mortalitas, resorpsi dan abnormalitas struktur …digilib.unila.ac.id/61254/3/skripsi tanpa bab...

77
MORTALITAS, RESORPSI DAN ABNORMALITAS STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TANAMAN SURUHAN (Peperomia pellucida [L.] Kunth) (Skripsi) Oleh YOSI DWI SAPUTRA PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 2020

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

22 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • ii

    MORTALITAS, RESORPSI DAN ABNORMALITAS STRUKTUR

    TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH

    PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TANAMAN SURUHAN

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth)

    (Skripsi)

    Oleh

    YOSI DWI SAPUTRA

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    2020

  • ii

    ABSTRAK

    MORTALITAS, RESORPSI DAN ABNORMALITAS STRUKTUR

    TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH

    PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TANAMAN SURUHAN

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth)

    Oleh

    YOSI DWI SAPUTRA

    Suruhan merupakan tanaman obat yang memiliki senyawa metabolit sekunder

    seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Dengan adanya berbagai

    senyawa kimia tersebut yang berpotensi sebagai obat tetap perlu diperhatikan

    kemungkinan adanya efek samping terhadap organisme khususnya pada masa

    kehamilan. maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai uji teratogenik

    ekstrak suruhan terhadap fetus mencit (Mus musculus L.), meliputi mortalitas,

    resorpsi, dan abnormalitas struktur tulang belakang. Penelitian dilaksanakan pada

    September – November 2019 bertempat di laboratorium Zoologi dan Botani

    FMIPA Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan

    Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 20 ekor mencit betina

    dibagi kedalam 4 kelompok yaitu: K(+) (Aquabides), P1 diberi ekstrak tanaman

    suruhan dengan dosis (1,68 mg/g bb), P2 (3,36 mg/g bb), dan P3 (6,72 mg/g bb).

    Hasil penelitian terhadap persentase fetus yang mengalami mortalitas dan

  • ii

    resorpsi fetus antara perlakuan kontrol K(+) dan perlakuan dengan ekstrak etanol

    suruhan (P1, P2, dan P3) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara

    statistik berdasarkan uji ANOVA satu faktor (𝛼 > 0,05). Selain itu pada parameter

    tulang belakang menunjukkan dari setiap perlakuan tidak menyebabkan suatu

    kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit. Hal ini disebabkan karena di

    dalam tanaman suruhan mengandung kalsium, magnesium, kalium, natrium,

    mangan, dan zat besi yang berguna dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

    tulang.

    Kata kunci : Mus musculus L., Peperomia pellucida [L.] Kunth, Anatomi Fetus.

  • ii

    Mortalitas, Resorpsi dan Abnormalitas Struktur

    Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah

    Pemberian Ekstrak Etanol Tanaman Suruhan

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth)

    Oleh

    Yosi Dwi Saputra

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

    SARJANA SAINS

    Pada

    Program Studi Biologi

    Jurusan Biologi

    Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    2020

  • ii

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Yosi Dwi Saputra lahir di

    Natar, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan

    pada tanggal 04 September 1998 merupakan anak kedua

    dari dua saudara. Penulis lahir dari pasangan suami istri

    Bapak Margono dan Ibu Sawiyem. Pekerjaan orang tua

    buruh bangunan dan ibu rumah tangga. Penulis sekarang

    bertempat tinggal di Dusun IV Sari Rejo Natar RT 13

    RW 06 Kecamatan Natar Lampung Selatan.

    Peneliti menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Negara Ratu

    di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2010. Pada tahun itu

    juga peneliti melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 1 Natar Kecamatan Natar

    dan tamat pada tahun 2012 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di

    SMA Negeri 1 Natar pada tahun 2012 dan selesai pada tahun 2015. Pada tahun

    2016 peneliti melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri, tepatnya di

    Universitas Lampung Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam pada

    Program Studi Biologi Murni. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif

    mengikuti kegiatan organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO)

    sebagai kepala Biro Dana dan Usaha serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

    sebagai anggota PSLH. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengenalan

    Alat Laboratorium, struktur perkembangan tumbuhan, Analisis Lingkungan

    (Universitas Malhayati), Embrio Tumbuhan, Embrio Hewan, Taksonomi

    Tumbuhan, Keterampilan Kerja Laboratorium, Kultur Jaringan Tumbuhan,

    Fisiologi Tumbuhan, Fitohormon,dan Biologi Umum. Penulis juga aktif di

  • ii

    Laboratorium sebagai operator jasa Spektofotometer dan Maserasi. Pada 07

    Januari sd 07 Februari 2019 penulis melaksanakan Kerja Praktikum (KP) di

    RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan judul ANALISIS POLA

    SENSITIVITAS BAKTERI Klebsiella pneumonia TERHADAP

    ANTIBIOTIK DARI SAMPEL DARAH PASIEN DI RSUD DR. H. ABDUL

    MOELOEK PROVINSI LAMPUNG. Ditahun yang sama pada bulan Juli,

    penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bakhu Kecamatan Batu

    Ketulis Kabupaten Lampung Barat. Penulis melakukan penelitian sebagi bahan

    penyusun tugas akhir di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

    Universitas Lampung. Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan

    pendidikan sarjananya pada bulan Januari tahun 2020 dengan skripsi yang

    berjudul MORTALITAS, RESORPSI DAN ABNORMALITAS STRUKTUR

    TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH

    PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TANAMAN SURUHAN (Peperomia

    pelucida [L.] Kunth).

    viii

  • ii

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa dan Maha Sempurna atas

    Ridho dan Karunia-nya Kebagian ini dapat kuraih

    Kupersembahkan karya kecilku ini Buah manis dari perjuangan dan jerih payahku kepada :

    Kedua orang tuaku tesayang Bapak Margono dan Ibu Sawiyem

    Yang telah memberikan kasih dan sayangnya yang sangat luar bisa Dalam membesarkanku, meendidik, mendoakan serta

    Merestui setiap langkahku ini Dan mewujudkan harapan-harapan yang kita impikan bersama

    Kakakku Desca Ema Wati

    Terima kasih untuk segalanya cinta dan dukungan yang kau berikan

    Para dosen dan guru yang sangat berjasa Tanpa kalian tak kan mungkin aku sampai disinih

    Para sahabat dan teman- temanku

    Terima kasih untuk canda, tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati Bersama serta kenangan manis yang telah kalian berikan kepada ku

    almamater tercinta “Universitas Lampung”

  • ii

    MOTO

    Dengan hadirnya orang – orang yang selalu meremehkanmu menjadi ujian akan kerendahan hatimu. Jangan pernah membenci mereka, karena mereka merupakan

    pengasah ketegaranmu.

    Saat kamu memutuskan tuk tetap berjuang dan berdoa, maka tuhan akan memberikanmu kekuatan

    Jangan kamu berkecil hati dengan kekurangan yang dimiliki dan jangan pula sombong terhadap kelebihan yang dimiliki. Tetaplah bersikap rendah hati dan

    lakukan sesuatu yang berarti.

    “Hendaklah engkau semakin semangat melakukan apa yang bermanfaat untuk dirimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan

    janganlah engkau merasas lemah” (HR. Muslim)

    “janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah selalu bersama kita”. Ketika menghadapi suatu ujian, tak perlu bersedih hati, kebahagian dan kesedihan kadang datang silih berganti tergantung bagaimana kita menghadapinya dan mengambil pelajaran darinya. Kembalikan segalanya pada sang pencipta bahwa segala yang

    terjadi adalah ketetapan yang baik darinya (qs At Taubah : 40)

    “Berdoalah kepada ku pastilah aku kabulkan untukmu”. Setiap kali memiliki hajat atau menginginkan Sesuatu hendaknya mengusahakan dengan sungguh – sungguh

    dan meminta pada Allah untuk mengabulkan hajat anda. Allah senang pada hambanya yang senantiasa berdoa, karena doa menghubungkan langsung antara

    seorang hambah dengan sang pencipta (Allah SWT) )(qs Al Mukmin : 60)

  • ii

    SANWANCANA

    Assalammuallaikum WR.WB

    Alhamdullilah hirobbilallami, puji syukur penulis kepada kehadirat Allah SWT

    atas ridho dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Mortalitas, Resorpsi, dan Abnormalitas Struktur Tulang Belakang Fetus

    Mencit ( Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Tanaman

    Suruhan (Peperomia pelucida ( L.) Kunth)

    Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan,

    informasi, saran serta dukungan moril dan materil. Oleh karena itu penulis ingin

    menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :

    1. Terimakasih Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta keberkahan

    yang sangat luar biasa untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    2. Kedua orang tuaku tercinta “Bapak Margono dan Ibu Sawiyem” yang telah

    membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang serta doa yang sangat

    luar biasa dan tiada henti yang mengiringi perjalanan penulis dalam mencapai

    cita- cita.

    3. Kakak ku tersayang “Desca Ema Wati” yang telah memberikan kasih sayang

    serta doa yang sangat luar biasa dan tiada henti yang mengiringi perjalanan

    penulis dalam mencapai cita- cita.

    4. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku pembimbing utama yang telah

    memberikan bimbingan, arahan, bantuan secara moril maupun materil,

    masukan, kritik, saran serta motivasi dalam pelaksanaan penulisan dan

    penyelesaian skripsi.

  • v

    5. Bapak Dr. Hendri Busman, M. Biomed., selaku pembimbing II yang telah

    memberikan bimbingan, arahan ,bantuan secara moril maupun materil, untuk

    kesempurnaan skripsi.

    6. Ibu Endang L. Widiastuti, Ph. D., selaku penguji utama yang telah

    memberikan arahan, saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi.

    7. Bapak Drs. Suratman, M. Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

    8. Bapak Drs. M. Kanedi, M. Si., selaku ketua jurusan Biologi yang telah

    memberikan bimbingan, arahan serta masukan dalam pelaksanaan penulisan

    dan penyelesaian skripsi.

    9. Ibu Dra. Yulianty, M. Si., selaku ketua program studi Biologi FMIPA

    Universitas Lampung yang telah memberikan bimbingan, masukkan maupun

    arahan untuk menyelesaikan skripsi.

    10. Bapak Ir. Zulkifli, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang telah

    memberikan bimbingan maupun arahan serta masukan.

