampu berlaku adil terhadap
isteri-isterinya. Sehingga istri-istri dan anak-anak dari suami poligami tidak disia-
siakan. Perundang-undangan Indonesia terlihat berusaha menghargai isteri
sebagai pasangan hidup suami. Suami yang akan berpoligami, harus lebih dahulu
-
7
mendapat persetujuan istri. Untuk mencapai tujuan ini, semua perundang-
undangan Indonesia memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada hakim di
Pengadilan Agama. Disisi lain hal ini tentunya membuka peluang bagi
masyarakat untuk berpoligami.
Praktik poligami, dalam beberapa kasus di lakukan oleh masyarakat umum,
kyai dan juga ulama, misalnya Aa‟ Gym dan Syaikh Puji. Selain itu praktik
poligami juga dilakukan oleh beberapa aktivis, dimana aktivis ini sering kali
mengisi sebuah kajian atau halaqoh kecil. Walaupun tidak semua tetapi ada
beberapa ustadz (murobbi) yang melakukan praktek poligami dengan motivasi
atau dorongan yang berbeda-beda.
Pada penelitian ini, penulis membawa masalah praktek poligami pada
perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah, dimana ada beberapa kasus tentang ustadz-
ustadz yang melakukan poligami di komunitas ini. Ustadz yang melakukan
poligami tentunya bukan orang yang awam tentang hukum Islam, apalagi hukum
yang berkaitan tentang poligami. Dalam melakukan praktek poligamipun tentu
dengan motivasi atau dorongan yang berbeda dengan satu muara pada hakikat
diperbolehkannya poligami, sehingga penulis memberi judul pada penelitian ini
“MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH” (Studi
Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan
klaten) dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
-
8
masyarakat umum tentang motivasi di balik praktik poligami yang dilakukan oleh
Aktivis Tarbiyah.
B. Rumusan masalah
Untuk lebih menfokuskan pembahasan dan analisis pada kasus tersebut, maka
penulis menyimpulkan permasalahan yang menjadi pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana pemahaman tentang poligami dalam kalangan Aktivis Tarbiyah?
2. Apa motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai setelah penulisan analisis ini adalah:
1. Untuk mengetahui pemahaman poligami dikalangan Aktivis Tarbiyah.
2. Untuk mengetahui motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini oleh
penulis adalah:
1. Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang hukum, khususnya yang
berkaitan tentang poligami.
2. Laporan tugas akhir ini diharapkan menjadi acuan dan dorongan akademik
untuk menjadikan tolak ukur atas keberhasilan selama ini dalam mendidik dan
-
9
membekali ilmu bagi penulis sebelum masuk ke dalam kehidupan masyarakat
yang lebih luas.
3. Kegunaan praktis, sebagai sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait
dibidang ilmu hukum dan hukum perkawinan Islam khususnya pada bagian
poligami dan syaratnya.
4. Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang alasan poligami
yang dilakukan oleh Aktivis Tarbiyah.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman atau penafsiran bagi para pembaca
tulisan ini, maka penulis berkepentingan untuk menjelaskan arti dan maksud judul
penelitian dan analisis ini, agar istilah-istilah yang tercantum dalam judul
mempunyai arti yang tegas dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda
antara penulis dan pembaca. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai
berikut:
1. Poligami
Asal mula kata ini adalah berasal dari bahasa Belanda yaitu Bigamie yang
artinya kawin rangkap. Dalam KHI dijelaskan dalam pasal 55 yaitu Beristeri
lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
2. Aktivis Tarbiyah
-
10
Aktivis Tarbiyah adalah subjek atau orang yang aktif mengikuti kegiatan
yang dilakukan oleh jamaa‟ah atau komunitas Tarbiyah yang dilaksanakan
setiap sepekan sekali.
F. Kajian Pustaka
Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasus-kasus
poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan ditelusuri
lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan poligami
mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena tersebut dari perspektif yang
lain, sehingga diharapkan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah
ada. Beberapa penelitian yang sudah ada dan ada relevansinya dengan penelitian
diatas, diantaranya:
1. Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No.
0525/pdt.G/2010.PA.SAL). Skripsi. Syariah Jurusan Al-Ahwal Al Syakhsiyah
STAIN Salatiga, 2013. Penyusun M. Targhibul Hasan dengan kesimpulan
bahwa perijinan poligami yang diajukan dengan alasan sesuai yang ada dalam
undang-undang No 1 Tahun 1974 memang sudah seharusnya dijinkan, dalam
studi putusan tersebut majelis hakim memberikan ijin poligami kepada
pemohon.
2. Poligami Dalam Perspektif Keluarga Salafi (Studi Kasus Satu Keluarga Bapak
AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang). Sekripsi.
-
11
Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah IAIN Salatiga. 2016.
Penyusun Sunarnoto dengan kesimpulan
a. Latar belakang bapak AR melakukan poligami adalah untuk merasakan
yang namanya keadilan, menolong ibu MN, meningkatkan iman ibu MS,
ibu MN dan bapak AR sendiri. Mempelajari dan mentaati ajaran syariat
agama Islam .
b. Konsep penataan keluarga bapak AR adalah melakukan pemerataan
keadilan dalam hal pemberian nafkah dan waktu bermalam yaitu dengan
pemisahan tempat tinggal.
3. Poligami di Kalangan Kyai (Studi Tentang Alasan Kyai Berpoligami di
Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal). Skripsi. Jurusan Hukum Perdata
Islam Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 2009. Penyusun Siti
Mahmudah dengan kesimpulan bahwa Kyai yang melakukan poligami dengan
beberapa alasan:
a. Ingin mempunyai keturunan laki-laki walaupun dari mereka sudah
punya anak perempuan.
b. Istri mendapat cacat tubuh atau sakit yang tidak bisa dsembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
d. Takut terjerumus dalam perzinaan.
Dari beberapa penelitian di atas, penelitian pertama di fokuskan pada
sebuah putusan. Dimana ijin poligami dilakukan karena ingin mempunyai
keturunan. Penelitian kedua difokuskan pada satu keluarga yang terlibat dalam
-
12
suatu kelompok atau jamaah Salafi dan pada penelitian ketiga difokuskan
alasan secara global alasan Kyai berpoligami di Kendal. Maka dari itu
penelitian yang memfokuskan pada perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah
belum ada, sehingga penulis tertarik meniliti lebih dalam apa yang menjadi
motivasi berpoligami dikalangan Aktivis Tarbiyah.
G. Metode Penulisan Sekripsi
Metode dalam menyusun karya ilmiah seperti skripsi mempunyai peranan
yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur) memahami dan
mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini, penyusun menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah field research, yaitu mengambil informasi dari
sumbernya (informan) secara langsung di lapangan yang diteliti. Obyek utama
pada penelitian ini adalah Jamaah Aktivis Tarbiyah di beberapa tempat di
wilayah Jawa Tengah.
2. Sifat Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode
deskriptif analisis. Metode deskripif dimaksudkan untuk memberikan data
yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Jadi deskriptif analisis adalah menganalisa data-data yang menggunakan
metode deskripstif.
3. Data dan Sumber Data
-
13
Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan sekripsi ini
meliputi:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung berupa keterangan-
keterngan dan fakta langsung yang diperoleh dari lapangan melalui
wawancara dengan para informan dan pihak-pihak yang dipandang
mengetahui objek yang diteliti. Informan (objek) yang akan diwawancarai
adalah beberapa jamaah Aktivis Tarbiyah yaitu terdiri dari Ustadz
(Murobbi) dan jamaah yang melakukan praktik poligami.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Hal ini dengan cara
menelusuri data berupa catatan, transkip, buku-buku dan sebagainya.
4. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam memecahkan masalah ini adalah
pendekatan sosiologis, dimana penyusun menyoroti masalah poligami dengan
terjun langsung dalam menyoroti motivasi berpoligami di kalangan Aktivis
Tarbiyah serta mengaitkan permasalahan dengan teori yang sudah ada.
5. Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu untuk
mengungkap fenomena sosial agar ditemukan solusi atas masalah terkait.
Penalaran (pola pikir) yang digunakan yaitu secara induktif, yaitu setelah data-
data terkumpul dari informan, data-data terkait masalah poligami akan
dianalisis dengan teori yang tercantum dalam kerangka teoritik.
-
14
6. Lokasi dan kehadiran peneliti
Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Jawa Tengah, penulis bertindak
sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran penulis diperlukan
sebagai partisipan penuh, membaur dengan subjek dan informan.
