motivasi poligami aktivis tarbiyah (studi kasus...

88
i MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan Klaten) SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh Miftah Ilham Irfani 211-12-002 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 13-Feb-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di

    Salatiga dan Klaten)

    SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Hukum

    Oleh

    Miftah Ilham Irfani

    211-12-002

    JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARIAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

    MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di

    Salatiga dan Klaten)

    SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Hukum

    Oleh

    Miftah Ilham Irfani

    211-12-002

    JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARIAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2017

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    “Agama adalah seberkas cahaya Allah yang menembus jiwa,

    menerangi kegelapan dan mencerahkan cakrawalanya. Jika ia

    telah tertanam kuat di dalam jiwa maka semua bakal disiapkan

    untuk menjadi tebusannya.” (Hasan Al-Banna)

    PERSEMBAHAN

    Untuk orang tua tercintaku dan orang-orang yang teru

    membersami dalam do’a serta kasih sayang.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi Rabbil„alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan

    kehadirat Allah SWT, Robbi yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang telah

    menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dengan petunjuk dan tuntunan-

    Nya, penulis mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

    Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung

    Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jaman kebodohan menuju

    zaman yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat

    menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.

    Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari

    bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang

    berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan bantuan semua pihak, maka

    penyusunan skripsi dengan judul: “MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS

    TARBIYAH (Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah

    di Salatiga dan Klaten) bisa terselesaikan.

    Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih

    yang tiada taranya kepada:

    1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Ibu Siti Zumrotun M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah.

    3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si.,selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.

    4. Bapak Farkhani, S. H.,S.HI.,M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

  • ix

    5. Bapak Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

    6. Orang tua tercinta dan semua saudara-saudaraku yang terus mendoakan

    tanpa terhenti sampai saat ini.

    7. Bapak/Ibu jamaah Masjid Al-Anshor yang terus membantu dalam proses

    selama kuliyah.

    8. Kawan-kawan PD KAMMI Semarang, Segenap keluarga besar KAMMI

    Komisariat Salatiga, LDK FA IAIN Salatiga, SSC IAIN Salatiga.

    9. Dan kepada semua teman-temanku yang sangat membantuku dalam

    penyelesaian skripsi ini.

    Atas segala hal tersebut, penulis tidak mampu membalas apapun selain hanya

    memanjatkan doa, semoga Allah SWT mencatat sebagai amal sholeh yang akan

    mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal„aalamiin. Penulis

    menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu

    saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna

    kesempurnaan skripsi ini.

    Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat

    bermanfaat, khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

    Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

    Salatiga, 14 Februari 2017

    Penulis

  • x

    ABSTRAK

    Irfani, Miftah Ilham. 2016. Motivasi Poligami Aktivis Tarbiyah (Studi Motivasi

    Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan Klaten. Skripsi.

    Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri

    (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S. H.,S.HI.,M.H.

    Kata Kunci:Poligami, Aktivis Tarbiyah

    Penelitian ini merupakan upaya untuk menggali motivasi Aktivis Tarbiyah

    dalam hal melakukan praktek pernikahan poligami. Pertanyaan utama yang ingin

    dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pandangan Aktivis Tarbiyah

    tentang konsep pernikahan poligami, (2) Bagaimana motivasi Aktivis Tarbiyah

    melakukan praktek pernikahan poligami ditinjau dari hukum Islam.

    Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan

    pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan

    pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.

    Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang

    menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik

    atau cara kuantifikasi lainnya.

    Data temuan di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas kader Aktivis

    Tarbiyah yang rutin mengikuti Halaqah yang dilaksanakan tiap pekan memiliki

    pemahaman yang seragam terkait konsep pernikahan poligami yaitu pernikahan yang

    dilakukan oleh suami dengan memperistri dua atau lebih dalam satu waktu dengan

    alasan poligami adalah ajaran Islam, disampaikan dalam Al-Qur‟an, dilaksanakan

    pula oleh Nabi Muhammad SAW dan juga dilakukan para sahabat terdahulu.

    Pemahaman terkait praktik poligami ini disampaikan dalam materi Halaqah yaitu

    pada kajian pembentukan keluarga Islami. Dalam hal ini penulis meneliti dua Ustadz

    dari Aktivis Tarbiyah yang berpoligami. Dua Ustadz tersebut memiliki kualifikasi

    keilmuan yang bagus. Alasan ustadz pertama berpoligami adalah untuk mempunyai

    anak, karena dengan usia perkawinan menginjak sepuluh tahun dengan istri pertama

    tidak menghasilkan keturunan dan ustadz yang kedua ingin mempunyai keturunan

    yang banyak.

  • xi

    DAFTAR ISI

    JUDUL...................................................................................................................... i

    LEMBAR BERLOGO ............................................................................................ ii

    JUDUL...................................................................................................................... iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv

    PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................. v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. vi

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii

    ABSTRAK................................................................................................................ x

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8

    C. Tujuan Penelitian............................................................................ 9

    D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 9

    E. Penegasan Istilah ............................................................................ 9

    F. Kajian Pustaka ................................................................................ 10

    G. Metode Penulisan Sekripsi ............................................................. 12

    H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Pengertian Poligami ....................................................................... 16

    B. Sejarah Poligami ............................................................................ 17

    C. Dasar Hukum Poligami .................................................................. 20

    D. Pandangan Ulama tentang Poligami .............................................. 22

    BAB III HASIL PENELITIAN

    A. Sejarah Aktivis Tarbiyah ............................................................. 25

    B. Pemikiran dan Doktrin-Doktrin ................................................... 26

  • xii

    C. Struktur Organisasi ...................................................................... 30

    D. Sejarah dan Perkembangan di Indonesia ..................................... 32

    E. Kurikulum Pengembangan Kader ................................................ 35

    F. Media Pengembangan Kader ....................................................... 40

    G. Kualifikasi Murobbi ..................................................................... 52

    H. Pandangan tentang Pernikahan Poligami ..................................... 54

    BAB IV ANALISIS DATA

    A. Analisi Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang Poligami ................. 58

    B. Analisis Hukum Islam tetang Motivasi Poligami di Kalangan

    Aktivis Tarbiyah ............................................................................. 61

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan..................................................................................... 73

    B. Saran ............................................................................................... 73

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 75

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia sebagai makhluk sosial dalam masyarakat tidak bisa hidup dan

    memenuhi kebutuhannya sendiri, baik itu kebutuhan secara jasmaniah maupun

    rohaniah. Kebutuhan jasmani diasumsikan dengan pemenuhan kebutuhan fisik,

    baik secara biologis maupun non biologis seperti makan, minum, olahraga dan

    beruhubungan intim.

    Dalam pemenuhan kebutuhan tersebutlah terjadi interdependensi satu dengan

    yang lainnya. Aristoteles (384-322 SM) menyebutnya sebagai zoon politicon atau

    de men is een social wezen, artinya manusia sebagai makhluk yang pada dasarnya

    selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Ibnu

    Khaldun, seseorang sosiolog muslim menyebut manusia sebagai mujtama‟ bi

    thabi‟iy. (Farkhani, 2014:9)

    Salah satu kebutuhan jasmani yang paling urgent adalah kebutuhan biologis

    yaitu hubungan intim atau sex. Hubungan intim atau sex merupakan fitrah yang

    dikaruniakan oleh Allah kepada setiap insan. Badiatul Muchlisin (2016:1)

    menganggap kebutuhan akan sex merupakan suatu hal yang normal dan lazim

    yang bersifat alamiah dan inheren dengan perkembangan fisiologis dan psikologis

    manusia. Namun walaupun bersifat lazim tetapi harus dijalankan dengan benar

  • 2

    dengan jalan yang halal. Islam membingkai penyaluran seks yang halal melalui

    sebuah syariat yaitu pernikahan.

    Pernikahan menjadi salah satu media untuk penyaluran fitrah seks. Seks

    menjadi sah (halal) untuk dilakukan atau diekspresikan. Sebagaimana

    diriwayatkan Imam Bukhori dari „Uqbah bin „Amir Nabi Muhammad SAW

    bersabda

    ِِّاْنفُُسجَِإِِ َِِّيااْسرَْحهَْهرُْىِتِ فِىِتِ ْٕ ِيُ ٌْ ِطِأَ ْٔ ُس ِانشُّ ِأََحقُّ ٌَّ

    “Sesungguhnya syarat-syarat yang paling utama dipenuhi adalah syarat

    untuk menjadikan kamu halal dengan kemaluan-kemaluan perempuan”. (HR.

    Bukhori No. 1418 Kitab Annikah)

    Pernikahan sendiri secara etimologi mempunyai arti persetubuhan. Adapula

    yang mengartikan sebagai sebuah perjanjian (al-„aqdu). Sedangkan secara

    terminologi menurut Imam Syafi‟i adalah akad yang menjamin diperbolehkannya

    persetubuhan (Kamal Muchtar, 1974:11).

    Dalam pemenuhan keinginan seks seseorang membutuhkan medium yang

    kadang tidak cukup satu, namun ada yang lebih. Berlaku bagi laki-laki maupun

    perempuan. Faktor yang melatarbelakangi pun bervariasi, misalnya kekuatan dan

    tenaga seseorang (hypersex). Islam memberikan solusi yaitu dengan adanya

    praktik poligami atau beristri lebih dari satu. Bagi perempuan yang bersuami lebih

    dari satu dinamakan poliandri.

    Sebelum Islam datang atau diwahyukan, praktik poligami sudah dilakukan

    oleh bangsa Yahudi, bahkan tidak mengenal batasan nominal artinya bangsa

  • 3

    Yahudi boleh memperistri wanita berapapun jumlahnya (Ali Hasan, 2006:269).

    Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh bangsa Ibrani, Cicilia

    dan Arab.

    Dalam kitab suci agama Yahudi dan Nasrani, poligami merupakan jalan

    hidup yang diterima. Semua Nabi yang disebutkan dalam Talmud, perjanjian

    lama, dan al-Qur‟an, beristri lebih dari seorang, kecuali Yesus/Nabi Isa as.

    Bahkan di Arab sebelum Islam telah dipraktikkan poligami tanpa batas. Bangsa

    Arab Jahiliyyah biasa kawin dengan sejumlah perempuan dan menganggap

    mereka sebagai harta kekayaan, bahkan dalam sebagian besar kejadian, poligami

    itu seolah-olah bukan seperti perkawinan. Karena perempuan-perempuan itu

    dapat dibawa, dimiliki dan dijual belikan sekehendak hati orang laki-laki

    (Abdurahman, 1990:207)

    Ali Hasan (2006:271) berpendapat bahwa praktik poligami ini berkembang

    pada masyarakat yang mempunyai tatanan ekonomi yang sudah matang atau

    sering kita menyebutnya sebagai masyarakat maju. Hal ini diakui oleh sosiolog

    dan budayawan seperti Westermark, Hobbes dan Jean Bourge. Dari pendapat

    tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pelaku (subjek) yang melakukan poligami

    adalah orang yang sudah mapan dalam hal ekonomi, mempunyai kedudukan dan

    kekuasaan. Ingin menambah istri adalah salah satu motivasinya.