    11. Bapak dan ibu dosen ( Ibu Dra. Tunjung Tripeni H dan Bapak Hambali ) serta

    segenap karyawan (Teh Leha, Ibu Dewi, Mas Sudar, Pak Rus, Pak Tamrin,

    Mb Oni, dan mas fajar) yang tidak bisa disebutkan satu-persatu dijurusan

    Biologi FMIPA Unila, atas ilmu,bimbingan, dan bantuan kepada penulis.

    12. Seluruh keluarga besar penulis yang memberi semangat, dukungan dan doa

    kepada penulis.

    13. Sahabat – sahabatku tersayang Kamelia Yulianti. S. SOS, Fitri Wulandri,

    Amd. Kep, Priska Anjani, SE. Terima kasih dukungan dan doanya.

    14. Sahabat – sahabatku tercinta Umy Nursafitri, Susi Mufida H, Puji Lilis L,

    Nurkholiza, dan Unih AS yang memberi semangat, dukungan dan doa kepada

    penulis.

    15. Zikra Fadhira, Nita Reny K , Sekar Patiwi, Vanesa Chung, Ratna Claudiya

    NH, Vanya Qotrunada, Nadya Ulfah S, Nur Anita S, Dian A, Ayu Tiara Fitri,

    Fanny Maulida, Kinanti Alif, Ema Ervina, Ferly A, Rikhe A, Puhek, Mine,

    Risa Suryani, Wevi Y.S, Jihan Lutfi, Nadya Febri, Ostarica Alqoriani A, Putri

    Kendari, Anisa Faradila, mb Adlenia Doa, Dinda S dan Saskya Adrila R yang

    selalu memberi semangat, canda, tawa, doa dan dukungan kepada penulis.

    xii

  • xvi

    8

    16. Sahabatku Maria Denada Siallagan terima kasih atas pertemanan yang kau

    berikan selama ini, yang memberikan semangat, motivasi maupun canda dan

    tawa kepada penulis.

    17. Sahabatku Nada Ulfah terima kasih atas pertemanan selama ini yang

    memberikan semangat, motivasi maupun canda dan tawa kepada penulis.

    18. Teman seperjuangan skripsi Ayukku Nurkholiza terimakasi atas motivasi,

    dukungan maupun canda dan tawa yang diberikan kepenulis.

    19. Teman dan sahabat seperjuangan skripsi Lati Piari Putri terimakasi atas

    motivasi, dukungan maupun canda dan tawa yang diberikan kepenulis.

    20. Teman – teman angkatan 2016, Legi, Desti, Andi, Salwa, Della, Rani, Maura,

    Ikhsan, Budi, Roli dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih

    atas saran, kritikan, canda, tawa, dukungan dan kebersamaan kepada penulis.

    21. Terima Kasih Sahabatku dan keluarga seperjuangan KKN Periode II Desa

    Bakhu, Kecamatan Batu Ketulis, Kabupaten Lampung Barat, Aby Virangga,

    Tri Hastuti, Yoga Aji B, Laila Hidayah, Adeliani dan Aulia Septiani P yang

    memberikan semangat, motivasi, maupun canda dan tawa kepada penulis.

    22. Ramdhan, Diah, Latufa, Mia, Erika, Syalma, Iin, Widi, Yuyun, Meisy, Elyza,

    Enik, Berliana, Khorin, Fania, Yolanda, Hardina, Maelinda, Linda, Sahira,

    2017, Tifany, Vira, Anjung, Lulu, Feriza, Putri, Cika, Sisil, Sofia, Lidya,

    Metari, Nabila, Agung, Vega, Gilang, Aura, Argauli, Heni 2018, Rahcmad,

    Adib, Rian, David, Tarisa, Nuraini 2019 yang tidak bisa disebutkan satu-

    persatu, terima kasih atas canda, dukungan dan kebersamaan kepada penulis.

    23. Almamater tercinta Universitas Lampung.

    Semoga allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis menyadari

    bahwa sekripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis

    mengharapkan saran dan masukan dikemudian hari. Besar harapan semoga skripsi

    ini dapat bermanfaat bagi kita semua amiin.

    Bandar Lampung, 17 Januari 2020

    Penulis

    Yosi Dwi Saputra

    xiii

  • v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK.................................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL DALAM ..................................................................... iii

    HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIHAN SKRIPSI ................................................... vi

    RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... ix

    MOTTO ....................................................................................................... x

    SANWACANA ............................................................................................. xi

    DAFTAR ISI ................................................................................................ xiv

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii

    I . PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 C. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4 D. Kerangka Pikir .............................................................................. 4 E. Hipotesis ...................................................................................... 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

    A. Tanaman Uji ............................................................................... 7

  • v

    1. Morfologi Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth ..................................................................................... 7

    2. Klasifikasi Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth ..................................................................................... 9

    3. Kandungan Kimia................................................................... 9

    4. Penamaan Tanaman Suruhan .................................................. 10

    5. Bagian Tanaman Yang Digunakan .......................................... 10

    6. Kegunaan Suruhan Dalam Penyembuhkan Beberapa Penyakit 10

    7. Kegunaan Dan Efek Samping Senyawa Suruhan Terhadap

    Kebuntingan Mencit Betina (Mus musculus L.) ....................... 12

    A. Steroid ............................................................................. 12

    B. Flavonoid ......................................................................... 12

    C. Alkaloid ........................................................................... 12

    D. Saponin ........................................................................... 13

    E. Tanin ............................................................................... 13

    B. Hewan Percobaan ........................................................................ 14

    1. Mencit (Mus musculus L.) ...................................................... 14

    2. Reproduksi Hewan Betina ..................................................... 17

    2.1. Sistem Reproduksi Mencit .............................................. 17

    A. Ovarium..................................................................... 17

    B. Oviduk ....................................................................... 18

    C. Uterus ........................................................................ 18

    D. Vagina ....................................................................... 19

    2.2. Proses Embriogenesis Mencit ........................................ 19

    A. Stadium Morula ......................................................... 19

    B. Stadium Blastula ........................................................ 19

    C. Stadium Granula ........................................................ 20

    D. Pembentukan Mesoderm ............................................ 20

    E. Pembentukan Selom ................................................... 20

    F. Organogenesis ........................................................... 20

    G. Periode Pertumbuhan Fetus ........................................ 21

    2.3. Siklus Reproduksi .......................................................... 22

    A. Fase Proestrus ............................................................ 23

    B. Fase Estrus ................................................................. 23

    C. Fase Metestrus ........................................................... 24

    D. Fase Diestrus ............................................................. 24

    2.4. Pengaturan Hormonal Pada Siklus Estrus ....................... 26

    2.5. Kopulasi Dan Fertilisasi ................................................. 28

    2.6. Toksikologi .................................................................... 29

    2.7. Teratogenesis ................................................................. 30

    A. Aberasi ...................................................................... 30

    B. Resorpsi ..................................................................... 31

    C. Fetus Resorpsi............................................................ 31

    2.8. Malformasi .................................................................... 31

    2.9. Struktur Tulang Belakang Fetus...................................... 32

    2.10 Resorpsi Mencit .............................................................. 33

    xv

  • xvi

    8

    III. METODE PENELITIAN ................................................................. 35

    A. Waktu Dan Tempat Penelitian ..................................................... 35

    B. Alat Dan Bahan ........................................................................... 35

    C. Rancangan Penelitian .................................................................. 36

    D. Cara Kerja ................................................................................... 37

    1. Penyediaan Bahan Uji ........................................................... 37

    2. Proses Kopulasi Mencit......................................................... 37

    3. Pembuatan Ekstrak Suruhan .................................................. 38

    4. Pengujian Fitokimia Ekstrak Etanol Tanaman Suruhan

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth........................................... 40

    5. Pemberian Perlakuan ............................................................ 40

    6. Pemeliharaan Mencit ............................................................ 41

    7. Pengecekan Apusan Vagina .................................................. 41

    8. Pemberian Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth Pada Mencit Betina .................................................... 42

    9. Parameter Penelitian ............................................................. 43

    1. Mortalitas Fetus Mati Pada Mencit Betina ....................... 43

    2. Resorpsi Fetus Pada Mencit Betina ................................. 43

    3. Abnormalitas Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit 43

    10. Analisis Data ........................................................................ 45

    11. Diagram Alir ........................................................................ 46

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 47

    A. HASIL PENGAMATAN ........................................................ 47

    A.1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Suruhan ...................... ̀ 47

    A.2. Rerata Mortalitas Fetus Mencit ......................................... 48

    A.3. Rerata Resorpsi Fetus ....................................................... 48

    A.4. Abnormalitas Struktur Tulang Belakang Fetus .................. 49

    B. PEMBAHASAN ...................................................................... 52

    B.1. Mortalitas Fetus ................................................................ 52

    B.2. Resorpsi Fetus .................................................................. 53

    B.3.Tulang Belakang Fetus ...................................................... 57

    V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 59

    A. KESIMPULAN ......................................................................... 59

    B. SARAN ..................................................................................... 59

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 60

    LAMPIRAN ................................................................................ 69

    Gambar 12-19 ................................................................................ 75

    Gambar 20-27 ................................................................................ 76

    Gambar 28-35 ................................................................................ 77 Gambar 36-43 ................................................................................ 78

    Gambar 44-50 ................................................................................ 79

    xvi

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 1. Data biologis mencit di laboratorium ................................................ 16

    Tabel 2. Perubahan pada epitel vagina selama siklus estrus ............................. 25

    Tabel 3.Pengujian fitokimia ekstrak etanol tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) ........................................................................ 40

    Tabel 4. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) .............................................................................................. 47

    Tabel 5.Rerata persentase fetus mati mencit (Mus musculus L.) setelah

    pemberian ekstrak tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) .............................................................................................. 48

    Tabel 6. Rerata persentase embrio resorpsi mencit (Mus musculus L.) setelah

    pemberian ekstrak tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth). ............................................................................................. 49

    Tabel 7.Kelainan struktur tulang belakang fetus mencit (Mus musculus L.)

    setelah pemberian ekstrak tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth). ...................................................................................... 50

    i

    x

  • xvi

    8

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 1. Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) .................... 8

    Gambar 2. Mencit (Mus musculus L.). ............................................................. 14

    Gambar 3. Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus L.) .......................... 20

    Gambar 4. Apusan Vagina Tikus Betina Setelah Perkawinan........................... 24

    Gambar 5. Tampilan Skematis Apusan Vagina Pada Daur Esterus................... 26