H. Sistematika penulisan sekripsi
Materi yang dibahas dalam penyusunan skripsi ini disusun dalam beberapa
bab yang saling berkaitan agar dapat memudahkan pembaca dalam memahami
skripsi ini, yakni:
Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab. Latar belakang
masalah, pokok masalah dan tujuan dan kegunaan berfungsi untuk menjelaskan
permasalahan yang akan diteliti dan signifikansinya. Telaah pustaka berfungsi
untuk menginformasikan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum pernah
diteliti oleh orang lain.
Dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas gambaran umum poligami
yang meliputi pengertian, sejarah, dasar hukum Islam dan undang-undang
mengenai poligami, serta pandangan beberapa ulama.
Bab ketiga, penyusun memaparkan gambaran umum tentang Aktivis
Tarbiyah. Dimulai dari sejarah hingga kualifikasi untuk menjadi seorang murobbi
dan membahas pandangan beberapa Aktivis Tarbiyah terkait tentang poligami.
-
15
Bab keempat merupakan analisis terhadap data di lapangan. Pada bab ini
penyusun menggunakan tinjauan (perspektif) hukum Islam dalam menganalisis
motivasi Aktivis Tarbiyah tentang poligami.
Bab kelima atau bab terkahir, seperti pada umumnya skripsi bab ini
merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh isi skripsi. Selain itu
pada bab lima ini, diberikan juga sub bab tentang saran-saran yang bersifat
membangun.
-
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahassa Yunani Polus artinya banyak, gamos
artinya perkawinan. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih
dari seorang istri dalam suatu saat (Hasan Shadily, 1994:2736). Dalam kamus
Teologi disebutkan, kata poligami berasal dari bahasa Yunani yang berarti banyak
perkawinan, mempunyai lebih dari satu istri pada waktu yang sama (Gerald D.
Collins, SJ. Edward G. Farrugia, 1991:259).
Poligami dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka
mempunyai makna “sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan” (KBBI, 2005:
885). WJS. Poerwadarminta (1976:763) mengartikan sebagai adat seorang laki-laki
beristri lebih dari seorang. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami
adalah perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung
diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih (Pius A.
Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, 1994:606)
Menurut istilah, Siti Musdah Mulia (2004:43) merumuskan poligami
merupakan ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu
istri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti
itu dikatan bersifat poligami.
-
17
Dalam Fiqih Munakahat Abdurrahman Ghazaly (2003:129) yang dimaksud
poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling
banyak adalah empat orang. Karena melebihi dari empat berarti mengingkari
kebaikan yang disyariatkan Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa poligami
adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki (suami) yang mempunyai
lebih dari seorang istri atau banyak istri dalam waktu yang sama dan dalam Islam
dibatasi hanya empat istri.
B. Sejarah Poligami
Sebelum datangnya Islam, masyarakat (Arab khususnya) sebenarnya telah
mengenal dan mempraktikkan poligami. Banyak dari mereka bahkan mempunyai
istri lebih dari satu. Ada yang memiliki lima orang istri bahkan ada yang sampai
delapan istri („Iffah Qanita, 2016:17). Bangsa-bangsa terdahulu seperti Yahudi
memperbolehkan penganutnya berpoligami, bahkan tanpa batasan tertentu (Ali
Hasan, 2006:269). Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh
bangsa Ibrani dan juga Cicilia.
Syed Ameer dalam bukunya The Spirit Of Islam (Api Islam) menyatakan
bahwa sistem poligami sudah meluas dan berlaku pada beberapa bangsa sebelum
Islam. Pada tingkatan tertentu dalam perkembangan sosial, poligami merupakan
suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Peperangan yang sering terjadi antara
kabilah mengakibatkan banyak korban, mengurangi jumlah laki-laki dan dalam
-
18
sisi yang lain menambah jumlah wanita, serta adanya kekuasaan mutlak kepala-
kepala suku menjadi awal mula kebiasaan poligami. Bangsa yang menjalankan
poligami diantaranya adalah bangsa Barat purbakala, orang Hindu dan Israil
(Supardi Mursalin, 2007:17). Selain itu juga bangsa Media dahulu kala, Babilonia,
Assiria dan Parsi.
Sejarah mencatat para Nabi pun melakukan praktik poligami. Nabi Sulaiman
a.s misalnya, memoligami seratus wanita dan sejumlah nabi lainnya yang berasal
dari bangsa Bani Israil (As-Sayyid bin „abd al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:158).
Islam datang pada keadaan dimana sistem poligami telah menjadi sebuah
kebiasaan atau tradisi dikalangan masyarakat Arab dan juga bangsa-bangsa
terdahulu.
Nabi Muhammad ketika diutus oleh Allah kepada bangsa Arab tidak lantas
melarang paktik poligami karena perintah Allah membolehkan poligami dengan
memberi batasan jumlah istri (Supardi Mursalin, 2007:20).
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa seorang sahabat bernama Ghailan
bin Salamah ats-Tsaqafi, seorang jahili yang masuk Islam, ketika itu memiliki
sepuluh istri. Lalu, Nabi Muhammad saw menyuruhnya untuk memilih empat
istrinya dan melepaskan enam istrinya yang lain (Sunan Ibnu Majah No. Hadis
1953).
Dalam riwayat yang lain sahabat „Urwah bin Mas‟ud yang berkata: “Ketika
aku masuk Islam, aku memiliki sepuluh orang istri, empat orang berasal dari
bangsa Quraisy dan satu dari putri Abu Sufyan.” Lalu, Rasulullah saw.
-
19
memerintahkanku untuk memilih empat diantara mereka dan membebaskan yang
lainnya. Lalu, aku pun memilih empat dari semua istriku dan membebaskan yang
lainnya, sebagaimana perintah Rasulullah saw (Sunan al-Kubra al Baihaqi,
No.Hadist 13163).
Nabi Muhammad saw. telah menyatakan kebolehan berpoligami, sekaligus
menjadi pelaku poligami dan selalu memotivasi umatnya untuk mengikuti
jejaknya, itulah sebabnya para sahabat beliau dikenal dalam sejarah sebagai pelaku
poligami, juga orang-orang yang hidup dengan para sahabat (As-Sayyid bin „abd
al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:163).
Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw adalah pelaku
poligami, namun bukan berarti poligami Rosulullah atas dorongan nafsu syahwat
tetapi berpoligaminya yaitu dalam rangka membina dan mempererat hubungan
dengan kabilah-kabilah Arab (Ratna Batara Murti, 2005:160). Perlu kita ketahui
bahwa Nabi Muhammad saw berpoligami pada usia sekitar lima puluh lima tahun
yaitu ketika menikahi Saudah binti Zam‟ah, seorang wanita Quraisy dari Bani
„Amir yang merupakan janda dari Sakran bin Amr („Iffah Qanita, 2016:68), dan
seterusnya bahwa Nabi Muhammad berpoligami dengan menikahi para janda
kecuali „Aisyah.
Hingga dewasa ini, praktik pernikahan poligami masih terus berlangsung di
belahan bumi manapun. Sistem poligami ini masih berlaku dikalangan masyarakat
Fiji, Australia, Tasmaniya, Tibet, Thailand dan juga di Indonesia (Achmad
Sunarto, 2015:26).
-
20
C. Dasar Hukum Poligami menurut Islam dan Hukum di Indonesia
Hukum adalah aturan normatif yang mengatur pola perilaku manusia.
Hukum tidak tumbuh di ruang fakum, melainkan tumbuh dari adanya aturan
bersama (Sulistyowati Irianto, 2006:133). Begitu pula praktik pernikahan poligami
ini mempunyai landasan yuridis.
Dalam hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur‟an surat An-nisa ayat 3:
ِٱنَُِّسآِءِ ٍَ ِيِّ ِنَُكى ِطَاَب َِيا ِفَٱَِكُحْٕا ىَٰ ًَِٱۡنيَرََٰ ِفِي ِذُۡقِسطُْٕا ِأََّلَّ ِِخۡفرُۡى ٌۡ إِ َٔ
ِ ُُُكۡىۚۡ ًََٰ ِأَۡي َِيهََكۡد َِيا ۡٔ ِأَ ِحَدجً ََٰٕ ِفَ ِذَۡعِدنُْٕا ِأََّلَّ ِِخۡفرُۡى ٌۡ ِ ِفَئ َعَۖ ُزتََٰ َٔ ِ َثثُهََٰ َٔ ِ َيۡثَُىَٰ
ِذَُعٕنُْٕاِ ِأََّلَّ ٓ نَِكِأَۡدََىَٰ َذَٰ
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Selain dasar dalam Al-Qur‟an, poligami dalam hukum Islam dipertegas oleh
adanya hadits dari Rosulullah yang memperbolehkan poligami dengan ketentuan
adil.