    Setelah Islam datangpun praktik poligami tetap diperbolehkan hanya saja ada

    pembatasan bilangan atau jumlah istri. Hal ini menandakan bahwa praktek

  • 4

    poligami bukanlah suatu ajaran baru namun merupakan suatu budaya yang sudah

    ada sebelum Islam.

    Praktek poligami dalam negeri yang menjadi perbincangan hangat di

    masyarakat adalah yang dilakukan oleh da‟i kondang KH. Abdullah Gymnastiar

    (Aa Gym) dan Syekh Pujiono atau Syekh Puji yang berpoligami dengan

    menikahi gadis di bawah umur bernama Ulfa. Kedua fenomena tersebut

    mendapatkan respon dan tanggapan yang bervariasi dari masyarakat.

    Melihat demografi wilayah secara luas, permasalahan poligami bukan hanya

    ada di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain. Misalnya di Irak, poligami

    diwajibkaan oleh pemerintah serta pemberian sanksi bagi yang tidak

    melaksanakannya. Hal ini karena populasi di Irak mengalami penurunan yang

    signifikan karena perang. (https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-

    laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm di akses jam 19.42)

    Pernikahan poligami melibatkan dua subjek pelaku yaitu yang berpoligami

    dan dipoligami. Subjek yang berpoligami adalah suami dan satu subjek lainnya

    adalah yang dipoligami, yaitu istri.

    Seiring berjalannya waktu motivasi praktik poligami mengalami

    perkembangan, misalnya Eko Suryono (2012:87) pelaku poligami dalam

    catatannya mengungkapkan bahwa poligami merupakan fitrah atau dorongan

    biologis akan cepat terlaksana jika dipengarui oleh beberapa faktor antara lain:

    1. Kemampuan materiil seorang laki-laki

    2. Kondisi fisik yang menarik seorang laki-laki

    https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm%20di%20akses%20jam%2019.42https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm%20di%20akses%20jam%2019.42

  • 5

    3. Kemampuan sex seorang laki-laki

    4. Kemampuan agamanya seorang laki-laki dan perempuan baik.

    Selain faktor di atas praktik poligami juga disebabkan keberadaan janda.

    Sebagaimana praktik poligami yang dilakukan oleh nabi Muhammad yang juga

    melakukan poligami. Nabi memiliki delapan istri dan dari ketujuh istri beliau

    adalah seorang janda pada masa itu. Motivasi Nabi Muhammad ketika itu ingin

    membantu para janda dalam memenuhi kebutuhannya. (Isham Muhammad,

    2005:80)

    Ketentuan legalitas menurut hukum Islam pembolehan poligami diatur dalam

    QS.An Nisa ayat 3

    ِٱنَُِّسآِءِ ٍَ ِفَٱَِكُحْٕاَِياِطَاَبِنَُكىِيِّ ىَٰ ًَِذُۡقِسطُْٕاِفِيِٱۡنيَرََٰ ِِخۡفرُۡىِأََّلَّ ٌۡ إِ َٔ

    ِِخفِۡ ٌۡ ِ ِفَئ َعَۖ ُزتََٰ َٔ َثِثُهََٰ َٔ ِ َِيۡثَُىَٰ ُُُكۡىۚۡ ًََٰ َِياَِيهََكۡدِأَۡي ۡٔ ِحَدجًِأَ ََٰٕ ِذَۡعِدنُْٕاِفَ رُۡىِأََّلَّ

    ِذَُعٕنُْٕاِ ِأََّلَّ ٓ نَِكِأَۡدََىَٰ َِذَٰ

    “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

    perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-

    wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu

    takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-

    budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak

    berbuat aniaya”

    Para imam mazhab menggunakan dasar (اهدهيم) yang berbeda dalam

    memandang masalah poligami. Para ulama konvensional tersebut mengakui

    bahwa poligami boleh hukumnya, bukan dianjurkan (sunnah), apalagi wajib

  • 6

    (amar/perintah) seperti yang diasumsikan sebagian orang (Khoirudin Nasution,

    2009:265).

    Hukum Islam memberikan peluang untuk melakukan poligami dengan

    memberi batasan jumlah istri dan perilaku adil. Jumlah yang diperbolehkan

    adalah 4 istri dan perilaku adil baik materiil dan non materiil. Baltaji dalam

    bukunya “Poligami” berpendapat poligami disyariatkan bagi orang yang bisa

    berlaku adil terhadap dua atau lebih dari istri-istrinya. (Muhammad Baltaji.

    2007:49).

    Berbeda halnya syarat yang diberikan dalam hukum positif yang berlaku di

    Indonesia. Syarat poligami tersebut diatur dalam pasal 4 UU No. 1 Tahun1974 jo

    pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975 jo pasal 57 Kompilasi Hukum Islam yaitu:

    1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

    2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

    3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan

    Khoirudin Nasution menjelaskan bahwa perundang-undangan perkawinan di

    Indonesia tentang poligami berusaha mengatur agar laki-laki yang melakukan

    poligami adalah laki-laki yang benar-benar: (1) mampu secara ekonomi

    menghidupi dan mencukupi seluruh kebutuhan (sandang, pangan dan papan)

    keluarga (isteri-isteri dan anak-anak), serta (2) mampu berlaku adil terhadap

    isteri-isterinya. Sehingga istri-istri dan anak-anak dari suami poligami tidak disia-

    siakan. Perundang-undangan Indonesia terlihat berusaha menghargai isteri

    sebagai pasangan hidup suami. Suami yang akan berpoligami, harus lebih dahulu

  • 7

    mendapat persetujuan istri. Untuk mencapai tujuan ini, semua perundang-

    undangan Indonesia memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada hakim di

    Pengadilan Agama. Disisi lain hal ini tentunya membuka peluang bagi

    masyarakat untuk berpoligami.

    Praktik poligami, dalam beberapa kasus di lakukan oleh masyarakat umum,

    kyai dan juga ulama, misalnya Aa‟ Gym dan Syaikh Puji. Selain itu praktik

    poligami juga dilakukan oleh beberapa aktivis, dimana aktivis ini sering kali

    mengisi sebuah kajian atau halaqoh kecil. Walaupun tidak semua tetapi ada

    beberapa ustadz (murobbi) yang melakukan praktek poligami dengan motivasi

    atau dorongan yang berbeda-beda.

    Pada penelitian ini, penulis membawa masalah praktek poligami pada

    perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah, dimana ada beberapa kasus tentang ustadz-

    ustadz yang melakukan poligami di komunitas ini. Ustadz yang melakukan

    poligami tentunya bukan orang yang awam tentang hukum Islam, apalagi hukum

    yang berkaitan tentang poligami. Dalam melakukan praktek poligamipun tentu

    dengan motivasi atau dorongan yang berbeda dengan satu muara pada hakikat

    diperbolehkannya poligami, sehingga penulis memberi judul pada penelitian ini

    “MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH” (Studi

    Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan

    klaten) dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada

  • 8

    masyarakat umum tentang motivasi di balik praktik poligami yang dilakukan oleh

    Aktivis Tarbiyah.

    B. Rumusan masalah

    Untuk lebih menfokuskan pembahasan dan analisis pada kasus tersebut, maka

    penulis menyimpulkan permasalahan yang menjadi pertanyaan yaitu:

    1. Bagaimana pemahaman tentang poligami dalam kalangan Aktivis Tarbiyah?

    2. Apa motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai setelah penulisan analisis ini adalah:

    1. Untuk mengetahui pemahaman poligami dikalangan Aktivis Tarbiyah.

    2. Untuk mengetahui motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah

    D. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini oleh

    penulis adalah:

    1. Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang hukum, khususnya yang

    berkaitan tentang poligami.

    2. Laporan tugas akhir ini diharapkan menjadi acuan dan dorongan akademik

    untuk menjadikan tolak ukur atas keberhasilan selama ini dalam mendidik dan

  • 9

    membekali ilmu bagi penulis sebelum masuk ke dalam kehidupan masyarakat

    yang lebih luas.

    3. Kegunaan praktis, sebagai sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait

    dibidang ilmu hukum dan hukum perkawinan Islam khususnya pada bagian

    poligami dan syaratnya.

    4. Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang alasan poligami

    yang dilakukan oleh Aktivis Tarbiyah.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk menghindari kesalahpahaman atau penafsiran bagi para pembaca

    tulisan ini, maka penulis berkepentingan untuk menjelaskan arti dan maksud judul

    penelitian dan analisis ini, agar istilah-istilah yang tercantum dalam judul

    mempunyai arti yang tegas dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda

    antara penulis dan pembaca. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai

    berikut:

    1. Poligami

    Asal mula kata ini adalah berasal dari bahasa Belanda yaitu Bigamie yang

    artinya kawin rangkap. Dalam KHI dijelaskan dalam pasal 55 yaitu Beristeri

    lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.

    2. Aktivis Tarbiyah

  • 10

    Aktivis Tarbiyah adalah subjek atau orang yang aktif mengikuti kegiatan

    yang dilakukan oleh jamaa‟ah atau komunitas Tarbiyah yang dilaksanakan

    setiap sepekan sekali.

    F. Kajian Pustaka

    Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasus-kasus

    poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan ditelusuri

    lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan poligami

    mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena tersebut dari perspektif yang

    lain, sehingga diharapkan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah

    ada. Beberapa penelitian yang sudah ada dan ada relevansinya dengan penelitian

    diatas, diantaranya:

    1. Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No.

    0525/pdt.G/2010.PA.SAL). Skripsi. Syariah Jurusan Al-Ahwal Al Syakhsiyah

    STAIN Salatiga, 2013. Penyusun M. Targhibul Hasan dengan kesimpulan

    bahwa perijinan poligami yang diajukan dengan alasan sesuai yang ada dalam

    undang-undang No 1 Tahun 1974 memang sudah seharusnya dijinkan, dalam

    studi putusan tersebut majelis hakim memberikan ijin poligami kepada

    pemohon.

    2. Poligami Dalam Perspektif Keluarga Salafi (Studi Kasus Satu Keluarga Bapak

    AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang). Sekripsi.

  • 11

    Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah IAIN Salatiga. 2016.

    Penyusun Sunarnoto dengan kesimpulan

    a. Latar belakang bapak AR melakukan poligami adalah untuk merasakan

    yang namanya keadilan, menolong ibu MN, meningkatkan iman ibu MS,

    ibu MN dan bapak AR sendiri. Mempelajari dan mentaati ajaran syariat

    agama Islam .

    b. Konsep penataan keluarga bapak AR adalah melakukan pemerataan

    keadilan dalam hal pemberian nafkah dan waktu bermalam yaitu dengan

    pemisahan tempat tinggal.