    Gambar 6. Kerangka mencit (Mus musculus L.) .............................................. 32

    Gambar 7. Morfologi Fetus Mencit, Fetus Normal, Fetus Kedil, Dan Fetus

    Resorpsi ............................................................................................. 34

    Gambar 8. Rancangan Penelitian ..................................................................... 36

    Gambar 9. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 46

    Gambar 10. Anatomi Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit Setelah

    Pemberian Ekstrak Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth) ........................................................................................ 51

    Gambar 11. Morfologi Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Tanaman

    Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) ................................ 53

  • xvi

    8

    Gambar 12. Pengering Anginan ...................................................................... 75

    Gambar 13. Pengovenan ................................................................................. 76

    Gambar 14. Hasil Dari Pengovenan ................................................................ 75

    Gambar 15. Penggilingan .............................................................................. 75

    Gambar 16. Pengayakan .................................................................................. 75

    Gambar 17. Blender ...................................................................................... 75

    Gambar 18. Peralatan Maserasi ....................................................................... 75

    Gambar 19. Proses Perendaman Simplisia Kering ........................................... 75

    Gambar 20. Etanol 96 % ................................................................................. 76

    Gambar 21. Hasil Perendaman ........................................................................ 76

    Gambar 22. Proses Penyaringan ..................................................................... 76

    Gambar 23. Corong Buchner ........................................................................... 76

    Gambar 24. Sampel Ditutup Menggunakan Kertas Karbon .............................. 76

    Gambar 25. Rotary Evaporator ...................................................................... 76

    Gambar 26. Pengovenan Simplisia (Pasta) ...................................................... 76

    Gambar 27. Pasta Suruhan .............................................................................. 76

    Gambar 28. Pengujian Senyawa Kimia Tanaman Suruhan .............................. 77

    Gambar 29. Uji Saponin (+) ............................................................................ 77

    Gambar 30. Uji Steroid (+).............................................................................. 77

    Gambar 31. Uji Tanin (+) ................................................................................ 77

    Gambar 32. Uji Flavonoid (+) ......................................................................... 77

    Gambar 33. Uji Alkaloid (+) ........................................................................... 77

    Gambar 34. Seperangkat Alat Bedah ............................................................... 77

    xix

  • xvi

    8

    Gambar 35. Oven 70º C .................................................................................. 77

    Gambar 36. Timbangan Analitik .................................................................... 78

    Gambar 37. Cawan Petri ................................................................................ 78

    Gambar 38. Gelas Ukur .................................................................................. 78

    Gambar 39. Alizarin Red ................................................................................ 78

    Gambar 40. Pencekokan ................................................................................. 78

    Gambar 41. Proses Pembedahan ..................................................................... 78

    Gambar 42. Hasil Pembedahan ....................................................................... 78

    Gambar 43. Perkembangan Fetus .................................................................... 78

    Gambar 44. Penimbangan Ekstrak Suruhan .................................................... 79

    Gambar 45. Hot Plate ...................................................................................... 79

    Gambar 46. Alizarin Red + KOH1 % .............................................................. 79

    Gambar 47. Gliserin + KOH (3:1, 1:1, 1:3) ................................................... 79

    Gambar 48. KOH 1 % ..................................................................................... 79

    Gambar 49. Kandang Mencit .......................................................................... 79

    Gambar 50. Wadah Makan Dan Minum Mencit .............................................. 79

    xx

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Di Indonesia maupun di dunia setiap tahunnya 7,9 juta anak (6% dari seluruh

    kelahiran) dilahirkan dengan keadaan cacat lahir, akibat adanya kelainan

    genetik atau pasca konsepsi seperti minuman alkohol, penyakit rubella, sifilis,

    defisiensi yodium, maupun obat – obatan dan sebagainya (Jusuf, 2008).

    Indonesia merupakan negara besar yang terkenal karena keanekaragaman

    salah satunya adalah keanekaragaman hayati (Mega Biodiversity) khususnya

    tumbuhan, selain itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman etnis serta

    memiliki berbagai macam pengetahuan tentang obat tradisional yang

    menggunakan bahan – bahan alami dari tumbuhan. Tanaman obat sejak zaman

    dahulu sudah dipergunakan untuk meningkatkan maupun memulihkan

    kesehatan, pencegahan penyakit dan penyembuhan oleh masyarakat

    Indonesia.

    Tanaman suruhan merupakan suatu tanaman herba yang berasal dari Amerika

    Selatan tetapi pada umumnya banyak ditemukan di Asia Tenggara (Purba,

    2007). Menurut Dalimarta (2006), tanaman ini banyak

  • 2

    digunakan masyarakat untuk mengobati beberapa penyakit seperti radang,

    sakit perut, demam, antifertilitas, bisul, asam urat, kolesterol, dan mengobati

    penyakit ginjal. Bagian tanaman yang sering digunakan masyarakat yaitu

    keseluruhan dari tanaman ini, atau disebut herba. Masyarakat Filipina

    memanfaatkan tanaman suruhan sebagai obat menurunkan asam urat, dan

    mengobati masalah ginjal (Majumer, Pulak dkk., 2011), sedangkan penduduk

    lokal di Indonesia terutama di Kalimantan banyak digunakan dengan cara

    merebus keseluruhan tanaman dengan menggunakan air dan air rebusannya

    diminum untuk mengatasi sakit reumatik, selain itu juga dapat mengobati

    ginjal, sakit perut, bisul, jerawat, luka bakar, batuk, diare, masuk angin serta

    hipetensi (Purba, 2007). Penduduk Amerika Selatan menggunakan rebusan

    daun dan batangnya dapat mengobati asam urat maupun arthritis (Majumder,

    dan Pulak, 2011).

    Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa tanaman suruhan

    mempunyai potensi sebagai antiinflamasi (Wijaya dan Monica, 2004),

    Antipiretik (Khan. dkk, 2008), antimikroba dan antikanker. Selain itu di

    Indonesia banyak produk jamu yang dipasarkan untuk mengobati penyakit

    asam urat dengan komposisi adanya campuran ekstrak suruhan. Dengan

    banyaknya penggunaan masyakarat dalam pengolahan jamu maka perlu

    dilakukan proses standarisasi sehingga dapat dibuat bahan baku obat yang

    terjamin mutunya. Masyarakat Indonesia sudah banyak menggunakan obat

    dari bahan alam yang salah satunya adalah suruhan (Piperomia pellucida [L.]

    Kunth).

  • 3

    Mengingat menurut (Nurliani, 2007) Pada tanaman suruhan terdapat beberapa

    senyawa toksik yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin (Anjelina,

    2015) yang diduga mempunyai sifat sitotoksik, yang dapat menghambat

    pertumbuhan dan perkembangan sel yang salah satunya adalah perkembangan

    fetus mencit (Mus musculus L.) terutama pada sel yang mengalami

    perkembangan. Selain itu efek samping tanaman suruhan sebagai obat belum

    dapat diketahui secara ilmiah bagi ibu yang sedang hamil, untuk itu maka

    perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat keamanan pemakaian

    dengan memberikan zat tertentu dari ekstrak tanaman suruhan (Peperomia

    pellucida [L.] Kunth) untuk melihat ada atau tidaknya kelainan pada fetus

    hewan uji akibat pemberian zat selama periode organogenesis.

    Penggunaan tanaman sebagai obat harus memiliki persyaratan aman,

    bermanfaat dan telah terstandar. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut

    perlu dilakukan upaya penegasan keamanan melalui uji toksisitas. Uji

    toksisitas digunakan sebagai penentu dosis maksimum suruhan yang boleh

    digunakan sebagai obat herbal. Salah satu ujinya toksisitas yang harus

    dilakukan adalah uji teratogenik. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan

    perlu dilakuakan penelitian untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak

    suruhan memiliki efek teratogenik terhadap fetus mencit dan apa saja jenis

    malformasi struktur fetus mencit yang dipengaruhi oleh ektrak etanol suruhan.

    Sehubungan dengan hal itu saya tertarik untuk melakukan penelitian ini

    dengan judul mortalitas, resorpsi, dan abnormalits struktur tulang belakang

    fetus mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak etanol tanaman

    suruhan (Piperomia pellucida [L.] Kunth).

  • 4

    B. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui persentase mortalitas fetus mati pada mencit betina

    (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak etanol tanaman suruhan

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth).

    2. Untuk mengetahui persentase resorpsi fetus pada mencit betina (Mus

    musculus L.) setelah pemberian ekstrak etanol tanaman suruhan

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth).

    3. Untuk mengetahui kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit

    (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak etanol tanaman suruhan

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth).

    C. Manfaat Penelitian

    Dari penelitian struktur anatomi dan mortalitas fetus mencit ( Mus Musculus

    L.) setelah pemberian ekstrak tanaman suruhan (Peperomia pelucida [L.]

    Kunth) diharap dapat memberikan manfaat seperti:

    1. Memberikan informasi ilmiah mengenai efek pemberian ekstrak etanol

    tanaman suruhan (Piperomia pellucida [L.] Kunth) terhadap pertumbuhan

    dan perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.).

    2. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

    reproduksi yang kemudian dapat digunakan sebagai obat alami.

    D. Kerangka Pikir

    Penggunaan tanaman obat hingga saat ini masih dijadikan sebagai alternatif

    dalam proses pengobatan. Hal ini yang menjadikan masyarakat Indonesia

  • 5

    memanfaatkan keanekaragaman hayati yang tinggi sebagai bahan baku obat.

    Tanaman merupakan obat tradisional yang banyak tersedia di lingkungan

    sekitar. Bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia terhadap obat –

    obatan tradisional meningkat, baik di negara berkembang maupun maju.

    Pengobatan tradisional dan obat – obatan dari bahan alami, terkandung bahan

    – bahan senyawa kimia yang belum diketahui pasti fungsi dan peranannya

    sehingga dapat menjadi peluang menyebabkan efek yang diinginkan oleh

    pemakaiannya.

    Salah satunya tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional adalah

    suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth), tanaman ini banyak digunakan

    untuk mengobati radang, sakit perut, demam, bisul, asam urat, menurunkan

    kolesterol dan mengobati ginjal. Bila ditinjau dari zat – zat yang terdapat pada

    tanaman tersebut, bila digunakan sebagai obat peluruh haid dan memperlancar

    haid secara langsung dapat mempengaruhi efek samping apabila dikonsumsi

    wanita hamil.