ِشقَُُِّيائِمُِ َٔ َوِاْنقِيَاَيِحِ ْٕ اَجاَءِيَ ًَ اَِلِإِِْحَداُْ ًَ ِفَ ٌِ ِكآَََِْدِنَُِّاِْيَسآذآَ ٍْ َي
Barang siapa yang memiliki dua istri dan lebih memihak kepada salah
satunya, maka dihari Kiamat nanti, ia akan datang dalam keadaan setengah
badannya miring. (HR. Abu Daud No. Hadits 242)
-
21
Dalam hukum positif yang ada di Indonesia, poligami diatur dalam pasal 3, 4
dan 5 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan memberikan syarat bahwa
poligami dapat dilaksanakan dalam beberapa keadaan, misalnya:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada pasal 56 yang
menyebutkan:
1. Suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin dari
pengadilan agama (PA).
2. Pengajuan permohonan izin yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut
tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin
dari Pengadilan Agama (PA), tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: pengadilan agama
hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang
apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
-
22
D. Pandangan Ulama tentang Poligami
Dalam menafsirkan QS. An-Nisa ayat 4 di kalangan mufasir serta ulama
mengalami beberapa perbedaan, ada yang memperbolehkan dan ada juga yang
mengharamkan praktik pernikahan poligami. Beberapa ulama dan pandangannya
tentang kebolehan berpoligami, misalnya:
1. Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi
Mencukupkan diri beristri satu dengan perempuan merdeka atau
mencukupkan diri dengan budak-budak yang dimiliki lebih dekat dengan
perilaku tidak curang. Beristri banyak sesungguhnya tidak
diperbolehkan,kecuali dalam keadaan darurat, dan sangat kecil
kemudaratannya.
Lebih lanjut Ash-Shiddiqi dalam Tafsir An-Nur menjelaskan bahwa
poligami harus disertai dengan dapat berlaku adil. Adil yang dimaksudkan
adalah kecondongan hati dan poligami bisa dilakukan ketika seorang laki-laki
mempunyai kepercayaan diri akan keadilan dan terpelihara dari kecurangan.
(Ash-Shiddiqi, 2000:780-781)
2. Sayyid Sabiq
Menurut Sayyid Sabiq, Allah ta‟ala memperbolehkan berpoligami dengan
empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka dalam urusan makan,
tempat tinggal, pakaian dan kediaman, atau segala yang bersifat kebendaan
tanpa membedakan antara istri yang kaya dengan yang fakir, yang berasal dari
keturunan tinggi dengan yang bawah. Jika suami khawatir akan berbuat dzalim
-
23
dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan
berpoligami (Sabiq, 1981. Juz 6: 141).
Sedangkan pendapat yang melarang praktik pernikahan poligami
disampaikan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho, pelarangan tersebut
disebabkan kekhawatiran apabila suami tidak bisa berbuat adil terhadap
istrinya. Menurut Rasyid Ridho sendiri pernikahan yang paling ideal di dalam
Islam sendiri adalah sistem pernikahan monogami, yakni menikah dengan satu
istri saja (Khoiruddin Nasution, 1996: 104).
Pembolehan akan adanya praktik poligami tidak hanya dikemukakan dari
ulama Islam saja melainkan juga dari filsuf-filsuf barat. Misalnya, seorang
filosof sekaligus penulis terkenal, Goustaf Lauboun mengemukakan dalam
bukunya “Hadarat al-„Arab”:
“Sesungguhnya, konsepsi poligami justru melindungi masyarakat dari
kebejatan dan bahaya pelacuran serta memelihara bangsa dari
munculnya genenrasi-generasi yang lahir tanpa ayah”. “Poligami yang
diajarkan oleh Islam adalah aturan yang paling baik dan ideal untuk
mengembangkan dan memajukan umatnya. Dengan konsepini, keutuhan
keluarga menjadi kuat, terpelihara dan terlindungi”. Imbuhnya (As-
Sayyid bin „Abd al-Aziz as-Sa‟dany, 2006: 150).
-
24
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Aktivis Tarbiyah
Salah satu gerakan keagamaan transnasional yang berkembang baik
pemikiran maupun ideologi adalah Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin resmi
berdiri di Kota Isma‟iliyah, ditepi terusan Suez Mesir pada awal bulan Dzulqaidah
1347H/Maret 1928 dengan pendirinya Hasan Al-Banna. Tujuan gerakan ini yaitu
melakukan dakwah yang benar dan menegakkan bendera tanah air Islam setinggi-
tingginya di setiap belahan bumi, agar bendera Al-Qur‟an berkibar megah di
seluruh penjuru dunia. (Hasan Al-Banna,1998:49).
Kelahiran IM tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh kuncinya yakni Hasan Al-
Banna. Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna Al-Sa‟ati, lahir
pada tanggal 14 Oktober 1906 M. bertepatan dengan tanggal 25 Sya‟ban 1324 H. di kota
Mahmudiyah Provinsi Buhairah, Mesir. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang
taat beragama, yang menerapkan Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.
Disamping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah.
Kemudian melanjutkan pelajarannya ke Darul „Ulum, Kairo pada tahun 1927. Setelah
tamat dari Darul „Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Dasar di Ismailiyyah. Dari
Ismailiyyah inilah ia memulai aktifitas keagamaannya di tengah-tengah masyarakat,
terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan proyek Terusan Suez (Hasan
Al-Banna, 1979:123)
Cikal bakal didirikannya gerakan IM pada bulan Dzulqa‟idah 1327 H./ April 1928
M. Tahun 1932 Hasan Al-Banna pindah ke Kairo. Bersama itu pula gerakannya berpindah
-
25
dari Ismailiyyah ke Kairo. Tahun 1352 H./1933 M. beliau menerbitkan sebuah berita
pekanan Ikhwan yang dipimpin oleh ustadz Muhibuddin Khatib (1303 – 1389 H./1986 –
1969 M). Kemudian tahun 1357 H./1938 M. terbit majalah an-Nadzir. Lalu menyusul
Asy-Syihab, tahun 1367 H/1947 M. seterusnya majalah dan berita-berita Ikhwan terbit
secara teratur. (Ahsanul Khalikin, 2012:56-58)
Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, Gerakan Ikhwan hanya beranggotakan 100
orang, hasil pilihan langsung Hasan Al-Banna sendiri. Tahun 1948 Ikhwan turut serta
dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus. Peristiwa ini telah
direkam secara rinci oleh ustadz Kamil Syarif dalam bukunya Ikhwanul Muslimin fi Harbi
Falasthin. Pada tanggal 8 Nopember 1948, Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri
Mesir waktu itu, membekukan Gerakan Ikhwan dan menyita harta kekayaannya serta
menangkap tokoh-tokohnya. Desember 1948 Naqrasyi diculik. Orang-orang Ikhwan
dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi
diusung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak,“Kepala Naqrasyi harus dibayar
dengan kepala Hasan Al-Banna”. Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Banna
terbunuh oleh pembunuh misterius. (Ahsanul Khalikin, 2012:60)
B. Pemikiran dan Doktrin-Doktrin
Pemahaman Ikhwanul Muslimin terhadap Islam bersifat universal, tidak
mengenal adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya. Ikhwan
berusaha keras memperluas kawasan geraknya sampai menjadi sebuah gerakan
internasional. Berkenaan dengan dakwah Ikhwan, Hasan al-Banna mengatakan,
”Gerakan Ikhwan adalah dakwah Salafiyah; thariqah sunniyyah (jalan Sunni),
-
26
haqiqah shufiyyah (Hakikat Sunni), lembaga politik, klub olah raga, lembaga
ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran sosial.” (Lembaga
Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10).
Selanjutnya Hasan Al-Banna menegaskan bahwa ciri gerakan Ikhwanul
Muslimin adalah:
1. Jauh dari sumber pertentangan
2. Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan
3. Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik
4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah
5. Lebih mengutamakan aspek amaliyah produktif daripada propaganda dan
reklame
6. Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda
7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan di kota-kota (Lembaga Pengkajian
dan Penelitian WAMY:7-10)
Selain itu Hasan Al-Banna menetapkan tingkatan amal yang merupakan
konsekuensi logis setiap anggota, yaitu:
1. Memperbaiki diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dalam
berakhlak, luas dalam berpikir, mampu mencari nafkah, lurus berakidah dan
benar dalam beribadah.