    3. Poligami di Kalangan Kyai (Studi Tentang Alasan Kyai Berpoligami di

    Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal). Skripsi. Jurusan Hukum Perdata

    Islam Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 2009. Penyusun Siti

    Mahmudah dengan kesimpulan bahwa Kyai yang melakukan poligami dengan

    beberapa alasan:

    a. Ingin mempunyai keturunan laki-laki walaupun dari mereka sudah

    punya anak perempuan.

    b. Istri mendapat cacat tubuh atau sakit yang tidak bisa dsembuhkan.

    c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

    d. Takut terjerumus dalam perzinaan.

    Dari beberapa penelitian di atas, penelitian pertama di fokuskan pada

    sebuah putusan. Dimana ijin poligami dilakukan karena ingin mempunyai

    keturunan. Penelitian kedua difokuskan pada satu keluarga yang terlibat dalam

  • 12

    suatu kelompok atau jamaah Salafi dan pada penelitian ketiga difokuskan

    alasan secara global alasan Kyai berpoligami di Kendal. Maka dari itu

    penelitian yang memfokuskan pada perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah

    belum ada, sehingga penulis tertarik meniliti lebih dalam apa yang menjadi

    motivasi berpoligami dikalangan Aktivis Tarbiyah.

    G. Metode Penulisan Sekripsi

    Metode dalam menyusun karya ilmiah seperti skripsi mempunyai peranan

    yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur) memahami dan

    mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini, penyusun menggunakan

    metode-metode sebagai berikut:

    1. Jenis penelitian

    Jenis penelitian ini adalah field research, yaitu mengambil informasi dari

    sumbernya (informan) secara langsung di lapangan yang diteliti. Obyek utama

    pada penelitian ini adalah Jamaah Aktivis Tarbiyah di beberapa tempat di

    wilayah Jawa Tengah.

    2. Sifat Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode

    deskriptif analisis. Metode deskripif dimaksudkan untuk memberikan data

    yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.

    Jadi deskriptif analisis adalah menganalisa data-data yang menggunakan

    metode deskripstif.

    3. Data dan Sumber Data

  • 13

    Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan sekripsi ini

    meliputi:

    a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung berupa keterangan-

    keterngan dan fakta langsung yang diperoleh dari lapangan melalui

    wawancara dengan para informan dan pihak-pihak yang dipandang

    mengetahui objek yang diteliti. Informan (objek) yang akan diwawancarai

    adalah beberapa jamaah Aktivis Tarbiyah yaitu terdiri dari Ustadz

    (Murobbi) dan jamaah yang melakukan praktik poligami.

    b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung

    diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Hal ini dengan cara

    menelusuri data berupa catatan, transkip, buku-buku dan sebagainya.

    4. Pendekatan Masalah

    Pendekatan yang digunakan dalam memecahkan masalah ini adalah

    pendekatan sosiologis, dimana penyusun menyoroti masalah poligami dengan

    terjun langsung dalam menyoroti motivasi berpoligami di kalangan Aktivis

    Tarbiyah serta mengaitkan permasalahan dengan teori yang sudah ada.

    5. Analisis Data

    Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu untuk

    mengungkap fenomena sosial agar ditemukan solusi atas masalah terkait.

    Penalaran (pola pikir) yang digunakan yaitu secara induktif, yaitu setelah data-

    data terkumpul dari informan, data-data terkait masalah poligami akan

    dianalisis dengan teori yang tercantum dalam kerangka teoritik.

  • 14

    6. Lokasi dan kehadiran peneliti

    Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Jawa Tengah, penulis bertindak

    sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran penulis diperlukan

    sebagai partisipan penuh, membaur dengan subjek dan informan.

    H. Sistematika penulisan sekripsi

    Materi yang dibahas dalam penyusunan skripsi ini disusun dalam beberapa

    bab yang saling berkaitan agar dapat memudahkan pembaca dalam memahami

    skripsi ini, yakni:

    Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab. Latar belakang

    masalah, pokok masalah dan tujuan dan kegunaan berfungsi untuk menjelaskan

    permasalahan yang akan diteliti dan signifikansinya. Telaah pustaka berfungsi

    untuk menginformasikan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum pernah

    diteliti oleh orang lain.

    Dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas gambaran umum poligami

    yang meliputi pengertian, sejarah, dasar hukum Islam dan undang-undang

    mengenai poligami, serta pandangan beberapa ulama.

    Bab ketiga, penyusun memaparkan gambaran umum tentang Aktivis

    Tarbiyah. Dimulai dari sejarah hingga kualifikasi untuk menjadi seorang murobbi

    dan membahas pandangan beberapa Aktivis Tarbiyah terkait tentang poligami.

  • 15

    Bab keempat merupakan analisis terhadap data di lapangan. Pada bab ini

    penyusun menggunakan tinjauan (perspektif) hukum Islam dalam menganalisis

    motivasi Aktivis Tarbiyah tentang poligami.

    Bab kelima atau bab terkahir, seperti pada umumnya skripsi bab ini

    merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh isi skripsi. Selain itu

    pada bab lima ini, diberikan juga sub bab tentang saran-saran yang bersifat

    membangun.

  • 16

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Pengertian Poligami

    Kata poligami berasal dari bahassa Yunani Polus artinya banyak, gamos

    artinya perkawinan. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih

    dari seorang istri dalam suatu saat (Hasan Shadily, 1994:2736). Dalam kamus

    Teologi disebutkan, kata poligami berasal dari bahasa Yunani yang berarti banyak

    perkawinan, mempunyai lebih dari satu istri pada waktu yang sama (Gerald D.

    Collins, SJ. Edward G. Farrugia, 1991:259).

    Poligami dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka

    mempunyai makna “sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau

    mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan” (KBBI, 2005:

    885). WJS. Poerwadarminta (1976:763) mengartikan sebagai adat seorang laki-laki

    beristri lebih dari seorang. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami

    adalah perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung

    diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih (Pius A.

    Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, 1994:606)

    Menurut istilah, Siti Musdah Mulia (2004:43) merumuskan poligami

    merupakan ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu

    istri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti

    itu dikatan bersifat poligami.

  • 17

    Dalam Fiqih Munakahat Abdurrahman Ghazaly (2003:129) yang dimaksud

    poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling

    banyak adalah empat orang. Karena melebihi dari empat berarti mengingkari

    kebaikan yang disyariatkan Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri.

    Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa poligami

    adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki (suami) yang mempunyai

    lebih dari seorang istri atau banyak istri dalam waktu yang sama dan dalam Islam

    dibatasi hanya empat istri.

    B. Sejarah Poligami

    Sebelum datangnya Islam, masyarakat (Arab khususnya) sebenarnya telah

    mengenal dan mempraktikkan poligami. Banyak dari mereka bahkan mempunyai

    istri lebih dari satu. Ada yang memiliki lima orang istri bahkan ada yang sampai

    delapan istri („Iffah Qanita, 2016:17). Bangsa-bangsa terdahulu seperti Yahudi

    memperbolehkan penganutnya berpoligami, bahkan tanpa batasan tertentu (Ali

    Hasan, 2006:269). Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh

    bangsa Ibrani dan juga Cicilia.

    Syed Ameer dalam bukunya The Spirit Of Islam (Api Islam) menyatakan

    bahwa sistem poligami sudah meluas dan berlaku pada beberapa bangsa sebelum

    Islam. Pada tingkatan tertentu dalam perkembangan sosial, poligami merupakan

    suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Peperangan yang sering terjadi antara

    kabilah mengakibatkan banyak korban, mengurangi jumlah laki-laki dan dalam

  • 18

    sisi yang lain menambah jumlah wanita, serta adanya kekuasaan mutlak kepala-

    kepala suku menjadi awal mula kebiasaan poligami. Bangsa yang menjalankan

    poligami diantaranya adalah bangsa Barat purbakala, orang Hindu dan Israil

    (Supardi Mursalin, 2007:17). Selain itu juga bangsa Media dahulu kala, Babilonia,

    Assiria dan Parsi.

    Sejarah mencatat para Nabi pun melakukan praktik poligami. Nabi Sulaiman

    a.s misalnya, memoligami seratus wanita dan sejumlah nabi lainnya yang berasal

    dari bangsa Bani Israil (As-Sayyid bin „abd al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:158).

    Islam datang pada keadaan dimana sistem poligami telah menjadi sebuah

    kebiasaan atau tradisi dikalangan masyarakat Arab dan juga bangsa-bangsa

    terdahulu.

    Nabi Muhammad ketika diutus oleh Allah kepada bangsa Arab tidak lantas

    melarang paktik poligami karena perintah Allah membolehkan poligami dengan

    memberi batasan jumlah istri (Supardi Mursalin, 2007:20).

    Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa seorang sahabat bernama Ghailan

    bin Salamah ats-Tsaqafi, seorang jahili yang masuk Islam, ketika itu memiliki

    sepuluh istri. Lalu, Nabi Muhammad saw menyuruhnya untuk memilih empat

    istrinya dan melepaskan enam istrinya yang lain (Sunan Ibnu Majah No. Hadis

    1953).

    Dalam riwayat yang lain sahabat „Urwah bin Mas‟ud yang berkata: “Ketika

    aku masuk Islam, aku memiliki sepuluh orang istri, empat orang berasal dari

    bangsa Quraisy dan satu dari putri Abu Sufyan.” Lalu, Rasulullah saw.

  • 19

    memerintahkanku untuk memilih empat diantara mereka dan membebaskan yang

    lainnya. Lalu, aku pun memilih empat dari semua istriku dan membebaskan yang

    lainnya, sebagaimana perintah Rasulullah saw (Sunan al-Kubra al Baihaqi,

    No.Hadist 13163).

    Nabi Muhammad saw. telah menyatakan kebolehan berpoligami, sekaligus

    menjadi pelaku poligami dan selalu memotivasi umatnya untuk mengikuti

    jejaknya, itulah sebabnya para sahabat beliau dikenal dalam sejarah sebagai pelaku

    poligami, juga orang-orang yang hidup dengan para sahabat (As-Sayyid bin „abd

    al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:163).

    Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw adalah pelaku

    poligami, namun bukan berarti poligami Rosulullah atas dorongan nafsu syahwat

    tetapi berpoligaminya yaitu dalam rangka membina dan mempererat hubungan

    dengan kabilah-kabilah Arab (Ratna Batara Murti, 2005:160). Perlu kita ketahui

    bahwa Nabi Muhammad saw berpoligami pada usia sekitar lima puluh lima tahun

    yaitu ketika menikahi Saudah binti Zam‟ah, seorang wanita Quraisy dari Bani

    „Amir yang merupakan janda dari Sakran bin Amr („Iffah Qanita, 2016:68), dan

    seterusnya bahwa Nabi Muhammad berpoligami dengan menikahi para janda

    kecuali „Aisyah.

    Hingga dewasa ini, praktik pernikahan poligami masih terus berlangsung di

    belahan bumi manapun. Sistem poligami ini masih berlaku dikalangan masyarakat

    Fiji, Australia, Tasmaniya, Tibet, Thailand dan juga di Indonesia (Achmad

    Sunarto, 2015:26).