    Dengan adanya suatu senyawa yang terkandung di tanaman suruhan, maka

    ekstrak tanaman suruhan mempunyai potensi untuk dapat digunakan sebagai

    obat – obat alternatif. Namun demikian, perlu diteliti secara lebih jauh tentang

    tingkat keamanannya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk dapat

    membuktikan pengaruh ekstrak tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth), terhadap mortalitas fetus, resorpsi fetus, dan abnormalitas struktur

    anatomi tulang belakang.

  • 6

    E. Hipotesis.

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian pemberian ekstrak etanol tanaman

    suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) pada mencit (Mus musculus L.)

    betina yang hamil adalah.

    1. Ekstrak etanol tanaman suruhan dapat meningkatkan mortalitas pada fetus

    mencit setelah pemberian ekstrak suruhan.

    2. Ekstrak etanol tanaman suruhan dapat meningkatkan presentase resorpsi

    fetus pada mencit betina setelah pemberian ekstrak tanaman suruhan.

    3. Ekstrak etanol tanaman suruhan dapat menyebabkan abnormalitas pada

    struktur tulang belakang.

  • 7

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tanaman Uji

    (Peperomia pellucida [L.] Kunth).

    1. Morfologi Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth).

    Mengingat menurut Majumer, Pulak dkk., 2011. Suruhan merupakan

    tanaman yang dapat tumbuh pada tempat – tempat yang lembab atau

    sedikit terlindung seperti pinggiran selokan, sela- sela bebatuan, celah

    dinding yang retak, ladang, pekarangan maupun pepohonan seperti kelapa

    sawit. Tanaman suruhan merupakan suku Piperaceae (suku sirih – sirihan)

    dengan genus Peperomia. Tanaman ini berasal dari Amerika tropis

    ditemukan pada dataran rendah hingga sampai 100 - 400 m (diatas

    permukaan laut) sebagai tanaman gulma yang hidup disepanjang pinggir

    jalan, perkebunan yang biasanya menggerombol. Secara luas tanaman

    suruhan Peperomia pellucida [L.] Kunth banyak didistribusikan ke

    Amerika maupun Asia Selatan (Arrigoni-Blank, 2002). Morfologi dari

    tanaman ini yaitu memiliki tumbuh tegak, batang membulat yang

    mempunyai penampangan 3 – 5 mm, dengan ketinggian 20 - 40 cm dan

    apabila tanaman ini hidup pada pepohonan tinggi maka tumbuhnya

    menggantung.

  • 8

    Akarnya berserabut, batang berwarna hijau pucat, daun berbentuk lonjong dan

    panjang hingga 1 – 4 cm dengan lebar 2-5 cm, permukaan daun mengkilap dan

    licin seperti lilin. Bentuk daun seperti jantung atau hati (Hariana, 2006). Pada

    ujung daun memiliki bentuk runcing dan pangkal daunnya bertoleh, tepi daun rata

    serta permukaan daun lunak dan berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk bulir

    yang terdapat di ketiak daun atau di ujung batang dengan panjang 2 – 5 cm,

    tanaman ini memiliki buah berbentuk bulat kecil dan berwarna hijau yang

    tersusun seperti buah lada, sedangkan bijinya berwarna hitam dan perakarannya

    serabut (Khinho dkk., 2011).

    Gambar 1. Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) ( Sumber :

    Dokumentasi Pribadi, 2019 )

  • 9

    2. Klasifikasi Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth)

    Klasifikasi ilmiah hasil dari determinasi menurut (Majumder dkk, 2011) yaitu:

    Kingdom : Plantae

    Devisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Ordo : Piperales

    Familia : Piperaceae

    Genus : Peperomia

    Species : Peperomia pellucida [L.] Kunth.

    3. Kandungan Kimia

    Tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) dapat ditemukan di

    Indonesia. Tanaman ini termasuk ke dalam golongan gulma yang dapat

    ditemukan di sepanjang pinggiran jalan, perkebunan, dan pepohonan serta

    terdapat pada sekitar rumah dengan morfologi menggerombol (Irsyad, 2013).

    Menurut Egwuche, 2011. Tanaman suruhan didapatkan hasil dari penampisan

    fitokimia pada keseluruhan bagian suruhan menunjukkan adanya alkaloid,

    kardenolid, saponin, tanin, steroid dan flavonoid (Majumer, Pulak dkk., 2011).

    Suruhan mengandung serat, protein, karbohidrat, dan lemak serta mineral

    seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, mangan, dan zat besi (Egwuche,

    Odetola & Erukainure, 2011).

  • 10

    4. Penamaan Tanaman Suruhan

    Tanaman herba suruhan memiliki keragaman yang sangat besar, baik budaya,

    bahasa, adat istiadat, maupun penamaan. Berdasarkan daerahnya suruhan

    memiliki beberapa nama seperti sasaladaan (Sunda); range-range, slandanan,

    suruhan (Jawa); tumpangan air (Sumatera dan Jakarta); gofu goroho (Ternate);

    tangon - tangon (Filipina); cao hu jiao (Cina); ketumpangan air (Malaysia);

    chaa krutt (Thailand) (Hariana, 2006).

    5. Bagian Tanaman Yang Digunakan

    Penggunaan tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) adalah

    seluruh bagian tanaman atau sering disebut herba. Kriteria suruhan yang

    digunakan yaitu memiliki bentuk ukuran yang sedikit besar dan berwarna

    hijau kusam.

    6. Kegunaan Suruhan Dalam Penyembuhan Beberapa Penyakit.

    Suruhan banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Thailand, Cina, dan

    negara – negara lainnya, karena tanaman ini dapat tumbuh pada tempat yang

    lembab, secara empiris tanaman ini berguna untuk mengobati diabetes dan

    asam urat dengan cara meminum air rebusan seluruh bagian tanaman. Selain

    itu tanaman ini dapat dilakukan dengan cara menggiling seluruh bagian

    tanaman kemudian ditempelkan pada bagian yang sakit cara ini untuk

    mengobati sakit kepala dan demam ataupun dengan meremas dan menyaring

    hasil sari dari gilingan tanaman suruhan untuk diminum sebagai obat sakit

    perut (Khinho, 2011).

  • 11

    Tanaman ketumpangan air atau suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth),

    digunakan masyarakat untuk pengobatan asam urat, rematik, sakit kepala maupun

    sakit perut. Selain itu bagian yang sering digunakan yaitu tanaman yang telah

    kering, sedangkan di Kalimantan maupun Sulawesi Utara oleh penduduk lokal,

    banyak digunakan untuk mengobati penyakit rematik dan menurunkan kolesterol

    (Tarigan. dkk, 2012), digunakannya dengan cara direbus dan air rebusannya

    diminum. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai obat untuk mengatasi penyakit

    gijal, jerawat, bisul, luka bakar, batuk, diare dan hipertensi (Purba, 2007).

    Mengingat menurut (Oloyede, Ganiyat, Onocha, Patricia, Olaniran & Kundu,

    2011), tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) banyak digunakan

    sebagai ramuan dalam pengobatan tradisional, dimanfaatkan sebagai obat sakit

    kepala, demam, sakit perut, abses, bisul, dan gangguan ginjal. Berbagai penelitian

    sudah banyak dilakukan dengan menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki

    aktivitas analgesic, antipiuritik, antiinflamasi, hipoglikemik (Sheikh, Sikder, Paul,

    Hasan, Rahaman, & Kundu, 2012), antibakteri, antimikroba dan antikanker.

    Mengingat menurut penelitian Sio, Susie O (2001) tanaman suruhan dapat

    digunakan sebagai alternatif pengobatan asam urat. Berbagai penelitian sudah

    banyak dilakukan, beberapa penelitian tersebut menunjukkan aktivitas suruhan

    sebagai antijamur, antioksidan, anti diabetes (Muthadi, 2004), anti hipeururisemia,

    abses, bisul, radang kulit, gangguan ginjal (Oloyede, 2011), luka bakar, atau

    memar, antibakteri (Xu Su, 2005) dan antikanker.

  • 12

    7. Kegunaan Dan Efek Samping Senyawa Suruhan Terhadap Kebuntingan

    Mencit Betina (Mus Murculus L.)

    a) Steroid

    Tanaman suruhan mengandung banyak senyawa aktif dan metabolit

    sekunder yang baik untuk kesehatan tubuh dan mengobati berbagai

    penyakit. Selain itu senyawa kimia steroid dapat menyebabkan malformasi

    pada pertulangan wajah (kraniofacial) yang meliputi pengecilan ukuran

    mata (microphthalmia) maupun hidrosefalus (Sarah, 2012).

    b) Flavonoid

    Menurut hasil penelitian Nurliani (2007), tanaman yang dapat digunakan

    sebagai bahan antifertilisasi yaitu tanaman yang memiliki kandungan

    flavonoid tinggi, karena dapat mempengaruhi sistem hormonal serta dapat

    menyebabkan gangguan pada proses ovulasi dan fertilisasi. Bahan aktif

    dari senyawa yang tergolong flavonoid diduga dapat memberikan

    pengaruh jalur hipotalamus hipofisis yang selanjutnya akan mempengaruhi

    sekresi FSH yang berperan penting terhadap pembentukan perkembangan

    dan pematangan folikel.

    c) Alkaloid

    Senyawa Alkaloid yang terdapat pada biji tanaman petai cina yang telah

    terbukti menurunkan persentasi hidup, berat dan panjang fetus

    (Syamsudin, dkk., 2006), sedangkan alkaloid pada kulit batang pule dapat

    menyebabkan keguguran dan hidrosephalus pada fetus mencit

    (Kumolosari, dkk., 2004). Selain itu penelitian yang telah dilakukan

  • 13

    Wahyudi (2013), dapat menunjukkan bahwa ekstrak daun keji beling yang

    memiliki kandungan senyawa kimia seperti stigmasterol, β-sitosterol,

    alkaloid, flavonoid, dan tanin telah terbukti dapat memperhambat

    penulangan fetus mencit.

    d) Saponin

    Senyawa saponin memiliki sifat antara lain mempunyai rasa pahit dan

    dalam larutan air membentuk suatu busa yang stabil. Saponin dapat

    menahan siklus sel pada fase G1, sehingga tidak dapat berlanjut ke fase

    selanjutnya seperti ke fase S, G2, dan fase M. Saponin yang terdapat pada

    kulit buah mahkota dewa telah terbukti menyebabkan berbagai malformasi

    struktur pada fetus mencit yang berupa hemoragi, punggung fleksi, cacat

    bentuk tubuh, dan gangguan osifikasi (Widyastuti, dkk., 2006).

    e) Tanin

    Menurut Cannas (2013) tanin memiliki sifat fenol, yang mempunyai rasa

    pahit. Senyawa ini dapat menghambat penyerapan nutrisi di dalam usus

    dan meningkatkan ekskresi protein maupun asam amino. Terhambatnya

    penyerapan nutrisi akan menyebabkan kurangnya ketersediaan nutrisi bagi

    embrio yang sedang berkembang (malnutrisi) terutama kalsium yang

    sangat dibutuhkan embrio selama pembentukan tulang yang dapat

    menyebabkan keterlambatan osifikasi.