2. Membentuk rumah tangga Islami. Sehingga keluarganya menjadi pendukung
fitrah, menghormatinya, dan memelihara tatakrama Islam dalam segala aspek
kehidupan rumah tangganya sehari-hari.
-
27
3. Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi
kemungkatan dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnya dari berbagai bentuk
kekuasaan asing kuffar di bidang politik, ekonomi ataupun mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang
Islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan
negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat
manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan dien benar-benar hanya milik Allah
(Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10)
Tentang tahapan dakwah, Hasan Al-Banna membaginya menjadi tiga tahap:
1. Tahap pengenalan
2. Tahap pembentukan
3. Tahap pelaksanaan.
Dalam Risalah Ta‟alim, Hasan Al-Banna berkata, ”Rukun Bai‟at kita ada
sepuluh. Karena itu hafalkan baik-baik. Yaitu, paham, ikhlas, ‟amal, jihad,
berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan percaya diri.” Kemudian ia
member penjelasan terhadap rukun-rukun tersebut. Ia berkata, ”Wahai saudaraku
yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah anda. Dapat disimpulkan prinsip-
prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut:
-
28
1. Allah tujuan kami
2. Rasulullah SAW teladan kami
3. Al-Qur‟an pedoman hidup kami
4. Jihad jalan kami
5. Mati syahid cita-cita kami yang tertinggi (Lembaga Pengkajian dan Penelitian
WAMY:7-10)
Selain itu Hasan Al-Banna menyebutkan karateristik Aktivis Ikhwanul
Muslimin adalah sebagai berikut:
1. Gerakan Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Rubbubiyah. Sebab, asas yang
menjadi poros sasarannya ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya
2. Derakan Ikhwanul Muslimin bersifat „alamiyah (Internasional). Sebab, arah
gerakan ditunjukkan kepada semua umat manusia. Semua manusia pada
dasarnya harus bersaudara. Asalnya satu, nenek moyangnya satu dan nasabnya
satu. Hanya taqwa yang menentukan seseorang itu lebih dari yang lain. Dari
ketaqwaannya akan terefleksi pada kebaikan dan keutamaannya yang utuh dan
menyeluruh yang ia berikan kepada orang lain.
3. Gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat Islami. Sebab, orientasi dan nisbatnya
hanya kepada Islam.
-
29
C. Struktur Organisasi
Pada Ihwanul Muslimin terdapat struktur yang hirarkis, diantara struktur-
struktur yang ada memiliki peran dan kedudukan masing-masing serta memiliki
kewajiban dan hak masing-masing.Adapun struktur IM terdiri dari:
1. Hai‟ah Ta‟sisiyah (Dewan Pendiri)
Organisasi IM sebagaimana organisasi yang lainnya memiliki pimpinan
tertinggi. IM memiliki dewan tertinggi yang diberi nama Hai‟ah Ta‟sisiyah
(dewan pendiri). Dewan pendiri ini adalah dewan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam IM, dalam organisasi lain bahasa dari dewan ini adalah n syuro‟
Ikhwanul Muslimin.
2. Mursyid „Aam
Istilah Mursyid „Aam dalam kehidupan sehari-hari kita adalah ketua
umum dalam sebuah organisasi. Adapun didalam jamaah IM ketua umum
disebut Mursyid „Aam yang dipilih oleh dewan pendiri yang dihadiri 4/5
anggotanya, dengan persetujuan 3/4 yang hadir. Jika tidak mencapat kuorum,
pertemuan ditangguhkan minimal 2 (dua) minggu dan maksimal 4 minggu dari
pertemuan pertama. Jika masih belum mencapai quorum pertemuan
ditangguhkan dengan catatan yang sama, pertemuan yang ditangguhkan
tersebut beserta tujuannya harus diumumkan. Pemilihan Mursyid „Aam dapat
dilakukan dalam pertemuan tersebut hanya 3/4 yang hadir, berapapun jumlah
mereka.
-
30
3. Maktab Irsyad
Maktab Irsyad merupakan dewan pengurus harian pusat dibawah
koordinasi Mursyid „Aam. Maktab Irsyad „Aam yang dipilih oleh dewan
pendiri atas 12 orang anggota, dipilih diantara para anggota dewan, kecuali
Mursyid „Aam dalam pemilihan tersebut dipertimbangkan 9 anggota berasal
dari Ikhwan Kairo, tiga sisanya dari anggota IM daerah lain.
4. Maktab Idari
Struktur selanjutnya yang dimiliki jama‟ah IM dibawah maktab Irsyadi
adalah maktab Idari yang mana termasuk dari markas IM yang mempunyai
administrasi yang terdiri dari ketua maktab idari, yang biasa menjadi ketua
Syu‟bah (cabang) utama dan boleh dipilih oleh maktab Irsyad “Aam meskipun
bukan ketua cabang, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Mereka biasanya
menjalankan tugas-tugas ini pada cabang utama. Adapun anggota-anggota
dengan administrasi yang lain adalah para ketua wilayah dalam kawasan dewan,
anggota dewan pendiri dikawasan itu sendiri, para wakil aktifis di kantor
administrasi, serta penunjukan Maktab Irsyadi.
5. Wilayah
Dewan administrasi wilayah merupakan struktur selanjutnya dibawah
Maktab Idari yang terdiri atas cabang utama di wilayah dan para ketua cabang
lain di wilayah, para pengunjung dewan administrasi, serta para wakil aktivis di
cabang utama.
-
31
6. Syu‟bah
Struktur selanjutnya di bawah wilayah adalah Syu‟bah atau cabang.
Adapun dewan administrasi cabang terdiri dari 5 orang, salah satunya dipilih
oleh kantor pusat dan menjadi ketua cabang, empat lainnya dipilih oleh
jam‟iyah cabang, 2 diantara mereka menjadi wakil, yang ketiga menjadi
sekretaris dan keempat bendahara.
D. Sejarah dan Perkembangan di Indonesia
Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum
pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi
ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim bertemu
dengan Raja Farouk (Sekjen Liga Dunia Islam) dan Hasan Al-Banna sebagai
pimpinan Ikhwanul Muslimin. IM memiliki peran penting dalam proses
kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan IM, negara Mesir menjadi negara
pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh
Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi
Republik Indonesia. (Ahmad Dzakirin, 2015:261). Selanjutnya di awal Orde Baru
IM di Indonesia diprakasai oleh Imaduddin Abdul Rahim dikalangan mahasiswa.
Kampus ITB mnenjadipusat pembinaan atau lebih dikenal dengan Usroh.
IM kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir
mendirikan partai yang memakai ajaran IM, yaitu Partai Masyumi. Partai ini
adalah salah satu partai polotik yang dimiliki oleh umat Islam. Pada mulanya
-
32
Masyumi mempunyai anggota istimewa yaitu Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama,
Persyarikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam. Partai Masyumi kemudian
dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya (Muhammad Dzulfikriddin,
2010:94)
Di awal dekade 1980-an, muncul gerakan tarbiyah yang sering disebut era
institusionalisasi Ikhwanul Muslimin dengan tokoh Hilmi Aminuddin dan Abdi
Sumaithi yang menjadi penerus gagasan keIslaman Masyumi di Tanah air (Ahmad
Dzakirin, 2015:262). Kedua tokoh diatas bersama tokoh penting lainnya, seperti
Salim Segaf al Jufri mengembangkan pemikiran Ikhwanul Muslimin dengan
mentarbiyah para aktivis dakwah kampus seperti, Muzammil Yusuf (UI), Tifatul
Sembiring (STIMIK), Wirianingsih (Unpad), Untung Wahono (IPB) yang
selanjutnya menjadi tokoh kunci Partai Keadilan. Partai Keadilan tidak lolos
electoral threshold, kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Partai Politik lain yang terinspirasi dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin adalah
Partai Bulan Bintang (PBB) dengan tokohnya Yusril Ihza Mahendra dan bahkan
Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tokohnya Amin Rais juga sangat
terpengaruh dengan pemikiran Ikhwan namun tidak menjadikan sebagai landasan
kerja organisasi (Ahmad Dzakirin, 2015:263).