  • 20

    C. Dasar Hukum Poligami menurut Islam dan Hukum di Indonesia

    Hukum adalah aturan normatif yang mengatur pola perilaku manusia.

    Hukum tidak tumbuh di ruang fakum, melainkan tumbuh dari adanya aturan

    bersama (Sulistyowati Irianto, 2006:133). Begitu pula praktik pernikahan poligami

    ini mempunyai landasan yuridis.

    Dalam hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur‟an surat An-nisa ayat 3:

    ِٱنَُِّسآِءِ ٍَ ِيِّ ِنَُكى ِطَاَب َِيا ِفَٱَِكُحْٕا ىَٰ ًَِٱۡنيَرََٰ ِفِي ِذُۡقِسطُْٕا ِأََّلَّ ِِخۡفرُۡى ٌۡ إِ َٔ

    ِ ُُُكۡىۚۡ ًََٰ ِأَۡي َِيهََكۡد َِيا ۡٔ ِأَ ِحَدجً ََٰٕ ِفَ ِذَۡعِدنُْٕا ِأََّلَّ ِِخۡفرُۡى ٌۡ ِ ِفَئ َعَۖ ُزتََٰ َٔ ِ َثثُهََٰ َٔ ِ َيۡثَُىَٰ

    ِذَُعٕنُْٕاِ ِأََّلَّ ٓ نَِكِأَۡدََىَٰ َذَٰ

    Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

    perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah

    wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian

    jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang

    saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih

    dekat kepada tidak berbuat aniaya.

    Selain dasar dalam Al-Qur‟an, poligami dalam hukum Islam dipertegas oleh

    adanya hadits dari Rosulullah yang memperbolehkan poligami dengan ketentuan

    adil.

    ِشقَُُِّيائِمُِ َٔ َوِاْنقِيَاَيِحِ ْٕ اَجاَءِيَ ًَ اَِلِإِِْحَداُْ ًَ ِفَ ٌِ ِكآَََِْدِنَُِّاِْيَسآذآَ ٍْ َي

    Barang siapa yang memiliki dua istri dan lebih memihak kepada salah

    satunya, maka dihari Kiamat nanti, ia akan datang dalam keadaan setengah

    badannya miring. (HR. Abu Daud No. Hadits 242)

  • 21

    Dalam hukum positif yang ada di Indonesia, poligami diatur dalam pasal 3, 4

    dan 5 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan memberikan syarat bahwa

    poligami dapat dilaksanakan dalam beberapa keadaan, misalnya:

    1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

    2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

    3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan

    Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada pasal 56 yang

    menyebutkan:

    1. Suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin dari

    pengadilan agama (PA).

    2. Pengajuan permohonan izin yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut

    tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

    1975.

    3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin

    dari Pengadilan Agama (PA), tidak mempunyai kekuatan hukum.

    Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: pengadilan agama

    hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang

    apabila:

    1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

    2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

    3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

  • 22

    D. Pandangan Ulama tentang Poligami

    Dalam menafsirkan QS. An-Nisa ayat 4 di kalangan mufasir serta ulama

    mengalami beberapa perbedaan, ada yang memperbolehkan dan ada juga yang

    mengharamkan praktik pernikahan poligami. Beberapa ulama dan pandangannya

    tentang kebolehan berpoligami, misalnya:

    1. Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi

    Mencukupkan diri beristri satu dengan perempuan merdeka atau

    mencukupkan diri dengan budak-budak yang dimiliki lebih dekat dengan

    perilaku tidak curang. Beristri banyak sesungguhnya tidak

    diperbolehkan,kecuali dalam keadaan darurat, dan sangat kecil

    kemudaratannya.

    Lebih lanjut Ash-Shiddiqi dalam Tafsir An-Nur menjelaskan bahwa

    poligami harus disertai dengan dapat berlaku adil. Adil yang dimaksudkan

    adalah kecondongan hati dan poligami bisa dilakukan ketika seorang laki-laki

    mempunyai kepercayaan diri akan keadilan dan terpelihara dari kecurangan.

    (Ash-Shiddiqi, 2000:780-781)

    2. Sayyid Sabiq

    Menurut Sayyid Sabiq, Allah ta‟ala memperbolehkan berpoligami dengan

    empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka dalam urusan makan,

    tempat tinggal, pakaian dan kediaman, atau segala yang bersifat kebendaan

    tanpa membedakan antara istri yang kaya dengan yang fakir, yang berasal dari

    keturunan tinggi dengan yang bawah. Jika suami khawatir akan berbuat dzalim

  • 23

    dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan

    berpoligami (Sabiq, 1981. Juz 6: 141).

    Sedangkan pendapat yang melarang praktik pernikahan poligami

    disampaikan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho, pelarangan tersebut

    disebabkan kekhawatiran apabila suami tidak bisa berbuat adil terhadap

    istrinya. Menurut Rasyid Ridho sendiri pernikahan yang paling ideal di dalam

    Islam sendiri adalah sistem pernikahan monogami, yakni menikah dengan satu

    istri saja (Khoiruddin Nasution, 1996: 104).

    Pembolehan akan adanya praktik poligami tidak hanya dikemukakan dari

    ulama Islam saja melainkan juga dari filsuf-filsuf barat. Misalnya, seorang

    filosof sekaligus penulis terkenal, Goustaf Lauboun mengemukakan dalam

    bukunya “Hadarat al-„Arab”:

    “Sesungguhnya, konsepsi poligami justru melindungi masyarakat dari

    kebejatan dan bahaya pelacuran serta memelihara bangsa dari

    munculnya genenrasi-generasi yang lahir tanpa ayah”. “Poligami yang

    diajarkan oleh Islam adalah aturan yang paling baik dan ideal untuk

    mengembangkan dan memajukan umatnya. Dengan konsepini, keutuhan

    keluarga menjadi kuat, terpelihara dan terlindungi”. Imbuhnya (As-

    Sayyid bin „Abd al-Aziz as-Sa‟dany, 2006: 150).

  • 24

    BAB III

    HASIL PENELITIAN

    A. Sejarah Aktivis Tarbiyah

    Salah satu gerakan keagamaan transnasional yang berkembang baik

    pemikiran maupun ideologi adalah Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin resmi

    berdiri di Kota Isma‟iliyah, ditepi terusan Suez Mesir pada awal bulan Dzulqaidah

    1347H/Maret 1928 dengan pendirinya Hasan Al-Banna. Tujuan gerakan ini yaitu

    melakukan dakwah yang benar dan menegakkan bendera tanah air Islam setinggi-

    tingginya di setiap belahan bumi, agar bendera Al-Qur‟an berkibar megah di

    seluruh penjuru dunia. (Hasan Al-Banna,1998:49).

    Kelahiran IM tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh kuncinya yakni Hasan Al-

    Banna. Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna Al-Sa‟ati, lahir

    pada tanggal 14 Oktober 1906 M. bertepatan dengan tanggal 25 Sya‟ban 1324 H. di kota

    Mahmudiyah Provinsi Buhairah, Mesir. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang

    taat beragama, yang menerapkan Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.

    Disamping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah.

    Kemudian melanjutkan pelajarannya ke Darul „Ulum, Kairo pada tahun 1927. Setelah

    tamat dari Darul „Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Dasar di Ismailiyyah. Dari

    Ismailiyyah inilah ia memulai aktifitas keagamaannya di tengah-tengah masyarakat,

    terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan proyek Terusan Suez (Hasan

    Al-Banna, 1979:123)

    Cikal bakal didirikannya gerakan IM pada bulan Dzulqa‟idah 1327 H./ April 1928

    M. Tahun 1932 Hasan Al-Banna pindah ke Kairo. Bersama itu pula gerakannya berpindah

  • 25

    dari Ismailiyyah ke Kairo. Tahun 1352 H./1933 M. beliau menerbitkan sebuah berita

    pekanan Ikhwan yang dipimpin oleh ustadz Muhibuddin Khatib (1303 – 1389 H./1986 –

    1969 M). Kemudian tahun 1357 H./1938 M. terbit majalah an-Nadzir. Lalu menyusul

    Asy-Syihab, tahun 1367 H/1947 M. seterusnya majalah dan berita-berita Ikhwan terbit

    secara teratur. (Ahsanul Khalikin, 2012:56-58)

    Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, Gerakan Ikhwan hanya beranggotakan 100

    orang, hasil pilihan langsung Hasan Al-Banna sendiri. Tahun 1948 Ikhwan turut serta

    dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus. Peristiwa ini telah

    direkam secara rinci oleh ustadz Kamil Syarif dalam bukunya Ikhwanul Muslimin fi Harbi

    Falasthin. Pada tanggal 8 Nopember 1948, Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri

    Mesir waktu itu, membekukan Gerakan Ikhwan dan menyita harta kekayaannya serta

    menangkap tokoh-tokohnya. Desember 1948 Naqrasyi diculik. Orang-orang Ikhwan

    dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi

    diusung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak,“Kepala Naqrasyi harus dibayar

    dengan kepala Hasan Al-Banna”. Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Banna

    terbunuh oleh pembunuh misterius. (Ahsanul Khalikin, 2012:60)

    B. Pemikiran dan Doktrin-Doktrin

    Pemahaman Ikhwanul Muslimin terhadap Islam bersifat universal, tidak

    mengenal adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya. Ikhwan

    berusaha keras memperluas kawasan geraknya sampai menjadi sebuah gerakan

    internasional. Berkenaan dengan dakwah Ikhwan, Hasan al-Banna mengatakan,

    ”Gerakan Ikhwan adalah dakwah Salafiyah; thariqah sunniyyah (jalan Sunni),

  • 26

    haqiqah shufiyyah (Hakikat Sunni), lembaga politik, klub olah raga, lembaga

    ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran sosial.” (Lembaga

    Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10).

    Selanjutnya Hasan Al-Banna menegaskan bahwa ciri gerakan Ikhwanul

    Muslimin adalah:

    1. Jauh dari sumber pertentangan

    2. Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan

    3. Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik

    4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah

    5. Lebih mengutamakan aspek amaliyah produktif daripada propaganda dan

    reklame

    6. Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda

    7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan di kota-kota (Lembaga Pengkajian

    dan Penelitian WAMY:7-10)

    Selain itu Hasan Al-Banna menetapkan tingkatan amal yang merupakan

    konsekuensi logis setiap anggota, yaitu:

    1. Memperbaiki diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dalam

    berakhlak, luas dalam berpikir, mampu mencari nafkah, lurus berakidah dan

    benar dalam beribadah.

    2. Membentuk rumah tangga Islami. Sehingga keluarganya menjadi pendukung

    fitrah, menghormatinya, dan memelihara tatakrama Islam dalam segala aspek

    kehidupan rumah tangganya sehari-hari.

  • 27

    3. Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi

    kemungkatan dan kerusakan.