  • 14

    B. Hewan Percobaan

    Hewan percobaan merupakan hewan yang digunakan atau dipakai dalam

    proses penelitian yang berguna untuk mempelajari serta mengembangkan

    berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dalam skala penelitian atau

    pengamatan laboratorium (Somala, 2006).

    1. Mencit (Mus musculus L.)

    Gambar 2. Mencit (Mus musculus L.) Medero, (2011).

    Hewan pengerat (rodensia) termasuk mencit merupakan hewan yang dapat

    berkembang dengan baik, mudah diperlihara, memiliki variasi genetik

    yang cukup besar sifat anatomi dan fisiologisnya terkarakteristik dengan

    baik. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di laboratoium

    merupakan hasil perkawinan tikus putih “inbreed “ maupun “outbreed”

    (Tabakoff dan Hoffman, 2000).

    Hasil dari perkawinan hingga 20 generasi menghasilkan strain – strain

    murni dari mencit. Mencit merupakan hewan yang termasuk ke dalam

  • 15

    suku Muridae. Menurut ITIS (Integrated Taxonomic Information System (2017),

    mencit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    Kindom : Animalia

    Phylum : Chordata

    Sub phylum : Vertebrata

    Class : Mamalia

    Ordo : Rodentia

    Family : Muridae

    Genus : Mus

    Species : Mus musculus L.

    Mencit merupakan hewan yang termasuk ke dalam kelas Mamalia. Bersifat

    omnivorus dan nokturnal. Ciri umum yang dimiliki mencit yaitu warna kulit

    rambut tubuh putih atau ke abu – abuan dengan warna perut sedikit pucat, mata

    berwarna merah atau hitam (Murwanti, dkk., 2004).

    Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri - ciri seperti bentuk tubuh kecil, berwarna

    putih, siklus estrus teratur yaitu 4 -5 hari. Dalam pemeliharaan mencit (Mus

    musculus L.) kandang harus senantiasa besih, tidak lembab dan jauh dari

    kebisingan serta memiliki suhu ruang pemeliharaan kisaran antara 18 - 19º C serta

    kelembaban udara antara 30 - 70%. Pada mencit jantan memiliki berat badan

    sekitar 18 - 35 g. Mencit betina dewasa dengan umur 35 - 60 hari memiliki berat

    badan hingga 18 - 35 g, lama hidupya 1 - 2 tahun, masa reproduksi mencit betina

    berlangsung 1,5 tahun (Akbar, 2010).

  • 16

    Mencit betina maupun jantan dapat dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama

    kebuntingan 19 - 20 hari. dengan jumlah anak mencit rata - rata 6 - 15 ekor

    dengan berat lahir 0,5 – 1,5 g dan berat lahir 0,5 – 1.0 gram. Suhu rektal mencit

    35 - 39º C dengan pernafasan 140 - 180 kali / menit, dengan denyut jantung 600 -

    650 kali (Somala, 2006). Mencit sering digunakan dalam penelitian, karena

    memiliki daur estrusnya teratur yang mudah dideteksi, bisa dibuat seragam sifat

    genetiknya, sedangkan periode kebuntingannya yang relatif singkat, memiliki

    kemampuan reproduksi yang tinggi dengan waktu yang singkat, biaya yang

    terjangkau, mempunyai anak yang banyak serta dapat kelarasan pertumbuhan

    dengan kondisi manusia (Somala, 2006).

    Tabel 1. Data biologis mencit di laboratorium

    Lama hidup 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun

    Lama bunting 19 – 21 hari

    Umur disapih 21 hari

    Umur dewasa 35 hari

    Umur dikawinkan 8 minggu (jantan dan betina)

    Berat dewasa 20 - 40 g jantan; 18 - 35 g betina

    Berat lahir 0,5 - 0,1 gram

    Jumlah anak Rata – rata 6 bisa 5

    Suhu (rektal) 36 - 39ºC ( rata - rata 37,9ºC)

    Konsumsi oksigen 2,38 - 4,48 ml/g/jam

    Volume darah 75 - 80 ml/kg

    Sel darah merah 7,7 - 12,5 x 103/mm

    3

    Sel darah putih 66,0 - 12,6 x 103mm

    3

    Trombosit 150 - 400 x 103/mm

    3

    Hb 13 - 16/100 ml

    Kecepatan tumbuh 1 g/ hari

    (Sumber : Kusumawati, 2004).

    Mamalia kecil seperti tikus telah digunakan para ilmuan dahulu untuk melakukan

    eksperimen ataupun penelitian mereka. Mencit sangat mudah berkembangbiak

    dan merupakan salah satu dari beberapa spesies mamalia yang dapat dideterminasi

    sehingga bersyarat sebagai hewan eksperimen.

  • 17

    2. Reproduksi Hewan Betina

    Tikus maupun mencit memiliki banyak sekali kemiripan dalam sistem

    maupun reproduksi. Sistem reproduksi hewan betina pada umunya terdiri dari

    ovarium dan sistem duktus, sistem ini menerima sperma dan membawanya

    ketempat fertilisasi yaitu oviduk. Pertumbuhan, fungsi otot dan epitel saluran

    betina ada di bawah pengaruh hormon dan ditentukan oleh pergeseran

    progresif dalam sekresi estrogen dan progesteron oleh ovarium selama siklus

    ovarium.

    2.1. Sistem Reproduksi Mencit

    Sistem reproduksi mencit betina terdiri dari: kelenjar betina (ovarium),

    kelenjar asesoris pada umur 10 - 12 minggu, dan saluran reproduksi.

    Periode aktivitas reproduksi dapat berlangsung sejak umur dewasa

    seksual mencit berumur 14 bulan, sedangkan masa mencit betina hanya

    akan berkopulasi dengan mencit jantan selama fase esterus

    (Prawirohardjo, 2008).

    A. Ovarium

    Menurut Yatim (1994), ovarium adalah kelenjar yang memiliki

    bentuk seperti biji yang terletak di kanan dan kiri uterus yang

    memiliki fungsi sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur

    (ovum), sedangkan organ endokrin berfungsi untuk

    mengekskresikan hormon kelamin betina yaitu estrogen dan

    progesteron (Susilawati, 1992).

  • 18

    Ovarium ini sebagai tempat berkembangnya folikel telur, yaitu folikel primer,

    folikel sekunder, folikel tersier, folikel de graaf, korpus rubrum, korpus

    luteum dan korpus albikan. Folikel telur adalah sel telur yang dilingkupi oleh

    sel - sel granulose (sel folikel) dengan ketebalan lapisan yang bervariasi,

    sesuai dengan tingkat perkembangannya (Feradi, 2010).

    B. Oviduk

    Sepasang saluran yang merupakan penghubung antara ovarium dengan uterus

    disebut oviduk. Oviduk terbagi dari bagian interstisialis, bagian ismika, bagian

    ampularis dan infundibulum yang berfibria. Fungsi oviduk sebagai kapasitasi

    sperma, fertilisasi, dan penebalan embrio yang terjadi dibagian ampula.

    Pengangkutan sperma dan ovum ke uterus diatur oleh kontraksi muskuler

    yang dikoordinasi oleh hormon ovarial, estrogen dan progesteron (Yatim,

    1994).

    C. Uterus

    Struktur saluran muskuler untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi dan

    sebagai penyediaan nutrisi serta perlindungan fetus. Dinding uterus terdiri dari

    3 lapisan seperti membran serosa (perimetrium), merupakan lapisan terluar

    yang membungkus uterus yang terdiri dari jaringan ikat. Lapisan kedua uterus

    disebut miometrium yang terdiri dari otot polos yang mengandung pembuluh

    darah dan limpa. Lapisan ketiga pada uterus disebut endometrium yang

    merupakan tempat implantasi serta perkembangan embrio bagi mencit yang

    bunting Mescher (2009).

  • 19

    D. Vagina

    Vagina memiliki dua bagian yaitu vertibulum (bagian luar vagina) dan

    vagina posterior (dari muara uterus hingga serviks). Pada dinding vagina

    terdiri dari mukosa, muscularis dan serosa. Pada betina yang memiliki

    siklus normal, sel - sel epitelium yang membatasi vagina mengalami

    perubahan secara periodik dikontrol oleh hormon yang di sekresikan oleh

    ovarium. Vagina merupakan saluran panjang yang terletak di dorsal

    terhadap uretra dan ventral terhadap rectum, sebagai tempat penumpahan

    semen dari individu jantan.

    2.2. Proses Embriogenesis Mencit

    Mengingat menurut Sadler (2000), bahwa embrio merupakan suatu individu

    yang dapat tumbuh dan berkembang hingga ke stadium dewasa, yaitu fetus

    yang siap dilahirkan. Umumnya zigot membelah secara berturut – turut dan

    berlangsung berkesinambungan dengan cara mitosis. Memiliki sel – sel yang

    berdiferensiasi dengan pola tertentu sehingga terbentuk dewasa. Masa

    embriogenesis dapat berlangsung dari perkembangan minggu ke - 3 hingga

    minggu ke - 8 kehamilan. Pada proses embriogenesis memiliki stadium –

    stadium pembelahan embrio tersebut:

    A. Stadium morula: Tahap pertama dalam proses pembentukan embrio,

    dimana sel hasil pembelahan masih bergandengan.

    B. Stadium blastula: Pembelahan sel – sel morula yang dilanjutkan

    pembentukan bola sel yang berongga (blastula).