Jadi secara umum, IM cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-
organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan
secara resmi dengan IM di Mesir. Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang
terinspirasi dari IM antara lain: 1) Partai Masyumi, 2) Persaudaraan Muslimin
-
33
Indonesia, 3) Partai Masyumi Baru (1998), 4) Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi (1998), 5) Partai Bulan Bintang (1998), 6) Partai Keadilan (1998), 7)
Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001), 8) Partai Keadilan Sejahtera (2002).
(Ahsanul Khalikin, 2012:62).
Abu Ridha seorang alumnus Timur Tengah menterjemahkan buku-buku
Ikhwanul Muslimin ke dalam bahasa Indonesia. Natsir meminta kader-kader muda
tersebut untuk menterjemahkan buku-buku IM seperti buku-buku Hasan Al Banna,
Yusuf Qardhawi, Sayyid Qutb. Dan diterbitkan melalui Media Dakwah, lembaga
penerbitan DDII. Penerbitan buku-buku IM ini membantu penyebarluasan
pemikiran-pemikiran IM terutama di masjid-masjid kampus. Perkenalan antara
aktivis mahasiswa muslim dengan pemikiran IM juga tidak bisa dilepaskan dari
peranan Imaduddin Abdurrahim. Keterlibatannya dalam jaringan dakwah
internasional serta aktifitas di Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM)
memberikan kesempatan padanya untuk berkenalan dengan pemikiran gerakan di
Timur Tengah khususnya Ikhwanul Muslimin. Imaduddin kemudian
mempernalkan pemikiran-pemikiran IM dalam forum-forum dakwah kampus.
(http://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-
ikhwanul.html diakses tanggal 13/03/2017, 11.48)
http://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-ikhwanul.htmlhttp://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-ikhwanul.html
-
34
E. Kurikulum Pengembangan Kader
Dalam pelaksanaan pembelajaran serta pengembangan kader Aktivis
Tarbiyah menggunakan sebuah kurikulum yang disusun oleh tim kaderisasi yang
ditetapkan ketika muktamar. Dibawah ini adalah tabel kurikulum yang peniliti
diperoleh dari salah satu ustadz Tarbiyah. Kurikulum ini ada dalam buku Manhaj
Tarbiyah. Manhaj ini hanya menjadi konsumsi pribadi dikalangan Aktivis
Tarbiyah dan sifatnya sangat rahasia. Kurikulum ini dibuat landasan serta petunjuk
bagi pengembangan kader Aktivis Tarbiyah.
NO. TEMA MATERI POKOK MEDIA
1 AL-QUR’AN DAN
ULUMUL QUR’AN
Adabut Tilawah Taujih
Hifzhil Qur‟an juz 30 Taujih dan
Penugasan
Tilawah Yaumiyah Penugasan
Tafsir Al-Qur‟an Penugasan
Hukum Tilawah Taujih dan Daurah
Ta‟rifatul Qur‟an Halaqah
2 HADITS DAN
ULUMUL HADITS
Hadits Arba‟in (1-20) Halaqah
Hadits Riyadhus
Shalihin
Halaqah dan
Penugasan
3 AQIDAH ISLAM Ma‟rifatu Diinul Islam Halaqah
Ma‟rifatullah
(Mengenal Allah
SWT)
Halaqah
Tauhidullah Halaqah
Taudidul Asma‟ was
sifat
Halaqah
Ma‟na Syahadatain Halaqah
Syarat diterimanya
syahadat
Halaqah
Beberapa hal yang
membatalkan
syahadatain
Halaqah
-
35
Arti “la ilaha illallah” Halaqah
Siksa kubur Halaqah
Ihsan Halaqah
Ta‟rifur rasul Halaqah
Makanatur rasul Halaqah
Wazhifatur rasul Halaqah
Wajibatul muslim
nahwar rasul
Halaqah
4 FIQH Kedudukan niat dalam
beramal
Taujih
Hukum thaharah Taujih atau Dautah
Thaharah dengan
siwak
Taujih dan
Penugasan
Hukum shalat Halaqah
Ihsan dalam shalat Halaqah
Qiyamul lail Halaqah
Adzan Halaqah
Zakat Halaqah, Taujih dan
Penugasan
Hukum puasa fardhu Halaqah, Taujih dan
Penugasan
Shaum sunnah taujih dan penugasan
I'tikaf taujih dan penugasan
Ibadah haji Taujih, halaqah,
ta‟lim
Aurat dan pakaian Halaqah, taujih dan
penugasan
Berdo‟a pada waktu-
waktu utama
Halaqah
Taubat dan istighfar Taujih dan
penugasan membaca
Dzikir Taujih dan
penugasan
5 SIRAH, AKHLAQ
DAN KEPRIBADIAN
MUSLIM
Keutamaan bangun
pagi
Halaqah
Akhlaq kepada kaum
muslim
Halaqah
Memenuhi janji Halaqah
Menundukkan
pandangan
Halaqah
-
36
Tidak berteman
dengan orang buruk
dan sifat
imma‟ah (ikut-ikutan)
Halaqah
Bahaya lidah Halaqah
menjauhi akhlaq
tercela
Halaqah, mabit
Menjaga kehalalan
harta
Halaqah
Membayar zakat dan
menabung
Halaqah
Tidak menunda dalam
melaksanakan hak
orang
Lain
Halaqah
Menjauhi segala yang
haram
Halaqah
Menjauhi tempat-
tempat haram dan
maksiyat
Halaqah
Memperbaiki
penampilan
Halaqah
Menjauhi dosa besar Taujih
Memenuhi nadzar Taujih, Mabit
6 METODE BERFIKIR
DAN RISET
Keterampilan berfikir Halaqoh, Daurah
Makna data dan
informasi
Halaqoh, Daurah
7 BELAJAR MANDIRI
Ketrampilan hidup
dan ketrampilan
belajar
Halaqah, Pelatihan,
Seminar
Belajar di luar
spesialisasi
Seminar, Taujih,
Penugasan
Memperluas wawasan
dengan sarana-sarana
baru.