    4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnya dari berbagai bentuk

    kekuasaan asing kuffar di bidang politik, ekonomi ataupun mental spiritual.

    5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang

    Islami.

    6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan

    negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.

    7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat

    manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan dien benar-benar hanya milik Allah

    (Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10)

    Tentang tahapan dakwah, Hasan Al-Banna membaginya menjadi tiga tahap:

    1. Tahap pengenalan

    2. Tahap pembentukan

    3. Tahap pelaksanaan.

    Dalam Risalah Ta‟alim, Hasan Al-Banna berkata, ”Rukun Bai‟at kita ada

    sepuluh. Karena itu hafalkan baik-baik. Yaitu, paham, ikhlas, ‟amal, jihad,

    berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan percaya diri.” Kemudian ia

    member penjelasan terhadap rukun-rukun tersebut. Ia berkata, ”Wahai saudaraku

    yang sejati! Ini merupakan garis besar dakwah anda. Dapat disimpulkan prinsip-

    prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut:

  • 28

    1. Allah tujuan kami

    2. Rasulullah SAW teladan kami

    3. Al-Qur‟an pedoman hidup kami

    4. Jihad jalan kami

    5. Mati syahid cita-cita kami yang tertinggi (Lembaga Pengkajian dan Penelitian

    WAMY:7-10)

    Selain itu Hasan Al-Banna menyebutkan karateristik Aktivis Ikhwanul

    Muslimin adalah sebagai berikut:

    1. Gerakan Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Rubbubiyah. Sebab, asas yang

    menjadi poros sasarannya ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya

    2. Derakan Ikhwanul Muslimin bersifat „alamiyah (Internasional). Sebab, arah

    gerakan ditunjukkan kepada semua umat manusia. Semua manusia pada

    dasarnya harus bersaudara. Asalnya satu, nenek moyangnya satu dan nasabnya

    satu. Hanya taqwa yang menentukan seseorang itu lebih dari yang lain. Dari

    ketaqwaannya akan terefleksi pada kebaikan dan keutamaannya yang utuh dan

    menyeluruh yang ia berikan kepada orang lain.

    3. Gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat Islami. Sebab, orientasi dan nisbatnya

    hanya kepada Islam.

  • 29

    C. Struktur Organisasi

    Pada Ihwanul Muslimin terdapat struktur yang hirarkis, diantara struktur-

    struktur yang ada memiliki peran dan kedudukan masing-masing serta memiliki

    kewajiban dan hak masing-masing.Adapun struktur IM terdiri dari:

    1. Hai‟ah Ta‟sisiyah (Dewan Pendiri)

    Organisasi IM sebagaimana organisasi yang lainnya memiliki pimpinan

    tertinggi. IM memiliki dewan tertinggi yang diberi nama Hai‟ah Ta‟sisiyah

    (dewan pendiri). Dewan pendiri ini adalah dewan pemegang kekuasaan

    tertinggi dalam IM, dalam organisasi lain bahasa dari dewan ini adalah n syuro‟

    Ikhwanul Muslimin.

    2. Mursyid „Aam

    Istilah Mursyid „Aam dalam kehidupan sehari-hari kita adalah ketua

    umum dalam sebuah organisasi. Adapun didalam jamaah IM ketua umum

    disebut Mursyid „Aam yang dipilih oleh dewan pendiri yang dihadiri 4/5

    anggotanya, dengan persetujuan 3/4 yang hadir. Jika tidak mencapat kuorum,

    pertemuan ditangguhkan minimal 2 (dua) minggu dan maksimal 4 minggu dari

    pertemuan pertama. Jika masih belum mencapai quorum pertemuan

    ditangguhkan dengan catatan yang sama, pertemuan yang ditangguhkan

    tersebut beserta tujuannya harus diumumkan. Pemilihan Mursyid „Aam dapat

    dilakukan dalam pertemuan tersebut hanya 3/4 yang hadir, berapapun jumlah

    mereka.

  • 30

    3. Maktab Irsyad

    Maktab Irsyad merupakan dewan pengurus harian pusat dibawah

    koordinasi Mursyid „Aam. Maktab Irsyad „Aam yang dipilih oleh dewan

    pendiri atas 12 orang anggota, dipilih diantara para anggota dewan, kecuali

    Mursyid „Aam dalam pemilihan tersebut dipertimbangkan 9 anggota berasal

    dari Ikhwan Kairo, tiga sisanya dari anggota IM daerah lain.

    4. Maktab Idari

    Struktur selanjutnya yang dimiliki jama‟ah IM dibawah maktab Irsyadi

    adalah maktab Idari yang mana termasuk dari markas IM yang mempunyai

    administrasi yang terdiri dari ketua maktab idari, yang biasa menjadi ketua

    Syu‟bah (cabang) utama dan boleh dipilih oleh maktab Irsyad “Aam meskipun

    bukan ketua cabang, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Mereka biasanya

    menjalankan tugas-tugas ini pada cabang utama. Adapun anggota-anggota

    dengan administrasi yang lain adalah para ketua wilayah dalam kawasan dewan,

    anggota dewan pendiri dikawasan itu sendiri, para wakil aktifis di kantor

    administrasi, serta penunjukan Maktab Irsyadi.

    5. Wilayah

    Dewan administrasi wilayah merupakan struktur selanjutnya dibawah

    Maktab Idari yang terdiri atas cabang utama di wilayah dan para ketua cabang

    lain di wilayah, para pengunjung dewan administrasi, serta para wakil aktivis di

    cabang utama.

  • 31

    6. Syu‟bah

    Struktur selanjutnya di bawah wilayah adalah Syu‟bah atau cabang.

    Adapun dewan administrasi cabang terdiri dari 5 orang, salah satunya dipilih

    oleh kantor pusat dan menjadi ketua cabang, empat lainnya dipilih oleh

    jam‟iyah cabang, 2 diantara mereka menjadi wakil, yang ketiga menjadi

    sekretaris dan keempat bendahara.

    D. Sejarah dan Perkembangan di Indonesia

    Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum

    pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi

    ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim bertemu

    dengan Raja Farouk (Sekjen Liga Dunia Islam) dan Hasan Al-Banna sebagai

    pimpinan Ikhwanul Muslimin. IM memiliki peran penting dalam proses

    kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan IM, negara Mesir menjadi negara

    pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh

    Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi

    Republik Indonesia. (Ahmad Dzakirin, 2015:261). Selanjutnya di awal Orde Baru

    IM di Indonesia diprakasai oleh Imaduddin Abdul Rahim dikalangan mahasiswa.

    Kampus ITB mnenjadipusat pembinaan atau lebih dikenal dengan Usroh.

    IM kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir

    mendirikan partai yang memakai ajaran IM, yaitu Partai Masyumi. Partai ini

    adalah salah satu partai polotik yang dimiliki oleh umat Islam. Pada mulanya

  • 32

    Masyumi mempunyai anggota istimewa yaitu Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama,

    Persyarikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam. Partai Masyumi kemudian

    dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya (Muhammad Dzulfikriddin,

    2010:94)

    Di awal dekade 1980-an, muncul gerakan tarbiyah yang sering disebut era

    institusionalisasi Ikhwanul Muslimin dengan tokoh Hilmi Aminuddin dan Abdi

    Sumaithi yang menjadi penerus gagasan keIslaman Masyumi di Tanah air (Ahmad

    Dzakirin, 2015:262). Kedua tokoh diatas bersama tokoh penting lainnya, seperti

    Salim Segaf al Jufri mengembangkan pemikiran Ikhwanul Muslimin dengan

    mentarbiyah para aktivis dakwah kampus seperti, Muzammil Yusuf (UI), Tifatul

    Sembiring (STIMIK), Wirianingsih (Unpad), Untung Wahono (IPB) yang

    selanjutnya menjadi tokoh kunci Partai Keadilan. Partai Keadilan tidak lolos

    electoral threshold, kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

    Partai Politik lain yang terinspirasi dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin adalah

    Partai Bulan Bintang (PBB) dengan tokohnya Yusril Ihza Mahendra dan bahkan

    Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tokohnya Amin Rais juga sangat

    terpengaruh dengan pemikiran Ikhwan namun tidak menjadikan sebagai landasan

    kerja organisasi (Ahmad Dzakirin, 2015:263).

    Jadi secara umum, IM cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-

    organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan

    secara resmi dengan IM di Mesir. Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang

    terinspirasi dari IM antara lain: 1) Partai Masyumi, 2) Persaudaraan Muslimin

  • 33

    Indonesia, 3) Partai Masyumi Baru (1998), 4) Partai Politik Islam Indonesia

    Masyumi (1998), 5) Partai Bulan Bintang (1998), 6) Partai Keadilan (1998), 7)

    Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001), 8) Partai Keadilan Sejahtera (2002).

    (Ahsanul Khalikin, 2012:62).

    Abu Ridha seorang alumnus Timur Tengah menterjemahkan buku-buku

    Ikhwanul Muslimin ke dalam bahasa Indonesia. Natsir meminta kader-kader muda

    tersebut untuk menterjemahkan buku-buku IM seperti buku-buku Hasan Al Banna,

    Yusuf Qardhawi, Sayyid Qutb. Dan diterbitkan melalui Media Dakwah, lembaga

    penerbitan DDII. Penerbitan buku-buku IM ini membantu penyebarluasan

    pemikiran-pemikiran IM terutama di masjid-masjid kampus. Perkenalan antara

    aktivis mahasiswa muslim dengan pemikiran IM juga tidak bisa dilepaskan dari

    peranan Imaduddin Abdurrahim. Keterlibatannya dalam jaringan dakwah

    internasional serta aktifitas di Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM)

    memberikan kesempatan padanya untuk berkenalan dengan pemikiran gerakan di

    Timur Tengah khususnya Ikhwanul Muslimin. Imaduddin kemudian

    mempernalkan pemikiran-pemikiran IM dalam forum-forum dakwah kampus.

    (http://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-

    ikhwanul.html diakses tanggal 13/03/2017, 11.48)

    http://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-ikhwanul.htmlhttp://sksejarahui.blogspot.co.id/2015/06/tarbiyah-transformasi-gerakan-ikhwanul.html

  • 34

    E. Kurikulum Pengembangan Kader

    Dalam pelaksanaan pembelajaran serta pengembangan kader Aktivis

    Tarbiyah menggunakan sebuah kurikulum yang disusun oleh tim kaderisasi yang

    ditetapkan ketika muktamar. Dibawah ini adalah tabel kurikulum yang peniliti

    diperoleh dari salah satu ustadz Tarbiyah. Kurikulum ini ada dalam buku Manhaj

    Tarbiyah. Manhaj ini hanya menjadi konsumsi pribadi dikalangan Aktivis

    Tarbiyah dan sifatnya sangat rahasia. Kurikulum ini dibuat landasan serta petunjuk

    bagi pengembangan kader Aktivis Tarbiyah.