  • 20

    C. Stadium granula: Proses pembelahan sel – sel kutub animal, sehingga kutub

    – kutub vegetatif akan terdesak ke dalam dan akan terjadinya invaginasi.

    D. Pembentukan mesoderm: Sel – sel antara ektoderm dan endoderm

    berpoliferasi dan mengisi ruang segmentasi.

    E. Pembentukan selom : Berpisahnya sel – sel lapisan mesoderm menjadi 2

    lapisan sel. Lapisan sel luar akan menjadi sel tubuh atau somatik dan lapisan

    dalam menjadi sel – sel splanknik.

    F. Organogenesis : Setelah terbentuknya selom, maka kemudian akan terjadi

    diferensisasi alat tubuh. Periode ini merupakan pembentukan organ dan sistem

    tubuh yang akan mengalami perubahan bentuk tubuh. Pada stadium ini sel

    secara intensif mengalami diferensiasi maupun mobilisasi sehingga embrio

    sangat rentan terhadap efek teratogenik. Proses organogenesis akan berakhir

    jika bentuk embrio sudah seperti induknya, yaitu pada hari ke 10-14.

    Gambar 3. Perkembangan embrio mencit (Mus musculus L.). (Sumber :

    Kispert dkk. 2012).

  • 21

    G. Periode pertumbuhan fetus: Tahap terjadinya pematangan dan

    perkembangan fungsi jaringan, organ maupun sistem tumbuh, selama tahap ini

    teratogenik tidak akan menyebabkan cacat morfologi. Tetapi dapat

    mengakibatkan kelainan fungsi seperti sistem saraf pusat yang mungkin tidak

    akan dideteksi setelah kelahiran perkembangan maupun pertumbuhan fetus

    dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya genetik dan nutrisi (Muna,

    Astirin, dan Sugiyarto, 2011).

    Embrio akan mengalami proses dideferensiasi pada masa implantasi dengan

    melangsungkan kegiatan segregasi sel – sel embrio yang mengarah ke proses

    pembentukan sel khusus yang akan berubah menjadi sistem tubuh beserta

    organ. Periode organogenesis merupakan proses pembentukan jaringan dan

    organ yang terjadi pada hari ke - 6 sampai hari ke - 16 kebuntingan

    (Rochmiatun, 2003).

    Senyawa teratogen memiliki sifat letal yang mampu menimbulkan kelainan

    pada fetus yang dapat diakibatkan oleh perubahan seperti mutasi,

    penyimpangan kromosom, gangguan pembelahan sel, dan penurunan energi

    untuk perkembangan fetus. Maniferasi dari teratogenesis antara lain kematian

    sel, gangguan interaksi sel, dan gangguan jaringan, sedangkan maniferasi itu

    sendiri akan menghasilkan kematian intrauterine, malformasi, gangguan

    pertumbuhan, maupun penurunan fungsi (Wilson, 1973; Loomis, 1978; Peters

    & Berkvens, 1996).

  • 22

    2.3. Siklus Reproduksi

    Pada beberapa mamalia siklus reproduksi disebut juga sebagai siklus estrus.

    Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis

    yang dapat bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi (Hunter. 1995).

    Siklus estrus yaitu siklus seksual pada mamalia bukan primata yang tidak

    menstruasi. Siklus ini merupakan cerminan dari aktivitas yang saling

    berkaitan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Selama siklus estrus

    terjadi dapat berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun

    perubahan tingkah laku seksual. Mencit suatu hewan politerus yang dapat

    diartikan bahwa, dalam periode satu tahun terjadi siklus reproduksi yang

    berulang - ulang. Perbedaan antara daur estrus pada mencit dan tikus dibagi

    menjadi lima fase yaitu Proestrus, Estrus, Metestrus I, Mestestrus II dan

    Diestrus. Siklus estrus mencit berlangsung hingga 4 - 5 hari berbeda dengan

    tikus satu kali siklus dapat selesai dalam 6 hari. Faktor - faktor eksteroseptif

    yang mempengaruhi waktu siklus yaitu seperti cahaya, suhu, status nutrisi,

    dan hubungan sosial Muljono (2001).

    Dari setiap fase daur estrus dapat dikenali melalui pemeriksaan apus vagina.

    Apus vagina merupakan cara yang sampai kini dianggap relatif paling muda

    dan murah untuk mempelajari kegiatan fungsional ovarium. Melalui apus

    vagina ini dapat mempelajari berbagai tingkat diferensiasi sel epitel vagina

    yang secara tidak langsung mencerminkan perubahan fungsional ovarium.

    Siklus reproduksi dapat dibagi menjadi empat stadium yaitu sebagai berikut:

  • 23

    A. Fase Proestrus

    Menurut Faradis, (2009). Fase ini dimulai pada saat korpus luteum

    mengalami pengecilan sehingga kadar hormon progesteron semakin turun.

    Sebelum fase estrus yaitu periode dimana folikel ovarium tumbuh menjadi

    folikel de graaf di bawah pengaruh FSH (Toelihere, 1979). Fase ini dapat

    berlangsung selama 12 jam. Setiap folikel mengalami pertumbuhan yang

    sangat cepat hampir 2 - 3 hari sebelum estrus sistem reproduksi memulai

    persiapan – persiapan untuk proses pelepasan ovum dari ovarium.

    Preparat apus vagina ditandai dengan tampaknya jumlah sel epitel berinti dan

    sel darah putih berkurang, digantikan dengan sel darah putih yang bertanduk

    serta memiliki lendir yang cukup banyak (Smith,1988; Turner,1988).

    B. Fase Estrus

    Fase dimana ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk

    berkopulasi pada fase ini dapat berlangsung selama 12 jam. Pada preparat

    apus vagina dapat dilihat dengan menghilangnya leukosit dan epitel berinti,

    yang ada hanya epitel bertanduk dengan bentuk tidak beraturan dan

    ukurannya yang cukup besar (Hunter, 1995). Fase estrus dapat diketahui

    dengan cara membuat apusan vagina. Terjadi kopulasi pada fase estrus dapat

    dimulai pada tengah malam pukul 02.00 WIB hingga menjelang pagi.

    Sperma yang telah diejakulasikan ke dalam vagina pada waktu kopulasi akan

    mencapai oviduk dalam beberapa menit. Mobilitas dan viabilitas sperma

    dapat dipertahankan hingga 8 jam setelah terjadinya ovulasi (Prawirohardjo,

    2008).

  • 24

    Keterangan : (S = Sperma, L = Leukosit)

    Gambar 4. Apusan vagina tikus betina setelah perkawinan (Krinke, 2000).

    C. Fase Metestrus

    Metestrus merupakan suatu periode sesudah estrus dimana korpus luteum

    bertumbuh cepat dari sel granulose folikel yang telah pecah dipengaruhi LH

    dan adenohypophysa. Fase metestrus ini berlangsung selama 21 jam. Pada

    preparat apus vagina ciri yang tampak yaitu epitel berinti dan leukosit terlihat

    lagi dalam jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit (Faradis, 2009;

    Turner, 1988).

    D. Fase Diestrus

    Fase diestrus merupakan periode terakhir siklus birahi pada mamalia. Pada

    fase ini berlangsung selama 48 jam. Sehingga korpus luteum menjadi matang

    dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Pada

    akhir periode ini korpus luteum dapat memperlihatkan perubahan retrogresif

    dan vakualisasi secara gradual. Endometrium dan kelenjar beratrofi atau

    beregresi ke ukuran semula, mulai terjadi perkembangan folikel primer dan

    sekunder akhirnya kembali ke siklus proestrus.

  • 25

    Pada preparat apusan vagina dijumpai banyak sel darah putih, mucus dan epitel

    berinti yang letaknya tersebar dan homogen (Hunter, 1995).

    Pada setiap fase akan mengalami perubahan dengan ciri - ciri yang berbeda antara

    fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Hasil dari gambaran apus vagina akan

    menunjukkan setiap fase dari siklus estrus pada mencit (Mus musculus L.).

    Perubahan yang terjadi pada suatu saluran reproduksi betina selama berlangsungnya

    siklus estrus dapat terlihat pada gambaran perubahan epitel vagina seperti yang

    telah disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Perubahan pada epitel vagina selama siklus estrus

    Fase

    siklus

    estrus

    Lama

    fase

    (jam)

    Gambaran ulasan vagina dari berbagai sumber

    Dalal dkk.

    (2001)

    Smith &

    Mangkoewidjojo

    (1988)

    Nalbandov

    (1999)

    Syahrum

    dkk. (1994)

    Proestrus 12 Sel epitel,

    leukosit

    sangat sedikit

    Sel epitel berinti Sel epitel

    berinti

    Sel

    epidermis

    berinti,

    leukosit

    sedikit

    Estrus 12 Sel tanduk

    makin

    banyak

    Sel epitel

    mengalami

    penandukan

    Sel

    berkomifikasi

    Sel epitel

    bertanduk

    banyak

    Metestrus 12 Sel tanduk,

    leukosit lebih

    banyak

    Sel epitel

    berkomifikasi,

    terhadap leukosit

    Sel

    berkomifikasi

    diantar

    leukosit

    Sel epitel

    bertanduk,

    leukosit

    lebih

    banyak

    Diestrus 65 Leukosit dan

    sel epitel

    berinti

    Leukosit dan sel

    epitel

    Sel epitel

    berinti

    Sel epitel

    berinti dan

    leukosit

  • 26

    Gambar 5. Tampilan skematis apusan vagina pada daur esterus (A) Diestrus,

    (B) Proestrus, (C) Estrus, (D) Metestrus (Bognara & Donnel, 1988)

    Keberhasilan dalam perkawinan mencit dapat ditandai dengan adanya sumbat

    vagina yang merupakan awal kehamilan ke - 0 hari. Zigot akan mengalami

    pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio. Segala kebutuhan embrio dapat

    diperoleh dari induk melalui organ ekstra embrio yaitu plasenta. Pembentukan

    plasenta dimulai dari kehamilan ke - 8,5 hari (Cunningham, 2006).