Pelatihan atau
Rihlah Ilmiyah
8 RUMAH TANGGA
ISLAM
Birrul walidain Halaqoh
Ghirah pada keluarga Halaqoh
Kewajiban anak
terhadap orang tua
Halaqoh
Memilih pasangan Halaqoh
-
37
9 MANAJEMEN Mengelola waktu Halaqah, daurah
Komunikasi efektif Halaqoh
10 BAHASA ARAB Menulis al-qur'an juz
30
Halaqoh
Membaca naskah
bahasa arab
Halaqoh
11 KESEHATAN DAN
KEKUATAN FISIK
Hidup bersih dan
sehat
Seminar, Halaqah
dan atau
Mukhayyam
Makan dan minum Seminar, Halaqah
pola hidup sehat dan
seimbang
Seminar. Halaqah,
mukhayam
Tata cara membaca
dan kesehatan mata
Kultum
12 KEPENDIDIKAN DAN
KEGURUAN
Ghirah agama Halaqoh
Ahammiyatut tarbiyah
(Urgensi kaderisasi)
Halaqoh
13 FIQH DA’WAH Bahaya pembatasan
kelahiran
Taujih dan Diskusi
Menyikapi isu negatif
tentang aktifis da‟wah
Diskusi/Taujih
Marhalah makkiyah
dan karakteristiknya
Diskusi dan Taujih
14 SIRAH DAN
SEJARAH ISLAM
10 sahabat dijamin
masuk surge
Taujih dan
Penugasan
15 DUNIA ISLAM
KONTEMPORER
Ahwalul muslimin
(kelemahan muslimin
dewasaini)
Halaqoh
16 PEMIKIRAN,
GERAKAN DAN
ORGANISASI
PEMBARUAN ISLAM
Perjalanan gerakan
dakwah pemuda
Halaqoh
Dakwah di negeri-
negeri muslim
Halaqoh
17 PERBANDINGAN
AGAMA DAN
ALIRAN
KEAGAMAAN
Ghazwul fikri Halaqoh
Zionisme internasional
Halaqoh
Gerakan terselubung Taujih
-
38
yang memusuhi Islam
Lembaga-lembaga yang menentang Islam
Halaqah, seminar,
Penugasan
18 TATA SOSIAL
KEMASYARAKATAN
Menyebarluaskan
salam
Taujih
Berpartisipasi dalam
kerja-kerja jama‟i
Halaqoh
Shalat berjamaah di
masjid
Halaqoh
19 PERUNDANG-
UNDANGAN
Menjaga kepemilikan
umum dan
kepemilikankhusus
Halaqoh
20 SISTEM POLITIK
DAN HUBUNGAN
INTERNASIONAL
Hak-hak manusia Halaqoh
21 EKONOMI Dasar-dasar kekuatan
perekonomian
Halaqoh
Dasar-dasar ekonomi Daurah
22 DASAR-DASAR
EKONOMI
Seni Islami Daurah
23 IPTEK DAN
LINGKUNGAN
Al qur-an dan sunnah
berbicara tentang
lingkungan
Daurah
Ilmu Allah swt Daurah
24 SOSPOL
KONTEMPORER
Saluran politik Halaqoh
Dalam pemahaman tentang pernikahan poligami, kader Aktivis tarbiyah
mendapatkannya melalui kajian dan juga halaqah.Tema ini masuk dalam
pembahasan pembentukan keluarga Islam. Salah satu kader yang peneliti
wawancara mengungkapkan bahwa,
-
39
“Saya mendapatkan materi pernikahan poligami dari ustadzah yang me-
liqo‟i saya. Pernikahan poligami itu boleh dilaksanakan karena merupakan
ajaran yang ada dalam Al-qur‟an, namun dalam pelaksanaannya berat
mengingat hati wanita itu sulit menerima untuk diduakan,”tutur UR
(wawancara dengan UR tanggal 7 Maret 2017)
Berbeda dengan UR, ustadzah N menuturkan bahwa materi tentang keluarga
didapatkan dari ustadzah yang memimpin halaqah, namun dalam penyampaian
ulang kepada Mutarobbi dikembangkan dengan membaca buku-buku yang lain,
yang masih terkait dengan bahasan. Dalam Tarbiyah tidak harus sama persis
dengan apa yang disampaikan Murobbi, namun boleh dikembangkan dengan
membaca literature-literatur yang lain.(wawancara dengan N seorang ustadzah
Tarbiyah tanggal 8 Maret 2017)
F. Media Pengembangan Kader
Dalam upaya pengembangan kader, Jamaah Tarbiyah menggunakan suatu
perangkat-perangkat pendidikan. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti
kepada Ketua Kaderisasi Partai P yaitu Ustadz Lutfi Cakhim L (Beliau adalah
salah satu Murobbi Aktivis Tarbiyah kota S) sebagai tambahan, penulis
mengambil referensi dari buku Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin
yang ditulis oleh Ali Abdul Halim (2009: 126-348). Beberapa media atau
perangkat-perangkat yang digunakan antara lain:
-
40
1. Halaqah
Adalah proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok. Jumlah
normal satu halaqah maksimal 12 orang.Murabbi diperkenankan mentarbiyah
sebanyak 3 (tiga) kelompok halaqah.
Ketentuan halaqah:
a. Menjaga dan memperhatikan amniyah setempat
b. Memperhatikan kelayakan tempat halaqah
c. Lama pertemuan 2 hingga 5 jam
d. Halaqah yang dilaksanakan malam hari tidak lebih dari jam 23.00
e. Halaqah perempuan dilaksanakan siang hari
f. Dalam kondisi darurat waktu dapat berubah
Adapun tujuan dari diadakannya halaqah oleh jamaah Tarbiyah ini adalah
sebagai berikut:
a. Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua
tuntutan agama dan kehidupan
b. Mengukuhkan ikatan antar sesama anggota Jamaah, baik secara sosial
maupun keorganisasian
c. Upaya meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai, baik yang
mendukung gerakan Islam maupun yang memusuhinya. Semua itu
diharapkan agar selanjutnya dapat memberi dukungan kepada sejalan dan
memberi perlawanan kepada arus yang memusuhinya.
-
41
d. Memberi kotribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dalam setiap
individu.
e. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negative pada diri anggota.
f. Mewujudkan hakekat kebanggan terhadap Islam dengan membangun
komitmen kepada etika dan akhlak dalam semua aktivitas kehidupannya.
g. Mewujudkan hakekat loyalitas kepada Jamaah dan komitmen meraih tujaun.
h. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama
Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya yang
jelas.
i. Memperdalam pemahaman dakwah dan harakah dalam diri seorang muslim.
j. Memperdalam ketrampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan
aktivitas Islam.
2. Katibah atau Mabit
Adalah suatu acara yang dilaksanakan malam hari yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas keimanan diri, biasanya dilaksanakan dimasjid. Secara
detail acara mabit ini adalah sebagai berikut:
a. Katibah bermalam sekali dalam sepekan di markas umum atau di masjid
bersama Ustadz Mursyid juga bermalam bersama.
b. Mengerjakan shalat Magrib dan Isya‟ bersama-sama
c. Makam malam bersama ala kadarnya
d. Berdzikir bersama dan saling berbincang dimalam hari
e. Tidur bersama dalam satu tempat yang luas.
-
42
f. Bangun dua jam sebelum subuh, melakukan shalat subuh
g. Kemudian kajian dari Ustadz Mursyid
h. Menyediakan sedikit waktu sebelum subu untukk beristigfar
i. Adzan subuh, kemudian subuh berjamaah
j. Kemudian wirid Al matsurat
k. Sarapan ringan, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas masing-masing.
3. Rihlah
Adalah suatu perjalanan rekreasi yang bersifat tarbawi, manhaji dan
tanzhimi dengan kegiatan yang disiapkan untuk mencapai sasaran pemulihan
dan penyegaran potensi ruhi, fikri dan jasadi serta penguatan hubungan
kekeluargaan dan kemasyarakatan. Pelaksanaan rihlah minimal sehari dan
maksimal tiga hari. Rihlah diikuti keluarga masing-masing anggota.
Dilaksanakan minimal setahun sekali. Rihlah dilihat dari tipe pesertanya ada
beberapa macam:
a. Rihlah para aktivis
Pesertanya terdiri dari orang-orang yang sedang dalam proses
bergabung dengan para Aktivis Tarbiyah secara umum dan bersifat
persaudaraan.
b. Rihlah keluarga Aktivis Tarbiyah
Pesertanya adalah beberapa kelurga, dengan tujuan untuk saling
mengenal antara keluarga dengan keluarga tersebut, saling mencintai, dan
saling mengasihi karena Allah SWT.
-
43
c. Rihlah Putra Aktivis Tarbiyah
Rihlah ini diikuti oleh para putra Aktivis Tarbiyah yang sebaya
umurnya dan dipimpin oleh salah seorang laki-laki.
d. Rihlah Putri Aktivis Tarbiyah
Sebagaimana rihlah putra Aktivis Tarbiyah,maka dalam rihlah putri
Aktivis Tarbiyah pesertanya adalah putri yang sebaya umurnya dan dipimpin
oleh salah seorang akhwat.
e. Rihlan da‟i Aktivis Tarbiyah
Pada rihlah ini mereka dibagi menjadi beberapa kelompok dalam
rangka memenuhi kebutuhan berbagai masyarakat akan pra da‟i.
4. Mukhayam
Adalah perkemahan yang dilaksanakan dengan waktu, lokasi dan
peraturan tertentu. Hal iini mempunyai beberapa tujuan:
a. Terwujudnya kebugaran, kekuatan dan ketrampilan fisik kader.
b. Tumbuhnya kedisiplinan, ketaatan dan kesiapsiagaan.
c. Terlatihnya sifat-sifat keprajuritan,kepemimpinan dan kemampuan bersabar
dalam kesulitan.
d. Meningkatnya dan terpeliharanya semangat perjuangan dan pengorbanan.
e. Terbentuknya personil dan regu Kepanduan.