    NO. TEMA MATERI POKOK MEDIA

    1 AL-QUR’AN DAN

    ULUMUL QUR’AN

    Adabut Tilawah Taujih

    Hifzhil Qur‟an juz 30 Taujih dan

    Penugasan

    Tilawah Yaumiyah Penugasan

    Tafsir Al-Qur‟an Penugasan

    Hukum Tilawah Taujih dan Daurah

    Ta‟rifatul Qur‟an Halaqah

    2 HADITS DAN

    ULUMUL HADITS

    Hadits Arba‟in (1-20) Halaqah

    Hadits Riyadhus

    Shalihin

    Halaqah dan

    Penugasan

    3 AQIDAH ISLAM Ma‟rifatu Diinul Islam Halaqah

    Ma‟rifatullah

    (Mengenal Allah

    SWT)

    Halaqah

    Tauhidullah Halaqah

    Taudidul Asma‟ was

    sifat

    Halaqah

    Ma‟na Syahadatain Halaqah

    Syarat diterimanya

    syahadat

    Halaqah

    Beberapa hal yang

    membatalkan

    syahadatain

    Halaqah

  • 35

    Arti “la ilaha illallah” Halaqah

    Siksa kubur Halaqah

    Ihsan Halaqah

    Ta‟rifur rasul Halaqah

    Makanatur rasul Halaqah

    Wazhifatur rasul Halaqah

    Wajibatul muslim

    nahwar rasul

    Halaqah

    4 FIQH Kedudukan niat dalam

    beramal

    Taujih

    Hukum thaharah Taujih atau Dautah

    Thaharah dengan

    siwak

    Taujih dan

    Penugasan

    Hukum shalat Halaqah

    Ihsan dalam shalat Halaqah

    Qiyamul lail Halaqah

    Adzan Halaqah

    Zakat Halaqah, Taujih dan

    Penugasan

    Hukum puasa fardhu Halaqah, Taujih dan

    Penugasan

    Shaum sunnah taujih dan penugasan

    I'tikaf taujih dan penugasan

    Ibadah haji Taujih, halaqah,

    ta‟lim

    Aurat dan pakaian Halaqah, taujih dan

    penugasan

    Berdo‟a pada waktu-

    waktu utama

    Halaqah

    Taubat dan istighfar Taujih dan

    penugasan membaca

    Dzikir Taujih dan

    penugasan

    5 SIRAH, AKHLAQ

    DAN KEPRIBADIAN

    MUSLIM

    Keutamaan bangun

    pagi

    Halaqah

    Akhlaq kepada kaum

    muslim

    Halaqah

    Memenuhi janji Halaqah

    Menundukkan

    pandangan

    Halaqah

  • 36

    Tidak berteman

    dengan orang buruk

    dan sifat

    imma‟ah (ikut-ikutan)

    Halaqah

    Bahaya lidah Halaqah

    menjauhi akhlaq

    tercela

    Halaqah, mabit

    Menjaga kehalalan

    harta

    Halaqah

    Membayar zakat dan

    menabung

    Halaqah

    Tidak menunda dalam

    melaksanakan hak

    orang

    Lain

    Halaqah

    Menjauhi segala yang

    haram

    Halaqah

    Menjauhi tempat-

    tempat haram dan

    maksiyat

    Halaqah

    Memperbaiki

    penampilan

    Halaqah

    Menjauhi dosa besar Taujih

    Memenuhi nadzar Taujih, Mabit

    6 METODE BERFIKIR

    DAN RISET

    Keterampilan berfikir Halaqoh, Daurah

    Makna data dan

    informasi

    Halaqoh, Daurah

    7 BELAJAR MANDIRI

    Ketrampilan hidup

    dan ketrampilan

    belajar

    Halaqah, Pelatihan,

    Seminar

    Belajar di luar

    spesialisasi

    Seminar, Taujih,

    Penugasan

    Memperluas wawasan

    dengan sarana-sarana

    baru.

    Pelatihan atau

    Rihlah Ilmiyah

    8 RUMAH TANGGA

    ISLAM

    Birrul walidain Halaqoh

    Ghirah pada keluarga Halaqoh

    Kewajiban anak

    terhadap orang tua

    Halaqoh

    Memilih pasangan Halaqoh

  • 37

    9 MANAJEMEN Mengelola waktu Halaqah, daurah

    Komunikasi efektif Halaqoh

    10 BAHASA ARAB Menulis al-qur'an juz

    30

    Halaqoh

    Membaca naskah

    bahasa arab

    Halaqoh

    11 KESEHATAN DAN

    KEKUATAN FISIK

    Hidup bersih dan

    sehat

    Seminar, Halaqah

    dan atau

    Mukhayyam

    Makan dan minum Seminar, Halaqah

    pola hidup sehat dan

    seimbang

    Seminar. Halaqah,

    mukhayam

    Tata cara membaca

    dan kesehatan mata

    Kultum

    12 KEPENDIDIKAN DAN

    KEGURUAN

    Ghirah agama Halaqoh

    Ahammiyatut tarbiyah

    (Urgensi kaderisasi)

    Halaqoh

    13 FIQH DA’WAH Bahaya pembatasan

    kelahiran

    Taujih dan Diskusi

    Menyikapi isu negatif

    tentang aktifis da‟wah

    Diskusi/Taujih

    Marhalah makkiyah

    dan karakteristiknya

    Diskusi dan Taujih

    14 SIRAH DAN

    SEJARAH ISLAM

    10 sahabat dijamin

    masuk surge

    Taujih dan

    Penugasan

    15 DUNIA ISLAM

    KONTEMPORER

    Ahwalul muslimin

    (kelemahan muslimin

    dewasaini)

    Halaqoh

    16 PEMIKIRAN,

    GERAKAN DAN

    ORGANISASI

    PEMBARUAN ISLAM

    Perjalanan gerakan

    dakwah pemuda

    Halaqoh

    Dakwah di negeri-

    negeri muslim

    Halaqoh

    17 PERBANDINGAN

    AGAMA DAN

    ALIRAN

    KEAGAMAAN

    Ghazwul fikri Halaqoh

    Zionisme internasional

    Halaqoh

    Gerakan terselubung Taujih

  • 38

    yang memusuhi Islam

    Lembaga-lembaga yang menentang Islam

    Halaqah, seminar,

    Penugasan

    18 TATA SOSIAL

    KEMASYARAKATAN

    Menyebarluaskan

    salam

    Taujih

    Berpartisipasi dalam

    kerja-kerja jama‟i

    Halaqoh

    Shalat berjamaah di

    masjid

    Halaqoh

    19 PERUNDANG-

    UNDANGAN

    Menjaga kepemilikan

    umum dan

    kepemilikankhusus

    Halaqoh

    20 SISTEM POLITIK

    DAN HUBUNGAN

    INTERNASIONAL

    Hak-hak manusia Halaqoh

    21 EKONOMI Dasar-dasar kekuatan

    perekonomian

    Halaqoh

    Dasar-dasar ekonomi Daurah

    22 DASAR-DASAR

    EKONOMI

    Seni Islami Daurah

    23 IPTEK DAN

    LINGKUNGAN

    Al qur-an dan sunnah

    berbicara tentang

    lingkungan

    Daurah

    Ilmu Allah swt Daurah

    24 SOSPOL

    KONTEMPORER

    Saluran politik Halaqoh

    Dalam pemahaman tentang pernikahan poligami, kader Aktivis tarbiyah

    mendapatkannya melalui kajian dan juga halaqah.Tema ini masuk dalam

    pembahasan pembentukan keluarga Islam. Salah satu kader yang peneliti

    wawancara mengungkapkan bahwa,

  • 39

    “Saya mendapatkan materi pernikahan poligami dari ustadzah yang me-

    liqo‟i saya. Pernikahan poligami itu boleh dilaksanakan karena merupakan

    ajaran yang ada dalam Al-qur‟an, namun dalam pelaksanaannya berat

    mengingat hati wanita itu sulit menerima untuk diduakan,”tutur UR

    (wawancara dengan UR tanggal 7 Maret 2017)

    Berbeda dengan UR, ustadzah N menuturkan bahwa materi tentang keluarga

    didapatkan dari ustadzah yang memimpin halaqah, namun dalam penyampaian

    ulang kepada Mutarobbi dikembangkan dengan membaca buku-buku yang lain,

    yang masih terkait dengan bahasan. Dalam Tarbiyah tidak harus sama persis

    dengan apa yang disampaikan Murobbi, namun boleh dikembangkan dengan

    membaca literature-literatur yang lain.(wawancara dengan N seorang ustadzah

    Tarbiyah tanggal 8 Maret 2017)

    F. Media Pengembangan Kader

    Dalam upaya pengembangan kader, Jamaah Tarbiyah menggunakan suatu

    perangkat-perangkat pendidikan. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti

    kepada Ketua Kaderisasi Partai P yaitu Ustadz Lutfi Cakhim L (Beliau adalah

    salah satu Murobbi Aktivis Tarbiyah kota S) sebagai tambahan, penulis

    mengambil referensi dari buku Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin

    yang ditulis oleh Ali Abdul Halim (2009: 126-348). Beberapa media atau

    perangkat-perangkat yang digunakan antara lain:

  • 40

    1. Halaqah

    Adalah proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok. Jumlah

    normal satu halaqah maksimal 12 orang.Murabbi diperkenankan mentarbiyah

    sebanyak 3 (tiga) kelompok halaqah.

    Ketentuan halaqah:

    a. Menjaga dan memperhatikan amniyah setempat

    b. Memperhatikan kelayakan tempat halaqah

    c. Lama pertemuan 2 hingga 5 jam

    d. Halaqah yang dilaksanakan malam hari tidak lebih dari jam 23.00

    e. Halaqah perempuan dilaksanakan siang hari

    f. Dalam kondisi darurat waktu dapat berubah

    Adapun tujuan dari diadakannya halaqah oleh jamaah Tarbiyah ini adalah

    sebagai berikut:

    a. Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua

    tuntutan agama dan kehidupan

    b. Mengukuhkan ikatan antar sesama anggota Jamaah, baik secara sosial

    maupun keorganisasian

    c. Upaya meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai, baik yang

    mendukung gerakan Islam maupun yang memusuhinya. Semua itu

    diharapkan agar selanjutnya dapat memberi dukungan kepada sejalan dan

    memberi perlawanan kepada arus yang memusuhinya.

  • 41

    d. Memberi kotribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dalam setiap

    individu.

    e. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negative pada diri anggota.

    f. Mewujudkan hakekat kebanggan terhadap Islam dengan membangun

    komitmen kepada etika dan akhlak dalam semua aktivitas kehidupannya.

    g. Mewujudkan hakekat loyalitas kepada Jamaah dan komitmen meraih tujaun.

    h. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama

    Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya yang

    jelas.

    i. Memperdalam pemahaman dakwah dan harakah dalam diri seorang muslim.

    j. Memperdalam ketrampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan

    aktivitas Islam.