    2.4. Pengaturan hormonal pada siklus estrus

    GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) merupakan hormon yang

    disintesis di hipotalamus dan disekresikan ke hipofisis anterior melalui vena

    porta hipotalamo - hipofisis. Hipofisis anterior tidak mempunyai serabut

    saraf sedangkan untuk perlepasan hormonnya dirangsang oleh faktor

    hormonal melalui pembuluh darah. Proses sekresi FSH (Follicle Stimulating

    Hormone) dan LH (Luitinizing Hormone) akan di pengaruhi oleh GnRH

    Sel epitel berkomifikasi

    Sel epitel berinti

    Leukosit

  • 27

    dari hipofisis anterior. Hormon FSH dan LH akan merangsang ovarium untuk

    mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus

    estrus (Gilbert, 2006).

    Pada fase proestrus folikel ovarium masih dalam ukuran kecil, maka dari itu

    adanya hormon FSH yang disintesis di hipofisa anterior yang menyebabkan sel -

    sel glanulose yang terdapat di dalam folikel akan cepat menjadi banyak. Setelah

    itu akan terbentuknya ruangan dalam folikel. Folikel ini disebut folikel de graaf.

    maka sel - sel granulose di dalam folikel de graaf akan dihasilkan estrogen (Millar

    dkk. 2004).

    Estrogen berperan dalam merangsang pertumbuhan epitel vagina dan folikel

    ovarium sehingga menjadi matang dan siap untuk ovulasi. Folikel yang telah

    matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen di dalam darah

    menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi di darah menandakan mencit sedang

    dalam keadaan fase estrus dan estrogen ini akan merangasang GnRH untuk

    memproduksi LH. Pada tahap berikutnya akibat terus dihasilkannya LH maka

    akan mengalami kelonjakan LH yang penting untuk terjadinya ovulasi setelah

    oosit II ke luar, maka folikel berubah menjadi korpus luteum yang mampu

    menghasilkan progesteron. Progesteron dapat menyebabkan perubahan

    endometrium berupa perubahan lapisan endometrium. Lapisan endometrium ini

    dipersiapkan untuk terjadinya implantasi. Fase pembentukan ini terjadi pada fase

    metestrus (Kanasaki dkk. 2017).

    Pada fase terakhir atau diestrus, jika terjadi implantasi peningkatan kadar

    progesteron penting untuk pertumbuhan plasenta. Plasenta dapat membentuk

  • 28

    gonadtropin yang terdapat pada manusia disebut HcG (Human Chorionic

    Gonadothropine) yang berfungsi untuk mempertahankan korpus luteum.

    Jadi korpus luteum akan mampu memproduksi estrogen dan progesteron

    sendiri. Apabila tidak terjadinya implantasi maka tidak terbentuknya

    plasenta sehingga kadar progesteron menyebabkan terjadinya pengelupasan

    lapisan endometrium.

    2.5. Kopulasi dan fertilisasi

    Mengingat menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), bahwa mencit

    merupakan hewan yang hanya melakukan kopulasi pada malam hari. Mencit

    betina akan mengalami birahi pada pukul 16:00 WIB sampai dengan pukul

    22:00 WITA. Kopulasi biasanya terjadi pada tiga jam pertama stadium

    estrus, pada stadium ini cairan vagina diubah oleh estrogen yang

    mengakibatkan berubahnya substrat metabolik vagina, sehingga mengubah

    produksi asam alifatik yang mudah menguap dan menyebabkan perubahan

    daya tarik seksual dari tikus betina.

    Pada mencit betina terjadinya kopulasi ditandai dengan adanya sumbat

    vagina (vaginal plug) yang terdapat pada liang vagina (antara pukas dan

    leher uterus). Sumbat vagina merupakan air mani yang menggumpal dari

    secret kelenjar prostat tikus jantan dan akan teramati selama 16 sampai 48

    jam serta tidak mudah jatuh. Pada tikus, kopulasi berlangsung pada tahap

    proestrus akhir Silvia (2011).

  • 29

    Fertilisasi (pembuahan) adalah suatu proses penyatuan atau peleburan antara

    gamet jantan dan gamet betina yang menghasilkan zigot. Apabila terjadinya

    kopulasi maka sperma akan bergerak menuju tempat pembuahan. Gerak

    antiperistaltik membantu proses pergerakan sperma menuju tempat

    pembuahan. Waktu perjalan sperma menuju pembuahan pada mencit selama

    ± 15 menit. Tempat terjadinya pembuahan yaitu di oviduk bagian ampula.

    Terjadinya pembuahan yang mengakibatkan sel telur mampu menyelesaikan

    meiosis yang tertuda sampai metaphase II saat ovulasi. Fertilisasi pada

    mencit akan terjadi dalam waktu 7 - 10 jam sesudah kopulasi. Setelah itu

    embrio akan mencapai stadium blastula dalam waktu 3 - 4,5 hari

    Mangkoewidjojo dan Smith (1988).

    2.6. Toksikologi

    Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun, terutama ada atau

    tidak ada pengaruh terhadap makhluk hidup. Salah satu unsur toksikologi

    adalah suastu sistem biologi yang dapat ditimbulkan oleh zat kimia. Seiring

    dengan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi telah banyak

    cara ditemukan untuk menguji status keteratogenikan suatu senyawa, yang

    dapat berupa obat – obatan, bahan aditif untuk makanan, bahan pencemar,

    pestisida, logam berat, pelarut organik dan gelombang elektromagnetik.

    Apabila embrio yang sedang berkembang dan terpapar senyawa tersebut,

    maka proses perkembangannya menjadi terganggu Hutaean (2002).

    Apabila satu atau kelompok dari sel rusak oleh gangguan toksik masih

    memungkinkan bagi sel-sel sekitarnya membelah dan menggantikan posisi

  • 30

    serta peran sel yang telah rusak. Maka dari itu embrio dapat pulih dan

    berkembang tanpa ada efek gangguan, sebaliknya apabila embrio tidak dapat

    mentoleransi suatu kerusakan, maka embrio tidak dapat melanjutkan proses

    perkembangan dan mengakibatkan kematian (Hutahean, 2002).

    Tahap praimplantasi merupakan proses pembelahan blastula hingga

    gastrulasi awal. Pada tahap ini efek dari senyawa yang bersifat toksik tidak

    menyebabkan kelainan perkembangan, namun jika efek tersebut terjadi pada

    tahap organogenesis, maka perkembangan organ dapat terganggu dan

    mungkin akan terjadinya kecacatan yang dapat diamati saat lahir, adapun

    empat wujud gangguan perkembangan embrio, yaitu kematian, kecacatan,

    hambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi (Solomo, 2012).

    2.7. Teratogenesis

    Teratogenik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat menyebabkan

    kecacatan. Kelainan ini merupakan penyebab utama mortalitas pada fetus

    yang lahir. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya teratogenik adalah

    senyawa kimia, kekurangan giji maupun kondisi stress Bailey (2005).

    Mengingat menurut Lu (1995), bahwa mekanisme kerja senyawa kimia

    (teratogen) pada hewan uji diantaranya seperti gangguan terhadap asam

    nukleat, kurangnya pasokan energi maupun osmolaritas, dan penghambatan

    enzim. Pengaruh yang ditimbulkan oleh senyawa teratogen antara lain:

    a. Aberasi merupakan kelainan morfologi yang meliputi struktur bagian

    luar maupun dalam serta kelainan fungsional misalnya :

  • 31

    Anomali minor : kelainan pertulangan pada sternum, ekor keriting,

    kaki lurus, adanya tulang rusuk tambahan, lidah menonjol, dan kulit

    transparan.

    Anomali mayor : spina bifida dan hidrosepali akan mengganggu

    proses pertumbuhan maupun perkembangan, kesuburan dan panjang

    usia hewan.

    b. Resorpsi merupakan maniferasi kematian hasil konsepsi

    c. Fetus resorpsi

    2.8. Malformasi

    Pada proses pertumbuhan maupun perkembangan fetus tidak selalu

    terbentuk sempurna kadang terjadi penyimpangan ataupun kelainan.

    Kelainan yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor

    lingkungan yang meliputi faktor internal maupun eksternal. Teratogen dapat

    terjadi karena faktor lingkungan seperti radiasi, ketidak seimbangnya

    hormon, induksi ion Hg, Pb, dan kondisi stress (Jelodar dan Rodashtian,

    2009).

    Salomo (2002), menyatakan bahwa dalam proses pengamatan malformasi

    dapat dimulai dari daerah kepala, dengan memperhatikan bentuk dan ukuran

    kepala, serta di bagian kepala harus memilki 2 tonjolan mata yang masih

    tertutup, 2 lubang hidung dan 2 lubang telinga, tidak lupa mulut dan bibir

    harus diamati ukuran maupun bentuknya, selanjutnya mulut dibuka untuk

    diamati dan memastikan ada atau tidak adanya celah dilangit – langit mulut

    atau sumbing (cleft palate), sedangkan pada tungkai diamati ukuran,

    kelengkapan ruas, arah rotasi, siku, telapak dan jemari.

  • 32

    Jumlah jemari masing – masing memilki 5 serta mengamati terjadi atau

    tidaknya suatu kelainan pada jumlah ukuran jari mencit dan ekor diamati

    ukuran maupun pembengkokannya.

    2.9. Struktur Tulang Belakang Fetus

    Saat terjadinya fetus, tulang akan mengalami proses pertumbuhan dan

    perkembangan yang disebut dengan istilah osifikasi. Proses awal terjadinya

    osifikasi dengan adanya perubahan jaringan mesenkim pada fetus menjadi

    jaringan tulang atau jaringan kartilago yang selanjutnya menjadi jaringan

    tulang (Junqueira, Carneiro, dan Kelley, 1998). Osifikasi pada mencit

    dimulai pada hari ke 11-17 kehamilan (Rugh, 1968).

    Gambar 6. Kerangka mencit (Mus Musculus L.) (Amsel, 2012).

    Pada fetus yang normal terdapat 7 tulang servik, 13 tulang thorak, 6 tulang

    lumbalis, 6 tulang sakral, dan 2 atau 3 tulang kaudal (Sukandar, Fidrianny,

    Garmana, 2008).

    Menurut Setyawati (2011), pemberian suatu senyawa yang bersifat

    teratogen pada masa organogenesis dapat menyebabkan penghambatan

  • 33

    pada proses pertumbuhan tulang. Senyawa teratogen yang dapat masuk

    melalui plasenta akan menghambat transfer nutrisi dari induk ke fetus serta

    menghambat proses metabolisme nutrisi yang penting bagi pertumbuhan dan

    perkembangan organ fetus itu sendiri termasuk mineral untuk proses

    kalsifikasi atau pembentukan tulang. Proses pembentukan tulang sangat

    mempengaruhi morfologi fetus.