Dalam mukhayam atau mu‟asykar ada beberapa tingkatan.Tingkatan yang
dimaksudkan adalah tingkatan keanggotaan peserta yang mengikuti kegiatan
ini. Beberapa tingkatannya sebagai berikut:
-
44
a. Tingkatan awam
Yakni berkumpulnya kaum muslimin secara umum (tidak harus
anggota ikhwan) yang sepakat mencintai aktivitas Islam dan memiliki
kepedulian terhadap kondisi yang kini melanda khususnya arus pemikiran
yang memusuhi Islam, dan pengaruhnya terhadap kehidupan kaum muslimin
di masa kini dan mendatang.
b. Tingkatan kader secara khusus
Mukhoyam ini hanya khusus diikuti oleh kader Ikhwan yang
mengikuti halaqoh. Tujuannya adalah untuk mengokohkan rasa persaudaraan
dan memperdalam rasa cinta karena Allah, memperdalam ketaatan,
memperdalam sikap saling memahami dan mengenal,mengokohkan ikatan
aqidah, dan menjelaskan keutamaan berukhuwah karena Allah di atas jalan
Islam, yakni saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
c. Tingkatan para pemimpin Aktivis Tarbiyah
Ditempat ini para tokoh berkumpul, baik dalam tsaqofah (intelektual),
pergerakan,maupun olahraga. Tujuannya adalah untuk diberi pengarahan
tentang aspek kegiatan kepemimpinan dan ketokohan Ikhwan, tentang
pengokohan ikatan pemimpin dengan jamaah dalam rangka menambah
tsiqoh dan membangun cinta karena Allah.Selain tujuan diatas dalam
mukhayam ini tujuannya adalah untuk melatih kedisiplinan ketentaraan.
d. Tigkatan Kader Aktivis Tarbiyah Tingkat Internasional
-
45
Ditempat ini beberapa kader Aktivis Tarbiyah dari beberpa wilayah
negara,berkumpul guna mengkaji hal ihwal Jamaah di wilayah-wilayah
untuk mengenal tabiat khas aktivitasnya. Serta bertukar permasalahan yang
ada pada negara masing-masing.
5. Ta‟lim
Adalah bentuk penyampaian mawad tarbiyah tsaqafiyah sekaligus
tarbiyah jamahiriyah yang diselenggarakan melalui sarana-sarana umum seperti
masjid, ta‟lim dari radio ataupun ta‟lim dari televisi.
6. Daurah
Adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau
ketrampilan/keahlian tertentu.Diikutioleh peserta dengan persyaratan tertentu
dan dilaksanakan dalam waktu relatif lama.Mudarrib acara daurah dipilih
berdasarkan kepakaran atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu yang
didaurahkan. Ada dua Daurah, yaitu:
a. Daurah Khusus, yaitu daurah yang dilaksanakan oleh gerakan dakwah
dengan peserta khusus dalam lingkungan gerakan dakwah atau oleh dan
untuk gerakan dakwah.
b. Daurah Umum,yaitu daurah yang bisa saja diselenggarakan oleh pihak
eksternal dimana pesertanya bisa jadi dari internal anggota jamaah tarbiyah
atau pundari luar.
-
46
Tujuan dari daurah ini adalah untuk meningkatkan kapasitas keilmuan
bagi kader. Secara jelas dan terperinci tujuan dari daurah adalah sebagai
berikut:
a. Menyiapkan individu muslim yang komitmen, baik secara keilmuan maupun
operasional.
b. Menyiapkan pemimpin (naqib) sesuai dengan sifat-sifat yang harus terpenuhi
c. Menyiapkan seorang pemimpin pada level satu tingkat di atas naqib
d. Menyiapkan kajian dan riset ilmiah dalam berbagai bidang aktivitas Islam
dengan menghadirkan berbagai perangkatnya, sekaligus mengenalkan
meodologi dan tujuannya.
e. Membangun kesadaran dan wawasan pengetahuan bagi personil atau
pemimpin
f. Membangun kesadaran dan kemampuan untuk menganalisa berbagai bidang
persoalan.
g. Membangun kesadaran dan wawasan ketarbiyahan
h. Membangun kesadaran dan wawasan tentang arus nilai yang mendukung
Islam agar dapat saling memahami dan bekerja sama
i. Membangun cara pandang yang benar dan cermat terhadap dunia Islam
Kontemporer
7. Nadwah
Adalah pertemuan ilmiah kader dalam satu jenjang struktur atau mustawa
tarbiyah untuk melakukan kajian dan analisa permasalahan dengan masing-
-
47
masing kontriusi pemikiran dan pandangan dengan argumentasi ilmiah. Adapun
Nadwah ini mempunyai beberapa tujuan:
a. Membangun tradisi ilmiah konstentasi gagasan
b. Membangun tradisi dialog
c. Menemukan cara yang mudah dalam memecahkan masalah dari banyak
gagasan.
d. Mempromosikan kader-kader yang memiliki spesialisasi dalam bidang
keilmuan.
e. Memudahkan bertemunya kader dari berbagai wilayah di sebuah acara,
sehingga mereka bisa meningkatkan ta‟aruf, tafahum dan tarabut (ikatan)
untuk maslahat dakwah.
Tema pembahasan dalam forum kajian ini beragam, dari social sampai
persoalan politik, rinciannya adalah sebagai berikut:
a. Persoalan keagamaan, seperti
1) Agama dan politik (yakni pemisahan politik dari agama)
2) Penerapan syariat Islam secra utuh
3) Perbudakan dalam Islam
4) Tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang
5) Jihad fisabilillah
6) Ijtihad
b. Persoalan-persoalan sosial, seperti:
1) Masalah studi bagi wanita
-
48
2) Masalah pekerjaan bagi wanita
3) Masalah hijab dan menutup aurat
4) Masalah candu dan hal-hal yang memabukkan
5) Masalah rokok
6) Masalah tempat-tempat hiburan
7) Persoalan dekadensi moral
c. Persoalan-persoalan politik, seperti:
1) Imperialisme dan ekornya, seperti Kmunisme, Liberalisme dan
Sosialisme
2) Zionisme
3) Salibisme
4) Persoalan Palestina
5) Persoalan Indonesia
6) Minoritas kaum Muslimin
7) Persoalan Kemerdekaan
8) Persoalan Syuro
9) Masalah khilafah dan politik dalam perspektif Islam
10) Masalah kesatuan umat
d. Persoalan-persoalan ekonomi, seperti:
1) Masalah perbankan dan riba
2) Masalah kerja dan produksi
3) Masalah hak dan kewajiban buruh
-
49
4) Masalah serikat-serikat profesi
5) Perbaikan dunia pertanian dan perluasan arealnya
6) Masalah industry
7) Masalah distribusi kekayaan
8) Masalah aliran di bidang ekonomi, seperti liberalism dan sosialisme
9) Masalah ekonomi dalam perspektif Islam
e. Persoalan aliran pemikiran dan paham, seperti:
1) Pendekatan antar berbagai aliran Islam
2) Aliran Bahaiyah
3) Aliran Qadiyaniyah
4) Aliran Isma‟iliyah
5) Aliran Bathiniyah
6) Aliran Masuniyah (Free Masonry)
7) Rotary Club
f. Persoalan wawasan pengetahuan dan pengarahan,seperti:
1) Teater
2) Gedung bioskop
3) Siaran
4) Koran dan Majalah
5) Pendidikan (tujuan dan sarananya)
6) Masjid dan fungsinya
7) Al-Azhar dan para tokohnya
-
50
g. Persoalan-persoalan akhlak, seperti:
1) Krisis akhlak dewasa ini.
2) Akhlak dalam Islam
3) Pengaruh akhlak dalam membangun umat
4) Akhlak dan kepribadian Islam
8. Muktamar
Muktamar menurut bahasa berarti makanul i‟timar atau tempat
bermusyawarah.Muktamar biasanya diselenggarakan secara berkala, dengan
rentang waktu antara satu muktamar dengan berikutnya.
Tujuan dari muktamar ini adalah untuk bermusyawarah dan membahas
persoalan. Secara terperinci tujuan diadakannya muktamar dalam Tarbiyah
adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan sejumlah besar peneliti, pakar, dan ahli ilmu dalam tema-
tema tertentu yang berkaitan erat dengan medan dakwah Islam.
b. Mengumpulkan sejumlah besar peserta yang punya perhatian dengan tema
kajian muktamar agar menyampaikan pandangannya dengan tujuan
menghasilkan kesimpulan yang ilmiah dengan beragam dimensinya.
c. Melatih para pengkaji untuk mempersiapkan tema pembahasan sebelum
pelaksanaan muktamar.
d. Upaya memenuhi berbagai kebutuhan aktivis Islam yang menyangkut
pembahasan tema yang layak diangkat di tingkat muktamar.
-
51
e. Muktamar memberi kepercayaan besar kepada Jamaah untuk mengeluarkan
suatu keputusan setelah forum mengeluarkan rekomendasi atas tema yang
dikajinya, selain membantu menyelesaikan pernedaan pendapat tentangnya.
f. Muktamar merupakan kesempatan bagi Jamaah untuk memperbaharui bai‟at
para anggota kepada pemimpinnya. Semua itu untuk memperbaharui tsiqah
yang timbale balikantara prajurit dan pemimpin, yang menjadikannya mudah
bagi Jamaah untuk berkerja dan berjalan di atas pijakannya hingga mencapai
tujuan yang digariskan.