    2. Katibah atau Mabit

    Adalah suatu acara yang dilaksanakan malam hari yang bertujuan untuk

    meningkatkan kapasitas keimanan diri, biasanya dilaksanakan dimasjid. Secara

    detail acara mabit ini adalah sebagai berikut:

    a. Katibah bermalam sekali dalam sepekan di markas umum atau di masjid

    bersama Ustadz Mursyid juga bermalam bersama.

    b. Mengerjakan shalat Magrib dan Isya‟ bersama-sama

    c. Makam malam bersama ala kadarnya

    d. Berdzikir bersama dan saling berbincang dimalam hari

    e. Tidur bersama dalam satu tempat yang luas.

  • 42

    f. Bangun dua jam sebelum subuh, melakukan shalat subuh

    g. Kemudian kajian dari Ustadz Mursyid

    h. Menyediakan sedikit waktu sebelum subu untukk beristigfar

    i. Adzan subuh, kemudian subuh berjamaah

    j. Kemudian wirid Al matsurat

    k. Sarapan ringan, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas masing-masing.

    3. Rihlah

    Adalah suatu perjalanan rekreasi yang bersifat tarbawi, manhaji dan

    tanzhimi dengan kegiatan yang disiapkan untuk mencapai sasaran pemulihan

    dan penyegaran potensi ruhi, fikri dan jasadi serta penguatan hubungan

    kekeluargaan dan kemasyarakatan. Pelaksanaan rihlah minimal sehari dan

    maksimal tiga hari. Rihlah diikuti keluarga masing-masing anggota.

    Dilaksanakan minimal setahun sekali. Rihlah dilihat dari tipe pesertanya ada

    beberapa macam:

    a. Rihlah para aktivis

    Pesertanya terdiri dari orang-orang yang sedang dalam proses

    bergabung dengan para Aktivis Tarbiyah secara umum dan bersifat

    persaudaraan.

    b. Rihlah keluarga Aktivis Tarbiyah

    Pesertanya adalah beberapa kelurga, dengan tujuan untuk saling

    mengenal antara keluarga dengan keluarga tersebut, saling mencintai, dan

    saling mengasihi karena Allah SWT.

  • 43

    c. Rihlah Putra Aktivis Tarbiyah

    Rihlah ini diikuti oleh para putra Aktivis Tarbiyah yang sebaya

    umurnya dan dipimpin oleh salah seorang laki-laki.

    d. Rihlah Putri Aktivis Tarbiyah

    Sebagaimana rihlah putra Aktivis Tarbiyah,maka dalam rihlah putri

    Aktivis Tarbiyah pesertanya adalah putri yang sebaya umurnya dan dipimpin

    oleh salah seorang akhwat.

    e. Rihlan da‟i Aktivis Tarbiyah

    Pada rihlah ini mereka dibagi menjadi beberapa kelompok dalam

    rangka memenuhi kebutuhan berbagai masyarakat akan pra da‟i.

    4. Mukhayam

    Adalah perkemahan yang dilaksanakan dengan waktu, lokasi dan

    peraturan tertentu. Hal iini mempunyai beberapa tujuan:

    a. Terwujudnya kebugaran, kekuatan dan ketrampilan fisik kader.

    b. Tumbuhnya kedisiplinan, ketaatan dan kesiapsiagaan.

    c. Terlatihnya sifat-sifat keprajuritan,kepemimpinan dan kemampuan bersabar

    dalam kesulitan.

    d. Meningkatnya dan terpeliharanya semangat perjuangan dan pengorbanan.

    e. Terbentuknya personil dan regu Kepanduan.

    Dalam mukhayam atau mu‟asykar ada beberapa tingkatan.Tingkatan yang

    dimaksudkan adalah tingkatan keanggotaan peserta yang mengikuti kegiatan

    ini. Beberapa tingkatannya sebagai berikut:

  • 44

    a. Tingkatan awam

    Yakni berkumpulnya kaum muslimin secara umum (tidak harus

    anggota ikhwan) yang sepakat mencintai aktivitas Islam dan memiliki

    kepedulian terhadap kondisi yang kini melanda khususnya arus pemikiran

    yang memusuhi Islam, dan pengaruhnya terhadap kehidupan kaum muslimin

    di masa kini dan mendatang.

    b. Tingkatan kader secara khusus

    Mukhoyam ini hanya khusus diikuti oleh kader Ikhwan yang

    mengikuti halaqoh. Tujuannya adalah untuk mengokohkan rasa persaudaraan

    dan memperdalam rasa cinta karena Allah, memperdalam ketaatan,

    memperdalam sikap saling memahami dan mengenal,mengokohkan ikatan

    aqidah, dan menjelaskan keutamaan berukhuwah karena Allah di atas jalan

    Islam, yakni saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

    c. Tingkatan para pemimpin Aktivis Tarbiyah

    Ditempat ini para tokoh berkumpul, baik dalam tsaqofah (intelektual),

    pergerakan,maupun olahraga. Tujuannya adalah untuk diberi pengarahan

    tentang aspek kegiatan kepemimpinan dan ketokohan Ikhwan, tentang

    pengokohan ikatan pemimpin dengan jamaah dalam rangka menambah

    tsiqoh dan membangun cinta karena Allah.Selain tujuan diatas dalam

    mukhayam ini tujuannya adalah untuk melatih kedisiplinan ketentaraan.

    d. Tigkatan Kader Aktivis Tarbiyah Tingkat Internasional

  • 45

    Ditempat ini beberapa kader Aktivis Tarbiyah dari beberpa wilayah

    negara,berkumpul guna mengkaji hal ihwal Jamaah di wilayah-wilayah

    untuk mengenal tabiat khas aktivitasnya. Serta bertukar permasalahan yang

    ada pada negara masing-masing.

    5. Ta‟lim

    Adalah bentuk penyampaian mawad tarbiyah tsaqafiyah sekaligus

    tarbiyah jamahiriyah yang diselenggarakan melalui sarana-sarana umum seperti

    masjid, ta‟lim dari radio ataupun ta‟lim dari televisi.

    6. Daurah

    Adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau

    ketrampilan/keahlian tertentu.Diikutioleh peserta dengan persyaratan tertentu

    dan dilaksanakan dalam waktu relatif lama.Mudarrib acara daurah dipilih

    berdasarkan kepakaran atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu yang

    didaurahkan. Ada dua Daurah, yaitu:

    a. Daurah Khusus, yaitu daurah yang dilaksanakan oleh gerakan dakwah

    dengan peserta khusus dalam lingkungan gerakan dakwah atau oleh dan

    untuk gerakan dakwah.

    b. Daurah Umum,yaitu daurah yang bisa saja diselenggarakan oleh pihak

    eksternal dimana pesertanya bisa jadi dari internal anggota jamaah tarbiyah

    atau pundari luar.

  • 46

    Tujuan dari daurah ini adalah untuk meningkatkan kapasitas keilmuan

    bagi kader. Secara jelas dan terperinci tujuan dari daurah adalah sebagai

    berikut:

    a. Menyiapkan individu muslim yang komitmen, baik secara keilmuan maupun

    operasional.

    b. Menyiapkan pemimpin (naqib) sesuai dengan sifat-sifat yang harus terpenuhi

    c. Menyiapkan seorang pemimpin pada level satu tingkat di atas naqib

    d. Menyiapkan kajian dan riset ilmiah dalam berbagai bidang aktivitas Islam

    dengan menghadirkan berbagai perangkatnya, sekaligus mengenalkan

    meodologi dan tujuannya.

    e. Membangun kesadaran dan wawasan pengetahuan bagi personil atau

    pemimpin

    f. Membangun kesadaran dan kemampuan untuk menganalisa berbagai bidang

    persoalan.

    g. Membangun kesadaran dan wawasan ketarbiyahan

    h. Membangun kesadaran dan wawasan tentang arus nilai yang mendukung

    Islam agar dapat saling memahami dan bekerja sama

    i. Membangun cara pandang yang benar dan cermat terhadap dunia Islam

    Kontemporer

    7. Nadwah

    Adalah pertemuan ilmiah kader dalam satu jenjang struktur atau mustawa

    tarbiyah untuk melakukan kajian dan analisa permasalahan dengan masing-

  • 47

    masing kontriusi pemikiran dan pandangan dengan argumentasi ilmiah. Adapun

    Nadwah ini mempunyai beberapa tujuan:

    a. Membangun tradisi ilmiah konstentasi gagasan

    b. Membangun tradisi dialog

    c. Menemukan cara yang mudah dalam memecahkan masalah dari banyak

    gagasan.

    d. Mempromosikan kader-kader yang memiliki spesialisasi dalam bidang

    keilmuan.

    e. Memudahkan bertemunya kader dari berbagai wilayah di sebuah acara,

    sehingga mereka bisa meningkatkan ta‟aruf, tafahum dan tarabut (ikatan)

    untuk maslahat dakwah.

    Tema pembahasan dalam forum kajian ini beragam, dari social sampai

    persoalan politik, rinciannya adalah sebagai berikut:

    a. Persoalan keagamaan, seperti

    1) Agama dan politik (yakni pemisahan politik dari agama)

    2) Penerapan syariat Islam secra utuh

    3) Perbudakan dalam Islam

    4) Tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang

    5) Jihad fisabilillah

    6) Ijtihad

    b. Persoalan-persoalan sosial, seperti:

    1) Masalah studi bagi wanita

  • 48

    2) Masalah pekerjaan bagi wanita

    3) Masalah hijab dan menutup aurat

    4) Masalah candu dan hal-hal yang memabukkan

    5) Masalah rokok

    6) Masalah tempat-tempat hiburan

    7) Persoalan dekadensi moral

    c. Persoalan-persoalan politik, seperti:

    1) Imperialisme dan ekornya, seperti Kmunisme, Liberalisme dan

    Sosialisme

    2) Zionisme

    3) Salibisme

    4) Persoalan Palestina

    5) Persoalan Indonesia

    6) Minoritas kaum Muslimin

    7) Persoalan Kemerdekaan

    8) Persoalan Syuro

    9) Masalah khilafah dan politik dalam perspektif Islam

    10) Masalah kesatuan umat

    d. Persoalan-persoalan ekonomi, seperti:

    1) Masalah perbankan dan riba

    2) Masalah kerja dan produksi

    3) Masalah hak dan kewajiban buruh

  • 49

    4) Masalah serikat-serikat profesi

    5) Perbaikan dunia pertanian dan perluasan arealnya

    6) Masalah industry

    7) Masalah distribusi kekayaan

    8) Masalah aliran di bidang ekonomi, seperti liberalism dan sosialisme

    9) Masalah ekonomi dalam perspektif Islam

    e. Persoalan aliran pemikiran dan paham, seperti:

    1) Pendekatan antar berbagai aliran Islam

    2) Aliran Bahaiyah

    3) Aliran Qadiyaniyah

    4) Aliran Isma‟iliyah

    5) Aliran Bathiniyah

    6) Aliran Masuniyah (Free Masonry)

    7) Rotary Club

    f. Persoalan wawasan pengetahuan dan pengarahan,seperti:

    1) Teater

    2) Gedung bioskop

    3) Siaran

    4) Koran dan Majalah

    5) Pendidikan (tujuan dan sarananya)

    6) Masjid dan fungsinya

    7) Al-Azhar dan para tokohnya

  • 50

    g. Persoalan-persoalan akhlak, seperti:

    1) Krisis akhlak dewasa ini.