    Apabila ada terjadinya hambatan dalam proses pembentukan tulang maka

    dari itu terjadi kelainan pada struktur kerangka seperti memendek dan

    memanjangnya tulang. Faktor yang mempengaruhi seperti senyawa toksik

    dari bahan alami maupun bahan kimia pada penelitian ini. Kelainan pada

    tulang belakang fetus dapat dilihat dan diketahui dari jumlah tulang maupun

    pemanjangan atau pemendekan dari tulang belakang Setyawati (2011).

    2.10. Resorpsi Mencit

    Kematian fetus tidak selalu terjadi pada setiap induk karena kemampuan

    metabolisme tubuh makhluk hidup berbeda – beda dari setiap induk.

    Diduga bahwa fetus yang mati sejak di dalam kandungan diakibatkan belum

    selesainya mengalami perkembangan sehingga memiliki ukuran lebih kecil

    dibandingkan fetus yang lahir dalam keadaan hidup. Efek embriotoksik

    suatu zat dapat muncul jika terjadi akumulasi pada embrio yang secara

    genetik peka terhadap zat tersebut. Terdapat empat menifistasi yang dapat

    diketahui dan dilihat apabila fetus tikus terpapar suatu zat embriotoksik,

    yaitu resorpsi, pertumbuhan yang melambat, efek fungsional, dan struktur

    yang abnormal (Krinke, 2000).

  • 34

    Resorpsi fetus adalah merupakan salah satu indikasi agen yang bersifat teratogen.

    Toksisitas maternal dapat dilakukan evaluasi dari angka morbiditas dan

    mortalitas, tanda klinis, pertambahan berat, konsumsi makan dan minum, berat

    organ, dan lesi patologis yang terdapat pemberian suatu zat yang diberikan kepada

    induk yang akan dipengaruhi perkembangan fetus tikus secara langsung maupun

    tidak langsung (Krinke, 2000).

    Semakin tinggi tingkatan dosis pada kisaran dosis embriotoksik, maka akan

    mengakibatkan suatu respon dengan tingkatannya lebih tinggi, yang

    mengakibatkan suatu hambatan pertumbuhan, resorpsi, sampai terjadinya

    kematian intrauterine, dan malformasi (Setyawati, 2009).

    Gambar 7. Morfologi fetus mencit (a) fetus normal, (b). Fetus kerdil, (c) fetus

    resorpsi (Setyawati, 2009).

  • 35

    III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – November 2019 yang

    bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas

    Lampung untuk proses pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dan untuk

    pembuatan ekstrak tanaman suruhan dilakukan di Laboratorium Botani

    Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

    B. Alat dan Bahan

    1. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    kandang mencit beserta penutup yang terbuat dari kawat sebanyak 20 unit,

    gelas ukur, pipet tetes, beaker glass 100 ml, erlenmeyer, corong buchner,

    batang pengaduk, mikroskop stereo, timbangan analitik, rotary

    evaporator, gunting, pisau, kamera, blender, papan paraffin, sarung

    tangan, mangkuk pakan mencit, tempat minum mencit, plastik wrap, sonde

    lambung yang dihubungkan dengan alat suntik digunakan untuk proses

    pemberian ekstrak secara oral, kertas label, sapatula, dan botol film

    sebagai tempat pewarnaan fetus.

  • 36

    2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

    20 ekor mencit betina berumur 3 - 4 bulan dengan berat sekitar 30 - 40

    gram, sekam padi, pur ayam besar sebagai pakan mencit, tanaman

    suruhan, etanol 96%, aquabides, kloroform, kapas, larutan KOH 1%,

    larutan alizarin red, metylen blue, gliserin, dan kertas saring.

    C. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

    metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan. 20

    ekor mencit betina dengan berat 30 – 40 gr berumur 2 – 3 bulan dibagi ke

    dalam 4 kelompok, yaitu: K(+) (Aquabides), P1 (1,68 mg/g BB), P2 (3,36

    mg/g BB), dan P3 (6,72 mg/g BB) ekstrak etanol suruhan.

    Gambar 8. Rancangan penelitian

  • 37

    D. Cara kerja

    1. Penyediaan Bahan Uji

    Tanaman suruhan segar (Peperomia pellucida [L.] Kunth) diperoleh dari

    Dusun IV Sari Rejo Natar , Kecamatan Natar , Lampung Selatan , Provinsi

    Lampung, Indonesia. Kriteria tumbuhan yang dipilih atau digunakan yaitu

    tumbuhan yang masih segar dan bergerombol, terletak disela - sela batuan

    maupun di pohon. Mencit (Mus musculus L.) diperoleh di BPPV Regional

    III Lampung. Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan

    menggunakan rumus Federer agar data homogen, sebagai berikut: (t-1) (n-

    1) ≥ 15 berdasarkan rumus yang dipaparkan, dengan demikian jumlah

    mencit betina secara keseluruhan adalah 4 kelompok dengan 5 kali

    pengulangan (Sastroasmoro & Ismael, 2008).

    2. Proses Kopulasi Mencit

    Mencit (Mus musculus L.) diaklimatisasi selama 1 minggu selanjutnya

    ditimbang dan diberi label sesuai perlakuan, sore harinya sekitar pukul

    16.00 - 17.00 WIB mencit dikawinkan kemudian pada pukul 06.00 - 07.00

    WIB dilakukan pemeriksaan apus vagina. Adanya sperma dalam preparat

    apusan vagina menandakan telah terjadi kopulasi dan dinyatakan sebagai

    hari kebuntingan ke - 0 (Sumarmin dkk. 2000).

  • 38

    3. Pembuatan Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth)

    Pembuatan ekstrak etanol tanaman suruhan dapat menggunakan metode

    maserasi, yaitu dengan cara merendam simplisia menggunakan etanol 96%

    sebagai pelarut karena yang memiliki sifat yang mampu melarutkan hampir

    semua zat, baik yang bersifat polar, semipolar, maupun non polar serta

    memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein yang menghambat kerja

    enzim sehingga dapat menghindari proses hidrolisis dan oksidasi (Firtya dkk.

    2010; Salamah & Hanifah. 2014).

    Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi

    (Pratiwi, 2010). Tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth) di kering

    anginkan atau menggunakan alat oven 70º C. Setelah simplisia kering

    dilakukan penggilingan menggunakan blender dengan hasil penggilingan yaitu

    283,9 gram (Kanedi dkk. 2016). Tanaman suruhan (Peperomia pellucida [L.]

    Kunth) yang telah di hancurkan selanjutnya di masukkan ke dalam beaker

    glass 2000 ml lalu dan dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96 %

    diletakkan di tempat yang terhindar dengan cahaya matahari selama 3 x 24

    jam hingga diperoleh maserat. Hasil maserasi selanjutnya disaring dengan

    menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Filtrat yang telah

    didapatkan akan dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator pada

    suhu 50º C (Busman, 2013). Katrin dkk (2014), menyatakan bahwa zat yang

    dikatakan toksik apabila menyebabkan kematian pada dosis 5000 mg/kg BB –

    9000 mg/kg BB. Menurut Indah dkk (2014) LD50 dari tanaman suruhan pada

    mencit betina yaitu 11,87 g/kg BB.

  • 39

    Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan dosis yang bervariasi dan tidak

    melebihi batas letal. Sehingga dosis yang digunakan pada hari ke 6 – 17

    kebuntingan yaitu, 40 mg/kg BB, 80 mg/kg BB, dan 160 mg/kg BB. Penelitian ini

    menggunakan variasi dosis dengan perbandingan 1:2:4 sehingga didapatkan

    dosisnya sebagai berikut:

    1. Dosis 1,68 mg/g BB ekstrak etanol suruhan

    2. Dosis 3,36 mg/g BB ekstrak etanol suruhan

    3. Dosis 6,72 mg/g BB ekstrak etanol suruhan

    Jumlah keseluruhan ekstrak tanaman suruhan yang digunakan selama penelitian

    yaitu:

    P1 = 1,68 x 20 (mencit) x 10 (hari) = 336 mg = 0,336 gram.

    P2 = 3,36 x 20 (mencit) x 10 (hari) = 672 mg = 0,672 gram.

    P3 = 6,72 x 20 (mencit) x 10 (hari) = 1344 mg = 1,344 gram.

    Pemberian ekstrak per-oral mecit = berat mencit x persen pemberian

    = 30 gram x 1 %

    = 30 gram x 1 𝑚𝑙

    100 𝑔𝑟𝑎𝑚

    = 0,3 ml

    = 0,3 ml x 20 (mencit) x 10 hari perlakuan

    = 60 ml (pelarut aquabides)

    Dosis P1 = ekstrak tanaman suruhan 0,336 gram + 60 ml aquabides

    Dosis P2 = ekstrak tanaman suruhan 0,672 gram + 60 ml aquabides

    Dosis P3 = ekstrak tanaman suruhan 1,344 gram + 60 ml aquabides

  • 40

    4. Pengujian Fitokimia Ekstrak Etanol Tanaman Suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth

    Prosedur pengujian fitokimia ekstrak etanol tanaman suruhan dapat dilihat

    pada Tabel 3.

    Tabel 3. Prosedur pengujian fitokimia (Tasmin dkk. 2014).

    Jenis uji Perlakuan Indikator

    Saponin 0,5 ml sampel + 5 ml aquades ,

    kemudian divortex selama 30 detik

    Busa

    Steroid /

    Terpenoid

    0,5 ml sampel + 0,5 ml asam asetat

    glacial + 0,5 ml H2SO4

    Warna sampel akan

    berubah menjadi biru

    atau ungu

    Tanin 1 ml sampel + 3 tetes larutan FeCl3 Warna larutan akan

    menjadi hitam kebiruan

    Alkaloid 0,5 ml sampel + 5 tetes kloroform +

    5 tetes pereaksi Mayer ( 1 g KI

    dilarutkan dalam 20 ml aquades dan

    ditambahkan 0,271 g HgCl2 hingga

    larut )

    Warna sampel akan

    berubah menjadi larutan

    putih kecoklatan

    Flavonoid 0,5 ml sampel + 0,5 g serbuk Mg + 5

    ml HCl pekat ( ditambahkan tetes

    demi tetes )

    Warna larutan akan

    menjadi merah atau

    kuning dan terbentukn