G. Kualifikasi Murobbi
Menurut Ustadz IMA (Wawancara tanggal 27 Februri 2017) salah satu
Murobbi Tarbiyah secara khusus syarat ataupun kualifikasi menjadi seorang
Murobbi atau mempunyai binaan tidak ada syarat khusus, melainkan mereka yang
sudah siap secara psikologis, serta pemahaman tentang tarbiyahnya. Calon
Murobbi diambil atau direkomendasikan oleh Murobbi pada suatu halaqoh dan
tidak semua peserta halaqoh bisa menjadi Murobbi. Kader yang terbina adakalanya
ada sudah yang siap membina ada yang juga yang belum siap membina. Calon
Murobbi setelah mendapat rekomendasi dari Murobbi sebelumnya akan diberikan
suatu pelatihan yaitu dalam Daurah Talaqqi Imadah yaitu pelatihan tentang
pemahaman materi-materi tarbiyah yang diberikan secara bertahap sehingga
memahami betul materi yang akan disampaikan dalam halaqoh.
-
52
Out put dari daurah ini adalah menyiapkan pembina atau murobbi yang siap
secara psikologis, personality dan pemahaman materi tentang tarbiyah untuk
membina kader. Daurah Talaqqi Imadah ini di bawah Departemen Pengembangan
Sumber Daya (SDM). Tujuan dari Daurah Talaqqi Imadah ini adalah adanya
keseragaman berpikir dan pemahaman terkait dengan semua materi yang ada
dalam Tarbiyah. Selain itu juga untuk meng-upgrade keilmuan serta cara
penyampaian materi. Dalam pelaksanaan Daurah Talaqqi Imadah ini peserta akan
di pantau perkembangannya melalui lembat Mutaba‟ah. Dalam lembar mutaba‟ah
ini peserta kan dipantau melalui amal kesehariannya, seperti baca qur‟an perhari,
shalat jamaah lima waktu, qiyamul lail, serta amalan-amalan ubudiyah yang lain.
Lebih lanjut ustadz IMA menjelaskan bahwa membina kader adalah suatu
hal yang diwajibkan, karena untuk membangun suatu sistem yang kuat dalam
gerakan Tarbiyah.Sehingga gerakan Tarbiyah ini tersistem dengan rapi, karena ada
keterlanjutan dari pembinaan kader. Pembinaan kader menjadi tanggung jawab
utama semua kader senior karena tanpa adanya pembinaan kader maka esensi dari
gerakan Tarbiyah itu akan sulit diterima dalam masyarakat. Pembinaan kader ini
dilakukan sejak dini, biasanya ketika keluarganya sudah mengikuti pemninaan,
maka anaknya akan ikut dalam pembinaan sejak masa sekolah tingkat pertama
(SMP) sampai kepada jenjang perkuliyahan. Ketika sudah siap secara fiqroh serta
pemahaman tentang Tarbiyah maka akan dipersiapkan untuk menjadi seorang
Murobbi atau Murobiah yang akan membina kelompok lain, tetapi juga tetap
mengikuti halaqoh.
-
53
H. Pandangan tentang Pernikahan Poligami
Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang pernikahan poligami secara umum
sangat beragam. Ada yang sepakat dan ada pula yang tidak sepakat. Dalam hal ini
penulis mewancarai beberapa kader Aktivis Tarbiyah. Dari 20 kader aktivis
Tarbiyah 16 diantara sepakat dengan konsep pernikahan poligami.Misalnya Bu
Dian Farida Anis yang aktif mengikuti Halaqah ini sepakat dengan adanya konsep
pernikahan poligami dan menganggap bahwa poligami ini adalah bagian dari
ajaran dalam Al-qur‟an.Sependapat dengan Bu Dian, Saudari Eni yang juga aktif
dalam kajian rutin ini berpendapat bahwa:
“Berpoligami merupakan suatu hal yang dibolehkan dalam agama, ada
beberapa hikmahyang terkandung dalam poligami. Tidak dapat kita
pungkiri, bahwa bahtera kehidupanpernikahan seseorang tidak selalu
berjalan dengan mulus, kadang-kadang ditimpa olehcobaan atau ujian.
Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telahmenikahtentu
saja sangat ingin segera diberikan momongan oleh Allah Swt.Akan tetapi,
kadang-kadangada suatu keadaan ketika sang istri tidak dapat melahirkan
anak, sementara sangsuami sangat menginginkannya. Pada saat yang sama,
suami begitu menyayangi istrinyadan tidak ingin menceraikannya. Dengan
demikian maka berpoligami adalahsuatu solusiyang paling tepat untuk
memperoleh keturunan dan juga istri yang pertama masih bisamembagi
kasih sayang dengannya. Berpoligami jadi sebagai penyelesaian
bahterakehidupan rumah tangga pada ketika keadaan seorang istri sakit
keras sehingga menghalanginya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai
ibu dan istri, sedangkan sang suami sangat menyayanginya, ia tetap ingin
merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia
membutuhkan wanita lain yang dapatmelayaninya. Ada juga kenyataan lain
yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki yang
tidak cukup hanya dengan satu istri (maksudnya, ia memiliki syahwat lebih
besar dibandingkan dengan lelaki pada umumnya). Maka berpoligami
adalah suatujalan penyelesaian bagi lelaki tersebut. Jika ia hanya menikahi
satu wanita, halitu justru dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi
sang istri dan akan mengakibatkan perzinaan. Fakta lain yang kita hadapi
sekarang adalah jumlah lelaki lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
perempuan, baik karena terjadinya banyak peperangan ataupun karena
-
54
angka kelahiran perempuan memang lebih banyak daripada lelaki. Oleh
sebab itu banyak wanita yang tidak kebagian suami, di takutkan dari kaum
wanita sebagai pelampiasan nafsu biologisnya menjurus kepada tindakan-
tindakan asusila. Dan sebagainya, maka berpoligami merupakan solusi bagi
wanita”.(Wawancara dengan Eni tanggal 16 Februari 2017)
Berbeda dengan Dian dan Eni, Fatih (20 Tahun) tidak sepakat adanya
pernikahan poligami, karena tidak ada wanita yang mau dimadu dengan wanita
lain. Hal ini sangat akan menimbulkan kecemburuan dalam hati antara istri
pertama dengan istri kedua. Dari hasil wawancara kepada kader Aktivis tarbiyah
tentang pandangannya terhadap pernikahan poligami sebagai berikut:
No Nama Alamat Status Halaqoh Pandangan
Poligami
1 Fatih M Salatiga Menikah Tidak Sepakat
2 Nur Akhmad Temanggung Menikah Sepakat
3 M.Basyor Blora Menikah Sepakat
4 Hade Hilma Kudus Lajang Sepakat
5 Shofwatul H Ungaran Lajang Sepakat
6 AFS Purwodadi Lajang Sepakat
7 Siti Azizah Salatiga Lajang Tidak Sepakat
8 Dian Farida Salatiga Menikah Sepakat
9 Kummilaila K Banyu Biru Menikah Sepakat
10 EDL Semarang Lajang Tidak Sepakat
11 Alfin Rizki A Purwodadi Lajang Sepakat
12 Shinta RA Kudus Lajang Sepakat
13 Eko Mulyono Cilacap Lajang Sepakat
14 Ummu Nasya Salatiga Menikah Sepakat
15 Syihab Demk Lajang Sepakat
16 Nurhidayah Semarang Menikah Tidak sepakat
17 Ilma Z M Semarang Lajang Sepakat
18 Erna Rahma Salatiga Lajang Sepakat
19 Anas Muttaqin Semarang Menikah Sepakat
20 Afif Purwodadi Lajang Sepakat
-
55
Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa kader yang aktif mengikuti liqo‟ atau
halaqoh memahami konsep pernikahan poligami dan banayak yang
menyepakatinya.
Selain pandangan aktivis Tarbiyah terkait pernikahan poligami secra umum,
penulis juga meneliti dan mewancarai kader Tarbiyah yang melakukan poligami,
penulis melakukan wawancara dengan kader Aktivis Tarbiyah yang melakukan
praktek pernikahan poligami serta menggali motivasinya dalam melakukan
poligami.
1. Ustadz Mbhn di Salatiga
Ustadz Mbhn (nama di inisialkan karena beberapa alasan dari narasumber
tidak berkenan untuk dic