    2) Akhlak dalam Islam

    3) Pengaruh akhlak dalam membangun umat

    4) Akhlak dan kepribadian Islam

    8. Muktamar

    Muktamar menurut bahasa berarti makanul i‟timar atau tempat

    bermusyawarah.Muktamar biasanya diselenggarakan secara berkala, dengan

    rentang waktu antara satu muktamar dengan berikutnya.

    Tujuan dari muktamar ini adalah untuk bermusyawarah dan membahas

    persoalan. Secara terperinci tujuan diadakannya muktamar dalam Tarbiyah

    adalah sebagai berikut:

    a. Mengumpulkan sejumlah besar peneliti, pakar, dan ahli ilmu dalam tema-

    tema tertentu yang berkaitan erat dengan medan dakwah Islam.

    b. Mengumpulkan sejumlah besar peserta yang punya perhatian dengan tema

    kajian muktamar agar menyampaikan pandangannya dengan tujuan

    menghasilkan kesimpulan yang ilmiah dengan beragam dimensinya.

    c. Melatih para pengkaji untuk mempersiapkan tema pembahasan sebelum

    pelaksanaan muktamar.

    d. Upaya memenuhi berbagai kebutuhan aktivis Islam yang menyangkut

    pembahasan tema yang layak diangkat di tingkat muktamar.

  • 51

    e. Muktamar memberi kepercayaan besar kepada Jamaah untuk mengeluarkan

    suatu keputusan setelah forum mengeluarkan rekomendasi atas tema yang

    dikajinya, selain membantu menyelesaikan pernedaan pendapat tentangnya.

    f. Muktamar merupakan kesempatan bagi Jamaah untuk memperbaharui bai‟at

    para anggota kepada pemimpinnya. Semua itu untuk memperbaharui tsiqah

    yang timbale balikantara prajurit dan pemimpin, yang menjadikannya mudah

    bagi Jamaah untuk berkerja dan berjalan di atas pijakannya hingga mencapai

    tujuan yang digariskan.

    G. Kualifikasi Murobbi

    Menurut Ustadz IMA (Wawancara tanggal 27 Februri 2017) salah satu

    Murobbi Tarbiyah secara khusus syarat ataupun kualifikasi menjadi seorang

    Murobbi atau mempunyai binaan tidak ada syarat khusus, melainkan mereka yang

    sudah siap secara psikologis, serta pemahaman tentang tarbiyahnya. Calon

    Murobbi diambil atau direkomendasikan oleh Murobbi pada suatu halaqoh dan

    tidak semua peserta halaqoh bisa menjadi Murobbi. Kader yang terbina adakalanya

    ada sudah yang siap membina ada yang juga yang belum siap membina. Calon

    Murobbi setelah mendapat rekomendasi dari Murobbi sebelumnya akan diberikan

    suatu pelatihan yaitu dalam Daurah Talaqqi Imadah yaitu pelatihan tentang

    pemahaman materi-materi tarbiyah yang diberikan secara bertahap sehingga

    memahami betul materi yang akan disampaikan dalam halaqoh.

  • 52

    Out put dari daurah ini adalah menyiapkan pembina atau murobbi yang siap

    secara psikologis, personality dan pemahaman materi tentang tarbiyah untuk

    membina kader. Daurah Talaqqi Imadah ini di bawah Departemen Pengembangan

    Sumber Daya (SDM). Tujuan dari Daurah Talaqqi Imadah ini adalah adanya

    keseragaman berpikir dan pemahaman terkait dengan semua materi yang ada

    dalam Tarbiyah. Selain itu juga untuk meng-upgrade keilmuan serta cara

    penyampaian materi. Dalam pelaksanaan Daurah Talaqqi Imadah ini peserta akan

    di pantau perkembangannya melalui lembat Mutaba‟ah. Dalam lembar mutaba‟ah

    ini peserta kan dipantau melalui amal kesehariannya, seperti baca qur‟an perhari,

    shalat jamaah lima waktu, qiyamul lail, serta amalan-amalan ubudiyah yang lain.

    Lebih lanjut ustadz IMA menjelaskan bahwa membina kader adalah suatu

    hal yang diwajibkan, karena untuk membangun suatu sistem yang kuat dalam

    gerakan Tarbiyah.Sehingga gerakan Tarbiyah ini tersistem dengan rapi, karena ada

    keterlanjutan dari pembinaan kader. Pembinaan kader menjadi tanggung jawab

    utama semua kader senior karena tanpa adanya pembinaan kader maka esensi dari

    gerakan Tarbiyah itu akan sulit diterima dalam masyarakat. Pembinaan kader ini

    dilakukan sejak dini, biasanya ketika keluarganya sudah mengikuti pemninaan,

    maka anaknya akan ikut dalam pembinaan sejak masa sekolah tingkat pertama

    (SMP) sampai kepada jenjang perkuliyahan. Ketika sudah siap secara fiqroh serta

    pemahaman tentang Tarbiyah maka akan dipersiapkan untuk menjadi seorang

    Murobbi atau Murobiah yang akan membina kelompok lain, tetapi juga tetap

    mengikuti halaqoh.

  • 53

    H. Pandangan tentang Pernikahan Poligami

    Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang pernikahan poligami secara umum

    sangat beragam. Ada yang sepakat dan ada pula yang tidak sepakat. Dalam hal ini

    penulis mewancarai beberapa kader Aktivis Tarbiyah. Dari 20 kader aktivis

    Tarbiyah 16 diantara sepakat dengan konsep pernikahan poligami.Misalnya Bu

    Dian Farida Anis yang aktif mengikuti Halaqah ini sepakat dengan adanya konsep

    pernikahan poligami dan menganggap bahwa poligami ini adalah bagian dari

    ajaran dalam Al-qur‟an.Sependapat dengan Bu Dian, Saudari Eni yang juga aktif

    dalam kajian rutin ini berpendapat bahwa:

    “Berpoligami merupakan suatu hal yang dibolehkan dalam agama, ada

    beberapa hikmahyang terkandung dalam poligami. Tidak dapat kita

    pungkiri, bahwa bahtera kehidupanpernikahan seseorang tidak selalu

    berjalan dengan mulus, kadang-kadang ditimpa olehcobaan atau ujian.

    Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telahmenikahtentu

    saja sangat ingin segera diberikan momongan oleh Allah Swt.Akan tetapi,

    kadang-kadangada suatu keadaan ketika sang istri tidak dapat melahirkan

    anak, sementara sangsuami sangat menginginkannya. Pada saat yang sama,

    suami begitu menyayangi istrinyadan tidak ingin menceraikannya. Dengan

    demikian maka berpoligami adalahsuatu solusiyang paling tepat untuk

    memperoleh keturunan dan juga istri yang pertama masih bisamembagi

    kasih sayang dengannya. Berpoligami jadi sebagai penyelesaian

    bahterakehidupan rumah tangga pada ketika keadaan seorang istri sakit

    keras sehingga menghalanginya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai

    ibu dan istri, sedangkan sang suami sangat menyayanginya, ia tetap ingin

    merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia

    membutuhkan wanita lain yang dapatmelayaninya. Ada juga kenyataan lain

    yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki yang

    tidak cukup hanya dengan satu istri (maksudnya, ia memiliki syahwat lebih

    besar dibandingkan dengan lelaki pada umumnya). Maka berpoligami

    adalah suatujalan penyelesaian bagi lelaki tersebut. Jika ia hanya menikahi

    satu wanita, halitu justru dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi

    sang istri dan akan mengakibatkan perzinaan. Fakta lain yang kita hadapi

    sekarang adalah jumlah lelaki lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

    perempuan, baik karena terjadinya banyak peperangan ataupun karena

  • 54

    angka kelahiran perempuan memang lebih banyak daripada lelaki. Oleh

    sebab itu banyak wanita yang tidak kebagian suami, di takutkan dari kaum

    wanita sebagai pelampiasan nafsu biologisnya menjurus kepada tindakan-

    tindakan asusila. Dan sebagainya, maka berpoligami merupakan solusi bagi

    wanita”.(Wawancara dengan Eni tanggal 16 Februari 2017)

    Berbeda dengan Dian dan Eni, Fatih (20 Tahun) tidak sepakat adanya

    pernikahan poligami, karena tidak ada wanita yang mau dimadu dengan wanita

    lain. Hal ini sangat akan menimbulkan kecemburuan dalam hati antara istri

    pertama dengan istri kedua. Dari hasil wawancara kepada kader Aktivis tarbiyah

    tentang pandangannya terhadap pernikahan poligami sebagai berikut:

    No Nama Alamat Status Halaqoh Pandangan

    Poligami

    1 Fatih M Salatiga Menikah Tidak Sepakat

    2 Nur Akhmad Temanggung Menikah Sepakat

    3 M.Basyor Blora Menikah Sepakat

    4 Hade Hilma Kudus Lajang Sepakat

    5 Shofwatul H Ungaran Lajang Sepakat

    6 AFS Purwodadi Lajang Sepakat

    7 Siti Azizah Salatiga Lajang Tidak Sepakat

    8 Dian Farida Salatiga Menikah Sepakat

    9 Kummilaila K Banyu Biru Menikah Sepakat

    10 EDL Semarang Lajang Tidak Sepakat

    11 Alfin Rizki A Purwodadi Lajang Sepakat

    12 Shinta RA Kudus Lajang Sepakat

    13 Eko Mulyono Cilacap Lajang Sepakat

    14 Ummu Nasya Salatiga Menikah Sepakat

    15 Syihab Demk Lajang Sepakat

    16 Nurhidayah Semarang Menikah Tidak sepakat

    17 Ilma Z M Semarang Lajang Sepakat

    18 Erna Rahma Salatiga Lajang Sepakat

    19 Anas Muttaqin Semarang Menikah Sepakat

    20 Afif Purwodadi Lajang Sepakat

  • 55

    Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa kader yang aktif mengikuti liqo‟ atau

    halaqoh memahami konsep pernikahan poligami dan banayak yang

    menyepakatinya.

    Selain pandangan aktivis Tarbiyah terkait pernikahan poligami secra umum,

    penulis juga meneliti dan mewancarai kader Tarbiyah yang melakukan poligami,

    penulis melakukan wawancara dengan kader Aktivis Tarbiyah yang melakukan

    praktek pernikahan poligami serta menggali motivasinya dalam melakukan

    poligami.

    1. Ustadz Mbhn di Salatiga

    Ustadz Mbhn (nama di inisialkan karena beberapa alasan dari narasumber

    tidak berkenan untuk dic